laporan kasus rinitis

38
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG LAPORAN KASUS “Anak Perempuan 12 tahun dengan keluhan bersin tiap pagi” Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit THT-KL Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. M. Setiadi, Sp.THT-KL, Msi.Med Disusun Oleh : Abdul Rozak H2A010001 Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit THT-KL

Upload: alifia-assyifa

Post on 16-Dec-2015

244 views

Category:

Documents


30 download

TRANSCRIPT

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

LAPORAN KASUSAnak Perempuan 12 tahun dengan keluhan bersin tiap pagiDisusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit THT-KLRumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Diajukan Kepada :Pembimbing : dr. M. Setiadi, Sp.THT-KL, Msi.MedDisusun Oleh :Abdul Rozak H2A010001

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit THT-KLFakultas Kedokteran UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANGRumah Sakit Umum Daerah AmbarawaLEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT THT-KL

Presentasi kasus dengan judul :Anak Perempuan 12 tahun dengan keluhan bersin tiap pagiDisusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit THT-KLRumah Sakit Umum Daerah AmbarawaDisusun Oleh: Abdul RozakH2A010001

Telah disetujui oleh Pembimbing:Nama pembimbing Tanda TanganTanggal

dr. M. Setiadi, Sp.THT-KL ............................. .............................

Mengesahkan:Koordinator Kepaniteraan Ilmu Penyakit THT-KL

dr. M. Setiadi, Sp.THT-KL, Msi.Med

BAB ILAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PENDERITA1. Nama: An. N1. Usia: 12 tahun1. Jenis kelamin: Perempuan 1. Agama: Islam 1. Suku: Jawa1. Alamat: Kemasan 9/5 Pringapus Klepu1. Pekerjaan: Pelajar1. Nomer catatan medis: 081065

1. ANAMNESISAnamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 Juni 2015 pada pukul 10.00 WIB1. Keluhan utama: Bersin tiap pagi1. Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien mengeluh bersin-bersin tiap pagi hari sejak 1 tahun yang lalu, pasien juga mengeluh hidung gatal, terdapat cairan yang keluar dari hidung berwarna bening.Pasien sekarang tidak mengeluh adanya demam, nyeri kepala, mimisan, nyeri wajah.1. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien menyangkal memliki keluhan sakit gigi, alergi obat, pengobatan jangka panjang, riwayat trauma pada kepala dan leher.1. Riwayat Penyakit Keluarga :Pasien menyangkal dikeluarganya ada yang menderita keluhan yang sama, darah tinggi, kencing manis, batuk pilek dan keganasan.1. Riwayat Sosial Ekonomi :Biaya pengobatan ditanggung oleh pasien sendiri

1. PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 3 Juni 2015 pada pukul 10.00 WIBA. Keadaan Umum: Baik B. Kesadaran: Compos mentis C. Tanda vitalTekanan darah: tidak dilakukanNadi : 80x/menit, reguler (isi dan tegangan cukup)Respiratory rate: 24x/menit, irama regulerSuhu: 36oC (aksiler)D. Berat badan: 34 kgE. Status GeneralisataKulit: Normal, sawo matangKonjungtiva: Tidak anemisJantung: Dalam batas normalParu: Dalam batas normalHati: Dalam batas normalLimpa: Dalam batas normalLimfe: Tidak ada pembesaran limfe nodiEkstremitas: Dalam batas normal

F. Status Lokalis1) TelingaInspeksiDektraSinistra

Pre aurikulaFistula (-), Hiperemis (-), Massa (-)Fistula (-), Hiperemis (-), Massa (-)

AurikulaBentuk (normal dan simetris), Hiperemis (-), massa (-)Bentuk (normal dan simetris), Hiperemis (-), massa (-)

Retro AurikulaFistula (-), Hiperemis (-), Massa (-), sulkus retroaurikula (normal)Fistula (-), Hiperemis (-), Massa (-), sulkus retroaurikula (normal)

Canalis Auditus ExternusHiperemis (-), sekret (-), edema (-), darah (-), corpal (-), massa (-)Hiperemis (-), serumen (-) edema (-), corpus alienum (-), massa (-)

Discharge(-)(-)

