laporan agroforestri 1
DESCRIPTION
Uploaded from Google DocsTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM AGROFORESTRI
PENERAPAN AGROFORESTRI PADA PENGELOLAAN
HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM), DI KESATUAN
PEMANGKUAN HUTAN (KPH) BANYUWANGI BARAT
PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
Di susun oleh :
Kelompok XI
ADI DZIKRULLAH E44070050
IZZUDIN E44070052
ARIF BUDI PURNOMO E44070055
WIWIT SETIADI E44070059
RAHMAD PRASETYA E44070061
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................... i
DAFTAR TABEL….....................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................. 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroforestri ....................................................................................... 3
2.2. Sasaran dan Tujuan Agroforestri ..................................................... 4
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil ................................................................................................. 5
3.1.1 Identifikasi Komponen ........................................................... 5
3.1.2 Fungsi Komponen .................................................................. 5
3.1.2.1 Fungsi Ekologi ........................................................... 6
3.1.2.2 Fungsi Sosial dan Budaya .......................................... 6
3.1.2.3 Fungsi Ekonomi ......................................................... 7
3.1.3 Persyaratan Tumbuh ............................................................... 9
3.2 Pembahasan ...................................................................................... 9
3.2.1 Fungsi Ekologi ....................................................................... 10
3.2.2 Fungsi Sosial, Budaya, dan Ekonomi..................................... 11
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 14
4.2 Saran ................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15
LAMPIRAN ...................................................................................................... 16
ii
DAFTAR TABEL
1. Fungsi ekologi dari praktek agroforestri ........................................................... 6
2. Hasil praktek agroforestri tanaman pertanian vanili…………………………. 7
3. Pendapatan petani dalam satu daur ................................................................... 8
4. Pendapatan tiap petani dalam satu daur ............................................................ 8
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pencurian kayu dari dalam kawasan hutan Perum Perhutani yang
dilakukan oleh oknum masyarakat sekitar hutan telah menjadi sebuah
permasalahan besar yang menjadi salah satu penyebab penurunan hasil (kayu)
Perum Perhutani dari tahun ke tahun. Sebagian kalangan akademisi maupun
pemerhati kehutanan berpendapat bahwa yang menjadi akar permasalahannya
antara lain dikarenakan kurangnya kajian kehutanan yang mengikutsertakan
masalah sosial, ekonomi, dan kebudayaan. selama ini kajian yang dilakukan
hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik.
Perhutanan sosial telah menjadi kebijakan kehutanan yang dilandasi
kesadaran bahwa masyarakat sekitar hutan termasuk dalam elemen pokok kajian
kehutanan, melalui upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan
yang salah satu nya adalah program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM). Program PHBM terkadang juga menerapkan sistem agroforestri, dengan
mengikutsertakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengelola lahan hutan.
Sebagai upaya implementasi program PHBM, Perum Perhutani KPH
Banyuwangi Barat bersama dengan masyarakat sekitar kawasan hutan
menerapkan sistem agroforestri di lahan kawasan hutan Perum Perhutani.
Identifikasi komponen agroforestri yang diterapkan di KPH Banyuwangi Barat
dilakukan sebagai upaya dalam membantu menganalisis setiap bentuk penerapan
agroforestri yang dijumpai di lapangan dan mengoptimalkan fungsi dan manfaat
yang dapat diperoleh masyarakat.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam praktikum ini adalah sebagai
berikut :
1) Mengidentifikasi komponen agroforestri di Perum Perhutani KPH
Banyuwangi Barat.
2
2) Menjelaskan fungsi komponen agroforestri di Perum Perhutani KPH
Banyuwangi Barat.
3) Menjelaskan Persyaratan tumbuh komponen agroforestri di Perum
Perhutani KPH Banyuwangi Barat.
