laporan ini terbit atas kerjasama antara · laporan ini terbit atas kerjasama antara : september...

Laporan ini terbit atas kerjasama antara :

September 2011

Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dan WWFIndonesian Ministry of Marine Affairs and Fisheries & WWF

Rencana KerjaPerikanan Karang IndonesiaPerbaikan praktek pengelolaan menuju perikanan lestari dan bertanggungjawab

2

Rencana Kerja Perikanan Karang Indonesia: Perbaikan praktek pengelolaan menuju perikanan lestari dan bertanggungjawab

Laporan ini dikompilasi oleh Richard Banks dan Peter J. Mouse dari Poseidon Aquatic Resource Management

© 2011, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dan WWF

Foto Cover © WWF-Indonesia / Candhika YUSUF

Untuk mendapatkan salinan dokumen ini, silahkan menghubungi sekretariat Program Perbaikan Perikanan

Disclaimer

Diijinkan mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dan data yang tercantum didalam laporan ini dengan mencantumkan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dan WWF sebagai sumber.

3

UCAPAN TERIMAKASIH

Kami mengucapkan terimakasih yang tak terhingga atas kontribusi pihak-pihak terkait yang terlibat dalam lokakarya Konsultasi Perbaikan Perikanan Karang: Saut P. Hutagalung, PLN-KKP; Nur Andriyani, DKP-Selayar; Ridwan Malik, SDI-KKP; Azis Said, DKP-Sul Sel; Wudianto, P4KSI; Fery Setyawan, SDI-KKP; Bambang Sumiono, BRPL; Sri Turni H, BRPL; S. Kamarijah, SDI-KKP; Peter Mous, ahli perikanan; Heri Rasdiana, KKJI-KKP; Liliek Soeprijadi, DJPT-KKP; Blane Olson, ANOVA; Geoffrey Muldoon, WWF; Sadarma S. Saragih, PLN-KKP; Richard Banks, Poseidon Consulting; Jesse Marsh, WWF; Anita Setianing V, KKJI-KKP; M. Haryono, DJPB-KKP; Maksun, DKP-Pangkajene Kepulauan; Abdullah Habibi, WWF; Imam Musthofa Z, WWF.

Selanjutnya kami sampaikan terimakasih kepada para reviewer yang memberikan masukannya pada draf dokumen ini: Geoffrey Muldoon, WWF; Jesse Marsh, WWF; Abdullah Habibi, WWF; Lida Pet Soede, WWF; Purwito Martosubroto, Komnas KAJISKAN.

Penyiapan dokumen ini mendapat dukungan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia serta WWF, kami mengucapkan terimakasih atas kontribusi mereka dalam finalisasi dokumen ini.

4

DAFTAR ISI

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM ��6

KATA PENGANTAR ��7

PENDAHULUAN ��8

1� TATA KELOLA DAN TUJUAN PENGELOLAAN PERIKANAN NASIONAL ��10

1�1 Memperbaiki tujuan pengelolaan untuk memastikan bahwa prioritas utama ditujukan demi keberlangsungan perikanan dan penerapan pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan (ecosystem approach to fisheries management/EAFM) di tingkat provinsi dan kabupaten ��10

1�2 Memperluas sistem pengelolaan hingga ke tingkat daerah ��10

1�3 Pengembangan Rencana Pengelolaan Perikanan ��11

1�4 Penetapan Hak Pengguna Teritori (TURFs/Territorial User Rights for Fisheries) ��13

1�5 Penetapan/penggambaran zona larangan ��13

2� KERANGKA KELEMBAGAAN ��14

2�1 Meningkatkan struktur pengelolaan perikanan ��14

2.2 Identifikasi tanggung jawab dan peningkatan kapasitas di seluruh lembaga pelaksana ��16

2�2�1 Pengelola Perikanan Daerah ��17

2�2�2 DKP Kabupaten ��18

2�2�3 Menetapkan peran serta pihak/dinas terkait dan kelompok masyarakat ��19

3� KEGIATAN PENELITIAN ��20

3�1 Peningkatan kapasitas lembaga dan SDM untuk proses penilaian stok di Indonesia ��20

3�2� Tinjauan Pustaka ��20

3�3 Penilaian resiko ��21

3�3�1 Pelaksanaan training of trainers ��21

3�3�2 Penilaian terhadap perspektif yang berkembang di masyarakat (Rapid Rural Appraisal) ��21

3�3�3 Pelaksanaan proses penilaian resiko untuk tangkapan sampingan (spesies non-target, spesies tangkapan yang dibuang dan spesies langka yang dilndungi) dan pengembangan strategi mitigasi untuk spesies dengan tingkat resiko tinggi ��22

5

3�4 Kelimpahan stok dan penilaian stok ��23

3�5� Komposisi armada ��23

3�6 Produktivitas stok ��24

3�7 Pengumpulan data tangkapan sampingan ��24

3�7�1 Kajian terhadap informasi yang tersedia ��24

3�7�2 Program observer ��24

3�8 Pemetaan bawah laut (underwater mapping) ��25

3�9 Model ekosistem ��25

3�10� Tinjauan sejawat untuk mengkaji keefektivan Program Penelitian ��26

4� PENINGKATAN KEPATUHAN ��26

4.1 Menetapkan peran dan tugas POKMASWAS ��26

4�2 Meninjau ulang peraturan hukum dan sangsi-sangi terhadap pelanggaran ��27

4�3 Membuat program pendidikan dan pelatihan/pelayanan masyarakat dengan jangkauan yang luas ��28

4�4 Menetapkan sistem pengumpulan data yang disertai proses pelaporan pelanggaran tersebut kepada jajaran Dewan Pengelolaan Ikan Karang ��28

5� LAIN-LAIN ��29

5�1 Penyaluran subsidi yang berdampak negatif terhadap keberlangsungan ikan karang ��29

LAMPIRAN 1: Skema usulan kegiatan untuk Rencana Kerja Program Perbaikan Perikanan (FIP) Ikan Karang Indonesia ��30

6

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIMBPPL Balai Penelitian Perikanan Laut Marine Fishery Research Agency

BPSDM KPBadan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan

Marine and Fisheries Human Resources Development Agency

BBRSE Balai Besar Riset Sosial dan Ekonomi Research Agency on Social and Economy DKP Dinas Kelautan dan Perikanan Fisheries offices at provincial & district level

FKPPSForum Komunikasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumberdaya ikan

Forum on Fishery Resources Utilization Management

KAPI Kapal dan Alat Penangkap Ikan Vessel and Fishing GearKOMNAS KAJISKAN Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan

National Committee on Fish Stock Assessment

KKJI Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Fish and Area ConservationPOKMASWAS Kelompok Masyarakat Pengawas Community Surveillance GroupPUP Pelayanan Usaha Perikanan Fishing ServicesPDN Pemasaran Dalam Negeri Domestic MarketingPLN Pemasaran Luar Negeri Foreign Marketing

PSDKPPengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Surveillance of Marine and Fishery Resources

PH Pengolahan hasil Harvest processing

P4KSIPusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan

Research Centre for Fishery Management and Conservation of Fishery Resources

RPP Rencana Pengelolaan Perikanan Fishery Management PlanSDI Sumberdaya ikan Fishery ResourcesWPP Wilayah Pengelolaan Perikanan Fishery Management Areas

EAFMPendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan

Ecosystem Approach to Fisheries Management

FIP Program perbaikan perikanan Fishery Improvement ProgramKKLD Kawasan Konservasi Laut Daerah Marine Conservation AreaMSC Dewan Pengawas Kelautan Marine Stewardship Council

PRAKeikutsertaan dalam proses Rapid Rural Appraisal

Participatory Rural Appraisal

PAFMPrinsip Kehati-Hatian dalam Pengelolaan Perikanan

Precautionary Approach to Fisheries Management

PSA Analisis Produktivitas dan Kerentanan Productivity Susceptibility AnalysisRRA Mengkaji desa secara cepat Rapid Rural AppraisalRBF Kerangka Berbasis Resiko Risk Based FrameworkSICA Analisis Skala, Intensitas dan Akibat Scale Intensity Consequence Analysis

TURFHak pemanfaatan teritorial untuk perikanan

Territorial User Rights for Fisheries

7

KATA PENGANTAR

Kesadaran akan pentingnya keberlanjutan sumberdaya perikanan untuk pemenuhan keamanan pangan yang berimplikasi pada keberlanjutan bisnis dalam jangka panjang, menyebabkan sebagian besar pengimpor berkomitmen untuk hanya akan membeli dan menjual produk-produk perikanan yang berkelanjutan dan bertanggungjawab. Komitmen mereka diwujudkan dengan hanya akan membeli produk perikanan yang ditangkap dan dikelola secara ramah lingkungan dan bertanggungjawab dengan pendekatan ekosistem yang dibuktikan dengan adanya sertifikat ekolabel MSC (Marine Stewardship Council)..

Kementerian Kelautan dan Perikanan menyadari bahwa sertifikasi ekolabel MSC merupakan salah satu persyaratan pasar ekspor oleh beberapa importir utama di beberapa negara dunia terutama Eropa dan Amerika yang makin meluas penerapannya. Mempersiapkan diri menuju target tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Program Kelautan WWF-Indonesia membantu memfasilitasi permintaan beberapa perusahaan perikanan tuna serta perikanan karang Indonesia dalam mendapatkan sertifikasi ekolabel MSC, dengan melaksanakan pre-assessment sebagai langkah awal untuk penilaian kesiapan perikanan terkait. Kajian awal yang meliputi informasi stok dan pemanfaatannya, pengaruh perikanan terhadap ekosistem, serta pengelolaan perikanan ini dilaksanakan terhadap perikanan tuna yang ditangkap dengan menggunakan Pancing ulur, Huhate, Rawai Tuna, Tonda, Pukat Cincin > 30 GT, Pukat Cincin < 30 GT, Jaring Payang dan Jaring Insang Hanyut serta perikanan karang Kerapu, Kakap, Lencam dan Sweetlip yang ditangkap dengan menggunakan Pancing Ulur, Rawai Dasar dan Tonda di perairan Indonesia.

Penilaian awal kesiapan perikanan karang dan Tuna terhadap sertifikasi ekolabel MSC, mengidentifikasi adanya beberapa poin positif yang perlu dijaga serta menjumpai adanya beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan perikanan terkait di Indonesia. Rangkaian pertemuan konsultasi telah dilaksanakan pada September – Oktober 2010 untuk mengidentifikasi solusi serta stakeholder yang diperlukan untuk perbaikan agar perikanan terkait bisa mendapatkan sertifikasi ekolabel MSC di masa yang akan datang. Hasil konsultasi tersebut menghasilkan tiga dokumen penting; langkah aksi perbaikan perikanan Tuna, usulan Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, serta langkah aksi perbaikan perikanan karang.

Kami selanjutnya yakin dan optimis, bahwa dokumen terkait jika dilaksanakan dengan baik dan didukung oleh semua pihak pada industri perikanan akan membantu tercapainya kesejahteraan masyarakat pesisir, keberlanjutan bisnis perikanan, serta berkontribusi nyata terhadap devisa bagi negara.

Ir. Saut Parulian Hutagalung, MSc.

Direktur Pemasaran Luar Negeri, Ditjen P2HP

Kementerian Kelautan dan Perikanan

8

Ikan karang dalam karamba. Foto: © WWF-Indonesia / Candhika YUSUF

PENDAHULUAN

Kementerian Kelautan dan Perikanan menyadari bahwa sertifikasi ekolabel MSC merupakan salah satu persyaratan pasar ekspor oleh importir utama di beberapa negara dunia. Oleh karena itu, Kementerian kemudian bekerjasama dengan Program Kelautan WWF-Indonesia membantu memfasilitasi permintaan beberapa perusahaan perikanan karang Indonesia dalam mendapatkan sertifikasi ekolabel MSC, dengan melaksanakan pre-assessment sebagai langkah awal untuk penilaian kesiapan perikanan terkait mulai Desember 2009 hingga Juni 2010. Kajian awal yang meliputi informasi stok dan pemanfaatannya, pengaruh perikanan terhadap ekosistem, serta pengelolaan perikanan ini dilaksanakan terhadap perikanan karang (Kerapu, Kakap, Lencam, Sweetlip) yang ditangkap dengan menggunakan Pancing Ulur, Rawai Dasar dan Tonda di perairan Indonesia.

