laporan hasil kunjungan kerja - dpr.go.id · laporan ini dimaksudkan untuk menyampaikan pokok-pokok...
TRANSCRIPT
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA
TIM KOMISI VI DPR RI
KE PROVINSI BANTEN
PADA MASA RESES PERSIDANGAN II
TAHUN SIDANG 2007 – 2008
Tanggal 16 Desember – 19 Desember 2007
I. PENDAHULUAN
A. DASAR
1. Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor: tanggal tentang
Penugasan Anggota Komisi I s/d XI DPR RI untuk melakukan
Kunjungan Kerja Berkelompok dalam Masa Reses Masa
Persidangan II Tahun 2007 – 2008.
2. Keputusan Rapat Intern Komisi VI DPR RI tanggal mengenai
Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI pada Masa
Persidangan II Tahun Sidang 2007 – 2008.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Laporan ini dimaksudkan untuk menyampaikan pokok-pokok
permasalahan sebagai hasil temuan Komisi VI DPR RI yang
menyangkut bidang tugasnya selama Kunjungan Kerja ke Provinsi
Banten dalam rangka memenuhi salah satu fungsi Dewan
sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPR RI dengan tujuan sebagai
bahan masukan bagi pemerintah untuk ditindaklanjuti sesuai
ketentuan yang berlaku.
C. SASARAN DAN OBYEK KUNJUNGAN KERJA
Sasaran Kunjungan Kerja dititik beratkan pada aspek:
1. Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan,
khususnya yang berkaitan dengan bidang mitra kerja Komisi VI
DPR RI.
2. Pengawasan terhadap kinerja lembaga-lembaga/badan yang
berada di dalam lingkup mitra kerja Komisi VI DPR RI.
3. Pembahasan perkembangan daerah, khususnya yang berkaitan
dengan bidang mitra kerja Komisi VI DPR RI.
4. Memonitor situasi lapangan serta menampung aspirasi yang
berkembang berkaitan dengan pengembangan industri, koperasi
dan UKM, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat lokal.
Sedangkan obyek yang dikunjungi dan dibahas meliputi:
1. Pemerintah Provinsi Banten
2. DPRD Propinsi Banten
3. KADIS PERINDAGKOP Banten
4. BKPMD Banten
5. KADINDA dan Pejabat Terkait Banten
6. PT. Indah Kiat dan PT. Tjiwi Kimia
7. PT. Nikomas Gemilang
8. PT. Krakatau Steel (PERSERO)
9. PT. Chandra Asri
10. PT. Jawa Manis Rafinasi, PT. Angel
11. PT. Indonesia Power (PLTU Suralaya)
12. PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Pelabuhan Banten
13. PT. Angkasa Pura II (PERSERO)
D. WAKTU DAN ACARA KUNJUNGAN KERJA
(Terlampir)
E. ANGGOTA TIM KUNJUNGAN KERJA
(Terlampir) II. DESKRIPSI UMUM DAERAH KUNJUNGAN KERJA
Banten merupakan provinsi yang berdiri berdasarkan Undang – Undang
Nomor 23 Tahun 2000 secara administratif, terbagi atas 4 Kabupaten dan 2 Kota
yaitu : Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten
Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon dengan luas 8.800,83 Km2 dan
panjang pantai 509 Km,. Letak geografis Provinsi Banten pada batas Astronomi
105º111 - 106º712 BT dan 5º750 - 7º11 LS, dengan jumlah penduduk
hingga tahun 2006 sebesar 9.308.944 Jiwa. Letak di Ujung Barat Pulau Jawa memposisikan Banten sebagai pintu
gerbang Pulau Jawa dan Sumatera dan berbatasan langsung dengan wilayah
DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Posisi geostrategis ini tentunya
menyebabkan Banten sebagai penghubung utama jalur perdagangan Sumatera
– Jawa bahkan sebagai bagian dari sirkulasi perdagangan Asia dan Internasional
serta sebagai lokasi aglomerasi perekonomian dan permukiman yang potensial.
Batas wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Barat
dengan Selat Sunda, serta di bagian Selatan berbatasan dengan Samudera
Hindia, sehingga wilayah ini mempunyai sumber daya laut yang potensial..
Sejak tahun 2005, perekonomian Banten sudah bangkit menuju
arah perbaikan dengan ditandai pertumbuhan ekonomi hampir
mencapai 6 %, Sektor pertambangan dan penggalian mampu menyerap
tenaga kerja secara lebih baik dibandingkan sektor-sektor lainnya,
sebagaimana ditunjukkan oleh rasio rata-rata kontribusi ekonomi
terhadap rata-rata kontribusi tenaga kerja yang sebesar 4,70 %.
Kecenderungan sektor padat karya lainnya ditunjukkan oleh sektor
pertanian (2,92 %), sektor jasa-jasa (2,50 %), sektor bangunan
(1,53 %) serta sektor perdagangan hotel dan restoran (1,20 %). Sedangkan sektor-sektor dengan kecenderungan padat modal
ditunjukkan oleh sektor listrik, gas dan air bersih (0,08 %), sektor
industri pengolahan (0,46 %), sektor keuangan, persewaan dan jasa.
perusahaan (0,94 %), serta sektor pengangkutan dan komunikasi
(0,96 %). Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi antara lain ditopang
oleh investasi (PMTB) yang bertumbuh dari tahun ke tahun dengan laju
rata-rata 13,97 % per tahun. Struktur investasi di Provinsi Banten
ditunjukkan dengan komposisi investasi swasta dan masyarakat yang
sebesar 68,30% serta investasi pemerintah 31,70%. Investasi swasta
dan masyarakat terdiri dari PMA dan PMDN yang masing-masing
berkontribusi 21,30% dan 14,31%, sedangkan peranan investasi
UMKMK sebesar 32,69%. Sedangkan investasi pemerintah terdistribusi
dalam dana APBN (10,39%), dana APBD Provinsi Banten (6,77%) serta
dana APBD kabupaten/kota (14,54%). Posisi strategis provinsi Banten yang merupakan gerbang barat
pulau jawa (sebagai simpul rantai distribusi dari pulau sumatera menuju
pulau jawa dan sebaliknya), berada dekat dengan perlintasan pelayaran
internasional (selat sunda merupakan jalur alki yang menghubungkan
antara asia barat dan sekitarnya dengan asia pasifik), serta berbatasan
langsung dengan pusat pemasaran nasional yaitu dki jakarta. Pelabuhan Merak merupakan salah satu dari 6 (enam) pelabuhan
di pulau jawa dengan volume dan nilai ekspor tertinggi, selanjutnya
pelabuhan-pelabuhan besar di provinsi Banten merupakan salah satu
dari 10 (sepuluh) pelabuhan di tingkat nasional dengan volume
angkutan tertinggi. Volume ekspor pada tahun 2006 adalah sebesar 1,7 juta ton
dengan nilai ekspor usd 528, 5 juta dollar, selama kurun waktu tahun
2002 s/d 2006 neraca perdagangan eksport – import migas dan non
migas provinsi Banten berfluktuasi dari usd 1,5 milyar dollar pada tahun
2002, menjadi usd 1,7 milyar dollar pada tahun 2003, mengalami
peningkatan pada tahun 2004 menjadi usd 3,1 milyar dollar untuk
kemudian menurun pada tahun 2005 menjadi usd 2,7 milyar dollar, dan
meningkat menjadi usd 3,5 milyar dollar pada tahun 2006. Sedangkan
untuk periode tahun 2007 adalah sebesar usd 1,3 milyar dollar.
