laporan kajian pengelolaan otsus

290
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) di Provinsi Papua, daerah ini telah menerima dana dalam jumlah besar. Total dana yang diterima dalam kurun 2002-2012 berjumlah Rp33,7 Trilyun, dan bila digabung dengan penerimaan dana Otsus Provinsi Papua Barat total dana mencapai Rp41,2 Trilyun. Ada dua jenis dana yang diterima dalam rangka pelaksanaan Otsus, yaitu dana yang setara dengan 2 persen dari total Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional, dan dana tambahan Infrastruktur. Sesuai dengan ketentuan Pasal 34 UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, dana yang disalurkan dalam rangka Otsus Papua harus dialokasikan untuk membangun dan mengejar ketertinggalan Papua, khususnya penduduk asli Papua. Target dan sasaran yang menjadi perhatian adalah bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan perekonomian rakyat. Dana ini dialokasikan setiap tahun dari APBN dan ditransfer dalam 3 sampai 4 tahapan ke kas daerah Pemerintah Provinsi Papua. Sesuai ketentuan UU 21/2001 dana ini juga dibagikan ke kabupaten/kota di Provinsi Papua. Setelah berumur 12 tahun, Otonomi Khusus Papua masih menuai kritikan yang antara lain mempermasalahkan pengelolaan dan penggunaan dana Otsus Papua. Ada yang mengkritisi dengan mengatakan bahwa dana itu tidak dirasakan dan tidak menyentuh kebutuhan penduduk asli Papua. Kritikan lain menyebut bahwa dana Otsus hanya dinikmati oleh segelintir elite Papua dan tidak memberi dampak perbaikan pada sektor pendidikan dan kesehatan. Juga belum ada rambu-rambu pengelolaan keuangan Otsus sehingga potensil dikorupsi dan disalahgunakan. Institusi pemerintahan banyak dituding sebagai lembaga yang paling bertanggungjawab atas masalah pengelolaan keuangan Otsus (Salle, 2011). Kesalahan pertama dialamatkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan DPRP, antara lain karena regulasi yang mengatur pengelolaan dana Otsus, dan merupakan tanggungjawab Pemda Provinsi Papua, sampai saat ini belum ditetapkan. Selain itu warga sering mengangkat masalah rendahnya transparansi pengalokasian dana Otsus, pengalokasian untuk bidang pendidikan dan kesehatan,

Upload: yuspi-ardy

Post on 14-Apr-2016

327 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 1

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Selama pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) di Provinsi Papua, daerah ini

telah menerima dana dalam jumlah besar. Total dana yang diterima dalam kurun

2002-2012 berjumlah Rp33,7 Trilyun, dan bila digabung dengan penerimaan dana

Otsus Provinsi Papua Barat total dana mencapai Rp41,2 Trilyun. Ada dua jenis dana

yang diterima dalam rangka pelaksanaan Otsus, yaitu dana yang setara dengan 2

persen dari total Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional, dan dana tambahan

Infrastruktur.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 34 UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi

Provinsi Papua, dana yang disalurkan dalam rangka Otsus Papua harus dialokasikan

untuk membangun dan mengejar ketertinggalan Papua, khususnya penduduk asli

Papua. Target dan sasaran yang menjadi perhatian adalah bidang pendidikan,

kesehatan, infrastruktur, dan perekonomian rakyat. Dana ini dialokasikan setiap

tahun dari APBN dan ditransfer dalam 3 sampai 4 tahapan ke kas daerah

Pemerintah Provinsi Papua. Sesuai ketentuan UU 21/2001 dana ini juga dibagikan

ke kabupaten/kota di Provinsi Papua.

Setelah berumur 12 tahun, Otonomi Khusus Papua masih menuai kritikan yang

antara lain mempermasalahkan pengelolaan dan penggunaan dana Otsus Papua.

Ada yang mengkritisi dengan mengatakan bahwa dana itu tidak dirasakan dan tidak

menyentuh kebutuhan penduduk asli Papua. Kritikan lain menyebut bahwa dana

Otsus hanya dinikmati oleh segelintir elite Papua dan tidak memberi dampak

perbaikan pada sektor pendidikan dan kesehatan. Juga belum ada rambu-rambu

pengelolaan keuangan Otsus sehingga potensil dikorupsi dan disalahgunakan.

Institusi pemerintahan banyak dituding sebagai lembaga yang paling

bertanggungjawab atas masalah pengelolaan keuangan Otsus (Salle, 2011).

Kesalahan pertama dialamatkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan

DPRP, antara lain karena regulasi yang mengatur pengelolaan dana Otsus, dan

merupakan tanggungjawab Pemda Provinsi Papua, sampai saat ini belum

ditetapkan. Selain itu warga sering mengangkat masalah rendahnya transparansi

pengalokasian dana Otsus, pengalokasian untuk bidang pendidikan dan kesehatan,

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 2

bantuan keuangan dan prasarana kepada pengusaha informal (mama-mama

Papua), dan sebagainya. Kesalahan kedua dialamatkan ke Pemerintah kabupaten

dan kota yang ikut dinilai telah memanfaatkan dana untuk kepentingan pribadi dan

mengalokasikan dana melenceng dari tujuan untuk memajukan pelayanan dasar.

Banyak pimpinan dan pejabat daerah tertentu dinilai menghambur-hamburkan uang

rakyat dari sumber dana Otsus saat bepergian ke luar daerah. Pelayanan publik

sangat kurang karena banyak pimpinan dan pejabat daerah, termasuk anggota

dewan hanya menghabiskan waktu di luar daerah mereka. Kesalahan ketigadialamatkan pada Pemerintah. Pemerintah juga ikut dipersalahkan karena dinilai

tidak mengawasi dan memberi panduan atau arahan pengelolaan dana dana Otsus.

Pemerintah dinilai sengaja membiarkan masalah pengelolaan dan penyalahgunaan

dana Otsus. Sejak awal Pemerintah mengetahui bahwa pengelolaan dana Otsus

harus diatur dengan Perdasus, tetapi Pemerintah tidak memberi sanksi atas

kelalaian menyusun Perdasus. Wacana publik yang menginginkan agar dana Otsus

dikelola terpisah dari sumber dana lain tidak pernah difasilitasi atau pun dijelaskan.

Hal ini membuat kebingungan berkepanjangan di Papua.

Dalam mekanisme perencanaan dan penganggaran di Pemda Provinsi Papua,

dana Otsus yang diterima dari Pemerintah didistribusikan 40 persen untuk Provinsi

Papua dan 60 persen untuk kabupaten/kota. Untuk dana yang dikelola Pemda

Provinsi Papua, direncanakan penggunaannya melalui program dan kegiatan pada

sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan ketentuan: (1) tidak boleh

dianggarkan bagi belanja aparatur–kecuali bagi aparatur yang langsung memberi

pelayanan kepada warga, (2) dialokasikan untuk bidang pendidikan minimal 30

persen, bidang kesehatan minimal 15 persen, bidang infrastruktur, dan bidang

perekonomian rakyat.

Dana yang diafektasikan bagi daerah kabupaten dan kota direncanakan oleh

masing-masing pemda dalam APBD. Untuk menjaga agar dana dialokasikan sesuai

ketentuan dan kebijakan Otsus Papua, Bappeda Provinsi Papua memberi arahkan

melalui mekanisme usulan perencanaan dari kabupaten/kota yang dikenal sebagai

Usulan Rencana Definitif (URD). Setiap Pemda yang telah menerima alokasi

anggaran dari sumber Otsus menyusun daftar rencana penggunaan dana yang

disusun oleh Bappeda kabupaten/kota kemudian dibahas bersama di Bappeda

Provinsi Papua, yang berikut dikenal sebagai Rencana Definitif (RD). Rencana

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 3

Definitif ini yang telah memperoleh persetujuan Bappeda Provinsi menjadi dasar

untuk pengalokasian anggaran dalam APBD kabupaten/kota.

Sejak tahun 2006, dana Otsus juga dialokasikan ke kampung dan distrik melalui

program Rencana Strategik Pembangunan Kampung (RESPEK). Dana ini

dialokasikan Pemerintah Provinsi Papua dalam bentuk Block Grants. Bantuan

diberikan dalam bentuk tunai untuk direncanakan penggunaannya secara partisipatif

oleh warga kampung. Beberapa prinsip good governance seperti transparansi,

akuntabilitas, partisipatif, dan pengawasan warga menjadi harus mendapat perhatian

dalam program RESPEK. Warga kampung merencanakan, melaksanakan, dan

mengawasi sendiri setiap program dan kegiatan. Walau disain program RESPEK ini

dinilai positif untuk meningkatkan pembangunan dari bawah (bottom up planning)

sejumlah kelemahan masih ditemukan ditingkat pelaksanaan.

Dana Otsus yang dialirkan ke Provinsi Papua telah dialokasikan untuk berbagai

kebutuhan dan tuntutan pembangunan pelayanan publik di Papua. Banyak program

pembangunan yang telah dilaksanakan Pemda Provinsi Papua, pemda kabupaten

dan kota, dan warga kampung melalui RESPEK (Bappeda, 2007). Hasil-hasil

pembangunan senyatanya sudah terlihat di berbagai sudut-sudut kota dan pelosok

kampung. Pembangunan prasarana dan sarana pelayanan pendidikan serta

kesehatan terus dibangun. Prasarana jalan dan jembatan dibangun dan dipelihara,

menggunakan dana Otsus, sehingga banyak jalan-jalan tembus untuk

menghubungkan pusat pemerintahan dengan kampung-kampung yang semula

terisolasi akhirnya dapat ditembus dan dilalui kendaraan. Dengan demikian

penduduk kampung sudah mulai mendapatkan pelayanan dasar dan menjual hasil

pertanian ke pasar-pasar lokal.

Pelayanan dasar untuk pendidikan dan kesehatan merupakan bidang dan

urusan pemerintahan yang selalu mendapat perhatian pemerintah daerah. Sebagai

contoh dalam APBD Provinsi Papua TA 2011, pelayanan dasar mendapat alokasi

belanja masing-masing Rp263 miliyar (13 persen) untuk bidang pendidikan dan

Rp475 miliyar (24 persen). Dalam APBD kabupaten/kota untuk TA 2011 pelayanan

dasar secara rata-rata memperoleh plafon anggaran masing-masing Rp112 miliyar

(17 persen) untuk pendidikan dan Rp55 miliyar (19 persen) untuk kesehatan. Bila

APBD provinsi dan APBD 29 kabupaten/kota digabungkan pada TA 2011, tercatat

alokasi bidang pendidikan Rp3,51 trilyun (17 persen), dan bidang kesehatan Rp2,07

trilyun (10 persen).

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 4

Alokasi dana yang sangat besar untuk pendidikan dan kesehatan seharusnya

sudah dapat memperbaiki pelayanan bagi penduduk asli Papua baik yang ada di

kampung-kampung maupun perkotaan. Namun ternyata dari sejumlah indikator

pendidikan dan kesehatan ditemukan masih banyak masalah yang belum

diselesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam bidang pendidikan indikator buta huruf

Papua terus meningkat. Persentase penduduk buta huruf untuk usia sekolah (umur

sampai 15 tahun) meningkat dari 24,94 persen pada tahun 2003 menjadi 35,92

persen pada tahun 2011. Umur produktif yang buta huruf di Papua pada tahun 2011

mencapai 34,83 persen dari jumlah penduduk. Indikator ini sangat buruk dibanding

rata-rata Indonesia yang hanya 2,30 persen. Masalah bidang kesehatan yang

banyak disoroti adalah masih kurangnya prasarana dan sarana Puskesmas dan

Pustu. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua memperkirakan masih 2600

kampung yang belum mempunyai Pustu. Kalau Pustu saja tidak ada di daerah itu,

juga dipastikan tenaga kesehatan tidak ada di kampung-kampung. Bila diukur dari

keberadaan prasarana kesehatan, cakupan pelayanan kesehatan di Papua

diperkirakan baru mencapai 29 persen (1.000 kampung dari total 3.500 kampung).

Semua fakta di atas kemudian menimbulkan tanda tanya dan keraguan

masyarakat, yaitu “kemana uang Otsus itu?” Kajian ini diarahkan untuk menjawab

pengelolaan keuangan Otsus dalam bidang kesehatan dan pendidikan, dengan

harapan bahwa hasil kajian nantinya dapat digunakan sebagai informasi dalam

pengambilan kebijakan pemerintah daerah untuk implementasi otonomi khusus yang

lebih baik dan penyediaan informasi kepada warga yang selama ini menantikan

kinerja pembangunan di era otonomi khusus.

1.2. Pokok PermasalahanPokok permasalahan dirumuskan dalam pertanyaan penelitian berikut:

1. Bagaimana perencanaan dan pengelolaan keuangan dana Otsus di bidang

pendidikan dan kesehatan?

2. Masalah apa yang menjadi perhatian publik dalam perencanaan dan

pengelolaan Otsus Papua, dan mengapa?

3. Kebijakan apa yang dapat ditempuh untuk memperbaiki perencanaan dan

pengelolaan dana Otsus bidang pendidikan dan kesehatan?

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 5

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan Kajian1. Mengidentifikasi dan meriviu masalah perencanaan dan pengelolaan keuangan

yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Papua untuk pelayanan pendidikan

dan kesehatan;

2. Mengidentifikasi dan meriviu aspek perencanaan dan pengelolaan keuangan

yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus untuk peningkatan pelayanan dasar

pendidikan dan kesehatan;

3. Merumuskan alternatif kebijakan untuk perbaikan perencanaan dan pengelolaan

keuangan yang bersumber dari dana Otonomi Khusus Papua untuk peningkatan

pelayanan pendidikan dan kesehatan.

Manfaat KajianStudi ini diharapkan dapat memberi kontribusi (manfaat) dalam penyusunan

kebijakan Pemerintah Provinsi Papua untuk menjawab berbagai permasalahan

pengelolaan Dana Otsus Papua. Sejumlah fenomena dan permasalahan yang

berhasil diidentifikasi dalam kajian ini dapat digunakan sebagai data dan informasi

untuk merumuskan kebijakan yang lebih komprehensif untuk pengelolaan Dana

Otsus Papua dalam bidang pendidikan dan kesehatan; yang kemudian dapat

direplikasi untuk bidang prioritas lainnya.

Secara khusus studi ini diharapkan dapat:

1. Memberikan informasi yang lengkap tentang perencanaan dan pengelolaan dana

Otsus untuk bidang pendidikan dan kesehatan yang ada di tingkat Pemerintah

Daerah Provinsi Papua, dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi ini;

2. Memberikan rekomendasi untuk perbaikan perencanaan dan pengelolaan

keuangan Otsus untuk meningkatkan pelayanan bidang pendidikan dan

kesehatan;

3. Meningkatkan kepekaan aparat perencana pembangunan dan pengelola

keuangan Otsus terhadap berbagai isu dan masalah pengelolaan keuangan

yang menjadi perhatian masyarakat.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 6

1.4. Ruang Lingkup dan Kerangka Pemikiran

Ruang Lingkup KajianKegiatan penelitian ini dibatasi dalam ruang lingkup berikut:

1. Perencanaan dan pengelolaan Dana Otonomi Khusus untuk bidang pendidikan

dan kesehatan selama periode 5 tahun terakhir (2007–2012)

2. Tahap perencanaan difokuskan pada Musrenbang dan partisipasi warga,

program dan kegiatan prioritas pendididikan dan kesehatan termasuk indikator

kinerjanya dan alokasi pendanaan, dan kepatuhan;

3. Tahap pelaksanaan program dan kegiatan fokus pada partisipasi warga,

transparansi pelaksanaan, kompetensi SDM pelaksana kegiatan dan

pengawasan;

4. Tahap penatausahaan difokuskan pada kualifikasi pengelola keuangan, kualitas

dan ketepatan waktu pelaporan;

5. Tahap pencatatan keuangan (akuntansi) dan pelaporan difokuskan pada

kualifikasi tenaga keuangan, pencatatan belanja dan aset (barang modal),

transparansi hasil pembangunan;

6. Tahap pemeriksaan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan difokuskan pada

kualifikasi dan kompetensi tenaga pemeriksa internal (inspektorat), ruang lingkup

pemeriksaan, dan tindak lanjut hasil pemeriksaan.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 7

Gambar 1.1Kerangka Pemikiran

Regulasi

Peraturan Pengelolaan KeuanganNegara/Daerah

Peraturan Perencanaan dan PenganggaranBidang Pendidikan dan Kesehatan

Peraturan PerbendaharaanNegara/Daerah

Peraturan Pemeriksaan danPertanggungjawaban Keuangan

Negara/Daerah

Transparansi

Akuntabilitas

Pengawasan danPemeriksaan

Tindak Lanjut dan Enforcement

Regulasi yang berpengaruh terhadap pengelolaan dana Otsus bidang pendidikandan kesehatan

Isu dan Wacana Keuangan Otsus Papua Klasifikasi MasalahPengelolaan KeuanganBidang Pendidikan dan

KesehatanOleh Pejabat Pengelola Keuangan(BUD dan Kepala SKPD)

Oleh Dewan, Lembaga Kultural,Lembaga Adat, LSM

Oleh Pakar dan Pengamat

Oleh pemerintah distrik, kampung,warga

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 8

BAB 2METODOLOGI KAJIAN

2.1 Disain PenelitianPendekatan yang digunakan kajian ini adalah studi kasus (case study). Yin

(2009) menjelaskan kasus sebagai “an event, an entity, an individual or even a unit

of analysis. It is an empirical inquiry that investigates a contemporary phenomenon

within its real life context using multiple sources of evidence”. Noor (2008) melihat

studi kasus “as being concerned with how and why things happen, allowing the

investigation of contextual realities .... Case study is ... intended to focus on a

particular issue, feature or unit of analysis. Eisenhardt (1989) menyebut “The case

study is a research strategy which focuses on understanding the dynamics present

with in single settings”.

Literatur menjelaskan dua bentuk kasus yaitu, kasus tunggal (single case) dan

kasus jamak (multiple cases). Eisenhardt (1989, p.534) menjelaskan bahwa studi

kasus tunggal dan kasus jamak telah berhasil dipakai untuk membangun teori-teori

baru. Studi ini menggunakan desain kasus jamak.

Studi kasus merupakan salah satu pendekatan penelitian kualitatif yang

menggunakan proses logika induktif, yaitu penarikan kesimpulan umum dari

kasus-kasus individual atau sampel. Logika induktif dibangun dari paham empirisme;

yang berbeda dari logika deduktif yang mengikuti paham rasionalis.

2.2 Prinsip Dasar KajianPrinsip dasar yang digunakan dalam kajian ini adalah merumuskan

rekomendasi kebijakan dalam pengelolaan dana otsus untuk meningkatkan

pelayanan dari pemerintah daerah terhadap masyarakat asli Papua khususnya di

bidang pendidikan, kesehatan dan gizi, infrastruktur dasar kampung, dan

pemberdayaan ekonomi masyarakat, berdasarkan prinsip-prinsip efektifitas, partisi-

patif, transparansi dan akuntabilitas.

2.3 Pendekatan KajianSecara garis besarnya pendekatan penelitian yang digunakan dalam kajian ini

adalah mixed method research yaitu suatu metodologi penelitian yang memberikan

asumsi filosofis dalam menunjukkan arah atau memberi petunjuk cara pengumpulan

data dan menganalisis data serta perpaduan pendekatan kuantitatif dan kualitatif

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 9

melalui beberapa fase proses penelitian. Model yang digunakan adalah triangulasi

yang bertujuan untuk memperoleh data yang berbeda tetapi saling melengkapi

(complementary) dalam mengamati dan mengkaji masalah-masalah penelitian pada

topik yang sama. Model ini digunakan karena ingin dibandingkan dan dibedakan

secara langsung terhadap hasil analisis statistik deskriptif kuantitatif dengan temuan

kualitatif atau untuk memvalidasi dan mengekspansi hasil kuantitatif dengan data

kualitatif.

Adapun yang dimaksud statistik deskriptif kuantitatif adalah metoda yang

digunakan untuk menganalisis informasi yang dapat dikuantitatifkan atau data yang

dapat diukur dan dimanipulasi misalnya dalam bentuk persamaan, tabel, grafik.

Pendekatan kuantitatif dalam kajian ini digunakan untuk: mempelajari berbagai

kecenderungan, meramalkan dampak kebijakan yang diambil dan memperkirakan

persoalan-persoalan yang potensial terjadi, serta menjadi dasar pertimbangan dalam

pengembangan berbagai alternatif rencana yang akan diambil. Dalam hal ini objek

yang diamati tidak perlu diberi perlakuan sebagaimana halnya dengan penelitian

eksperimental. Pengamatan dilakukan hanya untuk menelusuri peristiwa-peristiwa

yang secara empiris telah terjadi, kemudian merunut kebelakang melalui data

tersebut untuk mengungkap faktor-faktor penyebab terjadinya peristiwa yang diamati.

Metoda yang digunakan dalam pendekatan ini adalah deskriptif yang mempunyai

tujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta-

fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.

Selanjutnya pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan

pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena

sosial dan masalah manusia. Adapun metoda yang diterapkan dalam pendekatan

kualitatif kali ini adalah FGD (Focus Group Discussion). Ada beberapa pertimbangan

mengapa teknik FGD digunakan dalam kajian ini yaitu (1) melalui FGD akan diperoleh

informasi-informasi penting dan lebih mendalam mengenai faktor-faktor apakah yang

menyebabkan pengaruh dari suatu variabel terhadap variabel lainnya yang diamati

lebih besar atau kecil, (2) FGD dapat menstimulasi ide-ide dan konsep baru

berdasarkan temuan dari model kuantitatif, dan (3) dengan FGD dapat ditafsirkan

hasil-hasil evaluasi secara lebih baik, serta mempelajari perilaku dan keinginan dari

masyarakat yang dinilai. FGD yang dilakukan tidak ditata ketat dan tidak formal,

dengan maksud agar diperoleh informasi yang lebih komprehensif, mendalam dan

terbuka.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 10

2.4 Ruang LingkupLingkup Wilayah

Lingkup wilayah dari kajian ini terdiri atas tiga bagian yaitu daerah-daerah yang

terletak di dataran rendah mudah akses, pesisir sulit akses, dan pegunungan.

Lingkup Obyek StudiSesuai dengan topik yang diangkat dalam kajian ini, secara agregat objek studi

yang diamati merupakan input, output dan outcome dari pelaksanaan perencanaan

dan penganggaran dana Otsus Papua, khususnya yang terkait dengan pelayanan

terhadap masyarakat asli Papua di sektor pendidikan dan kesehatan dan gizi.

Lingkup KegiatanUntuk mendapatkan hasil yang optimal, maka kajian ini dilaksanakan

berdasarkan tahapan-tahapan penelitian yang sistematis, terstruktur dan

komprehensif yang meliputi:

1. Tahap persiapan. Merupakan tahap paling awal dengan kegiatan antara lain

merumuskan dan mengidentifikasi indikator-indikator kinerja Otsus yang

mencakup indikator output, outcome dan impact, terutama yang terkait dengan

pelayanan pendidikan, kesehatan dan gizi masyarakat. Indikator-indikator Otsus

yang telah dirumuskan dan diidentifikasi tersebut nantinya akan digunakan

sebagai instrumen monitoring dan evaluasi pada pelayanan pemerintah daerah

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat asli Papua.

2. Tahap Pengumpulan Data, pengkajian dan analisis data. Semua hasil

identifikasi data pada tahap persiapan akan dikaji dan dianalisis secara lebih

mendalam, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan acuan yang akurat dan

sistematis dalam rangka penyusunan kajian pengelolaan dana Otsus untuk

peningkatan pelayanan masyarakat asli Papua.

3. Tahap Konsolidasi. Merupakan tahapan untuk menemukenali temuan-temuan

hasil analisis data, yang kemudian merumuskan dan menetapkan strategi-

strategis kebijakan peningkatan pelayanan dari pemerintah daerah kepada

masyarakat asli Papua, terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan dan gizi,

infrastruktur kampung, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

4. Tahap penulisan laporan. Merupakan tahap akhir dari kajian ini yang akan

menghasilkan rekomendasi-rekomendasi kebijakan yang terkait dengan

pengelolaan dana Otsus dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat asli Papua menuju tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 11

2.5 Fokus dan Lokus PenelitianTopik penelitian sosial mengandung unsur fokus dan lokus. Fokus berkenaan

dengan satu pokok masalah atau pokok perhatian di antara beberapa atau banyak

masalah yang berkaitan dengan bidang/disiplin ilmu tertentu. Sedangkan lokus

berkenaan dengan tempat terjadinya masalah atau tempat dilaksanakan penelitian

atas suatu masalah.

Proses penetapan lokus dan fokus penelitian dalam kajian ini dapat dijabarkan

dengan singkat sebagai berikut.

Tabel 2.1Fokus dan Lokus Penelitian

Fokus Bidang/Disiplin Ilmu Lokus PenelitianPerencanaan Penganggaran Organisasi Sosial SKPD Legislatif Individu

PenetapanSasaran Strategis

Penetapan outputdan outcome

PenetapanIndikator KinerjaOtsus

Penetapankebutuhananggaran Otsus

Penetapan prioritasanggaran Otsus

Pelaksanaananggaran

Pertanggungjawaban anggaran

Sekolah Kelompok belajar Puskesmas Rumah Sakit LSM Asosiasi

Bappeda Pendidikan Kesehatan SKPD Lainnya

yang terkait dengansektor pendidikandankesehatan

DPRP MRP

Guru Dokter Rumah

tangga Tokoh Adat

dan Agama

2.6 Populasi, Sampel dan Teknik SamplingSesuai dengan ruang lingkup wilayah dan lokus penelitian yang telah

ditetapkan, maka populasi yang akan diamati dalam kajian ini adalah seluruh

organisasi sosial, SKPD dan lembaga legislatif yang berada di wilayah dataran

rendah mudah akses, pesisir sulit akses dan pegunungan.

Teknik sampling yang digunakan adalah multistage non random sampling.

Teknik ini adalah mengambil sampel melalui beberapa tahap, hingga tahap yang

dianggap jenuh, serta dilaksanakan secara non random. Secara singkat

pengambilan sampel dengan teknik ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Tahap pertama, menentukan sampel kabupaten pengamatan dari masing-

masing tipologi wilayah. Asumsi pengambilan sampel yang digunakan pada tahap ini

adalah:

1. Sampel kabupaten yang diambil adalah representatif untuk mewakili masing-

masing wilayah menurut tipologi. Di mana setiap kabupaten dapat dibagi menurut

tipologinya yaitu: (a) wilayah pegunungan: Kabupaten Jayawijaya, Tolikara,

Puncak Jaya, Puncak, Dogiyai, Nduga, Pegunungan Bintang, Deiyai, Yalimo,

Intan Jaya, (b) wilayah pesisir sulit akses: Kabupaten Mamberamo Tengah,

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 12

Mamberamo Raya, Asmat, Mappi, Waropen, Kepulauan Yapen, Boven Digoel,

Mimika, Keerom, Sarmi (c) wilayah dataran mudah akses: Kabupaten Supiori,

Biak Numfor, Jayapura, Nabire, Merauke, dan Kota Jayapura.

2. Setiap tipologi wilayah diambil sampel 3 kabupaten yang terdiri atas 1 kabupaten

induk, dan 2 kabupaten DOB (Daerah Otonom Baru) dengan ketentuan yang

telah berdiri di bawah tahun 2004. Jika dalam satu tipologi wilayah ada lebih dari

satu kabupaten induk, maka diambil kabupaten induk yang terbanyak

menghasilkan DOB (Daerah Otonom Baru).

Berdasarkan asumsi-asumsi di atas maka dapat ditetapkan beberapa kabupaten

sampel seperti dibawah ini.

Tahap kedua. Setelah ditetapkan kabupaten yang menjadi sampel, tahap

berikutnya menentukan wilayah distrik sampel pada masing-masing kabupaten.

Dasar pertimbangan menetapkan sampel distrik adalah distrik yang merupakan

ibukota kabupaten. Oleh karena ada 9 sampel kabupaten yang merupakan DOB, ini

berarti jumlah sampel distrik adalah 9 distrik.

Tahap ketiga. Pada setiap distrik ditetapkan sampel kampung/kelurahan yang

akan diamati sebanyak 2 kampung/kelurahan, yaitu kampung/kelurahan yang

menjadi ibukota distrik, dan satu kampung lainnya yang letaknya tidak lebih dari

100km dari ibukota distrik serta mudah dijangkau melalui darat. Dengan demikian

jumlah kampung/kelurahan yang dijadikan sampel adalah sebanyak 18

kampung/kelurahan.

Tabel 2.2Pengambilan Sampel Wilayah

Tipologi Wilayah Kabupaten Sampel Distrik Kampung

Daerah Pegunungan

Tolikara (DOB) Karubaga BanggeriKel. Karubaga

Pegunungan Bintang (DOB) OksibilOkmakotBanumdol

Jayawijaya (Induk) Wamena Kota Wamena kotaKel. Sinakma kampung Uweme

Pesisir Sulit Akses

Supiori (DOB) Supiori Kota WakreMarsram

Asmat (DOB) Agats SyuruBis Agats

Sarmi (DOB) Sarmi Kota SawarSarmo

Kepulauan Yapen (Induk) Seru WainakawiniMariadei

Dataran Mudah AksesKeerom (DOB) Arso Kota Arso

Kwimi

Merauke (Induk) Distrik Merauke KotaWasurWendu

Ibu Kota Provinsi Kota Jayapura Muara Tami Sko YambeHoltekamp

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 13

Tahap keempat. Pada setiap kabupaten sampel akan diambil sampel yang

sesuai dengan lokus penelitian yangdapat mewakili organisasi sosial, eksekutif dan

legisltaif yaitu SKPD, Rumah Sakit, DPRD, LSM. Sedangkan pada sampel

kampung/kelurahan diambil sampel yang mewakili populasi Sekolah Dasar,

Kelompok belajar, Puskesmas. Sedangkan untuk lokus penelitian individu adalah

yang mewakili populasi guru, dokter, tokoh adat, tokoh agama, dan rumah tangga.

Dimana rumah tangga yang dijadikan sampel adalah Orang Asli Papua, pribumi,

sudah berkeluarga, dan menetap di daerah pengamatan paling lama 10 tahun.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 14

TABEL 2.3 TABEL UKURAN UKURAN SAMPEL PER LEMBAGA DAN MASYARAKAT

Wilayah

LEMBAGA SOSIAL LEMBAGA EKONOMI EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF INDIVIDU

Sekolah (SD & SMP) Puskesmas RS Koperasi Kelompok Kerja SKPD DPRD MRP Tokoh RT Jumlah

(unit) (unit) (unit) (unit) (Kelompok) (Dinas) (org) (org) (org) (org) (org)

TolikaraDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30

Total 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60

Pegunungan BintangDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30

Total 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60

JayawijayaDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30

Total 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60

AsmatDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30

Total 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60

SarmiDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30

Total 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60

Kepulauan YapenDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30

Total 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60

KeeromDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30

Total 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60

SupioriDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30

Total 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60

MeraukeDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30

Total 3 2 1 2 2 6 2 6 52 58Kota Jayapura 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60

Total 30 20 10 20 20 60 20 60 538 598

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 15

2.7 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan DataJenis data yang dikumpulkan dalam studi ini meliputi data sekunder dan primer.

Data sekunder merupakan sekumpulan data yang diperoleh, diliput dan dikumpulkan

dari berbagai laporan yang telah dipublikasikan oleh sebuah institusi sebelumnya.

Sedangkan data primer merupakan raw data atau data dasar yang langsung diliput

pada objek yang diamati melalui suatu teknik pengumpulan data tertentu.

Sesuai dengan pendekatan penelitian yang digunakan, data yang dikumpulkan

dapat juga dibagi menjadi dua jenis pengukuran yakni data kualitatif dan kuantitatif.

Data kualitatif yang dimaksudkan dalam kajian ini merupakan persepsi, pandangan

atau pendapat dari seseorang atau sekelompok orang yang terkait dengan topik

permasalahan. Sedangkan data-data kuantitatif dapat berbentuk skala interval

maupun rasio seperti pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, Gini Ratio, Indeks Pemba-

ngunan Manusia, Angka Partisipasi Sekolah, Angka Gizi Buruk, dan lain-lain.

Menurut sumbernya data yang dihimpun dalam studi ini dapat berasal dari

instansi pemerintahan seperti BPS, Bappeda, Dinas Pendidikan, dan sebagainya.

Atau yang bersumber pada lembaga-lembaga non pemerintah seperti lembaga-

lembaga donor, LSM, asosiasi, dan organisasi lainnya.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam kajian ini adalah:

1. Penyebaran Kuesioner/AngketPenyebaran kuesioner/angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada orang

lain yang dijadikan responden untuk dijawab. Jenis kuesioner yang disebar

merupakan kuesioner tertutup, yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa

sehingga responden diminta untuk memilih salah satu jawaban yang sesuai dengan

pemahaman, pengetahuan dan pengalaman sendiri.

2. Wawancara MendalamWawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk

memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Adapun metoda wawancara yang

digunakan adalah wawancara terpimpin, dimana panduan wawancara telah disusun

terlebih dahulu untuk mengarahkan informan menjawab sesuai dengan fokus

permasalahan.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 16

3. Studi KepustakaanStudi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh sejumlah data sekunder serta

berbagai kajian empiris yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, yang

dilakukan dengan cara mempelajari berbagai literatur maupun laporan-laporan

periodik (bulanan/tahunan) yang tersedia pada objek penelitian.

4. Focus Group DiscussionFocus Group Discussion atau FGD adalah teknik pengumpulan data yang

umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna

sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk

mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang

terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD juga dimaksudkan untuk

menghindari pemaknaan yang salah dari peneliti terhadap fokus masalah yang

sedang diteliti.

2.8 Alat Analisis Data1. Analisis Statistik Deskriptif Kuantitatif

Statistik deskriptif kuantitatif merupakan penerapan metoda statistik untuk

mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menganalisis data kuantitatif secara

deskriptif. Kegiatan yang termasuk dalam kategori tersebut adalah kegiatan

pengumpulan data, pengelompokan data, penentuan nilai dan fungsi statistik,

serta yang terakhir termasuk pembuatan grafik dan gambar.

Dalam kajian ini statistik deskriptif kuantitatif berfungsi untuk menerangkan

keadaan, gejala atau persoalan-persoalan yang ditemukan dalam implementasi

kebijakan Otsus, baik itu yang bersumber pada data-data sekunder maupun primer.

Beberapa metoda statistik deskriptif yang digunakan dalam kajian ini antara lain:

distribusi frekwensi, crosstab analysis, angka indeks, time series analysis, ukuran-

ukuran pemusatan, korelasi dan model regresi.

2. Analisis Studi KasusAnalisis studi kasus dalam studi ini mengikuti saran Eisenhardt (1989, pp.539-

543) yang mengenalkan dua tahap analisis. Pertama, analisis kasus terpisah (within-

case analysis). Analisis ini dilakukan untuk setiap data yang terdapat dalam setiap

kasus. Sederhananya analisis ini ditujukan untuk mendalami fenomena setiap kasus,

namun sangat penting karena analisis ini mampu mengeksplisitkan data yang sangat

kompleks (Gersick, 1988, Pettigrew, 1988). Within-case analysis dilakukan dengan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 17

menggunakan content analysis untuk tiap satuan kasus (misalnya kasus

penganggaran, kasus pelaksanaan, sampai dengan kasus dana RESPEK). Analisis

ini belum membantu peneliti untuk mengeneralisasi atau membangun pengetahuan

atau teori baru.

Kedua, analisis antar kasus (cross-case analysis) yang dinilai Eisenhardt dapat

membantu peneliti menemukan hubungan antar fenomena dalam dua atau lebih

kasus. Eisenhardt (1989, p.540) menawarkan tiga taktik untuk cross-case analysis.

“One tactic is to select categories or dimensions, and then to look for within group

similarities couple with intergroup differences. ... A second tactic is to select pairs of

cases and then to list similarities and differences between pairs. ... A third strategy is

to divide the data by data sources”. Untuk kepentingan analisis data dalam penelitian

ini digunakan taktik yang pertama, yaitu membangun kategori berdasarkan dimensi

(dimensi pemda Papua, BPK dan masyarakat). Untuk kepentingan generalisasi dan

perumusan prosposisi, studi ini menggunakan cancept mapping.

Caudle (2004) menjelaskan analisis data kualitatif “means making sense of

relevant data gathered from sources such interviews, on-site observation, and

documents and then respondingly presenting the data reveal”. Pengertian ini

membuka lebar berbagai metoda untuk analisis data kualitatif. Ratcliff (2009)

menginventarisir ada 15 metoda analisis data kualitatif yang sering digunakan dalam

studi kualitatif, diantaranya dua yang digunakan dalam studi ini yaitu analisis isi

(content anaylisis) dan concept mapping analysis.

Content AnalysisAnalisis isi yang digunakan studi ini adalah qualitative content analysis yang

disebut oleh Hsieh & Shannon (2005) sebagai summative content analysis.

Qualitative content analysis mempunyai fokus perhatian pada isi (makna) dari teks

dalam konteksnya. Data yang digunakan bisa dalam bentuk lisan, tertulis, ataupun

elektronik. Tahap analisis isi yang dilakukan penelitian ini adalah (1) menghimpun

informasi dari pemberitaan media web, (2) mengidentifikasi fenomena utama yang

dipermasalahkan, (3) mendalami fenomena melalui pengamatan dan diskusi teman

sejawat, (4) merumuskan fenomena utama pengelolaan Dana Otsus, dan (5)

mengkategorikan fenomena dalam matriks analisis dimensi.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 18

Concept MappingConcept mapping merupakan proses pemetaan konsep dalam bentuk diagram

alur untuk membentuk pengertian dan makna yang utuh dari himpunan isu dan

masalah yang terjadi dalam satu konteks. Ide pemetaan konsep ini banyak dipakai

penelitian kualitatif karena dinilai berguna untuk merangkum data kualitatif - reduce

qualitative data (Novak, 1998). Daley (2005) menjelaskan bahwa dengan

menggunakan concept mapping, data teks antara 40 sampai 50 halaman dapat

dituangkan dalam satu lembar kertas saja.

2.9 Kerangka AnalisisKerangka analisis dari studi ini diawali dengan mengamati sistem perencanaan

yang dilaksanakan dalam penggunaan dana Otsus yang disusun berdasarkan

regulasi dan peraturan yang berlaku. Selanjutnya dilihat apakah ada integrasi yang

baik antara perencanaan dengan pendanaan atau penganggaran yang bersumber

dari Otsus.

Setelah ditelusuri keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran, tahap

berikutnya adalah mengamati bagaimana pelaksanaan anggaran dana Otsus

tersebut dilakukan, dimana ada 4 aspek yang menjadi fokus yaitu pelaksanaan

anggaran, monitoring dan evaluasi, penatausahaan dan akuntansi, serta pelaporan

dan tindak lanjut.

Seluruh tahapan penggunaan dana Otsus tersebut, mulai dari perencanaan,

penganggaran, hingga pelaksanaan anggaran, akan dilihat apakah telah

menggunakan asas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Sehingga nantinya

dapat dinilai lebih jauh bagaimana efektifitas penggunaan dana Otsus terhadap

upaya untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat Orang Asli Papua yang

diwujudkan sebagai output, outcome dan impact.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 19

Gambar 2.1Kerangka Analisis

2.10 Definisi KonsepPartisipasi

Dalam pelasanaan pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah;

partisipasi rakyat merupakan hal yang sangat mempengaruhi keberhasilan proses

pembangunan itu sendiri. Karena masyarakatlah yang mengetahui secara objektif

kebutuhan mereka.

Soetrisno (1995), memberikan dua macam definisi tentang partisipasi (rakyat)

masyarakat dalam pembangunan, yaitu: pertama, partisipasi rakyat dalam

pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap rencana/proyek pembangunan

yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya

partisipasi rakyat dalam definisi ini diukur dengan kemauan rakyat untuk ikut

bertanggungjawab dalam pembiayaan pembangunan, baik berupa uang maupun

tenaga dalam melaksanakan proyek pembangunan pemerintah. Kedua, partisipasi

rakyat merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat, dalam

merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil

pembangunan yang telah dicapai. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat tidak

IMPLIKASIKEBIJAKAN

PERENCANAANREGULASIPERENCANAAN OTSUS

PENGANGGARANPENDANAAN

OUTPUTS

PELAKSANAAN ANGGARANMONITORING & EVALUASIPENATAUSAHAAN & AKUNTANSIPELAPORAN & TINDAK LANJUT

PELAKSANAAN

OUTCOMES

PARTISIPATIF; TRANSPARAN

SI ;AKU

NTABILITAS

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 20

hanya diukur dengan kemauan rakyat untuk menanggung biaya pembangunan,

tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan

proyek yang akan dibangun di wilayah mereka.

Bank Dunia (Suhartanta, 2001) memberikan definisi partisipasi sebagai suatu

proses para pihak yang terlibat dalam suatu program/proyek, yang ikut

mempengaruhi dan mengendalikan inisiatif pembangunan dan pengambilan

keputusan serta pengelolaan sumber daya pembangunan yang mempengaruhinya.

Partisipasi sebagai salah satu elemen pembangunan merupakan proses

adaptasi masyarakat terhadap perubahan yang sedang berjalan. Dengan demikian

partisipasi mempunyai posisi yang penting dalam pembangunan. Sumodingrat(1988) menambahkan, bahwa prasyarat yang harus terdapat dalam proses

pembangunan berkelanjutan adalah dengan mengikutsertakan semua anggota

masyarakat/rakyat dalam setiap tahap pembangunan.

Conyers (1991) memberikan tiga alasan utama sangat pentingnya partisipasi

masyarakat dalam pembangunan, yaitu: (1) Partisipasi masyarakat merupakan suatu

alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat

setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan dan proyek akan gagal,

(2) Masyarakat mempercayai program pembagunan jika dilibatkan dalam proses

persiapan dan perencanaannya, karena masyarakat lebih mengetahui seluk beluk

proyek dan merasa memiliki proyek tersebut, (3) Partisipasi merupakan hak

demokrasi masyarakat dalam keterlibatannya di pembangunan.

(http://bagasaskara.wordpress.com). Dengan demikian partisipasi yang dimaksud

dalam kajian ini adalah bahwa;

1. Pemerintahan daerah memberikan kesempatan yang lebih luas dan leluasa

kepada masyarakat Papua untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan

publik menyangkut kebutuhan mereka sendiri.

2. Jika semakin besar partisipasi publik (masyarakat Papua) dalam pengambilan

keputusan, maka hasilnya akan lebih relevan dengan kebutuhan publik, bahkan

dukungan publik terhadap keputusan yang diambil akan semakin kuat.

TransparansiTransparansi adalah memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur

kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak

untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 21

pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan

ketaatannya pada peraturan perundang-undangan (KK, SAP,2005).

Penyelengaraan pemerintahan yang transparan akan memiliki kriteria sebagai

berikut: (1) Adanya pertanggungjawaban terbuka; (2) Adanya aksesibilitas terhadap

laporan keuangan; (3) Adanya publikasi laporan keuangan, hak untuk tahu hasil

audit dan ketersediaan informasi kinerja.

Dalam ranah keuangan publik, UU 17/2003 menuntut adanya transparansi dan

akuntabilitas dalam keuangan publik. Laporan keuangan memang merupakan salah

satu hasil dari transparansi dan akuntabilitas keuangan publik. Ini berarti laporan

keuangan yang disusun pun harus memenuhi syarat akuntabilitas dan transparansi.

Dari konsep dan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

“Transparansi” dalam kajian ini adalah suatu upaya pemerintah daerah yang

secara sengaja menyediakan semua informasi menyangkut dana Otsus Papua yang

mampu dirilis secara legal baik positif maupun negatif secara akurat, tepat waktu,

seimbang, dan tegas, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran

publik dan mempertahankan tanggung jawab organisasi atas tindakan, kebijakan,

dan praktiknya.

AkuntabilitasSemakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan

pemerintahan yang baik dan bersih (good governance dan clean government) telah

mendorong pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang jelas,

tepat, teratur, dan efektif yang dikenal dengan “Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah (SAKIP)”.

Penerapan sistem tersebut bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bertanggung

jawab dan bebas dari praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Terdapat

berbagai definisi tentang akuntabilitas, dapat diuraikan sebagai berikut: (1).

Sjahruddin Rasul menyatakan bahwa akuntabilitas didefinisikan secara sempit

sebagai kemampuan untuk memberi jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas

tindakan “seseorang” atau “sekelompok orang” terhadap masyarakat secara luas

atau dalam suatu organisasi. Dalam konteks institusi pemerintah, “seseorang”

tersebut adalah pimpinan instansi pemerintah sebagai penerima amanat yang harus

memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan amanat tersebut kepada

masyarakat atau publik sebagai pemberi amanat. (2). J.B. Ghartey menyatakan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 22

bahwa akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang

berhubungan dengan stewardship yaitu apa, mengapa, siapa, ke mana, yang mana,

dan bagaimana suatu pertanggungjawaban harus dilaksanakan. (3) Ledvina V.Carino mengatakan bahwa akuntabilitas merupakan suatu evolusi kegiatan-kegiatan

yang dilaksanakan oleh seorang petugas baik yang masih berada pada jalur

otoritasnya atau sudah keluar jauh dari tanggung jawab dan kewenangannya. Setiap

orang harus benar-benar menyadari bahwa setiap tindakannya bukan hanya akan

memberi pengaruh pada dirinya sendiri saja. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa

tindakannya juga akan membawa dampak yang tidak kecil pada orang lain. Dengan

demikian, dalam setiap tingkah lakunya seorang pejabat pemerintah harus

memperhatikan lingkungannya. (4) Akuntabilitas juga dapat berarti sebagai

perwujudan pertanggungjawaban seseorang atau unit organisasi, dalam mengelola

sumber daya yang telah diberikan dan dikuasai, dalam rangka pencapaian tujuan,

melalui suatu media berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik. Sumber

daya dalam hal ini merupakan sarana pendukung yang diberikan kepada seseorang

atau unit organisasi dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas yang telah

dibebankan kepadanya. Wujud dari sumber daya tersebut pada umumnya berupa

sumber daya manusia, dana, sarana prasarana, dan metoda kerja. Sedangkan

pengertian sumber daya dalam konteks negara dapat berupa aparatur pemerintah,

sumber daya alam, peralatan, uang, dan kekuasaan hukum dan politik. (5)

Akuntabilitas juga dapat diuraikan sebagai kewajiban untuk menjawab dan

menjelaskan kinerja dari tindakan seseorang atau badan kepada pihak-pihak yang

memiliki hak untuk meminta jawaban keterangan dari orang atau badan yang telah

diberikan wewenang untuk mengelola sumber daya tertentu. Dalam konteks ini,

pengertian akuntabilitas dilihat dari sudut pandang pengendalian dan tolok ukur

pengukuran kinerja. Selanjutnya Akuntabilitas juga dapat diartikan sebagai proses

mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan

yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan secara periodik (KK, SAP,2005). Akuntabilitas merupakan kewajiban

menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab atau menerangkan

kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi

kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk minta keterangan akan

pertanggungjawaban (LAN, 2003).

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 23

Dari berbagai definisi akuntabilitas seperti tersebut di atas, dapat disimpulkan

bahwa akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau unit

organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan

pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian

tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa laporan

akuntabilitas kinerja secara periodik. Dengan demikian akuntabilitas merupakan: (1)

Salah satu pilar dari konsep tata kelola pemerintahan yang baik (good government

governance), (2) Adanya akuntabilitas memungkinkan masyarakat memperoleh

informasi yang mereka butuhkan untuk menilai apakah tindakan pemerintah

didasarkan pada nilai-nilai penting dari tata pemerintahan yang baik, seperti

efektivitas, integritas, demokrasi, dan transparansi.

Dana Otonomi KhususSesuai Pasal 34 ayat 3 huruf e, bahwa yang dimaksud dana Otonomi Khusus

Papua adalah Penerimaan Khusus dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus

yang besarnya setara dengan 2 (dua) persen dari plafon Dana Aloksi Umum

Nasional, yang terutama ditujukkan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan;

dan, huruf f, Dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang

besarannya ditetapkan antara pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi

pada tiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan

infrastruktur.

Selanjutnya pasal 36 ayat 2 menyatakan bahwa sekurang-kurangnya 30 (tiga

puluh) persen penerimaan sebagaian dimaksud dalam pasal 34 ayat 3 dialokasikan

untuk biaya pendidikan, dan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) persen untuk

kesehatan dan perbaikan gizi.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 24

BAB 3KONDISI UMUM SOSIAL EKONOMI DAERAH

3.1 KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN SUPIORIA. Pembangunan Ekonomi Daerah

Sejak dimekarkan dari kabupaten induknya Biak Numfor pada tanggal 18

Desember tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35

Tahun 2003, Kabupaten Supiori telah menunjukkan geliat pembangunan ekonomi

daerahnya.

Tabel 3.1Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Supiori

Tahun 2008-2012

TahunPDRB

ADHB (Juta Rp) persen ADHK (Juta Rp) persen2008 303,671.45 16.19 110,849.69 8.582009 336,963.35 10.96 118,113.78 6.552010 376,462.79 11.72 125,952.07 6.642011 407,968.01 8.37 131,447.48 4.362012 440,639.40 8.01 138,423.98 5.31

Sumber: PDRB Kabupaten Supiori, 2012

Pembangunan ekonomi Supiori selama lima tahun terakhir menunjukkan

perkembangan yang cukup pesat, hal ini tercermin melalui perkembangan PDRB

berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan. Tahun 2008 PDRB Supiori

menurut harga berlaku mengalami pertumbuhan 16,19 persen, terjadi penurunan di

tahun 2012 menjadi 8,01 persen namun secara nominal menunjukkan peningkatan.

Hal yang sama terjadi pada harga konstan, pada tahun 2008 bertumbuh sebesar

8,58 persen hingga 2012 mengalami penurunan menjadi 5,31 persen.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Supiori selama lima tahun terakhir

cenderung mengalami penurunan, di tahun 2008 mencapai 8,58 persen turun

menjadi 6,55 persen tahun 2009 naik lagi menjadi 6,64 persen namun di tahun 2011

menurun dua poin menjadi 4,36 persen hingga tahun 2012 mencapai angka 5,31

persen. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Supiori kurun waktu tersebut sebesar 6,29

persen.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 25

8.58

6.55 6.64

4.365.31

2008 2009 2010 2011 2012

6.249.17

2.69

12.05

4.137.25

5.22

18.31

6.26

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

Gambar 3.1Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Supiori Tahun 2008-2012

Sumber: PDRB Kabupaten Supiori, 2013

Berdasarkan sektor ekonomi, pada tahun 2012 sektor dengan pertumbuhan

tertinggi adalah listirk dan air bersih sebesar 17,12 persen, diikuti sektor perda-

gangan, hotel dan restoran sebesar 8,95 persen, diurutan ketiga sektor pertam-

bangan dan penggalian sebesar 8,45 persen. Sektor ekonomi yang mengalami

pertumbuhan paling rendah adalah sektor pertanian sebesar 3,23 persen dan sektor

bangunan 4,60 persen.

Gambar 3.2Pertumbuhan Rata-Rata Ekonomi Sektoral

Kabupaten Supiori Tahun 2008-2012

Secara rata-rata dalam kurun waktu lima tahun terakhir pertumbuhan sektor

keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan paling tinggi dari sektor lainnya yaitu

sebesar 18,31 persen, diikuti sektor listrik dan air bersih sebesar 12,05 persen diikuti

oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 9,17 persen. Sektor dengan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 26

pertumbuhan rata-rata paling rendah adalah sektor industri pengolahan sebesar 2,69

persen.

Struktur perekonomian Kabupaten Supiori sangat dipengaruhi oleh besarnya

sumbangan atau peranan masing-masing sektor ekonomi dalam membentuk nilai

tambahperekonomian. Dengan mengetahui struktur perekonomin suatu daerah

dapat diketahui corak perekonomian daerah tersebut. Berikut tersaji struktur

perekonomian Kabupaten Supiori.

Tabel 3.2Struktur Perekonomian Kabupaten Supiori Tahun 2008-2012

Sektor 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-Rata

Pertanian 44.22 44.47 44.5 44.72 43.84 44.35Pertambangan dan Penggalian 1.26 1.3 1.31 1.4 1.44 1.34Industri Pengolahan 2.82 2.78 2.63 2.57 2.46 2.65Listrik dan Air Bersih 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02Bangunan 11.82 11.55 11.2 11.33 11.25 11.43Perdagangan, Hotel dan Restoran 18.47 19.97 19.28 18.78 19.43 19.19Pengangkutan dan Komunikasi 8.1 7.89 7.7 7.75 7.96 7.88Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 2.52 2.53 3.82 3.69 3.75 3.26Jasa-Jasa 10.77 9.49 9.65 9.74 9.85 9.90Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00Sumber: PDRB Kabupaten Supiori, 2012

Struktur perekonomian Kabupaten Supiori hingga saat ini masih didominasi

oleh sektor pertanian, kontribusi rata-rata sektor pertanian tahun 2008–2010 sekitar

44,35 persen. Sektor pertanian memberikan kontribusi paling besar karena mayoritas

Penduduk Supiori memiliki mata pencaharian sebagai nelayan serta didukung oleh

posisi geografis wilayah kepulauan, sehingga mereka menjadikan sub sektor

perikanan laut menjadi salah satu sumber penghasilan utama. Di posisi kedua sektor

perdagangan, hotel dan restoran sebesar 19,19 persen diikuti sektor jasa-jasa

sebesar 9,90.

Sektor listrik dan air bersih merupakan sektor dengan kontribusi paling kecil

terhadap perekonomian Supiori, rata-rata kontribusinya sebesar 0,02 persen. Selain

itu terdapat 3 sektor lainnya yang memiliki kontribusi dibawah 5 persen antara lain,

sektor bangunan, pertambangan dan penggalian, listrik dan air bersih serta

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 27

66.2

66.9

2

67.5

5

68.0

6

68.4

6

62.7

5

63.4

1

64 64.5

3

64.9

4

5960616263646566676869

2006 2007 2008 2009 2010

Supiori Papua

B. Kualitas Pembangunan ManusiaKualitas pembangunan manusia Kabupaten Supiori diukur melalui angka IPM.

Sejak tahun 2006 hingga 2010 angka IPM Supiori berkisar antara 66.2–68.46 berada

di atas IPM Papua kurun waktu tersebut. Menurut kriteria Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB), maka IPM tersebut masuk dalam kategori kinerja pembangunan

manusia “menengah atas”. Perkembangan IPM Supiori dan Papua tahun 2006–2010

terlihat dalam gambar dibawah.

Gambar 3.3IPM Kabupaten Supiori dan Provinsi Papua Tahun 2006-2010

Selama kurun waktu 2006–2010, IPM Supiori mengalami tren peningkatan,

keadaan ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan pembangunan daerah yang

meliputi bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi telah efektif dilaksanakan

sehingga meningkatkan derajat atau kualitas hidup masyarakat dibanding kabupaten

lainnya di Papua. Rata-rata angka IPM Supiori selama kurun waktu tersebut sebesar

67,44 berada di atas rata–rata Provinsi Papua sebesar 63,93.

Berikut akan di sajikan komponen-komponen IPM Supiori yang meliputi Angka

Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-Rata Lama Sekolah (RLS)

dan Pengeluaran Riil (PR). Salahsatu komponen dalam penyusunan angka IPM

adalah AHH. Semakin tinggi AHH, memberikan indikasi semakin tinggi kualitas fisik

penduduk suatu daerah. AHH dapat digunakan sebagai alata untuk mengevaluasi

kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dan derajat kesehatan

penduduk. Angka ideal untuk AHH adalah 85.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 28

94.1 95.4 95.4 95.7 96.16

66.875.4 75.4 75.6 75.6

2006 2007 2008 2009 2010

Supiori Papua

65 65.3 65.5 65.7 65.96

67.6 67.9 68.1 68.4 68.6

2006 2007 2008 2009 2010

Supiori Papua

Gambar 3.4Angka Harapan Hidup Kabupaten Supiori dan Provinsi Papua

Tahun 2006–2010

Rata-rata angka harapan hidup Kabupaten Supiori kurun waktu 2006–2010

sebesar 65,49, angka ini menunjukkan bahwa rata-rata tahun hidup yang dijalani

oleh penduduk Supiori sejak lahir sampai meninggal adalah 64,49 tahun. AHH

Kabupaten Supiori kurun waktu tersebut berada dibawah rata-rata Provinsi Papua

sebesar 68,12. Jika dibandingkan dengan angka idealnya maka AHH Supiori dan

Papua masih jauh, dibutuhkan terobosan untuk memperbesar AHH tersebut.

Kemampuan membaca dan menulis dipandang sebagai kemampuan dasar

minimal yang harus dimiliki oleh setiap individu, agar paling tidak memiliki peluang

untuk terlibat dan berpartisipasi dalam pembangunan. Angka Melek Huruf (AMH)

menunjukkan persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan

menulis huruf latin atau huruf lainnya, AMH ideal adalah 100.

Gambar 3.5Angka Melek Huruf Kabupaten Supiori dan Provinsi Papua

Tahun 2006-2010

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 29

2006 2007 2008 2009 2010

7.7 7.7 7.7 8 8.03

6.5 6.5 6.5 6.6 6.66

Supiori Papua

Angka melek huruf Supiori cenderung mengalami peningkatan sejak tahun

2006 hingga 2010. Pada tahun 2006 AMH Supiori sebesar 94,1 persen hingga tahun

2010 mencapai 96,16 persen dengan rata-rata sebesar 95,35 persen. Jika tahun

2010 AMH Supiori sebesar 96,16 persen, maka dapat dinyatakan bahwa 96,16

persen penduduk yang sudah bisa membaca dan menulis hanya 3,84 persen

penduduk yang masih buta huruf. Jika jumlah penduduk Supiori berusia 15 tahun ke

atas kira-kira berjumlah 10000 jiwa berarti ada sekitar 384 jiwa diantaranya yang

belum bisa membaca dan menulis.

Gambar 3.6Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten Supiori dan Provinsi Papua

Tahun 2006-2010

Rata-rata lama sekolah digunakan untuk mengidentifikasi jenjang kelulusan

terakhir yang ditamatkan oleh penduduk suatu daerah. Rata-rata lama sekolah

digunakan sebagai indikator SDM yang berkualitas. Angka rata-rata lama sekolah

Supiori cenderung meningkat, tahun 2006 angka rata-rata lama sekolah sebesar 7,7

sampai tahun 2010 mencapai angka 8,03, dengan rata-rata kurun waktu tersebut

sebesar 7,83. Angka rata-rata lama sekolah Supiori lebih tinggi dari Papua, tahun

2006 rata-rata lama sekolah Papua adalah 6,5 hingga tahun 2010 mencapai angka

6,66.

Angka rata-rata lama sekolah Kabupaten Supiori tahun 2010 sebesar 8,03

tahun, angka ini menunjukkan bahwa rata-rata penduduk di Supiori baru bisa

menikmati pendidikan rata-rata sampai kelas VIII (Kelas 2 SMP), atau belum

mencapai wajib belajar 9 tahun secara penuh.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 30

200 2007 2008 2009 2010

585.

8

588.

97 595.

83

597.

09

598.

086

593.

42

593.

42 599.

65 603.

88

606.

384

Supiori Papua

Gambar 3.7Pendapatan Riil Kabupaten Supiori dan Provinsi Papua

Tahun 2006-2010

Rata-rata pengeluaran konsumsi riil merupakan komponen dalam penyusunan

Indeks Standar Hidup. Selanjutnya dilakukan penyesuian dengan menggunakan

rumus Atkinson. Berbeda dengan komponen kesehatan dan pendidikan yang

kontribusinya sulit diperbesar karena berkaitan dengan kondisi sosial dan budaya

masyarakat setempat. Pengeluaran riil yang disesuaikan akan semakin meningkat

seiring dengan kesejahteraan penduduk sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi

dan pemerataan pendapatan.

Pengeluaran riil penduduk Kabupaten Supiori tahun 2006 berkisar Rp585.800

per tahun sampai dengan tahun 2010 meningkat hingga menjadi Rp598,086 per

tahun, sedangkan pengeluaran riil yang ideal sebesar Rp737.720 per tahun. Bila

dibandingkan dengan angka idealnya maka kemampuan penduduk Supiori untuk

memenuhi penghidupan yang layak masih jauh dari target seharusnya. Diharapkan

dengan alokasi dana otsus ke Supiori dapat meningkatkan pembangunan ekonomi

daerah sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat.

C. Kemiskinan Dan Ketimpangan PendapatanJumlah penduduk miskin di Kabupaten Supiori berfluktuasi cenderung

meningkat pada tahun terakhir. Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin sebanyak

6.900 atau 53.25 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk miskin yang tersebar

terus menurun sebanyak 6.110 jiwa atau sebesar 50,92 persen pada tahun 2008 dari

total penduduk.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 31

6900

6110 6230

72007000

7220

53.25 50.92 50.6645.82

42.73 42.57

0

10

20

30

40

50

60

54005600580060006200640066006800700072007400

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Penduduk Miskin Prosentase

Gambar 3.8Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Supiori Tahun 2007-2012

Berdasarkan gambar di atas, terlihat pula bahwa dari sisi jumlah penduduk

terjadi fluktuasi namun dari sisi prosentase justru cenderung mengalami penurunan.

Hingga tahun 2012 jumlah penduduk miskin sebanyak 7.220 atau 42,57 persen dari

total jumlah penduduk Supiori.

Tingkat pemerataan pendapatan akan terjadi jika semua orang mendapatkan

distribusi pendapatan yang sama rata, atau dengan kata lain Rasio Gini-nya adalah

sama dengan nol (Gini Ratio=0). Jadi singkatnya rasio Gini adalah rasio tentang

distribusi pendapatan dengan angka kisaran 0 sampai dengan 1. dan jika G

mendekati 0 berarti distribusi pendapatan yang diterima hampir sama dengan

banyak penduduk.

Tercatat pada tahun 2010 Gini Ratio Kabupaten Supiori sebesar 0,23

sedangkan Papua sebesar 0,36. Besaran angka ini menunjukkan bahwa terjadi

ketimpangan pendapatan penduduk Supiori dalam kategori sedang. Pada tahun

2010 sebanyak 25,37 berpendapatan rendah, 39,38 berpendapatan sedang dan

35,25 berpendapatan tinggi.

D. Infrastruktur DaerahBerdasarkan data BPS tahun 2012, panjang jalan di seluruh wilayah Kabupaten

Supiori mencapai 158,60 Km. Berdasarkan pengelolaanya, 73,77 persen merupakan

jalan kabupaten dan 26,23 persen merupakan jalan provinsi. Berdasarkan jenis

permukaannya, 61,22 persen dari seluruh jalan di Supiori merupakan jalan beraspal,

32,47 persen masih berupa kerikil dan 6,31 persen berupa jalan tanah.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 32

Tabel 3.3Panjang Jalan Provinsi dan Kabupatendi Kabupaten Supiori Tahun 2008–2012

(dalam Km)Tahun Provinsi Kabupaten2008 48,35 70,532009 48,35 70,532010 41,60 100,502011 41,60 117,002012 41,60 117,00

Sumber: Supiori Dalam Angka, 2013

Hingga tahun 2012 panjang jalan provinsi sepanjang 41,60 Km terdapat

penurunan panjang jalan dari tahun 2008 sepanjang 48,35 Km. Terlihat bahwa status

jalan yang diurus provinsi mulai berkurang pada tahun 2010, pada tahun tersebut

terjadi peningkatan dari 70,53 km menjadi 100,50 km hingga tahun 2012 menjadi

117 km.

Tabel 3.4Panjang Jalan Provinsi dan Kabupaten Menurut

Jenis Permukaan Kabupaten Supiori Tahun 2008–2012(dalam Km)

TahunProvinsi Kabupaten

Aspal Kerikil Tanah Aspal Kerikil Tanah2008 48,35 48,43 22,102009 48,35 48,43 22,102010 41,60 52,50 38,00 10,002011 41,60 55,50 51,50 10,002012 41,60 55,50 51,50 10,00

Sumber: Supiori Dalam Angka, 2013

Kegiatan pembangunan atau pembukaan jalan baru di Supiori meningkat dari

tahun ke tahun dengan tujuan untuk menghubungkan transportasi barang dan jasa

serta manusia antar kampung dan distrik. Pada tahun 2010 telah terjadi peningkatan

pembangunan jalan dari tahun sebelumnya, jalan beraspal bertambah 15,9 Km

sehingga menjadi 38 Km, jalan tanah bertambah 10 Km. Pada tahun 2011 jalan

beraspal bertambah 13,5 Km sehingga menjadi 51,50 Km.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 33

Tabel 3.5Panjang Jembatan Menurut Jenis Konstruksi

Kabupaten Supiori Tahun 2008–2012(dalam Meter)

Tahun Baja Beton Kayu Jumlah2008 365 50 695 11102009 365 50 549 9642010 365 50 549 9642011 415 67 489 9712012 415 67 489 971

Sumber: Supiori Dalam Angka, 2013

Panjang jembatan di Supiori mengalami peningkatan selama tahun 2008–2012,

jembatan konstruksi baja pada tahun 2008 sepanjang 365 meter pada tahun 2012

meningkat menjadi 415 meter. Jembatan beton sepanjang 50 meter di tahun 2008

meningkat menjadi 67 meter pada tahun 2012, sedangkan jembatan kayu justru

mengalami penurunan dari 695 tahun 2008 meter menjadi 489 meter di tahun 2012.

3.2 KONDISI UMUM SOSIAL EKONOMI KABUPATEN ASMATA. Pembangunan Ekonomi Daerah

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Asmat mengalami

peningkatan dalam kurun waktu 2008–2012. PDRB Asmat atas dasar harga berlaku

tahun 2008 bernilai Rp464.149 milyar dan meningkat hingga mencapai Rp866,083

milyar pada tahun 2012 atau dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 16,91 persen.

PDRB atas dasar harga konstan juga mengalami hal yang sama, pada tahun 2008

tercatat sebesar Rp210.549 milyar dan mencapai Rp295.533 milyar pada tahun 2012

dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 8,88 persen.

Tabel 3.6PDRB Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012 (juta rupiah)

TahunPDRB ADHB PDRB ADHK

Nilai persen Nilai persen2008 464.149,55 210.549,302009 521.394,18 12,33 218.939,86 3,992010 619.893,54 18,89 241.466,31 10,292011 730.130,57 17,78 266.751,85 10,472012 866.083,41 18,62 295.533,53 10,79

Sumber: PDRB Kabupaten Asmat, 2012

Sektor pertanian memberikan kontribusi tertinggi dalam pembentukan nilai

PDRB Kabupaten Asmat dalam kurun waktu 2008–2012. Sektor pertanian

memberikan kontribusi rata-rata sebesar 39,35 persen. Di urutan kedua terdapat

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 34

sektor jasa-jasa yang menyumbang rata-rata sebesar 35,47 persen. Di posisi ketiga

diikuti oleh sektor bangunan dengan kontribusi rata-rata sebesar 12,90 persen.

Tabel 3.7Struktur Perekonomian Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012

(dalam persen)Sektor Ekonomi (Lapangan Usaha) 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-Rata

Pertanian 42,81 42,50 39,75 37,22 34,47 39,35Pertambangan dan Penggalian 0,11 0,11 0,11 0,09 0,08 0,10Industri Pengolahan 1,20 1,25 1,24 1,21 1,12 1,20Listrik dan Air Bersih 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01 0,00Bangunan 11,82 12,99 13,38 13,11 13,22 12,90Perdagangan, Hotel, dan Restoran 5,80 6,13 6,11 6,07 6,16 6,06Pengangkutan dan Komunikasi 2,94 3,25 3,29 3,32 3,25 3,21Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1,66 1,74 1,74 1,71 1,69 1,71Jasa-Jasa 33,66 32,01 34,38 37,27 40,00 35,47Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: PDRB Kabupaten Asmat, 2012

Kontribusi di sektor pertanian bagi perkonomian yang cukup besar dapat

memperlihatkan bahwa meskipun dengan kondisi tanah di Kabupaten Asmat yang

berlumpur tapi dapat menghasilkan produksi tanaman pangan yang baik. Kondisi

sebaliknya di sektor listrik dan air bersih, dari angka yang diperoleh menunjukkan

kontribusi sektor ini sama sekali tidak ada.

Gambar 3.9Struktur Perekonomian Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012

Sumber: PDRB Kabupaten Asmat, 2012

Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Asmat selama kurun waktu empat tahun

terakhir berfluktuasi ringan dengan kecenderungan menurun. Setiap tahun

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 35

pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 10,29 persen, namun di tahun 2009

pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 8,89 persen. Selain itu laju pertumbuhan

rata-rata untuk sektor ekonomi Kabupaten Asmat sangat variatif. Sektor listrik dan air

bersihmengalami pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 22,78 persen, disusul

sektor jasa-jasa sebesar 14 persen, sektor bangunan sebesar 11,97 persen.

Tabel 3.8Pertumbuhan Rata-Rata Sektor Ekonomidi Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012

(dalam persen)Sektor Ekonomi (Lapangan Usaha) 2009 2010 2011 2012 Rata-

RataPertanian 3,24 3,14 3,44 2,62 3,11Pertambangan dan Penggalian 8,67 6,47 -4,74 -1,47 2,23Industri Pengolahan 8,32 8,88 7,87 3,27 7,09Listrik dan Air Bersih 12,34 10,45 34,85 33,50 22,78Bangunan 14,35 13,57 8,22 11,73 11,97Perdagangan, Hotel, dan Restoran 9,90 9,99 9,70 12,38 10,49Pengangkutan dan Komunikasi 14,96 11,53 11,51 8,43 11,61Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 9,32 10,02 8,62 9,26 9,31Jasa-Jasa -1,12 18,47 19,75 18,91 14,00

Sumber: PDRB Kabupaten Asmat, 2012

B. Kualitas Pembangunan ManusiaJumlah penduduk Asmat berfluktuasi untuk kurun waktu 2008–2012. Pada

tahun 2009 penduduk Asmat berjumlah 77 ribu jiwa turun menjadi 76 ribu jiwa pada

tahun 2010, namun meningkat terus hingga mencapai 81 ribu jiwa pada tahun 2012.

Penduduk laki-laki lebih banyak dibanding penduduk perempuan hal ini

menyebabkan sex ratio mengalami peningkatan selama kurun waktu tersebut. Rata–

rata pertumbuhan penduduk Asmat selama lima tahun terakhir sebesar 1,79 persen.

Gambar 3.10Jumlah Penduduk Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012

Sumber: Kabupaten Asmat Dalam Angka Tahun 2012

40,0

18

40,0

33

40,2

05

42,6

44

42,3

87

36,9

78

36,9

93

36,3

58

39,4

53

39,3

09

76,996 77,026 76,56382,097 81,696

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

90,000

32,000

34,000

36,000

38,000

40,000

42,000

44,000

2008 2009 2010 2011 2012

LAKI-LAKI PEREMPUAN TOTAL

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 36

Jumlah penduduk Kabupaten Asmat yang masuk dalam usia produktif (15-54

tahun) cukup banyak yaitu sebesar 43.379 jiwa atau 52,84 persen dari total

penduduk Kabupaten Asmat, sedangkan usia antara 0-14 tahun mencapai 36.486

jiwa atau 44,44 persen. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa jumlah penduduk

yang berpotensi untuk masuk dalam usia produktif cukup banyak.

Gambar 3.11Piramida Penduduk Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012

Sumber: Kabupaten Asmat Dalam Angka Tahun 2012

IPM Kabupaten Asmat dalam kurun waktu 2008–2011 lebih jelek dibanding

Provinsi Papua. Secara rata-rata IPM Asmatsebesar 51,15 sedangkan IPM Provinsi

Papua sebesar 64,71. Ada tiga komponen IPM yang lebih rendah di Kabupaten

Asmat dibanding dengan Provinsi Papua, yaitu angka harapan hidup, rata-rata lama

sekolah, dan angka melek huruf.

Gambar 3.12Perkembangan IPM Kabupaten Asmat dan Provinsi Papua Tahun 2008–2011

8,000 6,000 4,000 2,000 0 2,000 4,000 6,000 8,000

00-04

10-14

20-24

30-34

40-44

50-54

60-64

70-74

PEREMPUAN LAKI-LAKI

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 37

Lanjutan Gambar 3.12

Sumber: Kabupaten Asmat Dalam Angka dan IPM Provinsi Papua, Tahun 2008-2012

C. Kemiskinan Dan Ketimpangan PendapatanJumlah penduduk miskin di Kabupaten Asmat cenderung stabil. Antara tahun

2007 sampai dengan 2010 jumlah penduduk miskin cenderung sama dengan rata-

rata 14.841 jiwa atau 19,31 persen dari total jumlah penduduk. Namun, pada tahun

2011 jumlah penduduk miskin meningkat sebanyak 3.410 jiwa atau 2,85 persen dari

total jumlah penduduk, hal ini memperlihatkan bahwa kontribusi dana Otsus belum

konsisten dalam menanggulangi kemiskinan.

Gambar 3.13Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Asmat Tahun 2007–2011

Sumber: Kabupaten Asmat Dalam Angka Tahun 2012

D. Infrastruktur DaerahKondisi alam Kabupaten Asmat dengan beribukotakan Agats amat unik dan

terkenal dengan istilah kota di atas papan. Hal ini membuat pembangunan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 38

infrastruktur di Asmat memerlukan strategi yang khusus dan pastinya membutuhkan

dana yang tidak sedikit.

Tabel 3.9Jenis dan Jumlah Permukaan Jalan

di Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012(dalam meter)

Jenis 2008 2009 2010 2011 2012Jalan Tanah 47.653 50.453 63.957 70.291 71.091Jalan Jembatan Kayu 42.528 52.674 83.727 87.193 94.323,34Jalan Baja Komposit 360 360 460 460 1.112Jalan Jembatan Beton - - 267 567 892Jumlah 90.541 103.487 148.411 158.511 167.323,34

Sumber: Kabupaten Asmat Dalam Angka Tahun 2013

Dari tabel 3.9 terlihat dari empat jenis permukaan jalan hanya jalan jembatan

kayu yang mengalami peningkatan jumlah panjang jalan, yaitu 42.528 meter pada

tahun 2008 menjadi 94.323 meter pada tahun 2012, hal ini terjadi karena hampir di

semua distrik di Asmat menggunakan jembatan papan untuk melakukan kegiatan

perjalanan. Selain jalan jembatan yang mengalami peningkatan, jalan tanah juga

mengalami peningkatan, permukaan tanah ini hanya terdapat di beberapa distrik

saja, seperti di distrik pantai kasuari. Sedangkan jalan beton dan baja hanya terdapat

di ibukota kabupaten saja, yaitu di distrik agats.