Hasil dari pre-assessment dengan menggunakan standar sertifikasi ekolabel MSC yang dilakukan auditor memberikan gambaran bahwa praktek penangkapan dan pengelolaan perikanan di Indonesia perlu dijaga dan diperbaiki. Hasil penilaian terdapat pada Gambar 1, dengan penjelasan warna Merah dan H (High) = menunjukkan rendahnya performa perikanan Indonesia pada komponen terkait serta prioritas yang harus segera dilakukan untuk memperbaiki pengelolaan perikanan di Indonesia; warna Kuning dan M (Medium) = menunjukkan performa sedang perikanan Indonesia pada komponen terkait serta prioritas yang harus segera dilakukan untuk memperbaiki pengelolaan perikanan di Indonesia; serta warna Hijau dan L (Low) = menunjukkan menunjukkan performa tinggi perikanan Indonesia pada komponen terkait serta rekomendasi untuk menjaga performa pengelolaan perikanan agar tetap baik.

9

Gambar 1� Hasil pre-assessment dengan standar ekolabel MSC terhadap performa praktek penangkapan dan pengelolaan perikanan Kerapu, Kakap, Lencam dan Sweetlip di Indonesia.

Tujuan disusunnya laporan ini yaitu untuk memberi gambaran tentang beberapa kegiatan baik yang sedang berlangsung maupun yang baru akan dilaksanakan serta tugas-tugas yang diusulkan pada workshop perencanaan Program Perbaikan Perikanan (FIP) untuk perikanan ikan karang di Indonesia. Laporan ini memuat masukan dari pihak terkait pada workshop yang diselenggarakan di Bogor pada tanggal 1-2 November 2010. Dokumen ini pun meliputi beberapa prioritas (utama dan menengah), status terbaru (yang sedang berlangsung dan baru) dan kerangka waktu yang ditetapkan untuk menyelesaikan tugas-tugas awal. Tingkat prioritas dari masing-masing kegiatan ditetapkan berdasarkan level tertinggi dalam dokumen scoping FIP (lihat Lampiran 1 untuk penjelasan lebih rinci mengenai penentuan skor indikator keberhasilan/performa MSC).

Berikut ini adalah beberapa spesies target1 yang dinilai kesiapannya mendapatkan sertifikasi MSC:

Onable (Aethaloperca rogaa)•

Banded grouper (Epinephelus amblycepalus)•

Duskytail grouper (Epinephelus bleeckeri)•

Speckled blue grouper (Epinephelus cyanopodus)•

Longspine grouper (Epinephelus longispinis) •

Highfin grouper (Epinephelus maculatus)•

Speckled grouper (Epinephelus magniscuttis)•

1 Metode penilaian perikanan MSC memungkinkan pengelompokan spesies berdasarkan kesamaan karakteristik, sebagaimana dilaku-kan pada saat proses penilaian penuh.

10

Camouflage grouper (E. polyphekadion)•

Red-tipped grouper (E. retouti)•

Six bar grouper (E. sexfasciatus)•

Tiger grouper (E. fuscoguttatus)•

Green grouper (E. coioides)•

Malabar grouper (E. malabaricus)•

Wavy-lined grouper (E. undulosus)•

Malabar blood snapper (Lutjanus malabaricus)•

Emperor red snapper (Lutjanus sebae)•

Two spot red snapper (Lutjanus bohar)•

Ruby snapper (Etelis carbunculus)•

Crimson jobfish (Pristipomoides filamentosus)•

Goldband jobfish (P. multidens)•

Smalltooth emperor (Lethrinus microdon)•

Longface emperor (L. olivaceus)•

Ornate emperor (L. ornatus)•

Yellowlip emperor (L. xantochilus)•

Pink ear emperor (L. lentjan)•

Many-lined Sweetlips (Plectorhinchus multivittatus)•

Yellow-banded sweetlips (Plectorhinchus lineatus)•

Jenis-jenis perikanan yang masuk ke dalam unit sertifikasi yaitu pancing ulur, rawai dasar, dan tonda, di mana ketiga jenis perikanan tersebut mengoperasikan kapal-kapal motor berukuran kurang dari 5 GT.

Aktivitas perbaikan perikanan ini diharapkan dapat dipimpin dan dikoordinasi oleh DKP Provinsi & Kabupaten, didukung oleh Lembaga Swadaya Masyarakat dan industri perikanan. Adapun fungsi dari dokumen ini yaitu sebagai panduan mengenai jenis dan kisaran tugas yang diperlukan dalam Rencana Kerja agar sesuai dengan standar MSC. Rencana Kerja tersebut pun harus dikembangkan lebih jauh dengan dilengkapi kerangka waktu yang lebih spesifik. Hasil-hasil dari penerapan Rencana Kerja harus dilengkapi proses peninjauan ulang berkala baik secara internal maupun eksternal untuk memastikan bahwa hasil-hasil tersebut sesuai dengan standar MSC.

Ringkasan seluruh tugas dalam Rencana Kerja dapat dilihat pada Lampiran 1.

1. TATA KELOLA DAN TUJUAN PENGELOLAAN PERIKANAN NASIONAL Dalam rangka melindungi masyarakat nelayan, penting kiranya untuk menjamin keberlanjutan jangka panjang sumber daya perikanan. Petunjuk penentuan skor MSC (MSC scoring guidepost) menitikberatkan pada keberlangsungan sumberdaya perikanan, strategi pemanfaatan dengan prinsip kehati-hatian dan pendekatan pengelolaan berbasis ekosistem. Agar sesuai dengan standar MSC, diperlukan perubahan mendasar dalam praktek-praktek pengelolaan perikanan di Indonesia, pengelolaan perikanan harus difokuskan pada keberlanjutan sumber daya ikan sebagai kontributor pertumbuhan ekonomi, sedangkan yang berlangsung saat ini pegelolaan lebih diprioritaskan untuk meningkatkan jumlah produksi tanpa terlalu memperdulikan kelestarian stok ikan tersebut. Apabila perubahan dalam arah kebijakan nasional tersebut dapat dilakukan dan dilaksanakan maka masyarakat nelayan di kawasan pantai akan mampu secara mandiri mewujudkan

11

tujuan jangka menengah menuju tujuan jangka panjang.

1�1 Memperbaiki tujuan pengelolaan untuk memastikan bahwa prioritas utama ditujukan demi keberlangsungan perikanan dan penerapan pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan (ecosystem approach to fisheries management/EAFM) di tingkat provinsi dan kabupaten

UU No. 31 Tahun 2004 membahas tentang keberlangsungan stok. Kebijakan dan tindakan pengelolaan harus menitikberatkan pada penerapan prinsip kehati-hatian yang mencakup sektor perikanan skala kecil, menggantikan kebijakan peningkatan penangkapan yang berlaku pada saat ini. Selain itu, pendekatan berbasis ekosistem untuk pengelolaan perikanan harus digabungkan ke dalam langkah-langkah pengelolaan, agar sesuai dengan petunjuk penentuan skor tertinggi dalam Prinsip 2 MSC dan dipergunakan pada perikanan pesisir. Prinsip kehati-hatian dan EAFM juga dapat digabungkan dengan Legislasi Nasional atau Rencana Pengelolaan Perikanan tertentu untuk kemudian diterapkan di tingkat Kabupaten.

Kelompok Kerja SDI, P4KSI, KKP, DKP Provinsi dan Kabupaten, Biro Hukum Sekjen

Prioritas TinggiStatus BaruKerangka Waktu 1 tahunIndikator Keberhasilan/Performa MSC

3.1.1 Kerangka hukum & adat

3.1.3 Tujuan jangka panjang

1�2 Memperluas sistem pengelolaan hingga ke tingkat daerah

UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Derah menegaskan bahwa penyelenggara pemerintahan di tingkat Provinsi dan Kabupaten memiliki wewenang untuk mengelola wilayahnya masing-masing. Berdasarkan Peraturan Daerah No. 32 Tahun 2004, tanggung jawab pengelolaan perairan hingga jarak 12 mil dari pantai jatuh pada pemerintahan provinsi dan tanggung jawab perairan pantai (dalam jarak 4 mil) jatuh pada otoritas di tingkat kabupaten. Dengan demikian pemerintahan pusat, KKP dan badan-badan penelitian dapat menjalanan peran sebagai fasilitator dan penasihat untuk memastikan (a) pengembangan peraturan-peraturan yang mendukung penerapan Hak Teritorial Perikanan (Territorial Use Rights in Fisheries/TURFs2) dan (b) perumusan strategi-strategi pengelolaan yang tepat, melalui dukungan dari sub FKPPS.

Pada saat ini terdapat pertentangan antara kebijakan pengembangan nasional (SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 6 Tahun 2010 mengenai rencana strategis untuk periode 2010 hingga 2014) dengan tujuan-tujuan yang diharapkan MSC. Oleh karenanya, harus dipastikan bahwa prinsip kehati-hatian (Precautionary Approach to Fisheries Management/PAFM) dan pendekatan berbasis ekosistem (Ecosystem Approach to Fisheries Management/EAFM) digabungkan ke dalam sistem pengelolaan daerah dan diterapkan oleh DKP di tingkat Kabupaten. Proses yang diharapkan akan mencakup beberapa tahapan sebagai berikut:

FKPPS dan Dewan Pengelolaan Nasional mengkonfirmasi penerimaan terhadap strategi •pengaturan pemanfaatan perikanan (BMSY, EAFM/PAFM3);

Sub FKPPS/dinas-dinas di Provinsi dan Kabupaten menerapkan keputusan daerah, menetapkan •batas-batas Hak Pengguna Teritori (TURF) dan menyusun proses fasilitasi melalui kantor-kantor di Provinsi dan Kabupaten;

Dinas-dinas di Kabupaten memberdayakan komunitas nelayan dengan membentuk kelompok •pengelolaan masyarakat nelayan dan membagi hak-hak teritori dalam perikanan (TURFs);

Dilanjutkan dengan proses bimbingan bagi sub FKPPS yang dilakukan oleh anggota Dewan •

2 Status hukum terkait penetapan TURFs telah teridentifikasi melalui UU No. 27 Tahun2007. Selanjutnya perlu dikembangkan peraturan-peraturan untuk mendukung penerapan. Adapun peraturan-peraturan tersebut harus mengacu pada EAFM dan PAFM.3 Atribut-atribut penting yang harus disertakan dalan strategi penentuan jumlah hasil tangkapan antara lain yaitu: (a) mengharuskan pemerintah untuk mengambil tindakan preventif ketika resiko telah mengarah kepada dampak yang berakibat fatal atau permanen; (b) tetap mengambil tindakan meskipun belum ada kepastian mengenai tingkat kerusakan dan tidak perlu menunggu bukti ilmiah penuh terkait penyebab kerusakan tersebut; dan (c) ketika terdapat ketidaksepahaman mengenai tindakan yang harus dilakukan, maka tanggung jawab pembuktian diserahkan kepada pihak yang berpendapat bahwa aktivitas yang berlangsung tidak berkontribusi terhadap munculnya dampak negatif apa pun. http://www.fao.org/docrep/003/w1238E/W1238E01.htm#ch1.1.2)

12

Pengelolaan, misalnya BALITBANG KP (BRPL), FKPPS Provinsi dan LSM;

Menugaskan Pengelola Perikanan pada tingkat sub FKPPS yang akan bertugas mengawasi •penerapan dan kinerja pengelolaan di beberapa perikanan terkait.

Langkah-langkah di atas perlu disertakan ke dalam legislasi Nasional dan Provinsi, dan dipertegas dengan Nota Kesepahaman (MoU), serta penetapan peran dan tanggung jawab yang jelas bagi masing-masing organisasi.

Pakar hukum sebaiknya turut terlibat untuk menentukan area yang paling tepat untuk penggabungan prinsip kehati-hatian dan pengelolaan berbasis ekosistem ke dalam pengambilan keputusan pengelolaan formal di tingkat Provinsi dan Kabupaten, pilihan untuk menggabungkan ke dalam Surat Keputusan Provinsi dan Kabupaten, atau dijadikan format dalam penyusunan Rencana Pengelolaan oleh FKPPS4.

Kelompok Kerja SDI, DKP, Biro Hukum-SekjenPrioritas TinggiStatus BaruKerangka Waktu 1 tahunIndikator Keberhasilan/Performa MSC


3.1.3 Tujuan jangka panjang

3.2.1 Tujuan khusus perikanan

3.2.2 Proses pengambilan keputusan

1�3 Pengembangan Rencana Pengelolaan Perikanan

UU No. 31 Tahun 2004 menegaskan pentingnya penerapan Rencana Pengelolaan Perikanan.

