lapkas dermatitis atopik dania all
DESCRIPTION
Lapkas Dermatitis Atopik Dania AllTRANSCRIPT
Laporan Kasus
DERMATITIS ATOPIK
Disusun Oleh:
Dania Saraswati
Pembimbing:
Nanda Earlia
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Shalawat beserta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah, juga kepada
sahabat dan keluarga beliau.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Nanda Earlia, Sp. KK
yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam
penyusunan laporan kasus ini dan para dokter di bagian/ SMF Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin yang telah memberikan arahan serta bimbingan hingga
terselesaikannya laporan kasus ini.
Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah laporan kasus.
Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa
penyebabnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan terhadap
laporan kasus ini demi perbaikan di masa yang akan datang.
Banda Aceh, Januari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
PENDAHULUAN.................................................................... ...................... 1
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3
Definisi ............................................................................................. 3
Etiologi................................................................... .............................. 3
Epidemiologi ........................................................................................ 3
Patofisiologi ......................................................................................... 4
Gejala Klinis ......................................................................................... 6
Penegakan Diagnosis ........................................................................... 7
Diagnosis Banding ............................................................................... 8
Penatalaksanaan ................................................................................... 9
LAPORAN KASUS ....................................................................................... 18
Identitas Pasien ..................................................................................... 18
Anamnesis................................................................... ......................... 18
Pemeriksaan Fisik Kulit ....................................................................... 19
Diagnosis Banding ............................................................................... 20
Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 20
Resume ............................................................................................. 21
Diagnosis Klinis..................... .............................................................. 21
Tatalaksana ........................................................................................... 21
Edukasi ............................................................................................. 22
Prognosis........................................................... ................................... 22
DISKUSI KASUS ........................................................................................... 23
LAMPIRAN .................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Kriteria Mayor dan Minor Dermatitis Atopik ..................................... 7
Tabel 2 Potensi Relatif Glukokortikoid ........................................................... 14
Tabel 3 Efek Samping Kortikosteroid Sistemik .............................................. 15
Tabel 4 Potensi Kortikosteroid Topikal ........................................................... 16
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Patofisiologi Dermatitis Atopik ...................................................... 5
Gambar 2 Gambaran klinis DA pada dewasa .................................................. 7
Gambar 3 Skema Pendekatan Pada Pasien DA ............................................... 9
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Diagnosis Banding........................................................................ 25
PENDAHULUAN
Dermatitis atopik (DA) merupakan inflamasi pada kulit yang bersifat
kronik berulang yang disertai dengan rasa gatal dan sering terjadi pada anak-anak
dan dewasa. Dermatitis atopik sering dikaitkan dengan peningkatan
Imunoglobulin E (IgE) dan penyakit atopi lainnya seperti rhinitis alergika dan
asma bronkial. Dermatitis atopik disebut juga dengan ekzema atopik.1
Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit yang paling umum pada
penyakit alergi, yang mempengaruhi 1- 20% dari populasi. Prevalensinya
mencapai 80% kasus pada anak di bawah 2 tahun. Tidak ada perbedaan antara
jenis kelamin di tahun-tahun pertama kehidupan, tetapi yang paling sering pada
wanita (60%) dibandingkan pada laki-laki (40%) setelah berusia 6 tahun.
Dermatitis atopik ini biasanya cenderung untuk mengalami kekambuhan sebelum
usia 5 tahun pada 40-80 % kasus dan 60- 90% pada usia 15 tahun.2
Adanya perbedaan prevalensi dan insidensi dermatitis atopik mungkin
karena berbagai alasan, termasuk kriteria diagnostik yang dipilih di masing-
masing negara. Namun, beberapa badan internasional menggunakan alat
diagnostik yang sama ternyata memiliki perbedaan signifikan, dikarenakan faktor
genetika dan faktor lingkungan.2
Di Indonesia tahun 2012 terdapat 1,1 % pasien
DA berusia 13-14 tahun. Sedangkan tahun 2013 dari laporan 5 rumah sakit yang
melayani dermatologi anak yaitu Dr. Hasan Sadikin Bandung, RS Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta, RS Adam Malik Medan, RS Dr. Kandou Manado, RSU
Palembang dan RSUD Sjaiful Anwar malang tercatat sejumlah 261 kasus diantara
2356 pasien baru (11,8%). 3
Penyebab terjadinya DA merupakan hasil interaksi kompleks antara
kelainan genetik yang menyebabkan terjadinya gangguan sawar kulit, gangguan
pada sistem imun bawaan dan respon imunologik yang meningkat terhadap
alergen. Terdapat dua jenis bentuk DA, yakni bentuk ekstrinsik (Ig-E associated)
dan bentuk intrinsik (non Ig-E associated). Pada bentuk ekstrinsik terjadi
sensitisasi terhadap alergen lingkungan yang disertai dengan peningkatan serum
IgE, sedangkan bentuk intrinsik terjadi sensitisasi terhadap alergen lingkungan
disertai dengan serum IgE yang rendah.4
Terapi DA membutuhkan pendekatan sistematis dan multifaktorial yang
merupakan kombinasi hidrasi kulit, terapi farmakologis, identifikasi dan eliminasi
faktor penyebab seperti iritan, alergen, agen infeksi, dan stres emosional yang
bersifat individual. Agen topikal digunakan untuk terapi penyakit yang
terlokalisasi dan ringan, sedangkan fototerapi dan agen sistemik digunakan untuk
yang lebih luas dan berat 5
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Dernatitis atopik merupakan penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat
kronik berulang yang disertai dengan rasa gatal dan dapat terjadi pada anak-anak
dan dewasa. Dermatitis atopik sering dikaitkan dengan peningkatan
imunoglobulin E (IgE) dan penyakit atopi lainnya seperti rhinitis alergika dan
asma bronkial.1
Etiologi
Penyebab terjadinya DA merupakan hasil interaksi kompleks antara
kelainan genetik yang menyebabkan terjadinya gangguan sawar kulit, gangguan
pada sistem imun bawaan dan respon imunologik yang meningkat terhadap
alergen. Terdapat dua jenis bentuk DA, yakni bentuk ekstrinsik (Ig-E associated)
dan bentuk intrinsik (non Ig-E associated). Pada bentuk ekstrinsik terjadi
sensitisasi terhadap alergen lingkungan yang disertai dengan peningkatan serum
IgE, sedangkan bentuk intrinsik terjadi sensitisasi terhadap alergen lingkungan
disertai dengan serum IgE yang rendah. Selain pengaruh faktor genetik yang
berperan, ada karakteristik lain yang berperan dalam terjadinya DA yaitu:4
1. Fungsi sawar kulit (seperti kulit kering) yang abnormal akibat metabolisme
lipid dan/atau epidermis yang abnormal pada kulit, seperti defisiensi
inhibitor protease.
