pengolahan limbah minyak

38
PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK BUMI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dalam bidang industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini memberikan berbagai dampak positif yaitu terbukanya lapangan kerja, membaiknya sarana transportasi dan komunikasi serta meningkatnya taraf sosial ekonomi masyarakat. Suatu kenyataan yang perlu disadari bahwa perkembangan kegiatan industri secara umum juga merupakan sektor yang sangat potensial sebagai sumber pencemaran yang akan merugikan bagi kesehatan dan lingkungan (Assegaf, 1993). Salah satu industri yang pertumbuhannya cukup pesat adalah industri perminyakan, yang diawali dengan berdirinya kilang minyak di Indonesia yaitu Unit Pengolahan (UP) I Pangkalan Brandan dengan kapasitas 5.000 barrel/hari, UP II Dumai dan Sungai Pakning dengan kapasitas 170.000 barrel/hari, UP III Plaju dan Sungai Gerong dengan kapasitas 135.000 barrel/hari, UP IV Cilacap dengan kapasitas 348.000 barrel/hari, UP V Balikpapan dengan kapasitas 270.000 barrel/hari, UP VI Balongan dengan kapasitas 125.000 barrel/hari, dan UP VII Kasim Irian Jaya dengan kapasitas 10.000 barrel/hari (Susilo, 2006). Pengolahan minyak mentah (crude oil) sangat membutuhkan energi yang merupakan bahan baku sumber daya alam sangat berpotensi terjadinya kerusakan/pencemaran lingkungan, disamping melalui proses fisik dan kimia dalam pengolahan bahan baku cenderung menghasilkan polusi seperti : partikel, gas karbon monoksida (CO), gas karbon dioksida (CO 2 ), gas belerang oksida (SO 2 ), dan uap air. Sesuai dengan jenis produksinya, maka kilang minyak tidak dapat lepas dari masalah limbah dan polusi yang timbul terutama pada lingkungan yaitu pencemaran air, tanah, dan udara.(Peter et al., 1989; Setiani, 2005). Salah satu dampak negatif dari kilang minyak adalah timbulnya pencemaran lingkungan oleh limbah yang berbentuk gas, padatan atau cairan yang timbul pada proses dan hasil pengolahan minyak tersebut. Limbah ini akan mencemari daerah kilang minyak dan lingkungannya, sehingga pekerja

Upload: djulian-dwi-putra

Post on 31-Oct-2014

179 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: pengolahan limbah minyak

PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK   BUMI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan dalam bidang industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun.

Peningkatan ini memberikan berbagai dampak positif yaitu terbukanya lapangan kerja,

membaiknya sarana transportasi dan komunikasi serta meningkatnya taraf sosial

ekonomi masyarakat. Suatu kenyataan yang perlu disadari bahwa perkembangan

kegiatan industri secara umum juga merupakan sektor yang sangat potensial sebagai

sumber pencemaran yang akan merugikan bagi kesehatan dan lingkungan (Assegaf,

1993).

Salah satu industri yang pertumbuhannya cukup pesat adalah industri

perminyakan, yang diawali dengan berdirinya kilang minyak di Indonesia yaitu Unit

Pengolahan (UP) I Pangkalan Brandan dengan kapasitas 5.000 barrel/hari, UP II Dumai

dan Sungai Pakning dengan kapasitas 170.000 barrel/hari, UP III Plaju dan Sungai Gerong

dengan kapasitas 135.000 barrel/hari, UP IV Cilacap dengan kapasitas 348.000

barrel/hari, UP V Balikpapan dengan kapasitas 270.000 barrel/hari, UP VI Balongan

dengan kapasitas 125.000 barrel/hari, dan UP VII Kasim Irian Jaya dengan kapasitas

10.000 barrel/hari (Susilo, 2006).

Pengolahan minyak mentah (crude oil) sangat membutuhkan energi yang

merupakan bahan baku sumber daya alam sangat berpotensi terjadinya

kerusakan/pencemaran lingkungan, disamping melalui proses fisik dan kimia dalam

pengolahan bahan baku cenderung menghasilkan polusi seperti : partikel, gas karbon

monoksida (CO), gas karbon dioksida (CO2), gas belerang oksida (SO2), dan uap air.

Sesuai dengan jenis produksinya, maka kilang minyak tidak dapat lepas dari masalah

limbah dan polusi yang timbul terutama pada lingkungan yaitu pencemaran air, tanah,

dan udara.(Peter et al., 1989; Setiani, 2005).

Salah satu dampak negatif dari kilang minyak adalah timbulnya pencemaran

lingkungan oleh limbah yang berbentuk gas, padatan atau cairan yang timbul pada

proses dan hasil pengolahan minyak tersebut. Limbah ini akan mencemari daerah kilang

minyak dan lingkungannya, sehingga pekerja maupun masyarakat disekitar kilang

minyak dapat terpapar oleh limbah. Limbah gas, padat maupun cair dapat berpengaruh

terhadap lingkungan dan kesehatan manusia bila tidak ditangani dengan baik dan benar

(Susilo, 2006).

Menurut Marsaoli (2004), pada umumnya pencemaran laut yang terjadi baik secara

fisika, kimiawi maupun biologis, banyak menghasilkan racun bagi biota laut dan manusia.

Salah satu dari bahan pencemar itu adalah hidrokarbon minyak bumi. Minyak bumi

adalah campuran hidrokarbon yang terbentuk berjuta-juta tahun yang lalu di masa

lampau sebagai hasil dekomposisi bahan-bahan organik dari tumbuhan-tumbuhan dan

Page 2: pengolahan limbah minyak

hewan. Minyak bumi berupa cairan kental berwarna kehitaman yang teradapat dalam

cekungan-cekuangan kerak bumi dan merupakan campuran sangat kompleks dari

senyawa-senyawa hidrokarbon dan bukan hidrokarbon. Dewasa ini terdapat 500

senyawa yang pernah dideteksi dalam suatu cuplikan minyak bumi yang terdiri dari

minyak bumi fraksi ringan dan fraksi berat. Minyak bumi fraksi ringan, komponen

utamanya adalah n-alkana dengan atom C15-17, sedangkan minyak bumi fraksi berat

komponen utamanya adalah fraksi hidrokarbon dengan tidik didih tinggi (Farrington dkk,

1975).

Kegiatan usaha minyak bumi mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan

ekonomi nasional. Minyak bumi merupakan komoditas ekspor utama Indonesia yang

digunakan sebagai sumber bahan bakar dan bahan mentah bagi industri petrokimia.

Kegiatan eksploitasi yang meliputi pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan

sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemumian

minyak bumi sering mengakibatkan terjadinya pencemaran minyak pada lahan-lahan di

area sekitar aktivitas tersebut berlangsung. Minyak pencemar tersebut mengandung

hidrokarbon bercampur dengan air dan bahan-bahan anorganik maupun organik yang

terkandung di dalam tanah. Undang-undang No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi mensyaratkan pengelolaan lingkungan hidup, yakni pencegahan dan

penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas terjadinya kerusakan lingkungan

hidup sebagai akibat kegiatan pertambangan, bagi badan usaha yang menjalankan

usaha di bidang eksploitasi minyak bumi (Prijambada, 2006).

Limbah lumpur minyak bumi (LMB) merupakan limbah akhir dari serangkaian

proses dalam industri pengilangan minyak bumi (Scora et al.,1997). Kegiatan operasinya

dimulai dari eksplorasi, produksi (pengolahan sampai pemurnian) sampai penimbunan

dan berpotensi menghasilkan limbah berupa lumpur minyak bumi (oily sludge) (Rossiana

et al., 2007).

Limbah lumpur minyak bumi terdiri dari senyawa hidrokarbon yang merupakan

polialifatik hidrokarbon seperti alkana (n-normal, iso dan siklo) dan poliaromatik

hidrokarbon (PAH) seperti naftaeno, benzena, naftalena, benzo(a)pirena, air, unsur logam

(As, Cd, Cr, Hg, Pb, Zn, Ni, Cu) serta non hidrokarbon seperti senyawa nitrogen, sulfur,

oksigen dan aspal (Connell & Miller, 1995). Limbah tersebut, termasuk dalam kategori

limbah B3 yaitu Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun karena sifat dan konsentrasinya

dapat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Oleh karena itu sesuai

dengan peraturan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 tentang

pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), tertera bahwa limbah lumpur

minyak termasuk kedalam daftar limbah B3 dari sumber spesifik dengan kode kegiatan

2320, maka pengelolaannya diperlukan penanganan secara baik sehingga tidak

mencemari lingkungan (BAPEDAL, 2001). Hal inilah yang dibahas dalam makalah ini

yaitu bagaimana mengolah limbah minyak bumi baik melalui pendekatan secara biologis

atau dikenal dengan istilah bioremediasi (Kementerian Lingkungan Hidup, 2003), melalui

Page 3: pengolahan limbah minyak

pendekatan secara kimiawi maupun dengan cara lain yang bermanfaat dalam

menangani masalah pencemaran akibat limbah minyak bumi.

1.2 Masalah

1. Bagaimana karakteristik dari minyak bumi?

2. Apa saja sumber-sumber limbah minyak yang terdapat di lingkungan?

3. Bagaimana dampak limbah minyak bumi terhadap lingkungan?

4. Bagaimana metode pengolahan limbah minyak bumi?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui karakteristik dari minyak bumi.

2. Untuk mengetahui sumber-sumber limbah minyak yang terdapat di

lingkungan.

3. Untuk mengetahui dampak limbah minyak bumi terhadap lingkungan.

4. Untuk mengetahui metode pengolahan limbah minyak bumi.

 

Page 4: pengolahan limbah minyak

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Minyak Bumi

a. Sifat Kimia Minyak Bumi

Minyak bumi merupakan senyawa hidrogen dan Carbon (C dan H) ditambah

beberapa senyawa lain yang tidak dominan seperti: Nitrogen, Oksigen, Sulfur, Hidrogen

Sulfida, Porfirin dan senyawa Logam.

Senyawa Hidrocarbon (HC) dapat digolongkan menjadi tiga:

-          HC padat adalah senyawa HC yang bersifat padat. Contoh : Aspal

-          HC cair adalah senyawa HC yang berbentuk cair. Contoh : minyak bumi yang

merupakan rembesan di permukaan atau di dalam reservoir.

-          HC yang bersifat gas, ini selalu berasosiasi dengan minyak bumi dan dapat

berwujud gas bebas, gas yang terlarut dalam minyak bumi (gelembung-

gelembung gas) dan gas tercairkan, pada kondisi reservoir dengan tekanan

dan temperatur (suhu) yang tinggi maka gas akan mencair.

b. Sifat Fisika Minyak Bumi

Sifat fisika minyak bumi yaitu :

-          Semakin dalam terdapatnya minyak bumi serta semakin tua umurnya maka

berat jenis minyak bumi semakin kecil. Berat jenis minyak bumi berkisar

antara 0,84 sampai 0,89.

-          Viskositas/ kekentalan (satuan centipoise/ cp) adalah daya hambatan suatu

cairan bila kedalam cairan tersebut dimasukkan suatu materi atau benda

yang diputar. Semakin kecil berat jenis minyak, semakin besar temperatur

dan tekanan semakin kecil viskositasnya.