Ekonomi wilayah merupakan gambaran akan potensi dan hasil
kegiatan perekonomian daerah, dengan indikator : PDRB perkapita,
Incremental Capital Output Ratio (ICOR) dan akses keuangan. PDRB per
Kapita merupakan indikator yang dapat menunjukkan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2002 indeks PDRB per kapita
masyarakat di Provinsi Banten mencapai Rp 7,22 juta per orang per tahun,
selanjutnya meningkat pada tahun 2003 menjadi Rp 7,61 juta per orang
per tahun dan meningkat kembali pada tahun 2006 menjadi Rp 9,09 juta
per orang per tahun. Peningkatan indeks PDRB per kapita tersebut
mengindikasikan meningkatnya kesejahteraan masyarakat di Provinsi
Banten. Walaupun nilainya belum optimal, namun dilihat dari trend
kecenderungan pertumbuhannya yang terus meningkat maka hal tersebut
menyiratkan pada beberapa tahun ke depan tingkat kesejahteraan
masyarakat akan terus membaik. Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yaitu Rasio Nilai Tambah
Modal, yang menunjukkan tingkat efisiensi pembangunan, semakin kecil
nilainya mengandung arti semakin efisiennya pembangunan, sebaliknya
semakin besar nilainya maka tingkat pemborosan semakin tinggi. Indeks
ICOR di Provinsi Banten setiap tahunnya menunjukkan angka yang
semakin membaik, dimana pada tahun 2005 nilainya sebesar 4,34. Angka
tersebut menginsyaratkan bahwa setiap 1 satuan output produksi
dihasilkan dari 4,34 satuan input, Kondisi Ideal dicapai jika 1 nilai output
dihasilkan dengan 2,5 nilai input (kondisi ideal di Indonesia). Sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah
provinsi Banten tahun 2007 -2012, bahwa investasi adalah salah satu
sektor yang yang mendapatkan perhatian oleh Pemerintah Daerah,
dimana untuk memenuhi laju pertumbuhan sebesar 6,38% pada tahun
2007 dan pada tahun 2008 mencapai sebesar 6,63% maka dibutuhkan
investasi sebesar 23,45 trilyun pada tahun 2007 dan pada tahun 2008
menjadi 31,32 trilyun. Sesuai dengan harapan terwujudnya “rakyat Banten sejahtera
berlandaskan iman dan taqwa”, maka ditetapkan “misi
pembangunan provinsi Banten 2007-2012” sebagai upaya dalam
mewujudkan visi, yaitu :
1. Melakukan revitalisasi dan refungsionalisasi lembaga-lembaga pemerintahan
dan lembaga kemasyarakatan menuju tata pemerintahan yang bersih,
transparan dan profesional yang berorientasi pada pelayanan publik.
2. Meningkatkan peran aktif dan menggalang semangat kebersamaan,
solidaritas dan kemitraan seluruh komponen pelaku pembangunan.
3. Memperkuat struktur ekonomi masyarakat melalui pengembangan usaha
agribisnis dan memperluas kesempatan kerja.
4. Meningkatkan taraf pendidikan dan kesehatan masyarakat Banten.
5. Menjadikan masyarakat Banten yang bersandar pada moralitas agama dalam
kerangka negara kesatuan republik indonesia.
6. Mengembangkan dan menataulang hubungan antar industri dengan orientasi
pada penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi, penggunaan bahan baku
lokal unggulan dan penciptaan peluang usaha.
7. Merevitalisasi kawasan dan antar kawasan dengan dukungan infrastruktur
yang memadai melalui pengembangan ”tiga pintu keluar masuk wilayah
Banten” Berdasarkan arahan rencana tata ruang wilayah provinsi Banten
2002-2017, maka dalam jangka 15 tahun mendatang, pembagian
wilayah provinsi Banten dibagi dalam 3 (tiga) wilayah kerja
pembangunan, meliputi :
1. Wilayah kerja pembangunan (wkp) I meliputi : kota
tangerang dan kabupaten tangerang dengan kegiatan utama
industri, perdagangan, jasa dan pemukiman.
2. wilayah kerja pembangunan (wkp) II, meliputi : kota cilegon
dan kabupaten serang dengan kegiatan utama pariwisata,
pertanian, pertambangan, industri, kehutanan dan pendidikan.
3. Wilayah kerja pembangunan (wkp) III, meliputi : kabupaten
pandeglang dan kabupaten lebak dengan kegiatan utama
pariwisata, pertanian, pertambangan, kehutanan dan pendidikan.
III. DESKRIPSI PER BIDANG
A. BIDANG INDUSTRI DAN PERDAGANGAN
Kontribusi sektor Industri dan Perdagangan terhadap
perekonomian Banten dihasilkan dengan telah ditetapkannya arah
kebijakan, sasaran, dan program pembangunan bidang industri dan
perdagangan di Banten. Melalui pengembangan ekonomi lokal, kegiatan - kegiatan
usaha yang akan diberdayakan dan dikembangkan setidaknya
memenuhi ketentuan, yaitu:
1. Dukungan ketersediaan sumberdaya alam lokal dan produk
unggulan daerah yang dapat dimanfaatkan atau diolah
2. Penyerapan tenaga kerja lokal (khususnya masyarakat perdesaan
dan masyarakat kurang mampu/miskin)
3. Dukungan prasarana dan sarana dalam rangka pengelolaan dan
pengembangan usaha. Untuk dapat menjalankan strategi pokok ”perkuatan struktur
ekonomi berbasis agribisnis”, prioritas pembangunan difokuskan
Banten pada :
1. Pengembangan ekonomi lokal berbasis pertanian (tanaman
pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan,
kelautan, kebudayaan dan pariwisata)
2. Penataan ulang struktur industri yang berdaya saing dengan
prioritas penggunaan bahan baku lokal unggulan. Terjadi penurunan jumlah industri dalam kurun waktu 2001-
2003, dari 1.664 perusahaan (2001) menjadi 1.576 perusahaan
(2003) dengan laju penurunan rata-rata per tahun 2,67% atau
sekitar 44 perusahaan yang menutup usahanya per tahun.
