laporan akhir penelitian kegiatan satu …eprints.unpam.ac.id/384/1/penelitian dosen.pdf · laporan...
TRANSCRIPT
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 1
LAPORAN AKHIR PENELITIAN
KEGIATAN SATU BIDANG/SEJENIS/SEARAH/LINIER
TAHUN 2012/2013
ANALISIS TINGKAT KEMAMPUAN GURU PKN DALAM MERENCANAKAN, MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN
BERBASIS KONSTEKSTUAL DI LINGKUNGAN KOTA TANGERANG SELATAN
Oleh :
Drs. Subarto, M.Pd Dra.Dwikora Hayuati, M.Pd
Ichwani Siti Utami, S.Pd
Dibiayai dengan sumber dana LPPM Universitas Pamulang Tahun Anggaran 2012
Nomor Kontrak : 05/A5/SPKP/LPPM- UNPAM/VII/2012 tanggal 10 Juli 2012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN FKIP
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS PAMULANG
TAHUN 2012
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Adanya kebijakan peningkatan jaminan kualitas lulusan Sekolah Menengah
membawa konsekuensi di bidang pendidikan, antara lain perubahan dari model
pembelajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran (subject matter based
program) ke model pembelajaran berbasis kompetensi (competencies based
program). Model pembelajaran berbasis kompetensi tersebut menuntun proses
pembelajaran secara langsung berorientasi pada kompetensi atau satuan-satuan
kemampuan serta menuntut perubahan kemasan kurikulum, dari model lama
berbentuk silabus yang berisi uraian mata pelajaran yang harus diajar ke dalam
kemasan yang berbentuk paket-paket kompetensi. Hal ini membawa konsekuensi
bahwa proses pembelajaran harus berorientasi pada pembentukan seperangkat
kompetensi sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal demikian menuntut
kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik bidang kajian dan karakteristik siswa agar mencapai hasil yang
maksimal. Oleh karana itu peran guru dalam konteks pembelajaran menuntut
perubahan, antara lain : (a) peranan guru sebagai penyebar informasi semakin kecil,
tetapi lebih banyak berfungsi sebagai pembimbing, penasehat, dan pendorong, (b)
peserta didik adalah individu-individu yang kompleks, yang berarti bahwa mereka
mempunyai perbedaan cara belajar, (c) proses belajar mengajar lebih ditekankan
pada belajar daripada mengajar (Laster, 1985).
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 3
Dengan adanya kebijakan tersebut di atas, mengisyaratkan kepada pendidik,
bahwa dalam pembelajaran bukan siswa sebagai obyek pengajaran, namun siswa
adalah pelaku aktif dalam pembelajaran, bagaimana siswa bisa berhubungan
dengan masalah yang dihadapi dan mengatasi persoalan yang muncul di
masyarakat melalui sebuah proses pembelajaran. Kondisi tersebut menuntut
kepekaan dan kreativitas pendidik untuk bisa merancang dan melaksanakan proses
pembelajaran yang berbasis pada kondisi nyata yang akan dihadapi siswa saat akan
memasuki kehidupannya di masyarakat nanti.
Namun kondisi di lapangan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual apakah sudah menjadi dasar pengembangan guru untuk mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa serta mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Apakah proses pembelajaran PKN yang ada di SMP/SMA berlangsung secara
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Apakah dalam proses pembelajarannya guru selalu
membantu siswa mencapai tujuan belajar. Apakah guru lebih banyak berurusan
dengan strategi daripada hanya memberi informasi. Apakah guru dalam mengelola
kelas sudah melakukan kerjasama dengan siswanya sebagai sebuah tim untuk
menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Apakah siswa
menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya, bukan dari apa kata
guru.
Dengan melihat pada latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik
untuk mengadakan suatu penelitian dan pengkajian tentang tingkat kemampuan
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 4
guru PKN dalam merencanakan, melaksanakan pembelajaran berbasis konstekstual
di lingkungan Kota Tangerang Tahun 2012.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka
permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimana tingkat
kemampuan guru PKN dalam merencanakan, melaksanakan pembelajaran berbasis
konstekstual di lingkungan Kota Tangerang tahun 2012 ? “
C. Tujuan Penelitian dan Pengkajian
Tujuan Umum Penelitian, dan Pengkajian: Adalah untuk mengetahui bagaimana
tingkat kemampuan guru PKN dalam merencanakan, melaksanakan pembelajaran
berbasis konstekstual guru PKN di lingkungan Kota Tangerang tahun 2012.
Tujuan Khusus Penelitian, dan Pengkajian:
1. Untuk mengetahui tingkat kemampuan guru PKN dalam merencanakan,
melaksanakan pembelajaran berbasis konstekstual di lingkungan Kota Tangerang
tahun 2012
2. Merancang paket pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru PKN di
lingkungan Kota Tangerang dalam mengimplementasikan pembelajaran
konstekstual ,
E. Manfaat Penelitian dan Pengkajian
1. Bagi Peneliti/Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Pamulang, adalah mengetahui tingkat kemampuan guru PKN dalam merencanakan,
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 5
melaksanakan pembelajaran berbasis konstekstual sebagai bahan pengembangan
kompetensi keilmuannya
2. Bagi Tenaga Pendidik, adalah mengetahui prosedur dan mekanisme pengembangan
pembelajaran konstekstual yang baik sesuai standar, khususnya pada mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan sesuai dengan pokok bahasan yang ada di dalamnya
3. Bagi Sekolah (SMP/SMA), untuk merencanakan dan mengembangkan kualitas
pembelajaran di lingkungan sekolahnya sebagai bagian dari peningkatan mutu
lulusan yang akan dihasilkannya nanti
4. Bagi Dinas Pendidikan terkait, adalah mengembangkan dan melaksanakan program
peningkatan kualitas SDM bidang pendidikan melalui pendidikan dan pelatihan
atau sejenisnya, khususnya tentang penyelenggaraan proses pembelajaran yang
berkualitas melalui model pembelajaran konstekstual.
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakikat Model Pembelajaran Konstekstual
1. Belajar dan Pembelajaran
a. Pengertian dan Lingkup Belajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan
belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa
berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung pada
bagaimana proses belajar yang dialami oleh murid sebagai anak didik.
Ada juga yang berpendapat bahwa belajar adalah sama saja dengan
latihan, sehingga hasil belajar akan nampak dalam keterampilan-
keterampilan tertentu, sebagai hasil latihan. Untuk memperoleh banyak
kemajuan, seseorang harus dilatih dalam beberapa aspek tingkah laku
sehingga diperoleh suatu pola tingkah laku yang otomatis.
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu
proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhannya. James
E. Mazur (Microsoft ® Encarta ® 2006) lebih lanjut menyatakan
bahwa: “Learning, acquiring knowledge or developing the ability to
perform new behaviors. A variety of factors determine an individual’s
ability to learn and the speed of learning. Four important factors are
the individual’s age, motivation, prior experience, and intelligence. In
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 7
addition, certain developmental and learning disorder can impair a
person’s ability to learn”. Belajar merupakan proses memperoleh
pengetahuan atau pengembangan kecakapan yang ditunjukkan dalam
perilaku baru. Berbagai faktor mempengaruhi kecakapan belajar
seseorang. Empat faktor penting, meliputi: usia, motivasi, pengalaman
sebelumnya, dan proses ganguan (disorder) perkembangan dan belajar.
Sedangkan menurut Morgan, et.al (1986) belajar dapat
didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan
terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman. Pendapat ini serupa
dengan pendapat Cronbach (Suryobroto, 1983) yakni “Learning is
shown by a change in behavior as results of experience”, dan pendapat
Mazur dan Rocklin (Slavin, 1997) bahwa : “Learning is usually defined
as a change in an individual caused by experience”. Demikian juga
Reber (1988) yang mengemukakan bahwa “Learning is a relatively
permanent change in response potentiality which occurs as a result of
reinforced practice”, belajar merupakan suatu perubahan kemampuan
bereaksi yang relatif tetap sebagai hasil latihan yang diperkuat.
Ormrod (1995) mendeskripsikan adanya dua definisi belajar
yang berbeda. Difinisi pertama menyatakan bahwa, ”Learning is
relatively permanent change in behavior due to experience”, belajar
merupakan perubahan perilaku yang relatif permanen karena
pengalaman. Sedangkan definisi kedua menyatakan bahwa, “Learning
is relatively permanent change in mental associations due to
experience”, belajar merupakan perubahan mental yang relative
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 8
permanen karena pengalaman. Sehingga, belajar diartikan sebagai
tahapan aktivitas yang menyebabkan terjadinya perubahan perilaku dan
mental yang relatif sebagai bentuk respon terhadap situasi dan interaksi
dengan lingkungan
Menurut Gagne (1984) belajar adalah sebagai suatu proses
dimana seorang individu berubah perilakunya sebagai akibat dari
pengalaman. Sedangkan Henry E. Garret berpendapat, belajar
merupakan proses yang terjadi dalam jangka waktu yang lama melalui
latihan yang membawa terjadinya perubahan dalam diri sendiri.
Kemudian Lester D. Crow mengemukakan bahwa belajar ialah upaya
untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap.
(DR. H Syaiful Sagala, M.Pd.,2008)
Selanjutnya berikut ini pendapat beberapa ahli pendidikan dan
psikologi tentang belajar yaitu:
1) Belajar menurut pandangan Skinner, merupakan suatu perubahan yang
terjadi dalam peluang munculnya respon.
2) Belajar menurut pandangan Robert M. Gagne, belajar merupakan
perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah
belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses
pertumbuhan saja.
3) Belajar menurut pandangan Piaget, mengemukakan pendapatnya
mengenai pengertian belajar adalah perubahan struktural yang saling
melengkapi antara proses penyesuaian dan penyusunan kembali
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 9
(pengubahan) informasi baru terhadap informasi yang telah kita miliki
sehingga informasi baru tersebut dapat disesuaikan dengan baik.
4) Belajar menurut pandangan Carl R. Rogers, belajar adalah suatu
kebebasan atau kemerdekaan untuk mengetahui sesuatu yang baik dan
yang buruk, tetapi dengan penuh tanggung jawab.
5) Belajar menurut pandangan Benjamin Bloom, belajar adalah
perubahan kualitas kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik
untuk meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi, sebagai
masyarakat, maupun sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa.
6) Belajar menurut pandangan Jerome S. Bruner, belajar adalah suatu
cara bagaiman orang memilih, mempertahankan, dan mentransformasi
informasi secara efektif.
Dari pendapat di atas, maka diketahui bahawa dalam pengertian
belajar memperlihatkan adanya beberapa karakteristik, bahwa :
a. Belajar merupakan suatu aktivitas yang menghasilkan perubahan pada
diri individu yang belajar.
b. Perubahan tersebut berupa kemampuan baru dalam memberikan
tanggapan terhadap suatu rangsangan.
c. Perubahan itu terjadi secara permanen.
d. Perubahan tersebut terjadi bukan karena proses pertumbuhan atau
kematangan fisik, melainkan karena usaha sadar.
Dengan demikian, proses pembelajaran merupakan titik pertemuan
antara berbagai input pembelajaran. Mulai dari faktor utama, yaitu siswa,
guru dan materi pelajaran yang membentuk proses, hingga faktor
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 10
pendukung seperti sarana, sumber belajar, lingkungan dan sebagainya.
Dalam rangka membelajarkan siswa, maka para pakar pendidikan telah
mengembangkan berbagai model pembelajaran dengan harapan akan dapat
lebih meningkatkan mutu proses dan hasil belajar.
b. Tujuan Belajar
Tujuan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi perubahan
tingkah laku dari individu setelah individu tersebut melaksanakan proses
belajar. Melalui belajar diharapkan dapat terjadi perubahan (peningkatan)
bukan hanya pada aspek kognitif, tetapi juga pada aspek lainnya. Selain itu
tujuan belajar yang lainnya adalah untuk memperoleh hasil belajar dan
pengalaman hidup. Benyamin S Bloom, menggolongkan bentuk tingkah
laku sebagai tujuan belajar atas tiga ranah, yakni:
1) Ranah kognitif, berkaitan dengan perilaku yang berhubungan dengan
berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Ranah kognitif
menurut Bloom, et.al (Winkel, 1999; Dimyati & Modjiono, 1994)
dibedakan atas 6 tingkatan dari yang sederhana hingga yang tinggi,
yakni:
a. Pengetahuan (knowledge), meliputi kemampuan ingatan tentang hal
yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan,
b. Pemahaman (comprehension), meliputi kemampuan menangkap arti
dan makna dari hal yang dipelajari. Ada tiga subkategori dari
pemahaman, yakni: 1) Translasi, yaitu kemampuan mengubah
data yang disajikan dalam suatu bentuk ke dalam bentuk lain.2)
Interpretasi, yaitu kemampuan merumuskan pandangan baru. 3)
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 11
Ekstrapolasi, yaitu kemampuan meramal perluasan trend atau
kemampuan meluaskan trend di luar data yang diberikan.
c. Penerapan (aplication), meliputi kemampuan menerapkan metode
dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.
d. Analisis (analysis), meliputi kemampuan merinci suatu kesatuan ke
dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami
dengan baik. Analisis dapat pula dibedakan atas tiga jenis,
yakni:1) Analisis elemen, yaitu kemampuan mengidentifikasi dan
merinci elemen-elemen dari suatu masalah atau dari suatu bagian
besar.2) Analisis relasi, yaitu kemampuan mengidentifikasi relasi
utama antara elemen-elemen dalam suatu struktur.3) Analisis
organisasi, yaitu kemampuan mengenal semua elemen dan relasi dari
struktur kompleks.
e. Sintesis (synthesis), meliputi kemampuan membentuk suatu pola
baru dengan memperhatikan unsur-unsur kecil yang ada atau untuk
membentuk struktur atau sistem baru. Dilihat dari segi produknya,
sintesis dapat dibedakan atas:1) Memproduksi komunikasi unik,
lisan atau tulisan 2) Mengembangkan rencana atau sejumlah
aktivitas 3) Menurunkan sekumpulan relasi-relasi abstrak.
a. Evaluasi (evaluation), meliputi kemampuan membentuk pendapat
tentang sesuatu atau beberapa hal dan pertanggungjawabannya
berdasarkan kriteria tertentu.
