lapkas dermatitis atopik dania all

33
Laporan Kasus DERMATITIS ATOPIK Disusun Oleh: Dania Saraswati Pembimbing: Nanda Earlia BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2015

Upload: endirasadiherman

Post on 10-Dec-2015

47 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

TRANSCRIPT

Page 1: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

Laporan Kasus

DERMATITIS ATOPIK

Disusun Oleh:

Dania Saraswati

Pembimbing:

Nanda Earlia

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

2015

Page 2: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.

Shalawat beserta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang

telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah, juga kepada

sahabat dan keluarga beliau.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Nanda Earlia, Sp. KK

yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam

penyusunan laporan kasus ini dan para dokter di bagian/ SMF Ilmu Kesehatan

Kulit dan Kelamin yang telah memberikan arahan serta bimbingan hingga

terselesaikannya laporan kasus ini.

Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah laporan kasus.

Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa

penyebabnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan terhadap

laporan kasus ini demi perbaikan di masa yang akan datang.

Banda Aceh, Januari 2015

Penulis

Page 3: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv

PENDAHULUAN.................................................................... ...................... 1

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3

Definisi ............................................................................................. 3

Etiologi................................................................... .............................. 3

Epidemiologi ........................................................................................ 3

Patofisiologi ......................................................................................... 4

Gejala Klinis ......................................................................................... 6

Penegakan Diagnosis ........................................................................... 7

Diagnosis Banding ............................................................................... 8

Penatalaksanaan ................................................................................... 9

LAPORAN KASUS ....................................................................................... 18

Identitas Pasien ..................................................................................... 18

Anamnesis................................................................... ......................... 18

Pemeriksaan Fisik Kulit ....................................................................... 19

Diagnosis Banding ............................................................................... 20

Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 20

Resume ............................................................................................. 21

Diagnosis Klinis..................... .............................................................. 21

Tatalaksana ........................................................................................... 21

Edukasi ............................................................................................. 22

Prognosis........................................................... ................................... 22

DISKUSI KASUS ........................................................................................... 23

LAMPIRAN .................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27

Page 4: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kriteria Mayor dan Minor Dermatitis Atopik ..................................... 7

Tabel 2 Potensi Relatif Glukokortikoid ........................................................... 14

Tabel 3 Efek Samping Kortikosteroid Sistemik .............................................. 15

Tabel 4 Potensi Kortikosteroid Topikal ........................................................... 16

Page 5: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Patofisiologi Dermatitis Atopik ...................................................... 5

Gambar 2 Gambaran klinis DA pada dewasa .................................................. 7

Gambar 3 Skema Pendekatan Pada Pasien DA ............................................... 9

Page 6: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Diagnosis Banding........................................................................ 25

Page 7: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

PENDAHULUAN

Dermatitis atopik (DA) merupakan inflamasi pada kulit yang bersifat

kronik berulang yang disertai dengan rasa gatal dan sering terjadi pada anak-anak

dan dewasa. Dermatitis atopik sering dikaitkan dengan peningkatan

Imunoglobulin E (IgE) dan penyakit atopi lainnya seperti rhinitis alergika dan

asma bronkial. Dermatitis atopik disebut juga dengan ekzema atopik.1

Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit yang paling umum pada

penyakit alergi, yang mempengaruhi 1- 20% dari populasi. Prevalensinya

mencapai 80% kasus pada anak di bawah 2 tahun. Tidak ada perbedaan antara

jenis kelamin di tahun-tahun pertama kehidupan, tetapi yang paling sering pada

wanita (60%) dibandingkan pada laki-laki (40%) setelah berusia 6 tahun.

Dermatitis atopik ini biasanya cenderung untuk mengalami kekambuhan sebelum

usia 5 tahun pada 40-80 % kasus dan 60- 90% pada usia 15 tahun.2

Adanya perbedaan prevalensi dan insidensi dermatitis atopik mungkin

karena berbagai alasan, termasuk kriteria diagnostik yang dipilih di masing-

masing negara. Namun, beberapa badan internasional menggunakan alat

diagnostik yang sama ternyata memiliki perbedaan signifikan, dikarenakan faktor

genetika dan faktor lingkungan.2

Di Indonesia tahun 2012 terdapat 1,1 % pasien

DA berusia 13-14 tahun. Sedangkan tahun 2013 dari laporan 5 rumah sakit yang

melayani dermatologi anak yaitu Dr. Hasan Sadikin Bandung, RS Dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta, RS Adam Malik Medan, RS Dr. Kandou Manado, RSU

Palembang dan RSUD Sjaiful Anwar malang tercatat sejumlah 261 kasus diantara

2356 pasien baru (11,8%). 3

Penyebab terjadinya DA merupakan hasil interaksi kompleks antara

kelainan genetik yang menyebabkan terjadinya gangguan sawar kulit, gangguan

pada sistem imun bawaan dan respon imunologik yang meningkat terhadap

alergen. Terdapat dua jenis bentuk DA, yakni bentuk ekstrinsik (Ig-E associated)

dan bentuk intrinsik (non Ig-E associated). Pada bentuk ekstrinsik terjadi

sensitisasi terhadap alergen lingkungan yang disertai dengan peningkatan serum

IgE, sedangkan bentuk intrinsik terjadi sensitisasi terhadap alergen lingkungan

disertai dengan serum IgE yang rendah.4

Page 8: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

Terapi DA membutuhkan pendekatan sistematis dan multifaktorial yang

merupakan kombinasi hidrasi kulit, terapi farmakologis, identifikasi dan eliminasi

faktor penyebab seperti iritan, alergen, agen infeksi, dan stres emosional yang

bersifat individual. Agen topikal digunakan untuk terapi penyakit yang

terlokalisasi dan ringan, sedangkan fototerapi dan agen sistemik digunakan untuk

yang lebih luas dan berat 5

Page 9: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Dernatitis atopik merupakan penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat

kronik berulang yang disertai dengan rasa gatal dan dapat terjadi pada anak-anak

dan dewasa. Dermatitis atopik sering dikaitkan dengan peningkatan

imunoglobulin E (IgE) dan penyakit atopi lainnya seperti rhinitis alergika dan

asma bronkial.1

Etiologi

Penyebab terjadinya DA merupakan hasil interaksi kompleks antara

kelainan genetik yang menyebabkan terjadinya gangguan sawar kulit, gangguan

pada sistem imun bawaan dan respon imunologik yang meningkat terhadap

alergen. Terdapat dua jenis bentuk DA, yakni bentuk ekstrinsik (Ig-E associated)

dan bentuk intrinsik (non Ig-E associated). Pada bentuk ekstrinsik terjadi

sensitisasi terhadap alergen lingkungan yang disertai dengan peningkatan serum

IgE, sedangkan bentuk intrinsik terjadi sensitisasi terhadap alergen lingkungan

disertai dengan serum IgE yang rendah. Selain pengaruh faktor genetik yang

berperan, ada karakteristik lain yang berperan dalam terjadinya DA yaitu:4

1. Fungsi sawar kulit (seperti kulit kering) yang abnormal akibat metabolisme

lipid dan/atau epidermis yang abnormal pada kulit, seperti defisiensi

inhibitor protease.

2. Kolonisasi mikroba abnormal dengan organisme patogen seperti

Staphylococcus aureus atau Malassezia furfur dan selanjutnya

meningkatkan kecenderungan menjadi infeksi kulit.

3. Pengaruh psikosomatis yang kuat dengan ketidakseimbangan dalam sistem

saraf otonom yang mengakibatkan peningkatan produksi mediator dari

berbagai sel inflamasi.

Epidemiologi

Dermatitis atopik merupakan salah satu penyakit kulit yang paling umum

yang mempengaruhi hingga 20% pada anak-anak dan 1-3% pada orang dewasa di

sebagian besar negara dari dunia. DA sering merupakan dampak utama dalam

Page 10: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

perkembangan penyakit atopik lain seperti rhinitis dan atau asma.4 Angka

prevalensinya meningkat pesat pada dekade terakhir. Di Indonesia tahun 2012

terdapat 1,1 % pasien dermatitis atopik berusia 13-14 tahun. Sedangkan tahun

2013 dari laporan 5 rumah sakit yang melayani dermatologi anak yaitu Dr. Hasan

Sadikin Bandung, RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS Adam Malik Medan,

RS Dr. Kandou Manado, RSU Palembang dan RSUD Sjaiful Anwar malang

tercatat sejumlah 261 kasus diantara 2356 pasien baru (11,8%). 3

Imunopatogenesis

Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamatori dengan gejala gatal

yang terjadi akibat interaksi komplek yang mengakibatkan tidak efektifnya sawar

kulit, kerusakan sistem imun, dan meningkatnya respon imunologik terhadap

alergen dan antigen mikrobial. Menurunnya fungsi sawar kulit akibat penurunan

regulasi gen cornified envelope (filaggrin dan loricrin), penurunan level ceramid,

peningkatan level enzim proteolitik endogen, dan peningkatan kehilangan cairan

trans-epidermal.5

Penggunaan sabun dan detergen ke kulit akan meningkatkan pH, yang

berakibat meningkatkan aktivitas protease endogen, yang selanjutnya menambah

kerusakan fungsi sawar kulit. Sawar epidermis dapat pula dirusak oleh pajanan

protease eksogen S aureus. Perubahan epidermis tersebut berpengaruh dalam

meningkatkan absorpsi alergen dan kolonisasi mikrobial ke dalam kulit.5

Sitokin dan Kemokin

Interaksi yang kompleks dari barier kulit, genetik, lingkungan,

farmakologi, dan faktor imunologi. Reaksi hipersensitivitas tipe I (IgE-mediated)

terjadi sebagai akibat dari pelepasan zat vasoaktif dari sel mast dan basofil yang

telah peka oleh interaksi antigen dengan IgE. Peran IgE dalam DA masih belum

sepenuhnya diketahui, namun sel langerhans memiliki afinitas tinggi terhadap

reseptor IgE melalui reaksi yang dimediasi. TH1 dan TH2 berkontribusi pada

peradangan kulit dermatitis atopik. Infiltrasi sel T pada DA dikaitkan dengan

interleukin (IL) 4 dan IL-13, dan peradangan kronis pada DA ditandai dengan

peningkatan IL-5, granulosit-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF),

IL-12 dan interferon (IFN). Dengan demikian, peradangan kulit pada DA

menunjukkan pola bifasik aktivasi sel T.6

Page 11: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

Dermatitis atopik akut disertai dengan produksi sitokin dari sel Th2, IL-4

dan IL-13, yang memediasi pergeseran isotip imunoglobulin ke sintesis IgE, dan

upregulasi ekspresi molekul adesi pada sel endotel. Sebaliknya, IL-5 berperan

dalam perkembangan dan kelangsungan hidup eosinofil, dan hal ini dominan pada

DA kronik. Produksi GM-CSF yang meningkat akan menghambat apoptosis

monosit, sehingga berkontribusi dalam persistensi DA. Bertahannya DA kronik

melibatkan pula sitokin sel Th1-like, IL-12 dan IL-18, IL-11, dan TGF-β1. 5

Gambar 1. Patofisiologi Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik berhubungan erat dengan faktor genetik. DA adalah

penyakit yang diturunkan secara familial dengan pengaruh kuat ibu. Terdapat

peran potensial dari gen barier kulit dan gen respon imun. Hilangnya fungsi akibat

mutasi protein sawar epidermal, terbukti merupakan faktor predisposisi utama

DA. Gen filaggrin terdapat pada kromosom 1q21, yang mengandung gene (loricrin

dan S100 calcium binding proteins) dalam kompleks diferensiasi epidermal, yang

diketahui diekspresikan selama diferensiasi terminal epidermis. Analisis DNA

microarray membuktikan adanya upregulasi calcium binding proteins dan

downregulasi loricrin dan filaggrin pada DA. Variasi dalam gen SPINK5 (yang

diekspresikan dalam epidermis teratas) yang menghasilkan LEK1, menghambat 2

serine proteases yang terlibat dalam skuamasi dan inflamasi (tryptic dan chymotryptic