Penurunan jumlah industri hampir terjadi di seluruh kabupaten/kota,
kecuali di Kabupaten Tangerang yang mengalami peningkatan
0,97%. Tingkat penurunan jumlah industri di Kabupaten Pandeglang
dan Kabupaten Serang cukup tinggi, dimana masing-masing
mencapai 45,00% dan 14,15%. Penurunan jumlah industri tersebut
berimbas pada menurunnya jumlah tenaga kerja yang terserap,
dengan laju penurunan rata-rata per tahun 1,42%, dimana tingkat
penurunan tertinggi terjadi di Kota Cilegon (38,11%) dan Kabupaten
Pandeglang (9,65%).
Berdasarkan perbandingan antara jumlah tenaga kerja dengan
jumlah perusahaan pada 22 golongan industri yang ada di Provinsi
Banten menunjukkan sekitar 98,16% perusahaan yang ada
tergolong dalam industri besar (menyerap tenaga kerja lebih dari
100 orang), sisanya 1,59% perusahaan tergolong dalam industri
menengah (menyerap tenaga kerja 20 sampai 99 orang). Dalam hal
nilai tambah yang dihasilkan industri hingga tahun 2003, meskipun
menunjukkan peningkatan dari Rp. 29.320,56 Milyar (2001) menjadi
Rp. 34.845,41 Milyar (2003), namun proporsi nilai tambah antara
industri besar dengan industri menengah menunjukkan kesenjangan
yang cukup tinggi, yaitu masing-masing 99,77% dan 0,23%. Nilai impor bahan baku, bahan antara (intermediate), dan
komponen untuk seluruh industri meningkat dari 28 persen pada
tahun 1993 menjadi 30 persen pada tahun 2002. Khusus untuk
industri tekstil, kimia, dan logam dasar nilai tersebut mencapai 30-40
persen, sedangkan untuk industri mesin, elektronik dan barang-
barang logam mencapai lebih dari 60 persen. Tingginya kandungan
impor ini mengakibatkan rentannya biaya produksi terhadap
fluktuasi nilai tukar rupiah dan kecilnya nilai tambah yang mengalir
pada perekonomian domestik (Perpres No. 7 Tahun 2004 Tentang
RPJM Nasional 2004-2009). Sesuai dengan jenis industri yang
mendominasi di Provinsi Banten, maka kondisi ini diperkirakan turut
mewarnai permasalahan lemahnya struktur industri di tingkat
daerah.
Hingga tahun 2004 terdapat 29 jenis komoditi ekspor melalui
pelabuhan-pelabuhan utama di Provinsi Banten. Berdasarkan volume
dan nilai ekspor atas seluruh komoditi tersebut, menunjukkan
kesenjangan yang sangat tinggi, yang ditunjukkan oleh dominasi
bahan kimia organik, besi dan baja, serta kertas, barang dari
pulp/kertas dengan persentase volume ekspor masing-masing
38,71%, 31,40% dan 15,97%, serta dengan nilai ekspor masing-
masing 47,15%, 23,30% dan 17,51%. Bahan kimia anorganik dan
aneka produk kimia meskipun dengan volume dan nilai yang cukup
jauh dari komoditi diatas, namun masih memiliki persentase volume
dan nilai ekspor yang berkisar antara 2 sampai 5%. Sedangkan 24
komoditi lainnya hanya memiliki persentase volume dan nilai ekspor
rata-rata di bawah 1,06%. Hingga tahun 2004 terdapat 369 pasar, yang terdiri dari 197
pasar dengan bangunan, 150 pasar tanpa bangunan, dan 22 pasar
hewan. Di Kota dan Kabupaten Tangerang, jumlah pasar per
kecamatan sudah telah mencapai 4-5 pasar/kecamatan atau setiap
pasar melayani 2-3 desa/kelurahan, sedangkan di Kota Cilegon,
Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak
baru mencapai 2-3 pasar/kecamatan atau setiap pasar melayani 4-6
desa/kelurahan. Hasil produksi lokal belum diserap secara optimal,
dimana kondisi tersebut setidaknya dapat ditunjukkan dengan cukup
tingginya laju inflasi di Kota Serang/Cilegon pada tahun 2003
(5,21%) dan 2004 (6,40%) yang lebih besar dari laju inflasi nasional
(tahun 2003 sebesar 5,06% dan tahun 2004 sebesar 6,36%).
