laporan kasus kolesistolitiasis dan asites permagna
DESCRIPTION
laporan lkasus IGDTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
MULTIPEL CHOLECYSTOLITHIASIS
DAN
ASCITES
Oleh :
Putri Rara Imas Balerna Pratiwi
FAA 110 030
Pembimbing :
dr. Sutopo Marsudi Widodo, Sp.RM
dr. Tagor Sibarani
Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagianIlmu Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY MEDICINE
RSUD dr. DORIS SYLVANUS/FK UNPARPALANGKA RAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Kolesistolitiasis atau batu kandung empedu adalah suatu gabungan
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di
dalam kandung empedu dan duktus sistikus. Sebagian besar batu empedu,
terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.
Insidens batu empedu di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang
orang dewasa dan lanjut usia. Di negara barat, 80% batu empedu adalah batu
kolesterol, tatapi angka kejadian batu pigmen meningkat akhir-akhir ini.
Sementara ini di dapat kesan bahwa meskipun batu kolesterol di Indonesia lebih
umum, angka kejadian batu pigmen lebih tinggi dibandingkan angka yang
terdapat di negara Barat, dan sesuai dengan angka di negara tetangga seperti
Singapura, Malaysia, Muangthai, dan Filipina.
Pada banyak pasien kolesistolitiasis dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang teliti ditambah dengan pemeriksaan laboratorium yang sederhana,
diagnosis dapat ditegakkan. Namun tidak jarang diagnosis pasti masih sukar
ditetapkan, sehingga perlu dipikirkan berbagai pemeriksaan lanjutan. Diagnosis
kolesisitolitiasis umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis lengkap,
pemeriksaan fisik yang teliti serta tes laboratorium. Walaupun demikian, sarana
penunjang imaging yang non-invasif seperti ultrasonografi (USG), CT-scan
abdomen dan pemeriksaan yang invasif seperti percutaneous transhepatic
cholangiography (PTC), endoscopic retrograde cholangio pancreatography
(ERCP) sering diperlukan untuk menentukan letak, kausa dan luas dari lesi
obstruksinya.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Primary Survey
Ny. SR , perempuan
Vital sign :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 110x/menit
Pernapasan : 21x/menit
Suhu : 37℃Airway : tidak ada tanda sumbatan jalan napas.
Breathing : Spontan, 21 kali/menit dengan jenis pernapasan
torakoabdominal, pergerakan thoraks simetris dan
tidak ditemukan ketinggalan gerak pada salah satu
thoraks.
Circulation : TD 120/80 mmHg. Nadi 110 kali/menit, reguler, isi
cukup, kuat angkat. CRT < 2 detik.
Dissability : GCS 15 (Eye 5, Motorik 6, Verbal 5), kompos
mentis, pupil isokor +/+ dengan diameter
3mm/3mm.
Evaluasi masalah : Kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam
priority sign yaitu kolik abdomen. Pasien pada kasus
ini diberi label pewarnaan triase dengan warna
kuning.
Tatalaksana awal : Pasien ditempatkan di ruangan non bedah.
II. Identitas Penderita
Nama : Ny. SR
Usia : 57 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Meranti no. II
III. Anamnesis
Autoanamnesis dengan penderita pada tanggal 7 Desember 2015 pukul
12.00 WIB.
1. Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu
yang lalu. Nyeri dirasakan > 30 menit dan menghilang setelah pasien
beristirahat. Pasien mengatakan nyeri bertambah apabila pasien makan.
Nyeri kadang-kadang terasa menjalar ke pinggang. Pasien mengatakan
perutnya semakin membesar sejak 1 bulan yang lalu
Mual (+), muntah (+) 2 kali sejak 1 hari SMRS, muntah makanan
bercampur lender.
BAK (+) tidak ada keluhan, nyeri saat BAK (-).
Pasien ada demam 3 hari yang lalu, lalu minum parasetamol. Saat datang
tidak ada demam.
BAB cair disangkal. BAB setiap 2 hari sekali kadang 3 hari sekali.
Nafsu makan berkurang, Berat badan menurun sejak 3 bulan yang lalu.
Sesak nafas disangkal.
.
IV. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : Eye (4), Motorik (6), Verbal (5).
2. Tanda vital :
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 110x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
Suhu : 37°C, aksila
Respirasi : 21x/menit, torakoabdominal.
3. Kepala : Normocephal
Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik.
4. Leher : Trakea di tengah, pembesaran KGB (-), peningkatan
JVP (-).