Hingga saat ini belum ada rencana pengelolaan maupun peraturan-peraturan khusus lainnya yang diterapkan untuk mengelola sektor ikan karang. Dengan demikian tingkat pembatasan pada aktivitas penangkapan ikan karang sangat terbatas, satu-satunya langkah kepatuhan yang diterapkan yaitu berkenaan dengan penetapan Kawasan Konservasi Laut5. Langkah kepatuhan tersebut tentunya memiliki jangkauan yang sangat terbatas sedangkan pelanggaran yang terjadi kemungkinan mencakup kawasan yang sangat luas yang dilakukan oleh nelayan lokal maupun nelayan andon.

Indonesia perlu mengembangkan tujuan-tujuan pengelolaan nasional untuk perikanan ikan karang yang tidak dimaksudkan untuk kepentingan pengembangan usaha. Tujuan-tujuan tersebut harus diuraikan secara rinci di dalam rencana pengelolaan ikan karang dan kemudian diterapkan oleh DKP kabupaten di bawah bimbingan sub FKPPS, dimana dalam setiap perencanaan tersebut mencakup sistem ikan karang secara spesifik.

Rencana pengelolaan tersebut harus memuat tujuan-tujuan jangka pendek yang jelas dan terukur, ditujukan untuk pencapaian akhir perikanan berkelanjutan dan menggabungkan pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan. Berikut ini adalah poin-poin yang harus disertakan di dalam Rencana Pengelolaan:

Definisi tujuan dan hasil, misalnya BMSY, PAFM, EAFM;•

Sub FKPPS menandai area-area pengelolaan di setiap WPP, dimana masing-masing area pengelolaan •tersebut akan dijadikan lokasi TURF (penerapan TURF di perairan masing-masing kabupaten akan cukup beragam);

Menetapkan bahwa pendelegasian wewenang pengelolaan tergantung pada tingkat kepatuhan •

4 Dinyatakan dalam MSC FAM bahwa prinsip-prinsip kehati-hatian harus secara eksplisit termuat di dalam kebijakan pengelolaan. Hal tersebut tidak mengharuskan adanya perubahan UU, tetapi prinsip-prinsip tersebut digabungkan ke dalam tindakan-tindakan rencana pen-gelolaan. Di beberapa negara, revisi terhadap UU nasional perikanan dengan turut menyertakan prinsip kehati-hatian dan EAFM sudah mulai berlangsung.5 Tanggung jawab pengelolaan Kawasan Konservasi Laut jatuh pada otoritas Taman Nasional (Kementrian Hutan dan Konservasi Alam). Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) merupakan kawasan konservasi yang dikelola di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan

13

terhadap tujuan dan kebijakan nasional terkait rencana pengelolaan ikan karang, yang disusun oleh para pihak terkait/masyarakat nelayan di bawah bimbingan DKP dan apabila memungkinkan difasilitasi oleh LSM. Rencana pengelolaan akan menguraikan langkah-langkah guna mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan;

Sub FKPPS/FKPPS Provinsi menyediakan panduan bagi DKP Kabupaten tentang bagaimana •proses pendelegasian wewenang pengelolaan kepada kelompok masyarakat (organisasi/komunitas nelayan dan pedagang perikanan);

Komunitas masyarakat menerapkan perangkat khusus ikan karang, yang disepakati dalam konsultasi •dan disertai penerapan Hak Penggunaan Teritori untuk masing-masing perikanan (TURFs), dan menyisihkan 30% dari keseluruhan luas area terumbu karang sebagai zona larang tangkap/harvest refugia (misalnya zona-zona tersebut tidak disertakan ke dalam TURF);

Mengadopsi proses peninjauan ulang Rencana Pengelolaan (internal dan eksternal).•

MSC tidak menjelaskan secara spesiifik perangkat apa saja yang harus digunakan, yang terpenting adalah melalui penerapan perangkat dan sistem tertentu maka akan diperoleh hasil yang efektif.

Perangkat pengaturan pemanfaatan perikanan dapat mencakup penangguhan/moratoriun lisensi untuk kapal-kapal motor berukuran < 5 GT6, jatah akses sementara, penetapan zona larangan yaitu 30% dari keseluruhan luas area terumbu karang (untuk memastikan tidak terjadinya pelangaran/kerusakan terumbu karang di zona larangan), menetapkan ukuran boleh ditangkap (Minimum Landing Sizes/MLS) berdasarkan kelompok spesies tertentu, penutupan area pada musim pemijahan dan melepaskan kembali spesies-spesies yang dianggap rentan (pada proses penilaian awal beberapa spesies yang teridentifikasi sebagai spesies rentan antara lain yaitu Epinephelus bleeckeri, digolongkan sebagai sebagai spesies yang hampir terancam dalam daftar IUCN, serta Malabar grouper (E malabaricus) dan Wavy lined grouper (E undulosus) diketahui memiliki tingkat kerentanan yang sangat tinggi)7.

Kelompok Kerja SDI, DKP, PUPI, P4KSIPrioritas TinggiStatus BaruKerangka Waktu 1-3 tahunIndikator Keberhasilan/Performa MSC

1.2.1 Strategi pemanfaatan perikanan

1.2.2 Peraturan dan perangkat pemanfaatan perikanan

2.3.2 Strategi pengelolaan spesies langka yang dilindungi/ETP

2.4.2 Strategi pengelolaan habitat

2.5.2 Strategi pengelolaan ekosistem


3.2.1 Sistem pengelolaan khusus-pada perikanan tertentu

1�4 Penetapan Hak Pengguna Teritori (TURFs/Territorial User Rights for Fisheries)

Mengembangkan peraturan-peraturan tambahan untuk melengkapi UU No. 27 Tahun 2007 (pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil) dalam rangka memperkuat dasar hukum TURF (3.1.1). Selain itu, pedoman teknis bagi dinas-dinas perikanan di tingkat provinsi dan kabupaten mengenai penerapan dan pemantauan TURF perlu disusun serta pihak/entitas yang berwenang atas alokasi TURF perlu ditetapkan (1.2.1, 3.2.2). Panduan teknis harus menitikberatkan pada penguatan kelompok/komunitas nelayan, penetapan batas pengelolaan, sistem pegelolaan yang diterapkan dalam TURF, dan tidak menyertakan

6 Berdasarkan UU No. 45/2009, kapal-kapal motor berukuran < 5 GT dikategorikan sebagai perikanan skala kecil (nelayan kecil), dengan demikian berdasarkan peraturan yang ada mereka tidak perlu mengurus perijinan.7 Daftar IUCN mengidentifikasi kerentanan pada spesies dalam skala global. Harus dilakukan analisis untuk menguji kerentanan dalam skala lokal.

14

nelayan andon (nelayan yang berpindah-pindah tempat)8 dalam pemanfaatan di lokasi tersebut.

Proses penyusunan pedoman teknis harus ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan workshop yang melibatkan pasrtisipasi dari komunitas nelayan, DKP, pengepul dan pembeli.

Kelompok Kerja SDI, DKP, Komunitas Nelayan, LSM (TNC/WWF), UniversitasPrioritas TinggiStatus BaruKerangka Waktu 1-3 tahun dan sudah berlangsung Indikator Keberhasilan/Performa MSC





1�5 Penetapan zona larang tangkap

Penetapan zona larang tangkap akan melengkapi pembentukan TURF: ketika TURF memberikan hak eksklusif kepada komunitas nelayan setempat untuk memanfaatkan dan mengelola sumber daya yang ada, penetapan zona larangan akan memberikan jaminan ketika pengelolaan berbasis TURF tidak mencapai hasil yang diharapkan. Agar penetapan zona laran tangkap dapat berjalan dengan efektif, upaya tersebut harus dilengkapi tolak ukur yang jelas, misalnya 30% dari keseluruhan luas daerah penangkapan, dan luas setiap zona larangan setidaknya mencakup 1000 ha (10 km2)9. Mengingat penerapan TURF pada umumnya harus disertai dengan penetapan zona larang tangkap, maka pemerintah di tingkat kabupaten yang akan bertanggung jawab untuk menetapkan zona-zona larangan tersebut, serta mendirikan dan mendanai unit-unit pengawasan berbasis komunitas. Dengan demikikan dinas-dinas perikanan di kabupaten harus mengalokasikan sebagian dana untuk pembentukan dan membiayai operasional unit-unit pengawasan berbasis komunitas. Dinas-dinas perikanan harus mencari cara/mekanisme untuk menutupi kebutuhan pembiayaan tersebut, misalnya dari dana lisensi TURF. Ketika dinas-dinas perikanan mengalami kesulitas dalam menentukan wilayah-wilayah zona larang tangkap, maka dinas-dinas perikanan harus mengijinkan peran pihak terkait seperti industri penangkapan atau LSM untuk ikut serta dalam upaya tersebut. Disamping itu, para pihak terkait pun dapat mengambil bagian dalam upaya pengelolaan, penyusunan peraturan dan penetapan sistem keuangan terkait penetapan zona larangan yang ditujukan untuk mendukung sistem pengelolaan perikanan berkelanjutan.

Kelompok Kerja KKJI, DKP, Komunitas Nelayan, LSM (TNC/WWF)Prioritas TinggiStatus BaruKerangka Waktu 1-3 tahun dan sudah berlangsungIndikator Keberhasilan/Performa MSC





8 http://www.fao.org/docrep/003/T0507E/T0507E04.htm9 Roberts, C. M.; Halpern, B.; Palumbi, S. R. & Warner, R. R. (2001), ‘Designing Marine Reserve Networks: Why Small, Isolated Protected Areas are Not Enough’, Conservation in Practice 2, 10-17; Shanks, A. L.; Grantham, B. A. & Carr, M. H. (2003), ‘Propagule disper-sal distance and the size and spacing of marine reserves.’, Ecological Applications 13(1) Supplement:, S159-S169. Mora, C.; Andréfouët, S.; Costello, M. J.; Kranenburg, C.; Rollo, A.; Veron, J.; Gaston, K. J. & Myers, R. A. (2006), ‘Coral reefs and the global network of Marine Protected Areas.’, Science 312, 1750-1751.

15

Kerapu segar siap dipindah / dipasarkan. Foto: © WWF-Indonesia / Candhika YUSUF

2. KERANGKA KELEMBAGAAN

2�1 Meningkatkan struktur pengelolaan perikanan

Gambar 1 adalah organogram dari struktur pengelolaan yang direkomendasikan dalam workshop perikanan ikan karang yang diselenggarakan di Bogor. Poin utama dalam organogram tersebut yaitu menekankan peran Dewan Pengelolaan Ikan Karang, sebagai organisasi independen yang akan memberikan laporan pada FKPPS. Secara resmi badan ini akan melaksanakan tanggung jawab dalam menyusun rencana pengelolaan terkait penerapan TURF dan memberikan bimbingan kepada DKP kabupaten, di bawah naungan sub FKPPS (menggabungkan beberapa provinsi. Dewan pengelola harus beranggotakan stakeholder/para pihak terkait utama. Menteri (diharapkan) yang akan memutuskan dan mengangkat anggota-anggota dari dewan tersebut. Berikut ini adalah usulan untuk komposisi dewan:

Dipimpin oleh seorang ketua yang independen;•

Pengelola perikanan dari sub FKPPS (ditunjuk dari jajaran staff DKP Provinsi);•

Pemimpin industri yang berasal dari area pemanfaatan ikan karang; •

Perwakilan dari perusahaan pembeli dan pengepul utama;•

Ilmuwan perikanan•

Ekonom perikanan•

Pengacara perikanan•

LSM•

Ketua dewan haruslah seorang yang benar-benar independen, tidak memiliki hubungan tertentu dengan para

16

pihak terkait. Ketua harus mampu mempromosikan penerapan rencana pengelolaan terkait pelaksanaan TURF. Akan lebih baik jika ketua dan anggota komisi yang dipilih dari industri memiliki karisma yang kuat untuk memastikan dukungan industri dalam skala yang lebih luas, serta independen dan dapat bekerja berdasarkan persyaratan operasional yang tercantum dalam kerangka acuan FKPPS.

Adapun fungsi Dewan yaitu sebagai berikut:

Menyetujui rencana pengelolaan tahunan dari kelompok/komunitas nelayan, melalui sub 1. FKPPS. Sub FKKPS akan membantu dengan menyediakan panduan teknis dan petunjuk pengelolaan, sebelum laporan diserahkan pada Dewan;

Apabila memungkinan, Dewan akan memberikan masukan terkait langkah-langkah pengelolaan 2. untuk memastikan bahwa rencana dilaksanakan secara efektif;

Menyusun dan mempromosikan kode-kode praktis/ketetapan pengelolaan dan skema indikator 3. keberhasilan/performa;

Mengusulkan langkah-langkah yang mendukung sistem pengelolaan; 4.