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Agroforestri
Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan terpadu (aspek sosial dan
ekologi) yang dilaksanakan melalui pengkombinasian pepohonan dengan tanaman
pertanian dan/ternak (hewan), baik secara bersama-sama ataupun bergiliran,
sehingga dari satu unit lahan tercapai hasil total nabati atau hewan yang optimal
secara berkelanjutan (Nair 1993 dalam Rifa’i 2010)
Andayani (2005) dalam Rifa’i (2010) menyatakan bahwa agroforestri
dapat diartikan sebagai suatubentuk kolektif (collective name) dari sebuah sistem
nilai masyarakat yang berkaitan dengan model-model penggunaan lahan lestari.
Oleh karna itu, agroforestri dalam bentuk implementasinya dapat berbentuk
seperti :
1. Agrisilvikultur, yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan
pertimbangan yang masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil
pertanian dari hutan.
2. Sylvopastural, yaitu sistem pengelolaan hutan dimana hutan dikelola
untuk menghasilkan kayu sekaligus juga untuk memelihara ternak.
3. Agrosylvo-pastoral, yaitu sistem dimana lahan dikelola untuk
memproduksi hasil pertanian dan hasil pertanian secara bersama dan
sekaligus memelihara hewan ternak.
4. Multipurpose forest tree production system, yaitu sistem dimana
berbagai jenis kayu ditanam dan dikelola, tidak saja untuk
menghasilkan kayu tetapi juga dedaunan dan buah-buahan yang
dapat digunakan sebagai bahan makanan manusia maupun dijadikan
makanan ternak
Andayani (2002) dalam Rifa’i (2020) mengatakan bahwa agroforestri
merupakan salah satu bentuk pola tanam ganda difersivikasi jenis, bias terdiri dari
kombinasi jenis tamanan yang termasuk dalam katagori tanaman semusim dan
tanaman tahunan atau keras. Agroforestri sebagai satu sistem usaha tani diduga
dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial danlingkungan.
4
2.2. Sasaran dan tujuan Agroforestri
Sebagai mana pemanfaatan lahan lainya, agroforestri
dikembangkan untuk member manfaat kepada manusia atau meningkatkan
kesejah teraan masyarakat. Agroforestri diharapkan dapat memecahkan berbagai
masalah pengembangan pedesaan dan seringkali bersifat mendesak. Agroforestri
diharapka dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan
secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup
masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya
penurunan produksi tanaman dari waktu kewaktu dan tidak adanya pencemaran
lingkungan. Kodisi tersebut merupakan refleksi dari adanya konservasi sumber
daya alam yang opyiumal oleh sistem penggunaan lahan yang diadopsi (Sardjono,
Arifin, Djogo, dan Widjayanto 2003).
Dalam mewujudkan sasaran ini, agroforestri diharapkan lebih banyak
memanfaatkan tenaga atau sumberdaya sendiri dibandingkan dari luar. Disamping
itu agroforestri diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia,
khususnya didaerah pedesaan. Berikut ini adalah rumusan dari kegiatan
agroforestri (Sardjono, Arifin, Djogo, dan Widjayanto 2003):
a. Menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan
b. Memperbaiki penyediaan energy lokal, khususnya produksi kayu
bakar.
c. Meningkatkan, memperbaiki secara kualitatif dan diversifikasi
produksi bahan mentah kehutanan ataupun pertanian.
d. Memperbaiki kualitas hudup pedesaan
e. Memelihara dan memperbaiki kemampuan produksi dan jasa
lingkungan setempat.
Tujuan tersebut diharapkan dapat dicapai dengan cara mengoptimalkan
interaksi positif antara berbagai komponen penyusunnya atau interaksi antara
komponen tersebut dengan lingkungannya.
5
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Praktek agroforestri merupakan kombinasi dari tanaman kayu sebagai
tanaman pokok kehutanan dan tanaman pertanian. Keberhasilan praktek
agroforestri di Perum Perhutani Unit II KPH Banyuwangi Barat adalah karena
adanya kecocokan kombinasi antara tanaman kehutanan dan tanaman pertanian.
