laporan 8 v 1.0
DESCRIPTION
khemoTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI KHEMOTERAPIPERCOBAAN VIII
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIPIRETIKA
Tanggal Praktikum : 10 November 2014Nama : AndrianaNIM : 31112059Kelas : Farmasi 3B
PROGRAM STUDI S1 FARMASISTIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA2014
PERCOBAAN VIIIPENGUJIAN AKTIVITAS ANTIPIRETIKA
I. Hari/Tanggal
Senin, 10 November 2014
II. Tujuan
Mahasiswa dapat mempelajari dan mengetahui pengaruh
pemberian dan efektivitas bahan alam (bawang merah) dan obat pembanding
(asetaminofen) terhadap aktivitas antipiretik pada hewan uji.
III. Dasar Teori
Demam pada umumnya diartikan suhu tubuh di atas 37,2oC
(Nelwan, 2006). Demam yang berarti temperatur tubuh di atas batas normal,
dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan
toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan temperatur (Guyton, 1997).
Suhu tubuh normal biasanya terletak dalam rentang dengan suatu variasi
diurnal yang berbeda-beda antar individu, namun konsisten pada tiap-tiap
individu (Amlot, 1997). Biasanya terdapat Dalam keadaan biasa perbedaan
ini berkisar sekitar 0,5oC; suhu rektal lebih tinggi daripada suhu oral
(Nelwan, 2006).
Suhu tubuh normal dapat dipertahankan dengan cara bila ada
perubahan suhu lingkungan, pusat termoregulasi mampu mengatur
keseimbangan antara panas yang diproduksi oleh jaringan, khususnya oleh
otot dan hati dengan panas yang hilang. Dalam keadaan demam,
keseimbangan tersebut bergeser sehingga terjadi peningkatan suhu dalam
tubuh (Jeffrey, 1994). perbedaan antara pengukuran suhu di aksilla dan oral
maupun rektum.
Demam merupakan mekanisme kekebalan tubuh, di mana sedikit
kenaikkan pada temperatur tubuh mempercepat pembunuhan kuman dan
bakteri melalui percepatan reaksi mekanisme kekebalan tubuh. Hal yang
penting adalah kenaikkan temperatur tersebut haruslah sedikit: kenaikkan
temperatur tubuh lebih dari 3°C mempercepat kecepatan reaksi pada
signifikasi yang berbahaya.
Pada keadaan panas dan demam, mekanisme sentral di hipotalamus
untuk mengatur suhu tubuh, yang sering diumpamakan seperti suatu
thermostat, seolah-olah distel pada suhu yang lebih tinggi. Keseimbangan
antara produksi panas dan pengeluaran panas tetap terpelihara, hanya kini
untuk menjaga suhu tubuh tetap ada pada yang lebih tinggi, atau mungkin
juga produksi panas meningkat tanpa ada peningkatkan dalam pengeluaran
panas. (Guyton, A.C., dan Hall, J.T.,1996).
Mekanisme terjadinya demam adalah sebagai respon terhadap
rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer
mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-
1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL-6 (interleukin 6), dan
INF (interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk
meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di
titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen
endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9° C, hipotalamus merasa
bahwa suhu normal prademam sebesar 37° C terlalu dingin, dan organ ini
memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu
tubuh (Ganong, 2002).
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non
prostaglandin melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh
produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory protein-1) ini tidak dapat
dihambat oleh antipiretik (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).
Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah
respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan
masuknya mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat
berupa virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam
disebabkan oleh infeksi virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan
panas yang berlebihan (overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi
maupun dikarenakan gangguan sistem imun (Lubis, 2009).
Antipiretik adalah obat-obat atau zat-zat yang dapat menurunkan
suhu tubuh pada keadaan demam. Antipiretik akan mencegah terjadinya
peningkatan suhu tubuh sebagai respon terhadap pirogen endogen dan
mikroba. Kerja antipiretik adalah dengan mengembalikan fungsi thermostat
ke posisi normal dengan cara pembuangan panas melalui bertambahnya
aliran darah ke perifer disertai dengan keluarnya keringat.
