laporan 8 v 1.0

24
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KHEMOTERAPI PERCOBAAN VIII PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIPIRETIKA Tanggal Praktikum : 10 November 2014 Nama : Andriana NIM : 31112059 Kelas : Farmasi 3B

Upload: andriana

Post on 24-Dec-2015

238 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

khemo

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN 8 v 1.0

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KHEMOTERAPIPERCOBAAN VIII

PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIPIRETIKA

Tanggal Praktikum : 10 November 2014Nama : AndrianaNIM : 31112059Kelas : Farmasi 3B

PROGRAM STUDI S1 FARMASISTIKes BAKTI TUNAS HUSADA

TASIKMALAYA2014

Page 2: LAPORAN 8 v 1.0

PERCOBAAN VIIIPENGUJIAN AKTIVITAS ANTIPIRETIKA

I. Hari/Tanggal

Senin, 10 November 2014

II. Tujuan

Mahasiswa dapat mempelajari dan mengetahui pengaruh

pemberian dan efektivitas bahan alam (bawang merah) dan obat pembanding

(asetaminofen) terhadap aktivitas antipiretik pada hewan uji.

III. Dasar Teori

Demam pada umumnya diartikan suhu tubuh di atas 37,2oC

(Nelwan, 2006). Demam yang berarti temperatur tubuh di atas batas normal,

dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan

toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan temperatur (Guyton, 1997).

Suhu tubuh normal biasanya terletak dalam rentang dengan suatu variasi

diurnal yang berbeda-beda antar individu, namun konsisten pada tiap-tiap

individu (Amlot, 1997). Biasanya terdapat Dalam keadaan biasa perbedaan

ini berkisar sekitar 0,5oC; suhu rektal lebih tinggi daripada suhu oral

(Nelwan, 2006).

Suhu tubuh normal dapat dipertahankan dengan cara bila ada

perubahan suhu lingkungan, pusat termoregulasi mampu mengatur

keseimbangan antara panas yang diproduksi oleh jaringan, khususnya oleh

otot dan hati dengan panas yang hilang. Dalam keadaan demam,

keseimbangan tersebut bergeser sehingga terjadi peningkatan suhu dalam

tubuh (Jeffrey, 1994). perbedaan antara pengukuran suhu di aksilla dan oral

maupun rektum.

Page 3: LAPORAN 8 v 1.0

Demam merupakan mekanisme kekebalan tubuh, di mana sedikit

kenaikkan pada temperatur tubuh mempercepat pembunuhan kuman dan

bakteri melalui percepatan reaksi mekanisme kekebalan tubuh. Hal yang

penting adalah kenaikkan temperatur tersebut haruslah sedikit: kenaikkan

temperatur tubuh lebih dari 3°C mempercepat kecepatan reaksi pada

signifikasi yang berbahaya.

Pada keadaan panas dan demam, mekanisme sentral di hipotalamus

untuk mengatur suhu tubuh, yang sering diumpamakan seperti suatu

thermostat, seolah-olah distel pada suhu yang lebih tinggi. Keseimbangan

antara produksi panas dan pengeluaran panas tetap terpelihara, hanya kini

untuk menjaga suhu tubuh tetap ada pada yang lebih tinggi, atau mungkin

juga produksi panas meningkat tanpa ada peningkatkan dalam pengeluaran

panas. (Guyton, A.C., dan Hall, J.T.,1996).

Mekanisme terjadinya demam adalah sebagai respon terhadap

rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer

mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-

1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL-6 (interleukin 6), dan

INF (interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk

meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di

titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen

endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9° C, hipotalamus merasa

bahwa suhu normal prademam sebesar 37° C terlalu dingin, dan organ ini

memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu

tubuh (Ganong, 2002).

Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non

prostaglandin melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh

produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory protein-1) ini tidak dapat

dihambat oleh antipiretik (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).

Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah

respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan

Page 4: LAPORAN 8 v 1.0

masuknya mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat

berupa virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam

disebabkan oleh infeksi virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan

panas yang berlebihan (overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi

maupun dikarenakan gangguan sistem imun (Lubis, 2009).

