laporan akhir penelitian struktur penguasaan dan pemilikan

114
LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Provinsi Jawa Timur PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional 2015

Upload: others

Post on 20-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

i

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

LAPORAN AKHIR

Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Provinsi

Jawa Timur

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang /

Badan Pertanahan Nasional2015

Page 2: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

ii

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT sehingga “Laporan Akhir Penelitian Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Provinsi Jawa Timur” berbasiskan Data IP4T dapat disusun dan diselesaikan.

Penelitian ini merupakan penelitian yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada Tahun Anggaran 2015, bertujuan untuk mengkaji struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Provinsi Jawa Timur, penyebab ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Provinsi JawaTimur dan dampak nya terhadap petani.

Penelitian Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Provinsi Jawa Timur dilatarbelakangi isu strategis penguasaan dan pemilikan tanah pertanian yang semakin timpang, akibat pesatnya pembangunan dan pertambahan penduduk yang mengarah kepada ketidakadilan. Gejala ini dapat diketahui dari akumulasi penguasaan tanah pertanian yang berlebihan, pemecahan bidang tanah pertanian, dan perubahan tanah pertanian ke non pertanian, sehingga penguasaan dan pemilikan tanah pertanian kurang dari 0,5 hektar (gurem). Sensus Pertanian 2003 dan 2013 telah menunjukkan kecenderungan tersebut, karena Rumah Tangga Petani (RTP) petani yang menguasai dan memiliki tanah pertanian kurang dari 0,5 hektar merupakan yang terbanyak. Di sisi lain Pemerintah telah berupaya untuk mencapai kesejahteraan keluarga petani dengan cara mengusahakan agar penguasaan dan pemilikan tanah pertaniannya mencapai seluas 2 hektar per KK sebagaimana yang ditetapkan pada Pasal 8 UU No. 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Pemilihan lokus penelitian ini di Provinsi Jawa Timur didasarkan pada jumlah petani gurem yang terbanyak di Indonesia berdasarkan Sensus Pertanian 2003 dan 2013 dan pelaksana IP4T dengan jumlah terbanyak dengan ketersediaan soft copy data yang cukup baik. Namun di Provinsi tersebut belum diketahui secara pasti berapa luas penguasaan dan pemilikan tanah pertaniannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penguasaan dan pemilikan tanah pertanian oleh pemilik nya sendiri sebanyak 0,1534 hektar. Pemilikan tanah pertanian mayoritas sebanyak satu bidang dengan rata-rata pemilikan tanah pertanian 0,1651 hektar per bidang per orang. Sedangkan pemilikan tanah pertanian yang luasnya kurang dari 2 hektar mencapai 99,84 persen. Tanah-tanah pertanian tersebut mayoritas berasal dari pewarisan (51,09 persen). Oleh karena itu penyebab ketimpangan penguasaan pemilikan tanah pertanian dapat dikatakan sebagai akibat dari pewarisan. Dampak ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian terhadap petani adalah menyebabkan pendapatannya rendah, ketahanan pangan menurun, terbaginya kemiskinan, dan generasi penerus petani enggan bertani sehingga masa depan pertanian mengkhawatirkan.

Akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberi masukan bagi pemangku kebijakan bagi perbaikan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian dan bagi semua pihak yang berkepentingan dalam pembangunan pertanian dan kesejahteraan petani.

Penyusun,

Tim Peneliti

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Provinsi Jawa Timur, penyebab ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Provinsi Jawa Timur dan dampaknya terhadap petani.

Kata Pengantar

Page 3: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

iii

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

Daftar Isi

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 2

1.2 Fokus Permasalahan 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 5

1.4 Hasil Penelitian 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR PENELITIAN 7

2.1 Struktur Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah 8

2.1.1 Struktur Penguasaan Tanah 8

2.1.2 Pemilikan Tanah 9

2.1.3 Penggunaan Tanah 10

2.1.4 Pemanfaatan Tanah 11

2.2 Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah 11

2.3 Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) 17

2.4 Penetapan Luas Tanah Pertanian 17

2.5 Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian 19

2.6 Kerangka Pikir Penelitian 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 23

3.1 Metode Penelitian 24

3.2 Lokasi Penelitian 24

3.3 Responden Penelitian 24

3.4 Jenis dan Sumber Data 25

3.5 Teknik Pengumpulan Data 25

3.5.1 Survei Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan

Tanah (IP4T) 2013 dan 2014 25

3.5.2 Studi Kepustakaan (Desk Study/Review) 26

3.5.3 Wawancara Mendalam (Depth Interview) 26

3.5.4 Diskusi 26

3.6 Prosedur Pengolahan Data 26

3.6.1 Analisa Kuantitatif 26

3.6.2 Analisa Kualitatif 26

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27

4.1 Jarak Desa dan Kelurahan ke Ibukota Kabupaten / Kota 28

4.2 Geografi Desa dan Kelurahan 29

4.3 Tanah Pertanian di Desa dan Kelurahan 30

Page 4: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

iv

4.4 Kependudukan 31

4.5 Mata Pencaharian Penduduk Desa dan Kelurahan 31

4.6 Pendidikan 32

4.7 Tingkat Kesejahteraan Penduduk Desa dan Kelurahan 33

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35

5.1 Struktur Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian Di Provinsi Jawa Timur 36

5.1.1 Lokasi Penelitian Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Jawa Timur 36

5.1.2 Komposisi Tanah Pertanian dan Penggunaan Lainnya 37

5.1.3 Penguasaan Tanah Pertanian 38

5.1.3.1 Tanah Pertanian dalam Penguasaan Pemiliknya 38

5.1.3.2 Tanah Pertanian dalam Penguasaan Orang Lain 38

5.1.3.3 Tanah Pertanian dalam Penguasaan Bersama 39

5.1.4 Penguasaan Tanah Pertanian dengan Gadai, Sewa, Bagi Hasil dan lainnya 39

5.1.5 Pemilikan Tanah Pertanian 40

5.1.5.1 Tanah Pertanian dalam Pemilikan Sendiri 40

5.1.5.2 Tanah Pertanian dalam Pemilikan Orang Lain 41

5.1.5.3 Tanah Pertanian dalam Pemilikan Bersama 41

5.1.6 Jumlah dan Luas Pemilikan Tanah Pertanian 42

5.1.7 Status Penggarapan Tanah Pertanian 43

5.1.8 Riwayat Perolehan Tanah Pertanian 44

5.1.9 Domisili Pemilik Tanah Pertanian 45

5.1.10 Pemilik Tanah Pertanian Berdasarkan Pekerjaan 46

5.2 Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa dan

Kelurahan Sampel dan Dampaknya Terhadap Petani 47

5.2.1 Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa

dan Kelurahan Sampel 47

5.2.1.1 Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Purut Kecamatan Lumbang Kabupaten Probolinggo 48

5.2.1.2 Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Punten Kecamatan Bumiaji Kota Batu 49

5.2.1.3 Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Kedondong Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun 50

5.2.1.4 Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Temboro Kecamatan Karas Kabupaten Magetan 51

5.2.1.5 Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember 52

5.2.1.6 Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Kelurahan Bakalan Krajan Kecamaan Sukun Kota Malang 53

5.2.1.7 Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan 54

5.2.1.8 Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Jumok Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro 54

5.2.1.9 Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Tulungrejo Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung 55

5.2.1.10 Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Masaran Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek 55

5.2.2 Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa dan

Kelurahan Sampel Terhadap Petani 59

Page 5: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

v

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

5.2.2.1 Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Purut Kecamatan Lumbang Kabupaten Probolinggo 59

5.2.2.2 Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Punten Kecamatan Bumiaji Kota Batu 59

5.2.2.3 Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Kedondong Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun 60

5.2.2.4 Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Temboro Kecamatan Karas Kabupaten Magetan 61

5.2.2.5 Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember 62

5.2.2.6 Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Kelurahan Bakalan Krajan Kecamaan Sukun Kota Malang 63

5.2.2.7 Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan 63

5.2.2.8 Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Jumok Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro 64

5.2.2.9 Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Tulungrejo Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung 65

5.2.2.10 Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian

di Desa Masaran Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek 66

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 71

6.1 Kesimpulan 72

6.2 Rekomendasi 73

DAFTAR PUSTAKA 75

Page 6: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

vi

Daftar Tabel

Tabel 1 Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Golongan Luas Tanah yang Dikuasai, ST2003 dan ST2013 2

Tabel 2 Luas Maksimum Tanah Pertanian 18

Tabel 3 Jarak Desa dan Kelurahan sampel Penelitian ke Ibukota Kabupaten/Kota dan Kondisi Infrastruktur Jalan 28

Tabel 4 Geografi Desa dan Kelurahan Penelitian 29

Tabel 5 Batas Desa dan Kelurahan Lokasi Penelitian 30

Tabel 6 Luas Tanah Pertanian di Desa dan Kelurahan Sampel Penelitian 30

Tabel 7 Jumlah Penduduk di Desa dan Kelurahan Sampel Penelitian 31

Tabel 8 Mata Pencaharian Penduduk di Desa/Kelurahan Sampel Penelitian 32

Tabel 9 Pendidikan Penduduk Desa/Kelurahan Sampel Penelitian 32

Tabel 10 Tingkat Kesejahteraan Penduduk Desa dan Kelurahan Sampel Penelitian 33

Tabel 11 Lokasi Penelitian Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian Berdasarkan Data IP4T Tahun 2013 dan 2014 di Provinsi Jawa Timur 36

Tabel 12 Komposisi Penggunaan Tanah di Desa dan Kelurahan Sampel 37

Tabel 13 Luas Penguasaan Tanah Pertanian di Lokasi Penelitian di Provinsi Jawa Timur 38

Tabel 14 Luas Pemilikan Tanah Pertanian di lokasi Penelitian di Provinsi Jawa Timur 40

Tabel 15 Jumlah dan Luas Pemilikan Bidang Tanah Pertanian di Lokasi Penelitian 42

Tabel 16 Status Penggarapan Tanah Pertanian di Lokasi Penelitian 44

Tabel 17 Riwayat Perolehan Tanah Pertanian di Lokasi Penelitian 45

Tabel 18 Domisili Pemilik Tanah Pertanian di Lokasi Penelitian 46

Tabel 19 Pekerjaan Pemilik Tanah Pertanian di Lokasi Penelitian 46

Page 7: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

vii

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

Daftar Gambar

Daftar Lampiran

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian 21

Gambar 2 Komposisi Penggunaan Tanah di Desa Sampel 37

Gambar 3 Tanah Pertanian di Desa Tulungrejo Kecamatan Karang Rejo Kabupaten Tulungagung 40

Gambar 4 Tanah Pertanian di Desa Purut Kecamatan Lumbang Kabupaten Probolinggo 42

Gambar 5 Tanah Pertanian di Desa Masaran Kecamatan Munjungan Kab. Trenggalek 43

Gambar 6 Tim Peneliti Bersama Responden di Lokasi Tanah Pertanian Desa Jumok Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro 47

Gambar 7 Tanah pertanian yang ditanami tanaman hias untuk kebutuhan landscape di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan 64

Lampiran 1 Penguasaan Tanah Pertanian Oleh Pemiliknya Berdasarkan Luasan Di Provinsi Jawa Timur 80

Lampiran 2 Penguasaan Tanah Pertanian Lokasi IP4T Oleh Orang Lain Berdasarkan Luasan Di Provinsi Jawa Timur 82

Lampiran 3 Penguasaan Tanah Pertanian Lokasi IP4T Secara Bersama Berdasarkan Luasan Di Provinsi Jawa Timur 84

Lampiran 4 Pemilikan Tanah Pertanian Lokasi IP4T Oleh Pemiliknya Berdasarkan Luasan Di Provinsi Jawa Timur 86

Lampiran 5 Pemilikan Tanah Pertanian Lokasi IP4T Oleh Bersama Berdasarkan Luasan DiProvinsi Jawa Timur 88

Lampiran 6 Jumlah, Luas Dan Rata-Rata Kepemilikan Tanah Pertanian Kota/Kabupaten Lokasi IP4T Di Provinsi Jawa Timur 90

Lampiran 7 Riwayat Perolehan Tanah Pertanian Yang Dikuasai/ Dimiliki Sendiri Di Lokasi Sampel IP4T Provinsi Jawa Timur 96

Lampiran 8 Riwayat Perolehan Tanah Pertanian Yang Dikuasai/ Dimiliki Orang Lain Di Lokasi Sampel IP4T Provinsi Jawa Timur 98

Lampiran 9 Riwayat Perolehan Tanah Pertanian Yang Dikuasai/ Dimiliki Bersama Di LokasiSampel IP4T Provinsi Jawa Timur 100

Lampiran 10 Domisili Pemilik Tanah Pertanian Di Lokasi Sampel IP4T Provinsi Jawa Timur 102

Lampiran 11 Pemilikan Tanah Pertanian Berdasarkan Pekerjaan Di Lokasi Sampel IP4TProvinsi Jawa Timur 103

Lampiran 12 Penggunaan Tanah Di Lokasi Sampel IP4T Provinsi Jawa Timur 106

Page 8: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

viii

Page 9: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

1

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR1Bab IPendahuluan

Page 10: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

2

1.1. LATAR BELAKANG

Ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian merupakan isu strategis di bidang pertanahan selain isu jaminan kepastian hukum hak masyarakat atas tanah, kinerja pelayanan pertanahan dan ketersediaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum. Ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah terjadi karena semakin mengecilnya tanah yang dikuasai dan dimiliki petani akibat pesatnya pembangunan dan pertambahan jumlah penduduk yang mengarah kepada ketidakadilan. Gejala ini dapat diketahui dari akumulasi penguasaan tanah pertanian yang berlebihan, pemecahan bidang tanah pertanian, dan perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian, sehingga penguasaan dan pemilikan tanah pertanian semakin menyempit bahkan mencapai luas kurang dari 0,5 ha (gurem). Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa 26,14 juta rumah tangga petani (RTP) hanya menguasai tanah rata-rata 0,89 hektar dan 14,25 juta RTP hanya menguasai tanah kurang dari 0,5 hektar per keluarga. Untuk meningkatkan kesejahteraan petani yang menguasai tanah pertanian gurem, maka salah satu agenda bidang pertanahan dalam RPJMN 2015-2019 akan meningkatkan akses petani gurem terhadap kepemilikan tanah pertanian dari rata-rata 0,3 hektar menjadi 2,0 hektar per Kepala Keluarga petani (Kementerian PPN/Bappennas, 2014:8.9-12).

Sensus Pertanian 2003 dan 2013 menunjukkan bahwa RTP petani yang menguasai dan memiliki tanah pertanian gurem merupakan RTP yang terbanyak dibandingkan RTP yang menguasai dan memiliki tanah pertanian seluas 0,5 hektar lebih. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa petani di Indonesia pada umumnya adalah petani gurem. Jumlah RTP gurem berdasarkan Sensus Pertanian 2003 dan 2013 dapat diketahui dari tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Golongan Luas Tanah yang Dikuasai, ST2003 dan ST2013

No Golongan Luas Tanah (m2) ST2003 ST 2013

PerubahanAbsolut %

1. <1.000 9,380,300 4,338,847 -5,041,453 -53.752. 1.000 – 1.999 3,602,348 3,550,185 -52,163 -1.453. 2.000 – 4.999 6.816.943 6,733,364 -83,579 -1.233. 5.000 – 9.999 4,782,812 4,555,075 -227,737 -4.764. 10.000 – 19.999 3,661,529 3,725,865 64,336 1.765. 20.000 – 29.999 1,678,356 1,623,434 -54,922 -3.276. >30.000 1,309,896 1,608,699 298,803 22.81

JUMLAH 31,232,184 26,135,469 -5,096,715 -16.32Sumber: Sensus Pertanian 2013, BPS diolah

Sensus Pertanian menunjukkan RTP yang mempunyai luas tanah pertanian 0,5 hektar merupakan jumlah RTP yang terbanyak pada ST 2003 dan ST 2013, walaupun pada ST 2013 terjadi penurunan

BAB IPENDAHULUAN

Ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian merupakan isu strategis di bidang pertanahan selain isu jaminan kepastian hukum hak masyarakat atas tanah.

Page 11: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

3

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

sebesar 5.177.195 RTP (26,15 persen). Penurunan jumlah RTP tersebut terjadi pula pada golongan luas tanah pertanian yang lebih besar sama dengan 0,5 – 0,99 hektar (> 0,5 – 0,99 ha).

Penurunan jumlah RTP petani gurem yang menguasai dan memiliki luas tanah pertanian kurang dari 0,1 hektar pada ST 2013 dibandingkan ST 2003 terjadi secara signifikan sebanyak 5.041.453 RTP (53,75 persen). Penurunan ini terjadi hampir di seluruh Indonesia, kecuali di Maluku dan Papua, sedangkan yang terbanyak terjadi di Jawa Tengah. Penurunan jumlah RTP petani gurem mengindikasikan bahwa semakin kecil luas tanah pertanian yang dikuasai dan dimiliki RTP petani, maka semakin besar kemungkinan tanahnya akan dialihkan kepada pihak lain atau beralih fungsi menjadi tanah non pertanian. Sehingga RTP petani gurem tersebut akan menjadi petani yang tidak menguasai dan memiliki tanah pertanian (landless), kemudian akan menjadi petani penyakap (bagi hasil), buruh tani atau bekerja di luar sektor pertanian.

Berdasarkan Sensus Pertanian 2003 dan 2013 jumlah RTP petani gurem yang terbanyak berada di Pulau Jawa, terutama di Jawa Timur. Jumlah RTP petani gurem di Jawa Timur tersebut sebanyak 3.755.833 RTP (26 persen) dari petani gurem yang ada. Kondisi ini menunjukkan adanya ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian yang semakin besar dari tahun ke tahun, sehingga menjadi salah satu isu strategis pertanahan.

Isu ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian merupakan isu yang selama ini belum bisa diatasi dengan baik. Upaya untuk mengatasi ketimpangan penguasaan pemilikan tanah bukan merupakan hal yang mudah, mengingat masalah ini merupakan akumulasi dari berbagai aspek permasalahah yang terkait erat dengan aspek sosial budaya, ekonomi dan politik. Rustiadi (2008:75-76) menyatakan bahwa disparitas penguasaan tanah pertanian dapat dilihat berdasarkan gini ratio kepemilikan tanah pertanian yang dipunyai oleh Rumah Tangga Petani. Analisis yang dilakukan dengan menggunakan hasil sensus pertanian 2003 menunjukkan bahwa rata-rata gini ratio kepemilikan tanah pertanian di Indonesia sebesar 0,479. Sedangkan gini ratio kepemilikan tanah pertanian di Pulau Jawa sebesar 0,460 dan di luar Pulau Jawa sebesar 0,469. Berdasarkan indeks gini ratio tersebut, maka pada umumnya distribusi aset tanah pertanian di Indonesia tidak merata, bahkan indeks gini ratio di Bali mencapai 0,9 yang menunjukkan distribusi kepemilikan tanah pertaniannya sangat timpang. Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia khususnya pertanian sedang mengalami hambatan pertumbuhan. Khusus di Pulau Jawa, meskipun indeks gini ratio menunjukkan angka yang lebih kecil yang berarti adalah lebih merata, namun kondisinya adalah merata dalam skala kepemilikan yang kecil-kecil (RTP yang menguasai tanah kurang dari 0,5 ha di Jawa Timur pada tahun 2003 mencapai 72,60 %). Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun ada pemerataan aset, namun dengan skala kepemilikan yang kecil maka economies of scale tidak akan tercapai, sehingga hasil usaha tani pada kondisi tersebut merugi.

Luasan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian sebenarnya telah diatur melalui Undang Undang Nomor 56 Prp tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Undang-Undang tersebut menetapkan luas penguasaan dan pemilikan tanah pertanian minimum sebesar 2 hektar per keluarga petani, agar dapat memperoleh penghasilan yang cukup untuk hidup layak bagi diri sendiri dan keluarganya. Namun luas tanah minimum yang telah ditetapkan untuk petani dalam kebijakan tersebut belum dapat diwujudkan dengan baik. Upaya untuk mengatasi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah telah dilakukan dengan menetapkan Kebijakan Pembaruan Agraria yang diamanatkan dalam Tap MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Kebijakan tersebut mengamanatkan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat. Namun sampai saat ini luas tanah pertanian minimum yang telah ditetapkan tersebut belum dapat diwujudkan dengan baik.

Page 12: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

4

Penelitian terkait struktur penguasaan tanah pertanian telah banyak dilakukan, namun penelitian tersebut dilakukan berdasarkan data sensus pertanian dari BPS. Adapun penelitian terkait sruktur pemilikan tanah pertanian masih jarang dilakukan, kalaupun telah dilakukan scope penelitiannya hanya dilaksanakan di satu atau beberapa desa saja. Sedangkan Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian ini akan dilakukan di beberapa desa/kelurahan di beberapa kabupaten dan kota berbasiskan data IP4T Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

Berdasarkan uraian tersebut di atas perlu diketahui bagaimana luas penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di perdesaan saat ini melalui penelitian struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian. Penelitian tersebut dilaksanakan di Jawa Timur berbasiskan data penguasaan dan pemilikan tanah hasil Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional yang telah dilakukan oleh Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Pertimbangan dilakukannya penelitian struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Jawa Timur disebabkan provinsi ini merupakan provinsi yang mempunyai jumlah RTP petani gurem yang terbanyak di Indonesia berdasarkan Sensus Pertanian 2003 maupun 2013 dan berdasarkan informasi dari Direktorat Landreform, Provinsi Jawa Timur telah melaksanakan IP4T dengan jumlah yang terbanyak hingga tahun 2014 dengan ketersediaan softcopy data IP4T yang cukup baik.

Kegiatan Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional merupakan amanat TAP MPR IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam pada Pasal 5 Ayat (1.c) yang menyatakan bahwa untuk merumuskan arah Kebijakan Pembaruan Agraria perlu diselenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform. Hasil IP4T adalah data penguasaan pemilikan penggunaan dan pemanfaatan tanah yang valid, karena pengumpulan datanya dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten dan Kanwil BPN Provinsi secara survei terhadap seluruh bidang-bidang tanah di suatu desa atau kelurahan dan diukur melalui pengukuran kadastral.

Hasil penelitian mengenai struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian diharapkan dapat mengetahui luas tanah yang dikuasai dan dimiliki masyarakat di perdesaan, kepemilikan tanah pertanian baik perorangan, kelompok maupun badan hukum, ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian serta hal-hal yang terkait dengan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian. Sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di perdesaan tidak hanya gambaran struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian saja. Struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian tersebut diharapkan dapat menggambarkan dan memperlihatkan banyak hal termasuk ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian, konsentrasi penguasaan dan pemilikannya hingga hal-hal yang terkait dengan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pencapaian Sasaran ke II RPJMN Pertanahan Tahun 2015-2019 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dengan target sebanyak 18 juta bidang atau sedikitnya mencapai 9 juta hektar dalam rangka TORA (Tanah Obyek Reforma Agraria) dalam upaya memperbaiki ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah pertanian.

Page 13: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

5

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

1.2. FOKUS PERMASALAHAN

Upaya untuk mengetahui struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian diperlukan dalam rangka menata kembali penguasaan dan pemilikan tanah pertanian yang berkeadilan. Dalam rangka menata kembali penguasaan dan pemilikan tanah pertanian tersebut, maka penelitian ini difokuskan pada permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Provinsi Jawa Timur?2. Mengapa terjadi ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di

Provinsi Jawa Timur dan bagaimana dampaknya terhadap petani?

1.3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan fokus permasalahan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dan menganalisis struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Provinsi Jawa Timur;

2. Mengetahui penyebab ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Provinsi Jawa Timur dan dampaknya terhadap petani.

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi penyusunan kebijakan penataan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian, khususnya di Provinsi Jawa Timur.

1.4. HASIL PENELITIAN

Penelitian struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai :

1. Struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Provinsi Jawa Timur;2. Penyebab dan dampak ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di

Provinsi Jawa Timur.

1.5. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Ruang lingkup penelitian struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian meliputi:

1. Penguasaan tanah adalah hubungan hukum antara orang perorangan, kelompok orang atau badan hukum dengan tanah, seperti dalam bentuk gadai, sewa dan bagi hasil;

2. Pemilikan tanah adalah hubungan hukum orang per orang, kelompok orang, atau badan hukum dengan tanah yang dilengkapi dengan bukti kepemilikan baik yang sudah terdaftar (sertipikat hak atas tanah) maupun yang belum terdaftar;

3. Tanah pertanian dalam penelitian ini adalah tanah yang diusahakan dalam kegiatan pertanian baik tanaman semusim maupun tanaman keras;

4. Data penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah pertanian didasarkan kepada data kegiatan inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (IP4T) yang dilaksanakan dalam kurun waktu 2013 dan 2014. Pembatasan tahun data IP4T berdasarkan pertimbangan “kekinian data” (up to date). Data inventarisasi P4T tersebut diperoleh dari hasil survei yang dilaksanakan Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten dan Kanwil BPN Provinsi terhadap seluruh bidang tanah di suatu desa.

Page 14: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

6

Page 15: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

7

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR2Bab IITinjauan Pustaka

dan Kerangka Pikir Penelitian

Page 16: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

8

BAB IITINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR PENELITIAN

Penguasaan tanah adalah hubungan penguasaan langsung secara fisik antara orang per orang, kelompok orang, atau badan hukum dengan tanah yang didasarkan kepada hubungan hukum tertentu seperti sewa, gadai, hak milik serta hubungan hukum lainnya.

2.1 STRUKTUR PENGUASAAN, PEMILIKAN, PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

2.1.1. Struktur Penguasaan Tanah

Pengertian penguasaan tanah adalah hubungan penguasaan langsung secara fisik antara orang per orang, kelompok orang, atau badan hukum dengan tanah yang didasarkan kepada hubungan hukum tertentu seperti sewa, gadai, hak milik serta hubungan hukum lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Juklak Landreform, 2013). Pasal 4 ayat (1) dan (2) menentukan, bahwa atas dasar hak menguasai dari Negara, ditentukan macam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan dan dapat dipunyai oleh orang-orang dan badan hukum, baik secara individual maupun bersama-sama dengan orang lain dan memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk mempergunakan tanah, termasuk tubuh bumi dan air serta ruang angkasa sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah dalam batas-batas tertentu menurut Undang-undang dan peraturan peraturan hukum yang lebih tinggi. Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam Pasal 4 adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan, serta hak-hak lainya yang sifatnya Sementara yaitu Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, Hak Sewa Tanah Pertanian.

Penguasan tanah dengan gadai ialah hubungan antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang mempunyai utang uang padanya. Selama utang tersebut belum dibayar lunas maka tanah itu tetap berada dalam penguasaan yang meminjamkan uang tadi (pemegang gadai). Selama itu hasil tanah seluruhnya menjadi hak pemegang gadai, dengan demikian merupakan bunga dari utang tersebut. (Penjelasan UU No 59 Prp Tahun 1960). Waktu gadai, obyek gadai, harga gadai serta kesepakatan-kesepakatan lainnya antara para pihak dituangkan dalam sebuah perjanjian gadai tanah yang bersifat tertulis. Walaupun pada kenyataannya, perjanjian gadai tanah yang berasal dari adat lebih sering dilakukan masyarakat adat tanpa perjanjian tertulis (lisan).

Penguasaan tanah dengan bagi hasil dilaksanakan dengan melakukan perjanjian bagi hasil. Perjanjian Bagi Hasil (Pasal 1 poin c UU No. 2 Tahun 1960) adalah perjanjian dengan nama apapun juga yang diadakan antara pemilik pada satu pihak dan seseorang atau badan hukum pada pihak lain, yang dalam undang-undang ini disebut “penggarap”, berdasarkan perjanjian

Page 17: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

9

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah pemilik, dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak. Dahulu, pada perjanjian bagi hasil maka pemilik tanah masih memegang kontrol usaha, namun saat ini tidak demikian. Perjanjian bagi hasil antara masyarakat dan perusahaan memungkinkan masyarakat sebagai pemilik tanah tidak lagi mempunyai kontrol terhadap usaha pertanian yang diperjanjikan, justru kontrol di tangan perusahaan. Dalam hal ini pemilik tanah hanya akan menerima bagi hasil saja terhadap hasil usaha. Untuk itu terhadap perjanjian bagi hasil yang demikian terdapat istilah bahwa saat ini justru penggarap (perusahaan) yang sejahtera, bukan lagi pemilik tanah seperti pada masa lalu. Latar belakang terjadinya bagi hasil di kalangan masyarakat menurut Kusuma (1994:14) adalah :

1. Bagi pemilik tanah, antara lain karena : i) mempunyai tanah atau lahan tetapi tidak mampu atau tidak mempunyai kesempatan untuk mengerjakan tanah sendiri, ii) keinginan mendapat hasil namun tidak mau susah payah dengan memberi kesempatan orang lain untuk mengerjakan tanah miliknya.

2. Bagi penggarap/pemaro, antara lain karena : i) tidak atau belum mempunyai tanah garapan dan atau belum mempunyai pekerjaan tetap, ii) kelebihan waktu bekerja karena memiliki tanah terbatas luasnya tanah sendiri itu tidak cukup, iii) keinginan mendapatkan tambahan hasil garapan.

Penguasaan tanah dengan sewa dilakukan melalui perjanjian sewa. Perjanjian sewa tanah adalah perjanjian antara pemilik dan penyewa, dimana pemilik mengizinkan penyewa untuk berada, mengerjakan atau mendiami tanah yang disewakan pemilik dengan keharusan membayar sejumlah uang tertentu sebagai uang sewa sesudah setiap bulan, setiap panen atau setiap tahun, atau dibayar di muka untuk jangka waktu tertentu. Sesudah habis waktu yang tertentu itu, maka tanah tersebut kembali kepada pemiliknya. Umumnya praktek sewa menyewa tanah pertanian ini masih terjadi di daerah pedesaan dan pelaksanaannya didasarkan pada hukum adat masing-masing. Hubungan antara penyewa dan pemberi sewa lebih banyak didasarkan pada adanya rasa saling percaya dan kejujuran antara keduanya, jadi tidak melalui suatu proses formal untuk terjadinya suatu perjanjian sewa menyewa tanah pertanian.

Struktur penguasaan tanah yang diteliti merupakan distribusi penguasaan tanah yang meliputi

1. penguasaan tanah pertanian berdasarkan luasan;2. penguasaan tanah pertanian berdasarkan luasan untuk gadai, sewa dan bagi hasil;3. ketunakismaan (landlessness);4. penyakapan tanah pertanian.

Distribusi berbagai jenis penguasaan tanah masyarakat ini diharapkan dapat memberikan gambaran struktur penguasaan tanah pertanian yang berkembang di masyarakat dan analisa faktor penyebabnya.

2.1.2. Pemilikan Tanah

Pemilikan Tanah adalah hubungan hukum antara perorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang dilengkapi dengan bukti kepemilikan baik yang sudah terdaftar (sertipikat hak atas tanah) maupun yang belum terdaftar (Juklak Landreform 2013). Hal ini mengandung pengertian pemilikan tanah di sini sebagai hubungan hukum dengan tanah yang telah disertipikatkan maupun belum disertipikatkan yang merupakan tanah adat. Hukum Tanah Nasional (HTN) di Indonesia bersumber dari hukum adat yang diangkat kedudukannya menjadi dasar HTN. Hal ini menurut Harsono (2007:6) berarti bahwa HTN menggunakan konsepsi, asas-asas dan lembaga-lembaga hukum adat, dengan peraturan-peraturannya yang berbentuk hukum perundang-undangan disusun menurut sistemnya hukum adat. Oleh karena itu, hak ulayat atau hak atas

Page 18: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

10

tanah berdasarkan hukum adat tetap diakui keberadaannya sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan peraturan perundangan.

Untuk kebijakan pemilikan hak atas tanah bagi perorangan dan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum dan dan berdomisili di wilayah Republik Indonesia diberikan kesempatan yang sama dengan hak-hak atas tanah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 UUPA, yakni berupa HM, HGB, HGU, HP. Hak-hak atas tanah tersebut memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi. Berdasarkan UUPA, hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa. Tiap-tiap warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Kewajiban pemilik hak atas tanah baik perorangan maupun badan hukum, selain mempunyai hak, juga berkewajiban memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya. Untuk itu, UUPA mengarahkan setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah (pertanian) diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. Penggunaan dan pemanfaatan tanah pun harus sesuai dengan peruntukan hak atas tanah, keadaan dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan Negara. Setiap hak atas tanah juga mempunyai fungsi sosial, yang berarti harus memperhatikan kepentingan umum, serta penguasaan dan pemilikan tanah yang melampaui batas dilarang dan tidak boleh digunakan untuk yang bersifat pemerasan terhadap kehidupan orang lain.

Struktur pemilikan tanah pertanian dalam penelitian ini merupakan distribusi:

1. Riwayat perolehan tanah pertanian (hibah, jual beli, penetapan pemerintah, tukar menukar, waris, redistribusi tanah, membuka hutan, dll);

2. Pemilikan tanah pertanian menurut status tanah tradisional (gogolan/pekulen/norowito, kas desa/titisara, milik yasan);

3. Pemilikan tanah pertanian menurut jenis hak atas tanah (sertipikat hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak guna usaha, dll);

4. Pemilikan tanah pertanian perorangan dan komunal;5. Pemilikan tanah pertanian berdasarkan gender;6. Pemilikan tanah pertanian berdasarkan dokumen yang dimiliki;7. Pemilikan tanah pertanian berdasarkan luasan;8. Jumlah tanah pertanian yang telah bersertipikat;9. Jumlah RTP yang memiliki tanah pertanian dan rata-rata luas pemilikan;10. Pemilikan tanah pertanian berdasarkan mata pencaharian;11. Pemilikan tahah pertanian berdasarkan domisili.

Distribusi pemilikan tanah tersebut dilihat dengan harapan dapat memberikan gambaran struktur pemilikan tanah pertanian masyarakat baik dari sisi riwayat tanah, status tradisional tanah, jenis hak atas tanah, kepemilikan gender hingga rata-rata kepemilikan tanah pertanian.

2.1.3. Penggunaan Tanah

Penggunaan Tanah adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia (PP Nomor 16 Tahun 2004). Penggunaan tanah harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Penggunaan tanah yang tidak sesuai rencana tata

Page 19: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

11

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

ruang wilayah tidak dapat diperluas, dikembangkan, atau ditingkatkan. Pelayanan administrasi pertanahan dilaksanakan apabila pemegang hak memenuhi syarat-syarat menggunakan tanah sesuai rencana tata ruang, tidak saling mengganggu, tidak saling bertentangan, memelihara tanah, tidak mengubah bentang alam, memberikan nilai tambah penggunaan tanah dan lingkungan. Penggunaan tanah dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Landreorm Tahun 2014, meliputi distribusi sawah, tegalan, bangunan, tanah kosong. Diharapkan dengan melihat penggunaannya dapat memberikan gambaran struktur penggunaan tanah pertanian dibandingkan non tanah pertanian.

2.1.4. Pemanfaatan Tanah

Pemanfaatan Tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah tanpa mengubah wujud fisik penggunaan tanahnya. (PP Nomor 16 Tahun 2004). Pemanfaatan tanah dapat ditingkatkan apabila tidak mengubah penggunaan tanahnya dengan memperhatikan hak atas tanah serta kepentingan masyarakat sekitar. Pemanfaatan tanah dalam penelitian ini merupakan distribusi:

1. jenis pemanfaatan tanah pertanian di desa;2. intensitas pemanfaatan tanah dan optimalisasi pemanfatan tanah;3. indikasi tanah terlantar dan sengketa/konflik.

Dengan demikian, diharapkan struktur pemanfaatan tanah pertanian dapat terlihat, baik jenis pemanfaatan dan optimalisasi pemanfaatannya.

2.2 KETIMPANGAN PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH

Konflik tanah meningkat tajam dua dekade terakhir. Penyebabnya, ekspansi tanah oleh para pengembang dan pemilik modal. Terjadilah ketimpangan penguasaan tanah antara para pemilik modal dengan masyarakat umum. Salamuddin Daeng dari Insititut Global Justice (IGJ) menerangkan, kepemilikan tanah secara besar-besaran ini dilindungi Undang-Undang No.25 Tahun 2007. Menurut Salamudid, sejak 2007 para pemilik modal diperbolehkan menguasai tanah paling lama 95 tahun. Dia menambahkan, hingga kini 175 juta hektar atau setara 93% luas daratan di Indonesia dimiliki para pemodal swasta/asing. Berarti ada segelintir elite, yaitu 0,2% penduduk, menguasai 56% aset nasional dalam bentuk kepemilikan tanah. Sejalan dengan hasil penelitian IGJ, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Idham Arsyad, menunjukkan data mengenai ketimpangan agraria di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian KPA, sekitar 35% daratan Indonesia dikuasai 1.194 pemegang kuasa pertambangan, 341 kontrak karya pertambangan, dan 257 kontrak pertambangan batubara.

Tak heran jika persoalan ketimpangan penguasaan dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanah ataupun sumber daya alam selalu menjadi pemicu konflik. Menurut pendapat Idham, pemerintah membabi buta dalam memberikan izin dan hak eksploitasi hutan, tanah tambang, perkebunan besar, dan pembukaan tambak tanpa mempertimbangkan nasib warga yang hidup dari tanah tersebut. Pemerintah Indonesia masih memiliki perangkat hukum yang mengatur kepemilikan tanah secara demokratis. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau UUPA mengatur pembatasan penguasaan tanah. UUPA tidak membenarkan penguasaan tanah yang melampaui batas. Pengaturan ini dimaksudkan supaya setiap orang mencapai skala usaha ekonomi yang cukup dalam produksi pertanian. Sedangkan batas maksimum dimaksudkan supaya setiap orang mengerjakan tanah berdasarkan kemampuannya. Bila penguasaan tanah melebihi kemampuan, berarti mempekerjakan buruh dalam mengelola tanah itu. Hal ini untuk mencegah terjadinya ketimpangan yang lebar.

Jika dibandingkan penguasaan tanah pada masa Raffles (1811), pemilik modal swasta hanya diperbolehkan menguasai tanah maksimal 45 tahun. Pada masa Hindia Belanda (1870) sekalipun,

Page 20: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

12

para pemodal hanya boleh menguasai tanah maksimal selama 75 tahun. Sedangkan pada masa reformasi, pemerintah justru memberikan izin penguasaan tanah sampai 95 tahun.

Ketimpangan pembangunan antar wilayah dapat dilihat dari perbedaan tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi antar wilayah. Data BPS tahun 2004 menunjukkan bahwa angka kemiskinan di DKI Jakarta hanya sekitar 3,18 persen, sedangkan di Papua sekitar 38,69 persen. Ketimpangan pelayanan sosial dasar yang tersedia, seperti pendidikan, kesehatan dan air bersih juga terjadi antar wilayah, dimana penduduk di Jakarta rata-rata bersekolah selama 9,7 tahun, sedangkan penduduk di NTB rata-rata hanya bersekolah selama 5,8 tahun. Hanya sekitar 30 persen penduduk Jakarta yang tidak mempunyai akses terhadap air bersih, tetapi di Kalimantan Barat lebih dari 70 persen penduduk tidak mempunyai akses terhadap air bersih.

Data BPS tahun 2004 mengenai penguasaan PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto) seluruh provinsi dan lajur pertumbuhan PDRB antar provinsi menunjukkan bahwa Provinsi di Jawa dan Bali menguasai sekitar 61,0 persen dari seluruh PDRB, sedangkan provinsi di Sumatra menguasai sekitar 22,2 persen, provinsi di Kalimantan menguasai 9,3 persen, Sulawesi menguasai 4,2 persen, dan provinsi di Nusa Tenggara, Maluku dan Papua hanya 3,3 persen. Selain itu, laju pertumbuhan PDRB provinsi di Jawa dan Bali pada tahun 2004 sebesar 10,71 persen, provinsi di Sumatra sebesar 7,78 persen, provinsi di Kalimantan 5,72 persen, provinsi di Sulawesi sebesar 11,22 persen, dan provinsi di Nusa Tenggara, Maluku dan Papua sebesar 4,34 persen. Kecenderungan persebaran penguasaan PDRB dan laju pertumbuhan yang tidak sama akan menyebabkan semakin timpangnya pembangunan antar wilayah.

Ketimpangan pembangunan antar wilayah juga ditandai dengan rendahnya aksesibilitas pelayanan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial terutama masyarakat di perdesaan, wilayah terpencil, perbatasan serta wilayah tertinggal. Ketimpangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan ditunjukkan oleh rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat desa, tertinggalnya pembangunan kawasan perdesaan dibanding dengan perkotaan, dan tingginya ketergantungan kawasan perdesaan terhadap kawasan perkotaan. Hal ini disebabkan oleh minimnya akses pada permodalan, lapangan kerja, informasi, teknologi pendukung, dan pemasaran hasil-hasil produksi di perdesaan.

Ketimpangan desa-kota juga disebabkan oleh urbanisasi dan proses aglomerasi yang berlangsung sangat cepat. Saat ini, terdapat 14 kota metropolitan di Indonesia yang sebagian besar (11 kota) terletak di Jawa. Masalah lainnya adalah menurunnya luas rata-rata penguasaan tanah per rumah tangga pertanian, yang berdampak pada menurunnya produktivitas pertanian dan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat perdesaan. Rata-rata penguasaan tanah di Jawa diperkirakan hanya mencapai 0,2 hektar per rumah tangga pertanian.

RPJMN 2004-2009 telah menyebutkan pembangunan kawasan perbatasan menjadi beranda depan negara. Sampai dengan tahun 2005 kawasan perbatasan belum mendapat perhatian yang memadai. Garis batas antarnegara di Kalimantan, Papua, NTT dan Sulawesi Utara yang tidak jelas telah menimbulkan kesalahpahaman antarmasyarakat dan kegiatan ilegal di sekitar perbatasan. Hasil-hasil yang dicapai pada tahun 2005 antara lain: tersusunnya konsep rencana induk dan lembaga pengelola wilayah perbatasan; penetapan PERPRES No. 78 TAHUN 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar; terlaksananya upaya pengembangan dan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar secara terpadu di beberapa wilayah (Pulau Wetar di Maluku, Pulau Enggano di Bengkulu); terlaksananya upaya reklamasi pulau kecil terluar yang terancam hilang (Pulau Nipah di Kepulauan Riau); pelaksanaan pemetaan, survei delineasi, demarkasi, dan densifikasi serta investigasi, rekonstruksi dan pemeliharaan batas darat; tersusunnya konsep rencana tata ruang wilayah perbatasan negara; terlaksananya pertemuan bilateral antara

Page 21: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

13

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

Indonesia dengan negara Malaysia, Papua New Guinea, Filipina, Australia, dan Timor Leste melalui forum Joint Technical Sub Committee on Survey, Demarcation, NAD Mapping (JTSC), JSCS, GBC, Staff Planning Committee (SPC); finalisasi MOU lintas batas RI-Malaysia; terbentuknya kelembagaan khusus pengelolaan di wilayah perbatasan Kalimantan Barat; terlaksananya pembinaan pos lintas batas dan kelembagaan di Provinsi Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Papua dan Nusa Tenggara Timur; terlaksananya kerjasama ekonomi melalui penanaman modal dalam pengembangan kawasan khusus di beberapa kabupaten di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur dalam kerangka Sosek Malindo; tersusunnya data dasar dan peta wilayah perbatasan serta pulau-pulau kecil terluar; serta terjalinnya jaringan komunikasi antara pemerintah pusat, provinsi, daerah dan masyarakat dalam pelaksanaan pengembangan wilayah perbatasan.

