laporan akhir praktikum analisis pengolahan limbah

87
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS PENGOLAHAN LIMBAH Laporan akhir ini dibuat untuk memenuhi syarat dalam mata kuliah praktikum analisis pengolahan limbah dengan dosen pengampu Sumardiyono, S.T, M.T. Disusun Oleh : AMANDA ARUM KUSUMA ASTUTI (25121117F) DABARNIWAS TRIFALINIA TELAUMBANUA (25121118F) D-III ANALIS KIMIA FAKULTAS TEKNIK i

Upload: amanda-arum-kusuma-astuti

Post on 23-Dec-2015

83 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

ANALISIS PENGOLAHAN LIMBAH

Laporan akhir ini dibuat untuk memenuhi syarat dalam mata kuliah praktikum analisis

pengolahan limbah dengan dosen pengampu Sumardiyono, S.T, M.T.

Disusun Oleh :

AMANDA ARUM KUSUMA ASTUTI (25121117F)

DABARNIWAS TRIFALINIA TELAUMBANUA (25121118F)

D-III ANALIS KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2014

i

Page 2: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Praktikum Analisis Pengolahan Limbah “Laporan Akhir Praktikum Analisis

Pengolahan Limbah”

Disusun oleh :

AMANDA ARUM KUSUMA ASTUTI (25121117F)

DABARNIWAS TRIFALINIA TELAUMBANUA (25121118F)

Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah ini dibuat untuk persyaratan mata

kuliah Praktikum Analisis Pengolahan Limbah dan telah disahkan oleh dosen pembimbing

dan asisten dosen pembimbing, pada tanggal 22 Desember 2014.

Asisten Dosen Pembimbing

Richard Saputra, A.Md.

Mengetahui,

DosenPembimbing

Sumardiyono, S.T. M. T

i

Page 3: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii

KESADAHAN...................................................................................................................1

RESIDU KLORIN..............................................................................................................7

ANALISIS COD...............................................................................................................11

PENETAPAN OKSIGEN TERLARUT................................................................................16

PENETAPAN KADAR BESI (Fe).......................................................................................20

PENETAPAN KADAR BESI (Fe) II....................................................................................26

PENGARUH WAKTU REDUKSI TERHADAP Cr6+..............................................................32

REDUKSI Cr6+ DENGAN THIOSULFAT.............................................................................36

PENENTUAN KADAR TEMBAGA SECARA SPEKTROFOTOMETRI...................................41

PENENTUAN KADAR NITRIT SECARA SPEKTROFOTOMETRI.........................................44

PENENTUAN ANGKA KMnO4..........................................................................................47

KESADAHAN

ii

Page 4: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

I. Tujuan

Untuk menentukan tingkat kesadahan air.

II. Dasar Teori

Istilah kesadahan digunakan untuk menunjukkan kandungan garam

kalsium dan magnesium yang terlarut, dinyatakan sebagai ekuivalen (setara)

kalsium karbonat. Air sadah adalah air yang mengandung beberapa jenis mineral

yaitu Ca, Mg, Sr, Fe dan Mn yang konsentrasinya tinggi sehingga mengakibatkan

air menjadi keruh dan dapat mengurangi daya kerja sabun serta menimbulkan

kerak pada dasar ketel. Kesadahan air dikenal dengan nama kekerasan air (hard

water).

Menurut (Gabriel, 2001), berdasarkan kadar kalsium di dalam air maka

tingkat kesadahan air digolongkan dalam 4 (empat) kelompok yaitu:

A. Kadar CaCO3 terdapat dalam air 0-75 mg/l disebut air lunak (soft water)

B. Kadar CaCO3 terdapat dalam air 75-150 mg/l disebut moderately hard

water

C. Kadar CaCO3 terdapat dalam air 150-300 mg/l disebut hard water

D. Kadar CaCO3 terdapat dalam air 300 mg/l ke atas disebut very hard water

Menurut Gaman (1992), berdasarkan kandungan mineral maka

kesadahan air dibagi dalam 2 (dua) golongan yaitu:

A. Kesadahan air sementara/temporer disebut pula kesadahan karbonat.

Air disebut mempunyai kesadahan sementara apabila

kesadahannya dapat dihilangkan dengan pendidihan, mengandung

kalsium dam magnesium bikarbonat. Air dengan tipe ini terdapat di daerah

berkapur. Sejumlah kecil karbon dioksidasi terlarut dalam air hujan

membentuk asam lemah yaitu asam bikarbonat.

H2O + CO2 → H2CO3

Asam karbonat secara perlahan-lahan melarutkan kalsium karbonat

membentuk kalsium bikarbonat yang larut.

B. Kesadahan air tetap/permanen disebut pula kesadahan non karbonat.

Air dengan kesadahan tetap mengandung sulfat dan klorida

kalsium dan magnesium yang terlarut dalam air hujan yang lewat

iii

Page 5: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

menerobos batu-batuan yang mengandung garam-garam tersebut.

Kesadahan total yaitu jumlah ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang dapat

ditentukan melalui titrasi dengan EDTA sebagai titran dan menggunakan

indikator yang peka terhadap semua kation tersebut.

Pada penentuan kesadahan air, diperlukan modifikasi dari cara titrasi

larutan Mg-Ca murni, karena dalam air sering dijumpai pengotoran oleh ion besi

dan logam-logam lain. Penggunaan indikator Eriochrome Black T atau Calmagit

akan terjadi indikator oleh ion besi karena bereaksi secara. Oleh sebab itu,

penambahan buffer pH 10 jumlah molekul EDTA dapat membuat pasangan

kimiawi dengan ion-ion kesadahan dan beberapa jenis ion lainnya. Pasangan

tersebut lebih kuat dari pada hubungan antara indikator dengan ion-ion

kesadahan. Oleh karena itu, pada pH 10 jumlah molekul EDTA yang ditambahkan

sebagai titran sama (ekuivalen) dengan jumlah ion-ion kesadahan dalam sampel,

dan molekul indikator terlepas dari ion kesadahan (Santika & Alaerts, 1984).

Pada umumnya kesadahan dinyatakan dalam satuan ppm (part per

milloion/satu persejuta bagian) kalsium karbonat (CaCO3).

III. Alat dan Bahan

A. Alat :

1. Buret

2. Klem

3. Statif

4. Pipet Volume

5. Syringe

6. Gelas Ukur

7. Beaker Glass

8. Erlenmeyer

B. Bahan :

1. Sampel

2. Larutan Indikator EBT

3. Larutan Standard Primer ZnSO4

4. Larutan Standard Sekunder Na2EDTA

iv

Page 6: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

IV. Cara Kerja

A. Metode Titrasi Kompleksometri

1. Mengambil atau memipet sampel 10 ml, dimasukkan dalam

Erlenmeyer.

2. Menambahkan 2,5 ml Larutan Buffer pH 10.

3. Menmbahkan 2-3 tetes Larutan Indikator EBT.

4. Menitrasi dengan Larutan Standard Sekunder Na2EDTA sampai

terbentuk warna merah anggur menjadi biru.

B. Standarisasi Larutan Standard Sekunder Na2EDTA dengan Larutan

Standard Primer ZnSO4.

1. Memipet 10 ml Larutan Standard Primer ZnSO4, dimasukkan

dalam Erlenmeyer.

2. Menmbahkan 2,5 ml Lrutan Buffer Ph 10.

3. Menambahkan 2-3 tetes Larutan Indikator EBT.

4. Menitrasi dengan Larutan Standard Sekunder Na2EDTA sampai

terbentuk warna merah anggur menjadi biru

V. Hasil Percobaan

A. Pembuatan larutan standar primer ZnSO4

Berat ZnSO4 ¿ 1000ml×BM×M

¿ 100050×287,5×0.05

= 287,5 mg

Kertas Timbang + ZnSO4 = 573.0 mg

Kertas Timbang + Sisa = 284.5 mg

ZnSO4 = 288.5 mg

Kadar ZnSO4 = Hasil PenimbanganHasil Perhitungan

×M yang dibuat

= 288.5287.5

×0.05M

= 0.0502 M

B. Standarisasi Na2EDTA

1. Volume titrasi :

v

Page 7: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

a. 0 – 4,4 = 4,40 ml

b. 0 – 4,4 = 4,40 ml V. rata – rata = 4,40 ml

c. 0 – 4,4 = 4,40 ml

(M1.V1) ZnSO4 = (M2.V2) Na2EDTA

0,0502 M x 10 = M2 x 4,40 ml

M Na2EDTA = 0,1141 M

C. Perhitungan Kadar Sampel

1. Volume titrasi sampel 2A

a. 0 – 0,6 = 0,6 ml

b. 0 – 0,6 = 0,6 ml V. rata – rata = 0,57 ml

c. 0 – 0,5 = 0,5 ml

2. Volume titrasi sampel 2B

a. 0 – 0,6 = 0,6 ml

b. 0 – 0,7 = 0,7 ml V. rata – rata = 0,63 ml

c. 0 – 0,6 = 0,6 ml

3. Kesadahan Sampel 2A

= 1000

volume Sampel× (V ×M ) Na2 EDTA×40 ppm

=100010×0,57×0,1141×40=260,148 ppm

4. Kesadahan Sampel 2B

= 1000

volume sampel× (V ×M ) Na2 EDTA×40 ppm

= 100010×0,63×0,1141×40=287,532 ppm

VI. Pembahasan

Pada percobaan kali ini mengunakan metode titrasi, yaitu cara penetuan

konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan menggunakan larutan

yang sudah diketahui konsentrasinya dan mengukur volumenya secara pasti.

Titran yang digunakan adalah Na2EDTA dan akan berdisiosasi menjadi ion Na+

dan H2Y2 . Pada percobaan ini, ZnSO4 memiliki molaritas sebesar 0,0502 M.

Molaritas dan volume larutan telah diketahui karena larutan ini merupakan larutan

vi

Page 8: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

standar .Pada percobaan ini juga ditambahkan buffer ph 10, Na2EDTA, dan EBT.

Adanya penambahan tersebut agar pHnya tetap atau tidak berubah-ubah. Pada

pH larutan dapat mengalami perubahan dengan adanya ion hidrogen yang lepas

pada saat titrasi. Dengan adanya pH dan EBT dapat mencegah terbentuknya

endapan logam hidroksida.

Percobaan diawali dengan menstandarisasi larutan Na2EDTA dengan tiga

kali percobaan. Pada percobaan ini untuk mencari nilai molaritas dari suatu larutan

yang belum diketahui nilai molaritasnya dengan bantuan larutan standar ZnSO4 .

Volume larutan standar ZnSO4 sebesar 10 ml yang kemudian dititrasikan. Di dapat

Normalitas dari larutan Na2EDTA sebesar 0,1141 M

Pada percobaan analisis sampel air untuk mengetahui tingkat kesadahan

air. Dengan volume sampel air yang digunakan masing – masing dari sampel 2A

dan 2B sebanyak 10 ml. Percobaan yang kedua ini juga diulangi tiga kali.