Antipiretik adalah obat-obat atau zat-zat yang dapat menurunkan

suhu tubuh pada keadaan demam. Antipiretik akan mencegah terjadinya

peningkatan suhu tubuh sebagai respon terhadap pirogen endogen dan

mikroba. Kerja antipiretik adalah dengan mengembalikan fungsi thermostat

ke posisi normal dengan cara pembuangan panas melalui bertambahnya

aliran darah ke perifer disertai dengan keluarnya keringat.

IV. Alat dan Bahan

A. Alat

1. Wadah penyimpan tikus

2. Timbangan tikus

3. Sonde oral

4. Alat gelas

5. Alat suntik 1 ml

6. Stopwatch

B. Bahan / Hewan percobaan

1. Tikus putih

2. Pepton 5 %

3. Parasetamol

4. PGA 10 %

5. Ekstrak bawang merah (Allium cepa)

V. Prosedur

H e w a n p e rc o b a a n d iti m b a n g d a n d ib e r i

ta n d a

D ib a g i 5 K e lo m p o k :K e l 1 : K o n tro l ( -) K e l 2 : K o n tro l (+ )

K e l 3 : D o s is 1K e l 4 : D o s is 2K e l 5 : D o s is 3

D ib e r i la ru ta n p e p to n , ti k u s y a n g la in se b a g a i b la n k o

S u h u re c ta l ti a p ti k u s d ic a ta t s e la n g s e te n g a h ja m

S e te la h 4 ja m / p u n c a k d e m a m k e m u d ia n d ib e r i

s e d ia a n u ji

S u h u tu b u h ti k u s d ic a ta t s e la n g

2 0 ,4 0 ,6 0 ,9 0 ,1 2 0 ,1 5 0,1 8 0

T a b e lk a n h a s il p e n g a m a ta n y a n g

d ip e ro le h , su h u tu b u h se b e lu m d a n se su d a h

d ib e r i p e r la k u a n d ik a itk a n d g w a k tu se te la h p e m b e r ia n

o b a t d a n b u a t k u rv a su h u tu b u h ti k u s d a r i

d a ta te rse b u t

Page 5: LAPORAN 8 v 1.0

VI. Hasil Pengamatan dan Perhitungan

a. Perhitungan

1. Pembuatan Larutan Parasetamol

Tablet Parasetamol 500 mg

2 tablet yang digunakan masing-masing ditimbang :

Tablet 1 = 540 mg

Tablet 2 = 540 mg

Rata-rata tablet = 540 mg+ 540 mg : 2 = 540 mg

perhitungan :

500 mg x 0,018 = 9 mg/200 g BB tikus

= 9 mg x 540 mg : 500 mg

= 972 mg/2 ml P.O

= 243 mg/50 ml (yang dibuat stok)

2. Pembuatan PGA 2%

PGA : 2/100 x 100 = 2 gram dalam 100 mL

3. Pembuatan pepton 5 %

Page 6: LAPORAN 8 v 1.0

Pepton : 5/100 x 100 = 5 gram dalam 100 mL

4. Perhitungan Infusa bawang merah

Perasan bawang merah

20,05 gram + 21,23 gram + 16,68 gram + 17, 63 gram + 18,89 gram =

94,48 gram

Rata-rata = 94,48 : 5 = 18,896 gram, dibulatkan menjadi 18,90 gram

Perasan bawang merah 94,48 dalam 56 ml

18,90 gram x 0,018= 0,34029/200 g BB Tikus

= 0,34029 gram : 94,489 gram x 56 mL

= 0,2 ml (dosis II)

Dosis I = 1 mL Perasan bawang merah + 9 ml aquadest

Dosis III = 4 mL perasan bawang merah + 6 ml aquadest

5. Pemberian sediaan uji kontrol (+)

Berat Badan Tikus :

Tikus I = 190,39 gram

Tikus II = 140,14 gram

Tikus III = 190,64 grama. Pemberian parasetamol

Tikus 1 = 190,39 gram

200gramx 2 mL=1,9 mL:

Tikus II = 140,14 gram

200 gramx2 mL=1,4 mL

Tikus III = 190,64 gram

200gramx2 mL=1,9 mL

b. Pemberian pepton 5%

Tikus 1 = 190,39 gram

200 gramx 0,5 mL=0,47 mL

Tikus II = 140,14 gram

200gramx0,5 mL=0,35mL

Tikus III = 190,64 gram

200 gramx0,5 mL=0,47 mL

Page 7: LAPORAN 8 v 1.0

b. Grafik hubungan antara suhu rektal hewan percobaan terhadap

waktu

0 50 100 150 200 250 30033343536373839

Grafik suhu rektal setelah diinduksi pepton terhadap waktu

Series2Series4Series6

waktu

suhu

0 20 40 60 80 100 120 1403233343536373839

Grafik suhu rektal setelah diberi sediaan uji (pct) terhadap waktu

Series2Series4Series6

waktu

suhu

Page 8: LAPORAN 8 v 1.0

c. Data Hasil Pengamatan

Perlakuan

Tikus

T awa

l

Suhu setelah diinduksi peptonSuhu setelah pemberian

sediaan30 60 90 120 150 180 210 240 20 40 60 90 120

K - 1 37.137.2

37.7

37.2 37 3737.1

37.1

37.2

36.1

35.7

35.5

35.3

35.1

2 35.735.8

35.9

35.735.1

35.2

35.4

35.3

35.2

35.1

35 35 35 34.8

3 3737.3

37.4

37.937.1

36.9

37 3737.1

36.5

35.3

35.3

35.1

34.9

4 30.932.6

36.7

3737.1

37.3

36.7

36.5

37.2

37.2

36.4

3635.9

35.6

5 32.136.5

37.1

37.137.5

37.5

36.5

37.1

36.9

37.1

37.4

37.3

37 36.6

6 34.934.8

36.2

36.436.5

36.8

3737.1

36.9

36.7

37.1

37 37 36.2

K+ 1 37.137.2

37.7

37.7 3838.1

37.4

37.5

37.9

37.9

37.7

37.7

37.4

37

2 37.137.2

37.2

3737.1

36.1

35.9

36.7

3736.9

36.9

36.5

36.1

36

3 35.335.7

35.8

35.835.9

34.9

36.5

36 36 3634.9

34.5

34.3

34

4 36.136.4

36.1

36.736.6

36.6

3636.6

36.4

36.3

35.9

35.5

35.5

35.5

5 36.536.9

36.3

36.236.5

36.6

35.4

35.9

35.5

35.6

35.8

35.5

33.3

33.2

6 35.436.1

35.9

36.636.7

36.7

35.4

3635.6

35.5

35.4

35.3

33.3

33.2

D1 1 37.536.8

37.1

36.636.3

36.2

35.5

3636.8

35.8

35.5

35.5

35.3

35.2

2 38.137.5

37.5

37.236.7

3736.9

36.7

37.1

36.5

35.6

35.4

35.4

35.3

3 37.336.2

36.3

3736.5

3636.2

3636.3

36.6

36.5

36.3

36 35.8

4 37.336.6

37.5

3737.1

3834.5

3736.9

36.9

37.4

37.3

36.1

36.7

5 36.436.3

37 36.9 3636.1

35.3

36.2

36.1

35.6

35.5

35.7

35.6

35.8

6 3737.6

37.4

36.636.8

37.2

3636.4

3736.9

36.8

3736.4

36.5

D2 1 35.7 3535.2

35.535.6

35.4

35.8

3636.4

31.1

3132.3

31.7

31.2

2 35.5 3636.9

36.8 3737.2

37.4

37.5

37.8

32.3

32 3332.5

32

3 35.8 3635.5

3636.2

36.1

36.4

36.5

36.7

33.9

33.9

37.7

33.4

33

4 36.336.5

36.6

36.436.7

37.2

37.1

36.9

36.9

35.3

34.2

34.1

34 33.9

5 36.637.3

37.4

36.337.1

37.6

37.4

37.4

37.5

37.1

3736.9

36.8

36.7

Page 9: LAPORAN 8 v 1.0

6 36.337.3

37.2

37.337.5

37.8

37.6

37.2

37.4

35.9

3635.1

35.2

34.9

D3 1 37.837.1

37.5

3738.3

37.9

38.1

37.9

38 37 3736.2

35.9

35.1

2 37.1 3737.2

36.237.8

37.3

37.4

37.5

37.8

37.1

36.8

35.7

35.8

32.7

3 37.936.3

37.1

37.6 3736.1

37.4

37.6

37.7

37.2

3735.7

35.8

32.4

4 37.436.6

35.4

35.5 3736.3

36.5

35.1

35.4

35.7

36.5

35.7

34.8

36.6

5 35.4 3536.6

36.636.8

37.1

36.2

35.8

35.9

36.6

36.7

3735.4

35.5

6 35.2 37 36 36.537.1

37.1

36.7

36.2

36.5

36.6

36.1

34.9

35.3

35.9

d. Data Hasil Statistik

Uji Normalitas Data

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Data 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

