laporan akhir praktikum  · web viewlaporan akhir praktikum. dari sambatan menuju “sambat”?...

58
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300) Jelena Jasmine (18/424746/SP/28294) Rahman Kurnia Saputra (18/428313/SP/28522) Dimas Septian Atmaja (18/424740/SP/28288) Rainhard Sitohang (16/399471/SP/27604) MATA KULIAH : Metode Penelitian Kualitatif 1 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Tadjuddin N.E Dr. Suharko Fuji Riang Prastowo, S.sos, M.Sc.

Upload: others

Post on 18-Jun-2020

28 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”?

   Disusun oleh :

Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688)

Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

Jelena Jasmine (18/424746/SP/28294)

Rahman Kurnia Saputra (18/428313/SP/28522)

Dimas Septian Atmaja (18/424740/SP/28288)

Rainhard Sitohang (16/399471/SP/27604)

MATA KULIAH : Metode Penelitian Kualitatif 1

DOSEN PEMBIMBING : Prof. Tadjuddin N.E

 Dr. Suharko

 Fuji Riang Prastowo, S.sos, M.Sc.

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2019

Page 2: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………… 1

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… 2

BAB I . PENDAHULUAN…………………………………………………………… 3

1.1 Latar Belakang..…………………………………………………………… 3

1.2 Rumusan Masalah……………………………………….………………… 4

1.3 Metodologi Penelitian………………………..…………………………… 4

a. Metode Penelitian………………………..………….………………… 4

b. Data dan Sumber Data………………………………………………… 4

c. Teknik Pengumpulan Data………………………………………..…… 4

1.4 Kajian Terdahulu (Literatur Review)……………………………………… 5

1.5 Teori……………………………………………………………………….. 7

BAB II. DESKRIPSI WILAYAH………..…………………………………………… 9

BAB III. ANALISIS………………………………………………………….………. 12

3.1 Kerja Sosial……………………………………………………………..… 12

3.2 Sosialisasi…………………………………………………………….…… 13

3.3 Partisipasi……………………………………………………………….… 15

3.4 Alasan Ikut…………………….………………………………………..… 21

3.5 Tekanan Sosial terhadap Pemuda…………………………………….....… 22

3.6 Makna Kerja Sosial…………………………….………………………..… 24

BAB IV. KESIMPULAN……………………………………..………….…………… 27

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….………… 29

LAMPIRAN……………………………………………………………………...…… 30

A. Daftar Informan………………….……………………………………… 30

B. Poster………………………………………..…………………………… 31

C. Data Networking Kelompok……………………..……………………… 32

D. Data Networking Individu…………………………….………………… 33

E. Daftar Data Kompilasi Tugas Individu……………………………..…… 38

LAMPIRAN FOTO…………………………………………………………………… 39

2

Page 3: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerja sosial atau yang kerap disebut dengan “Sambatan” merupakan kegiatan yang

masih dilakukan oleh masyarakat pedesaan maupun masyarakat peralihan. Gotong royong

merupakan salah satu contoh dari kerja sosial, di masyarakat Jawa, gotong royong merupakan

sebuah bentuk kewajiban moral sehingga warga secara tidak langsung memiliki kewajiban

untuk berpartisipasi di dalamnya. Di pedesaan khususnya, masih sering diadakan “sambatan”

atau biasa disebut gotong royong maupun kerja sosial. Gotong royong pada masyarakat

pedesaan Jawa merupakan sebuah gambaran relasi sosial yang bersifat tradisional, harmonis,

dimana pekerjaan diselesaikan melalui hubungan timbal balik, saling membantu, dan

masyarakat ini termotivasi oleh etos kerja dan semangat untuk mencapai kepentingan serta

tujuan bersama.

Nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat pedesaan seakan mewajibkan adanya

kegiatan yang dilaksanakan oleh para pemuda desa sebagai generasi penerus. Kagiatan ini

dapat bersifat rutin maupun kondisional, mulai dari acara dengan skala kecil, hingga skala

besar. Bentuk kerja sosial yang dilakukan oleh pemuda di desa antara lain yakni gotong

royong, menjadi panitia acara tujuh belasan, nyinom atau laden, olah raga bersama, halal

bihalal, kumpulan atau rapat pemuda, nyumbang, arisan rutin dan masih banyak lagi.

Jumlah partisipan dalam kerja sosial di desa masih terbilang tinggi, mereka tergabung

dalam keanggotaan karang taruna di desa maupun dusun masing-masing. Anggotanya banyak

dari kalangan anak SMP, SMA hingga mahasiswa. Tak hanya dalam jumlah secara

administratif, jumlah partisipan yang berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan kepemudaan

maupun kegiatan di desa memang terbilang tinggi.

Dari pemaparan latar belakang di atas, kami ingin mengetahui mengenai motivasi-

motivasi para pemuda untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan kerja sosial di desa serta

bagaimana mereka memaknai kerja sosial itu sendiri.

3

Page 4: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

1.2 Rumusan Masalah

- Bagaimana partisipasi pemuda terhadap kerja sosial yang ada di desa?

1.3 Metodologi Penelitian

a. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan

grounded theory. Pendekatan ini melihat realita secara langsung di lapangan

melalui observasi bukan untuk membuktikan teori yang sudah ada. Daripada

membuktikan hipotesis, metode ini memulai observasinya tanpa prasangka dan

stigma (Babbie, n.d.). Dalam penelitian ini terdapat enam orang informan yang

diwawancarai dalam waktu dua hari, yakni pada 27 dan 28 April 2019 di Desa

Girikerto. Peneliti melakukan wawancara informan yang dipilih secara acak dari

tiga dusun yang ada di desa tersebut. Informan terpilih terdiri atas pemuda yang

kebetulan menjadi pengurus karang taruna di dusun, pemuda pemudi yang

berpartisipasi aktif dan pemuda pemudi yang kurang berpartisipasi secara aktif

dalam kerja sosial, hal ini memberikan gambaran yang cukup menggambarkan

bagaimana partisipasi pemuda desa terhadap kerja sosial yang ada.

b. Data dan sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian terdiri atas :

1. Data primer : Data primer dalam penelitian ini didapatkan secara langsung

melalui wawancara dan observasi lapangan di tiga dusun di desa Girikerto.

2. Data sekunder : Data sekunder dalam penelitian ini didapatkan dari data

kependudukan dan data pemilih mula atau pemuda yang ada di desa Girikerto.

c. Teknik pengumpulan data

Teknik yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data yang diperlukan yakni

melalui teknik :

1. Wawancara : peneliti melakukan wawancara secara langsung informan

yang dipilih secara acak di tiga dusun di desa Girikerto. Jenis wawancara yang

digunakan yakni wawancara semi terstruktur. Sebelum terjun ke lapangan,

peneliti telah menyiapkan interview guide wawancara dan pada saat di

lapangan peneliti dapat mengajukan pertanyaan lain yang dirasa perlu untuk

menggali informasi dari informan.

4

Page 5: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

2. Observasi : peneliti melakukan observasi atau pengamatan setting sosial

yang ada di tiga dusun di desa Girikerto. Hal ini dilakukan guna melihat latar

belakang lingkungan tempat informan tinggal dan berinteraksi.

3. Dokumentasi : Peneliti melakukan pengambilan dokumentasi sebagai data

tambahan berupa foto setting sosial di tiga dusun di desa Girikerto serta

rekaman wawancara informan.

1.4 Kajian Terdahulu (Literature Review)

Masyarakat daerah peralihan dengan pendapatan yang cenderung menengah ke bawah

(upper-middle-class-suburban) memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat di

perkotaan dan pedesaan. Salah satu perbedaan yang paling mencolok adalah kebudayaan

yang mereka anut. Masyarakat peralihan dari pedesaan dan perkotaan cenderung menjunjung

kultur dan tata nilai tradisional yang kuat seperti di pedesaan, sekaligus sudah mengenal

pembagian kerja dengan gotong royong. Bentuk masyarakat peralihan dengan pendapatan

menengah ke bawah lebih peduli terhadap orang lain di sekitarnya, sehingga berita mengenai

seseorang karena cenderung rigid atau kaku mengenai “benar” dan “salah” atas tindakan

seseorang yang dianggap tidak mengikuti norma atau adat yang telah biasa dilakukan oleh

masyarakat tersebut.