Didapatkan hasil dari perhitungan kesadahan sampel 2A sebesar 260,148 ppm

dan sampel 2B sebesar 287,532 ppm

Untuk reaksi yang terjadi, Sebelum titran H2Y2- ditambahkan untuk analisa,

analit berwarna merah anggur karena ion kompleks (Ca–EBT)2+(aq). Jika H2Y2

-

mengkompleks semua Ca2+ bebas dari sampel air maka kompleks merah anggur

(Ca–EBT)2+ terdisosiasi dari warna merah anggur berubah menjadi biru langit dari

indikator EBT. Dan titik akhir dicapai, semua ion sadah telah terkompleksikan

dengan H2Y2-

Setelah dilakukan percobaan dan perhitungan, didapatkan hasil

kesadahan pada sampel nomor 2A sebesar 260,148 ppm dan sampel nomor 2B

sebesar 287,532 ppm.

VII. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa kesadahan

sampel 2A sebesar 260,148 ppm dan sampel 2B sebesar 287,532 ppm, dan

tingkatannya termasuk hard water atau tingkat kesadahannya tinggi.

VIII. Daftar Pustaka

Chang, R. (2003). Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.

Gabriel, J. (2001). Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates.

vii

Page 9: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

Santika, S., & Alaerts, G. (1984). Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha

Nasional.

RESIDU KLORIN

I. Tujuan

Mengetahui kadar klorin dalam air.

II. Dasar Teori

Penentuan kadar klorin merupakan salah satu parameter untuk

mendapatkan air yang baik yang terbebas dari mikroorganisme. Hal ini dapat

dilakukan melalui proses klorinasi yaitu dengan penambahan klorin ke dalam air

baku yang akan digunakan untuk produksi. Penambahan klorin kedalam air akan

viii

Page 10: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

memurnikan air dengan cara merusak struktur sel organisme, sehingga kuman

akan mati.

Namun klorin membutuhkan waktu untuk membunuh semua organisme.

Pada air yang bersuhu lebih tinggi atau sekitar 180°C, klorin harus berada dalam

air paling tidak selama 30 menit. Jika air lebih dingin, waktu kontak harus

ditingkatkan. Karena itu biasanya klorin ditambahkan ke air segera setelah air

dimasukkan kedalam pipa penyalur. Saat klorin dilarutkan dalam air dalam jumlah

yang cukup akan merusak sebagian besar kuman penyebab penyakit tanpa

membahayakan manusia. Jika klorin yang ditambahkan cukup, setelah semua

organisme rusak akan terdapat sisa klorin dalam air yang disebut sebagai klorin

bebas.

Klorin bebas akan tetap berada dalam air sampai hilang di dunia luar atau

terpakai untuk membunuh kontaminasi yang baru (Reed, 2004). Oleh karena itu

pada saat pemeriksaan air, masih terdapat klorin bebas yang tersisa, hal itu

merupakan bukti bahwa sebagian besar organisme dalam air yang berbahaya

telah disingkirkan dan air aman untuk di minum. Pengukuran tersebut dinamakan

residu klorin. Pengukuran residu klorin dalam air merupakan metode sederhana

namun penting untuk memeriksa apakah air telah layak untuk digunakan. Tingkat

residu klorin yang berada dalam batas yang diterima sebagai air minum ialah

1-4 mg/l.

III. Alat dan Bahan :

A. Alat :

1. Erlenmeyer

2. Buret

3. Klem

4. Statif

5. Plastik

6. Pengikat (Karet)

B. Bahan :

1. Larutan KI 20%

2. Larutan H2SO4 4 N

3. Larutan Amylum 1 %

4. Larutan Na2S2O3 0,0500 N

ix

Page 11: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

IV. Cara Kerja :

A. Standarisasi :

1. 10 ml larutan KIO3 dimasukkan dalam Erlenmeyer.

2. Menambahkan 5 ml larutan H2SO4.

3. Menambahkan 5 ml larutan KI 20%.

4. Menitrasi dengan Na2S2O3 sampai berwarna kuning muda.

5. Menambahkan 1 pipet amylum 1%.

6. Melanjutkan titrasi sampai warna biru tepat hilang.

B. Percobaan pada sampel :

1. 20 ml sampel dimasukkan dalam Erlenmeyer.

2. Menambhakan 5 ml larutan H2SO4 4 N.

3. Menambahkan 5 ml larutan KI 20%.

4. Menitrasi dengan Na2S2O3 0,0500 N sampai berwarna kuning

muda.

5. Menambahkan 1 pipet larutan amylum 1%.

6. Melanjutkan titrasi sampai warna biru tepat hilang.

V. Hasil Percobaan

A. Standarisasi Na2S2O3

Berat KIO3 = 1001000

×2146× 0,05 N

= 0,1778333 g

= 178, 33 mg

Kertas timbang + KIO3 = 0,4690 g

Kertas timbang + sisa = 0,2875 g

KIO3 = 0,1815 g = 181,5 mg

Kadar KIO3 = Hasil PenimbanganHasil Perhitungan

× N yangdibuat

= 181,50mg178,33mg

×0.05N

= 0.0509 N

B. Standarisasi Na2S2O3

x

Page 12: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

1. Volume titrasi :

a. 0 – 10,10 = 10,10 ml

b. 0 – 10,10 = 10,10 ml V. rata – rata = 10,10 ml

c. 0 – 10,10 = 10,10 ml

(N1.V1) KIO3 = (N2.V2) Na2EDTA

0,0509 N x 10 = N2 x 10,10 ml

N Na2S2O3 = 0,0504 N

C. Percobaan pada sampel

1. Sampel 1A = Tidak Mengandung Cl-

2. Sampel 1B

Volume titrasi :

a. 0,00 – 1,50 = 1,50 ml

b. 0,00 – 1,60 = 1,60 ml V. rata – rata = 1,60 ml

c. 0,00 – 1,60 = 1,60 ml

Kadar Cl = 1000× (V × N )×35,45

ml sampel

= 1000× (1,6×0,0504 )×35,45

10

= 285,87 mg/L

VI. Pembahasan

Praktikum ini bertujuan untuk menghitung sisa klor yang ada di dalam

sampel air limbah. Penentuan klor dilakukan dengan titrimetri metode iodometri.

Seperti yang diketahui klor ini digunakan untuk membasmi bakteri dan

mikroorganisme seperti amoeba, ganggang, dan lain-lain, klor dapat mengoksidasi

ion-ion logam seperti Fe2+, Mn2+, menjadi Fe3+, Mn4+, dan memecah molekul

organis seperti warna.

Prinsipnya Klor aktif akan membebaskan iodine I2 dari larutan

kaliumiodida KI jika pH < 8 (terbaik adalah pH < 3 atau 4) karena menggunakan

pH 3-4 maka digunakanlah asam asetat glasial karena sesuai dengan pH tersebut.

Sebagai indikator digunakan kanji atau amilum yang merubah warna sesuai

larutan yang mengandung iodine menjadi biru. Untuk menentukan jumlah klor

aktif, iodine yang telah dibebaskan oleh klor aktif tersebut dititrasikan dengan

xi

Page 13: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

larutan standar Natrium tiosulfat yang telah di standarisasi terlebih dahulu. Titik

akhir titrasi dinyatakan dengan hilangnya warna biru dari larutan.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh Normalitas Natrium

Thiosulfat sebesar 0,0504 N. Normalitas kemudian digunakan untuk menghitung

kadar sisa klor dalam sample. Setelah dilakukan perhitungan kadar klor dam

sample yakni sebesar 285,87 ppm. Dari hasil ini dapat diambil kesimpulan kadar

sisa klor dalam sample tersebut tidak melebihi kadar yang telah ditetapkan oleh

PERMENKES No : 416 /Menkes/Per/IV/2010 yakni dengan rentang ppm.

Sehingga sisa klor yang diperiksa 285,87 ppm < 600 ppm.

VII. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

kadar klor dalam air adalah sebesar 285,87 ppm.

VIII. Daftar Pustaka

Reed, S. K. (2004). Cognition : Theory and Application. United State of

America: San Diego University.

ANALISIS COD

I. Tujuan

Menentukan kadar COD pada limbah cair suatu industry

II. Dasar Teori :

COD (Chemical Oxygen Demand) kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah

oksigen yang diperlukan agar bahan-baan organic yang ada di dalam air dapat

teroksidasi melalui reaksi kimia. Hasil penetapan COD banyak digunakan untuk

pengukuran beban pencemaran dari suatu buangan rumah tangga dan industri.

Penetapan COD didasarkan atas kenyataan bahwa hampir semua

senyawa organic dapat teroksidasi dengan bantuan oksidator kuat dalam kondisi

asam.

xii

Page 14: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

Ada 2 metode penetapan COD yang dapat dilakukan, yaitu :

A. Metode Permanganat

B. Metode Bichromat

Oksidasi permangaat sangat bervariasi, menurut jenis bahannya dan tingkat

oksidasinya juga bervariasi, menurut reagen yang digunakan.

Metode yang sering digunakan adalah metode bichromat, karena

menghasilkan tingkat oksidasi yang lebih tinggi. Dalam hal ini bahan buangan

organic akan dioksidasi oleh Kalium Bichromat menjadi gas CO2 dan H2O serta

sejumlah ion chrom. Kalium Bichromat (K2Cr2O7) digunakan sebagai sumber

oksigen (Oxidizing Agent). Oksidasi terhadap bahan organic akan mengikuti reaksi

berikut ini :

CaHbOc + Cr2O72- + H+ Katalisator→

CO2 + H2O + Cr3+

Reaksi tersebut perlu pemanasan dan juga penambahan katalisator perak sulfat

(AgSO4) untuk mempercepat reaksi. Apabila di dalam ai buangan bahan organic

diperkirakan ada unsur chlorida yang dapat mengganggu reaksi, maka perlu

ditambahkan Merkuri Sulfat (HgSO4) untuk menhilangkan gangguan tersebut.