Page 12: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

enzymes), mengakibatkan gangguan keseimbangan antara protease dan inhibitor

protease. Ketidakseimbangan tersebut berkontribusi dalam inflamasi kulit pasien DA. 5

Selain respons imun pada kulit di atas, terjadi juga perubahan respons

imun sistemik pada DA, sebagai berikut:7

1. Sintesis IgE meningkat

2. IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat, termasuk terhadap

makanan, aeroalergen, mikroorganisme, toksin bakteri, dan autoalergen

3. Ekspresi CD23 (reseptor IgE berafinitas rendah) pada sel B dan monosit

meningkat

4. Pelepasan histamin dari basofi l meningkat

5. Respons hipersinsitivitas lambat terganggu

6. Eosinofilia

7. Sekresi IL-1, IL-5, dan IL-3 oleh sel Th2 meningkat

8. Sekresi IFN-γ oleh sel Th1 menurun

9. Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat

10. Kadar CAMP-fosfodiesterase monosit meningkat, disertai peningkatan IL-

10 dan PGE2.

Gejala Klinis

Keluhan gatal adalah gambaran menonjol dari DA, dimanifestasikan

sebagai hiperreaktivitas kulit dan garukan setelah pajanan alergen, perubahan

kelembaban, keringat berlebihan, dan iritan konsentrasi rendah.5

Keluhan gatal dapat intermiten sepanjang hari dan lebih parah menjelang

senja dan malam. Sebagai konsekuensi keluhan gatal adalah garukan, prurigo

papules, likenifikasi, dan lesi kulit eksematosa. Lesi akut ditandai keluhan gatal

intens, papul eritem disertai ekskoriasi, vesikel di atas kulit eritem, dan eksudat

serosa. Lesi subakut ditandai papul eritem, ekskoriasi, skuamasi. DA kronik

ditandai oleh plakat kulit tebal, likenifikasi (accentuated skin markings), dan

papul fibrotik (prurigo nodularis). 5

Distribusi dan pola reaksi kulit bervariasi menurut usia pasien dan

aktivitas penyakit. Pada bayi, DA umumnya lebih akut dan terutama mengenai

wajah, scalp, dan bagian ekstensor ekstremitas. Daerah diaper (popok) biasanya

tidak terkena. Pada anak yang lebih tua, dan pada yang telah menderita dalam

Page 13: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

waktu lama, stadium penyakit menjadi kronik dengan likenifikasi dan lokalisasi

berpindah ke lipatan fleksura ekstremitas. 5

Dermatitis atopik sering mereda dengan pertambahan usia, dan individu dewasa

tersebut mempunyai kulit yang peka terhadap gatal dan peradangan bila terpajan iritan

eksogen. Eksema tangan kronik mungkin merupakan manifestasi primer dari banyak

orang dewasa dengan DA. 5

Gambar 2. Gambaran klinis DA pada dewasa

Penegakan Diagnosis

Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Tidak ada gambaran klinis tunggal pembeda atau tes laboratorium diagnostik

untuk DA, sehingga diagnosis didasarkan pada temuan klinis oleh Hanifin &

Rajka (Tabel 1.1).

Tabel 1. Kriteria mayor dan minor dermatitis atopik5

Kriteria Mayor

( ≥ 3) Kriteria Minor (≥ 3)

1. Gatal

2. Morfologi dan

distribusi lesi

khas:

likenifikasi

fleksural atau

hiperlinearis

pada dewasa.

Mengenai wajah

dan ekstensor

pada bayi dan

1. Kulit kering

2. Iktiosis/hiperlinea

s palmar/keratosis

pilaris

3. Peningkatan kadar

IgE serum

4. Usia awitan dini

5. Kecenderungan

mendapat infeksi

kulit akibat

gangguan imunitas

11. Keratokonus

12. Katarak subkapsuler

anterior

13. Hiperpigmentasi daerah

orbita

14. Kemerahan/kepucatan di

pipi

15. Pitiriasis alba

16. Dermatitis di lipatan

leher anterior

17. Gatal bila berkeringat

Page 14: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

anak.

3. Dermatitis

kronik atau

kronik berulang.

4. Riwayat atopi

pada pasien atau

keluarga.

seluler

6. Kecenderungan

mendapat

dermatitis non

spesifik pada

tangan dan kaki

7. Eksema pada

putting susu

8. Kelitis

9. Konjungtivitis

berulang

10. Lipatan orbita

Dennie-Morgan

18. Intoleransi terhadap wol

dan pelarut lemak

19. Aksentuasi perifolikuler

20. Intoleransi makanan

21. Perjalanan penyakit

dipengaruhi

lingkungan/emosi

22. Dermografisme

putih/delayed blanch

Diagnosis Banding

Dalam diagnosis banding, terdapat sejumlah penyakit kulit inflamasi,

imunodefisiensi, penyakit genetik, penyakit infeksi, dan infestasi yang mempunyai

gejala dan tanda yang sama dengan DA, yaitu: 5

1. Dermatitis kontak (alergik dan iritan)

2. Dermatitis seboroik

3. Skabies

4. Psoriasis

5. Iktiosis vulgaris

6. Dermatofitosis

7. Eczema asteatotik

8. Liken simplek kronikus

9. Dermatitis numularis

Page 15: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

Penatalaksanaan

Gambar 3. Skema Pendekatan Pada Pasien DA5

Pasien dengan riwayat dermatitic pruritis

Gejala pada pasien dimasukkan dalam kriteria Hanifin-

Rajka

Langkah-langkah perawatan kulit secara umum :

1. Edukasi

2. Hidrasi kulit dan pemakaian emolien/ pelindung sawar kulit

3. Menghindari iritan

4. Identifikasi dan hindari alergen pencetus

5. Penggunaan terapi antiinflamasi (topikal steroid, oenghambat

calcineurin topikal)

6. Pemberian obat antipruritus (antihistamin sedatif)

7. Identifikasi dan pengobatan terhadap infeksi sekunder seperti

bakteri, virus atau jamur.