Palpasi/PerkusiDektraSinistra

Pre aurikulaNyeri tekan tragus (-),massa (-), pembesaran KGB (-)Nyeri tekan tragus (-),massa (-), pembesaran KGB (-)

Retro AurikulaNyeri tekan (-),massa (-), pembesaran KGB (-)Nyeri tekan (-),massa (-), pembesaran KGB (-)

MastoidMassa (-), nyeri ketok (-)Massa (-), nyeri ketok (-)

AurikulaNyeri tarik helix (-)Nyeri tarik helix (-)

Membran TimpaniDektraSinistra

WarnaHiperemis (-)Putih mengkilat (+)Hiperemis (-)Putih mengkilat (+)

Refleks cahaya(+) Cone of light (+) pukul 5(+)Cone of light (+) pukul 7

BentukAgak cembungAgak cembung

Retraksi (-)(-)

Perforasi(-)(-)

Sekret(-)(-)

2) Hidung dan Sinus Paranasala. Pemeriksaan luarInspeksiPalpasi/Perkusi

HidungWarna seperti sekitar, Simetris, deformitas (-), massa (-), lesi(-)Nyeri tekan (-), krepitasi (-)

ParanasalWarna seperti sekitar, Simetris, deformitas (-), massa (-), lesi(-)Nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)

Rinoskopi AnteriorDektraSinistra

Vestibulum Vibrise (+), hiperemis (-)Vibrise (+), hiperemis (-)

Cavum nasiCukup lapangCukup lapang

Fotore ex nasi(-)(-)

Discharge(-) (-)

MukosaBasah (+), Warna merah mudaBasah (+), Warna merah muda

Konka inferiorhiperemis (+),permukaan licin(+)Edem (-), hipertrofi (-)hiperemis (+),permukaan licin (+)Edem (-), hipertrofi (-)

Tumor/massa(-)(-)

SeptumSeptum deviasi (-)

b. Pemeriksaan hidung dalam dengan rinoskopi posterior : tidak dilakukanc. Pemeriksaan Transluminasi: tidak dilakukan

3) Kepala, Wajah, LeherDekstraSinistra

KepalaKesan Mesosefal

WajahSimetris

Leher anteriorPembesaran KGB (-), benjolan (-)Pembesaran KGB (-), benjolan (-)

Leher lateralPembesaran KGB (-), benjolan (-)Pembesaran KGB (-), benjolan (-)

4) Orofaring dan Muluta. Gigi dan mulutPenampakan luar: Trismus (-), drooling (-)Mulut/bibir: Jejas (-), massa (-), simetrisMukosa: Warna sama dengan sekitar, lesi (-), darah (-), massa (-)Gigi geligi: caries (-)Lidah: Papil atrofi (-), simetrisPalatum: Hiperemis (-), jejas (-), massa (-)b. Faring dan laringArcus faring: Hiperemis (-), simetrisTonsil: Ukuran T1-T1Uvula: Simetris, hiperemis (-)Faring : Faring hiperemis, granulasi (-), post nasal drip (-), eksudat (-)c. Laringoskopi indirect : tidak dilakukan

1. PEMERIKSAAN KHUSUS1) Tes Fungsi PendengaranTes Bisik : Tidak dilakukanTes Garputala : Tidak dilakukan2) Tes VFT (Nistagmus Test): Tidak dilakukan3) Tes Keseimbangan : Tidak dilakukan4) Fungsi N.VII: Tidak dilakukan

1. PEMERIKSAAN PENUNJANGTidak dilakukan

1. RESUMEPasien anak 12 tahun mengeluh bersin-bersin tiap pagi hari sejak 1 tahun yang lalu, pasien juga mengeluh hidung gatal, terdapat cairan yang keluar dari hidung berwarna bening.Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada Rinoskopi Anterior hiperemis (+), permukaan licin(+), edem (-), hipertrofi (-)

1. ASSESMENTDiagnosis Kerja: Suspect Rhinitis Allergica

1. INITIAL PLANIp Tx : Amoxicillin tab 500 mg 2 x 1 Interhistin tab 50 mg 2 x 1Ip Mx : Monitoring gejala klinis Monitoring komplikasiIp Ex : Pemakaian obat dengan teratur. Kontrol kembali 3 hari berikutnya atau jika ada keluhan kembali.