Pada kenyataanya, perilaku manusia secara signifikan dipengaruhi oleh aspek non-

material seperti emosi dan keyakinan, resiko hukuman yang mungkin ia dapatkan, arti

penting etika yang berlaku, visibilitas seseorang yang kurang etis, identitas sosial, reputasi,

dan timbal balik (Cremene & Dumitrescu, 2014). Interaksi sosial manusia diatur oleh norma-

norma moral yang mendefinisikan kewajiban dan hak seorang individu. Norma-norma ini

ditegakkan oleh sebuah hukuman pada orang yang menyimpang dan pemberian penghargaan

pada orang yang menaati. Namun, pada umumnya dorongan untuk memberikan hukuman

atau penghargaan terhadap perilaku seorang individu seringkali tidak jelas, utamanya ketika

orang tersebut tidak terlihat secara pribadi dan dampak aktual sanksi terhadap pelaku tidak ia

saksikan secara langsung (Chapuisat, 2016).

Ciri khas masyarakat pedesaan yang sering dijumpai masyarakat peralihan, salah satunya

adalah mereka memiliki rasa kekeluargaan yang kuat. Rasa kekeluargaan ini dijabarkan oleh

Durkheim dalam jurnal yang ditulis oleh Anna S. Mueller dan Seth Abrutyn (2016)

mengakatan bahwa masyarakat yang menjunjung tinggi kekeluargaan termasuk dalam

masyarakat yang berintegrasi tinggi. Konsekuensi masyarakat dengan integrasi tinggi yang

cukup terbilang ketat dan mengikat, seperti menuntut keterlibatan anggota secara lebih intens,

5

Page 6: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

pengorbanan yang lebih banyak, pemberlakuan aturan yang ketat dan kaku, memberikan

hukuman dan ekspektasi yang tinggi sehingga menimbulkan penurunan kualitas, kepercayan,

identitas dan tata kelakuan individu (Portes & Vickstrom, 2011). Di pedesaan masih sering

diadakan “sambatan” atau biasa disebut gotong royong. Gotong royong pada masyarakat

pedesaan Jawa merupakan sebuah gambaran relasi sosial yang bersifat tradisional, harmonis,

dimana pekerjaan diselesaikan melalui hubungan timbal balik, saling membantu, dan

masyarakat ini termotivasi oleh etos kerja dan semangat untuk mencapai kepentingan serta

tujuan bersama. Gotong royong pada masyarakat pedesaan Jawa termasuk sebuah kewajiban

moral dan diterapkan sebagai ideologi negara hingga saat ini (Bowen, 1986). Bentuk gotong

royong ini dijunjung tinggi karena muncul anggapan bahwa dalam sebuah norma sosial yang

bersifat koperatif, kelalaian seorang individu dalam menjalankan tugasnya dirasa

memberikan dampak yang lebih kecil bila bekerja dalam sebuah kelompok (Ferh &

Fischbacher, 2004).

Norma moral ada dimanapun, hal tersebut menentukan kewajiban dan hak seorang

individu dalam berbagai hal terkait dengan kerugian, kepedulian, keadilan, timbal balik,

kesetiaan, rasa hormat terhadap otoritas dan kemurnian norma itu sendiri. (Graham J, Haidt J,

Iyer R, Koleras, Ditto PH, 2011 dalam Chapuisat, 2016). Hukuman biasa diberikan kepada

seorang individu yang dianggap tidak melaksanakan kewajiban moral ya terhadap norma

sosial yang berlaku di lingkungan tersebut, secara umum, hukuman yang berlaku di

masyarakat terdiri atas denda dan bentuk pengucilan (Sasaki & Uchida, 2013). Menurut

Durkheim dalam jurnal yang ditulis oleh Anna S. Mueller dan Seth Abrutyn (2016), ia

menjabarkan bahwa lingkungan atau struktur sosial dapat mempengaruhi seseorang, salah

satunya secara emosional. Durkheim juga menyatakan bahwa orang-orang yang merasa

dikucilkan atau tidak menjadi bagian dari masyarakat tersebut akan memiliki kemungkinan

untuk merasa tertekan. Pengucilan banyak digunakan dan dianggap ampuh untuk memberi

hukuman di masyarakat, perilaku pengucilan ditunjukan dengan aksi pengusiran,

penggunjingan, penggusuran, dan pengabdian terhadap seseorang. Secara individu,

pengucilan dilakukan untuk membedakan antara individu dan memperjelas siapa yang harus

berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pembagian kerja serta manfaat bersama yang

sangat penting dan di harapkan oleh anggota masyarakat tersebut (Sasaki & Uchida, 2013).

Selain pengucilan, masyarakat seringkali memberikan hukuman yang bersifat altruistik demi

menegakkan norma sosial yang dianut di lingkungan tersebut. Hukuman bersifat altruistik

merupakan salah satu mekanisme hukuman untuk menegakkan kerja sama dalam masyarakat.

Hukuman di katakan bersifat altruistik bila membuat seorang pelaku “membayar”

6

Page 7: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

kesalahannya dan bila perilaku sang pelaku sengaja dirubah demi kepentingan bersama.

Contohnya, dengan menegur dan meminta seorang penyerobot antrian untuk tetap berada

sesuai dengan barisanya (Gachter, 2002).

1.5 Teori

Keteraturan sosial bertujuan untuk mengendalikan, mengawasi dan mengontrol tindakan

masyarakat. Semua itu memiliki satu payung tujuan besar yaitu pengendalian sosial atau yang

biasa disebut dengan kontrol sosial agar masyarakat dapat mematuhi norma dan nilai yang

berlaku di lingkungannya dan bagaimana mereka bersikap. Kontrol sosial ini bersifat

memaksa agar masyarakat dapat mematuhinya. Masyarakat tidak akan bisa terbentuk jika

tidak ada kontrol sosial yang mengatur mereka dan norma-norma sosial yang membentuk

mereka.

Kontrol sosial dapat tersampaikan dan dijalankan karena adanya sosialisasi pada

masyarakat. Sosialisasi tentang norma-norma, peraturan yang berlaku, maupun cara bersikap

di masyarakat sudah dilakukan sejak dini. Apa yang akan terjadi jika masyarakat gagal dalam

mematuhi ataupun mengikutinya? Masyarakat akan dikenai sebuah sanksi sosial yang

mengingatkan betapa pentingnya untuk mematuhi kontrol sosial yang ada. Sanksi sosial yang

mereka dapatkan jatuh dalam bentuk dikucilkan, dijauhi, digunjingkan, dan berbagai hal

lainnya. Masyarakat yang tidak mematuhi kontrol sosial akan diberikan sanksi sosial, lalu

bagaimana dengan masyarakat yang mematuhinya? Mereka akan mendapatkan reward

berupa pujian, hubungan yang lebih erat dengan masyarakat sekitar, bahkan social

popularity.

Sosial kontrol tidak akan berjalan jika masyarakat tidak menerimanya atau

mensosialisasikannya dengan baik. Internalisasi nilai-nilai yang dilakukan sejak dini akan

terpatri dalam diri warga yang berada di masyarakat tersebut hingga menjadi bagian darinya.

Sosial kontrol dibutuhkan agar masyarakat tetap berjalan tanpanya, masyarakat akan

terganggu dan menciptakan chaos di dalamnya. Sosial kontrol juga dibutuhkan untuk

menjaga nilai-nilai atau values of society agar tetap ada dan berjalan. Penting untuk mengatur

sikap maupun sifat individu sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Rasa solidaritas

yang ada di masyarakat pun dapat meningkat.

Masyarakat peralihan dari desa dan kota yang memiliki karakteristik menjunjung tinggi

kultur dan tata nilai tradisional yang masih kuat, walaupun begitu masyarakat peralihan juga

sudah mulai memahami dan menerapkan sistem pembagian kerja seperti masyarakat kota.

Lingkungan atau struktur sosial yang ada dapat mempengaruhi keadaan emosional seseorang,

7

Page 8: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

jika dikucilkan atau diberikan sanksi sosial akan besar kemungkinannya untuk merasa

tertekan. Hal itu disebabkan juga dari rasa kekeluargaan yang erat.

Selain melihat dari kontrol sosial, dalam penelitian ini juga dilihat dari sudut pandang

teori voluntarisme. Voluntarisme sendiri yakni teori yang meyakini bahwa tindakan

seseorang terkait dengan pilihan, tujuan dan keputusan merupakan hal yang sulit diprediksi

dan individu tersebut memiliki kontrol atas hal tersebut secara penuh. Konsep Voluntarisme

bertentangan dengan konsep determinisme yang menganggap sesuatu memang terjadi karena

sebuah keharusan dan tidak terelakkan. Voluntarisme memberikan hak dan kebebasan kepada

individu untuk membuat batasan mereka sendiri, dan menjadi subjek terpenting dalam

aktivitas yang dilakukan.

8

Page 9: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

BAB II

DESKRIPSI WILAYAH

Praktikum untuk mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif I telah dilaksanakan pada

27 April 2019 sampai dengan 28 April 2019 di Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Girikerto memiliki 13 Padukuhan. Penelitian ini

mengambil sampling di tiga padukuhan yaitu Nangsri, Daleman, dan Karanggawang.