Chlorida dapat mengganggu karena akan ikut teroksidasi oleh Kalium Bichromat

(K2Cr2O7). Reaksi tersebut adalah :

6 Cl- + Cr2O7 + 14 H+ → 3 Cl2 + 7 H2O + 2 Cr3+

Apabila dalam larutan air buangan terdapat chlorida, maka oksigen yang

diperlukan pada reaksi tersebut tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

Seberapa jauh tingkat pencemaran oleh bahan buangan organic tidak

dapat diketahui secara benar. Penambahan merkuri sulfat ( Hg2SO4) adalah

untuk mengikat klor menjadi merkuri klorida, mengikuti reaksi sebagai berikut :

Hg2+ + 2 Cl- → HgCl2

Untuk memastikan bahwa semua zat organic habis teroksidasi maka zat

pengoksidasi, K2Cr2O7, merupakan pereaksi berlebih. Sehingga setelah

pemanasan (reflux) masih terdapat K2Cr2O7, yang dapat digunakan untuk

menentukan berapa oksigen yang terpakai. Kelebihan K2Cr2O7 ditentukan melalui

titrasi dengan Fe(NH4)2(SO4)2 atau FAS (Ferro Ammonium Sulfat) yang reaksinya

adalah sebagai berikut :

6 Fe2- + Cr2O7 + 14 H+ → 3 Fe3+ + 7 H2O + 2 Cr3+

xiii

Page 15: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

III. Alat dan Bahan

A. Alat :

1. Kondensor

2. Erlenmeyer

3. Pemanas

4. Buret

5. Pipet Volume

6. Batu didih

B. Bahan :

1. Larutan K2Cr2O7

2. H2SO4 pekat

3. Larutan Fe(NH4)2(SO4)2

4. Indikator Ferroin

IV. Cara Kerja

A. Standarisasi larutan Fe(NH4)2(SO4)2

1. Mengencerkan 10 ml larutan satandar K2Cr2O7 0,25 N menjadi

100 ml dengan air suling

2. Menambahkan 10 ml H2SO4 pekat dan mendidihkan

3. Menitrasi dengan larutan Fe(NH4)2(SO4)2 dengan menggunakan

indikator Ferroin 2 ml

4. Titik akhir titrasi tercapai pada saat terjadi perubahan warna dari

hijau menjadi merah biru

B. Penetapan angka COD

1. Memipet sebanyak 10 ml contoh air

2. Memasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi batu didih

3. Menambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7 N

4. Menambahkan 10 ml H2SO4 pekat

5. Didihkan ± 30 menit

6. Mendinginkan

7. Menambahkan 2 ml indikator Ferroin

8. Menitrasi dengan larutan FAS, sampai terjadi perubahan warna

hijau menjadi merah biru

xiv

Page 16: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

9. Melakukan pemeriksaan blanko

V. Hasil Percobaan

A. Standarisasi larutan Fe(NH4)2(SO4)2

Volume Titrasi :

1. 30,10 ml

2. 30,30 ml V. rata-rata = 30,30 ml

3. 30,60 ml

N. FAS = ml K 2Cr 2O 7×0,25

ml FAS=10,00×0,25

30,33=¿0,0824 N

B. Penetapan Kadar Sampel

Volume titrasi blanko = 30,70 ml

Volume titrasi sampel nomor 2A = 30,20 ml

Angka COD =1000 (Vb−Vs )×NFAS×8

VmgL

= 1000 (30,70−30,20 )×0,0824×8

10

= 32,96 mg/L

VI. Pembahasan

Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar Chemical Oxygen

Demand (COD). COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang

diperlukan agar limbah organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui

reaksi kimia. Limbah organik akan teroksidasi oleh kalium bichromat (K2Cr2O4)

sebagai sumber oksigen menjadi gas CO2 dan H2Oserta sejumlah ion Chrom.

Langkah pertama dalam percobaan ini adalah memipet 10 ml sampel air

yang kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Lalu H2SO4

ditambahkan ke dalam sampel. Pencampuran H2SO4 bertujuan untuk

menghilangkan ion klorida yang biasanya terdapat di dalam air buangan. Ion

klorida merupakan bahan inorganik yang dapat mengganggu proses oksidasi.

Selain itu juga ditambahkan beberapa batu didih untuk meratakan pemanasan/ hal

selanjutnya yang dilakukan adalah menambahkan 10 ml larutan kalium dikromat

K2Cr2O7 0,25N. Pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen

(oxidizing agent). Kemudian labu erlenmeyer yang berisi sampel tersebut

xv

Page 17: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

didinginkan. Setelah itu, 2 sampai 3 tetes indikator ferroin ditambahkan ke dalam

erlenmeyer yang berisi sampel. K2Cr2O7 yang tersisa dalam larutan tersebut

digunakan untuk menentukan berapa oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7

tersebut ditentukan melalui titrasi dengan ferro amonium sulfat (FAS) 0,0825 N

sampai warna larutan tersebut menjadi merah kecoklatan, lalu catat banyak

larutan FAS yang digunakan. Langkah-langkah yang sama juga dilakukan

terhadap air suling sebagai blanko.

Adapun hasil dari pemeriksaan COD yang dilakukan, hasil yang diperoleh

adalah 32,96 mg/L.

VII. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar

COD pada sampel adalah sebesar 32,96 mg/L.

VIII. Daftar pustaka

Erik. 2010. Pengertian COD dan BOD. Didownload dari

http://erikarianto.wordpress.com/2008/01/10/pengertian-cod-dan-bod/.

Diakses 21 Oktober 2014

Fitri. 2011. Pembuatan DO, COD dan BOD. Didownload dari

http://chemiztriituindah.blogspot.com/2011/07/pembuatan-do-cod-dan-

bod.html. Diakses 27 Oktober 2014

Hidayat Wahyu. 2008. Teknologi Pengolahan Air Limbah. Didownload dari

file:///D:/bod%20cod/Teknologi%20Pengolahan%20Air%20Limbah%20-

%20Majari%20Magazine.htm. Diakses 27 Oktober 2014

Mershaly. 2010. Laporan Praktikum Kimia Air. Didownload dari

http://mershaly.wordpress.com/2010/01/05/laporan-praktikum-kimia-air/.

Diakses 20 Oktober 2014

Mulia, Ricki M. Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005

Mukono. H. J. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Surabaya: Airlangga

University Press. 2006

Sunardi. 2007. Petunjuk Praktikum Analisis Pengolahan Limbah. Surakarta : Jurusan D-III

Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi.

xvi

Page 18: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

xvii

Page 19: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

PENETAPAN OKSIGEN TERLARUT

I. Tujuan

Menentukan konsesntrasi oksigen terlarut pada sampel.

II. Prinsip Penetapan

Oksigen terlarut dalam air dipakai unutk mengoksidasi Mn++ menjadi

endapan Mn+4. Oleh hadirmya asam sulfat dan KI, endapan Mn+4 kembali

dilarutkan menjadi Mn++ dan I2 dilepaskan I2 yang dilepaskan ini dititrasi dengan

Na2S2O3.

MnSO4 + 2NaOH → Mn(OH)2 + Na2SO4

3Mn(OH)2 + K2O2 → MnO4 + 3H2O

Mn3O4 +2KI + 4H2SO4 → I2 + 3MNSO2 + K2SO4 + 4H2O

I2 + Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6

Kalau dalam air terdapat ion nitrit, ion nitrit akan diubah dalam bentuk yang tidak

menimbulkan gangguan.

2NaN3 + H2SO4 → 2HN3 + Na2SO4

HNO2 + HN3 → N2 + N2O + H2O

III. Reagen Yang Diperlukan

A. Asam Sulfat (H2SO4) pekat

B. Regen kombinasi KI + NaN3 alkali.

1. Siapkan 15 g KI, 35 g NaOH dan 1 g NaN3.

2. Larutkan KI dan NaOH dalam ± 80 mL aquadest.

3. Larutkan NaN3 dalam 20 mL aquadest.

4. Campurkan kedua larutan ini.

5. Tempatkan larutan ini dalam botol berwarna coklat dan tutup

rapat.

C. Larutan MnSO4

1. Larutkan 3500 g MnSO4.H2O dalam aquadest.

2. Jadikan volumenya 1 liter dengan aquadest.

3. Larutkan Na-thiosulfat (Na2S2O3) 1/80 N.

18

Page 20: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

4. Siapkan larutan ini pada saat akan digunakan.

5. Timbang dengan teliti 3,102 g Na2S2O3.5H2O dan masukkan

dalam labu ukur 1000 mL.

6. Larutkan dengan aquadest dan jadikan volumenya tepat 1000

mL.

D. Larutan Kanji.

IV. Prosedur Penetapan

A. Siapkan botol BOD dan isi dengan pencontoh air yang diperiksa hingga

penuh betul (sampai tumpah).

B. Masukkan dengan menggunakan pipet 2 ml larutan MnSO4 dan 2 ml

reagen kombinasi alkalin pada dasar botol.

C. Tutuplah botol BOD tersebut rapat-rapat dan kocok dengan baik sehingga

timbul endapan.

D. Biarkan selama 10 menit agar endapannya mengendap dengan baik.

E. Pisahkan bagian atas cairan dalam botol dengan cepat ke dalam labu

Erlenmeyer.

F. Segera bubuhkan ke dalam masing-masing bagian 2 ml H2SO4

G. Titrasi kedua larutan dengan larutan Na2S2O3 1/80 N sampai larutan

berwarna kuning muda.

H. Tambahkan larutan kanji, cairan dalam botol akan berwarna biru.

I. Teruskan titrasi dengan Na2S2O3 1/80 N hingga warna biru tepat hilang.

J. Catat volume larutan Na2S2O3 1/80 N yang terpakai.

V. Hasil Percobaan

A. Kadar KIO3

KIO3 = 501000

x 2140,0256

= 0,0446 g = 44,6 mg

Kertas Timbang + KIO3 = 0,3447 g

Kertas Timbang + sisa = 0,2836 g

KIO3 = 0,0605 g

Kadar KIO3 = Hasil PenimbanganHasil Perhitungan

×M yang dibuat

19

Page 21: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

= 60,544,6

×

= 0.0339 M

B. Standarisasi Na2S2O3

Volume titrasi :

1. 0,00 – 13,80 = 13,80 ml

2. 0,00 – 13,50 = 13,50 ml V. rata-rata = 13,75 ml

3. 0,00 – 13,70 = 13,70 ml

(V x N) KIO3 = (V x N Na2S2O3)

10,00 x 0,0339 = 13,75 x N2

N2 = 0,0246 N

C. Sampel A

Volume titrasi = 5,20 mL

Konsentrasi ¿1000x 5,20 x0,0246

(296,16−4)×8=3,5027mg/L

D. Sampel Air Kran

Volume titrasi = 8,10 mL

Konsentrasi = 1000x 8,10 x0,0246

(296,16−4)×8=5,4562 mg/L

VI. Pembahasan

Percobaan kali ini bertujuan untukCara winkler yang didasarkan pada dua

reksi oksidasi – reduksi digunakan secara meluas dan merupakan cara standar

dalam penentuan oksigen terlarut. Cara ini berdasarkan pada kenyataan bahwa

natrium oksida bereaksi dengan mangan sulfat, menghasilkan endapan putih dan

mangan hidroksida.

