laporan akhir penelitian hibah institusionalrepo.apmd.ac.id/480/1/hybrid institusion.pdf · booming...

90
1 LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONAL Judul: Hybrid Institution Sebagai Enabling Factor Ekosistem Inovasi (Studi Kasus BUM Desa “Sejahtera” Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Gunung Kidul Sebagai BUM Desa berbasis IPTEK) Peneliti: Drs. Sumarjono, M.Si. (0017025810) Drs. Parwoto, M.Si. (...) Untuk Diajukan Kepada: Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD” YOGYAKARTA JUNI 2018

Upload: others

Post on 05-Jul-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

1

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONAL

Judul:

Hybrid Institution Sebagai Enabling Factor Ekosistem Inovasi

(Studi Kasus BUM Desa “Sejahtera” Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Gunung Kidul

Sebagai BUM Desa berbasis IPTEK)

Peneliti:

Drs. Sumarjono, M.Si. (0017025810)

Drs. Parwoto, M.Si. (...)

Untuk Diajukan Kepada:

Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD”

SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD” YOGYAKARTA

JUNI 2018

Page 2: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

2

Halaman Pengesahan

Judul : Hybrid Institution Sebagai Enabling Factor Ekosistem Inovasi

(Studi Kasus BUM Desa “Sejahtera” Desa Bleberan, Kecamatan

Playen, Gunung Kidul Sebagai BUM Desa berbasis IPTEK)

Kode/ Rumpun Ilmu Peneliti : Ilmu Sosial dan Politik

a. Nama : Drs. Sumarjono, M.Si.

b. NIP/NIDN : 19580217196021001/0017025810

c. Pangkat/Gol. : III/C

d. Jabatan Fungsional : Lektor

f. Program Studi : Ilmu Pemerintahan

g. Telpon/HP :

h. Alamat email : [email protected]

Institusi Mitra Kerja

Nama Institusi Mitra : Pemerintah Desa Bleberan

Alamat Institusi Mitra : Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul

Lama Penelitian : 6 Bulan

Biaya penelitian : Rp. 10.000.000,-

Sumber Dana Penelitian dari

STPMD “APMD:

: Rp. 10.000.000,-

Menyetujui Yogyakarta, 21 Juni 2017

Kepala P3M

Sekretaris P3M

Peneliti

Dra.Widati, lic.rer.reg Drs. Sumarjono, M.Si.

Mengetahui,

Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan

Gregorius Sahdan, SIP, M.A.

Page 3: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

3

RINGKASAN HASIL

Kajian ini bertujuan menguji daya kelembagaan BUM Desa sebagai hibryd institution bagi

tumbuhnya inovasi dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Bleberan, Gunung Kidul.

Studi-studi terdahulu tentang tautan kelembagaan ekonomi dan inovasi menunjukkan

faktor inovasi menjadi kunci bagi penguatan kelembagaan ekonomi. Studi ini justru berbeda

dari kajian terdahulu yang menempatkan kelembagaan ekonomi justru menjadi faktor

menentukan dalam membangun ekosistem inovasi. Desain hybrid institution yang melekat

pada BUM Desa meyajikan sejumlah peluang berupa keunggulan kelembagaan yang dapat

didayagunakan untuk mengatasi limitasi penguatan ekonomi desa. Kajian ini menemukan

bahwa dalam kasus BUM Desa “Sejahtera” prasyarat format hybrid institution belum

terpenuhi yang disebabkan oleh lemahnya kapasitas dalam melembagakan aturan main

yang mengikat para pelakunya dan justru menyeret para pelakunya terlibat dalam konflik

kepentingan yang tidak terkelola. Alhasil, BUM Desa “Sejahtera” gagal dalam menjadi

inkubator bagi tumbuhnya inovasi desa. Inovasi warga yang pada awalnya tumbuh tidak

berkembang karena tidak ditangkap dengan baik oleh BUM Desa.Studi ini merupakan

penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus instrumental yang

diorientasikan memperkaya khazanah teoritik tentang kelembagaan

ekonomi.Denganmetodependekatanstudikasus, penelitian yang

dilakukandapatlebihmendalammengeksplorasisecaralebihterperinci, mendalam,

danjelassehinggadapatmenjawabrumusanmasalah yang diajukan.

Page 4: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

4

Daftar Isi

HalamanPengesahan…………………………………………………………………………………………………….. ii

RingkasanHasil............................................................................................................. iii

Daftar Isi.............................................................................................................................. iv

Bab 1 Pendahuluan............................................................................................................. 1

A. LatarBelakang.............................................................................................................. 1

B. RumusanMasalah Dan TujuanPenelitian................................................................... 6

C. LuaranPenelitian.......................................................................................................... 6

Bab 2 Kajian Pustaka........................................................................................................... 7

A. Review PenelitianTerdahulu........................................................................................ 7

B. Kerangka Teoritik .......................................................................................................... 10

B.1. Hybrid Institutions........................................................................................................ 10

B.2. Inovasi Dan Ekosistem Inovasi..................................................................................... 13

C. KerangkaPikirPenelitian.............................................................................................. 16

Bab 3 Metode Penelitian..................................................................................................... 18

A. PendekatanPenelitian.................................................................................................. 18

B. Sumber Data, TeknikPengumpulan Data, Dan Informan............................................. 19

C. TeknikAnalisa Data....................................................................................................... 20

D. UjiKeabsahan Data....................................................................................................... 20

Bab 4 SosialEkonomiDesaBleberan……………………………………………………………………………… 22

A. Setting SosialEkonomiDesaBleberan……………………………………………………………………... 22

B. Riwayat Bum Desa “Sejahtera “Dan Bentuk Model Bisnis………………………………………… 26

B.1. SejarahBumdesBleberan: AntaraprakarsaLokal Dan KoridorRegulasi…………………. 26

B.2. KepemilikanKolektifWarga- PemerintahDesa……………………………………………………….. 28

B.3. DikelolaDemokratis-Teknokratis…………………………………………………………………………… 30

B.4. Komersial –Sosial…………………………………………………………………………………………………… 32

Bab 5 PengembanganEkosistemInovasiOleh Bum Desa……………………………………………… 34

A. Kepemimpinan……………………………………………………………………………………………………….. 34

Page 5: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

5

B. Sistem Social Budaya………………………………………………………………………………………………. 37

C. Pendidikan…………………………………………………………………………………………………………… 38

D. Etika Dan EtosKerja……………………………………………………………………………………………….. 39

E. Pendanaan…………………………………………………………………………………………………………… 40

F. Regulasi…………………………………………………………………………………………………………………… 41

Bab 6 Menguji Format BUM Des dalamPengembanganEkosistemInovasi …………………… 43

A. Kapasitas BUM Desasebagai Hybrid Institution………………………………………………………. 43

B. Model BUM DesaInovatif……………………………………………………………………………………….. 45

C. MemetakanPosisi BUM Desa Sejahtera dalam Model BUM DesaInovatif.................................................................................................................

49

Bab. 7 Simpulan dan Rekomendasi 52

A. Simpulan............................................................................................................ 52

B. Rekomendasi................................................................................................... 53

Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………………………… 55

Lampiran-Lampiran 59

Daftar Gambar

Gambar 1. KerangkaPengujian Bum DesaSebagai Enabling Factor EkosistemInovasi..... 17

Gambar6.1 Model BUM DesaInovatif…………………………………………………………………………………. 44

DaftarTabel

Tabel 4.1. JumlahPendudukDesaBleberanBerdasarkanUmurTahun 2016………………….. 22

Tabel 4.2. Tingkat PendidikanPendudukDesaBleberanTahun 2015……………………………….. 22

Tabel 4.3. JumlahPengunjungdanPendapatan Unit Usaha Wisata………………………………….. 30

Tabel 6.1. Overview Kondisi BUM Desa “Sejahtera” …………………………………………………………… 42

Tabel 6.2. Matrik Perkembangan BUM Desa Inovatif................................................................... 47

Page 6: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

6

BAB I

PENDAHULUAN

D. Latar Belakang

Kajian ini akan menguji pengaruh kelembagaan ekonomi desa terhadap

tumbuhnya inovasi bagi penguatan ekonomi desa. Secara spesifik, kajian ini fokus pada

upaya menguji daya kelembagaan BUM Desa sebagai hibryd institution bagi tumbuhnya

inovasi sosial ekonomi dalam pengembangan desa wisata di Desa Bleberan, Kecamatan

Playen, Kabupaten Gunung Kidul. Studi-studi terdahulu tentang pertautan kelembagaan

ekonomi dan inovasi justru menunjukkan bahwa faktor inovasi menjadi kunci bagi

penguatan kelembagaan ekonomi. Studi ini justru berangkat dari standing point

berpunggungan dengan sejumlah studi terdahulu. Kajian ini hendak menempatkan

kelembagaan ekonomi justru menjadi faktor yang menentukan keberhasilan (atau

kegagalan ) bertumbuhnya ekosistem inovasi yang kondusif. Ringkasnya, kajian ini akan

menguji kelembagaan BUM Desa sebagai ekosistem bagi produksi inovasi-inovasi desa.

Terbitnya UU No. 6/2014 Tentang Desa, dengan asas rekoginisi dan subsidiaritas,

telah membuka ruang bagi desa memiliki kewenangan lokal skala desa dalam

pengembangan berbagai potensi dan sumber daya yang dimilikinya. Dampaknya, terjadi

booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia. Hanya dalam kurun

waktu 2 tahun, Kementrerian Desa mencatat jumlah BUM Desa telah mengalami

kenaikkan mencapai 14 kali lipat dari 1.022 unit pada tahun 2014 menjadi 14.686 unit

pada tahun 2016 (Rusiana, 2017). Pendirian dan pengembangan BUM Desa memang

merupakan salah satu prioritas dari pemanfaatan Dana Desa yang bersumber dari APBN

sebagaimana mandat dari UU Desa. Target pemerintah pusat hingga tahun 2019, BUM

Desa akan ditingkatkan menjadi 20.000 unit (Yazid, 2016).BUM Desa sebenarnya telah

ditawarkan pemerintah sejak tahun 2005 silam, namun eksistensi BUM Desa kembali

mendapat perhatian setelah ditetapkannya UU Desa (Purwadi, 2016).

Dalam kerangka tersebut, BUM Desa dimaksudkan sebagai wadah usaha desa,

dengan spirit kemandirian, kebersamaan, dan kegotongroyongan antara pemerintah

desa dan masyarakat, yang mengembangkan aset lokal untuk memberikan pelayanan

kepada warga masyarakat dan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat dan desa

(Eko, 2014). Dengan lain perkataan, BUM Desa menjadi wadah kelembagaan ekonomi

bagi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya desa agar dapat mendorong;

peningkatan jenis usaha warga desa, meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes),

integrasi pemasaran dan promosi, peningkatan industri kreatif, pemanfaatan serta

sumber daya alam secara berkelanjutan (Kemendes, 2016b).

Page 7: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

7

Mandat sebagai wadah kelembagaan ekonomi desa telah menempatkan BUM

Desa sebagai pelaku sentral dan strategis bagi pencapaian upaya kemandirian Desa.

Mengapa BUM Desa diletakkan sebagai pilar utama penggerak ekonomi Desa?

Pertanyaan tersebut menuntun pada sejumlah argumen yang mendasari BUM Desa

sebagai hybrid institution. Pertama, BUM Desa lahir dari regulasi negara sekaligus

berangkat dari prakarsa lokal. Ini artinya BUM Desa memiliki struktur peluang yang

kehadirannya dijamin dengan payung hukum sekaligus memberikan pengakuan bagi

tumbuhnya prakarsa lokal. Pengalaman masa lalu menunjukkan penguatan

kelembagaan ekonomi desa dengan pendekatan top-down dengan menghadirkan

lembaga-lembaga korporatik desa seperti KUD maupun program –program pemerintah

pusat seperti KCK, Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) hingga hingga PNPM tidak

pernah memiliki konektivitas dengan prakarsa lokal yang berciri bottom up yang

ditopang dengan modal sosial warga. Kedua entitas tersebut seperti berjalan sendiri-

sendiri. Kehadiran BUM Desa tentunya bukan hanya menjembatani namun juga

membuka pengintegrasian bahkan meleburkan dua entitas tersebut. Peleburan tersebut

tampak dari regulasi tentang pendidrian BUM Desa yang mensyaratkan adanya inisiatif

lokal baik oleh pemerintah desa dan atau warga yang disesuaikan dengan potensi dan

kebutuhan desa serta dilembagakan secara partisipatoris dan deliberatif dalam wadah

musyawarah desa sebagai institusi pengambilan keputusan tertinggi desa.

Kedua, kelembagaan BUM Desa didesain sebagai usaha desa yang bercirikan

kepemilikan kolektif, bukan hanya dimiliki pemerintah desa atau masyarakat atau

individu namun menjadi milik pemerintah desa dan masyarakat desa (Eko, 2014). Desain

tersebut membawa konsekuensi diintegrasikannya pemberdayaan ekonomi berbasis

komunitas dengan pemerintah desa. Sebagaimana dalam program-program

pemberdayaan ekonomi desa terdahulu seperti PNPM, program-program tersebut

dikritik bersifat hanya memberdayakan komunitas secara sektoral sehingga tidak merata

dan tidak dapat menjamin keberlanjutannya (Eko, 2014). Dari berbasis komunitas dan

terlepas dari pemerintah desa menjadi terintegrasi ke dalam sistem pemerintahan desa

melalui wadah BUM Desa menjadi letak pergeseran kewenangan pemberdayaan

masyarakat desa. Dengan kedudukannya yang dinilai strategis, BUM Desa diharapkan

mampu memerankan fungsinya sebagai motor penggerak perekonomian desa, sehingga

mendorong mengentaskan kemiskinan, menyejahterakan warga desa, dan menjadi desa

mandiri dengan segala potensi desa yang dimilikinya (Kemendes, 2016a). Dengan

pengintegrasian tersebut, maka BUM Desa dimiliki dan dimanfaatkan sepenuhnya oleh

pemerintah desa dan warga desa.

Sebagai ilustrasi, sejak tahun 2015 terjadi pergeseran paradigma pembangunan

desa dari berbasis komunitas menjadi terintegrasi dengan pemerintah desa telah terjadi

dalam pengelolaan potensi desa. Pada periode pemerintahan sebelumnya yakni 2009-

2014, Pemerintah Pusat, dalam hal ini adalah Kementerian Pariwisata melalui PNPM

Page 8: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

8

Mandiri Pariwisata telah mengembangkan desa wisata di seluruh wilayah Indonesia

dengan pendekatan berbasis kelompok/komunitas (Kemenpar, 2014). Setelah UU No 6

Tahun 2014 ditetapkan Pemerintah Pusat, Kementerian Pariwisata tidak lagi fokus pada

pengembangan desa wisata (Dewi, 2016a). Selain karena PNPM Mandiri Pariwisata

mengalami terminasi, program tersebut dinilai hanya mampu menjangkau sebagian kecil

dari keterlibatan masyarakat desa karena hanya dinikmati kelompok (komunitas)

tertentu.

Ketiga, BUM Desa dikelola secara demokratis dan teknokratis (Eko, 2014).

Bagaimanapun sebagai wadah usaha bersama, BUM Desa membutuhkan pendekatan

teknokratis yang tampak dari pentingnya manajerialisme dalam pengelolaan BUM Desa.

Pendekatan teknokratis tersebut tampak dari penggunaan metode-metode ilmiah dalam

memandu pengelolaan organisasi bisnis, manajemen SDM, manajemen usaha,

manajemen keuangan, hingga promosi dan pemasaran. Namun demikian, pendirian dan

pengembangan BUM Desa tidak cukup didekati dengan pendekatan teknokratis dan

manajerial semata. BUM Desa yang dibangun serentak oleh pemerintah dari atas juga

tidak serta merta bisa bekerja dengan baik meskipun memiliki kapasitas manajerial yang

baik (PATTIRO, 2010). Pada titik inilah pendekatan demokrasi ekonomi yang berwatak

politis menjadi penting ditempatkan yang tidak hanya tampak dari pelembagaan

musyawarah desa, namun juga dari sisi akuntabilitas (Eko, 2014). Pengalaman masa lalu

menunjukkan pengelolaan sumber daya desa rentan terjebak dalam elite capture yang

problematik dari sisi akuntabilitas. Kehadiran BUM Desa diyakini mampu membangun

pengelolaan sumber daya desa ekonomi secara akuntabel. Hal ini ditampakkan dari

pemisahan aset dan organisasi BUM Desa dari pemerintah desa menjadi komponen

penting untuk menjaga akuntabilitas BUM Desa.

Keempat, BUM Desa mendapat mandat untuk melakukan pelayanan sosial

sekaligus mengembangkan potensi ekonomi lokal berskala desa. Dengan mandat

semacam itu, terdapat kesan BUM Desa dituntut memainkan peran menyediakan

layanan publik bersifat sosial namun juga dituntut untuk menghasilkan profit.

Pandangan tersebut sesungguhya tidak sepenuhnya memadai. Kehadiran BUM Desa

diharapkan bukan hanya menghasilkan laba, namun juga prime mover bagi

pengembangan ekonomi yang menghasilkan dampak kesejahteraan warga. Pada titik ini,

BUMDesa dituntut untuk mampu membangun perimbangan antara fungsi sosial dan

ekonomi.

Berpijak dari hal itu, kajian ini berangkat dari argumen bahwa BUM Desa

menghadirkan enabling factor bagi lahirnya inovasi-inovasi di desa. Desain sebagai

hybrid institution yang melekat pada BUM Desa meyajikan sejumlah peluang berupa

keunggulan kelembagaan yang dapat didayagunakan untuk mengatasi limitasi

pengembangan creative capital dan creative space yang berkontribusi bagi penguatan

ekonomi desa. Secara teoritis-normatif, argumen ini menantang sejumlah pendekatan

Page 9: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

9

ekonomi kelembagaan mainstream yang selama ini menatap pesimistik terhadap usaha

pemberdayaan ekonomi desa. Bagi para ekonom, penguatan ekonomi desa mengalami

involusi karena adanya hambatan struktural berupa skala usaha dan kapasitas yang

terbatas serta tidak efisien dari sisi manajemen ekonomi (Eko, 2014).

Pada titik inilah, argumen tersebut perlu diuji. Secara faktual, BUM Desa belum

menjadi pilihan bagi banyak desa di Indonesia. Dari jumlah total 74.250 desa yang ada di

Indonesia, sampai akhir tahun 2016 hanya sekitar 29% yang telah merintis berdirinya

BUM Desa. Dari 29% desa yang telah merintis pembentukan BUM Desa, hanya sebesar

39% yang BUM Desa-nya mampu aktif dalam kegiatan ekonomi produktif. Artinya,

sebesar 61% masih BUM Desa normatif, sekadar memiliki legalitas AD/ART dan baru

terbatas ditopang alokasi penyertaan modal dari APBDes yang jumlahnya tidak signifikan

(Yulianto, 2017). Data tersebut menujukkan bahwa, tidak semua kelembagaan ekonomi

desa dalam format BUM Desa dapat mendayagunakan hybrid institution sebagai faktor

pemampu dalam melakukan inovasi yang berdampak pada perubahan-perubahan

strukural menuju desa yang mandiri.

Dalam kajian ini, desa wisata dipilih sebagai kasus yang diangkat untuk menguji

argumen kajian ini dengan beberapa pertimbangan. Pertama, desa wisata telah

memenuhi aspek regulasi sekaligus menimbang fakta bahwa banyak desa wisata lahir

dari prakarsa lokal. Pengaturan tentang desa wisata telah diatur dalam Permendesa No

4 Tahun 2015 Tentang BUM Desa, 2015 sebagai salah satu usaha bersama dalam

mengelola dan mengembangkan sumber daya lokal berupa sumber daya aset dan

potensi desa melalui BUM Desa. Dengan kewenangan tersebut, banyak desa-desa di

Indonesia yang mulai merintis dan mengembangkan desa wisata melalui wadah BUM

Desa (J. Nugroho, 2013). Bahkan, selama tahun 2015-2019, Pemerintah Pusat

berkomitmen untuk mengembangkan desa wisata sebanyak 4.000 desa (Asdhiana,

2016).Pada tahun 2009-2014, Kementerian Pariwisata telah mengembangkan desa

wisata sebanyak 1.400 desa dengan total anggaran mencapai Rp 406 Milyar melalui

PNPM Mandiri Pariwisata (Kementerian Pariwisata, 2014). Masalahnya, Kemendes

mencatat bahwa sampai saat ini pemerintah telah mengembangkan hampir 1.000-an

desa wisata di seluruh provinsi di Indonesia. Namun desa wisata yang bisa berkembang

baik dan menjadi wisata yang populer, jumlahnya masih sangat sedikit. Dalam konteks

tersebut, perlu diuji kembali apakah format BUM Desa sesungguhnya dapat menjadi

motor inovasi guna mendorong pengembangan desa-desa wisata yang ada.

Kedua, jenis usaha wisata digaungkan sebagai sebagai sektor ekonomi inklusif

dengan melibatkan multi aktor dari pelaku lokal, pemerintah, hingga pelaku industri

wisata yang diorientasikan bagi pengembangan ekonomi lokal. Secara faktual

masyarakat lokal hanyalah ditempatkan sebagai penonton dari hiruk-pikuk industri

wisata. Partisipasi masyarakat lokal di sektor ini kerapkali dibajak oleh dominasi elit

lokal dan pemodal yang memanipulasi kepentingan komunitasnya demi mengawal

Page 10: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

10

kepentingan pemodal dan elit lokal sendiri. Pariwisata haruslah dilihat sebagai

sumberdaya lokal, sehingga pengelolaannya bukan hanya harus didasarkan pada

kepentingan masyarakat lokal tetapi juga pada kemampuan mereka menyediakan

tenaga dan modal sosial yang lain (Brohman, 1996 dalam Damanik, 2005). Dengan

gambaran kondisional tersebut, memunculkan pertanyaan apakah format BUM Desa

mampu mendorong kepemilikan usaha wisata sebagai milik bersama, antara pemerintah

desa dan warganya sekaligus memenuhi dimensi akuntablitas pengelolaan usaha desa.

Pemenuhan terhadap perihal diatas penting dilakukan dengan asumsi kepemilikan dan

akuntablitas akan membangun gairah pengembangan usaha melalui inovasi-inovasi yang

dihasilkan para pelakunya.

Ketiga, jenis usaha pariwisata dinobatkan sebagai salah satu sub sektor ekonomi

kreatif yang prospektif dimana menuntut inovasi secara berkelanjutan. Sebagai sub

sektor ekonomi kreatif, maka jenis usaha ini mensyaratkan daya saing di tengah

tingginya iklim kompetisi. Usaha jenis ini memang menuntut pengembangan creative

capital (modal kreatif) dan creative space (ruang kreatif) yang memberi nilai tambah

bagi faktor-faktor produksi seperti sumber daya manusia (human capital), sumber daya

alam dan budaya (natural and cultural resource), organisasi, pembiayaan, infratruktur

dan teknologi. Hal ini tentu menarik untuk diuji apakah format BUM Desa mampu

mendorong peningkatan daya saing yang mensyaratkan penciptaan iklim kreatif dengan

inovasi-inovasi yang dihasilkan ditengah pandangan skeptis bahwa dengan skala usaha

terbatas, desa miskin kapasitas dan kurang efisien dalam mengelola usaha.

Dalam konteks kajian ini, BUM Desa Sejahtera di Desa Bleberan, Kecamatan

Playen, Kabupaten Gunungkidul dijadikan sebagai pembelajaran dalam mengelola

potensi desa wisata. BUM Desa Sejahtera mengelola dan mengembangkan potensi desa

wisata dipilih sebagai lokasi penelitian karena dirasa relevan sebagai salah satu

representasi praktik di lapangan atas isu kontemporer yang sedang berkembang di atas.

Pada tahun 2015, Bleberan menerima penghargaan sebagai desa wisata terbaik Se-DIY

dan mampu menghasilkan pendapatan milyaran per tahun (Jogjapos, 2015). Desa

Bleberan ini dijadikan sebagai studi banding hampir dari seluruh daerah Indonesia untuk

belajar mengelola desa wisata alam melalui BUM Desa, antara lain; Maluku, Morowali,

Papua, Kalimantan, Palembang, Aceh, dan juga berbagai daerah dalam pulau Jawa

(Zamroni, Anwar, Yulianto, Rozaki, 2015). Pada tahun 2017, Desa Wisata Bleberan yang

dikelola dan dikembangkan melalui BUM Desa Sejahtera menjadi salah satu wisata

terbaik versi Kementerian Desa berkategori IPTEK (Hadi, 2017). Meski demikian,

penelitian tidak dimaksudkan hanya mengeskplorasi berbagai cerita sukses di Bleberan

saja. Sejalan dengan orientasi penelitian ini yang bersifat pengujian, praktik baik (good

practise) di Bleberan tentu akan disandingkan dengan bad practise yang berkembang

untuk dijadikan pembelajaran. Dengan demikian, urgensi penting hasil penelitian ini

adalah memberikan gambaran konsep model dan mekanisme kerja BUM Desa Sejahtera

Page 11: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

11

agar dapat dijadikan sebagai pedoman bagi desa-desa di Indonesia yang berbasis pada

pengembangan desa wisata.

E. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan argumentasi dan latar belakang masalah di atas, maka rumusan

masalah penelitian yang diajukan yaitu: Format BUM Desa semacam apa yang dapat

menjadi enabling factor bagi produksi inovasi di desa? Sedangkan penelitian ini

diorientasikan dengan tujuan yaitu:

1. Melakukan pengujian terhadap kelembagaan BUM Desa sebagai enabling factor

dalam menghasilkan inovasi.

2. Merumuskan prototype model kelembagaan BUM Desa yang dapat menghasilkan

inovasi dalam pengembangan potensi desa wisata.

F. Luaran Penelitian

Sebagaiamana dipersyaratkan dalam Panduan Penelitian STPMD “APMD” Tahun

2017 untuk skim Penelitian Hibah Institusional maka terdapat beberapa luaran

penelitian:

1. Laporan Hasil Penelitian

2. Publikasi satu artikel ilmiah jurnal terakreditasi nasional yang akan dipublikasikan

pada Jurnal Siasat Bisnis, Universitas Islam Indonesia dengan status jurnal

terakreditasi B, dan alamat akses:

http://jurnal.uii.ac.id/JSB/index.

3. Poster yang memuat hasil penelitian

4. Hak atas Kekayaan Intelektual atas hasil penelitian ini

Page 12: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

D. Review Penelitian Terdahulu

Sebagian besar hasil penelitian tentang kelembagaan ekonomi desa dalam

format BUM Desa baru bergerak pada upaya mempromosikan keberhasilan atau

mencari faktor kegagalannya. Baik studi tentang cerita sukses atau kegagalan BUM Desa

masih bergerak pada nalar mengeksplorasi berbagai faktor dan kemungkinan tentang

BUM Desa sebagai model kelembagaan ekonomi yang diyakini ideal. Belum banyak

studi tentang BUM Desa yang diorientasikan untuk menguji BUM Desa sebagai

kelembagaan ekonomi desa yang compatible dengan kepentingan penguatan isu

kemandirian Desa. Studi ini bergerak pada orientasi bahwa penting menguji daya

kelembagaan BUM Desa untuk memperkuat ekonomi desa dengan menautkannya

dengan kapasitas BUM Desa menghasilkan inovasi. Argumen pokok yang ingin dibangun

adalah adanya keyakinan bahwa inovasi menjadi variabel penting dalam merubah

stuktur ekonomi desa menuju kemandirian. Namun, faktor inovasi tidak ditempatkan

sebagai variabel independen, namun justru meletakkan kelembagaan BUM Desa sebagai

ekosistem yang menentukan bagi lahirnya inovasi-inovasi desa.