8. Pengobatan terhadap aspek psikososial penyakit.

+ -

Pikirkan diagnosa lainnya.

Keberhasilan terapi +

Titrasi terapi topikal, hanya menggunakan emolien/

pelindung sawar kulit. Untuk steroid topikal dan calceneurin

topikal diberikan jika perlu saja

-

Tinjau kembali diagnosa DA

Mempertimbangkan peran agen infeksius yang tidak dikenal,

alergen dan lain-lain.

Memepertimbangkan keterbatasan pasien dalam memahami

rencana terapi

Keberhasilan terapi

+

Konsultasi dengan spesialis DA

Pertimbangkan untuk biopsi kulit

Pertimbangkan untuk rawat inap

Pertimbangkan untuk mendapat terapi

siklosporin A, terapi ultraviolet dan lain-

lain.

-

Page 16: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

Prinsip terapi :

1. Hindari paparan antigen

2. Cegah timbulnya ikatan antigen dengan IgE

3. Hambat sekresi mediator radang yang disekresi mastosit dan eosinofil

4. Cegah infeksi berarti mencegah kekambuhan 4

A. Non Medikamentosa

Untuk memperoleh keberhasilan terapi DA, diperlukan pendekatan

sistematik meliputi hidrasi kulit dan identifikasi serta eliminasi faktor pencetus

seperti iritan, alergen, infeksi, dan stressor emosional. Selain itu, rencana terapi

harus individualistik sesuai dengan pola reaksi penyakit, termasuk stadium

penyakit dan faktor pencetus unik dari masing-masing pasien.5

B. Medikamentosa

Hidrasi kulit

Pasien DA menunjukkan penurunan fungsi sawar kulit dan xerosis yang

mempengaruhi terjadinya fisura mikro kulit yang dapat menjadi jalan masuk patogen,

iritan dan alergen. Problem tersebut akan dipengaruhi oleh musim dan lingkungan kerja

tertentu. Mandi dengan sabun berpelembab minimal 20 menit dilanjutkan dengan

pemberian emollient (untuk menahan kelembaban) dapat meringankan gejala. Terapi

hidrasi bersama dengan emolien dapat mengembalikan dan memperbaiki sawar lapisan

kulit, dan dapat mengurangi pemakaian steroid topikal. 5

Steroid topikal

Karena steroid memiliki efek samping, maka pemakaian steroid topikal hanya

diberikan pada DA eksaserbasi akut. Setelah fase akut DA berakhir, maka pemberian

steroid jangka panjang dapat dipertahankan pada sebagian pasien dengan pemakaian

fluticasone 0.05% 2 x/minggu pada area yang telah sembuh. Steroid poten harus

dihindari pada wajah, genitalia dan daerah lipatan. Steroid dioleskan pada lesi dan

emolien diberikan pada kulit yang tidak terkena. Steroid ultra-poten hanya boleh

dipakai dalam waktu singkat dan pada area likenifikasi (tetapi tidak pada wajah

atau lipatan). Steroid mid-poten dapat diberikan lebih lama untuk DA kronik pada

Page 17: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

badan dan ekstremitas. Efek samping local meliputi stria, atrofi kulit, dermatitis

perioral, dan acne rosasea.5

Inhibitor kalsineurin topical

Takrolimus dan pimekrolimus topikal telah dikembangkan sebagai

imunomodulator nonsteroid. Salap takrolimus 0.03% telah disepakati sebagai terapi

intermiten DA derajat sedang-berat pada anak ≥ 2 tahun dan takrolimus 0.1%

untuk dewasa. Krim pimekrolinus 1% untuk anak ≥ 2 tahun dengan DA derajat

ringan-sedang. Kedua obat ini efektif dan aman dipakai sebagai terapi sampai 4 tahun

(untuk pemakaian takrolimus) dan 2 tahun (untuk pimekrolimus). Kedua bahan

tersebut tidak menyebabkan atrofi kulit, sehingga aman untuk wajah dan lipatan, dan

tidak menyebabkan peningkatan kecenderungan mendapat superinfeksi virus. 5

Antibiotik

Sefalosporin dan golongan penicillins (dikloksasilin, oksasilin, kloksasilin)

diberikan untuk pasien yang tidak resisten terhadap strain S. aureus. Stafilokokus

yang resisten golongan tersebut memerlukan kultur dan uji sensitivitas untuk

menentukan obat yang cocok. 5

Mupirosin topikal dapat berguna untuk lesi yang mengalami infeksi sekunder.

Terapi antivirus juga dapat diberikan apabila terdapat infeksi herpes simplek kulit.

