laporan
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Praktek.
Dalam melaksanakan parogram Praktek Kerja Industri
(PRAKERIN), banyak sekali kegiatan yang dilakukan siswa
selama mengikuti kegiatan PRAKERIN.
Untuk meningkatkan efisinsi proses pendidikan dan pelatihan
tenaga kerja yang berkualitas sehingga memberikan pengakuan dan
penghargaan tehadap pengalaman kerja sebagai bagian proses dari
pendidikan. Maka siswa diwajibkan membuat buku laporan prakerin
yang bertujuan agar pihak sekolah dan perusahaan mengetahui
kegiatan yang dilakukan siwa selama mengikuti program
PRAKERIN.
Latar belakang penulisan laporan, erat sekali kaitan dengan
kegiatan PRAKERIN, karena penulisan laporan ni berdasarkan
akhir dari kegiatan selama melaksanakan program PRAKERIN.1.2
1
Tujuan Praktek Kerja Industri.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan prakerin ini
adalah :
Memahami penerapan ilmu kimia industri dalam dunia industri,
khususnya di industri PT. Krakatau Steel.
Mendapatkan gambaran nyata tentang pengoperasian kerja dan
penerpannya dalam upaya pengoperasian suatu sarana produksi
termasuk diantaranya managemen pengolahan dan peraturan
kerja.
Mendapatkan gambaran nyata tentang proses dan pengoperasian
yang berfungsi sebagai sarana produksi.
Memahami karakteristik perangkat-perangkat proses pada Dinas
Fluid Certre di PT. Krakatau Steel.
Mengetahui tentang proses penyediaan kebutuhan air pendingin
di fluid centre WTP 1, 2, dan 3.
2
1.3. Tujuan Penyusunan Laporan.
Siswa mampu mecari alternative pemecahan sesuai dengan
program bidang studi yang dipilih secara luas dari karya tulisnya.
Siswa mampu memahami dan mengembangkan pelajaran yang
didapat di sekolah dan di dunia industri. Mengumpulkan data dan
untuk kepentingan sekolah dan juga diri sendiri, salah satunya untuk
mengikuti UAN (Ujian Akhir Nasional).
3
1.4. Sejarah Singkat PT. Krakatau Steel (Flat Product
Specipication,PT. Krakatau Steel).
Pada tahun 1956 Perdana Mentri Ir.Juanda mencetuskan gagasan
awal tentang perlunya industri baja di Indonesia. Melalui kerja sama
di bidang ekonomi dan teknik antara Indonesia dan UNI Soviet
maka setelah penelitian dan studi banding pada tahun 1957, mulai
dibangunlah Pabrik Baja Trikora Cilegon pada tanggal 20 Mei
1962. Pembangunan ini direncanakan selesai tahun 1968. Namun
pada tahun 1965 pembangunan proyek Besi Baja Trikora terhenti
karena adanya pemberontakan G 30 S/PKI.
Pada tahun 1970 pemerintah mengadakan usaha untuk
melanjutkan proyek ini karena pemerintah Rusia menghentikan
bantuannya. Sedangkan para teknisi dipulangkan tanpa memberikan
serah terima pekerjaan pada pemerintah Indonesia. Kemudian
proyek Besi Baja Trikora Cilegon diubah namanya menjadi PT.
Krakatau Steel.
Berdasarkan intruksi Presiden RI. No. 17 tanggal 28 November
1967 tentang adanya pengarahan dan penyederhanaan dari satu per
usahaan agar ke dalam tiga bentuk perusahaan agar lebih
bermanfaat dalam rangka pembangunan ekonomi serta kemakmuran
bangsa dan Negara.
4
Ketiga bentuk perusahaan tersebut adalah :
1. Perusahaan Negara/Perusahaan Umum (Public Coorperation)
atau PERUM.
2. Usaha-usaha Negara/Perusahaan Negara (Public State
Company) atau PERSERO.
3. Usaha-usaha Negara/Perusahaan Jawatan Negara atau
PERJAN.
PT. Krakatau Steel didirikan berdasarkan surat Pemerintahan No.35
pada tanggal 31 Oktober 1971 dihadapan notaries Tan Thongkie di
Jakarta. Kemudian diperbaiki berdasarkan naskah No. 25 dihadapan
notaries yang sama pada tahun 1971.
Tujuan dibangunnya kembali Proyek Besi Baja Trikora yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan baja di Indonesia.
2. Meningkatkan devisa Negara melalui ekspor besi baja keluar
negeri.
3. Sebagai pusat penelitian kadet industri.
4. Membuka lapangan kerja baru, sehingga akan mengurangi angka
pengangguran yang telah ada.
5
Pada tahun 1973 dengan bantuan dari Pertamina PT. Krakatau
Steel memutuskan untuk memperluas kapasitas produksi agar bisa
membuat billet sendiri dan langsung membuat baja lembaran atau
coil slab. Akan tetapi rencana ini tertunda karena Pertamina meng
alami masalah keuangan, sehingga lahirlah Keppres No.30 tanggal
17 Agustus 1975, tentang kalanjutan pembangunan PT. Krakatau
Steel tahap pertama dengan kapasitas produksi ½ juta ton pertahun.
Pada tanggal 27 Juli 1977 Presiden Soeharto meresmikan Pabrik
Besi Beton, Pabrik Besi Profil dan Pelabuhan Cigading serta me
resmikan pula pada tanggal 9 0ktober 1979. Pabrik Besi Spons,
Pabrik Billet, Pabrik Batang Kawat, Krakatau Hugovent
International. Ltd,PLTU 400 MW dan PUSAT penjernihan air
(dengan kapasitas 2000 liter/detik).
Pada tahun 1982 terjadi penambahan dua module Pabrik Besi
Spons, Pabrik Slab Baja, Pabrik Hot Strip Mill. Tahun 1985 PT.
Krakatau Steel telah mampu mengekspor besi baja ke Negara
Jepang, Korea, Cina, Amerika, Inggris, Negara Timur Tengah, dan
Negara-negara ASEAN.
Berdasarkan Keppres RI. No.44 tanggal 28 Agustus 1989, PT.