MnSO4 + 2 NaOH → Mn(OH)2 + Na2SO4

Dengan adanya oksigen dalam larutan yang sangat basa , mangan hidroksida

putih dioksidasi menjadi mangan oksi-hidrat (coklat). Jadi jumlah oksigan yang

kira0kira ada dapat diperkirakan dari intensitas warna coklat dari endapan. Dalam

media yang sangat asam, ion-ion mangan dibebaskan dan bereaksi dengan ion-

ion yod bebas dari kalium yodida membentuk yod bebas. Jumlah yod bebas

ekuivalen dengan jumlah oksigen yang ada dalam sampel. Jumlah yod dapat

ditentukan melaui titrasi dengan natrium tiosulfat.

20

Page 22: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

Prinsip pemeriksaan parameter BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat

organik dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena

adanya bakteri aerobik. Setelah dilakukan percobaan dan perhitungan didapatkan

konsentrasi BOD pada sampel A sebesar 3,5027 mg/L dan konsentrasi BOD pada

sampel air kran sebesar 5,4562 mg/L.

VII. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

konsentrasi BOD pada sampel A sebesar 3,5027 mg/L dan konsentrasi BOD pada

sampel air kran sebesar 5,4562 mg/L

VIII. Daftar Pustaka

Salmin, 2005.” Oksigen Terlarut (DO) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)

Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan,

(online), (http://oseanografi.lipi.go.id diunduh 16 November 2014)

Sunardi. 2007. Petunjuk Praktikum Analisis Pengolahan Limbah. Surakarta : Jurusan D-III

Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi.

21

Page 23: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

PENETAPAN KADAR BESI (Fe)

I. Tujuan

Menentukan konsentrasi Fe dalam air

II. Dasar Teori

Besi merupakan salah satu elemen kimiawi yang dapat dijumpai hampir

setiap tempat di bumi (misalnya air). Pada umumnya besi yang ada dalam air

dapat terbentuk :

A. Sebagai larutan dimana besi terlarut dalam bentuk Fe2+ atau Ferro dan

Fe3+ atau Ferri

B. Sebagai partikel kasar yang tersuspensi dalam bentuk butir koloid

(diameter kecil dari satuan micron atau dalam bentuk jumlah besar Fe2O3,

FeO, Fe(OH)3, dan sebagainya)

C. Sebagai komplek yang tergabung dengan zat organic atau zat padat

anorganik seperti tanah liat

Besi terdapat dalam air dengan konsentrasi yang sangat rendah sedangkan dalam

air permukaan bersifat alkalis mempunyai konsentrasi kurang dari satu ppm.

Beberapa air, air tanah dan air permukaan yang asam kadang-kadang

mengandung besi yang lebih banyak dalam bentu pereduksi sebagai ion ferro dan

besi ini larut dalam adanya ion-ion pembentuk komplek. Ion ferro hanya pada pH

kecil dari 5.

Kolorimetri merupakan suatu metoda analisa kimia yang didasarkan pada

tercapainya kesamaan besaran warna antara larutan sampel dengan

larutanstandar dengan menggunakan sumber cahaya polikromatis dan detector

mata. Metoda ini didasarkan pada penyerapan cahaya tampak dan energi radiasi

lainnya oleh suatu larutan. Metoda ini dapat diterapkan untuk penentuan

komponen zat warna ataupun komponen yang belum bewarna, namun dengan

menggunakan reagen pewarna yang sesuai dapat menghasilkan senyawa

bewarna yang merupakan fungsi dari kandungan komponennya.

Jika telah tercapai kesamaan warna berarti jumlah molekul zat penyerap

yang dilewati sinar pada kedua sisi tersebut telah sama dan ini dijadikan dasar

22

Page 24: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

perhitungan. Contohnya adalah larutan nitrit dibuat berwarna dengan pereaksi

sulfanilamida dan N-(1-naftil)-etilendiamin. Jumlah radiasi yang diserap

berbanding lurus dengan konsentrasi zat penyerap dalam larutan. Absorbsi sinar

UV atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi

elektron bonding, akibatnya panjang gelombang absorbs maksimum dapat

dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada pada molekul yang sedang diselidiki.

Oleh karena itu spektroskopi serapan molekul berharga

untuk mengindentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam suatu molekul.

Akan tetapi yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi serapan ultra

violet dan sinar tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa-senyawa yang

mengandung gugus-gugus pengabsorbsi.

Sehingga kolorimetri terbagi atas 2 metoda, yaitu :

A. Kolorimetri visual, menggunakan mata sebagai detektor.

B. Fotometri, menggunakan fotosel sebagai detektornya.

Metoda kolorimetri visual merupakan metoda yang konvensional dan sudah jarang

digunakan karena tidak akurat. Hal ini disebabkan karena mata hanya sebagai

detektor untuk melihat kesamaan warna, bukan sebagai alat ukur intensitas

absorbsi. Metoda analisa kolorimetri visual ada 4 macam yaitu :

A. Metoda standar seri (metoda nesler) : Pada metoda ini dibuat sederetan

larutan standar dalam tabung yang berukuran sama dengan jenis yang

sama pula.

B. Metoda keseimbangan : Pada metoda ini dilakukan dengan cara

membandingkan larutan sampel dengan larutan standar yang didasarkan

pada ketebalan larutan standar yang divariasikan. Metoda tersebut dibagi

menjadi tiga, yaitu :-

1. Sistem slinder hechner,

2. Bajerum comperator,

3. Dubosq colorimetric

C. Metoda pengenceran : Menggunakan satu zat standar dan sejumlah

buret yang berisi blanko. Kosentrasi standar diencerkan dengan blanko

sampai terjadi kesamaan warna.

23

Page 25: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

D. Metoda standar sintesis : zat yang diselidiki diperoleh dengan cara

penambahan sejumlah komponen standar terhadap suatu larutan blanko

sampai terjadi kesamaan warna.

III. Alat dan Bahan

A. Alat :

1. Buret

2. Erlenmeyer

3. Volume pipet

4. Labu takar

5. Spektrofotometri

6. Pembakar spirtus, kaki tiga, dan kasa

B. Bahan :

1. Sampel air

2. Aquadest

3. HCL pekat

4. Buffer asetat

5. Hidroksilamin

6. Phenantrolin

IV. Cara Kerja :

A. Menetukan standard

1. Memipet 10 mL larutan standard di masukkan ke labu ukur 50

mL.

2. Menambahkan 3 tetes larutan KCNS.

3. Menambahkan aquadest sampai batas ukur 100 mL.

4. Menentukan absorbansinya dengan spektrofotometer pada λ =

490 nm.

B. Menentukan sampel

1. Memipet 10 mL sampel dimasukkan dalam labu ukur 50 mL.

2. Menambahkan 3 tetes larutan KCNS.

3. Menambahkan aquadest sampai batas ukur 100 mL.

24

Page 26: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

4. Menentukan absorbansinya dengan spektrofotometer pada λ =

490 nm

.

V. Hasil Percobaan

A. Volume larutan sampel = (5)

B. Volume larutan standar = (10)

C. Kesetaraan = 24,3 ppm = 0,0243 mg/ml

D. Absorbansi sampel = 0,136

E. Absorbansi standar = 0,145

Kadar Fe2+ = |sampel||standar|

×konsentrasi standar ×PsampelP standar

= 0,1360,145

×24,3 ×22

= 22,79 ppm

VI. Pembahasan

Kolorimetri merupakan suatu metoda analisis yang berdasarkan pada

persamaan warna sampel dengan warna larutan standar yang digunakan

untuk mencari kadar suatu unsur dalam sampel. Pada praktikum yang dilakukan

kali ini kita menentukan kadar Fe dalam sampel besi no 2.

Percobaan yang dilakukan berupa uji kualitatif dan kuantitatif pada sampel

yang mengandung besi. Uji kualitatif yang dilakukan yaitu untuk menentukan

panjang gelombang (λ) maksimum dan uji kuantitatif yaitu penentuan kadar besi

dalam sampel.

Metoda kolorimetri yang digunakan adalah metoda standar seri, yaitu

dibuat sederetan larutan standar dalam tabung yang berukuran sama dengan jenis

yang sama pula. Larutan dengan warna yang serupa secara eksak dengan

standar memiliki konsentrasi sama dengan konsentrasi standar.

Pada percobaan ini, langkah pertama yang dilakukan dengan

mereaksikan larutan standar besi yang berada di dalam labu takar dengan larutan

KSCN (amonium tiosulfat). Pereaksi ini akan menghasilkan warna yang menyerap

dengan kuat sehingga dapat digunakan untuk analisa besi dalam kadar kecil.

Reaksi redoks yang terjadi antara KCNS dengan Fe3+ inilah yang akan

25

Page 27: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

membentuk senyawa kompleks Fe(CNS)3 dan memberikan warna pada larutan

yaitu warna merah. Reaksi yang terjadi :

Fe3+ + 3 CNS- → Fe(CNS)3

Suatu larutan dijadikan sebagai pereaksi harus memenuhi beberapa

persyaratan. KSCN merupakan pereaksi warna, sebab reaksinya dengan zat yang

dianalisis yaitu besi (Fe) selektif dan sensitif yaitu membentuk kompleks besi

tiosianat yang berwarna merah. Warna yang ditimbulkan yaitu merah bata, stabil

untuk jangka waktu yang lama, sehingga serapannya tidak berubah-ubah hingga

akhir analisis. Tidak membentuk warna dengan zat-zat lain yaitu ion H+, Cl- dan

NO3- yang ada dalam larutan.

Warna merah yang dihasilkan mempunyai warna komplementer hijau –

biru. Warna komplementer terbentuk ketika cahaya putih yang berisi seluruh

spektrum panjang gelombang melewati suatu medium (larutan kimia berwarna)

yang tembus cahaya bagi panjang – panjang gelombang tertentu tetapi menyerap

panjang – panjang gelombang yang lain akibatnya medium itu akan tampak

berwarna bagi pengamat.

Setelah itu langkah selanjutnya yang dilakukan dalam percobaan ini

adalah memilih panjang gelombang maksimum. Pengukuran serapan atau

absorbansi spektrometri biasanya dilakukan pada suatu panjang gelombang yang

sesuai dengan serapan maksimum karena konsentrasi besar terletak pada titik ini,

artinya serapan larutan encer masih terdeteksi. Pengukuran absorbansi untuk

larutan standar besi dan absorbansi sampel yang mengandung besi diukur pada λ

max = 490 nm.

Panjang gelombang maksimum ini bertujuan agar zat-zat yang

mengganggu tidak ikut terserap ataupun memberikan serapan, dalam hal ini yang

akan memberikan serapan hanya logam yang dianalisis (besi) sedangkan tidak

boleh memberikan serapan. Pengukuran serapan atau absorbansi spektrometri

biasanya dilakukan pada suatu panjang gelombang yang sesuai dengan serapan

maksimum karena konsentrasi besar pada titik ini, artinya serapan larutan encer

masih terdeteksi. Setelah melakukan percobaan dan perhitungan didapatkan nilai

kadar besi pada sampel besi no 2 yang diperoleh secara spektrofotometri

sebesar 22,79 ppm

26

Page 28: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

VII. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa kadar besi pada

sampel sebesar 22,79 ppm.