3.3. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN JAYAWIJAYAA. Pembangunan Ekonomi Daerah

Perubahan nilai PDRB atas dasar harga berlaku dari tahun ke tahun

dipengaruhi oleh perubahan kuantum produksi dan perubahan harga. Oleh karena

itu, kenaikan PDRB atas dasar harga berlaku tidak selalu menunjukkan adanya

perbaikan ekonomi. Bisa saja peningkatan PDRB atas dasar harga berlaku

disebabkan oleh faktor inflasi yang tinggi. Untuk melihat ada tidaknya perbaikan

ekonomi digunakanlah PDRB atas dasar harga konstan yang diperoleh dari PDRB

atas dasar harga berlaku yang telah dibebaskan dari faktor perubahan harga.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 39

Tabel 3.10PDRB Kabupaten Jayawijaya Atas

Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 2005-2009(dalam juta rupiah)

TAHUN PDRBBerlaku Konstan

2005 478.082,26 344.672,552006 530.148,03 359.644,122007 646.732,43 392.769,252008 787.502,02 430.077,512009 931.488,05 470.812,22

Sumber: BPS Kabupaten Jayawijaya

Struktur ekonomi suatu daerah tercermin melalui seberapa besar peranan

masing‐masing sektor ekonomi/lapangan usaha terhadap jumlah total nilai tambah

dari seluruh sektor/lapangan usaha. Struktur ekonomi suatu daerah biasa disajikan

dari PDRB atas dasar harga berlaku. Dari persentase sumbangan masing‐masing

sektor/lapangan usaha, akan terlihat struktur ekonomi suatu daerah sehingga bisa

diketahui ciri khas ekonomi, andalan, potensi, hasil pembangunan ataupun

perubahan akibat kebijakan publik dari pemerintah daerah. Semakin besar kontribusi

suatu sektor/lapangan usaha terhadap PDRB, semakin besar pula dominasi

sektor/lapangan usaha tersebut dalam menggerakkan perekonomian daerah.

Apabila suatu sektor/lapangan usaha yang paling dominan mengalami penurunan

nilai tambah yang dihasilkan, maka struktur ekonomi juga akan mengalami

perubahan karena kontribusinya yang cukup besar.

Gambar 3.14Pertumbuhan PDRB Kabupaten Jayawijaya

Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 2005-2009(dalam juta rupiah)

27.6029.85

11.99

6.52

11.36 10.73

5.61

3.30

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

2006 2007 2008 2009

BerlakuKonstan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 40

Pertumbuhan suatu sektor/lapangan usaha yang lebih lambat jika dibanding

sektor/lapangan usaha lain juga dapat menyebabkan pergeseran struktur ekonomi.

Struktur ekonomi Kabupaten Jayawijaya pada tahun 2009 tidak jauh berbeda dengan

tahun sebelumnya. Seperti kondisi secara umum di bagian pegunungan tengah,

sektor pertanian menjadi sektor dominan dalam pembentukan PDRB Kabupaten

Jayawijaya. Sektor ini memberi andil lebih dari 30 persen tiap tahunnya. Pada tahun

2009, sektor yang sangat bergantung pada alam ini memberi kontribusi 33,90

persen. Jika dilihat dari tahun 2005, maka terlihat bahwa peranan yang diberikan

sektor ini cenderung mengalami penurunan. Berbeda dengan sektor jasa‐jasa, sektor

ini justru mengalami peningkatan selama kurun watu 5 tahun terakhir. Sektor

jasa‐jasa memberikan kontribusi sebesar 23,50 persen terhadap perekonomian

Jayawijaya pada tahun 2009, meningkat dibanding tahun‐tahun sebelumnya (22,23

persen di tahun 2008; 22,39 persen di tahun 2007; 20,53 persen di tahun 2006; dan

18,33 persen di tahun 2005).

Pembangunan infrastruktur (jalan dan jembatan), fasilitas kesehatan, gedung

perkantoran dan penambahan jumlah pegawai semakin marak setelah Kabupaten

Jayawijaya mengalami pemekaran. Hal ini mendorong adanya aktifitas ekonomi di

sektor bangunan dan sektor jasa‐jasa yang pada akhirnya meningkatkan peranan

kedua sektor tersebut terhadap perekonomian Kabupaten Jayawijaya. Sektor

bangunan memberi andil 8,71 persen, lebih besar dari peranan tahun sebelumnya

yang hanya sebesar 8,05 persen. Sektor pengangkutan dan transportasi serta sektor

perdagangan, hotel, dan restoran juga mendapat imbas dari lebih terbukanya akses

ke wilayah tersebut. Selama tahun 2005, peranan kedua sektor ini cenderung

mengalami peningkatan dengan kontribusi lebih dari 10 persen. Peranan sektor

industri pengolahan serta sektor listrik dan air bersih terhadap pembentukan nilai

tambah di Kabupaten Jayawijaya relatif konstan dengan kontribusi masing‐masing

sebesar 0,33 persen dan 0,27 persen pada tahun 2009. Jika dicermati lebih jauh,

selama lima tahun terakhir kontribusi sektor primer semakin menurun. Sebaliknya,

kontribusi sektor sekunder dan tersier semakin meningkat. Peningkatan ini

disebabkan oleh tingginya lajupertumbuhan ekonomi sektor pengangkutan dan

komunikasi dari kelompok sektor tersier serta sektor bangunan dari kelompok sektor

sekunder.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 41

B. Kualitas Pembangunan Manusia (IPM)IPM merupakan gambaran komprehensif mengenai tingkat pencapaian

pembangunan manusia di suatu daerah, sebagai dampak dari kegiatan

pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut. Perkembangan angka IPM,

memberikan indikasi peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan

manusia pada suatu daerah.

Kinerja pembangunan manusia Kabupaten Jayawijaya tercermin pada angka

IPM tahun 2009 yang mencapai angka 55.09. Pencapaian angka IPM tersebut

lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya yang hanya

sebesar 47.75. Dengan pencapaian IPM 48.16, maka Kabupaten Yalimo menurut

Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan

Bangsa‐Bangsa (PBB) masuk dalam kategori kinerja pembangunan manusia

”menengah bawah” dengan angka pencapaian IPM antara 50.0 sampai 65.9.

Jika dibanding dengan daerah di sekitar Jayawijaya, pencapaian angka IPM

Kabupaten Jayawijaya paling tinggi. IPM Kabupaten Mamberamo Tengah (48.18),

Nduga (47.74), Yalimo (48.16), Lanny Jaya (49.22), Yahukimo (51.48) dan

Tolikara.

3.4. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN TOLIKARAA. Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan perekonomian suatu daerah terbentuk dari berbagai macam

kegiatan ekonomi yang timbul di daerah, yang dikelompokkan ke dalam sektor-

sektor ekonomi sebagai stimulus kebersinambungan pembangunan daerah. Salah

satu indikator yang digunakan untuk mengukur capaian kinerja dan arah

perekembangan ekonomi daerah dalam kurun waktu tertentu dapat ditelaah melalui

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektoral. Pembangunan sektoral di

Kabupaten Tolikara meliputi sektor pertanian, sektor pertambanga dan penggalian,

sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih, sektor bangunan, sektor

perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa.

Perkembangan perekonomian di Kabupaten Tolikara dalam kurun waktu 5

tahun terakhir (2008-2012) ditunjukkan dengan adanya perkembangan PDRB

(ADhB dan ADhK). Pada tahun 2012 PDRB (ADhB) mencapai 598,57 miliar rupiah

dengan tingkat perkembangannya sebesar 106,52 persen. Bila dibandingkan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 42

dengan tahun 2008, maka PDRB (ADhB) mencapai 302,82 miliar rupiah dengan

tingkat perkembangan sebesar 126,58 persen. Sementara itu, untuk PDRB (ADhK

2000) pada tahun 2013 mencapai 226,25 miliar rupiah dengan tingkat

perkembangan sebesar 103,30 persen. Sedangkan pada tahun 2008 PDRB (ADhK

2000) mencapai 168,17 miliar rupiah dengan tingkat perkembangannya sebesar

88,20 persen. Berikut disajikan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten

Tolikara berdasarkan Atas Dasar Harga Berlaku (ADhB) dan Atas Dasar Harga

Konstan (ADhK) pada Tabel 3.10 dan perkembangan PDRB selama 5 tahun

terakhir pada Gambar 3.15.

Tabel 3.11PDRB Kabupaten Tolikara Tahun 2008-2012

Berdasarkan ADhB dan ADhKTAHUN ADhB ADhK

2008 302.823,21 168.166,392009 386.399,15 187.275,622010 501.754,04 207.378,982011 561.920,90 219.018,662012 598.574,17 226.246,77

Sumber: BPS Kabupaten Tolikara

Berdasarkan gambar 3.15 dapat diilustrasikan bahwa perkembangan PDRB

atas dasar harga berlaku (ADhB) lebih besar persentase perkembangannya bila

dibandingkan dengan PDRB berdasarkan atas dasar harga konstan (ADhK 2000).

Hal ini dikarenakan adanya laju pertumbuhan inflasi yang cenderung meningkat

setiap tahunnya. Perkembangan PDRB ADhB dan ADhK mulai menurun pada tahun

2010 sampai dengan tahun 2012 hal ini dikarenakan daya beli masyarakat menurun

dan kurang efektifnya pemerintahan sebagai akibat terjadinya kekosongan kepala

daerah dalam waktu yang cukup lama.

Gambar 3.15Perkembangan PDRB Kabupaten Tolikara Tahun 2008-2012

Berdasarkan ADhB dan ADhK

27.60 29.85

11.996.52

11.36 10.73

5.61 3.300.005.00

10.0015.0020.0025.0030.0035.00

2006 2007 2008 2009

BerlakuKonstan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 43

Struktur Perekonomian DaerahBerdasarkan Tabel dan Gambar di bawah dapat dijelaskan bahwa selama 5

tahun terakhir (2008–2012) perekonomian di Kabupaten Tolikara didominasi oleh

sektor primer dengan rata-rata share sebesar 59,99 persen dan disusul sektor tersier

rata-rata kontribusinya sebesar 27,01 persen dan sektor sekunder rata-rata sharenya

sebesar 13,01 persen.

Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terbesar pada sektor primer

adalah sektor pertanian sebagai “leading sector”, dalam perekonomian daerah

Kabupaten Tolikara. Pada tahun 2012 sektor pertanian memberikan kontribusi

sebesar 54,42 persen walaupun terjadi penurunan sebesar 13,65 persen selama

kurun waktu 5 tahun bila dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 68,07 persen

namun sektor pertanian memberikan andilnya di atas 50 persen. Besarnya kontribusi

sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB ADhK 2000 Kabupaten Tolikara

disebabkan karena hampir semua masyarakat di Kabupaten Tolikara bergerak di

sektor pertanian. Sementara sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2012

sharenya hanya sebesar sebesar 0,48 persen dan tahun 2008 hanya sebesar 0,53

persen.

TABEL 3.12Kontribusi Sektoral Kabupaten Tolikara ADhK 2000Berdasarkan 3 Kelompok Sektoral Tahun 2008–2012

NO LAPANGAN USAHATAHUN

2008 2009 2010 2011 2012

SEKTOR PRIMER1 PERTANIAN 68.07 62.16 57.34 55.38 54.422 PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0.53 0.55 0.52 0.47 0.48

SEKTOR SEKUNDER3 INDUSTRI PENGOLAHAN 0.54 0.55 0.47 0.42 0.384 LISTRIK DAN AIR BERSIH 0.00 0.00 0.03 0.02 0.025 BANGUNAN 10.09 12.06 12.48 13.20 14.78

SEKTOR TERSIER6 PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 4.44 4.63 4.86 5.04 5.087 PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 2.72 3.18 3.91 4.69 4.708 KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 0.45 0.47 0.60 0.64 0.639 JASA – JASA 13.16 16.41 19.80 20.12 19.50

TOTAL PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00Sumber: Data Diolah

Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi cukup besar pada sektor tersier

adalah sektor jasa-jasa andilnya di atas 10 persen, disusul sektor perdagangan,

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 44

hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan andilnya di bawah 5 persen. Sedangkan pada

kelompok sektor sekunder selama kurun waktu 5 tahun terakhir, sektor bangunan

memberikan share bagi pembentukan PDRB Kabupaten Tolikara di atas 10 persen

sementara sektor listrik dan air bersih serta sektor industri pengolahan share-nya di

bawah 1 persen.

Gambar 3.16Kontribusi Sektor Primer, Sektor Sekunder, Sektor Tersier

Kabupaten Tolikara Tahun 2008–2012

Pertumbuhan EkonomiPertumbuhan ekonomi masing-masing sektor di Kabupaten Tolikara selama

periode 2008–2013 dapat disajikan pada Tabel di bawah ini.

0.0010.0020.0030.0040.0050.00

60.00

70.00

2008 2009 2010 2011 2012

68.6062.72

57.85 55.86 54.90

10.63 12.60 12.97 13.65 15.18

20.77 24.68 29.17 30.50 29.92 SEKTOR PRIMER

SEKTOR SEKUNDER

SEKTOR TERSIER

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 45

TABEL 3.13Laju Pertumbuhan Sektoral ADhK Menurut

Lapangan Usaha Kabupaten Tolikara Tahun 2008–2012NO LAPANGAN USAHA TAHUN

2008 2009 2010 2011 2012

1 PERTANIAN 6.65 1.70 2.13 2.02 1.51

2 PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 11.32 16.29 3.50 -3.39 5.26

3 INDUSTRI PENGOLAHAN 13.42 12.58 -4.91 -5.11 -6.69

4 LISTRIK DAN AIR BERSIH 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

5 BANGUNAN 29.19 33.09 14.59 11.75 15.66

6 PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 15.02 16.13 16.46 9.45 4.16

7 PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 40.71 29.81 36.32 26.76 3.46

8 KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASAPERUSAHAAN

18.59 16.34 42.10 13.04 1.88

9 JASA – JASA 39.38 38.83 33.61 7.34 0.11

LAJU PDRB 13.38 11.36 10.73 5.61 3.30

Sumber: Data Diolah

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tolikara selama kurun waktu 2008–2012

mengalami pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2012 laju pertumbuhan ekonomi

sebesar 3,30 persen yang merupakan laju pertumbuhan terendah selama 5 tahun

terakhir, sedangkan pertumbuhan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 13,38 persen.

Hal ini disebabkan rendahnya daya beli masyarakat dan belum memadainya

pembangunan infrastruktur wilayah di Kabupaten Tolikara. Perkembangan laju

pertumbuhan ekonomi selama 5 tahun terakhir, sejak tahun 2008 sampai dengan

2012 dapat disajikan pada Gambar 3.17 dibawah ini.

Gambar 3.17Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tolikara Tahun 2008-2012

13.3811.36 10.73

5.61

3.30

0.002.004.006.008.00

10.0012.0014.0016.00

2008 2009 2010 2011 2012

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 46

Berdasarkan Gambar 3.17 di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi

di Kabupaten Tolikara selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan yang cukup

drastis. Hal ini menunjukkan lesunya perekonomian di Kabupaten Tolikara.

PDRB Perkapita

Pendapatan Perkapita (PDRB Perkapita) Kabupaten Tolikara selama kurun

waktu 4 tahun terakhir (2008 - 2011) dapat disajikan pada Gambar 3.18.

Gambar 3.18PDRB Perkapita Kabupaten Tolikara Tahun 2008-2011

Pendapatan perkapita di Kabupaten Tolikara pada tahun 2008 sebesar 3,41

juta rupiah dan dapat dijelaskan bahwa setiap per jiwa penduduk yang ada di

Kabupaten Tolikara dalam satu tahun tersebut mampu menghasilkan nilai tambah

bruto sebesar 3,41 Juta rupiah atau sekitar Rp690.000,- per bulan. Pendapatan

perkapita terus mengalami peningkatan dan pada tahun 2009 mencapai 3,71 juta

rupiah, yang artinya bahwa penduduk mampu menghasilkan nilai tambah burto

sebesar 3,71 juta rupiah atau sekitar Rp730.000,- per bulan. Namun memasuki

tahun 2010 pendapatan perkapita menurun secara dramastis sampai pada besaran

1,81 juta rupiah atau dapat dikatakan bahwa kemampuan penduduk dalam

menghasilkan pembentukan nilai tambah bruto hanya sebesar 1,81 juta rupiah atau

sekitar hanya Rp150.000,- per bulan dan kondisi yang sama terjadi pada tahun 2011

pendapatan perkapita hanya sebesar 1,81 juta rupiah atau sekitar hanya

Rp140.000,- per bulan. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan menunjukkan bahwa

pendapatan penduduk di Kabupaten Tolikara masih relatif sangat kecil.

InflasiSalah satu indikator ekonomi makro guna melihat stabilitas perekonomian suatu

negara atau daerah adalah melalui inflasi. Perubahan indikator ini akan berdampak

terhadap dinamika pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif ekonomi, inflasi

3.413.71

1.811.81

0

1

2

3

4

2008 2009 2010 2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 47

merupakan fenomena moneter dalam negeri suatu negara, dimana naik turunnya

inflasi cenderung mengakibatkan terjadi gejolak ekonomi akibat perubahan harga.

Perubahan harga yang terjadi akibat inflasi akan berdampak pada perubahan daya

beli masyarakat, dalam kondisi tertentu peningkatan inflasi menimbulkan efek bagi

masyarakat secara luas melalui penurunan pendapatan riil. Inflasi sebagai fenomena

moneter dan salah satu indikator ekonomi makro memiliki implikasi yang luas bagi

perekonomian, apabila tidak dikendalikan secara hati-hati.

Tingkat inflasi di Kabupaten Tolikara selama kurun waktu 5 tahun (2008-2012)

dapat disajikan pada Gambar 3.19 berikut.

Gambar 3.19Laju Pertumbuhan Inflasi Kabupaten Tolikara Tahun 2008–2012

Dalam dimensi ekonomi makro, tekanan inflasi yang terjadi pada tahun 2011

sebesar 16.43 persen dipicu oleh terjadinya peningkatan pengeluaran konsumsi

masyarakat, pengeluaran investasi dan juga pengeluaran pemerintah di Kabupaten

Tolikara. Misalkan pada bulan-bulan tertentu permintaan barang dan jasa jauh

melampaui penawaran pasar, sehingga menekan harga barang-barang dan jasa

cenderung untuk meningkat. Memasuki tahun 2012 laju pertumbuhan inflasi menurun

secara dramatik yang tercatat sebesar 6,51 persen. Menurut Boediono, apabila laju

pertumbuhan inflasi di bawah 10 persen maka ini merupakan angin segar bagi dunia

usaha dalam menjalankan bisnisnya sehingga perekonomian akan berjalan dengan

baik. Berdasarkan kelompok sektoral maka laju pertumbuhan inflasi di Kabupaten

Tolikara disajikan pada Gambar 3.20 di bawah ini.

10.1611.65

14.5816.43

6.51

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

2008 2009 2010 2011 2012

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 48

Gambar 3.20Laju Pertumbuhan Inflasi Kabupaten Tolikara

Berdasarkan Kelompok Sektoral Tahun 2008-2012

Laju pertumbuhan inflasi pada sektor primer cenderung lebih rendah

dibandingkan dengan dua kelompok sektor lainnya, yaitu sektor sekunder dan sektor

tersier. Pada sektor primer laju inflasi terendah pada tahun 2012 tercatat sebesar

4,73 persen. Sementara laju pertumbuhan inflasi pada sektor sekunder cenderung

fluktuatif dan laju inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 11,48 persen dan

laju inflasi terendah pada tahun 2008 sebesar 7,15 persen. Sedangkan sektor tersier

laju pertumbuhan inflasi mulai tahun 2008 yang tercatat sebesar 15,06 persen

mengalami peningkatan (slightly increased) sampai dengan tahun 2011 sebesar

24,43 persen dan memasuki tahun 2012 mulai mengalami penurunan secara tajam

(sharply decreased) sampai pada angka laju inflasinya sebesar 5,39 persen.

B. Kualitas Pembangunan Manusia

Kualitas pertumbuhan suatu negara maupun daerah bukan hanya ditentukan

oleh komponen modal alam, modal fisik, dan modal sosial akan tetapi sangat penting

juga ditopang oleh modal manusianya. Ke empat komponen tersebut merupakan

aset-aset produktif yang harus saling bersinergi satu dengan yang lainnya. Berikut

akan dipaparkan kualitas pembangunan manusia di Kabupaten Tolikara melalui

beberapa indikator berikut.

PendidikanSumber daya manusia berperan penting terhadap kemajuan suatu bangsa,

oleh karena itu perlu diupayakan peningkatan sumber daya manusia demi

tercapainya keberhasilan pembangunan. Salah satu upaya untuk meningkatkan

7.03 6.71 5.604.85

5.46

7.15 7.3611.48

7.82

4.73

15.06

21.2724.21

24.43

5.39

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

2008 2009 2010 2011 2012

SEKTOR PRIMER

SEKTOR SEKUNDER

SEKTOR TERSIER

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 49

sumber daya manusia adalah peningkatan kualitas melalui bidang pendidikan.

Pembangunan di bidang pendidikan meliputi pembangunan pendidikan formal

maupun informal.

Titik berat pendidikan formal adalah peningkatan mutu pendidikan dan perluasan

pendidikan dasar. Selain itu, ditingkatkan pula kesempatan belajar pada jenjang

pendidikan yang lebih tinggi. Untuk mencapai sasaran tersebut, berbagai upaya

dilakukan oleh pemerintah misalnya dengan meningkatkan sarana dan prasarana

pendidikan, perbaikan kurikulum, bahkan semenjak tahun 1994 pemerintah juga

telah melaksanakan program wajib belajar 9 tahun dan sampai saat ini masih

melanjutkan program wajib belajar 6 tahun. Dengan semakin lamanya usia wajib

belajar ini diharapkan tingkat pendidikan anak semakin membaik dan tentunya

akan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan penduduk.

Partisipasi sekolah penduduk Kabupaten Tolikara dalam pendidikan sekolah

dasar hingga sekolah menengah diharapkan akan dapat memberikan kualitas

sumber daya manusia di masa yang akan datang. Ukuran-ukuran yang digunakan

untuk mengkaji partisipasi sekolah merupakan suatu indikator proses yang

menunjukkan proses pendidikan atau bagaimana program pendidikan diimple-

mentasikan di masyarakat. Angka partisipasi sekolah di Kabupaten Tolikara dapat

disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.14Angka Partisipasi Sekolah Menurut Tingkat Usia Sekolah

Di KabupatenTolikara, Tahun 2011Usia Sekolah Tolikara Jayawijaya Papua

7–12 62,93 76,05 73,36

13–15 66,26 73,29 71,29

16–18 31,23 46,25 50,55

Sumber: Susenas Kor Tahun 2011

Angka partisipasi sekolah dapat menggambarkan berapa banyak penduduk

usia pendidikan yang sedang bersekolah, sehingga terkait dengan pengentasan

program wajib belajar. Indikator inilah yang digunakan sebagai petunjuk berhasil

tidaknya program tersebut. Sebagai standar program wajib belajar dikatakan

berhasil jika nilai APS SD dan APS SMP sebesar 100 persen.

Hasil SUSENAS tahun 2011 menunjukan bahwa capaian APS untuk usia 7-

15 tahun nilainya di bawah dibawah 100 persen, yaitu 62,93 persen untuk usia 7-12

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 50

tahun dan 66,26 persen untuk usia 13-15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa APS

SD/sederajat dan APS SMP/sederajat belum memenuhi target wajib belajar,

sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan kebijakan pemerintah tentang

program wajib belajar 9 tahun di Kabupaten Tolikara belum berhasil. Relatif

besarnya APS usia 13-15 tahun dibanding APS usia 7-12 tahun bukan

mengindikasikan partisipasi sekolah pada jenjang SMP lebih besar dari pada

jenjang SD, melainkan menunjukan ada beberapa anak usia 13-15 tahun yang

sekolah bukan pada jenjangnya (SD).

Sebagian besar penduduk di Kabupaten Tolikara (usia 10 tahun ke atas)

belum/tidak mempunyai ijazah SD yaitu mencapai 70,64 persen. Masih rendahnya

tingkat pendidikan penduduk akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia

yang rendah, yang pada akhirnya tidak dapat berperan optimal dalam

pembangunan.

KesehatanPeranan tenaga medis seperti dokter, bidan, dan tenaga medis lainnya dalam

proses penolong kelahiran makin meningkat. Jika pada tahun 2010 proses

persalinan terakhir yang ditangani oleh tenaga medis hanya sebesar 21,06

persen kini meningkat drastis menjadi 31,91 persen pada tahun 2011.

Peranan tenaga medis dalam proses penolong kelahiran pertama dan terakhir

terlihat bahwa ada perubahan persentase penolong kelahiran. Hal ini menunjukan

bahwa ada kecenderungan kelahiran balita yang mula-mula ditolong oleh bukan

tenaga medis (keluarga, dukun dan lainnya) kemudian karena mengalami

permasalahan dalam proses kelahiran penanganan selanjutnya dilakukan oleh

tenaga medis.

Sementara jumlah sarana prasarana kesehatan puskesmas pada tahun

2011 di Kabupaten Tolikara sebanyak 15 puskesmas dan 20 puskesmas

pembantu. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Tolikara yang

sebanyak 121.097 jiwa, berarti setiap puskesmas harus melayani sebanyak 8.073

penduduk, dan setiap puskesmas pembantu harus melayani sebanyak 6.055

penduduk.

Sedangkan jumlah tenaga medis yang tersedia sebanyak 76 orang rincian

20 orang dokter dan 56 orang tenaga bidan. Masing-masing tenaga medis

mempunyai peranan penting terhadap kesehatan masyarakat dengan rata-rata

setiap orang tenaga medis melayani sekitar 1.593 penduduk Kabupaten Tolikara.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 51

Masih sedikitnya jumlah sarana dan tenaga kesehatan yang ada di Kabupaten

Tolikara dapat menghambat masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan.

Apalagi sebaran sarana dan tenaga medis tersebut tidak merata, dari 35 distrik

yang ada, sarana kesehatan puskesmas hanya terdapat di 15 distrik. Tabel berikut

menyajikan jumlah puskesmas dan dokter di Kabupaten Tolikara Tahun 2011.

Tabel 3.15Jumlah Puskesmas dan Dokter Kabupaten Tolikara Tahun 2011

Fasilitas dan Tenaga Kesehatan TotalJumlah Penduduk 121.097Jumlah Puskesmas 15Jumlah Pustu 20Rasio Penduduk Per Puskesmas 8.073Rasio Penduduk Per Pustu 6.055Jumlah Tenaga Medis (Dokter & Bidan) 76Jumlah Penduduk Per Tenaga Medis 1.595

Sumber: IPM Kabupaten Tolikara, 2012

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Tolikara

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan gambaran komprehensif

mengenai tingkat pencapaian pembangunan manusia di suatu daerah, sebagai

dampak dari kegiatan pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut.

Perkembangan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), memberikan indikasi

peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia pada suatu daerah.

Perkembangan pembangunan manusia di Kabupaten Tolikara selama periode

2008 -2011 disajikan pada Gambar berikut ini.

Gambar 3.21Perkembangan IPM Kabupaten Tolikara Periode 2008-2011

Selama periode 2008–2011 perkembangan pembangunan manusia di

Kabupaten Tolikara mengalami perkembangan tren yang positif. Capaian IPM

64.00 64.53 64.9465.40

50.90 51.50 52.0052.40

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

2008 2009 2010 2011

IPM

IPM PAPUAIPM TOLIKARA

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 52

mengalami kenaikan sebesar 1,5 poin dari 50,90 pada Tahun 2008 menjadi 52,40

pada Tahun 2011. Menurut Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan

oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) masuk dalam kategori kinerja

pembangunan manusia “menengah bawah”, yaitu besaran capaian IPM antara

50,00–65,90.

C. Kemiskinan dan Ketimpangan PendapatanFenomena kemiskinan (poverty) dan ketimpangan pendapatan (inequality

income)hampir dialami oleh semua negara atau wilayah di seluruh belahan

dunia.Perbedaannya hanya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat

kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi serta tingkat kesulitan

mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu

Negara atau wilayah. Pembangunan ekonomi di Kabupaten Tolikara bertujuan untuk

mengurangi fenomena ekonomi makro seperti kemiskinan dan ketimpangan

pendapatan. Potret angka penduduk miskin di Kabupaten Tolikara disajikan di

gambar bawah ini:

Gambar 3.22Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Tolikara Tahun 2008-2011

Selama kurun waktu 4 tahun (2008-2011) angka kemiskinan di Kabupaten

Tolikara masih cukup tinggi. Pada tahun 2008 angka kemiskinan sebesar 45,30

persen dan memasuki tahun 2009 cenderung menurun sampai pada angka 44,63

persen selanjutnya pada tahun 2010 mengalami kondisi remained stable atau angka

kemiskinan tetap di 44,63 persen dan menurun cukup tajam memasuki tahun 2011

sampai menembus angka kemiskinan sebesar 41,18 persen.

Peningkatan nilai tambah bruto (PDRB) setiap tahunnya di Kabupaten Tolikara

belum tentu mencerminkan meratanya distribusi pendapatan. Dalam kenyataannya

menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat di Kabupaten Tolikara tidak merata

sehingga menimbulkan terjadinya disparitas pendapatan. Berdasarkan PDRB

45.3044.63

44.63

41.18

38.00

40.00

42.00

44.00

46.00

2008 2009 2010 2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 53

perkapita di Kabupaten Tolikara maka pada tahun 2008 pendapatan perkapita

mencapai 3,41 juta rupiah dan dapat dijelaskan bahwa setiap per jiwa penduduk

yang ada di Kabupaten Tolikara dalam satu tahun tersebut mampu menghasilkan

nilai tambah bruto sebesar 3,41 Juta rupiah atau sekitar Rp690.000,- per bulan.

Sementara pada tahun 2010 pendapatan perkapita menurun secara dramastis

sampai pada besaran 1,81 juta rupiah atau dapat dikatakan bahwa kemampuan

penduduk dalam menghasilkan pembentukan nilai tambah bruto hanya sebesar 1,81

juta rupiah atau sekitar hanya Rp150.000,- per bulan.

D. Infrastruktur DaerahTransportasi dan Komunikasi

Transportasi merupakan salah satu pilar dasar perekonomian suatu wilayah.

Jika transportasi untuk di wilayah tersebut mudah dilalui maka lalu lintas barang

dan manusia akan dengan mudah dilakukan. Jalan dan angkutan darat merupakan

bentuk transportasi yang harus dimiliki dengan baik karena transportasi ini

paling murah sehingga dapat meningkatkan perekonomian. Hal ini terlihat dari

kenyataan bahwa pada umumnya daerah yang memiliki jaringan angkutan darat

dan jalan yang baik akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat

dibandingkan daerah yang terisolir.

Pada tahun 2010, panjang jalan yang ada di Karubaga masih sangat kecil,

total hanya ada sekitar 57 km yang terdiri dari 12 km jalan provinsi dan 45 km jalan

kabupaten. Jalan tersebut pun baru sebagian kecil saja yang di aspal baru sekitar 5

km yang diaspal (2 km jalan provinsi dan 3 km jalan kabupaten), sedangkan jalan

sisanya masih sangat jelek yang terdiri dari 10 km jalan kerikil (Jl Provinsi) dan 42 km

jalan tanah (jalan Kabupaten). Jika dilihat dari kondisinya pun hampir 90 persen

persen jalan yang dibuat sudah rusak. Kerusakan ini dikarenakan jalan sudah

dipaksa digunakan meskipun belum diperkeras atau diaspal dengan baik.

Dengan kondisi jalan dan angkutan darat yang masih sangat kurang ini tentu

akan berdampak negatif dalam keadaan ekonomi di Kabupaten Tolikara. Hal ini

terlihat dari mahalnya harga-harga barang yang ada di Kabupaten Tolikara dan

tumbuh lambatnya perekonomian.

Sektor Komunikasi juga masih belum berkembang, walaupun sebenarnya

sektor ini juga sangat dibutuhkan. Dengan adanya komunikasi yang lancar maka

pertukaran informasi dapat dilakukan dengan cepat.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 54

Pertambangan dan EnergiSektor pertambangan dan energi merupakan sektor sampai saat ini masih

tertinggal dan belum ada perkembangan sama sekali. Sektor Energi, Kabupaten

Tolikara bisa dikatakan sangat tertinggal. Pasokan Listrik yang dihasilkan hanya

dari listrik PLTD milik pemda yang hanya bisa menjangkau daerah di sebagian distrik

karubaga dan belum bisa dialirkan secara 24 jam, namun hanya dari jam 18.00-

23.59 WIT, dan tidak setiap hari menyala dan bahkan jika terjadi kerusakan bisa

sampai lebih dari 1 minggu tidak menyala, diperparah lagi jika pasokan bahan bakar

solar yang sering terhambat membuat listrik tidak bisa dihasilkan. Untuk penduduk

yang berada di Karubaga dan Bokondini masih bisa merasakan listrik, namun untuk

distrik yang lain hanya mengandalkan solar cell bantuan pemda atau yang dapat

bantuan program respek.

Tabel 3.16Unit Pembangkit Listrik di Kabupaten Tolikara Menurut Distrik

Tahun 2009-2011DISTRIK 2009 2010 2011

KARUBAGA 1 1 1BOKONDINI 1 1 1KEMBU 1 0 0LAINNYA 0 0 0

TOTAL 3 2 2Sumber: Statistik Daerah Kab.Tolikara

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa ketersediaan unit pembangkit

listrik di Kabupaten Tolikara sangat minim karena hanya melayani 3 distrik dari 43

distrik yang ada di Kabupaten Tolikara. Ketersediaan produksi listrik yang ada di

Kabupaten Tolikara (yang berasal dari listrik Pemda) tidak ada perubahan dari

tahun 2008 sampai tahun 2010 yaitu hanya sebesar 2,5 MWh saja. Pada tahun

2011, karena terjadi kerusakan yang berlarut-larut menyebabkan listrik tidak bisa

dinyalakan tiap hari, produksinya menurun drastis dan produksi sama seperti

tahun 2007 yang hanya sebesar 1,5 MWh saja.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 55

3.5. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANGA. Pembangunan Ekonomi Daerah

Nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi yang terangkum

dalam PDRB kabupaten Pegunungan Bintang mengalami peningkatan dari tahun ke

tahun. Selama lima tahun terakhir telah terjadi perkembangan yang cukup signifikan.

Pada tahun 2006, nilai tambah yang dihasilkan adalah sebesar 193.32 miliar rupiah.

Nilai ini terus meningkat dan mencapai 646.88 miliar rupiah pada tahun 2010 atau

meningkat sebesar 334.62 persen.

Gambar 3.23Nilai PDRB Kabupaten Pegunungan Bintang

Tahun 2006-2010 (Dalam Miliar Rupiah)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kab.Pegunungan Bintang, 2011

Struktur EkonomiStruktur ekonomi suatu wilayah biasa disajikan dari PDRB atas dasar harga

berlaku. Dari struktur ekonomi akan terlihat berapa persen sumbangan masing-

masing sektor sehingga ini bisa menggambarkan ciri khas ekonomi, andalan,

potensi, hasil pembangunan ataupun perubahan kebijakan publik dari pemerintah

daerah. Perekonomian kabupaten Pegunungan Bintang hingga tahun 2009 masih

didominasi oleh sektor pertanian. Namun demikian, pada tahun 2010 peranan sektor

ini terhadap pembentukan nilai PDRB kabupaten ini mengalami penurunan yang

cukup signifikan hingga menjadi sektor tertinggi kedua setelah sektor bangunan.

Tahun 2006, kontribusi sektor pertanian adalah 72.78 persen dan terus mengalami

penurunan hingga menjadi 34.59 persen di tahun 2010. Di tahun 2010, sektor

bangunan mempunyai peranan yang paling besar di antara sektor lainnya dengan

persentase sebesar 36.07 persen.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 56

Penurunan peranan sektor pertanian tersebut disebabkan oleh meningkatnya

kontribusi sektor bangunan dan sektor jasa-jasa khususnya sejak tahun 2006. Pada

tahun 2006, peranan sektor bangunan hanya 9.44 persen, namun sejak tahun 2007

persentase ini mengalami peningkatan hingga menjadi 16.80 persen dan terus

meningkat hingga menjadi 36.07 persen pada tahun 2010 yang sekaligus

menjadikan sektor bangunan menjadi kontributor tertinggi meskipun peranannya

tidak jauh berbeda dengan sektor pertanian. Pertumbuhan sektor bangunan

dipengaruhi juga oleh pembangunan infrastruktur baik oleh pemerintah maupun oleh

swasta yang juga berdampak pada sektor penggalian.

Sektor Jasa-jasa memberi kontribusi 17.40 persen terhadap pembentukan

PDRB kabupaten Pegunungan Bintang pada tahun 2010 dan berada di urutan ketiga

pada peranannya terhadap PDRB. Urutan keempat adalah sektor pengangkutan dan

komunikasi di mana pada tahun 2010 berperan sebesar 6.34 persen, sedikit

menurun dari kontribusi pada tahun 2009 (6.78 persen). Selanjutnya, peranan sektor

perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2010 memberi kontribusi sebesar 4.89

persen.

Sementara itu, dua sektor lainnya, yaitu sektor pertambangan dan penggaliaan

serta sektor keuangan, persewaaan dan jasa perusahaan, berperan hanya di bawah

0.61 persen. Belum ada aktifitas ekonomi di sektor listrik dan air bersih juga sektor

industri pengolahan, sehingga pada tahun 2010 ini tidak tercipta nilai tambah dari

kedua sektor tersebut.

Gambar 3.24Struktur Perekonomian Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2006-2010

(dalam persen)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kab.Pegunungan Bintang, 2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 57

Pertumbuhan EkonomiLaju pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator makro yang

menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Indikator ini biasanya digunakan

untuk menilai sampai seberapa jauh keberhasilan pembangunan suatu daerah dalam

periode waktu tertentu. Dengan demikian indikator ini dapat pula dipakai untuk

menentukan arah kebijakan pembangunan yang akan datang. Pertumbuhan yang

positif menunjukkan peningkatan perekonomian dan sebaliknya.

Pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan menjadi acuan untuk mengukur

kinerja ekonomi suatu daerah. Berdasarkan ukuran ini, pertumbuhan PDRB

diperoleh dari peningkatan komponen indikator produksi, dengan tingkat harga

dianggap relatif tetap.

Aktifitas ekonomi di Kabupaten Pegungungan Bintang menunjukkan

pertumbuhan sebesar 11.33 persen, melambat dibanding pertumbuhan ekonomi

tahun sebelumnya yang mencapai 13.51 persen. Selama tiga tahun yaitu, periode

2006-2008, pertumbuhan ekonomi di Pegunungan Bintang selalu menunjukkan

peningkatan. Setelah tumbuh 8.63 persen pada tahun 2006, kemudian menjadi

11.59 persen pada tahun 2007 dan meningkat lagi 28.99 persen pada tahun 2008.

Gambar 3.25Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2006-2010

(dalam persen)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kab.Pegunungan Bintang, 2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 58

B. Kualitas Pembangunan ManusiaAngka Harapan Hidup

Salah satu komponen dalam penyusunan angka IPM adalah Angka Harapan

Hidup. Semakin tinggi Angka Harapan Hidup, memberikan indikasi semakin tinggi

kualitas fisik penduduk suatu daerah. Angka Harapan Hidup Kabupaten Pegunungan

Bintang tahun 2010 sebesar 65,76 tahun. Terjadi peningkatan dibanding tahun 2009

sebesar 65,55 tahun.

Angka Melek HurufKemampuan membaca dan menulis dipandang sebagai kemampuan dasar

minimal yang harus dimiliki oleh setiap individu, agar paling tidak memiliki peluang

untuk terlibat dan berpartisipasi dalam pembangunan. Angka melek Huruf

menunjukkan persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan

menulis. Pada tahun 2010, penduduk usia 15 tahun keatas di Kabupaten

Pegunungan Bintang yang dapat membaca dan menulis sudah mencapai 36,61

persen. Dengan kata lain, terjadi peningkatan dari tahun 2009 sebesar 31,76 persen.

Rata-rata Lama SekolahRata-rata lama sekolah digunakan untuk mengidentifikasi jenjang kelulusan

pendidikan penduduk suatu daerah. Angka Rata-rata Lama Sekolah di Kabupaten

Pegunungan Bintang tahun 2010 sebesar 2,45 tahun. Dengan kata lain penduduk di

Kabupaten Pegunungan Bintang baru bisa menikmati pendidikan rata-rata sampai

dengan kelas 3 Sekolah Dasar (SD). Nilai ini sama dengan tahun 2009.

Pengeluaran Riil Yang DisesuaikanRata-rata pengeluaran konsumsi rill merupakan komponen dalam Indeks

Standar Hidup. Rata-rata pengeluaran riil penduduk Kabupaten Pegunungan

Bintang, yaitu sekitar Rp583.940,- per tahun untuk tahun 2010. Dan Rp582.550,-

untuk keadaan tahun 2009.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pegunungan BintangIPM merupakan gambaran komprehensif mengenai tingkat pencapaian

pembangunan manusia di suatu daerah, sebagai dampak dari kegiatan

pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut. Perkembangan angka IPM

memberikan indikasi peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia

pada suatu daerah.

Kinerja pembangunan manusia Kabupaten Pegunungan Bintang tercermin

pada angka IPM tahun 2010 yang mencapai angka 49,85. Pencapaian angka IPM

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 59

tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2009 yaitu sebesar

48,54.

Gambar 3.26Perkembangan IPM Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2004-2010

Sumber: BAPPEDA & BPS Kab.Pegunungan Bintang, 2011

Menurut konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan

Bangsa–Bangsa (PBB), dengan capaian IPM sebesar 49,85 maka Kabupaten

Pegunungan Bintang masih termasuk dalam kategori kinerja pembangunan manusia

Rendah karena angka capaian IPM di bawah 50,00.

Gambar 3.27Perkembangan Komponen IPM Kabupaten Pegunungan Bintang

Tahun 2009-2010

Sumber: BAPPEDA & BPS Kab.Pegunungan Bintang, 2011

C. Kemiskinan Dan Ketimpangan PendapatanPDRB perkapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa diciptakan oleh

masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi. Sedangkan PDRN

perkapita merupakan gambaran pendapatan yang diterima oleh masing-masing

penduduk sebagai keikutsertaan dalam proses produksi. Kedua indikator tersebut

biasanya digunakan untuk mengukur tingkat pengukuran kemakmuran penduduk

suatu daerah. Dengan meningkatnya perekonomian Pegunungan Bintang dan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 60

melambatnya pertumbuhan penduduk, secara nominal terjadi peningkatan dalam

pendistribusian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) maupun Pendapatan

Regional PerKapita.

Gambar 3.28PDRB Perkapita Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2006-2010

(dalam rupiah)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kab.Pegunungan Bintang, 2011

PDRB Perkapita diperoleh dari hasil penghitungan PDRB dibagi dengan jumlah

penduduk pertengahan tahun. Besaran ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk

pertengahan tahun dalam arti bahwa semakin tinggi jumlah penduduk akan semakin

kecil besaran PDRB perkapita wilayah tersebut. Semakin tinggi PDRB perkapita

suatu wilayah semakin balk tingkat perekonomian wilayahnya, walaupun ukuran ini

tidak dapat memperlihatkan kesenjangan pendapatan antar penduduk. Meskipun

masih terdapat keterbatasan, indikator ini cukup memadai untuk mengetahui tingkat

perekonomian suatu wilayah dalam lingkup makro, paling tidak sebagai acuan

memantau kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan produk domestik barang

dan jasa wilayah tersebut. PDRB sebagai salah satu indikator makro ekonomi di

Kabupaten Pegunungan Bintang menunjukkan peningkatan dalam kurun waktu 5

tahun terakhir. Selanjutnya besaran PDRB tersebut perlu diberi penimbang yaitu

jumlah penduduk, karena penduduk merupakan pelaku pembangunan yang

menghasilkan output (PDRB).

Selama 5 tahun terakhir PDRB perkapita juga mengalami kenaikan yang cukup

signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, nilai PDRB perkapita Kabupaten

Pegunungan Bintang mencapai 9.89 juta atau meningkat sebesar 28.17 persen dari

tahun sebelumnya dan jika dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya yaitu

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 61

tahun 2006, nilai PDRB perkapita tahun 2010 tersebut telah meningkat 257.59

persen.

Selanjutnya, pendapatan perkapita penduduk yang mencerminkan pendapatan

yang diterima masing-masing penduduk akibat keikutsertaannya dalam proses

ekonomi tahun 2010 sebesar Rp8.628.782 rupiah atau mengalami kenaikan sebesar

28.17 persen dibandingkan tahun 2009 yang sebesar Rp6.732.249.

Gambar 3.29Pendapatan Perkapita Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2006-2010

(dalam rupiah)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kab.Pegunungan Bintang, 2011

3.6. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN KEPULAUAN YAPENA. Pembangunan Ekonomi Daerah

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Yapen kurun waktu 2007–2011

berfluktuasi dan cenderung menurun pada tahun terakhir. Rata-rata pertumbuhan

ekonomi kurun waktu tersebut sebesar 5,84 persen. Sektor ekonomi ekonomi

dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi adalah sektor keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan sebesar 19,60 persen, diikuti sektor pengangkutan

dan komunikasi sebesar 8,88 persen. Pada posisi ketiga ditempati oleh sektor listrik

dan air bersih dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,85 persen. Sektor dengan

pertumbuhan ekonomi paling rendah selama tahun 5 tahun tersebut adalah sektor

pertambangan dan penggalian sebesar 2,34 persen.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 62

Gambar 3.30Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2007–2011

(dalam persen)

Pada Tahun 2011, Kabupaten Kepulauan Yapen terdiri dari 14 distrik dengan

106 kampung dan 5 kelurahan. Dari 14 distrik tersebut terdapat 2 distrik baru yaitu

distrik Pulau Kurudu yang merupakan pemekaran dari distrik Raimbawi dan distrik

Pulau Yerui yang merupakan pemekaran dari distrik Wonawa. Hal ini terjadi

dikarenakan suatu kondisi yang mana jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan

Yapen berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2011 adalah 87.574 jiwa. Dengan luas

wilayah 3.131 km2, berarti kepadatan penduduk Kabupaten Kepulauan Yapen adalah

28 jiwa/km2. Distrik dengan penduduk terbanyak adalah Distrik Yapen Selatan yaitu

sebanyak 41.861 jiwa atau 50,5 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan

Yapen. Sedangkan Distrik Pulau Yerui merupakan distrik dengan jumlah penduduk

terkecil yaitu 339 jiwa atau hanya 0,4 persen dari jumlah penduduk Kabupaten

Kepulauan Yapen.

Kabupaten Kepulauan Yapen pada tahun 2011 memiliki produksi padi sebesar

43,5 ton. Distrik yang menghasilkan padi tersebut adalah distrik Kosiwo. Produksi

tanaman pangan terbesar adalah ubi kayu yaitu sebesar 3.416,96 ton, produksi

terbesar kedua adalah ubi jalar yaitu sebesar 2.163,77 ton, dan terbesar ketiga

adalah komoditi jagung sebesar 518,33 ton.

Pada tahun 2011, luas panentanaman sayuran di Kabupaten Kepulauan Yapen

sebesar 315,90 ha. Luas panen terbesar adalah luas panen cabe yaitu 108,4 ha (34

persen), sehingga cabe juga merupakan produksi sayuran terbanyak yaitu 219,5 ton.

Produksi sayuran terbesar kedua dan ketiga adalah kacang panjang dan bayam

yaitu 212,24 ton dan 178,2 ton. Komoditi buah-buahan yang banyak dihasilkan di

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 63

Kabupaten Kepulauan Yapen yaitu durian, pisang dan nangka dengan nilai produksi

masing-masing yaitu 790,20 ton, 501,20 ton dan 366,3 ton.

Pertumbuhan riil PDRB di kabupaten Kepulauan Yapen tumbuh sebesar 7,89

persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 5,12

persen.

B. Kualitas Pembangunan ManusiaIPM memberikan suatu potret akan pembangunan manusia yang dimulai dari

sisi kondisi fisik maupun non fisik dari pembangunan manusia itu sendiri dengan

indek komposit yang ada. Kondisi Pembangunan manusia yang ada di Kabupaten

Kepulauan Yapen masih berada pada kondisi yang dapat dikatakan belum mencapai

hasil yang maksimal meski dalam beberapa tahun terakhir angka yang dihasilkan

dari IPM di Kabupaten Kepulauan Yapen menduduki urutan keempat di Provinsi

Papua namun tidak menjadi tolak ukur apabila disesuaikan dengan kondisi di

lapangan karena masyarakat maupun pemerintah merasakan belum tercapainya

hasil yang diharapkan dapat mengatasi masalah di bidang penddikan, kesehatan

dan daya beli masyarakat yang selama ini menjadi tolak ukur yang menentukan

besarnya angka IPM yang menunjukkan meningkatnya kualitas dari pembangunan

manusia itu sendiri. Berikut IPM Kabupaten Kepulauan Yapen tahun 2004 sampai

2011.

Tabel 3.17Indikator Pembangunan Manusia Kabupaten Kepulauan Yapen

Tahun 2004-2011Tahun Angka

Harapan Hidup(Tahun)

AngkaMelek

Huruf (%)

Rata-rataLama Sekolah

(tahun)

Pengeluaran perkapita disesuaikan

(Ribu Rupiah)

IPM

2004 64,70 85,60 6,30 611,30 65,10

2005 65,70 86,00 6,40 620,20 66,40

2006 66,00 86,60 6,50 621,74 67,00

2007 66,57 88,12 6,50 627,00 68,06

2008 67,01 88,12 6,50 631,91 68,68

2009 67,52 88,28 6,53 632,24 69,13

2010 68,04 88,82 6,58 634,83 69,69

2011 68,55 89,11 6,63 636,30 70,19Sumber: BPS Provinsi Papua

Berbagai upaya telah dilakukan baik dengan menggunakan dana APBD dari

kabupaten maupun provinsi sampai dengan alokasi dana APBN untuk mengatasi hal

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 64

tersebut namun tetap masih terasa belum mencapai sasaran yang ada. Hal ini juga

harus dimaklumi karena begitu luas jangkauan pemerintah atau pulau-pulau yang

merupakan bagian dari kabupaten Kepulauan Yapen sehingga menjadi sulit

manakala mengukur dengan menjumlahkan secara keseluruhan karena akan

menurunkan angka IPM untuk kabupaten Kepulaun Yapen.

Menurut UNDP (1995), paradigma pembangunan manusia ada empat

komponen utama yaitu Produktivitas, Ekuitas, Kesinambungan dan Pemberdayaan.

IPM merupakan salah satu indikator penting yang digunakan dalam perencanaan

kebijakan dan evaluasi pembangunan. IPM itu sendiri mencakup 3 hal penting yaitu

usia hidup, pengetahuan, dan hidup layak. Untuk angka harapan hidup di kabupaten

Kepulauan Yapen mengalami peningkatan dari tahun 2004 yang bernilai 64,70

menjadi 68,55 pada tahun 2010 (BPS, 2012). Kemudian dari sumber yang sama,

untuk pembangunan pendidikan di Kabupaten Kepulauan Yapen mengalami

peningkatan yang relatif cukup baik dimana angka persentase penduduk yang melek

huruf semakin meningkat, dimana pada tahun 2004 sebesar 85,60 meningkat

menjadi 89,11 pada tahun 2011. Namun untuk rata-rata lama sekolah mengalami

peningkatan yang tidak terlalu signifikan seperti melek huruf di atas yaitu pada tahun

2004 sebesar 6,30 menjadi 6,63 pada tahun 2011. Kemudian kemampuan atau daya

beli masyarakat juga mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu

sebesar Rp636.300,- atau dapat dihitung naik 1,47 poin dari tahun sebelumnya.

Untuk peningkatan IPM sendiri telah naik 0,5 sampai dengan 1 untuk tujuh tahun

terakhir.

C. Kemiskinan Dan Ketimpangan PendapatanPada tahun 2011, jumlah rumah tangga tercatat 17.412 rumah tangga (Ruta).

Rata-rata anggota rumah tangga adalah 5 jiwa dalam satu rumah tangga. Rasio jenis

kelamin di Kabupaten Kepulauan Yapen adalah 106,2. Hal ini berarti jumlah

penduduk laki-laki lebih banyak 6,2 persen dibanding jumlah penduduk perempuan.

Berikut terlihat jelas pada gambar di bawah ini.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 65

Gambar 3.31Penduduk Kabupaten Kepulauan Yapen menurut Jenis Kelamin dan Distrik

Berdasarkan Sakernas 2010, jumlah penduduk berumur 15 tahun keatas yang

bekerja sebanyak 39.924 orang, yang terdiri dari 23.503 laki-laki dan 16.421

perempuan. Sebagian besar penduduk yang bekerja berada pada usia 25-54 tahun

yaitu sebesar 28.033 orang. Penduduk di Kabupaten Kepulauan Yapen sebagian

besar bekerja di bidang pertanian yaitu sebesar 58 persen dari jumlah penduduk

yang bekerja. Sebagian besar penduduk yang bekerja tersebut bekerja selama lebih

dari tiga puluh lima jam selama seminggu.

Capaian kesejahteraan masyarakat suatu wilayah sangat tergantung pada

potensi sumber daya yang dimiliki dan bagaimana potensi yang ada dapat dikelola

dan dimanfaatkan dengan baik. Salah satu indikator yang dipakai untuk melihat atau

menggambarkan tingkat perekonomian masyarakat adalah laju pertumbuhan

angkatan kerja yang terserap di lapangan pekerjaan. Tingginya angkatan kerja di

suatu daerah akan menggerakan perekonomian di daerah tersebut.

TPAK merupakan salah satu indikator yang menggambarkan seberapa banyak

angkatan kerja yang aktif secara ekonomi, pendapatan rumah tangga dalam hal ini

juga perlu diberi perhatian lebih karena dampaknya yang sangat luas terhadap taraf

kesejahteraan terhadap kemiskinan. Dengan demikian masalah ketenagakerjaan

secara langsung berkaitan dengan masalah kemiskinan.

Berikut dapat dilihat jumlah penganggur di Kabupaten Kepulauan Yapen dari

tahun 2007 sampai 2011.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 66

Gambar 3.32Jumlah Penganggur di Kabupaten Kepulauan Yapen

Tahun 2007-2011

D. Infrastruktur DaerahPada tahun 2011 panjang jalan di Kabupaten Kepulauan Yapen yang dibangun

oleh pemerintah adalah 505.857 km, terdiri dari 51.107 km jalan nasional, 141.500

km jalan provinsi dan 313.250 km jalan kabupaten. Panjang jalan yang diaspal

adalah 247.625 km atau 49 persen dari keseluruhan jalan. Menurut kondisi jalan, 40

persen jalan di Kabupaten Kepulauan Yapen berada pada kondisi sedang, 27 persen

jalan dalam kondisi rusak, 11 persen jalan pada kondisi rusak berat dan hanya 22

persen jalan yang berada dalam kondisi baik.

Gambar 3.33Panjang Jalan Menurut Pemerintahan yang Berwenang

di Kabupaten Kepulauan Yapen, Tahun 2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 67

Tabel 3.18Panjang Jalan Menurut Pemerintahan yang Berwenangdi Kabupaten Kepulauan Yapen, 2007-2011 (dalam km)

3.7. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN KEEROMA. Pembangunan Ekonomi Daerah

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Keerom mengalami

peningkatan dalam kurun waktu 2006–2011. PDRB Keerom atas dasar harga

berlaku tahun 2006 bernilai Rp415,973 milyar dan meningkat hingga mencapai

Rp964,386 milyar pada tahun 2011 atau dengan pertumbuhan rata-rata sebesar

18,34 persen. PDRB atas dasar harga konstan juga mengalami hal yang sama, pada

tahun 2006 tercatat sebesar Rp230,273 milyar dan mencapai Rp387,111 milyar pada

tahun 2011 dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 10,95 persen.

Tabel 3.19PDRB Kabupaten Keerom Tahun 2006–2011 (juta rupiah)

TahunPDRB ADHB PDRB ADHK

Nilai persen Nilai persen

2006 415,973.33 230,273.60

2007 497,529.48 19.61 257,775.68 11.94

2008 581,498.53 16.88 287,105.50 11.38

2009 705,340.22 21.30 320,912.67 11.78

2010 839,966.74 19.09 352,132.35 9.73

2011 964,386.47 14,81 387,111.09 9,93

Sumber: PDRB Kabupaten Keerom, 2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 68

Sektor pertanian memberikan kontribusi tertinggi dalam pembentukan nilai

PDRB Kabupaten Keerom dalam kurun waktu 2006–2011. Sektor pertanian

memberikan kontribusi rata-rata sebesar 30,71 persen. Di urutan kedua terdapat

sektor bangunan yang menyumbang rata-rata sebesar 27,02 persen. Di posisi ketiga

diikuti oleh sektor jasa-jasa dengan kontribusi rata-rata sebesar 16,02 persen.

Tabel 3.20Struktur Perekonomian Kabupaten Keerom Tahun 2007–2011

(dalam persen)Sektor Ekonomi (Lapangan Usaha) 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-

RataPertanian 33.81 32.41 30.36 28.93 28.06 30.71Pertambangan dan Penggalian 1.25 1.34 1.36 1.46 1.42 1.37Industri Pengolahan 9.54 9.01 8.85 8.94 9.01 9.07Listrik dan Air Bersih 0.13 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12Bangunan 24.07 26.67 27.62 28.69 28.05 27.02Perdagangan, Hotel, dan Restoran 9.09 9.04 9.33 9.67 10.16 9.46Pengangkutan dan Komunikasi 3.38 3.43 3.43 3.42 3.36 3.41Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 2.79 2.83 2.97 2.64 2.89 2.82Jasa-Jasa 15.94 15.16 15.96 16.12 16.94 16.02Sumber: PDRB Kabupaten Keerom, 2011

Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Keerom selama kurun waktu lima tahun

terakhir berfluktuasi ringan dengan kecenderungan menurun. Setiap tahun

pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 10,95 persen, namun di tahun 2010-2011

pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 9,73 dan 9,93 persen. Sektor bangunan

memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan kontribusi sebesar 36,99 persen

Gambar 3.34Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Keerom Tahun 2007–2011

(dalam persen)I.

II.

Sumber: PDRB Kabupaten Keerom, 2011

11.94 11.3811.789.739.93

02468

101214

2007 2008 2009 2010 2011

Pert

umbu

han

(%)

Tahun16.61%

1.79%7.71%

0.11%

36.99%12.02%

3.36%3.06%

18.34%

PERTANIAN

PERTAMBANGAN & PENGGALIAN

INDUSTRI PENGOLAHAN

LISTRIK & AIR BERSIH

BANGUNAN

PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN

PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI

KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN

JASA-JASA

Kontribusi Sektor Terhadap Pertumbuhan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 69

Laju pertumbuhan rata-rata untuk sektor ekonomi Kabupaten Keerom sangat

variatif. Sektor bangunan mengalami pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 15,15

persen, disusul sektor pertambangan dan penggalian sebesar 14,44 persen, sektor

perdagangan, hotel dan restoran sebesar 13,84 persen. Sektor dengan pertumbuhan

paling lambat dalam kurun waktu pengamatan adalah sektor pertanian sebesar 5,66

persen.

Gambar 3.35Pertumbuhan Rata-Rata Sektor Ekonomi di Kabupaten Keerom

Tahun 2007–2011 (dalam persen)

Sumber: PDRB Kabupaten Keerom, 2011

Berdasarkan analisis Location Quetiont (LQ) terdapat lima sektor unggulan.

Sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan

dan sektor bangunan merupakan sektor unggulan berdasarkan analisis LQ atas lima

tahun data (tahun 2007-2011). Jika sektor pertanian dipilah menurut sub sektor,

terungkap informasi bahwa sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan

dan hasilnya serta sub sektor kehutanan merupakan tiga sub sektor yang unggul

dalam bidang pertanian. Sub sektor tanaman bahan makanan yang secara visual

mendukung ketersediaan kebutuhan konsumsi penduduk Kabupaten Keerom dan

Kota Jayapura, namun dalam analisis LQ sub sektor ini ternyata bukan merupakan

sektor basis. Sub sektor perikanan belum menunjukkan keunggulannya dalam

perekonomian Keerom.

5.66

14.449.15

9.86

15.1513.84

10.53

11.9812.49

Pertanian

Pertambangan danPenggalianIndustri Pengolahan

Listrik dan Air Bersih

Bangunan

Perdagangan, Hotel &RestoranPengangkutan danKomunikasi

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 70

Tabel 3.21Sektor–Sektor Basis di Kabupaten Keerom

Sektor Ekonomi (Lapangan Usaha) 2007 2008 2009 2010 2011

PERTANIAN 0.974 0.994 1.004 1.022 1.045

Tanaman Bahan Makanan 0.763 0.767 0.755 0.757 0.751

Tanaman Perkebunan 6.571 6.546 6.611 6.695 6.690

Peternakan dan Hasilnya 1.181 1.143 1.149 1.140 1.131

Kehutanan 1.557 1.650 1.691 1.713 1.851

Perikanan 0.011 0.016 0.012 0.013 0.013

PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 1.095 1.067 1.106 1.162 1.085

INDUSTRI PENGOLAHAN 1.881 1.946 2.024 2.096 2.143

LISTRIK DAN AIR BERSIH 0.268 0.284 0.298 0.305 0.323

BANGUNAN 1.861 1.926 1.951 1.840 1.688

PERDAGANGAN, HOTEL, DAN RESTORAN 0.696 0.697 0.724 0.755 0.790

PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 0.272 0.268 0.263 0.257 0.252

KEUANGAN, PERSEWAAN, &JASA PERUSAHAAN 0.595 0.575 0.470 0.436 0.481

JASA-JASA 1.031 0.917 0.919 0.896 0.919Sumber: PDRB Kabupaten Keerom 2011 (data diolah)

B. Kualitas Pembangunan ManusiaIPM Kabupaten Keerom dalam kurun waktu 2007–2010 lebih baik dibanding

Provinsi Papua. Secara rata-rata IPM Keerom sebesar 68,68 sedangkan IPM

Provinsi Papua sebesar 64,33. Ada tiga komponen IPM yang lebih tinggi di

Kabupaten Keerom dibanding dengan Provinsi Papua, yaitu rata-rata lama sekolah,

angka melek huruf, dan pengeluran riil. Satu-satunya komponen IPM Keerom yang

lebih rendah dibanding Provinsi Papua adalah angka harapan hidup. Pada tahun

2007 capaian IPM Keerom sebesar 68 sedangkan Papua 63,41. Pada tahun 2010

IPM Keerom mencapai angka 69,26 sedangkan Papua mengalami kenaikan hingga

mencapai 64,94.

Gambar 3.36Perkembangan IPM Kabupaten Keerom dan Provinsi Papua

Tahun 2007–2010

Sumber: IPM dan ASPM Kabupaten Keerom, 2011

6061626364656667686970

20072008

20092010

68 68.55 68.89 69.26

63.41 64.44 64.53 64.94

Keerom Papua

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 71

42,5

82

44,4

02

46,2

82

48,5

36

49,1

33

11,0

00

11,5

00

11,5

00

11,7

00

11,4

00

27.07 27.2925.57

24.1221.98

0

5

10

15

20

25

30

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

2007 2008 2009 2010 2011

Jumlah Penduduk Penduduk Miskin Prosentase

Rata-rata lama sekolah Keerom di tahun 2007 sebesar 7,30 sedangkan Papua

hanya mencapai 6,52 pada tahun 2010 Keerom mencapai angka 7,36 sedangkan

Papua mengalami peningkatan dengan angka 6,66. Angka melek huruf Keerom di

tahun 2007 sebesar 91,10 sedangkan Papua sebesar 75,41, hingga tahun 2010

Keerom mencapai angka 92,15 dan Papua sampai pada angka 67,10.

Tabel 3.22Perkembangan Komponen IPM Kabupaten Keerom Tahun 2007–2010

TahunRata-Rata LamaSekolah (Tahun)

Angka MelekHuruf (persen)

Angka HarapanHidup (Tahun)

Pengeluaran Rill(Rp)

Keerom Papua Keerom Papua Keerom Papua Keerom Papua2007 7.30 6.52 91.10 75.41 66.70 67.90 609.40 593,4202008 7.30 6.52 91.10 75.41 66.80 68.10 615.84 599,6502009 7.32 6.57 91.12 75.58 66.93 68.35 618.70 603,8802010 7.36 6.66 92.15 6.66 67.10 68.60 618.86 606,360

Sumber: IPM dan ASPM Keerom, 2011

Merujuk pada kondisi di atas maka pemerintah daerah Keerom maupun Papua

perlu melakukan peningkatan kinerja pelayanan dalam pengelolaan dana otsus

khusus pada bidang atau sektor prioritas seperti kesehatan dan pendidikan untuk

meningkatkan kulitas hidup masyarakat.

C. Kemiskinan dan Ketimpangan PendapatanPenduduk miskin di Kabupaten Keerom kurun waktu 2007–2011 mengalami

peningkatan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Misalnya pada tahun

2007 penduduk Keerom sebanyak 42.582 jiwa penduduk miskin berjumlah 11.000

atau 27.07 persen dari jumlah penduduk. Pada tahun 2009 jumlah penduduk Keerom

sebanyak 46.262 jiwa, penduduk miskinnya berjumlah 11.500 atau 25,57 persen

dari jumlah penduduk.

Gambar 3.37Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Keerom Tahun 2007–2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 72

Pada tahun 2008, gini ratio Kabupaten Keerom sebesar 0,32, besaran angka

gini ratio ini menerangkan bahwa ketimpangan pendapatan antara miskin dan kaya

berada dalam kategori sedang. Pada tahun ini pula diketahui bahwa terdapat 19,17

persen berpendapatan rendah, 39,07 berpendapatan sedang dan 41,76 berpen-

dapatan tinggi.

D. Infrastruktur DaerahPanjang jembatan dan jalan di Kabupaten Keerom mengalami peningkatan

yang cukup pesat. Pada tahun 2007 panjang jembatan mengalami peningkatan yang

cukup pesat yaitu sebesar 369 meter atau sebesar 305,49 persen dan di beberapa

tahun berikutnya juga mengalami peningkatan, tapi tidak terlalu signifikan. Selain itu,

pada tahun 2006 total panjang jalan 1002,36 km hingga tahun 2010 mencapai

1225,31 km. Berdasarkan statusnya, terdiri dari jalan kabupaten, provinsi dan

nasional, pada tahun 2010 proporsi terbesar merupakan jalan kabupaten sebesar 70

persen, 27 persen merupakan jalan nasional dan 3 persen jalan provinsi.

Gambar 3.38Panjang Jembatan dan Jalan Menurut Status di Kabupaten Keerom

Tahun 2006–2010

Sumber: Keerom Dalam Angka 2007-2011 (data diolah)

Kualitas jalan yang dibuat oleh pemerintah cukup bagus. Kondisi jalan di

Kabupaten Keerom sebagian besar dalam kondisi baik yaitu sebesar 48 persen,

19,76 persen dalam kondisi sedang, 18,41 persen rusak dan 13,83 persen dalam

kondisi rusak berat.

287.30 287.30 304.40 325.30 325.3012.70 12.70 28.42 32.70 32.70

702.36 750.06 773.06 814.31 867.31

1002.36 1050.06 1105.88 1172.31 1225.31

0

300

600

900

1200

1500

2006 2007 2008 2009 2010

Negara Provinsi Kabupaten Total

91.0

0

369.

00

386.

12

425.

12

413.

12

305.49

4.64 10.10 -2.82

-50.00

0.00

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

300.00

350.00

0.0050.00

100.00150.00200.00250.00300.00350.00400.00450.00

2006 2007 2008 2009 2010

Pert

umbu

han

(%)

Panj

ang

Jem

bata

n (M

)

Panjang Jembatan Pertumbuhan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 73

Gambar 3.39Persentase Panjang Jalan Menurut Kondisi di Kabupaten Keerom

Tahun 2007–2010

Sumber: DDA Kabupaten Keerom 2007-2011

3.8. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN SARMIA. Pembangunan Ekonomi Daerah

Perekonomian Kabupaten Sarmi terus mengalami peningkatan hingga tahun

2011. Hal ini ditunjukkan dengan total nilai tambah yang dihasilkan dari aktivitas

perekonomian pada wilayah ini yang terus menerus meningkat sejak tahun 2007

hingga tahun 2011. Total nilai tambah yang terangkum dalam Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sarmi atas dasar harga berlaku pada tahun

2011 mencapai 853,38 miliar rupiah. PDRB Kabupaten Sarmi atas dasar harga

berlaku tahun 2011 meningkat 134,14 miliar rupiah atau 18,65 persen dari

tahun 2010 yang bernilai 719,24 miliar rupiah. Jika dibandingkan dengan tahun

2007, PDRB Kabupaten Sarmi atas dasar harga berlaku tahun 2011 mengalami

peningkatan 448,43 miliar rupiah atau 110,74 persen.

Gambar 3.40Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sarmi Berdasarkan

Harga Konstan dan Harga Berlaku Tahun 2007-2011

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012

184,486.40202,721.32 221,414.05 244,213.25 266,149.89

404,953.25502,672.94

601,534.95717,294.51

853,376.18

-

200,000.00

400,000.00

600,000.00

800,000.00

1,000,000.00

2007 2008 2009 210 2011

19.0832.40 26.45

48.00 48.0021.7719.66 26.39

19.76 19.7631.2226.91 28.79

18.41 18.4127.93 18.37 13.83 13.83

0

20

40

60

80

100

2006 2007 2008 2009 2010

Baik Sedang Rusak Rusak Berat

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 74

Struktur Ekonomi kabupaten Sarmi sejak tahun 2007 hingga tahun 2011,

sektor pertanian merupakan kontributor terbesar terhadap pembentukan nilai PDRB

Kabupaten Sarmi. Walaupun demikian, peranan sektor pertanian terhadap

pembentukan nilai PDRB Kabupaten Sarmi dalam lima tahun terakhir ini terus

mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 2007, sektor pertanian

memberikan kontribusi sebesar 56,63 persen terhadap PDRB Kabupaten Sarmi,

sedangkan pada tahun 2011, kontribusi sektor pertanian menurun menjadi 45,57

persen terhadap pembentukan nilai PDRB Kabupaten Sarmi.

Penurunan kontribusi (peranan) sektor pertanian dipengaruhi oleh peningkatan

nilai tambah yang terjadi pada sektor-sektor lainnya secara khusus sektor bangunan.

Fenomena yang sama juga terjadi di kabupaten-kabupaten pemekaran baru lainnya

dimana hingga saat ini banyak melakukan kegiatan konstruksi fisik berupa

perkantoran, perumahan, jalan dan lain sebagainya yang diperlukan dalam

mendukung percepatan proses pembangunan daerah tersebut. Demikian halnya

dengan Kabupaten Sarmi dimana sektor bangunan mengalami peningkatan peranan

dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 sektor bangunana memiliki kontribusi 12,96

persen, kemudian meningkat pada tahun 2011 menjadi 24,37 persen. Kondisi ini

membuat sektor bangunan sejak tahun 2007 menjadi kontributor tertinggi kedua

setelah sektor pertanian. Kontributor tertinggi ketiga adalah sektor jasa-jasa yang

juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun khususnya sejak tahun 2007

hingga tahun 2011.Pada tahun 2007, sektor ini berkontribusi 5,36 persen dan

terus meningkat menjadi 10,92 persen pada tahun 2011.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 75

Gambar 3.41Struktur Perekonomian Kabupaten Sarmi Berdasarkan Harga Berlaku

Tahun 2007–2011

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012

Untuk sektor lainnya memiliki pertumbuhan ekonomi kurang dari 10 persen.

Sekor yang memiliki pertumbuhan ekonomi terendah pada tahun 2011 yaitu sektor

pertanian dengan pertumbuhan hanya 2,94 persen.

Gambar 3.42Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012

B. Kualitas Pembangunan ManusiaIndeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks pembangunan manusia merupakan indikator yang menunjukan kualitas

hidup manusia dalam suatu wilayah berdasarkan penghitungan dari komponen-

komponen penyusun IPM yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata

lama sekolah dan pengeluaran rill masyarakat. Berdasarkan data survei, IPM

Kabupaten Sarmi cenderung meningkat setiap tahunnya. Capaian IPM Kabupaten

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2007 2008 2009 2010 2011

56.63 51.84 48.47 45.68 42.57

1.25 1.611.58 1.61

1.53

2.812.58

2.29 2.131.92

0.200.20

0.200.21 0.18

12.96 17.00 19.54 22.00 24.37

7.45 6.99 6.79 6.67 6.54

9.40 9.63 9.45 9.32 9.09

3.94 2.97 2.78 1.82 2.89

5.36 7.18 8.89 10.56 10.92 Jasa-Jasa

Keuangan, Persewaan, & JasaPerusahaan

Pengangkutan & Komunikasih

Perdagangan, Hotel & Restoran

Konstruksi/ Bangunan

Listrik dan Air Bersih

5.59

9.88 9.2210.3

8.98

0

2

4

6

8

10

12

2007 2008 2009 2010 2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 76

Sarmi pada tahun 2011 adalah sebesar 67,15 lebih tinggi dari capaian angka IPM

provinsi Papua sebesar 65,36, bisa dikatakan terjadi peningkatan kinerja

pembangunan manusia di Kabupaten Sarmi.

Gambar 3.43Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012

Usia Harapan HidupAngka Harapan Hidup (AHH) adalah perkiraan banyak tahun yang dapat

ditempuh oleh seseorang selama hidup (secara rata-rata). Angka Harapan Hidup

merupakan perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada

pola mortalitas menurut umur. Berdasarkan data survei, angka harapan hidup

penduduk di Kabupaten Sarmi terus mengalami peningkatan dan memberikan

indikasi semakin tinggi kualitas. Pada tahun 2007 AHH Kabupaten Sarmi sebesar

66,13, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 66,46, namun

angka ini jika ditelusuri masih rendah dari AHH Provinsi Papua pada tahun 2011

sebesar 68,85. Jika AHH Kabupaten Sarmi dan Provinsi Papua disandingkan

dengan AHH ideal, maka belum mencapai angka ideal yaitu 75 tahun. AHH dapat

memberika gambaran kualitas pembangunan manusia karena, Semakin tinggi

Angka Harapan Hidup, memberikan indikasi semakin tinggi kualitas fisik penduduk

suatu daerah.

65.966.35 66.65 66.84 67.15

63.4164.00

64.5364.94

65.36

6162636465666768

2007 2008 2009 2010 2011

Sarmi Papua

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 77

Gambar 3.44Angka Harapan Hidup Penduduk Kabupaten Sarmi Tahun 2007–2011

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012

Angka Melek HurufAngka Melek Huruf (AMH) menunjukkan persentase penduduk usia 15 tahun ke

atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. Berdasarkan

data sensus menunjukan bahwa angka melek huruf Kabupaten Merauke terus mengalami

kenaikan setiap tahunnya hingga mencapai 87,67 persen ditahun 2011. Namun angka ini

masih dibawah dari angka ideal yaitu 100 persen, tetapi masih lebih tinggi dari Provinsi

Papua yaitu 75,81. Kemampuan membaca dan menulis merupakan hal yang sangat

penting bagi penduduk karena dipandang sebagai kemampuan dasar minimal yang

harus dimiliki oleh setiap individu, agar paling tidak memiliki peluang untuk terlibat

dan berpartisipasi dalam pembangunan.