Pada tahun 2006 diharapkan dapat tersusun perencanaan pembangunan kawasan perbatasan secara komprehensif dan terpadu antarsektor sebagai beranda depan negara melalui penyusunan Penataan Ruang Kawasan Perbatasan Kalimantan dan Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Antarnegara. Dari aspek penetapan garis batas internasional, diperkirakan akan dicapai hasil antara lain perundingan dan penetapan batas maritim dengan Malaysia dan beberapa negara tetangga lainnya; pengajuan amandemen Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) kepada International Maritim Organization (IMO); dan melanjutkan penyusunan RUU tentang batas wilayah kedaulatan NKRI. Dari aspek keamanan wilayah perbatasan mencakup pembukaan dan peningkatan pelayanan imigrasi, bea cukai, dan karantina di perbatasan Kalimantan, NTT, Papua, dan Sulawesi Utara; serta pembangunan tugu batas, dermaga suar, dan sarana komunikasi di 9 pulau kecil terluar prioritas. Dari aspek pengembangan wilayah perbatasan mencakup inisasi penyusunan kebijakan insentif dana untuk pengembangan wilayah perbatasan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) serta mensosialisasikannya kepada seluruh sektor terkait; melanjutkan proses penetapan Rencana Tata Ruang Perbatasan Kalimantan Sabah Sarawak (KASABA) serta RTR Perbatasan NTT, Sulawesi Utara, dan Papua; melanjutkan fasilitasi pengembangan produk potensi lokal di Kabupaten Belu, Alor, Rote Ndao, dan Kupang; melanjutkan inisiasi Penetapan Rencana Induk Pengembangan Wilayah Perbatasan; melanjutkan inisiasi penyusunan kelembagaan perbatasan; identifikasi 15 kabupaten tertinggal yang ada di daerah perbatasan yang memiliki produk unggulan dengan segala permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan dan peningkatan daya saingnya; monitoring implementasi Jakstranas Pulau-pulau Kecil Terluar (PPK) di P. Wetar (Maluku), P. Enggano (Bengkulu), P. Sebatik (Kaltim); dan sinkronisasi Jakstranas PPK dengan departemen terkait lainnya.

Pembangunan wilayah terisolir pada tahun 2005 telah mencapai hasil antara lain tersusunnya konsep kebijakan, strategi nasional pembangunan daerah tertinggal yang berisi uraian definisi dan batasan, konsep kebijakan dan program prioritas bagi percepatan pembangunan di daerah tertinggal; teridentifikasikannya 199 kabupaten tertinggal untuk jangka perencanaan 2006–2009; terbentuknya kerjasama antara Kementerian PDT, Bappenas, dan Bank Dunia dalam pengembangan daerah tertinggal; tersusunnya kebijakan pengembangan infrastruktur perdesaan daerah tertinggal; tersusunnya kebijakan penyerasian pembangunan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil; tersusunnya kajian pembinaan masyarakat pedalaman dan pemberdayaan komunitas adat terpencil; dilaksanakannya pengembangan wilayah tertinggal di beberapa provinsi dengan pendekatan penyediaan sarana dan prasarana dasar; dilaksanakannya pengembangan wilayah tertinggal di beberapa permukiman transmigrasi lama melalui skim pengembangan permukiman transmigrasi; tersedianya data dan informasi tentang kabupaten dan wilayah tertinggal; serta terjalinnya jaringan komunikasi antara pemerintah pusat, provinsi, daerah dan masyarakat dalam pelaksanaan pengembangan wilayah tertinggal.

Pada tahun 2006 perkiraan hasil yang akan dicapai antara lain terbangunnya prasarana

Page 22: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

14

sumberdaya air di pulau-pulau kecil di Maluku dan Sulawesi Utara; terbangunnya prasarana jalan dan jembatan di pulau-pulau terpencil di Provinsi Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Sulawesi Utara, Papua, dan lain-lain; terbangunnya prasarana dan sarana permukiman di pulau-pulau terpencil dan terisolir; berkembangnya listrik perdesaan di 10 provinsi; terbangunnya prasarana keenergian dan listrik perdesaan yang berbasis sumberdaya alam lokal di 20 kabupaten melalui program Percepatan Pembangunan Sosial Ekonomi Daerah Tertinggal (P2SEDT); meningkatnya ketersediaan air bersih di 20 lokasi daerah tertinggal; meningkatnya pelayanan kesehatan dan pendidikan di wilayah pulau-pulau terpencil; tersusunnya Strategi Daerah (STRADA) pembangunan daerah tertinggal; tersusunnya naskah akademis Rancangan Undang-Undang tentang Pola Pembangunan Daerah Tertinggal; serta tersusun dan terpetakannya potensi daerah tertinggal dalam rangka pengembangan kawasan produksi dan investasi di daerah tertinggal.

Pembangunan wilayah perbatasan dan terisolir akan didukung dengan pembangunan wilayah strategis dan cepat tumbuh, melalui kawasan andalan, kawasan transmigrasi, dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). Kawasan tersebut berfungsi sebagai pusat-pusat pertumbuhan bagi wilayah tertinggal dan perbatasan di sekitarnya. Kawasan transmigrasi sebagai kawasan cepat tumbuh yang menjadi pusat-pusat pertumbuhan telah dibangun di 15 kabupaten dari 20 kabupaten kawasan perbatasan. Pembangunan wilayah strategis dan cepat tumbuh tersebut pada tahun 2005 diwujudkan melalui tersusunnya pedoman dan strategi pengembangan kawasan; pengembangan sistem kelembagaan kawasan andalan cepat tumbuh di 3 provinsi; agenda koordinasi Kerjasama Ekonomi Sub Regional (KESR); pengerahan transmigrasi dan pembangunan sarana prasarana kawasan transmigrasi; pengembangan sektor ekonomi berbasis produk unggulan melalui sentra produksi, kajian pengembangan Free Trade Zone (FTZ) pada kawasan andalan dan KAPET di 4 provinsi KTI, dan peningkatan MOU KAPET untuk berinvestasi di kawasan industri. Sementara pada tahun 2006, pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh dilakukan melalui koordinasi intensif dalam pengembangan sarana prasarana dan sistem jaringan perhubungan antar kawasan; pemberian bantuan teknis dan pendampingan kepada Pemerintah Daerah; pengembangan kawasan transmigrasi; meneruskan kebijakan pengembangan FTZ; implementasi koordinasi kerjasama KESR melalui pengembangan sarana prasarana dan penataan ruang di wilayah strategis; pengembangan sistem kelembagaan; serta pengenalan pengelolaan aspek informasi dan sistem insentif di daerah.

Pada tahun 2005, dalam rangka pengembangan keterkaitan pembangunan antar kota, telah dilaksanakan fasilitasi pengembangan pola kerja sama antar kota; dan pengembangan prasarana dan sarana perhubungan antarkota. Selain itu, dalam rangka pengembangan kota-kota menengah dan kecil telah dilaksanakan revitalisasi kawasan perkotaan/permukiman; penanganan air limbah melalui pengembangan sistem terpusat di kota menengah; dan pemberian bantuan rintisan penanganan persampahan dan drainase di kota-kota menengah. Selanjutnya, telah dilakukan pula upaya untuk mengendalikan pembangunan kota-kota besar dan metropolitan melalui revitalisasi kawasan perkotaan, penanganan air limbah, pemberian bantuan rintisan penanganan persampahan dan drainase di beberapa kota besar; dan pemberian bantuan teknis berupa Penyusunan Rencana Induk Sistem Prasarana Perkotaan Metropolitan dan Penyusunan Strategi Pengembangan Perkotaan Metropolitan. Pencapaian yang diharapkan dari pembangunan perkotaan pada tahun 2006 adalah meningkatnya kualitas lingkungan perkotaan; tersusunnya dan tersosialisasinya pedoman dan strategi pembangunan perkotaan; meningkatnya kualitas aparatur dalam pengelolaan kawasan perkotaan; dan meningkatnya kerjasama antar kota.

Pengurangan kesenjangan antarwilayah juga terkait dengan penataan ruang. Hasil-hasil yang dicapai pada tahun 2005 di bidang penataan ruang mencakup sosialisasi perubahan UU No. 24

Page 23: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

15

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

Tahun 1992 tentang Penataan Ruang; pembahasan RTR Pulau Sumatra, Jawa-Bali, Kalimantan, dan Sulawesi; penyusunan Rapermendagri tentang penyelenggaraan penataan ruang daerah; penyusunan norma, standar, prosedur, dan manual (NSPM) penyusunan rencana tata ruang; penyusunan rencana tata ruang di kawasan strategis nasional di Jawa dan Sulawesi; penyusunan rencana tata ruang pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil di 8 lokasi; peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah melalui pelaksanaan bantuan teknis dan pembinaan teknis di beberapa kabupaten/kota hasil pemekaran dan Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) di Kalimantan; pelaksanaan koordinasi penataan ruang melalui Rakernas BKTRN dan Raker Penataan Ruang Pulau Jawa-Bali dan Sumatra; dan pembentukan kerjasama antar kawasan laut di Indonesia Timur dan Indonesia Tengah.

Pada tahun 2006 diharapkan dapat diperoleh hasil-hasil berupa finalisasi perubahan UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang; meningkatnya kapasitas aparat pemerintah daerah melalui pelaksanaan bantuan teknis dan pembinaan teknis, antara lain penyiapan zoning regulation, penyusunan rencana tata ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil; tersusunnya norma, standar, prosedur, dan manual (NSPM) pengendalian pemanfaatan ruang, termasuk ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil; penyusunan rencana tata ruang di kawasan strategis nasional di Sumatra; tersusunnya rencana tata ruang pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil di 6 lokasi; tersusunnya rencana aksi pemanfaatan ruang pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil di 11 lokasi; meningkatnya kapasitas aparat pemerintah daerah melalui pelaksanaan bantuan teknis dan pembinaan teknis di beberapa kabupaten/kota hasil pemekaran; terlaksananya koordinasi penataan ruang melalui Rakerda BKTRN dan Raker BKPRD; terbentuknya kerjasama pemanfaatan ruang laut; dan sosialisasi penataan ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil di 12 lokasi.

Di bidang pertanahan, pada tahun 2005 telah dilakukan kegiatan-kegiatan antara lain penyusunan 3 RUU dan 1 RPP (RUU Sumber Daya Agraria, Hak Tanah, Pengambilalihan Tanah untuk Kepentingan Pembangunan, dan RPP Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian sebagai penyempurnaan PP No. 224 Tahun 1961); pengembangan sistem komputerisasi kantor pertanahan di 25 Kantor Wilayah BPN Provinsi dan 41 Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan pengembangan sistem informasi geografi pada 20 kabupaten/kota; pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) melalui inventarisasi dan registrasi P4T serta sertifikasi tanah sebanyak 51.238 bidang; penertiban administrasi landreform untuk 2.000 bidang tanah; penyusunan data pengaturan penguasaan dan pemilikan tanah di 12 provinsi; inventarisasi aspek pertanahan pada 6 daerah prioritas (konflik dan perbatasan); penataan pemanfaatan 5.100 bidang tanah melalui penyusunan neraca penggunaan tanah di 31 Kabupaten/Kota; pengendalian penggunaan tanah seluas 92.400 Ha dan penertiban kewajiban pemegang hak atas tanah pada 91.311 bidang tanah serta inventarisasi data pertanahan yang meliputi pemetaan penggunaan tanah seluas 17.166.875 Ha; (10) pemetaan kemampuan tanah seluas 4.235.000 Ha; digitalisasi peta seluas 13.839.375 Ha; identifikasi dan penegasan tanah negara di 16 lokasi; pemberian jaminan kepastian hukum hak atas tanah seluas 64.050 Ha, penerbitan sertifikat pendaftaran tanah sistematis sebanyak 215.000 bidang, pembuatan peta dasar pendaftaran tanah seluas 150.000 Ha, serta pengukuran dan pemetaan Kerangka Dasar Kadastral Nasional (KDKN) orde 2 di 150 titik; pengembangan kelembagaan pertanahan melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang pertanahan untuk 676 pegawai, 624 siswa dan 308 orang serta pembangunan dan rehabilitasi gedung kantor sebanyak 18 unit.

Kegiatan pengelolaan pertanahan pada tahun 2006 melanjutkan kegiatan pada tahun 2005 dengan harapan dapat terselesaikannya beberapa peraturan perundangan pertanahan yang meliputi penyelesaian satu rancangan undang-undang dan rancangan peraturan pemerintah; tercapainya percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah untuk kelompok masyarakat miskin

Page 24: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

16

dan transmigrasi sebanyak 830.000 bidang tanah serta terlaksananya penataan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T) dengan melakukan konsolidasi 10.000 bidang tanah dan redistribusi 30.000 bidang tanah.

Pada tahun 2007 terdapat beberapa permasalahan utama yang diperkirakan akan menghambat bagi pengurangan ketimpangan wilayah. Pertama adalah permasalahan di wilayah perbatasan yaitu: (1) belum tegasnya batas administrasi perbatasan antar negara; (2) penanganan dan pengelolaan keamanan, hukum, dan pertahanan di wilayah perbatasan; dan (3) rendahnya kesejahteraan masyarakat karena kurang optimalnya pelayanan sosial dasar yang menjangkau masyarakat di perbatasan dan terhambatnya kegiatan ekonomi lokal karena terbatasnya sarana dan prasarana.

Kedua, permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah terisolir, termasuk yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil antara lain: (1) terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan wilayah tertinggal dengan wilayah yang relatif lebih maju; (2) kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar; (3) kebanyakan wilayah-wilayah ini miskin sumber daya, khususnya sumber daya alam dan manusia; (4) belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh pemerintah daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) secara langsung; dan (5) belum optimalnya dukungan sektor terkait untuk pengembangan wilayah-wilayah ini.

Ketiga adalah di wilayah strategis dan cepat tumbuh yaitu: (1) rendahnya sumber daya manusia, baik pemerintah daerah maupun masyarakat pelaku pengembangan kawasan; (2) terbatasnya infrastruktur pendukung yang membuka akses antara pusat pertumbuhan wilayah atau pasar dengan wilayah pendukung sekitarnya; (3) belum berkembangnya sistem informasi yang dapat memberikan akses pada informasi produk unggulan, pasar, dan teknologi; (4) belum tertatanya sistem kelembagaan dan manajemen yang belum terkelola baik untuk pengelolaan pengembangan kawasan yang terpadu, dan berkelanjutan, dalam memberikan dukungan kepada peningkatan daya saing produk dan kawasan yang dikembangkannya; serta (5) koordinasi dan kerjasama lintas sektor dan lintas pelaku yang belum optimal untuk meningkatkan kualitas produk-produk unggulan, sehingga dapat menciptakan sinergitas antar kawasan, menciptakan nilai tambah yang besar, dan pada akhirnya meletakkan fondasi yang kuat bagi pengembangan ekonomi daerah, dalam satu sistem keterkaitan antara wilayah strategis cepat tumbuh dengan wilayah perbatasan dan wilayah tertinggal.

Keempat dalam bidang perkotaan antara lain (1) kurang berfungsinya sistem kota-kota nasional dalam pengembangan wilayah. Pembangunan kota-kota yang hirarkis belum sepenuhnya terwujud sehingga belum dapat memberikan pelayanan yang efektif dan optimal bagi wilayah pengaruhnya. Keterkaitan antar kota-kota dan antar kota-desa yang berlangsung saat ini tidak semuanya saling mendukung dan sinergis. Masih banyak diantaranya yang berdiri sendiri atau bahkan saling merugikan. Akibat nyata dari kesemua hal tersebut adalah timbulnya ketimpangan pembangunan antar wilayah. Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan saat ini masih terpusat di pulau Jawa-Bali, sedangkan pertumbuhan kota-kota menengah dan kecil, terutama di luar Jawa, berjalan lambat dan tertinggal; dan (2) belum maksimalnya pelayanan kota bagi masyarakat. Pelayanan perkotaan bagi masyarakat, baik pelayanan fisik maupun pelayanan publik saat ini belum mencapai hasil yang maksimal. Rendahnya kualitas pelayanan disebabkan daya dukung perkotaan yang semakin rendah akibat dari perkembangan kota yang tidak terkendali akibat dari arus urbanisasi yang tinggi tanpa disertai oleh proses pembangunan kota yang berkelanjutan. Agenda mendesak terkait dengan masalah ini adalah penyediaan fasiltas pelayanan minimum bagi penduduk perkotaan, dan peningkatan kualitas aparat dalam mendukung pelayanan publik bagi penduduk perkotaan.

Page 25: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

17

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

Kelima adalah di bidang penataan ruang antara lain: (1) belum lengkapnya peraturan perundangan pelaksanaan penataan ruang di daerah; (2) rencana tata ruang belum sepenuhnya dijadikan acuan bagi penyusunan rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan sektor; (3) masih lemahnya pengendalian pemanfaatan ruang di daerah; (4) masih lemahnya kepastian hukum dan koordinasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang; dan (5) masih besarnya potensi terjadinya konflik pemanfaatan ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil karena kurangnya koordinasi penataan ruang dan belum lengkapnya pedoman penatan ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil.

Keenam adalah di bidang pertanahan yaitu: (1) masih adanya potensi sengketa dan konflik pertanahan yang tinggi akibat aturan hukum yang mengatur pengelolaan pertanahan belum sepenuhnya memberikan jaminan kepastian hukum; (2) lemahnya jaminan kepastian hukum hak atas tanah menyebabkan hak-hak masyarakat atas tanah menjadi kurang terlindungi, tidak terkecuali bagi masyarakat petani di perdesaan; (3) akses petani terhadap tanah semakin mengecil dari tahun ke tahun; dan (4) terjadinya fragmentasi tanah pertanian, yang menyebabkan penguasaan petani terhadap tanah pertanian terus mengecil hingga berada jauh di bawah skala ekonomi yang layak.

2.3 INVENTARISASI PENGUASAAN, PEMILIKAN, PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH (IP4T)

Kegiatan IP4T termasuk dalam kegiatan Sasaran ke II RPJMN Pertanahan Tahun 2015-2019 dengan target sebanyak 18 juta bidang atau sedikitnya mencapai 9 juta hektar dalam rangka TORA (Tanah Obyek Reforma Agraria). Kegiatan IP4T juga merupakan merupakan amanat TAP MPR IX/2001 khususnya pasal 5 ayat (1. c) yang menyatakan bahwa untuk merumuskan Arah Kebijakan Pembaruan Agraria perlu diselenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform. Amanat ini dilaksanakan oleh Direktorat Landreform yang berada di bawah Dirjen Hubungan Hukum Keagrarian, berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Adapun penyelenggaraan IP4T di daerah adalah kantor pertanahan dan Kantor Wilayah BPN Provinsi. Hasil IP4T dilaporkan ke Direktorat Landreform.

Output kegiatan IP4T dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:

1. Laporan IP4T Desa/Kelurahan berisi data tekstual dari hasil pendataan P4T dan potensi desa/kelurahan, data spasial P4T terdiri dari peta lokasi kegiatan, peta bidang tanah, dan peta tematik P4T dan hasil Analisis P4T yang meliputi sebaran P4T, struktur dan ketimpangan P4T, potensi obyek landreform, potensi legalisasi aset dan kegiatan pertanahan lainnya.

2. Laporan IP4T Provinsi merupakan hasil gabungan Laporan IP4T Desa/Kelurahan IP4T dalam provinsi yang bersangkutan. Dalam Laporan IP4T Provinsi dilakukan analisis P4T secara berjenjang mulai dari desa/kelurahan, kabupaten/kota hingga provinsi yang bersangkutan.

3. Peta Bidang Tanah dan Peta Dasar Pendaftaran Tanah yang telah memuat hasil pemetaan P4T.

2.4 PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN

Undang-Undang Pokok Agraria (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pada Pasal 7 menyatakan bahwa untuk tidak merugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. Upaya ini dilakukan dalam rangka membangun masyarakat yang adil dan makmur dengan cara melarang

Page 26: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

18

penguasaan dan pemilikan tanah pertanian melampaui batas. Untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka diatur luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai oleh satu keluarga atau Badan Hukum. Penetapan batas maksimum dan batas minimum dilakukan melalui peraturan perundangan. Untuk tercapainya ketentuan batas minimum tanah tersebut akan dilaksanakan secara berangsur-angsur (Pasal 17 ayat (3) UUPA).

Luas maksimum dan minimum tanah pertanian ditetapkan dalam Undang-Undang 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Undang-Undang ini menyatakan bahwa seseorang atau orang-orang yang dalam penghidupannya merupakan satu keluarga bersama-sama hanya diperbolehkan menguasai tanah pertanian, baik miliknya sendiri atau kepunyaan orang lain ataupun miliknya sendiri bersama kepunyaan orang lain, yang jumlah luasnya tidak melebihi batas maksimum yang telah ditentukan (Pasal 1 Undang-Undang No. 56 Tahun 1960). Luas maksimum tanah pertanian di suatu daerah ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Tersedianya tanah-tanah yang masih dapat dibagi,2. Kepadatan penduduk,3. Jenis-jenis dan kesuburan tanahnya (diadakan perbedaan antara sawah dan tanah kering,

diperhatikan apakah ada perairan yang teratur atau tidak),4. Besarnya udahatani yang sebaik-baiknya (“the best farmsize”) menurut kemampuan satu

keluarga ,dengan mengerjakan beberapa buruh tani.5. Tingkat kemajuan teknik pertanian sekarang ini

Faktor-faktor tersebut yang akan membedakan luas maksimum untuk daerah padat dan tidak padat dan perbedaan batas luas maksimum untuk tanah sawah dan tanah kering. Luasan maksimum tanah pertanian berdasarkan faktor-faktor tersebut ditetapkan dalam Undang-Undang 56 Tahun 1960 dalam tabel 2.

Berdasarkan ketentuan mengenai luas maksimum tanah pertanian, maka jika tanah pertanian yang dikuasai merupakan tanah sawah dan tanah kering, luas maksimumnya dihitung dengan cara menjumlahkan luas tanah sawah dan tanah kering ditambah 30% untuk daerah yang tidak padat, atau ditambah 20% untuk daerah yang padat. Jumlah keseluruhan tanah yang dikuasainya tidak boleh lebih dari 20 ha. Luas maksimum tanah pertanian tidak hanya ditentukan oleh tanah miliknya sendiri, tetapi juga ditentukan oleh tanah-tanah kepunyaan orang lain yang dikuasai dengan hak gadai, sewa dan lainnya. Namun luas maksimum tersebut tidak berlaku terhadap tanah pertanian yang dikuasai dengan Hak Guna Usaha (HGU) dan hak-hak lainnya yang bersifat sementara dan terbatas yang didapat dari pemerintah, dan yang dikuasai oleh badan hukum.

Tabel 2. Luas Maksimum Tanah Pertanian

No. Kepadatan Sawah (ha) Tanah Kering (ha)

1. Tidak Padat 15 202. Padat

a. Kurang padat 10 12b. Cukup padat 7.5 9c. Sangat padat 5 6

Sumber: Pasal 1 ayat (2) UU 56 Tahun 1960

Penetapan luas maksimum tanah pertanian memakai dasar keluarga, biarpun yang berhak atas tanahnya mungkin seorang-seorang. Jumlah luas tanah yang dikuasai oleh anggota-anggota dari suatu keluarga yang menentukan maksimum luas tanah bagi suatu keluarga. Jumlah anggota keluarga ditetapkan paling banyak 7 orang. Apabila jumlah anggota suatu keluarga melebihi 7 orang, maka luas maksimumnya ditambah 10 % untuk setiap anggota. Jumlah tambahan tersebut tidak boleh lebih dari 50 %, sedangkan jumlah tanah pertanian yang dikuasai seluruhnya

Page 27: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

19

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

tidak boleh lebih dari 20 hektar baik sawah, tanah kering maupun sawah dan tanah kering. Pengecualian untuk daerah yang sangat khusus dapat menambah luas maksimum 20 hektar dengan paling banyak 5 hektar (Pasal 2 ayat 2 UU 56 Tahun 1960).

Selain menetapkan luas maksimum, UUPA memandang perlu pula diadakannya penetapan luas minimum dengan tujuan supaya setiap keluarga petani mempunyai tanah yang cukup luasannya untuk dapat mencapai taraf penghidupan yang layak. Batas minimum luas tanah pertanian tersebut adalah 2 hektar, oleh karena itup pemerintah mengadakan usaha-usaha agar supaya petani sekeluarga memiliki tanah pertanian seluas batas minimum tersebut sesuai Pasal 8 UU 56 Tahun 1960. Untuk mencapai batas minimum tanah pertanian tersebut, masih terkendala oleh berbagai faktor yang belum memungkinkan, sehingga pelaksanaannya akan dilakukan secara berangsur-angsur (UUPA Pasal 17 ayat (4)), artinya akan diselenggarakan taraf demi taraf. Taraf permulaan penetapan minimum bertujuan untuk mencegah dilakukannya pemecahan tanah lebih lanjut, karena akan menjauhkan dari usaha untuk meningkatkan taraf hidup petani. Namun tidak berarti bahwa orang-orang yang mempunyai tanah kurang dari batas minimum dipaksa untuk melepaskan tanahnya.

Untuk meningkatkan taraf hidup petani tidaklah hanya cukup dengan diadakannya penetapan luas maksimum dan minimum saja yang diikuti dengan pembagian kembali tanah-tanahnya yang melebihi maksimum. Agar supaya dapat dicapai hasil bagi sebagai yang diharapkan, maka perlu tindakan lain seperti pembukaan tanah-tanah pertanian baru, transmigrasi, industrialisasi, intensifikasi, kredit yang cukup pada waktunya dengan mudah dan murah serta tindakan lainnya

Pemindahan hak atas tanah pertanian, kecuali pembagian warisan, dilarang apabila pemindahan hak itu mengakibatkan timbulnya atau berlangsungnya pemilikan tanah yang luasnya kurang dari 2 hektar. Larangan tersebut tidak berlaku kalau penjualnya hanya memiliki bidang tanah yang luasnya kurang dari 2 hektar dan tanah itu dijual sekaligus (Pasal 9 ayat (1)). Dinyatakan pula bahwa jika dua orang atau lebih pada waktu mulai berlakunya peraturan ini memiliki tanah pertanian yang luasnya kurang dari 2 hektar, di dalam waktu satu tahun mereka itu wajib menunjuk salah seorang dari diantaranya yang selanjutnya akan memiliki tanah itu, atau memindahkannya kepada pihak lain mengingat ketentuan ayat (1) (Pasal 9 ayat (2)). Jika ketentuan Pasal 9 ayat (2) tidak dilaksanakan, maka akan ditunjuk salah seorang diantaranya yang selanjutnya akan memiliki atau menjual kepada pihak lain. Sedangkan Pasal 9 ayat (4) menyatakan bahwa bagian warisan tanah pertanian luasnya kurang dari 2 hektar, akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2.5 PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN

Undang-undang Pokok Agraria dalam Pasal 7 menetapkan bahwa pemilikan dan penguasaan tanah melampaui batas tidak diperkenankan. Pasal 17 UUPA menetapkan bahwa luas maksimum dan/atau minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak oleh satu keluarga atau badan hukum akan diatur. Tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum diambil alih oleh pemerintah dengan ganti kerugian untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan, sedangkan tercapainya batas minimum dilaksanakan secara berangsur-angsur, sebagai pelaksanaannya telah dikeluarkan Undang-undang Nomor 56 Prp. 1960 yang mengatur tentang penetapan luas tanah pertanian.

Undang-undang Nomor 56 Prp. 1960 menetukan batas luas maksimum tanah pertanian yang boleh dikuasai oleh satu keluarga sesuai dengan keadaan daerahnya masing-masing. Keluarga yang menguasai tanah pertanian yang luasnya melebihi batas maksimum wajib untuk melaporkannya. Pelaksanaan pembagian tanah dan pemberian ganti kerugian serta hal-hal yang terkait selanjutnya diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan

Page 28: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

20

Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian. Peraturan Pemerintah ini menentukan tanah-tanah yang akan dibagi-bagikan yang tidak hanya terbatas pada tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum, melainkan juga tanah-tanah yang diambil pemerintah karena pemiliknya bertempat tinggal di luar daerah, tanah-tanah Swapraja dan bekas Swapraja yang telah beralih kepada negara dan tanah-tanah lain yang dikuasai langsung oleh negara.

Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah untuk selanjutnya dibagi-bagikan kepada petani yang membutuhkan. Tanah yang diambil tersebut tidak disita melainkan diambil dengan disertai ganti kerugian. Pemberian ganti kerugian merupakan perwujudan dari azas yang terdapat dalam Hukum Agraria Nasional.

Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal di luar kota merupakan salah satu tanah-tanah yang akan dibagikan dalam rangka pelaksanaan Landreform sesuai Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961. Pemilik tanah yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak tanahnya dalam jangka waktu 6 bulan wajib mengalihkan ha katas tanahnya kepada orang lain di kecamatan tempat letak tanah itu atau pindah ke kecamatan letak tanah tersebut (Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961). Namun kewajiban ini tidak berlaku bagi bagi pemilik tanah yang bertempat tinggal di kecamatan yang berbatasan dengan kecamatan tempat letak tanah, jika jarak antara tempat tinggal pemilik dan tanahnya masih memungkinkan mengerjakan tanah itu secara effisien, menurut pertimbangan Panitia Landreform Daerah Tingkat II (Pasal 3 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961). Jika pemilik tanah berpindah tempat atau meninggalkan tempat kediamannya keluar kecamatan tempat letak tanah itu selama 2 tahun berturut-turut, ia wajib memindahkan hak milik atas tanahnya kepada orang lain yang bertempat tinggal di kecamatan itu (Pasal 3 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi mereka yang sedang menjalankan tugas negara, atau mempunyai alasan khusus lainnya yang dapat diterima oleh Menteri Agraria. Bagi pegawai-pegawai negeri dan pejabat-pejabat militer tugas negara, perkecualian ini terbatas pada pemilikan tanah pertanian sampai seluas 2/5 dari luas maksimum yang ditetapkan untuk daerah yang bersangkutan menurut Undang-undang Nomor 56 Prp. 1960 (Pasal 3 Ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961). Jika ketentuan tersebut di atas tidak dipenuhi, maka tanah yang bersangkutan diambil oleh Pemerintah, untuk kemudian dibagi-bagikan menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961.

Tanah-tanah yang pemiliknya bertempat tinggal di luar kecamatan yang tidak berbatasan akan menyebabkan pengusahaan tanah menjadi tidak ekonomis, juga menimbulkan sistem penghisapan misalnya disewakan, digadaikan atau dibagi-bagikan. Oleh karena itu hak atas tanahnya perlu dialihkan kepada orang yang bertempat tinggal di kecamatan tempat letak tanah itu atau pemiliknya harus pindah ke kecamatan tempat letak tanah tersebut. Pemilik tanah yang berpindah tempat atau meninggalkan tempat kediamannya keluar dari kecamatan letak tanah itu selama dua tahun berturut-turut biasanya mengakibatkan diterlantarkannya tanah tersebut atau diusahakan dengan menggunakan sistem yang mengandung unsur pemerasan. Oleh karena itu pemilik tanah wajib memindahkan hak atas tanahnya kepada orang lain, yang bertempat tinggal di kecamatan tempat letak tanah itu. Berhubung dengan itu maka jika pemilik-pemilik tanah tersebut tidak memenuhi kewajiban tadi, tanahnya akan diambil oleh pemerintah, untuk kemudian dibagikan kepada yang berhak menerima.

Page 29: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

21

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

2.6 KERANGKA PIKIR PENELITIAN

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

UU 56 Tahun 1960 tentang Penetapan

Luas Tanah Pertanian

Batas Maksimum dan Minimum

Penguasaan dan Pemilikan Tanah

KetidakadilanPenguasaan dan Pemilikan Tanah

Pertanian

Penguasaan dan Pemilikan Tanah

Pertanian yang Adil

Tanah Pertanian Gurem (<5 ha)

Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah

Pertanian

Revisi Kebijakan Terkait Tanah

Pertanian

Page 30: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

22

Page 31: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

23

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR3Bab IIIMetodologi

Penelitian

Page 32: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

24

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif

3.1 METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang menekankan pada struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Provinsi Jawa Timur, penyebab serta dampaknya.

1. Pendekatan kuantitatif digunakan karena ketersediaan data yang valid dan lengkap di suatu desa tentang penguasaan pemilikan penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T). Struktur yang akan diketahui tidak membandingkan struktur P4T karena ketidaktersediaan data series tetapi melihat kondisi struktur P4T yang ada yang didasarkan pelaksanaan IP4T sebagai sumber data di tahun 2013 dan 2014.

2. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menggali penyebab struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan yang terjadi beserta dampaknya.

3.2 LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian diambil secara purposive sampling, hanya Provinsi Jawa Timur dengan pertimbangan:

1. Penelitian hanya di satu provinsi untuk lebih memperdalam penelitian karena keterbatasan jumlah personil yang hanya 3 orang peneliti dalam satu tim penelitian;

2. Provinsi Jawa Timur terpilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa:a. Provinsi tersebut telah melaksanakan inventarisasi P4T dari tahun 2013 hingga 2014 yang terbanyak

(data IP4T seluruh Indonesia, Direktorat Landreform, 2015). b. Jawa Timur mempunyai posisi yang strategis karena diapit oleh dua provinsi besar yaitu Jawa Tengah dan

Bali, sehingga menjadi pusat pertumbuhan industri maupun perdagangan namun masih mempunyai potensi yang cukup besar di bidang Pertanian, Perkebunan, Niaga, Holtikultura, Perikanan, dan Sumberdaya Energi lainnya serta potensi industri yang cukup bagus.

3.3 RESPONDEN PENELITIAN

Pengumpulan data di Provinsi Jawa Timur dilaksanakan dalam lima tahap penelitian lapang. Setiap tahap mengambil dua sampel kabupaten atau sampel kabupaten dan kota dengan memperhatikan ketersediaan softcopy data IP4T.

Responden dalam penelitian ini meliputi :

1. Pejabat Kanwil BPN Provinsi;2. Pejabat Kantor Pertanahan Kabupaten;3. Kepala desa/kelurahan;4. Masyarakat yang menguasai dan memiliki tanah pertanian dan terkena kegiatan IP4T

Responden penelitian sebagaimana tersebut di atas dapat bervariasi dan dikembangkan tergantung kebutuhan dalam penggalian data dalam penelitian sehingga jumlah responden juga akan terpengaruh.

Page 33: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

25

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

3.4 JENIS DAN SUMBER DATA

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa:

1. Data primer bersumber dari data hasil inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (IP4T). Data IP4T merupakan hasil survai yang dilaksanakan kantor pertanahan kota/kabupaten dan Kanwil BPN Provinsi di bawah Direktorat Landreform. Data yang menjadi sumber data dibatasi kurun waktu IP4T tahun 2013 dan 2014 dalam rangka kekinian data (up to date). Data primer IP4T tersebut didukung juga dari hasil wawancara (depth interview) dengan para responden, seperti pejabat Kanwil BPN Provinsi, pejabat Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan Kepala Desa/Kelurahan mengenai struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan yang terjadi di wilayahnya dan penyebabnya serta dampaknya.

2. Data sekunder bersumber dari data BPN dan BPS. Data sekunder dari BPN (Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota) terutama data-data kegiatan IP4T, dan data lainnya yang dapat mendukung penelitian. Adapun data BPS terutama untuk data gambaran kondisi wilayah penelitian, seperti data luas dan batas wilayah, kependudukan maupun pendidikan. Untuk itu, data BPS yang akan diambil meliputi data Kabupaten/kota dalam Angka dan Kecamatan dalam Angka.

3.5 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Penelitian ini akan menggunakan metode triangulasi (cross check), yang bersumber dari data hasil survei kegiatan IP4T Tahun 2013 dan 2014 di Provinsi Jawa Timur, studi kepustakaan dan wawancara serta diskusi. Teknik pengumpulan data tersebut diuraikan sebagai berikut.

3.5.1. Survei Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) 2013 dan 2014

Survei inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (IP4T) telah dilaksanakan dan diperoleh data IP4T. Pelaksana survei merupakan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan Kanwil BPN Provinsi. Kegiatan IP4T dilaksanakan terhadap sebagian/seluruh bidang-bidang tanah yang terdapat dalam suatu desa baik yang telah terdaftar maupun yang belum terdaftar. Kegiatan IP4T merupakan kegiatan koordinatif dengan pelaksanaan melibatkan komponen lain, yaitu Seksi Survei Pengukuran dan Pemetaan yang bertanggung jawab terhadap pengukuran dan pemetaan bidang, serta Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan inventarisasi. Lokasi kegiatan IP4T ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Kepala Kantor Pertanahan. Prinsip kegiatan IP4T adalah menuju “desa/kelurahan lengkap” dan berbasis peta. Karena menuju maka survei dilaksanakan secara bertahap terhadap bidang-bidang tanah di suatu desa. Konsep menuju desa/kelurahan lengkap adalah seluruh bidang-bidang tanah secara sistematis pada satu desa/kelurahan menjadi obyek kegiatan IP4T (yang dapat dilaksanakan dalam 1 tahun anggaran atau lebih dari satu tahun anggaran). Untuk itu, hasil survei IP4T sebagian besar belum sepenuhnya meliputi suatu desa. Langkah-langkah dalam pengumpulan data IP4T sebagai berikut.

1. PenyuluhanKeberhasilan pelaksanaan kegiatan IP4T sangat ditentukan oleh kegiatan penyuluhan. Penyuluhan dilaksanakan oleh petugas/pelaksana yang dapat berasal dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan atau Kanwil BPN. Petugas/pelaksana penyuluhan adalah mereka yang memahami dan mengerti kegiatan IP4T. Hasil penyuluhan dituangkan dalam suatu Berita Acara. Materi penyuluhan meliputi: a. Gambaran Umum Kegiatan IP4T yang mencakup: latar belakang, tujuan, dan tahapan pelaksanaan

kegiatan;b. Manfaat kegiatan IP4T bagi masyarakat, antara lain masyarakat tidak dipungut biaya pengukuran dan

dapat didaftarkan melalui program pemerintah tahun berikutnya atau secara swadaya;c. Peran serta masyarakat terhadap pelaksanaan kegiatan IP4T antara lain berpartisipasi secara aktif dalam

memberikan informasi tentang P4T (terhadap bidang tanahnya masing-masing), serta menetapkan dan memasang batas-batas bidang tanahnya.

2. Pendataan P4Ta. Sebelum melaksanakan kegiatan survei/pendataan P4T, dilakukan pembuatan Sket Bidang Tanah

Page 34: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

26

sebagaimana anggaran yang telah tersedia pada DIPA Kegiatan IP4T. Sket bidang-bidang tanah sangat membantu untuk memperoleh gambaran umum dan lokasi bidang tanah dalam satu desa/kelurahan dan menentukan posisi relatif tiap-tiap bidang tanah yang terdapat dalam satu desa/kelurahan lokasi kegiatan IP4T.

b. Pembuatan sket bidang tanah salah satunya menggunakan batuan alat GPS Navigasi.c. Sket bidang tanah dapat dibuat dengan bantuan data/peta yang bersumber dari peta PBB, peta garis, citra

satelit, foto udara, google earth/map dan data/peta lainnya. Pembuatan sket bidang tanah dilaksanakan oleh Satgas Pendataan. Hasil sket bidang tanah adalah daftar nama dan posisi relatif bidang tanah.

d. Pendataan P4T dilaksanakan terhadap hasil sket bidang tanah. Pendataan P4T merupakan kegiatan mengumpulkan data P4T setiap bidang tanah yang ada di desa/kelurahan baik sudah bersertipikat maupun yang belum bersertipikat secara langsung di lapangan dengan menggunakan Formulir Isian yang telah disediakan.

e. Analisis

3.5.2. Studi Kepustakaan (Desk Study/Review)

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara sebagai berikut:1. Mengumpulkan bahan kajian terkait struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian;2. Membuat sinopsis dari bahan-bahan yang telah dikumpulkan;3. Merumuskan isu-isu penting yang akan diangkat dalam penelitian.

3.5.3. Wawancara Mendalam (Depth Interview)

Wawancara akan dilakukan dengan responden dari Kantor Wilayah BPN Provinsi, Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan aparat desa/kelurahan serta masyarakat yang menguasai/memiliki tanah pertanian dengan menggunakan pedoman wawancara.

1. Wawancara mengenai kondisi struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian;2. Wawancara mengenai faktor-faktor penyebab menyempitnya luasan tanah pertanian;3. Wawancara mengenai dampak dari struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian yang semakin

sempit.

3.5.4. Diskusi

Diskusi dilakukan baik di lapangan maupun di kantor dalam bentuk formal, seperti rapat maupun FGD untuk memperoleh masukan terhadap permasalahan dan analisa penelitian serta informal dalam pengumpulan data lapang. Diskusi formal dilakukan dengan mengundang kedeputian teknis terkait maupun instansi lainnya dan pakar/LSM yang terkait dengan penelitian, seperti Kementerian Pertanian, KPA, LIPI, dan sebagainya.

3.6 PROSEDUR PENGOLAHAN DATA

Data hasil Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T), data hasil wawancara maupun data lainnya yang diperoleh dari penelitian, kemudian dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif untuk menjawab permasalahan dalam penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian.

3.6.1. Analisa Kuantitatif

Dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian pertama, yakni untuk melihat kondisi struktur P4T di Provinsi Jawa Timur. Untuk itu maka seluruh data P4T dari hasil kegiatan IP4T tahun 2013 dan 2014 akan diolah dan dianalisa sehingga hasil penelitian memperlihatkan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah di Provinsi Jawa Timur. Alat analisa yang digunakan adalah statistik deskriptif, meliputi klasifikasi luasan, jumlah, mean, modus.

3.6.2. Analisa Kualitatif

Dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kedua, yakni untuk melihat penyebab struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian yang terjadi di desa/kelurahan sampel dan dampaknya terhadap petani. Analisa diperoleh dari diskusi dan depth interview dengan para responden.