VIII. Daftar Pustaka

Sunardi. 2007. Petunjuk Praktikum Analisis Pengolahan Limbah. Surakarta : Jurusan D-III

Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi.

PENETAPAN KADAR BESI (Fe) II

I. Tujuan

Menentukan konsentrasi Fe dalam air

II. Dasar Teori

Besi merupakan salah satu element kimiawi yang dapat dijumpai hampir

setiap tempat di bumi (misalnya air). Pada umumnya besi yang ada dalam air

dapat terbentuk :

27

Page 29: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

A. Sebagai larutan dimana besi terlarut dalam bentuk Fe2+ atau Ferro dan

Fe3+ atau Ferri

B. Sebagai partikel kasar yang tersuspensi dalam bentuk butir koloid

(diameter kecil dari satuan micron atau dalam bentuk jumlah besar Fe2O3,

FeO, Fe(OH)3, dan sebagainya)

C. Sebagai komplek yang tergabung dengan zat organic atau zat padat

anorganik seperti tanah liat

Besi terdapat dalam air dengan konsentrasi yang sangat rendah

sedangkan dalam air permukaan bersifat alkalis mempunyai konsentrasi kurang

dari satu ppm. Beberapa air, air tanah dan air permukaan yang asam kadang-

kadang mengandung besi yang lebih banyak dalam bentu pereduksi sebagai ion

ferro dan besi ini larut dalam adanya ion-ion pembentuk komplek. Ion ferro hanya

pada pH kecil dari 5.

Spektrofotometri merupakan suatu perpanjangan dari penelitian visual

dalam studi yang lebih terinci mengenai penyerapan energi cahaya oleh spesi

kimia, memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam perincian dan

pengukuran kuantitatif. Pengabsorpsian sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh

suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi electron bonding, akibatnya

panjang gelombang absorpsi maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan

yang ada didalam molekul yang sedang diselidiki. Oleh karena itu spektroskopi

serapan molekul berharga untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsional yang

ada dalam suatu molekul. Akan tetapi yang lebih penting adalah penggunaan

spektroskopi serapan ultraviolet dan sinar tampak untuk penentuan kuantitatif

senyawa-senyawa yang mengandung gugus-gugus pengabsorpsi.

Metode spektroskopi sinar tampak berdasarkan penyerapan sinar tampak

oleh suatu larutan berwarna. Oleh karena itu metode ini dikenal juga sebagai

metode kalorimetri. Hanya larutan senyawa yang berwarna yang dapat ditentukan

dengan metode ini. Senyawa tak berwarna dapat dibuat berwarna dengan

mereaksikannya dengan pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna.

Contohnya ion Fe3+ dengan ion CNS- menghasilkan larutan berwarna merah.

Lazimnya kalorimetri dilakukan dengan membandingkan larutan standar dengan

cuplikan yang dibuat pada keadaan yang sama. Dengan kalorimetri elektronik

(canggih) jumlah cahaya yang diserap (A) berbanding lurus dengan konsentrasi

28

Page 30: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

larutan. Metode ini sering digunakan untuk menentukan kadar besi dalam air

minum.

Pada metode spektroskopi ultraviolet, cahaya yang diserap bukan cahaya

tampak tapi cahaya ultraviolet. Dengan cara ini larutan tak berwarna dapat diukur,

contoh aseton dan asetaldehid. Pada spektroskopi ini energy cahaya terserap

digunakan untuk transisi electron. Karena energy cahaya UV lebih besar dari

energy cahaya tampak maka energy UV dapat menyebabkan transisi electron s

dan p.

Pembentukan bentuk molekul dalam menyerap sinar tampak diperlukan

bila senyawa yang dianalisis tidak melakukan penyerapan di daerah sinar tampak.

Dalam hal demikian senyawa tersebut harus dirubah menjadi senyawa lain yang

berwarna. Ion besi (III) warnanya sangat lemah (kuning) sehingga serapannya

kecil. Untuk itu perlu direaksikan dengan pereaksi tertentu misalnya 1,10

fenantrolin atau potasium tiosianat, sehingga memberikan warna yang menyerap

dengan kuat sehingga dapat digunakan untuk analisa besi dalam kadar kecil.

Pereaksi yang menimbulkan warna itu harus memenuhi beberapa

persyaratan antara lain :

A. Reaksinya dengan zat yang dianalisa harus selektif dan sensitif.

B. Tak boleh membentuk warna dengan zat – zat lain yang ada didalam

larutan.

C. Warna yang ditimbulkan harus stabil untuk jangka waktu yang lama.

Bila tidak ada zat-zat lain yang mengganggu, maka panjang gelombang

yang digunakan untuk keperluan analisis kuantitatif secara spektrofotometri ,

biasanya adalah panjang gelombang yang sesuai dengan serapan maksimum.

Kurva kalibrasi dibuat dengan jalan mengukur serapan larutan – larutan standar .

bila hukum Lambert – Beer dipenuhi, maka grafik / kurva ini akan membentuk

garis lurus melalui titik nol.

III. Alat dan Bahan

A. Alat:

1. Buret

2. Erlenmeyer

3. Volume pipet

29

Page 31: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

4. Labu takar

5. Spektrofotometri

6. Pembakar spritus, kaki tiga dan kasa

B. Bahan:

1. Sampel air

2. Aquadest

3. HCl pekat

4. Buffer asetat

5. Hidroksilamin

6. Phenantrolin

IV. Cara Kerja

A. Menentukan standar

1. Memipet 10 ml larutan standar dimasukkan dalam labu ukur 100

ml

2. Menambahkan 2 tetes larutan KCNS

3. Menambahkan aquadest sampai batas ukur 100 ml

4. Menentukan absorbansinya dengan spektrofotometer

B. Menentukan sampel

1. Memipet 10 ml sampel dimasukkan dalam labu ukur 100 ml

2. Menambahkan 2 tetes larutan KCNS

3. Menambahkan aquadest sampai batas ukur 100 ml

4. Menentukan absorbansinya dengan spektrofotometer

V. Hasil Percobaan

Sampel Fe nomer 2

Larutan Standar Fe 12,4 ppm

Panjang gelombang (nm) Absorbansi

460 0,227

470 0,222

480 0,212

490 0,197

500 0,178

30

Page 32: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

510 0,159

520 0,139

Absorbansi standar = 0,197

Absorbansi sampel pada panjang gelombang 490 nm = 0,095

Pengenceran = 50/25 = 2x

Kadar Fe = absorbansi sampelabsorbansi standar

x konsentrasi standar x

pengenceran sampelpengenceran standar

= ❑❑ x 12,4 x 22

= ppm

VI. Pembahasan

Pada Praktikum penentuan kadar Besi (Fe) bertujuan untuk menentukan

konsentrasi Fe dalam air menggunakan alat spektrofotometer. Prinsip metode

spektrometri sinar tampak berdasarkan penyerapan sinar tampak oleh suatu

larutan berwarna. Hanya larutan berwarna saja yang dapat ditentukan dengan

metode ini. Senyawa tak berwarna dapat dibuat berwarna dengan

mereaksikannya dengan pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna, seperti

pada percobaan ini, untuk ion besi dalam larutan perlu direaksikan dengan

pereaksi warna tertentu karena ion besi (III) warnanya sangat lemah sehingga

serapannya kecil, terlebih lagi konsentrasi ion besi dalam larutan pada percobaan

ini sangat kecil.

Pada percobaan ini langkah pertama yang dilakukan dengan mereaksikan

larutan standar besi nomer 4 dalam labu ukur dengan larutan KSCN yang

merupakan pereaksi warna dan reaksinya dengan larutan besi yang merupakan

senyawa kompleks [Fe(SCN)]2+. Pereaksi ini akan menghasilkan warna yang

menyerap dengan kuat sehingga dapat digunakan untuk analisa besi dalam kadar

kecil. Pembentukan bentuk molekul dalam menyerap sinar tampak diperlukan bila

senyawa yang dianalisis tidak melakukan penyerapan di daerah sinar tampak.

Senyawa tersebut harus dirubah menjadi senyawa lain yang berwarna. Ion besi

(III) warnanya sangat lemah (kuning) sehingga serapannya kecil.

31

Page 33: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

Setelah itu langkah selanjutnya yang dilakukan dalam percobaan ini

adalah memilih panjang gelombang maksimum pada larutan standar Fe 12,4 ppm.

Pengukuran serapan atau absorbansi spektrometri biasanya dilakukan pada suatu

panjang gelombang yang sesuai dengan serapan maksimum karena konsentrasi

besar terletak pada titik ini, artinya serapan larutan encer masih

terdeteksi. Panjang gelombang yang maksimum memiliki kepekaan maksimal

karena terjadi perubahan absorbansi yang paling besar serta pada panjang

gelombang maksimum bentuk kurva absorbansi memenuhi hukum Lambert-Beer

Pada panjang gelombang maksimum pun apabila dilakukan pengukuran ulang

maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang

akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal. Untuk panjang

gelombang maksimalnya adalah 490 nm. Menghasilkan Absorbansi pada larutan

standar Fe sebesar 0,197 dan absorbansi sampel nomer 4 pada panjang

gelombang 490 nm sebesar 0,095.

Untuk menghitung konsentrasi Fe dengan rumus :

konsentrasi Fe = absorbansi sampelabsorbansi standar

x konsentrasi standar x

pengenceran sampelpengenceran standar

dari hasil percobaan dan perhitungan dihasilkan konsentrasi sampel Fe nomer 4

adalah 5,98 ppm.

VII. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum Penetapan Kadar Besi (Fe) yang sudah dilakukan,

dapat disimpulkan bahwa pada sampel nomer 4 kadar Fe sebesar 5,98 ppm.

VIII. Daftar Pustaka

Anonim, 2012. “Spektrofotometer”, (online), (http://roheemar.wordpress.com /2012/02/28/

spektrofotometer/ diunduh 20 Oktober 2014).

Sunardi. 2007. Petunjuk Praktikum Analisis Pengolahan Limbah. Surakarta : Jurusan D-III

Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi.

32

Page 34: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

PENGARUH WAKTU REDUKSI TERHADAP Cr6+

I. Tujuan

A. Mengetahui pengaruh waktu reduksi terhadap konsentrasi sampel

B. Mereduksi limbah cair krom heksavalen dengan ferro sulfat

C. Menentukan konsentrasi sampel dengan waktu reduksi tertentu

II. Dasar Teori

Proses pengolahan limbah cair adalah suatu perlakuan tertentu yang

harus diberikan pada limbah cair sebelum dibuang dilingkungan sehingga tidak

menyebabkan pencemaran lingkungan.