2. Kolonisasi mikroba abnormal dengan organisme patogen seperti
Staphylococcus aureus atau Malassezia furfur dan selanjutnya
meningkatkan kecenderungan menjadi infeksi kulit.
3. Pengaruh psikosomatis yang kuat dengan ketidakseimbangan dalam sistem
saraf otonom yang mengakibatkan peningkatan produksi mediator dari
berbagai sel inflamasi.
Epidemiologi
Dermatitis atopik merupakan salah satu penyakit kulit yang paling umum
yang mempengaruhi hingga 20% pada anak-anak dan 1-3% pada orang dewasa di
sebagian besar negara dari dunia. DA sering merupakan dampak utama dalam
perkembangan penyakit atopik lain seperti rhinitis dan atau asma.4 Angka
prevalensinya meningkat pesat pada dekade terakhir. Di Indonesia tahun 2012
terdapat 1,1 % pasien dermatitis atopik berusia 13-14 tahun. Sedangkan tahun
2013 dari laporan 5 rumah sakit yang melayani dermatologi anak yaitu Dr. Hasan
Sadikin Bandung, RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS Adam Malik Medan,
RS Dr. Kandou Manado, RSU Palembang dan RSUD Sjaiful Anwar malang
tercatat sejumlah 261 kasus diantara 2356 pasien baru (11,8%). 3
Imunopatogenesis
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamatori dengan gejala gatal
yang terjadi akibat interaksi komplek yang mengakibatkan tidak efektifnya sawar
kulit, kerusakan sistem imun, dan meningkatnya respon imunologik terhadap
alergen dan antigen mikrobial. Menurunnya fungsi sawar kulit akibat penurunan
regulasi gen cornified envelope (filaggrin dan loricrin), penurunan level ceramid,
peningkatan level enzim proteolitik endogen, dan peningkatan kehilangan cairan
trans-epidermal.5
Penggunaan sabun dan detergen ke kulit akan meningkatkan pH, yang
berakibat meningkatkan aktivitas protease endogen, yang selanjutnya menambah
kerusakan fungsi sawar kulit. Sawar epidermis dapat pula dirusak oleh pajanan
protease eksogen S aureus. Perubahan epidermis tersebut berpengaruh dalam
meningkatkan absorpsi alergen dan kolonisasi mikrobial ke dalam kulit.5
Sitokin dan Kemokin
Interaksi yang kompleks dari barier kulit, genetik, lingkungan,
farmakologi, dan faktor imunologi. Reaksi hipersensitivitas tipe I (IgE-mediated)
terjadi sebagai akibat dari pelepasan zat vasoaktif dari sel mast dan basofil yang
telah peka oleh interaksi antigen dengan IgE. Peran IgE dalam DA masih belum
sepenuhnya diketahui, namun sel langerhans memiliki afinitas tinggi terhadap
reseptor IgE melalui reaksi yang dimediasi. TH1 dan TH2 berkontribusi pada
peradangan kulit dermatitis atopik. Infiltrasi sel T pada DA dikaitkan dengan
interleukin (IL) 4 dan IL-13, dan peradangan kronis pada DA ditandai dengan
peningkatan IL-5, granulosit-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF),
IL-12 dan interferon (IFN). Dengan demikian, peradangan kulit pada DA
menunjukkan pola bifasik aktivasi sel T.6
Dermatitis atopik akut disertai dengan produksi sitokin dari sel Th2, IL-4
dan IL-13, yang memediasi pergeseran isotip imunoglobulin ke sintesis IgE, dan
upregulasi ekspresi molekul adesi pada sel endotel. Sebaliknya, IL-5 berperan
dalam perkembangan dan kelangsungan hidup eosinofil, dan hal ini dominan pada
DA kronik. Produksi GM-CSF yang meningkat akan menghambat apoptosis
monosit, sehingga berkontribusi dalam persistensi DA. Bertahannya DA kronik
melibatkan pula sitokin sel Th1-like, IL-12 dan IL-18, IL-11, dan TGF-β1. 5
Gambar 1. Patofisiologi Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik berhubungan erat dengan faktor genetik. DA adalah
penyakit yang diturunkan secara familial dengan pengaruh kuat ibu. Terdapat
peran potensial dari gen barier kulit dan gen respon imun. Hilangnya fungsi akibat
mutasi protein sawar epidermal, terbukti merupakan faktor predisposisi utama
DA. Gen filaggrin terdapat pada kromosom 1q21, yang mengandung gene (loricrin
dan S100 calcium binding proteins) dalam kompleks diferensiasi epidermal, yang
diketahui diekspresikan selama diferensiasi terminal epidermis. Analisis DNA
microarray membuktikan adanya upregulasi calcium binding proteins dan
downregulasi loricrin dan filaggrin pada DA. Variasi dalam gen SPINK5 (yang
diekspresikan dalam epidermis teratas) yang menghasilkan LEK1, menghambat 2
serine proteases yang terlibat dalam skuamasi dan inflamasi (tryptic dan chymotryptic
enzymes), mengakibatkan gangguan keseimbangan antara protease dan inhibitor
protease. Ketidakseimbangan tersebut berkontribusi dalam inflamasi kulit pasien DA. 5
Selain respons imun pada kulit di atas, terjadi juga perubahan respons
imun sistemik pada DA, sebagai berikut:7
1. Sintesis IgE meningkat
2. IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat, termasuk terhadap
makanan, aeroalergen, mikroorganisme, toksin bakteri, dan autoalergen
3. Ekspresi CD23 (reseptor IgE berafinitas rendah) pada sel B dan monosit
meningkat
4. Pelepasan histamin dari basofi l meningkat
5. Respons hipersinsitivitas lambat terganggu
6. Eosinofilia
7. Sekresi IL-1, IL-5, dan IL-3 oleh sel Th2 meningkat
8. Sekresi IFN-γ oleh sel Th1 menurun
9. Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat
10. Kadar CAMP-fosfodiesterase monosit meningkat, disertai peningkatan IL-
10 dan PGE2.