Studi tentang “kegagalan atau keberhasilan” BUM Desa mengembangkan potensi

desa telah banyak dilakukan peneliti sebelumnya. Kegagalan atau keberhasilan sebuah

BUM Desa memiliki karakteristik sesuai dengan variasi jenis usaha yang telah dijalankan,

sehingga membuat perbedaan hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan fokus

masalah, jenis usaha, serta dinamika sosial yang terjadi. Seperti di Indragiri Hilir Riau,

dinamika terjadi sangat bervariasi dengan ragam kegiatan ekonomi yang dijalankan dari

program UED-SP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak ekonomi sepenuhnya

belum dirasakan semua warga miskin, namun modal sosial menjadi kunci sukses BUM

Desa dalam pemberdayaan warganya (Mampanini, Pudjiharjo, Susilo, Dwiarianto, 2016).

Di Kabupaten Tabanan, secara kuantitatif telah mengembangkan BUM Desa di 50 desa

sebagai percontohan dan dinilai sukses mendorong partisipasi kelompok tani serta

mampu meningkatkan perekonomian mereka melalui pelaksanaan program IBW yang

telah dikelola (Suryana, Setiyono, & Murdoyuwono, 2015). Di Desa Babadan, Kecamatan

Karangrejo, Kabupaten Tulungagung dinilai sukses melaksanakan program simpan

pinjam kepada Rumah Tangga Miskin (RTM) dalam mengembangkan bisnis usaha

melalui BUM Desa (D. A. Nugroho, 2015). Di Kabupaten Malang, penelitian BUM Desa

dilakukan di Desa Ketindan, Wonorejo, Lawang, Wangir, dan Gondowangi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa; (1) BUM Desa memaksimalkan profit (keuntungan), (2)

memiliki kecenderungan memprioritaskan kelompok dengan modal sosial sebagai

Page 13: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

13

preferensi individu, (3) kedudukan BUM Desa yang diluar struktur Pemerintah Desa tidak

selalu stabil dan efisien dalam memberikan pelayanan kepada warga, (4) petugas atau

karyawan lebih pada motivasi dan orientasi berdasarkan non-material, yaitu rasa hormat

dan penghargaan sosial dan politik dari ekonomi (Hardijono, Maryunani, Yustika, &

Ananda, 2014). Di Sumatra Utara, di Desa Rawang V dan Joman Baru, hasil penelitian

menunjukkan bahwa BUM Desa menjadi penguatan kelembagaan, pelatihan teknis

bimbingan telah mendorong pemberdayaan dan peningkatan perekonomian desa,

peningkatan PADes, sesuai kebutuhan masyarakat desa dan potensi desa yang

dimilikinya (Hardijono, Maryunani, Yustika, 2015).

Tidak hanya sebatas kisah sukses seperti di atas, namun kisah gagal dan berbagai

kendala juga dialami daerah lain, seperti yang terjadi di Desa Landungsari, Kecamatan

Dau, Kabupaten Malang menunjukkan bahwa keberadaan BUM Desa memang sudah

sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Malang dan ditindaklanjuti melalui

Peraturan Desa. Akan tetapi semua bidang usaha yang dijalankan saat ini tidak berjalan

dan tidak dapat menyokong pendapatan desa, sehingga dapat dikatakan eksistensi dari

BUM Desa hanya sebatas papan nama saja (Heru Ribawanto, 2013). Di Desa Warung

Bambu, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang memiliki BUM Desa namun

selama ini belum mampu memberdayakan dan meningkatkan perekonomian warganya

(Purnamasari, Yuliana, 2016). Di Kabupaten Jombang, BUM Desa dinilai mampu

memberikan kontribusi terhadap PADes dan membuka peluang usaha, namun BUM

Desa belum dikelola secara profesional karena manager maupun petugas pengelola

tidak memiliki pengalaman dan latarbelakang yang sesuai dengan pendidikannya,

sehingga masih belum mampu mengembangkan bisnis pembangunan desa (Hidayati,

2015). Di Kabupaten Jepara, BUM Desa sudah berjalan sesuai dengan tujuan

pembentukan BUM Desa dan mampu membantu meningkatkan perekonomian desa.

Namun masih terdapat kendala dalam pengelolaan BUM Desa beberapa daerah seperti

jenis usaha yang dijalankan masih sangat terbatas, keterbatasan sumber daya manusia

yang mengelola BUM Desa dan partisipasi masyarakat karena rendahnya pengetahuan

mereka(Kushartono, 2016).

Di Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul banyak yang

menilai juga sukses mengembangkan BUM Desa-nya. BUM Desa di Bleberan dinilai

sebagai model mengentaskan kemiskinan berkelanjutan, karena dapat membangun desa

dengan modal sosial dalam komunitasnya (Prabowo, 2014). BUM Desa menjadi wadah

pengelola modal sosial sehingga dapat dijadikan sebagai model pengerak perekonomian

desa Bleberan (Sidik & Gama, 2015). Sebelum dan sesudah dikembangkan desa wisata

Bleberan dalam kegiatan ekonomi warga terutama dukuh Manggoran telah

menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap rata-rata pendapatan (Ratnawati,

2015). Secara kelembagaan, kapasitas BUM Desa di Bleberan dinilai memenuhi

kebutuhan organisasi yang ideal dalam mencapai tujuan (Wibawati, 2015). Dasar BUM

Page 14: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

14

Desa di Bleberan dibentuk karena memiliki keunggulan wisata alam dan beroreintasi

profit dengan modal sosial menjadi kuncinya (Rachmawati, 2015). Meskipun modal

sosial yang dimiliki dikatakan baik oleh beberapa peneliti, namun dalam pengelolaan

pendapatan desa wisata belum dikelola secara transparan dan akuntabel oleh BUM Desa

Bleberan (Sidik, 2015).

Sementara itu, penelitian yang membahas BUM Desa Tirta Mandiri di Desa

Ponggok masih sangat terbatas termasuk hasil publikasinya. Diantaranya, yaitu; hasil

penelitian yang dilakukan Pamungkas menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pelanggan

kolam renang Umbul Ponggok dinilai memuaskan dari aspek pelayanan yang diberikan

(Pamungkas, 2016). Yulianto membuktikan pengaruh antara fasilitas, iklan dan kepuasan

pengunjung terhadap loyalitas pengunjungnya (Yulianto, 2016). Dewi menunjukkan

dampak pengembangan obyek wisata umbul ponggok terhadap perekonomian

masyarakat desa ponggok (Dewi, 2016). Haryati telah menunjukkan strategi bauran

komunikasi pemasaran pemerintah desa ponggok menarik wisatawan (Haryati, 2015).

Astuti menujukkan proses pembentukan pengawas mempengaruhi kinerja pengawasan

karena berpengaruh terhadap kualitas seorang pengawas karena diselenggarakan secara

obyektif dengan menggunakan standar yaitu tool administrasi, serta pengawasan

dilakukan secara periodik yang tersusun dalam program kerja tahunan (Astuti, 2017).

Sedangkan, studi lain tentang kelembagaan ekonomi desa dalam tautannya

dengan inovasi, baru diletakkan dalam kerangka bahwa inovasi menjadi variabel

pengubah kelembagaan ekonomi desa. Beberapa studi tersebut mengajukan fenomena

desa inovatif sebagai obyek kajiannya, menunjukkan bahwa inovasi yang menyentuh

faktor-faktor produksi baik alam, manusia, maupun institusi telah mendorong

perubahan kelembagaan ekonomi desa. Studi yang dilakukan Suprihadi dkk (2014)

tentang perubahan platform pemasaran produk-produk pertanian warga Desa

Mlatiharjo Demak melalui pasar digital yang dikelola BUM Desa menunjukkan bahwa

introduksi teknologi digital telah mengindikasikan penguatan kelembagaan ekonomi

desa. Kesimpulan tersebut, sejalan dengan kajian yang dilakukan oleh Tsani

(2016)tentang pengelolaan air bersih oleh BUM Desa Tirta Kencana, Karangrejek,

Wonosari, Gunung Kidul.

Kajian-kajian lain juga menunjukkan peran inovasi yang menyentuh pada ranah

institusi ekonomi desa. Seperti studi yang dilakukan oleh Wibawati (2017) dengan

kajiannya di Desa Panggungharjo, Bantul menunjukkan bahwa inovasi di ranah

proses/tatakelola, unit usaha/produk dan nilai merupakan kunci sukses untuk

mempertahankan keberadaan BUMDesa Panggung Lestari di tengah masyarakat dan di

tengah persaingan bisnis yang dinamis. Demikian pula dengan kajian oleh Sucipto (2017)

yang menemukan pendayagunaan jaringan stakeholder menjadi kunci strategi inovasi

kelembagaan yang secara efektif dan telah terbukti memajukan Desa wisata

Pentingsari, Sleman. Sedangkan Studi Rahmat (2017) di sejak awal menempatkan inovasi

Page 15: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

15

pengorganisasian komunitas sebagai faktor kunci dalam pengembangan Desa Wisata

Nglanggeran. Hal serupa ditunjukkan Triambodo (2015) dalam kajiannya tentang

peguatan kelembagaan ekonomi desa wisata melalui strategi pengembangan Ekonomi

kreatif.

Berdasarkan hasil review, kajian ini berbeda dengan argumen kajian-kajian

terdahulu. Penenelitian ini hendak menempatkan kelembagaan “hybrid” BUM Desa

sebagai ekosistem bagi pengembangan inovasi kemandirian desa yang diorientasikan

untuk menguji daya kelembagaan ekonomi desa. Penelitian ini sekaligus mencoba

memformulasikan prototype bagi model penguatan institusi ekonomi desa dalam format

BUM Desa. Dengan demikian, penelitian ini memiliki kontribusi baru atas ruang yang

belum terisi, seperti hasil review penelitian-penelitian terdahulu tersebut.

E. Kerangka Teoritik

B. 1. BUM Desa Sebagai “Hybrid Institutions”

BUM Desa dijadikan sebagai wadah kerjasama berbagai stakeholder desa dalam

mengelola dan mengembangkan sumber daya potensi desa, yang notabene adalah

barang milik bersama (common pool resource). BUM Desa tidak hanya bisa ditempatkan

sebagai lembaga sosial (social intitutions) maupun lembaga komersial (comercial

institutions), akan tetapi BUM Desa juga dapat ditempatkan sebagai lembaga manjemen

sumber daya milik bersama dalam menangani konflik yang melibatkan berbagai

stakeholder desa pada kegiatan wisata desa yang telah diselenggarakan (seperti; BUM

Desa Tirta Mandiri menyelenggarakan wisata desa berupa pemandian umbul ponggok).

BUM Desa menjadi wadah yang mengatur keterlibatan stakeholder untuk mendukung

kegiatan secara kolektif warganya. Pada konteks ini, tim peneliti mengadaptasi teori dan

mekanisme kerja “hybrid institutions”(German & Keeler, 2009) sebagai penjelas

mengenai peran dan fungsi BUM Desa dalam mengelola sumber daya milik bersama.

Mekanisme kerja “hybrid institutions” dipilih sebagai dasar penjelas karena memiliki

relevansi dengan peran, fungsi, dan karakteristik dari mekanisme kerja BUM Desa.

Alam sebagai sumber daya milik bersama yang dipergunakan manusia, Hardin

telah menjelaskan dalam tulisan artikelnya “The Tragedy of the Commons” bahwa

apabila sumber alam tersebut tidak bisa dikontrol dan dikelola dengan baik maka akan

menimbulkan sebuah bencana (Hardin, 2010). Dalam artikel ini, Hardin mengajukan tesis

utama pada masalah bertambahnya penduduk yang tidak bisa diselesaikan secara

teknis, dimana sebuah tragedi sosial akan terjadi ketika setiap individu secara bebas dan

pada gilirannya memaksimalkan sumber daya terbuka dan terbatas untuk kepentingan

pribadi mereka, kemudian mendorong perebutan antara satu sama yang lainnya

(Hardin, 2010). Privatisasi atau oleh negara yang mengatur (state regulation) mengenai

pembatasan dan pelarangan, mengenakan pajak, dan kesepakatan dengan pengguna

(user) merupakan saran dari Hardin agar tidak terjadi tragedi (Hardin, 2010). Sementara,

Page 16: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

16

Ostrom berpandangan berbeda, dalam penggunaan sumber daya milik bersama

(Common Pool Resource) tidak akan terjadi tragedi manakala dikelola melalui organisasi

komunitas (communal governance)dengan menerapkan delapan prinsip, yakni; clearly

defined boundaries, proportional equivalence between benefits and costs, collective-

choice arrangements, monitoring, graduated sanctions, conflict-resolution mechanisms,

minimal recognition of rights to organize, nested enterprises (for resources that are parts

of larger systems) dalam institusi yang dibentuk secara kolektif serta mampu mengatur

sendiri atau disebut self-governing(Ostrom, 2010). Menengahi kedua pandangan

tersebut, pada dasarnya mengelola sumber daya milik bersama adalah diskursus tentang

manajemen konflik antara individu-komunitas-negara (German & Keeler, 2009).

Dalam diskursus di atas, peraturan kelembagaan (institutional regulation)

dibutuhkan sebagai solusi mengatasi masalah konflik yang terjadi terutama pada

komunitas, seperti yang telah dijelaskan Bishop bahwa:

“With the institutional regulation it implies, is capable of satisfactory

performance in the management of natural resources and institutions might be

helpful in the solution of present problems of natural resources policy”(Bishop,

1973).

Kemudian, Wade melakukan investigasi dan menunjukkan bahwa kegiatan kolektif

sebuah komunitas dalam organisasi sosial dibutuhkan dorongan pemerintah berupa

kerangka kerja hukum pada sistem lokal mereka agar dapat dijadikan sebagai pedoman

dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya milik bersama (Wade, 1987). Sebab,

Wade menjelaskan bahwa mengelola dengan privatisasi atau pemerintah sering kali

tidak efektif dan membutuhkan biaya mahal, sehingga organisasi lokal yang mewadahi

collective action dari masyarakat dapat dijadikan sebagai alternatifnya (Wade, 1987).

Mengelola sumber daya milik bersama baik itu secara individual, komunitas, maupun

negara dinilai masih kurang efektif ketika menghadapi sebuah konflik yang terjadi, maka

perlu digunakan kelembagaan campuran atau dalam hal ini disebut “hybrid institutions”

(German & Keeler, 2009).

German dan Keeler menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “hybrid

institutions” adalah sebuah institusi campuran yang menjembatani kegiatan kolektif dan

formal regulation dalam mengelola sumber daya milik bersama dengan berbagai aktor

yang terlibat didalamnya. German dan Keeler mendefinisikan, sebagai berikut;

“We define as an institutional arrangement governing the interdependencies

among discrete property holders and regimes, whether defined by structure

(linkage among entities with jurisdiction over discrete property regimes) or mode

of governance (balance between self-organization and formal regulation as

complementary instruments of governance)” (German & Keeler, 2009).

Page 17: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

17

Dalam konteks “hybrid institutions”, yang dikelola adalah sumber daya berupa barang

milik bersama yang berkaitan dengan; (1) common or connected interests within other

forms of property (public, private), (2) the interdependencies among discrete units or

forms of property (public-private-communal), dan (3) other types of common goods that

are not forms of natural capital, but nevertheless influence natural resource

management (German & Keeler, 2009). Kemudian, aktor yang terlibat dalam mengelola

sumber daya tersebut adalah kerjasama (kombinasi) antara (individuals, the state, local

institutions) dengan pendekatan peraturan formal yang mengikat dalam “hybrid

institutions” (German & Keeler, 2009). Mekanisme kerja “hybrid institutions” yakni

memperhatikan “moral commitment, collective standards, social norms, and network

processes”, maka sebagai “hybrid institutions” pada dasarnya mambangun prinsip kerja

yang mengatur tata kelola sumber daya milik bersama dengan adanya sebuah “combine

self-organization with more formal regulatory approaches”(German & Keeler, 2009).

Pendekatan konseptual teori di atas sangat relevan dengan kedudukan

Pemerintah Desa yang memiliki wewenang mendirikan dan mengembangkan BUM Desa

sebagai institusi kerjasama dengan warganya dalam mengelola sumber daya milik

bersama, terutama potensi desa. BUM Desa adalah badan usaha yang seluruh atau

sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang

berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset desa, jasa pelayanan,

dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa (Permendesa

No 4 Tahun 2015 Tentang BUM Desa, 2015). Desa dapat mendirikan dan

mengembangkan BUM Desa berdasarkan Peraturan Desa (Pasal 4 Ayat 1), dengan

mempertimbangkan inisiatif masyarakat desa, potensi usaha ekonomi, sumberdaya

alam, sumber daya manusia yang mengelola, dan penyertaan modal dari Pemerintah

Desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan Desa yang diserahkan untuk dikelola

sebagai bagian dari usaha BUM Desa (Pasal 4 Ayat 2). BUM Desa didirikan melalui

musyawarah desa (Pasal 5), dan susunan kepengurusan BUM Desa dipilih oleh

masyarakat Desa melalui Musyawarah Desa sesuai dengan peraturan yang berlaku

(Pasal 19). Kedudukan organisasi pengelola BUM Desa ini terpisah dari organisasi

Pemerintahan Desa (Pasal 9) dengan susunan pengurus terdiri dari penasihat, pelaksana

operasional, dan pengawas (Pasal 10).

Pada pelaksanaanya, BUM Desa berpedoman dengan Anggaran Dasar dan

Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang ditetapkan melalui musyawarah bersama (Pasal

12 Ayat 1), sehingga mengikat secara hukum. BUM Desa digunakan sebagai institusi

pengelola kegiatan bersama (kolektif) yaitu kombinasi kerjasama antara (pemerintah

desa (state)-individu-komunitas lokal) yang secara hukum formal (formal regulation)

terikat melalui peraturan desa sesuai dengan kharakteristik, dan memuat bagaimana

rincian prinsip, mekanisme kerja dalam mengelola dan mengembangkan sumber daya

Page 18: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

18

milik bersama. Dengan demikian, dalam konteks ini, BUM Desa secara konseptual teori

maupun mekanisme kerjanya dapat dikatakan sebagai “hybrid institutions”.

B.2. Inovasi dan Ekosistem Inovasi

Terma inovasi pertama kali diperkenalkan oleh Schumpeter (1983) yaitu sebagai

kreasi dan adopsi ‘kombinasi baru’ yang merujuk pada produk, jasa, proses kerja, pasar,

kebijakan dan sistem baru. Inovasi memberikan nilai tambah baik pada organisasi

maupun masyarakat. Sementara OECD (1995) memberikan definisi inovasi sebagai

implementasi produk maupun proses baru yang mampu meningkatkan kapasitas pasar.

Penciptaan proses dan produk baru mendayagunakan kajian ilmiah, kemajuan

teknologi, sumber daya organisasi, serta kekuatan finansial. Sedangkan Oslo Manual

(2005) merumuskan inovasi sebagai “implementasi dari suatu produk (baik berupa

barang maupun jasa), proses, metode pemasaran, atau metode organisasi yang baru

yang telah diimprovisasi secara signifikan”. Karena itu, Inovasi selalu dihubungkan

dengan invention (temuan) dimana temuan dapat dinyatakan sebagai inovasi apabila

memiliki nilai tambah. Nilai manfaat ini selanjutnya menjadi basis bagi penguatan

kapasitas, peningkatan produktifitas serta kesejahteraan secara ekonomi dan sosial.

Oleh karenanya sebagian besar definisi dari inovasi meliputi pengembangan dan

implementasi sesuatu yang baru (dalam de Jong & den Hartog, 2003), sedangkan istilah

‘baru’ dijelaskan Adair (1996) bukan berarti original tetapi lebih ke newness (kebaruan).

Dengan inovasi maka seseorang dapat menambahkan nilai dari produk, pelayanan,

proses kerja, pemasaran, sistem pengiriman, dan kebijakan, tidak hanya bagi

perusahaan tapi juga stakeholder dan masyarakat (dalam de Jong & Den Hartog,

2003).Ruang lingkup inovasi (Axtell dkk dalam Janssen, 2003), bergerak mulai dari

pengembangan dan implementasi ide baru yang mempunyai dampak pada teori,

praktek, produk, atau skala yang lebih rendah yaitu perbaikan proses kerja sehari-hari

dan desain kerja. Oleh karenanya, penelitian inovasi dalam organisasi dapat dilakukan

dalam 3 level yaitu inovasi level individu, kelompok, dan organisasi (Adair, 1996; de

Jong & Den Hartog, 2003).

Selanjutnya, karena kajian ini memfokuskan pada bagaimana inovasi dapat

berkembang, maka perlu pula mengupas konsep tentang ekosistem inovasi.

Sebagaimana ekosistem alam, maka terdapat elemen-elemen pendukung dan adanya

interaksi antar elemen-elemen tersebut secara berimbang. Absennya salah satu elemen

tentu akan mengganggu keseimbangan ekosistem. Dalam ekosistem inovasi, terdapat

elemen-elemen yang diperlukan yakni: Kepemimpinan, Pendidikan (kapasitas), sistem

etika dan etos kerja, Sistem Sosial budaya, Kebijakan Inovasi, dan Pendanaan yang

seluruhnya bekerja mendukung pengembangan riset dan inovasi. Pertumbuhan

ekonomi yang berwawasan inovasi hanya akan tercipta apabila terjadi interaksi yang

Page 19: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

19

menggerakkan ekosistem inovasi ini menjadi sebuah sistem yang harmonis dan

produktif.

Interaksi ini sering digambarkan dalam sebuah model inovasi yang disebut Triple

Helix. Inovasi, sebagaimana dijelaskan di muka, merupakan outcomes dari interaksi

aliran pengetahuan. Di antara pelbagai model inovasi berbasis pengetahuan yang ada,

model hubungan triple helix menyediakan framework yang lebih memudahkan analisa

hubungan jaringan pengetahuan dan interaksi dalam proses inovasi. Model yang

dikembangkan oleh Henry Etzkowitz (dalam Zuhal, 2013) ini, secara tradisional melihat

inovasi sebagai hasil dari jejaring kerja sama antara A (academics) - B (business) – G

(government) dimana dunia akademik berperan sebagai penyedia knowledge, bisnis

sebagai lokus dari produksi menjadi pemanfaat knowledge, sementara pemerintah

bertugas sebagai fasilitator yang mengkondisikan interaksi sinergis antara pemasok dan

pemanfaat knowledge. Interaksi triple helix universitas-industri-Pemerintah merupakan

kunci tumbuhnya inovasi di dalam masyarakat berbasis pengetahuan yang semakin

berkembang.

Jalinan triple helix menjadi kunci pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang

ditopang dengan inovasi. Jalinan ketiganya menghasikan energi untuk menggenjot

pertumbuhan ekonomi (Sasaerila dkk, 2014). Knowledge ditangan akademisi

bertransformasi menjadi produk komersial berkat pemanfaatan oleh industri serta

distimulasi oleh dukungan kebijakan pemerintah yang pada gilirannya mendongkrak

produktivitas—melalui penciptaan produk-produk bernilai tambah tinggi. Interaksi

antara A-B-G dalam model triple helix memiliki banyak manfaat antara lain (Zuhal,

2013):

1. Terbuka kesempatan bagi terjadinya sirkulasi dan sharing pengetahuan antara

sektor akademik, pelaku bisnis, dan pejabat Pemerintah.

2. Riset akademik akan lebih terkait dengan praktik bisnis, sehingga para peneliti

secara langsung dapat memecahkan masalah yang ada di pasar.

3. Terciptanya budaya wirausaha melalui jaringan inovasi, yakni munculnya

perusahaan-perusahaan baru berkat kemitraan pengetahuan sesama aktor

inovasi.

4. Inisiatif kebijakan baru dapat muncul di dalam jaringan, yang memberi

kesempatan kepada Pemerintah untuk mengerti lebih baik di mana dana riset

harus dialokasikan. Ini adalah peluang bagi Pemerintah untuk mendesain

strategi riset nasional baru, yang benar-benar menjawab persoalan masyarakat.

5. Akselerasi penguatan kelembagaan mencakup aspek konsepsi, strategi dan

program aksi sehingga tercipta lingkungan kondusif untuk mendorong program

STI, serta tumbuhnya partisipasi komunitas melek inovasi

Page 20: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

20

6. Terciptanya upaya sinergis antar pelaku STI dari kalangan triple helixsehingga

memperkaya peta jalan teknologi Indonesia dan menumbuhkembangkan

partisipasi komunitas dalam menghasilkan berbagai upaya inovatif.

7. Terciptanya kelembagaan yang mapan untuk melakukan evaluasi dan

perencanaan secara berkelanjutan dalam penguatan STI, untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi.

Namun demikian konsep Triple Helix bekerja kurang bekerja dengan baik di

banyak negara berkembang yang belum ditopang budaya inovasi. Bagaimanapun juga,

inovasi yang lahir akibat kuatnya permintaan masyarakat yang berubah mengikuti.

Suatu produk inovasi tentu bergantung pada kebutuhan masyarakatnya sebagai

pengguna knowledge yang mengikuti perubahan dinamikan sosial, ekonomi, dan

budaya yang dinamis. Hal ini mengakibatkan terjadinya evolusi antara produk inovasi

dan selera masyarakat yang berujung pada lahirnya inovasi baru. Ko-evolusi ini – antara

pengetahuan dan teknologi dengan selera dan kebutuhan masyarakat – secara alamiah

telah mentransformasi model inovasi triple helix menjadi model yang baru yang disebut

quadruple helix, dimana masyarakat masuk sebagai salah satu elemen penggerak roda

inovasi (Sasaerila dkk, 2014).

Perkembangan model quadruple helix ini ditunjukkan dengan fenomena bottom

up melalui open innovation yang lahir dari masyarakat di luar skema A-B-G. Berbeda

dengan skema triple helix yang memfokuskan pada produk inovasi berbasis high-tech,

karakteristik model ini berorientasi pengguna (use-oriented innovation approach).

Quadruple helix fokus pada inovasi dengan mendayagunakan pengetahuan dan

teknologi yang sudah ada, serta memanfaatkan pengguna pengetahuan itu sendiri

yakni masyarakat. Intinya, modelini melibatkan pengguna dalam proses inovasi atau

open innovation. Penggunaan model ini lebih berpihak pada pelaku bisnis mikro dan

kecil karena dapat mempersingkat waktu inkubasi, dan meminimumkan biaya dan

resiko yang berkolaborasi dalam menghasilkan inovasi.

Kehadiran open innovation dalam skema quadruple helix jelas bermanfaat dalam

menumbuhkan gagasan inovatif dalam mendorong eksperimentasi yang menghasilkan

prototipe produk inovatif. Sebab skema ini melibatkan menghadirkan atmosfir riset

yang ditopang dengan kolaborasi banyak pebisnis dan masyarakat. Ada lima elemen

kunci peranan open innovation dalam mekanisme model quadruple helix, yakni

(Sasaerila dkk, 2014): a) terbentuknya jaringan kemitraan; b) terjadinya kolaborasi yang

melibatkan mitra, kompetitor, universitas dan pengguna; c) munculnya para pengusaha

berbasis enterprise, yang meningkatkan corporate venturing, starts-up dan spin-off; d)

Pengelolaan HKI secara proaktif; dan e) berkembangnya strategi Connect and develop

(C&D) yang bertujuan untuk mencapai tingkat competitive advantages di pasar.

