laporan akhir analisis usulan pelabuhan bitung...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
ANALISIS USULAN PELABUHAN BITUNG-SULAWESI UTARA SEBAGAI PELABUHAN TUJUAN IMPOR PRODUK TERTENTU
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
PERDAGANGAN
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
2014
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, laporan akhir Analisis Usulan Pelabuhan Bitung-Sulawesi Utara Sebagai Pelabuhan Tujuan Impor Produk Tertent dapat terselesaikan dengan baik dan segala keterbatasan tidak membuat tim analisis laporan ini patah semangat di sela tugas-tugas lainnya.
Usulan pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan impor untuk produk tertentu bertujuan untuk meningkatkan volume perdagangan di wilayah Provinsi Sulawesi Utara dan sekitarnya. Diharapkan dengan masuknya produk tertentu secara langsung ke pelabuhan Bitung dapat memberikan dorongan bagi terbukanya usaha-usaha baru. Dengan dibukanya pelabuhan Bitung untuk impor produk tertentu, beberapa sektor diharapkan dapat berkembang seperti sektor jasa transportasi dan perdagangan menambah lapangan kerja, mendorong kinerja perdagangan luar negeri dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara dan Indonesia.
Dengan selesainya laporan ini, tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu sampai dengan terwujudnya laporan. Ucapan terimakasih secara khusus kami sampaikan kepada Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri yang telah senantiasa memberikan bimbingan baik substansi maupun motivasi,.
Harapan kami, laporan analisis ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi perumusan kebijakan tidak hanya bagi Pelabuhan Bitung juga bagi pelabuhan lainnya yang diusulkan menjadi pelabuhan ekspor impor untuk produk tertentu.
Jakarta, Maret 2014 Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri
iii
ABSTRAK
Analisis Usulan Pelabuhan Bitung-Sulawesi Utara Sebagai Pelabuhan Tujuan Impor Produk Tertentu
Kebijakan penetapan pelabuhan tujuan impor Produk Tertentu berimplikasi pada kegiatan pelabuhan Bitung yang belum dapat melayani perdagangan ekspor dan impor untuk produk yang sangat diperlukan oleh konsumen di kawasan Indonesia Timur. Analisis ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian dan kelayakan pelabuhan Bitung-Sulawesi Utara sebagai pelabuhan tujuan impor Produk Tertentu berdasarkan kriteria aspek persyaratan penyelenggaraan Pelabuhan Laut dan mengidentifikasi produk-produk yang dapat diimpor melalui pelabuhan Bitung. Analisis ini menemukan bahwa pelabuhan Bitung telah memenuhi lima aspek persyaratan pelabuhan terbuka bagi perdagangan ekspor-impor sehingga sesuai dan layak untuk menjadi pelabuhan tujuan impor Produk Tertentu atas produk Makanan dan Minuman, Pakaian Jadi, dan Elektronika.
Kata kunci: impor, produk tertentu, dan pelabuhan Bitung.
ABSTRACT
Feasibility Study of BItung Port, North Sulawesi as Destination Port for Certain Import Products
The implementation of import certain product policy by certain ports causes Bitung port cannot do export and import activities as usual for several important products for consumers in East Indonesia region. This analysis aims to study the feasibility of Bitung port-North Sulawesi based on several seaport criteria and to identify which products that can be imported by Bitung Port. This analysis finds that Bitung Port has passed five opened port requirement aspects for export and import so it can be opened for importing certain products, such as Food and Beverages, Textile and apparel, and Electronics
Keywords: import, certain product, and Bitung Port.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ii
ABSTRAK iii
DAFTAR ISI Iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan Penelitian 3
1.4. Output Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6. Ruang Lingkup Penelitian 3
1.7. Sistematika Laporan 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Tinjauan tentang Pelabuhan 6
2.1.1 Definisi, Fungsi, dan Peranan Pelabuhan 6
2.1.2 Klasifikasi Pelabuhan 9
2.1.3 Bangunan dan Fasilitas Pelabuhan 12
2.1.4 Indikator Kelayakan Pelabuhan 14
2.1.5 Pelabuhan dan Terminal Khusus yang Terbuka bagi Perdagangan Luar Negeri
18
2.1.6 Dampak Globalisasi terhadap Transportasi dan Logistik
21
2.2 Tinjauan Perdagangan Internasional 23
2.2.1 Teori Perdagangan Internasional 23
2.2.2 Teori Permintaan Impor 35
2.2.3 Kebijakan Impor Produk Tertentu di Indonesia 39
2.3 Penelitian Sebelumnya 44
v
2.3.1 Penelitian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2012)
44
2.3.2 Penelitian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2013)
45
BAB III METODE PENGKAJIAN 47
3.1 Metode Analisis 47
3.2 Data dan Teknik Pengumpulan Data 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 49
4.1 Analisis Kesesuaian dan Kelayakan Pelabuhan Bitung-Sulawesi Utara Sebagai Pelabuhan Tujuan Impor Produk Tertentu Berdasarkan Kriteria Aspek Persyaratan Penyelenggaraan Pelabuhan Laut
49
4.2 Identifikasi Produk-produk Tertentu yang Dapat Diimpor Melalui Pelabuhan Bitung-Sulawesi Utara
56
4.3 Analisis Biaya dan Manfaat atas Penetapan Pelabuhan Bitung-Sulawesi Utara Sebagai Pelabuhan Tujuan Impor Produk Tertentu
64
4.4 Perkembangan Kinerja Impor Produk Tertentu Indonesia
73
4.5 Hasil Temuan Lapang 75
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 84
5.1 Kesimpulan 84
5.2 Rekomendasi Kebijakan 84
DAFTAR PUSTAKA 85
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Persyaratan Penentapan Pelabuhan yang Terbuka bagi Perdagangan Luar Negeri
20
Tabel 2.2 Daftar 25 Pelabuhan Strategis Indonesia 21
Tabel 4.1 Fasilitas Pokok Pelabuhan Bitung 52
Tabel 4.3 Ketersediaan Sumber Daya Manusia di KPPBC Tipe Madya Kepabeanan C Kota Bitung
55
Tabel 4.4 Kesesuaian dan Kelayakan Pelabuhan Bitung Sulawesi Utara Sebagai Pelabuhan Tujuan Impor Produk Tertentu Berdasarkan Kriteria Aspek Persyaratan Penyelenggaraan Pelabuhan Laut
56
Tabel 4.5 Impor Pelabuhan Bitung Berdasarkan Kelompok Barang
60
Tabel 4.6 Produk Utama Impor Barang Konsumsi Pelabuhan Bitung
60
Tabel 4.7 Komoditi Impor Utama Pelabuhan Bitung Berdasarkan KPPBC TMP C Bitung Tahun 2013
62
Tabel 4.8 Pertumbuhan dan Proyeksi Kapasitas dan Nilai Tambah Bongkar Muat di Pelabuhan Bitung
68
Tabel 4.9 Perkembangan Investasi Provinsi Sulawesi Utara 68
Tabel 4.10 Komitmen Investasi di Pelabuhan Bitung dalam Rangka MP3EI
69
Tabel 4.11 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sulawesi Utara
71
Tabel 4.12 Indeks Tendensi Konsumen Triwulan II dan III Tahun
2013 Sulawesi Utara Menurut Variabel
Pembentuknya
71
Tabel 4.13 Perkembangan Realisasi Nilai Impor Produk Tertentu Indonesia Tahun 2009-2013
73
Tabel 4.14 Perkembangan Realisasi Nilai Impor Produk Tertentu Indonesia Berdasarkan Pelabuhan Tahun 2009-2013
74
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Skema Hubungan Laut, Pantai, dan Lingkungan Sekitarnya
16
Gambar 2.2 Dampak Globalisasi Bisnis terhadap Transportasi dan Logistik
22
Gambar 2.3 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional
25
Gambar 2.4 Gains from Trade 27
Gambar 4.1 Perkembangan Volume Kinerja Perdagangan Pelabuhan Bitung 2009-2013, Jnuari 2013, dan Januari 2014
51
Gambar 4.2 Fasilitas Pelayanan Kapal Pelabuhan Bitung 52
Gambar 4.3 Fasilitas Terminal Konvensional Pelabuhan Bitung
53
Gambar 4.4 Kinerja Perdagangan Pelabuhan Bitung Tahun 2009-2013, Januari 2014
57
Gambar 4.5 Perkembangan Nilai dan Persentase Impor Pelabuhan Bitung
58
Gambar 4.6 Struktur Impor Pelabuhan Bitung Berdasarkan Kelompok Barang
59
Gambar 4.7 Perkembangan Realisasi Nilai Impor dan Ekspor Pelabuhan Bitung (dalam Juta USD)
59
Gambar 4.8 Perkembangan Inward Manifest Pelabuhan Bitung Tahun 2013
63
Gambar 4.9 Penjaluran PIB Pelabuhan Bitung dan
Perbandingan Jumlah PIB Kontainer
Pelabuhan Bitung
66
Gambar 4.10 Posisi Strategis Pelabuhan Bitung ke Beberapa Negara Asia Pasifik
73
Gambar 4.11 Potensi Pelabuhan Bitung Sebagai Pusat Distribusi
74
Gambar 4.12 Pemasok Utama Impor Produk Tertentu Indonesia
75
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka menciptakan perdagangan yang sehat dan iklim
usaha yang kondusif serta peningkatan tertib administrasi impor,
Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri
Perdagangan (Permendag) No. 83/M-DAG/PER/12/2012 tentang
Ketentuan Impor Produk Tertentu sebagaimana terakhir diubah melalui
Permendag No. 61/M-DAG/PER/9/2013 yang mengatur atas impor Produk
Tertentu (Produk Makanan dan Minuman, Obat Tradisional dan Suplemen
Makanan, Kosmetik, Pakaian Jadi, Alas Kaki, Mainan Anak-anak) oleh IT-
Produk Tertentu yang hanya dapat dilakukan melalui Pelabuhan laut
(Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Soekarno-Hatta,
Dumai, Jayapura, Tarakan, dan Krueng Geukuh) dan/atau Pelabuhan
udara (Kualanamu, Soekarno Hatta, Ahmad Yani, Juanda dan
Hasanuddin).
Pelabuhan Bitung ditetapkan sebagai Pelabuhan internasional
sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Peraturan
Presiden RI (Perpres) No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, PP
No. 88 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi,
Perpres RI No. 26 Tahun 2012 tentang Sistem Logistik Nasional, dan
Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 414 Tahun 2013 tentang
Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN). Namun demikian,
Pelabuhan Bitung belum dapat melayani perdagangan ekspor dan impor
untuk produk yang sangat diperlukan oleh konsumen di kawasan Sulawesi
Utara, Gorontalo, dan Maluku Utara karena terkendala dengan adanya
penetapan impor Produk Tertentu melalui Pelabuhan tertentu
sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 2
(Permendag) No. 83/M-DAG/PER/12/2012 tentang Ketentuan Impor
Produk Tertentu yang diubah terakhir melalui Permendag No. 61/M-
DAG/PER/9/2013. Pelabuhan Bitung tidak termasuk dalam kategori
Pelabuhan tertentu yang ditetapkan untuk pemasukan Produk Tertentu.
Terkait dengan hal tersebut, Gubernur Sulawesi Utara melalui surat
No. 513/3751/Sekr-Bappeda tanggal 30 September 2013 memohon
kepada Menteri Perdagangan agar dapat meninjau kembali Permendag
No. 83/M-DAG/PER/12/2012 dan memasukkan Pelabuhan Bitung
sebagai Pelabuhan tujuan produk impor tertentu oleh IT-Produk Tertentu.
Dengan adanya penetapan Pelabuhan Bitung sebagai salah satu
Pelabuhan tujuan impor produk tertentu oleh IT-Produk Tertentu
diharapkan dapat mengakselarasi dan mempercepat pembangunan
secara khusus perdagangan komoditas di Provinsi Sulawesi Utara dan
secara umum di Kawasan Timur Indonesia.
Untuk menindaklanjuti permohonan Gubernur Sulawesi Utara,
maka Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Kementerian
Perdagangan melakukan “Analisis Usulan Pelabuhan Bitung-Sulawesi
Utara sebagai Pelabuhan Tujuan Impor Produk Tertentu.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dijabarkan
beberapa rumusan masalah yang dijabarkan dalam bentuk pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah Pelabuhan Bitung-Sulawesi Utara memiliki kesesuaian dan
kelayakan sebagai Pelabuhan tujuan impor Produk Tertentu
berdasarkan kriteria aspek persyaratan penyelenggaraan Pelabuhan
Laut?
2. Produk-produk Tertentu apakah yang dapat diimpor melalui Pelabuhan
Bitung-Sulawesi Utara?
3. Bagaimana biaya dan manfaat penetapan Pelabuhan Bitung-Sulawesi
Utara sebagai Pelabuhan tujuan impor Produk Tertentu?
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 3
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari analisis ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis kesesuaian dan kelayakan Pelabuhan Bitung-Sulawesi
Utara sebagai Pelabuhan tujuan impor Produk Tertentu berdasarkan
kriteria aspek persyaratan penyelenggaraan Pelabuhan Laut
2. Mengidentifikasi Produk-produk Tertentu yang dapat diimpor melalui
Pelabuhan Bitung-Sulawesi Utara
3. Menganalisis biaya dan manfaat atas penetapan Pelabuhan Bitung
Sulawesi Utara sebagai Pelabuhan tujuan impor Produk Tertentu
4. Merumuskan rekomendasi dalam rangka penyusunan bahan kebijakan
penetapan Pelabuhan Bitung-Sulawesi Utara sebagai Pelabuhan
tujuan impor Produk Tertentu
1.4 Output Penelitian
Output dari analisis ini berupa laporan dan bahan rekomendasi
dalam rangka penyusunan kebijakan penetapan Pelabuhan Bitung-
Sulawesi Utara sebagai Pelabuhan tujuan impor Produk Tertentu.
1.5 Manfaat Penelitian
Analisis ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
bagi para pemangku kepentingan dalam merumuskan kebijakan
Ketentuan Impor Produk Tertentu.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Analisis ini memfokuskan pada beberapa aspek, yakni aspek
administrasi, persyaratan penyelenggaraan Pelabuhan laut sebagai
Pelabuhan ekspor-impor, ekonomi, dan hukum.
1.7 Sistematika Laporan
Laporan analisis ini terbagi menjadi beberapa bab, sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 4
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Output Penelitian
1.5 Manfaat Penelitian
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
1.7 Sistematika Laporan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang Pelabuhan
2.1.1 Definisi, Fungsi dan Peranan Pelabuhan
2.1.2 Klasifikasi Pelabuhan
2.1.3 Bangunan dan Fasilitas Pelabuhan
2.1.4 Indikator Kelayakan Pelabuhan
2.1.5 Pelabuhan dan Terminal Khusus yang Terbuka bagi
Perdagangan Luar Negeri
2.1.6 Dampak Globalisasi terhadap Transportasi dan Logistik
2.2 Tinjauan tentang Perdagangan Internasional
2.3.1 Teori Perdagangan Internasional
2.3.2 Teori Permintaan Impor
2.3.3 Kebijakan Impor Produk Tertentu di Indonesia
2.3 Penelitian Sebelumnya
BAB III METODE PENGKAJIAN
3.1 Metode Analisis
3.2 Data dan Teknik Pengumpulan Data
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Kesesuaian dan Kelayakan Pelabuhan Bitung-
Sulawesi Utara Sebagai Pelabuhan Tujuan Impor Produk
Tertentu Berdasarkan Kriteria Aspek Persyaratan
Penyelenggaraan Pelabuhan Laut
4.2 Identifikasi Produk-produk Tertentu yang Dapat Diimpor
Melalui Pelabuhan Bitung-Sulawesi Utara
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 5
4.3 Analisis Biaya dan Manfaat atas Penetapan Pelabuhan
Bitung-Sulawesi Utara Sebagai Pelabuhan Tujuan Impor
Produk Tertentu
4.4 Perkembangan Kinerja Impor Produk Tertentu Indonesia
4.5 Hasil Temuan Lapangan
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Rekomendasi Kebijakan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang Pelabuhan
2.1.1 Definisi, Fungsi, dan Peranan Pelabuhan
Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran, Pelabuhan diartikan sebagai tempat yang terdiri atas
daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai
tempat berkegiatan pemerintah dan kegiatan pengusahaan yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun
penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan
tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta
sebagai tempat perpindahan intra-dan antar-moda transportasi.
Pelabuhan sebagai prasarana transportasi yang mendukung
kelancaran sistem transportasi laut memiliki fungsi yang erat
kaitannya dengan faktor-faktor sosial dan ekonomi. Secara ekonomi,
pelabuhan berfungsi sebagai salah satu penggerak roda
perekonomian karena menjadi fasilitas yang memudahkan distribusi
hasil-hasil produksi sedangkan secara sosial, pelabuhan menjadi
fasilitas publik dimana di dalamnya berlangsung interaksi antar
pengguna (masyarakat) termasuk interaksi yang terjadi karena
aktivitas perekonomian. Secara lebih luas, pelabuhan merupakan titik
simpul pusat hubungan (central) dari suatu daerah pendukung
(hinterland) dan penghubung dengan daerah di luarnya.
Pelabuhan merupakan salah satu rantai perdagangan yang
sangat penting dari seluruh proses perdagangan, baik perdagangan
antarpulau maupun internasional. Pelabuhan menjadi sarana
bangkitnya perdagangan antar pulau bahkan perdagangan antar
negara. Selain sebagai prasarana transportasi, pelabuhan juga dapat
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 7
dimanfaatkan sebagai tempat pariwisata karena juga dapat
membawa keuntungan baik bagi negara maupun masyarakat sekitar
(Indriyanto, 2005). Pelabuhan dalam aktivitasnya mempunyai peran
penting dan strategis untuk pertumbuhan ekonomi, industri, dan
perdagangan serta merupakan segmen usaha yang dapat
memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional.
Sebagai titik temu antar transportasi darat dan laut, peranan
pelabuhan menjadi sangat vital dalam mendorong pertumbuhan
perekonomian, terutama daerah hinterlandnya menjadi tempat
perpindahan barang dan manusia dalam jumlah banyak serta
perkembangan industri. Pelabuhan bukan hanya digunakan sebagai
tempat merapat bagi sebuah kapal melainkan juga dapat berfungsi
untuk tempat penyimpanan stok barang, seperti contohnya sebagai
tempat penyimpanan cadangan minyak dan peti kemas (container),
karena biasanya selain sebagai prasarana transportasi manusia
pelabuhan juga kerap menjadi prasarana transportasi untuk barang-
barang. Dalam segi kepentingan suatu daerah pelabuhan memiliki
arti ekonomis yaitu karena pelabuhan mempunyai fungsi sebagai
tempat ekspor impor dan kegiatan ekonomi lainnya yang saling
berhubungan sebab akibat (Bintarto, 1968). Dengan adanya kegiatan
di pelabuhan, maka keuntungan secara ekonomi yang langsung
dapat dirasakan adalah terbukanya banyak lapangan kerja bagi
masyarakat sekitar, karena dalam segala bidang kegiatan di
pelabuhan tenaga kerja manusia akan sangat dibutuhkan seperti
contohnya tenaga kerja sebagai kuli (untuk mengangkat barang –
barang), pengatur lalu lintas pelabuhan (terutama pengatur lalu lintas
kendaraan yang akan masuk ke kapal), dan petugas kebersihan
pelabuhan. Pelabuhan pada suatu daerah pun akan lebih
menggairahkan perputaran roda perekonomian, berbagai jenis usaha
akan tumbuh mulai dari skala kecil sampai dengan usaha skala
internasional, harga-harga berbagai jenis produk akan lebih
terjangkau mulai dari produksi dalam negeri sampai dengan luar
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 8
negeri. Sementara itu, pelabuhan yang bertaraf internasional akan
mengundang investor dalam dan luar negeri untuk menanamkan
modal yang pada akhirnya akan menumbuhkan perekonomian rakyat
(PT Pelabuhan Indonesia I (Persero), 2012).
Berdasarkan pada fakta yang ada pada beberapa negara,
barang–barang ekspor impor sebagian besar dikirim melalui jalur laut
(menggunakan kapal) yang berarti membutuhkan pelabuhan atau
tempat untuk bertambat, meskipun rute perjalanan yang dituju dapat
dilalui oleh alat transportasi lain. Hal tersebut dapat terjadi mengingat
jumlah barang yang dapat diangkut oleh kapal lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah barang yang dapat diangkut oleh
armada lain seperti pesawat (seperti contohnya kapal P. Guillaumat
yang dapat mencapai 555.000 DWT (Triatmodjo, 2008).
