laporan agroforestri 1

20
LAPORAN PRAKTIKUM AGROFORESTRI PENERAPAN AGROFORESTRI PADA PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM), DI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN (KPH) BANYUWANGI BARAT PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR Di susun oleh : Kelompok XI ADI DZIKRULLAH E44070050 IZZUDIN E44070052 ARIF BUDI PURNOMO E44070055 WIWIT SETIADI E44070059 RAHMAD PRASETYA E44070061 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Upload: adibahri

Post on 24-Jun-2015

1.006 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Uploaded from Google Docs

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AGROFORESTRI 1

LAPORAN PRAKTIKUM AGROFORESTRI

PENERAPAN AGROFORESTRI PADA PENGELOLAAN

HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM), DI KESATUAN

PEMANGKUAN HUTAN (KPH) BANYUWANGI BARAT

PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

Di susun oleh :

Kelompok XI

ADI DZIKRULLAH E44070050

IZZUDIN E44070052

ARIF BUDI PURNOMO E44070055

WIWIT SETIADI E44070059

RAHMAD PRASETYA E44070061

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 2: LAPORAN AGROFORESTRI 1

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................... i

DAFTAR TABEL….....................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2 Tujuan ............................................................................................. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agroforestri ....................................................................................... 3

2.2. Sasaran dan Tujuan Agroforestri ..................................................... 4

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil ................................................................................................. 5

3.1.1 Identifikasi Komponen ........................................................... 5

3.1.2 Fungsi Komponen .................................................................. 5

3.1.2.1 Fungsi Ekologi ........................................................... 6

3.1.2.2 Fungsi Sosial dan Budaya .......................................... 6

3.1.2.3 Fungsi Ekonomi ......................................................... 7

3.1.3 Persyaratan Tumbuh ............................................................... 9

3.2 Pembahasan ...................................................................................... 9

3.2.1 Fungsi Ekologi ....................................................................... 10

3.2.2 Fungsi Sosial, Budaya, dan Ekonomi..................................... 11

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 14

4.2 Saran ................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15

LAMPIRAN ...................................................................................................... 16

Page 3: LAPORAN AGROFORESTRI 1

ii

DAFTAR TABEL

1. Fungsi ekologi dari praktek agroforestri ........................................................... 6

2. Hasil praktek agroforestri tanaman pertanian vanili…………………………. 7

3. Pendapatan petani dalam satu daur ................................................................... 8

4. Pendapatan tiap petani dalam satu daur ............................................................ 8

Page 4: LAPORAN AGROFORESTRI 1

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Pencurian kayu dari dalam kawasan hutan Perum Perhutani yang

dilakukan oleh oknum masyarakat sekitar hutan telah menjadi sebuah

permasalahan besar yang menjadi salah satu penyebab penurunan hasil (kayu)

Perum Perhutani dari tahun ke tahun. Sebagian kalangan akademisi maupun

pemerhati kehutanan berpendapat bahwa yang menjadi akar permasalahannya

antara lain dikarenakan kurangnya kajian kehutanan yang mengikutsertakan

masalah sosial, ekonomi, dan kebudayaan. selama ini kajian yang dilakukan

hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik.

Perhutanan sosial telah menjadi kebijakan kehutanan yang dilandasi

kesadaran bahwa masyarakat sekitar hutan termasuk dalam elemen pokok kajian

kehutanan, melalui upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan

yang salah satu nya adalah program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

(PHBM). Program PHBM terkadang juga menerapkan sistem agroforestri, dengan

mengikutsertakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengelola lahan hutan.

Sebagai upaya implementasi program PHBM, Perum Perhutani KPH

Banyuwangi Barat bersama dengan masyarakat sekitar kawasan hutan

menerapkan sistem agroforestri di lahan kawasan hutan Perum Perhutani.

Identifikasi komponen agroforestri yang diterapkan di KPH Banyuwangi Barat

dilakukan sebagai upaya dalam membantu menganalisis setiap bentuk penerapan

agroforestri yang dijumpai di lapangan dan mengoptimalkan fungsi dan manfaat

yang dapat diperoleh masyarakat.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam praktikum ini adalah sebagai

berikut :

1) Mengidentifikasi komponen agroforestri di Perum Perhutani KPH

Banyuwangi Barat.