Page 21: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

21

C. Kerangka Pikir Penelitian

Secara konseptual, BUM Desa sebagai “hybrid institutions” menjadi wadah

kerjasama stakeholder dalam kerangka penguatan kelembagaan ekonomi desa. BUM

Desa didirikan dan dikembangkan oleh Pemerintah Desa setempat sesuai dengan

karakteristik potensi desa masing-masing agar cita-cita kemandirian menemukan

relevansinya dengan kepentingan Desa. Karena menjadi salah satu program prioritas

pemerintah pusat, role model dari best practices BUM Desa sangat dibutuhkan agar

dapat dijadikan sebagai pedoman belajar bagi desa-desa yang mengembangkan potensi

desa menjadi urgensinya. Meski demikian, penelitian ini tidak dimaksudkan untuk

menemukan resep keberhasilan namun justru melalukan pengujian terhadap

kelembagaan BUM Desa. Pengujian ini dilakukan justru untuk menilai daya

kelembagaan BUM Desa dalam menjawab ragam tantangan yang ada. Tantangan

pertama, desa dihadapkan pada tuntutan membangun kemandirian melalui penguatan

kelembagaan ekonomi desa. Sementara pada tataran praktik-empiris, mendirikan dan

mengembangkan BUM Desa tidaklah mudah.Faktanya masih banyak BUM Desa yang

belum berhasil secara mandiri, aktif, dan produktif. Kedua, bagaimanapun juga

perkembangan zaman mensyaratkan pengembangan ekonomi berbasis inovasi. Melalui

inovasi, upaya penguatan ekonomi yang diorientasikan pada pertumbuhan ekonomi

menemukan peluang keberlanjutannya. Dengan kata lain, penelitian ini hendak menguji

apakah format hybrid institution yang melekat pada BUM Desa, compatibel dengan

tuntutan tersebut. Untuk itu tim peneliti mengajukan kerangka pikir sebagai berikut

Page 22: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

22

Gambar 1. Kerangka Pengujian BUM Desa Sebagai Enabling Factor Ekosistem Inovasi

BUM Desa

“Hybrid

Institution”

Bisnis

Komunitas

Akademik

Pendidikan

Pendanaan

Sistem Etika

dan Etos Kerja

Kepemimpinan

Kebijakan

Inovasi

Sistem Sosial

Budaya

Pemerintah Masyarakat Regulasi

Formal

Prakarsa

Lokal

Page 23: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

23

BAB III

METODE PENELITIAN

E. Pendekatan Penelitian

Jenis kajian menggunakan penelitian kualitatif yang memilih strategi studi kasus

sebagai metode kajiannya. Studi kasus sendiri merupakan studi tentang kekhususan

sekaligus kompleksitas suatu kasus, untuk membangun pemahaman subyek dalam

kondisi alamiah yang menggunakan sejumlah teknik pengumpulan data (Stake, 2005,

dan Yin, 1996). Pendeknya, studi kasus adalah suatu kajian tentang pengujian secara

rinci terhadap sebuah latar, subjek atau peristiwa tertentu (Bogdan dan Bikien, 1982).

Karakteristik penelitian studi kasus sebagaimana dinyatakan oleh Yin (1996) dan

Creswell (2007), dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama, mendudukkan subyek kajian

sebagai kasus. Stake (2005) menyatakan studi kasus adalah memilih kasus sebagai target

penelitian dan bukan soal memilih metoda penelitian. Pernyataan tersebut mengandung

syarat bahwa penelitian ini menuntut pengkajinya memahami cara menempatkan target

kajiannnya secara tepat sebagai kasus. Kasus itu diletakkan dalam pengertian sebagai

suatu kesatuan yang holistik, sekaligus menjumpai batas-batas berupa kerangka konteks

tertentu (Creswell, 2007).

Kedua, berangkat dari setting alamiah subyek kajiannya. Studi kasus meneliti

kompleksitas seluruh aspek yang terdapat melingkupi subyek yang diteliti, baik tidak

langsung maupun langsung atau bahkan tak memiliki keterkaitan dengan hal yang

diteliti. Ringkasnya, kajian studi kasus menyelidiki subyek sesuai dengan setting

alamiahnya. Ketiga, kasus yang diangkat adalah fenomena kontemporer dimana kasus tersebut

tengah berlangsung atau telah purna, namun dampaknya masih dapat dirasakan pada

saat kajian dilangsungkan. Ringkasnya, studi kasus dibatasi dan hanya difokuskan pada

hal-hal yang berada dalam batas berupa ruang dan waktu yang terkait.

Keempat, mendudukan teori sebagai acuan penelitian untuk menentukan

konteks, arah maupun hasil posisi kajian. Kajian teoritik dalam studi kasus dapat

dilakukan pada tahap awal, tengah dan akhir suatu proses kajian. Pada tahap awal, teori

digunakan untuk memandu untuk membangun hipotesis, seperti halnya yang

dilakukan pada paradigma deduktif atau positivistik (Lincoln dan Guba, 2000).

Sementara pada bagian tengah, teori dipergunakan untuk membangun posisi temuan-

temuan kajian atas teori yang berkembang (Creswell, 2007). Dan pada bagian akhir, teori

menjadi penentu posisi hasil kajian atas teori yang ada dan telah berkembang (Creswell,

2007). Kelima, mengkombinasikan beragam sumber data. Penggunaa beragam sumber

data diorientasikan membangun kualitas data secara substansial dengan cara

memperoleh data rinci dan komprehensif yang menyangkut obyek yang diteliti yang

Page 24: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

24

diorientasikan bagi tercapainya kredibilitas kajian. Data dapat berupa hasil wawancara,

observasi, hasil dokuemtasi tertulis maupun bahan visual.

Sebagaimana Stake (2005) menyatakan domain metode studi kasus ialah

partikularisasi bukan generalisasi. Karakteristik tersebut didudukkan dalam konteks

kekhasan sekaligus kompleksitas tindakan yang diteliti. Tetapi generalisasi bukan tidak

dibuka peluangnya dalam studi kasus. Generalisasi dalam studi ini adalah generalisasi

teoritis untuk pengembangan teori sebagaimana dinyatakan Yin (1996). Kecenderungan

generaliasasi analitis merupakan salah satu jenis studi kasus yakni jenis instrumental dan

kolektif (Stake, 2005). Dalam konteks tersebut terdapat tiga jenis studi kasus. Pertama,

jenis intrinsik yaitu apabila kasus memuat aspek kekhususan yang berasal dari kasus itu

sendiri. Kedua, jenis intrumental saat kasus yang diteliti dapat untuk menyempurnakan

teori atau membangun teori baru. Ringkasnya, kasus yang tengah diteliti menjadi

sumber dalam membangun teori. Ketiga, studi kasus kolektif ketika kasus yang diteliti

merupakan sejumlah kasus yang diorientasikan untuk mencari pola-pola atau

karakteristik umum.

Meski demikian masing-masing kasus tetap memiliki karakteristik secara

variatif. Kajian ini menempatkan jenis studi kasus instrumental yang diorientasikan

untuk memperkaya khazanah teoritik tentang kelembagaan ekonomi dengan menguji

pengaruh BUM Desa sebagai hybrid institution sebagai ekosistem inovasi Desa. Dengan

metode pendekatan studi kasus, penelitian yang dilakukan dapat lebih mendalam

mengeksplorasi secara lebih terperinci, mendalam, dan jelas (Bungin, 2006), sehingga

dapat menjawab rumusan masalah yang diajukan.

F. Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, dan Informan

Guna menjawab rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, tim

peneliti menggunakan multisumber bukti yang akan dimanfaatkan (Yin, 2012) yakni

sumber data primer dan sekunder (Sugiyono, 2013). Data tersebut akan dikumpulkan

menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview), observasi, dan

dokumentasi (Sugiyono, 2013). Pada operasionalisasinya di lapangan, tim peneliti akan

melakukan kegiatan sebagai berikut;

1. Mengumpulkan sumber data sekunder yang digunakan, antara lain; profil desa, profil

BUM Desa, dokumen peraturan BUM Desa, laporan pertanggungjawaban BUM Desa,

penelitian terdahulu berupa jurnal, maupun buku, laporan artikel berupa berita baik

nasional maupun lokal.

2. Observasi akan dilakukan peneliti secara kunjungan maupun live in selama dua

minggu guna memahami konteks dinamika sosialnya. Kegiatan yang akan diamati tim

peneliti antara lain; situasi dan kondisi desa wisata yang telah dikembangkan, ruang

Page 25: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

25

kerja pengurus BUM Desa dan pengelola desa wisata, serta kegiatan yang

dilakukanya.

3. Mengumpulkan sumber data primer melalui wawancara mendalam kepada:

a. Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

b. Pengelola BUM (Pengawas, Pengurus maupun Pengelola Unit Wisata BUM Desa)

c. Kelompok Sadar Wisata (Pedagang makanan dan sovenir di lokasi desa wisata)

d. Tokoh Masyarakat (Ketua PKK, Ketua RT/RW, dan Tokoh Pemuda)

e. Dinas Pariwisata Kabupaten Gunung Kidul.

Informan kunci yang digunakan, antara lain; Kepala Desa, Sekretaris Desa, Direksi

BUM Desa, Pengawas BUM Desa, dan Ketua Pengelola Unit Desa Wisata. Informan ini

dipilih dan dijadikan sebagai key person penelitian karena memiliki kewenangan dan

pelaksana dalam pengelolaan dan pengembangan BUM Desa dan pengelolaan desa

wisata sebab mereka sangat memahami situasi dan kondisi terhadap fokus masalah

yang akan diteliti.

G. Teknik Analisa Data

Setelah data primer dan sekunder yang dibutuhkan di atas diperoleh, tim peneliti

dalam melakukan analisis data menggunakan rangkaian kerja menurut Miles dan

Huberman (Punch, 2009) dalam desain kualitatif, meliputi tahapan; data reduction, data

display, dan conclusion/verification. Mekanisme langkah kerja analisis data yang

dilakukan tim peneliti disini yaitu setelah semua data primer dan sekunder berhasil

dikumpulkan, maka langkah pertama yaitu memilah atau menyeleksi (data reduction)

data yang dibutuhkan dan difokuskan sesuai dengan fokus rumusan penelitian. Setelah

data diseleksi, hasil analisis data disajikan berupa kutipan hasil wawancara, tabel,

maupun gambar. Setelah tahap pertama dan kedua selesai, tim peneliti melakukan

penarikan kesimpulan (conclusion/verification) atas data yang telah berhasil diorganisir

sebagai pada tahap akhir analisisnya. Dari serangkaian kegiatan analisis data yang telah

dilakukan, maka tim peneliti baru dapat menggunakan hasilnya untuk menjawab

rumusan masalah yang telah diajukan.

H. Uji Keabsahan Data

Tim peneliti melakukan uji keabsahan data terhadap hasil penelitian di atas

dengan menggunakan teknik triangulasi (Patton, 1987). Dalam operasionalisasi uji

keabsahan data ini, tim peneliti melakukan pemeriksaan data dengan cara

membandingkan dan mengecek balik antara hasil data satu dengan data yang lainnya

dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi agar terintegrasi dan sinergis,

sehingga saling mendukung dan menguatkan satu dengan yang lainnya. Dengan langkah

uji keabsahan data tersebut, penelitian ini memiliki tingkat kredibilitas tinggi (dapat

Page 26: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

26

dipercaya), objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan oleh tim peneliti selaku

instrumen utama dalam penelitian ini.

Page 27: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

27

BAB IV

SETTING SOSIAL EKONOMI DESA BLEBERAN

Bab ini memuat deskripsi setting sosial ekonomi di lokasi penelitian yakni Desa Bleberan,

Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul. Penggambaran setting sosial ekonomi ini

dilakukan dengan menghadirkan lanskap sosial ekonomi masyarakat setempat sebagai

konteks yang membentuk model kelembagaan ekonomi yang ada yakni BUM Desa. Adanya

kebutuhan untuk mengembangkan potensi dan aset-aset produktif Desa telah mendorong

Pemerintah Desa membentuk BUMDesa. Namun demikian, proses pembentukan BUMDesa

di Bleberan tidak sepenuhnya mengikuti model sebagai lembaga hibryd yang membawa

dampak munculnya berbagai paradoksal. Format BUMDes di Bleberan dibentuk oleh sejarah

dengan prakarsa lokal yang kuat oleh Pemerintah Desa namun sedikit abai terhadap koridor

tata kelola usaha yang baik.

A. Setting Sosial Ekonomi Desa Bleberan

Desa Bleberan terletak di wilayah Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul. Dengan luas

wilayah 16,62 Km2 yang terdiri dari 11 pedukuhan, lanskap Desa Bleberan sebagian besar

yaitu 90 % terdiri dari dataran dan hanya sekitar 10 % berupa kawasan perbukitan. Jenis

tanah pertaniannya beragam, namun didominasi oleh tanah margalit. Oleh karena itu setiap

musim kemarau lapaisan tanah mengalami retak – retak yang berkorelasi negatif dengan

tingkat kelembaban dan kandungan bahan organik (RPJM Desa Bleberan 2016-2021, 2016).

Ringkasnya, tanah di Bleberan cenderung tandus. Tidak mengherankan jika sebagian besar

lahan pertanian hanya berupa lahan tegalan seluas 489.217 Ha dan tanah sawah tadah

hujan seluas 493 Ha, hanya 15 Ha berupa sawah dengan irigasi teknis (RPJM Desa Bleberan

2016-2021, 2016).

Terkait dengan kependudukan di Desa Bleberan, Badan Pusat Statistik Kabupaten

Gunungkidul mencatat hingga tahun 2016, Desa Bleberan memiliki jumlah penduduk

sebanyak 5.036 jiwa, yang terdiri dari 2.469 laki-laki dan 2.567 perempuan (BPS, 2017).

Sedangkan jumlah KK di desa tersebut mencapai 1456 yang artinya rata-rata jumlah anggota

tiap KK hanya 3 orang/KK. Dengan luas 16,26 Km2 kepadatan penduduk mencapai 310

jiwa/Km. Sementara dengan jumlah 11 pedukuhan, rata-rata penduduk di setiap pedukuhan

adalah 486 jiwa/pedukuhan (BPS, 2017). Sedangkan berdasarkan kelompok umur, meski

didominasi penduduk usia produktif yakni 15-64 tahun, namun angka penduduk usia non

produktif juga tinggi, sebagaimana tersaji dalam tabel 4.1. Angka Penduduk usia 0-14 tahun

mencapai 964 jiwa dan angka penduduk dengan usia 65 ke atas mencapai 704 jiwa.

Gambaran demografis tersebut menunjukkan angka rasio ketergantungan cukup tinggi yakni

45, 43 %.

Page 28: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

28

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Desa Bleberan Berdasarkan Umur Tahun 2016

No Jenis Kelompok Laki-laki Perempuan Jumlah

1 0 – 1 5 2 7

2 1 – 4 102 104 206

3 5 – 9 195 205 400

4 10 – 14 188 163 351

5 15 – 19 219 181 400

6 20 – 24 222 189 411

7 25 – 29 222 181 403

8 30 – 34 212 195 407

9 35 – 39 202 181 383

10 40 – 44 207 187 394

11 45 – 49 176 218 394

12 50 – 54 157 153 310

13 55 - 59 134 161 295

14 60 - 64 129 145 274

15 65 - 69 93 139 232

16 70 - 74 90 94 184

17 75 < 135 153 288

Total 2668 2651 5339

Sumber: RPJMDesa Bleberan 2016-2021

Sementara itu, tingkat pendidikan penduduk Desa Bleberan, sebagian besar masih

berpendidikan rendah yakni hanya sampai pendidikan dasar atau belum tamat sekolah

dasar. Hanya sedikit warga yang mengenyam pendidikan tinggi seperti data yang tersaji

pada tabel 4.2. Dari data tersebut diketahui, hanya 3,7 % warga Desa Bleberan atau 198 jiwa

yang telah menamatkan pendidikan tinggi terhitung dari diploma hingga jenjang doktoral.

Sedangkan penduduk usia dewasa sebagian besar hanya menempuh pendidikan dasar yakni

sebanyak 63,16 % atau sekitar 3369 jiwa. Dari jumlah tersebut, mereka paling banyak adalah

penduduk yang belum sekolah serta tidak tamat SD, sebagian tamat SD dan paling tinggi

hanya tamat SMP.

Tabel 4.2. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Bleberan Tahun 2015

No Jenis Kelompok Laki-laki Perempuan Jumlah

1 TIDAK / BELUM SEKOLAH 518 667 1185

2 BELUM TAMAT SD/SEDERAJAT 375 387 762

Page 29: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

29

Sumber: RPJMDesa Bleberan 2016-2021

Perekonomian Desa Bleberan sebagian besar ditopang oleh aktivitas pertanian, disusul

sektor peternakan dan pariwisata. Hal ini ditunjukkan dari berbagai data yang ada. Meski

dengan kondisi tanah yang tandus, sektor pertanian masih menjadi andalan masarakat Desa

Bleberan. Tercatat rumah tangga menurut sektor kegiatan utama, penduduk Desa Bleberan

paling dominan adalah pertanian (1.382), Industri (14), Bangunan/Konstruksi (7),

Pertambangan Penggalian (3), Perdagangan (30), Angkutan (4), lembaga keuangan (1), jasa

lainnya (9) (BPS, 2017). Dengan dominasi sektor Pertanian, kontribusi sektor ini

menyumbang 50% penghasilan warga, disusul sub sektor peternakan (sapi dan kambing)

sebesar 30%, perikanan 10% dan jasa 10% (RPJM Desa Bleberan 2016-2021, 2016).

Selain itu, dua sisi Desa Bleberan berbatasan langsung dengan wilayah kehutanan telah

mendorong terjalinnya kerjasama dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Gunungkidul untuk

Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKM) yang bertujuan untuk mengentaskan

kemiskinan. Kepemilikan lahan pertanian rata–rata masarakat hanya memiliki lahan 0,25 ha

untuk tiap KK (RPJM Desa Bleberan 2016-2021, 2016). Terlebih, berdasarkan data daftar

penduduk Desa Bleberan penerima beras miskin pada tahun 2017 sebanyak 613 orang dari

jumlah total penduduk yang tersebar di sebelas padukuhan yang ada. HKM telah membuka

peluang bagi warga dapat memperluas lahan tegalan untuk ditanam berbagai komoditas

seperti jagung, kedelai, ketela serta sayur-mayur seperti cabe, kacang panjang, ketimun,

terong. Kerja sama yang sifatnya non formal berupa Pengelolaan Hutan Bersama

Masyarakat cukup mendongkrak pendapatan masyarakat dalam mendukung swasembada

pangan.

Selain sektor pertanian, dalam 10 tahun terakhir tumbuh pula sektor wisata Desa Bleberan.

Pemerintah Desa Bleberan mengelola potensi desa tersebut melalui BUM Desa “Sejahtera”

yang didirikan sejak tahun 2008.Sektor pariwisata di Desa Bleberan sudah dikelola dengan

cukup baik melalui BUMDesa sehingga sudah mampu memberikan kontribusi bagi

pembangunan desa. Sektor pariwisata Desa Bleberan memang sangat berkembang pesat

yang ditandai dengan semakin banyaknya kunjungan wisatawan domestik maupun manca

3 TAMAT SD / SEDERAJAT 645 667 1312

4 SLTP/SEDERAJAT 547 527 1074

5 SLTA / SEDERAJAT 504 306 810

6 DIPLOMA I / II 33 33 66

7 AKADEMI/ DIPLOMA III/S. MUDA 12 13 25

8 DIPLOMA IV/ STRATA I 51 50 101

9 STRATA II 3 2 5

10 STRATA III 0 1 1

TOTAL 2688 2653 5341

Page 30: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

30

negara di salah satu obyek wisata yakni air terjun Sri Gethuk, terutama akhir pekan dan hari-

hari libur.

Dalam kurun 5 tahun terakhir kunjungan wisatawan domestik maupun asing telah mencapai

100an ribu pengunjung setiap tahunnya. Daya tarik wisata di Bleberan adalah susur sungai

oyo dengan pearahu sepanjang 450m dengan menikmati tebing indah setinggi 50m di

sepanjang s.oyo yang kemudian berakhir menikmati air terjun Srigethuk.Hal ini membawa

dampak bagi terbukanya lapangan kerja baru dan munculnya usaha-usaha baru seperti

warga yang terserap dalam pengelola wisata, pedagang, pemilik warung makan, serta

usaha-usaha pendukung wisata lainnya. Bahkan dampak konkrit dari perkembangan sektor

ini telah mampu memberikan kontribusi pendapatan asli bukan hanya kepada Desa dalam

bentuk PADes namun juga untuk daerah dalam bentuk PAD.

Keberadaan obyek wisata di Bleberan sebenarnya juga memperkuat posisi Kecamatan

Playen sebagai salah satu destinasi wisata di Gunung Kidul. Kecamatan Playen adalah

kecamatan yang kaya akan tempat – tempat wisata yang telah dikembangkan antara lain

Hutan wanagama serta rest area dibunder. Wisata di desa Bleberan telah di kembangkan

sebagai pendukung wisata – wisata yang sudah ada di kecamatan Playen. Selain Air Terjun

Sri Gethuk dan Goa Rancang Kencono, potensi obyek wisata di Desa Bleberan antara lain

Gua Soang Oya, Goa Cabak, situs purbakala megalitikum dan Bendung Tanjung.

Sedangkan untuk sektor-sektor yang lain seperti industri mulai menggeliat seiring dengan

perkembangan pariwisata di Desa Bleberan. Pengolahan hasil pertanian merupakan andalan

usaha yang dijalanan oleh masyarakat untuk mendukung sektor pariwisata (laporan

Pertanggungjawaban BUM Desa Sejahtera, 2017). Melalui berbagai pelatihan dan

pendampingan ini, usaha masyarakat mulai dikenal. Selain industi kecil pengolahan

makanan, jenis industri lainnya juga teersedia meski pertumbuhannya, masih kecil. Ada

beberapa kelompok antara lain Industri alat pertanian, kerajinan kulit, mebel, dan home

industri lainnya. Namun kelemahan sektor ini terkendala pemasaran dan hanya dapat

melayani pasar lokal desa. Hanya beberapa produk seperti hasil industri pande besi dan

olahan makanan telah mulai menembus pasar luar wilayah desa.

Sedangkan Desa Bleberan juga memiliki kekayaan tradisi budaya seperti berbagai ritual

sosial keagamaan seperti ritual nyadranan di padukuhan Bleberan yang dilaksanakan setiap

bulan ruwah dalam penanggalan Jawa dengan upacara Gunungan Pisang dan apem yang di

arak ke makam, upacara tumpeng robyong di Padukuhan Bleberan yang dilaksanakan

khusus dengan kenduri khusus perempuan, kelompok seni Doger, Reog, dan Hadrah

Slawatan. Sementara penduduk menurut agama, sebagian besar penduduk Desa Bleberan

memeluk agama Islam yakni mencapai 98,19%, sedangkan sisanya Kristen mencapai 1,45%,

dan Katholik (0,36%) (BPS, 2017).

Page 31: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

31

Desa Bleberan juga memiliki potensi sumber daya manusia dan organisasi kemasyarakatan

yang menggerakkan dinamika sosio kultural di Desa Bleberan. PKK, Gapoktan, Karang

Taruna merupakan organisasi kemasyarakatan yang terlibat secara aktif dan partisipatif

dalam pembangunan desa. Desa Bleberan bahkan sudah mengkampanyekan ‘Desa Ramah

Anak dan Perempuan’. Masyarakat mulai sadar jika kelompok perempuan yang mayoritas

tergabung dalam PKK Desa merupakan kelompok strategis Desa karena mereka menjadi

tulang punggung bagi bekerjanya program-program desa. Karena itu di Desa Bleberan juga

mulai mendorong perempuan untuk dapat aktif terlibat secara langsung dalam pengambilan

kebijakan di desa.

B. Riwayat BUM Desa “Sejahtera “dan Bentuk Model Bisnis

Lahirnya BUM Desa di Bleberan memiliki sejarah yang cukup unik dimana ia lahir jauh

sebelum terbitnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Kondisi tersebut berdampak desain

BUMDes di Desa Bleberan tidak sepenuhnya mengikuti model hibrid BUMDes sebagaimana

dimaksudkan dalam UU Desa. Bagian ini akan menyajikan gambaran ringkas tentang

bagaimana BUMDes di Bleberan terbentuk dari situasi khas tersebut.

B.1 Sejarah BUMDes Bleberan: AntaraPrakarsa Lokal dan Koridor Regulasi

BUMDes Desa Bleberan terbentuk karena kuatnya prakarsa lokal dalam mengelola urusan

ekonominya. Terdapat sejumlah hal yang merujuk pada kondisi tersebut. Pertama, BUM

Desa di Bleberan lahir karena dorongan inisiatif lokal untuk menyelesaikan persoalan-

persoalan kesejahteraan desa dan bukan karena imperatif peraturan perundangan semata.

Regulasi yang diterbitkan pemerintah, oleh Desa Bleberan saat itu ditangkap sebagai bentuk

peluang desa untuk mendayagunakan aset-aset produktifnya.

BUM Desa Bleberan yang kemudian diberi nama BUM Desa “Sejahtera” tersebut, bahkan

pada awalnya hanya berbekal Surat Keputusan Kepala Desa Nomor 06/KPTS/VI/2008

tentang BUM Desa tertanggal 05 Juni 2008. Baru tahun 2010 tersusunlah Perdes nomor

05/2010 tentang tatacara pendirian BUMDes. Perubahan dasar regulasi tersebut terjadi

bukan hanya karena adanya dinamika dan perubahan regulasi oleh pemerintah supra desa

(baik pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah) sehingga membuat pemerintah desa

harus melakukan penyesuaian. Namun terdapat upaya untuk memperkuat kerangka hukum

BUM Desa yang disahkan dengan peraturan desa sebagai produk legislasi di tingkat desa.Hal

ini menunujukkan prakarsa lokal mendahului regulasi yang diterbitkan terlebih dahulu.

Kedua, sebagai lembaga ekonomi desa, BUM Desa “Sejahtera” Desa Bleberan justru lahir

belakangan, ketimbang unit usaha dibawahnya. Dua unit usaha yang dimiliki BUM Desa,

yakni Pengelolaan Air Bersih (PAB) dan Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) , justru

lahir lebih dahulu.PAB terbentuk pda 2004 dan UED-SP didirikan sejak tahun 2006. Kedua

unit tersebut langsung dikelola oleh Pemerintah Desa sebelum ada BUMDesa. Sedangkan

Page 32: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

32

pendirian unit wisata hampir bersamaan dengan BUMDesa “Sejahtera”. Namun yang patut

dicatat, aktivitas wisata di Bleberan sudah berlangsung cukup lama, jauh sebelum pendirian

BUMDesa. Hanya saja saat itu langsung dikelola oleh kelompok masyarakat setempatdan

belum tertata dengan baik.

Pada waktu itu, Tri Harjono selaku Kepala Desa memang sengaja membiarkan dulu warga

yang mengelola, namun ketika pada saatnya akan dikelola oleh BUM Desa. Tri Harjono

mengakui bahwa dengan posisinya saat itu, sebagai kepala desa memiliki posisi sangat

strategis dan lebih leluasa dalam mengatur dan mengembangkan unit wisata (termasuk

penyelenggaraannya) karena rangkap jabatan masih bisa dilakukan (Sidik, 2017). Saat itu,

pemerintah desa Bleberan mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat maupun daerah

untuk mengembangkan potensi objek Goa Rancang Kencana dan Air Terjun Sri Gethuk.

