laporan akuntabilitas kinerja komisi pemberantasan korupsi ... kpk tahun 2009.pdf · dalam...
TRANSCRIPT
LLaappoorraann AAkkuunnttaabbiilliittaass KKiinneerrjjaa KKoommiissii PPeemmbbeerraannttaassaann KKoorruuppssii TTaahhuunn 22000099
Komisi Pemberantasan KorupsiFebruari 2010
LAKIP KPK Tahun 2009 i
KKKaaatttaaa PPPeeennngggaaannntttaaarrr
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 mengamanatkan bahwa
setiap instansi pemerintah/lembaga negara yang dibiayai dari Anggaran
Negara agar menyampaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja sebagai bentuk
pertanggungjawaban kinerja kepada stakeholders.
Laporan Akuntabilitas Kinerja merupakan salah satu media
akuntabilitas yang melaporkan bagaimana pertanggungjawaban atas amanah
yang diemban organisasi dan tanggung jawab pemakaian sumber daya untuk
menjalankan misi organisasi. Laporan ini diharapkan dapat menyajikan
informasi bagi pengelolaan sasaran dan kegiatan oleh organisasi dalam
rangka pencapaian visi dan misinya.
Laporan Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tahun 2009
disusun mengacu pada Rencana Strategis KPK Tahun 2008-2011 dan Rencana
Kinerja 2009 dan Realisasinya, yang memuat pencapaian kinerja sasaran dan
kegiatan sesuai dengan tupoksi KPK. Dalam mengelola manajemen kinerja di
tingkat organisasi dan individu, KPK dibantu dengan perangkat lunak berbasis
balanced scorecard. Selama 2009, secara garis besar semua unit di KPK, baik
di tingkat deputi/setjen maupun direktorat/biro, telah berhasil mencapai
target kinerja yang ditetapkan.
Akhir kata, kami berharap agar laporan kinerja ini dapat menjadi
media pertanggungjawaban kepada stakeholders dan pemicu peningkatan
kinerja bagi organisasi KPK.
J
B
LAKIP KPK Tahun 2009 ii
RRRiiinnngggkkkaaasssaaannn EEEkkkssseeekkkuuutttiiifff
elama 2009, KPK telah berhasil melaksanakan misi yang
diemban dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan. Keberhasilan KPK ini diukur berdasarkan pencapaian
berbagai indikator kinerja yang telah ditetapkan, baik indikator sasaran
maupun indikator kegiatan. Capaian kinerja KPK di tingkat korporat tahun
2009 adalah sebesar 127,5%, yang diperoleh dari Perspektif Stakeholder
(Pemangku Kepentingan) dengan bobot (weight) 40% dan capaian kinerja
123,0%, Perspektif Internal dengan bobot 40% dan capaian kinerja 140,3%,
Perspektif Learning and Growth (Pembelajaran dan Pertumbuhan) dengan
bobot 10% dan capaian kinerja 104,6%, dan Perspektif Financial (Keuangan)
dengan bobot 10% dan capaian kinerja 116,5%.
Pada perspektif Pemangku Kepentingan, terlihat skor IPK
Indonesia tahun 2009 mengalami kenaikan 0,2 poin (2,6 menjadi 2,8).
Namun, harus dipahami bahwa para pelaku bisnis maupun pengamat/analis
negara masih mempersepsikan Indonesia sebagai negara yang “rawan
korupsi”. Rendahnya skor IPK Indonesia dibandingkan negara tetangga,
seperti Singapura (9,2), Brunei Darussalam (5,5), Malaysia (4,5), dan
Thailand (3,4), menunjukkan bahwa usaha pemberantasan korupsi di
Indonesia masih jauh dari berhasil; dan komitmen pemerintah terhadap
terwujudnya tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) masih
perlu terus ditingkatkan.
Sejalan dengan IPK, rata-rata Indeks Integritas Nasional (IIN)
tahun 2009 pun masih belum menggembirakan. IIN tahun 2009 sebesar 6,50
diperoleh melalui survei integritas yang dilakukan KPK terhadap 136 unit
layanan di 39 instansi pusat, 39 unit layanan di 10 pemerintah provinsi, dan
196 unit layanan di 49 pemerintah kabupaten/kota. Jumlah responden survei
S
LAKIP KPK Tahun 2009 iii
ini adalah 11.413 orang, yang terdiri atas 4.592 di pusat, 1.039 di tingkat
provinsi, dan 5.872 ditingkat kabupaten/kota. Nilai rata-rata integritas per
unit layanan yang disurvei menunjukkan bahwa pelayanan pengadaan barang
dan jasa, baik di tingkat pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah
kabupaten/kota, merupakan unit layanan yang nilainya masih rendah. Nilai
integritas yang relatif baik dicapai oleh unit pelayanan dasar dan program-
program pemerintah pusat maupun daerah, sedangkan layanan perizinan dan
non-perizinan masih harus dilakukan perbaikan dan peningkatan.
Koordinasi dan supervisi di bidang Penindakan KPK diarahkan untuk
memberdayakan aparat penegak hukum (APGAKUM) dalam menangani kasus
TPK di lembaganya, sesuai dengan peran KPK sebagai trigger mechanism.
Penerimaan SPDP dan perkara yang disupervisi KPK mengalami
peningkatan dari semula 726 pada 2008 menjadi 877 pada 2009. Sementara
itu, keberhasilan penegakan hukum kasus TPK oleh KPK dapat dilihat
dari seluruh (100%) putusan pengadilan yang menyatakan terdakwa terbukti
bersalah, baik di tingkat PN, PT, maupun MA.
Upaya pengembalian kerugian/penyelamatan Keuangan Negara
berhasil dilakukan sebesar Rp5,166 triliun, yang berasal dari: (a) eksekusi
perkara TPK yang telah inkracht sebesar Rp142,994 miliar dalam bentuk uang
pengganti, uang sitaan hasil korupsi, hasil denda, penjualan hasil lelang TPK,
uang rampasan, jasa giro, dan ongkos perkara yang telah disetor ke kas
negara/daerah; (b) penyelamatan aset/kekayaan negara dari Pencegahan
sebesar Rp5,023 triliun, yang berasal dari: (i) penyetoran dana abandonment
and site restoration (ASR) dan koreksi pembebanan insentif kredit investasi
(investment credit) Rp2,693 triliun, (ii) penyelamatan potensi kerugian
negara sebagai akibat pengalihan hak aset/barang milik negara pada 13
kementerian/lembaga sebesar Rp1,970 triliun, dan (iii) potensi penyetoran
dana dari pemberian fee/premium dan fasilitas lain oleh bank kepada
penyelenggara negara dan pegawai negeri sebesar Rp360,311 miliar.
Pada Perspektif Internal, dalam pelaksanaan tugas koordinasi
dan supervisi kepada kepolisian dan kejaksaan, KPK telah menerima 650
SPDP yang terdiri atas 558 SPDP dari kejaksaan; dan 92 SPDP dari kepolisian.
Kegiatan supervisi yang dilakukan sebanyak 227 kali, dalam bentuk
penerimaan jawaban permintaan perkembangan penyidikan sebanyak 146
kali, gelar perkara sebanyak 58 kali, analisis sebanyak 16 kali, dan
pelimpahan 7 kasus/perkara.
LAKIP KPK Tahun 2009 iv
Guna mewujudkan penindakan yang kuat dan proaktif, telah
dilakukan peningkatan status 25 kasus solid ke penyidikan, 36 berkas perkara
dinyatakan lengkap (P-21), dan 34 berkas perkara dilimpahkan ke
Pengadilan Negeri. Kontribusi case building dalam membangun kasus
potensial juga diperoleh dari unit-unit lain selain penindakan, yaitu 1 kasus
dari Dit. Pinda, 3 kasus dari Dit. PJKAKI, 5 kasus dari Dit. Gratifikasi, 6 kasus
dari Dit. LHKPN, dan 52 kasus dari Dit. Dumas. Sementara dalam
penelusuran aset (asset tracing) terhadap 11 perkara TPK, berhasil dilacak
sebesar Rp370.402.595.411,00 dari total jumlah potensi kerugian negara
yang ditimbulkan oleh korupsi sebesar Rp334.167.973.125,00.
Setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari gratifikasi
yang ditetapkan menjadi milik negara sebesar Rp2,298 miliar, dalam bentuk
uang sebesar Rp1,288 miliar, dan barang senilai Rp1,009 miliar. Sementara
itu, penyelamatan kerugian/kekayaan negara diperoleh sebesar Rp4,569
triliun yang terdiri atas Rp2,600 triliun dari Tim (Satgas) Gratifikasi dan
Rp1,969 triliun dari Tim (Satgas) LHKPN.
Dalam ranah pencegahan TPK, terlihat ketaatan para
penyelenggara negara (PN) dalam melaporkan gratifikasi mengalami
peningkatan dari semula 217 pelapor pada 2008 menjadi 335 pelapor pada
2009. Ketaatan dalam pelaporan LHKPN juga meningkat dari semula 95.359
PN pada 2008 menjadi 104.329 PN pada 2009. Di samping itu, terdapat 20
instansi yang mengimplementasikan komitmen tindak lanjut perbaikan
layanan publik, dan 60,70% irjen telah menyampaikan laporan upaya
pencegahan TPK ke KPK.
Pada perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan, dilakukan survei
kepada stakeholders masing-masing untuk mengukur tingkat kepuasan
(indeks) layanan yang diberikan oleh unit pendukung (supporting units),
dengan hasil: (a) Dit. PINDA memperoleh indeks 75,15 dari target 70; (b)
Biro SDM memperoleh indeks 3,42 dari target 3,25; (c) Biro Umum
memperoleh indeks 3,77 dari target 3,30. Untuk mewujudkan transparansi
dan integritas telah dilakukan beberapa kegiatan dengan hasil: (a) audit dan
pemeriksaan oleh Dit. PI dengan hasil tidak ada pelanggaran yang bersifat
“material”; dan (b) pengukuran tone pemberitaan positif tentang KPK oleh
Biro Humas dengan hasil 46,25%.
Selain itu, dukungan hukum yang optimal telah diberikan Biro
Hukum, apalagi selama tahun 2009 KPK menghadapi banyak permasalahan
hukum. Dukungan tersebut antara lain: perancangan peraturan (internal dan
LAKIP KPK Tahun 2009 v
eksternal); pembuatan produk hukum lainnya (berupa perjanjian maupun
MoU); harmonisasi peraturan internal; pemberian informasi hukum (legal
information); pengkajian hukum; penyusunan peta tipikor; pelaksanaan tugas
litigasi/nonlitigasi; pendampingan pegawai; fasilitator bantuan hukum bagi
tersangka; koordinator pelaksanaan pemberian penghargaan pelapor;
memberikan saran/pendapat hukum (legal opinion/legal advice); dan
membantu pelaksanaan pengelolaan barang rampasan.
Pada Perspektif Keuangan, tingkat perolehan anggaran belanja
KPK 2010 meningkat 108%, yakni menjadi Rp426.380.431.000 (sesuai SE-
2679/MK.02/2009 tanggal 24 September 2009 tentang Pagu Definitif
Kementerian Negara/Lembaga TA 2010). Hasil audit BPK atas Laporan
Keuangan KPK 2008 adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Di samping
itu, Laporan Keuangan KPK 2008 juga mendapat penghargaan dari
Pemerintah Republik Indonesia (c.q. Menteri Keuangan) dengan capaian
standar tertinggi dalam Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintahan.
Secara ringkas, rekap capaian kinerja KPK tahun 2009 per unit
dibandingkan dengan penggunaan sumber daya anggaran dan SDM adalah:
No Unit Kinerja Realisasi Anggaran (Rp) SDM (Orang) *)
1 KPK (Korporat) 127,5% 221.624.371.097,00 Peg: 650 OS: 296 2 Deputi Penindakan 126,0% 55.116.537.603,00 Peg: 187 OS: 0 3 Dit. Penyelidikan 123,8% 14.079.726.227,00 Peg: 50 OS: 0
4 Dit. Penyidikan 129,9% 25.136.722.780,00 Peg: 84 OS: 0
5 Dit. Penuntutan 118,5% 10.677.365.592,00 Peg: 34 OS: 0
6 Deputi Pencegahan 134,4% 43.266.050.159,00 Peg: 122 OS: 92 7 Dit. Dikyanmas 114,2% 10.873.816.551,00 Peg: 22 OS: 5
8 Dit. Gratifikasi 139,4% 7.269.972.449,00 Peg: 28 OS: 1
9 Dit. Litbang 126,4% 7.803.799.333,00 Peg: 24 OS: 2
10 Dit. PP LHKPN 119,3% 14.595.362.269,00 Peg: 40 OS: 83
11 Deputi INDA 108,6% 50.500.353.562,00 Peg: 132 OS: 12 12 Dit. Monitor 108,8% 5.485.610.649,00 Peg: 27 OS: 0
13 Dit. PINDA 95,7% 35.633.046.800,00 Peg: 76 OS: 9
14 Dit. PJKAKI 133,1% 7.933.239.837,00 Peg: 22 OS: 1
15 Deputi PIPM 102,8% 18.578.479.394,00 Peg: 75 OS: 0 16 Dit. PI 121,9% 5.378.869.461,00 Peg: 22 OS: 0
17 Dit. PM 118,3% 10.710.566.210,00 Peg: 40 OS: 0
18 Sekretariat Jenderal 110,0% 54.162.950.379,00 Peg: 127 OS: 192 19 Biro Hukum 104,2% 4.395.849.432,00 Peg: 13 OS: 0
20 Biro Humas 106,5% 12.582.516.950,00 Peg: 14 OS: 10
21 Biro Renkeu 111,7% 4.066.728.865,00 Peg: 17 OS: 5
22 Biro SDM 105,4% 9.280.893.727,00 Peg: 23 OS: 2
23 Biro Umum 119,5% 23.836.961.405,00 Peg: 36 OS: 175
LAKIP KPK Tahun 2009 vi
Keterangan:
*) Peg: Pegawai; OS: Outsource. Jumlah anggaran dan SDM pada Deputi sudah termasuk sekretariat deputi.
Grafik capaian kinerja dibandingkan realisasi anggaran tahun 2009:
70,3%
127,5%
54,6%
110,0%
78,5%
126,0%
86,9%
134,4%
69,8%
108,6%
78,8%
102,8%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
KPK Setjen Penindakan Pencegahan INDA PIPM
Perbandingan Realisasi Anggaran dan Capaian Kinerja Tahun 2009
Realisasi Anggaran Capaian Kinerja
123,
40%
129,
90%
118,
50%
114,
20%
124,
60%
119,
30%
139,
40%
95,7
0%
108,
80% 13
3,10
%
121,
90%
118,
30%
111,
70%
119,
50%
105,
40%
106,
50%
104,
20%
82,4
2%
94,4
7%
69,5
7% 85,8
0%
87,3
0%
91,1
9%
88,6
9%
65,9
8%
73,9
7%
84,4
7%
78,8
6%
77,8
5%
85,1
3%
60,8
2%
29,8
4%
69,4
7%
72,5
5%
Peny
elid
ikan
Peny
idik
an
Penu
ntut
an
Dik
yanm
as
Litb
ang
PP L
HK
PN
Gra
tifik
asi
Pind
a
Mon
itor
PJK
AK
I
PI PM
Biro
Ren
keu
Biro
Um
um
Biro
SD
M
Biro
Hum
as
Biro
Huk
um
Perbandingan Capaian Kinerja dan Realisasi Anggaran 2009
Realisasi Anggaran Capaian Kinerja
Secara umum, target kinerja yang ditetapkan dapat dicapai tanpa
menghabiskan seluruh anggaran yang tersedia. Hal ini disebabkan terutama
karena terjadinya penghematan dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan,
LAKIP KPK Tahun 2009 vii
termasuk penghematan dari proses pengadaan barang/jasa sebesar Rp12,333
miliar.
Sementara itu, masalah hukum yang menjerat pimpinan KPK dan
tuduhan hukum yang dikenakan kepada dua pimpinan KPK lainnya, juga
menyebabkan tertundanya beberapa kegiatan, seperti pulbaket, penyidikan,
dan rapat kerja evaluasi. Di samping itu, pembangunan rumah tahanan tidak
dapat dilaksanakan karena tidak mendapat izin dari Kementerian Hukum dan
HAM.
LAKIP KPK Tahun 2009 vii
DDDaaaffftttaaarrr IIIsssiii
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………………………………… i
Ringkasan Eksekutif ……………………………………………………………………………………………… ii
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………………………… vii
Bab I Pendahuluan ………………………………………………………………………………………… 1
Bab II Rencana Strategis ……………………………………………………………………………… 7
Bab III Rencana Kinerja 2009 ……………………………………………………………………… 13
Bab IV Capaian Kinerja Perspektif Stakeholder ………………………………………… 17
Bab V Capaian Kinerja Perspektif Internal …………………………………………… 60
Bab VI Capaian Kinerja Perspektif Learning and Growth ……………………… 119
Bab VII Capaian Kinerja Perspektif Financial ……………………………………………… 126
Bab VIII Akuntabilitas Keuangan …………………………………………………………………… 134
Bab IX Penutup ………………………………………………………………………………………………… 146
Lampiran ………………………………………………………………………………………………………………… 148
LAKIP KPK Tahun 2009 1
BBBaaabbb III PPPeeennndddaaahhhuuullluuuaaannn
LLLaaatttaaarrr BBBeeelllaaakkkaaannnggg
omisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga
negara yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan
tugas dan kewenangannya bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, tugas KPK adalah
sebagai lembaga yang mengkoordinasikan lembaga antikorupsi lainnya,
melakukan supervisi, penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan (represif),
mendorong pencegahan korupsi (preventif), serta melakukan pemantauan
terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Sebagai lembaga negara yang aktivitasnya dibiayai dari APBN dan
sejalan dengan komitmen KPK untuk mengedepankan prinsip transparansi
dan akuntabilitas, maka KPK memandang perlu untuk menyampaikan laporan
kinerja kepada stakeholders. Di samping itu, KPK juga menyusun laporan
tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat,
dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya, KPK
berdasarkan kepada asas-asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas,
kepentingan umum, dan proporsionalitas.
TTTuuugggaaasss dddaaannn WWWeeewwweeennnaaannnggg Dalam pasal 6 sampai 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002,
diatur tugas, wewenang, dan kewajiban KPK. KPK mempunyai tugas sebagai
berikut:
a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi (TPK);
b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
TPK;
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK;
K
LAKIP KPK Tahun 2009 2
d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan
e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang:
a. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan TPK;
b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan TPK;
c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan TPK kepada instansi
terkait;
d. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan TPK; dan
e. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan TPK.
Dalam melaksanakan tugas supervisi, KPK berwenang melakukan
pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan
tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan TPK, dan
instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik. Sementara dalam
melaksanakan wewenang supervisi, KPK berwenang juga mengambil alih
penyelidikan atau penuntutan terhadap pelaku TPK yang sedang dilakukan
oleh kepolisian atau kejaksaan.
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan TPK yang:
a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain
yang ada kaitannya dengan TPK yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum atau penyelenggara negara;
b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Sementara itu, dalam melaksanakan tugas pencegahan, KPK
berwenang melaksanakan langkah atau upaya pecegahan sebagai berikut:
a. Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan
penyelenggara negara;
b. Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;
c. Menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang
pendidikan;
LAKIP KPK Tahun 2009 3
d. Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi
pemberantasan TPK;
e. Melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;
f. Melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan
TPK.
Dalam melaksanakan tugas monitor, KPK berwenang:
a. Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua
lembaga negara dan pemerintah;
b. Memberikan saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah
untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem
pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi;
c. Melaporkan kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Badan
Pemeriksa Keuangan, jika saran KPK mengenai usulan perubahan tersebut
tidak diindahkan.
Selain memiliki kewenangan yang luas, KPK juga perlu memenuhi
kewajibannya, antara lain:
a. Memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang
menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai
terjadinya TPK;
b. Memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau
memberikan bantuan untuk memperoleh data lain berkaitan dengan hasil
penuntutan TPK yang ditanganinya.
SSStttrrruuukkktttuuurrr OOOrrrgggaaannniiisssaaasssiii Berdasarkan Peraturan Pimpinan KPK Nomor PER-08/01/XII/2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK, struktur organisasi KPK terdiri atas:
1. Pimpinan, yang terdiri atas seorang Ketua merangkap Anggota; dan 4
(empat) orang Wakil Ketua merangkap Anggota.
2. Tim Penasihat, yang terdiri atas 4 (empat) orang, untuk saat ini telah
terisi 2 (dua) orang penasihat.
3. Deputi Bidang Pencegahan, yang terdiri atas:
a. Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (PP LHKPN);
LAKIP KPK Tahun 2009 4
b. Direktorat Gratifikasi;
c. Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas);
d. Direktorat Penelitian dan Pengembangan (Litbang);
e. Sekretariat Deputi Bidang Pencegahan.
4. Deputi Bidang Penindakan, yang terdiri atas:
a. Direktorat Penyelidikan;
b. Direktorat Penyidikan;
c. Direktorat Penuntutan;
d. Koordinasi Supervisi;
e. Sekretariat Deputi Bidang Penindakan;
f. Satgas-satgas.
5. Deputi Bidang Informasi dan Data (INDA), yang terdiri atas:
a. Direktorat Pengolahan Informasi dan Data (Pinda);
b. Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi
(PJKAKI);
c. Direktorat Monitor;
d. Sekretariat Deputi Bidang INDA.
6. Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat
(PIPM), yang terdiri atas:
a. Direktorat Pengawasan Internal;
b. Direktorat Pengaduan Masyarakat;
c. Sekretariat Deputi Bidang PIPM.
7. Sekretariat Jenderal, yang terdiri atas:
a. Biro Humas;
b. Biro Hukum;
c. Biro Perencanaan dan Keuangan;
d. Biro Umum;
e. Biro Sumber Daya Manusia;
f. Korsespim.
LAKIP KPK Tahun 2009 5
Struktur organisasi KPK terlihat pada gambar di bawah ini:
DDDaaasssaaarrr HHHuuukkkuuummm Dasar hukum penyusunan Laporan Kinerja KPK Tahun 2009 adalah:
a. Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
b. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;
c. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah;
d. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
e. Peraturan Pimpinan KPK Nomor PER-08/01/XII/2008 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi;
PIMPINAN
STRUKTUR ORGANISASI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
DEPUTI BIDANG PENCEGAHAN DEPUTI BIDANG PENINDAKAN DEPUTI BIDANG INFORMASI DAN DATA
DEPUTI BIDANG PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGADUAN
MASYARAKAT
SEKRETARIAT JENDERAL
SEKRETARIAT DEPUTI BIDANG PENCEGAHAN
DIREKTORAT PENDAFTARAN DAN
PEMERIKSAAN LHKPN
DIREKTORAT GRATIFIKASI
DIREKTORAT PENDIDIKAN DAN PELAYANAN
MASYARAKAT
DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
SEKRETARIAT DEPUTI BIDANG PENINDAKAN
DIREKTORAT PENYELIDIKAN
SATGAS-SATGAS
DIREKTORAT PENYIDIKAN
SATGAS-SATGAS
DIREKTORAT PENUNTUTAN
SATGAS-SATGAS
SEKRETARIAT DEPUTI BIDANG INFORMASI DAN
DATA
DIREKTORAT PENGOLAHAN INFORMASI
DAN DATA
DIREKTORAT PEMBINAAN JARINGAN KERJA ANTAR
KOMISI DAN INSTANSI
DIREKTORAT MONITOR
SEKRETARIAT DEPUTI BIDANG PIPM
DIREKTORAT PENGAWASAN INTERNAL
DIREKTORAT PENGADUAN
MASYARAKAT
BIRO PERENCANAAN DAN KEUANGAN
BIRO UMUM
BIRO SDM
PENASEHAT
LAMPIRAN I: PERATURAN PIMPINAN KPKNOMOR: PER- /01/XII/2008 TGL DESEMBER 2008
BIRO HUKUM
BIRO HUMAS
KORSESPIM
SATGAS EKSEKUSI
KOORDINASI SUPERVISI
LAMPIRAN PERATURAN PIMPINAN KPK NOMOR: PER-08/01/XII/2008 TGL. 30 DESEMBER 2008
LAKIP KPK Tahun 2009 6
f. Keputusan Kepala LAN Nomor: 239/IX/6/8/2003 tentang Perbaikan
Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
SSSiiisssttteeemmmaaatttiiikkkaaa PPPeeennnyyyaaajjjiiiaaannn Pada dasarnya, Laporan Kinerja KPK Tahun 2009 ini menjelaskan
pencapaian kinerja KPK selama 2009. Capaian kinerja tersebut dibandingkan
dengan rencana kinerja sebagai tolok ukur keberhasilan tahunan organisasi.
Analisis atas capaian kinerja terhadap rencana kinerja memungkinkan
diidentifikasinya sejumlah celah kinerja bagi perbaikan kinerja di masa yang
akan datang. Dengan kerangka berpikir seperti itu, sistematika penyajian
Laporan Kinerja KPK Tahun 2009 adalah sebagai berikut:
a. Bab I (Pendahuluan), menjelaskan secara ringkas latar belakang, tugas
dan wewenang, struktur organisasi, dasar hukum, dan sistematika
penyajian;
b. Bab II (Rencana Strategis), menjelaskan Rencana Strategis KPK 2008-
2011, serta Arah dan Kebijakan KPK Tahun 2009;
c. Bab III (Rencana Kinerja Tahun 2009), menjelaskan target kinerja
KPK pada masing-masing perspektif Balanced Scorecard, dan Peta Strategi
KPK Tahun 2010;
d. Bab IV (Capaian Kinerja pada Perspektif Stakeholder), menjelaskan
capaian kinerja Perspektif Stakeholder pada masing-masing Objective dan
KPI;
e. Bab V (Capaian Kinerja pada Perspektif Internal), menjelaskan
capaian kinerja Perspektif Internal pada masing-masing Objective dan KPI;
f. Bab VI (Capaian Kinerja pada Perspektif Learning and Growth),
menjelaskan capaian kinerja Perspektif Learning and Growth pada masing-
masing Objective dan KPI;
g. Bab VII (Capaian Kinerja pada Perspektif Financial), menjelaskan
capaian kinerja Perspektif Financial pada masing-masing Objective dan
KPI;
h. Bab VIII (Akuntabilitas Keuangan), menjelaskan realisasi anggaran
dalam rangka pencapaian kinerja dan penggunan sumber daya;
i. Bab IX (Penutup), berisi kesimpulan atas Laporan Kinerja KPK Tahun
2009.
LAKIP KPK Tahun 2009 7
BBBaaabbb IIIIII RRReeennncccaaannnaaa SSStttrrraaattteeegggiiisss
RRReeennncccaaannnaaa SSStttrrraaattteeegggiiis 2008-2011 encana Strategis (Renstra) KPK Tahun 2008-2011 telah
disahkan dalam Peraturan Pimpinan KPK Nomor: PER-
01/01/II/2008 tanggal 5 Februari 2008. Renstra tersebut secara garis besar
berisi visi, misi, dan tujuan yang akan dicapai organisasi.
VVViiisssiii
Visi merupakan gambaran masa depan yang hendak diwujudkan. Visi
bersifat praktis, realistis untuk dicapai, dan memberikan tantangan serta
menumbuhkan motivasi yang kuat bagi pegawai Komisi untuk
mewujudkannya.
Visi KPK adalah Menjadi Lembaga yang Mampu Mewujudkan
Indonesia yang Bebas dari Korupsi.
Visi tersebut mengandung pengertian yang mendalam dan
menunjukkan tekad kuat dari KPK untuk segera dapat menuntaskan segala
permasalahan yang menyangkut tindak pidana korupsi.
MMMiiisssiii
Misi merupakan jalan pilihan untuk menuju masa depan. Maka,
sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan KPK, misi KPK adalah:
1. Pendobrak dan Pendorong Indonesia yang Bebas dari Korupsi;
2. Menjadi Pemimpin dan Penggerak Perubahan untuk Mewujudkan
Indonesia yang Bebas dari Korupsi.
Dengan misi ini, KPK diharapkan menjadi pemimpin sekaligus
pendorong dalam gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal tersebut
mempunyai makna bahwa KPK adalah lembaga yang terdepan dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia serta menjalankan tugas koordinasi dan
R
LAKIP KPK Tahun 2009 8
supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pencegahan dan
penindakan TPK.
Peran yang akan dimainkan KPK adalah pendobrak kebekuan
penegakan hukum dan pendorong pemberantasan korupsi pada umumnya.
TTuujjuuaann Tujuan merupakan penjabaran dari visi dan misi yang telah
ditentukan dan menggambarkan kondisi yang diinginkan pada akhir periode
Renstra. Tujuan yang ingin dicapai oleh KPK dalam periode Tahun 2008-2011
adalah:
Berkurangya Korupsi di Indonesia.
Penetapan tujuan ini dilandasi oleh fakta bahwa tindak pidana
korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan dilakukan secara sistematis
dengan cakupan yang telah memasuki berbagai aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perkembangannya juga terus
meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi maupun
dari jumlah kerugian negara.
Berdasarkan kondisi tersebut, pemberantasan TPK harus dilakukan
secara optimal, intensif, efektif, profesional, dan berkesinambungan. Oleh
karena itu, diperlukan kerja sama antara KPK dengan instansi penegak
hukum dan instansi lain serta seluruh komponen bangsa dan negara. Peran
KPK sebagai pemimpin dan pemicu memungkinkan terciptanya kerja sama
tersebut, sehingga timbul suatu gerakan pemberantasan korupsi yang masif,
dinamis, dan harmonis.
AAArrraaahhh dddaaannn KKKeeebbbiiijjjaaakkkaaannn TTTaaahhhuuunnn 222000000999
Renstra KPK dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman arah dan
kebijakan tahunan. Arah dan kebijakan pelaksanaan kegiatan KPK tahun 2009
telah dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Pimpinan KPK Nomor: SE-
001/01/I/2009 tanggal 15 Januari 2009. SE tersebut memerintahkan para
deputi/sekjen dan direktur/kepala biro agar segera menjabarkan arah dan
kebijakan pimpinan ke dalam rencana kinerja masing-masing yang
dituangkan secara formal dalam dokumen Kontrak Kinerja Tahun 2009.
LAKIP KPK Tahun 2009 9
SE-001 berisi tiga poin utama, yakni: (a) Analisis Lingkungan
Strategis; (b) Kebijakan Pimpinan Tahun 2009; dan (c) Strategi, dengan
penjelasan sebagai berikut:
LLLiiinnngggkkkuuunnngggaaannn SSStttrrraaattteeegggiiisss 1. Lingkungan Eksternal
a. Politik
• Tahun 2009 akan dilaksanakan pemilu, baik pemilu legislatif
maupun pemilu presiden yang berdampak pada maraknya dugaan
kasus money politics yang berasal dari penyalahgunaan APBN/D.
• Kondisi pemilu dapat menghalangi proses penindakan maupun
pencegahan dari korupsi.
• Beralihnya fokus masyarakat dari isu korupsi menjadi isu pemilu.
• Munculnya konflik kepentingan politik dalam proses penganggaran
dari tingkat perencanaan sampai dengan pelaksanaan.
b. Ekonomi
• Krisis ekonomi global: setiap orang akan butuh “uang segar”,
APBN/D akan ditempatkan di bank-bank/perusahaan dengan bunga
besar sehingga menimbulkan keresahan masyarakat.
• Good corporate governance (GCG) masih belum berjalan maksimal,
masih terjadi KKN di antara mereka.
• Kontribusi pendapatan terbesar APBN: di sektor perpajakan (600 T),
migas (250 T), bea-cukai, dan pertambangan.
• Terkait pengeluaran APBN: terdapat jenis pengeluaran proyek-
proyek yang seragam (pemborosan).
• Penempatan dana Dekon, DAK, dan DAU dari pemerintah pusat ke
pemda.
• Pencarian/penggalangan dana kampanye merupakan potensi
masalah penyebab korupsi yang perlu diwaspadai yang membebani
pelaku ekonomi.
c. Sosbud dan Hukum
• Kesadaran masyarakat terhadap bahaya korupsi masih bersifat
wacana, dan masih terdapat yang kolutif.
• Sebagian PN (legislatif, eksekutif, yudikatif) dan stakeholders masih
memiliki sifat permisif terhadap perbuatan korupsi.
LAKIP KPK Tahun 2009 10
• Masih ada peraturan perundang-undangan yang belum memihak
terhadap pemberantasan korupsi secara penuh, sedangkan
peraturan perundang-undangan lain yang mendukung masih dalam
proses rancangan.
• Kinerja aparat penegak hukum belum bersinergi dalam
memberantas korupsi.
• Fungsi pengawasan internal pada kementerian/lembaga belum
optimal, baik di tingkat pusat maupun daerah.
2. Lingkungan Internal
a. Masih adanya ketergantungan kepada instansi lain sehubungan
dengan pemenuhan pegawai, khususnya yang berasal dari kepolisian,
kejaksaan, dan BPKP.
b. Kebutuhan sarana dan prasarana kantor relatif belum mencukupi.
c. Masih adanya problem koordinasi dalam pelaksanaan tugas.
d. Penataan struktur organisasi dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 belum
dapat menampung perkembangan tupoksi di KPK dalam menghadapi
perkembangan lingkungan strategis.
KKKeeebbbiiijjjaaakkkaaannn
1. Semua unit kerja menentukan paramater dan indikator keberhasilan
(kinerjanya) dalam rangka meningkatkan pencapaian indeks persepsi
korupsi (IPK).
2. Mengoptimalkan pelaksanaan 5 tugas pokok KPK secara proporsional, baik
program, sumber daya manusia, maupun anggaran.
3. Seluruh unit pendukung memberikan kontribusi secara penuh bagi
keberhasilan pencegahan dan penindakan TPK.
4. Kegiatan penindakan dan pencegahan difokuskan kepada TPK yang
memiliki multiplier effect dan trickle down effect, alokasi belanja dan
pontensi pendapatan negara yang tinggi.
5. Internalisasi antikorupsi mulai difokuskan juga kepada dunia usaha
(bisnis).
6. Penindakan diarahkan kepada sasaran TPK pada pembangunan
infrastruktur, penyelenggaraan sumber daya alam, penggunaan anggaran
belanja dan pendapatan (APBN/APBD dan pinjaman/hibah luar negeri), dan
penyalahgunaan wewenang pada penegak hukum, legislatif, dan PN pada
sektor pelayanan publik (pajak, bea cukai, perbendaharaan, imigrasi, BPN,
BKPM).
LAKIP KPK Tahun 2009 11
7. Pencegahan diarahkan kepada penanganan kerawanan korupsi yang
mencakup 30 delik korupsi, kehilangan kekayaan negara, penyimpangan
dalam pelayanan publik dan mendorong aparat pengawasan internal terkait
untuk menangani potensi masalah penyebab korupsi.
8. Meningkatkan peran serta masyarakat dengan prioritas sektor swasta,
tokoh agama, pemuda/mahasiswa/pelajar, dan organisasi politik dalam
setiap upaya pencegahan dan penindakan TPK.
SSStttrrraaattteeegggiii 1. Sinergi dan optimalisasi pelaksaan fungsi koordinasi/supervisi,
penyelidikan - penyidikan - penuntutan, pencegahan, dan monitor pada
seluruh unit organisasi KPK.
2. Strategi Penindakan:
a. Melakukan penegakan hukum secara profesional;
b. Melakukan penegakan hukum terhadap sasaran, baik pelaku, jenis
TPK, dan wilayah/kementerian/lembaga yang memiliki multiplier dan
trickle down effect dan efek jera.
c. Menyinergikan kemampuan aparat penegak hukum dan instansi terkait
untuk penegakan hukum TPK secara optimal;
d. Memaksimalkan pengembalian kerugian keuangan negara akibat TPK.
3. Strategi Pencegahan:
a. Membangun nilai antikorupsi pada seluruh kementerian/lembaga/
instansi (eksekutif, legislatif, yudikatif) dan stakeholder-nya, serta
masyarakat pada umumnya.
b. Mendorong efektivitas pengawasan pada kementerian/lembaga/
instansi yang memiliki tingkat kerawanan korupsi tinggi.
c. Perbaikan manajemen pemerintahan dengan mengkaji dan mengawasi
pelaksanaan instrumen pencegahan TPK (peraturan perundang-
undangan, SOP, kode etik) pada seluruh kementerian/lembaga/
instansi (eksekutif, legislatif, yudikatif) dan stakeholder-nya secara
terus-menerus (reformasi birokrasi, peningkatan pelayanan publik,
peningkatan peran swasta dalam pemberantasan korupsi).
d. Membangun ketaatan penyelenggara negara dalam penerimaan dan
pemilikan kekayaan yang bersumber dari kegiatan yang sah (legal).
e. Membangun keberanian masyarakat untuk menyampaikan keberatan
atas buruknya kualitas pelayanan publik, serta mempertahankan hak
publiknya.
LAKIP KPK Tahun 2009 12
f. Mendorong efektivitas pendidikan formal dan informal antikorupsi.
g. Mencegah kerugian keuangan negara dan kehilangan kekayaan negara
dalam jumlah yang sangat besar, berupa penelusuran serta
pengembalian aset pemerintah dan BUMN/D, pengelolaan sumber daya
alam (migas, hutan, dan pertambangan umum), pengelolaan program-
program pemerintah (misalnya: kesehatan untuk masyarakat miskin,
PNPM, dll).
h. Mencegah terjadinya 30 delik korupsi.
4. Strategi Penguatan Informasi dan Teknologi Informasi:
a. Membangun teknologi informasi dalam rangka peningkatan kegiatan
pengumpulan informasi dan data untuk kebutuhan penajaman sasaran
pencegahan dan penindakan, pengendalian, dan perencanaan KPK.
5. Strategi Pembangunan Kelembagaan:
a. Pembangunan kelembagaan diarahkan kepada meningkatnya soliditas
dan integritas organisasi KPK.
b. Optimalisasi sumber daya organisasi (peralatan/sarana dan prasarana,
sumber daya manusia, dan anggaran) dalam rangka pencapaian
strategi penindakan dan pencegahan.
LAKIP KPK Tahun 2009 1313
BBBaaabbb IIIIIIIII RRReeennncccaaannnaaa KKKiiinnneeerrrjjjaaa 222000000999
encana Kinerja merupakan penjabaran dari arah dan
kebijakan Pimpinan untuk pelaksanaan kegiatan KPK tahun
2009, sebagaimana telah dituangkan dalam SE-001. Di tingkat korporat
(KPK), SE-001 diimplementasikan dalam penetapan Target Kinerja Tahun
2009 dan Peta Strategi (Strategy Map) KPK Tahun 2009. Target Kinerja di
tingkat korporat (KPK) ditandatangani oleh 5 Pimpinan dan 5 Deputi/Setjen
sesuai bidang tugas masing-masing. Selanjutnya, secara berjenjang target
kinerja tersebut di-cascading ke tingkat Deputi/Setjen dan Direktorat/Biro,
sampai ke tingkat individu. Manajemen kinerja di tingkat korporat dibantu
dengan software PBViews, sedangkan di tingkat individu dibantu dengan
software PMS SDM.
Adapun target kinerja dan Peta Strategi KPK tahun 2009 di tingkat
korporat yang dirinci masing-masing perspektif adalah sebagai berikut:
TTTaaarrrgggeeettt KKKiiinnneeerrrjjjaaa 222000000999
PPPeeerrrssspppeeekkktttiiifff SSStttaaakkkeeehhhooollldddeeerrr
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET
1. Berkurangnya Korupsi di Indonesia
1. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia
3,00
2. Efektivitas Koordinasi dan Supervisi Penindakan
2. % Penanganan Perkara TPK oleh APGAKUM Berhasil
75%
3. Keberhasilan Penegakan Hukum Kasus TPK oleh KPK
3. % Keberhasilan Penuntutan Kasus TPK oleh KPK
80%
4. Pengembalian KKN dari Eksekusi 80% 4. Pengembalian Kerugian/ Penyelamatan KN dari TPK dan Pencegahan
5. Penyelamatan Kekayaan Negara dari Pencegahan
600M
5. Terwujudnya Nilai Antikorupsi pada PN dan Stakeholder-nya
6. Rata-rata Indeks Integritas Nasional (Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah)
6,00
R
LAKIP KPK Tahun 2009 1414
PPPeeerrrssspppeeekkktttiiifff IIInnnttteeerrrnnnaaalll
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET
1. % Peningkatan Jumlah Perkara TPK yang Disupervisi
100% 1. Koordinasi dan Supervisi Penindakan
2. % Peningkatan Jumlah SPDP 100%
3. Kasus Solid (Kasus) 25
4. Penyidikan Lengkap (Perkara) 35
5. Berkas Perkara yang Dilimpahkan (Perkara)
35
6. Case Building INDA (Kasus) 3
7. Pemeriksaan Dit. Gratifikasi yang Disampaikan ke Penyelidikan (Kasus)
5
8. Kasus LHKPN yang Ditindaklanjuti oleh Dit. Lidik (Kasus)
6
2. Penindakan yang Kuat dan Proaktif
9. Hasil Pemeriksaan Dumas yang Dilimpahkan (LID)
56
3. Efektivitas Pelacakan Aset 10. % Nilai Aset Berhasil Dilacak 80%
4. Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dari Gratifikasi
11. Setoran PNBP dari Penanganan Gratifikasi (Rp Miliar)
2,0
12. Nilai Aset/BMN yang Diselamatkan - Tim Gratifikasi (Rp Miliar)
300 5. Penyelamatan Kerugian/ Kekayaan Negara
13. Nilai Aset/BMN yg Diselamatkan - Tim LHKPN (Rp Miliar)
300
6. Meningkatnya Jumlah PN yang Melaporkan Penerima-an Gratifikasi
14. % Peningkatan Jumlah PN yg Melaporkan Penerimaan Gratifikasi
100%
7. Meningkatnya Jumlah PN yang Melaporkan LHKPN
16. Jumlah PN yang Melaporkan LHKPN
10.000
8. Terbangunnya Pemahaman Masyarakat terhadap Anti-korupsi
17. % Peningkatan Kesadaran Masyarakat terhadap Anti-korupsi
40%
9. Percepatan Reformasi Sektor Publik
18. Jumlah Instansi yang Meng-implementasikan Komitmen Tindak Lanjut Perbaikan Layanan Publik (Instansi)
20
10. Meningkatnya Efektivitas Fungsi Aparat Pengawasan
19. % Irjen yang Menyampaikan Laporan Upaya Pencegahan TPK ke KPK
25%
11. Dukungan Informasi dan Data yang Efektif
20. % Pemenuhan Dukungan Informasi dan Data
6,0
12. Kerja Sama Antar Lembaga
21. Indeks Kepuasan Layanan Kerja Sama Antar Lembaga
60
LAKIP KPK Tahun 2009 1515
PPPeeerrrssspppeeekkktttiiifff LLLeeeaaarrrnnniiinnnggg aaannnddd GGGrrrooowwwttthhh
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET
1. Tersedianya Infrastruktur TI
1. Indeks Kepuasan Layanan PINDA 70
2. Efektivitas Layanan SDM 2. Indeks Kepuasan Layanan SDM 3,25
3. Jumlah Penyimpangan “Material” 0 3. Terciptanya Transparansi dan Integritas Organisasi
4. Pemberitaan Positif tentang KPK di Media Cetak
50%
4. Tersedianya Dukungan Hukum
5. % Dukungan Hukum yang Dimanfaatkan KPK
80%
5. Efektivitas Layanan Biro Umum
6. Indeks Kepuasan Layanan Internal Biro Umum
3,30
PPPeeerrrssspppeeekkktttiiifff FFFiiinnnaaannnccciiiaaalll
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET
1. Tingkat Perolehan Anggaran 2010 100% 1. Tersedianya Anggaran dan Pengelolaan Keuangan
2. Opini atas Audit Laporan Keuangan 2008
100%
Keterangan :
• TPK: Tindak Pidana Korupsi
• APGAKUM: Aparat Penegak Hukum
• PN: Penyelenggara Negara
• SPDP: Surat Perintah Dimulainya Penyidikan
• LHKPN: Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara
• TI: Teknologi Informasi
• SDM: Sumber Daya Manusia
LAKIP KPK Tahun 2009 1616
PPPeeetttaaa SSStttrrraaattteeegggiii KKKPPPKKK 222000000999
S.1
S.2 S.3 S.4 S.5
I.3 I.4I.7 I.10
I.2
I.5
I.9
I.1 I.3.1 I.11
I.3.4 I.6
I.8
I.12 I.3.2 I.13
I.3.3
L.1 L.3 L.5
L.2 L.4
STRATEGY MAP KPK TAHUN 2009Pe
rspe
ktif
Stak
ehol
der
Pers
pekt
if In
tern
alPe
rspe
ktif
Lear
ning
& G
row
th
Meningkatnya jumlah perkara yg disuper-visi yg
diselesaikan Polri/ Kajagung
Penindakan TPK yang kuat & Pro aktif
Meningkatnyaefektivitas koordinasi &
supervisi bidang penindakan
Meningkatnya jumlah PN yang melaporkan penerimaan gratifikasi
Keberhasilan penegakan hukum
kasus TPK
Terwujudnya nilai anti korupsi pada PN & stkaeholder-nya
Percepatan Reformasi
pelayanan sektor publik
Pengembalian/penyelamatan
kerugian/kekayaan negara
Meningkatnya jumlah SPDP Pengembalian kerugian
keuangan negara dari Gratifikasi
Meningkatnya jumlah PN yang melaporkan LHKPN dgn benar
Berkurangnya Korupsi
Penyelamatan aset negara (Tim Pencegahan)
Pemeriksaan LHKPN yang
efektif
Pemeriksaan GRATIFIKASI yang efektif
Pemeriksaan DUMAS yang
efektif
Case building (INDA)
Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap anti korupsi
Penyediaan Infrastruktur IT
Dukungan HukumPenyediaan Fasilitas
Ketersediaan Anggaran & Pengelolaan Keuangan
Produktivitas SDM yang Tinggi
Transparansi & Integirtas Organisasi
K E U A N G A N
Dukungan Informasi & Data
Efektivitas kerjasama antar lembaga
F.1
Meningkatnya efektivitas fungsi aparat pengawas-an (Inspektorat, Bawasda)
Asset Tracing
LAKIP KPK Tahun 2009 1717
BBBaaabbb IIIVVV CCCaaapppaaaiiiaaannn KKKiiinnneeerrrjjjaaa pppaaadddaaa
PPPeeerrrssspppeeekkktttiiifff SSStttaaakkkeeehhhooollldddeeerrr
engukuran capaian kinerja KPK tahun 2009 dilakukan dengan
cara membandingkan antara target (rencana) dan realisasi
indikator kinerja utama (key perfomance indicator, disingkat KPI) pada
masing-masing perspektif. Pencatatan dan pengukuran kinerja dilakukan
dengan bantuan perangkat lunak berbasis balanced scorecard, yaitu PBViews.