Maka arah kebijakan pembangunan industri berdasarkan pada :
1. Peningkatan nilai tambah dan produktivitas melalui
pengembangan industri dalam rangka pengembangan rantai
nilai untuk membentuk industri-industri yang kuat,
meningkatkan nilai tambah dari setiap produk yang dibuat baik
pada industri ataupun pada rantai nilainya, memperpanjang
rantai nilai baik dengan meningkatkan inovasi maupun
penguasaan pasar, meningkatkan efisiensi rantai nilai untuk
meningkatkan keseluruhan produktivitas. 2. Pengembangan klaster industri dengan memperkuat industri-
industri yang terdapat dalam rantai nilai, yang mencakup
industri inti, industri terkait, dan industri pendukung, dengan
keunggulan lokasi, yang dapat mendorong keunggulan
komparatif menjadi keunggulan kompetitif; Memperkuat
keterkaitan antar klaster dalam satu sektor maupun dengan
klaster pada sektor lainnya, sekaligus mendorong kemitraan
antara IKM dengan perusahaan besar dan kaitan interaktif yang
relevan lainnya, sehingga membentuk jaringan industri serta
struktur yang mendukung peningkatan nilai tambah melalui
peningkatan produktivitas; Mendorong tumbuhnya industri
terkait yang memerlukan suplai bahan baku dan penolong yang
sama, sehingga memperkuat kemitraan antara industri inti,
terkait, dan pendukung; Memfasilitasi upaya-upaya pemasaran
dalam maupun luar negeri. 3. Pengembangan lingkungan bisnis yang nyaman/kondusif
dengan mengambangkan infrastruktur pendidikan dan pelatihan
di bidang teknik dan manajerial; memperluas infrastruktur fisik;
memperluas infrastruktur bisnis jasa, termasuk jasa profesi dan
jasa publik; mengembangkan riset dan teknologi untuk
meningkatkan inovasi yang berorientasi pasar;
menyempurnakan dan mengimplementasikan perangkat hukum
yang terkait dengan pengembangan dunia usaha;
menyempurnakan kebijakan perdagangan dan kebijakan
investasi dalam rangka mendukung pengembangan industri. 4. Pembangunan industri yang berkelanjutan dengan
memperhatikan aspek lingkungan dalam pengembangan
industri sehingga menghasilkan produksi bersih; melakukan
sosialisasi produksi bersih terutama terhadap industri-industri
yang berpotensi menghasilkan limbah; menginternalisasikan
biaya pengelolaan lingkungan ke dalam biaya produksi;
mengembangkan zero waste industries; dan mengembangkan
industri berbahan lokal yang terbaharukan. 5. Mengembangkan IKM agar perannya setara dengan industri
besar sehingga merupakan fondasi perekonomian yang kokoh
dan mewujudkan industri kecil dan menengah (IKM) yang
mandiri dan atau mendukung industri besar dalam satu
kerangka kerjasama yang sederajat dan saling menguntungkan. 6. Mendorong revitalisasi industri untuk meningkatkan daya saing
industri. 7. Mendorong investasi industri baru, selama ini pertumbuhan
investasi domestik dan luar negeri mengalami kinerja yang
sangat rendah dan cenderung stagnan maka beberapa jenis
industri yang menjadi prioritas untuk dikembangkan khususnya
industri kecil dan menengah. Adapun sasaran pembangunan bidang industri adalah: 1. Pada skala industri besar dan menengah. 2. Melanjutkan program revitalisasi, konsolidasi, dan
restrukturisasi industri serta memperkuat struktur industri untuk
membangun pilar-pilar industri masa depan.
3. Meningkatkan komponen lokal dan sumberdaya lokal dengan
mengoptimalkan potensi pasar di dalam negeri. 4. Meningkatkan daya saing industri terpilih dan meningkatkan
ekspor serta mengembalikan kinerja industri yang terpuruk
akibat krisis. 5. Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif baik bagi industri
yang sudah ada maupun investasi baru dalam bentuk
tersedianya layanan umum yang baik dan bersih dari KKN,
sumber-sumber pendanaan yang terjangkau, dan kebijakan
fiskal yang menunjang sehingga mampu menumbuhkan industri
potensial. 6. Peningkatan pangsa sektor industri manufaktur di pasar
domestik, baik untuk bahan baku maupun produk akhir, sebagai
cerminan daya saing sektor ini dalam menghadapi produk-
produk impor serta mempercepat pertumbuhan IKM, khususnya
industri menengah. 7. Menciptakan usaha industri yang tangguh dengan keluaran
diharapkan dapat mengatasi masalah pengangguran dan
kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja baru serta
percepatan perkembangan ekonomi dan pemerataannya. 8. Meningkatnya proses alih teknologi dari Foreign Direct
Investment (FDI) yang dicerminkan dari meningkatnya
pemasokan bahan antara dari produk lokal dan meningkatkan
kandungan bahan baku/penolong lokal. 9. Meningkatnya penerapan standarisasi produk industri
manufaktur sebagai faktor penguat daya saing produk serta
meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi. Sedangkan arah kebijakan pembangunan bidang perdagangan
adalah: 1. Meningkatkan pertumbuhan ekspor non migas di Banten
berbasis sumber daya alam, teknologi dan produk unggulan
daerah. 2. Melakukan debirokratisasi dalam pelayanan perijinan
pengelolaan aktivitas ekspor impor (pelayanan satu atap). 3. Mendorong secara bertahap perluasan basis produk ekspor
dengan tetap memperhatikan kriteria produk ekspor yang
ramah lingkungan. 4. Peningkatan nilai tambah ekspor secara bertahap terutama dari
dominasi bahan mentah ke dominasi barang setengah jadi dan
barang jadi disertai upaya pengurangan ketergantungan bahan
baku impor. 5. Revitalisasi kinerja kelembagaan promosi ekspor serta
perkuatan kapasitas kelembagaan dalam bentuk pelatihan
investasi, tata cara ekspor dan pembinaan secara sinergis,
simultan, dan berkelanjutan. 6. Peningkatan fasilitasi perdagangan melalui penyederhanaan
prosedur ekspor impor, menerapkan konsep single document,
menyederhanakan sistem tata niaga untuk komoditi strategis
dan yang tidak memerlukan pengawasan serta perkuatan
kapasitas lembaga uji mutu produk ekspor impor. 7. Optimalisasi sarana penunjang perdagangan internasional
seperti kelembagaan free financing untuk ekspor, fasilitasi
modal kerja dengan bunga non komersial bagi UKM/IKM
agroindustri yang berorientasi ekspor dan bertumpu pada
sumber daya lokal, dan pemberdayaan lembaga-lembaga
pelatihan dan promosi ekspor daerah seperti P3ED. 8. Penguatan pasar dalam negeri melalui peningkatan kualitas
SDM, kualitas produk sesuai dengan ISO, dan kemitraan untuk
menjamin kontinuitas produk.
9. Harmonisasi kebijakan pusat dan daerah, penyederhaan
prosedur dan perijinan yang selama ini belum efisien (waktu,
biaya) serta telah menjadi penghambat kelancaran arus barang
dan pengembangan kegiatan jasa perdagangan. 10. Perkuatan lembaga perdagangan melalui sosialisasi keberadaan
lembaga perlindungan konsumen, kemetrologian, kelembagaan
persaingan usaha serta kelembagaan perdagangan lainnya. 11. Fasilitasi pengembangan prasarana distribusi tingkat regional
dan sub sistem pada daerah tertentu seperti kawasan
perbatasan dan daerah terpencil serta peningkatan dan
pengembangan sarana penunjang perdagangan melalui
pengembangan jaringan informasi produksi, pasar, dan
peningkatan pasar lelang ditingkat lokal dan regional. 12. Peningkatan efektivitas pelaksanaan perlindungan konsumen,
terwujudnya tertib niaga dan perkuatan sistem pengawasan
barang beredar dan jasa.