Page 5: LAPORAN AGROFORESTRI 1

2

2) Menjelaskan fungsi komponen agroforestri di Perum Perhutani KPH

Banyuwangi Barat.

3) Menjelaskan Persyaratan tumbuh komponen agroforestri di Perum

Perhutani KPH Banyuwangi Barat.

Page 6: LAPORAN AGROFORESTRI 1

3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agroforestri

Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan terpadu (aspek sosial dan

ekologi) yang dilaksanakan melalui pengkombinasian pepohonan dengan tanaman

pertanian dan/ternak (hewan), baik secara bersama-sama ataupun bergiliran,

sehingga dari satu unit lahan tercapai hasil total nabati atau hewan yang optimal

secara berkelanjutan (Nair 1993 dalam Rifa’i 2010)

Andayani (2005) dalam Rifa’i (2010) menyatakan bahwa agroforestri

dapat diartikan sebagai suatubentuk kolektif (collective name) dari sebuah sistem

nilai masyarakat yang berkaitan dengan model-model penggunaan lahan lestari.

Oleh karna itu, agroforestri dalam bentuk implementasinya dapat berbentuk

seperti :

1. Agrisilvikultur, yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan

pertimbangan yang masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil

pertanian dari hutan.

2. Sylvopastural, yaitu sistem pengelolaan hutan dimana hutan dikelola

untuk menghasilkan kayu sekaligus juga untuk memelihara ternak.

3. Agrosylvo-pastoral, yaitu sistem dimana lahan dikelola untuk

memproduksi hasil pertanian dan hasil pertanian secara bersama dan

sekaligus memelihara hewan ternak.

4. Multipurpose forest tree production system, yaitu sistem dimana

berbagai jenis kayu ditanam dan dikelola, tidak saja untuk

menghasilkan kayu tetapi juga dedaunan dan buah-buahan yang

dapat digunakan sebagai bahan makanan manusia maupun dijadikan

makanan ternak

Andayani (2002) dalam Rifa’i (2020) mengatakan bahwa agroforestri

merupakan salah satu bentuk pola tanam ganda difersivikasi jenis, bias terdiri dari

kombinasi jenis tamanan yang termasuk dalam katagori tanaman semusim dan

tanaman tahunan atau keras. Agroforestri sebagai satu sistem usaha tani diduga

dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial danlingkungan.

Page 7: LAPORAN AGROFORESTRI 1

4

2.2. Sasaran dan tujuan Agroforestri

Sebagai mana pemanfaatan lahan lainya, agroforestri

dikembangkan untuk member manfaat kepada manusia atau meningkatkan

kesejah teraan masyarakat. Agroforestri diharapkan dapat memecahkan berbagai

masalah pengembangan pedesaan dan seringkali bersifat mendesak. Agroforestri

diharapka dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan

secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup

masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya

penurunan produksi tanaman dari waktu kewaktu dan tidak adanya pencemaran

lingkungan. Kodisi tersebut merupakan refleksi dari adanya konservasi sumber

daya alam yang opyiumal oleh sistem penggunaan lahan yang diadopsi (Sardjono,

Arifin, Djogo, dan Widjayanto 2003).

Dalam mewujudkan sasaran ini, agroforestri diharapkan lebih banyak

memanfaatkan tenaga atau sumberdaya sendiri dibandingkan dari luar. Disamping

itu agroforestri diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia,

khususnya didaerah pedesaan. Berikut ini adalah rumusan dari kegiatan

agroforestri (Sardjono, Arifin, Djogo, dan Widjayanto 2003):

a. Menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan

b. Memperbaiki penyediaan energy lokal, khususnya produksi kayu

bakar.

c. Meningkatkan, memperbaiki secara kualitatif dan diversifikasi

produksi bahan mentah kehutanan ataupun pertanian.

d. Memperbaiki kualitas hudup pedesaan

e. Memelihara dan memperbaiki kemampuan produksi dan jasa

lingkungan setempat.

Tujuan tersebut diharapkan dapat dicapai dengan cara mengoptimalkan

interaksi positif antara berbagai komponen penyusunnya atau interaksi antara

komponen tersebut dengan lingkungannya.