-          Titik didih dan titik nyala, titik didih adalah titik dimana minyak bumi mulai

mendidih. Semakin besar berat jenis, titik didih semakin tinggi. Titik nyala

adalah kemampuan materi untuk bisa terbakar. Semakin ringan berat jenis,

titik nyala semakin tinggi.

-          Warna, senyawa hidrokarbon sebenarnya tidak berwarna, tetapi

adanya impurities dan senyawa- senyawa yang lain akan mempengaruhi

warna dari minyak bumi. Untuk minyak berberat jenis besar maka berwarna

hijau kehitaman, sedang yang berat jenis ringan berwarna coklat kehitaman.

-          Nilai kalori minyak bumi cukup tinggi antara 11.700- 11.750 kal/ gram untuk

minyak BJ= 0,75 dan antara 10000- 10.500 kal/ gram untuk minyak BJ= 0,9-

0,95.

Proses transformasi oil spill di laut

Ketika oil spill terjadi di lingkungan laut, minyak akan mengalami serangkaian

perubahan/ pelapukan (weathering) atas sifat fisik dan kimiawi. Sebagian perubahan

Page 5: pengolahan limbah minyak

tersebut mengarah pada hilangnya beberapa fraksi minyak dari permukaan laut,

sementara perubahan lainnya berlangsung dengan masih terdapatnya bagian material

minyak di permukaan laut. Meskipun minyak yang tumpah pada akhirnya akan terurai/

terasimilisi oleh lingkungan laut, namun waktu yang dibutuhkan untuk itu tergantung

pada karakteristik awal fisik dan kimiawi minyak dan proses

peluruhan(weathering) minyak secara alamiah. Beberapa faktor utama yang

mempengaruhi perubahan sifat minyak adalah (Syakti, 2005):

-          Karaterisik fisika minyak, khususnya gravitasi spesifik, viskositas dan

rentang didih;

-          Komposisi dan karakteristik kimiawi minyak;

-          Kondisi meteorologi (sinar matahari (foto oksidasi), kondisi oseanograpi dan

temperatur udara); dan

-          Karakteristik air laut (pH, gravitasi spesifik, arus, temperatur, keberadaan

bakteri, nutrien, dan oksigen terlaut serta padatan tersuspensi).

2.2 Sumber Limbah Minyak Bumi

Berdasarkan buku Pertamina (1986), sumber limbah cair minyak bumi berasal dari

kegiatan-kegiatan antara lain:

1. Air pendingin di kilang minyak, dimana bila terjadi kebocoran pada pipa

pendingin, bocoran minyak akan terbawa air.

2. Air sisa umpan boiler untuk pembangkit uap air.

3. Air sisa dari lumpur pembocoran.

4. Air bekas mencuci peralatan-peralatan dan tumpahan-tumpahan/ ceceran

minyak di tempat kerja.

5. Air hujan.

Perusahaan minyak menghasilkan limbah minyak dalam bentuk lumpur dari

berbagai lapangan produksi. Menurut Damanhuri (1996), lumpur adalah bahan berfase

solid yang bercampur dengan media air (liquid), namun tidak dapat disebut atau

disamakan dengan air. Sedangkan limbah lumpur minyak (oil sludge) adalah kotoran

minyak yang terbentuk dari proses pengumpulan dan pengendapan kontaminan minyak

yang tidak dapat digunakan atau diproses kembali dalam proses produksi. Kandungan

terbesar dalam oil sludge adalah petroleum hydrocarbon (Pertamina, 2001), yang dapat

diolah dengan proses bioremediasi.

Keberadaan senyawa hidrokarbon di perairan berasal dari beberapa sumber, antara

lain dari biosintesis, geokimia, dan antropogenik. Menurut Farrington dan Meyers (1975)

jumlah senyawa hidrokarbon yang berasal dari biosintesis berkisar antara 1-10 juta ton

per tahun, dan menurut Mulyono (1988) senyawa hidrokarbon yang berasal dari

rembesan geologi adalah sekitar 0,6 juta ton per tahun. Sisanya berasal dari sumber

antropogenik hasil pengelolaan minyak bumi (pengolahan, tranportasi, dan pengeboran)

(Marsaoli, 2004).

Page 6: pengolahan limbah minyak

Senyawa aromatik dalam minyak lebih toksis dibandingkan dengan senyawa

alkana. senyawa aromatik yang mengandung lebih dari dua cincin benzen, PAH bersifat

toksis. Kadar PAH yang relatif tinggi juga pernah ditemukan oleh beberapa peneliti

(Maher et al., 1979; Bagg et al., 1981), dalam sedimen yang lokasinya berdekatan

dengan perkotaan. Ini pola umum di mana PAH cenderung berkumpul dalam sedimen

perairan yang dekat dengan daerah perkotaan. Menurut Connel dan Miller (1981), PAH

dapat berasal dari air buangan, seperti buangan rumah tangga dan industri, sampah,

dan aliran buangan kota, serta dalam buangan atmosferik dari pembakaran bahan bakar

fosil. Menurut Clark dan Macleod (1977) hidrokarbon alifatis dan aromatis terdapat di

seluruh estuari, daerah pantai, dan lingkungan samudera dengan kadar tertinggi di

daerah estuari dan habitat intertidal.

Sumber Limbah Solvent Acidity

Untuk mendukung kelancaran operasi kilang, baik BBM, non BBM, maupun

kilang paraxylene, tidak lepas dari sarana-sarana penunjang. Sarana tersebut antara lain

adalah Laboratorium Kilang yang telah mendapatkan sertifikat SNI 19-17025 berfungsi

sebagai pengontrol spesifikasi dan kualitas bahan baku serta produk antara maupun

produk akhir. Keberadaan fasilitas ini amat menentukan suatu keberhasilan perusahaan,

terlebih pada era perdagangan bebas. Karena itu laboratorium dilengkapi dengan

fasilitas penelitian dan pengembangan, sehingga produk yang dihasilkan terjaga

kualitasnya, agar tetap mampu bersaing di pasaran. Laboratorium Kilang Pertamina UP

IV Cilacap yang bertugas sebagai pengontrol spesifikasi dan kualitas produk Pertamina

mempunyai tiga seksi laboratorium, salah satunya adalah Laboratorium Lindungan

Lingkungan dan Riset yang mempunyai tugas antara lain memeriksa keasaman pada

sampel pelumas, minyak bumi dan sebagian fraksi-fraksinya. Dari pemeriksaan

keasaman ini timbul limbah acidity yang tergolong pada limbah B3 cair sebanyak 220 ml

untuk setiap sampel/contoh (Susilo, 2006).

1. Pemeriksaan Keasaman (Conshohocken, 1999)

Pemeriksaan keasaman ini mencakup penentuan zat-zat yang bersifat asam

didalam minyak bumi dan pelumas, baik yang larut maupun agak larut dalam

campuran toluene dan isopropyl alcohol. Untuk menentukan keasaman, contoh

dilarutkan dalam solvent acidity yang terdiri dari campurantoluene 50 %, isopropyl

alcohol 49,5 %, dan air 0,5 %. Pada larutan homogen yang terbentuk dititrasi pada suhu

kamar dengan larutan standard basa dalam alcohol, sampai titik akhir yang ditandai

dengan perubahan warna larutan p-naphtholbenzeinyang ditambahkan

(warnanya orange dalam suasana asam dan hijau dalam suasana basa).

1. Arti dan Kegunaan

Hasil-hasil minyak bumi yang baru maupun bekas kemungkinan mengandung zat-

zat basa atau asam yang berada sebagai additive atau hasil degradasi yang terbentuk

selama penggunaannya, misalnya hasil oksidasi. Jumlah relatif dari zat-zat ini dapat

ditentukan dengan titrasi menggunakan asam atau basa. Angka keasaman adalah

Page 7: pengolahan limbah minyak

ukuran dari jumlah zat yang bersifat asam dalam minyak, dalam kondisi pengujian.

Angka ini sebagai pengendalian kualitas dalam minyak mentah maupun pembuatan

pelumas. Juga seringkali digunakan sebagai ukuran degradasi pelumas dalam

penggunaanya.

2.3 Dampak Pencemaran Limbah Minyak Bumi

Akibat-akibat jangka pendek dari pencemaran minyak bumi sudah banyak

dilaporkan (Connel dkk, 1981). Molekul-molekul hidrokarbon minyak bumi dapat merusak

membran sel yang berakibat pada keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan

tersebut ke dalam sel. Ikan-ikan yang hidup di lingkungan yang tercemar oleh minyak

dan senyawa hidrokarbon akan mengalami berbagai gangguan struktur dan fungsi

tubuh. Berbagai jenis udang dan ikan akan beraroma dan berbau minyak, sehingga

berkurang mutunya (Soesanto, 1973). Secara langsung minyak dapat menimbulkan

kematian pada ikan. Hal ini disebabkan oleh kekurangan oksigen, keracunan

karbondioksida dan keracunan langsung oleh bahan beracun yang terdapat dalam

minyak.

Akibat jangka panjang dari pencemaran minyak ternyata dapat pula menimbulkan

beberapa masalah yang serius terutama bagi biota yang masih muda (Sumadhiharga,

1995). Satu kasus yang menarik adalah usaha perikanan di Santa Barbara, California,

yang mengalami penurunan hasil perikanan setiap bulannya dari tahun 1965-1969.

Penurunan yang paling rendah terjadi ketika pelabuhan Santa Barbara dicemari oleh

minyak buangan. Kasus limbah minyak yang menyebabkan bau ikan tidak enak terjadi

pada ikan-ikan yang diolah di pelabuhan Osaka. Hal ini juga terjadi pada ikan-ikan

belanak yang berasal dari suatu tambak yang diisi air yang mengandung limbah minyak

dari lapangan terbang Iwakuni. Ikan belut dan ikan sebelah yang ditangkap beberapa

kilometer dari pelabuhan Yokkaichi juga berbau minyak karena masuknya limbah minyak

dari pabrik minyak. Hasil penelitian terhadap kedua jenis ikan tersebut dapat diketahui

bahwa batas toleransi minyak pada air laut berada antara 0,001-0,01 ppm. Apabila batas

tertinggi kadar tersebut sudah terlewati maka bau minyak mulai timbul (Nitta, 1970). Di

beberapa tempat di Australia telah ditemukan bahwa zat hidrokarbon dari minyak tanah

terdapat pada ikan belanak yang diduga berasal dari air limbah pabrik penggilingan

minyak yang dibuang ke laut (Sidhu, 1970).

Seperti yang diungkapkan di atas bahwa senyawa hidrokarbon aromatik ini bersifat

racun, salah satunya adalah PAH yakni senyawa aromatik dengan dua atau lebih cincin

benzen. PAH yang larut pada konsentrasi 0,1-0,5 ppm dapat menyebabkan keracunan

pada makhluk hidup( Connel dan Miller, 1981), sedangkan PAH dalam kadar rendah

dapat menurunkan laju pertumbuhan, perkembangan, dan makan makhluk perairan

(Neff, 1979). Keadaan ini telah diungkapkan oleh Connel dan Miller (1981) untuk ikan,

hewan berkulit keras dan moluska. Selain itu hidrokarbon minyak bumi yang terserap ke

Page 8: pengolahan limbah minyak

dalam tubuh biota menimbulkan rasa yang menyengat dan memerlukan waktu tertentu

untuk dapat hilang.