Dengan semakin banyaknya kegiatan ekspor impor yang
melalui pelabuhan maka pajak yang akan diterima oleh Indonesia
juga akan semakin besar dan hal ini akan dapat menambah
pendapatan negara. Dengan penambahan pendapatan negara,
maka negara ini dapat memenuhi semua kebutuhan – kebutuhannya
tanpa harus meminjam dari negara lain. Selain itu dengan semakin
banyaknya pajak yang diterima oleh negara, pemerintah juga
diharapkan dapat mengalokasikan pendapatan negara tersebut
dengan baik, seperti contohnya menambah subsidi bahan pangan
kepada masyarakat yang kurang mampu, pembangunan daerah
yang tertinggal, dan subsidi pendidikan.
Pelabuhan sebagai salah satu infrastruktur juga berpengaruh
penting bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia,
antara lain peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas
tenaga kerja, serta peningkatan kemakmuran masyarakat sekitar.
Dengan adanya pelabuhan maka barang-barang dagang banyak
masuk ke sebuah negara, hal ini juga bertujuan untuk memenuhi
keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi barang tersebut.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 9
Secara umum pelabuhan memiliki beberapa peran, yakni
sebagai simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan
hierarkinya, pintu gerbang kegiatan perekonomian, tempat kegiatan
alih moda transportasi, penunjang kegiatan industri dan/atau
perdagangan, tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan
atau barang, dan mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan
negara. Sebagai pintu gerbang kegiatan perekonomian, pelabuhan
merupakan sarana perkembangan perekonomian daerah, nasional,
dan kegiatan perdagangan internasional karena suatu kapal dapat
memasuki suatu negara/ daerah melalui pelabuhan negara/daerah
bersangkutan. Selain itu, pelabuhan berfungsi sebagai tempat
kegiatan pemerintahan dan pengusahaan.
Bagi Indonesia pelabuhan memiliki arti penting karena
mendukung kelangsungan sistem transportasi laut yang merupakan
sistem transportasi paling besar di Indonesia. Peran pelabuhan
sangat penting bagi perkembangan sosial dan ekonomi suatu daerah
mengingat pelabuhan merupakan pusat segala kegiatan pelayanan
pelayaran yang meliputi pelayanan terhadap kapal dan muatannya
(penumpang, barang, dan hewan).
2.1.2 Klasifikasi Pelabuhan
Dalam menjalankan perannya, pelabuhan terdiri atas dua
jenis, yakni pelabuhan laut dan pelabuhan sungai dan danau.
Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
pelabuhan laut didefinisikan sebagai pelabuhan yang dapat
digunakan untuk melayani angkutan laut dan/atau angkutan
penyeberangan. Sementara itu, pelabuhan sungai dan danau adalah
pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan
danau yang terletak di sungai dan danau (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan).
Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
membagi pelabuhan laut ke dalam tiga hierarki pelabuhan, yaitu:
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 10
1. Pelabuhan utama. Pelabuhan utama adalah pelabuhan yang
fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri
dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan
internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan
penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyebrangan
dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. Pelabuhan utama
berfungsi sebagai:
a. Pelabuhan internasional adalah pelabuhan utama yang
terbuka untuk perdagangan luar negeri.
b. Pelabuhan hub internasional adalah pelabuhan utama yang
terbuka untuk perdagangan luar negeri dan berfungsi sebagai
pelabuhan alih muat (transshipment) barang antarnegara.
2. Pelabuhan pengumpul. Pelabuhan pengumpul didefinisikan
sebagai pelabuhan yang memiliki fungsi pokok melayani kegiatan
angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri
dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan
penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan
dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.
3. Pelabuhan pengumpan. Pelabuhan pengumpan adalah
pelabuhan yang fungsi pokok melayani kegiatan angkutan laut
dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah
terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan
pelabuhan pengumpul dan sebagai tempat asal tujuan
penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan
dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi.
Suyono (2005) mengklasifikasikan jenis-jenis pelabuhan
sebagai berikut:
1. Lingkup Pelayaran yang Dilayani
a. Pelabuhan Hub Internasional, merupakan pelabuhan utama
primer dan berperan sebagai pelabuhan internasional terbuka
untuk perdagangan luar negeri dan berfungsi sebagai alih
muat (transshipment) barang antarnegara.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 11
b. Pelabuhan Internasional, merupakan pelabuhan utama
sekunder dan berperan sebagai tempat alih muat penumpang
dan pusat distribusi peti kemas nasional dan pelayanan
angkutan peti kemas internasional.
c. Pelabuhan Nasional, merupakan pelabuhan utama tersier dan
berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang
umum nasional.
d. Pelabuhan Regional, merupakan pelabuhan pengumpan
primer dan berperan sebagai tempat alih muat penumpang
dan barang dari/ke pelabuhan utama dan pelabuhan
pengumpan.
e. Pelabuhan Lokal, merupakan pengumpan sekunder dan
berperan sebagai tempat pelayanan penumpang di daerah
terpencil, terisolasi, perbatasan, daerah perbatasan yang
hanya didukung oleh mode transportasi laut.
2. Penyelenggaraan
Ditinjau dari segi penyelengaraannya, pelabuhan digolongkan
menjadi dua) jenis pelabuhan, yaitu pelabuhan umum dan
pelabuhan khusus.
a. Pelabuhan umum diselenggarakan untuk kepentingan
pelayanan masyarakat umum oleh pemerintah atau Badan
Usaha Pelabuhan.
b. Pelabuhan khusus diselenggarakan untuk kepentingan sendiri
guna menunjang kepentingan tertentu. Umumnya, pelabuhan
khusus dibangun oleh sebuah perusahaan yang berfungsi
sebagai prasarana transportasi bagi distribusi hasil-hasil
produksi perusahaan tersebut.
3. Penggunaan pelabuhan
a. Pelabuhan perikanan
b. Pelabuhan minyak
c. Pelabuhan barang
d. Pelabuhan penumpang
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 12
e. Pelabuhan campuran
f. Pelabuhan militer
4. Kondisi Alam
a. Pelabuhan Terbuka. Pelabuhan terbuka adalah pelabuhan
dimana kapal-kapal dapat masuk dan merapat secara
langsung tanpa bantuan pintu-pintu air.
b. Pelabuhan Tertutup. Pelabuhan tertutup adalah pelabuhan
dimana kapal-kapal yang masuk harus melalui beberapa pintu
air.
Di samping itu, Suyono (2005) mengemukakan suatu pelabuhan
dapat dibedakan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Banyaknya muatan yang dikerjakan dalam satu tahun
2. Jumlah harga dari muatan yang dikerjakan dalam satu tahun
3. Banyaknya kapal yang keluar masuk dalam satu tahun
4. Jumlah tempat sandar kapal yang tersedia
5. Besarnya kapal yang dapat dikerjakan oleh pelabuhan
6. Banyaknya peti kemas yang ditangani oleh pelabuhan dalam satu
tahun
2.1.3 Bangunan dan Fasilitas Pelabuhan
Fasilitas pelabuhan terbagi menjadi fasilitas infrastruktur dan
fasilitas suprastruktur. Fasilitas infrastruktur merupakan fasilitas
dasar yang digunakan untuk melayani kapal-kapal, seperti alur
pelayaran dan sarana bantuan navigasi, kolam pelabuhan, break-
water, dermaga/tambatan dan lahan pelabuhan, dsb. Definisi fasilitas
suprastruktur adalah fasilitas dan peralatan tambahan yang
digunakan untuk kelancaran penanganan barang muatan kapal di
pelabuhan seperti gudang/lapangan penumpukan, peralatan bongkar
muat, jaringan jalan, dsb (Apakah Yang Dimaksud Dengan
Pelabuhan , 2011).
Menurut Suyono (2005), pada umumnya bangunan dan
fasilitas yang terdapat pada pelabuhan meliputi:
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 13
1. Pemecah gelombang, digunakan untuk melindungi daerah
perairan pelabuhan dari gangguan gelombang. Pemecah
gelombang ini tidak diperlukan bila pelabuhan tersebut telah
terlindungi secara alamiah.
2. Jembatan (jetty) adalah bangunan berbentuk jembatan yang
dibuat menjorok keluar ke arah laut dari pantai atau daratan yang
digunakan untuk menampung sementara barang yang akan
dimuat/ dibongkar dari/ke kapal yang sandar di jembatan itu.
3. Dolphin adalah kumpulan dari tonggak-tonggak yang digunakan
agar kapal dapat bersandar untuk melakukan kegiatan bongkar/
muat ke tongkang.
4. Pelampung pengikat adalah pelampung dimana kapal
ditambatkan untuk melakukan suatu kegiatan.
5. Tempat labuh adalah tempat perairan dimana kapal melego
jangkarnya untuk melakukan kegiatan dan berfungsi sebagai
tempat menunggu untuk masuk ke suatu pelabuhan.
6. Alur pelayaran, berfungsi mengarahkan kapal-kapal yang akan
keluar masuk pelabuhan.
7. Kolam pelabuhan, merupakan daerah perairan dimana kapal
berlabuh untuk melakukan bongkar muat dan gerakan memutar.
8. Dermaga, merupakan bangunan pelabuhan yang digunakan
untuk merapatnya kapal dan menambatkan pada waktu bongkar
muat.
9. Tongkang
10. Rambu Kapal
11. Alat penambat
12. Gudang
13. Gudang terminal
14. Fasilitas bahan bakar kapal
15. Fasilitas pandu kapal
Fasilitas pokok yang pada umumnya terdapat pada wilayah
daratan Pelabuhan laut, terdiri dari dermaga, gudang lini 1, lapangan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 14
penumpukan lini 1, terminal penumpang, terminal peti kemas,
terminal Ro-Ro, fasilitas penampungan dan pengolahan limbah,
fasilitas bunker, fasilitas pemadam kebakaran, fasilitas gudang untuk
bahan atau barang berbahaya dan beracun (B3), fasilitas
pemeliharaan dan perbaikan peralatan, serta Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran (SBNP). Fasilitas penunjang wilayah daratan pada
Pelabuhan laut, antara lain kawasan perkantoran, fasilitas pos dan
telekomunikasi, fasilitas pariwisata dan perhotelan, instalasi air
bersih, listrik dan telekomunikasi, jaringan jalan dan rel kereta api,
jaringan air limbah, drainase, dan sampah, areal pengembangan
pelabuhan, tempat tunggu kendaraan bermotor, kawasan
perdagangan, kawasan industri, dan fasilitas umum lainnya
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 Tahun 2009
tentang Kepelabuhanan).
Wilayah perairan untuk pelabuhan laut terdiri dari fasilitas
pokok dan fasilitas penunjang. Fasilitas pokok meliputi alur-
pelayaran, perairan tempat labuh, kolam pelabuhan untuk kebutuhan
sandar dan olah gerak kapal, perairan tempat alih muat kapal,
perairan untuk kapal yang mengangkut B3, perairan untuk kegiatan
karantina, perairan alur penghubung intrapelabuhan, perairan pandu,
dan perairan untuk kapal pemerintah. Untuk fasilitas penunjang
meliputi perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang,
perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal,
perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar), perairan tempat
kapal mati, perairan untuk keperluan darurat, dan perairan untuk
kegiatan kepariwisataan dan perhotelan (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan).
2.1.4 Indikator Kelayakan Pelabuhan
Agar dapat berfungsi dengan baik, maka pelabuhan utama
yang digunakan untuk melayani angkutan laut harus mengikuti
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 15
pedoman ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan sebagai berikut:
1. Kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar internasional
2. Kedekatan dengan jalur pelayaran internasional
3. Memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan utama lainnya
4. Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari
gelombang
5. Mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu
6. Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang
internasional
7. Volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu
Di sisi lain, jika pelabuhan utama tersebut digunakan untuk melayani
angkutan penyeberangan maka harus memiliki jaringan jalan
nasional, dan/atau jaringan jalur kereta api nasional.
Indikator kelayakan suatu pelabuhan dapat juga dilakukan
dengan penilaian mengenai kelayakan teknis, kelayakan ekonomi,
kelayakan lingkungan, pertumbuhan ekonomi dan perkembangan
sosial daerah setempat, keterpaduan intra- dan antarmoda, adanya
aksesibilitas terhadap hinterland, keamanan dan keselamatan
pelayaran, dan pertahanan dan keamanan. Beberapa indikator lain
yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan kelayakan suatu
pelabuhan, antara lain:
1. Aspek Kelautan
Wilayah pesisir, pantai, muara, dan lautan memiliki dinamika
perairan yang kompleks. Beberapa proses utama yang terjadi di
wilayah pesisir meliputi sirkulasi massa air, percampuran,
sedimentasi, erosi, dan upwelling (Dahuri, et. al., 2001). Perairan
laut lepas berhubungan langsung dengan pantai, dengan
demikian fenomena yang terjadi di laut lepas akan mempengaruhi
proses–proses yang terjadi di wilayah pantai (Gambar 2.1).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 16
Gambar 2.1 Skema Hubungan Laut, Pantai, dan Lingkungan Sekitarnya
Sumber: Henny Pratiwi Adi (2008).
2. Aspek Perikanan
Karakteristik dan potensi sumberdaya ikan di suatu perairan
berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya karena
dipengaruhi oleh kondisi hidrografi dan oceanografi. Ketersediaan
sumberdaya ikan di suatu perairan merupakan faktor penting bagi
pengembangan kegiatan perikanan tangkap di wilayah tersebut,
karena tanpa adanya ketersediaan sumberdaya ikan yang
mencukupi atau terbatas maka tidak mungkin dapat
mengembangkan kegiatan perikanan tangkap. Oleh karena itu,
pengembangan perikanan tangkap haruslah memperhatikan
ketersediaan atau potensi sumberdaya ikan yang ada, sehingga
pemanfaatannya tidak merusak lingkungan dan sumberdaya ikan
tetap lestari. Berdasarkan hal itu, pemanfaatan sumberdaya ikan
harus memperhatikan hasil tangkapan lestari (maximum
sustainable yield) yaitu jumlah tangkapan yang dapat dilakukan
untuk tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan yang ada.
Namun demikian, dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian
(precautionary approach) dalam pemanfaatan sumberdaya
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 17
perikanan, pemerintah telah menetapkan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) yang besarnya 80% dari potensi lestari.
3. Aspek Transportasi
Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, transportasi
memiliki posisi yang penting dan strategis dalam pembangunan
bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin
pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah.
Transportasi merupakan sarana untuk memperlancar roda
perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa,
dalam rangka memantapkan perwujudan wawasan nusantara dan
meningkatkan ketahanan nasional, serta mempererat hubungan
antar bangsa.
4. Aspek Lingkungan
Dengan adanya kegiatan atau aktivitas di lokasi dan sekitar lokasi
pelabuhan akan timbul tekanan atau pengaruh terhadap
lingkungan sekitar. Pengaruh yang timbul berasal dari aktivitas
darat maupun aktivitas laut. Aktivitas darat diantaranya berasal
dari kegiatan bongkar muat di darat, sampah-sampah, air limbah
yang berasal dari kegiatan di darat, dan sebagainya. Aktivitas laut
diantaranya berasal dari kegiatan bongkar muat di laut,
ceceran/tumpahan bahan bakar dan minyak pelumas (oli),
sampah-sampah maupun air limbah dari sisa kegiatan di laut, dan
sebagainya. Dari aspek teknis ini akan berdampak terhadap
lingkungan di lokasi pelabuhan dan lokasi sekitar pelabuhan (laut
maupun darat). Dampak yang timbul adalah terjadi pencemaran,
baik itu pencemaran air (air darat dan air laut), pencemaran
tanah, pencemaran udara, maupun pencemaran estetika.
Dampak pencemaran ini mengakibatkan terganggunya ekosistem
makhuk hidup di lokasi sekitar. Dalam jangka pendek, dari aspek
teknis pengaruh terhadap lingkungan akibat pembangunan
maupun keberadaan pelabuhan belum terlalu signifikan. Namun
untuk jangka menengah maupun jangka panjangseiring dengan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 18
peningkatan aktivitas pelabuhan, dampak nyata terhadap
lingkungan akan timbul.
2.1.5 Pelabuhan dan Terminal Khusus yang Terbuka bagi
Perdagangan Luar Negeri
Untuk menunjang kelancaran perdagangan luar negeri,
pelabuhan utama dan terminal khusus tertentu dapat ditetapkan
sebagai pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri
sebagaiamana termaktub dalam Pasal 111 ayat (1) dan (3) Undang-
Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 149 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 Tahun 2009.
Penetapan pelabuhan utama dan terminal khusus tertentu yang
terbuka bagi perdagangan luar negeri didasarkan atas pertimbangan
sebagai berikut (Pasal 111 ayat (2) Undang-Undang No. 17 Tahun
2008 tentang Pelayaran dan Pasal 149 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 61 Tahun 2009):
1. Pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional
2. Kepentingan perdagangan internasional
3. Kepentingan pengembangan kemampuan angkutan laut nasional
4. Posisi geografis yang terletak pada lintasan pelayaran
internasional
5. Tatanan Kepelabuhan Nasional yang diwujudkan dalam Rencana
Induk Pelabuhan Nasional
6. Fasilitas pelabuhan
7. Keamanan dan kedaulatan negara
8. Kepentingan nasional lainnya
Adapun persyaratan yang wajib dipenuhi oleh pelabuhan
utama dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar
negeri (Pasal 111 ayat (4) Undang-Undang No. 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran, Pasal 150 dan 151 Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 61 Tahun 2009, dan Pasal 59 Keputusan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 19
Menteri Perhubungan No. KM 54 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Laut), sebagai berikut:
1. Aspek administrasi, adalah rekomendasi dari gubernur, bupati/
walikota, Syahbandar setempat, dan instansi terkait lainnya
seperti dari instansi Bea dan Cukai, Imigrasi dan Karantina,
Kesehatan, serta Perindustrian dan Perdagangan.
2. Aspek ekonomi, adalah menunjang industri tertentu, dengan arus
barang khusus bervolume besar, arus barang umum minimal
10.000/tahun, dan arus barang ekspor minimal 50.000/tahun.
3. Aspek keselamatan dan keamanan pelayaran, adalah
dipenuhinya kedalaman perairan dan kolam pelabuhan, Sarana
Bantu Navigasi-Pelayaran, stasiun radio pantai, termasuk sarana
dan prasarana, serta sumber daya manusia. Kedalaman di muka
dermaga minimal -6 MLWS dan luas kolam cukup untuk olah
gerak minimal tiga buah kapal, dan kapal patroli.
4. Aspek teknis fasilitas kepelabuhanan, adalah fasilitas pokok,
fasilitas penunjang serta fasilitas pencegahan dan
penanggulangan pencemaran.
5. Fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang
fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, instansi bea cukai,
imigrasi, dan karantina,
6. Jenis komoditas khusus.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 20
Tabel 2.1 Persyaratan Penentapan Pelabuhan yang Terbuka bagi Perdagangan Luar Negeri
Sumber: Kementerian Perhubungan
Pada tahun 2008 pemerintah telah melakukan pengurangan
jumlah pelabuhan terbuka bagi perdagangan luar negeri dari total
141 pelabuhan menjadi 25 pelabuhan dengan tujuan agar
pengelolaan pelabuhan lebih efisien, selain untuk mencegah
penyalahgunaan pelabuhan untuk kegiatan perdagangan ilegal
seperti penyelundupan. Pengurangan tersebut telah
mempertimbangkan berbagai aspek, yang meliputi keamanan,
efisiensi, kepentingan daerah, aktivitas ekspor-impor nonmigas, dan
infrastruktur pendukung, dan pengontrolan secara efektif (Investor
Daily, 2008). Dari 25 pelabuhan itu dua diantaranya berada di
Sulawesi, masing-masing lima pelabuhan di Sumatera dan Jawa,
empat pelabuhan di Kalimantan, dan masing-masing satu pelabuhan
di Nusa Tenggara Timur, Bali, Maluku, Papua, dan Batam (Tabel
2.2).
Kriteria Persyaratan
1. Aspek Administrasi
a. Rekomendasi dari Gubernur, Bupati/Walikota
b. Rekomendasi dari pejabat pemegang fungsi keselamatan pelayaran di Pelabuhan
c. Rekomendasi dari instansi terkait lainnya
2. Aspek Ekonomi
a. Menunjang Industri Tertentu
b. Arus Barang Umum Minimal 10.000 ton/tahun
c. Arus barang ekspor minimal 50.000 ton/tahun
3. Aspek Keselamatan dan Keamanan Pelayaran
a. Kedalaman perairan minimal -6 meter LWS
b. Luas kolam cukup untuk olah gerak minimal 3 unit kapal (lebih dari 1.200 m2)
c. Sarana bantu navigasi
d. Stasiun radio operasi pantai
d. Prasarana, sarana dan sumber daya manusia pandu
e. Kapal patroli
4. Aspek Teknis Fasilitas Kepelabuhanan
a. Dermaga beton permanen minimal
b. Gudang tertutup
c. Peralatan bongkar muat
d. PMK (pemadam kebakaran) 1 unit kapasitas
e. Fasilitas bunker (BBM)
f. Fasilitas pencegahan pencemaran
5. Aspek Fasilitas Kantor Dan Peralatan Penunjang Bagi Instansi Pemegang Fungsi
Keselamatan Dan Keamanan Pelayaran, Instansi Bea Cukai, Imigrasi, Dan
Karantina
6.Jenis Komoditas Khusus
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21
Tabel 2.2 Daftar 25 Pelabuhan Strategis Indonesia
Sumber: Kementerian Perhubungan (2014).