Infeksi dermatofit dapat menyebabkan eksaserbasi DA, sehingga harus diterapi

dengan anti-jamur topikal atau sistemik.5

Preparat ter

Preparat ter mempunyai efek antipruritus dan anti-inflamasi pada kulit tetapi

tidak sekuat steroid topikal. Preparat ter dapat mengurangi potensi steroid topikal

yang diperlukan pada terapi pemeliharaan DA kronis. Preparat ter tidak boleh

diberikan pada lesi kulit radang akut, karena dapat terjadi iritasi kulit. Efek

samping ter di antaranya folikulitis dan fotosensitif.5

Anti-pruritus sistemik

Steroid topikal dan hidrasi kulit sering mengurangi keluhan gatal. Namun

pemberian antihistamin sistemik dapat memblok reseptor H1 dalam dermis,

sehingga dapat menghilangkan pruritus akibat pelepasan histamin. Karena pruritus

biasanya lebih parah pada malam hari, maka dianjurkan pemberian antihistamin sedatif,

hidroksizin, doksepin atau difenhidramin, yang mempunyai efek samping mengantuk

Page 18: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

bila diberikan pada waktu tidur. Doksepin memiliki efek antidepresan dan efek blok

terhadap reseptor H1 dan H2. Obat ini dapat diberikan dengan dosis 10-75 mg oral

malam hari atau sampai 2 x 75 mg pada pasien dewasa. Pemberian doksepin 5%

topikal jangka pendek (1 minggu) dapat mengurangi pruritus tanpa menimbulkan

sensitisasi. Walaupun demikian, dapat terjadi efek sedasi pada pemberian topical

area yang luas dan dermatitis kontak alergik. 5

Pemberian antihistamin non-sedatif akan menunjukkan hasil yang bervariasi,

dan akan berguna bila DA disertai dengan urtikaria atau rhinitis alergika.5

Steroid sistemik

Pemberian steroid sistemik sering dipilih karena terapi topikal dan hidrasi

kulit memberikan hasil yang lambat. Pemakaian kortikosteroid oral diberikan

pada kasus DA fase akut dan jarang pada DA fase kronik. Jenis kortikosteroid

yang diberikan untuk mempercepat hilangnya gejala pada fase akut biasanya

adalah golongan kortikosteroid potensi sedang sampai tinggi dengan pemberian

jangka pendek. Outcome pasien setelah pemberian steroid sistemik sering disertai

rebound flare berat setelah pemakaian steroid dihentikan. Bila ini diberikan, perlu

dilakukan tappering off dosis. 1, 5

Siklosporin sistemik

Siklosporin adalah obat imunosupresif poten yang bekerja terutama terhadap

sel T dengan cara menekan transkripsi sitokin. Pasien DA dewasa dan anak yang

refrakter terhadap terapi konvensional, dapat berhasil dengan siklosporin jangka

pendek. Dosis 5 mg/kg umumnya dipakai dalam pemakaian jangka pendek dan

panjang (1 tahun). Penghentian terapi dapat menyebabkan kekambuhan. Selain itu

siklosporin dapat meningkatkan kreatinin serum, gangguan ginjal dan hipertensi.5

Fototerapi

Saat ini, sinar ultraviolet telah digunakan sebagai terapi pada dermatitis

atopik. Kombinasi UVA dan UVB dapat berguna sebagai terapi penyerta DA.

Target UVA dengan/tanpa psoralen adalah sel LC dan eosinofil, sedangkan UVB

berfungsi imunosupresif melalui penghambatan fungsi sel penyaji antigen, LC dan

merubah produksi sitokin oleh keratinosit. Efek samping jangka pendek berupa

eritema, nyeri kulit, gatal, dan pigmentasi, sedangkan efek samping jangka

panjang adalah penuaan kulit dan keganasan. 5, 8

Page 19: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

Penggunaan Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan

oleh kelenjar adrenal. Ada 2 jenis hormon adrenokortikal yang utama, yaitu

mineralokortikoid dan glukokortikoid. Selain hormone ini, korteks adrenal juga

mensekresi sedikit hormone kelamin, terutama androgen yang fungsinya mirip

dengan hormone testosterone pada pria. Hormone mineralokortikoid

mempengaruhi elektrolit cairan ekstrasel terutama natrium dan kalium, sedangkan

hormone glukokortikoid dapat meningkatkan glukosa darah dan berefek pada

metabolisme protein dan lemak. 9,10

Farmakokinetik

Terdapat lebih dari 30 jenis steroid dari korteks adrenal, namun hanya 2

yang berguna sebagai fungsi endokrin pada manusia, yaitu aldosteron

(mineralokortikoid utama) dan kortisol (glukokortikoid utama). 9

Glukokortikoid di sintesis dari kolesterololeh zona fasikulata dan zona

retikularis dan dilepaskan ke dalam sirkulasi dibawah pengaruh ACTH. Waktu

paruh kortisol dalam sirkulasi normalnya kira- kira 60-90 menit, dan dapat

meningkat bila diberikan (sintetik) dalam jumlah besar atau bila stress,

hipotiroidisme atau adanya penyakit hati. 10

Page 20: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

Tabel 2. Potensi relatif glukokortikoid 7

Macam

Kortikosteroid

Potensi

glukokortikoid

Dosis Ekuivalen

(mg)

Potensi

mineralokortikoid

Kerja singkat

Hidrokortison

Kortison

1

0,8

20,0

25,0

2+

2+

Kerja sedang

meprednison

Metilprednisolon

Prednisolon

Prednison

Triamsinolon

4-5

5

4

4

5

4,0

4,0

5,0

5,0

5,0

0

0

1+

1+

0

Kerja lama

Betametason

Deksametason

Parametason

20-30

20-30

10

0,6

0,75

2,0

0

0

0

Farmakodinamik

Kortikosteroid sistemik golongan glukokortikoid banyak digunakan dalam

bidang dermatologi karena obat tersebut mempunyai efek imunosupresan dan

anti-inflamasi. Kortikosteroid dapat menurunkan permeabilitas kapiler karena

obat ini menurunkan efek enzim proteolitik sehingga mencegah kehilangan

plasma ke dalam jaringan. Selain itu kortikosteroid menghilangkan pembentukan

prostaglandin dan leukotrien yang meningkatkan vasodilatasi sehingga

menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah jika dioleskan langsung ke pembuluh

darah dan mengurangi mobilitas sel darah putih. Hormone ini juga menekan

system imun dengan menurunkan reproduksi limfosit T, sehingga akan

mengurangi proses inflamasi pada jaringan tersebut.9,10

Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi

klinis yang sangat luas. Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving

Page 21: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

drug. Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak

diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi termasuk sebagai

dermatoterapi. 9

Steroid sistemik dapat dipertimbangkan untuk jangka pendek digunakan

dalam kasus-kasus tertentu, dikarenakan efek sampingnya yang juga perlu

diperhatikan bila digunakan jangka panjang.