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada kadar 10 ppm kandungan senyawa

hidrokarbon aromatik dapat menyebabkan perubahan pola perilaku pada biota laut dan

pada kadar > 1000 ppm dapat menyebabkan kematian. Keadaan ini berbahaya bagi

organisme perairan yang hidup dan mencari makan di dalam sedimen perairan. Nilai

Ambang Batas (NAB) hidrokarbon aromatik untuk biota laut adalah 0,003 ppm

(Kementrian KLH, 2004). Tabel 7 memperlihatkan tingkat toksisitas senyawa aromatik

yang larut terhadap kelas makhluk hidup laut (Connel dkk, 1981).

Minyak Menyebabkan Munculnya Gangguan Kesehatan Serius

Seperti halnya dengan bahan-bahan kimia, gangguan-gangguan kesehatan yang

disebabkan minyak mungkin sulit dibuktikan karena memang butuh waktu yang panjang

untuk menimbulkan dampak kesehatan warga.Tetapi, sebagian besar warga yang tinggal

di dekat lokasi pengeboran minyak dan kilang sudah terbiasa dengan polusi udara dan

air dari minyak.Mengebor untuk mendapatkan minyak, memprosesnya, dan membakar

minyak sebagai bahan bakar, semua kegiatan ini akan mendatangkan masalah-masalah

kesehatan serius.

Dampak Kesehatan Jangka Panjang

Minyak menyebabkan munculnya gangguan reproduksi

Menghirup uap atau menelan makanan atau cairan yang terkontaminasi minyak

dan gas dapat menyebabkan munculnya problem kesehatan reproduksi seperti siklus

haid yang tidak teratur, keguguran, meninggal dalam kandungan, dan cacat lahir.

Masalah-masalah ini mungkin punya tanda-tanda peringatan dini seperti nyeri lambung

atau haid yang tidak teratur.

Minyak menyebabkan kanker

Pemaparan secara periodik dengan gas dan minyak menyebabkan kanker.Anak-

anak yang tinggal di sekitar kilang lebih mungkin mendapatkan kanker

darah (leukemia) dari pada mereka yang tinggal jauh dari fasilitas tersebut.Orang-

orang yang tinggal di kawasan pengeboran minyak lebih mungkin mendapatkan kanker

usus, kantong kemih, paru-paru daripada mereka yang tinggal jauh dari lokasi

pengeboran.Para pekerja di kilang-kilang minyak punya resiko tinggi mengidap kanker

mulut, usus, ulu hati, pankreas, jaringan sel, prostat, mata, otak, dan darah.

Ketika Texaco mulai mengebor untuk mencari minyak di Ekuador, kanker tidak

dikenal di kawasan ini.Empat puluh tahun kemudian, pada 2 daerah minyak yang paling

sering dieksploitasi di Amazon, para penggerak kesehatan komunitas mensurvei 80

komunitas. Mereka menemukan bahwa 1 dari 3 orang menderita sejenis kanker.

Tumpahan Minyak

Di mana ada minyak, di situ pasti ada tumpahan. Kapal-kapal dan truk bisa

kecelakaan, dan jalur pipa bisa bocor.Perusahaan bertanggung jawab untuk mencegah

tumpahan dan membersihkannya jika hal ini terjadi.

Page 9: pengolahan limbah minyak

Ada pepatah: “Minyak dan air tidak mungkin bercampur.” Tetapi, ketika minyak

tumpah ke air, bahan-bahan kimia yang berasal dari minyak tersebut pasti bercampur

dengan air dan menggenang didalam air untuk beberapa waktu.Lapisan minyak yang

lebih tebal menyebar di seluruh permukaan dan mencegah masuknya udara ke dalam

air.Ikan, khewan, dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di air tidak bisa bernafas.Ketika

minyak tumpah ke dalam air, bahan-bahan kimianya yang tertinggal di sana bisa

membuat air tersebut tidak aman diminum, bahkan setelah minyak yang kasat mata

dikeluarkan.

Ketika minyak tumpah ke tanah, ia akan menghancurkan lapisan tanah dengan

mendesak udara keluar dan membunuh makhluk-makhluk hidup yang membuat lapisan

tanah menjadi sehat. Hal yang hampir serupa terjadi jika minyak mengenai kulit kita atau

kulit khewan. Minyak akan menutupi kulit dan menghalangi udara masuk. Racun-racun

yang berasal dari minyak juga meresap ke dalam tubuh melalui kulit, dan menimbulkan

penyakit.

Dampak di Laut

Akibat yang ditimbulkan dari terjadinya pencemaran minyak bumi di laut adalah:

1. Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak. Residu

berwarna gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan

hewan. Gumpalan tar yang terbentuk dalam proses pelapukan minyak akan hanyut dan

terdampar di pantai.

2. Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal. Efek letal

yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses sel ataupun

subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian. Efek subletal yaitu

mepengaruhi kerusakan fisiologis dan perilaku namun tidak mengakibatkan kematian

secara langsung. Terumbu karang akan mengalami efek letal dan subletal dimana

pemulihannya memakan waktu lama dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya.

3. Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat keberadaan

senyawa beracun dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun yang terbentuk

dari proses biodegradasi. Jika jumlah pitoplankton menurun,

maka populasiikan, udang, dan kerang juga akan menurun. Padahal hewan-hewan

tersebut dibutuhkan manusia karena memiliki nilai ekonomi dan

kandungan protein yang tinggi.

4. Penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan

racun slick (lapisan minyak di permukaan air). Selain itu, terjadi kematian burung-burung

laut. Hal ini dikarenakan slickmembuat permukaan laut lebih tenang dan menarik burung

untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari makanan. Saat kontak dengan

minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem kekedapan air dan

isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya mati.

Page 10: pengolahan limbah minyak

Dampak Limbah Solvent Acidity Terhadap Kesehatan

Limbah solvent acidity berasal dari buangan proses pemeriksaan

keasaman, merupakan limbah kimia cair yang terdiri dari campuran isopropyl

alcohol,toluene dan sample, berwarna gelap yang sangat berbahaya terhadap kesehatan

(Imamkhasani, 1998). Bahaya isopropyl alcohol terhadap kesehatan adalah :

1. Efek jangka pendek (akut) antara lain pada penghirupan konsentrasi 400

ppm dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan bagian atas.

2. Penghirupan lebih besar akan menyebabkan pusing dan mengganggu

keseimbangan tubuh.

3. Kontak dengan mata dapat menyebabkan iritasi, tetapi tidak pada kulit.

4. Bila terminum dapat menyebabkan muntah, diare dan hilang kesadaran.

5. Efek jangka panjang (kronis) antara lain bila terkena kulit dapat

menyebabkan kulit kering dan pecah-pecah. Nilai Ambang Batas : 200 ppm

(500 mg/m3)-kulit; STEL = 250 ppm; Toksisitas : LD50 (tikus, oral) = 1870-

6500 mg/kg.

2.4 Pengolahan Limbah Minyak Bumi

Pengolahan limbah minyak bumi dilakukan secara fisika, kimia dan biologi.

Pengolahan secara fisika dilakukan untuk pengolahan awal yaitu dengan cara

melokalisasi tumpahan minyak menggunakan pelampung pembatas (oil booms), yang

kemudian akan ditransfer dengan perangkat pemompa ( oil skimmers) ke sebuah

fasilitas penerima “reservoar” baik dalam bentuk tangki ataupun balon dan dilanjutkan

dengan pengolahan secara kimia, namun biayanya mahal dan dapat menimbulkan

pencemar baru. Pengolahan limbah secara biologi merupakan alternatif yang efektif dari

segi biaya dan aman bagi lingkungan. Pengolahan dengan metode biologis disebut juga

bioremediasi, yaitu biotek-nologi yang memanfaatkan makhluk hidup khususnya

mikroorganisme untuk menurunkan konsentrasi atau daya racun bahan pencemar

(Lasari, 2010).

Secara umum beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak yang menjadi

limbah diantaranya in-situ burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi,

penggunaan sorbent, penggunaan bahan kimia dispersan, dan washing oil(Anonim,

1994).

In-situ burning adalah pembakaran minyak pada permukaan laut, sehingga

mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut, penyimpanan dan

pewadahan minyak serta air laut yang terasosiasi. Teknik ini

membutuhkan booms (pembatas untuk mencegah penyebaran minyak)

atau barrieryang tahan api. Namun, pada peristiwa tumpahan minyak dalam jumlah

besar sulit untuk mengumpulkan minyak yang dibakar. Selain itu, penyebaran api

sering tidak terkontrol.

Page 11: pengolahan limbah minyak

Penyisihan minyak secara mekanis melalui 2 tahap, yaitu melokalisir

tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan pemindahan minyak ke

dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang disebut skimmer.

Bioremediasi  yaitu proses pendaurulangan seluruh material organik.

Bakteri pengurai spesifik dapat diisolasi dengan menebarkannya pada daerah yang

terkontaminasi. Selain itu, teknik bioremediasi dapat

menambahkannutrisidan oksigen, sehingga mempercepat penurunan polutan.

Penggunaan sorbent dilakukan dengan menyisihkan minyak melalui

mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pad permukaan sorbent)

danabsorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini berfungsi mengubah

fasa minyak dari cair menjadi padat, sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan.

Sorbent harus memiliki karakteristik hidrofobik, oleofobik, mudah disebarkan di

permukaan minyak, dapat diambil kembali dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent

yaitu organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami

(lempung, vermiculite, pasir) dan sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan

serat nilon).

Dispersan kimiawi merupakan teknik memecah lapisan minyak menjadi

tetesan kecil (droplet), sehingga mengurangi kemungkinan

terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan minyak. Dispersan kimiawi adalah bahan

kimia dengan zat aktif yang disebut surfaktan.

Washing oil yaitu kegiatan membersihkan minyak dari pantai.

Ø  Peralatan

Alat-alat yang digunakan untuk membersihkan tumpahan minyak:

Booms merupakan alat untuk menghambat perluasan hambatan minyak.

Skimmers yaitu kapal yang mengangkat minyak dari permukaan air.

Sorbent merupakan spons besar yang digunakan untuk menyerap minyak.

Vacuums yang khusus untuk mengangkat minyak berlumpur dari pantai

atau permukaan laut.

Sekop yang khusus digunakan untuk memindahkan pasir dan kerikil dari

minyak di pantai.

Kegiatan huiu dan hilir industri minyak bumi tidak terlepas dari kemungkinan

pencemaran minyak di ke lingkungan, khususnya perairan dan sedimen. Salah satu

metode pengolahan limbah secara yang saat ini terus dikembangkan adalah

bioremediasi yang merupakan teknologi ramah lingkungan, cukup efektif dan efisien

serta ekonomis (Yani et al., 2007).

Terdapat tiga cara untuk mengatasi masalah lahan tercemar minyak yang dapat

dipilih berdasarkan jenis minyak pencemar, konsentrasi minyak pencemar dan lokasi

pencemaran, yakni dibakar, diberi disperser dan kemudian dihisap kembali

dengan skimmer untuk diolah di kilang minyak, dan didegradasi dengan memanfaatkan

mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon. Bioremediasi, pengelolaan yang

Page 12: pengolahan limbah minyak

mengandalkan degradasi dengan memanfaatkan mikroorganisme pendegradasi

hidrokarbon, merupakan cara yang paling ekonomis dan dapat diterima lingkungan.

