laporan

62
SKENARIO ‘pingsan” Raka tiba di UGD Rumah Sakit Umum diantar oleh keluarganya dengan keluhan tidak sadarkan diri setelah mengalami kecelakaan jatuh dari motor dengan kepala dan punggung yang terbentur keras pada aspal sejak 4 jam yang lalu, ia juga mengeluarkan darah dari telinga dan hidungnya serta kedua kelopak mata tampak hematom. Kemudian segera dilakukan tindakan rumah sakit tersebut dan 3 hari kemudian pasien baru sadar. Namun kedua tungkainya mengalami kelumpuhan. Raka juga tidak mampu menahan BAK sehingga sering mengompol. Saat ini Raka berobat jalan dan menjalani fisioterapi. STEP 1 Fisioterapi : - Pemulihan dengan memberikan pelatihan kekuatan otot. - Pemulihan pada penderita lumpuh yaitu kekuatan ototnya sehingga dapat berfungsi normal Hematom : penggumpalan darah STEP 2 1. Kenapa tidak sadar ? 2. Kenapa mata tampak hematom dan keluar darah dari hidung ? 1

Upload: wenny-artha-mulia

Post on 12-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

HG

TRANSCRIPT

Page 1: laporan

SKENARIO

‘pingsan”

Raka tiba di UGD Rumah Sakit Umum diantar oleh keluarganya dengan keluhan tidak sadarkan

diri setelah mengalami kecelakaan jatuh dari motor dengan kepala dan punggung yang terbentur

keras pada aspal sejak 4 jam yang lalu, ia juga mengeluarkan darah dari telinga dan hidungnya

serta kedua kelopak mata tampak hematom. Kemudian segera dilakukan tindakan rumah sakit

tersebut dan 3 hari kemudian pasien baru sadar. Namun kedua tungkainya mengalami

kelumpuhan. Raka juga tidak mampu menahan BAK sehingga sering mengompol. Saat ini Raka

berobat jalan dan menjalani fisioterapi.

STEP 1

Fisioterapi : - Pemulihan dengan memberikan pelatihan kekuatan otot.

- Pemulihan pada penderita lumpuh yaitu kekuatan ototnya sehingga dapat berfungsi

normal

Hematom : penggumpalan darah

STEP 2

1. Kenapa tidak sadar ?

2. Kenapa mata tampak hematom dan keluar darah dari hidung ?

3. Kenapa sering mengompol dan tungkai lumpuh ?

4. Penegakan diagnosisis dan penatalaksanaan ?

5. Bagaimana fisioterapinya?

STEP 3

1. Karena ada gangguan pada farmatio retikularis karena trauma kepala.

2. Karena ada fraktur basis crania

1

Page 2: laporan

3. Karena ada trauma medulla spinalis

4. - anamnesis

- Pemeriksaan radiologi

- Fungsi lumbal

5. Dengan melakukan dengan rutin sesuai dengan cederanya.

STEP 4

1. Trauma kapitis merupakan penyebab utama kematian di berbagai negara di

dunia,terutama pada kelompok usia di bawah 40 tahun. Di USA diperkirakan 1,6

% dari seluruhkunjungan di unit gawat darurat adalah kasus trauma kapitis. Dijumpai 444

kasus baru setiaptahunnya per 100.000 penduduk. Secara keseluruhan setiap

tahunnya diperkirakan sekitar  60.000 kematian diakibatkan trauma kapitis serta 70.000–

90.000 penderita akan mengalamigangguan neurologik permanen. Di negara

berkembang seperti Indonesia, seiring dengankemajuan teknologi dan pembangunan,

frekuensi trauma kapitis cenderung makin meningkat.Trauma kapitis berperan pada kematian akibat

trauma, mengingat kepala merupakan bagian yang rentan dan sering terlibat dalam

kecelakaan. Laki-laki 2 – 3 kali lebih seringdibandingkan wanita, terutama pada kelompok

usia resiko tinggi (usia 15 – 24 tahun dan >75tahun). Berdasarkan studi epidemiologi, kecelakaan

sepeda motor dan violence-related injuries merupakan penyebab trauma kapitis yang paling sering.

Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma

kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya

salah satu  penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia  produktif dan

sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .

Etiologi

Penyebab utama trauma kapitis adalah benturan di kepala, jika benda yang sedang bergerak

membentur kepala yang diam, maka akan menyebabkan trauma regangan dan robekan

padasubstansi alba dan batang otak.

Adapun faktor presipitasi trauma kapitis yaitu:

2

Page 3: laporan

a. Kecelakaan lalu lintas (kecelakaan bermotor).

b. Terjatuh dari ketinggian, benturan dan pukulan.

c. Tumpukan benda tajam.

d. Kecelakaan kerja industri.

e. Kecelakaan saat olah raga, misalnya tinju.

f. Benturan dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan (cedera akselarasi)

sertadapat terjadi bila kepala membentur bahan padat yang tidak bergerak dengan

deselerasicepat dari tulang tengkorak (cedera deselerasi).

Trauma Kepala meliputi :

1 . K u l i t K e p a l a

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu;

Skin atau kulit, connectivetissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau  gale

aponeurotika loose connective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.

2 . Tu l ang Tengkorak  

Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua bagian

yaitukranium (kalvaria) yang terdiri atas delapan tulang dan kerangka wajah yang terdiri atas

empat belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas yang dikenal

sebagai kubahtengkorak, licin pada permukaan luar dan pada permukaan dalam

ditandai dengan gili-gili danlekukan supaya dapat sesuai dengan otak dan pembuluh darah.

Permukaan bawah dari ronggadikenal sebagai dasar tengkorak atau basis kranii.

Dasar tengkorak ditembusi oleh banyak lubang supaya dapat dilalui oleh saraf dan

pembuluh darah.

Meningia

Lapisan Meningea

Meningia merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang

belakang.Fungsi meningia yaitu melindungi struktur saraf halus yang membawa

3

Page 4: laporan

pembuluh darah dancairan sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil

benturan atau getaran terdiri atas 3lapisan, yaitu :a. Duramater (Lapisan sebelah luar)

Duramater adalah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikatt eba l

dan kua t , d i bag i an t engko rak t e rd i r i da r i s e l apu t t u l ang t engko rak

dan duramater propia di bagian dalam. Di dalam kanalis vertebralis kedua lapisan

initerpisah. Duramater pada tempat tertentu mengandung rongga yang

mengalirkandarah vena dari otak, rongga ini dinamakan sinus longitudinal superior yang

terletak diantara kedua hemisfer otak. b. Arachnoid (Lapisan tengah)Arachnoid adalah

membran impermeabel halus yang meliputi otak dan terletak  d i an t a r a

p i ama te r d i s ebe l ah da l am dan du rama te r d i s ebe l ah l ua r . Se l apu t

i n i dipisahkan dari duramater oleh potensial, disebut  spatium subdural d a n

d a r i  piamater oleh spatium subarachnoideum, yang terisi oleh cairan serebrospinal.c.

Piamater (Lapisan sebelah dalam)Piamater adalah membran vaskular yang dengan erat

membungkus otak, meliputigyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam.

Membran ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.

Arteri – arteri yang masuk ke dalamsubstansi otak juga diliputi oleh piamater.

3. Jaringan Otak 

O tak merupakan sua tu a l a t t ubuh yang s anga t pen t i ng ka rena

merupakan pusa t komputer dari semua alat tubuh, bagian dari saraf

sentral yang terletak di dalam ronggatengkorak (kranium) yang dibungkus oleh

4

Page 5: laporan

selaput otak yang kuat. Otak terdiri dari otak besar ( cerebrum ) , o t ak kec i l

( cerebellum ) , dan ba t ang o t ak ( Trunkus serebri). Besar otak orangdewasa

kira-kira 1300 gram, 7/8 bagian berat terdiri dari otak besar.

Klasifikasi Cedera Kepala

Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah

cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera

kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3

deskripsi klasifikasi  yaitu berdasarkan

1. Mekanisme Cedera kepala

Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera

kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-

motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru

atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera

termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.

1. Beratnya Cedera

Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan

neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala

a.Cedera Kepala Ringan (CKR).

GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau

mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio

cerebral maupun hematoma

b.Cedera Kepala Sedang ( CKS)

5

Page 6: laporan

               GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari

30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c.Cedera Kepala Berat (CKB)

      GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia

lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma

intracranial.

Skala Koma Glasgow

No RESPON NILAI

1 Membuka Mata :

-Spontan

-Terhadap rangsangan suara

-Terhadap nyeri

-Tidak ada

 

4

3

2

1

2 Verbal :

-Orientasi baik

-Orientasi terganggu

-Kata-kata tidak jelas

-Suara tidak jelas

-Tidak ada respon

 

5

4

3

2

1

3 Motorik :

- Mampu bergerak

 

6

6

Page 7: laporan

-Melokalisasi nyeri

-Fleksi menarik

-Fleksi abnormal

-Ekstensi

-Tidak ada respon

5

4

3

2

1

Total 3-15

Morfologi Cedera

       Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :

a.Fraktur kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis

atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya

merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-

tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan

pemeriksaan lebih rinci.

Tanda-tanda tersebut antara lain :

-Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)

-Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )

-Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan

-Parese nervus facialis ( N VII )

7

Page 8: laporan

Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal

dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.

b.Lesi Intrakranial

Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi

sering terjadi bersamaan.

Termasuk lesi lesi local ;

-Perdarahan Epidural

-Perdarahan Subdural

-Kontusio (perdarahan intra cerebral)

Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun keadaan

klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan

pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut

kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).

1)   Perdarahan Epidural

Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya  terjadi pada

regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media

( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan

dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh

gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian

gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil

edema dan gejala herniasi transcentorial.

Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral,

jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah

8

Page 9: laporan

ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk

bikonveks atau menyerupai lensa cembung

2) Perdarahan subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30 %

dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena

jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi

bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan

otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan

kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada

perdarahan epidural.

3) Kontusio dan perdarahan intracerebral

Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi

juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri

dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi

membentuk perdarahan intracerebral.  Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan

neurologist lebih lanjut

4) Cedera Difus

Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan

deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala.

Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu, namun

terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini

sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling

ringan dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd,

amnesia integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera)

Komusio cedera klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya

kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya

9

Page 10: laporan

amnesia ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya

berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik penderita ini

akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan komosio

cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist, namun pada beberapa penderita

dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu misalnya :

kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala lainnya. Gejala-

gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat. Cedera

Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita mengalami coma

pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau

serangan iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma

selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi

dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup.

Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis

dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer.

Patofisiologi Cedera Kepala

Patofisiologi

Pada saat terjadinya cedera kepala maka akan mengakibatkan terjadinyacomotio cerebri

dimana hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur.Getaran otak hanya

sedikit saja yang dapat menimbulkan amnesia retrograde yang akandisertai dengan disfungsi

kognitif, pusing, sakit kepala, disorientasi, gangguan tidur (Smeltzer,2001).Kontusio serebri

merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengankemungkinan

adanya daerah hemoragi ataupun tidak sadarkan diri sehingga menimbulkankehilangan

gerakan, nadi lemah, pernapasan dangkal, kulit dingin dan pucat, defekasi danberkemih

tanpa disadari. Umumnya individu yang mengalami cedera luas mengalami fungsimotorik

abnormal, dan peningkatan TIK mempunyai prognosis buruk (Smeltzer,2001).Setelah

cedera kepala maka akan menimbulkan hematoma (pengumpulan darah). Yang manaakan

berkumpul dalam ruang epidural di antara tongkorak dan dura. Keadaan ini

seringdiakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal media

putusatau rusak termasuk karena fraktur temporoparietal sehingga mengakibatkan lobus

temporaltertekan (Smeltzer,2001).Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus

10

Page 11: laporan

mengalami herniasi di bawah tepitentorium.Tekanan herniasi pada sirkulasi arteria ke

formatio retikulasi medula oblongatamenyebabkan hilangnya kesadaran.Di tempat ini juga

terdapat saraf oculomotorius yangtertekan sehingga menyebabkan dilatasi pupil, prosis

kelopak mata. Pada saat terjadi rupturarteri maka mikroorganisme dapat masuk ke meningen

dan akan menyebrang bloodbrainbarrier sehingga menyebabkan ruang meningen menyempit

dan terjadi penurunan perfusiserebral dan mengakibatkan iskemia sehingga aktifitas elektrik

terganggu dimana pompa Nadan K gagal sehingga terjadi penumpukan/ edema serebral dan

menimbulkan TIK meningkat,terjadi herniasi batang otak yang akan mengakibatkan

penurunan kesadaran. Dapat pulaberakibat penekanan pons dan medula sehingga terjadi

henti nafas dan jantung serta dapatmengakibatkan kematian (Aji, Danu, Rivan, 2001).

 

Dapat terjadi pengumpulan darah dalam ruang subdural yang mengakibatkan ruptur

venadimana akumulasi darah dalam ruang subdural dikelilingi oleh membran fibrosa dan

terjadikerusakan sel-sel darah dalam hematon sehingga terjadi peredaran tekanan osmotik

yangmenyebabkan tertariknya cairan ke dalam hematom.Bekuan darah membesar dan

tekananhematom meningkat yang dapat menimbulkan tanda-tanda seperti sakit kapala,

latergi,gangguan kognitif, hemiparesis.Pengumpulan darah juga dapat terjadi dalam ruang

intraserebal yang dapat mengakibatkanpenekanan/ pergeseran/ pemisahan jaringan otak

yang berdekatan yang dapatmengakibatkan iskemia jaringan otak yang selanjutnya terjadi

nekrosis jaringan otak sehinggamengakibatkan gangguan fungsi serebal yang mempengaruhi

lobus frontal (gangguanmental, gangguan prosis pikir, emosi labil, gangguan motorik), lobus

parietal (afasia,gangguan bicara, disorientasi, penurunan kesadaran, apatis, koma), lobus

oksipitalpandangan kabur, diplopia, pupil Anisokor (Syamsuhidayat, 2004).Trauma capitis

dapat menyebabkan terjadinya pendarahan subarachnoid karena robeknyapembuluh-

pembuluh darah di dalam subarachnoid sehingga terjadi akumulasi darah dibawah membran

arachnoid di atas piameter menyebabkan penimbunan darah di atas/ dibawah meningen

sehingga terjadi peningkatan tekanan di jaringan otak menimbulkan tandaseperti penigkatan

TIK, nyeri kapala, pusing, pupil anisokor, kaku kuduk, penurunankesadaran, hemiparese

(Markam, Soemarmo, 2007).Dapat pula terjadi fraktur basis Cranii pada fossa anterior

sehingga menyebabkan Rhinorea,fossa media karena robekan durameter dapat menimbulkan

11

Page 12: laporan

otorea, fossa posterior dapatterjadi hematom sehingga terjadi herniasi batang otak dan

mengakibatkan kematian(Syamsuhidayat, 2004).

Berat ringannya daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis bergantung pada :

1. Besar dan kekuatan benturan

2. Arah dan tempat benturan

3. Sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima benturan

Sehubungan dengan pelbagai aspek benturan tersebut maka dapat mengakibatkan lesi otak

berupa :

• Lesi bentur (Coup)

• Lesi antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx dengan otak,

peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain = lesi media)

• Lesi kontra (counter coup)

Lesi benturan otak menimbulkan beberapa kejadian berupa :

1. Gangguan neurotransmitter sehingga terjadi blok depolarisasi pada sistem ARAS

(Ascending Reticular Activating System yang bermula dari brain stem)

2. Retensi cairan dan elektrolit pada hari pertama kejadian

3. Peninggian tekanan intra kranial ( + edema serebri)

4. Perdarahan petechiae parenchym ataupun perdarahan besar

5. Kerusakan otak primer berupa cedera pada akson yang bisa merupakan peregangan

ataupun sampai robeknya akson di substansia alba yang bisa meluas secara difus ke hemisfer

sampai ke batang otak

6. Kerusakan otak sekunder akibat proses desak ruang yang meninggi dan komplikasi

sistemik hipotensi, hipoksemia dan asidosis

Akibat adanya cedera otak maka pembuluh darah otak akan melepaskan serotonin bebas

yang berperan akan melonggarkan hubungan antara endotel dinding pembuluh darah

sehingga lebih perniabel, maka Blood Brain Barrier pun akan terganggu, dan terjadilah

oedema otak regional atau diffus (vasogenik oedem serebri)

Oedema serebri lokal akan terbentuk 30 menit sesudah mendapat trauma dan kemudian

12

Page 13: laporan

oedema akan menyebar membesar. Oedema otak lebih banyak melibatkan sel-sel glia,

terutama pada sel astrosit (intraseluler) dan ekstraseluler di substansia alba. Dan ternyata

oedema serebri itu meluas berturut-turut akan mengakibatkan tekanan intra kranial

meninggi, kemudian terjadi kompresi dan hypoxic iskhemik hemisfer dan batang otak dan

akibat selanjutnya bisa menimbulkan herniasi transtetorial ataupun serebellar yang berakibat

fatal.

Ada sekitar 60-80 % pasien yang meninggal dikarenakan menderita trantetorial herniasi dan

kelainan batang otak tanpa adanya lesi primer akibat trauma langsung pada batang otak.

Kerusakan yang hebat yang disertai dengan kerusakan batang otak akibata proses diatas

mengakibatkan kelainan patologis nekroskortikal, demyelinisasi diffus, banyak neuron yang

rusak dan proses gliosis, sehingga jika penderita tidal meninggal maka bisa terjadi suatu

keadaan vegetatif dimana penderita hanya dapat membuka matanya tanpa ada daya apapun

(akinetic-mutism/coma vigil, apallic state, locked in syndrome).

Akinetic mutism coma vigil lesi terutama terjadi pada daerah basal frontal yang bilateral

dan/atau daerah mesensefalon posterior. Locked in syndrome kerusakan terutama pada

eferen motor pathway dan daerah depan pons. Apallic states kerusakan luas pada daerah

korteks serebri.

Sistem peredaran darah otak mempunyai sistem autoregulasi untuk mempertahankan

Cerebral Blood Flow (CBF) yang optimal sehingga Tekanan Perfusi Otak (TPO) juga

adekuat (TPO minimal adalah sekitar 40-50 mmHg untuk mensuplai seluruh daerah otak).

Jika Tekanan Intra Kranial (TIK) meninggi maka menekan kapiler serebral sehingga terjadi

serebral hipoksia diffus mengakibatkan kesadaran akan menurun.

Peninggian TIK mengakibatkan CBF dan TPO menurun, maka akan terjadi kompensasi

(Cushing respons), penekanan pada daerah medulla oblongata, hipoksia pusat vasomotor,

sehingga mengakibatkan kompensasi vasokonstriksi perifer (peninggian tekanan darah

sistemik) bradikardi,, pernafasan yang melambat dan muntah-muntah.

TIK yang meninggi mengakibatkan hypoxemia dan respiratori alkalosis (PO2 menurun dan

PCO2 meninggi) akibatnya terjadi vasodilatasi kapiler serebral. Selama pembuluh darah

tersebut masih sensitif terhadap tekanan CO2), maka CBF dan TPO akan tercukupi.

Jika kenaikan TIK terlalu cepat maka Cushing respons tidaklah bisa selalu terjadi. Demikian

pula jika penurunan tekanan darah sistemik terlalu cepat dan terlalu rendah maka sistem

13

Page 14: laporan

autoregulasi tidak dapat berfungsi dan CBF pun akan menurun sehingga fungsi serebral

terganggu.

Selain yang tersebut diatas peninggian TIK juga dapat menyebabkan gangguan konduksi

pada pusat respirasi dan pusat kardiovaskuler di batang otak. Akibatnya pols berubah cepat

dan lemah serta tekanan darah sistemik akan drops menurun secara drastis. Respirasi akan

berubah irreguler, melambat dan steatorous.

Pada cedera otak berat terjadi gangguan koordinasi di antara pusat pernafasan volunter di

korteks dengan pusat pernafasan automatik di batang otak. Ternyata bahwa herniasi

serebellar tonsil ke bawah yang melewati foramen magnum hanya mempunyai efek yang

minimal terhadap sistem kecepatan dan ritme pernafasan, kecuali jika herniasinya memang

sudah terlalu besar maka tiba-tiba saja bisa terjadi respiratory arrest.

Patofisiologi dan Gejala : Pasien tidak sadar > 20 menit

Fase I = fase shock

Keadaan ini terjadi pada awal 2 x 24 jam disebabkan :

- kolaps vasomotorik dan kekacauan regulasi sentral vegetatif

- temperatur tubuh menurun, kulit dingin, ekstremitas dan muka sianotik

- respirasi dangkal dan cepat

- nadi lambatsebentar kemudian berubah jadi cepat, lemah dan iregular

- tekanan darah menurun

- refleks tendon dan kulit menghilang

- babinsky refleks positif

- pupil dilatasi dan refleks cahaya lemah

Fase II = fase hiperaktif central vegetatif

- temperatur tubuh meninggi

- pernafasan dalam dan cepat

- takikardi

- sekret bronkhial meningkat berlebihan

- tekanan darah menaik lagi dan bisa lebih dari normal

- refleks-refleks serebral muncul kembali

14

Page 15: laporan

Fase III = cerebral oedema

Fase ini sama bahayanya dengan fase shock dan dapat mendatangkan kematian jika tidak

ditanggulangi secepatnya.

Fase IV = fase regenerasi/rekonvalesens

Temperatur tubuh kembali normal, gejala fokal serebral intensitas berkurang atau

menghilang kecuali lesinya luas.

Gejala lain :

Fokal neurologik :

• Hemiplegia, tetraplegia, decerebrate rigidity

• Babinsky refleks

• Afasia, hemianopsia, kortikal blindness

• Komplikasi saraf otak :

- fraktur os criribroformis : gangguan N. I (olfaktorius)

- fraktur os orbitae : gangguan N. III, IV dan VI

- herniasi uncus, gangguan N. III

- farktur os petrosum (hematotympani) : gangguan N. VII dan N. VIII

- perdarahan tegmentum : batang otak ; opthalmoplegia total

- fraktur basis kranii post : gangguan N. X, XI, XII

• Tanda rangsang meningeal : akibat iritasi daerah yang mengalir ke arachnoid

• Gangguan organik brain sindroma : delirium

15

Page 16: laporan

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala.

a. Mual dan muntahDengan peningkatan TIK merangsang kelenjar pituitari dan steroid

sehingga sekresi asamlambung meningkat (Latief, Bahtiar,2008).

b. Sakit kepalaVasakontriksi arteri pada kulit kepala dan pembuluh-pembuluh darah serebri

sedangkanpembuluh-pembuluh darah ekstrakranium dan intrakranium mengalami dilatasi

(Smeltzer,2001).

16

Page 17: laporan

c. DisorientasiAdanya kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan disebabkan oleh

benturan yangmengenai jaringan otak.

d. Kelemahan pada salah satu sisi tubuhAdanya kerusakan pada lobus parietalis bagian

anterior.

e. KejangTerjadinya kerusakan pada lobus frontalis.

f. Defekasi dan berkemih tanpa disadari.Terjadinya kerusakan pada serebrum

g. Penurunan kesadaranPenekanan dan pengembangan gaya kompresi yang destruktif

sehingga otak akanmembentang batang otak dengan sangat kuat dan terjadi blokade

reversible terhadaplintasan asendens retikular difus yang berakibatkan otak tidak

mendapatkan input afferent.

h. Denyut nadi lambatAdanya tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi

rangsanganparasimpatik ke jantung (Cache, 2009).

i. Tekanan darah meningkatAkibat adanya pendarahan otak akan mempengaruhi tekanan

vaskuler dimana penurunantekanan vaskuler pembuluh darah arterial berkontraksi.

Aktivitas myokard berubah termasukpeningkatan frekuensi jantung.Tidak adanya

stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhipenurunan kontraktivitas ventrikel.Hal ini

bisa meningkatkan atrium kiri sehingga tubuhberkompensasi dengan meningkatkan

tekanan darah (Cache, 2009). 

j. Suhu subnormalTerjadi karena adanya rangsangan di hypothalamus sebagai pengatur

suhu tubuh (Yudy,2008).

k. Paralisis ekstermitasTerjadi akibat kerusakan yang luas pada lobus parietalis.

l. Gerakan mata dan motorik abnormal.Terjadi akibat kerusakan pada jaringan otak

sehingga mengakibatkan fungsi pusat-pusat otaktepatnya di korteks serebri pada lobus

oksipital (Corwin, 2001).

m. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat

dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale)

n. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan

dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan

diskus optikus; muntah seringkali proyektil.

17

Page 18: laporan

2. Tengkorak memilik 2 tulang :

1. neurokranium : dimana tulang ini membentuk otak

2. splangokranium : dimana tulang ini membentuk tulang tulang wajah, terbagi 2 jenis

yaitu :

a. calfaria crania

b. basis crania

Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:

Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding

Epistaksis

Rhinorrhoe

Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:

Hematom retroaurikuler, Otorrhea atau keluarnya cairan otak melalui telinga

menunjukan terjadi fraktur pada petrous pyramid yang merusak kanal auditory

eksternal dan merobek membrane timpani mengakibatkan bocornya cairan otak

atau darah terkumpul disamping membrane timpani (tidak robek

Perdarahan dari telinga ( battle sign)

3. Karena ada trauma medula spinalis

Trauma spinal yaitu gangguan pada serabut spinal (spinal cord) yangmenyebabkan

perubahan secara permanen atau sementara, akan tetapi fungsimotorik, sensorik atau

autonomik masih normal.Cedera medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis

yangdisebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner &

Suddarth,2001).Cedera medulla spinalis adalah kerusakan tulang dan sumsum

yangmengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia

yangdiklasifikasikan sebagai:- komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)- tidak

komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)Cedera medulla spinalis adalah

suatu kerusakan fungsi neurologis yangdisebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas.

18

Page 19: laporan

Apabila cedera itu mengenaidaerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita

itu tidak tertolong.

Patofisiologi cedera medulla spinalis

Trauma pada permukaan medula spinalis dapat memperlihatkan gejala dan tanda yang

segera ataupun dapat timbul kemudian. Trauma mekanik yang terjadi untuk pertama kalinya

sama pentingnya dengan traksi dan kompresi yang terjadi selanjutnya.

Kompresi yang terjadi secara langsung pada bagian-bagian syaraf oleh fragmen-fragmen

tulang, ataupun rusaknya ligamen-ligamen pada sistem saraf pusat dan perifer. Pembuluh

darah rusak dan dapat menyebabkan iskemik. Ruptur axon dan sel membran neuron bisa

juga terjadi. Mikrohemoragik terjadi dalam beberapa menit di substansia grisea dan meluas

beberapa jam kemudian sehingga perdarahan masif dapat terjadi dalam beberapa menit

kemudian.

Efek trauma terhadap tulang belakang bisa bisa berupa fraktur-dislokasi, fraktur, dan

dislokasi. Frekuensi relatif  ketiga jenis tersebut adalah 3:1:1

Fraktur tidak mempunyai tempat predileksi, tetapi dislokasi cenderung terjadi pada tempat-

tempat antara bagian yang sangat mobil dan bagian yang terfiksasi, seperti vertebra C1-2,

C5-6 dan T11-12.

Dislokasi bisa ringan dan bersifat sementara atau berat dan menetap. Tanpa kerusakan yang

nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan lesi yang nyata di

medula spinalis.

Efek trauma yang tidak dapat langsung bersangkutan dengan fraktur dan dislokasi, tetapi

dapat menimbulkan lesi pada medula spinalis dikenal sebagai trauma tak langsung.

Tergolong dalam trauma tak langsung ini ialah whiplash (lecutan),  jatuh terduduk atau

dengan badan berdiri, atau terlempar oleh gaya eksplosi bom.

19

Page 20: laporan

Ada 4 mekanisme yang mendasari

a. Kompresi oleh tulang, ligamen, benda asing, dan hematoma. Kerusakanpaling berat

disebabkan oleh kompresi dari fragmen korpus vertebra yangtergeser ke belakang dan

cedera hiperekstensi.

b. Tarikan/regangan jaringan: regangan berlebih yang menyebabkangangguan jaringan

biasanya setelah hiperfleksi. Toleransi regangan padamedulla spinalis menurun sesuai

usia yang meningkat.

c. Edema medulla spinalis timbul segera dan menimbulkan gangguansirkulasi kapiler

lebih lanjut serta aliran balik vena yang menyertai cederaprimer.

d. Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh tulang atau struktturlain pada

sistem arteri spinal posterior atau anterior.

Kecelakaan automobil, terjatuh, olahraga, kecelakaan industri, tertembak peluru, dan luka

tusuk dapat menyebabkan trauma medulla spinal. Sebagian besarpada medulla spinal

servikal bawah (C4-C7, T1), dan sambungan torakolumbal(T11-T12, L1). Medulla spinal

torakal jarang terkena.Cedera medulla spinalis dapat diklasifikasikan sesuai

denganlevel,beratnya defisit neurologik, spinal cord syndrome, dan morfologi

 

Level

Level neurologist adalah segmen paling kaudal dari medulla spinalisyang masih dapat

ditemukan keadaan sensoris dan motoris yang normal dikedua sisi tubuh. Apabila level

sensoris digunakan, ini menunjukan kearahbagian segmen kaudal medulla spinalis dengan

fungsi sensoris yang normalpada ke dua bagian tubuh. Level motoris dinyatakan seperti sensoris,

yaitudaerah paling kaudal dimana masih dapat ditemukan motoris dengan tenaga3/5 pada lesi

komplit, mungkin masih dapat ditemukan fungsi sensorismaupun motoris di bawah level

sensoris/motoris. Ini disebut sebagai daerah dengan “preservasi parsial”. Penentuan dari

level cedera pada dua sisi adalah penting.Terdapat perbedaan yang jelas antara lesi di bawah

dan di atas T1.Cedera pada segmen servikal diatas T1 medulla spinalis

menyebabkanquadriplegia dan bila lesi di bawah level T1 menghasilkan paraplegia.

Leveltulang vertebra yang mengalami kerusakan, menyebabkan cedera padamedulla spinalis. Level

20

Page 21: laporan

kelainan neurologist dari cedera ini ditentukan hanyadengan pemeriksaan klinis. Kadang-

kadang terdapat ketidakcocokan antaralevel tulang dan neurologis disebabkan nervus

spinalis memasuki kanalis spinalis melalui foramina dan naik atau turun didalam kanalis

spinalissebelum benar-benar masuk kedalam medulla spinalis. Ketidakcocokan akanlebih

jelas kearah kaudal dari cedera. Pada saat pengelolaan awal levelkerusakan menunjuk pada

kelainan tulang, cedera yang dimaksudkan levelneurologist.

Beratnya Defisit Neurologis

Cedera medulla spinalis dapat dikategorikan sebagai paraplegia tidak komplit, paraplegia

komplit, kuadriplegia tidak komplit, dan kuadraplegiakomplit. Sangat penting untuk menilai

setiap gejala dari fungsi medullaspinalis yang masih tersisa. Setiap fungsi sensoris atau

motoris dibawah levelcedera merupakan cedera yang tidak komplit. Yang termasuk dalam

cederatidak komplit adalah :1.

 

Sensasi (termasuk sensasi posisi) atau gerakan volunteer padaekstremitas bawah.2.

Sakra l sparing, sebagai contoh: sensasi perianal, kontraksi sphincterani secara volunter atau

fleksi jari kaki volunter.Suatu cedera tidak dikualifikasikan sebagai tidak komplit

hanyadengan dasar adanya reservasi refleks sacral saja, misalnyabulbocavernosus, atau anal

wink. Refleks tendo dalam juga mungkindipreservasi pada cedera tidak komplit.

Spinal Cord Syndrome

Beberapa tanda yang khas untuk cedera neurologist kadang-kadangdapat dilihat pada

penderita dengan cedera medulla spinalis. Pada sentral cordsyndrome yang khas adalah

bahwa kehilangan tenaga pada ekstremitas atas,lebih besar dibanding ekstremitas bawah,

dengan tambahan adanyakehilangan adanya sensasi yang bervariasi. Biasanya hal ini terjadi

cederahiperekstensi pada penderita dengan riwayat adanya stenosis kanalis sevikalis(sering

disebabkan oleh osteoarthritis degeneratif). Dari anamnesis umumnyaditemukan riwayat

terjatuh ke depan yang menyebabkan tumbukan padawajah yang dengan atau tanpa fraktur

atau dislokasi tulang servikal.

21

Page 22: laporan

Penyembuhannya biasanya mengikuti tanda yang khas denganpenyembuhan pertama pada kekuatan

ekstremitas bawah. Kemudian fungsikandung kemih lalu kearah proksimal yaitu ekstremitas

atas dan berikutnyaadalah tangan. Prognosis penyembuhannya sentral cord syndrome lebih

baik dibandingkan cedera lain yang tidak komplit. Sentral cord syndrome didugadisebabkan

karena gangguan vaskuler pada daerah medulla spinalis padadaerah distribusi arteri spinalis

anterior. Arteri ini mensuplai bagian tengahmedulla spinalis. Karena serabut saraf motoris

ke segmen servikal secaratopografis mengarah ke senter medulla spinalis, inilah bagian yang

palingterkena.Anterior cord syndrome ditandai dengan adanya paraplegia dankehilangan

dissosiasi sensoris terhadap nyeri dan sensasi suhu. Fungsikolumna posterior (kesadaran

posisi, vibrasi, tekanan dalam) masihditemukan. Biasanya anterior cord syndrome

disebabkan oleh infark medullaspinalis pada daerah yang diperdarahi oleh arteri spinalis

anterior. Sindromini mempunyai prognosis yang terburuk diantara cidera inkomplik.Brown

Sequard Sydrome timbul karena hemiksesi dari medullaspinalis dan akan jarang dijumpai.

Akan tetapi variasi dari gambaran klasik cukup sering ditemukan. Dalam bentuk yang asli

syndrome ini terdiri darikehilangan motoris opsilateral (traktus kortikospinalis) dan

kehilangankesadaran posisi (kolumna posterior) yang berhubungan dengan

kehilangandisosiasi sensori kontralateral dimulai dari satu atau dua level dibawah

levelcedera (traktus spinotalamikus). Kecuali kalau syndrome ini disebabkan olehcedera

penetrans pada medulla spinalis, penyembuhan (walaupun sedikit)biasanya akan terjadi.

Morfologi

Cedera tulang belakang dapat dibagi atas fraktur, fraktur dislokasi,cedera medulla spinalis

tanpa abnormalitas radiografik (SCIWORA), ataucedera penetrans. Setiap pembagian diatas

dapat lebih lanjut diuraikansebagai stabil dan tidak stabil. Walaupun demikian penentuan

stabilitas tipecedera tidak selalu sederhana dan ahlipun kadang-kadang berbeda pendapat.

Karena itu terutama pada penatalaksanaan awal penderita, semua penderitadengan deficit

neurologist,harus dianggap mempunyai cedera tulang belakangyang tidak stabil. Karena itu

penderita ini harus tetap diimobolisasi sampaiada konsultasi dengan ahli bedah saraf/

ortofedi.Cedera servikal dapat disebabkan oleh satu atau kombinasi darimekanisme cedera:(1)

pembebanan aksial (axial loading),(2) fleksi,(3) ekstensi,(4) rotasi,(5) lateral bending, dan(6)

22

Page 23: laporan

distraksi.Cedera yang mengenai kolumna spinalis akan diuraikan dalam urutananatomis, dari

cranial mengarah keujung kaudal tulang belakang.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis bergantung pada lokasi yang mengalami trauma danapakah trauma terjadi

secara parsial atau total. Berikut ini adalah manifestasiberdasarkan lokasi trauma :

 

 

- Antara C1 sampai C5Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien

meninggal

- Antara C5 dan C6Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan fleksi siku

yang lemah;kehilangan refleks brachioradialis

- Antara C6 dan C7Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu dan

fleksi sikumasih bisa dilakukan; kehilangan refleks bisep

- Antara C7 dan C8Paralisis kaki dan tangan

- C8 sampai T1Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facial anhidrosis), paralisis

kaki 

- Antara T11 dan T12Paralisis otot-otot kaki di atas dan bawah lutut 

- T12 sampai L1Paralisis di bawah lutut Cauda equinaHiporeflex atau paresis extremitas

bawah, biasanya nyeri dan usually pain andhyperesthesia, kehilangan control bowel

dan bladder.

- S3 sampai S5 atau conus medullaris pada L1Kehilangan kontrol bowel dan bladder secara

total

Manifestasi Lesi Traumatik

Komosio Medula Spinalis

Komosio medula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi medula spinalis hilang

sementara akibat suatu trauma dengan atau tanpa disertai fraktur atau dislokasi. Sembuh

23

Page 24: laporan

sempurna akan terjadi dalam waktu beberapa menit hingga beberapa jam / hari tanpa

meninggalkan gejala sisa.

Kerusakan reversibel yang medasari komosio medula spinalis berupa edema, perdarahan

perivaskuler kecil-kecil dan infark disekitar pembuluh darah. Pada inspeksi makroskopik

medula spinalis tetap utuh. Bila paralisis total dan hilangnya sensibilitas menetap lebih dari

48 jam maka kemungkinan sembuh sempurna menipis dan perubahan pada medula  spinalis

lebih mengarah ke perubahan anatomik daripada fisiologik.

Kontusio Medula Spinalis

Berbeda dengan komosio medula spinalis yang diduga hanya merupakan gangguan

fisiologik saja tanpa kerusakan anatomik makroskopik, maka pada kontusio medula spinalis

didapati kerusakan makroskopik dan mikroskopik medula spinalis yaitu perdarahan,

pembengkakan (edema),  perubahan neuron, reaksi peradangan.

Perdarahan didalam substansia alba memperlihatkan adanya bercak-bercak degenerasi

Waller dan pada kornu anterior terjadi hilangnya neuron yang diikuti proliferasi mikroglia

dan astrosit.

Laserasio Medula Spinalis

Pada laserasio medula spinalis terjadi kerusakan yang berat akibat diskontinuitas medula

spinalis. Biasanya penyebab lesi ini adalah luka tembak atau bacok/tusukan, fraktur

dislokasi vertebra.

Perdarahan

Akibat trauma, medula spinalis dapat mengalami perdarahan epidural, subdural maupun

hematomiella. Hematom epidural dan subdural dapat terjadi akibat trauma maupun akibat

anestesia epidural dan sepsis. Gambaran klinisnya adalah adanya trauma yang relatif ringan

tetapi segera diikuti paralisis flaksid berat akibat penekanan medula spinalis. Kedua keadaan

diatas memerlukan tindakan darurat bedah. Hematomiella adalah perdarahan di dalam

substansia grisea medula spinalis. Perdarahan ini dapat terjadi akibat fraktur-dislokasi,

24

Page 25: laporan

trauma Whisplash atau trauma tidak langsung  misalnya akibat gaya eksplosi atau jatuh

dalam posisi berdiri/duduk. Gambaran klinisnya adalah hilangnya fungsi medula spinalis di

bawah lesi, yang sering menyerupai lesi transversal. Tetapi setelah edema berkurang dan

bekuan darah diserap maka terdapat perbaikan-perbaikan fungsi funikulus  lateralis dan

posterior medula spinalis. Hal ini menimbulkan gambaran klinis yang khas hematomiella

sebagai berikut : terdapat paralisis flaksid dan atrofi otot setinggi lesi dan dibawah lesi

terdapat paresis spastik, dengan utuhnya sensibilitas nyeri dan suhu serta fungsi funikulus

posterior.

Kompresi Medula Spinalis

Kompresi medula spinalis dapat terjadi akibat dislokasi vertebra maupun perdarahan epi dan

subdural. Gambaran klinisnya sebanding dengan sindrom kompresi medula spinalis akibat

tumor, kista dan abses di dalam kanalis vertebralis. Akan didapati nyeri radikuler, dan

paralisis flaksid setinggi lesi akibat kompresi pada radiks saraf tepi.

Akibat hiperekstensi, hiperfleksi, dislokasi, fraktur dan gerak lecutan (Whiplash) radiks

saraf tepi dapat tertarik dan mengalami jejas (reksis).

Pada trauma lecutan radiks C5-7 dapat mengalami hal demikian, dan menimbulkan nyeri

radikuler spontan. Dulu gambaran penyakit ini dikenal sebagai hematorakhis, yang

sebenarnya lebih tepat dinamakan neuralgia radikularis traumatik yang reversibel. Di bawah

lesi kompresi medula spinalis akan didapati paralisis spastik dan gangguan sensorik serta

otonom sesuai dengan derajat beratnya kompresi. Kompresi konus medularis terjadi akibat

fraktu-dislokasi vertbra L1, yang menyebabkan rusaknya segmen sakralis medula spinalis.

Biasanya tidak dijumpai gangguan motorik yang menetap, tetapi terdapat gangguan sensorik

pada segmen sakralis yang terutama mengenai  daerah sadel, perineum dan bokong.

Di samping itu djumpai juga gangguan otonom yang berupa retensio urine serta pada pria

terdapat impotensi. Kompresi kauda ekuina akan menimbulkan gejala, yang bergantug pada

serabut saraf spinalis mana yang terlibat. Akan dijumpai  paralisis flaksid dan atrofi otot.

Gangguan sensorik sesuai dengan dermatom yang terlibat.

25

Page 26: laporan

Kompresi pada saraf spinalis S2, S3 dan S4 akan menyebabkan retensio urin dan hilangnya

kontrol volunter vesika urinaria, inkontinensia alvi dan impotensi.

Hemiseksi Medula Spinalis

Biasanya dijumpai pada luka tembak atau luka tusuk/bacok di medula spinalis. Gambaran

klinisnya merupakan sindrom Brown Sequard yaitu setinggi lesi terdapat kelumpuhan

neuron motorik perifer (LMN) ipsilateral pada otot-otot yang disarafi  oleh motoneuron yang

terkena hemilesi. Di bawah tingkat lesi dijumpai pada sisi ipsilateral kelumpuhan neuron

motorik sentral (UMN) dan defisit sensorik proprioseptif, sedangkan pada sisi kontralateral

terdapat defisit sensorik protopatik.

Sindrom MedulaSpinalis bagian Anterior

Sindrom ini mempunyai ciri khas berikut : paralisis dan hilangnya sensibilitas protopatik di

bawah tingkat lesi,tetapi sensibilitas protopatik tetap utuh.

Sindrom Medula Spinalis bagian Posterior

Ciri khas sindrom ini adalah adanya defisit motorik yang lebih berat pada lengan dari pada

tungkai dan disertai defisit sensorik. Defisit motorik yang lebih jelas pada lengan (daripada

tungkai) dapat dijelaskan akibat rusaknya sel motorik di kornu anterior medula spinalis 

segmen servikal atau akibat terlibatnya serabut traktus kortikospinalis yang terletak lebih

medial di kolumna lateralis medula spinalis. Sindrom ini sering dijumpai pada penderita

spondilitis servikal.

Transeksi Medula  Spinalis

Bila medula spinalis secara mendadak rusak total akibat lesi transversal maka akan dijumpai

3 macam gangguan yang muncul serentak yaitu :

1. semua gerak volunter pada bagian tubuh yang terletak di bawah lesi akan hilang

fungsinya secara mendadak dan menetap

2. semua sensibilitas daerah di bawah lesi menghilang

26

Page 27: laporan

3. semua fungsi reflektorik pada semua segmen dibawah lesi akan hilang. Efek terakhir ini

akan disebut renjatan spinal (spinal shock), yang melibatkan baik refleks tendon maupun

refleks otonom. Kadang kala pada fase renjatan ini masih dapat dijumpai refleks

bulbokavernosus dan atau refleks anal. Fase renjatan spinal ini berlangsung beberapa

minggu sampai beberapa bulan (3-6 mingu)

Pada anak-anak, fase shock spinal berlangsung lebih singkat daripada orang dewasa yaitu

kurang dari 1 minggu. Bila terdapat dekubitus, infeksi traktus urinarius atau keadaan

metabolik yang terganggu, malnutrisi, sepsis, maka fase syok ini akan berlangsung lebh

lama.

McCough mengemukakan 3 faktor yang mungkin berperan dalam mekanisme syok spinal.

1. Hilangnya fasilitas traktus desendens

2. Inhibisi dari bawah yang menetap, yang bekerja pada refleks ekstensor, dan

3. Degenerasi aksonal interneuron

Karena fase renjatan spinal ini amat dramatis, Ridoch menggunakannya sebagai dasar

pembagian gambaran klinisnya atas 2 bagian, ialah renjatan spinal atau arefleksia dan

aktivitas refleks yang meningkat.

Syok spinal atau arefleksia

Sesaat  setelah trauma, fungsi motorik dibawah tingkat lesi hilang, otot flaksid, refleks

hilang, paralisis atonik vesika urinaria dan kolon, atonia gaster dan hipestesia. Juga di bawah

tingkat lesi dijumpai hilangnya tonus vasomotor, keringat dan piloereksi serta fungsi

seksual. Kulit menjadi kering dan pucat serta ulkus dapat timbul pada daerah yang mendapat

penekanan tulang. Sfingter vesika urinaria dan anus dalam keadaan kontraksi ( disebabkan

oleh hilangnya inhibisi dari pusat sistem saraf pusat yang lebi tinggi ) tetapi otot detrusor

dan otot polos dalam keadaan atonik. Urin akan terkumpul, setelah tekanan intravesikuler

lebih tinggi dari sfingter uretra maka urin akan mengalir keluar (overflow incontinence)

27

Page 28: laporan

4. Pemeriksaan Radiologis

1. CT-Scan

Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.

2.      Lumbal Pungsi

Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari

saat terjadinya trauma

3.      EEG

Dapat digunakan untuk mencari lesi

4.      Roentgen foto kepala

Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak

5. X-Ray spinal

menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur ataudislokasi)

 

 

6. MRI

untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal, edema dan kompresi4.

 

7. Mielografi

Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktorpatologisnya tidak

jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang subarakhnoid medulla spinalis (biasanya

tidak akan dilakukan setelahmengalami luka penetrasi).5.

 

8. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vital, volume tidal): mengukur volumeinspirasi

maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagianbawah atau pada trauma

torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /ototinterkostal).7.

28

Page 29: laporan

 

9. AGD

menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

10. X Foto Tengkorak

Fraktur tengkorak pada trauma kapitis hanya 3-15 % saja dan kasus-kasus yang ada

fraktur tidak ada selalu ada kelainan intra kranial yang berarti. Namun demikian X foto

polos rutin dilakukan untuk setiap kasus trauma kapitis. Ini penting sebab :

1. Dari semua kematian akibat trauma kepala 80 % didapati fraktur tengkorak

2. Pembuatan X foto tengkorak diperlukan untuk kepentingan medikolegal

3. Tindakan atau pengawasan klinik ditentukan dengan melihat jenis dan lokasi fraktur

Jenis foto :

1. Foto antero-posterior

2. Foto lateral

3. Foto Towne : foto ini dibuat seperti foto AP tetapi dengan tabung rontgen diarahkan 30

derajat kraniokaudal. Foto ini penting untuk melihat fraktur di daerah oksipital yang sulit

di lihat dengan foto AP

4. Foto Waters : dibuat bila curiga ada fraktur tulang muka

5. Foto basis kranii : dibuat bila curiga ada fraktur basis

6. Foto tangensial : dibuat bila ada fraktur impresi, untuk melihat kedudukan pas fragmen

tulang yang melesak masuk

Jenis-jenis fraktur tengkorak : (1,2,3)

1. Fraktur linier : garis fraktur terlihat lebih radiolusen dibandingkan dengan gambaran

pembuluh darah dan sutura, dan biasanya melebar pada bagian tengah dan menyempit

pada ujung-ujungnya. Perhatikan juga lokasi pembuluh darah dan sutura mempunyai

lokasi anatomis tertentu.

2. Fraktur impressi : jika impressi melebihi 1 cm dapat merobek duramater dan atau

jaringan otak dibawahnya. Fraktur impressi terlihat sebagai garis atau daerah yang

radiopaque dari tulang sekitarnya disebabkan bertumpuknya tulang.

29

Page 30: laporan

3. Fraktur diastasis sutura : tampak sebagai pelebaran sutura (dalam keadaan normal

sutura tidak melebihi 2 mm)

11. Angiografi

Sistem rapid serial film 10 film/detik

Memakai kontras : angiografin 65 %, conray 60, hypaque sodium dan lain-lain

Jenis angiografi :

- karotis (paling sering)

- vertebralis (jarang)

Cara melakukan dengan ;

1. Fungsi langsung (pada a. karotis komunis, sedikit dibawah bifurcatio)

2. Fungsi tak langsung (dengan kateter dari daerah a. femoralis) angiografi pada trauma

kapitis penting untuk memperlihatkan epidural atau subdural hematomanya.

Penatalakasanaan :

1.Tindakan terhadap peningkatan TIK

a.Pemantauan TIK dengan ketat.

b.Oksigenasi adekuat

c.Pemberian manitol

d.Penggunaan steroid

e.Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala

f.Bedah neuro

1.Tindakan pendukung lain

a.Dukung ventilasi

b.Pencegahan kejang

30

Page 31: laporan

c.Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.

d.Terapi antikonvulsan

e.CPZ untuk menenangkan pasien

f.NGT

Farmakoterapi: Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawanedema medulla.

Penatalaksaan kepada orang yang baru mengalami trauma kepala

1. AirwayJika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besardalam

keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderitayang tidak sadar,

yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya

pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas

harus melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitutidak boleh

melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher.Dalam hal ini, dapat

dilakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakanhembusan napas yang keluar melalui

hidung. Bila ada sumbatan maka dapatdihilangkan dengan cara membersihkan dengan jari

atau suction jika tersedia.Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan

pemasangan pipaorofaring.

2. BreathingBila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas. Bantuannapas dari

mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila tersedia, O2 dapatdiberikan dalam

jumlah yang memadai. Pada penderita dengan cedera kepalaberat atau jika penguasaan

jalan napas belum dapat memberikan oksigenasiyang adekuat, bila memungkinkan

sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal.

3. SirkulasiStatus sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkatkesadaran

dan denyut nadi. Tindakan lain yang dapat dilakukan adalahmencari ada tidaknya

perdarahan eksternal, menilai warna serta temperaturkulit, dan mengukur tekanan

darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh,dan lambat biasanya menunjukkan

status sirkulasi yang relatif normovolemik.Pada penderita dengan cedera kepala,

tekanan darah sistolik sebaiknyadipertahankan di atas 100 mmHg untuk

mempertahankan perfusi ke otak yangadekuat.Denyut nadi dapat digunakan secara

31

Page 32: laporan

kasar untuk memperkirakantekanan sistolik. Bila denyut arteri radialis dapat teraba

maka tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg. Bila denyut arteri femoralis yang dapat

teraba makatekanan sistolik lebih dari 70 mmHg. Sedangkan bila denyut nadi hanya

terabapada arteri karotis maka tekanan sistolik hanya berkisar 50 mmHg. Bila

adaperdarahan eksterna, segera hentikan dengan penekanan pada luka.Cairan resusitasi

yang dipakai adalah Ringer Laktat atau NaCl 0,9%,sebaiknya dengan dua jalur intra

vena. Pemberian cairan jangan ragu-ragu,karena cedera sekunder akibat hipotensi

lebih berbahaya terhadap cedera otak dibandingkan keadaan edema otak akibat pemberian

cairan yang berlebihan.Posisi tidur yang baik adalah kepala dalam posisi datar, cegah

head down(kepala lebih rendah dari leher) karena dapat menyebabkan bendungan vena

dikepala dan menaikkan tekanan intrakranial (Idmgarut,2009)

Penatalaksanaan medik trauma capitis dapat dibagi dua yaitu:

a. Penatalaksanaan keperawatan :

1) Observasi tanda-tanda vital 24 jam.

2) Pasien diistirahatkan atau tirah baring.

3) Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.

4) Pemasangan selang nasogastrik bila motolitas lambung menurun.

b. Penatalaksanaan pengobatan (Smeltzer, 2001):

1) BarbiturateUntuk menurunkan metabolisme otak sehingga menurunkan penggunaan

glukosa danoksigen.Indikasi: TIK > 20 mmHG selama > 30 dan tidak berespon

dengan terapi lain.

2) Steroid dan osmotik deurisis (mannito)Untuk mengurangi edema.

3) AntibiotikUntuk mencegah terjadinya infeksi.

4) KlorpromazminUntuk menenangkan pasien tanpa menurunkan kesehatan.

5) Terapi antikonvulanDimulai apabila terjadi kejang.

6) Pemeliharaan cairan elektrolit dan keseimbangan elektrolit.

7) Pembedahan: cranioctamy, crainctomy, crainoplasty.

Pedoman Penatalaksanaan

32

Page 33: laporan

1. Pada sernua pasien dengan cedera kepala dan atau leher, lakukan foto tulang belakang

servikal (proyeksi antero-posterior. lateral, dan odontoid), kolar servikal baru dilepas

setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal Cl -C7 normal.

2. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur berikut:

- Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal (NaCI 0,9%) atau larutan Ringer

laktat: cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan

hipotonis, dan larutan ini tidak menambah edema serebri.

- Lakukan pemeriksaan: hematokrit, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia

darah: glukosa, ureum, dan kreatinin, masa protrombin atau masa tromboplastin parsial,

skrining toksikologi dan kadar alkohol bila perlu

3. Lakukan CT Scan dengan jendela tulang: foto rontgen kepala tidak diperlukan jika CT-

Scan dilakukan, karena CT Scan ini lebih sensitif untuk mendeteksi fraktur. Pasien

dengan cedera kepala ringan, sedang, atau berat, harus dievaluasi adanya:

- Hematoma epidural

- Darah dalarn subaraknoid dan intraventrikel

- Kontusio dan perdarahan jaringan otak

- Edema serebri

- Obliterasi sisterna perimesensefalik

- Pergeseran garis tengah

- Fraktur kranium, cairan dalarn sinus, dan pneumosefalus.

4. Pada pasien yang korna (skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda hemiasi, lakukan

tindakan berikut ini :

- Elevasi kepala 30o

- Hiperventilasi

- Berikan manitol 20 % 1g/kgbb intravena dalarn 20-30 menit. Dosis ulangan dapat

diberikan 4-6 jam kemudian 1/4 dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam

pertama

- Pasang kateter Foley

- Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi

33

Page 34: laporan

Penatalaksanaan Khusus

1. Cedera kepala ringan: pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke

rumah tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan bila memenuhi kriteria berikut:

- Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan) dalam

batas normal

- Foto servika1jelas normal

- Ada orang yang bertanggung-jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam pertama,

dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala

perburukan

Kriteria perawatan di rumah sakit:

- Adanya darah intrakranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan

- Konfusi, agitasi, atau kesadaran menurun

- Adanya tanda atau gejala neurologis fokal

- Intoksikasi obat atau alkohol

- Adanya penyakit medis komorbid yang nyata

- Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di rumah.

2. Cedera kepala sedang: pasien yang menderita konkusi otak (komosio otak), dengan skala

korna Glasgow 15 dan CT Scan normal, tidak pertu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan

untuk observasi di rumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing, atau

amnesia. Risiko timbuInya lesi intrakranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan

cedera kepala sedang adalah minimal.

3. Cedera kepala berat: Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital, keputusan segera

pada pasien ini adalah apakah terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera (hematoma

intrakranial yang besar). Jika ada indikasi, harus segera dikonsulkan ke bedah saraf untuk

tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat seyogyanya dilakukan di unit

rawat intensif.

- Penilaian ulang jalan napas dan ventilasi

- Monitor tekanan darah

34

Page 35: laporan

- Pemasangan alat monitor tekanan intrakranial pada pasien dengan skor GCS < 8, bila

memungkinkan.

- Penatalaksanaan cairan: hanya larutan isotonis (salin normal atau larutan Ringer laktat)

yang diberikan kepada pasien dengan cedera kepala karena air bebas tambahan dalam

salin 0,45% atau dekstrosa 5 % dalam air (D5W) dapat menimbulkan eksaserbasi edema

serebri.

- Nutrisi: cedera kepala berat menimbulkan respons hipermetabolik dan katabolik, dengan

keperluan 50-100% lebih tinggi dari normal.

- Temperatur badan: demam mengeksaserbasi cedera otak dan harus diobati secara

agresif dengan asetaminofen atau kompres dingin.

- Antikejang: fenitoin 15-20 mg/kgBB bolus intravena, kemudian 300 mg/hari intravena.

Jika pasien tidak menderita kejang, fenitoin harus dihentikan setelah 7- 10 hari. Steroid:

steroid tidak terbukti mengubah hasil pengobatan pasien dengan cedera kepala dan dapat

meningkatkan risiko infeksi, hiperglikemia, dan komplikasi lain. Untuk itu, Steroid hanya

dipakai sebagai pengobatan terakhir pada herniasi serebri akut (deksametason 10 mg

intravena sebap 4-6 jam selama 48-72 jam).

- Profflaksis trombosis vena dalam

- Profilaksis ulkus peptik

- Antibiotik masih kontroversial. Golongan penisilin dapat mengurangi risiko meningitis

pneumokok pada pasien dengan otorea, rinorea cairan serebrospinal atau udara

intrakranial tetapi dapat meningkatkan risiko infeksi dengan organisme yang lebih

virulen.

- CT Scan lanjutan

Operasi

Pada saat ini laminektomi dekompresi tidak dianjurkan kecuali pada kasus-kasus tertentu.

Indikasi untuk dilakukan operasi :

1. reduksi terbuka dislokasi dengan atau tanpa disertai fraktur pada daerah servikal,

bilamana traksi dan manipulasi gagal.

35

Page 36: laporan

2. adanya fraktur servikal dengan lesi parsial medula spinalis dengan fragmen tulang tetap

menekan permukaan anterior medula spinalis meskipun telah dilakukan traksi yang

adekuat.

3. trauma servikal dengan lesi parsial medula spinalis, dimana tidak tampak adanya fragmen

tulang dan diduga terdapat penekanan medula spinalis oleh herniasi diskus

intervertebralis. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan mielografi dan scan

tomografi untuk membuktikannya.

4. fragmen yang menekan lengkung saraf.

5. adanya benda asing atau fragmen tulang dalam kanalis spinalis.

6. Lesi parsial medula spinalis yang berangsur-angsur memburuk setelah pada mulanya

dengan cara konservatif yang maksimal menunjukkan perbaikan, harus dicurigai

hematoma.

5. Fisioterapi

CKR :

Perawatan selama 3-5 hari

Mobilisasi bertahap

Terapi simptomatik

Observasi tanda vital

CKS :

Perawatan selama 7-10 hari

Anti cerebral edem

Anti perdarahan

Simptomatik

Neurotropik

Operasi jika ada komplikasi

CKB :

36

Page 37: laporan

Seperti pada CKS

Antibiotik dosis tinggi

Konsultasi bedah saraf

STEP 5 LO

1. Cedera medulla spinal menyebabkan gangguan apa saja?

2. Tingkat Kesadaran ?

3. Komplikasi trauma kepala?

STEP 6

STEP 7

1. Cedera yang mengenai kolumna spinalis akan diuraikan dalam urutananatomis, dari cranial

mengarah keujung kaudal tulang belakang.

1. Dislokasi atlanto oksipita (atlanto occipital dislokatiaon)

Cedera ini jarang terjadi dan timbul sebagai akibat daritrauma fleksi dan distraksi yang

hebat. Kebanyakan penderitameninggal karena kerusakan batang otak. Kerusakan

neurologistyang berat ditemukan pada level saraf karanial bawah.kadang – kadang

penderita selamat bila resusitasi segera dilakukan ditempatkejadian.

 

2. Fraktur atlas (C-1)

Atlas mempunyai korpus yang tipis dengan permukaansendi yang lebar. Fraktur C-1 yang

paling umum terdiri dari burstfraktur (fraktur Jefferson). Mekanisme terjadinya cedera

adalahaxial loading, seperti kepala tertimpa secara vertikal oleh bendaberat atau penderita

terjatu dengan puncak kepala terlebih dahulu.Fraktur jefferson berupa kerusakan pada

cincin anterior maupunposterior dari C-1, dengan pergeseran masa lateral. Fraktur

akanterlihat jelas dengan proyeksi open mouth dari daerah C-1 dan C-2dan dapat

dikomfirmasikan dengan CT Scan. Fraktur ini harusditangani secara awal dengan koral

sevikal

37

Page 38: laporan

3. Rotary subluxation dari C-1

Cedera ini banyak ditemukan pada anak  – anak. Dapatterjadi spontan setelah terjadi

cedera berat/ ringan, infeksi salurannapas atas atau penderita dengan rematoid arthritis.

Penderitaterlihat dengan rotasi kepala yang menetap. .pada cedera ini jarak odontoid

kedua lateral mass C-1 tidak sama, jangan dilakukanrotasi dengan paksa untuk

menaggulangi rotasi ini, sebaiknyadilakukan imobilisasi. Dan segera rujuk.

4. Fraktur aksis(C-2)

Aksis merupakan tulang vertebra terbesar dan mempunyaibentuk yang istimewah karena

itu mudah mengalami cedera.

1.fraktur odontoid

Kurang 60% dari fraktur C-2 mengenai odontoid suatutonjolan tulang berbentuk pasak.

Fraktur ini daoatdiidentifikasi dengan foto ronsen servikal lateral atau bukamulut.

2.Fraktur dari elemen posterior dari C-2Fraktur hangman mengenai elemen posterior C-2,

parsinterartikularis 20 % dari seluruh fraktur aksis frakturdisebabkan oleh fraktur ini.

Disebabkan oleh trauma tipeekstensi, dan harus dipertahankan dalam

imobilisasieksternal.

5. Fraktur dislocation ( C-3 sampai C-7)Fraktur C-3 sangat jarang terjadi, hal ini

mungkindisebabkan letaknya berada diantara aksis yang mudah mengalamicedera dengan titik

penunjang tulang servikal yang mobile, sepertiC-5 dan C-6, dimana terjadi fleksi dan

ekstensi tulang servikalterbesar.

6. Fraktur vertebra torakalis ( T-1 sampai T-10)Fraktur vertebra Torakalis dapat

diklasifikasikan menjadi 4kategori : (1) cedera baji karena kompresi bagian korpus

anterior,(2) cedera bursi, (3) fraktur Chance, (4) fraktur dislokasi.

 

7. 13Axial loading disertai dengan fleksi menghasilkan cedera kompresipada bagian

anterior. Tip kedua dari fraktur torakal adalah cederaburst disebabkan oleh kompresi

vertical aksial. Fraktur dislokasirelative jarang pada daerah T-1 sampai T-10.

38

Page 39: laporan

8. Fraktur daerah torakolumbal (T-11 sampai L-1) fraktur lumbalFraktur di daerah

torakolumbal tidak seperti pada cederatulang servikal, tetapi dapat menyebabkan

morbiditas yang jelasbila tidak dikenali atau terlambat mengidentifikasinya.

Penderitayang jatuh dari ketinggian dan pengemudi mobil memakai sabuk pengaman

tetapi dalam kecepatan tinggi mempunyai resikomengalami cedera tipe ini. Karena

medulla spinalis berakhir padalevel ini , radiks saraf yang membentuk kauda ekuina

bermula padadaerah torakolumbal

Berikut ini adalah manifestasiberdasarkan lokasi trauma :

1. Antara C1 sampai C5Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien

meninggal

2. Antara C5 dan C6Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan fleksi siku

yang lemah;kehilangan refleks brachioradialis

3. Antara C6 dan C7Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu

dan fleksi sikumasih bisa dilakukan; kehilangan refleks bisep

 

4. Antara C7 dan C8Paralisis kaki dan tangan

5. C8 sampai T1Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facial anhidrosis), paralisis

kaki

6. Antara T11 dan T12Paralisis otot-otot kaki di atas dan bawah lutut

7. T12 sampai L1Paralisis di bawah lutut

 

8. Cauda equinaHiporeflex atau paresis extremitas bawah, biasanya nyeri dan usually

pain andhyperesthesia, kehilangan control bowel dan bladder

39

Page 40: laporan

9. S3 sampai S5 atau conus medullaris pada L1Kehilangan kontrol bowel dan bladder

secara total.

2. Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap

rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab

semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,

sikapnya acuh tak acuh.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-

teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang

lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah

dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap

nyeri.

6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan

apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon

pupil terhadap cahaya).

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan

dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya

aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.

Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem

aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan

peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).

40

Page 41: laporan

Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat

kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.

Penyebab Penurunan Kesadaran

Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat

menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah

(seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma

ketoasidosis) ; pada keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis;

pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan

intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak); infeksi (encephalitis); epilepsi.

Mengukur Tingkat Kesadaran

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah

menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera

kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran

dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang

menunjukan adanya penurunan kesadaran.

Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik

(alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain),

atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri

(unresponsive).

Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang

lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik

(alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon

(unresponsiveness).

3. Komplikasi Trauma Kepala

1. Kejang pasca trauma

2. Demam dan menggigil karena infeksi

41

Page 42: laporan

3. Spastisitas ; gambaran lesi pada UMN

4. Mood, tingkah laku dan kognitif

Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol disbanding gangguan fisik.

5. sindroma post kontusio

Nyeri kepala, vertigo, mual dan muntah, lebih sensitive

42

Page 43: laporan

DAFTAR PUSTAKA

www.emedicine.traumamedulaspinalis.htm

Hasan Sjahrir, Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus, Dian Rakyat, Jakarta, 2004

Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada Universiti Press, Yogyakarta, 2005

Nuartha B.N., Joesoef A.A., Aliah A., dkk, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta, 1993

Mahar Mardjono, Priguna Sidharta, Neurologi Klinis Dasar, dian Rakyat, Jakarta, 2004

Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi

Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000

Robert L. Martuza, Telmo M. Aquino, Trauma dalam Manual of Neurologic Therapeutics

With Essentials of Diagnosis, 3th ed, Litle Brown & Co, 2000

Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2000

43