Gambar 3.45Angka Melek Huruf Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

66.13

66.17

66.26

66.35

66.46

67.90

68.10

68.35

68.60

68.85

75

75

75

75

75

60 62 64 66 68 70 72 74 76

2007

2008

2009

2010

2011

Ideal

Papua

Sarmi

87.1

87.1

87.11

87.55

87.67

75.41

75.41

75.58

66.6

75.81

100.00

100.00

100.00

100.00

100.00

0 20 40 60 80 100 120

2007

2008

2009

2010

2011

Ideal

Papua

Sarmi

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 78

Rata-Rata Lama SekolahRata-rata Lama Sekolah (RLS), menggambarkan lamanya penddidikan yang

ditempuh, dapat disetarakan dengan jenjang pendidikan. Berdasarkan data sensus,

rata-rata lama sekolah Kabupaten Sarmi Rata-rata lama sekolah digunakan untuk

mengidentifikasi jenjang kelulusan pendidikan penduduk suatu daerah dan bisa bisa

digunakan sebagai indikator SDM yang berkualitas.

Gambar 3.46Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Pengeluaran RillPengeluaran rill merupakan kemampuan penduduk untuk memenuhi

penghidupan layak yaitu sebesar Rp737.720. Data survei menunjukan, pengeluaran

rill penduduk di Kabupaten Sarmi dari tahun 2007 terus mengalami peningkatan

hingga mencapai Rp616.740 ditahun 2011. Capaian pengeluaran rill sebesar

Rp616.740 bisa dikatakan bahwa kemampuan penduduk Kabupaten Sarmi untuk

memenuhi penghidupan yang layak telah mencapai 83,60 persen dari target

pengeluaran riil ideal. Sedangkan, Provinsi Papua capaian pengeluaran riil sebesar

Rp609.180 atau 82,58 persen, sehingga bisa dikatakan kemampuan penduduk untuk

memenuhi penghidupan Kabupaten Sarmi lebih baik dari Provinsi Papua.

Gambar 3.47Pengeluaran Rill Penduduk Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi, 2012

6.4

6.4

6.42

6.44

6.45

6.52

6.52

6.57

6.66

6.69

6

6

6

6

6

5.6 5.8 6 6.2 6.4 6.6 6.8

2007

2008

2009

2010

2011

Ideal

Papua

Sarmi

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 79

C. Kemiskinan dan Ketimpangan PendapatanGaris kemiskinan sering diartikan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan

minimum makanan dan minuman yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori

perkapita perhari ditambah dengan kebutuhan minimum bukan makanan yang

mencakup perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Rata-rata pengeluaran

perkapita penduduk diperoleh dari data Susenas yang dilaksanakan setiap tahun.

Berdasarkan data Susenas tahun 2011, di Kabupaten Sarmi dengan garis

kemiskinan sebesar 258.002 rupiah/kapita/bulan.

Gambar 3.48Garis Kemiskinan (Poverty Line) Penduduk Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012

Penduduk miskin adalah Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran

perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Berdasarkan data susenas, penduduk

miskin.

Gambar 3.49Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012

199,459237,225

258,002

189,428212,418 230,729

- 50,000

100,000 150,000 200,000 250,000 300,000

2008 2009 2010

Sarmi Papua

8,280

5,230

7,100

- 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000

2008

2009

2010

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 80

D. Infrastruktur DaerahJaringan Jalan

Panjang jalan Kabupaten Sarmi terus mengalami peningkatan dari tahun 2007

sampai tahun 2011. Pada tahun 2007 dan 2008 tidak ada peningkatan, tetapi pada

tahun 2009 mengalami peningkatan dari 335,85 km2 menjadi 495,85 km2. Pada

tahun 2010 kembali meningkat sebesar 593,45, tetapi tahun 2011 tidak ada

peningkatan.

Gambar 3.50Panjang Jalan Di Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

(dalam Km)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012

Komposisi jaringan jalan berdasarkan pengelolaannya terdiri dari jalan negara,

prvoinsi dan kabupaten. Data survei tercermin, pada tahun 2007 dan 2008 tidak

terjadi peningkatan jaringan jalan, tetapi pada tahun 2009 jaringan jalan provinsi dan

negara mengalami peningkatan. Selanjutnya pada tahun 2010 jaringan jalan negara,

provinsi dan kabupaten meningkat demikian juga tahun 2011.

Gambar 3.51Komposisi Jalan Di Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

(dalam Km)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012

385.85

385.85

495.85

593.45

593.45

0 100 200 300 400 500 600 700

2007

2008

2009

2010

2011

17 17 17147.9 147.9

174 174214

213.6 213.6194.85 194.85237.85

231.95 231.95

0

100

200

300

400

500

600

700

2007 2008 2009 2010 2011

Kabupaten

Provinsi

Negara

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 81

Jenis permukaan di Kabupaten Sarmi tergolong dalam tiga kategori yaitu jalan

aspal, kerikil dan tanah. Dari tahun 2007 sampai 2011 jenis permukaan jalan aspal

terus meningkat, demikian juga dengan jalan kerikil, terus berkurang karena

meningkat ststusnya, tetapi jenis permukaan jalan tanah jumlahnya masih tetap

artinya belum ada peningkatan.

Gambar 3.52Jenis Permukaan Jalan Kabupaten Sarmi, Tahun 2007-2011

(dalam Km)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012

Kondisi jalan di Kabupaten Sarmi dari tahun 2007 sampai 2011 kondisinya

terus menerus meningkat. Jaringan jalan dengan kondisi baik misalnya, tahun 2007

jumlahnya 258 km, kemudian pada tahun 2011 meningkat sebesar 393,83. Demikian

juga jalan dengan kondisi sedang, tahun 2007 sebesar 129, selanjutnya meningkat di

tahun 2011 sebesar 315.

Gambar 3.53Kondisi Jalan Di Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

(dalam Km)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012

58.65

58.65

94

111.8

111.8

327.2

327.2

250.85

210.55

210.55

95.1

95.1

95.1

95.1

95.1

0 100 200 300 400 500 600

2007

2008

2009

2010

2011

Aspal

Karikil

Tanah

258 258 266.88

393.88 393.88129 129

229

299 315

64.5 64.5

97

217 225

0

200

400

600

800

1000

2007 2008 2009 2010 2011

Rusak

Sedang

Baik

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 82

Angkutan DaratJumlah angkutan penumpang dan barang yang beroperasi di Kabupaten Sarmi

dari tahun ke tahun terus menerus meningkat. Tahun 2007 misalnya, jumlah

angkutan darat berjumlah 254 kemudian tahun 2011 meningkat jumlahnya menjadi

543.

Gambar 3.54Jumlah Angkutan Darat Di Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012

Jenis angkutan darat yang beroperasi di Kabupaten Sarmi jika dikelompokkan

terdiri dari kendaraan roda dua dan roda empat. Kendaraan roda empat yang banyak

beroperasi adalah kendaraan Light Truck dikuti dengan Mini Bus dan Pickup.

Selanjutnya, kendaraan roda dua juga banyak beroperasi dan dari tahun ke tahun

terus meningkat.

Tabel 3.23Jumlah Angkutan Darat Di Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

No Jenis Kendaraan 2011 2010 2009 2008 20071 Sedan 2 2 2 2 22 Jeep 24 9 9 9 43 Minibus 170 145 85 85 584 Microbus 34 29 31 31 215 Bus 2 3 41 41 26 Pickup 121 101 59 59 487 Light Truck 165 165 147 147 1148 Truck 7 3 3 3 59 Pemadam Kebakaran 2 2 0 0 0

10 Ambulans 5 0 0 0 011 Mobil Jenazah 2 0 0 0 012 Traktor 9 0 0 0 013 Sepeda Motor 2749 2738 2250 2250 1463

Jumlah 3292 3197 2627 2627 1717

254377 377

459543

0

200

400

600

2007 2008 2009 2010 2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 83

Angkutan UdaraPesawat yang datang dan berangkat melalui bandar udara Apawer Sarmi

cenderung menurun. Jumlah pesawat yang datang dan pergi lebih banyak terjadi

pada tahun 2008 dan 2009, selanjutnya mengalami penurunan yang signifikan pada

tahun 2010 dan 2011.

Gambar 3.55Jumlah Pesawat Datang dan Berangkat Di Bandar Udara Apawer

Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012

Demikian juga penumpang datang dan berangkat melalui bandara Apawer

Sarmi cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2009 jumlah penumpang yang

datang dan berangkat sangat tinggi, tetapi terjadi penurunan yang drastis dan tajam

di tahun 2010. Penurunan penumpang datang dan berangkat diakibatkan telah

dibangunya jembatan Nimboton yang menghubungkan pusat pemerintahan sarmi

dengan wilayah-wilayah sekitarnya.

441605

53 215

441

605

53

215

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

2008 2009 2010 2011

Berangkat

Datang

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 84

Gambar 3.56Jumlah Penumpang Datang dan Berangkat di Bandar Udara Apawer

Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012

Banyaknya bagasi bongkar dan muat di Bandar Udara Apawer Kabupaten

Sarmi tahun 2008-2011 cendrung menurun. Tahun 2009 jumlah bagasi yang di

bongkar dan muat cukup tinggi, tetapi mengalami penurunan yang drastis dan tajam

pada tahun 2010. Penurunan ini tentunya dipengaruhi oleh kurangnya jumlah

penerbangan atau dapat dikatakan jumlah pesawat yang datang dan pergi dari

wilayah ini rendah.

Gambar 3.57Banyaknya Bagasi Bongkar Muat di Bandar Udara Apawer

Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012

Kondisinya berbeda dengan bagasi, jumlah kargo yang bongkar dan muat di

Bandara Apawer mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kondisi ini menunjukan

bahwa masih banyak penduduk yang menggunakan jasa kargo.

3,661

124 928

4,745

641,162

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

2009 2010 2011

Berangkat

Datang

28,453

39,649

3,138 7,727

38,18031,078

3,249 8,914

- 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000

2008 2009 2010 2011

Muat

Bongkar

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 85

5.33

9.07 8.556.12

11.0612.59

10.798.38

02468

101214

2008 2009 2010 2011

Merauke Papua

51.17 49.00 47.30 45.15 42.82

1.28 1.49 1.53 1.62 1.719.88 10.61 11.46 10.81 11.48

37.66 38.89 39.71 42.42 43.98

010203040506070

2007 2008 2009 2010 2011

Pertanian Pertamb&PenggalianIndustri&Bangunan Jasa-jasa

Gambar 3.58Banyaknya Kargo Bongkar dan Muat Di Bandar Udara Apawer

Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012

3.9. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN MERAUKEA. Pembangunan Ekonomi Daerah

Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Merauke cenderung melambat dan

berada dibawah rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua. Walaupun

sempat di tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Merauke meningkat pesat sebesar 9,07

persen dibandingkan tahun 2008, namun untuk tahun 2009-2011 laju pertum-

buhannya terus menerus lambat, dan menjadi 6,12 persen di tahun 2011.

Pertumbuhan ekonomi Merauke juga terlihat lebih rendah dibandingkan

pertumbuhan ekonomi Papua, setiap tahunya terlihat deviasi sekitar 3,44 persen

lebih rendah.

Gambar 3.59Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Merauke dan Provinsi Papua, dan

Struktur Perekonomian Kabupaten Merauke Tahun 2007-2011

Kontribusi sektor pertanian cenderung menurun, sedangkan sektor jasa-jasa

terus meningkat, sehingga di tahun 2011 terjadi perubahan struktur ekonomi. Namun

perubahan struktur ini tidak berjalan normal karena berubah dari sektor pertanian ke

270

1206

1641

455

455264

0

500

1000

1500

2000

2500

2009 2010 2011

Bongkar Muat

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 86

2.11 2.15 2.24 2.32

3.47 3.53 3.463.29

1.791.55

2.20

3.37

1.05 1.13 1.19 1.23

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

2008 2009 2010 2011

Tanaman Bahan MakananTanaman PerkebunanPeternakan & hasilnyaKehutananPerikananPertambangan dan PenggalianIndustri PengolahanListrik, Gas, dan Air BersihBangunanPerdagangan, Hotel, dan RestoranPengangkutan dan TelekomunikasiKeuangan, Persewaan dan Js PershJasa-Jasa

sektor jasa-jasa. Secara rata-rata selama tahun 2007-2011 struktur perekonomian

masih didominasi oleh sektor pertanian yang dapat menyumbang secara

keseluruhan terhadap perekonomian wilayah rata-rata 47,09 persen per tahun.

Adapun sektor pertanian yang paling besar kontribusinya adalah sektor perikanan

(26,69 persen) dan sektor tanaman bahan makanan (11,77 persen).

Sektor perikanan, peternakan, pertambangan dan penggalian, serta listrik, gas

dan air bersih merupakan sektor-sektor basis yang menjadi unggulan Kabupaten

Merauke. Berdasarkan analisa LQ sektoral sepanjang tahun 2008-2011, terlihat

keempat sektor tersebut mempunyai angka LQ lebih besar dari satu dengan rata-rata

per tahun sekitar 1,15 sampai dengan 3,44, yang menandakan keempatnya

merupakan basis perekonomian, dan menjadi stimulus bagi perekonomian wilayah

Merauke.

Gambar 3.60Perkembangan Sektor Basis Di Kabupaten Merauke Tahun 2008-2011

Sumber: BPS Merauke, 2011 (diolah)

B. Kualitas Pembangunan ManusiaKualitas pembangunan manusia di Kabupaten Merauke tampak lebih baik bila

dibandingkan Provinsi Papua secara keseluruhan. Sebagaimana yang tercermin

pada perkembangan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) selama tahun 2007-2010

terlihat jelas angka IPM Kabupaten Merauke cenderung selalu lebih tinggi

dibandingkan IPM Provinsi Papua. Hingga tahun 2010 IPM Kabupaten Merauke

telah mencapai 65,31, sedangkan IPM Papua sebesar 64,94.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 87

Tabel 3.24Perkembangan IPM dan Komponen-Komponennya

Di Kabupaten Merauke dan Provinsi Papua Tahun 2007-2010Tahun

Rata-rata Lama Sekolah Angka Melek Huruf Angka Harapan Hidup Pengeluaran Riil IPMMerauke Papua Merauke Papua Merauke Papua Merauke Papua Merauke Papua

2007 7,30 6,52 87,80 75,41 62,60 67,90 592.700 593.420 64.03 63.412008 8,48 6,52 87,10 75,41 62,13 68,10 595.940 599.650 64.00 64.442009 8,63 6,57 87,37 75,58 62,25 68,35 597.200 603.880 64.77 64.532010 9,33 6,66 87,99 6,66 62,37 68,60 597.460 606.360 65.31 64.94

Sumber: BPS Kabupaten Merauke (2011)

Meskipun selalu kelihatan lebih tinggi dibandingkan Papua, akan tetapi gap IPM

antara Kabupaten Merauke dengan Provinsi Papua semakin lama semakin

berkurang setiap tahunnya. Selain itu kualitas pembangunan kesehatan serta

ekonomi masyarakat di Kabupaten Merauke ternyata masih lebih rendah

dibandingkan Provinsi Papua. Jika di tahun 2007 gap IPM dengan Papua adalah

sebesar 0,62 poin, maka di tahun 2010 telah berkurang menjadi 0,37 poin. Hal ini

mengindikasikan bahwa ada kabupaten lain di Provinsi Papua yang memiliki

perkembangan pembangunan manusianya lebih cepat dibandingkan kabupaten

Merauke. Disamping itu juga terindikasi bahwa Angka Harapan Hidup dan Rata-rata

Pengeluaran Riil di Kabupaten Merauke masih jauh lebih rendah dibandingkan rata-

rata Papua, yang mencerminkan kualitas pembangunan kesehatan dan ekonomi

rumah tangga di Kabupaten Merauke dibawah beberapa daerah lainnya di Papua.

C. Kemiskinan Dan Ketimpangan PendapatanPada peta kemiskinan Provinsi Papua, Merauke merupakan kabupaten yang

paling rendah memiliki jumlah penduduk miskin, bahkan tingkat kemiskinannya

terbilang rendah di Indonesia. Selama tahun 2008-2010 misalkan, jumlah penduduk

miskin di Kabupaten Merauke rata-rata hanya 27.214 orang per tahun atau 3,63

persen dari total penduduk miskin di Provinsi Papua per tahun. Tingkat

kemiskinannya cenderung mengalami penurunan setiap tahun, dengan rata-rata

sekitar 15,22 persen per tahun. Akan tetapi secara absolut jumlah penduduk miskin

sebenarnya terlihat bertambah di tahun 2010 bila dibandingkan tahun 2009.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 88

26.6

8

26.5

1

28.4

6

733.

10

760.

35

761.

60

0

200

400

600

800

2008 2009 2010

Merauke Papua

jumlah penduduk miskin (ribu org)

15.69 15.44 14.54

37.08 37.53 36.80

0

10

20

30

40

50

2008 2009 2010Merauke Papua

tingkat kemiskinan (%)

Gambar 3.61Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat Kemiskinan

Di Kabupaten Merauke dan Provinsi Papua Tahun 2008-2010

Sumber: BPS Kabupaten Merauke, 2007-2011 (data diolah)

Indeks kedalaman kemiskinan (P1) di Kabupaten Merauke pada tahun 2010

adalah sebesar 3,79 sedangkan P2 (Indeks Keparahan Kemiskinan) Kabupaten

Merauke pada tahun yang sama adalah sebesar 1.49. Ini berarti bahwa, tingkat

kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin di Kabupaten Merauke

terhadap garis kemiskinan, ternyata cukup tinggi (hampir mendekati nilai 4).

Sementara gambaran tingkat intensitas atau keparahan kemiskinan penduduk di

Kabupaten Merauke, tercatat sebesar 1.49, ini berarti masih berada di bawah nilai

ambang batas DSI (Distributionally Sensitive Index). Dengan kata lain, kondisi

kemiskinan penduduk di Kabupaten Merauke secara makro belum begitu parah, bila

dibandingkan dengan Provinsi Papua yang diatas DSI=2 (P2=3,37) pada tahun 2010

atau 2,80 pada tahun 2011.

Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Merauke paling banyak menyebar di

Distrik Merauke. Berdasarkan Data Terpadu Program Perlindungan Sosial

(BDTP2S), jumlah rumah tangga miskin di Distrik Merauke sebesar 18,5 persen. dan

jumlah individu sebesar 19,6 persen. Kemudian menyusul Distrik Tanah Miring,

dengan tingkat kesejahteraan RT sebesar 10,9 persen dan individu sebesar 9,9

persen. Distrik lainnya yang juga tinggi kemiskinannya adalah Distrik Jagebob yang

memiliki tingkat kesejahteraan Rumah Tangga untuk ketiga Desil sebanyak 8,6

persen dan Distrik Kurik untuk kelompok individu sebesar 8,78 persen.

Pendapatan per kapita di Kabupaten Merauke melaju dengan cukup pesat,

namun hal itu tidak diimbangi dengan perbaikan distribusi pendapatan, sehingga

pembangunan yang dihasilkan dapat dikatakan kurang berkualitas. Selama tahun

2007-2011 rata-rata pertumbuhan pendapatan per kapita sekitar 5,39 persen per

tahun, dimana pada tahun 2011 tercatat sebesar Rp8,01 juta. Sedangkan angka Gini

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 89

0.320.31

0.34 0.350.33

0.30 0.30 0.30 0.31

0.390.35 0.32

0.37 0.37 0.41

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

2007 2008 2009 2010 2011KOTA DESA KOTA-DESA

gini ratio (% )

6.50 6.73 7.16 7.85 8.01

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

2007 2008 2009 2010 2011

pendapatan per kapita (Rp juta)

271.00 271.00 271.00 271.00 271.00

233.41 233.41 233.41 233.41 233.41

1031.09 1040.13 1073.91 1098.63 1103.74

1535.50 1544.54 1578.32 1603.04 1608.15

0

300

600

900

1200

1500

1800

2007 2008 2009 2010 2011

Negara Provinsi Kabupaten Total

(panjang jalan (km)17.67%

30.95%39.28%

12.10%

BaikSedangRusakRusak Berat

Total = 1573 km

Persentase Kondisi Jalan (rata-rata 2007-2011)

Ratio mengalami kenaikan dari 0,35 di tahun 2007 menjadi 0,41 di tahun 2011.

Meskipun kesenjangan distribusi pendapatan di Kabupaten Merauke masuk kategori

rendah dan sedang, namun angkanya cederung mengalami peningkatan. Kondisi ini

dipicu oleh perbedaan aktivitas perekonomian yang mencolok yang berdampak pada

kesenjangan distribusi pendapatan yang meningkat antara kota dan desa.

Gambar 3.62Pendapatan Per Kapita dan Gini Ratio Di Kabupaten Merauke Tahun 2007-2011

Sumber: BPS Merauke (2011)

D. Infrastruktur DaerahPembangunan infrastruktur jalan di Kabupaten Merauke mengalami pening-

katan yang lambat. Misalnya tahun 2007 panjang jalan adalah 1535,50 km, pada

tahun 2011 hanya meningkat menjadi 1608,15 km. Selama 2007-2011 pemerintah

sangat aktif melakukan pembangunan infrastruktur jalan, sedangkan pemerintah

pusat dan provinsi panjang jalannya belum bertambah atau meningkat. Kondisi jalan

di Kabupaten Merauke rata-rata 51,38 persen kondisinya rusak dan rusak berat.

Sedangkan yang tergolong baik dan rusak ringan (sedang) rata-rata 48,62 persen

per tahun.

Gambar 3.63Panjang Jalan Menurut Status Kewenangan dan Kondisi Jalan

di Kabupaten Merauke Tahun 2007-2011

Sumber: BPS Kabupaten Merauke, 2007-2011 (data diolah)

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 90

186.16Kimaan

125.82Kurik

115.47Noukenjerai

105.20Okaba

101.33Muting

99.40

91.80

81.45

71.1262.7260.0049.8532.841.40

550.57

KimaamKurikNoukenjeraiOkabaMutingMeraukeIlwayabElikobelJagebobTanah MiringAnimhaSemanggaSotaMalind

Pembangunan jalan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten sebagian

besar terkonsentrasi pada beberapa distrik yang jauh terletak di pedalaman.

Berdasarkan data inventaris jalan yang dipublikasikan oleh Dinas PU (2011) tercatat

panjang ruas jalan pada daerah-daerah pedalaman tersebut adalah 186,16 km pada

Distrik Kimaan, 115,47 km pada Distrik Noukenjerai, 105,20 km pada Distrik Okaba,

dan 101,33 km pada Distrik Muting. Kemudian di salah satu daerah transmigrasi

yaitu Distirk Kurik sepanjang 125,82 km. Sisanya 550,57 km tersebar ke 9 distik

lainnya secara tidak merata.

Gambar 3.64Daftar Inventaris Jalan Kabupaten Merauke Tahun 2011

Sumber: APBD Kabupaten Merauke, 2007-2011 (data diolah)

Pelayanan transportasi berikutnya yang cukup besar mendorong perekonomian

wilayah selama ini adalah transportasi udara. Dengan didukung fasilitas Bandara

(Pelabuhan Udara) Mopah yang berkapasitas pesawat besar jenis Boeing 737 (seri

200, 300, 400 dan MD-90) dan pesawat ukuran sedang/kecil (ATR42, DHC-6,

CN235), terlihat frekwensi penerbangan yang datang/pergi ke/dari Merauke bisa

mencapai 2.532 unit pesawat per tahun, dengan jumlah penumpang 78.627 orang

per tahun, dan bongkar muat barang 454.198 ton per tahun. Maskapai yang

melayani penerbangan selama ini adalah Merpati yang merupakan partner

pemerintah dengan sistem KSO, dan Lion Air yang merupakan maskapai

penerbangan swasta. Beberapa bandara perintis juga tersedia di Kabupaten

Merauke yaitu Bandara Okaba dan Kimaam yang memiliki kapasitas pesawat jenis

DHC-6, yang dilayani oleh maskapai penerbangan Merpati.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 91

Infrastruktur perhubungan lainnya yang juga sangat vital dalam menunjang

pembangunan daerah Kabupaten Merauke adalah transportasi laut dan sungai.

Untuk melayani jalur pelayaran dari dan ke Merauke baik itu melalui pelayaran

samudera maupun perintis telah tersedia Pelabuhan Laut Merauke yang memiliki

kapasitas 158 m, Draft 6 m dan GT 7.341. Pemerintah Kabupaten Merauke juga

memiliki beberapa kapal laut yang melayani rute lokal yakni KM. Lady Mariana, KM.

Maroka Ehe, dan KM. Muli Anem. Selain itu juga memiliki Kapal Tangker. Rata-rata

per tahunnya jumlah penumpang turun naik di Pelabuhan Laut Merauke adalah

35.584 orang, dengan bongkar muat barang sekitar 312.973,80 ton/m3 per tahun.

3.10.KONDISI SOSIAL EKONOMI KOTA JAYAPURAA. Pembangunan Ekonomi Daerah

Struktur ekonomi Kota Jayapura sebagai ibu kota 7 pemerintahan dan pusat

pemerintahan, sehingga menjadi tumpuan aktivitas pemerintahan, perdagangan dan

jasa.Tabel di bawah memperlihatkan perubahan struktur ekonomi regional Kota

Jayapura dalam 9 tahun kurun waktu pengamatan (2000-2009) pada data Badan

Pusat Statistik (BPS, 2011) menunjukkan bahwa di antara sektor-sektor ekonomi

yang memberikan kontribusi penting terhadap PDRB, sektor jasa-jasa, terutama jasa

pemerintah, memberikan kontribusi terbesar, yakni lapangan usaha jasa-jasa lebih

dari 20persen, Hal ini memberikan gambaran bahwa denyut nadi perekonomian Kota

Jayapura masih didominasi oleh kegaiatan pemerintahan, terutama dalam bentuk

penyediaan infrastruktur pembagunan berupa sarana dan prasarana, untuk lapangan

usaha lainnya juga megalami pertumbuhan tetapi masih dibawah lapangan usaha

jasa-jasa. Masih pada tahun 2000 lapangan usaha lainnya yang mengalami

pertumbuhan berturut-turut lapangan usaha Perdagangan, Hotel dan Restoran

sebesar 19.22 persen, lapangan usaha Bangunan sebesar 16.31 persen, lapangan

usaha Pengangkutan Dan Komunikasi sebesar 14.56 persen, lapangan usaha

Pertanian sebesar 10.66 persen, lapangan usaha Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan sebesar 6.35 persen, Industri Pengolahan sebesar 6.13 persen,

lapangan usaha Listrik dan Air Bersih sebesar 1.07 persen, lapangan usaha

Pertambangan dan Penggalian sebesar 0.72 persen.

Pada tahun 2001 lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi

terjadi pada lapangan usaha jasa-jasa sebesar 27,70 persen lebih tinggi dari tahun

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 92

2000 sedangkan lapangan usaha terendah untuk tahun 2001 sebesar 0.70 persen

pada lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian.

Selama Periode 2000-2009, pertumbuhan ekonomi Kota Jayapura relatif

fluktuatif, yakni pertumbuhan terendah tahun 2009 (0,60 persen) pada lapangan

usaha Pertambangan dan Penggalian inipun masih lebih rendah dibandingkan dari

tahun 2000 hingga tahun 2008, dan pertumbuhan tertinggi tahun 2009 untuk

lapangan usaha jasa-jasa sebesar 17,68 persen namun ini lebih rendah

dibandingkan dari tahun 2000 hingga 2008. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh

kondisi perekonomian lokal, regional, nasional, dan global, terutama dalam

pengaruhnya terhadap kinerja lapangan jasa-jasa, perdagangan, hotel, restoran dan

komunikasi.

Tabel 3.25Struktur Perekonomian Kota Jayapura Tahun 2000-2009 (dalam persen)

Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

1. P E R T A N I A N 10.66 10.55 9.86 9.30 8.82 8.40 9.12 8.42 8.10 7.311.1. Tanaman Bahan Makanan 2.04 2.12 1.96 1.77 1.70 1.64 1.70 1.55 1.54 1.361.2. Tanaman Perkebunan 0.34 0.35 0.39 0.42 0.40 0.40 0.42 0.40 0.38 0.341.3. Peternakan dan hasilnya 1.03 1.04 1.05 1.01 0.98 0.94 0.86 0.80 0.76 0.671.4. Kehutanan 0.29 0.28 0.27 0.27 0.26 0.26 0.24 0.22 0.21 0.191.5. Perikanan 6.97 6.77 6.19 5.83 5.48 5.15 5.89 5.45 5.21 4.752. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 0.72 0.70 0.68 0.67 0.64 0.65 0.67 0.63 0.65 0.602.1. Minyak dan Gas Bumi - - - - - - - - - -2.2. Pertambangan Tanpa Migas - - - - - - - - - -2.3. Penggalian 0.72 0.70 0.68 0.67 0.64 0.65 0.67 0.63 0.65 0.603. INDUSTRI PENGOLAHAN 6.13 5.63 5.54 5.13 4.89 4.69 4.93 4.64 4.49 4.153.1. Industri Besar/Sedang 3.47 3.23 3.34 3.14 3.06 2.92 2.77 2.57 2.41 2.143.2. Industri Kecil Kerajinan RT 2.66 2.40 2.20 1.98 1.83 1.77 2.15 2.07 2.08 2.003.3. Industri Pengilangan Minyak Bumi - - - - - - - - - -4. LISTRIK DAN AIR BERSIH 1.07 1.02 1.15 1.06 0.97 0.89 0.93 0.86 0.80 0.724.1. Listrik 0.64 0.61 0.76 0.71 0.66 0.60 0.55 0.51 0.48 0.434.2. Air Bersih 0.42 0.41 0.39 0.35 0.31 0.28 0.37 0.34 0.32 0.295. B A N G U N A N 16.31 15.77 15.49 15.89 16.99 17.67 19.70 20.17 20.08 18.246. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 19.22 18.29 19.17 19.93 20.16 20.52 17.10 16.48 16.49 15.816.1. Perdagangan 16.63 15.71 16.46 17.26 17.52 17.81 14.46 13.82 13.75 13.236.2. H o t e l 1.46 1.42 1.32 1.30 1.31 1.36 1.54 1.57 1.65 1.546.3. Restoran 1.13 1.16 1.38 1.37 1.34 1.35 1.10 1.09 1.09 1.047. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 14.56 14.09 13.80 16.78 18.46 20.32 18.31 18.36 19.16 18.917.1. Angkutan Jalan Raya 5.02 4.48 4.21 4.13 4.06 4.11 4.40 4.21 4.22 4.037.2. Angkutan Laut 3.41 3.47 3.56 3.38 3.31 3.21 3.06 2.91 2.83 2.707.3. Angkutan Sungai 0.19 0.21 0.20 0.18 0.17 0.15 0.15 0.14 0.13 0.117.4. Angkutan Udara - - - - - - - - - -7.5. Jasa Penunjang Angkutan 0.83 0.80 0.81 0.77 0.74 0.73 0.77 0.76 0.76 0.747.6. Komunikasi 5.12 5.12 5.02 8.33 10.18 12.12 9.93 10.34 11.22 11.338. KEU, SEWAAN & JS PERUSAHAAN 6.35 6.24 5.79 5.40 5.41 5.17 8.45 11.07 11.75 16.588.1. Bank 2.19 2.27 2.14 1.95 2.11 1.86 4.70 7.44 8.02 12.748.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank 1.22 1.12 1.07 1.05 1.03 0.97 1.03 0.96 0.93 0.958.3. Sewa Bangunan 2.12 2.13 1.89 1.76 1.66 1.77 2.09 2.06 2.16 2.278.4. Jasa Perusahaan 0.82 0.73 0.69 0.64 0.61 0.57 0.64 0.61 0.63 0.629. JASA-JASA 24.99 27.70 28.53 25.85 23.67 21.69 20.80 19.38 18.48 17.689.1. Pemerintahan Umum 20.16 22.59 23.59 21.18 19.21 17.30 16.36 15.09 14.11 13.479.2. Jasa Sosial Kemasyarakatan 1.86 1.99 1.96 1.83 1.71 1.64 1.56 1.49 1.55 1.529.3. Jasa Hiburan dan Rekreasi 1.59 1.77 1.66 1.59 1.55 1.58 1.68 1.64 1.64 1.549.4. Jasa perorangan dan RT 1.38 1.35 1.32 1.26 1.20 1.17 1.20 1.16 1.18 1.14PDRB ADHB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber: BPS, data diolah 2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 93

Pertumbuhan EkonomiPertumbuhan ekonomi pada tabel di bawah, memperlihatkan bahwa lapangan

usaha Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan dan lapangan usaha Pengangkutan

dan Komunikasi selama tahun 2001-2009 secara rata-rata memberikan kontribusi

terbesar, yakni lebih dari 20 persen. Di antara sektor-sektor/lapangan usaha ekonomi

yang memberikan kontribusi penting terhadap PDRB Kota Jayapura di Rinci Menurut

Sektor tahun 2001-2009 adalah untuk Lapangan Usaha Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan rata-rata sebesar 24.02 persen, diikuti Lapangan Usaha

Pengangkutan dan Komunikasi dengan rata-rata 21.61 persen, Lapangan Usaha

Bangunan rata-rata 15.99 persen, Lapangan Perdagangan, Hotel dan Restoran

Usaha rata-rata 15.72 persen, Lapangan Usaha Pertambangan Dan Penggalian

rata-rata 12.85 persen, Lapangan Usaha Jasa-jasa rata-rata 11.65 persen.

Sedangkan yang terendah adalah Lapangan Usaha Listrik dan Air Bersih rata-rata

9.84 persen, Lapangan Usaha Industri Pengolahan rata-rata 9.63 persen, Lapangan

Usaha Pertanian rata-rata 9.32 persen.

Tabel. 3.26Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Kota Jayapura

Dirinci Menurut Sektor Tahun 2001-2009 (dalam persen)Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005 2007 2008 2009 Rata2

1. P E R T A N I A N 11.81 11.95 10.93 13.02 12.32 4.54 5.22 4.77 9.321.1. Tanaman Bahan Makanan 17.45 11.03 6.32 13.93 14.18 3.13 8.64 2.72 9.671.2. Tanaman Perkebunan 17.20 32.71 25.16 14.27 18.37 6.88 4.67 2.22 15.181.3. Peternakan dan hasilnya 13.68 21.31 13.02 15.83 13.78 4.56 3.97 3.13 11.161.4. Kehutanan 8.82 14.24 18.66 17.19 16.14 4.87 3.48 3.80 10.901.5. Perikanan 9.74 9.62 10.81 11.97 10.85 4.77 4.53 5.84 8.522. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 11.13 15.45 16.12 14.72 18.44 6.29 12.85 7.84 12.852.1. Minyak dan Gas Bumi - - - - - - - - -2.2. Pertambangan Tanpa Migas - - - - - - - - -2.3. Penggalian 11.13 15.45 16.12 14.72 18.44 6.29 12.85 7.84 12.853. INDUSTRI PENGOLAHAN 3.81 17.80 9.02 13.52 13.24 6.61 5.96 7.08 9.633.1. Industri Besar/Sedang 5.25 23.79 10.84 15.86 12.62 4.82 2.75 3.03 9.873.2. Industri Kecil Kerajinan RT 1.94 9.72 6.27 9.80 14.28 8.93 9.95 11.77 9.083.3. Industri Pengilangan Minyak Bumi - - - - - - - - -4. LISTRIK DAN AIR BERSIH 8.46 34.05 9.18 8.98 7.32 4.55 2.58 3.58 9.844.1. Listrik 7.28 49.40 10.49 10.33 7.05 4.75 2.39 3.85 11.944.2. Air Bersih 10.26 11.44 6.59 6.21 7.89 4.25 2.86 3.19 6.595. B A N G U N A N 9.28 17.59 20.75 27.35 22.73 15.91 8.94 5.38 15.996. PERDAG, HOTEL & RESTORAN 7.53 25.45 22.40 20.53 20.03 9.08 9.51 11.23 15.726.1. Perdagangan 6.79 25.45 23.40 20.90 19.94 8.15 8.92 11.64 15.656.2. H o t e l 10.10 11.06 15.92 19.76 22.55 14.99 15.37 7.81 14.706.3. Restoran 15.08 43.18 16.68 16.55 18.70 12.99 8.58 11.30 17.887. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 9.32 17.28 43.18 31.00 29.89 13.54 14.17 14.50 21.617.1. Angkutan Jalan Raya 0.97 12.54 15.32 17.32 19.36 8.48 9.75 10.65 11.807.2. Angkutan Laut 15.05 22.69 11.81 16.52 14.51 7.62 6.44 10.63 13.167.3. Angkutan Sungai 24.99 12.94 7.42 9.40 5.31 2.64 1.91 3.38 8.507.4. Angkutan Udara - - - - - - - - -7.5. Jasa Penunjang Angkutan 9.74 20.47 11.48 15.07 16.45 12.54 9.40 11.93 13.387.6. Komunikasi 13.02 17.43 95.36 45.59 40.47 17.85 18.65 17.24 33.208. KEU, SEWA & JS PERUSAHAAN 11.01 11.04 9.77 19.38 12.74 48.28 16.12 63.80 24.028.1. Bank 17.13 13.06 7.24 29.06 3.65 79.26 17.97 84.31 31.46

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 94

Lanjutan dari Tabel 3.20..................Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005 2007 2008 2009 Rata2

8.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank 3.08 14.38 15.59 16.57 11.64 5.79 6.45 18.27 11.478.3. Sewa Bangunan 13.32 6.21 9.65 12.66 25.51 11.87 14.79 21.66 14.468.4. Jasa Perusahaan 0.57 13.77 8.91 12.99 11.22 7.67 13.22 14.57 10.369. JASA-JASA 25.25 23.34 6.68 9.04 8.13 5.47 4.32 11.00 11.659.1. Pemerintahan Umum 26.61 25.07 5.66 8.04 6.27 4.44 2.27 10.75 11.149.2. Jasa Sosial Kemasyarakatan 21.07 17.69 9.65 11.49 13.31 8.37 13.40 13.93 13.619.3. Jasa Hiburan dan Rekreasi 25.88 12.31 12.98 16.36 19.66 10.20 9.70 9.25 14.549.4. Jasa perorangan dan RT 10.35 17.08 12.53 13.03 15.64 9.22 11.64 12.52 12.75PDRB ADHB 12.99 19.74 17.73 19.12 17.95 13.21 9.41 16.02 15.77

Sumber: BPS, data diolah 2011

Tabel di atas, Pembentukan PDRB ADHB Kota Jayapura selama periode 2001-

2009 relatif fluktuatif. Yakni tertinggi pada 2005 (17.95 persen) dan terendah pada

2008 (9.41 persen), adapun Rinci Pembentukan PDRB ADHB Jayapura tertinggi

mencapai17.95 persen pada tahun 2005, berikut pembentukan PDRB ADHB

sebesar 19.74 persen pada tahun 2002, pada tahun 2003 pembentukan PDRB

ADHB sebesar 17.73 persen, pembentukan PDRB ADHB sebesar 19.12 persen

pada tahun 2004, pada tahun 2009 pembentukan PDRB ADHB sebesar 16.02

persen, pada tahun 2007 pembentukan PDRB ADHB sebesar 13.21 persen, pada

tahun 2001 pembentukan PDRB ADHB sebesar 12.99 persen,dan terakhir pada

tahun 2008 pembentukan PDRB ADHB Kota Jayapura terendah sebesar 9.41

persen.

Tingkat Kesejahteraan PendudukTujuan Pembangunan Nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

UUD 1945 alinea 4 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan

mencerdaskan kehudupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan

pembagunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah. Keberhasilan

pembangunan Kota Jayapura, salah satunya dapat dilihat dari pencapaian Indeks

Pembangunan Manusia (IPM), dimana untuk mencapai IPM tersebut, salah satu

komponen utama yang mempengaruhinya yaitu indikator pendapatan per kapita

selain status kesehatan dan pendidikan. Dengan demikian pendapatan per kapita

merupakan salah satu upaya utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya

manusia, yang pada gilirannya mendukung percepatan pembangunan Nasional.

Data Badan Pusat Statistik (BPS,2011) pada Tabel di bawah menggambarkan

kondisi Perkembangan PDRB Per Kapita Kota Jayapura periode tahun 2004 hingga

2009.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 95

Tabel 3.27Perkembangan PDRB Per Kapita Kota Jayapura Tahun 2004-2009

Tahun PDRB Perkapita(Rp)

Perkembangan(%)

Pertumbuhan(%)

2004 12.182.202,72 180.19 20.22

2005 13.166.287,76 194.75 8.08

2006 15.202.866,69 224.87 15.47

2007 18.666.275,94 276.10 22.78

2008 20.617.390,81 304.96 10.45

2009 23.199.567,76 343.15 12.52Sumber: BPS Kota Jayapura, 2010 (data diolah)

Tabel di atas menggambarkan kondisi pertumbuhan pendapatan per kapita

Kota Jayapura yang merupakan suatu indikator penting untuk melihat dan

mengetahui kenaikan kesejahteraan penduduk kota Jayapura periode tahun 2004

hingga tahun 2009. Pergerakan (fluktuasi) dari Pertumbuhan pendapatan per kapita

ini dapat dijadikan indikator untuk menilai berhasil-tidaknya suatu rezim

pemerintahan, makin tinggi pertumbuhan ekonomi yang dicapai, maka semakin

dianggap berhasil, sebaliknya semakin rendah pertumbuhan (atau terus terjadinya

penurunan tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita), maka dapat dianggap

rezim pemerintahan tersebut telah gagal dalam membawa perekonomian

kota/daerah tersebut menuju perbaikan. Pertumbuhan pendapatan per kapita kota

Jayapura pada tahun 2007 lebih dominan sebesar 22.78 persen. Pada tabel di atas

terlihat sejak awal tahun 2004 pertumbuhan pendapatan per kapita kota Jayapura

sudah menunjukkan kecenderungan terjadi penurunan dari 20.22 persen menjadi

8.08 persen pada tahun 2005, pada tahun 2005 pertumbuhan pendapatan per kapita

sebesar 8.08 persen mengalami kenaikkan hingga tahun 2007 sebesar 22.78

persen. Pada tahun 2007 pertumbuhan pendapatan per kapita kota Jayapura

mengalami kecenderungan penurunan dari 22.78 persen menjadi 10.45 persen pada

tahun 2008. Pada tahun 2008 pertumbuhan pendapatan per kapita sebesar 10.45

persen mengalami kenaikkan hingga tahun 2009 sebesar 12.52 persen.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 96

Tabel 3.28Indikator Makro Kependudukan (dalam persen)

Indikator Kependudukan 2005 2006 2007 20081. IPM 72.1 73.1 73.84 74.562. Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) n.a 24,916 25.308 n.a3. Kondisi Pekerjaan Penduduk:

a. Penduduk Yang Bekerja 49.78 49.39 49.30 49.38b. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 61.43 60.34 57.18 57.26c. Tingkat Kesempatan Kerja 81.02 81.85 86.24 -d. Tingkat Pengangguran Terbuka 18.97 18.15 18.15 18,10

Sumber: BPS Kota Jayapura, 2010 (data diolah)

Tabel di atas menjelaskan beberapa indikator makro kesejahteraan penduduk

Kota Jayapura tahun 2005-2008 bila dilihat dari aspek sosial yang dapat dijelaskan

sebagai berikut.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Jayapura yang memadukan dari

ukuran usia harapan hidup, tingkat pendidikan dan pendapatan riil, seperti pada

Tabel di atas, IPM Kota Jayapura mulai dari tahun 2005 merangkak naik dengan

stabil sampai dengan tahun 2008.

Pada tahun 2006 proporsi warga/penduduk Kota Jayapura yang hIdup dibawah

garis kemiskinan sebanyak 24,916 jiwa meningkat menjadi 25,308 jiwa pada tahun

2007, ini menunjukkan bahwa Kota Jayapura tidak dapat menekan tingkat

kemiskinan.

Pada tahun 2005, penduduk yang bekerja sebesar 49.78 persen, pada tahun

2006 penduduk yang bekerja menurun menjadi 49.39 persen dan menurun lagi pada

tahun 2007 sebesar 49.30 persen. Pada tahun 2008 penduduk yang bekerja naik

menjadi 49.39 persen. Adapun Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja antara tahun 2005

dengan tahun 2006 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja menurun dari 61.43 persen

menjadi 60.34 persen, dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja pada tahun 2007 terus

turun menjadi 57.18 persen, hal ini menunjukkan banyak dari orang-orang yang

kurang mencari pekerjaan. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja telah meningkat dari

57.18 persen pada tahun 2007 menjadi menjadi 57.26 persen pada tahun 2008.

Banyak dari orang-orang ini akan masih mencari pekerjaan yang menyerap di

sektor/lapangan usaha yang menyerap tenaga kerja terbesar. Meningkatnya

Partisipasi Angkatan Kerja adalah indikasi bahwa baik laki-laki atau perempuan

harus mampu mendapat pekerjaan dan menyumbang pada penghasilan keluarga.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 97

Tingkat Pengangguran Terbuka. Memperoleh pekerjaan yang berupah baik

ataupun tidak telah menjadi semakin sulit. Tingkat Pengangguran Terbuka pada

tahun 2005 sebesar 18.97 persen dan terus menurun hingga tahun 2008, dimana

Tingkat Pengangguran Terbuka pada tahun 2006 dan tahun 2007 sama yaitu

sebesar 18.15 persen, Tingkat Pengangguran Terbuka pada tahun 2008 hanya

mencapai 18.10 persen lebih rendah dibandingkan dengan Tingkat Pengangguran

Terbuka pada tahun 2006 dan 2007 yang mencapai 18.15 persen.

Tata Pemerintahan dan Penduduk KotaKota Jayapura merupakan ibukota dari Provinsi Papua dengan memiliki wilayah

strategis sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian dari Provinsi Papua. Kota

Jayapura memiliki tata pemerintahan dengan jumlah distrik sebanyak 6 distrik. Total

kelurahan pada Kota Jayapura sebanyak 24 kelurahan, dan total kampung yang

tersebar pada wilayah kota, yakni sebanyak 15 kampung.

Tabel 3.29Tata Pemerintahan Di Kota Jayapura

Distrik Ibu kota Distrik BanyaknyaKelurahan Kampung

Abepura Kotabaru 8 3Jayapura Selatan Entrop 4 3Jayapura Utara Tanjung Ria 7 1Muara Tami Skouw Mabo 2 6Heram Waena 3 2

Total 24 15Sumber: BPS Kota Jayapura, 2010 (data diolah)

Jumlah kampung terbanyak pada wilayah Kota Jayapura, berada pada distrik

Muara Tami dengan jumlah kampung sebanyak 6 dan jumlah kelurahan hanya 2

kelurahan. Hal ini menunjukan belum adanya perhatian khusus dari pemerintah Kota

Jayapura bagi Distrik Muara Tami, dalam hal peningkatan administrasi tata

pemerintahan, yang jika dilihat secara wilayah administrasi dari Distrik Muara Tami,

posisinya yang berada di pinggiran Kota, yang berbatasan langsung dengan

Kabupaten Keerom, dan jauh dari wilayah Kota Jayapura itu sendiri. Sebaliknya

Distrik Abepura dan Distrik Jayapura Utara memiliki masing-masing Kelurahan

sebanyak 8 dan 7 kelurahan serta 3 dan 1 Kampung yang tersebar pada kedua

wilayah distrik tersebut. Sedangkan 2 Distrik lainnya yakni Distrik Jayapura Selatan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 98

dan Distrik Heram pada wilayah Kota Jayapura, memiliki jumlah Kelurahan masing-

masing sebanyak 4 dan 3 serta jumlah kampung sebanyak 3 dan 2 kampung.

Kota Jayapura memiliki luas wilayah sebesar 940 Km2, yang didalamnya

terdapat 5 Distrik. Tabel 3.6 menunjukan luas wilayah pada Kota Jayapura.

Tabel 3.30Luas Wilayah Kota Jayapura

Distrik Luas Wilayah (Km2) Persentase (%)Abepura 155.7 8.00Jayapura Selatan 43.4 6.62Jayapura Utara 51 5.43Muara Tami 626.7 66.67Heram 63.2 6.72Kota Jayapura 940 100.00

Sumber: BPS Kota Jayapura, 2010 (data diolah)

Kota Jayapura dengan luas 940 Km2 terletak diantara 1300-1410 Bujur Timur

dan 10271-30 491 Lintang Selatan. Distrik Muara Tami merupakan Distrik terluas

626.7 Km2 atau sekitar 66.67 persen dari total luas Kota Jayapura, sedangkan batas

wilayah Kota Jayapura meliputi; Sebelah utara berbatasan Samudera Pasifik, selatan

berbatasan Distrik Arso Kabupaten Keerom, timur berbatasan Papua New Guinea

dan sebalah barat berbatasan Distrik Depapre Kabupaten Jayapura.

Tabel diatas juga menunjukan tentang luas wilayah Kota Jayapura, yakni Distrik

Abepura dengan luas wilayah sebesar 155.7 Km2, berikutnya Jayapura Selatan

dengan luas wilayah sebesar 43.4 Km2, Distrik Jayapura Utara memiliki luas wilayah

sebesar 51 Km2,dan Distrik Heram memiliki luas wilayah sebesar 63.2 Km2. Total

luas wilayah Kota Jayapura sebesar 940 Km2.

Tabel 3.31Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Jayapura Menurut DistrikDistrik Luas Wilayah

(Km2)Jumlah Penduduk

(jiwa)Kepadatan(jiwa/km2)

Muara Tami 626.7 11238 18Abepura 155.7 64440 414Heram 63.2 35547 562Jayapura Selatan 43.4 64436 1485Jayapura Utara 51 66564 1305

Total 940 242225 258Sumber: BPS Kota Jayapura, 2010 (data diolah)

Pada Tabel di atas menunjukan tingkat kepadatan penduduk dengan total

jumlah Penduduk sebesar 242.225 Jiwa pada wilayah Kota Jayapura, yang tersebar

pada 5 Distrik di wilayah Kota Jayapura. Pada Distrik Muara Tami dengan Luas

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 99

wilayah terluas di wilayah Kota Jayapura yakni 626,7 Km2, memiliki Jumlah

Penduduk sebesar 11.238 Jiwa. Pada wilayah distrik Muara Tami dengan memiliki

luas yang besar, tetapi tingkat jumlah penduduk yang relatif sedikit. Hal ini

kemungkinan diakibatkan wilayah distrik Muara Tami adalah distrik yang dianggap di

pinggiran Kota Jayapura yang sebagian besar penduduk Tranmigrasi. Berikutnya

adalah Distrik Abepura dengan memiliki luas wilayah yakni 155,7 Km2, yang memiliki

Jumlah Penduduk sebesar 64.440 Jiwa. Kemudian Distrik Heram memiliki luas

wilayah yakni 63.2 Km2, yang memiliki Jumlah Penduduk sebesar 35547 Jiwa. Distrik

Jayapura Selatan memiliki luas 43.4 Km2, memiliki Jumlah Penduduk sebesar 64.436

Jiwa. Distrik Jayapura Utara memiliki luas wilayah sebesar 51 Km2 dengan memiliki

jumlah penduduk sebesar 66.564 Jiwa.

3.11.PROFIL RESPONDENA. Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, maka 74 persen sampel yang diwawancarai

berjenis kelamin laki-laki dan 26 persen berjenis kelamin perempuan. Kepulauan

Yapen yang memiliki persentase terbesar jumlah sampel laki-laki.

Tabel 3.32Responden Menurut Jenis Kelamin Per-Kabupaten/Kota

Kabupaten/Kota L P TotalAsmat 53 7 60Jayawijaya 43 17 60Keerom 52 8 60Kepulauan Yapen 56 3 59Kota Jayapura 37 21 58Merauke 41 19 60Pegunungan Bintang 31 29 60Sarmi 42 18 60Supiori 40 17 57Tolikara 42 18 60Total 437 157 594Pesentase (%) 73,57 26,43 100

Sumber: Data primer dioleh 2013

Selanjutnya berdasarkan mata pencaharian atau pekerjaan, maka 52 persen

sampel bekerja disektor pertanian, kemudian disusul ibu rumah tangga sebesar 10

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I100

persen urutan kelompok sampel yang terkecil adalah peternak hanya 0,84 persen.

Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut.

B. Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Tabel 3.33Responden Menurut Jenis Pekerjaan Per-Kabupaten/Kota

Kabupaten/Kota IRT AparatKampung Nelayan Petani Peternak Swasta Tokoh Total

Asmat 0 1 2 1 0 56 0 60

Jayawijaya 3 1 0 48 0 5 3 60

Keerom 2 0 0 38 0 19 1 60

Kepulauan Yapen 1 0 6 38 0 11 3 59

Kota Jayapura 17 2 4 30 0 4 1 58

Merauke 10 6 4 26 0 12 2 60

Pgunungan Bintang 5 0 0 41 0 13 1 60

Sarmi 8 8 9 13 0 18 4 60

Supiori 8 2 1 38 0 7 1 57

Tolikara 8 1 0 36 5 3 7 60

Total 62 21 26 309 5 148 23 594

Pesentase 10,438 3,535 4,377 52,020 0,842 24,92 3,87 100Sumber: Data Primer Diolah 2013

C. Responden Berdasarkan Jenjang PendidikanBerdasarkan jenjang pendidikan yang diraih oleh para reponden yang berhasil

wawancarai, ternyata 36 persen atau 213 orang tamatan SMU, 33 persen 198 orang

tamatan SD, 150 orang atau 25 persen tamatan SMP, terakhir 6 persen atau 33

orang tamatan Diploma/S1. Dengan data jenjang pendidikan responden seperti ini

maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan responden untuk memahami dan

mengerti setiap pertanyaan penelitian sangat baik. Sehingga data yang perolehpun

valid.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I101

Tabel 3.34Responden Menurut Jenjang Pendidikan Akhir Per-Kabupaten/KotaKabupaten/Kota SD SMP SMU DIPL/S1 Total

Asmat 29 16 15 0 60Jayawijaya 14 16 28 2 60Keerom 25 17 16 2 60Kepulauan Yapen 10 15 27 7 59Kota Jayapura 22 12 22 2 58Merauke 7 28 21 4 60Pgunungan Bintang 26 9 17 8 60Sarmi 17 10 29 4 60Supiori 22 10 23 2 57Tolikara 26 17 15 2 60Total 198 150 213 33 594Pesentase 33,333 25,253 35,859 5,556 100

Sumber: Data Primer diolah 2013

D. Reponden Berdasarkan UmurBerdasarkan usia responden, maka 32 persen atau 189 orang sampel berusia

antara 31–40 tahun, usia 21–30 tahun sebanyak 25 persen atau 150 orang dan

urutan terkecil pada usia kurang dari 20 tahun hanya 2 persen atau 9 orang. Dengan

demikian maka dapat disimpulkan bahwa responden yang diambil dalam penelitian

ini sangat mengerti dan memahami persoalan pelaksanaan Otonomi Khusus Papua

saat ini.

Tabel 3.35Responden Menurut Umur Per-Kabupaten/Kota

Kabupaten/Kota ≤ 20 21 - 30 31 - 40 41 - 50 51 - 60 > 60 TotalAsmat 3 14 21 14 8 0 60Jayawijaya 2 17 26 11 2 2 60Keerom 0 23 10 14 13 0 60Kepulauan Yapen 0 11 14 22 11 1 59Kota Jayapura 1 10 15 16 13 3 58Merauke 1 8 23 18 8 2 60Pegunungan Bintang 1 28 22 7 1 1 60Sarmi 1 21 11 12 11 4 60Supiori 0 13 13 12 12 7 57Tolikara 0 5 34 19 2 0 60Total 9 150 189 145 81 20 594Persentase 1,515 25,253 31,818 24,411 13,636 3,367 100

Sumber: Data Primer diolah 2013

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I102

E. Responden Berdasarkan Tanggungan KeluargaData pada tabel di bawah menunjukkan jumlah anggota keluarga yang menjadi

tanggung jawab satu orang kepala keluarga. Data pada tabel menunjukkan bahwa

tanggungan keluarga terbesar antara 2–6 jiwa sebanyak 67 persen atau 398 orang,

urutan kedua ditempati oleh tanggungan antara 7-10 anggota keluarga sebanyak 24

persen sampel. Sedangkan tanggungan keluarga terkecil pada tanggungan kurang

dari 2 orang hanya 8 persen dan lebih dari 10 orang hanya 1 persen.

Tabel 3.36Responden Menurut Tanggungan Keluarga per-Kabupaten/Kota

Kabupaten/Kota ≤ 2 jiwa 2 - 6 jiwa 7 - 10 jiwa > 10 jiwa TotalAsmat 16 36 7 1 60Jayawijaya 4 42 14 0 60Keerom 5 37 18 0 60Kepulauan Yapen 2 51 6 0 59Kota Jayapura 2 38 17 1 58Merauke 3 41 16 0 60Pegunungan Bintang 7 40 12 1 60Sarmi 5 42 12 1 60Supiori 3 37 16 1 57Tolikara 2 34 22 2 60Total 49 398 140 7 594Persentase (%) 8,25 67,00 23,57 1,18 100

Sumber: Data Primer diolah 2013

F. Responden Berdasarkan Lama berdomisili

Selanjutnya responden berdasarkan lama berdomisili, maka 86,20 persen atau

512 orang tinggal lebih dar 14 tahun di lokasi penelitian, hanya 0,3 persen atau 2

orang yang tinggal kurang dari 2 tahun di lokasi penelitian. Dapat disimpulkan bahwa

sampel dalam penelitian ini adalah Orang Asli Papua (OAP) yang benar-benar

berasal dan mewakili wilayah lokasi penelitian.

Tabel 3.37Responden Menurut Lama Tahun Menetap Per-Kabupaten/KotaKabupaten/Kota ≤ 6 6 - 10 10 - 14 > 14 Total

Asmat 0 2 0 58 60Jayawijaya 0 2 12 46 60Keerom 1 3 4 52 60Kepulauan Yapen 0 4 2 53 59Kota Jayapura 0 2 6 50 58Merauke 0 1 2 57 60Pgunungan Bintang 1 16 6 37 60Sarmi 0 5 2 53 60Supiori 0 6 3 48 57Tolikara 0 1 1 58 60Total 2 42 38 512 594Persentase 0,34 7,07 6,40 86,20 100Sumber: Data Primer diolah 2013

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I103

G. Responden Berdasarkan Status KemiskinanData pada Tabel di bawah menunjukkan status kemiskinan sampel per-

kabupaten/kota. Dari data terlihat bahwa ternyata secara total atau 90 persen

sampel yang berhasil diwawancarai berstatus keluarga miskin, sedangkan hanya 10

persen sampel yang berstatus kelaurga tidak miskin. Hal ini berarti bahwa walaupun

Otonomi Khusus ini sudah berjalan hampir 13 tahun namun mayoritas Orang Asli

Papua (OAP) masih dililit kemiskinan dan kebodohan. Dana Otsus yang sudah

mencapai 40-an Trilyun Rupiah hanya mengalir sampai di kalangan tertentu saja.

Tabel 3.38Responden Menurut Status Kemiskinan Per-kabupaten/kota

Kabupaten/Kota Miskin Tidak Miskin TotalAsmat 100,00 0,00 100,00Jayawijaya 91,30 8,70 100,00Keerom 91,10 8,90 100,00Kepulauan Yapen 93,80 6,30 100,00Kota Jayapura 87,50 12,50 100,00Merauke 78,30 21,70 100,00Pegunungan Bintang 100,00 0,00 100,00Sarmi 86,70 13,30 100,00Supiori 90,70 9,30 100,00Tolikara 91,70 8,30 100,00Total 90,20 9,80 100,00Keterangan:1. Rata-rata garis kemiskinan seluruh kabupaten/kota (BPS 2012) 333.836,38 (Rp)2. Rata-rata jumlah anggota keluarga responden 6 (Org)3. Responden dinyatakan miskin jika pendapatan kurang 2.003.018,28 (Rp)

Sumber: Data Primer dioleh 2013

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I104

BAB 4PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS

4.1 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN SUPIORI4.1.1 KOMPOSISI DANA OTSUS

Kabupaten Supiori menerima dana otonomi khusus dengan total Rp430 milyar

sejak tahun 2004 sampai tahun 2012, dengan rata-rata Rp47,7 milyar per tahun

dengan tren penerimaan meningkat setiap tahunnya. Alokasi dana otsus bagi

Kabupaten Supiori paling kecil jika dibandingkan dengan alokasi yang diterima oleh

kabupaten lainnya. Selama kurun waktu lima tahun terakhir (tahun 2008–2012) rata-

rata penerimaan dana otonomi khusus Supiori terhadap total penerimaan provinsi

Papua adalah sebesar 3,6 persen. Persentase tertinggi dana otonomi khusus

sebesar 4,21 persen diterima pada tahun 2008 sedangkan persentase terendah

sebesar 3,08 persen diterima pada tahun 2011 dan 2012.

Tabel 4.1Realisasi Penerimaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten Supiori

Tahun 2008–2012 (dalam milyar rupiah)Tahun Provinsi Supiori Persentase2008 1,344,181,353,000 56,618,905,000 4.212009 1,265,990,000,000 49,020,000,000 3.872010 1,298,710,000,000 49,020,000,000 3.772011 1,619,999,996,000 49,973,170,000 3.082012 2,025,511,167,000 62,482,231,000 3.08

Sumber: RD Otsus Kabupaten Supiori Tahun 2008–2012

Kurun waktu lima tahun terakhir dana Otsus yang diterima Kabupaten Supiori

cenderung meningkat, misalnya pada tahun 2008 alokasi yang diterima sebesar

Rp56,619 milyar turun menjadi Rp49,020 milyar tahun 2009, tahun 2010 penerimaan

sama sebesar tahun sebelumnya namun pada tahun 2011 meningkat menjadi

Rp49,973 milyar. Pada tahun 2012 dana otsus yang diterima Kabupaten Supiori

meningkat dari tahun sebelumnya menjadi Rp62,483 milyar atau sebesar 3,08 dari

total dana otsus Provinsi Papua.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I105

Tabel 4.2Alokasi Dana Otonomi Khusus Pada Sektor Prioritas Kabupaten Supiori

Tahun 2010 dan 2012 (dalam milyar rupiah)

Tahun Dana Otsus(Rp)

Pendidikan Kesehatan Ekonomi InfrastrukturRp % Rp % Rp % Rp %

2010 49,020 14,616 29.82 7,350 14.99 8,800 17.95 7,325 14.942012 62,482 5,444 8.71 4,000 6.40 2,000 3.20 38,500 61.62

Rata-Rata 55,751 10,030 19.26 5,675 10.70 5,400 10.58 22,913 38.28Sumber: RD Otsus Kabupaten Supiori Tahun 2010 & 2012

Alokasi dana otsus untuk sektor prioritas seperti pendidikan, kesehatan,

ekonomi kerakyatan dan infrastruktur dasar tahun 2010, sesuai dengan dengan

amanat otsus. Pada tahun 2010, sektor pendidikan mendapat alokasi sebesar 29,82

atau 30 persen, sektor pendidikan sebesar 14,99 atau 15 persen, sektor ekonomi

kerakyatan mendapat alokasi sebesar 17,95 atau 18 persen sedangkan infrastruktur

mendapat alokasi sebesar 14,94 atau 15 persen. Pada tahun 2012 sebagaian besar

dana otsus (62 persen) diperuntukkan bagi sektor infrastuktur, sektor pendidikan

memperoleh alokasi sebesar 9 persen, kesehatan 6 persen dan ekonomi kerakyatan

mendapat alokasi sebesar 3 persen.

4.1.2 DANA OTSUS SEKTOR PENDIDIKANAlokasi dana otsus sektor pendidikan di Kabupaten Supiori tahun anggaran

2010 sebesar Rp15 milyar atau 30 persen dari total dana otsus. Alokasi anggaran

tersebut digunakan untuk membiayai program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh

Dinas Pendidikan Kabupaten Supiori. Alokasi anggaran paling besar digunakan

untuk membiayai program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan

sebesar Rp4,398 milyar atau 30 persen, diikuti oleh program wajib belajar pendidikan

dasar sembilan tahun yang menyerap anggaran sebesar Rp2,877 milyar atau 20

persen dari total anggaran sektor pendidikan.

Program atau kegiatan yang mendapat alokasi anggaran paling kecil adalah

program rekruitmen tenaga pendidik sebesar Rp125 juta atau 0,9 persen dan

program pendidikan luar sekolah dan pemuda olahraga sebesar Rp150 juta atau

sebesar 1 persen. Pada tahun 2012 sektor pendidikan di Supiori mendapat alokasi

dana Otsus sebesar Rp5,444 milyar, program peningkatan mutu pendidik dan tenaga

kependidikan memperoleh alokasi anggaran paling besar yaitu Rp3,621 milyar atau

67 persen. Selanjutnya program wajib belajar pendidikan dasar Sembilan tahun

menyerap anggaran sebesar Rp977 juta atau 18 persen. Program pendidikan umum

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I106

dan kejuruan memperoleh anggaran sebesar Rp557 juta atau 10 persen sedangkan

alokasi terkecil ditujukan untuk membiayai pendidikan anak usia dini sebesar 5

persen atau Rp290 juta.

4.1.3 DANA OTSUS SEKTOR KESEHATANDana otsus bagi sektor atau bidang kesehatan mengalami penurunan dari

tahun 2010 sebesar Rp7,350 milyar menjadi Rp4 milyar tahun 2012. Dana otsus

bidang kesehatan di kelola oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Supiori. Tahun

anggaran 2010 alokasi anggaran ditujukan untuk membiayai 6 (enam) program

bidang kesehatan dengan alokasi sebagai berikut:

1. Program upaya kesehatan masyarakat, Rp3,915 milyar (53 persen);

2. Program perbaikan gizi masyarakat, Rp1 milyar (14 persen);

3. Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular, Rp1,245 milyar (17 persen);

4. Program kemitraan peningkatan pelayanan kesehatan, Rp790 juta (11 persen);

5. Program peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur, Rp150 juta (2 persen);

6. Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur, Rp250 juta (3 persen).

Alokasi dana otsus tahun 2012 sebesar Rp4 milyar di kelola oleh Dinas

Kesehatan Supiori sebesar Rp2 milyar dan RSUD Supiori sebesar Rp2 milyar.

Program yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan meliputi: program obat dan

perbekalan kesehatan sebesar Rp550 juta, program upaya kesehatan sebesar

Rp870 juta, program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat sebesar

Rp30 juta, program kesehatan dan pemberdayaan masyarakat sebesar Rp200 juta,

dan program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular sebesar Rp349

juta. RSUD Supiori mengelola dana otsus Rp2 milyar yang dialokasi untuk program

kemitraan peningkatan pelayanan kesehatan sebesar Rp1,448 milyar atau 72,4

persen, program obat dan perbekalan kesehatan sebesar Rp552 juta atau 27,6

persen.

4.1.4 DANA OTSUS INFRASTRUKTUR DASARDana otsus bidang infrastruktur dasar di kelola oleh Dinas Pekerjaan Umum

dan Perhubungan Kabupaten Supiori. Pada tahun 2010, alokasi dana Otsus sebesar

Rp7,325 milyar, yang digunakan untuk pembangunan jembatan rangka baja Kali

Wabudori tahap akhir sebesar Rp2,500 milyar, pemeliharaan periodik jalan

Sorendiweri–Yenggarbun sebesar Rp2,350 milyar, pengadaan dan pemasangan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I107

Guard Reel (Pengaman Jalan) sebesar Rp759 juta dan pembangunan rumah layak

huni Type 36 sebesar Rp1,725 milyar.

Pada tahun dana otsus bidang infrastruktur yang dikelola sebesar Rp38,500

milyar, dialokasi untuk: pembangunan rumah masyarakat sebesar Rp36,480 milyar,

biaya perencanaan dan pengawasan sebesar Rp1,520 milyar, revitalisasi jaringan air

bersih di Kampung Wakre sebesar Rp200 juta serta pembangunan dan pemeli-

haraan jaringan air bersih di Desa Duber sebesar Rp300 juta.

4.1.5 DANA OTSUS EKONOMI KERAKYATANDana otonomi khusus sektor atau bidang ekonomi kerakyatan Kabupaten

Supiori tahun anggaran 2010 sebesar Rp8,800 milyar, Dinas Pertanian dan

Kehutanan mengelola Rp3,000 milyar atau 34 persen, Dinas Perikanan dan Kelautan

mengelola Rp2,500 milyar atau 28 persen sedangkan Bagian Perekonomian Daerah

mengelola Rp3,300 milyar atau 38 persen dari total dana otsus bidang ekonomi

kerakyatan.

Tabel 4.3Alokasi Dana Otonomi Khusus Pada Sektor Ekonomi Kerakyatan

Kabupaten Supiori Tahun 2010 (dalam juta rupiah)SKPD Program Besar

Anggaran Prosentase

Dinas Pertanian dan Kehutanan Program peningkatan sumberdaya manusia 1,075 35,83Program peningkatan produksi pertanian 357 11,67Program peningkatan ketahanan pangan 200 6,67Program penanggulangan dan pencegahan penyakithewan menular 60 2

Program peningkatan produksi hasil peternakan 140 4,67Program pemanfaatan potensi SDA dan pemantapankawasanProgram penerapan teknologi tepat guna peternakan 200 6,67Program pembinaan hutan 220 7,33Program perlindungan dan konservasi SDA 670 22,33

Jumlah 3,000 100Dinas Perikanan dan Kelautan Program pengembangan perikanan tangkap 803 32,10

Program Pemberdayaan masyarakat dalampengawasan pengendalian sumber daya 498 19,90

Program pengembangan kawasan budidaya air laut,air payau, dan air tawar 700 28

Program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir 500 20Jumlah 2,500 100

Perekonomian Daerah Program pemberdayaan ekonomi kampung 3,000 91Program monitoring dan evaluasi 300 9

Jumlah 3,300 100Total Ekonomi Kerakyatan 8,800

Sumber: RD Otsus Kabupaten Supiori, 2010

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I108

Pada tahun 2012 alokasi dana otonomi khusus untuk bidang ekonomi

kerakyatan mengalami penurunan yang cukup drastis dari tahun 2010 sebesar

Rp8,800 milyar menjadi Rp2 milyar. Alokasi dana otsus sebesar Rp2 milyar dikelola

secara merata oleh empat (4) SKPD, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas

Perikanan dan Kelautan, Bappeda dan Dinas Kebudayaan Pariwisata masing-

masing mengelola dana sebesar Rp500 juta. Program kerja yang dilaksanakan oleh

masing-masing SKPD dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 4.4Alokasi Dana Otonomi Khusus Pada Sektor Ekonomi Kerakyatan

Kabupaten Supiori Tahun 2012 (dalam juta rupiah)SKPD Program Besar

Anggaran Persentase

Dinas Pertanian dan Kehutanan Program peningkatan ketahanan pangan (pertaniandan perkebunan) 150 30

Program peningkatan produksi pertanian danperkebunan 150 30

Program peningkatan hasil peternakan 100 20Program pengembangan agribisnis hasil hutan kayudan non kayu 100 20

Jumlah 500 100Dinas Perikanan dan Kelautan Program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir 50 10

Program pemberdayaan masyarakat dalampengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan 75 15

Program pengembangan budidaya perikanan 300 60Program pengembangan perikanan tangkap 75 15

Jumlah 500 100BAPPEDA Monitoring, evaluasi dan pelaporan 500 100

Jumlah 500 100Dinas Kebudayaan &Pariwisata Program pengembangan kemitraan 300 60

Program pengembangan keragaman budaya 200 40Jumlah 500 100

Total Ekonomi Kerakyatan 2,000Sumber: RD Otsus Kabupaten Supiori, 2012

4.2 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN ASMAT4.2.1 KOMPOSISI DANA OTSUS

Dana Otsus yang diterima Kabupaten Asmat perioda tahun anggaran 2009

sampai dengan 2012 berjumlah Rp246 milyar. Besaran dana yang diterima juga

sangat berfluktuatif, misalnya dana Otsus untuk bidang pendidikan dari tahun 2009

dana yang dialokasikan sebesar Rp14 milyar dan pada tahun 2012 meningkat

sebesar Rp18 milyar. Selain dana yang dialokasikan meningkat, ada juga sektor atau

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I109

bidang yang mengalami penurunan alokasi dana, misalnya sektor infrastruktur yang

pada tahun 2009 dana yang dialokasikan sebesar Rp25 milyar dan pada tahun 2012

menurun tajam sehingga dana yang dialokasikan hanya sebesar Rp10 milyar. Tetapi

secara keseluruhan dana Otsus yang diterima oleh Kabupaten Asmat setiap

tahunnya mengalami peningkatan sebesar rata-rata 2,19 persen.

Tabel 4.5Jumlah Dana Otonomi Khusus di Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012

Sektor/Bidang 2009 2010 2011 2012 Total 4 tahunPendidikan 14.904.334.703 14.937.012.750 17.924.415.300 18.949.653.800 66.715.416.553

Kesehatan 8.962.160.822 8.962.207.650 8.962.207.650 9.474.826.500 36.361.402.622

Infrastruktur 25.424.224.853 20.911.817.850 16.286.817.850 10.941.030.500 73.563.891.053

Ekonomi Kerakyatan 10.424.730.622 14.937.012.750 19.992.069.200 24.299.999.200 69.653.811.772

Total Dana Otsus 59.715.453.009 59.748.053.010 63.165.512.011 63.665.512.012 246.294.530.042

Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012

Proporsi dana Otsus terhadap total pendapatan Kabupaten Asmat pada tahun

2009 sampai dengan 2012 berfluktuatif. Pada tahun anggaran 2009 proporsi dana

Otsus terhadap total pendapatan sebesar 4,10 persen, lalu pada tahun 2011

menurun sebesar 3,87 persen, namun pada tahun 2012 proporsi dana Otsus naik

sebesar 7,43 persen. Hal ini terjadi bisa disebabkan dari total pendapatan yang

diterima oleh Kabupaten Asmat secara keseluruhan.

Gambar 4.1Proporsi Dana Otsus Terhadap Total Pendapatan

di Kabupaten Asmat Tahun 2007–2011

Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)

Peruntukan dana Otsus di Kabupaten Asmat selama tahun 2009 sampai

dengan 2012 bergerak berfluktuasi, dapat terlihat di gambar bawah ini, yaitu bidang

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I110

infrastruktur setiap tahun mengalami penurunan dan ekonomi kerakyatan yang

mengalami peningkatan setiap tahun hal yang sama juga di bidang pendidikan

meskipun peningkatannya tidak terlalu signifikan.

Gambar 4.2Jumlah Penggunaan Dana Otsus Per Bidang

di Kabupaten Asmat Tahun 2007–2011

Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)

Bila dihitung penerimaan dana Otsus antara tahun 2009 sampai dengan 2012

dan peruntukan untuk beberapa bidang prioritas yang diamanatkan oleh UU Otsus,

maka bidang pendidikan belum memenuhi amanat Otsus, karena belum mencapai

30 persen peruntukan dana untuk bidang pendidikan. Sedangkan bidang kesehatan

sudah memenuhi amanat UU Otsus, yaitu sebesar 15 persen.

Gambar 4.3Proporsi Penggunaan Dana Otsus Per Bidang

di Kabupaten Asmat Tahun 2007–2011

Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)

27%

15%30%

28%

Pendidikan

Kesehatan

Infrastruktur

Ekonomi Kerakyatan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I111

Dana Otsus yang digulirkan oleh pemerintah pusat pada Provinsi Papua tidak

dialokasikan secara langsung ke tangan masyarakat namun biasanya direalisir

dalam bentuk program dan kegiatan. Apabila dana Otsus yang diterima oleh Pemda

Kabupaten Asmat setiap tahunnya dibagi kepada setiap penduduk asli orang Papua

maka besarnya dana Otsus perkapita terlihat dalam tabel berikut.