Dari hasil pengukuran kinerja tersebut, diperoleh data capaian kinerja KPK di
tingkat korporat tahun 2009 sebesar 127,5%, dengan rincian masing-masing
perspektif sebagai berikut:
a. Perspektif Stakeholder (Pemangku Kepentingan) dengan bobot (weight)
40%, capaian kinerja 123,0%;
b. Perspektif Internal dengan bobot 40%, capaian kinerja 140,3%;
c. Perspektif Learning and Growth (Pembelajaran dan Pertumbuhan) dengan
bobot 10%, capaian kinerja 104,6%;
d. Perspektif Financial (Keuangan) dengan bobot 10%, capaian kinerja
116,5%.
P
LAKIP KPK Tahun 2009 1818
Capaian kinerja Perspektif Stakeholder (Pemangku Kepentingan)
adalah sebesar 123,0%, yang berasal dari Objectives (Sasaran) sebagai
berikut:
a. Berkurangnya korupsi di Indonesia: 93,3%;
b. Efektivitas Koordinasi dan Supervisi Penindakan: 138,5%;
c. Keberhasilan Penegakan Hukum Kasus TPK oleh KPK: 125,0%;
d. Pengembalian Kerugian/Penyelamatan KN: 150,0%;
e. Terwujudnya Nilai Antikorupsi pada PN dan Stakeholder-nya: 108,3%.
Penjelasan masing-masing Objectives dan KPI adalah sebagai
berikut:
Berkurangnya Korupsi di Indonesia
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Berkurangnya Korupsi di Indonesia terdiri atas satu indikator
kinerja, dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 3,0 2,8 93,3%
Dari tabel di atas, terlihat bahwa target kinerja yang ditetapkan belum dapat
dicapai.
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dikenal sebagai salah satu nilai
pengukuran korupsi yang kredibilitasnya telah diakui dunia. Naik-turunnya
IPK selalu dikaitkan dengan prestasi pemberantasan korupsi suatu negara.
IPK memiliki skor antara 0 (sangat korup) sampai dengan 10 (sangat bersih).
Indeks tersebut mengukur persepsi terhadap tingkat korupsi pada sektor
publik dalam negara yang bersangkutan.
LAKIP KPK Tahun 2009 1919
Skor IPK Indonesia tahun 2009 adalah 2,8. Skor ini dapat dibaca
bahwa Indonesia masih dipandang “rawan korupsi” oleh para pelaku bisnis
maupun pengamat/analis negara. Skor Indonesia yang sangat rendah
menunjukkan bahwa usaha pemberantasan korupsi masih jauh dari berhasil
dan komitmen pemerintah terhadap terbentuknya tata kelola pemerintahan
yang lebih baik harus dipertanyakan. Ini sangat memprihatinkan, apalagi bila
skor Indonesia dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti
Singapura (9,2), Brunei Darussalam (5,5), Malaysia (4,5), dan Thailand (3,4).
Kenaikan skor IPK Indonesia sebesar 0,2 (dari 2,6 pada 2008
menjadi 2,8 pada 2009) tidak perlu dilihat sebagai suatu prestasi yang harus
dibangga-banggakan, karena skor tersebut masih menempatkan Indonesia
sebagai negara yang dipersepsikan korup dan perubahan skor sebesar 0,2
tidak terlalu signifikan. Menurut analisis dari Transparency International
Indonesia (TII), kenaikan skor IPK tersebut dapat dikaitkan pada dua hal,
yaitu prestasi KPK dan reformasi birokrasi Departemen Keuangan. Meskipun
tidak berkorelasi langsung dengan meningkatnya skor IPK Indonesia,
perubahan yang terjadi di dua institusi tersebut menurut TII Indonesia cukup
signifikan dan dapat diobservasi dengan jelas.
Bagi KPK sendiri, apakah layak prestasi IPK ini diakui sebagai salah
satu keberhasilan dan kinerja KPK? Berdasarkan data yang ada, sejak
berdirinya KPK pada 2004, terjadi peningkatan IPK Indonesia meskipun
kurang signifikan.
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
IPK Indonesia 1,9 2,0 2,2 2,4 2,3 2,6 2,8
Intervensi kinerja KPK terhadap perbaikan IPK ini tidak dimungkiri
lagi, namun banyak hal tentunya menjadi bahan pertimbangan, seperti apa
saja yang dipotret oleh IPK Indonesia di tahun 2009 yang berhubungan
dengan tugas dan rencana kerja KPK, bagaimana kinerja pemberantasan
korupsi yang sesungguhnya diharapkan oleh responden yang terlibat dalam
penilaian IPK, dan siapa responden yang menilai IPK.
Perlu dipahami bahwa IPK merupakan indeks komposit dan
merupakan survei terhadap hasil survei, sehingga dalam menilai IPK secara
metodologis juga perlu memahami seperti apa bentuk dan jenis survei yang
digunakan untuk menghitung IPK. Semua negara yang masuk dalam daftar
rangking IPK merupakan kompilasi dari paling sedikit 3 hasil survei yang
dilakukan oleh institusi yang cukup kredibel. Penilaian untuk Indonesia selama
LAKIP KPK Tahun 2009 2020
ini dilakukan oleh cukup banyak survei. Untuk tahun 2009, IPK Indonesia di
dasarkan oleh kompilasi dari 6 survei berikut:
a. Bertelsmann Transformation Index 2009, yang dilakukan oleh
Bertelsmann Foundation;
b. Country Risk Service and Country Forecast 2009, yang dilakukan oleh
Economist Intelligence Unit;
c. Global Risk Service 2009, yang dilakukan oleh HIS Global Insight;
d. World Competitiveness Report 2008 & 2009, yang dilaksanakan oleh
Institute for Management Development;
e. Asian Intelligence 2008 & 2009, yang dilaksanakan Political and
Economic Risk Consultancy;
f. Global Competitiveness Report 2008 & 2009, yang dilakukan oleh
World Economic Forum.
Dengan demikian, terdapat beberapa hal mendasar yang perlu
dipahami untuk mengartikan nilai IPK, yakni:
a. IPK adalah survei dari hasil survei. IPK suatu tahun merupakan angka rata-
rata selama 2 tahun terakhir;
b. Skor dari IPK suatu negara lebih penting dibandingkan peringkat suatu
negara;
c. IPK tidak membedakan petty dan grand corruption, IPK juga tidak bisa
membedakan korupsi administratif atau korupsi politik;
d. Semua survei yang digunakan untuk menghasilkan nilai IPK wajib memiliki
pertanyaan yang berkaitan dengan korupsi dan menyusun rangking negara
yang disurvei, seperti: penyuapan terhadap pejabat publik, penggelapan
dan penyalahgunaan dana-dana publik, efektivitas upaya-upaya
antikorupsi, dan aspek administrasi dan politik dari korupsi;
e. IPK tidak bisa serta merta dibandingkan dari tahun ke tahun karena
beberapa alasan, di antaranya:
• Terdapat perbedaan jumlah survei yang digunakan tiap tahunnya,
sehingga harus dilihat kembali survei apa saja yang digunakan dalam
menilai IPK dan siapa saja yang menjadi responden dalam survei itu;
• Karena berupa survei persepsi, maka hubungan antara kinerja
pemberantasan korupsi dan IPK tidak bisa dinilai dalam waktu yang
singkat. IPK 2009 didasarkan pada data yang paling banyak dihimpun
LAKIP KPK Tahun 2009 2121
dalam 2 tahun terakhir, dan data-data yang berhubungan dalam
persepsi tersebut berhubungan dengan persepsi yang mungkin telah
terbentuk sebelum kurun waktu 2 tahun, artinya perubahan substansial
dalam persepsi terhadap korupsi hanya mungkin terjadi dan terlihat
dengan membandingkan indeks yang dibuat dalam kurun waktu lama.
Dengan laju IPK seperti sekarang, diperkirakan dibutuhkan waktu
kurang lebih 10 tahun bagi Indonesia untuk mencapai skor IPK 5. Dibutuhkan
kerja lebih keras dan dukungan semua pihak jika ingin mencapai rekor
pencapaian IPK seperti yang dimiliki Korea yang meningkat 1,1 poin selama 4
tahun (2004-2008). Jika sekilas menilik mengapa Korea mampu meraih
prestasi tersebut, disebabkan oleh beberapa hal berikut:
• Adanya upaya pencegahan dan perbaikan sistem yang terimplementasi
sangat nyata dan sangat progresif peningkatan kualitasnya;
• Adanya dorongan dan dukungan yang kuat dari pemerintah untuk
melakukan reformasi, di antaranya: presiden mengundang para menteri
dan kepala instansi lain, dengan Ketua ACRC (dahulu KICAC) bertindak
memimpin rapat. Segala permasalahan pokok pemberantasan
(pencegahan) korupsi di lembaga pemerintah/negara dibahas di forum
tertinggi eksekutif tersebut. Forum ini dilakukan secara berkala. Presiden
dan forum memutuskan berbagai hal yang bertujuan menghilangkan
kendala dalam pencegahan korupsi (termasuk upaya reformasi birokrasi).
Jadi, mekanisme manajemen sederhana Plan-Do-Check-Action terhadap
pemberantasan korupsi juga berjalan di tingkat eksekutif tertinggi di
Korea;
• Perbaikan sistem mendapat dukungan penuh dari seluruh instansi dan
pemerintah daerah. Tiap instansi memiliki tanggung jawab yang tinggi
untuk menciptakan inisiatif dalam upaya pemberantasan korupsi dan
bertanggung jawab mewujudkannya;
• Proses penegakan hukum dilakukan tidak pandang bulu. Penyelenggara
negara yang terbukti melakukan suap diberi sanksi yang sangat berat.
Di Indonesia, reformasi birokrasi yang dilakukan oleh pemerintah,
upaya koordinasi dan supervisi oleh KPK, dan upaya hukum yang dilakukan
KPK terhadap pihak-pihak yang dianggap “untouchable” seperti anggota
parlemen dan gubernur bank sentral disebut banyak pihak sebagai hal positif
yang mendapat apresiasi oleh para pelaku bisnis dan masyarakat
internasional. Dengan berbagai upaya yang melibatkan KPK tersebut, hanya
LAKIP KPK Tahun 2009 2222
mampu memberikan sumbangan kenaikan IPK yang masih jauh tertinggal.
Maka, dapat disimpulkan bahwa untuk memacu perbaikan IPK secara cepat
seperti halnya yang terjadi di Korea, dukungan aktif seluruh elemen menjadi
hal yang paling mendasar.
Sebenarnya perbaikan atau penurunan nilai IPK bukan sepenuhnya
”tanggung jawab” KPK, karena nilai IPK lebih dekat berhubungan dengan
perbaikan layanan publik, peningkatan integritas dan perilaku penyelenggara
negara, dan upaya reformasi birokrasi. KPK sendiri bekerja berdasarkan
perintah undang-undang, sehingga naik-turunnya IPK bukan semata-mata
dipengaruhi oleh kinerja KPK, namun juga merupakan kerja dan tanggung
jawab bersama dari seluruh elemen pemerintahan di Indonesia, yakni
pemerintah pusat dan pemda (pemprov, pemkot, dan pemkab).
Perlu ditekankan kembali bahwa dibentuknya lembaga independen
yang bertugas untuk memberantas korupsi tidak semata-mata mampu
menaikkan nilai IPK. Semuanya tergantung pada komitmen dan kinerja
lembaga tersebut. Sebagai contoh, nilai IPK Thailand dari tahun 1999-2002,
tidak juga berubah meskipun The National Counter Corruption Commission
(NCCC) telah didirikan tahun 1999. Nilai IPK Madagaskar bahkan merosot dari
3,1 di tahun 2004 menjadi 2,8 di tahun 2005, meskipun Independent Anti
Corruption Bureau (BIANCO) mulai beroperasi di akhir tahun 2004.
Dari fakta yang ditemui tersebut, terdapat beberapa poin penting
yang dapat menjelaskan nilai IPK dan keberadaan lembaga independen
pemberantasan korupsi, yakni:
a. Nilai tinggi IPK diraih melalui proses yang panjang dan kerja keras,
mendirikan lembaga independen pemberantas korupsi memang
menunjukkan adanya komitmen dari suatu negara. Namun, setiap
komitmen selalu dituntut oleh bukti. Bukti inilah yang kemudian menjadi
dasar penilaian, yang diterjemahkan dalam persepsi;
b. Persepsi korup atau tidaknya suatu negara lebih didasarkan pada penilaian
implementasi budaya bebas korupsi dan penerapan sistem yang menutup
peluang korupsi di sektor ekonomi yang mendukung berkembangnya
kegiatan bisnis, karena yang menjadi responden dalam penelitian IPK
adalah pelaku usaha. Pengungkapan kasus pejabat tinggi negara yang
korup di Thailand terbukti tidak mampu serta merta meningkatkan IPK
negara tersebut secara signifikan;
LAKIP KPK Tahun 2009 2323
c. Nilai IPK yang tinggi dari beberapa negara merupakan wujud dari
pemberantasan korupsi yang bertujuan “memajukan kondisi ekonomi” dan
bukan sebagai komoditas politis. Hong Kong dan Singapura adalah contoh
negara yang mendirikan lembaga independen pemberantas korupsi demi
memastikan keberhasilan program pemerintah dalam memperbaiki iklim
investasi melalui kepastian hukum dan layanan birokrasi yang bersih.
Dalam dasar pertimbangan pembentukan UU 30 tahun 2002
disebutkan bahwa pendirian KPK adalah dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Untuk mewujudkan tujuan
tersebut, KPK telah berupaya dalam mendorong perbaikan layanan publik di
bidang perizinan, investasi, atau layanan dasar lainnya, mengembalikan dan
menjaga aset negara, mendorong reformasi birokrasi dan mendorong
terciptanya tata kelola kepemerintahan yang baik. Bahwa kemudian upaya
KPK dalam mengemban amanat UU tersebut berkolerasi positif terhadap IPK,
adalah suatu fakta yang harus diterima dan sepatutnya dapat memacu kinerja
KPK selama ini.
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah:
a. Peningkatan IPK tidak mungkin dapat terjadi dalam waktu singkat, karena
IPK didasarkan pada data yang paling banyak dihimpun dalam 2 tahun
terakhir dan data-data tersebut berhubungan dengan persepsi yang
mungkin telah terbentuk sebelumnya;
b. Perbaikan layanan publik, peningkatan transparansi, perbaikan integritas
dan perilaku penyelenggara negara, serta reformasi birokrasi merupakan
hal yang mendorong perbaikan IPK lebih besar dibanding penilaian
terhadap upaya penindakan yang dilakukan suatu negara terhadap pelaku
korupsinya.
Beberapa langkah yang telah ditempuh oleh KPK untuk
meningkatkan skor IPK-nya antara lain:
a. Melakukan pengukuran integritas sektor pelayanan publik. Pengukuran ini
diharapkan dapat memicu instansi pelayanan publik untuk memperbaiki
kualitas layanannya. Peningkatan kualitas layanan secara langsung bisa
dirasakan juga oleh pengusaha. Upaya ini diyakini turut memberi
sumbangan pada kenaikan IPK 2009 dibanding tahun lalu.
b. Melakukan koordinasi dan supervisi dengan instansi pelayanan publik.
Kegiatan ini mendorong instansi layanan publik membuat rencana tindak
untuk melakukan perbaikan-perbaikan atas kualitas pelayanannya.
LAKIP KPK Tahun 2009 2424
c. Ratifikasi UNCAC. United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)
atau Konvensi PBB Menentang Korupsi, ditandatangani oleh negara-negara
peserta Konferensi Diplomatik Tingkat Tinggi di Merida, Mexico, pada 9 s.d.
11 Desember 2003. Konvensi ini mendorong negara-negara anggota untuk
melakukan pemberantasan korupsi dari segi pencegahan maupun
penindakan. Indonesia telah menandatangani UNCAC, bahkan telah
meratifikasinya melalui UU Nomor 7 Tahun 2006, 18 April 2006. Dengan
demikian, secara politis dan yuridis Indonesia telah terikat untuk
mengimplementasikan UNCAC. Langkah ratifikasi ini mendorong upaya-
upaya pemberantasan korupsi oleh KPK.
Meskipun skor IPK Indonesia meningkat dari tahun lalu, namun
upaya-upaya yang telah dilakukan KPK tersebut tampaknya belum mampu
memenuhi target IPK tahun 2009. Beberapa penyebab belum tercapainya
target IPK 2009 adalah:
a. Dasar penilaian responden bisa jadi bukan fakta atau pengalaman
langsung. Adanya perbaikan dalam tingkat integritas maupun pelayanan
publik, tidak membuat persepsi masyarakat serta merta membaik. Hal ini
membuat pergeseran angka IPK menjadi lambat.
b. IPK mengukur persepsi pengusaha, sementara sektor swasta belum
menjadi target utama KPK.
c. Berkaitan dengan perbaikan pelayanan publik, KPK telah selesai melakukan
kajian, survei integritas, dan telah memberikan rekomendasi perbaikan
terhadap sistem pengelolaan administrasi dan layanan publik di lingkungan
pemerintahan. Namun, sampai dengan saat ini, rekomendasi perbaikan
yang diberikan KPK belum sepenuhnya diterapkan oleh instansi yang
bersangkutan. Hal ini terlihat dari hasil survei integritas 2009 yang
dilakukan KPK. [Penjelasan ringkas tentang Indeks Integritas Nasional
dapat dilihat mulai halaman 30]. Belum diimplementasikannya hal-hal
tersebut di atas, menyebabkan buruknya kualitas layanan publik dan
buruknya layanan publik ini juga yang dirasakan oleh para responden
survei TI, sehingga pada tahun 2009 para responden baru memberikan
nilai 2,8 bagi Indonesia.
Menanggapi permasalahan ini, selanjutnya KPK akan melakukan
beberapa langkah, yaitu:
a. Tetap melakukan pengukuran integritas sektor publik, dalam rangka
meningkatkan kualitas sektor publik;
LAKIP KPK Tahun 2009 2525
b. Menggalakan program koordinasi dan supervisi layanan publik;
c. Ratifikasi UNCAC ditindaklanjuti dengan memprioritaskan sektor swasta
selain penyelenggara negara.
Efektivitas Koordinasi dan Supervisi Penindakan
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Efektivitas Koordinasi dan Supervisi Penindakan terdiri atas
satu indikator kinerja, dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 % Penanganan Perkara TPK oleh APGAKUM Berhasil 100% 138,54% 138,5%
Dari tabel di atas, target kinerja yang ditetapkan telah tercapai.
Koordinasi dan supervisi di bidang Penindakan KPK diarahkan untuk
memberdayakan aparat penegak hukum (APGAKUM) dalam menangani kasus
TPK di lembaganya, sesuai dengan peran KPK sebagai trigger mechanism. KPI
% Penanganan Perkara TPK oleh APGAKUM Berhasil diukur dengan
formula: % peningkatan (penerimaan SPDP dan perkara yang disupervisi
KPK) dibandingkan realisasi triwulan dari tahun sebelumnya. Realisasi per
triwulan adalah sebagai berikut:
Realisasi Rencana
2009/Q1 127,45% 100,00%
2009/Q2 98,97% 100,00%
2009/Q3 143,14% 100,00%
2009/Q4 138,54% 100,00%
dengan penjelasan:
1. Capaian Q1/2009 adalah 127,45% yang berasal dari realisasi Q1/2009 sebesar 182 dibandingkan dengan realiasasi Q1/2008 sebesar 143.
2. Capaian Q2/2009 adalah 70,48% yang berasal dari realisasi Q2/2009 sebesar 192 dibandingkan dengan realisasi Q2/2008 sebesar 272. Capaian Q2/2009 tidak memenuhi target, disebabkan antara lain:
a. Berdasarkan hasil rapat koordinasi tingkat pusat pada 3 Maret 2009 di Mabes POLRI, Kejaksaan Agung mengusulkan untuk pengiriman SPDP dan Bang-Dik selanjutnya agar melalui satu pintu, yaitu Pidsus Kejagung, sehingga memperpanjang rantai birokrasi. Padahal sebelumnya, masing-masing Kejati mengirimkan SPDP dan Bang-Dik secara langsung ke KPK.
LAKIP KPK Tahun 2009 2626
b. Demikian pula untuk POLRI, pengiriman SPDP dan Bang-Dik selanjutnya agar melalui satu pintu, yaitu Bareskrim POLRI, sehingga memperpanjang rantai birokrasi. Padahal, sebelumnya masing-masing Polda mengirimkan SPDP dan Bang-Dik secara langsung ke KPK.
3. Capaian Q3/2009 adalah 231,48% yang berasal dari realisasi Q3/2009 sebesar 250 dibandingkan dengan realisasi Q3/2008 sebesar 108.
4. Capaian Q4/2009 adalah 124,75% yang berasal dari realisasi Q4/2009 sebesar 253 dibandingkan dengan realisasi Q4/2008 sebesar 203.
Keberhasilan Penegakan Hukum Kasus TPK oleh KPK
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Keberhasilan Penegakan Hukum Kasus TPK oleh KPK terdiri
atas satu indikator kinerja, dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 % Keberhasilan Penuntutan Kasus TPK oleh KPK 80% 100% 125%
Dari tabel di atas, terlihat target kinerja yang ditetapkan telah tercapai.
KPI % Keberhasilan Penuntutan Kasus TPK oleh KPK, diperoleh
dari putusan yang menyatakan terdakwa terbukti bersalah. Realisasinya
adalah 100%, artinya dari semua tuntutan KPK berhasil diputus terdakwa
bersalah, baik di tingkat PN, PT, maupun MA.
Berikut grafik penanganan kasus oleh KPK dan putusan inkracht di
tingkat PN, PT, dan MA selama periode 2004-2009:
LAKIP KPK Tahun 2009 2727
Rekap Penanganan Kasus/Perkara TPK (2004 - 2009)
68
23
29
36
70 70
47
2427
19
2
52
17
23
19
35
63
5
16 23
3740
4
14
23
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Penyelidikan Penyidikan Penuntutan Inkracht Eksekusi
Perkara TPK yang Berkekuatan Hukum Tetap (2004 - 2009)
35
9 9
20
02
0 022
9
14 1415
2005 2006 2007 2008 2009
Pengadilan Negeri Pengadilan Tinggi Mahkamah Agung
Pengembalian Kerugian/Penyelamatan KN dari TPK dan Pencegahan
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Pengembalian Kerugian/Penyelamatan KN dari TPK dan
Pencegahan terdiri atas dua indikator kinerja, dengan capaian kinerja
sebagai berikut:
LAKIP KPK Tahun 2009 2828
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 Pengembalian KKN dari Eksekusi 50% 50% 100%
2 Penyelamatan Kekayaan Negara dari Pencegahan (Rp Miliar)
600 5.023 >200%
Dari tabel di atas, terlihat bahwa target kinerja yang ditetapkan telah
tercapai.
KPI Pengembalian Kerugian Keuangan Negara (KKN) dari
Eksekusi diperoleh dari pengembalian kerugian keuangan negara (KKN)
dalam bentuk eksekusi barang sitaan/denda/uang pengganti yang telah
disetor ke kas negara/daerah dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP).
Selama tahun 2009, diperoleh pengembalian KKN dari eksekusi
perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) yang telah berkekuatan hukum tetap
sebesar Rp142.993.950.300,00 dengan rincian sebagai berikut:
1. Disetor ke kas negara sebesar Rp73.792.709.500,00 yang berasal dari:
a. Pendapatan Uang Pengganti TPK yang Ditetapkan Pengadilan (Mata
Anggaran Penerimaan/MAP 423614) sebesar Rp31.507.684.042,00;
b. Pendapatan Uang Sitaan Hasil Korupsi yang Telah Ditetapkan Pengadilan
(MAP 423611) sebesar Rp30.151.115.046,00;
c. Pendapatan Hasil Denda (MAP 423414) sebesar Rp7.600.000.000,00;
d. Pendapatan Penjualan Hasil Lelang TPK (MAP 423416) sebesar
Rp2.623.055.500,00;
e. Pendapatan Jasa Giro (MAP 423221) sebesar Rp1.721.744.912,00;
f. Pendapatan Penjualan Lainnya (MAP 423119) sebesar
Rp188.322.500,00;
g. Pendapatan Ongkos Perkara (MAP 423415) sebesar Rp787.500,00;
2. Disetor ke kas daerah sebesar Rp69.201.240.800,00 yang berasal dari
Uang Rampasan (MAP: --) sebesar Rp69.201.240.800,00.
Secara grafik, PNBP dari TPK tahun 2009 tampak seperti ilustrasi di
bawah ini:
LAKIP KPK Tahun 2009 2929
KPI Penyelamatan Kekayaan Negara dari Pencegahan. Bekerja
sama dengan pihak-pihak terkait, KPK juga berupaya untuk melakukan
penyelamatan terhadap potensi kerugian negara.
Penyelamatan aset/kekayaan negara dari Pencegahan sebesar
Rp5.023.161.633.923,00, yang berasal dari:
a. Penyetoran dana abandonment and site restoration (ASR) dan koreksi
pembebanan insentif Kredit investasi (investment credit)
sebesar USD237.595.475,89 (ekuivalen Rp2.692.946.195.923,00);
b. Penyelamatan potensi kerugian negara sebagai akibat pengalihan hak
aset/barang milik negara pada 13 kementerian/lembaga sebesar
Rp1.969.904.438.000,00 (sesuai penilaian dari Ditjen Kekayaan Negara
Departemen Keuangan);
c. Potensi penyetoran dana dari pemberian fee/premium dan fasilitas lain
oleh bank kepada Penyelenggara negara dan pegawai negeri sebesar
Rp360.311.000.000,00.
PNBP dari Penanganan TPK oleh KPK Tahun 2009
Uang Rampasan: Rp69,201 M (48,39%)
Hasil Denda: Rp7,600 M (5,31%)Penjualan Lainnya:
Rp188,32 Jt (0,13%)
Jasa Giro: Rp1,722 M (1,20)%
Hasil Lelang: Rp2,623 M (1,83%)
Uang Pengganti: Rp31,508 M (22,03%)
Uang Sitaan: Rp30,151 M (21,09%)
Total PNBP dari TPK tahun 2009: Rp142.993.950.300,00
LAKIP KPK Tahun 2009 3030
Terwujudnya Nilai Antikorupsi pada Penyelenggara Negara dan Stakeholder-nya
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Terwujudnya Nilai Antikorupsi pada Penyelenggara Negara
dan Stakeholder-nya terdiri atas satu indikator kinerja, dengan capaian
kinerja:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 Rata-rata Indeks Integritas Nasional (Instansi Pusat dan Daerah)
6,00 6,50 108,3%
Dari tabel di atas, terlihat target kinerja yang ditetapkan telah tercapai.
Indeks Integritas Nasional (IIN) adalah indeks komposit yang
menggabungkan indeks pengalaman integritas dan potensi integritas.
Pengalaman integritas disusun dari indikator pengalaman korupsi dan cara
pandang terhadap korupsi. Sedangkan potensi integritas disusun dari
indikator lingkungan kerja, sistem administrasi, perilaku petugas, dan
pencegahan korupsi. Indikator-indikator tersebut disusun dari sub-indikator-
sub-indikator yang kemudian dituangkan dalam pertanyaan-pertanyaan pada
kuesioner.
Pengkuran IIN dilakukan KPK untuk mengetahui nilai indikator
korupsi dalam layanan publik. Kegiatannya adalah dengan melakukan
pengukuran ilmiah terhadap tingkat korupsi dan faktor-faktor penyebab
terjadinya korupsi di lembaga publik dengan mensurvei pengguna langsung
layanan publik. Penilaian dilakukan dari sudut pandang pengguna layanan,
bukan pemberi layanan. Fungsi dari IIN adalah sebagai bahan masukan bagi
instansi penyedia layanan publik untuk mempersiapkan upaya-upaya
pencegahan korupsi yang efektif pada wilayah/layanan yang rentan terjadinya
korupsi.
Tahun 2009, survei integritas sektor publik secara nasional dilakukan
pada: (a) 136 unit layanan di 39 instansi pusat; (b) 39 unit layanan di 10
pemerintah provinsi; dan (c) 196 unit layanan di 49 pemerintah
kabupaten/kota. Jumlah responden 11.413 orang, terdiri dari 4.592 di pusat,
1.039 di tingkat provinsi dan 5.872 di tingkat kabupaten/kota.
Berikut akan dijelaskan secara ringkas mengenai Integritas Nasional,
Integritas Tingkat Pusat, Integritas Pemerintah Provinsi, dan Integritas
Pemerintah Kabupaten/Kota:
LAKIP KPK Tahun 2009 3131
a. Integritas Nasional. IIN Tahun 2009 adalah 6,50. Nilai tersebut sedikit
lebih rendah dibanding dengan nilai integritas tingkat pusat dan daerah
tahun 2008 yang rata-rata 6,84 dan 6,69, namun lebih tinggi daripada
nilai integritas pusat tahun 2007 yang rata-rata 5,53. Penurunan tersebut
sebagian dikarenakan mulai tahun 2009, KPK menetapkan standar
minimal integritas sektor publik, dengan nilai 6,0 sebagai standar
integritas minimal yang harus dipenuhi oleh instansi penyedia layanan
publik. Penetapan standar minimal integritas tersebut sekaligus bertujuan
untuk membatasi keragaman jawaban responden atas persepsi yang
berbeda akibat perbedaan tingkat pendidikan, golongan umur, domisili,
jenis pekerjaan maupun status responden terhadap pertanyaan yang
diajukan.
Nilai integritas 6,50 dianggap masih cukup rendah, mengingat hanya 0,5
di atas standar integritas minimal yang ditetapkan oleh KPK. Nilai tersebut
juga masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan negara lain seperti
Korea yang memiliki nilai integritas mencapai 9. Gambaran secara
menyeluruh mengenai nilai masing-masing indikator dan sub-indikator
untuk tingkat nasional dijelaskan dalam tabel berikut:
Integritas Total 2 Variabel 6 Indikator 18 Sub-Indikator
Frekuensi Pemberian Gratifikasi (0,333)= 7 Jumlah/Besaran gratifikasi (0,140)= 6
Pengalaman Korupsi (0,800)= 6,73
Waktu pemberian gratifikasi (0,528) = 7 Arti pemberian gratifikasi (0,167)= 5
Pengalaman Integritas (0,750)=
6,71 Cara Pandang Terhadap Korupsi (0,200)= 6,65 Tujuan pemberian gratifikasi (0,833) = 7
Kebiasaan pemberian gratifikasi (0,502) = 6 Kebutuhan pertemuan di luar prosedur (0,058) = 8 Keterlibatan calo (0,222) =7 Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan (0,107) = 6
Lingkungan Kerja (0,357)= 6,54
Suasana/kondisi di sekitar pelayanan (0,112) = 7
Kepraktisan SOP (0,258)= 6
Keterbukaan informasi (0,637)= 6 Sistem Administrasi (0,394)= 5,53
Pemanfaatan teknologi informasi (0,105) = 4 Keadilan dalam layanan (0,281)= 6 Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi (0,584)= 7 Perilaku Individu
(0,156)= 7,02 Perilaku pengguna layanan (0,135) = 7
Tingkat Upaya Anti Korupsi (0,800)= 3
Integritas Total
(1,00): 6,50 Potensi
Integritas (0,250)=
5,87
Pencegahan Korupsi (0,094)= 2,82 Mekanisme Pengaduan Masyarakat (0,200)= 3
Dengan nilai rata-rata integritas 6,50, terlihat bahwa nilai potensi
integritas masih rendah, yaitu 5,87, di bawah nilai integritas minimal yang
ditetapkan KPK sebesar 6,0. Dari variabel potensi integritas, indikator
sistem administrasi dan pencegahan korupsi merupakan kontributor
terbesar yang menurunkan nilai potensi integritas. Pada indikator sistem
LAKIP KPK Tahun 2009 3232
administrasi, pemanfaatan teknologi dan kepraktisan SOP memiliki nilai
yang sangat rendah. Sementara pada pencegahan korupsi, seluruh sub-
indikator (tingkat upaya antikorupsi dan mekanisme pengaduan
masyarakat) berkontribusi dalam rendahnya nilai pencegahan korupsi.
Penilaian integritas sektor publik nasional tahun 2009 dilakukan terhadap
98 instansi dan 371 unit layanan di tingkat pusat, pemerintah provinsi,
dan pemerintah kabupaten/kota. Secara terperinci, nama unit layanan dan
nilai rata-rata integritas masing-masing unit layanan ditunjukkan pada
gambar berikut:
Nilai rata-rata integritas per unit layanan yang disurvei menunjukkan
bahwa pelayanan pengadaan barang dan jasa baik di tingkat pusat,
pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota merupakan unit
layanan yang nilainya masih rendah. Nilai integritas yang relatif baik
dicapai oleh unit pelayanan dasar dan program-program pemerintah pusat
maupun daerah. Sedangkan layanan perizinan dan non-perizinan masih
harus dilakukan perbaikan dan peningkatan.
Bila nilai integritas unit layanan dibandingkan dengan nilai rata-rata
integritas nasional, secara nasional dapat dilihat bahwa terdapat 23
instansi di tingkat pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota yang unit layanan sample-nya seluruhnya memiliki nilai
integritas di atas rata-rata nasional (6,50). Namun masih terdapat 5
instansi yang berada di pusat dan pemerintah kabupaten yang seluruh
unit layanannya memiliki nilai integritas di bawah rata-rata nasional. Lihat
tabel berikut.
LAKIP KPK Tahun 2009 3333
Pengalaman Integritas (Experienced Integrity) adalah salah satu
unsur penyusun nilai integritas publik. Experienced Integrity disusun dari
indikator Pengalaman Korupsi (Experienced Corruption) dengan bobot
0,800 dan Cara Pandang Korupsi (Perceived Corruption) dengan bobot
0,200.
Variabel Indikator Sub-Indikator
Frekuensi Pemberian Gratifikasi (0,333)= 7 Jumlah/Besaran gratifikasi (0,140)= 6 Pengalaman Korupsi (0,800)=
6,73 Waktu pemberian gratifikasi (0,528) = 7
Arti pemberian gratifikasi (0,167)= 5
Pengalaman Integritas
(0,750)=6,71 Cara Pandang terhadap Korupsi (0,200)= 6,65 Tujuan pemberian gratifikasi (0,833) = 7
Nilai rata-rata pengalaman integritas dari 98 instansi pusat, pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota adalah 6,71. Dalam skala
nasional, nilai pengalaman integritas memiliki rentang nilai yang tidak
terlalu lebar, yaitu dari 7,92 pada Departemen Pertanian sampai yang
terendah 4,55 pada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.
Pengalaman korupsi yang langsung dirasakan masyarakat dalam
mengurus atau memperoleh layanan publik ditunjukkan dalam bentuk
biaya tambahan (gratifikasi) yang harus dibayarkan oleh pengguna
layanan di luar biaya resmi yang ditetapkan, berapa kali diberikan, berapa
besarnya serta kapan gratifikasi tersebut diberikan. Nilai rata-rata
pengalaman korupsi 6,73. Nilai tersebut sudah masuk dalam standar
integritas minimal KPK, namun faktanya tindakan pemberian gratifikasi
pada unit layanan masih dijumpai.
LAKIP KPK Tahun 2009 3434
Yang dimaksud dengan cara pandang adalah bagaimana masyarakat
memandang korupsi di lembaga layanan publik, bagaimana masyarakat
mengartikan biaya-biaya atau imbalan yang mereka keluarkan, apakah
tergolong korupsi atau tidak? Apa tujuan mereka membayar biaya
tambahan tersebut, dan seberapa jauh tingkat toleransi masyarakat
terhadap biaya-biaya tambahan yang harus mereka keluarkan? Nilai cara
pandang masyarakat Indonesia terhadap korupsi adalah 6,65 dan cukup
memenuhi standar integritas minimal yang ditetapkan oleh KPK. Namun
bila dilihat dari sub-indikatornya terlihat bahwa arti pemberian gratifikasi
dengan nilai 5 dianggap masih relatif rendah. Kondisi tersebut
mencerminkan bahwa masyarakat umumnya mengartikan gratifikasi
belumlah suatu perbuatan yang memalukan dan tercela, tetapi hanyalah
suatu perbuatan yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Bahkan sebagian
berpendapat bahwa perbuatan tersebut lazim dilakukan.
Fakta-fakta yang dijumpai dalam pengalaman integritas ini mencerminkan
kondisi nyata dari unit layanan dan instansi berdasarkan pengalaman yang
langsung dirasakan oleh pengguna layanan. Penilaian pengalaman
integritas yang buruk mencerminkan kondisi pelayanan aktual yang buruk
menurut penilaian pengguna layanan yang setahun terakhir melakukan
pengurusan layanan di unit layanan bersangkutan.
Potensi Integritas (Potential Integrity) merupakan salah satu unsur
penyusun nilai integritas publik. Terdapat empat indikator yang digunakan
untuk menyusun Potential Integrity, yakni indikator Lingkungan Kerja
(Working Environtment) dengan bobot 0,357, Sistem Administrasi
(Administration System) dengan bobot 0,394, Perilaku Individu (Personal
Attitude) dengan bobot 0,156; dan Pencegahan Korupsi (Corruption
Control Measures) dengan bobot 0,094.
Variabel Indikator Sub-Indikator
Kebiasaan pemberian gratifikasi (0,502) = 6 Kebutuhan pertemuan di luar prosedur (0,058) = 8 Keterlibatan calo (0,222) =7 Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan (0,107) = 6
Lingkungan Kerja (0,357)= 6,54
Suasana/kondisi di sekitar pelayanan (0,112) = 7
Kepraktisan SOP (0,258)= 6
Keterbukaan informasi (0,637)= 6 Sistem Administrasi (0,394)= 5,53
Pemanfaatan teknologi informasi (0,105) = 4 Keadilan dalam layanan (0,281)= 6 Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi (0,584)= 7 Perilaku Individu
(0,156)= 7,02 Perilaku pengguna layanan (0,135) = 7 Tingkat Upaya Anti Korupsi (0,800)= 3
Potensi Integritas
(0,250)= 5,87
Pencegahan Korupsi (0,094)= 2,82 Mekanisme Pengaduan Masyarakat (0,200) = 3
LAKIP KPK Tahun 2009 3535
Nilai rata-rata potensi integritas dari 98 instansi pusat, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota adalah 5,87. Nilai tersebut
masih berada di bawah standar integritas minimal yang ditetapkan oleh
KPK. Artinya, masih cukup banyak indikator potensi integritas terutama
sistem administrasi dan pencegahan korupsi yang nilainya masih sangat
rendah (5,53 dan 2,82) walaupun sebenarnya nilai indikator lingkungan
kerja dan perilaku individu juga terlihat masih kurang memuaskan.
Seperti halnya pada pengalaman integritas, nilai potensi integritas
memiliki rentang nilai yang tidak terlalu lebar, yaitu dari 6,70 pada
Departemen Pertanian sampai yang terendah 5,00 pada Pemerintah
Kabupaten Kuningan.
Lingkungan kerja memiliki potensi untuk mendorong terjadinya praktik
korupsi, tidak terkecuali lingkungan kerja di sektor pelayanan publik.
Berdasarkan fakta di lapangan, kebiasaan pemberian gratifikasi dan
adanya keterlibatan calo akan menurunkan nilai potensi integritas secara
signifikan. Namun demikian, suasana/kondisi lingkungan pelayanan dan
fasilitas yang disediakan serta adanya pertemuan di luar prosedur
merupakan faktor yang juga akan menurunkan nilai potensi integritas.
Walaupun indikator lingkungan kerja sudah mampu mencapai nilai standar
unsur integritas minimal KPK yaitu sebesar 6,54, namun beberapa sub-
indikator masih harus terus dilakukan perbaikan. Nilai 6 pada fasilitas
pelayanan yang disediakan di lingkungan layanan walaupun sudah
memenuhi standar masih diperlukan upaya-upaya peningkatan kualitas.
