case dermatitis atopik
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit kronis residif disertai
gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi
pada penderita atau keluarganya.
Sinonim: Istilah lain adalah ekzema atopik, ekzema konstitusional, ekzema
fleksural, neurodermatitis diseminata, prurigo Besnier.
II. Etiopatogenesis
Penyakit ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor genetik,
imunologik, lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar
terjadinya DA adalah melalui reaksi imunologik yang diperantarai oleh sel-sel
yang berasal dari sumsum tulang. Kadar IgE serum serta eosinofil pada darah
perifer penderita umunya meningkat. Terbukti bahwa ada hubungan antara
DA dengan alergi saluran napas yaitu 80% pasien dengan DA mengalami
asma atau rinitis alergi.
1. Respons imun pada kulit
Salah satu faktor yang berperan pada DA adalah faktor imunologik.
Di dalam kompartemen dermo-epidermal dapat berlangsung respon imun
yang melibatkan sel Langerhans (SL) epidermis, limfosit, eosinofil dan sel
mas. Bila suatu antigen (bisa berupa alergen hirup, alergen makanan,
autoantigen ataupun super antigen) terpajan ke kulit individu dengan
kecenderungan atopi, maka antigen tersebut akan mengalami proses :
ditangkap IgE yang ada pada permukaan sel mas atau IgE yang ada di
membran SL epidermis. Bila antigen ditangkap IgE sel mas (melalui
reseptor FcεRI), IgE akan mengadakan cross linking dengan FcεRI,
menyebabkan degranulasi sel mas dan akan keluar histamin dan faktor
kemotaktik lainnya. Reaksi ini disebut reaksi hipersensitif tipe cepat
(immediate type hypersensitivity). Pada pemeriksaan histopatologi akan
nampak sebukan sel eosinofil.
2
Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE, sel Langerhans (melalui
reseptor FcεRI, FcεRII dan IgE-binding protein), kemudian diproses untuk
selanjutnya dengan bekerjasama dengan MHC II akan dipresentasikan ke
nodus limfa perifer (sel Tnaive) yang mengakibatkan reaksi
berkesinambungan terhadap sel T di kulit, akan terjadi diferensiasi sel T
pada tahap awal aktivasi yang menentukan perkembangan sel T ke arah
TH1 atau TH2. Sel TH1 akan mengeluarkan sitokin IFN-γ, TNF, IL-2 dan
IL-17, sedangkan sel TH2 memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-13. Meskipun
infiltrasi fase akut DA didominasi oleh sel TH2 namun kemudian sel TH1
ikut berpartisipasi. Jejas yang terjadi mirip dengan respons alergi tipe IV
tetapi dengan perantara IgE sehingga respons ini disebut IgE mediated-
delayed type hypersensitivity. Pada pemeriksaan histopatologi nampak
sebukan sel netrofil.
Selain dengan SL dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi dengan F
cεRI yang terdapat pada sel basofil dan terjadi pengeluaran histamin
secara spontan oleh sel basofil. Garukan kronis dapat menginduksi
terlepasnya TNF α dan sitokin pro inflamasi epidermis lainnya yang akan
mempercepat timbulnya peradangan kulit DA. Kadang-kadang terjadi
aktivasi penyakit tanpa rangsangan dari luar sehingga timbul dugaan
adanya autoimunitas pada DA. Pada lesi kronik terjadi perubahan pola
sitokin. IFN-γ yang merupakan sitokin Th1 akan diproduksi lebih banyak
sedangkan kadar IL-5 dan IL-13 masih tetap tinggi. Lesi kronik
berhubungan dengan hiperplasia epidermis. IFN dan GM-CSF mampu
menginduksi sel basal untuk berproliferasi menghasilkan pertumbuhan
keratinosit epidermis. Perkembangan sel T menjadi sel TH2 dipacu oleh
IL-10 dan prostaglandin (P6) E2. IL-4 dan IL-13 akan menginduksi
peningkatan kadar IgE yang diproduksi oleh sel B.
2. Faktor Genetik
DA adalah penyakit dalam keluarga dimana pengaruh maternal
sangat besar. Walaupun banyak gen yang nampaknya terkait dengan
penyakit alergi, tetapi yang paling menarik adalah peran Kromosom 5 q31
– 33 karena mengandung gen penyandi IL3, IL4, IL13 dan GM – CSF
3
(granulocyte macrophage colony stimulating factor) yang diproduksi oleh
sel Th2. Pada ekspresi DA, ekspresi gen IL-4 juga memainkan peranan
penting. Predisposisi DA dipengaruhi perbedaan genetik aktifitas
transkripsi gen IL-4. Dilaporkan adanya keterkaitan antara polimorfisme
spesifik gen kimase sel mas dengan DA tetapi tidak dengan asma
bronchial ataupun rinitif alergik. Serine protease yang diproduksi sel mas
kulit mempunyai efek terhadap organ spesifik dan berkontribusi pada
resiko genetic DA
3. Respon sistemik
Perubahan sistemik pada DA adalah sebagai berikut :
- Sintesis IgE meningkat.
- IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat.
- Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.
- Respons hipersensitivitas lambat terganggu
- Eosinofilia
- Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat
- Sekresi IFN-γ oleh sel TH1 menurun
- Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.
- Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai
peningkatan IL-13 dan PGE2
4. Sawar kulit
Umumnya penderita DA mengalami kekeringan kulit. Hal ini diduga
terjadi akibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans epidermal water
loss meningkat, skin capacitance (kemampuan stratum korneum
meningkat air) menurun. Kekeringan kulit ini mengakibatkan ambang
rangsang gatal menjadi relatif rendah dan menimbulkan sensasi untuk
menggaruk. Garukan ini menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga
memudahkan mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain untuk melalui
kulit dengan segala akibat-akibatnya.
5. Faktor lingkungan
Peran lingkungan terhadap tercetusnya DA tidak dapat dianggap
remeh. Alergi makanan lebih sering terjadi pada anak usia <5 tahun. Jenis
4
makanan yang menyebabkan alergi pada bayi dan anak kecil umumnya
susu dan telur, sedangkan pada dewasa sea food dan kacang-kacangan.
Tungau debu rumah (TDR) serta serbuk sari merupakan alergen hirup
yang berkaitan erat dengan asma bronkiale pada atopi dapat menjadi faktor
pencetus DA. 95% penderita DA mempunyai IgE spesifik terhadap TDR.
Derajat sensitisasi terhadap aeroalergen berhubungan langsung dengan
tingkat keparahan DA. Suhu dan kelembaban udara juga merupakan faktor
pencetus DA, suhu udara yang terlampau panas/dingin, keringat dan
perubahan udara tiba-tiba dapat menjadi masalah bagi penderita DA.
Hubungan psikis dan penyakit DA dapat timbal balik. Penyakit yang
kronik residif dapat mengakibatkan gangguan emosi. Sebaliknya stres
akan merangsang pengeluaran substansi tertentu melalui jalur
imunoendokrinologi yang menimbulkan rasa gatal. Kerusakan sawar kulit
akan mengakibatkan lebih mudahnya mikroorganisme dan bahan iritan
(seperti sabun, detergen, antiseptik, pemutih, pengawet) memasuki kulit.
III. Gambaran Klinis
Gejala utama DA ialah gatal, dapat hilang timbul sepanjang hari dan
biasanya lebih hebat pada malam hari. Penderita akan menggaruk sehingga
timbul bermacam-macam kelainan kulit berupa papul, likenifikasi, eritema,
erosi, ekskoriasi, eksudasi dan krusta. Ada 3 fase klinis DA yaitu:
1. DA infantil (2 bulan – 2 tahun)
DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan yaitu pada
bulan kedua. Lesi mula-mula tampak didaerah muka (dahi-pipi) berupa
eritema, papul-vesikel pecah karena garukan sehingga lesi menjadi
eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi bisa meluas ke kepala, leher,
pergelangan tangan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi bisa
ditemukan didaerah ekstensor ekstremitas. Sebagian besar penderita
sembuh setelah 2 tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase anak.
2. DA anak (2 – 10 tahun)
Dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil ataupun timbul
sendiri (de novo). Lokasi lesi di lipatan siku/lutut, bagian fleksor
5
pergelangan tangan, kelopak mata dan leher. Ruam berupa papul
likenifikasi, sedikit skuama, erosi, hiperkeratosis dan mungkin infeksi
sekunder. DA berat yang lebih dari 50% permukaan tubuh dapat
mengganggu pertumbuhan.
3. DA pada remaja dan dewasa.
Lokasi lesi pada remaja adalah di lipatan siku/lutut, samping
leher, dahi, sekitar mata. Pada dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik,
sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula berlokasi
setempat misalnya pada bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu
atau skalp. Kadang-kadang lesi meluas dan paling parah di daerah lipatan,
mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar
cenderung berkonfluens menjadi plak likenifikasi dan sedikit skuama.
Bisa didapati ekskoriasi dan eksudasi akibat garukan dan akhirnya
menjadi hiperpigmentasi.
