laporan brightness

9
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah perkembangan lampu listrik sudah dimulai sejak berabad-abad silam. Penemuan lampu pijar oleh Thomas Alva Edison, menjawab kebutuhan manusia akan kebutuhan penerangan pada malam hari. Penemuan brilian Edison ini kemudian diadaptasi oleh seorang insinyur dan ahli kimia, Georges Claude. Pada 1902, Pria kebangsaan Prancis ini menemukan sinar cahaya melalui lampu neon untuk keperluan periklanan. Berkat usahanya, seluruh dunia mulai mengenal neon (TL/tube lamp). Hingga saat ini, Lampu neon banyak digunakan baik bagi kebutuhan primer sebagai penerangan maupun sebagai keperluan lain, seperti media periklanan, hiasan, dan lain-lain. Penggunaan lampu di berbagai aspek tersebut harus selalu mempertimbangkan berbagai sifat/karakteristik lampu itu sendiri, salah satunya adalah tingkat kecerahan atau brightness. Penerangan harus disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya penerangan untuk belajar berbeda dengan penerangan untuk santai, tidur, dan sebagainya. Berdasarkan pertimbangan akan pentingnya pengetahuan mengenai tingkat kecerahan lampu maka percobaan ini dilakukan agar lampu dapat digunakan secara efektif dan efisien. 1.2 Permasalahan Permasalahan dari percobaan ini adalah bagaimana tingkat kecerahan (brightness) lampu Neon-TL. 1.3 Tujuan Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui tingkat kecerahan (brightness) lampu Neon-TL. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensitas, Iluminasi, dan Brightness Intensitas cahaya (luminous intensity), I, merupakan besaran yang menyatakan kuat sumber cahaya yang diukur dengan candela pada system internasional. Telah disepakati bahwa jika sebuah sumber cahaya yang mempunyai intensitas cahaya 1 candela diletakkan di titik pusat sebuah bola dengan jari-jari 1 m, maka fluks cahaya (F) yang datang pada tiap 1 m 2 permukaan kulit bola tersebut adalah 1 lumen.

Upload: syarifuddin-hidayatulloh

Post on 12-Jul-2015

307 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan brightness

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah perkembangan lampu listrik sudah dimulai sejak berabad-abad silam.

Penemuan lampu pijar oleh Thomas Alva Edison, menjawab kebutuhan manusia akan

kebutuhan penerangan pada malam hari. Penemuan brilian Edison ini kemudian diadaptasi

oleh seorang insinyur dan ahli kimia, Georges Claude. Pada 1902, Pria kebangsaan Prancis

ini menemukan sinar cahaya melalui lampu neon untuk keperluan periklanan. Berkat

usahanya, seluruh dunia mulai mengenal neon (TL/tube lamp).

Hingga saat ini, Lampu neon banyak digunakan baik bagi kebutuhan primer sebagai

penerangan maupun sebagai keperluan lain, seperti media periklanan, hiasan, dan lain-lain.

Penggunaan lampu di berbagai aspek tersebut harus selalu mempertimbangkan berbagai

sifat/karakteristik lampu itu sendiri, salah satunya adalah tingkat kecerahan atau brightness.

Penerangan harus disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya penerangan untuk belajar

berbeda dengan penerangan untuk santai, tidur, dan sebagainya. Berdasarkan pertimbangan

akan pentingnya pengetahuan mengenai tingkat kecerahan lampu maka percobaan ini

dilakukan agar lampu dapat digunakan secara efektif dan efisien.

1.2 Permasalahan

Permasalahan dari percobaan ini adalah bagaimana tingkat kecerahan (brightness)

lampu Neon-TL.

1.3 Tujuan

Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui tingkat kecerahan (brightness) lampu

Neon-TL.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Intensitas, Iluminasi, dan Brightness

Intensitas cahaya (luminous intensity), I, merupakan besaran yang menyatakan kuat

sumber cahaya yang diukur dengan candela pada system internasional. Telah disepakati

bahwa jika sebuah sumber cahaya yang mempunyai intensitas cahaya 1 candela diletakkan

di titik pusat sebuah bola dengan jari-jari 1 m, maka fluks cahaya (F) yang datang pada

tiap 1 m2 permukaan kulit bola tersebut adalah 1 lumen.

Page 2: Laporan brightness

𝐼 =𝑑𝐹

𝑑𝑤

𝐿𝑢𝑚𝑒𝑛

𝑠𝑡𝑒𝑅𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛 candela (2.1)

Iluminasi (kuat penerangan yang datang pada suatu permukaan) pada kulit bola

tersebut adalah 1 lumen per 1 meter persegi (lumen/m2) yang disebut dengan lux.

𝐸 =𝑑𝐹

𝑑𝐴

𝐿𝑢𝑚𝑒𝑛

𝑚2 lux (2.2)

Karena luas kulit bola tadi adalah 4πr2 (atau 4 x 3,14 x 12 m2) atau 12,57 m2, maka sumber

cahaya yang memiliki intensitas 1 candela tersebut memancarkan cahaya ke segala arah

total sebanyak 12,57 lumen.