Page 8: LAPORAN AGROFORESTRI 1

5

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Praktek agroforestri merupakan kombinasi dari tanaman kayu sebagai

tanaman pokok kehutanan dan tanaman pertanian. Keberhasilan praktek

agroforestri di Perum Perhutani Unit II KPH Banyuwangi Barat adalah karena

adanya kecocokan kombinasi antara tanaman kehutanan dan tanaman pertanian.

3.1.1. Identifikasi Komponen

Data yang diperoleh adalah bersumber dari soft video program

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Perum Perhutani Unit II KPH

Banyuwangi Barat. Teridentifikasi beberapa komponen pokok berhasilnya praktek

agroforestri, yaitu tanaman kayu yang terkait dengan tanaman pokok kehutanan;

tanaman pertanian dalam hal ini yang dipilih dalam usaha agroforestri adalah

vanili. Kompenen pokok penyusun agroforestri yang diterapkan di KPH

Banyuwangi Barat terdiri atas kombinasi antara komponen kehutanan dan

pertanian. jenis tanaman berupa Aghatis (Aghatis dammara) dan Pinus (Pinus

merkusii) yang dikombinasikan dengan tanaman Vanili (Vanilla planifolia

Andrews).

3.1.2. Fungsi Komponen

Agroforestri mempunyai komponen yang merupakan hasil kombinasi

dari tanaman kehutanan dan pertanian yang diusahakan di dalam satu kesatuan

lahan, yaitu agar mempunyai hasil yang maksimum (Kidd dan Pimentel 1992;

Nair 1998, dalam Batish, Kohli, Jose, dan Singh 2008). Komponen pertanian

dalam sistem agroforestri meliputi tanaman pertanian, peternakan, dan atau

perikanan.

Praktek sistem agroforestri yang dikembangkan di Perum Perhutani Unit

II KPH Banyuwangi Barat adalah perpaduan antara tanaman hutan, dalam hal ini

adalah agatis dan pinus, dan tanaman pertanian, dalam hal ini adalah vanili. Hasil

dari praktek agroforestri adalah terciptanya kelestarian hutan secara keseluruhan

Page 9: LAPORAN AGROFORESTRI 1

6

(forest sustainability). Keberlanjutan dalam praktek kehutanan yang dimaksudkan

adalah mencakup keberlanjutan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya.

3.1.2.1. Fungsi Ekologi

Fungsi ekologi yang dihasilkan dari praktek agroforestri adalah tetap

terjaganya fungsi hidrologi dalam kawasan hutan dan sekitarnya. Terjaganya

fungsi hidrologi dapat dilihat dari tetap tercukupinya kebutuhan air untuk

kehidupan sehari-hari dan kegiatan pertanian bagi petani di sekitar hutan.

Keberadaan hutan yang tetap terjaga adalah terjaganya tanah yang ada di

hutan. Praktek agroforestri merupakan upaya untuk menghindari alih guna lahan

yang dilakukan oleh masyarakat hutan dan sekitar hutan (Hariah, Surdjano, dan

Sabarnurdin 2003). Alih guna lahan yang dilakukan adalah dengan adanya klaim

yang dilakukan masyarakat terhadap lahan perhutani (land reclaime).

Adanya praktek agroforestri dipastikan tetapnya fungsi hutan dengan

adanya kombinasi dan kesempatan masyarakat untuk menanam tanaman pertanian

di sela-sela tanaman hutan. Penutupan tajuk yang tetap terjaga mampu

mendukung kesuburan tanah hutan, dan untuk menghindari erosi tanah akibat

tetesan hujan yang turun langsung ke permukaan tanah hutan. Praktek agroforestri

menghindari alih guna lahan hasil klaim masyarakat. Hasil yang tampak adalah

tetap bertahannya cadangan karbon yang dihasilkan oleh tegakan atau tanaman

hutan yang diusahakan, yaitu pinus dan damar. Hasil lain yang didapatkan adalah

kemampuan dalam mengurangi gas rumah kaca.

Kemampuan tegakan dalam mengurangi gas rumah kaca adalah adanya

kemampuan tegakan dalam menyerap panas sinar matahari dan pemantulan

kembali radiasi gelombang panjang yang bersifat panas (Young 1932). Fungsi

yang dihasilkan dari adanya praktek agroforestri adalah tetap terjaganya

biodiversitas hutan.