Krakatau Steel bersama perusahaan strategis lainnya masuk ke
dalam lingkungan Pengolahan Industri Strategis (BPIS) yang ketuai
6
oleh Prof. Dr. Ir. Bj. Habibie dengan setatus perusahaan menjadi
Badan Usaha milik Negara Strategis (BUMN).
Pada tanggal 10 November 1994 oleh Mentri muda
perindustrian Ir. Tungki Ariwibowo selaku Dirut PT. Krakatau Steel
mengadakan perluasan pabrik yaitu Pabrik Besi Spons, DR-I, HYL
III, Pabrik Slab Baja, dan Pabrik HSM (Hot Strip Mill). Kemudian
pada tanggal 31 Agustus 1995 di resmikan proyek Pabrik Besi
Spons DR-I, HYL III, Pabrik Slab Baja II, Sizing Press
(HSM).Gardu Hub III dan I Instalasi Kompensasi PLTU 400 MW
serta Production Control System II (PPC) oleh Ir.Tungki Ariwibowo
selaku Komensaris Utama PT. Krakatau Steel.
7
1.5. SISTEM PROSES
Sistem Proses Fluid Centre.
Sejalan dengan pesatnya pembangunan, khususnya dalam
industri pengerjaan logam, kebutuhan akan produk-produk besi cor
yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Keadaan ini di ikuti oleh
meningkatnya kebutuhan akan bahan baku, yaitu besi kasar (besi
mentah atau pig iron) yang pengadaannya masih tergantung dari
impor. Satu-satunya industri baja terpadu yang sudah ada dan sudah
beroperasi hingga sekarang ini hanyalah PT. Krakatau Steel, karena
proses produksinya menggunakan jalur reduksi langsung tanur
listrik, industri ini tidak menghasilkan besi kasar, tetapi baja yang
sifat-sifat dan penggunaannya berbeda dengan besi kasar.
Air proses yang digunakan oleh PT.Krakatau Steel berasal dari
air waduk Cidanau yang diolah menjadi air jernih di pusat
penjernihan air krenceng. Air tersebut di distribusikan ke Direct
Reduction Plant (DR I-II, HYL III) dan Fluid Centre (Billet dan
Slab), Wire Mill Plant, yang kemudian hampir 80% dimanfaatkan
untuk pendinginan, selebihnya digunakan untuk air proses dan air
umpan ketel.
8
1.6. FLUID CENTRE – WTP 1
FLUIDE CENTRE
Fluid Centre adalah suatu pusat pengolahan air dan fluida
lainnya untuk memenuhi kebutuhan air industri atau air pandingin,
udara tekan dan lain-lain, untuk pabrik pengolahan baja yaitu Pabrik
Billet Baja (BSP), Pabrik Slab Baja (SSP) I dan II serta beberapa
unit penunjang lainnya. Fluid Centre terbagi 3 (tiga) unit
pengolahan air dan fluida, yaitu Water Treatment Plant (WTP-1),
(WTP-2), dan (WTP-3). Yang memenuhi kebutuhan air pendingin
untuk seluruh mesin-mesin dan peralatan di pabrik SSP 1-2 dan
BSP 1-2.
WTP 1 mulai beroperasi sekitar tahun 1978, pada awalnya hanya
melayani kebutuhan air pendingin dan fluida lainnya untuk
melayani pabrik BSP. Setelah SSP 1 dibangun dan dioperasikan
sekitar tahun 1983, maka WTP 1 mulai beroperasi penuh melayani
BSP dan SSP 1.
Namun dengan cepatnya perkembangan teknologi, sekitar
tahun 1983 dapur listrik (EAF) I-IV BSP mencoba menggunakan
Water Cooling Panel untuk mengganti batu tahan api dalam rangka
penghematan biaya operasi, karena Water Cooling Panel (WCP)
tersebut dinilai cukup berhasil maka sekitar tahun 1988 telah
9
dibangun dan dioperasikan WCP untuk semua dapur listrik ( EAF -I
s/d IV BSP ), serta ( EAF V s/d VIII SSP 1 ).
Keberadaan WTP-1 adalah sebagai supporting unit dari ke
giatan proses produksi di SSP 1 dan BSP. Jika terjadi kerusakan-
kerusakan pada mesin yang ada di WTP seperti :
Pompa pendingin.
Compressor (air plant).
Gear box cooling tower dan sebagainya;
Akan berdampak terganggunya kelancaran proses produksi SSP1 dan
BSP, secara keseluruhan. Akibatnya pihak maintenance (mekanik dan
elektrik) dituntut untuk meningkatkan kualitas dari mesin atau peralatan
yang berada dalam tanggung jawab seksi WTP-1, khususnya peralatan atau
mesin yang berhubungan lang sung dengan proses produksi SSP dan BSP.
Proses pendinginan merupakan proses yang sangat diperlukan
didalam pabrik, pada ada umumnya proses pendinginan mengguna
kan air pendingin yang masuk pada suhu lingkungan tertentu dan
keluar pada suhu tertentu. Pengolahan air pendingin ini dilakukan
dengan suatu alat yang disebut Cooling Tower atau menara pen
dingin. Pada WTP-1 ini telah dirancang untuk beroperasi selama 24
jam/hari dan 330 hari dalam setiap tahunnya, dengan kondisi iklim
sebagai berikut :
10
Temperatur : 26°C - 38°C
Kelembaban : 70% - 98%
Dalam WTP-1 ini air yang dihasilkan terbagi menjadi 3 jenis yaitu :
1. Air Industri.
2. Air Minum (Potable Water).
3. Air Hydrant.
1.6.1. Air Industri
Air Industri adalah suatu jenis air yang diproses secara khusus
sehingga memenuhi keperluan industri yang digunakan untuk
pendinginan mesin-mesin serta peralatan industri antara lain, pada :
Pabrik Billet Baja, Pabrik Slab Baja, Pabrik Gas Industri, dan Main
Station I & II.
1.6.2. Air Minum (Potable Water)
Air minum adalah air yang diolah secara khusus untuk me
menuhi kebituhan air minum, wastafle, WC : Pabrik, Emergency
Hospital, Laboratorium, Central Workshop, Gudang SMS,da lain-
lain.
11
1.6.3. Air Hydrant
Air hydrant adalah suatu sistem air yang digunakan khusus
untuk keperluan pemadam kebakaran pada seluruh areal pabrik
Billet Plant, DR Plant, Slab Plant, Oxigent Plant, dan lain-lain. Dan
jenis fluid lainnya yang juga dilayani oleh fluid centre antara lain
yaitu :
Udara Tekan.