Tabel 4.6Dana Otonomi Khusus Per Kapita Kabupaten Asmat

Menurut Jumlah Penduduk Tahun 2009-2012Tahun Dana Otsus

(Rp)Jumlah Penduduk

(Jiwa)Dana Otsus

Per Kapita (Rp)2009 59.715.453.009 77.026 775.263,592010 59.748.053.010 76.563 780.377,642011 63.165.512.011 82.097 769.400,982012 63.665.512.012 81.696 779.297,79

Sumber: Rencana Definitif Otsus Asmat dan Kabupaten Asmat Dalam Angka 2009-2012

Total dana Otsus perkapita di Kabupaten Asmat berfluktuasi selama tahun 2009

s/d 2012. Perkapita tertinggi berada pada tahun 2010 dan yang terendah berada

pada tahun 2009, namun selisih setiap tahun tidak terlalu besar, hal ini menunjukkan

bahwa dana Otsus yang dialokasikan selama empat tahun terakhir dapat mencukupi

kebutuhan penduduk Kabupaten Asmat secara keseluruhan.

4.2.2 OTSUS SEKTOR PENDIDIKANAlokasi dana Otsus untuk sektor pendidikan belum sesuai dengan ketentuan.

Sesuai dengan amanat UU Otsus tentang Peruntukan dana Otsus untuk sektor

pendidikan yaitu 30 persen, alokasi dana Otsus di bidang pendidikan rata-rata

mencapai 27,03 persen selama empat tahun anggaran. Hal ini menunjukkan

komitmen yang belum maksimal dari pemerintah Kabupaten Asmat untuk

meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan. Namun bila dilihat tren selama

empat tahun pengamatan terdapat peningkatan alokasi setiap tahun sebesar 8,65

persen.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I112

Gambar 4.4Alokasi Dana Otsus Bidang Pendidikandi Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012

Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)

4.2.3 OTSUS SEKTOR KESEHATANAlokasi dana Otsus untuk sektor kesehatan telah sesuai dengan ketentuan dan

amanat UU Otsus. Sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi Papua tentang

Peruntukan dana Otsus untuk sektor kesehatan yaitu 15 persen selama lima tahun

pengamatan. Pertumbuhan alokasi dana Otsus untuk kesehatan selama empat

tahun rata-rata 1,91 persen, hal ini memperlihatkan komitmen yang baik dari

Pemerintah kabupaten Asmat untuk memperbaiki pelayanan kesehatan, meskipun

pada tahun 2011 dan 2012 mengalami penurunan alokasi dana.

Gambar 4.5Alokasi Dana Otsus Bidang Kesehatandi Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012

Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I113

4.2.4 OTSUS INFRASTRUKTUR DASARAlokasi dana Otsus untuk sektor infrastruktur tiap tahun mengalami

penurunan. Rata-rata penurunan sebesar 23,20 persen, jumlah tersebut disebabkan

karena banyak dana untuk infrastruktur diambil dari sumber yang lain, seperti DAU.

Gambar 4.6Alokasi Dana Otsus Bidang Infrastrukturdi Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012

Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)

4.2.5 OTSUS EKONOMI KERAKYATANAlokasi dana Otsus untuk bidang ekonomi kerakyatan sangatmeningkat

selama empat tahun pengamatan. Rata-rata alokasi dana Otsus sebesar Rp17,4

milyar. Jumlah tersebut masih tergolong kecil apabila melihat potensi alam dan

sumber daya manusia yang dimiliki oleh Kabupaten Asmat. Diperlukan perhatian

yang lebih dalam hal alokasi anggaran dana Otsus, sehingga beberapa program

pemerintah daerah Kabupaten Asmat seperti peningkatan teknologi agro-Industri,

peningkatan penerapan teknologi pertanian dan perkebunan, peningkatan jumlah

produksi pertanian dan perkebunan, membuka akses pemasaran hasil produksi

pertanian, peternakan dan budi daya perikanan yang potensinya di alam Asmat

sungguh luar biasa.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I114

Gambar 4.7Alokasi Dana Otsus Bidang Ekonomi Kerakyatan

di Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012

Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)

4.3 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN JAYAWIJAYA4.3.1 KOMPOSISI DANA OTSUS

Tabel 4.7Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana OtsusKabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009-2012

No Bidang Tahun 2009Jumlah dana

Tahun 2010Jumlah dana

Tahun 2011Jumlah dana

Tahun 2012Jumlah dana Jumlah

1. Bid. Fisik & Prasarana 11.912.687.500 3.192.200.000 983.000.000 3.741.856.700 19.829.744.2002. Bidang Ekonomi 22.238.735.663 5.703.457.250 7.845.300.000 53.247.266.632 89.034.759.5453. Bidang Sosial budaya 29.815.569.927 50.418.917.750 53.573.980.000 22.476.173.368 156.284.641.045

Jumlah 63.966.993.090 59.314.575.000 62.402.280.000 79.465.296.700Sumber: Data Primer diolah 2013

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I115

Gambar 4.8Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus

Kabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009-2012

Dalam bentuk Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus (URD) diarahkan

total dana yang dialokasi pada Bidang Sosial budaya mendapat alokasi anggaran

terbesar pada tahun anggaran 2009-2012 sebesar Rp156.284.641.045 (63,45

persen). Bidang Ekonomi mendapatkan alokasi anggaran dengan jumlah

Rp89.034.759.545 (36,15 persen) dan Bidang Fisik dan Prasarana tahun anggaran

2009-2012 di Kabupaten Jayawijaya mendapatkan alokasi terkecil dengan jumlah

anggaran Rp19.829.744.200 (8,05 persen).

Tabel 4.8Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus

Kabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009No Bidang Tahun Anggaran 2009

Jumlah dana %

1. Bidang Sosial budaya 29.815.569.927 472. Bidang Ekonomi 22.238.735.663 353. Bidang Fisik dan Prasarana 11.912.687.500 19

Jumlah 63.966.993.090 100Sumber: Data Primer diolah 2013

11,9133,192 983 3,742

22,239

5,703 7,845

53,247

29,816

50,419 53,574

22,476

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

90,000

2009 2010 2011 2012

Juta

an (R

p)

Bidang Fisik&Prasarana Bidang Ekonomi Bidang Sosial budaya

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I116

Gambar 4.9Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana OtsusKabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009

Alokasi usulan Rencana Definitif dana Otsus (URD) untuk pengembangan

Ekonomi Rakyat tahun 2009 sebesar Rp22.238.735.663 (35 persen), Alokasi dana

untuk Bidang Fisik dan prasarana tahun 2009 sebesar Rp11.912.687.500 (19

persen), dan untuk bidang Sosial budaya sebesar Rp29.815.569.927 (47 persen)

yang merupakan persentase terbesar pada tahun 2009.

Tabel 4.9Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus

Kabupaten Jayawijaya Tahun 2010

No Bidang Tahun Anggaran 2010Jumlah dana %

1. Bidang Fisik dan Prasarana 3.192.200.000 52. Bidang Ekonomi 5.703.457.250 103. Bidang Sosial budaya 50.418.917.750 85

Jumlah 59.314.575.000 100Sumber: Data Primer diolah 2013

Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan persentase terbesar pada

tahun 2010 di Kabupaten Jayawijaya mendapat alokasi usulan Rencana Definitif

dana Otsus (URD) untuk Bidang Sosial budaya dengan besarnya dana sebanyak

Rp50.418.917.750 atau 85 persen, prosentase berikut 10 persen pada Bidang

Ekonomi sebesar Rp5.703.457.250 dan persentase terkecil pada bidang Fisik dan

Prasarana yaitu sebesar Rp3.192.200.000 atau 5 persen.

47%

35%

19% Bidang Sosial budayaBidang EkonomiBidang Fisik dan Prasarana

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I117

Gambar 4.10Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus

Kabupaten Jayawijaya Tahun 2010

Tabel 4.10Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus

Kabupaten Jayawijaya Tahun 2011No Bidang Tahun Anggaran 2011

Jumlah dana %1. Bidang Fisik dan Prasarana 983.000.000 22. Bidang Ekonomi 7.845.300.000 133. Bidang Sosial budaya 53.573.980.000 86

Jumlah 62.402.280.000 100Sumber: Data Primer diolah 2013

Berdasarkan data pada tabel di atas memperlihatkan bahwa alokasi usulan

Rencana Definitif dana Otsus (URD) untuk Alokasi dana untuk Bidang Fisik dan

prasarana tahun 2011 sebesar Rp983.000.000 (2 persen), pengembangan Ekonomi

Rakyat tahun 2011 sebesar Rp7.845.300.000 (13 persen), dan untuk bidang Sosial

budaya sebesar Rp53.573.980.000 (86 persen) yang merupakan persentase

terbesar pada tahun 2011.

Gambar 4.11Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus

Kabupaten Jayawijaya Tahun 2011

5% 10%

85%

Bidang Fisik dan Prasarana

Bidang Ekonomi

Bidang Sosial budaya

2%13%

86%

Bidang Fisik dan Prasarana

Bidang Ekonomi

Bidang Sosial budaya

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I118

Tabel 4.11Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus

Kabupaten Jayawijaya Tahun 2012No Bidang Tahun Anggaran 2012

Jumlah dana %

1. Bidang Fisik dan Prasarana 3.741.856.700 52. Bidang Ekonomi 53.247.266.632 673. Bidang Sosial budaya 22.476.173.368 28

Jumlah 79.465.296.700 100Sumber: Data Primer diolah 2013

Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan persentase terbesar pada

tahun 2012 di kabupaten Jayawijaya mendapat alokasi usulan Rencana Definitif

dana Otsus (URD) yaitu untuk Bidang ekonomi dengan besarnya dana sebanyak

Rp53.247.266.632 atau 67 persen, persentase berikut 28 persen pada Bidang Sosial

Budaya sebesar Rp22.476.173.368 dan persentase terkecil pada bidang Fisik dan

Prasarana yaitu sebesar Rp3.741.856.700 atau 5 persen, ini masih ada kenaikan

dari tahun sebelumnya yang hanya 2 persen.

Gambar 4.12Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus

Kabupaten Jayawijaya Tahun 2012

4.3.2 OTSUS BIDANG SOSIAL BUDAYATabel 4.12

Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus Bidang SosbudKabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009-2012

Sumber: Data Primer diolah 2013

5%

67%

28%Bidang Fisik dan Prasarana

Bidang Ekonomi

Bidang Sosial budaya

TahunJumlah Dana OtsusBid. Pendidikan danKesehatan (Sosbud)

%

2009 29.815.569.927 24,962010 50.418.917.750 25,002011 53.573.980.000 28,382012 22.476.173.368 29,76

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I119

Dari tabel dan gambar diatas memperlihatkan bahwa alokasi usulan Rencana

Definitif dana Otsus yaitu untuk Bidang Sosbud (pendidikan dan Kesehatan) dari

tahun 2009-2012 terjadi kenaikan. Pada tahun 2009 besarnya Rp29.815.569.927

atau 24,96 persen, Tahun 2010 sebesar Rp50.418.917.750 (25 persen), Tahun 2011

(URD) sebesar Rp53.573.980.000 (28,38 persen) dan Tahun 2012 sebesar

Rp50.418.917.750 (29,76 persen).

4.3.3 OTSUS INFRASTRUKTUR DASARTabel 4.13

Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana OtsusBidang Fisik dan Prasarana di Kab. Jayawijaya Tahun Anggaran 2009-2012

Sumber: Data Primer diolah 2013

Tabel dan gambar adalah alokasi usulan Rencana Definitif dana Otsus yaitu

untuk Bidang Infrastruktur dari tahun 2009-2012 terjadi penurunan. Pada tahun 2009

besarnya Rp11.912.687.500 (42,58 persen), Tahun 2010 sebesar Rp3.192.200.000

(35,00 persen), Tahun 2011 sebesar Rp 983.000.000 (25,78 persen) dan Tahun

2012 sebesar Rp3.741.856.700 (17,19 persen).

4.3.4 OTSUS EKONOMI KERAKYATANTabel 4.14

Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana OtsusBidang Ekonomi di Kabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009-2012

Sumber: Data Primer diolah 2013

TahunJumlah Dana Otsus

Bid. Infrastruktur%

2009 11.912.687.500 42,58

2010 3.192.200.000 35,00

2011 983.000.000 25,78

2012 3.741.856.700 17,19

Tahun Jumlah Dana OtsusBidang Ekonomi %

2009 22.238.735.663 17,46

2010 5.703.457.250 25,00

2011 7.845.300.000 31,65

2012 53.247.266.632 38,17

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I120

Tabel dan Gambar di atas adalah rekap alokasi usulan Rencana Definitif dana

Otsus yaitu untuk Bidang Ekonomi dari tahun 2009-2012 terjadi kenaikan. Pada

tahun 2009 besarnya Rp22.238.735.663 atau 17,46 persen, Tahun 2010 sebesar

Rp5.703.457.250 (25,00 persen), Tahun 2011 sebesar Rp7.845.300.000 (31,65

persen) dan Tahun 2012 sebesar Rp53.247.266.632 (38,17 persen).

Bidang Ekonomi (Ekonomi Kerakyatan). Orientasi pembangunan ekonomi

rakyat memang sudah pada jalurnya, yakni pemberdayaan ekonomi masyarakat

Papua khususnya di Kabupaten Jayawijaya, pada tahun 2009 Bidang ekonomi

mencakup Dinas dan Badan yaitu 1) Dinas Peternakan Dan Perikanan (3 program

dan 4 kegiatan), 2) Dinas Pertanian Dan Perkebunan (4 Program dan 7 kegiatan), 3)

Dinas Perindagkop (2 program dan 3 kegiatan), 4) Badan Penyuluhan Pertanian Dan

Kehutanan (2 program dan 2 kegiatan).

Pada tahun 2010 Bidang ekonomi mencakup beberapa Dinas dan Badan yaitu

1) Dinas Koperasi, Perindustrian Dan Perdagangan (2 program dan 2 kegiatan), 2)

Badan Ketahanan Pangan Dan Penyuluhan Pertanian (2 program dan 2 kegiatan), 3)

Dinas Kehutanan (1 program dan 2 kegiatan), 4) Dinas Perikanan dan Peternakan (1

program dan 1 kegiatan). Pada tahun 2011 Bidang ekonomi mencakup Dinas dan

Badan yaitu 1) Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (1 program dan 1

kegiatan), 2) Dinas Tanaman Pangan dan Perkebunan (2 program dan 4 kegiatan),

3) BP4K dan Ketahanan Pangan (1 program dan 2 kegiatan), 4) Dinas Perikanan

dan Peternakan (1 program dan 3 kegiatan). Pada tahun 2012 Bidang ekonomi

mencakup Dinas dan Badan yaitu 1) Dinas Tanaman Pangan dan Perkebunan (1

program dan 6 kegiatan), 2) BP4K dan Ketahanan Pangan (1 program dan 2

kegiatan), 3) Dinas Kehutanan (2 program dan 2 kegiatan), 4) Dinas Perikanan dan

Peternakan (2 program dan 4 kegiatan).

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I121

4.4 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN PEGUNUNGANBINTANG

4.4.1 KOMPOSISI DANA OTSUS

Tabel 4.15Komposisi Dana Otsus Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2009-2012

Sumber: Rencana Definitif Dana Otsus Kab. Pegunungan Bintang, 2009-2012

4.4.2 DANA OTSUS SEKTOR PENDIDIKANAnggaran dan Realisasi Dana Otsus untuk pelayanan di sektor Pendidikan

Kabupaten Pegunungan Bintang pada Tahun 2009-2012 sebagai berikut:

Tabel 4.16Komposisi Dana Otsus Sektor Pendidikan

Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2009–2012

URAIAN TAHUN2009 2010 2011 2012

Anggaran 19.123.449.500 18.147.100.000 18.340.981.500 25.058.962.400Realisasi 18.793.724.500 13.127.293.000 12.977.885.500 16.131.632.248Presentase KenaikanPertahun - -30,15% -1,14% 24,30%

Efektifitas PenggunaanDana Otsus 98,28persen 72,34% 70,76% 64,37%

Sumber: Laporan Realisasi Dana Otsus Kab.Pegunungan Bintang, 2009-2012

NO BIDANG/URUSANTAHUN 2009 TAHUN 2010 TAHUN 2011 TAHUN 2012

ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%)

1 Pendidikan 19.123.449.500 32,01 18.147.100.000 38,09 18.340.981.500 28,41 25.058.962.400 30,44

2 Kesehatan 9.109.623.000 15,25 9.018.158.000 18,93 7.673.437.500 11,89 12.572.350.000 15,27

3 Pemuda dan Olahraga 406.450.000 0,68 - - 950.000.000 1,47 800.965.000 0,97

4 Kesejahteraan Sosial 5.546.800.000 9,28 - - 300.000.000 0,46 270.200.000 0,33

5 BPMPK 15.000.000.000 25,11 10.950.000.000 22,98 21.500.000.000 33,30 23.926.625.000 29,06

6 PemberdayaanPerempuan

500.000.000 0,84 - - - - 200.000.000 0,24

7 Pertanian 4.517.625.000 7,56 2.367.825.000 4,97 2.500.000.000 3,87 2.481.550.000 3,01

8 Pekerjaan Umum 2.996.524.500 5,02 3.476.000.000 7,30 8.291.125.000 12,84 3.945.995.000 4,79

9 Perhubungan 400.000.000 0,67 2.150.000.000 4,51 2.900.000.000 4,49 7.068.340.000 8,59

10 BAPPEDA - - - - - - 500.000.000 0,61

11 Kehutanan DanPerkebunan

1.260.000.000 2,11 1.034.425.000 2,17 1.350.000.000 2,09 1.631.950.000 1,98

12 Perindagkop 887.580.000 1,49 500.000.000 1,05 750.000.000 1,16 737.350.000 0,90

13 BPP - - - - - - 3.134.200.000 3,81

TOTAL 59.748.052.000 100 47.643.508.000 100 64.555.544.000 100 82.328.487.400 100

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I122

4.4.3 SEKTOR KESEHATANAnggaran dan Realisasi Dana Otsus untuk pelayanan di sektor Kesehatan

Kabupaten Pegunungan Bintang pada Tahun 2009-2012 sebagai berikut:

Tabel 4.17Komposisi Dana Otsus Sektor Kesehatan

Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2009–2012

URAIAN TAHUN2009 2010 2011 2012

Anggaran 9.109.623.000 9.018.158.000 7.673.437.500 12.761.950.000Realisasi 9.059.622.000 6.778.462.000 3.183.740.000 8.207.275.000Presentase KenaikanPertahun - -25% -53% 158%

Efektifitas PenggunaanDana Otsus 99,45% 75,16% 41,49% 64,31%

Sumber: Laporan Realisasi Dana Otsus Kab.Pegunungan Bintang, 2009-2012

4.4.4 INFRASTRUKTUR DASARAnggaran dan Realisasi Dana Otsus untuk pelayanan di sektor Infrastruktur

Dasar Kabupaten Pegunungan Bintang pada Tahun 2009-2012 sebagai berikut:

Tabel 4.18Komposisi Dana Otsus Infrastruktur Dasar

Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2009–2012

URAIAN TAHUN2009 2010 2011 2012

Anggaran 2.996.524.500 3.476.000.000 8.291.125.000 3.945.995.000Realisasi 2.996.524.500 1.337.297.000 6.253.554.400 3.742.673.500Presentase KenaikanPertahun - -55,37% 367,63% -40,15%

Efektifitas PenggunaanDana Otsus 100% 38,47% 75,42% 94,85%

Sumber: Laporan Realisasi Dana Otsus Kab.Pegunungan Bintang, 2009-2012

4.4.5 EKONOMI KERAKYATANAnggaran dan Realisasi Dana Otsus untuk pelayanan di sektor Ekonomi

Kerakyatan Kabupaten Pegunungan Bintang pada Tahun 2009–2012 sebagai

berikut:

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I123

Tabel 4.19Komposisi Dana Otsus Ekonomi Kerakyatan

Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2009–2012

URAIANTAHUN

2009 2010 2011 2012Anggaran 6.665.205.000 3.902.250.000 4.600.000.000 7.985.450.000

Realisasi 6.603.957.211 3.871.160.000 2.244.378.000 7.130.231.950Presentase KenaikanPertahun - -41,38% -42,02% 217,69%

EfektifitasPenggunaan DanaOtsus

99,08% 99,20% 48,79% 89,29%

Sumber: Laporan Realisasi Dana Otsus Kab. Pegunungan Bintang, 2009-2012.

4.5 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN SARMI4.5.1 KOMPOSISI DANA OTSUS

Tren rencana dan realisasi belanja Otsus Kabupaten Sarmi tahun cenderung

menurun setiap tahunnya. Tahun 2008 misalnya, rencana dan realisasi belanja

Otsus terlihat cukup tinggi dibanding tahun-tahun berikutnya yaitu tahun 2009 dan

2010. penerimaan daerah yang bersumber dari dana Otsus berdasarkan gambar di

bawah terlihat cenderung fluktuatif setiap tahunnya. Penerimaan tertinggi terjadi

ditahun 2008 tetapi selanjutnya pada tahun-tahun berikut menurun.

Efektifitas pengelolaan pendapatan di Kabupaten Sarmi relatif lebih baik.

Tercermin selama tahun 2007-2011 tingkat efektifitas pendapatan (rasio realisasi

dan target) di Kabupaten Sarmi mencapai 89,93 persen per tahun.

Gambar 4.13Efektifitas Rencana dan Realisasi Belanja Otsus

Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Sumber: Bappeda Provinsi Papua

64,2

93,0

55

62,0

13,2

52

59,7

92,5

41

51,1

60,7

00

59,9

60,3

40

52,6

36,8

84

2,279,8038,631,841 7,323,456

0

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

Plan Real Plan Real Plan Real

2008 2009 2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I124

Proporsi belanja pada bidang-bidang cenderung mengalami fluktuasi,

kesehatan misalnya, tren-nya cenderung menurun, sedangkan bidang pelayanan

umum dan ekonomi cenderung meningkat. Secara umum, alokasi dana Otsus

terbesar adalah bidang pelayanan umum dan ekonomi, selanjutnya yang terendah

adalah bidang kesehatan.

Gambar 4.14Komposisi Rencana dan Realisasi Belanja Otsus

Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Sumber: Bappeda Provinsi Papua

4.5.2 OTSUS SEKTOR PENDIDIKANProporsi alokasi dana otsus untuk bidang pendidikan Kabupaten Sarmi dapat

dikatakan sudah sesuai dengan amanat Undang-Undang Otsus yaitu rata-rata diatas

30 persen pertahunnya. Walaupun secara proporsih cukup tinggi, tetapi dari sisi

jumlah real menurun setiap tahunnya.

Gambar 4.15Rencana dan Realisasi Belanja Otsus Bidang Pendidikan

Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Sumber: Bappeda Provinsi Papua

31.57 32.17 30.07 32.20 27.47 31.26

15.08 15.07 13.10 10.64 13.92 13.22

17.73 20.0815.64 12.14 18.10 11.51

35.63 32.68 41.19 45.02 40.52 44.01

PLAN REAL PLAN REAL PLAN REAL

2008 2009 2011PENDIDIKAN KESEHATAN INFRASTRUKTUR EKONOMI & PELAY. UMUM

20,294,990 19,949,875 17,978,000 16,472,700 16,469,200 16,453,599

PLAN REAL PLAN REAL PLAN REAL

2008 2009 2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I125

4.5.3 OTSUS SEKTOR KESEHATANAlokasi dana Otsus bidang Kesehatan setiap tahunnya cenderung fluktuatif,

baik darisisi jumlah maupun proporsi. Alokasi dana Otsus tertinggi terjadi pada tahun

2008 dan terendah terjadi pada tahun 2009. Secara proporsial, realisasi tertinggi

terjadi pada tahun 2008 sedangkan terendah terjadi pada tahun 2009.

Gambar 4.16Rencana dan Realisasi Belanja Otsus Bidang Kesehatan

Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Sumber: Bappeda Provinsi Papua

4.5.4 OTSUS INFRASTRUKTUR DASARAlokasi dana otsus untuk bidang infrastruktur dasar menempati posisi ketiga

tertbesar, dari keempat bidang dan setiap tahunnya cenderung fluktuatif. Terdapat

selisih yang besar stiap tahunnya antara rencana dan realisasi belanja setiap

tahunnya. Realisasi belanja terbesar terjadi di tahun 2008 dan terendah terjadi di

tahun 2010

Gambar 4.17Rencana dan Realisasi Belanja Otsus Bidang Infrastruktur Dasar

Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Sumber: Bappeda Provinsi Papua

4.5.5 OTSUS EKONOMI KERAKYATANEkonomi kerayatan dan pelayanan umum merupakan bidang yang mendapat

alokasi alokasi dana Otsus terbesar setiap tahunnya dan jumlahnya cenderung

meningkat setiap tahunnya. Selisih rencana dan realisasi belanja bidang Ekonomi

kerakyatan dan pelayanan umum, rata-rata 2 milyar pertahunnya.

9,692,400 9,346,7527,834,541

5,442,4268,345,200

6,958,600

PLAN REAL PLAN REAL PLAN REAL

2008 2009 2011

11,400,000 12,451,3499,350,000

6,210,51010,850,000

6,060,599

PLAN REAL PLAN REAL PLAN REAL

2008 2009 2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I126

Gambar 4.18Rencana dan Realisasi Belanja Otsus Bidang Infrastruktur Dasar

Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011

Sumber: Bappeda Provinsi Papua

4.6 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN TOLIKARA4.6.1 KOMPOSISI ALOKASI DANA OTSUS

Sebagaimana diketahui bahwa implementasi Otonomi Khusus Papua dimulai

sejak tahun 2002, namun dalam studi ini hanya ditampilkan komposisi dan besaran

alokasi dana Otsus pada tahun 2010, 2011, 2012 dan 2013 menurut bidang prioritas

sesuai amanat UU 21/2001 di Kabupaten Tolikara sebagaimana ditampilkan dalam

berikut ini.

Tabel 4.20Komposisi Alokasi Dana Otsus Kabupaten Tolikara, Tahun 2010-2013BIDANG TAHUN

2010 % 2011 % 2012 % 2013 %PENDIDIKAN 10.682.655.800 17 27.630.000.000 46 27.481.432.000 36 25.145.730.000 31

KESEHATAN 9.874.736.000 16 8.187.827.000 13 10.994.640.000 14 16.723.110.000 20

INFRASTRUKTURDASAR

3.582.699.998 5 5.072.288.000 8 750.000.000 0,009 22.247.500.000 27

EKONOMI RAKYAT 8.450.231.999 14 Nihil 0 2.800.000.000 3 450.000.000 0,005BIDANG LAINNYA 27.157.728.203 45 18.070.225.000 30 34.303.536.800 44 16.541.961.000 20JUMLAH 59.748.052.000 59.960.340.000 76.329.608.800 81.108.301.000Sumber: Data Laporan Otsus Bappeda dan diolah (2013)

Sesuai amanat UU Otsus dan aturan pelaksanaan lainnya telah mengatur

tentang besaran presentase alokasi setiap bidang prioritas yaitu bidang pendidikan

(30 persen), bidang kesehatan (15 persen), bidang infrastruktur (20 persen), bidang

ekonomi kerakyatan (15 persen) dan bidang lainnya (20 persen).

Berdasarkan data Tabel diatas menunjukkan bahwa besaran alokasi dana

Otsus untuk Kabupaten Tolikara pada setiap tahun mengalami peningkatan dalam

kuantitasnya. Sedangkan pembagian alokasi dana berdasarkan bidang-bidang

prioritas Otsus mengalami fluktuatif dan bahkan pada Tahun 2011 bidang ekonomi

rakyat tidak mendapatkan alokasi dana sama sekali. Dari tabel diatas terlihat bahwa

22,905,665 20,265,27624,630,000 23,035,064 24,295,940 23,164,086

PLAN REAL PLAN REAL PLAN REAL

2008 2009 2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I127

rata-rata bidang yang mendapat alokasi dana terbesar selama 4 tahun terakhir

adalah bidang lain sebesar 34 persen, bidang pendidikan sebesar 32 persen,

kemudian bidang kesehatan sebesar 15 persen, bidang infrastruktur sebesar 10

persen, dan bidang ekonomi sebesar 4 persen. Dengan demikian rata-rata bidang

yang mendapatkan prosentasi dana terbesar adalah bidang lain yaitu 34 persen,

sedangkan bidang yang mendapatkan prosentasi alokasi terkecil adalah bidang

ekonomi kerakyatan yaitu hanya 4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah

Kabupaten Tolikara tidak konsisten dan tidak taat aturan dalam membagi alokasi

dana Otsus tiap bidang prioritas sesuai amanat Undang-Undang. Pada hal

seharusnya bidang pendidikan harus mendapatkan alokasi tertinggi minimal 30

persen dan diikuti bidang-bidang prioritas lain.

Selanjutnya dialokasikan pula dana pemberdayaan dan perlindungan orang

asli Papua setiap tahun, namun sasaran dan target kegiatan tidak seluruhnya

dinikmati secara langsung oleh rakyat Papua yang ada di kampong-kampung karena

lebih banyak untuk membiayai bantuan keagamaan, bantuan bahan bangunan,

monitoring dan evaluasi otsus, seni dan budaya serta lembaga adat dan bantuan

sosial lainnya. Dampaknya belum menunjukkan hasil yang signifikan, karena belum

mampu keluar dari kemiskinan dan keterbelakangan guna peningkatan kesejah-

teraan orang asli Papua di Kabupaten Tolikara. Sementara itu pada sisi lainnya

bahwa kemampuan daya serap dana Otsus setiap bidang prioritas dinilai sangat

baik karena berdasarkan data realisasi dana Otsus setiap tahun rata-rata 99persen.

Target dan Realisasi Dana OTSUS

Tabel 4.21Target dan Realisasi Dana Otsus Kabupaten Tolikara, Tahun 2010-2013

B i d a n gT a h u n

2010 2011 2012 2013Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi

1 2 3 4 5 6 7 8 9Pendidikan 10.682.655.800 10.682.655.800 27.630.000.000 27.630.000.000 27.481.432.000 27.481.432.000 25.145.730.000

Dalampelaksanaan

atau

tahun berjalan

Kesehatan 9.874.736.000 9.860.714.000 8.187.827.000 8.187.827.000 10.994.640.000 10.492.840.000 16.723.110.000Infrastruktur 3.582.699.998 3.572.500.000 5.072.288.000 4.489.000.000 750.000.000 750.000.000 22.247.500.000

Ek. Rakyat 8.450.231.999 8.286.118.037 NIHIL NIHIL 2.800.000.000 2.800.000.000 450.000.000Bidang lain 27.157.728.203 26.385.674.202 18.070.225.000 18.070.225.000 34.303.536.800 34.303.536.800 16.541.961.000

Jumlah &Capaian

59.748.052.000 58.787.812.039(98%)

59.960.340.000 59.581.848.587(99,37%)

76.329.608.800 75.827.808.800(99,24%)

81.108.301.000

Sisa Dana 960.239.961 378.491.413 501.800.000Sumber: Laporan Otsus Bappeda dan Diolah (2013)

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I128

Dari data tabel diatas menunjukkan bahwa dalam tiga tahun terakhir yaitu

Tahun 2010, 2011 dan 2012 antara target anggaran dan realisasi anggaran masih

berkisar 98-99 persen oleh karena ada bidang tertentu yang tidak dapat

direalisasikan seluruhnya (100 persen), diantaranya pada Tahun 2010 hanya bidang

lain dapat terealisasi sebesar 98 persen, pada Tahun 2011 hanya bidang

infrastruktur dapat direalisasikan sebesar 99,37 persen dan Tahun 2012 hanya

bidang kesehatan dapat terealisasi sebesar 99,24 persen. Sementara untuk tahun

2013 belum dapat disajikan realisasinya karena masih tahun berjalan pada saat

penelitian ini. Artinya bahwa setiap tahun selalu ada dana sisa yang disetor ke kas

daerah Kabupaten Tolikara karena tidak terserap seluruhnya atau 100 persen.

Walaupun demikian kondisi ini tidak terlalu mempengaruhi target kinerja

capaian pengelolaan dana Otsus pada tahun berjalan karena sisa dana yang tidak

terealisasikan hanya rata-rata berkisar 0,75 persen dari seluruh total alokasi dana

yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara untuk membiayai bidang-bidang

prioritas Otonomi Khusus Papua yang meliputi bidang pendidikan, kesehatan,

infrastruktur, ekonomi kerakyatan dan bidang strategis lainnya sesuai amanat

Undang-Undang OTSUS di Papua.

Selanjutnya dapat dijelaskan bidang-bidang prioritas Otonomi Khusus

berdasarkan data dan informasi dari Komposisi Alokasi Dana Otsus serta data

Target dan Realisasi Pengelolaan Dana Otsus sebagaimana ditampilkan dan

diuraikan pada Tabel di atas.

4.6.2 DANA OTSUS BIDANG PENDIDIKANDana Otsus bidang pendidikan yang dialokasikan Pemerintah Kabupaten

Tolikara secara kuantitasnya cukup memuaskan karena cenderung konsisten

besaran alokasi dana sesuai amanat Undang-Undang Otonomi Khusus yaitu dibatas

30 persen dari total dana Otonomi Khusus yang diterima Pemerintah Kabupaten

Tolikara. Hal ini terlihat dari data tabel diatas bahwa besaran alokasi dana di bidang

pendidikan masing adalah pada tahun 2010 jumlah alokasi dana sebesar

Rp10.682.655.800 atau 17 persen, tahun 2011 sebesar 7.630.000.000 atau 46

persen, tahun 2012 sebesar 27.481.432.000 atau 36 persen, dan Tahun 2013

sebesar Rp25.145.730.000 atau 31 persen. Artinya bahwa hanya tahun 2010

sebesar 17 persen sedangkan tahun 2011, 2012, dan 2013 telah dialokasikan di atas

30 persen atau telah memenuhi prosentasi alokasi sesuai ketentuan yang berlaku.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I129

Alokasi dana bidang pendidikan dimaksud digunakan untuk membiayai program dan

kegiatan sarana dan prasarana pendidikan, peralatan dan fasilitas sekolah, biaya

operasional sekolah, pengadaan pakaian seragam, pendidikan non formal,

pengembangan kualitas tenaga pendidikan, pengembangan pendidikan khusus

seperti kerja sama dengan Lembaga Pendidikan Yohanes Surya di Serpong, dan

program strategis lainnya.

Selanjutnya dari data target dan realisasi pengelolaan dana otsus pada bidang

pendidikan dinilai sangat baik karena realisasi dan kemampuan penyerapan dana

setiap tahun rata-rata di atas 99 persen, dimana pada tahun 2010, tahun 2011 dan

tahun 2012 bahwa realisasi penyerapan dana masing-masing sebesar 100 persen

atau seluruh dana yang dialokasikan telah diserap dengan baik dalam program dan

kegiatan yang direncanakan di Kabupaten Tolikara.

Sementara itu dari aspek hasil dan dampak yang dirasakan dan dinikmati oleh

masyarakat dalam pembangunan pendidikan di Kabupaten Tolikara belum dapat

dijelaskan secara detail karena tidak didukung oleh data dan informasi yang

memadai dan akurat dalam studi ini.

4.6.3 DANA OTSUS BIDANG KESEHATANKebijakan alokasi dana otsus di bidang kesehatan di Kabupaten Tolikara

berdasarkan data dalam Tabel di atas menggambarkan bahwa secara kuantitatif

besarannya cukup fluktuatif yaitu alokasi dana pada Tahun 2010 sebesar

Rp9.874.736.000 atau 16 persen, tahun 2011 sebesar 8.187.827.000 atau 13

persen, tahun 2012 sebesar Rp10.994.640.000 atau 14 persen dan tahun 2013

sebesar Rp16.723.110.000 atau 20 persen. Berdasarkan peraturan bahwa besaran

alokasi dana otsus bidang kesehatan minimal adalah 15 persen. Jika dilihat dari data

alokasi dana dari tabel tersebut bahwa prosentasi alokasi dana otsus bidang

kesehatan pada tahun 2010 dan tahun 2013 diatas 15 persen atau telah memenuhi

amanat peraturan yang berlaku, sedangkan alokasi dana tahun 2011 dan tahun 2012

dibawah 15 persen atau tidak memenuhi alokasi minimal yang ditentukan dalam

peraturan. Hal ini tentu juga mempengaruhi terhadap penyusunan rencana program

dan kegiatan yang tentu tidak dapat menjawab seluruhnya dari usulan program dan

kegiatan yang ditetapkan dalam Usulan Rencana Definitif (URD) maupun

Musrenbang Kabupaten Tolikara.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I130

Sementara itu dari aspek target dan realisasi pengelolaan dana otsus bidang

kesehatan berdasarkan data Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa realisasi dan

penyerapan dana pada tahun 2010 adalah sebesar 99,85 persen, realisasi tahun

2011 sebesar 100 persen, realisasi tahun 2012 sebesar 99,24 persen. Artinya bahwa

kemampuan penyerapan dana yang direalisasikan bidang Kesehatan rata-rata

adalah 99 persen atau kategori sangat baik.

Namun demikian, dari aspek hasil dan dampak yang dirasakan dan dinikmati

oleh masyarakat dalam pembangunan kesehatan di Kabupaten Tolikara belum dapat

dijelaskan secara detail karena tidak didukung oleh data dan informasi yang

memadai dan akurat dalam studi ini.

4.6.4 DANA OTSUS BIDANG INFRASTRUKTURKebijakan pengalokasian dana Otsus di bidang infrastruktur di Kabupaten

Tolikara berdasarkan data yang diperoleh, kemudian setelah ditampilkan dalam

Tabel 4.20 menunjukkan bahwa masih jauh dibawah standar minimal alokasi dana

yang ditentukan dalam peraturan yaitu sebesar 20 persen, dimana pada tahun 2010

alokasi dana sebesar Rp3.582.699.998 atau 5 persen, pada Tahun 2011 sebesar

Rp5.072.288.000 atau 8 persen, pada tahun 2012 sebesar Rp750.000.000 atau

0,009 persen dan pada tahun 2013 sebesar Rp22.247.500.000 atau 27 persen.

Artinya alokasi dana pada tahun 2010, 2011 dan 2012 jauh lebih kecil nilai

anggarannya atau di bawah prosentasi minimal yang ditentukan dalam peraturan

yang berlaku, dan hanya baru tahun 2013 saja yang diatas 20 persen. Dengan

demikian kebijakan penganggaran Pemerintah Kabupaten Tolikara pada bidang ini

tidak konsisten dan kurang memberi perhatian pada hal kondisi infrastruktur di

Kabupaten Tolikara masih jauh dari memadai sebagaimana yang dibutuhkan oleh

masyarakat Kabupaten Tolikara.

Selanjutnya dari aspek target dan realisasi dana Otsus bidang infrastruktur

dapat dijelaskan berdasarkan data Tabel diatas bahwa realisasi penyerapan dana

infrastruktur tahun 2010 sebesar 99 persen dari target dana Rp3.582.699.998,

realisasi tahun 2011 sebesar 88,5 persen dari target dana Rp5.072.288.000,

realisasi tahun 2012 sebesar 100 persen dari target dana Rp750.000.000 sedangkan

realisasi tahun 2013 belum dapat dihitung karena masih tahun anggaran berjalan.

Kemudian dari aspek hasil dan dampak yang dirasakan dan dinikmati oleh

masyarakat dalam pembangunan infrastruktur di Kabupaten Tolikara belum dapat

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I131

dijelaskan secara detail karena tidak didukung oleh data dan informasi yang

memadai dan akurat dalam studi ini.

4.6.5 DANA OTSUS BIDANG EKONOMI KERAKYATANKebijakan alokasi dana otsus bidang ekonomi rakyat di Kabupaten Tolikara

selama 4 tahun terakhir sangat kecil sehingga belum berpihak pada pengembangan

ekonomi rakyat. Hal ini dapat terlihat dari data Tabel di atas bahwa alokasi dana

untuk bidang ekonomi kerakyatan tahun 2010 sebesar Rp8.450.231.999 atau 14

persen, tahun 2011 sebesar Rp0,- atau 0 persen atau tidak mendapat alokasi dana

Otsus, tahun 2012 sebesar Rp2.800.000.000 atau 3 persen dan tahun 2013

dialokasikan sebesar Rp450.000.000 atau 0,005 persen.

Dengan demikian total dana yang dialokasikan untuk bidang ekonomi

kerakyatan selama 4 tahun terakhir hanya sebesar Rp11.700.231.999 atau 4 persen

dari total alokasi dana Otsus Kabupaten Tolikara sebesar Rp277.147.301.800.

Bidang ini mendapat alokasi terkecil dari tiga bidang prioritas Otsus dan bidang

strategis lainnya. Kondisi ini tentu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi rakyat yang

berdampak kepada pendapatan dan daya beli masyarakat yang masih rendah

sehingga belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sementara itu, dari aspek target dan realisasi dana otsus bidang ekonomi

rakyat dapat dijelaskan berdasarkan data Tabel diatas bahwa realisasi tahun 2010

sebesar Rp8.286.118.037 atau 98 persen dari target Rp8.450.231.999, target dan

realisasi tahun 2011 tidak ada karena tidak mendapat alokasi dana Otsus, realisasi

tahun 2012 sebesar Rp2.800.000.000 atau 100 persen dari target Rp2.800.000.000,

sedangkan realisasi tahun 2013 belum dapat diketahui karena masihdalam

pelaksanaan program atau tahun berjalan dari target Rp450.000.000.

Selanjutnya dari aspek hasil dan dampak yang dirasakan dan dinikmati oleh

masyarakat dalam pembangunan ekonomi kerakyatan di Kabupaten Tolikara belum

dapat dijelaskan secara detail karena tidak didukung oleh data dan informasi yang

memadai dan akurat dalam studi ini.

4.6.6 DANA OTSUS BIDANG PRIORITAS LAINKebijakan pengalokasian dana otsus di Kabupaten Tolikara, selain di alokasi

untuk empat bidang prioritas juga dialokasikan untuk bidang strategis lainnya dengan

jumlah alokasi dana yang cukup besar. Berdasarkan data dalam Tabel diatas bahwa

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I132

alokasi dana otsus di bidang prioritas lain selama empat tahun terakhir yaitu alokasi

tahun 2010 sebesar Rp27.157.728.203 atau 45 persen, alokasi tahun 2011 sebesar

Rp18.070.225.000 atau 30 persen, alokasi tahun 2012 sebesar Rp34.303.536.800

atau 44 persen, dan alokasi tahun 2013 sebesar Rp16.541.961.000 atau 20 persen.

Dengan demikian jumlah alokasi dana yang dianggarkan selama 4 tahun

terakhir pada bidang ini sebesar Rp96.073.451.003 atau 34 persen dari total dana

Otsus Kabupaten Tolikara sebesar Rp277.147.301.800,- selama periode tahun

2010–2013. Artinya bidang ini mendapat alokasi dana yang cukup signifikan

dibandingkan dengan 4 bidang prioritas Otsus itu sendiri.

Sementara itu, dari aspek target dan realisasi alokasi dana Otsus pada bidang

prioritas lain berdasarkan data Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa realisasi dana

tahun 2010 sebesar Rp26.385.674.202 atau persen dari target Rp27,157.728.203,

realisasi dana Tahun 2011 sebesar Rp18.070.225.000 atau 100 persen dari target

Rp18.070.225.000, realisasi tahun 2012 sebesar Rp34.303.536.800 atau 100 persen

dari target Rp34.303.536.800, target tahun 2013 sebesar Rp16.541.961.000 dan

realisasi belum ada data final karena masih tahun berjalan.

Selanjutnya dari aspek hasil dan dampak yang dirasakan dan dinikmati oleh

masyarakat dalam pembangunan bidang prioritas lain Otsus di Kabupaten Tolikara

belum dapat dijelaskan secara detail karena tidak didukung oleh data dan informasi

yang memadai dan akurat dalam studi ini.

4.7 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN KEPULAUANYAPEN

4.7.1 DANA OTSUS BIDANG SOSIAL BUDAYA

Tabel 4.22Alokasi Dana Otsus dan Realisasi di Bidang Sosial Budaya

Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2008–2012TAHUN ALOKASI DANA (Rp) REALISASI (Rp)

2008 Rp. 34.049.533.000,- Rp. 34.049.533.000,-

2009 Rp. 32.937.425.100,- Rp. 32.937.425.100,-

2010 Rp. 39.487.802.000,- Rp. 39.487.802.000,-

2011 Rp. 40.709.265.600,- Rp. 40.709.265.600,-

2012 Rp. 47.483.013.000,- Rp. 47.483.013.000,-Sumber: RD Kabupaten Kep. Yapen (diolah) 2013

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I133

Untuk tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012 bidang Sosial Budaya

merupakan salah satu bidang yang menggunakan anggaran yang bersumber dari

dana Otsus, dimana sektor Pendidikan dan Kesehatan masuk di dalamnya. Bidang

sosial budaya mendapatkan porsi dana yang cukup besar dari 2 bidang lainnya yaitu

Infrastruktur dan Ekonomi. Hal ini dikarenakan untuk bidang sosial sendiri yang

kemudian dipecah menjadi beberapa bagian di dalamnya terdapat 2 sektor prioritas

lainnya yaitu sektor Pendidikan dan Kesehatan yang menerima porsi yang besar

sesuai amanat yang terkandung dalam Undang-Undang Otsus.

Dari tahun ke tahun terlihat peningkatan porsi dana yang dialokasikan bagi

sektor ini. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga pada tahun 2009 mendapat

porsi dana 29 persen dari total alokasi dana sebesar 61,19 persen yang tersebar di 9

SKPD. Kemudian untuk Dinas kesehatan sebesar 18,1 persen dari total alokasi.

Pada tahun 2010 porsi anggaran untuk kedua sektor tetap persentasenya, hanya

berubah pada nilai atau jumlah uangnya juga program kegiatannya. Pada tahun

2012 terjadi peningkatan sebesar 1 persen dari Dinas Kesehatan yang tadinya

hanya 29 persen menjadi 30 persen. Kemudian untuk Dinas Kesehatan menurun

menjadi 14,64 persen dari tahun 2010 yang tadinya 18,1 persen. Tentunya

diharapkan hasilnya akan jauh lebih menyentuh dengan jumlah yang besar bahkan

meningkat terus setiap tahunnya. Namun apabila diamati dalam masyarakat di

Kabupaten Kepulauan Yapen dengan berbagai program dan kegiatan yang ada

sampai dengan saat ini masih dirasakan kurang menyentuh kebutuhan mendasar

masyarakat Asli Papua sampai dengan tingkatan yang paling bawah. Seluruh

Rencana Definitif terealisasikan seluruhnya dalam berbagai dokumen hasil laporan

program dan kegiatan sesuai dengan anggaran yang dialokasikan, meskipun ada

kendala namun dapat diselesaikan setelah adanya temuan dari BPK maupun

inspektorat.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I134

4.7.2 DANA OTSUS BIDANG INFRASTRUKTURTabel 4.23

Alokasi Dana Otsus dan Realisasi di Bidang InfrastrukturKabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2008–2012

TAHUN ALOKASI DANA (Rp) REALISASI (Rp)2008 Rp. 11.740.000.000,- Rp. 11.740.000.000,-2009 Rp. 10.485.000.000,- Rp. 10.485.000.000,-2010 Rp. 7.950.000.000,- Rp. 7.950.000.000,-2011 Rp. 8.807.494.400,- Rp. 8.807.494.400,-2012 Rp. 14.384.735.500,- Rp. 14.384.735.500,-

Sumber: RD Kabupaten Kep. Yapen (diolah)

Pada tahun anggaran 2008 sampai 2012 dana Otsus yang dialokasikan bagi

bidang Infrastruktur nilainya mengecil mulai dari 11 milyar sampai dengan 8 milyar

rupiah. Kemudian pada tahun 2012 nilainya meningkat menjadi 14 milyar rupiah atau

porsi dananya sebesar 20,05 persen dari total alokasi dana Otsus pada tahun 2012.

Kenaikan ini juga perlu disikapi baik dengan mengawal dan memberikan monitoring

yang baik terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh SKPD terkait. Karena nilai

tersebut tentunya harus menghasilkan infrastruktur yang mampu menjembatani

kondisi geografis Kabupaten Kepulauan Yapen yang sebagian besar harus dijangkau

dengan jalan laut oleh karena itu titik-titik yang akan dibangun untuk menjangkau

distrik yang masih belum tembus oleh jalan darat sedang dikerjakan. Harapan bahwa

peningkatan untuk infrastruktur akan membawa sedikit perubahan yang signifikan

bagian seluruh aspek kehidupan.

4.7.3 DANA OTSUS BIDANG EKONOMI

Tabel 4.24Alokasi Dana Otsus dan Realisasi di Bidang Ekonomi

Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2008–2012TAHUN ALOKASI DANA (Rp) REALISASI (Rp)

2008 Rp. 14.594.045.000,- Rp. 14.594.045.000,-

2009 Rp. 9.807.307.900,- Rp. 9.807.307.900,-

2010 Rp. 9.807.307.900,- Rp. 9.807.307.900,-

2011 Rp. 5.602.850.000,- Rp. 5.602.850.000,-

2012 Rp. 8.343.565.000,- Rp. 8.343.565.000,-Sumber: RD Kabupaten Kep. Yapen (diolah)

Dana Otsus yang di alokasikan bagi bidang Ekonomi apabila dilihat pada tabel

di atas, tahun anggaran 2012 dana Otsus mengalami peningkatan setelah selama 4

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I135

tahun anggaran terakhir mengalami penurunan. Yang menjadi hasil wawancara

beberapa SKPD terkait bidang ini ada terdapat SKPD yang tidak menerima alokasi

dana Otsus dalam pelaksanaan program dan kegiatan di SKPD terkait bahkan

hampir 2 tahun terakhir dalam alokasi anggaran. Padahal apabila ditinjau kembali

SKPD tersebut merupakan salah satu SKPD yang programnya langsung menyentuh

kepada masyarakat yang hasilnya langsung dapat dinikmati. Belum dapat diketahui

secara jelas alasan tidak diberikannya dana, namun untuk program dan kegiatan

yang selama ini dilaksanakan bersumber dari pusat selain APBD.

4.8 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN KEEROM4.8.1 KOMPOSISI ALOKASI DANA OTSUS

Kabupaten Keerom terbentuk pada tahun 2002 berdasarkan UU 26 Tahun

2002, namun kegiatan pemerintahan baru mulai dilaksanakan pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 Kabupaten Keerom mendapat alokasi dana otsus dalam bentuk

fresh money sebesar Rp5 milyar, untuk tahun 2013 sesuai SK Gubernur Provinsi

Papua Kabupaten Keeerom mendapatkan alokasi dana otonomi khusus sebesar

Rp84 milyar. Alokasi dana otsus Kabupaten Keerom selama beberapa tahun tersaji

sebagai berikut.

Tabel 4.25Realisasi, Persentase dan Pertumbuhan Alokasi Dana Otonomi Khusus

Kabupaten Keerom Tahun 2008-2012Tahun Realisasi

(Rp)Persentase

(%)Pertumbuhan

(%)2008 63,641,476,000 4,73 6,382009 55,100,000,000 4,35 -13,422010 55,100,000,000 4,24 0.002011 61,398,744,000 3,79 11,432012 76,767,803,000 3,79 25,03

Sumber: RD Otsus Kabupaten Keerom, 2008 - 2012

Kurun waktu 2003–2012 total alokasi dana otonomi khusus yang diterima

Kabupaten Keerom sebesar Rp495 milyar dengan rata-rata penerimaan selama

kurun waktu tersebut sebesar Rp49 milyar. Selama lima tahun terakhir penerimaan

dana otsus berfluktuasi dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,88 persen

sedangkan rata-rata persentase terhadap total dana otus Papua sebesar 4,18

persen.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I136

4.8.2 DANA OTSUS SEKTOR PENDIDIKANAlokasi dana otsus Kabupaten Keerom untuk sektor pendidikan cenderung

meningkat tahun 2008–2012. Selama kurun waktu tersebut alokasi anggaran sektor

pendidikan sesuai dengan amanat otsus yaitu dianggarkan sebesar 30 persen atau

rata-rata 30,14 persen. Pada tahun 2008 alokasianggaran sektor pendidikan sebesar

Rp19,100 milyar atau 30,01 persen dari total dana otsus, tahun 2009 menurun

Rp18,138 milyar atau 32,92 persen hingga tahun 2012 alokasi dana otsus sektor

pendidikan sebesar Rp18,500 milyar. Alokasi anggaran sektor pendidikan dapat

dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 4.26Alokasi Dana Otonomi Khusus Sektor Pendidikan

Kabupaten Keerom Tahun 2008-2012 (dalam milyar)Tahun Dana Otsus Pendidikan Persentase2008 63,641 19,100 30.012009 55,100 18,138 32.922010 55,100 16,638 30.202011 61,399 20,543 33.462012 76,768 18,500 24.10

Sumber: RD Otsus Kabupaten Keerom, 2008-2012

Beberapa program atau kegiatan sektor pendidikan dengan menggunakan

dana otsus selama beberapa tahun terakhir, sebagai berikut:

1. Tahun Anggaran 2011

a. Penyelenggaran pendidikan gratis wajib belajar 9 tahun sebesar Rp6,812

milyar;

b. Pembekana kemampuan (life skill) murid SD pada Surya Institute sebesar

Rp1,320 milyar;

c. Penyelenggaraan pendidikan gratis tingkat SMA/SMK sebesar Rp5,241

milyar;

d. Penyediaan beasiswa bagi mahasiswa asli Keerom di Papua sebesar

Rp1,523 milyar;

e. Penyelenggaraan ujian nasional tingkat SD, SMP dan SMA/SMK sebesar

Rp1,500 milyar.

2. Tahun Anggaran 2012

a. Pembebasan biaya pendidikan SD/MI sebesar Rp3 milyar;

b. Pembebasan biaya pendidikan SMP/MTs sebesar Rp2,300 milyar;

c. Pengelolaan pendidikan dan tenaga kependidikan yang bertugas di daerah

khusus sebesar Rp2,200 milyar

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I137

d. Pembebasan biaya pendidikan SMA/MA/SMK sebesar Rp4,500 milyar;

e. Ujian Nasional tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MI/SMK sebesar Rp1,567

milyar;

f. Beasiswa mahasiswa asli Keerom sebesar Rp2,396 milyar

Selain kegiatan-kegiatan tersebut terdapat pula kegiatan lainnya yang bernilai

kurang dari Rp1 milyar seperti: pengembangan kurikulum, pengembangan

pendidikan berpola asrama, pengembangan sekolah model kontekstual Keerom,

pembinaan dan penyelenggaraan olimpiade dan lomba-lomba sejenisnya tingkat

SMP/MTs bagi anak Papua, ujian nasional (UN) tingkat SD/MI, SMP/MTs,

SMA/MA/SMK dan kesetaraan (paket A,B,C), biaya penyediaan tenaga kontrak

dinas P dan P, pemilihan guru, kepala sekolah dan pengawas berprestasi, dan

workshop pengembangan kelompok profesi guru (KKG,MGMP,KKKS,MKKS dan

MKPS).

4.8.3 DANA OTSUS SEKTOR KESEHATANSektor kesehatan memperoleh alokasi dana otsus rata-rata sebesar 15,36

persen tahun anggaran 2008–2012 atau telah sesuai dengan amanat UU Otsus.

Pada tahun 2008 alokasi anggaran sektor kesehatan sebesar Rp9,541 milyar ata

14,99 persen, menurun tahun 2009 sebesar Rp9,069 milyar atau 16,46 persen pada

tahun 2010 menurun menjadi Rp8,295 milyar atau 15,05 persen, namun pada tahun

2011 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya menjadi Rp10,392 milyar atau

16,93 persen. Pada tahun 2012 alokasi anggaran sektor pendidikan menurun

menjadi Rp10,250 milyar atau 13,35. Alokasi dana otsus sektor kesehatan kurun

waktu 2008-2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.27Alokasi Dana Otonomi Khusus Sektor Kesehatan

Kabupaten Keerom Tahun 2008-2012 (dalam milyar)Tahun Dana Otsus Kesehatan Persentase2008 63,641 9,541 14.992009 55,100 9,069 16.462010 55,100 8,295 15.052011 61,399 10,392 16.932012 76,768 10,250 13.35

Sumber: RD Otsus Kabupaten Keerom, 2008-2012

Alokasi dana otsus sektor kesehatan selain dikelola oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten Keerom juga dikelola oleh pihak Rumah Sakit Kwaingga. Misalnya pada

tahun 2011 dari total dana sektor kesehatan sebesar Rp10,392 milyar terdapat Rp3

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I138

milyar yang dikelola RS. Kwaingga yang diperuntukkan untuk kegiatan pelayanan

kesehatan gratis sebesar Rp1 milyar, pelayanan dalam gedung jasa medis dan

paramedic sebesar Rp787 juta, pengadaan obat pasien rawat inap sebesar Rp626,5

juta.

Pada tahun 2012 RS Kwaingga mendapat alokasi dana otsus sebesar Rp2

milyar seluruh dana tersebut digunakan untuk pelayanan kesehatan gratis bagi

masyarakat. Berikut sajikan kegiatan-kegiatan sektor kesehatan yang dibiayai dana

Otsus.

1. Tahun Anggaran 2011

a. Pendidikan kelas bidan sebesar Rp1,2 milyar;

b. Pelayanan kesehatan gratis sebesar Rp1 milyar;

c. Penyediaan tambahan kinerja tenaga kesehatan untuk 8 puskesmas sebesar

Rp679 juta;

d. Penyediaan tenaga kesehatan pegawai tidak tetap (tenaga kontrak) sebesar

Rp800 juta;

e. Pelayanan puskesmas keliling daerah terpencil, perbatasan dan terisolir

sebesar Rp749 juta;

f. Penyediaan PMT berbahan local dan vitamin bagi ibu hamil KEK dan balita

sebesar Rp588 juta, dan lain-lain.

2. Tahun Anggaran 2012

a. Pelayanan kesehatan gratis sebesar Rp1,400 milyar;

b. Pelayanan kesehatan daerah terpencil sebesar Rp1,109 milyar;

c. Pendidikan kelas khusus bidan untuk putra daerah Papua sebesar Rp925 juta;

d. Penyediaan tenaga kesehatan pegawai tidak tetap sebesar Rp887 juta;

e. Pengendalian penyakit HIV sebesar Rp100 juta;

f. Penyediaan biaya transport penerbangan ke kampung sangat terpencil

sebesar Rp280 juta;

g. Pengadaaan bahan/sarana hidup sehat, promosi dan peningkatan pelayanan

kesehatan di posyandu sebesar Rp250 juta;

h. Distribusi logistik ke PKM dan jaringan sebesar Rp200 juta; dan lain

sebagainya.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I139

4.8.4 DANA OTSUS INFRASTRUKTUR DASARDana otsus yang dialokasi untuk pembangunan infrastruktur dasar kurun

waktu lima tahun terakhir cukup bervariatif, tahun 2008 dialokasi sebesar Rp12

milyar atau 18,86 persen turun menjadi Rp8,103 milyar atau 14,71 persen tahun

2009 kemudian turun lagi menjadi Rp6,053 milyar atau 10,99 persen tahun 2010.

Pada tahun 2011 meningkat Rp8,278 milyar atau 13,48 persen, meningkat di tahun

2012 menjadi Rp8,760 milyar atau 11,41 persen. Alokasi dana otsus untuk sektor

infrastruktur dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.28Alokasi Dana Otonomi Khusus Sektor InfrastrukturKabupaten Keerom Tahun 2008-2012 (dalam milyar)

Tahun Dana Otsus Infrastruktur Persentase2008 63,641 12,000 18.862009 55,100 8,103 14.712010 55,100 6,053 10.992011 61,399 8,278 13.482012 76,768 8,760 11.41

Sumber: RD Otsus Kabupaten Keerom, 2008-2012

Dana otsus sektor infrastruktur tahun anggaran 2011–2012 dikelola oleh BK3,

Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas PU dan Badan Pemberdayaan Masyarakat

Kampung. Pada tahun 2011 alokasi anggaran sebesar Rp8,278 milyar, Rp7,978

milyar dikelola oleh BK3 digunakan untuk: 1) pembangunan infrastruktur lingkungan,

2) pembangunan perumahan masyarakat dan 3) energi listrik yang tersebar di Distrik

Towe, Waris dan Web. Sedangkan Rp300 juta dikelola oleh Dinas Pertambangan

dan Energi untuk pengadaan dan pemasangan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga

Listrik).

Pada tahun 2012 alokasi anggaran sebesar Rp8.760 milyar dikelola oleh BK3

sebesar Rp7,623 milyar untuk kegiatan pembangunan infrastruktur lingkungan,

pembangunan perumahan masyarakat dan energi listrik di Distrik Towe Waris dan

Web. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Kampung mengelola

dana sebesar Rp237 juta yang digunakan untuk pengadaan solar cell, sedangkan

Dinas PU mengelola dana sebesar Rp900 juta yang digunakan untuk pembangunan

jembatan ruas Woor–Bewan (tahap II) dan pengawasan teknis pembangunan

jembatan ruas Woor–Bewan (tahap II).

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I140

4.8.5 DANA OTSUS EKONOMI KERAKYATANAlokasi dana otonomi khusus untuk bidang ekonomi kerakyatan tahun 2008–

2012 rata-rata sebesar 5,99 persen dari total alokasi dana otsus Kabupaten Keerom.

Alokasi terbesar kurun waktu tersebut pada tahun 2010 sebesar Rp4,100 milyar atau

7,44 persen dari total alokasi dana otsus, alokasi anggaran terkecil pada tahun 2011

sebesar Rp3,138 milyar atau 5,11 persen.

Tabel 4.29Alokasi Dana Otonomi Khusus Sektor Ekonomi Kerakyatan

Kabupaten Keerom Tahun 2008-2012 (dalam milyar)Tahun Dana Otsus Ekonomi

KerakyatanPersentase

2008 63,641 3,800 5.972009 55,100 3,972 7.212010 55,100 4,100 7.442011 61,399 3,138 5.112012 76,768 3,250 4.23

Sumber: RD Otsus Kabupaten Keerom, 2008-2012

Alokasi dana otsus sektor ekonomi kerakyatan pada tahun 2011 sebesar

Rp3,138 milyar, namun pada tahun tersebut terdapat alokasi tertentu yang dikelola

oleh BK3 dan Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan untuk kegiatan

ekonomi kerakyatan. BK3 mengelola dana otsus sebesar Rp2,518 milyar

diperuntukan pada kegiatan pembangunan ekonomi produktif yang tersebar pada

Distrik Web, Towed dan Waris. Sedangkan Dinas Koperasi, Perindustrian dan

Perdagangan mengelola sebesar Rp4,050 milyar yang diperuntukan pada kegiatan-

kegiatan seperti, pembangunan sanggar kerja industri batik motif Keerom, bantual

modal kerja industri di Senggi, bantuan modal kerja dan peralatan industri motif

Keerom, pengadaan bapok dan biaya angkutan bapok, pemberdayaan koperasi

melalui bantuan perkuatan modal serta berbagai pelatihan dalam rangka

pengembangan industri rumah tangga (home industry).

Pada tahun 2012 alokasi dana otsus bidang ekonomi kerakyatan dikelola

Dinas Koperasi, perindustrian dan perdagangan dalam bentuk, seperti: perkuatan

modal KSP/KSU, bantuan subsidi angkutan bahan pokok di Distrik Towe,

pembangunan kios percontohan di empat distrik, bantuan perkuatan barang kios,

bantuan tenda untuk pedagang kaki lima, bantuan bahan, mesin dan peralatan IKM

serta kegiatan pendampingan dan pelatihan dalam rangka penguatan ekonomi

masyarakat. Selain itu, BK3 mengelola dana otsus sebesar Rp2,339 milyar untuk

kegiatan ekonomi produktif.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I141

4.9 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN MERAUKE4.9.1 KOMPOSISI ALOKASI DANA OTSUS

Berdasarkan komposisi dana otsus pada tabel diatas, dijelaskan bahwa

alokasi dana otsus setiap tahunnya dalam kurun waktu 2008-2012, senantiasa ada

alokasi untuk bidang urusan wajib dan untuk bidang urusan pilihan.

Tabel 4.30Komposisi Dana Otonomi Khusus Kabupaten Merauke

Tahun 2008–2012

Sumber: Data Bappeda Kab. Merauke

Urusan wajib seperti; pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perencanaan

pembangunan, dan tanaman pangan, setiap tahun ada alokasinya dari dana otsus.

Dana Otsus yang dialokasikan untuk belanja sektor pendidikan belummemenuhi amanat dari Undang-Undang Otsus, sedangkan untuk sektorkesehatan telah memenuhi, dengan kecenderungan yang semakin meningkatdan membaik. Adapun alokasi belanja untuk bidang infrastruktur, ekonomi, dan lain

lain yang bersumber dari dana otsus cenderung berfluktuatif sepanjang tahun 2008-

2012. Di mana yang paling besar adalah infrastruktur yang mendapat porsi 30

persen per tahun.

Sementara, urusan wajib lainnya seperti; perhubungan, pemberdayaan

masyarakat kampung, pemberdayaan perempuan, pemuda dan olah raga tidak rutin

alokasinya dari dana Otsus setiap tahunnya.

ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%)

1 Pendidikan 14.594.404.600 25 13.136.600.000 24 13.925.500.000 26 17.901.778.659 29,5 10.400.000.000 17,2

2 Kesehatan 8.100.000.000 14 8.250.000.000 15 8.250.000.000 15,4 5.500.000.000 9,08 5.000.000.000 8,25

3 Rumah Sakit Umum Daerah 1.000.000.000 2 3.000.000.000 5,45 3.000.000.000 5,61 3.000.000.000 4,95 3.000.000.000 4,95

4 Dinas Tanaman Pangan 2.800.000.000 5 4.000.000.000 7,27 4.000.000.000 7,48 2.000.000.000 3,3 2.000.000.000 3,3

5 Dinas Kehutanan & Perkebunan 696.654.936 1 1.500.000.000 2,73 1.510.500.000 2,82 1.500.000.000 2,48 1.500.000.000 2,48

6 Dinas Peternakan 1.099.383.836 2 1.500.000.000 2,73 1.500.000.000 2,8 1.500.000.000 2,48 1.500.000.000 2,48

7 Dinas Perikanan & Kelautan 696.654.936 1 1.500.000.000 2,73 1.500.600.000 2,81 1.100.000.000 1,82 1.100.000.000 1,82

8 Dinas Pekerjaan Umum 15.116.614.092 26 9.000.000.000 16,4 13.596.169.000 25,4 18.257.358.341 30 17.159.137.000 28

9 Dinas Kebudayaan & Pariwisata 400.000.000 1 600.000.000 1,09 600.000.000 1,12 - - - -

10 Kantor Migrasi & Permukiman 2.500.000.000- 4 5.000.000.000 9,09 - - - - - -

11 TATAPEM (DISTRIK) 6.000.000.000 10 - - - - - - - -

12 SETDA 4.750.865.600 8 - - - - - - 9.100.000.000 15

13 BAPPEDA 300.000.000 1 700.000.000 1,27 300.000.000 0,56 450.000.000 0,74 450.000.000 0,74

14 Dinas Perhubungan - - 4.000.000.000 7,27 3.069.565.000 5,74 3.178.934.000 5,25 3.178.934.000 5,25

15 Dinas Kesejahteraan Sosial dan PMK - - 2.000.000.000 3,64 1.413.200.000 2,64 5.000.000.000 8,25 5.000.000.000 8,25

16 Bagian Pemberdayaan Perempuan - - 413.400.000 0,75 413.400.000 0,77 500.000.000 0,83 500.000.000 0,83

17 Dinas Pemuda Olah Raga dan PLS - - 400.000.000 0,73 - - 700.000.000 1,16 700.000.000 1,16

18 Inspektorat - - - - 400.000.000 0,75 - - - -TOTAL 58.054.578.000 100 55.000.000.000 100 53.478.934.000 100 60.588.071.000 100 60.588.071.000 100

TAHUN 2012

Sumber : Data Bappeda Kab.Merauke

KOMPOSISI DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN MERAUKETAHUN 2008 - 2012

NO BIDANG/URUSANTAHUN 2008 TAHUN 2009 TAHUN 2010 TAHUN 2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I142

Di lain pihak, untuk urusan pilihan ada yang rutin menerima alokasi dari dana

Otsus, seperti; kehutanan, peternakan, dan perikanan. Hal ini, disebabkan karena

bidang urusan tersebut secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan

kabupaten. Selanjutnya, nampak pada tabel diatas, bahwa alokasi dari dana Otsus

kabupaten merauke untuk pelaksanaan pengawasan internal dalam hal ini

inspektorat, tidak rutin dialokasikan. Artinya, dapat dikatakan bahwa untuk

pengawasan internal terhadap penggunaan dana otonomi khusus di Kabupaten

Merauke tidak dibiayai rutin dari sumber dana Otsus melainkan dibiayai dari sumber

lain juga.

4.9.2 DANA OTSUS SEKTOR PENDIDIKANTabel 4.31

Alokasi Dana Otsus Per Bidang Sektor PendidikanKabupaten Merauke Tahun 2008–2012

Sumber: RD Otsus Kab. Merauke (Data Diolah)

Alokasi dana otsus sektor pendidikan, untuk bidang pendidikan dasar

(DIKDAS) pada tahun 2008 sampai dengan 2009, lebih besar jumlah dan

prosentasenya dibandingkan dengan alokasi untuk bidang pendidikan menengah

(DIKMEN). Di tahun 2010 sampai dengan 2012, alokasi dana otsus sektor

pendidikan tidak hanya fokus pada Dikdas dan Dikmen, melainkan sudah mencakup

pendidikan dasar, menengah, atas dan tinggi. Dengan menyatu dalam satu bidang

yang disebut bidang pendidikan.

Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana Jumlah Dana Jumlah Dana1. Bidang Pendidikan 6.094.404.600 41,76 6.198.032.000 47,18 - - - - - -2. Bidang Pendidikan SD 8.500.000.000 58,24 6.938.568.000 52,82 - - - - - -3 Bidang Pendidikan - - - 13.925.500.000 100 17.901.778.659 100 10.400.000.000 100

Jumlah 14.594.404.600 100 13.136.600.000 100 13.925.500.000 100 17.901.778.659 100 10.400.000.000 100

Alokasi Dana Otsus Per Bidang pada Sektor PendidikanDi Kabupaten Merauke Tahun 2008-2012

Sumber : RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)

TA 2012Bidang

TA 2008 TA 2009 TA 2010 TA 2011No

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I143

Tabel 4.32Alokasi Dana Otsus Sektor Pendidikan Kabupaten Merauke

Tahun 2008-2012Tahun Jumlah Dana Otsus (Milyar) Jumlah Dana Otsus Sektor Pendidikan

(Milyar)persen

2008 58.054.578.000 14.594.404.600 25,142009 55.000.000.000 13.136.600.000 23,88

2010 53.478.934.000 13.925.500.000 26,04

2011 60.588.071.000 17.901.778.659 29,55

2012 60.588.071.000 10.400.000.000 17,17

Sumber: RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)

Alokasi dana Otsus untuk bidang urusan sektor pendidikan, terus mengalami

peningkatan. Namun, belum sesuai dengan amanat UU Otsus tentang Peruntukkan

dana Otsus bagi sektor pendidikan yakni sekurang-kurangnya 30 persen dari dana

otsus yang diterima daerah, alokasi dana Otsus dalam 5 (lima) tahun terakhir

mencapai paling tinggi 29,55 persen (tahun 2011). Hal ini, menunjukkan pemerintah

kabupaten Merauke belum konsisten untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

4.9.3 OTSUS SEKTOR KESEHATANTabel 4.33

Alokasi Dana Otsus Per Bidang Sektor KesehatanKabupaten Merauke Tahun 2008–2012

Sumber: RD Otsus Kab. Merauke (Data Diolah)

Alokasi dana otsus sektor kesehatan, untuk bidang kesehatan prosentasenya

senantiasa lebih besar dari pada rumah sakit. Untuk bidang kesehatan, dalam dua

tahun terakhir alokasinya menurun. Walaupun, secara keseluruhan jumlah dana

otsus di kabupaten Meraukemengalami peningkatan. Artinya, ada perubahan

komposisi untuk bidang kesehatan di tahun 2011 dan 2012. Alokasi untuk rumah

sakit, jumlahnya tetap dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 yakni sebesar 3

milyar, namun prosentasenya meningkat dari 26,6 persen di tahun 2009 menjadi

37,5 persen di tahun 2012. Hal ini desebabkan karena jumlah alokasi dana otsus

kabupaten merauke terus bertambah.

Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana %1. Bidang Kesehatan 8.100.000.000 89,01 8.250.000.000 73,33 8.250.000.000 73,33 5.500.000.000 64,71 5.000.000.000 62,502. Bidang Rumah Sakit 1.000.000.000 10,99 3.000.000.000 26,67 3.000.000.000 26,67 3.000.000.000 35,29 3.000.000.000 37,50

Jumlah 9.100.000.000 100 11.250.000.000 100 11.250.000.000 100 8.500.000.000 100 8.000.000.000 100

Sumber : RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)

Alokasi Dana Otsus Per Bidang pada Sektor KesehatanDi Kabupaten Merauke Tahun 2008-2012

TA 2012No Bidang

TA 2008 TA 2009 TA 2010 TA 2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I144

Tabel 4.34Alokasi Dana Otsus Sektor Kesehatan Kabupaten Merauke

Tahun 2008-2012Tahun Jumlah Dana Otsus

(Milyar)Jumlah Dana Otsus Sektor Kesehatan

(Milyar) %

2008 58.054.578.000 9.100.000.000 15,67

2009 55.000.000.000 11.250.000.000 20,45

2010 53.478.934.000 11.250.000.000 21,04

2011 60.588.071.000 8.500.000.000 14,03

2012 60.588.071.000 8.000.000.000 13,20Sumber: RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012(Data Diolah)

Alokasi dana Otsus untuk sektor kesehatan telah sesuai dengan amanat UU

Otsus tentang peruntukkan dana Otsus, mencapai 20 persen di tahun 2009 dan 21

persen di tahun 2010. Namun dalam dua tahun terakhir prosentasenya menurun

menjadi 14 persen di tahun 2011 dan 13 persen di tahun 2012. Artinya, alokasi dana

Otsus sektor kesehatan, makin kecil walapun jumlah dana otsus kabupaten Merauke

terus meningkat. Hal ini, menunjukkan pemerintah kabupaten Merauke tetap

konsisten untuk memperbaiki pelayanan kesehatan, walaupun alokasi ke sektor

kesehatan makin kecil.

4.9.4 OTSUS INFRASTRUKTUR DASARTabel 4.35

Alokasi Dana Otsus Per Bidang Sektor Infrastruktur Dasardi Kabupaten Merauke Tahun 2008–2012

Sumber: RD Otsus Kab. Merauke (Data Diolah)

Alokasi dana otsus pada sektor infrastruktur dasar, didistribusi ke 3 (tiga)

bidang yang memberikan pelayanan dasar bagi masyarakat yakni: Bidang Fisik

Prasarana, Bidang Bina Marga, dan Bidang Cipta Karya. Alokasi untuk bidang fispra,

dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir hanya sekali dialokasikan pada tahun

2008. Sementara Alokasi untuk bidang Bina Marga, yang baru dialokasikan pada

tahun 2009, rutin sampai dengan tahun 2012. Dan alokasi untuk bidang Cipta Karya,

yang baru dialokasikan pada tahun 2010, rutin sampai dengan tahun 2012.

Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana %1. Bidang Fispra 15.116.614.092 100 - - - - - - - -2 Bidang Bina Marga & - - 9.000.000.000 100 7.478.934.000 55,01 5.000.000.000 38,46 7.620.068.341 44,413 Bidang Cipta Karya, - - - - 6.117.235.000 44,99 8.000.000.000 61,54 9.539.068.659 55,59

Jumlah 15.116.614.092 100 9.000.000.000 100 13.596.169.000 100 13.000.000.000 100 17.159.137.000 100

TA 2012

Alokasi Dana Otsus Per Bidang pada Sektor Infrastruktur Dasar

Sumber : RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)

Di Kabupaten Merauke Tahun 2008-2012

No BidangTA 2008 TA 2009 TA 2010 TA 2011

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I145

Tabel 4.36Alokasi Dana Otsus Sektor Infrastruktur Kabupaten Merauke

Tahun 2008-2012Tahun Jumlah Dana Otsus

(Milyar)Jumlah Dana Otsus Sektor Infrastruktur

(Milyar) %

2008 58.054.578.000 15.116.614.092 26,042009 55.000.000.000 9.000.000.000 16,362010 53.478.934.000 13.596.169.000 25,422011 60.588.071.000 13.000.000.000 21,462012 60.588.071.000 17.159.137.000 28,32

Sumber: RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)

Alokasi dana otsus untuk sektor Infrastruktur dasar, mengalami peningkatan

dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Hal ini, menujukkan bahwa pemerintah

Kabupaten Merauke bertekad memperlancar akses masyarakat terhadap semua

bentuk pelayanan masyarakat (pendidikan dan kesehatan), melalui penyediaan dan

perbaikan jalan dan jembatan, perumahan dan air bersih.

4.9.5 OTSUS EKONOMI KERAKYATANTabel 4.37

Alokasi Dana Otsus Per Bidang Sektor Ekonomi Rakyatdi Kabupaten Merauke Tahun 2008–2012

Sumber: RD Otsus Kab. Merauke (Data Diolah)

Alokasi dana otsus pada sektor ekonomi rakyat, terdistribusi ke 4 (empat)

bidang yakni: Bidang Kelautan dan Perikanan, Bidang Peternakan, Bidang

Kehutanan, dan Bidang Tanaman Pangan. Bidang tanaman pangan merupakan

bidang yang menerima alokasi terbesar dari total alokasi sektor ekonomi rakyat.

Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana %

1. Bidang Kelautan & Perikanan 696.654.936 13,16 1.500.000.000 17,65 1.500.600.000 17,63 1.100.000.000 18,03 1.100.000.000 18,032. Bidang Peternakan 1.099.383.836 20,77 1.500.000.000 17,65 1.500.000.000 17,62 1.500.000.000 24,59 1.500.000.000 24,593 Bidang Kehutanan 696.654.936 13,16 1.500.000.000 17,65 1.510.500.000 17,75 1.500.000.000 24,59 1.500.000.000 24,594 Bidang Tanaman Pangan 2.800.000.000 52,90 4.000.000.000 47,06 4.000.000.000 47 2.000.000.000 32,79 2.000.000.000 32,79

Jumlah 5.292.693.708 100 8.500.000.000 100 8.511.100.000 100 6.100.000.000 100 6.100.000.000 100

Alokasi Dana Otsus Per Bidang pada Sektor Ekonomi RakyatDi Kabupaten Merauke Tahun 2008-2012

Sumber : RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)

No BidangTA 2008 TA 2009 TA 2010 TA 2011 TA 2012

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I146

Tabel 4.38Alokasi Dana Otsus Sektor Ekonomi Kerakyatan

Kabupaten Merauke Tahun 2008-2012

Tahun Jumlah Dana Otsus(Milyar)

Jumlah Dana Otsus Sektor EkonomiKerakyatan (Milyar) %

2008 58.054.578.000 5.292.693.708 9,122009 55.000.000.000 8.500.000.000 15,452010 53.478.934.000 8.511.100.000 15,912011 60.588.071.000 6.100.000.000 10,072012 60.588.071.000 6.100.000.000 10,07

Sumber: RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)

Alokasi dana otsus sektor ekonomi kerakyatan, dalam 2 (dua) tahun terakhir

makin kecil baik jumlah maupun prosentasenya, walaupun secara keseluruhan

jumlah dana otonomi khusus meningkat dalam kurun waktu 5 tahun (2008-2012).

4.10 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KOTA JAYAPURA4.10.1 KOMPOSISI ALOKASI DANA OTSUS

Pada Tabel di bawah terlihat bahwa alokasi Dana Otonomi Khusus di Kota

Jayapura dapat dialokasikan ke beberapa SKPD, beberapa SKPD yang tidak

kontinyu menerima alokasi Dana Otonomi Khusus. Sedangkan SKPD-SKPD yang

Tupoksinya menyentuh langsung masyarakat Papua secara kontinyu menerima

Alokasi Dana Otonomi Khusus Papua, misalnya Dinas Pendidikan, Kesehatan, dan

Pekerjaan Umum.

Tabel 4.39Alokasi Dana Otsus Di 4 Bidang Prioritas Di Kota Jayapura

TAHUN EKONOMI KESEHATAN PENDIDIKAN INFRASTRUKTUR2008 1.600.000.000 7.208.990.350 19.029.050.000 12.950.000.000,002009 7.297.200.000 4.725.000.000,00 15.320.468.000,00 1.144.969.000,002010 7.819.290.350 5.817.314.550,00 13.472.579.100,00 15.624.413.000,002011 7.561.358.120 9.173.550.000,00 12.950.000.000,00 10.368.386.320,002012 7.818.415.500 19.029.050.000,00 12.954.741.950,00 18.217.687.100,00

Sumber: RD Kota Jayapura 2008-2012

4.10.2 OTSUS BIDANG PENDIDIKANBerikut ini akan ditampilkan Perkembangan Alokasi dan Realisasi Dana

Otonomi Khusus ke beberapa SKPD, dan akan diawali dengan SKPD yang

merupakan prioritas berdasarkan amanat UU Nomor 21 Tahun 2001.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I147

Tabel 4.40Alokasi Dana Otsus Bidang Pendidikan Kota Jayapura

TAHUN ALOKASI DANA(Rp)

REALISASI(Rp)

persenReals

UU Otsus

2008 19.029.050.000 19.323.256.108,00 1,015 0,302009 15.320.468.000,00 15.289.064.327,00 0,998 0,314

2010 13.472.579.100,00 14.136.601.200,00 1,049 0,265

2011 12.950.000.000,00 13.234.867.000,00 1,022 0,25

2012 12.954.741.950,00 12.348.324.950,00 0,953 0,212Sumber: Bappeda Kota Jayapura, 2013.

Informasi pada Tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata alokasi dana

Otonomi Khusus pada sektor Pendidikan di Kota Jayapura sangat berfluktuasi, yakni

pada tahun 2008 dan 2009 mencapai 30 persen dan 31 persen sesuai amanat UU

Otsus, namun setelah 3 tahun terakhir semakin menurun yakni tahun 2010

alokasinya hanya mencapai 26 persen, dan pada tahun 2012 menjadi 21 persen.

4.10.3 OTSUS BIDANG KESEHATANAlokasi Dana Otonomi Khusus ke Bidang Kesehatan sejak tahun 2008

berfluktuasi, khusus alokasi tahun 2009 yang sangat jauh dari yang seharusnya

dialokasikan, yakni dari 11 persen tahun 2008 turun menjadi 0,097 persen tahun

2009. Kemudian meningkatkan menjadi 18 persen di tahun 2011 selanjutnya turun

menjadi 15 persen sesuai amanat Otsus. Sebenarnya alokasi dana Otsus di bidang

kesehatan pada 2 tahun terakhir telah memenuhi amanat UU Otsus.

Tabel 4.41Alokasi Dana Otsus Bidang Kesehatan Kota Jayapura

TAHUN ALOKASI DANA (Rp) REALISASI (Rp) persenRealisasi Otsus

2008 7.208.990.350 7.194.100.933,00 0,998 0,1132009 4.725.000.000,00 4.724.139.260,00 1,000 0,0972010 5.817.314.550,00 5.636.843.235,00 0,969 0,1142011 9.173.550.000,00 5.733.092.349,00 0,625 0,1762012 9.319.477.050,00 7.784.567.345,00 0,835 0,153

Sumber: Bapeda Kota Jayapura 2013

4.10.4 OTSUS BIDANG INFRASTRUKTURData pada tabel di bawah memperlihatkan bahwa alokasi dana Otsus ke

bidang Infrastruktur fisik sangat berfluktuasi. Peningkatan yang cukup tajam terjadi

tahun 2010 mencapai 31 persen, selanjutnya menurun tahun 20 persen tahun 2011,

kemudian meningkat kembali menjadi 29 persen pada tahun 2012.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I148

Tabel 4.42Alokasi Dana Otsus Bidang Pekerjaan Umum Kota Jayapura

TAHUN ALOKASI REALISASI PERSENREALISASI

PERSENALOKASI

2008 12.950.000.000,00 10.014.043.200,00 0,77 0,20422009 1.144.969.000,00 11.303.463.200,00 9,872 0,02352010 15.624.413.000,00 12.464.588.450,00 0,798 0,3072011 10.368.386.320,00 13.417.965.182,00 1,294 0,1972012 18.217.687.100,00 17.635.245.940,00 0,968 0,289

Sumber: Data Bappeda Kota 2013

Selanjutnya ditampilkan data alokasi Dana Otsus untuk mendorong ekonomi

kerakayatan sebagai salah satu sektor prioritas yang diatur di dalam UU No. 2001

Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Tabel 4.43Alokasi Dana Otsus Bidang Ekonomi Kerakyatan Kota Jayapura

TAHUN ALOKASI DANA (Rp) REALISASI (Rp) PERSENTASE(persen)

2008 1.600.000.000,00 1.595.447.000,00 0,9972009 7.297.200.000,00 7.510.264.700,00 1,0292010 7.819.290.350,00 7.786.842.065,00 0,9962011 7.561.358.120,00 6.945.943.020,00 0,9192012 7.818.415.500,00 7.476.909.300,00 0,956

Sumber : Data RD Otsus Kota Jayapura 2008–2012

Sedangkan secara keseluruhan alokasi dana Otonomi Khusus sektor

prioritas,yakni infrastruktur, Pendidikan, Kesehatan, dan ekonom, selama 5 tahun

terakhir memperlihatkan perkembangan yang fluktuatif, hanya bidang ekonomi

hampir mengalami peningkatan yang relative kecil setiap tahun anggaran.

Gambar 4.19Alokasi Dana Otsus untuk 4 Bidang Prioritas Selama 4 Tahun di Kota Jayapura

(Tahun 2008–2012)

1 2 3 4 5

INFRASTRUKTUR 12,950,000,00 1,144,969,00 15,624,413,0 10,368,386,3 18,217,687,1

PENDIDIKAN 19,029,050,0 15,320,468,0 13,472,579,1 12,950,000,0 12,954,741,9

KESEHATAN 7,208,990,35 4,725,000,00 5,817,314,55 9,173,550,00 19,029,050,0

EKONOMI 1,600,000,000 7,297,200,00 7,819,290,35 7,561,358,12 7,818,415,50

0.0010,000,000,000.0020,000,000,000.0030,000,000,000.0040,000,000,000.0050,000,000,000.0060,000,000,000.0070,000,000,000.00

dala

m ju

taan

rupi

ah

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I149

BAB 5KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS PAPUA

5.1 REGULASIPeraturan yang berkaitan dengan penerimaan dan pengelolaan dana Otonomi

khusus Papua diatur dalam beberapa tingkatan. Pertama pada tingkat undang-

undang dikenal ada Undang-Undang Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21

Tahun 2001 Tanggal 21 November 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi

Papua (UU 21/2001). Dalam Pasal 34 UU 21/2001 mengatur penerimaan,

peruntukan, dan pembagian dana. Terkait penerimaan diatur penerimaan Papua

dalam rangka Otsus, yaitu (1) penerimaan dari Sumber Daya Alam (SDA) yang

merupakan selisih persentase penerimaan menurut UU 21/2001 dan persentase

penerimaan yang diterima daerah lain menurut UU 33/2004 tentang Perimbangan

Keuangan, (2) penerimaan setara 2 persen dari DAU Nasional, dan (3) dana

tambahan infrastruktur.

Penerimaan Provinsi Papua dari Sumber Daya Alam (SDA) belum pernah

direalisir karena sumber penerimaan minyak dan gas (migas) tidak ada di daerah ini.

Khusus penerimaan dari Pertambangan Umum (dari PT Freeport Indonesia) tidak

termasuk dalam penerimaan SDA Otsus karena tidak ada selisih persentase

sebagaimana dijelaskan di atas. Penerimaan setara 2 persen dari DAU Nasional

diterima Papua sejak tahun anggaran 2002.

Peruntukan dana Otsus hanya diatur secara umum dalam UU 21/2001. Untuk

dana setara 2 persen dari DAU Nasional diarahkan untuk pendidikan dan kesehatan,

sedang dana tambahan infrastruktur diperuntukkan guna pembangunan infrastruktur

makro seperti jalan, jembatan, dermaga, dan lapangan terbang. Dana Otsus yang

besarnya setara 2 persen dari DAU Nasional diatur dalam UU 21/2001 untuk

dibagikan kepada kabupaten/kota yang diatur secara adil dan berimbang dengan

Perdasus, dengan memberikan perhatian khusus pada daerah-daerah yang

tertinggal.

Selain UU 21/2001 di atas, pemekaran Provinsi Papua Barat yang ditetapkan

dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2008 (UU 35/2008)

tanggal 25 Juli 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. UU

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I150

35/2008 mengatur keuangan yang diterima dalam rangka Otsus. Khusus dana yang

besarnya setara 2 persen dari DAU Nasional dibagi 70 persen untuk Provinsi Papua

dan 30 persen untuk Provinsi Papua Barat.

Kedua, di tingkat Kementerian Keuangan diatur 2 keputusan, yaitu keputusan

yang menetapkan jumlah (nilai) dana Otsus, dan keputusan yang mengatur tahapan

pencairan. Keputusan Menteri Keuangan tentang jumlah dana Otsus Papua

ditetapkan sekitar November–Desember sebelum tahun pelaksanaan anggaran yang

direncanakan. Perihal tahapan pencairan; pada periode tahun anggaran 2002 -2011

dicairkan dalam 4 termin (Permenkeu 47/KMK.07/2002):

1. Penyaluran triwulan pertama pada bulan Februari 15% (lima belas persen).

2. Penyaluran triwulan kedua pada bulan April sebesar 30% (tiga puluh persen).

3. Penyaluran triwulan ketiga pada bulan Juli sebesar 40% (empat puluh persen).

4. Penyaluran triwulan keempat pada bulan Oktober sebesar 15% (lima belas

persen).

Mulai tahun anggaran 2012 Pemerintah menyetujui pencairan dana Otsus dalam 3

tahap (Permenkeu 06/PMK.07/2012):

1. Penyaluran tahap I sebesar 30% (tiga puluh persen) pada bulan Maret;

2. penyaluran tahap II sebesar 45% (empat puluh lima persen) pada bulan Juli; dan

3. penyaluran tahap III sebesar 25% (dua puluh lima persen) pada bulan Oktober.

Di tingkat Provinsi Papua, peraturan yang perlu ditetapkan adalah Peraturan

Daerah Khusus untuk Pembagian dan Pengelolaan Dana Otsus. Peraturan ini relatif

bermasalah sepanjang pelaksanaan Otsus Papua (sejak 2002). Dua penyebab

utama tidak ditetapkannya Perdasus ini sampai 2013. Pertama, MRP terlambat

ditetapkan dalam masa Pemerintahan Solossa, sehingga Provinsi Papua hanya

menetapkan Perda No. 4 tahun 2004 tentang pembagian dan pengelolaan dana

Otsus. Kedua, dalam masa Pemerintahan Suebu-Hesegem telah disusun draf

Perdasus untuk hal yang sama namun gagal ditetapkan sebagai dampak

perselisihan antara eksekutif dan legilastiaf (DPRP). Tidak ada yang tahu persis

tentang perselisihan ini, namun sampai akhir masa jabatan Suebu-Hesegem

Perdasus tidak ditetapkan. Perdasus ini baru dapat disusun dan disetujui DPRP di

tahun 2013.

Gubernur Provinsi Papua juga mengatur peruntukan dan pengelolaan dana

Otsus melalui Keputusan Gubernur. Keputusan Gubernur ini ditetapkan setiap tahun

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I151

untuk mengatur alokasi dana Otsus bagi urusan yang menjadi kewajiban Otsus,

termasuk target dan sasaran yang dituju.

Peraturan Daerah tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah

merupakan peraturan yang harus disusun dan dipatuhi pemerintah daerah dalam

penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan anggaran dari sumber APBD Provinsi

Papua. Peraturan ini juga sangat terlambat disusun dan ditetapkan sehingga

Pemerintah Provinsi Papua harus mengacu pada Permendagri 13/2006 dan

perubahannya, yang hanya merupakan pedoman untuk Pemda mengatur lebih lanjut

dalam Perda. Perda Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Provinsi

Papua baru dapat ditetapkan pada Desember 2013.

5.2 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATEN/KOTA5.2.1 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATEN SUPIORI5.2.1.1 PARTISIPASI

Hasil olah data menunjukkan bahwa partisipasi dalam pengelolaan dana

Otsus meliputi tujuh fokus pengelolaan berdasarkan penilaian SKPD dengan skor

sebesar 0,5982 (59,82 persen) atau memuaskan, Lembaga Pendidikan dan

Kesehatan (LPK) memberikan penilaian dengan skor 50 persen atau cukup

memuaskan, sedangkan individu atau masyarakat memberikan penilaian dengan

skor 68,42 persen atau memuaskan.

Tabel 5.1Skor Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan

Dana Otonomi Khusus Kabupaten Supiori

Fokus Pengelolaan PartisipasiSKPD LPK Individu

Perencanaan 0,5000 0,5000 0,7018Penganggaran 0,6250 0,6667 0,7018Pelaksanaan Anggaran 0,7143 0,5000 0,7719Pengawasan dan Monitoring 0,6250 0,5000 0,5965Penatausahaan 0,5000Pelaporan dan PI 0,5000 0,5000Tindak Lanjut 0,6250 0,3333 0,6491Pencapaian 0,5982 0,5000 0,6842Prestasi C C BSumber: Hasil Survei, 2013 (diolah)

Penilaian individu atau masyarakat pada aspek partisipasi terhadap semua

tahapan pengelolaan dana otsus bernilai di atas 50 persen, artinya keterlibatan

masyarakat dalam setiap tahapan atau fokus pengelolaan sangat terbuka luas

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I152

kecuali dalam hal penatausahaan dan peloporan serta pengawasan internal karena

pada kedua tahapan tersebut bukan merupakan tanggungjawab individu atau

masyarakat. Penilaian tertinggi diberikan pada tahapan pelaksanaan anggaran

sebesar 0,7719 atau 77,19 persen, persepsi terendah dengan skor sebesar 0,5965

atau 59,65 persen pada tahapan pengawasan dan monitoring.

LPK pada aspek partisipasi memberikan penilaian tertinggi pada tahapan

penganggaran dengan nilai skor sebesar 0,6667 (66,67 persen) atau memuaskan

sedangkan penilaian terendah diberikan pada tahapan tindak lanjut dengan hasil

skor sebesar 33,33 persen atau tidak memuaskan. Ketidakpuasan LPK pada

tahapan tindak lanjut disebabkan oleh pembatasan dalam mengelola dana otsus

hingga pada pelaporan dan pengendalian internal saja sedangkan tindak lanjut

biasanya tidak dilakukan oleh LPK.

SKPD memberikan penilaian tertinggi pada tahap pelaksanaan anggaran

dengan nilai skor sebesar 0,7143 sedangkan penilaian terendah sebesar 0,5000

atau 50 persen diberikan pada tahapan perencanaan dan pelaporan atau

pengendalian internal. Keadaan ini sesuai dengan jawaban salah satu bendahara

SKPD bahwa SKPD kurang melibatkan masyarakat Orang Asli Papua dalam

penyusunan perencanaan kegiatan yang bersumber pada dana otsus, karena

perencanaan kegiatan sampai tahapan akhir pengelolaan dilakukan dalam struktur

SKPD pada tingkat bagian atau sub bagian. Sedangkan tindaklanjut biasanya tidak

dilakukan atau bukan merupakan prioritas, padahal tindak lanjut menjamin

keberlanjutan pelaksanaan suatu kegiatan atau program hingga mencapai target

tertentu.

Gambar 5.1Web Skor Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan

Dana Otonomi Khusus di Kabupaten Supiori

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I153

Tingkat partisipasi pengelolaan dana Otsus secara keseluruhan memiliki skor

nilai di atas 50 persen berdasarkan penilaian seluruh kelompok responden. Skor

penilaian tertinggi sebesar 66,45 persen atau memuaskan pada partisipasi

penganggaran sedangkan skor nilai terendah sebesar 50 persen (cukup

memuaskan) diberikan pada partisipasi pelaporan dan pengendalian internal serta

penatausahaan. Memang pada tahapan penatausahaan maupun pelaporan dan

pengendalian internal tidak dapat dilakukan oleh semua orang atau semua pihak,

aktivitas tersebut hanya dapat dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu dengan

kapasitas atau keahlian tertentu sehingga tidak melibatkan banyak pihak.

5.2.1.2 TRANSPARANSIAspek transparansi pengelolaan dana otonomi khusus mendapat penilaian

yang berbeda diantara kelompok responden. SKPD memberikan penilaian sebesar

57,14 persen atau cukup memuaskan, LPK memberikan penilaian sebesar 12,38

persen atau tidak memuaskan, sedangkan individu atau masyarakat memberikan

penilaian terhadap aspek tranparansi sebesar 57,54 persen atau cukup memuaskan.

Tabel 5.2Skor Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan

Dana Otonomi Khusus Kabupaten Supiori

Fokus Pengelolaan TransparansiSKPD LPK Individu

Perencanaan 0,3750 0,1667 0,5965Penganggaran 0,5000 0,3333 0,5614Pelaksanaan Anggaran 0,0000 0,0000 0,5965Pengawasan dan Monitoring 0,5000 0,0000 0,5263Penatausahaan 0,8750 0,1667Pelaporan dan PI 0,8750 0,2000Tindak Lanjut 0,8750 0,0000 0,5965Pencapaian 0,5714 0,1238 0,5754Prestasi C E CSumber: Hasil Survei, 2013 (diolah)

Pada aspek transparansi untuk setiap tahapan pengelolaan dana Otsus pihak

SKPD memberikan penilaian tertinggi sebesar 0,8750 atau 87,50 persen pada

tahapan penatausahaan, pelaporan dan pengendalian internal serta tindak lanjut. Hal

ini menunjukkan bahwa pihak SKPD selaku pengelola dana Otsus telah berupaya

untuk memberikan informasi secara terbuka ketika melakukan penatausahaan

keuangan, pelaporan dan pengawasan internal hingga tindak lanjut untuk

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I154

menunjukkan kinerja pengelolaan dana Otsus. Sedangkan skor dengan nilai

terendah yaitu sebesar 0,0000 diberikan untuk tahap pelaksanaan anggaran. Pada

tahapan ini memang SKPD tidak menyampaikan secara terbuka karena proses

pelaksanaan anggaran dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu dalam struktur

SKPD yang memiliki kemampuan tertentu.

Pihak individu atau masyarakat merasa cukup puas atas aspek tranparansi

pada tahapan perencanaan, pelaksanaan anggaran dan tindak lanjut. Penilaian yang

diberikan adalah sebesar 59,65 persen untuk masing-masing tahapan, sedangkan

penilaian terendah diberikan untuk tahapan pengawasan dan monitoring dengan nilai

persepsi sebesar 0,5263 atau 52,63 persen.

Aspek transparansi menurut penilaian LPK belum secara maksimal

diwujudkan oleh pemerintah daerah dalam rangka pengelolaan dana Otsus selama

ini di Kabupaten Supiori. Hal ini dapat dilihat pada penilaian yang diberikan oleh LPK

pada beberapa tahapan dengan skor bernilai 0,0000, yaitu pelaksanaan anggaran,

pengawasan dan monitoring, serta tindak lanjut. Penilaian tertinggi sebesar 33,33

persen diberikan untuk menilai proses pada tahap penganggaran, walaupun

merupakan nilai tertinggi namun besaran nilai ini masuk dalam kategori “tidak

memuaskan”.

Gambar 5.2Web Skor Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan

Dana Otonomi Khusus di Kabupaten Supiori

Penilaian kelompok responden terhadap aspek transparansi dengan skor

penilaian berkisar antara 19,88 persen (pelaksanaan anggaran) hingga 53,75 persen

(penatausahaan). Responden merasa sangat tidak puas terhadap proses

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I155

pelaksanaan anggaran Otsus, dengan alasan bahwa pada tahapan ini pihak-pihak

yang dianggap berperan dan mengambil bagian dalam proses ini tidak secara

terbuka menyampaikan kinerjanya kepada semua pihak. Padahal pada tahapan atau

proses ini kinerja pelaksana anggaran sangat menentukan kualitas pelayanan yang

ditujukan kepada masyarakat terutama Orang Asli Papua sebagai kelompok prioritas

penerima pelayanan yang dibiayai melalui dana Otsus.

5.2.1.3 AKUNTABILITASAkuntabilitas pengelolaan dana otonomi khusus di Kabupaten Supiori dinilai

secara berbeda diantara kelompok responden. Di tingkat SKPD Penilaian yang

diberikan secara keseluruhan mulai dari tahap perencanaan hingga tindak lanjut

adalah sebesar 0,6743 atau 67,43 persen atau memuaskan. LPK merasa tidak

memuaskan sehingga memberikan penilaian dengan skor sebesar 33,33 persen,

sedangkan individu atau masyarakat memberikan penilaian sebesar 52,63 persen

atau cukup memuaskan.

Tabel 5.3Skor Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan

Dana Otonomi Khusus Kabupaten Supiori

Fokus Pengelolaan AkuntabilitasSKPD LPK Individu

Perencanaan 0,7500 0,3333 0,5439Penganggaran 0,6667 0,1667 0,4737Pelaksanaan Anggaran 0,4286 0,1667 0,6140Pengawasan dan Monitoring 0,7500 0,3333 0,5439Penatausahaan 0,3750 0,5000Pelaporan dan PI 1,0000 0,3333 0,5263Tindak Lanjut 0,7500 0,5000 0,4561Pencapaian 0,6743 0,3333 0,5263Prestasi B D CSumber: Hasil Survei, 2013 (diolah)

Penilaian terhadap aspek akuntabilitas untuk setiap tahapan pengelolaan

dana otsus juga berbeda antar kelompok responden. SKPD memberikan penilaian

dengan skor tertinggi sebesar 100 persen pada tahapan pelaporan dan

pengendalian internal, penilaian dengan skor nilai terendah sebesar 42,86 persen

pada tahap pelaksanaan anggaran. Sehubungan dengan skor nilai ini, SKPD

menyatakan sangat puas atas pelaporan dan pengendalian secara internal yang

dilakukan terhadap pelaksanaan kegiatan atau program yang dibiayai melalui dana

otsus. Namun, SKPD merasa cukup puas dalam pelaksanaan anggaran karena pada

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I156

tahapan ini secara institusi sudah di serahkan kepada bagian atau subbagian yang

secara struktural berada didalam SKPD.

LPK memberikan penilaian aspek akuntabilitas terhadap setiap tahapan

pengelolaan dana otsus secara berbeda dengan SKPD sebagai induk institusinya.

Penilaian tertinggi diberikan pada tahap penatausahaan dan tindak lanjut dengan

skor sebesar 50 persen (cukup memuaskan), sedangkan penilaian terendah

diberikan pada tahap penganggaran dan pelaksanaan anggaran dengan sebesar

16,67 persen. LPK selama ini hanya menerima paket kegiatan atau program beserta

anggarannya sehingga proses penatausahaannya dilakukan pada tingkat LPK,

sedangkan tahap penganggaran dan pelaksanaan anggaran biasanya dilakukan di

tingkat SKPD.

Gambar 5.3Web Skor Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan

Dana Otonomi Khusus di Kabupaten Supiori

Individu merasa puas terhadap pelaksanaan anggaran Otsus yang

dilaksanakan selama ini, beberapa kegiatan dalam bentuk fisik dapat secara

langsung dapat dilihat dan dirasakan oleh individu dan masyarakat. Pelaksana

anggaran juga secara terbuka menyampaikan informasi kepada publik walaupun

pada kegiatan tertentu informasinya dibatasi pada pihak-pihak tertentu. Pada

tahapan tindak lanjut menurut pandangan individu atau masyarakat cukup

memuaskan karena berbagai alasan, seperti ada kegiatan yang tidak dapat

dilaksanakan secara berkelanjutan sehingga tidak mengakomodir respon

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I157

masyarakat. Kalaupun ada kegiatan yang bersifat kontinyu kurang memperhatikan

umpan balik dari masyarakat.

Semua kelompok responden sepakat bahwa tahapan penganggaran

merupakan fokus yang perlu diseriusi dalam pertanggungjawabannya. Responden

merasa cukup puas terhadap pertanggungjawaban penganggaran yang

dilaksanakan selama ini. Namun pada tahap selajutnya pada pelaksanaan

penganggaran semua responden menyatakan bahwa pertanggungjawaban

pelaksanaan anggaran sudah dilakukan secara baik.

5.2.1.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIBeberapa isu–isu strategis dalam penelitian ini antara lain:

1. Keterlambatan pencairan dana Otsus dari Provinsi Papua selama ini

mengganggu kinerja pemerintah daerah dalam mengalokasi atau membiayai

program atau kegiatan yang direncanakan. Alokasi anggaran atau dana Otsus

untuk sektor atau bidang kesehatan dan pendidikan tidak sesuai dengan amanat

UU Otsus. Alokasi terbesar justru di alokasi pada bidang infrastruktur (tahun

2012, infrastruktur mendapat 77 persen dari dana Otsus).

2. Program atau kegiatan otsus yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah tidak

sesuai atau menyentuh kebutuhan masyarakat. Pembagian beras gratis kepada

setiap kepala keluarga Non PNS dan PNS kurun waktu 2 tahun terakhir

menyebabkan sebagian masyarakat mengurangi aktivitas bertani. Masyarakat

menumpuk beras dirumah lalu dijual kepada pedagang di Supiori dan Biak.

Berikut adalah beberapa rekomendasi yang disampaikan sehubungan dengan

pengelolaan dana otsus di Kabupaten Supiori.

1. Monitoring dan evaluasi penggunaan dana otonomi khusus;

2. Rencana aksi percepatan dan pengalokasian dana otsus sesuai amanat UU

Otsus;

3. Penyusunan petunjuk teknis (juknis) perencanaan, penganggaran, pelaksanaan

anggaran, pengawasan dan monitoring, penatausahaan, pelaporan dan

pengawasan internal serta tindak lanjut pengelolaan dana otsus.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I158

5.2.2 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATEN ASMAT5.2.2.1 PARTISIPASI

Penerapan sistem pemerintahan yang terdesentralisasi memberikan

kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam

pengambilan keputusan. Masyarakat mendapatkan kembali kesetaraan politik dalam

menjalankan roda pemerintahannya. Desentralisasi politik bertujuan untuk

memberikan lebih banyak kesempatan dan kekuasaan kepada para warga negara di

dalam pengambilan keputusan publik. Desentralisasi politik ini identik dengan

demokratisasi, yaitu dengan asumsi bahwa semakin besar partisipasi publik dalam

pengambilan keputusan, maka hasilnya akan lebih relevan dengan kebutuhan publik,

bahkan dukungan publik terhadap keputusan yang diambil akan semakin kuat.

Partisipasi sangat penting karena mengandung aspek dasar kemanusiaan.

Semua orang ingin dihargai melalui peran dan partisipasi mereka dan semua orang

ingin berperan dalam kegiatan apa pun yang secara langsung mempengaruhi

kehidupan mereka. Dalam era Otonomi Khusus di Tanah Papua, Pemerintah

Provinsi Papua melakukan kebijakan kependudukan dalam bentuk kebijakan

afirmatif untuk mempercepat partisipasi penduduk asli Papua di semua sektor

pembangunan, termasuk dalam bentuk orang-orang asli Papua memperoleh ke-

sempatan dan diutamakan untuk memperoleh pekerjaan dalam semua bidang

pekerjaan (Pasal 61 dan 62, UU 21/2001).

Partisipasi masyarakat Papua khususnya di Kabupaten Asmat di dalam tahap

perencanaan dan manajemen pembangunan diupayakan lebih terlembaga, sehingga

rencana dan program pembangunan dapat disesuaikan dengan kebutuhan-

kebutuhan daerah dan kelompok yang beraneka ragam, yang pada akhirnya

memungkinkan terumuskannya program-program yang lebih realistis dan efektif.

Hasil pengolahan data kuesioner tentang pendapat masyarakat, lembaga kesehatan,

dan beberapa lembaga pemerintah di Kabupaten Asmat terhadap Partisipasi

masyarakat yang sebesar-besarnya dilaksanakan dalam perencanaan, pelaksanaan

dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan

pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, pemuda, kelompok

usaha lokal dan kaum perempuan dapat dilihat pada pembahasan berikut ini.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I159

Gambar 5.4Web Capaian Skor Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus

di Kabupaten Asmat

Sumber: Data Primer (diolah, 2013)

Berdasarkan gambar web capaian skor tingkat partisipasi pengelolaan dana

Otsus di atas, terlihat skor tertinggi adalah di fokus Pengawasan dan Monitoring

dengan capaian sebesar 0,6000 atau 60 persen. Hal ini terjadi karena dalam proses

penggunaan anggaran partisipasi masyarakat Asmat dalam bentuk pengawasan dan

monitoring cukup memuaskan dalam mengawal penggunaan anggaran agar dana

Otsus yang dipakai tepat sasaran. Pertanyaan yang diangkat dalam aspek ini adalah

apakah masyarakat menilai OAP sudah aktif berpartisipasi dalam memonitor

kegiatan yang bersumber dari dana Otsus. Hasil survei memperlihatkan bahwa

tingkat capaian skor dari SKPD terkait partisipasi, apakah semua pejabat diberi

kesempatan mengawasi dan menindak lanjuti hasil monitoring. Dari hasil survei

terlihat tingkat partisipasi pejabat dalam pengawasan penggunaan dana Otsus

sangat memuaskan, karena hal itu memperlihatkan salah satu bentuk komitmen dari

para pejabat SKPD untuk turut menjamin tingkat efisiensi pengelolaan dana Otsus,

hal ini dapat ditunjukkan dari skor tingkat capaian sebesar 1,0000 atau 100 persen.

Selain itu senada dengan opini SKPD, tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan

pengawasan dan monitoring sudah baik. Meskipun tingkat capaian skor baik, masih

terdapat beberapa kritik terhadap proses pengawasan yaitu seperti kadang-kadang

pelaksanaan pengawasan macet disebabkan karena anggota masyarakat yang

dilibatkan tidak kompak ataupun hanya terbatas pada kelompok atau personal-

personal tertentu saja yang melakukan pengawasan dan monitoring.

0.49440.5516

0.5413

0.6000

0.2000

0.2143

0.5857

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00Perencanaan

Penganggaran

Pelaksanaan Anggaran

Pengawasan dan MonitoringPenatausahaan

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I160

Tabel 5.4Skor Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan

Dana Otsus Kabupaten AsmatFokus Pengelolaan SKPD LP&K* Individu

Perencanaan 1,0000 0,2000 0,2833Penganggaran 0,5714 0,4000 0,6833Pelaksanaan Anggaran 0,8571 0,0000 0,7667Pengawasan dan Monitoring 1,0000 0,2000 0,6000Penatausahaan - 0,2000 -Pelaporan dan PI 0,4286 0,0000 -Tindak Lanjut 0,8571 0,2000 0,7000Jumlah Skor 4,7143 1,2000 3,0333Maksimum 6,0000 7,0000 5,0000Pencapaian 0,7857 0,1714 0,6067Prestasi B E B

Sumber; Data Primer (diolah, 2013)*Lembaga Pendidikan dan Kesehatan

Sedangkan menurut lembaga pendidikan dan kesehatan, tingkat partisipasi

dalam pengawasan dan monitoring tidak memuaskan, hal ini dapat dilihat dari tingkat

capaian skor yang hanya mencapai 0,2000 atau 20 persen. Hasil yang berbeda

dengan masyarakat dan SKPD ini disebabkan karena terbatasnya akses yang

diberikan kepada pihak sekolah untuk mengawasi dan memonitor program/kegiatan

yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan. Selain itu dari pihak puskesmas, jarang

sekali terlibat langsung dalam mengawasi dan memonitor penggunaan dana yang

bersumber dari dana Otsus dalam menentukan kebutuhan peningkatan jumlah

sarana dan prasarana puskesmas seperti penambahan dokter, perawat, fasilitas–

fasilitas kesehatan, dan lain-lain.

5.2.2.2 TRANSPARANSITransparansi merupakan upaya yang secara sengaja menyediakan semua

informasi yang mampu dirilis secara legal baik positif maupun negatif secara akurat,

tepat waktu, seimbang, dan tegas, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan

penalaran publik dan mempertahankan tanggung jawab organisasi atas tindakan,

kebijakan, dan praktiknya.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I161

Gambar 5.5Web Capaian Skor Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otsus

di Kabupaten Asmat

Sumber: Data Primer (diolah, 2013)

Tingkat transparansi pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Asmat sudah

berjalan dengan baik. Fokus dalam pelaksanaan yang memiliki capaian skor tertinggi

adalah fokus Pelaporan dan Pengawasan Internal sebesar 0,6286 atau 62,86

persen. Kegiatan pelaporan dan pengawasan internal merupakan salah bentuk nyata

dari aspek transparansi pengelolaan dana Otsus. Dari survei yang dilakukan kepada

SKPD, skor capaian tingkat transparansi dalam bentuk prosedur pengaduan/

komplain dari masyarakat OAP tentang pelayanan SKPD sebesar 0,8571 atau 85,71

persen, hasil ini menunjukkan tingkat transparansi dalam bentuk rekomendasi dari

hasil pengawasan internal telah diketahui oleh pejabat, dan 50 persen lebih pegawai

dalam SKPD. Selain itu tingkat capaian pelaporan dan pengawasan internal di

lembaga pendidikan dan kesehatan hanya sebesar 0,4000 atau 40 persen, hal ini

memperlihatkan bahwa maupun ke sekolah dan puskesmas/rumah sakit cukup baik

dalam menerapkan SOP pelayanan pendidikan yang digunakan sekolah maupun di

SOP pelayanan kesehatan di rumah sakit/puskesmas, dan selalu dikomunikasikan

kepada pegawai dan masyarakat secara terbuka.

0.5944

0.5722

0.3810

0.49440.5286

0.6286

0.6167

0.00

0.25

0.50

0.75

1.00Perencanaan

Penganggaran

Pelaksanaan Anggaran

Pengawasan danMonitoringPenatausahaan

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I162

Tabel 5.5Skor Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan

Dana Otsus Kabupaten AsmatFokus Pengelolaan Individu SKPD L P&K*

Perencanaan 0,5833 1,0000 0,2000Penganggaran 0,5167 1,0000 0,2000Pelaksanaan Anggaran 0,6000 0,1429 0,4000Pengawasan dan Monitoring 0,2833 1,0000 0,2000Penatausahaan - 0,8571 0,2000Pelaporan dan PI - 0,8571 0,4000Tindak Lanjut 0,6500 1,0000 0,2000Jumlah Skor 2,6333 5,8571 1,8000Maksimum 5,0000 7,0000 7,0000Pencapaian 0,5267 0,8367 0,2571Prestasi C A D

Sumber; Data Primer (diolah, 2013)*Lembaga Pendidikan dan Kesehatan

Namun hal berbeda dalam capaian skor di fokus Pelaksanaan Anggaran yaitu

sangat tidak memuaskan. Isu transparansi pada tahap pelaksanaan anggaran

melihat isu dalam masyarakat adalah bagaimana penilaian mereka terhadap

transparansi pelaksanaan proyek dari sumber dana Otsus sudah bagi pengusaha

OAP, dan informasi keuangan RESPEK sudah transparan disampaikan kepada

warga. Dari hasil survei terhadap SKPD, capaian skor sangat minimal yaitu sebesar

0,1429 atau 14,29 persen. Hal ini menunjukkan tingkat transparansi di dalam

lingkungan SKPD tidak memuaskan, hal ini terjadi karena Kabupaten Asmat belum

menggunakan Layanan Pengadaan Secara Elektornik (LPSE), sehingga Kegiatan

atau proyek dari sumber Otsus belum dimasukkan dalam LPSE.

Hasil yang sangat berbeda diperoleh dari persepsi masyarakat, tingkat

pelaksanaan anggaran yang berasal dari dana Otsus bisa dikatakan memuaskan,

hal tersebut dapat terlihat dari capaian skor sebesar 0,6000 atau 60 persen. Begitu

pun dengan persepsi dari pihak lembaga pendidikan dan kesehatan yang mencapai

skor sebesar 0,4000 atau 40 persen, meskipun skornya lebih kecil dibandingkan

tingkat capaian masyarakat, namun hasil ini memperlihatkan tingkat transparansi

dalam pelaksanaan anggaran, cukup baik.

5.2.2.3 AKUNTABILITASAkuntabilitas merupakan salah satu pilar dari konsep tata kelola pemerintahan

yang baik (good government governance). Adanya akuntabilitas memungkinkan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I163

masyarakat memperoleh informasi yang mereka butuhkan untuk menilai apakah

tindakan pemerintah didasarkan pada nilai-nilai penting dari tata pemerintahan yang

baik, seperti efektivitas, integritas, demokrasi, dan transparansi.

Akuntabilitas dapat menjembatani kesenjangan informasi antara pemerintah

daerah dengan publik. Kesenjangan informasi yang sedikit akan memperbaiki

komunikasi antara pemerintah daerah dan publik sehingga menghasilkan hubungan

yang baik serta mendorong untuk terciptanya rasa percaya publik kepada

pemerintah daerah. Oleh karena itu, akuntabilitas dapat digunakan oleh pemerintah

daerah untuk menunjukkan legitimasi mereka guna memperoleh dukungan dari

masyarakat.

Gambar 5.6Web Capaian Skor Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus

di Kabupaten Asmat

Sumber: Data Primer (diolah, 2013)

Tingkat akuntabilitas dalam tahap perencanaan penggunaan dana Otsus

Kabupaten Asmat dianggap sudah baik. Kegiatan perencanaan merupakan tahapan

awal yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mencari, mengetahui,

merumuskan atau memformulasikan hal apa saja yang menjadi permasalahan dan

kebutuhan masyarakat untuk dijadikan program kerja yang diharapkan dapat

mensejahterakan masyarakat. Pertanyaan diajukan untuk mendapatkan persepsi

masyarakat tentang perencanaaan pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Asmat,

yaitu apakah mereka diundang untuk hadir dalam Musyawarah Rencana

Pembangunan Daerah (Musrenbang) di level pemerintahan Distrik atau Kampung.

0.7278

0.3968

0.2794

0.63890.5286

0.3778

0.4071

0.00

0.25

0.50

0.75

1.00Perencanaan

Penganggaran

Pelaksanaan Anggaran

Pengawasan dan MonitoringPenatausahaan

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I164

Dari hasil survei di pihak SKPD, tingkat akuntabilitas dalam tahap

perencanaan sudah sangat memuaskan, hal ini ditunjukkan dengan tingkat capaian

skor sebesar 1,0000 atau 100 persen. Hal yang tidak terlalu berbeda terdapat dari

persepsi lembaga pendidikan dan kesehatan, di mana total capaian skor hanya

mencapai 0,4000 atau 40 persen, hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat

akuntabilitas dalam tahap perencanaan yang menyangkut pendidikan serta

kesehatan berjalan dengan cukup memuaskan. Sedangkan dari penilaian individu

terhadap tingkat akuntabilitas dalam tahap perencanaan mencapai skor 0,7833 atau

78,33 persen, capaian ini menggambarkan penilaian masyarakat terhadap

pelaksanaan Musrenbang dianggap telah merencanakan penggunaan dana Otsus

secara baik.

Tabel 5.6Skor Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan

Dana Otsus Kabupaten AsmatFokus Pengelolaan Individu SKPD L P&K*

Perencanaan 0,7833 1,0000 0,4000Penganggaran 0,1333 0,8571 0,2000Pelaksanaan Anggaran 0,0667 0,5714 0,2000Pengawasan dan Monitoring 0,7167 1,0000 0,2000Penatausahaan 0,8571 0,2000Pelaporan dan PI 0,1333 1,0000 0,0000Tindak Lanjut 0,4500 0,5714 0,2000Jumlah Skor 2,2833 5,8571 1,4000Maksimum 6,0000 7,0000 7,0000Pencapaian 0,3806 0,8367 0,2000Prestasi D A D

Sumber; Data Primer (diolah, 2013)*Lembaga Pendidikan dan Kesehatan

Skor capaian untuk tingkat akuntabilitas terendah terdapat pada fokus

Pelaksanaan Anggaran yaitu hanya sebesar 0,2794 atau 27,94 persen. Isu

akuntabilitas pada tahap pelaksanaan anggaran melihat isu dalam masyarakat

adalah bagaimana penilaian mereka terhadap kelompok pendamping kampung,

apakah sudah terampil dalam pertanggungjawaban keuangan RESPEK atau tidak.

Dari hasil survei terhadap SKPD, capaian skor cukup tinggi yaitu sebesar 0,5714

atau 57,14 persen. Hal ini menunjukkan tingkat akuntabilitas dalam pelaksanaan

anggaran di dalam lingkungan SKPD baik, hal ini terjadi karena Pengusaha asli

Papua di Kabupaten Asmat telah mendapatkan kerja sesuai amanat Perpres 84

tahun 2012 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dalam Rangka Percepatan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I165

Pembangunan Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat. Meskipun pada

kenyataannya hal ini masih cukup sulit, sehingga pelaku usaha dari AOP masih

didampingi oleh para pelaku usaha yang berasal dari luar Asmat.

Hasil yang sangat berbeda diperoleh darimasyarakat, tingkat pelaksanaan

anggaran yang berasal dari dana Otsus sangat tidak memuaskan, hal tersebut dapat

terlihat dari capaian skor hanya sebesar 0,0667 atau 6,67 persen. Begitu pun

dengan persepsi dari pihak lembaga pendidikan dan kesehatan yang mencapai skor

sebesar 0,2000 atau 20 persen, meskipun skornya tidak lebih kecil dibandingkan

tingkat capaian masyarakat, namun hasil ini memperlihatkan tingkat akuntabilitas

dalam pelaksanaan anggaran masih kurang, karena, misalnya pihak Rumah

Sakit/Puskesmas tidak dilibatkan oleh Dinas Kesehatan dalam melakukan evaluasi

program atas dana Otsus yang digunakan setiap tahun anggaran.

5.2.2.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIBeberapa isu strategis yang bisa diungkapkan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Transparansi penggunaan dana Otsus sangat rendah. Rendahnya akunta-bilitas

dalam pelaporan penggunaan dana Otsus menggambarkan rendahnya

keinginan Kabupaten Asmat untuk penerapan transparansi pelaporan keuangan.

Tidak adanya transparansi penggunaan dana Otsus akan menimbulkan dampak

negatif yang sangat luas dan dapat merugikan masyarakat, khususnya di

Kabupaten Asmat. Dampak negatif tersebut antara lain dapat menimbulkan

ketidaktepatan dalam alokasi sumber daya seperti dana dan manusia,

memunculkan ketidakadilan bagi masyarakat, penyalahgunaan wewenang dan

kekuasaan. Oleh karena itu perlu pembenahan sistem pengelolaan dana Otsus

mulai dari perencanaan sampai dengan tindak lanjut atas temuan pengelolaan.

Dalam hal birokrasi maupun administrasi penggunaan dana Otsus perlu

dievaluasi dan diperbaiki agar kinerja pengelolaan dana Otsus semakin baik dan

dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam perencanaan sampai

pertanggungjawaban.

2. Selain itu diperlukan juga untuk meningkatkan transparansi untuk penentuan

kebijakan dalam bentuk peraturan yang bisa mewujudkan perbaikan dan

meningkatkan akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah. Segala

upaya yang bisa dilakukan seperti dengan secara terbuka dan tepat

menyediakan semua informasi yang mampu dirilis secara legal baik positif

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I166

maupun negatif secara akurat, tepat waktu, seimbang, dan tegas, dengan tujuan

untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, contohnya dengan cara

menerbitkan laporan alokasi dana Otsus dalam surat kabar lokal atau dengan

memajang secara cukup dan jelas dalam Majalah Dinding (Mading) di setiap

kantor Pemerintahan yang strategis. Hal tersebut harus dipertimbangkan dan

dilakukan agar dapat mengembalikan tingkat kepercayaan publik terhadap

pemerintah daerah.

Berdasarkan beberapa isu yang diangkat di atas, maka hasil kajian ini dapat

merekomendasikan:

1. Pemerintah daerah Kabupaten Asmat melakukan sosialisasi kegiatan yang

menggunakan dana Otsus, hal ini merupakan salah satu bentuk transparansi.

2. Dalam hal partisipasi, perlu melibatkan perwakilan dari setiap kampung, tokoh

adat, tokoh agama, tokoh perempuan untuk duduk bersama-sama dalam

merencanakan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus, meskipun selama ini

diklaim sudah berjalan, tapi kurang maksimal.

3. Memberikan informasi formal maupun nonformal kepada masyarakat tentang

kegiatan apa saja yang menggunakan dana Otsus, seperti mading atau

menggunakan teknologi media elektronik, dll.

4. Selalu melibatkan lembaga-lembaga kesehatan maupun pendidikan seperti,

puskesmas dan sekolah dalam merencanakan penggunaan dana Otsus sampai

pada pertanggungjawaban.

5. Membuat SOP yang khusus dilaksanakan di Kabupaten Asmat dan harus

dipastikan SOP tersebut tidak bertentangan dengan Juknis yang telah

dikeluarkan dari Provinsi.

6. Melakukan kegiatan yang berkelanjutan dan selalu ada alokasi dana Otsus yang

jelas setiap tahun supaya kegiatan yang telah dilakukan tidak berhenti di tengah

perjalanan, contohnya sistem pemasaran bagi petani dan nelayan lokal.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I167

5.2.3 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATENJAYAWIJAYA

5.2.3.1 PARTISIPASITabel 5.7

Olah Data SKPD Kabupaten Jayawijaya

FOKUS PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN Jumlah

Skor Maksimum Pencapaian PrestasiPartisipasi Transparansi Akuntabilitas

Perencanaan 0,5556 0,8889 0,8889 2,3333 3,0000 0,7778 BPenganggaran 0,6667 0,7778 0,6667 2,1111 3,0000 0,7037 BPelaksanaan Anggaran 0,7778 0,5556 0,7778 2,1111 3,0000 0,7037 BPengawasan danMonitoring 0,7778 0,7778 0,7778 2,3333 3,0000 0,7778 B

Penatausahaan 0,8889 0,8889 1,7778 2,0000 0,8889 APelaporan dan PI 0,0000 0,8889 0,7778 1,6667 3,0000 0,5556 CTindak Lanjut 0,6667 0,8333 0,8333 2,3333 3,0000 0,7778 B

Jumlah Skor 3,4444 5,6111 5,6111 14,6667 20,0000 0,7333

Maksimum 6,0000 7,0000 7,0000 20,0000Pencapaian 0,5741 0,8016 0,8016 0,7333

Prestasi C A A BSumber: Data Diolah 2013

Dari tabel di atas Skor capaian partisipasi, transparansi, akuntabilitas SKPD di

Kabupaten Jayawijaya. Hasil analisa secara keseluruhan maka fokus pengelolaan

Dana otsus dari aspek pengelolaan tentang pendapat SKPD tentang Partisipasi

adalah 0,5741 dengan Prestasi (C), maka dikatakan Cukup Memuaskan, berikut

pendapat SKPD tentang Transparansi adalah 0,8016 dengan Prestasi (A), maka

dikatakan Sangat memuaskan, pendapat SKPD tentang Akuntabilitas adalah 0,8016

dengan Prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan, maka secara keseluruhan

fokus pengelolaan Dana Otsus dari aspek pengelolaan tentang pendapat SKPD

tentang Partisipasi, Transparansi dan Akuntabilitas, yang dikaitkan dengan masing-

masing aspek pengelolaan dikatakan pendapat SKPD dalam fokus pengelolaan

penyusunan perencanaan, dan penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Penga-

wasan dan Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan dan Pemeriksanaan Internal dan

Tindak Lanjut di Kabupaten Jayawijaya dalam keikut sertaan yang terlibat, maka

dari hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya pendapat pendapat SKPD

adalah 0,7333, (0,60) dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I168

Tabel 5.8Skor Capaian Partisipasi SKPD di Kabupaten Jayawijaya

FOKUS PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN

PartisipasiPerencanaan 0,5556Penganggaran 0,6667Pelaksanaan Anggaran 0,7778Pengawasan danMonitoring 0,7778

Penatausahaan -Pelaporan dan PI 0,0000Tindak Lanjut 0,6667Jumlah Skor 3,4444

Maksimum 6,0000Pencapaian 0,5741Prestasi C

Sumber: Data Diolah 2013

Dari tabel 5.8. Skor capaian Partisipasi SKPD, dan gambar web capaian skor

partisipasi SKPD di Kabupaten Jayawijaya. SKPD di Kabupaten Jayawijaya dalam

aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi, pendapat SKPD tentang fokus

pengelolaan perencanaan adalah 0,5556 dengan Prestasi (C), maka dikatakan

cukup memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi,

pendapat SKPD kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran

adalah 0,6667 dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek

pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi, pendapat SKPD tentang fokus

pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0,7778 dengan prestasi (B),

maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi,

pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan Monitoring

adalah 0,7778 dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek

pengelolaan Dana Otsus untuk Partisipasi, pendapat SKPD tentang fokus

pengelolaan dalam hal Pelaporan dan PIadalah 0,0000 dengan prestasi (E), maka

dikatakan sangat tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi

pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Tindak Lanjut adalah 0,6667

dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan.

Hasil analisa secara keseluruhan fokus pengelolaan Dana Otsus untuk

Partisipasi pada SKPD dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran,

Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Pelaporan dan PI, dan Tindak

Lanjut dalam keterlibatan SKPD makai hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I169

ratanya pendapat SKPD untuk olah data Lembaga ini adalah 0,5741 (0,40) dengan

Prestasi (C), maka dikatakan Cukup memuaskan.

Tabel 5.9Olah Data Lembaga Pendidikan dan Kesehatan

di Kabupaten Jayawijaya

FOKUS PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN Jumlah

Skor Maksimum Pencapaian PrestasiPartisipasi Transparansi Akuntabilitas

Perencanaan 0,1667 0,5000 0,5000 1,1667 3,0000 0,3889 DPenganggaran 0,6667 0,3333 0,1667 1,1667 3,0000 0,3889 DPelaksanaan Anggaran 0,0000 0,5000 0,1667 0,6667 3,0000 0,2222 DPengawasan danMonitoring 0,0000 0,1667 0,5000 0,6667 3,0000 0,2222 D

Penatausahaan 0,6667 1,0000 0,3333 2,0000 3,0000 0,6667 BPelaporan dan PI 0,2000 0,6667 0,3333 1,2000 3,0000 0,4000 CTindak Lanjut 0,5000 0,3333 0,3333 1,1667 3,0000 0,3889 D

Jumlah Skor 2,2000 3,5000 2,3333 8,0333 21,0000 0,3825

Maksimum 7,0000 7,0000 7,0000 21,0000Pencapaian 0,3143 0,5000 0,3333 0,3825

Prestasi D C D CSumber: Data Diolah 2013

Dari Tabel Skor capaian partisipasi, transparansi, akuntabilitas Lembaga

Pendidikan dan Kesehatandi Kabupaten Jayawijaya. Maka dapat dilihat hasil analisa

secara keseluruhan fokus pengelolaan dana otsus dari aspek pengelolaan tentang

pendapat dari Lembaga Pendidikan dan kesehatan dinilai dari Aspek pengelolaan

Dana otsus untuk Partisipasi pencapaiannnya rata-ratanya adalah 0,3143 (0,20),

dengan prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan, dan Transparan

pencapaiannnya rata-ratanya adalah 0,5000 (0,40) dengan prestasi (C), maka

dikatakan cukup memuaskan dan Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Partisipasi

Akuntabilitas pencapaiannya rata-ratanya adalah 0,3333 (0,20), dengan prestasi (D),

maka dikatakan tidak memuaskan.

Secara keseluruhan Aspek pengelolaan untuk data Lembaga Pendidikan dan

kesehatan dalam fokus pengelolaan Penyusunan Perencanaan, dan Penganggaran,

pelaksanaan anggaran, pengawasan dan Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan

dan PI dan tindak lanjut dalam keterlibatan Lembaga Pendidikan dan kesehatan

khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam keikutsertaan memuaskan yang terlibat

langsung atau tidak terlibat langsung, pencapaiannnya rata-ratanya pendapat

responden Lembaga Pendidikan dan kesehatan adalah 0,3825, (0,40) dengan

prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I170

Tabel 5.10Skor Capaian Partisipasi oleh Lembaga Pendidikan dan kesehatan

Kabupaten Jayawijaya

FOKUSPENGELOLAAN

ASPEKPENGELOLAAN

PartisipasiPerencanaan 0,1667Penganggaran 0,6667Pelaksanaan Anggaran 0,0000Pengawasan danMonitoring 0,0000

Penatausahaan 0,6667Pelaporan dan PI 0,2000Tindak Lanjut 0,5000Jumlah Skor 2,2000Maksimum 7,0000Pencapaian 0,3143Prestasi D

Sumber: Data Diolah 2013

Dari tabel di atas dan gambar web capaian skor partisipasi untuk data

lembaga Pendidikan dan Kesehatan mengenai Aspek pengelolaan Partisipasi dari

Lembaga Pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek

pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan

kesehatan tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0,1667 dengan prestasi

(E), maka dikatakan Sangat Tidak memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana

otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus

pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0.6667 dengan prestasi (B), maka

dikatakan memuaskan.

Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga

Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan

Anggaran adalah 0.0000 dengan prestasi (E), maka dikatakan Sangat Tidak

memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga

Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan

Monitoring adalah 0.6667 dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek

pengelolaan Dana Otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan

kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Penatausahaan adalah 0.6667

dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus

untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I171

pengelolaan dalam hal Pelaporan dan PI adalah 0.2000 dengan Prestasi (D), maka

dikatakan tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk partisipasi,

pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal

tindak Lanjut adalah 0.5000 dengan Prestasi (C), maka dikatakan cukup

memuaskan.

Hasil analisa secara keseluruhan fokus peneglolaan Dana Otsus untuk

partisipasi Lembaga Pendidikan dan kesehatan dalam penyusunan perencanaan,

dan penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Penata-

usahaan, Pelaporan dan PI, dan tindak lanjut dalam keterlibatan Lembaga

Pendidikan dan kesehatan maka hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya

pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan untuk olah data Lembaga ini adalah

0.3143, (0,20) dengan Prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan.

Tabel 5.11Olah Data Individu di Kabupaten Jayawijaya

FOKUS PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN Jumlah

Skor MaksimumPartisipasi Transparansi Akuntabilitas

Perencanaan 0.3167 0.5167 0.5000 1.3333 3.0000Penganggaran 0.2833 0.5667 0.3333 1.1833 3.0000Pelaksanaan Anggaran 0.3667 0.4833 0.3333 1.1833 3.0000Pengawasan dan Monitoring 0.4500 0.5833 0.3500 1.3833 3.0000Pemeriksanaan Internal 0.4500 0.4500 1.0000Tindak Lanjut 0.4667 0.5667 0.4167 1.4500 3.0000

Jumlah Skor 1.8833 2.7167 2.3833 6.9833 16.0000Maksimum 5.0000 5.0000 6.0000 16.0000Pencapaian 0.3767 0.5433 0.3972 0.4365

Prestasi D C D CSumber: Data Diolah 2013

Dari tabel Skor capaian partisipasi, transparansi, akuntabilitas Individu di

Kabupaten Jayawijaya. Hasil analisa secara keseluruhan maka fokus pengelolaan

Dana otsus dari aspek pengelolaan tentang pendapat responden untuk data individu

tentang Partisipasi adalah 0.3767 dengan Prestasi (D), maka dikatakan Tidak

memuaskan karena ada sebagian Masyarakat Orang Asli Papua di kampung yang

mengatakan belum pernah/tidak diberi kesempatan berpartisipasi dalam pengusulan

rencana anggaran kampung, belum pernah/tidak berpartisipasi dalam program dan

kegiatan yang dibiayai oleh dana Otsus dengan baik, (misalkan keterlibatan dalam

program Respek), belum berperan aktif dalam mengawasi dan mengevaluasi

program dan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus (misalkan dalam

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I172

pengelolaan dana Respek), untuk tindak lanjut dari penyalahgunaan dana Otsus

(misalkan Dana Respek) selalu menjadi perhatian masyarakat Orang Asli Papua di

Kampung.

Pendapat responden untuk data individu ini tentang Transparansi adalah

0.5433 dengan Prestasi (C), maka dikatakan Cukup Memuaskan karena ada yang

mengatakan sudah pernah dan ada juga yang mengatakan tidak transparan dalam

menyusun perencanaan program dan kegiatan yang dibiayai dana Otsus

(Musrenbang Kampung dan Distrik), pendapat responden untuk data individu

tentang Akuntabilitas adalah 0.3972 dengan Prestasi (D) maka dikatakan Tidak

memuaskan karena Pelaksanaan Musrenbang tidak merencanakan penggunaan

dana Otsus secara memuaskan, Warga tidak mengetahui jumlah dana Otsus yang

diturunkan pada setiap Tahun Anggaran APBD, belum ada sanksi bagi Orang Asli

Papua yang salah dalam menggunakan dana Otsus di Kampung (misanya

penggelapan dana Respek), Pelaporan penggunaan dana Otsus (misalnya dana

Respek) belum dibuat tepat waktu, Tindak lanjut penyalahgunaan dana Otsus

(misalnya pelanggaran pada dana Respek) tidak sesuai aturan, maka secara

keseluruhan Aspek pengelolaan dikatakan pendapat responden untuk data

individu/masyarakat dalam fokus pengelolaan Penyusunan Perencanaan, dan

Penganggaran, pelaksanaan anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Pemeriksaan

Internal dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan Masyarakat Orang Asli Papua

khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam keikutsertaan baik yang terlibat langsung

atau tidak terlibat langsung masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama,

tokoh perempuan dan masyarakat setempat, maka dari hasil analisis keseluruhan

pencapaiannnya rata-ratanya pendapat responden untuk data individu/masyarakat

adalah 0,4365, (0,40) dengan Prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I173

Tabel 5.12Skor Capaian Partisipasi oleh Individu

di Kabupaten Jayawijaya

FOKUS PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN

PartisipasiPerencanaan 0.3167Penganggaran 0.2833Pelaksanaan Anggaran 0.3667Pengawasan dan Monitoring 0.4500Pemeriksanaan InternalTindak Lanjut 0.4667Jumlah Skor 1.8833Maksimum 5.0000Pencapaian 0.3767Prestasi D

Sumber: Data Diolah 2013

Dari tabel dan gambar web capaian skor partisipasi tentang data Individu

mengenai Aspek pengelolaan Partisipasi Masyarakat Orang Asli Papua khususnya di

Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi,

pendapat responden untuk data individu/masyarakat tentang fokus pengelolaan

perencanaan adalah 0.3167 dengan Prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan.

Dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi, pendapat responden untuk

data individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0.2833

dengan Prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana

otsus untuk partisipasi, pendapat responden untuk data individu tentang fokus

pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0.3667 dengan prestasi (D),

maka dikatakan tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi,

pendapat responden untuk data individu tentang fokus pengelolaan dalam hal

Pengawasan dan Monitoring adalah 0.4500 dengan prestasi (C), maka dikatakan

cukup memuaskan.

Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk partisipasi, pendapat responden untuk

data individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Tindak Lanjut adalah 0.4667

dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Pendapat masyarakat/

responden untuk data individu tentang penyusunan perencanaan, dan pengang-

garan, pengelolaan dana Otsus (URD) pihak SKPD memuaskan melibatkan atau

tidak melibatkan masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh

perempuan dan masyarakat/individu, diperoleh hasil analisis pencapaiannnya rata-

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I174

ratanya berada pada 0,20, dengan prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan,

sedangkan aspek pengelolaan dana Otsus untuk Partisipasi yang berfokus

pengelolaan tentang Pengawasan dan Monitoring dan Tindak lanjut oleh masyarakat

Orang Asli Papua khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam pengelolaan dana

Otsus (URD) pihak SKPD yang dinilai oleh individu/masyarakat seperti tokoh

masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan, diperoleh hasil analisis adalah

pencapaiannnya rata-ratanya pendapat responden untuk data individu adalah 0,40,

dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan.

Hasil analisa secara keseluruhan fokus pengelolaan Dana otsus untuk

partisipasi masyarakat dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran,

Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring dan tindak lanjut dalam

keterlibatan Masyarakat Orang Asli Papua khususnya di Kabupaten dalam

keiutsertaan atau tidak melibatkan langsung masyarakat seperti okoh masyarakat,

tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu dari hasil analisis adalah

pencapaiannnya rata-ratanya pendapat responden untuk data individu adalah

0.3767 (0,20) dengan prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan.

5.2.3.2 TRANSPARANSITabel 5.13

Skor Capaian Transparansi oleh SKPD di Kabupaten JayawijayaFOKUS

PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN

TransparansiPerencanaan 0,8889Penganggaran 0,7778Pelaksanaan Anggaran 0,5556Pengawasan danMonitoring 0,7778

Penatausahaan 0,8889Pelaporan dan PI 0,8889Tindak Lanjut 0,8333Jumlah Skor 5,6111Maksimum 7,0000Pencapaian 0,8016Prestasi ASumber: Data Diolah 2013

Dari tabel dan gambar web capaian skor transparansi tentang data SKPD di

Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi,

maka pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0,8889

dengan Prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan. Dalam aspek

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I175

pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat SKPD kesehatan tentang

fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0,7778 dengan prestasi (B),

maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi,

pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah

0,5556 dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Aspek pengelolaan

Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam

hal Pengawasan dan Monitoring adalah 0,7778 dengan Prestasi (B), maka dikatakan

memuaskan. Dari aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat

SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Penatausahaan adalah 0,8889 dengan

prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus

untuk Transparansi, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaporan

dan PI adalah 0.8889 dengan Prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan.

Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi pendapat SKPD tentang fokus

pengelolaan dalam hal Tindak Lanjut adalah 0.8333 dengan prestasi (A), maka

dikatakan sangat memuaskan.

Hasil analisa secara keseluruhan fokus peneglolaan Dana Otsus untuk

Transparansi pada SKPD dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran,

Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan

dan PI, dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan SKPD makai hasil analisis adalah

pencapaiannnya rata-ratanya pendapat SKPD untuk olah data SKPD adalah 0.8016

(0,80) dengan prestasi (A), maka dikatakan sangat memuaskan.

Tabel 5.14Skor Capaian Transparansi oleh Lembaga Pendidikan dan Kesehatan

di Kabupaten Jayawijaya

FOKUS PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN

Transparansi

Perencanaan 0,5000

Penganggaran 0,3333

Pelaksanaan Anggaran 0,5000Pengawasan danMonitoring 0,1667

Penatausahaan 1,0000

Pelaporan dan PI 0,6667

Tindak Lanjut 0,3333

Jumlah Skor 3,5000

Maksimum 7,0000

Pencapaian 0,5000Prestasi C

Sumber: Data Diolah 2013

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I176

Dari tabel dan gambar web capaian skor transparansi tentang data lembaga

Pendidikan dan Kesehatan mengenai Aspek pengelolaan Transparansi dari

Lembaga Pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek

pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi, pendapat Lembaga Pendidikan dan

kesehatan tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0,5000 dengan Prestasi

(C), maka dikatakan Cukup memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana Otsus

untuk Transparansi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus

pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0.3333 dengan Prestasi (D), maka

dikatakan Tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi,

pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal

Pelaksanaan Anggaran adalah 050000 dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup

memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi, pendapat

Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal

Pengawasan dan Monitoring adalah 0.1667 dengan prestasi (E), maka dikatakan

Sangat tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi,

pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal

Penatausahaan adalah 1.0000 dengan prestasi (A), maka dikatakan sangat

memuaskan.

Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat Lembaga

Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaporan dan PI

adalah 0.6667 dengan prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan

Dana Otsus untuk Transparansi pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan

tentang fokus pengelolaan dalam hal Tindak Lanjut adalah 0.3333 dengan prestasi

(D), maka dikatakan Tidak memuaskan.

Hasil analisa secara keseluruhan fokus peneglolaan Dana otsus mengenai

Transparansi pada Lembaga Pendidikan dan kesehatan dalam penyusunan

perencanaan, dan penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan

Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan dan PI, dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan

Lembaga Pendidikan dan kesehatan maka hasil analisis adalah pencapaiannnya

rata-ratanya pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan untuk olah data

Lembaga ini adalah 0.5000, (0,40) dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup

memuaskan.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I177

Tabel 5.15Skor Capaian Transparansi oleh Individu di Kabupaten Jayawijaya

FOKUS PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN

TransparansiPerencanaan 0.5167Penganggaran 0.5667Pelaksanaan Anggaran 0.4833Pengawasan dan Monitoring 0.5833Pemeriksanaan InternalTindak Lanjut 0.5667Jumlah Skor 2.7167Maksimum 5.0000Pencapaian 0.5433Prestasi C

Sumber: Data Diolah 2013.

Dari tabel dan gambar web capaian skor transparansi tentang data Individu

mengenai Aspek pengelolaan Transparansi pada Masyarakat Orang Asli Papua

khususnya, memuaskan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan

masyarakat/individu di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana Otsus

untuk transparansi, pendapat responden untuk data individu tentang fokus

pengelolaan perencanaan adalah 0.5167 (0,40) dengan Prestasi (C), maka

dikatakan cukup memuaskan.

Dalam aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat

responden untuk data tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan

masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah

0.5667 (0,40) dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan

Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat responden

untuk data dari tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan

masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran

adalah adalah 0.4833, (0,40) dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup

memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi, pendapat

responden untuk tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan

masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan

Monitoring adalah 0.5833 dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan.

Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat responden dari tokoh

masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I178

pengelolaan dalam hal tindak lanjut adalah 0.5667 dengan prestasi (C), maka

dikatakan cukup memuaskan.

Hasil analisa secara keseluruhan fokus penegelolaan Dana Otsus untuk

Transparansimasyarakat dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran,

pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring dan Tindak Lanjut dalam

keterlibatan masyarakat Orang Asli Papua khususnya di Kabupaten Jayawijaya

dalam pengelolaan dana Otsus (URD) pihak SKPD yang dinilai oleh tokoh

masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu di peroleh

hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya pendapat responden untuk data

individu adalah 0.5433 (0,40), dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup

memuaskan.

5.2.3.3 AKUNTABILITASTabel 5.16

Skor Capaian Akuntabilitas oleh SKPD di Kabupaten JayawijayaFOKUS

PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN

AkuntabilitasPerencanaan 0,8889Penganggaran 0,6667Pelaksanaan Anggaran 0,7778Pengawasan danMonitoring 0,7778

Penatausahaan 0,8889Pelaporan dan PI 0,7778Tindak Lanjut 0,8333Jumlah Skor 5,6111Maksimum 7,0000Pencapaian 0,8016Prestasi A

Sumber: Data Diolah 2013

Dari tabel dan gambar web capaian skor akuntabilitas tentang data SKPD di

Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Akuntabilitas,

pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0,8889 dengan

prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana

otsus untuk Akuntabilitas pendapat SKPD kesehatan tentang fokus pengelolaan

dalam hal Penganggaran adalah 0,6667 dengan Prestasi (B), maka dikatakan

memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Akuntabilitas, pendapat SKPD

tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0,7776 dengan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I179

Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk

Akuntabilitas, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan

dan Monitoring adalah 0,7778 dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan.

Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat SKPD tentang fokus

pengelolaan dalam hal Penatausahaan adalah 0,8889 dengan Prestasi (A), maka

dikatakan Sangat memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas,

pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaporan dan PIadalah

0,7778 dengan prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana

otsus untuk Akuntabilitas pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal

Tindak Lanjut adalah 0.8333 dengan Prestasi (A), maka dikatakan Sangat

memuaskan.

Hasil analisa secara keseluruhan fokus pengelolaan Dana Otsus untuk

Akuntabilitas pada SKPD dalam penyusunan Perencanaan, dan Penganggaran,

Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan

dan PI, dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan SKPD maka hasil analisis adalah

pencapaiannnya rata-ratanya pendapat SKPD untuk olah data SKPD adalah 0.8016

(0,80) dengan prestasi (A), maka dikatakan sangat memuaskan.

Tabel 5.17Skor Capaian Akuntabilitas oleh Lembaga Pendidikan dan kesehatan

Kabupaten JayawijayaFOKUS PENGELOLAAN Skor

Perencanaan 0,5000Penganggaran 0,1667Pelaksanaan Anggaran 0,1667Pengawasan danMonitoring 0,5000

Penatausahaan 0,3333Pelaporan dan PI 0,3333Tindak Lanjut 0,3333

Jumlah Skor 2,3333Maksimum 7,0000Pencapaian 0,3333Prestasi D

Sumber: Data Diolah 2013

Dari tabel dan gambar web capaian skor akuntabilitas tentang data lembaga

Pendidikan dan Kesehatan mengenai Aspek pengelolaan Akuntabilitas dari

Lembaga Pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek

pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat Lembaga Pendidikan dan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I180

kesehatan tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0,5000 dengan Prestasi

(C), maka dikatakan Cukup memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana otsus

untuk Akuntabilitas, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan entang fokus

pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0.1667 dengan Prestasi (E), maka

dikatakan Sangat tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk

partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan

dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0.1667 dengan Prestasi (E), maka

dikatakan Sangat tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk

Akuntabilitas, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus

pengelolaan dalam hal Pengawasan dan Monitoring adalah 0.5000 dengan Prestasi

(C), maka dikatakan Cukup memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk

Akuntabilitas, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus

pengelolaan dalam hal Penatausahaan adalah 0.3333 dengan Prestasi (D), maka

dikatakan tidak memuaskan. Dari aspek pengelolaan Dana Otsus untuk

Akuntabilitas, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus

pengelolaan dalam hal Pelaporan dan PI adalah 0.3333 dengan Prestasi (D), maka

dikatakan tida memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas,

pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal

Tindak Lanjut adalah 0.5000 dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup

memuaskan.