Bioremediasi dapat digunakan untuk mengatasi masalah lahan tercemar minyak baik

secara in situmaupun ex situ. Biostimulation danbioaugmentationmerupakan contoh

pelaksanaan bioremediasi secara in situ, sedangkan landfarming,

biopile, dan composting merupakan contoh pelaksanaan bioremediasi secara ex

situ (Arifin et al., 2004).

Dalam pelaksanaan bioremediasi, baik secara in situ maupun ex situ, perlu

dilakukan pemantauan terhadap proses pengolahan dan hasil akhir pengolahan. Hal itu

perlu dipantau adalah kandungan minyak bumi dan/atau kandungan total hidrokarbon

minyak bumi. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 128 tahun 2003 tentang

Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah

Terkontaminasi oleh Minyak Bumi secara Biologis mensyaratkan kandungan total

hidrokarbon minyak bumi yang tidak lebih dan 15 % di awal proses bioremediasi. Selama

proses bioremediasi, kandungan total hidrokarbon minyak bumi perlu dipantau

setidaknya setiap 2 minggu. Pemantauan kandungan bensena, toluene, etil-bensena,

silena, dan hidrokarbon polisilkik aromatic perlu dilakukan di akhir proses bioremediasi.

Kandungan total hidrokarbon minyak bumi di akhir proses bioremediasi disyaratkan di

bawah 1 %. Di akhir proses bioremediasi, kandungan toluene, etil-bensena, silena, dan

hidrokarbon polisilkik aromatik disyaratkan masing-masing berada di bawah 10 ppm,

sedangkan kandungan bensena disyaratkan berada di bawah 10 ppm.

Limbah industri minyak bumi (Oil sludge) yang berupa cairan dan padatan

merupakan obyek dalam makalah ini, limbah tersebut merupakan limbah bahan beracun

dan berbahaya (B3). Detoksifikasi dan degradasi limbah tersebut dapat dilakukan secara

biologis yang aman dan ramah lingkungan dengan menggunakan 3 jenis bakteri dan

tumbuhan yang dikenal denganFitoremediasi. Penggunaan eceng gondok untuk limbah

cair dan sengon bermikoriza untuk pengolahan dan penurunan zat organik dalam limbah

padat diharapkan dapat menunjang pengelelolaan limbah secara terpadu dan

berkelanjutan di lingkungan industri minyak pada khususnya dan umumnya bagi seluruh

perindustrian (Rossiana et al., 2007).

Fitoremediasi adalah pemanfaatan tumbuhan, mikroorganisme untuk

meminimalisasi dan mendetoksifkasi polutan, karena tanaman mempunyai kemampuan

menyerap logam dan mineral yang tinggi atau sebagai fitoakumulator danfitochelator.

Konsep pemanfaatan tumbuhan dan mikroorganisme untuk meremediasi tanah yang

terkontaminasi polutan adalah pengembangan terbaru dalam teknik pengolahan limbah.

Fitoremediasi dapat diaplikasikan pada limbah organik maupun anorganik dalam bentuk

padat, cair, dan gas (Salt et al., 1998).

Menurut Corseuil & Moreno (2000), mekanisme tumbuhan dalam menghadapi

toksikan adalah:

Page 13: pengolahan limbah minyak

1. Penghindaran (escape) fenologis. Apabila pengaruh yang terjadi pada

tanaman musiman, tanaman dapat menyelesaikan siklus hidupnya pada

musim yang cocok.

2. Ekslusi. Tanaman dapat mengenal ion yang bersifat toksik dan mencegah

penyerapan sehingga tidak mengalami keracunan.

3. Penanggulangan (ameliorasi). Tanaman mengabsorpsi ion tersebut, tetapi

berusaha untuk meminimumkan pengaruhnya. Jenisnya meliputi

pembentukkan kelat (chelation), pengenceran, lokalisasi atau bahkan

ekskresi.

4. Toleransi. Tanaman dapat mengembangkan sistem metabolit yang dapat

berfungsi pada konsentrasi toksik tertentu dengan bantuan enzim.

Tanaman meremediasi polutan organik melalui tiga cara, yaitu menyerap secara

langsung bahan kontaminan, mengakumulasi metabolisme non fitotoksik ke sel-sel

tanaman, dan melepaskan eksudat dan enzim yang dapat menstimulasi aktivitas

mikroba, serta menyerap mineral pada daerah rizosfer. Tanaman juga dapat

menguapkan sejumlah uap air. Penguapan ini dapat mengakibatkan migrasi bahan kimia

( Schnoor et al., 1995 ).

Tanaman melepaskan eksudatnya yang dapat membantu bioremediasi bahan

organik oleh mikroba agar bahan organik tersebut dapat diserap dan dimetabolisme

dalam tubuh tanaman. Penyerapan polutan berupa bahan organik dibatasi oleh

mekanisme penyerapan oleh tanaman dan jenis tanaman ( Schnoor, 2000).

Tanaman dapat memperluas daerah perakaran menuju ke daerah yang terkena

polutan (EPA, 2000). Beberapa bahan kimia dimineralisasi oleh tanaman dengan bantuan

air dan CO2. Tanaman mengeluarkan sekret melalui akar eksudat akar sebesar 10 – 20%

dari hasil fotosintesis melalui eksudat akar. Hal ini dapat membantu proses pertumbuhan

dan metabolisme mikroba maupun fungi yang hidup disekitar rizosfer. Beberapa

senyawa organik yang dikeluarkan melalui eksudat akar (misalnya phenolik, asam

organik, alkohol, protein) dapat menjadi sumber karbon dan nitrogen sebagai sumber

pertumbuhan mikroba yang dapat membantu proses degradasi senyawa organic. Sekret

berupa senyawa organik dapat membantu pertumbuhan dan meningkatkan aktivitas

mikroba rhizosfer ( Salt et al., 1998 ).

Tumbuhan mempunyai kemampuan untuk menahan substansi toksik dengan cara

biokimia dan fisiologisnya serta menahan substansi non nutritif organik yang dilakukan

pada permukaan akar. Bahan pencemar tersebut akan dimetabolisme atau diimobilisasi

melalui sejumlah proses termasuk reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisa enzimatis (Khan

et al., 2000).

Eichhornia crassipes (Mart). Solms merupakan tumbuhan air yang dapat menyerap

hara dan logam berat dalam jumlah yang cukup signifikan. Zat hara yang terserap oleh

akar tanaman akan ditranslokasikan di dalam tubuh tanaman. Hasil penelitian yang telah

dilakukan di bak percobaan menunjukkan bahwa penggunaan eceng gondok dengan

Page 14: pengolahan limbah minyak

penutupan 50% dari luas area percobaan pengolahan limbah cair tahu dapat

menurunkan residu tersuspensi 75,74 – 85,5 % dan COD 55,52 – 76,83 % (Dhahiyat,

1990).

Eichhornia crassipes ( Mart ). Solms dapat tumbuh dengan sangat cepat, yaitu

mencapai 10 g m-2 per hari. Hal ini berpengaruh terhadap penyerapan unsur hara,

seperti nitrat ( NO3-) dan orthofosfat ( PO4

3-) Eichhornia crassipes ( Mart ). Solms dapat

menyerap nitrogen secara langsung sebesar 5850 kg/ha per tahun dan dapat menyerap

fosfor sebesar 350 – 1125 kg/ ha per tahun. Hal ini dapat mengurangi konsentrasi

kontaminan pada limbah perairan (McEldowney et al., 1993 ).

Tanaman sengon merupakan tanaman Leguminosae, sering digunakan sebagai

tanaman untuk reboisasi karena bersifat fast growing trees.Selain mempunyai dua nama

latin yakni Albizia falcataria (L) Forberg dan Paraserianthes falcataria(L) Nielsen, sengon

mempunyai nama daerah yang bermacam-macam. Hal ini dapat dilihat dengan adanya

program pemerintah berupa proyek “Sengonisasi” bagi daerah-daerah kritis yang rawan

bencara erosi (National Academy of Sciences, 1979). Manfaat penting dari penggunaan

mikoriza adalah asosiasi jamur dan tanaman berkemampuan sebagai biofertilizer,

mendetoksifikasi dan mendegradasi senyawa yang sukar diuraikan dalam tanah.

Peranan mikoriza dalam rizosfer adalah memfasilitasi pergerakan mineral tanah menuju

tanaman.

Hasil penelitian yang telah dilakukan di laboratorium, rumah kaca dan terakhir

dalam skala lapangan selama 6 bulan menunjukkan bahwa fitoremediasi limbah lumpur

minyak konsentrasi 20% dengan tanaman sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen)

bermikoriza yang mediumnya diinokulasi bakteri Pseudomonas mallei, Bacillus

alvei dan Pseudomonas sphaericus potensial untuk dikembangkan. Tanaman sengon

mengalami pertumbuhan baik selama fitoremediasi. Hasil analisis setelah fitoremediasi

menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan minyak sampai 51,23% dan

kandungan logam berat Cd, Cr, Pb, Cu, Zn dan Ni.masing-masing sebesar 30,2%, 2,5%,

32,6%, 71,9%, 62,8% dan 47,09%. (Rossiana, 2005).

Saat ini pengetahuan mengenai mekanisme fisiologi fitoremediasi mulai

digabungkan dengan biologi dan teknik untuk mengoptimalkan fitoremediasi sehingga

terbagi menjadi (Salt et al., 1998):

1. Fitoekstraksi : pemanfaatan tumbuhan pengakumulasi polutan untuk

memindahkan logam berat atau polutan organik dari tanah dengan cara

mengakumulasikannya di bagian tumbuhan yang dapat dipanen.

2. Fitodegradasi : pemanfaatan tumbuhan dan asosiasi mikroorganisme

untuk mendegradasi polutan organik.

3. Rhizofiltrasi : pemanfaatan akar tumbuhan untuk menyerap polutan,

terutama logam berat, dari air dan aliran limbah.

4. Fitostabilisasi : pemanfaatan tumbuhan untuk mengurangi polutan dalam

lingkungan.

Page 15: pengolahan limbah minyak

5. Fitovolatilisasi : pemanfaatan tumbuhan untuk menguapkan polutan.

Pemanfaatan tumbuhan untuk memindahkan polutan dari udara.

Penggunaan metode dan proses biologi dalam menurunkan kadar polutan yang

bersifat toksik terhadap lingkungan akibat adanya xenobiotik/zat yang menyebabkan

pencemaran, adalah nama lain dari bioremediasi (Baker & Herson, 1994). Bioremediasi

merupakan salah satu teknologi inovatif untuk mengolah kontaminan, yaitu

denganmemanfaatkan mikroba, tanaman, enzim tanaman atau enzim mikroba (Gunalan,

1996).

Metode dan prinsip proses bioremediasi adalah biodegradasi yang dilakukan secara

aerob, oksigen dalam konsentrasi rendah akan mempengaruhi proses tersebut (Eweis, et

al.,1998). Pentingnya aerasi untuk memenuhi kekurangan oksigen berkaitan dengan

kurang efektifnya kerja enzim oksigenase dalam penguraian fraksi aromatik. Selain

oksigen, rendahnya kandungan nutrisi dalam medium akan membatasi pertumbuhan

mikroorganisme untuk mendegradasi.