IV. Alat dan Bahan
A. Alat
1. Wadah penyimpan tikus
2. Timbangan tikus
3. Sonde oral
4. Alat gelas
5. Alat suntik 1 ml
6. Stopwatch
B. Bahan / Hewan percobaan
1. Tikus putih
2. Pepton 5 %
3. Parasetamol
4. PGA 10 %
5. Ekstrak bawang merah (Allium cepa)
V. Prosedur
H e w a n p e rc o b a a n d iti m b a n g d a n d ib e r i
ta n d a
D ib a g i 5 K e lo m p o k :K e l 1 : K o n tro l ( -) K e l 2 : K o n tro l (+ )
K e l 3 : D o s is 1K e l 4 : D o s is 2K e l 5 : D o s is 3
D ib e r i la ru ta n p e p to n , ti k u s y a n g la in se b a g a i b la n k o
S u h u re c ta l ti a p ti k u s d ic a ta t s e la n g s e te n g a h ja m
S e te la h 4 ja m / p u n c a k d e m a m k e m u d ia n d ib e r i
s e d ia a n u ji
S u h u tu b u h ti k u s d ic a ta t s e la n g
2 0 ,4 0 ,6 0 ,9 0 ,1 2 0 ,1 5 0,1 8 0
T a b e lk a n h a s il p e n g a m a ta n y a n g
d ip e ro le h , su h u tu b u h se b e lu m d a n se su d a h
d ib e r i p e r la k u a n d ik a itk a n d g w a k tu se te la h p e m b e r ia n
o b a t d a n b u a t k u rv a su h u tu b u h ti k u s d a r i
d a ta te rse b u t
VI. Hasil Pengamatan dan Perhitungan
a. Perhitungan
1. Pembuatan Larutan Parasetamol
Tablet Parasetamol 500 mg
2 tablet yang digunakan masing-masing ditimbang :
Tablet 1 = 540 mg
Tablet 2 = 540 mg
Rata-rata tablet = 540 mg+ 540 mg : 2 = 540 mg
perhitungan :
500 mg x 0,018 = 9 mg/200 g BB tikus
= 9 mg x 540 mg : 500 mg
= 972 mg/2 ml P.O
= 243 mg/50 ml (yang dibuat stok)
2. Pembuatan PGA 2%
PGA : 2/100 x 100 = 2 gram dalam 100 mL
3. Pembuatan pepton 5 %
Pepton : 5/100 x 100 = 5 gram dalam 100 mL
4. Perhitungan Infusa bawang merah
Perasan bawang merah
20,05 gram + 21,23 gram + 16,68 gram + 17, 63 gram + 18,89 gram =
94,48 gram
Rata-rata = 94,48 : 5 = 18,896 gram, dibulatkan menjadi 18,90 gram
Perasan bawang merah 94,48 dalam 56 ml
18,90 gram x 0,018= 0,34029/200 g BB Tikus
= 0,34029 gram : 94,489 gram x 56 mL
= 0,2 ml (dosis II)
Dosis I = 1 mL Perasan bawang merah + 9 ml aquadest
Dosis III = 4 mL perasan bawang merah + 6 ml aquadest
5. Pemberian sediaan uji kontrol (+)
Berat Badan Tikus :
Tikus I = 190,39 gram
Tikus II = 140,14 gram
Tikus III = 190,64 grama. Pemberian parasetamol
Tikus 1 = 190,39 gram
200gramx 2 mL=1,9 mL:
Tikus II = 140,14 gram
200 gramx2 mL=1,4 mL
Tikus III = 190,64 gram
200gramx2 mL=1,9 mL
b. Pemberian pepton 5%
Tikus 1 = 190,39 gram
200 gramx 0,5 mL=0,47 mL
Tikus II = 140,14 gram
200gramx0,5 mL=0,35mL
Tikus III = 190,64 gram
200 gramx0,5 mL=0,47 mL
b. Grafik hubungan antara suhu rektal hewan percobaan terhadap
waktu
0 50 100 150 200 250 30033343536373839
Grafik suhu rektal setelah diinduksi pepton terhadap waktu
Series2Series4Series6
waktu
suhu
0 20 40 60 80 100 120 1403233343536373839