Pruritus adalah gejala subjektif yang paling dominan dan terutama
dirasakan pada malam hari. Bagaimana mekanisme timbulnya pruritus
masih belum jelas. Histamin yang keluar akibat degranulasi sel mas
bukanlah satu-satunya penyebab pruritus. Disangkakan sel peradangan,
ambang rasa gatal yang rendah akibat kekeringan kulit, perubahan
kelembaban udara, keringat berlebihan, bahan iritan konsentrasi rendah
serta stres juga terkait dengan timbulnya pruritus. Umumnya DA remaja
dan dewasa berlangsung lama kemudian cenderung membaik setelah usia
30 tahun, jarang sampai usia pertengahan dan sebagian kecil sampai tua.
Berbagai kelainan kulit dapat menyertai DA (termasuk dalam kriteria
minor).
IV. Penegakan Diagnosis
Berbagai kriteria diagnosis DA disusun oleh berbagai ahli ; Hanifin
dan Rajka telah menyusun kriteria dan kemudian diperbaharui oleh kelompok
kerja Inggris di koordinasi oleh William (1994).
Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3
kriteria minor.
6
Kriteria Mayor
- Pruritus
- Dermatitis di muka atau ekstensor bayi dan anak
- Dermatitis di fleksura pada dewasa
- Dermatitis kronis atau residif
- Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria Minor
- Xerosis
- Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus dan virus H. simpleks)
- Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki
- Iktiosis/hiperlinearis palmaris/keratosis pilaris
- Pitiriasis alba
- Dermatitis di papila mame
- White dermatografism dan delayed blanched response
- Keilitis
- Lipatan infra orbital Dennie – Morgan
- Konjungtivitis berulang
- Keratokonus
- Katarak subkapsular anterior
- Orbita menjadi gelap
- Muka pucat dan eritema
- Gatal bila berkeringat
- Intolerans perifolikular
- Hipersensitif terhadap makanan
- Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau emosi
- Tes alergi kulit tipe dadakan positif
- Kadar IgE dalam serum meningkat
- Awitan pada usia dini
V. Diagnosis Banding
DA didiagnosis banding dengan dermatitis seboroik, dermatitis kontak,
dermatitis numularis, skabies, iktiosis, psoriasis dematitis herpetiformis,
7
sindrom Sezary dan penyakit Letterer-Siwe. Pada bayi, DA dapat pula
didiagnosis banding dengan sindrom Wiskott-Aldrich dan sindrom hiper IgE.
VI. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Tidak ada hasil laboratorium yang spesifik yang dapat dipergunakan untuk
menegakkan diagnosis dermatitis atopik. Hasil yang dapat ditemukan pada
dermatitis atopik, misalnya kenaikkan kadar IgE dalam serum,
mengurangnya jumlah sel-T ( terutama T-supresor) dan imunitas seluler,
jumlah eosinofil dalah darah relatif meningkat.
2. Dermatografisme putih
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respon yakni
berturut-turut akan terlihat: Garis merah ditempat penggoresan selama 15
detik, warna merah disekitarnya selama beberapa detik, edema timbul
setelah beberapa menit. Penggoresan pada penderita yang atopi akan
bereaksi belainan. Garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi
kepucatan selama 2 detik sampai 5 menit, sedangkan edema tidak timbul.
Keadaan ini disebut dermatografisme putih.
3. Percobaan asetil kolin
Suntikan secara intra kutan solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan
hyperemia pada orang normal. Pada orang dengan dermatitis atopi akan
timbul vasokonstriksi terlihat kepucatan selama satu jam.
4. Percobaan histamin
Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita dermatitis atopi
eritema akan berkurang dibandingkan orang lain sebagai kontrol. Kalau obat
tersebut disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit orang
normal
8
VII. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Umum
Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk
setiap individu, karena itu perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai
faktor tersebut.
- Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol,
astringen,
- pemutih, dll)
- Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban
tinggi.
- Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat.
- Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan
DA.
- Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen infeksi,
seperti
- menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan berbulu.
- Menghindarkan stres emosi.
- Mengobati rasa gatal.
2. Pengobatan topikal
- Hidrasi kulit
Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi lebih
baik dan penderita tidak menggaruk dan lebih impermeabel terhadap
mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat dipakai
antara lain krim hidrofilik urea 10%, pelembab yang mengandung
asam laktat dengan konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab
beberapa kali sehari, setelah mandi.
- Kortikosteroid topical
Walau steroid topikal sering diberi pada pengobatan DA, tetapi harus
berhati-hati karena efek sampingnya yang cukup banyak.