2) Ranah afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, minat, aspirasi dan
penyesuaian perasaan sosial. Ranah efektif menurut Karthwohl dan
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 12
Bloom (Bloom.,et.al,1971) terdiri dari 5 jenis perilaku yang
diklasifikasikan dari yang sederhana hingga yang kompleks, yakni:
a. Penerimaan (reseving) yakni sensitivitas terhadap keberadaan
fenomena atau stimuli tertentu, meliputi kepekaan terhadap hal-hal
tertentu, dan kesediaan untuk memperhatikan hal tersebut.
b. Pemberian respon (responding) yakni kemampuan memberikan
respon secara aktif terhadap fenomena atau stimuli.
c. Penilaian atau penentuan sikap (valuing) yakni kemampuan untuk
dapat memberikan penilaian atau pertimbangan terhadap suatu objek
atau kejadian tertentu.
d. Organisasi (organization), yakni konseptualisasi dari nilai-nilai
untuk menentukan keterhubungan diantara nilai-nilai.
e. Karakterisasi, yakni kemampuan yang mengacu pada karakter dan
gaya hidup seseorang.
3) Ranah Psikomotor mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan (skill)
yang bersifat manual dan motorik. Ranah psikomotor menurut Simpson (Winkel,
1999;Fleishman & Quaintance, 1984) dapat diklasifikasikan atas:
a. Persepsi (perception), meliputi kemampuan memilah-milah 2 perangsang
atau lebih berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada
masing-masing perangsang.
b. Kesiapan melakukan suatu pekerjaan (set), meliputi kemampuan
menempatkan diri dalam keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau
rangkaian gerakan.
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 13
c. Gerakan terbimbing (mechanism), meliputi kemampuan melakukan gerakan
sesuai contoh atau gerak peniruan.
d. Gerakan terbiasa, meliputi kemampuan melakukan suatu rangkaian gerakan
dengan lancar, karena sudah dilatih sebelumnya.
e. Gerakan kompleks (complex overt response), meliputi kemampuan untuk
melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari beberapa komponen
secara lancar, tepat, dan efisien.
f. Penyesuaian pola gerakan (adaptation), meliputi kemampuan mengadakan
perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus
yang berlaku.
g. Kreativitas, meliputi kemampuan melahirkan pola gerak-gerik yang baru
atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.
c. Lingkup Pembelajaran
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan
oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik
atau murid. (DR. H Syaiful Sagala, M.Pd.,2008). Pembelajaran juga bisa diartikan
sebagai upaya untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar.
Menurut Degeng (1984) pembelajaran merupakan upaya untuk membelajarkan
siswa. Dengan demikian pembelajaran dapat didefinisikan sebagai upaya proses
membangun pemahaman siswa. Pembelajaran disini lebih menekankan pada
bagaimana upaya guru untuk mendorong atau memfasilitasi siswa dalam belajar.
Istilah pembelajaran agaknya berkaitan dengan istilah mengajar dalam pengertian
kualitatif menurut Biggs. Biggs (Syah, 1997) membagi konsep mengajar dalam tiga
macam pengertian, yakni:
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 14
a. Pengertian kuantitatif, mengajar berarti the transmission of knowledge, yakni
mengajar merupakan suatu proses transmisi pengetahuan.
b. Pengertian institusional, mengajar diartikan sebagai the efficient orchestration
of teaching skills, yakni penataan segala kemampuan mengajar secara efisien.
c. Pengertian kualitatif, mengajar diartikan sebagai the facilitation of learning,
yakni upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa.
Beberapa ciri pembelajaran yang perlu diperhatikan guru adalah sebagai berikut:
a. Mengaktifkan motivasi
b. Memberitahukan tujuan belajar
c. Merancang kegiatan dan perangkat pembelajaran yang memungkinkan siswa
dapat terlibat secara aktif, terutama secara mental
d. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat merangsang berpikir siswa
(provoking question)
e. Memberikan bantuan terbatas kepada siswa tanpa memberikan jawaban final
f. Menghargai hasil kerja siswa dan memberi umpan balik
g. Menyediakan aktivitas dan kondisi yang memungkinkan terjadinya konstruksi
pengetahuan
Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran pada hakekatnya mempunyai kedudukan yang sangat
penting, karena merupakan landasan bagi:
a. Penentuan isi (materi) bahan ajar.
b. Penentuan dan pengembangan strategi pembelajaran.
c. Penentuan dan pengembangan alat evaluasi.
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 15
Tujuan pembelajaran dapat diklasifikasikan atas tujuan umum dan tujuan
khusus, tujuan umum adalah pernyataan umum tentang hasil pembelajaran yang
diinginkan yang mengacu pada struktur orientasi, sedangkan tujuan khusus adalah
pernyataan khusus tentang hasil pembelajaran yang diinginkan yang mengacu pada
konstruk tertentu. Tujuan umum pembelajaran dapat dibedakan atas:
1. Tujuan yang bersifat orientatif, dapat diklasifikasikan pula atas 3 tujuan,
yakni:
a) Tujuan orientatif konseptual, pada tujuan ini tekanan utama pembelajaran
adalah agar siswa memahami konsep-konsep penting yang tercakup dalam
suatu bidang studi.
b) Tujuan orientatif procedural, pada tujuan ini tekanan utama pembelajaran
adalah agar siswa belajar menampilkan prosedur.
c) Tujuan orientatif teoritik, pada tujuan ini tekanan utama pembelajaran
adalah agar siswa memahami hubungan kausal penting yang tercakup
dalam suatu bidang studi.
2. Tujuan pendukung dapat diklasifikasikan menjadi 2 tujuan, yakni:
a) Tujuan pendukung prasyarat, yaitu tujuan pendukung yang menunjukkan
apa yang harus diketahui oleh siswa agar dapat mempelajari tugas yang
didukungnya.
b) Tujuan pendukung konteks, yaitu tujuan pendukung yang membantu
menunjukkan konteks dari suatu tujuan tertentu dengan tujuan yang
didukungnya.
2. Model –Model Pembelajaran
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 16
Model pembelajaran, menurut Soekamto dkk. (dalam Trianto, 2007: 5),
adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Ada beberapa konsep
atau istilah yang berhubungan dengan model pembelajaran. Konsep-konsep
dimaksud adalah: pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode
pembelajaran, dan teknik pembelajaran.
Pendekatan Pembelajaran, dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya
mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran
dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran
terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher
centered approach).
Strategi Pembelajaran, adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
efektif dan efisien. Bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna
perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual
tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan
pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke
dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 17
individual learning (Akhmad Sudrajat, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan
cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi
pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
Metode Pembelajaran, diartikan sebagai jalan yang dipilih untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan
nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran
lebih bersifat procedural, yaitu berisi tahapan tertentu, sedangkan teknik adalah
cara yang digunakan, yang bersifat implementatif (Uno, 2007: 2) Terdapat
beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2)
demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman
lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Teknik Pembelajaran, dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan
seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.
Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang
relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis
akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah
siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu
digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif
dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat
berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Penggunaan model pembelajaran berhubungan dan memiliki makna
lebih luas dibanding pendekatan, strategi, metode, dan teknik. Apabila antara
pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran sudah terangkai menjadi
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 18
satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model
pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara
khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan kerangka
atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran. Ada bermacam-macam model pembelajaran, dalam memilih dan
menggunakan model pembelajaran yang baik.
Macam-macam Model Pembelajaran
Ada bermacam-macam model pembelajaran diantaranya adalah: model
pembelajaran kontekstual (contextual teaching learning), model pembelajaran
kooperatif (cooperative learning), model pembelajaran berdasarkan masalah
(problem-based learning), model pembelajaran kuantum (quantum teaching-
learning), model pembelajaran akselerasi (accelerated learning) dan PAKEM.
Yang dimaksud dengan model pembelajaran adalah pola komprehensif yang
membentuk sistem pembelajaran secara utuh, meliputi perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi pembelajaran. Sedangkan pendekatan pembelajaran adalah cara
pandang terhadap pembelajaran dari sudut tertentu untuk memudahkan pemahaman
terhadap pembelajaran yang selanjutnya diikuti dengan perlakuan pada
pembelajaran tersebut. Dari beberapa model pembelajaran yang ada di atas, di
dalam penelitian ini hanya akan difokuskan pada salah satu model pembelajaran
saja, yaitu Model Pembelajaran Konstekstual.
Model Pembelajaran Konstekstual
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 19
Metode pembelajaran adalah cara mengatur pembelajaran dalam lingkup
mikro meliputi cara penyajian atau tahap pelaksanaan pembelajaran. Menurut
Muslich (2007:41) pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning
(CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Lebih lanjut Komalasari (2010:7) menyatakan
bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan
antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam
lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan
untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual
adalah konsep belajar atau pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk
membantu guru dalam mengaitkan antara materi pembelajaran atau materi yang
dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan,
sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan
makna materi tersebut bagi kehidupannya dan menjadikannya dasar pengambilan
keputusan atas pemecahan masalah yang akan dihadapi siswa dalam kehidupan
sehari-hari.
Ada beberapa komponen dalam pembelajaran kontekstual. (Muslich,
2007:43) mengungkapkan komponen-komponen pembelajaran kontekstual adalah
sebagai berikut.
a) Konstruktivisme, membangun, dan membentuk (contructivism) adalah
Kegiatan yang mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 20
bermakna apabila siswa bekerja sendiri, menemukan, dan membangun sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya.
b) Bertanya (questioning), adalah kegiatan belajar yang mendorong sikap
keingintahuan siswa lewat bertanya tentang topik atau permasalahan yang akan
dipelajari.
c) Menyelidiki, menemukan sendiri (inquiry), adalah kegiatan belajar yang
mengondisikan siswa untuk mengamati, menyelidiki, menganalisis topik atau
permasalahan yang dihadapi sehingga siswa berhasil “menemukan” sesuatu.
d) Masyarakat belajar (learning community), adalah kegiatan belajar yang bisa
menciptakan suasana belajar bersama atau berkelompok sehingga siswa bisa
berdiskusi, curah pendapat, bekerja sama, dan saling membantu dengan teman
yang lain.
e) Pemodelan (modeling), adalah kegiatan belajar yang bisa menunjukkan model
yang bisa dipakai rujukan atau panutan siswa dalam bentuk penampilan tokoh,
demonstrasi kegiatan, penampilan hasil karya, cara mengoperasikan sesuatu,
dan sebagainya.
f) Refleksi atau umpan balik (reflection), yaitu kegiatan belajar yang memberikan
refleksi atau umpan balik dalam bentuk bertanya jawab dengan siswa tentang
kesulitan yang dihadapi dan pemecahannya, merekonstruksi kegiatan yang
telah dilakukan, kesan siswa selama melakukan kegiatan, dan saran atau
harapan siswa.
g) Penilaian yang sesungguhnya (authentic assesment), yaitu kegiatan belajar
yang bisa diamati secara periodik perkembangan kompetensi siswa melalui
kegiatan-kegiatan nyata ketika pembelajaran berlangsung.
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 21
Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam
pembelajarannya mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya dengan dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan siswa sehari-hari. Pembelajaran
kontekstual memiliki beberapa komponen yang mendasari proses implementasinya
dalam pembelajaran. Johnson, dalam Nurhadi (2004: 13) menyatakan komponen
utama dalam system pembelajaran konsektual adalah sebagai berikut:
1) Melakukan hubungan yang bermakna. Siswa dapat mengatur dirinya sendiri
dalam belajar dan mengembangkan minatnya secara individual maupun
kelompok, dan siswa adalah orang yang dapat belajar sambil berbuat.
2) Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan dengan cara siswa membuat
hubungan antar sekolah dengan berbagai konteks dalam kehidupan dunia
nyata, sebagai anggota masyarakat.
3) Belajar yang diatur sendiri. Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan dengan
tujuan adanya urusan dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan
pilihan, dan ada produk atau hasil yang sifatnya nyata.
4) Bekerja sama. Siswa dapat bekerja sama secara efektif dalam kelompok.
Sedangkan guru dapat membantu siswa memahami bagaimana mereka saling
mempengaruhi dan saling berkomunikasi dalam kelompoknya.
5) Berpikir kritis dan kreatif. Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang
lebih tinggi secara kritis dan kreatif meliputi: menganalisis, membuat sintesis,
memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan
bukti-bukti.
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 22
6) Mengasuh atau memelihara pribadi siswa. Siswa memelihara pribadinya
dengan: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang
tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil
tanpa dukungan orang dewasa. Siswa menghoramti temannya dan orang
dewasa.
7) Mencapai standar yang tinggi. Siswa mengenal dan mencapai standar yang
tinggi dengan cara mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk
mencapainya. Peran guru adalah memperlihatkan kepada siswa bagaimana
mencapai keberhasilan dalam belajar.
8) Menggunakan pengetahuan akademisnya dalam konteks dunia nyata untuk satu
tujuan yang bermakna.
Beberapa teori yang berkembang berkaitan dengan metode Contextual
Teaching and Learning adalah sebagai berikut: Knowledge – Based
Constructivism, teori ini beranggapan bahwa belajar bukan menghapal, melainkan
mengalami, di mana peserta didik dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya,
melalui partisipasi aktif secara inovatif dalam proses pembelajaran. Effort –
Based Learning / Incremental Theory, teori ini beranggapan bahwa bekerja keras
untuk mencapai tujuan belajar akan mendorong pesertadidik memiliki komitmen
terhadap belajar. Socialization, teori ini beranggapan bahwa belajar merupakan
proses sosial yang menentukan terhadap tujuan belajar. Situated Learning, teori
ini beranggapan bahwa pengetahuan dan pembelajaran harus situasional, baik
dalam konteks secara fisik maupun konteks sosial dalam rangka mencapai tujuan
belajar. Distributed Learning, teori ini beranggapan bahwa manusia merupakan
bagian integral dari proses pembelajaran, yang didalamnya harus ada terjadinya
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 23
proses sebagai pengetahuan dan bermacam – macam tugas. Teori Piaget
Menurut Piaget bahwa manusia tumbuh, beradaptasi, dan berubah melalui
perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosio-emosional,
dan perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung
pada seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif dalam berinterkasi dengan
lingkunganya. Berdasarkan teori Piaget pembelajaran kontekstual cocok
diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Karena pembelajaran itu memusatkan
perhatian pada berpikir atau proses mental pebelajar, bukan sekedar kepada
hasilnya, mengutamakan peran pebelajar dalam kegiatan pembelajaran, dan
memaklumi perbedaan individu dalam kemajuan perkembangannya.