Tabel 1. Fungsi ekologi dari praktek agroforestri

No Fungsi

1 hidrologi

2 tanah

3 cadangan karbon

4 gas rumah kaca

5 biodiversitas hutan

Page 10: LAPORAN AGROFORESTRI 1

7

Tabel di atas menunjukkan komponen ekologi yang dihasilkan dari adanya

praktek agroforestri di kawasan hutan KPH Banyuwangi Barat.

3.1.2.2. Fungsi Sosial dan Budaya

Latar belakang dari adanya praktek agroforestri adalah adanya usaha dan

praktek masyarakat dalam mengambilalihan hutan yang dimiliki oleh negara.

klaim lahan ini berdampak pada alih guna dan fungsi hutan menjadi lahan

pertanian. Sehingga praktek agroforestri diharapkan ada kombinasi usaha

pertanian dan kehutanan untuk meminimalisir dan menghindari alih guna lahan

kehutanan menjadi lahan pertanian.

Praktek agroforestri berjalan dengan adanya adaptasi sistem terhadap

keadaan sosial budaya masyarakat setempat. Keadaan sosial budaya di sekitar

KPH Banyuwangi Barat adalah adanya kebiasaan dalam budidaya vanili.

3.1.2.3. Fungsi Ekonomi

Tujuan utama praktek agroforestri adalah mampu mendapatkan

penghasilan secara maksimal. Penghasilan tidak hanya didapatkan dari tanaman

berkayu saja, tetapi juga dari tanaman dan usaha pertanian. Masyarakat binaan

KPH Banyuwangi Barat mendapatkan penghasilan dari hasil bagi tanaman vanili.

Pihak KPH Banyuwangi Barat juga mendapatkan pemasukan tambahan dari

praktek agroforestri tanaman pertanian vanili.

Pendapatan secara ekonomi praktek agroforestri di kawasan hutan KPH

Banyuwangi Barat dengan jenis tanaman vanili dalam satu daur adalah sebagai

berikut:

Tabel 2. Hasil praktek agroforestri tanaman pertanian vanili

No Tahun ke Pendapatan

per hektar

(kg/ha)

Pendapatan per hektar (kg) Total

(kg) Petani Perhutani Koperasi

60% 30% 10%

1 Tiga (panen pertama) 50 30 15 5 50

2 empat 200 120 60 20 200

3 lima 200 120 60 20 200

4 enam 200 120 60 20 200

5 tujuh 200 120 60 20 200

TOTAL 850 510 255 85 850

Page 11: LAPORAN AGROFORESTRI 1

8

Petani memperoleh hasil praktek agroforestri dengan menjual vanili dalam

keadaan basah. Di dalam pasaran produk pertanian ini dikenal dengan vanili

basah, atau harga di sawah. Secara ekonomi harga vanili didapat dengan

mengkalikan harga vanili basah sebesar Rp 50.000,00 dengan jumlah hasil yang

didapatkan sebesar kilo gram. Pendapatan ini didapat selama satu periode atau

satu kali daur vanili. Hasil secara ekonominya adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Pendapatan petani dalam satu daur

No Tahun ke

Pendapatan

per hektar

(kg)

Pendapatan per hektar

(* Rp 50.000,00)

Total (Rp) Petani Perhutani Koperasi

60% 30% 10%

1 Tiga

(panen pertama)

50 1.500.000 750.000 250.000 2.500.000

2 empat 200 6.000.000 3.000.000 1.000.000 10.000.000

3 lima 200 6.000.000 3.000.000 1.000.000 10.000.000

4 enam 200 6.000.000 3.000.000 1.000.000 10.000.000

5 tujuh 200 6.000.000 3.000.000 1.000.000 10.000.000

TOTAL 850 25.500.000 12.750.000 4,250,000 42,500,000

Praktek agroforestri dengan komoditi pertanian vanili dilakukan secara

kelompok. Petani terkodinir dalam kelompok petani hutan. Pengelolaan dibina

oleh Perhutani KPH Banyuwangi Barat dalam wadah Pengelolaan Hutan Bersama

Masyarakat, atau disingkat PHBM. Dalam luasan satu hektar dikelola oleh empat

petani. Sehingga pendapatan dari satu daur tanaman vanili dalam luasan satu

hektar dibagi menjadi empat petani. Perhitungan pembagian hasil empat petani

dalam satu hektar adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Pendapatan tiap petani dalam satu daur