3.1.1. Identifikasi Komponen
Data yang diperoleh adalah bersumber dari soft video program
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Perum Perhutani Unit II KPH
Banyuwangi Barat. Teridentifikasi beberapa komponen pokok berhasilnya praktek
agroforestri, yaitu tanaman kayu yang terkait dengan tanaman pokok kehutanan;
tanaman pertanian dalam hal ini yang dipilih dalam usaha agroforestri adalah
vanili. Kompenen pokok penyusun agroforestri yang diterapkan di KPH
Banyuwangi Barat terdiri atas kombinasi antara komponen kehutanan dan
pertanian. jenis tanaman berupa Aghatis (Aghatis dammara) dan Pinus (Pinus
merkusii) yang dikombinasikan dengan tanaman Vanili (Vanilla planifolia
Andrews).
3.1.2. Fungsi Komponen
Agroforestri mempunyai komponen yang merupakan hasil kombinasi
dari tanaman kehutanan dan pertanian yang diusahakan di dalam satu kesatuan
lahan, yaitu agar mempunyai hasil yang maksimum (Kidd dan Pimentel 1992;
Nair 1998, dalam Batish, Kohli, Jose, dan Singh 2008). Komponen pertanian
dalam sistem agroforestri meliputi tanaman pertanian, peternakan, dan atau
perikanan.
Praktek sistem agroforestri yang dikembangkan di Perum Perhutani Unit
II KPH Banyuwangi Barat adalah perpaduan antara tanaman hutan, dalam hal ini
adalah agatis dan pinus, dan tanaman pertanian, dalam hal ini adalah vanili. Hasil
dari praktek agroforestri adalah terciptanya kelestarian hutan secara keseluruhan
6
(forest sustainability). Keberlanjutan dalam praktek kehutanan yang dimaksudkan
adalah mencakup keberlanjutan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya.
3.1.2.1. Fungsi Ekologi
Fungsi ekologi yang dihasilkan dari praktek agroforestri adalah tetap
terjaganya fungsi hidrologi dalam kawasan hutan dan sekitarnya. Terjaganya
fungsi hidrologi dapat dilihat dari tetap tercukupinya kebutuhan air untuk
kehidupan sehari-hari dan kegiatan pertanian bagi petani di sekitar hutan.
Keberadaan hutan yang tetap terjaga adalah terjaganya tanah yang ada di
hutan. Praktek agroforestri merupakan upaya untuk menghindari alih guna lahan
yang dilakukan oleh masyarakat hutan dan sekitar hutan (Hariah, Surdjano, dan
Sabarnurdin 2003). Alih guna lahan yang dilakukan adalah dengan adanya klaim
yang dilakukan masyarakat terhadap lahan perhutani (land reclaime).
Adanya praktek agroforestri dipastikan tetapnya fungsi hutan dengan
adanya kombinasi dan kesempatan masyarakat untuk menanam tanaman pertanian
di sela-sela tanaman hutan. Penutupan tajuk yang tetap terjaga mampu
mendukung kesuburan tanah hutan, dan untuk menghindari erosi tanah akibat
tetesan hujan yang turun langsung ke permukaan tanah hutan. Praktek agroforestri
menghindari alih guna lahan hasil klaim masyarakat. Hasil yang tampak adalah
tetap bertahannya cadangan karbon yang dihasilkan oleh tegakan atau tanaman
hutan yang diusahakan, yaitu pinus dan damar. Hasil lain yang didapatkan adalah
kemampuan dalam mengurangi gas rumah kaca.
Kemampuan tegakan dalam mengurangi gas rumah kaca adalah adanya
kemampuan tegakan dalam menyerap panas sinar matahari dan pemantulan
kembali radiasi gelombang panjang yang bersifat panas (Young 1932). Fungsi
yang dihasilkan dari adanya praktek agroforestri adalah tetap terjaganya
biodiversitas hutan.
Tabel 1. Fungsi ekologi dari praktek agroforestri
No Fungsi
1 hidrologi
2 tanah
3 cadangan karbon
4 gas rumah kaca
5 biodiversitas hutan
7
Tabel di atas menunjukkan komponen ekologi yang dihasilkan dari adanya
praktek agroforestri di kawasan hutan KPH Banyuwangi Barat.