Page 35: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

27

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR4Bab IVGambaran Umum Daerah Penelitian

Page 36: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

28

BAB IVGAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Penelitian Sruktur Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Provinsi Jawa Timur dilaksanakan di 10 Kabupaten dan Kota sampel di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten dan kota sampel penelitian tersebut adalah (1) Kabupaten Probolinggo, (2) Kota Batu, (3) Kabupaten Madiun, (4) Kabupaten Magetan, (5) Kabupaten Jember, (6) Kota Malang, (7) Kabupaten Lamongan, (8) Kabupaten Bojonegoro, (9) Kabupaten Tulungagung, dan (10) Kabupaten Trenggalek. Kabupaten dan kota tersebut merupakan daerah yang telah dilaksanakan Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T).

Setiap Kabupaten diambil desa dan kelurahan yang telah dilaksanakan Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) pada tahun 2013 dan 2014 dan datanya lengkap. Desa dan kelurahan sampel penelitian berdasarkan data IP4T tersebut adalah:

1. Desa Purut Kecamatan Lumbang Kabupaten Probolinggo2. Desa Punten Kecamatan Bumiaji Kota Batu3. Desa Kedondong Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun4. Desa Temboro Kecamatan Karas Kabupaten Magetan5. Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember6. Kelurahan Bakalan Krajan Kecamatan Sukun Kota Malang7. Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan8. Desa Jumok Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro9. Desa Tulungrejo Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung10. Desa Masaran Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek

Gambaran umum desa-desa dan kelurahan Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di kabupaten dan kota sampel penelitian sebagai berikut.

4.1. JARAK DESA DAN KELURAHAN KE IBU KOTA KABUPATEN/KOTA

Desa dan kelurahan sampel penelitian mempunyai jarak yang tidak sama dari ibu kota kabupaten atau kota. Jarak desa dan kelurahan sampel penelitian tersebut ke ibukota kabupaten atau kota serta kondisi infrastruktur jalan dapat diketahui sebagai berikut:

Tabel 3. Jarak Desa dan Kelurahan sampel Penelitian ke Ibukota Kabupaten/Kota dan Kondisi Infrastruktur Jalan

No. Kabupaten/Kota Kecamatan Desa/Kelurahan Jarak Desa ke Ibukota Kab./Kota (km)

Infrastruktur (Jalan)

1. Kab. Probolinggo Lumbang Desa Purut 40 Aspal (Baik)2. Kota Batu Bumiaji Desa Punten 5 Sda3. Kab. Madiun Kebonsari Desa Kedondong 16 Sda4. Kab. Magetan Karas Desa Temboro 12 Sda5. Kab. Jember Rambipuji Desa Nogosari 21 Sda6. Kota Malang Sukun Kel. Bakalan Krajan 7 Sda7. Kab. Lamongan Pucuk Desa Wanar 18 Sda8. Kab. Bojonegoro Ngraho Desa Jumok 50 Sda9. Kab. Tulungagung Karangrejo Desa Tulungrejo 17 Sda

10. Kab. Trenggalek Munjungan Desa Masaran 50 SdaSumber : BPS Kabupaten/Kota sampel Penelitian, 2014 dan Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, 2013 dan 2014

Page 37: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

29

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

Desa dan Kelurahan sampel penelitian pada umumnya mempunyai akses jalan yang cukup baik. Jalannya beraspal dan dapat dilalui oleh kendaraan roda dua maupun roda empat, sehingga desa/kelurahan tersebut bisa dijangkau dengan baik walaupun jarak dari ibukota kabupaten/kotanya berbeda-beda.

Sampel penelitian yang terdekat dengan ibukota pemerintahan Kabupaten/Kota adalah Desa Punten Kecamatan Bumiaji Kota Batu yaitu 5 km dan Kelurahan Bakalan Krajan Kecamatan Sukun Kota Malang yaitu 7 km. Infrastruktur ke dua desa tersebut kondisinya beraspal baik, sehingga mudah dijangkau. Desa yang letaknya jauh berjarak 50 km dari ibukota kabupaten adalah Desa Jumok Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro dan Desa Masaran Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek. Kondisi jalan dari ibukota kabupaten ke Desa Jumok beraspal baik, namun kondisi jalan menuju Desa Masaran beraspal kurang bagus dengan kontur perbukitan yang terjal, namun sarana jalan di Desa Masaran sudah bersapal baik. Jarak tersebut mencerminkan bahwa letak Desa Jumok dan Desa Masaran merupakan desa yang letaknya cukup jauh dari ibu kota Kabupaten.

4.2. GEOGRAFI DESA DAN KELURAHAN

Desa dan kelurahan sampel penelitian mempunyai luas wilayah yang berbeda-beda dan berada dalam posisi geografis tertentu dengan ketinggian yang bervariasi dari permukaan air laut (dpl). Geografis Desa dan kelurahan Penelitian tersebut dapat diketahui sebagaimana dalam tabel berikut.

Tabel 4. Geografi Desa dan Kelurahan Penelitian

No. Kabupaten/ Kota Sampel Desa/ Kelurahan

Luas Wilayah

(ha)Posisi Geografis Ketinggian

DPL (m)

1. Kab. Probolinggo Purut 1,716 07° 48’ 14,9’’ LS, 113° 05’ 14,4’’ BT 169

2. Kota Batu Punten 282 112° 31’ 11,39” BT-112° 31’ 46,95” BT & 07° 99’ 55,14” LS-07° 50’ 04,08’’ LS

800-1,150

3. Kab. Madiun Kedondong 413 7° 43’ 0’’ LS dan 111° 30’ 0’’ BT 67-70

4. Kab. Magetan Temboro 517 Tad 100-200

5. Kab. Jember Nogosari 1,580 113° - 114° BT dan 81° - 82° LS 38 - 72

6. Kota Malang Bakalan Krajan 178 112,61°-112,63° BT & 7.96°-8.00° LS 435

7. Kab. Lamongan Wanar 569 Tad 11

8. Kab. Bojonegoro Jumok 654 7°15’32,09326’’ LS & 111° 32’26,90461’’ BT

Tad

9. Kab. Tulungagung Tulungrejo 480 Tad Tad

10. Kab. Trenggalek Masaran 15,300 Tad Tad

Sumber : BPS Kabupaten/Kota sampel Penelitian, 2014 dan Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, 2013 dan 2014.Keterangan: Tad= Tidak Ada Data, DPL= Dari Permukaan air Laut

Desa yang terluas wilayahnya adalah Desa Masaran Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek terletak pada ketinggian 10 m dari permukaan laut, desa ini dekat dengan pantai sehingga wilayahnya relatip datar. Sedangkan desa yang tersempit luas wilayahnya dibandingkan desa–desa dan kelurahan sampel lainnya adalah Desa Punten Kecamatan Bumiaji Kota Batu.

Wilayah Desa Punten sebagian besar merupakan daerah yang bergelombang sampai dengan pegunungan, berada pada ketinggian 800 sampai dengan 1.150 m dari permukaan laut (DPL). Wilayah desanya merupakan daerah yang bergelombang dengan kemiringan berkisar antara

Page 38: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

30

8 – 15% berada di kaki Gunung Banyak yang daerahnya dikelilingi oleh pegunungan yang tanahnya sangat subur. Desa Punten merupakan desa sampel penelitian yang tertinggi letaknya dibandingkan desa dan kelurahan lainnya.

Desa dan Kelurahan yang menjadi sampel penelitian berbatasan dengan desa/kelurahan lain dalam satu kecamatan atau desa/kelurahan di luar kecamatan. Batas-batas desa dan kelurahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Batas Desa dan Kelurahan Lokasi Penelitian

No. Kabupaten/Kota

Desa/ Kelurahan

Batas Administrasi Desa/KelurahanUtara Timur Selatan Barat

1 Kab. Probolinggo Desa Purut Desa Sumendi Ds Tandonsentul Ds Sumberkramat Ds Sumberkare2 Kota. Batu Desa

PuntenDesa Tulungrejo Ds Sumbergondo

& Ds BulukertoDs Sidomulyo Ds Gunungsari

3 Kab. Madiun Desa Kedondong

Desa Sambirejo Desa Balerejo Desa Rejosari Ds Bengawan Madiun, Ds Kenongomulyo

4 Kab. Magetan Desa Temboro

Desa Karas & Desa Jungke

Desa Temanggung

Kecamatan Maospati Desa Taji

5 Kab. Jember Desa Nogosari

Des Curahmalang & Ds Rowotamtu

Desa Mangaran Ds Kemuning sari Kidul

Ds Balung Lor & Desa Gumelar

6 Kota Malang Kel. Bakalan Krajan

Kel. Mulyorejo Kelurahan Bandungrejosari

Desa Sitrejo Desa Sidorahayu

7 Kab. Lamongan Desa Wanar Desa Warukulon Desa Kedali Ds Bedingin, Ds Pangkatrejo, Ds Lebakadi

Desa Gempolpading

8 Kab. Bojonegoro Ds Jumok Ds Tanggungan Desa Nganti Desa Meduri Ds Blimbing gd9 Kab.

TulungagungDesa Tulungrejo

Desa Ngetrep Desa Jeli Desa Sukorejo Desa Picisan Kec. Sendang

10 Kab. Trenggalek Ds Masaran Tad Tad Tad Tad

Sumber : BPS Kabupaten/Kota sampel Penelitian

Desa dan Kelurahan yang menjadi sampel penelitian berbatasan dengan desa/kelurahan lain dalam satu kecamatan atau desa/kelurahan di luar kecamatan dalam satu kabupaten atau kota. Desa dan Kelurahan yang menjadi sampel penelitian tersebut tidak ada yang berbatasan dengan desa dan kelurahan di luar kabupaten atau kota.

4.3. TANAH PERTANIAN DI DESA DAN KELURAHAN

Setiap desa dan kelurahan di daerah sampel penelitian selalu terdapat sawah, namun tidak semua desa dan kelurahan ada tegalan. Luas tanah pertanian di Desa dan kelurahan sampel dapat diketahui pada tabel 6.

Tabel 6. Luas Tanah Pertanian di Desa dan Kelurahan Sampel Penelitian

No. Kabupaten/Kota Desa/ KelurahanLuas Tanah Pertanian (ha)

Sawah Tegalan Perkebunan Hutan Negara

1. Kab. Probolinggo Desa Purut 217,000 683,000 - 731,0002. Kota Batu Desa Punten 75,644 12,080 - 125,0003. Kab. Madiun Desa Kedondong 155,260 18,740 - - 4. Kab. Magetan Desa Temboro 325,000 12,658 - - 5. Kab. Jember Desa Nogosari 1,117,000 - - - 6. Kota Malang Kel. Bakalan Krajan 24,030 - - - 7. Kab. Lamongan Desa Wanar 275,060 125,000 - -8. Kab. Bojonegoro Desa Jumok 205,000 108,000 - - 9. Kab. Tulungagung Desa Tulungrejo 90,000 114,000 - 50,000

10. Kab. Trenggalek Desa Masaran 98,710 - 3,040 - Sumber : BPS Kabupaten/Kota sampel Penelitian, 2014 dan Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, 2013 dan 2014

Page 39: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

31

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji di Kabupaten Jember mempunyai sawah yang terluas dibandingkan desa dan kelurahan lainnya. Luas sawah di Kabupaten Jember 1.117.000 ha, namun tidak terdapat tegalan, perkebunan maupun hutan Negara. Desa Purut Kecamatan Lumbang Kabupaten Probolinggo mempunyai tegalan yang terluas dibandingkan desa dan kelurahan lainnya. Hutan negara adalah yang terluas di Desa Purut dibandingkan dengan tanah pertanian lainnya, karena 44,82 persen tanahnya berupa hutan negara. Sedangkan perkebunan hanya ada di Desa Masaran Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek.

Luas sawah di Kelurahan Bakalan Krajan Kecamatan Sukun Kota Malang adalah yang tersempit, karena hanya terdapat 24,030 ha, tanpa adanya tegalan. Hal ini disebabkan Kelurahan Bakalan Krajan sudah merupakan perkotaan, sehingga tata ruang desa sudah merupakan permukiman, sehingga semakin lama, sawah akan semakin berkurang di desa ini.

4.4. KEPENDUDUKAN

Jumlah penduduk di desa dan kelurahan sampel penelitian dapat diketahui dalam tabel berikut.

Tabel 7. Jumlah Penduduk di Desa dan Kelurahan Sampel Penelitian

No. Kabupaten/Kota Desa/KelurahanPenduduk (orang)

Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Kab. Probolinggo Purut 2,710 2,906 5,6162. Kota Batu Punten 2,794 2,612 5,4063. Kab. Madiun Kedondong 2,616 2,947 5,5634. Kab. Magetan Temboro 3,993 3,466 7,4595. Kab. Jember Nogosari 9,406 9,752 19,1586. Kota Malang Bakalan Krajan 3,839 3,987 7,8267. Kab. Lamongan Wanar 3,305 3,331 6,6368. Kab. Bojonegoro Jumok 2,097 2,077 4,1749. Kab. Tulungagung Tulungrejo 1,395 1,365 2,760

10. Kab. Trenggalek Masaran 4,065 4,029 8,094Sumber : BPS Kabupaten/Kota sampel Penelitian, 2014 dan Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, 2013 dan 2014

Jumlah penduduk di Desa Tulungrejo Kecamatan Karangrejo di Kabupaten Tulungagung adalah yang paling sedikit dibandingkan desa atau kelurahan lainnya yaitu 2.760 orang. Desa yang penduduknya terbanyak dibandingkan desa dan kelurahan sampel lainnya adalah Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember berjumlah 19.158 orang.

4.5. MATA PENCAHARIAN PENDUDUK DESA DAN KELURAHAN

Penduduk di Desa dan Kelurahan sampel mempunyai matapencaharian yang beragam mulai dari buruh sampai dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani maupun buruh tani merupakan yang terbanyak dibandingkan matapencaharian lainnya. Walaupun sebagian besar bermatapencaharian di bidang pertanian, namun ada pula desa yang Penduduknya yang mempunyai matapencaharian sebagai nelayan. Namun nelayan hanya terdapat di Desa Masaran Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek, karena Desa tersebut letaknya di dekat pantai. PNS hampir selalu ada di setiap Desa dan Kelurahan sampel penelitian kecuali di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan dan Desa Tulungrejo Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung. Mata pencaharian penduduk di desa dan kelurahan sampel dapat diketahui dari tabel 8.

Penduduk yang mempunyai mata pencaharian sebagai petani terbanyak berada di Desa Purut Kecamatan Lumbang Kabupaten Probolinggo. Buruh tani di desa ini hanya 16,43 persen dibandingkan petaninya, sehingga masih banyak penduduk yang mempunyai tanah pertanian

Page 40: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

32

yang dikuasai dan dimiliki untuk penghidupannya. Sedangkan penduduk Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember lebih banyak yang menjadi buruh tani dibandingkan penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani, karena jumlah petaninya hanya 6,89 persen. Hal ini menunjukkan penduduk yang dahulu menguasai dan memiliki tanah pertanian saat ini banyak yang tidak memiliki tanah pertanian lagi, sehingga hanya sebagai buruh tani.

Tabel 8. Mata Pencaharian Penduduk di Desa/Kelurahan Sampel Penelitian

No. Kabupaten/Kota Desa/ Kelurahan

MATA PENCAHARIAN

PTn Nly BTn Pdg KSw W PNS IRt JA JS P BB LL

1. Kab. Probolinggo Purut 3,542 582 23 18 12 58 31 7 89 5552. Kota Batu Punten 1,224 766 160 102 90 25 32 893. Kab. Madiun Kedondong 1,322 1,185 102 47 284. Kab. Magetan Temboro 1,810 1,631 56 1,369 119 60 285. Kab. Jember Nogosari 801 11,629 271 31 296. Kota Malang B. Krajan 117 45 271 2,705 1637. Kab. Lamongan Wanar 1,516 145 2 15 2 108. Kab. Bojonegoro Jumok 1,024 1,118 60 12 23 31 2129. Kab. Tulungagung Tulungrejo 618 900 7 9 4 17

10. Kab. Trenggalek Masaran 1,200 800 85 18 8

Sumber : BPS Kabupaten/Kota sampel Penelitian, 2014 dan Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, 2013 dan 2014

Keterangan : Ptn= Petani, Nly= Nelayan, BTn= Buruh Tani, Pdg= Pedagang, KSw= Karyawan Swasta, W= Wiraswasta, PNS= Pegawai Negeri Sipil, Irt= Industri Rumah Tangga, JA= Jasa Angkutan, JS= Jasa, P= Pensiunan, BB= Buruh Bangunan, LL= Lainnya

4.6. PENDIDIKAN

Pendidikan masyarakat Desa/Kelurahan akan menunjukkan kesadaran masyarakatnya untuk memperoleh pengetahuan untuk kehidupannya. Pendidikan masyarakat di Desa/Kelurahan sampel penelitian sudah ada yang lulus Akademi dan Perguruan tinggi. Pendidikan masyarakat tersebut dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Pendidikan Penduduk Desa/Kelurahan Sampel Penelitian

No. Kabupaten/Kota Desa/ Kelurahan

Pendidikan

Tidak Sekolah

Tidak Tamat

SDSD SLTP SLTA Akademi

/ PT

1. Kab. Probolinggo Purut 1,857 1,472 1,927 202 134 252. Kota Batu Punten Tad Tad Tad Tad Tad Tad3. Kab. Madiun Kedondong 1,138 1,582 188 783 984 1574. Kab. Magetan Temboro 761 515 3,201 318 188 325. Kab. Jember Nogosari 4,156 3,782 6,508 1,969 1,035 1616. Kota Malang B. Krajan Tad Tad Tad Tad Tad Tad7. Kab. Lamongan Wanar 222 22 316 230 223 228. Kab. Bojonegoro Jumok 0 909 1.279 1,082 462 09. Kab. Tulungagung Tulungrejo 271 229 49 34 22 9

10. Kab. Trenggalek Masaran 996 155 116 2,320 2,807 922Sumber : BPS Kabupaten/Kota sampel Penelitian, 2014 dan Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, 2013 dan 2014.

Penduduk di Desa dan Kelurahan sampel penelitian masih banyak yang tidak bersekolah, walaupun sudah ada yang lulus dari perguruan tingggi. Penduduk yang tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD masih merupakan mayoritas. Sedangkan lulusan dari SLTP dan SLTA sudah cukup banyak. Lulusan akademi maupun Perguruan tinggi sudah ada terutama di Desa Kedondong Kecamatan Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun dan Desa Nogosari Kacamatan Rambipuji Kabupaten Jember. Adanya penduduk yang berpendidikan tinggi (Akademi dan Perguruan Tinggi) dan sudah banyaknya penduduk yang berpendidikan baik SD, SMP maupun

Page 41: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

33

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

SMA diharapkan dapat membangun desanya ke arah yang lebih baik.

4.7. TINGKAT KESEJAHTERAAN PENDUDUK DESA DAN KELURAHAN

Tingkat kesejahteraan penduduk di desa dan kelurahan sampel penelitian dapat digolongkan kepada lima golongan berdasarkan Indikator tingkat kesejahteraan keluarga BKKBN yaitu Pra Keluarga Sejahtera, Keluarga Sejahtera I, Keluarga Sejahtera II, Keluarga Sejahtera III dan Keluarga Sejahtera III Plus. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan penduduk desa dan kelurahan dapat diketahui pada tabel 10.

Tabel 10. Tingkat Kesejahteraan Penduduk Desa dan Kelurahan Sampel Penelitian

No. Kabupaten/Kota Desa/ Kelurahan

Tingkat Kesejahteraan (Orang)Pra Keluarga

SejahteraKeluarga

Sejahtera IKeluarga

Sejahtera IIKeluarga

Sejahtera IIIKeluarga

Sejahtera III Plus

1. Kab. Probolinggo Desa Purut 378 751 627 91 272. Kota Batu Desa Punten 72 485 316 379 1473. Kab. Madiun Desa Kedondong - 847 427 - 934. Kab. Magetan Desa Temboro Tad Tad Tad Tad Tad5. Kab. Jember Desa Nogosari 1,566 1,433 2,132 560 2776. Kota Malang Kel. Bakalan Krajan 138 1,915 900 - - 7. Kab. Lamongan Desa Wanar 150 KK 170 KK 168 KK 170 KK 190 KK8. Kab. Bojonegoro Desa Jumok Tad Tad Tad Tad Tad9. Kab. Tulungagung Desa Tulungrejo Tad Tad Tad Tad Tad

10. Kab. Trenggalek Desa Masaran Tad Tad Tad Tad TadSumber : BPS Kabupaten/Kota sampel Penelitian, 2014 dan Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur, 2013 dan 2014

Tingkat kesejahteraaan penduduk di desa dan kelurahan sampel berdasarkan Indikator tingkat kesejahteraan keluarga BKKBN masih ada yang memenuhi ke lima indikator tersebut. Penduduk yang berada pada tingkat Pra Keluarga Sejahtera yang sering dikelompokkan sebagai “sangat miskin” masih terdapat di desa dan kelurahan sampel, karena masih ada penduduk yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi:

1. Indikator Ekonomia. Makan dua kali atau lebih seharib. Memiliki pakaian yang berbeda untuk aktivitas (misalnya di rumah, berkerja,sekolah dan

bepergian)c. Bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah.

2. Indikator Non-Ekonomia. Melaksanakan ibadahb. Bila anak sakit dibawa ke sarana kesehatan

Namun demikian di desa sampel sudah ada yang mencapai tingkat kesejahteraan Keluarga Sejahtera III Plus yaitu sudah dapat memenuhi indikator meliputi :

1. Aktif memberikan sumbangan material secara teratur2. Sebagai pengurus organisasi Kemasyarakatan.

Tiga indikator tingkat kesejahteraan lainnya juga ada di desa dan kelurahan sampel yang meliputi Keluarga Sejahtera I (Sering dikelompokkan sebagai “Miskin”), Keluarga Sejahtera II dan Keluarga sejahtera III. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penduduk di desa dan kelurahan sampai masih ada yang sangat miskin dan miskin, walaupun sudah ada yang berada pada tingkat sejahtera III plus.

Page 42: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

34

Page 43: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

35

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR5BAB VHasil dan

Pembahasan

Page 44: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

36

BAB VHASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

5.1.1. Lokasi Penelitian Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Provinsi Jawa Timur

Sesuai dengan metodologi penelitian bahwa untuk dapat megeneralisasi struktur penguasaan dan pemilikan tanah di Provinsi Jawa Timur digunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, dengan cara mengambil populasi hasil kegiatan IP4T. Lokasi IP4T yang diambil sebagai sampel penelitian adalah lokasi IP4T yang data softcopynya lengkap, agar dapat dianalisis. Sehingga diperoleh data lokasi desa dan kelurahan yang dapat dijadikan sebagai sampel penelitian, kemudian dilakukan penelitian lapang. Data dan hasil penelitian dari lokasi sampel, kemudian diolah untuk menghasilkan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka daerah-daerah berikut diambil sebagai daerah sampel penelitian.

Tabel 11. Lokasi Penelitian Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian Berdasarkan Data IP4T Tahun 2013 dan 2014 di Provinsi Jawa Timur

No Kota/Kabupaten Desa/Kelurahan-Kecamatan Tahun

IP4T∑Pemilik (Orang) ∑Bidang ∑Luas

(ha)

I Lokasi Penelitian1 Probolinggo Desa Purut-Kec Lumbang 2014 874 1,391 437.2081

2 Batu Desa Punten-Kec Bumiaji 2013 209 218 31.45703 Magetan Desa Temboro-Kec Karas 2013 993 1,721 305.89434 Madiun Desa Kedondong-Kec Kebonsari 2013 761 1,350 174.00865 Jember Desa Nogosari-Kec Rambipuji 2014 552 871 114.69196 Malang Kelurahan Bakalan Krajan-Kec Sukun 2013 48 60 4.8267 Bojonegoro Desa Jumok-Kec Ngraho 2014 581 734 148.87758 Lamongan Desa Wanar-Kec Pucuk 2014 1,658 3,070 365.92179 Trenggalek Desa Masaran-Kec Munjungan 2013 690 1,079 98.7126

10 Tulungagung Desa Tulungrejo-Kec Karangrejo 2013 972 1,540 214.5948II Lainnya 11 Bojonegoro Desa Jari-Kec Gondang 2013 682 938 200.296412 Bojonegoro Desa Pajeng-Kec Gondang 2013 681 867 276.773213 Bojonegoro Desa Gondang-Kec Gondang 2014 381 418 69.936114 Batu Desa Gunungsari-Kec Bumiaji 2013 449 598 38.214115 Batu Desa Junrejo-Kec Junrejo 2014 47 51 1.297816 Madiun Desa Kedondong-Kec Kebonsari 2014 249 454 57.107117 Magetan Desa Temboro-Kec Karas 2014 165 232 55.980718 Pamekasan Desa Toket-Kec Proppo 2014 648 1,571 170.019119 Pamekasan Desa Toket-Kec Proppo 2013 848 2,115 191.5995

Jumlah 11,488 19,278 2,957.4166

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Berdasarkan data IP4T tahun 2013 dan 2014 di Provinsi Jawa Timur diperoleh 16 desa dan Kelurahan di 10 kabupaten/kota yang terpilih sebagai basis data untuk penelitian struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Provinsi Jawa Timur. Sebanyak 10 desa/kelurahan

Page 45: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

37

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

diambil sebagai lokasi penelitian dengan sistem triangulasi, yakni mengambil data primer survei IP4T desa/kelurahan tersebut, wawancara dengan responden yang merupakan peserta IP4T dan diskusi dengan aparat desa/kelurahan setempat. Seluruh data pemilik, bidang dan luas tanah merupakan data tanah pertanian yang telah dipisahkan dengan data tanah bangunan/permukiman dan penggunaan lainnya selain tanah pertanian. Jumlah seluruh pemilik tanah pertanian yang dikelompokkan berdasarkan kesamaan nama dan nomor identitas (Kartu Tanda Penduduk) sejumlah 11.488 orang dengan 19.278 bidang seluas 2.957,4166 hektar.

Delapan desa lainnya merupakan desa yang terpilih untuk dilaksanakan analisis dalam penelitian, karena data soft copynya lengkap. Desa tersebut ada yang sama dengan desa lokasi penelitian yang diambil sebagai lokasi penelitian dengan sistem triangulasi dan ada yang tidak.

5.1.2. Komposisi Tanah Pertanian dan Penggunaan Lainnya

Penggunaan tanah di desa dan kelurahan sampel penelitian pada umumnya adalah untuk tanah pertanian baik berupa sawah maupun tegalan. Komposisi penggunaan tanah di desa dan kelurahan sampel penelitian selengkapnya dapat diketahui dari tabel berikut.

Tabel 12. Komposisi Penggunaan Tanah di Desa dan Kelurahan Sampel

No. Jenis Pengunaan Jumlah Bidang Persentase (%) Jumlah Luas (Ha) Persentase (%)

1. Sawah 14,448 46.85 2,064.4600 57.142. Tegalan 5,067 16.43 963.9283 26.683. Bangunan/rumah 8,861 28.73 440.0991 12.184. Tanah Kosong 1,951 6.33 109.2220 3.025. Lainnya 343 1.11 25.4228 0.706. Tidak ada 171 0.55 10.0659 0.28

Jumlah 30,841 100.00 3,613.1981 100.00Sumber: Data IP4T Provinsi Jawa Timur 2013 dan 2014, data diolah, 2015

Penggunaan tanah di desa dan kelurahan sampel (lokasi IP4T di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 dan 2014) sebagian besar masih merupakan tanah pertanian, baik berupa sawah dan tegalan/kebun sejumlah 19.515 bidang (63,28%) dengan luas 3.028,3883 hektar (83,81%). Penggunaan tanah untuk rumah/bangunan merupakan yang terbanyak kedua sebesar 8.861 bidang (28,73%) dengan luas mencapai 440,0991 hektar (12,18%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa daerah sampel penelitian masih merupakan daerah perdesaan, karena sebagian besar penggunaan tanahnya adalah sawah dan tegalan (tanah pertanian).

Gambar 2. Komposisi Penggunaan Tanah di Desa Sampel

Page 46: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

38

5.1.3. Penguasaan Tanah Pertanian

Penguasaan tanah pertanian berdasarkan petunjuk pelaksanaan Landreform tahun 2013 dan 2014, dibedakan atas penguasaan sendiri, oleh orang lain ataupun secara bersama. Oleh karena itu penguasaan tanah pertanian dibedakan berdasarkan petunjuk pelaksanaan Landreform tersebut. Luas penguasaan tanah pertanian di lokasi sampel penelitian di Provinsi Jawa Timur diketahui dari tabel berikut.

Tabel 13. Luas Penguasaan Tanah Pertanian di Lokasi Penelitian di Provinsi Jawa Timur

No.Kelompok Luas

Penguasaan Tanah Pertanian

Sendiri Orang lain Bersama Total Penguasaan

∑Bid %∑ Luas

(ha)% ∑Bid %

∑Luas (ha)

% ∑Bid %∑Luas

(ha)% ∑ Bid %

∑ Luas (ha)

%

1 1 - < 100 m2 110 0.57 0.7652 0.03 1 11.11 0.0179 1.18 1 1.96 0.0148 0.22 112 0.58 0.7979 0.03

2 100 - < 200 m2 416 2.16 6.4676 0.22 0 0 0 0 0 0 0 0 416 2.16 6.4676 0.22

3 200 - < 300m2 677 3.52 17.1428 0.58 0 0 0 0 2 3.92 0.0549 0.81 679 3.52 17.1977 0.58

4 300 - < 400 m2 905 4.71 31.7747 1.08 0 0 0 0 1 1.96 0.0318 0.47 906 4.70 31.8065 1.08

5 400 - < 500 m2 1,004 5.22 45.2753 1.54 2 22.22 0.1178 7.76 1 1.96 0.0445 0.66 1,007 5.22 45.4376 1.54

6 500 - < 1000 m2 5,927 30.84 438.2423 14.86 2 22.22 0.2614 17.21 21 41.18 1.7232 25.47 5,950 30.86 440.2269 14.89

7 1000 - < 2000 m2 6,209 32.31 874.5159 29.65 2 22.22 0.2844 18.73 16 31.37 2.1912 32.39 6,227 32.30 876.9915 29.65

8 2000 - < 3000 m2 2,180 11.34 522.4741 17.72 1 11.11 0.3500 23.04 6 11.76 1.4180 20.96 2,187 11.34 524.2421 17.73

9 3000 - < 4000 m2 833 4.33 286.7299 9.72 0 0 0 0 1 1.96 0.3273 4.84 834 4.33 287.0572 9.71

10 4000 - < 5000 m2 394 2.05 175.9127 5.96 1 11.11 0.4873 32.08 1 1.96 0.4477 6.62 396 2.05 176.8477 5.98

11 5000 - < 10000 m2 465 2.42 307.4759 10.43 0 0 0 0 1 1.96 0.5110 7.55 466 2.42 307.9869 10.41

12 10000 - < 15000 m2 56 0.29 67.2590 2.28 0 0 0 0 0 0 0 0 56 0.29 67.2590 2.27

13 15000 - < 20000 m2 19 0.10 31.4327 1.07 0 0 0 0 0 0 0 0 19 0.10 31.4327 1.06

14 20000 - < 25000 m2 7 0.04 15.3020 0.52 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0.04 15.3020 0.52

15 25000 - < 30000 m2 1 0.01 2.5901 0.09 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.01 2.5901 0.09

16 > 30000 m2 5 0.03 125.7733 4.26 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0.03 125.7733 4.25

17 Tidak ada data 10 0.05 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0.05 0.0000 0

Total 19,218 100.00 2,949.1334 100.00 9 100.00 1.5188 100.00 51 100.00 6.7644 100.00 19,278 100.00 2,957.4166 100.00

Rata-Rata Penguasaan 0.1535 0.1688 0.1326 0.1534

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

5.1.3.1. Tanah Pertanian dalam Penguasaan Pemiliknya

Berdasarkan data IP4T Tahun 2013 dan 2014 di Provinsi Jawa Timur, maka dapat diketahui bahwa mayoritas tanah pertanian yang dikuasai oleh pemiliknya (sendiri) sebanyak 19.218 bidang (99,69%) seluas 2.949,1334 hektar (99,72%). Ini berarti mayoritas tanah pertanian tersebut dikerjakan oleh pemiliknya dibantu dengan tenaga dari anggota keluarganya. Walaupun adapula yang menggunakan tenaga tambah dari luar keluarga, tetapi biasanya hanya bersifat kausitis, yakni ketika saat-saat tertentu saja yang membutuhkan tenaga kerja yang banyak, seperti saat tanam dan atau panen. Luas penguasaan tanah pertanian oleh pemiliknya, mayoritas berada di kisaran kelompok luas tanah pertanian antara 400 - < 3000 m2 sejumlah 15.371 bidang (79,73%) dengan luas mencapai 1.886,8981 hektar (63,80%).

Adapun secara keseluruhan, rata-rata luasan penguasaan tanah pertanian oleh pemiliknya (sendiri) sebesar 0,1535 hektar per bidang. Sedangkan rata-rata luasan penguasaan tanah pertanian secara total sebesar 0,1534 hektar per bidang. Perbedaan rata-rata luas penguasaan tanah pertanian baik dilihat dari pemilikan sendiri maupun secara total hanya kecil yaitu 0,0001 hektar per bidang, disebabkan sebanyak 99,69 % bidang tanah pertanian penguasaan oleh pemiliknya sendiri dan dikerjakan sendiri.

5.1.3.2. Tanah Pertanian dalam Penguasaan Orang Lain

Penguasaan tanah pertanian oleh orang lain bisa berbentuk bagi hasil, sewa ataupun gadai. Namun penguasaan tanah pertanian oleh orang lain dalam penelitian ini tidak dapat diketahui bagaimana bentuk penguasaannya, karena ketidakberadaan datanya.

Jumlah penguasaan tanah oleh orang lain hanya sedikit, hanya 9 bidang (0,05%) seluas 1,5188

Page 47: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

39

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

hektar (0,05%). Umumnya, penguasaan tanah pertanian oleh orang lain tersebut berasal dari jual-beli. Besar kemungkinan pembelinya bukan petani atau berdomisili jauh dari lokasi tanah pertaniannya, sehingga tanahnya dikuasakan kepada orang lain (petani) untuk digarap.

Luas penguasaan tanah pertanian oleh orang lain ini mayoritas berkisar pada kelompok luasan 400 - < 2000 m2, sejumlah 6 bidang (66,67%) dengan luasan hanya 0,6636 hektar (43,69%). Adapun rata-rata penguasaan tanah pertanian oleh orang lain sebesar 0,1688 hektar per bidang. Luas penguasaan tanah pertanian oleh orang lain per bidang ini sedikit lebih besar dibandingkan dengan luas penguasaan tanah pertanian oleh pemiliknya sendiri yaitu 0,0153 ha per bidang.

5.1.3.3. Tanah Pertanian dalam Penguasaan Bersama

Penguasaan tanah pertanian secara bersama ini maksudnya adalah penggarapan tanah pertanian yang dilakukan secara bersama oleh lebih dari satu orang, baik oleh pemiliknya maupun pemilik dengan orang lain. Biasanya penguasaan tanah pertanian secara bersama ini dikarenakan kepemilikan tanahnya bersama dan tanahnya berasal dari tanah warisan.

Jumlah bidang tanah pertanian yang penguasaannya dilakukan secara bersama sebanyak 51 bidang (0,26%) dengan luas 6,7644 hektar (0,23%). Penguasaan tanah pertanian secara bersama ini mayoritas berkisar pada kelompok luasan 500 - < 2000 m2 sejumlah 37 bidang (72,55%) seluas 3,9144 hektar (57,87%). Adapun secara keseluruhan, rata-rata penguasaan tanah pertanian secara bersama sebesar 0,1325 hektar per bidang. Rata-rata luas tanah pertanian dalam penguasaan bersama ini lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata luas tanah pertanian dalam penguasaan pemiliknya dan dalam penguasaan orang lain.

5.1.4. Penguasaan Tanah Pertanian dengan Gadai, Sewa, Bagi Hasil dan Lainnya

Tanah pertanian yang dikuasai oleh orang lain ataupun secara bersama dapat menggunakan sistem gadai, sewa, bagi hasil ataupun izin tanpa kompensasi apapun. Data penguasaan tanah pertanian tersebut tidak dapat teridentifikasi, karena tidak ada datanya dalam data IP4T. Namun pada kenyataannya penguasaan tanah pertanian oleh orang lain ataupun bersama ditemukan keberadaannya pada saat melakukan wawancara kepada beberapa petani sampel. Penguasaan tanah pertanian oleh orang lain atau secara bersama yang ditemukan pada saat wawancara berupa sewa dan gadai.

Berdasarkan penguasaan tanah pertanian oleh pemiliknya sendiri, orang lain maupun secara bersama, maka secara keseluruhan penguasaan tanah pertanian sampel di lokasi IP4T Tahun 2013 dan 2014 di Provinsi Jawa Timur berjumlah 19.278 bidang dengan luas 2.957,4166 hektar. Penguasaan tanah pertanian mayoritas berkisar pada luasan 400 - < 3000 m2 (99,69%) sebanyak 15.371 bidang (79,73%) dengan luas 1.886,8981 hektar (63,80%).

Penguasaan tanah pertanian di bawah 0,5 hektar (Gurem) secara keseluruhan berjumlah 18.714 bidang (97,07%) seluas 2.407,0726 hektar (81,39%). Penguasaan tanah pertanian di bawah 2 hektar berjumlah 19.255 bidang (99,88%) seluas 2.813,7512 hektar (95,14%). Adapun penguasaan tanah pertanian lebih besar sama dengan 2 hektar hanya 13 bidang (0,07%) seluas 143,6654 hektar (4,86%). Oleh karena itu dapat diketahui bahwa penguasaan tanah pertanian di Provinsi Jawa Timur berdasarkan data IP4T Tahun 2013 dan 2014 mayoritas merupakan tanah-tanah pertanian yang luasnya kurang 2 hektar per bidangannya mencapai 99,88% bidang. Sebagian besar tanah tersebut merupakan tanah-tanah pertanian yang luasnya di bawah 0,5 hektar (Gurem) per bidang mencapai 97,07%. Sedangkan rata-rata penguasaan tanah pertanian di lokasi sampel IP4T di Provinsi Jawa Timur hanya seluas 0,1534 hektar per bidang.

Page 48: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

40

5.1.5. Pemilikan Tanah Pertanian

Pemilikan tanah pertanian berdasarkan petunjuk Landreform tahun 2013 dan 2014 sebagaimana penguasaan tanah pertanian, dibedakan atas pemilikan tanah sendiri, pemilikan tanah dengan orang lain dan pemilikan tanah secara bersama. Berikut data pemilikan tanah pertanian di lokasi sampel penelitian di Provinsi Jawa Timur berdasarkan luasannya.

Tabel 14. Luas Pemilikan Tanah Pertanian di lokasi Penelitian di Provinsi Jawa Timur

No.Kelompok Luas Pemilikan Tanah

Pertanian

Sendiri Orang lain Bersama Total Pemilikan

∑Bid % ∑ Luas (ha) % ∑Bid % ∑Luas

(ha) % ∑Bid % ∑Luas (ha) % ∑Bid % ∑ Luas

(ha) %

1 1 - < 100 m2 95 0.52 0.6776 0.02 15 1.47 0.0876 0.10 0 0 0 0 110 0.57 0.7652 0.03

2 100 - < 200 m2 377 2.07 5.8804 0.21 40 3.92 0.6051 0.67 1 1.96 0 0.22 418 2.17 6.5003 0.22

3 200 - < 300 m2 625 3.43 15.8259 0.55 52 5.09 1.3169 1.45 2 3.92 0 0.83 679 3.52 17.1977 0.58

4 300 - < 400 m2 823 4.52 28.8564 1.01 84 8.23 3.0361 3.34 1 1.96 0 0.48 908 4.71 31.9243 1.08

5 400 - < 500 m2 884 4.86 39.9234 1.40 122 11.95 5.6133 6.17 1 1.96 0 0.67 1007 5.22 45.5812 1.54

6 500 - < 1000 m2 5,531 30.38 409.1872 14.31 395 38.69 29.0112 31.88 22 43.14 1.7671 26.56 5948 30.85 439.9655 14.88

7 1000 - < 2000 m2 5,958 32.73 840.3181 29.38 255 24.98 34.9866 38.45 15 29.41 2.0368 30.61 6228 32.31 877.3415 29.67

8 2000 - < 3000 m2 2,134 11.72 511.8547 17.90 46 4.51 10.6194 11.67 6 11.76 1.4180 21.31 2186 11.34 523.8921 17.71

9 3000 - < 4000 m2 827 4.54 284.6305 9.95 6 0.59 2.0994 2.31 1 1.96 0 4.92 834 4.33 287.0572 9.71

10 4000 - < 5000 m2 391 2.15 174.5193 6.10 4 0.39 1.8807 2.07 1 1.96 0 6.73 396 2.05 176.8477 5.98

11 5000 - < 10000 m2 464 2.55 306.8436 10.73 1 0.10 0.6323 0.69 1 1.96 0.5110 7.68 466 2.42 307.9869 10.41

12 10000 - < 15000 m2 55 0.30 66.1584 2.31 1 0.10 1.1006 1.21 0 0 0 0 56 0.29 67.2590 2.27

13 15000 - < 20000 m2 19 0.10 31.4327 1.10 0 0 0 0 0 0 0 0 19 0.10 31.4327 1.06

14 20000 - < 25000 m2 7 0.04 15.3020 0.54 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0.04 15.3020 0.52

15 25000 - < 30000 m2 1 0.01 2.5901 0.09 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.01 2.5901 0.09

16 > 30000 m2 5 0.03 125.7733 4.40 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0.03 125.7733 4.25

17 Tidak ada data 10 0.05 0 0.00 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0.05 0 0

Total 18,206 100.00 2859.7735 100.00 1,021 100.00 90.9892 100.00 51 100.00 6.6539 100.00 19,278 100.00 2,957.4166 100.00

Rata-Rata Pemilikan 0.1571 0.0891 0.1305 0.1534

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

5.1.5.1. Tanah Pertanian dalam Pemilikan Sendiri

Berdasarkan data IP4T Tahun 2013 dan 2014 di Provinsi Jawa Timur maka mayoritas tanah pertanian dalam Pemilikan Sendiri sebanyak 18.206 bidang (94,44%) seluas 2.859,7735 hektar (96,70%). Ini berarti mayoritas tanah pertanian tersebut dimiliki sendiri. Pemilikan tanah pertanian tersebut mayoritas berada pada kisaran kelompok luas tanah pertanian antara 500 - < 3000 m2 sejumlah 13.623 bidang (74,83%) dengan luas mencapai 1.761,36 hektar (61,59%).

Adapun secara keseluruhan, rata-rata pemilikan tanah pertanian oleh pemiliknya sebesar 0,1571 per bidang. Sedangkan rata-rata luasan pemilikan tanah pertanian secara total sebesar 0,1534 hektar per bidang. Perbedaan rata-rata luas pemilikan tanah pertanian baik dilihat dari

Gambar 3. Tanah Pertanian di Desa Tulungrejo Kecamatan Karang Rejo Kabupaten Tulungagung

Page 49: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

41

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

pemilikan sendiri maupun secara total hanya berbeda sedikit yaitu 0,0037 hektar per bidang. Hal ini disebabkan sebanyak 94,44% bidang tanah pertanian dimiliki oleh pemiliknya sendiri dan dikerjakan sendiri.