Krom termasuk logam berat yang sering ditemukan dalam suatu perairan.

Logam-logam berat yang terdapat diperairan dapat terabsorpsi dalam tubuh

hewan air dan terakumulasi didalamnya. Apabila hewan tersebut dikonsumsi

manusia/hewan maka logam berat tersebut akan masuk kedalam tubuh dan akan

terakumulasi juga. Padahal logam berat merupakan zat yang beracun, yang dapat

mengganggu kesehatan tubuh manusia.

Krom merupakan logam berat dengan tiga keadaan valensi, yaitu Cr(II),

Cr(III), Cr(VI). Krom valensi 6, Cr(VI) ini baik dalam bentuk kromat maupun

dikromat sangat toksik yang dapat menyebabkan kanker kulit dan saluran

pernafasan. Pengolahan limbah cair krom ada 2 tahapan yaitu proses pertukaran

ion dan proses reduksi yang dilanjutkan dengan pengendapan.

A. Proses Pertukaran Ion (Ion Exchange)

Proses pertukaran ion (Ion Exchange) hanya digunakan pada

industry-industri pelapisan logam dengan kandungan krom tinggi,

sehingga ekonomis bila air digunakan kembali. Keuntungan proses ini

adalah air bisa didapatkan kembali dan tidak menghasilkan lumpur krom

yang ditangani lebih lanjut.

B. Proses reduksi

Pada proses reduksi terdiri dari 2 tahapan proses yaitu proses

reduksi dan dilanjutkan tahap pengendapan. Proses reduksi bertujuan

mereduksi krom heksavalen, Cr(VI) menjadi krom trivalent, Cr(III) dan

33

Page 35: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

selanjutnya akan mudah diendapkan dalam bentuk hidroksidanya.

Beberapa reduktr yang bisa dipakai antara lain :

1. Ferro sulfat (FeSO4)

2. Sulfur dioksida (SO2)

3. Metadisulfid (Na2S2O5)

Pada proses reduksi krom akan terjadi reaksi redoks. Jika FeSO4 dipakai

sebagai reduktor maka Fe (II) akan teroksidasi menjadi Fe(III). Dalam proses

reduksi yang perlu diperhatikan adalah faktor pH, karena reduksi krom sangat

efektif dalam suasana asam (pH 1 – 2) menurut reaksi sebagai berikut :

CrO3 + H2O ↔ H2CrO4

2 H2CrO4 + 6 FeSO4 + 6 H2SO4 ↔ Cr2(SO4)3 + 3 Fe2(SO4)3 + 8 H2O

Setelah reduksi selesai, dilanjutkan tahapan proses pengendapan dengan larutan

kapur ferro sulfat tidak dapat dipakai sebagai pengendapan. Reaksinya adalah :

Cr2(SO4)3 + 3 Ca(OH)3 ↓ + 3 CASO4

Dalam proses pengendapan ini perlu diperhatikan pH akhir proses yang

dicapai disebabkan kelarutan minimal dari Cr(OH)3 berada 7,5 – 8,0 dan nilai

ambang batas pH air buangan adalah 8,5.

III. Alat dan Bahan

A. Alat :

1. Erlenmeyer

2. Gelas ukur

3. Pipet volume

4. Corong Buchner

5. Labu ukur

B. Bahan :

1. Limbah cair krom

2. Ferro Sulfat

3. H2SO4 pekat

4. H2PO4 85%

5. Ca(OH)2 10%

6. Difenil Karbazid

34

Page 36: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

IV. Cara Kerja

A. Pengolahan Limbah Cair Krom Heksavalen

1. Memasukkan 25 mL limbah cair pelapisan logam kedalam

Erlenmeyer 250 mL

2. Menambahkan asam sulfat pekat pada erlenmeyer untuk

mengatur pH yang diinginkan (pH 1-2)

3. Memasukkan ferro sulfat dengan waktu reduksi 30, 45 dan 60

menit

4. Menyaring dan memasukkan dalam erlenmeyer 250 ml

5. Menambahkan 2 mL difenil karbazid, dipindahan kedalam labu

ukur untuk kemudian dibaca nilai absorbennya pada

spektrofotometer dengan λ = 540 nm

B. Pembuatan blanko

1. Memipet 25 mL aquadest dimasukkan dalam labu ukur

2. Menambahkan 2 mL difenil karbazid

3. Mengencerkan sampai tanda batas 50 mL

V. Hasil Percobaan

Waktu Absorbansi

0’ 1,165 nm

30’ 0,016 nm

45’ 0,012 nm

60’ 0,010 nm

VI. Pembahasan

Uji kualitatif dilakukan dengan cara sampel ditambah difenil karbazid

dalam suasana asam, terbentuk warna merah keunguan yang berarti sampel

positif mengandung Cr(VI). Adapun reaksi antara Cr(VI) dengan difenil karbazid

adalah sebagai berikut :

2 Cr(VI) + 3 C13H14N4O → 2 Cr(III) + 3 C13H12N4O + H2

Cr(III) + C13H12N4O → Cr(III)- C13H12N4O

35

Page 37: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

Pada proses ini, asam sulfat encer (2N) melarutkan besi dan dihasilkan garam

besi (II) dan gas hidrogen. Reaksinya adalah :

Fe + H2SO4 FeSO4 + H2

Pada proses reduksi krom akan terjadi reaksi redoks. Jika FeSO4 dipakai

rebagai reduktor maka Fe (II) akan teroksidasi menjadi Fe (III), sedangkan Cr(VI)

tereduksi menjadi Cr(III). Reduksi Cr(VI) menjadi Cr(III) ditandai dengan terjadinya

perubahan warna dari coklat kemerahan(orange) menjadi hijau. Dalam proses

reduksi yang perlu diperhatikan adalah faktor pH, karena reduksi krom sangat

efektif dalam suasana asam (pH 1 - 2) menurut reaksi sebagai berikut :

CrO3 + H2O → H2CrO4

2H2CrO4 + 6 FeSO4 + 6H2SO4 → Cr2(SO4)3 + 3Fe2(SO4)3

Menurut Qin G dkk (2005), penghilangan Cr(VI) dengan mereduksi menjadi Cr(III)

menggunakan ion Fe(II) sering digunakan pada industri pengolahan krom untuk

jarak konsentrasi dalam satuan miligram/liter.

VII. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

A. Pengaruh waktu reduksi terhadap konsentrasi sampel dimana semakin

lama waktu reduksi semakin kecil pula konsentras.

B. Limbah cair krom heksavalen dapat direduksi dengan ferro sulfat

VIII. Daftar Pustaka

Sunardi. 2007. Petunjuk Praktikum Analisis Pengolahan Limbah. Surakarta : Jurusan D-III

Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi.

36

Page 38: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

REDUKSI Cr6+ DENGAN THIOSULFAT

I. Tujuan

A. Mereduksi limbah cair krom heksavalen dengan thiosulfate

B. Menentukan konsentrasi sampel dengan berat tertentu dari thiosulfat

II. Dasar Teori

Proses pengolahan limbah cair adalah suatu perlakuan tertentu yang

harus diberikan pada limbah cair sebelum dibuang dilingkungan sehingga tidak

menyebabkan pencemaran lingkungan. Krom termasuk logam berat yang sering

ditemukan dalam suatu perairan.

Logam-logam berat yang terdapat diperairan dapat terabsorpsi dalam

tubuh hewan air dan terakumulasi didalamnya. Apabila hewan tersebut

dikonsumsi manusia/hewan maka logam berat tersebut akan masuk kedalam

tubuh dan akan terakumulasi juga. Padahal logam berat merupakan zat yang

beracun, yang dapat mengganggu kesehatan tubuh manusia.

Krom merupakan logam berat dengan tiga keadaan valensi, yaitu Cr(II),

Cr(III), Cr(VI). Krom valensi 6, Cr(VI) ini baik dalam bentuk kromat maupun

dikromat sangat toksik yang dapat menyebabkan kanker kulit dan saluran

pernafasan.

Pengolahan limbah cair krom ada 2 tahapan yaitu proses pertukaran ion

dan proses reduksi yang dilanjutkan dengan pengendapan.

A. Proses Pertukaran Ion (Ion Exchange)

Proses pertukaran Ion (Ion Exchange) hanya digunakan pada

industry-industri pelapisan logam dengan kandungan krom tinggi,sehingga

ekonomis bila air digunakan kembali. Keuntungan proses ini adalah air

bisa didapatkan kembali dan tidak menghasilkan lumpur krom yang

ditangani lebih lanjut.

B. Proses Reduksi

Pada proses reduksi terdiri dari 2 tahapan proses yaitu proses

reduksi dan dilanjutkan tahap pengendapan. Proses reduksi bertujuan

mereduksi krom heksavalen, Cr(VI) mnejadi krom trivalent, Cr(III) dan

37

Page 39: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

selanjutnya akan mudah diendapkan dalam bentuk hidroksidanya.

Beberapa reduktor yang bisa dipakai antara lain ;

1. Ferro sulfat (FeSO4)

2. Sulfur dioksida (SO2)

3. Metadisulfid (Na2S2O3)

Pada proses reduksi krom akan terjadi reaksi redoks. Jika FeSO4 dipakai

sebagai reduktor maka Fe(II) akan teroksidasi menjadi Fe(III). Dalam proses

reduksi yang perlu diperhatikan adalah faktor pH, karena rediksi krom sangat

efektif dalam suasana asam (pH 1-2) menurut reaksi sebagai berikut :

CrO3 + H2O ↔ H2CrO4

2 H2CrO4 + 6 FeSO4 + 6 H2SO4 ↔ Cr2(SO4)3 + 3 Fe(SO4)3 + 3 Fe2(SO4)3 + 8 H2O

Setelah reduksi selesai, dilanjutkan tahapan proses pengendapan dengan larutan

kapur karena ferro sulfat tidak dapat dipakai sebagai pengendap. Reaksinya

adalah :

Cr2(SO4)3 + 3 Ca(OH)2 → 2 Cr(OH)3↓ + 3 CaSO4

Dalam proses pengendapan ini perlu diperhatiakan pH akhir proses yang

dicapai disebabkan kelarutan minimal dari Cr(OH)3 berada 7,5-8,0 dan nilai

ambang batas pH air buangan adalah 8,5.