Wilayah Desa Girikerto terletak di utara Yogyakarta, mengarah ke Gunung Merapi. Letaknya

yang berada di dekat kaki Gunung Merapi, Desa Girikerto, terutama di Dusun Nangsri,

Daleman, dan Karanggawang memiliki suhu yang cukup rendah, sehingga baik untuk

perkebunan. Dengan begitu, ciri khas di Desa Girikerto, yaitu kebun salak, dapat berkembang

dengan baik.

Gambar 2.1 Peta daerah Nangsri

Gambar 2.2 Peta Daerah Daleman

Gambar 2.3 Peta daerah Karanggawang

Gambar 2.4 Peta daerah Desa Girikerto dengan Dusun

Karanggawang, Daleman, Nangsri

Sumber : Google Maps

9

Page 10: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

Gambar 2.5 Gapura Nangsri Gambar 2.6 Masjid Al-Qodr di Nangsri

Salah satu pembeda dari 3 (tiga) dusun yang menjadi lokasi observasi peneliti adalah

adanya desa wisata. Dusun Daleman memiliki desa wisata, sedangkan Dusun Karanggawang

dan Dusun Nangsri tidak memiliki desa wisata. 3 (tiga) dusun yang menjadi lokasi observasi

peniliti cenderung sama dengan adanya ciri khas dari Desa Girikerto, yaitu kebun salak.

Selain itu, pengairan di Desa Girikerto terjaga kebersihannya karena dirawat oleh komunitas

alam. Berdasarkan informasi dari peneliti, dusun-dusun terlihat asri karena sedang diadakan

Lomba Desa pada saat bulan April (bertepatan dengan tanggal pelaksanaan praktikum).

Lomba Desa ini adalah lomba untuk menentukan dusun apa dan dimana yang paling asri, lalu

akan diumumkan pemenangnya.

Gambar 2.8 Lapangan Voli di Karanggawang

Gambar 1.7 PLTA di Daleman

10

Page 11: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

Secara umum, akses jalan umum atau jalan raya di Desa Girikerto terbilang sudah

bagus karena beraspal dan memiliki lebar jalan rata-rata ± 3 meter. Selain itu, jarak antar

rumah warga tidak jauh, dan biasanya terdapat kebun salak milik pribadi. Berdasarkan

informasi dari peneliti, di jalan umum atau jalan raya Desa Girikerto, penerangan jalan sangat

minim dan hanya mengandalkan penerangan dari warung dan rumah di pinggir jalan.

Gambar 2.8 Kebun Salak milik Desa Gambar 2.9 Kebun Salak milik

(Komunitas Salak) pribadi

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Berdasarkan hasil wawancara peneliti, walaupun banyak warga yang bekerja diluar

sektor perkebunan salak, tetapi perkebunan salak menjadi mata pencaharian yang paling khas

dari Desa Girikerto. Saat memasuki daerah Girikerto, perkebunan salak menjadi

pemandangan pertama yang menarik perhatian pengunjung. Dari hasil wawancara peneliti,

sektor perkebunan salak dibagi menjadi dua kepemilikan, yaitu milik pribadi dan milik

komunitas. Seperti pada Gambar 2.8, kebun salak milik komunitas cenderung lebih luas

karena kebun tersebut milik bersama dan dirawat bersama-sama, sedangkan pada Gambar

2.9, kebun salak milik pribadi biasanya berukuran lebih kecil dan yang mengurus adalah

pihak pemilik kebun, dan letaknya tidak jauh dari rumah pemilik.

11

Page 12: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

BAB III

ANALISIS

Dalam bab ini peneliti memaparkan hasil analisis dari wawancara dan observasi guna

mengetahui bagaimana partisipasi pemuda desa dalam kegiatan kerja sosial yang ada di desa.

Penelitian dilakukan dengan mewawancarai 6 informan yang dipilih secara acak dari tiga

dusun di desa Girikerto. Dalam pembahasan ini akan dijabarkan subbab mengenai kerja

sosial yang ada di desa, dilanjutkan dengan sosialisasi dari kerja sosial pada pemuda,

berlanjut membahas partisipasi pemuda, alasan mengikuti kerja sosial, tekanan yang

didapatkan oleh individu dan diakhiri dengan pembahasan mengenai makna kerja sosial bagi

pemuda.

3.1 Kerja Sosial

Hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan yang tersebar di 3 dusun yang

berbeda lebih tepatnya di dusun Nangsri, Daleman, dan Karanggawang. Diketahui dari para

informan yang bahwa ada banyak kegiatan atau kerja sosial yang dilakukan pemuda di desa

baik yang tergabung dalam karang taruna maupun yang tidak tergabung dalam karang taruna

setempat.

Informan yang berada di Dusun Nangsri tepatnya Dusun Nangsri Lor, mengatakan

bahwa yang disebut sebagai kegiatan dan kerja sosial adalah sesuatu yang membantu dan

bersifat untuk bersama, Kegiatan dan kerja sosial yang dilakukan pemuda-pemuda menurut

informan yang berada di Nangsri Lor yang pertama adalah kerja bakti. Kerja bakti ini rutin

dilakukan selama satu bulan sekali dan berlangsung selama 8 jam, dimulai dari jam 8 pagi

dan berakhir pada jam 3 sore biasanya, adapun kegiatan yang dilakukan pada saat kerja bakti

adalah bersih-bersih desa dengan cara membersihkan masjid, sekolan, jalanan, kuburan dan

fasilitas-fasilitas yang ada di desa. Selain itu informan juga menyebutkan bahwa 2 bulan

belakangan ini pemuda Dusun Nangsri Lor dibantu warga Dusun Nangsri Lor bersama-sama

membuat gapura yang berlokasi di depan jalan masuk Dusun Nangsri Lor. Kedua adalah

kegiatan yang disebut dengan nyimon, informan mengatakan bahwa nyinom merupakan

kegiatan yang dilakukan secara ikhlas dengan tujuan membantu meringankan beban salah

satu warga yang sedang melangsungkan / melakukan kegiatan seperti kenduri (pesta

pernikahan) ataupun pengajian. Informan memberikan beberapa contoh nyinom yang sering

12

Page 13: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

dilakukan oleh pemuda di Dusun Nangsri Lor seperti membantu memasak dan

mempersiapkan makanan untuk tamu,

Selanjutnya informan yang berada di Dusun Daleman. Informan mengkategorikan

kegiatan dan kerja sosial yang ada di Dusun Daleman menjadi 2 yaitu yang dilakukan

Pemuda dan yang dilakukan oleh warga Dusun Daleman. Menurut informan contoh kegiatan

dan kerja sosial yang dilakukan oleh pemuda di Dusun Daleman adalah menjadi panitia pada

acara perayaan hari kemerdekaan Indonesia atau yang mereka sebut dengan pitulasan (Tujuh

belas-an), laden/sambatan nikahan (membantu dalam suatu pesta pernikahan), Mengatur lalu

lintas jalan dan menjaga parkiran kendaraan ketika ada suatu acara di desa, berolahraga

bersama, pelestarian sungai dengan cara membersihkan sampah dibantaran sungai,

membangun fasilitas-fasilitas yang ada di Dusun seperti gazebo (gubuk kecil), membuat

taman desa dan penanaman sekaligus perawatan tanaman yang ada di Dusun Daleman.

Sedangkan kegiatan dan kerja sosial yang dilakukan secara bersamaan dengan warga Dusun

Daleman adalah kerja bakti membersihkan dusun, dan halal bihalal (maaf-maafan) pada hari

raya idul fitri

Berikutnya Informan terakhir yang tinggal di Dusun Karanggawang. Informan

mengatakan kegiatan dan kerja sosial yang ada di Dusun Karanggawang ada 3 yaitu, Kerja

bakti, Olahraga bersama dan membantu event-event tertentu seperti pesta kenduru dan

khitanan.

Jika dilihat dari apa yang sudah di sampaikan oleh beberapa informan diatas, dapat

kita ketahui bahwa bentuk kegiatan dan kerja sosial yang paling dominan diantara yang

lainnya adalah kerja bakti.. Kerja bakti disini memiliki artian suatu kegiatan yang dilakukan

secara bersamaan atau bersifat gotong royong. Kerja bakti memegang peran yang cukup

penting dalam membangun rasa kebersamaan, toleransi sekaligus mempererat tali silaturahmi

antar warga Dusun.

