laporan ana.far diazotasi.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Nitritometri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif
dengan menggunakan larutan baku natrium nitrit..Nitritometri disebut
juga dengan metode titrasi diazotasi. Senyawa-senyawa yang dapat
ditentukan kadarnya dengan metode nitritometri diantaranya adalah
penisilin dan sulfamerazin. Penetapan kadar senyawa ini dilakukan
untuk mengetahui kemurnian zat tersebut dalam satu sample.
Reaksi diazotasi telah digunakan secara umum untuk penetapan
gugusan amino aromatis dalam industri zat warna dan dapat dipakai
untuk penetapan sulfanilamida dan semua senyawa-senyawa yang
mengandung gugus amino aromatis.
Seorang farmasis dituntun untuk menguasasi berbagai metode
yang digunakan untuk menetapkan kadar maupun pembakuan suatu
bahan atau menganalisis senyawa obat salah satunya adalah dengan
titrasi nitrimetri yang termasuk kedalam titrasi volumetric.
Senyawa-senyawa yang dapat ditentukan dengan metode
nitritometri antara lain sulfametoksazol sulfamerazin, sulfadiazine,
sulfanilamide. Senyawa-senyawa ini dalam farmasi sangat
bermanfaat seperti sulfanilamide sebagai antimikroba. Melihat
kegunaannya tersebut, maka percobaan ini perlu dilakukan.
I.2. Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara analisa farmasi secara
metode Diazotasi / Nitritometri.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui cara analisis/ penetapan kadar zat/ obat
dalam sediaan farmasi sulfametoksazol dengan menggunakan
metode nitrimetri / diazotasi.
I.3. Prinsip Percobaan
Berdasarkan reaksi pembentukan garam diazonium antara
NaNO2 dengan sulfametoksazol.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Analisis titrimetri adalah pemeriksaan atau penentuan sesuatu
bahan dengan teliti. Analisis ini dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
analisis kuantitatif dan analisis kulitatif. Analisis kulitatif adalah
pemeriksaan sesuatu berdasarkan komposisi atau kualitas, sedangkan
analisisi kuantitatif adalah pemeriksaan berdasarkan jumlahnya atau
kuantitinya . Pada saat ini yang dibahas hanyalah analisis kuantitatif.
Salah satu cara analisis kuntitatif adalah titirimetri, yaitu analisis
penentuan konsentrasi dengan mengukur volume larutan yang akan
ditentukan konsentrasinya dengan volume larutan yang telah diketahui
konsentrasinya dengan teliti atau analisis yang berdasarkan pada reaksi
kimia. Reaksi pada penentuan ini harus berlangsung secara kuantitatif.
Jenis reaksi yang terjadi pada titrimetri ini dapat dibagi menjadi 2
bagian yaitu :
1. reaksi yang tidak mengalami perubahan bilangan oksidasi
atau reaksi yang tidak terjadi transfer/perpindahan elektron;
2. reaksi yang mengalami perubahan bilangan oksidasi atau
reaksi yang terjadi transfer/ perpindahan elektron.
Pada saat ini yang akan dipelajari adalah reaksi yang tidak
mengalami perubahan bilangan oksidasi, karena dasar yang dipelajari
baru sampai tahap ini. Reaksi yang tidak mengalami perubahan bilangan
oksidasi meliputi (1)reaksi penetralan(asam-basa), reaksi pembentukan
endapan, reaksi pembentukan kompleks. Untuk kegiatan ini reaksi yang
dibahas hanyalah reaksi asam-basa karena dasar-dasar mengenai teori
ini sudah diperoleh yaitu teori asam-basa, sifat-sifat unsur golongan IA(1),
IIA(2), IVA(16), IIVA(17), larutan, dan konsentrasi larutan. Reaksi asam
basa adalah reaksi yang terjadi antara larutan asam dengan larutan basa,
hasil reaksi ini dapat bersifat netral disebut juga reaksi penetralan, asam,
dan basa tergantung pada larutan yang direaksikan. Larutan yang
direaksikan ini salah satunya disebut larutan baku.
Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia
karena berbagai zat organik dan zat anorganik dapat ditentukan dengan
cara ini. Namun demikian agar tirasi redoks ini berhasil dengan baik, maka
persyaratan berikut harus dipenuhi (1).