Faktor penghambat bioremediasi adalah bahan yang akan diremediasi

mengandung klorin atau logam berat. Kandungan logam berat baik dalam lumpur

minyak maupun dalam medium pasca bioremediasi akan mempengaruhi penguraian

bahan organik, karena akan menghambat kerja enzim dan populasi mikroorganisme

yang selanjutnya akan menjadi kendala bagi pertumbuhan tanaman (Garcia et al., 1995).

Selain itu perlu ada upaya menghilangkan terlebih dahulu logam berat yang

terdapat dalam limbah dengan menggunakan adsorben sebelum proses bioremediasi.

Penggunaan pasir dan zeolit sebagai campuran dan adsorben alam penyerap logam

berat merupakan penanganan awal sebelum dilakukan proses lebih lanjut, sehingga

kemungkinan adanya proses inhibisi enzim oleh ion logam dapat diatasi.

Dalam bioremediasi penggunaan mikrooorganismeindigenous (indigen) saja masih

belum maksimum sehingga diperlukan inokulasi mikroorganismeeksogenous (eksogen)

yang merupakan kultur campuran (konsorsium) beberapa jenis bakteri atau jamur yang

potensial dalam mendegradasi pencemar tersebut (Udiharto & Sudaryono, 1999).

Sedangkan pengolahan limbah cair minyak bumi dapat dilakukan dengan beberapa

cara:

1. Incineration

Incineration adalah salah satu cara untuk menguraikan liquid wastes, dan dengan

cara dan alat yang didesain baik dapat menghasilkaneffluent/ limbah yang memenuhi

peraturan pencemaran.

Liquid waste dari sisi combustion dapat dikelompokkan atas :

1. Combustible Liquids

2. Partially Combustible Liquids

Combustible liquids tidak dapat dikerjakan atau dibuang ke incinerator. Pada

kelompok pertama akan terdiri dari bahan-bahan yang mempunyai nilai yang cukup

menunjang pembakaran dalamcombustor, burner, atau alat lain yang menghasilkan CO2

Page 16: pengolahan limbah minyak

dan H2O bila dibakar. Kelompok kedua akan meliputi bahan-bahan yang sulit terbakar

tanpa penambahan bahan bakar. Bahan yang partially combustible mungkin

mengandung mateial yang terlarut dalam fase liquid, bila zat inorganik akan

membentuk inorganik oxida.

Dalam pelaksanaannya harus dialirkan udara secukupnya pada suhu

diatas ignation point agar terjadi pembakaran yang cepat dan menghasilkan CO2, N2

dan uap air. Karena pembakaran akan lebih cepat dan lebih baik bila bahan dalam

keadaan butir halus maka atomizer diperlukan untuk menginjeksikan waste liquids

ke incineratorbila viscositinya memungkinkan.

1. Dilution (Liquid Waste Dispersion)

Suatu cara lain membuang cairan limbah yang dapat diterima adalah kembali ke

lingkungan dengan pengenceran secukupnya hingga tidak menimbulkan bahaya atau

peracunan terhadap lingkungan. Dengan perancangan subsurface disfersion

system yang baik, akan memungkinkan wadah penerima dapat menampung buangan

secara memadai. Beberapa peralatan yang dibutuhkan antara lain mencakup open end

pipesdengan nozzle atau diffuser system yang terdiri dari sederetan pipa-pipa kecil

dengan lubang-lubang atau celah. Limbah harus dapat dibuang pada sudut yang baik

terhadap aliran air agar terencerkan atau terdispersi secara sempurna. Pipa dispersi

harus ditempatkan sedemikian rupa agar discharge point cukup jauh dari garis pantai,

dengan demikian pabrik dan water intake akan terlindungi.

1. Deep Well Disposal

Cara ini dilakukan oleh industri yang banyak membuang limbah asam lemah dalam

jumlah besar. Limbah tersebut dipompakan ke dalam lapisan tanah sampai pada lapisan

tanah yang cocok untuk menampung limbah. Lapisan tanah dimana limbah ditampung

harus lebih rendah dari lapisanfresh water circulation, dan area tadi harus terisolasi oleh

bahan yang kedap air.

Lapisan sandstones, limestones atau dolomiteumumnya membentuk lapisan yang

banyak mengandung air asin, tetapi cukup baik sebagai tempat penampungan limbah

cair. Sedangkan lapisan yang mengandung minyak, gas, batubara dan belerang harus

dijaga agar tidak tercemar limbah. Lapisan yang kedap air harus berada diatas dan

dibawah layer untuk mencegah vertical escapedari buangan, atau dengan kata lain

limbah harus ditempatkan pada kedalaman tertentu. Penetapan area buangan harus

ditetapkan sesuai dengan keadaan subsurface geology, dimana daerah yang banyak

batuan vulkanik dihindari karena memungkinkan limbah lolos kepermukaan tanah atau

badan air.

1. Secara Mikrobiologis

Limbah minyak bumi banyak mengandung unsur Hidrokarbon. Limbah Hidrokarbon

cair bersifat hidrofob dan mempunyai kerapatan lebih rendah dari air. Oleh sebab itu

limbah ini selalu terapung diatas air. Pembuangan limbah ke sungai akan menutupi

permukaan air yang mengakibatkan oksigen terlarut menurun, dan pada akhirnya

Page 17: pengolahan limbah minyak

tumbuh-tumbuhan air dan hewan air dapat mati. Untuk penanganan limbah Hidrokarbon

sebagai salah satu alternatif adaalah dengan menggunakan mikroba.

Penanganan Limbah Hidrokarbon dimulai dengan pemisahan padatan dan

pemisahan minyak yang terdapat dalam limbah, dan selanjutnya dilakukan penanganan

limbah secara mikrobiologi untuk mendegradasikan Hidrokarbon dan senyawa organik

lain. Efluent lebih lanjut diolah secara kimiawi untuk menghilangkan senyawa fosfat dan

nitrogen. Selanjutnya logam-logam dan senyawa organik yang terlarut dipisahkan

melalui prosesfiltrasi dan absorbsi oleh karbon aktif. Efluentsebelum dibuang,

diklorinasikan untuk mematikan mikroba patogen dan dinetralkan pH-nya sehingga aman

bagi lingkungan.

Pengolahan limbah Hidrokarbon secara mikrobiologis dilakukan dengan

proses aerob. Oleh sebab itu dalam kolam-kolam pengolahan limbah

diperlukan aerasi yang cukup agar oksidasi Hidrokarbon berlangsung. Aerasi yang

dilakukan adalah memasukkan oksigen ke dalam limbah melalui proses pengadukan.

Gabungan aerasi dan pengadukan lebih cocok karena permukaan limbah yang luas

membuat kontak mikroba menjadi lebih besar dan degradasi lebih efektif. Hidrokarbon

tidak akan larut dalam air pada saat pengadukan. Untuk memperbesar distribusi mikroba

dalam limbah Hidrokarbon, maka perlu ditambah zat pengemulsi sehingga terjadi emulsi

Hidrokarbon, maka perlu ditambah zat pengemulsi sehingga terjadi emulsi Hidrokarbon

dalam air. Selama degradasi, maka temperatur harus diperhatikan. Temperatur akan

naik dari suhu psikofilik (4-20 ºC) sampai mesofilik (20-40 ºC). Namun hal ini tidak

banyak mempengaruhi aktivitas mikroba. pH limbah yang netral atau sedikit asam

kurang mempengaruhi aktivitas mikroba. Namun setelah dimetabolisme, maka

pH efluent menjadi asam. Oleh sebab itu perlu dinetralkan dengan

kapur (gamping) setelah tahap klorinasi.

Menurut Sugiharto (1987), pengolahan limbah cair minyak bumi dilakukan dengan

2 cara pengolahan pendahuluan (pre treatment), yaitu:

1. Pengambilan/ penyedotan minyak, dan menyaring kotoran atau sampah

padat seperti daun-daunan, plastic dan lain sebagainya.

2. Pengambilan pasir-pasir yang mengendap yang didapat dari proses

pengolahan minyak bumi yaitu lumpur/ sludge.

Proses pengambilan/ pengerukan pasir atau lumpur dilakukan setiap 3 bulan sekali

dan pasir atau lumpur yang telah dikeruk akan dibuang ke tempat khusus yang ada di

sekitar lokasi pengolahan limbah.

Pengendalian Sumber Limbah Cair Minyak Bumi

Program pengendalian pencemaran bahan buangan cair minyak bumi antara lain

(Pertamina, 1986) :

1. Mengoperasikan dan memelihara oil catcher (perangkap minyak) baik di

kilang maupun pusat pengumpul produksi dengan sebaik-baiknya.

Page 18: pengolahan limbah minyak

2. Pemantauan secara berkala jumlah dan jenis bahan buangan cair yang

menuju ke perairan.

3. Melokalisir tumpahan dan bocoran minyak sebagai akibat dari kecelakaan

dan atau kerusakan yang terjadi pada alat-alat pengangkut, penimbun,

pengisian, dan lain-lain.

4. Mengambil kembali tumpahan minyak.

5. Penyediaan sarana penanggulangan pencemaran berupa : oil

sorbent, dispersant, oil skimmer dan dispersant pump.

6. Membakar tumpahan minyak yang tidak mungkin diambil kembali atau

dibersihkan.

Limbah Padat Minyak Bumi

Pada umumnya limbah padat yang dihasilkan adalahsludge (lumpur) yang terdiri

dari Arsen, Barium, Boron, Chromium, Cadmium, Mercury, Timbal dan Seng. Sludge yang

didapatkan dari pembersihan tangki akan diolah ke dalam suatu bak untuk pengolahan

lebih lanjut.

Limbah Gas Minyak Bumi

Upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan untuk mengurangi dampak kualitas

udara ambient yang berupa gas diantaranya :

1. Melewatkan gas H2S kedalam larutan NaOH atau Ca(OH)2 sehingga gas

yang keluar merupakan sisa yang tidak tertangkap oleh larutan NaOH atau

Ca(OH)2.

2. Melakukan pendinginan dan penangkapan gas yang keluar telah sesuai

dengan udara luar.

3. Penanaman tanaman pelindung di sekeliling lokasi Stasiun Pengumpul/

Stasiun Kompresor.

4. Melakukan perawatan cerobong.

Aplikasi Pengolahan Limbah Minyak Bumi

Percobaan skala lapang dilakukan di lagoon area pengolahan limbah lumpur

minyak bumi Pertamina unit VI Balongan Indramayu. Pengolahan limbah cair dilakukan

pada 6 kolam percobaan ukuran 25 X 20 meter. Tipe aliran air permukaan merupakan

tipe aliran yang ada di daerah berawa dengan air diam pada permukaan dengan

kedalaman 0,5 – 1 meter. Pada aliran air dibawah permukaan, aliran limbah cair mengalir

pada zona perakaran tumbuhan air dipermukaan. Kedalaman airnya dapat mencapai 0,5

– 1,5 meter. Pada tipe aliran dalam, air diperoleh dari bagian permukaan yang kemudian

mengalir ke bagian bawah dan terserap oleh akar tanaman.