5. Thoraks :
a. Paru
Inspeksi : Simetris, tidak ada ketinggalan gerak, frekuensi
napas 21 kali/menit, jenis pernapasan
torakoabdominal.
Palpasi : Fremitus +/+ normal
Perkusi : Sonor +/+ pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler pada kedua lapang paru, ronki
(-/-), wheezing (-/-).
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba pada SIC V 1 jari medial midklavikula
sinistra
Auskultasi : Frekuensi jantung 110 kali/menit, reguler, S1-S2
tunggal, tidak ada murmur dan gallop
6. Abdomen : cembung distensi (+), bising usus (+)menurun ,
perkusi redup, hepar dan lien sulit diraba, Murphy
Sign (+) CVA +/+
7. Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik.
V. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium pada tanggal 7 Desember 2015 :
WBC : 7,84/uL
RBC : 4,74 /uL
HGB : 12,8 g/dL
PLT : 376/uL
GDS : 67 mg/dL
Ureum : 20 mg/dL
Kreatinin : 0.69 mg/dL
HbSAg : (-)Neg
CT/BT : 530/230
Hasil foto polos abdomen
Tanggal 7 Desember 2015
- Preperitoneal fat tidak jelas
- Tampak perselubungan opak homogen di abdomen lateral, bayangan udara
dalam usus halus ditengah
- Posisi LLD air fluit level (-), pneumoperitoneum (-), tampak
perselubungan opak.
- Tidak tampak batu disepanjang traktus urinarius
- Skeletal multipel osteofit pada tepi corpus vertebra L3-4
Kesan : - Asites , tidak tampak gambaran obstruksi atau perforasi
Hasil USG abdomen
Tanggal 7 Desember 2015
- Tampak asites dengan volume banyak, tampak usus-usus floating, tidak
tampak distensi pada usus
Hepar : tampak floating, ukuran masih normal, sudut
tajam, permukaan reguler, ekhogenitas parenkim
homogen normal, nodul (-), duktus biliaris
intrahepatal dari ekstrahepatal tidak melebar, v.
Porta dan v. Hepatika tidak melebar.
Kandung empedu : ukuran normal, dinding reguler, tampak multipel
batu ukuran lk 2-9 cm
Pankreas : ukuran normal, parenkim homogen dan duktus
pankreatikus tidak melebar
Limpa : ukuran normal, ekhogenitas parenkim homogen, v.
Lienalis tidak melebar
Ginjal : kanan-kiri ukuran normal, ekhogenitas parenkim
baik, batas parenkim dengan sentral ekho kompleks
jelas, batu (-), massa (-), sistem pelvokalises tidak
melebar
Vesika Urinaria : Terisi, tidak melebar, tidak tampak batu
Uterus dan Adneksa tidak tampak massa
Kesan : - multipel cholecystolithiasis dan acites permagna
VI. Diagnosis Banding
Kolesystolithiasis
Kolesistitis
Kolelithiasis
Abses Hepar
Sirosis Hepatis
VII. Diagnosis Kerja
Colic Bilier ec Cholecystolithiasis
VIII. Penatalaksanaan
IVFD NaCl 0,9% : D5% 20 tpm
Injeksi Cefotaxime 2 x 1 gram (IV) skin test
Injeksi Ranitidine 3 x 50 mg (IV)
Injeksi Ketorolac 3 x 30 mg (IV)
Observasi keadaan umum dan vital sign
IX. Usulan
Rontgen Thorax
Cek Albumin & Faal hepar
Cek profil lipid
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien Ny.SR datang ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya,
kegawatan pada kasus ini adalah nyeri perut kanan atas dan perut makin
membesar.
Setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu adalah
asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul berupa dispepsia yang kadang
disertai intolerans terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatik, keluhan
utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran atas kanan atau
prekordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung
lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian.
Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul
tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke bagian tengah skapula, atau ke puncak bahu,
dan dapat disertai mual dan muntah.
Keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik napas dalam
dan sewaktu kandung empedu tersentuh jari tangan sehingga pasien berhenti
menarik napas, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum setempat (tanda
Murphy).
Pemeriksaan fisik penderita batu kandung empedu terutama ditemukan
nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomi kandung
empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita
menarik napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung
jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas.
Pasien didapatkan keluhan nyeri perut kanan atas dan pada pemeriksaan
palpasi daerah abdomen pasien ini ditemukan adanya nyeri tekan pada daerah
kuadran kanan atas dan Murphy sign positif.