3.1.2.2. Fungsi Sosial dan Budaya
Latar belakang dari adanya praktek agroforestri adalah adanya usaha dan
praktek masyarakat dalam mengambilalihan hutan yang dimiliki oleh negara.
klaim lahan ini berdampak pada alih guna dan fungsi hutan menjadi lahan
pertanian. Sehingga praktek agroforestri diharapkan ada kombinasi usaha
pertanian dan kehutanan untuk meminimalisir dan menghindari alih guna lahan
kehutanan menjadi lahan pertanian.
Praktek agroforestri berjalan dengan adanya adaptasi sistem terhadap
keadaan sosial budaya masyarakat setempat. Keadaan sosial budaya di sekitar
KPH Banyuwangi Barat adalah adanya kebiasaan dalam budidaya vanili.
3.1.2.3. Fungsi Ekonomi
Tujuan utama praktek agroforestri adalah mampu mendapatkan
penghasilan secara maksimal. Penghasilan tidak hanya didapatkan dari tanaman
berkayu saja, tetapi juga dari tanaman dan usaha pertanian. Masyarakat binaan
KPH Banyuwangi Barat mendapatkan penghasilan dari hasil bagi tanaman vanili.
Pihak KPH Banyuwangi Barat juga mendapatkan pemasukan tambahan dari
praktek agroforestri tanaman pertanian vanili.
Pendapatan secara ekonomi praktek agroforestri di kawasan hutan KPH
Banyuwangi Barat dengan jenis tanaman vanili dalam satu daur adalah sebagai
berikut:
Tabel 2. Hasil praktek agroforestri tanaman pertanian vanili
No Tahun ke Pendapatan
per hektar
(kg/ha)
Pendapatan per hektar (kg) Total
(kg) Petani Perhutani Koperasi
60% 30% 10%
1 Tiga (panen pertama) 50 30 15 5 50
2 empat 200 120 60 20 200
3 lima 200 120 60 20 200
4 enam 200 120 60 20 200
5 tujuh 200 120 60 20 200
TOTAL 850 510 255 85 850
8
Petani memperoleh hasil praktek agroforestri dengan menjual vanili dalam
keadaan basah. Di dalam pasaran produk pertanian ini dikenal dengan vanili
basah, atau harga di sawah. Secara ekonomi harga vanili didapat dengan
mengkalikan harga vanili basah sebesar Rp 50.000,00 dengan jumlah hasil yang
didapatkan sebesar kilo gram. Pendapatan ini didapat selama satu periode atau
satu kali daur vanili. Hasil secara ekonominya adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Pendapatan petani dalam satu daur
No Tahun ke
Pendapatan
per hektar
(kg)
Pendapatan per hektar
(* Rp 50.000,00)
Total (Rp) Petani Perhutani Koperasi
60% 30% 10%
1 Tiga
(panen pertama)
50 1.500.000 750.000 250.000 2.500.000
2 empat 200 6.000.000 3.000.000 1.000.000 10.000.000
3 lima 200 6.000.000 3.000.000 1.000.000 10.000.000
4 enam 200 6.000.000 3.000.000 1.000.000 10.000.000
5 tujuh 200 6.000.000 3.000.000 1.000.000 10.000.000
TOTAL 850 25.500.000 12.750.000 4,250,000 42,500,000
Praktek agroforestri dengan komoditi pertanian vanili dilakukan secara
kelompok. Petani terkodinir dalam kelompok petani hutan. Pengelolaan dibina
oleh Perhutani KPH Banyuwangi Barat dalam wadah Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat, atau disingkat PHBM. Dalam luasan satu hektar dikelola oleh empat
petani. Sehingga pendapatan dari satu daur tanaman vanili dalam luasan satu
hektar dibagi menjadi empat petani. Perhitungan pembagian hasil empat petani
dalam satu hektar adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Pendapatan tiap petani dalam satu daur
Pendapatan
(kg/ha/perorang)
Pendapatan
(Rp/ha/perorang)
212.5 6.375.000
9
Perhitungan pendapatan perorang atau petani tiap kilogram setiap
hektarnya adalah jumlah total pendapatan dalam kilogram tiap tahun dibanding
jumlah petani penggarap, dalam hal ini empat petani. Selanjutnya perhitungan
pendapatan perorangan atau petani dalam rupiah adalah jumlah total pendapatan
dalam rupiah tiap tahun dibanding jumlah petani penggarap, dalam hal ini empat
petani.