3.2 Sosialisasi

Sosialisasi merupakan proses pembelajaran nilai melalui interaksi dan keikutseraan

dalam masyarakat. Melalui sosialisasi, individu mendapatkan nilai-nilai yang berguna untuk

menentukan sikap dalam prosesnya dengan masyarakat. Sosialisasi sendiri menjadi

instrument untuk mentransfer nilai-nilai yang telah disepakati bersama dan menjadi acuan

dalam bertindak. Meskipun dalam prosesnya, akan terjadi sikap superordinasi, dominasi,

sikap inferior, dan lain sebagainya, hal ini merupakan dampak berkelanjutan dari proses

sosialisasi dan interaksi yang akan . Dalam kaitannya dengan penelitian yang dilakukan

proses sosialisasi terjadi di tiga wilayah yaitu Nangsri, Daleman, dan Karanggawang. Secara 13

Page 14: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

umum tidak ada karakteristik khusus yang dimiliki setiap dusun dalam proses sosialisasinya.

Proses dapat terjadi melalui interaksi langsung dengan pertemuan dan juga melalui social

media seperti grup whatsapp.

Di dusun Nangsri, Daleman, dan Karanggawang, terdapat karang taruna yang

mewadahi kegiatan setiap pemuda. Biasanya kegiatan meliputi gotong royong hingga

kegiatan di masjid. Priyanto, salah satu narasumber di dusun Karanggawang mengatakan

bahwa biasanya pemuda di dusunnya sudah biasa bermain voli bersama ketika sore setelah

bekerja. Pembicaraan mengenai kegiatan gotong royong biasanya juga dibicarakan ketika

mereka bertemu. Belum lagi grup whatsapp yang digunakan oleh pemuda dusunnya juga

digunakan untuk membicarakan kegiatan di dusun. Biasanya, menurut Priyanto, ketua karang

tarunanya aktif mengajak setiap anggota untuk berpartisipasi. Simmel mengatakan bahwa

setiap struktur dalam masyarakat mampu membantu proses transfer nila yang terjadi di

dalamnya. Melalui garis-garis interaksi yang dibentuk struktur mempertegas peran-peran

setiap anggota dengan orientasi yang sudah disepakati bersama.

Namun, Priyanto sendiri mengatakan bahwa meskipun aktif di dusunnya, ia tetap

memiliki pekerjaan yang tetap menjadi kewajiban untuk dilaksanakan. Priyanto bekerja

sebagai perawat kebun di salah satu daerah wisata di Merapi. Meskipun begitu, hal ini

membuatnya tidak merasa keberatan untuk tetap mengikuti gotong royong di dusunnya. “Ya

srawung lah mas. Istilah jawa disini kan srawung. Yang penting kumpul. Bisa tetepungan

bareng. Tetepungan itu maksudnya saling menaga hubungannya hehe” begitu alasan beliau

ketika ditanya mengapa tetap ikut gotong royong setelah pulang kerja. Simmel sendiri

mengatakan, kelompok atau masyarakat kecil cenderung mengikat individu. Namun, pada

masyarakat yang lebih luas, individu cenderung terlibat dalam sejumlah kelompok, yang

masing-masing hanya mengontrol sebagian kecil dari kepribadian.

Dalam prosesnya, proses sosialisasi menuntut setiap individu untuk melakukan

interpretasinya sendiri terhadap nila-nilai yang dihadapi. Ketika ingin mengajak anggota

untuk gotong royong membersihkan lingkungan misalnya, tak jarang terdapat beberapa

anggota yang izin tidak dating dengan alasan tertentu. Hal ini terjadi di tiga dusun yakni

Nangsri, Daleman, dan Karanggayang. Menurut Herbert blummer manusia bertindak

berdasarkan makna yang diberikan orang lain pada mereka. Makna diciptakan dalam

interaksi antar manusia dan dimodifikasi melalui interpretasi.

14

Page 15: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

Story Box

Mas Eka adalah pemuda asli Bogor. Beliau sudah berpindah daerah dari

Bogor, Boyolali, Solo, dan Yogyakarta karena keberadaan orang tuanya yang

berbeda tempat tinggal. Pada kala itu, Mas Eka pindah ke Yogyakarta karena

pendidikan dan memutuskan untuk tinggal di Yogyakarta, di Desa Girikerto

padukuhan Nangsri. Dalam memenuhi kebutuhannya, Mas Eka bekerja sebagai

freelance bidang programming. Untuk mengisi waktu luangnya, Mas Eka ikut serta

dalam Karang Taruna dan berperan aktif. Menurut Mas Eka, mengikuti Karang

3.3 Partisipasi

Masyarakat pedesaan menjadikan “sambatan” atau gotong royong sebagai aktivitas

utama guna menjaga kekeluargaan tetep kuat. Gotong royong dilakukan dengan partisipasi

atau keikutsertaan warga untuk menjalani aktivitas-aktivitas yang sudah disepakati bersama.

Partisipasi masyarakat dalam gotong royong sangat dibutuhkan, karena gotong royong ingin

mencapai tujuan kekeluargaan dan tidak dapat dilakukan sendiri. Maka dari itu, gotong

royong harus dibarengi dengan partisipan yang banyak dan partisipasi yang baik.

Salah satu informan bernama Mas Eka, menyatakan bahwa gotong royong yang ada

di dusun Nangsri (terkhususnya) dibagi menjadi beberapa kalangan, yaitu umum, ibu-ibu, dan

pemuda pemudi. Terutama gotong royong untuk pemuda pemudi dinamakan Karang Taruna.

Di Dusun Nangsri, Karang Taruna memiliki nama sendiri, yaitu Sri Manunggal Bhakti.

Karang Taruna sendiri memiliki pengertian menurut Peraturan Menteri Sosial Republik

Indonesia Nomor : 77 / Huk / 2010 Tentang Pedoman Dasar Karang Taruna, yaitu organisasi

sosial kemasyarakat yang diperuntukan oleh pemuda guna mengembangkan kesadaran dalam

berkehidupan sosial. Untuk umum dan ibu-ibu, tidak ada organisasi atau komunitas yang

mengikat, sehingga bersifat bebas.

Story box:

Setiap Karang Taruna di tiga dusun yang diwawancarai umumnya memiliki grup

whatsapp dan sering bertemu satu sama lain. Biasanya pembicaraan mengenai kegiatan

di dusun sudah biasa dilakukan melalui grup whatsapp dan juga ketika bermain

bersama.

15

Page 16: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

Taruna sudah menjadi kebutuhan dan tradisi sebagai warga desa, karena terdapat

pepatah “ra ketok ya rabimu sepi” (tidak kelihatan ya pernikahanmu sepi).

Walaupun begitu, tidak ada paksaan untuk selalu hadir dalam kegiatan jika memiliki

kesibukan yang lainnya. Ketika melakukan wawancara dengan Mas Eka, pemuda

juga sedang berkumpul di Masjid ketika usai menjalankan ibadah salat ‘Ashar

(sholat yang dijalankan di sore hari sebelum matahari terbenam).

Secara umum, Karang Taruna dengan Gotong Royong sama, yang membedakan

hanya partisipannya saja. Gotong royong bersifat umum untuk segala kalangan, sedangkan

Karang Taruna hanya untuk pemuda pemudi. Menurut Mas Rahmad, Anggota Karang Taruna

lebih banyak pemuda (laki-laki) daripada pemudi (perempuan). Hal tersebut dikarenakan

sering kali waktu kumpul Karang Taruna dilakukan ketika malam hari, sehingga cukup sulit

memastikan kehadiran perempuan, kecuali jika dijemput.

Membahas mengenai kehadiran anggota Karang Taruna, pemuda atau pemudi tidak

bisa menjadi patokan bahwa pemuda yang paling aktif, sedangkan pemudi tidak.

Ketidakhadiran pemuda pemudi atau warga dalam melaksanakan gotong royong atau Karang

Taruna menjadi sorotan masyarakat. Menurut Mas Hendri, Anggota Karang Taruna di Dusun

Nangsri berjumlah 50 orang jika semua aktif, sayangnya masih ada saja yang kurang aktif

atau bahkan tidak aktif sama sekali. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Mbak Ambar,

ada pemuda pemudi di Dusun Nangsri yang kerap tidak hadir kumpul Karang Taruna

dikarenakan orang tuanya kurang mendukung untuk ikut serta Karang Taruna. Mas Eka juga

mengatakan bahwa ada salah satu warga di Dusun Nangsri yang tidak ikut gotong royong.

Seperti yang sudah dijelaskan bahwa gotong royong sudah menjadi tradisi, maka partisipasi

warga menjadi hal yang sangat krusial. Wajar saja jika tidak hadirnya salah satu anggota atau

warga dalam ikut serta gotong royong menjadi sorotan.