Gejala Klinis
Keluhan gatal adalah gambaran menonjol dari DA, dimanifestasikan
sebagai hiperreaktivitas kulit dan garukan setelah pajanan alergen, perubahan
kelembaban, keringat berlebihan, dan iritan konsentrasi rendah.5
Keluhan gatal dapat intermiten sepanjang hari dan lebih parah menjelang
senja dan malam. Sebagai konsekuensi keluhan gatal adalah garukan, prurigo
papules, likenifikasi, dan lesi kulit eksematosa. Lesi akut ditandai keluhan gatal
intens, papul eritem disertai ekskoriasi, vesikel di atas kulit eritem, dan eksudat
serosa. Lesi subakut ditandai papul eritem, ekskoriasi, skuamasi. DA kronik
ditandai oleh plakat kulit tebal, likenifikasi (accentuated skin markings), dan
papul fibrotik (prurigo nodularis). 5
Distribusi dan pola reaksi kulit bervariasi menurut usia pasien dan
aktivitas penyakit. Pada bayi, DA umumnya lebih akut dan terutama mengenai
wajah, scalp, dan bagian ekstensor ekstremitas. Daerah diaper (popok) biasanya
tidak terkena. Pada anak yang lebih tua, dan pada yang telah menderita dalam
waktu lama, stadium penyakit menjadi kronik dengan likenifikasi dan lokalisasi
berpindah ke lipatan fleksura ekstremitas. 5
Dermatitis atopik sering mereda dengan pertambahan usia, dan individu dewasa
tersebut mempunyai kulit yang peka terhadap gatal dan peradangan bila terpajan iritan
eksogen. Eksema tangan kronik mungkin merupakan manifestasi primer dari banyak
orang dewasa dengan DA. 5
Gambar 2. Gambaran klinis DA pada dewasa
Penegakan Diagnosis
Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Tidak ada gambaran klinis tunggal pembeda atau tes laboratorium diagnostik
untuk DA, sehingga diagnosis didasarkan pada temuan klinis oleh Hanifin &
Rajka (Tabel 1.1).
Tabel 1. Kriteria mayor dan minor dermatitis atopik5
Kriteria Mayor
( ≥ 3) Kriteria Minor (≥ 3)
1. Gatal
2. Morfologi dan
distribusi lesi
khas:
likenifikasi
fleksural atau
hiperlinearis
pada dewasa.
Mengenai wajah
dan ekstensor
pada bayi dan
1. Kulit kering
2. Iktiosis/hiperlinea
s palmar/keratosis
pilaris
3. Peningkatan kadar
IgE serum
4. Usia awitan dini
5. Kecenderungan
mendapat infeksi
kulit akibat
gangguan imunitas
11. Keratokonus
12. Katarak subkapsuler
anterior
13. Hiperpigmentasi daerah
orbita
14. Kemerahan/kepucatan di
pipi
15. Pitiriasis alba
16. Dermatitis di lipatan
leher anterior
17. Gatal bila berkeringat
anak.
3. Dermatitis
kronik atau
kronik berulang.
4. Riwayat atopi
pada pasien atau
keluarga.
seluler
6. Kecenderungan
mendapat
dermatitis non
spesifik pada
tangan dan kaki
7. Eksema pada
putting susu
8. Kelitis
9. Konjungtivitis
berulang
10. Lipatan orbita
Dennie-Morgan
18. Intoleransi terhadap wol
dan pelarut lemak
19. Aksentuasi perifolikuler
20. Intoleransi makanan
21. Perjalanan penyakit
dipengaruhi
lingkungan/emosi
22. Dermografisme
putih/delayed blanch
Diagnosis Banding
Dalam diagnosis banding, terdapat sejumlah penyakit kulit inflamasi,
imunodefisiensi, penyakit genetik, penyakit infeksi, dan infestasi yang mempunyai
gejala dan tanda yang sama dengan DA, yaitu: 5
1. Dermatitis kontak (alergik dan iritan)
2. Dermatitis seboroik
3. Skabies
4. Psoriasis
5. Iktiosis vulgaris
6. Dermatofitosis
7. Eczema asteatotik
8. Liken simplek kronikus
9. Dermatitis numularis
Penatalaksanaan
Gambar 3. Skema Pendekatan Pada Pasien DA5
Pasien dengan riwayat dermatitic pruritis
Gejala pada pasien dimasukkan dalam kriteria Hanifin-
Rajka
Langkah-langkah perawatan kulit secara umum :
1. Edukasi
2. Hidrasi kulit dan pemakaian emolien/ pelindung sawar kulit
3. Menghindari iritan
4. Identifikasi dan hindari alergen pencetus
5. Penggunaan terapi antiinflamasi (topikal steroid, oenghambat
calcineurin topikal)
6. Pemberian obat antipruritus (antihistamin sedatif)
7. Identifikasi dan pengobatan terhadap infeksi sekunder seperti
bakteri, virus atau jamur.