2.1.6 Dampak Globalisasi terhadap Transportasi dan Logistik
Christopher (1998) mengemukakan dampak globalisasi bisnis
terhadap logistik, yakni semakin panjang jarak transportasi kepada
konsumen, maka semakin besar biaya transportasi yang dikeluarkan.
Hal ini mengakibatkan semakin berkurangnya biaya produksi
(Gambar 2.2). Di sisi lain, kondisi tersebut menimbulkan trade-off di
antara menabung biaya produksi dan pengeluaran biaya transportasi.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 22
Gambar 2.2 Dampak Globalisasi Bisnis terhadap Transportasi dan Logistik
Sumber: Christopher (1998).
Sebagai konsekuensi, pengembangan bisnis secara
internasional, transportasi internasional dan jaringan distribusi
internasional akan menghadapi beberapa tantangan, di antaranya
banyaknya waktu yang dibutuhkan, lebih banyak ketidaktepatan,
lebih banyak pilihan, dan kurang aman. Untuk menghadapi beberapa
tantangan tersebut, maka perlu dilakukan mitigasi dengan
menerapkan beberapa solusi logistik global dengan struktur dan
kontrol: pengambilan keputusan secara sentral dan desentralisasi,
manajemen pelayanan berbasis selera lokal dan panduan global, dan
outsourcing serta kemitraan.
Pengembangan logistik internasional dengan strategi
penempatan terminal pelabuhan dapat memegang peranan penting
dan menjadi salah satu solusi dalam menghadapi tantangan
pengembangan bisnis, transportasi, logistik dan jaringan distribusi
internasional. Hal ini dikarenakan Pelabuhan mendukung
perekonomian dan bertujuan untuk membantu meningkatkan posisi
dan daya saing Pelabuhan. Untuk mengevaluasi daya saing
pelabuhan, maka terdapat empat hal yang perlu diperhatikan dan
dievaluasi sebagai berikut:
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 23
1. Pilihan transportasi (kemampuan teknis pelabuhan, ketersediaan
koneksi di darat (inland), keseluruhan biaya sistem transportasi)
2. Kinerja operasional (dermaga hunian, waktu tunggu kapal, dan
rasio utilisasi berth terhadap keseimbangan penawaran/
permintaan)
3. Perbandingan tarif (perkembangan tingkat tarif secara historis,
perbandingan tarif dengan beberapa Pelabuhan di negara yang
sama, dan perbandingan tarif secara teoritis berdasarkan model
biaya Pelabuhan)
4. Kinerja keuangan (keuntungan keuangan, tingkat pengembalian
modal (Return on Equity, ROE), dan tingkat pengembalian aset
(Return on Assets, ROA))
Di samping itu, beberapa faktor yang memegang peranan penting
dalam kesuksesan suatu Pelabuhan sebagai suatu noda
transportasi sebagai berikut:
1. Akses Kapal (kedalaman yang cukup, kanal terdekat, dan akses
dermaga)
2. Kapasitas terminal (efisiensi operasional dalam menangani
kontainer, tingkat penanganan kargo)
3. Ketersediaan pelayanan feeder yang sering
4. Koneksi Pelabuhan di darat: truk, kereta api, dan kapal tongkang
2.2 Tinjauan tentang Perdagangan Internasional
2.2.1 Teori Perdagangan Internasional
Krugman dan Obstfeld (2003) menjelaskan bahwa terdapat
dua alasan utama setiap negara melakukan perdagangan
internasional. Alasan pertama, negara-negara melakukan
perdagangan internasional adalah karena mereka berbeda satu
sama lain. Bangsa-bangsa di dunia ini, sebagaimana halnya individu-
individu, selalu berpeluang memperoleh keuntungan dari perbedaan-
perbedaan di antara mereka melalui suatu pengaturan sedemikian
rupa sehingga setiap pihak dapat melakukan sesuatu secara relatif
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 24
lebih baik. Kedua, negara-negara berdagang satu-sama lain dengan
tujuan untuk mencapai apa yang lazim disebut sebagai skala
ekonomis (economics of scale) dalam produksi. Seandainya setiap
negara dapat membatasi kegiatan produksinya untuk menghasilkan
sejumlah barang tertentu saja, maka mereka berpeluang
memusatkan perhatian dan segala macam sumber dayanya,
sehingga mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut dalam
skala yang lebih besar dan lebih efisien dibandingkan dengan jika
negara tersebut mencoba untuk memproduksi berbagai jenis barang
secara sekaligus. Dalam dunia nyata, pola-pola perdagangan
internasional mencerminkan adanya interaksi yang terus-menerus
dari kedua motif dasar di atas.
Perdagangan internasional, dijelaskan juga oleh Krugman dan
Obstfeld (2003), dapat meningkatkan output dunia karena
memungkinkan setiap negara memproduksi sesuatu yang mereka
kuasai keunggulan komparatifnya. Suatu negara memiliki keunggulan
komparatif (comparative advantage) dalam memproduksi suatu
barang kalau biaya pengorbanannya dalam memproduksi barang
tersebut (dalam satuan barang lain) lebih rendah daripada negara-
negara lainnya. Ada keterkaitan yang terpisahkan antara konsep
keunggulan komparatif dengan perdagangan internasional, yaitu
perdagangan antara dua negara akan menguntungkan kedua belah
pihak jika masing-masing negara memproduksi dan mengekspor
produk yang keunggulan komparatifnya ia kuasai.
Salvatore (1997) berpendapat bahwa terdapat beberapa hal
yang mendorong terjadinya perdagangan internasional diantaranya
dikarenakan perbedaan permintaan dan penawaran antar negara.
Perbedaan ini terjadi karena: (a) tidak semua negara memiliki dan
mampu menghasilkan komoditi yang diperdagangkan, karena faktor-
faktor alam negara tersebut tidak mendukung, seperti letak geografis
dan kandungan buminya dan (b) perbedaan pada kemampuan suatu
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 25
negara dalam menyerap komoditi tertentu pada tingkat yang lebih
efisien.
Perdagangan internasional antar dua negara yang terjadi
akibat dari perbedaan permintaan dan penawaran dapat dilihat pada
Gambar 1 yang mengambarkan perdagangan antara Negara P dan
Negara Q. DP dan SP adalah kurva permintaan dan penawaran untuk
Negara P. Sedangkan DQ dan SQ adalah kurva permintaan dan
penawaran untuk Negara Q.
Pada kondisi dimana kedua negara tidak dalam perdagangan,
produksi dan konsumsi Negara P untuk suatu komoditi (misalnya
tekstil) berada pada keseimbangan di titik A, berdasarkan harga
relatif sebesar P1. Pada Negara Q produksi dan konsumsinya terjadi
pada titik keseimbangan A’ dengan tingkat harga P3. Kondisi ini
dengan asumsi bahwa harga domestik di Negara P lebih rendah
dibandingkan dengan harga di Negara Q ( P1<P3).
Gambar 2.3. Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional
Sumber : Salvatore (1997)
Apabila kondisi harga di atas P1, maka Negara P akan
memasok atau memproduksi komoditi tekstil lebih banyak daripada
tingkat permintaan (konsumsi) domestik sehingga akan
menyebabkan kelebihan penawaran (excess supply) di negara P.
Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor ke Negara Q. Di
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 26
lain pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka Negara Q
akan mengalami peningkatan permintaan (karena konsumen akan
meminta lebih banyak pada tingkat harga yang relatif murah),
sehingga tingkat permintaannya lebih tinggi daripada produksi
domestiknya. Hal ini akan mendorong Negara Q untuk mengimpor
kekurangan kebutuhannya atas komoditi tekstil tersebut dari Negara
yang mengalami kelebihan produksi komoditi tekstil yaitu Negara P.
Berdasarkan harga relatif P1, kuantitas komoditi tekstil yang
ditawarkan akan sama dengan kuantitas yang diminta. Pada saat
berlangsungnya perdagangan internasional antara Negara P dan Q
tingkat harga berada di titik P2 dan mengambil asumsi bahwa tidak
ada biaya transportasi dalam proses perdagangan tersebut, maka
Negara P akan mengekspor hasil kelebihan produksinya yang
ditunjukkan oleh garis BE. Sementara itu karena tingkat harga yang
berlaku di pasar internasional lebih rendah dibandingkan dengan
tingkat harga domestik Negara Q, maka Negara Q akan mengimpor
kekurangan produksinya sebesar garis B’E’. Hubungan penawaran
dan permintaan kedua negara tersebut pada tingkat harga P2 akan
menyebabkan terjadinya keseimbangan internasional di titik E*
(Panel B). Kurva S dan D pada panel B menunjukkan tinkat
penawaran dan permintaan yang terjadi dalam perdagangan
internasional. Pada tingkat keseimbangan, kuantitas ekspor yang
ditawarkan oleh Negara P sama dengan yang diminta oleh Negara Q
(BE = B’E’).
Masngudi (2006) menjelaskan bahwa pengertian perdagangan
dalam ilmu ekonomi adalah suatu proses tukar menukar yang
didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Aspek
sukarela ini penting karena memiliki implikasi fundamental, hal ini
dilakukan apabila setiap pihak memperoleh manfaat dan tidak ada
pihak yang merasa dirugikan. Motif pertukaran adalah adanya
manfaat dari perdagangan (gains from trade) yang ditunjukkan oleh
garis D-E pada Gambar 2.4.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 27
Gambar 2.4 Gains from Trade
Sumber: Diktat Kuliah Prof. Masngudi (2006)
Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional
adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil
produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya
adalah kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan teknologi dan
lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap
negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi
sendiri.
2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan
perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan
yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat
memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang
diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila
negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Terkadang, para
pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya)
dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan
produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka.
Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 28
menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual
kelebihan produk tersebut keluar negeri.
4. Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri
memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi
yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern
Teori perdagangan internasional telah mengalami
perkembangan. Masngudi (2006) menjelaskan bahwa pada abad ke-
16 dan 17 telah berkembang suatu sistem kebijakan ekonomi yang
dilakukan oleh para negarawan di Eropa, yang oleh Adam Smith
disebut dengan sistem merkantilisme (merchantilism). Aliran
Merkantilis mempunyai tujuan utama untuk mendirikan negara
nasional yang kuat dan memupuk kemakmuran nasional.
Perdagangan internasional diharapkan harus selalu terjadi surplus
neraca perdagangan, sehingga terjadi pengumpulan logam mulia
yang diidentikkan dengan kemakmuran. Pemerintah membuat
peraturan di bidang perdagangan bagi kepentingan nasionalnya,
yakni untuk mendorong ekspor dan mengurangi serta membatasi
impor (khususnya impor barang-barang mewah). Di samping itu,
pemerintah akan mendorong output dan kesempatan kerja nasional.
Dalam hubungan ini, Adam Smith telah melemparkan kritik-
kritiknya, baik yang menyangkut pengertian kekayaan, masalah
surplus neraca perdagangan, maupun masalah campur tangan
pemerintah yang demikian besar di bidang perdagangan. Teori pra-
klasik atau merkantilisme dianggap tidak relevan, selanjutnya
muncullah teori keunggulan absolut (absolute advantage theory) dari
Adam Smith. Adam Smith berpendapat bahwa kemakmuran suatu
negara bukan ditentukan oleh banyaknya logam mulia yang
dimilikinya, tetapi ditentukan oleh sumber daya ekonomi dan produksi
hasil tenaga kerja. Keuntungan perdagangan internasional
tergantung pada produktivitas tenaga kerja yang dimiliki oleh masing-
masing negara dalam mengelola sumber daya alam yang dimilikinya.
Semakin tinggi produktivitas dan efisiensi, maka negara akan dapat
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 29
lebih menekan ongkos-ongkos produksinya. Negara akan
mengekspor barang tertentu karena negara tersebut bisa
menghasilkan barang dengan biaya yang secara mutlak lebih murah
daripada negara lain. Menurut Adam Smith, peranan pemerintah
harus dikurangi guna menciptakan perdagangan bebas. Dengan
adanya perdagangan bebas, maka akan menimbulkan persaingan
yang semakin ketat. Hal ini akan mendorong masing-masing negara
untuk melakukan spesialisasi dan pembagian kerja internasional
berdasarkan keunggulan absolutnya. Melalui perdagangan
internasional akan diperoleh barang yang lebih banyak, lebih
bervariasi, meningkatkan konsumsi dan demikian pula peningkatan
kemakmuran (Masngudi, 2006).
David Ricardo menilai bahwa teori keunggulan absolut yang
dikemukakan oleh Adam Smith memiliki kelemahan. David Ricardo
berusaha menyempurnakan kelemahan dalam teori keunggulan
absolut dengan teori keunggulan komparatif (comparative advantage
theory). Menurut teori keunggulan komparatif, nilai penukaran suatu
barang didasarkan pada biaya komparatif dan nilai
kegunaan/manfaat. Dengan teori keunggulan komparatif, masing-
masing negara akan mengambil sesuatu yang relatif efisien.
Perdagangan antarnegara akan terjadi jika masing-masing negara
memperoleh manfaat dengan spesialisasi yang lebih efisien. Dengan
adanya spesialisasi, maka akan terjadilah pembagian kerja
internasional yang makin efisien, realokasi faktor-faktor produksi, dan
mobilitas faktor-faktor produksi di dalam negeri yang pada akhirnya
mendorong terjadinya persaingan di pasar faktor produksi. Walaupun
suatu negara memiliki keunggulan absolut, perdagangan akan tetap
menguntungkan bagi kedua negara.
John Stuart Mill berusaha menyempurnakan teori keunggulan
komparatif dengan menyatakan bahwa suatu negara akan
menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang
memiliki keunggulan komparatif terbesar dan mengimpor barang
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 30
yang memiliki ketidakunggulan komparatif (suatu barang yang dapat
dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau
dihasilkan sendiri memakan biaya yang lebih besar). Dengan kata
lain, dasar tukar perdagangan internasional yang sebenarnya
ditentukan oleh permintaan timbal balik. Hal ini akan stabil bilamana
nilai ekspor suatu negara cukup untuk membayar nilai impornya.
Berdasarkan teori ini, nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya
tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut
sedangkan dasar nilai pertukaran ditentukan dengan batas-batas
nilai tukar masing-masing barang di dalam negeri (Masngudi, 2006).
Teori Heckscher-Ohlin (H-O), yang merupakan teori
perdagangan internasional modern, mencoba menjawab kelemahan
teori klasik keunggulan komparatif dalam menjelaskan mengenai
penyebab perbedaan produktivitas. Menurut Heckscher-Ohlin,
penyebab perbedaan produktivitas dikarenakan adanya jumlah atau
proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh
masing-masing negara, sehingga selanjutnya menyebabkan
terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu,
teori modern H-O dikenal dengan The Proportional Factor Theory.
Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau
murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi
untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing
negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut
memiliki faktor produksi yang realtif langka atau mahal dalam
memproduksinya (Darwanto). Di samping itu, penyebab perbedaan
produktivitas lainnya adalah faktor intensitas (factor intensity), yaitu
teknologi yang digunakan di dalam proses produksi (labor intensity
atau capital intensity). Teori H-O menggunakan dua kurva, yaitu
kurva isocost (kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang
sama) dan kurva isoquant (kurva yang menggambarkan total
kuantitas produk yang sama). Kelemahan dari teori H-O yaitu jika
jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 31
negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula
sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.
Studi empiris Wassily Leontief pada tahun 1953
mengemukakan fakta struktur perdagangan luar negeri Amerika
Serikat pada tahun 1947 bertentangan dengan teori H-O. Pada tahun
tersebut Amerika Serikat cenderung mengekspor produk padat
tenaga kerja dan mengimpor produk padat modal padahal secara
umum Amerika Serikat diasumsikan sebagai negara yang relatif
memiliki banyak modal dan tenaga kerja yang lebih sedikit
dibandingkan dengan negara lain. Pertentangan kesimpulan ini
kemudian dikenal dengan sebutan Paradoks Leontief. Berdasarkan
penelitian lebih lanjut yang dilakukan ahli ekonomi perdagangan
ternyata paradox liontief tersebut dapat terjadi karena empat sebab
utama, yaitu intensitas faktor produksi yang berkebalikan, tarif dan
hambatan non tarif, perbedaan dalam skill dan human capital, dan
perbedaan faktor sumber daya alam. Adapun kelebihan dalam teori
ini adalah jika suatu negara memiliki banyak tenaga kerja terdidik,
maka ekspornya akan lebih banyak. Sebaliknya, jika suatu negara
kurang memiliki tenaga kerja terdidik, maka ekspornya akan lebih
sedikit.
Opportunity cost digambarkan sebagai production possibility
curve (PPC) yang menunjukkan kemungkinan kombinasi output yang
dihasilkan suatu Negara dengan sejumlah faktor produksi secara full-
employment. Dalam hal ini bentuk PPC akan tergantung pada
asumsi tentang opportunity cost yang digunakan, yaitu PPC Constant
cost dan PPC increasing cost.
Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/RD) diperkenalkan
pertama kali oleh dua ekonom Inggris, yaitu Marshall dan Edgeworth
yang menggambarkan sebagai kurva yang menunjukkan kesediaan
suatu Negara untuk menawarkan/menukarkan suatu barang dengan
barang lainnya pada berbagai kemungkinan harga. Kelebihan dari
offer curve yaitu masing-masing negara akan memperoleh manfaat
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 32
dari perdagangan internasional yaitu mencapai tingkat kepuasan
yang lebih tinggi. Permintaan dan penawaran pada faktor produksi
akan menentukan harga faktor produksi tersebut dan dengan
pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada
akhirnya semua itu akan bermuara kepada penentuan keunggulan
komparatif dan pola perdagangan suatu negara. Kualitas sumber
daya manusia dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa
diperlukan untuk dapat bersaing di pasar internasional. Teori
perdagangan yang baik untuk diterapkan adalah teori modern yaitu
teori offer curve.
Dari teori-teori perdagangan tersebut, dapat diambil
kesimpulan bahwa perdagangan internasional menawarkan suatu
keuntungan bagi negara-negara yang terlibat. Keuntungan-
keuntungan dari perdagangan internasional adalah: tercipta
persaingan di pasar internasional yang mendorong efisiensi dunia,
spesialisasi dalam menghasilkan barang dan jasa secara murah, baik
dari segi bahan maupun cara berproduksi, kenaikan pendapatan,
cadangan devisa, transfer modal, dan bertambahnya kesempatan
kerja. Terdapat beberapa faktor yang menjadi pendorong semua
negara di dunia untuk melakukan perdagangan luar negeri dan yang
terpenting diantaranya adalah (Sukirno, 2004): (1) Memperoleh
barang yang tidak dapat dihasilkan di dalam negeri; (2) Mengimpor
teknologi yang lebih modern dari negara lain; (3) Memperluas pasar
produk-produk dalam negeri; dan (4) Memperoleh keuntungan dari
spesialisasi. Keuntungan-keuntungan perdagangan tersebut
mendorong seluruh negara di dunia untuk mengaplikasikan
perdagangan internasional yang menekan biaya ekonomi serendah
mungkin. Hal inilah yang kemudian menjadi latar belakang
tumbuhnya semangat liberalisasi bagi negara-negara seluruh dunia
yang tergabung dalam WTO.
Komposisi, arah dan bentuk perdagangan internasional atau
kegiatan perdagangan internasional suatu negara tidak terlepas dari
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 33
segala tindakan pemerintahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kebijakan perdagangan internasional memiliki implikasi
yang sangat luas, tidak hanya dalam volume dan komposisi impor
dan ekspor, tetapi juga pola investasi dan arah pengembangan,
tetapi juga kondisi persaingan, kondisi biaya, sikap pebisnis dan
wirausahawan, pola konsumsi, dsb. Oleh karena itu, kebijakan
perdagangan internasional sangat penting dalam keputusan
kebijakan ekonomi suatu negara dan kebijakan ini hanya salah satu
bagian kebijakan makroekonomi yang harus dikombinasikan dan
bersifat mendorong pembangunan perekonomian suatu negara.