Secara rutin mengumpulkan dan menerima informasi, termasuk pengetahuan lokal serta 5. menjelaskan bagaimana informasi tersebut telah digunakan atau digabungkan ke dalam proses pengambilan keputusan;

Mendukung penelitian, program pendidikan dan pelatihan yang berhubungan dengan perikanan 6. dan pengelolaan perikanan;

Menentukan kerangka biaya untuk mendukung penelitian dan pengembangan dana, pengeluaran-7. pengeluaran operasional Dewan dan peer review secara independen;

Menteri

FKPPS Pakar-pakar yang ditunjuk oleh Menteri

UU 31/2004, Kebijakan Nasional dan regional

LSM, Juara Industri

Dewan Pengelolaan Ikan Karang

Pemerintah: Perikanan Tangkap KKP, SDI KKP, Dirjen PSDKP, DKP Provinsi, P4KSI (BRPL), KAPI, BBRSE, BPSDMKP, PLN, PDN

Rancangan Rencana Pengelolaan

Sub-FKPPs

Pengelola Perikanan Regional

Dinas Kabupaten

Komunitas/Kelompok Nelayan

POKMASWAS

Perikanan ikan karang pantai (< 5GT)

Rencana Nasional koordinasi dan pelaporan

Penerapan Rencana Pengelolaan Perikanan

Nasional

Kepatuhan/Ketaatan

Perikanan terkelola secara efektif

LSM, Pemimpin Industri

17

Gambar 2� Usulan organogram untuk pengelolaan perikanan ikan karang Indonesia, penjelasan struktur pelaporan dan hirarki kelembagaan

Frekwensi pertemuan seharusnya dilakukan setiap triwulan, berbeda dengan proses ad hoc yang berlangsung saat ini.

Sub FKPPS harus memastikan bahwa perikanan ikan karang di daerah dikelola dengan baik oleh dinas pemerintahan di kabupaten, didasarkan pada kebijakan dan tujuan-tujuan nasional, sebagaimana ditetapkan oleh Dewan Pengelolaan Ikan Karang. Ketentuan umum strategi pemanfaatan perikanan harus diterapkan, berikut perumusan konsep dasar di tingkat nasional, dengan tindakan khusus ikan karang dan perangkat pengaturan pemanfaatan perikanan yang ditetapkan dalam rencana pengelolaan khusus. Selain itu perlu ditekanan bahwa sub FKKPS akan memfasilitasi pelaksanaan pengelolaan dan memastikan agar pengelolaan berjalan dengan efektif, tidak melakukan tindakan sewenang-wenang sebagai pengelola resmi pemerintah dan tidak membuat hambatan-hambatan birokratis serta memungut uang sewa (misalnya retribusi) yang dapat merusak/menggagalkan jalannya proses pengelolaan berbasis inisiatif masyarakat.

Rencana pengelolaan ikan karang nasional ditujukan untuk mencapai hasil-hasil yang sesuai dengan tujuan keberlanjutan untuk pengelolaan spesies dan ekosistem pendukung. Rencana tersebut harus10:

Mengidentifikasi tingkat kerentanan spesies dan ekosistem yang didasarkan pada status stok dan •ekosistem;

Menetapkan tujuan-tujuan pengelolaan perikanan karang dan menerapkan strategi guna mencapai •tujuan-tujuan tersebut;

Mengidentifikasi hal-hal yang dibutuhkan dan dianggap krusial dalam pelaksanaan penelitian• ;

Menetapkan sumber-sumber yang dibutuhkan bagi penerapan rencana;•

Menggambarkan karakteristik biologis, ekonomi dan sosial perikanan;•

Mengidentifikasi faktor-faktor ekologis yang dapat memberikan dampak terhadap kinerja perikanan;•

Menilai resiko-resiko terhadap ekosistem dan menetapkan strategi untuk mengatasi resiko-resiko •tersebut; dan

Merancang metode untuk memantau kinerja perikanan dan efektivitas rencana pengelolaan, termasuk •indikator keberhasilan, poin-poin pemicu untuk menunjang proses peninjauan ulang, penetapan tindakan, dan pelaporan kemajuan.

Kelompok Kerja SDI, DKP Provinsi dan Kabupaten, LSM (WWF/TNC), stakeholder/para pihak terkait, sebagaimana dijelaskan di atas.


3.1.2 Konsultasi, peran dan tanggung jawab


3.2.5 Pemantauan terhadap kinerja pengelolaan

2.2 Identifikasi tanggung jawab dan peningkatan kapasitas di seluruh lembaga pelaksana

Bentuk-bentuk kegiatan tercantum secara jelas di dalam rencana pengelolaan TURF tingkat provinsi, dimana dalam kegiatan-kegiatan tersebut akan dibutuhkan peran serta dari para pihak terkait. Beberapa permasalahan utama yang perlu diatasi antara lain yaitu:

Kesediaan dari seluruh pihak terkait untuk memfasilitasi langkah-langkah pengelolaan yang diinisiasi •oleh masyarakat (bottom up community actions) dan mendirikan organisasi-organisasi pengelolaan

10 Sosialisasi rencana pengelolaan dapat dilakukan di tiap tingkat pemerintahan termasuk masyarakat, dengan ketentuan bahwa ren-cana pengelolaan tersebut sesuai dengan UU/peraturan lokal, nasional dan internasional (IP 3.1.1)

18

perikanan yang dikelola oleh masyarakat dan Hak Pengguna Teritori dalam Perikanan (Territorial User Rights for Fisheries/TURFs);

Komitmen dari masyarakat itu sendiri;•

Dengan dukungan dari Dewan, sub FKPPS harus menetapkan secara jelas format struktur untuk •sistem pengelolaan berbasis organisasi mayarakat (lihat Sesi 2.2.2 di bawah);

DKP (Provinsi dan Kabupaten) mendukung proses sosialisasi dan fasilitasi, mengacu pada lembaga •nasional terkait untuk mendukung pengembangan masyarakat dan pengelolaan perikanan;

Status hukum UU No. 27 Tahun 2007 perlu diuji. Ketetapan khusus apa yang harus diterapkan?•

Staff KKP/DKP dan kelompok pendukung yang beranggotakan pihak terkait/stakeholder harus memiliki •kapasitas yang cukup agar dapat melaksanakan tugas-tugas dengan baik, dan untuk membuktikan hal tersebut perlu dilakukan penilaian serta peningkatan kapasitas;

Duplikasi tugas harus dihindari (penting kiranya untuk menentukan hubungan antara pemerintahan di •tingkat nasional dan provinsi);

Beberapa tugas akan disertai laporan/data/informasi yang harus diserahkan dan kerangka waktu •untuk memastikan dukungan yang sesuai bagi kelancaran aktivitas-aktivitas yang telah ditetapkan oleh FKPPS/Dewan;

Peran (terkait kepatuhan) dan tanggung jawab POKMAS ditetapkan oleh masyarakat, dengan •dukungan dari pemerintah Kabupaten/Provinsi dan PSDKP.

Kelompok Kerja SDI, DKP Provinsi dan Kabupaten, stakeholder/para pihak terkait, sebagaimana dijelaskan di atas.





2�2�1 Pengelola Perikanan Daerah

Pengelola perikanan dari jajaran DKP provinsi memiliki tugas untuk melapor kepada FKPP dan melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan. Adapun tugas bagi seorang pengelola perikanan daerah antara lain yaitu:

Melakukan mediasi dengan KKP/Dirjen Perikanan tangkap terkait perubahan-perubahan yang •diperlukan dalam kebijakan nasional sehingga memungkinkan penerapan langkah-langkah pendukung pengelolaan dan TURF, dengan mengacu pada prinsip eksklusifitas, keamanan dan ketahanan;

Dengan dukungan dari FKPPS, mengidentifikasi lokasi-lokasi terumbu karang yang memenuhi •syarat untuk penerapan TURF;

Menetapkan data/informasi/hasil penelitian yang diperlukan guna penyusunan rencana pengelolaan •yang efektif – laporan penilaian stok, penilaian dampak ekosistem, tindakan kepatuhan, laporan ekonomi, respon dari industri;

Memfasilitasi akses guna memperoleh dukungan teknis dari lembaga-lembaga terkait untuk •membantu proses pengembangan masyarakat dan sistem pengelolaan berbasis partisipasi masyarakat;

Menetapkan peran lembaga/organisasi pendukung – DKP Provinsi, DKP Kabupaten, LSM dan •

19

berkerja sama dengan staff dari lembaga/organisasi tersebut guna memfasilitasi perubahan-perubahan yang diperlukan;

Dengan didukung DKP, menerapkan proses sosialisasi untuk memastikan pemahaman tentang •strategi pemanfaatan perikanan dan mendukung penerapan perangkat pengelolaan pemanfaatan perikanan;

Memastikan pemahaman organisasi masyarakat mengenai peran yang harus mereka jalankan •– perumusan rencana pengelolaan, mendukung upaya pengumpulan data dan penerapan zona larang tangkap;

Memberikan pengarahan kepada seluruh kelompok stakeholder yang terlibat;•

Menginformasikan kepada FKPPS mengenai perkembangan yang berlangsung terkait •pembentukan kelompok-kelompok masyarakat dan pengalaman yang diperoleh selama proses penerapan dan pengoperasian TURFs.






2�2�2 DKP Kabupaten

Kapasitas DKP kabupaten akan ditingkatkan untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas administratif sebagai berikut:

Mencatat operasi kapal-kapal motor berukuran kurang dari 5 m; •

Mengurus perijinan bagi pembeli, menetapkan dan menerapkan syarat-syarat dalam perdagangan; •

Bekerja sama dengan organisasi masyarakat untuk menginisiasi sistem pemberian ijin;•

Menyediakan dukungan kepada organisasi pengelolaan masyarakat/POKMASWAS.•

DKP Kabupaten adalah unit pemerintahan yang memiliki wewenang untuk mengelola kapal-kapal penangkapan berukuran < 5 m, tetapi berdasarkan catatan CPUE yang ada, jumlah kapal-kapal motor yang beroperasi seringkali ditentukan berdasarkan perkiraan. Elemen penting bagi komunitas pengelola perikanan yang berada di bawah sistem TURF adalah untuk mencegah eksploitasi berlebih yang dilakukan oleh aktivitas perikanan-perikanan tersebut. DKP Kabupaten harus mendukung proses TURF dan meyampaikan respon mengenai tingkat partisipasi masyarakat atas penerapan sistem TURF kepada pengelola di level yang lebih tinggi. Selain itu, DKP pun perlu melengkapi sistem pengelolaan yang ditujukan untuk mendisiplinkan masyarakat perikanan dengan menetapkan sistem lisensi/proses pemberian ijin yang ketat kepada pedagang, contohnya dengan memastikan bahwa para pedagang membeli berdasarkan standar yang telah disepakati. Adapun beberapa persyaratan di dalam standar tersebut antara lain yaitu:

Ikan tidak boleh berasal dari perikanan yang menggunakan bom atau potasium•

Ukuran ikan harus melebihi ukuran panjang minimal pendaratan yang ditetapkan oleh masyarakat• 11

11 Ukuran minimal pendaratan perlu ditetapkan dalam tingkat yang memastikan setidaknya 50% ikan karang dewasa (broodstock) telah mencapai usia matang. Di beberapa negara, seperti Australia misalnya, ukuran maksimal pun ditetapkan ketika sebagian besar ikan-ikan pada ukuran maksimal tersebut siap bertelur. Penetapan ukuran minimal harus didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan saran dari BPPL serta studi literatur.

20

Ikan tidak boleh ditangkap dari zona larang tangkap•

Bukan merupakan spesies rentan yang ditetapkan dalam daftar IUCN•

Atau spesies lainnya yang dianggap terancam (diluar daftar IUCN)• 12

Tidak diambil dari lokasi pemijahan•

DKP sebagai organisasi pemerintah di tingkat daerah diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap pengembangan organisasi-organisasi pengelolaan yang digerakan langsung oleh masyarakat. Dalam mengembangkan organisasi-organisasi masyarakat tersebut DKP dapat bermitra dengan LSM.