Tabel 3. Efek Samping Kortikosteroid Sistemik 7

Tempat Efek Samping

Saluran cerna Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi

gaster, ulkus peptikum/perforasi, pancreatitis,

ilieitis regional, colitis ulseratif

Otot Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu

Sususan saraf pusat Perubahan kepribadian (euphoria, insomnia,

gelisah, psikosis, paranoid, hiperkinesis,

Tulang Osteoporosis, fraktur kompresi vertebrae, skoliosis,

fraktur tulang panjang

Kulit Hirsustisme, hipotrofi, strie atrofise, dermatoformis

akneformis, purpura, telangiektasis.

Mata Katarak subskapular posterior, glaukoma

Darah Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit, limfosit

Pembuluh darah Kenaikan tekanan darah

Kelenjar adrenal bagian

korteks

Atrofi, tidak bisa melawan stress

Metabolism protein,

karbohidrat dan lemak

Kehilangan protein, hiperlipidemia, gula meninggi,

obesitas, buffalo bump, perlemakan hati

Elektrolit Retensi Na/air, kehilangan kalium

Sistem imunitas Menurun, rentan terhadap infeksi, reaksi

tuberculosis dan herpes simpleks, keganasan

Page 22: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

Penggolongan

Kortikosteroid topikal dibagi menjadi 7 golongan berdasarkan potensi

klinisnya, yaitu sebagai berikut.

Tabel 4. Potensi Kortikosteroid Topikal

Klasifikasi Nama Generik

Golongan 1: (super poten)

0,05% betamethason dipropionate

0,05% diflorasone diacetate

0,05% clobetasol propionate

0,05% halobetasol propionate

Golongan II: (potensi tinggi)

0,1% amcinonide

0,05% betamethasone dipropionate

0,01% mometasone fuorate

0,05% diflorasone diacetate

0,01% halcinonide

0,05% fluocinonide

0,05% diflorasone diacetate

0,05% betamethasone dipropionate

0,25% desoximetasone

0,05% desoximetasone

Golongan III: (potensi tinggi)

0,1% amcinonide

0,05% betamethasone dipropionate

0,01% mometasone fuorate

0,05% diflorasone diacetate

0,01% halcinonide

0,05% fluocinonide

0,05% diflorasone diacetate

0,05% betamethasone dipropionate

0,25% desoximetasone

0,05% desoximetasone

Golongan IV: (potensi

medium)

0,1% triamcinolone acetonide

0,05% flurandrenolide

0,1% mometasone furoate

0,1% triamcinolone acetonide

0,025% fluocinolone acetonide

0,2% hydrocortisone valerate

Page 23: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

Penggunaan kortikosteroid topikal pada kulit memiliki efek samping

berupa atrofi kulit, Acneiform reaction, hipertrikosis, perubahan pigmen kulit,

mencetuskan infeksi mikroorganisme patogen dan reaksi alergi.5

Golongan V: (potensi

medium)

0,05% flurandrenolide

0,05% fluticasone propionate

0,1% prednicarbate

0,05% betamethasone dipropionate

0,1% triamcinolone acetonide

0,1% hydrocortisone butyrate

0,025% fluocinolone acetonide

0,05% desonide

0,1% betamethasone valerate

0,2% hydrocortisone valerate

Golongan VI: (potensi

medium)

0,05% aclometasone

0,1% triamcinolone acetonide

0,05% desonide

0,025% triamcinolone acetonide

0,1% hydrocortisone butyrate

0,01% fluocinolone acetonide

0,05% desonide

0,1% betamethasone valerate

Golongan VII: (potensi

lemah)

Obat topical dengan hidrokortison, dekametason,

glumetalone, prednisolone, dan metilprednisolone

Page 24: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. TMD

Umur : 64 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Baitussalam

Pekerjaan : Nelayan

Status Pernikahan : Menikah

HP/ Telp : 085260619029

Nomor CM : 1-03-50-70

Tanggal Periksa : 05 Januari 2015

Anamnesis

a. Keluhan Utama

Gatal di tangan dan kaki

b. Keluhan Tambahan

Bercak kemerahan, kulit kering, dan bersisik

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh gatal sejak 1 bulan yang lalu. Gatal muncul secara tiba –

tiba dan dirasakan menetap. Keluhan gatal memberat terutama saat pasien

berkeringat, dan malam hari. Saat gatal muncul pasien selalu menggaruk di bagian

tersebut akan tetapi gatal terasa semakin memberat. Satu minggu sebelum gatal

muncul, pasien mengeluh adanya bercak kemerahan kecil pada kedua tangan.

Bercak kemerahan dirasakan semakin lama semakin membesar dan meluas hingga

ke kedua kaki. Pasien juga mengatakan permukaan kulit terasa kering dan

bersisik.

d. Riwayat Penggunaan Obat

Pasien sebelumnya berobat ke puskesmas dan diberikan obat tablet untuk

mengurangi rasa gatal.

Page 25: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

e. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat

alergi makanan disangkal.

f. Riwayat Penyakit Keluarga

Saudara kandung pasien memiliki riwayat asma bronkhial.

g. Riwayat Kebiasaan Sosial

Pasien sehari - hari bekerja sebagai nelayan dan sering terpapar matahari.

Pemeriksaan Tanda Vital

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Frekuensi nadi : 80 kali/menit

Frekuensi nafas : 20 kali/menit

Pemeriksaan Fisik Kulit

1. Status Dermatologis

Regio : Manus dan plantar pedis dextra et sinistra

Page 26: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

Deskripsi Lesi : tampak patch eritematous berbatas tidak tegas, ukuran plakat

dengan skuama tipis di atasnya distribusi simetris.