Data Mean 471.01 1.723

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 467.49

Upper Bound 474.54

5% Trimmed Mean 471.42

Median 472.05

Variance 89.050

Std. Deviation 9.437

Page 10: LAPORAN 8 v 1.0

Minimum 442

Maximum 489

Range 47

Interquartile Range 11

Skewness -.855 .427

Kurtosis 1.723 .833

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Data .123 30 .200* .951 30 .181

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Ho data berdistribusi normalH1 Data tidak berdistribusi normalKetentuannya:a. Jika Responden > 50, maka membacanya memakai Kolmogorov-Smirnovb. Jika Responden ≤ 50, maka membacanya memakai Shapiro-WilkResponden kita berjumlah 30, maka tabel yang dilihat adalah Tabel Shapiro -Wilk.Data akan Memiliki Distribusi Normal jika p > 0,05Hasil SPPS menunjukan nilai data Sig 0,181 > 0,05 , menunjukan data berdistribusi normal.

Uji Homogenity Anova One Way

Page 11: LAPORAN 8 v 1.0

Descriptives

Data

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for

Mean

Minimum MaximumLower Bound Upper Bound

kontrol (-) 6 473.00 7.749 3.163 464.87 481.13 458 482

kontrol (+) 6 470.10 11.211 4.577 458.33 481.87 460 489

dosis 1 6 473.47 4.782 1.952 468.45 478.49 468 479

dosis 2 6 464.43 14.227 5.808 449.50 479.36 442 482

dosis 3 6 474.07 5.421 2.213 468.38 479.76 467 483

Total 30 471.01 9.437 1.723 467.49 474.54 442 489

Test of Homogeneity of Variances

Data

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.693 4 25 .183

ANOVA

Data

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 380.515 4 95.129 1.080 .387

Within Groups 2201.940 25 88.078

Total 2582.455 29

Multiple Comparisons

Data

LSD

(I) Kelompok (J) Mean Difference Std. Error Sig. 95% Confidence Interval

Page 12: LAPORAN 8 v 1.0

Kelompok (I-J) Lower Bound Upper Bound

kontrol (-) kontrol (+) 2.900 5.418 .597 -8.26 14.06

dosis 1 -.467 5.418 .932 -11.63 10.69

dosis 2 8.567 5.418 .126 -2.59 19.73

dosis 3 -1.067 5.418 .846 -12.23 10.09

kontrol (+) kontrol (-) -2.900 5.418 .597 -14.06 8.26

dosis 1 -3.367 5.418 .540 -14.53 7.79

dosis 2 5.667 5.418 .306 -5.49 16.83

dosis 3 -3.967 5.418 .471 -15.13 7.19

dosis 1 kontrol (-) .467 5.418 .932 -10.69 11.63

kontrol (+) 3.367 5.418 .540 -7.79 14.53

dosis 2 9.033 5.418 .108 -2.13 20.19

dosis 3 -.600 5.418 .913 -11.76 10.56

dosis 2 kontrol (-) -8.567 5.418 .126 -19.73 2.59

kontrol (+) -5.667 5.418 .306 -16.83 5.49

dosis 1 -9.033 5.418 .108 -20.19 2.13

dosis 3 -9.633 5.418 .088 -20.79 1.53

dosis 3 kontrol (-) 1.067 5.418 .846 -10.09 12.23

kontrol (+) 3.967 5.418 .471 -7.19 15.13

dosis 1 .600 5.418 .913 -10.56 11.76

dosis 2 9.633 5.418 .088 -1.53 20.79

Data akan Memiliki Homogenity jika p > 0,05Hasil SPPS menunjukan nilai Sig 0,183 > 0,05 berarti menunjukan data memiliki homogenity

VII. Pembahasan

Praktikum kali ini yaitu mengenai pengujian antidipiretika, yang

bertujuan untuk menguji aktivitas obat antipiretik suatu bahan alam yaitu

bawang merah (Allium cepa) dalam menurunkan demam yang ditimbulkan

oleh penginduksi dari pepton, terhadap hewan percobaan. Pepton dapat

Page 13: LAPORAN 8 v 1.0

berfungsi sebagai penginduksi panas, sehingga setelah diberi pepton suhu

badan tikus bertambah tinggi.