1. PROGNOSISQuo ad Vitam: ad bonamQuo ad Sanam: ad bonamQuo ad Fungsionam: ad bonam

BAB IIPEMBAHASANRINITIS

Rinitis diartikan sebagai proses inflamasi yang terjadi pada membran mukosa hidung, yang ditandai dengan gejala-gejala hidung seperti rasa panas di rongga hidung, rhinore, hidung tersumbat,hiposmia, sneezing. Menurut BSACI (British Society for Allergy and Clinical Immunology) dibagi kepada 2 bagian yaitu:1. Rinitis alergi 2. Rinitis nonalergi Gejala-gejala hidung yang berlangsung akut maupun kronis tanpa penyebab alergi disebut rinitis nonalergi. Sedangkan bila didapati adanya penyebab alergi (alergen) dikenal dengan rinitis alergi. Karektieristik gejala pada rinitis nonalergi sering sulit dibedakan dengan rinitis alergi. Oleh karena itu, hasil negative dari tes sensitivitas yang diperantarai IgE terhadap aeroallergen yang relevan, penting untuk menkonfirmasi diagnosis.

Definisi Rinitis Allergi dan Patofisiologi Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut.Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rinitis and its Impact on Asthma), Rinitis Alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan alergen yang diperantarai oleh IgE.Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi atau reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri 2 fase yaitu immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Pada reaksi alergi fase cepat selain histamine juga dikeluarkan mediator antara lain prostaglandin D2 (PGD2), leukotriene D4 (LT D4), leukotriene C4(LT C4), bradikinin, Platelet Activiting Factor (PAF), dan berbagai sitokin (IL3, IL4, IL5, IL6), GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor). Pada RAFL ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinophil, limfosit, netrofil, basophil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan Granulocyte Macrophag Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada secret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat perananan eosinophil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO).

Klasifikasi Rinitis Alergi Klasifikasi rinitis alergi menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup, berdasarkan lamanya dibagi menjadi intermiten dengan gejala < 4 hari perminggu atau < 4 minggu dan persisten dengan gejala >4 hari perminggu dan >4 minggu. Berdasarkan beratnya penyakit dibagi dalam ringan dan sedang-berat tergantung dari gejala dan kualitas hidup. Dikatakan ringan yaitu tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, olah raga, belajar, bekerja dan lain-lain yang mengganggu. Dikatakan sedang-berat jika terdapat satu atau lebih gangguan tersebut di atas.

Diagnosis Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan: 1. AnamnesisAnamnesis sangat penting karena seringkali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Diagnosis rinitis alergi ditegakkan dari anamnesis dengan adanya trias gejala yaitu bersin, beringus (rinorea), dan sumbatan hidung. Perlu diperhatikan juga gejala alergi di luar hidung (asma, dermatitis atopi, injeksi konjungtiva, dan lain sebagainya).2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik untuk rinitis alergi berfokus pada hidung, tetapi pemeriksaan wajah, mata, telinga, leher, paru-paru, dan kulit juga penting.a. Wajah Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan. b. Hidung Pada pemeriksaan hidung digunakan nasal spekulum atau bagi spesialis dapat menggunakan rhinolaringoskopi. Pada rinoskopi akan tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat, disertai adanya sekret encer yang banyak. Tentukan karakteristik dan kuantitas mukus hidung. Pada rinitis alergi mukus encer dan tipis. Jika kental dan purulen biasanya berhubungan dengan sinusitis. Namun, mukus yang kental, purulen dan berwarna dapat timbul pada rinitis alergi. Periksa septum nasi untuk melihat adanya deviasi atau perforasi septum yang dapat disebabkan oleh rinitis alergi kronis, penyakit granulomatus. Periksa rongga hidung untuk melihat adanya massa seperti polip dan tumor. Polip berupa massa yang berwarna abu-abu dengan tangkai. Dengan dekongestan topikal polip tidak akan menyusut. Sedangkan mukosa hidung akan menyusut. c. Telinga, mata dan orofaring Dengan otoskopi perhatikan adanya retraksi membran timpani, air-fluid level, atau bubbles. Kelainan mobilitas dari membran timpani dapat dilihat dengan menggunakan otoskopi pneumatik. Kelaianan tersebut dapat terjadi pada rinitis alergi yang disertai dengan disfungsi tuba eustachius dan otitis media sekunder. Pada pemeriksaan mataAkan ditemukan injeksi dan pembengkakkan konjungtiva palpebral yang disertai dengan produksi air mata dan disertai mata gatal.d. Leher. Perhatikan adanya limfadenopati. e. Paru-paru. Perhatikan adanya tanda-tanda asma. f. Kulit. Kemungkinaan adanya dermatitis atopi.