Pendapatan

(kg/ha/perorang)

Pendapatan

(Rp/ha/perorang)

212.5 6.375.000

Page 12: LAPORAN AGROFORESTRI 1

9

Perhitungan pendapatan perorang atau petani tiap kilogram setiap

hektarnya adalah jumlah total pendapatan dalam kilogram tiap tahun dibanding

jumlah petani penggarap, dalam hal ini empat petani. Selanjutnya perhitungan

pendapatan perorangan atau petani dalam rupiah adalah jumlah total pendapatan

dalam rupiah tiap tahun dibanding jumlah petani penggarap, dalam hal ini empat

petani.

3.1.3. Persyaratan Tumbuh

Vanili dapat hidup di iklim tropis dengan curah hujan 1000 – 3000

mm/tahun. Intensitas cahaya matahari yang diperlukan secara optimal kurang

lebih sebesar 30% - 50%. Kelembaban udara sekitar 60% - 80% dengan tinggi

suhu udara optimal 200C - 25

0C. Vanili dapat hidup secara optimal dalam

ketinggian tempat 300 – 800 m dpl.

Keadaan tanah berpengaruh terhadap daya tubuh vanili. Vanili dapat

tumbuh secara optimal dalam keadaan tanah gembur dan ringan, yaitu tipe tanah

lempung berpasir (sandy loam) dan lempung berpasir kerikil (gravelly sandy

loam). Keadaan tanah demikian mudah menyerap air dan mempunyai tingkat

keasaman dengan pH tanah kurang lebih 5,7 – 7 (Yusuf dan Kario 2000).

3.2. Pembahasan

Komponen pokok kehutanan yang menyusun pola agroforestri di KPH

Banyuwangi Barat terdiri atas tegakan campuran tanaman jenis Aghatis dammara

dan Pinus merkusii. Sedangkan komponen pokok pertanian yang diterapkan

adalah tanaman vanili (Vanilla planifolia Andrews). Dengan mengkombinasikan

antara tanaman kehutanan dan tanaman pertanian.

Praktek agroforestri di KPH Banyuwangi Barat, turut menghadirkan

komponen – komponen lainnya seperti komponen lingkungan abiotik (abiotic)

dan komponen lingkungan budaya (culture). Komponen lingkungan abiotik yang

ada diantaranya adalah air, tanah, dan iklim. Sedangkan komponen lingkungan

budaya antara lain, teknologi dan informasi tentang agroforestri, budi daya vanili

di dalam kawasan hutan, serta alokasi sumberdaya. Keseluruh komponen tersebut

Page 13: LAPORAN AGROFORESTRI 1

10

akan saling bereaksi dan berinteraksi yang akan membentuk satu sistem yang

akan menampilkan suatu respon terhadap suatu kondisi.

3.2.1. Fungsi Ekologi

Agroforestri merupakan alternatif pengelolaan hutan yang memadukan

tanaman berkayu dan tanaman pertanian. Alternatif yang dimaksudkan adalah

agar adanya peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan. Keikut sertaan

masyarakat mampu menciptakan kemandirian masyarakat dalam aspek sosial dan

budaya. Keuntungan selanjutnya adalah tetap terciptanya fungsi ekologi yang

baik.

Terciptanya keberlanjutan sumberdaya hutan Forest Resource Base,

yaitu terjaminnya sumber-sumber daya hutan yang dapat dikelola secara lestari.

Forest Resource Base yang dimaksud adalah biodiverstias, tanah, dan tetap

terjaganya fungsi hidrologi (ITTO 2005). Kelestarian ekologi dalam praktek

agroforestri yang dijalankan oleh KPH Banyuwangi Barat adalah tetap terjaganya

fungsi hidrologi dengan terjaganya sumberdaya air sehingga masyarakat mampu

memenuhi kebutuhan sehari-hari dan perairan untuk kegiatan pertanian.