Kortikosteroid potensi rendah diberi pada bayi, daerah intertriginosa
dan daerah genitalia. Kortikosteroid potensi menengah dapat diberi
9
pada anak dan dewasa. Bila aktifitas penyakit telah terkontrol.
Kortikosteroid diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali seminggu.
- Imunomodulator topikal
a. Takrolimus
Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk
salap 0,03% untuk anak usia 2 – 15 tahun dan dewasa 0,03% dan
0,1%. Pada pengobatan jangka panjang tidak ditemukan efek
samping kecuali rasa terbakar setempat.
b. Pimekrolimus
Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator
golongan makrolaktam. Kerjanya sangat mirip siklosporin dan
takrolimus. Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi 1%, aman
pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif 2 kali sehari.
3. Pengobatan sistemik
- Kortikosteroid
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut. Digunakan
dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-seling. Dosis
diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka panjang akan
menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba dihentikan akan timbul
rebound phenomen.
- Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histamin
harus diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik,
aktifitas penderita dll. Anti histamin yang mempunyai efek sedatif
sebaiknya tidak diberikan pada penderita dengan aktifitas disiang hari
(seperti supir) . Pada kasus sulit dapat diberi doxepin hidroklorid 10-
75 mg/oral/2 x sehari yang mempunyai efek anti depresan dan blokade
reseptor histamine H1 dan H2.
- Anti infeksi
Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan
koloni S. aureus pada kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin,
10
asitromisin atau kaltromisin jika telah resisten dapat diberi
dikloksasilin, oksasilin, atau ggenerasi pertama sefalosporin. Bila ada
infeksi virus dapat diberi asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 10 hari atau
4 x 200 mg/hari untuk 10 hari.
- Kompres
Pada lesi akut yang basah dikompres dahulu sebelum digunakan
steroid, misalnya dengan larutan burowi atau dengan larutan
permanganas kalikus 1:5000
VIII. Prognosis
Sulit meramalkannya karena adanya peran multifaktorial. Faktor yang
berhubungan dengan prognosis kurang baik, adalah :
- DA yang luas pada anak.
- Menderita rinitis alergika dan asma bronkiale.
- Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya.
- Awitan (onset) DA pada usia muda.
- Anak tunggal.
- Kadar IgE serum sangat tinggi.
Diperkirakan 30 – 35% penderita DA infantil akan berkembang menjadi asma
bronkiale atau hay fever. Penderita DA mempunyai resiko tinggi untuk
mendapat dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan.
IX. Komplikasi
Pada anak penderita DA, 75% akan disertai penyakit alergi lain di
kemudian hari. Penderita DA mempunyai kecenderungan untuk
mudah mendapat infeksi virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis,
abses, vaksinia. Molluscum contagiosum dan herpes).
Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia
dan disebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema
vaksinatum ini sudah jarang dijumpai, biasanya terjadi pada
pemberian vaksin varisela, baik pada keluarga maupun penderita.
lnfeksi Herpes simplex terjadi akibat tertular oleh salah seorang
11
anggota keluarga. Terjadi vesikel pada daerah dermatitis, mudah
pecah dan membentuk krusta, kemudian terjadi penyebaran ke daerah
kulit normal.
Penderita DA, mempunyai kecenderungan meningkatnya jumlah
koloniStaphylococcus aureus.
12
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identifikasi
Nama : D
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : -
Status : Belum menikah
Alamat : Kertapati, Palembang
Tanggal Pemeriksaan : 6 Maret 2013
II. Anamnesis
Keluhan utama: Timbul bintil-bintil berwarna putih sejak kisaran 2 tahun
yang lalu di punggung kaki kanan dan kiri serta punggung tangan kanan
dan kiri
Keluhan tambahan: gatal sepanjang hari
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Kisaran 2 tahun yang lalu, OS mengeluh timbul bintil-bintil merah
dan gatal di punggung tangan kanan dan kiri. Lama-kelamaan bintil-bintil
merah berubah menjadi bintil yang berwarna putih. karena gatal bintil-
bintil putih tersebut digaruk oleh penderita sehingga permukaan kulit
penderita menjadi kasar. 2 bulan kemudian muncul bintil-bintil
dipunggung kaki kiri dan kaki kanan. OS mengaku tidak pernah mengolesi
tangannya dengan produk perawatan kulit apapun sebelum keluhan
tersebut muncul. Os juga merasa tangannya tidak pernah terkena hewan.
Kisaran 2 bulan yang lalu (pada tanggal 7 Januari 2013) OS berobat
ke RSUD Palembang Bari dan mendapat kortikosteroid berupa prednison
serta zalf Asam salisilat dan dianjurkan kontrol ulang 7 hari kemudian.