III. Alat dan Bahan

A. Alat :

1. Erlenmeyer

2. Gelas ukur

3. Pipet volume

4. Corong Buchner

5. Labu Ukur

B. Bahan :

1. Limbah cair krom

2. Thiosulfat

3. H2SO4 pekat

4. Ca(OH)2 10%

5. Difenil Karbazid

38

Page 40: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

IV. Cara Kerja

A. Pengolahan Limbah Cair Lrom Heksavalen

1. Memasukkan 25 mL limbah cair pelapisan logam kedalam

Erlenmeyer 250 mL

2. Menambahkan asam sulfat pekat pada elenmeyer utnuk

mengatur ph yang diinginkan pH 1.

3. Memasukkn thiosulfat 1-4 g dengan waktu reduksi 30,45 dan 60

menit.

4. Menyaring dan memasukkan dalam Erlenmeyer 250 mL.

5. Menambah larutan kapur Ca(OH)2 10% kedalam Erlenmeyer

sampai pH 8,5 lalu menyaringnya kedalam labu takar.

6. Menambahkan 2 mL difenil karbazid, dipindahkan ke dalam labu

ukur untuk kemudian dibaca nilai absorbennya pada

spektrofotometer dengan λ = 540 nm.

B. Pembuatan Blanko

1. Memipet 25 mL aquadest dimasukkan dalam labu ukur.

2. Menambahkan 2 mL difenil karbazid.

3. Mengencerkan sampai tanda batas 50 mL.

V. Hasil Percobaan

Waktu Absorbansi Kadar

0’ 0,020 5,19

10’ 0,025 6,49

20’ 0,029 7,53

30’ 0,033 8,57

A. Waktu reduksi 0 menit

Absorbansi larutan standar = 0,385

Absorbansi larutan sampel = 0,020

Kadar Cr6+ = |sampel||standar|

×konsentrasi standar ×PsampelP standar

=0,0200,385

×100×22

39

Page 41: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

= 5,19 ppm

B. Waktu reduksi 10 menit

Absorbansi larutan standar = 0,385

Absorbansi larutan sampel = 0,025

Kadar Cr6+ = |sampel||standar|

×konsentrasi standar ×PsampelP standar

= 0,0250,385

×100×22

= 6,49 ppm

C. Waktu reduksi 20 menit

Absorbansi larutan standar = 0,385

Absorbansi larutan sampel = 0,029

Kadar Cr6+ = |sampel||standar|

×konsentrasi standar ×PsampelP standar

=0,0290,385

×100×22

= 7,53 ppm

D. Waktu reduksi 30 menit

Absorbansi larutan standar = 0,385

Absorbansi larutan sampel = 0,033

Kadar Cr6+ = |sampel||standar|

×konsentrasi standar ×PsampelP standar

=0,0330,385

×100×22

= 8,57 ppm

VI. Pembahasan

Uji kualitatif dilakukan dengan cara sampel ditambah difenil karbazid

dalam suasana asam, terbentuk warna merah keunguan yang berarti sampel

positif mengandung Cr(VI). Adapun reaksi antara Cr(VI) dengan difenil karbazid

adalah sebagai berikut :

2 Cr(VI) + 3 C13H14N4O → 2 Cr(III) + 3 C13H12N4O + H2

Cr(III) + C13H12N4O → Cr(III)- C13H12N4O

40

Page 42: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

Pada proses ini, asam sulfat encer (2N) melarutkan besi dan dihasilkan

garam besi (II) dan gas hidrogen. Pada proses reduksi krom akan terjadi reaksi

redoks. Reduksi Cr(VI) menjadi Cr(III) ditandai dengan terjadinya perubahan

warna dari coklat kemerahan(orange) menjadi hijau. Dalam proses reduksi yang

perlu diperhatikan adalah faktor pH, karena reduksi krom sangat efektif dalam

suasana asam (pH 1 - 2) menurut reaksi sebagai berikut :

Menurut Qin G dkk (2005), penghilangan Cr(VI) dengan mereduksi

menjadi Cr(III) menggunakan ion Fe(II) sering digunakan pada industri pengolahan

krom untuk jarak konsentrasi dalam satuan miligram/liter.

VII. Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pada saat

mereduksi krom heksavalen dengan thiosulfat semakin lama waktu reduksi hasil

yang didapat justru kadar krom semakin meningkat.

VIII. Daftar Pustaka

Sunardi. 2007. Petunjuk Praktikum Analisis Pengolahan Limbah. Surakarta : Jurusan D-III

Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi.

41

Page 43: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

PENENTUAN KADAR TEMBAGA SECARA SPEKTROFOTOMETRI

I. Tujuan

Menentukan kadar tembaga dalam sampel secara spektrofotometri.

II. Prinsip

Ion Cu2+ dalam sampel air bereaksi dengan NH4OH berlebih akan

membentuk senyawa kompleks [Cu(NH4OH)4]2+ yang berwarna biru. Intesitas

warna yang terjadi dibandingkan dengan warna standard dan dibaca pada

panjang gelombang 440 nm atau panjang gelombang maksimum.

III. Dasar Teori

Dalam air minum jarang terdapat temabaga lebih dari 600 mcg/L, garam

Cu diperlukan untuk mencegah pertumbuhan mikroba dalam tendon air, sebagai

katalisator oksidasi Mn. Kerusakan pipa air akan mengakibatkan naiknya kadar

Cu2+ dalam air. Untuk air minum, batas maksimal yang diperbolehkan adalah 1

ppm (mg/L). Reaksinya adalah :

Cu2+ + 4 NH4OH → [Cu(NH3)4]2+ + 2 H2O

IV. Alat dan Bahan

A. Alat :

1. Pipet volume

2. Labu takar

3. Alat spektrofotometer

4. Gelas ukur

5. Pipet tetes

B. Bahan :

1. Larutan standard Cu2+

2. Larutan NH4OH 2N

V. Cara Kerja

A. Penentuan Panjang Gelombang

42

Page 44: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

1. Pipet larutan standard Cu2+ 1,0 ml/2,0 ml/5,0 ml/10,0 ml,

kemudian masukkan ke dalam labu takar 50 ml

2. Tambah 5 ml larutan NH4OH 2N atau berlebih ke dalam labu takar

sampai tebentuk warna biru.

3. Baca absorbansi pada interval panjang gelombang 400-600 nm

4. Tentukan panjang gelombang maksimum dengan melihat

absorbansi yang terbesar. Panjang gelombang maksimum ini

sebagai dasar untuk menentukan kadar sampel air.

B. Penentuan Kadar Cu2+

1. Siapkan 3 buah labu takar 50 ml, masing-masing untuk sampel,

standard, dan blangko

2. Masukkan sejumlah larutan sampel (2,0 ml, 5,0 ml, 10,0 ml, 25,0

ml) masukkan dalam labu takar

3. Masukkan sejumlah larutan standard (2,0 ml ; 5,0 ml; 10,0 ml;

25,0 ml) ke dalam labu takar

4. Tambah masing-masing 5 ml larutan NH4OH 2N atau berlebih

sampai terbentuk warna biru lalu gojok

5. Tambah aquadest dampai tanda batas

6. Buat blangko dengan mengganti sampel/larutan standard dengan

aquadest kemudan dikerjakan sama seperti sampel dan standard

7. Dibaca absorbansi sampel dan standard pada λ = 440 nm atau λ

maksimal

VI. Hasil Percobaan

A. Absorbansi larutan standar = 0,152

B. Absorbansi larutan sampel = 0,097

Kadar Cu2+ = |sampel||standar|

×konsentrasi standar ×PsampelP standar

= 0,5120,097

×192,6×22

= 301,81 ppm

VII. Pembahasan

Dalam analisis spektrofotometri langkah pertama yang di lakukan yaitu

membuat larutan induk Cu2+. Di tambahkan 5 ml ammonia pada setiap labu agar

43

Page 45: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

terbentuk ikatan senyawa kompleks berwarna biru tua dan konsentrasi Cu dapat

terukur. Berdasarkan reaksi :

Cu + 4 NH3 + ½ O2 + H2O → [ Cu (NH3)4 ]2+ + 2 OH-

Selanjutnya mencari panjang gelombang maksimum dari larutan

CuSO₄.5H2O, instrument yang digunakan adalah spektrofotometer. Dari

percobaan ini, di dapat panjang gelombang maksimum untuk larutan

CuSO₄.5H2O adalah pada 440 nm.

Penetapan panjang gelombang maksimum dilakukan untuk mengetahui

pada panjang gelombang berapa menghasilkan nilai serapan paling maksimum

pada sampel, sehingga hasil pengukuran pun akurat dan memperkecil kesalahan.

Setelah di dapat panjang gelombang maksimum, di cari absorbansi untuk

larutan lain yang memiliki konsentrasi yang berbeda dengan panjang gelombang

yang sama yaitu 440 nm. Nilai absorbansi sebanding dengan konsentrasi larutan.

Untuk sampel nomor 3 di dapat nilai absorbansi sebesar 0,097 dan

setelah perhitungan di dapat nilai konsentrasinya yaitu 301,81 ppm.

VIII. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

kadar tembaga dalam sampel adalah sebesar 301,81 ppm

IX. Daftar Pustaka

Sunardi. 2007. Petunjuk Praktikum Analisis Pengolahan Limbah. Surakarta : Jurusan D-III

Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi.

Widarsih, Wiwi R, Arief R, dan Rohayati S.2007. Spektrofotometri. Bogor (ID)

:SMAK Bogor.

PENENTUAN KADAR NITRIT SECARA SPEKTROFOTOMETRI

I. Tujuan

Menentukan kadar nitrit dalam sampel secara spektrofotometri.

II. Prinsip

44

Page 46: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

Konsentrasi nitrit ditentukan oleh terbentuknya warna lila kemerahan dari

senyawa zat Azo pada ph 2-2,5 akibat reaksi DiAzo Sulfanilic Acid dengan

naftilamin asam. Intesitas warna yang terjadi dibaca absorbansinya pada panjang

gelombang 520 nm.

III. Dasar Teori

Nitrit merupakan bentuk Nitrogen yang teroksidasi, dengan tingkat

oksidasi +3. Nitrit biasanya tidak bertahan lama dan merupakan keadaan

sementara proses oksidasi antara amoniak dan nitrat, yang dapat terjadi pada

instalasi pengolahan air buangan, air sungai, dan system drainase. Pada air

minum nitrit berasal dari bahan inhibitor korosi pada pabrik dengan system

distribusi PAM.

Nitrit membahayakan kesehatan karena bereaksi dengan hemoglobin

dalam darah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen lagi. Pada air

buangan tertentu menimbulkan nitrosamine yang menyebabkan kanker.

Reaksi yang terjadi adalah :

HSO3

IV. Alat dan Bahan

A. Alat :

1. Pipet volume

2. Labu takar 50 ml

3. Gelas ukur

4. Alat spektrofotometer

B. Bahan :

1. 1-Naftilamine

2. Sulfanilic Acid

3. Standard Nitrit

V. Cara Kerja

A. Pipet sampel air (1,0 ml; 2,0 ml; 5,0 ml; 10,0 ml) dimasukkan dalam labu

takar 50 ml.