Agroforestri mampu mempertahankan tanaman berkayu untuk tetap

melakukan metabolisme dengan normal. Tegakan di KPH Banyuwangi Barat,

agatis dan pinus, mampu menyimpan sumberdaya air di dalam tanah. Pohon

mampu menahan air dari hujan. Air yang turun ke tanah tidak langsung mengalir

ke hilir. Kemampuan akar dalam mengikat air akan memperlambat gerak air

bersama dengan kemampuan tanah dalam menyimpan air (kapasitas lapang

tanah). Kondisi inilah, yaitu kemampuan hutan dalam menjaga sumberdaya air,

yang akhirnya mampu menjaga persedian air (Agus, Noordwijk, dan Rahayu

2004).

Kemampuan hutan dalam konservasi tanah adalah tetap terjaganya sifat-

sifat tanah, sehingga tidak terjadi degradasi tanah secara fundamental. Praktek

agroforestri mampu mempertahankan tegakan sebagaimana mestinya. Keberadaan

tegaan akan mempertahankan tajuk dan penutupan lahan secara baik.

Penutupan lahan berdampak positif terhadap konservasi tanah. Air hujan

yang jatuh dapat ditahan oleh tajuk dengan baik. Intersepsi mampu menahan air

Page 14: LAPORAN AGROFORESTRI 1

11

hujan sehingga dapat diuapkan kembali sesaat setelah hujan berhenti. Tegakan

juga mampu menjalankan fungsinya dalam presipitasi dengan baik. Air yang jatuh

tidak langsung jatuh ke tanah, sehingga tingkat erosi tanah dapat terminimalisir

dengan baik.

Keuntungan tetap terjaganya tegakan dari praktek agroforestri adalah

tetap terjaganya fungsi tanah sebagaimana mestinya. Kesuburan tanah yang

berada di kawasan hutan dapat terjaga dengan baik. Keuntungan dari agroforestri

adalah dengan adanya tanaman pertanian mengakibatkan perawatan secara

intensif terhadap tanaman pertanian. Perawatan yang intensif inilah yang mampu

menjaga kesuburan tanah hutan dan tetap menjaga kawasan hutan dari alih guna

lahan.

Fungsi hidrologi dan tanah dengan adanya praktek agroforestri mampu

meningkatkan produktivitas tegakan tanaman hutan. Produktivitas tegakan yang

terjaga berdampak terhadap semakin besarnya tingkat penyimpanan karbon.

Sumberdaya sinar matahari, air, dan nutrisi mampu dikonversi oleh pohon

kedalam bentuk karbon yang tersimpan di batang dan gas oksigen. Hasil berupa

gas oksigen inilah yang mampu menjaga dan meminimalisir dampak rumah kaca.

Kelestarian sumberdaya hutan hasil dari praktek agroforestri juga tetap

terjaganya sistem ekosistem secara keseluruhan. Kelestarian akan jenis tumbuhan

mampu terjaga dengan baik akibat dari tetap terjaganya fungsi hutan sebagai

hutan yang lestari. Secara biofisik hutan yang terjaga mempunyai implikasi

terhadap tersedianya habitat sehat bagi satwa yang ada. Praktek agroforestri

mampu menjaga kekayaan biodiversitas hutan.

3.2.2. Fungsi Sosial, Budaya, dan Ekonomi

Tujuan dari penerapan agroforestri adalah terpenuhinya kelestarian

sumberdaya hutan dan memaksimalkan produksi dengan kombinasi tanaman kayu

dan tanaman pertanian. Diharapkan tercipta kemandirian secara ekonomi

masyarakat sekitar hutan dengan kesempatan mengelola hutan dengan cara

pemanfaatan sela-sela lahan antara larikan tegakan satu dengan larikan tegakan

yang lain. Sehingga terdapat kerjasama antara petani dan Perum Perhutani, dalam

hal ini Perum Perhutani Unit II KPH Banyuwangi Barat.

Page 15: LAPORAN AGROFORESTRI 1

12

Hasil akhri dari kemandirian ekonomi yang didapatkan oleh masyarakat.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Foresta, Kusworo, Djatmiko, dan Michon

(2000) bahwa agroforestri mampu mengajak dan menciptakan kemandirian lokal

komunitas warga sekitar hutan. Hasil yang diperoleh adalah terdapatnya

pemasukan yang maksimal baik itu untuk petani dan perhutani.

Tabel 3 dapat diperoleh bahwa dengan adanya agroforestri baik pihak

petani dan perhutani mampu mendapatkan pendapatan tambahan sebesar Rp

42.500.000,00. Pendapatan tersebut diperoleh dari hasil sebesar 850 kg vanili

basah tiap luasan satu hektar dalam waktu tujuh tahun, atau satu kali daur vanili.