Grafik suhu rektal setelah diberi sediaan uji (pct) terhadap waktu
Series2Series4Series6
waktu
suhu
c. Data Hasil Pengamatan
Perlakuan
Tikus
T awa
l
Suhu setelah diinduksi peptonSuhu setelah pemberian
sediaan30 60 90 120 150 180 210 240 20 40 60 90 120
K - 1 37.137.2
37.7
37.2 37 3737.1
37.1
37.2
36.1
35.7
35.5
35.3
35.1
2 35.735.8
35.9
35.735.1
35.2
35.4
35.3
35.2
35.1
35 35 35 34.8
3 3737.3
37.4
37.937.1
36.9
37 3737.1
36.5
35.3
35.3
35.1
34.9
4 30.932.6
36.7
3737.1
37.3
36.7
36.5
37.2
37.2
36.4
3635.9
35.6
5 32.136.5
37.1
37.137.5
37.5
36.5
37.1
36.9
37.1
37.4
37.3
37 36.6
6 34.934.8
36.2
36.436.5
36.8
3737.1
36.9
36.7
37.1
37 37 36.2
K+ 1 37.137.2
37.7
37.7 3838.1
37.4
37.5
37.9
37.9
37.7
37.7
37.4
37
2 37.137.2
37.2
3737.1
36.1
35.9
36.7
3736.9
36.9
36.5
36.1
36
3 35.335.7
35.8
35.835.9
34.9
36.5
36 36 3634.9
34.5
34.3
34
4 36.136.4
36.1
36.736.6
36.6
3636.6
36.4
36.3
35.9
35.5
35.5
35.5
5 36.536.9
36.3
36.236.5
36.6
35.4
35.9
35.5
35.6
35.8
35.5
33.3
33.2
6 35.436.1
35.9
36.636.7
36.7
35.4
3635.6
35.5
35.4
35.3
33.3
33.2
D1 1 37.536.8
37.1
36.636.3
36.2
35.5
3636.8
35.8
35.5
35.5
35.3
35.2
2 38.137.5
37.5
37.236.7
3736.9
36.7
37.1
36.5
35.6
35.4
35.4
35.3
3 37.336.2
36.3
3736.5
3636.2
3636.3
36.6
36.5
36.3
36 35.8
4 37.336.6
37.5
3737.1
3834.5
3736.9
36.9
37.4
37.3
36.1
36.7
5 36.436.3
37 36.9 3636.1
35.3
36.2
36.1
35.6
35.5
35.7
35.6
35.8
6 3737.6
37.4
36.636.8
37.2
3636.4
3736.9
36.8
3736.4
36.5
D2 1 35.7 3535.2
35.535.6
35.4
35.8
3636.4
31.1
3132.3
31.7
31.2
2 35.5 3636.9
36.8 3737.2
37.4
37.5
37.8
32.3
32 3332.5
32
3 35.8 3635.5
3636.2
36.1
36.4
36.5
36.7
33.9
33.9
37.7
33.4
33
4 36.336.5
36.6
36.436.7
37.2
37.1
36.9
36.9
35.3
34.2
34.1
34 33.9
5 36.637.3
37.4
36.337.1
37.6
37.4
37.4
37.5
37.1
3736.9
36.8
36.7
6 36.337.3
37.2
37.337.5
37.8
37.6
37.2
37.4
35.9
3635.1
35.2
34.9
D3 1 37.837.1
37.5
3738.3
37.9
38.1
37.9
38 37 3736.2
35.9
35.1
2 37.1 3737.2
36.237.8
37.3
37.4
37.5
37.8
37.1
36.8
35.7
35.8
32.7
3 37.936.3
37.1
37.6 3736.1
37.4
37.6
37.7
37.2
3735.7
35.8
32.4
4 37.436.6
35.4
35.5 3736.3
36.5
35.1
35.4
35.7
36.5
35.7
34.8
36.6
5 35.4 3536.6
36.636.8
37.1
36.2
35.8
35.9
36.6
36.7
3735.4
35.5
6 35.2 37 36 36.537.1
37.1
36.7
36.2
36.5
36.6
36.1
34.9
35.3
35.9
d. Data Hasil Statistik
Uji Normalitas Data
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Data 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Data Mean 471.01 1.723
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 467.49
Upper Bound 474.54
5% Trimmed Mean 471.42
Median 472.05
Variance 89.050
Std. Deviation 9.437
Minimum 442
Maximum 489
Range 47
Interquartile Range 11
Skewness -.855 .427
Kurtosis 1.723 .833
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Data .123 30 .200* .951 30 .181
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Ho data berdistribusi normalH1 Data tidak berdistribusi normalKetentuannya:a. Jika Responden > 50, maka membacanya memakai Kolmogorov-Smirnovb. Jika Responden ≤ 50, maka membacanya memakai Shapiro-WilkResponden kita berjumlah 30, maka tabel yang dilihat adalah Tabel Shapiro -Wilk.Data akan Memiliki Distribusi Normal jika p > 0,05Hasil SPPS menunjukan nilai data Sig 0,181 > 0,05 , menunjukan data berdistribusi normal.
Uji Homogenity Anova One Way
Descriptives
Data
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum MaximumLower Bound Upper Bound
kontrol (-) 6 473.00 7.749 3.163 464.87 481.13 458 482
kontrol (+) 6 470.10 11.211 4.577 458.33 481.87 460 489
dosis 1 6 473.47 4.782 1.952 468.45 478.49 468 479
dosis 2 6 464.43 14.227 5.808 449.50 479.36 442 482
dosis 3 6 474.07 5.421 2.213 468.38 479.76 467 483
Total 30 471.01 9.437 1.723 467.49 474.54 442 489
Test of Homogeneity of Variances
Data
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.693 4 25 .183
ANOVA
Data
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 380.515 4 95.129 1.080 .387
Within Groups 2201.940 25 88.078
Total 2582.455 29
Multiple Comparisons
Data
LSD
(I) Kelompok (J) Mean Difference Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Kelompok (I-J) Lower Bound Upper Bound
kontrol (-) kontrol (+) 2.900 5.418 .597 -8.26 14.06
dosis 1 -.467 5.418 .932 -11.63 10.69
dosis 2 8.567 5.418 .126 -2.59 19.73
dosis 3 -1.067 5.418 .846 -12.23 10.09
kontrol (+) kontrol (-) -2.900 5.418 .597 -14.06 8.26
dosis 1 -3.367 5.418 .540 -14.53 7.79
dosis 2 5.667 5.418 .306 -5.49 16.83
dosis 3 -3.967 5.418 .471 -15.13 7.19
dosis 1 kontrol (-) .467 5.418 .932 -10.69 11.63
kontrol (+) 3.367 5.418 .540 -7.79 14.53
dosis 2 9.033 5.418 .108 -2.13 20.19
dosis 3 -.600 5.418 .913 -11.76 10.56
dosis 2 kontrol (-) -8.567 5.418 .126 -19.73 2.59
kontrol (+) -5.667 5.418 .306 -16.83 5.49
dosis 1 -9.033 5.418 .108 -20.19 2.13
dosis 3 -9.633 5.418 .088 -20.79 1.53
dosis 3 kontrol (-) 1.067 5.418 .846 -10.09 12.23
kontrol (+) 3.967 5.418 .471 -7.19 15.13
dosis 1 .600 5.418 .913 -10.56 11.76
dosis 2 9.633 5.418 .088 -1.53 20.79
Data akan Memiliki Homogenity jika p > 0,05Hasil SPPS menunjukan nilai Sig 0,183 > 0,05 berarti menunjukan data memiliki homogenity
VII. Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu mengenai pengujian antidipiretika, yang
bertujuan untuk menguji aktivitas obat antipiretik suatu bahan alam yaitu
bawang merah (Allium cepa) dalam menurunkan demam yang ditimbulkan
oleh penginduksi dari pepton, terhadap hewan percobaan. Pepton dapat
berfungsi sebagai penginduksi panas, sehingga setelah diberi pepton suhu
badan tikus bertambah tinggi.
Hewan percobaan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu
tikus putih jantan, sedangkan obat yang akan diuji aktivitas antipiretiknya
adalah berupa bahan alam yaitu bawang merah (Allium cepa), bawang
merah terlebih dahulu dibuat infusa dan dilakukan pengujian dosis untuk
menentukan dosis yang efektif untuk digunakan sebagai antipiretik.
Sedangkkan sebagai pembanding digunakan obat antipiretik yaitu
acetaminophen atau parasetamol.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menmbang tikus agar
bobot badannya diketahui kemudian masing-masing tikus tersebut ditandai/
diberi nomor. Tikus kemudian dikelompokan yaitu sebagai kelompok
kontrol (-), Kontrol (+), kelompok dosis uji I, II, dan III. Suhu badan tikus
kemudin diukur dengan mengukur suhu rectal tikus menggunakan
termometer rectal, hal ini untuk mengetahui suhu awal badan tikus.
Termometer rectal yang digunakan juga tidak boleh berbeda, harus sama
dari awal pengukuran sampai akhir pengukuran supaya kondisi thermometer
yang digunakan sama. Setelah itu setiap tikus diberikan pepton, Pepton
berfungsi sebagai penginduksi panas. Setiap tikus diberikan pepton dengan
dosis 0,5 ml/200 g bobot tikus. Setiap 30 menit suhu rectal tikus diukur
untuk mengetahui kenaikan suhu badan tikus. Hal terseut dilakukan selama
4 jam untuk mencapai puncak demam pada tikus yang disebabkan oleh
pepton.
Dari hasil data pengamatan setiap 30 menit rata-rata suhu badan
tikus naik dibandingkan dengan suhu awal. Hal ini disebabkan karena
respon tubuh tikus terhadap rangsangan pirogenik yaitu pepton, maka
monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang
dikenal sebagai pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNFα (Tumor
Necrosis Factor α), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja
pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan
termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru
dan bukan di suhu normal. Yang menyebabkan suhu tubuh hewan
percobaan naik.
Ketika waktu menunjukan 240 menit setelah diinduksi pepton, dan
puncak demam telah tercapai setiap kelompok diberi perlakuan masing-
masing kelompok kontrol positf diberikan parasetamol sebagai pembanding,
dan kelompok dosis dosis diberikan dosis uji sesuai kelompoknya. Dan tetap
diukur suhu rektalnya tiap 20 menit selama 2 jam.
Berdasarkan data pengamatan dapat dilihat bahwa hampir pada
setiap kelompok mengalami penurunan suhu setelah diberi sediaan uji. Pada
kelompok pembanding atau kontrol positif terlihat penurunan suhu yang
signifikan seperti yang terdapat pada grafik, hal ini disebabkan karena
Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang berdasarkan
efek sentral seperti salisilat. Efek analgetiknya serupa salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol
merupakan penghambat biosintesa PG yang lemah. Efek iritasi, erosi, dan
perdarahan lambung tidak terlihat dengan obat ini, demikian juga gangguan
pernapasan dan keseimbangan asam basa.
Parasetamol atau asetaminofen biasa digunakan secara luas sebagai
analgetik atau antipiretik. Parasetamol merupakan metabolit fenasetin. Efek
antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Nama parasetamol
maupun asetaminofen berasal dari nama zat kimia yang terkandung di
dalamnya, yaitu: N-acetyl-para-aminophenol atau paraacetyl-amino-phenol.
Pada kelompok parasetamol, penurunan suhu signifikan mulai
tampak pada menit ke 60 dan penurunan suhu terbesar pada menit ke-90.
Hal ini dimungkinkan karena kadar puncak parasetamol dalam plasma
darah dicapai dalam waktu 60-90 menit.