3. Pemeriksaan sitologi hidung. Tidak dapat memastikan diagnosis pasti, tetapi berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukan eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalen. Jika basofil mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.Hitung eosinofil dalam darah tepi.Jumlah eosinofil dapat meningkat atau normal. Begitu juga dengan pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal, Kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria.Uji kulit.Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada beberapa cara, yaitu uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET), uji cukit (Prick Test), dan uji gores (Scratch Test). Kedalaman kulit yang dicapai pada kedua uji kulit (uji cukit dan uji gores) sama. SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekaannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab, juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui.Tes penunjang lainnya yang lebih bermakna namun tidak selalu dikerjakan adalah tes IgE spesifik dengan RAST (Radio Immunosorbent test) atau ELISA (Enzyme linked immuno assay). IgE total > 200 IgE RAST untuk alergen alergen dengan tingkat skor 1+ s/d 4+.

PenatalaksanaanMenurut ARIA penatalaksanaan rinitis alergi meliputi : a. Penghindaran alergen.Merupakan terapi yang paling ideal. Cara pengobatan ini bertujuan untuk mencegah kontak antara alergen dengan IgE spesifik dapat dihindari sehingga degranulasi sel mastosit tidak berlangsung dan gejalapun dapat dihindari. Namun, dalam praktek adalah sangat sulit mencegah kontak dengan alergen tersebut. Masih banyak data yang diperlukan untuk mengetahui pentingnya peranan penghindaran alergen.b. Pengobatan medikamentosa Cara pengobatan ini merupakan konsep untuk mencegah dan atau menetralisasi kinerja molekul-molekul mediator yang dilepas sel-sel inflamasi alergis dan atau mencegah pecahnya dinding sel dengan harapan gejala dapat dihilangkan. Obat-obat yang digunakan untuk rinitis pada umumnya diberikan intranasal atau oral.Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi. Antihistamin diabsorbsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif untuk mengatasi gejala pada respons fase cepat seperti rinore, bersin, gatal, tetapi tidak efektif untuk mengatasi obstruksi hidung pada fase lambat.Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi-2 (non sedatif). Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Yang termasuk golongan ini adalah difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin sedangkan yang dapat diberikan topikal adalah azelastin. Antihistamin generasi-2 bersifat lipofobik, sehingga sulit menebus sawar darah otak. Bersifat selektif mengikat reseptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek antikolinergik, antiadrenergik, dan efek pada SSP minimal (non-sedatif). Antihistamin diabsorpsi secaral oral dengan cepat dan mudah serta efektif untuk mengatasi gejala pada respon cepat serperti rinorea, bersin, gatal, tetapi tidak efektif untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat.Antihistamin nonsedatif dapat dibagi 2 golongan menurut keamanannnya. Kelompok pertama adalah astemisol dan terfenadin. Kelompok kedua adalah loratadin, setirisin, fexofenadine, desloratadin, dan levosetirisin.Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa seperti pseudoephedrine atau phenylpropanolamine efektif sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau topikal. Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis alergi medikamentosa.Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat respon fase lambat tidak dapat diatasi dengan obat lain. Kortikosteroid topikal bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit. Preparat antikolinergik topikal bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor. Pengobatan baru lainnya untuk rinitis alergi di masa yang akan datang adalah anti leukotrien, anti IgE, DNA rekombinan.Preparat anti leukotriene ada 2 jenis yaitu reseptor antagonis (LTRAs seperti montelukast dan zafirlukast) dan sintesis reseptor seperti zileuton. Obat ini hampir mirip dengan loratadine. Kombinasi anti leukotrin dan antihistamin tidak efektif untuk memperbaiki atau mengurangi gejala klinis. Preparat anti alergi yang lain adalah kromolin sodium. Intranasal cromolin sodium efektif di beberapa pasien yang mengendalikan gejala rinitis alergi dan mempunyai efek samping yang kecil. Cromolin menghambat degranulasi dari kepekaan mast cells sehingga mencegah pelepasan mediator alergi atau inflamasi. Cromolin sodium tidak mempunyai efek yang sama dengan antihistamin. Obat-obat tidak memiliki efek jangka panjang setelah dihentikan. Karenanya pada penyakit yang persisten, diperlukan terapi pemeliharaan.