Solar.
Dan Residu.
BAB II
12
AIR INDUSTRI
2.1. AIR INDUSTRI.
Air Industri hasil pengolahan di Fluid Centre dipergunakan
untuk pendinginan mesin-mesin yang pada dasarnya terbagi menjadi
3 sistem pendinginan yaitu:
1. Sistem pendinginan terbuka langsung (Direct Cooling Cell A).
2. Sistem pendinginan terbuka tak langsung (Indirect Cooling )
Cell B/C/D.
3. Sistem pendinginan terbuka tak langsung (Indirect Cooling)
Cell E/F.
4. Sistem pendinginan tertutup (Closed Cooling Water dan
Mould Cooling Water).
2.1.1. Sistem Pendinginan Terbuka Langsung (Direct Cooling
Cell A).
Air masuk berasal dari Pusat Penjernihan Air Krenceng ke
Cooling Tower Cell A. Kemudian dipompakan ke areal pabrik
dengan menggunakan pompa-pompa sebagai berikut :
P08. 1/2 (untuk Back Wash Filter-filter).
13
P10. 1/2 (untuk Secondary Cooling BSP).
P12. 1/2 (untuk Open Cooling BSP).
P14. 1/2/3 (untuk Open Cooling SSP).
P15. 1/2/3 (untuk Secondary Cooling SSP).
2.1.2. Sistem Sirkulasi Pendinginan Terbuka Langsung (Direct
Cooling Cell A).
Air dari Cell A dipompakan dengan P10, P12, P14, dan P15
untuk mendinginkan bagian-bagian Open Machine dan Secondary
di Continous Casting (Concast) Billet Steel Plant dan Slab Plant.
Ada pun cara kerja pendinginan tersebut
Untuk open machine Cooling mendinginkan mesin-mesin pada
bagian luarnya, seperti rol-rol, mesin potong, dan lain-lain,
Untuk Secondary Cooling mendinginkan baja langsung sacara
spray. Setelah melakukan pendinginan di Concast SSP dan BSP air
sisa pendinginan ditampung ke Canal Scale Water untuk kemudian
dikirimkan ke Scale Mixing Syclone dengan menggunakan pompa
P30.1/4 untuk di lakukan penyaringan dan diberi Block Rake atau
saringan pada inletnya, sehingga scale-scale yang kasar dapat
tertahan disana untuk dibuang pada setiap tiga hari sekali.
14
Di Scale Settling Cyclone ini, scale akan turun kebawah dan
ditampung di Silo tank S.01a/02a/03a, dan apabilasudah penuh akan di blow
down serta dibuang ke pembuangan sampah industri dengan
mempergunakan kendaraan FAUN.kemudian air dari scale settling syclone
dikirim lagi ke graved filter melalui filter-filter tank F03/F08,setelah didapat
air bersih,kemudian air kembali lagi ke Cell A sebagai air yang siap dikirim
lagi ke system.
Selain untuk pendingin mesin-mesin, air Cell A ini juga dipergunakan
untuk Back Wash Filter-filter tank tersebut diatas apabila sudah kotor, yaitu
dengan mempergunakan pompa P08. 1/2. Air bekas Back Wash akan jatuh
ke canal dan mengalir ke bak penampungan Scale Mixing Cyclone, dan
dengan P29.1/2 air ini di pompakan lagi ke Sludge Settling Cyclone SO4,
bersama dengan itu di Injeksikan Flouculant Nalco 71630 dengan dosis ± 1
ppm. Guna mempercepat proses pengendapan lumpur-lumpur di SO4
tersebut.
Setelah melalui proses pengendapan selama ± 4 jam, kemudian air
dipompakan kembali ke Cooling Tower Cell A dengan menggunakan
pompa P20. 1/2 melalui filter F09 untuk kembali ke Colling tower Cell A,di
Colling tower ini dilengkapi dengan fan Blower V07.1.
Direct Cell A.
15
Holding capasity : 2800 m
Temperatur Δt : 70° 40° = 30°
mWS : 300 - 500 m³/h
Blow dwon : ± 500 m³/h
2.2.1. Sistem Pendinginan Terbuka Tak Langsung (Indirect
Cooling Cell B/C/D).
Air masuk berasal dari Pusat Penjernihan Air Krenceng ke Bak
Cell B/C/D. Setelah di treatment air digunakan untuk pendinginan
Furnace Billet/Slab Plant. Trafo-trafo Main Station, Oxigent Plant
dan lain-lain, disalurkan dengan pompa-pompa sebagai berikut:
P01. 1/2 (untuk pendinginan Oxigent Plant).
P02. 1/2 (untuk pendinginan Maint Station I dan II).
P04. 1/2 (untuk sirkulasi air Cell B/C/D).
P06. 1/2/3/4/5/6/7 dan P07.1 (untuk pendinginan Elektrik
Furnace)
16
2.2.2. Sistem Sirkulasi Pendinginan Terbuka Tak Langsung (Indirect
Cooling Cell B/C/D).
Air dari Cell B/C/D dipompakan dengan menggunakan pompa
P01.1/2 ke Oxsigent Plant dan langsung kembali ke Cooling Tower
Cell B/C/D. Dengan menggunakan pompa P02.1/2 air dipompakan
ke Maint Station I dan II untuk mendinginkan trafo-trafo, dan lain-
lain. Kemudian air pendingin ditampung dibak penampungan maint
station I dan II dengan menggunakan pompa P102.1/2 dan P132.1/2
secara otomatis, berdasarkan level control air dipompakan kembali
ke Cooling Tower Cell B/C/D.
Dengan menggunakan pompa P04.1/ 2 ini air dari Cell B/C/D
dipompakan melalui By Pass Filter F06 dan langsung kembali ke Cooling
Tower Cell B/C/D. Tujuannya adalah untuk membersih kan air yang ada
di Cell B/C/D itu sendiri. Kemudian dengan meng gunakan P06.1 s/d 7
dan P07.1 air disalurkan ke Furnace Billet dan Slab Plant. Untuk
Pendinginan Furnace :
Furnace Billet membutuhkan air pendingin 4 x 260 m³/h
ditambah 400 m³/h untuk Cooling Jacket Furnace IV, dengan
tekanan ± 3 bar.