Hasil analisa secara keseluruhan fokus pengelolaan Dana otsus untuk

Akuntabilitas pada Lembaga Pendidikan dan kesehatan dalam penyusunan

perencanaan, dan penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan

Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan dan PI, dan tindak lanjut dalam keterlibatan

Lembaga Pendidikan dan kesehatan maka hasil analisis adalah pencapaiannnya

rata-ratanya pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan untuk olah data

Lembaga ini adalah 0.3333, (0,20) dengan Prestasi (D), maka dikatakan tidak

memuaskan.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I181

Tabel 5.18Skor capaian Akuntabilitas oleh Individu di Kabupaten Jayawijaya

FOKUS PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN

AkuntabilitasPerencanaan 0.5000Penganggaran 0.3333Pelaksanaan Anggaran 0.3333Pengawasan dan Monitoring 0.3500Pemeriksanaan Internal 0.4500Tindak Lanjut 0.4167Jumlah Skor 2.3833Maksimum 6.0000Pencapaian 0.3972Prestasi DSumber: Data Diolah 2013

Dari tabel dan gambar web capaian skor akuntabilitas tentang data Individu

mengenai Aspek pengelolaan Akuntabilitas individu/Masyarakat Orang Asli Papua

(OAP) khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana otsus

untuk Akuntabilitas, pendapat responden untuk data tokoh masyarakat, tokoh

agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan

perencanaan adalah 0.5000 dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup

memuaskan.

Dalam aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Akuntabilitas, pendapat

responden untuk data tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan

masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah

0.3333 dengan prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Aspek pengelolaan

Dana otsus untuk Akuntabilitas pendapat responden untuk data tokoh masyarakat,

tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan

dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0.3333 dengan Prestasi (D), maka

dikatakan tidak memuaskan.

Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat responden untuk

data tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu

tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan Monitoring adalah 0.3500

dengan (D), maka dikatakan Tidak memuaskan memuaskan. Aspek pengelolaan

Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat responden untuk data tokoh masyarakat,

tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan

dalam hal Pemeriksanaan Internal adalah 0.3500 dengan (D), maka dikatakan tidak

memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I182

responden untuk data tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan

masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal tindak lanjut adalah

0.4167 dengan Prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan.

Pendapat tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/

individu tentang penyusunan perencanaan adalah 0,5000, Pemeriksanaan Internal

adalah 0.3500 dan Tindak Lanjut adalah 0.4167, pengelolaan dana Otsus (URD),

pihak SKPD memuaskan melibatkan atau tidak melibatkan masyarakat seperti tokoh

masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu diperoleh hasil

analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya berada pada 0,40, dengan prestasi (C),

maka dikatakan cukup memuaskan.

Sedangkan Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas yang berfokus

pengelolaan tentang Penganggaran adalah 0.3333 dikatakan tidak memuaskan,

Pelaksanaan Anggaran adalah 0.3333 dikatakan tidak memuaskan, Pengawasan

dan Monitoring adalah 0.3500 dikatakan tidak memuaskan, oleh masyarakat Orang

Asli Papua khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam pengelolaan dana Otsus

(URD), pihak SKPD yang dinilai oleh individu/masyarakat seperti tokoh masyarakat,

tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu diperoleh hasil analisis

adalah pencapaiannya rata-ratanya pendapat responden adalah 0,20, dengan

prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan.

Hasil analisa secara keseluruhan fokus penegelolaan Dana otsus untuk

partisipasi tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/

individu dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran, Pelaksanaan

Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Pemeriksanaan Internal dan tindak lanjut

dalam keterlibatan masyarakat orang asli Papua (OAP) khususnya di Kabupaten

dalam keikutsertaan atau tidak melibatkan langsung masyarakat seperti tokoh

masyarakat, masyarakat individu dari hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-

ratanya pendapat responden untuk data individu adalah 0.3972, (0,20) dengan

Prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan.

5.2.3.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIBeberapa isu–isu strategis yang terungkap dalam penelitian ini antara lain:

1. Aspek pengelolaan dana otsus dalam hal partisipasi di Kabupaten Jayawijaya

hasil analisis adalah SKPD dengan penilain prestasi (C), maka dikatakan cukup

memuaskan, sedangkan untuk Lembaga pendidikan dan Kesehatan serta

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I183

Individu mempunyai prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Partisipasi

SKPD, Skor yang diperoleh sebesar 3,444 menunjukkan bahwa tingkat

partisipasi SKPD di Distrik Wamena Kota Kabupaten Jayawijaya dalam

pelaporan dan PI dana Otsus tergolong dalam kategori “sangat tidak

memuaskan”. Partisipasi Lembaga Pendidikan dan kesehatan, skor yang

diperoleh sebesar 2,2000 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi lembaga

Pendidikan dan kesehatan, di Distrik Wamena Kota Kabupaten Jayawijaya

dalam pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring dan perencanaan

penggunaan dana Otsus tergolong dalam kategori “sangat tidak memuaskan”.

Partisipasi Individu (Masyarakat) mempunyai skor terendah di bandingkan

dengan Partisipasi Lembaga dan SKPD, dimana individu (masyarakat) yang

diperoleh skor sebesar 1,8833 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi

masyarakat di Distrik Wamena Kota Kabupaten Jayawijaya dalam

penganggaran, perencanaan dan pelaksanaan anggaran dana Otsus tergolong

dalam kategori “tidak memuaskan”. Hal ini disebabkan oleh tidak dilibatkannya

masyarakat dalam Musrembang Kampung bahkan Musrembang Distrik,

sehingga masyarakat tidak mengetahui tentang berbagai kegiatan pembangunan

yang akan dibiayai dari sumber dana Otsus.

2. Aspek pengelolaan dana otsus dalam hal transparansi di Kabupaten Jayawijaya

hasil analisis adalah SKPD dengan prestasi (A), maka dikatakan sangat

memuaskan, sedangkan untuk Lembaga pendidikan dan Kesehatan serta

Individu mempunyai penilaian prestasi (C), maka dikatakan Cukup memuaskan.

3. Aspek pengelolaan dana Otsus dalam hal Akuntabilitas di Kabupaten Jayawijaya

hasil analisis adalah SKPD dengan prestasi (A), maka dikatakan Sangat

memuaskan, sedangkan untuk Lembaga pendidikan dan Kesehatan serta

Individu (masyarakat) mempunyai penilaian prestasi (D), maka dikatakan tidak

memuaskan.

4. Masyarakat sangat berharap Otonomi Khusus Papua dapat membawa

perubahan dan kehidupan baru di tanah Papua. Karena harapan yang besar ini,

publik (masyarakat) tak henti-hentinya menyoroti berbagai aspek yang telah

dijanjikan Otonomi Khusus. Mereka terus menyuarakan agar pelayanan

pendidikan, kesehatan, dan pembangunan prasarana dasar seperti perumahan,

air bersih, dan listrik dapat diperhatikan.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I184

5. Persoalan kemudian muncul karena pemerintah daerah membelanjakan dana itu

tidak transparan dan akuntabel. Sebagian besar publik di Papua, dan lebih

khusus penduduk asli Papua, melihat bahwa dana itu tidak beres dalam

perencanaan dan pengelolaannya. Bahkan dari pihak pejabat dan Pegawai

Negeri Sipil (PNS) juga menyadari bahwa masih banyak pengalokasian dana

Otsus yang kurang tepat dan masih harus ditata ulang. Sayang sekali bahwa

kesadaran akan kekurangan itu tidak segera ditindak lanjuti dengan

permemuaskanan, sehingga kekecewaan atas pengelolaan dana publik itu terus

berlanjut.

6. Karena kenyataan bahwa dana itu tidak transparan dalam pengelolaannya,

banyak pejabat daerah dan pegawai negeri sipil asli Papua memberikan solusi

agar dana itu dikelola di luar proses penganggaran harus transparansi sesuai

aturan perundangan keuangan negara harus diterapkan untuk dana Otonomi

Khusus Papua.

7. Kesiapan dan kemampuan pengusaha lokal (kelompok kerja) masih sangat

terbatas. Dalam merespon kebijakan dan keberpihakan kepada pengusaha lokal

dalam mendapatkan prioritas ”lebih” untuk mengerjakan proyek (kegiatan),

banyak pengusaha lokal kalah bersaing dari pengusaha pendatang. Saran agar

pembinaan dan perhatian bagi pengusaha lokal mendapat perhatian; namun

dalam kenyataannya kompetensi pengusaha lokal dalam bermitra dengan

pemberi kerja kurang mampu menyamai kompetensi pengusaha pendatang.

Upaya–upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan

pengelolaan dana Otsus, antara lain:

1. Dalam rangka pelaksanaan otonomi mengenai aspek pengelolaan dana otsus

dalam hal partisipasi dan akuntabilitas yang berfokus pengelolaan Penyusunan

Perencanaan, Penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan

Monitoring, Pelaporan dan PI dan tindak Lanjut dalam keterlibatan Lembaga

pendidikan dan Kesehatan serta Individu (masyarakat) perlu mendapat perhatian

pemerintah dalam memberikan kebijakan dan memberikan advokasi tentang

peraturan yang sedang berlaku.

2. Dalam rangka pelaksanaan otonomi kampung dalam mengelola keuangan di

kampung, kapasitas masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi (Kelompok

simpan pinjam dan kelompok Kerja), Pemerintahan Distrik sampai pemerintahan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I185

di Kampung harus diperkuat agar mampu memahami pentingnya keuangan

kampung dan pola serta mekanisme pengelolaannya, lebih khusus pemerintah

kampung diperkuat kapasitasnya dalam merencanakan, memformulasikan,

mengalokasikan dan mengontrol.

5.2.4 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATENPEGUNUNGAN BINTANGPengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang melibatkan

SKPD, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan serta masyarakat. Pengelolaan dana

Otsus tersebut ditinjau dari tiga aspek yakni aspek Partisipasi, aspek Transparansi

dan aspek Akuntabilitas. Setiap aspek pengelolaan dana Otsus berfokus pada

perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring,

penatausahaan, pelaporan dan pemeriksaan internal, serta tindak lanjut.

Pengelolaan dana Otsus oleh SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang

secara keseluruhan sudah berjalan dengan Baik. Hal ini ditunjukkan oleh total skor

capaian Pengelolaan Dana Otsus untuk SKPD yang diperoleh sebesar 0,7232

dengan prestasi B yakni Baik. Sedangkan, pengelolaan dana Otsus untuk Lembaga

Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Pegunungan Bintang secara keseluruhan

sangat tidak berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh total skor capaian

Pengelolaan Dana Otsusuntuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan yang diperoleh

sebesar 0,1905 dengan prestasi E yakni Sangat Tidak Baik. Dan selanjutnya,

pengelolaan dana Otsus menurut Induvidu/masyarakat di Kabupaten Pegunungan

Bintang secara keseluruhan berjalan dengan cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh

total skor capaian Pengelolaan Dana Otsus untuk Individu yang diperoleh sebesar

0,5906 dengan prestasi C yakni Cukup Baik.

Tabel 5.19Total Skor Capaian Pengelolaan Dana Otsus

Kabupaten Pegunungan BintangFokus Pengelolaan SKPD LPK Individu

Perencanaan 2,0000 0,4000 1,4167Penganggaran 2,2500 1,0000 1,3167Pelaksanaan Anggaran 1,5893 0,2000 2,4500Pengawasan dan Monitoring 2,1250 0,4000 1,5833Penatausahaan 1,7500 0,8000 -Pelaporan dan PI 2,3750 0,8000 0,7833Tindak Lanjut 2,3750 0,4000 1,9000

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I186

Lanjutan Tabel 5.19Fokus Pengelolaan SKPD LPK Individu

Jumlah Skor 14,4643 4,0000 9,4500Maksimum 20,0000 21,0000 16,0000Pencapaian 0,7232 0,1905 0,5906Prestasi B E C

Sumber: Data diolah, 2013

5.2.4.1 PARTISIPASIPengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang yang melibatkan

SKPD, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan seperti Sekolah, Rumah Sakit dan

Puskesmas, maupun masyarakat ditinjau dari Aspek Partisipasi dapat dijelaskan

dengan mengunakan analisis WEB. Analisis WEB ini menggambarkan Pengelolaan

dana Otsus dari Aspek Partisipasi dengan berfokus pada perencanaan,

penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penata-

usahaan, pelaporan dan pemeriksaan internal, serta tindak lanjut.

SKPD Lembaga Pendidikan & Kesehatan

Individu

Gambar 5.7Skor Capaian WEB Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus

Kabupaten Pegunungan Bintang

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I187

Pengelolaan dana Otsus oleh SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang

ditinjau dari Aspek Partisipasi sudah berjalan dengan Baik. Hal ini ditunjukkan oleh

skor capaian Partisipasi SKPD yang diperoleh sebesar 0,6875 dengan prestasi B

yakni Baik. Selama Otonomi Khusus berjalan di Provinsi Papua, perencanaan dana

Otsus memang dilakukan oleh setiap SKPD selaku pengguna anggaran. Dalam

melakukan perencanaan penggunaan dana Otsus, SKPD di Kabupaten Pegunungan

Bintang telah melibatkan semua lapisan masyarakat terutama orang asli Papua

(OAP) melalui pelaksanaaan Musrembang di tingkat kampung sampai dengan

tingkat kabupaten. Dalam penganggaran program/kegiatan, SKPD telah melibatkan

lebih dari setengah Orang Asli Papua di SKPD dalam penyusunan RKA SKPD dari

sumber dana Otsus. Dalam pelaksanaan anggaran, SKPD memberikan kesempatan

kepada beberapa Pengusaha Orang Asli Papua untuk mendapatkan kegiatan SKPD

yang pendanaannya bersumber dari Dana Otsus.

Tabel 5.20Skor Capaian Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus

Kabupaten Pegunungan BintangFokus Pengelolaan SKPD LPK Individu

Perencanaan 0,6250 0,4000 0,2833Penganggaran 0,7500 0,6000 0,2833Pelaksanaan Anggaran 0,8750 0,0000 0,7667Pengawasan dan Monitoring 0,6250 0,0000 0,6833Penatausahaan - 0,4000 -Pelaporan dan PI 0,5000 0,2000 -Tindak Lanjut 0,7500 0,2000 0,7667Jumlah Skor 4,1250 1,8000 2,7833Maksimum 6,0000 7,0000 5,0000Pencapaian 0,6875 0,2571 0,5567Prestasi B D C

Sumber: Data diolah, 2013.

SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang memberikan kesempatan kepada

semua pejabat SKPD untuk ikut dalam monitoring dan mengawasi serta menindak

lanjuti hasil monitoring program/kegiatan yang bersumber dari dana Otsus. Dalam

melakukan pelaporan dan pemeriksaan internal berbagai program/kegiatan dari

sumber dana Otsus, SKPD membuat prosedur pengaduan/Komplain dari masya-

rakat orang asli Papua tentang pelayanan SKPD. Untuk menindaklanjuti temuan

BPK pada program/kegiatan dari sumber dana Otsus, pejabat dalam setiap SKPD

terkait selalu melakukan pembahasan tindak lanjut temuan BPK tersebut.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I188

Pengelolaan dana Otsus ditinjau dari Aspek Partisipasi Lembaga Pendidikan

dan Kesehatan di Kabupaten Pegunungan Bintang tidak berjalan dengan Baik. Hal

ini ditunjukkan oleh skor capaian Partisipasi Lembaga Pendidikan dan Kesehatan

yang diperoleh sebesar 0,2571 dengan prestasi D yakni Tidak Baik. Selama ini,

dalam perencanaan pengelolaan dana Otsus, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan

seperti Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Rumah Sakit dan Puskesmas

tidak dilibatkan secara langsung dalam perencanaan alokasi dana Otsus pada

bidang pendidikan dan kesehatan. Tetapi dalam penganggaran dana Otsus, pihak

Sekolah serta pihak Rumah Sakit dan Puskesmas tetap mendapatkan alokasi dalam

program dan kegiatan yang direncanakan oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini

SKPD Pendidikan dan Kesehatan. Memang pada dasarnya pihak Sekolah, Rumah

Sakit dan Puskesmas tidak bisa mengusulkan program dan kegiatan yang

sebenarnya dibutuhkan oleh mereka sesuai kondisi yang dialami, tetapi perencanaan

dan penganggaran alokasi dana Otsus pada bidang pendidikan dan kesehatan

masih menyentuh mereka seperti Pembebasan SPP Siswa, Bantuan Dana

Operasional Sekolah, dan lain-lain. Menurut Lembaga Pendidikan, pihak Sekolah

Dasar dan Sekolah Menengah pernah sekali diundang untuk mengikuti Rakor

bersama Dinas Pendidikan terkait sosialisasi kegiatan di bidang pendidikan di

Kabupaten Pegunungan Bintang. Dalam pelaksanaan anggaran, Lembaga

Pendidikan seperti sekolah tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan anggaran

pembangunan gedung sekolah yang didanai dari dana Otsus. Bahkan pengusulan

penambahan Ruang Kelas Belajar (RKB) oleh pihak sekolah tidak pernah

direalisasikan karena alasan pembangunan sekolah hanya dipusatkan pada

kawasan pendidikan saja. Sedangkan untuk dana Otsus bidang kesehatan, diketahui

bahwa sejak tahun 2005 dana Otsus di bidang kesehatan tidak diperuntukan untuk

pembangunan fisik gedung maupun renovasi gedung termasuk Rumah Sakit dan

Puskesmas. Dana Otsus hanya digunakan untuk pelayanan kesehatan seperti

pengadaan obat-obatan dan membiayai pasien ke rumah sakit rujukan di Jayapura.

Dalam hal pengawasan dan monitoring, pihak sekolah tidak diberi akses untuk

mengawasi dan memonitor program/kegiatan yang bersumber dari dana Otsus yang

dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan. Selain itu, Pihak Rumah Sakit/Puskesmas tidak

terlibat langsung dalam mengawasi dan memonitor penggunaan dana yang

bersumber dari dana Otsus dalam menentukan kebutuhan peningkatan jumlah

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I189

sarana dan prasarana Rumah Sakit/Puskesmas seperti penambahan dokter,

perawat, fasilitas-fasilitas kesehatan, dan lain-lain.

Dalam hal pelaporan dan pemeriksaan internal berbagai program/kegiatan

dari sumber dana Otsus, tidak ada prosedur pengaduan atau komplain dari

masyarakat asli Papua tentang pelayanan pendidikan di Sekolah Dasar dan Sekolah

Menengah Pertama. Serta tidak ada prosedur pengaduan/Komplain dari masyarakat

asli Papua yang disediakan oleh Rumah Sakit/Puskesmas tentang pelayanan

kesehatan di Rumah Sakit maupun Puskesmas. Dalam hal tindak lanjut,

Pimpinan/Kepala Sekolah tidak ikut terlibat dalam menindaklanjuti temuan BPK

tentang pengelolaan dana Otsus. Selain itu, pihak Rumah Sakit/Puskesmas tidak

melibatkan stafnya untuk menindaklanjuti hasil temuan pengelolaan dana Otsus, jika

ditemukan adanya kasus oleh BPK.

Pengelolaan dana Otsus ditinjau dari Aspek Partisipasi Individu/masyarakat di

Kabupaten Pegunungan Bintang berjalan dengan cukup baik. Hal ini ditunjukkan

oleh skor capaian Partisipasi Lembaga Pendidikan dan Kesehatan yang diperoleh

sebesar 0,5567 dengan prestasi C yakni Cukup Baik. Dalam perencanaan

pengelolaan dana Otsus, masyarakat asli Papua menyatakan bahwa mereka tidak

dilibatkan dalam Musrembang Kampung bahkan Musrembang Distrik, sehingga

masyarakat tidak mengetahui tentang berbagai kegiatan pembangunan yang akan

dibiayai dari sumber dana Otsus. Dalam penganggaran, masyarakat menilai bahwa

warga Orang Asli Papua bukan PNS tidak diberi kesempatan berpartisipasi saat

pengusulan anggaran di SKPD terkait sebagai pengguna anggaran dari sumber

dana Otsus.

Dalam pelaksanaan anggaran, masyarakat kampung menilai bahwa

pengusaha Orang Asli Papua sudah diberi kesempatan melaksanakan proyek yang

dibiayai dari sumber dana Otsus. Selain itu, warga kampung di Pegunungan Bintang

telah berpartisipasi dalam kegiatan RESPEK secara baik. Dalam hal pengawasan

dan monitoring, masyarakat menilai bahwa Orang Asli Papua sudah aktif dalam

memonitor program/kegiatan yang bersumber dari dana Otsus. Selama ini,

masyarakat juga telah mengawasi langsung berbagai kegiatan RESPEK yang

dilakukan di kampung. Dalam hal tindak lanjut, masyarakat kampung menilai bahwa

tindak lanjut penyalahgunaan dana RESPEK selalu menjadi perhatian warga

kampung. Masyarakat mengenal dana Otsus melalui Program RESPEK dan karena

program RESPEK langsung bersentuhan dengan masyarakat.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I190

5.2.4.2 TRANSPARANSIPengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang yang melibatkan

SKPD, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan seperti Sekolah, Rumah Sakit dan

Puskesmas, maupun masyarakat ditinjau dari Aspek Transparansi dapat dijelaskan

dengan mengunakan analisis WEB. Analisis WEB ini menggambarkan Pengelolaan

dana Otsus dari Aspek Transparansi dengan berfokus pada perencanaan,

penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penatausa-

haan, pelaporan dan pemeriksaan internal, serta tindak lanjut.

Pengelolaan dana Otsus oleh SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang

ditinjau dari Aspek Transparansi sudah berjalan dengan Baik. Hal ini ditunjukkan

oleh skor capaian Transparansi SKPD yang diperoleh sebesar 0,6607 dengan

prestasi B yakni Memuaskan. Selama berjalannya Otsus di Kabupaten Pegunungan

SKPD Lembaga Pendidikan & Kesehatan

Individu

Gambar 5.8Skor Capaian WEB Transparansi Pengelolaan Dana Otsus

Kabupaten Pegunungan Bintang

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I191

Bintang, perencanaan berbagai program/kegiatan yang dibiayai dari sumber dana

Otsus di sampaikan oleh SKPD hanya kepada pihak-pihak terkait yakni kepada

pemda Provinsi, Bappeda, Dinas Keuangan di Kabupaten, dan DPR sehingga

seluruh lapisan masyarakat tidak mengetahui tentang perencanaan penggunaan

dana Otsus yang dilakukan SKPD bagi peningkatan pelayanan terhadap masyarakat

Orang Asli Papua. Walaupun Musrembang tingkat Kabupaten dilaksanakan tetapi

tidak menjamin adanya keterbukaan informasi tentang perencanaan penggunaan

dana Otsus di kabupaten. Dalam penganggaran, pegawai orang asli Papua dalam

SKPD mengetahui alokasi dana untuk berbagai program/kegiatan dari sumber dana

Otsus. Dalam pelaksanaan anggaran, Kabupaten Pegunungan Bintang belum

menggunakan Layanan Pengadaan Secara Elektornik (LPSE) sehingga berbagai

kegiatan dari sumber dana Otsus belum bisa dimasukkan dalam LPSE.Dalam hal

pengawasan dan monitoring, hasil pengawasan dan monitoring program/kegiatan

yang bersumber dari dana Otsus dibahas dalam rapat oleh pejabat di SKPD. Dalam

hal penatausahaan keuangan, penggunaan dan laporan pelaksanaan anggaran

dana Otsus diketahui oleh pejabat-pejabat eselon III pada setiap SKPD pengguna

dana Otsus. Dalam hal pelaporan dan pengawasan internal, rekomendasi

pengawasan internal diketahui oleh pejabat SKPD dan 50 persen lebih pegawai

dalam SKPD. Dalam hal tindak lanjut, pada umumnya tindak lanjut temuan BPK

terkait pengelolaan dana Otsus diketahui pejabat dalam SKPD pengguna dana

Otsus.

Tabel 5.21Skor Capaian Web Transparansi Pengelolaan Dana Otsus

Kabupaten Pegunungan BintangFokus Pengelolaan SKPD LPK Individu

Perencanaan 0,5000 0,0000 0,8167Penganggaran 0,7500 0,0000 0,7667Pelaksanaan Anggaran 0,0000 0,0000 0,8500Pengawasan dan Monitoring 0,7500 0,0000 0,7167Penatausahaan 0,8750 0,0000 -Pelaporan dan PI 0,8750 0,2000 -Tindak Lanjut 0,8750 0,2000 0,8667Jumlah Skor 4,6250 0,4000 4,0167Maksimum 7,0000 7,0000 5,0000Pencapaian 0,6607 0,0571 0,8033Prestasi B E A

Sumber: Data diolah, 2013

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I192

Pengelolaan dana Otsus ditinjau dari Aspek Transparansi bagi Lembaga

Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Pegunungan Bintang sangat tidak berjalan

dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Transparansi Lembaga

Pendidikan dan Kesehatan yang diperoleh sebesar 0,0571 dengan prestasi E yakni

Sangat Tidak Baik. Dalam perencanaan setiap Program/kegiatan pendidikan dasar

dan menengah dari sumber dana Otsus yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan

tidak diinformasikan kepada kepala sekolah, guru dan komite sekolah. Selain itu,

rencana program/kegiatan pembangunan bidang kesehatan dari dana Otsus yang

dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan melalui Rumah Sakit/Puskesmas tidak di

sampaikan secara terbuka kepada semua pihak.

Dalam penganggaran, tidak diketahui dengan jelas oleh Kepala sekolah, guru

dan komite sekolah tentang adanya sumber dana Otsus yang digunakan untuk

pembangunan sekolah maupun untuk program/kegiatan sekolah yang lainnya baik

dalam hal jumlah dana, maupun peruntukannya. Selain itu, Kepala Rumah

Sakit/Puskesmas juga tidak dapat mengetahui secara pasti berapa jumlah anggaran

dana Otsus yang menjadi bagiannya dalam meningkatkan pelayanan kesehatan

yang maksimum kepada masyarakat melalui Rumah Sakit/Puskesmas. Dalam

pelaksanaan anggaran, setiap pembangunan dan renovasi gedung atau ruang

sekolah yang bersumber pada dana Otsus tidak diinformasikan oleh pihak sekolah

melalui papan proyek, banner, spanduk, atau media lainnya. Dalam hal pengawasan

dan monitoring, tidak ada mekanisme yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten

untuk memberikan informasi kepada sekolah terkait dengan transparansi program

dan anggaran pendidikan dari sumber dana Otsus.

Selain itu, dalam upaya meningkatkan kebijakan transparansi anggaran, pihak

Rumah Sakit/Puskesmas tidak membuat sistem informasi anggaran yang standar

untuk masyarakat. Dalam hal penatausahaan keuangan, komite sekolah atau orang

tua siswa tidak mengetahui laporan pertanggungjawaban kegiatan yang didanai dari

dana Otsus. Selain itu, Pihak Rumah Sakit/Puskesmas tidak membuat laporan

pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan yang didanai dari dana Otsus. Dalam hal

pelaporan dan pemeriksaan internal, tidak ada SOP Pelayanan Pendidikan yang

digunakan sekolah, dan tidak selalu dikomunikasikan kepada tenaga guru, pegawai

dan masyarakat secara terbuka. Selain itu, SOP pelayanan kesehatan di Rumah

Sakit/Puskesmas telah dikomunikasikan tetapi tidak diketahui secara terbuka oleh

dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya, dan masyarakat. Dalam hal tindak lanjut,

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I193

hasil temuan BPK atas pelaksanaan anggaran dana Otsus pendidikan tidak selalu

diinformasikan oleh Pemerintah Kabupaten dan atau DPRD kepada sekolah maupun

komite sekolah. Selain itu, jika ada hasil temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus

pada Rumah Sakit/Puskesmas tidak selalu diinformasikan kepada seluruh dokter,

perawat, dan tenaga kesehatan lainnya.

Pengelolaan dana Otsus ditinjau dari Aspek Transparansi bagi

Induvidu/masyarakat di Kabupaten Pegunungan Bintang berjalan dengan sangat

baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Transparansi untuk Individu yang

diperoleh sebesar 0,8033 dengan prestasi A yakni Sangat Baik. Dalam perencanaan

dan penganggaran berbagai program/kegiatan dari sumber dana Otsus, masyarakat

menilai bahwa pelaksanaan Musrembang kampung, distrik bahkan Musrenbang

kabupaten sudah transparan dalam perencanaan dan penganggaran program dan

kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus. Dalam pelaksanaan anggaran, penilaian

masyarakat kampung terhadap proyek yang dibiayai dari sumber dana Otsus sudah

transparan bagi pengusaha orang asli Papua, dan juga penilaian masyarakat

kampung terhadap keuangan RESPEK sudah transparan disampaikan kepada

seluruh warga kampung. Tetapi perlu diketahui bahwa warga/masyarakat kampung

di Pegunungan Bintang mengetahui/memahami program RESPEK sebagai suatu

program tersendiri dari pemerintah Provinsi Papua dan tidak dibiayai dengan dana

Otsus karena selama ini tidak pernah ada transparansi/keterbukaan informasi

kepada masyarakat bahwa program RESPEK merupakan program yang dibiayai dari

sumber dana Otsus.

Dalam hal pengawasan dan monitoring berbagai program/kegiatan dari

sumber dana Otsus, masyarakat kampung menilai bahwa informasi kegiatan

RESPEK sudah disampaikan secara terbuka kepada seluruh warga kampung.

Dalam hal tindak lanjut, masyarakat kampung menilai bahwa tindak lanjut

penyalahgunaan dana RESPEK secara terbuka diinformasikan di tingkat distrik, dan

pemerintah daerah.

5.2.4.3 AKUNTABILITASPengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang yang melibatkan

SKPD, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan seperti Sekolah, Rumah Sakit dan

Puskesmas, maupun masyarakat ditinjau dari Aspek Akuntabilitas dapat dijelaskan

dengan mengunakan analisis WEB. Analisis WEB ini menggambarkan Pengelolaan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I194

dana Otsus dari Aspek Akuntabilitas dengan berfokus pada perencanaan,

penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penatausa-

haan, pelaporan dan pemeriksaan internal, serta tindak lanjut.

Pengelolaan dana Otsus oleh SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang

ditinjau dari Aspek Akuntabilitas sudah berjalan dengan sangat baik. Hal ini

ditunjukkan oleh skor capaian Akuntabilitas SKPD yang diperoleh sebesar 0,8163

dengan prestasi A yakni Sangat Baik.Selama Otsus berjalan di Kabupaten

Pegunungan Bintang, SKPD melakukan penyusunan perencanaan kegiatan-kegiatan

dari sumber dana Otsus dalam sebuah dokumen perencanaan khusus untuk

dilaporkan kepada pemerintah Provinsi Papua. Dalam penganggaran, Pejabat SKPD

terkait setuju dengan alokasi dana Otsus untuk pendidikan sebesar 30 persen dan

kesehatan sebesar 15 persen. Dan SKPD menyusun rencana anggaran dana Otsus

SKPD Lembaga Pendidikan & Kesehatan

Induvidu

Gambar 5.9Skor Capaian WEB Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus

Kabupaten Pegunungan Bintang

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I195

berdasarkan UU No. 21 tentang Otonomi Khusus dan juga peraturan yang telah

ditetapkan pemerintah Provinsi Papua. Dalam pelaksanaan anggaran, pengusaha

asli Papua telah mendapatkan pekerjaan/kegiatan dari sumber dana Otsus.

Pemberian pekerjaan kegiatan terhadap Pengusaha Orang Asli Papua berpedoman

pada Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2012 mengenai Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua Dan Provinsi

Papua Barat. Dalam hal pengawasan dan monitoring, SKPD di Kabupaten

Pegunungan Bintang rutin melaksanakan monitoring pekerjaan yang bersumber dari

dana Otsus. Terkait pelaksanaan monitoring dan evaluasi tersebut, Pemerintah

Provinsi telah menyusun peraturan dan pedoman mengenai pelaksanaan monitoring

dan evaluasi dana Otsus yang digunakan oleh SKPD pada saat melakukan

monitoring dan evaluasi kegiatan dana Otsus. Dalam hal penatausahaan keuangan,

SKPD telah membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus

sesuai dengan aturan yang berlaku dan SKPD menyusun laporan

pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus tersebut berdasarkan peraturan dan

pedoman yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Provinsi Papua. Dalam hal

pelaporan dan pengawasan internal, tidak selalu dilakukan pemeriksaan oleh

Inspektorat Kabupaten Pegunungan Bintang terhadap dana Otsus. Dalam hal tindak

lanjut, ada sanksi yang diberikan oleh SKPD terhadap pelanggaran penggunaan

dana Otsus di SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang.

Tabel 5.22Skor Capaian Web Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus

Kabupaten Pegunungan BintangFokus Pengelolaan SKPD LPK Individu

Perencanaan 0,8750 0,0000 0,3167Penganggaran 0,7500 0,4000 0,2667Pelaksanaan Anggaran 0,7143 0,2000 0,8333Pengawasan dan Monitoring 0,7500 0,4000 0,1833Penatausahaan 0,8750 0,4000 -Pelaporan dan PI 1,0000 0,4000 0,7833Tindak Lanjut 0,7500 0,0000 0,2667Jumlah Skor 5,7143 1,8000 2,6500Maksimum 7,0000 7,0000 6,0000Pencapaian 0,8163 0,2571 0,4417Prestasi A D C

Sumber: Data diolah, 2013

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I196

Pengelolaan dana Otsus ditinjau dari Aspek Akuntabilitas bagi Lembaga

Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Pegunungan Bintang tidak berjalan dengan

baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Akuntabilitas Lembaga Pendidikan dan

Kesehatan yang diperoleh sebesar 0,2571 dengan prestasi D yakni Tidak

Memuaskan. Dalam perencanaan selama ini, kebijakan pembangunan pendidikan

yang dibiayai dari dana Otsus memang telah dirumuskan dan tertuang dalam

dokumen URD serta terdapat juga dalam perencanaan SKPD (RENSTRA-SKPD),

dan telah memperhatikan keputusan gubernur Papua. Namun, seringkali yang

menjadi kebutuhan utama pihak sekolah justru tidak terakomodir dalam URD

tersebut. Selain itu, pelaksanaan kegiatan atau program pembangunan bidang

kesehatan di Rumah Sakit/Puskesmas yang dibiayai dengan dana Otsus seringkali

tidak sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam

penganggaran dana Otsus, pihak sekolah mengetahui bahwa alokasi dana Otsus

untuk bidang pendidikan telah sesuai dengan keputusan Gubernur yakni 30 persen.

Selain itu, pihak Rumah Sakit/Puskesmas ikut dilibatkan oleh Dinas Kesehatan,

dalam melakukan evaluasi program atas dana Otsus yang digunakan setiap

tahunnya. Dalam pelaksanaan anggaran, pihak sekolah tidak mengetahui

besarnyaalokasi dana Otsus untuk setiap sekolah dari total alokasi dana Otsus

sebesar 30 persen untuk bidang pendidikan. Selain itu, pihak Rumah

Sakit/Puskesmas tidak ikut dilibatkan Dinas Kesehatan, dalam melakukan evaluasi

program atas dana Otsus. Dalam hal pengawasan dan monitoring, pihak sekolah

maupun pihak Rumah Sakit/Puskesmas selalu dilibatkan dalam pembuatan laporan

progres pelaksanaan anggaran dana Otsus. Dalam hal penatausahaan keuangan,

Dinas Pendidikan memberikan sanksi ataupun penghargaan kepada sekolah yang

melaksanakan anggaran dana Otsus. Selain itu, pihak Rumah Sakit/Puskesmas juga

dilibatkan oleh Dinas Kesehatan dalam pembuatan pertanggungjawaban kegiatan

bidang kesehatan yang didanai dari dana Otsus.

Dalam hal pelaporan dan pengawasan internal, Inspektorat Kabupaten dan

Provinsi selalu melakukan pemeriksaan internal terhadap penggunaan dana Otsus

bidang pendidikan yang digunakan oleh pihak sekolah dan juga terdapat laporan

pengawasan internal kegiatan yang didanai dari dana otsus di Rumah

Sakit/Puskesmas. Dalam hal tindak lanjut, selama ini tidak ada tindak lanjut yang

diimplementasikan oleh Pemerintah Kabupaten atau penegak hukum terhadap

pelanggaran-pelanggaran dalam penggunaan dana Otsus yang dilaksanakan oleh

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I197

pihak sekolah. Dan juga tidak terdapat laporan tindak lanjut jika ditemukan ada kasus

dalam penggunaan dana otsus pada Rumah Sakit/Puskesmas.

Pengelolaan dana Otsus ditinjau dari Aspek Akuntabilitas bagi

Induvidu/masyarakat di Kabupaten Pegunungan Bintang berjalan dengan cukup

baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Akuntabilitas untuk Individu yang

diperoleh sebesar 0,4417 dengan prestasi C yakni Cukup Baik. Dalam perencanaan,

masyarakat kampung menilai bahwa pelaksanaan Musrenbang kampung bahkan

Musrenbang Kabupaten tidak merencanakan penggunaan dana Otsus secara baik

untuk menjawab kebutuhan masyarakat asli Papua. Dalam penganggaran,

masyarakat kampung di Pegunungan Bintang tidak mengetahui jumlah dana Otsus

yang diturunkan ke kabupaten pada setiap Tahun Anggaran APBD. Dalam

pelaksanaan anggaran, masyarakat kampung di Pegunungan Bintang menilai bahwa

kelompok pendamping kampung sudah terampil dalam pertanggungjawaban

keuangan RESPEK. Dalam hal pengawasan dan monitoring, masyarakat kampung

belum melihat adanya sanksi yang diberikan bagi orang asli papua yang salah

menggunakan dana RESPEK. Dalam hal pelaporan dan pemeriksaan internal,

masyarakat kampung menilai bahwa pelaporan Dana RESPEK telah dibuat tepat

waktu. Dalam hal tindak lanjut, masyarakat kampung menilai bahwa tindak lanjut

terhadap penyalahgunaan/penyelewengan dana RESPEK belum sesuai dengan

aturan yang berlaku.

5.2.4.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIIsu-isu strategis yang bisa dikemukakan dari Kabupaten Pegunungan Bintang,

antara lain:

1. Di Kabupaten Pegunungan Bintang tidak terdapat prosedur pengaduan dan

komplain dari masyarakat orang asli Papua tentang pelayanan SKPD.

2. Lembaga pendidikan dan kesehatan (sekolah, puskesmas/rumah sakit) di

Kabupaten Pegunungan Bintang kurang dilibatkan dalam tahapan perencanaan

pengelolaan dana Otsus.

3. SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang belum melaksanan Layanan LPSE.

4. Informasi pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari dana otsus tidak secara

rinci mencatumkan sumber dan jumlah dana Otsus.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I198

5. Lembaga pendidikan dan kesehatan seperti sekolah, puskesmas/rumah sakit

kurang memperoleh informasi tentang setiap program dan kegiatan yang dibiayai

dana otsus dan besaran dananya.

6. SOP pelayanan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai sumber dari dana otsus

kurang dikomunikasikan secara terbuka kepada tenaga pendidik, tenaga

kependidikan, komite sekolah, perawat, dokter.

7. Temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus tidak disampaikan kepada pihak

sekolah, rumah sakit, puskesmas.

8. Masyarakat di Kabupaten Pegunungan Bintang kurang mengetahui program dan

kegiatan yang bersumber dari dana Otsus, namun masyarakat lebih mengetahui

program Respek. Masyarakat memang mengetahui program dan kegiatan

Respek tetapi tidak mengetahui sumber dana yang membiayai program Respek

tersebut.

9. Hasil penggunaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang kurang

disampaikan kepada masyarakat.

Dari berbagai isu strategis yang dikemukakan di atas dapat direkomendasikan

beberapa hal penting terkait pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan

bintang. Rekomendasi tersebut antara lain:

1. Perlu ada prosedur pengaduan dan komplain dari masyarakat orang asli Papua

tentang pelayanan SKPD melalui penyediaan kotak saran/pengaduan/SMS

Centre/call centre

2. Keterlibatan DPRD Kabupaten Pegunungan Bintang sejak merumuskan Usulah

Rencana Definitif (URD) perlu ditingkatkan sehingga dokumen Rencana Definitif

dapat konsisten dengan URD.

3. Lembaga pendidikan dan kesehatan (sekolah, puskesmas/rumah sakit) perlu

dilibatkan dalam tahapan perencanaan pengelolaan dana Otsus dengan cara

diundang dan aktif dalam rapat koordinasi.

4. Kabupaten Pegunungan Bintang harus melaksanakan dan memperkuat LPSE

dan ULP (Unit Layanan Pengadaan).

5. Informasi pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus harus secara

rinci mencatumkan sumber dan jumlah dana Otsus dalam papan informasi atau

baliho/banner.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I199

6. Lembaga pendidikan dan kesehatan harus memperoleh informasi tentang setiap

program dan kegiatan yang dibiayai dana Otsus dan besaran dananya dengan

cara meyampaikan dokumen perencanaan dan penganggaran dana Otsus.

7. SOP pelayanan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai sumber dari dana otsus

harus dikomunikasikan secara terbuka kepada tenaga pendidik, tenaga

kependidikan, komite sekolah, perawat dan dokter misalnya dalam bentuk

informasi yang ditempel pada mading atau buku

8. Temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang

harus disampaikan kepada pihak sekolah, rumah sakit, puskesmas dalam bentuk

dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) penggunaan dana Otsus.

9. Perlu ada sosialisasi tentang program dan kegiatan yang bersumber dari dana

Otsus kepada masyarakat misalnya program Respek dibiayai dari dana Otsus.

10. Hasil penggunaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang harus

disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk informasi yang bisa diakses

melalui media massa.

11. Perlu adanya regulasi tentang keterbukaan informasi pengelolaan dana Otsus.

5.2.5 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATEN SARMI5.2.5.1 PARTISIPASI

Secara umum partisipasi SKPD dalam pengelolaan dana Otsus dikatakan

sudah cukup baik. Hasil survei menunjukan fokus pengelolaan dalam perencaan,

pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring dikatakan sudah baik dengan

masing-masing skor 0,6250, 0,6250 dan 0,6250. Sedangkan penganggaran,

palaporan dan pemerikasaan internal dan tidak lanjut pengelolaannya dikatakan

cukup baik. Kondisi yang menunjukan cukup baiknya partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan adalah (1) SKPD selalu melibatkan masyarakat OAP dalam

penyusunan perencanaan kegiatan yang menggunakan dana Otsus, yang diatur

dengan mekanisme tertentu; (2) Lebih dari setengah OAP dalam SKPD ini terlibat

dalam penyusunan RKA SKPD dari sumber dana Otsus; (3) Ada beberapa

Pengusaha Orang Asli Papua yang mendapatkan kegiatan SKPD yang

pendanaannya bersumber dari Dana Otsus; (4) semua pejabat diberi kesempatan

untuk ikut dalam monitoring, semua pejabat diberi kesempatan mengawasi dan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I200

0.6250

0.5000

0.6250

0.6250

0.4286

0.5714

0.000.200.400.600.801.00

Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasandan

Monitoring

Pelaporandan PI

Tindak Lanjut

menindak lanjuti hasil monitoring; (5) Ada pembahasan tindak lanjut atas temuan

BPK oleh pejabat.

Tabel 5.23Skor Capaian Partisipasi SKPD Dalam Pengelolaan Dana Otsus

Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013

Sedangkan, pengelolaan dana Otsus pada lembaga pendidikan dan

kesehatan secara umum dikatakan tidak baik pengelolaannya. Hasil survei

menunjukan, perencanaan, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring,

pelaporan dan pengawasan internal dan tindak lanjut diketahui tidak baik

pengelolaannya dengan skor 0,3409, 0,2273, 0,3409, 0,2558 dan 0,3409. Namun,

fokus pengelolaan dalam penganggaran dan penatausahaan pengelolaan dapat

dikatakan cukup baik dengan skor 0,6047 dan 0,5227. Beberapa hal yang

menyebabkan tidak baiknya pengelolaan dana otsus adalah (1) Pihak sekolah dan

puskesmas tidak biasa diundang untuk membahas perencanaan program dan

kegiatan pendidikan yang dibiayai Otsus pada Musrenbang Kampung, Distrik,

Kabupaten, atau rapat-rapat koordinasi di Dinas Pendidikan; (2) Sekolah dan

puskesmas tidak diberi kesempatan oleh Dinas Pendidikan untuk menyusun

kebutuhan anggaran sesuai dengan perencanaan; (3) Pihak sekolah dan puskesmas

terlibat langsung dalam pelaksanaan anggaran pembangunan gedung sekolah yang

didanai dari dana Otsus (tidak melalui Dinas Pendidikan); (4) Pihak sekolah dan

Puskesmas kurang terlibat langsung dalam mengawasi dan memonitor penggunaan

dana yang bersumber dari dana Otsus dalam menentukan kebutuhan peningkatan

jumlah sarana dan prasarana Rumah Sakit/Puskesmas seperti penambahan dokter,

Fokus Pengelolaan SKPD

Perencanaan 0,6250

Penganggaran 0,5000

Pelaksanaan Anggaran 0,6250

Pengawasan & Monitoring 0,6250

Penatausahaan

Pelaporan dan PI 0,4286

Tindak Lanjut 0,5714

Jumlah Skor 3,3750

Maksimum 6,0000

Pencapaian 0,5625

Prestasi C

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I201

0.1429 0.5714

0.14290.0000

0.1429

0.00000.000.200.400.600.801.00

Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasandan

Monitoring

Pelaporandan PI

Tindak Lanjut

perawat, fasilitas-fasilitas kesehatan, dan lain-lain; (5) tidak tersedianya prosedur

pengaduan atau Komplain dari masyarakat Orang Asli Papua tentang pelayanan

pendidikan di Sekolah (SD atau SMP) dan Puskesmas tentang pelayanan kesehatan

di Rumah Sakit/Puskesmas; (6) Pimpinan/Kepala Sekolah kurang terlibat dalam

menindaklanjuti temuan pengelolaan dana Otsus.

Tabel 5.24Skor Capaian Partisipasi Lembaga Pendidikan dan Kesehatan Dalam

Pengelolaan Dana Otsus Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013

Fokus Pengelolaan Lembaga

Perencanaan 0,3409

Penganggaran 0,6047

Pelaksanaan Anggaran 0,2273

Pengawasan dan Monitoring 0,3409

Penatausahaan 0,5227

Pelaporan dan PI 0,2558

Tindak Lanjut 0,3409

Jumlah Skor 2,6332

Maksimum 7,0000

Pencapaian 0,3762

Prestasi DSumber: Data Diolah 2013

Selain itu, secara umum pengelolaan dana otsus pada masyarakat dapat

dikatakan cukup baik. Hasil survei menunjukan Perencanaan Penganggaran,

Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Pemeriksanaan Internal dan

Tindak Lanjut pengelolaanya dikatakan cukup baik sedangkan pada fokus

pengelolaan perencanaan dikatakan tidak baik. Secara umum partisipasi masyarakat

dikatakan cukup baik ditunjukan dengan (1) Masyarakat biasa diundang untuk hadir

dalam kegiatan Musrenbang Distrik atau Kampung dalam menyusun suatu rencana

program dan kegiatan kampung; (2) Masyarakat Orang Asli Papua di kampung diberi

kesempatan berpartisipasi dalam pengusulan rencana anggaran kampung; (3)

Masyarakat Orang Asli Papua yang ada di Kampung telah berpartisipasi dalam

program dan kegiatan yang dibiayai oleh dana Otsus dengan baik, (misalkan

keterlibatan dalam program Respek); (4) Masyarakat Orang Asli Papua berperan

aktif dalam mengawasi dan mengevaluasi program dan kegiatan yang bersumber

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I202

0.5667

0.5333

0.63330.5833

0.7833

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasandan Monitoring

Tindak Lanjut

dari dana Otsus (misalkan dalam pengelolaan dana Respek); (5) Tindak lanjut dari

penyalahgunaan dana Otsus (misalkan Dana Respek) selalu menjadi perhatian

masyarakat Orang Asli Papua di Kampung.

Tabel 5.25Skor Capaian Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Dana Otsus

Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013Fokus Pengelolaan Masyarakat

Perencanaan 0,3962

Penganggaran 0,4154

Pelaksanaan Anggaran 0,5519

Pengawasan& Monitoring 0,4808

Pemeriksanaan Internal

Tindak Lanjut 0,5904

Jumlah Skor 2,4346

Maksimum 5,0000

Pencapaian 0,4869

Prestasi C

5.2.5.2 TRANSPARANSISecara umum tingkat transparansi pengelolaan dana Otsus pada SKPD di

Kabupaten Sarmi dikatakan sangat tidak memuaskan/baik. Data hasil survei

menunjukan Secara umum tingkat transparansi pengelolaan dana orsus pada SKPD

prestasinya sangat tidak memuaskan/baik dengan skor 0,4869. Kondisi yang

mengambarkan sangat tidak memuaskan/baiknya tingkat transparansi pengelolaan

dana Otsus di lembaga pendidikan dan kesehatan adalah (1) Kegiatan-kegiatan

yang dilaksanakan oleh SKPD yang dibiayai dengan dana Otsus tidak secara

terbuka di sampaikan kepada semua pihak; (2) Lebih dari setengah OAP dalam

SKPD ini tidak mengetahui alokasi penggunaan dana Otsus; (3) Daerah ini sudah

menggunakan Layanan Pengadaan Secara Elektornik (LPSE). Kegiatan dari sumber

Otsus sudah dimasukkan dalam LPSE; (4) hasil pengawasan dan monitoring

dibahas dalam rapat oleh pejabat di SKPD ini; (5) Penggunaan dan laporan

pelaksanaan anggaran dana Otsus tidak diketahui oleh pejabat eselon 3 pada

SKPD tersebut; (6) Tindak lanjut temuan BPK diketahui pejabat dalam SKPD ini.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I203

0.1429 0.5714

0.14290.0000

0.14290.1429

0.00000.000.200.400.600.801.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoringPenatausahaan

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

Tabel 5.26Skor Capaian Transparansi SKPD Dalam Pengelolaan Dana Otsus

Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013

Tingkat transparansi pengelolaan dana otsus pada lembaga pendidikan dan

kesehatan secara umum dikatakan pengelolaannya tidak memuaskan. Hasil survei

menunjukan capaian prestasinya adalah E dengan skor 0,1633. Beberapa hal yang

mengambarkan tidak baiknya tingkat transparansi pengelolaan dana otsus adalah

(1) Program dan atau kegiatan pendidikan dasar dan menengah dan puskesmas

dari sumber dana otsus yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan selalu

diinformasikan kepada kepala sekolah, guru dan komite sekolah; (2) Kepala sekolah,

guru dan komite, kepala puskesmas, para medis mengetahui dengan jelas adanya

sumber dana Otsus yang digunakan untuk pembangunan sekolah (jumlah uang, dan

peruntukan); (3) Pembangunan dan renovasi gedung atau ruang sekolah atau

puskesmas yang bersumber pada dana Otsus selalu diinformasikan oleh sekolah

atau puskesmas melalui Papan Proyek, banner, spanduk, atau media lainnya; (4)

tidak adanya mekanisme yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten untuk

memberikan informasi kepada sekolah dan puskesmas terkait dengan transparansi

program dan anggaran pendidikan dari sumber dana Otsus (5) Laporan pertang-

gungjawaban kegiatan yang didanai dari dana Otsus diketahui oleh komite sekolah

atau orang tua siswa; (6) Pihak Rumah Sakit/Puskesmas membuat laporan

pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan yang didanai dari dana Otsus yang

dapat diketahui oleh masyarakat; (7) SOP Pelayanan Pendidikan yang digunakan

Fokus Pengelolaan SKPD

Perencanaan 0,1429

Penganggaran 0,5714

Pelaksanaan Anggaran 0,1429

Pengawasan& Monitoring 0,0000

Penatausahaan 0,1429

Pelaporan dan PI 0,1429

Tindak Lanjut 0,0000

Jumlah Skor 1,1429

Maksimum 7,0000

Pencapaian 0,1633

Prestasi E

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I204

0.00000.0000

0.00000.00000.0000

0.25000.0000

0.000.200.400.600.801.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasandan MonitoringPenatausahaan

Pelaporan danPI

Tindak Lanjut

sekolah, Puskesmas dan tidak selalu dikomunikasikan kepada tenaga guru,

pegawai, para medis dan masyarakat secara terbuka; (8) SOP pelayanan kesehatan

di Rumah Sakit/Puskesmas telah dikomunikasikan dan diketahui secara terbuka oleh

dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya, dan masyarakat; (9) Hasil temuan BPK

atas pelaksanaan anggaran dana Otsus pendidikan tidak selalu diinformasikan oleh

Pemerintah Kabupaten Pemda dan atau DPRD kepada sekolah dan atau komite

sekolah dan puskesmas.

Tabel 5.27Skor Capaian Transparansi Lembaga Pendidikan dan Kesehatan Dalam

Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Sarmi Tahun 2013

Fokus Pengelolaan Lembaga

Perencanaan 0,2955

Penganggaran 0,3409

Pelaksanaan Anggaran 0,2500

Pengawasan & Monitoring 0,1591

Penatausahaan 0,4318

Pelaporan dan PI 0,5349

Tindak Lanjut 0,3256

Jumlah Skor 2,3377

Maksimum 7,0000

Pencapaian 0,3340

Prestasi D

Secara umum tingkat transparansi pengelolaan dana otsus pada masyarakat

secara umum dikatakan cukup baik. Hasil survei menunjukkan, capaian prestasinya

transparansi pengelolaan dana Otsus adalah cukup baik dengan skor 0,46554.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa (1) MUSRENBANG sudah transparan dalam

perencanaan program dan kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus; (2)

MUSRENBANG sudah transparan dalam penganggaran program dan kegiatan yang

diabiayai dari dana Otsus; (3) proyek dari sumber Otsus sudah transparan bagi

pengusaha OAP, saya menilai keuangan RESPEK sudah transparan disampaikan

kepada warga; (4) informasi kegiatan RESPEK sudah disampaikan secara terbuka

kepada warga kampung; (5) tindak lanjut penyalahgunaan dana RESPEK secara

terbuka diinformasikan di tingkat distrik, dan pemda.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I205

0.5667

0.4167

0.51670.5667

0.36670.000.200.400.600.801.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasandan Monitoring

Tindak Lanjut

Tabel 5.28Skor Capaian Transparansi Masyarakat Dalam Pengelolaan Dana Otsus

Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013

Fokus Pengelolaan Masyarakat

Perencanaan 0,4596

Penganggaran 0,4346

Pelaksanaan Anggaran 0,4788

Pengawasan dan Monitoring 0,4788

Pemeriksanaan Internal

Tindak Lanjut 0,4750

Jumlah Skor 2,3269

Maksimum 5,0000

Pencapaian 0,4654

Prestasi C

5.2.5.3 AKUNTABILITASSecara umum akuntabilitas pengelolaan dana otsus pada SKPD di Kabupaten

Sarmi dikatakan sudah baik. Hasil survei menunjukkan, capaian akuntabilitas

pengelolaan dana Otsus adalah 0,7832 dengan prestasi sudah baik. Kondisi ini

mengindikasikan bahwa (1) Penyusunan perencanaan kegiatan-kegiatan Otsus

dibuat dalam sebuah dokumen perencanaan khusus untuk dilaporkan kepada

pemerintah provinsi; (2) Anggaran Kegiatan atau program pembangunan daerah

yang dibiayai dengan dana Otsus dimasukkan kedalam dokumen anggaran; (3)

Pelaksanaan anggaran kegiatan dilaporkan dalam bentuk pertanggungjawaban; (4)

Pengawasan dan Monev Dana Otsus di SKPD dilakukan secara kontinue dalam

pertanggungjawaban kepada publik; (5) SKPD telah membuat laporan

pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus sesuai dengan aturan yang berlaku;

Apakah terdapat penghargaan apabila melaporkan tepat waktu; Apakah terdapat

sanksi apabila terlambat melaporkan; (6) Terdapat aturan/norma tentang jenis,

persentase, program & kegiatan untuk OAP; (7) ekomendasi tersebut ditindaklanjuti

oleh SKPD Anda yang diperiksa antara lain dengan melakukan perbaikan SPI,

tindakan administratif, dan/atau penyetoran kas/penyerahan aset ke

negara/daerah/perusahaan.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I206

1.0000

0.8571

0.6250

0.7500

0.7500

0.8750

0.6250

0.000.200.400.600.801.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasandan

MonitoringPenatausahaa

n

Pelaporandan PI

Tindak Lanjut

Tabel 5.29Skor Capaian Akuntabilitas SKPD Dalam Pengelolaan Dana Otsus

Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013Fokus Pengelolaan SKPD

Perencanaan 1,0000

Penganggaran 0,8571

Pelaksanaan Anggaran 0,6250

Pengawasan& Monitoring 0,7500

Penatausahaan 0,7500

Pelaporan dan PI 0,8750

Tindak Lanjut 0,6250

Jumlah Skor 5,4821

Maksimum 7,0000

Pencapaian 0,7832

Prestasi B

Tingkat akuntabilitas pengelolaan dana Otsus oleh lembaga pendidikan dan

kesehatan dikatakan tidak memuaskan/baik. Data hasil survei menunjukan skor

capaian akuntabilitas pengelolaan dana Otsus oleh lembaga pendidikan dan

kesehatan adalah 0,3744 dengan prestasi tidak memuaskan/baik. Kondisi yang

mengindikasikan penilaian atas skor ini adalah (1) Pelaksanaan kegiatan atau

program pembangunan pendidikan dasar dan kesehatan yang dibiayai dengan dana

otsus tidak sesuai rencana yang ditetapkan sebelumnya; (2) Kepala Sekolah dan

Kepala Puskesmas tidak ikut dilibatkan Dinas Pendidikan, dalam melakukan evaluasi

program atas dana Otsus yang digunakan setiap tahun ajaran; (3) Pihak sekolah dan

puskesmas tidak dilibatkan dalam pembuatan laporan progres pelaksanaan

anggaran; (4) Laporan pengawasan dan monitoring kegiatan sekolah dan

puskesmas yang didanai dari dana Otsus rutin disusun oleh sekolah; (5) Sekolah

dan puskesmas tidak dilibatkan dalam pembuatan pertanggungjawaban kegiatan

yang didanai dari dana Otsus; (6) Terdapat laporan pengawasan internal kegiatan

yang didanai dari dana Otsus; (7) Tidak terdapat laporan tindak lanjut atas temuan

penggunaan dana otsus pada kegiatan.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I207

0.2500

0.3750

0.00000.0000

0.2500

0.2500

0.00000.000.200.400.600.801.00

Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasandan

MonitoringPenatausahaa

n

Pelaporandan PI

Tindak Lanjut

Tabel 5.30Skor Capaian Akuntabilitas Lembaga Pendidikan dan Kesehatan Dalam

Pengelolaan Dana Otsus Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013

Fokus Pengelolaan Lembaga

Perencanaan 0,3256

Penganggaran 0,2955

Pelaksanaan Anggaran 0,2500

Pengawasan& Monitoring 0,4318

Penatausahaan 0,4091

Pelaporan dan PI 0,5000

Tindak Lanjut 0,4091

Jumlah Skor 2,6210

Maksimum 7,0000

Pencapaian 0,3744

Prestasi D

Secara umum akuntabilitas pengelolaan dana Otsus pada masyarakat

dikatakan tidak memuaskan/baik. Data survei menunjukkan, skor capaian

akuntabilitas pengelolaan dana Otsus pada masyarakat adalah 0,3554 dengan

prestasi tidak memuaskan/baik. Beberapa hal yang menyebabkan kurangnya

pengelolaan dana otsus adalah (1) MUSRENBANG telah merencanakan

penggunaan dana Otsus kurang berjalan dengan baik; (2) Warga tidak mengetahui

jumlah dana Otsus yang diturunkan pada setiap Tahun Anggaran APBD; (3)

pengusaha OAP kurang trampil dalam pertanggungjawaban keuangan dari kegiatan

yang dikerjakan, saya menilai kelompok pendamping kampung sudah trampil dalam

pertanggungjawaban keuangan RESPEK; (4) pengawasan dana RESPEK kurang

dilakukan pemda kabupaten, (5) Kurangnya sanksi bagi OAP yang salah

menggunakan dana RESPEK; (5) pelaporan dana RESPEK dibuat tidak tepat waktu;

(6) tindak lanjut penyalahgunaan dana RESPEK belum sesuai aturan.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I208

Tabel 5.31Skor Capaian Akuntabilitas Masyarakat Dalam Pengelolaan Dana Otsus

Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013

Fokus Pengelolaan Masyarakat

Perencanaan 0,4327

Penganggaran 0,2731

Pelaksanaan Anggaran 0,3846

Pengawasan& Monitoring 0,3308

Pemeriksanaan Internal 0,3769

Tindak Lanjut 0,3346

Jumlah Skor 2,1327

Maksimum 6,0000

Pencapaian 0,3554

Prestasi D

5.2.5.4 ISU-ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIIsu-isu strategis pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Sarmi dapat dilihat

aspek partisipasi, transparansi dan akuntabilitas, partisipasi pada tingkat SKPD dan

Masyarakat sudah berjalan cukup baik, tetapi pada lembaga pendidikan dan

kesehatan belum optimal karena disebabkan oleh beberapa hal antara lain:

1. Belum terdapat prosedur pengaduan dan komplen dari masyarakat orang asli

Papua tentang pelayanan SKPD;

2. Lembaga pendidikan dan Kesehatan (sekolah, puskesma/rumah sakit) kurang

dilibatkan dalam tahapan perencanaan pengelolaan dana Otsus;

3. Belum ada pemahaman yang baik tetang kegiatan yang bersumber dari dana

Otsus;

4. Sebagian besar wilayah kabupaten/kota belum melaksanan layanan LPSE;

5. Papan informasi pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus tidak

secara rinci mencatumkan sumber dan jumlah dana Otsus;

6. Lembaga pendidikan dan kesehatan seperti sekolah, puskesma/rumah sakit

kurang memperoleh informasi tentang setiap program dan kegiatan yang dibiayai

dana otsus dan besaran dananya;

0.4333

0.5000

0.45000.2833

0.3500

0.3000

0.000.200.400.600.801.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasandan Monitoring

PemeriksanaanInternal

Tindak Lanjut

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I209

7. SOP pelayanan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai sumber dari dana

Otsus kurang dikomunikasikan secara terbuka kepada tenaga pendidik, tenaga

kependidikan, komite sekolah, perawat, dokter;

8. Temuan BPK atas pengelolaan dana otsus tidak disampaikan kepada pihak

sekolah, rumah sakit, puskesmas;

9. Laporan Pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus tidak tepat waktu;

10. Laporan pertanggungjawaban pengunaan dana Otsus belum sesuai dengan

aturan atau juknis

11. Rekomendasi temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus di beberapa wilayah

kurang ditindaklanjuti;

12. Kurangnya sanksi yang tegas terhadap penyalahgunaan dana Otsus;

13. Kurangnya Monitoring dan evaluasi dana Otsus oleh dinas terhadap sekolah,

puskesmas dan rumah sakit.

Beberapa rekomendasi atau langkah kongkrit yang perlu dilakukan

pemerintah daerah antara lain:

1. Pada Perlu ada prosedur pengaduan dan komplen dari masyarakat orang asli

Papua tentang pelayanan SKPD;

2. Lembaga pendidikan dan kesehatan (sekolah, puskesma/rumah sakit) perlu

dilibatkan dalam tahapan perencanaan pengelolaan dana Otsus dengan cara:

3. Setiap wilayah kabupaten/kota harus melaksanan Layanan LPSE;

4. Papan informasi pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus harus

secara rinci mencatumkan sumber dan jumlah dana Otsus;

5. Lembaga pendidikan dan kesehatan seperti sekolah, puskesma/rumah sakit

harus memperoleh informasi tentang setiap program dan kegiatan yang dibiayai

dana Otsus dan besaran dananya;

6. SOP pelayanan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai sumber dari dana

Otsus harus dikomunikasikan secara terbuka kepada tenaga pendidik, tenaga

kependidikan, komite sekolah, perawat, dokter;

7. Temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus harus di sampaikan kepada pihak

sekolah, rumah sakit, puskesmas;

8. Perlu ada sosialisasi tentang program dan kegiatan yang bersumber dari dana

Otsus kepada masyarakat misalnya program respek dibiayai dari dana Otsus;

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I210

9. Perlu penyampaian melalui media cetak/elektronik/massa kepada masyarakat

tentang program dan kegiatan yang didanai oleh dana Otsus seperti Porgram

Respek;

10. Hasil penggunaan dana Otsus harus di sampaikan kepada masyarakat;

11. Perlu adanya regulasi tentang keterbukaan informasi pengelolaan dana Otsus;

12. Laporan Pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus harus tepat waktu;

13. Laporan pertanggungjawaban pengunaan dana Otsus harus dibuat sesuai

dengan aturan atau juknis;

14. Rekomendasi temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus di beberapa wilayah

kabupaten/kota harus ditindaklanjuti;

15. Harus ada sanksi tegas terhadap penyalahgunaan dana Otsus;

16. Laporan Pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus harus diserahkan tepat

waktu;

17. Laporan pertanggungjawaban pengunaan dana Otsus harus dibuat sesuai

dengan aturan atau juknis;

18. Harus ada sanksi tegas terhadap kepala sekolah, kepala puskesmas dan kepala

rumah sakit atas penyalahgunaan dana Otsus.

5.2.6 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATENTOLIKARA

5.2.6.1 PARTISIPASIMenurut Schumacher (1973), manusia itu mampu untuk membangun diri

mereka sendiri tanpa mengharuskan terlebih dahulu menghilangkan ketimpangan

struktural yang ada dalam masyarakat. Selanjutnya dikatakan bahwa strategi yang

paling tepat untuk menolong orang miskin (underprivileged people) adalah “memberi

kail daripada ikan”, dengan demikian poor people dapat mandiri. Namun demikian,

apabila orang miskin tidak diberikan hak untuk mengail di “sungai”, maka

kehidupannya tidak akan menjadi lebih baik. Ini artinya bahwa untuk tercapainya

keberhasilan pembangunan masyarakat maka segala program perencanaan,

pelaksanaan serta evaluasi pembangunan harus melibatkan masyarakat.

Menurut Conyers (1981) partisipasi masyarakat (society participation) dalam

perencanaan sangatlah penting, hal ini dikarenakan (a) partisipasi masyarakat

merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan

sikap masyarakat setempat; (b) masyarakat akan lebih mempercayai program

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I211

kegiatan pembangunan apabila dilibatkan dalam persiapan dan perencanaannya,

karena masyarakat cenderung lebih mengetahui seluk beluk program dan kegiatan

dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program dan kegiatan tersebut; (c)

mendorong partisipasi umum karena akan timbul anggapan bahwa merupakan suatu

hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan.

Berikut disajikan hasil pengolahan data Satuan Kerja Perangkat Daerah di

Kabupaten Tolikara dari aspek partisipasi dalam pengelolaan dana otonomi khusus.

Tabel 5.32Klasifikasi Skoring

Excellent/Fully Acceptable 80 -100% 0.80 A Sangat MemuaskanVery Good/Substantially Acceptable 60 – 79% 0.60 B MemuaskanGood/Fairly Acceptable 40 – 59% 0.40 C Cukup MemuaskanModerate/Partially Acceptable 20 – 39% 0.20 D Tidak MemuaskanPoor/Not Acceptable 00 – 19% 0.00 E Sangat Tidak Memuaskan

Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel dan Gambar di bawah dapat

dijelaskan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus yang dialokasikan pada Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara dari aspek partisipasi

terhadap perencanaannya (planning) sebesar 0.4444, penganggaran (budgeting)

0.2222, pelaksanaan anggaran (budgeting execution) 0.6667, pengawasan dan

monitoring (controlling and monitoring) 0.8889, pelaporan dan pemeriksaan internal

(reporting and internal auditing) 0.6667 dan tindak lanjut (follow up) 0.5556.

Tabel 5.33Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus SKPD

di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAAN

PARTISIPASIPerencanaan 0.4444Penganggaran 0.2222Pelaksanaan Anggaran 0.6667Pengawasan & Monitoring 0.8889Penatausahaan -Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.6667Tindak Lanjut 0.5556Jumlah Skor 3.4444Maksimum 6.0000Pencapaian 0.5741Predikat C

Sumber: Data Diolah 2013

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I212

Gambar 5.10Participation Web Analyses of Government Institutions

Hal ini dapat dijelaskan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten

Tolikara telah cukup memuaskan (0.4444) melibatkan masyarakat dalam

penyusunan rencana program dan kegiatan melalui penjaringan aspirasi masyarakat

(Jaring ASMARA). Selanjutnya dari aspek tindak lanjut (follow up) dinilai cukup

memuaskan (0.5556) yang artinya bahwa apabila ada penyelewengan penggunaan

dana otonomi khusus hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maka

pimpinan SKPD akan segera menindaklanjutinya. Sementara itu dari aspek

penganggaran dinilai tidak memuaskan (0.2222) karena ada kecenderungan

penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) SKPD hanya disusun oleh pihak-pihak

tertentu dalam instansi tersebut. Sedangkan dari aspek pelaksanaan anggaran,

pelaporan serta pelaksanaan internal masing-masing berpredikat baik dengan skor

0.6667 (Budgeting Execution) dan 0.6667 (Reporting and Internal Auditing). Hal ini

menunjukkan bahwa SKPD terkait telah melibatkan pengusaha orang asli papua

(OAP) dalam proses pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dari dana otonomi

khusus. Hal senada, dalam aspek pelaporan dan pemeriksaan internal telah baik

diselenggarakan oleh aparat pengawas internal (inspektorat). Ditinjau dari aspek

pengawasan dan monitoring dinilai sangat baik (0.8889), ini artinya bahwa instansi

terkait telah melakukan pengawasan dan monitoring meja maupun lapangan secara

berkala terhadap seluruh program dan kegiatan dalam tahun anggaran berjalan.

Selama ini, pengalokasian dana otonomi khusus yang dikelola oleh pemerintah

daerah Kabupaten Tolikara sudah “cukup memuaskan” mendapatkan “predikatnilai C”, dengan besaran pencapaian skor 0.5741 atau 57.41 persen (range 40persen–59 persen).

0.4444

0.2222

0.6667

0.8889

0.6667

0.5556

0.000.200.400.600.801.00

Perencanaan

Penganggaran

Pelaksanaan Anggaran

Pengawasan dan Monitoring

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I213

Sedangkan Keterlibatan lembaga pendidikan (sekolah) dan lembaga

kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus

di Kabupaten Tolikara dapat disajikan pada Tabel hasil pengolahan data dan

Gambar Participation Web Analyses of Education and Health Institutions dari aspek

partisipasi dalam pengelolaan dana otonomi khusus,sebagai berikut:

Tabel 5.34Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus

Lembaga Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAAN

PARTISIPASIPerencanaan 0.3333Penganggaran 0.3333Pelaksanaan Anggaran 0.3333Pengawasan & Monitoring 0.5000Penatausahaan 0.5000Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.1667Tindak Lanjut 0.5000Jumlah Skor 2.6667Maksimum 7.0000Pencapaian 0.3810Predikat DSumber: Data Diolah 2013

Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel di atas dan Gambar di bawah

dapat dijelaskan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus yang dialokasikan pada

Lembaga Pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (Puskesmas dan Rumah

Sakit) di Kabupaten Tolikara dari aspek partisipasi terhadap perencanaannya

(planning) sebesar 0.3333, penganggaran (budgeting) 0.3333, pelaksanaan

anggaran (budgeting execution) 0.3333, pengawasan dan monitoring (controlling and

monitoring) 0.5000, penatausahaan 0.5000, pelaporan dan pemeriksaan internal

(reporting and internal auditing) 0.1667 dan tindak lanjut (follow up) 0.5000.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I214

Gambar 5.11Participation Web Analyses of Education and Health Institutions

Ini artinya bahwa lembaga pendidikan (pihak sekolah) dan lembaga kesehatan

(Puskesmas dan Rumah Sakit) tidak secara langsung dilibatkan dalam penyusunan

rencana program dan kegiatan, pengalokasian dana otonomi khusus tidak

sepenuhnya dikelola oleh lembaga pendidikan dan kesehatan. Namun demikian,

fenomena yang menarik adalah lembaga pendidikan dan kesehatan telah cukup

memuaskan (0.5000) dilibatkan dalam mengawasi dan memonitor penggunaan dana

otonomi khusus yang dikelola di lingkungannya. Selanjutnya, dari aspek

penatausahaan mendapatkan predikat cukup memuaskan (0.5000) karena lembaga

pendidikan dan kesehatan secara langsung melakukan pembukuan administrasi

pengelolaan keuangan atas alokasi dana otonomi khusus yang dikelola oleh

lembaga tersebut. Sedangkan dari aspek tindak lanjut (follow up) dinilai cukup

memuaskan (0.5000) karena apabila ada temuan kasus penyelewengan dana

otonomi khusus maka pihak sekolah dan pihak puskesmas serta rumah sakit

langsung menindaklanjutinya. Hal yang kontradiktif adalah aparat pengawas internal

(inspektorat) tidak melakukan pengawasan dan pembinaan secara baik (0.1667).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa selama ini, pengalokasian

dana otonomi khusus yang dikelola oleh pemerintah daerah Kabupaten Tolikara

“tidak memuaskan” dan mendapatkan ”predikat nilai D”, dengan besaran

pencapaian skor 0.3810 (range 20–39 persen).

Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus di

Kabupaten Tolikara dapat disajikan pada Tabel hasil pengolahan data individu (tokoh

masyarakat, tokoh agama, tokoh adat serta masyarakat) dan Gambar Participation

0.3333

0.3333

0.3333

0.5000

0.1667

0.5000

0.000.200.400.600.801.00

Perencanaan

Penganggaran

Pelaksanaan Anggaran

Pengawasan dan Monitoring

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I215

Web Analyses of Society dari aspek partisipasi dalam pengelolaan dana otonomi

khusus,sebagai berikut:

Tabel 5.35Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Individu

di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAAN

PARTISIPASIPerencanaan 0.0167Penganggaran 0.0000Pelaksanaan Anggaran 0.4667Pengawasan & Monitoring 0.5000Pemeriksaan Internal -Tindak Lanjut 0.4000Jumlah Skor 1.3833Maksimum 5.0000Pencapaian 0.2767Predikat D

Sumber: Data Diolah, 2013

Gambar 5.12Participation Web Analyses of Society

Berdasarkan web analyses di atas dapat dijelaskan bahwa ada fenomena

yang menarik dalam proses perencanaan dan penganggaran dana Otonomi Khusus

di Kabupaten Tolikara yang ditunjukkan oleh perolehan hasil skor masing-masing

sebesar 0,0167 (planning) dan 0,0000 (budgeting). Hal ini mengindikasikan bahwa

selama ini mekanisme perencanaan pembangunan di Kabupaten Tolikara tidak

pernah melibatkan masyarakat dalam musrenbang distrik dan atau kampung untuk

membahas tentang prioritas program dan kegiatan pembangunan serta pengusulan

rencana anggaran sesuai dengan kebutuhan real masyarakat baik di tingkat distrik

0.0167

0.0000

0.46670.5000

0.40000.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00Perencanaan

Penganggaran

Pelaksanaan AnggaranPengawasan dan Monitoring

Tindak Lanjut

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I216

maupun kampung. Ada kecenderungan usulan program dan kegiatan yang diajukan

dalam musrenbang kabupaten merupakan rumusan yang telah disusun oleh kaum

birokrat sendiri sehingga pada saat program dan kegiatan tersebut digulirkan kepada

masyarakat tidak sesuai dengan kondisi spesifik dan kebutuhan real masyarakat

setempat. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Riyadi dan

Bratakusumah (2004) bahwa perencanaan pembangunan tidak mungkin hanya

dilakukan di atas kertas tanpa melihat realitas di lapangan. Data valid di lapangan

sebagai data primer merupakan ornamen-ornamen penting yang harus ada dan

digunakan menjadi bahan dalam kegiatan perencanaan pembangunan.