Sedangkan pengolahan limbah padat percobaan dilakukan pada 4 plot berukuran 6

x 6 x 0,50 meter terbagi menjadi 3 x 3 x 4 ulangan. Faktor tunggal adalah konsentrasi

limbah yang ditempatkan dalam 12 plot tempat medium pengomposan lumpur minyak

masing-masing konsentrasi yaitu 20%, 30% dan 40% dari total volume yang dicampur

dengan zeolit 10%, pasir dan tanah perbandingan 2:1. Sebagai nutrisi digunakan pupuk

Page 19: pengolahan limbah minyak

kascing Medium diaduk dengan garu dan pacul dan disemprot dan disiram air setiap hari.

Kultur mikroorganisme bakteriPseudomonas malei, Bacillus alvei, Bacillus sphaericus.

diinokulasikan ke dalam medium pengomposan masing-masing sebanyak 2000 ml

dengan jumlah sel 108 sel /ml diinkubasikan selama satu bulan, Kondisi medium

dipertahankan yaitu pH 6-7, kelembaban 60-70 % dan temperatur tanah sekitar 300C.

Penyiraman dan pengadukan dilakukan secara periodik untuk menjaga kelembaban

dan aerasi medium. Medium tanah bergerombol, dihaluskan dengan pacul supaya

mudah untuk ditanam. Sebelum dilakukan fitoremediasi, terlebih dulu biji sengon

disemaikan dalam polibag. Setelah berumur 2 minggu dipindahkan kedalam polibag baru

dan disekitar akar ditambahkan 50 gram mikoriza. Pertumbuhan sengon dipelihara

sampai 3 bulan sampai ditanamkan pada medium hasil pengomposan dengan jarak

tanam 2 x 2 meter dan diamati setiap bulan selama 3 tahun.

Parameter pencemaran minyak bumi yang dianalisis setiap bulan adalah:

1. Kadar minyak/lemak dan logam berat sebelum dan sesudah fitoremediasi

2. Penentuan kadar hidrokarbon aromatik (PAH) sebelum dan sesudah proses

fitoremediasi.

3. Pemantauan jumlah mikroorganisme

4. Pemantauan toksisitas medium dengan uji toksisitas Lc-50

terhadap Daphnia carinata King

5. Pertumbuhan tanaman sengon, , pH dan kelembaban medium.

6. Karakteristik tumbuh dihitung dengan metode Coombs et al. (1985), yaitu:

-  Laju Tumbuh Tanaman Rata-rata (LTT)

- Laju Asimilasi Bersih Rata-rata (LAB)

-  Index Luas Daun Rata-rata (ILD)

Dalam rangka program pemerintah hal produksi bersih, penelitian ini dapat

diaplikasikan sebagai pemantauan terhadap pengelolaan lumpur minyak bumi secara

bioremediasi. Fitoremediasi merupakan bioremediasi yang memanfaatkan tumbuhan

untuk memindahkan atau mengurangi kerusakan karena pencemar. Sengon sebagai

tanaman fast growing trees berasosiasi dengan mikoriza yaitu sejenis jamur yang

bersimbiosis dengan akar membantu menurunkan kadar senyawa toksik dalam lumpur

minyak bumi. Parameter keberhasilan fitoremediasi dapat dilihat dari nilai penurunan

kadar senyawa toksik apakah dalam standard bakumutu lingkungan (Kementerian

Lingkungan Hidup, 2003 dan Environmental Protection Agency, 2002) Biomonitoring

seperti Uji Lc-50, Uji LD-50 baik chronis maupun sub-akut serta biopatologi terhadap

hewan uji merupakan pemantauan biologi yang akan menyatakan bahwa hasil

fitoremediasi aman dan ramah lingkungan.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu upaya kegiatan

pemulihan lingkungan yang telah tercemar oleh minyak tersebut antara lain melalui

pendekatan pemulihan secara biologis atau dikenal dengan istilah bioremediasi.

Keterbatasan bioremediasi adalah bahan yang akan diremediasi mempunyai khlorin atau

Page 20: pengolahan limbah minyak

logam berat yang sukar didegradasi oleh mikroorganisme, sehingga dalam medium hasil

perlakuan masih meninggalkan sisa logam berat dengan konsentrasi cukup tinggi.

Adanya kandungan logam berat baik dalam lumpur minyak dan medium hasil

bioremediasi akan mempengaruhi penguraian bahan organik, karena akan menghambat

kerja enzim glukosidase, fosfatase, populasi mikroorganisme serta aktivitas enzim

lainnya (Garcia et al, 1995) selain itu juga akan menjadi kendala bagi pertumbuhan

tanaman. Sehubungan dengan itu perlu ada upaya menghilangkan terlebih dahulu logam

berat yang terdapat dalam limbah sebelum proses bioremediasi dengan menggunakan

adsoben. Oleh karena itu penggunaan zeolit sebagai adsorben alam penyerap logam

berat merupakan penanganan awal sebelum dilakukan proses lebih lanjut

(Prayitno,1999). Zeolit sebagai mineral berpori mempunyai daya serap tinggi karena

mempunyai sifat fisika dan kimia dalam pertukaran ion, sehingga digunakan dalam

proses pemisahan, pemurnian dalam pengolahan lingkungan seperti penyerap dan

penyaring limbah beracun, radioaktif dan logam berat (Manahan,1999). Sebelum

digunakan, zeolit harus diberi perlakuan secara kimia maupun fisika seperti pemanasan

dan perendaman dengan asam untuk memperluas pori sehingga dapat meningkatkan

kemampuan daya adsorpsinya secara maksimal.

Pada saat ini telah banyak teknologi yang digunakan dalam pengolahan limbah

minyak mulai dari pengolahan secara mekanis dan kimia, namun masih meninggalkan

permasalahan pada kadar maksimum minyak. Sehingga teknologi ramah lingkungan

untuk meminimasi kadar minyak adalah dengan Solid Bioremediation yaitu secara

pengomposan.

Dalam bioremediasi, proses berlangsung dengan memanfaatkan mikroorganisme

indigenous yaitu organisme yang telah ada di lingkungan tersebut. Apabila diperlukan

dapat pula ditambahkan mikroorganisme dari luar (eksogen) yang merupakan kultur

(konsorsium) campuran dari berbagai jenis bakteri, jamur yang potensial dalam

mendegradasi pencemar tersebut. Mikroorganisme yang ada distimulasi dengan

berbagai cara agar kemampuannya meningkat, yaitu dengan peningkatan atau

pengaturan nutrien dan tekstur tanah seperti nitrogen, fosfor sedangkan pasir digunakan

untuk menambah porositas dan memperluas kontak dengan lumpur minyak. (Baker and

Herson, 1994 ;Udiharto dan Sudaryono, 1999). Pengujian tanah hasil bioremediasi

diperlukan untuk melihat seberapa besar pencemar minyak menghambat pertumbuhan

tanaman.

Fitoremediasi merupakan konsep bioremediasi terbaru yang memanfaatkan

tumbuhan untuk meminimalisasi pencemar. Mekanisme fisiologi tumbuhan secara

molekuler mulai dikembangkan dengan teknik lingkungan untuk mengoptimalkan dan

mengembangkan pengolahan limbah. Hasil fitoremediasi harus dimonitor secara berkala

sehingga area pengelolaan limbah disekitar industri merupakan blue print aman

lingkungan.

Ø  Penanganan di laut

Page 21: pengolahan limbah minyak

Pemantauan

Tindakan pertama yang dilakukan dalam mengatasi tumpahan minyak yaitu

dengan melakukan pemantauan banyaknya minyak yang mencemari laut dan kondisi

tumpahan. Ada 2 jenis pemantauan yang dilakukan yaitu dengan pengamatan secara

visual dan penginderaan jauh (remote sensing).

Pengamatan secara visual

Pengamatan secara visual merupakan pengamatan yang menggunakan pesawat.

Teknik ini melibatkan banyak pengamat, sehingga laporan yang diberikan sangat

bervariasi. Pada umumnya, pemantauan dengan teknik ini kurang dapat dipercaya.

Sebagai contoh, pada tumpahan jenis minyak yang ringan akan mengalami penyebaran

(spreading), sehingga menjadi lapisan sangat tipis di laut. Pada kondisi pencahayaan

ideal akan terlihat warna terang. Namun, penampakan lapisan ini sangat bervariasi

tergantung jumlah cahaya matahari, sudut pengamatan dan permukaan laut, sehingga

laporannya tidak dapat dipercaya.

Pengamatan penginderaan jauh

Metode penginderaan jarak jauh dilakukan dengan berbagai macam teknik,

seperti Side-looking Airborne Radar (SLAR). SLAR dapat dioperasikan setiap waktu

dan cuaca, sehingga menjangkau wilayah yang lebih luas dengan hasil penginderaan

lebih detail. Namun,teknik ini hanya bisa mendeteksi lapisan minyak yang tebal. Teknik

ini tidak bisa mendeteksi minyak yang berada dibawah air dalam kondisi laut yang

tenang. Selain SLAR digunakan juga teknik Micowave Radiometer, Infrared-ultraviolet

Line Scanner, dan Landsat Satellite System. Berbagai teknik ini digunakan untuk

menghasilkan informasi yang cepat dan akurat.

Ø  Penanganan di darat

Pemulihan lahan tercemar oleh minyak bumi dapat dilakukan secara biologi dengan

menggunakan kapasitas kemampuan mikroorganisme. Fungsi dari mikroorganisme ini

dapat mendegradasi struktur hidrokarbon yang ada dalam tanah, sehingga minyak

bumi menjadi mineral-mineral yang lebih sederhana dan tidak membahayakan

lingkungan. Teknik seperti ini disebut bioremediasi. Teknik bioremediasi dapat

dilaksanakan secara in-situ maupun cara ex-situ.

Pada umumnya, teknik bioremediasi in-situ diaplikasikan pada lokasi

tercemar ringan, lokasi yang tidak dapat dipindahkan, atau karakteristik kontaminan

yang volatil.

Bioremediasi ex-situ merupakan teknik bioremediasi di mana lahan atau

air yang terkontaminasi diangkat, kemudian diolah dan diproses pada lahan khusus

yang disiapkan untuk proses bioremediasi.

Penanganan lahan yang tercemar minyak bumi dilakukan dengan cara

memanfatkan mikroorganisme untuk menurunkan konsentrasi atau daya racun bahan

Page 22: pengolahan limbah minyak

pencemar. Penanganan semacam ini lebih aman terhadap lingkungan karena agen

pendegradasi yang dipergunakan adalah mikroorganisme yang dapat terurai secara

alami. Ruang lingkup pelaksanaan proses bioremediasi tanah yang terkontaminasi

minyak bumi meliputi beberapa tahap yaitu:

Treatibility study merupakan studi pendahuluan terhadap kemampuan

jenis mikroorganisme pendegradasi dalam menguraikan minyak bumi yang terdapat

di lokasi tanah terkontaminasi.

Site characteristic merupakan studi untuk mengetahui kondisi lingkungan

awal di lokasi tanah yang terkontaminasi minyak bumi. Kondisi ini meliputi kualitas

fisik, kimia, dan biologi.

Persiapan proses bioremediasi yang meliputi persiapan alat, bahan,

administrasi serta tenaga manusia.