Pada sistem administrasi, keterbukaan informasi dan kemudahan layanan
atau kepraktisan SOP serta pemanfaatan teknologi informasi merupakan
sub-indikator sistem administrasi yang harus dicapai dalam rangka
memenuhi standar potensi integritas sektor publik. Hasil survei
menunjukkan bahwa nilai sistem administrasi tidak mampu mencapai
standar integritas minimum yang ditetapkan KPK. Nilai 5,53 menunjukkan
bahwa sub-indikator kepraktisan SOP, keterbukaan informasi dan
terutama pemanfaatan teknologi informasi masih harus terus
ditingkatkan.
Perilaku individu baik oleh petugas layanan maupun pengguna layanan
yang negatif merupakan salah satu faktor yang mendorong terjadinya
korupsi dalam pelayanan publik. Terdapat tiga hal penting dalam menilai
perilaku individu dan kaitannya dengan nilai potensi integritas dalam
survei ini, yaitu keadilan perlakuan petugas layanan terhadap pengguna
LAKIP KPK Tahun 2009 3636
layanan, ada-tidaknya harapan petugas terhadap gratifikasi serta perilaku
pengguna layanan sendiri pada saat mengurus dan mendapatkan layanan.
Nilai perilaku individu 7,02 menunjukkan bahwa standar minimal integritas
yang ditetapkan oleh KPK sudah mampu dicapai. Kondisi tersebut juga
ditunjukkan oleh nilai sub-indikator ekspektasi petugas terhadap
gratifikasi dan perilaku pengguna layanan yang cukup. Namun demikian,
keadilan petugas terhadap pengguna layanan masih terlihat kurang.
Tingkat upaya antikorupsi dan pelayanan pengaduan atas layanan yang
diberikan merupakan faktor yang bisa mencegah terjadinya korupsi,
sehingga menjadi salah satu aspek yang dinilai dalam survei ini. Fakta
menunjukkan bahwa dibanding dengan indikator lain, pencegahan korupsi
memiliki nilai yang paling buruk. Nilai 2,82 masih jauh dari standar
minimal integritas minimal yang ditetapkan KPK yang sebesar 6. Kondisi
tersebut ditunjukkan masih sangat lemahnya upaya antikorupsi (3) dan
pelayanan pengaduan masyarakat (3) dari unit layanan yang didatangi
oleh pengguna layanan.
Upaya menaikkan nilai potensi integritas menunjukkan keseriusan unit
layanan dan instansi di sektor layanan publik dalam memerangi korupsi
secara komprehensif di luar upaya penindakan yang dilakukan. Semakin
intensif usaha-usaha dilakukan untuk meningkatkan potensi integritas,
maka semakin efektif pula upaya pemberantasan korupsi bisa dilakukan di
unit layanan dan instansi yang bersangkutan.
b. Integritas Tingkat Pusat. Integritas Sektor Publik Tingkat Pusat
merupakan satu dari 3 unsur penyusun integritas tingkat nasional.
Integritas Sektor Publik tingkat pusat disusun berdasarkan variabel
Pengalaman Integritas dan Potensi Integritas, yang keduanya diperoleh
dari indikator dan sub-indikator pada unit layanan-unit layanan publik
yang disurvei di tingkat pusat.
Penilaian integritas sektor publik tingkat pusat tahun 2009 dilakukan
terhadap 136 unit layanan di 39 instansi pusat. Instansi Pusat tersebut
terdiri atas 19 departemen/kementerian, 8 non-departemen, dan 12
BUMN/BLU. Sedangkan jenis layanannya meliputi 20 layanan perizinan, 22
LAKIP KPK Tahun 2009 3737
layanan nonperizinan, 10 program, 18 layanan pengadaan barang dan
jasa.
Nilai rata-rata Integritas Sektor Publik Tingkat Pusat Tahun 2009 adalah
6,64. Nilai tersebut tidak terlalu jauh dari batas minimal nilai integritas 6
yang ditetapkan KPK. Nilai ini dianggap masih cukup rendah, mengingat
negara lain seperti Korea yang memiliki nilai integritas mencapai 9.
Besaran tersebut juga menginformasikan bahwa di tingkat pusat, tindakan
gratifikasi relatif sudah menurun namun beberapa variabel potensi
integritas terutama untuk indikator sistem administrasi dan pencegahan
korupsi masih terlihat lemah. Gambaran secara menyeluruh mengenai
nilai masing-masing indikator dan sub-indikator untuk tingkat pusat
dijelaskan dalam tabel berikut.
Integritas Total 2 Variabel 6 Indikator 18 sub-indikator
Frekuensi Pemberian Gratifikasi (0,333)= 7 Jumlah/Besaran gratifikasi (0,140)= 6
Pengalaman Korupsi (0,800)= 6,89
Waktu pemberian gratifikasi (0,528) = 7 Arti pemberian gratifikasi (0,167)= 6
Pengalaman Integritas
(0,750)=6,85 Cara Pandang terhadap Korupsi (0,200)= 6,71 Tujuan pemberian gratifikasi (0,833) = 7
Kebiasaan pemberian gratifikasi (0,502) = 6 Kebutuhan pertemuan di luar prosedur (0,058) = 8 Keterlibatan calo (0,222) =7 Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan (0,107) = 6
Lingkungan Kerja (0,357)= 6,54
Suasana/kondisi di sekitar pelayanan (0,112) = 7 Kepraktisan SOP (0,258)= 6
Keterbukaan informasi (0,637)= 6 Sistem Administrasi (0,394)= 5,75
Pemanfaatan teknologi informasi (0,105) = 4 Keadilan dalam layanan (0,281)= 6 Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi (0,584)= 7 Perilaku Individu
(0,156)= 7,02 Perilaku pengguna layanan (0,135) = 7 Tingkat Upaya Anti Korupsi (0,800)= 3
Integritas Total
(1,00): 6,64
Potensi Integritas
(0,250)= 5,99
Pencegahan Korupsi (0,094)= 3,12 Mekanisme Pengaduan Masyarakat (0,200)= 3
Dengan nilai rata-rata integritas tingkat pusat 6,64, nilai potensi integritas
sebesar 5,99 masih sangat rendah dibanding nilai pengalaman integritas ,
yakni sebesar 6,85. Nilai tersebut juga masih lebih rendah dibanding
standar integritas minimal yang ditetapkan KPK. Nilai potensi integritas
tingkat pusat yang rendah terutama disebabkan oleh rendahnya nilai
indikator sistem administrasi dan pencegahan korupsi. Pada sistem
administrasi, rendahnya pemanfaatan teknologi menjadi penyebab utama
rendahnya nilai sistem administrasi. Sedangkan pada pencegahan korupsi,
penyebabnya adalah pada rendahnya tingkat upaya antikorupsi dan
mekanisme pengaduan masyarakat yang kurang baik.
LAKIP KPK Tahun 2009 3838
Untuk jenis layanan yang tingkat keragamannya tinggi, nilai total
integritas pada 39 instansi di tingkat pusat memiliki rentang nilai yang
tidak terlalu lebar, yaitu berkisar antara 7,62 sampai 5,66. Rentang yang
sempit tersebut sebagai akibat penetapan standar integritas minimal
sektor publik yang ditetapkan oleh KPK. Dengan standar yang ditetapkan
tersebut, pengguna layanan akan menjawab pertanyaan dengan standar
yang seragam sehingga perbedaan persepsi bisa diminimalisasi. Pada
tabel dijelaskan bahwa 20 instansi memiliki nilai integritas di atas rata-
rata pusat dan sisanya (19 instansi) masih memiliki nilai integritas di
bawah rata-rata. Dua dari 19 instansi tersebut, yaitu Kepolisian dan
Departemen Perindustrian, bahkan memiliki nilai integritas di bawah
standar integritas minimal yang ditetapkan oleh KPK. Sementara nilai total
integritas terhadap 136 unit layanan pada 39 instansi di tingkat pusat
memiliki rentang nilai berkisar antara 7,75 sampai 4,66. Peringkat 136
unit layanan yang disurvei beserta instansinya ditunjukkan sebagai
berikut:
LAKIP KPK Tahun 2009 3939
LAKIP KPK Tahun 2009 4040
LAKIP KPK Tahun 2009 4141
Unit layanan yang hampir seragam disurvei pada instansi pusat adalah
layanan pengadaan barang dan jasa (PBJ). Dari 39 instansi, 22 di
antaranya proses PBJ-nya dijadikan sample dalam survei, 18 di antaranya
berasal dari departemen/kementerian. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai
integritas PBJ di departemen/kementerian masih relatif rendah dibanding
integritas pada unit layanan lain, sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
Hanya ada 2 dari 22 layanan PBJ yang memiliki nilai integritas mencapai
7, bahkan masih terdapat 8 instansi yang memiliki pelayanan PBJ dengan
nilai integritas masih di bawah 6. Kondisi ini menunjukkan bahwa
pelayanan pengadaan barang dan jasa memang sangat rawan terjadi
peluang gratifikasi yang mengarah pada korupsi. Kondisi tersebut
didukung dengan kurang baiknya sistem administrasi, lingkungan kerja,
perilaku individu serta tidak adanya upaya pencegahan korupsi yang
dilakukan secara nyata oleh instansi. Selain itu, dari 25 unit layanan yang
nilainya berada di bawah standar integritas minimal KPK, 32 persen (8
unit layanan) adalah layanan pengadaan barang dan jasa, layanan non
perizinan 52 persen (13 unit layanan), 12 persen (3 unit layanan) layanan
perizinan dan sisanya (1 unit layanan) adalah program.
Perbandingan nilai integritas unit layanan tingkat pusat dengan nilai rata-
rata integritas pusat menunjukkan terdapat 10 instansi di tingkat pusat
yang unit layanan sampelnya seluruhnya memiliki nilai integritas di atas
LAKIP KPK Tahun 2009 4242
rata-rata pusat (6,64), namun masih ada 6 instansi yang seluruh unit
layanannya memiliki nilai integritas di bawah rata-rata integritas pusat.
Penjelasannya dapat dilihay pada tabel berikut:
Apabila dikelompokkan berdasarkan asal instansi, terlihat bahwa secara
umum unit layanan yang berasal dari BUMN memiliki nilai integritas yang
relatif bagus dibanding unit layanan yang berasal dari
departemen/kementerian dan LPND. Rata-rata nilai Integritas BUMN,
LPND dan departemen/kementerian ditunjukkan oleh grafik berikut:
Bila diperhatikan lebih lanjut, instansi yang masuk dalam kelompok 10
integritas tertinggi, ternyata 6 di antaranya berasal dari BUMN, sedangkan
dari 10 instansi dengan nilai integritas terendah, 7 di antaranya berasal
dari departemen/kementerian. Kondisi tersebut diharapkan bisa
menjadikan pemacu bagi unit layanan dan instansi di bawah
departemen/kementerian dan LPND untuk lebih meningkatkan nilai
integritasnya di tahun-tahun mendatang.
Pengalaman Integritas Tingkat Pusat. Pengalaman integritas tingkat
pusat disusun dari indikator Pengalaman Korupsi dengan bobot 0,800,
sedangkan Cara Pandang Korupsi dengan bobot 0,200. Dengan nilai 6,75,
unit layanandan instansi tingkat pusat masih harus terus melakukan
perbaikan dan peningkatan kualitas layanan sehingga diharapkan nilai
integritas akan meningkat di tahun berikutnya.
LAKIP KPK Tahun 2009 4343
Variabel Indikator Sub-Indikator
Frekuensi Pemberian Gratifikasi (0,333)= 7 Jumlah/Besaran gratifikasi (0,140)= 6 Pengalaman Korupsi
(0,800)= 6,89 Waktu pemberian gratifikasi (0,528) = 7 Arti pemberian gratifikasi (0,167)= 6
Pengalaman
Integritas Pusat
(0,750)=6,85
Cara Pandang Terhadap Korupsi (0,200)= 6,71 Tujuan pemberian gratifikasi (0,833) = 7
Dari 39 instansi pusat, terdapat 5 nilai pengalaman integritas tertinggi,
yaitu: Departemen Pertanian (7,62), PT Pos Indonesia (7,39), PT
Jamsostek, PT Pertamina dan BPOM (7,32); dan 5 instansi dengan nilai
pengalaman integritas terendah, yaitu Departemen Pekerjaan Umum
(6,23), Kementerian Perumahan Rakyat (6,19), Departemen Komunikasi
dan Informatika (6,13), Kepolisian (5,93), dan Departemen Perindustrian
(5,64). Sebagian besar instansi dengan nilai pengalaman integritas
terendah adalah instansi yang berasal dari departemen dan LPND,
sedangkan instansi yang memiliki nilai pengalaman integritas tinggi
umumnya berasal dari BUMN.
Bila dipersempit dalam unit layanan, data menunjukkan bahwa nilai
pengalaman integritas tertinggi adalah 7,97 pada 3 unit layanan yaitu
Izin pemasukan dan pengeluaran benih (Departemen Pertanian), Program
Bantuan Sosial (Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat), dan
Angkutan Muatan Barang Antar Pulau (PT. PELNI). Nilai pengalaman
integritas nomor 2 adalah 7,94 yang seragam ada pada 9 unit layanan.
Sedangkan nilai pengalaman integritas terendah untuk 10 unit layanan
tingkat pusat adalah pembuatan dan perpanjangan SIM dari Kepolisian
(4,57), pengadaan barang dan jasa dari BKKBN (4,86), teknis pengujian
dan kalibrasi dalam bentuk JPT dari Deperind (4,96), pengadaan barang
dan jasa dari Kempera (5,01), pengurusan paspor - Keimigrasian dari
Depkumham (5,28), rawat inap dari RSCM (5,45), SKCK dari Kepolisian
(5,47), program pemberian fasilitas usaha dalam rangka pengembangan
IKM dari Deperind (5,48), pengadaan barang dan jasa dari Dept. ESDM
(5,55), dan pelayanan pelaksanaan ibadah haji reguler (5,58).
Nilai rata-rata pengalaman korupsi tingkat pusat adalah 6,89. Nilai
tersebut walaupun sudah masuk dalam standar integritas minimal KPK,
namun pada faktanya tindakan pemberian gratifikasi pada unit layanan
masih dijumpai. Pemberian umumnya dalam bentuk uang, dan sedikit
sekali yang memberikannya dalam bentuk barang maupun voucher. Bagi
yang memberikan biaya tambahan, sebagian besar diberikannya satu kali,
LAKIP KPK Tahun 2009 4444
namun yang menjawab kadang-kadang, sering, bahkan selalu ternyata
masih ada.
Bagaimana masyarakat memandang korupsi di lembaga layanan publik di
tingkat pusat? Walaupun nilai cara pandang terhadap korupsi tingkat
pusat secara rata-rata telah memenuhi standar minimal integritas, namun
secara umum masih bisa dinyatakan bahwa masyarakat memiliki toleransi
yang cukup tinggi dalam memandang korupsi di lembaga layanan publik.
Potensi Integritas Tingkat Pusat. Nilai Potensi Integritas yang disusun
dari indikator Lingkungan Kerja dengan bobot 0,357, Sistem Administrasi
dengan bobot 0,394, Perilaku Individu dengan bobot 0,156 dan
Pencegahan Korupsi dengan bobot 0,094, seperti yang ditunjukkan oleh
tabel berikut:
Variabel Indikator Sub-Indikator
Kebiasaan pemberian gratifikasi (0,502) = 6 Kebutuhan pertemuan di luar prosedur (0,058) = 8 Keterlibatan calo (0,222) =7 Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan (0,107) = 6
Lingkungan Kerja (0,357)= 6,54
Suasana/kondisi di sekitar pelayanan (0,112) = 7
Kepraktisan SOP (0,258)= 6
Keterbukaan informasi (0,637)= 6 Sistem Administrasi (0,394)= 5,75
Pemanfaatan teknologi informasi (0,105) = 4 Keadilan dalam layanan (0,281)= 6 Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi (0,584)= 7 Perilaku Individu
(0,156)= 7,02 Perilaku pengguna layanan (0,135) = 7 Tingkat Upaya Antikorupsi (0,800)= 3
Potensi Integritas (0,250)=
5,99
Pencegahan Korupsi (0,094)= 3,12 Mekanisme Pengaduan Masyarakat (0,200)= 3
Nilai rata-rata potensi integritas dari 39 instansi pusat dan 136 unit
layanan di tingkat pusat adalah 5,99. Nilai tersebut walaupun kurang 0,01
poin dari standar minimal KPK, namun masih cukup banyak indikator
potensi integritas, terutama sistem administrasi dan pencegahan korupsi,
yang nilainya masih sangat rendah (5,75 dan 3,12). Namun demikian,
seperti halnya di tingkat nasional, indikator lingkungan kerja dan perilaku
individu juga terlihat masih kurang memuaskan.
Dari 39 instansi pusat, 5 instansi dengan nilai potensi integritas tertinggi
adalah Departemen Pertanian, BPOM, Badan Akreditasi Negara, PT.
Pertamina dan PT. Angkasa Pura II. Sedangkan 5 instansi pusat dengan
nilai potensi integritas terendah adalah Kepolisian RI, Badan Pertanahan
Nasional (BPN), Kementerian Perumahan Rakyat, PT Kereta Api Indonesia
(KAI), dan Kejaksaan RI.
LAKIP KPK Tahun 2009 4545
Bila dipersempit dalam unit layanan, terdapat 5 unit layanan dengan
potensi integritas tertinggi, yaitu izin pemasukan dan pengeluaran benih
dari Departemen Pertanian (7,09), Program bantuan sosial dari
Kemenkokesra (6,96), rekomendasi visa Taiwan dari BNP2TKI (6,94),
pengadaan barang dan jasa dari Departemen Pertanian (6,91) dan Izin
ekspor/impor atas barang kategori makanan dan obat dari BPOM (6,87).
Sedangkan 5 unit layanan dengan nilai integritas terendah adalah Layanan
pengaduan curanmor, pencurian, dll dari Kepolisian RI (4,64), Surat
Keterangan Catatan Kepolisian (4,73), penerbitan sertifikat tanah dari BPN
(4,91), pembuatan dan perpanjangan SIM dari Kepolisian (4,95) dan
layanan rumah tahanan milik Kejaksaan (5,11).
Berdasarkan fakta di lapangan, kebiasaan pemberian gratifikasi dan
adanya keterlibatan calo akan menurunkan indikator lingkungan kerja
secara signifikan. Pada unit layanan di tingkat pusat, keterlibatan calo
sudah tidak terlalu signifikan, hanya kebiasaan pemberian gratifikasi dan
fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan yang masih memerlukan
perbaikan serius. Nilai 6 pada sub-indikator kebiasaan pemberian
gratifikasi menunjukkan bahwa kebiasaan tersebut masih terjadi.
Sementara nilai 6 pada subindikator fasilitas di sekitar lingkungan
pelayanan mengindikasikan bahwa walaupun fasilitas sudah tersedia,
namun unit layanan harus terus meningkatkan kualitas dan mungkin
kuantitas dari fasilitas yang ada tersebut.
Keterbukaan informasi dan kemudahan layanan atau kepraktisan SOP
serta pemanfaatan teknologi informasi merupakan sub-indikator yang
mendukung terciptanya sistem administrasi yang baik. Hasil survei
menunjukkan bahwa nilai sistem administrasi tidak mampu mencapai
standar integritas minimum yang ditetapkan KPK. Nilai 5,75 menunjukkan
bahwa sub-indikator kepraktisan SOP, keterbukaan informasi dan
terutama pemanfaatan teknologi informasi masih harus terus
ditingkatkan. Perhatian paling serius ditujukan kepada sub-indikator
pemanfaatan teknologi informasi yang hanya bernilai 4.
Terdapat tiga hal penting dalam menilai perilaku individu dan kaitannya
dengan nilai potensi integritas dalam survei ini, yaitu keadilan perlakuan
petugas layanan terhadap pengguna layanan, ada-tidaknya harapan
petugas terhadap gratifikasi serta perilaku pengguna layanan sendiri pada
saat mengurus dan mendapatkan layanan. Nilai perilaku individu 7,02
didukung oleh nilai sub-indikator ekspektasi petugas terhadap gratifikasi
LAKIP KPK Tahun 2009 4646
(7) dan perilaku pengguna layanan (7) yang cukup. Namun demikian,
keadilan petugas terhadap pengguna layanan masih terlihat kurang (6).
Pencegahan korupsi diukur dari tingkat upaya kampanye antikorupsi dan
mekanisme pengaduan pengguna layanan yang dilakukan oleh unit
layanan. Fakta menunjukkan bahwa dibandingkan dengan indikator lain,
pencegahan korupsi di instansi pusat memiliki nilai yang paling buruk.
Nilai 3,12 masih jauh dari standar minimal integritas minimal yang
ditetapkan KPK yang sebesar 6. Kondisi tersebut ditunjukkan masih
sangat lemahnya upaya antikorupsi (3) dan pelayanan pengaduan
masyarakat (3) dari unit layanan yang didatangi oleh pengguna layanan.
c. Integritas Tingkat Pemerintah Provinsi. Integritas Sektor Publik
Tingkat Provinsi merupakan satu dari tiga unsur penyusun integritas
tingkat nasional. Integritas Sektor Publik Tingkat Provinsi disusun
berdasarkan variabel Pengalaman Integritas dan Potensi Integritas yang
keduanya diperoleh dari indikator dan sub-indikator pada unit layanan-
unit layanan publik yang disurvei di tingkat provinsi. Survei Integritas
tingkat Pemerintah Provinsi dilakukan terhadap 39 unit layanan di 10
pemerintah provinsi, dengan masing-masing pemerintah provinsi diwakili
oleh 4 unit layanan. Empat unit layanan yang disurvei meliputi (1) izin
trayek angkutan antarkota dalam provinsi pada Dinas Perhubungan, (2)
izin pendirian koperasi/UKM pada Dinas Perindagkop, (3) layanan rumah
sakit minimal kelas B RSUD Provinsi pada Dinas Kesehatan, dan (4)
pengadaan barang dan jasa pada Lintas Instansi.
Nilai rata-rata Integritas Sektor Publik Tingkat Provinsi Tahun 2009 adalah
6,18. Nilai tersebut tidak terlalu jauh dari batas minimal nilai integritas 6
yang ditetapkan KPK. Besaran tersebut juga menginformasikan bahwa di
tingkat provinsi, tindakan gratifikasi relatif sudah menurun namun
beberapa variabel potensi integritas, terutama untuk indikator sistem
administrasi dan pencegahan korupsi, masih terlihat lemah. Gambaran
secara menyeluruh mengenai nilai masing-masing indikator dan sub-
indikator untuk tingkat provinsi dijelaskan dalam tabel berikut:
LAKIP KPK Tahun 2009 4747
Integritas Total 2 Variabel 6 Indikator 18 Sub-Indikator
Frekuensi Pemberian Gratifikasi (0,333)= 7 Jumlah/Besaran gratifikasi (0,140)= 5
Pengalaman Korupsi (0,800)= 6,34
Waktu pemberian gratifikasi (0,528) = 6 Arti pemberian gratifikasi (0,167)= 5
Pengalaman Integritas
(0,750)=6,35 Cara Pandang Terhadap Korupsi (0 200)= 6 37 Tujuan pemberian gratifikasi (0,833) = 7
Kebiasaan pemberian gratifikasi (0,502) = 6 Kebutuhan pertemuan di luar prosedur (0,058) = 8 Keterlibatan calo (0,222) =7 Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan (0,107) = 6
Lingkungan Kerja (0,357)= 6,46
Suasana/kondisi di sekitar pelayanan (0,112) = 7 Kepraktisan SOP (0,258)= 5
Keterbukaan informasi (0,637)= 5 Sistem Administrasi (0,394)= 5,14
Pemanfaatan teknologi informasi (0,105) = 4 Keadilan dalam layanan (0,281)= 7 Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi (0,584)= 7 Perilaku Individu
(0,156) = 7,02 Perilaku pengguna layanan (0,135) = 7 Tingkat Upaya Antikorupsi (0,800)= 2
Integritas Total
(1,00): 6,18
Potensi Integritas
(0,250)= 5,66
Pencegahan Korupsi (0,094)= 2,51 Mekanisme Pengaduan Masyarakat (0,200)= 3
Berbeda dengan unit layanan di tingkat pusat, nilai total integritas
terhadap 10 pemerintah provinsi dan 39 unit layanan dengan status unit
layanan yang cenderung seragam memiliki rentang nilai yang cukup lebar,
yaitu berkisar antara 7,15 sampai 4,75 pada pemprov dan 7,42 sampai
3,72 pada unit layanan. Rentang yang cukup lebar menunjukkan bahwa
pelayanan publik pada masing-masing provinsi memiliki standar yang
berbeda dan sangat bervariasi, sehingga pada saat standar minimal
integritas ditetapkan oleh KPK, perbedaan dan variasi tersebut terlihat dari
rentang yang lebar tersebut. Tabel berikut menjelaskan mengenai nilai
dan peringkat integritas sektor publik pada pemerintah provinsi dan unit
layanannya.
LAKIP KPK Tahun 2009 4848
Perbandingan nilai integritas unit layanan tingkat provinsi dengan nilai
rata-rata integritas provinsi menunjukkan terdapat 3 pemerintah provinsi
yang unit layanan sampelnya seluruhnya memiliki nilai integritas di atas
rata-rata pusat (6,18), dan 7 pemerintah provinsi yang sebagian unit
layanannya nilai integritasnya di atas rata-rata dan sebagian di bawah
rata-rata. Kondisi baiknya adalah tidak terdapat pemerintah provinsi yang
memiliki unit layanan yang seluruhnya berada di bawah rata-rata.
LAKIP KPK Tahun 2009 4949
Pengalaman Integritas Tingkat Provinsi. Pengalaman Integritas
Tingkat Provinsi disusun dari indikator Pengalaman Korupsi dengan bobot
0,800 dan Cara Pandang Korupsi dengan bobot 0,200. Dengan nilai 6,18,
unit layanan dan instansi tingkat provinsi masih harus terus melakukan
perbaikan dan peningkatan kualitas layanan sehingga diharapkan nilai
integritas akan meningkat di tahun berikutnya.
Variabel Indikator Sub-Indikator
Frekuensi Pemberian Gratifikasi (0,333)= 7 Jumlah/Besaran gratifikasi (0,140)= 5 Pengalaman Korupsi (0,800)=
6,34 Waktu pemberian gratifikasi (0,528) = 6 Arti pemberian gratifikasi (0,167)= 5
Pengalaman
Integritas (0,750)=
6,35 Cara Pandang Terhadap Korupsi (0,200)= 6,37 Tujuan pemberian gratifikasi (0,833) = 7
Dari 10 pemerintah provinsi, terdapat 3 pemerintah provinsi dengan nilai
pengalaman integritas tertinggi, yaitu Kalimantan Selatan (7,56), Jawa
Timur (7,46), dan Kalimantan Timur (7,10). Sementara 3 pemerintah
provinsi dengan nilai pengalaman integritas terendah adalah Sulawesi
Selatan (4,55), Sulawesi Utara (4,66), dan DKI Jakarta (5,67).
Lebih detail lagi, 5 unit layanan di tingkat pemerintah provinsi dengan nilai
pengalaman integritas tertinggi adalah pengadaan barang dan jasa dan
pelayanan RSUD Kelas B di Jawa Timur (7,94), pelayanan RSUD Kelas B
dan izin trayek antarkota di Jawa Barat (7,83), serta izin pendirian
koperasi/UKM di Kalimantan Selatan (7,83). Sedangkan 5 unit layanan
dengan nilai pengalaman integritas terendah adalah pengadaan barang
dan jasa pada SKPD di Provinsi Sulawesi Utara (3,35), pengadaan barang
dan jasa pada SKPD di Provinsi Sulawesi Selatan (3,43), izin trayek
antarkota di Sulawesi Utara (3,37), izin trayek antarkota di Sulawesi
Selatan (3,48), dan izin pendirian koperasi dan UKM di Sulawesi Selatan
(3,88). Terlihat bahwa Jawa Timur dan Jawa Barat mendominasi unit
layanan dengan nilai pengalaman integritas tertinggi, sementara Sulawesi
Utara dan Sulawesi Selatan mendominasi nilai pengalaman integritas
terendah.
Nilai rata-rata pengalaman korupsi tingkat provinsi adalah 6,34. Nilai
tersebut walaupun sudah masuk dalam standar integritas minimal KPK,
namun pada faktanya tindakan pemberian gratifikasi pada unit layanan
masih dijumpai. Pemberian umumnya dalam bentuk uang, dan sedikit
sekali yang memberikannya dalam bentuk barang maupun voucher.
Bagaimana masyarakat memandang korupsi di lembaga layanan publik di
tingkat provinsi? Bagaimana masyarakat mengartikan biaya-biaya atau
LAKIP KPK Tahun 2009 5050
imbalan yang mereka keluarkan, apakah tergolong korupsi atau tidak?
Apa tujuan mereka membayar biaya tambahan tersebut, dan seberapa
jauh tingkat toleransi masyarakat terhadap biaya-biaya tambahan yang
harus mereka keluarkan? Walaupun nilai cara pandang terhadap korupsi
tingkat provinsi secara rata-rata telah memenuhi standar minimal
integritas (6,37), namun secara umum masih bisa dinyatakan bahwa
masyarakat memiliki toleransi yang cukup tinggi dalam memandang
korupsi di lembaga layanan publik.
Potensi Integritas Tingkat Pemerintah Provinsi. Indikator Potensi
Integritas adalah Lingkungan Kerja dengan bobot 0,357, Sistem
Administrasi dengan bobot 0,394, Perilaku Individu dengan bobot 0,156
dan Pencegahan Korupsi dengan bobot 0,094, seperti yang ditunjukkan
pada tabel berikut:
Variabel Indikator Sub-Indikator
Kebiasaan pemberian gratifikasi (0,502) = 6 Kebutuhan pertemuan di luar prosedur (0,058) = 8 Keterlibatan calo (0,222) =7 Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan (0,107) = 6
Lingkungan Kerja (0,357) = 6,46
Suasana/kondisi di sekitar pelayanan (0,112) = 7
Kepraktisan SOP (0,258)= 5
Keterbukaan informasi (0,637)= 5 Sistem Administrasi (0,394)= 5,14
Pemanfaatan teknologi informasi (0,105) = 4 Keadilan dalam layanan (0,281)= 7 Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi (0,584)= 7 Perilaku Individu (0,156)
= 7,02 Perilaku pengguna layanan (0,135) = 7 Tingkat Upaya Antikorupsi (0,800)= 2
Potensi Integritas (0,250)=
5,66
Pencegahan Korupsi (0,094)= 2,51 Mekanisme Pengaduan Masyarakat (0,200)= 3
Nilai rata-rata potensi integritas dari 10 Provinsi dan 39 unit layanan di
tingkat provinsi adalah 5,66. Nilai tersebut berada di bawah standar
minimal KPK dan indikator potensi integritas, terutama sistem administrasi
dan pencegahan korupsi, yang nilainya masih sangat rendah (5,14 dan
2,51). Namun demikian, indikator perilaku individu terlihat cukup baik
berada di atas standar minimal KPK.
Dari 10 pemerintah provinsi yang dijadikan sampel, 3 provinsi dengan nilai
potensi integritas tertinggi adalah Pemerintah Provinsi Bali (6,08), Jawa
Barat (5,97), dan Jawa Timur (5,94). Sedangkan 3 pemerintah provinsi
dengan nilai potensi integritas terendah adalah Pemerintah provinsi
Sulawesi Utara (5,23), Sulawesi Selatan (5,34), dan Kalimantan Selatan
(5,51).
LAKIP KPK Tahun 2009 5151
Dari 10 provinsi, terdapat 5 unit layanan dengan potensi integritas
tertinggi dan terendah. Lima unit layanan tertinggi adalah pengadaan
barang dan jasa pada SKPD di Bali (6,64), pelayanan RSUD Kelas B di
Sulawesi Selatan (6,29), izin trayek antarkota di Lampung (6,17),
pengadaan barang dan jasa pada SKPD di Jawa Barat (6,11), dan izin
pendirian koperasi/UKM di Jawa Barat (6,07). Sedangkan 5 terendah
adalah izin trayek antarkota di Sulawesi Selatan (4,43), izin trayek
antarkota di Sulawesi Utara (4,56), izin pendirian koperasi/UKM di
Sulawesi Selatan (5,10), izin trayek antarkota di Kalimantan Selatan
(5,14), dan izin trayek antarkota di Sulawesi Utara (5,15).
Nilai indikator lingkungan kerja pada pelayanan publik tingkat provinsi
sangat dipengaruhi oleh kebiasaan pemberian gratifikasi, ada tidaknya
keterlibatan calo dalam proses pelayanan, ada tidaknya pertemuan di luar
prosedur, kelengkapan fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan, serta
kondisi/suasana di sekitar pelayanan. Dengan nilai lingkungan kerja 6,46,
keterlibatan calo pada unit layanan di tingkat provinsi sudah tidak terlalu
signifikan, hanya kebiasaan pemberian gratifikasi dan fasilitas di sekitar
lingkungan pelayanan yang masih memerlukan perbaikan.
Sistem administrasi yang baik diukur dari keterbukaan informasi dan
kemudahan layanan atau kepraktisan SOP serta pemanfaatan teknologi
informasi. Hasil survei menunjukkan bahwa nilai sistem administrasi tidak
mampu mencapai standar integritas minimum yang ditetapkan KPK. Nilai
5,14 menunjukkan bahwa sub-indikator kepraktisan SOP, keterbukaan
informasi dan terutama pemanfaatan teknologi informasi masih harus
mendapatkan perhatian dan perbaikan yang serius.
Perilaku individu diukur dari 3 hal penting, yaitu keadilan perlakuan
petugas layanan terhadap pengguna layanan, ada-tidaknya harapan
petugas terhadap gratifikasi, serta perilaku pengguna layanan sendiri pada
saat mengurus dan mendapatkan layanan. Nilai perilaku individu 7,02
didukung oleh nilai sub-indikator ekspektasi petugas terhadap gratifikasi
(7) dan perilaku pengguna layanan (7) dan keadilan petugas terhadap
pengguna layanan masih terlihat baik (7).
Tingkat upaya kampanye antikorupsi dan mekanisme pengaduan
pengguna layanan yang dilakukan oleh unit layanan merupakan sub-
indikator penting dalam menilai pencegahan korupsi di pemerintah
provinsi. Dibandingkan dengan indikator lain, pencegahan korupsi di
pemerintah provinsi memiliki nilai yang paling buruk. Nilai 2,51 masih
LAKIP KPK Tahun 2009 5252
jauh dari standar minimal integritas minimal yang ditetapkan KPK yang
sebesar 6. Kondisi tersebut ditunjukkan masih sangat lemahnya upaya
antikorupsi (2) dan pelayanan pengaduan masyarakat (3) dari unit
layanan yang didatangi oleh pengguna layanan.
d. Integritas Tingkat Pemerintah Kabupaten/Kota. Integritas
Pemerintah Kabupaten/Kota merupakan bagian dari unsur penyusun IIN.
Seperti halnya yang lain, integritas pemerintah kabupaten/kota disusun
dari variabel pengalaman integritas dan potensi integritas, yang keduanya
disusun dari indikator dan sub-indikator. Survei tingkat kabupaten/kota
dilakukan terhadap 49 pemerintah kabupaten/kota yang masing-masing
diwakili oleh 4 unit layanan, sehingga jumlah total unit layanan yang
disurvei adalah 196 unit layanan. Empat unit layanan tersebut adalah: (1)
bantuan pembangunan/renovasi/perbaikan fisik sekolah dengan APBD II;
(2) akta kelahiran; (3) pelayanan kesehatan dasar di puskesmas atau
RSUD Kelas C; (4) pengadaan barang dan jasa pada SKPD (lintas
instansi).
Nilai rata-rata integritas sektor publik tingkat kabupaten/kota tahun 2009
adalah 6,46. Nilai tersebut tidak terlalu jauh dari batas minimal yang
ditetapkan KPK sebesar 6,0; dan mengindikasikan bahwa walaupun
gratifikasi sudah menurun, tetapi beberapa indikator dan sub-indikator
potensi integritas masih harus dilakukan penguatan, sebagaimana terlihat
pada tabel berikut:
Integritas Total 2 Variabel 6 Indikator 18 Sub-Indikator
Frekuensi Pemberian Gratifikasi (0,333)= 7 Jumlah/Besaran gratifikasi (0,140)= 6
Pengalaman Korupsi (0,800)= 6,68
Waktu pemberian gratifikasi (0,528) = 7 Arti pemberian gratifikasi (0,167)= 5
Pengalaman Integritas
(0,750)=6,68 Cara Pandang Terhadap Korupsi (0,200)= 6,66 Tujuan pemberian gratifikasi (0,833) = 7
Kebiasaan pemberian gratifikasi (0,502) = 6 Kebutuhan pertemuan di luar prosedur (0,058) = 8 Keterlibatan calo (0,222) =7 Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan (0,107) = 6
Lingkungan Kerja (0,357)= 6,54
Suasana/kondisi di sekitar pelayanan (0,112) = 6 Kepraktisan SOP (0,258)= 6
Keterbukaan informasi (0,637)= 6 Sistem Administrasi (0,394)= 5,43
Pemanfaatan teknologi informasi (0,105) = 3 Keadilan dalam layanan (0,281)= 7 Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi (0,584)= 7 Perilaku Individu
(0,156)= 7,02 Perilaku pengguna layanan (0,135) = 7 Tingkat Upaya Anti Korupsi (0,800)= 2
Integritas Total
(1,00): 6,46
Potensi Integritas
(0,250)= 5,82
Pencegahan Korupsi (0,094)= 2,64 Mekanisme Pengaduan Masyarakat (0,200)= 3
LAKIP KPK Tahun 2009 5353
Nilai integritas pemkab/pemkot berada pada kisaran 7,48 sampai 4,92,
sedangkan unit layanannya berada pada kisaran 7,79 sampai 2,83. Nilai
integritas pada pemkab/pemkot dan unit layanannya memiliki rentang
nilai yang cukup lebar. Tidak berbeda dengan nilai di tingkat provinsi,
rentang yang lebar tersebut mengindikasikan adanya standar pelayanan
publik yang tidak seragam antara pemerintah daerah satu dengan lainnya
sebagai salah satu dampak dari otonomi daerah yang dilaksanakan.
Sehingga pada saat standar integritas minimal ditetapkan, terjadi rentang
nilai yang cukup lebar. Tabel berikut menjelaskan mengenai nilai dan
peringkat integritas sektor publik tingkat kabupaten/kota beserta unit
layanannya.
LAKIP KPK Tahun 2009 5454
LAKIP KPK Tahun 2009 5555
LAKIP KPK Tahun 2009 5656
Perbandingan antara nilai integritas rata-rata tingkat pemkab/pemkot dan
nilai integritas unit layanan tingkat kabupaten kota menunjukkan bahwa 6
pemkab/pemkot nilai integritasnya keseluruhan berada di atas rata-rata,
42 pemkab/pemkot sebagian nilai integritas unit layanannya di atas rata-
rata dan sebagian lagi di bawah, serta 1 pemkab yang seluruh nilai
integritasnya berada di bawah rata-rata kabupaten/kota, seperti
ditunjukkan pada tabel berikut:
Pengalaman Integritas Tingkat Kabupaten/Kota. Nilai pengalaman
integritas kabupaten/kota adalah 6,68. Nilai tersebut sudah memenuhi
standar integritas minimal yang ditetapkan oleh KPK. Namun, perbaikan-
perbaikan masih banyak yang perlu dilakukan oleh pemerintah
kabupaten/kota, terutama terkait dengan arti dan nilai gratifikasi.
Variabel Indikator Sub-Indikator
Frekuensi pemberian gratifikasi (0,333)= 7 Jumlah/besaran gratifikasi (0,140)= 6 Pengalaman Korupsi (0,800)=
6,68 Waktu pemberian gratifikasi (0,528) = 7 Arti pemberian gratifikasi (0,167)= 5
Pengalaman
Integritas (0,750)=
6,68 Cara Pandang Terhadap Korupsi (0,200)= 6,66 Tujuan pemberian gratifikasi (0,833) = 7
Dari 49 pemerintah kabupaten/kota, terdapat 10 pemkab/pemkot dengan
nilai pengalaman integritas tertinggi, yaitu Pemerintah Kota Denpasar
(7,81), Kota Balikpapan (7,76), Kab. Tanah Bumbu (7,68), Kab. Badung
(7,50), Kota Banjarmasin (7,49), Kota Medan (7,48), Kab. Kediri (7,44),
Kab. Gianyar (7,35), Kota Malang (7,26), dan Kab. Sampang (7,13).
Sedangkan 10 pemkab/pemkot dengan nilai pengalaman integritas
terendah adalah Pemerintah Kota Jakarta Selatan (4,79), Kab. Kuningan
(5,10), Kota Bandar Lampung (5,64), Kota Samarinda (5,79), Kab. Maros
LAKIP KPK Tahun 2009 5757
(5,79), Kota Makassar (5,93), Kota Manado (5,98), Kab. Gowa (6,02),
Kab. Deli Serdang (6,02), dan Kota Bekasi (6,13).
Nilai pengalaman integritas tertinggi pada unit layanan di tingkat
kabupaten/kota adalah 7,97. Nilai tersebut diraih oleh 13 unit layanan
yang tersebar di kabupaten/kota, yaitu layanan bantuan pembangunan/
renovasi/perbaikan fisik sekolah dengan APBD II di Kab. Sukabumi, Kab.
Majalengka, Kota Denpasar, Kab. Tanah Bumbu, Kab. Lampung Selatan,
Kota Jakarta Pusat, Kota Malang, Kab Bojonegoro, Kab. Kota Baru, Kab.
Gresik, dan Kab. Tapanuli; serta pelayanan kesehatan dasar puskesmas
atau RSUD Kelas C di Kab. Lampung Selatan dan Lampung Tengah.
Sedangkan 10 unit layanan tingkat kabupaten kota dengan pengalaman
integritas terendah adalah: akta kelahiran di Kota Jakarta Selatan (2,44),
pengadaan barang dan jasa pada SKPD di Kab. Lampung Tengah (2,68),
pengadaan barang dan jasa pada SKPD di Kab. Kutai Kartanegara (2,87),
pengadaan barang dan jasa pada SKPD di Kota Samarinda (2,98),
pengadaan barang dan jasa pada SKPD di Kab. Maros (3,38), pengadaan
barang dan jasa pada SKPD di Kab. Lampung Selatan (3,50), pengadaan
barang dan jasa pada SKPD di Kab. Kuningan (3,58), pengadaan barang
dan jasa pada SKPD di Kota Bandar Lampung (3,59), akta kelahiran di
Kota Bandar Lampung (3,62), dan pengadaan barang dan jasa pada SKPD
di Kab. Cianjur (3,66). Terlihat bahwa nilai pengalaman integritas tertinggi
sebagian besar diraih oleh layanan bantuan pembangunan/renovasi/
perbaikan fisik sekolah dengan APBD II, sedangkan nilai integritas
terendah didominasi oleh pelayanan pengadaan barang dan jasa pada
SKPD di tingkat kabupaten/kota.