Namun pengelola mengalami kendala dari tokoh agama yang tidak mengizinkan karena

khawatir pengunjung akan memberi dampak buruk yang dapat mengikis nilai-nilai sosial dan

budaya setempat. Tri Harjono menuturkan selaku ketua unit pengelola wisata berinisiatif

menjalin komunikasi intensif pada tokoh agama yang menentang yang pada akhirnya setuju

namun dengan syarat. Syarat tersebut berupa, merubah rancangan visi desa Bleberan

dengan menambah rumusan “Religius” (Wawancara Tri Harjono, Februari 2018). Untuk

merealisasikan desa wisata ini, kemudian mengubah visi pemerintah desa Bleberan menjadi

“Pembangunan Desa Wisata Yang Produktif, Indah, Tertip, Aman, dan Religius

(PINTAR)”.Setelah BUM Desa “Sejahtera” berdiri, ketiga unit wisata tersebut dibawah

naungan BUM Desa.

Melihat proses pembentukan BUM Desa “Sejahtera” Bleberan menunjukkan bahwa

prakarsa lokal menjadi kunci bagi eksistensi BUM Desa. Prakarsa lokal di Desa Bleberan

menjadi energi positif untuk mendorong perubahan-perubahan melalui berbagai inovasi

seperti layanan air bersih, kredit mikro, serta pengembangan desa wisata. Bahkan terkesan

“jalan dahulu, diatur belakangan”. Namun demikian, dalam konteks hibryd, prakarsa lolal

tersebut juga membutuhkan kerangka pelembagaan yang kuat agar inisiatif yang tumbuh

tetap berkembang dalam koridor regulasi. Regulasi dalam konteks ini diperlukan agar

prakarsa lokal tidak tumbuh secara liar yang justru menciptakan kontradiksi di dalam

pelembagaan BUM Desa sendiri.

Dalam perkembangannya, proses historis tersebut berdampak pada pembentukan formasi

atau model bisnis BUMDes yang khas di Bleberan. Prakarsa lokal yang kuat justru

mengabaikan eksistensi kelembagaan BUMDes sendiri. Kondisi ini berdampak pada

pengabaian aspek penataan relasi kelembagaan antara Pengurus BUMDesa “Sejahtera” dan

unit-unit usaha. Apalagi, kehadiran BUM Desa justru lahir kemudian, dibandingkan unit-unit

usaha yang telah eksis terlebih dahulu.

Page 33: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

33

Hubungan yang terbangun justru menghasilkan relasi yang cenderung menempatkan unit

usaha terkesan otonom ketika berhadapan dengan pengelola BUM Desa. Model bisnis

semacam ini, hanya menempatkan BUMDes sebagai wadah formal unit-unit usaha Desa.

Unit usaha terkesan berjalan sendiri tanpa melibatkan pengurus BUMDesa manakala

mengambil keputusan di lingkungan manajemen unit masing-masing. Praktis kontrol antara

pengelola BUMDes terhadap unit usaha hanya berlangsung satu tahun sekali manakala

memasuki siklus Laporan Pertanggungjawaban tahunan.

Model bisnis semacam ini memiliki keunggulan sekaligus keterbatasan. Otonomi membuat

unit-unit yang ada lebih fleksibel dalam pengambilan keputusan terkait dengan manajemen

termasuk keputusan strategis. Unit-unit yang ada lebih mudah melakukan proses adaptasi

dalam menghadapi tuntutan perubahan dan tantangan yang mengemuka; serta lebih

mudah dalam mencipta inovasi-inovasi memenuhi tantangan yang ada. Sebagai deskripsi,

pengembangan desa wisata membutuhkan sumber daya yang besar termasuk pendanaan.

Dalam konteks tersebut, prakarsa pengelola unit wisata cukup inovatif yakni menggandeng

pemerintah baik pusat maupun daerah dengan berbagai bantuan program yang

digelontorkan ke Desa Bleberan serta perusahaan melalui skema Corporate Social

Responsibilities(CSR) untuk mengembangkan Desa Wisata.

Namun pada saat bersamaan, lemahnya kontrol Pengelola BUMDesa bisa berdampak pada

terjebaknya unit usaha dalam berbagai praktik-praktik buruk pengelolaan usaha yang

berujung pada ancaman miss-manajemen bahkan korupsi. Dalam kasus pengelolaan unit

wisata terdapat anggapan unit usaha ini nyaris tidak dapat “disentuh” atau diintervensi

untuk melakukan perubahan manajemen yang akutabel. Salah satu anggota BPD yang juga

menjadi bendahara BUMDes, Sardjana menuturkan ketika desa masih dipimpin Tri Harjono,

pengelolaan Sri Gethuk tertutup atau tidak transparan kepada: “karena tidak transparan itu,

dana bantuan yang diperoleh itu tidak pernah dilaporkan”(Wawancara Bendahara BUM

Des, Sardjana, Maret 2018).

Model bisnis semacam inilah yang menjadi setting bekerjanya ekosistem inovasi terjadi di

BUM Desa “Sejahtera” Desa Bleberan. Otonomi unit usaha yang terlalu kuat dan cenderung

dibiarkan membuat unit usaha memiliki ruang fleksibel dalam pengembangan namun juga

rentan terjebak dalam praktik-praktik buruk. Di satu sisi, BUMDes hanya ditempatkan

sebagai lembaga payung atau wadah formal unit-unit usaha. Ini artinya BUMDes tidak

memiliki kendali yang efektif dan memadai terhadap unit-unit usaha yang ada.

B.2. Kepemilikan Kolektif Warga- Pemerintah Desa

Lahirnya BUMDesa “Sejahtera” lebih didorong oleh kehendak Pemerintah Desa Bleberan.

Saat itu Pemerintah Desa Bleberan melihat regulasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat

maupun Pemerintah Daerah dibaca sebagi struktur peluang untuk memperkuat

kelembagaan ekonomi desa melalui format BUMDes. Pilihan penguatan ekonomi Desa

Page 34: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

34

melalui format BUMDes saat itu sebetulnya merupakan terobosan baru. Tidak banyak desa

di Indonesia yang mengambil langkah membentuk BUMDes sebagai pilihan strategis

penguatan ekonomi Desa sebelum terbitnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dasar hukum pendirian BUM Desa saat itu masih mengacu pada UU No. 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah dan tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 72

Tahun 2005 Tentang Desa. Dalam PP tersebut, pada Pasal 213 ayat (1) disebutkan bahwa

“Desa dapat mendirikan BUM Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa”. Di

Kabupaten Gunung Kidul, PP dijabarkan lebih jauh dengan Peraturan Daerah Kabupaten

Gunungkidul No 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan BUM Desa menjadi pedoman di

wilayahnya. Sementara Pemerintah Pusat baru menerbitkan peraturan turunan atas PP baru

pada tahun 2010 dengan diterbitkannya Permendagri No 39 Tahun 2010 tentang BUM Desa.

Di Desa Bleberan, pembentukan BUMDes berangkat dari inisiatif Pemerintah Desa dengan

menimbang konteks kebutuhan masyarakat. Mantan Kepala Desa Bleberan, Tri Harjono,

yang juga sebagai pengelola unit wisata menuturkan pengalamannya saat mendirikan

BUMDes. Tri Harjono menyatakan bahwa pedirian BUMDesa dilatarbelakangi bahwa Desa

Bleberan saat itu terisolasi, tingkat kemiskinan tinggi yang ditandai dengan banyak warga,

terutama pemuda menganggur (Wawancara Tri Harjono, Februari 2018). Bahkan desa juga

semakin kekurangan sumber daya manusianya karena banyak yang merantau ke kota

(urbanisasi). Hal itulah yang mendorongdigerakkan aktivitas ekonomi warga, termasuk

melalui BUMDesa.

Dalam perjalanannya, BUMDesa “Sejahtera” memang dikenal oleh masyarakat sebagai

lembaga ekonomi desa. Sebagai lembaga publik desa yang diberi mandat mengurus dan

mengembangkan potensi ekonomi desa, BUMDes di Bleberan memang menjalankan fungsi-

fungsi tersebut. Namun demikian, warga desa Bleberan belum merasa sebagai pemilik

BUMDes. Situasi tersebut tercermin dari persepsi warga bahwa BUMDes merupakan bagian

dari Pemeritah Desa.

Salah satu peristiwa di Bleberan menunjukkan gambaran tersebut. Dalam kasus pengelolaan

obyek wisata Sri Gethuk, banyak warga Bleberan menilai kemanfaatan obyek wisata

tersebut hanya dinikmati oleh sebagian kecil warga, terutama warga Padukuhan Menggoran

1 dan Menggoran 2 di mana obyek wisata tersebut berada. Sekalipun dikelola oleh BUMDes

melalui unit usaha wisata, senyatanya hanya warga padukuhan setempat yang memiliki

akses kesempatan berusaha di lokasi wisata. Selain warga di luar padukuhan tersebut, tidak

diperkenankan untuk menempati lahan-lahan untuk berdagang, atau membuka warung dan

kios cinderamata, kecuali warga di luar padukuhan yang memiliki lahan di lokasi wisata.

Tenaga kerja yang terserap di lokasi wisata pun hanya sedikit orang dari pedukuhan

tersebut. Selain itu, dampak dari aktivitas wisata berupa rusaknya jalan menuju ke lokasi

wisata. Situasi tersebut memuncak dengan lahirnya gerakan Forum Peduli Bleberan yang

menolak hak eksklusif pengelolaan wisata oleh warga di pedukuhan tersebut.

Page 35: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

35

Deskripsi tersebut, menunjukkan bahwa protes warga bukan dialamatkan pada BUMDes

yang seharusya memiliki tangungjawab dalam melakukan fungsi kontrol terhadap unit-unit

usaha yang dinaunginya. Protes warga ditujukan terhadap para segelintir pelaku usaha

wisata yang memonopoli pengelolaan obyek wisata Sri Gethuk. Dalam konteks tersebut,

protes digerakkan oleh proses eksklusi, sehingga sebagian besar warga tidak merasa

menikmati pemanfaatan potensi desa tersebut.

Upaya untuk memperbaiki manajemen unit wisata sebenarnya telah didesakkan oleh

pengurus BUMDes, namun belum membuahkan perubahan tata kelola yang transparan dan

akuntabel. Upaya untuk meredam protes warga misalnya, akhirnya diselesaikan dengan

adanya kesepakatan bagi hasil pengelolaan obyek wisata untuk seluruh padukuhan yang

dikenal dengan Dana pengembangan potensi yang telah berlangsung selama 4 tahun

terakhir ini sejak 2015 lalu. Namun, upaya tersebut tidak mengubah pendangan warga

bahwa BUMDes menjadi milik Pemerintah Desa.

B.3. Dikelola Demokratis-Teknokratis

Sebagai lembaga publik desa yang diberi mandat untuk mengelola potensi ekonomi desa,

BUMDes seharusnya memang dikelola secara demokratis yang ditunjukkan dengan

pengambilan keputusan melalui musyawarah desa sebagai mekanisme untuk memenuhi

aspek akuntabilitas dan transparansi. Pembentukan BUMDes ‘Sejahtera” saat itu, memang

belum melalui musyawarah desa, namun telah dibentuk dengan perarturan desa

berdasarkan persetujuan kepala desa dan BPD. Hal ini tidak mengurangi derajat pengelolaan

BUMDes yang demokratis di Bleberan.

Dalam perjalannya, pengelolaan unit wisata di Bleberan tidak transparan. Pengembangan

Desa Wisata Bleberan mendapatkan banyak suntikan dana dari berbagai pihak. Pada tahun

2011 melalui bantuan program PNPM Desa Pariwisata Tahun 2011, unit wisata mendapat

bantuan sebesar Rp 65.000.000,00 dan Rp 100.000.000,00 pada tahun 2012 (Mamiek,

2012), dan pada tahun 2013 sebesar Rp 75.000.000,00. Pada tahun yang sama desa wisata

Bleberan menerima bantuan dari Provinsi dengan jumlah total Rp 1,15 Milyar (Sidik, 2017).

Bank BNI 46 juga memberikan hibah melalui program "Coorporate Social Responsibility"

(CSR) Rp 495.000.000,00 untuk pengembangan desa wisata (Sutarmi, 2014).

Bantuan tersebut memang digunakan untuk pembangunan bebagai fasilitas pendukung

wisata seperti pembangunan kios, sarana MCK, areal parkir, papan informasi wisata

pembelian perahu SAR dan pengadaan seragam pengelola, pembangunan jalan setapak

menuju lokasi wisata, pembangunan talud, ruang tunggu dermaga, pengadaan life

vest(pelampung untuk pengunjung), dan sebagainya (LPJ BUMDes Sejahtera, 2013).

Disamping untuk pengadaan, bantuan-bantuan tersebut juga digunakan pengembangan

kapasitas pengelola dengan kegiatan pelatihan dan menghidupkan kelompok-kelompok

kesenian sesperti pemeblian alat hadroh untuk kelompok di padukuhan Menggoran 1,

Page 36: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

36

pembelian gamelan dan wayang, kegiatan pementasan doger, reog, jathilan, dan wayang

kulit.

Namun demikian, mekanisme pengelolaan dana bantuan tersebut, tidak melalui BUMDes,

namun langsung masuk ke ketua pengelola unit wisata yang dijabat Tri Harjono sekaligus

sebagai Kepala Desa. Dana bantuan yang diberikan kedapa pemerintah desa untuk

pengembangan desa wisata tidak melalui bendahara BUM Desa, sebagaimana sesuai

dengan aturan-prosedur yang seharusnya dilakukan, sebab unit usaha desa wisata telah

resmi secara legal/formal dikelola dan dikembangkan dibawah kewenangan BUM Desa

Sejahtera pada tahun 2010. Hal ini dikeluhkan oleh Bendahara BUMDes “Sejahtera”,

Sardjana: “Saya selaku bendahara, tidak pernah sama sekali menerima dana-dana bantuan

yang diperoleh masuk kerekening BUM Desa, termasuk LPJ-nya sampai sekarang ini. Bahkan

saya sama sekali tidak dilibatkan dalam pembangunan yang dikerjakan”(Wawancara

dengan Bendahara BUMDesa Sejahtera, Sardjana, tanggal 16/02/2018).

Pengelolaan dana bantuan tersebut hanya sedikit melibatkan sedikit orang dalam lingkaran

kekuasaan Kepala Desa Tri Harjono saat itu, sehingga penyimpangan yang terjadi tidak bisa

dikontrol masyarakat. Pertanggungjawaban pengelolaan unit usaha wisata baru dilaporkan

mulai tahun 2013, setelah adanya tekanan dari masyarakat yang mempertanyakan

pendapatan wisata. Saat itu pengawas BUMDes, BPD, LPMD, Perangkat Desa, mengancam

akan melaporkan pihak-pihak yang terlibat untuk mengembalikan uang atau berurusan

dengan hukum. Salah seorang pengawas BUMDes menyatakan: “Kita sudah siap

melayangkan surat tindak pidana korupsi pada waktu itu. Karena uangnya tidak ada, hanya

laporannya saja”. (Wawancara Pengawas BUMDes, Agus Jurianto Desa, 16/02/ 2018).Situasi

dan kondisi yang telah terjadi ini, memicu konflik secara internal organisasi dalam tubuh

BUM Desa maupun eksternal, yaitu dari masyarakat yang terus menekan atau menuntut

transparansi-pertangunggjawabannya (Sidik, 2017).

Selain dana bantuan, pengelola unit wisata juga tidak melaporkan pertanggunjawaban

pendapatannya pada tahun 2011-2012. BUM Desa tidak dapat melaporkan

pertanggungjawaban pendapatan unit wisata. Padahal tahun tersebut, adalah masa

booming kunjungan wisata ke Bleberan yang mencapai angka 120.000 orang dengan

perkiraan pendapatan mencapai sekitar Rp 1 miliar (Liauw, 2013). Angka kunjungan tersebut

terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun jika dibandingkan dengan omzet pendapatan

yang diperoleh tidak selalu linear dengan jumlah kenaikan pengunjung.

Tabel 4.3 Jumlah Pengunjung dan Pendapatan Unit Usaha Wisata

Tahun Jumlah Pengunjung Pendapatan (Rp)

2013 - 979,459,235,00

2014 131.259 1,242.799,131,00

2015 139.650 1,912,582,082,00

Page 37: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

37

2016 137.394 1.902.082.276,00

2017 - 1.816.253.800,00

Sumber: Data diolah dari LPJ BUMDes Sejahtera Tahun 2013-2018

Sementara dimensi teknokratis pengelolaan BUM Desa “Sejahtera” sesungguhnya telah

bekerja untuk memperbaiki kinerja unit usaha yang ada. Di luar unit wisata, unit seperti PAB

dan UED-SP terus membenahi manajemen usaha masing-masing. Berbagai upaya

peningkatan pelayanan yang dilakukan unit PAB terus memperluas jaringan pelayanan air

bersih, melakukan perawatan jaringan, menekan angka kebocoran karena pencurian air, dan

mengintensifkan penagihan untuk pelanggan yang menunggak bayar. Sedangkan unit UED-

SP juga melakukan pembenahan misalnya dengan perbaikan administrasi, manajemen

keuangan, serta pelayanan dalam bentuk memberikan insentif untuk nasabah yang tertib

dalam melakukan pembayaran. Seluruh transaksi pada kedua unit usaha tersebut juga

terekam dengan baik dalam berbagai laporan dan dipertanggungjawabkan dalam berbagai

forum pelaporan.

Gambaran tersebut menunjukkan tata kelola BUMDes “Sejahtera” belum berjalan

berimbang antara aspek demokrasi dan teknokrasi, terutama untuk unit usaha wisata. Unit

PAB dan UED-SP kendati dari sisi akuntabilitas dan transparansi cukup baik, masih terus

berbenah untuk memperbaiki manajemen usahanya. Sedangkan unit usaha wisata, sebagai

penyumbang terbesar justru belum memenuhi aspek akuntabilitas dan transparansi serta

pembenahan manajemen usaha yang sehat.

B.4. Komersial –Sosial

Sebagai lembaga hybrid, BUMDes didesain untuk mengemban misi melayani fungsi

pelayanan sosial maupun pengembangan ekonomi lokal berskala desa. Dalam konteks Desa

Bleberan, misi tersebut telah berjalan dengan berimbang. Unit-unit usaha yang dibentuk

sebelum BUMDes ada yakni layanan air bersih oleh Unit PAB dan kredit mikro oleh Unit

UED-SP diberi mandat untuk menyediakan layanan sosial. Sebagaimana lazimnya daerah di

Gunungkidul yang langka air bersih, membuat pemerintah Desa Bleberan berupaya

menyediakan kebutuhan air bersih bersih dengan menggali sumber-sumber mata air yang

ada di Bleberan. Upaya rintisan tersebut sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 90-an,

namun baru membuahkan hasil pada tahun 2004 dengan didirikannya PAB. Sedangkan

layanan UED-SP mulai tahun 2006 seiring adanya bantuan dari program pemerintah.

Program tersebut didasari adanya kebutuhan kredit mikro bagi warga desa untuk

memperkuat permodalan pelaku usaha berskala rumah tangga. Kedua unit tersebut

diorientasikan untuk memberikan layanan sosial pada warga. Kedua unit tersebut

diorientasikan untuk memberikan layanan sosial pada warga yang langsung dikelola oleh

Pemerintah Desa sebelum ada BUMDesa.

Page 38: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

38

Sedangkan fungsi pengembangan potensi ekonomi desa juga telah dilakukan oleh unit

usaha wisata. Bagaimanapun unit usaha wisata, memiliki multiflier effectterhadap sektor-

sektor usaha lain seperti sektor perdagangan, jasa, dan industri di Bleberan. Selain itu,

sektor ini juga telah mampu memberikan kontribusi terbesar Pendapatan Asli Desa (PADes)

dalam bentuk SHU dan Bagi hasil pajak daerah serta telah memberikan kontribusi pada

Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Berangkat dari paparan di atas, gambaran kontekstual dari format BUMDes semacam ini

berpengaruh pada kapasitas BUMDes dalam membentuk ekosistem inovasi yang kondusif.

Bagian tersebut, akan dipaparkan lebih jauh pada bagian bab-bab berikutnya

Page 39: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

39

BAB V

PENGEMBANGAN EKOSISTEM INOVASI OLEH BUM DESA

Kajian ini memfokuskan pada bagaimana inovasi dapat berkembang, maka perlu pula

mengupas konsep tentang ekosistem inovasi. Gambaran tentang upaya BUM Desa untuk

mengkonsolidasi sumber daya yang ada di Desa Bleberan untuk menumbuhkan ekosistem

inovatif. Sebagaimana ekosistem alam, maka terdapat elemen-elemen pendukung dan

adanya interaksi antar elemen-elemen tersebut secara berimbang. Absennya salah satu

elemen tentu akan mengganggu keseimbangan ekosistem. Dalam ekosistem inovasi,

terdapat elemen-elemen yang diperlukan yakni: Kepemimpinan, Pendidikan (kapasitas),

sistem etika dan etos kerja, Sistem Sosial Budaya, Kebijakan Inovasi, dan Pendanaan yang

seluruhnya bekerja mendukung pengembangan riset dan inovasi.

A. Kepemimpinan

Bagian ini akan menyajikan deskripsi tentang temuan dilapangan yang menunjukkan bahwa

elemen kepemimpinan berpengaruh dalam membentuk ekosistem inovasi. Selain itu

elemen kepemimpinan juga menggambarkan bagaimana BUM Desa memberikan ruang

kepada prakarsa pelakunya, respon terhadap hal-hal baru, mendorong penciptaan atau

inovasi yang belum sama sekali pernah dilakukan, dan mengelola risiko setelah adanya

inovasi.

Meskipun upaya BUM Desa mengkonsolidasi sumber daya yang ada untuk menumbuhkan

ekosistem inovatif, faktanya mereka gagal melembagakan kepemimpinan tersebut. Hal ini

terjadi karena; Pertama, lemahnya daya dari pengurus BUM Desa di sebabkan mereka

bergantung pada otoritas lebih tinggi. Kedua, tidak punya daya untuk mendesak adanya

perubahan manajemen yang lebih sehat. Ketiga, pembiaran yang dilakukan BUM Desa

memicu unit dalam usaha penggalian dana tanpa sepengetahuan BUM Desa. Ketiga factor

tersebut yang mengakibatkan gagalnya BUM Desa dalam melembagakan kepemimpinan

dan menghambat proses pengembangan ekosistem inovasi.

Bagian berikut ini akan menyajikan deskripsi lebih mendalam tentang bagaimana: pertama,

lemahnya daya dari pengurus BUM Desa yang bergantung pada otoritas lebih tinggi. kedua,

tidak punya daya untuk mendesak adanya perubahan manajemen yang lebih sehat. ketiga,

pembiaran yang dilakukan BUM Desa memicu unit-unit usaha dalam penggalian dana tanpa

sepengetahuan BUM Desa.

A.1. Lemahnya Daya Pengurus BUM Desa: Bergantung Pada Otoritas Lebih Tinggi

Adanya ketidak sinambungan antara Pemerintah Desa dengan pengurus BUM Desa

mengakibatkan pengembangan ekosistem inovasi tidak berjalan dengan sesuai. Peran orang

Page 40: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

40

yang memiliki kepenting juga menjadi alasan mengapa BUM Desa lemah dalam mengambil

keputusan. Selain itu kurang beraninya BUM Desa untuk mengambil risiko juga salah satu

penyebab minim nya inisiatif dari BUM Desa. Inisiatif tentang pengembangan potensi yang

ada justru hadir dari prakarsa pelaku unit usaha wisata. Seharusnya BUM Desa sebagai

lembaga ekonomi desa ada inisiatif untuk melakukan pengembangan ekosistem inovasi.

Komitmen pengurus BUM Desa untuk meciptakan ekosistem inovasi masih minim karena

kesibukan masing-masing pengurus yang juga bekerja di luar BUM Desa. Hal tersebut serupa

dengan apa yang disampaikan oleh Tri Harjono selaku ketua pengelola unit usaha wisata:

“Adanya ketidak sinambungan antara pengurus BUM desa dengan Kepala desa Bleberan.

Selain itu Kepala desa juga kurang berani untuk mengambil risiko untuk pengembangan

potensi yang ada.” (Wawanca dengan Ketua Pengelola Unit Usaha Wisata, Tri Harjono

tanggal 17/02/2018).

Jika kondisi ini terus terjadi maka upaya mengembangkan ekosistem inovasi akan

terkendala. BUM Desa yang seharusnya memiliki daya untuk menciptakan semua ekosistem

inovasi justru terhambat dengan adanya kepentingan-kepentingan yang menguntungkan

pihak yang lebih kuat di dalam kepengurusan BUM Desa.

A.2. Kurang Inisiatif : Tidak Mendesak Adanya Perubahan

BUM Desa kurang inisiatif untuk melakukan pengembangan. Hal ini juga dipengaruhi

komitmen yang kurang dari pengurus BUM Desa Sejahtera, sehingga inisiatif mucul dari

masing-masing unit-unit usaha yang ada di BUM Desa. Selain itu mereka juga tidak memiliki

power untuk mendesak adanya perubahan. Perubahan yang dimaksud misalnya perubahan

manajemen usaha yang leih sehat, transparan dan akuntabel. Desakan tentang perubahan

manajemen sudah dari tahun 2013 namun baru terealisasi pada tahun 2018. Desakan untuk

berubah sempat mengalami kendala hingga munculah kesepakatan yang akhirnya mulai

Januari 2018 diterapkanlah tiket terusan.

Ide tentang tiket terusan ini muncul karena adanya kebocoran pendapatan yang terjadi di

unit usaha wisata. Indikasi kebocoran pendapatan seperti manipulasi jumlah pengunjung,

jumlah kendaraan yang parkir. Sebelum kesepakatan ini dilakukan, sempat mendapatkan

tawaran untuk menerapakan system tiket otomatis dari salah satu perguruan tinggi swasta

di Yogyakarta. Namun tawaran tersebut tidak disambut dengan baik oleh pengelola unit

wisata. Keengganan tersebut didorong oleh kekhawatiran akan turunnya pendapatan

pengelola unit wisata karena menutup potensi kecurangan penghitungan jumlah

pengunjung. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh salah satu pengawas BUM Desa

Sejahtera, Agus Jurianto yang mengatakan: “Salah satu pengelola unit wisata seperti enggan

melakukan hal tersebut justru menanyakan cara untuk menjadikan tiket manual.”

(Wawancara dengan Pengawas BUM Desa Sejahtera, Agus Jurianto tanggal 16/02/2018).

Page 41: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

41

Sebagai perbandingan, Unit Usaha PAB telah berupaya melakukan perbaikan manajemen

dari segi Admistrasi, Keuangan, dan Pelayanan sehingga dapat dilihat neraca tutup buku

yang disampaikan di Laporan Pertanggungjawaban lebih transparan dan akuntabel. Unit

PAB juga telah melakukan uji coba dalam pengelolaan dengan menggunakan Pompa Air

yang dikendalikan melalui system jarak jauh atau aplikasi teknologi informasi. Sehingga

dapat menekan biaya operasional yang dikeluarkan dari unit PAB. Hal ini merupakan contoh

bahwa dalam pengelolaan unit usaha yang sehat dapat membuka peluang untuk

pengembangan inovasi. sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Udi Waluya selaku

Kepala Unit PAB: “Kami sedang mencoba untuk mengurangi biaya operasional dengan alat

ini, sehingga tenaga yang dibutuhkan untuk menjalankan mesin pompa dapat dikendalikan

dari jarak jauh.” (Wawancara dengan Kepala Unit PAB, Udi Waluya tanggal 16/02/2018).