Kebijakan perdagangan internasional dapat ditujukan untuk
melindungi industri dalam negeri yang sedang tumbuh (infant
industry) dan persaingan-persaingan barang-barang impor. Adapun
tujuan kebijakan perdagangan internasional yang bersifat proteksi
adalah memaksimalkan produksi dalam negeri, memperluas
lapangan kerja, memelihara tradisi nasional, menghindari resiko yang
mungkin timbul jika hanya menggantungkan diri pada satu komoditi
dikhawatirkan akan terganggu jika bergantung pada negara lain.
Proteksi dapat dilakukan dengan penerapan berbagai instrumen
kebijakan perdagangan internasional berupa hambatan perdagangan
tarif maupun non tarif.
Kebijakan perdagangan internasional tidak hanya bersifat
untuk melindungi, tetapi juga mendukung kebijakan perdagangan
bebas yang memungkinkan bila setiap negara berspesialisasi dalam
memproduksi barang di mana suatu negara memiliki komparatif.
Pendukung kebijakan perdagangan bebas menekankan bahwa
kebijakan perdagangan bebas akan mengarah pada efisiensi dan
akan meningkatkan kesejahteraan nasional. Setelah Perang Dunia II
peranan perdagangan internasional mengarah pada kebijakan
perdagangan bebas. Hal ini ditandai dengan terbentuknya the
General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang
melatarbelakangi lahirnya perundingan pengurangan tarif secara
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 34
multilateral melalui Most Favoured Nation (MFN) kepada seluruh
anggota GATT. Tidak hanya dalam kerangka pengurangan tarif,
pada Putaran Uruguay (1986-1993), tetapi juga mencakup subsidi,
countervailing measures, anti-dumping, technical barriers to trade,
government procurement, dll (Gandolfo, 1998).
Kini peranan GATT digantikan oleh World Trade Organization
(WTO) yang terakhir telah menggelar Putaran Doha. Dewasa ini,
WTO merupakan kerjasama perdagangan bebas dalam tataran
multilateral, bersifat non-diskriminasi, dan resiprokal. Tak hanya
melalui pengurangan tarif bea masuk secara multilateral, upaya
liberalisasi perdagangan dijalin melalui kebijakan kerjasama
perdagangan secara regional dan bilateral. WTO tidak hanya
mencakup perdagangan barang semata, melainkan meliputi juga
perdagangan jasa yang terkait dengan aspek kekayaan intelektual.
Beberapa dasawarsa terakhir terjadi perluasan baik dalam
pengenaan hambatan perdagangan non tarif dan kebijakan
diskriminasi komersial (preferential trading agreement, PTA).
2.2.2 Teori Permintaan Impor
Impor adalah kegiatan mendatangkan barang maupun jasa
dari luar negeri ke dalam wilayah pabean suatu negara. Akan tetapi,
dalam pencatatan statistik impor tidak mencakup: (1) pakaian dan
barang-barang perhiasan milik penumpang, (2) barang-barang
penumpang untuk dipakai sendiri kecuali lemari es, pesawat TV dsb,
(3) barang-barang yang diimpor untuk keperluan perwakilan
(kedutaan) suatu negara, (4) uang dan surat-surat berharga, (5)
barang-barang pameran, contoh atau sampel dan (6) barang-barang
yang dikirim keluar negeri untuk diperbaiki (BPS, 2010).
Pada dasarnya, impor suatu produk terjadi karena tiga alasan.
Pertama, produksi dalam negeri terbatas sedangkan permintaan
domestik tinggi. Impor hanya sebagai pelengkap. Keterbatasan
produksi dalam negeri tersebut dikarenakan dua hal, yakni (a)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 35
kapasitas produksi terbatas (titik optimum dalam skala ekonomi telah
tercapai) atau (b) pemakaian kapasitas terpasang masih di bawah
kapasitas maksimal. Kedua, impor lebih murah dibandingkan dengan
harga dari produk sendiri yang dikarenakan ekonomi biaya tinggi
atau tingkat efisiensi yang rendah. Ketiga, impor lebih
menguntungkan karena produksi dalam negeri ditujukan untuk
ekspor dan harga ekspornya lebih tinggi sehingga dapat
mengkompensasi biaya yang dikeluarkan untuk impor.
Pada prinsipnya, impor dapat dipandang sebagai suatu fungsi
permintaan. Oleh karena itu, suatu negara juga melakukan impor
baik terhadap barang-barang maupun jasa-jasa yang dihasilkan oleh
negara lain, pada dasarnya juga telah melakukan suatu permintaan
terhadap barang dan jasa tersebut. Seperti diketahui, di dalam suatu
teori permintaan terdapat variabel-variabel yang mempengaruhi
impor sebagai fungsi permintaan akan dijelaskan secara singkat
berikut ini:
1. Harga
Teori ekonomi mengatakan bahwa sesuai hukum permintaan,
kurva permintaan mempunyai kemiringan negatif dimana jumlah
permintaan sangat tergantung pada harga barang. Ketika harga
suatu komoditas mengalami kenaikan, ceteris paribus, pembeli
cenderung berkurang melakukan pembelian suatu komoditas.
Sebaliknya, ketika harga jauh lebih rendah, kuantitas permintaan
meningkat (Samuelson,1983). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah
permintaan sangat tergantung pada harga barang tersebut.
Dengan kata lain harga barang akan menentukan jumlah
permintaan terhadap suatu barang.
2. Tingkat Pendapatan
Samuelson (1983) mengatakan bahwa permintaan akan suatu
barang juga dipengaruhi oleh rata-rata pendapatan nasional,
jumlah populasi, harga dan ketersediaan barang-barang terkait
lainnya. Ketika tingkat pendapatan mengalami peningkatan,
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 36
masyarakat cenderung banyak membeli barang-barang
(Samuelson, 1983). Hal ini dikemukakan juga oleh Lindert dan
Kindleberger yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
permintaan dengan tingkat pendapatan nasional suatu bangsa,
khususnya permintaan akan barang dan jasa dari luar negeri atau
impor.
3. Nilai Tukar Mata Uang Asing
Dalam perdagangan internasional yang melibatkan dua negara
yang berbeda mengharuskan penggunaan alat pembayaran suatu
mata uang yang dapat diterima di kedua negara baik negara yang
mengekspor maupun negara yang mengimpor barang dan jasa
tersebut. Dalam hal ini perubahan nilai tukar mata uang
mempengaruhi secara relatif suatu barang.
4. Selera
Selera atau pola preferensi konsumen pada umumnya berubah
dari waktu ke waktu. Naiknya intensitas keinginan seseorang
terhadap suatu barang tertentu pada umumnya berakibat naiknya
jumlah permintaan terhadap barang tersebut. Begitu pula
sebaliknya, turunnya selera konsumen terhadap suatu barang
akan berakibat turunnya jumlah permintaan.
5. Harga barang-barang lain yang sejenis dan barang pelengkap
(subtusi dan komplementer)
Barang-barang konsumen pada umumnya mempunyai kaitan
penggunaan antara satu dengan yang lain. Kaitan penggunaan
antar kedua barang konsumsi pada dasarnya dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu saling mengganti (substitute relation)
dan saling melengkapi (complementarity relation). Dua barang
dikatakan mempunyai hubungan yang saling mengganti adalah
apabila naiknya harga salah satu barang mengakibatkan naiknya
permintaan terhadap barang yang lain. Untuk hubungan yang
saling melengkapi adalah apabila naiknya harga salah satu
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 37
barang mengakibatkan turunnya permintaan terhadap barang
yang lain.
Impor sebagai salah satu komponen dari perdagangan
internasional mempunyai dua persoalan. Pertama, jika nilai impor
lebih besar dari ekspor, maka akan mengakibatkan defisit neraca
perdagangan cadangan devisa akan berkurang. Kedua jika sebagian
besar dari barang impor adalah barang konsumsi, bukan barang
modal maupun bahan baku/penolong yang akan digunakan untuk
proses produksi dalam negeri, maka kenaikan impor tidak banyak
mendorong bagi pertumbuhan ekspor.
Kebijakan impor merupakan salah satu instrumen strategis
untuk menjaga kepentingan ekonomi dan sosial yang lebih luas.
Penerbitan kebijakan impor digunakan sebagai instrumen
menertibkan arus barang masuk dan melindungi kepentingan
nasional dari pengaruh masuknya barang-barang negara lain dengan
tujuan untuk menjaga dan mengamankan aspek K3LM (Kesehatan,
Keselamatan, Keamanan Lingkungan Hidup dan Moral Bangsa),
melindungai dan meningkatkan pendapatan petani, mendorong
penggunaan barang dalam negeri, dan meningkatkan ekspor
nonmigas (Widayanto, 2011).
Pada umumnya, kebijakan impor dapat dikelompokkan
menjadi dua, yakni kebijakan tarif dan kebijakan hambatan non-tarif.
Tarif merupakan pengenaan pajak atau custom duties terhadap
barang-barang yang melewati batas suatu negara. Dilihat dari aspek
asal komoditi (barang/produk), ada dua macam tarif, yaitu
(Salvatore,1997) :
1. Tarif impor, adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi
yang diimpor dari negara lain.
2. Tarif ekspor, adalah pajak untuk suatu komoditi yang diekspor.
Sementara bila ditinjau dari mekanisme perhitungannya, ada tiga
jenis tarif, yaitu:
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 38
1. Tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka
persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor.
2. Tarif spesifik dikenakan sebagai beban tetap per unit barang yang
diimpor.
3. Tarif campuran adalah gabungan antara tarif ad valorem dengan
tarif spesifik.
Tarif merupakan bentuk kebijakan perdagangan yang paling
tua dan secara tradisional telah digunakan sebagai sumber
penerimaan pemerintah sejak lama. Maksud utama pengenaan tarif
biasanya tidak semata-mata untuk memperoleh pendapatan
pemerintah, melainkan juga sebagai alat untuk melindungi sektor-
sektor tertentu di dalam negeri dan mengurangi tekanan persaingan
produk impor. Tarif pun bertujuan untuk pemerataan distribusi
pendapatan nasional (C. Kebijaksanaan Impor). Efek kebijakan
impor ini terlihat langsung pada kenaikan harga barang, konsumsi,
produk yang diproteksi, dan restribusi pendapatan. Pada saat ini
peranan tarif telah mengalami penurunan. Hal ini disebabkan
pemerintah dari berbagai negara lebih suka dan terbiasa melindungi
sektor industri domestik mereka dengan memberlakukan berbagai
macam dan bentuk hambatan non-tarif seperti kuota impor ataupun
kuota ekspor (Krugman dan Obstfeld, 2003).
Kebijakan hambatan non-tarif adalah kebijakan perdagangan
selain kebijakan tarif yang dapat menimbulkan distorsi sehingga
mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional. Kebijakan
hambatan non-tarif juga dapat didefinisikan sebagai langkah-langkah
kebijakan yang memiliki efek membatasi perdagangan tanpa
melanggar hukum perdagangan internasional. Penggunaan
kebijakan hambatan non-tarif bertujuan untuk mencapai efektivitas,
konsistensi, kepastian, dan perlindungan perdagangan. Selain itu,
kebijakan hambatan non-tarif tersebut ditujukan untuk melindungi
kesehatan, keamanan, keselamatan, sanitasi, nutrisi, keagamaan,
atau untuk melindungi sumber daya alam yang tidak dapat
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 39
diperbaharui dan tidak menciptakan hambatan perdagangan yang
tidak berguna.
Kebijakan hambatan non-tarif (non tariff measures, NTMs)
mencakup berbagai jenis, yakni kuota impor, subsidi pemerintah,
SPS, hambatan teknis, larangan, dan lain-lain. NTMs dapat
mencakup persyaratan dokumentasi dan biaya kepabeanan serta
pengaturan kebijakan seperti penerapan standar. Sedangkan
klasifikasi kebijakan non-tarif menurut OECD adalah mencakup, para
tariff measures, price control measures, finance measures, automatic
licensing measures, quantity control measures, monopolistic
measures, technical measures, dan miscellaneous measures.
Salah satu bentuk hambatan impor bukan tarif adalah kuota.
Kuota adalah pembatasan secara langsung jumlah fisik terhadap
barang yang masuk (kuota impor) dan keluar (kuota ekspor).
Pemberlakuan kuota impor memberikan dampak-dampak terhadap
konsumsi dan produksi seperti yang ditimbulkan oleh penerapan tarif
impor yang setara. Penyesuaian terhadap setiap pergeseran dalam
kurva permintaan atau kurva penawaran sehubungan dengan
adanya kuota impor akan terjadi pada kuantitas domestik sedangkan
jika yang diberlakukan adalah tarif impor, maka penyesuaian
tersebut akan terjadi pada harga-harga komoditas impor. Secara
umum, kuota impor itu lebih menghambat daripada tarif impor yang
setara. Kuota impor biasanya dikenakan terhadap bahan mentah
sebagai barang perdagangan penting serta di bawah suatu
pengawasan badan internasional. Krugman dan Obstfeld (2003)
menyatakan bahwa dengan menerapkan kuota, pemerintah tidak
memperoleh pendapatan secara langsung.
2.2.3 Kebijakan Impor Produk Tertentu di Indonesia
Kebijakan impor selalu menjadi perhatian utama bagi
Indonesia. Hal tersebut terkait dengan luasnya kondisi dan besarnya
potensi pasar dalam negeri yang yang dimiliki oleh bangsa
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 40
Indonesia. Tak hanya itu, kebijakan impor hampir selalu menjadi isu
sensitif terutama bila dikaitkan dengan upaya hubungan kerja sama
perdagangan internasional. Kebijakan impor Indonesia akan
berpengaruh secara langsung terhadap kelancaran arus
perdagangan barang yang terikat perjanjian kerja sama perdagangan
internasional dengan Indonesia.
Pada dasarnya, kebijakan impor Indonesia disusun sebagai
upaya perlindungan konsumen dan kepentingan nasional yang
terkait dengan aspek kesehatan keselamatan, keamanan,
lingkungan hidup dan moral bangsa (K3LM). Selain itu, pemerintah
menggunakan kebijakan impor sebagai salah satu instrumen
strategis untuk menjaga kepentingan ekonomi dan sosial yang lebih
luas lagi, yakni melindungi dan meningkatkan pendapatan petani,
mendorong penggunaan produk dalam negeri, dan meningkatkan
ekspor non–migas.
Krisis ekonomi global yang telah mengakibatkan
ketidakpastian dan menimbulkan dampak negatif yang tidak
menguntungkan bagi perekonomian Indonesia pada tahun 2008
telah mendorong pemerintah Indonesia mengambil langkah-langkah
kebijakan di bidang impor atas beberapa produk tertentu dalam
rangka untuk mendorong terciptanya persaingan usaha yang sehat
dan pelaksanaan perlindungan konsumen, yang salah satunya
melalui penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.
44/M-DAG/PER/10/2008 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu.
Melalui Permendag No. 44/M-DAG/PER/10/2008, impor atas Produk
Tertentu (Elektronika, Pakaian Jadi, Mainan Anak-anak, Alas Kaki,
dan Produk Makanan dan Minuman) hanya dapat dilakukan oleh
perusahaan yang telah memenuhi persyaratan dan mendapatkan
penunjukan sebagai Importir Terdaftar Produk Tertentu (IT-Produk
Tertentu) dan hanya dapat dilakukan melalui pelabuhan laut
(Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Emas di
Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, dan Soekarno-Hatta di
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 41
Makassar) dan/atau seluruh pelabuhan udara internasional. Impor
Produk Tertentu oleh IT-Produk Tertentu untuk kebutuhan kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas diatur sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai kawasan perdagangan
bebas dan pelabuhan bebas. Permendag tersebut mulai berlaku
tanggal 15 Desember 2008 dan berakhir pada tanggal 31 Desember
2010.
Dalam perkembangannya, pemerintah telah mengubah
beberapa kali Permendag No. 44/M-DAG/PER/10/2008
sebagaimana telah disempurnakan dengan Permendag No. 52/M-
DAG/PER/12/2008. Permendag No. 52/M-DAG/PER/12/2008 dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku lagi dengan diterbitkannya Permendag
No. 56/M-DAG/PER/12/2008 tentang Ketentuan Impor Produk
Tertentu untuk mendukung upaya mempertahankan pertumbuhan
ekonomi Indonesia dalam mendorong terciptanya perdagangan yang
sehat dan iklim usaha yang kondusif yang mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2009 hingga 31 Desember 2010. Jika
dibandingkan dengan Permendag sebelumnya, terdapat perbedaan
dalam cakupan Produk Tertentu yang diatur dalam Permendag No.
56/M-DAG/PER/12/2008. Melalui Permendag No. 56/M-
DAG/PER/12/2008 impor Produk Tertentu tersebut harus dilakukan
Verifikasi dan Penelusuran Teknis Impor (VPTI) oleh Surveyor di
negara tempat pelabuhan muat sebelum dikapalkan yang mulai
diberlakukan penuh per 1 Februari 2009.
Permendag No. 23/M-DAG/PER/5/2010 merupakan
perubahan kedua atas Permendag No. 56/M-DAG/PER/12/2008
tentang Ketentuan Impor. Menurut Permendag No. 23/M-
DAG/PER/5/2010, perusahaan yang telah memperoleh penetapan
sebagai IT-Produk Tertentu wajib menyampaikan laporan tertulis
pelaksanaan impor Produk Tertentu baik yang importasinya
terealisasi maupun tidak terealisasi. Di samping itu, terdapat
penambahan cakupan kelompok Produk Tertentu yang diatur
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 42
importasinya (Obat Tradisional dan Herbal, Kosmetik, dan
Elektronika) dan penambahan dua pelabuhan laut sebagai
pelabuhan tujuan atas impor Produk Tertentu (Dumai di Dumai dan
Jayapura di Jayapura). Impor Produk Tertentu oleh IT-Produk
Tertentu yang dilakukan melalui pelabuhan laut Dumai dan
pelabuhan laut Jayapura hanya untuk produk Makanan dan
Minuman. Adapun Ketentuan kewajiban VPTI tidak berlaku bagi
impor Obat Tradisional dan Herbal. Permendag No. 23/M-
DAG/PER/5/2010 mulai diberlakukan setelah 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal 21 Mei 2010.
Pada tanggal 27 Desember 2012 pemerintah kembali
menetapkan Permendag No. 83/M-DAG/PER/12/2012 tentang
Ketentuan Impor Produk Tertentu dalam rangka untuk menciptakan
perdagangan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif dan
meningkatkan tertib administrasi impor yang mulai diberlakukan pada
tanggal 1 Januari 2013 dan berakhir pada tanggal 31 Desember
2015. Produk Tertentu yang diatur dalam Permendag ini terdiri dari
tujuh kelompok barang yang mencakup 827 produk, yaitu produk
Makanan dan Minuman, Obat Tradisional dan Suplemen Makanan,
Kosmetik, Pakaian Jadi, Elektronika, Alas Kaki, dan Mainan Anak.
Pada dasarnya ketujuh kelompok barang tersebut telah diatur
kebijakan importasinya sejak tahun 2008.