2. Pemeriksaan Fisik Hanifin & Rajka

A. Kriteria Mayor

- Pruritus

- Morfologi dan distribusi khas (manus dan plantar pedis)

- Riwayat atopi pada keluarga (saudara kandung pasien mempunyai riwayat

asma bronkial)

B. Kriteria Minor

- Xerosis (kulit kering)

- Gatal bila berkeringat

- Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan (suhu)

Diagnosis Banding

1. Dermatitis Atopik Dewasa

2. Dermatitis Kontak Alergika

3. Liken Simplek Kronis

4. Dermatitis Seboroik

5. Psoriasis Vulgaris

Pemeriksaan Penunjang

- Uji klinis white dermographysm : Tidak dilakukan.

- Fenomena Kaarsvlek : Tidak dilakukan.

- Autzpitz sign : Tidak dilakukan.

- Koebner phenomenon : Tidak ada.

Page 27: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

Pemeriksaan Anjuran Lanjutan

- Atopic patch test

- Pemeriksaan laboratorium :

1. Darah tepi

2. Level serum IgE

Resume

Seorang laki-laki, 64 tahun, datang dengan keluhan gatal sejak 1 bulan

yang lalu. Gatal muncul secara tiba – tiba dan dirasakan menetap. Keluhan gatal

memberat terutama sewaktu pasien berkeringat dan pada saat malam hari. Saat

gatal muncul pasien selalu menggaruk di bagian tersebut akan tetapi gatal terasa

semakin memberat. Satu minggu sebelum gatal muncul, pasien mengeluh adanya

bercak kemerahan sebesar biji jagung pada kedua tangan. Bercak kemerahan

dirasakan semakin lama semakin membesar dan meluas hingga ke kedua kaki.

Pasien juga mengatakan permukaan kulit terasa kering dan bersisik. Saudara

kandung pasien memiliki riwayat asma bronkial. Pasien juga sering terpapar sinar

matahari karena pekerjaan pasien sebagai nelayan.

Hasil pemeriksaan fisik kulit pada regio manus dan plantar pedis dextra et

sinistra tampak patch eritematous berbatas tidak tegas, ukuran plakat dengan

skuama tipis di atasnya distribusi simetris.

Diagnosis Klinis

Dermatitis Atopik Dewasa

Tatalaksana

Farmakoterapi

Sistemik : Cetirizine 10 mg tablet 2x1

Metilprednisolon 8 mg tablet 3x1

Topikal : Tiamfenikol 2% + Desoximethasone oint 0,25 % oles di tangan

dan kaki (pagi, siang, dan malam)

Page 28: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

Edukasi

Memakai pelembab untuk mencegah kulit agar tidak kering.

Menghindarkan suhu yang terlalu panas.

Mandi menggunakan sabun yang pH yang sama dengan pH kulit.

Jangan menggaruk di tangan atau kaki yang gatal.

Gunakan obat secara teratur.

Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Page 29: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

DISKUSI

Pada anamnesis pasien mengeluh gatal sejak 1 bulan yang lalu. Gatal

muncul secara tiba – tiba dan dirasakan menetap. Keluhan gatal memberat

terutama sewaktu pasien berkeringat dan pada saat malam hari. Saat gatal muncul

pasien selalu menggaruk di bagian tersebut akan tetapi gatal terasa semakin

memberat. Satu minggu sebelum gatal muncul, pasien mengeluh adanya bercak

kemerahan sebesar biji jagung pada kedua tangan. Bercak kemerahan dirasakan

semakin lama semakin membesar dan meluas hingga ke kedua kaki. Pasien juga

mengatakan permukaan kulit terasa kering dan bersisik. Saudara kandung pasien

memiliki riwayat asma bronkial. Pasien juga sering terpapar sinar matahari karena

pekerjaan pasien sebagai nelayan.

Gejala pruritus yang merupakan keluhan utama pada pasien dapat

diakibatkan oleh sel peradangan, ambang rasa gatal yang rendah akibat

kekeringan kulit, perubahan kelembaban udara, dan keringat berlebihan.

Kekeringan yang terjadi pada penderita DA diduga terjadi akibat kadar lipid

epidermis yang menurun, trans epidermal water loss meningkat, skin capacitance

(kemampuan stratum korneum mengikat air) menurun, terlebih karena pasien

berusia tua. Kekeringan kulit ini menyebabkan ambang rangsang gatal menjadi

relatif rendah dan menimbulkan sensasi untuk menggaruk, dimana garukan ini

dapat menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga memudahkan

mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain untuk masuk ke dalam kulit.5

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan faktor

resiko yang ada pada pasien. Berdasarkan kriteria Hanifin-Rajka, pasien memiliki

3 kriteria mayor serta 3 kriteria minor sehingga dapat didiagnosis dengan

dermatitis atopik. Adapun kriteria yang ada pada pasien adalah sebagai berikut.

A. Kriteria Mayor

- Pruritus

- Morfologi dan distribusi khas (manus dan plantar pedis)

- Riwayat atopi pada keluarga (saudara kandung pasien mempunyai riwayat

asma bronkial)

B. Kriteria Minor

- Xerosis (kulit kering)

Page 30: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

- Gatal bila berkeringat

- Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan (suhu)

Pasien dalam kasus ini merupakan laki-laki berusia 64 tahun. Walaupun

angka kejadian dermatitis atopik banyak terjadi pada anak- anak yaitu sekitar 10-

20%, akan tetapi penyakit ini masih dapat terjadi pada orang dewasa, yaitu sekitar

3%. 3

Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis DA adalah uji klinis

white dermographysm. Uji white dermographysm dikatakan positif apabila terlihat

adanya triple phenomena Lewis.