A.3. Pembiaran :Penggalian Dana Tanpa Melibatkan Bum Desa

Membuka ruang bagi masing-masing unit usaha untuk melakukan pengembangan pada

potensi untuk menciptakan ekosistem inovasi memang perlu dilakukan. Dengan membuka

ruang diharapkan BUM Desa menciptakan ekosistem yang dapat menstimulan munculnya

inovasi sehingga potensi dapat di eksplorasi secara maskimal untuk memenuhi kebutuhan

dengan cara-cara baru dan menjawab tantangan dimasa mendatang.

Ruang yang diberikan oleh BUM Desa kepada unit usaha justru menjadikan BUM Desa tidak

memiliki daya untuk menciptakan inisiatif dalam upaya pengembangan ekosistem inovasi.

Sehingga BUM Desa hanya menjalankan fungsi-fungsi formal dan sangat minimal. Hal

seperti ini seharusnya perlu diperhatikan agar unit usaha tersebut dapat bekerja dengan

lebih baik lagi dan tidak terjadi lagi kebocoran pendapatan.

Pola kepenimpinan ini menjadikan BUM Desa cenderung membiarkan unit-unit usaha untuk

melakukan pengembangan potensi yang ada. BUM Desa sebagai lemabaga ekonomi desa

tetap harus melakukan kontrol agar inisiatif yang muncul dari unit usaha dapat di

realisasikan atau mendapat dukungan dari BUM Desa. Selama ini unit usaha dalam

pengembangan kadang tanpa sepengetahuan BUM Desa,dan akhrinya menimbulkan ketidak

sinambungan antara unit usaha dengan BUM Desa. Proses penggalian dana yang semestinya

melalui BUM Desa justru langsung dilakukan oleh unit usaha. Terlihat bahwa pola semacam

ini dapat menimbulkan adanya ketidakstabilan ditubuh BUM Desa. Sesuai dengan yang

disampaikan oleh Tri Harjono selaku Ketua Pengelola Unit Wisata: ”untuk mendorong

pengembangan unit kami mengandalkan hutang dari bank dan hibah dari dana pemerintah

daerah maupun pusat. Dan itu tanpa BUM Desa tahu” (Wawancara dengan Ketua Pengelola

Unit Wisata, Tri Harjono tanggal 17/02/2018)

Walaupun unit usaha mereka cenderung seperti di biarkan, namun tetap ada sisi positifnya.

BUM Desa sendiri memang membuka ruang bagi unit yang ingin mengembangkan

potensinya hal ini di tunjukan oleh Unit Usaha PAB yang mulai tahun ini sedang dalam tahap

Page 42: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

42

pengembangan yaitu menggunakan kendali jarak jauh dalam pengoperasian mesin pompa

air dari sumbernya. Seperti yang disampaikan Udi Waluya selaku kepala Unit Usaha PAB:

“Gagasan ini juga di pengaruhi oleh minimnya SDM yang ada di unit PAB sehingga kami

mencoba untuk menggunakan alat tersebut.” (Udi Waluya/16/02/2018). Sehingga dalam

upaya unit usaha untuk mengembangkan potensi desa yang ada mereka harus

berimprovisasi dalam penggalian dana agar gagasan atau inisiatif yang mereka miliki dapat

terlaksana walau tanpa melalui jalur yang sudah ditentukan.

Secara ringkas gambaran tentang pola kepemimpinan yang ada di BUM Desa Sejahtera

memang sedang dalam kondisi tidak memiliki daya dalam upaya pengembangan potensi

desa untuk menciptakan ekosistem inovasi. BUM Desa hanya menjalankan fungsi-fungsi

formal dan sangat minimal. Unit usaha yang ada pun dibiarkan berinisiatif tanpa ada control

yang jelas dari BUM Desa. Akhirnya muncul indikasi-indikasi kecurangan untuk memenuhi

kebutuhan unit usaha.

B. Sistem Sosial Budaya

Pada bagian ini system social masyarakat terhadap inovasi memang sebagai elemen penting

karena bagian dari proses penciptaan ekosistem inovasi. Sistem social budaya membahas

tentang bagaimana masyarakat merespon perubahan atau perkembangan terhadap hal-hal

baru, seberapa adaptif masyarakat sekitar, dan Nilai-nilai apa yang membuat masyarakat

cepat/lambat menerima, serta budaya apresiasi terhadap hal-hal baru. Adaptasi masyarakat

menjadi elemen pengembangan hal baru (inovasi). Ini sangat penting karena upaya juga

harus mempertimbangkan tidak semua elemen masyarakat mampu secara cepat atau

terbuka untuk menerima hal baru seperti di Desa Beberan yang mengembangkan kawasan

wisata Sri Gethuk.

B.1. Wisata Sri Gethuk: Pengelolaan Dampak

Masyarakat yang mulanya hidup dengan ketenangan harus beradaptasi dengan keluar

masuknya wisatawan ke Sri Gethuk. Pemerintah desa Bleberan yang mendapatkan bantuan

dari pemerintah pusat maupun daerah untuk mengembangkan potensi objek Wisata Goa

Rancang Kencana dan Air Terjun Sri Gethuk. Pemerintah berinisiatif mengembangkan

potensi tersebut namun mengalami kendala dari tetua setempat (tokoh agama). Tokoh

agama setempat tidak mengizinkan karena ketakutan budaya dan nilai-nilai social yang

selama ini berkembang terkikis dengan banyaknya orang luar (wisatawan) yang masuk dan

mempengaruhi. Walau harus melalui kendala dan dengan menjalin komunikasi dengan rutin

kepada para tokoh agama yang menentang, pada akhirnya disetujui namun dengan syarat.

Syarat yang di maksud dengan merubah visi desa Bleberan dengan menambah kata

“agamis” dibelakang. Untuk merealisasikan desa wisata ini, kemudian visi pemerintah desa

Bleberan berubah menjadi “Pembangunan Desa Wisata Yang Produktif, Indah, Tertip, Aman,

dan Agamis”. Tahun 2013, visi pemerintah desa adalah Mewujudkan Desa Wisata yang

Page 43: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

43

Produktif, Indah, Aman, Tertib, dan Religi (PINTAR)(Sidik,2017). Dampak lain dari adanya

kawasan tersebut langsung dirasakan oleh masyarakat, seperti jalan yang menjadi rusak

sehingga mengganggu mobilitas dari masyarakat sekitar kawasan. Namun seiring

berjalannya waktu masyarakat mulai antusias dengan adanya kawasan tersebut, hal ini

seperti yang disampaikan oleh Tri Harjono: “Masyarakat belum terbiasa dengan adanya

BUM desa namun ini bukan membuat surut semangat kami untuk membentuk BUM Desa.

Berjalannya waktu dengan adanya unit-unit usaha seperti PAB, UED SP, dan Wisata Alam Sri

Gethuk masyarakat mulai antusias apalagi setiap SHU yang diterima diberikan dana

pengembangan potensi di 11 pedukuhan yang ada di Desa Bleberan”(Wawancara dengan

Ketua Pengelola Unit Wisata, Tri Harjono tanggal 17/02/2018)

B.2. Pesimistis : Tidak Muncul Inisiasi Pengembangan Spot Wisata.

Selain itu sikap pesimistis dari masyarakat juga mempengaruhi usaha BUM Desa untuk

mengembangkan potensi yang ada. Ini juga berakibat kurang nya inisiatif dari BUM desa

untuk mengembangkan spot baru yang ada di Desa Bleberan. Sehingga mereka sudah

merasa nyaman dengan adanya kawasan wisata Sri Gethuk. Padahal dengan membuka spot

baru dapat meningkatkan jumlah wisatawan yang akan datang ke Desa Bleberan. Ini seperti

yang disampaikan Agus Jurianto selaku Pengawas BUM Desa Sejahtera: “Masyrakat di sini

cenderung pesimistis dan kurang yakin dengan pembukaan spot baru. Padahal dengan spot

baru dapat menambahdaya tarik dari Desa Bleberan” (Wawancara dengan Pengawas BUM

Desa, Agus Jurianto tanggal 16/02/2018)

C. Pendidikan

Bagian ini mendekripsikan secara mendalam seberapa besar komitmen BUM Des dalam

mengembangkan Human Capital/SDM. Elemen pendidikan juga memperhatikan dengan

adanya penguatan SDM berdampak pada pengembangan modal kreatif atau tidak. Selain itu

bagian ini menjelaskan bagaimana cara BUM Desa membangun jejaring pengetahuan dan

keahlian kolaboratif dengan komunitas akademik. Adanya jaringan juga dapat

melihatapasaja inovasi yang dihasilkan dari kolaborasi dengan komunitas kademik dan

sentuhan apa yang diberikan oleh komunitas akademik (feedback).

C.1. Program Pelatihan Namun Minim Pendampingan

Adanya program pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah nyatanya belum meningkatkan

kualitas SDM yang ada di BUM Desa Bleberan. Minimnya pendampingan setelah dilakukan

pelatihan juga mempengaruhi kualitas SDM. BUM Desa pun juga belum begitu maksimal

dalam upaya meningkatkan kualitas SDM. Dalam upaya peningkatan kualitas SDM

seharusnya BUM Desa melakukan terobosan dengan mengadakan studi banding atau kerja

sama dengan pihak-pihak akademisi namun sampai sekarang memang belum melakukan hal

tersebut. Kondisi berbeda dengan unit usaha yang ada di BUM Desa, mereka justru

Page 44: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

44

melakukan kegiatan ini untuk meningkatkan kualitas SDM dengan melakukan studi banding

atau kerja sama dengan pihak akademik. Seperti yang di sampaikan oleh Praptono selaku

Kepala Desa Bleberan; “Memang dalam praktik nya kami masih kurang inisiatif dalam

upaya peningkatan kulitas SDM. Apalagi pengurus BUM Desa sering mendapatkan tamu

dari berbagai desa di Indonesia untuk melakukan studi banding.”(Wawancara dengan

Kepala Desa Bleberan, Praptono tanggal 23/02/2018)

Pihak akademisi yakni perguruan tinggi negeri maupun swasta sebenarnya telah banyak

melakukan penelitian namun hasil dari penelitian tersebut belum mendapatkan feedback

secara maksimal oleh pengurus BUM Desa atau pemerintah desa. Adanya resistensi

terhadap produk pengetahuan yang dianggap ‘mengganggu’ kepentingan sebagian pelaku

unit usaha khususnya wisata.

D. Etika dan Etos Kerja

Dalam proses pengembangan ekosistem inovasi elemen selanjutnya yang berperan adalah

Sistem etika dan Etos Kerja. Bagian ini mendeskripsikan dalam Etika dan Eros kerja BUM

Desa juga memiliki code of conduct dan code of ethic dalam pengelolaan usaha. Dengan

demikian kita dapat melihat apakah BUM Desa menerapkan sistem integritas tertetntu atau

tidak ada integritas yang jelas. Selain itu BUM Desa juga bisa melihat apakah etika tersebut

itu dapat bekerja. Kemudian adakah resistensi dalam implementasinya dan bagiamana

pengelola BUM Desa meresponnya. Peran dan kontribusi pelaku atau kelompok bisnis

dalam mendorong adapatasi sistem etika juga poin penting dalam menularkan system etika

dan etos.

D.1. Perubahan Etika: Adanya Tekanan dari Luar

Elemen ini penting untuk di perhatikan karena berkaitan dengan keberlangsungan BUM

Desa. Hal-hal terkait Etika sendiri banyak diterapkan dalam bentuk Kode Etik, AD/ART

maupun kesepakatan yang dibuat secara tertulis maupun tidak tertulis. Faktnya bahwa BUM

Desa dalam mengelola unit juga mengalami perubahan terkait etika, namun hal ini

dipengaruhi dari adanya tekanan pihak luar FPB (Forum Peduli Bleberan) yang menuntut

adanya Transparansi seperti : laporan tahunan, target pendapatan, dan perbaikan layanan

satu pintu. Dalam mejalankan sebuah bisnis juga harus mempertimbangkan dampak apa

saja yang terjadi setelahnya, selain itu untuk keberlangsungan sebuah bisnis juga harus

dibarengi komitmen untuk lebih Akuntabel dan Transparan. Karena BUM Desa bukan hanya

milik Pemerintah desa namun juga milik warga Desa Bleberan. Jadi warga masyarakat juga

perlu tahu bagaimana bisnis ini berjalan, sehat atau tidak. Sebagai masyarakat mereka juga

menuntut adanya transparansi dari unit usaha yang ada di BUM desa. Karena selama ini

masyarakat melihat ada penyelewengan dana hasil usaha untuk kepentingan pribadi. Hal ini

Page 45: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

45

terjadi karena ada indikasi penyalahgunaan hasil usaha oleh unit usaha wisata. Hal ini

seperti yang disampaikan oleh Agus salah satu pengawas dan penggerak Forum Peduli

Bleberan; “Memang Akhirnya kami bergerak dengan melakukan demo di Kantor Desa untuk

mendesak adanya perubahan agar kedepan bisa lebiih baik lagi. Setelah kejadian itu barulah

ada sedikit perubahan terkait Laporan Pertangung Jawaban” (Wawancara dengan

Pengawas BUM Desa dan Penggerak FPB, Agus tanggal 16/02/2018)

Adanya perbaikan system etika dan etos juga memunculkan insentif. Seperti yang terjadi d

unit wisata sebelum adanya perbaikan pelayanan satu pintu, wisatawan direpotkan dengan

pembayaran tiket masuk dan parkir, ini merupakan salah satu penyebab adanya kebocoran

dana yang dilakukan oleh oknum tertentu untuk kepentingan pribadi. Namun setelah ada

perubahan perbaikan pelayanan satu pintu dan ticketing hal ini juga berdampak pada etos

kerja para karyawan di unit wisata. Sedangkan pelaku bisnis dari luar yakni CSR yang

diharapkan mampu menularkan system etika dan etos kerja belum seluruhnya dilakukan.

Mereka hanya sebatas memberikan hibah untuk pembangunan fasilitas pendukung.

Secara ringkas bahwa perubahan etika dan etos kerja mempengaruhi secara teknis dalam

pegelolaan unit usaha. Adanya tekanan yang menuntut perubahan secara tidak langsung

juga menimbulkan kesepakatan yang berkaitan dengan etos kerja. Ini juga mempengaruhi

pola pikir dari pengelola unit wisata untuk meningkatkan etos kerja karena dengan seperti

itu akan meningkatkan insntif yang mereka terima.

E. Pendanaan

Bagian selanjutnya dalam proses pengembangan ekosistem inovasi ialah elemen

pendanaan. Pada baian ini pendanaan juga menjadi poin bahwa adanya pendanaan

mengajak kita untuk mngetahuin berapa besar komitmen BUM Desa dalam upaya

mengembangkan proyek-proyek inovatif. Kemudian dengan penguatan pendanaan

diharapkan akan memberi dampak pada penciptaan, pengembangan dan pemanfaatan

novasi yang dihasilkan. Terakhir pada bagian inimendeskripsikan cara BUM Desa menggali

pendanaan di luar anggaran BUM Desa dalam upaya mengembangkan inovasi.

Sebagai lembaga ekonomi desa BUM Desa mempunyai peran penting dalam proses

pendanaan. BUM Desa harus secara aktif untuk mecari sumber dan yang lain tanpa

bergantung dari pemerintah desa atau daerah. BUM Desa juga dituntut untuk lebih kreatif

guna memenuhi sumber dana yang digunakan dalam pengembangan ekosistem inovasi.

Namun faktanya BUM Desa cenderung kurang mempunyai komitmen dalam pengembangan

inovasi potensi yang ada di Desa Bleberan.

E.1. (Cenderung Less Comitment terhadap usaha pengembangan innovasi)

Page 46: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

46

Efek dari kurangnya control (pembiaran) yang terjadi di BUM Desa Sejahtera mengakibatkan

munculnya pola instan dari unit wisata untuk mencari sumber dana lain. Sebagaimana

bahwa ini juga menjadi tanggung jawab dari mereka sebagi lembaga ekonomi desa yang

menaungi unit wisata. Dalam hal penggalian dana unit wisata menjadi sorotan utama dari

pemerintah dan pihak swasta. Upaya dari unit untuk mengembangkan juga tidak sedikit,

banyak dana turun ke unit wisata tanpa melibatkan BUM Desa. Mereka langsung

mendapatkan dan hibah dari pusat maupun daerah hanya melalui desa dan langsung ke

unit.

Disamping itu pengurus BUM Desa juga kurang inisiatif terkait penggalian dana yang ada,

sehingga masing-masing unit usaha harus pintar dalam penggalian dana untuk kegiatan

pengembangan inovasi. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Tri Harjono: “Memang

dalam penggalian dana kami memang tidak melibatkan BUM Desa. Selain itu kami pikir

dengan langsung diberikan kepada unit akan mempercepat upaya kami melakukan

pengembangan kawasan ini”(Wawancara dengan Ketua Unit Wisata, Tri Harjono tanggal

17/02/2018). Kasus kapal di objek wisata, yang merupakan ide dari orang-orang di unit

wisata, justru hadir bukan dari BUM Desa. Ini juga bukti bahwa BUM Desa sendiri kurang

inisiatif dalam proses pengembangan potensi yang ada. Jika pola semacam ini terus terjadi

tidak menutup kemungkinan upaya transparansi yang di harapkan akan sulit terwujud.

Ringkasnya bagian ini mendeskripsikan bahwa BUM Desa belum mampu memfasilitasi Unit

Wisata dalam hal penggalian dana. Sehingga unit yang ingin mengembangkan potensi yang

ada sulit terealisasikan bila tidak memiliki inisiatif untuk mencari sumber dana lain. Selain itu

juga dapat memunculkan potens kecurangan dalam pengelolaan sumber dana yang

diterima.

F. Regulasi

Dalam sebuah institusi sangatlah penting terdapat kebijakan.Di level BUM desa perlu

regulasi yang mendorong lahirnya inovasi agar dalam upaya pengembangannya

mendapatkan payung hukum yang jelas. Selain itu regulasi yang diterapkan akan

memberikan gambaranseberapa jauh BUM Desa memberikan ruang dan dampak bagi

lahirnya inovasi. Dengan regulasi yang mendorong inovasi maka haeapan terwujudnya

ekositem inovasi dapat terealisasikan.

F.1. Bumdesa belum menghadirkan regulasi yang mendorong inovasi

Namun disisi lain BUM Desa sendiri belum mampu menghadirkan regulasi yang mendorong

lahirnya inovasi. Menggunakan regulasi yang ada karena cenderung tidak memberikan

keuntungan (disinsentif). Aturan atau regulasi dari Pemerintah Pusat hingga PERDA sudah

lengkap, tapi tidak digunakan sebagai acuan dalam pengembangan inovasi. Hal seperti ini

juga berpengaruh dalam usaha pengembangan inovasi karena tanpa regulasi yang jelas

Page 47: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

47

maka dapat terjadi masalah yang lain, dan bisa jadi kegiatan tersebut justru melanggar

regulasi yang ada sebelumnya. Ini juga di sampaikan langsung oleh Kepala Desa Bleberan,

Praptono; “Untuk regulasi terkait pengembangan inovasi memang belum ada, tapi untuk

regulasi untuk membentuk BUM Desa sudah ada sejak 2008 dan itu sudah kami gunakan

sampai sekarang. Klausul yang menyebutkan bahwa Desa dapat Mendirikan BUM Desa

kami pegang dalam oengembangan nya. Memang dalam kenyataannya belum maksimal

dalam penerapan regulasi tersebut. Sehingga kadang hanya berlaku kesepakatan antar

pihak-pihak yang berkepentingan di unit usaha tersebut.”(Wawancara dengan Kepala Desa

Bleberan, Praptono tanggal 23/02/2018)

Sesuai dengan pernyataan tersebut sangat berlawanan dengan klaim dari pemerintah

bahwa Pada tahun 2017, Desa Wisata Bleberan yang dikelola dan dikembangkan melalui

BUM Desa Sejahtera menjadi salah satu wisata terbaik versi Kementerian Desa berkategori

IPTEK (Hadi, 2017). Hal tersebut nyatanya tidak sesuai dengan temuan di lapangan. Dengan

kondisi yang sepert ini jelas bahwa dari keenam elemen yang harus dipenuhi belum

semuanya sesuai dengan prasyarat terciptanya ekosistem inovasi.

Bahwa BUM Desa dijadikan sebagai wadah kerjasama berbagai stakeholder desa dalam

mengelola dan mengembangkan sumber daya potensi desa, yang notabene adalah barang

milik bersama (common pool resource). BUM Desa tidak hanya bisa ditempatkan sebagai

lembaga sosial (social intitutions) maupun lembaga komersial (comercial institutions), akan

tetapi BUM Desa juga dapat ditempatkan sebagai lembaga manjemen sumber daya milik

bersama dalam menangani konflik yang melibatkan berbagai stakeholder desa pada

kegiatan wisata desa yang telah diselenggarakan. Pemerintah Desa yang memiliki

wewenang mendirikan dan mengembangkan BUM Desa sebagai institusi kerjasama dengan

warganya dalam mengelola sumber daya milik bersama, terutama potensi desa. Namun

jelas terjadi bahwa Praktik Hybrid memang belum bekerja secara masksimal. Ini jelas

menjadi temuan bahwa dalam formasi awal pembentukan BUM Desa sendiri tidak

memenuhi prinsip Hybrid itu sendiri melihat dari sejarah pendiriannya.

Page 48: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

48

BAB VI

Menguji Format BUM Desa Dalam

Pengembangan Ekosistem Inovasi Yang Kondusif

Bab ini akan menyajikan analisis format BUMDes “Sejahtera” dalam konteks pengembangan

ekosistem inovasi yang kondusif. Analisis dilakukan dengan melakukan overview terhadap

format existing BUM Desa “Sejahtera” yang akan diteropong dari perspektif hybrid

institution. Selajutnya, hasil overview akan dibedah digunakan untuk menilai kapasitas BUM

Desa dalam membangun ekosistem inovasi dan dilacak akar permasalahannya. Bagian akhir

dari Bab ini akan ditutup dengan tawaran model BUM Desa Inovatif.

A. Kapasitas BUM Desa sebagai Hybrid Institution dalam Mengembangkan Ekosistem

Inovasi

Hybrid Institution sebagai konsep ideal merupakan prasyarat bagi terwujudnya mandat

BUM Desa sebagai institusi ekonomi desa yang mampu menjadi penghantar kemandirian

Desa. Namun dalam tataran praktik, konsep ini tidaklah mudah diterjemahkan secara

operasional sehingga membutuhkan beragam instrumentasi. Sebagaimana disajikan dalam

Bab IV, format BUM Desa “Sejahtera” belumlah memenuhi prasayarat sebagai Hybrid

Institutionsebagaimana tersaji dalam tabel 6.1. berikut ini:

Tabel 6.1. Overview Kondisi BUM Desa “Sejahtera”

Aspek Kondisi yang Eksis

Prakarsa Lokal dan

Regulasi

Prakarsa lokal yang kuat, namun tidak diimbangi dengan kapasita

melembagakan aturan main dan memenuhi koridor regulasi

yang ada.

Kepemilikan kolektif

warga dan Pemdes

Makna kepemilikan lebih fokus pada pemerintah desa dan warga

belum menempatkan dirinya sebagai pemilik BUM Desa

Pengelolaan Demokratis

dan Teknokratis

Belum menemukan titik keseimbangan antara aspek demokratis

dan aspek teknokratis

Fungsi Sosial dan

Pengembangan Ekonomi

Fungsi sosial dan ekonomi telah bekerja sekaligus, namun lebih

ditekankan memperoleh kemanfaatan ekonomi jangka pendek

(PAD Des).

Page 49: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

49

Berangkat dari ringkasan temuan tersebut, kesimpulan sementara dalam kajian ini

menyimpulkan bahwa praktik tata kelola BUMDesa “Sejahtera” belum memenuhi sebagian

prinsip-prinsip hybrid institustion.

Kesimpulan tersebut menghantar pada analisis tentang kapasitas BUM Desa dalam

mengembangkan ekosistem inovasi. Sebagaimana tersaji dalam Bab V, kapasitas BUM Desa

yang dibayangkan sebagai enabling factorbagi ekosistem inovasi tidak sepenuhnya dapat

bekerja. Kondisi tersebut ditandai dengan sejumlah hal: pertama, kepemimpinan BUM Desa

gagal melembagakan kepemimpinannya yang diikat dengan aturan main yang disepakati

bersama. Kegagalan tersebut berakar dari lemahnya komitmen penegakan integritas di BUM

Desa dan Pemerintah Desa dalam mengelola konflik kepentingan para pelakunya. Kedua,

BUM Desa tidak memiliki kapasitas memadai dalam mendorong terciptanya tata sosial yang

adaptif terhadap inovasi. Hal ini terjadi karena masih terdapat jarak antara BUM Desa dan

warga, dimana warga belum menempatkan dirinya sebagai “pemilik” BUM Desa. Alhasil,

Terobosan dan inovasi yang dilakukan BUM Desa tidak serta merta dapat diterima warga.

Ketiga, BUM Desa belum mendayagunakan sumber daya pengetahuan secara optimal meski

mampu merintis jejaring sumber daya pengetahuan untuk memperkuat sistem inovasi.

Kondisi ini terjadi karena belum adanya kesadaran bahwa pengetahuan merupakan

“jantung” pengembangan inovasi.

Keempat, penguatan etika dan etos kerja terjadi karena justru adanya tekanan dari luar

BUM Desa terutama dari warga. Perubahan atas etos dan etika ini belum digerakkan oleh

spirit untuk menegakkan etika publik oleh para pelaku di dalam BUM Desa dan pemerintah

desa. Penegakan etika publik ini merupakan bagian dari upaya menghidupi nilai-nilai

pengelolaan BUM Desa yang demokratis yang ditandai transparansidan akuntabilitas.

Kelima, dalam konteks pendanaan BUM Desa belum memiliki komitmen kuat terhadap

pendanaan pengembangan inovasi. Padahal inovasi diperlukan sebagai upaya

mengembangkan fungsi-fungsi pelayanan sosial dan pengembangan ekonomi warga dalam

skala desa sebagai mandat yang diterima BUM Desa. Keenam, BUM Desa belum dapat

menghadirkan menghadirkan regulasi yang mendorong inovasi.

Gambaran tersebut menghantar pada pertanyaan mengapa format BUM Desa “Sejahtera”

tidak sepenuhnya mampu menghadirkan ekosistem inovasi? Jawaban atas pertanyaan

tersebut dapat dilacak dari kesejarahan pembentukan BUM Desa di Desa Bleberan. Formasi

awal pembentukan BUM Desa “Sejahtera” belumlah mengacu pada konsep hybrid

institution. Saat itu, pembentukan masih digerakkan oleh kuatnya prakarsa lokal yang

diiniasi oleh pemerintah desa. Dalam perjalannya, prakarsa lokal tersebut tidak

diartikulasikan dan dilembagakan dalam aturan main yang disepakati bersama secara

memadai. Selain itu, BUM Desa juga gagal beradaptasi dengan tuntutan spirit regulasi baru

yakni UU Desa yang memandatkan bahwa BUM Desa merupakan wadah ekonomi kolektif

Desa (antara warga dan pemerintah desa) yang dikelola secara demokratis.