Teori Vygotsky, menurut Vygotsky mengemukakan empat prinsip-
prinsip kunci dalam pembelajaran, sebagai berikut :
1) Penekanan pada hakikat sosial kultural belajar yaitu pembelajar mampu
belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih
mampu. Interaksi social ini memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya
perkembangan intelektual anak.
2) Zona Perkembangan terdekat (ZPT) yaitu pebelajar belajar konsep paling
baik, jika konsep itu berada pada ZPT mereka. Dalam pembelajaran
pebelajar yang sedang bekerja pada ZPTnya, pada saat mereka terlibat
dalam tugas-tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri, mereka dapat
menyelesaikannya, jika dibantu oleh teman sebaya atau orang dewasa.
3) Pemagangan kognitif yang mengacu pada proses dimana seseorang sedang
belajar pada tahap demi tahap memperoleh keahlian melalui interaksinya
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 24
dengan pakar. Pakar adalah bisa orang dewasa, orang yang lebih tahu, atau
teman sebaya yang lebih mampu.
4) Scaffolding yang mengacu pada pemberian kepada seorang anak sejumlah
bantuan oleh teman sebaya atau orang dewasa (pebelajar). Pemberian
scaffolding berarti memberikan kepebelajar sejumlah dukungan selama
tahap-tahap awal pembelajaran kemudian mengurangi bantuan dan
memberikan kesempatan kepada anak itu untuk mengambil tanggung jawab
yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukan tugas tersebut
secara mandiri.
Teori vygosky memberikan teori belajar yang berkaitan dengan faham
kontruktifisme dengan kerangka kerjanya yaitu: (1) pengetahuan dikontrusi dari
pengalaman, (2) hasil belajar berasal dari interprestasi individu terhadap
pengetahuan, (3) belajar adalah “proses aktif” yang dalam makna dikembangkan
berdasarkan pengalaman, (4) belajar adalah kolaboratif dengan makna yang
dinegosiasikan dengan prespektif ganda, (5) belajar terjadi dalam seting yang
realistis, (6) tes harus diintegrasikan ke dalam tugas-tugas bukan kegiatan yang
terpisah. Hal ini sesuai dengan komponen kontekstual yaitu : konstruktivisme
(constructivism). Berdasarkan teori Vygotsky tentang prinsip-prinsip kunci
dalam pembelajaran dapat disimpulkan bahwa teori Vykosky cocok diterapkan
pada pembelajaran kontekstual karena sejalan dengan komponen utama
pembelajaran kontekstual.
Teori Ausubel, membedakan antara kegiatan belajar yang bermakna dan
kegiatan belajar yang tidak bermakna. Menurut Ausubel belajar bermakna
adalah suatu proses belajar yaitu informasi (pengetahuan) baru dihubungkan
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 25
dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar.
Ausubel mengemukakan dua prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam
penyajian materi bagi pebelajar, yaitu:
1. Prinsip diferensial progresif yang menyatakan bahwa dalam penyajian
materi pembelajaran bagi pebelajar, materi atau gagasan yang bersifat paling
umum atau paling inklusif harus disajikan terlebih dahulu, sesudah itu baru
disajikan materi atau gagasan yang lebih detail
2. Prinsip rekonsilasi integrative yang menyatakan bahwa materi atau
informasi yang baru dipelajari perlu direkonsilasikan dan diintegrasikan
dengan materi atau informasi yang sudah lebih dahulu dipelajari pada
bidang keilmuan yang bersangkutan.
Teori Bruner, menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif
yang memungkinkan manusia menemukan hal-hal baru diluar informasi yang
diberikan kepada dirinya. Menurut Bruner mempelajari pengetahuan perlu
dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan dapat diinternalisasi
dalam pikiran orang tersebu. Tahap tersebut Bruner membagi 3 yaitu : (1)
tahap enaktif, suatu pengetahuan yang dilakukan secara aktif dengan
menggunakan benda-benda kongkrit atau menggunakan situasi nyata. (2) tahap
ikonik, suatu pengetahuan yang diwujudkan dalam bentuk bayangan visual,
gambar, atau diagram yang menggambarkan kegiatan kongkrit. (3) tahap
simbolik yaitu tahap pembelajaran yang direpresentasikan dalam bentuk
symbol-simbol yang abstrak.
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 26
Ketiga tahap dalam mempelajari pengetahuan menurut buner tersebut
memiliki proses belajar yang sama dengan pemblajaran kontekstual dimana
pembelajaran dengan menggunakan benda-benda nyata (kongrit) kemudian
kebentuk visual atau gambar kemudian ke bentuk simbol. Jadi dalam
pembelajaran siswa terlibat aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip secara
mandiri dalam memecahkan masalah. Siswa dituntut untuk membangun dan
menemukan pengetahuannya sendiri, sementara guru berfungsi sebagai
motivator bagi siswa dalam menemukan dan memecahkan masalah. Hal ini
sesuai dengan komponen kontekstual.
Karakteristik Pembelajaran Kontekstual.
Menurut Muslich (2007:42) pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
mempunyai karakteristik sebagai berikut.
a. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks otentik, yaitu pembelajaran yang
diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau
pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in
real life setting).
b. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-
tugas yang bermakna (meaningful learning).
c. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada
siswa (learning by doing).
d. Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, dan saling
mengoreksi antar teman (learning in group).
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 27
e. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan rasa
kebersamaan, berkerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain
secara mendalam (learning to know each other deeply).
f. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan
kerjasama (leaning to ask, to inquiry, to work together).
g. Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an
enjoy activity).
Komalasari (2010:13) mengidentifikasi karakteristik pembelajaran
kontekstual meliputi pembelajaran yang menerapkan konsep keterkaitan (relating),
konsep pengalaman langsung (experience), konsep aplikasi (applying), konsep kerja
sama (coorperating), konsep pengaturan diri (self-regulating), dan konsep penilaian
autentik (authentic assesment). Dari beberapa pendapat tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mempunyai
ciri khusus dalam pelaksanakannya meliputi: learning in real life setting, meaningful
learning, learning by doing, learning in group, learning to know each other deeply,
leaning to ask, to inquiry, to work together, dan learning as an enjoy activity dengan
berpedoman pada konsep keterkaitan (relating), konsep pengalaman langsung
(experience), konsep aplikasi (applying), konsep kerja sama (coorperating), konsep
pengaturan diri (self-regulating), dan konsep penilaian autentik (authentic assesment)
dalam penerapannya di kelas agar siswa mampu membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-
hari, baik dalam lingkungan, sekolah, masyarakat maupun warga negara.
Komponen Pembelajaran Kontekstual
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 28
Ada beberapa komponen dalam pembelajaran kontekstual. (Muslich, 2007:43)
mengungkapkan komponen-komponen pembelajaran kontekstual adalah sebagai
berikut.
1. Konstruktivisme, membangun, dan membentuk (contructivism) adalah Kegiatan
yang mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih bermakna apabila
siswa bekerja sendiri, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya.
2. Bertanya (questioning), adalah kegiatan belajar yang mendorong sikap
keingintahuan siswa lewat bertanya tentang topik atau permasalahan yang akan
dipelajari.
3. Menyelidiki, menemukan sendiri (inquiry), adalah kegiatan belajar yang
mengondisikan siswa untuk mengamati, menyelidiki, menganalisis topik atau
permasalahan yang dihadapi sehingga siswa berhasil “menemukan” sesuatu.
4. Masyarakat belajar (learning community), adalah kegiatan belajar yang bisa
menciptakan suasana belajar bersama atau berkelompok sehingga siswa bisa
berdiskusi, curah pendapat, bekerja sama, dan saling membantu dengan teman yang
lain.
5. Pemodelan (modeling), adalah kegiatan belajar yang bisa menunjukkan model
yang bisa dipakai rujukan atau panutan siswa dalam bentuk penampilan tokoh,
demonstrasi kegiatan, penampilan hasil karya, cara mengoperasikan sesuatu, dan
sebagainya.
6. Refleksi atau umpan balik (reflection), yaitu kegiatan belajar yang memberikan
refleksi atau umpan balik dalam bentuk bertanya jawab dengan siswa tentang
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 29
kesulitan yang dihadapi dan pemecahannya, merekonstruksi kegiatan yang telah
dilakukan, kesan siswa selama melakukan kegiatan, dan saran atau harapan siswa.
b. Penilaian yang sesungguhnya (authentic assesment), yaitu kegiatan belajar yang
bisa diamati secara periodik perkembangan kompetensi siswa melalui kegiatan-
kegiatan nyata ketika pembelajaran berlangsung.
Implementasi Pembelajaran Kontekstual
Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam
pembelajarannya mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya dengan dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan siswa sehari-hari, dengan
melibatkan tujuh komponen utama CTL yakni sebagai berikut.
a. Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika ia
diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan baru (constructivism).
b. Membentuk grup belajar yang saling tergantung (interdependent learning
groups) yaitu agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang
lain, maka pembelajaran hendaknya selalu dilaksanakan dalam kelompok-
kelompok belajar atau proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam
kelompok.
c. Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry), yaitu agar siswa memperoleh
pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil
mengingat sejumlah fakta).
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 30
d. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan
(questioning). Bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing, dan memahami kemampuan berpikir siswa, sedangkan bagi
siswa kegiatan bertanya untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa
yang sudah diketahui dan menunjukkan perhatian pada aspek yang belum
diketahuinya. Bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara
guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang baru
yang didatangkan di kelas.
e. Pemodelan (modeling), maksudnya dalam sebuah pembelajaran selalu ada
model yang bisa ditiru. Guru memberi model tentang bagaimana cara belajar,
namun demikian guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang
dengan melibatkan siswa atau dapat juga mendatangkan dari luar.
f. Refleksi (reflection), adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu
kuncinya adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa.
g. Penilaian sesungguhnya (authentic assesment), adalah proses pengumpulan
berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.
Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya
membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn) sesuatu,
bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi diakhir
periode pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melulu
hasil, dan dengan berbagai cara.
Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk
menemukan suatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Pendekatan kontekstual ini
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 31
perlu diterapkan mengingat bahwa selama ini pendidikan masih didominasi oleh
pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus
dihapalkan. Dalam hal ini fungsi dan peranan guru masih dominan sehingga siswa
menjadi pasif dan tidak kreatif. Melalui pendekatan kontekstual ini siswa
diharapkan belajar dengan cara mengalami sendiri bukan menghapal. Nurhadi
(2004: 13) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar
dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual
adalah pembelajaran yang memotivasi siswa untuk menghubungkan antara
pengetahuan yang diperolehnya dari proses belajar dengan kehidupan mereka
sehari-hari, yang bermanfaat bagi mereka untuk memecahkan suatu masalah di
lingkungan sekitarnya. Sehingga pembelajaran yang diperoleh siswa lebih
bermakna. Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa komponen yang mendasari
proses implementasinya dalam pembelajaran. Johnson, dalam Nurhadi (2004: 13)
menyatakan komponen utama dalam system pembelajaran konsektual. Adapun
komponen tersebut sebagai berikut.
a. Melakukan hubungan yang bermakna. Siswa dapat mengatur dirinya sendiri
dalam belajar dan mengembangkan minatnya secara individual maupun
kelompok, dan siswa adalah orang yang dapat belajar sambil berbuat.
b. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan dengan cara siswa membuat
hubungan antar sekolah dengan berbagai konteks dalam kehidupan dunia
nyata, sebagai anggota masyarakat.
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 32
c. Belajar yang diatur sendiri. Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan dengan
tujuan adanya urusan dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan
pilihan, dan ada produk atau hasil yang sifatnya nyata.
d. Bekerja sama. Siswa dapat bekerja sama secara efektif dalam kelompok.
Sedangkan guru dapat membantu siswa memahami bagaimana mereka saling
mempengaruhi dan saling berkomunikasi dalam kelompoknya.
e. Berpikir kritis dan kreatif. Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang
lebih tinggi secara kritis dan kreatif meliputi: menganalisis, membuat sintesis,
memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan
bukti-bukti.
f. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa. Siswa memelihara pribadinya
dengan: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang
tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil
tanpa dukungan orang dewasa. Siswa menghoramti temannya dan orang
dewasa.
g. Mencapai standar yang tinggi. Siswa mengenal dan mencapai standar yang
tinggi dengan cara mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk
mencapainya. Peran guru adalah memperlihatkan kepada siswa bagaimana
mencapai keberhasilan dalam belajar.
h. Menggunakan pengetahuan akademisnya dalam konteks dunia nyata untuk satu
tujuan yang bermakna. Misalnya siswa boleh menggambarkan inforamsi
akademis yang mereka pelajari dalam pelajaran IPA dengan merencanakan
pembuatan pupuk organik dari bahan limbah ternak.
Peran Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Konstektual
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 33
Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang
dimiliki siswa tersebut dinamakan sebagai unsure modalitas belajar. Menurut Bobbi
Deporter ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tive visual, auditorial dan kinestis.
Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, sedang tipe auditorial adalah
tipe belajar dengan cara menggunakan alat pendengarannya, dan tipe kinestetis
adalah tipe belajar dengan cara bergerak.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan
bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan konstektual, antara lain yaitu :
a. Siswa harus dipandang sebagai individu yang sedang berkembang
b. setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh
tantangan
c. belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara
hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui
d. belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada.
Pola dan Tahapan Pembelajaran Konstektual
Ada beberapa tahapan penerapan pembelajaran konstektual sebagai suatu
strategi pembelajaran, antara lain yaitu sebagai berikut:
1. Konstektual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa
secara penuh, baik fisik maupun mental.
2. Konstektual memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi proses
berpengalaman dalam kehidupan nyata.
3. Kelas dalam pembelajaran konstektual bukan sebagai tempat untuk memperoleh
informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di
lapangan.