3.1.3. Persyaratan Tumbuh
Vanili dapat hidup di iklim tropis dengan curah hujan 1000 – 3000
mm/tahun. Intensitas cahaya matahari yang diperlukan secara optimal kurang
lebih sebesar 30% - 50%. Kelembaban udara sekitar 60% - 80% dengan tinggi
suhu udara optimal 200C - 25
0C. Vanili dapat hidup secara optimal dalam
ketinggian tempat 300 – 800 m dpl.
Keadaan tanah berpengaruh terhadap daya tubuh vanili. Vanili dapat
tumbuh secara optimal dalam keadaan tanah gembur dan ringan, yaitu tipe tanah
lempung berpasir (sandy loam) dan lempung berpasir kerikil (gravelly sandy
loam). Keadaan tanah demikian mudah menyerap air dan mempunyai tingkat
keasaman dengan pH tanah kurang lebih 5,7 – 7 (Yusuf dan Kario 2000).
3.2. Pembahasan
Komponen pokok kehutanan yang menyusun pola agroforestri di KPH
Banyuwangi Barat terdiri atas tegakan campuran tanaman jenis Aghatis dammara
dan Pinus merkusii. Sedangkan komponen pokok pertanian yang diterapkan
adalah tanaman vanili (Vanilla planifolia Andrews). Dengan mengkombinasikan
antara tanaman kehutanan dan tanaman pertanian.
Praktek agroforestri di KPH Banyuwangi Barat, turut menghadirkan
komponen – komponen lainnya seperti komponen lingkungan abiotik (abiotic)
dan komponen lingkungan budaya (culture). Komponen lingkungan abiotik yang
ada diantaranya adalah air, tanah, dan iklim. Sedangkan komponen lingkungan
budaya antara lain, teknologi dan informasi tentang agroforestri, budi daya vanili
di dalam kawasan hutan, serta alokasi sumberdaya. Keseluruh komponen tersebut
10
akan saling bereaksi dan berinteraksi yang akan membentuk satu sistem yang
akan menampilkan suatu respon terhadap suatu kondisi.
3.2.1. Fungsi Ekologi
Agroforestri merupakan alternatif pengelolaan hutan yang memadukan
tanaman berkayu dan tanaman pertanian. Alternatif yang dimaksudkan adalah
agar adanya peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan. Keikut sertaan
masyarakat mampu menciptakan kemandirian masyarakat dalam aspek sosial dan
budaya. Keuntungan selanjutnya adalah tetap terciptanya fungsi ekologi yang
baik.
Terciptanya keberlanjutan sumberdaya hutan Forest Resource Base,
yaitu terjaminnya sumber-sumber daya hutan yang dapat dikelola secara lestari.
Forest Resource Base yang dimaksud adalah biodiverstias, tanah, dan tetap
terjaganya fungsi hidrologi (ITTO 2005). Kelestarian ekologi dalam praktek
agroforestri yang dijalankan oleh KPH Banyuwangi Barat adalah tetap terjaganya
fungsi hidrologi dengan terjaganya sumberdaya air sehingga masyarakat mampu
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan perairan untuk kegiatan pertanian.
Agroforestri mampu mempertahankan tanaman berkayu untuk tetap
melakukan metabolisme dengan normal. Tegakan di KPH Banyuwangi Barat,
agatis dan pinus, mampu menyimpan sumberdaya air di dalam tanah. Pohon
mampu menahan air dari hujan. Air yang turun ke tanah tidak langsung mengalir
ke hilir. Kemampuan akar dalam mengikat air akan memperlambat gerak air
bersama dengan kemampuan tanah dalam menyimpan air (kapasitas lapang
tanah). Kondisi inilah, yaitu kemampuan hutan dalam menjaga sumberdaya air,
yang akhirnya mampu menjaga persedian air (Agus, Noordwijk, dan Rahayu
2004).