Hubungan antara iluminasi (E) dan intensitas cahaya (I) dapat dirumuskan dalam

persamaan berikut ini:

Data tersebut digunakan untuk menentukan distribusi intensitas dengan cara berikut ini:

𝐼 = 𝐷2. 𝐸 cos 𝜃 (2.3)

I : Intensitas

E : Iluminasi (kuat penerangan yang diterima suatu permukaan)

D : Jarak luxmeter ke lampu.

θ : Sudut antara normal bidang penerima (luxeter) dengan garis semu luxmeter ke

lampu.

Karena luxmeter selalu diposisikan tegak lurus dengan arah lampu, dengan kata lain arah

normal bidang lux meter selalau sejajar (0O) terhadap arah lampu, maka cosθ = cos 0 = 1.

Sehingga persamaan diatas menjadi:

𝐼 = 𝐸. 𝐷2 (2.4)

Brightness dapat juga dikatakan sebagai luminasi merupakan besaran yang diukur

dalam candelas per squaremeter (cd/m2). Brightness/luminasi adalah jumlah cahaya yang

dipancarkan, dipantulkan atau diteruskan oleh suatu objek. Liminasi (L) dapat dirumuskan

sebagai berikut:

L = I/A (2.5)

Page 3: Laporan brightness

Dimana I adalah intensitas (cd) dan A adalah luas bidang penerima (m2) sehingga L dapat

memiliki satuan cd/m2.

Luminasi/brightness adalah nilai yang sbjektif tergantung dari kondisi pandangan

disekitar ojek.

2.2 Sumber Cahaya Model Pita

Sumber cahaya dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe, salah satunya adalah

pendekatan dengan model pita. Sumber jahaya yang memiliki dimensi panjang jauh lebih

besar dari pada lebarnya (h>>w) dapat didekati dengan model sumber pita sebagai berikut:

Gambar 2.1 Sumber pita

Pada Gambar 2.1 tersebut, berlaku:

𝑑2 = 𝑦2 + 𝑢2 + 𝑠2

𝑑𝐴 = 𝑤 𝑑𝑦

cos 𝛼 = cos 𝛽 = 𝑠

𝑦2 + 𝑢2 + 𝑠2

𝑑𝐸𝑝 = 𝐵. 𝑠

𝑦2 + 𝑢2 + 𝑠2 𝑤 𝑑𝑦

𝐸𝑝 = [𝑠

𝑦2 +𝑢2+𝑠2 +1

(𝑢2+𝑠2 )1

2⁄ 𝑎𝑟𝑐tanℎ

(𝑢2+𝑠2 )1

2⁄ ] 𝐵 (2.6)

α

β P q

s

h

w

d

Page 4: Laporan brightness

Disamping itu, dapat digunakan rafik untuk mempermudah perhitungan, seperti pada

Gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.2 Plot variable dari persamaan untuk sumber pita (h>>w)

2.3 Luxmeter

Luxmeter adalah sebuah alat portable yang digunakan untuk mengukur iluminasi (kuat

penerangan yang diterima suatu permukaan). Luxmeter sederhana terdiri dari selenium

photocell yang merubah energy cahaya menjadi energy listrik yang diukur dengan

mikroampmeter dengan skala terkalibrasi pada lux. Perbedaan skala mengacu pada

perbedaan range iluminasi yang diukur.

Page 5: Laporan brightness

Kurva sensitifitas spektrum relatif dari selenium photocell berbeda dengan sensitifitas

rata-rata mata manusia. Alat ini biasa dikalibrasi menggunakan lampu incandescent. Pada

lux meter sederhana ini akan terjadi perbedaan apabila yang diukur bukan lampu

incandescent, misalnya caha matahari ataupun cahaya lainnnya dimana akan terjadi terjadi

faktor koreksi sekitar 10%.

Gambar 2.3 Luxmeter

Luxmeter yang lebih akurat telah disempurnakan dengan filter cahaya membuat

sensitifitas spectral photocell mendekati sensitifitas mata manusia, hal ini dilakukan untuk

mengurangi faktor error ketika mengukur iluminasi. Akurasi luxmeter yang terbaik

memiliki error di kisaran 1%.

Page 6: Laporan brightness

3. METODE PERCOBAAN

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 1 buah lampu Neon-TL,

luxmeter, dan meteran.

Gambar 3.1 Lampu Neon-TL dengan reflektor

3.3 Cara Kerja

Langkah pertaman yang dilakukan adalah menyusun peralatan dan mempersiapkan

beberapa titik pengukuran seperti pada Gambar 3.1 berikut ini. Iluminasi (Ep) diukur pada

7 titik 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7.