Pengalaman korupsi pada tingkat kabupaten/kota bernilai 6,68. Data
tersebut didukung oleh nilai frekuensi dan waktu pemberian gratifikasi
yang sudah mencapai 7 dan nilai jumlah/besaran gratifikasi yang masih 6.
Cara pandang masyarakat pengguna layanan terhadap korupsi
mendapatkan penilaian 6,66 dan sudah mencapai standar integritas
minimal yang ditetapkan oleh KPK. Tujuan pemberian gratifikasi sudah
cukup dipahami masyarakat, namun mengenai arti gratifikasi, masyarakat
masih harus banyak mendapatkan sosialisasi, terbukti dengan nilai sub-
indikator yang masih 5.
LAKIP KPK Tahun 2009 5858
Potensi Integritas Tingkat Pemerintah Kabupaten/Kota. Potensi
Integritas disusun oleh indikator lingkungan kerja, sistem administrasi,
perilaku individu dan pencegahan korupsi, dengan masing-masing 2-5 sub
-indikator yang menyertai. Lebih lanjut dapat dilihat pada tabel berikut:
Variabel Indikator Sub-Indikator
Kebiasaan pemberian gratifikasi (0,502) = 6 Kebutuhan pertemuan di luar prosedur (0,058) = 8 Keterlibatan calo (0,222) =7 Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan (0,107) = 6
Lingkungan Kerja (0,357)= 6,54
Suasana/kondisi di sekitar pelayanan (0,112) = 6
Kepraktisan SOP (0,258)= 6
Keterbukaan informasi (0,637)= 6 Sistem Administrasi (0,394)= 5,43
Pemanfaatan teknologi informasi (0,105) = 3 Keadilan dalam layanan (0,281)= 7 Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi (0,584)= 7 Perilaku Individu
(0,156)= 7,02 Perilaku pengguna layanan (0,135) = 7 Tingkat upaya antikorupsi (0,800)= 2
Potensi Integritas (0,250)=
5,82
Pencegahan Korupsi (0,094)= 2,64 Mekanisme pengaduan masyarakat (0,200)= 3
Nilai rata-rata potensi integritas dari 49 pemerintah kabupaten/kota
adalah 5,82. Nilai tersebut masih berada di bawah standar integritas
minimal yang ditetapkan oleh KPK. Nilai indikator yang berkontribusi besar
dalam turunnya nilai potensi integritas adalah sistem administrasi (5,43)
dan pencegahan korupsi (2,64). Namun demikian, nilai indikator
lingkungan kerja juga dianggap belum aman mengingat masih 6,54.
Dari 49 pemerintah kabupaten/kota sampel, 10 pemkab/pemkot dengan
nilai potensi integritas tertinggi adalah Pemerintah Kota Denpasar (6,48),
Kab. Tanah Bumbu (6,38), Kota Bontang (6,37), Kab. Majalengka (6,35),
Kota Balikpapan (6,26), Kab. Pangkajene Kepulauan (6,25), Kab.
Sukabumi (6,23), Kab Kediri (6,21), Kota Jakarta Barat (6,21), dan Kota
Medan (6,16). Sedangkan 10 pemkab/pemkot dengan nilai potensi
integritas terendah adalah Pemerintah Kabupaten Kuningan (5,00), Kota
Samarinda (5,23), Kab. Tapanuli Selatan (5,25), Kab. Garut (5,26), Kab.
Langkat (5,30), Kab. Deli Serdang (5,32), Kota Jakarta Selatan (5,32),
Kab. Gowa (5,40), Kab. Maros (5,44), dan Kota Bandar Lampung (5,44).
Indikator lingkungan kerja dinilai 6,54 oleh masyarakat pengguna layanan
di lingkungan pemkab/pemkot. Nilai tersebut walaupun telah memenuhi
standar integritas minimal, namun sebaiknya unit layanan tetap berusaha
meningkatkan nilai tersebut, terutama untuk sub-indikator kebiasaan
pemberian gratifikasi, fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan, dan
suasana/kondisi di sekitar lingkungan pelayanan yang masih bernilai 6.
LAKIP KPK Tahun 2009 5959
Nilai 5,43 yang dicapai oleh indikator sistem administrasi menunjukkan
kondisi yang kurang baik. Rendahnya pemanfaatan teknologi informasi
dalam kegiatan pelayanan menurunkan nilai indikator sistem administrasi
secara signifikan. Namun demikian, kepraktisan SOP dan keterbukaan
informasi masih juga mendapat nilai standar (6).
Perilaku individu mendapatkan nilai yang relatif baik (7,02) dari pengguna
layanan di tingkat kabupaten/kota. Nilai tersebut didukung oleh baiknya
nilai ke-3 sub-indikator penyusunnya, yaitu keadilan dalam layanan,
ekspektasi petugas terhadap gratifikasi, dan perilaku pengguna layanan
yang mencapai 7.
Indikator yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah pencegahan
korupsi. Dengan nilai 2,64, tingkat upaya antikorupsi dan pengaduan
masyarakat belum secara nyata dilakukan di unit-unit layanan di tingkat
kabupaten/kota. Diperlukan upaya yang serius untuk memperbaiki dan
meningkatkan nilai indikator pencegahan korupsi ini.
Upaya menaikkan nilai potensi integritas menunjukkan keseriusan unit
layanan dan instansi di sektor layanan publik dalam memerangi korupsi
secara komprehensif di luar upaya penindakan yang dilakukan. Semakin
intensif usaha-usaha dilakukan untuk meningkatkan potensi integritas,
maka semakin efektif pula upaya pemberantasan korupsi bisa dilakukan di
unit layanan dan instansi yang bersangkutan.
KPK dalam perannya sebagai trigger mechanism sangat mendorong
upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui perbaikan layanan publik, di
antaranya melalui: naming and shaming dalam penilaian skor integritas,
hal ini mendorong unit layanan dan instansi dengan nilai integritas rendah
terpacu untuk melakukan perbaikan melalui action plan untuk
memperbaiki indikator yang dinilai buruk, sehingga pada saat penilaian
tahun selanjutnya terjadi perbaikan; memberikan laporan khusus untuk
tiap instansi yang disurvei terkait hasil integritas sektor publik di unit
layanan mereka, sehingga instansi yang bersangkutan memiliki data yang
cukup untuk melakukan perbaikan/peningkatan kualitas unit layanan
mereka; melakukan tindak lanjut dari instansi/unit layanan dengan nilai
rendah (15 terendah) melalui permintaan action plan, observasi, dan
penilaian terhadap hasil action plan.
LAKIP KPK Tahun 2009 60
BBBaaabbb VVV CCCaaapppaaaiiiaaannn KKKiiinnneeerrrjjjaaa pppaaadddaaa PPPeeerrrssspppeeekkktttiiifff IIInnnttteeerrrnnnaaalll
apaian kinerja Perspektif Internal Business Process adalah
sebesar 140,3%, yang berasal dari Objectives (Sasaran)
sebagai berikut:
a. Koordinasi dan Supervisi Penindakan: 158,5%;
b. Penindakan yang Kuat dan Proaktif: 96,1%;
c. Efektivitas Pelacakan Aset: 121,5%;
d. Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dari Gratifikasi: 115,2%;
e. Penyelamatan Kerugian/Kekayaan Negara: >200,0%;
f. Meningkatnya Jumlah PN yang Melaporkan Penerimaan Gratifikasi:
>200,0%;
g. Meningkatnya Jumlah PN yang Melaporkan LHKPN: 141,3%;
h. Terbangunnya Pemahaman Masyarakat terhadap Anti Korupsi: 100,0%;
i. Percepatan Reformasi Sektor Publik: 100,0%;
j. Meningkatnya Efektivitas Fungsi Aparat Pengawasan: >200,0%;
k. Dukungan Informasi dan Data yang Efektif: 130,8%;
l. Kerjasama Antar Lembaga: 120,7% .
Penjelasan masing-masing Objectives dan KPI adalah sebagai
berikut:
C
LAKIP KPK Tahun 2009 61
Koordinasi dan Supervisi Penindakan
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Koordinasi dan Supervisi Penindakan terdiri atas 2 indikator
kinerja, dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 % Peningkatan Jumlah Perkara yang Disupervisi KPK Diselesaikan Polri/Kejagung 100% 633,21% >200,0%
2 % Peningkatan Jumlah SPDP 100% 116,99% 117,0%
Dari tabel di atas, terlihat bahwa target kinerja yang ditetapkan telah
tercapai.
KPI % Peningkatan Jumlah Perkara yang Disupervisi KPK
Diselesaikan Polri/Kejagung diukur dari dua komponen: (a) Penyelesaian
perkara oleh Polri yaitu sejak penerbitan SPDP kepada Kejaksaan sampai
dengan perkara tersebut dinyatakan P-21 oleh Kejaksaan; dan (b)
Penyelesaian perkara oleh Kejaksaan yaitu sejak diterbitkannya SPDP oleh
Jaksa Penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) sampai dengan perkara
tersebut dilimpahkan ke Pengadilan oleh JPU. Formula yang digunakan adalah
% peningkatan jumlah perkara yang disupervisi KPK dibandingkan dengan
jumlah perkara yang disupervisi KPK tahun sebelumnya.
Realisasi 2009 per triwulan (Quarterly, disingkat Q) adalah sebagai
berikut:
Realisasi Rencana
2009/Q1 833,33% 100,00%
2009/Q2 500,00% 100,00%
2009/Q3 787,04% 100,00%
2009/Q4 633,21% 100,00%
Capaian kinerja Q1/2009 adalah 833,33% yang berasal dari realisasi
Q1/2009 yaitu 20 kegiatan supervisi dibandingkan realisasi Q1/2008 yaitu 2
kegiatan supervisi, dengan rincian per bulan:
a. Januari: 0 kegiatan; karena masih tahap persiapan, baru dibentuk embrio
Unit Korsup;
b. Februari: 6 kegiatan, yaitu 4 Penerimaan Jawaban Permintaan Bang-Dik,
dan 2 Gelar Perkara;
LAKIP KPK Tahun 2009 62
c. Maret: 14 kegiatan, yaitu 8 Penerimaan Jawaban Permintaan Bang-Dik, 5
Analisis, dan 1 Pelimpahan Perkara.
Capaian kinerja Q2/2009 adalah 166,67% yang berasal dari realisasi
Q2/2009 yaitu 90 kegiatan supervisi dibandingkan realisasi Q2/2008 yaitu 54
kegiatan supervisi, dengan rincian per bulan:
a. April: 12 kegiatan; yaitu 11 Penerimaan Jawaban Permintaan Bang-Dik,
dan 1 Analisis;
b. Mei: 39 kegiatan, yaitu 16 Penerimaan Jawaban Permintaan Bang-Dik, 20
Gelar Perkara, dan 3 Analisis;
c. Juni: 39 kegiatan, yaitu 15 Penerimaan Jawaban Permintaan Bang-Dik, 20
Gelar Perkara, dan 4 Analisis.
Capaian kinerja Q3/2009 adalah 1.361,11% yang berasal dari
realisasi Q3/2009 yaitu 49 kegiatan supervisi dibandingkan realisasi Q3/2008
yaitu 4 kegiatan supervisi, dengan rincian per bulan:
a. Juli: 21 kegiatan; yaitu 21 Penerimaan Jawaban Permintaan Bang-Dik;
b. Agustus: 18 kegiatan, yaitu 17 Penerimaan Jawaban Permintaan Bang-
Dik, dan 1 Analisis;
c. September: 10 kegiatan, yaitu 7 Penerimaan Jawaban Permintaan Bang-
Dik, 1 Analisis, dan 2 Pelimpahan Perkara.
Capaian kinerja Q4/2009 adalah 171,72% yang berasal dari realisasi
Q4/2009 yaitu 68 kegiatan supervisi dibandingkan realisasi Q4/2008 yaitu 40
kegiatan supervisi, dengan rincian per bulan:
a. Oktober: 24 kegiatan; yaitu 23 Penerimaan Jawaban Permintaan Bang-
Dik, dan 1 Gelar Perkara;
b. November: 23 kegiatan, yaitu 7 Penerimaan Jawaban Permintaan Bang-
Dik, 12 Gelar Perkara, dan 4 Pelimpahan Perkaras;
c. Desember: 21 kegiatan, yaitu 17 Penerimaan Jawaban Permintaan Bang-
Dik, dan 3 Gelar Perkara dan 1 Analisis.
Jika direkap, maka pelaksanaan kegiatan koordinasi dan supervisi
selama tahun 2009 adalah sebagai berikut:
LAKIP KPK Tahun 2009 63
Adapun realisasi kegiatan koordinasi dan supervisi selengkapnya per
bulan adalah sebagai berikut:
Februari
Gelar Perkara:
1. TPK pencairan Dana Hibah tidak sesuai ketentuan kepada Perusda Kab.
Jembrana untuk dana pengolahan sampah organik (Polda Bali);
2. TPK pengadaan lahan seluas 20.349 m2 untuk lokasi pembangunan gardu
induk 150 KV Kuta dan SUTT Kuta Incomer sebagai penunjang
pembangunan jaringan transmisi dan gardu induk PLN (Polda Bali);
Permintaan perkembangan Penyidikan (Telah dijawab):
1. Perkara TPK penyalahgunaan pemberian lahan HGU dari PT. London
Sumatera (PT. Lonsum) kepada Pemkab Asahan, dan selanjutnya Pemkab
Asahan memberikan HGU tersebut kepada pihak ketiga (Kejati Sumut);
2. Perkara TPK penyalahgunaan dana APBD Kab. Bombana TA. 2005 s.d
2007 atas nama Atikurrahman/Bupati Bombana (Kejati Sulawesi
Tenggara);
3. Perkara TPK menyalahgunakan kewenangan dengan cara melakukan
pengeluaran uang dari kas daerah untuk kepentingan pribadi atas nama
tersangka Monang Sitorus/Bupati Toba Samosir (Polda Sumut);
4. Perkara TPK pada proyek penataan obyek wisata Pentadio Resort tahun
2003 (Polda Gorontalo);
Bulan Jawaban Permintaan
Bangdik Gelar Perkara Analisis Pelimpahan Total
Jan - - - - 0
Feb `4 2 - - 6
Maret 8 - 5 1 14
April 11 - 1 - 12
Mei 16 20 3 - 39
Juni 15 10 4 - 29
Juli 21 - - - 21
Agustus 17 - 1 - 18
September 7 - 1 2 10
Oktober 23 1 - - 24
November 7 12 - 4 23
Desember 17 3 1 - 21
Jumlah 146 58 16 7 227
LAKIP KPK Tahun 2009 64
Maret
Analisis:
1. TPK penyalahgunaan wewenang dengan menempatkan dana APBD Kab
Lampung Timur di BPR Tripanca Setiadana (Polda Lampung);
2. TPK Penyalahgunaan Dana Tak tersangka (DTT) Prop Maluku Utara TA
2004 sebesar Rp 35 Milyar (Kejati Malut);
3. TPK pengadaan mesin pembangkit listrik (Genset) di Kab. Rokan Hulu TA.
2007 Prop Riau (Polda Riau);
4. TPK penyalahgunaan dana APBD Kota Semarang TA.2003 untuk bantuan
asuransi jiwa bagi 45 anggota DPRD Kota Semarang periode 1999-2004
(Polda Jateng);
5. TPK penyalahgunaan dana APBD Kab Bombana TA. 2005 sd. 2007 (Kejati
Sultra);
Pelimpahan Penanganan Perkara:
1. TPK penyalahgunaan dana Bansos Kab Kutai Kartanegara TA 2006;
Permintaan perkembangan Penyidikan (Telah dijawab):
1. Perkara TPK penyalahgunaan dana otonomi khusus TA 2004 di Pemkab.
Teluk Wondama (Polda Papua);
2. Perkara TPK penyalahgunaan dana APBD Kab. Kediri TA. 2004 pada
kegiatan pembangunan monumen Simpang Lima Gumul Kab. Kediri (Polda
Jatim);
3. Perkara TPK pengadaan buku teks wajib SD, SMP, SMA Kab. Sleman
(Polda DIY);
4. Konfirmasi terhadap pengaduan masyarakat tentang TPK proyek sarana
dan prasarana air bersih PDAM Jayapura TA. 2000 (Kejati Papua);
5. Permintaan perkembangan penyidikan TPK penyalahgunaan APBD Kota
Semarang TA. 2003 (Polda Jateng);
6. Permintaan perkembangan penyidikan TPK di lingkungan DPRD Prov.
Gorontalo (Kejati Gorontalo);
7. Permintaan perkembangan penyidikan TPK dana APBD Prov. Gorontalo TA.
2001 (Kejati Gorontalo);
LAKIP KPK Tahun 2009 65
8. Perkara TPK penyalahgunaan dana kesejahteraan dewan, dana perjalanan
dinas anggota DPRD Kab. Jayawijaya periode tahun 1999 – 2004 (Polda
Papua).
April
Permintaan perkembangan Penyidikan (Telah dijawab):
1. TPK pada proses pembebasan tanah untuk pembangunan lapangan
terbang di Kab Banyuwangi (Kejati Jatim);
2. TPK dalam pengadaan dan pemasangan mesin pembangkit listrik (Genset)
di Kab. Rokan Hulu tahun 2006 (Polda Riau);
3. TPK pemberian sejumlah uang kepada Ketua DPRD Kota Ternate periode
2004-2009 (Kejati Malut);
4. TPK dana APBD Kab. Tana Toraja TA.2003/2004 (Kejati Sulsel);
5. TPK pada kegiatan pengadaan buku pelajaran SD dan SMP oleh Dinas
Pendidikan Pemerintah Kota Bengkulu TA. 2004 (Kejati Bengkulu);
6. TPK dalam proyek pembangunan jalan dan jembatan dengan sumber dana
APBD Kab. Pasir TA. 2006 (Kejati Kaltim);
7. TPK penyalahgunaan dana kas daerah Kab. Pasuruan tahun 2001 sd. 2008
(Kejati Jatim);
8. TPK penyimpangan dana APBD Kab. Donggala TA. 2006 (Kejati Sulteng);
9. TPK kegiatan pengadaan tanah tempat pembuangan akhir sampah Kec.
Meliau Kab. Sanggau tahun 2007 dan kegiatan pengadaan obat untuk
meningkatkan ketahanan fisik anak sekolah di Dinas Kesehatan Kab.
Sanggau Tahun 2006 (Kejati Kalbar);
10. TPK penyimpangan dana bantuan korban konflik Maluku bagian dana
069(belanja lain-lain) yang berasal dari Pemerintah Pusat kepada Provinsi
Maluku (Kejati Maluku);
11. TPK berupa penyimpangan/mark-up dalam pengadaan tanah seluas
7,0205 Ha. Di Desa Nyitdah Kab. Tabanan tahun 2003 untuk
pengembangan relokasi Badan Rumah Sakit Umum Kab. Tabanan. (Kejati
Bali).
Analisis:
1. Analisis terhadap TPK dana Wukirwati di Kab. Sragen Tahun 2003 – 2007.
LAKIP KPK Tahun 2009 66
Mei
Gelar Perkara:
I. Kejaksaan
a. Kejati NAD
1. TPK dalam penggunaan/pengelolaan dana bantuan DAK dan Block
Grant pada Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kab Bireuen.
Taksiran kerugian negara Rp. 1,35 M; Tsk. MUSTAFA AMIN SPd
selaku Kabag Tata Usaha Disnaker, Dkk;
2. TPK pengadaan obat-obatan Puskesmas dan RSU Meuraxa Banda
Aceh pada Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh TA. 2006 Tsk.
MarzukI SKM MKes, dkk;
3. TPK yaitu dugaan penyimpangan/ penyelewengan pembayaran
ganti rugi tanah di Desa Tanoh Manyang Kec. Teunom Kab. Aceh
Jaya dalam pengadaan tanah untuk pertapakan rumah korban
gempa bumi dan Tsunami yang dananya bersumber dari APBD
Prov. NAD;
b. Kejati Sumatera Utara
4. TPK dlm pelepasan hak atas tanah Eks HGU PT. BSP kpd PT. Graha
Asahan Indah pada tahun 2001 dng Tsk. Sahat Hamonangan dan
Drs.H. Risuddin selaku Bupati Kab. Asahan;
5. TPK dlm penyalahgunaan fasilitas kredit pada PT. BNI (Persero) Tbk
yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp. 200 Milyar dng
TSK Saifuddin Hasan, Rachmat W;iriaatmadja, Suryo Sutanto dkk;
6. TPK pada PTPN III Medan Dalam penggunaan dana obligasi dan
pelaksanaan berbagai proyek TA.2003 dan TA 2004 yg diduga
dilakukan oleh Drs. Akmaluddin Hasibuan selaku Dirut PTPN III Dkk
c. Kejati Riau
7. TPK Penyelewengan dalam pemanfaatan hasil produksi hutan kayu
dengan mempergunakan dokumen illegal tahun 2001. Tsk Jufri
Zubir;
8. TPK Penyimpangan dalam proyek Gerakan Nasional Rehabilitasi
dan Lahan Kab. Kampar TA. 2003-2004 dengan luas lahan 5600
Ha. Tsk. Mhd Syukur;
LAKIP KPK Tahun 2009 67
d. Kejati Lampung
9. TPK penyimpangan pelaksanaan Proyek Pembebasan Lahan Jalan
Tanjung Karang sd. Kurungan Nyawa TA. 2004 oleh Dinas Bina
Marga Prop Lampung;
10. TPK proyek pembangunan jalan Sanggi-Bengkunat tahun 2006
pada satuan kerja non vertikal tertentu (SNVT) pembangunan jalan
dan jembatan Dit. Jen Bina Marga Departemen PU Prop Lampung;
II. Kepolisian
a. Polda NAD
11. TPK pada penggunaan dana bantuan penanggulangan bencana
alam Kabupaten Simeulue th 2003 sebesar Rp.42.000.000.000,-
(empat puluh dua milyar) yg disalurkan oleh Pemerintah Pusat Cq
Menteri Keuangan RI;
12. TPK Penyalahgunaan kewenangan dan atau pemotongan
penggunaan dana proyek Intruksi Bupati tahun 2002-2003 sumber
keuangan negara/APBD Kab. Aceh Timur diduga dilakukan Drs.
AZMAN USMANUDDIN, MM Dkk PNS / Mantan Bupati Aceh Timur;
13. TPK dana APBN TA 2006-2007 untuk prop Nanggroe Aceh
Darussalam pada proyek bantuan rehab rumah tahap I bagi korban
gempa tsunami di Kel Peunayong Kec Kuta Alam Banda Aceh.
Dugaan kerugian negara Rp 3.006.000.000,00 diduga dilakukan
oleh Juliar alias Akiun;
b. Polda Sumatera Utara
14. TPK di Perusahaan Daerah rumah Potong hewan di Medan dengan
cara mark up pembangunan rumah potong hewan lembu dan
perjanjian import lembu dengan Australia. Dugaan kerugian negara
Rp 1,6 Milyar diduga dilakukan oleh Zulkarnain Daulay, Rosmanita
dan Somok Solin;
15. TPK menyalahgunakan wewenang dengan cara melakukan
pengeluaran uang dari kas daerah untuk kepentingan
pribadi/membeli cek perjalanan BRI dengan perkiraan kerugian
negara Rp 3 Milyar diduga dilakukan Drs. Monang Sitorus, S.H.,
MBA selaku Bupati Kab. Toba Samosir;
16. TPK penyalahgunaan dana DAK APBD Kab. Tapanuli Tengah Prop
Sumatera Utara Th 2006 diduga dilakukan oleh Marangkup Lumban
LAKIP KPK Tahun 2009 68
Tobing dan Eddy Silitonga;
c. Polda Riau
17. TPK dana APBD Kab. Rokan Hulu TA. 2007 pada kegiatan
pengadaan mesin pembangkit listrik (genset). Tsk Ramlan Zas
(Bupati Rokan Hulu);
18. TPK dalam pengadaan bibit ternak sapi bagi masyarakat miskin
untuk 11 Kota/Kab. se-propinsi Riau. Tsk Marzuki Husein;
d. Polda Lampung
19. TPK penyalahgunaan wewenang dengan melakukan penyimpanan
dana APBD tahun 2005 sd tahun 2007 Kab. Lampung Timur di PT.
BPR Tripanca Setiadana;
20. TPK penyalahgunaan wewenang dengan melakukan penyimpanan
dana APBD Kab. Lampung Tengah di BPR Tripanca sebesar Rp 28
Milyar.
Permintaan perkembangan Penyidikan (Telah dijawab):
1. TPK dana APBD Kab. Tabalong TA. 2007 pada kegiatan pembangunan los
pasar ikan dan sayur di Pasar Tanjung (Kejati Kalsel);
2. TPK dana bantuan pasca gempa bumi di Kab. Klaten tahun 2006 (Kejati
Jateng);
3. TPK dana APBD Kab. Kudus TA. 2004 pada kegiatan renovasi rumah dinas
Bupati Kudus (Kejati Jateng);
4. TPK dalam proyek pembebasan lahan warga untuk pembangunan
bendungan/irigasi di Desa Separi Kec. Tenggarong Kab. Kutai Kartanegara
(Kejati Kaltim);
5. TPK penyalahgunaan dana Bantuan Sosial Kab. Kutai Kartanegara (Kejati
Kaltim);
6. TPK penyalahgunaan dana alokasi khusus bidang pendidikan Kab.
Halmahera Barat (Kejati Malut).
7. TPK dana APBD Kota Ambon TA. 2003 pada kegiatan pengadaan tanah
seluas 5 Ha. untuk tempat pemakaman umum Gunung Nona (Kejati
Maluku);
8. TPK kegiatan pengadaan tanah tempat pembuangan akhir sampah Kec.
Meliau Kab. Sanggau tahun 2007 dan kegiatan pengadaan obat untuk
LAKIP KPK Tahun 2009 69
meningkatkan ketahanan fisik anak sekolah di Dinas Kesehatan Kab.
Sanggau tahun 2006 (Kejati Kalbar);
9. TPK penyalahgunaan dana di sekretariat DPRD Kab. Banggai Kepulauan
tahun 2006/2007 (Kejati Sulteng);
10. TPK penyalahgunaan dana BLT dan Raskin untuk Desa Rancayuh Kab.
Tangerang tahun 2005 sd. tahun 2008 (Kejati Banten);
11. TPK penyalahgunaan dana DIPA tahun 2007 pada beberapa proyek di
BPFK Medan (Kejati Sumut);
12. TPK pada proyek pembangunan di lingkungan Pemkab Kolaka Utara (Polda
Sultra);
13. TPK pada proyek pengembangan sarana PDAM Tirta Bukit Sulap Kota
Lubuk Linggau tahun 2006 sd. tahun 2008 (Polda Sumsel);
14. TPK penerimaan sejumlah uang pada tahun 2006, oleh MASYHUR MASIE
ABUNAWAS Walikota Kendari periode tahun 1997 sd. tahun 2007 (Kejati
Sultra);
15. TPK dalam pembebasan lahan warga yang terkena proyek pembangunan
bendungan/ irigasi di desa Separi Kec. Tenggarong Sebrang Kab. Kutai
Kartanegara (Kejati Kaltim);
16. TPK proyek peningkatan produksi pertanian TA. 2007 pada pengadaan
stek ubi kayu aldira di Kab. Manggarai Barat (Polda NTT).
Analisis:
1. TPK dlm pelepasan hak atas tanah Eks HGU PT. BSP kpd PT. Graha
Asahan Indah pada tahun 2001 dng Tsk. Sahat Hamonangan dan Drs.H.
Risuddin selaku Bupati Kab. Asahan;
2. TPK penyalahgunaan wewenang dengan melakukan penyimpanan dana
APBD tahun 2005 sd tahun 2007 Kab. Lampung Timur di PT. BPR Tripanca
Setiadana;
3. TPK penyalahgunaan wewenang dengan melakukan penyimpanan dana
APBD Kab. Lampung Tengah di BPR Tripanca sebesar Rp 28 Milyar.
LAKIP KPK Tahun 2009 70
Juni
Gelar Perkara:
I. Kejaksaan
a. Kejati Jawa Tengah
1. Penyidikan perkara TPK penyalahgunaan anggaran bantuan untuk
bantuan organisasi profesi pada APBD Kota Semarang tahun 2004;
Tsk. SUKAWI SUTARIP (Walikota Semarang);
2. Penyidikan perkara TPK pada proyek Rahabilitasi Balaikota
Surakarta; Tsk. SlLAMET SURYANTO (Walikota Surakarta) dan Drs.
ANUNG INDRA SUSANTO,MM (Kabag Keuangan Pemerintah Kota
Surakarta);
b. Kejati Jawa Timur
3. Penyidikan perkara TPK penyalahgunaan dana kas daerah
Pasuruan, atas nama tersangka DADE ANGGA (Bupati Pasuruan);
4. Penyidikan perkara TPK penyalahgunaan keuangan pada pos
belanja sekretariat Pemkab. Blitar Tahun 2004 an. tersangka
SAMIRIN DARWOTO (mantan Ketua DPRD Kab Blitar periode
1999/2004);
c. Kejati Bali
5. Penyidikan perkara TPK di Kantor DPRD Kabupaten Gianyar. Tsk. I
WAYAN ARDHITA, dkk;
6. Penyidikan Perkara TPK dalam pembayaran honor TIM Pembina
Propinsi maupun kab/kota madya dari tahun 2000 s/d 2004; Tsk. I
DEWA GEDE ALIT (mantan direktur BPD Bali);
6. Penyidikan perkara TPK Penyimpangan dalam pelaksanaan DAK (
Dana Alokasi Khusus) pada Dinas Pendidikan Kabupaten
Karangasem TA 2007; Tsk. Drs. I Wayan Sudiasa;
d. Kejati NTB
7. Penyidikan Perkara TPK dalam Proyek Peningkatan Jembatan Brang
Penemung Ruas Taliwang - Tepas (50,00 M) APBD II TA
1998/1999; Tsk. MUHAMMAD HUSNI (Pimpro), dan SOEHERMIN S
(Kontraktor Pelaksana) (DPO);
LAKIP KPK Tahun 2009 71
8. Penyidikan Perkara TPKpenyalahgunaan dana/mark up dalam
pengadaan kendaraan pemadam kebakaran kabupaten dompu
tahun 2004; Tsk. CHANDRADINATA;
9. Penyidikan Perkara TPK penyelewengan dana saldo kas pendapatan
pada PT. Merpati Nusantara Airlines Distrik Mataram sejak th 2004
s.d. 2007 sekitar Rp. 2,7 Milyar. Tsk. Azwari Haka (Manager
Accounting pada PT. Merpati Nusantara Airlines).
II. Kepolisian
a. Polda Jawa Tengah
1. Penyidikan perkara TPK penyalahgunaan dana APBD Kota
Semarang TA.2003 untuk bantuan asuransi jiwa bagi 45 anggota
DPRD Kota Semarang periode 1999-2004. Dugaan kerugian negara
Rp 1,7 Milyar. Tsk. SUKAWI SUTARIP;
2. Penyidikan perkara TPK penyalahgunaan dana APBD Kab Pati TA
2003. Tsk WIWIK BUDI SANTOSO (Mantan KA. DPRD Pati 1999-
2004);
b. Polda Jawa Timur
3. Penyidikan perkara TPK penerimaan sejumlah uang untuk
persetujuan APBD Kota Surabaya TA 2008 oleh DPRD Kota
Surabaya. Tsk SUKAMTO HADI (Sekkota Surabaya);
4. Penyidikan perkara TPK penyalahgunaan APBD Kab Kediri, pada
kegiatan pembangunan monumen simpang lima gumul (SLG) Kab.
Kediri. Tsk SUPRIYANTA, Dkk;
c. Polda Bali
5. PenyidikanPerkara TPK di KUD Panca Dharma Tabanan sejak th
1998 s/d 2001 dalam bentuk KUT, KPP, KKP, KBBM yang diduga
dilakukan oleh I NENGAH SUANDA, SE (Manajer Umum KUD Panca
Dharma);
6. Penyidikan Perkara TPK dalam pengadaan lahan tanah seluas
20.349 M² untuk lokasi proyek pembangunan jaringan transmisi,
Gardu Induk dan pembangkit di wilayah PT. PLN (Persero) pada
Proyek Pembangkit dan jaringan Jawa Timur, Bali dan Nusa
Tenggara Barat di Subak Mergaya Desa Pemecutan Klod Denpasar;
7. Penyidikan Perkara TPK pengelolaan dana hibah kepada Perusda
LAKIP KPK Tahun 2009 72
Kab. Jembrana untuk dana operasional sampah organik. Tsk I
GEDE WINASA (Bupati Jembrana);
d. Polda Nusa Tenggara Barat
8. Penyidikan Perkara TPK Penyalahgunaan Dana APBN th 2004
tentang Bencana Alam yang dilakukan oleh tersangka ADI
MAHYUDI, dkk;
9. Penyidikan Perkara TPK dugaan penyelewengan dana APBN Tahun
2004 dalam Proyek Penanganan Bencana Alam Pengerjaan Ruas
Jalan Donggo Bolo - Kalampa di Kec. Woha Kab. Bima an. Tsk Ir.
MUHAMAD RUM, Dkk (Kadis Kimpraswil Kab. Bima);
10. Penyidikan Perkara TPK pengadaan bahan makanan untuk
penanggulangan gizi buruk pada Dinas Kesehatan Kab. Sumbawa
TA 2006. Tsk FARID HUSEIN.
Permintaan perkembangan Penyidikan (Telah dijawab):
1. TPK dana APBD Kab. Tabalong TA. 2007 pada kegiatan pembangunan los
ikan dan sayur pasar tanjung (Kejari Tanjung-Kal Sel);
2. TPK dana APBD Kab Tabalong TA. 2007 pada kegiatan pembangunan los
ikan dan sayur pasar tanjung (Kejati Kalsel);
3. TPK dana asuransi purnabhakti Anggota DPRD Kab. Gunung Kidul periode
1999-2004 (Kejati DIY);
4. TPK dana APBD Kab. Kudus TA. 2003 dan 2004 pada pembangunan rumah
dinas Bupati Kudus (Kejati Jateng);
5. TPK penyimpangan dana di Sekretariat DPRD Kab. Banggai Kepulauan
Tahun 2006/2007 (Kejati Sulteng);
6. TPK penyimpangan dana Wukirwati (Sewu Mikir Sukowati) Kab. Sragen
tahun 2003 sd. tahun 2007 (Kejati Jateng);
7. TPK dana APBD Kab. Halmahera Selatan TA. 2006 pada kegiatan
pengadaan kapal cepat MV Halsel Express 1 dan Speed Boat (Kejati Malut
- JA);
8. TPK APBD Kab. Nunukan TA. 2004 pada kegiatan pengadaan tanah untuk
pembangunan ruang terbuka seluas 620.000 m2 (Kejari Nunukan –
Kaltim);
9. TPK Pemberitahuan TPK berupa pembobolan uang negara (Restitusi
Pajak) dengan menggunakan dokumen ekspor fiktif di ICT Pelabuhan
LAKIP KPK Tahun 2009 73
Tanjung Perak, Surabaya yang dilakukan oleh SUPARDI, dkk (Kejati
Jatim);
10. TPK dalam pengelolaan dana alokasi khusus bidang pendidikan Kab.
Halmahera Barat TA. 2006 (Kejati Maluku Utara);
11. TPK penyimpangan dana bantuan operasional Mobile Cepu Limited (MCL)
kepada tim koordinasi dan pengendalian pembebasan tanah Pemkab.
Bojonegoro tahun 2007 (Kejati Jatim);
12. TPK dana aparatur negara TA. 2003 pada Dispenda Kab. Manggarai NTT
(Kejati NTT);
13. TPK dana APBD Kab. Wonogiri TA. 2004 pada kegiatan pembagian dana
tali asih bagi anggota DPRD Kab. Wonogiri periode 1999-2004 (Kejati
Jateng);
14. TPK penyalahgunaan dana BOP, KJM, BPP-SDN dan DANA UAN Dinas
Pendidikan Pemkab. Konawe tahun 2002 sd. 2005 (Kejati Sultra);
15. TPK penyalahgunaan dana APBD Kab. Simalungun TA. 2006-2007 pada
kegiatan proyek pembangunan kawasan terpadu prasarana perkantoran
SKPD Pemkab. Simalungun (Kejati Sumut).
Analisis:
1. TPK penyalahgunaan dana APBD Kota Semarang TA.2003 untuk bantuan
asuransi jiwa bagi 45 anggota DPRD Kota Semarang periode 1999-2004.
Dugaan kerugian negara Rp 1,7 Milyar. Tsk. SUKAWI SUTARIP.
2. TPK penyalahgunaan dana kas daerah Pasuruan TA. 2001 sd. 2006, atas
nama tersangka DADE ANGGA (Bupati Pasuruan).
3. TPK dalam pengadaan lahan tanah seluas 20.349 M² untuk lokasi proyek
pembangunan jaringan transmisi, Gardu Induk dan pembangkit di wilayah
PT. PLN (Persero) pada Proyek Pembangkit dan jaringan Jawa Timur, Bali
dan Nusa Tenggara Barat di Subak Mergaya Desa Pemecutan Klod
Denpasar.
4. TPK penyalahgunaan dana DAU, DAK dan APBD Kota Bima TA. 2005 dan
2006, atas nama tersangka H.M. NUR A. LATIF (Walikota Bima).
Juli
Permintaan Perkembangan Penyidikan (Telah Dijawab):
1. TPK dana aparatur negara tahun 2003 pada Dinas Pendapatan Daerah
LAKIP KPK Tahun 2009 74
Kab. Manggarai NTT (Kejati NTT);
2. TPK dana APBD Kab. Wonogiri TA.2004 pada kegiatan pembagian dana tali
asih bagi anggota DPRD Kab. Wonogiri periode 1999-2004 (Kejati Jateng);
3. TPK dana BOP, KJM, BPP-SDN dan dana UAN Dinas Pendidikan Pemkab.
Konawe tahun 2002 sd. 2005. (Kejati Sultra);
4. TPK dana APBD Kab. Simalungun TA. 2006/2007 pada proyek
pembangunan kawasan terpadu prasarana perkantoran SKPD Pemkab.
Simalungun. (Kejati Sumut);
5. TPK dana APBD Kab. Batanghari TA. 2007 pada pos anggaran RSUD
Hamba Kab. Batanghari Prov. Jambi. (Kejati Jambi);
6. TPK dana BLT tahun 2008 Desa Penanggiran Kab. Muara Enim. (Polda
Sumsel);
7. TPK berupa penyimpangan/mark-up dalam pengadaan tanah seluas
7,0205 Ha. Di Desa Nyitdah Kab. Tabanan tahun 2003 untuk
pengembangan relokasi Badan Rumah Sakit Umum Kab. Tabanan. (Kejari
Tabanan);
8. TPK dalam pemberian ijin kuasa pertambangan kepada PT. Kaltim Prima
Coal (KPC) diatas lahan milik PT. Porodisa Co. Ltd. Yang dibebani ijin
IUPHHK (Polda Kaltim);
9. TPK penyimpangan dana APBD Kab. Batanghari TA. 2007 pada pos
anggaran RSUD Hamba Kab. Batanghari. (Kejati Jambi);
10. TPK penyalahgunaan dana BLT dan Raskin Desa Rancayuh Kab. Tangerang
(Kejati Banten);
11. TPK proyek peningkatan produksi pertanian TA. 2007 pada pengadaan
stek ubi kayu aldira di Kab. Manggarai Barat (Polda NTT);
12. TPK pada proyek normalisasi alur sungai Batang Pakau Kec. Lubuk
Sikaping Kab. Pasaman TA.2007-2008. (Kejati Sumbar);
13. TPK APBD Kab. Muara Enim TA. 2004-2008 pada kegiatan pembangunan
pasar cinta kasih, pasar gunung megang, pasar rakyat dan rehabilitasi
kantor Polres Muara Enim (Polda Sumsel);
14. TPK APBD Kota Manado TA. 2008 pada kantor Pemberdayaan Masyarakat
(BPM) Kota Manado (Polda Sulut);
15. TPK dalam pembayaran ganti rugi tanah alun-alun Kab. Polewali Mandar
tahun 2005 (Kejati Sulsel);
LAKIP KPK Tahun 2009 75
16. TPK pengalihan atau pemindahtanganan kepemilikan aset daerah milik
Pemerintah Kota Kendari berupa sebuah mobil land Cruiser DT 1 E dan
tanah beserta bangunan eks Rumah Jabatan Camat Poasia yang terletak
di Kec. Poasia Kota Kendari yang dialihkan kepemilikannya kepada
tersangka Drs. H. MASYHUR MASIE ABUNAWAS (Kejati Sultra);
17. TPK dana belanja tak tersangka APBD Kota Maluku Utara TA. 2009
(Bareskrim - Polda Malut);
18. TPK pemberian sejumlah uang oleh mantan Kades Balongbendo JOKO
PRAMONO (Polda Jatim);
19. TPK dana BLT tahun 2006 sd. 2008 kepada masyarakat eks Timor Timur
dan masyarakat lokal yang tinggal didalam dan diluar kamp. pengungsi
(Polda NTT);
20. TPK dana APBD Kab. Boven Digoel Prop Jayapura Barat TA. 2007. (Kejati
Papua);
21. TPK pembangunan e-government berupa portal website dan aplikasi unit
perizinan dan pelayanan terpadu (UPPT) Pemkab. Halmahera Barat TA.
2004-2005 (Polda Malut).
Agustus
Permintaan Perkembangan Penyidikan (Telah Dijawab):
1. TPK dana restitusi PPN PT. Chatulistiwa Andalas Permai tahun 2002 s.d.
2004, pada Kantor Pelayanan Pajak Bandar Lampung (Kejati Lampung);
2. TPK dana APBD Kab. Kepahiang TA. 2005 pada kegiatan pembelian 39
unit mobil dinas untuk Pemkab. Kepahiang (Polda Bengkulu);
3. TPK dana APBD Kab. Kepahiang TA. 2005/2006 pada kegiatan
pembangunan gedung kantor Pemda/DPRD Kab. Kepahiang (Polda
Bengkulu);
4. TPK di Dinas PU Kab. Pasaman TA. 2007/2008 pada kegiatan normalisasi
batang pakau Kec. Lubuk Sikaping. (Kejati Sumbar);
5. TPK dana APBD Kab. Subang TA. 2002 dan penyimpangan dalam
penyaluran sapi Australia bantuan Depsos tahun 2005 (Kejati Jabar);
6. TPK dana APBD Kab. Kolaka TA. 2004 (Kejati Sultra);
7. TPK pemberian sejumlah uang oleh Bupati Dairi kepada Anggota DPRD
dalam pilkada periode 2004 – 2006 (Pidkor Bareskrim);
LAKIP KPK Tahun 2009 76
8. TPK pembangunan kolam (Polder) retensi air hitam di Kota Samarinda
tahun 2005 (Kejati Kaltim);
9. TPK di PD. Pembangunan Sarana Jaya pada proyek pembangunan Sentra
Primer Tanah Abang (SPTA-1) tahun 2006/2007 (Kejati DKI);
10. TPK di Ditjen Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas tahun 2006 pada
kegiatan pengadaan buku dan leaflet, blanko ijasah dan STLUN (Pidsus
Kejagung);
11. TPK dana APBD Kab. Batanghari tahun 2007 pada proyek fisik dan non
fisik di Kab. Batanghari (Kejati Jambi);
12. TPK dana APBD Kab. Lampung Selatan tahun 2000 – 2005. (Polda
Lampung);
13. TPK pengadaan kapal Ferry oleh PT. Angkutan Sungai Danau dan
Penyeberangan (ASDP) tahun 2003/2004 (Pidsus Kejagung);
14. TPK penyalahgunaan dana evaluasi belajar tahap akhir nasional
(EBTANAS) tahun 2001 untuk sekolah se-kab. Kendari. Tsk. LUKMAN
ABUNAWAS - Ka.Dis P&K Kendari th. 2001. (Kejati Sultra);
15. TPK penyimpangan dalam penyaluran dana BOP tahun 2002, dana DPP
dan dana UAS tahun 2002 di Dinas Pendidikan Kab. Kendari. (Kejati Sultra
qq. Kejari Unaaha);
16. TPK penyalahgunaan dana KJM dan BPP-SDN tahun 2002 sd. 2005 di
Dinas Pendidikan Kab. Kendari. (Kejati Sultra) ;
17. TPK dana APBD-P Prop. DKI Jakarta TA. 2006 pada kegiatan pengadaan &
pembebasan tanah/lahan makam unit Budha (Pidsus Kejagung).