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 34
B. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural,
bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Kurikulum Berbasis
Kompetensi, 2004). Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah
yang sangat panjang, yang dimulai dari Civic Education, Pendidikan Moral Pancasila,
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sampai yang terakhir pada Kurikulum
2004 berubah namanya menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya
bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan
sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara yang memiliki landasan adalah Pancasila dan UUD 1945, yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap pada tuntutan
perubahan zaman, serta Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 serta Pedoman Khusus
Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan yang
diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional-Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
Menengah-Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 35
Menurut Hendry Randall Waite (dalam Erwin, 2010: 2), merumuskan pengertian
Civics dengan “The science of citizenship, the relation of man,the individual, to man in
organized collections, the individual in his relation to the state.” Dari definisi tersebut
Civics dapat diterjemahkan sebagai Ilmu Kewarganegaraan yang membicarakan
hubungan manusia dengan manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang
terorganisasi. Sedangkan menurut Edmonson (dalam Ubaedillah, 2003: 5) merumuskan
“Civics is the elements of political science or that branch of political science dealing
with the right and duties of citizen”. Civics adalah sebagai cabang ilmu politik yang
membahas hak dan kewajiban warga dari sebuah negara.
Menurut Mansoer (dalam Erwin, 2010: 3), pada hakekatnya Pendidikan
Kewarganegaraan itu merupakan hasil dari sintesis antara civics educations, democracy,
education, serta citizenship yang berlandaskan pada filsafat pancasila serta mengandung
identitas nasional indonesia serta materi muatan tentang bela negara. Dengan hakekat
Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia yang berbasis pancasila tersebut, maka dapat
dirumuskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraaan di Indonesia adalah pendidikan
kebangsaan dan kewarganegaraan yang berhadapan dengan dengan keberadaan Negara
kesatuan Republik Indonesia, demokrasi, HAM, dan cita-cita untuk mewujudkan
masyarakat madani Indonesia dengan menggunakan filsafat pancasila sebagai pisau
analisisnya. Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati
diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela
negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Tujuan
pendidikan kewarganegaraan adalah mewujudkan warga negara sadar bela negara
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 36
berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri
dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa.
Penyelenggaraan pendidikan kewarganegaraan dilakukan secara nasional oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Masyarakat, dan Swasta. Pemerintah
menetapkan kebijakan umum yang meliputi penyusunan standar isi, standar kompetensi,
standar proses dan kewenangan penyelenggaraan pendidikan kewarganegaraan.
Kebijakan umum sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
Standar isi pendidikan kewarganegaraan adalah pengembangan nilai-nilai cinta tanah
air; kesadaran berbangsa dan bernegara; keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideologi
negara; nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup; kerelaan
berkorban untuk masyarakat, bangsa, dan negara, serta kemampuan awal bela negara.
Pengembangan standar isi pendidikan kewarganegaraan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dijabarkan dalam rambu-rambu materi pendidikan kewarganegaraan.
Rambu-rambu materi pendidikan kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) meliputi materi dan kegiatan bersifat fisik dan nonfisik. Pengembangan rambu-
rambu materi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri sesuai lingkup penyelenggara pendidikan kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting untuk menumbuhkan sikap
kewarganegaraan generasi penerus bangsa. Tentunya studi ini sangat mendukung untuk
membentuk mental dan kepribadian siswa menjadi mental yang berlandaskan Pancasila
dan UUD 1945. Maraknya kegiatan yang mengancam kedaulatan NKRI kini menjadi
nilai urgenitas tersendiri bagi keberadaan Pendidikan Kewarganegaran sebagai
suplemen kurikulum siswa/i dari pendidikan dasar hingga perguruan inggi. Tujuan
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 37
pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi
sebagai berikut:
a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lain.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Sedangkan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yang dikemukakan oleh
Djahiri (1994/1995:10) adalah sebagai berikut:
a. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian
Pendidikan Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki
kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan”.
b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai
golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab,
perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 38
diatas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran
pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku
yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat
Indonesia.
Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan pendidikan
Kewarganegaraan adalah : Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam
kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip
dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan
penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan
keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang
efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui
pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan
individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem
politik yang sehat serta perbaikan masyarakat. Secara umum, menurut Maftuh
dan Sapriya (2005:30) bahwa,
Tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar
setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni
warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual,
emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab
(civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Setelah menelaah pemahaman dari tujuan Pendidikan Kewarganegaraan,
maka dapat saya simpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan berorientasi pada
penanaman konsep Kenegaraan dan juga bersifat implementatif dalam kehidupan
sehari - hari. Adapun harapan yang ingin dicapai setelah pengajaran Pendidikan
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 39
Kewarganegaraan ini, maka akan didapatkan generasi yang menjaga keutuhan dan
persatuan bangsa.
PKN atau Civic Education adalah program pendidikan/pembelajaran yang
secara programatik – prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan
membudyakan (civilizing) serta memberdayakan (empowering) manusia/anak didik
(diri dan kehidupannya) menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan
keharusan/ yuridis konstitusional bangsa/negara.
Membelajarkan PKN hendaknya dimaknai memberi pembekalan
pengetahuan melek politik – hukum, membina jati diri WNI
berkepribadian/berbudaya Indonesia, melatih pelakonan diri/kehidupan WNI yang
melek politik hukum serta berbudaya Indonesia dalam tatanan kehidupan
masyarakat bangsa negara yang moderen. Dari gambaran di atas maka jelas target
harapan pembelajaran PKN NKRI, yakni:
1. Secara Programatik memuat bahan ajar yang kaffah/utuh (CAP) berupa bekal
pengetahuan untuk melek politik & hukum yang ada/berlaku/imperative dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara NKRI yang demokratis
sistim perwakilan konstitusional. Bahan ajar yang kaffah mutlak harus
menampilkan politik – hokum NKRI secara factual – teoritiik konseptual dan
normative berikut isi pesan (nilai – moral) serta aturan main dan tata cara
pelaksanaannya. Dan sebagai bekal pengetahuan tidak mutlak semua hal
disampaikan melainkan dipilah dan dipilih berdasarkan tiga criteria dasar
yakni: tingkat esensinya, kegunaannya dan kritis tidaknya.
2. Secara Prosedural target sasaran pembelajarannya ialah penyampaian bahan
ajar pilihan – fungsional kearah membina, mengembangkan dan membentuk
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 40
potensi diri anak didik secara kaffah serta kehidupan siswa & lingkungannya
(fisik – non fisik) sebagaimana diharapkan/keharusannya ( 6 sumber normative
di Indonesia) serta pelatihan pelakonan pemberdayaan hal tersebut dalam dunia
nyata astagatranya secara demokratis, humanis dan fungsional.
Tersirat dalam semua uraian di atas sejumlah hal yang secara konseptual
dan praksisnya paradox/tabrakan dengan hakekat globalisme dan modernity. Dan
ini berarti tantangan riil yang cukup berat untuk dihadapi para guru PKN. Iptek
melahirkan temuan konsep/dalil dan produk baru yang serba elektronik – massal
meninggalkan ketergantungan manusia dan kehidupannya terhadap tenaga manusia,
binatang dan alam, serta memperpendek jarak waktu antar space. Banyak hal yang
semula bersifat "tidak mungkin atau masa iya" kini ada dan terbuktikan. Bahkan
iptek mulai mencoba menundukan alam serta kodrat natural manusia, kesemua hal
inilah yang menyebabkan manusia "arogan" dan mendewakan dirinya serta
melahirkan dalil "I`m nothing but every things" (aku adalah segala – galanya).
Suka atau tidak suka, semua orang dan bangsa negara digiring menuju dunia
baru itu. Paradigma baru bernegara muncul dalam dalil baru Demokrasi Baru, new
democracy yang world wide cq. Western democracy yang liberalis dan kapitalistik
dimana kepentingan ekonomi menjadi penjuru dan primadonanya. Dalam
kehidupan dan generasi inilah keberadaan tatanan norma dengan perangkat nilai –
moral luhur goyah, tergeser dan atau tergusur . Rem normative yang menjadi
direktiva (moral conduct) diri & kehidupan "blong" dan terciptalah proses erosi dan
dehumanisasi, dimana martabat diri dan kodrat dirinya "dijual dan dikurbankan"
untuk kenikmatan, kesenangan dan kemudahan serta nilai tambah duniawi semata.
Muncullah generasi dan kehidupan masyarakat yang serba rasional, sekuler,
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 41
materialistik, individualis – utilities dan kontras dengan sejumlah nilai luhur yang
berlaku/ada/baku serta menamakan diri "kehidupan baru yang moderen" Harapan
kita tentu saja manusia, bangsa negara dan kehidupan Indonesia masuk dalam
katagori manusia – bangsa – negara modern super canggih, namun harus tetap
manusia dan bangsa yang berbudi luhur yang tetap mampu tampil dalam
kepribadian Manusia/Bangsa Indonesia. Kita tidak berharap kehadiran manusia/
masyarakat & kehidupan yang modern namun kufur dan dolim terhadap diri
sendiri, Nilai luhur serta warisan budaya (cultural heritage) Indonesia.
Melihat kecenderungan "pergeseran status dan fungsi peran keluarga" (di
kota maupun desa) sekarang ini maka nampaknya semua beban itu akan terpulang
dan harus terpikul oleh Guru. Sekolah dengan seluruh instrumental inputs nya.
Secara institusional, progaramtik curricular dan prosedural pembelajaran harus
kaffah dan value base.Ini adalah harga mati untuk terpenuhinya harapan lahirnya
Manusia dan Bangsa yang religius , cerdas, dan berahlak mulia yang tentunya harus
diiringi system dan mekanisme kerja berbasis profesionalisme dalam dunia
pendidikan.
C. Hakikat Tenaga Pendidik (Guru)
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Sedangkan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 42
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi khusus. Seorang guru
atau pendidik dituntut untuk memiliki 4 (empat) kompetensi sesuai dengan yang
dipersyaratkan dalam Permendiknas Nomor 16 tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK), yaitu :1) Kompetensi
Pribadi, 2)Kompetensi Sosial, 3) Kompetensi Pedagogik dan 4) Kompetensi
Profesional. Penjabaran dari ke empat kompetensi tersebut adalah sebagai berikut :
Kompetensi Pedagogik, merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan
pembelajaran peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi: pemahaman
wawasan atau landasan kependidikan; pemahaman terhadap peserta didik;
pengembangan kurikulum atau silabus; perancangan pembelajaran;
pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; pemanfaatan teknologi
pembelajaran; evaluasi hasil belajar; dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi Kepribadian, sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang :
beriman dan bertakwa; berakhlak mulia; arif dan bijaksana; demokratis;
mantap; berwibawa; stabil; dewasa; jujur; sportif; menjadi teladan bagi peserta
didik dan masyarakat; secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Kompetensi Sosial, merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari
masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi : berkomunikasi lisan, tulis,
dan/atau isyarat secara santun; menggunakan teknologi komunikasi dan
informasi secara fungsional; bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua
atau wali peserta didik; bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 43
dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan menerapkan
prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
Kompetensi Profesional, merupakan kemampuan guru dalam menguasai
pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya
yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan: materi
pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan
pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan
diampu; dan konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang
relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan
pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan
diampu.
D. Kerangka Berpikir Penelitian
Kerangka berpikir penelitian dan pengkajian analisis tingkat kemampuan guru PKN
dalam merencanakan, melaksanakan pembelajaran berbasis konstekstual di
lingkungan Kota Tangerang tahun 2012 adalah sebagai berikut :
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan selama 5 (lima) bulan, yaitu
mulai dari bulan Agustus sampai dengan Desember 2012, yang dilaksanakan
dalam 3 (tiga) tahap, yaitu :
a. Tahap I, persiapan penelitian dan pengkajian yang dilakukan selama 1 (satu)
bulan, yaitu bulan Agustua 2012
b. Tahap II, pelaksanaan penelitian dan pengkajian yang dilakukan selama 2
(lima) bulan, yaitu dimulai pada bulan September sampai dengan November
2012
c. Tahap III, adalah tahap penulisan laporan hasil penelitian dan pengkajian
yang dilakukan oleh peneliti selama kurang lebih 1 (satu) bulan, yang
dilaksanakan pada bulan Desember 2012.
2. Tempat Penelitian
Penelitian dan pengkajian tentang implementasi pembelajaran konstekstual
ditinjau dari perangkat pembelajaran guru PKN di lingkungan kota Tangerang
tahun 2012 dilaksanakan pada lembaga pendidikan formal Sekolah Menengah
(SMP/SMA/SMK) di lingkungan Kota Tangerang.
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 45
B. Desain Penelitian
Penelitian dan pengkajian ini menggunakan desain penelitian deskriftif
eksploratif, yaitu suatu jenis penelitian yang bersifat eksploratif bertujuan untuk
menggambarkan suatu keadaan atau status fenomena atau kejadian berkaitan
dengan penerapan pembelajaran konstekstual pada mata pelajaran PKN di
SMP/SMA/SMK. Hasil dari penelitian deskriftif ini akan dapat digunakan sebagai
dasar dalam mengambil kebijakan atau penelitian lanjutan.
C. Subjek Penelitian dan Pengkajian
Subjek penelitian dan pengkajian ini adalah analisis implementasi pembelajaran
konstekstual ditinjau pada perangkat pembelajaran guru PKN di lingkungan
kota Tangerang .
Sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purpusive random sampling atau
sampel bertujuan yang diambil dengan tujuan tertentu sesuai dengan tujuan
dari penelitian pengkajian ini.
Peneliti dan pengkajian ini dilaksanakan di lingkungan kota Tangerang, karena
kota Tangerang merupakan salah satu daerah/kota yang menjadikan pendidikan
sebagai skala prioritas dalam pembangunan di daerahnya.
D. Sumber Data Penelitian, Pengkajian
Beberapa sumber data yang digunakan dalam penelitian deskriptif eksploratif ini,
antara lain adalah :
1. Data primer, yaitu data penelitian yang diambil dari data yang sudah ada,
seperti : data SMP/SMA/SMK yang menjadi sampel penelitian, data tenaga
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 46
pendidik (guru) PKN di SMP/SMA yang menjadi responden penelitian serta
contoh silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang digunakan
guru PKn dalam pelaksanaan proses pembelajaran di sekolahnya.