Page 50: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

50

B. Model BUM Desa Inovatif

Berpijak dari paparan diatas bagian ini akan menyajikan tawaran model tahapan

pengembangan BUM Desa inovatifyang dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 6.1 Model BUM Desa Inovatif

Jabaran umum dari capaian yang diharapkan di setiap tahap dalam gambar di atas adalah

sebagai berikut:

a. Tahap Pertama

Penguatan kapasitas tata kelola BUM Desa lebih dititikberatkan pada sisi penciptaan

prasyarat-prasyarat dasar bagi terbangunnya efektivitas penyelenggaraan tata

kelola usaha melalui pengukuhan eksistensi BUM Desa sebagai institusi

pengembangan ekonomi lokal berskala desa. Dari sisi tata kelola efektif, tahap ini

difokuskan pada: pertama, upaya penguatan kapasitas manajemen usaha yang sehat

dalam pelaksanaan peran-peran pelayanansosial ekonomi sehari-hari. Intervensi

pada tahap ini adalah perbaikan manajemen pada area manajemen kelembagaan,

administrasi keuangan, dan manajemen pelayanan). Kedua, diorientasikan pada

tahap inisiasi atau pembangunan pondasi pada sisi menyiapkan jejaring kerjasama

yang berorientasi pada membangun kolaborasi multipihak.

b. Tahap Kedua

Penguatan kapasitas tata kelola BUM Desa diarahkan untuk menciptakan sinergi

antara BUM Desa, warga, pemerintah desa, pemerintahan supradesa, dunia usaha,

MODEL TAHAPAN BUM DESA INOVATIF

BUM Desa yang memiliki prasyarat tata kelola yang inovatif

BUM Desa yang memiliki prasyarat dasar tata kelola yang

efektif

BUM Desa yang yang memiliki prasyarat tata kelola yang sinergis

BUM Desa yang memiliki prasyarat tata kelola yang partisipatif, responsif, dan

akuntabel

1

2

3

4

Page 51: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

51

komunitas akademik, dan komunitas kreatif. Sinergi kepada warga dan pemerintah

desa merupakan bentuk konsolidasi internal. Sinergi kepada warga desa dilakukan

dengan mengembangkan jejaring pembelajaran usaha produktif dimana BUMDesa

dapat menempatkan dirinya sebagai inkubator bagi pengembangan inovasi warga.

Sedangkan sinergi dengan pemerintah desa dan pemerintah supradesa dilakukan

melalui sinergi program pemerintah desa melalui pengintensifan forum-forum

koordinasi pada tingkat desa. Pengembangan fungsi-fungsi dasar BUMDesa juga

akan mulai dilakukan di sini terutama terkait dengan program pengembangan

ekonomi masyarakat. Sedangkan sinergi dengan Pemerintah supradesa dilakukan

dengan melakukan sinergi program pemerintah daerah sekaligus mendorong

pemerintah daerah untuk membangun regulasi iklim usaha yang kondusif bagi

pelaku usaha desa. Sinergi dengan dunia usaha dilakukan dengan mendorong

kemitraan dengan pelaku usaha terutama dalam penguatan aspek bisnis, misalnya

dalam konteks penguatan permodalan, kerjasama pemasaran dan promosi,

penguatan etos dan etika bisnis dan sebagainya. Sementara itu, sinergi dengan

komunitas akademik dan komunitas kreatif dilakukan dengan penguatan jejaring

pengetahuan, ketrampilan, dan kreatifitas melalui pemanfaatan sumber daya

pengetahuan dan sumber daya kreatif dalam bentuk pendampingan usaha.

c. Tahap Ketiga

Penguatan kapasitas tata kelola BUM Desa diorientasikan pada perwujudan

manajemen usaha yang responsif, transparan, dan akuntabel. Ini dilakukan melalui

instalasi sistem integritas dan akuntabilitas ke dalam kelembagaan tata kelola BUM

Desa, Pemerintah Desa, dan lembaga kemasyarakatan skala desa, maupun bagi

kelompok-kelompok pendamping. Keberadaan sistem integritas selanjutnya akan

menjadi pintu masuk bagi konsolidasi penciptaan tata kelola usaha yang baik (good

corporate governance)yang transparan, partisipatif, dan akuntabel yang didukung

oleh integritas dari masing-masing pelaku.

d. Tahap Keempat

Penguatan kapasitas tata kelola BUM Desa diharapkan sudah dapat mencapai tahap

pengembangan inovasi dari BUM Desa dalam melakukan langkah-langkah terobosan

untuk meningkatkan performa dalam penyediaan palayanan sosial dan

pengembangan ekonomi lokal. Manajemen pelayanan BUM Desa dapat dibidik

sebagai salah satu medium inovasi yang diarahkan pada perluasan dan kemudahan

akses bagi pengguna layanan untuk mendapatkan pelayanan dengan standar mutu

yang baik. Terkait peran lembaga pendamping seperti perguruan tinggi dan

Page 52: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

52

komunitas kreatif, penguatan kapasitas dilakukan dengan mengembangkan jejaring

kerja untuk memastikan keberlanjutannya.

Dalam konteks Hybrid Institution, model tersebut menempatkan BUM Desa sebagai leading

institution yang bertanggungjawab membangun ekosistem berusaha yang kondusif bagi

pengembangan ekonomi lokal. Sekaligus BUM Desa memiliki tugas memastikan bekerjanya

pelayanan sosial kepada warga. Secara detail hal tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

Page 53: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

53

6.2

. Matrik M

od

el Perkem

ban

gan B

UM

De

sa Ino

vatif

1

2

3

4

Asp

ek/Tahap

an

Prasyarat B

UM

De

sa Efe

ktif P

rasyarat BU

MD

esa Sin

ergis

P

rasyarat BU

M D

esa

Re

spo

nsif, P

artisipatif, &

A

kun

tabel

Prasyarat B

UM

De

sa In

ovatif

Kelem

ba

ga

an

: P

raka

rsa loka

l da

n

pelem

ba

ga

an

reg

ula

si/atu

ran

ma

in

Pen

guatan

kap

asitas so

sial w

arga u

ntu

k m

emb

iakkan

prakarsa

lokal

sekaligus

mem

astikan

beke

rjanya

fun

gsi dasar B

UM

Desa

Ako

mo

dasi

prakarsa

lokal

dalam

korid

or regu

lasi BU

M

Desa

yang

dib

entu

k secara

partisip

atif

Pelem

bagaan

regulasi B

UM

D

esa melalu

i pen

guatan

sistem

integritas d

alam tata

kelem

bagaan

BU

MD

esa

Ino

vasi tata

kelemb

agaan

BU

M D

esa

Kep

emilika

n: sumb

er da

ya

bersa

ma

Pem

aham

an

terh

adap

h

ak d

an

kew

ajiban

seb

agai p

emilik

BU

M

Desa

antara

warga d

an p

emerin

tah d

esa

Pen

guatan

kap

asitas ko

labo

ratif d

alam

pen

gemb

angan

B

UM

D

esa an

tara w

arga d

an

pem

erintah

desa

Sebagai

up

aya m

enu

mb

uh

kan

tanggu

ngjaw

ab

kep

emilikan

b

ersama

Pelem

bagaan

ko

labo

rasi w

arga dan

pem

erintah

desa

secara partisip

atif, akun

tabel

dan

resp

on

sif seb

agai p

engu

kuh

an

tanggu

ngjaw

ab

kep

emilikan

bersam

a

Ino

vasi tata

relasi ke

pem

ilikan B

UM

Desa yan

g m

enjam

in

kepem

ilikan

bersam

a

Ma

na

jemen: K

esetimb

an

ga

n

dem

okrasi-tekn

okra

si

Pem

ben

tukan

man

ajemen

B

UM

Desa se

cara partisip

atif P

engu

atan

kapasitas

pro

fesion

al m

anajem

en

BU

M D

esa

Pelem

bagaan

m

anajem

en

usah

a yan

g h

and

al (p

rofesio

nal)

dan

aku

ntab

el seh

ingga terp

ercaya

Ino

vasi m

anajem

en

usah

a B

UM

Desa

Orien

tasi V

isi: K

esetimb

an

ga

n o

rienta

si so

sial-ko

mersia

l

Ke

jelasan ru

mu

san visi B

UM

D

esa d

alam

men

yediakan

p

elayanan

so

sial d

an

pen

gemb

angan

eko

no

mi

lokal te

rhad

ap b

idan

g-bid

ang

usah

a BU

M D

esa

Pem

antap

an

sinergi

visiantar

un

it u

saha

BU

M

Desa.

Pelem

bagaan

visi m

asing-

masin

g u

nit

usah

a yan

g d

iperku

at d

engan

in

isasi etika b

isnis d

an e

tika pu

blik.

Page 54: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

54

C. Memetakan Posisi BUM Desa Sejahtera dalam Model Perkembangan BUM Desa

Inovatif

Kendati telah dinobatkan sebagai BUM Desa Inovatif oleh Kementrian Desa, Transmigrasi, dan

Daerah Tertinggal pada tahun 2017 lalu, BUM Desa “Sejahtera” sesungguhnya menyimpan

kerapuhan sebagai lembaga ekonomi Desa. Kerapuhan tersebut hanya dapat diamati secara

mikroskopis dengan menelisik jauh ke dalam kelembagaan BUM Desa “Sejahtera”. Perspektif

makroskopis yang mengamati dari “luar” tidak dapat menjangkau kerapuhan yang diidap oleh

BUM Desa “Sejahtera”. Penobatan sebagai BUM Desa Inovatif versi Kementrian Desa tentunya

mewakili cara pandang makroskopis tanpa melihat jauh ke dalam bagaimana konstruksi BUM

Desa “Sejahtera” sebagai lembaga ekonomi hybrid bekerja.

Berpijak pada paparan tersebut, bagian ini akan menyajikan analisis terkait posisi BUM Desa

“Sehatera” dalam peta model perkembangan BUM Desa. Berbagai prasyarat dasar pada tahap

pertama (BUM Desa efektif) sebenarnya belum sepenuhnya bekerja dalam kasus BUM Desa

“Sejahtera”. Terdapat sejumlah fakta yang menujukkan hal tersebut: Pertama, Kapasitas sosial

warga memang tumbuh dan dalam derajat tertentu berhasil membiakkan prakarsa lokal.

Bahkan prakarsa lokal lahir mendahului BUM Desa. Baik unit wisata, pelayanan air bersih,

maupun simpan pinjam lahir dari prakarsa-prakarsa tersebut. Namun berbagai prakarsa-

prakarsa warga yang lain tidak mendapat tempat dan belum diakomodasi oleh BUM Desa.

Bahkan unit usaha wisata, sekalipun telah diwadahi dalam BUM Desa, tidak dapat berjalan

dalam koridor regulasi BUM Desa yang disepakati bersama. Pengelola unit usaha wisata justru

menunjukkan keengganan untuk patuh pada regulasi BUM Desa yang dibangun dari aturan

main yang telah disepakati bersama.

Kedua, lemahnya pemahaman warga bahwa BUM Desa merupakan aset Desa. Terdapat

persepsi yang kuat di kalangan warga bahwa BUM Desa adalah milik pemerintah desa. Sehingga

urusan BUM Desa hanya ditempatkan menjadi tanggungjawab pemerintah desa semata.

Persepsi warga tersebut lahir dari situasi lemahnya kapasitas kolaboratif pemerintah desa

dalam merangkul warganya untuk mengembangkan BUM Desa. Berbagai prakarsa warga yang

tidak diakomodasi oleh Pemerintah Desa, pada gilirannya menciptakan sikap apatisme warga

terhadap BUM Desa. Pilihan sikap tersebut tampak dari adanya prakarsa lokal yang akhirnya

mandeg atau berjalan sendiri tanpa fasilitasi yang memadai dari pihak pemerintah Desa

maupun BUM Desa. Hal itu tampak dari adanya gagasan warga untuk merintis spot-spot wisata

baru di Desa Bleberan namun tidak mendapat respon yang memadai oleh Pemerintah Desa

maupun BUM Desa. Dalam kasus lain, juga tampak usaha warga untuk mendukung keberdaan

wisata seperti usaha makanan, oleh-oleh dan cinderamata yang ada tidak berkembang. Pada

gilirannya keberadaan BUM Desa, dalam konteks pengembangan ekonomi lokal tidak dirasakan

Page 55: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

55

dampaknya oleh banyak warga, namun hanya oleh warga di sekitar obyek wisata air terjun Sri

Gethuk.

Ketiga, dalam hal pembentukan manajemen BUM Desa belum sepenuhnya partisipatif. Pada

fase awal pembentukan BUM Desa “Sejahtera”, kepala desa memiliki kewenangan penuh untuk

menentukan tim manajemen BUM Desa. Manajemen BUM Desa saat itu banyak diisi oleh elit-

elit desa yang memiliki relasi kuat dengan Kepala Desa. Sehingga, dalam perjalanannya,

manajemen BUM Desa “Sejahtera” rentan terhadap konflik kepentingan elit-elit desa di

lingkaran kekuasaan kepala desa. Perbaikan manajemen BUM Desa baru lahir setelah adanya

desakan kuat atas praktik-praktik penyimpangan oleh manajemen BUM Desa “Sejahtera”.

Perbaikan manajemen BUM Desa “Sejahtera” memang dilakukan oleh tim manajemen BUM

Desa setelah itu yang diisi oleh kelompok yang berseberangan dengan kepala desa. Namun

perbaikan manajemen tidak lepas dari motif politis personal pengurus BUM Desa yang baru

ketimbang inisiasi memperkuat kapasitas manajemen yang profesional.

Keempat, saat BUM Desa “Sejahtera” dibentuk sebenarnya telah memiliki kejelasan rumusan

visi untuk masing-masing unit usaha. Unit usaha layanan air bersih misalnya lebih diorientasikan

untuk menyediakan layanan publik dengan karakter sosial. Sementara, unit simpan pinjam

diorientasikan untuk memberikan layanan sosial guna memperkuat ketahanan finansial warga

Desa Bleberan. Sedangkan unit usaha wisata memang memiliki visi komersial untuk

mengembangkan ekonomi lokal. Namun visi masing-masing unit usaha tak kunjung sinergis.

Misalnya, unit simpan pinjam sebenarnya dapat dikembangkan untuk melayani kredit

pengembangan usaha produktif warga guna mendukung keberdaan wisata di Desa Bleberan.

Berangkat dari analisis kondisional tersebut, terdapat sejumlah catatan kritis terhadap BUM

Desa “Sejahtera”: pertama, inovasi yang dilakukan BUM Desa “Sejahtera” sesungguhnya

ditopang oleh kuatnya prakarsa lokal, namun banyak prakarsa lokal akhirnya tidak terwadahi

dan gagal dilembagakan oleh BUM Desa. Lemahnya fasilitasi prakarsa lokal BUM Desa

“Sejahtera” berangkat dari lemahya kapasitas melembagakan aturan main dan minimnya

kapasitas kolaboratif BUM Desa dan pemerintah Desa. Kedua, dampak dari situasi tersebut,

menciptakan kondisi absennya rasa kepemilikan BUM Desa oleh warga, di samping lemahnya

pemahaman warga terhadap konstruksi makna BUM Desa sebagai aset desa yang menjadi

sumber daya milik bersama antara warga dan pemerintah Desa. Ketiga, dari aspek tata kelola,

BUM Desa “Sejahtera” gagal membangun manajemen yang profesional sekaligus demokratis

karena lemahnya pengelolaan konflik kepentingan diantara para pelakunya. Lemahnya

pengelolaan konflik kepentingan ini disumbang oleh lemahnya sistem integritas dalam tata

kelola BUM Desa “Sejahtera”. Keempat, visi bisnis masing-masing unit usaha masih belum

berjalan sinergis dan kompatibel. Masing-masing unit usaha masih berjalan sendiri-sendiri.

Page 56: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

56

Alhasil capaian BUM Desa “ Sejahtera” sebagai BUM Desa inovatif sesungguhnya bersifat semu.

Capaian berupa beragam penghargaan terhadap BUM Desa “Sejahtera” menyimpan problem

besar tentang rapuhnya format kelembagaan BUM Desa “Sejahtera” yang eksis dan berdampak

pada aspek kepemilikan, manajerial serta visi kelembagaan. Alih-alih, ditabalkan sebagai BUM

Desa Inovatif, BUM Desa “Sejahtera” belum sepenuhnya mampu memenuhi prasyarat sebagai

hybrid institution yang diyakini sebagai format ideal BUM Desa.

Page 57: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

57

BAB VII

SIMPULAN &REKOMENDASI

Bab ini akan menyajikan simpulanbeserta rekomendasi ataskajian ini. Bagian simpulan

menyajikan jawaban atas pertanyaan riset dalam kajian Format BUM Desa semacam apa

yang dapat menjadi enabling factor bagi produksi inovasi di desa?Pertanyaan tersebut

sesungguhnya hendak menguji kelembagaan BUM Desa dalam format hybrid institution

sebagai enabling factor dalam menghasilkan inovasi sekaligus merumuskan prototype

model kelembagaan BUM Desa yang dapat menghasilkan inovasi dalam pengembangan

potensi desa wisata.Sementara bagian kedua memuat rekomendasi yang dtarik dari model

perkembangan BUM Desa inovatif dalam kajian ini berdasarkan rangkaian temuan kajian ini

seperti yang telah disajikan dalam bab-bab terdahulu.

A. Simpulan

BUM Desa dalam format hybrid Institution diyakini sebagai format kelembagaan ekonomi

desa yang ideal. Kendati demikian masih dibutuhkan banyak kajian untuk menguji tesis

tersebut. Dalam konteks tersebut, Kajian ini berangkat dari misi untuk mengisi kekosongan

baik empirikal maupun konseptual, baik dalam kerangka memerkuat maupun

menyanggahnya. Berdasarkan hasil-hasil temuan lapangan dalam kajian ini menyimpulkan

bahwa:

Pertama, BUM Desa dalam format hybrid institution dapat menjadi faktor bagi upaya

membangun kelembagaan ekonomi desa yang kuat dan mandiri sepanjang prinsip-prinsip

sebagai hybrid institution terpenuhi. Dalam kasus BUM Desa “Sejahtera” format hybrid

institution belum terpenuhi yang disebabkan terutama oleh lemahnya kapasitas dalam

melembagakan aturan main yang mengikat para pelakunya. Tumbuhnya prakarsa lokal di

Desa Bleberan tidak serta merta menjadi pilar penopang bagi tumbuhnya kelembagaan

ekonomi desa mandiri karena tidak diimbangi kapasitas kelembagaan yang kuat yang justru

menyeret para pelakunya terlibat dalam konflik kepentingan yang tidak terkelola. Akar dari

lemahnya kapasitas kelembagaan ini berangkat dari absennya sistem integritas dalam tata

relasi kuasa yang mengikat antar pelakunya.

Page 58: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

58

Kedua, BUM Desa sebagai format ideal kelembagaan ekonomi desa dapat menjadi enabling

factor bagi tumbuhnya inovasi desa sepanjang BUM Desa konsisten dalam format hybrid

institution. BUM Desa dalam format tersebut idealnya dapat memainkan fungsi sebagi

inkubator bagi inovasi warga. Dalam kasus BUM “Sejahtera” di Desa Bleberan, banyak

inovasi yang tumbuh pada awalnya justru akhirnya mati suri karena tidak ditangkap dengan

baik untuk dikembangkan oleh BUM Desa.

Dalam konteks ekosistem inovasi, simpulan-simpulan tersebut diperkuat dari dari fakta

bahwa bahwa:

BUM Desa “Sejahtera” gagal menghadirkan kepemimpinan yang bertanggunggugat

(akuntabel) serta menghadirkan etika publik dan etos kerja dalam pengelolaan

BUM Desa sehingga memperlemah trust warga terhadap BUM Desa.

Jejaring kerjasama BUM Desa “Sejahtera” dengan berbagai pihak belum dapat

didayagunakan untuk memperkuat kapasitas dalam menghidupkan ekosistem

inovasi. Kerjasama dengan lembaga-lembaga pengembang inovasi seperti

perguruan tinggi/kampus yang banyak dilakukan belum dapat merangsang

pengembangan inovasi yang sesungguhnya mulai tumbuh di Desa Bleberan.

Demikian pula dengan kerjasama pendaaan, BUM Desa “Sejahtera” belum dapat

mengoptimalkan pendanaan seperti hibah dari dunia usaha maupun pemerintah

untuk mengembangkan iklim inovasi. Pendanaan yang didapatkan lebih banyak

dimanfaatkan untuk mengembangkan sarana dan prasarana fisik, ketimbang untuk

membiayai gagasan –gagasan segar dari warga.

BUM Desa Sejahtera belum dapat menumbuhkan sistem sosial budaya yang dapat

menopang tumbuhnya ekosistem inovasi. Hal ini berangkat dari lemahnya kapasitas

kolabotif untuk merangkul prakarsa warga sebagai sumber daya untuk

menghidupkan iklim inovasi yang kondusif. Rendahnya apesiasi terhadap prakarsa

warga pada gilirannya melemahkan inovasi.

Rendahnya komitmen terhadap upaya membangun ekosistem inovasi diperkuat

dengan fakta bahwa BUM Desa “Sejahtera” tidak menghadirkan kebijakan yang

mendorong lahirnya inovasi atau sekurang-kurangnya memanfaatkan berbagai

regulasi atau program negara yang menorong inovasi. Alih-alih mendayagunakan

regulasi negara yang mendorong inovasi, BUM Desa “Sejahtera” justru mematikan

secara perlahan prakarsa lokal.

B. Rekomendasi

Page 59: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

59

Berangkat dari simpulan tersebut terdapat sejumlah butir-butir rekomendasi yang dapat

diajukan:

Pertama, menempatkan kembali BUM Desa “Sejahtera” sebagai hybrid institution yang

bermakna dimata warga. Dalam konteks ini, penting untuk mengembalikan kepercayaan

warga terhadap BUM Desa sebagai lembaga ekonomi desa yang mampu menjelma sebagai

institusi pengembangan ekonomi Desa yang terpercaya sekaligus menghadirkan pelayanan

dan perlindungan sosial-ekonomi warga. Upaya tersebut dilakukan dengan menempatkan

BUM Desa sebagai inkubator bagi prakarsa warga yang pada gilirannya menghasilkan

inovasi-inovasi baru.

Kedua, Pada level operasional perlu melakukan penataan ulang terhadap aspek

kelembagaan,kepemilikan, manajemen/pengelolaan, serta pemantapan visi BUM Desa.

Pada aspek kelembagaan, penataan ulang relasi antara BUM Desa dengan stake holder

dilakukan dengan memberikan apresiasi dan mengakomodasi prakarsa lokal yang diwadahi

dalam aturan main yang disepakati bersama. Sementara pada aspek kepemilikan, perlu

membangun pemahaman bersama di kalangan warga sembari memperkuat dengan kerja-

kerja kolaboratif yang dapat diwadahi dalam BUM Desa antara warga dengan pemerintah

desa. Sementara pada aspek manajemen, penataan dilakukan dengan membentuk

kepengurusan BUM Desa secara partisipatif yang diikuti dengan penguatan kapasitas

profesional. Sedangkan pada aspek orientasi visi, perlu pemantapan visi antar unit usaha

dalam BUM Desa.

Page 60: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

60

DAFTAR PUSTAKA

Adair, J. (1996).Effective Innovation. How to Stay Ahead of the Competition. London: PanBooks

Asdhiana, I. M. (2016). Indonesia Memiliki 150 Desa Wisata. Retrieved February 15, 2017, from

http://travel.kompas.com/read/2016/11/22/191100127/indonesia.memiliki.150.desa.wisata

Astuti, P. F. (2017). Pelaksanaan Fungsi Pengawasan BUMDes Tirta Mandiri Desa Ponggok Kecamatan

Polanharjo Kabupaten Klaten. Journal Politic and Government Studies, 6(No 2). Retrieved from

http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jpgs/article/view/16127/15564

Bishop, R. C. (1973). “ Common Property ” As A Concept In Natural Resources Policy, 58(1972).

Bungin, B. (2006). Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah

Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Bogdan, R. dan Biklen, S. (1982). Qualitative Eesearch for Education: An Introduction to Theory and

Practice. New York: Alien and Bacon Inc.

Brohman, J. (1996). New Directions in Tourism for Third world Development. Annalysis of Tourism

Research, Yol. 23 No. 1, hal. 48-70 dalam Damanik, J (2005). Kebijakan dan Praksis Democratic

Governance di Sektor Pariwisata. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 8 No.3, Fisipol UGM.

Creswell, John W. (2007). Qualitative Inquiry and Research Design. CA: Sage Publication

De Jong, J & Hartog, D D. 2003. Leadership as a determinant of innovative behaviour. A Conceptual

Framework. diakses dari http://www.eim.net/pdf-ez/H200303.pdf. Pada3 Januari 2018, Pukul:

20:17

Dewi. (2016a). Desa Wisata Tak Lagi Jadi Fokus Kementerian Pariwisata. Retrieved February 26, 2017,

from http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/757120-desa-wisata-tak-lagi-jadi-fokus-

kementerian-pariwisata

Dewi, A. S. (2016b). Dampak Pengembangan Obyek Wisata Umbul Ponggok Terhadap Perekonomian

Page 61: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

61

Masyarakat Desa Ponggok. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Retrieved from http://e-

journal.uajy.ac.id/9420/1/JURNALSOS04370.pdf

Eko, Sutoro Eko (2015). Desa Membangun Indonesia. Yogyakarta: FPPD-ACCSES.

German, L., & Keeler, A. (2009). “Hybrid institutions”: Applications of common property theory beyond

discrete tenure regimes. International Journal of the Commons, 4(1), 571.

https://doi.org/10.18352/ijc.108

Hadi, U. (2017). Bleberan Gunungkidul Jadi Desa Wisata Terbaik Versi Kemendes. Retrieved July 19,

2017, from https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3501806/bleberan-gunungkidul-jadi-

desa-wisata-terbaik-versi-kemendes

Hardijono, Maryunani, Yustika, A. (2015). The Applicative Model Of The Village-Owned Enterprises (BUM

Desa) Development In North Sumatera. IOSR Journal of Economics and Finance (IOSR-JEF), 3(12),

48–62.

Hardijono, R., Maryunani, A., Yustika, E., & Ananda, C. F. (2014). Economic independence of the village

through institutional. IOSR Journal of Economics and Finance, 3(2), 21–30.

https://doi.org/http://www.iosrjournals.org/iosr-jef/papers/vol3-issue2/Version-3/D03232130.pdf

Hardin, G. (2010). The Tragedy of the Commons. American Association for the Advancement of Science

Stable, 162(3859), 1243–1248. Retrieved from

http://www.geo.mtu.edu/~asmayer/rural_sustain/governance/Hardin 1968.pdf

Haryati, S. G. (2015). strategi bauran komunikasi pemasaran pemerintah desa dalam menarik

wisatawan (Studi Kualitatif di Objek Wisata Umbul Ponggok, Klaten, Jawa Tengah. UIN Sunan

Kalijaga. Retrieved from http://digilib.uin-suka.ac.id/19613/1/11730021_BAB-I_IV-atau-

V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf

Heru Ribawanto, S. C. B. R. (2013). Keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sebagai Penguatan

Ekonomi Desa (Studi di Desa Landungsari, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang). Jurnal Administrasi

Publik (JAP), 53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Hidayati, U. M. I. (2015). Performance Analysis of Village-Owned Enterprise Managers as a Basic of

Designing Education and Training, 7(32), 143–147.