8. Pengobatan terhadap aspek psikososial penyakit.
+ -
Pikirkan diagnosa lainnya.
Keberhasilan terapi +
Titrasi terapi topikal, hanya menggunakan emolien/
pelindung sawar kulit. Untuk steroid topikal dan calceneurin
topikal diberikan jika perlu saja
-
Tinjau kembali diagnosa DA
Mempertimbangkan peran agen infeksius yang tidak dikenal,
alergen dan lain-lain.
Memepertimbangkan keterbatasan pasien dalam memahami
rencana terapi
Keberhasilan terapi
+
Konsultasi dengan spesialis DA
Pertimbangkan untuk biopsi kulit
Pertimbangkan untuk rawat inap
Pertimbangkan untuk mendapat terapi
siklosporin A, terapi ultraviolet dan lain-
lain.
-
Prinsip terapi :
1. Hindari paparan antigen
2. Cegah timbulnya ikatan antigen dengan IgE
3. Hambat sekresi mediator radang yang disekresi mastosit dan eosinofil
4. Cegah infeksi berarti mencegah kekambuhan 4
A. Non Medikamentosa
Untuk memperoleh keberhasilan terapi DA, diperlukan pendekatan
sistematik meliputi hidrasi kulit dan identifikasi serta eliminasi faktor pencetus
seperti iritan, alergen, infeksi, dan stressor emosional. Selain itu, rencana terapi
harus individualistik sesuai dengan pola reaksi penyakit, termasuk stadium
penyakit dan faktor pencetus unik dari masing-masing pasien.5
B. Medikamentosa
Hidrasi kulit
Pasien DA menunjukkan penurunan fungsi sawar kulit dan xerosis yang
mempengaruhi terjadinya fisura mikro kulit yang dapat menjadi jalan masuk patogen,
iritan dan alergen. Problem tersebut akan dipengaruhi oleh musim dan lingkungan kerja
tertentu. Mandi dengan sabun berpelembab minimal 20 menit dilanjutkan dengan
pemberian emollient (untuk menahan kelembaban) dapat meringankan gejala. Terapi
hidrasi bersama dengan emolien dapat mengembalikan dan memperbaiki sawar lapisan
kulit, dan dapat mengurangi pemakaian steroid topikal. 5
Steroid topikal
Karena steroid memiliki efek samping, maka pemakaian steroid topikal hanya
diberikan pada DA eksaserbasi akut. Setelah fase akut DA berakhir, maka pemberian
steroid jangka panjang dapat dipertahankan pada sebagian pasien dengan pemakaian
fluticasone 0.05% 2 x/minggu pada area yang telah sembuh. Steroid poten harus
dihindari pada wajah, genitalia dan daerah lipatan. Steroid dioleskan pada lesi dan
emolien diberikan pada kulit yang tidak terkena. Steroid ultra-poten hanya boleh
dipakai dalam waktu singkat dan pada area likenifikasi (tetapi tidak pada wajah
atau lipatan). Steroid mid-poten dapat diberikan lebih lama untuk DA kronik pada
badan dan ekstremitas. Efek samping local meliputi stria, atrofi kulit, dermatitis
perioral, dan acne rosasea.5
Inhibitor kalsineurin topical
Takrolimus dan pimekrolimus topikal telah dikembangkan sebagai
imunomodulator nonsteroid. Salap takrolimus 0.03% telah disepakati sebagai terapi
intermiten DA derajat sedang-berat pada anak ≥ 2 tahun dan takrolimus 0.1%
untuk dewasa. Krim pimekrolinus 1% untuk anak ≥ 2 tahun dengan DA derajat
ringan-sedang. Kedua obat ini efektif dan aman dipakai sebagai terapi sampai 4 tahun
(untuk pemakaian takrolimus) dan 2 tahun (untuk pimekrolimus). Kedua bahan
tersebut tidak menyebabkan atrofi kulit, sehingga aman untuk wajah dan lipatan, dan
tidak menyebabkan peningkatan kecenderungan mendapat superinfeksi virus. 5
Antibiotik
Sefalosporin dan golongan penicillins (dikloksasilin, oksasilin, kloksasilin)
diberikan untuk pasien yang tidak resisten terhadap strain S. aureus. Stafilokokus
yang resisten golongan tersebut memerlukan kultur dan uji sensitivitas untuk
menentukan obat yang cocok. 5
Mupirosin topikal dapat berguna untuk lesi yang mengalami infeksi sekunder.
Terapi antivirus juga dapat diberikan apabila terdapat infeksi herpes simplek kulit.