c. Imunoterapi spesifikMenurut Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA), indikasi imunoterapi adalah untuk pasien rinitis atau asma alergiyang disebabkan oleh alergen spesifik. Alergen yang diberikan tersebut telah dijamin efektivitas dan keamanannya melalui penelitian klinis. Imunoterapi juga diindikasikan sebagai profilaksis untuk pasien yang sensitif terhadap alergen.Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan imunoterapi adalah pembentukan IgG blocking antibody dan penurunan IgE.Jenis alergen yang diberikan tergantung penilaian klinis yang didasarkan pada jenis alergen yang memberi hasil positif pada uji kulit dan yang menimbulkan gejala klinis bila terpajan. Jenis alergen yang dapat diberikan secara injeksi subkutan adalah: Laprin (L5) mengandung ekstrak debu rumah dicampur dengan serpihan kulit manusia dengan konsentrasi 50Neq U/ml. Mula-mula disuntikkan 0,1 ml dilanjutkan dengan suntikan berikutnya 0,2 ml demikian selanjutnya dinaikkan sebanyak 0,1 ml sampai mencapai dosis maksimal 1 ml. Penyuntikan dilakukan seminggu dua kali sehingga dosis 1 ml akan diselesaikan dalam 5 minggu (10 kali suntik). Selanjutnya dengan Laprin L6 ( ekstrak debu rumah dicampur ekstrak serpihan kulit manusia) konsentrasi 500 Neq/ml diberikan dengan cara yang sama sehingga mencapai dosis 1 ml selama 5 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan suntikan seminggu 1x menggunakan L6 1 ml (10 kali), kemudian L6 2 minggu sekali (10 kali), kemudian L6 4 minggu sekali (10 kali), kemudian 3 bulan sekali ( 10 kali), kemudian L6 6 bulan sekali (10 kali). M1 adalah ekstrak tungau yang berasal dari Dermatophagoides pteronyssinus yang dibuat dengan konsentrasi 10 Neq U/ml dan M2 1000 Neq U/ ml, cara pemberian seperti diatas.