Proses bioremediasi yang meliputi serangkaian proses penggalian tanah

tercemar, pencampuran dengan tanah segar, penambahan bulking

agent, penambahan inert material, penambahan bakteri, nutrisi, dan

proses pencampuran semua bahan.

Sampling dan monitoring meliputi pengambilan gambar tanah dan air

selama proses bioremediasi. Kemudian, gambar itu dibawa

kelaboratorium independen untuk dianalisa konsentrasi TPH dan TCLP.

Revegetasi yaitu pemerataan, penutupan kembali drainase dan perapihan

lahan sehingga lahan kembali seperti semula.

Reaktor Pemisah Minyak

Masalah pencemaran lingkungan merupakan masalah serius bagi manusia dan

lingkungan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa tidak semua limbah yang

dihasilkan diolah dan tidak semua limbah yang diolah telah memenuhi standar baku

mutu lingkungan. Contohnya saja minyak pelumas bekas pada bengkel motor dan mobil

masih kurang dalam penanganannya. Untuk itu diperlukan pengolahan atau pengelolaan

yang baik pada buangan sebelum dibuang. Secara umum tujuan utama dari setiap

pengolahan air limbah adalah sebagai berikut :

1. Mencegah serta mengurangi timbulnya pencemaran lingkungan.

2. Mengubah dan mengkonversikan bahan-bahan yang terkandung di dalam

limbah bengkel menjadi bahan-bahan yang tidak berbahaya atau bahan berguna baik

bagi manusia, hewan, ataupun organisme yang lain melalui proses tertentu.

3. Memusnahkan senyawa-senyawa beracun yang terdapat pada limbah

bengkel.

Minyak pelumas merupakan salah satu sumber polutan yang dapat

mengkontaminasi air tanah, dan akan merusak kandungan air tanah, bahkan dapat

membunuh mikro-organisme di dalam tanah serta minyak pelumas dapat menghambat

proses oksidasi biologi dari sistem lingkungan.

Page 23: pengolahan limbah minyak

Dengan cara pemakaian reaktor pemisah minyak diharapkan limbah yang sudah

tidak dipakai lagi dapat diolah dengan baik.

Reaktor pemisah minyak pada prinsipnya berbentuk persegi panjang dengan

ukuran relatif kecil. Didalamnya memiliki 4 sekat yang terbuat dari kaca dan diletakkan

dengan sudut kemiringan 60º fungsinya agar terciptanya suatu proses dimana minyak

akan menempel pada sekat yang terbuat dari bahan kaca tersebut, pada proses ini

limbah akan melewati sekat – sekat tersebut, semakin banyak sekat yang dilalui limbah

maka semakin banyak minyak yang akan menempel sehingga kadar minyak dapat turun.

Minyak termasuk salah satu anggota golongan lipid yaitu merupakan lipid

netral (Ketaren, 1986). Emulsi air dalam minyak terbentuk jika droplet-droplet air

ditutupi oleh lapisan minyak dimana sebagian besar emulsi minyak tersebut akan

mengalami degradasi melalui foto oksidasi spontan dan oksidasi oleh mikroorganisme.

Jika pencemaran minyak terjadi dipantai maka proses penghilangan minyak mungkin

lebih cepat karena minyak akan melekat pada benda-benda padat seperti batu dan pasir

di pantai yang mengalami kontak dengan air yang tercemar tersebut.(Srikandi, 1992).

Suatu perairan yang terdapat minyak di dalamnya maka minyak akan selalu berada di

atas permukaan air hal ini dikarenakan minyak tidak larut dalam air dan berat jenis

minyak lebih kecil dari pada berat jenis air. Apabila minyak tidak diolah terlebih dahulu

sebelum dibuang ke badan air penerima, maka akan membentuk selaput. Minyak akan

membentuk ester dan alkohol atau gliserol dengan asam gemuk. Gliseril dari asam

gemuk dalam fase padat maka dikenal dengan nama lemak, sedangkan apabila dalam

fase cair disebut minyak (Sugiharto, 1987).

Ada dua macam emulsi yang terbentuk antara minyak dan air, yaitu emulsi minyak

dalam air danemulsi air dalam minyak. Emulsi minyak dalam air terjadi jika droplet-

droplet minyak terdispersi di dalam air dan distabilkan dengan interaksi kimia dimana air

menutupi permukaan droplet-droplet tersebut. Hal ini terjadi terutama di dalam air yang

berombak, dan droplet minyak tersebut tidak terdispersi pada permukaan air, melainkan

menyebar di dalam air. Beberapa droplet minyak, terutama yang berikatan dengan

partikel mineral, menjadi lebih berat dan akan mengendap ke bawah.

Emulsi air dalam minyak terbentuk jika droplet-droplet air ditutupi oleh lapisan

minyak, dan emulsi ini distabilkan oleh interaksi di antara droplet-droplet air yang

tertutup. Emulsi semacam ini terlihat sebagai lapisan yang mengapung pada permukaan

air dan lekat, dan terkadang karena kandungan air di dalam droplet-droplet minyak

tersebut cukup tinggi maka total volumenya menjadi lebih besar dibandingkan dengan

minyak aslinya.

Sebagian besar emulsi minyak tersebut kemudian akan mengalami degradasi

melalui foto oksidasi spontan dan oksidasi oleh mikroorganisme. Mikroorganisme

merupakan organisme yang paling berperan dalam dekomposisi minyak di laut. Setelah

kira-kira tiga bulan, hanya tinggal 15% dari volume minyak yang mencemari air masih

tetap terdapat di dalam air.

Page 24: pengolahan limbah minyak

Lapisan minyak yang berada di permukaan air akan mengganggu kehidupan

organisme di dalam air hal ini dikarenakan :

1. Lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari

udara ke dalam air sehingga jumlah oksigen terlarut di dalam air akan

menjadi berkurang. Berkurangnya kandungan oksigen dalam air akan

mengganggu kehidupan organisme yang berada di perairan.

2. Dengan adanya lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi

masuknya sinar matahari ke dalam air sehingga proses fotosintesis oleh

tanaman air tidak dapat berlangsung.

3. Air yang telah tercemar oleh minyak tidak dapat dikonsumsi oleh manusia

dikarenakan pada air yang mengandung minyak tersebut dapat

mengandung zat-zat yang beracun seperti senyawa benzen dan toluen.

Minyak berasal dari kandungan lemak, dimana lemak sendiri adalah fungsi atau

sifat Prostaglandinyang dapat terbentuk dengan proses pelingkaran dan peroksigenan

dari asam lemak tak jenuh dengan banyak ikatan C = C yang menyebabkan mudah

terbakar dan menimbulkan nilai kalor tertentu.

Minyak terdiri dari 3 macam, yaitu :

1. Minyak mineral, dalam minyak ini terkandung senyawa-senyawa

Hidrokarbon.

2. Minyak essensial (minyak asiri).

3. Minyak fixed, yaitu tidak mudah menguap (Trigilliserida).

Tujuan pengolahan menggunakan reaktor pemisah minyak untuk menurunkan atau

mengurangi konsentrasi Minyak pada limbah yang berasal dari bengkel motor dan mobil

di Yogyakarta. Proses yang dilakukan adalah mengalirkan limbah ke dalam reaktor

pemisah minyak, limbah akan melewati sekat-sekat yang berada dalam reaktor. Pada

saat melewati sekat-sekat tersebut disinilah terjadi proses pemisahan minyak, minyak

akan menempel pada sekat yang terbuat dari bahan kaca. Pada kolom pertama

konsentrasi minyak masih tinggi karena hanya melewati satu sekat saja. Pada kolom

kedua limbah akan melewati sekat lagi, dikolom kedua ini konsentrasi minyak telah

berkurang tidak pekat seperti pada kolom pertama. Konsentrasi minyak akan terus

berkurang setelah limbah melewati kolom ketiga dan keempat. Setelah melewati proses

pemisahan, untuk menurunkan kadar minyak maka digunakan dua varian, yaitu zeolit

dan karbon aktif. Limbah akan dialirkan ke reaktor zeolit dan reaktor karbon aktif. pada

zeolit dan karbon aktif limbah yang masih mengandung minyak akan mengalami

adsorbsi sehingga kandungan minyak akan semakin turun.

Limbah akan diolah menggunakan reaktor pemisah minyak, sebelum limbah

dialirkan ke reaktor pemisah minyak, dilakukan penambahan air sebanyak 20 % dari

total volume limbah bengkel. Penambahan air ini dimaksudkan agar minyak yang terlarut

dalam air dapat terurai dan terpisah, serta untuk mempermudah minyak membentuk

suatu lapisan minyak atau mempercepat bergabungnya antar molekul minyak yang

Page 25: pengolahan limbah minyak

memiliki berat jenis yang sama yaitu 0,85. Sehingga konsentrasi minyak yang larut

dalam air dapat berkurang dan minyak yang terapung akan menjadi lebih banyak, serta

untuk mengurangi sifat limbah bengkel yang pekat agar dapat dialirkan ke reaktor

pemisah minyak.

Pengolahan limbah bengkel menggunakan reaktor pemisah minyak ini adalah

pengolahan secara fisika, serta berdasar pada prinsip gravitasi dan berat jenis molekul.

Dimana limbah ditampung pada reservoar lalu dialirkan menuju reaktor pemisah minyak.

Dalam reaktor pemisah minyak terdapat empat ruang sekat yang disusun dengan

kemiringan 60°, yang berfungsi menambah luas penampang lintang dari aliran atau

mengurangi lintasan butiran partikel minyak ke permukaan, dan pembentukan lapisan

minyak dapat terjadi lebih cepat serta untuk menciptakan suatu aliran yang laminer.

Limbah yang masuk ke dalam reaktor akan melewati sekat-sekat yang terbuat dari kaca.

Disinilah terjadi proses fisika pemisahan antara minyak dan air. Karena minyak akan

melekat pada benda-benda padat dan karena minyak memiliki viskositas yang cukup

kental serta sekat yang terbuat dari bahan kaca memiliki permukaan yang kasat maka

minyak yang melewati sekat kaca ini akan menempel pada kaca sehingga konsentrasi

minyak akan berkurang dan akan terus berkurang setelah melewati sekat yang lainnya.

Berdasarkan prinsip gravitasi dimana minyak memiliki berat jenis yang lebih kecil yaitu

0,85 dari pada berat jenis air yaitu 1, maka minyak akan terapung diatas air. Pada saat

penelitian, setelah limbah masuk pada reaktor terjadi pembentukan droplet-droplet

minyak, dikarenakan sekat dengan kemiringan 60° sehingga terciptanya aliran yang

laminer pada reaktor, pada saat aliran laminer inilah minyak akan terpisah dari air,

minyak terapung dan dikeluarkan melalui pipa pembuangan minyak yang berada pada

reaktor pemisah minyak.