Infeksi dermatofit dapat menyebabkan eksaserbasi DA, sehingga harus diterapi
dengan anti-jamur topikal atau sistemik.5
Preparat ter
Preparat ter mempunyai efek antipruritus dan anti-inflamasi pada kulit tetapi
tidak sekuat steroid topikal. Preparat ter dapat mengurangi potensi steroid topikal
yang diperlukan pada terapi pemeliharaan DA kronis. Preparat ter tidak boleh
diberikan pada lesi kulit radang akut, karena dapat terjadi iritasi kulit. Efek
samping ter di antaranya folikulitis dan fotosensitif.5
Anti-pruritus sistemik
Steroid topikal dan hidrasi kulit sering mengurangi keluhan gatal. Namun
pemberian antihistamin sistemik dapat memblok reseptor H1 dalam dermis,
sehingga dapat menghilangkan pruritus akibat pelepasan histamin. Karena pruritus
biasanya lebih parah pada malam hari, maka dianjurkan pemberian antihistamin sedatif,
hidroksizin, doksepin atau difenhidramin, yang mempunyai efek samping mengantuk
bila diberikan pada waktu tidur. Doksepin memiliki efek antidepresan dan efek blok
terhadap reseptor H1 dan H2. Obat ini dapat diberikan dengan dosis 10-75 mg oral
malam hari atau sampai 2 x 75 mg pada pasien dewasa. Pemberian doksepin 5%
topikal jangka pendek (1 minggu) dapat mengurangi pruritus tanpa menimbulkan
sensitisasi. Walaupun demikian, dapat terjadi efek sedasi pada pemberian topical
area yang luas dan dermatitis kontak alergik. 5
Pemberian antihistamin non-sedatif akan menunjukkan hasil yang bervariasi,
dan akan berguna bila DA disertai dengan urtikaria atau rhinitis alergika.5
Steroid sistemik
Pemberian steroid sistemik sering dipilih karena terapi topikal dan hidrasi
kulit memberikan hasil yang lambat. Pemakaian kortikosteroid oral diberikan
pada kasus DA fase akut dan jarang pada DA fase kronik. Jenis kortikosteroid
yang diberikan untuk mempercepat hilangnya gejala pada fase akut biasanya
adalah golongan kortikosteroid potensi sedang sampai tinggi dengan pemberian
jangka pendek. Outcome pasien setelah pemberian steroid sistemik sering disertai
rebound flare berat setelah pemakaian steroid dihentikan. Bila ini diberikan, perlu
dilakukan tappering off dosis. 1, 5
Siklosporin sistemik
Siklosporin adalah obat imunosupresif poten yang bekerja terutama terhadap
sel T dengan cara menekan transkripsi sitokin. Pasien DA dewasa dan anak yang
refrakter terhadap terapi konvensional, dapat berhasil dengan siklosporin jangka
pendek. Dosis 5 mg/kg umumnya dipakai dalam pemakaian jangka pendek dan
panjang (1 tahun). Penghentian terapi dapat menyebabkan kekambuhan. Selain itu
siklosporin dapat meningkatkan kreatinin serum, gangguan ginjal dan hipertensi.5
Fototerapi
Saat ini, sinar ultraviolet telah digunakan sebagai terapi pada dermatitis
atopik. Kombinasi UVA dan UVB dapat berguna sebagai terapi penyerta DA.
Target UVA dengan/tanpa psoralen adalah sel LC dan eosinofil, sedangkan UVB
berfungsi imunosupresif melalui penghambatan fungsi sel penyaji antigen, LC dan
merubah produksi sitokin oleh keratinosit. Efek samping jangka pendek berupa
eritema, nyeri kulit, gatal, dan pigmentasi, sedangkan efek samping jangka
panjang adalah penuaan kulit dan keganasan. 5, 8
Penggunaan Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan
oleh kelenjar adrenal. Ada 2 jenis hormon adrenokortikal yang utama, yaitu
mineralokortikoid dan glukokortikoid. Selain hormone ini, korteks adrenal juga
mensekresi sedikit hormone kelamin, terutama androgen yang fungsinya mirip
dengan hormone testosterone pada pria. Hormone mineralokortikoid
mempengaruhi elektrolit cairan ekstrasel terutama natrium dan kalium, sedangkan
hormone glukokortikoid dapat meningkatkan glukosa darah dan berefek pada
metabolisme protein dan lemak. 9,10
Farmakokinetik
Terdapat lebih dari 30 jenis steroid dari korteks adrenal, namun hanya 2
yang berguna sebagai fungsi endokrin pada manusia, yaitu aldosteron
(mineralokortikoid utama) dan kortisol (glukokortikoid utama). 9
Glukokortikoid di sintesis dari kolesterololeh zona fasikulata dan zona
retikularis dan dilepaskan ke dalam sirkulasi dibawah pengaruh ACTH. Waktu
paruh kortisol dalam sirkulasi normalnya kira- kira 60-90 menit, dan dapat
meningkat bila diberikan (sintetik) dalam jumlah besar atau bila stress,
hipotiroidisme atau adanya penyakit hati. 10
Tabel 2. Potensi relatif glukokortikoid 7
Macam
Kortikosteroid
Potensi
glukokortikoid
Dosis Ekuivalen
(mg)
Potensi
mineralokortikoid
Kerja singkat
Hidrokortison
Kortison
1
0,8
20,0
25,0
2+
2+
Kerja sedang
meprednison
Metilprednisolon
Prednisolon
Prednison
Triamsinolon
4-5
5
4
4
5
4,0
4,0
5,0
5,0
5,0
0
0
1+
1+
0
Kerja lama
Betametason
Deksametason
Parametason
20-30
20-30
10
0,6
0,75
2,0
0
0
0
Farmakodinamik
Kortikosteroid sistemik golongan glukokortikoid banyak digunakan dalam
bidang dermatologi karena obat tersebut mempunyai efek imunosupresan dan
anti-inflamasi. Kortikosteroid dapat menurunkan permeabilitas kapiler karena
obat ini menurunkan efek enzim proteolitik sehingga mencegah kehilangan
plasma ke dalam jaringan. Selain itu kortikosteroid menghilangkan pembentukan
prostaglandin dan leukotrien yang meningkatkan vasodilatasi sehingga
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah jika dioleskan langsung ke pembuluh
darah dan mengurangi mobilitas sel darah putih. Hormone ini juga menekan
system imun dengan menurunkan reproduksi limfosit T, sehingga akan
mengurangi proses inflamasi pada jaringan tersebut.9,10
Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi
klinis yang sangat luas. Kortikosteroid sering disebut sebagai life saving
drug. Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak
diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi termasuk sebagai
dermatoterapi. 9
Steroid sistemik dapat dipertimbangkan untuk jangka pendek digunakan
dalam kasus-kasus tertentu, dikarenakan efek sampingnya yang juga perlu
diperhatikan bila digunakan jangka panjang.