Tinggi dan Menengah:




2�2�3 Menetapkan peran serta pihak/dinas terkait dan kelompok masyarakat

Terkait alokasi TURF, berdirinya organisasi-organisasi pengelolaan masyarakat tidak lagi bersifat memaksa proses pengelolaan tetapi lebih kepada menciptakan armosfir positif yang mendukung perubahan sistem pengelolaan ke arah yang lebih baik. Prospek mengenai partisipasi masyarakat diuji. DKP/LSM/BPPL/Kelompok masyarakat memiliki tugas untuk:

Menetapkan struktur konsultatif di komunitas konsultatif;• Menegaskan tujuan dan strategi pengelolaan;• Menentukan area TURF;• Menguraikan kebijakan-kebijakan pengelolaan secara jelas untuk mendukung sistem TURF;• Menetapkan struktur pendukung dan peran pendampingan untuk memfasilitasi pengembangan • organisasi-organisasi masyarakat;Mengembangkan proses yang sesuai dengan budaya setempat dan menciptakan sebuah struktur • dukungan masyarakat untuk memfasilitasi penerapan TURF (Dewan Penasihat Perikanan di tingkat desa), dan menentukan tindakan yang akan dilakukan oleh masyarakat (termasuk tindakan kepatuhan) dan mendukung fungsi-fungsi yang disyaratkan oleh otoritas di level yang lebih tinggi; Menetapkan rencana-rencana pengelolaan yang dihubungkan dengan stok target dan pendekatan • ekosistem untuk pengelolaan perikanan melalui kelompok-kelompok masyarakat yang difasilitasi oleh pembimbing; Memastikan keberlanjutan komitmen masyarakat terhadap penerapan sistem TURF – kontak • rutin antar komunitas dan petugas penyuluh, pertukaran informasi antar komunitas, pembahasan ulang mengenai struktur pengelolaan perikanan;Menentukan tindakan penelitian yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan terkait data • konservasi dan pengelolaan; Memastikan peran serta para pihak terkait lainnya – pedagang, DKP Kabupaten dan kelompok-• kelompok lingkungan;Membangun komunikasi dengan kelompok-kelompok masyarakat lainnya.•

12 Berkenaan dengan spesies terancam yang tidak termasuk dalam daftar IUCN, perlu ditetapkan dengan mengikuti saran dari BPPL.

21

Kelompok Kerja SDI, DKP Provinsi dan Kabupaten, Masyarakat, Pengolah, Pengepul dan LSM (WWF/TNC)

Prioritas TinggiStatus BaruKerangka Waktu 1-3 tahunIndikator Keberhasilan/Performa MSC




Pemanenan ikan. Foto: © WWF-Indonesia / Candhika YUSUF

22

3. KEGIATAN PENELITIANPelaksanaan aktivitas penilaian stok konvensional akan memakan dana yang sangat besar mengingat struktur terumbu karang yang tersebar di perairan Indonesia sangat luas. Pendekatan praktis yang dapat dilakukan yaitu melaksanakan penilaian berbasis resiko yang didasarkan pada RBF dan diaplikasikan dalam MSC FAM. Kendala jangka panjang terkait pelaksanaan penilaian berbasis resiko yaitu skor status stok harus melebihi ketetapan nilai 80 baik untuk Analisis Skala, Intensitas dan Akibat (Scale Intensity Consequence Analysis/SICA) maupun Analisis Produktivitas dan Kerentanan (Product Susceptibility Analysis/PSA) agar persyaratan tersebut tidak kembali terulang pada proses penilaian selanjutnya pada 5 tahun setelah pelaksanaan sertifikasi MSC yang pertama. Aturan dalam proses sertifikasi MSC tersebut sangat sulit dipenuhi khususnya oleh perikanan skala kecil, maka jika ingin melanjutkan proses sertifikasi, perlu diberlakukan proses penilaian stok yang lebih kompleks, dan sudah pasti akan membutuhkan akumulasi data penilaian stok dimulai dari tahap yang paling awal.

Sebuah rencana penelitian perlu disusun untuk menghasilkan pendekatan koheren dan strategis demi kebutuhan penelitian dan pemerolehan informasi baik di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten dalam waktu yang singkat dan tepat. Rencana penelitian terpadu harus turut mempertimbangkan persyaratan serta kebijakan nasional maupun internasional dan didukung dana memadai yang diperoleh dari industri, pemerintah dan donor.

Dengan didukung komitmen yang kuat dalam upaya pengumpulan data dan mengisi kekosongan dalam pengetahuan yang ada, komponen-komponen yang harus termuat dalam rencana penelitian antara lain yaitu:

3�1 Peningkatan kapasitas lembaga dan SDM untuk proses penilaian stok di Indonesia

Agar dapat berpartisipasi dan memberikan kontribusi yang efektif terhadap proses penilaian stok regional, dibutuhkan peningkatan kapasitas di tingkat nasional, baik melalui pelatihan formal, termasuk mendorong para sarjana muda untuk ikut dalam program pelatihan dan meminta bantuan serta arahan dari badan-badan penelitian di Amerika atau Australia yang bergerak dalam bidang serupa.

Sangat kecil kemungkinan bahwa pemerintah akan mengalokasikan sejumlah dana untuk peningkatan sumber daya dan pemerolehan data di berbagai unit dan tingkat pemerintahan, dengan demikian upaya peningkatan kapasitas dibutuhkan kemitraan dengan level yang lebih tinggi antara BPPL dan penyelenggara penelitian lainnya (universitas), atau didanai oleh sektor swasta.

Pengumpulan data hasil tangkapan dan pendaratan ikan karang di seluruh Indonesia masih sangat terbatas dan sangat tergantung pada perkiraan yang ditetapkan oleh dinas pemerintahan di tingkat kabupaten. Selain itu, terdapat kekosongan informasi mengenai parameter biologis stok ikan karang seperti pertumbuhan, reproduksi dan tingkat kematian alami, dimana untuk mengisi kekosongan data tersebut perlu dilakukan proses penilaian stok.

Kelompok Kerja P4KSI, BPPL dan Universitas Hasanudin, MakassarPrioritas TinggiStatus Perpanjangan dari aktivitas yang sudah berlangsungKerangka Waktu 3 tahun (pengembangan) dan pelaksanaanIndikator Keberhasilan/Performa MSC

1.2.4 Kapasitas penelitian

3�2� Kajian Pustaka

Sebagai langkah cepat untuk menilai penerapan langkah-langkah pengelolaan, tinjauan seksama terhadap literatur yang memuat informasi mengenai perikanan karang harus dilakukan. Fokus utama studi ditujukan pada perikanan tropis misalnya perikanan di perairan Karibia, Hawai dan Australia. Dari kajian tersebut diharapkan dapat diperoleh informasi mengenai siklus reproduksi, ukuran pada saat matang (jantan dan betina) sehingga penilaian untuk menentukan ukuran minimal yang tepat dapat dilakukan dalam rangka melidungi stok biomass (spawning stock biomass/SSB). Selain itu, terdapat beberapa aspek lainnya terkait siklus reproduksi yang membutuhkan penerapan langkah-langkah pengelolaan khusus untuk memastikan perlindungan terhadap SBB dan mengurangi resiko kegagalan rekrutmen/pertumbuhan ikan hingga mencapai

23

ukuran siap tangkap. Tinjauan pustaka pun diharapkan dapat mengatasi permasalahan penyebaran dan agregasi telur, interaksi predator dan mangsa serta persyaratan terkait kondisi habitat, siklus reproduksi musiman, kesuburan, frekwensi pemijahan, perrgerakan spesies dewasa dan juvenil, dampak dari perubahan ekologis seperti salinitas, suhu dan interaksi habitat.

Meskipun tidak diterbitkan, perlu dibuat ringkasan mengenai hasil kajian biologis atau perikanan lokal tersebut, dam kemudian digabungkan ke dalam kajian pustaka.

Kegiatan kajian pustaka bisa dikatakan sangat penting dan harus dilaksanakan sesegera mungkin karena hasil dari kajian tersebut dapat dijadikan pembenaran atas penerapan langkah-langkah dan prinsip kehati-hatian, serta lebih lanjutnya sebagai panduan untuk pengembangan dan pelaksanaan program observer.

Kelompok Kerja P4KSI, BPPL dan Universitas Hasanudin, MakassarPrioritas TinggiStatus Perpanjangan dari aktivitas yang sudah berlangsungKerangka Waktu 3 tahun (pengembangan) dan pelaksanaanIndikator Keberhasilan/Performa MSC

1.2.4 Kapasitas penelitian

3�3 Penilaian resiko

3�3�1 Pelaksanaan training of trainers

Pelatihan mengenai penilaian resiko dan Rapid Rural Appraisal perlu dilaksanakan bagi staff P4KSI /BRPL (Training of trainers13). Proses penilaian resiko dilakukan untuk mengetahui skor indikator keberhasilan/performa terkait interaksi spesies target, spesies langka yang dilindungi dan bentik. Adapun interaksi dengan spesies tangkapan sampingan tidak diketemukan pada proses penilaian awal. Program training of trainer pun akan melibatkan partisipasi dari pakar lokal terpilih.

Kelompok Kerja P4KSI/BRPL dan Universitas Hasanudin, MakassarPrioritas TinggiStatus BaruKerangka Waktu 1-2 tahunIndikator Keberhasilan/Performa MSC

1.2.4 Penilaian Status Stok

3�3�2 Penilaian terhadap perspektif yang berkembang di masyarakat (Rapid Rural Appraisal)

Analisis mengkaji desa secara cepat (Rapid Rural Appraisal/RRA) dan keikutsertaan mereka dalam proses analisis tersebut (Participatory Rural AppraisalPRA) dilakukan untuk menilai interaksi tangkapan dan ekosistem. Proses penilaian tersebut akan mencakup spesies target serta tangkapan yang dibuang (apabila ada), ukuran (berat dan panjang), interaksi dengan spesies langka yang dilindungi (interaksi spesies dan status: mati, dibebaskan dalam keadaan hidup dan kondisinya baik, dibebaskan dalam keadaan hidup tetapi kondisinya sudah menurun) dan kerugian alat tangkap. Proses analisis akan dititikberatkan pada pemerolehan informasi mengenai jumlah spesies yang ditemui, lokasi, waktu dan musim. Adapun Participatory Rural Appraisal dilaksanakan guna mendiskusikan tindakan-tindakan mitigasi dengan para nelayan. Universitas setempat (misalnya Universitas Hasanudin, Makassar) atau LSM dapat melaksanakan proses penilaian melalui penyelenggaraan workshop di berbagai kabupaten terkait. Informasi yang diperoleh dari proses penilaian akan diserahkan kepada kelompok nelayan dan DKP Kabupaten sebagai panduan dalam perumusan rencana pengelolaan.

3�3�3 Pelaksanaan proses penilaian resiko untuk tangkapan sampingan (spesies non-target, spesies tangkapan yang dibuang dan spesies langka yang dilndungi) dan pengembangan strategi mitigasi untuk spesies dengan tingkat resiko tinggi

Berdasarkan data yang diperoleh dari analisis RRA dan PRA perlu dilakukan penilaian resiko terkait spesies-

13 Terdapat laporan yang menyatakan bahwa pelatihan penilaian resiko telah mulai berjalan. Hal tersebut perlu konfirmasi lebih lanjut.

24

spesies yang tertangkap. Proses penilaian resiko tersebut harus mencakup tinjauan pustaka mengenai interaksi spesies. Selain itu proses penilaian resiko harus bersifat partisipatif (mengakomodir partisipasi dari pihak terkait), dan kemungkinan menggunakan metode SICA dan PSA MSC. Strategi-strategi terkait langkah-langkah pengelolaan dapat mencakup penetapan/perluasan kawasan dan musim larangan serta evaluasi terhadap dampak-dampak yang ditimbulkan aktivitas penangkapan.

Dengan dibantu DKP, universitas setempat diharapkan dapat menyelenggarakan kegiatan workshop.

Persyaratan-persyaratan utama/komponen-komponen yang disertakan dalam proses identifikasi dengan menggunakan metode SICA14:

Resiko-resiko yang muncul, dalam hal ini terkait aktivitas penangkapan;•

Skala spasial perikanan, misalnya persentase kisaran stok yang saling tumpang tindih dengan •aktivitas penangkapan;

Skala temporal, lamanya aktivitas penangkapan dimana interaksi antara spesies dan alat tangkap •akan berlangsung’

Tingkat intensitas penangkapan, mengidentifikasi dampak-dampak langsung dan mengklasifikasikannya •ke dalam dampak yang tidak berarti, dampak minor, dampak sedang, dampak besar, dampak yang berakibat fatal atau dampak yang mengarah pada bencana;

Konsekwensi yang ditimbulkan aktivitas penangkapan baik pada ukuran populasi maupun kapasitas •reproduksi.