Salah satu metode yang termasuk dalam titrasi redoks adalah
diazotasi (nitritometri). Titrasi diazotasi berdasarkan pada pembentukan
garam diazonium dari gugus amin aromatis bebas yang direaksikan
dengan asam nitrit, dimana asam nitrit ini diperoleh dengan cara
mereaksikan natrium nitrit dengan suatu asam (2:114).
Salah satu metode yang termasuk dalam titrasi redoks adalah
diazotasi (nitritometri). Titrasi diazotasi berdasarkan pada pembentukan
garam diazonium dari gugus amin aromatis bebas yang direaksikan
dengan asam nitrit, dimana asam nitrit ini diperoleh dengan cara
mereaksikan natrium nitrit dengan suatu asam (2:114).
Dalam titrasi diazotasi, digunakan dua macam indikator, yaitu
indikator dalam dan indikator luar. Sebagai indikator dalam digunakan
campuran indikator tropeolin oo dan metilen biru, yang mengalami
perubahan warna dari ungu menjadi biru kehijauan. Sedangkan untuk
indikator luarnya digunakan kertas kanji iodida (2 : 117).
Tirtasi diazotasi ini sangat sederhana dan sangat berguna untuk
menetapkan kadar senyawa-senyawa antibiotic sulfonamide dan juga
senyawa-senyawa anestetika local golongan asam amino benzoate.
Metode titrasi diazotasi disebut juga dengan nitrimetri yakni
metode penetapan kadar secara kuantitatif dengan mengunakan larutan
baku natrium nitrit. Metode ini didasarkan pada reaksi diazotasi yakni
reaksi antara amina aromatic primer dengan asam nitrit dalam suasana
asam membentuk garam diazonium.
Nitrimetri adalah suatu cara penetapan kadar, suatu zat dengan
larutan nitrit.
Prinsipnya adalah reaksi diazotasi
1. Pembentukan garam diazonium dari gugus amin aromatic
primer (amin aromatic sekuder dan gugus nitro aromatic);
2. Pembentukan senyawa nitrosamine dari amin alifatik
sekunder;
3. Pembentukan senyawa azidari gugus hidrazida dan
4. Pemasukan gugus nitro yang jarang terjadi karena sulitnya
nitrasi dengan menggunakan asam nitrit dalam suasana
asam.
Contoh zat yang memiliki gugus amin aromatic primer misalnya
benzokain, sulfa; yang mempunyai gugus amin alifatis misalnya Na
siklamat; yang memiliki gugus hidrazida misalnya INH; yang memiliki gugu
amin aromatis sekunder adalah parasetamol, fenasetin, dan yang
memiliki gugus nitroaromatik adalah kloramfenikol.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam nitrimetri adalah :
1. Suhu
Pada saat melakukan titrasi, suhu harus antara 5-150C.
walaupun sebenarnya pembentukan garam diazonium berlangsung
pada suhu yang lebih rendah yaitu 0-50C. pada temperature 5-150C
digunakan KBr sebagai stabilisator. Titrasi tidak dapat dilakukan
dalam suhu tinggi karena :
a. HNO2 yang terbentuk akan menguap pada suhu tinggi.
b. Garam diazonium yang terbentuk akan terurai menjadi fenol.
2. Keasaman
Titrasi ini berlangsung pada PH + 2, hal ini dibutuhkan untuk
a. Mengubah NaNO2 menjadi HNO2-
b. Pembentukan garam diazonium.
3. Kecepatan reaksi
Reaksi diazotasi berlangsung lambat sekali, sehingga agar
reaksi sempurna maka titrasi harus dilakukan perlahan-lahan dan
dengan pengocokan yang kuat. Frekuensi tetesan pada awal titrasi
kira-kira 1 ml/menit, lalu menjelang titik-titik akhir menjadi 2
tetes/menit.
Indicator Nitrimetri
Untuk menentukan titik akhir titrasi nitrimetri dapat digunakan
digunakan 2 indikator yaitu:
1. Indikator dalam
Yaitu indicator yang digunakan dengan cara memasukkan
indicator tersebut ke dalam larutan yang akan akan dititrasi,
contohnya tropeolin 00 dan metilen blue (5 : 3).