Tabel 3. Efek Samping Kortikosteroid Sistemik 7
Tempat Efek Samping
Saluran cerna Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi
gaster, ulkus peptikum/perforasi, pancreatitis,
ilieitis regional, colitis ulseratif
Otot Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu
Sususan saraf pusat Perubahan kepribadian (euphoria, insomnia,
gelisah, psikosis, paranoid, hiperkinesis,
Tulang Osteoporosis, fraktur kompresi vertebrae, skoliosis,
fraktur tulang panjang
Kulit Hirsustisme, hipotrofi, strie atrofise, dermatoformis
akneformis, purpura, telangiektasis.
Mata Katarak subskapular posterior, glaukoma
Darah Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit, limfosit
Pembuluh darah Kenaikan tekanan darah
Kelenjar adrenal bagian
korteks
Atrofi, tidak bisa melawan stress
Metabolism protein,
karbohidrat dan lemak
Kehilangan protein, hiperlipidemia, gula meninggi,
obesitas, buffalo bump, perlemakan hati
Elektrolit Retensi Na/air, kehilangan kalium
Sistem imunitas Menurun, rentan terhadap infeksi, reaksi
tuberculosis dan herpes simpleks, keganasan
Penggolongan
Kortikosteroid topikal dibagi menjadi 7 golongan berdasarkan potensi
klinisnya, yaitu sebagai berikut.
Tabel 4. Potensi Kortikosteroid Topikal
Klasifikasi Nama Generik
Golongan 1: (super poten)
0,05% betamethason dipropionate
0,05% diflorasone diacetate
0,05% clobetasol propionate
0,05% halobetasol propionate
Golongan II: (potensi tinggi)
0,1% amcinonide
0,05% betamethasone dipropionate
0,01% mometasone fuorate
0,05% diflorasone diacetate
0,01% halcinonide
0,05% fluocinonide
0,05% diflorasone diacetate
0,05% betamethasone dipropionate
0,25% desoximetasone
0,05% desoximetasone
Golongan III: (potensi tinggi)
0,1% amcinonide
0,05% betamethasone dipropionate
0,01% mometasone fuorate
0,05% diflorasone diacetate
0,01% halcinonide
0,05% fluocinonide
0,05% diflorasone diacetate
0,05% betamethasone dipropionate
0,25% desoximetasone
0,05% desoximetasone
Golongan IV: (potensi
medium)
0,1% triamcinolone acetonide
0,05% flurandrenolide
0,1% mometasone furoate
0,1% triamcinolone acetonide
0,025% fluocinolone acetonide
0,2% hydrocortisone valerate
Penggunaan kortikosteroid topikal pada kulit memiliki efek samping
berupa atrofi kulit, Acneiform reaction, hipertrikosis, perubahan pigmen kulit,
mencetuskan infeksi mikroorganisme patogen dan reaksi alergi.5
Golongan V: (potensi
medium)
0,05% flurandrenolide
0,05% fluticasone propionate
0,1% prednicarbate
0,05% betamethasone dipropionate
0,1% triamcinolone acetonide
0,1% hydrocortisone butyrate
0,025% fluocinolone acetonide
0,05% desonide
0,1% betamethasone valerate
0,2% hydrocortisone valerate
Golongan VI: (potensi
medium)
0,05% aclometasone
0,1% triamcinolone acetonide
0,05% desonide
0,025% triamcinolone acetonide
0,1% hydrocortisone butyrate
0,01% fluocinolone acetonide
0,05% desonide
0,1% betamethasone valerate
Golongan VII: (potensi
lemah)
Obat topical dengan hidrokortison, dekametason,
glumetalone, prednisolone, dan metilprednisolone
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. TMD
Umur : 64 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Baitussalam
Pekerjaan : Nelayan
Status Pernikahan : Menikah
HP/ Telp : 085260619029
Nomor CM : 1-03-50-70
Tanggal Periksa : 05 Januari 2015
Anamnesis
a. Keluhan Utama
Gatal di tangan dan kaki
b. Keluhan Tambahan
Bercak kemerahan, kulit kering, dan bersisik
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh gatal sejak 1 bulan yang lalu. Gatal muncul secara tiba –
tiba dan dirasakan menetap. Keluhan gatal memberat terutama saat pasien
berkeringat, dan malam hari. Saat gatal muncul pasien selalu menggaruk di bagian
tersebut akan tetapi gatal terasa semakin memberat. Satu minggu sebelum gatal
muncul, pasien mengeluh adanya bercak kemerahan kecil pada kedua tangan.
Bercak kemerahan dirasakan semakin lama semakin membesar dan meluas hingga
ke kedua kaki. Pasien juga mengatakan permukaan kulit terasa kering dan
bersisik.
d. Riwayat Penggunaan Obat
Pasien sebelumnya berobat ke puskesmas dan diberikan obat tablet untuk
mengurangi rasa gatal.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat
alergi makanan disangkal.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Saudara kandung pasien memiliki riwayat asma bronkhial.
g. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien sehari - hari bekerja sebagai nelayan dan sering terpapar matahari.
Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 80 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Pemeriksaan Fisik Kulit
1. Status Dermatologis
Regio : Manus dan plantar pedis dextra et sinistra
Deskripsi Lesi : tampak patch eritematous berbatas tidak tegas, ukuran plakat
dengan skuama tipis di atasnya distribusi simetris.