Analisa:
1. TPK dana APBN Propinsi Sumatera Utara TA. 2005 pada kegiatan
pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Prop. Sumatera Utara.
September
Permintaan perkembangan Penyidikan (Telah dijawab):
1. TPK dana APBD Kab. Bolango TA. 2004 pada kegiatan pembangunan
kantor Bupati Bone Bolango. (Kejati Gorontalo - Dik Stop);
2. TPK dalam pemberian ijin kuasa pertambangan kepada PT Kaltim Prima
Coal (KPC) diatas lahan milik PT. Porodisa Trading And Industrial Co. Ltd
yang dibebani Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). (Polda
LAKIP KPK Tahun 2009 77
Kaltim - Tidak ditangani Polda Kaltim);
3. TPK dugaan penerimaan sejumlah uang oleh AKP. Irwan MY dari terlapor
agar kasus penjualan hama palsu dihentikan. (Polda NAD – Dik);
4. TPK pelaksanaan ganti rugi SUTET di wilayah Bumirejo-Lendah-
Kulonprogo TA. 2008 (Polda DIY – P-19 Kejari Wates);
5. TPK di lingkungan DPRD Kab. Jayawijaya periode 1999 sd. 2004 atas
nama tersangka DR. (Hc.) JOHN TABO. (Polda Papua – P-21 Kejati
Papua);
6. TPK dana APBD Kab. Mentawai TA. 2002-2006. (Kejati Sumbar - Tidak
ditangani Kejati Sumbar);
7. TPK dana APBD Kab. Batanghari TA. 2007 pada pos anggaran RSUD
Hamba Kab. Batanghari. (Kejati Jambi - Tidak ditangani Kejati Jambi).
Analisis:
1. TPK penyalahgunaan dana APBD Kab. Jeneponto TA. 2004 pada kegiatan
Pembangunan Pabrik Pengeringan dan Pengelolaan Jagung.
Pelimpahan Penanganan Perkara:
1. TPK penerimaan sejumlah uang oleh oknum pegawai Departemen Agama
RI, yang diduga terjadi saat proses penerimaan CPNS Departemen Agama
RI tahun 2008. (Bareskrim Mabes Polri);
2. TPK mark-up harga pada pengadaan mobil pemadam kebakaran dan biaya
pemeliharaannya tahun 2004, di lingkungan Dinas Kebersihan,
Pertamanan, Pemakaman dan Pemadam Kebakaran Kota Bau-Bau. (Kejati
Sulawesi Tenggara).
Oktober
Gelar Perkara:
1. TPK penyalahgunaan penempatan dana cadangan PT. Kereta Api
Indonesia kepada pihak ketiga.
Permintaan perkembangan Penyidikan (Telah dijawab):
1. TPK penerimaan dana pajak bahan bakar, kendaraan bermotor, bea balik
nama kendaraan bermotor yang berasal dari sektor migas di Kab.
Lampung Selatan. (Kejati Lampung – tidak pernah ditangani);
2. TPK penerimaan sejumlah uang yang diberikan oleh Pemkab Kendal
LAKIP KPK Tahun 2009 78
kepada DPRD Kab Kendal pada pengesahan APBD dan APBD-P Kab Kendal
TA. 2008. (Kejati Jateng – Dalam usulan pengehentian Lidik);
3. TPK dana APBD Kab Purwakarta pada kegiatan pengadaan alat-alat
kesehatan di Dinas Kesehatan Kab Purwakarta TA 2007-2008 (Kejati Jabar
- tidak pernah ditangani);
4. TPK dana bantuan bencana alam angin puting beliung desa Sapih Kab
Probolinggo (Polda Jatim – P-21 menjadi 3 berkas perkara);
5. TPK pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang tahun
2007-2008. (Kejati Jateng - tidak pernah ditangani);
6. TPK di PD. Bank Pasar Kota Cirebon. (Kejati Jabar – Persidangan,
inkracht);
7. TPK pada pelaksanaan ganti rugi Sutet di wilayah Bumirejo, Kulonprogo
TA 2008. (Polda DIY – Penyidikan);
8. TPK mark up asuransi kesehatan Jasa Tania th. 2007-2008 di PT
Perkebunan Nusantara X (Kejati Jatim – tidak pernah ditangani);
9. TPK dana APBD Kab Bojonegoro TA. 2006-2008 pada kegiatan pengadaan
tanah untuk pembangunan SMA Negeri Balen dan pengadaan 430 buah
sepeda pancal. (Kejati Jateng – tidak pernah ditangani);
10. TPK penyalahgunaan anggaran rumah sakit Dr. Syaiful Anwar Malang
tahun 2004-2008. (Kejati Jatim – proses persidangan);
11. TPK dana alokasi khusus TA. 2004 Pemkab Bone Bolango pada kegiatan
pembangunan kantor Bupati Bone Bolango. (Kejati Gorontalo – SP-3);
12. TPK penyimpangan dalam proyek pengembangan obyek wisata Lombongo
tahap I (TA 2003/2004) dan tahap II (TA. 2004/2005). (Kejati Gorontalo –
SP-3);
13. TPK penyimpangan proyek penanganan bencana alam Kab. Bone Bolango
TA. 2003 yang dibiayai dengan ABT / APBN. (Kejati Gorontalo – SP-3);
14. TPK penyimpangan pertanggungjawaban dana keuangan APBD Kab. Bone
Bolango periode Jan 2005 sd. April 2005. (Kejati Gorontalo – SP-3);
15. TPK adanya 3 (tiga) lokasi kegiatan illegal logging di wilayah kec. Kapuas
Tengah Kalimantan Tengah. (Polda Kalteng – Putusan PN);
16. TPK pengadaan vaksin nitrogen cair dan kerjasama operasi di Dinas
Peternakan Prov Jatim. (Polda Jatim - tidak pernah ditangani);
LAKIP KPK Tahun 2009 79
17. TPK berupa pemberian sejumlah uang oleh mantan Kades Balongbendo
(Joko Pramono) kepada penyidik tipikor Polda Jatim. (Polda Jatim –
laporan tidak benar dan tidak dapat dibuktikan);
18. TPK mark up pengadaan moulding/serbuk gergaji tahun 2005-2006 di PT
Perkebunan Nusantara X. (Polda Jatim – penyidikan; menunggu audit);
19. TPK penyimpangan dan penyalahgunaan pengelolaan pajak dan retribusi
pajak galian C di Kab Lumajang (Polda Jatim - tidak pernah ditangani);
20. TPK pemotongan penyaluran dana bantuan langsung tunai di Kab
Sumenep tahun 2008. (Polda Jatim - tidak pernah ditangani);
21. TPK dana APBD Kab Sumenep pada kegiatan rehabilitasi SDN Paberesan II
Sumenep. (Polda Jatim – penyidikan; menunggu audit);
22. TPK dana APBN TA. 2008 untuk Kota Palembang pada kegiatan
pengerukan alur sungai Musi oleh Adpel Palembang. (Polda Sumsel –
Penyidikan);
23. TPK dana PSDH dan DR Kab Sintang TA. 1999 – 2004. (Polda Kalbar –
Tahap II).
November
Gelar Perkara:
1. TPK terkait dengan perjalanan dinas fiktif dengan menggunakan dana
APBD kab. Bulungan TA 2004 an. Tsk Drs. H. ZAINAL ABIDINSJAH, dkk
selaku Wakil Ketua DPRD Kab. Bulungan dan Mantan Ketua DPRD Kab.
Bulungan;
2. TPK penyalahgunaan dana pembebasan tanah/lahan pembangunan sarana
dan prasarana PON dari APBD Kab. Kutai Kartanegara TA 2006;
3. TPK dana APBD Kab. Kutai Kartanegara TA 2005 -2006 pada kegiatan
pencairan dana bantuan sosial Kab. Kutai Kartanegara;
4. TPK dana APBD Kab. Penajam Paser Utara TA 2003 pada kegiatan
penggunaan anggaran DPRD Kab. Penajam Paser Utara. Tsk. ANDI
HARAHAP selaku Ketua DPRD beserta Wakil Ketua DPRD dan Sekretaris
DPRD;
5. TPK Dana Reboisasi dan Provisi Sumber Daya Hutan yang dilakukan oleh
H. MASDJUNI (Bupati Kab Berau), Dkk;
6. TPK dana APBD Kab Kukar pada kegiatan pengecoran halaman parkir
LAKIP KPK Tahun 2009 80
Kantor Bupati Kutai Kartanegara di Tenggarong;
7. TPK atas nama Drs. H. ADRIANSYAH Bin SYAHMINAN selaku Bupati Tanah
Laut;
8. TPK berupa penggelapan, penjualan dan pengalihan bantuan sosial fakir
miskin Kalimantan Selatan Tahun 2003 berupa alat pertanian, bantuan
bahan bangunan rumah untuk eks Korban Bencana Alam Tahun 2004 dan
Bantuan Ternak untuk Korban Tindak kekerasan dan Pekerja Migran
Tahun 2003 dari Dinas Kesejahteraan Sosial Kalimantan Selatan bagi
masyarakat Desa Pemakuan Kec. Sungai Tabuk, Tsk H.M. SYAUKANI MAS
Bin Alm. MUJEDI;
9. TPK Proyek pembangunan pengembangan bandara Syamsuddin Noor
menjadi Bandara Embarkasi Haji Provinsi Kalsel Tahun 2002 – 2004 an.
Tsk Prof. Dr. Ir. ISMED AHMAD;
10. TPK penyalahgunaan keuangan Pemerintah Daerah Kab. Banjar dalam
pembayaran uang santunan atas tanah eks pabrik kertas Martapura TA
2002 dan 2003 an. Tsk H. ISKANDAR DJAMALUDDIN selaku Mantan
Kepala BPN Kab. Banjar;
11. TPK penyelewengan, pembangunan dan pengelolaan Pasar Sentra Antasari
Banjarmasin an. tsk MIDFAY YABANI selaku Mantan Walikota Banjarmasin
dkk.;
12. TPK di Sekretariat Daerah Kab. Tanah Laut an. Tsk. IKSANUDDIN selaku
Wakil Bupati 2003-2008.
Permintaan perkembangan Penyidikan (Telah dijawab):
1. TPK pada kegiatan pelelangan aset PT Pengembangan Pariwisata Sulawesi
Utara (PT PPSU) di BPPN Jakarta. (Kejati Sulut – Putusan PN Manado);
2. TPK penerimaan sejumlah uang sisa hasil lelang PT PPSU kepada BPPN
tahun 2003. (Kejati Sulut – penyidikan);
3. TPK penyalahgunaan dana alokasi khusus (DAK) TA 2008 pada kegiatan
pembangunan sarana dan prasarana untuk SD di Surakarta ((Kejati
Jateng – penyelidikan);
4. TPK berupa pemotongan 10% ganti rugi lahan-lahan letter C/D yang
terkena proyek tol Semarang-Solo. ((Kejati Jateng – tidak pernah
ditangani);
5. TPK dengan melakukan pungutan kepada masyarakat yang dilakukan oleh
LAKIP KPK Tahun 2009 81
Untung Sarono Wiyono Sukarno (Bupati Sragen). (Kejati Jateng – belum
pernah ditangani);
6. TPK pembobolan dana Pemkab Bintuni di BPD cab Papua Bintuni. (Polda
Papua – merupakan tindak pidana penipuan/pencucian uang);
7. TPK dana APBD Kab Kotabaru TA 2007/2008 pada kegiatan pemberian
dana bantuan hibah kepada Klub Persatuan Sepakbola Kotabaru (Persiko).
(Kejati Kalsel – Puldata dan tidak ditemukan bukti perbuatan melawan
hukum).
Pelimpahan Penanganan Perkara:
1. Dugaan TPK pada proses transaksi jual beli kios/petak Pasar Baru
Pandansari Kota Balikpapan Kalimantan Timur. (Polda Kaltim);
2. Dugaan TPK penyalahgunaan dana perjalanan dinas di Sekretariat Daerah
Kab. Halmahera Timur. (Polda Maluku Utara);
3. Dugaan TPK dana APBD Prov. Jambi TA 2007 di Kantor Satuan Polisi
Pamong Praja (Satpol PP) Batang Hari pada kegiatan pengelolaan dana
pemeliharaan persenjataan Satpol PP Batanghari. (Polda Jambi);
4. Dugaan TPK dana APBD Kab Cilacap tahun 2004 sd 2007 yang diduga
melibatkan Bupati Cilacap. (Pidsus Kejagung RI).
Desember
Gelar Perkara:
1. TPK pengadaan tanah di Desa Dukuh Salam untuk Jalan Lintas Kota Slawi
(Jalinkos) di Slawi / Tegal;
2. TPK pembangunan Monumen Simpang Lima Gumul (SLG) Kab Kediri
Tahun 2003;
3. TPK pengadaan Outsourcing Pengelolaan Data Pelanggan (CMS) pada PT.
PLN (Persero) Jatim tahun 2004 – 2008.
Permintaan perkembangan Penyidikan (Telah dijawab):
1. TPK penambangan batubara ilegal yang dilakukan oleh PT Bahara
Cakrawala Sebuku tanpa izin pinjam pakai di kawasan hutan produksi dan
cagar alam Pulau Sebuku Kotabaru Kalimantan Selatan. (Polda Kalsel –
Bukan merupakan TPK);
2. TPK dana operasional Polres Aceh Tenggara oleh oknum Polres Aceh
Tenggara. (Polda NAD - Bukan merupakan TPK);
LAKIP KPK Tahun 2009 82
3. TPK tukar guling tanah kas Desa Buncitan Kec Sedati Sidoarjo untuk
pembangunan asrama haji. (Polda Jatim – Penyelidikan);
4. TPK dana APBD Kab Muaro Jambi TA 2003 sd 2005 pada kegiatan
pembangunan jaringan listrik di Kec Sungai Bahar Kab Muaro Jambi.
(Kejati Jambi – Sidik; tunggu persetujuan tertulis Presiden RI);
5. TPK dana APBD Kab Sukoharjo TA 2001 pada kegiatan pengadaan sepeda
motor bagi Anggota DPRD Kab Sukoharjo. (Kejati Jateng – Diponering JA);
6. TPK dana Jamsostek oleh Pusat Koperasi Karyawan Industri Rokok Kudus
(PKKIRK) kepada Jamsostek tahun 2002-2007. (Kejati Jateng – Puldata
Intel Kejari Kudus);
7. TPK Proyek Nasional Persertifikatan Tanah (PRONA) di Desa Mlese Kec
Gantiwarno dan desa Bero Kec Trucuk Kab Klaten. (Kejati Jateng –
Penyidikan);
8. TPK uang ganti rugi tanah masyarakat di Desa Marindal I Kec Patumbak
Kab Deli Serdang untuk pembangunan kanal Deli Percut Medan yang
dititipkan di Kepaniteraan PN Lubuk Pakam. (PN Lubuk Pakam – Tidak
pernah dititipkan di Kepaniteraan PN Lubuk Pakam);
9. TPK pengadaan pakaian dinas tahun 2007 di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi
Bogor. (Kejari Bogor – Penuntutan);
10. TPK dana bantuan sosial yang dikelola oleh Bagian Sosial Sekretariat
Daerah Kota Pematang Siantar TA 2007. (Polda Sumut – Penyidikan Tsk
DPO);
11. TPK dana APBD Kab Subang TA 2002 dan penyimpangan dalam
penyaluran sapi australia bantuan Departemen Sosial Kab Subang tahun
2005. (Kejati Jabar – Ditangani oleh Polwil Purwakarta);
12. TPK dana APBD Prop Bengkulu TA 2008 pada kegiatan pengadaan dan
pengiriman buku pelajaran pendidikan agama untuk SD/SMP di Dinas
Pendidikan Prop Bengkulu. (Kejati Bengkulu – Penyelidikan);
13. TPK dana APBD Prop Bengkulu TA 2009 untuk kepentingan pemenangan
pemilu dan kepentingan lain yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
(Kejati Bengkulu – Belum pernah ditangani);
14. TPK berupa penerimaan sejumlah uang yang dilakukan oleh Ketua DPRD
Kota Ternate (periode 2004 -2009) yang terjadi antara tahun 2005 sd
2007. (Kejati Malut – Persidangan);
LAKIP KPK Tahun 2009 83
15. TPK pada proses pengalihan asset milik negara berupa besi jembatan ex
tsunami tahun 2004 di gudang penyimpanan Dinas Bina Marga dan Cipta
Karya Prov NAD. (Polda NAD – Penyelidikan);
16. TPK pemberian sejumlah uang oleh calon Bupati dan calon Wakil Bupati
Kab Dairi kepada anggota DPRD Kab Dairi Sumut. (Polda Sumut –
Penyelidikan dihentikan, tidak cukup bukti);
17. TPK penyimpangan dalam penyusunan masterplan Kota Medan tahun
2006. (Polda Sumut – Penyidikan).
Analisis:
1. TPK pengadaan tanah di Lampung Tengah tahun 2003 untuk
pembangunan terminal type A.
KPI % Peningkatan Jumlah SPDP merupakan SPDP Perkara TPK
diterima KPK dari Kepolisian dan Kejaksaan, sesuai Pasal 50 ayat (1) UU KPK.
Formula yang digunakan adalah % peningkatan jumlah SPDP yang diterima
KPK dibanding jumlah SPDP yang diterima KPK tahun sebelumnya. Realisasi
2009 per triwulan adalah sebagai berikut:
Realisasi Rencana
2009/Q1 115,38% 100,00%
2009/Q2 81,04% 100,00%
2009/Q3 118,20% 100,00%
2009/Q4 116,99% 100,00%
Capaian kinerja Q1/2009 adalah 115,38%, yang berasal dari realisasi
penerimaan SPDP dari Kepolisian dan Kejaksaan pada Q1/2009 sebanyak 162
SPDP dibandingkan realisasi Q1/2008 sebanyak 140 SPDP, dengan rincian:
INSTANSI JAN FEB MAR JUMLAH
Kejaksaan 35 45 49 129
Kepolisian 12 9 12 33
JUMLAH 47 54 61 162
Capaian kinerja Q2/2009 adalah 81,04%, yang berasal dari realisasi
Q2/2009 sebanyak 102 SPDP dibandingkan realisasi Q2/2008 sebanyak 218
SPDP, dengan rincian:
INSTANSI APR MEI JUN JUMLAH
Kejaksaan 20 53 13 86
Kepolisian 3 8 5 16
JUMLAH 23 61 18 102
LAKIP KPK Tahun 2009 84
Keterangan: Target Q2/2009 tidak tercapai disebabkan usulan kebijakan
pengiriman SPDP satu pintu oleh Kejaksaan dan Kepolisian.
Capaian kinerja Q3/2009 adalah 192,53%, yang berasal dari realisasi
Q3/2009 sebanyak 201 SPDP dibandingkan realisasi Q3/2008 sebanyak 104
SPDP, dengan rincian:
INSTANSI JUL AGT SEP JUMLAH
Kejaksaan 77 53 54 184
Kepolisian 9 6 2 17
JUMLAH 86 59 56 201
Capaian kinerja Q4/2009 adalah 113,36%, yang berasal dari realisasi
Q4/2009 sebanyak 185 SPDP dibandingkan realisasi Q4/2008 sebanyak 163
SPDP, dengan rincian:
INSTANSI OKT NOV DES JUMLAH
Kejaksaan 42 46 71 159
Kepolisian 11 7 8 26
JUMLAH 53 53 79 185
Jika direkap per bulan, maka jumlah SPDP yang diterima KPK dalam
tahun 2009:
Instansi Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agts Sept Okt Nov Des Total
Kejaksaan 35 45 49 20 53 13 77 53 54 42 46 71 558
Kepolisian 12 9 12 3 8 5 9 6 2 11 7 8 92
Total 47 54 61 23 61 18 86 59 56 53 53 79 650
LAKIP KPK Tahun 2009 85
Penindakan yang Kuat dan Proaktif
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Penindakan yang Kuat dan Proaktif terdiri atas tujuh indikator
kinerja, dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 Kasus Solid (Kasus) 25 25 100,0%
2 Penyidikan Lengkap (Perkara) 35 36 102,9%
3 Berkas Perkara yang Dilimpahkan (Perkara) 35 34 97,1%
4 Case Building INDA (Kasus) 5 4 80.0%
5 Pemeriksaan Dit. Gratifikasi yang Disampaikan ke Penyelidikan (Kasus) 5 5 100,0%
6 Kasus LHKPN yang Ditindaklanjuti oleh Dit. Lidik (Kasus) 6 6 100,0%
7 Hasil Pemeriksaan Dumas yang Dilimpahkan (LID) 56 52 92,9%
Dari tabel di atas, terlihat bahwa empat target kinerja telah dicapai dan tiga
target kinerja belum dapat tercapai.
Kasus Solid merupakan kasus yang dapat dilanjutkan ke tahap
penyidikan. Realisasi per bulan adalah sebagai berikut:
Realisasi Rencana
2009/01 1 0
2009/02 3 1
2009/03 4 2
2009/04 10 4
2009/05 12 7
2009/06 13 10
2009/07 14 12
2009/08 16 15
2009/09 17 17
2009/10 20 20
2009/11 22 22
2009/12 25 25
2009/01 2009/03 2009/05 2009/07 2009/09 2009/11
Kasu
s
40
3020
100 Bad
Good
LAKIP KPK Tahun 2009 86
Penyidikan Lengkap (Perkara) merupakan Penyidikan yang
dinyatakan lengkap (P-21). Realisasi per bulan adalah sebagai berikut:
Realisasi Rencana
2009/01 4 2
2009/02 11 5
2009/03 14 8
2009/04 18 11
2009/05 19 14
2009/06 19 17
2009/07 21 20
2009/08 23 23
2009/09 25 26
2009/10 29 29
2009/11 34 32
2009/12 36 35
Berkas perkara yang dinyatakan lengkap (P-21) adalah 36 perkara,
yaitu:
Januari
1. Perkara TPK turut serta terkait perbuatan Taswin Zein dkk, dalam proyek
pengembangan sistem pelatihan dan pemagangan yang sumber dananya
berasal dari ABT DIKS TA 2004 pada Dirjen Pembinaan Pelatihan dan
Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI atas nama tersangka
KARNAWI (Swasta);
2. Perkara TPK dalam penggunaan dana Bank Indonesia yang dikelola oleh
Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) untuk kepentingan
Bank Indonesia dengan tidak melalui mekanisme penganggaran dan
pertanggungjawaban atas nama tersangka AULIA T POHAN, BUN BUNAN
E.J. HUTAPEA, ASLIM TADJUDDIN dan MAMAN HUSEIN SOMANTRI
(Mantan Deputi Dewan Gubenur Bank Indonesia);
2009/01 2009/03 2009/05 2009/07 2009/09 2009/11
Perk
ara
4030
20
10
0 Bad
Good
LAKIP KPK Tahun 2009 87
3. Perkara TPK pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
hadiah atau janji yang berhubungan dengan jabatan atas nama tersangka
MOHAMMAD IQBAL (Anggota KPPU);
4. Perkara TPK turut serta terkait perbuatan Taswin Zein dkk, dalam proyek
pengembangan sistem pelatihan dan pemagangan yang sumber dananya
berasal dari ABT DIKS TA 2004 pada Dirjen Pembinaan Pelatihan dan
Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI atas nama tersangka INES
WULANARI SETYAWATI (Swasta);
Februari
5. Perkara TPK turut serta terkait perbuatan Taswin Zein dkk, dalam proyek
pengembangan sistem pelatihan dan pemagangan yang sumber dananya
berasal dari ABT DIKS TA 2004 pada Dirjen Pembinaan Pelatihan dan
Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI atas nama tersangka ERRY
FUAD (Swasta);
6. Perkara TPK turut serta terkait perbuatan Taswin Zein dkk, dalam proyek
pengembangan sistem pelatihan dan pemagangan yang sumber dananya
berasal dari ABT DIKS TA 2004 pada Dirjen Pembinaan Pelatihan dan
Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI atas nama tersangka
MULYONO SUBROTO (Swasta);
7. Perkara TPK pengadaan mobil pemadam kebakaran, mobil ambulan,
stoom walls dan dump truck oleh pemerintah Jawa Barat tahun 2003 dan
2004 atas nama tersangka DANNY SETIAWAN (Mantan Sekretaris Daerah
Propinsi Jawa Barat);
8. Perkara TPK pengadaan mobil pemadam kebakaran, mobil ambulan,
stoom walls dan dump truck oleh pemerintah Jawa Barat tahun 2003 dan
2004 atas nama tersangka WAHYU KURNIA (Mantan Kepala Biro
Perlengkapan);
9. Perkara TPK pengadaan mobil pemadam kebakaran, mobil ambulan,
stoom walls dan dump truck oleh pemerintah Jawa Barat tahun 2003 dan
2004 atas nama tersangka IJUDDIN BUDHYANA (Mantan Kepala Biro
Pengendalian Program);
10. Perkara TPK pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
hadiah atau janji yang berhubungan dengan jabatan atas nama tersangka
YUSUF SETIAWAN (Swasta);
LAKIP KPK Tahun 2009 88
11. Perkara TPK berupa penerimaan sejumlah uang terkait dengan proses
impor barang yang masuk atau diperiksa oleh pejabat fungsional
pemeriksa dokumen (PFPD) jalur hijau pada kantor pelayanan utama
(KPU) Bea dan Cukai Tanjung Priok atas nama tersangka AGUS SAFIIN
PANE (Pegawai Bea Cukai/PFPD);
Maret
12. Perkara TPK penyalahgunaan APBD Kabupaten Situbondo TA 2005-2007
atas nama tersangka ISMUNARSO (Bupati Situbondo);
13. Perkara TPK atas pelaksanaan kegiatan kerjasama operasi pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran gula kristal putih antara PT Rajawali
Nusantara Indonesia (RNI) dengan Perum Bulog tahun 2001 sd 2004 atas
nama tersangka RANENDRA DANGIN (Direktur Keuangan PT RNI);
14. Perkara TPK penyalahgunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD) Pemerintah Kota Manado TA 2006 atas nama tersangka JIMMY
RIMBA ROGI (Walikota Manado).
April
15. Perkara TPK dalam penerimaan uang oleh Auditor BPK- RI terkait
Pemeriksaan BPK-RI terhadap Penggunaan DPKK dan Dana Pembinaan
Penempatan Penyelenggaraan TKI (DP3TKI) T.A. 2004 pada Ditjen
PPTKDN/Binapendagri Depnakertrans pada periode Juli-Agustus 2005 dan
dalam Pemeriksaan BPK-RI pada Proyek Pengembangan Sistem Pelatihan
dan Pemagangan TA. 2004 pada Ditjen PPTKDN Depnakertrans periode
Oktober -Nopember 2005 atas nama tersangka Bagindo Quirinno ( Kepala
Seksi Depnaker Auditorat 1-C BPK RI )
16. Perkara TPK TPK yaitu telah memberikan sesuatu kepada pegawai negeri
atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu
yang bertentangan dengan kewajibannya, dilakukan dalam jabatannya
dan atau memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukannya atas nama tersangka Hontjo Kurniawan
(Komisari PT Kurnia Jaya Wira Bakti).
17. Perkara TPK berupa Penyelenggara negara menerima sesuatu, hadiah atau
janji yang terjadi pada strategic business unit (SBU) II wilayah Jawa
LAKIP KPK Tahun 2009 89
bagian Timur PT Perusahaan Gas Negara (persero), Tbk, yang dilakukan
oelh tersangka Trijono ( General Manager PT PGN – SBU II Jabati )
18. Perkara TPK sebagai orang yang turut serta terkait perbuatan Hontjo
Kurniawan yaitu memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajibannya, dilakukan dalam jabatannya dan atau
memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatannya atau kedudukannya atas nama tersangka Darmawati
Dareho (Staf Tata Usaha Distrik Navigasi Dephub)
Mei
19. Perkara TPK yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakan agar melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan
dengan kewajibannya atas nama tersangka Abdul Hadi Djamal (Anggota
Panitia Anggaran Komisi Perhub DPR RI)
Juli
20. Perkara TPK yaitu perbuatan turut serta terhadap pemberian sejumlah
dana kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan
proses permohonan alih fungsi hutan lindung Pantai Air Telang Sumatera
Selatan, bersama-sama dengan Chandra Antonio Tan atas nama
tersangka SYAHRIAL OESMAN (Mantan Gubernur Sumatera Selatan);
21. Perkara TPK dalam pengelolaan APBD Pemerintah Kabupaten Aceh
Tenggara TA 2004-2006 tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
mengakibatkan kerugian negara atau perekonomian negara atas nama
tersangka ARMEN DESKY (Bupati Aceh Tenggara);
Agustus
22. Perkara TPK dalam pengelolaan Dana/Aset Eks Yayasan Dana Tabungan
Pensiun Pekerja Pemborong Minyak dan Gas Bumi (YDTP-Migas) Tahun
2003 sampai 2008 yang diduga dilakukan oleh tersangka an Muzni
Tambusai (Ketua Tim Pelaksana Pengelola Aset ex YDTP Migas);
LAKIP KPK Tahun 2009 90
23. Perkara TPK atas penerbitan radiogram dalam pengadaan mobil pemadam
kebakaran dengan menggunakan pompa merk Tohatsu Type V 80 ASM
dan pembebasan bea masuk/ pajak mobil pemadam kebakaran merk
Morita dibeberapa pemprov/ pemkab/ pemkot dengan pembayaran
bersumber dari APBD TA 2002 sd 2005 atas nama tersangka OENTARTO
SINDUNG MAWARDI (Mantan Dirjen Otonomi Daerah Depdagri) dkk;
September
24. Perkara TPK turut serta dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran
dengan menggunakan pompa merk Tohatsu Type V 80 ASM dan merk
Morita di beberapa Pemprov/ Pemkab/ Pemkot dengan pembayaran
bersumber dari APBD Tahun 2002 sd 2005 atas nama tersangka Hengky
Samuel Daud.
25. Perkara TPK dalam pengadaan kapal patroli pada Ditjen Perhubungan Laut
Departemen Perhubungan RI dan atau penerimaan hadiah atau janji yang
berhubungan dengan jabatan atas nama tersangka DJONI ALGAMAR
(Direktur KPLP) dan TP MALAU (Kasi Sarana dan Prasarana Operasional
Ditjen Hubla);
Oktober
26. Perkara TPK dalam kegiatan pembangunan Pasar Sentral Supiori, terminal
induk kabupaten Supiori, Rumah Dinas Eselon kabupaten Supiori, dan
renovasi pasar sentral supiori untuk kantor cabang bank Papua dengan
menggunakan dana APBD kabupaten Supiori TA 2006, 2007, dan 2008
yang menimbulkan kerugian negara yang diduga dilakukan oleh Jules F
Warikar (Bupati Kabupaten Supiori)
27. Perkara TPK dalam kegiatan pembangunan Pasar Sentral Supiori, terminal
induk kabupaten Supiori, Rumah Dinas Eselon kabupaten Supiori, dan
renovasi pasar sentral supiori untuk kantor cabang bank Papua dengan
menggunakan dana APBD kabupaten Supiori TA 2006, 2007, dan 2008
yang menimbulkan kerugian negara yang diduga dilakukan oleh Suryadi
Sentosa (Komisaris Utama PT Multi Makmur Jaya Abadi)
28. Perkara TPK yaitu setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi, dengan melawan hukum
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara (penyalahgunaan APBD Kabupaten
LAKIP KPK Tahun 2009 91
Natuna TA 2004 yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan
pengeluaran kas tidak disertai bukti yang lengkap dan sah atas nama
tersangka HA Hamid Rizal(Bupati Natuna)
29. Perkara TPK dalam pengadaan Outsourcing Pengelolaan Sistem
Manajemen Pelanggan (Customer Managemen System) berbasis teknologi
informasi pada PT PLN (persero) distribusi Jawa Timur Tahun 2004-2008
atas nama tersangka Hariadi Sadono ( Hariadi Sadono (GM PT PLN Persero
Distribusi Jawa Timur).
November
30. Perkara TPK dalam penggunaan dana Kantor Bank Jabar untuk
kepentingan pribadi dan atau pihak lain yang terjadi antara tahun 2003
sampai dengan tahun 2005 diduga dilakukan oleh tersangka Umar
Sjarifuddin (Mantan Direktur Utama Bank Jabar)
31. Perkara TPK dalam pengadaan alat kesehatan untuk Rumah Sakit
Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Palang Merah Indonesia (PMI) oleh
Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI tahun anggaran 2003 atas nama
tersangka GUNAWAN PRANOTO (Dirut PT Kimia Farma Tbk)
32. Perkara TPK dalam pengadaan alat kesehatan untuk Rumah Sakit
Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Palang Merah Indonesia (PMI) oleh
Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI tahun anggaran 2003 atas nama
tersangka RINALDI JUSUF (Dirut PT Rifa Jaya Mulia);
33. Perkara TPK dalam pengadaan alat kesehatan untuk Rumah Sakit
Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Palang Merah Indonesia (PMI) oleh
Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI tahun anggaran 2003 dari dana ABT
atas nama tersangka Achmad Sujudi (Mantan Menkes)
34. Perkara TPK dalam pelaksanaan pengadaan alat rontgen portable untuk
pelayanan Puskesmas di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan
pulau-pulau kecil di Biro Perencanaan dan Anggaran Sekjen Departemen
Kesehatan RI TA 2007 atas nama tersangka MADIONO (Kabag
Perencanaan pada Biro Perencanaan dan Anggaran Sekjen Depkes);
Desember
35. Perkara TPK berupa Penyelenggara negara menerima atau memberikan
sesuatu, hadiah atau janji, dikarenakan atau dengan menyalahgunakan
atau dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang berhubungan
atau melekat dengan jabatannya yang diduga dilakukan oleh tersangka
LAKIP KPK Tahun 2009 92
Drs Washington Mampe Parulian Simanjutak, dkk selaku Direksi PT
Perusahaan Gas Negara (Persero) periode tahun 2001 sampai dengan
tahun 2006;
36. Perkara TPK yang dilakukan oleh tersangka Edi Suranto sebagai orang
yang secara bersama- sama atau turut serta terkait perbuatan Madiono
dkk dalam pelaksanaan pengadaan alat rontgen portable untuk pelayanan
Puskesmas di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan pulau-pulau
kecil di Biro Perencanaan dan Anggaran Sekjen Departemen Kesehatan RI
TA 2007.
Berkas Perkara yang Dilimpahkan (Perkara) diukur dari berkas
perkara yang dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN). Realisasi per bulan
adalah sebagai berikut:
Realisasi Rencana
2009/01 4 1
2009/02 10 3
2009/03 14 5
2009/04 14 8
2009/05 18 11
2009/06 19 14
2009/07 21 17
2009/08 23 20
2009/09 25 24
2009/10 28 28
2009/11 30 32
2009/12 34 35
Berkas perkara yang dilimpahkan ke PN adalah 34 perkara, yaitu:
Januari
1. Perkara TPK atas nama terdakwa AULIA T POHAN, BUN BUNAN E.J
HUTAPEA, ASLIM TADJUDDIN dan MAMAN HUSEIN SOMANTRI
sehubungan dengan TPK dalam penggunaan dana Bank Indonesia yang
dikelola oleh Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) untuk
kepentingan Bank Indonesia dengan tidak melalui mekanisme
penganggaran dan pertanggungjawaban;
2. Perkara TPK atas nama terdakwa INES WULANARI SETYAWATI
sehubungan dengan TPK turut serta terkait perbuatan Taswin Zein dkk,
dalam proyek pengembangan sistem pelatihan dan pemagangan yang
sumber dananya berasal dari ABT DIKS TA 2004 pada Dirjen Pembinaan
Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI;
LAKIP KPK Tahun 2009 93
3. Perkara TPK atas nama terdakwa KARNAWI sehubungan dengan TPK turut
serta terkait perbuatan Taswin Zein dkk, dalam proyek pengembangan
sistem pelatihan dan pemagangan yang sumber dananya berasal dari ABT
DIKS TA 2004 pada Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Penempatan Tenaga
Kerja dan Transmigrasi RI;
4. Perkara TPK atas nama terdakwa MOHAMAD IQBAL sehubungan dengan
TPK pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah
atau janji yang berhubungan dengan jabatan;
Februari
5. Perkara TPK atas nama terdakwa DANNY SETIAWAN sehubungan dengan
TPK pengadaan mobil pemadam kebakaran, mobil ambulan, stoom walls
dan dump truck oleh pemerintah Jawa Barat tahun 2003 dan 2004;
6. Perkara TPK atas nama terdakwa WAHYU KURNIA sehubungan dengan
TPK pengadaan mobil pemadam kebakaran, mobil ambulan, stoom walls
dan dump truck oleh pemerintah Jawa Barat tahun 2003 dan 2004;
7. Perkara TPK atas nama terdakwa IJUDDIN BUDHYANA sehubungan
dengan TPK pengadaan mobil pemadam kebakaran, mobil ambulan, stoom
walls dan dump truck oleh pemerintah Jawa Barat tahun 2003 dan 2004;
8. Perkara TPK atas nama terdakwa YUSUF SETIAWAN sehubungan dengan
TPK pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah
atau janji yang berhubungan dengan jabatan (perkara dihentikan karena
terdakwa meninggal dunia);
9. Perkara TPK atas nama terdakwa MULYONO SUBROTO sehubungan
dengan TPK pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
hadiah atau janji yang berhubungan dengan jabatan;
10. Perkara TPK atas nama terdakwa ERRY FUAD sehubungan dengan TPK
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji yang berhubungan dengan jabatan;
Maret
11. Perkara TPK atas nama terdakwa AGUS SAFIIN PANE sehubungan dengan
TPK berupa penerimaan sejumlah uang terkait dengan proses impor
barang yang masuk atau diperiksa oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa
Dokumen (PFPD) jalur hijau pada kantor pelayanan utama (KPU) Bea dan
Cukai Tanjung Priok;
LAKIP KPK Tahun 2009 94
12. Perkara TPK atas nama terdakwa RANENDRA DANGIN sehubungan dengan
TPK pelaksanaan kegiatan kerjasama operasi pengadaan, penyimpanan
dan penyaluran gula kristal putih antara PT Rajawali Nusantara Indonesia
(RNI) dengan Perum Bulog tahun 2001 sd 2004;
13. Perkara TPK atas nama terdakwa ISMUNARSO sehubungan dengan TPK
penyalahgunaan APBD Kabupaten Situbondo TA 2005-2007;
14. Perkara TPK atas nama terdakwa JIMMY RIMBA ROGI sehubungan dengan
TPK penyalahgunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)
Pemerintah Kota Manado TA 2006;
Mei
15. Perkara TPK atas nama terdakwa TRIJONO sehubungan dengan TPK
penyelenggara negara menerima sesuatu, hadiah atau janji yang terjadi
pada Strategic Business Unit (SBU) II wilayah Jawa bagian Timur PT
Perusahaan Gas Negara (Persero), Tbk;
16. Perkara TPK nama terdakwa HONTJO KURNIAWAN sehubungan dengan
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk menggerakan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;
17. Perkara TPK atas nama terdakwa DARMAWATI DAREHO sehubungan
dengan orang yang turut serta terkait perbuatan Hontjo Kurniawan yaitu
memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajibannya, dilakukan dalam jabatannya dan atau memberi hadiah atau
janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatannya atau
kedudukannya;
18. Perkara TPK atas nama terdakwa BAGINDO QUIRINO sehubungan dengan
penerimaan uang oleh Auditor BPK- RI terkait Pemeriksaan BPK-RI
terhadap Penggunaan DPKK dan Dana Pembinaan Penempatan
Penyelenggaraan TKI (DP3TKI) T.A. 2004 pada Ditjen
PPTKDN/Binapendagri Depnakertrans pada periode Juli-Agustus 2005 dan
dalam Pemeriksaan BPK-RI pada Proyek Pengembangan Sistem Pelatihan
dan Pemagangan TA. 2004 pada Ditjen PPTKDN Depnakertrans periode
LAKIP KPK Tahun 2009 95
Oktober -November 2005;
Juni
19. Perkara atas nama tersangka ABDUL HADI DJAMAL terkait TPK pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji
padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
Juli
20. Perkara TPK atas nama terdakwa SYAHRIAL OESMAN sehubungan dengan
perbuatan turut serta terhadap pemberian sejumlah dana kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara terkait dengan proses permohonan alih
fungsi hutan lindung Pantai Air Telang Sumatera Selatan;
21. Perkara TPK atas nama terdakwa ARMEN DESKY sehubungan dengan
pengelolaan APBD Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara TA 2004-2006
yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
Agustus
22. Perkara TPK atas nama terdakwa MUZNI TAMBUSAI sehubungan dengan
pengelolaan dana/aset Eks. Yayasan Tabungan Pensiun Pekerja
Pemborong Minyak dan Gas Bumi/YDTP-MIGAS;
23. Perkara TPK atas nama terdakwa OENTARTO SINDUNG MAWARDI
sehubungan dengan penerbitan Radiogram dalam pengadaan mobil
pemadam kebakaran dengan menggunakan pompa merk Tohatsu type V
80 ASM dan pembebasab Bea Masuk/pajak mobil pemadam kebakaran
merk Morita di beberapa Pemprov/Pemkab/Pemkot dengan pembayaran
bersumber dari APBD tahun 2000 sd 2005;
September
24. Perkara TPK atas nama terdakwa SAMUEL HENGKY DAUD, MBA. Als
HENGKY SAMUEL DAUD Als DAUD sehubungan dengan pengadaan mobil
pemadam kebakaran dengan menggunakan pompan merk Tohatsu type
V 80 ASM dan merk Morita di berbagai Pemprov./Pemkab./Pemkot yang
dananya bersumber dari APBD Tahun 2002 – 2005;
25. Perkara TPK atas nama terdakwa DJONI ANWIR ALGAMAR dan TANSEAN
PARLINDUNGAN MALAU sehubungan dengan Pelaksanaan Pengadaan
Kapal Patroli Klas III type FRP panjang 28,5 meter pada Ditjen
LAKIP KPK Tahun 2009 96
Perhubungan Laut Dep. Perhubungan;
Oktober
26. Perkara TPK atas nama terdakwa JULES FITZGERALD WARIKAR
sehubungan dengan pembangunan renovasi pasar sentral Supiori,
terminal induk, rumah dinas pejabat eselon, dan renovasi pasar sentral
Supiori untuk Kantor Cabang Bank Papua yang menggunakan dana APBD
Kab. Supiori Prov. Papua TA. 2006 - 2008. Kab. Supiori;
27. Perkara TPK atas nama terdakwa SURYADI SENTOSA sehubungan dengan
pembangunan renovasi pasar sentral Supiori, terminal induk, rumah dinas
pejabat eselon, dan renovasi pasar sentral Supiori untuk Kantor Cabang
Bank Papua yang menggunakan dana APBD Kab. Supiori Prov. Papua TA.