5.1.5.2. Tanah Pertanian dalam Pemilikan Orang Lain

Tanah pertanian dalam pemilikan orang lain berdasarkan Juklak Landreform Tahun 2014 bisa berupa gadai, sewa ataupun bagi hasil. Adapun penjelasan mengenai definisinya tidak ditemukan. Penjelasannya sama dengan tanah pertanian dalam penguasaan oleh orang lain yaitu berupa gadai, sewa ataupun bagi hasil. Untuk tidak menghasilkan data yang saling bertentangan dan mengingat kepada definisi penguasaan dan pemilikan tanah, maka digunakan istilah tanah pertanian yang berada dalam penguasaan orang lain, karena gadai, sewa ataupun bagi hasil merupakan tanah pertanian yang berada dalam penguasaan orang lain.

Berdasarkan tabel 15, tanah pertanian dalam pemilikan orang lain tersebut cukup banyak sejumlah 1.021 bidang (5,30%) seluas 90,9892 hektar (3,08%). Tanah pertanian yang berada dalam pemilikan orang lain tersebut mayoritas berada pada kisaran kelompok luas tanah pertanian antara 400 - < 2000 m sejumlah 772 bidang (75,61%) seluas 69,6111 hektar (79,84%).

Adapun secara keseluruhan, rata-rata tanah pertanian dalam pemilikan orang lain tersebut sebesar 0,0891 hektar per bidang, lebih kecil dari rata-rata pemilikan luasan tanah pertanian secara total per bidang sebesar 0,1534 hektar. Perbedaan rata-rata luas tanah pertanian dalam pemilikan orang lain dengan luas total pemilikan tanah pertanian adalah 0,0643 hektar per bidang. Oleh karena itu luas tanah pertanian dalam pemilikan orang lain luasnya per bidang lebih kecil dibandingkan yang dimiliki sendiri.

5.1.5.3. Tanah Pertanian dalam Pemilikan Bersama

Pemilikan tanah pertanian secara bersama merupakan tanah pertanian yang dimiliki lebih dari satu orang, pada umumnya berasal dari pewarisan atau hibah dari orang tua kepada anak-anaknya. Pemilikan tanah secara bersama ini tidak terlalu banyak jumlahnya yaitu hanya 51 bidang (0,26%) dengan luas 6,6539 (0,22%). Pemilikan tanah pertanian secara bersama ini mayoritas berkisar pada kelompok luasan 500 - < 2000 m2 sejumlah 37 bidang (72,55%) seluas 3,8039 hektar (57,17%).

Adapun secara keseluruhan, rata-rata luas pemilikan tanah pertanian secara bersama sebesar 0,1305 hektar per bidang lebih kecil dari dari rata-rata pemilikan luasan tanah pertanian secara total per bidang yang sebesar 0,1534 hektar per bidang. Rata-rata luas pemilikan tanah pertanian secara bersama lebih kecil 0,0229 hektar per bidang.

Tanah pertanian dalam pemilikan sendiri, pemilikan orang lain maupun pemilikan bersama di lokasi IP4T Tahun 2013 dan 2014 di Provinsi Jawa Timur yang merupakan sampel penelitian, secara keseluruhan berjumlah 19.278 bidang dengan luas 2.957,4166 hektar. Pemilikan tanah pertanian tersebut mayoritas berkisar pada kelompok luasan 400 - < 3000 m2 sebanyak 15.369 bidang (74,50%) dengan luas 1.886,7803 hektar (63,80%).

Pemilikan tanah pertanian di bawah 0,5 hektar secara keseluruhan berjumlah 18.714 bidang (97,07%) seluas 2.407,0726 hektar (81,39%). Bila diperhatikan maka pemilikan tanah pertanian kurang dari 2 hektar sejumlah 19.255 bidang (99,88%) seluas 2.813,7512 hektar (95,14%). Adapun pemilikan tanah pertanian lebih besar dari 2 hektar sejumlah 13 bidang (0,07%) seluas 143,6654 hektar (4,86%).

Tanah pertanian yang luas dimiliki oleh seorang warga dari Desa Pajeng, Kecamatan Gondang di

Page 50: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

42

5.1.6. Jumlah dan Luas Pemilikan Tanah Pertanian

Jumlah dan luas pemilikan tanah pertanian di lokasi sampel penelitian berdasarkan data IP4T Tahun 2013 dan 2014 terbanyak pada pemilikan satu bidang dengan luas yang kurang dari 0,5 hektar atau Gurem. Untuk mengetahui lebih rinci mengenai jumlah dan luas pemilikan tanah pertanian di lokasi sampel penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 15. Jumlah dan Luas Pemilikan Bidang Tanah Pertanian di Lokasi Penelitian

No. Jumlah Pemilikan ∑Pemilik (Orang) ∑Bidang ∑Luas (ha) Rata2 pemilikan

tanah per org (ha)Rata2 pemilikan

tanah per bid (ha)

1. 1 bidang tanah pertanian 7,715 7,715 1274.0889 0.1651 0.16512. 2 bidang tanah pertanian 2,111 4,222 623.6680 0.2954 0.14773. 3 bidang tanah pertanian 844 2,532 358.1470 0.4243 0.14144. 4 bidang tanah pertanian 353 1,412 200.7780 0.5688 0.14225. 5 bidang tanah pertanian 185 925 126.1383 0.6818 0.13646. 6 bidang tanah pertanian 89 534 60.8583 0.6838 0.11407. 7 bidang tanah pertanian 60 420 48.1294 0.8022 0.11468. 8 bidang tanah pertanian 40 320 37.6344 0.9409 0.11769. 9 bidang tanah pertanian 32 288 46.4238 1.4507 0.1612

10. 10 bidang tanah pertanian 22 220 21.4346 0.9743 0.097411. 11 bidang tanah pertanian 14 154 20.9557 1.4968 0.136112. 12 bidang tanah pertanian 4 48 5.1600 1.2900 0.107513. 13 bidang tanah pertanian 5 65 14.0189 2.8038 0.215714. 14 bidang tanah pertanian 1 14 0.5149 0.5149 015. 15 bidang tanah pertanian 1 15 1.5553 1.5553 0

Kabupaten Bojonegoro. Luas tanah pertaniannya mencapai 112,3741 hektar dalam satu bidang tanah. Luas tanah pertanian ini telah melebihi batas maksimum tanah pertanian di Provinsi Jawa Timur sesuai Undang-Undang No. 56 Prp. Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang ini membatasi penguasaan dan pemilikan tanah pertanian tidak boleh lebih dari 20 hektar.

Dengan demikian, terlihat bahwa pemilikan tanah pertanian di Provinsi Jawa Timur berdasarkan data IP4T Tahun 2013 dan 2014, mayoritas merupakan bidangan tanah-tanah pertanian di bawah 2 hektar mencapai 99,88%, sebagian besar di antaranya merupakan tanah-tanah gurem di bawah 0,5 hektar yang mencapai 97,07%. Adapun rata-rata pemilikan tanah pertanian di Provinsi Jawa Timur seluas 0,1534 hektar per bidang.

Gambar 4. Tanah Pertanian di Desa Purut Kecamatan Lumbang Kabupaten Probolinggo

Page 51: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

43

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No. Jumlah Pemilikan ∑Pemilik (Orang) ∑Bidang ∑Luas (ha) Rata2 pemilikan

tanah per org (ha)Rata2 pemilikan

tanah per bid (ha)

16. 16 bidang tanah pertanian 4 64 40.3837 10.0959 0.631017. 18 bidang tanah pertanian 2 36 2.8742 1.4371 018. 20 bidang tanah pertanian 3 60 5.3718 1.7906 0.089519. 24 bidang tanah pertanian 1 24 7.5508 7.5508 0.314620. 31 bidang tanah pertanian 1 31 2.6110 2.6110 0.084221. 32 bidang tanah pertanian 2 64 27.8065 13.9033 0.434522. 115 bidang tanah pertanian 1 115 31.3130 31.3130 0.2723

Jumlah dan Rerata 11,488 19,278 2,957.4166 0.2574 0.1534

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Mayoritas jumlah pemilikan tanah pertanian di lokasi penelitian adalah 1 bidang dengan jumlah pemilik 7.715 orang (67,16%) seluas 1274,0889 hektar (43,08%). Rata-rata pemilikan tanah pertanian satu bidang tersebut seluas 0,1651 hektar per orang.

Pemilikan tanah pertanian kurang dari 0,5 hektar (Gurem) sebanyak 10.670 orang (92,88%), meliputi 14.469 bidang (75,06%) dengan luas mencapai 2255,9039 hektar (76,28%). Untuk pemilikan di bawah 2 hektar mencapai 11.469 orang (99,84%) meliputi 18.790 bidang (97,47%) dengan luas 2.823,4164 hektar (95,47%).

Berdasarkan hasil analisa dapat diketahui bahwa terdapat pemilikan tanah pertanian oleh satu orang sebanyak 15 bidang, namun luasannya kecil-kecil, sehingga akumulasinya kurang dari 2 hektar. Adapun pemilikan tanah pertanian dengan rata-rata pemilikan tanahnya lebih dari 10 hektar hanya 3 orang, salah satunya merupakan yayasan pesantren (badan hukum) sehingga tampak pemilikan tanah pertaniannya hingga 115 bidang dengan luas 31,313 hektar. Sehingga dapat diketahui bahwa masih ada pemilik tanah pertanian yang luasnya lebih dari 10 hektar. Sedangkan di sisi lain dapat diketahui rata-rata kepemilikan tanah per orang hanya 0,2574 hektar dengan rata-rata luasan 0,1534 per bidang. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa luas tanah pertanian sudah sangat sempit dan letaknya terpencar-pencar.

5.1.7. Status Penggarapan Tanah Pertanian

Penggarapan tanah pertanian di desa dan kelurahan sampel dilakukan oleh pemiliknya sendiri, oleh orang lain ataupun secara bersama. Penggarapan tanah pertanian oleh orang lain atau secara bersama dapat menggunakan sistem gadai, sewa, bagi hasil ataupun izin tanpa kompensasi apapun. Namun data mengenai bentuk penggarapan tersebut tidak dapat diperoleh, karena tidak terinventarisasi dalam data IP4T.

Gambar 5. Tanah Pertanian di Desa Masaran Kecamatan Munjungan Kab. Trenggalek

Page 52: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

44

Berdasarkan analisis mengenai penguasaan dan pemilikan tanah, penggarapan tanah pertanian hanya dapat diketahui sebagai pemilik penggarap, pemilik bukan penggarap (tanah pertanian digarap oleh orang lain), dan pemilikan bersama dan penggarapan bersama. Status penggarapan tanah pertanian di desa/kelurahan sampel dapat diketahui sebagaimana tabel berikut.

Tabel 16. Status Penggarapan Tanah Pertanian di Lokasi Penelitian

No. Kota/Kabupaten Desa/Kelurahan-Kecamatan

Status Penggarapan Tanah Pertanian

Pemilik penggarap Pemilik bukan penggarap

Pemilik bersama garap bersama

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas (ha)

I Lokasi Penelitian1 Probolinggo Desa Purut-Kec Lumbang 1,382 434.9672 3 0.7717 6 1.4692

2 Batu Desa Punten-Kec Bumiaji 211 30.6951 6 0.7471 1 0.0148

3 Magetan Desa Temboro-Kec Karas 1,721 305.8943 0 0 0 0

4 Madiun Desa Kedondong-Kec Kebonsari 1,350 174.0086 0 0 0 0

5 Jember Desa Nogosari-Kec Rambipuji 871 114.6919 0 0 0 0

6 Malang Kelurahan Bakalan Krajan-Kec Sukun 59 4.7975 0 0 1 0.0285

7 Bojonegoro Desa Jumok-Kec Ngraho 734 148.8775337 0 0 0 0

8 Lamongan Desa Wanar-Kec Pucuk 3,070 365.9217432 0 0 0 0

9 Trenggalek Desa Masaran-Kec Munjungan 1,079 98.7126 0 0 0 0

10 Tulungagung Desa Tulungrejo-Kec Karangrejo 1,540 214.5948 0 0 0 0

II Lainnya 11 Bojonegoro Desa Jari-Kec Gondang 938 200.2963985 0 0 0 0

12 Bojonegoro Desa Pajeng-Kec Gondang 867 276.7731665 0 0 0 0

13 Bojonegoro Desa Gondang-Kec Gondang 418 69.9361411 0 0 0 0

14 Batu Desa Gunungsari-Kec Bumiaji 598 38.2141 0 0 0 0

15 Batu Desa Junrejo-Kec Junrejo 51 1.2978 0 0 0 0

16 Madiun Desa Kedondong-Kec Kebonsari 454 57.1071 0 0 0 0

17 Magetan Desa Temboro-Kec Karas 232 55.9807 0 0 0 0

18 Pamekasan Desa Toket-Kec Proppo 1,528 164.7672 0 0 43 5.2519

19 Pamekasan Desa Toket-Kec Proppo 2,115 191.5995 0 0 0 0

Jumlah 19,218 2,949.1334 9 1.5188 51 6.7644

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas tanah pertanian digarap oleh pemiliknya sendiri yaitu sebanyak 19.218 bidang tanah pertanian (99,69%). Selebihnya digarap orang lain ataupun digarap secara bersama-sama. Hal Ini menandakan bahwa tanah pertanian masih menjadi mata pencaharian utama penduduk di lokasi sampel penelitian. Sembilan bidang tanah pertanian seluas 1,5188 ha digarap oleh bukan pemilik tanah pertaniannya atau hanya dikuasai saja. Adapun penggarapan bersama biasanya berasal dari pewarisan sehingga pemilikan dan pengarapannya masih dilakukan secara bersama-sama.

5.1.8. Riwayat Perolehan Tanah Pertanian

Riwayat perolehan tanah pertanian di desa dan kelurahan sampel dapat bermacam-macam caranya, bisa diperoleh dari waris, hibah, jual beli atau lainnya. Namun hasil analisis menunjukkan bahwa warisan merupakan perolehan yang terbanyak. Hal ini disebabkna mayoritas tanah pertanian diperoleh dari pemberian orang tuanya.

Riwayat perolehan tanah pertanian oleh pemiliknya diharapkan dapat memberikan gambaran yang menyebabkan ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian. Perolehan tanah pertanian di desa dan kelurahan penelitian (lokasi IP4T Tahun 2013 dan 2014 di Provinsi Jawa Timur yang terpilih) dapat diketahui dari tabel 17.

Perolehan tanah pertanian mayoritas berasal dari warisan sebanyak 9.298 bidang (51,09%), baik dari penguasaan/pemilikan sendiri, orang lain maupun bersama. Selebihnya terbanyak dari jual

Page 53: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

45

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

beli maupun hibah. Terdapat kekhususan yang ditemukan pada sebagian besar hibah di lokasi penelitian kegiatan IP4T. Hibah dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan IP4T. Kegiatan IP4T umumnya diikuti dengan pensertipikatan tanah melalui Prona. Untuk itu, hibah banyak terjadi yang merupakan hibah dari orang tua kepada anak-anaknya sebelum meninggal. Para petani ingin agar tanah-tanah pertaniannya sekaligus dapat disertipikatkan atas nama anak-anaknya karena menganggap kegiatan sertipikasi membutuhkan biaya, waktu dan proses yang lama. Hal ini biasanya dimaksudkan untuk mencegah terjadinya masalah antar ahli waris di kemudian hari setelah orang tuanya meninggal dunia dalam pembagian warisan yang berupa tanah pertanian.

Tabel 17. Riwayat Perolehan Tanah Pertanian di Lokasi Penelitian

No. Jenis Perolehan

Penguasaan/Pemilikan Sendiri

Penguasaan/Pemilikan Orang Lain

Penguasaan/Pemilikan Bersama Total

∑Bid % ∑Luas (ha) ∑Bid % ∑Luas (ha) ∑Bid % ∑Luas

(ha) ∑Bid % ∑Luas (ha)

1 Warisan 9,289 51.08 1,379.7245 1 16.67 0.3500 8 88.89 1.4870 9,298 51.09 1,381.5615

2 Jual beli 3,575 19.66 581.4281 4 66.67 0.2511 1 11.11 0.0148 3,580 19.67 581.6940

3 Hibah 1,281 7.04 311.3481 0 0.00 0 0 0 0 1,281 7.04 311.3481

4 Konversi 33 0.18 4.7628 0 0.00 0 0 0 0 33 0.18 4.7628

5 Wakaf 1 0.01 0.1989 0 0.00 0 0 0 0 1 0.01 0.1989

6 Tanah kas desa/bengkok

59 0.32 30.7995 0 0.00 0 0 0 0 59 0.32 30.7995

7 Tukar menukar

3 0.02 0.2738 0 0.00 0 0 0 0 3 0.02 0.2738

8 Tidak ada data

3,618 19.90 456.5426 0 0.00 0 0 0 0 3,618 19.88 456.5426

9 Lainnya 326 1.79 35.3961 1 16.67 0.1460 0 0 0 327 1.80 35.5421

Jumlah 18,185 100.00 2,800.4744 6 100.00 0.7471 9 100.00 1.5018 18,200 100.00 2802.7233

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Jika dilihat dari tabel riwayat perolehan tanah pertanian di desa dan kelurahan sampel penelitian, maka asal perolehan tanah pertanian sebesar 58,13% merupakan warisan dan hibah. Warisanpun diperoleh petani dari orang tuanya yang sebagian besar juga merupakan petani. Dengan demikian, salah satu penyebab terjadinya penyempitan luasan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian karena warisan dan hibah. Fenomena tersebut akan terus terjadi sehingga dapat diprediksikan tanah-tanah pertanian akan semakin mengecil luasannya. Luasan tanah pertanian yang kecil kurang menguntungkan untuk usahatani sehingga banyak pula yang beralih profesi tidak lagi sebagai petani tetapi bekerja di sektor informal, seperti tukang, pedagang, buruh pabrik, dan sebagainya. Para petani banyak yang menjadi petani subsisten karena hasil pertanian yang hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangannya sedangkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya diperoleh dari penghasilan dari sektor non formal tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para petani yang menjadi responden, seluruhnya menganggap bahwa pertanian tidak bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka menganggap menjadi petani “soro” atau sengsara, terlebih petani padi. Untuk itu, mereka mengharapkan agar anak dan cucunya dapat bekerja di sektor non pertanian. Sedangkan tanah pertanian yang diberikan tetap diharapkan dapat ditanam untuk menambah penghasilan. Dengan demikian, sektor pertanian di masa depan diharapkan sebagai mata pencaharian penunjang, bukan yang utama.

5.1.9. Domisili Pemilik Tanah Pertanian

Berdasarkan ketentuan PP 224 Tahun 1961 bahwa tanah pertanian tidak boleh berada di luar kecamatan yang tidak berbatasan dengan letak tanah. Untuk mengetahui apakah pemilikan

Page 54: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

46

tanah pertanian terkena ketentuan absentee dapat dilihat dari domisili pemilik tanah terhadap tanah pertaniannya sebagaimana dinyatakan pada tabel 18.

Tabel 18. Domisili Pemilik Tanah Pertanian di Lokasi Penelitian

No. Domisili Pemilik Tanah PertanianTotal Kota / Kabupaten

∑ Bidang % ∑ Luas (ha) %

1 Desa ini 14,452 92.11 3,211.4335 86.562 Desa berbatasan langsung 232 1.48 351.4442 9.473 Desa lain tidak berbatasan langsung 354 2.26 53.4150 1.444 Luar desa satu kecamatan 0 0.00 0 0.005 Di luar kecamatan 157 1.00 37.6463 1.016 Luar kota 2 0.01 0.4240 0.017 Lainnya 476 3.03 44.7815 1.218 Tidak ada data 17 0.11 11.0745 0.30

Jumlah 15,690 100.00 3,710.2189 100.00

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Sebagian besar pemilik tanah pertanian tidak terkena ketentuan absentee karena berdomisili masih dalam kategori di desa letak tanah ataupun bersebelahan dengan letak tanah, desa lain atau pun luar desa tetapi masih di satu kecamatan sebanyak 15.038 bidang (95,84%) seluas 3.616,2926 hektar (97,47%). Pemilik tanah pertanian ada juga yang berdomisili di luar kecamatan, namun tidak diketahui apakah di kecamatan yang berbatasan atau tidak berbatasan sehingga tidak diketahui apakah termasuk terkena ketentuan absentee atau bukan. Yang pasti terdapat 2 bidang (0,01%) seluas 0,4240 hektar (0,01%) tanah pertanian yang terkena ketentuan absentee karena terletak di luar kota.

5.1.10. Pemilik Tanah Pertanian Berdasarkan Pekerjaan

Untuk mengetahui pekerjaan pemilik tanah pertanian dapat diketahui salah satunya dari kartu identitas (KTP), walaupun tidak selalu petani mencamtumkan di KTP sebagai petani. Namun sedikit banyak, dengan melihat pemilikan tanah berdasarkan pekerjaan ini diharapkan dapat mengetahui siapa saja pemilik tanah pertanian saat ini. Apakah tanah-tanah pertanian tersebut dimiliki oleh petani atau justru dimililki oleh petani berdasi yang pekerjaannya di luar sektor pertanian. Berikut tabel yang memperlihatkan pemilikan tanah berdasarkan pekerjaan di lokasi IP4T Tahun 2013 dan 2014 di Provinsi Jawa Timur.

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa sebagian besar tanah-tanah pertanian masih dimiliki oleh petani, sebanyak 7.893 orang (65,22%), meliputi 10.883 bidang dengan luas mencapai 1.901,9940 hektar. Rata-rata pemilikan tanah pertanian oleh petani adalah 0,2410 hektar/orang. Adapun terbesar kedua dimiliki oleh pemilik dengan pekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 1.855 orang (15,33%), meliputi 2.864 bidang seluas 415,2310 hektar.

Tabel 19. Pekerjaan Pemilik Tanah Pertanian di Lokasi Penelitian

No. Pekerjaan ∑Orang ∑Bidang ∑Luas (ha) Rata - Rata Pemilikan Tanah (Ha/Orang)

1 Petani 7,893 10,883 1.901.9940 0.24102 Penggarap 20 25 4,3681 0.21843 Nelayan 4 5 1,8799 0.47004 Buruh 97 116 12,3622 0.12745 Karyawan 451 642 75,8855 0.16836 Wiraswasta 1,855 2,864 415,2310 0.2238

Page 55: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

47

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No. Pekerjaan ∑Orang ∑Bidang ∑Luas (ha) Rata - Rata Pemilikan Tanah (Ha/Orang)

7 PNS/TNI/POLRI 240 381 64,4690 0.26868 Lainnya 1,358 1,736 316.3469 0.23309 Tidak ada data 184 261 62.9077 0.3419

Jumlah 12,102 16,913 2,855.4444 0.2359Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Mata pencaharian penduduk dipengaruhi oleh faktor alam yang ada. Hal ini terlihat dari penggunaan tanahnya di sampel penelitian yang sebagian besar 19.515 bidang (63,28%) merupakan tanah pertanian. Untuk itu, mata pencaharian penduduknya pun sebesar 64,68%nya adalah petani. Berdasarkan deskripsi ini maka dapat disebut desa di sampel penelitian sebagai desa agraris. Hal ini karena kehomogenan yang ada pada sistem mata pencaharian penduduknya, walaupun ada beberapa yang bermata pencaharian berbeda (wiraswasta, nelayan, PNS/ABRI/PNS, dll) namun secara nyata hanya satu jenis mata pencaharian yang menonjol dan menjadi ciri khas dari desa tersebut. Namun demikian, secara morfologi dan tata ruang desa yang seharusnya jarang rumah/bangunan, saat ini justru bangunan/rumah tampak mulai memadati desa sebesar 28,73% sebagai salah satu dampak perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian.

5.2. PENYEBAB KETIMPANGAN PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI DESA SAMPEL DAN DAMPAKNYA TERHADAP PETANI

5.2.1. Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa dan Kelurahan Sampel

Ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah di kabupaten dan kota sampel di provinsi Jawa Timur dapat disebabkan oleh pewarisan, jual beli, hibah maupun lainnya. Untuk lebih jelasnya, penyebab ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah tersebut diuraikan sebagai berikut:

Gambar 6. Tim Peneliti Bersama Responden di Lokasi Tanah Pertanian Desa Jumok Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro

Page 56: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

48

5.2.1.1. Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Purut Kecamatan Lumbang Kabupaten Probolinggo

Petani di Desa Purut Kecamatan Lumbang Kabupaten Probolinggo pada umumnya memiliki tanah pertanian untuk kebutuhan hidupnya, bahkan ada yang memiliki lebih dari satu bidang tanah pertanian baik berupa sawah maupun tegalan. Tanah pertanian tersebut pada umumnya merupakan warisan yang diperoleh dari orang tuanya, walaupun adapula yang diperoleh dari membeli. Selain mengolah sawah atau tegalannya, petani di Desa Purut bekerja pula sebagai buruh tani, berdagang hasil-hasil pertanian, beternak (ayam, domba, kambing dan atau sapi) atau menjadi tukang bangunan. Petani akan bekerja di sektor non pertanian yaitu sebagai tukang bangunan terutama pada saat terjadi kemarau panjang.

Tanah pertanian di Desa Purut berupa tegalan dan sawah irigasi yang mata airnya berasal dari kaki Gunung Bromo dan sawah tadah hujan. Tanah sawah hanya dialiri air irigasi selama air masih mencukupi untuk kebutuhan pengairan dan kebutuhan masyarakat desa, namun apabila musim kemarau dimana mata air sudah tidak mencukupi, maka sawah tidak ada pengairannya, karena air hanya diperuntukkan bagi kebutuhan masyarakat desa. Sedangkan sawah tadah hujan terletak di kaki Gunung Bromo yang jauh dari pengairan yang berasal dari mata air Gunung Bromo yang dialirkan melalui pipa-pipa. Sehingga masalah dalam bertani di Desa Purut yang letaknya di kaki Gunung Bromo tersebut adalah pengairan, akibatnya sawah hanya ditanami dua kali dalam satu tahun dan saat musim kemarau diberokan.

Tanah sawah di Desa Purut pada umumnya dikerjakan sendiri oleh pemiliknya, sewa, bagi hasil dan gadai tidak terjadi di desa ini. Tanah sawah ditanami dua kali dalam satu tahun, namun apabila pengairan memungkinkan ada yang menanami sawahnya tiga kali setahun, sedangkan tegalan hanya dapat ditanami satu kali dalam satu tahun. Petani pada umumnya menanami sawahnya dengan padi dua kali dalam satu tahun, jika pengairan memungkinkan ditanami lagi dengan palawija (kacang tanah atau jagung), namun ada pula yang menanaminya dengan sayuran (cabai atau tembakau), sedangkan tanah tegalannya ditanami dengan jagung.

Perubahan pemilikan tanah melalui jual beli pada tahun 2013 dan 2014 pada umumnya tidak banyak terjadi, karena petani menyadari bahwa tanah pertanian merupakan sumber penghidupan mereka sebagai petani. Jual beli terjadi apabila pemilik tanah tidak dapat mengusahakan tanah pertaniannya karena bertempat tinggal di kabupaten/kota lain, sehingga menjual tanah pertanian (warisan) kepada saudaranya. Apabila petani terpaksa menjual tanahnya karena kebutuhan yang mendesak, mereka menjualnya kepada saudaranya atau petani lainnya, sehingga masih merupakan tanah pertanian. Petani yang menjual tanah pertaniannya karena kebutuhan pada umumnya mempunyai tanah pertanian lebih dari satu bidang. Tanah sawah yang terletak dipingir jalan apabila dijual banyak yang beralih fungsi mejadi toko atau rumah .

Masyarakat jarang dan enggan menjual tanahnya kepada investor, dibuktikan dengan penolakan terhadap investor dalam bidang peternakan dan industri paralon. Masyarakat Desa Purut menolak investor tersebut, karena menyadari kondisi sumber daya manusianya (SDM) dan tanah pertanian mereka merupakan satu-satunya sumber penghidupannya. Kondisi ini menunjukkan bahwa upaya masyarakat Desa Purut sendiri yang mempertahankan tanah pertaniannya (kearifan lokal). Walaupun di sisi lain menunjukkan bahwa masyarakat desa tersebut cenderung statis, berpikiran sempit, kurang termotivasi untuk meningkatkan kapasitas diri dan mengembangkan daerahnya. Hal ini disebabkan pula karena pendidikan masyarakat Desa Purut yang masih rendah.

Penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Desa Purut cenderung tetap selama tiga tahun terakhir, karena mereka mempertahankan tanah pertaniannya dan kesadaran bahwa tanah pertanian merupakan mata pencahariannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Petani

Page 57: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

49

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

menyadari bahwa bertani merupakan mata pencaharian pokok mereka. Tanah pertanian di Desa Purut kalaupun berkurang hanya sedikit yaitu yang letaknya di pinggir jalan, karena kebutuhan untuk tempat usaha (toko) atau tempat tinggal (rumah).

Penyebab ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah di Desa Purut adalah pewarisan. Tanah pertanian akan diwariskan kepada anak-anaknya dengan cara dibagi sebanyak jumlah anaknya, sehingga tanah pertanian semakin mengecil luasannya. Jual beli tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Desa Purut.

5.2.1.2. Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Punten Kecamatan Bumiaji Kota Batu

Petani di Desa Punten Kecamatan Bumiaji Kota Batu pada umumnya mempunyai tanah pertanian untuk kebutuhan hidupnya, bahkan ada yang lebih dari satu bidang tanah baik berupa sawah maupun tegalan. Tanah pertanian tersebut pada umumnya diperoleh dari orang tuanya (warisan), walaupun adapula yang diperoleh dari membeli. Namun beberapa petani sudah tidak mempunyai tanah sama sekali, hanya menguasai tanah dengan cara menyewa. Ditemukan pula saat wawancara petani yang memiliki tanah pertanian sendiri (1 bidang), tetapi mempunyai tanah gadai seluas 550 m2. Petani di Desa Punten Kecamatan Bumiaji mempunyai pekerjaan lain selain bertani di tanah miliknya sendiri yaitu sebagai buruh tani, berdagang hasil-hasil pertanian, beternak (ayam, domba, kambing, bebek, dan atau sapi) dan atau tukang bangunan.

Tanah pertanian di Desa Punten Kecamatan Bumiaji pada umumnya berupa sawah dan tegalan. Tanah sawah di Desa Punten Kecamatan Bumiaji berupa sawah beririgasi dari mata air dari kaki Gunung Banyak. Tanah sawah di Desa Punten pada umumnya dikerjakan sendiri oleh pemiliknya, sewa, dan gadai masih terjadi di desa ini. Tegalan di Desa Punten umumnya berupa kebun apel (Malang), jeruk (Keprok Punten) dan sayuran (Brokoli, kacang panjang, buncis, cabe, tomat, bawang merah atau sayuran lainnya) , namun beberapa petani ada pula yang menanam bunga (mawar dan lain-lainnya). Apel dipanen empat sampai lima bulan sekali, jeruk dipanen dua kali dalam setahun, sedangkan sayuran dipanen tiga bulan sekali.

Perubahan pemilikan tanah melalui jual beli pada tahun 2013 dan 2014 pada umumnya tidak banyak terjadi, karena petani menyadari bahwa tanah pertanian merupakan sumber penghidupan mereka sebagai petani. Apabila petani memerlukan uang untuk kebutuhan yang mendesak, mereka menjualnya sebagian kecil tanahnya misalnya 150 m2. Petani yang menjual tanah pertaniannya karena kebutuhan ekonomi antara lain untuk memenuhi kebutuhan hidup, membayar hutang dan hajatan. Petani pada umumnya mempunyai tanah pertanian lebih dari satu bidang. Pembeli pada umumnya adalah saudara atau petani lainnya (perorangan), sehingga masih dipertahankan sebagai tanah pertanian. Investor atau orang dari luar daerah (Surabaya dan Jakarta) enggan untuk membeli tanah yang kecil, umumnya yang dibeli tanah-tanah yang luas (> 2,5 ha) untuk pengembangan wisata, sehingga tanah yang sempit tidak mereka beli. Peralihan tanah pertanian di Desa Punten Kecamatan Bumiaji cenderung rendah.

Harga tanah yang berada di pinggir jalan di Desa Punten sudah mencapai tiga juta rupiah, sehingga tanah tersebut apabila dijual oleh petani, uang hasil penjualannya akan dibelikan lagi ditempat lain atau dekat rumah yang harganya kebih murah (letaknya agak jauh dari jalan raya). Tanah pertanian yang letaknya dipingir jalan apabila dijual, banyak yang beralih fungsi menjadi toko atau rumah, namun ada pula yang tetap dipertahankan menjadi tanah pertanian oleh pembelinya yang berasal dari luar kota (Surabaya, Jakarta, Banyuwangi dan lainnya), tetapi tetap digarap oleh petani Desa Punten (ditanami dan dikelola oleh penduduk setempat).

Penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Desa Punten cenderung tetap selama tiga tahun

Page 58: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

50

terakhir, karena mereka mempertahankan tanah pertaniannya dan kesadaran bahwa tanah pertanian merupakan mata pencahariannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, walaupun beberapa petani menjual tanah pertanian untuk kebutuhan hidupnya. Tanah pertanian di Desa Punten yang banyak berkurang adalah letaknya di pinggir jalan, karena kebutuhan untuk tempat usaha (toko dll) atau tempat tinggal (rumah).

Penyebab ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah di Desa Punten adalah pewarisan. Tanah pertanian akan diwariskan kepada anak-anaknya dengan cara dibagi sebanyak jumlah anaknya, sehingga tanah pertanian semakin mengecil luasannya. Apabila tanah pertanian yang akan dibagi tersebut sudah terlalu kecil maka akan terjual, karena harus dibagi dalam bentuk uang. Idealnya tanah warisan tersebut dibeli oleh salah satu ahli waris, namun tidak ada yang mampu untuk membelinya, sehingga dijual ke luar keluarga Hal ini disebabkan harga tanah pertanian di Desa Punten sudah mahal mencapai tiga juta rupiah per meter persegi yang berada di pinggir jalan. Akibat pewarisan ini, petani pada umumnya mempunyai tanah pertanian yang berasal dari orang tuanya (warisan). Jual beli tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Desa Punten. Hal ini disebabkan Petani menjual sedikit tanahnya hanya jika terdesak kebutuhan. Bagi petani yang menjual tanah pertanian karena tergiur harga yang tinggi, hasil penjualannya akan dibelikan tanah pertanian yang lebih luas dibandingkan luas tanah pertanian sebelumnya.

5.2.1.3. Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Kedondong Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun

Desa Kedondong merupakan desa yang sebagian besar wilayahnya berupa tanah pertanian. Tanah pertanian di desa kedondong pada umumnya adalah jenis tanah sawah, sehingga komoditas utama pertanian di Desa Kedondong adalah tanaman padi dengan frekwensi tanam rata-rata 3 kali dalam setahun. Ada juga sawah yang ditanami padi hanya 2 kali dalam setahun, musim ketiganya ditanami tanaman palawija seperti jagung, kedelai, kacang tanah dan lain sebagainya. Pola tanam 2 kali tanaman padi, selanjutnya palawija hanya untuk sawah yang pengairannya kurang mencukupi. Petani di Desa Kedondong pada umumnya adalah petani pemilik, mereka mengerjakan sawahnya sendiri. Meskipun rata-rata petani pemilik, mereka kadang-kadang juga menjadi buruh tani ketika mereka tidak melakukan kegiatan usahatani di lahan milik mereka sendiri. Hal itu dilakukan untuk menambah penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Potensi diluar kegiatan pertanian di Desa Kedondong adalah indutri rumah tangga (keripik buah), kerajinan bambu dan kegiatan perdagangan yang biasanya dilakukan petani sebagai sampingan dari kegiatan usahatani.

Penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Kedondong pada umumnya diperoleh melalui pewarisan dari keluarga secara turun temurun. Ada juga sawah yang diperoleh dari kegiatan jual beli, namun persentasenya sangat kecil. Luas penguasaan lahan pertanian petani di desa kedondong rata-rata kecil, dibawah 0.5 hektar per petani. Jadi bisa disimpulkan petani di Desa Kedondong adalah petani gurem (small peasant farmer/subsistance farmer).

Tanah pertanian di Desa Kedondong pada umumnya adalah tanah sawah, baik sawah irigasi maupun sawah tadah hujan. Untuk saat ini, pengairan sawah di Desa Kedondong pada umumnya menggunakan sumur pompa karena sedang musim kemarau sehingga ketersediaan air kurang. Saluran irigasi di Desa Kedondong ada, namun tidak ada air yang mengalir melalui saluran irigasi tersebut, sehingga petani menggnakan sumur pompa atau mesin diesel untuk menyedot air baik dari sumur maupun dari sungai.

Struktur penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Kedondong dalam tiga tahun terakhir (2013-2015) cenderung tetap, atau berkurang dengan perubahan yang sangat kecil. Dalam

Page 59: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

51

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

periode tersebut sangat sedikit terjadi jual beli tanah sawah, kalaupun ada jumlahnya hanya satu atau dua orang petani saja yang menjual sawahnya, itupun biasanya ke kerabat sendiri. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian juga sangat kecil, sebab petani jarang menjual lahan sawah mereka. Alih fungsi pada umumnya dari sawah ke bangunan tempat tinggal, itupun tempat tinggal keluarga petani. Sawah tidak ada yang baralih fungsi ke bangunan komersial. Selain beralih fungsi ke bangunan tempat tinggal, ada beberapa sawah di wilayah tertentu yang beralih fungsi menjadi bangunan sekolah dan menjadi jalan raya akibat proyek pelebaran jalan tetapi dalam persentase kecil. Dapat disimpulkan bahwa laju alih fungsi lahan pertanian di Desa Kedondong tidak begitu pesat dan cenderung statis.

5.2.1.4. Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Temboro Kecamatan Karas Kabupaten Magetan

Desa Temboro merupakan desa yang sebagian besar wilayahnya berupa tanah pertanian. Tanah pertanian di desa Temboro berupa tanah tegalan dan sawah dengan tanaman tebu sebagai komoditas pertanian utama. Komoditas pertanian setelah tebu adalah padi dengan frekwensi tanam 2-3 kali per tahun. Ada juga sawah yang ditamai padi hanya 2 kali dalam setahun, musim ketiganya ditanami tanaman palawija seperti jagung, kedelai, kacang tanah dan lain sebagainya. Pola tanam 2 kali tanaman padi, selanjutnya palawija hanya untuk sawah yang pengairannya kurang mencukupi. Petani di Desa Temboro pada umumnya adalah petani pemilik, mereka mengerjakan sawahnya sendiri. Meskipun rata-rata petani pemilik, mereka kadang-kadang juga menjadi buruh tani ketika mereka tidak melakukan kegiatan usahatani di lahan milik mereka sendiri. Hal itu dilakukan untuk menambah penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Potensi diluar kegiatan pertanian di Desa Temboro adalah indutri rumah tangga (kerupuk lempeng dan tahu), produksi genting dan kegiatan perdagangan (pertokoan) dan jasa karena lokasinya dekat area pondok pesantren yang cukup besar.

Penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Temboro pada umumnya diperoleh melalui pewarisan dari keluarga secara turun temurun. Ada juga sawah/tegalan yang diperoleh dari kegiatan jual beli, namun persentasenya sangat kecil. Luas penguasaan lahan pertanian petani di desa Temboro rata-rata kecil, dibawah 0.5 hektar per petani. Jadi bisa disimpulkan petani di Desa Temboro adalah petani gurem (small peasant farmer/subsistance farmer).

Tanah pertanian di Desa Temboro pada umumnya adalah jenis tanah tegalan, itulah mengapa sehingga komoditas utama pertaniannya adalah tanaman tebu. Para petani di Desa Temboro lebih memilih menanam tebu dibandingkan padi dikarenakan tanaman tebu tidak terlau rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Adanya dua pabrik tebu di Kabupaten Magetan juga merupakan salah satu faktor petani menanam tebu. Pengairan sawah/tegalan di Desa Temboro pada umumnya menggunakan sumur pompa karena ketersediaan air kurang.

Struktur penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Temboro dalam tiga tahun terakhir (2013-2015) cenderung tetap, atau berkurang dengan perubahan yang sangat kecil. Dalam periode tersebut sangat sedikit terjadi jual beli tanah sawah, kalaupun ada jumlahnya hanya satu atau dua orang petani saja yang menjual sawahnya, itupun biasanya ke kerabat sendiri. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian juga sangat kecil, sebab petani jarang menjual lahan sawah mereka. Alih fungsi pada umumnya dari sawah ke bangunan tempat tinggal, itupun tempat tinggal keluarga petani. Sawah tidak ada yang baralih fungsi ke bangunan komersial. Selain beralih fungsi ke bangunan tempat tinggal, ada beberapa sawah/tegalan di kawasan sekitar pondok pesantren yang beralih fungsi menjadi pertokoan atau dijual ke pengelola pondok pesantren. Dapat disimpulkan bahwa laju alih fungsi lahan pertanian di Desa Temboro tidak begitu pesat dan cenderung statis. Pengecualian untuk tanah pertanian di sekitar kawasan

Page 60: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

52

pondok pesantren, laju alih fungsi cukup tinggi karena nilai tanah di kawasan tersebut meningkat cukup pesat.

5.2.1.5. Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember

Petani di Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember pada umumnya mempunyai tanah pertanian untuk kebutuhan hidupnya, bahkan ada yang mempunyai lebih dari satu bidang baik berupa tanah sawah maupun tegalan. Tanah pertanian tersebut pada umumnya berasal dari warisan, namun adapula yang diperoleh dari pembelian.

Petani di Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember selain bertani di tanahnya sendiri, pada umumnya bekerja pula menjadi buruh tani, buruh di kebun Pusat Penelitian Perkebunan (Puslitbun) kopi dan kakao, buruh bangunan, buruh pabrik gula, berdagang, beternak sapi, membuat anyaman bambu, membuat atap dari daun tebu dan membuat mebel.

Tanah pertanian di Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember berupa sawah dan tegalan. Tanah sawah di Desa Nogosari merupakan sawah irigasi teknis dari Pegunungan wayang dan Sawah berpengairan non teknis dari sumur bor dengan menggunakan diesel.

Petani di Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember pada umumnya mengerjakan sendiri tanah sawah di desanya, namun ada pula yang mengerjakan tanah pertanian yang disewa secara musiman selama 3 sampai 4 bulan terutama untuk tanaman tembakau. Tanah pertanian disewakan karena pemilik tanahnya mempunyai pekerjaan lain selain menjadi petani, memerlukan uang cepat atau tidak punya modal untuk mengusahakan tanahnya.