Persyaratan-persyaratan utama/komponen-komponen yang disertakan dalam proses identifikasi dengan menggunakan metode PSA:

Rata-rata usia pada saat matang •

Rata-rata ukuran pada saat matang •

Rata-rata usia maksimal•

Rata-rata ukuran maksimal •

Kesuburan•

Level trophik•

Kapasitas reproduksi •

Tumpang tindih antara perikanan dengan distribusi spesies (ketersediaan)•

Interaksi spesies dengan pengoperasian jenis alat tangkap tertentu (interaksi)•

Selektivitas alat tangkap•

Tingkat kematian paska tangkap•

Kelompok Kerja P4KSI/BPPL dan Universitas Hasanudin, Makassar, DKP, Komunitas Nelayan, Pengolah, Pengepul dan LSM (TNC/WWF)

Prioritas TinggiStatus BaruKerangka Waktu 1-2 tahunIndikator Keberhasilan/Performa MSC

1.2.4 Penilaian Status Stok

14 Lihat dokumen MSC FAM versi 2, hal. 86-106

25

3�4 Kelimpahan stok dan penilaian stok

Hingga saat ini tidak terdapat bukti yang menunjukan bahwa telah dilakukannya proses penilaian stok konvensional. Data mengenai hasil tangkapan (atau pendaratan) dan upaya penangkapan tidak tersedia. Data komposisi hasil tangkapan tidak memadai, dan informasi mengenai komposisi pendaratan yang diperoleh dari fasilitas pengolahan jumlahnya sangat terbatas. Upaya pengumpulan data komposisi dan hasil tangkapan tentunya akan memakan waktu yang sangat lama – dengan lamanya waktu yang dibutuhkan sehingga tidak lagi efektif untuk digunakan dalam pengelolaan yang ditujukan demi mengurangi resiko baik pada tahap perkembangan maupun rekrutmen spesies, oleh karenanya proses penilaian resiko awal harus segera dilaksanakan (Sesi 3.3). Ketika informasi yang tidak terlalu akurat digunakan sebagai nilai nominal maka informasi tersebut harus ditindaklanjuti dengan penerapan prinsip kehati-hatian tanpa menunggu proses pengumpulan data perikanan dan hasil penilaian stok ilmiah yang sesuai standar. Dengan demikian upaya penggumpulan data historis penangkapan yang diperlukan dalam proses penilaian stok berikutnya dapat segera dilakukan.

Penggabungan antara program sampling yang akan mencakup sistem pencatatan komposisi hasil tangkapan guna memperkirakan ukuran dan komposisi, pencatatan buku harian untuk memperkirakan jumlah spesies yang tertangkap dan distribusi spasial perikanan, program observer untuk mendukung pencatatan buku harian dan tinjauan pustaka untuk mengetahui ukuran rata-rata pada saat matang harus segera dilaksanakan. Data historis yang memuat infomasi mengenai hasil tangkapan, upaya, rata-rata ukuran dan rasio jenis kelamin dapat digunakan untuk upaya perbaikan dan peningkatan pengelolaan perikanan di masa yang akan datang, dan mendukung proses penilaian stok yang lebih akurat dan komprehensif.

Kelompok Kerja P4KSI/BPPL, Universitas di MakassarPrioritas TinggiStatus BaruKerangka Waktu 3 tahun (pengembangan) dan pelaksanaanIndikator Keberhasilan/Performa MSC

1.1.1 Status stok

1.1.2 Poin-poin acuan

1.1.3 Pemulihan kembali kondisi stok


1.2.2 Peraturan dan perangkat pemanfaatan perikanan 1.2.3 Informasi/pemantauan

1.2.4 Penilaian status stok

2.5 Ekosistem

3.2 Sistem pengelolaan khusus

Metode yang paling efektif untuk melakukan penilaian stok yaitu length-based method, metode tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat kerusakan yang diakibatkan kelebihan tangkap. Penggunaan model yang lebih rumit akan memerlukan model biomass dynamics (surplus produksi), sedangkan depletion method adalah metode yang tepat dan hemat biaya untuk menilai dinamika stok. Penggunaan metode yang lebih kompleks seperti length cohort analysis kemungkinan tidak akan sesuai dengan kondisi kekurangan data yang ada.

3�5� Komposisi armada

Profil sejumlah kapal-kapal motor yang beroperasi pada sektor ikan karang, harus dikelompokkan berdasarkan jenis alat tangkap dan dikumpulkan oleh DKP Kabupaten, data tersebut dapat digunakan untuk melengkapi penyusunan laporan perkiraan jumlah hasil tangkapan tahunan.

26

Kelompok Kerja DKP Provinsi dan KabupatenPrioritas TinggiStatus Perpanjangan dari aktivitas yang sudah adaKerangka Waktu 1-2 tahunIndikator Keberhasilan/Performa MSC

1.2.3 Informasi/pemantauan

3�6 Produktivitas stok

Guna memperoleh informasi mengenai trend laju tangkap sebagai indeks kelimpahan stok dari waktu ke waktu maka data tangkapan per unit usaha (CPUE) harus dikumpulkan melalui program sampling dan pencatatan buku harian oleh nelayan. Peran serta dan komitmen dari haji atau punggawa (pengepul) akan sangat berarti dalam program pencatatan buku harian. Sejauh ini peran serta mereka telah menghasilkan komponen sistem pencatatan data tangkapan dan upaya yang dilakukan KKP.

Kelompok Kerja P4KSI, BPPL, Universitas di Makassar , SDI, Industri (langsung dari pemilik kapal dan perusahaan pembeli)

Prioritas TinggiStatus Perpanjangan dari aktivitas yang sudah adaKerangka Waktu 3 tahun (pengembangan) dan pelaksanaanIndikator Keberhasilan/Performa MSC

Status stok1.1.1

Poin acuan batas (LRPs)1.1.2

1.2.3 Informasi/pemantauan

1.2.4 Penelitian dan penilaian status stok

3�7 Pengumpulan data tangkapan sampingan

Pada saat ini informasi akurat mengenai jumlah pendaratan ikan tangkapan yang tidak terdokumentasi (fishery removals), spesies langka yang dilindungi dan tangkapan yang dibuang/dikembalikan ke laut dan tidak didaratkan belum tersedia. Komposisi hasil tangkapan pada tiap-tiap perikanan, terutama tangkapan sampingan belum diketahui secara pasti.

3�7�1 Kajian terhadap informasi yang tersedia

Seluruh informasi yang tersedia mengenai spesies non-target/tangkapan sampingan (wrasse, bumphead parrotfish,mamalia laut, penyu, burung laut) dan spesies ikan umpan harus dikumpulkan dan ditinjau ulang untuk mengidentifikasi kekosongan/kekurangan data yang diperlukan/penting untuk proses penilaian resiko/pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan (EAFM), serta untuk menentukan apakah strategi-strategi pengelolaan perlu diterapkan pada komponen perikanan atau spesies tertentu.

3�7�2 Program observer

Informasi mengenai komponen-komponen ekosistem diluar spesies target biasanya dikumpulkan melalui program observer. Program observer dilakukan untuk menandai seluruh aspek operasional dan hasil tangkapan dari perikanan handline dan bottom longline, serta mengindentifikasi kemungkinan terjadinya interaksi dengan spesies lainnya. Dengan melihat sumber daya dan tenaga yang ada maka perlu dilakukan peningkatan, tetapi sebagai tahap awal, cakupan program observer diharapkan meliputi 5 % dari keseluruhan perikanan ikan karang.

Program pelatihan terkoordinasi bagi para observer perlu dilaksanakan, dan untuk penyelenggraan program pelatihan tersebut maka perlu disusun modul pelatihan dan dibutuhkan dukungan dana dari industri, LSM

27

dan Pemerintah.

Ketika kondisi ekologis dengan resiko tinggi telah teridentifikasi maka program observer harus terus dilanjutkan dalam rangka mendukung sosialisasi strategi pengelolaan dan memastikan kepatuhan terhadap strategi tersebut. Meskipun demikian dukungan terhadap pelaksanaan program observer dapat sangat kecil.

Kelompok Kerja SDI, KKJI, P4KSI, PLN, KAPI, DKPPrioritas SedangStatus BaruKerangka Waktu 1 tahun (pengembangan), penerapan (tahun ke-2) berlangsung

dimana resiko diketahui tinggiIndikator Keberhasilan/Performa MSC

2.1.3 Informasi spesies non-target/retained

2.2.3 Informasi ikan umpan

2.3.3 Informasi spesies langka yang dilindungi/ETP

2.4.3 Informasi habitat

2.5.3 Informasi ekosistem

3�8 Survei Penilaian Ekosistem Terumbu

Keberhasilan atau kegagalan penerapan Kawasan Konservasi Laut Daerah perlu diukur. Untuk mengukur keberhasilan program dilakukan penilaian kesehatan ekosistem di zona larang tangkap dan wilayah-wilayah sekitarnya. Pelaksanaan program tersebut dapat didanai perusahaan pengolah hasil laut dan didukung oleh LSM.

Kelompok Kerja KKJI, LSM, Universitas, COREMAP, DKP dan pembeli/pengolah

Prioritas SedangStatus BaruKerangka Waktu 1 tahun (pengembangan), penerapan (tahun ke-2) berlangsung


2.1.3 Informasi spesies non-target/retained

2.2.3 Informasi ikan umpan

2.3.3 Informasi spesies langka yang dilindungi/ETP

2.4.3 Informasi habitat


3�9 Model ekosistem

Pemodelan dampak fishery removal pada ekosistem perlu dilakukan. Model ekosistem tersebut merupakan alternatif dari metode perikanan analitis dan empiris. Alih-alih menyandarkan pada hubungan hipotesis antara total tangkapan dan upaya (surplus production model), model ekosistem mencoba untuk mensimulasikan dinamika populasi dari interaksi kelompok trophik (termasuk nelayan) yang membentuk sebuah ekosistem terumbu karang. Dengan langkah tersebut, dampak-dampak yang tidak terduga, contohnya yang diakibatkan oleh kelebihan tangkap menjadi lebih nyata dan para peneliti dapat mempelajari efek-efek perubahan dalam upaya terhadap tangkapan dari masing-masing kelompok spesies. Selain itu, model ekosistem yang lebih kompleks akan memungkinkan para peneliti untuk mempelajari dampak suatu perikanan terhadap perikanan lainnya, contohnya suatu perikanan dapat mensimulasikan penurunan upaya penangkapan berdasarkan kebiasaan makan ikan dan menilai bagaimana kebiasaan tersebut berdampak pada nelayan bagan dengan target tangkap spesies mangsa. Perangkat untuk model ekosistem telah tersedia (lihat Ecopath suite of programs yang dikembangkan oleh University of British Columbia), dan terdapat model simulasi perikanan untuk terumbu karang Indonesia (Raja Ampat, Papua Barat: Ainsworth, C. H.; Varkey, D. A. & Pitcher, T. J.

28

2008), dan ‘Ecosystem simulations supporting ecosystem-based fisheries management in the Coral Triangle, Indonesia’, Ecological Modelling (214, 361-374). Bagaimanapun parameterisasi model simulasi membutuhkan keahlian khusus dan data akurat ekosistem, dengan demikian model tersebut jarang digunakan secara rutin sebagai dasar penetapan pengelolaan perikanan. Meskipun demikian, apabila seluruh sumber telah tesedia, proyek penelitian tersebut dapat mengadaptasi model di Papua Barat untuk kemudian diterapkan di provinsi terkait.

Model ekosistem sebaiknya tidak digunakan secara terpisah, tetapi digunakan untuk menguatkan temuan dan rekomendasi pengelolaan yang diperoleh dari proses penilaian stok. Model single-species population dynamics (bukan model ekosistem) yang telah diterapkan dalam pengelolaan adalah metode untuk memperkirakan kuota spesies Napoleon wrasse di Indonesia yaitu CITES Appendix II Non-Detriment requirements (Sadovy, Y.; Punt, A. E.; Cheung, W.; Vasconcellos, M.; Suharti, S. & Mapstone, B. D. (2007), ‘Stock assessment approach for the Napoleon fish, Cheilinus undulatus, in Indonesia. A tool for quota-setting for data-poor fisheries under CITES Appendix II non-detriment finding requirements.’(1023), Technical report, Food and Agricultural Organization of the United Nations, Rome.).

Kelompok Kerja BRPL dan Universitas Hasanudin - Makassar Prioritas TinggiStatus BaruKerangka Waktu 1 tahun (pengembangan), penerapan (tahun ke-2) berlangsung


2.4.1 Status ekosistem


3�10� Tinjauan sejawat untuk mengkaji keefektivan Program Penelitian

Proses peninjauan ulang eksternal terhadap proses penilaian stok dan interaksi tangkapan sampingan/ekosistem harus dilakukan dalam kurun waktu 5 tahun sejak pertama kali program dimulai. Proses peninjauan tersebut harus dilakukan secara internal maupun eksternal. Hasil dari proses peninjauan ulang dan pembelajaran yang diperoleh sebaiknya dipublikasikan kepada khalayak.