Evaluasi dilakukan paling sedikit 5 bulan ( suntikan ke 30 ), ekstrak ekstrak tersebut harus selalu disimpan dalam suhu 40C supaya tetap terjaga kondisi mutunya.Indikasi imunoterapi spesifik subkutan Penderita yang tidak terkontrol baik dengan farmakoterapi konvensional Penderita yang gejala-gejalanya tidak dapat dikontrol baik dengan antihistamin H1 dan farmakoterapi Penderita yang tidak menginginkan farmakoterapi Penderita dengan farmakoterapi yang menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan Penderita yang tidak ingin menerima terapi farmakologis jangka panjang. Imunoterapi sublingual sebagai alternatif pemberian imunoterapi yang lebih aman dan nyaman bagi pasien adalah ekstrak tumbuhan yang dicampur dengan alergen dan diberikan secara oral atau sublingual. Beberapa studi menyebutkan keberhasilan imunoterapi pada rhinitis alergi. Cara kerja imunoterapi sublingual adalah dengan mengubah respons limfosit T terhadap alergen.Imunoterapi spesifik nasal dan sublingual dosis tinggi-imunoterapi spesifik oral Dapat digunakan dengan dosis sekurang-kurangnya 50-100 kali lebih besar dari pada yang digunakan untuk imunoterapi subkutan. Pada penderita yang mempunyai efek samping atau menolak imunoterapi subkutan Indikasinya mengikuti indikasi dari suntikan subkutan Pada anak-anak, imunoterapi spesifik adalah efektif. Namun tidak direkomendasikan untuk melakukan imunoterapi pada anak dibawah umur 5 tahun. d. Imunoterapi non-spesifik Imunoterapi non-spesifik menggunakan steroid topikal. Hasil akhir sama seperti pengobatan imunoterapi spesifik-alergen konvensional yaitu sama-sama mampu menekan reaksi inflamasi, namun ditinjau dari aspek biomolekuler terdapat mekanisme yang sangat berbeda.Glukokortikosteroid (GCSs) berikatan dengan reseptor GCS yang berada didalam sitoplasma sel, kemudian menembus membran inti sel dan mempengaruhi DNA sehingga tidak membentuk mRNA. Akibat selanjutnya menghambat produksi sitokin pro-inflammatory.e. EdukasiPemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahui berkhasiat dalam menurunkan gejala alergi. Mekanisme biomolekulernya terajadi pada peningkatan populasi limfosit TH yang berguna pada penghambatan reaksi alergis, serta melalui mekanisme imunopsikoneurologis.f. OperatifTindakan bedah dilakukan sebagai tindakan tambahan pada beberapa penderita yang sangat selektif. Seperti tindakan reduksi konka dengan radiofrekuensi, konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat dan radiofrekuensi.

Rinitis Non Alergi Rinitis non alergi (NAR) umumnya digambarkan sebagai gejala hidung kronis, seperti obstruksi dan rhinorrhea yang terjadi dalam kaitannya dengan bukan alergi, pemicu tidak menular seperti perubahan cuaca, paparan bau kaustik atau asap rokok, perbedaan tekanan udara, dll.

Klasifikasi Rinitis NonalergiKLASIFIKASI RINITIS NON ALERGI

Rinitis Vasomotor Perubahan cuaca, perubahan suhu Gustatory rinitis Rinitis Penggunaan Obat - obatan Aspirin, NSAID, agonis alfa receptor dan antagonis vasodilator Obat antihipertensi dan obat jantung lainnya Kontrasepsi oral Rinitis Medikamentosa Rinitis Infeksi ISPA Kronik Rhinosinusitis Nonalergi Rinitis Eosinophilic Sindrom Penyebab Imunologi Wegener Granulomatosis Sarcoidosis Amyloidosis Infeksi Granulomatosis Rinitis Terkait Pekerjaan Rinitis Hormonal Kehamilan Menstruasi Hypotiroidsm Rinitis Struktural Polip Deviasi septum Adenoid hipertrofi Tumor

Rinitis Atrofi Infeksi Sekunder

Rinitis VasomotorRinitis vasomotor diduga disebabkan oleh berbagai pemicu alergi saraf dan pembuluh darah, sering tanpa penyebab inflamasi. Pemicu ini menyebabkan gejala yang melibatkan hidung tersumbat dan rhinorrhea yang jernih lebih dari bersin dan gatal. Rinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinophilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid), dan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin, dan obat topikal hidung dekongestan).Rinitis ini digolongkan menjadi non-alergi bila adanya alergi/alergen spesifik tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan alergi yang sesuai (anamnesis, tes cukit kulit, kadar antibodi IgE serum).Gejala klinisPada rinitis vasomotor, gejala sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan non-spesifik, seperti asap/rokok, bau yang menyengat, parfum, minuman beralkohol, makanan pedas, udara dingin, pendingin dan pemanas ruangan, perubahan kelembaban, perubahan suhu luar, kelelahan dan stress/emosi. Pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut.Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan yaitu:1. golongan bersin(sneezers), gejala biasanya memberikan respon yang baik dengan terapi antihistamin dan glukokortikosteroid topikal;2. golongan rinore (runners), gejala dapat diatasi dengan dengan pemberian anti kolinergik topikal; dan3. golongan tersumbat(blockers), kongesti umumya memberikan respon yang baik dengan terapi glukokortikosteroid topikal dan vasokontriktor oral.