Tanah sawah ditanami dua kali dalam satu tahun, namun apabila pengairan memungkinkan akan ditanami tiga kali dalam setahun. Sedangkan tegalan hanya dapat ditanami satu kali dalam satu tahun untuk tanaman semusim. Tanaman yang ditanam petani di sawahnya adalah padi dan palawija atau padi dan tembakau. Urutan penanamannya dalam satu tahun adalah padi, padi dan palawija atau padi, padi dan tembakau, namun petani lebih memilih untuk menanam tanaman tembakau. Palawija yang banyak ditanam di Desa Nogosari adalah Jagung dan kedelai. Sedangkan tegalan selain ditanami tanaman semusim ada pula yang menanaminya dengan tanaman jabon, sengon atau jati.

Perubahan pemilikan tanah melalui jual beli pada tahun 2013 dan 2014 pada umumnya tidak banyak terjadi, karena petani menyadari bahwa tanah pertanian merupakan sumber penghidupan mereka sebagai petani. Apabila petani menjual tanahnya biasanya karena terpaksa disebabkan kebutuhan ekonomi yang mendesak atau karena bertukar lokasi dalam rangka mendekatkan tanah pertanian dengan domisili petani.

Penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Desa Nogosari cenderung tetap selama tiga tahun terakhir, karena mereka mempertahankan tanah pertaniannya dan kesadaran bahwa tanah pertanian merupakan mata pencahariannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Petani menyadari bahwa bertani merupakan mata pencaharian pokok mereka.

Penyebab ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah di Desa Nogosari adalah pewarisan. Tanah pertanian akan diwariskan kepada anak-anaknya dengan cara dibagi sebanyak jumlah anaknya, sehingga tanah pertanian semakin mengecil luasannya. Jual beli tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Desa Purut.

Page 61: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

53

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

5.2.1.6. Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Kelurahan Bakalan Krajan Kecamaan Sukun Kota Malang

Petani di Kelurahan Bakalan Krajan Kecamatan Sukun Kota Malang pada umumnya mempunyai tanah pertanian untuk kebutuhan hidupnya, bahkan ada yang lebih dari satu bidang tanah, baik berupa sawah maupun tegalan. Tanah pertanian tersebut pada umumnya diperoleh dari orang tuanya (warisan), walaupun adapula yang diperoleh dari membeli. Namun beberapa petani sudah tidak mempunyai tanah pertanian sama sekali, karena telah menjual tanah pertaniannya yang sudah relatip sempit.

Tanah pertanian di Kelurahan Bakalankrajan Kecamatan Sukun pada umumnya berupa sawah dan tegalan. Tanah sawah tersebut berupa sawah beririgasi teknis dan pada umumnya dikerjakan sendiri oleh pemiliknya. Sewa tanah dilakukan oleh petani yang mempunyai tanah pertanian sempit atau tidak mempunyai tanah pertanian. Petani penyewa tersebut pada umumnya mempunyai pekerjaan di sektor non pertanian, misalnya menjadi buruh bangunan perumahan. Harga sewa tanah pertanian seluas 0,5 ha beririgasi teknis (2 kali tanam setahun) di Desa Bakalan Krajan adalah Rp. 6.000.000 per tahun.

Perubahan pemilikan tanah melalui jual beli pada tahun 2013 dan 2014 pada umumnya banyak terjadi dan beralih menjadi perumahan, karena secara tidak langsung Pemerintah Kota mendorong alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian melalui kebijakan tata ruangnya yang menetapkan tanah pertaniannya menjadi tanah pemukiman di samping faktor internal dari petani sendiri karena tanah pertaniannya yang sudah tidak produktif lagi, sehingga di jual untuk kebutuhan hidupnya. Prospek kota Malang sendiri sudah tidak ke arah pertanian lagi akan tetapi kearah pendidikan (non pertanian) dan seiring dengan perkembangan kota akan menyebabkan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian semakin cepat.

Petani yang menjual tanah pertaniannya disebabkan sebagai berikut:

1. Kebutuhan ekonomi yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya;2. Tanah pertaniannya sudah tidak diusahakan lagi; 3. Pemilik tanah pertanian bukan petani lagi seperti orang tuanya;4. Nilai ekonomi tanah pertanian sudah tinggi; 5. Sekeliling tanah pertanian sudah menjadi tanah perumahan, sehingga pengairan sulit;6. Tidak ada bimbingan PPL;7. Saprodi mahal dan tidak ada subsidi; 8. Anak petani tidak mau meneruskan menjadi petani;9. Didesak oleh pengembang yang butuh tanah untuk perumahan.

Tanah yang dijual oleh petani tersebut banyak yang beralihfungsi menjadi tanah perumahan. Oleh karena itu penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Kelurahan Bakalankrajan cenderung berkurang selama tiga tahun terakhir, karena dijual di samping pewarisan yang kemudian oleh pembelinya dialihfungsikan menjadi tanah pemukiman.

Penyebab ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah di Kelurahan Bakalankrajan yang disebabkan pewarisan, karena tanah pertanian akan diwariskan kepada anak-anaknya dengan cara dibagi sebanyak jumlah anaknya, sehingga tanah pertanian semakin mengecil luasannya. Apabila tanah pertanian yang akan dibagi tersebut sudah terlalu kecil maka akan terjual, karena harus dibagi dalam bentuk uang. Akibat pewarisan ini, petani pada umumnya mempunyai tanah pertanian yang berasal dari orang tuanya (warisan). Jual beli berpengaruh secara signifikan terhadap ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Kelurahan Bakalankrajan. Petani jarang yang menambah luas tanah pertanian justru tanahnya di jual karena harga tanah sawah sudah tinggi sekitar 400-500 ribu per m2.

Page 62: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

54

5.2.1.7. Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan

Desa Wanar merupakan desa yang sebagian besar wilayahnya berupa tanah pertanian. Tanah pertanian di desa Wanar pada umumnya adalah jenis tanah sawah, sehingga komoditas utama pertanian di Desa Wanar adalah tanaman padi dengan frekwensi tanam rata-rata 2 kali dalam setahun, sedangkan musim ketiganya ditanami palawija (jagung, kedelai dan kacang tanah). Petani di Desa Wanar pada umumnya adalah petani pemilik, mereka mengerjakan sawahnya sendiri. Meskipun rata-rata petani pemilik, mereka kadang-kadang juga melakukan kegiatan diluar pertanian seperti peternakan dan landscape pertamanan ketika mereka tidak melakukan kegiatan usahatani di lahan milik mereka sendiri. Hal itu dilakukan untuk menambah penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Potensi diluar kegiatan pertanian di Desa Wanar adalah budidaya tanaman keras untuk taman dan keahlian masyarakatnya dalam bidang arsitektur/landscape pertamanan, desain interior dan pertukangan

Penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Wanar pada umumnya diperoleh melalui pewarisan dari keluarga secara turun temurun. Ada juga sawah yang diperoleh dari kegiatan jual beli, namun persentasenya sangat kecil. Luas penguasaan lahan pertanian petani di desa Wanar rata-rata kecil, dibawah 0.5 hektar per petani. Jadi bisa disimpulkan petani di Desa Wanar adalah petani gurem (small peasant farmer/subsistance farmer).

Tanah pertanian di Desa Wanar pada umumnya adalah tanah sawah, berupa sawah tadah hujan. Karena sawah tadah hujan, maka petani menanam padi hanya ketika musim hujan saja. Di musim kemarau petani juga biasa menanam padi/palawija dengan pengairan yang berasal dari sumur pompa/sumur bor. Selain menanam padi/palawija, petani di Desa Wanar juga menanam tanaman keras untuk taman. Budidaya tanaman tersebut dilakukan di lahan tersendiri maupun dilakukan secara tumpangsari dengan tanaman palawija.

Struktur penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Wanar dalam tiga tahun terakhir (2013-2015) cenderung tetap, atau berkurang dengan perubahan yang sangat kecil. Dalam periode tersebut sangat sedikit terjadi jual beli tanah sawah, kalaupun ada jumlahnya hanya satu atau dua orang petani saja yang menjual sawahnya, itupun biasanya ke kerabat sendiri. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian juga sangat kecil, sebab petani jarang menjual lahan sawah mereka. Alih fungsi pada umumnya dari sawah ke bangunan tempat tinggal, itupun tempat tinggal keluarga petani. Sawah tidak ada yang baralih fungsi ke bangunan komersial. Motif petani di Desa Wanar dalam menjual sawah biasanya untuk kepentingan keagamaan (biaya naik haji). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa laju alih fungsi lahan pertanian di Desa Wanar tidak begitu pesat dan cenderung statis.

5.2.1.8. Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Jumok Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro

Desa Jumok merupakan desa yang sebagian besar wilayahnya berupa tanah pertanian. Tanah pertanian di desa Jumok berupa sawah tadah hujan dengan tanaman padi sebagai komoditas pertanian utama. Padi pada umumnya ditanam sebanyak 2 kali dalam setahun, selanjutnya petani menanam palawija di musim tanam ketiga. Petani di Desa Jumok pada umumnya adalah petani pemilik, mereka mengerjakan sawahnya sendiri. Meskipun rata-rata petani pemilik, mereka kadang-kadang juga menjadi buruh tani ketika mereka tidak melakukan kegiatan usahatani. Hal itu dilakukan untuk menambah penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Jumok pada umumnya diperoleh melalui pewarisan dari keluarga secara turun temurun. Ada juga sawah/tegalan yang diperoleh dari kegiatan jual beli, namun persentasenya sangat kecil. Luas penguasaan lahan pertanian petani di

Page 63: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

55

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

desa Jumok rata-rata kecil, dibawah 0.5 hektar per petani. Jadi bisa disimpulkan petani di Desa Jumok adalah petani gurem (small peasant farmer/subsistance farmer).

Tanah pertanian di Desa Jumok pada umumnya adalah jenis sawah tadah hujan, sehingga pola tanamnya dalam satu tahun adalah tanaman padi 2 kali dan di musim tanam ketiga menanam palawija seperti jagung, kedelai dan kacang tanah. Pengairan sawah/tegalan di Desa Jumok pada umumnya menggunakan sumur pompa/bor karena ketersediaan air kurang.

Struktur penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Jumok dalam tiga tahun terakhir (2013-2015) cenderung tetap, atau berkurang dengan perubahan yang sangat kecil. Dalam periode tersebut sangat sedikit terjadi jual beli tanah sawah, kalaupun ada jumlahnya hanya satu atau dua orang petani saja yang menjual sawahnya, itupun biasanya ke kerabat sendiri. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian juga sangat kecil, sebab petani jarang menjual lahan sawah mereka. Alih fungsi pada umumnya dari sawah ke bangunan tempat tinggal, itupun tempat tinggal keluarga petani. Sawah tidak ada yang baralih fungsi ke bangunan komersial.

5.2.1.9. Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Tulungejo Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung

Desa Tulungrejo Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung merupakan desa yang sebagian besar wilayahnya berupa tanah pertanian. Tanah pertanian di desa Tulungrejo pada umumnya adalah jenis tanah sawah, sehingga komoditas utama pertanian di Desa Tulungrejo adalah tanaman padi dengan frekwensi tanam rata-rata 3 kali dalam setahun. Ada juga sawah yang ditamai padi hanya 2 kali dalam setahun, musim ketiganya ditanami tanaman palawija seperti jagung, kedelai, kacang tanah dan lain sebagainya. Pola tanam 2 kali tanaman padi, selanjutnya palawija hanya untuk sawah yang pengairannya kurang mencukupi. Petani di Desa Tulungrejo pada umumnya adalah petani pemilik, mereka mengerjakan sawahnya sendiri. Meskipun rata-rata petani pemilik, mereka kadang-kadang juga menjadi buruh tani ketika mereka tidak melakukan kegiatan usahatani di lahan milik mereka sendiri. Hal itu dilakukan untuk Penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Tulungrejo pada umumnya diperoleh melalui pewarisan dari keluarga secara turun temurun. Ada juga sawah yang diperoleh dari kegiatan jual beli, namun persentasenya sangat kecil. Luas penguasaan lahan pertanian petani di desa Tulungrejo rata-rata kecil (dibawah 0.5 hektar tiap petani). Jadi bisa disimpulkan petani di Desa Tulungrejo adalah petani gurem (small peasant farmer/subsistance farmer).

Tanah pertanian di Desa Tulungrejo pada umumnya adalah tanah sawah, beririgasi teknis. Ketersediaan air dan saluran irigasi cukup memadai sehingga petani Tulungrejo biasanya menanam padi sepanjang musim.

Struktur penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Tulungrejo dalam tiga tahun terakhir (2013-2015) cenderung tetap, atau berkurang dengan perubahan yang sangat kecil. Dalam periode tersebut sangat sedikit terjadi jual beli tanah sawah, kalaupun ada jumlahnya hanya satu atau dua orang petani saja yang menjual sawahnya, itupun biasanya ke kerabat sendiri. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian juga sangat kecil, sebab petani jarang menjual lahan sawah mereka. Alih fungsi pada umumnya dari sawah ke bangunan tempat tinggal, itupun tempat tinggal keluarga petani. Sawah tidak ada yang baralih fungsi ke bangunan komersial.

5.2.1.10. Penyebab Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Masaran Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek

Desa Masaran merupakan desa yang sebagian besar wilayahnya berupa tanah pertanian. Tanah pertanian di desa Masaran berupa tanah sawah dengan tanaman padi sebagai komoditas pertanian utama. Komoditas pertanian setelah padi adalah palawija. Pola tanam petani di Desa

Page 64: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

56

Masaran adalah 2 kali padi dan musim ketiganya ditanami palawija (jagung, kedelai dan kacang tanah) dalam satu tahun musim tanam. Petani di Desa Masaran pada umumnya adalah petani pemilik, mereka mengerjakan sawahnya sendiri. Meskipun rata-rata petani pemilik, mereka kadang-kadang juga menjadi buruh tani ketika mereka tidak melakukan kegiatan usahatani di lahan milik mereka sendiri. Hal itu dilakukan untuk menambah penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Masaran pada umumnya diperoleh melalui pewarisan dari keluarga secara turun temurun. Ada juga sawah/tegalan yang diperoleh dari kegiatan jual beli, namun persentasenya sangat kecil. Luas penguasaan lahan pertanian petani di desa Masaran rata-rata kecil, dibawah 0.5 hektar per petani. Jadi bisa disimpulkan petani di Desa Masaran adalah petani gurem (small peasant farmer/subsistance farmer).

Tanah pertanian di Desa Masaran pada umumnya adalah jenis tanah sawah beririgasi teknis, itulah mengapa komoditas utama pertaniannya adalah tanaman padi. Dalam satu tahun, petani di Desa Masaran menanam padi sebanyak 2-3 kali. Untuk sawah yang ketersediaan airnya memadai ditanami padi sebanyak 3 kali, sedangkan jika musim kemarau atau ketersediaan air kurang maka ditanami tanaman palawija.

Struktur penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Masaran dalam tiga tahun terakhir (2013-2015) cenderung tetap, atau berkurang dengan perubahan yang sangat kecil. Dalam periode tersebut sangat sedikit terjadi jual beli tanah sawah, kalaupun ada jumlahnya hanya satu atau dua orang petani saja yang menjual sawahnya, itupun biasanya ke kerabat sendiri. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian juga sangat kecil, sebab petani jarang menjual lahan sawah mereka. Wilayah Desa Masaran belum terlalu komersial untuk dijadikan tempat usaha perdagangan dan jasa. Alih fungsi pada umumnya dari sawah ke bangunan tempat tinggal, itupun tempat tinggal keluarga petani. Sawah tidak ada yang baralih fungsi ke bangunan komersial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani di desa sampel pada umumnya menguasai dan memiliki tanah pertanian sebanyak satu bidang tanah, hasil dari tanah pertaniannya tersebut hanya dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya saja atau petani subsisten (small peasant farmer/subsistance farmer). Namun banyak pula petani yang menguasai dan memiliki tanah pertanian lebih dari satu bidang. Tanah pertanian yang dimiliki petani tersebut berupa sawah dan atau tegalan.

Tanah sawah di desa sampel pada umumnya diolah sepanjang tahun selama pengairan masih memungkinkan untuk mengairi sawahnya. Pengairan sawah tersebut berasal dari air irigasi yang berasal dari mata air pegunungan atau dari air sungai, air hujan, atau air tanah. Sehingga sawah di daerah sampel penelitian digolongkan ke dalam sawah beririgasi dan sawah tadah hujan. Ketersediaan air untuk mengairi sawah akan mempengaruhi intensitas tanam dalam satu tahun, sehingga sawah yang memperoleh pengairan secara terus menerus akan ditanami sebanyak tiga kali dalam satu tahun, sedangkan sawah yang tidak berpengairan (sawah tadah hujan) hanya dapat ditanami satu atau dua kali dalam satu tahun. Ketersediaan air mempengaruhi pula penanaman di tegalan, sehingga tegalan pada umumnya hanya ditanami satu kali dalam setahun, namun dapat lebih dari satu kali bila air tanah atau air dari sungai memungkinkan untuk digunakan mengairi.

Petani pada umumnya menanami sawahnya dengan padi sebanyak dua kali dalam satu tahun, jika pengairan memungkinkan ditanami lagi dengan palawija (kacang tanah, jagung dan kedelai), sayuran atau tembakau, sedangkan tanah tegalannya ditanami jagung. Tembakau pada umumnya ditanam oleh petani di Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember setelah menanam

Page 65: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

57

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

padi dua kali atau tanaman yang ke tiga dalam satu tahun. Tegalan di Desa Punten Kecamatan Bumiaji Kabupaten Batu, pada umumnya ditanami apel (Malang), jeruk (Keprok Punten) dan sayuran (brokoli, kacang panjang, buncis, cabe, tomat, bawang merah atau sayuran lainnya). Beberapa petani di Desa Punten menanami pula tanah tegalannya dengan tanaman bunga (mawar dan tanaman bunga lainnya) tergantung kebutuhan pasar dan pariwisata. Masyarakat di Desa Temboro Kecamatan Karas Kabupaten Kabupaten Magetan pada umumnya menanami tegalannya dengan tanaman tebu untuk mensuplai pabrik-pabrik gula. Sedangkan Petani di Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember menanami tegalannya dengan tanaman semusin (palawija) atau tanaman keras (jabon, sengon atau jati).

Tanah pertanian pada umumnya dikerjakan sendiri oleh pemiliknya, sewa, bagi hasil dan gadai tidak ditemukan dalam data IP4T, namun ditemukan pada saat wawancara kepada petani di Desa Punten Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Petani penyewa adalah petani yang tidak memiliki tanah pertanian, sedangkan petani penerima gadai menguasai dan memiliki tanah pertanian. Sewa tanah pertanian ditemukan pula di Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember yang dilakukan secara musiman selama 3 sampai 4 bulan untuk ditanami tanaman tembakau. Tanah pertanian tersebut disewakan karena pemiliknya mengerjakan pekerjaan lain, memerlukan uang atau tidak mempunyai modal untuk mengusahakan tanahnya. Sewa tanah pertanian di Kelurahan Bakalankrajan Kecamatan Sukun Kota Malang dilakukan oleh petani yang menguasai dan memiliki tanah yang sempit atau petani yang tidak mempunyai tanah pertanian, akan tetapi mereka mempunyai pekerjaan di sektor non pertanian.

Perubahan pemilikan tanah pertanian melalui jual beli pada tahun 2013 dan 2014 pada umumnya tidak banyak terjadi, karena petani menyadari bahwa tanah pertanian merupakan sumber penghidupan mereka sebagai petani, sehingga tetap mempertahankan tanah pertaniannya (kearifan lokal). Jual beli tanah pertanian terjadi apabila pemilik tanah tidak dapat mengusahakan tanah pertanian warisannya karena bertempat tinggal di kabupaten/kota lain, kebutuhan ekonomi yang mendesak (hajatan, pendidikan, kesehatan dan membayar hutang), dan anak-anak petani tidak mau lagi meneruskan usahatani orangtuanya.

Tanah pertanian pada umumnya dijual kepada saudaranya atau petani lainnya, sehingga tanah pertanian tidak beralih fungsi menjadi tanah non pertanian. Petani yang menjual tanah pertaniannya karena kebutuhan yang mendesak pada umumnya menjual satu bidang dari beberapa bidang tanah yang dikuasai atau dimilikinya atau menjual sebagian kecil dari tanah pertaniannya. Petani di Desa Purut Kecamatan Lumbang Kabupaten Probolinggo tidak mau menjual tanah pertaniannya kepada investor, sehingga mereka menolak investor peternakan dan industri paralon yang akan berinvestasi di daerahnya. Sedangkan investor pariwisata yang akan berinvestasi di Desa Punten Kecamatan Bumiaji di Kota Batu enggan membeli tanah yang kecil-kecil, karena untuk pengembangan pariwisata membutuhkan tanah yang luas (lebih dari 2,5 ha), sehingga tanah pertanian yang sempit tidak dibeli oleh investor. Jual beli tanah pertanian di Desa Punten banyak terjadi akibat kebutuhan tanah untuk rumah, karena kebijakan tata ruang Pemerintah Kota Batu untuk pengembangan kota telah mendorong alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian. Demikian pula yang terjadi di Kelurahan Bakalankrajan Kecamatan Sukun Kota Malang, tanah pertanian cenderung berkurang selama tiga tahun terakhir karena dijual kemudian oleh pembelinya dialihfungsikan ke non pertanian karena tata ruangnya untuk non pertanian. Penyebab petani menjual tanah sawahnya di Kota Batu dan Kota Malang, di samping kebutuhan ekonomi yang mendesak adalah tanah pertanian tidak diusahakan lagi, pengairan sulit, sarana produksi tidak terjangkau, nilai ekonomi tanah yang sudah tinggi, terdesak pengembangan perumahan

Penyebab utama ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah di desa sampel penelitian pada

Page 66: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

58

umumnya adalah pewarisan. Hal ini dapat diketahui dari:

1. Hasil analisis yang menyatakan bahwa perolehan tanah pertanian sebanyak 51,09% berasal dari warisan. Pemecahan tanah pertanian untuk diwariskan ini akan menyebabkan semakin mengecilnya luas tanah pertanian per bidang, sehingga menyebabkan struktur penguasaan dan pemilikan tanah semakin timpang;

2. Hasil wawancara kepada petani dapat diketahui bahwa pada umumnya petani mempunyai bidang tanah pertanian yang berasal dari warisan.

Tanah pertanian yang diwariskan semakin lama akan semakin mengecil, karena dibagi sebanyak jumlah anaknya, sehingga luas tanah pertanian tersebut kurang dari batas minimum yaitu 2 ha bagi petani sekeluarga. Batas minimum tanah pertanian tersebut diusahakan oleh pemerintah sesuai Pasal 8 UU 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian dan Pasal 17 ayat (4) UUPA yang menyatakan akan mengusahakan untuk mencapai batas minimum penguasaan dan pemilikan tanah pertanian secara berangsur angsur, karena masih terkendala berbagai faktor yang belum memungkinkan. Namun tidak ada larangan untuk memecah tanah pertanian apabila diwariskan, walaupun pewarisan akan menyebabkan ketimpangan penguasan dan pemilikan tanah pertanian, karena pewarisan dikecualikan dalam Pasal 9 UU 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, yang menyatakan sebagai berikut:

1. Pemindahan hak atas tanah pertanian, kecuali pembagian warisan, dilarang apabila pemindahan hak itu mengakibatkan timbulnya atau berlangsungnya pemiliknya tanah yang luasnya kurang dari dua hektar. Larangan termaksud tidak berlaku kalau si penjual hanya memiliki bidang tanah yang luasnya kurang dari dua hektar dan tanah itu dijual sekaligus;

2. Jika dua orang atau lebih pada waktu mulai berlakunya peraturan ini memiliki tanah pertanian yang luasnya kurang dari dua hektar, di dalam waktu 1 tahun mereka itu wajib menunjuk salah seorang dari antaranya yang selanjutnya akan memiliki tanah itu, atau memindahkannya kepada pihak lain, dengan mengingat ketentuan ayat (1);

3. Jika mereka yang dimaksud dalam ayat 2 pasal ini tidak melaksanakan kewajiban tersebut di atas, maka dengan memperhatikan keinginan mereka Menteri Agraria atau pejabat yang ditunjuknya, menunjuk salah seorang dari antara mereka itu, yang selanjutnya akan memiliki tanah yang bersangkutan, atau menjualnya kepada pihak lain;

4. Mengenai bagian warisan tanah pertanian luasnya kurang dari dua hektar, akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Tanah pertanian yang sudah sangat kecil akibat pewarisan, sehingga apabila tidak dimungkinkan untuk dibagi lagi apabila diwariskan kembali, maka tanah tersebut akan dijua, kemudian warisan tersebut akan dibagikan dalam bentuk uang. Idealnya tanah warisan tersebut dibeli oleh salah satu ahli warisnya sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan (3) UU 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

Khusus di desa dan kelurahan tertentu di lokasi IP4T, kegiatan ini secara tidak langsung akan mempercepat pemecahan tanah-tanah pertanian menjadi semakin kecil. Indikasi ini dapat diketahui dari banyaknya hibah. Pada proses IP4T, biasanya petani yang memiliki tanah pertanian memecah tanah pertaniannya untuk dihibahkan kepada anak-anaknya. Hal ini dikarenakan kegiatan IP4T umumnya ditindaklanjuti dengan kegiatan pendaftaran tanah melalui Prona, sehingga dapat sekaligus mensertipikatkan tanah-tanah pertaniannya untuk anak-anaknya. Dalam kasus ini hibah sebenarnya pemberian dari orang tua yang sebenarnya akan diwariskan dikemudian hari, namun karena ada IP4T diberikan lebih awal.

Jual beli dalam analisis hanya sebanyak 19,67 persen, sehingga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian. Petani hanya akan menjual tanahnya jika ada kebutuhan ekonomi yang mendesak dan pada umumnya dijual kepada

Page 67: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

59

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

saudaranya atau petani lainnya. Namun Jual beli tanah pertanian di Desa Punten Kecamatan Bumiaji Kota Batu dan Kelurahan Bakalan Krajan Kecamatan Sukun Kota Malang, lebih banyak terjadi di bandingkan desa sampel lainnya, karena harga tanah sudah mahal untuk kebutuhan pariwisata dan permukiman.

Perubahan pemilikan tanah pertanian melalui jual beli pada tahun 2013 dan 2014 pada umumnya tidak banyak terjadi, karena petani menyadari bahwa tanah pertanian merupakan sumber penghidupan mereka sebagai petani, sehingga tetap mempertahankan tanah pertaniannya (kearifan lokal). Jual beli tanah pertanian terjadi apabila pemilik tanah tidak dapat mengusahakan tanah pertanian warisannya karena bertempat tinggal di kabupaten/kota lain, kebutuhan ekonomi yang mendesak (hajatan, pendidikan, kesehatan dan membayar hutang), dan anak-anak petani tidak mau lagi meneruskan usaha tani orangtuanya.

5.2.2. Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa dan Kelurahan Sampel Terhadap Petani

Ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian berpengaruh terhadap kehidupan petani terutama terhadap penghasilan petani dari usahataninya menjadi semakin berkurang, karena luas tanah pertanian yang diusahakannya semakin menyempit. Dampak ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian terhadap petani di desa-desa sampel penelitian diuraikan sebagai berikut:

5.2.2.1. Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Purut Kecamatan Lumbang Kabupaten Probolinggo

Dampak ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Desa Purut adalah hasil dari usaha tani tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup petani, sehingga petani harus mencari tambahan penghasilan di samping mengerjakan tanah sawahnya. Tambahan penghasilan tersebut dapat berasal dari sektor pertanian yaitu dengan bekerja sebagai buruh tani (membajak, menanam padi dan memanen) dan sektor non pertanian yaitu menjadi buruh bangunan (terutama saat musim kemarau), buruh perkebunan kelapa sawit di Kalimantan.

Upaya BPN dalam mengendalikan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian yang semakin mengecil sulit dilaksanakan karena UU 56 Tahun 1960 dalam hal luas minimum tanah pertanian dan absentee dinilai mandul dan sulit untuk dilaksanakan. Sedangkan LP2B belum diperdakan, walaupun lokasi sudah direncanakan. Oleh karena itu sulit untuk mempertahankan tanah pertanian yang luasannya kecil.

5.2.2.2. Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Punten Kecamatan Bumiaji Kota Batu

Dampak ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah di Desa Punten akibat pewarisan belum berpengaruh secara nyata terhadap tingkat kesejahteraan petani yang menurun akibat luas tanah yang dimiliki kecil, karena selain bekerja di sawahnya mereka menjadi buruh tani, berdagang, beternak, wiraswasta, bekerja di bidang jasa, pariwisata (hotel, guest house, agrowisata). Petani identik dengan kemiskinan (“sengsara”=soro), sehingga anak-anak petani enggan untuk bertani karena malu, mereka bekerja di sector non pertanian yaitu jasa, perdagangan dan pariwisata). Sehingga tenaga kerja di bidang pertanian sulit di dapat, walaupun pendapatannya lebih tinggi dibandingkan bekerja di mall atau toko dan jam kerja hanya sampai jam 12.00. Upah buruh tani di Desa Punten Rp 40.000 ditambah makan siang dan satu bungkus rokok. Padahal potensi Desa Punten Kecamatan Bumiaji adalah pariwisata dan penunjangnya (agrowisata, home stay, edukasi perah susu dan out bond dll).

Page 68: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

60

Dampak ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah di perdesaan adalah sebagai berikut:

1. Dampak Sosial adalah terjadi perubahan dalam memandang tanah, tanah tidak lagi hanya sebagai faktor produksi, tetapi juga komoditas ekonomi.

2. Dampak Budaya adalah perubahan mata pencaharian dari bidang pertanian ke non pertanian. Budaya yang semula bertani berubah ke jasa/perdagangan/industri/pariwisata dengan menjadi buruh pabrik (rokok), tukang, karyawan toko/mall/hotel.

3. Dampak Ekonomi adalah tanah pertanian sudah tidak dijadikan mata pencaharian pokok dan secara ekonomi bergantung ke sektor non pertanian (jasa/wisata/industri) dengan tingkat kesejahteraan yang semakin menurun. Namun masyarakat Batu tidak mempunyai dampak perubahan yang signifikans dari segi ekonomi, tetapi cenderung semakin termarginalkan. Masyarakat Kota Batu menjadi semakin termarginal karena adanya pariwisata. Dampak ekonomi banyak berpengaruh terhadap masyarakat yang bukan petani.

4. Dampak Hankam tidak berpengaruh, karena kondisi lingkungan tetap aman

Upaya BPN dalam mengendalikan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian yang semakin mengecil melalui instrumen pertimbangan teknis, namun pertimbangan teknis ini sering dikalahkan oleh Rekomendasi Bappeda. Contohnya kasus pengendalian tanah pertanian yang telah dilakukan Kantah Kota Batu adalah tidak memberikan IPPT, karena penggunaan tanah sekitar masih pertanian, namun ternyata pemohon diberi ijin oleh Bappeda melalui Rekomendasi Perubahan Penggunaan Tanah. Walaupun PTPGT dari Kantah Kota Batu sebagai persyaratan permohonan ke Bappeda. Pengendalian alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian dilakukan oleh Kantah berdasarkan RTRW.

Ketentuan luas minimum 2 ha sulit untuk dipenuhi, pemilikan luas tanah 2 ha cenderung dimiliki oleh investor yang bergerak di bidang pariwisata sebagai penunjang wisata. Proses balik nama tanah-tanah absentee dilakukan dengan persyaratan tanah pertanian masih digunakan sebagaimana adanya, sehingga tanah absentee masih terjadi di Kota Batu.

Alih fungsi tanah di Kota Batu sulit dibendung, walaupun petani tidak banyak mendapat manfaatnya. Tanah pertanian banyak yang dijual karena kebutuhan ekonomi akibat saprodi yang mahal, sedangkan hasilnya sedikit, sehingga beralih fungsi menjadi villa, walaupun tanpa ijin. Upaya untuk mengendalikan alih fungsi tanah pertanian melalui RTRW yang bersifat makro dan belum dapat digunakan untuk mengendalikan tanah pertanian, sedangkan RDKnya belum ada. LP2B sebagai instrumen pengendali kawasan pertanian belum diperdakan, walaupun Kota Batu sudah menetapkan peruntukkannya seluas 1.252 ha sebagai kawasan LP2B, namun letak dan luasan di desa tersebut belum ada. Perda no. 7 tahun 2011 tentang RTRW Kota Batu tahun 2010-2030 dalam pasal 60 telah menyatakan luasan dan penunjukkan 8 Desa dan 2 Kelurahan peruntukan LP2B yaitu di 1) Desa Pendem, 2) Desa Torongrejo, 3) Desa Giripurna, 4) Desa Pandanrejo, 5) Desa Beji, 6) Desa Junrejo, 7) Desa Dadaprejo, dan 8) Desa Mororejo serta Kelurahan Sisir dan Temas. Penunjukkan Kelurahan Sisir bagi peruntukkan LP2B kurang tepat, karena letaknya di sebelah alun-alun yang tanahnya mayoritas non pertanian.

5.2.2.3. Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Kedondong Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun

Dampak dari perubahan struktur penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Kedondong adalah lahan pertanian khususnya sawah semakin berkurang/menyempit meskipun perubahannya sangat kecil. Kebutuhan akan tempat tinggal mau tidak mau akan merubah sawah menjadi bangunan tempat tinggal. Dampak selanjutnya adalah, secara sosial pekerjaan petani beralih dari sektor pertanian ke sektor non pertanian (bangunan/tukang, UMKM, jasa, TKI dan perdagangan), secara ekonomi pendapatan petani dalam beberapa kasus malah lebih

Page 69: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

61

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

besar (meningkat) dibanding dengan melakukan kegiatan usaha tani setelah mereka beralih ke sektor jasa dan perdagangan. Secara budaya, minat generasi muda untuk bertani semakin turun. Selain karena lahan pertanian yang semakin menyempit, keuntungan yang kecil dari budidaya padi di lahan yang sempit (kurang dari 0.5 ha) juga dipandang tidak terlalu menjanjikan dibanding dengan usaha perdagangan atau jasa. Kegiatan bertani juga dipandang sebagai mata pencaharian yang kurang bergengsi di mata anak para petani sehingga mereka lebih memilih untuk melakukan urbanisasi dan mencari pekerjaan di kota.

Peranan BPN dalam mengendalikan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Kabupaten Madiun adalah dengan cara melakukan pengendalian izin perubahan penggunaan tanah berdasarkan Rencana Umum/Detil Tata Ruang Kota (RUTRK/RDTRK). Pelaksanaan undang undang terkait Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) juga sudah ditetapkan di Kabupaten Madiun dalam bentuk Perda Kabupaten Madiun yaitu Perda Nomer 1 Tahun 2015. Dalam perda tersebut salah satunya diatur mengenai aturan batasan diperbolehkannya tanah sawah beralih fungsi ke non sawah untuk sawah yang lokasinya di pingir jalan raya untuk dijadikan tempat tinggal/bangunan. Untuk jalan Desa, batasannya adalah 50 meter dari garis marka jalan, jalan kabupaten batasannya adalah 100 meter dari garis marka jalan sedangkan untuk jalan provinsi batasannya adalah 150 meter dari garis marka jalan. Hal tersebut dilakukan mengingat anggota keluarga petani semakin bertambah sehinggaa kebutuhan akan tempat tinggal adalah sebuah keniscayaan, sehingga mau tidak mau sawah yang dimiliki oleh keluarga petani akan beralih fungsi menjadi tempat tinggal.

Upaya untuk mengendalikan alih fungsi tanah sawah sulit untuk dilaksanakan meskipun sudah ada undang-undang mengenai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) maupun undang-undang mengenai batasan maksimal pemilikan lahan pertanian dan tanah absentee (UU 56 Tahun 1960). Di Provinsi Jawa Timur, kawasan yang masuk LP2B sudah ditetapkan dan di beberapa Kabupaten aturan pelaksanaannya juga sudah ditetapkan dalam bentuk Perda. Dalam praktiknya hal itu sulit untuk dilaksanakan karena ketidaksinkronan data kawasan LP2B yang sudah ditetapkan dengan kondisi riil di lapangan (misalnya, suatu daerah ditetapkan menjadi kawasan LP2B, padahal kenyataannya saat ini wilayah tersebut sudah berupa kawasan perumahan).

Usaha untuk mempertahankan atau paling tidak mengendalikan laju alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian harus diikuti dengan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada petani. Kebijakan tersebut diantaranya adalah kemudahan untuk mendapatkan saprodi, kredit lunak untuk petani (bank pertanian), bantuan alat dan mesin pertanian, jaminan pemasaran hasil pertanian serta adanya asuransi kegagalan panen. Dengan demikian, petani diharapkan mau mempertahankan tanah sawah yang mereka miliki sehingga petani bisa melaksanakan kegiatan usahatani dengan baik. Harapannya, pendapatan petani akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan petani akan meningkat pula. Jika kondisi seperti ini bisa dicapai, maka usaha untuk mempertahankan atau paling tidak mengendalikan lahan pertanian akan tercapai sehingga upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan (Food Security) dan kedaulatan pangan (Food Sorveignty) akan tercapai.

5.2.2.4. Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Temboro Kecamatan Karas Kabupaten Magetan

Dampak dari perubahan struktur penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Temboro adalah lahan pertanian khususnya sawah semakin berkurang/menyempit meskipun perubahannya sangat kecil. Kebutuhan akan tempat tinggal mau tidak mau akan merubah sawah menjadi bangunan tempat tinggal. Dampak selanjutnya adalah, secara sosial penduduk usia muda (produktif) banyak yang merantau menjadi TKI di luar negeri dan melakukan urbanisasi

Page 70: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

62

ke kota. Pekerjaan sebagai petani dipandang sudah tidak menjanjikan dalam segi pendapatan. Kegiatan bertani juga dipandang sebagai mata pencaharian yang kurang bergengsi di mata anak para petani sehingga mereka lebih memilih untuk melakukan urbanisasi dan mencari pekerjaan di kota. Secara ekonomi, petani beralih bekerja ke sektor informal jika tidak melakukan kegiatan usaha tani, seperti: bekerja di pabrik gula, membuat genting, menjadi tukang dan kuli bangunan serta kegiatan perdagangan. Secara budaya, petani tetap melakukan kegiatan usaha tani, akan tetapi komoditas usaha pertanian mereka berubah dari padi ke tanaman tebu. Hal ini dikarenakan ketersediaan air yang semakin menipis dan potensi adanya pabrik gula di Magetan. Menanam tebu dipandang petani lebih mudah dalam perawatan sebab tebu tidak membutuhkan air yang banyak serta relatif aman dari serangan hama dan penyakit tanaman.

Peranan BPN dalam mengendalikan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Kabupaten Magetan adalah dengan cara melakukan pengendalian Izin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT) berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Magetan. Pelaksanaan undang undang terkait Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) juga sudah ditetapkan di Kabupaten Magetan dalam bentuk Perda Kabupaten Magetan yaitu Perda Nomer 15 Tahun 2012. Terkait dengan pengendalian alih fungsi tanah sawah, tidak ada sosialisasi ataupun penyuluhan dari BPN Kabupaten Magetan ke masyarakat petani. Dalam melakukan pengendalian alih fungsi tanah sawah, BPN Kabupaten Magetan hanya berpedoman pada Perda mengenai RTRW Kabupaten Magetan.

Upaya untuk mengendalikan alih fungsi tanah sawah sulit untuk dilaksanakan meskipun sudah ada undang-undang mengenai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) maupun undang-undang mengenai batasan maksimal pemilikan lahan pertanian dan tanah absentee (UU 56 Tahun 1960). Di Provinsi Jawa Timur, kawasan yang masuk LP2B sudah ditetapkan dan di beberapa Kabupaten aturan pelaksanaannya juga sudah ditetapkan dalam bentuk Perda. Dalam praktiknya hal itu sulit untuk dilaksanakan karena ketidaksinkronan data kawasan LP2B yang sudah ditetapkan dengan kondisi riil di lapangan (misalnya, suatu daerah ditetapkan menjadi kawasan LP2B, padahal kenyataannya saat ini wilayah tersebut sudah berupa kawasan perumahan).

Usaha untuk mempertahankan atau paling tidak mengendalikan laju alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian harus diikuti dengan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada petani. Kebijakan tersebut diantaranya adalah kemudahan untuk mendapatkan saprodi, kredit lunak untuk petani (bank pertanian), bantuan alat dan mesin pertanian, jaminan pemasaran hasil pertanian serta adanya asuransi kegagalan panen. Dengan demikian, petani diharapkan mau mempertahankan tanah sawah yang mereka miliki sehingga petani bisa melaksanakan kegiatan usahatani dengan baik. Harapannya, pendapatan petani akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan petani akan meningkat pula. Jika kondisi seperti ini bisa dicapai, maka usaha untuk mempertahankan atau paling tidak mengendalikan lahan pertanian akan tercapai sehingga upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan (Food Security) dan kedaulatan pangan (Food Sorveignty) akan tercapai.

5.2.2.5. Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember

Dampak ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah di Desa Nogosari akibat pewarisan sudah berpengaruh terhadap kehidupan petani, karena selain bekerja di sawah. Beberapa petani memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mencari tambahan penghasilan dengan cara bekerja menjadi buruh tani, buruh di kebun Pusat Penelitian Perkebunan (Puslitbun) kopi dan kakao, buruh bangunan, buruh pabrik gula, berdagang, beternak sapi, membuat anyaman bambu, membuat atap dari daun tebu dan membuat mebel.

Page 71: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

63

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

Dampak luasan tanah pertanian yang terus menerus mengecil menyebabkat petani secara ekonomi tidak dapat menggantungkan hidupnya hanya dari sektor pertanian saja, akan tetapi harus menambah penghasilannya dari sektor non pertanian (buruh, perdagangan, jasa dan home industri). Di samping itu budaya bertani menjadi memudar karena anak petani memilih kerja di sektor non pertanian, karena sektor pertanian tidak menjanjikan untuk masa depannya.

Upaya Kementerian ATR/BPN dalam mengendalikan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian yang semakin mengecil sulit dilaksanakan, karena UU 56 Tahun 1960 dalam hal luas minimum tanah pertanian dan tanah absentee dinilai mandul dan sulit untuk dilaksanakan. Sedangkan LP2B belum diperdakan, walaupun lokasi sudah direncanakan, namun sulit dilaksanakan. Oleh karena itu sulit untuk mempertahankan tanah pertanian yang luasannya kecil.

5.2.2.6. Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Bakalan Krajan Kecamatan Sukun Kota Malang

Dampak ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah di di Kelurahan Bakalankrajan Kecamatan Sukun Kota Malang adalah merubah mata pencaharian petani dari pertanian menjadi non pertanian, sehingga secara ekonomi sudah tergantung pula terhadap sektor non pertanian, karena sektor pertaniannya yang sudah tidak produktif. Petani di Kelurahan tersebut banyak yang bekerja menjadi buruh bangunan, sedangkan istri petani bekerja di pabrik rokok. Sedangkan anak-anak petani bekerja di perusahaan, karena pertanian menurut mereka saat ini tidak menjanjikan untuk hidup layak. Profesi petani akan terus menurun jumlahnya dan akan hilang, karena generasi mudanya tidak mau menjadi petani.