Kelompok Kerja Peninjauan eksternal oleh peninjau pengelolaanPrioritas TinggiStatus BaruKerangka Waktu Tahun ke-5Indicator Prinsip MSC 3.2.5: Peninjauan sejawatIndikator Keberhasilan/Performa MSC

Ketika skor < 60 ‘maka dianggap gagal memenuhi standar’

29

Gambar karamba jaring apung. Foto: © WWF-Indonesia / Candhika YUSUF

4. PENINGKATAN KEPATUHANDengan didukung DKP Kabupaten dan PKSDKP, kegiatan penegakan hukum diharapkan dapat ditingkatkan melalui pembentukan kelompok-kelompok masyarakat pengawas/ POKMASWAS. Selain itu, POKMASWAS pun diharapkan membantu penyelesaian permasalahan yang muncul akibat konflik atau tekanan dari kapal-kapal motor berukuran besar.

4�1 Menetapkan peran dan tugas POKMASWAS

Di bawah pengawasan DKP dan PSDKP, nelayan harus menyetujui serangkaian standar, dan mengalokasikan tanggung jawab kepada para petugas pengawas yang terdiri dari anggota masyarakat itu sendiri. Sistem sirkulasi untuk tanggung jawab pengawasan sehari-hari di antara nelayan dapat dikaji lebih lanjut. Sebuah sistem yang diterapkan oleh para nelayan di Thailand dan Indonesia yaitu merancang kompensasi swadaya masyarakat yang digunakan untuk mendanai tugas-tugas pemantauan, akan tetapi sistem ini hanya akan diberlakukan pada para nelayan yang bersedia untuk berpartisipasi. Para nelayan perlu disediakan beberapa perlengkapan dasar seperti teropong, jaket/rompi keselamatan dan radio VHF untuk mendukung kinerja mereka terkait penyelenggaraan tugas-tugas kepatuhan.

Masing-masing POKMASWAS bertanggung jawab untuk menerapkan serangkaian peraturan yang berkenaan dengan beberapa aktivitas sebagai berikut:

Memantau alokasi ijin penangkapan di dalam keanggotaan;•

Penggunan alat tangkap yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;•

Larangan untuk menangkap spesies langka yang dilindungi (misalnya • Napoleon wrasse dan Bumphead parrotfish) serta spesies rentan lainnya;

Penutupan area penangkapan pada musim-musim tertentu;•

Penegakan peraturan-peraturan di atas memerlukan koordinasi yang baik antara POKMASWAS dan lembaga penegak hukum resmi (termasuk revisi terhadap prosedur operasional standar yang ada).

Kelompok Kerja POKMASWAS, PSDKP, DKP Provinsi dan Kabupaten, SDIPrioritas TinggiStatus Perpanjangan dari kegiatan yang ada

30

Kerangka Waktu Beroperasi selama 12 bulan dan akan terus berlanjutIndikator Keberhasilan/Performa MSC

3.2.3. Ketaatan dan Penegakan

4�2 Meninjau ulang peraturan hukum dan sangsi-sangi terhadap pelanggaran

Berdasarkan perangkat pengelolaan, Kebijakan-Kebijakan Nasional perlu disosialisasikan pada unit-unit pengelolaan di tingkat provinsi dan kabupaten. Serangkaian pembatasan dan penentuan denda yang harus diperbaharui dalam sistem perundang-undangan diantaranya mencakup:

Operasi penangkapan yang tidak dilengkapi surat ijin (sebagai mekanisme untuk meredam/•menghentikan tindakan serupa);

Perikanan yang mengoperasikan bentuk/ukuran alat tangkap yang tidak sesuai dengan peraturan •yang berlaku;

Operasi penangkapan yang dilakukan di area atau musim larangan bagi aktivitas penangkapan.•

Potensi-potensi pelanggaran sebagaimana diuraikan di atas harus ditindaklanjuti dengan pemberian hukuman, dan berakhir dengan pencabutan ijin (untuk jenis pelanggaran berulang). Operasi penangkapan yang tanpa dilengkapi surat ijin akan berujung pada penyitaan kapal, alat tangkap atau pemberian hukuman berat. Penetapan hukuman harus turut mempertimbangkan penilaian resiko, semakin tinggi tingkat resiko yang diakibatkan pelanggaran tersebut maka hukuman yang diberikan pun harus semakin berat.

Kelompok Kerja DKP Provinsi dan Kabupaten, SDI, POKMASWASPrioritas Tinggi (dan prioritas lebih rendah misalnya untuk beberapa

permasalahan terkait ekosistem) Status Perpanjangan dari aktivitas yang sudah ada Kerangka Waktu 12 bulanIndikator Keberhasilan/Performa MSC

Prioritas tinggi:

1.2.2. Peraturan dan perangkat pemanfaatan perikanan

3.2.1. Tujuan khusus-perikanan


Prioritas sedang dan rendah:

2.1.2. Spesies non-target (Strategi pemanfaatan)

2.2.2. Spesies tangkapan sampingan (Strategi pemanfaatan)

2.3.2. Spesies langka yang dilindungi (Strategi pemanfaatan)

3.1.1. Kerangka hukum & adat

4�3 Membuat program pendidikan dan pelatihan/pelayanan masyarakat dengan jangkauan yang luas

Masyarakat nelayan pun harus mengetahui dan memahami langkah-langkah pengelolaan perikanan dan pembatasan yang diterapkan. Perlu dilakukan program pendidikan untuk menggugah kesadaran masyarakat nelayan mengenai dampak-dampak yang akan timbul sebagai konsekwesi dari pelanggaran yang terjadi, terutama pelanggaran terhadap peraturan yang membatasi upaya penangkapan yang akan berakibat pada menurunnya CPUE, penangkapan spesies juvenil (melalui pengoperasian alat tangkap tertentu), memasuki area penangkapan pada saat diberlakukan larangan dan konsekwensi-konsekwensi lainnya yang disebabkan interaksi ekosistem negatif. Program pendidikan yang dilaksanakan oleh pengelola perikanan, bekerja sama dengan DKP Kabupaten, P4KSI dan WWF dengan dukungan nyata dari para pedagang dan pengepul harus memiliki jangkauan yang luas dan dilengkapi materi-materi publikasi yang inovatif termasuk penyebaran poster dan program pendidikan tambahan di sekolah-sekolah setempat.

31

Program pendidikan tersebut pun harus harus dilengkapi dengan diadakannya pertemuan rutin masyarakat, dimana dalam pertemuan tersebut dapat diperoleh tanggapan mengenai keberhasilan atau kendala-kendala yang ditemukan dalam penerapan langkah-langkah pengelolaan.

Kelompok Kerja DKP Kabupaten, BRPL, WWF dan PengolahPrioritas TinggiStatus BaruKerangka Waktu Beroperasi selama 12 bulan dan akan terus berlanjutIndikator Keberhasilan/Performa MSC

1.1.1. Status stok

1.2.2. Peraturan dan perangkat pemanfaatan perikanan

3.1.4. Insentif untuk penangkapan berkelanjutan

3.2.1. Tujuan khusus-perikanan

3.2.2. Proses pengambilan keputusan


3.1.1. Kerangka hukum & adat

3.1.2. Konsultasi, peran dan tanggung jawab

3.1.3. Tujuan jangka panjang

4�4 Menetapkan sistem pengumpulan data yang disertai proses pelaporan pelanggaran tersebut kepada jajaran Dewan Pengelolaan Ikan Karang

Menetapkan sistem pelaporan terkait bentuk-bentuk pelanggaran dan menyerahkan laoran tersebut kepada sub FKPPS dan seluruh pihak terkait.

Kelompok Kerja DKP Provinsi dan Kabupaten, SDIPrioritas TinggiStatus BaruKerangka Waktu Beroperasi selama 6 bulan dan akan terus berlanjutIndikator Keberhasilan/Performa MSC


5. LAIN-LAIN

5�1 Penyaluran subsidi yang berdampak negatif terhadap keberlangsungan ikan karang

Terdapat bukti nyata 15,16 yang menunjukan bahwa subsidi pemakaian seperti subsidi bahan bakar hanya menciptakan distorsi negatif bagi kapasitas armada dengan menghasilkan keuntungan palsu dan memicu kelebihan tangkap. Bagaimanapun, sejauh mana penyimpangan dan dampak relatif dari penyaluran subsidi bahan bakar kepada para nelayan skala kecil dan menengah tidak diketahui secara pasti. Oleh karena itu, BBRSE harus mengidentifikasi dampak subsidi bahan bakar untuk mengukur sejauh mana program penyaluran subsidi tersebut sesuai dengan Prinsip-Prinsip keberlanjutan MSC dan Pendekatan Ekosistem untuk Pengelolaan Perikanan (EAFM). Selain itu, BBRSE sebaiknya bekerja sama dengan KAPI untuk mengevaluasi penghematan biaya yang dapat dilakukan (contohnya melalui indentifikasi ketidaktepatgunaan emisi karbon) sebagai akibat dari pemakaian kapal motor yang tidak tepat guna dan defisiensi alat tangkap.

Kelompok Kerja BBRSE/KAPI

15 Dorsey, G., ADB/MMAF (2006), TNC (2008).16 Ghofar, A.; Schorr, D. K. & Halim, A. (2008), ‘Selected Indonesia fishery subsidies: Quantitative and qualitative assessment of policy coherence and effectiveness.’, Technical report, The Nature Conservancy - Coral Triangle Center, Sanur, Bali, Indonesia

32

Prioritas SedangStatus Perpanjangan dari aktivitas yang adaKerangka Waktu 1 tahunIndikator Keberhasilan/Performa MSC

Sedang:

3.1.4. Insentif untuk penangkapan berkelanjutan

33

LAM

PIR

AN

1: S

kem

a us

ulan

keg

iata

n un

tuk

Ren

cana

Ker

ja P

rogr

am P

erba

ikan

Per

ikan

an (F

IP) I

kan

Kar

ang

Indo

nesi

a

1

TATA

KEL

OLA

DA

N

TUJU

AN

PEN

GEL

OLA

AN

PE

RIK

AN

AN

NA

SIO

NA

LK

eter

anga

n

Indi

- ka

tor

Keb

er-

hasi

lan

/ Per

- fo

rma

Lem

- bag

a ya

ng

bert

ang-

gu

ng ja

wab

Ber

-la

ng-

sung

Tind

a-

kan

BA

RU

2011

2012

2013

2014

2015

1.1

Men

yusu

n ul

ang

tuju

an

untu

k m

emas

tikan

bah

wa

prio

ritas

uta

ma

ditu

juka

n de

mi k

eber

lang

sung

an

perik

anan

dan

pen

erap

an

pend

ekat

an e

kosi

site

m

untu

k pe

ngel

olaa

n pe

rikan

an (e

cosy

stem

ap

proa

ch to

fish

erie

s m

anag

emen

t/EA

FM) b

aik

di ti

ngka

t pro

vins

i dan

ka

bupa

ten

Mek

anis

me

untu

k m

empr

iorit

aska

n ke

berla

njut

an p

erik

anan

dal

am k

eran

gka

kebi

jaka

n ya

ng a

da p

ada

saat

ini

men

ggan

tikan

tuju

an p

ertu

mbu

han

dan

peni

ngka

tan

prod

uksi

ser

ta m

enga

kom

odir

prin

sip-

prin

sip

EA

FM3�

1�1,

3�

1�3

SD

I, P

4KS

I, D

KP

√1

1.2

Mem

perlu

as s

iste

m

peng

elol

aan

hing

ga k

e tin

gkat

dae

rah

Men

gopt

imas

lisas

i ada

ptas

i dan

pen

erap

an

pera

tura

n di

ting

kat n

asio

nal,

prov

insi

dan

ka

bupa

ten

(per

atur

an

loka

l, ke

bija

kan

loka

l, ds

t.), m

elak

ukan

pen

inja

uan

bese

rta

paka

r hu

kum

unt

uk m

engk

aji

mek

anis

me

terb

aik

dala

m

pene

rapa

n pe

ratu

ran

di

tingk

at p

rovi

nsi/k

abup

aten

terk

ait k

ebija

kan

nasi

onal

(UU

No.

31/

2004

dan

32/

2004

).

3�1�

1,

3�1�

3,

3�2�

1,

3�2�

2

SD

I, P

4KS

I, D

inas

, P

LN, K

KJI

, P

SD

KP

√1

?