Setelah mendapatkan obat tersebut OS merasa gatal-gatalnya berkurang.
13
Saat ini OS datang untuk kontrol ulang di RSUD Palembang Bari
untuk yang kelima kalinya. Pada punggung kaki kanan dan kiri terdapat
bintil-bintil putih dengan bagian atasnya terasa kasar. Kulit sekitarnya
tampak kering. Pada punggung kaki kanan dan kirinya tampak kulitnya
lebih putih dari kulit sekitarnya.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Penyakit yang sama pada OS pertama kali timbul saat OS berusia ±3
tahun.
OS tidak menderita asma
OS tidak alergi makanan
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama
Kakek OS menderita asma
Kelurga tidak ada yang memiliki alergi terhadap makanan
Riwayat Higienitas:
Pasien mandi 2 kali sehari, menggunakan sabun untuk orang dewasa dan
air sumur. OS menggunakan alas kaki saat keluar rumah.
Riwayat ekonomi
Ibu OS seorang ibu rumah tangga dan ayahnya bekerja sebagai pedagang.
Kesan status ekonomi menengah kebawah.
III. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
Keadaan umum:
Keadaan umum : Tampak sakit ringan,
Sensorium : Compos Mentis
BB : 20 Kg
RR : 24 x/menit
Nadi : 94 x/menit
Keadaan Spesifik
Kepala : Bulat, simetris, rambut hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera tidak ikterik,
14
pupil bulat, isokor, tidak ada edema palpebra
Telinga : Bentuk dan ukuran dalam batas normal, sekret tidak ada
Hidung : Bentuk dan ukuran normal, sekret tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis.
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thorak : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : tampak bintil-bintil berwarna putih di punggung kaki
kanan dan kiri kulitnya terasa kasar saat diraba dan warnanya lebih putih
dibandingkan sekitarnya.
pada punggung tangan kanan dan kiri tampak bintil-bintil berwarna putih
dan teraba kasar.
B. Status Dermatologikus
- Pada regio dorsum manus dekstra et sinistra terdapat papul
berwarna putih, multipel, diskret. Di sekitar lesi di atas tampak
skuama sedang selapis warna transparan.
- Pada regio dorsum pedis dekstra et sinistra terdapat papul berwarna
putih, multipel, diskret. Di sekitar lesi di atas tampak skuama
sedang selapis warna transparan.
- Pada regio dorsum pedis dekstra et sinistra terdapat likenifikasi.
.
15
IV. Pemeriksaan Penunjang
- Uji kulit alergen atau uji IgE spesifik untuk mencari faktor atopi.
- Tes dermografisme
V. Resume
Kisaran 2 tahun yang lalu, OS mengeluh timbul bintil-bintil merah
dan gatal di punggung tangan kanan dan kiri. Lama-kelamaan bintil-bintil
merah berubah menjadi bintil yang berwarna putih. karena gatal bintil-
bintil putih tersebut digaruk oleh penderita sihingga permukaan kulit
penderita menjadi kasar. 2 bulan kemudian muncul bintil-bintil
dipunggung kaki kiri dan kaki kanan. OS mengaku tidak pernah
mengolesi tangannya dengan produk perawatan kulit apapun sebelum
keluhan tersebut muncul. Os juga merasa tangannya tidak pernah terkena
hewan. Kisaran 2 bulan yang lalu OS berobat ke RSUD Palembang Bari
16
Terdapat papul berwarna putih,
multipel, diskret. Di sekitar lesi di atas tampak skuama
sedang selapis warna transparan.
Terdapat papul berwarna putih,
multipel, diskret. Di
sekitar lesi di atas tampak
skuama sedang selapis warna transparan.
Terdapat likenifik
asi
dan mendapat kortikosteroid berupa prednison serta krim Asam salisilat
dan dianjurkan kontrol ulang 7 hari kemudian. Saat ini OS datang untuk
kontrol ulang di RSUD Palembang Bari untuk yang kelima kalinya. Pada
punggung kaki kanan dan kiri terdapat bintil-bintil putih dengan bagian
atasnya terasa kasar. Kulit sekitarnya tampak kering.
Pada pemeriksaan status dermatologikus yaitu pada regio dorsum
manus dekstra et sinistra terdapat papul berwarna putih, multipel, diskret.
Di sekitar lesi di atas tampak skuama sedang selapis warna transparan.
Pada regio dorsum pedis dekstra et sinistra terdapat papul berwarna
putih, multipel, diskret. Di sekitar lesi di atas tampak skuama sedang
selapis warna transparan. Pada regio dorsum manus dekstra et sinistra
terdapat plak hipopigmentasi, difus.
Dari hasil anamnesis didapat riwayat asma pada keluarga OS. D
kemungkinan mengalami dermatitis atopik
VI. Diagnosis Banding
Dermatitis atopik
Dermatitis kontak iritan
Dermatitis kontak alergi
VII. Diagnosis Kerja
Dermatitis Atopik
VIII. Penatalaksanaan
a. Umum
Menghindarkan kemungkinan faktor pencetus seperti debu, bulu
kucing, anjing, ayam, wol atau bila memungkinkan ibu OS
diminta mengawasi OS dan mengamati alergen apa yang dapat
menimbulkan alergi terhadap OS.
Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat
mencetuskan DA.
17
Jika memungkinkan orang tua OS diminta memandikan OS
dengan sabun untuk balita bukan sabun untuk orang dewasa
karena dapat mengiritasi kulit OS yang masih sensitif.
OS diminta sebisa mungkin jangan terlalu sering menggaruk
daerah yang sakit, karena akan memperparah penyakitnya
b. Khusus
Topikal:
- Hidrasi kulit
Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi
lebih baik dan penderita tidak menggaruk dan lebih
impermeabel terhadap mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai
jenis pelembab dapat dipakai antara lain krim hidrofilik urea
10%, pelembab yang mengandung asam salisilat dengan
konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa
kali sehari, setelah mandi.
- Dapat diberikan kortikosteroid rendah seperti hidrokortison
1%-2,5%.
Sistemik:
- Antihistamin golongan H1 untuk mengurangi gatal dan sebagai
penenang seperti cetirizine 10 mg
- Kortikosteroid jika gejala klinis berat dan sering mengalami
kekambuhan atau saat terjadi kekambuhan.
IX. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Quo ad kosmetik : dubia ad malam
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Tabel 4. 1. Anamnesis secara teori dan kasus.
AnamnesisTeori Kasus
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit
kronis dan residif, disertai gatal yang umumnya
sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,
sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE
dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau
penderita (dermatitis atopi, rhinitis alergika, asma
bronkhiale, dan konjungtivitis alergika).
Riwayat Penyakit dalam Keluarga:
Riwayat asma pada kakek pasien
Dermatitis Atopik pada anak (usia 2 sampai 10
tahun)
Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil,
atau timbul sendiri. Lesi lebih kering, tidak
begitu eksudatif, lebih banyak papul,
likenifikasi, dan sedikit skuama. Letak
kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut,
pergelangan tangan bagian fleksor, kelopak
mata, leher, jarang di muka. Rasa gatal
menyebabkan penderita sering menggaruk ;
dapat terjadi erosi, likenifikasi, mungkin juga
mengalami infeksi sekunder. Akibat garukan,
kulit menebal dan perubahan lainnya yang
menyebabkan gatal, sehingga terjadi siklus
gatal-garuk.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Kisaran 2 tahun yang lalu, OS
mengeluh timbul bintil-bintil merah
dan gatal di punggung tangan kanan
dan kiri. Lama-kelamaan bintil-bintil
merah berubah menjadi bintil yang
berwarna putih. Karena gatal bintil-
bintil putih tersebut digaruk oleh
penderita sehingga permukaan kulit
penderita menjadi kasar. 2 bulan
kemudian muncul bintil-bintil
dipunggung kaki kiri dan kaki kanan.
19
Rasa gatal sering disebabkan karena berkeringat
yang menyebabkan penderita sering menggaruk.
Akibat garukan, kulit menebal dan perubahan
lainnya yang menyebabkan gatal, sehingga terjadi
lingkaran setan “siklus gatal-garuk”. Rangsangan
menggaruk sering di luar kendali.
Awalnya muncul timbul bintil-
bintil merah dan gatal di punggung
tangan kanan dan kiri. Lama-kelamaan
bintil-bintil merah berubah menjadi
bintil yang berwarna putih. Karena gatal
bintil-bintil putih tersebut digaruk oleh
penderita sehingga permukaan kulit
penderita menjadi kasar.
Tabel 4.2. Penegakan Diagnosis secara Teori dan Kasus
20
Berdasarkan kriteria Mayor Minor Dermatitis Atopik oleh Hanifin & Rajka,
maka pada pasien mengarah ke manifestasi dari Dermatitis Atopik. Kemudian
21
Kriteria Mayor pada pasien:
√ Pruritus
Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
Dermatitis di fleksura pada dewasa
√ Dermatitis kronis atau residif
√ Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kriteria Minor pada pasien:
√ Xerosis
Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)
√ Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki
√ lktiosis/hipediniar palmads/keratosis pilaris
Pitiriasis alba
Dermatitis di papila mame
White dermographism dan delayed blanch response
Keilitis
Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Katarak subkapsular anterior
Orbita menjadi gelap
Muka pucat atau eritem
√ Gatal bila berkeringat
Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak
Aksentuasi perifolikular
Hipersensitif terhadap makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
Tes kulit alergi tipe dadakan positif, Kadar IgE di dalam serum
meningkat
√ Awitan pada usia dini
dilakukan pengkajian lebih lanjut berdasarkan status dermatologis yang
ditemukan :
Tabel 4.3. Status dermatologis berdasarkan teori dan kasus.
Status DermatologisTeori Kasus
- Tempat predileksi pada anak : mulai di lipat
siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian
fleksor, kelopak mata, leher, jarang di muka.
Muka.
- Efloresensi :
Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif,
lebih banyak papul, likenifikasi, dan sedikit
skuama. Rasa gatal menyebabkan penderita
sering menggaruk ; dapat terjadi erosi,
likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi
sekunder.
Dermatitis bisa bersifat akut, subakut
atau kronik. Dermatitis akut menunjukkan
eritema, edema, papul, membasah dan krusta.
Sedangkan pada stadium subakut kulit masih
kemerahan, tetapi sudah lebih kering dan
terdapat perubahan pigmentasi. Stadium
kronis menunjukkan likenifikasi, ekskoriasi,
skuama, dan fisura. Stadium dermatitis tidak
selalu berurutan, bisa saja sejak awal memberi
gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium
kronis. Jenis efloresensinya tidak selalu harus
polimorfik, mungkin hanya oligomorfik.
- Pada regio dorsum manus dekstra
et sinistra terdapat papul
berwarna putih, multipel,
diskret. Di sekitar lesi di atas
tampak skuama sedang selapis
warna transparan.
- Pada regio dorsum pedis dekstra et
sinistra terdapat papul berwarna
putih, multipel, diskret. Di sekitar
lesi di atas tampak skuama sedang
selapis warna transparan.
- Pada regio dorsum pedis dekstra et
sinistra terdapat likenifikasi.
22
Pada status dermatologis di atas sesuai dengan teori dan yang ditemukan
pada pasien, sehingga diagnosis pasien Dermatitis Atopik menjadi lebih
kuat.
4.3. Diagnosis Banding
1. Dermatitis kontak Iritan
Dermatitis kontak iritan: Muncul akibat adanya factor pencetus kontak
(iritan dan alergi). Biasanya lesi sesuai dengan tempat kontak tan (bisa
timbul dimana saja)., Lesi berupa eritema, vesikel miliar, bula, luas
kelainan biasanya sebatas daerah yang terkena, dan batas nya tegas. Pada
dermatitis iritan kronis berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun
menebal (hyperkeratosis) dan likenifikasi, batas menjadi tidak tegas, dapat
terjadi fisura akibat kontak terus berlangsung. Pemeriksaan histopatologik
dermatitis iritan akut, dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel
morfonuklear di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eksositosis di
epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel, dan akhirnya terjadi
nekrosis epidermal. Pada keadaan berat epidermis dapat menimbulkan
vesikel atau bula. Di dalam vesikel atau bula ditemukan imfosit dan
neutrofil. Tidak terdapat ↑ IgE dan eosinofil, tidak ada hubungan dengan
riwayat atopi pada pasien dan keluarga.
2. Dermatitis Kontak Alergi
Tempat predileksi sering pada tangan (akibat deterjen, antiseptic, zat
kimia, dll), lengan (jam tangan nikel, sarung tangan karet, debu semen
atau serbuk tanaman), wajah (kosmetik, cat rambut, dll), telinga (tindikan,
obat tetes telinga, tangkai kacamata), leher (kalung nikel, parfum, dll),
badan (bahan pakaian, zat warna pakaian, detergen), genitalia, paha dan
tungkai bawah (pakaian, kaos kaki, sepatu-sendal, dll). Dermatitis kontak
alergi penderita mengeluh gatal. Dimulai dengan bercak eritematosa yang
berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel, atau bula.
pada yang kronis kulit terlihat kering, berskuama, papul, likenifikasi dan
mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Pemeriksaan uji temple (patch
test) dilakukan untuk melihat pencetus dari alerginya. Tidak terdapat ↑ IgE
23
dan eosinofil, tidak ada hubungan dengan riwayat atopi pada pasien dan
keluarga.
Berdasarkan diagnosis banding, maka pada pasien ini mengarah ke
diagnosis pasti dari Dermatitis Atopi.
Tabel 4.4. Penatalaksanaan berdasarkan teori dan kasus
Penatalaksanaan
Teori Kasus
1. Penatalaksanaan Umumfaktor pencetus DA tidak sama
untuk setiap individu, karena itu perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor tersebut.- Menghindarkan pemakaian bahan-
bahan iritan (deterjen, alkohol, astringen, pemutih, dll)
- Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban tinggi.
- Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat.
- Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan DA.
- Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen infeksi, seperti menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan berbulu.
- Menghindarkan stres emosi.
2. Pengobatan topikal
- Menghindari untuk tidak menggaruk, kuku
harus dipotong pendek dan bersih
- Menghindari pakaian dengan bahan tebal
seperti wol, nilon, pakailah jenis katun atau
kaos yang menyerap keringat.
- Menghindarkan suhu yang terlalu panas
dan dingin, kelembaban tinggi.
- Menghindarkan aktifitas yang akan
mengeluarkan banyak keringat.
Medikamentosa
1.Topikal
- Hidrasi kulit: asam salisilat dengan konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa kali sehari, setelah
24
- Hidrasi kulit Dengan melembabkan kulit,
diharapkan sawar kulit menjadi lebih baik dan penderita tidak menggaruk dan lebih impermeabel terhadap mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat dipakai antara lain krim hidrofilik urea 10%, pelembab yang mengandung asam salisilat dengan konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa kali sehari, setelah mandi.
- Kortikosteroid topical Kortikosteroid potensi menengah
dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila aktifitas penyakit telah terkontrol. Kortikosteroid diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali seminggu.
- Imunomodulator topikala. Takrolimus
Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2 – 15 tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%. Pada pengobatan jangka panjang tidak ditemukan efek samping kecuali rasa terbakar setempat.
b. PimekrolimusYaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator golongan makrolaktam. Kerjanya sangat mirip siklosporin dan takrolimus. Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi 1%, aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif 2 kali sehari.
3. Pengobatan sistemik- Kortikosteroid
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut. Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-seling. Dosis diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka panjang akan menimbulkan efek
mandi.
2.Sistemik:
- Antihistamin golongan H1 untuk mengurangi gatal dan sebagai penenang seperti cetirizine 10 mg 2x1 karena efek sedatif yang ringan.
25
samping dan bila tiba-tiba dihentikan akan timbul rebound phenomen.
- AntihistaminDiberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histamin harus diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik, aktifitas penderita dll. Anti histamin yang mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak diberikan pada penderita dengan aktifitas disiang hari (seperti supir). Pada kasus sulit dapat diberi doxepin hidroklorid 10- 75 mg/oral/2 x sehari yang mempunyai efek anti depresan dan blokade reseptor histamine H1 dan H2.
Tabel 4.5. Prognosis berdasarkan teori dan kasus
Prognosis
Teori Kasus
Sulit meramalkannya karena adanya peran multifaktorial. Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik, adalah :- DA yang luas pada anak.- Menderita rinitis alergika dan
asma bronkiale.- Riwayat DA pada orang tua
atau saudaranya.- Awitan (onset) DA pada usia
muda.- Anak tunggal.- Kadar IgE serum sangat tinggi.
Diperkirakan 30 – 35% penderita DA infantil akan berkembang menjadi asma bronkiale atau hay fever. Penderita DA mempunyai resiko tinggi untuk mendapat dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan.
- riwayat asma dalam keluarga
- Awitan (onset) DA pada usia muda.
- Quo ad vitam: dubia ad bonam
- Quo ad functionam: dubia ad bonam
- Quo ad sanationam: dubia ad malam
- Quo ad kosmetik: dubia ad malam
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Chairiyah Tanjung: Dermatitis Atopik, di unduh dari ocw.usu.ac.id/course/...system/dms146_slide_dermatitis_atopik.pdf.
2. Dermatitis Atopik. Diunduh dari: http://emedicine.com/derm/topic457.htm
3. Hassan, Rusepno. Dermatitis Atopi dalam Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta: Infomedika, 1998
4. Janik MP, Heffernan MP. Warts. Dalam: Freedeberg IM et al (ed). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Ed 7. Vol 2. New York: McGraw Hill Book Co. 2008; 1822-28.
5. Mansjoer, Arif, dan Suprohaita: Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga.FKUI. Jakarta, 2000
6. Siregar, R.S. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi kedua. Jakarta:
EGC, 2005
7. Sularsito, Sri Adi, dan Djuanda, Suria: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
Edisi Kelima.FKUI. Jakarta, 2007
27
28
29