Hewan percobaan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu

tikus putih jantan, sedangkan obat yang akan diuji aktivitas antipiretiknya

adalah berupa bahan alam yaitu bawang merah (Allium cepa), bawang

merah terlebih dahulu dibuat infusa dan dilakukan pengujian dosis untuk

menentukan dosis yang efektif untuk digunakan sebagai antipiretik.

Sedangkkan sebagai pembanding digunakan obat antipiretik yaitu

acetaminophen atau parasetamol.

Langkah pertama yang dilakukan adalah menmbang tikus agar

bobot badannya diketahui kemudian masing-masing tikus tersebut ditandai/

diberi nomor. Tikus kemudian dikelompokan yaitu sebagai kelompok

kontrol (-), Kontrol (+), kelompok dosis uji I, II, dan III. Suhu badan tikus

kemudin diukur dengan mengukur suhu rectal tikus menggunakan

termometer rectal, hal ini untuk mengetahui suhu awal badan tikus.

Termometer rectal yang digunakan juga tidak boleh berbeda, harus sama

dari awal pengukuran sampai akhir pengukuran supaya kondisi thermometer

yang digunakan sama. Setelah itu setiap tikus diberikan pepton, Pepton

berfungsi sebagai penginduksi panas. Setiap tikus diberikan pepton dengan

dosis 0,5 ml/200 g bobot tikus. Setiap 30 menit suhu rectal tikus diukur

untuk mengetahui kenaikan suhu badan tikus. Hal terseut dilakukan selama

4 jam untuk mencapai puncak demam pada tikus yang disebabkan oleh

pepton.

Dari hasil data pengamatan setiap 30 menit rata-rata suhu badan

tikus naik dibandingkan dengan suhu awal. Hal ini disebabkan karena

respon tubuh tikus terhadap rangsangan pirogenik yaitu pepton, maka

monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang

dikenal sebagai pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNFα (Tumor

Necrosis Factor α), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja

pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan

termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru

Page 14: LAPORAN 8 v 1.0

dan bukan di suhu normal. Yang menyebabkan suhu tubuh hewan

percobaan naik.

Ketika waktu menunjukan 240 menit setelah diinduksi pepton, dan

puncak demam telah tercapai setiap kelompok diberi perlakuan masing-

masing kelompok kontrol positf diberikan parasetamol sebagai pembanding,

dan kelompok dosis dosis diberikan dosis uji sesuai kelompoknya. Dan tetap

diukur suhu rektalnya tiap 20 menit selama 2 jam.

Berdasarkan data pengamatan dapat dilihat bahwa hampir pada

setiap kelompok mengalami penurunan suhu setelah diberi sediaan uji. Pada

kelompok pembanding atau kontrol positif terlihat penurunan suhu yang

signifikan seperti yang terdapat pada grafik, hal ini disebabkan karena

Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang berdasarkan

efek sentral seperti salisilat. Efek analgetiknya serupa salisilat yaitu

menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol

merupakan penghambat biosintesa PG yang lemah. Efek iritasi, erosi, dan

perdarahan lambung tidak terlihat dengan obat ini, demikian juga gangguan

pernapasan dan keseimbangan asam basa.

Parasetamol atau asetaminofen biasa digunakan secara luas sebagai

analgetik atau antipiretik. Parasetamol merupakan metabolit fenasetin. Efek

antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Nama parasetamol

maupun asetaminofen berasal dari nama zat kimia yang terkandung di

dalamnya, yaitu: N-acetyl-para-aminophenol atau paraacetyl-amino-phenol.

Pada kelompok parasetamol, penurunan suhu signifikan mulai

tampak pada menit ke 60 dan penurunan suhu terbesar pada menit ke-90.

Hal ini dimungkinkan karena kadar puncak parasetamol dalam plasma

darah dicapai dalam waktu 60-90 menit.