Jogjapos. (2015). Air Terjun Sri Gethuk Terpilih Sebagai Desa Wisata Terbaik Se-DIY. Retrieved from

http://jogjapos.com/air-terjun-sri-gethuk-desa-wisata-terbaik-se-diy/

Kemendes. (2016a). Dianggap Strategis, Menteri Desa Optimalkan Badan Usaha Milik Desa. Retrieved

January 1, 2017, from http://ditjenpdt.kemendesa.go.id/news/read/161108/296-dianggap-

strategis--menteri-desa-optimalkan-badan-usaha-milik-desa

Kemendes. (2016b). Model Ekonomi dan Mandat UUD 45, (April). Retrieved from

http://desalestari.com/wp-content/uploads/2016/04/Mendorong-BUMdes-Menjadi-Kekuatan-

Baru-Ekonomi-Desa.pdf

Kementerian Pariwisata. (2014). PNPM Mandiri Pariwisata. Retrieved from

http://www.kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=21&id=2504

Page 62: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

62

Kushartono, E. W. (2016). Pengembangan Desa Mandiri Melalui Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes). Jurnal Dinamika EKonomi Dan Bisnis, 13(No 1), 67–81.

Liauw, H. (2013) Mengintip Eksotisme Wisata di Desa Bleberan, Kompas. Available at:

http://travel.kompas.com/read/2013/12/14/2012548/Mengintip.Eksotisme.Wisata.di.Desa.Ble

beran (Accessed: 16 July 2017).

Lincoln, Yvone S. dan Guba, Egon G (2000). The Only Generalization Is: There is No Generalization dalam

Gomm, R etal (eds) (2000). Case Study Methode, Key Issues, Key Texts. Sage Publication.

Mampanini, Pudjiharjo, Susilo, Dwiarianto, and S. (2016). Role of Social in Economic Empowerment

Through Efforts BUMDes Indragiri Hilir in Riau. The Social Sciences, 11 (3), 291–296. Retrieved from

http://docsdrive.com/pdfs/medwelljournals/sscience/2016/291-296.pdf

Manual, Oslo (2005).Guidelines for Collecting and InterpretingInnovation

Data:Proposed Guidelines for Collecting and Interpreting Innovation Data. OECD.

Nugroho, D. A. (2015). Evaluasi Penerapan dan Dampak Program Badan Usaha Milik Desa ( BUMDES )

Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Rumah Tangga Miskin ( RTM ) di Desa Babadan Kecamatan

Karangrejo Kabupaten Tulungagung ( Periode Mei 2014 – April 2015 ), 7(2), 79–84.

Nugroho, J. (2013). Desa Wisata Makin Naik Daun -Jogjapolitan » Harian Jogja. Retrieved from

http://www.harianjogja.com/baca/2013/11/25/desa-wisata-makin-naik-daun-468179

Ostrom, E. (2010). The Challenge of Common-Pool Resources. Environment: Science and Policy for

Sustainable Development, 50 Number(August 2013), 37–41. https://doi.org/10.3200/ENVT.50.4.8-

21

Pamungkas, A. S. (2016). Tingkat Kepuasan Pelanggan Kolam Renang Umbul Ponggok Kabupaten Klaten

Jawa Tengah. Universitas Negeri Yogyakarta. Retrieved from

http://eprints.uny.ac.id/30792/1/SKRIPSI.pdf

PATTIRO. (2010). Mempertangguh Badan Usaha Milik Desa untuk Menggerakkan Ekonomi Desa.

Jakarta.

Patton, M. Q. (1987). Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methodes. Beverly Hills: Sage

Publications.

Permendesa No 1 Tahun 2015. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

Republik Indonesia tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan

Lokal Berskala Desa (2015). Retrieved

fromhttp://peraturan.go.id/inc/view/11e57a024a32f4768094313034393535.html

Permendesa No 4 Tahun 2015 Tentang BUM Desa. (2015). Peraturan Menteri Desa, Pembangunan

Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia tentang Pendirian, Pengurusan dan

Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa, 1–11.

Prabowo, H. E. (2014). Developing bumdes (village-owned enterprise) for sustainable poverty alleviation

model village community study in Bleberan-Gunung Kidul-Indonesia. World Applied Sciences

Journal, 30(30 A), 19–26. https://doi.org/10.5829/idosi.wasj.2014.30.icmrp.4

Page 63: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

63

Punch, K. F. (2009). The Analysis of Qualitative Data. Introduction to Research Methods in Education.

Retrieved from http://books.google.com/books?hl=en&lr=&id=lBvMqiaN5EgC&pgis=1

Purnamasari, Yuliana, R. (2016). Efektivitas Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Berbasis

Ekonomi Kerakyatan di Desa Warungbambu Kecamatan Karawang. Jurnal Politikom Indonesiana,

1(2), 31–42.

Purwadi, D. (2016). Kemendes Siap Dirikan Klinik Koordinasi BUMDes _ Republika Online. Retrieved from

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/07/29/ob1f90257-kemendes-siap-dirikan-

klinik-koordinasi-bumdes

Rachmawati, R. (2015). Peranan Modal Sosial Dalam Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (Studi di Desa

Karangrejek Kecamatan Wonosari dan Desa Bleberan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul).

Universitas Gadjah Mada. Retrieved from

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view

&typ=html&buku_id=77917

Rahmat, Ihsan(2017). Inovasi Desa Wisata: Studi Kasus Pada Inovasi Program Live-In Di Desa Wisata

Nglanggeran. Universitas Gadjah Mada. Retrieved from

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view

&typ=html&buku_id=128863&obyek_id=4

Ratnawati, D. (2015). Analisis Dampak Wisata Alam Air Terjun Sri Gethuk Terhadap Pendapatan

Masyarakat Sekitar (Studi kasus di Desa Menggoran, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul) -

Eprints UPN _Veter. PN “Veteran” Yogyakarta. Retrieved from

http://eprints.upnyk.ac.id/id/eprint/869

Rusiana, D. A. (2017). BUMDes, Motor Penggerak Ekonomi Desa. Retrieved from

https://ekbis.sindonews.com/read/1174581/34/bumdes-motor-penggerak-ekonomi-desa-

1485440604

Schumpeter, JA (1983).The Theory of EconomicDevelopment: An Inquiry intoProfits, Capital, Credit,

Interest,and the Business Cycle.London: Routledge

Sidik, F. (2015). Menggali Potensi Lokal Mewujudkan Kemandirian Desa. Jurnal Kebijakan & Administrasi

Publik, 19(2), 115–131. https://doi.org/https://doi.org/10.22146/jkap.7962

Sidik, F., & Gama, A. (2015). Village Enterprises (BUM Desa) As Economic Driver In Villages (A Case Study

Of Bumdes Sejahtera In Bleberan Village , Playen District , Gunungkidul Regency). In L. H. Rita

Zulberti, Yudhi Yanuar, Mira Veranita, Angga Saeful Rahmat (Ed.), International Seminar, Scientific

Journal Workshop and Singning Memorandum of Understanding (MoU) (pp. 478–484). Jakarta:

SEAMOLEC-AIC INDONESIA. Retrieved from http://scientific-

journals.net/Journal/EKBIS/SEAMOLEC_AIC_1_79_BUSINESS_2016.pdf

Sidik, F. (2017). Ekonomi Politik Pengelolaan Potensi Desa Wisata Melalui BUM Desa Sejahtera di

Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul. Laporan Penelitian Hibah DIPA KOPERTIS V

Tahun 2017.

Page 64: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

64

Stake, RE (2005). Qualitative Case Study dalam Denzin, Norman K. (Ed); Lincoln, Yvonna S. (Ed). (2005).

The Sage handbook of qualitative research, 3rd ed. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.

Sasaerila, HY dkk (2014). Inovasi 1-747: Program Inovasi Nasional Indonesia. Jakarta:Komite Inovasi

Nasional.

Sucipto, Adi (2017).Analisis Strategi Inovasi Kelembagaan Desa Wisata Pentingsari Dalam

Pusaran Masyarakat Ekonomi Asean. Universitas Gadjah Mada. Retrieved from

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view

&typ=html&buku_id=109532&obyek_id=4

Sugiyono. (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.

Suprihadi dkk. (2014). Ipteks BagiMasyarakatDesaMlatiharjoDariPasarDesaMenujuPasarDigital.

Universitas Kristen Satya Wacana. Retrieved

fromHttp://Repository.Uksw.Edu/Bitstream/123456789/6145/2/ART_Suprihad\I%2c%20Adi%20

Suryana, I. M., Setiyono, T. J., & Murdoyuwono, C. S. (2015). Pemberdayaan Kelompok Tani Melalui

Bumdes (Badan Usaha Milik Desa). Jurnal Bakti Saraswati, 4(2), 138–144.

Sutarmi (2014) „Gunung Kidul gandeng BNI kembangkan Sri Gethuk‟.

Triambodo, Sigit (2015). Analisis Strategi Penguatan Kelembagaan Desa Wisata Berbasis Ekonomi

Kreatif (Studi Di Desa Wisata Kerajinan Tenun Dusun Gamplong, Desa Sumberrahayu, Kecamatan

Moyudan, Kabupaten Sleman, DIY). Universitas Gadjah Mada. Retrieved from

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view

&typ=html&buku_id=79364&obyek_id=4

Tsani, Faishol Adib (2016). Inovasi Pemerintah Desa Karangrejek Dalam Memenuhi Kebutuhan Air Bersih

Untuk Masyarakat. Universitas Gadjah Mada. Retrieved

fromhttp://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=

view&typ=html&buku_id=96915&obyek_id=4

Wade, R. (1987). The management of common property resources : collective action as an alternative to

privatisation or state regulation. Cambridge Journal of Economic, 95–106. Retrieved from

http://www2.econ.iastate.edu/classes/tsc220/hallam/CommonPropertyResourcesWade.pdf

Wibawati, Y. T. (2015). Kapasitas Badan Usaha Milik Desa Dalam Pengelolaan Potensi Desa (Studi Pada

BUM Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten, Gunungkidul dalam Pengelolaan Potensi

Wisata Desa). Universitas Gadjah Mada. Retrieved from

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=book_detail&sub=BookDetail&act=view&typ=htm

lext&buku_id=83649&obyek_id=4&unitid=&jenis_id=

Wibawati, Y.T. (2017).Inovasi Organisasi Badan Usaha Milik Desa Studi di Desa Panggungharjo,

Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul. Universitas Gadjah Mada. Retrieved

fromhttp://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=v

iew&typ=html&buku_id=117066&obyek_id=4

Yazid, M. (2016). 2019, pemerintah targetkan miliki 20. Retrieved February 14, 2017, from

Page 65: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

65

http://nasional.kontan.co.id/news/2019-pemerintah-targetkan-miliki-20000-bum-desa

Yin, R. K. (2012). Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Yulianto. (2016). Pengaruh Fasilitas, Iklan dan Kepuasan Pengunjung Terhadap Loyalitas Pengunjung di

Objek Wisata Umbul Ponggok Klaten. UPN VETERAN’’ YOGYAKARTA. Retrieved from

http://eprints.upnyk.ac.id/3928/

Yulianto, T. (2017). BUM Desa dan Ekonomi Kreatif. Retrieved January 1, 2017, from

https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20170429/281603830361628

Zamroni, Anwar, Yulianto, Rozaki, E. (2015). Desa Mengembangkan Penghidupan Berkelanjutan. (D. A.

U. Fauzan, Ed.) (Cetakan Pe). Yogyakarta: IRE Yogyakarta.

Zuhal (2013). Gelombang Ekonomi Inovasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Dokumen:

Pemerintah Desa Bleberan (2016). RPJM Desa Bleberan 2016-2021, Gunungkidul: Pemerintah Desa

Bleberan

BPS (2007). Kecamatan Playen dalam Angka, Gunungkidul: Biro Pusat Statististik

Laporan Pertanggungjawaban BUM Desa “Sejahtera” Tahun 2013

Laporan Pertanggungjawaban BUM Desa “Sejahtera” Tahun 2014

Laporan Pertanggungjawaban BUM Desa “Sejahtera” Tahun 2015

Laporan Pertanggungjawaban BUM Desa “Sejahtera” Tahun 2016

Laporan Pertanggungjawaban BUM Desa “Sejahtera” Tahun 2017

Wawancara:

Kepala Desa Bleberan, Supratono, tanggal 23/2/2018

Pengawas BUM Desa “Sejahtera”, Agus Jurianto, tanggal 15/2/2018

Sekretaris BUM Desa “Sejahtera”, Husni Nur A Sirri, tanggal 15/2/2018

Bendahara BUM Desa “Sejahtera” Sardjana, tanggal 15/3/2018

Kepala Unit Desa Wisata BUM Desa “Sejahtera”, Purwanto, tanggal 17/2/2018

Kepala Unit PAB BUM Desa “Sejahtera”, Udi Waluyo, tanggal 17/2/2018

Pengelola Unit Desa Wisata, BUM Desa “Sejahtera”, Tri Harjono, tanggal 16/2/2018

Pelaku usaha di lokasi wisata, Sri Kustini, tanggal 23/2/2018

Page 66: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

66

Kepala Seksi Kelembagaan dan Partisipasi Pemberdayaan Masyarakat, DinasPerlindungan Anak, KB,

Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Suharto, tanggal 1/3/2018

Sekretaris Dinas Pariwisata Gunung Kidul, A. Hari Sukmono, tanggal 1/3/2018

Page 67: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

67

PANDUAN DAN INSTRUMEN KAJIAN

Hybrid Institution Sebagai Enabling Factor Ekosistem Inovasi

(Studi Kasus BUM Desa “Sejahtera” Desa Bleberan, Kecamatan

Playen, Gunung Kidul Sebagai BUM Desa berbasis IPTEK)

PENGANTAR

Page 68: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

68

Kajian ini akan menguji pengaruh kelembagaan ekonomi desa terhadap tumbuhnya

inovasi bagi penguatan ekonomi desa. Secara spesifik, kajian ini fokus pada upaya menguji

daya kelembagaan BUM Desa sebagai hibryd institution bagi tumbuhnya inovasi sosial

ekonomi dalam pengembangan desa wisata di Desa Bleberan, Kecamatan Playen,

Kabupaten Gunung Kidul. Studi-studi terdahulu tentang pertautan kelembagaan ekonomi

dan inovasi justru menunjukkan bahwa faktor inovasi menjadi kunci bagi penguatan

kelembagaan ekonomi. Studi ini justru berangkat dari standing point berpunggungan

dengan sejumlah studi terdahulu. Kajian ini hendak menempatkan kelembagaan ekonomi

justru menjadi faktor yang menentukan keberhasilan (atau kegagalan ) bertumbuhnya

ekosistem inovasi yang kondusif. Ringkasnya, kajian ini akan menguji kelembagaan BUM

Desa sebagai enabling factor bagi ekosistem inovasi-inovasi desa.

Mandat sebagai wadah kelembagaan ekonomi desa telah menempatkan BUM Desa

sebagai pelaku sentral dan strategis bagi pencapaian upaya kemandirian Desa. Sebagai pilar

utama penggerak ekonomi Desa, BUM Desa yang secara kelembagaan merupakan hybrid

institution memiliki sejumlah keunggulan dalam mencapai misi tersebut. Desain

sebagai hybrid institution yang melekat pada BUM Desa meyajikan sejumlah peluang

berupa keunggulan kelembagaan yang dapat didayagunakan untuk mengatasi limitasi

pengembangan creative capital dan creative space yang berkontribusi bagi penguatan

ekonomi desa. Secara teoritis-normatif, argumen ini menantang sejumlah pendekatan

ekonomi kelembagaan mainstream yang selama ini menatap pesimistik terhadap usaha

pemberdayaan ekonomi desa.

Studi ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus

berjenis studi kasus instrumental yang diorientasikan untuk memperkaya khazanah teoritik

tentang kelembagaan ekonomi dengan menguji pengaruh BUM Desa sebagai hybrid

institution sebagai ekosistem inovasi Desa. Dengan metode pendekatan studi kasus,

penelitian yang dilakukan dapat lebih mendalam mengeksplorasi secara lebih terperinci,

mendalam, dan jelas sehingga dapat menjawab rumusan masalah yang diajukan.

A. PENGORGANISASIAN PENELITIAN

1. Prinsip Penelitian

Penelitian ini adalah upaya ilmiah sehingga perlu menunjukkan nilai-nilai obyektivitas yang tinggi. Oleh karena itu, dalam riset ini, peneliti perlu bersikap non-partisan. Artinya, peneliti tidak boleh memihak atau menyudutkan narasumber tertentu. Jika selama penelitian ini ada yang menanyakan latar belakang penelitian ini, silahkan menunjukkan surat tugas yang disertakan.

Page 69: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

69

2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul. Secara rinci, penelitian akan menyasar pada BUM Desa “Sejahtera” sebagai lembaga ekonomi desa di Desa Bleberan.

3. Tim Peneliti

Tim peneliti terdiri dari koordinator peneliti sebanyak 1 (satu) orang dan 2 (dua) peneliti, dan 1 (satu) asisten peneliti. Pada fase pengumpulan data, organisasi tim peneliti dikelompokkan ke dalam peneliti lapangan dan koordinator lapangan.

Peneliti

Tim peneliti lapangan bertugas untuk memastikan target data dan informasi dapat dipenuhi dengan baik. Untuk keperluan tersebut maka setiap peneliti lapangan akan terlibat dalam aktivitas persiapan, turun lapangan serta setelah turun lapangan. Secara rinci tugas peneliti dapat dipaparkan sebagai berikut:

Persiapan Penelitian Lapangan: - Melakukan observasi awal tentang lokasi riset, latar belakang sosial, ekonomi,

kondisi demografi, Pelajari juga peta/geografi dari desa tersebut tersebut, dsb). - Berlatih menggunakan interview dan FGD protocol (terlampir). - Membangun kontak awal dengan nara sumber (melakukan pendekatan dan

negosiasi, membuat jadwal wawancara, dan lain sebagainya). - Melakukan persiapan teknis (perencanaan untuk jadwal wawancara dengan

sejumlah narasumber, memastikan perangkat kerja, transportasi, dll).

Selama Penelitian Lapangan: - Melakukan penggalian data selama6 hari (1 hari obeservasi awal+ 5 hari

pendalaman) - Melakukan putaran diskusi untuk menggali data dengan wawancara - Mewawancara mendalam terhadap informankunci yang ditargetkan - Mengumpulkan data-data sekunder yang relevan - Membuat summary dari setiap wawancara. - Melakukan koordinasi terus-menerus dengan koordinator lapangan maupun

anggota tim lainnya.

Setelah Penelitian Lapangan: - Mengolah data FGD, wawancara mendalam, dan data sekunder sehingga siap

disajikan sebagai bahan penulisan final report.

- Menuliskan final report. Final report berupa laporan deskriptif yang memuat temuan umum di lokasi yang bersangkutan dan mengandung analisa akademis terkait temuan di daerah yang bersangkutan.

Page 70: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

70

Koordinator Kajian

Secara umum koordinator lapangan bertugas

- Melakukan koordinasi rutin dengan anggota tim baik pada tahap persiapan, penggalian data lapangan, serta proses penyusunan laporan.

- Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait demi kelancaran penelitian. - Memastikan anggota tim memenuhi kewajiban dan target yang telah ditentukan, - Mengurus kebutuhan lapangan ( transportasi, akomodasi, dan fasilitas penunjang lain

yang diperlukan). - Mengurus perijinan di kantor desa (jika dibutuhkan). - Membuat dan melaporkan catatan rekam proses terhadap dinamika (tantangan,

kendala, respon) di lapangan.

B. TEKNIK PENELITIAN

Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah data pokok berbentuk wawancara selama proses penellitian yang dikumpulkan melalui teknik wawancara mendalam (indepht interview)terhadap sejumlah informan kunci. Sementara data sekunder dalam penelitian ini digunakan untuk mendukung dan memperkuat pencatatan selama berlangsungnya penelitian. Data ini berupa dokumen tertulis baik resmi atau pun milik pribadi yang dikumpulkan melalui teknik documenter.

1. Wawancara Mendalam

Wawancara akan dilakukan dengan sejumlah narasumber yang telah ditargetkan di lokasi penelitian yang dapat dikembangkan pada narasumber lainnya.

a. Teknik Wawancara

Anda diminta untuk mencakup semua materi wawancara dalam daftar pertanyaan (lihat interview guide). Namun demikian, Anda tidak perlu mengikuti daftar pertanyaan secara persis. Biarkan pembicaraan Anda dengan informan mengalir alamiah. Gunakanlah prompt (misalnya., “tolong jelaskan lebih lanjut soal….”, “lantas…”) jika perlu. Ingat bahwa melakukan wawancara (kualitatif) tidak sama dengan melakukan survei (kuantitatif): sangat tergantung pada Andalah sebagai pewawancara untuk mendengarkan jawaban dari narasumber dan menentukan sendiri apa yang perlu digali lebih lanjut, berdasarkan pengetahuan Anda tentang tujuan penelitian ini, topik yang sedang dibicarakan, orang yang diwawancarai, dan sebagainya.

b. Prosedur Wawancara

Dalam penelitian ini terdapat sejumlah prosedur yang wajib diperhatikan:

Memilih tempat yang sunyi untuk lokasi wawancara untuk meminimalkan gangguan Sejauh mungkin hindari tempat keramaian di tempat umum seperti warung atau kafe karena wawancara berpotensi terganggu (narasumber terkadang enggan untuk membicarakan hal yang sensitive di tempat umum). Selain itu, hal ini dilakukan untuk

Page 71: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

71

memberikan kenyamanan bagi nara sumber dalam menyampaikan informasi dan data yang diharapkan. Rumah atau kantor dari narasumbrer menjadi tempat yang ideal, antara lain karena dokumen yang penting juga sering disimpan di sana.

Mewawancarai narasumber satu per satu (bukan berkelompok). Sedapat mungkin wawancara dilakukan hanya dengan narasumber. Kehadiran orang lain dalam pembicaraan dapat berpotensi mengganggu jalannya wawancara (ada kecenderungan orang tersebut akan nimbrung dalam perbincangan). Apabila hal tersebut tidak dimungkinan, peneliti wajib menyaring informasi dan data benar-benar dari narasumber yang bersangkutan.

Sangat diharapkan peneliti berlatih melakukan wawancara dengan meggunakan protokol ini sebelum turun ke lapangan, supaya bisa lebih santai dan tidak perlu membacakan pertanyaan dari interview guide.

Peneliti wajib menyampaikan inform cosent sebelum dimulainya wawancara dengan narasumber. Hal ini wajib dilakukan untuk memperoleh persetujuan narasumber sekaligus membangun kepercayaan narasumber pada peneliti.

Setiap wawancara harap direkam (kalau tidak mengganggu kelancaran pembicaraan topik yang sensitif) dengan menggunakan alat perekem digital (misalnya handphone). Namun demikian, perlu diingat bahwa peneliti bisa menghentikan perekaman kalau responden menjadi tidak nyaman atau akan menyentuh masalah yang sensitif.

Hal lain yang penting untuk dilakukan adalah membuat catatan dengan tulisan tangan yang mendetail selama wawancara berlanjut. Catatan tersebut untuk memudahkan peneliti manakala menyusun transkrip maupun laporan dari wawancara tersebut. Selain itu juga sebagai antisipasi apabila terjadi gangguan teknis (semisal alat perekam tidak bekerja dengan baik).

Dilarang memberikan interview guide maupun protokol ini kepada narasumber. Namun peneliti boleh menjelaskan topik wawancara sebelum dimulai. Jika narasumber memaksa meminta interview guide, pada saat menjadwalkan wawancara dapat memberikan daftar pertanyaan secara umum.

Usai melakukan wawancara, pastikan peneliti mendapatkan data dan informasi yang diharapkan. Jika ada poin informasi dan data yang terlewat, peneliti segera menanyakan point tersebut. Setelah semua poin informasi terpenuhi, sampaikan ucapan trima kasih kepada narasumber dan harapan kerjasama dengan narasumber pada masa yang akan datang.

Perkirakan setiap wawancara akan berlanjut sekitar 1,5 jam. Ingat,peneliti selalu membuka kemungkinan untuk mengadakan wawancara dengan narasumber lagi untuk melanjutkan wawancara jika tidak cukup.

Setelah melakukan wawancara, peneliti wajib mengamankan file rekaman wawancara dengan cara mengcopy dan meyimpannya dalam hardisk serta menyimpan dokumen sekunder lainnya.

Jangan lupa memminta narasumber untuk menulis di daftar narasumer beserta tandatangan sebagai bukti bahwa peneliti telah melakukan tugasnya dengan baik (Format terlampir).

Page 72: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

72

Untuk setiap wawancara peneliti juga wajib membuat 'interview summary' (kurang-lebih dua halaman) dengan menggunakan template yang disediakan (lihat contoh di buku panduan ini). Selain meringkaskan wawancara dalam interview summary, mohon juga ditulis kutipan dari narasumber yang menarik dan relevan.

c. Daftar Informan Berikut ini daftar informan yang harus didapatkan:

Nama Posisi Alamat

1 Kepala Desa

Perangkat Desa

Ketua BPD

Anggota BPD

Pengurus BUM Desa

Pengelola Unit Usaha Wisata BUM Desa

Pengawas BUM Desa

Pelaku Usaha lokal (UMKM) pendukung wisata

Pokdarwis

Ketua Pemuda

Ketua PKK

Dinas Pariwisata Gunung Kidul

Pelaku Bisnis Wisata Gunung Kidul

Pelaku CSR

Perguruan Tinggi di Yogyakarta

2. Dokumentasi Data Sekunder

Teknik dokumenter dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder baik data tertulis maupun data bahan visual. Proses pencarian data dokumenter, akan dilakukan peneliti dengan mengakses sumber-sumber data dokumenter bergantung pada jenis data dokumenter yakni dokumen pribadi maupun dokumen resmi. Data pribadi akan diakses melalui informan, sementara data resmi karena bersifat publik, seperti data demografi dan data terkait kebencanaan secara langsung oleh peneliti pada otoritas yang berwenang.Data sekunder baik berupa dokumen tertulis maupun bahan visual yang dicari adalah sebagai berikut:

Jenis Data Rincian

Dokumen

Tertulis

Data profil dan demografi desa

Data profil dan kinerja organisasi dan keuangan BUM Desa

Data regulasi desa dan kabupaten

Laporan penelitian pada tema dan lokasi sejenis

Page 73: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

73

Jenis Data Rincian

Berita media

Dokumen Visual Foto dan/atau video aktivitas penelitian lapangan

Foto dan/atau video lokasi wisata

Foto dan/ atau video hasil-hasil inovasi BUM Desa

Foto dan atau video kegiatan BUM Desa

Foto dan/atau video lain yang relevan

Page 74: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

74

d.

LAM

PIR

AN

Lamp

iran 1

: Pan

du

an P

ertanyaan

No.

Tema

A

spek

Pertan

yaan

1.

BU

M

Desa

(Hyb

rid

Institu

tion

)

Prakarsa Lo

kal Pen

dirian

BU

M

Desa

1.

Ap

akah B

UM

Desa lah

ir dari p

rakarsa lokal (w

arga dan

pem

erintah

d

esa) atau karen

a stimu

lan keb

ijakan p

emerin

tah?

2.

Ko

nd

isi Ap

a yang m

end

asari mu

ncu

lnya gagasan

tentan

g pen

dirian

B

UM

Desa?

3.

Men

gapa P

end

irian B

UM

Desa d

inilai p

entin

g? 4

. B

agaiman

a gagasan ten

tang p

end

irian B

UM

Desa d

irealisasikan?

5.

Ap

a h

amb

atan

dan

tan

tangan

yan

g d

ihad

api

dalam

m

ewu

jud

kan

prakarsa p

end

irian B

UM

Desa?

6.

Ap

a pelu

ang d

an keku

atan yan

g dim

iliki dalam

mew

uju

dkan

prakarsa

pen

dirian

BU

M D

esa? 7

. A

pa p

ertimb

angan

mem

ilih b

idan

g usah

a yang d

igeluti B

UM

Desa

khu

susn

ya sektor p

ariwisata?

Du

kun

gan

Regu

lasi N

egara ten

tang B

UM

Desa

1.

Sejauh

m

ana

peratu

ran

pem

erintah

tu

rut

mem

berikan

ruan

g b

agi p

end

irian B

UM

Desa?

2.

Sejauh

m

ana

peratu

ran/

kebijakan

p

emerin

tah

turu

t m

emb

entu

k p

erkemb

angan

BU

M D

esa? 3

. A

pakah

terdap

at pro

gram d

ari pem

erintah

un

tuk m

engem

ban

gkan

BU

M

Desa?

(misaln

ya d

alam

ben

tuk

pen

dam

pin

gan,

pelatih

an,

pem

ben

tukan

foru

m, d

ll)

2

Kap

asitas B

UM

D

esa m

engko

nso

lid

asikan

resou

rce u

ntu

k M

enu

mb

uh

kan

ekosistem

1.

Kep

emim

pin

an

dalam

m

elahirkan

in

ovasi

(Tipe

kepem

inp

inan

in

ovatif:

terbu

ka-tertu

tup

, setter-

follo

wer,

risk taker-

bu

kan)

1.

Bagaim

ana kep

emim

pin

an B

UM

Desa m

emb

eri ruan

g bagi p

rakarsa p

elakun

ya? Ap

a ben

tukn

ya? 2

. B

agaiman

a resp

on

kep

emim

pin

an

BU

M

Desa

terhad

ap

hal

atau

perkem

ban

gan b

aru?

3.

Ap

akah kep

emim

pin

an d

i BU

M D

esa men

do

ron

g pen

ciptaan

/ino

vasi h

al yang sam

a sekali atau b

enar-b

enar b

aru?

4.

Bagaim

ana kem

epim

pin

an d

i BU

M D

esa men

gelola resiko

terhad

ap

hal-h

al baru

?

Page 75: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

75

ino

vasi (p

engh

amb

at, p

engh

amb

at, d

an

mo

dalitas

yang d

imiliki)

2.

Du

kun

gan Sistem

sosial

bu

daya

dalam

m

emp

ercepat

lahirn

ya in

ovasi

(terbu

ka-tertu

tup

, cep

at-lam

bat).

1.

Bagaim

ana

masyarakat

meresp

on

p

eru

bah

an

atau

perkem

ban

gan

terhad

ap h

al-hal b

aru?

2.

Seberap

a adap

tif terhad

ap h

al-hal b

aru?

3.

Nilai-n

ilai ap

a yan

g m

emb

uat

masyarakat

cepat/lam

bat

men

erima

hal-h

al baru

? 4

. A

dakah

bu

daya ap

resiasi terhad

ap h

al-hal b

aru?

3.

Ad

aptasi

sistem

etika d

an

etos

kerja u

ntu

k m

end

oro

ng

ino

vasi (lam

bat-cep

at, terbu

ka-tertu

tup

)

1.

Ap

akah B

UM

Desa m

emiliki co

de o

f con

du

ct dan

cod

e of eth

ic dalam

p

engelo

laan u

saha?

2.

Ap

akah B

UM

Desa m

enerap

kan sistem

integritas tertetn

tu?

3.

Bagaim

ana h

al-hal itu

dap

at bekerja?

4.

Ad

akah resisten

si dalam

imp

lemen

tasi hal-h

al tersebu

t? Jika ada,

dalam

ben

tuk ap

a dan

bagaim

ana p

engelo

la BU

M D

esa m

erespo

nn

ya? 5

. B

agaiman

a peran

dan

kon

tribu

si pelaku

/kelom

po

k bisn

is dalam

m

end

oro

ng ad

apatasi sistem

etika?

4.K

ualitas

pen

did

ikan

men

do

ron

g p

end

ayagun

aan

mo

dal kreatif

1.

Berap

a besar ko

mitm

en B

UM

Des d

alam m

engem

ban

gkan H

um

an

Cap

ital/SDM

? Dalam

ben

tuk ap

a dan

bagaim

ana?

2.

Ap

akah

pen

guatan

SD

M

berd

amp

ak p

ada

pen

gemb

angan

m

od

al kreatif? D

alam b

entu

k apa d

an b

agaiman

a? 3

. B

agaiman

a cara BU

M D

esa mem

ban

gun

jejaring p

engetah

uan

dan

keah

lian ko

labo

ratif den

gan ko

mu

nitas akad

emik?

4.

Jika ada, A

pa saja in

ovasi yan

g dih

asilkan d

ari kolab

orasi terse

bu

t? Sen

tuh

an ap

a yang d

iberikan

oleh

kom

un

itas akadem

ik (man

ajem

en,

pro

du

k, meto

de, d

ll?)

5.K

emam

pu

an

pen

gggalian

pen

dan

aan

dalam

m

encip

takan,

men

gemb

angkan

, d

an

mem

anfaatkan

h

asil-hasil

ino

vasi)

1.

Berap

a besar ko

mitm

en B

UM

Desa d

alam m

end

anai p

royek-p

royek

ino

vatif?dalam

ben

tuk ap

a dan

bagaim

ana?

2.

Ap

akah

pen

guatan

p

end

anaan

b

erdam

pak

pad

a p

encip

taan,

pen

gemb

angan

dan

pem

anfaatan

no

vasi yang d

ihasilkan

? 3

. B

agaiman

a cara B

UM

Desa

men

ggali pen

dan

aan d

i luar an

ggaran

BU

M D

esa dalam

men

gemb

angkan

ino

vasi?

Page 76: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

76

4.

Jika ada, ap

a saja pro

yek-pro

yek ino

vatif BU

M D

esa yang d

idan

ai oleh

kelo

mp

ok b

isnis? B

agaiman

a keberlan

jutan

nn

ya dan

apa d

amp

aknya?

6.D

uku

ngan

Keb

ijakan d

alam

men

do

ron

g ino

vasi 1

. A

pakah

terd

apat

kebijakan

d

i level

BU

M

desa

yang

men

do

ron

g lah

irnya in

ovasi?

2.

Dalam

ben

tuk ap

a dan

bagim

ana keb

ijakan terseb

ut b

ekerja? 3

. Seb

erapa jau

h m

emb

erikan ru

ang d

an d

amp

ak bagi lah

irnya in

ovasi?

3

Ko

ntrib

usi

stakeho

ler d

alam

men

um

bu

hk

an

ino

vasi (

pem

erintah

, b

isnis,

kom

un

itas akad

emik)

melalu

i B

UM

D

esa

Pe

ran

Pe

merin

tah

dalam

m

emp

erkuat eko

sistem in

ovasi

(regu

lasi, p

rogram

, p

end

anaan

)

1.

Seberap

a b

esar ko

mitm

en

pem

erintah

d

aerah

dalam

m

engem

ban

gkan in

ovasi?

2.

Dalam

ben

tuk ap

a (regulasi, p

rogram

, pen

dan

aan)?

3.

Ap

a dam

pak yan

g dih

asilkan?

Pe

ran

Bisn

is d

alam

mem

perku

at ekosistem

ino

vasi (p

end

anaan

d

alam

men

ghasikan

, m

engem

ban

gkan

dan

m

eman

faatkan

hasil-h

asil in

ovasi; m

emp

erkuat etika d

an

etos kerja)

1.

Seberap

a besar ko

mitm

en kelo

mp

ok b

isnis d

alam m

engem

ban

gkan

ino

vasi? 2

. D

alam b

entu

k apa (p

end

anaan

, men

do

ron

g etika dan

etos kerja)?

3.

Ap

a dam

pak yan

g dih

asilkan?

Pe

ran

Ko

mu

nitas

akadem

ik d

alam

mem

perku

at sistem

in

ovasi

(sentu

han

d

alam

mem

perku

at m

od

al kreatif

den

gan

pem

anfaatan

h

asil-h

asil p

enelitian

d

an

pen

gabd

ian).

1.

Seberap

a b

esar ko

mitm

en

kom

un

itas akad

emik

dalam

m

engem

ban

gkan in

ovasi?

2.

Dalam

b

entu

k ap

a (sen

tuh

an

dalam

m

emp

erkuat

mo

dal

kreatif

den

gan p

eman

faatan h

asil-hasil p

enelitian

dan

pen

gabd

ian)?

3.

Ap

a dam

pak yan

g dih

asilkan?

Page 77: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

77

Page 78: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

78

FORMAT LAPORAN

FORM RINGKASAN WAWANCARA

IDENTITAS PENELITI

Nama peneliti :

Tanggal & waktu :

Tempat wawancara :

Daerah Penelitian :

IDENTITAS & LATAR BELAKANG NARASUMBER

Nama narasumber :

Jenis narasumber

(tandai yang relevan)

: Perangkat

desa

Pengelola

BUM Desa

Pelaku

usaha lokal

dan

Pokdarwis

Tokoh

Masyarakat

Lainya

(sebutkan)

Umur :

Jenis kelamin

(tandai yang relevan)

: Laki-laki Perempuan

Umur :

Tempat tinggal,

tempat asal.

:

Pekerjaan/ profesi :

Tuliskan secara DESKRIPTIF temuan di lapangan. Penggalian data dan informasi difokuskan pada upaya PENEMUAN FAKTA (FACT FINDING).

Prakarsa Lokal Pendirian BUM Desa (Sejarah, Masalah, Tantangan, serta Modal/Potensi yang

dimiliki)

Dukungan Regulasi/Kebijakan Negara( Pemerintah Nasional/Daerah) tentang BUM Desa

Kapasitas BUM Desa mengkonsolidasikan resource untuk Menumbuhkan inovasi

(penghambat, penghambat, dan modalitas yang dimiliki)

1.Kepemimpinan dalam melahirkan inovasi (Tipe kepeminpinan inovatif: terbuka-tertutup,

setter-follower, risk taker-bukan)

Page 79: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

79

2.Adaptasi sistem etika dan etos kerja untuk mendorong inovasi (lambat-cepat, terbuka-

tertutup)

3.Dukungan Sistem sosial dalam mempercepat lahirnya inovasi (terbuka-tertutup,

4.Kualitas pendidikan mendorong pemanfaatan modal kreatif

5.Kemampuan pengggalian pendanaan dalam menciptakan, mengembangkan, dan

memanfaatkan hasil-hasil inovasi)

6.Dukungan Kebijakan dalam mendorong inovasi

Peran stakeholer dalam menumbuhkan inovasi ( pemerintah, bisnis, komunitas akademik)

melalui BUM Desa

1. Peran Pemerintah dalam memperkuat ekosistem inovasi (regulasi, program,

pendanaan)

2. Peran Bisnis dalam memperkuat ekosistem inovasi (pendanaan dalam menghasikan,

mengembangkan dan memanfaatkan hasil-hasil inovasi; memperkuat etika dan etos

kerja)

3. Peran Komunitas akademik dalam memperkuat sistem inovasi (sentuhan dalam

memperkuat modal kreatif dengan pemanfaatan hasil-hasil penelitian dan

pengabdian).

Page 80: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

80

Page 81: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

81

Page 82: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

82

Page 83: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

83

Page 84: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

84

RINGKASAN WAWANCARA

IDENTITAS PENELITI

Nama assisten peneliti : Lintang Noor

Tanggal & waktu : Jum’at, 23 Februari 2018, 11:00 WIB

Tempat wawancara : Kantor Desa Bleberan

Daerah Penelitian : Kabupaten Gunungkidul

IDENTITAS & LATAR BELAKANG NARASUMBER

Nama narasumber : Praptono

Jenis narasumber

(tandai yang relevan)

: Perangkat

desa

Pengelola

BUM Desa

Pelaku

usaha lokal

dan

Pokdarwis

Tokoh

Masyarakat

Lainya

Umur :

Jenis kelamin

(tandai yang relevan)

: Laki-laki Perempuan

Umur :

Tempat tinggal,

tempat asal.

: Desa Bleberan

Pekerjaan/ profesi :

Tuliskan secara DESKRIPTIF temuan di lapangan. Penggalian data dan informasi difokuskan

pada upaya PENEMUAN FAKTA (FACT FINDING).

Prakarsa Lokal Pendirian BUM Desa (Sejarah, Masalah, Tantangan, serta Modal/Potensi yang

dimiliki)

Dalam pendirian BUM Desa narasumber mendapatkan ide dari PP 72 tahun 2005 bahwa setiap desa bisa mendirikan BUM Desa. Berawal dari inilah pemerintah desa melihat peluang bahwa BUM Desa merupakan kesempatan desa untuk berbisnis. Serta dapat mengelola aset-aset desa yang ada di desa Bleberan. Dalam pendirian BUM desa narasumber menceritakan juga mendapatkan tantangan berupa pemahaman masyarakat masih awam dengan danya BUM desa ini. Masyarakat belum terbiasa dengan adanya BUM desa namun ini bukan membuat surut semangat narasumber untuk membentuk BUM Desa. Berjalannya waktu dengan adanya unit-unit usaha seperti PAB, UED SP, dan Wisata Alam Sri Gethuk masyarakat mulai antusias apalagi di tiap-tiap dusun diberikan dana pengembangan potensi di 11 pedukuhan yang ada di Desa Bleberan. Selanjutnya narasumber juga mengakatan desa ini memiliki banyak potensi namun belum semua di kembangkan.

Dukungan Regulasi/Kebijakan Negara( Pemerintah Nasional/Daerah) tentang BUM Desa

Untuk dukungan regulasi narasumber mengatakan memang sudah ada, dan BUM

Page 85: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

85

Desa merasa terbantu, walaupun tidak semua regulasi diterapkan oleh BUM Desa.

Kapasitas BUM Desa mengkonsolidasikan resource untuk Menumbuhkan inovasi

(penghambat, penghambat, dan modalitas yang dimiliki)

Narasumber menjelaskan selama ini BUM desa belum mampu untuk mengkonsolidasi sumber daya yang ada sehingga belum adanya inovasi. Namun BUMdesa tidak menutup ruang bagi unit usaha untuk mengembangkan Inovasi.

1.Kepemimpinan dalam melahirkan inovasi (Tipe kepeminpinan inovatif: terbuka-tertutup,

setter-follower, risk taker-bukan)

Narasumber menjelaskan bahwa adanya ketidak sinambungan antara pengurus BUM desa dengan Kepala desa Bleberan. Selain itu Kepala desa juga kurang berani untuk mengambil risiko untuk pengembangan potensi yang ada. Walaupun dari masing-masing unit usaha ada inisiatif untuk pengembangan namun tidak di tindak lanjuti oleh BUM DEsa sehingga hanya jalan sendiri-sendiri.

2.Adaptasi sistem etika dan etos kerja untuk mendorong inovasi (lambat-cepat, terbuka-

tertutup)

Dulu memang belum ada aturan tentang etika dalam mengelola kawasan wisata, namun sekarang sudah di buatkan AD/ART dan juga mengatur tentang jadwal keluar masuk kawasan, namun untuk kios-kios yang ada hanya sekedar konsensus antar pedagang yang ada. Dari CSR sendiri belum ada upaya edukasi untuk mengelola kawasan, hanya sekedar membuatakan fasilitas umum penunjang kawasan wisata.

3.Dukungan Sistem sosial dalam mempercepat lahirnya inovasi (terbuka-tertutup,

Adaptasi sosial dari masyarakat disampaikan narasumber bahwa semua itu tergantung dari pribadi masing-masing ada yang cepat adapula yang lambat. Namun pada awalnya masyarakat sempat pesimis namun setelah kawasan wisata ini booming maka mereka antusias dan sempat terjadi perebutan dan akhirnya memunculkan kesepakatan untuk tiap tiap pedukuhan mendapatkan satu kios, tapi sekarang sudah tidak lagi.

4.Kualitas pendidikan mendorong pemanfaatan modal kreatif

Untuk usaha mengedukasi para pelaku unit usaha di BUM desa Bleberan semua di lakukan oleh masing-masing unit. Hal ini pernah dilakukan oleh unit wisata dengan beberapa kampus di jogja dan mengajak pengelola kawasan ke sebuah pusat perbelanjaan untuk mengamati pengelolaan foodcourt, sedangkan dari pihak BUM desa belum pernah untuk melakukan kegiatan seperti itu, jadi pengambilan keputusan dalam mendorong pemanfaatan modal kreatif langsung dari unit usaha itu sendiri.

5.Kemampuan pengggalian pendanaan dalam menciptakan, mengembangkan, dan

memanfaatkan hasil-hasil inovasi)

Dari unit wisata sendiri sudah mengajukan ke pemerintah desa namun memang respon dari pemerintah kurang sesuai dengan yang diharapkan, narasumber pun mengatakan untuk mendorong pengembangan unit mereka mengandalkan hutang dari bank dan hibah dari dana pemerintah daerah maupun pusat seperti Dana Keistimewaan. Untuk BUM desa sendiri SHU yang ada masih belum mampu digunakann untuk pengembangan karena habis untuk biaya operasional dan lainnya.

6.Dukungan Kebijakan dalam mendorong inovasi

Untuk kebijakan yang mendorong inovasi memang belum ada, Namun tidak menutup

Page 86: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

86

kemungkinan kebijakan akan di buat oleh BUMDesa. Untuk sementara pengembangan potensi di lakukan oleh masing – masing unit usaha.

Peran stakeholer dalam menumbuhkan inovasi ( pemerintah, bisnis, komunitas akademik)

melalui BUM Desa

4. Peran Pemerintah dalam memperkuat ekosistem inovasi (regulasi, program,

pendanaan)

Dari pihak pemerintah memang sudah mengeluarkan regulasi tentang BUM Desa,

namun untuk pengembangan semuanya bergantung dari masing-masing BUM Desa,

begitu juga unit Usaha itu sendiri,

5. Peran Bisnis dalam memperkuat ekosistem inovasi (pendanaan dalam menghasikan,

mengembangkan dan memanfaatkan hasil-hasil inovasi; memperkuat etika dan etos

kerja)

Peran dari pelaku usaha sampai saat ini belum ada, mungkin dari CSR yang kami

dapat memang hanya untuk membangun fasilitas yang belum tersedia.

6. Peran Komunitas akademik dalam memperkuat sistem inovasi (sentuhan dalam

memperkuat modal kreatif dengan pemanfaatan hasil-hasil penelitian dan

pengabdian).

Narasumber mengataka bahwa peran dari kelompok akademik sudah ada namun memang belum maksimal di terima oleh BUM desa secara maksimal.

Page 87: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

87

RINGKASAN WAWANCARA

IDENTITAS PENELITI

Nama peneliti : Fatih Gama Abisono & Lintang Noor

Tanggal & waktu : Sabtu, 17 Februari 2018, 11:30 WIB

Tempat wawancara : Sekretariat Unit Wisata Sri Gethuk

Daerah Penelitian : Kabupaten Gunungkidul

IDENTITAS & LATAR BELAKANG NARASUMBER

Nama narasumber : Tri Harjono

Jenis narasumber

(tandai yang relevan)

: Perangkat

desa

Pengelola

BUM Desa

Pelaku

usaha lokal

dan

Pokdarwis

Tokoh

Masyarakat

Lainya

Umur :

Jenis kelamin

(tandai yang relevan)

: Laki-laki Perempuan

Umur :

Tempat tinggal,

tempat asal.

: Desa Bleberan

Pekerjaan/ profesi :

Tuliskan secara DESKRIPTIF temuan di lapangan. Penggalian data dan informasi difokuskan

pada upaya PENEMUAN FAKTA (FACT FINDING).

Prakarsa Lokal Pendirian BUM Desa (Sejarah, Masalah, Tantangan, serta Modal/Potensi yang

dimiliki)

Dalam pendirian BUM Desa narasumber mendapatkan ide dari PP 72 tahun 2005 bahwa setiap desa bisa mendirikan BUM Desa. Berawal dari inilah pemerintah desa melihat peluang bahwa BUM Desa merupakan kesempatan desa untuk berbisnis. Serta dapat mengelola aset-aset desa yang ada di desa Bleberan. Dalam pendirian BUM desa narasumber menceritakan juga mendapatkan tantangan berupa pemahaman masyarakat masih awam dengan danya BUM desa ini. Masyarakat belum terbiasa dengan adanya BUM desa namun ini bukan membuat surut semangat narasumber untuk membentuk BUM Desa. Berjalannya waktu dengan adanya unit-unit usaha seperti PAB, UED SP, dan Wisata Alam Sri Gethuk masyarakat mulai antusias apalagi di tiap-tiap dusun diberikan dana pengembangan potensi di 11 pedukuhan yang ada di Desa Bleberan. Selanjutnya narasumber juga mengakatan desa ini memiliki banyak potensi namun belum semua di kembangkan.

Dukungan Regulasi/Kebijakan Negara( Pemerintah Nasional/Daerah) tentang BUM Desa

Untuk dukungan regulasi narasumber mengatakan memang sudah ada, dan BUM

Page 88: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

88

Desa merasa terbantu, walaupun tidak semua regulasi diterapkan oleh BUM Desa.

Kapasitas BUM Desa mengkonsolidasikan resource untuk Menumbuhkan inovasi

(penghambat, penghambat, dan modalitas yang dimiliki)

Narasumber menjelaskan selama ini BUM desa belum mampu untuk mengkonsolidasi sumber daya yang ada sehingga belum adanya inovasi. Namun BUMdesa tidak menutup ruang bagi unit usaha untuk mengembangkan Inovasi.

1.Kepemimpinan dalam melahirkan inovasi (Tipe kepeminpinan inovatif: terbuka-tertutup,

setter-follower, risk taker-bukan)

Narasumber menjelaskan bahwa adanya ketidak sinambungan antara pengurus BUM desa dengan Kepala desa Bleberan. Selain itu Kepala desa juga kurang berani untuk mengambil risiko untuk pengembangan potensi yang ada. Walaupun dari masing-masing unit usaha ada inisiatif untuk pengembangan namun tidak di tindak lanjuti oleh BUM DEsa sehingga hanya jalan sendiri-sendiri.

2.Adaptasi sistem etika dan etos kerja untuk mendorong inovasi (lambat-cepat, terbuka-

tertutup)

Dulu memang belum ada aturan tentang etika dalam mengelola kawasan wisata, namun sekarang sudah di buatkan AD/ART dan juga mengatur tentang jadwal keluar masuk kawasan, namun untuk kios-kios yang ada hanya sekedar konsensus antar pedagang yang ada. Dari CSR sendiri belum ada upaya edukasi untuk mengelola kawasan, hanya sekedar membuatakan fasilitas umum penunjang kawasan wisata.

3.Dukungan Sistem sosial dalam mempercepat lahirnya inovasi (terbuka-tertutup,

Adaptasi sosial dari masyarakat disampaikan narasumber bahwa semua itu tergantung dari pribadi masing-masing ada yang cepat adapula yang lambat. Namun pada awalnya masyarakat sempat pesimis namun setelah kawasan wisata ini booming maka mereka antusias dan sempat terjadi perebutan dan akhirnya memunculkan kesepakatan untuk tiap tiap pedukuhan mendapatkan satu kios, tapi sekarang sudah tidak lagi.

4.Kualitas pendidikan mendorong pemanfaatan modal kreatif

Untuk usaha mengedukasi para pelaku unit usaha di BUM desa Bleberan semua di lakukan oleh masing-masing unit. Hal ini pernah dilakukan oleh unit wisata dengan beberapa kampus di jogja dan mengajak pengelola kawasan ke sebuah pusat perbelanjaan untuk mengamati pengelolaan foodcourt, sedangkan dari pihak BUM desa belum pernah untuk melakukan kegiatan seperti itu, jadi pengambilan keputusan dalam mendorong pemanfaatan modal kreatif langsung dari unit usaha itu sendiri.

5.Kemampuan pengggalian pendanaan dalam menciptakan, mengembangkan, dan

memanfaatkan hasil-hasil inovasi)

Dari unit wisata sendiri sudah mengajukan ke pemerintah desa namun memang respon dari pemerintah kurang sesuai dengan yang diharapkan, narasumber pun mengatakan untuk mendorong pengembangan unit mereka mengandalkan hutang dari bank dan hibah dari dana pemerintah daerah maupun pusat seperti Dana Keistimewaan. Untuk BUM desa sendiri SHU yang ada masih belum mampu digunakann untuk pengembangan karena habis untuk biaya operasional dan lainnya.

6.Dukungan Kebijakan dalam mendorong inovasi

Untuk kebijakan yang mendorong inovasi memang belum ada, Namun tidak menutup

Page 89: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

89

kemungkinan kebijakan akan di buat oleh BUMDesa. Untuk sementara pengembangan potensi di lakukan oleh masing – masing unit usaha.

Peran stakeholer dalam menumbuhkan inovasi ( pemerintah, bisnis, komunitas akademik)

melalui BUM Desa

7. Peran Pemerintah dalam memperkuat ekosistem inovasi (regulasi, program,

pendanaan)

Dari pihak pemerintah memang sudah mengeluarkan regulasi tentang BUM Desa,

namun untuk pengembangan semuanya bergantung dari masing-masing BUM Desa,

begitu juga unit Usaha itu sendiri,

8. Peran Bisnis dalam memperkuat ekosistem inovasi (pendanaan dalam menghasikan,

mengembangkan dan memanfaatkan hasil-hasil inovasi; memperkuat etika dan etos

kerja)

Peran dari pelaku usaha sampai saat ini belum ada, mungkin dari CSR yang kami

dapat memang hanya untuk membangun fasilitas yang belum tersedia.

9. Peran Komunitas akademik dalam memperkuat sistem inovasi (sentuhan dalam

memperkuat modal kreatif dengan pemanfaatan hasil-hasil penelitian dan

pengabdian).

Narasumber mengatakan bahwa peran dari kelompok akademik sudah ada namun memang belum maksimal di terima oleh BUM desa secara maksimal.

Page 90: LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH INSTITUSIONALrepo.apmd.ac.id/480/1/hYBRID INSTITUSION.pdf · booming pendirian dan pengembangan BUM Desa di Indonesia . Hanya dalam kurun waktu 2 tahun,

&ld Rumpun llmu Peneliti

r. tanrah- mP/NtDN

c- Pangkat/Gol.

d- Jabatan Fungsional

f- Program Studi

& Telpon/Hp

h- Alamat email

lnstitusi Mitra Kerja

ilama lnstitusi Mitra .

Alamat lnstitusi Mitra .

lama Penelitian

Biaya penelitian

Sumber Dana Penelitian dari

STPMD "APMD:

Halaman Pengesahan

Hybrid lnstitution Sebagai Enabling Foctor Ekosistem lnovasi(Studi Kasus BUM Desa "sejahtera" Desa Bleberan, Kecamatan

Playen, Gunung KidulSebagai BUM Desa berbasis IPTEK)

llmu Sosial dan Politik

Drs. Sumarjono, M.Si.

19s802 17 1 96O2LOOL 1001 70258 10

utlcLektor

llmu Pemerintahan

Fatih.abisono (osm ai I.com

Pemerintalr Desa Bleberan

Desa'Bleberan,.Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul

6 Bulan

Rp. 10.000.000,-

Rp. 10.000.000,-

Yogyakarta , 2L Juni 2Ot7

Peneliti

/,,1Drs. Sumarjono, M.Si.

Menyetujui

a P3M

Mengetahui,