laporan kasus ginekologi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang
bersangkutan berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat.
Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang dapat di hadapi oleh
setiap dokter , karena sangat beragamnya gambaran klinik kehamilan ektopik terganggu
itu. Tidak jarang yang menghadapi penderita untuk pertama kali adalah dokter umum
atau dokter ahli lainnya, maka dari itu, perlu di ketahui oleh setiap dokter klinik
kehamilan ektopik terganggu serta diagnosis diferensialnya. Hal yang perlu diingat ialah,
bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan
haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu dipikirkan kehamilan ektopik
terganggu
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga
uterus, Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40
tahun dengan umur rata-rata 30 tahun,frekwensi kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan berkisar antara 0%-14,6%. apabila tidak diatasi atau diberikan penanganan
secara tepat dan benar akan membahayakan bagi sipenderita. (Prawiroharjho, 2005)
Kehamilan ektopik merupakan masalah kesehatan utama pada wanita usia subur
dan menjadi penyebab kematian pada ibu hamil pada trimester pertama. Kehamilan
ektopik yang tidak diobati dapat menimbulkan terjadinya perdarahan yang masif,
infertilitas dan kematian. Dengan adanya Sonografi Transvaginal resolusi tinggi dan
pemeriksaan serum β-subunit of human chorionic gonadotropin (β-hCG) dapat diperoleh
diagnosis yang cepat dan akurat dari penyakit ini dan sudah menjadi rutinitas dalam
menegakkan diagnosis ini. (Kirsch & Scoutt, 2010)
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai implantasi ovum yang sudah difertilisasi
diluar batas endometrium uterus. Berdasarkan data dari pusat control dan pencegahan
1
penyakit insiden kehamilan ektopik mencapai 2% dari seluruh kehamilan yang
dilaporkan dan kurang lebih 9% penyumbang kematian pada ibu hamil.
Pada abad ke-11 kehamilan ektopik digambarkan sebagai penyakit yang fatal.
John Bard dari New York City melakukan bedah/operasi abdomen pertama kali terhadap
kehamilan ektopik pada tahun 1759. akan tetapi, pasien yang menjalani operasi memiliki
taraf/kualitas hidup yang menurun pada abad ke-18 sedangkan pada pasien yang tidak
menjalani operasi memiliki kualitas/taraf hidup yang lebih buruk dibandingkan yang
menjalani operasi.2 Dengan adanya perbaikan selanjutnya pada prosedur anastesi,
antibiotic dan transfusi darah selama abad ke-20 angka mortalitas dapat menurun secara
signifikan. Antara tahun 1970 sampai dengan 1989 resiko kematian akibat kehamilan
ektopik menurun dari 35,5 per 10.000 menjadi 2,6 kematian per 10.000 kasus meskipun
insiden kehamilan ektopik meningkat 4 kali lipat. (Kirsch & Scoutt, 2010)
Meskipun kehamilan ektopik dapat terjadi pada setiap wanita yang mampu hamil
(mengalami kehamilan) terdapat populasi tertentu yang lebih berpredisposisi (memiliki
predisposisi) untuk mengalami kehamilan ektopik. Factor resikonya meliputi :
- Adanya riwayat PID (Pelvic Inflamatory Disease) atau penyakit radang panggul
sebelumnya
- Adanya riwayat operasi atau ligasi tuba sebelumnya
- Adanya IUD (Intra Uterine Device)
- Terapi infertilisasi
- Adanya riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
- Dan usia yang lebih tua
Kehamilan ektopik sering ditemukan pada wanita perokok dibanding pada wanita yang
tidak merokok, dimana kemungkinan terjadi perubahan motilitas tuba.3,4 Faktor resiko
dapat bertambah yang mengakibatkan peningkatan resiko pada wanita dengan faktor
resiko yang multipel. (Kirsch & Scoutt, 2010)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Definisi
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa
Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar
tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah,
dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut
kehamilan ektopik terganggu. (Asta qauliyah, 2006)
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar
endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan
ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih
termasuk dalam uterus, tetapi jelas bersifat ektopik. (Prawirohardjo, 2005)
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi
implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang
rudimenter, dan divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba,
terdapat kehamilan pars interstisialis tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars
ampularis tuba, dan kehamilan infundibulum tuba. (Prawirohardjo, 2005)
Kehamilan diluar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter,
kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal yang bisa primer atau sekunder. Jarcho
(1949) menganalisis 1225 kasus kehamilan ektopik berbagai jenis dari sembilan penulis
dan mendapatkan lokalisasi sebagai berikut : ampulla 578; ismus 265; fimbria 71; pars
interstisialis tuba 45; infundibulum 31; seluruh tuba (termasuk hematosalping yang
mengandung hasil konsepsi) 31; abdomen 17; setengah distal tuba 10; dua pertiga distal
tuba 6; ligamntum latum 5; seluruh tuba dan ovarium 5; kornu uteri; tubo-ovarial 2; dan
tanduk rudimenter 1. pada 164 kasus lokalisasi tidak disebut atau bila dinyatakan, tidak
dibuktikan. (Prawirohardjo, 2005)
3
Kehamilan intrauterin dapat ditemukan bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin.
Dalam hal ini dibedakan dua jenis, yaitu combined ectopic pregnancy dimana kehamilan
intra-uterine terdapat pada waktu yang sama dengan kehamilan ekstra uterin dan
compound ectopic pregnancy yang merupakan kehamilan intrauterin pada wanita dengan
kehamilan ekstra-uterin lebih dahulu dengan janin sudah mati dan menjadi litopedion.
(Prawirohardjo, 2005)
Gambar 1. Lokasi implantasi kehamilan ektopik berikut prosentasi angka kejadiannya
II. 2. Frekuensi & Insidensi
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20 –
40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Namun, frekuensi kehamilan ektopik yang
sebenarnya sukar ditentukan. Gejala kehamilan ektopik terganggu yang dini tidak selalu
jelas. (Asta qauliyah, 2006)
Di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153
kehamilan ektopik diantara 4.007 persalinan, atau 1 diantara 26 persalinan. Dalam
kepustakaan frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan antara 1:28 sampai 1:329 tiap
kehamilan. (Prawirohardjo, 2005)
Pemakaian antibiotika dapat meningkatkan frekuensi kehamilan ektopik.
Antibiotik dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi, tetapi
4
perlekatan menyebabkan pergerakan silia dan peristaltis tuba terganggu dan menghambat
perjalanan ovum yang dibuahi dan ampulla ke rahim, sehingga implantasi terjadi pada
tuba.
Kontrasepsi juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik terhadap jumlah
kelahiran di rumah sakit atau masyarakat. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa
faktor predisposisi untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan kontrasepsi,
sehingga jumlah kelahiran turun, dan frekuensi kehamilan ektopik terhadap kelahiran
secara relatif meningkat. Selain itu IUD dapat mencegah secara efektif kehamilan
intrauterin, tetapi tidak mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik.(Prawirohardjo, 2005)
II. 3. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di bagian
ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan sehingga pada
saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah. (Prawirohardjo, 2005)
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai berikut :
1. Faktor dalam lumen tuba :
a) endosalfingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalfing, sehingga lumen tuba
menyempit atau membentuk kantong buntu;
b) pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk dan hal ini sering
disertai gangguan fungsi silia endosalfing;
c) operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi penyebab lumen
tuba meyempit
2. Faktor pada dinding tuba :
a) endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba;
b) divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang
dibuahi di tempat itu
3. Faktor diluar dinding tuba :
a) perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan
telur;
b) tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
5
4. Faktor lain :
a) migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri- atau sabaliknya
dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus; pertumbuhan telur
yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur.
b) fertilisasi in vitro (Prawirohardjo, 2005)
II. 4. Faktor Resiko
1. Faktor tuba
o Kehamilan ektopik, 5 – 10 kali lipat pada pasien dengan riwayat salfingitis
o Perlekatan lumen tuba
o Kelainan anatomi tuba akibat ekspose Diethyl Stilbesterol - DES intrauteri
o Riwayat operasi pada tuba falopii termasuk pasca tubektomi
o Pasca terapi konservatif pada kehamilan ektopik
2. Kelainan zygote
3. Faktor ovarium
4. Hormon eksogen
o Kehamilan yang terjadi pada pasien dengan kontrasepsi oral yang hanya
mengandung progestin (Progestin-only pill)
o Disebabkan oleh efek relaksasi otot polos progesteron
5. Faktor lain
o AKDR – alat kontrasepsi dalam rahim ( IUD )
o Merokok
o Usia tua
o Riwayat abortus yang sering terjadi (Widjanarko, 2010)
II. 5. Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau inter kolumner. Pada
yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya di batasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur
mati secara dini dan kemudian di resorbsi. (Prawirohardjo, 2005)
6
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan, karena
tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara
utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur
kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Ovum mati dan kemudian diresorbsi, dalam hal ini sering kali adanya kehamilan tidak di
ketahui, dan perdarahan dari uterus yang timbul sesudah meninggalnya ovum, di anggap
sebagai haid yang datangnya agak terlambat. (Prawirohardjo, 2005)
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Trofoblast dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis, dan menyebabkan
timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu menyebabkan pembesaran tuba
(hematosalping) dan dapat pula mengalir terus ke rongga peritoneum, berkumpul di
kavum Douglasi dan menyebabkan hematokele retrouterina. (Prawirohardjo, 2005)
Gambar 2. Perjalanan lebih lanjut dari abortus tuba
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstialis terjadi pada kehamilan yang
7
lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke
dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan,
atau karena trauma ringan seperti koitus atau pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan
terjadi perdarahan kedalam rongga perut, kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak,
sampai menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi
pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui
ostum tuba abdominale. (Prawirohardjo, 2005)
Gambar 3. Perjalanan lebih lanjut dari ruptur tuba.
II. 6. Gambaran Klinis
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas, dan penderita
maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalan kehamilan, sampai
terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba. Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-
gejala kehamilan muda, dan mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang
tidak seberapa dihiraukan. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek,
walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang mengandung hasil
konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual. (Prawirohardjo,
2005)
8
Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda;dari perdarahan
banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas,
sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya
kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat
perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil. (Prawirohardjo,
2005)
Sejumlah penyakit menunjukkan gejala dan tanda yang mirip dengan kehamilan ektopik
antara lain:
1. Abortus iminen – insipien atau inkompletus
2. Ruptura kista ovarium
3. Torsi kista ovarium
4. Gastroenteritis
5. Apendisitis (Widjanarko, 2010)
Oleh karena menegakkan diagnosa dini adalah hal yang tidak mudah maka dugaan keras
terjadinya kehamilan ektopik ditegakkan bila pada kehamilan trimester pertama terjadi
perdarahan pervaginam dan atau nyeri abdomen yang bersifat akut serta keadaaan umum
pasien yang memburuk (renjatan atau anemia ). (Widjanarko, 2010)
15 – 20% kasus kehamilan ektopik merupakan kasus emergensi yang memerlukan
tindakan pembedahan.
A. Gejala
1. Nyeri ─ Nyeri panggul atau abdomen hampir selalu terdapat.
o Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral ; terlokalisir atau menyebar.
o Nyeri subdiafragma atau nyeri bahu tergantung ada atau tidaknya
perdarahan intra-abdominal.
2. Perdarahan ─ Perdarahan uterus abnormal (biasanya berupa bercak perdarahan )
terjadi pada 75% kasus yang merupakan akibat dari lepasnya sebagian desidua.
3. Amenorea ─ Amenorea sekunder tidak selalu terdapat dan 50% penderita KE
mengeluhkan adanya spotting pada saat haid yang dinanti sehingga tak jarang
dugaan kehamilan hampir tidak ada.
4. Sinkope ─ Pusing, pandangan berkunang-kunang dan atau sinkope terjadi pada
1/3 sampai ½ kasus KET.
5. “Desidual cast”─ 5 – 10% kasus kehamilan ektopik mengeluarkan ”desidual
cast” yang sangat menyerupai hasil konsepsi. (Widjanarko, 2010)
9
B. Tanda
1. Ketegangan abdomen
o Rasa tegang abdomen yang menyeluruh atau terlokalisir terdapat pada
80% kasus kehamilan ektopik terganggu
o Nyeri goyang servik (dan ketegangan pada adneksa) terdapat pada 75%
kasus kehamilan ektopik.
2. Masa adneksa ─ Masa unilateral pada adneksa dapat diraba pada ⅓ sampai ½
kasus KE. Kadang-kadang dapat ditemukan adanya masa pada cavum Douglassi
(hematocele)3. Perubahan pada uterus ─ Terdapat perubahan-perubahan yang umumnya terjadi
pada kehamilan normal. (Widjanarko, 2010)
II. 7. Diagnosa
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum
terganggu demikian besarnya, sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus tuba
atau ruptur tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Bila diduga ada kehamilan ektopik yang
belum terganggu, maka penderita segera dirawat di rumah sakit.
Diagnosa kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak tidak banyak
mengalami kesukaran, tetapi pada jenis menahun atau atipik bisa sulit sekali. Untuk
mempertajam diagnosis, maka pada tiap wanita dalam masa reproduksi dengan keluhan
nyeri perut bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan kehamilan ektopik harus
dipikirkan. Pada umumnya dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan yang cermat
diagnosis dapat ditegakkan, walaupun biasanya alat bantu diagnosis seperti kuldosentesis,
ultrasonografi, dan laparoskopi masih diperlukan. (Prawirohardjo, 2005)
Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain
dengan melihat (Asta qauliyah, 2006) :
1. Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada
perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri
tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.
2. Pemeriksaan fisis
a. Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.
10
b. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin,
adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan
nyeri lepas dinding abdomen.
c. Pemeriksaan ginekologis
Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.
3. Pemeriksaan Penunjang
o Hematokrit
Tergantung pada populasi dan derajat perdarahan abdominal yang terjadi.
o Sel darah putih
Sangat bervariasi dan tak jarang terlihat adanya leukositosis.
o Tes kehamilan
Pada kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan pemeriksaan β-hCG positif.
Pada kehamilan intrauterin, peningkatan kadar β-hCG meningkat 2 kali lipat
setiap dua hari.
2/3 kasus kehamilan ektopik menunjukkan adanya peningkatan titer serial hCG
yang abnormal, dan 1/3 sisanya menunjukkan adanya peningkatan titer hCG yang
normal.
Pemeriksaan ultrasonografi TVS sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosa
kehamilan ektopik. (Widjanarko, 2010)
o Pemeriksaan diagnostik khusus
1. Ultrasonografi
Gambar 4. Ultrasonografi
11
β-hCG dan TVS adalah pemeriksaan yang saling menunjang dalam menegakkan
diagnosa dini kehamilan ektopik .
Kantung kehamilan (GS-gestational sac) intrauterine terlihat sebagai “double-
ring” yang menggambarkan desidua dan selaput amnion.
Pada kehamilan ektopik, hanya terlihat adanya penebalan dan reaksi desidua pada
endometrium.
Dalam keadaan lanjut, terlihat adanya pelepasan desidua sehingga terlihat adanya
cairan atau darah intrakaviter sehingga disebut sebagai “pseudogestational sac”
yang kecil dan iregular dibandingkan dengan kantung kehamilan yang
sebenarnya. (Widjanarko, 2010)
Gambar 5. Kehamilan tuba kanan
Bila kadar β-hCG 1000 mIU/ml, pemeriksaan TVS akan menunjukkan adanya
kantun kehamilan intrauterin yang normal.
1 minggu kemudian saat kadar β-hCG mencapai 1800 – 3600 mIU/ml,
pemeriksaan TAS akan menunjukkan adanya kantung kehamilan intrauterin yang
normal. Bila tidak terlihat, harus dicurigai adanya kehamilan ektopik.
Adanya masa adneksa disertai dengan uterus yang kosong harus diwaspadai.
Bila β-hCG rendah maka gambaran masa adneksa tersebut mungkin adalah
kehamilan intrauteri dengan kista korpus luteum. (Widjanarko, 2010)
2. Laparoskopi ─ peranan untuk menegakkan diagnosa kehamilan ektopik sudah
diganti oleh USG
12
3. D & C ─ Dilakukan untuk konfirmasi diagnosa pada kasus dimana pasien tak
menghendaki kehamilan. Bila hasil kuretase hanya menunjukkan desidua, maka
kemungkinan adanya kehamilan ektopik harus ditegakkan.
4. Laparotomi ─ Harus dilakukan pada kasus kehamilan ektopik terganggu dengan
gangguan hemostasis (tindakan diagnostik dan definitif).
5. Kuldosintesis ─ Memasukkan jarum kedalam cavum Douglassi transvaginal untuk
menentukan ada atau tidak adanya darah dalam cavum Douclassi. Tindakan ini tak
perlu dikerjakan bila diagnosa adanya perdarahan intraabdominal sudah dapat
ditegakkan dengan cara pemeriksaan lain. (Widjanarko, 2010)
II. 8. Penatalaksanaan
Segera rujuk pasien yang diduga menderita kehamilan ektopik ke Rumah Sakit.
Perbaiki keadaan umum pasien sebelum merujuk ke Rumah Sakit. Di Rumah Sakit
dilakukan berbagai usaha untuk memastikan diagnosa. (Widjanarko, 2010)
Gambar 6. Algorithm diagnosa untuk kasus yang diduga kehamilan ektopik
Bila diagnosa kehamilan ektopik sudah ditegakkan, terapi definitif adalah pembedahan :
1. Laparotomi : eksisi tuba yang berisi kantung kehamilan (salfingo-ovarektomi)
atau insisi longitudinal pada tuba dan dilanjutkan dengan pemencetan agar
13
kantung kehamilan keluar dari luka insisi dan kemudian luka insisi dijahit
kembali. (Widjanarko, 2010)
2. Laparoskop : untuk mengamati tuba falopii dan bila mungkin lakukan insisi pada
tepi superior dan kantung kehamilan dihisap keluar tuba.
Gambar 7. Operasi Laparoskopik : Salfingostomi
Bila tuba tidak pecah dengan ukuran kantung kehamilan kecil serta kadar β-hCG rendah
maka dapat diberikan injeksi methrotexate kedalam kantung gestasi dengan harapan
bahwa trofoblas dan janin dapat diabsorbsi atau diberikan injeksi methrotexate 50 mg/m3
intramuskuler. (Widjanarko, 2010)
Syarat pemberian methrotexate pada kehamilan ektopik:
1. Ukuran kantung kehamilan <>
2. Keadaan umum baik (“hemodynamically stabil”)
3. Tindak lanjut (evaluasi) dapat dilaksanakan dengan baik
Keberhasilan pemberian methrotexate yang cukup baik bila :
14
1. Masa tuba <>
2. Usia kehamilan <>
3. Janin mati
4. Kadar β-hCG <>
Kontraindikasi pemberian Methrotexate :
1. Laktasi
2. Status Imunodefisiensi
3. Alkoholisme
4. Penyakit ginjal dan hepar
5. Diskrasia darah
6. Penyakit paru aktif
7. Ulkus peptikum
Pasca terapi konservatif atau dengan methrotexate, lakukan pengukuran serum hCG
setiap minggu sampai negatif. Bila perlu lakukan “second look operation”. (Widjanarko,
2010)
II. 9. Komplikasi Kehamilan Ektopik Terganggu
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
- Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama
berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi operasi.
- Infeksi
- Sterilitas
- Pecahnya tuba falopii
- Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio
(Asta qauliyah, 2006)
II. 10. Diagnosis Banding kehamilan Ektopik
Diagnosa banding :
-Infeksi pelvik
-Kista folikel
-Abortus biasa
-Radang panggul,
-Torsi kita ovarium,
15
-Endometriosis (Asta qauliyah, 2006)
II. 10. Prognosis
60% pasien pasca kehamilan ektopik akan mengalami kehamilan berikutnya
dengan resiko berulangnya kejadian sebesar 10% (pada wanita normal 1%). Pada mereka
yang menjadi hamil lakukan pengamatan teliti dan konfirmasi kehamilan intrauterin
dengan TVS pada minggu ke 6 – 8. (Widjanarko, 2010)
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis
dini dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian
dari 826 kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan
terlambat, angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan
angka kematian 2 dari 120 kasus.
Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan
ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita
yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah
sekitar 50%. (Asta qauliyah, 2006)
16
BAB III
LAPORAN KASUS
III.1. IDENTITAS
Nana Pasien : Ny. “E” Nama Suami : Tn. M
Umur : 24 tahun Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama/suku : Protestan /Flores Agama/suku : Protestan/Flores
Pendidikan : Tamat SMA Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Swasta
Alamat : GebangBaru,
MRS : 20-07-2009
III.2. ANAMNESIS :
Keluhan utama:
Pasien mengeluh nyeri di seluruh bagian perut.
Perjalanan penyakit:
Pasien rujukan dari PUSKESMAS Karang Taliwang dengan
G1P0A0H0 UK ± 08 minggu dengan susp. KET.
Pasien mengeluh sakit perut yang kuat disertai perdarahan sedikit-sedikit sejak
kemarin malam jam 20.00 WITA (19 – 07 – 2009). Karena tidak tahan dengan
sakit yang semakin sering, keluarga membawanya ke PUSKESMAS Karang
Taliwang pukul 09.00 WITA (20-07-2009). Setelah dilakukan anamnese oleh petugas
puskesmas didapatkan informasi tentang keluhan pasien yaitu pasien mengatakan sudah
tidak menstruasi sejak 2 bulan yang lalu dan mengeluh tiba-tiba sakit perut yang
hebat dibagian bawah disertai dengan keluar darah pervaginam.
Dilakukan pemeriksaan fisik di PKM yaitu:
Vital Sign : TD : 100/60 mmHg, N: 68 x/menit, Tax: 36,5 C, RR: 28 x/menit.
17
Inspeksi : perdarahan pervaginam (+).
Palpasi abdomen : Nyeri tekan (+)
PP test: (+)
Tindakan: Infus RL 20 tetes/menit.
Pasien kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Mataram dan masuk VK IRD
jam 09.15 WITA. Keadaan umum pasien lemah dan muka tampak agak pucat.
Riwayat menstruasi : Siklus haid biasanya 28 hari dan lamanya 6-7 hari.
HPHT:lupa (akhir bulan Februari).
Riwayat KB : Belum pernah menggunakan KB
Rencana KB : Belum tahu.
Riwayat Pernikahan : Menikah hanya 1 kali dengan suami yang sekarang sejak 8
bulan yang lalu.
Riwayat abortus : Tidak pernah mengalami keguguran
Riwayat penyakit terdahulu: Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru-paru,
hati, ginjal, DM, hipertensi ataupun penyakit berat lainnya.
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita penyakit
menular, ketunman dan kejiwaan.
Riwayat alergi : Tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan
dan cuaca.
III.3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
n Keadaan Umum: lemah
n Kesadaran : E3V4M5
n TD : 90/50 mmHg
n N 120 x/menit
n P 28 x/menit
n T : 37'C,
n Mata : an(+/+), ikt (-/-)
n Jantung :
· Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
18
· Palpasi iktus kordis tidak kuat angkat
· Perkusi Batas jantung dalam batas normal
· Auskultasi : S 1-S2 tunggal, reguler, murmur tidak ada, kesan
takikardi.
n Paru :
· Inspeksi : simetris, statis dan dinamis
· Palpasi fremitus vocal N/N
· Perkusi Sonor/sonor
· Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
n Abdomen :
· Inspeksi : distensi (+)
· Palpasi nyeri tekan seluruh abdomen, TFU tidak teraba.
· Perkusi .-
· Auskultasi : bising usus (+) menurun
n Ekstremitas : akral agak dingin, Edema (-).
Status Ginekologi :
· Inspeksi : perdarahan pervaginam (-)
· Inspekulo : Fluksus (+), Fluor (-), livide (+).
· Pemeriksaan dalam (VT) :
· nyeri goyang porsio (slinger pain) (+)
· Cavum Douglas menonjol, nyeri perabaan (+).
III.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemerikasaan Laboratorium:
Darah Lengkap :
Hb : 8,7gr %, WBC : 10.700, PLT : 243.000, HCT : 24,1 , HbsAg (-)
III.5. DIAGNOSIS
Kehamilan Ektopik Terganggu dengan syok terkompensasi
III.6. PENATALAKSANAAN
19
Pro cito laparotomi.
Siapkan operasi
o Dauer kateter· IVFD RL loading sampai shock teratasi
· Injeksi antibiotik : cefotaxim 2 gr IV.
· Operasi dilakukan tanggal 20-07-2009 (09.45 WITA)
Diagnose pre op: KET
Temuan Operasi:
· Terdapat stolsel dan darah di cavum peritoneum ± 750 cc
· Terdapat ruptur tuba pars ampule bagian Dextra
· Perdarahan aktif (+)
· Tuba kiri normal
· Tindakan Operasi:
· Salfingektomi dextra pars ampularis
Diagnose post op: KET
Terapi post op:
o IVFD RL 20 tetes/mnt
o Amoxicillin 500 mg tab 3 x 1
· SF l x l· Asam Mefenamat 500 mg (3 x 1)
· Vitamin B Kompleks 1 x 1
20
III.7. FOLLOW UP
20-07-2009
waktusubject Object Assesment Planning
10.00 Pasienmengeluhlemas sekali
KU: LemahKesadaran : E4V5M6TD: 90/50 mmHgN: 110 x/menitRR : 28 x/menitTax : 36,5 CMata : anemis (+/+)Cor/Pulmo : dalam batasnormalExtr: hangat, pucat
Post Laparotomi &
Salfingektomidextra+syok terkompensasi
o Observasi Kesra lbuo Observasi
perdarahano Observasi tanda
vitalo RL 24 tts/mnto Amoxicillin 500
mg 3 x 1o Check laboratorium
DL &HBsAg10.30 Pasien
mengeluhlemas
KU: LemahKesadaran : E4V5M6TD: 100/60 mmHgN: 110 x/menitRR : 25 x/menitTax : 36,5 CMata : anemisCor/Pulmo : dalam batasnormalExtr: hangat, pucat
Hasil lab:Hb: 7,9 g%Leu: 10.900 /mm3
Plt: 174.000 /mm3
Hct : 20,3%
Post Laparotomi &
Salfingektomi dextra
Lapor supervisor,usul untuktransfuse darahDimulai, advice :belum perlutranfusi lanjutkaninfuse RL loadingdan pantau vitalsign dan rhonkihalus basal.
11.00 KU: LemahKesadaran : E4V5M6TD: 100/60 mmHgN: 100 x/menitRR : 22 x/menitTax : 36,7 CMata : anemisCor/Pulmo : dalam batasnormalExtr: hangat, pucat
Post Laparotomi +
Salfingektomi dextra
Observasi Vital Sign
11.30 Pasien merasakondisinyalebih baik
KU: SedangKesadaran : E4V5M6TD: 100/70 mmHgN: 100 x/menitRR : 20 x/menitTax : 36,7 C
Post Laparotomi 4
Salfingektomi dextraObservasi Kesra Ibu
Observasiperdarahan
Observasi tanda vitalCheck laboratorium
DL: Hb besok pagi
21
21-07-2009
waktusubject Object Assesment Planning
07.00 Pasien dalamkondisi baik
KU: baikKesadaran : E3V4M5TD: 110/70,N: 100 x/mtRR : 20 x/menitMata: anemis (+/+)Cor/Pulmo : dalam batasnormalExtr: hangat,(+/+)Lochia rubra : +Hasil Lab:Hb: 8,5
Post Laparotomi hari
1 Salfingektomidextra
A. Observasi Kesra Ibu Observasi
perdarahan Observasi tanda vitalAs. Mefenamat 3 x 1
500 g.SF 1xIVit B Anjurkan makan dan
minum
10.00 Pasien dalamkondisi baik
KU: baikKesadaran : E3V4M5TD: 110/70, N: 98 x/mtRR : 20 x/menitMata: anemis (+/+)Cor/Pulmo : dalam batasnormalExtr: hangat,(+/+)Lochia rubra : +
Post Laparotomi hari1 Salfingektomidextra
Observasi Kesra IbuObservasiperdarahan
Observasi tanda vitalAnjurkan makan dan
minum, mobilisasibertahap
14.00 Ibu tidak ada
keluhanKU: LemahKesadaran : E3V4M5TD: 110/70, N: 94 x/mtRR : 24 x/menitMata: anemis (+/+)Cor/Pulmo : dalam batasnormalExtr: hangat, pucat(+/+,+/+)Lochia rubra : +
Post Laparotomi
Salfingektomi dextra
Observasi Kesra IbuObservasi
perdarahanObservasi tanda vitalInjeksi ampicillin 1
g/8 jamAs. Mefenamat 3 x 1
500 g.Anjurkan makan dan
minum
22
22-07-2009
waktusubject Object Assesment Planning
07.00 Ibu tidak ada
keluhan
KU: BaikKesadaran : E4V5M6TD: 110/70, N: 88 x/mtRR : 20 x/menitMata: anemis (-/-)Cor/Pulmo : dalam batasnormalExtr: hangatLochia rubra: +
Post Laparotomi harike-2 4Salfingelctomi dextra
Observasi Kesra IbuObservasi
perdarahanObservasi tanda vital
As. Mefenamat 3 x 1500 g.
SF Vit B
14.00 Ibu tidak ada
keluhan KU: BaikKesadaran: E4V5M6TD: 110/70, N: 84 x/mtRR : 20 x/menitMata: anemis (-/-)Cor/Pulmo : dalam batasnormalExtr: hangat (+/+)Lochia rubra : +
Post Laparotomi hari
ke-2 Salfingektomi dextra
Observasi Kesra Ibu Observasi perdarahanObservasi tanda vital
23-07-2009
waktusubject Object Assesment Planning
07.00 Ibu tidak ada keluhan
KU: BaikKesadaran: E4V5M6TD: 120/80, N: 84 x/mtRR : 20 x/menitMata: anemis (-/-)Cor/Pulmo : dalam batasnormalExtr: hangat (+/+)Lochia rubra : -
Post Laparotomi hari
ke-3 Salfingektomi dextra
As. Mefenamat 3 x 1500 g.
SF Vit B
Boleh Pulang
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang
bersangkutan berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat.
Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektipok terganggu.
Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang dapat di hadapi oleh
setiap dokter , karena sangat beragamnya gambaran klinik kehamilan ektopik terganggu
itu. Tidak jarang yang menghadapi penderita untuk pertama kali adalah dokter umum
atau dokter ahli lainnya, maka dari itu, perlu di ketahui oleh setiap dokter klinik
kehamilan ektopik terganggu serta diagnosis diferensialnya. Hal yang perlu diingat ialah,
bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan
haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu dipikirkan kehamilan ektopik
terganggu.
Kehamilan ektopik merupakan masalah kesehatan utama pada wanita usia subur
dan menjadi penyebab kematian pada ibu hamil pada trimester pertama. Kehamilan
ektopik yang tidak diobati dapat menimbulkan terjadinya perdarahan yang masif,
infertilitas dan kematian. Oleh karena itu diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat yang
disertai tindakan yang lebih agresif.
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum
terganggu demikian besarnya, sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus tuba
atau ruptur tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Bila diduga ada kehamilan ektopik yang
belum terganggu, maka penderita segera dirawat di rumah sakit.
Diagnosa kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak tidak banyak
mengalami kesukaran, tetapi pada jenis menahun atau atipik bisa sulit sekali. Untuk
mempertajam diagnosis, maka pada tiap wanita dalam masa reproduksi dengan keluhan
nyeri perut bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan kehamilan ektopik harus
dipikirkan. Pada umumnya dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan yang cermat
diagnosis dapat ditegakkan, walaupun biasanya alat bantu diagnosis seperti kuldosentesis,
ultrasonografi, dan laparoskopi masih diperlukan.
24
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, 90% kehamilan ektopik terganggu sudah
dapat ditegakkan pada pasien ini. Anamnesis yang berhasil digali dari pasien ini adalah
bahwa pasien mengeluh nyeri perut yang disertai perdarahan sedikit-sedikit dari vagina,
pasien juga mengaku terlambat menstruasi sejak 2 bulan yang lalu. dari pemeriksaan fisik
didapatkan vital sign berupa adanya tanda-tanda syok hipovolemik yang memungkinkan
adanya tanda-tanda perdarahan yaitu berupa tekanan darah yang menurun, denyut nadi
yang cepat, muka pucat, dan akral yang dingin. Dari pemeriksaan abdomen ditemukan
adanya perut yang tegang dan tampak distensi, uterus tidak teraba, nyeri tekan seluruh
lapang abdomen dan bising usus yang menurun.
Dari pemeriksaan ginekologis didapatkan fluksus (+0 dan tampak livide,
sedangkan dari pemeriksaan dalam dengan vaginal toucher didapatkan adanya nyeri
goyang porsio (slinger pain (+), dan ditemukan kavum douglas yang menonjol akibat
adanya adah yang mengisi kavum tersebut, yang merupakan tanda adanya perdarahan
dari tuba.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap kehamilan ektopik terganggu
sudah dapat ditegakkan dan dapat ditindaklanjuti dengan segera dengan pembedahan
(laparatomi), mengingat tingginya angka mortalitas ibu hamil akibat kehamilan ektopik
terganggu.
Adapun tindakan yang dilakukan adalah dengan melakukan laparatomi pada
pasien ini. Dari laparatomi ditemukan adanya stolcel dan darah di kavum peritoneum ±
750 cc, ruptur tuba pars ampulare bagian dextra, dan terdapat perdarahan yang aktif,
sedangkan tuba fallopii kiri normal. Tindakan operasi yang dilakukan adalah
salfingektomi dextra pars ampullaris.
25
DAFTAR PUSTAKA
Astaqauliyah, 2006. Kehamilan Ektopik Terganggu. Available from :
http://astaqauliyah.com/2006/11/kehamilan-ektopik-terganggu/
Kirsch, Jonathan, D. & Scoutt, Leslie, M. 2010. Imaging Ectopic Pregnacy. Volume 39,
No. 3. available from http://www.appliedradiologi.com/
Prawirohardjo, Suwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta
Widjanarko, Bambang, Sp.OG. 2010. Kehamilan Ektopik. Available from :
http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/kehamilan-ektopik.html
26