Kemampuan hutan dalam konservasi tanah adalah tetap terjaganya sifat-
sifat tanah, sehingga tidak terjadi degradasi tanah secara fundamental. Praktek
agroforestri mampu mempertahankan tegakan sebagaimana mestinya. Keberadaan
tegaan akan mempertahankan tajuk dan penutupan lahan secara baik.
Penutupan lahan berdampak positif terhadap konservasi tanah. Air hujan
yang jatuh dapat ditahan oleh tajuk dengan baik. Intersepsi mampu menahan air
11
hujan sehingga dapat diuapkan kembali sesaat setelah hujan berhenti. Tegakan
juga mampu menjalankan fungsinya dalam presipitasi dengan baik. Air yang jatuh
tidak langsung jatuh ke tanah, sehingga tingkat erosi tanah dapat terminimalisir
dengan baik.
Keuntungan tetap terjaganya tegakan dari praktek agroforestri adalah
tetap terjaganya fungsi tanah sebagaimana mestinya. Kesuburan tanah yang
berada di kawasan hutan dapat terjaga dengan baik. Keuntungan dari agroforestri
adalah dengan adanya tanaman pertanian mengakibatkan perawatan secara
intensif terhadap tanaman pertanian. Perawatan yang intensif inilah yang mampu
menjaga kesuburan tanah hutan dan tetap menjaga kawasan hutan dari alih guna
lahan.
Fungsi hidrologi dan tanah dengan adanya praktek agroforestri mampu
meningkatkan produktivitas tegakan tanaman hutan. Produktivitas tegakan yang
terjaga berdampak terhadap semakin besarnya tingkat penyimpanan karbon.
Sumberdaya sinar matahari, air, dan nutrisi mampu dikonversi oleh pohon
kedalam bentuk karbon yang tersimpan di batang dan gas oksigen. Hasil berupa
gas oksigen inilah yang mampu menjaga dan meminimalisir dampak rumah kaca.
Kelestarian sumberdaya hutan hasil dari praktek agroforestri juga tetap
terjaganya sistem ekosistem secara keseluruhan. Kelestarian akan jenis tumbuhan
mampu terjaga dengan baik akibat dari tetap terjaganya fungsi hutan sebagai
hutan yang lestari. Secara biofisik hutan yang terjaga mempunyai implikasi
terhadap tersedianya habitat sehat bagi satwa yang ada. Praktek agroforestri
mampu menjaga kekayaan biodiversitas hutan.
3.2.2. Fungsi Sosial, Budaya, dan Ekonomi
Tujuan dari penerapan agroforestri adalah terpenuhinya kelestarian
sumberdaya hutan dan memaksimalkan produksi dengan kombinasi tanaman kayu
dan tanaman pertanian. Diharapkan tercipta kemandirian secara ekonomi
masyarakat sekitar hutan dengan kesempatan mengelola hutan dengan cara
pemanfaatan sela-sela lahan antara larikan tegakan satu dengan larikan tegakan
yang lain. Sehingga terdapat kerjasama antara petani dan Perum Perhutani, dalam
hal ini Perum Perhutani Unit II KPH Banyuwangi Barat.
12
Hasil akhri dari kemandirian ekonomi yang didapatkan oleh masyarakat.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Foresta, Kusworo, Djatmiko, dan Michon
(2000) bahwa agroforestri mampu mengajak dan menciptakan kemandirian lokal
komunitas warga sekitar hutan. Hasil yang diperoleh adalah terdapatnya
pemasukan yang maksimal baik itu untuk petani dan perhutani.
Tabel 3 dapat diperoleh bahwa dengan adanya agroforestri baik pihak
petani dan perhutani mampu mendapatkan pendapatan tambahan sebesar Rp
42.500.000,00. Pendapatan tersebut diperoleh dari hasil sebesar 850 kg vanili
basah tiap luasan satu hektar dalam waktu tujuh tahun, atau satu kali daur vanili.