DiagnosisDiagnosis rinitis vasomotor ditegakkan berdasarkan:1. Diagnosis umumnya ditegakkan dengan cara ekslusi yaitu menyingkirkan adanya rinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal dan akibat obat. Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala.2. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran yang khas berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, tetapi dapat pula pucat. Hal ini pperlu dibedakan dengan rinitis alergi. Permukaan konka dapat licin atau dapat berbenjol-benjol (hipertrofi). Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore sekret yang ditemukan ialah serosa dan banyak jumlahnya.3. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Kadang ditemukan juga eosinophil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah sedikit. Tes cukit kulit biasanya negative. Kadar IgE spesifik tidak meningkat.PenatalaksanaanPenatalaksaan pada rinitis vasomotor bervariasi, tergantung pada faktor penyebab dan gejala yang menonjol. Secara garis besar dibagi dalam :1. Menghindari stimulus/faktor pencetus2. Pengobatan simtomatis, dengan obat-obatan dekongestan oral, cuci hidung dengan larutan garam fisiologis, kauterisasi konka hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau triklor-asetat pekat. Dapat juga diberikan kortikosteroid topikal 100-200 mikrogram.3. Operasi, dengan cara bedah-beku, elektrokauter, radiofrekuensi atau konkotomi parsial konka inferior.4. Neuroktomi n.vidianus, yaitu dengan melakukan pemotongan pada n.vidianus, bila dengan cara diatas tidak memberikan hasil yang optimal.

Rinitis infeksiSalah satu penyebab paling umum dari rinitis adalah infeksi saluran pernapasan atas. ISPA karena virus sering menunjukkan gejala seperti sekret yang tebal, bersin, dan obstruksi yang biasanya bersih sendiri dalam 7 sampai 10 hari, tetapi dapat bertahan hingga 3 minggu. Sinusitis bakteri akut dapat mengikuti, biasanya terjadi kurang dari 2% pasien, dengan gejala dari hidung tersumbat terus-menerus, perubahan warna sekret hidung lendir, wajah nyeri, batuk, dan kadang-kadang demam.Rhinosinusitis kronis adalah sindrom mukosa sinus inflamasi yang disebabkan oleh banyak penyebab. Hal ini secara klinis didefinisikan sebagai gangguan hidung yang persisten dan gejala sinus berlangsung lebih lama dari 12 minggu dan diagnosa pasti dengan computed tomography (CT). Temuan rinosinusitis kronis dari CT meliputi penebalan lapisan rongga sinus atau kekeruhan lengkap sinus pneumatisasi. Gejala Mayor yang perlu dipertimbangkan untuk diagnosis termasuk nyeri wajah, hidung buntu, obstruksi, sekret yang purulen, dan gangguan penghidu. Gejala minor seperti batuk, kelelahan, sakit kepala, halitosis, demam, sakit telinga, dan sakit gigi. Pengobatan mungkin sampai 3 minggu atau lebih dengan penggunaan antibiotik oral dan penggunaan singkat steroid oral, steroid intranasal, atau keduanya (steroid oral dan steroid intranasal). Kebanyakan pasien dapat berhasil dalam perawatan awal, tetapi mereka dapat dirujuk ke spesialis telinga, hidung, dan tenggorok, ahli alergi, atau imunologi jika tidak merespon terapi awal.1. Rinitis virusRinitis virus terbagi 3, yaitu: Rinitis simplek (pilek, Selesma, Common Cold, Coryza)Etiologi. Rinitis simplek disebabkan oleh virus. Infeksi biasanya terjadi melalui droplet di udara. Beberapa jenis virus yang berperan antara lain, adenovirus, picovirus, dan subgrupnya seperti rhinovirus, coxsakievirus, dan ECHO. Masa inkubasinya 1-4 hari dan berakhir dalam 2-3 minggu.Gambaran klinis. Pada awalnya terasa panas di daerah belakang hidung, lalu segera diikuti dengan hidung tersumbat, rinore, dan bersin yang berulang-ulang. Pasien merasa dingin, dan terdapat demam ringan. Mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Awalnya, sekret hidung (ingus) encer dan sangat banyak. Tetapi bisa jadi mukopurulen bila terdapat invasi sekunder bakteri, seperti Streptococcus Haemolyticus, pneumococcus, staphylococcus, Haemophillus Influenzae, Klebsiella Pneumoniae, dan Mycoplasma Catarrhalis.Pengobatan. Tirah baring sangat diperlukan untuk mencegah penyakit semakin berat. Pasien disarankan minum air lebih dari biasanya. Gejala-gejalanya dapat diatasi dengan pemberian antihistamin dan dekongenstan. Analgesik berguna untuk mengatasi sakit kepala, demam dan myalgia. Analgesik yang tidak mengandung aspirin lebih dianjurkan karena aspirin dapat menyebabkan virus semakin berkembang biak. Antibiotik diberikan bila terdapat infeksi sekunder bakteri.Komplikasi. Rinitis akut biasanya dapat sembuh sendiri (self-limiting) dan membaik secara spontan setelah 2-3 minggu, tetapi kadang-kadang, komplikasi seperti sinusitis, faringitis, tonsilitis, bronchitis, pneumonia dan otitis media dapat terjadi. Rinitis InfluenzaVirus influenza A,B atau C berperan dalam penyakit ini. Tanda dan gejalanya mirip denagn common cold. Komplikasi sehubungan dengan infeksi bakteri sering terjadi. Rinitis EksantematousMorbili, varisela, variola, dan pertusis, sering berhubungan dengan rinitis, dimana didahului dengan eksantemanya sekitar 2-3 hari. Infeksi sekunder dan komplikasi lebih sering dijumpai dan lebih berat.2. Rinitis BakteriRinitis bakteri dibagi 2, yaitu: Infeksi Non-spesifikInfeksi non-spesifik dapat terjadi secara primer ataupun sekunder.Rinitis bakteri primer. Tampak pada anak dan biasanya akibat dari infeksi pneumococcus, streptococcus atau staphylococcus. Membran putih keabu-abuan yang lengket dapat terbentuk di rongga hidung, yang apabila diangkat dapat menyebabkan pendarahan.Rinitis bakteri sekunder. Merupakan akibat dari infeksi bakteri pada rinitis viral akut Rinitis difteriPenyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae. Rinitis difteri dapat bersifat primer pada hidung atau sekunder pada tenggorok dan dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronis. Dugaan adanya rinitis difteri harus dipikirkan pada penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap. Penyakit ini semakin jarang ditemukan karena cakupan program imunisasi yang semakin meningkat. Gejala rinitis akut ialah demam, toksemia, terdapat limfadenitis, dan mungkin ada paralisis otot pernafasan. Pada hidung ada ingus yang bercampur darah. Membrane keabu-abuan tampak menutup konka inferior dan kavum nasi bagian bawah, membrannya lengket dan bila diangkat dapat terjadi perdarahan. Ekskoriasi berupa krusta coklat pada nares anterior dan bibir bagian atas dapat terlihat. Terapinya meliputi isolasi pasien, penisilin sistemik, dan antitoksin difteri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi E.A. Iskandar N.I. Bashiruddin J. dkk. 2007.Infeksi hidung dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 140-22. Jones A.S. 1997. Intrinsic rhinitis in : Scott Browns Otolaryngology Rhinology Fifth Edition. I.S Mackay, Butterworth London.3. Scadding, G.K, Durham, S.R.et all. 2008. BSACI guidelines for the management of allergic and non-allergic rinitis. Journal compilation 2008 Blackwell Publishing Ltd, Clinical and Experimental Allergy,38 : 19V42.4. Jan, MD, PhD,JeanBousquet, MD, PhD. 2010. Allergic Rinitis and its Impact on Asthma (ARIA) guidelines. Journal of American Academy of Allergy, Asthma & Immunology.5. Bhargava K.B, Bhargava S.K and Shah T.M. 2002.Rhinitis in: A Short Textbook Of E.N.T Disease Sixth Edition. Mumbai: Usha Publication. Hal. 143-158.6. Nina Irawati, Elise Kasakeyan, NikmahRusmono. 2007.RinitisAlergi dalam: Buku Ajar IlmuKesehatanTelingaHidungTenggorokKepalaLeher, edisikeenam. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI. Hal. 128-310