Lampu

120cm

20cm

20cm 20cm 20cm

1

5

4 6

7

180cm

X

Y

(0,0)

w=2.8cm

2 3

Page 7: Laporan brightness

4. HASIL dan PEMBAHASAN

Berikut adalah data yang didapatkan dari percobaan ini

Tabel 4.1 Data percobaan

No. Titik Ukur s (cm) q (cm) h (cm) w (cm) Ep (lux)

1 1 0 180 h1 = 60

h2 = 60 2,8 98.5

2 2 0 180 h1 = 120 2,8 73.1

3 3 0 180

h1 = 120

2,8 74.7

4 4 0 180

h1 = 140

h2 = -20 2,8 68.8

5 5 20 180

h1 = 140

h2 = -20 2,8 65.9

6 6 0 180 h1 = 140

h2 = -20 2,8 75.2

7 7 20 180 h1 = 140

h2 = -20 2,8 75.3

Data tersebut digunakan untuk menentukan nilai brightness (B). Perhitungan dapat

dilakukan seperti contoh-contoh berikut ini:

Misal untuk titik 1.

Diketahui :

Ep = 98,5

q = 1,8 m

s = 0 m

h1 = h2 = h = 0,6 m

w = 0,028 m

Dari data tersebut kemudian dicari Brightnessnya dengan menggunakan gambar 2.2:

Page 8: Laporan brightness

𝑠

𝑞=

0

1,8= 0

𝑞=

0,6

1,8= 0,3

𝑞

𝑤=

1,8

0,028= 64,28

𝑞

𝑤(

𝐸𝑝

𝐵) = 0,28

66,1 𝑥 (89,0

𝐵) = 0,28 + 0,28

𝐵 =66,1 𝑥 89,0

0,56

𝐵 = 11307 𝑙𝑢𝑥 = 1,1307 𝑥 104 𝑙𝑢𝑥

Perhitungan pada titik yang lain menggunakan cara yang sama sehingga didapatkan data

seperti berikut:

Tabel 4.2 Data percobaan

No. Titik Ep

(lux) s/q

h/q q/w

q/w(Ep/B) B (lux)

1 2 1 2

1 1 98.5 0 0.33 0.33 64.28 0.28 0.28 11307.39

2 2 73.1 0 0.66 0 64.28 0.5 0 9398.57

3 3 74.7 0 0.66 0 64.28 0.5 0 9604.28

4 4 68.8 0 0.77 -0.11 64.28 0.54 0.1 10051.94

5 5 65.9 0.11 0.77 -0.11 64.28 0.54 0.12 10086.73

6 6 75.2 0 0.77 -0.11 64.28 0.54 0.1 10987.01

7 7 75.3 0.11 0.77 -0.11 64.28 0.54 0.12 11525.51

Pada hasil pengukuran yang telah dilakukan nilai Ep yang terbesar yaitu pada titik

pengukuran 1 sedangkan nilai Ep yang terendah terdapat pada titik pengukuran 5. Hal tersebut

dapat terjadi karena pada titik 1 terletak tepat dibawah lampu , sedangkan pada titik 5 nilai Ep

kecil karena disebabkan oleh posisi titik yang lebih jauh dari lampu dibandingkan dengan titik

1. Namun kenapa pada titik 7 nilai Ep yang diperoleh berbeda dengan titik 5 ?, hal tersebut

Nilainya sama untuk h1 dan h2

Page 9: Laporan brightness

disebabkan karena posisi titik 5 berdekatan dengan almari yang trbuat dari triplrk gelap dimana

triplek tersebut bisa menyerap atau menutupi cahaya dari lampu, sedangkan pada titik 7

posisinya lebih ketengah sehingga tidak ada sesuatu yang menghalangi cahaya dari lampu.

Brightness yang didapatkan setelah dilakukan perhitungan dari data pengukuran yaitu nilai

brightness terbesar yaitu pada titik pengukuran 1 sebesar 11307 lux sedangkan brightness

terendah terdapat pada titik pengukuran 2 sebesar 9398 lux. Dan terlihat bahwa nilai brightness

sebanding dengan nilai Ep yang didapatkan pada setiap titik pengukuran yaitu semakin besar

Ep maka semakin besar Brightnessnya. Tapi pada pengukuran kali ini hanya dilakukan satu

kali pengambilan data jadi keakurasian data masih belum ditentukan baik atau buruknya.

Kesimpulan

Setelah dilakukan pengukuran dan perhitungan data yang didapatkan maka dapat

didimpulkan :

Titik 1 memiliki nilai Ep dan B terbesar yaitu 98,5,0 lux dan 11307 lux sementara titik

5 memiliki nilai Ep terendah 65,9 dan B terkecil yaitu 9398 lux pada titik 2

Nilai Ep dan B sebanding dengan jarak dan posisi pengukuran dan adanya almari

disebelah titik 2 menyebabkan terjadinya penurunan nilai Ep dan B.

Besarnya nilai B sebanding dengan nilai Ep.