Berbeda dengan Ketentuan Impor Produk Tertentu
sebelumnya, Permendag No. 83/M-DAG/PER/12/2012 mengatur
penambahan satu pelabuhan laut (Tarakan di Tarakan) sebagai pintu
masuk impor Produk Tertentu sehingga setiap impor Produk Tertentu
oleh IT-Produk Tertentu hanya dapat dilakukan melalui delapan
pelabuhan laut (Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta,
Tanjung Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, Soekarno
Hatta di Makassar, Dumai di Dumai, Jayapura di Jayapura, dan
Tarakan di Tarakan) dan membatasi lima bandar udara sebagai pintu
masuk impor Produk Tertentu (Polonia di Medan, Soekarno Hatta di
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 43
Tangerang, Achmad Yani di Semarang, Juanda di Surabaya, dan
Hasanuddin di Makassar). Pelabuhan laut Dumai, Jayapura, dan
Tarakan, hanya dapat dipergunakan untuk mengimpor produk
Makanan dan Minuman. Selain itu, Permendag tersebut juga
mengatur pemasukan Produk Tertentu untuk kebutuhan penduduk di
kawasan Daerah Pabean ke Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas, dan melarang Produk Tertentu asal luar daerah
pabean dikeluarkan dari Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean. Pengaturan
ini dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
mengenai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Untuk meningkatkan kelancaran arus barang dan efektivitas
pelaksanaan dan pengawasan impor produk tertentu, maka
pemerintah melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan
Permendag No. 83/M-DAG/PER/12/2012 tentang Ketentuan Impor
Produk Tertentu yang dituangkan dalam Permendag No. 61/M-
DAG/PER/9/2013 yang mulai berlaku pada tanggal 30 September
2013. Salah satu diantara perubahan tersebut adalah pembukaan
pelabuhan Krueng Geukuh di Aceh Utata sebagai pintu masuk impor
Produk Tertentu untuk produk Makanan dan Minuman, Pakaian Jadi,
Alas Kaki dan Elektronika dan terdapatnya penambahan 1 pos tarif
untuk cakupan impor Produk Tertentu kelompok Alas Kaki (HS
6404.19.00.00). Selain itu, pencantuman Nomor Sertifikasi Produk
Penggunaan Tanda SNI (SPPT SNI) untuk Produk Tertentu yang
SNI-nya diberlakukan secara wajib dan Nomor Certificate of Analysis
(CoA) untuk Produk Tertentu yang dipersyaratkan adalah tambahan
persyaratan minimal data atau keterangan Verifikasi atau
Penelusuran Teknis Impor (VPTI) yang diatur melalui Permendag
No. 61/M-DAG/PER/9/2013.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 44
2.3 Penelitian Sebelumnya
2.3.1 Penelitian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2012)
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2012) telah
mengadakan penelitian untuk mengidentifikasi kriteria ideal
penetapan pelabuhan yang ditetapkan sebagai pintu masuk impor
produk hasil industri dan pertanian/hortikultura, menganalisis
kesesuaian penentuan pelabuhan yang akan ditetapkan dengan
sentra produksi dan sentra industri dan potensi dampak ekonomi dari
kebijakan penetapan pelabuhan yang akan ditetapkan sebagai pintu
masuk impor produk hasil industri dan pertanian/ hortikultura. Hasil
penelitian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2012)
menyimpulkan bahwa beberapa kriteria utama yang dapat dijadikan
rujukan sebagai pintu masuk impor produk industri/ hortikultura
adalah (1) Kriteria keamanan, Ketahanan, dan Pelayanan
Pelabuhan, (2) kriteria Ketersediaan Sumberdaya Manusia, (3)
kriteria Fasilitas Pelabuhan Laut, (4) kriteria Proteksi terhadap
Produk Lokal , dan (5) kriteria Wilayah Perairan untuk Pelabuhan
Laut. Kemudian, penelitian tersebut menyimpulkan bahwa secara
umum pelabuhan-pelabuhan tertentu untuk pintu masuk impor
produk industri dan pertanian/ hortikultura (seperti pelabuhan
Batam, Belawan, Tanjung Perak, Soekarno-Hatta, dan Bitung) telah
memenuhi standar pada kriteria prioritas pertama (Keamanan,
Ketahanan, dan Pelayanan Pelabuhan) dan kriteria prioritas kedua
(Ketersediaan Sumberdaya Manusia), akan tetapi pelabuhan-
pelabuhan tersebut belum mampu memenuhi standar kriteria
Fasilitas Pelabuhan Laut dan kriteria Proteksi terhadap Produk Lokal
dan kriteria Wilayah Perairan untuk Pelabuhan Laut.
Berdasarkan analisis kesesuaian Penentuan Pelabuhan yang
akan Ditetapkan dengan Sentra Produksi dan Sentra Industri, maka
wilayah yang sangat sensitif dijadikan pintu masuk impor buah-
buahan dan sayuran segar berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian
(Permentan) No. 89 Tahun 2011 adalah Tanjung Perak (Jawa Timur)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 45
dan Belawan (Sumatera Utara) karena kedua wilayah tersebut
merupakan produsen utama yang menempati wilayah produsen
terbesar kedua dan ketiga dari produksi buah-buahan dan sayuran
segar di Indonesia. Apabila dilihat dari data nilai sensitivitas
terhadap daya saing produk lokal, maka pelabuhan dengan nilai
sensitivitas tinggi adalah Batam (Riau), Belawan (Sumut) dan
Tanjung Perak (Surabaya). Dua pelabuhan lainnya yaitu Bitung
(Manado) dan Sukarno Hatta (Makasar), nilai sensitivitasnya medium
sehingga diperkirakan tidak memberikan dampak negatif yang besar
terhadap daya saing produk lokal.
Penetapan pelabuhan-pelabuhan sampel (Batam, Belawan
Medan, Tanjung Perak Surabaya, Sukarno Hatta Makasar, dan
Bitung Manado) sebagai pintu masuk produk-produk hortikultura dan
industri perlu adanya perbaikan di seluruh willayah pelabuhan
tersebut adalah peningkatan daya saing produk lokal.
Kebijakan penetapan pelabuhan-pelabuhan tertentu sebagai
pintu masuk impor Hortikultura dan produk industri ini diperkirakan
tetap dapat memberikan dampak positif secara nasional. Oleh
karena itu, pengimplementasian secara efektif, pengevaluasian
secara periodik, penyempurnaan dan memperkuat dengan
peraturan-peraturan lainnya dalam rangka meningkatkan efektifitas
dan meningkatkan daya saing produk-produk hortikultura dan industri
lokal. Di samping itu, peraturan perdagangan yang lain dalam bentuk
non-tariff barriers, antara lain persyaratan sertifikat halal dan
keamanan pangan untuk produk-produk makanan dan minuman,
penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib, dan pemberian
ijin impor yang lebih selektif.
2.3.2 Penelitian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2013)
Terkait dengan surat Gubenur Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) No. 513/3299 yang memohon agar Pelabuhan
Krueng Geukueh di Aceh Utara dan Pelabuhan Kuala Langsa dapat
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 46
dijadikan sebagai pelabuhan impor produk tertentu dengan harapan
dapat mempercepat pertumbuhan perekonomian, menekan tingkat
pengangguran, kemiskinan, dan inflasi di NAD. Untuk menganalisis
kesesuaian Pelabuhan Krueng Geukueh dan Pelabuhan Langsa
sebagai pelabuhan impor produk tertentu dan menganalisis dampak
ekonomi dan dampak hukum dari penetapan Pelabuhan Krueng
Geukueh dan Pelabuhan Langsa sebagai pelabuhan impor produk
tertentu, maka Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri
melakukan Analisis Usulan Impor Produk Tertentu Melalui
Pelabuhan Krueng Geukueh Aceh Utara dan Pelabuhan Kuala
Langsa.
Berdasarkan analisis baik dari kriteria penentuan kelayakan
pelabuhan sebagai pelabuhan ekspor impor dan aspek ekonomi
dapat disimpulkan bahwa secara umum pelabuhan Krueng Geukueh
telah memenuhi seluruh aspek yang dipersyaratkan dalam
penyelenggaraan Pelabuhan laut dibandingkan pelabuhan Kuala
Langsa. Meskipun ekspor Indonesia yang melewati pelabuhan
Krueng Geukueh mengalami penurunan rata-rata sebesar 20,6% per
tahun, ekspor Indonesia melalui Pelabuhan Krueng Geukueh pada
periode Januari-Februari 2013 sebesar USD 2,2 juta jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai ekspor melalui pelabuhan Kuala Langsa
sebesar USD 14,4 ribu pada periode yang sama. Sementara itu, nilai
Impor Indonesia melalui pelabuhan Krueng Geukueh selama tahun
2012 mencapai USD 25,2 juta sedangkan pelabuhan Kuala Langsa
selama tahun 2012 mencapai USD 3,1 juta. Hasil penelitian Pusat
Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2013) mengusulkan produk
impor yang dapat masuk melalui pelabuhan Krueng Geukeh adalah
produk Makanan Minuman dan Pakaian Jadi.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 47
BAB III
METODE PENGKAJIAN
3.1 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan deskriptif kualitatif untuk digunakan untuk mengetahui dan
menilai prospek dampak suatu kebijakan secara sederhana sehingga
dapat menghasilkan hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai
rekomendasi dalam pembuatan kebijakan untuk bertindak secara praktis.
Pendekatan deskriptif kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penggunaan skala Likert dari data yang didapatkan dari responden
melalui hasil kuesioner, wawancara, dan survei lapangan, dan analisis
biaya manfaat.
Skala Likert merupakan suatu skala psikometrik yang digunakan
dalam kuesioner untuk mengevaluasi suatu program atau kebijakan,
menilai keberhasilan suatu kebijakan atau program, menilai manfaat
pelaksanaan suatu kebijakan atau program, dan mengetahui kepuasan
para pemangku kepentingan terhadap pelaksanaan suatu kebijakan atau
program. Dengan skala Likert dalam penelitian ini, maka sikap pendapat,
persepsi seseorang atau masyarakat terhadap penetapan pelabuhan
Bitung sebagai pelabuhan tujuan impor Produk Tertentu dapat diketahui
dan dianalisa lebih mendalam, termasuk penilaian terhadap dampak dan
manfaat kebijakan tersebut.
3.2 Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua jenis,
yaitu data primer dan sekunder. Adapun data primer dikumpulkan melalui
survei lapangan, wawancara dan hasil penyebaran kuesioner kepada
responden yang merupakan pemangku kepentingan terkait di Provinsi
Sulawesi Utara dan Provinsi Jawa Timur sedangkan data sekunder
diperoleh dari berbagai publikasi yang diterbitkan oleh berbagai instansi
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 48
(Badan Pusat Statistik Indonesia, Kementerian Perdagangan,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian
Perhubungan, PT Pelabuhan Indonesia III (Persero), PT Pelabuhan
Indonesia IV (Persero) Cabang Bitung, Badan Pusat Statistik Provinsi
Sulawesi Utara, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi
Utara, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Bitung, dan
sebagainya).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 49
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Kesesuaian dan Kelayakan Pelabuhan Bitung-Sulawesi Utara Sebagai Pelabuhan Tujuan Impor Produk Tertentu Berdasarkan Kriteria Aspek Persyaratan Penyelenggaraan Pelabuhan Laut
Pelabuhan Bitung, salah satu pelabuhan dari 25 pelabuhan
strategis di Indonesia yang menjadi bagian dari Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang tengah
giat dikembangkan untuk menjadi pelabuhan Hub-internasional,
setidaknya harus dapat memenuhi lima aspek (administrasi, ekonomi,
keselamatan, teknis fasilitas kepelabuhan dan fasilitas kantor dan
peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi keselamatan dan
keamanan pelayaran, instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina) sebagai
pelabuhan utama dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan
luar negeri sebagaimana tercantum dalam Pasal 111 ayat (4) Undang-
Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 150 dan 151
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 Tahun 2009 dan Pasal
59 Keputusan Menteri Perhubungan No.KM 54 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Laut.
Secara aspek administrasi, pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan
utama yang terbuka bagi perdagangan luar negeri telah ditetapkan melalui
Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, Peraturan Presiden RI (Perpres) No. 32 Tahun
2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, PP No. 88 Tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi, Perpres RI No. 26 Tahun 2012
tentang Sistem Logistik Nasional, dan Keputusan Menteri Perhubungan
No. KP 414 Tahun 2013 tentang Penetapan Rencana Induk Pelabuhan
Nasional (RIPN). Pelabuhan Bitung ditetapkan sebagai pelabuhan Hub
internasional yang terletak di jalur pelayaran internasional (ALKI III) di
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 50
bagian Timur Indonesia yang menghubungkan negara-negara di Asia
Pasifik dengan berbagai pertimbangan, antara lain (1) integritas daya
dukung sosial, ekonomi, dan ekologi banyak terekam dari satelit di wilayah
timur Indonesia; (2) perhatian dunia mengarah ke sumber daya di timur
Indonesia; (3) pertumbuhan di wilayah timur Indonesia cenderung
bertumbuh lebih tinggi dibandingkan wilayah barat Indonesia; (4) daya
dukung ekologi Jawa membatasi dinamika ekonomi; dan (5) dinamika
logistik di timur Indonesia diharapkan bertumbuh eksponensial (KP3EI;
KP3EI). Gubernur Sulawesi Utara melalui surat No. 513/3751/Sekr-
Bappeda tanggal 30 September 2013 mengajukan permohonan kepada
Menteri Perdagangan agar dapat meninjau kembali Permendag No. 83/M-
DAG/PER/12/2012 dan memasukkan pelabuhan Bitung sebagai
Pelabuhan tujuan produk impor tertentu oleh IT-Produk Tertentu. Merujuk
pada berbagai peraturan terkait yang menetapkan pelabuhan Bitung
sebagai salah satu pelabuhan Hub-internasional di kawasan Indonesia
Timur maka pelabuhan Bitung dapat dinyatakan telah memenuhi aspek
administrasi persyaratan penyelenggaraan pelabuhan laut terbuka bagi
perdagangan luar negeri.
Rata-rata volume total perdagangan (ekspor ditambah impor)
melalui pelabuhan Bitung selama lima tahun terakhir (2009-2013) berada
jauh di atas persyaratan minimal penyelenggaraan pelabuhan utama dan
terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri (10.000 ton
per tahun), yakni sebesar 597,1 ribu ton per tahunnya. Volume total
perdagangan pelabuhan Bitung sepanjang tahun 2009-2013 berkisar
536,3 ribu ton hingga 1,1 juta ton. Volume total perdagangan pelabuhan
Bitung ini cenderung meningkat sebesar 18,2% per tahunnya sepanjang
tahun 2009-2013 dimana kenaikan volume total perdagangan pelabuhan
Bitung tersebut dipicu oleh tingginya pertumbuhan volume baik ekspor
maupun impor yang masing-masing sebesar 14,7% dan 103,6%. Dari sisi
volume ekspor, volume ekspor pelabuhan Bitung terus meningkat. Pada
tahun 2013 volume ekspor pelabuhan Bitung mencapai 849,5 ribu ton
(Gambar 4.1).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 51
Gambar 4.1 Perkembangan Volume Kinerja Perdagangan Pelabuhan Bitung 2009-2013, Januari 2013, dan Januari 2014
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), diolah.
Dari sisi kesehatan dan keamanan pelayanan, pelabuhan Bitung
memiliki kedalaman mencapai 11-12 m LWS, melebihi standar kedalaman
untuk pelabuhan internasional sekunder, yaitu 9 m LWS. Luas Alur
pelabuhan ini memiliki panjang 9 mil dan lebar 600 m, sedangkan luas
kolamnya sebesar 4,2 Ha dengan kedalaman kolam 7 m LWS. Beberapa
fasilitas pokok, fasilitas keselamatan dan fasilitas pelayanan kapal dan
terminal konvensional sebagai fasilitas penunjang yang dimiliki oleh
pelabuhan Bitung dapat dirinci dalam Tabel 4.1, Gambar 4.2, dan Gambar
4.3.
613,7 499,8
603,6
1.024,5
849,5
74,8 62,1
620,4 536,3
740,4
1.165,6
969,0
79,4 68,4
6,7 36,5
136,8 141,2 119,6
4,6 6,3
2013 2014
2009 2010 2011 2012 2013 JAN-JAN
Ekspor Total Perdagangan Impor
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 52
Tabel 4.1 Fasilitas Pokok Pelabuhan Bitung
FASILITAS POKOK KETERANGAN
Dermaga Multipurpose 10 dermaga
• Kapasitas 868 Ton
• Luas 14.315 M2
Dermaga 292 m
Container yards 30.000 m2
Container freight station (CPS) 1.260 m2
Feeder Plug 48 plug
Trestle Tidak ada
Causeway Tidak ada
Workshop 6.083 m2
Genset 2 unit (500 dan 800 kVA)
Breasting -
Gudang (4 Unit) 13.392 M²
Lapangan Penumpukan 61.477 M²
Terminal Penumpang 2.145 M²
Sumber : Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (2014).
Gambar 4.2 Fasilitas Pelayanan Kapal Pelabuhan Bitung
Sumber : Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (2014).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 53
Gambar 4.3 Fasilitas Terminal Konvensional Pelabuhan Bitung
Sumber : Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (2014).
Selain fasilitas pokok, pelayanan kapal, dan terminal konvensional
(penunjang), pelabuhan Bitung juga memiliki fasilitas perbankan, rumah
sakit, pemadam kebakaran, dan fasilitas penanggulangan perncemaran.
Dalam rangka pengembangan Pelabuhan Bitung sebagai Hub Port, PT.
Pelindo IV cabang Bitung melakukan berbagai upaya perbaikan dan
pembangunan berbagai fasilitas tambahan pendukung pelabuhan yang
dilaksanakan pada tahun 2012-2015, diantaranya penambahan lapangan
penumpukan peti kemas, fasilitas Countainer Crane dari 3 buah menjadi 4
buah sehingga kapasitas bongkar muat peti kemas diperkirakan mencapai
40 kontainer per jam. Saat ini juga sedang dilakukan perpanjangan
dermaga pelabuhan di pelabuhan Bitung. Selain itu, pemerintah Provinsi
Sulawesi Utara pun memiliki peta orientasi pengembangan berbagai
infrastruktur di pelabuhan Bitung dan sekitarnya mulai dari rencana
pembangunan jembatan Bitung-Lembeh, Bandar Udara Bukan Pusat
Penyebaran, jalan layang, jalan tol Manado-Bitung, jalur kereta api antar
kota dan perkotaan.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 54
Ditinjau dari instansi pendukung pelabuhan Bitung, pelabuhan
Bitung dapat dinilai telah memiliki kelengkapan instansi terkait. Instansi
terkait yang ada di pelabuhan Bitung antara lain administrator pelabuhan,
Bea dan Cukai, Badan Karantina, dan Kesatuan Polisi Pengamanan
Pantai (KPPP). Namun demikian, sebagai salah satu persyaratan
pelabuhan terbuka bagi perdagangan luar negeri, status kepabeanan bea
dan cukai di pelabuhan Bitung perlu ditingkatkan menjadi Tipe Madya A
mengingat masih berstatus Tipe Madya Pabean (KPPBC TMP) C. Adapun
fasilitas karantina yang dimiliki oleh pelabuhan Bitung mencakup alat
fumigasi, desinfeksi, deratisasi, laboratorium, peralatan bencana dan
kejadian luar biasa (KLB), peralatan deteksi dini penyakit (termal scan),
peralatan komunikasi berupa radio praqtique, dan kendaraan operasional
pendukung pelayanan kesehatan. Sementara itu, fasilitas laboratorium
pada pelabuhan Bitung berfungsi menyediakan pelayanan pemeriksaan
makanan dan minuman, pemeriksaan air dan klinik gawat darurat.
Berdasarkan keterangan Kepala Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean (KPPBC TMP) C Bitung,
pada saat ini pelayanan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan
pelayanan RKSP dan Inward/ Outward Manifest telah dilayani 24 jam,
sedangkan sisa pelayanan lainnya masih berada di dalam jam kerja.
Namun demikian, KPPBC Tipe Madya Kepabeanan C Kota Bitung
memiliki keterbatasan dalam segi informasi dan teknologi dan komunikasi
dimana pelayanan impor maupun ekspor masih menggunakan media
penyimpan data elektronik (flash-disk), sehingga pengimplementasian
Indonesia National Single Window (INSW) secara online yang menjadi
bagian dari layanan ekspor dan impor belum dapat optimal. Meskipun
demikian dalam rangka kecepatan, pengawasan, peningkatan validasi dan
prinsip-prinsip Good-Governance maka pelayanan kegiatan ekspor dan
impor tetap mengacu pada portal INSW yang dapat diakses oleh para
pegawai.
Dari segi jumlah sumber daya manusia, jumlah pegawai di
lingkungan KPPBC Tipe Madya Kepabeanan C Kota Bitung dinilai masih
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 55
kurang. Meskipun demikian, Kepala KPPBC Tipe Madya Kepabeanan C
Kota Bitung menyatakan kesiapannya terkait dengan penetapan
pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan impor produk tertentu dalam
pelayanan dan ketersediaan sumber daya manusia.
Tabel 4.2 Ketersediaan Sumber Daya Manusia di KPPBC Tipe Madya Kepabeanan C Kota Bitung
Jabatan Jumlah
Kepala Kantor 1 orang
Kepala Seksi 5 orang
Kepala Sub Seksi 5 orang
Pelaksana 19 orang
Total 33 orang
Sumber: KPPBC Tipe Madya Kepabeanan C Kota Bitung (2014).
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
kriteria aspek persyaratan penyelenggaraan pelabuhan laut sebagai
pelabuhan terbuka bagi perdagangan luar negeri, pelabuhan Bitung telah
sesuai dan layak dijadikan sebagai pelabuhan tujuan impor produk
tertentu dengan peningkatan dan pengembangan berbagai infrastruktur
dan fasilitas pendukung (Tabel 4.3).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 56
Tabel 4.4 Kesesuaian dan Kelayakan Pelabuhan Bitung Sulawesi Utara Sebagai Pelabuhan Tujuan Impor Produk Tertentu
Berdasarkan Kriteria Aspek Persyaratan Penyelenggaraan Pelabuhan Laut
Sumber: Kementerian Perhubungan, diolah.