“Iya kan mau gimana kalo dianya udah bener-bener nolak gak mau sama kita ya

gakbisa diapa-apain. Kita ikut di organisasi, kalau lu gakmau ikut yaudah kita gapapa.” –

Mbak Risti (Nangsri, 27 April 2019)

Berdasarkan kutipan diatas dari informan Mbak Risti, sebenarnya tidak ada paksaan

dalam mengikuti Karang Taruna atau gotong royong. Tetapi, karena sudah tradisi dan

kesepakatan dari masyarakat bahwa jika tidak aktif di Desa atau tidak terlihat, tetap akan

memperoleh sanksi sosial berupa dikucilkan dan menjadi bahan gunjingan. Maka dari itu,

16

Page 17: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

mau tidak mau warga wajib dan seharusnya sudah menjadi kesadaran sendiri bahwa gotong

royong serta mengikuti Karang Taruna (terkhususnya pemuda pemudi) sangat sangat

diharuskan untuk menghindari sanksi sosial.

“Nah itu pas bersihin itu loh, nah itukan kita gotong-royong, gempurin itu, bersihin

batu-batunya, batu bata itu dibuang gitu, kita ngebersihin semua, gotong- royongnya disitu.”

– Mas Hendri (Nangsri, 27 April 2019)

Gambar 3.3.1 Peneliti sedang mewawancarai Mas Hendri

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Membahas mengenai aktivitas dalam gotong royong akan dibahas secara terpisah,

dari umum, ibu-ibu, lalu Karang Taruna. Secara garis besar, aktivitas yang dilakukan di

dalam 3 (tiga) lingkup tersebut sama, karena tidak jauh dari aktivitas bersih-bersih serta

pembangunan. Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan, kegiatan gotong royong

terdiri dari bersih-bersih desa, bercocok tanam, membersihkan rumput, mengadakan acara,

mebantu terlaksananya acara salah satu warga, memperbaiki rumah jika rusak, mengadakan

acara keagamaan, dan menjalankan tradisi (seperti Merti Dusun; memperingati hari lahirnya

Dusun Nangsri dari sumber mata air, yaitu curug). Menurut Mas Priyanto, acara keagamaan

yang dilakukan di desa lebih merujuk pada agama Islam karena mayoritas, sehingga untuk

agama yang lain dilakukan di komunitas mereka. Mas Hendri mengatakan bahwa acara

keagamaan yang kerap diadakan di Dusun Nangsri adalah pengajian, halal bi halal (setelah

lebaran), dan buka puasa bersama (ketika bulan puasa). Masyarakat wajib berperan aktif

dalam acara keagamaan tersebut, karena acara tersebut ditujukan untuk acara bersama-

bersama. Untuk acara pernikahan dan hajatan, warga ikut serta jika memang yang

mengadakan acara tersebut membutuhkan bantuan.

17

Page 18: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

Story Box

Pada bulan April 2019, di Desa Girikerto sedang mengadakan lomba desa.

Lomba desa tersebut diadakan untuk menentukan padukuhan mana yang paling

bersih dan asri. Mbak Ambar, seorang pemudi yang berusia 22 tahun dan bekerja

sebagai pegawai warung menceritakan singkat mengenai lomba desa. Lomba desa

tersebut baru diadakan tahun 2019 dan rencananya akan dijadikan acara tahunan.

Pada saat lomba desa berlangsung, warga-warga membersihkan jalanan,

membersihkan rumput, menanam tanaman bunga di dekat jalan raya dan lain-lain.

Tidak hanya itu, lomba desa juga membuat kegiatan gotong royong berjalan hingga

tiga hari berturut-turut saat lomba desa dimulai di 3 (tiga) hari awal di bulan April.

Gotong royong yang dilaksanakan oleh ibu-ibu tidak memiliki banyak perbedaan

dengan gotong royong umum di Desa Nangsri. Yang membedakan hanya partisipannya,

karena ibu-ibu dan pemudi. Gotong royong ibu-ibu dilakukan rutin setiap hari Minggu di

Dusun Nangsri. Kegiatannya pun juga sama dengan gotong royong umum, seperti bersih-

bersih, bercocok tanam, dan lain-lain

Untuk Karang Taruna sendiri, secara garis besar kegiatannya sama dengan gotong

royong umum, yang membedakan adalah partisipannya yang mayoritas pemuda pemudi.

Kegiatan Karang Taruna yang tidak dimiliki pada gotong royong umum dan ibu-ibu adalah

mengumpulkan barang bekas (barkas) bersama-sama (anggota), sistematikanya adalah

keliling desa, menanyakan ke warga apakah memiliki barang bekas, lalu dikumpulkan. Selain

itu, pembagian kerja saat gotong royong juga diterapkan dalam pelaksanaan acara, seperti

pemuda pemudi menjalankan tugas di lapangan, sedangkan bapak-bapak atau ibu-ibu

menjalankan tugas yang merujuk kepada bagian sosialisasi atau bercakap-cakap.

“Khusus pemuda itu biasanya terus laden (melayani tamu) sama, ya bantu-bantu

nata, trus buat yang lain-lain itu biasanya bapak- bapak yang kayak jadi humas atau jadi

among tamu (menjamu tamu) gitu, pasti yang sepuh-sepuh (tua-tua). Jadi ya, kalau yang

pemuda tu, lebih kayak di kerja lapangan aja” – Mas Rahmad (Dalem, 27 April 2019)

18

Page 19: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

Gambar 3.3.2 Aktivitas ibu- sedang menjemur gabah di pagi hari

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Pelaksanaan gotong royong umum juga memiliki waktu tertentu. Menurut informasi

dari Mbak Ambar, kegiatan gotong royong rutin dilaksanakan sebulan sekali jika tidak ada

acara. Tetapi, jika sedang diadakan acara, gotong royong bisa terlaksanakan 2 (dua) minggu

sekali atau bahkan beberapa hari berturut-turut. Gotong royong yang terlaksana sampai

beberapa hari berturut-turut dikarenakan adanya lomba desa selama satu bulan. Untuk

memenangkannya, tentu dengan kegiatan gotong royong sebulan sekali atau 2 (dua) minggu

sekali tidak akan cukup. Selain itu, gotong royong ibu-ibu dilaksanakan secara rutin setiap

hari minggu untuk menjaga kekeluargaan (untuk perempuan yang ada di desa).

Lain hal dengan Karang Taruna yang tidak rutin melaksanakan acara atau gotong

royong (khusus pemuda pemudi). Kadang bisa sebulan sekali, tiga bulan sekali, dua minggu

sekali, jadi tidak rutin. Kumpul setiap pekan pun dikarenakan ada acara, jika tidak ada acara,

kumpul menjadi tidak rutin. Informasi dari mas Rahmad, biasanya waktu kumpul Karang

Taruna adalah setelah salat Isya’ atau pada malam hari. Untuk kegiatannya, Karang Taruna

punya jadwal sendiri untuk melakukan kegiatan, sehingga tidak dapat dipastikan kapan saja

Karang Taruna melakukan kegiataannya. Tetapi, ketika gotong royong berlangsung, pemuda

pemudi dari Karang Taruna berperan aktif dalam melaksanakan kegiatannya.

“Pemuda, apa ya. Karang taruna mas. Biasanya kalo disini kan mayoritas muslim ya.

Biasanya pengajian sih mas. Ehh lebih ke kegiatan2kegiatan agama. Tapi sekaranag

berkurang sih mas. Udah kerja juga, sibuk. Ada yang keluar juga dari desa mas. Udah kerja

gitu.” – Mas Priyanto (Karanggawang, 27 April 2019)

Partisipasi masyarakat melakukan gotong royong sangat krusial. Menurut Mas

Rahmad, dengan seiring berjalannya waktu, partisipasi dan partisipan itu sendiri semakin

19

Page 20: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

menurun. Hal tersebut dikarenakan kesibukan dan rasa malas. Pekerjaan memang menjadi

prioritas hidup karena bekerja adalah cara memperoleh nafkah untuk mencukupi kebutuhan

hidup. Terlalu banyak kesibukan, terkadang membuat manusia menjadi lebih pasif. Apalagi

jika memilih bekerja diluar desa, tentu kesibukan akan lebih menimpa. Disaat waktunya

kumpul atau ikut serta dalam gotong royong, akan lebih mendahulukan kesibukan pekerjaan

tersebut daripada yang lainnya.

Begitu pula rasa malas yang melanda, menjadi salah satu faktor menurunnya

partisipasi dalam gotong royong. Hal tersebut dikarenakan dapat mengganggu produktivitas

kegiatan, seperti datang terlambat, sambat (mengeluh), melakukan aktivitas yang tidak

sepatutnya dilakukan ketika acara berlangsung (seperti bermain game). Berdasarkan

informasi dari Mas Rahmad, kemalasan seperti itu semakin marak dari waktu ke waktu. Hal

tersebut juga dapat merusak kekeluargaan yang sudah terbentuk sejak dahulu.