45

Page 47: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

B. Tambahkan 2 ml campuran campuran Sulfanilic Acid dan 1-Naftilamine

(1:1).

C. Tambahkan aquadest sampai garis 50 ml.

D. Buatlah standard dengan memipet larutan standar Nitrit dan diperlakukan

seperti sampel (prosedur 1-3).

E. Buatlah blanko sampel diganti dengan aquadest.

F. Selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm.

VI. Hasil Perhitungan

A. Absorbansi larutan standar = 0,087

B. Absorbansi larutan sampel = 0,212

Kadar nitrit = |sampel||standar|

×konsentrasi standar ×PsampelP standar

= 0,2120,087

×3,75×11

= 9,14 ppm

VII. Pembahasan

Dalam analisis spektrofotometri langkah pertama yang di lakukan yaitu

mencari panjang gelombang maksimum dari larutan standar nitrit, instrument yang

digunakan adalah spektrofotometer. Dari percobaan ini, di dapat panjang

gelombang maksimum untuk larutan standar nitrit adalah pada 590 nm.

Penetapan panjang gelombang maksimum dilakukan untuk mengetahui

pada panjang gelombang berapa menghasilkan nilai serapan paling maksimum

pada sampel. Setelah di dapat panjang gelombang maksimum, di cari absorbansi

untuk larutan lain yang memiliki konsentrasi yang berbeda dengan panjang

gelombang yang sama yaitu 590 nm. Nilai absorbansi sebanding dengan

konsentrasi larutan.

Prosedur analisa nitrit pada sampel air adalah penambahan 0.5 ml

naftilamin dan 0.5 ml sulfanilamid ( sulfanilat ) ke dalam sampel air tersebut. Hal

ini di maksudkan agar supaya terbentuk senyawa berwarna ungu kemerah –

merahan atau merah yang menandakan adanya nitrit dalam sampel air. Sebab,

reaksi antara nitrit dengan dua reagen organik di atas membentuk senyawa

kompleks berwarna ungu kemerah – merahan atau merah.

46

Page 48: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

Dalam percobaan ini hanya 2 sampel air membentuk warna merah yang

berarti mengandung nitrit dalam sampel air tersebut. Hasilnya diperoleh nilai

absorbansi larutan standar sebesar 0,087 dan absorbansi larutan sampel sebesar

0,212. Dari hasil perhitungan didapatkan hasil kadar nitrit dalam sampel adalah

sebesar 9,14 ppm.

VIII. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

kadar nitrit dalam sampel adalah sebesar 9,14 ppm

IX. Daftar Pustaka

Sunardi. 2007. Petunjuk Praktikum Analisis Pengolahan Limbah. Surakarta : Jurusan D-III

Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi.

47

Page 49: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

PENENTUAN ANGKA KMnO4

I. Tujuan

Menentukan Angka KMnO4 pada sampel air

II. Dasar Teori

Zat – zat organik seperti karboksilat, fenol, dan sulfit mudah teroksidasi

oleh KMnO4. Protein sedikit teroksidasi, sedangkan detergent dan limbah produk

plastik (asam Phthalat, Benzoat, Alkohol, Keton) tidak teroksidasi.

Permanganometri adalah penetapan kadar zat berdasarkan hasil oksidasi

dengan KMnO4. Metode perrmanganometri berdasarkan pada reaksi oksidasi ion

permanganat. Oksidasi ini dapat berlangsung dalam suasana asam, netral, dan

alkalis. Reaksinya : MnO4- + 8H+ + 5e à Mn2+ + 4H2O. Kalium permanganat dapat

bertindak sebagai indikator, dan umumnya titrasi yang dilakukan dalam suasana

asam karena lebih mudah dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis contohnya

hidrasin, sulfit, sulfida, dan tiosulfat.

Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi

oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan

reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Kebanyakan

titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksodasi seperti

Fe+, asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya.

Kalium permangant telah digunakan sebagai zat pengoksidasi secara

meluas lebih dari 100 tahun ini. Reagensia ini mudah diperoleh, murah, dan tidak

memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Satu tetes

0,1 N permangant memberi warna merah muda yang jelas pada volume dari

larutan yang biasa digunakan dalam suatu titrasi. Warna ini dipergunakan untuk

mengindikasi kelebihan reagen tersebut. Permangant mengalami berbagai reaksi

kimia, karena mangan hadir dalam kondisi oksidasi +2, +3. +4, +5, +6, dan +7.

Kalium permanganat merupakan oksidator kuat yang mampu

mengoksidasi sebagian besar reduktor secara kuantitatif, selain bahwa larutannya

yang berwarna ungu menjadikannya sekaligus indikator titik ekivalensi (kelebuhan

1 tetes larutan 0,1 N sudah dapat menghasilkan warna ungu terang dalam volum

48

Page 50: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

larutan yang besar). Untuk larutannya yang lebih encer, pada titik akhir perubahan

warna, ion permangant kurang terang, dan disarankan untuk membumbuhinya

dengan indikator ortofenoin-trolin. Larutan KMnO4 dapat dibakukan terhadap

larutan baku primer Na2C2O4 atau larutan baku sekunder H2C2O4. Senyawa

natrium oksalat juga merupakan standar primer yang baik untuk permanganat

dalam larutan asam. Senyawa ini dapat diperoleh dengan tingkat kemurnian tinggi.

Prinsip : Zat organik yang ada didalam sampel air dioksidasi oleh KMnO4

dalam suasana asam, dengan penambahan asam oksalat berlebih, sisa asam

oksalat dititrasi dengan garam KMnO4 standard (±0,01 N).

III. Alat Dan Bahan

A. Alat :

1. Erlenmeyer

2. Gelas ukur

3. Pipet volume

4. Kondensor

5. Buret

6. Klem

7. Statif

8. Pembakar spiritus

B. Bahan:

1. Larutan Asam Sulfat 2 N

2. Larutan Asam Oksalat 0,0100 N

3. Larutan KMnO4 ± 0,0100 N

IV. Cara Kerja

A. 25 ml contoh air dimasukkan dalam bejana erlenmeyer 250 ml

B. Tambahkan larutan asam sulfat 2N, pasang kondensor dan panaskan

sampai mendidih dengan cepat.

C. Kemudian tambahkan 10 ml dari buret larutan KMnO4 ± 0,01 N dan

panaskan lagi pelan-pelan sampai mendidih selama 10 menit.

D. Tambahkan 15 ml larutan asam oksalat 0,01 N melalui buret lanjutkan

pemanasan sampai larutan ini tidak berwarna.

49

Page 51: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

E. Titrasi kembali larutan panas ini dengan larutan KMnO4 ± 0,01 N sampai

terbentuk warna merah jambu yang hanya bertahan sebentar saja ( 1

menit ). Volume larutan KMnO4 yang digunakan untuk titrasi harus antara

10 – 15 menit, bila lebih dari 15 ml maka percobaan harus diulangi

dengan volume contoh air lebih sedikit (diencerkan).

Perhitungan :

1 ml larutan KMnO4 0,01 N setara dengan 0,316 mg KMnO4

Angka KMnO4 ( mg KMnO4 / Liter ) = { [ (10+a) x f ] – 15 } x 0,316 x 1000b

a = ml KMnO4 yang digunakan

b = volume contoh air yang digunakan

f = faktor yang diperoleh dari standarisasi KMnO4 dengan asam oksalat

V. Hasil Percobaan

A. Standarisasi KMnO4

Volume titrasi :

1. 0,00 – 10,40 = 10,40 ml

2. 0,00 – 10,50 = 10,50 ml V. rata – rata = 10,45 ml

3. 0,00 – 10,70 = 10,70 ml

( V x N ) KMnO4 = ( V x N ) Na2S2O3

10,45 x N = 10 x 0,01

N = 0,0096 N

B. Sampel KMnO4 nomer 4

a = 3,9 ml

b = 25 ml

f = AsamOksalatKMnO 4

= 1013

= 0,7692

Angka KMnO4 = { [(10 + 3,9) x f ] – 15 x N } x 0,316 x 1000b

= { [(10 + 2,5) x 0,9569 ] – 15 x 0,0096 } x 0,316 x 100025

= 11,9612 – 0,144 x 0,316 x 40

= 149,3694 mg KMnO4 /L

50

Page 52: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

VI. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan Angka KMnO4 pada

sampel air. Sampel yang digunakan adalah sampel nomor 4. Pada praktikum ini

digunakan metode permanganometri. Permanganometri adalah penetapan kadar

zat berdasarkan hasil oksidasi dengan KMnO4. Metode perrmanganometri

berdasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat.

Praktikum yang dilakukan pertam akali adalah memipet 25 ml contoh

sampel air nomor 4 dimasukkan dalam bejana erlenmeyer 250 ml, kemudian

Tambahkan larutan asam sulfat 2N, pasang kondensor dan panaskan sampai

mendidih dengan cepat. Penambahan asam sulfat 2N berfungsi agar suasana

larutan sampel bersifat asam. Setelah itu menambahkan 10 ml dari buret larutan

KMnO4 ± 0,01 N dan memanaskan lagi pelan-pelan sampai mendidih selama 10

menit, lalu menambahkan 15 ml larutan asam oksalat 0,01 N melalui buret

dilanjutkan pemanasan sampai larutan ini tidak berwarna. Langkah selanjutnya

adalah titrasi kembali larutan panas ini dengan larutan KMnO4 ± 0,01 N sampai

terbentuk warna merah jambu yang hanya bertahan sebentar saja ( 1 menit ).

Volume larutan KMnO4 yang digunakan untuk titrasi harus antara 10 – 15

menit, bila lebih dari 15 ml maka percobaan harus diulangi dengan volume contoh

air lebih sedikit (diencerkan). Pada praktikum didapatkan sebanyak 2,5 mL dan

didapatkan perhitungan Angka KMnO4 sebesar 149,3694 mg KMnO4 /L.

VII. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum Penentuan Angka KMnO4 yang sudah dilakukan,

dapat disimpulkan bahwa pada sampel KMnO4 nomer 4 Angka KMnO4 sebesar

149,3694 mg KMnO4 /L

VIII. Daftar Pustaka

Mutmainnahlatief. (2012, juni 1). Pembuatan Larutan Standar KMnO4 dan Penetapan

Campuran Fe2+ dan Fe3+. Retrieved 12 18, 2014, from

https://mutmainnahlatief.wordpress.com/2012/01/06/pembuatan-larutan-standar-

kmno4-dan-penetapan-campuran-fe2-dan-fe3

Sunardi. 2007. Petunjuk Praktikum Analisis Pengolahan Limbah. Surakarta : Jurusan D-III

Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi.

51

Page 53: Laporan Akhir Praktikum Analisis Pengolahan Limbah

52