2. Indikator luar
Sulfonamida ke dalam Erlenmeyer usahakan terlokalisasi pada
satu titik, agar tidak diperlukan banyak ammonia untuk melarutkan
Serelah asam sulfanilat larut, larutan kemudian diasamkan
dengan HCI 25% sampai pH 2, karena asam nitrit terbentuk pada
suasana asam. Kemudian tembahan KBr, yang pada titrasi
nitrimetri diperlukan sebagai :
a. Katalisator, yaitu untuk mempercepat reaksi karena KBr dapat
mengikat NO2 membentuk nitrosobromid, yang akan
meniadakan teaksi tautomerasi dari bentuk keto dan langsung
membentukfenol.
b. Stabilisator, yaitu untuk mengikat NO2 agar asam nitrit tidak
terurai atau menguap.
Dalam nitrimetri, berat ekivalen suatu senyawa sama dengan
berat molekulnya karena 1 mol senyawa bereaksi dengan 1 mol asam
nitrit dan menghasilkan 1 mol garam diazonium. Dengan alasan ini pula,
untuk nitrimetri, konsentrasi larutan baku sering dinyatakan dengan
molaritas (M) karena maloritasnya sama dengan normalitasnya.
Pada titrasi diazotasi, penentuan titik akhir titrasi dapat
menggunakan indicator luar, indicator dalam, dan secara potensiometri.
Indikator luar yang digunakan adalah pasta kanji-iodida atau dapat
pula menggunakan kertas kanji-iodida. Ketika larutan digoreskan pada
pasta atau kertas, adanya kelebihan asam nitrit akan mengoksidasi iodide
menjadi iodium dan dengan adanya kanji-iodida ini peka terhadap
kelebihan 0,05 – 0,10 ml natrium nitrit dalam 200 ml larutan. Titik akhir
titrasi tercapai apabila pada penggoresan larutan yang dititrasi pada pasta
kanji-iodida atau kertas kanji-iodida akan terbentuk warna biru segera
sebab warna biru juga terbentuk beberapa saat setelah dibiarkan di udara.
Hal ini disebabkan karena oksidasi iodide oleh udara (O2) menurut reaksi :
4 KI + 4 HCI + O2 2H2O + 2I2 + 4 KCI
I2 + Kanji kanji iod (biru)
Untuk meyakinkan apakah benar-benar sudah terjadi titik akhir
titrasi, maka pengujian seperti di atas dilakukan lagi setelah dua menit
Indikator Dalam
Indikator dalam terdiri atas campuran tropeolin OO dan metilen
biru. Tropeolin OO merupakan indicator asam-basa yang berwarna merah
dalam suasana asam dan berwarna kuning bila dioksidari oleh adanya
kelebihan asam nitrit, sedangkan metilen biru sebagai pengkontras warna
sehingga pada titik akhir titrasi akan terjadi perubahan dari ungu menjadi
biru sampai hijau tergantung senyawa yang dititrasi.
Pemakaian kedua indicator ini ternyata memiliki kekuarangan.
Pada indicator luar harus dikerahui dulu perkiraan jumlah titran yang
diperlukan, sebab kalau tidak tahu perkiraan jumlah titra yang dibutuhkan,
maka sering melakukan pengujian apakah sudah tercapai titik akhir titrasi
atau belum. Di samping itu, kalau sering melakukan pengujian,
dikhawatirkan akan banyak larutan yang dititrasi (sampel) yang hilang
pada saat pengujian titik akhir sementara itu pada pemakaian indicator
dalam walaupun pelaksanaannya mudah tetapi seringkali untuk mengatasi
hal ini, maka digunakan metode pengamatan titik akhir secara
potensiomerti.
Metode Potensiometri
Metode yang baik untuk penetapan titik akhir nitrimetri adalah
metode potensiometri dengan menggunakan electrode kolomelplatina
yang dicelupkan ke dalam titrat. Pada saat titik akhir titrasi (adanya
kelebihan asam nitrit), akan terjadi depolarisasi elektoda sehingga akan
terjadi perubahan arus yang sangat tajam sekitar +0,80 Volt sampai +0,90
Volt. Metode ini sangat cocok untuk sampel dalam bentuk sediaan sirup
yang berwarna.