Limbah yang terdapat dalam reaktor akan terjadi emulsi, yaitu emulsi air dalam

minyak. Emulsi air dalam minyak terbentuk droplet-droplet air ditutupi oleh lapisan

minyak, dan emulsi ini distabilkan oleh interaksi di antara droplet-droplet air yang

tertutup. Emulsi ini terlihat sebagai lapisan yang mengapung pada permukaan air dan

lekat sehingga minyak akan menempel pada kaca. Seperti pada penelitian sebelumnya

dalam melakukan pemisahan minyak , bahan yang digunakan sebagai penangkap

minyak yaitu bahan yang terbuat dari viber plastik yang disusun berlapis-lapis. Pada

penelitian ini melakukan proses pemisahan kadar minyak yang terdapat pada limbah

bengkel, dimana limbah pada bengkel berasal dari proses pencucian karburator motor,

pembersihan mesin, dan sisa-sisa oli pada proses penggantian oli mesin. Untuk proses

pemisahan minyak menggunakan reaktor pemisah minyak, dengan menggunakan

reaktor yang bermedia zeolit dan karbon aktif. Faktor waktu detensi atau waktu tinggal

juga mempengaruhi pada proses pemisahan minyak, menurut (Ondrey, 2006)waktu

tinggal yang diperlukan hanya sekitar 30 menit, maka droplets minyak akan terpisah dari

air. Pada penelitian ini kondisi aliran laminer, sebagai akibat adanya sekat-sekat yang

mengurangi lajunya aliran yang masuk ke dalam reaktor pemisah minyak.

Page 26: pengolahan limbah minyak

Prinsip Pemisahan Minyak Pada Oil trap

Sebuah studi telah dilakukan untuk mengolah air yang terkontaminasi oleh minyak

dengan menggunakan kolam perangkap minyak (Oil Trap).Pengolahan yang diterapkan

untuk pemisahan minyak yang tercampur dalam air buangan adalah pengolahan secara

fisika, yakni melalui prinsip gravitasi berdasarkan perbedaan massa jenis antara air dan

minyak. Partikel yang tersuspensi dalam larutan akan tenggelam atau naik/terapung. Hal

ini tergantung dari perbedaan berat jenis tersebut. Sedimen kasar akan mengendap di

dasar kolam perangkap dan minyak akan mengapung, sedangkan air yang telah

berpisah dengan minyak tersebut dibuang ke outlet.

Pada pemisahan minyak dan air, kecepatan naiknya butir minyak akan mencapai

konstan bila gaya dorong ke atas akibat adanya perbedaan berat jenis sama dengan

tahanan gerak fluida saat bergerak. Hal ini tergantung dari berat jenis, viskositas fluida

dan ukuran butiran minyak.

 

Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa teknologi oil trap merupakan pengolahan

pemisahan minyak-air secara fisika, menggunakan prinsip gravitasi. Sama hal nya

dengan reakor pemisah minyak pemisahan dilakukan secara fisika dalam proses

pemisahan minyak, dan menggunakan prinsip gravitasi, serta berdasarkan pada berat

jenis molekul antara air dan minyak. Tetapi oil trap hanya berupa kolam atau

kompartemen yang di dalamnya hanya ruang kosong, sedangkan pada reaktor pemisah

minyak di dalamnya terdapat sekat-sekat sebagai alat penangkap minyak. Proses

terjadinya pemisahan minyak pada oil trap yaitu setelah ruang yang terdapat di dalam

kolam terisi penuh, dimana alirannya horizontal yang rendah dan laminer akan

memberikan waktu tinggal bagi butir-butir minyak untuk terpisah bergabung membentuk

lapisan minyak (oil layer) yang akan mengapung. Maka antara minyak dan air dapat

dipisahkan, minyak memiliki berat jenis yang lebih kecil dari pada air sehingga posisi

minyak akan berada di atas air dan minyak akan di buang melalui outlet.

Pada reaktor pemisah minyak, minyak akan menempel pada sekat-sekat yang

terdapat dalam reaktor pemisah minyak. Sekat ini berfungsi mengurangi lintasan butiran

partikel minyak ke permukaan sehingga butiran minyak yang telah terkumpul dibawah

sekat dapat mengumpul lebih lanjut ke atas permukaan air, dan minyak yang terkumpul

pada permukaan akan dibuang melalui pipa penangkap minyak.

Pada penelitian menggunakan oil trap, pengukuran konsentrasi minyak dalam air

diperoleh data dan efisiensi selama penelitian yaitu pada inlet sebesar 230 ppm, dengan

oulet sebesar 28 ppm. Menurut KEP – 51 / MENLH / 10 / 1995 Golongan 2 tentang Baku

Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri sebesar 50 ppm. Dan rata-rata prosentase 99,57

%(Wahyuni, 2006). Sedangkan prosentase pada reaktor pemisah minyak rata-rata

sebesar 45,10 %. Dimana limbah yang diolah menggunakan oil trap, minyak yang larut

dalam air kurang dari 10 ppm, kebanyakan terpisah dan mengapung dipermukaan air.

Pada oil trap juga memiliki waktu detensi yang lama yaitu 2 jam. Limbah yang diolah

Page 27: pengolahan limbah minyak

pada oil trap tidak hanya limbah nikel saja, tetapi limbah dari hasil pencucian bengkel-

bengkel pabrik, ceceran oli pada bengkel, serta limbah dari hasil pencucian kendaraan.

Sehingga prosentase efisiensinya mencapai 99,57 %. Pada reaktor pemisah minyak

memiliki kadar inlet 49 mg/l. Dimana pada limbah bengkel sebagian besar minyak larut

dalam air dan hanya sebagian kecil saja yang terapung di atas permukaan air, dan sulit

untuk dipisahkan sehingga efisiensi penurunan reaktor pemisah minyak hanya 45,10 %,

dibandingkan dengan oil trap yang sebagian besar minyaknya terpisah dan terapung di

permukaan air dan mudah untuk dipisahkan. Sehingga digunakan media karbon aktif dan

zeolit untuk memisahkan atau menyerap minyak yang terlarut dalam air, sehingga

prosentase dari efisiensi reaktor pemisah minyak hanya 45,10 %. Untuk prosentase

efisiensi pada reaktor zeolit sebesar 57,09 %, prosentase ifisiensi pada reaktor karbon

aktif sebesar 61,17 %.

Dari data dan hasil perbandingan diatas, kedua teknologi tersebut memiliki

kemampuan yang efektif dalam pemisahan antara minyak dan air. Pada reaktor pemisah

minyak memiliki media tambahan yaitu karbon aktif dan zeolit sebagai adsorbennya.

BAB III KESIMPULAN

Pengolahan minyak mentah (crude oil) sangat membutuhkan energi yang

merupakan bahan baku sumber daya alam sangat berpotensi terjadinya

kerusakan/pencemaran lingkungan, disamping melalui proses fisik dan kimia dalam

pengolahan bahan baku cenderung menghasilkan polusi seperti : partikel, gas karbon

monoksida (CO), gas karbon dioksida (CO2), gas belerang oksida (SO2), dan uap air.

Sesuai dengan jenis produksinya, maka kilang minyak tidak dapat lepas dari masalah

limbah dan polusi yang timbul terutama pada lingkungan yaitu pencemaran air, tanah,

dan udara.

sumber limbah cair minyak bumi berasal dari kegiatan-kegiatan antara lain:

1. Air pendingin di kilang minyak, dimana bila terjadi kebocoran pada pipa

pendingin, bocoran minyak akan terbawa air.

2. Air sisa umpan boiler untuk pembangkit uap air.

3. Air sisa dari lumpur pembocoran.

4. Air bekas mencuci peralatan-peralatan dan tumpahan-tumpahan/ ceceran

minyak di tempat kerja.

5. Air hujan.

Sumber limbah padaT Pada umumnya limbah padat yang dihasilkan

adalahsludge (lumpur) yang terdiri dari Arsen, Barium, Boron, Chromium, Cadmium,

Page 28: pengolahan limbah minyak

Mercury, Timbal dan Seng. Sludge yang didapatkan dari pembersihan tangki akan diolah

ke dalam suatu bak untuk pengolahan lebih lanjut.

Sumber limbah gas minyak bumi Upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan

untuk mengurangi dampak kualitas udara ambient yang berupa gas diantaranya :

1. Melewatkan gas H2S kedalam larutan NaOH atau Ca(OH)2 sehingga gas

yang keluar merupakan sisa yang tidak tertangkap oleh larutan NaOH atau

Ca(OH)2.

2. Melakukan pendinginan dan penangkapan gas yang keluar telah sesuai

dengan udara luar.

3. Penanaman tanaman pelindung di sekeliling lokasi Stasiun Pengumpul/

Stasiun Kompresor.

4. Melakukan perawatan cerobong.

Pada saat ini telah banyak teknologi yang digunakan dalam pengolahan limbah

minyak mulai dari pengolahan secara mekanis dan kimia, namun masih meninggalkan

permasalahan pada kadar maksimum minyak. Sehingga teknologi ramah lingkungan

untuk meminimasi kadar minyak adalah dengan Solid Bioremediation yaitu secara

pengomposan.

secara umum beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak yang menjadi

limbah diantaranya in-situ burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi,

penggunaan sorbent, penggunaan bahan kimia dispersan, dan washing oil(anonim,

DAFTAR PUSTAKA

 BAPEDAL, 2001. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999

tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.Badan Pengendali Dampak Lingkungan. Jakarta.

  G.S. Sidhu, Nature and effect of a kerosene like toint in mullet (Mugil cephalus),

FAO Rome, FIR:MP/70/E-39, 1970, p.99. Imamkhasani, S. 1998. Lembar Data Keselamatan Bahan, Volume I, Puslitbang

Kimia Terapan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bandung. J. Bagg, J.D. Smith, W.A. Maher, Aust.J.Mar. Fresh-water Res. 32 (1981) 65.  Kementerian Lingkungan Hidup. 2003. Pengelolaan limbah minyak bumi secara

biologi. Badan Pengendali Dampak Lingkungan, Jakarta. Kementrian KLH, Keputusan Menteri Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air

laut, Kementrian KLH, Jakarta, 2004. K. Sumadhiharga, Lingkungan & Pembangunan 15 (1995) 376. Lasari, D.P., 2010. Bakteri, Pengolah Limbah Minyak Bumi yang Ramah

Lingkungan, Fakultas Sains & TeknikUniversitas Soedirman.

Page 29: pengolahan limbah minyak

  M. Mulyono, Makalah Kursus Pencemaran Laut P3O-LIPI, Jakarta, 1988. Ondrey, G. 2006. Improved oil-water separation.Journal of Chemical Engineering.

University of New South Wales. Australia. Vol. 113, Iss. 1; pg. 16, 1 pgs. PERTAMINA (2001). Pedoman Pengelolaan Limbah Sludge Minyak Pada Kegiatan

Operasi Pertamina. Jakarta: Pertamina. Susilo, 2006. Studi Penanganan Limbah Solvent Sisa Analisis Acidity Untuk

Pengendalian Pencemaran Lingkungan Di Pertamina UP IV Cilacap, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

 Udiharto, M., dan Sudaryono. 1999. Bioremediasi Terhadap Tanah Tercemar Minyak

Bumi Parafinik dan Aspak. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah dan Pemulihan Kerusakan Lingkungan-BPPT, Jakarta. 121-132.

 Yani, M., Agung, D.S., Fitria, R.E., Nastiti, S.I., 2007. Pengembangan Bioremendasi

Dengan Teknik Slurry Bioreaktor Untuk Pengolahan Sludge ISedimen Tercemar Minyak Bumi, Seminar Nasional Perhimpunan Perikanan dan IImu Kelautan Indonesia Bogor.

Page 30: pengolahan limbah minyak