17
Furnace Slab Plant membutuhkan air pendingin 4 x 520 m³/h
dengan tekanan 3 bar.
Di Furnace ini air yang digunakan untuk pendinginan pada bagian-
bagian Ring Roof, Elbow Dedusting, Slag Gate, Cooling Jacket,
Trafo, Eletrode Arm dan lain-lain. Setelah mendingin kan
mesin-mesin tersebut, air ditampung di Return Furnace dan dengan
menggunakan pompa P31. 1 s/d 7 secara otomatis dipompa kan
kembali ke Cooling Tower Cell B/C/D yang dilengkapi dengan Fan
Blower pada setiap Cellnya. Selain itu pompa ini juga digunakan
untuk pendinginan Comp. V06. 1/2/3, V106. 1/2, air Dryer, Genzet
dan lain-lain.
Pada sistem ini air pendinginan tidak kontak langsung dengan
bagian yang didinginkan, air ini hanya mendinginkan dinding-
dinding dapur Furnace, Cooler trafor dan sebagainya. Setelah
menyerap panas, ke mudian kembali ke Cooling Tower untuk
didinginkan.
18
Indirect Cell B/C/D.
Holding capasity : 7000 m³
Temperatur Δt : 52°C - 32°C - 20°C
mWS : 500 - 800 m³/h
Blow down : 1000 m³/h
Indirect Cell EF.
Holding capacity : 5100 m³
Temperatur Δt : 47°C - 32°C - 15°C
mWS : 6,2 m³/h
2.3.1 Sistem Pendinginan Terbuka Tak Langsung Water
Cooling Panel (Indirect Cooling Cell EF).
Pada Cooling Panel air pendingin digunakan untuk
mendinginkan Side Wall (dinding) dan roof pada dapur listrik BSP
dan SSP 1, yang sebelumnya menggunakan batu tahan api.
19
2.3.2 Sistem Sirkulasi Pendinginan Terbuka Tidak Langsung
pada Water Cooling Panel (Indirect Cooling Cell EF).
Air masuk dari Pusat Penjernihan Air Krenceng ke Cooling
Tower Cell EF, setelah ditreatment air tersebut dipompakan ke
Dapur Listrik dan LF SSP dan BSP dengan menggunakan pompa-
pompa P1.02.1 s/d P1.02.9 dan kembali ke Cooling Tower.
Untuk kondisi operasi yang sekarang cukup dengan 7 pompa
operasi dan 2 stand by, dengan kapasitas masing-masing 562,5
m³/jam dan tekanan 7 bar. Disamping pompa-pompa tersebut diatas
dilengkapi juga pompa-pompa P1.01.1 dan P1.02.2 untuk By Pass
Gravel Filter
yang digunakan untuk menyaring kotoran yang terdapat pada air
pendingin.
20
2.1.5 Kondisi Operasi Emergency ( POWER PLTU OFF )
2.1.5.1 Kondisi Operasi Emergency (WCP Cell E/F )
Bila terjadi gangguan Power Listrik dari PLTU maka secara otomatis Diesel
Emergency, WCP akan beroperasi dan meng gerakkan 4 (empat) pompa
secara bertahap. Pada kondisi ini jumlah air pendingin ± 60% dari kapasitas
normal yang ter pasang.
Dan apabila terjadi gangguan pada Genset Emergancy maka Pressure
Control Valve untuk air krenceng otomatis akan membuka dan air mengalir
ke sistem Water Cooling Panel dan kemudian kembali ke Cooling Tower
bila tekanan air cukup kuat. Tapi bila tekanan air krenceng rendah, maka air
setelah melalui Cooling Panel akan dibuang ke Drain pipa dengan
terbukanya Valve Control Fill di dapur secara otomatis.
2.15.2. Kondisi operasi Emergency (CLOSED SYSTEM )
Apabila terjadai power dari PLTU off,maka air dari emergency tank akan
mengisi system dgn bantuan tekanan udara + 6 bar dari kompresor V02.1/2
dan dapat mendinginkan mesin-mesin selama + 15 menit melalui valve-
valve emergency yang terbuka secara otomatis dan air kembli akan masuk
lagi ke basin mould dan closed cooling.Apabila tanki emergency tersebut
21
sampai kosong,utk mengisinya kembali di perlukan waktu 4 s/d 5 jam,dan
sementara itu pula Bilet dan Slab harus dlm keadaan tidak beroprasi.
2.4.1 Sistem Pendinginan Tertutup (Closed Cooling).
Sistem ini digunakan untuk :
Pendinginan Mould (Mould Cooling Water).
Pendinginan Closed Machine (Closed Cooling Water).
Untuk Mould Cooling, air mendinginkan bagian mesin
pencetak (Mould) di Concast Billet dan Slab Plant. Untuk Clossed
Machine Cooling, air mendinginkan mesin pada bagian-bagian
Straigthener, Mesin potong (Billet) di Concast Billet dan Slab Plant.
Persyaratan air yang dipakai untuk Closed Cooling Sistem ini
adalah air yang sudah dilunakan (Soft Water) prosesnya adalah
sebagai berikut :
2.4.2. Proses Pembuatan Air Lunak (Soft Water).
Air masuk dari Pusat Penjernihan Air Krenceng dengan meng
gunakan pompa P16. 1/2 melewati Gravel Filter F10/F11 yang
berisi pasir kuarsa yang berfungsi untuk menyaring kotoran seperti
22
lumut, kemudian air dialirkan masuk ke Cation Exchanger C01/C02
yang berisi resin cation. Resin ini digunakan untuk menangkap ion-
ion Magnesium (Mg) dan Calsium (Ca), setelah itu kemudian
masuk kembali masuk Degasser D01 yang dilengkapi dengan
blower V03.1 untuk menghilangkan gas Carbon Dioksida (CO2)
yang ter kandung dalam air, sehingga akhirnya dapat dihasilkan air
yang lunak (Soft Water) dengan total Hardness (TH) nol (Trace).