Bagi petani pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 25.500.000,00 adalah nilai

yang cukup. Setiap petani diberikan kesempatan untuk mengelola hutan dengan

tanaman pertanian vanili mampu memberikan penghasilan Rp 6.375.000,00 dalam

waktu tujuh tahun. Kesempatan ini sangat mendorong terjadinya kemandirian

petani.

Secara ekonomi, petani diuntungkan dengan pendapatan yang diperoleh

dan juga mempunyai keuntungan strategis bagi perhutani. Keuntungan strategis

yang dimasksudkan adalah terciptanya keamanan dalam tegakan tanaman pokok

kehutanan, yaitu pinus dan aghatis. Keamanan tercipta dari intensitas dan

kesadaran petani dalam menjaga tanaman pertaniannya. Implikasinya adalah

keterjaminan keamanan terhadap tanaman pokok kehutanan.

Keuntungan selanjutnya adalah intensitas perawatan terhadap tanaman

pertanian berdampak pada ketersediaan kebutuhan nutrisi bagi tanaman pokok

hutan. Secara tidak langsung, pasokan nutrisi atau pupuk yang diberikan pada

tanaman pertanian memberikan kesempatan tanaman pokok kehutanan dalam

persediaan nutrisi. Sehingga produktivitas tanaman pokok kehutanan tetap terjaga.

Pilihan terhadap vanili dilatarbelakangi dari kebiasaan yang membentuk

budaya petani bahwa selama ini petani lebih mengenal vanili. Petani telah

mempunyai kemampuan yang tinggi dalam bercocok tanam vanili. Secara sosial

pula, keberterimaan petani terhadap tanaman vanili lebih tinggi dibandingkan

tanaman yang lain. Singkat kata faktor sosial juga menentukan keberhasilan dari

praktek agroforestri.

Page 16: LAPORAN AGROFORESTRI 1

13

Fungsi agroforestri ditinjau dari aspek sosial juga sangat erat kaitannya

dalam hal tenurial. Sistem agroforestri adalah alternative dalam meminimalisir

penguasaan lahan secara permanen oleh masyarakat. Implikasinya adalah reklaim

dan alih guna lahan kehutanan menjadi lahan pertanian.

Prinsip dasar dari masalah tenurial tidak lain adalah keinginan warga

dalam memenuhi kebutuhan sehari – hari, implikasinya adalah penguasaan lahan

perhutani oleh masyarakat. Ujungnya yaitu alih guna lahan sebagai lahan

pertanian. Sehingga terjadi pengurangan luasan kawasan lahan negara, dalam hal

ini mandate perhutani, yang diakibatkan dari reklaim dan redistribusi lahan ke

masyarakat.

Pemilihan vanili sebagai tanaman pertanian adalah bukti dari pelestarian

pengetahuan akan kultur tradisional masyarakat setempat. Sikap mempertahankan

kultul inilah yang membuat kesatuan sosial masyarakat dan atau petani menjadi

baik. Fungsi lain dari agroforestri tidak lain adalah pelestarian pengetahuan lokal

tradisional masyarakat setempat (Widianto, Utami, dan Hairiah 2003).

Secara kelembagaan sosial, mandat adanya PHBM dengan penerapan

agroforestri adalah penguatan sistem sosial yang selama ini ada. PHBM bertujuan

untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat desa

hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat

sumberdaya hutan, melalui pengelolaan sumberdaya hutan dengan model

kemitraan.

Budaya yang akan lestari adalah pola sosial yang selama ini

diimplementasikan dalam bentuk gotongroyong oleh warga. Hal ini difasilitasi

oleh perhutani dengan adanya Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Forum

untuk merukunkan adalah adanya Forum Komunikasi PHBM (FK PHBM).

Sehingga adanya agroforestri akan menguatkan posisi perhutani dan kemandirian

ekonomi pada masyarakat serta melestarikan nilai – nilai positif sosial budaya

yang selama ini dianut oleh masyarakat dan petani pengelola hutan bersama

perhutani.