Hal yang sangat kontradiktif adalah walaupun perencanaan (planning) dan

penganggaran (budgeting) mendapatkan predikat skore poor/not acceptable dengan

range antara 00–19 persen namun pelaksanaan anggaran, pengawasan dan

monitoring (controlling and monitoring) serta tindak lanjut (follow up) berpredikat

cukup memuaskan (good/fairly acceptable), masing-masing skornya sebagai berikut

0,4667 (budgeting execution), 0,5000 (controlling and monitoring) dan 0,4000 (follow

up). Fenomena ini memberikan makna bahwa masyarakat di tingkat distrik maupun

kampung di Kabupaten Tolikara dalam kenyataannya hanya mengetahui bahwa

Respek merupakan program Gubernur sejak Tahun 2007 yang bertujuan untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama kebutuhan infrastruktur dasar

wilayah. Respek lebih popular karena labelisasi yang lebih gencar dibanding

Otonomi Khusus, padahal Respek bersumber dari dana Otonomi Khusus. Sehingga

masyarakat memberikan apresiasi dan pencitraan yang jauh lebih baik untuk

program Respek bila dibandingkan dengan program dan kegiatan lain yang dibiayai

oleh dana Otonomi Khusus. Secara keseluruhan tingkat partisipasi (participation)masyarakat di Kabupaten Tolikara “tidak memuaskan” (moderate/partially

acceptable) dengan perolehan skor pencpaian 0.2767 khususnya dari aspek

pelibatan dalam pengelolaan dana otonomi khusus karena “berpredikat nilai D”dengan range 20–30 persen.

Berikut disajikan Tabel perbandingan aspek partisipasi pengelolaan dana

otonomi khusus dari ketiga stakeholders yakni, Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD), Lembaga Pendidikan dan Lembaga Kesehatan serta Masyarakat sebagai

berikut:

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I217

Tabel 5.36Perbandingan Aspek Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus

Antar Stakeholders di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN SKPD LEMBAGA PENDIDIKAN &

KESEHATANMASYARAKAT

Perencanaan 0.4444 0.3333 0.0167Penganggaran 0.2222 0.3333 0.0000Pelaksanaan Anggaran 0.6667 0.3333 0.4667Pengawasan & Monitoring 0.8889 0.5000 0.5000Penatausahaan 0.5000 -Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.6667 0.1667 -Tindak Lanjut 0.5556 0.5000 0.4000Jumlah Skor 3.4444 2.6667 1.3833Maksimum 6.0000 7.0000 5.0000Pencapaian 0.5741 0.3810 0.2767

Predikat C D DSumber: Data Diolah 2013

Berdasarkan Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa menurut Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) masyarakat di Kabupaten Tolikara telah dilibatkan cukup

memuaskan dan mendapatkan predikat nilai C dengan besaran pencapaiannya

0.5741 (57.41persen). Itu artinya proses penjaringan aspirasi masyarakat melalui

musrenbang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah (SKPD) sehingga

pemerintah mendapatkan informasi yang cukup memuaskan bagi pemilihan dan

penetapan program dan kegiatan strategis yang bersumber dari dana otonomi

khusus sehingga dalam implementasinya benar-benar sesuai dengan kebutuhan

masyarakat setempat atau tepat sasaran bagi orang asli papua (OAP).

Hal ini sangat kontradiktif dengan hasil perolehan skor menurut lembaga

pendidikan (pihak sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, dewan guru dan komite

sekolah) dan lembaga kesehatan (puskesmas dan rumah sakit) serta masyarakat

yang meliputi tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh perempuan dan

masyarakat asli Papua di Kabupaten Tolikara. Dalam kenyataannya, lembaga

pendidikan dan kesehatan serta masyarakat menilai bahwa selama ini pelibatan

dalam pengelolaan dana otonomi khusus tidak berjalan sebagaimana mestinya, hal

ini ditunjukkan dengan predikat nilai D (tidak memuaskan) dengan perolehan skor

masing-masing 0.3810 (38.10 persen) dan 0.2767 (27.67 persen). Hal ini

mengindikasikan bahwa dalam penyusunan program dan kegiatan yang bersumber

dari dana otonomi khusus pemerintah daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara tidak

melibatkan lembaga pendidikan dan kesehatan serta masyarakat sehingga ada ada

program dan kegiatan yang tidak tepat sasaran untuk masyarakat asli Papua.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I218

5.2.6.2 TRANSPARANSITransparansi penyelenggaraan pemerintahan memiliki arti yang sangat

penting di mana masyarakat diberikan kesempatan untuk mengetahui kebijakan

yang akan dan telah diambil oleh pemerintah. Bahkan dengan adanya transparansi

penyelenggaraan pemerintahan tersebut, masyarakat dapat memberikan feedback

atau outcomes terhadap kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah. Ini berarti

bahwa transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat memberikan

makna yang sangat berarti yakni disamping sebagai salah satu wujud pertanggung

jawaban pemerintah kepada rakyat, kecuali itu pula dapat menciptakan

penyelenggaraan pemerintahan yang baik atau good governance dan juga dapat

mengurangi kesempatan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).

Menurut Mardiasmo (2003) mengemukakan bahwa transparansi adalah

keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan keuangan daerah

sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat. Berikut disajikan

Tabel dan Gambar yang merupakan hasil pengolahan data Satuan Kerja Perangkat

Daerah di Kabupaten Tolikara dari aspek transparansi dalam pengelolaan dana

otonomi khusus.

Tabel 5.37Transparansi Pengelolaan Dana Otsus SKPD

di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAAN

TRANSPARANSIPerencanaan 0.4444Penganggaran 0.4444Pelaksanaan Anggaran 0.1111Pengawasan & Monitoring 0.6667Penatausahaan 0.7778Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.7778Tindak Lanjut 0.5556Jumlah Skor 3.7778Maksimum 7.0000Pencapaian 0.5397Predikat C

Sumber: Data Diolah 2013

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I219

Gambar 5.13Transparency Web Analyses of Government Institutions

Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel dan Gambar di atas dapat

dijelaskan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus yang dialokasikan pada Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara dari aspek transparansi

terhadap perencanaannya (planning) sebesar 0.4444, penganggaran (budgeting)

0.4444, pelaksanaan anggaran (budgeting execution) 0.1111, pengawasan dan

monitoring (controlling and monitoring) 0.6667, penatausahaan 0.7778, pelaporan

dan pemeriksaan internal (reporting and internal auditing) 0.7778 serta tindak lanjut

(follow up) 0.5556.

Hal ini dapat dijelaskan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten

Tolikara telah cukup memuaskan (0.4444) menyampaikan secara terbuka mengenai

program dan kegiatan kepada masyarakat. Selanjutnya dari aspek pengganggaran

(budgeting) dinilai cukup memuaskan (0.4444) yang artinya pengalokasian

penggunaan dana otonomi khusus telah diketahui oleh orang asli papua yang

bekerja di SKPD terkait. Sementara itu dari aspek tindak lanjut (follow up) dinilai

cukup memuaskan (0.5556) karena apabila ada temuan penyelewengan dana

otonomi khusus akan ditindaklanjuti oleh pimpinan SKPD terkait. Ditinjau dari aspek

pengawasan dan monitoring, penatausahaan serta pelaporan dan pemeriksaan

internal dinilai baik dengan skor masing-masing 0.6667, 0.7778 dan 0.7778 ini

artinya bahwa instansi terkait telah melakukan pengawasan dan monitoring meja

maupun lapangan secara berkala terhadap seluruh program dan kegiatan dalam

tahun anggaran berjalan dan proses pengajuan permintaan dana, pembukuan dan

pertanggung jawaban penggunaan dana serta pelaporan secara terbuka

0.4444

0.4444

0.1111

0.66670.7778

0.7778

0.5556

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00Perencanaan

Penganggaran

Pelaksanaan Anggaran

Pengawasan danMonitoringPenatausahaan

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I220

disampaikan kepada seluruh pejabat di lingkungan SKPD terkait. Selama ini,

pengalokasian dana otonomi khusus yang dikelola oleh pemerintah daerah

Kabupaten Tolikara sudah “cukup transparan” karena mendapatkan ”predikatnilai C”,dengan besaran pencapaian skor 0.5397 atau 53.97 persen (range 40–59

persen).

Hasil pengolahan data dari aspek transparansi pengelolaan dana Otonomi

Khusus pada lembaga pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (Puskesmas

dan Rumah Sakit) di Kabupaten Tolikara dapat disajikan pada Tabel tranparansi

pengelolaan dana otonomi khusus dan Gambar transparency web analyses of

education and health institutions sebagai berikut:

Tabel 5.38Transparansi Pengelolaan Dana Otsus

Lembaga Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAAN

TRANSPARANSIPerencanaan 0.3333Penganggaran 0.5000Pelaksanaan Anggaran 0.5000Pengawasan & Monitoring 0.0000Penatausahaan 0.6667Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.8333Tindak Lanjut 0.5000Jumlah Skor 3.3333Maksimum 7.0000Pencapaian 0.4762Predikat C

Sumber: Data Diolah 2013

Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel di atas dan Gambar di bawah

dapat dijelaskan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus yang dialokasikan pada

Lembaga Pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (Puskesmas dan Rumah

Sakit) di Kabupaten Tolikara dari aspek transparansi terhadap perencanaannya

(planning) sebesar 0.3333, penganggaran (budgeting) 0.5000, pelaksanaan

anggaran (budgeting execution) 0.5555, pengawasan dan monitoring (controlling and

monitoring) 0.0000, penatausahaan 0.6667, pelaporan dan pemeriksaan internal

(reporting and internal auditing) 0.8333 dan tindak lanjut (follow up) 0.5000.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I221

Gambar 5.14Transparency Web Analyses of Education and Health Institutions

Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan program dan kegiatan pada

tahun berjalan tidak disampaikan secara terbuka kepada lembaga pendidikan (pihak

sekolah), yakni kepala sekolah, dewan guru dan komite sekolah dan lembaga

kesehatan (Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit) sehingga dari aspek perencanaan

perolehan skornya 0.3333 dengan predikat tidak memuaskan. Namun demikian,

fenomena yang menarik adalah dari aspek penganggaran, pelaksanaan anggaran,

tindak lanjut mendapatkan predikat cukup memuaskan dengan perolehan skor

masing-masing 0.5000, 0.5000, dan 0.5000, meskipun dari aspek pengawasan dan

monitoring sangat tidak memuaskan dengan perolehan skor 0.000. Hal ini

menunjukkan bahwa selama ini pengalokasian, pengelolaan, dan pelaksanaan

anggaran otonomi khusus sudah berjalan cukup memuaskan sesuai dengan

mekanisme dan prosedur yang berlaku walaupun belum terbangun sistem informasi

anggaran yang standar untuk masyarakat di Kabupaten Tolikara. Selanjutnya,

apabila ditinjau dari aspek pelaporan dan pertanggungjawaban program dan

kegiatan yang bersumber dari dana otonomi khusus, yakni penatausahaan dinilai

baik (0.6667) karena pihak sekolah dan pihak kesehatan mengetahui penggunaan

dana otonomi khusus. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa selama

ini, pengalokasian dana otonomi khusus yang dikelola oleh pemerintah daerah

Kabupaten Tolikara “cukup memuaskan” diinformasikan kepada lembaga

pendidikan dan kesehatan dan mendapatkan ”predikat nilai C”, dengan besaran

pencapaian skor 0.4762 atau 47.62 persen (range 40–59 persen).

Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel dan Gambar transparency

web analyses of society di bawah ini maka dapat dijelaskan bahwa penyelenggaraan

0.33330.5000

0.50000.0000

0.6667

0.8333

0.5000

0.000.200.400.600.801.00

Perencanaan

Penganggaran

Pelaksanaan Anggaran

Pengawasan danMonitoringPenatausahaan

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I222

pemerintahan di Kabupaten Tolikara belum transparan, artinya bahwa transparansi

belum dibangun atas dasar pijakan kebebasan arus informasi yang memadai. Akses

terhadap arus informasi hanya dimiliki oleh kaum birokrat publik tanpa memberikan

kesempatan kepada seluruh komponen masyarakat dalam pengambilan keputusan.

Dari sisi perencanaan (planning), penganggaran (budgeting) dan pelaksanaan

anggaran (budgeting execution )bila dikaji dari aspek pengelolaan dana Otonomi

Khusus maka besaran skoring masing-masing sebagai berikut 0,000 (planning),

0,0167 (budgeting) dan 0,1833 (budgeting execution) dengan predikat poor/not

acceptable (range 00-19 persen). Menurut Smith (2004), hal ini mengindikasikan

bahwa selama ini proses pembuatan peraturan dan atau kebijakan pemerintah

daerah Kabupaten Tolikara, belum melibatkan partisipasi masyarakat dan

memperhatikan kebutuhan masyarakat (standard procedural requirements), di

samping itu pula, dalam penyusunan perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan

anggaran program dan kegiatan pembangunan belum pernah dilakukan komunikasi

dua arah/dialog antara pemerintah daerah dengan masyarakat (consultation

processes).

Menurut pandangan masyarakat bahwa selama ini monitoring and evaluation

yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Tolikara sudah cukup

memuaskan dengan perolehan skor sebesar 0,4000, meskipun dalam kenyataannya

apabila ada penyimpangan penggunaan dana Otonomi Khusus tidak ditindaklanjuti

secara baik dan terbuka disampaikan kepada masyarakat. Perolehan skoring tindak

lanjut pengelolaan dana Otonomi Khusus sebesar 0,2000 dengan predikat

moderate/partially acceptable.

Tabel 5.39Transparansi Pengelolaan Dana Otsus Individu

di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN

ASPEK PENGELOLAANTRANSPARANSI

Perencanaan 0.0000Penganggaran 0.0167Pelaksanaan Anggaran 0.1833Pengawasan & Monitoring 0.4000Pemeriksaan Internal -Tindak Lanjut 0.2000Jumlah Skor 0.8000Maksimum 5.0000Pencapaian 0.1600Predikat E

Sumber: Data Diolah, 2013

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I223

Gambar 5.15Transparency Web Analyses of Society

Secara keseluruhan tingkat transparansi (transparency) masyarakat di

Kabupaten Tolikara sangat “tidak memuaskan” (poor/not acceptable) dengan

perolehan skor pencapaian 0.1600 atau 16.00 persen khususnya karena

”berpredikat nilai E dengan range 00–19 persen. Hal ini menunjukkan bahwa

selama ini pengelolaan dana otonomi khusus di Kabupaten Tolikara tidak secara

transparan diinformasikan kepada masyarakat.

Berikut disajikan Tabel tentang perbandingan aspek transparansi pengelolaan

dana otonomi khusus dari ketiga stakeholders yakni, Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD), Lembaga Pendidikan dan Lembaga Kesehatan serta Masyarakat sebagai

berikut:

Tabel 5.40Perbandingan Aspek Transparansi Pengelolaan Dana Otsus

Antar Stakeholders di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN SKPD LEMBAGA PENDIDIKAN &

KESEHATAN MASYARAKAT

Perencanaan 0.4444 0.3333 0.0000Penganggaran 0.4444 0.5000 0.0167Pelaksanaan Anggaran 0.1111 0.5000 0.1833Pengawasan & Monitoring 0.6667 0.0000 0.4000Penatausahaan 0.7778 0.6667 -Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.7778 0.8333

-Tindak Lanjut 0.5556 0.5000 0.2000Jumlah Skor 3.7778 3.3333 0.8000Maksimum 7.0000 7.0000 5.0000Pencapaian 0.5397 0.4762 0.1600Predikat C C E

Sumber: Data Diolah 2013

0.0000

0.0167

0.18330.4000

0.2000 0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00Perencanaan

Penganggaran

Pelaksanaan AnggaranPengawasan dan Monitoring

Tindak Lanjut

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I224

Berdasarkan Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa menurut Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara telah cukup transparan dan

mendapatkan “predikat nilai C (cukup memuaskan)”, dengan besaran

pencapaiannya 0.5397 atau 53.97 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa

pemerintah daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara cukup transparan dalam

pengelolaan dana otonomi khusus baik terhadap lembaga pendidikan dan kesehatan

maupun masyarakat yang terdiri dari tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan,

tokoh masyarakat dan masyarakat setempat. Hal ini senada dengan hasil perolehan

skor lembaga pendidikan dan kesehatan, yakni 0.4762 atau 47.62 persen dengan

memperoleh predikat nilai C, yakni cukup memuaskan.Namun demikian, pandangan pihak pemerintah, lembaga pendidikan dan

kesehatan sangat bertolak belakang dengan pendapat para tokoh agama, tokoh

adat, tokoh perempuan, tokoh masyarakat dan masyarakat setempat, yang menilai

bahwa selama ini pengelolaan dana otonomi khusus hanya diketahui oleh aparat

pemerintah, dalam artian bahwa masyarakat tidak pernah mengetahui tentang

perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran yang dijabarkan dalam

bentuk program dan kegiatan pembangunan yang dibiayai oleh dana otonomi

khusus, hal ini ditunjukkan dengan hasil predikat nilai E untuk aspek transparansi

dengan perolehan skor 0.1600 atau 16.00 persen (sangat tidak memuaskan).

5.2.6.3 AKUNTABILITASHughes (1992) menegaskan bahwa organisasi pemerintah dibuat oleh dan

untuk publik, karenanya perlu mempertanggungjawabkannya kepada publik.

Selanjutnya dikemukakan oleh Hatry (1980) apakah dana publik telah digunakan

secara tepat untuk tujuan dimana dana publik tersebut ditetapkan dan tidak

digunakan secara menyimpang. Akuntabilitas merupakan standar eksternal yang

menentukan kebenaran suatu tindakan oleh birokrasi publik (Finner dalam Darwin

(1993).

Berikut disajikan hasil pengolahan data Satuan Kerja Perangkat Daerah pada

Tabel dan Gambar di Kabupaten Tolikara dari aspek akuntabilitas dalam

pengelolaan dana otonomi khusus.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I225

Tabel 5.41Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus SKPD

di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAAN

AKUNTABILITASPerencanaan 0.5556Penganggaran 0.6667Pelaksanaan Anggaran 0.8889Pengawasan & Monitoring 0.8889Penatausahaan 0.6667Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.6667Tindak Lanjut 0.3333Jumlah Skor 4.6667Maksimum 7.0000Pencapaian 0.6667Predikat B

Sumber: Data Diolah 2013

Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel di atas dan Gambar di bawah

dapat dijelaskan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus yang dialokasikan pada

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara dari aspek

akuntabilitas terhadap perencanaannya (planning) sebesar 0.5556, penganggaran

(budgeting) 0.6667, pelaksanaan anggaran (budgeting execution) 0.8889,

pengawasan dan monitoring (controlling and monitoring) 0.6667, pelaporan dan

pemeriksaan internal (reporting and internal auditing) 0.6667 dan tindak lanjut (follow

up) 0.3333.

Gambar 5.16Accountability Web Analyses of Government Institutions

0.55560.6667

0.8889

0.88890.6667

0.6667

0.3333

0.000.200.400.600.801.00

Perencanaan

Penganggaran

Pelaksanaan Anggaran

Pengawasan danMonitoringPenatausahaan

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I226

Hal ini dapat dijelaskan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten

Tolikara telah cukup memuaskan (0.5556) membuat dokumen perencanaan yang

memuat seluruh program dan kegiatan yang dibiayai dengan dana otonomi khusus

dan secara berkala membuat laporan triwulanan kepada Pemerintah Daerah Provinsi

Papua. Sedangkan aspek penganggaran, penatausahaan dan pelaporan

memperoleh predikat baik dengan besaran perolehan skor yang sama yaitu 0.6667.

Hal ini menunjukkan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) telah

mengetahui dan memahami dengan baik alokasi dana otonomi khusus untuk sektor

pendidikan dan kesehatan serta setiap tahun melaksanakan program dan kegiatan

yang dibiayai melalui dana otonomi khusus yang telah tertuang dalam dokumen

perencanaan masing-masing SKPD, salah satu bentuk dokumennya yaitu Rencana

Strategis (RENSTRA SKPD) yang kemudian dijabarkan dalam rencana kerja

tahunan SKPD (RENJA). Selain itu, SKPD telah memuaskan membuat laporan

pertanggungjawaban penggunaan dana otonomi khusus secara berkala kepada

pemerintah daerah Provinsi Papua.

Ditinjau dari aspek pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring yang

dilakukan oleh SKPD sudah dilaksanakan dengan sangat memuaskan yang

ditunjukkan oleh perolehan skor yang sama sebesar 0.8889. Hal ini mengindikasikan

bahwa sesuai amanat Perpres 84 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa

Pemerintah, maka SKPD telah memberikan kepercayaan dan melibatkan pengusaha

orang asli papua (OAP) dalam melaksanakan program dan kegiatan yang dibiayai

dengan dana otonomi khusus dalam rangka percepatan pembangunan Provinsi

Papua dan Papua Barat dan juga telah sangat baik melaksanakan pengawasan dan

monitoring program dan kegiatan yang bersumber dari dana otonomi khusus.

Namun demikian, apabila ditinjau dari aspek tindak lanjut (follow up) dinilai

tidak memuaskan (0.3333) yang artinya bahwa apabila ada penyelewengan

penggunaan dana otonomi khusus yang dilakukan oleh pejabat pelaksana anggaran

tidak dikenakan sanksi (punishment) dan tidak ditindaklanjuti secara baik oleh

pimpinan SKPD. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa selama ini,

Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Tolikara telah mempertanggung

jawabkan penggunaan dana otonomi khusus secara “memuaskan” dan

mendapatkan ”predikat nilai B” dengan besaran pencapaian skor 0.6667 atau66.67 persen (range 60-79 persen).

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I227

Hasil pengolahan data dari aspek akuntabilitas pengelolaan dana Otonomi

Khusus pada lembaga pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (Puskesmas

dan Rumah Sakit) di Kabupaten Tolikara dapat disajikan pada Tabel akuntabilitas

pengelolaan dana otonomi khusus dan Gambar accountability web analyses of

education and health institutions. Hal ini menunjukkan bahwapengelolaan dana

otonomi khusus yang dialokasikan pada lembaga pendidikan (sekolah) dan lembaga

kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) di Kabupaten Tolikara dari aspek

akuntabilitas terhadap perencanaannya (planning) sebesar 0.000 penganggaran

(budgeting) 0.3333, pelaksanaan anggaran (budgeting execution) 0.3333,

pengawasan dan monitoring (controlling and monitoring) 0.5000, penatausahaan

0.3333, pelaporan dan pemeriksaan internal (reporting and internal auditing) 0.6667

dan tindak lanjut (follow up) 0.6667.

Tabel 5.42Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus

Lembaga Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAAN

AKUNTABILITASPerencanaan 0.0000Penganggaran 0.3333Pelaksanaan Anggaran 0.3333Pengawasan & Monitoring 0.5000Penatausahaan 0.3333Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.6667Tindak Lanjut 0.6667Jumlah Skor 3.3333Maksimum 7.0000Pencapaian 0.4048Prestasi C

Sumber: Data Diolah 2013

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I228

Gambar 5.17Accountability Web Analyses of Education and Health Institutions

Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa perencanaan program dan kegiatan pada

tahun berjalan tidak dirumuskan dan dituangkan secara baik dalam usulan rencana

definitif SKPDdan dalam dokumen perencanaan lainnya seperti rencana strategis

SKPD sehingga dari aspek perencanaan perolehan skornya 0.000 dengan predikat

sangat tidak memuaskan sehingga berimbas kepada sisi penganggaran,

pelaksanaan anggaran dan penatausahaan yang dinilai tidak memuaskan dengan

besaran perolehan skor yang sama yakni 0.3333. Hal ini menunjukkan bahwa

lembaga pendidikan dan lembaga kesehatan tidak mengetahui besaran alokasi dana

otonomi khusus dan juga tidak dilibatkan secara penuh dalam proses pengelolaan

dana otonomi khusus. Sementara dari aspek pengawasan dan monitoring dinilai

cukup memuaskan (0.5000), yang dapat diartikan bahwa program dan kegiatan yang

merupakan urusan bidang pendidikan dan kesehatan sudah cukup memuaskan

diawasi, dimonitor dan dievaluasi secara kontinyu pada tahun anggaran berjalan.

Sedangkan aspek pelaporan dan pemeriksaan internal serta tindak lanjut

mendapatkan predikat baik dengan perolehan skor yang sama yakni sebesar 0.6667.

Hal ini menunjukkan bahwa aparat pengawas internal dalam hal ini Inspektorat

secara berkala melakukan pengawasan internal terhadap laporan penggunaan dana

otonomi khusus. Dan apabila ada temuan penyimpangan dalam penggunaan dana

tersebut maka akan tindak lanjuti ke ranah hukum.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa selama ini,

pengalokasian dana otonomi khusus yang dikelola oleh pemerintah daerah

Kabupaten Tolikara “cukup memuaskan” dipertanggung jawabkan mendapatkan

0.00000.3333

0.3333

0.50000.3333

0.6667

0.6667

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00Perencanaan

Penganggaran

Pelaksanaan Anggaran

Pengawasan danMonitoringPenatausahaan

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I229

”predikat nilai C”, dengan besaran pencapaian skor 0.4048 atau 40.48 persen(range 40–59 persen).

Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel dan Gambar dibawah ini

dapat dijelaskan bahwa penganggaran dengan skor 0,0000 (budgeting) dan

pelaksanaan anggarannya dengan skor 0,0167 berada diantara range 00–19 persen

dan atau berpredikat poor/not acceptable, yang artinya bahwa selama ini masyarakat

asli Papua di Kabupaten Tolikara tidak pernah mengetahui besaran peruntukkan

dana Otonomi Khusus yang digulirkan kepada masyarakat dan bentuk pertanggung

jawaban penggunaan dana Otonomi Khusus. Sedangkan perencanaan, pengawasan

dan evaluasi, serta pemeriksaan internal masing-masing skornya 0,2500, 0,2500,

dan 0,2667 berpredikat moderate/partially acceptable. Ini menunjukkan bahwa

pemerintah daerah Kabupaten Tolikara belum melakukan pengawasan dana

Otonomi Khusus secara optimal dan belum secara berkala membuat laporan

penggunaan dana Otonomi Khusus. Namun demikian apabila terjadi penyimpangan

dalam penggunaan dana Otonomi Khusus sudah ada tindakan nyata lebih lanjut

yang cukup memuaskan dari pemerintah daerah sesuai dengan ranah hukum yang

berlaku (0,4333).

Tabel 5.43Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Individu

di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAAN

AKUNTABILITASPerencanaan 0,2667Penganggaran 0,0000Pelaksanaan Anggaran 0,0167Pengawasan & Monitoring 0,2500Pemeriksaan Internal 0,2500Tindak Lanjut 0,4333Jumlah Skor 1,2167Maksimum 6,0000Pencapaian 0,2028Predikat D

Sumber: Data Diolah, 2013

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I230

Gambar 5.18Accountability Web Analyses of Personal

Secara keseluruhan tingkat akuntabilitas (accountability) di Kabupaten

Tolikara tidak memuaskan (moderate/partially acceptable) dengan perolehan skor

pencapaian 0.2028 (20.28 persen) karena berpredikat D dengan range 20–39

persen. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini pengelolaan dana otonomi khusus di

Kabupaten Tolikara tidak secara baik dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.

Berikut disajikan Tabel tentang perbandingan aspek akuntabilitas pengelolaan

dana otonomi khusus dari ketiga stakeholders yakni, Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD), Lembaga Pendidikan dan Lembaga Kesehatan serta Masyarakat sebagai

berikut:

Tabel 5.44Perbandingan Aspek Akuntabilitas

Pengelolaan Dana Otsus Antar Stakeholders di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN SKPD LEMBAGA PENDIDIKAN

& KESEHATANMASYARAKAT

Perencanaan 0.5556 0.0000 0.2667Penganggaran 0.6667 0.3333 0.0000Pelaksanaan Anggaran 0.8889 0.3333 0.0167Pengawasan & Monitoring 0.8889 0.5000 0.2500Penatausahaan 0.6667 0.3333 -Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.6667 0.6667 -Tindak Lanjut 0.3333 0.6667 0.4000Jumlah Skor 4.6667 2.8333 1.3833Maksimum 7.0000 7.0000 5.0000Pencapaian 0.6667 0.4048 0.2767Predikat B C D

Sumber: Data Diolah 2013

0.2667

0.0000

0.0167

0.2500

0.2500

0.4333

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00Perencanaan

Penganggaran

Pelaksanaan Anggaran

Pengawasan dan Monitoring

Pemeriksanaan Internal

Tindak Lanjut

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I231

Berdasarkan Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa menurut Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara bahwa pemerintah daerah

setempat accountable dengan ”predikat nilai B” (memuaskan) dengan besaran

pencapaiannya 0.6667 (66.67 persen). Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah

daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara secara bertanggung jawab mengelola dana

otonomi khusus baik dari aspek pengelolaan keuangan, dokumen administrasi dan

bukti-bukti fisik di lapangan. Sedangkan menurut penilaian lembaga pendidikan dan

kesehatan bahwa selama ini pemerintah daerah (SKPD) terkait cukup bertanggung

jawab dalam pengelolaan dana otonomi khususnya, dengan mendapatkan ”predikatnilai “C” (cukup memuaskan) dan perolehan skornya sebesar 0.4048 (40.48persen).

Sebaliknya pandangan pihak pemerintah, lembaga pendidikan dan kesehatan

sangat bertolak belakang dengan pendapat para tokoh agama, tokoh adat, tokoh

perempuan, tokoh masyarakat dan masyarakat setempat, yang menilai bahwa

selama ini pengelolaan dana otonomi khusus tidak dilakukan secara bertanggung

jawab oleh aparat pemerintah di Kabupaten Tolikara. Hal ini ditunjukkan dengan

”predikat nilai D” (tidak memuaskan) dan perolehan skornya sebesar 0.2028

(20.28 persen). Hal ini mengindikasikan bahwa selama ini pengelolaan dana otonomi

khusus di Kabupaten Tolikara tidak dilaksanakan secara bertanggung jawab

sehingga belum menyentuh seluruh aspek kehidupan masyarakat asli Papua.

5.2.6.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIBerdasarkan uraian dan analisis di atas, maka dapat dirumuskan beberapa isu

strategis perlu dikaji dan dibahas dalam studi berikut ataupun menjadi masukan bagi

Pemerintah Kabupaten Tolikara yaitu:

1. Peningkatan alokasi dana Otsus setiap tahun tidak berbanding lurus dengan

peningkatan kesejahteraan rakyat orang asli Papua;

2. Pembagian prosentase alokasi dana per bidang prioritas tidak sesuai dengan

ketentuan Otsus;

3. Prosentase alokasi dana di bidang ekonomi kerakyatan sangat kecil, sehingga

belum mampu menggerakkan roda ekonomi rakyat orang asli Papua;

4. Lembaga pendidikan dan kesehatan belum dilibatkan secara penuh dalam

pengelolaan dana otonomi khusus karena program dan kegiatan yang

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I232

bersumber dari dana otonomi khusus di handle secara langsung oleh Dinas

Pendidikan dan Dinas Kesehatan;

5. Masyarakat yang berdomisili di pinggiran kota dan bahkan pedalaman tidak

mengetahui tentang dana otonomi khusus yang diperuntukkan bagi masyarakat

asli Papua (indigenous peoples);

6. Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan penganggaran dana

Otsus sesuai mekanisme yang berlaku;

7. Masyarakat Tolikara lebih banyak mengetahui dan terlibat dalam program

Respek daripada mengetahui dan terlibat dalam program OTSUS secara

keseluruhan.

Beberapa rekomendasi kebijakan dan program pada masa yang akan datang

adalah:

1. Pemerintah Daerah perlu konsisten dengan aturan dalam kebijakan menentukan

besaran persentasi alokasi dana otsus per bidang dan program;

2. Kebijakan program sebaiknya lebih didorong untuk peningkatan ekonomi rakyat

orang asli Papua agar rakyat orang Papua mampu keluar dari lingkaran

kemiskinan dan ketergantungan hidup bagi rakyat di Kabupaten Tolikara;

3. Pemberdayaan Orang Asli Papua (OAP) harus tetap menjaga dan memelihara

tradisi dan budaya serta kelangsungan hidup masyarakat asli Papua (indigenous

peoples);

5.2.7 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATENKEPULAUAN YAPEN

5.2.7.1 PARTISIPASIUntuk tahapan Partisipasi secara umum baik untuk SKPD, Lembaga

Pendidikan dan Kesehatan serta Individu dapat disampaikan berdasarkan hasil

survey dan kumpulan data yang telah diolah, maka untuk SKPD capaian yang

diperoleh adalah 0,8889 kemudian untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan

sebesar 0,3952 dan untuk Individu memperoleh nilai sebesar 0,3920. Untuk setiap

kelompok dapat dilihat untuk masing-masing aspek pengelolaan dana Otsus di

bawah ini.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I233

Tabel 5.45Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Kep. Yapen

Fokus Pengelolaan SKPD Lembaga Pendidikan& Kesehatan

Individu

Perencanaan 0,8333 0,3333 0,4746Penganggaran 0,8333 0,6000 0,3500Pelaksanaan Anggaran 1,0000 0,3333 0,3729Pengawasan dan Monitoring 0,8333 0,5000 0,2373Penatausahaan 0,5000Pelaporan dan PI 0,8333 0,1667 0,5254Tindak Lanjut 1,0000 0,3333 0,4746Pencapaian 0,8889 0,3952 0,3920Prestasi A D D

Untuk partisipasi di SKPD secara keseluruhan dari berbagai aspek yang ada

mulai dari perencanaan sampai dengan tindak lanjut seperti tercantum dalam tabel di

atas maka dapat dikatakan bahwa capaian tertinggi dengan nilai total 1,0000 ada

pada dua aspek yaitu Pelaksanaan anggaran dan Tindak lanjut. Sedangkan untuk

hal yang lainnya memiliki nilai yang sangat baik capaiannya yaitu di atas 0,8000

tanpa adanya nilai pada tahapan Penatausahaan yang hanya terdapat di Lembaga

Pendidikan dan Kesehatan sehingga capaian yang dimiliki untuk SKPD adalah

0,8889 dengan prestasi A. Hal ini juga merupakan gambaran kondisi SKPD yang

selama ini mengelola dana Otsus yang telah berupaya untuk melaksanakan setiap

tahapan dengan maksimal, namun tidak menutup kemungkinan bahwa hal tersebut

juga mengalami kendala yang menjadi tantangan bagi pimpinan SKPD yang baru

saja dilantik dalam melanjutkan setiap tahapan yang ada pada tahun-tahun

selanjutnya.

Untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan apabila kita melihat aspek yang

dinilai maka dapat ditemukan bahwa tingkatan partisipasi baik dalam tahapan

perencanaan sampai dengan tindak lanjut memiliki rata-rata yang sangat tidak baik

dimana hanya ada tiga tahapan yang tingkat partisipasinya dinilai cukup baik yaitu

Penganggaran, Pengawasan dan monitoring, dan Penatausahaan. Sedangkan

aspek lain yang menjadikan aspek partisipasi menjadi rendah yaitu Perencanaan,

Pelaksanaan anggaran, Pelaporan dan PI, dan Tindak lanjut. Hal ini disebabkan oleh

banyaknya tahapan yang tidak diikuti oleh Lembaga Pendidikan dan Kesehatan yang

terkait dengan pengelolaan dana Otsus sehingga untuk aspek partisipasi menjadi

rendah dalam capaian maupun prestasinya yaitu hanya mendapatkan nilai 0,3952

atau dengan prestasi D.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I234

Kelompok yang diharapkan mampu memberikan respon terhadap baik

buruknya pengelolaan dana Otsus adalah Individu yang terdiri dari Masyarakat

Orang Asli Papua yang tidak bekerja sebagai PNS. Dari berbagai tahapan mulai dari

Perencanaan sampai dengan Tindak lanjut yang terlihat pada tabel di atas maka

dapat dilihat aspek Partisipasi yang ada hanya satu tahapan yaitu Pelaporan dan PI

yang mendapat nilai 0,5254. Selain dari tahapan tersebut nilai yang dicapai untuk

tahapan dalam pengelolaan dana Otsus adalah Tidak Memuaskan dan

menyebabkan aspek Partisipasi untuk Individu atau masyarakat yang ada di

Kabupaten Kepulauan Yapen menjadi rendah dengan capaian sebesar 0,3920 atau

dengan Prestasi D.

Dari ketiga kelompok responden yang memberikan respon terhadap aspek

Partisipasi dalam pengelolaan dana Otsus dimana terdapat beberapa hal menonjol

yang membedakan tingkat Partisipasi di antara ketiga kelompok tersebut. Untuk

tingkat partisipasi yang memiliki capaian sangat baik atau dalam rata-rata yang

dikategorikan cukup adalah SKPD yang mana mendapatkan capaian prestasi B

dengan skor 0,7833. Hal ini terjadi berdasarkan data yang diperoleh dari responden

dimana tingkat partisipasi dalam berbagai cakupan pengelolaan dana Otsus yang

ada pada SKPD dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini tidak sejalan dengan Aspek

Partisipasi yang ada pada Lembaga Pendidikan dan Kesehatan maupun Individu

atau Masyarakat sebagai penerima manfaat langsung atas setiap anggaran yang

dikelola, dimana tahapan yang masih sangat jauh dari jangkauan mereka seperti

keikutsertaan dalam perencanaan mulai dari tingkatan yang terendah sampai

dengan mengawasi berbagai program kegiatan yang didanai dengan dana Otsus.

Hal ini menyebabkan rendahnya capaian yang diperoleh seperti tampak pada

gambar berikut.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I235

Gambar 5.19Aspek Partisipasi Dalam Pengelolaan Dana Otsus

di Kabupaten Kepulauan Yapen

5.2.7.2 TRANSPARANSIUntuk tahapan Transparansi secara umum baik untuk SKPD, Lembaga

Pendidikan dan Kesehatan serta Individu dapat disampaikan berdasarkan hasil

survey dan kumpulan data yang telah diolah, maka untuk SKPD capaian yang

diperoleh adalah 0,6429 kemudian untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan

sebesar 0,1905 dan untuk Individu memperoleh nilai sebesar 0,2772. Untuk setiap

kelompok dapat dilihat untuk masing-masing aspek pengelolaan dana Otsus di

bawah ini.

Tabel 5.46Aspek Transparansi Dalam Pengelolaan Dana Otsus

di Kabupaten Kepulauan YapenFokus Pengelolaan SKPD Lembaga Pendidikan

& KesehatanIndividu

Perencanaan 0,5000 0,1667 0,3559Penganggaran 0,6667 0,1667 0,2167Pelaksanaan Anggaran 0,0000 0,0000 0,2203Pengawasan dan Monitoring 0,6667 0,0000 0,2881Penatausahaan 0,8333 0,1667Pelaporan dan PI 0,8333 0,5000 0,3051Tindak Lanjut 1,0000 0,3333 0,3559Pencapaian 0,6429 0,1905 0,2772Prestasi B E D

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I236

Untuk Transparansi di SKPD dari berbagai tahapan yang Tindak lanjut yang

mendapatkan nilai sangat baik dengan total 1,0000 namun pada tahapan penting

lainnya seperti yang tampak yaitu Pengangggaran tidak mendapatkan nilai sama

sekali sehingga memperoleh nilai 0. Untuk tahapan yang lain nilainya rata-rata

mencapai Baik. Pada penganggaran yang menyebabkan aspek Transparansi

menjadi nol atau tidak ada sama sekali karena pada SKPD khususnya yang

mengelola uang dengan persentase yang besar belum semua mendapatkan

informasi tentang alokasi penggunaaan dana Otsus. Hal ini tidak kemudian

menurunkan nilai capaian untuk SKPD maka diperoleh nilai 0,6429 dengan prestasi

B.

Untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan apabila kita melihat aspek yang

dinilai maka dapat ditemukan bahwa aspek Transparansi pada tahapan Pelaksanaan

anggaran dan tahapan Pengawasan dan monitoring dapat dilihat capaiannya yang

tidak seperti diharapkandimana capaiannya sampai pada nilai terendah yaitu 0,0000.

Hal ini dikarenakan berbagai kegiatan yang menggunakan atau bersumber dari dana

Otsus belum disampaikan secara terbuka bagi umumnya masyarakat dan khususnya

pengelola kepada para anggota di berbagai tingkatan pelayanan. Dari semua

tahapan hanya Pelaporan dan PI yang mencapai nilai 0,5000 sehingga untuk aspek

transparansi capaian maupun prestasinya yaitu Sangat tidak baik dengan

mendapatkan nilai 0,1905 atau dengan prestasi E.

Kelompok Individu yang merupakan Masyarakat Orang Asli Papua di dalam

memberikan respon terhadap aspek Transparansi adalah menjadi Tidak baik karena

dapat dilihat dari semua tahapan yang ada kecuali tahapan Penatausahaan yang

tidak dilakukan dalam kelompok ini rata-rata kecil karena dari seluruh tahapan yang

ada aspek transparansi yang diharapkan mampu membuka pemahaman masyarakat

dalam alokasi dana Otsus dan program kegiatan yang menggunakan dana Otsus

menjadi cukup sulit diakses sampai dengan dimonitoring dan tidak ada wadah yang

komunikatif dalam menyampaikan berbagai masukan dalam hal penggunaan dana

Otsus yang ada sehingga dari berbagai tahapan mulai dari Perencanaan sampai

dengan Tindak lanjut yang terlihat pada tabel di atas maka dapat dilihat aspek

Transparansi untuk Individu atau masyarakat yang ada di Kabupaten Kepulauan

Yapen menjadi Tidak baik dengan capaian sebesar 0,2772 atau dengan Prestasi D.

Dari ketiga kelompok responden yang memberikan respon terhadap aspek

Transparansi dalam pengelolaan dana Otsus hanya kelompok SKPD yang memiliki

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I237

capaian yang masuk pada kategori yang baik, sedangkan kedua kelompok lainnya

yaitu Lembaga Pendidikan dan Kesehatan sama-sama meniliki capaian yang tidak

dapat dikategorikan baik dalam aspek ini, sehingga menjadi pekerjaan tambahan

bagi semua pihak untuk terus berbenah diri dengan kondisi yang ada sehingga

semua kelompok bisa sejalan dalam merencanakan sampai menindaklanjuti

pengelolaan dana Otsus dan yang terpenting berujung pada kesejahteraan

masyarakat atau Orang Asli Papua yang mana menjadi amanat dalam Undang-

Undang No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Hal ini

jelas terlihat pada gambar jaring laba-laba berikut.

Gambar 5.20Aspek Transparansi Dalam Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Kep. Yapen

5.2.7.3 AKUNTABILITASUntuk Aspek Akuntabiitas secara umum baik untuk SKPD, Lembaga

Pendidikan dan Kesehatan serta Individu dapat disampaikan berdasarkan hasil

survei dan kumpulan data yang telah diolah, maka untuk SKPD capaian yang

diperoleh adalah 0,8333 kemudian untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan

sebesar 0,3095 dan untuk Individu memperoleh nilai sebesar 0,2141. Untuk setiap

kelompok dapat dilihat untuk masing-masing aspek pengelolaan dana Otsus di

bawah ini.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I238

Tabel 5.47Aspek Akuntabilitas Dalam Pengelolaan Dana Otsus

di Kabupaten Kepulauan Yapen

Untuk aspek Akuntabilitas di SKPD secara keseluruhan dari berbagai aspek

yang ada mulai dari perencanaan sampai dengan tindak lanjut seperti tercantum

dalam tabel di atas maka dapat dikatakan bahwa capaian tertinggi dengan nilai total

1,0000 ada pada tiga tahapan yaitu Penganggaran, Pelaksanaan anggaran,

Pelaporan dan PI. Sedangkan untuk hal yang lainnya memiliki nilai yang sangat baik

capaiannya yaitu di atas 0,8000 untuk dua tahapan dan yang terendah adalah

tahapan Penatausahaan yaitu sebesar 0,5000. Sehingga dengan capaian yang rata-

rata baik membuat nilai yang diperoleh SKPD adalah 0,8333 dengan prestasi A. Hal

ini juga merupakan gambaran kondisi SKPD yang selama ini mengelola dana Otsus

yang telah dipercayakan dengan memperhatikan apa yang diamanatkan dalam

Undang-Undang tentang Otsus namun tentunya terlepas dari itu persoalan yang

terjadi di lapangan yang menjadi temuan terus diperbaiki dalam meningkatkan

kinerja dari setiap SKPD dimana dana tersebut dipercayakan untuk dikelola.

Untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan apabila kita melihat aspek

Akuntabilitas yang termasuk di dalamnya tahapan-tahapan dari Perencanaan sampai

dengan Tindak lanjut, hanya tahapan Pelaporan dan PI yang mencapai prestasi C

dengan nilai 0,6667 sehingga rata-rata dari capaian hanya 0,3000 dan satu tahapan

yang bernilai 0 maka aspek Akuntabilitas di Lembaga Pendidikan dan Kesehatan

menjadi rendah dalam capaian maupun prestasinya yaitu hanya mendapatkan nilai

0,3095 atau dengan prestasi D. Apabila kita lihat rendahnya aspek ini bagi kelompok

Lembaga Pendidikan dan Kesehatan adalah karena dalam tahapan-tahapan awal

lembaga ini.

Fokus Pengelolaan SKPD Lembaga Pendidikan& Kesehatan

Individu

Perencanaan 0,8333 0,3333 0,1695Penganggaran 1,0000 0,0000 0,2000Pelaksanaan Anggaran 1,0000 0,1667 0,2881Pengawasan dan Monitoring 0,6667 0,3333 0,2034Penatausahaan 0,5000 0,3333Pelaporan dan PI 1,0000 0,6667 0,2373Tindak Lanjut 0,8333 0,3333 0,1864Pencapaian 0,8333 0,3095 0,2141Prestasi A D D

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I239

Pada Individu aspek Akuntabilitas sangat kecil dengan rata-rata capaian yang

sama sehingga apabila diperhatikan pada gambar jaring mengerucut ke titik nol

karena capaian yang sangat kecil. Rendahnya capaian aspek Akuntablitas di

kelompok individu atau masyarakat disebabkan oleh tingkat pemahaman yang masih

belum dilibatkan secara maksimal dalam semua tahapan yang ada sehingga capaian

yang diperoleh adalah sebesar 0,2141 atau dikatakan Tidak memuaskan atau

dengan Prestasi D.

Dari ketiga kelompok responden yang memberikan respon terhadap aspek

Akuntabilitas dengan baik dalam pengelolaan dana Otsus hanyalah kelompok SKPD

yang mana rata-rata penilaian berdasarkan data yang ada semua menunjukkan hasil

yang baik, sehingga apabila dibandingkan dengan kedua kelompok lain yaitu

Lembaga Pendidikan dan Kesehatan dan Individu akan terlihat dalam jaring laba-

laba banyak hal yang menjadi bahan perbaikan bagi SKPD untuk lebih terus

memberikan ruang kepada kelompok lain untuk dana turut serta aktif dalam

mengawal pengelolaan dana Otsus sehingga hasil yang akan datang akan jauh lebih

merata untuk semua pihak, untuk ketiga gambar berdasarkan data yang ada di

lapangan tampak pada gambar berikut.

Gambar 5.21Aspek Akuntabilitas Dalam Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Kep. Yapen

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I240

5.2.7.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIDengan berbagai keadaan dan kondisi yang ada terdapat beberapa isu

strategis seperti terangkum dari berbagai sumber sebagai berikut:

1. Otsus sangat berharga dan menjadi suatu harapan banyak Orang Asli Papua

namun dana tersebut oleh masyarakat dirasakan tidak menyentuh sampai

kepada masyarakat pada tingkatan yang terbawah.

2. Otsus dalam dokumen penganggaran terkadang tidak masuk kepada SKPD

yang menyangkut pelayanan yang membawa manfaat langsung kepada

masyarakat atau yang bersentuhan langsung kepada masyarakat.

3. Masyarakat banyak yang menyampaikan melalui berbagai sumber bahwa tidak

pernah menikmati dana Otsus meskipun hal tersebut dijawab oleh SKPD dalam

bentuk berbagai kegiatan yang berupa penyediaan sarana dan prasarana publik.

4. Pembagian porsi dana yang 60persen kepada daerah dirasakan masih tidak

mencukupi mengingat kemudian dibagi kepada 29 kabupaten dan 1 kota

sehingga mengurusi masyarakat yang merupakan urusan pemerintah kabupten

dan kota hal ini menjadi sulit karena banyak hal yang akhirnya tidak mampu

tercover kebutuhannya sehingga masyarakat sering melampiaskan dalam demo

yang menolak Otsus itu sendiri.

Berikut beberapa Rekomendasi yang perlu untuk diperhatikan oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen, antara lain:

1. Perlu dibuatkan suatu perencanaan yang mampu mengakomodir kepentingan

masyarakat tanpa melupakan prioritas pelaksanaan yang dikondisikan sesuai

dengan keuangan daerah. Dokumen tersebut harus memiliki dasar yang tepat

sehingga dikemudian hari tidak terjadi kesalahan dalam melakukan

perencanaan. Perbaikan dalam penyusunan berbagai dokumen perencanaan

sampai dengan APBD disahkan.

2. Untuk program dan kegiatan agar disesuaikan dengan kebutuhan daerah di

masing-masing kabupaten. Akan sangat tepat menghindari kebijakan yang

dibuat generalisasi antar kabupaten satu dengan kabupaten yang lain mengingat

kondisi geografis dan tingkat kebutuhan prioritas yang berbeda sehingga

penganggaran yang dibuat akan lebih tepat sasaran.

3. Masyarakat yang dilibatkan dalam kegiatan yang menggunakan alokasi

anggaran dana otsus adalah Orang Asli Papua tentunya dengan mengacu pada

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I241

amanat Undang-Undang Otsus namun disesuaikan dengan peraturan yang

berlaku.

4. Kondisi masing-masing SKPD seperti di SKPD Pendidikan alokasi dana

diharapkan untuk bisa memecahkan masalah mendasar yang dialami oleh para

tenaga pendidik seperti sertifikasi. Karena hal ini juga yang sering menjadi

masalah para guru yang belum disertifikasi yang berdampak pada kegiatan

belajar mengajar bagi siswa sekolah.

5.2.8 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATEN KEEROM5.2.8.1 PARTISIPASI

Partisipasi dalam pengelolaan dana otsus meliputi tahapan perencanaan,

penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penata-

usahaan, pelaporan dan pengendalian internal serta tindak lanjut. Skor pengolahan

data aspek partisipasi menurut penilaian SKPD sebesar 0,6667 atau 66,67 persen,

lembaga pendidikan dan kesehatan memberikan penilaian sebesar 0,3929 atau

39,29 persen sedangkan individu atau masyarakat memberikan penilaian terhadap

aspek partisipasi sebesar 33,33 persen.

Tabel 5.48Skor Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otonomi Khusus

Kabupaten KeeromFokus Pengelolaan Partisipasi

SKPD LPK IndividuPerencanaan 0,6667 0,2500 0,3667Penganggaran 0,3333 1,0000 0,3500Pelaksanaan Anggaran 0,8333 0,2500 0,3167Pengawasan dan Monitoring 0,8333 0,2500 0,2667Penatausahaan 0,7500Pelaporan dan PI 0,8333 0,2000Tindak Lanjut 0,5000 0,0000 0,3667Pencapaian 0,6667 0,3929 0,3333Prestasi B D D

Sumber: Hasil Survei (diolah), 2013

Berdasarkan tahapan pengelolaan dana otsus pihak SKPD memberikan

penilaian tertinggi pada tahapan pelaksanaan anggaran, pengawasan dan

monitoring serta pelaporan dan pengendalian internal dengan skor sebesar 83,33

persen (kategori sangat memuaskan) untuk masing-masing tahapan tersebut.

Indikasi dari penilaian tersebut adalah SKPD telah melaksanakan tupoksinya

padatahapan pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring serta pelaporan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I242

dan pengendalian internal secara baik dan melibatkan semua pihak yang

berkompeten dalam tahapan-tahapan tersebut.

Skor nilai terendah aspek partispasi oleh SKPD diberikan pada tahapan

penganggaran sebesar 33,33 persen dengan kategori tidak memuaskan. Sejak

dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Keerom Program BK3 (Bantuan Keuangan

Kepada Kampung) diberikan wewenang untuk mengalokasi dana otsus untuk

beberapa kegiatan atau program, kondisi ini menyebabkan SKPD bergantung pada

alokasi yang kerjakan oleh BK3 serta memiliki kapasitas yang terbatas dalam proses

penganggaran.

Lembaga pendidikan dan kesehatan memberikan penilaian tertinggi pada

aspek partisipasi untuk tahapan penganggaran sebesar 1,000 atau 100 persen.

Telah dijelaskan di atas bahwa alokasi dana Otsus pada kegiatan yang bersifat

teknis dialokasikan langsung melalui BK3 kepada lembaga atau institusi teknis

sehingga proses penganggaran sepenuhnya dilaksanakan oleh lembaga teknis.

Misalnya alokasi dana otsus untuk bidang kesehatan dialokasi kepada Dinas

Kesehatan dan RSUD Kwaingga. Sedangkan penilaian terendah oleh lembaga

pendidikan dan kesehatan pada tahapan tindak lanjut sebesar 0,0000. Pada tahapan

ini lembaga atau institusi teknis di bawah SKPD tidak turut serta karena feedback

yang disampaikan kepada BK3 atas pelaksanaan program atau kegiatan yang

dibiayai dana otsus tidak direspon dengan baik.

Peran serta individu dan masyarakat (tokoh adat, tokoh agama, tokoh

masyarakat) dalam pengelolaan dana otsus selama ini sangat terbatas, sejak

tahapan perencanaan hingga tindak lanjut. Hal dapat dilihat skor penilaian yang

diberikan berkisar antara 26,67–36,67 persen atau berada dalam kategori tidak

memuaskan. Skor tertinggi 36,67 persen diberikan pada tahap pengawasan dan

monitoring sedangkan 36,67 persen adalah skor yang diberikan oleh individu atau

masyarakat pada tahapan perencanaan dan tindak lanjut.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I243

Gambar 5.22Web Skor Tingkat Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan

Dana Otonomi Khusus Kabupaten Keerom

Secara keseluruhan penilaian yang diberikan oleh SKPD, lembaga pendidikan

dan kesehatan dan individu dapat dilihat pada web skor di atas. Penilaian tertinggi

diberikan pada tahapan penatausahaan dengan skor sebesar 75 persen

(memuaskan), sedangkan penilaian terendah dengan skor 28,89 persen (tidak

memuaskan) diberikan pada tahap tindak lanjut. Penatausahaan memiliki nilai

tertinggi karena penilaian pada tahap ini hanya diberikan oleh lembaga pendidikan

dan kesehatan.

5.2.8.2 TRANSPARANSIPada aspek transparansi pengelolaan dana otsus pihak SKPD memberikan

nilai sebesar 0,5952 atau 59,52 persen (cukup memuaskan), lembaga pendidikan

dan kesehatan memberikan penilaian sebesar 0,5000 atau 50 persen (cukup

memuaskan), sedangkan individu atau masyarakat memberikan penilaian terhadap

aspek tranparansi sebesar 0,2667atau 26,67 (tidak memuaskan).

Tabel 5.49Skor Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan

Dana Otonomi Khusus Kabupaten KeeromFokus Pengelolaan Transparansi

SKPD LPK IndividuPerencanaan 0,6667 0,7500 0,1833Penganggaran 0,8333 0,5000 0,2167Pelaksanaan Anggaran 0,5000 0,0000 0,2833Pengawasan dan Monitoring 0,5000 0,5000 0,3333Penatausahaan 0,6667 0,5000Pelaporan dan PI 0,3333 0,7500Tindak Lanjut 0,6667 0,5000 0,3167Pencapaian 0,5952 0,5000 0,2667Prestasi C C D

Sumber: Hasil Survei (diolah), 2013

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I244

Dalam hal transparansi pengelolaan dana otonomi khusus SKPD memberikan

penilai tertinggi pada tahap penganggaran dengan skor sebesar 0,8333 atau 83,33

persen (sangat memuaskan) sedangkan nilai terendah diberikan pada tahap

pelaporan dan pengendalian internal sebesar 0,3333 atau 33,33 persen (tidak

memuaskan). Lembaga pendidikan dan kesehatan memberikan penilaian tertinggi

untuk aspek transparansi pada tahapan perencanaan yaitu sebesar 0,7500 atau 75

persen sedangkan skor penilaian terendah diberikan pada tahap pelaksanaan

anggaran yaitu sebesar, 0.0000.

Individu atau masyarakat selama ini masih menganggap bahwa pemerintah

daerah tidak transparan atau tidak terbuka dalam menyampaikan informasi terkait

pengelolaan dana otsus pada semua proses atau tahapan, mulai dari tahapan

perencanaan hingga tindak lanjut. Persepsi tertinggi sebesar 0,3333 atau 33,33

persen diberikan pada tahap pengawasan dan monitoring sedangkan persepsi

terendah diberikan pada tahap perencanaan dengan nilai sebesar 0,1833 atau 18,33

persen. Berdasarkan skor penilaian tersebut disimpulkan bahwa individu atau

masyarakat tidak puas atas transparansi pemerintah daerah dalam mengelola dana

otsus, ada kesan bahwa masyarakat hanya sebagai objek pelaksanaan Otsus di

Kabupaten Keerom.

Gambar 5.23Web Skor Tingkat Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan

Dana Otonomi Khusus Kabupaten Keerom

Pelaksanaan anggaran dana Otsus belum diwujudkan secara baik selama ini

di Kabupaten Keerom, Program BK3 sebagai eksekutor dana otsus belum bekerja

secara maksimal. Sinergi pelaksanaan anggaran perlu di bangun antara BK3, SKPD,

lembaga pendidikan dan kesehatan maupun individu atau masyarakat. Skor

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I245

penilaian terhadap tranparansi pelaksanaan anggaran sebesar 26,11 persen

merupakan aspirasi ketidakpuasan individu atau masyakarat selama ini.

Tranparansi pada tahapan penatausahaan pengelolaan dana otsus dianggap

cukup memuaskan, skor penilaian yang di berikan oleh SKPD maupun lembaga

pendidikan dan kesehatan sebesar 58,34 persen. Artinya SKPD dan lembaga

pendidikan dan kesehatan sudah cukup transparan menyampaikan proses

penatausahaan atas kegiatan yang bersumber dari Otsus.

5.2.8.3 AKUNTABILITASAspek akuntabilitas pengelolaan dana otsus berdasarkan penilaian SKPD

dengan skor 0,6905 atau 69,05 persen, lembaga pendidikan dan kesehatan

memberikan penilaian sebesar 0,5714 atau 57,14 persen, sedangkan individu atau

masyarakat memberikan penilaian sebesar 0,2861 atau 28,61 persen.

SKPD telah mempertanggungjawabkan kinerjanya dalam pengelolaan dana

Otsus pada setiap tahapan sesuai aturan undang-undang. Pihak SKPD memberikan

penilai di atas 0,6000 (60 persen) atau “memuaskan” pada beberapa tahapan

pengelolaan dana otsus kecuali pada tahapan pelaksanaan anggaran.Pada tahap ini

skor penilaian SKPD hanya sebesar 0,3333 atau 33,33 persen masuk dalam kategori

tidak memuaskan.

Tabel 5.50Skor Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan

Dana Otonomi Khusus Kabupaten KeeromFokus Pengelolaan Akuntabilitas

SKPD LPK IndividuPerencanaan 0,8333 0,2500 0,3000Penganggaran 0,6667 0,7500 0,2000Pelaksanaan Anggaran 0,3333 0,2500 0,2667Pengawasan dan Monitoring 0,6667 0,7500 0,3667Penatausahaan 0,8333 0,5000Pelaporan dan PI 0,6667 0,7500 0,3333Tindak Lanjut 0,8333 0,7500 0,2500Pencapaian 0,6905 0,5714 0,2861Prestasi B C D

Sumber: Hasil Survei (diolah), 2013

Lembaga pendidikan dan kesehatan memberikan penilaian tentang

akuntabilitas pengelolaan keuangan tertinggi pada tahapan penganggaran,

pengawasan dan monitoring, pelaporan dan pengawasan internal, serta tahapan

tindak lanjut dengan nilai masing-masing tahapan sebesar 0,7500 (75 persen).

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I246

Sedangkan skor penilaian terendah diberikan pada tahapan perencanaan dan

pelaksanaan anggaran, masing-masing dengan nilai sebesar 0,2500 atau 25 persen

sehingga masuk dalam kategori tidak memuaskan.

Persepsi individu atau masyarakat tentang akuntabilitas pengelolaan dana

otsus tertinggi pada tahap pengawasan dan monitoring dengan nilai 0,3667 (36,67

persen) sedangkan penilaian persepsi terendah pada pengganggaran dengan nilai

0,2000 (20 persen). Jika diamati secara keseluruhan individu atau masyarakat

memberikan penilaian “tidak memuaskan” terhadap akuntabilitas pengelolaan dana

otsus pada setiap tahapan. Keadaan ini terlihat dari respon tertulis responden yang

menyatakan bahwa dana Otsus sudah masuk pada tingkat RT namun tidak dapat

memenuhi atau tidak sesuai dengan kebutuhan yang mereka harapkan. Ada pula

yang menyatakan bahwa selama ini kegiatan pembangunan di kampung yang

dibiayai oleh dana Otsus tidak dikoordinasikan baik dengan kepala kampung,

Bamuskam, ketua RT, dan tokoh masyarakat.

Gambar 5.24Web Skor Tingkat Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan

Dana Otonomi Khusus Kabupaten Keerom

Akuntabilitas pelaksanaan anggaran masih menjadi perhatian serius

pemerintah Kabupaten Keerom. Skor penilaian secara total atas akuntabilitas

pelaksanaan anggaran sebesar 28,33 persen. Sedangkan skor tertinggi untuk aspek

akuntabilitas pada tahap penantausahaan sebesar 66,67 persen. Berdasarkan hasil

indepth interview terhadap responden diketahui bahwa pelaksanaan anggaran otsus

selama ini masih berpedoman pada petunjuk teknis yang dibuat di tingkat provinsi.

Kondisi ini menyebabkan pelaksanaan anggaran tidak fleksibel dan masih kaku,

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I247

sehingga perlu dilakukan penyesuaian atau perubahan atas petunjuk teknis

pengelolaan anggarannya.

5.2.8.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIJumlah penduduk orang asli Papua lebih sedikit dibanding penduduk Non

Papua, perbandingan 40 persen orang asli Papua dan 60 persen Non Papua. Orang

asli Papua lebih banyak berdomisili pada kampung-kampung dan distrik di wilayah

terpencil, terisolir dan di sepanjang perbatasan. Orang asli Papua yang berada di

daerah perkotaan tersebar secara tidak merata pada kampung-kampung perkotaan.

Kegiatan sektor kesehatan seperti pembangunan puskesmas, pustu,

posyandu dengan menggunakan dana Otsus perlu mempertimbangkan wilayah

domisili orang asli Papua. Pembebasan biaya studi sebaiknya dilakukan khusus bagi

murid atau siswa asli Papua terutama suku asli Keerom mulai dari tingkat SD, SMP

sampai SMA atau SMK. Pembebasan biaya studi tidak harus berdasarkan sekolah

atau tingkatan pendidikan, karena bisa salah sasaran.

Keterlibatan semua pihak terutama masyarakat dalam pengelolaan dana

otonomi khusus masih sangat terbatas, mulai dari proses perencanaan hingga

tahapan evaluasi atau tindak lanjut. Berdasarkan isu stetegis yang disampaikan di

atas berikut direkomendasikan program atau kegiatan sebagai berikut:

1. Pendataan ulang penduduk Asli Papua di seluruh distrik baik yang berada

diwilayah perkotaan maupun wilayah terisolir, terpencil dan perbatasan;

2. Pembangunan Puskesmas, Pustu, Posyandu pada wilayah domisili orang asli

Papua;

3. Pembebasan biaya studi bagi murid atau siswa asli Papua terutama suku asli

Keerom;

4. Evaluasi dan monitoring penggunaan dana Otsus.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I248

5.2.9 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATENMERAUKEPengelolaan Dana Otsus Kabupaten Merauke rata-rata cukup baik

sebagaimana yang terlihat dari prestasi yang dicapai ketiga stakeholder (SKPD,

Lembaga dan Individu). Di mana, pengelolaan dana Otsus pada SKPD mencapai

prestasi yang baik (“B”), pada lembaga pendidikan dan kesehatan (Sekolah, Rumah

Sakit dan Puskesmas) mencapai presetasi cukup baik (“C”), dan pada individu (tokoh

masyarakat dan rumah tangga) mencapai prestasi cukup baik (“C”).

Gambar 5.25Web Capaian Pengelolaan Dana Otsus Kabupaten Merauke

Secara terinci, dapat dilihat pengelolaan dana Otsus Kabupaten Merauke dari

aspek: Partisipasi, Transparansi dan Akuntabilitas. Menurut ketiga stakeholder yakni:

SKPD, Lembaga dan Individu.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I249

5.2.9.1 PARTISIPASIPartispasi SKPD berdasarkan hasil survei terhadap responden yang berasal

dari SKPD teknis, tentang aspek partisipasi dalam pengelolaan dana Otsus, ternyata

cukup baik atau dapat dikatakan prestasinya “C”. Artinya, SKPD telah melibatkan

berbagai pihak dalam tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Dalam tahapan

perencanaan sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan skor capaian sebesar 0,83,

namun tahapan pelaporan dan pemeriksaan internal tidak baik dengan skor capaian

sebesar 0,33. Hal ini, disebabkan karena tidak ada rekomendasi dari pihakpemeriksa internal untuk diketahui oleh 50 (lima puluh) persen pegawai.

Tabel 5.51Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus SKPD

di Kabupaten Merauke

FOKUS PENGELOLAAN SKPD

Perencanaan 0,833Penganggaran 0,500Pelaksanaan Anggaran 0,667Pengawasan dan Monitoring 0,833Pelaporan dan PI 0,333Tindak Lanjut 0,667Jumlah Skor 3,833Maksimum 6,000Pencapaian 0,639Prestasi CSumber: Data Diolah, 2013

Partisipasi Lembaga. Survei terhadap responden, yang berasal dari lembaga

pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (puskesmas dan rumah sakit)

menunjukkan bahwa aspek partisipasi dalam pengeloaan dana Otsus, ternyata

cukup baik atau dapat dikatakan prestasinya “C”. Artinya lembaga telah dilibatkan

dalam tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Dalam tahapan penganggaran dinilai

baik, hal ini ditunjukkan dengan skor capaian sebesar 0,67, namun tahapan

pelaksanaan anggaran tidak baik dengan skor capaian sebesar 0,33. Hal ini,disebabkan karena lembaga (pihak sekolah, pihak rumah sakit dan pihakpuskesmas) tidak terlibat langsung dalam pengelolaan anggaran untukpembangunan atau renovasi gedung atau ruang baik di sekolah, rumah sakitdan puskesmas.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I250

Tabel 5.52Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Lembaga

di Kabupaten Merauke

FOKUS PENGELOLAAN LEMBAGA

Perencanaan 0,500Penganggaran 0,667Pelaksanaan Anggaran 0,333Pengawasan dan Monitoring 0,667Penatausahaan 0,667Pelaporan dan PI 0,500Tindak Lanjut 0,500Jumlah Skor 3,833Maksimum 7,000Pencapaian 0,548Prestasi CSumber: Data Diolah, 2013

Partispasi Individu. Hasil survei terhadap responden individu (tokoh

masyarakat dan rumah tangga), tentang aspek partisipasi dalam pengelolaan dana

Otsus, ternyata cukup memuaskan atau dapat dikatakan prestasinya “C”. Artinya,

tokoh masyarakat dan rumah tangga dilibatkan dalam tiap tahapan pengelolaan

dana Otsus. Dalam tahapan perencanaan cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan

skor capaian sebesar 0,695, namun tahapan pelaksanaan anggaran tidak baik

dengan skor capaian sebesar 0,367. Hal ini, disebabkan karena lembaga (pihaksekolah, pihak rumah sakit dan pihak puskesmas) tidak terlibat langsungdalam pengelolaan anggaran untuk pembangunan atau renovasi gedung atauruang baik di sekolah, rumah sakit dan puskesmas.

0,50

0,67

0,33

0,67

0,50

0,500.000.200.400.600.801.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoring

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

LEMBAGA C

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I251

Tabel 5.53Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Individu

di Kabupaten Merauke

FOKUS PENGELOLAAN INDIVIDU

Perencanaan 0,695Penganggaran 0,559Pelaksanaan Anggaran 0,367Pengawasan dan Monitoring 0,441Tindak Lanjut 0,661Jumlah Skor 2,723Maksimum 5,000Pencapaian 0,545Prestasi CSumber: Data Diolah, 2013

Perbandingan Partispasi SKPD, Lembaga dan Individu. SKPD telah

melaksanakan hampir semua tahapan pengelolaan dana Otsus secara baik,

Lembaga hanya terlibat pada tahapan perencanaan dan penganggaran, Individu

hanya terlibat pada tahapan perencanaan sebatas formalitas saja. Artinya, bahwa

pemerintah Kabupaten Merauke sebagai agen dalam pengelolaan dana Otsus,

belum sepenuhnya mampu melibatkan pemilik sumber daya, dalam hal ini lembaga

dan individu.

5.2.9.2 TRANSPARANSITransparansi SKPD berdasarkan hasil survei terhadap responden yang

berasal dari SKPD teknis, tentang aspek transparansi dalam pengelolaan dana

Otsus, ternyata baik atau dapat dikatakan prestasinya “B”. Artinya, SKPD telah

terbuka memberi informasi kepada berbagai pihak dalam tiap tahapan pengelolaan

dana Otsus. Hampir semua tahapan pengelolaan dana Otsus mencapai skor yang

sangat baik (0,833), hanya saja tahapan penganggaran dan pelaksanaan anggaran

yang mencapi skor yang baik (0,667) dan cukup baik (0,500). Dalam perencanaan,pengawasan dan monitoring sampai dengan tahapan tindak lanjut SKPDmemberikan informasi kepada masyarakat, namun tidak memberikan informasiberapa besar alokasi dana Otsus yang dikelola dan untuk membiayai apa saja.Hal ini disebabkan karena informasi tentang dana Otsus hanya diketahui levelpimpinan (Kepala SKPD, Kabid dan Kasie)

0,31

0,28

0,360.45

0,46

0.000.200.400.600.801.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoring

Tindak Lanjut

INDIVIDU C

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I252

Tabel 5.54Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otsus SKPD

di Kabupaten Merauke

FOKUS PENGELOLAAN SKPD

Perencanaan 0,833Penganggaran 0,667Pelaksanaan Anggaran 0,500Pengawasan dan Monitoring 0,833Penatausahaan 0,833Pelaporan dan PI 0,833Tindak Lanjut 0,833Jumlah Skor 5,333Maksimum 7,000Pencapaian 0,762Prestasi BSumber: Data Diolah, 2013

Survei terhadap responden, yang berasal dari lembaga pendidikan (sekolah)

dan lembaga kesehatan (puskesmas dan rumah sakit) menunjukkan bahwa aspek

transparansi dalam pengeloaan dana Otsus, ternyata cukup memuaskan atau dapat

dikatakan prestasinya “C”. Artinya lembaga telah menerima informasi dalam tiap

tahapan pengelolaan dana Otsus. Lembaga menilai tahapan perencanaan tidak

terbuka ini ditunjukkan dengan skor capaian sebesar 0,333, namun yang menjadi

aneh pada tahapan penganggaran yang dinilai baik dengan skor capaian sebesar

0,667. Hal ini, disebabkan karena dinas (SKPD) menyusun program dankegiatan tidak memberikan informasi kegiatan apa saja yang dapat dibiayaidari dana otsus, sehingga pihak sekolah, puskesmas dan rumah sakit tidakmengetahui kegiatan apa saja yang dapat diusulkan untuk memperoleh alokasidana otsus.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I253

Tabel 5.55Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otsus Lembaga

di Kabupaten Merauke

FOKUS PENGELOLAAN LEMBAGA

Perencanaan 0,333Penganggaran 0,667Pelaksanaan Anggaran 0,500Pengawasan dan Monitoring 0,500Penatausahaan 0,667Pelaporan dan PI 0,667Tindak Lanjut 0,500Jumlah Skor 3,833Maksimum 7,000Pencapaian 0,548Prestasi CSumber: Data Diolah, 2013

Hasil survei terhadap responden individu (tokoh masyarakat dan rumah

tangga), tentang aspek transparansi dalam pengelolaan dana Otsus, ternyata cukup

baik atau dapat dikatakan prestasinya “C”. Artinya, tokoh masyarakat dan rumah

tangga mengetahui tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Dalam tahapan

perencanaan individu menilai cukup baik dengan skor capaian 0,525 sedangkan

dalam tahapan pelaksanaan anggaran dan tindak lanjut tidak baik, dengan skor

capaian sebesar 0,356. Individu senantiasa mengetahui tentang pelaksanaan

Musrenbang, tetapi Individu tidak pernah mengtahui bahwa ada tindak lanjut

terhadap pihak yang melakukan penyalhgunaan dana Otsus. Hal ini, disebabkankarena tokoh masyarakat dan rumah tangga melihat yang terjadi denganprogram respek bahwa ada penyalahgunaan dana yang diketahui oleh semuapihak tetapi tidak ada sikap dan aturan bagaimana sanksi bagi pelakunya.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I254

Tabel 5.56Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otsus Individu

di Kabupaten Merauke

FOKUS PENGELOLAAN INDIVIDU

Perencanaan 0,525Penganggaran 0,525Pelaksanaan Anggaran 0,483Pengawasan dan Monitoring 0,559Tindak Lanjut 0,356Jumlah Skor 2,449Maksimum 5,000Pencapaian 0,490Prestasi CSumber: Data Diolah, 2013

SKPD tidak transparan pada tahapan pelaksanaan anggaran, Lembaga tidak

mengetahui perencanaan yang disusun oleh SKPD (dinas terkait), Individu tidak

mengetahui tindak lanjut yang dilakukan terhdap pihak yang menyalahgunakan dana

Otsus.Artinya, bahwa pemerintah Kabupaten Merauke sebagai agen informasi dalam

pengelolaan dana Otsus, belum sepenuhnya mampu memberikan informasi kepada

pemilik sumber daya, dalam hal ini lembaga dan individu.

5.2.9.3 AKUNTABILITAS

Berdasarkan hasil survei terhadap responden yang berasal dari SKPD

teknis, tentang aspek akuntabilitas dalam pengelolaan dana Otsus, ternyata

memuaskan atau dapat dikatakan prestasinya “B”. Artinya, SKPD telah menyusun

pertanggungjawaban ke berbagai pihak dalam tiap tahapan pengelolaan dana Otsus.