Soft Water tersebut ditampung di bak 23 untuk mengisi bak-bak
Mould Cooling dan Closed Cooling Billet dan Slab Plant. Apabila
resin yang terdapat dalam C01/C02 sudah mencapai tingkat
kejenuhan dan tidak mampu lagi menangkap ion-ion Ca dan Mg
yang terdapat dalam air, maka resin tersebut harus diregenerasi
dengan mempergunakan HCl 30%. Oleh karena itu air buangan
bekas regenersi sangat asam, maka air tersebut dinetralkan lebih
dahulu dengan soda Lay 46% (NaOH) pada bak netralisasi
kemudian air yang sudah dinertralkan dengan pH harus (7,5-8,5),
dapat dibuang ke laut dengan menggunakan pompa P43.1.
23
Reaksi pembuatan air lunak adalah :
Reaksi pengikatan ion Ca2+ dan Mg2+
R
R – H + Ca 2+ Ca2+ + 2H+
R
Regenerasi oleh HCl :
R R – H
Ca + 2 HCl + CaCl2
R R – H
Dalam air CaCl2 terurai menjadi HCl dan CaO, HCl inilah yang
menyebabkan keasaman.
Reaksi Netralisasi :
HCl + NaOH NaCl + H2O
TH ( Total Hardness) = 10 ppm diregenerasi
24
2.14. Sistem Sirkulasi Pendinginan Tertutup (Closed Cooling).
Soft Water yang ada di bak Mould dan Closed Cooling Billet
dan Slab Plant,dipompakan dengan menggunakan pompa P24. 1/2
ketangki emergency T01/T02 dan T101/T102, kemudian melewati
T03/T04 dan diteruskan ke sistem sirkulasi dengan pompa-pompa
P18. 1/2 dan P21. 1/ 2 serta P17. 1/2 dan P19. 1/2 yang menuju ke
Mould dan Closed Machine di Concast Billet dan Slab Plant.
Setelah mendinginkan mesin-mesin tersebut, temperatur air menjadi
naik, dan untuk menurunkannya kembali, air yang kembali tersebut
dimasukkan ke Heat Exchanger E02/E04 dan E01/E03 untuk
kembali ke sistem sirkulasi.
Jadi pada prinsipnya bila di tangki emergency dan sistem sudah
penuh, air akan bersirkulasi dari pompa-pompa P18, P12, P17, dan
P19 ke Concast, kemudian kembali melewati Heat Exchanger dan
masuk lagi ke pompa sirkulasi. Kecuali apabila ada kebocoran-
kebocoran pada sistem tersebut secara otomatis air akan ditambah
dari tangki emergency melalui tangki T03/T04 atau tangki
T103/T104 dan secara otomatis pula emergency tersebut akan di isi
25
kembali dari basin Mould dan Closed Cooling dengan
menggunakan pompa P24. 1/2 dan P124. 1/2.
Apabila terjadi power PLTU off, maka air dari emergeny tank
akan mengisi sistem dengan bantuan tekanan udara ± 6 bar dari
compressor V02. 1/2 dan dapat mendinginkan mesin-mesin selama
± 15 menit melalui valve-valve emergency yang terbuka secara
otomatis dan air kembali kemudian akan masuk lagi ke basin Mould
dan Closed Cooling. Apabila tangki emergency tersebut sampai
kosong, untuk mengisinya kembali diperlukan waktu 4 sampai 5
jam, dan sementara itu Billet dan Slab harus dalam keadaan tidak
beroperasi. Pada sistem ini air sama sekali tidak kontak langsung
dengan udara luar. Air yang digunakan adalah air yang sudah di
lunakkan yaitu di hilangkan ion Ca, Mg, Si, Fe, dan lain-lain.
MCW/CMC – SSP
Holding Volume : 500 m³
T01/T02 : 175 m³
Tempertur ∆t : 70º C - 50º C = 20º C
mWS rice : 10 - 20 m³/h
26
BAB III
PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM (POTABLE WATER)
Air masuk dari Pusat Penjernihan Air Krenceng dengan
menggunakan pompa P44. 1/2 melewati Header Tank T116 dengan
kontrol level dari T115 masuk di Gravel Filter F112 dan Corbon
Filter F113 dan F114 yang selajutnya akan dipompakan dengan
menggunakan pompa P47. 1/2/3 ke konsumen. Untuk memenuhi
persyaratan sebagai air minum, maka diadakan penginjeksian.
Bahan pembunuh bakteri yaitu chlorine dan tekanan udara non
lubrication dengan urutan-urutan sebagai berikut :
1. Diinjeksikan High Chlorin pada inlet F44. 1/2 dengan dosis 5
ppm Cl2.
2. Pada outlet P14. 1/2 diinjeksikan tekanan udara ± 7 bar
dengan flow
3. ± 0,5 m³/h kegunaanya untuk menghilangkan zat besi (Diffet
Sation/Ironitation).
4. Dan untuk pengaman maka pada pipa sebelumnya masuk ke
storage tank T115 diinjeksikan chlorine lagi dengan dosis ±
0,5 ppm.
27
Maka dengan dikontrol oleh level dari Header Tank T17, pompa
P47. 1/2/3 akan beroperasi memenuhi kebutuhan konsumen, dengan
kapasitas maxsimum 60 m³/jam. Namun karena jumlah pemakaian
air minum pada saat ini melebihi kapasitas yang ada, maka perlu
direncanakan kembali untuk penambahan kapasitas sehingga dapat
seimbang dengan jumlah pemakaian.
Peningkatan kebutuhan akan air minum ini terjadi terutama
setelah adanya pengembangan unit-unit pabrik dan kantor-kantor
baru. Tetapi proses pembuatan air minum (potable water) ini sudah
lama tidak digunakan lagi.
BAB IV
AIR HYDRANT
Air ini khususnya digunakan untuk pemadaman kebakaran
pada lokasi-lokasi tertentu seperti :
DR Plant.
Slab Plant.
Oxigent Plant dan lain-lain.
28
Data-datanya sebagai berikut :
Volume maximum : 300 m³/h
Volume minimum : 30 m³/h
Pressure : 7 bar
Temperature : ± 29° C
Air hydrant ini diambil langsung dari pipa air Krenceng
dengan tekanan ± 4,5 bar, namun karena pompa P103.1/2/3 ini
memerlukan inlet 2 bar, maka dipasang PVC 103 (Pressure Control
Valve).