Tanah pertanian akan terus mengecil luasnya sulit dikendalikan jika petani tidak diperhatikan dan tidak menjanjikan hidup yang layak (petani identik dengan kemiskinan). Harga tanah yang tinggi menyebabkan petani menjual tanah sawahnya dan membeli tanah pertanian kembali di Kabupaten Malang yang harganya lebih murah.

Upaya BPN dalam mengendalikan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian yang semakin mengecil tidak bisa dilakukan oleh Kantor Pertanahan, karena sudah tidak memberikan IPPT (Ijin Perubahan Penggunaan Tanah). Sehingga ketentuan luas minimum 2 ha sulit untuk dipenuhi. LP2B sebagai instrumen pengendali kawasan pertanian belum diperdakan, walaupun Kota Malang sudah merencanakan peruntukkannya seluas 350 ha sebagai kawasan LP2B, namun tidak dapat diwujudkan, karena sawahnya sudah kurang.

5.2.2.7. Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan

Dampak dari perubahan struktur penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Wanar adalah lahan pertanian khususnya sawah semakin berkurang/menyempit meskipun perubahannya sangat kecil. Kebutuhan akan tempat tinggal mau tidak mau akan merubah sawah menjadi bangunan tempat tinggal. Dampak selanjutnya adalah, secara sosial pekerjaan petani beralih dari sektor pertanian ke sektor non pertanian (bangunan/tukang,UMKM, jasa, TKI dan perdagangan), secara ekonomi pendapatan petani malah lebih besar (meningkat) dibanding dengan melakukan kegiatan usaha tani setelah mereka beralih ke usaha landscape pertamanan dan desain interior. Secara budaya, minat generasi muda untuk bertani semakin turun. Selain karena lahan pertanian yang semakin menyempit, keuntungan yang kecil dari budidaya padi di lahan yang sempit (kurang dari 0.5 ha) juga dipandang tidak terlalu menjanjikan dibanding dengan usaha perdagangan atau jasa. Kegiatan bertani juga dipandang sebagai mata pencaharian yang kurang bergengsi di mata anak para petani sehingga mereka lebih memilih untuk melakukan urbanisasi dan mencari pekerjaan di kota.

Page 72: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

64

Peranan BPN dalam mengendalikan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Kabupaten Lamongan adalah dengan cara melakukan pengendalian izin perubahan penggunaan tanah berdasarkan Rencana Umum/Detil Tata Ruang Kota (RUTRK/RDTRK). Pelaksanaan undang undang terkait Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) belum ditetapkan di Kabupaten Lamongan. Peraturan Daerah (Perda) mengenai LP2B juga belum ditetapkan. Luas baku kawasan LP2B di Kabupaten Lamongan sudah ada, namun lokasinya belum ditetapkan

Upaya untuk mengendalikan alih fungsi tanah sawah sulit untuk dilaksanakan meskipun sudah ada undang-undang mengenai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) maupun undang-undang mengenai batasan maksimal pemilikan lahan pertanian dan tanah absentee (UU 56 Tahun 1960). Di Provinsi Jawa Timur, kawasan yang masuk LP2B sudah ditetapkan dan di beberapa Kabupaten aturan pelaksanaannya juga sudah ditetapkan dalam bentuk Perda. Dalam praktiknya hal itu sulit untuk dilaksanakan karena ketidaksinkronan data kawasan LP2B yang sudah ditetapkan dengan kondisi riil di lapangan (misalnya, suatu daerah ditetapkan menjadi kawasan LP2B, padahal kenyataannya saat ini wilayah tersebut sudah berupa kawasan perumahan).

Usaha untuk mempertahankan atau paling tidak mengendalikan laju alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian harus diikuti dengan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada petani. Kebijakan tersebut diantaranya adalah kemudahan untuk mendapatkan saprodi, kredit lunak untuk petani (bank pertanian), bantuan alat dan mesin pertanian, jaminan pemasaran hasil pertanian serta adanya asuransi kegagalan panen. Dengan demikian, petani diharapkan mau mempertahankan tanah sawah yang mereka miliki sehingga petani bisa melaksanakan kegiatan usahatani dengan baik. Harapannya, pendapatan petani akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan petani akan meningkat pula. Jika kondisi seperti ini bisa dicapai, maka usaha untuk mempertahankan atau paling tidak mengendalikan lahan pertanian akan tercapai sehingga upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan (Food Security) dan kedaulatan pangan (Food Sorveignty) akan tercapai.

5.2.2.8. Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Jumok Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro

Dampak dari perubahan struktur penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Jumok adalah lahan pertanian khususnya sawah semakin berkurang/menyempit meskipun

Gambar 7. Tanah pertanian yang ditanami tanaman hias untuk kebutuhan landscape di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan

Page 73: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

65

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

perubahannya sangat kecil. Kebutuhan akan tempat tinggal mau tidak mau akan merubah sawah menjadi bangunan tempat tinggal. Dampak selanjutnya adalah, secara sosial penduduk usia muda (produktif) banyak yang merantau menjadi TKI di luar negeri dan melakukan urbanisasi ke kota. Pekerjaan sebagai petani dipandang sudah tidak menjanjikan dalam segi pendapatan. Kegiatan bertani juga dipandang sebagai mata pencaharian yang kurang bergengsi di mata anak para petani sehingga mereka lebih memilih untuk melakukan urbanisasi dan mencari pekerjaan di kota. Secara ekonomi, petani beralih bekerja ke sektor informal jika tidak melakukan kegiatan usaha tani, seperti: menjadi buruh tani, menjadi tukang dan kuli bangunan serta kegiatan perdagangan. Secara budaya tidak berpengaruh signifikan, petani tetap melakukan kegiatan usaha tani karena hal tersebut dipandang sebagi pekerjaan utama dan tidak ada pilihan lain karena hanya sawah itulah yang mereka miliki sebagai sumber penghidupan.

Peranan BPN dalam mengendalikan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Kabupaten Bojonegoro adalah dengan cara melakukan pengendalian izin perubahan penggunaan tanah (IPPT) berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bojonegoro melalui Perda Nomor 26 Tahun 2011. Pelaksanaan undang undang terkait Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) masih sulit dilaksanakan sebab belum ada perda yang mengatur mengenai pelaksanaan LP2B di Kabupaten Bojonegoro. Terkait UU LP2B, di Kabupaten Bojonegoro baru dilakukan zonasi kawasan yang dilakukan oleh dinas pertanian mulai tahun 2014, akan tetapi masih sebatas rancangan zonasi belum sampai pada penetapan kawasan LP2B.

Upaya untuk mengendalikan alih fungsi tanah sawah sulit untuk dilaksanakan meskipun sudah ada undang-undang mengenai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) maupun undang-undang mengenai batasan maksimal pemilikan lahan pertanian dan tanah absentee (UU 56 Tahun 1960). Di Provinsi Jawa Timur, kawasan yang masuk LP2B sudah ditetapkan dan di beberapa Kabupaten aturan pelaksanaannya juga sudah ditetapkan dalam bentuk Perda. Dalam praktiknya hal itu sulit untuk dilaksanakan karena ketidaksinkronan data kawasan LP2B yang sudah ditetapkan dengan kondisi riil di lapangan (misalnya, suatu daerah ditetapkan menjadi kawasan LP2B, padahal kenyataannya saat ini wilayah tersebut sudah berupa kawasan perumahan).

Usaha untuk mempertahankan atau paling tidak mengendalikan laju alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian harus diikuti dengan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada petani. Kebijakan tersebut diantaranya adalah kemudahan untuk mendapatkan saprodi, kredit lunak untuk petani (bank pertanian), bantuan alat dan mesin pertanian, jaminan pemasaran hasil pertanian serta adanya asuransi kegagalan panen. Dengan demikian, petani diharapkan mau mempertahankan tanah sawah yang mereka miliki sehingga petani bisa melaksanakan kegiatan usahatani dengan baik. Harapannya, pendapatan petani akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan petani akan meningkat pula. Jika kondisi seperti ini bisa dicapai, maka usaha untuk mempertahankan atau paling tidak mengendalikan lahan pertanian akan tercapai sehingga upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan (Food Security) dan kedaulatan pangan (Food Sorveignty) akan tercapai.

5.2.2.9. Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Tulungrejo Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung

Dampak dari perubahan struktur penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Tulungrejo adalah lahan pertanian khususnya sawah semakin berkurang/menyempit meskipun perubahannya sangat kecil. Kebutuhan akan tempat tinggal mau tidak mau akan merubah sawah menjadi bangunan tempat tinggal. Dampak selanjutnya adalah, secara sosial pekerjaan petani beralih dari sektor pertanian ke sektor non pertanian (bangunan/tukang,UMKM, jasa, TKI dan perdagangan), secara ekonomi pendapatan petani dalam beberapa kasus malah lebih besar

Page 74: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

66

(meningkat) dibanding dengan melakukan kegiatan usaha tani setelah mereka beralih ke sektor peternakan. Secara budaya, minat generasi muda untuk bertani semakin turun. Selain karena lahan pertanian yang semakin menyempit, keuntungan yang kecil dari budidaya padi di lahan yang sempit (kurang dari 0.5 ha) juga dipandang tidak terlalu menjanjikan dibanding dengan usaha perdagangan atau jasa. Kegiatan bertani juga dipandang sebagai mata pencaharian yang kurang bergengsi di mata anak para petani sehingga mereka lebih memilih untuk melakukan urbanisasi dan mencari pekerjaan di kota.

Peranan BPN dalam mengendalikan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Kabupaten Tulungagung adalah dengan cara melakukan pengendalian izin perubahan penggunaan tanah berdasarkan Rencana Umum/Detil Tata Ruang Kota (RUTRK/RDTRK). Pelaksanaan undang undang terkait Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) belum dilaksanakan di Kabupaten Tulungagung. Perda mengenai pelaksanaan LP2B di Tulungagung saat ini belum ada, baru pada tahap rencana penyusunan Perda yang mana zonasi kawasan LP2B juga belum dilakukan. Pengendalian struktur penguasaan dan pemilikan tanah yang terkait dengan IPPT didasarkan pada Perda yang mengatur mengenai RTRW Kabupaten Tulungagung, yaitu Perda Nomor 11 Tahun 2012 (2012-2032).

Upaya untuk mengendalikan alih fungsi tanah sawah sulit untuk dilaksanakan meskipun sudah ada undang-undang mengenai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) maupun undang-undang mengenai batasan maksimal pemilikan lahan pertanian dan tanah absentee (UU 56 Tahun 1960). Di Provinsi Jawa Timur, kawasan yang masuk LP2B sudah ditetapkan dan di beberapa Kabupaten aturan pelaksanaannya juga sudah ditetapkan dalam bentuk Perda. Dalam praktiknya hal itu sulit untuk dilaksanakan karena ketidaksinkronan data kawasan LP2B yang sudah ditetapkan dengan kondisi riil di lapangan (misalnya, suatu daerah ditetapkan menjadi kawasan LP2B, padahal kenyataannya saat ini wilayah tersebut sudah berupa kawasan perumahan).

Usaha untuk mempertahankan atau paling tidak mengendalikan laju alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian harus diikuti dengan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada petani. Kebijakan tersebut diantaranya adalah kemudahan untuk mendapatkan saprodi, kredit lunak untuk petani (bank pertanian), bantuan alat dan mesin pertanian, jaminan pemasaran hasil pertanian serta adanya asuransi kegagalan panen. Dengan demikian, petani diharapkan mau mempertahankan tanah sawah yang mereka miliki sehingga petani bisa melaksanakan kegiatan usahatani dengan baik. Harapannya, pendapatan petani akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan petani akan meningkat pula. Jika kondisi seperti ini bisa dicapai, maka usaha untuk mempertahankan atau paling tidak mengendalikan lahan pertanian akan tercapai sehingga upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan (Food Security) dan kedaulatan pangan (Food Sorveignty) akan tercapai.

5.2.2.10. Dampak Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Masaran Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek

Dampak dari perubahan struktur penguasaan dan pemilikan lahan pertanian di Desa Masaran adalah lahan pertanian khususnya sawah semakin berkurang/menyempit meskipun perubahannya sangat kecil. Kebutuhan akan tempat tinggal mau tidak mau akan merubah sawah menjadi bangunan tempat tinggal. Dampak selanjutnya adalah, secara sosial penduduk usia muda (produktif) banyak yang merantau menjadi TKI di luar negeri dan melakukan urbanisasi ke kota. Pekerjaan sebagai petani dipandang sudah tidak menjanjikan dalam segi pendapatan. Kegiatan bertani juga dipandang sebagai mata pencaharian yang kurang bergengsi di mata anak para petani sehingga mereka lebih memilih untuk melakukan urbanisasi dan mencari pekerjaan di kota. Secara ekonomi, petani beralih bekerja ke sektor informal jika tidak melakukan kegiatan

Page 75: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

67

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

usaha tani, seperti: bekerja sebagai kuli bangunan, berdagang kecil-kecilan atau menjadi buruh tani di sawah milik orang lain. Secara budaya, petani tetap melakukan kegiatan usaha tani, meskipun seringkali pendapatan yang diperoleh tidak seimbang dari tenaga dan biaya produksi yang dikeluarkan.

Peranan BPN dalam mengendalikan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Kabupaten Trenggalek adalah dengan cara melakukan pengendalian izin perubahan penggunaan tanah (IPPT) berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Trenggalek, yaitu Perda Nomor 15 Tahun 2012 (2012-2132). Pelaksanaan undang undang terkait Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) belum ditetapkan Kabupaten Trenggalek. Zonasi mengenai kawasan yang masuk kedalam LP2B juga belum dilakukan.

Upaya untuk mengendalikan alih fungsi tanah sawah sulit untuk dilaksanakan meskipun sudah ada undang-undang mengenai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) maupun undang-undang mengenai batasan maksimal pemilikan lahan pertanian dan tanah absentee (UU 56 Tahun 1960). Di Provinsi Jawa Timur, kawasan yang masuk LP2B sudah ditetapkan dan di beberapa Kabupaten aturan pelaksanaannya juga sudah ditetapkan dalam bentuk Perda. Dalam praktiknya hal itu sulit untuk dilaksanakan karena ketidaksinkronan data kawasan LP2B yang sudah ditetapkan dengan kondisi riil di lapangan (misalnya, suatu daerah ditetapkan menjadi kawasan LP2B, padahal kenyataannya saat ini wilayah tersebut sudah berupa kawasan perumahan).

Usaha untuk mempertahankan atau paling tidak mengendalikan laju alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian harus diikuti dengan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada petani. Kebijakan tersebut diantaranya adalah kemudahan untuk mendapatkan saprodi, kredit lunak untuk petani (bank pertanian), bantuan alat dan mesin pertanian, jaminan pemasaran hasil pertanian serta adanya asuransi kegagalan panen. Dengan demikian, petani diharapkan mau mempertahankan tanah sawah yang mereka miliki sehingga petani bisa melaksanakan kegiatan usahatani dengan baik. Harapannya, pendapatan petani akan meningkat dan pada akhirnya kesejahteraan petani akan meningkat pula. Jika kondisi seperti ini bisa dicapai, maka usaha untuk mempertahankan atau paling tidak mengendalikan lahan pertanian akan tercapai sehingga upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan (Food Security) dan kedaulatan pangan (Food Sorveignty) akan tercapai.

Ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di desa dan kelurahan sampel penelitian pada umumnya berdampak terhadap kehidupan petani dan keluarganya. Dampak yang terjadi terhadap petani sampel di lokasi penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pendapatan Petani Rendah

Luas penguasaan dan pemilikan tanah pertanian berbanding lurus dengan tingkat penghasilan. Ini berarti semakin luas penguasaan dan pemilikan tanah pertanian maka tingkat pendapatan petani pun semakin tinggi. Namun demikian, dewasa ini tampak bahwa pendapatan keluarga tidak lagi sepenuhnya tergantung pada luas tanah yang dimiliki sebagai sumber pendapatan utama rumahtangga. Usaha pertanian di wilayah perdesaan maupun di perkotaan sudah tidak begitu dominan dan tidak memberikan sumbangan yang besar bagi pendapatan rumahtangga. Pendapatan rumahtangga pada umumnya tidak berasal dari satu sumber, tetapi dapat berasal dari beberapa sumber pendapatan. Ragam sumber pendapatan tersebut diduga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan itu sendiri. Tingkat pendapatan yang rendah, mengharuskan anggota rumahtangga untuk bekerja atau berusaha lebih giat untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini pun terlihat pada sampel penelitian di Provinsi Jawa Timur.

Mayoritas pemilikan tanah pertanian di sampel penelitian IP4T Provinsi Jawa Timur hanya 1

Page 76: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

68

(satu) bidang dengan luasan rata-rata yang demikian kecil 0,1651 hektar yang berarti dapat dikelompokkan dalam petani gurem maka tingkat penghasilan pun dapat diprediksi sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum petani. Untuk itu, pada sampel penelitian IP4T Provinsi Jawa Timur, seluruh responden dengan pemilikan tanah pertanian yang kurang dari 0,5 hektar memiliki penghasilan tambahan dari sektor non usahatani ataupun luar sektor pertanian sebagai berikut:

a. Petani di Desa Punten Kecamatan Bumiaji Kota Batu menambah penghasilan dari bidang jasa dan pariwisata (hotel, guest house, agrowisata),

b. Petani di Desa Kedondong Kecamatan KebonsariKabupaten Madiun membuat keripik buah dan kerajinan bambu, bahkan menjadi TKI dan TKW,

c. Petani di Desa Temboro Kabupaten Magetan membuat kerupuk, tahu, membuat genting, dan kegiatan jasa, karena dekat pondok pesantren yang cukup besar,

d. Petani di Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember menjadi buruh pabrik gula, membuat anyaman bambu, membuat atap dari daun tebu dan membuat mebel,

e. Petani di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan menjadi pembuat taman(landscape), desain interior dan pertukangan.

Tingkat pendapatan yang rendah ini menyulitkan petani untuk keluar dari garis kemiskinan. Untuk itu, sulit bagi petani untuk menyisihkan pendapatannya dan menginvestasikannya dalam bentuk tanah pertanian. Luasan tanah yang sudah sempit tersebut akan terus menyempit dengan sistem pewarisan. Ini berarti ke depannya luasan tanah pertanian dapat diprediksi akan semakin mengecil yang diikuti terus dengan menurunnya tingkat pendapatan bila tidak disertai terobosan di sektor pertanian untuk mengembangkan komoditas pertanian skala kecil.

2. Menurunnya Ketahanan Pangan

Tanah merupakan faktor produksi yang sangat penting bagi petani untuk memproduksi pangan dan hasil pertanian lainnya. “Soal agraria menyangkut soal hidup dan penghidupan manusia, tanah adalah sumber dan asal makanan bagi manusia. Siapa menguasai tanah, ia menguasai makanan!” Kata Mochammad Tauchid (1952). Kalimat singkat tersebut sarat akan makna terkait kemampuan Indonesia terhadap ketahanan pangan. Dengan demikian, ketahanan pangan erat kaitannya dengan masalah keagrariaan, yang dalam penelitian ini terkait struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian dan laju perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. Agenda bidang pertanahan dalam RPJMN 2015-2019 adalah meningkatkan akses petani gurem terhadap kepemilikan tanah pertanian dari rata-rata 0,3 ha menjadi 2,0 ha per KK petani (Kementerian PPN/Bappennas, 2014:8.9-12). Namun dari hasil penelitian menunjukkan kondisi struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di desa/kelurahan sampel penelitian di lokasi IP4T Provinsi Jawa Timur tahun 2013 dan 2014 yang ternyata dalam luasan yang sangat kecil. Pemilikan tanah pertanian mayoritas 1 (satu) bidang (67,16%), dengan rata-rata pemilikan per orang 0,1651 hektar. Angka ini sangat jauh dari kondisi ideal yang diinginkan untuk 2,0 hektar per KK petani. Menjadi sulit kiranya meraih kedaulatan pangan di tengah kondisi struktur tanah pertanian yang demikian.

Kondisi penguasaan dan pemilikan tanah pertanian yang sempit tersebut diperparah dengan laju perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. Penyebabnya antara lain aspek sosio-kultural masyarakat rumah tangga petani. Dalam konteks petani di Indonesia pada umumnya di Pulau Jawa dan khususnya di sampel penelitian IP4T Provinsi Jawa Timur, sistem waris menjadi salah satu kendala yang mendorong laju perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian. Sejak dahulu, sistem waris dipercaya menjadi mekanisme yang semakin mempersempit penguasaan dan pemilikan tanah pertanian oleh petani. Selain itu, kebutuhan hidup yang tidak bisa dipenuhi dari sektor pertanian memaksa petani untuk menjual tanah

Page 77: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

69

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

pertaniannya. Belum lagi adanya desakan modernisasi memaksa petani menyesuaikan kondisi hidupnya dengan realitas semu yang dianggap modern sehingga banyak petani yang menjual tanah pertaniannya untuk membeli kebutuhan konsumsi demi memastikan dirinya menjadi bagian dari modernitas tersebut. Oleh karena itu, upaya menekan laju perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian tidak hanya semata-mata dilakukan dengan penyediaan bantuan produksi, namun juga harus memastikan sisi peluang perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian seminimal mungkin dengan melihat aspek sosio-kultural masyarakat petani.

3. Berbagi Kemiskinan (Shared Poverty)

Kemiskinan pada petani tidak lepas dari penguasaan dan pemilikan tanah pertanian. Berdasarkan hasil penelitian lapang di atas bahwa rata-rata penguasaan dan pemilikan tanah pertanian 0,1534 hektar. Rusastra, dkk. (tanpa tahun : 4) menyatakan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara skala penguasaan lahan dengan tingkat kemiskinan dan indeks rumpang kemiskinan (poverty gap). Semakin luas penguasaan lahan semakin rendah tingkat kemiskinan (LPEM-FE UI, 2004). Hal ini dikarenakan para petani hanya menjadi petani subsisten. Hasil pertanian tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga hasilnya tidak dapat diinvestasikan kembali dalam bentuk tanah. Jumlah tanah dengan demikian tidak bertambah namun justru semakin terpecah dalam luasan yang kecil-kecil dengan adanya budaya pewarisan terhadap tanah pertanian sehingga pada akhirnya melahirkan kemiskinan struktural. Kemiskinan dalam hal ini muncul bukan karena ketidakmampuan petani untuk bekerja tetapi ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan petani untuk dapat bertani dan menghasilkan produktivitas tani yang tinggi karena salah satunya adanya keterbatasan akses terhadap tanah sebagai faktor produksi utama. Clifford Geertz (1963) dalam tesisnya mengemukakan tentang fenomena involusi pertanian bahwa apa yang berkembang di kehidupan rakyat Indonesia, terutama yang tinggal di Jawa, yang didominasi oleh sektor pertanian, adalah sebuah involusi (perputaran ke dalam) pertanian. Menurut Geertz telah terjadi penurunan produktivitas pertanian di Jawa, sebagai respon dari lonjakan jumlah penduduk di wilayah pedesaan. Implikasinya, yang dominan terjadi adalah “shared poverty” (kemiskinan yang terbagi). Semakin banyak orang menggarap tanah yang tetap tidak bertambah, dengan produktivitas yang makin menurun, dan akhirnya menimbulkan kemiskinan. ”Mangan Ora Mangan Asal Kumpul” adalah salah satu refleksi kultur dari “shared poverty” ini. Para petani tidak cukup ’menderita’ dengan kemiskinannya karena secara bersama-sama berada dalam kondisi tersebut. Disimpulkan oleh Geertz bahwa dengan kondisi ini akan melahirkan ketidakberdayaan masyarakat dalam kehidupannya.

White (1991) mengemukakan adanya upaya petani untuk melakukan diversifikasi pencarian nafkah yang bahkan di luar aktivitas pertanian. Hal ini sebenarnya juga telah digambarkan oleh C.J.Hesselman dalam studinya di tahun 1914 (White, 1991) bahwa telah ada kecenderungan di wilayah pedesaan terjadi aktivitas non pertanian yang cukup beragam, seperti warung, tambal ban, penarik becak maupun pedagang). White menjelaskan strategi menggabungkan aktivitas pencarian nafkah sektor pertanian dan non pertanian di wilayah pedesaan adalah salah satu akibat dari kepemilikan tanah yang sangat terbatas para petani di Jawa. Hal ini pula yang ditemukan pada sampel penelitian IP4T Provinsi Jawa Timur. Pemilikan tanah rata-rata yang kurang dari 0,2 hektar telah mendorong para petani untuk mencukupi kebutuhan hidupnya baik dari sektor non usahatani maupun sektor non pertanian. Penghasilan tambahan petani dari sektor non usahatani diperoleh dengan cara beternak, bekerja sebagai buruh tani (membajak sawah, menanam padi, memanen dan lainnya), bahkan petani di Desa Purut Kecamatan Lumbang Kabupaten Probolinggo bekerja menjadi buruh perkebunan kelapa sawit di Kalimantan, Petani di Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember bekerja di kebun Pusat Penelitian

Page 78: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

70

Perkebunan kopi dan kakao, dan Petani di Desa Wanar Kecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan menanam tanaman hias untuk kebutuhan pertamanan. Sedangkan penghasilan tambahan di luar sektor pertanian dengan bekerja menjadi buruh bangunan, berdagang, tukang becak, dan wiraswasta.

4. Pertanyaan Besar Terhadap Masa Depan Pertanian Bagi Generasi Muda Indonesia

Kondisi pertanian yang tidak menjanjikan memberikan dampak terhadap “pandangan generasi muda kepada sektor pertanian” yang cenderung negatif. White (2011) menyatakan generasi muda di Asia Tenggara dalam buku Powers of Exclusion dari Derek Hall, Philip Hirsch and Tania Li :

‘there is increasing evidence from across Southeast Asia that farmers would like to get out of agriculture themselves and, even more, that they hope their children will not become farmers’.

Jadi tidak hanya generasi muda di Indonesia tetapi generasi muda di banyak negara di Asia Tenggara tidak ingin menjadi petani, bahkan para petani pun sebenarnya bila ada pilihan lain maka mereka ingin keluar dari sektor pertanian yang dianggap sudah tidak menjanjikan. Ada beberapa alasan dari perubahan pandangan negatif generasi muda terhadap sektor pertanian menurut White, di antaranya pengetahuan generasi muda tentang pertanian kurang, kehidupan di sektor pertanian semakin menurun dibandingkan di masa lalu, Pemerintah melupakan kebutuhan para petani kecil dan infrastruktur pertanian, adanya land grabbing oleh perusahaan besar, kesulitan generasi muda untuk memperoleh akses terhadap tanah ketika mereka masih muda. Hal ini pun ternyata tertangkap di sampel penelitian IP4T Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh responden petani di 10 desa menyatakan agar anak-anaknya “tidak menjadi petani”. Anak-anaknya pun menyatakan dirinya tidak lagi mau menjadi petani seperti orang tuanya. Mereka menganggap pekerjaan sebagai petani identik dengan kemiskinan. Para petani mengarahkan anak-anaknya untuk menempuh pendidikan minimal tamat SLTA atau bahkan perguruan tinggi untuk dapat bekerja di sektor non pertanian yang dianggap lebih menjanjikan untuk hidup layak di masa depan. Pekerjaan bertani dianggap kurang bergengsi dan bahkan ada rasa malu untuk mencantumkannya sebagai jati diri dalam kartu identitas (KTP). Kondisi ini mendorong terjadinya urbanisasi untuk bekerja di kota. Akibatnya, tenaga kerja di sektor pertanian menjadi langka sehingga upah buruh tani pun meningkat yang mempengaruhi tingkat pengeluaran petani untuk usaha tani.

Page 79: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

71

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR6BAB VIKesimpulan dan

Rekomendasi

Page 80: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

72

BAB VIKESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. KESIMPULAN

Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian berbasiskan data Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) tahun 2013 dan 2014 di Provinsi Jawa Timur memperoleh gambaran sebagai berikut:

1. Struktur Penguasaan dan Pemilikan tanah pertanian

Struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di daerah penelitian diuraikan sebagai berikut:

a. Penggunaan tanah mayoritas di daerah penelitian adalah tanah pertanian yang berupa sawah dan tegalan sebanyak 63,28%;

b. Penguasaan tanah pertanian oleh pemiliknya sendiri merupakan penguasaan tanah pertanian mayoritas yaitu sebanyak 99,69% bidang, walaupun terdapat pula penguasaan tanah pertanian oleh orang lain dan secara bersama. Penguasaan tanah pertanian mayoritas oleh pemiliknya sendiri tersebut menguasai luas tanah pertanian pada rentang luas 400 m2 sampai dengan kurang dari 3.000 m2 (0,0400 ha – 0,3000 ha) per bidang. Sedangkan rata-rata penguasaan tanah pertaniannya seluas 0,1535 ha per bidang.

c. Pemilikan tanah pertanian oleh pemilikan sendiri merupakan pemilikan mayoritas yaitu sebanyak 94,44% bidang, walaupun terdapat pula tanah pertanian dalam pemilikan orang lain dan bersama. Pemilikan tanah pertanian mayoritas oleh pemiliknya sendiri tersebut memiliki tanah pertanian pada rentang luas 500 m2 sampai dengan kurang dari 3.000 m2 (0,0500 ha - < 0,3000 ha) per bidang. Rata-rata pemilikan tanah pertaniannya seluas 0,1571 ha per bidang.

d. Rata-rata penguasaan tanah pertanian oleh pemiliknya sendiri atau rata-rata pemilikan tanah pertanian oleh pemiliknya sendiri secara keseluruhan seluas 0,1534 ha.

e. Pemilikan tanah pertanian mayoritas sebanyak satu bidang (67,16%), dengan rata-rata pemilikan tanah pertanian seluas 0,1651 hektar per bidang per orang.

f. Pemilikan tanah pertanian yang luasnya kurang dari 0,5 ha (Gurem) sebanyak 92,88%, sedangkan pemilikan tanah pertanian yang luasnya kurang dari 2 ha mencapai 99,84%. Sehingga luas pemilikan tanah pertanian mayoritas kurang dari batas minimal luas tanah pertanian yang akan diupayakan oleh pemerintah sesuai Undang-Undang Nomor 56 tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian pada Pasal 8 yang akan mengusahakan agar setiap keluarga petani memiliki tanah pertanian minimum 2 ha.

g. Status penggarapan tanah pertanian oleh pemilikannya sendiri, karena tanah pertanian mayoritas dikuasai dan dimiliki sendiri oleh pemiliknya sebanyak 99,69% bidang tanah.

h. Mayoritas perolehan tanah pertanian berasal dari warisan sebanyak 51,09% bidang;i. Pemilik tanah pertanian di daerah sampel pada umumnya bertempat tinggal di desa

dalam kecamatan letak bidang tanahnya, sehingga bidang tanah yang terkena ketentuan absentee sangat rendah, hanya 0,01%;

j. Pekerjaan pemilik tanah pertanian di daerah sampel mayoritas adalah petani sebanyak 65,22%, dibuktikan dengan kartu identitas (KTP). Rata-rata pemilikan tanah pertanian oleh pemilik tanah yang bermatapencaharian sebagai petani seluas 0,2410 ha per orang.

Page 81: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

73

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

k. Penguasaan tanah pertanian secara gadai dan sewa ditemukan saat wawancara dengan petani sampel, walaupun dalam data IP4T tidak ditemukan.

2. Penyebab ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian dan dampaknya terhadap petani

Penyebab ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian adalah pewarisan (51,09%), yang dilakukan secara terus menerus sehingga tanah pertanian semakin mengecil luasannya. Jual beli pada umumnya tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian, karena hanya dilakukan bila ada kebutuhan yang mendesak.

Dampak Ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian sebagai berikut:

a. Pendapatan petani rendah, akibat luas tanah pertaniannya yang sempit, karena pemilikan rata-rata satu bidang tanah pertanian seluas 0,1651 hektar per orang, sehingga pendapatan petani dari usahataninya kecil tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarga petani. Sehingga petani harus mencukupi kebutuhan hidupnya dengan menambah penghasilan dengan cara bekerja di sektor pertanian sebagai buruh tani dan atau bekerja di sektor non pertanian.

b. Menurunnya ketahanan pangan, akibat pemilikan tanah pertanian yang mayoritas hanya satu bidang dengan rata-rata pemilikan seluas 0,1651 hektar per orang yang jauh dari kondisi yang ideal diusahakan oleh pemerintah yaitu dua hektar per Kepala Keluarga Petani. Sehingga menjadi sulit untuk mencapai kedaulatan pangan dalam kondisi struktur penguasaan dan pemilikan tanah pertanian tersebut. Kondisi penguasaan dan pemilikan tanah tersebut diperparah lagi dengan lajunya perubahan tanah pertanian ke non pertanian.

c. Berbagi kemiskinan (share poverty), penguasaan dan pemilikan tanah pertanian yang sempit dengan rata-rata 0,1534 ha akan menjadikan petani menjadi Petani Subsisten. Hasil pertanian tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak dapat berinvestasi kembali untuk menambah luas tanah pertaniannya. Namun luas tanah pertaniannya akan menjadi semakin mengecil, karena dipecah kemudian diwariskan, sehingga akhirnya akan mengakibatkan kemiskinan struktural.

d. Pertanyaan besar terhadap masa depan pertanian bagi generasi muda Indonesia, karena anak-anak petani enggan untuk bertani. Pekerjaan sebagai petani identik dengan kemiskinan, merupakan matapencaharian yang kurang bergengsi dan penghasilannya kecil dan tidak menjanjikan untuk hidup layak di masa depan. Sehingga memilih untuk melakukan urbanisasi dan mencari pekerjaan di kota. Kondisi inilah yang merupakan salah satu penyebab tenaga kerja di bidang pertanian menjadi langka, upah buruh tani menjadi naik, mengakibatkan pengeluaran petani dalam usahataninya menjadi bertambah besar.

6.2. REKOMENDASI

Hasil dari penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan Tanah Pertanian merekomendasikan sebagai berikut:

1. Merevisi luas maksimum dan minimum tanah pertanian dalam Pasal 8 UU 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, agar sesuai dengan kondisi tanah pertanian saat ini bagi kesejahteraan petani.

2. Mengendalikan pemecahan luas tanah pertanian sesuai amanat Pasal 9 ayat (1), (2), (3)UU 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

3. Mengatur lebih lanjut mengenai pewarisan pada tanah pertanian sesuai amanat Pasal

Page 82: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

74

9 ayat (4) UU 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian yang menyatakan bahwa bagian warisan tanah pertanian luasnya kurang dari dua hektar, akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

4. Membangun basis data tanah pertanian untuk dapat mengendalikan luas maksimum dan minimum tanah pertanian dan tanah absentee.

Page 83: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

75

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

Daftar Pustaka

Page 84: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

76

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bojonegoro, 2014. Kecamatan Ngraho Dalam Angka

Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember, 2014. Kecamatan Rambipuji Dalam Angka

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan, 2014. Kecamatan Pucuk Dalam Angka

Badan Pusat Statistik Kabupaten Madiun, 2014. Kecamatan Kebonsari Dalam Angka

Badan Pusat Statistik Kabupaten Magetan, 2014. Kecamatan Karas Dalam Angka

Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo, 2014.Kecamatan Lumbang Dalam Angka

Badan Pusat Statistik Kabupaten Trenggalek, 2014. Kecamatan Munjungan Dalam Angka

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tulungagung, 2014. Kecamatan Karangrejo Dalam Angka

Badan Pusat Statistik Kota Batu, 2014.Kecamatan Bumiaji Dalam Angka

Badan Pusat Statistik Kota Malang, 2014.Kecamatan Sukun Dalam Angka

Badan Pusat Statistik. Sensus Pertanian 2013. Jakarta

Geertz, Clifford. 1963. Agricultural Involution: The Processes of Ecological Change in Indonesia. University of California Press. Berkeley, California, US.

Habibi, Muhtar, 2012. Konflik dan Transformasi Agraria: Kasus Indonesia. Dalam Agus Pramusinto & Erwan Agus Purwanto (Ed). Indonesia Bergerak, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. pp. 255-271.

Harsono, Boedi 2003. Hukum Agraria Indonesia Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah. Jakarta. Penerbit Djambatan.

Ip, P.C & Stahl, C. W. (1978). System of Land Tenure, Allocative Efficiency, and Economic Develpment,Jurnal of Agricultural Economics 60, 1: 19-28.

IFAD.(2010). Rural Poverty Report 2011.International Fund for Agricultural Development. Rome

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur, 2013. Laporan Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Desa Kedondong Kecamatan Kebonsari Kabupaten Madiun.

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur, 2013. Laporan Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Desa Masaran Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur, 2013. Laporan Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Desa Punten Kecamatan Bumiaji Kota Batu.

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur, 2013. Laporan Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Desa Temboro Kecamatan Karas Kabupaten Magetan.

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur, 2013. Laporan Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Desa Tulungrejo Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung.

DAFTAR PUSTAKA

Page 85: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

77

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur, 2013. Laporan Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Kelurahan Bakalankrajan Kecamatan Sukun Kota Malang.

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur, 2014. Laporan Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Desa Jumok Kecamatan Ngraho Kabupaten Bojonegoro.

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur, 2014. Laporan Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember.

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur, 2014. Laporan Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Desa Purut Kecamatan Lumbang Kabupaten Probolinggo.

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur, 2014. Laporan Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Desa WanarKecamatan Pucuk Kabupaten Lamongan.

Lucas, Anton. (1992). Land Dispute in Indonesia: Some Current Perspectives,Indonesia, 53: 79-92.

Mulyanto, Dede. (2011). Genealogi Kapitalisme: Antropologi dan Ekonomi Politik Pranata Eksploitasi Kapitalistik, Yogyakarta: Resist Book.

Pujiriyani, Dwi Wulan, dkk. (2012). Kebijakan, Konflik, dan Perjuangan Agraria Indonesia Awal Abad 21, Hasil Penelitian Sistematis STPN 2012, PPPM STPN, Yogyakarta.Pp.182-208.

Setiawan, Usep. (2008). Dinamika Reforma Agraria di Indonesia. Dalam S.M.P Tjondronegoro & Gunawan Wiradi (Ed). Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Pnguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. pp. 399-342.

Solon, Pablo & Saragih, Henry. (2013). ‘Demokrasi Ekonomi di Asia: Peluang dan Tantangan’, dalam Seminar Internasional di Fisipol UGM, Yogyakarta tanggal 25 April 2013.

Tauchid, M. 1952. Masalah Agraria. Penerbit STPN. Yogyakarta

Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

Wahono, Francis. (2005). Pembaharuan Agraria: Fondasi Hak-Hak Petani. Dalam Francis Wahono (Ed). Hak-Hak Asasi Petani & Proses Perumusannya. Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas. Pp. 165-182.Yogyakarta.

White, Benjamin. 1991. Economic Diversification and Agrarian Change in Rural Java, 1900-1990. In P. Alexander, P.Boomgaard, B.White. In the Shadow of Agriculture. Royal Tropical Institute, 41 – 69.

White, Benjamin. 2011. Who will own the countryside? Disposession, Rural Youth and The Future of Farming. Valedictory Lecture 13 Oktober 2011.The International of Institute of Social Studies of Erasmus University Rotterdam. Den Haag.

Wiradi, Gunawan. (2005). Reforma Agraria: Tuntutan Bagi Pemenuhan Hak-Hak Asasi Manusia. Dalam Francis Wahono (Ed). Hak-Hak Asasi Petani & Proses Perumusannya. Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas. pp. 121-123.

Wiradi, Gunawan, 2008. Garis-Garis Besar Argumen dalam Wacana Reforma Agraria. Dalam S.M.P Tjondronegoro & Gunawan Wiradi (Ed). Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. pp. 483-491.

Wiradi, 2008.Penyelamatan Tanah, Air dan Lingkungan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Page 86: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

78

Artikel Koran, Internet dan JurnalAhmed, Iftikhar, 1976. Reduction in Rural Income Inequity Through Land Redistribution: A

Quantitative Estimate,The Bangladesh Development Studies 4, 4: 499-502.

Arsyad, Idham, 2012. ‘Kusutnya Keagrariaan Kita’, Opini Kompas, 25 September 2012.

Arsyad, Idham. (2012b). Terkuburnya Keadilan Agraria Bagi Rakyat Melalui Reformasi Agraria,

Barlowe, Raleigh, 1953. Land Reform and Economic Development, Jurnal of Farm Economics 35, 2: 173-187.

BKKBN (2012).Indikator Tingkat Kesejahteraan Keluarga BKKBN. (http://fokedki.blogspot.co.id/2012/08/indikator-tingkat-kesejahteraan.html, diakses 23November 2015)

Feder, Gershon & Onchan, Tongroj, 1987. Land Ownership Security and Farm Investment in Thailand,American Journal of Agricultural Economic 69, 2: 311-320.

Gatra News. (2013). Land Grab dan Ketahanan Pangan Indonesia, Kamis, 27 Juni 2013, (online).(http://www.gatra.com/ekonomi-1/33510-land-grab-dan-dan-ketahanan-pangan-indonesia.html), diakses 16 Juni 2015.

Ilyas, Ulfa. (2012). Reforma Agraria dan Kemandirian Bangsa. laporan diskusi di Wisdom Istitute, Jakarta 6 Januari 2012.

Juliawan, Beni H. (2013). Politik Jalan Buruh dan Pasar Kerja Fleksibel, dalam seminar MAP Corner UGM Yogyakarta, 30 April 2013.

Laporan Akhir Tahun Konsorsium Pembaharuan Agraria 2012.(Online). http://www.sapa.or.id/laporan-program/126-mitra-sapa/805-laporan-akhir-tahun-2012-konsorsium-pembaruan-agraria.html, diakses 22 Maret 2013)

Place, Frank & Hazell Peter. (1993). Productivity Effects of Indigenous Land Tenure System in Sub-Saharan Africa, American Journal of Agricultural Economics 75, 1: 10-19.

Prakarsa Policy Review. (2011). Kemiskinan Melonjak, Jurang Kesenjangan Melebar. Pp. 1-4.

Rusastra, IW., dkk. Kesejahteraan dan Pemikiran Penanggulangan Kemiskinan Petani Farmers’ welfare dan Thouhgts on Poverty Alleviation, http://pse.litbang.pertanian.go.id/ ind/pdffiles/Pros_WYN_07.pdf, diakses 30 November 2015.

Sinaga, Andre. (2012). ‘Income, A Perilously Widening Gap’, dalam Jakarta Post [Opini], Selasa, 5 Juni 2012.