Titrasi diazotasi dapat digunakan untuk :
a. Penetapan kadar senyawa-senyawa yang mempunyai gugus
amin aromatis primer bebas seperti selfamilamid.
b. Penetapan kadar senyawa-senyawa yang mana gugus amin
aromatic terikat dengan gugus lain seperti suksinil sulfatiazol,
ftalil sulfatiazol dan parasetamol.
c. Senyawa-senyawa yang mempunyai gugus nitro aromatis
seperti kloramfenikol.
Pada penetapan kadar senyawa yang mempunyai gugus aromatic
yang terikat dengan gugus lain seperti suksinil sulfatiazol harus dihidrolisis
lebih dahulu sehingga diperoleh gugus amin aromatis bebas untuk
selanjutnya bereaksi dengan natrium nitrit dalam suasana asam
membentuk garam diazonium.
Senyawa-senyawa nitro aromatis dapat ditetapkan kadarnya
secara nitrimetri setelah direduksi terlebih dahulu untuk menghasilkan
senyawa amin aromatis primer.
Kloramfenikol yang mepunyai gugus nitro aromatis direduksi terlebih
dahulu dengan Zn/HCI untuk menghasilkan senyawa amin aromatis
primer yang bebas yang selanjutnya bereaksi dengan asam nitric untuk
membentuk garam diazonium.
II.2 Uraian Bahan
a. Sulfametoksazol ( 3:586)
Nama resmi : SULFAMETHOXAZOLUM
Sinonim : Sulfametoksazol
RM/BM C10H11N3O3S / 253,28
Pemerian : Serbuk hablur ; putih sampai hampir putih ;
praktis tidak berbau
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 50
bagian etanol (95%) p; dalam 3 bagian
aseton p ; mudah larut dalam larutan
natrium hidroksida
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya
Kegunaan : Sebagai sampel analisa
a. Asam klorida (3:53)
Nama Resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Sinonim : Asam klorida
RM/BM : HCl / 36,46
Pemerian : Cairan; tidak berwarna; berasap, bau
merangsang. Jika diencerkan dengan 2
bagian air, asap dan bau hilang.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunanaan : Sebagai pemberi suasana asam dan
melarutkan sampel contoh
b. NaNO2 (3:714)
Nama Resmi : NATRII NITRICUM
Sinonim : Natrium Nitrit
RM/BM : NaNO2 / 69
Pemerian : Hablur atau granul, tidak berwarna atau
putih atau kekuningan ; merapuh
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai larutan Baku
c. Air suling (3:96)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Sinonim : Aquadest
RM/BM : H2O/ 18,02 g/mol
Pemerian : Cairan jernih,tidak berwarna,tidak
berbau,tidak mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan adalah gelas kimia, Erlenmeyer,
statif dan klem, buret, thermometer, pengaduk, neraca analitik.
III.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah sampel tablet
Cotrimoksazol (trimetoprin : Sulfametoksazol = 1: 5), HCl pekat,
aquadest, indikator tropeolin OO, indikator Metilen Biru, Es batu,
NaNO2 0.1 N
III.2 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang secara keseluruhan tablet cotrimoksazol, kemudian
ditimbang berat setara sulfametoksazol
3. Dimasukkan dalam Erlenmeyer, dan ditambahkan HCl pekat
hingga larut.
4. Dan ditambahkan indikator tropeolin OO dan Indikator MB.
5. Erlenmeyer kemudian didinginkan dalam es batu hingga suhu
mencapai 15oC.
6. Selanjutnya dititrasi dengan larutan Baku NaNO2 hingga berubah
warna dari biru menjadi hijau.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Tabel Pengamatan
No. Larutan standar Perubahan warna
1 NaNO2 Biru Hijau
IV.2 Perhitungan
1. Berat Cotrimoksazol yang ditimbang untuk mendapatkan berat
setara sulfametoksazol 200 mg
Dik : z (berat cotri keseluruhan) = 6,005 g
200mg10tab x 400
x z=A
200mg10tab x 400
x 6005=300,25mg
Dan berat berdasarkan yang ditimbang = 300 mg
Jadi, 300 mg cotrimoksazol yang ditimbang mengandung
sulfametoksazol sebanyak 200 mg.