S. Mueller dan Seth Abrutyn (2016) mengemukakan bahwa masyarakat pedesaan

menjunjung tinggi kekeluargaan serta memiliki integritas tinggi. Teori ini sesuai dengan

bentuk partisipasi warga dalam menjalankan gotong royong, dan adanya Karang Taruna,

ikatan kekeluargaan juga semakin kuat (terutama pemuda pemudi antar dusun). Apalagi

dengan adanya lomba desa, warga juga semakin berperan aktif dalam melaksanakan kegiatan

bersih-bersih dan bercocok tanam untuk memperindah desa. Warga juga tentunya antusias

dalam mengikuti lomba tersebut, kekeluargaan serta integritas di desa akan terus

berkembang.

Tetapi, melihat keadaan partisipasi yang kian menurun dari waktu ke waktu, teori ini

bisa saja tidak sesuai. Dengan adanya faktor dari luar (kesibukan pekerjaan) dan faktor dari

dalam (rasa malas), kekeluargaan dan integritas yang sudah terbangun sejak dahulu bisa saja

runtuh secara perlahan. Hal tersebut dapat diperbaiki dengan menumbuhkan kesadaran dari

diri masing-masing, mengatur skala prioritas, memperkenalkan budaya daerah ke daerah lain

atau media soaial, serta mengadakan acara-acara yang meriah dan bermanfaat (seperti lomba

desa), sehingga dapat meningkatkan keinginan untuk ikut berpartisipasi.

20

Page 21: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

3.4 Alasan Ikut

Menurut wawancara yang telah dilakukan pada beberapa informan di Desa Girikerto

diperoleh informasi mengenai alasan para pemuda untuk turut serta berpartisipasi dalam kerja

sosial. Salah satu informan di Dusun Nangsri mengutarakan pendapatnya mengenai alasan

berpartisipasi dalam kerja sosial. Menurutnya alasan ia mengikuti kerja sosial karena

dorongan teman-teman disekitarnya. Selain itu ia juga menambahkan bahwa sistem undangan

yang disebar ke setiap rumah yang dilakukan desa setempat membuat para orang tua

terdorong untuk meminta anaknya berpartisipasi dalam kerja sosial. Jadi dengan sistem

tersebut membuat informan mau tidak mau untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut. Dalam

pandangan Hendri, ia mengutarakan pendapatnya mengenai alasan keikutsertaan dalam kerja

sosial bukan karena dorongan teman-teman disekitar lingkungan rumah. Alasannya

mengikuti kerja sosial karena jika kita hidup di dusun memang sudah seharusnya untuk ikut

gotong royong atau srawung. Ia menganggap bahwa bergabung dengan kegiatan tersebut

merupakan suatu kewajiban serta dapat menjaga tali persaudaraan antar pemuda di Desa

Girikerto agar nantinya lebih akrab. Sama seperti apa yang diutarakan oleh Priyanto, alasan ia

ikut turut serta dalam kerja sosial yaitu lebih pada menjaga hubungan antar warga agar tetap

harmonis. Ia menambahkan dengan turut serta dalam kerja sosial dapat merekatkan hubungan

nya dengan tetangga-tetangga disekitarnya. Priyanto menganggap tetangga merupakan

keluarga terdekat yang dimiliki, jadi akan lebih baik jika menjaga hubungannya agar tetap

harmonis. Jadi semisal kita memiliki masalah, tetangga menjadi orang terdekat yang dapat

membantu menyelesaikan masalah tersebut. Berbeda dengan Rahmad yang tinggal di Dusun

Daleman, alasan ia ikut serta dalam kerja sosial karena merasa tidak enak hati jika tidak ikut

kegiatan tersebut. Rahmad juga menambahkan memang sudah seharusnya jika hidup

bertetangga wajib membantu antara satu dengan yang lain. Dengan adanya kerja sosial, dirasa

dapat meningkatkan keakraban antar warga dusun yang bersangkutan. Selain itu, tuntutan

orang tuanya yang mengharuskan untuk ikut serta dalam kerja sosial menjadi alasan ia ikut

serta. Ia memilih ikut meskipun terkadang merasa malas, namun ia tetap menjalankan

daripada dimarahi orang tuanya dirumah. Namun disisi lain Rahmad senang dengan paksaan

orang tuanya untuk ikut serta dalam kerja sosial, dengan ini mengingatkan dirinya betapa

pentingnya untuk senantiasa bersosialisasi dengan warga sekitar.

Dikaitkan dengan ciri masyarakat perdesaan dalam jurnal yang ditulis Anna S.

Mueller dan Seth Abrutyn (2016) bahwa masyarakat perdesaan menjunjung tinggi rasa

kekeluargaan dan termasuk dalam masyarakat yang berintegrasi tinggi. Hal ini selaras dengan

21

Page 22: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

apa yang dilakukan salah satu informan yang ditemui di Dusun Nangsri, hanya karena

dorongan teman disekitar lingkungan ia tinggal, menjadikan alasan ia ikut berpartisipasi

dalam kerja sosial. Karena kedekatannya yang begitu kuat dengan teman-teman disekitarnya

ia menganggap jika bergabung dalam kerja sosial merupakan bentuk empatinya demi

menjaga hubungan kekeluargaan antara satu dengan yang lain. Pasalnya dengan ia menolak

tawaran temannya untuk bergabung dalam kerja sosial, ia beranggapan akan dijauhi dan

mendapat sanksi soial berupa cemoohan yang dirasa akan mengganggu kehidupan

bermasyarakatnya. Hal ini menggambarkan bahwa integrasi dalam masyarakat tersebut yang

begitu kuat serta rasa kekeluargaan yang tinggi.

3.5 Tekanan Sosial terhadap Pemuda

Masyarakat di wilayah mana pun memiliki satu kesamaan yaitu mereka memiliki nilai

dan norma yang berlaku di dalamnya. Nilai dan norma yang berada di dalam itu mengatur

segala sesuatu di masyarakat seperti bagaimana seharusnya bersikap, selain itu nilai dan

norma juga membentuk identitas masyarakat (McDonald dan Crandall 2015 ). Aturan-aturan

yang ada sudah disepakati secara bersama dan dibuat sedemikian rupa sesuai dengan kondisi

lingkungan masyarakat. Warga yang melenceng dari nilai dan norma bersama akan

mendapatkan sanksi sosial. Salah satu alasan mengapa warga mengikuti norma dan nilai yang

ada adalah untuk menghindari tanggapan negatif dari warga yang lain (Peggy 2008). Oleh

karena itu, bisa disimpulkan bahwa nilai dan norma yang ada di dalam masyarakat bersifat

mengatur dan memaksa (Popitz 2017 ).

Di Dusun Nangsri terdapat beberapa kerja sosial yang mereka lakukan bersama-sama

seperti gotong royong, nyinom atau laden, arisan pemuda, kenduri, event gereja, tirakatan,

lomba desa paling asri, nyadran dan yang lainnya. Informan bercerita bahwa sudah menjadi

tradisi di Dusun Nangsri untuk melakukan gotong royong dalam setiap kegiatan desa. Di

Dusun Nangsri sendiri terdapat organisasi karang taruna pemuda yang cukup aktif. Hampir

Story box :

Alasan para informan untuk ikut serta dalam kerja sosial memang beragam.

Karena adanya dorongan dari pihak luar, akhirnya membiasakan kegiatan

tersebut menjadi suatu kebutuhan yang seharusnya dipenuhi. Memang pada

awalnya ada unsur keterpaksaan, namun pada akhirnya mereka merasa bahwa

kerja sosial merupakan salah satu kebutuhan bagi mereka sendiri

22

Page 23: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

semua pemuda di Dusun Nangsri mengikuti organisasi karang taruna tersebut walaupun tidak

selalu mengikuti kegiatan yang ada. Alasan mengapa pemuda mengikuti kegiatan tersebut

bermacam-macam seperti sukarela karena paham bahwa hal tersebut adalah kewajiban,

suruhan orang tua, ajakan teman, atau takut dikucilkan.