2006 - 2008. Kab. Supiori;
28. Perkara TPK atas nama terdakwa ABDUL HAMID RIZAL dan DAENG
RUSNADI sehubungan dengan enggunaan APBD Kabupaten Natuna Tahun
Anggaran 2004 yang tidak sesuai dengan peruntukkannya dan
pengeluaran kas tidak sesuai dan pengeluaran kas tidak disertai bukti
yang lengkap dan sah;
November
29. Perkara TPK atas nama terdakwa HARIADI SADONO sehubungan dengan
Pengadaan Outsourcing Pengelolaan Sistim Manajemen Pelanggan
(Customer Management System) berbasis Teknologi Informasi pada PT.
PLN (persero) Distribusi Jawa Timur Tahun 2004 - 2008;
30. Perkara TPK atas nama terdakwa UMAR SJARIFUDDIN sehubungan dengan
penggunaan dana Kantor Bank Jabar untuk kepentingan pribadi dan atau
pihak lain yang terjadi pada tahun 2003 – 2005;
Desember
31. Perkara TPK atas nama terdakwa GUNAWAN PRANOTO sehubungan
dengan penggunaan Alat Kesehatan untuk Rumah Sakit Kawasan Timur
Indonesia (KTI) dan Palang Merah Indonesia (PMI) oleh Ditjen Pelayanan
Medik Dep. Kesehatan RI;
32. Perkara TPK atas nama terdakwa RINALDI YUSUF sehubungan dengan
penggunaan Alat Kesehatan untuk Rumah Sakit Kawasan Timur Indonesia
(KTI) dan Palang Merah Indonesia (PMI) oleh Ditjen Pelayanan Medik Dep.
Kesehatan RI;
LAKIP KPK Tahun 2009 97
33. Perkara TPK atas nama terdakwa ACHMAD SUJUDI sehubungan dengan
penggunaan alat kesehatan untuk Rumah Sakit Kawasan Timur Indonesi
(KTI) dan Palang Merah Indonesia (PMI) oleh Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik Dep. Kesehatan RI pada Tahun Anggaran 2003 dari Dana
Anggaran Belanja Tambahan (ABT);
34. Perkara TPK atas nama terdakwa Dr. MADIONO, MPH sehubungan dengan
Pelaksanaan Pengadaan Alat Rontgen Portable untuk Pelayanan
Puskesmas di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan, dan Pulau-pulau
Kecil di Biro Perencanaan dan Anggaran Setjen Dep. Kesehatan RI.
Case Building INDA diukur dari jumlah kasus yang dibangun oleh
Dit. PINDA dan Dit. PJKAKI. Dari target tahun 2009 sebanyak 5 kasus,
realisasinya hanya 4 kasus, sebagaimana tabel berikut:
Realisasi Rencana
2009/Q1 1 0
2009/Q2 2 2
2009/Q3 4 3
2009/Q4 4 5
Kasus yang berhasil dibangun dari INDA adalah sebagai berikut:
a. Kasus suap pembangunan Dermaga di Indonesia Timur, dengan Tsk AHD
dan DD. [PINDA].
b. Kasus DAK Pendidikan TA 2008. [PJKAKI]
c. Kasus pemberian suap kepada Wisnu Soebroto. [PJKAKI].
d. Kasus SUTET pikitring Jawa Bali dan Nusa Tenggara. [PJKAKI].
Kasus yang dibangun Dit. PINDA tidak mencapai target, disebabkan
konsentrasi sumber daya terserap oleh peristiwa yang akhir-akhir ini
menimpa KPK. Tindak lanjut ke depan, sesuai rencana perubahan ortala, KPI
ini tidak lagi di Dit. PINDA.
KPI Pemeriksaan Dit. Gratifikasi yang Disampaikan ke
Penyelidikan diperoleh dari hasil pemeriksaan Dit. Gratifikasi yang
kategorinya sudah memenuhi syarat untuk disampaikan kepada Dit. Lidik.
Dari target tahun 2009 sebanyak 5 kasus, berhasil direalisasikan 5 kasus
(100%):
LAKIP KPK Tahun 2009 98
Realisasi Rencana
2009/Q1 0 0
2009/Q2 2 1
2009/Q3 3 3
2009/Q4 5 5
Adapun kasus yang dilimpahkan ke Penyelidikan adalah:
a. Kasus Cogen;
b. Kasus Musi Banyuasin;
c. Kasus ASPC;
d. Angket BBM; dan
e. Mete.
KPI Kasus LHKPN yang Ditindaklanjuti oleh Dit. Lidik diperoleh
dari umlah Sprint yang diterbitkan oleh Dit. Lidik atas dasar temuan dari
LHKPN. Dari target tahun 2009 sebanyak 6 kasus (PN), berhasil direalisasikan
6 kasus (100%):
Realisasi Rencana
2009/Q1 2 1
2009/Q2 4 1
2009/Q3 5 5
2009/Q4 6 6
KPI Hasil Pemeriksaan Dumas yang Dilimpahkan (LID)
diperoleh dari hasil pemeriksaan dumas yang diteruskan ke Penindakan,
dengan realisasi sebagai berikut:
2009/Q1 2009/Q2 2009/Q3 2009/Q4
Kasu
s
5
0 Bad
Good
2009/Q1 2009/Q2 2009/Q3 2009/Q4
PN
5
Bad
Good
LAKIP KPK Tahun 2009 99
Realisasi Rencana
2009/Q1 10 12
2009/Q2 22 26
2009/Q3 40 41
2009/Q4 52 56
Jumlah pengaduan masyarakat yang dilimpahkan dari Dit. Dumas ke
Deputi Penindakan dalam periode tahun 2009 tidak memenuhi target, yaitu
hanya dengan realisasi sebanyak 52 kasus atau 92,90% dibandingkan dengan
target yang ditetapkan sebanyak 56 kasus. Hal tersebut disebabkan oleh:
a. Ada usulan kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) yang
masih pending menunggu persetujuan Pimpinan dan adapula yang sudah
memperoleh persetujuan tetapi belum dapat dilaksanakan dalam tahun
2009;
b. Menurunnya kualitas pengaduan masyarakat yang bisa dikategorikan
cukup bukti permulaan untuk dilimpahkan ke Deputi Penindakan.
Action Plan (Rencana Tindak) yang diusulkan:
a. Mengusulkan perubahan kebijakan proses persetujuan kegiatan pulbaket
yang semula harus melalui Pimpinan, menjadi hanya di tingkat kedeputian
saja;
b. Menindaklanjuti usulan kegiatan pulbaket yang sudah disetujui oleh
Pimpinan sebagai kegiatan awal tahun 2010 .
Realisasi per triwulan adalah sebagai berikut:
Triwulan I
1. Dugaan TPK di Direktorat Pembinaan TK/SD Ditjen Dikdasmen,
Depdiknas;
2. Dugaan TPK pada pengadaan tanah di Kab. Tegal TA 2004-2008;
3. Dugaan TPK dalam pengadaan tanah di Kab. Brebes TA 2003;
4. Dugaan pelanggaran dan penyimpangan dalam pengadaan tanah KPPBB
Sleman tahun 2007;
5. Usulan tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan BPK Perwakilan Pelambang
atas laporan keuangan Pemkab Muba TA 2006;
6. Dugaan TPK dalam program Resque Package PT Asuransi Tugu Mandiri
(AJTM);
LAKIP KPK Tahun 2009 100
7. Dugaan penyimpangan dalam proses pengurusan sertfikat HGB milik
Industri Sandang Nusantara;
8. Dugaan Tindak pidana korupsi terkait pemberian kuasa pertambangan
oleh Bupati di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan;
9. Dugaan penyimpangan Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan Kab.
Ponorogo tahun 2006-2008;
10. Dugaan TPK dalam tukar guling tanah kelurahan Lawang Kabupaten
Malang Tahun 2004.
Realisasi sebanyak 10 kasus di atas belum memenuhi target
sebanyak 12 kasus, disebabkan oleh:
a. Ada kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan yang dipending karena
adanya penugasan lain dari Pimpinan untuk kasus Migas dan Depsos;
b. Kualitas pengaduan masyarakat yang bisa dikategorikan cukup bukti
permulaan untuk dilimpahkan ke Deputi Penindakan yang menurun.
Triwulan II
11. Dugaan penyimpangan penjualan tanah kas Desa Blukon Kec. Lumajang
Kab. Lumajang Tahun 2005;
12. Dugaan TPK dana alokasi khusus (DAK) TA 2006 oleh Bupati Kepulauan
Talaud;
13. Dugaan terjadinya salah bayar dalam pelaksanaan pembebasan tanah
Proyek Banjir Kanal Timur;
14. Dugaan penyimpangan dalam pungutan retribusi parkir oleh Dinas
Perhubungan Kota Pekanbaru;
15. Dugaan TPK dalam pelaksanaan Program Lelang Aset Property (PLAP)
tahun 2008;
16. Dugaan TPK berupa pengumpulan uang oleh Sekda Kota Semarang dari
SKPD-SKPD di lingkungan Pemkot Semarang untuk keperluan Walikota
Semarang dalam rangka pemilihan Gubernur dan untuk pembahasan
PERDA SOTK di DPRD Kota Semarang;
17. Dugaan TPK dalam pelaksanaan pembangunan Pelabuhan Pendaratan
Ikan (PPI) Tambaklorok Semarang;
18. Dugaan TPK pada penyelesaian kerjasama operasi (KSO) Divre IV PT.
Telkom Tbk dengan PT. Mitra Global Telekomunikasi Indonesia (MGTI);
LAKIP KPK Tahun 2009 101
19. Dugaan TPK dana penanganan bencana (PB) Nias Thn 2007;
20. Dugaan TPK bantuan bedah rumah, pungutan liar Sismiop PBB dan tukar
guling tanah PTPN Desa Gambirono Kec. Bangsalsari Kab. Jember;
21. Dugaan TPK dalam pengelolaan BUMD PT Rembang Bangkit Sejahtera
Jaya (RBSJ) di Rembang tahun 2006-2007;
22. Dugaan TPK pembangunan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Suradadi
Kab. Tegal TA 2007.
Triwulan III
23. Dugaan TPK pembangunan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Suradadi
Kab. Tegal TA 2007;
24. Penyampaian laporan hasil audit investigatif BPK RI terhadap dugaan TPK
dalam pengelolaan kas daerah Kab. Langkat TA 2000-2007;
25. Dugaan TPK dana APBD Kab Bovem Digoel TA 2006 s.d. 2008;
26. Dugaan TPK di PT Kereta Api (Persero);
27. Tindaklanjut hasil audit BPK atas Laporan Keuangan Pemkot Kendari;
28. Dugaan TPK dalam pengadaan barang di Dinas Kebersihan Prov. DKI
Jakarta;
29. Dugaan TPK dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran di Pemkab
Batanghari thn 2004;
30. Dugaan perjalanan dinas fiktif oleh Kepala Perwakilan BPK RI di Surabaya;
31. Dugaan penerimaan uang oleh Ketua DPRD Kota Jambi terkait pekerjaan
pengelolaan persampahan Kota Jambi thn 2007-2008;
32. Dugaan TPK dana APBD Kab Paniai TA 2004 s.d. 2008;
33. Dugaan TPK dalam penyelamatan PT. Bank Century Tbk;
34. Dugaan TPK dalam pemungutan Pajak dan eksploitasi Bahan Galian
Golongan C pada Perjanjian Kerjasama Operasi antara Pemkab Lumajang
dengan PT Muatiara Halim d/h SV Muatiara tahun 2004 s.d. 2009;
35. Dugaan TPK dalam penyelesaian BLBI pada PT BDNI;
36. Dugaan TPK yang dilakukan oleh Walikota Manado;
37. Dugaan terjadinya mark up di Departemen Kehutanan;
LAKIP KPK Tahun 2009 102
38. Dugaan tpk berupa suap menyuap/pungli/pemerasan oleh Oknum Pegawai
Balai Besar Karantina Pertanian (BBPK) Tanjung Priok dengan koordinator
seorang PPNS yang melibatkan Kepala BBKP Tanjung Priok dan Kepala
Badan Karantina Pertanian yang dilaporkan oleh Inspektur Pemeriksaan
Khusus Departemen Pertanian;
39. Dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan tanah Kantor
Pelayanan Pajak Depok Tahun 2004;
40. Dugaan penyimpangan pengurusan perpanjangan dan balik nama sertifkat
Hak Guna Bnagunan PT. Industri Sandang Nusantara (INSAN) Tahun
2003-2004;
41. Dugaan TPK dalam Manajemen Hutan di Prov. Kalimantan Barat.
Triwulan IV
41. Dugaan TPK dalam pelaksanaan proyek pengadaan tanah Kab. Tegal TA
2006-2008;
42. Dugaan TPK dalam proyek Exor I Balongan Pertamina;
43. Dugaan TPK penyimpangan dana APBD Kab. Mimika TA 2005 dan 2006
(pekerjaan peningkatan Jalan Strategis Pomako II – Dermaga Nusantara
dan pembangunan jalan Simpang Pelra-Waikiki TA 2005 dan 2006;
44. Dugaan TPK Proyek Public Service Advertisment (PSA) dan Variety Show
pada Departemen Pertanian TA 2008-2009;
45. Dugaan korupsi dana APBD Kab Gresik tahun 2001-2005 sbs Rp.
11,051,500,000 oleh Bupati Gresik yang diduga digunakan untuk melobi
anggota/pimpinan DPRD Kab. Gresik;
46. Permintaan pencabutan cegah dan tangkal oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi;
47. Dugaan TPK terkait pemberian surat persetujuan rencana investasi atau
persetujuan prinsip Bupati Klungkung No: 18/BPT/X/2004 tanggal 28
Januari 2005 kepada PT Sekar Semesta dengan memenuhi persyaratan
penyerahan uang jaminan;
48. Dugaan mark up pada proyek BP RSUD Kota Salatiga TA 2004;
49. Dugaan TPK Kegiatan Talkshow Interaktif DPRD Prop DKI Jakarta TA
2008;
50. Dugaan mark up pengadaan tanah di Kab. Brebes TA 2003;
LAKIP KPK Tahun 2009 103
51. Dugaan TPK pada pengadaan 3 unit boiler feed pump dan 1 unit load gear
box di PLN unit Pembangkit Sumatera Utara tahun 2005;
52. Dugaan TPK dalam proyek pengadaan kendaraan bermotor roda dua di
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPSDMP)
Departemen Pertanian tahun 2006.
Efektivitas Pelacakan Aset
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Efektivitas Pelacakan Aset terdiri atas satu indikator, dengan
capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 % Nilai Aset Berhasil Dilacak 50% 60,75% 121,5%
Dari tabel tersebut, terlihat bahwa target kinerja yang ditetapkan telah
tercapai.
KPI % Nilai Aset Berhasil Dilacak diukur dari jumlah nilai aset
yang berhasil dilacak dibandingkan dengan jumlah kerugian negaranya,
dengan realisasi sebagai berikut:
Realisasi Rencana
2009/Q1 28,00% 20,00%
2009/Q2 35,00% 30,00%
2009/Q3 46,33% 40,00%
2009/Q4 60,75% 50,00%
Total aset yang dilacak pada tahun 2009 tercatat sebesar
Rp370.402.595.411,00 dari total jumlah potensi kerugian negara yang
ditimbulkan oleh korupsi sebesar Rp334.167.973.125,00, dengan rincian
sebagai berikut:
Triwulan I
1. Perkara GM PGN (Trj): Total aset yang terlacak Rp15 Miliar dan
USD23,639 (Potensi kerugian negara Rp7 Miliar);
2009/Q1 2009/Q2 2009/Q3 2009/Q4
Perc
enta
ge
70,0060,0050,0040,0030,0020,00 Bad
Good
LAKIP KPK Tahun 2009 104
2. Perkara Bupati Situbondo (Ism): Total aset yang terlacak Rp3 Miliar
(Potensi kerugian negara Rp7,8 Miliar);
Triwulan II
3. Perkara Bupati Aceh Tenggara (AD): Total aset yang terlacak Rp12,5 Miliar
(Potensi kerugian negara Rp24,7 Miliar);
4. Perkara Walikota Menado (JRG): Total aset yang terlacak Rp10 Miliar
(Potensi kerugian negara Rp48 Miliar);
5. Perkara GM PLN Jatim (HS): Total aset yang terlacak Rp102 Miliar (Potensi
kerugian negara Rp93 Miliar);
Triwulan III
6. Perkara BPD Jabar (US dkk): Total aset yang terlacak Rp50 Miliar (Potensi
kerugian negara Rp37,6 Miliar);
7. Perkara Bupati Supiori (JFW): Total aset yang terlacak Rp50 Miliar
(Potensi kerugian negara Rp43,7 Miliar);
8. Perkara Pengadaan Alat Kesehatan (GP): Total aset yang terlacak Rp123,4
Miliar (Potensi kerugian negara Rp71,2 Miliar);
Triwulan IV
9. Perkara Pengadaan alat kesehatan untuk Rumah Sakit kawasan Indonesia
Timur (AS): Total aset yang terlacak Rp7,826 Miliar (Potensi kerugian
negara belum diketahui):
10. Perkara Penyalahgunaan APBD Kabupaten Natuna: Total aset yang
terlacak Rp18,866 Miliar (Potensi kerugian negara Rp72 Miliar);
11. Perkara TPK pengelolaan dana eks-YDTP Migas (MT): Total aset yang
terlacak Rp12,794 Miliar (Potensi kerugian negara Rp11,389 Miliar).
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dari Gratifikasi
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dari Gratifikasi terdiri atas
satu indikator, dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 Setoran PNBP dari Pelaporan Gratifikasi (Rp Miliar) 2,0 2,3 115,2%
LAKIP KPK Tahun 2009 105
Dari tabel di atas, terlihat bahwa target kinerja yang ditetapkan telah
tercapai.
KPI Setoran PNBP dari Pelaporan Gratifikasi diukur dari jumlah
nilai gratifikasi yang ditetapkan menjadi Milik Negara dan disetor sebagai
PNBP. Untuk mencapai target yang ditetapkan tahun 2009 sebesar Rp2,0
Miliar, telah dilakukan usaha-usaha berikut:
a. Intensifikasi program sosialisasi dan diseminasi form gratifikasi;
b. Identifikasi penerimaan gratifikasi ter-cluster untuk ditindaklanjuti.
Realisasi per triwulan adalah sebagaimana tabel di bawah ini:
Realisasi Rencana
2009/Q1 Rp 518.405.813,00 Rp 500.000.000,00
2009/Q2 Rp 1.219.942.804,00 Rp 1.000.000.000,00
2009/Q3 Rp 1.909.798.154,00 Rp 1.500.000.000,00
2009/Q4 Rp 2.298.140.004,00 Rp 2.000.000.000,00
Realisasi sebesar Rp2.298.140.000,00 berasal dari penerimaan
Gratifikasi dalam bentuk:
a. Uang sebesar Rp1.288.339.128,00 yang telah ditetapkan menjadi Milik
Negara;
b. Barang senilai Rp1.009.800.875,00.
Penyelamatan Kerugian/Kekayaan Negara
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Penyelamatan Kerugian/Kekayaan Negara terdiri atas dua
indikator, dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 Nilai Aset/BMN yang Diselamatkan - Tim Gratifikasi (Rp Miliar) 300 2.600,00 >200%
2 Nilai Aset/BMN yang Diselamatkan - Tim LHKPN (Rp Miliar) 300 1,969,90 >200%
Dari tabel di atas, target kinerja yang ditetapkan telah tercapai.
KPI Nilai Aset/BMN yang Diselamatkan - Tim Gratifikasi (Rp
Miliar), berhasil direalisasikan sebagai berikut:
Realisasi Rencana
2009/Q1 1.988,28 150,00
2009/Q2 2.150,56 250,00
LAKIP KPK Tahun 2009 106
2009/Q3 2.486,93 275,00
2009/Q4 2.692,95 300,00
Realisasi sebesar Rp2.692.946.195.923,00 berasal dari Kajian
Kegiatan Usaha Hulu MIGAS. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan
terhadap sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) dan rekomendasi
perbaikan yang disampaikan kepada BP Migas, KPK berhasil melakukan
penyelamatan keuangan negara sebesar USD237,595,475.89 atau setara
dengan Rp2.692.946.195.923,00 dari penyetoran dana Abandonment and
Site Restoration (ASR) dan koreksi pembebanan insentif Kredit Investasi
(Investment Credit).
KPI Nilai Aset/BMN yang Diselamatkan - Tim LHKPN (Rp
Miliar), merupakan jumlah potensi kekayaan Negara yang dapat
diselamatkan. Realisasi per triwulan adalah sebagai berikut:
Realisasi Rencana
2009/Q1 110,20 50,00
2009/Q2 366,50 175,00
2009/Q3 1.969,90 250,00
2009/Q4 1.969,90 300,00
Dalam rangka mendorong optimalisasi pelaksanaan kerja
pengelolaan barang milik negara, KPK telah membentuk Tim Penertiban
Barang Milik Negara melalui Keputusan Pimpinan KPK Nomor KEP-
169/01/VI/2008 tentang Pembentukan Tim Koordinasi, Monitoring, dan
Supervisi Pelaksanaan Inventarisasi Penertiban Barang Milik Negara yang
bertugas melakukan Koordinasi, Monitoring dan Supervisi Pelaksanaan
Inventarisasi Penertiban Barang Milik Negara di lingkungan
Kementerian/Lembaga, BUMN dan Pemerintah Daerah.
Selama tahun 2009, Tim TPBMN telah berhasil menyelamatkan
potensi kerugian negara sebagai akibat pengalihan hak BMN yang dapat
dicegah nilainya mencapai Rp1.969.904.438.000,00 sesuai penilaian dari
Departemen Keuangan (DJKN) yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
LAKIP KPK Tahun 2009 107
No Kementerian/ Lembaga
Persil yang Dinilai
Persil yang Belum Dinilai
Hasil yang Dinilai (Rp)
1 Departemen Hukum dan HAM 5 Persil 1 Persil 70.897.700.000
2 Departemen Agama 7 Persil - 14.631.880.000
3 Setneg Flat 3 Wing - 104.818.331.000
4 Departemen PU 3 Persil 1 Persil 10.455.648.000
5 Perum Bulog 9 Persil - 11.380.962.000
6 PT Kereta Api 1 Persil 20 Persil 6.479.187.000
7 BKKBN 1 Persil - 7.140.549.000
8 Departemen Luar Negeri 45 Persil - 41.175.416.000
9 Departemen Kesehatan 3 Persil 1 Persil 25.119.851.000
10 Departemen Keuangan (DJP) 60 Persil - 1.652.615.583.000
11 Perum Pegadaian 27 Persil 6 Persil 16.176.211.000
12 Asuransi Jiwasraya 6 Persil - 9.013.120.000
13 Depdiknas (Unibraw) - 50 Persil - Total 1.969.904.438.000
Meningkatnya Jumlah PN yang Melaporkan Penerimaan Gratifikasi
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Meningkatnya Jumlah PN yang Melaporkan Penerimaan Gratifikasi
terdiri atas satu indikator, dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 % Peningkatan Jumlah PN yang Melaporkan Penerimaan Gratifikasi 100% 309% >200%
Dari tabel tersebut, terlihat bahwa target kinerja yang ditetapkan telah
tercapai.
KPI % Peningkatan Jumlah PN yang Melaporkan Penerimaan
Gratifikasi, telah direalisasikan sebagai berikut:
Realisasi Rencana
2009/Q1 256,41% 25,00%
2009/Q2 268,17% 50,00%
2009/Q3 268,70% 75,00%
2009/Q4 309,08% 100,00%
Rekapitulasai data PN yang melaporkan gratifikasi selama tahun 2009
adalah sebagai berikut:
LAKIP KPK Tahun 2009 108
1. Menurut Status Kepemilikan
No Status Jumlah
1 Milik Penerima 100
2 Milik Negara 149
3 Sebagian Milik Negara 63
4 Masih dalam Proses 23
5 Dikirimi Surat -
Jumlah 335
2. Menurut Provinsi di Indonesia
No Status Jumlah
1 Sumatera Utara 6 2 Riau 1 3 Kepulauan Riau 2 4 Sumatera Barat 11 5 Sumatera Selatan 3 6 Jambi 1 7 Bengkulu 1 8 Lampung 9 9 Jawa Barat 12
10 Banten 1 11 Kalimantan Timur 2 12 DKI Jakarta (Lembaga
Negara/Pempus) 136
13 DKI Jakarta (Pemda) 7 14 D.I. Yogyakarta 4 15 Jawa Tengah 57 16 Jawa Timur 71 17 Sulawesi Utara 1 18 Sulawesi Selatan 3 19 Sulawesi Tenggara 1 20 Gorontalo 5 21 Nusa Tenggara Barat 1
Jumlah 335
LAKIP KPK Tahun 2009 109
3. Menurut Instansi
No Bidang Instansi Jumlah
1 Konstitutif MPR - 2 Legislatif DPR 17 DPRD 5 DPD 1 3 Eksekutif Kepresidenan - Kementerian - • Kementerian Koordinator 1
• Departemen 37
• Kement. Negara 3
• Setingkat Kementerian 17
LPND 12 Lembaga Ekstra Struktural 2 4 Yudikatif 1 5 Inspektif (BPK) 10 6 Lembaga Independen 54 7 BUMN / BUMD 9 8 Pemprov 14 9 Pemkab 92
10 Pemkot 60 Jumlah 335
Rekap Pelaporan Gratifikasi (2004-2009)
150
326
249 271
335
2004 2005 2006 2007 2008 2009
LAKIP KPK Tahun 2009 110
Meningkatnya Jumlah PN yang Melaporkan LHKPN
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Meningkatnya Jumlah PN yang Melaporkan LHKPN terdiri atas satu
indikator, dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 % Peningkatan Jumlah PN yang Melaporkan LHKPN 10.000 14.134 141,3%
Dari tabel di atas, target kinerja yang ditetapkan telah tercapai.
Realisasi Rencana
2009/Q1 3.128 2.500
2009/Q2 7.262 5.000
2009/Q3 10.646 7.500
2009/Q4 14.134 10.000
Tingkat kepatuhan pelaporan LHKPN kurun waktu 2005-2009 dapat
dilihat pada grafik di bawah ini:
2009/Q1 2009/Q2 2009/Q3 2009/Q4
PN
15.000
10.000
5.000Bad
Good
29.94652.137
102.229
42.23965.448
116.669
55.03976.116
84.813
73.47495.359
110.892
93.570104.329
128.030
2005
2006
2007
2008
2009
Tingkat Kepatuhan Wajib Lapor LHKPN (Kumulatif, 2005-2009)
Pengumuman LHKPN Yang Melaporkan Wajib Lapor LHKPN
LAKIP KPK Tahun 2009 111
Terbangunnya Pemahaman Masyarakat terhadap Anti Korupsi
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Terbangunnya Pemahaman Masyarakat terhadap Anti Korupsi terdiri
atas satu indikator, dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 % Peningkatan Kesadaran Masyarakat terhadap Anti Korupsi
10% 10% 100%
Dari tabel tersebut, terlihat bahwa target kinerja yang ditetapkan telah
tercapai.
KPI % Peningkatan Kesadaran Masyarakat terhadap Anti
Korupsi, diukur dari meningkatnya pemahaman masyarakat dan awarness
masyarakat terhadap anti korupsi di Indonesia. Target 2009: 10%.
Meningkatkan awarness masyarakat mengenai Anti Korupsi melalui
kegiatan above the line ataupun distribusi materi sosialisasi. Penyebaran
materi anti korupsi kepada masyarakat, penayangan PSA TV, PSA Radio, PSA
Print dan lainnya.
LAKIP KPK Tahun 2009 112
Percepatan Reformasi Sektor Publik
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Percepatan Reformasi Sektor Publik terdiri atas satu indikator,
dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 Jumlah Instansi yang Mengimplementasikan Komitmen Tindak Lanjut Perbaikan Layanan Publik (Instansi)
20 20 100%
Dari tabel tersebut, terlihat bahwa target kinerja yang ditetapkan telah
tercapai.
Realisasi Jumlah instansi yang Mengimplementasikan
Komitmen Tindak Lanjut Perbaikan Layanan Publik adalah 20 sebagai
berikut:
Realisasi Rencana
2009/Q1 3 4
2009/Q2 7 6
2009/Q3 7 6
2009/Q4 20 20
Komitmen instansi dalam melakukan perbaikan layanan publik dapat
berupa:
• Pembuatan rencana tindak oleh instansi terkait rekomendasi atas temuan
kelemahan sistem maupun kebijakan yang dibuat oleh tim kajian KPK.
Rencana ini kemudian dipantau pelaksanaannnya sesuai jadwal yang
ditetapkan;
• Pembuatan dan pelaksanaan rencana tindak oleh instansi yang
mendapatkan ranking terendah dalam skor integritas. Rencana tindak ini
diharapkan mampu meningkatkan level pelayanan dan integritas instansi
yang bersangkutan di masa yang akan datang;
• Pembuatan rencana tindak oleh pemerintah daerah untuk memperbaiki
unit-unit pelayanan publik di daerahnya masing-masing. Komitmen
2009/Q1 2009/Q2 2009/Q3 2009/Q4
Inst
ansi
20,00
15,0010,00
5,000,00 Bad
Good
LAKIP KPK Tahun 2009 113
pemerintah daerah ini adalah hasil dari kegiatan koordinasi dan supervisi
khususnya terkait peningkatan profesionalisme dan integritas pelayanan
publik.
Instansi yang berkomitmen mengimplementasikan reformasi sektor
publik:
Triwulan I
1. Ditjen Perbendaharaan;
2. Ditjen Pajak;
3. BNP2TKI;
Triwulan II
4. Departemen Dalam Negeri;
5. Ditjen Anggaran;
6. BPN;
7. Pemkot Balikpapan (NIK);
Triwulan III
8. Departemen Kesehatan;
9. Bappenas;
10. Ditjen Pengelolaan Utang;
Triwulan IV
11. Pemkot Banda Aceh;
12. Pemkot Bandung;
13. Pemprov Kalteng;
14. Pemkab Gunung Mas;
15. Pemkot Tanjung Pinang;
16. Pemkot Denpasar;
17. Departemen Agama;
18. Ditjen Pemasyarakatan;
19. Ditjen Bina Marga; dan
20. Pemprov DKI Jakarta.
LAKIP KPK Tahun 2009 114
Meningkatnya Efektivitas Fungsi Aparat Pengawasan
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Meningkatnya Efektivitas Fungsi Aparat Pengawasan terdiri
atas satu indikator kinerja, dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 % Irjen yang Menyampaikan Laporan Upaya Pencegahan TPK ke KPK
25% 60,70% >200%
Dari tabel di atas, target kinerja yang ditetapkan telah tercapai.
Untuk melaksanakan salah satu fungsi KPK yaitu melakukan
koordinasi dan supervisi dengan instansi lain serta kewenangan untuk
meminta laporan atau informasi terkait kegiatan pemberantasan tindak
pidana korupsi di instansi pemerintah, maka diselenggarakan Konferensi
Pemberdayaan APIP pada 12 Agustus 2009, dengan mengundang 56 APIP
instansi pemerintah (termasuk 5 instansi pemapar), 4 narasumber (BPKP,
Ryaas Rasyid, MOS China, dan GIO Iran), dan media massa.
Dari 34 instansi yang wajib mengembalikan form isian terkait laporan
dan upaya pemberantasan korupsi di instansinya, sebanyak 100% telah
melaporkan. Total keseluruhan APIP adalah sejumlah 56. Maka prosentasi
APIP yang memberikan laporan yaitu 34/56 * 100 = 60,7%.
34 Instansi yang memberikan laporan upaya pemberantasan korupsi
tersebut adalah:
1. Inspektur Jenderal Departemen Agama RI
2. Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri RI
3. Inspektur Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral RI
4. Inspektur Jenderal Departemen Hukum dan Ham RI
5. Inspektur Jenderal Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI
6. Inspektur Jenderal Departemen Kehutanan RI
7. Inspektur Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan RI
8. Inspektur Jenderal Departemen Kesehatan RI
9. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan RI
10. Inspektur Jenderal Departemen Komunikasi dan Informatika RI
11. Inspektur Jenderal Departemen Luar Negeri RI
12. Inspektur Jenderal Departemen Pekerjaan Umum RI
LAKIP KPK Tahun 2009 115
13. Inspektur Jenderal Departemen Pendidikan Nasional RI
14. Inspektur Jenderal Departemen Perdagangan RI
15. Inspektur Jenderal Departemen Perhubungan RI
16. Inspektur Jenderal Departemen Perindustrian RI
17. Inspektur Jenderal Departemen Pertahanan RI
18. Inspektur Jenderal Departemen Pertanian RI
19. Inspektur Jenderal Departemen Sosial RI
20. Inspektur Jenderal Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
21. Inspektur Kementrian Negara Badan Usaha Milik Negara RI
22. Inspektur Kementrian Negara Koperasi dan UKM RI
23. Inspektur Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan RI
24. Inspektur Kementrian Negara Lingkungan Hidup RI
25. Inspektur Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga RI
26. Inspektur Kementrian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara RI
27. Inspektur Kementrian Negara Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal RI
28. Inspektur Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional RI
29. Inspektur Kementrian Negara Perumahan Rakyat RI
30. Inspektur Kementrian Negara Riset dan Teknologi RI
31. Inspektur Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat RI
32. Inspektur Kementrian Koordinator Perekonomian RI
33. Inspektur Kementrian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan RI
34. Inspektur Utama Badan Pertanahan Nasional RI
Dukungan Informasi dan Data yang Efektif
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Dukungan Informasi dan Data yang Efektif terdiri atas satu
indikator, dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 % Pemenuhan Dukungan Informasi dan Data 65% 85% 130,8%
Dari tabel di atas, target kinerja yang ditetapkan telah tercapai.
LAKIP KPK Tahun 2009 116
KPI % Pemenuhan Dukungan Informasi dan Data, diukur dari
persentase jumlah permintaan dukungan informasi dan data yang berhasil
dilaksanakan oleh Direktorat PINDA. Formula: Jumlah permintaan dukungan
yang berhasil dilaksanakan dibagi dengan jumlah seluruh permintaan.
Realisasi per triwulan adalah sebagai berikut:
Realisasi Rencana
2009/Q1 85,00% 65,00%
2009/Q2 85,00% 65,00%
2009/Q3 85,00% 65,00%
2009/Q4 95,00% 65,00%
Triwulan I
Terdapat 453 request yang masuk ke kelompok Information Processing and
Analysis (IPA), dengan rincian:
- Januari: 27 request dari Monitor (Surveillance)
122 request Analisa
47 request Interception
5 request Computer Forensic
- Februari: 40 request dari Monitor (Surveillance)
73 request Analisa
31 request Interception
14 request Computer Forensic
- Maret: 6 request dari Monitor (Surveillance)
35 request Analisa
42 request Interception
11 request Computer Forensic
Setelah dibagi, hasilnya adalah 85%.
Triwulan II
Terdapat 233 request yang masuk ke kelompok IPA, dengan rincian:
- April: 26 request dari Monitor (Surveillance)
56 request Analisa
54 request Interception
6 request Computer Forensic
- Mei: 12 request dari Monitor (Surveillance)
16 request Analisa
9 request Interception
7 request Computer Forensic
- Juni: 13 request dari Monitor (Surveillance)
LAKIP KPK Tahun 2009 117
8 request Analisa
17 request Interception
9 request Computer Forensic
Setelah dibagi, hasilnya adalah 85%.
Triwulan III
Terdapat 118 request yang masuk ke kelompok IPA, dengan rincian:
- Juli: 13 request dari Monitor (Surveillance)
13 request Analisa
28 request Interception
8 request Computer Forensic
- Agustus: 7 request dari Monitor (Surveillance)
4 request Analisa
6 request Interception
14 request Computer Forensic
- September: 3 request dari Monitor (Surveillance)
8 request Analisa
11 request Interception
3 request Computer Forensic
Setelah dibagi, hasilnya adalah 85%.
Triwulan IV
Terdapat 124 request yang masuk ke kelompok IPA, dengan rincian:
- Oktober: 5 request dari Monitor (Surveillance)
13 request Analisa
10 request Interception
1 request Delivery & Support
8 request Computer Forensic
- November: 13 request dari Monitor (Surveillance)
27 request Analisa
6 request Interception
5 request Computer Forensic
- Desember: 13 request dari Monitor (Surveillance)
16 request Analisa
3 request Interception
4 request Computer Forensic
Setelah dibagi, hasilnya adalah 95%.
LAKIP KPK Tahun 2009 118
Kerjasama Antar Lembaga
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Kerjasama Antar Lembaga terdiri atas satu indikator, dengan
capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 Indeks Kepuasan Layanan Kerjasama Antar Lembaga
6,0 7,24 120,7
Dari tabel di atas, target kinerja yang ditetapkan telah tercapai.
Indeks Kepuasan Layanan Kerjasama Antar Lembaga adalah
sebesar 7,24 dari skala 1-10, yang didapatkan dengan pengukuran persepsi
pelanggan atas:
1. Respon Dit PJKAKI dalam menerima permintaan bantuan:
a. Kegiatan kerjasama nasional;
b. Kegiatan internasional;
c. Kegiatan asset tracing;
d. Informasi lainnya.
2. Kesesuaian antara permintaan dan hasil yang diperoleh:
a. Kegiatan kerjasama nasional;
b. Kegiatan internasional;
c. Kegiatan asset tracing;
d. Informasi lainnya.
LAKIP KPK Tahun 2009 119
BBBaaabbb VVVIII CCCaaapppaaaiiiaaannn KKKiiinnneeerrrjjjaaa pppaaadddaaa
PPPeeerrrssspppeeekkktttiiifff LLLeeeaaarrrnnniiinnnggg aaannnddd GGGrrrooowwwttthhh
apaian kinerja Perspektif Learning and Growth (Pertumbuhan
dan Pembelajaran) adalah sebesar Rp104,6%, yang berasal
dari Objectives (Sasaran) sebagai berikut:
a. Tersedianya Infrastruktur TI: 107,4%;
b. Efektivitas Layanan SDM: 105,2%;
c. Terciptanya Transparansi dan Integritas Organisasi: 96,3%;
d. Tersedianya Dukungan Hukum: 100,0%;
e. Efektivitas Layanan Biro Umum: 114,2%.
Penjelasan masing-masing Objectives dan KPI adalah sebagai
berikut:
C
LAKIP KPK Tahun 2009 120
Tersedianya Infrastruktur TI
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Tersedianya Infrastruktur TI terdiri atas satu indikator kinerja,
dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 Indeks Kepuasan Layanan PINDA 70 75,15 107,3%
Dari tabel tersebut, terlihat bahwa target kinerja yang ditetapkan telah
tercapai.
KPI Indeks Kepuasan Layanan PINDA mengukur tingkat
kepuasan layanan pengguna jasa dukungan yang diberikan oleh Direktorat
PINDA, yang diukur berdasarkan standar American Customer Satisfaction
Index (ACSI). Pengukuran dilakukan dua kali per tahun, yaitu pada triwulan I
dan triwulan III.
Realisasi Rencana
2009/Q1 70,08 70,00
2009/Q3 75,15 70,00
Pada Q1/2009, Survei Kepuasan Layanan PINDA dibagikan kepada
150 responden pengguna jasa information processing and analysis (IPA) dan
helpdesk, dengan rincian 100 user helpdesk dan 50 user IPA. Layanan IPA
meliputi Computer Forensic, Intersepsi dan Analisa Informasi, sedangkan
layanan Helpdesk meliputi Infrastruktur dan Helpdesk. Dari 150 form survei
yang dibagikan, sebanyak 87 form diisi dan dikembalikan oleh user (IPA 20
form dan helpdesk 67 form). Hasil survei dihitung dengan menggunakan
Metode American Customer Satisfaction Index (ACSI), dan hasilnya setelah di
rata-rata adalah 70,08 (ada kenaikan 0,08 poin dari target yang telah di
tentukan).
Sedangkan pada Q3/2009, terdapat 150 responden Survei Kepuasan
Layanan PINDA yang dibagikan dengan mengisi kuesioner, dengan rincian
100 user helpdesk dan 50 user IPA. Dari 150 form survei yang dibagikan,
sebanyak 43 form diisi dan dikembalikan oleh user (IPA 13 form dan helpdesk
30 form). Hasil survei dihitung dengan menggunakan metode American
Customer Satisfaction Index (ACSI), dan hasilnya setelah di rata-rata adalah
75,15 (ada kenaikan 5,15 poin dari target yang telah ditentukan).
LAKIP KPK Tahun 2009 121
Efektivitas Layanan SDM
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Efektivitas Layanan SDM terdiri atas satu indikator, dengan capaian
kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 Indeks Kepuasan Layanan SDM 3,25 3,42 105,2%
Dari tabel di atas, terlihat bahwa target kinerja yang ditetapkan telah dapat
tercapai.
KPI Indeks Kepuasan Layanan SDM mengukur tingkat kepuasan
pegawai atas layanan yang diberikan Biro SDM dalam pengelolaan SDM.
Survei atas kepuasan pegawai terhadap layanan yang meliputi area
rekrutmen dan pengembangan pegawai, kompensasi, pemberhentian
pegawai, administrasi kepegawaian dan penyelenggaraan diklat. Target: 3,25
(skala: 1 - 5), minimal naik 0,25 dibandingkan dengan target indeks
kepuasan tahun 2008, yaitu 3,00.
Dari hasil survei, diperoleh pencapaian indeks 3,42 dengan rincian:
a. Bagian Pelayanan Kepegawaian sebesar 3.61
b. Bagian Pendidikan dan Pelatihan sebesar 3.37
c. Bagian Perencanaan dan Pengembangan sebesar 3.18
Peningkatan penilaian pegawai atas layanan Biro SDM yang paling
tinggi adalah dalam hal kecepatan dan akurasi serta kemudahan di area
kompensasi serta keramahtamahan pegawai Biro SDM, sedangkan area yang
masih perlu ditingkatkan adalah dalam hal penanganan keluhan, persiapan
dan informasi di bidang diklat, serta kejelasan dan penyediaan informasi
terkait peraturan kepegawaian serta pengelolaan manajemen kinerja individu.
Upaya pemberian informasi terkait hak kepegawaian telah disajikan
dalam bentuk slip gaji dan tunjangan transportasi, besaran iuran THT beserta
laporan di akhir tahun atas perkembangan hasil THT kepada setiap pegawai
serta besaran premi asuransi kesehatan dan jiwa beserta buku saku asuransi
kesehatan bagi para pegawai.
Setiap triwulan diadakan evaluasi secara periodik dengan pihak
pengelola asuransi kesehatan dan jiwa serta THT guna memperbaiki hal-hal
yang menjadi masukan dan keluhan dari para pegawai serta Wadah Pegawai.
