laporan bacaan teori kebudayaan
DESCRIPTION
It is a reading report on a book titled "the cultural theory".TRANSCRIPT
Ringkasan Cultural Theory: An Introduction by Philip Smith Hal. 97 - 132
Gerakan Strukturalisme yang muncul pada tahun 1950-an mengubah cara
pandang pemahaman budaya secara radikal. Strukturalisme memiliki beberapa
ciri, yaitu 1) Mekanisme turunan yang ada di dalam menjelaskan kehidupan sosial
di permukaan yang terlihat kacau, tidak dapat diprediksikan dan beragam 2)
Mekanisme turunan yang ada di dalam memiliki struktur yang teratur dan berpola
3) Peneliti bersikap objektif saat meneliti budaya 4) Budaya mirip dengan bahasa
sehingga memiliki elemen-elemen seperti tanda dan konsep 5) Pendekatan
strukturalisme berfokus pada peran dan cara kerja sistem atau struktur budaya
sehingga strukturalisme cenderung meminimalkan, mengabaikan atau bahkan
menolak peran manusia sebagai subjek.
Ada empat tokoh terkenal Strukturalisme, yaitu Ferdinand de Saussure,
Claude Levi- Strauss, Roland Barthes dan Marshal Sahlins. Ferdinand de Saussure
dikenal sebagai bapak Linguistik. Karyanya yang paling terkenal adalah Course in
General Linguistics yang diterbitkan setelah Saussure tiada. Menurut Saussure,
bahasa pada dasarnya adalah sebuah proses signifikasi yang kompleks. Bahasa
terdiri dari imej akustik (kata, suara) yang memiliki kaitan dengan konsep (benda
atau ide) secara arbitrer. Untuk memahaminya, kita harus menemukan struktur
dan fungsi sistem tanda ini. Bahasa bekerja berdasarkan struktur perbedaan
sehingga bahasa tepat untuk dianalisis secara sinkronis (sejaman). Saussure juga
membedakan antara langue (struktur/ sistem bahasa) dan parole (ujaran).
Strukturalisme lebih berfokus pada langue dibandingkan parole. Selain itu,
1
Saussure juga meramalkan akan adanya ilmu yang membahas tentang tanda dalam
kehidupan sosial, yaitu Semiologi atau Semiotik.
Claude Levi- Strauss dikenal sebagai pelopor teori kebudayaan
strukturalis. Pemikirannya dipengaruhi oleh Marx, Freud dan ilmu Geologi. Selain
itu, karya Levi- Strauss sangat dipengaruhi oleh linguistik struktural dan karya
Emile Durkheim. Karya awalnya adalah The Elementary Structures of Kinship,
yang menjelaskan sistem kekerabatan sebagai bentuk ungkapan dari logika
budaya tersirat yang sederhana. Sedangkan penelitian selanjutnya berfokus pada
analisis sistem mitos, ritual dan klasifikasi.
Roland Barthes juga dianggap sebagai tokoh pelopor strukturalis
kebudayaan pada tahun 1950an. Karya- karyanya yang terkenal adalah Elements
of Semiology, Mythologies, S/Z dan The Pleasure of the Text. Dalam Elements of
Semiology, ia menyuarakan penggunaan model semiotika yang sangat dipengaruhi
oleh linguistik struktural. Ia juga menggunakan konsep denotasi/konotasi dan
pendekatan semiotik dalam Mythologies untuk menganalisis teks dalam media.
Karyanya S/Z menunjukkan kalau ia menggunakan pendekatan strukturalisme
yang mengarah pada post- strukturalisme. Sedangkan dalam The Pleasure of the
Text, Barthes sudah beralih menggunakan pendekatan pasca strukturalisme.
Marshal Sahlins adalah mungkin tokoh terakhir strukturalisme. Karya-
karya awalnya menunjukkan kalau ia adalah seorang antropolog materialis.
Kemudian, ia beralih pada teori budaya yang sangat dipengaruhi strukturalisme.
2
Pada tahun 1960-an, strukturalisme mulai digantikan oleh pasca
strukturalisme. Pasca strukturalisme adalah kelanjutan dari strukturalisme. Pasca
strukturalisme merupakan pendekatan yang plural. Pembahasan pasca
strukturalisme dicampur adukkan dengan usaha untuk mendefinisikan pasca
modernisme dan pasca modern.
Ada dua kesamaan antara strukturalisme dan pasca strukturalisme, yaitu
perbendaharaan budaya sebagai konsep yang digunakan untuk memahami budaya
dan menggunakan kematian subjek (death of the subject) sebagai cara pendekatan
untuk subjek manusia.