Disamping pompa-pompa tersebut juga dipasang “Jockey Pump”
P103.4 yang kapasitas 34 m³/h dan tekanan 7 bar, dan pompa inilah
yang beroperasi terus menerus, sedangkan pompa P103.1/2/3 akan
beroperasi tergantung dari pemakaian pada plant-plant yang
membutuhkannya.
29
BAB V
FLUIDA LAINNYA
5.1. Udara Tekan.
Udara tekan dari Fluid Centre didapat dari :
- Compressor V06.1/2/3 dengan kapasitas : 2870 Nm³/h
dan tekanan ± 7 bar.
- Compressor V106.1/2/3 dengan kapasitas : 4500 Nm³/h
Dan tekanan ± 7 bar.
- Comporessor V106.4 dengan kapasitas : 2436 Nm³/h
Dan tekan 7,9 bar.
Total : 9806 Nm³/h
Kapasitas yang diperlukan oleh BSP dan SSP : 5750 Nm³/h
Udara dari compressor tersebut sebelum dipakai langsung oleh
Billet Plant, Slab Plant, Central Workshop dan jalur pemakaian
yang lain terlebih dahulu melewati :
Separator oil, separator oil atau kotoran, kemudian melewati Air
Dryer untuk menghilangkan kelembaban disalurkan ke plant-plant
yang membutuhkan. Adapun pemakaian udara tersebut adalah untuk
electrical dan mechanical worskhop, furnace, concast, mesin potong
Slab Plant, Billet Plant, dan lain-lain.
30
5.2. Solar (Minyak Diesel).
Minyak solar ini dapat digunakan untuk melayani beberapa mesin-
mesin :
3 unit Diesel Emergency Generator 1800 KVA.
Flushing alat-alat untuk Reavy Fuel Oil System (Residu).
Pengisian Charging Mesin Billet dan Slab Plant.
Alat-alat pemanasan (Preheating).
Kendaraan-kendaraan angkut dan lain-lain.
Untuk kebutuhan-kebutuhan tersebut diatas dilayani dengan
menggunakan pompa P39.1/2 yang berkapasitas 105 1/sec. Dan
tekanan 4-4,5 bar. Ada pun volume dari storange tank solar adalah
100.000 liter.
5.3 Nitrogent.
Pemakaian nitrogent di Fluid Centre adalah tidak begitu banyak,
diantaranya adalah sebagai berikut :
Di hubungkan dengan emergency water system, namun selama
ini kami cukup dengan udara comp.V01.1/2 yang bertekanan
sekitar 30 bar.
Di gunakan untuk pengoperasian Surge Tank yang ada di Fluid
Centre, dan ini pun relatif kecil.
31
BAB VI
PEMAKAIAN BAHAN KIMIA DI WTP – 1
1. Kurilex L107S
Fungsi : Bahan kimia penghambat korosi untuk
sistem air pendingin sirkulasi tertutup.
Pemakaian : Dosis maintenance = 400-800 ppm vs HW.
2. Nalco 7302
Fungsi : Untuk mencegah terbentuknya deposit besi
dimana sangat potensial terjadi di sistem
terbuka.
Pemakaian : 30 ppm vs blowdown
3. Nalco 7330
Fungsi : Untuk memperkecil pembentukan slime
dan efektif untuk mengontrol pertumbuhan
mikroorganisme.
Pemakaian : 50 ppm vs holding volume tiap 2 minggu.
32
4. Nalco 7340 L
Fungsi : Untuk mencegah pertumbuhan alga.
Pemakaian : 0,2-0.5 ppm residual.
5. Nalco 8101
Fungsi : Bahan bantu untuk memperbesar partikel
besi sehigga tertangkap di gravel filter.
Pemakaian : 1-2 ppm vs recirculation rate.
6. Kurizet S204S
Fungsi : Untuk menghambat korosi pada sistem air
pendingin tebuka.
Pemakaian : 200 ppm vs holding water.
7. Kurizet T225S
Fungsi : Untuk menghambat kerak pada sistem air
pendingin terbuka.
Pemakaian : 200 ppm vs holding water.
33
8. Kurizet S117S
Fungsi : Untuk menghambat kerak dan korosi pada
sistem pendingin terbuka.
Pemakaian : 50-150 ppm vs total blowdown rate.
9. Polycrin A496S
Fungsi : Untuk mengontrol pertumbuhan slime dan
bio dispersant
Pemakaian : 50-200 ppm vs HW.
10. Polycrin A411S
Fungsi : Untuk membunuh bakteri atau mikroorganime
secara oksidasi.
Pemakaian : 0,5-1 ppm.
34
BAB VII
PERMASALAHAN DALAM SISTEM AIR PENDINGINANDI WTP 1
Pada umumnya permasalahan dalam sistem air pendinginan
ada 3 (tiga) macam yaitu :
1. Korosi.
2. Kerak.
3. Slime dan Fouling (Mikroorganisme).
Air yang digunakan pada sistem air pendingin mengandung
beberapa hal antara lain :
1. Padatan Terlarut.
2. Gas Terlarut.
3. Mikrooganisme.
Permasalahan yang timbul dalam sistem air pendingin dan
problem yang di timbulkan adalah :
1. Korosi (karatan).
- Efesiensi perpindahan panas menurun.
- Pipa bocor.
- Pipa tersumbat.
35
2. Kerak (Scale).
- Kekuatan mekanis pipa menurun.
- Tekanan pompa naik dan aliran menurun.
- Laju korosi naik.
3. Slime dan Fouling.
- Konsumsi bahan kimia naik.
- Pengendapan lumpur pada basin cooling tower.
7.1 Korosi.
Korosi adalah suatu proses elektromika dimana suatu besi baja
kembali ke status alamiahnya (besi oksida atau karat). Karena
proses korosi yang bersifat alamia tersebut maka korosi tidak dapat
dihilangkan tapi bisa dikurangi dan diperlambat sampai batas yang
bisa diterima.
36
7.1.1 Beberapa Jenis korosi.
a. Korosi menyeluruh (General Corrosion).
Terjadi secara hampir merata pada permukaan metal atau logam,
jenis korosi ini relatif tidak berbahaya dan pengendaliannya mudah.
b. Korosi Satu Tempat (Pitting Corrosion).