Gotong royong dan kerja sosial lainnya sudah menjadi tradisi di Dusun Nangsri

sehingga nilai-nilai itu terinternalisasi ke dalam warganya sehingga yang sering tidak

mengikuti kerja sosial disana akan mendapatkan sanksi sosial. Sanksi sosial yang didapatkan

jika sering tidak mengikuti adalah akan menuai grenengan (cibiran) dan pastinya akan

dikucilkan oleh warga yang lainnya. Ketiga informan kelompok kami yaitu Risti,xx, dan xx

bercerita dan membenarkan bahwa dulunya pernah ada pemuda dari Nangsri yang tidak

pernah mengikuti kerja sosial apapun bahkan walaupun sudah diajak,akhirnya ketika ia

menggelar acara pernikahan tidak ada satupun pemuda yang membantu nyinom. Hal itu

popular dengan sebutan “Ra Srawung Rabimu Suwung” yang memiliki arti jika tidak bergaul

maka acara nikahanmu tidak akan ada yang datang. Hal lain yang menarik adalah pada waktu

itu para pemuda yang lainnya bersepakat untuk kompak tidak membantu nyinom acara

nikahan tersebut.

Adanya sanksi sosial yang akan didapatkan jika pemuda tidak sering mengikuti

kegiatan sosial yang ada membuat mereka mengikuti kegiatan tersebut. Berbeda dengan

alasan awal yang ‘sukarela’ nyatanya mereka mengikuti karena tidak ingin mendapatkan

sanksi sosial dari teman-temannya sendiri. Peer group pemuda juga mempunyai peran dalam

keikutsertaan pemuda dalam kegiatan sosial. Adanya peer pressure dalam peer group

membuat pemuda melakukan hal agar mereka tetap diterima oleh peer group mereka dan

Story box

Risti adalah salah satu pemuda di Dusun Nangsri yang cukup aktif dalam

mengikuti berbagai macam kegiatan yang ada di desa. Setiap desa mengadakan

acara Risti selalu ikut membantu. Jika ada acara nikahan ia ikut membantu

nyinom,kalau ada acara lomba bersih-bersih pasti ia ikut membantu, sewaktu bulan

ramadhan Risti dan teman-temannya yang lain turut serta mengajar anak-anak

mengaji di masjid. Risti mengeluh sedih karena semakin hari semakin sedikit

pemuda yang ikut aktif dalam kegiatan desa, berawal dari 50-an orang hingga

hanya 20 orang saja yang aktif. Namun, Risti paham betul bahwa mereka yang

tidak begitu aktif juga mempunyai kegiatan lain selain di desa.

23

Page 24: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

menghindari sanksi (Manzoni, Lotar dan Ricijas 2011). Begitu juga jika peer group pemuda

aktif dalam berpartisipasi dalam kegiatan sosial, maka orang-orang didalamnya secara tidak

langsung akan aktif juga karena menghindari adanya sanksi. Kontrol sosial yang dilakukan

oleh peer group adalah kontrol sosial yang sifatnya informal (Peggy 2008). Informan

bercerita bahwa ia sering diajak untuk mengikuti kerja sosial oleh temannya, mereka rupanya

saling mengajak dan mengingatkan.

3.6 Makna Kerja Sosial

Dari hasil wawancara terhadap beberapa informan yang berasal dari tiga dusun yang

berbeda, didapatkan informasi bahwa para informan memaknai kerja sosial sebagai sebuah

kegiatan yang memang telah seharusnya dilakukan secara ikhlas tanpa paksaan. Informan di

tiga dusun yang berbeda ini pun sependapat bahwa kerja sosial merupakan kegiatan yang

penting demi kemaslahatan masyarakat bersama di daerah tersebut. Tiga orang informan di

dusun Nangsri, tepatnya Nangsri Lor menjabarkan bahwa kerja sosial mereka maknai sebagai

hal yang membuat para informan ini merasa senang karena dapat berinteraksi atau biasa

mereka sebut srawung dengan warga masyarakat di dusun tersebut, srawung dan kegiatan-

kegiatan yang mendukung interaksi ini dirasa sangat penting guna menjaga tali silaturahmi

dan hubungan serta merekatkan rasa kekeluargaan antar warga dusun. Kegiatan-kegiatan

sosial ini pun mereka ikuti secara ikhlas dan senang hati. Anna S. Mueller dan Seth Abrutyn

(2016) mengakatan bahwa masyarakat yang menjunjung tinggi kekeluargaan termasuk dalam

masyarakat yang berintegrasi tinggi. Konsekuensi masyarakat dengan integrasi tinggi yang

Story Box

Risti kembali bercerita pada awal ikut karang taruna dulu, ia merasa canggung karena

tidak banyak anak-anak yang seumuran dengannya. Akan tetapi, kakak-kakak yang

lebih tua umurnya merangkul Risti dan sering mengajaknya untuk ikut acara desa.

Sewaktu Risti sedang sibuk sekolah full day oleh karena itu ia sudah tidak ada lagi

waktu untuk mengikuti acara di desa. Ia juga menjadi takut untuk bertemu teman-

temannya yang lain karena takut dibenci atau dikucilkan karena sudah lama tidak

pernah berpartisipasi dalam acara desa sehingga Risti hanya berdiam diri di rumah

saja. Di luar dugaan, ternyata teman-temannya pergi ke rumahnya dan mengajaknya

kembali untuk ikut.

24

Page 25: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

cukup terbilang ketat dan mengikat, seperti menuntut keterlibatan anggota secara lebih intens,

pengorbanan yang lebih banyak, pemberlakuan aturan yang ketat dan kaku, memberikan

hukuman dan ekspektasi yang tinggi sehingga menimbulkan penurunan kualitas, kepercayan,

identitas dan tata kelakuan individu (Portes & Vickstrom, 2011).

Makna kerja sosial yang dinarasikan oleh informan-informan yang ada di dusun

Nangsri seakan turut di iyakan oleh informan-informan di dusun lain, seperti seorang

informan di dusun Daleman yang mengatakan bahwa memang sudah seharusnya kerja sosial

dilakukan tanpa paksaan hingga lama-kelamaan dirasa menjadi sebuah kebutuhan bagi

individu untuk terus turut serta berpartisipasi mempererat hubungan antar masyarakat yang

ada di dusun maupun desa. Infroman dari dusun Karanggawang juga menjabarkan beberapa

keuntungan dari kerja sosial yang telah ia rasakan, seperti sang informan merasa lebih dapat

belajar bagaimana berinteraksi dengan berbagai golongan masyarakat, public speaking dan

kerja tim serta merasa lebih peka terhadap keadaan yang ada di dusun maupun di desa.

Pada kenyataanya, perilaku manusia secara signifikan dipengaruhi oleh aspek non-

material seperti emosi dan keyakinan, resiko hukuman yang mungkin ia dapatkan, arti

penting etika yang berlaku, visibilitas seseorang yang kurang etis, identitas sosial, reputasi,

dan timbal balik (Cremene & Dumitrescu, 2014). Tak hanya terikat pada sanksi sosial, hal ini

pun berlanjut pada adanya norma sosial yang secara langsung maupun tidak langsung

mengikat para informan yang berpartisipasi. Interaksi sosial manusia diatur oleh norma-

norma moral yang mendefinisikan kewajiban dan hak seorang individu. Norma-norma ini

ditegakkan oleh sebuah hukuman pada orang yang menyimpang dan pemberian penghargaan

pada orang yang menaati. Namun, pada umumnya dorongan untuk memberikan hukuman

atau penghargaan terhadap perilaku seorang individu seringkali tidak jelas, utamanya ketika

orang tersebut tidak terlihat secara pribadi dan dampak aktual sanksi terhadap pelaku tidak ia

saksikan secara langsung (Chapuisat, 2016). Hampir semua informan mengakui awal mula

mereka turut berpartisipasi merupakan sebuah tuntutan sosial dengan ancaman sanksi sosial

serta dorongan dari orang-orang terdekat kepada informan secara terus menerus, akan tetapi,

setelah mengikuti banyak kegiatan dan kerja sosial yang ada di dusun maupunn desa, mereka

berubah memaknai kerja sosial sebagai sebuah kebutuhan disamping beberapa dari informan

yang masih merasa sedikit tertekan dengan adanya ancaman sanksi sosial yang mungkin

mereka dapatkan apabila tidak berpartisipasi.

25

Page 26: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

Story box

“Yen ra tau srawung, mengko rabine suwung”, para pemuda sekaligus

partisipan dalam kerja sosial di desa mendefiniskan makna kerja sosial

sebagai bentuk “srawung” atau bersosialisasi, yang mana mereka merasa

membutuhkannya. Selain itu tuntutan masyarakat dalam bentuk saling

membantu juga memberikan tekanan sekaligus makna tersendiri bagi para

pemuda.

26

Page 27: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

BAB IV

KESIMPULAN

Kerja sosial atau yang biasanya disebut dengan “Sambatan” merupakan

kegiatan yang masih dilakukan oleh masyarakat pedesaan maupun masyarakat peralihan.