Sementara sasaran pembangunan perdagangan adalah: 1. Terkendalinya impor non migas Banten dalam rangka menjaga
keseimbangan neraca perdagangan dan pemberdayaan produk
dalam negeri. 2. Terwujudnya keseimbangan permintaan dan penawaran untuk
menjaga stabilitas harga. 3. Meningkatnya pelayanan publik dan perlindungan konsumen
melalui peningkatan penyediaan standar layanan minimum pada
lembaga sertifikasi mutu barang dan standarisasi. 4. Berkembangnya pasar spesifik produk UKM/IKM dan hasil
pertanian di Banten sehingga terbentuk harga yang wajar dan
transparan. 5. Menurunnya tingkat pengangguran dan kerawanan sosial serta
meningkatnya daya beli masyarakat. 6. Menjadikan ekspor sebagai andalan pertumbuhan ekonomi
daerah, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan nilai
tambah serta peningkatan devisa termasuk didalamnya transfer
teknologi dalam rangka mendukung daya saing global produk
unggulan Banten terutama yang berbasis keunggulan SDA dan
SDM dengan menghapus segala bentuk perlakuan diskriminatif
dan hambatan yang ada. B. BIDANG BUMN dan INVESTASI
Dalam upaya meningkatkan kinerja investasi di Banten, Pemerintah
Daerah Banten telah melakukan pemetaan. Hasil pemetaan yang telah
dilakukan berupa produk unggulan Banten yaitu di sektor primer adalah
pertanian, Perikanan kelautan/budidaya, Perkebunan (Karet, Gambir dan
Kelapa Sawit), UMKM meliputi sektor sekunder (seperti; industri kerajinan
sulaman, bordir dan konveksi, anyaman, tenun dan lain-lain) / sektor
tertier (pengolahan air bersih, kelistrikan, perdagangan ekspor, jasa dan
pariwisata, dimana sector pariwisata kini menjadi perhatian khusus bagi
Pemerintah Daerah dalam meningkatkan perekonomian daearah).
Dalam pengembangan produk unggulan tersebut Pemerintah Daerah
provinsi Banten telah membuat studi kelayakan guna ditawarkan kepada
investor/calon investor melalui promosi dalam negeri maupun luar negeri
yang bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah
pusat. Dengan iklim investasi Banten yang makin kondusif serta
pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana fisik terus
dilakukan, maka prospek investasi yang akan datang cukup menjanjikan
baik di bidang industri manufaktur, infrastruktur, agroindustri, agro
bisnis, pariwisata, perikanan dan kelautan, jasa dan perdagangan.
Sementara itu Pemerintah Daerah provinsi Banten juga telah
mengeluarkan beberapa kebijakan dalam rangka melindungi investasi
yang ada, seperti:
1. Membentuk pelayanan perijinan terpadu satu atap ( one stop service )
pada setiap kabupaten / kota , dengan tujuan mempermudah
pelayanan, mempercepat proses pemberian perijinan dan memberikan
transparansi dalam pengurusan perijinan.
2. Melakukan peninjauan terhadap beberapa peraturan daerah yang
masih dirasakan belum pro-investasi.
3. Melakukan rehabilitasi dan pengembangan infrastruktur strategis
secara bertahap dan berkelanjutan dengan membagi dalam 3 wilayah
kerja.
4. Pengembangan kawasan ekonomi khusus di Bojonegara kabupaten
serang
5. Pengembangan cluster industri untuk beberapa jenis komoditas
seperti petrokimia, industri manufacturing, dan lain – lain.
6. Pemberian keringanan perolehan hak atas tanah melalui penetapan
batas maksimal nilai obyek pajak yang tidak dikenakan pajak.
Adapun dalam jangka pendek pemerintah provinsi Banten
melakukan berbagai upaya meliputi :
1. Program perbaikan iklim investasi, dengan penyiapan perda tentang
penanaman modal daerah yang merujuk undang - undang
penanaman modal no. 25 tahun 2007 dan PERDA/PERGUB tentang
pemberian insentif investasi terutama bagi investasi yang berbasis
sumber daya lokal.
2. Program peningkatan promosi investasi, melalui pameran dan temu
usaha di dalam negeri dan temu usaha di luar negeri serta serta temu
gubernur Banten dengan investor & calon investor (one on one
business meeting) di Banten dan jakarta.
3. Program peningkatan sarana dan prasarana daerah, melalui
pengembangan kawasan ekonomi khusus di bojonegara dan
penyiapan pusat layanan informasi investasi dengan menggunakan
teknologi it yang mampu diakses secara langsung oleh para
pengusaha di dalam negeri maupun di luar negeri.
Investasi di provinsi Banten dalam 5 tahun terakhir 2003 – 2007
yang meliputi persetujuan dan realisasi investasi, adalah sebagai berikut :
1. Persetujuan investasi yang masuk ke provinsi Banten :
Nilai rencana investasi PMDN 10,4 trilyun rupiah terdiri dari 77
proyek
Nilai rencana investasi PMA usd 2,9 milyar dollar dan 2 milyar
rupiah terdiri dari 430 proyek
2. Realisasi investasi yang masuk ke provinsi Banten :
Nilai realisasi investasi PMDN adalah 8,5 trilyun rupiah terdiri dari
65 proyek
Nilai realisasi investasi PMA adalah usd 3,6 milyar dollar dan 4,9
trilyun rupiah terdiri dari 246 proyek
Sehingga proyek dalam rangka penanaman modal asing yang telah
disetujui pemerintah dalam periode januari s/d november 2007 sebanyak
100 proyek dengan rencana investasi sebesar usd 243,6 juta dollar.
Sedangkan proyek dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang
telah disetujui pemerintah dalam periode januari s/d november 2007
sebanyak 20 proyek dengan rencana investasi sebesar 1,7 trilyun rupiah. Wilayah Provinsi Banten adalah wilayah yang termasuk banyak
dijadikan domisili beberapa BUMN, yakni PT. Krakatau Steel (PERSERO)
dengan beberapa anak perusahaannya. Pada kunjungan kerja tim Komisi
VI DPR RI kali ini difokuskan kepada persoalan spesifik seperti soal
perkembangan industri perbajaan (PT. Krakatau Steel), pelabuhan
Banten, pertanian dan perkebunan, yang selama ini menjadi concern
Komisi VI DPR RI.
C. BIDANG KOPERASI DAN UKM
Pembangunan Koperasi dan UKM di Banten walaupun mulai nampak
perkembangan yang positif, namun secara umum tidak terlepas dari
masih banyaknya kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi
dan UKM yang perlu tetap mendapat perhatian pembenahan dan
dukungan secara berkelanjutan, antara lain:
1. Rendahnya produktivitas dan daya saing Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah (KUKM) terutama dalam bidang manajemen, kelembagaan,
pemasaran, dan penguasaan teknologi informasi sehingga
menimbulkan disparitas usaha yang sangat lebar antar pelaku usaha.
2. Terbatasnya akses Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM)
terhadap sumberdaya produktif yang terutama meliputi tiga aspek
penting, yaitu modal usaha yang bukan saja mencakup penyediaan
kredit modal kerja tetapi juga kredit investasi; informasi; dan pasar.
Pemerintah Daerah provinsi Banten juga telah menetapkan arah
kebijakan yang akan dilaksanakan dalam rencana pembangunan jangka
menengah ke depan dalam pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah adalah:
1. Mengembangkan UKM yang diarahkan untuk memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, penciptaan
lapangan kerja, peningkatan produktivitas dan daya saing.
Sedangkan pengembangan usaha skala mikro diarahkan untuk
memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada
kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
2. Memperkuat kelembagaan melalui penerapan prinsip-prinsip tata
kepemerintahan yang baik (Good Governance) dan berwawasan
gender.
3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuh
kembangkan wirausaha baru berkeunggulan prima untuk mendorong
pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja.
4. Mengembangkan KUMKM untuk lebih berperan sebagai penyedia
barang dan jasa di pasar domestik yang semakin berdaya saing
dengan produk impor.
5. Membangun tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi,
meningkatkan kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan
(stakeholders) dan meningkatkan kemandirian gerakan koperasi.
Berangkat dari potensi dan permasalahan KUKM dengan mengacu
pada arah kebijakan yang akan dilaksanakan dalam RPJM pemberdayaan
Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, serta Rencana Strategis
Kementerian KUKM 2005 – 2009 maka upaya yang akan dilaksanakan
adalah:
1. Meningkatnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi sesuai
dengan jati diri koperasi. Untuk meningkatkan kualitas kelembagaan
dan organisasi sesuai dengan jati dirinya dinas koperasi, pengusaha
kecil dan menengah provinsi Banten dalam periode 2006 – 2009
menargetkan sebanyak 2.450 unit koperasi berkualitas dari 5.500 unit
koperasi yang ada (dengan anggota 825.000 anggtoa). Pemberdayaa
koperasi ini diharapkan dapat melakukan pembinaan pada 818.273
orang usahawan UMKM dengan 1.250.470 orang tenaga kerja. 2. Meningkatnya produktivitas usaha dan daya saing ekspor KUMKM di
pasar bebas. Salah satu upaya untuk mewujudkannya adalah:
a. Memberikan kesempatan kepada KUKM mengikuti kegiatan
pameran baik di tingkat regional, nasional dan internasional, yang
dibiayai baik dari dana APBD maupun APBN.
b. Pengembangan pasar tradisional melalui pelaksanaan pasar rakyat
yang pembiayaannya didukung dana APBD dan APBN.
Sedangkan dilihat dari aspek perkembangan Koperasi Aktif dan Koperasi
Tidak Aktif di Banten pada kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami
pasang surut peningkatan dan atau penurunan. Beberapa faktor-faktor
yang mempengaruhi peningkatan Koperasi Aktif antara lain disebabkan
adanya peningkatan pengelolaan kelembagaan dan usaha yang dikelola
koperasi, disamping adanya koperasi-koperasi baru yang tumbuh
berkembang dengan baik. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
penurunan koperasi aktif, diantaranya; disamping adanya pembubaran
sejumlah koperasi yang sudah tidak aktif, dipengaruhi pula oleh adanya
perubahan kriteria koperasi aktif dan tidak aktif.
Kriteria koperasi aktif adalah:
Memiliki anggota 20 orang dan selalu bertambah
Memiliki kantor dan ada papan nama koperasi
Kegiatan usaha masih jalan dan layak
Memiliki pengurus minimal 3 orang dan pengawas minimal 1 orang
Kelembagaan masih jalan
Melaksanakan RAT berturut-turut
Kriteria koperasi tidak aktif adalah:
Jumlah anggota 20 orang/keanggotaan tidak aktif/tidak ada anggota
Tidak melaksanakan RAT selama 2 tahun berturut-turut
Alamat kantor tidak jelas (kantor tidak ada)
Kegiatan usaha tidak layak lagi/tidak ada
Pengurus maupun pengawas tidak ada/tidak aktif IV. PERMASALAH SPESIFIK DAN REKOMENDASI A. PEMERINTAH PROVINSI BANTEN
Permasalahan :
1. Kondisi Geografis Banten yang cukup strategis karena merupakan tiga
pintu wilayah keluar masuk, dan daerah yang menggandalkan sektor
industri, perdagangan dan pertanian tapi belum mendapatkan
perhatian yang optimal dari Pemerintah pusat seperti khususnya pada
Penguatan struktur ekonomi masyarakat melalui pengembangan usaha
agribisnis dalam rangka memperluas kesempatan kerja.
2. Keberadaan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(terutama masalah Otonomi Daerah) sering terkendalanya progarm revitalisasi
dan refungsionalisasi lembaga-lembaga pemerintahan dan lembaga
kemasyarakatan menuju tata pemerintahan yang bersih, transparan dan
profesional yang berorientasi pada pelayanan publik. Dengan meningkatkan
peran aktif serta menggalang semangat kebersamaan, solidaritas dan
kemitraan seluruh komponen pelaku pembangunan, khususnya pada
koordinasi Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Banten.
3. Tidak bersinergisnya pengembangan dan penataan ulang hubungan antar
industri dengan orientasi pada penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi
serta penggunaan bahan baku lokal unggulan dan penciptaan peluang usaha.
4. Promosi produk-produk UMKM Banten yang terbatas terutama bagi
daerah-daerah lain.
5. Lemahnya bantuan Modal bagi IKM dan UKM dari Pemerintah Pusat.
Rekomendasi :
1. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Kementerian
terkait khususnya untuk peningkatan sektor industri, perdagangan
dan pertanian terutama dalam penguatan struktur ekonomi masyarakat
melalui pengembangan usaha dalam rangka memperluas kesempatan kerja.
2. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Komisi lain di
DPR RI bersama Pemerintah tentang aplikasi dan supporting
peraturan pendukung lainnya yang berkaitan dengan Keberadaan UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (terutama masalah
Otonomi Daerah) terhadap permasalahan terkendalanya progarm revitalisasi
dan refungsionalisasi lembaga-lembaga pemerintahan dan lembaga
kemasyarakatan menuju tata pemerintahan yang bersih, transparan dan
profesional yang berorientasi pada pelayanan publik, khususnya pada
koordinasi Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Propinsi.
3. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait perihal Tidak bersinergisnya
pengembangan dan penataan ulang hubungan antar industri dengan orientasi
pada penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi serta penggunaan bahan
baku lokal unggulan dan penciptaan peluang usaha.
4. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait khususnya untuk
Membantu dalam pengembangan promosi produk-produk UMKM
Banten yang terbatas agar terlaksananya perluasan market oriented
produk-produk UMKM Banten.
5. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait khususnya dalam
penguatan bantuan Modal bagi IKM dan UKM. B. PT. Indah Kiat dan PT. Tjiwi Kimia
Permasalahan :
Secara umum kinerja dan peranan PT. Indah Kiat dan PT. Tjiwi Kimia
dapat dinilai cukup baik dalam menggerakkan pertumbuhan
perekonomian Banten dan supplai kebutuhan perkertasan nasional. Hal
tersebut dapat dilihat pada rencana dan beberapa program PT. Indah
Kiat dan PT. Tjiwi Kimia serta peranan Corporate Social Responsibility
(CSR) dan kemitraan yang cukup.
Rekomendasi :
1. Komisi VI DPR RI senantiasa mendukung keberadaan PT. Indah Kiat
dan PT. Tjiwi Kimia serta peranan Corporate Social Responsibility
(CSR) dan kemitraan yang telah dilaksanakan oleh PT. Indah Kiat dan
PT. Tjiwi Kimia.
2. Komisi VI DPR RI akan memberikan dukungan atas program PT.
Indah Kiat dan PT. Tjiwi Kimia dalam pengembangan perkebunan
pohon jarak dan pemanfaatan Kawasan hutan binaan dengan
senantiasa mengikutsertakan kemitraan UMKM. C. PT. NIKOMAS GEMILANG
Permasalahan :
Apabila dilihat dari performance, peranan PT. Nikomas Gemilang telah
mencapai pada tingkat yang cukup sehat dan eksis dimasa krisis sebagai
perusahan yang berasal dari PMA. PT. Nikomas Gemilang bahkan ikut
memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menggerakkan
perekonomian ekonomi daerah dan bagi pendapatan daerah.
Rekomendasi :
Komisi VI DPR RI akan mendesak pemerintah khususnya Menteri
Perindustrian untuk memberikan dukungan dalam pengembangan usaha-
usaha dalam perluasan dan perencanaan pemgembangan PT. Nikomas
Gemilang sesuai dengan masterplan perusahaan yang direncanakan. D. PT. Krakatau Steel (Persero)
Permasalahan :
1. Maraknya penjualan produk baja non-SNI.
2. Ketidakseimbangan tarif fan penetapan bea masuk dari hulu kehilir.
3. Ketidakjelasan pemenuhan suplai gas dan listrik terutama dalam
rangka sinergi BUMN.
4. Deregulasi atas sumberdaya alam (SDA) mineral dan batubara, guna
peningkatan nilai tambah produk.
5. Adanya ketidakjelasan penggunaan produk dalam negeri bagi proyek
Pemerintah dan BUMN
6. Ketidaksinkronan terhadap hasil-hasil penelitian Lembaga Riset
Negara terhadap kebutuhan industri nasional.
7. Kurang meratanya pembangunan infrastruktur.
8. Lemahnya supporting perbankan dalam mendukung proyek-proyek
investasi dan pengembangan perusahaan BUMN.
9. Kurang sinkronnya kebijakan antara kebijakan Pusat dan Daerah,
serta tidak adanya insentif terhadap penanaman modal industri baja.
Rekomendasi :
1. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Badan
Standarisasi nasional dan departemen terkait perihal penegasan
penjualan produk baja non-SNI.
2. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait tentang keseimbangan
tarif fan penetapan bea masuk dari hulu kehilir (harmonisasi tarif).
3. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan Kementerian
terkait tentang kejelasan pemenuhan suplai gas dan listrik terutama
dalam rangka sinergi BUMN.
4. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait tentang Deregulasi atas
sumberdaya alam (SDA) mineral dan batubara, guna peningkatan nilai
tambah produk.
5. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait tentang kejelasan
penggunaan produk dalam negeri bagi proyek Pemerintah dan BUMN
6. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait tentang sinkronisasi hasil-
hasil penelitian Lembaga Riset Negara terhadap kebutuhan industri
nasional.
7. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait tentang pemerataan
pembangunan infrastruktur.
8. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Kementerian/institusi terkait tentang supporting perbankan dalam
mendukung proyek-proyek investasi dan pengembangan perusahaan
BUMN.
9. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait perihal sinkronisasi
kebijakan antara kebijakan Pusat dan Daerah, serta tidak adanya
insentif terhadap penanaman modal industri baja. E. PT. Chandra Asri
Permasalahan:
Komisi VI DPR RI dalam memonitor langsung terhadap kinerja PT.
Chandra Asri yang berada di dalam lokasi wilayah kunjungan kerja yakni
di Banten. Dari pertemuan dengan jajaran Direksi PT. Chandra Asri
diperoleh informasi bahwa PT. Chandra Asri merupakan perusahaan yang
sehat dan saat ini berada pada posisi kinerja yang cukup. PT. Chandra
Asri telah mampu meningkatkan pendapatannya dari tahun ketahun dan
juga dapat memenuhi kebutuhan petrokimia nasioal, walaupun kondisi
bahan baku PT. Chandra Asri dominan ekspor, akantetapi peranan PT.
Chandra Asri sudah optimal dalam berkontribusi bagi perkembangan
dunia industri di BANTEN.
Rekomendasi :
Dalam pertemuan dengan jajaran Direksi diperoleh kesimpulan bahwa
pemerintah harus melakukan upaya penyelamatan bahan-bahan baku
untuk kepentingan industri dalam negeri daripada kepentingan ekspor
seperti gas, phospat, sulfur (PERTAMINA), dan peningkatan kinerja
perusahaan. F. PT. Jawamanis Rafinasi, PT. Aa
Permasalahan :
1. Adanya kewajiban rafinasi untuk mempunyai lahan untuk
memproduksi tebu sendiri.
2. Penggunaan data statistik (atas kapasitas produksi dan kebutuhan
dalam negeri).
3. Kurang tegasnya dalam pengontrolan kapasitas kebutuhan nasional
gula nasional.
4. Ketidakmerataan kebutuhan pasar lokal, regional dan global terhadap
kebutuhan gula nasional.
5. Kurangjelasnya kebijakan industri gula nasional.
6. Adanya Impor rafinasi yang tidak mempertimbangkan kebutuhan gula
rafinasi dalam negeri.
Rekomendasi :
1. Komisi VI DPR RI akan membahas/mengkaji lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait tentang peraturan tentang
kewajiban rafinasi untuk mempunyai lahan untuk memproduksi tebu
sendiri.
2. Komisi VI DPR RI akan meminta Departemen/Kementerian/Lembaga
terkait tentang ketegasan Pemerintah dalam mengadopsi dan
pengawasan perdagangan bebas.
3. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait tentang penggunaan data
statistik yang benar (atas kapasitas produksi dan kebutuhan dalam
negeri) yaitu dengan memasukkan Rafinasi sebagai bagian sisi suplai
dan industri makanan & minuman dalam sisi konsumen.
4. Komisi VI DPR RI akan meminta Departemen/Kementerian/Lembaga
terkait tentang agar melakukan pengontrolan kapasitas dan swa
sembada gula nasional.
5. Komisi VI DPR RI akan meminta Departemen/Kementerian/Lembaga
terkait tentang untuk mempelajari dinamika pasar lokal, regional dan
global
6. Komisi VI DPR RI akan membahas/mengkaji lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait tentang kejelasan
kebijakan dukungan dan perlindungan industri gula yang sedang
berkembang ini dengan kebijakan yang jelas
7. Komisi VI DPR RI akan membahas/mengkaji lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait Impor Rafinasi dengan
mempertimbangkan kebutuhan gula rafinasi dalam negeri
G. PLTU (Indonesian Power) Suralaya
Permasalahan:
Perjalanan berikutnya, tim Komisi VI DPR RI kemudian melakukan
pertemuan dan kunjungan ke PLTU Suralaya (Indonesian Power) Cabang
Banten, tim Komisi VI DPR RI secara khusus membahas tentang
permasalahan distribusi listrik terutama yang terkait dengan peluang dan
SDA Banten. Dalam pertemuan tersebut dijelaskan bahwa pelaksanaan
distribusi dan pemenuhan kebutuhan listrik Jawa-Bali 40 % berasal dari
PLTU Suralaya, Secara umum pemenuhan kebutuhan listrik dari PLTU
Suralaya tidak ada masalah dan masih dapat dipenuhi sesuai dengan
permintaan.
Rekomendasi :
1. Komisi VI DPR RI mendukung sepenuhnya rencana distribusi listrik
yang dilakukan oleh PLTU Suralaya.
2. Komisi VI DPR RI akan mendesak pemerintah khususnya Menteri
Negara BUMN dan Departemen ESDM untuk mendukung
pengembangan PLTU Suralaya sehingga dapat menambah
pemenuhan kebutuhan listrik nasional khususnya Jawa-Bali.
3. Komisi VI mendukung bagi PLTU Suralaya untuk mengembangan
sumber energi listrik alternatif bagi pemenuhan kebutuhan listrik di
Jawa-Bali.
4. Komisi VI DPR RI meminta Kementerian Negara BUMN untuk
mendukung dan menjaga pemenuhan pasokan batubara pada PLTU
Suralaya yang berasal dari BUMN tambang lainnya.
H. PELABUHAN Banten (PT. PELINDO II)
Permasalahan:
Setelah mengadakan pertemuan dengan jajaran pimpinan direksi dan
pimpinan Pelabuhan Banten dan PIMPRO pembangunan pelabuhan
Bojonegara, dimana kedua pelabuhan ini merupakan pelabuhan dibawah
area operasional PT. PELINDO II dan melihat peranan pelabuhan Banten
dan Bojonegara bagi perkembangan industri dan perdagangan di Banten,
pelabuhan Banten dan pembangunan pelabuhan Bojonegara ini
merupakan pelabuhan yang sangat penting khususnya di wilayah Pulau
Jawa selain pelabuhan Tanjung Priok, pelabuhan Banten dan
pembangunan pelabuhan Bojonegara ini juga merupakan penopang
transportasi perdagangan bagi propinsi Banten, Jawa Barat dan sebagian
Jakarta selain 19 pelabuhan industri/independen lainnya. pelabuhan
Banten dan pembangunan pelabuhan Bojonegara merupakan pelabuhan
yang dapat didermagai oleh kapal dengan kapasitas 50.000 ton dengan
kedalaman 12-15 M. Berkaitan dengan pentingnya peranan pelabuhan
Banten ini sudah seharusnya pelabuhan ini perlu dikembangkan dan
diperluas, karena dalam beberapa tahun terakhir ini banyak antrian dan
pemumpukan kapal yang akan bersandar.
Rekomendasi:
Komisi VI DPR RI mendukung pengembangan dan perluasan pelabuhan
Banten dan juga pembangunan pelabuhan Bojonegara dan akan
membahas secara khusus kepada Menteri terkait beserta jajaran Direksi
PT. PELINDO II berkaitan dengan rencana pengembangan dan perluasan
Pelabuhan Banten dan pembangunan pelabuhan Bojonegara.
H. Angkasa Pura II (PERSERO)
Permasalahan:
Perjalanan berikutnya, tim Komisi VI DPR RI kemudian melakukan
pertemuan dengan PT. Angkasa Pura II (Persero), tim Komisi VI DPR RI
secara khusus membahas tentang permasalahan perbandaraan terutama
yang terkait dengan peluang dan prospek dunia transportasi udara
nasional. Dalam pertemuan tersebut dijelaskan bahwa keberadaan dan
peranan PT. Angkasa Pura II (Persero) dalam dunia perbandaraan
nasional (dibawah naungannya) tidak ada masalah dan masih dalam
batas kewajaran sesuai dengan harapan.
Rekomendasi :
1. Komisi VI DPR RI mendukung sepenuhnya rencana dan kinerja PT.
Angkasa Pura II (Persero) selama ini.
2. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait tentang pembangunan
bandara Kualanamu (Medan) menggantikan bandara Polonia (Medan).
Dan pembangunan terminal III bandara Sukarno-hatta.
3. Komisi VI DPR RI akan membahas lebih lanjut dengan
Departemen/Kementerian/Lembaga terkait tentang percepatan
pembangunan transportasi kereta monorel sebagai transportasi
pendukung menuju bandara.