Soemardjan, Selo. (1962). Land Reform in Indonesia, Asian Survey

Page 87: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

79

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

Lampiran

Page 88: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

80

LAMPIRAN 1. PENGUASAAN TANAH PERTANIAN OLEH PEMILIKNYA BERDASARKAN LUASAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No.Kelompok Luas

Penguasaan Tanah Pertanian

Purut-Bojonegoro Punten-Batu Temboro-Magetan

Kedondong-Madiun Nogosari-Jember Bakalan Krajan-

MalangJumok-

BojonegoroWanar-

LamonganMasaran-

TrenggalekTulungrejo-

Tulungagung

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 0 0 4 0.0283 40 0.286 5 0.0344 2 0.0188 7 0.0491 0 0 5 0.0440 15 0.0876 2 0.01472 100 - < 200 m2 1 0.0121 17 0.2723 96 1.405 35 0.5630 2 0.0298 5 0.0726 0 0 26 0.4279 41 0.6141 5 0.08563 200 - < 300m2 0 0 11 0.2599 112 2.7882 64 1.6333 7 0.1597 8 0.2269 2 0.0473 33 0.8249 52 1.3169 54 1.40714 300 - < 400 m2 1 0.0308 11 0.3901 99 3.4526 74 2.5946 8 0.2889 6 0.2090 3 0.1159 52 1.8052 85 3.0264 132 4.67975 400 - < 500 m2 6 0.2711 7 0.3218 85 3.8102 80 3.6153 13 0.6049 2 0.0890 9 0.4060 61 2.7650 123 5.487 139 6.21056 500 - < 1000 m2 152 11.7965 54 4.1567 344 24.8048 475 34.9808 146 11.9469 10 0.7515 96 7.6330 1,464 108.9841 416 30.6291 497 35.52727 1000 - < 2000 m2 453 67.6566 47 6.9412 462 66.9720 433 60.9488 556 68.8866 17 2.2546 333 48.3702 1,029 145.4003 281 38.5997 396 56.73018 2000 - < 3000 m2 267 65.6079 32 8.1071 214 52.2437 104 25.4995 127 28.6487 3 0.7093 173 41.9398 312 71.3126 50 11.6544 159 38.12549 3000 - < 4000 m2 179 61.6048 19 6.4339 115 40.0207 38 13.0984 6 2.0044 0 0 68 23.3841 60 20.6449 9 3.1133 84 29.2638

10 4000 - < 5000 m2 104 46.7548 9 3.7838 57 25.6278 19 8.5654 3 1.3919 1 0.4355 21 9.2711 18 7.8020 4 1.8807 38 16.789111 5000 - < 10000 m2 176 119.4366 0 0 74 50.9639 20 14.1485 1 0.7113 0 0 27 15.5032 10 5.9109 2 1.2028 29 17.806512 10000 - < 15000 m2 30 36.6620 0 0 15 17.7386 0 0 0 0 0 0 2 2.2068 0 0 1 1.1006 3 3.50113 15000 - < 20000 m2 9 14.8560 0 0 5 8.3237 1 1.5546 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1.86414 20000 - < 25000 m2 3 6.7540 0 0 2 4.3539 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2.590116 > 30000 m2 1 3.5240 0 0 1 3.1032 2 6.7720 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 017 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 1,382 434.9672 211 30.6951 1,721 305.8943 1,350 174.0086 871 114.6919 59 4.7975 734 148.8775 3,070 365.9217 1,079 98.7126 1,540 214.5948

No.Kelompok Luas

Penguasaan Tanah Pertanian

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-

MadiunTemboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan

Total Kota/ Kabupaten

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 1 0.0074 2 0.0160 1 0.0094 1 0.0079 18 0.1217 3 0.0130 1 0.0070 3 0.0199 0 0 110 0.76522 100 - < 200 m2 5 0.0854 4 0.0725 9 0.1370 80 1.2552 5 0.0768 10 0.1611 2 0.0302 21 0.3391 52 0.8278 416 6.46763 200 - < 300m2 12 0.3059 5 0.1326 10 0.2319 92 2.3017 3 0.0724 4 0.1030 0 0 50 1.2875 158 4.0436 677 17.14284 300 - < 400 m2 14 0.4833 18 0.6406 13 0.4498 86 2.9859 1 0.0300 21 0.7535 2 0.0711 97 3.4028 182 6.3644 905 31.77475 400 - < 500 m2 18 0.8009 29 1.3258 9 0.4142 66 2.9483 3 0.1379 20 0.9113 5 0.2153 123 5.5903 206 9.3505 1,004 45.27536 500 - < 1000 m2 143 11.0946 175 13.4495 93 7.1623 170 11.6360 8 0.5331 163 12.0151 35 2.6232 592 43.9503 894 64.5675 5,927 438.24237 1000 - < 2000 m2 349 51.7169 356 52.9312 156 22.8527 85 11.9530 3 0.3259 171 23.915 75 11.6632 497 68.3128 510 68.0851 6,209 874.51598 2000 - < 3000 m2 221 54.1247 146 35.2059 81 19.5645 13 3.0414 0 0 41 9.9282 56 13.9863 103 24.4437 78 18.331 2,180 522.47419 3000 - < 4000 m2 81 27.5913 62 20.8662 29 9.8125 3 1.011 0 0 11 3.8200 26 9.3582 26 8.8962 17 5.8064 833 286.7299

10 4000 - < 5000 m2 41 18.2417 31 13.7918 10 4.5234 1 0 0 0 6 2.6101 17 7.6017 9 4.0944 5 2.2985 394 175.912711 5000 - < 10000 m2 51 33.4106 36 22.6923 7 4.7785 1 0.6249 0 0 3 1.8726 11 7.0183 7 4.4302 10 6.9647 465 307.475912 10000 - < 15000 m2 2 2.4334 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1.0042 1 1.2400 0 0 1 1.3724 56 67.259013 15000 - < 20000 m2 0 0 2 3.2747 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1.5597 19 31.432714 20000 - < 25000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2.1662 0 0 1 2.0279 7 15.302015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2.590116 > 30000 m2 0 0 1 112.3741 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 125.773317 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0

Total 938 200.2964 867 276.7732 418 69.9361 598 38.2141 51 1.2978 454 57.1071 232 55.9807 1,528 164.7672 2,115 191.5995 19,218 2,949.1334

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 89: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

81

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No.Kelompok Luas

Penguasaan Tanah Pertanian

Purut-Bojonegoro Punten-Batu Temboro-Magetan

Kedondong-Madiun Nogosari-Jember Bakalan Krajan-

MalangJumok-

BojonegoroWanar-

LamonganMasaran-

TrenggalekTulungrejo-

Tulungagung

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 0 0 4 0.0283 40 0.286 5 0.0344 2 0.0188 7 0.0491 0 0 5 0.0440 15 0.0876 2 0.01472 100 - < 200 m2 1 0.0121 17 0.2723 96 1.405 35 0.5630 2 0.0298 5 0.0726 0 0 26 0.4279 41 0.6141 5 0.08563 200 - < 300m2 0 0 11 0.2599 112 2.7882 64 1.6333 7 0.1597 8 0.2269 2 0.0473 33 0.8249 52 1.3169 54 1.40714 300 - < 400 m2 1 0.0308 11 0.3901 99 3.4526 74 2.5946 8 0.2889 6 0.2090 3 0.1159 52 1.8052 85 3.0264 132 4.67975 400 - < 500 m2 6 0.2711 7 0.3218 85 3.8102 80 3.6153 13 0.6049 2 0.0890 9 0.4060 61 2.7650 123 5.487 139 6.21056 500 - < 1000 m2 152 11.7965 54 4.1567 344 24.8048 475 34.9808 146 11.9469 10 0.7515 96 7.6330 1,464 108.9841 416 30.6291 497 35.52727 1000 - < 2000 m2 453 67.6566 47 6.9412 462 66.9720 433 60.9488 556 68.8866 17 2.2546 333 48.3702 1,029 145.4003 281 38.5997 396 56.73018 2000 - < 3000 m2 267 65.6079 32 8.1071 214 52.2437 104 25.4995 127 28.6487 3 0.7093 173 41.9398 312 71.3126 50 11.6544 159 38.12549 3000 - < 4000 m2 179 61.6048 19 6.4339 115 40.0207 38 13.0984 6 2.0044 0 0 68 23.3841 60 20.6449 9 3.1133 84 29.2638

10 4000 - < 5000 m2 104 46.7548 9 3.7838 57 25.6278 19 8.5654 3 1.3919 1 0.4355 21 9.2711 18 7.8020 4 1.8807 38 16.789111 5000 - < 10000 m2 176 119.4366 0 0 74 50.9639 20 14.1485 1 0.7113 0 0 27 15.5032 10 5.9109 2 1.2028 29 17.806512 10000 - < 15000 m2 30 36.6620 0 0 15 17.7386 0 0 0 0 0 0 2 2.2068 0 0 1 1.1006 3 3.50113 15000 - < 20000 m2 9 14.8560 0 0 5 8.3237 1 1.5546 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1.86414 20000 - < 25000 m2 3 6.7540 0 0 2 4.3539 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2.590116 > 30000 m2 1 3.5240 0 0 1 3.1032 2 6.7720 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 017 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 1,382 434.9672 211 30.6951 1,721 305.8943 1,350 174.0086 871 114.6919 59 4.7975 734 148.8775 3,070 365.9217 1,079 98.7126 1,540 214.5948

No.Kelompok Luas

Penguasaan Tanah Pertanian

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-

MadiunTemboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan

Total Kota/ Kabupaten

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 1 0.0074 2 0.0160 1 0.0094 1 0.0079 18 0.1217 3 0.0130 1 0.0070 3 0.0199 0 0 110 0.76522 100 - < 200 m2 5 0.0854 4 0.0725 9 0.1370 80 1.2552 5 0.0768 10 0.1611 2 0.0302 21 0.3391 52 0.8278 416 6.46763 200 - < 300m2 12 0.3059 5 0.1326 10 0.2319 92 2.3017 3 0.0724 4 0.1030 0 0 50 1.2875 158 4.0436 677 17.14284 300 - < 400 m2 14 0.4833 18 0.6406 13 0.4498 86 2.9859 1 0.0300 21 0.7535 2 0.0711 97 3.4028 182 6.3644 905 31.77475 400 - < 500 m2 18 0.8009 29 1.3258 9 0.4142 66 2.9483 3 0.1379 20 0.9113 5 0.2153 123 5.5903 206 9.3505 1,004 45.27536 500 - < 1000 m2 143 11.0946 175 13.4495 93 7.1623 170 11.6360 8 0.5331 163 12.0151 35 2.6232 592 43.9503 894 64.5675 5,927 438.24237 1000 - < 2000 m2 349 51.7169 356 52.9312 156 22.8527 85 11.9530 3 0.3259 171 23.915 75 11.6632 497 68.3128 510 68.0851 6,209 874.51598 2000 - < 3000 m2 221 54.1247 146 35.2059 81 19.5645 13 3.0414 0 0 41 9.9282 56 13.9863 103 24.4437 78 18.331 2,180 522.47419 3000 - < 4000 m2 81 27.5913 62 20.8662 29 9.8125 3 1.011 0 0 11 3.8200 26 9.3582 26 8.8962 17 5.8064 833 286.7299

10 4000 - < 5000 m2 41 18.2417 31 13.7918 10 4.5234 1 0 0 0 6 2.6101 17 7.6017 9 4.0944 5 2.2985 394 175.912711 5000 - < 10000 m2 51 33.4106 36 22.6923 7 4.7785 1 0.6249 0 0 3 1.8726 11 7.0183 7 4.4302 10 6.9647 465 307.475912 10000 - < 15000 m2 2 2.4334 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1.0042 1 1.2400 0 0 1 1.3724 56 67.259013 15000 - < 20000 m2 0 0 2 3.2747 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1.5597 19 31.432714 20000 - < 25000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2.1662 0 0 1 2.0279 7 15.302015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2.590116 > 30000 m2 0 0 1 112.3741 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 125.773317 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0

Total 938 200.2964 867 276.7732 418 69.9361 598 38.2141 51 1.2978 454 57.1071 232 55.9807 1,528 164.7672 2,115 191.5995 19,218 2,949.1334

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 90: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

82

LAMPIRAN 2. PENGUASAAN TANAH PERTANIAN LOKASI IP4T OLEH ORANG LAIN BERDASARKAN LUASAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No.Kelompok Luas

Penguasaan Tanah Pertanian

Purut-Bojonegoro Punten-Batu Temboro-Magetan

Kedondong-Madiun Nogosari-Jember Bakalan

Krajan-MalangJumok-

BojonegoroWanar-

LamonganMasaran-

TrenggalekTulungrejo-

Tulungagung

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 0 0 1 0.0179 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02 100 - < 200 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 03 200 - < 300m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 04 300 - < 400 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 400 - < 500 m2 0 0 2 0.1178 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 06 500 - < 1000 m2 0 0 2 0.2614 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 07 1000 - < 2000 m2 2 0.2844 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 08 2000 - < 3000 m2 0 0 1 0.35 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 09 3000 - < 4000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 4000 - < 5000 m2 1 0.4873 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 011 5000 - < 10000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 012 10000 - < 15000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 013 15000 - < 20000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 014 20000 - < 25000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 016 > 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 3 0.7717 6 0.7471 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

No.Kelompok Luas

Penguasaan Tanah Pertanian

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro

Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-

MadiunTemboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan

Total Kota/ Kabupaten

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.01792 100 - < 200 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 03 200 - < 300m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 04 300 - < 400 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 400 - < 500 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0.11786 500 - < 1000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0.26147 1000 - < 2000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0.28448 2000 - < 3000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.35009 3000 - < 4000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 4000 - < 5000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.487311 5000 - < 10000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 012 10000 - < 15000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 013 15000 - < 20000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 014 20000 - < 25000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 016 > 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 1.5188

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 91: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

83

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No.Kelompok Luas

Penguasaan Tanah Pertanian

Purut-Bojonegoro Punten-Batu Temboro-Magetan

Kedondong-Madiun Nogosari-Jember Bakalan

Krajan-MalangJumok-

BojonegoroWanar-

LamonganMasaran-

TrenggalekTulungrejo-

Tulungagung

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 0 0 1 0.0179 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02 100 - < 200 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 03 200 - < 300m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 04 300 - < 400 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 400 - < 500 m2 0 0 2 0.1178 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 06 500 - < 1000 m2 0 0 2 0.2614 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 07 1000 - < 2000 m2 2 0.2844 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 08 2000 - < 3000 m2 0 0 1 0.35 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 09 3000 - < 4000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 4000 - < 5000 m2 1 0.4873 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 011 5000 - < 10000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 012 10000 - < 15000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 013 15000 - < 20000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 014 20000 - < 25000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 016 > 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 3 0.7717 6 0.7471 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

No.Kelompok Luas

Penguasaan Tanah Pertanian

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro

Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-

MadiunTemboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan

Total Kota/ Kabupaten

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.01792 100 - < 200 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 03 200 - < 300m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 04 300 - < 400 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 400 - < 500 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0.11786 500 - < 1000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0.26147 1000 - < 2000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0.28448 2000 - < 3000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.35009 3000 - < 4000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 4000 - < 5000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.487311 5000 - < 10000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 012 10000 - < 15000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 013 15000 - < 20000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 014 20000 - < 25000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 016 > 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 1.5188

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 92: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

84

LAMPIRAN 3. PENGUASAAN TANAH PERTANIAN LOKASI IP4T SECARA BERSAMA BERDASARKAN LUASAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No.Kelompok Luas

Penguasaan Tanah Pertanian

Purut-Bojonegoro Punten-Batu Temboro-Magetan

Kedondong-Madiun

Nogosari-Jember

Bakalan Krajan-Malang

Jumok-Bojonegoro

Wanar-Lamongan

Masaran-Trenggalek

Tulungrejo-Tulungagung

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 0 0 1 0.0148 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02 100 - < 200 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 03 200 - < 300m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0285 0 0 0 0 0 0 0 04 300 - < 400 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 400 - < 500 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 06 500 - < 1000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 07 1000 - < 2000 m2 3 0.4515 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 08 2000 - < 3000 m2 2 0.5067 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 09 3000 - < 4000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 4000 - < 5000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 011 5000 - < 10000 m2 1 0.5110 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 012 10000 - < 15000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 013 15000 - < 20000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 014 20000 - < 25000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 016 > 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 6 1.4692 1 0.0148 0 0 0 0 0 0 1 0.0285 0 0 0 0 0 0 0 0

No.Kelompok Luas

Penguasaan Tanah Pertanian

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro

Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-

MadiunTemboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan

Total Kota/ Kabupaten

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.01482 100 - < 200 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 03 200 - < 300m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0264 0 0 2 04 300 - < 400 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0318 0 0 1 05 400 - < 500 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0445 0 0 1 06 500 - < 1000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 21 1.7232 0 0 21 27 1000 - < 2000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13 1.7397 0 0 16 2.19128 2000 - < 3000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0.9113 0 0 6 1.41809 3000 - < 4000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.3273 0 0 1 0

10 4000 - < 5000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.4477 0 0 1 011 5000 - < 10000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.511012 10000 - < 15000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 013 15000 - < 20000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 014 20000 - < 25000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 016 > 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 43 5.2519 0 0 51 6.7644

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 93: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

85

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No.Kelompok Luas

Penguasaan Tanah Pertanian

Purut-Bojonegoro Punten-Batu Temboro-Magetan

Kedondong-Madiun

Nogosari-Jember

Bakalan Krajan-Malang

Jumok-Bojonegoro

Wanar-Lamongan

Masaran-Trenggalek

Tulungrejo-Tulungagung

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 0 0 1 0.0148 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02 100 - < 200 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 03 200 - < 300m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0285 0 0 0 0 0 0 0 04 300 - < 400 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 400 - < 500 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 06 500 - < 1000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 07 1000 - < 2000 m2 3 0.4515 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 08 2000 - < 3000 m2 2 0.5067 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 09 3000 - < 4000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 4000 - < 5000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 011 5000 - < 10000 m2 1 0.5110 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 012 10000 - < 15000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 013 15000 - < 20000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 014 20000 - < 25000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 016 > 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 6 1.4692 1 0.0148 0 0 0 0 0 0 1 0.0285 0 0 0 0 0 0 0 0

No.Kelompok Luas

Penguasaan Tanah Pertanian

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro

Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-

MadiunTemboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan

Total Kota/ Kabupaten

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.01482 100 - < 200 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 03 200 - < 300m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0264 0 0 2 04 300 - < 400 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0318 0 0 1 05 400 - < 500 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0445 0 0 1 06 500 - < 1000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 21 1.7232 0 0 21 27 1000 - < 2000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13 1.7397 0 0 16 2.19128 2000 - < 3000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0.9113 0 0 6 1.41809 3000 - < 4000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.3273 0 0 1 0

10 4000 - < 5000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.4477 0 0 1 011 5000 - < 10000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.511012 10000 - < 15000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 013 15000 - < 20000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 014 20000 - < 25000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 016 > 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 43 5.2519 0 0 51 6.7644

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 94: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

86

LAMPIRAN 4. PEMILIKAN TANAH PERTANIAN LOKASI IP4T OLEH PEMILIKNYA BERDASARKAN LUASAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No.Kelompok Luas

Pemilikan Tanah Pertanian

Purut-Bojonegoro Punten-Batu Temboro-Magetan

Kedondong-Madiun

Nogosari-Jember

Bakalan Krajan-Malang

Jumok-Bojonegoro

Wanar-Lamongan

Masaran-Trenggalek

Tulungrejo-Tulungagung

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 0 0 4 0.0283 40 0.286 5 0.0344 2 0.0188 7 0.0491 0 0 5 0.0440 0 0 2 0.01472 100 - < 200 m2 1 0.0121 17 0.2723 96 1.405 35 0.563 2 0.0298 5 0.0726 0 0 26 0.4279 2 0.0269 5 0.08563 200 - < 300m2 0 0 11 0.2599 112 2.7882 64 1.6333 7 0.1597 8 0.2269 2 0.0473 33 0.8249 0 0 54 1.40714 300 - < 400 m2 1 0.0308 11 0.3901 99 3.4526 74 2.5946 8 0.2889 6 0.209 3 0.1159 52 1.8052 3 0.1081 132 4.67975 400 - < 500 m2 6 0.2711 7 0.3218 85 3.8102 80 3.6153 13 0.6049 2 0.089 9 0.4060 61 2.7650 3 0.1351 139 6.21056 500 - < 1000 m2 152 11.7965 54 4.1567 344 24.8048 475 34.9808 146 11.9469 10 0.7515 96 7.6330 1,464 108.9841 21 1.6179 495 35.38357 1000 - < 2000 m2 456 68.0954 47 6.9412 462 66.972 433 60.9488 556 68.8866 17 2.2546 333 48.3702 1,029 145.4003 27 3.9631 396 56.73018 2000 - < 3000 m2 267 65.6079 32 8.1071 214 52.2437 104 25.4995 127 28.6487 3 0.7093 173 41.9398 312 71.3126 4 1.0350 159 38.12549 3000 - < 4000 m2 179 61.6048 19 6.4339 115 40.0207 38 13.0984 6 2.0044 0 0 68 23.3841 60 20.6449 3 1.0139 84 29.2638

10 4000 - < 5000 m2 105 47.2421 9 3.7838 57 25.6278 19 8.5654 3 1.3919 1 0.4355 21 9.2711 18 7.8020 0 0 38 16.789111 5000 - < 10000 m2 176 119.4366 0 0 74 50.9639 20 14.1485 1 0.7113 0 0 27 15.5032 10 5.9109 1 0.5705 29 17.806512 10000 - < 15000 m2 30 36.662 0 0 15 17.7386 0 0 0 0 0 0 2 2.2068 0 0 0 0 3 3.50113 15000 - < 20000 m2 9 14.856 0 0 5 8.3237 1 1.5546 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1.86414 20000 - < 25000 m2 3 6.754 0 0 2 4.3539 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2.590116 > 30000 m2 1 3.524 0 0 1 3.1032 2 6.772 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 017 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 1,386 435.8933 211 30.6951 1,721 305.8943 1,350 174.0086 871 114.6919 59 4.7975 734 148.8775 3,070 365.9217 64 8.4705 1,538 214.4511

No.Kelompok Luas

Pemilikan Tanah Pertanian

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro

Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-

MadiunTemboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan

Total Kota/ Kabupaten

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 1 0.0074 2 0.0160 1 0.0094 1 0.0079 18 0.1217 3 0.0130 1 0.007 3 0.0199 0 0 95 0.67762 100 - < 200 m2 5 0.0854 4 0.0725 9 0.1370 80 1.2552 5 0.0768 10 0.1611 2 0.0302 21 0.3391 52 0.8278 377 5.88043 200 - < 300m2 12 0.3059 5 0.1326 10 0.2319 92 2.3017 3 0.0724 4 0.1030 0 0 50 1.2875 158 4.0436 625 15.82594 300 - < 400 m2 14 0.4833 18 0.6406 13 0.4498 86 2.9859 1 0.0300 21 0.7535 2 0.0711 97 3.4028 182 6.3644 823 28.85645 400 - < 500 m2 18 0.8009 29 1.3258 9 0.4142 66 2.9483 3 0.1379 20 0.9113 5 0.2153 123 5.5903 206 9.3505 884 39.92346 500 - < 1000 m2 143 11.0946 175 13.4495 93 7.1623 170 11.636 8 0.5331 163 12.0151 35 2.6232 593 44.0501 894 64.5675 5,531 409.18727 1000 - < 2000 m2 349 51.7169 356 52.9312 156 22.8527 85 11.953 3 0.3259 171 23.915 75 11.6632 497 68.3128 510 68.0851 5,958 840.31818 2000 - < 3000 m2 221 54.1247 146 35.2059 81 19.5645 13 3.0414 0 0 41 9.9282 56 13.9863 103 24.4437 78 18.331 2,134 511.85479 3000 - < 4000 m2 81 27.5913 62 20.8662 29 9.8125 3 1.0108 0 0 11 3.8200 26 9.3582 26 8.8962 17 5.8064 827 284.6305

10 4000 - < 5000 m2 41 18.2417 31 13.7918 10 4.5234 1 0.449 0 0 6 2.6101 17 7.6017 9 4.0944 5 2.2985 391 174.519311 5000 - < 10000 m2 51 33.4106 36 22.6923 7 4.7785 1 0.6249 0 0 3 1.8726 11 7.0183 7 4.4302 10 6.9647 464 306.843612 10000 - < 15000 m2 2 2.4334 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1.0042 1 1.24 0 0 1 1.3724 55 66.158413 15000 - < 20000 m2 0 0 2 3.2747 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1.5597 19 31.432714 20000 - < 25000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2.1662 0 0 1 2.0279 7 15.302015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2.590116 > 30000 m2 0 0 1 112.3741 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 125.773317 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0

Total 938 200.2964 867 276.7732 418 69.9361 598 38.2141 51 1.2978 454 57.1071 232 55.9807 1,529 164.8670 2,115 191.5995 18,206 2,859.7735

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 95: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

87

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No.Kelompok Luas

Pemilikan Tanah Pertanian

Purut-Bojonegoro Punten-Batu Temboro-Magetan

Kedondong-Madiun

Nogosari-Jember

Bakalan Krajan-Malang

Jumok-Bojonegoro

Wanar-Lamongan

Masaran-Trenggalek

Tulungrejo-Tulungagung

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 0 0 4 0.0283 40 0.286 5 0.0344 2 0.0188 7 0.0491 0 0 5 0.0440 0 0 2 0.01472 100 - < 200 m2 1 0.0121 17 0.2723 96 1.405 35 0.563 2 0.0298 5 0.0726 0 0 26 0.4279 2 0.0269 5 0.08563 200 - < 300m2 0 0 11 0.2599 112 2.7882 64 1.6333 7 0.1597 8 0.2269 2 0.0473 33 0.8249 0 0 54 1.40714 300 - < 400 m2 1 0.0308 11 0.3901 99 3.4526 74 2.5946 8 0.2889 6 0.209 3 0.1159 52 1.8052 3 0.1081 132 4.67975 400 - < 500 m2 6 0.2711 7 0.3218 85 3.8102 80 3.6153 13 0.6049 2 0.089 9 0.4060 61 2.7650 3 0.1351 139 6.21056 500 - < 1000 m2 152 11.7965 54 4.1567 344 24.8048 475 34.9808 146 11.9469 10 0.7515 96 7.6330 1,464 108.9841 21 1.6179 495 35.38357 1000 - < 2000 m2 456 68.0954 47 6.9412 462 66.972 433 60.9488 556 68.8866 17 2.2546 333 48.3702 1,029 145.4003 27 3.9631 396 56.73018 2000 - < 3000 m2 267 65.6079 32 8.1071 214 52.2437 104 25.4995 127 28.6487 3 0.7093 173 41.9398 312 71.3126 4 1.0350 159 38.12549 3000 - < 4000 m2 179 61.6048 19 6.4339 115 40.0207 38 13.0984 6 2.0044 0 0 68 23.3841 60 20.6449 3 1.0139 84 29.2638

10 4000 - < 5000 m2 105 47.2421 9 3.7838 57 25.6278 19 8.5654 3 1.3919 1 0.4355 21 9.2711 18 7.8020 0 0 38 16.789111 5000 - < 10000 m2 176 119.4366 0 0 74 50.9639 20 14.1485 1 0.7113 0 0 27 15.5032 10 5.9109 1 0.5705 29 17.806512 10000 - < 15000 m2 30 36.662 0 0 15 17.7386 0 0 0 0 0 0 2 2.2068 0 0 0 0 3 3.50113 15000 - < 20000 m2 9 14.856 0 0 5 8.3237 1 1.5546 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1.86414 20000 - < 25000 m2 3 6.754 0 0 2 4.3539 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2.590116 > 30000 m2 1 3.524 0 0 1 3.1032 2 6.772 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 017 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 1,386 435.8933 211 30.6951 1,721 305.8943 1,350 174.0086 871 114.6919 59 4.7975 734 148.8775 3,070 365.9217 64 8.4705 1,538 214.4511

No.Kelompok Luas

Pemilikan Tanah Pertanian

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro

Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-

MadiunTemboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan

Total Kota/ Kabupaten

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 1 0.0074 2 0.0160 1 0.0094 1 0.0079 18 0.1217 3 0.0130 1 0.007 3 0.0199 0 0 95 0.67762 100 - < 200 m2 5 0.0854 4 0.0725 9 0.1370 80 1.2552 5 0.0768 10 0.1611 2 0.0302 21 0.3391 52 0.8278 377 5.88043 200 - < 300m2 12 0.3059 5 0.1326 10 0.2319 92 2.3017 3 0.0724 4 0.1030 0 0 50 1.2875 158 4.0436 625 15.82594 300 - < 400 m2 14 0.4833 18 0.6406 13 0.4498 86 2.9859 1 0.0300 21 0.7535 2 0.0711 97 3.4028 182 6.3644 823 28.85645 400 - < 500 m2 18 0.8009 29 1.3258 9 0.4142 66 2.9483 3 0.1379 20 0.9113 5 0.2153 123 5.5903 206 9.3505 884 39.92346 500 - < 1000 m2 143 11.0946 175 13.4495 93 7.1623 170 11.636 8 0.5331 163 12.0151 35 2.6232 593 44.0501 894 64.5675 5,531 409.18727 1000 - < 2000 m2 349 51.7169 356 52.9312 156 22.8527 85 11.953 3 0.3259 171 23.915 75 11.6632 497 68.3128 510 68.0851 5,958 840.31818 2000 - < 3000 m2 221 54.1247 146 35.2059 81 19.5645 13 3.0414 0 0 41 9.9282 56 13.9863 103 24.4437 78 18.331 2,134 511.85479 3000 - < 4000 m2 81 27.5913 62 20.8662 29 9.8125 3 1.0108 0 0 11 3.8200 26 9.3582 26 8.8962 17 5.8064 827 284.6305

10 4000 - < 5000 m2 41 18.2417 31 13.7918 10 4.5234 1 0.449 0 0 6 2.6101 17 7.6017 9 4.0944 5 2.2985 391 174.519311 5000 - < 10000 m2 51 33.4106 36 22.6923 7 4.7785 1 0.6249 0 0 3 1.8726 11 7.0183 7 4.4302 10 6.9647 464 306.843612 10000 - < 15000 m2 2 2.4334 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1.0042 1 1.24 0 0 1 1.3724 55 66.158413 15000 - < 20000 m2 0 0 2 3.2747 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1.5597 19 31.432714 20000 - < 25000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2.1662 0 0 1 2.0279 7 15.302015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2.590116 > 30000 m2 0 0 1 112.3741 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 125.773317 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0

Total 938 200.2964 867 276.7732 418 69.9361 598 38.2141 51 1.2978 454 57.1071 232 55.9807 1,529 164.8670 2,115 191.5995 18,206 2,859.7735

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 96: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

88

LAMPIRAN 5. PEMILIKAN TANAH PERTANIAN LOKASI IP4T OLEH BERSAMA BERDASARKAN LUASAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No.Kelompok Luas

Pemilikan Tanah Pertanian

Purut-Bojonegoro Punten-Batu Temboro-Magetan

Kedondong-Madiun Nogosari-Jember Bakalan Krajan-

MalangJumok-

BojonegoroWanar-

LamonganMasaran-

TrenggalekTulungrejo-

Tulungagung

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02 100 - < 200 m2 0 0 1 0.0148 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 03 200 - < 300m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0285 0 0 0 0 0 0 0 04 300 - < 400 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 400 - < 500 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 06 500 - < 1000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0.14377 1000 - < 2000 m2 2 0.2971 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 08 2000 - < 3000 m2 2 0.5067 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 09 3000 - < 4000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 4000 - < 5000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 011 5000 - < 10000 m2 1 0.5110 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 012 10000 - < 15000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 013 15000 - < 20000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 014 20000 - < 25000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 016 > 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 5 1.3148 1 0.0148 0 0 0 0 0 0 1 0.0285 0 0 0 0 0 0 2 0.1437

No.Kelompok Luas

Pemilikan Tanah Pertanian

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro

Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-

MadiunTemboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan

Total Kota/ Kabupaten

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02 100 - < 200 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 03 200 - < 300m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0264 0 0 2 04 300 - < 400 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0318 0 0 1 05 400 - < 500 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0445 0 0 1 06 500 - < 1000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 1.6234 0 0 22 1.76717 1000 - < 2000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13 1.7397 0 0 15 2.03688 2000 - < 3000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0.9113 0 0 6 1.41809 3000 - < 4000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.3273 0 0 1 0

10 4000 - < 5000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.4477 0 0 1 011 5000 - < 10000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.511012 10000 - < 15000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 013 15000 - < 20000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 014 20000 - < 25000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 016 > 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 42 5.1521 0 0 51 6.6539

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 97: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

89

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No.Kelompok Luas

Pemilikan Tanah Pertanian

Purut-Bojonegoro Punten-Batu Temboro-Magetan

Kedondong-Madiun Nogosari-Jember Bakalan Krajan-

MalangJumok-

BojonegoroWanar-

LamonganMasaran-

TrenggalekTulungrejo-

Tulungagung

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02 100 - < 200 m2 0 0 1 0.0148 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 03 200 - < 300m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0285 0 0 0 0 0 0 0 04 300 - < 400 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 400 - < 500 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 06 500 - < 1000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0.14377 1000 - < 2000 m2 2 0.2971 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 08 2000 - < 3000 m2 2 0.5067 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 09 3000 - < 4000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 4000 - < 5000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 011 5000 - < 10000 m2 1 0.5110 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 012 10000 - < 15000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 013 15000 - < 20000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 014 20000 - < 25000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 016 > 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 5 1.3148 1 0.0148 0 0 0 0 0 0 1 0.0285 0 0 0 0 0 0 2 0.1437

No.Kelompok Luas

Pemilikan Tanah Pertanian

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro

Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-

MadiunTemboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan

Total Kota/ Kabupaten

∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha) ∑Bid ∑ Luas (ha) ∑Bid ∑ Luas

(ha)

1 1 - < 100 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02 100 - < 200 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 03 200 - < 300m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0264 0 0 2 04 300 - < 400 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0318 0 0 1 05 400 - < 500 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0445 0 0 1 06 500 - < 1000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 1.6234 0 0 22 1.76717 1000 - < 2000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13 1.7397 0 0 15 2.03688 2000 - < 3000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0.9113 0 0 6 1.41809 3000 - < 4000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.3273 0 0 1 0

10 4000 - < 5000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.4477 0 0 1 011 5000 - < 10000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.511012 10000 - < 15000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 013 15000 - < 20000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 014 20000 - < 25000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 25000 - < 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 016 > 30000 m2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 42 5.1521 0 0 51 6.6539

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 98: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

90

LAMPIRAN 6. JUMLAH, LUAS DAN RATA-RATA KEPEMILIKAN TANAH PERTANIAN KOTA/KABUPATEN LOKASI IP4T DI PROVINSI JAWA TIMUR

No. Jumlah Pemilikan

Purut-Probolinggo Punten-Batu Punten-Batu Temboro-Magetan Kedondong-Madiun

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

1 1 bidang tanah pertanian 569 569 169.1857 0.2973 0.2973 202 202 29.3636 1.0000 0.1454 689 689 94.1541 0.1367 0.1367 486 486 55.4394 0.1141 0.11412 2 bidang tanah pertanian 186 372 124.6748 0.6703 0.3351 5 10 0.7906 2.0000 0.0791 175 350 49.9448 0.2854 0.1427 142 284 34.6256 0.2438 0.12193 3 bidang tanah pertanian 67 201 59.5708 0.8891 0.2964 2 6 1.3028 3.0000 0.2171 59 177 29.2735 0.4962 0.1654 68 204 23.5338 0.3461 0.11544 4 bidang tanah pertanian 29 116 38.5327 1.3287 0.3322 0 0 0 0 0 34 136 25.2011 0.7412 0.1853 27 108 11.6555 0.4317 0.10795 5 bidang tanah pertanian 13 65 22.7343 1.7488 0.3498 0 0 0 0 0 17 85 14.7438 0.8673 0.1735 12 60 7.7819 0.6485 0.12976 6 bidang tanah pertanian 5 30 9.6945 1.9389 0.3232 0 0 0 0 0 7 42 5.8323 0.8332 0.1389 8 48 5.5234 0.6904 0.11517 7 bidang tanah pertanian 3 21 4.5396 1.5132 0.2162 0 0 0 0 0 2 14 4.4318 2.2159 0.3166 6 42 4.8095 0.8016 0.11458 8 bidang tanah pertanian 1 8 3.5586 3.5586 0.4448 0 0 0 0 0 4 32 4.8559 1.2140 0.1517 2 16 1.5619 0.7810 0.09769 9 bidang tanah pertanian 1 9 4.7171 4.7171 0.5241 0 0 0 0 0 1 9 1.8015 1.8015 0.2002 5 45 8.7599 1.7520 0.1947

10 10 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 30 3.9346 1.3115 0.131211 11 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 11 2.0695 2.07 0.19 1 11 1.2528 1.2528 0.113912 12 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 013 13 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 13 7.7831 7.7831 0.5987 0 0 0 0 014 14 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 15 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 016 16 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 16 11.8205 11.8205 0.7388 1 16 15.1303 15.1303 0.945617 18 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 018 20 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 019 24 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 020 31 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 021 32 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 32 22.6694 22.6694 0.7084 0 0 0 0 022 115 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 115 31.3130 31.3130 0.2723 0 0 0 0 0

874 1,391 437.2081 0.5002 0.3143 209 218 31.4570 0.1505 0.1443 993 1,721 305.8943 0.3081 0.1777 761 1,350 174.0086 0.2287 0.1289

Page 99: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

91

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No. Jumlah Pemilikan

Purut-Probolinggo Punten-Batu Punten-Batu Temboro-Magetan Kedondong-Madiun

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

1 1 bidang tanah pertanian 569 569 169.1857 0.2973 0.2973 202 202 29.3636 1.0000 0.1454 689 689 94.1541 0.1367 0.1367 486 486 55.4394 0.1141 0.11412 2 bidang tanah pertanian 186 372 124.6748 0.6703 0.3351 5 10 0.7906 2.0000 0.0791 175 350 49.9448 0.2854 0.1427 142 284 34.6256 0.2438 0.12193 3 bidang tanah pertanian 67 201 59.5708 0.8891 0.2964 2 6 1.3028 3.0000 0.2171 59 177 29.2735 0.4962 0.1654 68 204 23.5338 0.3461 0.11544 4 bidang tanah pertanian 29 116 38.5327 1.3287 0.3322 0 0 0 0 0 34 136 25.2011 0.7412 0.1853 27 108 11.6555 0.4317 0.10795 5 bidang tanah pertanian 13 65 22.7343 1.7488 0.3498 0 0 0 0 0 17 85 14.7438 0.8673 0.1735 12 60 7.7819 0.6485 0.12976 6 bidang tanah pertanian 5 30 9.6945 1.9389 0.3232 0 0 0 0 0 7 42 5.8323 0.8332 0.1389 8 48 5.5234 0.6904 0.11517 7 bidang tanah pertanian 3 21 4.5396 1.5132 0.2162 0 0 0 0 0 2 14 4.4318 2.2159 0.3166 6 42 4.8095 0.8016 0.11458 8 bidang tanah pertanian 1 8 3.5586 3.5586 0.4448 0 0 0 0 0 4 32 4.8559 1.2140 0.1517 2 16 1.5619 0.7810 0.09769 9 bidang tanah pertanian 1 9 4.7171 4.7171 0.5241 0 0 0 0 0 1 9 1.8015 1.8015 0.2002 5 45 8.7599 1.7520 0.1947

10 10 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 30 3.9346 1.3115 0.131211 11 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 11 2.0695 2.07 0.19 1 11 1.2528 1.2528 0.113912 12 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 013 13 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 13 7.7831 7.7831 0.5987 0 0 0 0 014 14 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 015 15 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 016 16 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 16 11.8205 11.8205 0.7388 1 16 15.1303 15.1303 0.945617 18 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 018 20 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 019 24 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 020 31 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 021 32 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 32 22.6694 22.6694 0.7084 0 0 0 0 022 115 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 115 31.3130 31.3130 0.2723 0 0 0 0 0

874 1,391 437.2081 0.5002 0.3143 209 218 31.4570 0.1505 0.1443 993 1,721 305.8943 0.3081 0.1777 761 1,350 174.0086 0.2287 0.1289

Page 100: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

92

No. Jumlah Pemilikan

Nogosari-Jember Bakalan Krajan-Malang Jumok-Bojonegoro Wanar-Lamongan

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

1 1 bidang tanah pertanian 359 359 49.8014 0.1387 0.1387 38 38 2.7749 0.0730 0.0019 467 467 94.8610 0.2031 0.2031 975 975 115.1766 0.1181 0

2 2 bidang tanah pertanian 127 254 32.3519 0.2547 0.1274 8 16 1.327 0.1659 0.0104 82 164 33.0525 0.4031 0.2015 352 704 82.9496 0.2357 0

3 3 bidang tanah pertanian 46 138 17.2294 0.3746 0.12486 2 6 0.7241 0.3621 0.0603 25 75 15.5327 0.6213 0.2071 163 489 58.9064 0.3614 0

4 4 bidang tanah pertanian 10 40 5.1965 0.5197 0.1299 0 0 0 0 0 7 28 5.4314 0.7759 0.1940 70 280 35.5152 0.5074 0

5 5 bidang tanah pertanian 5 25 3.2636 0.6527 0.1305 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 46 230 25.4514 0.5533 0

6 6 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 120 14.1392 0.7070 0

7 7 bidang tanah pertanian 1 7 0.8179 0.8179 0.1168 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 63 6.4267 0.7141 0

8 8 bidang tanah pertanian 2 16 1.9958 0.9979 0.1247 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 80 10.0700 1.0070 0

9 9 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 54 6.9784 1.1631 0

10 10 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 40 4.8535 1.2134 0

11 11 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 22 2.7852 1.3926 0

12 12 bidang tanah pertanian 1 12 1.3401 1.3401 0.1117 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

13 13 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 13 2.6696 2.6696 0

14 14 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

15 15 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

16 16 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

17 18 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

18 20 bidang tanah pertanian 1 20 2.6953 2.6953 0.1348 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

19 24 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

20 31 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

21 32 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

22 115 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

552 871 114.6919 0.2078 0.1317 48 60 4.8260 0.1005 0.0804 581 734 148.8775 0.2562 0.2028 1,658 3,070 365.9217 0.2207 0.1192

No. Jumlah Pemilikan

Masaran-Trenggalek Tulungrejo-Tulungagung Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

1 1 bidang tanah pertanian 466 466 43.8931 0 0 659 659 91.3226 0.1386 0.1386 510 510 107.4786 0.2107 0.2107 550 550 217.5879 0.3956 0.3956

2 2 bidang tanah pertanian 135 270 23.7183 0 0 187 374 48.2046 0.2578 0.1289 126 252 50.6847 0.4023 0.2011 106 212 41.3074 0.3897 0.1948

3 3 bidang tanah pertanian 50 150 14.5106 0 0 74 222 29.5101 0.3988 0.1329 31 93 21.2643 0.6859 0.2286 23 69 12.0880 0.5256 0.1752