Terjadi hanya pada satu titik tertentu dan agak sulit diprediksi.
Korosi ini sangat berbahaya karena dalam waktu singkat bisa
menyebabkan kebocoran dan sulit dikendalikan karena sulit
mendeteksinya. Dalam kondisi tertentu metal non ferrous (misal :
alloy tembaga atau alloy alumunium) yang mudah terserang korosi
jenis ini.
c. Korosi Galvanis (Galvanized corrosion).
Terjadi bila dua metal atau logam yang berlainan (beda
potensial) bertemu pada permukaan. Pada dasarnya peristiwa korosi
adalah karena beda potensial baik itu di akibatkan oleh kondisi yang
tidak homogen.
37
7.1.2. Parameter Air yang Mempengaruhi Korosi.
Beberapa Faktor yang mempengaruhi korosi adalah :
1. Oksigen atau gas-gas terlarut (dissolved oxygen and others),
Oksigen yang terlarut dalam air membantu reaksi pada katoda,
jenis gas yang terlarut dalam air seperti H2S, Ammonia (NH3)
yang bersifat korosif.
2. Zat-zat terlarut dan tidak terlarut (dissolved and suspended
matters).
Zat-zat yang terlarut : garam-garam elektrolit terutama (Cl-),
klorida dan (SO4²-) Sulfat, mempengaruhi reaksi korosi
dengan menaikkan konduktifitas air. Semakin tinggi
konduktifitas laju korosi makin tinggi.
Zat-zat yang tidak terlarut : (suspunded matters) mempercepat
korosi, karena zat yang tidak terlarut akan menimbulkan
endapan pada permukaan metal sehingga terjadi korosi satu
tempat. Endapan ini bersifat abrasif (menggores permukaan
logam).
3. Alkalinitas dan pH (alkalinity and acidity).
pH yang rendah (-7) meningkatkan kelarutan metal dan lapisan
film korosi, disamping itu juga mempercepat reaksi pada katoda.
4. Kecepatan aliran air (velcocity of stream).
38
Kecepatan aliran air yang rendah mengakibatkan bahan pengotor
akan (foulants) mengendap pada permukaan logam sehingga
terjadi sel korosi setempat. Endapan ini juga mengganggu kerja
lapisan film korosi.
5. Suhu (temperature).
Kenaikan suhu ± 10°C mengakibatkan kecepatan reaksi korosi
menjadi ± 2 kali lipat. Akan tetapi bila sudah melebihi 71°C
maka pengaruh terhadap kecepatan reaksi relatif kecil.
6. Pertumbuhan mikroorganisma (growth of microoganisme).
Pertumbuhan mikroorganisme menghasilkan endapan yang
mengakibatkan sel korosi dibawahnya. Disamping itu sejumlah
mikroorganisme menghasilkan produk-produk korosi seperti gas
H2S atau bereaksi dengan corrosion inhibitor yang ditambahkan
misalnya merubah Nitrit menjadi Nitrat.
7.1.3. Cara - Cara Mengatasi Korosi.
Korosi dapat diatasi atau dikendalikan dengan beberapa cara
yaitu sebagai berikut :
a. Pemilihan peralatan yang tahan korosi pada lingkungan yang
korosifitasnya tinggi.
b. Pengontrolan parameter air (pH, Alkalinity, Siklus konsen
trasi, konduktifitas).
39
c. Pelapisan pada permukaan metal (cat, rubber linings, coating,
ceramics lining, plastic).
d. Penggunaan teknik pencegahan katodik (cathodic protection)
dengan arus listrik atau anoda karbon.
e. Pemberian bahan kimia penghambat korosi (corrosion
inhibitor).
7.2. Kerak.
Kerak adalah lapisan yang cukup tebal pada permukaan metal
yang sebagian besar terdiri dari zat-zat an-organik, yaitu endapan
yang terjadi dalam logam seperti (CaCO3, MgCO3, CaSiO4,
MgSiO4), yang disebabkan oleh air pendingin itu mengandung
garam Ca, Mg, SiO2, dan garam-garam tersebut akan mengendap
jika titik jenuh kelarutannya melewati batas kelarutannya (lewat
jenuh).
7.2.1 Jenis kerak yang terdapat dalam sistem pendingin ada 4
(empat) yaitu :
1. Kalsium dan Kalsium karbonat.
2. Zinc phosphates.
3. Kalsium sulfat.
4. Silika dan magnesium silika.
40
7.2.2 Parameter Air yang Mempengaruhi Kerak.
Mekanisme terjadi kerak disebabkan oleh 5 (lima) faktor yaitu :
1. Suhu.
2. pH dan alkalinitas.
3. Konsentrasi zat-zat terlarut yang menyebabkan terjadinya
kerak.
4. Konsentrasi zat-zat lain (terlarut dan tidak terlarut) yang
bukan komponen pembentuk kerak.
5. Kecepatan aliran air.
Faktor-faktor ini, yang akan diakibatkan adalah sebagai berikut :
1. Pada temperatur tinggi kelarutan CaCO3 Menurunkan se
hingga mudah mengendap.
2. Bila alkalinitas tinggi kelarutan CaCO3 menurunkan sehingga
mudah mengendap.
3. Semakin tinggi pH semakin mudah terjadinya pengerakkan.
4. Banyaknya zat terlarut membuat larutan cepat jenuh sehingga
memudahkan terjadinya kerak.
5. Kecepatan air yang terlalu rendah mengakibatkan pengen
dapan secara alami semakin mudah.
6. Besi yang terlarut dapat bereaksi dengan zat lain atau oksigen
mengakibatkan terbentuknya endapan besi oksida.
41
7.2.3 Cara mengatasi kerak.
Ada beberapa cara yang paling umum untuk mengatasi kerak
yaitu :
1. Proses pelunakan (softening) atau demineralisasi (demin
eralizing)
2. Pengaturan pH dengan menambahkan asam dan basa.
3. Penambahan bahan kimia pencegah kerak (scale dispersant).
4. Mengontrol siklus pemekatan (kualitas air).
5. Pengaturan mekanis (mengatur kecepatan, mengurangi beban
panas).