Gotong royong pada masyarakat pedesaan Jawa merupakan sebuah gambaran relasi sosial

yang bersifat tradisional. Nilai dan norma yang berlaku di masyarakat pedesaan seakan

mewajibkan adanya kegiatan sosial yang dilaksanakan oleh para pemuda desa sebagai

generasi penerus. Berdasarkan hasil penelitian di Dusun Nangsri, Daleman dan Girikerto

warga disana masih sering melakukan apa yang disebut dengan “Sambatan” terutama para

pemudanya. Kegiatan sosial menurut pemuda disana adalah sesuatu yang membantu dan

bersifat untuk bersama.

Kerja sosial yang biasanya dilakukan oleh para pemuda adalah kerja bakti yang

dilakukan secara rutin sebulan sekali. Kerja bakti tersebut melakukan gotong royong untuk

membersihkan masjid, selokan, jalanan, kuburan dan fasilitas-fasilitas lain yang ada di desa.

Selain kerja bakti, pemuda juga melakukan nyinom, kenduri, menjadi panitia pitulasan (tujuh

belas-an) dan masih banyak lainnya. Kerja sosial tersebut membangun rasa kebersamaan

pemuda di desa dan mempererat tali silaturahmi. Sosialisasi untuk melakukan kerja sosial

dilakukan para pemuda dilakukan secara langsung ataupun melalui social media seperti group

whatsapp.

Partisipasi dari pemuda untuk kegiatan sosial seperti gotong royong cukuplah tinggi

walaupun jumlah partisipasi pemuda lebih banyak dibandingkan pemudi. Alasan pemuda

melakukan gotong royong adalah karena dorongan dari teman-teman sekitarnya, sistem

undangan yang disebar di setiap rumah yang membuat orang tua menyuruh anaknya untuk

turut berpartisipasi. Selain itu, salah satu informan menganggap bahwa berpartisipasi dalam

kegiatan sosial di desa adalah suatu kewajiban untuk dapat menjaga tali persaudaraan yang

ada antar pemuda di desa.

Seperti yang sudah disebutkan diatas, nilai dan norma yang berlaku di dalam

masyarakat membentuk identitas masyarakat. Aturan-aturan yang ada sudah disepakati

bersama secara tidak langsung harus dilakukan, jika dilanggar maka warga akan

mendapatkan sanksi. Berdasarkan penjelasan informan jika tidak aktif berpartisipasi di

kegiatan desa akan memperoleh sanksi sosial berupa dikucilkan, menjadi bahan gunjingan,

hingga yang paling ekstrim seperti tidak ada yang datang untuk nyinom saat pernikahannya.

Ucapan “ ra srawung rabimu suwung” yang berarti jika tidak bergaul maka pada saat acara

pernikahanmu tidak ada yang datang, benar adanya dan sudah terbukti. Pemuda di desa ingin

27

Page 28: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

diterima oleh masyarakat sekitar sehingga mereka tidak berani untuk melanggar norma dan

nilai yang ada.

Makna dari kerja sosial sendiri berbeda-beda setiap pemuda. Informan yang berasal

dari Nangsri mengatakan kerja sosial bermakna sebagai hal yang membuat para informan ini

senang karena dapat berinteraksi atau apa yang disebut dengan “Srawung”. Hampir semua

informan mengakui awal mula mereka turut berpartisipasi merupakan sebuah tuntutan sosial

dengan ancaman sanksi sosial serta dorongan dari orang-orang terdekat kepada informan

secara terus menerus, akan tetapi, setelah mengikuti banyak kegiatan dan kerja sosial yang

ada di dusun maupunn desa, mereka berubah memaknai kerja sosial sebagai sebuah

kebutuhan disamping beberapa dari informan yang masih merasa sedikit tertekan dengan

adanya ancaman sanksi sosial yang mungkin mereka dapatkan apabila tidak berpartisipasi.

28

Page 29: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

DAFTAR PUSTAKA

Bowen, John R. (1986). On the Political Construction of Tradition : Gotong Royong in

Indonesia. Journal of Asian Studies. 545-562

Chapuisat, Michel. (2016). No Evidence for Moral Reward and Punishment in an

Anonymous Context. PLOS ONE. 1-9

Cremene, Marcel, Dumitrescu & Cremene. (2014). A strategic Interaction Model of

Punishment Favoring Contagion of Honest Behavior. PLOS ONE. 1-11

Fehr, E., & Fischbacher, U. (2004). Third-Party Punishment and Social Norms.

Evolution and Human Behavior , 25, 63-87.

Encyclopedia. (1998). Voluntarisme. (O. University, Producer,) Retrieved March 24,

2019, from A Dictionary of Sociology: https://www.encyclopedia.com/social

science/dictionaries-thesauruses-pictures-and-press-release/voluntarism

Kementrian Sosial RI. (2017). Karang Taruna. Jakarta Pusat, DKI. Diakses dari

https://kemsos.go.id/content/profil-karang-taruna

Mueller, A. S., & Abrutyn, S. (2016). Adolescents Under Pressure: A New Durkheimian

Framework for Understanding Adolescent Suicide in a Cohesive Community.

American Sociological Assiciation , 81 (5), 877-899.

Ritzer, George.,& Goodman, J. Douglas. (2004). Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik

Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi Wacana.

Sasaki, Tatsuya & Uchida. (2013). The Evolution of Cooperation by Social Exclusion. The

Royal Society. 1-7

Wellman, D. (1988). Symbolic Interaction. The Politics of Herbert Blumer's Sociological

Methods, 59-68.

29

Page 30: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

LAMPIRAN

A. Daftar Informan

1. Nama Informan : Risti

Waktu Wawancara : Sabtu, 27 April 2019

Lokasi Wawancara : Dusun Nangsri, Girikerto

Pewawancara : Jelena Jasmine

2. Nama Informan : Arvian Rahmad H.

Waktu Wawancara : Sabtu, 27 April 2019

Lokasi Wawancara : Daleman, Girikerto

Pewawancara : Putri Berlyanti

3. Nama Informan : Hendri

Waktu Wawancara : Sabtu, 27 April 2019

Lokasi Wawancara : Dusun Nangsri, Girikerto

Pewawancara : Rahman Kurnia Saputra

4. Nama Informan : Dendi

Waktu Wawancara : Sabtu, 27 April 2019

Lokasi Wawancara : Dusun Nangsri, Girikerto

Pewawancara : Dimas Septian Atmaja

5. Nama Informan : Ambar

Waktu Wawancara : Minggu, 28 April 2019

Lokasi Wawancara : Dusun Nangsri, Girikerto

Pewawancara : Monika Btari Pramaninggar

6. Nama Informan : Eka

Waktu Wawancara : Sabtu, 27 April 2019

Lokasi Wawancara : Dusun Nangsri, Girikerto

Pewawancara : Monika Btari Pramaninggar

7. Nama Informan : Priyanto

Waktu Wawancara : Sabtu, 27 April 2019

Lokasi Wawancara : Dusun Karanggawang, Girikerto

Pewawancara : Rainhard Sitohang

30

Page 31: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

B. Poster

31

Page 32: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

C. Data Networking Kelompok

32

Page 33: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

D. Data Networking Individu

1. Jelena Jasmine 18/424746/SP/28294

33

Page 34: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

2. Putri Berlyanti 18/424752/SP/28300

3. Rahman Kurnia Saputra 18/428313/SP/28522

34

Page 35: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

4. Dimas Septian Atmaja 18/424740/SP/28288

35

Page 36: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

5. Monika Btari Pramaninggar 18/430844/SP/28688

36

Page 37: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

6. Rainhard Sitohang 16/399471/SP/27604

37

Page 38: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

E. Daftar Data Kompilasi Tugas Individu

NAMA

Jelena Jasmine

Verbatim Transcript V

Indexing V

Coding V

Data Networking V

Field note V

Putri Berlyanti

Verbatim Transcript V

Indexing V

Coding V

Data Networking V

Fieldnote V

Rahman Kurnia Saputra

Verbatim Transcript V

Indexing V

Coding V

Data Networking V

Fieldnote V

Dimas Septian Atmaja

Verbatim Transcript V

Indexing V

Coding V

Data Networking V

Fieldnote V

Monika Btari Pramaninggar

Verbatim Transcript V

Indexing V

Coding V

Data Networking V

Fieldnote V

Rainhard Sitohang

Verbatim Transcript V

Indexing V

Coding V

38

Page 39: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

Data Networking V

Fieldnote V

LAMPIRAN FOTO

39

Page 40: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

40

Page 41: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

41

Page 42: LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM  · Web viewLAPORAN AKHIR PRAKTIKUM. DARI SAMBATAN MENUJU “SAMBAT”? Disusun oleh : Monika Btari Pramaninggar (18/430844/SP/28688) Putri Berlyanti (18/424752/SP/28300)

42