2. Data sekunder, yaitu data yang diambil dari hasil angket penelitian tentang
rancangan pembelajaran berbasis konstrektual yang direncanakan, dilakukan
guru PKN sebagai kerangka berpikir guru PKN dalam merencanakan
pembelajarannya.
E. Instrumen Pengumpulan data yang digunakan
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa instrument atau alat
yang dijadikan sebagai alat untuk membantu peneliti dalam mengumpulkan data
penelitian sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Beberapa instrument atau alat
pengumpul data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Angket Penelitian, yang digunakan untuk mengukur kualitas rancangan
pembelajaran guru PKN yang mengintegrasikan konsep pembelajaran konstektual
dan implementasinya dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
pembelajaran yang dilakukannya (kisi – kisi pengembangan instrumen terlampir).
b. Studi Dokumen Pembelajaran, yang diambil dari dokumen pembelajaran guru PKN
(SMP/SMA/SMK), khususnya pada perangkat pembelajaran silabus dan RPP mata
pelajaran PKN yang dikembangkan oleh guru yang bersangkutan. Hasil studi
dokumen tersebut menjadi bahan untuk melihat rancangan pembelajaran guru
dikaitkan dengan penerapan pembelajaran konstektual. Dokumen silabus dan RPP
tersebut dinilai dengan instrumen penilaian silabus dan RPP yang tersandar
(instrumen penilaian dokumen silabus dan RPP terlampir)
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 47
F. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan
a. Credibility, kemampuan peneliti dalam mengumpulkan data dan menyusun
instrument berdasarkan teori-teori yang terkait dalam komponen yang akan
diteliti. Dalam hal ini peneliti menyusun instrument penilaian dan kerangka
berfikir yang mengacu pada kajian teori yang telah dirumuskan pada bahasan
sebelumnya yang digunakan untuk menyusun kajian lainnya yang lebih rinci
b. Transferability, hasil temuan – temuan dalam penelitian dapat digunakan dan
diterapkan pada situasi lain, melalui pengumpulan data secara rinci sehingga
memungkinkan untuk diperbandingkan satu konteks dengan konteks lainnya,
dengan mendeskripsikan konteks yang mendetail sehingga dapat dilakukan
penilaian kecocokan pada konteks yang lain. Dalam hal ini hasil yang
diperoleh pada penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
penelitian lain atau untuk mata pelajaran lain yang memiliki masalah yang
sama.
c. Dependability, data yang diperoleh tidak dipengaruhi oleh factor-faktor yang
dapat menghambat ketercapaian tujuan penelitian sebelumnya. Peneliti
membuat acuan yang jelas dalam pengumpulan data agar dapat memperoleh
informasi yang akurat. Dengan demikian data yang diperoleh diharapkan dapat
memenuhi criteria keberhasilan penelitian dalam memberikan gambaran yang
sesuai dengan tujuan penelitian
G. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini selanjutnya dianalisis secara
deskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat kecenderungan
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 48
hasil yang diperoleh. Data penelitian yang dianalisis dikelompokkan sebagai
berikut :
1. Data tentang tingkat kemampuan guru PKN dalam merencanakan,
melaksanakan pembelajaran berbasis konstekstual yang dikelompokkan dalam
8 dimensi dan indikator (seperti terlampir dalam kisi-kisi instrumen).
2. Data hasil penilaian dokumen pembelajaran guru PKN yang dilihat dari
penilaian terhadap dokumen silabus dan RPP dari guru PKN, kemudian
hasilnya dianalisis sesuai dengan kriteria dalam instrumen tersebut.
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 49
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Rekapitulasi kemampuan guru PKN dalam merancang, melaksanakan
pembelajaran berbasis konstekstual
a. Mengaitkan antara materi atau konsep pembelajaran dengan situasi
dunia nyata siswa (keluarga, sekolah, masyarakat dan negara )
Berdasarkan rekapitulasi data penelitian tentang tingkat kemampuan
guru PKN dalam merencanakan, melaksanakan pembelajaran berbasis
konstekstual, maka diketahui bahwa hasilnya adalah seperti terlihat pada tabel
di bawah ini :
Tabel 4.1.
Rekapitulasi Data Kemampuan Guru dalam Mengkaitkan materi dengan
Situasi Dunia Nyata Siswa
No
Butir Pertanyaan
Option Pilihan Jawaban ∑
1 2 3 4
1 Sebelum merancang kegiatan pembelajaran dalam RPP, terlebih dahulu saya mengingat bagaimana latar belakang keluarga siswa pada umumnya (14)
6 (14%) 5 (12%) 22 (52%) 9 (21 %) 42 (100%)
2 Kondisi dan situasi sekolah tempat siswa belajar dapat dijadikan sumber belajar (28)
3 (7%) 2 (5%) 32(76 %) 5 (12%) 42 (100%)
3 Perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, sangat tepat dijadikan topik pembelajaran PKn di SMP/SMA (32)
21 (50%) 2 (5%) 15 (36%) 4 (10%) 42 (100%)
4 Dalam mengembangkan materi pembelajaran PKN, saya menyesuaikan dan mengkaitkannya dengan contoh kejadian atau peristiwa yang terjadi di masyarakat (3)
1 (2%) 2 (5%) 13 (31%) 26 (62%) 42 (100%)
5 Saya tidak menyukai politik, sehingga saya tidak pernah memberikan contoh dalam pembelajaran PKn tentang kejadian atau peristiwa politik yang ada (20)
3 (7%) 2 (5%) 4 (10%) 33 (76%) 42 (100%)
Nilai Rata-rata 6,8 2,6 17,2 15,4 42
Untuk tingkat kemampuan dalam mengkaitkan materi dengan situasi
nyata siswa diketahui bahwa untuk komponen yang tertinggi yaitu point (4)
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 50
adalah pada komponen 5, yaitu tidak menjadikan berita politik sebagai
contoh nyata dalam pembelajaran PKN, dengan arti bahwa dalam
melaksanakan pembelajaran guru PKN SMP/SMA/SMK di kota Tangerang
sering/selalu menggunakan berita tentang politik menjadi pokok bahasan
dalam pembelajaran PKN. Sedangkan untuk nilai terendah yaitu point (1)
adalah pada komponen (4), yaitu guru tidak mengembangkan materi
pembelajaran PKN dengan situasi atau kejadian nyata di masyarakat dengan
nilai (1), yang berarti bahwa guru dalam mengembangkan pembelajaran
PKN tidak pernah/jarang menggunakan kejadian nyata yang ada di
masyarakat sebagai pokok pembahasannya.
Grafik tingkat kemampuan guru dalam mengkaitkan materi
pelajaran PKN dengan situasi nyata siswa dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 4.1
Grafik Kemampuan Guru dalam merancang kegiatan pembelajaran
memperhatikan latar belakang keluarga siswa pada umumnya
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 51
Gambar 4.2
Grafik Kemampuan Guru dalam melihat kondisi dan situasi sekolah
tempat siswa belajar dapat dijadikan sumber belajar
Gambar 4.3
Grafik Kemampuan Guru dalam Memperhatikan perkembangan
Yang Terjadi Dalam Masyarakat
Gambar 4.4
Grafik Kemampuan Guru dalam Mengembangkan Materi Pembelajaran PKN,
Menyesuaikan dan Mengkaitkan dengan Contoh Kejadian atau Peristiwa
yang Terjadi di Masyarakat
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 52
Gambar 4.5
Grafik Kemampuan Guru dalam Merancang Pembelajaran PKN
Tidak Memasukan Peristiwa Politik Yang ada
Gambar 4.6
Grafik Kemampuan Rata-Rata Guru dalam Mengkaitkan antara materi atau
konsep Pembelajaran dengan Situasi Dunia Nyata Siswa
b. Pembentukan konsep (Kontruktivisme)
Berdasarkan rekapitulasi data penelitian tentang tingkat kemampuan
guru PKN dalam merencanakan, melaksanakan pembelajaran berbasis
konstekstual, khususnya tentang pembentukan konsep (konstruktivisme),
maka diketahui bahwa hasilnya adalah seperti terlihat pada tabel di bawah
ini :
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 53
Tabel 4.2.
Rekapitulasi Data Kemampuan Guru dalam Membentuk Konsep
pada Pembelajaran PKN
No
Butir Pertanyaan
Option Pilihan Jawaban ∑
1 2 3 4
1 Dalam mengajar saya mendahulukan siswa mencari informasi sendiri terlebih dahulu, sebelum saya memberikan konsep yang sesungguhnya (36)
0 (0%) 32 (76%) 7 (17%) 3 (7%) 42 (100 %)
2 Pengalaman yang dimiliki siswa sebelumnya, menjadi modal dasar dalam pembentukan konsep terhadap materi yang dipelajarinya (21)
4 (10%) 28 (67%) 6 (14%) 4 (10%) 42 (100%)
3 Saat mengajar saya menggali informasi tentang pemahaman siswa terhadap sebuah konsep dengan situasi nyata dalam sebuah kuis/game/apersepsi atau sejenisnya (5)
3 (7%) 0 (0%) 38 (90%) 1 (2%) 42 (100%)
4 Konsep tidak penting diajarkan, yang terpenting adalah bagaimana siswa bisa mengatasi sebuah masalah dalam sebuah kasus (29)
32 (76%) 7 (17%) 2 (5%) 1 (2%) 42 (100%)
5 Mengajarkan materi PKn, tidak memerlukan adanya pemahaman konsep yang baik, namun cukup menerapkannya dalam kehidupan nyata (9)
7 (17%) 4 (10%) 18 (43%) 13 (31%) 42 (100%)
Nilai Rata-rata 9,2 14,2 14,2 4,4 42
Untuk tingkat kemampuan guru PKN (SMP/SMA/SMK) di
lingkungan kota Tangerang dalam pembentukan konsep (konstruksivisme)
pada siswa dalam belajarnya diketahui bahwa untuk komponen yang
tertinggi yaitu point (4) adalah pada komponen 5, yaitu mengajarkan materi
PKn, tidak memerlukan adanya pemahaman konsep yang baik, namun
cukup menerapkannya dalam kehidupan nyata, dengan arti bahwa dalam
melaksanakan pembelajaran PKN SMP/SMA/SMK di kota Tangerang tidak
pernah ataupun jarang menerapkannya dalam kehidupan nyata. Sedangkan
untuk nilai terendah yaitu point (1) adalah pada komponen (1), yaitu dalam
mengajar guru selalu mendahulukan siswa mencari informasi sendiri
terlebih dahulu, sebelum diberikan konsep yang sesungguhnya (0), yang
berarti bahwa semua guru PKN (SMP/SMA/SMK) di kota Tangerang selalu
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 54
mengutamakan kegiatan siswa untuk mencari sendiri informasi tentang
materi pembelajaran sebelum diberikan konsep yang sesungguhnya.
Grafik tingkat kemampuan guru dalam pembentukan konsep pada
materi pelajaran PKN dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 4. 7
Grafik Kemampuan Guru Dalam Mengajar mendahulukan Siswa Mencari Informasi
Sendiri Terlebih dahulu
Gambar 4. 8
Grafik Kemampuan Guru Memanfaatkan pengalaman siswa sebelumnya
menjadi modal dasar dalam pembentukan konsep
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 55
Gambar 4. 9
Grafik Kemampuan Guru dalam menggali informasi tentang pemahaman siswa terhadap
konsep dengan situasi nyata dalam bentuk kuis/game/apersepsi
Gambar 4. 10
Grafik Kemampuan Guru tentang tidak pentingnya pemahaman konsep dalam belajar
Gambar 4. 11
Grafik Kemampuan Guru Dalam persepsi tidak memerlukan adanya
pemahaman konsep yang baik
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 56
Gambar 4. 12
Grafik Kemampuan Rata-rata Guru Dalam Mengajarkan Pembentukan Konsep
c. Adanya kegiatan bertanya (Question)
Berdasarkan rekapitulasi data penelitian tentang tingkat kemampuan
guru PKN dalam merencanakan, melaksanakan pembelajaran berbasis
konstekstual, khususnya tentang adanya kegiatan bertanya (questioning),
maka diketahui bahwa hasilnya adalah seperti terlihat pada tabel di bawah
ini :
Tabel 4.3.
Rekapitulasi Data Kemampuan Guru Dalam Melaksanakan Kegiatan Bertanya
No
Butir Pertanyaan
Option Pilihan Jawaban ∑
1 2 3 4
1 Siswa yang banyak bertanya dalam sebuah pembelajaran, menunjukkan siswa yang aktif (35)
0 (0%) 0 (0%) 29 (69%) 13 (31%) 42
(100%)
2 Saya memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif bertanya dalam berbagai kesempatan di dalam pembelajaran (37)
0 (0%) 1 (2%) 32 (76%) 9 (21%) 42
(100%)
3 Materi PKn sangat cocok bila dalam proses pembelajarannya mengutamakan kemampuan siswa mengemukakan pendapat melalui sebuah pertanyaan (4)
5 (12%) 3 (7%) 6 (14%) 28 (67%) 42
(100%)
4 Tuntutan materi dalam SK/KD pada mata pelajaran PKn tidak menuntut pendidik menguasai materi secara keseluruhan, karena lebih banyak berbasis pada kenyataan yang ada di sekitarnya (31)
4 (10%) 9 (21%) 5 (12%) 24 (57%) 42
(100%)
5 Saya akan memberikan peluang dan kesempatan yang sama kepada siswa dalam bertanya terhadap pokok materi yang belum jelas (19)
9 (21%) 4 (10%) 17 (40%) 12 (29%) 42
(100%)
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 57
Nilai Rata-rata 3,6 3,4 17,8 17,2 42
Untuk tingkat kemampuan guru PKN (SMP/SMA/SMK) di
lingkungan kota Tangerang dalam merancang kegiatan bertanya
(questioning) pada proses pembelajaran PKN diketahui bahwa untuk
komponen yang tertinggi yaitu point (4) adalah pada komponen 4, yaitu
tuntutan materi dalam SK/KD pada mata pelajaran PKn tidak menuntut
pendidik menguasai materi secara keseluruhan, karena lebih banyak
berbasis pada kenyataan yang ada di sekitarnya, dengan arti bahwa guru
PKN SMP/SMA/SMK di kota Tangerang tidak harus menguasai SK/KD
mata pelajaran PKN seutuhnya, namun lebih penting bagaimana menguasai
permasalahan yang ada berkaitan dengan tuntutan SK/KD mata pelajaran
PKN. Sedangkan untuk nilai terendah yaitu point (1) adalah pada komponen
(2), yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif bertanya dalam
berbagai kesempatan di dalam pembelajaran, yang berarti bahwa hampir
semua guru PKN (SMP/SMA/SMK) di kota Tangerang tidak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam bertanya pada berbagai
kesempatan dalam pembelajarannya,
Grafik tingkat kemampuan guru dalam melakukan melakukan
kegiatan bertanya (baik bertanya guru kepada siswa ataupun sebaliknya
siswa kepada guru dan atau temannya) pada materi pelajaran PKN dapat
digambarkan sebagai berikut :
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 58
Gambar 4. 13
Grafik Kemampuan Guru Dalam Menumnbuhkan kemampuan siswa untuk bertanya
Gambar 4. 14
Grafik Kemampuan Guru Dalam Memberikan kesempatan siswa untuk aktif bertanya
dalam berbagai kesempatan dalam belajar
Gambar 4. 15
Grafik Kemampuan Guru Dalam Mengutamakan kemampuan siswa mengemukakan
pendapatnya melalui kegiatan bertanya
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 59
Gambar 4. 16
Grafik Kemampuan Guru persepsi tentan pendidik tidak perlu menguasai materi
secara menyeluruh
Gambar 4. 17
Grafik Kemampuan Guru Dalam Memberikan peluang dan kesempatan yang sama kepada
semua siswa
Gambar 4. 18
Grafik Kemampuan Rata-rata Guru Dalam Melakukan Kegiatan Bertanya
pada Proses Pembelajaran
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 60
d. Melakukan kegiatan penemuan (Eksplorasi)
Berdasarkan rekapitulasi data penelitian tentang tingkat kemampuan
guru PKN dalam merencanakan, melaksanakan pembelajaran berbasis
konstekstual, khususnya tentang melakukan kegiatan penemuan
(eksplorasi) maka diketahui bahwa hasilnya adalah seperti terlihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 4.4.
Rekapitulasi Data Kemampuan Guru Melakukan Kegiatan Penemuan
No
Butir Pertanyaan
Option Pilihan Jawaban ∑
1 2 3 4
1 Strategi yang saya rancang dalam dokumen RPP, lebih banyak berorientasi kepada bagaimana siswa menemukan sendiri makna dari sebuah materi (27)
1 (2%) 20
(48%)
21
(50%)
0 (0%) 42
(100%)
2 Melakukan penemuan terhadap sebuah kasus yang terjadi dalam masyarakat, sangat baik untuk membuat siswa berani melakukan dan menyatakan sesuatu yang baru (6)
1 (2%) 1 (2%) 16
(38%)
24
(57%)
42
(100%)
3 Melakukan penemuan dalam proses belajar tidak tepat dilakukan untuk mata pelajaran PKn, karena PKn tidak menuntut penemuan (30)
4 (10%) 3 (7%) 3 (7%) 32
(76%)
42
(100%)
4 Metode belajar penemuan hanya cocok untuk mata pelajaran ilmu pengetahuan murni, kurang cocok untuk mata pelajaran PKn (39)
31
(74%)
2 (5%) 1 (2%) 8
(19%)
42
(100%)
5 Kegiatan penemuan dalam dokumen RPP terletak pada komponen kegiatan awal pembelajaran (13)
1 (2%) 13
(31%)
18
(43%)
10
(24%)
42
(100%)
Nilai Rata-rata 7,6 7,8 11,8 14,8
42
Untuk tingkat kemampuan guru PKN (SMP/SMA/SMK) di
lingkungan kota Tangerang dalam melakukan kegiatan penemuan
(eksplorasi) pada proses pembelajaran PKN diketahui bahwa untuk
komponen yang tertinggi yaitu point (4) adalah pada komponen 3, yaitu
melakukan penemuan dalam proses belajar tidak tepat dilakukan untuk mata
pelajaran PKn, karena PKn tidak menuntut penemuan, dengan arti bahwa
guru PKN SMP/SMA/SMK di kota Tangerang tidak perlu melakukan
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 61
kegiatan penemuan (eksplorasi) pada pembelajaran PKN, karena mata
pelajaran PKN tidak menuntuk penemuan, dalam arti bahwa guru PKN
SMP/SMA/SMK di lingkungan kota Tangerang sebagian besar tidak pernah
melakukan kegiatan penemuan dalam proses pembelajaran PKN. Sedangkan
untuk nilai terendah yaitu point (1) adalah pada 3 komponen, yaitu (1)
Strategi yang dirancang guru dalam dokumen RPP, lebih banyak
berorientasi kepada bagaimana siswa menemukan sendiri makna dari
sebuah materi , yang berarti bahwa hampir semua guru PKN
(SMP/SMA/SMK) di kota Tangerang merancang pembelajaran dengan
membuat strategi bagaimana siswa bisa menemukan sendiri makna dari
belajarnya, (2) Melakukan penemuan terhadap sebuah kasus yang terjadi
dalam masyarakat, sangat baik untuk membuat siswa berani melakukan dan
menyatakan sesuatu yang baru, yang artinya sebagian besar guru PKN
SMP/SMA/SMK di kota Tangerang tidak setuju dengan siswa
menemukansendiri kasus yang terjadi dimasyarakat sebagai inovasi dalam
pembelajaran PKN, (5) Kegiatan penemuan dalam dokumen RPP terletak
pada komponen kegiatan awal pembelajaran (13) yang artinya sebagian
besar guru PKN SMP/SMA/SMK di Kota Tangerang menyatakan bahwa
kegiatan penemuan tidak berada di kegiatan awal.
Grafik tingkat kemampuan guru dalam melakukan kegiatan
penemuan (eksplorasi) pada materi pelajaran PKN dapat digambarkan
sebagai berikut :
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 62
Gambar 4. 19.
Grafik Kemampuan Guru dalamMerancang pembelajaran dengan lebih
berorientasi pada bagaimana siswa menemukan makna sebuah materi
Gambar 4. 20.
Grafik Kemampuan Guru dalam penemuan terhadap kasus
yang terjadi dalam masyarakat
Gambar 4. 21.
Grafik Kemampuan Guru dalam persepsi bahwa PKN tidak tepat
melakukan penemuan
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 63
Gambar 4. 22.
Grafik Kemampuan Guru dalam persepsi tentang PKN tidak cocok
dengan metode penemuan
Gambar 4. 23.
Grafik Kemampuan Guru dalamMerancang pembelajaran penemuan
pada kegiatan awal pembelajaran
Gambar 4. 24.
Grafik Kemampuan Rata-Rata Guru dalam melakukan kegiatan penemuan
dalam pembelajarannya
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 64
e. Menggunakan masyarakat belajar (Learning Community) yang sesuai
Berdasarkan rekapitulasi data penelitian tentang tingkat kemampuan
guru PKN dalam merencanakan, melaksanakan pembelajaran berbasis
konstekstual, khususnya tentang penggunaan masyarakat belajar (learning
community) maka diketahui bahwa hasilnya adalah seperti terlihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 4. 5
Rekapitulasi Data Kemampuan Guru dalam Menggunakan Masyarakat Belajar
pada PBM nya
No
Butir Pertanyaan
Option Pilihan Jawaban ∑
1 2 3 4
1 Komunitas belajar yang tepat untuk mata pelajaran PKn antara lain adalah lembaga hukum terdekat (17)
5 (12%) 19
(45%)
12
(29%)
6
(14%)
42
(100%)
2 Proses pembelajaran PKn yang saya lakukan menggunakan lingkungan sekitar sekolah sebagai komunitas belajar (40)
0 (0%) 9 (21%) 29
(69%)
4 (10) 42
(100%)
3 Hanya memanfaatkan buku sumber sebagai komunitas belajar PKn cukup mendukung terjadinya pembelajaran aktif (25)
30
(71%)
7 (17%) 3 (7%) 2 (5%) 42
(100%)
4 Penerapan komunitas atau masyarakat belajar dalam pembelajaran PKn sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa (7)
2 (5%) 3 (7%) 30
(71%)
7
(17%)
42
(100%)
5 Komunitas belajar atau masyarakat belajar yang digunakan pendidik akan terlihat pada dokumen RPP di komponen kegiatan awal pembelajaran (10)
0 (0%) 2 (5%) 30
(71%)
10
(24%)
42
(100%)
Nilai Rata-rata 7,4 8 20,8 5,8
42
Untuk tingkat kemampuan guru PKN (SMP/SMA/SMK) di
lingkungan kota Tangerang dalam menggunakan masyarakat belajar
(learning community) pada proses pembelajaran PKN diketahui bahwa
untuk komponen yang tertinggi yaitu point (4) adalah pada komponen 5,
yaitu komunitas belajar atau masyarakat belajar yang digunakan pendidik
terlihat pada dokumen RPP di komponen kegiatan awal pembelajaran,
dengan arti bahwa guru PKN SMP/SMA/SMK di kota Tangerang tidak
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 65
memahami pengertian dari masyarakat belajar yang perlu dikondisikan
untuk menunjang pembelajaran PKN. Sedangkan untuk nilai terendah yaitu
point (1) adalah pada 2 komponen, yaitu (2) Proses pembelajaran PKn yang
dilakukan menggunakan lingkungan sekitar sekolah sebagai komunitas
belajar (40) , yang berarti bahwa semua guru PKN (SMP/SMA/SMK) di
kota Tangerang tidak menggunakan lingkungan sekitar sekolah sebagai
komunitas belajar, (5) Komunitas belajar atau masyarakat belajar yang
digunakan pendidik terlihat pada dokumen RPP di komponen kegiatan awal
pembelajaran, yang artinya sebagian besar guru PKN (SMP/SMA/SMK) di
kota Tangerang tidak merancang masyarakat belajar pada kegiatan awal
pembelajaran.
Grafik tingkat kemampuan guru dalam menggunakan masyarakat
belajar (learning community) pada pelajaran PKN dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 4.25
Grafik Tingkat Kemampuan Guru dalam menggunakan komunitas belajar PKN
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 66
Gambar 4.26
Grafik Tingkat Kemampuan Guru dalam menggunakan lingkungan sekolah sebagai
komunitas belajar PKN
Gambar 4.27
Grafik Tingkat Kemampuan Guru dalam menggunakan buku sumber sebagai
komunitas belajar PKN
Gambar 4.28
Grafik Tingkat Kemampuan Guru dalam meningkatkan hasil belajar melalui
menggunakan komunitas belajar PKN
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 67
Gambar 4.29
Grafik Tingkat Kemampuan Guru dalam menerapkan komunitas belajar pada
kegiatan awal pembelajaran PKN
Gambar 4.30
Grafik Tingkat Kemampuan Rata-rata Guru dalam menggunakan
komunitas belajar yang sesuai
f. Adanya permodelan (Modelling)
Berdasarkan rekapitulasi data penelitian tentang tingkat kemampuan
guru PKN dalam merencanakan, melaksanakan pembelajaran berbasis
konstekstual, khususnya tentang permodelan (modeling) maka diketahui
bahwa hasilnya adalah seperti terlihat pada tabel di bawah ini :
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 68
Tabel 4.6
Rekapitulasi Data Kemampuan Guru dalam melakukan Permodelan
pada PBM PKN
No
Butir Pertanyaan
Option Pilihan Jawaban ∑
1 2 3 4
1 Contoh permodelan dalam pembelajaran PKn adalah dengan menggunakan profil seorang tokoh politik Indonesia (8)
2 (5%) 19
(45%)
15
(36%)
6
(14%)
42
(100%)
2 Dalam melaksanakan pembelajaran PKn, saya menggunakan media video sebagai model dalam topik atau pokok bahasan tertentu (26)
5 (12%) 30
(71%)
7 (17%) 0 (0%) 42
(100%)
3 Permodelan tidak penting dalam sebuah proses pembelajaran PKn, karena tidak memiliki pengaruh dalam membantu siswa memperjelas konsep yang dipelajarinya (18)
18
(43%)
10
(24%)
0 (0%) 14
(33%)
42
(100%)
4 Penerapan permodelan dalam dokumen pembelajaran RPP terlihat pada komponen kegiatan inti pembelajaran (34)
0 (0%) 5 (12%) 31
(74%)
6
(14%)
42
(100%)
5 Permodelan dalam sebuah pembelajaran PKn, hanya dapat dilakukan dengan mendatangkan seorang tokoh atau model yang sesuai dengan pokok bahasan terkait (16)
23
(55%)
3 (7%) 12
(29%)
4
(10%)
42
(100%)
Nilai rata-rata 9,6 13,4 13 6
42
Untuk tingkat kemampuan guru PKN (SMP/SMA/SMK) di
lingkungan kota Tangerang dalam menggunakan permodelan (modeling)
pada proses pembelajaran PKN diketahui bahwa untuk komponen yang
tertinggi yaitu point (4) adalah pada komponen 3, yaitu permodelan tidak
penting dalam sebuah proses pembelajaran PKn, karena tidak memiliki
pengaruh dalam membantu siswa memperjelas konsep yang dipelajarinya,
dengan arti bahwa guru PKN SMP/SMA/SMK di kota Tangerang sangat
setuju jika dalam pembelajaran PKN mendatangkan ataupun memberikan
sebuah permodelan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran PKN.
Sedangkan untuk nilai terendah yaitu point (1) adalah pada komponen 4,
yaitu penerapan permodelan dalam dokumen pembelajaran RPP terlihat
pada komponen kegiatan inti pembelajaran , yang berarti bahwa guru PKN
(SMP/SMA/SMK) di kota Tangerang tidak mengetahui secara jelas dimana
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 69
menggunakan permodelan pada sebuah pembelajaran PKN, apakah di awal,
inti atau penutup.
Grafik tingkat kemampuan guru dalam menggunakan permodelan
(modelling) pada pelajaran PKN dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 4.31
Grafik Tingkat Kemampuan Rata-rata Guru dalam menggunakan
Permodelan dengan Profil Tokoh Politik
Gambar 4.32
Grafik Tingkat Kemampuan Rata-rata Guru dalam menggunakan
Menggunakan media video dalam pembelajaran PKN
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 70
Gambar 4.33
Grafik Tingkat Kemampuan Guru terhdap persepsi tentang permodelan
tidak penting dalam pembelajaran PKN
Gambar 4.34
Grafik Tingkat Kemampuan Guru penerapan permodelan dalam dokumen RPP terlihat
pada kegiatan inti pembelajaran PKN
Gambar 4.35
Grafik Tingkat Kemampuan Guru penerapan permodelan dengan
mendatangkan seorang tokoh atau model
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 71
Gambar 4.36
Grafik Tingkat Kemampuan Rata-rata Guru PKN dalam menerapkan permodelan pada
kegiatan pembelajaran PKN
g. Melakukan penilaian yang sebenarnya (authentik assesment).
Berdasarkan rekapitulasi data penelitian tentang tingkat kemampuan
guru PKN dalam merencanakan, melaksanakan pembelajaran berbasis
konstekstual, khususnya tentang melakukan penilaian yang sebenarnya
(authentik assesment), maka diketahui bahwa hasilnya adalah seperti terlihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 4. 7
Rekapitulasi Data Kemampuan Guru Melakukan Penilaian yang sebenarnya pada
pembelajaran PKN
No
Butir Pertanyaan
Option Pilihan Jawaban ∑
1 2 3 4
1 Penilaian yang tepat untuk proses pembelajaran PKn adalah hanya dengan mengukur tingkat pemahaman konsep siswa terhadap sebuah pokok bahasan (2)
2 (5%) 3 (7%) 7 (13%) 30
(71%)
42
(100%)
2 Penilaian pembelajaran PKn yang saya lakukan dalam pembelajaran saya menggunakan metode penilaian yang bervariasi (24)
4 (10%) 5 (12%) 26
(62%)
7
(17%)
42
(100 %)
3 Dalam mengembangkan perangkat penilaian PKn, saya melihat pada tuntutan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (12)
0 (0%) 0 (0%) 25
(60%)
17
(40%)
42
(100%)
4 Menilai pembelajaran seharusnya menggunakan penilaian yang sebenarnya, bukan hanya penilaian dalam kelas saja (38)
14
(33%)
1 (2%) 13
(31%)
14
(33%)
42
(100%)
5 Dalam mengembangkan soal atau tes hasil belajar, yang dijadikan acuan adalah Permendiknas nomor 20 tahun 2007 bukan materi pelajaran yang telah diberikan kepada
6 (14%) 30
(17%)
1 (2%) 5
(12%)
42
(100%)
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 72
siswa (15)
Nilai rata-rata 5,2 7,8 14,4 14,6
42
Untuk tingkat kemampuan guru PKN (SMP/SMA/SMK) di
lingkungan kota Tangerang dalam melakukan penilaian yang sebenarnya
(authentik assesment), pada proses pembelajaran PKN diketahui bahwa
untuk komponen yang tertinggi yaitu point (4) adalah pada komponen 1,
yaitu penilaian yang tepat untuk proses pembelajaran PKn adalah hanya
dengan mengukur tingkat pemahaman konsep siswa terhadap sebuah pokok
bahasan, dengan arti bahwa guru PKN (SMP/SMA/SMK) di kota
Tangerang sangat setuju jika dalam pembelajaran PKN melakukan penilaian
yang tepat sangat penting untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa
terhadap sebuah konsep. Sedangkan untuk nilai terendah yaitu point (1)
adalah pada komponen 3, yaitu dalam mengembangkan perangkat penilaian
PKn, saya melihat pada tuntutan Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar (12), yang berarti bahwa guru PKN (SMP/SMA/SMK) di kota
Tangerang dalam melaksanakan penilaian tidak menggunaakan tuntutan
SK/KD sebagai dasar untuk menilai.
Grafik tingkat kemampuan guru dalam menggunakan penialaian
yang sebenarnya (authentik assesment) pada pelajaran PKN dapat
digambarkan sebagai berikut :
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 73
Gambar 4.37
Grafik Tingkat Kemampuan Guru PKN dalam melakukan penilaian yang tepat pada proses
pembelajaran
Gambar 4.38
Grafik Tingkat Kemampuan Rata-rata Guru PKN dalam menerapkan penilaian yang
bervariasi pada kegiatan pembelajaran PKN
Gambar 4.39
Grafik Tingkat Kemampuan Guru PKN dalam mengembangkan perangkat penilaian
berpedoman pada SK/KD
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 74
Gambar 4.40
Grafik Tingkat Kemampuan Guru PKN dalam menerapkan penilaian yang sebenarnya
bukan hanya dalam kelas saja pada pembelajaran PKN
Gambar 4.41
Grafik Tingkat Kemampuan Guru PKN dalam mengembangkan soal berpedoman pada
Permendiknas 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian
Gambar 4.42
Grafik Tingkat Kemampuan Rata-rata Guru PKN dalam melakukan penilaian yang
sebenarnya (sesuai prinsip penilaian)
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 75
h. Penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
Berdasarkan rekapitulasi data penelitian tentang tingkat kemampuan
guru PKN dalam merencanakan, melaksanakan pembelajaran berbasis
konstekstual, khususnya tentang penerapannya dalam kehidupan sehari-
hari, maka diketahui bahwa hasilnya adalah seperti terlihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 4. 8
Rekapitulasi Tingkat Kemampuan Guru PKN dalam menerapkan Pembelajaran PKN
dengan kehidupan sehari-hari
No
Butir Pertanyaan
Option Pilihan Jawaban ∑
1 2 3 4
1 Pembelajaran PKn di kelas tidak ada hubungannya dengan kehidupan siswa dimasa yang akan datang (23)
2 (5%) 2 (5%) 7 (17%) 31
(74%)
42
(100%)
2 Bagi saya pemahaman konsep lebih penting daripada penerapan konsep, karena penerapan tidak akan bermakna kalau tidak ditunjang dengan pemahaman konsep yang baik (1)
6 (14%) 0 (0%) 29
(69%)
7
(17%)
42
(100%)
3 Agar pembelajaran PKn menjadi lebih bermakna, saya mengkaitkan pokok bahasan dengan situasi nyata yang terjadi dilingkungan sekitar (33)
1 (2%) 3 (7%) 32
(76%)
6
(14%)
42
(100%)
4 Menggunakan tokoh politik yang bermasalah dalam sebuah kasus korupsi merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang tepat dalam membahas pokok bahasan globalisasi (22)
5 (12%) 0 (0%) 30
(71%)
7
(17%)
42
(100%)
5 Peristiwa, masalah, kasus atau kejadian yang terjadi dalam lingkungan sekitar merupakan media yang tepat dijadikan pokok bahasan dalam pembelajaran PKn, agar siswa dapat menemukan sendiri makna dari sebuah kejadian atau peristiwa tersebut (11)
0 (0%) 0 (0%) 6 (14%) 35
(83%)
42
(100%)
Nilai Rata-rata 2,8 1 20,8 17,2
42
Untuk tingkat kemampuan guru PKN (SMP/SMA/SMK) di
lingkungan kota Tangerang dalam menerapkan pembelajaran konstekstual
pada kehidupan sehari-hari dalam proses pembelajaran PKN diketahui
bahwa untuk komponen yang tertinggi yaitu point (4) adalah pada
komponen 5, yaitu peristiwa, masalah, kasus atau kejadian yang terjadi
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 76
dalam lingkungan sekitar merupakan media yang tepat dijadikan pokok
bahasan dalam pembelajaran PKn, agar siswa dapat menemukan sendiri
makna dari sebuah kejadian atau peristiwa tersebut, dengan arti bahwa guru
PKN (SMP/SMA/SMK) di kota Tangerang sangat setuju jika dalam
pembelajaran PKN menerapkan pembelajaran konstekstual dalam
pelaksanaan proses pembelajaran PKN. Sedangkan untuk nilai terendah
yaitu point (1) adalah pada komponen 3, yaitu agar pembelajaran PKn
menjadi lebih bermakna, harus mengkaitkan pokok bahasan dengan situasi
nyata yang terjadi dilingkungan sekitar, yang berarti bahwa guru PKN
(SMP/SMA/SMK) di kota Tangerang tidak mengkaitkan pokok bahasan
dengan situasi nyata yang terjadi di lingkungan sekitar sebagai
implementasi dari penerapan pembelajaran konstektual.
Grafik tingkat kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran
PKN dalam kehidupan nyata dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 4.43
Grafik Tingkat Kemampuan Guru PKN terhadap persepsi tentang tidak ada
hubungannya penerapan pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 77
Gambar 4.44
Grafik Tingkat Kemampuan Guru PKN terhadap persepsi tentang
pemahaman konsep lebih penting daripada penerapan konsep
dalam pembelajaran PKN
Gambar 4.45
Grafik Tingkat Kemampuan Guru PKN dalam menerapkan situasi nyata
yang terjadi di lingkungan pada pembelajaran PKN
Gambar 4.46
Grafik Tingkat Kemampuan Guru PKN dalam menggunakan tokok politik
sebagai pokok masalah dalam mempelajari topik globalisasi
pada pembelajaran PKN
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 78
Gambar 4.47
Grafik Tingkat Kemampuan Guru PKN dalam menggunakan peristiwa, kasus,
masalah dalam lingkungan sekitar sebagai media yang tepat
dijadikan pokok bahasan PKN
Gambar 4.48
Grafik Tingkat Kemampuan Rata-rata Guru PKN dalam menerapkan pembelajaran
konstekstual pada kehidupan nyata sehari-hari
2. Rekapitulasi Kualitas Silabus dan RPP Guru PKN
a. Dokumen Silabus PKN
Berdasarkan rekapitulasi data penelitian tentang kualitas dokumen
pembelajaran PKN (SMP/SMA/SMK) yang dikembangkan guru PKN
SMP/SMA/SMK di lingkungan Kota Tangerang, khususnya dokumen
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 79
silabus PKN, diketahui bahwa hasilnya adalah seperti terlihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 4.9.
Rekapitulasi Data Tingkat Kualitas Dokumen Perencanaan Pembelajaran PKN (Silabus)
Guru SMP/SMA/SMK Di Lingkungan Kota Tangerang Tahun 2012
SILABUS
REKAPITULASI KUALITAS SILABUS PKN
NA K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K10
1 8 2 1 6 2 2 4 2 2 5 34 (B)
2 6 2 2 5 1 1 3 1 3 3 27 (C)
3 6 1 2 4 3 2 3 1 2 3 27 (C)
4 6 2 2 4 3 2 2 2 1 2 26(C)
5 7 1 1 6 3 3 3 2 2 5 33 (B)
Rata2 6,6 1,6 1,6 5 2,4 2 3 1,6 2 3,6 29,4 (B)
Untuk kualitas dokumen silabus PKN yang dibuat oleh guru PKN
(SMP/SMA/SMK) di lingkungan kota Tangerang diketahui bahwa untuk
komponen yang tertinggi yaitu pada komponen 1, yaitu memenuhi 8
komonen silabus. Sedangkan untuk nilai terendah yaitu pada komponen 3,
yaitu komponen 2 (Standar Kompetensi), komponen 3 (Kompetensi Dasar)
dan komponen 8 (Alokasi Waktu). Secara keseluruhan nilai kualitas rata-
rata dokumen silabus PKN adalah 29,4 dengan kategori Baik (B)
Grafik tingkat kualitas dokumen pembelajaran PKN (Silabus) dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 4.49
Grafik Tingkat Kualitas Dokumen Perencanaan Pembelajaran PKN (Silabus 1)
Guru SMP/SMA Di Lingkungan Kota Tangerang Tahun 2012
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 80
Gambar 4.50
Grafik Tingkat Kualitas Dokumen Perencanaan Pembelajaran PKN (Silabus 2)
Guru SMP/SMA Di Lingkungan Kota Tangerang Tahun 2012
Gambar 4.51
Grafik Tingkat Kualitas Dokumen Perencanaan Pembelajaran PKN
(Silabus 3) Guru SMP/SMA Di Lingkungan Kota Tangerang Tahun 2012
Gambar 4.52
Grafik Tingkat Kualitas Dokumen Perencanaan Pembelajaran PKN
(Silabus 4) Guru SMP/SMA Di Lingkungan Kota Tangerang Tahun 2012
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 81
Gambar 4.53
Grafik Tingkat Kualitas Dokumen Perencanaan Pembelajaran PKN (Silabus 1)
Guru SMP/SMA Di Lingkungan Kota Tangerang Tahun 2012
Gambar 4.53
Grafik Tingkat Kualitas Rata-rata Dokumen Perencanaan Pembelajaran PKN
Guru SMP/SMA Di Lingkungan Kota Tangerang Tahun 2012
b. Dokumen RPP PKN
Berdasarkan rekapitulasi data penelitian tentang kualitas dokumen
pembelajaran PKN (SMP/SMA/SMK) yang dikembangkan guru PKN
SMP/SMA/SMK di lingkungan Kota Tangerang, khususnya dokumen
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) PKN, diketahui bahwa hasilnya
adalah seperti terlihat pada tabel di bawah ini :
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 82
Tabel 4.10.