Akan tetapi, pasca strukturalisme juga memiliki perbedaan dengan
strukturalisme. Pasca strukturalisme mempertanyakan keilmiahan, kebenaran dan
epistemologi strukturalisme karena pasca strukturalisme tidak memercayai
kebenaran mutlak. Pasca strukturalisme mengkritik strukturalisme karena tidak
memperhatikan peranan kuasa dalam struktur. Selain itu, pasca strukturalisme
melihat sejarah sebagai suatu yang kacau, dan pecahan yang bertabrakan dan
bersimpangan dengan yang lainnya untuk mendapatkan kekuasaan dan dominasi.
Tokoh- tokohnya adalah Michel Foucault dan Jacques Derrida. Inti dari
pemikiran Foucault adalah wacana. Ia juga menyatakan kalau kuasa adalah
dimensi dasar dan tak terelakkan dari kehidupan sosial sehingga setiap wacana
pasti dipengaruhi oleh suatu relasi kuasa. Sedangkan pemikiran Derrida yang
paling terkenal adalah dekonstruksi teks, yaitu metode pembacaan teks secara
komprehensif dan mendetail dengan tujuan untuk menginterpretasi teks tersebut.
3
Komentar Pribadi
Para pasca strukturalis berpendapat bahwa kebudayaan dan teks dapat
diinterpretasikan secara beragam dan dapat dibaca dari berbagai macam sudut
pandang.1 Hal tersebut menunjukkan pandangan para pasca strukturalis yang
mempertanyakan tentang kebenaran mutlak dalam ilmu pengetahuan. Pendapat
para pasca strukturalis tersebut sama dengan pendapat para pasca modernis. Oleh
karena itu, tidaklah benar kalau ilmu pengetahuan itu bersifat objektif.
Pemikiran mereka dipengaruhi oleh pemikiran Nietzsche, yang dianggap
sebagai pelopor pascamodernisme, yang menyatakan kalau Tuhan sudah mati2.
Dalam Zarathustra, ia bahkan menegaskan kalau semua Tuhan sudah mati3.
Pernyataannya dianggap sebagai kritik terhadap modernitas atau rasionalitas4.
Saya pribadi setuju dengan pendapat pasca strukturalis bahwa kebudayaan
sama halnya seperti wacana yang dapat diinterpretasikan oleh pembacanya secara
beragam (subjektif). Oleh karena itu, saya sendiri lebih memilih untuk
menggunakan pendekatan pascastrukturalisme karena dengan menggunakan
pendekatan tersebut, akan dapat ditemukan “beberapa” kebenaran dalam
penelitian kebudayaan.
Selain itu, menurut saya pribadi, gerakan pasca strukturalisme harus
didukung oleh para peneliti kebudayaan beraliran strukturalis karena pasca
strukturalisme merupakan gerakan pembaruan terhadap strukturalisme yang
menambahkan dimensi tambahan dalam pendekatan strukturalisme sebelumnya.
Oleh karena itu, dengan menggunakan pendekatan pasca strukturalisme, seorang
peneliti dapat meneliti kebudayaan secara lebih mendalam karena ia tidak hanya
meneliti tentang struktur kebudayaan tersebut tetapi ia juga dapat meneliti dimensi
lain, seperti misalnya relasi kuasa dalam struktur kebudayaan tersebut.
1 Smith, philip, Cultural Theory: An Introduction, New York: Blackwell Publishing, 2001, 120.2 Sutrisno, Mudji dan Hendar Puranto (ed.), Teori- Teori Kebudayaan, Yogyakarta: Kanisius, 2005, 241.3 Nietzsche, Zarathustra, Yogyakarta: Quills book, 2008, 97.4 Yusuf, Akhyar, Pemikiran Nietzsche: pengaruhnya terhadap postmodernisme, Jakarta: Universitas Indonesia, 2009, 12.
4
Daftar Pustaka
Husen, Ida Sundari dan Rahayu Hidayat (ed.). 2001. Meretas Ranah Bahasa,
Semiotika dan Budaya. Jogjakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Nietzsche. 2008. Zarathustra. Yogyakarta: Quills book.
Smith, philip. 2001. Cultural Theory: An Introduction. New York: Blackwell
Publishing.
Sutrisno, Mudji dan Hendar Puranto (ed.). 2005. Teori- Teori Kebudayaan.
Yogyakarta: Kanisius.
Yusuf, Akhyar. 2009. Pemikiran Nietzsche: pengaruhnya terhadap
postmodernisme. Jakarta: Universitas Indonesia.
5