4.2 Identifikasi Produk-produk Tertentu yang Dapat Diimpor Melalui
Pelabuhan Bitung-Sulawesi Utara
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa nilai neraca perdagangan
pelabuhan Bitung sepanjang tahun 2009-2013 cenderung meningkat
sebesar 19,5% per tahunnya. Pertumbuhan neraca perdagangan
pelabuhan Bitung selama periode tersebut didukung oleh tingginya
Kriteria Panjang
1. Aspek Administrasi
a. Rekomendasi dari Gubernur, Bupati/Walikota V
b. Rekomendasi dari pejabat pemegang fungsi
keselamatan pelayaran di pelabuhan X
c. Rekomendasi dari instansi terkait lainnya X
2. Aspek Ekonomi
a. Menunjang Industri Tertentu V (Makanan & Minuman, Kimia,
Logam, dan Furniture)
b. Arus Barang Umum Minimal 10.000 ton/tahun V
c. Arus barang ekspor minimal 50.000 ton/tahun V
3. Aspek keselamatan dan keamanan pelayaran
a. Kedalaman perairan minimal -6 meter LWS V
b. Luas kolam cukup untuk olah gerak minimal 3 unit
kapal (lebih dari 1.200 m2) V
c. Sarana bantu navigasi V
d. Stasiun radio operasi pantai V
d. Prasarana, sarana dan sumber daya manusia pandu V
e. Kapal patroli V
4. Aspek teknis fasilitas kepelabuhan
a. Dermaga beton permanen minimal V
b. Gudang tertutup V
c. Peralatan bongkar muat
V (Crane 1 unit, forklift 5 unit,
Transtainer 2 unit, Reach Staker 2
unit, Chassis 8 unit, Head Truck 5
unit, Tronton 2 unit)
d. PMK (pemadam kebakaran) 1 unit kapasitas V
e. Fasilitas bunker (BBM) V
f. Fasilitas pencegahan pencemaran V
5. Aspek kantor dan peralatan penunjang bagi instansi
Bea Cukai, Irigasi, dan Karantina V
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 57
pertumbuhan ekspor sebesar 21,7% per tahunnya dan pertumbuhan
impor sebesar 48,3% per tahunnya. Neraca perdagangan pelabuhan
Bitung pada tahun 2013 mencapai USD 558,9 juta, turun 31,8% dari tahun
sebelumnya. Sementara itu, pada bulan Januari 2014 neraca
perdagangan pelabuhan Bitung senilai USD 33,3 juta, turun dari
sebelumnya yang mencapai USD 57,5 juta (bulan Januari 2013).
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia (2014) mencatat bahwa
ekspor pelabuhan Bitung sepanjang tahun 2009-2013 terus mengalami
peningkatan. Nilai ekspor tertinggi melalui pelabuhan Bitung selama lima
tahun terakhir terjadi pada tahun 2012 yang mencapai USD 941,8 juta.
Pada tahun 2013 ekspor pelabuhan Bitung mencapai USD 665,4 juta,
turun sekitar 29,4% dari tahun sebelumnya. Pada awal tahun 2014 ekspor
pelabuhan Bitung mencapai USD 58,2 juta, turun 5,5% dari tahun
sebelumnya (bulan Januari 2013).
Gambar 4.4 Kinerja Perdagangan Pelabuhan Bitung Tahun 2009-2013, Januari 2014
Sumber: BPS (2014), diolah.
Laju impor pelabuhan Bitung selama tahun 2009-2013 hampir
mencapai 50%. Impor pelabuhan Bitung meningkat sejak tahun 2010 dan
mengalami lonjakan impor tertinggi pada tahun 2011 hingga mencapai
USD 144,4 juta. Pasca lonjakan tersebut, nilai impor pada tahun 2013
mengalami penurunan dari USD 122,6 juta (2012) menjadi USD 106,5
396.0 373.6
744.0
941.8
665.4
61.6 58.219.5
70.8144.4 122.6 106.5
4.0 24.9
376.5302.8
599.6
819.2
558.9
57.6 33.3
2013 2014
2009 2010 2011 2012 2013 JAN-JAN
Ekspor (Juta US$) Impor (Juta US$) Neraca (Juta US$)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 58
juta. Sementara itu, pada bulan Januari 2014 nilai impor pelabuhan Bitung
meningkat 5 kali lipat dibanding bulan Januari 2013. Nilai impor pelabuhan
Bitung pada bulan Januari 2014 sebesar USD 24,9 juta. Impor pelabuhan
Bitung mayoritas adalah impor non-migas. Pada tahun 2013 impor non-
migas pelabuhan Bitung berkisar 90,6% dari total impor pelabuhan Bitung.
Gambar 4.5 Perkembangan Nilai dan Persentase Impor Pelabuhan Bitung
Sumber: BPS (2014), diolah Puska Daglu Kemendag
Struktur impor pelabuhan Bitung telah mengalami pergeseran
selama lima tahun terakhir, impor melalui pelabuhan Bitung pada tahun
2009 yang semula masih didominasi oleh impor Bahan Baku/Penolong
(72,33%) kini pada tahun 2013 didominasi oleh impor Barang Modal
(54,06%) sebagaimana ditunjukkan melalui Gambar 4.6. Hal tersebut
menunjukkan bahwa impor melalui pelabuhan Bitung ditujukan dalam
rangka mendukung industri di sekitarnya.
0.00 2.86 3.17 3.95 9.39
100.00 97.14 96.83 96.05 90.61
2009 2010 2011 2012 2013
Persentase Impor Pelabuhan Bitung
MIGAS NONMIGAS
0.00 2.02 4.58 4.77 9.74 19.52
68.76
139.80
116.07
94.07
2009 2010 2011 2012 2013
Nilai Impor Pelabuhan Bitung (Juta US$)
MIGAS NON MIGAS
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 59
Gambar 4.6 Struktur Impor Pelabuhan Bitung Berdasarkan Kelompok
Barang
Sumber: BPS (2014), diolah Puska Daglu Kemendag
Perubahan impor Barang Modal dan Bahan Baku/ Penolong
cenderung mengalami fluktuasi (Tabel 4.5), namun mengalami
peningkatan yang signifikan selama 2009-2013. Sementara itu, impor
Barang konsumsi melalui pelabuhan Bitung menunjukkan peningkatan
yang signifikan pada periode yang sama, dan sempat melonjak tinggi
pada tahun 2008 dan 2011. Pada tahun 2013 impor barang Konsumsi
melalui Bitung hanya mencapai USD 1,73 juta atau 1,63% dari total impor
Bitung. Adapun impor Barang Konsumsi yang masuk melalui pelabuhan
Bitung pada tahun 2013 berupa Oth fractions of rape or colza oil (USD
1,33 juta), Soups and broths & preparation therefor containing meat (USD
0,11 juta), dan Connectors for optical fibres, optical fibres
bundles/cables(USD 0,08 juta) (Tabel 4.6). Pengimplementasian kebijakan
impor produk tertentu melalui pelabuhan tertentu telah membuat
pemenuhan barang konsumsi di Sulawesi Utara dipenuhi dari daerah
lainnya dan industri domestik setempat.
BAHAN BAKU PENOLONG
72.33%
BARANG KONSUMSI
2.56%
BARANG MODAL 25.10%
2009
BAHAN BAKU PENOLONG
44.31%
BARANG KONSUMSI
1.63%
BARANG MODAL 54.06%
2013
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 60
Tabel 4.5 Impor Pelabuhan Bitung Berdasarkan Kelompok Barang
Sumber: BPS (2014), diolah Puska Daglu Kemendag
Tabel 4.5 Produk Utama Impor Barang Konsumsi Pelabuhan Bitung
Sumber: BPS (2014), diolah Puska Daglu Kemendag.
Berdasarkan catatan BPS Indonesia (2014), komoditi utama yang
diimpor melalui pelabuhan Bitung berupa Reaktor nuklir, ketel, mesin dan
peralatan mekanis; bagian daripadanya; Kapal, perahu dan struktur
terapung; dan Barang dari besi atau baja. Pada tahun 2013 impor Oth
welheaf platforms & integrat prod modules for use in drilling production
13/12 09-13 13/12 09-13
TOTAL IMPOR 19.52 68.76 139.80 117.82 96.72 -17.91 45.34 13.16 59.40 234.21 199.39 132.57 -33.51 79.16
BAHAN BAKU PENOLONG 14.12 25.24 46.27 41.83 47.18 12.78 33.88 4.78 14.17 36.05 56.41 82.43 46.11 102.92
BARANG KONSUMSI 0.50 8.53 51.34 17.40 1.73 -90.04 37.64 0.20 14.83 83.63 28.46 0.95 -96.68 46.14
BARANG MODAL 4.90 37.01 46.77 63.36 57.55 -9.17 72.71 1.74 7.48 17.15 56.31 36.19 -35.74 124.42
2013 2013
KELOMPOK BARANG
2010 2011 2012
Trend (%) BERAT : RIBU TON Perub. % Trend (%)
2009 2010 2011 2012 2009
NILAI : JUTA US$ Perub. %
13/12 09-13 13/12 09-13
TOTAL IMPOR TOTAL IMPOR BITUNG 19.52 68.76 139.80 117.82 96.72 -17.91 45.34 13.16 59.40 234.21 199.39 132.57 -33.51 79.16
BARANG KONSUMSI 1514999100 Oth fractions of rape or colza oil 0.05 0.23 1.15 2.61 1.33 -49.01 144.35 0.04 0.17 0.76 1.62 0.87 -49.01 132.81
BARANG KONSUMSI 2104101000 Soups and broths & preparation therefor
containing meat
0.07 0.00 0.00 0.00 0.11 - - 0.02 0.00 0.00 0.00 0.04 - -
BARANG KONSUMSI 8536700000 Connectors for optical fibres, optical fibres
bundles/cables
0.00 0.00 0.00 0.00 0.08 - - 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 - -
BARANG KONSUMSI 4205002000 Oth articles of leather, industrial safety belt &
harnesses
0.00 0.03 0.02 0.02 0.05 105.62 - 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 105.62 -
BARANG KONSUMSI 3926904900 Oth safety & protective devices, 0.00 0.00 0.06 0.00 0.04 - - 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 - -
BARANG KONSUMSI 0908100010 Nutmeg, in shell 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 - - 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 - -
BARANG KONSUMSI 2104109000 Soups and broths & preparation therefor, not
containing meat
0.32 0.00 0.03 0.03 0.03 0.00 - 0.11 0.00 0.01 0.01 0.01 0.00 -
BARANG KONSUMSI 4202290000 Hand bag with other outer surface 0.00 0.00 0.01 0.01 0.02 107.38 - 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 107.38 -
BARANG KONSUMSI 3926909000 Oth articles of plastics & other material 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 - - 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 - -
BARANG KONSUMSI 8506809000 Other primary cell/batteries 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 -80.84 - 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -80.84 -
BARANG KONSUMSI 4016100000 Oth articles of vulcanised rubber other of
cellular rubber
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 - - 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 - -
2013 2013
KELOMPOK BARANG
2010 2011 2012
Trend (%) BERAT : RIBU TON Perub. % Trend (%)
2009 2010 2011 2012 2009
HS URAIAN NILAI : JUTA US$ Perub. %
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 61
senilai USD 28 juta merupakan yang tertinggi dibanding produk lainnya
(Tabel 4.6).
Tabel 4.6 Komoditi Impor Utama Pelabuhan Bitung
Sumber: BPS (2014), diolah Puska Daglu Kemendag.
Sementara itu, KPPBC TMP C Bitung (2014) mencatat impor
pelabuhan Bitung cenderung turun sepanjang tahun 2011-2012. Pada
tahun 2013 impor pelabuhan Bitung tercatat senilai USD 103,66 juta,
menurun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai USD 131,13 juta
(Gambar 4.5). Adapun beberapa komoditi utama yang diimpor melalui
pelabuhan Bitung pada tahun 2013 adalah Lemak Olahan (Soybean Oil
dan RBD Canola Oil), Mineral (Semen dan Aspal), Industri Kimia (Bahan
Kimia Anorganik dan Bahan Peledak), Besi dan Baja, dan Barang dari
Besi atau Baja (Tabel 4.7).
13/12 09-13 13/12 09-13
8430499000 Oth wellhead platforms & integrat prod
modules for use in drilling production
0.00 0.42 0.00 0.00 28.00 - - 0.00 0.00 0.00 0.00 1.30 - -
8901902400 Other vessels, motorised of gross tonnage >
500 but <= 4000 ton
0.00 0.00 2.90 1.93 6.44 233.66 - 0.00 0.00 1.33 10.10 9.86 -2.34 -
7318291000 Oth non threaded articles wth an external
diameter <= 16 mm
0.00 0.00 0.00 3.61 4.59 27.14 - 0.00 0.00 0.00 1.87 2.11 12.73 -
8901901400 Other vessels, not motorised of gross
tonnage > 500 ton
0.00 0.00 5.90 13.13 4.08 -68.96 - 0.00 0.00 7.34 19.91 20.08 0.83 -
7326110000 Grinding balls&similar artic.for mills
forged/stamped but not further works
0.00 0.73 3.34 1.24 3.60 190.44 - 0.00 0.63 2.88 0.95 3.41 259.32 -
8901205000 Tankers of gross tonnage > 4000 but <= 5000
ton
0.00 1.75 0.00 0.00 3.46 - - 0.00 2.96 0.00 0.00 2.99 - -
8418699000 Oth refrigrt/freez equip,oth than heat pump
oth than air condition mach hd84.15
0.00 0.00 0.00 0.11 3.32 3,041.54 - 0.00 0.00 0.00 0.01 0.10 832.67 -
7209189000 Flat-crc, 0,17< thickness< 0,5 mm containing
by weight<= 0.6% of carbon
0.00 4.29 16.46 8.16 2.95 -63.86 - 0.00 5.71 19.11 11.00 4.13 -62.44 -
2523900000 Other hydraulic cements 0.00 0.00 0.00 1.75 2.64 51.23 - 0.00 0.00 0.00 22.00 36.51 65.94 -
3603009000 Oth safety fuses, detonat fuses, percus sion
detonat caps,igniters,electric dtnt
0.73 0.92 1.97 1.61 2.62 62.60 36.55 0.28 0.31 0.14 0.21 0.49 133.97 7.68
LAINNYA 18.79 60.65 109.23 86.28 35.02 -59.41 17.33 6.44 22.92 98.71 68.31 24.18 -64.60 45.33
IMPOR NON MIGAS 19.52 68.76 139.80 116.07 94.07 -18.95 44.32 13.16 55.45 226.88 192.58 118.17 -38.64 75.68
2013 20132010 2011 2012
Trend (%) BERAT : RIBU TON Perub. % Trend (%)
2009 2010 2011 2012 2009
HS URAIAN NILAI : JUTA US$ Perub. %
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 62
Gambar 4.7 Perkembangan Realisasi Nilai Impor dan Ekspor Pelabuhan Bitung (dalam Juta USD)
Sumber: KPPBC TMP C Bitung (2014)
Tabel 4.7 Komoditi Impor Utama Pelabuhan Bitung Berdasarkan
KPPBC TMP C Bitung Tahun 2013
Sumber: KPPBC TMP C Bitung (2014)
Pada tahun 2013 jumlah kapal yang membawa kontainer impor dan
dibongkar di Pelabuhan Bitung sebanyak 64 kapal dengan jumlah
kontainer sebanyak 977 kontainer. Rata-rata kontainer impor yang
dibongkar di pelabuhan Bitung per bulannya sebanyak 81 kontainer pada
tahun 2013 (Gambar 4.7). Berdasarkan data inward manifest (BC 1.1)
diketahui bahwa 92% dari kontainer impor yang masuk di pelabuhan
Bitung berasal dari antar pulau, yakni berasal dari Pelabuhan Tanjung
Priok dan Tanjung Perak). Kapal Meratus (Makassar, Mamiri, Malino)
144.38 131.13 103.66
749.52
953.63
0.00
2011 2012 2013
Impor Ekspor
No Produk Section Komoditi1 lemak olahan III Soybean oil
RBD Canola Oil2 Mineral V Semen
Aspal3 Industri Kimia VI Bahan kimia anorganik
Bahan Peledak4 Logam tidak mulia XV Besi dan baja seperti cold rolled steel dan can sheet
Barang dari besi atau baja, seperti struktur, bolt, wire, tinplate
easy open
5 Mesin dan peralatan mekanis
XVI BoilerPumpDryerLand Drilling rigMilling machiner
6 Kendaraan Air XVII Kapal tangker dan kapal ikan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 63
tercatat sebagai kapal yang paling banyak membawa kontainer impor dari
Pelabuhan Tanjung Priok. Dari 43 kapal PT Meratus yang berasal dari
Pelabuhan Tanjung Priok dan dibongkar di Pelabuhan Bitung dapat
diketahui bahwa rata-rata persentase jumlah kontainer impor hanya 4,18%
dari total kontainer yang diangkut di kapal (Gambar 4.8).
Gambar 4.8 Perkembangan Inward Manifest Pelabuhan Bitung
Tahun 2013 Sumber: KPPBC TMP C Bitung (2014).
Dari penjaluran PIB dan perbandingan jumlah PIB pada pelabuhan
Bitung sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 4.7 (a) dan (b), dapat
diketahui bahwa sebagian besar PIB berupa PIB berjalur Hijau yang
dibongkar melalui pelabuhan Bitung sedangkan sisanya berupa PIB
berjalur merah dan kuning. Sebagian besar PIB berjalur Hijau tersebut
berupa kontainer.
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des
BC 1.1 Non Kont 17 17 13 15 22 22 28 18 13 16 19 21
BC 1.1 Kont 4 4 4 7 6 6 6 2 5 5 8 7
BC 1.1 total 21 21 17 22 28 28 34 20 18 21 27 28
Jml Kont 43 63 49 110 63 86 150 55 96 60 104 98
020406080
100120140160
Grafik Inward Manifest Pelabuhan Bitung Tahun 2013
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 64
Gambar 4.9 Penjaluran PIB Pelabuhan Bitung dan Perbandingan Jumlah PIB Kontainer Pelabuhan Bitung
Sumber: KPPBC TMP C Bitung (2014).
Dari segi negara asal impor, pada tahun 2013 sebagian besar
impor pelabuhan Bitung berasal dari Vietnam yang mencapai volume 14
ribu ton (Semen dan Barang Campuran), Thailand sebanyak 11 ribu ton
(Semen), dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebesar 9,5 ribu ton (Gula
Pasir). Pada tahun sebelumnya, sebagian besar impor pelabuhan Bitung
berasal dari RRT berupa Barang Konstruksi, Mesin dan Sejenisnya, Alat
Berat, Peti Kemas, Aspal Curah, Kopra, dan Barang Campuran Lainnya.
Negara pemasok utama lainnya pelabuhan Bitung adalah Thailand (Beras
Bulog), Malaysia, Singapura, Belanda, Vietnam dan Filipina (PT
Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Cabang Bitung, 2014).
4.3 Analisis Biaya dan Manfaat atas Penetapan Pelabuhan Bitung-
Sulawesi Utara Sebagai Pelabuhan Tujuan Impor Produk Tertentu
Penetapan pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan tujuan impor
produk tertentu akan mendatangkan biaya dan manfaat. Beberapa
manfaat akan didapat dari adanya kebijakan penetapan pelabuhan Bitung-
Sulawesi Utara sebagai pelabuhan tujuan impor Produk Tertentu. Posisi
strategis pelabuhan Bitung dengan beberapa negara di kawasan Asia
0
100
200
300
400
500
600
Hijau Kuning Merah
PIB 182 35 48
Kont 578 127 146
Perbandingan Jml PIB (kontainer) Pelabuhan Bitung
0
50
100
150
200
250
PIB Kont PIB Curah Total PIB
Hijau 182 19 201
Kuning 35 15 50
Merah 48 26 74
Ax
is T
itle
Penjaluran PIB Pelabuhan Bitung
JalurPIB Kontainer PIB Curah Total PIB
Jml PIB % Jml PIB % Jml PIB %Hijau 182 68.68 19 31.67 201 61.85Kuning 35 13.21 15 25.00 50 15.38Merah 48 18.11 26 43.33 74 22.77
265 60 325
(a) (b)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 65
Pasifik, terutama negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia seperti
Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok, Australia, dan ASEAN (Gambar 4.10)
dinilai akan mampu meningkatkan kinerja perdagangan luar negeri
Indonesia mengingat penetapan pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan
terbuka bagi perdagangan luar negeri ini menyediakan layanan pelayaran
langsung kapal peti kemas internasional di kawasan Indonesia Timur.
Penetapan pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan tujuan impor Produk
Tertentu, waktu pelayaran akan jauh lebih singkat. Sebagai contoh,
pengiriman barang langsung antar dua negara yang dilakukan dengan
menggunakan kapal-kapal besar dari Super Shuttle Ferry Filipina mampu
melakukan perjalanan selama 36 jam menuju pelabuhan Bitung. Tentu
saja dengan jarak tempuh dan waktu pelayaran yang lebih singkat dan
efisien, maka akan berpotensi untuk mengurangi biaya klogistik yang
ditimbulkan dari biaya transportasi feeder lokal, biaya resiko kerusakan
barang, dan biaya lain-lain. Menurut Direktur Utama Pelindo IV (Asworo,
2014), Dengan dibukanya direct call di Pelabuhan Bitung sebagai pintu
ekspor-impor, maka dapat memangkas perjalanan dan biaya logistik
apabila melakukan ekspor ke luar negeri, yang semula melalui Tanjung
Perak dan Tanjung Priok. Biaya yang akan dipangkas dapat mencapai
20% apabila melakukan ekspor ke Tanjung Pelepas Malaysia.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 66
Gambar 4.10 Posisi Strategis Pelabuhan Bitung ke Beberapa Negara Asia Pasifik
Sumber: Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (2014).