Rekapitulasi Data Tingkat Kualitas Dokumen Perencanaan Pembelajaran PKN (RPP) Guru
SMP/SMA Di Lingkungan Kota Tangerang Tahun 2012
RPP
REKAPITULASI KUALITAS RPP PKN
NA
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8
1 11 5 5 4 4 8 6 5 53 (AB)
2 9 4 4 4 3 5 4 4 37 (B)
3 8 4 4 3 2 5 4 4 34 (C)
4 9 5 4 3 4 3 4 4 36 (B)
5 9 4 4 2 2 5 4 4 34 (C)
Rata2 9,2 4,4 4,2 3,2 3 5,2 4,4 4,2 38,8 (AB)
Untuk kualitas dokumen RPP PKN yang dibuat oleh guru PKN
(SMP/SMA/SMK) di lingkungan kota Tangerang diketahui bahwa untuk
komponen yang tertinggi yaitu pada komponen 1, yaitu memenuhi 11
komonen minimal RPP. Sedangkan untuk nilai terendah yaitu pada
komponen 5, yaitu komponen pemilihan dan pengorganisasian materi
pembelajaran. Secara keseluruhan nilai kualitas rata-rata dokumen silabus
PKN adalah 38,8 dengan kategori Amat Baik (AB)
Grafik tingkat kualitas dokumen pembelajaran PKN (RPP) dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 4.54
Grafik Tingkat Kualitas Dokumen Perencanaan Pembelajaran PKN (RPP 1)
Guru SMP/SMA Di Lingkungan Kota Tangerang Tahun 2012
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 83
Gambar 4.55
Grafik Tingkat Kualitas Dokumen Perencanaan Pembelajaran PKN (RPP 2)
Guru SMP/SMA Di Lingkungan Kota Tangerang Tahun 2012
Gambar 4.56
Grafik Tingkat Kualitas Dokumen Perencanaan Pembelajaran PKN (RPP 3)
Guru SMP/SMA Di Lingkungan Kota Tangerang Tahun 2012
Gambar 4.57
Grafik Tingkat Kualitas Dokumen Perencanaan Pembelajaran PKN (RPP 4)
Guru SMP/SMA Di Lingkungan Kota Tangerang Tahun 2012
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 84
Gambar 4.58
Grafik Tingkat Kualitas Dokumen Perencanaan Pembelajaran PKN (RPP 5)
Guru SMP/SMA Di Lingkungan Kota Tangerang Tahun 2012
Gambar 4.59
Grafik Tingkat Kualitas Rata-rata Dokumen Perencanaan Pembelajaran PKN (RPP)
Guru SMP/SMA Di Lingkungan Kota Tangerang Tahun 2012
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian seperti telah diuraikan sebelumnya, maka
diketahui bahwa diketahui tingkat kemampuan guru PKN dalam merencanakan,
melaksanakan pembelajaran berbasis konstekstual akan dilihat pada kemampuan
guru dalam membuat dokumen perencanaan pembelajaran berbasis konstektual.
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 85
Hal tersebut sesuai dengan 3 konsep dalam mengajar, yakni mengajar merupakan
suatu proses transmisi pengetahuan, mengajar sebagai penataan segala kemampuan
mengajar secara efisien serta mengajar sebagai upaya membantu memudahkan
kegiatan belajar siswa. Untuk itu, maka seorang pendidik perlu melakukan
beberapa hal dalam proses mengajarnya, yaitu : mengaktifkan motivasi,
memberitahukan tujuan belajar, merancang kegiatan dan perangkat pembelajaran
yang memungkinkan siswa dapat terlibat secara aktif, mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang dapat merangsang berpikir siswa (provoking question),
memberikan bantuan terbatas kepada siswa tanpa memberikan jawaban final serta
menghargai hasil kerja siswa dan memberi umpan balik.
Kualitas rancangan guru PKN dalam merancang pembelajaran konstektual
akan dapat memudahkan guru dalam melakanakan pembelajaran konstektual
dikelasnya. Beberapa bentuk rancangan pembelajaran yang direncanakan guru
dapat terlihat dari dokumen pembelajaran yang dikembangkan, antara lain adalah
silabus dan RPP. Dimana dalam rancangan pembelajaran tersebut, dapat
mencerminkan beberapa aktivitas yang mencerminkan konsep pembelajaran
konstektual, antara lain : menyediakan aktivitas dan kondisi yang memungkinkan
terjadinya konstruksi pengetahuan, pembelajaran dilaksanakan dalam konteks
otentik, pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning
in real life setting), memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan
tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning), dilaksanakan melalui kerja
kelompok, berdiskusi, dan saling mengoreksi antar teman (learning in group).
berkerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara
mendalam (learning to know each other deeply), dilaksanakan secara aktif, kreatif,
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 86
produktif, dan mementingkan kerjasama (leaning to ask, to inquiry, to work
together). serta dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).
Perencanaan pembelajaran berbasis konstekstual akan memberikan peluang
siswa untuk bekerja, menemukan, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan baru (constructivism). Menggunakan atau membentuk grup belajar
yang saling tergantung (interdependent learning groups), memfasilitasi kegiatan
penemuan (inquiry), serta memberikan peluang kepada siswa untuk menumbuhkan
rasa ingin tahunya melalui pertanyaan (questioning), serta memberikan contoh
melalui sebuah pemodelan (modeling), dan mengajak siswa untuk melakukan
refleksi (reflection), tentang apa yang baru dipelajari , serta melakukan penilaian
yang sebenarnya (authentic assesment), yaitu dengan memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa. Penerapan konsep pembelajaran konstektual akan
lebih berhasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan, jika melakukan bberapa
tahapan dalam penerapannya, antara lain yaitu : menekankan pada aktivitas siswa
secara penuh, baik fisik maupun mental, memandang bahwa belajar bukan
menghafal, akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata,
mengkondisikan kelas bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan
tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan. Semua
tahapan tersebut akan berhasil jika guru sebagai perancang pembelajaran
memahami dan mendalami konsep pembelajaran konstektual secara utuh yang
dituangkan dalam dokumen perencanaan pembelajaran yang antara lain meliputi
dokumen silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 87
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Tingkat kemampuan guru PKN dalam merencanakan, melaksanakan
pembelajaran berbasis konstekstual di lingkungan Kota Tangerang tahun
2012 adalah sebagai berikut :
a. Kemampuan guru PKN dalam mengaitkan antara materi atau
konsep pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa (keluarga,
sekolah, masyarakat dan negara ), mendapatkan hasil tertinggi (skore
4) adalah untuk komponen 5 (karena guru tidak menyukai politik,
sehingga tidak pernah memberikan contoh dalam pembelajaran PKn
tentang kejadian atau peristiwa politik yang ada) dengan nilai 33
(tiga puluh tiga) atau 79 %, dan nilai terendah (skore 1) yaitu pada
komponen 4 (dalam mengembangkan materi pembelajaran PKN,
guru menyesuaikan dan mengkaitkannya dengan contoh kejadian
atau peristiwa yang terjadi di masyarakat) dengan nilai 1 (satu) atau
2%.
b. Kemampuan guru PKN dalam pembentukan Konsep, mendapatkan
hasil tertinggi (skore 3) adalah untuk komponen 3 (saat mengajar
guru menggali informasi tentang pemahaman siswa terhadap sebuah
konsep dengan situasi nyata dalam sebuah kuis/game/apersepsi atau
sejenisnya) dengan nilai 38 (tiga puluh delapan) atau 90%, dan nilai
terendah (skore 1) yaitu pada komponen 1 (dalam mengajar saya
mendahulukan siswa mencari informasi sendiri terlebih dahulu,
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 88
sebelum saya memberikan konsep yang sesungguhnya ) dengan nilai
0 (nol) atau 0 %.
c. Kemampuan guru PKN dalam menumbuhkan kegiatan bertanya
(questioning), mendapatkan hasil tertinggi (skore 3) adalah untuk
komponen 2 (memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif
bertanya dalam berbagai kesempatan di dalam pembelajaran ) dengan
nilai 32 (tiga puluh dua) atau 76%, dan nilai terendah (skore 1) yaitu
pada komponen 1 (Siswa yang banyak bertanya dalam sebuah
pembelajaran, menunjukkan siswa yang aktif ) atau 0 % dan
komponen 2 (memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif
bertanya dalam berbagai kesempatan di dalam pembelajaran )
dengan nilai 0 (nol) atau 0 %.
d. Kemampuan guru PKN dalam melakukan kegiatan penemuan
(eksplorasi), mendapatkan hasil tertinggi (skore 4) adalah untuk
komponen 3 (Melakukan penemuan dalam proses belajar tidak tepat
dilakukan untuk mata pelajaran PKn, karena PKn tidak menuntut
penemuan ) dengan nilai 32 (tiga puluh dua) atau 76%, dan nilai
terendah (skore 1) yaitu pada komponen 1 (Strategi yang saya
rancang dalam dokumen RPP, lebih banyak berorientasi kepada
bagaimana siswa menemukan sendiri makna dari sebuah materi),
komponen 2 (Melakukan penemuan terhadap sebuah kasus yang
terjadi dalam masyarakat, sangat baik untuk membuat siswa berani
melakukan dan menyatakan sesuatu yang baru), dan komponen 5
(Kegiatan penemuan dalam dokumen RPP terletak pada komponen
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 89
kegiatan awal pembelajaran) dengan masing-masing nilai perolehan
adalah 0 (nol).
e. Kemampuan guru PKN dalam menggunakan masyarakat Belajar
(learning community), mendapatkan hasil tertinggi (skore 4) adalah
untuk komponen 5 (Komunitas belajar atau masyarakat belajar yang
digunakan pendidik akan terlihat pada dokumen RPP di komponen
kegiatan awal pembelajaran ) dengan nilai 10 (sepuluh) atau 71 % ,
dan nilai terendah (skore 1) yaitu pada komponen 2 (Proses
pembelajaran PKn yang saya lakukan menggunakan lingkungan
sekitar sekolah sebagai komunitas belajar) dengan masing-masing
nilai perolehan adalah 0 (nol) atau 0%.
f. Kemampuan guru PKN dalam menggunakan permodelan
(modelling), mendapatkan hasil tertinggi (skore 4) adalah untuk
komponen 2 (dalam melaksanakan pembelajaran PKn, saya
menggunakan media video sebagai model dalam topik atau pokok
bahasan tertentu ) dengan nilai 14 (empat belas) atau 33 %, dan nilai
terendah (skore 1) yaitu pada komponen 4 (Penerapan permodelan
dalam dokumen pembelajaran RPP terlihat pada komponen kegiatan
inti pembelajaran ) dengan nilai perolehan adalah 0 (nol) atau 0 %.
g. Kemampuan guru PKN dalam melakukan penilaian yang
sebenarnya (authentik assesment), mendapatkan hasil tertinggi
(skore 4) adalah untuk komponen 1 (Penilaian yang tepat untuk
proses pembelajaran PKn adalah hanya dengan mengukur tingkat
pemahaman konsep siswa terhadap sebuah pokok bahasan) dengan
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 90
nilai 30 (tiga puluh) atau 71 %, dan nilai terendah (skore 1) yaitu
pada komponen 3 (Dalam mengembangkan perangkat penilaian
PKn, saya melihat pada tuntutan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar ) dengan nilai perolehan adalah 0 (nol) atau 0 %.
h. Kemampuan guru PKN dalam mengaplikasikan proses pemblajaran
dalam kehidupan sehari-hari, mendapatkan hasil tertinggi (skore 4)
adalah untuk komponen 5 (Peristiwa, masalah, kasus atau kejadian
yang terjadi dalam lingkungan sekitar merupakan media yang tepat
dijadikan pokok bahasan dalam pembelajaran PKn, agar siswa dapat
menemukan sendiri makna dari sebuah kejadian atau peristiwa
tersebut ) dengan nilai 35 (tiga puluh lima) atau 83%, dan nilai
terendah (skore 1) yaitu pada komponen 4 (Menggunakan tokoh
politik yang bermasalah dalam sebuah kasus korupsi merupakan
salah satu bentuk pembelajaran yang tepat dalam membahas pokok
bahasan globalisasi)dengan nilai perolehan adalah 0 (nol) atau 0 %.
B. Saran-Saran
1. Perlu ada kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan proses
pembelajaran PKN yang berorientasi pada penerapan pembelajaran
konstektual di lingkungan Kota Tangerang Selatan
2. Perlu adanya pendidikan dan pelatihan peningkatan pengetahuan guru
PKN pada SMP/SMA di lingkungan kota Tangerang tentang konsep
dasar dan pembelajaran berbasis konstekstual.
3. Perlu dilakukan upaya peningkatan kemampuan guru PKN pada
SMP/SMA di lingkungan kota Tangerang untuk dapat membuat
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 91
dokumen silabus dan RPP yang baik dengan memenuhi standar
minimal sesuai dengan ketentuan yang ada
4. Perlu adanya pelatihan tentang penerpan model pembelajaran berbasis
konstektual yang dapat mengimplementasikan secara nyata bentuk dan
aktivitas pembelajaran yang berkualitas untuk mata pelajaran PKN
tingkat SMP/SMA di lingkungan kota Tangerang.
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 92
DAFTAR PUSTAKA
.........., dkk. (2000). Pembelajaran Koperatif. Surabaya : Unesa-University
.............. (2002). Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual. Jakarta :
_____ (2008) Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Depdiknas
Depdiknas. (2002). Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Depdiknas
Gredler. Margaret E. Bell, Belajar dan Membelajarkan: Seri Pustaka Teknologi Pendidikan No. 11,
Penerjemah, Munadir. Ed.1, Cet.2 ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994)hlm. 47 – 51
http://kafeilmu.com/2011/05/definisi-pembelajaran-kontekstual-ctl.html#ixzz1w2OMplDJ
Ibrahim, M. & Nur, M. (2000). Pembelajaran Berdasarkan Masalah : Surabaya : Unesa-
University Press
Joyce, B. & Weil, M. (1996). Models of Teaching, 5th Edition. Boston : Allyn & Bacon.
Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual; Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika
Aditama
M. Mursid dan Saekhan. CTL dalam PAI. (http://samrit-amq.blogspot.com. Diakses 18 Desember
2008)
Munandir MA, Kondisi Belajar dan Teori Belajar, Judul asli: The Conditions of Learning and
Theory of Intruduction, oleh Robert. M. Gagne, ( Jakarta: Pusat Antar Universitas Untuk
Pengembangan dan Peningkatan Aktivitas Instruksional Universitas Terbuka, 1989), hlm.
317.
Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual; Panduan Bagi
Guru, Kepala Sekolah, dan Pengurus Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara Press
Nanang Hanafiah, & Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung:Refika
Aditama, 2009), hal. 67
Ratumanan, Tanwey, Gerson, Drs., M.Pd. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Surabaya. Unesa
University Press.
Sagala, Syaiful, DR.,H.,M.Pd. (2008). Konsep dan Makna Pembelajaran. Jakarta. Alfabeta
Bandung.
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung:Alfabeta, 2005), hal. 88
Trianto. (2007) Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Udin Saefudin Sa’ud, Inovasi Pendidikan, (Bandung:Alfabeta, 2008), hal. 162-163
Udin. S. Winataputra, dkk. (2008).Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Universitas Terbuka
Uno, Hamzah B. (2007) Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif
dan Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Laporan Hasil Penelitian/FKIP UNPAM/2012 93
LAMPIRAN - LAMPIRAN