Pasien ini diberikan terapi kortikosteroid oral berupa metilprednisolon 3x8

mg, antihistamin oral yakni cetirizine 2x10 mg, dan kombinasi antibiotik dan

kortikosteroid topical (tiamisin 2%+ desoximethason 0,25% krim oles di tangan

dan kaki). Desoximethasone adalah jenis kortikosteroid potensi tinggi (golongan

II) dan dapat diberikan pada penderita DA dewasa. 7

Dosis metilprednisolon yang digunakan pada pasien ini adalah 3x8 mg

selama 5 hari. Hal ini dikarenakan obat tersebut mempunyai efek imunosupresan

dan anti-inflamasi dan memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan topikal.

Pemberian cetirizine dimaksudkan sebagai antihistamin yang dapat mengurangi

rasa gatal pada pasien sehingga resiko untuk timbulnya ekskoriasi karena garukan

berkurang, dan resiko infeksi juga berkurang.5

Pada pasien ini diberikan pemahaman agar menghindari faktor pencetus

penyakit agar tidak berulang. Faktor pencetus yang perlu diidentifikasi di

antaranya pajanan ekstrim suhu dan kelembaban, sabun yg tidak sesuai dengan pH

kulit, pajanan kimiawi, dan pakaian abrasif. 4

Dari anamnesis, pasien mengaku

seorang nelayan sehingga sering terpapar oleh matahari yang dapat mencetuskan

terjadinya gatal, sehingga edukasi yang diberikan adalah tidak bekerja untuk

sementara. Pasien juga diberikan pelembab untuk mencegah kulit kering yang

dapat mencetuskan DA. 5

Page 31: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

Lampiran 1

Diagnosis

banding

Definisi dan Manifestasi

Klinis Tipe Lesi

Distribusi

Lesi Keterangan

Dermatitis

Atopik

Inflamasi kulit kronis residif

yang umumnya sering

terjadi pada masa bayi dan

anak, namun dapat juga

terjadi pada dewasa.

Lesi berupa

makula atau

patch, papula,

bisa disertai

skuama, krusta,

erosi dan

likenifikasi. Pada

lesi yang kronis,

bentuk polimorf

dan distribusi

khas simetris.

Pada dewasa

biasanya

pada

angggota

gerak

fleksor.

Dermatitis

kontak

alergika

Inflamasi pada kulit melalui

mekanisme imunologi,

akibat paparan allergen

eksogen.

Lesi berupa

papula, vesikel,

makula atau

patch, disertai

skuama, krusta,

likenifikasi,

bentuk polimorf,

berbatas tegas

sesuai alergen

kontak.

Lesi muncul

di bagian

tubuh yang

kontak

dengan

bahan

alergen.

v

Likhen

simpleks

kronik

Peradangan kulit kronik

dengan rasa sangat gatal

ditandai dengan kulit

menebal dan garis kulit

terlihat lebih jelas.

Lesi berupa papul

eritematous

konfluens yang

dapat berbentuk

plak

hiperpigmentasi

akibat garukan,

disertai

likenifikasi dan

sering terdapat

ekskoriasi dengan

skuama minimal.

Lesi sering

muncul di

bagian

kepala,

leher,

anggota

gerak

extensor,

sendi, dan

genitalia.

Page 32: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

Dermatitis

seboroik

Peradangan kulit pada

daerah yang banyak

mengandung kelenjar

sebasea.

Lesi berupa

makula

eritematous yang

ditutupi oleh

papul milier

berbatas tidak

tegas dan skuama

halus. Kadang

ditemukan erosi

dengan krusta

yang sudah

mongering

berwarna

kekuningan.

Biasa

terdapat

kulit kepala,

belakang

telinga, alis

mata, ketiak,

dada dan

daerah

suprapubis.

Psoriasis

Vulgaris

Psoriasis adalah suatu

penyakit inflamasi kulit

bersifat kronis residif, dapat

mengenai semua umur yang

ditandai dengan plak

kemerahan yang ditutupi

oleh skuama yang tebal

berwarna putih keperakan

dan berbatas tegas.

Tampak plak

eritematous

dengan skuama

tebal berbatas

tegas.

Lesi dapat

muncul pada

siku, lutut,

kepala,

genetalia,

dan kuku.

Page 33: Lapkas Dermatitis Atopik Dania All

DAFTAR PUSTAKA

1. Eichenfield LF, Tom WL, Berger TG, Krol A, Paller AS, Schwarzenberger

K, Bergman JN, et al. Guidlines for Care Management of Atopic Dermatitis.

Section 2 : Management and Treatment of Atopic Dermatitis With Topical

Therapies. J AM ACAD Dermatol. July 2014. (7) : 1. 116-132.

2. Sanchez J, Paez B, Macias A, Olmos C, Falco A. Atopic Dermatitis

Guideline. Position Paper from the Latin American Society of Allergy,

Asthma and Immunology. Revista Alergica Mexico. 2014 (61) 3 : 178-211.

3. Movita T. Tatalaksana Dermatitis Atopik di Indonesia. Kelompok Studi

Dermatologi Anak Indonesia. CDK 22. 2014. 41 : 828-831.

4. Ring J, Alomar A, Bieber T, Deleuran M, Fink WA, et al. Guidelines for

Treatment of Atopic Eczema (Atopic Dermatitis) Part I. JEADV. 2012. 26 :

1045-1060.

5. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic dermatitis (Atopic

eczema). In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,

editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. New York:

McGraw Hill; 2008. p. 146-58.

6. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis

of Clinical Dermatology (5th ed). Part I: Disorders Presenting in the Skin

and Mucous Membranes. Section 2. Eczema/Dermatitis. 2007. New York :

The Mc Graw Hill Companies.

7. Sularsito S, Djuanda S. Dermatitis. In: Djuanda A, eds. Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 2010.

8. Leung DYM et al.New Insight of Atopic Dermatits. The Journal Of Clinical

Investigation. 2004. 113(5) : 651-7.

9. Guyton, et all. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007.

10. Tjay, TH Rahardja K. Obat- Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-

Efek Samping Edisi V. Jakarta: Elexmedia Komputindo. 2002.