Peranan pelabuhan Bitung yang selama ini dimanfaatkan sebagai
pusat distribusi dalam negeri, baik ke hinterland Sulawesi Utara, kota-kota
di provinsi tetangga (Ternate, Gorontalo, Balikpapan, Ambon, Sorong,
Palu, dll), dan kota-kota besar di Indonesia lainnya (Gambar 4.11),
dengan ditetapkannya penetapan pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan
terbuka bagi perdagangan luar negeri dan pelabuhan tujuan impor produk
tertentu maka akan berpotensi menjadikan pusat kegiatan ekspor-impor
dari kawasan Indonesia Timur (Papua, Maluku dan Sulawesi).
Pelabuhan Bitung dipergunakan terutama untuk mengirim produk jadi
agar mendatangkan nilai tambah bila dibandingkan dengan ekspor bahan
mentah ke sejumlah negara. Pengembangan Pelabuhan Bitung ini
tentunya dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia,
serta mengembangkan ekonomi kawasan timur Indonesia. Industri
manufaktur Bitung berasal dari pelabuhan Ambon, Ternate (pertanian,
industri dan produk pertambangan), Kalimantan Timur (Samarinda,
Tarakan, Nunukan) memiliki kontribusi yang signifikan terhadap kargo
untuk pelabuhan Bitung seperti produk dunia, batu bara, migas, dan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 67
plywood. Di sisi lain, hal ini akan mendatangkan investor dari wilayah
Papua, Maluku dan Sulawesi untuk menanamkan modalnya di pelabuhan
Bitung dan secara lebih luas Provinsi Sulawesi Utara dan Indonesia.
Gambar 4.11 Potensi Pelabuhan Bitung Sebagai Pusat Distribusi
Sumber: Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (2014).
Dengan rencana pengembangan pelabuhan Bitung sebagai hub
internasional ini menunjukkan penting dan tingginya potensi industri
perdagangan dan logistik di masa depan. Diprediksi jika pelabuhan hub
internasional dapat terealisasi maka lalu lintas barang dan jasa,
khususnya untuk kawasan timur Indonesia, akan semakin tinggi di Bitung.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (2014) memperkirakan kapasitas
pelabuhan Bitung akan mencapai 193.296 dengan volume bongkar muat
sebanyak 96.487 teus/m2 per tahun dan nilai tambah mencapai 213,11
miliar pada tahun 2015 dan akan terus meningkat hingga pada tahun 2025
(Tabel. 4.8) Dengan kata lain, pengembangan pelabuhan Bitung sebagai
hub internasional dapat memicu timbulnya industri logistik yang berfokus
pada aspek supply chain (rantai nilai).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 68
Tabel 4.8 Pertumbuhan dan Proyeksi Kapasitas dan Nilai Tambah Bongkar Muat di Pelabuhan Bitung
Sumber: Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (2014).
Beberapa tahun terakhir (2010-2012) nilai investasi (di luar
investasi sektor minyak & gas bumi, perbankan, lembaga keuangan non
bank, asuransi, sewa guna usaha, investasi yang perizinannya
dikeluarkan oleh instansi teknis, investasi porto folio (pasar modal) dan
investasi rumah tangga) dari investor dalam negeri di Provinsi Sulawesi
Selatan cenderung mengalami peningkatan, meskipun jumlah proyek
cenderung turun. Di sisi lain, nilai penanaman modal asing di Provinsi
Sulawesi Utara di tahun 2010 dan 2011 berada di atas USD 200 juta.
Akan tetapi pada tahun 2012 meskipun jumlah proyek meningkat menjadi
70 proyek, nilai PMA justru turun menjadi USD 46,7 juta.
Tabel 4.9 Perkembangan Investasi Provinsi Sulawesi Utara
Sumber: BKPM RI (Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, 2014).
TahunBongkar muat
(teus/m2 pertahun)
Kapasitas
Pelabuhan
Nilai tambah
bongkarmuat
1995 1.564 56.960 2.786.841.288
2000 2.180 56.960 3.884.291.300
2005 17.530 93.296 31.238.460.000
2010 96.487 143.296 171.940.077.047
2015 119.592 193.296 213.113.502.143
2020 117.568 193.296 209.505.550.391
2025 143.988 193.296 256.586.743.923
PMDN PROYEK NILAI INVESTASI
(Rp.)
2010 13 95,8 Miliar
2011 11 331,6 Miliar
2012 8 678,5 Miliar
PMA PROYEK NILAI
INVESTASI ($)
2010 25 226,8 Juta
2011 40 220,2 Juta
2012 70 46,7 Juta
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 69
Dampak penetapan pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan tujuan
impor produk tertentu di kawasan Indonesia Timur tidak hanya berpotensi
positif dalam hal pengembangan konektivitas dan logistik Indonesia,
namun juga berpotensi menarik investor baik dari dalam negeri dan luar
negeri untuk menanamkan modalnya di Bitung dan Provinsi Sulawesi
Utara. Sesuai dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Bitung di Sulawesi Utara
menjadi Kawasan Perhatian Investasi (KPI) dengan proyek-proyek
investasi sebagai berikut:
Tabel 4.10 Komitmen Investasi di Pelabuhan Bitung dalam Rangka MP3EI
Sumber: Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (2014).
Selain itu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara menyatakan terdapat
beberapa calon Investor baru yang telah berkeinginan untuk melakukan
investasi di Bitung jika ditetapkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK) Tanjung Merah.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 70
Seiring dengan adanya penanaman modal yang masuk akibat
dibukanya pelabuhan BItung sebagai pelabuhan tujuan impor produk
tertentu akan memberikan multiplier effects (seperti peningkatan
penyerapan tenaga kerja, penurunan angka kemiskinan, peningkatan nilai
tambah, pengembangan sektor industri manufaktur, jasa logistik,
perdagangan dan pertumbuhan perekonomian) pada pelabuhan Bitung,
Provinsi Sulawesi Utara, dan Indonesia. Sektor industri pengolahan
produksi Kelapa dan industri pengolahan produksi perikanan sebagai
sektor unggulan dari pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Tanjung Merah, Bitung di Koridor Ekonomi Sulawesi akan terdorong
peningkatan produksi, ekspor, dan daya saingnya dengan adanya
pelabuhan Bitung sebagai hub internasional. Saat ini industri pengolahan
ikan di Bitung belum didukung oleh keterkaitan antara industri inti dengan
industri pendukung dan industri terkait. Keterbatasan suplai bahan baku
dari perikanan tangkap untuk industri pengolahan ikan dan terbatasnya
sarana penangkapan, armada penangkapan ikan, cold storage, pelabuhan
menjadi salah satu kendala industri pengolahan ikan di Indonesia,
khususnya di Bitung. Dengan adanya penetapan pelabuhan Bitung
sebagai pelabuhan terbuka bagi perdagangan luar negeri akan
menjadikan Sulawesi sebagai eksportir ikan terbesar di Indonesia
mengingat Sulawesi adalah salah satu penghasil ikan terbesar di
Indonesia yang mampu memberikan 22% kontribusi terhadap Pendapatan
Domestik Regional Bruto (PDRB).
Berbagai pembangunan infrastruktur dan masuknya investasi tentu
saja berdampak pada kenaikan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara
dari 7,12% tahun 2010 menjadi 7,45% tahun 2013, Peningkatan
pertumbuhan ekonomi tersebut akan bertambah signifikan setelah
ditetapkannya pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan tujuan impor produk
tertentu.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 71
Tabel 4.11 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sulawesi Utara
Manfaat yang akan dirasakan oleh konsumen akibat penetapan
pelabuhan tujuan impor Produk Tertentu adalah masyarakat akan
mendapatkan banyak alternatif pilihan barang untuk dikonsumsi dengan
harga yang jauh lebih murah dan menekan inflasi Provinsi Sulawesi Utara.
Persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi pada triwulan III-2013 di
Provinsi Sulawesi Utara menyatakan kondisi optimis dengan nilai indeks
109,50, meningkat dibanding dengan triwulan II-2013 yang mencapai
109,38. Peningkatan tersebut didorong oleh faktor peningkatan pengaruh
inflasi terhadap tingkat konsumsi yang naik dari 109,12 menjadi 110,08
dan peningkatan tingkat konsumsi rumah tangga terhadap komoditi
makanan dan bukan makanan dari 106,25 menjadi 109,74 (Tabel 9).
Tabel 4.12 Indeks Tendensi Konsumen Triwulan II dan III Tahun 2013
Sulawesi Utara Menurut Variabel Pembentuknya
Sumber: BPS Indonesia
Tidaknya akan mendatangkan banyak manfaat, penetapan
pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan tujuan impor Produk Tertentu juga
memerlukan biaya. Pembangunan infrastruktur pelabuhan Bitung
memerlukan jumlah dana yang tidak sedikit. Pengembangan dua terminal
I II III IV KUMULATIF
2010 6.70% 6.80% 7.04% 7.77% 7.12%
2011 6.99% 7.14% 7.73% 8.30% 7.39%
2012 7.46% 7.47% 8.21% 8.37% 7.86%
2013 7.57% 7.21% 7.46% 7.51% 7.45%
TREND '10-13 4.41% 2.23% 2.37% -0.93% 2.00%
Sumber: Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Sulawesi Utara (2014), diolah.
TAHUN PER TRIWULAN
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 72
secara bertahap di pelabuhan Bitung pada tahun 2012–2015
membutuhkan anggaran mencapai sekitar Rp 6 triliun. Kemudian, dana
yang digelontorkan untuk pembangunan lapangan penumpukan peti
kemas sebesar Rp 8 miliar. Dewasa ini dalam proses
pembangunan perpanjangan dermaga dari 358,5 meter menjadi 458,5
meter dengan anggaran Rp 80,9 miliar, di mana tiap tahun ditargetkan
penambahan panjang dermaga 100 meter hingga tahun 2015.
Dampak negatif lainnya dari kebijakan penetapan pelabuhan impor
Produk Tertentu adalah rusaknya sumber daya alam dan ekosistem di
sekitar pelabuhan Bitung terkait dengan pengembangan pelabuhan.
Selain itu, dengan masuknya barang konsumsi yang diimpor dari luar
negeri adalah penurunan daya saing dari industri domestik dan pemilihan
barang impor dibandingkan dengan barang buatan lokal. Mengingat
industri pengolahan ikan merupakan sektor industri unggulan, terdapat
kekhawatiran adanya persaingan secara langsung dengan produk impor
sejenis karena produk perikanan terdapat di dalam kelompok produk
Makanan dan Minuman yang diperbolehkan masuk melalui pelabuhan
tertentu.
Untuk mendukung Pelabuhan Bitung dan KEK Bitung, pemerintah
juga akan membangun jalan tol Manado-Bitung sepanjang 39 km dengan
lebar 60 meter. Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara mengalokasikan
anggaran sebesar Rp 295 miliar untuk pembebasan lahan, dan saat
ini pembebasan lahan telah mencapai 90%. Sedangkan anggaran
pembangunan jalan tol sebesar Rp 4 triliun yang berasal dari
pemerintah pusat Rp 1,1 triliun dan swasta Rp 2,9 triliun. Tender
proyeknya dilaksanakan Oktober 2013, dan pembangunannya
direncanakan dimulai Januari 2014. Saat ini waktu tempuh Manado –
Bitung 2 jam, dan apabila jalan tol rampung akan mempercepat waktu
tempuh menjadi 45 menit.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 73
4.4 Perkembangan Kinerja Impor Produk Tertentu Indonesia
Realisasi nilai impor Produk Tertentu Indonesia sepanjang tahun
2009-2013 rata-rata tumbuh sebesar 18,56% per tahunnya dimana pada
nilai impor Produk Tertentu Indonesia berdasarkan ketentuan Permendag
NO. 57/M-DAG/PER/12/2010 dan Permendag No. 83/M-
DAG/PER/12/2012 mencapai USD 8,56 miliar (naik 13,64% dari tahun
sebelumnya). Pada tahun 2013 sebagian besar impor Produk Tertentu
Indonesia adalah Produk Elektronika (68,95%), kemudian diikuti oleh
produk Makanan dan Minuman (9,40%) dan Pakaian Jadi (7,86%).
Tabel 4.13 Perkembangan Realisasi Nilai Impor Produk Tertentu Indonesia Tahun 2009-2013
Sumber: BPS Indonesia (2014), diolah.
Pada tahun 2013 lebih dari 50% impor Produk Tertentu Indonesia
masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok, diikuti melalui Bandara udara
internasional Soekarno-Hatta (32,51%), pelabuhan Tanjung Emas
(4,58%), pelabuhan Tanjung Perak (5,84%), dan pelabuhan Belawan
(1,19%). Mencermati data BPS Indonesia (2014), masih terdapat sekitar
3,89% dari impor Produk Tertentu Indonesia yang masuk bukan melalui
pelabuhan tertentu yang telah diatur. Hal ini mengindikasikan masih
terdapat kebocoran dalam importasi atas Produk Tertentu ke Indonesia.
Trend (%) Pangsa (%) Perub. (%)
2009 2010 2011 2012 2013 09-13 2013 13/12
ALAS KAKI 73.96 120.27 159.12 202.83 248.94 34.31 2.91 22.74
ELEKTRONIKA 3,249.63 4,493.61 5,093.22 5,709.38 5,900.99 15.40 68.95 3.36
KOSMETIK 227.96 302.92 410.87 467.84 576.11 25.72 6.73 23.14
MAINAN ANAK-ANAK 59.23 77.19 102.68 112.17 129.16 21.33 1.51 15.15
MAKANAN DAN MINUMAN 310.93 404.28 515.89 605.73 804.29 25.92 9.40 32.78
OBAT TRADISIONAL DAN
SUPLEMEN MAKANAN 102.66 92.74 81.04 110.89 226.30 19.24 2.64 104.08
PAKAIAN JADI 165.05 233.89 286.12 322.14 672.40 36.74 7.86 108.73
TOTAL 4,189.43 5,724.90 6,648.94 7,530.98 8,558.19 18.56 100.00 13.64
KELOMPOK NILAI (USD JUTA)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 74
Tabel 4.14 Perkembangan Realisasi Nilai Impor Produk Tertentu Indonesia Berdasarkan Pelabuhan Tahun 2009-2013
Sumber: BPS Indonesia (2014), diolah.
Tiongkok, Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Singapura adalah
beberapa negara pemasok utama impor Produk Tertentu Indonesia
dimana negara-negara tersebut merupakan mitra dagang FTA Indonesia.
Jika dilihat dari pertumbuhan, sebagian besar impor Produk Tertentu
Indonesia mengalami kenaikan dimana pertumbuhan impor produk
Tertentu tertinggi pada tahun 2013 berasal dari Hong Kong (171,40%).
Impor Produk Tertentu dari Korea Selatan dan India pada tahun yang
sama justru mengalami penurunan.
Trend Pangsa Perub.
2009 2010 2011 2012 2013*) 09-13 2013 13/12
TANJUNG PRIOK 1,930.51 2,569.54 3,402.69 3,877.56 4,422.11 22.99% 51.67% 14.0%
SUKARNO HATTA (U) 1,701.92 2,336.05 2,253.68 2,427.79 2,782.41 10.76% 32.51% 14.6%
TANJUNG EMAS 63.13 163.43 195.67 258.58 391.81 50.83% 4.58% 51.5%
TANJUNG PERAK 195.23 262.00 304.27 388.38 499.52 25.52% 5.84% 28.6%
BELAWAN 66.38 78.32 97.44 96.16 101.58 11.14% 1.19% 5.6%
SURABAYA /JUANDA (U) 3.64 4.64 11.60 25.34 13.17 53.23% 0.15% -48.0%
AMAMAPARE 2.94 3.95 5.55 6.19 1.05 -14.84% 0.01% -83.0%
UJUNGPANDANG 4.26 1.04 2.17 1.43 3.94 1.61% 0.05% 175.9%
DUMAI 1.46 4.29 6.26 5.34 0.49 -17.89% 0.01% -90.8%
MEDAN / POLONIA (U) 0.18 1.10 0.98 6.35 8.80 160.36% 0.10% 38.6%
LHOK SEUMAWE 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 - 0.00% -100.0%
ACHMAD YANI (U) 0.01 0.00 0.00 0.00 0.17 54.51% 0.00% 12584.5%
BINTUNI, IRIAN JAYA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 - 0.00% -
HASANUDDIN (U) 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 - 0.00% -
LINGKAS TARAKAN 0.00 0.00 0.25 0.00 0.00 - 0.00% -
SUBTOTAL 3,969.69 5,424.37 6,280.58 7,093.12 8,225.05 18.83% 96.11% 16.0%
LAINNYA 219.74 300.53 368.37 437.85 333.14 12.85% 3.89% -23.9%
TOTAL 4,189.43 5,724.90 6,648.94 7,530.98 8,558.19 18.56% 100.00% 13.6%
PELABUHAN NILAI (USD JUTA)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 75
Gambar 4.12 Pemasok Utama Impor Produk Tertentu Indonesia
Sumber: BPS Indonesia (2014), diolah.
4.5 Hasil Temuan Lapangan
Untuk memperoleh gambaran lebih lanjut mengenai kondisi,
kesesuaian, kelayakan, kesiapan, dan potensi dampak dari kebijakan
impor produk tertentu pelabuhan Bitung-Sulawesi Utara sebagai
pelabuhan tujuan impor Produk Tertentu di lapangan dan studi
perbandingan kesesuaian dan kelayakan serta kinerja suatu pelabuhan
tertentu yang telah dijadikan pelabuhan tujuan impor Produk Tertentu,
maka tim analisis melakukan kunjungan lapangan atau survei ke
pelabuhan Bitung, Manado dan pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
1. Pelabuhan Bitung dan Manado, Provinsi Sulawesi Utara
Berdasarkan hasil wawancara dan survei yang dilakukan oleh Tim
Analisis dengan beberapa instansi terkait di pelabuhan Bitung dan kota
Manado secara umum dapat dilaporkan sebagai berikut:
3,612.02
488.48
798.49
667.16
157.71
139.84
50.77
72.01
167.58
205.57
4,110.81
973.07
875.09
677.54
194.44
154.80
137.79
99.37
94.30
121.50
TIONGKOK
VIETNAM
THAILAND
MALAYSIA
SINGAPURA
AMERIKA SERIKAT
HONGKONG
PERANCIS
KOREA SELATAN
INDIA
Nilai (USD Juta)
2012 2013
13.81
99.21
9.59
1.55
23.28
10.70
171.40
38.00
-43.73
-40.90
Pertumbuhan (%)
Jan-Mei '14/13
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 76
a. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa
Sulawesi Utara menyampaikan beberapa hal, sebagai berikut:
i. Pelabuhan Bitung, Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah
satu pelabuhan ekspor-impor yang selama ini melayani
kegiatan ekspor dan impor.
ii. Beberapa produk utama yang diekspor Provinsi Sulawesi
Utara adalah produk turunan Kelapa Sawit (CPO), produk
Perikanan, produk Bungkil Kopra, dan Rempah-rempah)
dimana nilai realisasi ekspor Provinsi Sulawesi Utara pada
tahun 2013 mencapai US$ 868,81 juta dan volume ekspor
sebesar 1,05 juta ton. Sebagian besar ekspor tersebut
ditujukan ke Belanda, Amerika Serikat, dan China.
iii. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Provinsi Sulawesi Utara, nilai realisasi impor pada tahun 2013
mencapai US$ 115,36 juta dengan volume sebesar 2,96 juta
ton. Jika dibandingkan dengan sisi ekspor, nilai neraca
perdagangan tahun 2013 mengalami surplus sebesar US$
769,79 juta sedangkan terjadi defisit neraca perdagangan
Provinsi Sulawesi Utara sebesar 1,91 juta ton.
iv. Industri pengalengan ikan, industri pengolahan ikan, industri
makanan olahan dari kelapa, industri minyak kelapa murni dan
industri rumput laut merupakan beberapa industri unggulan
Provinsi Sulawesi Utara. Sebagian besar hasil produksi
industri pengalengan ikan dan industri pengolahan ikan
ditujukkan untuk pasar luar negeri sedangkan sisanya
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
v. Adapun dasar usulan penetapan pelabuhan Bitung sebagai
salah satu pelabuhan tujuan impor produk tertentu oleh IT-
Produk Tertentu adalah karena pelabuhan Bitung merupakan
pelabuhan internasional yang menjadi penghubung
internasional kawasan Asia Pasifik dan kawasan Indonesia
Timur. Selama ini produk tertentu yang masuk ke Provinsi
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 77
Sulawesi Utara diimpor melalui pelabuhan Tanjung Priok di
Jakarta dan pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya.
vi. Dengan pembukaan pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan
tujuan impor produk tertentu diharapkan dapat menekan harga
dan tingkat inflasi di Provinsi Sulawesi Utara karena
pembukaan tersebut dapat secara signifikan mengurangi
biaya pengapalan komoditas ekspor-impor. Tak hanya itu, hal
tersebut akan mendatangkan peningkatan kinerja industri,
UMKM, dan industri pelayaran di Provinsi Sulawesi Utara yang
pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan
perekonomian Sulawesi Utara. Selain itu, pembukaan
pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan tujuan impor produk
tertentu dapat menjadikan insentif investasi seiring dengan
pengembangan Bitung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus
(KEK).
vii. Produk-produk tertentu yang dapat diimpor oleh IT-Produk
Tertentu hendaknya tidak menganggu perkembangan industri
yang memproduksi produk sejenis yang berada di Provinsi
Sulawesi Utara.
b. Kepala KPPBC Tipe Madya Pabean C Kota Bitung menyampaikan
beberapa hal, antara lain:
a. Berdasarkan Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Indonesia (MP3EI) dan Sistem Logistik
Nasional, pelabuhan Bitung ditetapkan sebagai pelabuhan
Hub Internasional, namun demikian kegiatan ekspor-impor di
pelabuhan Bitung terkendala dengan adanya (Permendag)
No. 83/M-DAG/PER/12/2012 tentang Ketentuan Impor Produk
Tertentu sebagaimana terakhir diubah melalui Permendag No.