2. Pemeriksaan Fisik Hanifin & Rajka
A. Kriteria Mayor
- Pruritus
- Morfologi dan distribusi khas (manus dan plantar pedis)
- Riwayat atopi pada keluarga (saudara kandung pasien mempunyai riwayat
asma bronkial)
B. Kriteria Minor
- Xerosis (kulit kering)
- Gatal bila berkeringat
- Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan (suhu)
Diagnosis Banding
1. Dermatitis Atopik Dewasa
2. Dermatitis Kontak Alergika
3. Liken Simplek Kronis
4. Dermatitis Seboroik
5. Psoriasis Vulgaris
Pemeriksaan Penunjang
- Uji klinis white dermographysm : Tidak dilakukan.
- Fenomena Kaarsvlek : Tidak dilakukan.
- Autzpitz sign : Tidak dilakukan.
- Koebner phenomenon : Tidak ada.
Pemeriksaan Anjuran Lanjutan
- Atopic patch test
- Pemeriksaan laboratorium :
1. Darah tepi
2. Level serum IgE
Resume
Seorang laki-laki, 64 tahun, datang dengan keluhan gatal sejak 1 bulan
yang lalu. Gatal muncul secara tiba – tiba dan dirasakan menetap. Keluhan gatal
memberat terutama sewaktu pasien berkeringat dan pada saat malam hari. Saat
gatal muncul pasien selalu menggaruk di bagian tersebut akan tetapi gatal terasa
semakin memberat. Satu minggu sebelum gatal muncul, pasien mengeluh adanya
bercak kemerahan sebesar biji jagung pada kedua tangan. Bercak kemerahan
dirasakan semakin lama semakin membesar dan meluas hingga ke kedua kaki.
Pasien juga mengatakan permukaan kulit terasa kering dan bersisik. Saudara
kandung pasien memiliki riwayat asma bronkial. Pasien juga sering terpapar sinar
matahari karena pekerjaan pasien sebagai nelayan.
Hasil pemeriksaan fisik kulit pada regio manus dan plantar pedis dextra et
sinistra tampak patch eritematous berbatas tidak tegas, ukuran plakat dengan
skuama tipis di atasnya distribusi simetris.
Diagnosis Klinis
Dermatitis Atopik Dewasa
Tatalaksana
Farmakoterapi
Sistemik : Cetirizine 10 mg tablet 2x1
Metilprednisolon 8 mg tablet 3x1
Topikal : Tiamfenikol 2% + Desoximethasone oint 0,25 % oles di tangan
dan kaki (pagi, siang, dan malam)
Edukasi
Memakai pelembab untuk mencegah kulit agar tidak kering.
Menghindarkan suhu yang terlalu panas.
Mandi menggunakan sabun yang pH yang sama dengan pH kulit.
Jangan menggaruk di tangan atau kaki yang gatal.
Gunakan obat secara teratur.
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
DISKUSI
Pada anamnesis pasien mengeluh gatal sejak 1 bulan yang lalu. Gatal
muncul secara tiba – tiba dan dirasakan menetap. Keluhan gatal memberat
terutama sewaktu pasien berkeringat dan pada saat malam hari. Saat gatal muncul
pasien selalu menggaruk di bagian tersebut akan tetapi gatal terasa semakin
memberat. Satu minggu sebelum gatal muncul, pasien mengeluh adanya bercak
kemerahan sebesar biji jagung pada kedua tangan. Bercak kemerahan dirasakan
semakin lama semakin membesar dan meluas hingga ke kedua kaki. Pasien juga
mengatakan permukaan kulit terasa kering dan bersisik. Saudara kandung pasien
memiliki riwayat asma bronkial. Pasien juga sering terpapar sinar matahari karena
pekerjaan pasien sebagai nelayan.
Gejala pruritus yang merupakan keluhan utama pada pasien dapat
diakibatkan oleh sel peradangan, ambang rasa gatal yang rendah akibat
kekeringan kulit, perubahan kelembaban udara, dan keringat berlebihan.
Kekeringan yang terjadi pada penderita DA diduga terjadi akibat kadar lipid
epidermis yang menurun, trans epidermal water loss meningkat, skin capacitance
(kemampuan stratum korneum mengikat air) menurun, terlebih karena pasien
berusia tua. Kekeringan kulit ini menyebabkan ambang rangsang gatal menjadi
relatif rendah dan menimbulkan sensasi untuk menggaruk, dimana garukan ini
dapat menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga memudahkan
mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain untuk masuk ke dalam kulit.5
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan faktor
resiko yang ada pada pasien. Berdasarkan kriteria Hanifin-Rajka, pasien memiliki
3 kriteria mayor serta 3 kriteria minor sehingga dapat didiagnosis dengan
dermatitis atopik. Adapun kriteria yang ada pada pasien adalah sebagai berikut.
A. Kriteria Mayor
- Pruritus
- Morfologi dan distribusi khas (manus dan plantar pedis)
- Riwayat atopi pada keluarga (saudara kandung pasien mempunyai riwayat
asma bronkial)
B. Kriteria Minor
- Xerosis (kulit kering)
- Gatal bila berkeringat
- Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan (suhu)
Pasien dalam kasus ini merupakan laki-laki berusia 64 tahun. Walaupun
angka kejadian dermatitis atopik banyak terjadi pada anak- anak yaitu sekitar 10-
20%, akan tetapi penyakit ini masih dapat terjadi pada orang dewasa, yaitu sekitar
3%. 3
Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis DA adalah uji klinis
white dermographysm. Uji white dermographysm dikatakan positif apabila terlihat
adanya triple phenomena Lewis.