LAKIP KPK Tahun 2009 122
Layanan di area diklat yang telah ditingkatkan di tahun 2010 adalah
diberikannya rekapitulasi keikutsertaan diklat kepada masing-masing pegawai
untuk dikonfirmasi ulang oleh pegawai, serta ditingkatkannya komunikasi
antara peserta diklat dan pengelola diklat, khususnya yang menjalankan
program pendidikan jangka panjang di berbagai perguruan tinggi di dalam
negeri dan luar negeri.
Layanan di area perencanaan dan pengembangan pegawai masih
memerlukan peningkatan mengingat peraturan yang menjadi pendukungnya
belum lengkap dan rinci dibandingkan dengan layanan di bagian lainnya,
khususnya untuk area pengembangan pegawai, karier, dan manajemen
kinerja.
Terciptanya Transparansi dan Integritas Organisasi
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Terciptanya Transparansi dan Integritas Organisasi terdiri atas dua
indikator, dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 Jumlah Penyimpangan “Material” 0 0 100%
2 Pemberitaan Positif tentang KPK di Media Cetak 50% 46,25% 92,5%
Dari tabel tersebut, terlihat bahwa target kinerja yang ditetapkan belum
tercapai.
KPI Jumlah Penyimpangan “Material” mengukur penyimpangan
yang mengandung nilai uang/kerugian negara, dengan target 0 (zero
tolerance). Sumber data: Temuan dari Dit. Pengawasan Internal (PI).
Sampai dengan akhir tahun 2009, tidak terdapat penyimpangan
yang bersifat "material" pada Dit. Pengawasan Internal, namun untuk tingkat
organisasi atau korporat telah ditemukan adanya indikasi penyimpangan yang
menimbulkan kerugian negara sebanyak 5 (lima) kasus, yaitu:
a. Kehilangan 1 (satu) unit laptop merek Dell Lattitude D620 yang
dipinjamkan kepada Sdr. Arie Nobelta Kaban, pada Direktorat Gratifikasi;
b. Kehilangan 1 (satu) unit laptop merek IBM T42 yang dipinjamkan kepada
Sdr. Luthfi G. Sukardi, pada Direktorat Litbang;
LAKIP KPK Tahun 2009 123
c. Kehilangan 1 (satu) unit ponsel merek Nokia N96 yang dipinjamkan
kepada Sdr. Nana Mulyana, pada Direktorat Dumas;
d. Kehilangan 1 (satu) unit laptop merek IBM T43 yang dipinjamkan kepada
Sdr. Dhedy Adi Nugroho, pada Direktorat Dikyanmas;
e. Kehilangan 1 (satu) unit kendaraan bermotor roda dua merk Honda Vario
yang dipinjamkan kepada Tim pada Direktorat Monitoring.
Agar mencerminkan dampak pada tingkat organisasi atau korporat, hal ini
supaya dimasukkan pada KPI masing-masing unit kerja terkait.
KPI Pemberitaan Positif tentang KPK di Media Cetak mengukur
persentase pemberitaan positif tentang KPK yang dimuat pada media cetak
dibandingkan dengan pemberitaan bersifat netral maupun negatif, yang
diperoleh dari riset kuantitatif.
Hasil riset kuantitatif adalah 46,25% (dari target: 50%). Tidak
tercapainya target disebabkan lebih banyaknya tone berita yang bersifat
netral sebagaimana cerminan sikap media yang lebih memilih “pemberitaan
berimbang”. Selain itu, juga adanya desakan yang sangat kuat kepada KPK
untuk menangkap Anggodo pada triwulan ke-4 sehingga tone berita positif
berkurang.
Tersedianya Dukungan Hukum
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Tersedianya Dukungan Hukum terdiri atas satu indikator kinerja,
dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 % Dukungan Hukum yang Dimanfaatkan KPK 80% 80% 100%
Dari tabel di atas, terlihat bahwa target kinerja yang ditetapkan telah
tercapai.
Untuk memberikan dukungan hukum yang dimanfaatkan KPK, Biro
Hukum telah melakukan: pelaksanaan perancangan peraturan (internal dan
eksternal); pembuatan produk hukum lainnya (berupa perjanjian maupun
MoU); harmonisasi peraturan internal; pemberian informasi hukum (legal
information); pengkajian hukum; penyusunan peta tipikor; pelaksanaan tugas
litigasi/nonlitigasi; pendampingan pegawai; fasilitator bantuan hukum bagi
LAKIP KPK Tahun 2009 124
tersangka; koordinator pelaksanaan pemberian penghargaan pelapor;
memberikan saran/pendapat hukum (legal opinion/legal advice); dan
membantu pelaksanaan pengelolaan barang rampasan.
Selama tahun 2009, KPK menghadapi banyak permasalahan hukum,
di antaranya salah seorang pimpinan KPK yang diduga melakukan tindak
pidana pembunuhan sehingga dinonaktifkan dari jabatannya sebagai
pimpinan KPK, selanjutnya dua orang pimpinan lainnya diperiksa oleh
kepolisian karena diduga telah menyalahgunakan kewenangan dan
dinonaktifkan juga. Hal ini memicu permasalahan lain mengenai perbedaan
interpretasi mengenai ketentuan kepemimpinan kolektif dan penerapan asas
presumption of innonce, yang pada akhirnya Pasal 32 ayat (1) huruf c
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi di-judicial review di Mahkamah Konstitusi. Di samping itu,
beberapa pegawai KPK dipanggil dan dimintai keterangannya sebagai saksi di
kepolisian. Untuk itu, Biro Hukum mewakili KPK telah melaksanakan
serangkaian kegiatan litigasi, pendampingan kepada pimpinan/pegawai yang
diperiksa, koordinasi aparat penegak hukum yang lain, koordinasi dengan
para ahli dan aktivis antikorupsi, dan serangkaian kegiatan lainnya dalam
rangka membela kepentingan pimpinan dan KPK. Tahun 2009 ini juga
merupakan momentum yang bersejarah dalam hal bidang regulasi yang
terkait KPK dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009
tentang Pengadilan Tipikor pada 29 Oktober 2009.
Efektivitas Layanan Biro Umum
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Efektivitas Layanan Biro Umum terdiri atas dua indikator, dengan
capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 Indeks Kepuasan Layanan Internal Biro Umum 3,30 3,77 114,2%
Dari tabel di atas, terlihat bahwa target kinerja yang ditetapkan telah
tercapai.
KPI Indeks Kepuasan Layanan Internal Biro Umum diperoleh
melalui survei atas layanan Biro Umum pada akhir tahun terhadap layanan
pengadaan, layanan gedung, dan layanan kerumahtanggaan. Adapun jenis
layanan yang disurvei adalah:
LAKIP KPK Tahun 2009 125
a. Layanan Internal Rumah Tangga dan Perlengkapan, yang meliputi
layanan kebersihan, layanan kendaraan, layanan ATK, pelayanan ruang
rapat, dan layanan kantin;
b. Layanan Gedung, yang meliputi layanan keamananan, perparkiran,
operator dan resepsionis, dan layanan fasilitas;
c. Layanan Pengadaan (ULP), yang meliputi layanan ketepatan waktu
pengadaan, kemampuan staf pengadaan, dan layanan pemenuhan
vendor.
Berdasarkan hasil survei tanggal 12 Januari 2010 terhadap 50
responden dari masing-masing direktorat atau biro yang menjadi stakeholder
Biro Umum KPK, diperoleh indeks rata-rata hasil survei sebesar 3,77 dengan
rincian sebagai berikut:
a. Layanan Rumah Tangga dan Perlengkapan sebesar 3.77;
b. Layanan Gedung (UPG) sebesar 3.74;
c. Layanan Pengadaan (ULP) sebesar 3.79.
Pada Bagian Rumah Tangga dan Perlengkapan, peningkatan
pelayanan terjadi pada layanan ruang rapat, dukungan event, pelayanan
kendaraan, dan pemenuhan perlengkapan kerja. Sedangkan yang perlu
ditingkatkan adalah pemenuhan alat tulis kantor (ATK) dan layanan kantin.
Sementara itu, yang telah ditingkatkan pada Unit Pengelola Gedung
(UPG) adalah kebersihan dalam gedung, kebersihan luar gedung dan keasrian
taman, sikap pelayanan satpam/regu pengaman yang santun dan penerimaan
tamu yang baik, keramahan resepsionis dan operator telepon. Sedangkan
yang perlu ditingkatkan adalah pembenahan parkir mobil baik petugas dan
area parkir yang kurang dan pengamanan gedung.
Terakhir, pada bagian Layanan di Unit Layanan Pengadaan (ULP),
yang telah ditingkatkan adalah ketepatan waktu pengadaan dan pelayanan
pengadaan, sedangkan yang masih harus perlu ditingkatkan adalah
pemenuhan banyaknya vendor/suplier/sub-contractor yang diharapkan dan
kemampuan staf pengadaan dan kecepatan pengadaan agar dapat memenuhi
pengadaan yang profesional.
LAKIP KPK Tahun 2009 126
BBBaaabbb VVVIIIIII CCCaaapppaaaiiiaaannn KKKiiinnneeerrrjjjaaa pppaaadddaaa PPPeeerrrssspppeeekkktttiiifff FFFiiinnnaaannnccciiiaaalll
apaian kinerja
Perspektif Financial
(Keuangan) adalah sebesar
116,5%, yang berasal dari
Objectives (Sasaran) Tersedianya
Anggaran dan Pengelolaan
Keuangan sebesar 116,5%.
Penjelasan masing-masing Objectives dan KPI adalah sebagai
berikut:
Tersedianya Anggaran dan Pengelolaan Keuangan
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan
sasaran Tersedianya Anggaran dan Pengelolaan Keuangan terdiri atas
dua indikator kinerja, dengan capaian kinerja sebagai berikut:
No Indikator Kinerja (KPI) Target Realisasi Kinerja
1 Tingkat Perolehan Anggaran 2010 100% 108% 108%
2 Opini atas Audit Laporan Keuangan 2008 100% 125% 125%
Dari tabel di atas, terlihat bahwa target kinerja yang ditetapkan telah dapat
tercapai.
C
LAKIP KPK Tahun 2009 127
KPI Tingkat Perolehan Anggaran 2010 diukur dari perbandingan
antara jumlah anggaran yang diperoleh berdasarkan Pagu Definitif dan Pagu
Indikatif, dengan formula: [(Pagu Definitif)/(Pagu Indikatif)] X 100%.
Pada Tahun Anggaran 2010, KPK memperoleh:
a. Pagu Indikatif sebesar Rp392.067.000.000,00 (sesuai SEB Menkeu dan
Bappenas Nomor: 0080/MPPN/04/2009 dan SE 1223/MK/2009 tanggal 16
April 2009);
b. Pagu Sementara sebesar Rp392.067.000.000,00 (sesuai SE-
1927/MK.02.09 tanggal 6 Juli 2009 tentang Pagu Sementara
Kementerian/Lembaga TA 2010); dan
c. Pagu Definitif sebesar Rp426.380.431.000,00 (sesuai SE-2679/MK.02/
2009 tanggal 24 September 2009 tentang Pagu Definitif Kementerian
Negara/Lembaga TA. 2010).
Komposisi Anggaran KPK 2010 Berdasarkan Jenis Belanja
Bel. Pegawai: Rp165,99M
(38,93%)
Bel. Modal: Rp87,56M (20,54%)
Bel. Barang: Rp172,82M
(40,53%)
Dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) KPK Tahun 2010,
anggaran KPK direncanakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan sebagai
berikut:
LAKIP KPK Tahun 2009 128
Program Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Alokasi anggaran dalam program teknis ini sebesar Rp186,47 miliar, untuk
melaksanakan berbagai kegiatan sebagai berikut:
• Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi (Dit. Penyelidikan); dianggarkan
Rp6,15 miliar untuk penyelidikan terhadap 60 kasus tindak pidana korupsi
(TPK).
• Penyidikan Tindak Pidana Korupsi (Dit. Penyidikan); dianggarkan
Rp6,05 miliar untuk penyidikan terhadap 55 perkara TPK.
• Penuntutan dan Eksekusi Tindak Pidana Korupsi (Dit. Penuntutan);
dianggarkan Rp6,76 miliar untuk: (a) penuntutan terhadap 45 perkara
TPK, dan (b) eksekusi terhadap 40 putusan yang berkekuatan hukum
tetap.
• Koordinasi dan Supervisi Penindakan Tindak Pidana Korupsi (Unit
Korsup); dianggarkan Rp3,00 miliar untuk: (a) koordinasi dengan Polda
dan Kejati sebanyak 52 kali, dan (b) supervisi terhadap 45 kasus TPK yang
ditangani Polda dan Kejati.
• Penyelenggaraan Kesekretariatan Deputi Bidang Penindakan
(Setindak); dianggarkan Rp2,29 miliar untuk: (a) rapat kerja Deputi
Penindakan; (b) rapat internal Deputi Penindakan; (c) rapat internal
Sekretariat Deputi Penindakan; (d) perawatan tahanan; dan (e) rapat
koordinasi dan konsultasi Deputi Penindakan.
• Pengelolaan LHKPN (Dit. PP LHKPN); dianggarkan Rp7,50 miliar
untuk: (a) pemeriksaan LHKPN; (b) pengumuman LHKPN dalam BN/TBN;
(c) bimbingan teknis pengisian LHKPN.
• Pengelolaan Gratifikasi (Dit. Gratifikasi); dianggarkan Rp2,52 miliar
untuk: (a) sosialisasi penanganan gratifikasi (penyelenggaraan
sosialisasi/seminar/workshop gratifikasi, menghadiri undangan
sosialisasi/seminar/workshop gratifikasi, pembuatan media gratifikasi, dan
diseminasi gratifikasi); (b) pemeriksaan/investigasi gratifikasi
(pengumpulan bahan keterangan tambahan (dalam dan luar kota),
monitoring ketaatan PN/PNS terhadap gratifikasi, rapat koordinasi,
peningkatan kapasitas SDM, pengadaan peralatan investigasi); (c)
kegiatan operasional investigasi gratifikasi (pengumpulan bahan
keterangan (luar negeri), pengumpulan bahan keterangan, rapat
koordinasi, peningkatan kapasitas SDM); (d) penanganan pelaporan
LAKIP KPK Tahun 2009 129
gratifikasi (klarifikasi dan verifikasi pelaporan (dalam kota dan luar kota);
dan (e) pendaftaran dan pelaporan gratifikasi di TBN.
• Penyelenggaraan Pendidikan, Sosialisasi, dan Kampanye
Antikorupsi (Dit. Dikyanmas); dianggarkan Rp7,43 miliar untuk: (a)
pelaksanaan pendidikan antikorupsi (penyelenggaraan lokakarya
pendidikan pemberantasan korupsi, penyusunan dan pengembangan modul
pendidikan pemberantasan korupsi, peningkatan kompetensi pegawai); (b)
penggalangan tekad antikorupsi (melalui focus group discussion (FGD),
mall to mall, peringatan Hari Antikorupsi, special campaign, dan direct
campaign), peran serta masyarakat, bahan bangkit lawan korupsi,
lokakarya pemberantasan korupsi bagi masyarakat umum, diseminasi
informasi melalui media massa, penggalangan tekad menggunakan mobil
informasi, penyuluhan yang diinisiasi oleh pemerintah, swasta, dan
masyarakat; dan (c) Project Strenghten the Rule of Law and Security
in Indonesia (hibah dari Uni Eropa senilai Rp11,74 miliar,
diblokir/dibintangi oleh DPR).
• Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan KPK, serta
Pengkajian Sistem Pengelolaan Administrasi di Semua Lembaga
Negara dan Pemerintah (Dit. Litbang); dianggarkan Rp3,75 miliar
untuk: (a) penelitian pemberantasan TPK (Survei Integritas Layanan
Sektor Publik, Survei Persepsi Masyarakat, Penilaian Inisiatif Antikorupsi,
Penelitian Upaya Pencegahan Korupsi); (b) Kajian Sistem Administrasi di
Lembaga Negara/Pemerintah (Kajian Sistem Administrasi yang Berpotensi
Korupsi); (c) Implementasi Pengembangan Sistem Antikorupsi
(Pemantauan atas Implementasi Saran dan Perbaikan Inisiatif Instansi,
Koordinasi dan Pengembangan Sistem Antikorupsi); (d) Pengkajian
Kebijakan Strategis (Kajian Kebijakan Strategis yang Berpotensi Korupsi);
dan (e) Project Support to Indonesia’s Island of Integrity Program
for Sulawesi (SIPS) (hibah dari Kanada senilai Rp15,94 miliar,
diblokir/dibintangi DPR).
• Penyelenggaraan Kesekretariatan Deputi Bidang Pencegahan
(Setgah); dianggarkan Rp1,74 miliar untuk: (a) koordinasi dan supervisi
bidang pencegahan; (b) pengadaan peralatan penunjang operasional; (c)
perumusan sistem dan prosedur teknis; (d) peningkatan kompetensi
pegawai; dan (e) seminar/workshop/sarasehan.
• Pengembangan dan Pemeliharaan Sistem dan Teknologi Informasi
(Dit. PINDA); dianggarkan Rp97,19 miliar untuk: (a) operasional layanan
LAKIP KPK Tahun 2009 130
dukungan sistem dan teknologi informasi; (b) penyajian informasi dan
data; (c) pengadaan dan pengembangan sistem dan teknologi informasi
(TI); dan (d) pemeliharaan peralatan IT.
• Pengembangan dan Pemanfaatan Jaringan Kerjasama Antar
Lembaga/Instansi (Dit. PJKAKI); dianggarkan Rp4,47 miliar untuk: (a)
pelacakan aset (asset tracing); (b) penjalinan kerja sama dengan institusi
lain (implementasi dan pembinaan kerja sama di tingkat daerah dan
nasional, pembuatan naskah dinas kerja sama nasional, penyusunan dan
pengembangan IGSI nasional); (c) penyajian data dan informasi; dan (d)
pelaksanaan kerja sama luar negeri (implementasi dan pembinaan kerja
sama internasional, penyusunan dan pengembangan IGSI internasional,
bantuan internasional (international assistance), dan naskah dinas kerja
sama internasional).
• Penyediaan Data dan Informasi untuk Pemberantasan TPK (Dit.
Monitor); dianggarkan Rp2,84 miliar untuk: (a) perlengkapan kegiatan
pencarian informasi dan data; (b) dedicated secure promises
(lokasi/tempat); (c) biaya pencarian dan pengumpulan informasi dan data
(mengikuti lifestyle target operasi); (d) sewa kendaraan; (e) pemeliharaan
peralatan; dan (f) toolkit untuk pencarian informasi dan data.
• Penyelenggaraan Kesekretariatan Deputi Bidang INDA (Setinda);
dianggarkan Rp113,12 juta untuk operasional pelaksanaan kegiatan
Setinda.
• Penanganan Pengaduan Masyarakat (Dit. Dumas); dianggarkan
Rp4,27 miliar untuk: (a) kegiatan pengumpulan bahan dan keterangan
tambahan (pengadaan dan pengembangan peralalatan surveillance dan
software), kegiatan unit reaksi cepat; (b) penyelenggaraan workshop
dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi (sebagai peserta,
sebagai narasumber, dan sebagai penyelenggara workshop pengaduan
masyarakat); (c) diklat teknis; (d) rapat koordinasi; dan (e)
pengembangan sistem aplikasi dumas.
• Pengawasan Internal KPK (Dit. PI); dianggarkan Rp1,95 miliar untuk:
(a) pembinaan/koordinasi dan konsultasi pengawasan (pembina-
an/sosialisasi pengawasan); (b) penguatan kelambagaan (pengembangan
tenaga pemeriksa profesional, dan implementasi sistem manajemen
risiko); (c) pengawasan dan pemeriksaan (pengawasan dan pemeriksaan,
pengadaan peralatan penunjang sistem pengawasan, pemeliharaan sistem
informasi pengawasan, reviu laporan keuangan, evaluasi atas kinerja,
LAKIP KPK Tahun 2009 131
konsultasi bidang pengawasan, penyelenggaraan bidang eksaminasi,
pemeriksaan bidang etika dan profesi, dan monitoring tindak lanjut
rekomendasi).
• Penyelenggaraan Kesekretariatan Deputi Bidang PIPM (Set. PIPM);
dianggarkan Rp730,78 juta untuk: (a) rapat koordinasi Deputi Bidang
PIPM; (b) menghadiri seminar, workshop, konferensi; (c) pemenuhan
kebutuhan sarana dan prasarana; (d) penyusunan dokumen perencanaan
dan pelaksanaan; (e) evaluasi teknis dan koordinasi internal; dan (e)
training/pelatihan sekretariat PIPM.
Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis dan
Lainnya pada KPK
Alokasi anggaran dalam program generik ini sebesar Rp239,91 miliar, untuk
melaksanakan berbagai kegiatan sebagai berikut:
• Penyelenggaraan Humas dan Protokoler (Biro Humas); dianggarkan
Rp7,18 miliar untuk: (a) penyelenggaraan humas dan pemberitaan
(publikasi audiovisual, pengadaan sarana dan prasarana jurnalistik, riset
kehumasan, publikasi cetak, lomba jurnalistik, monitoring dan analisis
berita, temu media dan masyarakat, dan pengelolaan website); (b)
penyelenggaraan keprotokolan (kerja sama pimpinan dalam rangka
pemberantasan korupsi dengan organisasi internasional, workshop/seminar
dan menghadiri undangan (dalam dan luar negeri), rapat dan koordinasi
untuk pimpinan, pendampingan kegiatan keprotokolan pimpinan); dan (c)
administrasi perkantoran.
• Perancangan Hukum, Litigasi, dan Bantuan Hukum (Biro Hukum);
dianggarkan Rp2,40 miliar untuk: (a) legal drafting; (b) litigasi dan
bantuan hukum; dan (c) perlindungan saksi.
• Perencanaan dan Penataan Organisasi, serta Pengelolaan
Keuangan (Biro Renkeu); dianggarkan Rp1,05 miliar untuk: (a)
penatausahaan, pembukuan, verifikasi, dan pelaksanaan anggaran; (b)
perencanaan/penyusunan/pengembangan renstra, program, rencana kerja,
dan sistem prosedur; (c) pengelolaan titipan uang sitaan dan gratifikasi;
dan (d) penyusunan laporan tahunan (edisi terbatas dan edisi lengkap).
• Manajemen Sumber Daya Manusia (Biro SDM); dianggarkan Rp175,25
miliar untuk: (a) gaji pimpinan, pegawai, dan penasihat KPK; (b) diklat
teknis (dalam dan luar negeri); (c) pendaftaran dan seleksi pegawai KPK;
LAKIP KPK Tahun 2009 132
(c) penataan manajemen kelembagaan KPK (meliputi analisis jabatan,
analisis beban kerja, kompetensi perilaku dan teknis, evaluasi jabatan dan
struktur kompensasi, manajemen karier, manajemen kinerja, evaluasi
PP63/2005, pengembangan software HRIS dan PMS); dan (d) peningkatan
pelayanan SDM.
• Penyelenggaraan Operasional Perkantoran (Biro Umum);
dianggarkan Rp54,03 miliar untuk: (a) perawatan gedung kantor; (b)
perawatan sarana gedung; (c) pengadaan peralatan/perlengkapan kantor;
(d) perawatan 51 unit kendaraan roda 4; (e) perawatan 24 kendaraan roda
2; (f) langganan daya dan jasa; (g) pemeliharaan barang sitaan; (h)
pelelangan barang sitaan/rampasan; (i) pengelolaan aset; (j) pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa (PBJ); (k) sewa gedung
kantor/peralatan/kendaraan; (l) jasa keamanan; (m) rehabilitasi dan
renovasi gedung negara yang dipakai KPK; dan (n) pengadaan peralatan
penunjang operasional rapat/koordinasi kerja/dinas.
KPI Opini atas Audit Laporan Keuangan 2008 diukur dari opini
atas audit Laporan Keuangan KPK yang dikeluarkan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), dengan formula:
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) = 125%;
Wajar Dengan Pengecualian (WDP) = 100%;
Menolak Memberi Penilaian (MMP) = 75%.
Sesuai dengan peraturan yang berlaku, setiap tahun KPK menyusun
Laporan Keuangan KPK dengan menggunakan Sistem Akuntansi
Instansi (SAI), yang terdiri atas Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan
Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN). Laporan Keuangan
(Financial Statement) KPK terdiri atas tiga bagian utama, yaitu: (a) Laporan
Realisasi Anggaran (LRA); (b) Neraca (Balance Sheets); dan (c) Catatan atas
Laporan Keuangan. Laporan keuangan tersebut setelah direviu oleh Direktorat
Pengawasan Internal, selanjutnya diaudit oleh BPK.
Opini Audit Laporan Keuangan KPK Tahun 2008 dari BPK adalah
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sebagaimana telah disampaikan oleh
BPK melalui suratnya Nomor: 42/S/III-XIV.2/06/2009 tanggal 23 Juni 2009
perihal Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan KPK tahun 2008 dan 2007.
LAKIP KPK Tahun 2009 133
Di samping opini dari BPK, Laporan Keuangan KPK 2008 juga
mendapat penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia (c.q. Menteri
Keuangan) dengan capaian standar tertinggi dalam Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Pemerintahan.
LAKIP KPK Tahun 2009 134
BBBaaabbb VVVIIIIIIIII AAAkkkuuunnntttaaabbbiiillliiitttaaasss KKKeeeuuuaaannngggaaannn
ntuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam
pengelolaan keuangan, KPK saat ini sedang menyusun
Laporan Keuangan KPK Tahun 2009 dengan menggunakan Sistem
Akuntansi Instansi (SAI), yang terdiri atas Sistem Akuntansi Keuangan
(SAK) dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN). Selanjutnya,
laporan keuangan tersebut akan direviu oleh Direktorat Pengawasan Internal,
sebelum diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebagaimana
diketahui, hasil audit BPK atas Laporan Keuangan KPK tahun lalu adalah
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
U
LAKIP KPK Tahun 2009 135
RRReeeaaallliiisssaaasssiii AAAnnnggggggaaarrraaannn Pada Tahun Anggaran 2009, KPK memperoleh pagu anggaran
(Rupiah Murni) sebesar Rp315.235.856.000,00. Realisasi anggaran s.d. 31
Desember 2009 adalah Rp221.624.371.097,00 atau 70,30% dari pagu,
sebagaimana tampak pada grafik berikut:
Realisasi APBN (RM) per Jenis Belanja (31 Des. 2009)
159.370
112.555
43.310
142.151
62.165
17.308
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
160.000
180.000
Bel. Pegawai Bel. Barang Bel. Modal
(dal
am J
utaa
n Ru
piah
)
Pagu DIPA Realisasi
Penggunaan Sumber Daya Anggaran Tahun 2009
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
Biro
Ren
keu
Biro
Um
um
Bir
o SD
M
Bir
o Hu
mas
Bir
o Hu
kum
Setin
dak
Peny
elid
ikan
Peny
idik
an
Pen
untu
tan
Set
cega
h
Diky
anm
as
Litb
ang
PP
LHK
PN
Gra
tifik
asi
Set
inda
Pin
da
Mon
itor
PJK
AK
I
Set P
IPM P
I
PM
(Rp
Juta
an)
Pagu Anggaran Bel. Barang Bel. Modal Bel. Pegawai Total Belanja
LAKIP KPK Tahun 2009 136
KPK belum dapat menyerap semua anggaran yang disediakan pada
tahun 2009 disebabkan beberapa hal berikut:
a. Penyusunan anggaran menggunakan indeks harga tertinggi, yang telah
ditetapkan oleh Departemen Keuangan dalam Standar Biaya Umum (SBU)
tahunan. Dalam implementasinya, dengan sistem yang transparan dan
fair, keuangan negara pada proses pengadaan barang/jasa yang
dilaksanakan di KPK dapat dihemat sebesar Rp12,333 miliar (atau 20,28%
dari HPS), sebagaimana tampak pada tabel berikut:
No Unit Kerja Jumlah Paket
Perkiraan Dana (HPS) (Rp)
Hasil Pengadaan (Rp)
Penghematan (Rp)
% Peng-hematan
1 Setjen 254 29.412.576.841 24.079.613.322 5.332.963.519 18,13%
2 INDA 138 16.361.404.218 11.586.887.558 4.774.516.660 29,18%
3 PIPM 18 868.115.990 782.103.543 86.012.447 9,91%
4 Pencegahan 132 14.170.506.445 12.030.884.264 2.139.622.181 15,10%
5 Penindakan 0 0 0 0 0
Jumlah 542 60.812.603.494 48.479.488.687 12.333.114.807 20,28%
c. Beberapa kegiatan belum dapat dilaksanakan, sebagian besar adalah
dikarenakan adanya masalah hukum yang menjerat pimpinan KPK dan
kemudian tuduhan hukum yang dikenakan kepada dua pimpinan KPK. Hal
tersebut menyebabkan KPK harus membagi konsentrasi dalam waktu lama
untuk dapat menyelesaikan tugas pemberantasan korupsi dan
menghadapi situasi tersebut. Masalah tersebut banyak mengakibatkan
kegiatan yang tertunda sampai dengan akhir tahun 2009, seperti kegiatan
pulbaket, penyidikan, dan rapat kerja evaluasi.
d. Rencana pembangunan rumah tahanan yang dananya diblokir, karena
tidak mendapat izin dari Kementerian Hukum dan HAM.
LAKIP KPK Tahun 2009 137
PPPeeennngggggguuunnnaaaaaannn SSSuuummmbbbeeerrr DDDaaayyyaaa Jika dibandingkan capaian kinerja tingkat korporat (KPK) sebesar
127,5% dengan penggunaan anggaran sebesar 70,30%, hasil ini relatif “lebih
bagus”, karena target kinerja yang telah ditetapkan dapat dicapai secara
optimal tanpa harus menghabiskan seluruh anggaran. Perbandingan antara
realisasi anggaran (yang telah “disesuaikan”) dan capaian kinerja per
deputi/setjen tampak pada grafik di bawah ini:
Berikut disampaikan secara ringkas capaian kinerja masing-masing
deputi/setjen dan direktorat/biro di bawahnya dan pengunaan sumber daya
manusia dan anggaran yang telah “disesuaikan”. Belanja pegawai yang
selama ini seluruhnya “ditempatkan” di Sekretariat Jenderal (c.q. Biro SDM),
dalam perhitungan anggaran berbasis kinerja “dialokasikan” ke masing-
masing unit. Beberapa pembiayaan yang dialokasikan ke Sekretariat Deputi,
sebenarnya untuk operasional kegiatan deputi/direktorat, tetap “ditempatkan”
di Sekretariat Deputi karena tidak diperoleh data yang memadai untuk
memilah secara tepat kepada direktorat mana pengeluaran tersebut dilakukan
(meskipun masih di deputi yang sama).
70,3%
127,5%
54,6%
110,0%
78,5%
126,0%
86,9%
134,4%
69,8%
108,6%
78,8%
102,8%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
KPK Setjen Penindakan Pencegahan INDA PIPM
Perbandingan Realisasi Anggaran dan Capaian Kinerja Tahun 2009
Realisasi Anggaran Capaian Kinerja
LAKIP KPK Tahun 2009 138
DDDeeepppuuutttiii BBBiiidddaaannnggg PPPeeennniiinnndddaaakkkaaannn
Capaian kinerja Deputi Bidang Penindakan adalah 126,00%,
dengan menggunakan sumber daya manusia sebanyak 187 orang (50 orang
pegawai tetap (PT), 137 orang pegawai negeri dipekerjakan (PND), dan 0
orang PEGAWAI TIDAK TETap (PTT); dan penggunaan anggaran sebesar
Rp55.116.537.603 (Rp9.153.054.226,00 belanja barang, Rp0,00 belanja
modal, dan Rp45.963.483.377,00 belanja pegawai).
Adapun capaian kinerja direktorat di bawah Deputi Bidang
Penindakan dan penggunaan sumber daya manusia dan anggarannya adalah
sebagai berikut:
a. Direktorat Penyelidikan: Capaian kinerja sebesar 123,40%, dengan
menggunakan sumber daya manusia sebanyak 50 orang (29 orang PT, 21
orang PND, dan 0 orang PTT); dan penggunaan anggaran sebesar
Rp14.079.726.227,00 (Rp2.221.039.281,00 belanja barang, Rp0,00
belanja modal, dan Rp11.858.686.946,00 belanja pegawai).
b. Direktorat Penyidikan: Capaian kinerja sebesar 129,90%, dengan
menggunakan sumber daya manusia sebanyak 84 orang (4 orang PT, 80
orang PND, dan 0 orang PTT); dan penggunaan anggaran sebesar
Rp25.136.722.780,00 (Rp3.527.330.768,00 belanja barang, Rp0,00
belanja modal, dan Rp21.609.392.012,00 belanja pegawai).
c. Direktorat Penuntutan: Capaian kinerja sebesar 118,50%, dengan
menggunakan sumber daya manusia sebanyak 34 orang (5 orang PT, 29
orang PND, dan 0 orang PTT); dan penggunaan anggaran sebesar
Rp10.677.365.592,00 (Rp1.530.079.743,00 belanja barang, Rp0,00
belanja modal, dan Rp9.147.285.849,00 belanja pegawai).
Secara grafis, capaian kinerja dan realisasi anggaran per direktorat
lingkup Deputi Bidang Penindakan tampak sebagai berikut:
LAKIP KPK Tahun 2009 139
DDDeeepppuuutttiii BBBiiidddaaannnggg PPPeeennnccceeegggaaahhhaaannn
Capaian kinerja Deputi Bidang Pencegahan adalah 134,40%,
dengan menggunakan sumber daya manusia sebanyak 214 orang (99 orang
PT, 19 orang PND, 4 orang PTT, dan 92 orang tenaga outsources); dan
penggunaan anggaran sebesar Rp43.266.050.159,00 (Rp15.584.347.596,00
belanja barang, Rp777.409.088,00 belanja modal, dan Rp26.904.293.475,00
belanja pegawai).
Adapun capaian kinerja direktorat di bawah Deputi Bidang
Pencegahan dan penggunaan sumber daya manusia dan anggarannya adalah
sebagai berikut:
Perbandingan Realisasi Anggaran dan Kinerja 2009 Deputi Penindakan
82,42%94,47%
69,57%
123,40%129,90%
118,50%
Penyelidikan Penyidikan Penuntutan
Penggunaan Anggaran Capaian Kinerja
Realisasi Anggaran Tahun 2009 (Rp Jutaan) Deputi Penindakan
2.221 3.527 1.5300
00
11.859
21.609
9.147
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
Penyelidikan Penyidikan Penuntutan
Bel. Barang Bel. Modal Bel. Pegawai
LAKIP KPK Tahun 2009 140
a. Direktorat Dikyanmas: Capaian kinerja sebesar 114,20%, dengan
menggunakan sumber daya manusia sebanyak 27 orang (21 orang PT, 0
orang PND, 1 orang PTT, dan 5 orang tenaga outsources) dan penggunaan
anggaran sebesar Rp10.873.816.551,00 (Rp5.490.345.219,00 belanja
barang, Rp46.596.000,00 belanja modal, dan Rp5.336.875.332,00 belanja
pegawai).
b. Direktorat Gratifikasi: Capaian kinerja sebesar 139,40%, dengan
menggunakan sumber daya manusia sebanyak 29 orang (23 orang PT, 4
orang PND, 1 orang PTT, dan 1 orang tenaga outsources); dan
penggunaan anggaran sebesar Rp7.269.972.449,00 (Rp1.394.198.889,00
belanja barang, Rp227.112.250,00 belanja modal, dan
Rp5.648.661.310,00 belanja pegawai).
c. Direktorat Litbang: Capaian kinerja sebesar 124,60%, dengan
menggunakan sumber daya manusia sebanyak 26 orang (21 orang PT, 2
orang PND, 1 orang PTT, dan 2 orang tenaga outsources); dan
penggunaan anggaran sebesar Rp7.803.799.333,00 (Rp2.587.131.175,00
belanja barang, Rp31.537.000,00 belanja modal, dan Rp5.185.131.158,00
belanja pegawai).
d. Direktorat PP LHKPN: Capaian kinerja sebesar 119,30%, dengan
menggunakan sumber daya manusia sebanyak 123 orang (27 orang PT,
13 orang PND, 0 orang PTT, dan 83 orang tenaga outsources); dan
penggunaan anggaran sebesar Rp14.595.362.269,00
(Rp5.648.476.463,00 belanja barang, Rp446.341.338,00 belanja modal,
dan Rp8.500.544.468,00 belanja pegawai).
Secara grafis, capaian kinerja dan realisasi anggaran per direktorat
pada lingkup Deputi Bidang Pencegahan tampak sebagai berikut:
Perbandingan Realisasi Anggaran dan Kinerja 2009 Deputi Pencegahan
114,20%124,60% 119,30%
139,40%
88,69%91,19%87,30%85,80%
Dikyanmas Litbang PP LHKPN Gratifikasi
Penggunaan Anggaran Capaian Kinerja
LAKIP KPK Tahun 2009 141
DDDeeepppuuutttiii BBBiiidddaaannnggg IIINNNDDDAAA
Capaian kinerja Deputi Bidang INDA adalah 86,60%, dengan
menggunakan sumber daya manusia sebanyak 144 orang (115 orang PT, 14
orang PND, 3 orang PTT, dan 12 orang tenaga outsources) dan penggunaan
anggaran sebesar Rp50.500.353.562,00 (Rp14.062.527.414,00 belanja
barang, Rp13.344.311.097,00 belanja modal, dan Rp23.093.515.051,00
belanja pegawai).
Adapun capaian kinerja direktorat di bawah Deputi Bidang INDA dan
penggunaan sumber daya manusia dan anggarannya adalah sebagai berikut:
a. Direktorat Monitor: Capaian kinerja sebesar 108,80%, dengan
menggunakan sumber daya manusia sebanyak 27 orang (22 orang PT, 5
orang PND, 0 orang PTT, dan 0 orang tenaga outsources); dan
penggunaan anggaran sebesar Rp5.485.610.649,00 (Rp924.394.218,00
belanja barang, Rp135.369.300,00 belanja modal, dan
Rp4.425.847.131,00 belanja pegawai).
b. Direktorat Pinda: Capaian kinerja sebesar 95,70%, dengan
menggunakan sumber daya manusia sebanyak 85 orang (71 orang PT, 3
orang PND, 2 orang PTT, dan 9 orang tenaga outsources) dan penggunaan
anggaran sebesar Rp35.633.046.800,00 (Rp10.494.516.455,00 belanja
barang, Rp13.130.208.793,00 belanja modal, dan Rp12.008.321.552,00
belanja pegawai).
c. Direktorat PJKAKI: Capaian kinerja sebesar 133,10%, dengan
menggunakan sumber daya manusia sebanyak 23 orang (18 orang PT, 3
orang PND, 1 orang PTT, dan 1 orang tenaga outsources); dan
Realisasi Anggaran 2009 (Rp Jutaan) Deputi Pencegah
5.4902.587
5.648
1.394
47
32
446
227
5.337
5.185
8.501
5.649
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
Dikyanmas Litbang PP LHKPN Gratifikasi
Bel. Barang Bel. Modal Bel. Pegawai
LAKIP KPK Tahun 2009 142
penggunaan anggaran sebesar Rp7.933.239.837,00 (Rp2.610.394.205,00
belanja barang, Rp278.733.004,00 belanja modal, dan
Rp5.244.112.628,00 belanja pegawai).
Secara grafis, capaian kinerja dan realisasi anggaran per direktorat
lingkup Deputi Bidang INDA tampak sebagai berikut:
DDDeeepppuuutttiii BBBiiidddaaannnggg PPPIIIPPPMMM
Capaian kinerja Deputi Bidang PIPM adalah 102,80%, dengan
menggunakan sumber daya manusia sebanyak 75 orang (47 orang PT, 27
orang PND, 1 orang PTT, dan 0 orang tenaga outsources); dan penggunaan
anggaran sebesar Rp18.578.479.394,00 (Rp1.221.357.903,00 belanja
barang, Rp630.337.428,00 belanja modal, dan Rp16.726.784.063,00 belanja
pegawai).
Perbandingan Realisasi Anggaran dan Kinerja 2009 Deputi INDA
65,98%73,97%
84,47%95,70%
108,80%
133,10%
Pinda Monitor PJKAKI
Penggunaan Anggaran Capaian Kinerja
Realisasi Anggaran 2009 (Rp Jutaan) Deputi INDA
10.495
924 2.610
13.130
135 79
12.008
4.4265.244
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
Pinda Monitor PJKAKI
Bel. Barang Bel. Modal Bel. Pegawai
LAKIP KPK Tahun 2009 143
Adapun capaian kinerja direktorat di bawah Deputi Bidang PIPM dan
penggunaan sumber daya manusia dan anggarannya adalah sebagai berikut:
a. Direktorat PI: Capaian kinerja sebesar 121,90%, dengan menggunakan
sumber daya manusia sebanyak 22 orang (19 orang PT, 3 orang PND, 0
orang PTT, dan 0 orang tenaga outsources); dan penggunaan anggaran
sebesar Rp5.378.869.461,00 (Rp233.956.220,00 belanja barang,
Rp506.807.428,00 belanja modal, dan Rp4.638.105.813,00 belanja
pegawai).
b. Direktorat PM: Capaian kinerja sebesar 95,70%, dengan menggunakan
sumber daya manusia sebanyak 40 orang (19 orang PT, 20 orang PND, 1
orang PTT, dan 0 orang tenaga outsources); dan penggunaan anggaran
sebesar Rp10.710.566.210,00 (Rp898.541.853,00 belanja barang,
Rp47.850.000,00 belanja modal, dan Rp9.764.174.357,00 belanja
pegawai).
Secara grafis, capaian kinerja dan realisasi anggaran per direktorat
lingkup Deputi Bidang PIPM tampak sebagai berikut:
Perbandingan Realisasi Anggaran dan Kinerja 2009 Deputi PIPM
78,86% 77,85%
121,90% 118,30%
Dit. PI Dit. Dumas
Penggunaan Anggaran Capaian Kinerja
Realisasi Anggaran 2009 (Rp Jutaan) Deputi PIPM
234 899507 48
4.638
9.764
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
Dit. PI Dit. PM
Bel. Barang Bel. Modal Bel. Pegawai
LAKIP KPK Tahun 2009 144
SSSeeekkkrrreeetttaaarrriiiaaattt JJJeeennndddeeerrraaalll
Capaian kinerja Sekretariat Jenderal adalah 110,00%, dengan
menggunakan sumber daya manusia sebanyak 319 orang (65 orang PT, 42
orang PND, 20 orang PTT, dan 192 orang tenaga outsources) dan penggunaan
anggaran sebesar Rp54.162.950.379,00 (Rp22.200.567.914,00 belanja
barang, Rp2.499.031.997,00 belanja modal, dan Rp29.463.350.468,00
belanja pegawai).