61/M-DAG/PER/9/2013 yang mengatur atas impor Produk
Tertentu oleh IT-Produk Tertentu dan melalui pelabuhan
tujuan impor tertentu.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 78
b. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pemerintah Provinsi
Sulawesi Utara atas arahan dari Deputi Bidang Koordinasi
Industri dan Perdagangan Kementerian Koordinator
Perekonomian menyampaikan surat resmi dan rekomendasi
atas usulan perubahan Permendag No. 83/M-
DAG/PER/12/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Barang
Tertentu kepada Menteri Perdagangan terkait dengan usulan
pemasukan pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan tujuan impor
produk tertentu.
c. Dari catatan KPPBC Tipe Madya Pabean C Kota Bitung, rata-
rata nilai impor Pelabuhan Bitung selama tiga tahun terakhir
(2011-2013) sebesar US$ 126,39 juta dengan rata-rata
volume sebesar 1,08 juta ton.
d. Meskipun pada saat ini hanya pelayanan Pemberitahuan
Ekspor Barang (PEB) dan pelayanan RKSP dan Inward/
Outward Manifest yang telah dilayani 24 jam, sedangkan sisa
pelayanan lainnya masih berada di dalam jam kerja, KPPBC
Tipe Madya Kepabeanan C Kota Bitung menyatakan
kesiapannya terkait dengan penetapan pelabuhan Bitung
sebagai pelabuhan impor produk tertentu dalam pelayanan
dan ketersediaan sumber daya manusia.
e. Penduduk Sulawesi Utara tahun 2010 mencapai 2,3 juta jiwa,
atau 0,96% dari seluruh penduduk Indonesia dengan rata-rata
pertumbuhan turun 2,1% per 10 tahun. Sementara itu, jumlah
penduduk yang bekerja di provinsi Sulawesi Utara pada
Agustus 2013 sebesar 946,9 ribu orang mengalami
penurunan 1,09% dari Agustus 2012 yang sebesar 957,3
ribu orang. Sektor pertanian tetap mendominasi lapangan
pekerjaan utama penduduk di Provinsi Sulawesi Utara yaitu
sekitar 34,23% dari seluruh penduduk yang bekerja.
Kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, rumah makan,
dan jasa akomodasi sebesar 17,78%.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 79
f. Ekspor nonmigas Sulawesi Utara pada tahun 2013 mencapai
USD 878,47 juta dimana ekspor yang melalui Sulawesi Utara
sebesar USD 739,09 juta dan sisanya melalui luar provinsi
Sulawesi Utara sebesar USD 139,38 juta. Lemak & minyak
hewan/nabati, olahan ikan, dan kopra merupakan komoditi
ekspor utama Provinsi Sulawesi Utara, sementara negara
utama tujuan ekspor Sulawesi Utara Belanda, Cina, dan
Amerika Serikat. Pintu ekspor terbesar di Sulawesi Utara
adalah Pelabuhan Bitung dengan nilai ekspor sekitar 75% dari
total nilai ekspor Sulawesi Utara. Sedangkan impor Sulawesi
Utara selama tahun 2013 mencapai USD 110,27 juta.
Perekonomian Sulawesi Utara ditopang oleh sektor Pertanian,
Perdagangan, dan Jasa yang memberikan kontribusi lebih dari
50% PDRB Sulawesi Utara. Sementara itu industri
pengolahan memberikan kontribusi sekitar 8% terhadap PDRB
Sulawesi Utara. Meskipun demikian, Sektor Industri
Manufaktur Besar dan Sedang masih merupakan salah satu
sektor andalan pendorong ekonomi Provinsi Sulawesi Utara
yang terus dikembangkan. Industri yang berkembang di
Sulawesi Utara adalah Industri Makanan yang tumbuh 7,99%
yoy pada Triwulan IV tahun 2013.
ii. Harapan tersebut sudah diwujudkan melalui beberapa upaya
yang dilakukan baik oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Utara
seperti diresmikannya pembangunan jalan tol sebagai akses
masuk ke Pelabuhan Bitung pada tanggal 14 Januari 2014
dan dilaksanaknnya program pengembangan Sulawesi Utara
untuk masuk ke dalam Sitem Logistik Nasional (Sislognas).
Pemerintah juga berupaya untuk mengembangkan kawasan
industri di Sulawesi Utara khususnya untuk produk olahan
ikan, olahan kopra, kakao, dan CPO untuk menarik investor
agar menanamkan modal di Sulawesi Utara dan menghasilkan
komoditi andalan ekspor yang mampu berdaya saing dan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 80
memberikan nilai tambah. Hal tersebut selain untuk
meningkatkan kinerja ekspor, diharapkan juga akan
meningkatkan pendapatan daerah, membuka lapangan baru
dan menyerap tenaga kerja, dan seyogyanya mampu
meningkatkan perekonomian provinsi Sulawesi Utara.
Selain itu, kesiapan dari pihak pelabuhan Bitung dalam rangka
pengembangan Pelabuhan Bitung sebagai Hub Port, pihak terkait
seperti PT. Pelindo IV cabang Bitung juga melakukan berbagai
upaya perbaikan diantaranya penambahan fasilitas Countainer
Crane dari 3 buah menjadi 4 buah sehingga kapasitas bongkas
muat peti kemas diperkirakan mencapai 40 kontainer per jam.
Saat ini juga sedang dilakukan perpanjangan dermaga
pelabuhan. Untuk saat ini terdapat 2 lapangan penimbunan peti
kemas yang digunakan dan pihak pelabuhan mengaku siap jika
diperlukan perluasan
2. Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Provinsi Jawa Timur
Berdasarkan hasil wawancara dan survei yang dilakukan dengan
perwakilan dari beberapa instansi terkait (Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Jawa Timur, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo)
III (Persero) Surabaya, dan PT Sucofindo Surabaya) dapat dilaporkan
secara umum sebagai berikut:
a. Kepala Sub Bidang Impor Disperindag Jawa Timur menyampaikan
bahwa:
i. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor
melalui Pelabuhan Tanjung Perak cenderung mengalami
peningkatan selama 5 tahun terakhir (2009-2013) sebesar
21,49% per tahun. Pada tahun 2013 nilai impor melalui
Pelabuhan Tanjung Perak tercatat mencapai USD 18,42
miliar, tumbuh 7,14% dari tahun sebelumnya.
ii. Terkait dengan pengimplementasian ketentuan impor Produk
Tertentu, pangsa impor Produk Tertentu pelabuhan Tanjung
Perak Surabaya berkisar 1,86%-2,63% dari total impornya.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 81
Kemudian, rata-rata pertumbuhan nilai impor Produk Tertentu
Pelabuhan Tanjung Perak sebesar 24,78%. Nilai impor Produk
Tertentu melalui Pelabuhan Tanjung Perak pada tahun 2013
mencapai USD 484,99 juta, naik sebesar 24,87% dari tahun
2012.
iii. Ditinjau dari pengelompokkan Produk Tertentu, impor Produk
Tertentu melalui Pelabuhan Tanjung Perak didominasi pada
tahun 2013 oleh produk Makanan dan Minuman (42,49%),
Elektronika (41,26%), dan Kosmetik (10,38%). Nilai impor
produk Makanan dan Minuman melalui pelabuhan Tanjung
Perak pada tahun 2013 mencapai USD 206,08 juta, produk
Elektronika (USD 200,11 juta), dan produk Kosmetika (USD
50,32 juta).
iv. Selama ini impor yang masuk ke pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya sangat besar mengingat peranannya sebagai
pelabuhan Hub untuk kawasan Indonesia Timur. Namun
demikan, bagi sebagian kalangan, kondisi ini dianggap tidak
baik.
v. Dengan dibukanya pelabuhan Bitung untuk impor produk
tertentu tentu akan mengurangi impor “semu” yang melalui
pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
vi. Di samping itu, dampak lain dari kebijakan tersebut adalah
pengurangan beban daya tampung peti kemas di pelabuhan
Tanjung Perak Surabaya.
b. PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III (Persero) Surabaya
i. Berdasarkan data dari PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III
(Persero) Surabaya, arus impor pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya tahun 2012 senilai 16,4 milyar. Dengan tingkat
pertumbuhan nilai impor sebesar 17,18% selama 2004-2012.
ii. Untuk arus ekspor PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III
(Persero) Surabaya mencapai USD 13,2 milyar, dengan trend
pertumbuhan ekspor sebesar 10,93% selama 2004-2012.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 82
iii. Arus petikemas luar negeri pelabuhan Tanjung Perak
cenderung mengalami peningkatan selama tahun 2007-
Oktober 2012. Pada tahun 2007 arus petikemas berkisar
2.071 Box dan 2.143 Teus. Sementara pada bulan Januari-
Oktober 2012 mencapai 7.558 Box dan 7.888 Teus.
iv. Jika dibandingkan dengan arus petikemas luar negeri, arus
petikemas dalam negeri pelabuhan Tanjung Perak jauh lebih
tinggi. Pada Januari-Oktober 2012 arus petikemas dalam
negeri mencapai 437.925 Box dan 463.922 Teus.
c. PT Sucofindo Surabaya
i. Sucofindo bersama Surveyor Indonesia ditunjuk untuk menjadi
verifikator atau penelusuran teknis produk tertentu
berdasarkan Kepmendag No. 124/M-DAG/KEP/2/2013
tanggal 28 Februari 2013.
ii. PT Sucofindo memiliki cabang khusus unit laboratorium
Surabaya guna pengujian dan analisa.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 83
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan paparan pada bab-bab sebelumnya, secara umum
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Berdasarkan kriteria aspek persyaratan penyelenggaraan Pelabuhan
Laut sebagai pelabuhan Ekspor-Impor dalam Keputusan Menteri
Perhubungan No. KM 54 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan
Pelabuhan Laut, yakni memenuhi 1) Aspek Administrasi; 2) Aspek
Ekonomi (menunjang industri Makanan dan Minuman, Kimia, Logam
dan Furnitur; 3) Aspek Barang Ekspor (arus barang ekspor melebihi
1,02 milyar ton); 4) Aspek Keselamatan dan Keamanan Pelayaran
(memiliki kedalaman perairan diatas syarat minimum, memiliki stasiun
radio operasi pantai, dan memiliki prasarana, sarana dan sumber daya
manusia pandu); 5) Aspek Teknis Fasilitas Kepelabuhan (memiliki
dermaga beton yang permanen, gudang tertutup, fasilitas pencegahan
pencemaran dan peralatan bongkar muat yang lengkap); dan 6) Aspek
Kantor dan Peralatan Penunjang bagi Instansi (terdapat kantor Bea
dan Cukai, Imigrasi dan Karantina), pelabuhan Bitung Sulawesi Utara
dapat dibuka dan ditetapkan sebagai pelabuhan impor Produk tertentu
dengan dasar pertimbangan bahwa pelabuhan Bitung telah memenuhi
5 (lima) aspek persyaratan pelabuhan terbuka bagi perdagangan
ekspor-impor.
2. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Pusat Kebijakan
Perdagangan Luar Negeri (2012) yang menyimpulkan bahwa secara
umum pelabuhan-pelabuhan tertentu untuk pintu masuk impor produk
industri dan pertanian/ hortikultura (seperti pelabuhan Batam,
Belawan, Tanjung Perak, Soekarno-Hatta, dan Bitung) telah memenuhi
standar pada kriteria prioritas pertama (Keamanan, Ketahanan, dan
Pelayanan Pelabuhan) dan kriteria prioritas kedua (Ketersediaan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 84
Sumberdaya Manusia), akan tetapi pelabuhan-pelabuhan tersebut
belum mampu memenuhi standar kriteria Fasilitas Pelabuhan Laut dan
kriteria Proteksi terhadap Produk Lokal dan kriteria Wilayah Perairan
untuk Pelabuhan Laut.
3. Penduduk Sulawesi Utara tahun 2010 sebesar 2,3 juta jiwa, atau
0,96% dari seluruh penduduk Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan
turun 2,1% per 10 tahun.
4. Persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi pada triwulan III-2013 di
Provinsi Sulawesi Utara menyatakan kondisi optimis dengan nilai
indeks 109,50, meningkat dibanding dengan triwulan II-2013 yang
mencapai 109,38. Peningkatan tersebut didorong oleh faktor
peningkatan pengaruh inflasi terhadap tingkat konsumsi yang naik dari
109,12 menjadi 110,08 dan peningkatan tingkat konsumsi rumah
tangga terhadap komoditi makanan dan bukan makanan dari 106,25
menjadi 109,74.
5. Penetapan pelabuhan Bitung akan mendukung pengembangan
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Merah, Bitung dimana akan
mendorong pengembangan sektor industri pengolahan produksi
Kelapa, industri pengolahan produksi Perikanan, industri Manufaktur,
dan Logistik, penyerapan tenaga kerja, investasi.
5.2 Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan hasil analisis, maka kami merekomendasikan agar
pelabuhan Bitung Sulawesi Utara dapat dibuka dan ditetapkan sebagai
pelabuhan impor Produk tertentu dengan dasar pertimbangan bahwa
pelabuhan Bitung telah memenuhi 5 (lima) aspek persyaratan pelabuhan
terbuka bagi perdagangan ekspor-impor. Produk Tertentu yang diusulkan
untuk dapat diizinkan masuk melalui pelabuhan Bitung adalah produk
Makanan dan Minuman, Pakaian Jadi, dan Elektronika yang diharapkan
tidak hanya dapat memenuhi kepentingan masyarakat Sulawesi Utara
tetapi juga Kawasan Indonesia Timur (seperti Papua Barat dan Maluku).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 85
DAFTAR PUSTAKA
Apakah Yang Dimaksud Dengan Pelabuhan . (2011, April 4). diunduh dari
Maritime World: www.maritimeworld.web.id/2011/04/apakah-yang-
dimaksud-dengan-pelabuhan.html?m=1
Asworo, H. T. (2014, April 14). Maersk Line Masuk Pelabuhan Bitung.
diunduh April 14, 2014, dari Bisnis Indonesia:
makassar.bisnis.com/m/read/20140414/21/177220/maersk-line-
masuk-pelabuhan-bitung-biaya-logistik-terpangkas-20
Bintarto, R. (1968). Beberapa Aspek Geografi. Yogyakarta: Penerbit
Karya.
BPS Provinsi Sulawesi Utara. (2013). Indeks Tendensi Konsumen
Sulawesi Utara Triwulan III 2013. Berita Resmi Statistik BPS
Provinsi Sulawesi Utara No. 64/11/71/Th.VII, 6 November 2013.
Manado: BPS Provinsi Sulawesi Utara.
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2014). Data Perdagangan Ekspor dan
Impor Indonesia.
C. Kebijaksanaan Impor. (n.d.). diunduh Maret 20, 2014, dari UT:
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/espa4216/33.htm
Indriyanto. (2005). Peran Pelabuhan Menciptakan Peluang Usaha
Pariwisata. Semarang: Universitas Diponegoro.
Investor Daily. (2008, Februari 11). Penciutan Pelabuhan Terbuka
Februari Ini . diunduh Mei 20, 2014, dari Departemen Perhubungan
Republik Indonesia:
http://kemhubri.dephub.go.id/id/index2.php?module=news&act=vie
w&id=MzI1
Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 414 Tahun 2013 tentang
Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) Pelabuhan
Bitung.
Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 54 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Laut
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 86
Kementerian Perhubungan. (2014). 25 Pelabuhan Strategis Indonesia,
diunduh dari situs Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
Kementerian Perhubungan.
KP3EI. (n.d.). Global Hub Bitung. diunduh Maret 20, 2014, dari KP3EI:
http://kp3ei.go.id/in/main_ind/content2/130/132
KPPBC TMP C Bitung. (2014). Profil Kantor Pengawasan dan Pelayanan
Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Bitung. Bitung: KPPBC TMP
Bitung, disampaikan pada 19 Februari 2014.
Krugman, Paul R. dan Maurice Obstfeld. (2003). International Economics:
Theory and Policy. Pearson Education Internasional.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. (2014). Usulan Untuk Menjadikan
Pelabuhan Bitung Sebagai Pelabuhan Impor Produk Tertentu.
Manado: Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, disampaikan pada
Rapat Usulan Penambahan Pelabuhan Bitung sebagai Pelabuhan
Tujuan Impor Produk Tertentu pada tanggal 27 Februari 2014 di
Kementerian Perdagangan.
Peraturan Menteri Perdagangan No. 44/M-DAG/PER/10/2008 tentang
Ketentuan Impor Produk Tertentu.
Peraturan Menteri Perdagangan No. 52/M-DAG/PER/12/2008 tentang
Ketentuan Impor Produk Tertentu.
Peraturan Menteri Perdagangan No. 56/M-DAG/PER/12/2008 tentang
Ketentuan Impor Produk Tertentu.
Peraturan Menteri Perdagangan No. 23/M-DAG/PER/5/2010 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 56/M-
DAG/PER/12/2008 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu.
Peraturan Menteri Perdagangan No. 57/M-DAG/PER/12/2010 tentang
Ketentuan Impor Produk Tertentu.
Peraturan Menteri Perdagangan No. 83/M-DAG/PER/12/2012 tentang
Ketentuan Impor Produk Tertentu
Peraturan Menteri Perdagangan No. 61/M-DAG/PER/9/2013 tentang
Ketentuan Impor Produk Tertentu
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 87
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan
Peraturan Pemerintah No. 88 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Pulau Sulawesi.
Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-
2025.
Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2012 tentang Sistem Logistik Nasional
PT Pelabuhan Indonesia I (Persero). (2012, November 2). Pelabuhan
Penting Bagi Perekonomian . diunduh Maret 20, 2014, dari PT
Pelabuhan Indonesia I (Persero):
http://www.inaport1.co.id/?p=1847
PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Cabang Bitung. (2014). Kegiatan
Bongkar Impor dan Muat Barang Ekspor Tahun 2012-2013. Bitung.
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri. (2012). Kajian Kebijakan
Penentuan Pelabuhan Tertentu Sebagai Pintu Masuk Impor Produk
Tertentu. Jakarta: Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri,
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan,
Kementerian Perdagangan.
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri. (2013). Analisis Usulan Impor
Produk Tertentu Melalui Pelabuhan Krueng Geukueh Aceh Utara
Dan Pelabuhan Kuala Langsa. Jakarta: Pusat Kebijakan
Perdagangan Luar Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan.
Salvatore D. (1997). Ekonomi Internasional. Haris Munandar
[Penerjemah]. Jakarta: Erlangga.
Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Sulawesi Utara. (2014). Indikator
Perekonomian dan Perbankan Sulawesi Utara Tahun 2013.
Manado: Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.
Triatmodjo, B. (2008). Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Ofset.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 88
Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Widayanto, S. (2011). Fasilitasi dan Aturan Perdagangan: Prosedur
Notifikasi WTO Untuk Transparansi Kebijakan Impor Terkait Bidang
Perdagangan: Kewajiban Pokok Indonesia Sebagai Anggota
Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization).
Direktorat Kerjasama Multilateral, Direktorat Jenderal . Jakarta:
Direktorat Kerjasama Multilateral, Direktorat Jenderal Kerjasama
Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan.