laporan

38
BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS DAN KEDOKTERAN KELUARGA MODUL 1 MASALAH KESEHATAN KOMUNITAS KELOMPOK 11 ANGGOTA : Henry Liemer Wijaya C11109006 Alvin A. Jiwono C11109115 Dian Utami C11109314 Fatimah Yuni Kartika C11109252 Astari Pratiwi N C11109270 Rizky Amalia Ramadhani C11109290 Ilham Djamaluddin C11109308 Hj. Harfana Alwi C11109328 Raissa Safitry C11109346 Kasmaliana C11109365 Misbah C11109384 Fadlia. N C11109406 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 1

Upload: lhya-lia

Post on 24-Jul-2015

91 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan

BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS DAN KEDOKTERAN KELUARGA

MODUL 1

MASALAH KESEHATAN KOMUNITAS

KELOMPOK 11

ANGGOTA :

Henry Liemer Wijaya C11109006

Alvin A. Jiwono C11109115

Dian Utami C11109314

Fatimah Yuni Kartika C11109252

Astari Pratiwi N C11109270

Rizky Amalia Ramadhani C11109290

Ilham Djamaluddin C11109308

Hj. Harfana Alwi C11109328

Raissa Safitry C11109346

Kasmaliana C11109365

Misbah C11109384

Fadlia. N C11109406

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

1

Page 2: Laporan

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Keadaan gizi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan

dan usia harapan hidup masyarakat. Kekurangan gizi menyebabkan gangguan

pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental, mengurangi tingkat kecerdasan,

kreativitas, serta produktivitas penduduk (Depkes 2000). Masalah gizi kurang, terutama

Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemi Gizi Besi (AGB), dan

Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) merupakan masalah serius di Indonesia

saat ini. Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 23,5

juta anak (19,2%) mengalami gizi kurang, dan 1,5 juta anak mengalami gizi buruk

(8,3%) di Indonesia.

Terdapat tiga faktor utama yang saling terkait mempengaruhi besarnya masalah

gizi dan kesehatan masyarakat. Pertama, ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga

yaitu kemampuan keluarga untuk menyediakan makanan yang berkaitan dengan daya

beli keluarga. Kedua, pola asuh gizi keluarga yaitu kemampuan keluarga untuk

memberikan makanan kepada bayi dan anak, khususnya menyusui secara eksklusif dan

pemberian makanan pendamping ASI. Ketiga, akses terhadap pelayanan kesehatan

berkualitas, yaitu pemanfaatan fasilitas kesehatan dan upaya kesehatan berbasis

masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif seperti penimbangan balita di posyandu, pemeriksaan

kehamilan, pemeriksaan kesehatan bayi dan balita, suplementasi vitamin A dan MP ASI,

imunisasi, dan sebagainya (Anonim 2007)

Masalah gizi kurang umumnya banyak diderita oleh kelompok balita usia 1-5

tahun karena pada masa tersebut mereka balita belum mampu memilih dan

mengkonsumsi makanan sesuai kebutuhan tubuh (Soekirman 2001). Balita gizi kurang,

khususnya gizi buruk rentan terhadap infeksi, pengurusan otot, pembengkakan hati, dan

berbagai gangguan lain seperti peradangan kulit, infeksi, serta kelainan bentuk dan

2

Page 3: Laporan

fungsi organ akibat pengecilan organ. Kondisi gizi kurang akan mempengaruhi banyak

organ dan sistemnya karena sering disertai dengan defisiensi asupan gizi mikro dan

makro yang sangat diperlukan bagi tubuh. Kondisi kekurangan gizi yang tidak ditangani

lebih lanjut akan berdampak buruk terhadap perkembangan maupun pertumbuhan balita

tersebut.

Mengingat dampak jangka panjang yang akan terjadi pada balita gizi buruk,

maka perhatian khusus perlu diberikan untuk menghindari terjadinya loss generation.

Peran Posyandu dan Puskesmas sebagai garda terdepan dalam perawatan dan pemulihan

sangat diperlukan. Sayangnya, sumber daya Posyandu dan Puskesmas seringkali kurang

memadai sehingga pemulihan balita gizi buruk menjadi sulit dilakukan.

Berbagai langkah yang dilakukan oleh pihak Puskesmas setempat dalam

membantu pemulihan balita gizi buruk selama ini belum menunjukkan hasil yang

signifikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: bantuan hanya sebatas

bantuan fisik berupa susu dan makanan tambahan tanpa memperhatikan aspek

pendidikan gizi ibu balita gizi buruk, ketidakberlanjutan program pemulihan gizi buruk

seperti pengadaan pos gizi karena keterbatasan dana, dan kurangnya tenaga medis dan

non-medis di Puskesmas setempat untuk melakukan home care ke rumah balita.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu peningkatan kesadaran

dan pengetahuan gizi ibu adalah melalui kegiatan konseling gizi. Konseling gizi adalah

suatu proses komunikasi dua arah antara konselor dan klien untuk membantu klien

mengenali dan mengatasi masalah gizi. Dalam hal ini, klien adalah ibu dari balita gizi

buruk yang terdapat di kelurahan Pengasinan sedangkan konselor adalah mahasiswa

jurusan Ilmu Gizi dan Ilmu Keluarga dan Konsumen. Melalui kegiatan konseling

diharapkan ibu dapat menyadari permasalahan gizi kurang pada balita sehingga

penyampaian materi konseling lebih mudah disampaikan. Luaran yang diharapkan

adalah peningkatan pengetahuan gizi ibu dan peningkatan berat badan balita gizi buruk.

Mengingat banyaknya dampak merugikan yang diakibatkan oleh gzi kurang,

maka diperlukan suatu Plan of Action. Akan tetapi, untuk mengatasi kasus kurang gizi

3

Page 4: Laporan

memerlukan peranan dari keluarga, praktisi kesehatan, maupun pemerintah. Oleh sebab

itu, dalam penyusunan laporan invesitgasi lapangan ini, kami bernaksud memberikan

pemecahan masalah-masalah dalam mengatasi masalah gizi kurang khususnya di

wilayah cakupan PKM Batua, Makassar.

1. 2 Tujuan

• Tujuan Umum

• Meningkatkan pelayanan kesehatan bagi balita di PKM Batua

• Tujuan Khusus

• Mencari data umum dan khusus tentang PKM Batua

• Mengidentifikasi dan memprioritaskan masalah dalam manajemen PKM

Batua

• Menganalisis dan mengkonfirmasi penyebab masalah dalam manajemen

PKM Batua

• Menentukan urutan penyebab masalah dan memprioritaskan penyebab

masalah dalam manajemen PKM Batua

• Mencari alternatif pemecahan masalah dan membuat perencanaan

kegiatan (Plain of Action / PoA) dari penyebab masalah dalam

manajemen PKM Batua

1. 3 Manfaat

• Bagi Puskesmas

• Meningkatkan upaya pelayanan kunjungan balita dalam upaya

pencegahan dan penanganan balita gizi kurang di wilayah kerja PKM

Batua

• Bagi Mahasiswa

• Memperoleh pengalaman sehingga dapat menjelaskan konsep public

health dan menejemen puskesmas dengan cara membuat laporan modul

satu di Puskesmas

• Bagi Masyarakat

4

Page 5: Laporan

• Memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih baik terutama pada

pelayanan kesehatan balita

5

Page 6: Laporan

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Masalah Gizi Pada Anak Balita

Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak. Akan

tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

disebabkan pada masa ini anak cenderung susah untuk makan dan hanya suka pada

jajanan yang kandungan zat gizinya tidak baik (Hardinsyah, 1992).

Pada masa balita juga terjadi pertumbuhan dan perkembangan sehingga anak

mudah sakit dan terjadi kekurangan gizi. Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang

akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita

ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan

intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya.

Perkembangan modal serta dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini.

Sehingga setiap penyimpangan sekecil apapun apabila tidak ditangani dengan baik akan

mengurangi kualitas sumber daya manusia kelak kemudian hari (Soetjiningsih, 1995).

Penilaian status gizi golongan rawan dapat memberikan informasi penting tetang

keadaan gizi suatu masyarakat pada saat sekarang maupun masa lampau. Gizi kurang

pada anak dapat membuat anak menjadi kurus, pertumbuhan terhambat. Hal ini terjadi

karena kurang protein (zat pembangun) dan kurang tenaga yang diperoleh dari makanan

anak. Tenaga anak diperlukan dalam membangun badannya yang tumbuh secara pesat.

(Roedjito D. 1989).

Menurut Roedjito D (1989), alasan mengapa mengatasi dan mencegah gizi

kurang pada anak merupakan masalah besar yang perlu diperhatikan adalah gizi kurang

pada anak mempengaruhi pertumbuhan otak anak yang dapat menjadi hambatan dalam

proses belajar. Anak yang terkena kwasiokor kelihatan gemuk tapi kurang sehat,

mukanya gemuk seperti bulan, kaki bengkak karena odema, perut buncit tapi bahu dan

lengan atas kurus. Kulit mudah terkelupas, rambut pucat anak terlihat muram.

Sedangkan marasmus yang berarti kelaparan adalah dimana anak tidak mendapatkan

makanan yang cukup dari jenis pangan manapun, baik protein maupun zat pemberi

6

Page 7: Laporan

tenaga. Anak yang sangat kurus itu sering hanya separuhnya saja dari berat sehat sesuai

umur. Anak memiliki wajah seperti orang tua, kepala tampak besar karena badan kurus

dan kecil, tangan dan kakinya kurus dan tulang rusuk anak telrihat nyata.

2.2. Penyebab Gizi Kurang pada Balita

UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro sebagai salah

satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka tersebut

ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh makanan dan penyakit

dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya

karena asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang cukup

mendapatkan makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi

kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya

tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.

2.3. Status Sosial Ekonomi Kelurga

Keadaan sosial ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan

jumlah makanan yang tersedia dalam keluarga sehingga turut menentukan status gizi

keluarga tersebut. Yang termasuk dalam faktor sosial adalah (Supariasa, 2002):

a. Keadaan penduduk suatu masyarakat

b. Keadaan keluarga.

c. Tingkat pendidikan orang tua

d. Keadaan rumah

Sedangkan data ekonomi dari faktor sosial ekonomi meliputi :

a. Pekerjaan orang tua.

b. Pendapatan keluarga.

c. Pengeluaran keluarga.

d. Harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim

7

Page 8: Laporan

Banyak faktor sosial ekonomi yang sukar untuk dinilai secara kuantitatif,

khususnya pendapatan dan kepemilikan (barang berharga, tanah, ternak) karena

masyarakat enggan untuk membicarakannya kepada orang yang tidak dikenal, termasuk

ketakutan akan pajak dan perampokan. Tingkat pedidikan termasuk dalam faktor sosial

ekonomi karena tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi yaitu dengan

meningkatkan pendidikan kemungkinan akan dapat meningkatkan pendapatan sehingga

meningkatkan daya beli makanan untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarga (Achadi,

2007).

Kurangnya pemberdayaan keluarga dan pemanfatan sumber daya masyarakat

mempengaruhi faktor sosial ekonomi keluarga, termasuk kurangnya pemberdayaan

wanita dan tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua khususnya ibu dalam

mengasuh anaknya juga termasuk faktor sosial ekonomi yang akan mempengaruhi status

gizi keluarga (Arifin. T, 2005).

2.3.1. Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga mempengaruhi ketahanan pangan keluarga. Ketahanan

pangan yang tidak memadai pada keluarga dapat mengakibatkan gizi kurang. Oleh

karena itu, setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan

seluruh anggota keluarganya. Akan tetapi menurut penelitian yang dilakukan oleh

Masdiarti (2000) di Kecamatan Hamparan Perak, yang meneliti pola pengasuhan dan

status gizi anak balita ditinjau dan krakteristik pekerjaan ibu, memperlihatkan hasil

bahwa anak yang berstatus gizi baik banyak ditemukan pada ibu bukan pekerja

(43,24%) dibandingkan dengan kelompok ibu pekerja (40,54%) dan ibu yang tidak

bekerja mempunyai waktu yang lebih banyak dalam mengasuh anaknya.

2.3.2. Tingkat Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya ibu dapat menjadi faktor yang

mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga. Semakin tinggi pendidikan orang tua

maka pengetahuannya akan gizi akan lebih baik dari yang berpendidikan rendah. Salah

satu penyebab gizi kurang pada anak adalah kurangnya perhatian orang tua akan gizi

8

Page 9: Laporan

anak. Hal ini disebabkan karena pendidikan dan pengetahuan gizi ibu yang rendah.

Pendidikan formal ibu akan mempengaruhi tingkat pengetahuan gizi, semakin tinggi

pendidikan ibu, maka semakin tinggi kemampuan untuk menyerap pengetahuan praktis

dan pendidikan formal terutama melalui masa media. Hal serupa juga dikatakan oleh L.

Green, Rooger yang menyatakan bahwa makin baik tingkat pendidikan ibu, maka baik

pula keadaan gizi anaknya (Berg, 1986).

2.3.3. Status Pekerjaan Ibu

Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu yang cukup

bagi anak-anak dan keluarga (Berg, 1986). Dalam hal ini ibu mempunyai peran ganda

yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja. Walaupun demikian ibu dituntut

tanggung jawabnya kepada suami dan anak-anaknya, khususnya memelihara anak

(Singarimbun, 1988). Keadaan yang demikian dapat memengaruhi keadaan gizi

keluarga khususnya anak balita dan usia sekolah. Ibu-ibu yang bekerja tidak mempunyai

cukup waktu untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan dan

kecukupan serta kurang perhatian dan pengasuhan kepada anak (Berg. 1986).

2.4. Pola Asuh Ibu

Pola pengasuh merupakan cara orang tua dalam mendidik anak dan

membesarkan anak dipengaruhi oleh banyak faktor budaya, agama, kebiasaan dan

kepercayaan, serta kepribadian orang tua (orang tua sendiri atau orang yang mengasuh

anak) (Nadesul, 1995). Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitnnya dengan

pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5

tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan

gizi dalam jumlah yang memadai. Pada masa ini juga, anak-anak masih sangat

tergantung pada perawatan dan pengasuhan ibunya. Oleh karena itu pengasuhan

kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangat penting untuk

perkembangan anak (Santoso, 2005),

Seorang ibu memegang peranan penting dalam pengasuhan anaknya. Pola

pengasuhan pada tiap ibu berbeda karena dipengaruhi oleh faktor yang mendukungnya,

9

Page 10: Laporan

antara lain : latar bekang pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak dan sebagiannya.

Banyak penyelidik berpendapat bahwa status pendidikan ibu sangat berpengaruh

terhadap kualitas pengasuhannya. Pendidikan ibu yang rendah masih sering ditemui,

semua hal tersebut sering menyebabkan penyimpangan terhadap keadaan tumbuh

kembang dan status gizi anak terutama pada anak usia balita (Sudiyanto dan Sekartini,

2005).

2.5. Penilaian Status Gizi Anak Balita

2.5.1. Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Jika ditinjau dari

sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur. Penggunaan

antropometri sebagai alat ukur status gizi semakin mendapat perhatian karena dapat

digunakan secara luas dalam program-program perbaikan gizi di masyarkat. Dalam

menilai status gizi anak balita dapat digunakan indikator antropmetri. Indeks

antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan

menurut umur (BB/U) tinggi badan menurut umur (TB/U) dan beran badan menurut

tinggi badan (BB/TB). Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan temasuk air,

lemak, tulang dan otot. Indeks tinggi badan menurut umur adalah pertumbuhan linier

(Supariasa, 2002).

2.5.1.1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan merupakan salah satu parameter yang memberikan gambaran masa

tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak, misalnya karena

terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan

yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antroprometri yang sangat labil. Dalam

keadaan normal dimana kesehatan baik, keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan

gizi terjamin maka berat badan berkembang mengikuti pertumbuhan umur. Sebaliknya

dalam keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan, yaitu dapat

berkembang cepat atau lebih lambat. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka

10

Page 11: Laporan

indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status

gizi. Mengingat karakteristik berat badan, maka indeks BB/U menggmbarkan status gizi

seseroang saat ini.

1. Kelebihan Indeks BB/U a. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh

masyarakat umum

b. Baik untuk status gizi akut atau kronis

c. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil

d. Dapat mendeteksi kegemukan.

2. Kelemahan Indeks BB/U a. Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan

tradisional, umur sering sulit di taksir secara tepat karena pencatatan umur

yang belum baik.

b. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak di bawah usia lima

tahun.

c. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau

gerakan anak pada saat penimbangan.

2.5.1.2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.

Pertumbuhan tinggi badan relatif sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam

waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak

dalam waktu yang relatif lama. Beaton dan Bengoa (1973) dalam Supariasa, 2002

menyatakan bahwa indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa

lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status sosial ekonomi.

1. Keuntungan IndeksTB/U a. Baik untuk menilai status gizi masa lampau

b. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri murah dan mudah dibawa

2. Kelemahan Indeks TB/U a. Tinggi badan tidak cepat naik

b. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga

diperlukan dua orang untuk melakukannya

11

Page 12: Laporan

c. Ketepatan umur sulit didapati

2.5.1.3. Berat Badan Menurut Tinggi Badan

Dalam keadana normal, perkembangan berat badan akan searah dengan

pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan

indikator yang baik untuk menilai status gizi saat kini (sekarang).

1. Keuntungan Indeks BB/TB

a. Tidak memerlukan data umur

b. Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan kurus)

2. Kelemahan Indeks BB/TB

a. Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi

badan atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya, karena faktor umur tidak

dipertimbangkan.

b. Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran tinggi

badan kelompok balita

c. Membutuhkan dua orang dalam melakukan pengukuran

d. Sering terjadi kesalahan dalam pembacan hasil pengukuran (Supariasa, 2002).

Antropometri adalah pengukuran yang paling sering digunakan sebagai metode

penilaian status gizi secara langsung untuk menilai dua masalah utama gizi yaitu kurang

gizi protein dan obesitas pada semua kelompok umur. Penilaian status gizi dengan

menggunakan antropometri memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut :

Kelebihan antropometri :

a. Relatif murah

b. Cepat, sehingga dapat dilakukan pada populasi yang besar

c. Objektif

d. Dapat dirangking apakah ringan, sedang atau berat

e. Tidak menimbulkan rasa sakit pada responden

Kelemahan Antropometri :

12

Page 13: Laporan

a. Membutuhkan data referensi yang relevan

b. Kesalahan yang muncul seperti kesalahan pada peralatan (belum dikalibrasi) dan

kesalahan pada peneliti (kesalahan pengukuran, pembacaan dan pencatatan)

c. Hanya mendapatkan data pertumbuhan, obesitas, malnutrisi karena kurang energi

dan protein, tidak dapat memperoleh informasi karena defisiensi zat gizi mikro.

Buku acuan yang digunakan dalam penentuan status gizi ada dua jenis, yaitu lokal dan

internasional. Baku acuan internasional adalah Tanner, Harvard, NCHS. Indonesia

menggunakan buku acuan international WHO-NCHS (Achadi, 2007).

13

Page 14: Laporan

BAB III

INVESTIGASI LAPANGAN

3.1 Profil Puskesmas

Puskesmas Batua terletak sekitar 10 km sebelah kanan kota Makassar, tepatnya

di Kelurahan Batua Kecamatan Manggala yang dapat dicapai dengan keadaan umum.

Wilayah kerja puskesmas meliputi dua kecamatan dan empat kelurahan dengan luas

kerja 1017,01 km.

3.1.1 Batas-batas wilayah

Wilayah kerja puskesmas yang meliputi kecamatan manggala dan panakukkang.

Kecamatan manggala meliputi kelurahan batua dan kelurahan borong, sedangkan

kecamatan panakukkang meliputi kelurahan paropo dan tello baru, dengan jumlah RW

dan RT sebagai berikut :

1. Kel. Batua terdapat 11 RW dan 53 RT

2. Kel. Borong terdapat 11 RW dan 58 RT

3. Kel. Paropo terdapat 10 RW dan 49 RT

4. Kel. Tello baru terdapat 11 RW dan 48 RT

3.1.2 Visi Puskesmas Batua

Menjadi puskesmas dengan pelayanan terbaik di Kota Makassar

3.1.3 Misi Puskesmas Batua

1. Meningkatkan sumber daya manusia dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan

yang berkelanjutan secara professional.

2. Mengembangkan jenis layanan kesehatan

14

Page 15: Laporan

3. Meningkatkan system informasi dan manajemen Puskesmas

4. Melengkapi sarana dan prasarana

5. Meningkatkan upaya kemandirian masyarakat

6. Mengembangkan kemitraan

3.1.4 Motto Puskesmas Batua “SEGAR”

Senyum merupakan modal dalam memberi pelayanan

Efektif dengan pelayanan tepat guna, berdaya guna, berhasil guna

Gerakan adalah upaya cepat tindakan dalam pemberian dalam layanan

kesehatan masyarakat

Amal merupakan bentuk kerelaan hati petugas dalam member

pelayanan

Ramah adalah sikap yang tertanam dalam jiwa petugas kesehata

3.1.5 Program kerja Puskesmas Batua

Program Wajib Pokok

- Promosi kesehatan

- Kesehatan lingkungan

- KIA dan KB

- Upaya per. Gizi Masyarakat

- Penc. Dan pemberantasan penyakit menular

Program Kesehatan pengembangan

- Upaya kes. Sekolah

- Perawatan kes. Masyarakat

15

Page 16: Laporan

- Upaya kes. Kerja

- Upaya kes. Gizi dan mulut

- Upaya kes.jiwa/mental

- Upaya kes.tradisional

Upaya Kesehatan Perorangan

- Rawat jalan

- Rawat inap

3.1.6 Distribusi penduduk berdasarkan umur

No.Umur

(tahun)

KelurahanJumlah %

TelloBaru Paropo Batua Borong

1 ≤ 1 295 1,055 445 276 2,071 3.91

2 1-4 453 1,125 674 813 3,065 5.78

3 5-14 2,853 2,187 2,749 2,892 10,681 20.14

4 15-44 5,199 3,304 8,022 7,832 24,357 45.93

5 45-64 3,170 1,820 2,993 3,703 11,686 22.04

6 ≥ 65 132 983 16 36 1,167 2.20

Total 12,102 10,474 14,899 15,552 53,027 100

Sumber : Kantor Kelurahan

3.1.7 Status Kesehatan

Angka Kesehatan Bayi

Jumlah kelahiran bayi pada tahun 2011 yang tercatat di puskesmas batua sebanyak 703 bayi dan yang meninggal sebanyak 6 bayi.

16

Page 17: Laporan

Jadi angka kematian bayi (Infant Mortality Rate)

IMR : 1

703 x 1000

: 1,42

Stiap 1000 kelahiran selalu ada 1 bayi yang meninggal

Angka Kelahiran

Jumlah kelahiran ndi wilayah kerja Puskesmas Batua pada tahun 2011 ssebanyak 703 jiwa, sehingga angka kelahiran kasarnya adalah:

CBR : 7035112

x 1000

: 13,75 atau 14 jiwa

Dari 1000 penduduk yang ada terdapat 14 orang bayi yang lahir.

Angka Kesakitan

Jumlah kasusus yang tercatat dari hasil pencatatan pada pasien yang berkunjung di Puskesmas bartua pada tahun 2011 sangat bervariasi. Dari sekian banyak kasus yang di temukan di Puskesmas Batua pada tahun 2011, akan diuraikan 10 penyakit terbesar dalam tabel di bawah ini:

NO PENYAKIT JUMLAH1 Ispa 110712 Peny. Kulit infeksi 68363 Peny. Saluran pencernaan 60774 Peny. Gigi dan Mulut 56255 Peny. Infeksi telinga 33486 Peny. Tulang Radang sendi 26477 Peny. Susunan Saraf 22598 Luka akibat kecelakaan 17549 Peny. Sal kemih 143210 Peny. Mata dan Adneksia 987

Jumlah 42036

Sember : lap SST

17

Page 18: Laporan

Dari 10 penyakit terbesar di puskesmas Batua penyakit Ispa menduduki urutan pertama dengan jumlah kasusu terbesar 19.985 (67.34%) dengan prevalensi rate sebesar 377/ 1000 dan terendah adalah penyakit Thypoid (0,67%)dengan prevalensi rate sebesar 4/1000.

3.1.8 Ketenagaan

Jumlah tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Batua sebanyak 47 orang masing-

masing akan dirincikan sebagai berikut:

No Jenis Tenaga Jumlah

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

Master Kesehatan

Sarjana Kesehatan Masyarakat

Sarjana Keperawatan

Dokter Umum

Dokter gigi

Sarjana Apoteker

D3 Keperawatan

D4 Keperawatan

SPRG

D3 Gizi

D3 Kebinanan

D4 Kebidanan

SPK/Bidan

S1 Sospol

S1 Ekonomi

SMAK

Analist

4

4

8

3

2

2

4

1

2

4

3

2

2

1

2

1

2

Total 47

Sumber: PKMBatua

18

Page 19: Laporan

Tenaga yang ada di PKM Batua baik tenaga kesehatan dan non kesehatan berjumlah 47

orang dimana yang paling banyak adalah mereka yang berlatarbelakang pendidikan

perawat.

3.1.9 Sarana Pelayanan Kesehatan

Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang terdapat di Puskesmas Batua tahun 2011 adalah

sebagai berikut:

Tabel distribusi sarana pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Batua

pada tahun 2011

No Jenis Sarana Pelayanan Kesehatan Jumlah

1

2

3

4

5

6

7

Pustu

Polindes

Posyandu

Rumah Bersalin

Praktek Dokter/Bidan

Apotek

Balai Pengobatan

1

0

36

4

26

23

5

Total 95

Sumber: Lap Triwulan Prog. Penyehatan Lingkungan

Di wilayah kerja PKM Batua, pada tahaun 2011 terdapat 1 Pustu dan 36

Posyandu. Sedangkan sarana kesehatan lainnya yang tercatat antara lain yaitu Rumah

Bersalin sebanyak 4 buah, praktek dokter dan bidan sebanyak 26 buah, apotek sebanyak

23 buah, dan balai pengobatan lain sebanyak 5 buah.

19

Page 20: Laporan

3. 2 Hasil Wawancara

20

IrdaUmur 3 tahunBB 8,5 KgOrang tua bekerja sebagai buruh bangunanBB dan TB lahir normalMenderita pneumoniTidak mendapatkan ASI, minum susu kental manis pada waktu bayiRutin mengunjungi posyandu setiap bulan

Page 21: Laporan

3.3 Identifikasi dan Prioritas Masalah

3.3.1 Besar Masalah

No Masalah Sasaran Cakupan Selisih

Kesehatan % % %

1Cakupan pelayanan anak balita

90 80,25 9,75

2 Cakupan balita gizi 100 0

21

NurulUmur 2 tahun 4 bulanBB 8,5 KgOrang tua bekerja sebagai buruh bangunanBB dan TB lahir normaljarang menyusu karena ASI tidak keluarSekarang minum susu formulaPernah memperoleh bantuan bahan makanan (kacang hijau, beras, telur) dan susu formula dari puskesmasBaru rutin mengunjungi posyandu setelah anak berumur > 1 tahun

IrwanaUmur 1 tahunBB 4,7 KgOrang tua bekerja sebagai buruh bangunanBB dan TB lahir diatas normalSering tidur dan jarang menyusuTidak mendapatkan ASI, minum susu dari pembagian posyanduDari posyandu dirujukuntuk konsultasi gizi di puskesmasTelah mendapatkan konseling gizi dari puskesmas, BB anak berangsur naikRutin mengunjungi posyandu setiap bulan

Page 22: Laporan

buruk mendapat perawatan

Penilaian besar masalah dengan menggunakan interval menggunakan rumus:

Kelas N = 1 + 3,3 log n

= 1 + 3,3 log 2

= 1 + 0,99

= 1,99

= 2

Interval = ( nilai tertinggi – nilai terendah ) / Jumlah Kelas

= (9,75 - 0) / 2

= 9,75 / 2 = 4,875

3.3.2 Kegawatan Masalah

3.3.3 Kemudahan Penanggulangan

22

Page 23: Laporan

3.3.4 PEARL Faktor

3.3.5 Prioritas Masalah

NPD = (A+B)xC

NPT= (A+B)xCxD

Berdasarkan NPD dan NPT tersebut diatas, maka ditetapkan bahwa prioritas Masalah

yang kami angkat adalah cakupan pelayanan anak balita, dimana menurut kelompok

kami bahwa cakupan pelayanan balita belum maksimal.

3.4 Identifikasi Penyebab Masalah dengan Analisis Pendekatan Sistem

KOMPONEN KEMUNGKINAN PENYEBAB

INPUT Man Tidak ada masalah

23

Page 24: Laporan

Money Tidak ada masalah

MaterialKurangnya pamflet / poster yang mempromosikan tentang pencegahan gizi kurang pada balita

Metode Tidak ada masalah

Marketing Tidak ada masalah

LINGKUNGAN

1. Lingkungan perumahan yang padat dan agak kumuh

2. Faktor ekonomi dari masyarakat yang tergolong rendah

3. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai pola makan yang benar bagi bayi dan balita

PROSES P1 Tidak ada masalah.

P2Kurangnya distribusi kebutuhan obat program gizi terutama kapsul vitamin A, tablet Fe dan mineral mix

P3 Tidak ada masalah

Berdasarkan table tersebut diatas, maka didapatkan penyebab masalah dari cakupan

yang belum maksimal, yaitu :

24

Page 25: Laporan

A. Kurangnya pamflet / poster yang mempromosikan tentang pencegahan gizi

kurang pada balita

B. Lingkungan perumahan yang padat dan agak kumuh

C. Faktor ekonomi dari masyarakat yang tergolong rendah

D. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai pola makan yang

benar bagi bayi dan balita

E. Kurangnya distribusi kebutuhan obat program gizi terutama kapsul vitamin A,

tablet Fe dan mineral mix

Untuk menganalisis urutan penyebab masalah, maka dilakukan tes Paired

Comparison, sebagai berikut :

Berikut ini adalah tabel kumulatif guna mengetahui keberhasilan dari upaya untuk

mengatasi penyebab masalah.

25

Page 26: Laporan

Berdasarkan nilai kumulatif untuk menyelesaikan suatu masalah yang berupa cakupan

pelayanan anak balita yang belum maksimal, cukup menyelesaikan 3 penyebab karena

penyebab tersebut sudah mencapai 80%, diantaranya adalah

1. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai pola makan yang

benar bagi bayi dan balita

2. Kurangnya distribusi kebutuhan obat program gizi terutama kapsul vitamin A,

tablet Fe dan mineral mix

3. Faktor ekonomi dari masyarakat yang tergolong rendah

Rencana kegiatan :

A. Pemberian himbauan di seluruh unit pelayanan puskesmas pada semua pasien

dewasa yang berobat apabila memiliki keluarga/ orang terdekat yang memiliki

anak balita, agar mengingatkan orang tuanya untuk membawa anaknya

berkunjung ke posyandu/puskesmas.

B. Penyuluhan sistematis di puskesmas dan posyandu

C. Peningkatan sosialisasi tentang pemeliharaan gizi pada balita

D. Pengoptimalan distribusi kebutuhan obat program gizi terutama kapsul vitamin A,

tablet Fe dan mineral mix

E. Pemberian makanan tambahan bagi balita dari keluarga kurang mampu

Untuk mengindentifikasi tingkat kemutlakan dan tingkat keinginan terhadap rencana

kegiatan , maka dilakukan penghitungan sebagai berikut :

Kriteria Mutlak

26

Page 27: Laporan

Kriteria Keinginan

3.5 Plan Of Action

27

Page 28: Laporan

28

Page 29: Laporan

29

Page 30: Laporan

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil investigasi lapangan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

PKM Batua merupakan salah satu puskesmas di Kota Makassar yang memiliki program

untuk melayani balita, terutama dalam masalah pertumbuhan dan perkembangan bayi dan

balita. Status gizi balita menjadi salah satu indicator penting dalam pertimbangan

program-program yang diterapkan PKM ini. Buktinya, SPM pelayanan terhadap balita

dengan status gizi buruk dapat dicapai 100%. Hanya saja, pelayanan terhadap anak balita

belum maksimal. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor seperti kurangnya sosialisasi

kepada masyarakat setempat mengenai gizi balita, kurang terdistribusinya bantuan

makanan serta masalah ekonomi masyarakat setempat. Oleh sebab itu,telah direncsnakn

sejumlah PoA guna mengatasi masalah tersebut dengan satu tujuan, yakni memperbaiki

status gizi seluruh balita di cakupan wilayah kerja PKM Batua, antara lain :

A. Pemberian himbauan di seluruh unit pelayanan puskesmas pada semua pasien

dewasa yang berobat apabila memiliki keluarga/ orang terdekat yang memiliki

anak balita, agar mengingatkan orang tuanya untuk membawa anaknya

berkunjung ke posyandu/puskesmas.

B. Penyuluhan sistematis di puskesmas dan posyandu

C. Peningkatan sosialisasi tentang pemeliharaan gizi pada balita

D. Pengoptimalan distribusi kebutuhan obat program gizi terutama kapsul vitamin A,

tablet Fe dan mineral mix

E. Pemberian makanan tambahan bagi balita dari keluarga kurang mampu

4.2 Saran

Adapun saran yang tim penulis ingin berikan, yaitu :

PoA yang dibuat kiranya dapat direalisasikan dengan baik.

30