Pada pasien dengan kecurigaan kolesistolithiasis dilakukan pemeriksaan
radiologi penunjang berupa :
a. Foto polos abdomen
Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung
empedu atau di duktus kholedekus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk
skrening, melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen.
b. Ultrasonografi (USG)
Tes ini telah menggantikan kolesistogram oral sebagai prosedur terpilih
saat mengevaluasi pasien untuk batu empedu. Kemampuan dari ultrasonografi
abdomen dalam mendiagnosa kolesistitis akuttidak sebesar dalam mendiagnosa
batu. Ultrasonografi bermanfaat dalam mengidentifikasi dilatasi biliaris
intrahepatik dan ekstrahepatik.
b. Computer Tomography Scan (CT-Scan)
Tes ini tidak terlalu sensitid untuk mengidentifikasi kandung empedu tetapi
menyediakan informasi tentang sifat, luas, dan lokasi dilatasi biliaris dan adanya
massa di dalam dan di sekitar traktus biliaris.
c. Kolangiografi Transhepatik Perkutaneus (PTC)
Di bawah kontrol fluoroskopik dan anastesia lokal, dimasukkan jarum kecil
melalui dinding abdomen ke dalam duktus biliaris. Ini menyediakan suatu
kolangiogam dan memungkinkan intervensi terapeutik bila perlu, didasarkan pada
situasi klinis. Bermanfaat bagi pasien dengan masalah biliaris kompleks, mencakup
striktura dan tumor.
d. Kolangiopankreatografi Retrograd Endoskopik (ERCP)
Menggunakan endoskop pandangan samping, traktus biliaris dan duktus
pankreatikus dapat diintubasi dan dilihat. Keuntungannya adalah visualisasi langsung
dari daerah ampula dan jalur langsung ke duktus biliaris distal. Ini sangat bermanfaat
untuk pasien dengan penyakit duktus koledokus (jinak dan ganas).
Penalataksanaan dilakukan dengan medikamentosa obat-obatan oral misalnya
Ursodiol dan Chenodiol yang mengandung asam empedu yang efektif terhadap batu
kolesterol. Namun apabila keluhan nyeri berulang dan ukuran batu besar dan sifatnya
multipel maka dipertimbangkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu
(kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat
gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.
Pilihan penatalaksanaan antara lain :
a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah
cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang
dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu
empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian
ocalttt operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi
komplikasi pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang
dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah
mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan
batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan
prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya
yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan
kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin
dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi
c. Kolesistotomi
Bila tindakan pembedahan tidak mngkin dilakukan untuk menghilangkan
penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu yang
terhambat dapat dialirkan.
Pasien ini juga mengeluhkan perutnya membesar sejak 1 bulan terakhir.
Kemudian pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa USG Abdomen
dan Foto polos abdomen. Didapati hasil berupa terdapat asites.
Asites adalah penimbunan cairan serosa dalam rongga peritoneum. Asites
adalah manifestasi kardial sirosis dan bentuk berat lain dari penyakit hati.
Tertimbunnya cairan dalam rongga peritoneum merupakan manifestasi
dari kelebihan garam/ natrium dan air secara total dal tubuh tetapi tidak
diketahui secara jelas faktor pencetusnya. Terbentukknya asites merupakan
suatu proses patofiologis yang kompleks dengan melibatkan berbagai faktor
dan mekanisme pembentukkannya diterangkan dalam 3 hipotesis berdasarkan
temuan eksperimental dan klinis sebagai berikut:
1. Teori underfilling
Pada teori ini mengemukakan bahwa kelainan primer terbentuknya
asites adalah terjadinya sekuestrasi cairan yang berlebihan dalam
splanknik vascular bed disebabkan oleh hipertensi portal yang
meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapiler – kapiler splanknik
dengan akibat menurunnya volume darah efektif dalam sirkulasi.
Menurut teori ini penurunan volume efektif intravaskular (underfilling)
direspon oleh ginjal untuk melakukan kompensasi dengan menahan air
dan garam lebih banyak melalui peningkatan aktifasi renin –
aldosteron – simpatis dan melepaskan anti diuretik hormon yang lebih
banyak.
2. Teori overflow
Teori ini mengemukakan bahwa pada pembentukkan asites, kelainan
primer yang terjadi adalah retensi garam air yang berlebihan tanpa
disertai penurunan darah yang efektif . Oleh karena itu, pada pasien
sirosis hepatis terjadi hipervolemia bukan hipovolemia.
3. Teori vasodilatasi arteri perifer
Teori ini dapat menyatukan kedua teori diatas. Dikatakan bahwa
hipertensi portal pada sirosis hepatis menyebabkan terjadinya
vasodilatasi pada pembuluh darah spanknik dan perifer akibat
peningkatan kadar nitric oxide (NO) yang merupakan salah satu
vasodilator yang kuat sehingga terjadi pooling darah dengan akibat
penurunan volume darah yang efektif.
Dalam menegakkan suatu diagnosa selalu meliputi tiga hal yaitu
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
pasien curiga asites dapat digali hal-hal sebagai berikut:
- Pasien mengeluh adanya pertambahan ukuran lingkar perut
- Konsumsi alkohol, adanya riwayat hepatitis, penggunaan obat intravena,
lahir/hidup di lingkungan endemik hepatitis, riwayat keluarga, dll
- Obesitas, hiperkolesterolemia, diabetes melitus tipe 2, atau penyakit-
penyakit yang dapat berkembang menjadi sirosis dll.
- Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
- Adanya kelainan/gangguan di hati dapat dilihat dari jaundice, eritema
palmaris atau spider angioma
- Adanya hepatosplenomegali pada saat dipalpasi
- Shifting dullnes, pudle sign
- Peningkatan tekanan vena jugularis
Pada pemeriksaan penunjang, dapat digunakan metode pencitraan (USG) atau
parasentesis (pengambilan cairan). Apabila dilakukan parasentesis, selain dapat
mendiagnosa adanya asites, juga bermanfaat untuk melihat penyebab asites. Pada
cairan yang diambil tersebut dapat dilakukan pemeriksaan :
- Gambaran makroskopik: cairan yang hemoragik dihubungkan dengan
keganasan, warna kemerahan dapat dijumpai pada ruptur kapiler
peritoneum dll.
- Gradien nilai albumin serum dan asites: gradien tinggi (>1.1 gr/dl)
terdapat pada hipertensi porta pada asites transudat, dan sebaliknya pada
asites eksudat. Konsentrasi protein yang tinggi (>3 gr/dl) menunjukkan
asites eksudat, sebaliknya (<3 gr/dl) menunjukkan asites transudat.
- Hitung sel: peningkatan jumlah lekosit menunjukkan adanya inflamasi.
Untuk menilai asal infeksi dapat digunakan hitung jenis sel.
- Biakan kuman dan pemeriksaan sitologi.
Dalam menatalaksana asites transudat (akibat hipertensi porta) terdapat
beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu:
- Tirah baring untuk memperbaiki efektifitas diuretika. Tirah baring akan
menyebabkan aktivitas simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron
menurun. Pada tirah baring, pasien tidur telentang dengan kaki sedikit
diangkat selama beberapa jam setelah minum diuretika
- Diet rendah garam ringan sampai sedang untuk membantu diuresis.
- Pemberian diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron, misalnya
spironolakton. Dengan pemberian diuretika diharapkan berat badan dapat
turun 400-800 gr/hari.
- Terapi parasentesis, yaitu mengeluarkan cairan asites secara mekanis.
- Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari terjadinya asites seperti
penyakit hati
Asites yang jika tidak dikelola dengan baik dapat berdampak komplikasi
yaitu peritonitis (mengancam nyawa), sindrom hepatorenal (vasokonstriksi renal
akibat aktivitas penarikan garam dan cairan dari ginjal), malnutrisi, hepatik-
ensefalopati, serta komplikasi lain yang dikaitkan dengan penyakit penyebab
asites.
BAB IV
KESIMPULAN
Demikian telah dilaporkan suatu kasus kolelitiasis dari seorang pasien
perempuan, Ny. SR usia 57 tahun dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas
dan perut terasa semakin membesar.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yakni USG abdomen . Selama perawatan, Ny. SR
diberikan terapi cairan, pemberian obat-obatan untuk keluhan simptomatik, serta
perencanaan untuk tindakan operatif.
DAFTAR PUSTAKA
1. M. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Kolelitiasis. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Bedah. Jakarta: EGC 2004.
2. Wilson L.M., Lester L.B., Hati, Empedu, dan Pankreas. Dalam :
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995. p.426-463
3. Sheerwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC;
2001. p. 307.
4. Hirlan. Asites. Dalam: Sudoyo et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
1. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.