Sedangkan pada dosis uji dapat dilihat bahwa sediaan uji dosis I,

II, maupun III juga mengalami penurunan, hal tersebut disebabkan karena

bawang merah mengandung senyawa flavonoid yang mempunyai efek

antipiretika. Dari tabel pengamatan dapat dilihat bahwa kelompok 2

Page 15: LAPORAN 8 v 1.0

dengan dosis uji 2 mempunyai efek antipiretik yang paling baik, diihat dari

penurunan suhu yang paling signifikan. Bahkan sampai melebihi

efektifitas dari kelompok pembanding yang diberikn sediaan parasetamol

yang sudah teruji klinis. Hal ini kurang sesuai dengan teori karena

walaupun bawang merah dapat menurunkan panas atau mempunyai efek

farmakokinetik tetapi tidak akan melebihi efek antipiretik yang lebih

tinggi dari parasetamol, hal ini disebabkan karena karena ekstrak bawang

merah tidak hanya mengandung flavonoid saja yang mempunyai efek

antipiretik, tetapi juga mengandung zat-zat lain yang bisa mengganggu

interaksi flavonoid dengan reseptornya. dosis 1 dan dosis 3 adalah masing-

masing 0,5 x dosis 2 dan 2 x dosis 2. Oleh karena efek antipiretik timbul

bermakna pada dosis 2 dan dosis 3 Dosis 2 dan dosis 3 tidak berbeda

signifikan, maka dosis yang dianggap efektif untuk menurunkan demam

adalah dosis yang paling kecil yaitu dosis 2. Hal ini dimungkinkan karena

dosis 2 sudah merupakan dosis dengan konsentrasi tertinggi yang dapat

berikatan dengan reseptor. Sehingga pada dosis yang lebih besar, ikatan

pada reseptor yang bersangkutan sudah melewati titik jenuh, yang pada

akhirnya tidak memberikan efek antipiretik yang lebih baik daripada dosis

optimal tersebut.

Pada pengujian data berdasarkan statistik diketahui bahwa, pada uji

normalitas menunjukan nilai data Sig 0,181 > 0,05 , menunjukan data

berdistribusi normal. Pada data yang telah dilakukan uji anova, didapat

nilai signifikan = 0,387 (sig>0,05) hal ini berarti tidak terdapat perbedaan

yang bermakna antara kelima kelompok perlakuan. Pengambilan

keputusan untuk memilih hipotesis mana yang diterima dan hipotesis

mana yang ditolak didasarkan pada perbandingan F hitung dan F tabel,

dengan syarat jika F hitung kurang dari F tabel maka tolak H1 dan terima

H0 dan jika F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak dan diterima

H1. Pada uji homogenitas menunjukan nilai Sig 0,183 > 0,05 berarti

menunjukan data memiliki homogenity.

Page 16: LAPORAN 8 v 1.0

VIII. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik

kesimpulan bahwa, infusa daun bawang merah (Allium cepa) dengan dosis

I, II, dan III memiliki efek antipiretika ditinjau dari penurunan suhu rektal

dari tikus putih yang diinduksi oleh pepton. Dosis uji II memiliki efek

antipiretik yang paling baik bahkan melebihi efektifitas kelompok

pembanding atau kontrol (+) yang diberi parasetamol.

IX. Daftar Pustaka

Anief, Moh. (1995). Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University

Ernst Mutschler. (1986). Dinamika Obat ; Farmakologi dan Toksikologi. Bandung : ITB

Gunawan, G dan Sulistia. (1995). Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: FK-UI

Katzung, Bertram G. (1989). Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.

Setiawati, A. dan F.D. Suyatna. (1995). Pengantar Farmakologi Dalam “Farmakologi dan Terapi”. Edisi IV. Editor: Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru.

Tan, Hoan Tjai. (2007). Obat-obat Penting. Jakarta: PT. Gramedia

LAMPIRAN

Dokumentasi

1. Penimbangan hewan percobaan

Page 17: LAPORAN 8 v 1.0

2. Pengukuran suhu rectal normal

3. Pemberian induksi pada hewan percobaan

Page 18: LAPORAN 8 v 1.0

4. Pengukuran suhu rectal setelah diinduksi

5. Pengukuran suhu rectal setelah diberi sediaan uji