Sedangkan pada dosis uji dapat dilihat bahwa sediaan uji dosis I,
II, maupun III juga mengalami penurunan, hal tersebut disebabkan karena
bawang merah mengandung senyawa flavonoid yang mempunyai efek
antipiretika. Dari tabel pengamatan dapat dilihat bahwa kelompok 2
dengan dosis uji 2 mempunyai efek antipiretik yang paling baik, diihat dari
penurunan suhu yang paling signifikan. Bahkan sampai melebihi
efektifitas dari kelompok pembanding yang diberikn sediaan parasetamol
yang sudah teruji klinis. Hal ini kurang sesuai dengan teori karena
walaupun bawang merah dapat menurunkan panas atau mempunyai efek
farmakokinetik tetapi tidak akan melebihi efek antipiretik yang lebih
tinggi dari parasetamol, hal ini disebabkan karena karena ekstrak bawang
merah tidak hanya mengandung flavonoid saja yang mempunyai efek
antipiretik, tetapi juga mengandung zat-zat lain yang bisa mengganggu
interaksi flavonoid dengan reseptornya. dosis 1 dan dosis 3 adalah masing-
masing 0,5 x dosis 2 dan 2 x dosis 2. Oleh karena efek antipiretik timbul
bermakna pada dosis 2 dan dosis 3 Dosis 2 dan dosis 3 tidak berbeda
signifikan, maka dosis yang dianggap efektif untuk menurunkan demam
adalah dosis yang paling kecil yaitu dosis 2. Hal ini dimungkinkan karena
dosis 2 sudah merupakan dosis dengan konsentrasi tertinggi yang dapat
berikatan dengan reseptor. Sehingga pada dosis yang lebih besar, ikatan
pada reseptor yang bersangkutan sudah melewati titik jenuh, yang pada
akhirnya tidak memberikan efek antipiretik yang lebih baik daripada dosis
optimal tersebut.
Pada pengujian data berdasarkan statistik diketahui bahwa, pada uji
normalitas menunjukan nilai data Sig 0,181 > 0,05 , menunjukan data
berdistribusi normal. Pada data yang telah dilakukan uji anova, didapat
nilai signifikan = 0,387 (sig>0,05) hal ini berarti tidak terdapat perbedaan
yang bermakna antara kelima kelompok perlakuan. Pengambilan
keputusan untuk memilih hipotesis mana yang diterima dan hipotesis
mana yang ditolak didasarkan pada perbandingan F hitung dan F tabel,
dengan syarat jika F hitung kurang dari F tabel maka tolak H1 dan terima
H0 dan jika F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak dan diterima
H1. Pada uji homogenitas menunjukan nilai Sig 0,183 > 0,05 berarti
menunjukan data memiliki homogenity.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik
kesimpulan bahwa, infusa daun bawang merah (Allium cepa) dengan dosis
I, II, dan III memiliki efek antipiretika ditinjau dari penurunan suhu rektal
dari tikus putih yang diinduksi oleh pepton. Dosis uji II memiliki efek
antipiretik yang paling baik bahkan melebihi efektifitas kelompok
pembanding atau kontrol (+) yang diberi parasetamol.
IX. Daftar Pustaka
Anief, Moh. (1995). Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Ernst Mutschler. (1986). Dinamika Obat ; Farmakologi dan Toksikologi. Bandung : ITB
Gunawan, G dan Sulistia. (1995). Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: FK-UI
Katzung, Bertram G. (1989). Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
Setiawati, A. dan F.D. Suyatna. (1995). Pengantar Farmakologi Dalam “Farmakologi dan Terapi”. Edisi IV. Editor: Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru.
Tan, Hoan Tjai. (2007). Obat-obat Penting. Jakarta: PT. Gramedia
LAMPIRAN
Dokumentasi
1. Penimbangan hewan percobaan
2. Pengukuran suhu rectal normal
3. Pemberian induksi pada hewan percobaan
4. Pengukuran suhu rectal setelah diinduksi
5. Pengukuran suhu rectal setelah diberi sediaan uji