4 4 bidang tanah pertanian 22 88 7.2343 0 0 22 88 15.8804 0.7218 0.1805 11 44 8.3149 0.7559 0.1890 1 4 0.6527 0.6527 0.1632

5 5 bidang tanah pertanian 8 40 3.9270 0 0 15 75 10.5075 0.7005 0.1401 3 15 5.0031 1.6677 0.3335 0 0 0 0 0

6 6 bidang tanah pertanian 5 30 2.8126 0 0 6 36 3.9629 0.6605 0.1101 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 7 bidang tanah pertanian 2 14 0.9689 0 0 8 56 8.2248 1.0281 0.1469 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

8 8 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 8 0.8860 0.8860 0.1108 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

9 9 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 10 bidang tanah pertanian 1 10 0.7265 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

11 11 bidang tanah pertanian 1 11 0.9213 0 0 2 22 6.0959 3.04795 0.2771 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

12 12 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

13 13 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

14 14 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

15 15 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

16 16 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

17 18 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

18 20 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

19 24 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 24 7.5508 7.5508 0.3146 0 0 0 0 0

20 31 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

21 32 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 32 5.1371 5.1371 0.1605

22 115 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

690 1,079 98.7126 0.1431 0.0915 974 1,540 214.5948 0.2203 0.1393 682 938 200.2964 0.2937 0.2135 681 867 276.7732 0.4064 0.3192

Page 101: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

93

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No. Jumlah Pemilikan

Nogosari-Jember Bakalan Krajan-Malang Jumok-Bojonegoro Wanar-Lamongan

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

1 1 bidang tanah pertanian 359 359 49.8014 0.1387 0.1387 38 38 2.7749 0.0730 0.0019 467 467 94.8610 0.2031 0.2031 975 975 115.1766 0.1181 0

2 2 bidang tanah pertanian 127 254 32.3519 0.2547 0.1274 8 16 1.327 0.1659 0.0104 82 164 33.0525 0.4031 0.2015 352 704 82.9496 0.2357 0

3 3 bidang tanah pertanian 46 138 17.2294 0.3746 0.12486 2 6 0.7241 0.3621 0.0603 25 75 15.5327 0.6213 0.2071 163 489 58.9064 0.3614 0

4 4 bidang tanah pertanian 10 40 5.1965 0.5197 0.1299 0 0 0 0 0 7 28 5.4314 0.7759 0.1940 70 280 35.5152 0.5074 0

5 5 bidang tanah pertanian 5 25 3.2636 0.6527 0.1305 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 46 230 25.4514 0.5533 0

6 6 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 120 14.1392 0.7070 0

7 7 bidang tanah pertanian 1 7 0.8179 0.8179 0.1168 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 63 6.4267 0.7141 0

8 8 bidang tanah pertanian 2 16 1.9958 0.9979 0.1247 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 80 10.0700 1.0070 0

9 9 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 54 6.9784 1.1631 0

10 10 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 40 4.8535 1.2134 0

11 11 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 22 2.7852 1.3926 0

12 12 bidang tanah pertanian 1 12 1.3401 1.3401 0.1117 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

13 13 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 13 2.6696 2.6696 0

14 14 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

15 15 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

16 16 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

17 18 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

18 20 bidang tanah pertanian 1 20 2.6953 2.6953 0.1348 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

19 24 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

20 31 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

21 32 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

22 115 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

552 871 114.6919 0.2078 0.1317 48 60 4.8260 0.1005 0.0804 581 734 148.8775 0.2562 0.2028 1,658 3,070 365.9217 0.2207 0.1192

No. Jumlah Pemilikan

Masaran-Trenggalek Tulungrejo-Tulungagung Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

1 1 bidang tanah pertanian 466 466 43.8931 0 0 659 659 91.3226 0.1386 0.1386 510 510 107.4786 0.2107 0.2107 550 550 217.5879 0.3956 0.3956

2 2 bidang tanah pertanian 135 270 23.7183 0 0 187 374 48.2046 0.2578 0.1289 126 252 50.6847 0.4023 0.2011 106 212 41.3074 0.3897 0.1948

3 3 bidang tanah pertanian 50 150 14.5106 0 0 74 222 29.5101 0.3988 0.1329 31 93 21.2643 0.6859 0.2286 23 69 12.0880 0.5256 0.1752

4 4 bidang tanah pertanian 22 88 7.2343 0 0 22 88 15.8804 0.7218 0.1805 11 44 8.3149 0.7559 0.1890 1 4 0.6527 0.6527 0.1632

5 5 bidang tanah pertanian 8 40 3.9270 0 0 15 75 10.5075 0.7005 0.1401 3 15 5.0031 1.6677 0.3335 0 0 0 0 0

6 6 bidang tanah pertanian 5 30 2.8126 0 0 6 36 3.9629 0.6605 0.1101 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 7 bidang tanah pertanian 2 14 0.9689 0 0 8 56 8.2248 1.0281 0.1469 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

8 8 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 8 0.8860 0.8860 0.1108 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

9 9 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 10 bidang tanah pertanian 1 10 0.7265 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

11 11 bidang tanah pertanian 1 11 0.9213 0 0 2 22 6.0959 3.04795 0.2771 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

12 12 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

13 13 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

14 14 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

15 15 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

16 16 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

17 18 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

18 20 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

19 24 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 24 7.5508 7.5508 0.3146 0 0 0 0 0

20 31 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

21 32 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 32 5.1371 5.1371 0.1605

22 115 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

690 1,079 98.7126 0.1431 0.0915 974 1,540 214.5948 0.2203 0.1393 682 938 200.2964 0.2937 0.2135 681 867 276.7732 0.4064 0.3192

Page 102: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

94

No. Jumlah Pemilikan

Gondang-Bojonegoro Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-Madiun

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

1 1 bidang tanah pertanian 348 348 58.8111 0.1690 0.1690 353 353 22.3373 0.0633 0.0633 43 43 0.9111 0.0219 0.0219 141 141 17.7689 0.1260 0.1260

2 2 bidang tanah pertanian 29 58 9.3296 0.3217 0.1609 64 128 7.4929 0.1171 0.0585 4 8 0.3867 0.0967 0.0483 60 120 14.1794 0.2363 0.1182

3 3 bidang tanah pertanian 4 12 1.7955 0.4489 0.1496 22 66 4.700 0.2137 0.0712 0 0 0 0 0 25 75 10.3924 0.4157 0.1386

4 4 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 6 24 1.8655 0.3109 0.0777 0 0 0 0 0 11 44 5.158 0.4689 0.1172

5 5 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 5 0.3329 0.3329 0.0666 0 0 0 0 0 7 35 3.8725 0.5532 0.1106

6 6 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 6 0.6618 0.6618 0.1103 0 0 0 0 0 2 12 1.5127 0.7564 0.1261

7 7 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 7 0.4516 0.4516 0.0645 0 0 0 0 0 1 7 0.9253 0.9253 0.1322

8 8 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

9 9 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 9 0.3717 0.3717 0.0413 0 0 0 0 0 1 9 1.3421 1.3421 0.1491

10 10 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

11 11 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 11 1.9558 1.9558 0.1778

12 12 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

13 13 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

14 14 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

15 15 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

16 16 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

17 18 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

18 20 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

19 24 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

20 31 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

21 32 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

22 115 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

381 418 69.9361 0.1836 0.1673 449 598 38.2141 0.0851 0.0639 47 51 1.2978 0.0276 0.0254 249 454 57.1071 0.2293 0.1258

No. Jumlah Pemilikan

Temboro-Magetan Toket-Pamekasan Toket-Pamekasan Total Kota/Kabupaten

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

1 1 bidang tanah pertanian 128 128 29.5788 0.2311 0.2311 306 306 32.9376 0.1076 0.1076 426 426 40.7051 0.0956 0.0956 7715 7715 1,274.0889 0.1651 0.1651

2 2 bidang tanah pertanian 22 44 9.4108 0.4278 0.2139 129 258 27.5997 0.2140 0.1070 172 344 31.6372 0.1839 0.0920 2111 4222 623.6680 0.2954 0.1477

3 3 bidang tanah pertanian 11 33 7.7684 0.7062 0.2354 79 237 26.0788 0.3301 0.1100 93 279 23.9651 0.2577 0.0859 844 2532 358.1470 0.4243 0.1414

4 4 bidang tanah pertanian 1 4 1.0463 1.0463 0.2616 60 240 24.0162 0.4003 0.1001 42 168 15.0774 0.3590 0.0897 353 1412 200.7780 0.5688 0.1422

5 5 bidang tanah pertanian 1 5 0.7366 0.7366 0.1473 28 140 14.876 0.5313 0.1063 29 145 12.9077 0.4451 0.0890 185 925 126.1383 0.6818 0.1364

6 6 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 8 48 4.9473 0.6184 0.1031 27 162 11.7716 0.4360 0.0727 89 534 60.8583 0.6838 0.1140

7 7 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 17 119 12.0672 0.7098 0.1014 10 70 4.4661 0.4466 0.0638 60 420 48.1294 0.8022 0.1146

8 8 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 5 40 5.6224 1.1245 0.1406 15 120 9.0838 0.6056 0.0757 40 320 37.6344 0.9409 0.1176

9 9 bidang tanah pertanian 2 18 7.4398 3.7199 0.4133 5 45 5.6208 1.1242 0.1249 10 90 9.3925 0.9393 0.1047 32 288 46.4238 1.4507 0.1612

10 10 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 3 30 3.2764 1.0921 0.1092 11 110 8.6436 0.7858 0.0786 22 220 21.4346 0.9743 0.0974

11 11 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 2 22 2.6302 1.3151 0.1196 4 44 3.245 0.8113 0.0736 14 154 20.9557 1.4968 0.1361

12 12 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 2 24 2.9404 1.4702 0.1225 1 12 0.8795 0.8795 0.0733 4 48 5.1600 1.2900 0.1075

13 13 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 13 1.3885 1.3885 0.1068 2 26 2.1777 1.0889 0.0838 5 65 14.0189 2.8038 0.2157

14 14 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 14 0.5149 0.5149 0.0368 1 14 0.5149 0.5149 0.0368

15 15 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 15 1.5553 1.5553 0.1037 0 0 0 0 0 1 15 1.5553 1.5553 0.1037

16 16 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 16 2.4166 2.4166 0.1510 1 16 11.0163 11.0163 0.6885 4 64 40.3837 10.0959 0.6310

17 18 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 18 2.0457 2.0457 0.1137 1 18 0.8285 0.8285 0.0460 2 36 2.8742 1.4371 0.0798

18 20 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 40 2.6765 1.3383 0.0669 3 60 5.3718 1.7906 0.0895

19 24 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 24 7.5508 7.5508 0.3146

20 31 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 31 2.6110 2.6110 0.0842 1 31 2.6110 2.6110 0.0842

21 32 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 64 27.8065 13.9033 0.4345

22 115 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 115 31.3130 31.3130 0.2723

165 232 55.9807 0.3393 0.2413 648 1,571 170.0191 0.2624 0.1082 848 ,115 191.5995 0.2259 0.0906 11,490 19,278 2,957.4166 0.2574 0.1534

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 103: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

95

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No. Jumlah Pemilikan

Gondang-Bojonegoro Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-Madiun

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

1 1 bidang tanah pertanian 348 348 58.8111 0.1690 0.1690 353 353 22.3373 0.0633 0.0633 43 43 0.9111 0.0219 0.0219 141 141 17.7689 0.1260 0.1260

2 2 bidang tanah pertanian 29 58 9.3296 0.3217 0.1609 64 128 7.4929 0.1171 0.0585 4 8 0.3867 0.0967 0.0483 60 120 14.1794 0.2363 0.1182

3 3 bidang tanah pertanian 4 12 1.7955 0.4489 0.1496 22 66 4.700 0.2137 0.0712 0 0 0 0 0 25 75 10.3924 0.4157 0.1386

4 4 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 6 24 1.8655 0.3109 0.0777 0 0 0 0 0 11 44 5.158 0.4689 0.1172

5 5 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 5 0.3329 0.3329 0.0666 0 0 0 0 0 7 35 3.8725 0.5532 0.1106

6 6 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 6 0.6618 0.6618 0.1103 0 0 0 0 0 2 12 1.5127 0.7564 0.1261

7 7 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 7 0.4516 0.4516 0.0645 0 0 0 0 0 1 7 0.9253 0.9253 0.1322

8 8 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

9 9 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 9 0.3717 0.3717 0.0413 0 0 0 0 0 1 9 1.3421 1.3421 0.1491

10 10 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

11 11 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 11 1.9558 1.9558 0.1778

12 12 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

13 13 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

14 14 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

15 15 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

16 16 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

17 18 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

18 20 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

19 24 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

20 31 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

21 32 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

22 115 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

381 418 69.9361 0.1836 0.1673 449 598 38.2141 0.0851 0.0639 47 51 1.2978 0.0276 0.0254 249 454 57.1071 0.2293 0.1258

No. Jumlah Pemilikan

Temboro-Magetan Toket-Pamekasan Toket-Pamekasan Total Kota/Kabupaten

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per Orang (Ha)

Rata2

Pemilikan Tanah Per

Bidang (Ha)

1 1 bidang tanah pertanian 128 128 29.5788 0.2311 0.2311 306 306 32.9376 0.1076 0.1076 426 426 40.7051 0.0956 0.0956 7715 7715 1,274.0889 0.1651 0.1651

2 2 bidang tanah pertanian 22 44 9.4108 0.4278 0.2139 129 258 27.5997 0.2140 0.1070 172 344 31.6372 0.1839 0.0920 2111 4222 623.6680 0.2954 0.1477

3 3 bidang tanah pertanian 11 33 7.7684 0.7062 0.2354 79 237 26.0788 0.3301 0.1100 93 279 23.9651 0.2577 0.0859 844 2532 358.1470 0.4243 0.1414

4 4 bidang tanah pertanian 1 4 1.0463 1.0463 0.2616 60 240 24.0162 0.4003 0.1001 42 168 15.0774 0.3590 0.0897 353 1412 200.7780 0.5688 0.1422

5 5 bidang tanah pertanian 1 5 0.7366 0.7366 0.1473 28 140 14.876 0.5313 0.1063 29 145 12.9077 0.4451 0.0890 185 925 126.1383 0.6818 0.1364

6 6 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 8 48 4.9473 0.6184 0.1031 27 162 11.7716 0.4360 0.0727 89 534 60.8583 0.6838 0.1140

7 7 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 17 119 12.0672 0.7098 0.1014 10 70 4.4661 0.4466 0.0638 60 420 48.1294 0.8022 0.1146

8 8 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 5 40 5.6224 1.1245 0.1406 15 120 9.0838 0.6056 0.0757 40 320 37.6344 0.9409 0.1176

9 9 bidang tanah pertanian 2 18 7.4398 3.7199 0.4133 5 45 5.6208 1.1242 0.1249 10 90 9.3925 0.9393 0.1047 32 288 46.4238 1.4507 0.1612

10 10 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 3 30 3.2764 1.0921 0.1092 11 110 8.6436 0.7858 0.0786 22 220 21.4346 0.9743 0.0974

11 11 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 2 22 2.6302 1.3151 0.1196 4 44 3.245 0.8113 0.0736 14 154 20.9557 1.4968 0.1361

12 12 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 2 24 2.9404 1.4702 0.1225 1 12 0.8795 0.8795 0.0733 4 48 5.1600 1.2900 0.1075

13 13 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 13 1.3885 1.3885 0.1068 2 26 2.1777 1.0889 0.0838 5 65 14.0189 2.8038 0.2157

14 14 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 14 0.5149 0.5149 0.0368 1 14 0.5149 0.5149 0.0368

15 15 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 15 1.5553 1.5553 0.1037 0 0 0 0 0 1 15 1.5553 1.5553 0.1037

16 16 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 16 2.4166 2.4166 0.1510 1 16 11.0163 11.0163 0.6885 4 64 40.3837 10.0959 0.6310

17 18 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 1 18 2.0457 2.0457 0.1137 1 18 0.8285 0.8285 0.0460 2 36 2.8742 1.4371 0.0798

18 20 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 40 2.6765 1.3383 0.0669 3 60 5.3718 1.7906 0.0895

19 24 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 24 7.5508 7.5508 0.3146

20 31 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 31 2.6110 2.6110 0.0842 1 31 2.6110 2.6110 0.0842

21 32 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 64 27.8065 13.9033 0.4345

22 115 bidang tanah pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 115 31.3130 31.3130 0.2723

165 232 55.9807 0.3393 0.2413 648 1,571 170.0191 0.2624 0.1082 848 ,115 191.5995 0.2259 0.0906 11,490 19,278 2,957.4166 0.2574 0.1534

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 104: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

96

LAMPIRAN 7. RIWAYAT PEROLEHAN TANAH PERTANIAN YANG DIKUASAI/DIMILIKI SENDIRI DI LOKASI SAMPEL IP4T PROVINSI JAWA TIMUR

No. Jenis Perolehan

Purut-Probolinggo Punten-Batu Temboro-

MagetanKedondong-

MadiunNogosari-Jember

Bkl Krajan-Malang

Jumok-Bojonegoro

Wanar-Lamongan

Masaran-Trenggalek

Tulungrejo-Tulungagung

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Warisan 1,114 349.8042 114 15.6860 1,020 149.8174 1,303 169.4621 0 0 13 1.0274 323 66.8369 60 6.6015 TAD TAD 354 41.17392 Jual beli 240 79.7386 96 14.7266 626 127.556 47 4.5465 509 67.7066 24 1.8743 178 36.0625 17 1.7273 TAD TAD 1,182 173.18393 Hibah 0 0 0 0 0 0 0 0 362 46.9853 22 1.8958 233 45.9782 9 0.9106 TAD TAD 2 0.09334 Konversi 0 0 0 0 30 4.7628 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 05 Wakaf 0 0 0 0 1 0.1989 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

6 Tanah kas desa/bengkok 0 0 0 0 35 23.2487 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

7 Tukar menukar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 08 Tidak ada data 0 0 0 0 9 0.3105 0 0 0 0 0 0 0 0 2,984 356.6825 TAD TAD 0 09 Lainnya 32 6.3505 1 0.2825 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

Jumlah 1,386 435.8933 211 30.6951 1,721 305.8943 1,350 174.0086 871 114.6919 59 4.7975 734 148.8775 3,070 365.9217 TAD TAD 1,538 214.4511

No. Jenis Perolehan

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro

Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-

MadiunTemboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan

Total Kota/ Kabupaten

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Warisan 574 121.1742 573 109.4940 180 26.3000 358 22.6998 51 1.2978 0 0 126 28.9398 1,242 137.2919 1,884 161.0575 9,289 1379.72452 Jual beli 110 23.8515 57 9.8371 72 13.0414 148 9.9302 0 0 0 0 103 26.6255 55 6.9307 111 10.715 3,575 581.42813 Hibah 221 45.4127 92 128.3230 145 27.3702 91 5.5683 0 0 0 0 0 0 0 0 104 8.8107 1,281 311.34814 Konversi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0.4154 0 0 0 0 33 4.76285 Wakaf 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.1989

6 Tanah kas desa/bengkok 24 7.5508 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 59 30.7995

7 Tukar menukar 0 0 0 0 2 0.2580 1 0.0158 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0.27388 Tidak ada data 10 2.3071 145 29.1191 0 0 0 0 0 0 454 57.1071 0 0 0 0 16 11.0163 3,618 456.54269 Lainnya 0 0 19 2.9666 0 0 0 0 0 0 0 0 274 25.7965 0 0 326 35.3961

Jumlah 939 200.2964 867 276.7732 418 69.9361 598 38.2141 51 1.2978 454 57.1071 232 55.9807 1,571 170.0191 2,115 191.5995 18,185 2,800.4744

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 105: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

97

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No. Jenis Perolehan

Purut-Probolinggo Punten-Batu Temboro-

MagetanKedondong-

MadiunNogosari-Jember

Bkl Krajan-Malang

Jumok-Bojonegoro

Wanar-Lamongan

Masaran-Trenggalek

Tulungrejo-Tulungagung

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Warisan 1,114 349.8042 114 15.6860 1,020 149.8174 1,303 169.4621 0 0 13 1.0274 323 66.8369 60 6.6015 TAD TAD 354 41.17392 Jual beli 240 79.7386 96 14.7266 626 127.556 47 4.5465 509 67.7066 24 1.8743 178 36.0625 17 1.7273 TAD TAD 1,182 173.18393 Hibah 0 0 0 0 0 0 0 0 362 46.9853 22 1.8958 233 45.9782 9 0.9106 TAD TAD 2 0.09334 Konversi 0 0 0 0 30 4.7628 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 05 Wakaf 0 0 0 0 1 0.1989 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

6 Tanah kas desa/bengkok 0 0 0 0 35 23.2487 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

7 Tukar menukar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 08 Tidak ada data 0 0 0 0 9 0.3105 0 0 0 0 0 0 0 0 2,984 356.6825 TAD TAD 0 09 Lainnya 32 6.3505 1 0.2825 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

Jumlah 1,386 435.8933 211 30.6951 1,721 305.8943 1,350 174.0086 871 114.6919 59 4.7975 734 148.8775 3,070 365.9217 TAD TAD 1,538 214.4511

No. Jenis Perolehan

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro

Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-

MadiunTemboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan

Total Kota/ Kabupaten

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Warisan 574 121.1742 573 109.4940 180 26.3000 358 22.6998 51 1.2978 0 0 126 28.9398 1,242 137.2919 1,884 161.0575 9,289 1379.72452 Jual beli 110 23.8515 57 9.8371 72 13.0414 148 9.9302 0 0 0 0 103 26.6255 55 6.9307 111 10.715 3,575 581.42813 Hibah 221 45.4127 92 128.3230 145 27.3702 91 5.5683 0 0 0 0 0 0 0 0 104 8.8107 1,281 311.34814 Konversi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0.4154 0 0 0 0 33 4.76285 Wakaf 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.1989

6 Tanah kas desa/bengkok 24 7.5508 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 59 30.7995

7 Tukar menukar 0 0 0 0 2 0.2580 1 0.0158 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0.27388 Tidak ada data 10 2.3071 145 29.1191 0 0 0 0 0 0 454 57.1071 0 0 0 0 16 11.0163 3,618 456.54269 Lainnya 0 0 19 2.9666 0 0 0 0 0 0 0 0 274 25.7965 0 0 326 35.3961

Jumlah 939 200.2964 867 276.7732 418 69.9361 598 38.2141 51 1.2978 454 57.1071 232 55.9807 1,571 170.0191 2,115 191.5995 18,185 2,800.4744

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 106: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

98

LAMPIRAN 8. RIWAYAT PEROLEHAN TANAH PERTANIAN YANG DIKUASAI/DIMILIKI ORANG LAIN DI LOKASI SAMPEL IP4T PROVINSI JAWA TIMUR

No. Jenis Perolehan

Purut-Probolinggo Punten-Batu Temboro-

MagetanKedondong-

MadiunNogosari-Jember

Bkl Krajan-Malang

Jumok-Bojonegoro

Wanar-Lamongan

Masaran-Trenggalek

Tulungrejo-Tulungagung

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha)

1 Warisan 0 0 1 0.3500 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 02 Jual beli 0 0 4 0.2511 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 03 Hibah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 04 Konversi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 05 Wakaf 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

6 Tanah kas desa/bengkok 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

7 Tukar menukar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 08 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 09 Lainnya 0 0 1 0.1460 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

Jumlah 0 0 6 0.7471 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

No. Jenis Perolehan

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro

Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-

MadiunTemboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan

Total Kota/ Kabupaten

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha)

1 Warisan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.35002 Jual beli 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0.25113 Hibah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 04 Konversi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 Wakaf 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6 Tanah kas desa/bengkok 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 Tukar menukar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 08 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 09 Lainnya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.1460

Jumlah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0.7471

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 107: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

99

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No. Jenis Perolehan

Purut-Probolinggo Punten-Batu Temboro-

MagetanKedondong-

MadiunNogosari-Jember

Bkl Krajan-Malang

Jumok-Bojonegoro

Wanar-Lamongan

Masaran-Trenggalek

Tulungrejo-Tulungagung

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha)

1 Warisan 0 0 1 0.3500 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 02 Jual beli 0 0 4 0.2511 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 03 Hibah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 04 Konversi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 05 Wakaf 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

6 Tanah kas desa/bengkok 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

7 Tukar menukar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 08 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 09 Lainnya 0 0 1 0.1460 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

Jumlah 0 0 6 0.7471 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

No. Jenis Perolehan

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro

Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-

MadiunTemboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan

Total Kota/ Kabupaten

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha)

1 Warisan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.35002 Jual beli 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0.25113 Hibah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 04 Konversi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 Wakaf 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6 Tanah kas desa/bengkok 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 Tukar menukar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 08 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 09 Lainnya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.1460

Jumlah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0.7471

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 108: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

100

LAMPIRAN 9. RIWAYAT PEROLEHAN TANAH PERTANIAN YANG DIKUASAI/DIMILIKI BERSAMA DI LOKASI SAMPEL IP4T PROVINSI JAWA TIMUR

No. Jenis Perolehan

Purut-Probolinggo Punten-Batu Temboro-

MagetanKedondong-

MadiunNogosari-Jember

Bkl Krajan-Malang

Jumok-Bojonegoro

Wanar-Lamongan

Masaran-Trenggalek

Tulungrejo-Tulungagung

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha)

1 Warisan 5 1.3148 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0285 0 0 0 0 TAD TAD 2 0.14372 Jual beli 0 0 1 0.0148 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 03 Hibah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 04 Konversi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 05 Wakaf 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

6 Tanah kas desa/bengkok 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

7 Tukar menukar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 08 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 09 Lainnya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

Jumlah 5 1.3148 1 0.0148 0 0 0 0 0 0 1 0.0285 0 0 0 0 TAD TAD 2 0.1437

No. Jenis Perolehan

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro

Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-

MadiunTemboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan

Total Kota/ Kabupaten

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha)

1 Warisan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 1.48702 Jual beli 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.01483 Hibah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 04 Konversi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 Wakaf 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6 Tanah kas desa/bengkok 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 Tukar menukar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 08 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 09 Lainnya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 1.5018

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 109: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

101

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No. Jenis Perolehan

Purut-Probolinggo Punten-Batu Temboro-

MagetanKedondong-

MadiunNogosari-Jember

Bkl Krajan-Malang

Jumok-Bojonegoro

Wanar-Lamongan

Masaran-Trenggalek

Tulungrejo-Tulungagung

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha)

1 Warisan 5 1.3148 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.0285 0 0 0 0 TAD TAD 2 0.14372 Jual beli 0 0 1 0.0148 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 03 Hibah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 04 Konversi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 05 Wakaf 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

6 Tanah kas desa/bengkok 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

7 Tukar menukar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 08 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 09 Lainnya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 TAD TAD 0 0

Jumlah 5 1.3148 1 0.0148 0 0 0 0 0 0 1 0.0285 0 0 0 0 TAD TAD 2 0.1437

No. Jenis Perolehan

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro

Gunungsari-Batu Junrejo-Batu Kedondong-

MadiunTemboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan

Total Kota/ Kabupaten

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha)

1 Warisan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 1.48702 Jual beli 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.01483 Hibah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 04 Konversi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 Wakaf 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6 Tanah kas desa/bengkok 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 Tukar menukar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 08 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 09 Lainnya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 1.5018

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 110: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

102

LAMPIRAN 10. DOMISILI PEMILIK TANAH PERTANIAN DI LOKASI SAMPEL IP4T PROVINSI JAWA TIMUR

No. Jenis Perolehan

Purut-Probolinggo

Purut-Probolinggo

Temboro-Magetan

Kedondong-Madiun

Jumok-Bojonegoro

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Desa ini 1,275 411.0017 203 29.6286 203 29.6286 1,350 174.0086 622 125.99142 Desa berbatasan langsung 48 9.3882 1 0.0088 1 0.0088 0 0.0000 5 1.18583 Desa lain tidak berbatasan

langsung26 6.5340 0 0.0000 0 0 0 0.0000 88 17.3549

4 Luar desa satu kecamatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 Di luar kecamatan 39 10.0359 1 0.0183 1 0.0183 0 0.0000 16 3.77056 Luar kota 0 0 0 0 0 0 0 0 0 07 Lainnya 2 0.1901 13 1.8013 13 1.8013 0 0.0000 3 0.57508 Tidak ada data 1 0.0582 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 1,391 437.2081 218 31.457 218 31.4570 1,350 174.0086 734 148.8775

No. Jenis Perolehan

Gondang-Bojonegoro Junrejo-Batu Temboro-

MagetanTemboro-Magetan

Wanar-Lamongan

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Desa ini 412 69.0942 51 1.2978 1,705 303.4980 227 55.1015 2,771 9.32812 Desa berbatasan langsung 5 0.6299 0 0 0 0 0 0 77 330.08043 Desa lain tidak berbatasan

langsung0 0 0 0 1 0.3174 5 0.8792 110 13.7134

4 Luar desa satu kecamatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 Di luar kecamatan 0 0 0 0 13 2.117 0 0 69 8.07786 Luar kota 1 0.2120 0 0 0 0 0 0 1 0.21207 Lainnya 0 0 0 0 2 0.0664 0 0 43 4.72218 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 418 69.9361 51 1.2978 1,721 305.9988 232 55.9807 3,071 366.1337

No. Jenis Perolehan

Masaran-Trenggalek

Tulungrejo-Tulungagung

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan Total

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Desa ini 1,079 98.7126 1,522 212.6441 1,273 136.7568 1,759 153.2395 14,452 3,211.43352 Desa berbatasan langsung 0 0 0 0 95 10.1423 0 0 232 351.44423 Desa lain tidak berbatasan

langsung0 0 0 0 124 13.9335 0 0 354 53.4150

4 Luar desa satu kecamatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00005 Di luar kecamatan 0 0 0 0 18 2.7255 0 0 157 37.64636 Luar kota 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0.42407 Lainnya 0 0 0 0 60 6.348 340 27.3437 476 44.78158 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 16 11.0163 17 11.0745

Jumlah 1,079 98.7126 1,522 212.6441 1,570 169.9061 2,115 191.5995 15,690 3,710.2189

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015Keterangan :Data domisi pemilik tanah di Jumok-Bojonegoro disesuaikan dengan Juklak Landreform :- Desa yang berbatasan menjadi desa berbatasan langsung- Luar desa menjadi desa lain tidak berbatasan langsung

Page 111: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

103

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

LAMPIRAN 11. PEMILIKAN TANAH PERTANIAN BERDASARKAN PEKERJAAN DI LOKASI SAMPEL IP4T PROVINSI JAWA TIMUR

No. Pekerjaan Purut-Probolinggo Punten-Batu

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan∑Org ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Petani 734 1,184 369.7182 0.5037 137 142 23.7204 0.17312 Penggarap 1 1 0.6400 0.6400 0 0 0 03 Nelayan 2 3 1.5365 0.7683 0 0 0 04 Buruh 5 5 1.5464 0.3093 1 2 0.062 0.06205 Karyawan 19 26 6.9837 0.3676 3 3 0.0978 0.03266 Wiraswasta 22 42 14.8946 0.6770 66 69 7.4878 0.11357 PNS/TNI/POLRI 11 20 7.6991 0.6999 2 2 0.089 0.04458 Lainnya 54 75 23.8254 0.4412 0 0 0 09 Tidak Ada Data 26 35 10.3642 0.3986 0 0 0 0

Jumlah 874 1,391 437.2081 0.5002 209 218 31.4570 0.1505

No. Pekerjaan Temboro-Magetan Kedondong-Madiun

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan∑Org ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Petani 548 895 134.5578 0.5037 533 985 117.2397 0.22002 Penggarap 0 0 0 0 1 1 0.1463 0.14633 Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 04 Buruh 1 1 0.1289 0.5037 15 16 1.2699 0.08475 Karyawan 0 0 0 0 90 147 14.694 0.16336 Wiraswasta 215 345 64.0633 0.5037 32 45 4.8899 0.15287 PNS/TNI/POLRI 38 69 11.5703 0.5037 20 47 7.4967 0.37488 Lainnya 71 262 72.6004 0.5037 60 84 10.7151 0.17869 Tidak Ada Data 120 149 22.9736 0.5037 10 25 17.557 1.7557

Jumlah 993 1,721 305.8943 0.3081 761 1,350 174.0086 0.2287

No. Pekerjaan Nogosari-Jember Bakalan Krajan-Malang

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan∑Org ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Petani 458 706 93.4144 0.2040 5 7 0.7422 0.14842 Penggarap 10 15 1.7225 0.1723 0 0 0 03 Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 04 Buruh 1 1 0.2254 0.2254 11 13 0.7811 0.07105 Karyawan 4 8 1.3122 0.3281 7 11 0.8953 0.12796 Wiraswasta 29 71 9.2839 0.3201 9 10 0.7932 0.08817 PNS/TNI/POLRI 2 3 0.4481 0.2241 6 6 0.6765 0.11288 Lainnya 45 65 7.7194 0.1715 10 13 0.9377 0.09389 Tidak Ada Data 2 2 0.566 0.2830 0 0 0 0

Jumlah 551 871 114.6919 0.2082 48 60 4.8260 0.1005

Page 112: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

104

No. Pekerjaan Jumok-Bojonegoro Wanar-Lamongan

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan∑Org ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Petani 347 457 93.0519 0.2682 511 998 121.3072 0.23742 Penggarap 8 8 1.8593 0.2324 0 0 03 Nelayan 0 0 0 0 0 04 Buruh 4 4 0.5707 0.1427 8 12 1.1227 0.14035 Karyawan 19 26 4.7259 0.2487 31 45 4.8584 0.15676 Wiraswasta 115 137 26.8996 0.2339 870 1618 190.8281 0.21937 PNS/TNI/POLRI 12 12 2.7846 0.2320 73 146 19.4951 0.26718 Lainnya 75 89 18.7429 0.2499 162 247 27.7411 0.17129 Tidak Ada Data 1 1 0.2425 0.2425 3 4 0.5691 0.1897

Jumlah 581 734 148.8775 0.2562 1,658 3,070 365.9217 0.2207

No. Pekerjaan Masaran-Trenggalek Tulungrejo-Tulungagung

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan∑Org ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Petani TAD TAD TAD TAD 803 1,296 188.2001 0.23442 Penggarap TAD TAD TAD TAD 0 0 0 03 Nelayan TAD TAD TAD TAD 0 0 0 04 Buruh TAD TAD TAD TAD 14 21 2.8733 0.20525 Karyawan TAD TAD TAD TAD 130 186 18.1798 0.13986 Wiraswasta TAD TAD TAD TAD 3 4 0.2220 0.07407 PNS/TNI/POLRI TAD TAD TAD TAD 20 29 4.4453 0.22238 Lainnya TAD TAD TAD TAD 2 4 0.6743 0.33729 Tidak Ada Data TAD TAD TAD TAD 0 0 0 0

Jumlah TAD TAD TAD TAD 972 1,540 214.5948 1.2129

No. Pekerjaan Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan∑Org ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Petani 416 593 127.2955 0.3060 506 667 234.0352 0.46252 Penggarap 0 0 0 0 0 0 0 03 Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 04 Buruh 5 6 1.1894 0.2379 1 1 0.0492 0.04925 Karyawan 13 14 2.4875 0.1913 13 15 2.7642 0.21266 Wiraswasta 65 84 19.6918 0.3030 43 47 12.0191 0.27957 PNS/TNI/POLRI 3 3 0.8890 0.2963 4 4 0.6529 0.16328 Lainnya 178 214 41.1602 0.2312 114 133 27.2525 0.23919 Tidak Ada Data 2 25 7.5830 3.7915 0 0 0 0

Jumlah 682 939 200.2964 0.2937 681 867 276.7732 0.4064

No. Pekerjaan Gondang-Bojonegoro Gunungsari-Batu

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan∑Org ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Petani 258 285 49.0020 0.1899 358 486 31.3599 0.08762 Penggarap 0 0 0 0 0 0 0 03 Nelayan 2 2 0.3434 0.1717 0 0 0 04 Buruh 0 0 0 0 21 25 1.4853 0.07075 Karyawan 7 9 1.4154 0.2022 9 12 0.762 0.08476 Wiraswasta 43 50 8.3158 0.1934 0 0 0 07 PNS/TNI/POLRI 5 5 0.4834 0.0967 1 1 0.0551 0.05518 Lainnya 46 47 7.3238 0.1592 60 74 4.5518 0.07599 Tidak Ada Data 20 20 3.0524 0.1526 0 0 0 0

Jumlah 381 418 69.9361 0.1836 449 598 38.2141 0.0851

Page 113: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

105

PENELITIAN STRUKTUR PENGUASAAN DAN PEMILIKAN TANAH PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

No. Pekerjaan Junrejo-Batu Kedondong-Madiun

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan∑Org ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Petani 44 46 1.1108 0.0252 98 202 26.1494 0.26682 Penggarap 0 0 0 0 0 0 0 03 Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 04 Buruh 1 1 0 0 0 0 0 05 Karyawan 0 0 0 0 5 7 0.7033 0.14076 Wiraswasta 0 0 0 0 106 178 22.2524 0.20997 PNS/TNI/POLRI 0 0 0 0 4 7 0.6725 0.16818 Lainnya 2 4 0.187 0.0935 36 60 7.5001 0.20839 Tidak Ada Data 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 47 51 1.2978 0.0276 249 454 57.2777 0.2300

No. Pekerjaan Temboro-Magetan Toket-Pamekasan

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan∑Org ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Petani 98 126 30.6329 0.3126 435 1,123 122.7315 0.28212 Penggarap 0 0 0 0 0 0 0 03 Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 04 Buruh 0 0 0 0 4 5 0.6257 0.15645 Karyawan 21 22 4.7551 0.2264 62 105 10.0042 0.16146 Wiraswasta 14 31 10.7343 0.7667 43 73 9.0899 0.21147 PNS/TNI/POLRI 7 12 1.9398 0.2771 5 6 1.1114 0.22238 Lainnya 14 21 4.4885 0.3206 148 259 26.4564 0.17889 Tidak Ada Data 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 154 212 52.5506 0.3412 697 1,571 170.0191 0.2439

No. Pekerjaan Toket-Pamekasan Total Kota/Kabupaten

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan

Pemilikan Tanah Pertanian Rata-rata pemilikan∑Org ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Org ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Petani 1,604 685 137.7249 0.0859 7,893 10,883 1,901.9940 0.24102 Penggarap 0 0 0 0 20 25 4.3681 0.21843 Nelayan 0 0 0 0 4 5 1.8799 0.47004 Buruh 5 3 0.4322 0.0864 97 116 12.3622 0.12745 Karyawan 18 6 1.2467 0.0693 451 642 75.8855 0.16836 Wiraswasta 180 60 13.7652 0.0765 1,855 2,864 415.2310 0.22387 PNS/TNI/POLRI 27 9 3.9603 0.1467 240 381 64.4690 0.26868 Lainnya 281 85 34.4702 0.1227 1,358 1,736 316.3469 0.23309 Tidak Ada Data 0 0 0 0 184 261 62.9077 0.3419

Jumlah 2,115 848 191.5995 0.0906 12,102 16,913 2,855.4444 0.2359Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015

Page 114: LAPORAN AKHIR Penelitian Struktur Penguasaan dan Pemilikan

Pusat Penelitian dan PengembanganKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN PERTANAHAN NASIONAL

106

LAMPIRAN 12. PENGGUNAAN TANAH DI LOKASI SAMPEL IP4T PROVINSI JAWA TIMUR

No.Jenis

Penggunaan Tanah

Purut-Probolinggo Punten-Batu Temboro-

MagetanKedondong-

Madiun Nogosari-Jember

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Sawah 0 0 190 29.7120 1,623 301.9527 1,109 154.4648 778 102.27282 Tegalan 1,391 437.2081 29 1.8340 98 3.9416 241 19.5438 93 12.41913 Bangunan/rumah 79 2.3809 644 9.4500 1,169 49.4677 647 47.4675 129 8.37684 Tanah kosong 69 4.8181 533 7.6150 292 7.3399 1 0.3418 0 05 Lainnya 0 0 116 0.7910 0 0 2 0.1348 0 06 Tidak ada data 0 0 0 0 158 9.6049 0 0 0 0

Jumlah 1,539 444.4071 1,512 49.4020 3,340 372.3068 2,000 221.9527 1,000 123.0687

No.Jenis

Penggunaan Tanah

Bakalan Krajan-Malang

Jumok-Bojonegoro

Wanar-Lamongan

Masaran-Trenggalek

Tulungrejo-Tulungagung

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Sawah 40 4.2285 696 142.0595 3,070 365.9217 1,078 98.7112 251 42.06522 Tegalan 20 0.5975 38 6.8181 0 0 12 3.0442 1,288 179.13953 Bangunan/rumah 433 5.5863 379 50.6474 1,486 35.7393 1,080 48.9574 0 04 Tanah kosong 70 1.2086 86 14.0240 66 4.6103 0 0 0 0.00005 Lainnya 0 0 0 0 0 0 11 1.2527 0 0.00006 Tidak ada data 10 0.1557 1 0.2468 2 0.0585 0 0 0 0

Jumlah 573 11.7766 1,200 213.7958 4,624 406.3300 2,181 151.9655 1,539 221.2047

No.Jenis

Penggunaan Tanah

Jari-Bojonegoro Pajeng-Bojonegoro

Gondang-Bojonegoro Gunungsari-Batu Junrejo-Batu

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Sawah 845 187.7852 639 122.7498 412 69.1685 145 8.7198 0 02 Tegalan 94 12.5112 84 127.4610 6 0.7676 448 29.0839 53 1.34223 Bangunan/rumah 0 0 17 2.6132 440 21.3314 5 0.4104 954 29.19254 Tanah kosong 622 41.1443 7 15.1216 139 11.6695 0 0 59 0.77875 Lainnya 0 0 0 0 1 0.0255 0 0 2 0.0326 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 1,561 241.4407 747 267.9457 998 102.9625 598 38.2141 1,068 31.3454

No.Jenis

Penggunaan Tanah

Kedondong-Madiun

Temboro-Magetan

Toket-Pamekasan

Toket-Pamekasan Penggunaan Tanah

∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha) ∑Bid ∑Luas

(ha) ∑Bid ∑Luas (ha)

1 Sawah 461 61.2237 226 55.6381 716 72.5231 1,482 128.4016 14,448 2,064.46002 Tegalan 25 2.6615 6 0.3426 855 97.4960 255 24.7122 5,067 963.92833 Bangunan/rumah 337 31.5193 67 2.1297 422 45.8813 169 15.2989 8,861 440.09914 Tanah kosong 0 0 0 0 7 0.5502 1,951 109.22205 Lainnya 0 0 1 0 0 0 209 23.1868 343 25.42286 Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 171 10.0659

Jumlah 823 95.4045 300 58.1104 2,000 216.4506 2,115 191.5995 30,841 3,613.1981

Sumber : Data IP4T Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 dan 2014, Data diolah, 2015