Bagi petani pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 25.500.000,00 adalah nilai
yang cukup. Setiap petani diberikan kesempatan untuk mengelola hutan dengan
tanaman pertanian vanili mampu memberikan penghasilan Rp 6.375.000,00 dalam
waktu tujuh tahun. Kesempatan ini sangat mendorong terjadinya kemandirian
petani.
Secara ekonomi, petani diuntungkan dengan pendapatan yang diperoleh
dan juga mempunyai keuntungan strategis bagi perhutani. Keuntungan strategis
yang dimasksudkan adalah terciptanya keamanan dalam tegakan tanaman pokok
kehutanan, yaitu pinus dan aghatis. Keamanan tercipta dari intensitas dan
kesadaran petani dalam menjaga tanaman pertaniannya. Implikasinya adalah
keterjaminan keamanan terhadap tanaman pokok kehutanan.
Keuntungan selanjutnya adalah intensitas perawatan terhadap tanaman
pertanian berdampak pada ketersediaan kebutuhan nutrisi bagi tanaman pokok
hutan. Secara tidak langsung, pasokan nutrisi atau pupuk yang diberikan pada
tanaman pertanian memberikan kesempatan tanaman pokok kehutanan dalam
persediaan nutrisi. Sehingga produktivitas tanaman pokok kehutanan tetap terjaga.
Pilihan terhadap vanili dilatarbelakangi dari kebiasaan yang membentuk
budaya petani bahwa selama ini petani lebih mengenal vanili. Petani telah
mempunyai kemampuan yang tinggi dalam bercocok tanam vanili. Secara sosial
pula, keberterimaan petani terhadap tanaman vanili lebih tinggi dibandingkan
tanaman yang lain. Singkat kata faktor sosial juga menentukan keberhasilan dari
praktek agroforestri.
13
Fungsi agroforestri ditinjau dari aspek sosial juga sangat erat kaitannya
dalam hal tenurial. Sistem agroforestri adalah alternative dalam meminimalisir
penguasaan lahan secara permanen oleh masyarakat. Implikasinya adalah reklaim
dan alih guna lahan kehutanan menjadi lahan pertanian.
Prinsip dasar dari masalah tenurial tidak lain adalah keinginan warga
dalam memenuhi kebutuhan sehari – hari, implikasinya adalah penguasaan lahan
perhutani oleh masyarakat. Ujungnya yaitu alih guna lahan sebagai lahan
pertanian. Sehingga terjadi pengurangan luasan kawasan lahan negara, dalam hal
ini mandate perhutani, yang diakibatkan dari reklaim dan redistribusi lahan ke
masyarakat.
Pemilihan vanili sebagai tanaman pertanian adalah bukti dari pelestarian
pengetahuan akan kultur tradisional masyarakat setempat. Sikap mempertahankan
kultul inilah yang membuat kesatuan sosial masyarakat dan atau petani menjadi
baik. Fungsi lain dari agroforestri tidak lain adalah pelestarian pengetahuan lokal
tradisional masyarakat setempat (Widianto, Utami, dan Hairiah 2003).
Secara kelembagaan sosial, mandat adanya PHBM dengan penerapan
agroforestri adalah penguatan sistem sosial yang selama ini ada. PHBM bertujuan
untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat desa
hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat
sumberdaya hutan, melalui pengelolaan sumberdaya hutan dengan model
kemitraan.
Budaya yang akan lestari adalah pola sosial yang selama ini
diimplementasikan dalam bentuk gotongroyong oleh warga. Hal ini difasilitasi
oleh perhutani dengan adanya Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Forum
untuk merukunkan adalah adanya Forum Komunikasi PHBM (FK PHBM).
Sehingga adanya agroforestri akan menguatkan posisi perhutani dan kemandirian
ekonomi pada masyarakat serta melestarikan nilai – nilai positif sosial budaya
yang selama ini dianut oleh masyarakat dan petani pengelola hutan bersama
perhutani.