2. Kenormalan NaNO2 yang sebenarnya
Mgrek NaNO2 = Mgrek Sulfametoksazol
V x N = mgBE
N = 200
9,25 x253,28
= 0,0853 N
Jadi, kenormalan NaNO2 adalah 0,0853 N
3. Kadar sulfametoksazol
% = V x N x BEMgContoh
x 100%
= 9,25 x0,0853 x253,28
200x100%
= 99,92 %
Jadi, persen kadar sulfametoksazol pada cotrimoksazol adalah
99,92 % sulfameoksazol.
IV.3 REAKSI
1. HCl + NaNO2 NaCl + HNO2
2. R NH2 + HNO2 R N⁺ Ξ N Cl ⁻ + 2H2O
BAB V
PEMBAHASAN
Nitritometri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif dengan
menggunakan larutan baku natrium nitrit..Nitritometri disebut juga dengan
metode titrasi diazotasi. Senyawa-senyawa yang dapat ditentukan
kadarnya dengan metode nitritometri diantaranya adalah penisilin dan
sulfamerazin. Penetapan kadar senyawa ini dilakukan untuk mengetahui
kemurnian zat tersebut dalam satu sampel.
Pada percobaan ini dilakukan dengan menggunakan sampel
Cotrimoksazol yang mengandung trimetoprin dan sulfametoksazol. Dan
yang diambil adalah sulfametoksazol yang dimana memiliki gugus dasar
sulfonamide. Dalam percobaan ditentukan terlebih dahulu berapakah
berat Cotrimoksazol yang ditimbang untuk mendapatkan Sulfametoksazol
sebanyak 200 mg. Dengan cara Tablet sampel ditimbang secara
keseluruhan, dan dari sinilah didapatkan beratnya.
Dalam percobaan berat Cotrimoksazol yang ditimbang adalah 300
mg yang mengandung 200 mg Sulfametoksazol, dimasukkan dalam
Erlenmeyer lalu dilarutkan dengan HCl pekat 5 ml, HCl disini selain untuk
melarutkan sampel juga akan membuat NaNO2 menjadi HNO2 dan
ditambahkan indikator Tropeolin OO dan MB, indikator ini merupakan
indikator dalam karena ditambahkan langsung dalam larutannya kemudian
dengan es batu hingga suhu mencapai 15oC karena pada suhu ini proses
titrasi akan membentuk garam diazonium. Kemudian dititrasi dengan
larutan baku NaNO2 hingga berubah warna dari biru menjadi hijau zamrud,
volume yang didapatkan pada percobaan ini adalah sebanyak 9,25 ml.
Dari hasil ini kita dapat mengetahui kenormalan sesungguhnya dari
NaNO2 dan kadar sampel Sulfametoksazol. Didapatkan bahwa
Kenormalan NaNO2 adalah 0,0853 N. Dan kadar 200 mg sulfametoksazol
pada Cotrimoksazol 300 mg adalah 99.92 %. Hal ini sangat sesuai
dengan literature yang mengatakan bahwa sulfametoksazol mengandung
tidak kurang dari 98,5% sulfametoksazol.
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dan berdasrkan
hasil perhitungan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Berat cotrimoksazol yang ditimbang untuk mendapatkan
sulfametoksazol 200 mg adalah 300 mg
2. Kenormalan NaNO2 setelah proses titrasi adalah 0.0853 N
3. Kadar sulfametoksazol dalam sampel Cotrimoksazol adalah
99.92 %.
VI.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Day, R. A dan Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif, edisi
V, diterjamahkan oleh Aloysius Hadyana Pudjatmaka, Erlangga :
Jakarta
2. Vogel .1985. Vogel’ Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif makro
dan semimikro edisi V. Diterjamahkan oleh Setiono dan
Pudaatmaka. PT Kalman Media Pustaka, Jakarta
3. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia adisi
III .Jakarta :Departemen Kesehatan Republik Indonesia
4. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2000. Obat - Obat Penting.
Jakarta : PT Elex Media Kompotindo
5. Ganiswarna, Sulistia. 2007. Farmakoloi dan Terapi, edisi V. Jakarta :
FK UI
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ANALISIS FARMASI
“ANALISIS SENYAWA SULFONAMIDA DENGAN METODE
DIAZOTASI”
Oleh:
Nama : D E N N Y
Nim : 11.01.034
Kelompok : IV (empat)
Asisten : Syamsu Nur, S.Farm,. Apt
LABORATORIUM KIMIA FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
MAKASSAR
2013