Adapun capaian kinerja direktorat di bawah Sekretariat Jenderal dan
penggunaan sumber daya manusia dan anggarannya adalah sebagai berikut:
a. Biro Hukum: Capaian kinerja sebesar 104,20%, dengan menggunakan
sumber daya manusia sebanyak 13 orang (9 orang PT, 3 orang PND, 1
orang PTT, dan 0 orang tenaga outsources) dan penggunaan anggaran
sebesar Rp4.395.849.432,00 (Rp570.286.894,00 belanja barang,
Rp166.253.002,00 belanja modal, dan Rp3.659.309.536,00 belanja
pegawai).
b. Biro Humas: Capaian kinerja sebesar 106,50%, dengan menggunakan
sumber daya manusia sebanyak 24 orang (10 orang PT, 4 orang PND, 0
orang PTT, dan 10 orang tenaga outsources); dan penggunaan anggaran
sebesar Rp12.582.516.950,00 (Rp2.183.251.541,00 belanja barang,
Rp56.113.425,00 belanja modal, dan Rp10.343.151.984,00 belanja
pegawai).
c. Biro Renkeu: Capaian kinerja sebesar 111,70%, dengan menggunakan
sumber daya manusia sebanyak 22 orang (8 orang PT, 8 orang PND, 1
orang PTT, dan 5 orang tenaga outsources); dan penggunaan anggaran
sebesar Rp4.066.728.865,00 (Rp226.032.983,00 belanja barang,
Rp39.600.000,00 belanja modal, dan Rp3.801.095.882,00 belanja
pegawai).
d. Biro SDM: Capaian kinerja sebesar 105,40%, dengan menggunakan
sumber daya manusia sebanyak 25 orang (16 orang PT, 2 orang PND, 5
orang PTT, dan 2 orang tenaga outsources); dan penggunaan anggaran
sebesar Rp9.280.893.727,00 (Rp4.087.088.194,00 belanja barang,
Rp300.272.500,00 belanja modal, dan Rp4.893.533.033,00 belanja
pegawai).
e. Biro Umum: Capaian kinerja sebesar 119,50%, dengan menggunakan
sumber daya manusia sebanyak 211 orang (18 orang PT, 12 orang PND, 6
orang PTT, dan 175 orang tenaga outsources) dan penggunaan anggaran
LAKIP KPK Tahun 2009 145
sebesar Rp23.836.961.405,00 (Rp15.133.908.302,00 belanja barang,
Rp1.936.793.070,00 belanja modal, dan Rp6.766.260.033,00 belanja
pegawai).
Secara grafis, capaian kinerja dan realisasi anggaran per biro lingkup
Sekretariat Jenderal tampak sebagai berikut:
Perbandingan Realisasi Anggaran dan Kinerja 2009 Sekretariat Jenderal
72,55%
111,70%119,50%
105,40% 106,50% 104,20%
69,47%
29,84%
60,82%
85,13%
Renkeu Umum SDM Humas Hukum
Penggunaan Anggaran Capaian Kinerja
Realisasi Anggaran 2009 (Rp Jutaan) Sekretariat Jenderal
226
15.134
4.087 2.183 57040
1.937
30056
1663.801
6.766
4.894 10.343
3.6590
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
Renkeu Umum SDM Humas Hukum
Bel. Barang Bel. Modal Bel. Pegawai
LAKIP KPK Tahun 2009 146
BBBaaabbb IIIXXX
PPP eee nnn uuu ttt uuu ppp
ewujudkan Indonesia yang sejahtera merupakan cita-cita luhur
pendiri bangsa ini. Kondisi tersebut hanya bisa dicapai jika
negeri ini lepas dari jeratan korupsi. Korupsi merupakan penyakit akut yang
menyebar ke seluruh tatanan kehidupan masyarakat. Daya rusak yang
ditimbulkan akibat korupsi pun sangat luar biasa, tidak hanya menggerogoti
sendi-sendi ekonomi rakyat, tetapi juga menghancurkan pilar-pilar demokrasi.
Sejak awal berdirinya, KPK dituntut untuk memenuhi harapan
masyarakat melalui upaya penindakan yang keras dan tegas terhadap para
koruptor secara efektif, efisien, dan tetap menghormati due process of law. KPK
berupaya memenuhi harapan masyarakat dengan melakukan sejumlah program
kerja yang tidak hanya menindak koruptor secara hukum, namun juga
melakukan berbagai kegiatan pencegahan. Program pencegahan seperti
menggalang sejumlah kerja sama baik dengan institusi pendidikan maupun
lembaga lain telah dilakukan, termasuk upaya untuk mendorong pemerintah
melaksanakan reformasi birokrasi.
KPK menyadari bahwa upaya pencegahan tidak akan menuai hasil nyata
jika upaya penindakan secara hukum tidak gencar dilakukan. Penindakan
merupakan salah satu upaya penting dalam penegakan hukum sebagai terapi
kejut yang diharapkan mampu memberi efek jera bagi pelaku korupsi. Langkah
pencegahan maupun penindakan harus dilakukan secara serentak dan terpadu
dengan kecepatan yang sama.
Membebaskan Indonesia dari penyakit kronis korupsi merupakan
pekerjaan besar yang mustahil mampu dilakukan KPK sendiri. Peran serta
masyarakat secara aktif yang didukung kesungguhan jajaran penyelenggara
negara dan penegak hukum, baik di tingkat pusat maupun daerah, merupakan
syarat mutlak untuk mewujudkan harapan tersebut. KPK menyadari bahwa
pemberantasan korupsi adalah peperangan besar yang harus dilakukan secara
berkelanjutan, dan waktu yang dibutuhkan pun bukanlah dalam hitungan bulan
atau tahun, melainkan dalam ukuran generasi.
Laporan Kinerja KPK Tahun 2009 ini diharapkan dapat memberikan
gambaran tentang berbagai capaian kinerja, baik sasaran maupun kegiatan yang
M
LAKIP KPK Tahun 2009 147
menjadi tugas pokok dan fungsi KPK. Laporan ini merupakan wujud transparansi
dan akuntabilitas KPK dalam melaksanakan berbagai kewajiban yang
diembannya dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sangat disadari bahwa laporan ini belum sempurna seperti yang
diharapkan, namun setidaknya masyarakat dan berbagai pihak yang
berkepentingan (stakeholders) dapat memperoleh gambaran kinerja yang telah
dilakukan oleh jajaran KPK sepanjang tahun 2009. Di masa mendatang, KPK
akan melakukan berbagai langkah untuk lebih menyempurnakan pelaporan ini
agar terwujud transparansi dan akuntabilitas yang kita ingin wujudkan bersama.
LAKIP KPK Tahun 2009 148
LAMPIRAN
Laporan Pencapaian Kinerja KPK Tahun 2009
Pimpinan Default 2009/12
Measure Units Realisasi Rencana
Data Data Index Kinerja Pimpinan -- -- 127,5% Perspektif Pemangku Kepentingan Pimpinan -- -- 123,0% Berkurangnya Korupsi di Indonesia -- -- 93,3% Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia Index 2,80 3,00 93,3%
Efektivitas Koordinasi dan Supervisi Penindakan -- -- 138,5% % Penanganan Perkara TPK oleh APGAKUM Berhasil Percentage 138,54% 100,00% 138,5%
Keberhasilan Penegakkan Hukum Kasus TPK oleh KPK -- -- 125,0% % Keberhasilan Penuntutan Kasus TPK oleh KPK Percentage 100,00% 80,00% 125,0%
Pengembalian Kerugian/Penyelamatan KN dari TPK & Pencegahan -- -- 150,0%
Pengembalian KKN dari Eksekusi Percentage 50,00% 50,00% 100,0% Penyelamatan Kekayaan Negara dari Pencegahan IDR (Milyar) 5.023,10 600,00 200,0%
Terwujudnya Nilai Anti Korupsi pada PN dan Stakeholdernya -- -- 108,3%
Rata-rata Indeks Integritas Nas (Inst. Pusat & Daerah) Index 6,50 6,00 108,3% Perspektif Internal Pimpinan -- -- 140,3% Koordinasi dan Supervisi Penindakan -- -- 158,5% % Peningkatan Jumlah Perkara yg Disupervisi KPK Diselesaikan Polri/Kejagung Percentage 633,21% 100,00% 200,0%
% Peningkatan Jumlah SPDP Percentage 116,99% 100,00% 117,0% Penindakan yang Kuat dan Proaktif -- -- 96,1% Kasus Solid Kasus 25 25 100,0% Penyidikan Lengkap Perkara 36 35 102,9% Berkas Perkara yang Dilimpahkan Perkara 34 35 97,1% Case Building INDA Kasus 4 5 80,0% Jumlah Pemeriksaan Dit. Gratifikasi yang Disampaikan ke Penyelidikan Kasus 5 5 100,0%
Kasus yang Ditindaklanjuti oleh Dit. Lidik PN 6 6 100,0% Hasil Pemeriksaan Dumas yang Dilimpahkan (LID) Kasus 52 56 92,9%
Efektivitas Pelacakan Aset -- -- 121,5% % Nilai Aset Berhasil Dilacak Percentage 60,75% 50,00% 121,5%
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dari Gratifikasi -- -- 115,2% Setoran PNBP dari Pelaporan Gratifikasi IDR Rp 2.304.799.068,00 Rp 2.000.000.000,00 115,2%
Penyelamatan Kerugian/Kekayaan Negara -- -- 200,0% Nilai BMN yg Diselamatkan - Tim Gratifikasi IDR (Milyar) 2.600,00 300,00 200,0% Nilai BMN yg Diselamatkan - Tim LHKPN IDR (Milyar) 1.969,90 300,00 200,0%
Meningkatnya Jumlah PN yang Melaporkan Penerimaan Gratifikasi -- -- 200,0%
% Peningkatan Jumlah PN yg Melaporkan Penerimaan Gratifikasi Percentage 309,08% 100,00% 200,0%
Meningkatnya Jumlah PN yang Melaporkan LHKPN -- -- 141,3% Jumlah PN yang Melaporkan LHKPN PN 14.134 10.000 141,3%
Terbangunnya Pemahaman Masyarakat thd Anti Korupsi -- -- 100,0% % Peningkatan Kesadaran Masyarakat thd Anti Korupsi Percentage 10,00% 10,00% 100,0%
Percepatan Reformasi Sektor Publik -- -- 100,0% # Instansi yang Mengimplementasikan Komitmen Tindak Lanjut Perbaikan Layanan Publik Instansi 20,00 20,00 100,0%
Meningkatnya Efektivitas Fungsi Aparat Pengawasan -- -- 200,0% % Irjen yg Menyampaikan Laporan Upaya Pencegahan TPK ke KPK Percentage 60,70% 25,00% 200,0%
Dukungan Informasi dan Data yang Efektif -- -- 130,8% % Pemenuhan Dukungan Informasi dan Data Percentage 85,00% 65,00% 130,8%
Kerjasama Antar Lembaga -- -- 120,7% Indeks Kepuasan Layanan Kerjasama Antar Lembaga Index 7,24 6,00 120,7%
Perspektif Pembelajaran & Pertumbuhan Pimpinan -- -- 104,6% Tersedianya Infrastruktur TI -- -- 107,4% Indeks Kepuasan Layanan (Pinda) Index 75,15 70,00 107,4%
Efektivitas Layanan SDM -- -- 105,2% Indeks Kepuasan Layanan SDM Index 3,42 3,25 105,2%
Terciptanya Transparansi dan Integritas -- -- 96,3% Jumlah Penyimpangan "Material" Number 0 0 100,0% Pemberitaan Positif ttg KPK di Media Massa Percentage 46,25% 50,00% 92,5%
Tersedianya Dukungan Hukum -- -- 100,0% % Dukungan Hukum yang Dimanfaatkan oleh KPK Percentage 80,00% 80,00% 100,0%
Efektivitas Layanan Biro Umum -- -- 114,2% Indeks Kepuasan Layanan Internal Biro Umum Index 3,77 3,30 114,2%
Perspektif Keuangan Pimpinan -- -- 116,5% Ketersediaan Anggaran dan Pengelolaan Keuangan -- -- 116,5% Tingkat Perolehan Anggaran 2010 Percentage 108,00% 100,00% 108,0% Opini BPK atas Audit Laporan Keuangan 2008 Percentage 125,00% 100,00% 125,0%
* Data yang akan datang
03 Februari 2010 Page 1
Lampiran 2
KPK (Korporat)
Capaian Kinerja
Pimpinan 127,5% Bel. Pegawai: 142.151.426.434 PT: 383 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 62.221.855.053 PND: 239 1. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia (Indeks): 2,80Bel. Modal: 17.251.089.610 PTT: 28 2. % Penanganan Perkara TPK oleh APGAKUM Berhasl (Persentase): 138,54%Total: 221.624.371.097 Total_1: 650 3. % Keberhasilan Penuntutan Kasus TPK oleh KPK (Persentase): 100,00%
OS: 296 4. Pengembalian KKN dari Eksekusi (Persentase): 50,00%Total_2: 946 5. Penyelamatan Kekayaan Negara dari Pencegahan (IDR Milyar): 5.023,10
6. Rata-rata index Integritas Nasional (Instansi Pusat & Daerah) (Index): 6,50
Internal:1. % Peningkatan Jumlah Perkara yang Disupervisi KPK Diselesaikan Polri/Kejagun(Persentase): 633,21% 2. % Peningkatan Jumlah SPDP (Persentase): 116,99%3. Kasus Solid (Kasus): 254. Penyidikan Lengkap (Perkara): 365. Berkas Perkara yang Dilimpahkan (Perkara): 346. Case Building INDA (Kasus): 1
7. Jumlah Pemeriksaan Dit. Gratifikasi yang Disampaikan ke Penyelidikan (Kasus): 6 8. Kasus yang ditindaklanjuti oleh Dit.Lidik (PN): 69. Hasil Pemeriksan Dumas yang Dilimpahkan (LID) (Kasus): 5210.% Nilai Aset Berhasil Dilacak (Persentase): 60,57%11.Setoran PNBP dari Pelaporan Gratifikasi (IDR): Rp 2.304.799.068,0012.Nilai BMN yg Diselamatkan - Tim Gratifikasi (IDR) (Milyar): 2.600,0013.Nilai BMN yg Diselamatkan - Tim LHKPN (IDR) (Milyar): 1.969,90
14.% Peningkatan Jumlah PN yg Melaporkan Penerimaan Gratifikasi (Persentase): 309,08%
15.Jumlah PN yang Melaporkan LHKPN (PN): 14.13416.% Peningkatan Kesadaran Masyarakat thd Anti Korupsi (Persentase): 10,00%
18.% Irjen yang Menyampaikan Laporan Upaya Pencegahan TPK ke KPK (Persentase): 60,70% 19.% Pemenuhan Dukungan Informasi dan Data (Persentase): 85,00%20. Indeks Kepuasan Layanan Kerjasama Antar Lembaga (Index): 0,00
17. Instansi yang Mengimplementasikan Komitmen Tindak Lanjut Perbaikan Layanan Publik (Instansi): 20,00
Rekapitulasi Capaian Kinerja, Penggunaan Sumber Daya Anggaran dan SDM,serta Indikator Kinerja dan Capaian Tahun 2009
Unit Penggunaan Sumber Daya Indikator Kinerja dan Capaian KeteranganAnggaran (Rupiah) SDM (Orang)
Capaian KinerjaUnit Penggunaan Sumber Daya Indikator Kinerja dan Capaian KeteranganAnggaran (Rupiah) SDM (Orang)
Learning and Growth:1. Indeks Kepuasan Layanan PINDA (Index): 75,082. Indeks Kepuasan Layanan SDM (Index): 3,423. Jumlah Penyimpangan "Material" (Number): 04. Pemberitaan Positif ttg KPK di Media Massa (Persentase): 46,25%5. % Dukungan Hukum yang Dimanfaatkan KPK (Persentase): 80,00%6. Indeks Kepuasaan Layanan Internal Biro Umum (Index): 3,77
Financial:1. Tingkat Perolehan Anggaran 2010 (Persentase): 108,00%2. Opini BPK atas Audit Laporan Keuangan 2008 (Persentase): 125,00%
Keterangan:PT: Pegawai TetapPND: Pegawai Negeri DipekerjakanPTT: Pegawai Tidak TetapOS: Outsourcing
Lampiran 3
Deputi Penindakan
Capaian Kinerja
Deputi Tindak 126,0% Bel. Pegawai: 45.963.483.377 PT: 38 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 9.153.054.226 PND: 130 1. % Penanganan Perkara TPK oleh APGAKUM Berhasil (Persentase): 138,54%Bel. Modal: - PTT: - 2. % Keberhasilan Penuntutan Kasus TPK oleh KPK (Persentase) :100,00%Total: 55.116.537.603 Total_1: 168 3. Pengembalian KKN dari Eksekusi (Persentase): 50,00%
OS: - Total_2: 168 Internal:
1. % Peningkatan Jumlah Perkara yg Disupervisi KPK Diselesaiakan Polri/ Kejagung (Persentase): 633,21% 2. % Peningkatan Jumlah SPDP (Persentase): 116,99%3. Kasus Solid ( Kasus): 254. Penyidikan Lengkap (Perkara) : 365.Berkas Perkara yang Dilimpahkan (Perkara): 34
Dit. Penyelidikan 123,8% Bel. Pegawai: 11.858.686.946 PT: 29 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 2.221.039.281 PND: 21 1. Kasus Solid (Kasus): 25Bel. Modal: PTT: - Total: 14.079.726.227 Total_1: 50 Internal:
OS: 1. Penelaahan Kasus (Number): 109Total_2: 50 2. Kasus Potensial ( Kasus): 68
Dit. Penyidikan 129,9% Bel. Pegawai: 21.609.392.012 PT: 4 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 3.527.330.768 PND: 80 1. Penyidikan Lengkap (Perkara): 36Bel. Modal: - PTT: - 2. Perkiraan Pengembalian Kerugian Keuangan Negara (IDR) : Rp 141,03Total: 25.136.722.780 Total_1: 84
OS: - Internal:Total_2: 84 1. Penyidikan (Perkara) : 52
Rekapitulasi Capaian Kinerja, Penggunaan Sumber Daya Anggaran dan SDM, serta Indikator Kinerja (Perspektif Stakeholder dan Internal) dan Capaian Tahun 2009
Unit Penggunaan Sumber Daya Indikator Kinerja dan Capaian KeteranganAnggaran (Rupiah) SDM (Orang)
Capaian KinerjaUnit Penggunaan Sumber Daya Indikator Kinerja dan Capaian KeteranganAnggaran (Rupiah) SDM (Orang)
Dit. Penuntutan 118,5% Bel. Pegawai: 9.147.285.849 PT: 5 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 1.530.079.743 PND: 29 1. Berkas Perkara yang Dilimpahkan ( Perkara): 34Bel. Modal: - PTT: - 2. Pengembalian KKN dari Eksekusi (Persentase): 50,00%Total: 10.677.365.592 Total_1: 34 3. Pelaksanaan Pidana Badan ( Persentase): 100,00%
OS: - Total_2: 34 Internal:
1. Pra Penunututan (Perkara): 622. % Keberhasilan Penuntutan Kasus TPK oleh KPK ( Persentase): 100,00%
Unit Korsup 150,5% Bel. Pegawai: - PT: - Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: - PND: - 1. % Penanganan Perkara TPK oleh APGAKUM Berhasil (Persentase): 138,54%Bel. Modal: - PTT: - Total: - Total_1: - Internal:
OS: - Total_2: -
2. % Peningkatan Jumlah SPDP (Persentase): 116,99%
1. % Peningkatan Jumlah Perkara yang Disupervisi KPK Diselesaikan Polri/ Kejagung (Persentase): 633,21%
Lampiran 4
Deputi Pencegahan
Capaian Kinerja
Deputi Cegah 134,4% Bel. Pegawai: 26.904.293.475 PT: 99 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 15.584.347.596 PND: 19 1. Penyelamatan Kekayaan Negara dari Pencegahan (IDR Milyar): 4.569,90Bel. Modal: 15.584.347.596 PTT: 4 2. Rata- rata indeks Integritas Nas (Inst. Pusat & Daerah) (Index): 6,50Total: 58.072.988.667 Total_1: 122 3. Jumlah Pemeriksaan Dit. Gratifikasi yang Disampaikan ke Penyelidikan (Kasus): 5
OS: 92 4. Kasus yang Ditindaklanjuti oleh Dit.Lidik (PN): 6Total_2: 214
Internal:1. Setoran PNBP dari Setoran Gratifikasi (IDR): Rp 2.298.140.0042. Nilai BMN yang Diselamatkan - Tim Gratifikasi (IDR Milyar): 2.692,953. Nilai BMN yang Diselamatkan - Tim LHKPN (IDR Milyar): 1.969,904. Jumlah PN yang melaporkan LHKPN (PN): 14.1345. % Peningkatan Jumlah PN yg Melaporkan Gratifikasi (Persentase): 309,08%6. % Peningkatan Kesadaran Masyarakat thd Anti Korupsi ( Persentase): 10,00%
8. % Irjen yg Menyampaikan Laporan Upaya Pencegahan TPK ke KPK (Persentase): 60,70%
Dit. Dikyanmas 114,2% Bel. Pegawai: 5.336.875.332 PT: 21 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 5.490.345.219 PND: - 1. % Peningkatan Kesadaran Masyarakat thd Anti Korpsi (Persentase): 10,00%Bel. Modal: 46.596.000 PTT: 1 Total: 10.873.816.551 Total_1: 22 Internal:
OS: 5 1. Peningkatan Jumlah Sekolah yg Menerapkan Modul Anti Korupsi ( Sekolah): 15,00Total_2: 27 2. Peningkatan Pemahaman Pelajar & Perbaikan Prilaku Anti Korupsi (Sekolah): 51,00
3. Peningkatan Pemahaman Mahasiswa & Pelajar dan Perubahan Prilaku Anti Korupsi: 82.3854. Jumlah Peserta yang Hadir pada Sosialisasi Anti Korupsi (Orang): 494.9135. Peningkatan Awareness Masyarkat Mengenai Anti Korupsi (Orang): 324.881.663
6. Jumlah Aktivitas Kampanye yg Dilakukan Komunitas/ Agen mhs Sec.Mandiri (Kegiatan): 42 7. Peningkatan Jumlah Kelompok yg Menjadi Agen Perubahan ( Agen): 11,008. Peningkatan Jumlah Instansi Penyelenggara Sosialisasi ( Instansi): 20,00
SDM (Orang)
7. Instansi yang Mengimplementasikan Komitmen Tindak Lanjut Perbaikan Layanan Publik (Instansi): 20,00
Rekapitulasi Capaian Kinerja, Penggunaan Sumber Daya Anggaran dan SDM,serta Indikator Kinerja (Perspektif Stakeholder dan Internal) dan Capaian Tahun 2009
Unit Penggunaan Sumber Daya Indikator Kinerja dan Capaian KeteranganAnggaran (Rupiah)
Capaian Kinerja SDM (Orang)Unit Penggunaan Sumber Daya Indikator Kinerja dan Capaian KeteranganAnggaran (Rupiah)
Dit. Gratifikasi 139,4% Bel. Pegawai: 5.648.661.310 PT: 23 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 1.394.198.889 PND: 4 1. Setoran PNBP dari Pelaporan Gratifikasi ( IDR): Rp 2.298.140.004Bel. Modal: 227.112.250 PTT: 1 2. Nilai BMN yg Diselamatkan - Tim Gratifikasi (IDR Milyar): 2.692,95Total: 7.269.972.449 Total_1: 28 3. Jumlah Pemeriksaan Dit.Gratifikasi yg Disampaikan ke Penyelidikan ( Kasus): 5
OS: 1 Total_2: 29 Internal:
1. % Peningkatan Jumlah PN yg Melaporka Gratifikasi (Persentase): 309,08%2. Penanganan Pelaporan Gratifikasi ( Number): 3353. Pelaporan Gratifikasi yg Diproses Tepat Waktu ( Number): 2274. Sosialisasi Gratifikasi ( Persentase): 102,62%5. Diseminasi Formulir dan Poster Gratifikasi ( Number): 195,1206. Jumlah Pemeriksaan Dit. Gratifikasi yg Disampaikan Ke Penyelidikan ( Kasus): 57. Tugas Khusus oleh Pimpinan ( Obyek): 7
Dit. PP LHKPN 119,3% Bel. Pegawai: 8.500.544.468 PT: 27 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 5.648.476.463 PND: 13 1. Nilai BMN yg Diselamatkan - Tim LHKPN (IDR Milyar): 1.969,90Bel. Modal: 446.341.338 PTT: - 2. % Permintaan Tenaga Direktorat Lain (Persentase): 100,00%Total: 14.595.362.269 Total_1: 40 3. % Pemenuhan Permintaan Data ( Persentase): 100,00%
OS: 83 Total_2: 123 Internal:
1. Jumlah PN yg Melaporkan LHKPN (PN): 14.1342. Jumlah LHKPN yg Diumumkan dalam TBN (PN): 20.0963. Digitalisasi Dokumen LHKPN (Number):23.7024. Jumlah Bimbingan Teknis kepada WL di KPK (Kali): 75. Jumlah Bimbingan Teknis kepada WL di Instansi (Persentase): 100,00%6. Laporan Hasil Pemeriksaan Substantif LHKPN (PN): 577. Laporan Hasil Pemeriksaan Tujuan Tertentu LHKPN (Laporan): 2,00
8. Jumlah Klarifikasi kepada PN (PN): 4599. Kasus yang Ditindaklanjuti oleh Dit. Lidik (PN): 6
Dit. Litbang 126,4% Bel. Pegawai: 5.185.131.158 PT: 21 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 2.587.131.175 PND: 2 Bel. Modal: 31.537.000 PTT: 1 Total: 7.803.799.333 Total_1: 24
OS: 2 Total_2: 26 3. Rata-rata Indeks Integritas Nas (Inst. Pusat & Daerah) (Index): 6,50
Internal: 1. Kegiatan Penelitian yang Dilakukan (Penelitian): 5,02. Kajian Sistem yang Dilakukan (Kajian): 3,00
1. Instansi yang Mengimplementasikan Komitmen Tindak Lanjut Perbaikan Layanan Publik (Instansi): 20,00
2. % Irjen yang Menyampaikan Laporan Upaya Pencegahan TPK ke KPK (Persentase): 60,70%
Capaian Kinerja SDM (Orang)Unit Penggunaan Sumber Daya Indikator Kinerja dan Capaian KeteranganAnggaran (Rupiah)
3. Kajian Kebijakan yang Dilakukan (Kajian): 7,004. Kegiatan Pengembangan yang Dilakukan (Kegiatan): 85. Program Koordinasi dan Supervisi yang Dilakukan (Korsup): 63,0
Lampiran 5
Deputi INDA
Capaian Kinerja
Deputi INDA 108,6% Bel. Pegawai: 23.093.515.051 PT: 115 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 14.062.527.414 PND: 14 1. Case Building INDA (Kasus): 1Bel. Modal: 13.344.311.097 PTT: 3 2. % Nilai Aset Berhasil Dilacak (Persentase) :60,75%Total: 50.500.353.562 Total_1: 132
OS: 12 Internal:Total_2: 144 1. Indeks Kepuasan Layanan (Pinda) (Index): 75,08
2. Indeks Kepuasaan Layanan Dukungan Penindakan (Index): 76,163. Indeks Kepuasan Layanan Kerjasama Antar Lembaga (Index) : 0,00
Dit. Monitor 108,8% Bel. Pegawai: 4.425.847.131 PT: 22 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 924.394.218 PND: 5 1. Indeks Kepuasan Layanan (Monitor) (Persentase): 0,00 %Bel. Modal: 135.369.300 PTT: - Total: 5.485.610.649 Total_1: 27 Internal:
OS: - 1. % Permintaan Survelliance yang Dilaksanakan (Persentase): 100,00%Total_2: 27 2.% Permintaan Undercover yang Dilaksanakan (Persentase): 80,00%
3. Jumlah Case Building secara Proaktif (Kasus): 04. % Penyusunan Log Survelliance ( Persentase): 100,00%5. % Penyusunan Laporan Undercover (Persentase) : 80,00 %6. Pembentukan Tim Survelliance (Number): 07. Pembentukan Tim Undercover (Number): 0
Dit. PINDA 95,7% Bel. Pegawai: 12.008.321.552 PT: 71 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 10.494.516.455 PND: 3 1. Indeks Kepuasan Layanan (Pinda): 75,08%Bel. Modal: 13.130.208.793 PTT: 2 2. Case Building INDA (Kasus): 1Total: 35.633.046.800 Total_1: 76
OS: 9 Internal:Total_2: 85 1. Indeks Kepuasan Layanan Dukungan Penindakan (Index) : 76,16
2. Pemenuhan Dukungan Informasi dan Data (Persentase) : 95,00%3. Hasil analisis IPA (Persentase): 80,00%
Rekapitulasi Capaian Kinerja, Penggunaan Sumber Daya Anggaran dan SDM,serta Indikator Kinerja (Perspektif Stakeholder dan Internal) dan Capaian Tahun 2009
Unit Penggunaan Sumber Daya Indikator Kinerja dan Capaian KeteranganAnggaran (Rupiah) SDM (Orang)
Capaian KinerjaUnit Penggunaan Sumber Daya Indikator Kinerja dan Capaian KeteranganAnggaran (Rupiah) SDM (Orang)
4. Rata – rata jam CF (Jam): 28,35. % Barang Bukti Elektronik Valid (Persentase): 100,00 %6. Rata-rata Waktu Transkrip (Jam): 11,97. Permintaan Target Marker Dimarking (Persentase): 100,00 %8. % Voice yang Didengarakan (Persentase): 100,00 %9. Indeks Kepuasan Layanan Dukungan Helpdesk dan Infrastruktur (Index): 74,0010. % Permintaaan Helpdesk ditunda (Persentase): 0,00 %11. % Penggunaan Toleransi Downtime (Persentase): 170,81 %12. % Backup (Persentase) : 80,68%13. Jumlah Sidang Tipikor di Pengadilan Tipikor yang Direkam (Number): 19814.Jumlah Sidang Tipikor di PN yang Direkam (Number): 73
Dit. PJKAKI 133,1% Bel. Pegawai: 5.244.112.628 PT: 18 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 2.610.394.205 PND: 3 1. Indeks Kepuasan Layanan Antar Lembaga (Index): 0,00Bel. Modal: 78.733.004 PTT: 1 2. % Nilai Aset Berhasil Dilacak (Persentase) :60,75%Total: 7.933.239.837 Total_1: 22 3. Kasus yang Asetnya Berhasil Dilacak (Kasus): 13
OS: 1 4. Bantuan Internasional Formal (Laporan): 10,00Total_2: 23 5. Dukungan Data dan Informasi (Laporan): 120,00
6. Case Building PJKAKI (Kasus): 37. Laporan Indikasi TPK (Kasus): 5
Internal:1. Naskah Dinas Kerjasama (Institusi): 212. Kegiatan Implementasi Kerjasama (Kegiatan): 1263. Jaringan Informasi yang Dikumpulkan (IGSI) (Kegiatan): 44. Jaringan Informasi Informal (Orang): 245. Database Informan (Number): 46. Pembinaan Informan (Kasus): 1
Lampiran 6
Deputi PIPM
Capaian Kinerja
Deputi PIPM 102,8% Bel. Pegawai: 16.726.784.063 PT: 47 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 1.221.357.903 PND: 27 1. Hasil Pemeriksaan Dumas yang Dilimpahkan (LID) (Kasus): 52Bel. Modal: 630.337.428 PTT: 1 2. Jumlah Penyimpangan “Material” (Number): 0Total: 18.578.479.394 Total_1: 75
OS: - Internal:Total_2: 75 1. Pengumpulan Bahan dan Keterangan (Pulbaket): 51,00
2. Transpose Internal (Pulbaket): 58,003. Pelimpahan ke Penindakan/Penegak Hukum Lain (Kasus): 14. Kegiatan Pemeriksaan Bidang Etika dan Profesi (Kegiatan): 195. Kegiatan Pemeriksaan Keuangan dan Kinerja Implementasi Rekomendasi Tindak Lanjut (Kegiata
: 16 6. Kegiatan Pembinaan dan Pemantauan Tindak Lanjut (Kegiatan) : 2
Dit. PI 121,9% Bel. Pegawai: 4.638.105.813 PT: 19 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 233.956.220 PND: 3 1.Jumlah Penyimpangan “Material” (Number) : 0Bel. Modal: 506.807.428 PTT: - Total: 5.378.869.461 Total_1: 22 Internal:
OS: - 1. Kegiatan Pembinaan / Koordinasi dan Konsultasi Pengawasan (Kegiatan) : 20Total_2: 22 2. Kegiatan Pemeriksaan Bidang Etika dan Profesi (Kegiatan): 19
3. Kegiatan Pemeriksaan Keuangan dan Kinerja (Kegiatan): 164. Kegiatan Pembinaan dan Pemantauan Tindak Lanjut (Kegiatan): 2
Rekapitulasi Capaian Kinerja, Penggunaan Sumber Daya Anggaran dan SDM,serta Indikator Kinerja (Perspektif Stakeholder dan Internal) dan Capaian Tahun 2009
Unit Penggunaan Sumber Daya Indikator Kinerja dan Capaian KeteranganAnggaran (Rupiah) SDM (Orang)
Capaian KinerjaUnit Penggunaan Sumber Daya Indikator Kinerja dan Capaian KeteranganAnggaran (Rupiah) SDM (Orang)
Dit. PM 118,3% Bel. Pegawai: 9.764.174.357 PT: 19 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 898.541.853 PND: 20 1.Hasil Pemeriksaan Dumas yang Dilimpahkan (LID) (Kasus): 52Bel. Modal: 47.850.000 PTT: 1 2. Sosialisasi Dumas (Kegiatan): 7Total: 10.710.566.210 Total_1: 40
OS: - Internal:Total_2: 40 1. % Dumas yang Diterima (Persentase) : 96,80 %
2. % Verifikasi Dumas (Persentase) : 100,00 %3. % Telaah Dumas (Persentase): 93,35%4. % Reviu Telaah Dumas (Persentase): 100,00%5.% Dumas Berindikasi TPK yg Layak Ditindaklanjuti (Persentase): 16,73%6. Pengumpulan Bahan Keterangan (Pulbaket) : 51,007. Ekspose Internal ( Pulbaket) : 58,00%8. Kegiatan Reaksi Cepat (Kegiatan): 329. Pelimpahan ke Penindakan / Penegakan Hukum Lain (Kasus) : 110. Bahan Korsup / Pelimpahan ke Unit / Instansi Lain (Number) : 56111. Tugas Pebantuan (Kali): 15
Lampiran 7
Sekretariat Jenderal
Capaian Kinerja
Setjen 110,0% Bel. Pegawai: 29.463.350.468 PT: 65 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 22.200.567.914 PND: 42 1. % Dukungan Hukum yang Dimanfaatkan KPK (Persentase): 80%Bel. Modal: 2.499.031.997 PTT: 20 2. Pemberitaan Positif tentang KPK di Media Massa (Persentase): 46,25%Total: 54.162.950.379 Total_1: 127 3. Tingkat Perolehan Anggaran 2010 (Persentase): 108,00%
OS: 192 4. Opini Atas Audit Laporan Keuangan 2008 (Persentase): 125,00%Total_2: 319 5. Indeks Kepuasan Layanaa SDM (Index): 3,42
6. indeks Kepuasan Layanan Internal Biro Umum (Index): 3,77
Internal:1. % Hak dan Kepentingan KPK yang Dapat Dijaga (Persentase): 80,00%2. Pemberitaan Tertulis dan Terencana (Kali): 643. Draft Perpim ttg OTK (Perubahan Ketiga) (Draft): 14. % Penggunaan HIRS secara Bertahap (Persentase): 68,75%5. Ketepatan Paket Pengadaan (Persentase): 100,00%6. E-Procurement (Persentase): 0,00%
Biro Hukum 104,2% Bel. Pegawai: 3.659.309.536 PT: 9 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 570.286.894 PND: 3 1. % Dukungan Hukum yang Dimanfaatkan oleh KPK (Persentase): 80,00%Bel. Modal: 166.253.002 PTT: 1 Total: 4.395.849.432 Total_1: 13 Internal:
OS: - 1. % Produk Hukum yg Diperlukan KPK yg Telah Dihasilkan (Persentase): 80,00%Total_2: 13 2. % Draft Peraturan Perundangan Terkait KPK yang Telah Dibuat (Draft): 4,00
3. % Produk Hukum Internal yang Dibuat (Persentase): 80,00%4. % Produk Hukum Internal yang Terintegrasi (Persentase): 30,00%
5. Ketepatan Waktu Produk Hukum Perancangan Peraturan yang Dibuat (Persentase): 80,00%
6. % Permintaan Informasi yang Dilaksanakan (Persentase): 95,00%7. % Continuing Legal Education yang Berhasil Dilaksanakan (Kali): 88. % Peta Putusan Tipikor yang Berhasil Dibuat (Persentase): 30,00%9. % Hak dan Kepentingan KPK yang Dapat Dijaga (Persentase): 80,00%10.% Perkara yang Berhasil Diselesaikan (Persentase): 85,00%11.% Pelaksanaan Litigasi dan Bantuan Hukum yang Diselesaikan (Persentase): 100,00%12.Ketepatan Waktu Legal Opinion Litigasi yang Dibuat (Persentase): 80,00%
Rekapitulasi Capaian Kinerja, Penggunaan Sumber Daya Anggaran dan SDM,serta Indikator Kinerja (Perspektif Stakeholder dan Internal) dan Capaian Tahun 2009
Unit Penggunaan Sumber Daya Indikator Kinerja dan Capaian KeteranganAnggaran (Rupiah) SDM (Orang)
Capaian KinerjaUnit Penggunaan Sumber Daya Indikator Kinerja dan Capaian KeteranganAnggaran (Rupiah) SDM (Orang)
13.% Pemberian Fasilitas Bantuan Hukum unt Pendampingan Tsk/ Saksi (Persentase): 100,00%
14.% Koordinasi dan Pengelolaan Perlindungan Saksi (Persentase): 80,00%15.% Koordinasi Pemberian Penghargaan kepada Pelapor (Persentase): 80,00%16.% Koordinasi & Pengelolaaan cabang Rutan Jakarta Pusat di KPK (Persentase): 80,00%
Biro Humas 106,5% Bel. Pegawai: 10.343.151.984 PT: 10 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 2.183.251.541 PND: 4 1. Pemberitaan Positif ttg KPK di Media Massa (Persentase): 46,25%Bel. Modal: 56.113.425 PTT: - 2. Pelayanan Informasi Publik (Persentase): 81,25%Total: 12.582.516.950 Total_1: 14
OS: 10 Internal:Total_2: 24 1. Penerbitan Media KPK (Kali): 8
2. Publikasi Melalui Media (Kali): 683. Pembinaan Hubungan dengan Media (Kali): 184. Pemberitaan Tertulis dan Terencana (Kali) : 645. Analisis dan Rekomendasi yang Dihasilkan (Kali): 136. Pendampingan Pimpinan (Persentase): 90,00%7. Peliputan Kegiatan Pimpinan (Persentase): 100,00%8. Kualitas Keprotokoleran (Index): 3,009. Registrasi Surat Masuk dan Keluar (Persentase): 100,00%10.Kualitas Administrasi Kantor (Index): 3,20%11.Distribusi Surat Masuk dan Pengiriman Surat Keluar (Persentase): 100,00%12. Perijinan Operasional ( Persentase): 101,67%
Biro Renkeu 111,7% Bel. Pegawai: 3.801.095.882 PT: 8 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 226.032.983 PND: 8 1. Tingkat Perolehan Anggaran (Persentase): 108,00%Bel. Modal: 39.600.000 PTT: 1 2. Opini atas Audit Laporan Keuangan (Persentase): 125,00%Total: 4.066.728.865 Total_1: 17 3. Hasil Evaluasi Laporan Kinerja oleh Men-PAN (Peringkat): 10
OS: 5 4. Indeks Kepuasan Layanan Biro Renkeu (Indeks): 3.73Total_2: 22
Internal:1. Ketepatan Waktu Laporan Keuangan (Day): 402. Ketepatan Waktu Laporan Perbendaharaan (Laporan): 73. Draft Perpim tentang OTK (Perubahan Ketiga) (Draft): 14. Draft SK tentang Pengesahan SOP (Draft): 15. Ketepatan Waktu LAKIP (Day): 556. Ketepatan Waktu Laporan Tahunan (Day): 927. Ketepatan Waktu Bahan RDP Dengan Komisi III dpr (Persentase): 100,00%7. Dokumen Perencaan yang Diselesaikan Tepat Waktu (Dok): 68. Ketepatan Waktu Dokumen Perbendaharaan (Persentase): 100,00%
Capaian KinerjaUnit Penggunaan Sumber Daya Indikator Kinerja dan Capaian KeteranganAnggaran (Rupiah) SDM (Orang)
Biro SDM 105,4% Bel. Pegawai: 4.893.533.033 PT: 16 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 4.087.088.194 PND: 2 1. Indeks Kepuasan Layanan SDM (Index): 3,42Bel. Modal: 300.272.500 PTT: 5 2. % Jumlah Pegawai yang Diangkat Menjadi Pegawai KPK Thn 2009 (Persentase): 94,00%Total: 9.280.893.727 Total_1: 23 3. % Pencapaian Peringkat Kinerja Pegawai ( Persentase): 1,83%
OS: 2 4. % Jumlah Pegawai yang Berhenti dari KPK (Persentase): 1,23%Total_2: 25
Internal:1. % Peraturan, Pedoman & SOP yang Dimutakhirkan (Persentase): 70,18%2. % Penggunaan HRIS secara Bertahap (Persentase): 68,75%
Biro Umum 119,5% Bel. Pegawai: 6.766.260.033 PT: 18 Stakeholder (Pemangku Kepentingan):Bel. Barang: 15.133.908.302 PND: 12 1. Indeks Kepuasan Layanan Internal Biro Umum (Index): 3,77Bel. Modal: 1.936.793.070 PTT: 6 2. Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Rutin dan Non Rutin (Persentase): 97,50%Total: 23.836.961.405 Total_1: 36
OS: 175 Total_2: 211
Internal:1. Ketepatan Waktu Pemrosesan Pengadaan (Persentase): 99,00%2. Ketepatan Spesifikasi/ Ruang Lingkup Barang/ Jasa (Persentase): 99,00%3. Ketepatan Nilai Pengadaan (Penghematan thd Pagu) (Persentase): 20,00%4. Ketepatan Paket Pengadan (Persentase): 100,00%5. E-Procurement (Persentase): 0,00%6. % Inventarisasi Aset (Persentase): 100,00%7. Ketepatan Waktu Penyampaian Laporan Aset (Persentase): 100,00%8. % Penghapusan Aset (Persentase): 0,00%9. % Kegiatan Pelelangan Barang Sitaan (Persentase): 100,00%10. Layanan Kebutuhan Rutin (Index): 3,7211. Layanan Kebersihan (Index): 4,0012. Layanan Kendaraan Operasional dan Tahanan (Index): 3,9013. Layanan Kebutuhan Rapat ( Index ): 3,9614. % Pemenuhan Kebutuhan Tenaga Kepolisian (Persentase): 100,00%15. Tingkat Keamanan Gedung KPK (Index): 3,5616. Ketersediaan Sarana Tempat Kerja (Persentase): 100,00%17. Tingkat Pemelihraan Peralatan dan Fasilitas Gedung ( Persentase): 99,45%18. Tingkat Pemeliharaan Peralatan Integrated Security System (Persentase): 150,00%
3. Tidak Ada Temuan Materi thd Kegiatan PBJ dan Penatausahaan BUMN (Persentase): 100,00%