7.3 Slime dan Fouling (mikroorganisme).
Microbial slime adalah tumbuhan atau jasad renik yang bersifat
licin dan menempel seperti gelatin, sedangkan Fouling adalah
endapan slime yang bercampur dengan pengotor dalam air (lumpur,
pasir, debu, produk korosi, sisa-sisa bahan kimia,dan lain-lain)
selain kerak yang mengganggu operasi sistem pendingin.
Microbial slime atau biasa di sebut slime, yang mempercepat
terjadinya proses fouling karena slime bersifat sebagai filter dalam
air pendingin lumpur, pasir, debu, produk korosi, jasad mikroor
ganisme yang telah mati, sisa-sisa bahan kimia yang tidak dapat
42
larut dalam air akan melekat pada slime dan menempel pada per
mukaan metal atau logam.
Air dalam sistem pendingin tidak bisa dari mikroorganisme
karena secara alami adalah tempat yang baik bagi pertumbuhannya.
Yang bisa dilakukan adalah mengendalikan jumlahnya. Tetapi
tidak semua mikroorganisme yang hidup dalam air bersifat me
rugikan. Yang merugikan adalah yang menghasilkan (microbial)
slime atau mikroorganisme yang menghasilkan produk-produk yang
merugikan seperti gas-gas bersifat reduktor atau oksidator.
7.3.1 Faktor - faktor yang mempengaruhi slime dan fouling.
Faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut :
1. Karakteristik air.
Beberapa parameter air seperti zat-zat terlarut (dissolved solids),
zat-zat tersuspensi (dissolved solids) yang dapat mempercepat
fouling bila melebihi ambang batas.
2. Suhu (temperatur).
Semakin tinggi temperatur fouling makin mudah terjadi. Pada
umumnya suhu pada pertumbuhan mikroorganisme adalah 30°C-
40°C dan ada beberapa yang dapat hidup pada suhu lebih tinggi.
43
3. Kecepatan aliran.
Pada kecepatan yang rendah yaitu kurang dari 30 cm/sec (1ft/sec)
fouling mudah terjadi karena zat-zat tersuspensi akan mengendap
(natural settling).
4. Pertumbuhan mikroorganisme.
Adalah penyebab utama terjadinya fouling. Mikroorganisme
dapat tumbuh pada semua permukaan dan bila ada pengotor debu,
pasir, lumpur yang melekat maka fouling cepat berkembang.
Penyebab pertumbuhan mkroorganisme antara lain :
a. bahan makanan (nutrieat) : karbonat atau senyawa lain.
b. lingkungan sekitar : sinar matahari, oksigen terlarut, dll.
c. pH : Ph pertumbuhan mikroorganisme 6,5
– 9,0.
d. Temperatur : tergantung jenis biasanya (70°F - 140°F).
5. Produk korosi.
Produk korosi yang tidak karut dalam air (karat) dapat me
nempel pada slime dan membentuk fouling.
44
6. Kontaminasi proses
Material yang masuk karena kebocoran alat pemindah panas
(heat exchanger) dapat mengakibatkan fouling yang serius
karena :
Terjadi endapan yang tidak larut.
Menjadi bahan bahan makanan mikroorganisme dan per
tumbuhannya tidak terkendali.
Dapat bereaksi dengan kerak atau bahan kimia pencegah
korosi (corrosion inhibitor).
7.3.2 Cara mengatasi Slime dan Fouling.
Beberapa cara mengatasinya adalah sebagai berikut :
1. Mengurangi pengotor atau kontaminan yang masuk ke sistem
pendingin.
Bahan pengotor yang mudah masuk antara lain debu, pasir,
serangga (hewan) kecil yang dapat dikurangi dengan design
Cooling Tower yang tepat dan memasang Insect Lamp.
45
Menjaga kualitas air make up (turbidity, suspended solids).
Kontrol korosi dan kerak yang baik.
2. Mengurangi pertumbuhan mikroorganisme dengan biocides.
Ada tiga macam biocides yaitu Oxidicing biocides, Non
Oxidicing biocides, dan Biodispersants.
3. Melakukan penyaringan sebagian (side stream filtration).
Disamping blwdown cara mengurangi kotoran dan suspended
solids dalam air pendingin adalah penyaringan sebagian (side
stream filtration) kira-kira 5% dari resirkulasi.
46
BAB VIII
PENUTUP
A. KESIMPULAN.
Setelah mengadakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) akhirnya
siswa/i mengetahui yang sebenarnya perbedaan dari hasil teori yang
diberikan sekolah dengan praktek lapangan WTP-1 Fluid Centre PT.
Krakatau Steel serta mengetahui bahan-bahan yang belum diadakan
pelaksanaan praktek di sekolah.
Disamping itu terdapat pengetahuan yang lebih baik dari disiplin
serta peraturan-peraturan kerja sebagai tenaga kerja sementara, yang
nantinya kelak akan kami terapkan pada lingkungan sebenarnya.
Kami menyimpulkan bahwa perlu adanya persamaan yang sesuai
antara teori di sekolah dengan kondisi yang dilapangan (Industri PT.
Krakatau Steel).
Adapun hal ini diluar dari Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini
kami merasa puas dan bersikap dewasa sebagaimana layaknya
seorang pekerja yang sebenarnya dan dari sikap inilah kami
melakukan sesuatu perbuatan atau pekerja akan selalu menggunakan
perhitungan dan pemikiran yang matang.
47
B. SARAN-SARAN
Kepada siswa/i yang melakukan PKL di Industri Krakatau Steel,
demi kelancaran dalam melaksanakan tugas-tugas ditempat paraktek
hendaknya memenuhi dan mentaati segala peraturan yang
ditetapkan dilingkungan tempat praktek.
Adapun saran kami adalah :
Siswa/i yang akan praktek hendaknya menganalisa terlebih
dahulu dan mengenali tempat pelaksanaan praktek.
Siswa/i yang harus mempersiapkan diri untuk patuj disiplin
serta melaksanakan peraturan yang telah ditetapkan.
Kepada pihak perusahaan diharapkan dapat memberikan
kemudahan kepada siswa/i yang akan melaksanakan praktek
di industri atau perusahaan serta memberikan bimbingan
sesuai tujuan PKL.
Kepada pembimbing PKL disekolah diharapkan untuk
memonitor siswa/i yang melaksankan praktek di industri serta
memberikan arahan yang tepat.
48