14
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Praktek agroforestri mempunyai banyak keuntungan. Melalui praktek
agroforestri kelestarian sumberdaya hutan terjaga dengan baik, yaitu adanya
kelestaria produksi tegakan pinus dan aghatis sebagai tanaman pokok kehutanan
Perum Perhutani Unit II KPH Banyuwangi Barat. Fungsi ekologi yang diperoleh
adalah adanya konservasi sumberdaya air dan tanah, serta biodiversitas
sumberdaya hutan yang tetap terjaga. Hal ini akibat dari peran aktif petani dalam
menjaga kawasan hutan.
Secara sosial, budaya, dan ekonomi sistem agroforestri dengan
kombinasi tanaman kayu aghatis serta pinus dengan tanaman pertanian dalam hal
ini adalah vanili mampu meningkatkan kemandirian ekonomi petani. Dibuktikan
dengan penghasilan yang didapatkan petani dalam satu daur tanaman vanili.
Kombinasi ini mampu meminimalisir terjadinya benturan tenurial dan alih guna
lahan kawasan hutan oleh masyarakat sekitar hutan dan atau petani. Hal ini bisa
terjadi karena peran serta petani dalam menjaga kawasan dengan aplikasi tetap
terjaganya kultur sosial budaya seperti kelembagaan sosial dan pilihan tanaman
pertanian pada vanili.
4.2 Saran
Harus ada penguatan yang matang terhadap kelembagaan petani, baik
secara sosial, budaya, dan ekonomi. Terkait dengan benturan tenurial yang sering
terjadi antara masyarakat sekitar hutan dan petani dengan perhutani. Penguatan
akan kelembagaan sosial dan budaya diharapkan mampu mempertahankan kultur
tradisional yang selama ini terjaga. Selanjutnya penguatan kelembagaan ekonomi
diharapkan mampu mendorong petani agar bisa mandiri secara ekonomi.
15
DAFTAR PUSTAKA
Agus F, Noordwijk M, dan Rahayu S. 2004. Dampak Hidrologis Hutan,
Agroforestri, dan Pertanian Lahan Kering sebagai Dasar Pemberian
Imbalan kepada Penghasil Jasa Lingkungan di Indonesia. Bogor:
ICRAF.
Batish DR, Kohli RK, Jose S, Singh HP. 2008. Ecologycal Basis of Agroforestry.
Boca Raton: CRC Press.
Foresta H, Kusworo A, Djatmiko WA, Michon G. 2000. Ketika kebun berupa
hutan: Agroforest Khas Indonesia Sebuah sumbangan masyarakat.
Bogor: ICRAF.
Hariah K, Sardjono MA, Sabarnurdin S. 2003. Pengantar Agroforestri: Bahan
Ajaran Agroforestri 1. Bogor: ICRAF.
[ITTO] The International Tropical Timber Organization. 2005. Revised ITTO
Criteria and Indicators for the Sustainable Management of Tropical
Forests Including Reporting Format. Japan: ITTO.
Rifa’I M. 2010. Pertumbuhan Tanaman Pokok Gmelina arborea Roxb. Pada
Beberapa Pola Agroforestri di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi,
Kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor.
Sardjono MA, Arifin HS, Djogo T, Widjayanto N. 2003. Klasifikasi dan Pola
Kombinasi Komponen Agroforestri. Bogor: ICRAF.
Widianto, Utami SR, Hairiah K. 2003. Peranan Pengetahuan Ekologi Lokal
dalam Sistem Agroforestri: Bahan Ajaran Agroforestri 7. Bogor: ICRAF.
Young A. 1932. Agroforestry for Soil Conservation. Oxon: CAB International.
Yusuf, Kario NH. 2000. Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Vanili Melalui
Perbaikan Teknologi Budidaya dan Pasca Panen. NTT: Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian.
16
LAMPIRAN
Gambar 1. Papan Perhutani Unit II KPH Banyuwangi Barat
(sumber: Capture by video)
Gambar 2. Pemanenan vanili oleh petani
(sumber: Capture by video)
Gambar 3. Forum Komunikasi PHBM
(sumber: Capture by video)
17
Gambar 4. Sumber mata air dari hutan
(sumber: Capture by video)