Page 17: LAPORAN AGROFORESTRI 1

14

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Praktek agroforestri mempunyai banyak keuntungan. Melalui praktek

agroforestri kelestarian sumberdaya hutan terjaga dengan baik, yaitu adanya

kelestaria produksi tegakan pinus dan aghatis sebagai tanaman pokok kehutanan

Perum Perhutani Unit II KPH Banyuwangi Barat. Fungsi ekologi yang diperoleh

adalah adanya konservasi sumberdaya air dan tanah, serta biodiversitas

sumberdaya hutan yang tetap terjaga. Hal ini akibat dari peran aktif petani dalam

menjaga kawasan hutan.

Secara sosial, budaya, dan ekonomi sistem agroforestri dengan

kombinasi tanaman kayu aghatis serta pinus dengan tanaman pertanian dalam hal

ini adalah vanili mampu meningkatkan kemandirian ekonomi petani. Dibuktikan

dengan penghasilan yang didapatkan petani dalam satu daur tanaman vanili.

Kombinasi ini mampu meminimalisir terjadinya benturan tenurial dan alih guna

lahan kawasan hutan oleh masyarakat sekitar hutan dan atau petani. Hal ini bisa

terjadi karena peran serta petani dalam menjaga kawasan dengan aplikasi tetap

terjaganya kultur sosial budaya seperti kelembagaan sosial dan pilihan tanaman

pertanian pada vanili.

4.2 Saran

Harus ada penguatan yang matang terhadap kelembagaan petani, baik

secara sosial, budaya, dan ekonomi. Terkait dengan benturan tenurial yang sering

terjadi antara masyarakat sekitar hutan dan petani dengan perhutani. Penguatan

akan kelembagaan sosial dan budaya diharapkan mampu mempertahankan kultur

tradisional yang selama ini terjaga. Selanjutnya penguatan kelembagaan ekonomi

diharapkan mampu mendorong petani agar bisa mandiri secara ekonomi.

Page 18: LAPORAN AGROFORESTRI 1

15

DAFTAR PUSTAKA

Agus F, Noordwijk M, dan Rahayu S. 2004. Dampak Hidrologis Hutan,

Agroforestri, dan Pertanian Lahan Kering sebagai Dasar Pemberian

Imbalan kepada Penghasil Jasa Lingkungan di Indonesia. Bogor:

ICRAF.

Batish DR, Kohli RK, Jose S, Singh HP. 2008. Ecologycal Basis of Agroforestry.

Boca Raton: CRC Press.

Foresta H, Kusworo A, Djatmiko WA, Michon G. 2000. Ketika kebun berupa

hutan: Agroforest Khas Indonesia Sebuah sumbangan masyarakat.

Bogor: ICRAF.

Hariah K, Sardjono MA, Sabarnurdin S. 2003. Pengantar Agroforestri: Bahan

Ajaran Agroforestri 1. Bogor: ICRAF.

[ITTO] The International Tropical Timber Organization. 2005. Revised ITTO

Criteria and Indicators for the Sustainable Management of Tropical

Forests Including Reporting Format. Japan: ITTO.

Rifa’I M. 2010. Pertumbuhan Tanaman Pokok Gmelina arborea Roxb. Pada

Beberapa Pola Agroforestri di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi,

Kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut

Pertanian Bogor.

Sardjono MA, Arifin HS, Djogo T, Widjayanto N. 2003. Klasifikasi dan Pola

Kombinasi Komponen Agroforestri. Bogor: ICRAF.

Widianto, Utami SR, Hairiah K. 2003. Peranan Pengetahuan Ekologi Lokal

dalam Sistem Agroforestri: Bahan Ajaran Agroforestri 7. Bogor: ICRAF.

Young A. 1932. Agroforestry for Soil Conservation. Oxon: CAB International.

Yusuf, Kario NH. 2000. Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Vanili Melalui

Perbaikan Teknologi Budidaya dan Pasca Panen. NTT: Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian.

Page 19: LAPORAN AGROFORESTRI 1

16

LAMPIRAN

Gambar 1. Papan Perhutani Unit II KPH Banyuwangi Barat

(sumber: Capture by video)

Gambar 2. Pemanenan vanili oleh petani

(sumber: Capture by video)

Gambar 3. Forum Komunikasi PHBM

(sumber: Capture by video)

Page 20: LAPORAN AGROFORESTRI 1

17

Gambar 4. Sumber mata air dari hutan

(sumber: Capture by video)