Hampir semua tahapan pengelolaan dana Otsus mencapai skor yang sangat baik

dan baik, hanya tahapan pelaksanaan anggaran yang dinilai cukup baik dengan skor

capaian sebesar 0,5000. Dimana, SKPD mebuat dokumen URD dan RD dan setiap

tahun melaksanakan kegiatan yang bersumber dari dana otsus serta melibatan

pengusaha asli Papua sesuai amanat Perpres No.84 tahun 2012.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I255

Tabel 5.57Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus SKPD

di Kabupaten Merauke

FOKUS PENGELOLAAN SKPD

Perencanaan 0,833Penganggaran 0,833Pelaksanaan Anggaran 0,500Pengawasan dan Monitoring 0,667Penatausahaan 0,833Pelaporan dan PI 0,833Tindak Lanjut 0,833Jumlah Skor 5,333Maksimum 7,000Pencapaian 0,762Prestasi BSumber: Data Diolah, 2013

Survei terhadap responden, yang berasal dari lembaga pendidikan (sekolah)

dan lembaga kesehatan (puskesmas dan rumah sakit) menunjukkan bahwa aspek

akuntabilitas dalam pengeloaan dana Otsus, ternyata cukup memuaskan atau dapat

dikatakan prestasinya “C”. Artinya lembaga bertanggungjawab dalam tiap tahapan

pengelolaan dana Otsus. Dalam tahapan pelaporan dan pemeriksaan internal dinilai

sangat baik dengan skor capaian sebesar 0,833, namun tahapan tindak lanjut dinilai

cukup baik dengan skor capaian sebesar 0,500. Lembaga bersedia diperiksa internal

oleh pihak yang berwenang, namun hanya sebatas pemeriksaan tanpa ada tindak

lanjut. Hal ini, disebabkan karena tidak ada aturan yang diberlakukan untukmenindaklanjuti.

0,83

0,83

0,50

0,67

0,83

0,83

0,83

0.000.200.400.600.801.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoringPenatausahaan

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

SKPD B

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I256

Tabel 5.58Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Lembaga

di Kabupaten Merauke

FOKUS PENGELOLAAN LEMBAGA

Perencanaan 0,667Penganggaran 0,500Pelaksanaan Anggaran 0,500Pengawasan dan Monitoring 0,500Penatausahaan 0,667Pelaporan dan PI 0,833Tindak Lanjut 0,500Jumlah Skor 4,167Maksimum 7,000Pencapaian 0,595Prestasi CSumber: Data Diolah, 2013

Hasil survei terhadap responden individu (tokoh masyarakat dan rumah

tangga), tentang aspek akuntabilitas dalam pengelolaan dana Otsus, ternyata tidak

memuaskan atau dapat dikatakan prestasinya “D”. Artinya, tokoh masyarakat dan

rumah tangga mengetahui tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Individu menilai

tahapan perencanaan dengan skor capaian sebesar 0,610 dibanding tahapan

lainnya dengan skor capaian yang dinilai tidak baik. Hal ini, disebabkan karenatokoh masyarakat dan rumah tangga membuat perencanaannya. Tetapi, tidakmengetahui berapa besar alokasi dana otsus yang diterima, kepada siapadialokasikan dan untuk kegiatan apa, sehingga hanya bisa berperan sebagaipenonton pada tahap setelah perencanaan.

0,67

0,50

0,50

0,500,67

0,83

0,50

0.000.200.400.600.801.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoringPenatausahaan

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

LEMBAGA C

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I257

Tabel 5.59Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Individu

di Kabupaten Merauke

FOKUS PENGELOLAAN INDIVIDU

Perencanaan 0,610Penganggaran 0,339Pelaksanaan Anggaran 0,333Pengawasan dan Monitoring 0,136Pelaporan dan PI 0,356Tindak Lanjut 0,271Jumlah Skor 2,045Maksimum 6,000Pencapaian 0,341Prestasi DSumber: Data Diolah, 2013

Perbandingan Akuntabilitas, Lembaga dan Individu. SKPD sudah

akuntabilitas, Lembaga menilai tahapan tindak lanjut belum dilaksanakan, Individu

membuat perencanaan dan tahapan setelah perencanaan, tidak ada penganggaran

yang dibuat. Artinya, bahwa pemerintah Kabupaten Merauke sebagai agen dalam

pengelolaan dana Otsus, belum sepenuhnya mampu membuat pertanggungjawaban

kepada pemilik sumber daya, dalam hal ini lembaga dan individu.

5.2.9.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIIsu–Isu Strategis1. Alokasi dana otsus untuk bidang pendidikan jika dilihat rata-rata per tahun belum

memenuhi amanat Undang-Undang Otsus Papua.

2. Pelaksanaan Otsus di Kabupaten Merauke belum transparan. Hal ini disebabkan

dari dana-dana Otsus yang mengalir ke Kabupaten Merauke belum

disosialisasikan peruntukannya kepada masyarakat.

3. Komunikasi dan informasi juga belum optimal antara SKPD teknis di Kabupaten

Merauke dan Lembaga (Pendidikan dan Kesehatan) penerima manfaat dana

Otsus.

4. Pelaksanaan Anggaran di Kabupaten Merauke, belum melibatkan Pengusaha

Asli Papua untuk melaksanakan kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus,

sebagaimana diatur dalam Perpres No. 84 tahun 2012.

0.61

0.34

0.33

0.140.36

0.27

0.000.200.400.600.801.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoring

PemeriksanaanInternal

Tindak Lanjut

INDIVIDU D

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I258

Rekomendasi1. Perlu disusun regulasi yang mengatur tentang alokasi dan pengelolaan dana

Otsus

2. Perlu dilakukan sosialisasi kepada masayarakat tentang alokasi dana Otsus dan

peruntukkannya.

3. Perlu dilakukan sosialisasi tentang Perpres No. 84 tahun 2012 tentang

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dalam Rangka Percepatan Pembangunan

Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat.

5.2.10 ANALISIS PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KOTA JAYAPURABerdasarkan WEB pengelolaan dana Otsus secara total menunjukkan bahwa

dari 7 aspek mencapai nilai di atas 79 persen. Atau mencapai prestasi “A” artinya

pengelolaan Dana Otsus di Kota Jayapura secara total sangat baik dari sisi

perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring,

penatausahaan, pelaporan & PI, serta tindak lanjut jika ada temuan.

Menurut responden bahwa semua regulasi untuk mengelola dana Otsus

sudah di tetapkan oleh pemerintah provinsi dan pelaksanaannya dilaksanakan oleh

SKPD di kota. Hal ini juga tercermin pada pemberian proyek kepada pengusaha

OAP. Mereka yang trackrecordnya baik akan dibina guna mendapatkan

kegiatan/proyek.

Gambar 5.26Web Capaian Pengelolaan Dana Otsus Kota Jayapura

0.9333

0.8667

0.7333

0.8000

1.0000

0.7333

0.7333

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoringPenatausahaan

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I259

Secara umum pengelolaan dana Otonomi Khusus di Kota Jayapura ditinjau

dari aspek Partisipasi, Transparansi dan Akuntabilitas “Sangat Memuaskan”. Hal ini

berarti bahwa secara umum pengelolaan dana otonomi khusus sangat partisipatif,

sangat Transparansi dan sangat akuntabilitas.

Namun penilaian responden yakni SKPD, Lembaga dan Masyarakat agak

bervariasi dan akan dibahas perkelompok responden berikut ini.

5.2.10.1 PARTISIPASITabel 5.60

Capaian dan Prestasi Aspek Partisipasi PengelolaanDana Otsus Kota Jayapura

FOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAANSKPD Lembaga Masyarakat

Perencanaan 1,0000 0,8333 0,8276Penganggaran 0,8000 0,3333 0,5690Pelaksanaan Anggaran 0,8000 0,3333 0,7759Pengawasan dan Monitoring 0,8000 0,5000 0,6207Penatausahaan - 0,8333 -Pelaporan dan PI 0,2000 0,5000 -Tindak Lanjut 1,0000 0,6667 0,6552Jumlah Skor 4,6000 4,0000 3,4483Maksimum 6,0000 7,0000 5,0000Pencapaian 0,7667 0,5714 0,6897Prestasi B C BSumber: Data Primer diolah 2013

Hasil analisis menunjukkan bahwa Tingkat Partisipasi Dalam Perencanaan

Penggunaan Dana Otsus pada tingkat SKPD di Kota Jayapura menunjukkan angka

100 persen atau sangat memuaskan.Hal ini berarti dari aspek perencanaan

penggunaan Dana Otsus selama ini sangat baik. Hal yang sama juga diikuti dari

aspek tindak lanjut menunjukkan angka yang sama, artinya tindak lanjut terhadap

temuan BPK sangat baik. Penganggaran, pelaksanaan serta pengawasan mencapai

angka 80 persen berarti sangat baik.Hal ini terbukti dengan hasil wawancara dengan

responden sebagai berikut:

- Tingkat partisipasi pada SKPD karena selalu melibatkan OAP dalam penyusunan perencanaan kegiatan yangmenggunakan dana Otsus, khususnya 8 OAP yang ada di SKPD

- Tidak semua dana otsus digunakan untuk kegiatan yang menyentuh OAP, tetapi dampaknya terhadap seluruhwarga kota jayapura,

- Tidak ada mekanisme pengaduan masyarakat dan biasanya hanya di internal SKPD saja.(Sekret. Dinkes Kota, Sekret Bappeda)

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I260

0.8333

0.3333

0.3333

0.5000

0.5000

0.6667

0.000.200.400.600.801.00

Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasandan Monitoring

Pelaporan danPI

Tindak Lanjut

PARTISIPASI Lembaga = C

Gambar 5.27WEB Capaian Tingkat Partisipasi pada SKPD, Lembaga dan Masyarakat

Hal yang sama juga diikuti dari aspek tindak lanjut menunjukkan angka yang

sama, artinya tindak lanjut terhadap temuan BPK sangat baik. Penganggaran,

pelaksanaan serta pengawasan menunjukkan angka 80 persen berarti sangat baik.

Selanjutnya aspek pelaporan & pengawasan internal pengelolaan dana Otsusmendapat nilai 0,2000 berarti sangat tidak memuaskan. Ini berarti partisipasi

dalam pelaporan & Pengawasan Internal sangat buruk di tingkat SKPD. Aspek ini

berpengaruh sehingga pada pencapaian Partisipasi adalah 0.7667 ini berarti tingkat

partisispasi di tingkat SKPD baik. Hal ini menjadi perhatian ke depan dalam proses

pelaksanaan Otsus.

Partisipasi di tingkat Lembaga. Lembaga Pendidikan dan kesehatan di Kota

Jayapura dalam aspek pengelolaan Dana Otsus menunjukkan prestasi nilai C,

seperti ditunjukkan pada WEB di atas. Aspek Partisispasi dalam pengelolaan Dana

Otsus mencapai nilai 0,571 dengan Prestasi (C), maka dikatakan Cukup

1.0000

0.8000

0.8000

0.8000

0.2000

1.0000

0.000.200.400.600.801.00

Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasandan Monitoring

Pelaporan danPI

Tindak Lanjut

PARTISIPASI SKPD = B

0.8276

0.5690

0.77590.6207

0.65520.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00Perencanaan

Penganggaran

Pelaksanaan AnggaranPengawasan danMonitoring

Tindak Lanjut

PARTISIPASI Masyarakat = B

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I261

memuaskan. Hal yang paling baik pada aspek partisipasi adalah perencanaan dan

Penataausahaan. Sedangkan fokus lainnya berada di bawah 6 persen. Pada aspek

Transparansi pengelolaan Dana Otsus mencapai nilai 0,429 dengan Prestasi C,

maka dapat dikatakan Cukup Memuaskan. Fokus Pengelolaan pada Aspek yang

mendapat nilai baik adalah pada aspek Pengganggaran adalah 0,6667, sedangkan

aspek perencanaan, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring masing-

masing mendapat nilai sebesar 0,5000 atau Cukup. Selebihnya fokusnya

memberikan nilai tidak memuaskan. Artinya foku-fokus ini menurut Responden

lembaga pendidikan dan kesehatan kurang memuaskan dan bermasalah. Kondisi ini

jika dihubungkan dengan data sampel lapangan pada lembaga menyatakan bahwa:

Selanjutnya sampel pendidikan menyatakan bahwa dari sisi Partisipasidalam perencanaan “pada saat musrembang di distrik seharusnya kamidiundang untuk menyatakan pikiran akan dunia pendidikan/program kerja”.Kami tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan program tetapi hanya dimintamasukan proposal saja”.

Kondis ini mencerminkan bahwa pada saat dilakukan musrembang kampung

dan distrik belum melibatkan semau stackholder yang ada di wilayah kampung.

Terutama lembaga-lembaga pengguna dana otonomi khusus. Hal ini menjadi

perhatian pengelola dana otsus terutama pihak SKPD terkait. Selain itu, proses

musrembang perlu dilakukan dengan benar artinya mencari mekanisme yang

membuat semua stackholder mengemukakan pendapat baik lisan maupun tertulis

dan sangat perlu menghindari diri dari forum hanya sekedar memenuhi persyaratan.

Partisipasi di tingkat Masyarakat. Partisipasi sangat penting karena

mengandung aspek dasar kemanusiaan. Semua orang ingin dihargai melalui peran

dan partisipasi mereka dan semua orang ingin berperan dalam kegiatan apa pun

yang secara langsung mempengaruhi kehidupan mereka. Dalam era Otonomi

Khusus di Tanah Papua, Pemerintah Provinsi Papua melakukan kebijakan

kependudukan dalam bentuk kebijakan afirmatif untuk mempercepat partisipasi

penduduk asli Papua di semua sektor pembangunan, termasuk dalam bentuk orang-

- Setiap tahun anggaran kami dapat alokasi dana Otonomi Khusus, tetapi hanya pernahsekali dilibatkan dalam proses penyusunan rencana.

- Biaya yang digunakan untuk membangun bidang kesehatan tidak pernahdisampaikan/dilaporkan kepada kami di puskesmas

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I262

orang asli Papua memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk memperoleh

pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan (Pasal 61 dan 62, UU 21/2001).

Partisipasi masyarakat Papua khususnya di Kota Jayapura di dalam tahap

perencanaan dan managemen pembangunan diupayakan lebih terlembaga,

sehingga rencana dan program pembangunan dapat disesuaikan dengan

kebutuhan-kebutuhan daerah dan kelompok yang beraneka ragam, yang pada

akhirnya memungkinkan terumuskannya program-program yang lebih realistis dan

efektif. Hasil pengolahan data kuesioner tentang pendapat masyarakat, lembaga

kesehatan, dan beberapa lembaga pemerintah di Kota Jayapura terhadap Partisipasi

masyarakat yang sebesar-besarnya dilaksanakan dalam perencanaan, pelaksanaan

dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan

pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, pemuda, kelompok

usaha lokal dan kaum perempuan dapat dilihat pada pembahasan berikut ini. Berikut

ini akan ditampilkan WEB Tingkat Partisipasi masyarakat Distrik Muara Tami dalam

menjalankan program dan kegiatan yang dibaiyai Dana Otonomi Khusus.

Pada tahap perencanaan merupakan tahapan awal yang dilakukan oleh

pemerintah daerah dalam mencari, mengetahui, merumuskan apa saja yang menjadi

kebutuhan masyarakat untuk dijadikan program dan kegiatan kerja yang diharapkan

dapat mensejahterakan masyarakat. Pertanyaan diajukan untuk mendapatkan

persepsi masyarakat tentang perencanaaan pengelolaan dana Otsus di Kota

Jayapura, yaitu apakah mereka diundang untuk hadir dalam Musyawarah Rencana

Pembangunan Daerah (Musrenbang) di level pemerintahan Distrik atau Kampung.

Dari hasil survei yang dilakukan terhadap masyarakat terlihat skor yang

dicapai sebesar 0,6987 atau 69,87 persen untuk penilaian masyarakat, dan Prestasi

yang dicapai adalah B. Prestasi tersebut mencerminkan tingkat partisipasi

masyarakat dalam ikut terlibat merencanakan program dan kegiatan yang berasal

dari penggunaan dana Otsus Memuaskan, dalam arti Baik. Berarti musrembang

yang selama ini dilakukan dapat melibatkan seluruh komponen masyarakat yang ada

di kota Jayapura.

Aspek Pengelolaan yang belum optimal pada Fokus Pengelolaan padatahap partisispasi ini adalah “Penganggaran, Pengawasan dan Monitoring,serta Tindak lanjut. Diharapkan Ke depan aspek-aspek ini menjadi perhatian

perbaikan agar dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I263

5.2.10.2 TRANSPARANSITingkat Transparansi pada responden SKPD menunjukkan pencapaian

0,8857 dengan Prestasi A. Ini berarti bahwa menurut pihak SKPD bahwa

pengelolaan dana Otsus sangat transparan serta terbuka bagi semua stackholder

yang berkepentingan.

Tabel 5.61Capaian dan Prestasi Aspek Transparansi Pengelolaan

Dana Otsus Kota JayapuraFOKUS

PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN

Transparansi SKPD Transparansi Lembaga Transparansi MasyarakatPerencanaan 0,8000 0,5000 0,6897Penganggaran 1,0000 0,6667 0,5517Pelaksanaan Anggaran 0,8000 0,5000 0,3793Pengawasan danMonitoring 0,8000 0,5000 0,8276

Penatausahaan 1,0000 0,3333 -Pelaporan dan PI 1,0000 0,3333 -Tindak Lanjut 0,8000 0,1667 0,1207Jumlah Skor 6,2000 3,0000 2,5690Maksimum 7,0000 7,0000 5,0000Pencapaian 0,8857 0,4286 0,5138Prestasi A C CSumber: Data Primer diolah 2013

Ada 3 aspek yang transparansi mencapai 100 persen yakni

penganggaran, penatausahaan, pelaporan & Pengawasan Internal. Ini berarti

Tingkat transparansi pengelolaan dana Otsus menurut SKPD sangat transparan. Hal

ini terbukti dengan pencapaian 89 persen dan prestasi A. Hal ini juga terbukti, ketika

ada temuan BPK, selalu ada tindak lanjut dari pejabat SKPD, terutama membahas

temuan dan biasanya dipimpin kepala Bappeda. Hal ini searah dengan wawancara

dengan pihak SKPD Kota Jayapura seperti berikut.

Lembaga = C

- Monitoring kegiatan Otsus selalu dilakukan oleh Bappeda- Hasil Monitoring selalu dilaporkan langsung ke Wali Kota.- Publik menilai bahwa Otsus gagal, karena itu perlu dilakukan skala-skala prioritas,

dan pengukuran capaian perbidang(Sek. Bappeda)

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I264

Gambar 5.28WEB Capaian Tingkat Transparansi pada SKPD, Lembaga dan Masyarakat

Transparansi merupakan upaya yang secara sengaja menyediakan semua

informasi yang mampu dirilis secara legal baik positif maupun negatif secara akurat,

tepat waktu, seimbang, dan tegas, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan

penalaran publik dan mempertahankan tanggung jawab organisasi atas tindakan,

kebijakan, dan praktiknya.

Penilaian dari Lembaga Pendidikan dan Kesehatan terhadap tingkat

transparansi pengelolaan dana Otsus mendapat capaian 43 persen atau prestasi C

(cukup memuaskan). Penilaian paling buruk terjadi pada Tindak Lanjut mencapai 17

persen atau sangat tidak memuaskan. Hal ini berarti menurut lembaga bahwa tindak

lanjut dari permasalahan pengelolaan dana otsus selama ini kurang mendapat

respon perbaikan yang berarti. Oleh karena itu, ke depan sangat perlu mendapat

0.80001.0000

0.8000

0.80001.0000

1.0000

0.8000

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasandan

Monitoring

Penatausahaan

Pelaporan danPI

Tindak Lanjut

SKPD = A

0.5000

0.6667

0.5000

0.50000.3333

0.3333

0.1667

0.000.200.400.600.801.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasandan

Monitoring

Penatausahaan

Pelaporan danPI

Tindak Lanjut

Lembaga = C

0.6897

0.5517

0.3793

0.8276

0.12070.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoring

Tindak Lanjut

Masyarakat = C

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I265

perhatian perbaikan. Selanjutnya penilaian dari individu mewakili masyarakat tidak

berbeda jauh dengan penilaian dari lembaga.

Penilaian masyarakat terhadap tingkat transparansi dalam tahap

perencanaan mencapai skor 0,6897 atau 68,97 persen, capaian ini menggambarkan

pada tahap perencanaan program dan kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus sudah

Baik atau memuaskan, contohnya dalam kegiatan Musrenbang di Kota Jayapura

sudah dilaksanakan cukup terbuka kepada semua komponen masyarakat.

Selanjutnya Fokus pengelolaan yang memberikan kontribusi kepada tingkat

transparansi terbesar adalah hanya pada Pengawasan dan Monitoring mencapai

skor sebesar 0,8276 atau 83 persen. Selebihnya mencapai skor di bawah 60 persen.

Hal ini sangat terbukti dengan capaian 0,5138 atau 51 persen dengan Prestasi C.

Artinya transparansi selama pengelolaan dana Otonomi Khusus di pandang Cukupmemuaskan.

Ada beberapa Fokus pengelolaan yang masih perlu mendapat perhatian

serius dalam perbaikan pada aspek transparansi adalah tinjaklanjut (0,121 persen),

dan pelaksanaan (0,379 persen).

5.2.10.3 AKUNTABILITASKonsep Akuntabilitas merupakan konsep tata kelola pemerintahan yang

baik (good government governance). Akuntabilitas dapat memungkinkan masyarakat

memperoleh informasi yang mereka butuhkan untuk menilai apakah tindakan

pemerintah didasarkan pada nilai-nilai penting dari tata pemerintahan yang baik,

seperti efektivitas, integritas, demokrasi, dan transparansi.

Akuntabilitas dapat menjembatani kesenjangan informasi antara pemerintah

daerah dengan publik. Kesenjangan informasi yang sedikit akan memperbaiki

komunikasi antara pemerintah daerah dan publik sehingga menghasilkan hubungan

yang baik serta mendorong untuk terciptanya rasa percaya publik kepada

pemerintah daerah. Oleh karena itu, akuntabilitas dapat digunakan oleh pemerintah

daerah untuk menunjukkan legitimasi mereka guna memperoleh dukungan dari

masyarakat.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I266

Tabel 5.62Capaian dan Prestasi Aspek Akuntabilitas Pengelolaan

Dana Otsus Kota JayapuraFokus Penelitian SKPD Lembaga Masyarakat

Perencanaan 1,0000 0,5000 0,6897Penganggaran 0,8000 0,6667 0,6207Pelaksanaan Anggaran 0,6000 0,3333 0,3684Pengawasan danMonitoring 0,8000 0,5000 0,2241

Penatausahaan 1,0000 0,8333 -Pelaporan dan PI 1,0000 0,3333 0,2586Tindak Lanjut 0,4000 0,3333 0,1552Jumlah Skor 5,6000 3,5000 2,3167Maksimum 7,0000 7,0000 6,0000Pencapaian 0,8000 0,5000 0,3861Prestasi A C D

Sumber : Data Primer diolah 2013

Analisis SKPD. Dari Hasil analisis secara keseluruhan fokus peneglolaan

Dana otsus untuk Akuntabilitas pada SKPD dalam penyusunan Perencanaan, dan

Penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring,

Penatausahaan, Pelaporan dan PI, dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan SKPD

maka hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya pendapat SKPD untuk olah

data SKPD adalah 0.800 (0,80) dengan Prestasi (A), maka dikatakan Sangatmemuaskan. Menurut Penilaian SKPD bahwa Akuntabilitas pada proses

perencanaan, penatausahaan serta Pelaporan dan PI mencapai 100 persen atau

sangat baik.

Selanjutnya penganggaran, pengawasan dan monitoring dalam pelaksanaan

dana otsus mencapai 80 persen. Artinya 2 aspek ini Memuaskan. Hal ini terbukti

dengan pencapaian 80 persen dengan prestasi “A”. Sedangkan pada aspek tindak

lanjut ditinjau dari sisi akuntabilitas mencapai nilai 40 persen atau cukup

memuaskan. Aspek ini perlu mendapat perhatian.

Analisis Lembaga. Lembaga Pendidikan dan kesehatan di Kota Jayapura

dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga

Pendidikan dan kesehatan meninjukkan prestasi nilai C, hal ini seperti ditunjukkan

pada WEB di atas. Berikut ini akan diuraikan masing-masing Aspek seperti berikut.

Aspek Partisispasi dalam pengelolaan Dana Otsus mencapai nilai 0,571 dengan

Prestasi (C), maka dikatakan Cukup memuaskan. Hal yang paling baik pada aspek

partisipasi adalah perencanaan dan Penataausahaan. Sedangkan fokus lainnya

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I267

berada di bawah 6 persen. Pada aspek Transparansi pengelolaan Dana otsus

mencapai nilai 0,429 dengan Prestasi C, maka dapat dikatakan Cukup Memuaskan.

Fokus Pengelolaan pada Aspek yang mendapat nilai baik adalah pada aspek

Pengganggaran sebesar 0,6667, sedangkan aspek perencanaan, pelaksanaan

anggaran, pengawasan dan monitoring masing-masing mendapat nilai sebesar

0,5000 atau Cukup. Selebihnya fokusnya memberikan nilai tidak memuaskan.

Artinya foku-fokus ini menurut Responden lembaga pendidikan dan kesehatan

kurang memuaskan dan bermasalah.

Selanjutnya Akuntabilitas mencapai Nilai sebesar 0,500 maka Prestasinya adalah

= C. pada aspek Akuntabilitas ini fokus pengelolaan yang memberi kontribusi sangat

memuaskan hanya pada Fokus pengelolaan pada Panatausahaan sebesar 0,8333,

diikuti oleh penganggaran sebesar 0,666. Sedangkan fokus pengelolaan lainnya

hanya berada di bawah 0,500. Kondisi ini jika dihubungkan dengan data sampel

lapangan pada lembaga menyatakan bahwa:

Selanjutnya sampel pendidikan menyatakan bahwa dari sisi Partisipasidalam perencanaan “pada saat musrembang di distrik seharusnya kamidiundang untuk menyatakan pikiran akan dunia pendidikan/program kerja”.Kami tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan program tetapi hanya dimintamasukan proposal saja”.

Kondisi ini mencerminkan bahwa pada saat dilakukan musrembang

kampung dan distrik belum melibatkan semau stackholder yang ada di wilayah

kampung. Terutama lembaga-lembaga pengguna dana otonomi khsus. Hal ini

menjadi perhatian pengelola dana Otsus terutama pihak SKPD terkait.

Dari hasil survei yang dilakukan terlihat skor yang dicapai sebesar 0,3861atau 38,61 persen untuk penilaian masyarakat, dan Prestasi yang dicapai adalah

Nilai “D”. Artinya tingkat akuntabilitas pengelolaan Dana Otonomi Khusus diKota Jayapura Tidak memuaskan. Prestasi tersebut mencerminkan tingkat

akuntabilitas pemerintah dalam menyediakan informasi dan data yang “tidakmemuaskan” kepada masyarakat umum. Terutama informasi menyangkut

- Setiap tahun anggaran kami dapat alokasi dana Otonomi Khusus, tetapi hanyapernah sekali dilibatkan dalam proses penyusunan rencana.

- Biaya yang digunakan untuk membangun bidang kesehatan tidak pernahdisampaikan/dilaporkan kepada kami di puskesmas

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I268

pelaporan pengelolaan dana otonomi khusus kepada masyarakat publik. Artinya

peloparan terhadap penggunaan dana otonomi khusus pada daerah sampel tidak

akuntabel kepada masyarakat. Dengan perkataan lain bahwa informasi tentang

pengelolaan Dana Otsus tidak dipublikasikan.

Gambar 5.29WEB Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus di Kota Jayapura

Aspek Pengelolaan yang belum optimal pada Fokus Pengelolaan pada tahap

akuntabilitas adalah “Tindak lanjut (0,1552), Pengawasan dan Monitoring (0,2241),

Pemeriksaan Internal (0,2586). Artinya akuntabilitas sampai saat ini belum dianggap

menjadi kebutuhan masyarakat oleh pemerintah daerah.

0.5000

0.6667

0.3333

0.5000

0.8333

0.3333

0.3333

0.000.200.400.600.801.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoringPenatausahaan

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

Lembaga = C

0.6897

0.6207

0.3684

0.2241

0.2586

0.15520.000.200.400.600.801.00

Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoring

PemeriksanaanInternal

Tindak Lanjut

1.0000

0.8000

0.6000

0.8000

1.0000

1.0000

0.40000.000.200.400.600.801.00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasandan MonitoringPenatausahaan

Pelaporan danPI

Tindak Lanjut

SKPD = A

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I269

5.2.10.4 Isu Strategis dan RekomendasiIsu Strategis1. Menurut Penilaian Lembaga dan Masyarakat bahwa Tingkat Partisipasi,

Transparansi serta Akuntabilitas dalam pengelolaan dana Otsus kurang

memuaskan masyarakat terutama OAP sebagai objek. Dalam Perencanaan

yang dilakukan melalui musrembang kampung dan musrembang distrik tidak

melibatkan lembaga pendidikan dan kesehatan dalam proses perencanaan awal.

2. Masyarakat lebih banyak dilibatkan dalam prses perencanaan penggunaan dana

Respek daripada Dana Otsus.

3. Informasi tentang belanja Respek lebih mudah diperoleh masyarakat daripada

belanja Pemerintah Menggunakan dana Otsus.

4. Masyarakat yang berdomisili di pinggiran kota dan bahkan pedalaman tidak

mengetahui tentang dana otonomi khusus yang diperuntukkan bagi masyarakat

asli Papua (indigenous peoples);

Rekomendasi1. Sangat perlu melibatkan lembaga pengguna dana Otsus untuk melakukan

Perencanaan mulai dari musrembang kampung dan musrembang distrik sampai

di tingkat Kota Jayapura.

2. Dalam penyususan URD, Bapeda perlu melibatkan SKPD pengguna dana Otsus

dan pembahasan URD harus ada konsistensi alokasi terhadap sektor prioritas

yang diamanatkan dalam UU 21 tahun 2001.

3. Untuk keterbukaan informasi, setiap pengguna dana Otsus wajib menyajikan

informasi tentang dana Otsus yang digunakan melalui papan informasi.

4. Pemerintah Daerah perlu membuat regulasi tentang pengelolaan dana Otsus

untuk mengakomidir ke-khusus-an Masyarakat Asli Papua.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I270

5.3 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS BERDASARKANTIPOLOGI WILAYAHBerdasarkan sampel wilayah yang telah ditetapkan sebagai daerah

pengamatan terhadap lokus penelitian, maka berikut ini akan dianalisis capaian dari

tiga (3) aspek pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua berdasarkan 3 Tipologi

Wilayah.

5.3.1 PartisipasiCapaian Partisipasi SKPD Berdasarkan Tipologi Wilayah

Partisipasi di tingkat SKPD dalam mengelola dana Otonomi Khusus

berdasarkan Tipologi Wilayah dapat ditunjukkan pada. Dari hasil olahan data yang

ditampilkan pada tabel tersebut menunjukkan prestasi di Wilayah Pegunungan

Cukup Memuaskan atau nilai “C”, di wilayah Sulit Akses Memuaskan atau nilai“B”, dan di wilayah Mudah Akses juga Memuaskan atau nilai “B”. Namun Fokus

Pengelolaan yang belum optimal di ke-3 tipologi wilayah adalah pada “Pelaporandan Pengawasan Internal”. Kekurangan yang paling menonjol pada fokus ini adalah

kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD yang dibiayai dengan dana Otsus

belum secara terbuka di sampaikan kepada semua pihak. Dalam Pengelolaan Dana

Otsus ternyata belum banyak masyarakat mendapat akses informasi penggunaan

dana Otsus. Hal ini diduga sebagai salah satu faktor yang memicu penilaian

masyarakat terhadap Otsus di Papua selalu gagal. Sehingga sangat perlu menjadi

perhatian perbaikan ke depan di semua wilayah.

Selanjutnya Fokus yang juga masih perlu mendapat perhatian adalah

“Penganggaran”. Karena secara rata-rata prestasinya masih di bawah 60 persen

atau mendapat nilai C. Artinya bahwa aspek penganggaran secara rata-rata belum

melibatkan semua komponen di dalam SKPD untuk melakukan perencanaan

maupun penggunaan anggaran.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I271

Tabel 5.63Capaian dan Prestasi Aspek Partisipasi SKPD pada Pengelolaan

Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Provinsi PapuaFokus Pengelolaan Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah Akses

Perencanaan 0,542 0,740 0,833Penganggaran 0,546 0,632 0,544Pelaksanaan Anggaran 0,773 0,799 0,767Pengawasan dan Monitoring 0,764 0,771 0,822PenatausahaanPelaporan dan PI 0,389 0,548 0,456Tindak Lanjut 0,657 0,763 0,722Jumlah Skor 3,671 4,253 4,144Maksimum 6,000 6,000 6,000Pencapaian 0,612 0,709 0,691Prestasi C B B

Sumber: Data Primer diolah 2013

Partisipasi LembagaPrestasi Partisipasi Lembaga Berdasarkan Tipologi Wilayah

Partisipasi di Tingkat Lembaga khusunya pada Puskesmas, SD dan SMP

sampel dalam mengelola dana Otonomi Khusus Papua berdasarkan Tipologi wilayah

dapat ditunjukkan pada Tabel di bawah. Dari hasil olahan data menunjukkan bahwa

semua Fokus Pengelolaan yang belum optimal terjadi di ke-3 tipologi wilayah. Hal ini

terbukti dengan nilai prestasi “C” atau Cukup Memuaskan untuk wilayah mudah

akses, sedangkan wilayah sulit akses dan pegunungan mencapai prestasi “D” atau“Kurang Memuaskan”. Pada wilayah muda akses hanya dua aspek yang

menunjukkan fokus pengelolaan baik yakni: “Penganggaran” dan

“Penantausahaan”. Selebihnya mencapai nilai di bawah 60 persen. Prestasi kurang

baik ini mencerminkan bahwa pihak sekolah dan puskesmas selama ini tidak

dilibatkan membahas perencanaan dan pelaksanaan serta monitoring program dan

kegiatan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai dana Otsus-Musrembang

kampung, distrik, kabupaten, atau rapat-rapat dinas pendidikan dan kesehatan. Hal

ini terjadi karena yang terlibat hanya kepala dinas berserta jajarannya. Tidak

terlibatnya lembaga pengguna dana otonomi khusus ini menjadi faktor utama

penilaian lembaga terhadap gagalnya pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua. Oleh

karena itu, ke depan pelaksanaan Musrembang harus dilakukan dengan baik mulai

dari kampung sampai di Kabupaten/kota.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I272

Tabel 5.64Capaian dan Prestasi Aspek Partisipasi Lembaga pada Pengelolaan

Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Provinsi PapuaFokus Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah Akses

Perencanaan 0,300 0,294 0,528Penganggaran 0,533 0,560 0,667Pelaksanaan Anggaran 0,111 0,244 0,306Pengawasan dan Monitoring 0,167 0,300 0,472Penatausahaan 0,522 0,336 0,750Pelaporan dan PI 0,189 0,202 0,417Tindak Lanjut 0,400 0,217 0,389Jumlah Skor 2,222 2,152 3,528Maksimum 7,000 7,000 7,000Pencapaian 0,317 0,307 0,504Prestasi D D CSumber: Data Primer diolah 2013

Partisipasi Individu/MasyarakatPrestasi Partisipasi Lembaga Berdasarkan Tipologi Wilayah

Secara teori, partisipasi rakyat merupakan kerjasama yang erat antara

perencana dan rakyat, dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan

mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai, (Soetrisno,1995). Merujuk

pada konsep teori tersebut, maka berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap

tingkat parstisipasi masyarakat terlihat skor yang dicapai sebesar 0,403 atau 40,3persen untuk penilaian masyarakat wilayah pegunungan, 0,582 atau 58,2 persenuntuk penilaian masyarakat wilayah sulit akses dan 0,535 atau 53,5 persen penilaian

masyarakat di wilayah mudah akses. Prestasi yang dicapai utuk 3 tipologi wilayah

adalah C atau Cukup memuaskan. Prestasi tersebut mencerminkan tingkat

partisipasi masyarakat yang ikut terlibat merencanakan program dan kegiatan yang

berasal dari penggunaan dana Otsus belum optimal. Hal ini terjadi karena

masyarakat lebih mengenal dan mengetahui program Respek daripada kegiatan

yang dibiayai dengan Dana Otsus Papua. Hal ini berarti musrembang yang selama

ini dilakukan belum sepenuhnya dapat melibatkan seluruh komponen masyarakat

yang ada di setiap wilayah, selain itu sumber dana untuk setiap program dan

kegiatan kurang disosialisasikan kepada masyarakat.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I273

Tabel 5.65Capaian dan Prestasi Aspek Partisipasi Individu/Masyarakat pada Pengelolaan

Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Provinsi PapuaFokus Pengelolaan Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah Akses

Perencanaan 0,206 0,507 0,630Penganggaran 0,189 0,567 0,493Pelaksanaan Anggaran 0,533 0,636 0,486Pengawasan dan Monitoring 0,544 0,504 0,443Pemeriksanaan InternalTindak Lanjut 0,544 0,664 0,561Jumlah Skor 2,017 2,879 2,613Maksimum 5,000 5,000 5,000Pencapaian 0,403 0,576 0,523Prestasi D C CSumber: Data Primer diolah 2013

Aspek Pengelolaan yang belum optimal pada Fokus Pengelolaan pada tahap

partisispasi untuk masyarakat wilayah pegunungan adalah “Perencanaan” dan“Penganggaran”. Ternyata dalam Musrenbang Distrik dan Kampung kurang

melibatkan masyarakat, selain itu warga Orang Asli Papua yang bukan PNS belum

diberi kesempatan berpartisipasi saat pengusulan anggaran. Hal ini menjadiperhatian serius untuk perbaikan ke depan. Selanjutnya Wilayah Sulit Akses,

Aspek Pengelolaan yang kurang melibatkan partisipasi masyarakat adalah

“Perencanaan” dan “Pengawasan dan Monitoring”. Aspek yang belum optimal

melibatkan partisipasi masyarakat di wilayah mudah akses adalah “Pengawasandan Monitoring” dan “Penganggaran”. Oleh karena itu diharapkan aspek-aspek

yang belum optimal dilaksnakan di setiap wilayah sangat perlu mendapat perhatian

perbaikan serius, agar dapat memperbaiki penilaian negatif masyarakat bahwa

peleksanaan Otonomi Khusus di Papua gagal dalam mensejahterkan rakyat Orang

Asli Papua.

5.3.2 TransparansiPrestasi Transparansi SKPD Berdasarkan Tipologi Wilayah

Dari tujuh (7) Fokus Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua berdasarkan

penilaian SKPD pertipologi wilayah, ternyata menunjukan prestasi pada semua

Aspek Pengelolaan mendapat nilai “B” atau memuaskan. Fokus pengelolaan yang

nilai kontribusinya paling rendah di ketiga wilayah adalah pada pelaksanaananggaran. Artinya sangat kurang pada pelaksanaan anggaran, dimana kegiatan-

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I274

kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD yang dibiayai dengan dana otsus secara

terbuka tidak disampaikan kepada semua pihak, baik di wilayah mudah akses,

maupun di wilayah sulit akses dan wilayah pegunungan. Oleh karena itu, diharapkan

ke-depan penyampaian informasi tentang penggunaan Dana Otsus kepada

masyarakat Asli Papua melalui semua media diharuskan. Termasuk OAP yang tidak

dapat membaca dan menulis di wilayah sulit akses dan pegunungan.

Tabel 5.66Capaian dan Prestasi Aspek Transparansi SKPD pada Pengelolaan

Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Provinsi PapuaFokus Pengelolaan Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah Akses

Perencanaan 0,611 0,594 0,767Penganggaran 0,657 0,635 0,833Pelaksanaan Anggaran 0,222 0,098 0,600Pengawasan dan Monitoring 0,731 0,698 0,711Penatausahaan 0,847 0,829 0,833Pelaporan dan PI 0,847 0,766 0,722Tindak Lanjut 0,755 0,969 0,767Jumlah Skor 4,671 4,589 5,233Maksimum 7,000 7,000 7,000Pencapaian 0,667 0,656 0,748Prestasi B B B

Sumber: Data Primer diolah 2013

Transparansi LembagaPrestasi Transparansi Lembaga Berdasarkan Tipologi Wilayah

Berdasarkan sampel wilayah kajian, ternyata Responden lembaga

pendidikan dan kesehatan di wilayah pegunungan memberikan penilaian terhadap

aspek tingkat transparansi, mencapai prestasi nilai “D” atau “tidak memuaskan”.

Penilaian tidak memuaskan ini sebagai akibat dari ke 7 Fokus Pengelolaan nilai

persentasenya berada di bawah 50 persen. Artinya bahwa Program dan atau

kegiatan pendidikan dasar dan menengah dari sumber dana Otsus tidak

diinformasikan kepada kepala sekolah, guru dan komite sekolah. Selain itu, tidak

dilakukan sosialisasi sumber dana dan peruntukan kepada Kepala sekolah, guru,

dan komite tentang adanya sumber dana Otsus untuk sekolahnya (jumlah uang, dan

peruntukan).

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I275

Tabel 5.67Capaian dan Prestasi Aspek Transparansi Lembaga pada Pengelolaan

Dana Otsus Berdasarkan Tipologi WilayahFokus Pengelolaan Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah Akses

Perencanaan 0,278 0,133 0,528Penganggaran 0,278 0,175 0,611Pelaksanaan Anggaran 0,333 0,100 0,333Pengawasan dan Monitoring 0,056 0,050 0,500Penatausahaan 0,556 0,133 0,500Pelaporan dan PI 0,567 0,338 0,583Tindak Lanjut 0,344 0,133 0,389Jumlah Skor 2,411 1,063 3,444Maksimum 7,000 7,000 7,000Pencapaian 0,344 0,152 0,492Prestasi D E D

Sumber: Data Primer diolah 2013

Selanjutnya kegiatan atau program pembangunan bidang kesehatan yang

dibiayai dengan dana otsus secara terbuka tidak disampaikan kepada Kepala

Puskesmas sehingga tidak dapat mengetahui secara pasti berapa jumlah dana yang

menjadi bagiannya dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang maksimum.

Ternyata selama ini hanya kepala dinas pendidikan, kepala dinas kesehatan dan

kepala Rumah Sakit beserta jajarannya yang terlibat dalam aspek pengelolaan Dana

Otsus. Artinya perencanaaan masih menganut perencanaan dari atas (top down).

Penilaian yang lebih buruk justru dari Lembaga pada wilayah sulit akses memberikan

penilaian terhadap tingkat transparansi, mencapai prestasi nilai “E” atau “sangattidak memuaskan atau sangat buruk”. Artinya keterbukaan informasi tentang

sumber dan peruntukkan dana Otsus Papua tidak sampai ke pihak guru-guru dan

tenaga kesehatan di wilayah sulit akses.

Transparansi Individu/MasyarakatPrestasi Transparansi Individu/masyarakat Berdasarkan Tipologi Wilayah

Kajian ini bertujuan menganalisis penilaian masyarakat terhadap upaya

pemerintah daerah menyediakan semua informasi pengelolaan dana Otsus Papua

yang mampu dirilis secara legal baik positif maupun negatif secara akurat, tepat

waktu, seimbang, dan tegas, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan

penalaran masyarakat dan mempertahankan tanggung jawab pemerintah atas

tindakan, kebijakan, dan praktiknya dalam menyelenggarakan Otonomi Khusus di

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I276

Papua. Penilaian masyarakat sampel di Wilayah Pegunungan, Wilayah Sulit Akses

dan Wilayah Mudah Akses terhadap 7 Fokus Pengelolaan dan dihubungkan dengan

tingkat transparansi dalam tahap Perencanaan, Pengelolaan dan Tindak lanjut

pencapaian di bawah 60 persen, capaian ini memberi gambaran bahwa pada tahap

perencanaan program dan kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus baru mencapai

tahap “cukup memuaskan”. Artinya dalam kegiatan Musrenbang di ke–3 wilayah

sampel relatif terbuka, terutama kegiatan Respek. Hal ini sangat terbukti dengan

capaian 0,502 atau 50,2 persen dengan Prestasi C untuk wilayah pegunungan.

Tabel 5.68Capaian dan Prestasi Aspek Transparansi Pengelolaan

Dana Otsus Berdasarkan Tipologi WilayahFokus Pengelolaan Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah AksesPerencanaan 0,444 0,526 0,466Penganggaran 0,450 0,428 0,431Pelaksanaan Anggaran 0,506 0,483 0,382Pengawasan dan Monitoring 0,567 0,416 0,573Pemeriksanaan InternalTindak Lanjut 0,544 0,480 0,264Jumlah Skor 2,511 2,333 2,117Maksimum 5,000 5,000 5,000Pencapaian 0,502 0,467 0,423Prestasi C C C

Sumber: Data Primer diolah 2013

Wilayah sulit akses capaian 47 persen dan wilayah mudah akses capaian 43

persen. Artinya transparansi dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus dipandang

Cukup memuaskan. Namun capaian masih di bawah 60 persen sehingga sangat

perlu mendapat perhatian serius dalam perbaikan di semua wilayah sampel.

5.3.3 AkuntabilitasPrestasi Akuntabilitas pada SKPD Berdasarkan Tipologi Wilayah

Secara konsep, Akuntabilitas memungkinkan masyarakat memperoleh

informasi yang mereka butuhkan untuk menilai apakah tindakan pemerintah

didasarkan pada nilai-nilai penting dari tata pemerintahan yang baik, seperti

efektivitas, integritas, demokrasi, dan transparansi. Jika dihubungkan konsep di atas

dengan kajian ini maka dari aspek Akuntabilitas maupun angka skor pengelolaan

Otsus SKPD di wilayah pegunungan menunjukan prestasi “B” atau memuaskan,

wilayah sulit akses menunjukan prestasi “B” atau Memuaskan dan wilayah mudah

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I277

akses juga menunjukkan prestasi yang sama yaitu memuaskan atau nilai “B”.

Artinya penilaian lembaga terhadap akuntabilitas pelaksanaan Otsus memuaskan

dan sangat memuaskan. Artinya bahwa Penyusunan perencanaan kegiatan-kegiatan

Otsus dibuat dalam bentuk dokumen perencanaan khusus untuk dilaporkan kepada

pemerintah provinsi. Selain itu, Pejabat SKPD sangat setuju alokasi dana Otsus

bidang pendidikan 30 persen, kesehatan 15 persen. Oleh karena itu prestasi yang

telah dicapai ini perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan.

Tabel 5.69Capaian dan Prestasi Aspek Akuntabilitas SKPD Pengelolaan

Dana Otsus Berdasarkan Tipologi WilayahFokus Pengelolaan Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah Akses

Perencanaan 0,773 0,896 0,889Penganggaran 0,694 0,845 0,767Pelaksanaan Anggaran 0,794 0,656 0,478Pengawasan dan Monitoring 0,806 0,792 0,711Penatausahaan 0,810 0,621 0,889Pelaporan dan PI 0,815 0,969 0,833Tindak Lanjut 0,639 0,695 0,689Jumlah Skor 5,331 5,473 5,256Maksimum 7,000 7,000 7,000Pencapaian 0,762 0,782 0,751Prestasi B B B

Sumber: Data Primer diolah 2013

Akuntabilitas LembagaPrestasi Akuntabilitas pada Lembaga Berdasarkan Tipologi Wilayah

Berdasarkan hasil penilaian sampel lembaga terhadap tingkat akuntabilitas

peleksanaan pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua terbukti bahwa wilayah

pegunungan dan sulit akses keduanya mencapai Prestasi “D“ atau “tidakmemuaskan”. Artinya pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam peneglolaan

dana Otsus kepada Publik (pihak sekolah dan puskesmas) tidak memuaskan.

Secara kasar dapat dikatakan bahwa selama ini akuntabilitas pengelolaan dana

otsus tidak baik. Dalam arti bahwa pelaksanaan kegiatan atau program

pembangunan bidang kesehatan di Rumah Sakit/Puskesmas dan sekolah yang

dibiayai dengan dana Otsus selalu turun tanpa melibatkan pihak puskesmas atau

guru melakukan perencanan terlebih dahulu. Selain itu, pelaporan penggunaan dana

otsus selama ini pihak sekolah dasar dan SLTP maupun tenaga kesehatan di

puskesmas tidak ada akses.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I278

Tabel 5.70Capaian dan Prestasi Aspek Akuntabilitas Lembaga pada Pengelolaan

Dana Otsus Berdasarkan Tipologi WilayahFokus Pengelolaan Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah Akses

Perencanaan 0,167 0,329 0,472Penganggaran 0,300 0,185 0,639Pelaksanaan Anggaran 0,233 0,133 0,361Pengawasan dan Monitoring 0,467 0,217 0,583Penatausahaan 0,356 0,321 0,667Pelaporan dan PI 0,467 0,313 0,639Tindak Lanjut 0,333 0,258 0,528Jumlah Skor 2,322 1,756 3,889Maksimum 7,000 7,000 7,000Pencapaian 0,332 0,251 0,556Prestasi D D C

Sumber: Data Primer diolah 2013

Akuntabilitas Individu/MasyarakatPrestasi Akuntabilitas pada Individu/Masyarakat Berdasarkan Tipologi Wilayah

Hasil kajian ini menunjukan bahwa ternyata Penilaian Masyarakat wilayah

Pegununga, wilayah sulit akses dan wilayah mudah akses terhadap Akuntabilitas

dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus “Tidak Memuaskan” dari semua Fokus

Pengelolaan Dana Otsus. Hal ini terbukti dengan prestasi “ D”. Menurut masyarakat

sampel bahwa pengelolaan dana otonomi khusus selama ini tidak akuntabel. Hal ini

menjadi perhatian pemerintah daerah baik di Provinsi maupun di kabupaten/kota.

Tabel 5.71Capaian dan Prestasi Aspek Akuntabilitas Individu pada Pengelolaan

Dana Otsus Berdasarkan Tipologi WilayahFokus Pengelolaan Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah Akses

Perencanaan 0,361 0,499 0,511Penganggaran 0,200 0,293 0,431Pelaksanaan Anggaran 0,394 0,285 0,416Pengawasan dan Monitoring 0,261 0,335 0,378Penatausahaan 0,494 0,269 0,373Pelaporan dan PI 0,372 0,302 0,287Tindak Lanjut 2,083 1,982 2,397Jumlah Skor 6,000 6,000 6,000Maksimum 0,347 0,330 0,400Pencapaian D D D

Sumber: Data Primer diolah 2013

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I279

5.3.4 Isu-Isu Strategis dan RekomendasiIsu-Isu Strategis1. Kajian ini menemukan bahwa Pengeloaan yang belum optimal di wilayah

Pegunungan, wilayah sulit akses dan wilayah mudah akses adalah “Pelaporandan Pengawasan Internal”. Kekurangan yang paling menonjol pada fokus ini

adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD dan dibiayai dengan

dana otsus belum secara terbuka di sampaikan kepada publik.

2. Lembaga pendidikan SD, SMP serta Puskesmas serta rumah sakit menunjukkan

bahwa semua Fokus Pengelolaan belum optimal baik wilayah pegunungan

maupun di wilayah sulit akses dan wilayah mudah akses. Hal ini terbukti dengan

nilai prestasi “C” atau Cukup Memuaskan untuk wilayah mudah akses,

sedangka wilayah sulit akses dan pegunungan mencapai prestasi “D” atau“Kurang Memuaskan”. Artinya pemerintah tidak melibatkan Guru dan tenaga

medis melakukan perencanaan, pelaksanaan dan monitoring belanja dana

Otsus.

3. Aspek Pengelolaan yang belum optimal pada Fokus Pengelolaan pada tahap

partisispasi untuk masyarakat wilayah pegunungan adalah “Perencanaan” dan“Penganggaran”. Ternyata dalam Musrenbang Distrik dan Kampung kurang

melibatkan masyarakat, selain itu warga Orang Asli Papua yang bukan PNS

belum diberi kesempatan berpartisipasi saat pengusulan anggaran.

4. Tingkat transparansi pada Fokus pengelolaan yang nilai kontribusinya paling

rendah di ketiga wilayah sampel adalah pada pelaksanaan anggaran. Artinya

selama ini kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD yang dibiayai

dengan dana otsus secara terbuka tidak disampaikan kepada semua pihak yang

membutuhkan, baik di wilayah mudah akses, maupun di wilayah sulit akses dan

wilayah pegunungan.

5. Berdasarkan sampel wilayah kajian, ternyata Responden lembaga pendidikan

dan kesehatan di wilayah pegunungan memberikan penilaian terhadap aspek

tingkat transparansi, mencapai prestasi nilai “D” atau “tidak memuaskan”.

Penilaian tidak memuaskan ini sebagai akibat dari ke 7 Fokus Pengelolaan nilai

persentasenya berada di bawah 50 persen. Artinya bahwa Program dan atau

kegiatan pendidikan dasar dan menengah serta kegiatan untuk pelayanan

kesehatan di puskesmas maupun rumah sakit dari sumber dana otsus tidak

diinformasikan kepada kepala sekolah, guru dan komite sekolah maupun

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I280

petugas medis. Selain itu, tidak dilakukan sosialisasi sumber dana dan

peruntukan kepada Kepala sekolah, guru, dan komite maupun tenaga medis

tentang adanya sumber dana Otsus dan peruntukan).

6. Penilaian masyarakat sampel di Wilayah Pegunungan, Wilayah Sulit Akses dan

Wilayah Mudah Akses terhadap 7 Fokus Pengelolaan dan dihubungkan dengan

tingkat transparansi dalam tahap Perencanaan, Pengelolaan dan Tindak lanjut

pencapaian di bawah 60 persen, capaian ini memberi gambaran bahwa pada

tahap perencanaan program dan kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus belum

transparan. Kegiatan yang nyata di wilayah mereka hanya Respek.

7. Dari Aspek Akuntabilitas pengelolaan Otsus SKPD di wilayah pegunungan

menunjukan dan wilayah mudah akses mencapai prestasi “B” atau

memuaskan, dan wilayah sulit akses mencapai prestasi “A” atau SangatMemuaskan. Artinya penilaian lembaga terhadap akuntabilitas pelaksanaan

Otsus memuaskan dan sangat memuaskan di semua wilayah.

8. Tingkat Akuntabilitas peleksanaan pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua

terbukti bahwa wilayah pegunungan mencapai Prestasi “D“ atau “tidakmemuaskan”. Wilayah sulit akses hasil penilaian mencapai Prestasi “D“ atau

“tidak memuaskan”. Artinya pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam

peneglolaan dana Otsus kepada Publik tidak memuaskan. Secara kasar dapat

dikatakan bahwa selama ini banyak kegiatan yang guru-guru dan tenaga medis

tidak tahu asal kegaiatan dan asal sumber dananya.

9. Penilaian Masyarakat wilayah Pegunungan, wilayah sulit akses dan wilayah

mudah akses terhadap Akuntabilitas dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus

“Tidak Memuaskan” dari semua Fokus Pengelolaan Dana Otsus. Hal ini terbukti

dengan prestasi “D”. Menurut masyarakat sampel bahwa pengelolaan dana

otonomi khusus selama ini tidak akuntabel. Hal ini menjadi perhatian pemerintah

daerah baik di Provinsi maupun di kabupaten/kota.

Rekomendasi1. Sangat perlu informasi kegiatan dan sumber dana Otsus yang transparan

kepada publik melalui papan nama kegiatan, media masa eloktronik maupun

visual.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I281

2. Dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan monitoring kegiatan kegiatan yang

yang dibiayai melalui dana Otonomi Khusus Papua sangat pelu melibatkan

semua komponen masyarakat Papua.

3. Pemerintah Sangat Perlu meramu model Musrembang yang lebih komunikatif

dan melibatkan semua komponen masyarakat terlibat aktif.

5.4 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS PROVINSI PAPUABerdasarkan WEB Total pengelolaan dana Otsus menunjukkan bahwa dari 7

aspek mencapai nilai di atas 70 persen. Atau mencapai prestasi “B”. Artinya

pengelolaan Dana Otsus di Provinsi Papua secara total “BAIK” atau “MEMUASKAN”

dan belum mencapai “Sangat Memuaskan” dari sisi perencanaan, penganggaran,

pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penatausahaan, pelaporan &

PI, serta tindak lanjut jika ada temuan. Belum mencapai sangat memuaskan karena

berbagai kendala.

Gambar 5.30Capaian dan Prestasi Total Aspek Pengelolaan Dana Otsus

Sumber; Data Primer diolah, 2013

Ada dua Fokus pengelolaan yang menjadi perhatian ke depan dalam

pengelolaan dana Otsus mencapai “sangat memuaskan” atau sangat baik adalah

Pelaksanaan anggaran dan panatausahaan. Dari sisi pelaksanaan anggaran selalu

terlambat karena mekanisme yang panjang dan juga para birokrat di daerah selalu

tidak konsisten dalam pelaksanaan anggaran (rencana lain, pelaksanaan lain).

0.7215

0.6727

0.5677

0.75460.7917

0.7059

0.7331

0.000.200.400.600.801.00Perencanaan

Penganggaran

Pelaksanaan Anggaran

Pengawasan danMonitoringPenatausahaan

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I282

Menurut responden bahwa semua regulasi untuk mengelola dana otsus

sudah di tetapkan oleh pemerintah provinsi dan pelaksanaannya oleh semua SKPD

di kabupaten/kota.

5.4.1 PARTISIPASIPrestasi pada aspek Partisipasi pada SKPD mendapat nilai B, artinya

“memuaskan”. Fokus Pengelolaan Dana Otsus yang berkontribusi tertinggi yakni

pada pengawasan dan monitoring, selanjutnya diikuti oleh pelaksanaan anggaran.

Fokus pengelolaan yang nilai paling rendah adalah pelaporan dan penganggaran.

Artinya tingkat partisipasi kurang di pelaporan dan penganggaran. Artinya sampai

saat ini belum terdapat prosedur pengaduan/Komplain dari masyarakat OAP tentang

pelayanan SKPD. Oleh karena itu perlu disiapkan sarana untuk pengaduan

masyarakat terhadap pelayanan yang menggunakan dana Otsus.

Prestasi yang dicapai pada aspek Partisipasi dan Transparansi sama–

sama mencapai hasil “tidak memuaskan” atau nilai “D”. Pendapat tidak

memuaskan ini sebagai akibat dari 1 aspek yakni: Partisispasi, nilai persentasenya

berada di bawah 50 persen. yakni 37 persen. Artinya bahwa pengelolaan dana Otsus

Papua selama ini tidak melibatkan guru-guru lembaga pendidikan tingkat dasar danmenengah serta tenaga perawat terlibat dalam beberapa fokus (pertanayan

penelitian: apakah Pihak sekolah biasa diundang untuk membahas perencanaan

program dan kegiatan pendidikan yang dibiayai Otsus pada Musrenbang Kampung,

Distrik, Kabupaten, atau rapat-rapat koordinasi di Dinas Pendidikan) (Pihak Rumah

Sakit/Puskesmas dilibatkan dalam proses penyusunan rencana kegiatan atau

program pembangunan bidang kesehatan yang dibiayai dengan dana otsus).

Ternyata selama ini hanya kepala dinas pendidikan, kesehatan dan kepala Rumah

Sakit saja yang terlibat.

Dari aspek partisipasi dalam pengelolaan dana otsus responden masyarakat

menunjukkan prestasi yang “Cukup memuaskan” atau Cukup Baik”. Fokus

pengelolaan yang sangat mendukung prestasi ini hanya pada fokus pengelolaan

pada Tindak lanjut dan pelaksanaan anggaran. Rata-rata penilaian yang dicapai

pada aspek partisipasi berada di bawah 50 persen. Fokus yang perlu diperhatikan

dalam pengelolaan Dana Otsus ke depan adalah aspek perencanaan. Menurut

masyarakat bahwa aspek perencanaan selama ini belum banyak melibatkan

masyarakat. Perencanaannya lebih bersifat top down sehingga tidak menyentuh

kebutuhan masyarakat asli Papua.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I283

Gambar 5.31WEB Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Provinsi Papua

WEB PARTISIPASI

0,36840,5714

0,2281

0,3158

0,2679

0,33330,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoring

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

LEMBAGA

0,4503

0,4435

0,58180,4975

0,5970 0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoring

Tindak Lanjut

MASYARAKAT

0,6806

0,5694

0,7746

0,7778

0,4648

0,7042

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoring

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

SKPD

5.4.2 TRANSPARANSISKPD. Penilai SKPD menunjukkan Prestasi pada aspek Transparansi

mendapat nilai B, berarti “memuaskan”. Nilai memuaskan ini sangat didukung oleh

Fokus pengeloaan pada tindak lanjut, penatausahaan, pelaporan & PI, pengawasan.

Fokus pengelolaan yang nilai kontribusinya paling rendah adalah pada pelaksanaan

anggaran. Artinya sangat kurang pada pelaksanaan anggaran, di mana kegiatan-

kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD yang dibiayai dengan dana otsus secara

terbuka tidak disampaikan kepada semua pihak. Oleh karena itu, diharapkan ke-

depan penyampaian informasi tentang penggunaan Dana Otsus kepada masyarakat

Asli Papua melalui semua media diharuskan.

Responden lembaga memberikan penilaian terhadap tingkat Transparansi

berada di bawah 60 persen. Atau “cukup memuaskan”. Artinya bahwa pengelolaan

dana Otsus Papua selama ini kurang transparan kepada masyarakat, terutama guru

pendidik tingkat dasar dan menengah serta tenaga perawat terlibat dalam beberapa

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I284

pokus pengelolaan dana otsus. Hal ini diindikasikan bahwa pengeloaan dana

otonomi khusus selama ini kurang transparan kepada tenaga guru dan mantri/suster

di puskesmas atau rumah sakit. Oleh karena itu perlu transparansi mulai dari tahap

perencanaan sampai ke monitoring.

Gambar 5.32WEB Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otsus

di Provinsi Papua

WEB PARTISIPASI

0,36840,5714

0,2281

0,3158

0,2679

0,33330,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoring

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

LEMBAGA

0,4503

0,4435

0,58180,4975

0,59700,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoring

Tindak Lanjut

MASYARAKAT

0,6806

0,5694

0,7746

0,7778

0,4648

0,7042

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoring

Pelaporan dan PI

Tindak Lanjut

SKPD

Dari aspek transparansi, semua aspek penilaian dari masyarakat mendapat

bobot nilai di bawah 50persen, kecuali pengawasan dan monitoring memiliki bobot

nilai 0,5076. kondisi ini terbukti dengan prestasi yang dicapai cukup baik. Hal ini

berarti tingkat partisipasi kepada masyarakat relatif baik. Fokus yang perlu mendapat

perhatikan serius adalah Tindak lanjut, penganggaran dan pelaksanaan anggaran.

5.4.3 AKUNTABILITASPada aspek Transparansi SKPD memberi nilai B, artinya “memuaskan”. Nilai

memuaskan ini sangat didukung oleh Fokus pengeloaan pada pelaporan dan

Pengawasan Internal, diikuti oleh perencanaan, pengawasan dan monitoring,

penganggaran, sedangkan fokus pengelolaan pada tindak lanjut mendapat nilai

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I285

paling rendah. Berarti bahwa tingkat akuntabilitas sangat kurang tindak lanjut.

(Apakah Ada pembahasan tindak lanjut temuan BPK oleh pejabat)

Gambar 5.33WEB Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus di Provinsi Papua

WEB AKUNTABILITAS

0,8451

0,7681

0,6571

0,7778

0,75000,8750

0,6479

0,000,200,400,600,801,00

Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasandan MonitoringPenatausahaan

Pelaporan danPI

Tindak Lanjut

SKPD

0,33330,3448

0,2241

0,37930,4310

0,4483

0,3448

0,000,200,400,600,801,00

Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasandan MonitoringPenatausahaan

Pelaporan danPI

Tindak Lanjut

LEMBAGA

0,4604

0,3069

0,37840,3255

0,3676

0,3187

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00Perencanaan

Penganggaran

PelaksanaanAnggaran

Pengawasan danMonitoring

PemeriksanaanInternal

Tindak Lanjut

MASYARAKAT

Jika dilihat dari aspek Akuntabilitas maupun angka skor pengelolaan Otsus,

menunjukkan prestasi yang tidak memuaskan atau nilai “D”. Artinya penilaian

lembaga terhadap akuntabilitas tidak memuaskan. Secara kasar dapat dikatakan

bahwa selama ini akuntabilitas pengelolaan dana otsus tidak baik. Dalam arti bahwa

pelaksanaan kegiatan atau program pembangunan bidang kesehatan di Rumah

Sakit/Puskesmas dan sekolah yang dibiayai dengan dana Otsus selalu turun tanpa

melibatkan pihak puskesmas atau guru melakukan perencanan terlebih dahulu.

Selain itu, pelaporan penggunaan dana otsus selama ini pihak sekolah dasar dan

SLTP maupun tenaga kesehatan di puskesmas tidak tahun.

Penilaian Masyarakat terhadap Akuntabilitas dalam pengelolaan dana

Otonomi Khusus “Tidak Memuaskan” dari semua Fokus Pengelolaan Dana Otsus.

Hal ini terbukti dengan prestasi “D”. Menurut masyarakat sampel bahwa pengelolaan

dana otonomi khusus selama ini belum akuntabel.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I286

5.4.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIIsu–isu Strategis1. Orang asli Papua lebih banyak berdomisili pada kampung-kampung dan distrik di

wilayah terpencil, terisolir. Orang asli Papua yang berada di daerah perkotaan

tersebar secara tidak merata pada kampung-kampung perkotaan. Oleh karena

itu program dan kegiatan sektor kesehatan dan pendidikan dengan

menggunakan dana otsus perlu mempertimbangkan wilayah domisili orang asli

Papua.

2. Transparansi penggunaan dana Otsus sampai saat ini masih sangat rendah.

Rendahnya akuntabilitas dalam pelaporan penggunaan dana Otsus

menggambarkan rendahnya keinginan pemerintah daerah untuk penerapan

transparansi pelaporan keuangan. Tidak adanya transparansi penggunaan dana

Otsus akan menimbulkan dampak negatif yang sangat luas masyarakat. Dampak

negatif tersebut antara lain dapat menimbulkan semakin merosotnya

kepercayaan masyarakat kepada pemerintahsebagai pelayan publik. Oleh

karena itu perlu pembenahan sistem pengelolaan dana Otsus. Dalam hal

birokrasi maupun administrasi penggunaan dana Otsus perlu dievaluasi dan

diperbaiki agar kinerja pengelolaan dana Otsus semakin baik dan dapat

meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam perencanaan sampai

pertanggungjawaban.

3. Keterlibatan semua pihak terutama masyarakat dalam pengelolaan dana

otonomi khusus masih sangat terbatas, mulai dari proses perencanaan hingga

tahapan evaluasi atau tindak lanjut. Lembaga pendidikan dan kesehatan belum

dilibatkan secara penuh dalam pengelolaan dana otonomi khusus karena

program dan kegiatan yang bersumber dari dana otonomi khusus di handle

secara langsung oleh Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan.

4. Masyarakat yang berdomisili di pinggiran kota dan bahkan pedalaman tidak

mengetahui tentang dana otonomi khusus yang diperuntukkan bagi masyarakat

asli Papua (indigenous peoples). Otsus sangat berharga dan menjadi suatu

harapan banyak Orang Asli Papua namun dana tersebut oleh masyarakat

dirasakan tidak menyentuh sampai kepada masyarakat pada tingkatan yang

terbawah.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I287

Otsus dalam dokumen penganggaran terkadang tidak masuk ke unit-unit yang

melakukan pelayanan yang dapat menyentuh langsung ke masyarakat seperti

puskesmas dan sekolah tingkat dasar dan menengah pertama.

RekomendasiBerdasarkan beberapa isu yang diangkat di atas, maka hasil kajian ini dapat

merekomendasikan:

1. Pendataan ulang penduduk Asli Papua di seluruh distrik baik yang berada

diwilayah perkotaan maupun wilayah terisolir, terpencil dan perbatasan,

sehingga akan memudahkan pemerintah daerah untuk melakukan pelayanan

yang dapat menyentuh OAP. Perlu Pembangunan Puskesmas, Pustu,

Posyandu dan sekolah-sekolah pada wilayah domisili orang asli Papua.

2. Pemerintah daerah sangat perlu melakukan sosialisasi kegiatan yang

menggunakan dana Otsus, hal ini merupakan salah satu bentuk transparansi.

Memberikan informasi formal maupun nonformal kepada masyarakat tentang

kegiatan apa saja yang menggunakan dana Otsus, seperti mading, melaukan

dialog dengan masyarakat melalui media masa maupun media on-line seperti

TV dan radio.

3. Melibatkan perwakilan dari setiap kampung, tokoh adat, tokoh agama, tokoh

perempuan untuk duduk bersama-sama dalam merencanakan kegiatan yang

bersumber dari dana Otsus, meskipun selama ini diklaim sudah berjalan, tapi

kurang maksimal. Selalu melibatkan lembaga-lembaga kesehatan maupun

pendidikan seperti, puskesmas dan sekolah dalam merencanakan penggunaan

dana Otsus sampai pada pertanggungjawaban.

4. Melakukan kegiatan yang berkelanjutan dan selalu ada alokasi dana Otsus

yang jelas setiap tahun supaya kegiatan yang telah dilakukan tidak berhenti di

tengah perjalanan, contohnya sistem pemasaran bagi petani dan nelayan lokal.

Pemerintah Daerah perlu konsisten dengan aturan dalam Kebijakan

menentukan besaran persentasi alokasi dana Otsus per bidang prioritas.

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I288

BAB 6PENUTUP

6.1 ISU-ISU STRATEGISOrang asli Papua lebih banyak berdomisili pada kampung-kampung dan

distrik di wilayah terpencil, terisolir serta Orang asli Papua yang berada di daerah

perkotaan tersebar secara tidak merata pada kampung-kampung di pinggiran

perkotaan. Sehingga membutuhkan biaya yang cukup besar untuk menjangkau

mereka dengan pelayanan kesehatan maupun pendidikan.

Keterlibatan semua pihak terutama masyarakat dalam pengelolaan dana

otonomi khusus masih sangat terbatas, mulai dari proses perencanaan hingga

tahapan evaluasi atau tindak lanjut. Lembaga pendidikan dan kesehatan belum

dilibatkan secara penuh dalam pengelolaan dana otonomi khusus karena program

dan kegiatan yang bersumber dari dana otonomi khusus hanyasecara langsung

diikuti oleh pejabat di tingkat SKPD atau Dinas yang bersangkut, dalam arti bahwa

perenacanaan lebih mengarah ke topdown; Kondisi ini terjadi merata di wilayah

mudah akses, wilayah sulit akses maupun wilayah pegunungan.

Transparansi penggunaan dana Otsus sampai saat ini masih sangat rendah.

Rendahnya akuntabilitas dalam pelaporan penggunaan dana Otsus menggambarkan

rendahnya keinginan pemerintah daerah untuk penerapan transparansi pelaporan

keuangan. Kondisi terjadi merata baik di wilayah pegunugan, wilayah sulit akses

maupun wilayah mudah akses. Kekurangan yang paling menonjol pada fokus ini

adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD dan dibiayai dengan dana

Otsus belum secara terbuka di sampaikan kepada publik. Rendahnya transparansi

penggunaan dana Otsus akan menimbulkan dampak negatif yang sangat luas di

masyarakat. Dampak negatif tersebut antara lain dapat menimbulkan semakin

merosotnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sebagai pelayan publik.

Masyarakat yang berdomisili di wilayah mudah akses, wilayah sulit akses

maupun wilayah pegunungan kurang mengetahui tentang dana otonomi khusus yang

diperuntukkan bagi masyarakat asli Papua. Hal terjadi karena saat musrembang di

tingkat kampung, dan distrik kurang melibatkan masyarakat dan pihak sekolah

maupun tenaga medis. Format Musrembang yang selama ini dilakukan Pemerintah

daerah kurang melibatkan masyarakat untuk merencanakan apa yang mereka

butuhkan, sehingga dana otsus yang sangat berharga dan menjadi suatu harapan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I289

banyak Orang Asli Papua namun dana tersebut oleh masyarakat dirasakan tidak

menyentuh sampai kepada masyarakat pada tingkatan yang terbawah. Dana Otsus

dalam dokumen penganggaran terkadang tidak masuk ke unit-unit yang memberikan

pelayanan yang menyentuh langsung kepada masyarakat asli Papua.

6.2 REKOMENDASIPendataan ulang penduduk Asli Papua di seluruh distrik baik yang berada di

wilayah mudah akses, wilayah sulit akses maupun wilayah pegunungan yang

terpencil dan perbatasan, sehingga akan memudahkan pemerintah daerah untuk

melakukan pelayanan. Perlu Pembangunan Puskesmas, Pustu, Posyandu dan

sekolah-sekolah pada wilayah domisili orang asli Papua. Sangat perlu program dan

kegiatan bidang kesehatan maupun pendidikan yang menggunakan dana Otsus

perlu mempertimbangkan wilayah domisili orang asli Papua.

Sangat perlu melibatkan perwakilan dari setiap komponen masyarakat

kampung yakni: tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan untuk duduk bersama-

sama dalam merencanakan kegiatan yang bersumberi dari dana Otsus, meskipun

selama ini diklaim sudah berjalan, tetapi kurang maksimal. Perlu juga melibatkan

kepala puskesmas, para mantri dan suster maupun guru-guru SD dan SMP untuk

duduk sama-sama merencanakan penggunaan dana Otsus sampai pada

pertanggungjawaban. Karena selama ini banyak sekali kegiatan yang turun tiba-tiba

ke wilayah pelayanan mereka. Perlu diramu kembali Model Musrembang yang

selama ini dilaksanakan karena kurang komunikatif dan kurang melibatkan semua

masyarakat yang membutuhkan pelayanan.

Perlu pembenahan sistem pengelolaan dana Otsus. Dalam hal ini birokrasi

maupun administrasi penggunaan dana Otsus perlu dievaluasi dan diperbaiki agar

kinerja pengelolaan dana Otsus semakin baik dan dapat meningkatkan efisiensi dan

efektivitas dalam perencanaan sampai pertanggungjawaban.

Pemerintah daerah sangat perlu melakukan sosialisasi kegiatan yang

menggunakan dana Otsus, hal ini merupakan salah satu bentuk transparansi.

Memberikan informasi formal maupun nonformal kepada masyarakat tentang

kegiatan apa saja yang menggunakan dana Otsus, seperti mading, dialog di media

eloktronik seperti TV dan Radio maupun di media massa lainnya.

Sangat perlu melakukan kegiatan yang berkelanjutan dan selalu ada alokasi

dana Otsus yang jelas setiap tahun anggaran agar kegiatan yang telah dilakukan

Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I290

tidak berhenti di tengah perjalanan, contohnya sistem pemasaran bagi petani dan

nelayan lokal. Pemerintah Daerah perlu konsisten dalam pelaksanaan anggaran

sesuai perencanaan dan alokasi saat perencanaan awal dilakukan, oleh karena itu

sangat perlu melibatkan DPRD dan semua stakeholder dalam penyusunan URD

Otsus sehingga kegiatan yang dilaksanakan tidak berbeda dengan Rencana Definitif

(RD).