Pasien ini diberikan terapi kortikosteroid oral berupa metilprednisolon 3x8
mg, antihistamin oral yakni cetirizine 2x10 mg, dan kombinasi antibiotik dan
kortikosteroid topical (tiamisin 2%+ desoximethason 0,25% krim oles di tangan
dan kaki). Desoximethasone adalah jenis kortikosteroid potensi tinggi (golongan
II) dan dapat diberikan pada penderita DA dewasa. 7
Dosis metilprednisolon yang digunakan pada pasien ini adalah 3x8 mg
selama 5 hari. Hal ini dikarenakan obat tersebut mempunyai efek imunosupresan
dan anti-inflamasi dan memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan topikal.
Pemberian cetirizine dimaksudkan sebagai antihistamin yang dapat mengurangi
rasa gatal pada pasien sehingga resiko untuk timbulnya ekskoriasi karena garukan
berkurang, dan resiko infeksi juga berkurang.5
Pada pasien ini diberikan pemahaman agar menghindari faktor pencetus
penyakit agar tidak berulang. Faktor pencetus yang perlu diidentifikasi di
antaranya pajanan ekstrim suhu dan kelembaban, sabun yg tidak sesuai dengan pH
kulit, pajanan kimiawi, dan pakaian abrasif. 4
Dari anamnesis, pasien mengaku
seorang nelayan sehingga sering terpapar oleh matahari yang dapat mencetuskan
terjadinya gatal, sehingga edukasi yang diberikan adalah tidak bekerja untuk
sementara. Pasien juga diberikan pelembab untuk mencegah kulit kering yang
dapat mencetuskan DA. 5
Lampiran 1
Diagnosis
banding
Definisi dan Manifestasi
Klinis Tipe Lesi
Distribusi
Lesi Keterangan
Dermatitis
Atopik
Inflamasi kulit kronis residif
yang umumnya sering
terjadi pada masa bayi dan
anak, namun dapat juga
terjadi pada dewasa.
Lesi berupa
makula atau
patch, papula,
bisa disertai
skuama, krusta,
erosi dan
likenifikasi. Pada
lesi yang kronis,
bentuk polimorf
dan distribusi
khas simetris.
Pada dewasa
biasanya
pada
angggota
gerak
fleksor.
Dermatitis
kontak
alergika
Inflamasi pada kulit melalui
mekanisme imunologi,
akibat paparan allergen
eksogen.
Lesi berupa
papula, vesikel,
makula atau
patch, disertai
skuama, krusta,
likenifikasi,
bentuk polimorf,
berbatas tegas
sesuai alergen
kontak.
Lesi muncul
di bagian
tubuh yang
kontak
dengan
bahan
alergen.
v
Likhen
simpleks
kronik
Peradangan kulit kronik
dengan rasa sangat gatal
ditandai dengan kulit
menebal dan garis kulit
terlihat lebih jelas.
Lesi berupa papul
eritematous
konfluens yang
dapat berbentuk
plak
hiperpigmentasi
akibat garukan,
disertai
likenifikasi dan
sering terdapat
ekskoriasi dengan
skuama minimal.
Lesi sering
muncul di
bagian
kepala,
leher,
anggota
gerak
extensor,
sendi, dan
genitalia.
Dermatitis
seboroik
Peradangan kulit pada
daerah yang banyak
mengandung kelenjar
sebasea.
Lesi berupa
makula
eritematous yang
ditutupi oleh
papul milier
berbatas tidak
tegas dan skuama
halus. Kadang
ditemukan erosi
dengan krusta
yang sudah
mongering
berwarna
kekuningan.
Biasa
terdapat
kulit kepala,
belakang
telinga, alis
mata, ketiak,
dada dan
daerah
suprapubis.
Psoriasis
Vulgaris
Psoriasis adalah suatu
penyakit inflamasi kulit
bersifat kronis residif, dapat
mengenai semua umur yang
ditandai dengan plak
kemerahan yang ditutupi
oleh skuama yang tebal
berwarna putih keperakan
dan berbatas tegas.
Tampak plak
eritematous
dengan skuama
tebal berbatas
tegas.
Lesi dapat
muncul pada
siku, lutut,
kepala,
genetalia,
dan kuku.
DAFTAR PUSTAKA
1. Eichenfield LF, Tom WL, Berger TG, Krol A, Paller AS, Schwarzenberger
K, Bergman JN, et al. Guidlines for Care Management of Atopic Dermatitis.
Section 2 : Management and Treatment of Atopic Dermatitis With Topical
Therapies. J AM ACAD Dermatol. July 2014. (7) : 1. 116-132.
2. Sanchez J, Paez B, Macias A, Olmos C, Falco A. Atopic Dermatitis
Guideline. Position Paper from the Latin American Society of Allergy,
Asthma and Immunology. Revista Alergica Mexico. 2014 (61) 3 : 178-211.
3. Movita T. Tatalaksana Dermatitis Atopik di Indonesia. Kelompok Studi
Dermatologi Anak Indonesia. CDK 22. 2014. 41 : 828-831.
4. Ring J, Alomar A, Bieber T, Deleuran M, Fink WA, et al. Guidelines for
Treatment of Atopic Eczema (Atopic Dermatitis) Part I. JEADV. 2012. 26 :
1045-1060.
5. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic dermatitis (Atopic
eczema). In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. New York:
McGraw Hill; 2008. p. 146-58.
6. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis
of Clinical Dermatology (5th ed). Part I: Disorders Presenting in the Skin
and Mucous Membranes. Section 2. Eczema/Dermatitis. 2007. New York :
The Mc Graw Hill Companies.
7. Sularsito S, Djuanda S. Dermatitis. In: Djuanda A, eds. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2010.
8. Leung DYM et al.New Insight of Atopic Dermatits. The Journal Of Clinical
Investigation. 2004. 113(5) : 651-7.
9. Guyton, et all. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007.
10. Tjay, TH Rahardja K. Obat- Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-
Efek Samping Edisi V. Jakarta: Elexmedia Komputindo. 2002.