1.3

Pen

gem

bang

an

Ren

cana

Pen

gelo

laan

P

erik

anan

Men

gado

psi

dan

men

ggab

ungk

an

para

met

er-p

arem

eter

ke

berla

njut

an

(mis

alny

a pe

nila

ian

berb

asis

resi

ko, E

AFM

, pr

insi

p ke

hati-

hatia

n)

dala

m

renc

ana

peng

elol

aan

perik

anan

1�2�

1�

1�2�

2,

3�1�

1 3�

1�2,

S

DI,

DK

P,

Uni

vers

itas

Has

anu-

din,

M

akas

sar

?√

1

34

1.4

Pen

etap

an H

ak

pem

anfa

atn

terit

oria

l un

tuk

perik

anan

(T

UR

Fs/T

errit

oria

l Use

r R

ight

s fo

r Fis

herie

s)

Wor

ksho

p so

sial

isas

i TU

RF

seba

gai s

alah

sa

tu

pera

ngka

t ya

ng

dibu

tuhk

an

dala

m

peng

elol

aan

perik

anan

, da

n pe

nera

pan

TUR

F di

perk

uat m

elal

ui k

eran

gka

huku

m1�

2�1�

1�

2�2,

3�

1�1

3�1�

2,

SD

I, D

KP,

K

elom

-pok

ne

laya

n ,

LSM

(TN

C/

WW

F),

Uni

vers

i-tas

H

asan

u-di

n,

Mak

assa

r

√1

23

1.5

Pen

etap

an z

ona

lara

ng

tang

kap

Men

gopt

imal

kan

peng

elol

aan

KK

PD

yan

g ad

a be

rdas

arka

n pr

insi

p-pr

insi

p ilm

iah

(term

asuk

pen

etap

an z

ona

lara

ngan

, 10

-30

%

dari

kese

luru

han

wila

yah

teru

mbu

ka

rang

)

1�2�

1�

1�2�

2,

3�1�

1 3�

1�2,

KK

JI, D

KP,

K

elom

-pok

ne

laya

n,

LSM

(WW

F/

TNC

)

√

1 2

3

2M

EMPE

RK

UAT

K

ERA

NG

KA

KEL

EMB

AG

AA

N

Ber

-la

ng-

sung

Tind

a-ka

n B

AR

U20

1120

1220

1320

1420

15

2.1

Men

ingk

atka

n st

rukt

ur

peng

elol

aan

perik

anan

Pen

gem

bang

an tu

juan

-tuju

an

- na

sion

al

Sub

FK

PP

S m

emfa

silit

asi

- pe

nggu

naan

per

atur

an p

enga

tura

n pe

man

faat

an p

erik

anan

(HC

R)

3�1�

2

SD

I, D

KP

Pro

v& K

ab,

LSM

(WW

F/

TNC

), pi

hak

terk

ait

√1

?

2.2

Iden

tifika

si ta

nggu

ng

jaw

ab d

an p

enin

gkat

an

kapa

sita

s di

sel

uruh

le

mba

ga p

elak

sana

Pen

dele

gasi

an w

ewen

ang

– P

enge

lola

pe

rikan

an, D

KP

Kab

upat

en d

an

keik

utse

rtaan

mas

yara

kat/k

elom

pok

nela

yan

dala

m p

enge

lola

an p

erik

anan

3�1�

2

SD

I, D

inas

K

KP

di

Pro

vins

i dan

K

abup

a-te

n, D

KP,

K

elom

-pok

pi

hak

terk

ait

, LS

M.

√1

23

Ber

-la

ng-

sung

Ber

-la

ng-

sung

3K

EGIA

TAN

PEN

ELIT

IAN

B

er-

lang

-su

ng

Tind

a-ka

n B

AR

U20

1120

1220

1320

1420

15

3.1

Pen

ingk

atan

kap

asita

s le

mba

ga d

an S

DM

un

tuk

pros

es p

enila

ian

stok

di I

ndon

esia

Mem

bang

un s

iste

m k

emitr

aan

anta

ra

indu

stri,

lem

baga

pen

eliti

an, u

nive

rsita

s,

LSM

dan

din

as-d

inas

per

ikan

an d

alam

m

elak

sana

kan

pros

es p

enila

ian

stok

unt

uk

perik

anan

kak

ap d

an k

erap

u1�

2�4

P4K

SI,

BR

PL,

U

nive

rsi-t

as

Has

anu-

din,

M

akas

sar

√1

23

Ber

-la

ng-

sung

Ber

-la

ng-

sung

35

3.2

Tinj

auan

Pus

taka

Men

gkaj

i la

pora

n/ca

tata

n m

enge

nai

indi

kato

r-in

dika

tor s

tok

1�2�

4

P4K

SI,

BR

PL

dan

univ

ersi

-tas

sete

mpa

t ?

√1

23

Ber

-la

ng-

sung

Ber

-la

ng-

sung

3.3

Pen

ilaia

n re

siko

Mel

aksa

naka

n pr

ogra

m tr

aini

ng o

f tra

iner

(T

OT)

bag

i BR

PL

men

gena

i pen

ilaan

re

siko

terh

adap

sto

k ka

kap

dan

kera

pu

deng

an tu

rut m

eiba

tkan

pen

gelo

la

perik

anan

dan

pen

eliti

1�2�

4

P4K

SI,

BR

PL,

DK

P,

Uni

vers

i-tas

H

asan

u-di

n,

Mak

assa

r, N

GO

s,

mas

yara

-ka

t, pe

ngep

ul,

peng

o-la

h

?√

12

?

3.4

Kel

impa

han

stok

dan

pe

nila

ian

stok

Mel

aksa

naka

n st

udi u

ntuk

men

entu

kan

poin

-poi

n ac

uan

bata

s ya

ng d

idas

arka

n pa

da u

kura

n ik

an d

enga

n tu

rut m

elib

atka

n in

dust

ri gu

na m

empe

role

h in

form

asi y

ang

dibu

tuhk

an

1�1�

1,

1�1�

2,

1�2�

3,

1�2�

4,

1�2�

5

P4K

SI/

BR

PL,

U

nive

rsi-t

as

di M

akas

sar

?√

12

3B

er-

lang

-su

ng

Ber

-la

ng-

sung

3.5

Kom

posi

si A

rmad

aM

enyu

sun

stra

tegi

/per

atur

an d

alam

rang

ka

men

gura

ngi i

nten

sita

s pe

nang

kapa

n/up

aya

1�2�

3

DK

P P

rovi

nsi

&

Kab

upa-

ten

√ ?

1 2

?

3.6

Pro

dukt

ivita

s st

ok

1�1�

1,

1�1�

2,

1�2�

3,

1�2�

4

P4K

SI,

BR

PL,

SD

I, U

nive

rsi-t

as,

insd

ustri

(la

ng-s

ung

deng

an h

aji

peru

sa-h

aan

pem

beli)

? √

1 2

Ber

-la

ng-

sung

Ber

-la

ng-

sung

Ber

-la

ng-

sung

3.7

Pen

gum

pula

n da

ta

tang

kapa

n sa

mpi

ngan

Men

yusu

n pr

ogra

m o

bser

ver y

ang

ditu

juka

n un

tuk

pero

leha

n da

ta d

iluar

sp

esie

s ta

rget

(spe

sies

non

-targ

et, s

pesi

es

lang

ka y

ang

dilin

dung

i dan

hab

itat)

pada

pe

rikan

an b

otto

m lo

nglin

e da

n ha

ndlin

e

2�1�

3,

2�2�

3,

2�3�

3,

2�4�

3,

2�5�

3

SD

I, K

KJI

, P

4KS

I, U

nive

rsi-t

as,

PLN

, KA

PI,

DK

P

√1

2B

er-

lang

-su

ng

Ber

-la

ng-

sung

Ber

-la

ng-

sung

36

3.8

Sur

vey

peni

laia

n ek

osis

tem

teru

mbu

Sis

tem

pem

anta

uan

habi

tat d

ikem

bang

kan

dan

dila

ksan

akan

set

iap

tahu

nnya

2�1�

3,

2�2�

3,

2�3�

3,

2�4�

3,

2�5�

4

KK

JI,

LSM

, u

niv

ers

i-ta

s,

DK

P,

pe

mb

eli

/pe

ngol

ah

√ ?

1B

er-

lang

-su

ng

Ber

-la

ng-

sung

Ber

-la

ng-

sung

Ber

-la

ng-

sung

3.9

Mod

el e

kosi

stem

Kaj

ian

men

gena

i dam

pak-

dam

pak

yang

di

timbu

lkan

per

ikan

an b

otto

m lo

nglin

e da

n ha

ndlin

e te

rhad

ap e

kosi

stem

2�4�

1,

2�4�

3

BR

PL,

U

nive

rsi-t

as

Has

anu-

din,

M

akas

sar

?√

1B

er-

lang

-su

ng

Ber

-la

ng-

sung

Ber

-la

ng-

sung

Ber

-la

ng-

sung

3.10

Tinj

auan

sej

awat

unt

uk

men

gkaj

i kee

fekt

ivan

P

rogr

am P

enel

itian

3�

2�5

Pen

inja

u in

depe

n-de

n

√1

1 ?

4PE

NIN

GK

ATA

N

KEP

ATU

HA

N

Ber

-la

ng-

sung

Tind

a-ka

n B

AR

U20

1120

1220

1320

1420

15

4.1

Men

etap

kan

pera

n da

n tu

gas

PO

KM

AS

WA

SM

empe

rkua

t fun

gsi d

an p

eran

P

OK

MA

SW

AS

3.2.

3

PS

DK

P,

DK

P P

rovi

nsi

&

Kab

upa-

ten

/ K

MA

SW

AS

√?

1B

er-

lang

-su

ng

Ber

-la

ng-

sung

Ber

-la

ng-

sung

Ber

-la

ng-

sung

4.2

Pen

ingk

atan

pen

egak

an

pera

tura

n hu

kum

dan

sa

ngsi

-san

gi te

rhad

ap

pela

ngga

ran

Mer

evis

i dan

mem

perk

etat

pro

ses

pene

tapa

n hu

kum

an b

agi p

elan

ggar

an

untu

k di

aplik

asik

an k

e da

lam

lang

kah-

lang

kah

peng

elol

aan

baru

di b

erba

gai

perik

anan

(ZE

E, k

epul

auan

dan

pan

tai)

PS

DK

P/

KK

P,

Dep

arte

-m

en H

ukum

√

1

4.3

Mem

buat

pro

gram

pe

ndid

ikan

dan

pe

latih

an/p

elay

anan

m

asya

raka

t den

gan

jang

kaua

n ya

ng lu

as

Dite

rapk

an u

ntuk

sem

ua k

elom

pok

stak

ehol

der,

dan

dipe

rluas

ke

jarin

gan

PO

KM

AS

. Mem

butu

hkan

kom

itmen

(buy

-in

) yan

g ku

at d

ari p

ihak

pen

gola

h da

n pe

ngep

ul3.

2.3,

DK

P K

abup

a-te

n, B

RP

L,

WW

F da

n pe

ngol

ah

√

1 2

3B

er-

lang

-su

ng

Ber

-la

ng-

sung

37

4.5

Pen

yusu

nan

lapo

ran

agar

ben

tuk-

bent

uk

pela

ngga

ran

yang

terja

di

dapa

t dia

kses

ole

h m

asya

raka

t

Pen

yusu

nan

lapo

ran

dan

men

gide

ntifi

kasi

ha

sil k

egia

tan

insp

eksi

, ter

utam

a ya

ng

berk

aita

n de

ngan

keg

iata

n pe

nang

kapa

n 3.

2.3

PS

DK

P,

DK

P P

rovi

nsi

&

Kab

upa-

ten

√1

Ber

-la

ng-

sung

Ber

-la

ng-

sung

Ber

-la

ng-

sung

Ber

-la

ng-

sung

5PE

RM

ASA

LAH

AN

-PE

RM

ASA

LAH

AN

LA

INN

YA

B

er-

lang

-su

ng

Tind

a-ka

n B

AR

U20

1120

1220

1320

1420

15

5.1

Men

inja

u ul

ang

dam

pak

subs

idi b

ahan

bak

ar

terh

adap

keb

erla

ngsu

ngan

pe

rikan

an k

apal

-kap

al

mot

or b

eruk

uran

< 5

GT

Men

gkaj

i dam

pak

subs

idi p

ada

sum

ber

daya

di s

elur

uh p

erik

anan

(bai

k ya

ng

ram

ah li

ngku

ngan

dan

tida

k ra

mah

lin

gkun

gan)

dan

ber

baga

i uku

ran

kapa

l m

otor

(GT)

3�1�

4

PD

N, P

LN,

BB

RS

E

√

1

Gam

bar k

aram

ba ja

ring

tanc

ap. F

oto:

© W

WF-

Indo

nesi

a / C

andh

ika

YU

SU

F

laporan ini terbit atas kerjasama antara · laporan ini terbit atas kerjasama antara : september...

Documents