lapis tipis kl3

18

Click here to load reader

Upload: santiisant

Post on 30-Nov-2015

20 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

kimia

TRANSCRIPT

Page 1: Lapis Tipis Kl3

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM BIOKIMIA

I. NOMOR PERCOBAAN : VIII

II. NAMA PERCOBAAN : Kromatografi Lapis Tipis Asam Amino

III. TUJUAN PERCOBAAN : 1. Mengetahui cara pemisahan asam amino dengan

KLT

2. Mengetahui harga Rf asam amino

IV. LANDASAN TEORI :

Metode kromatografi

Pemisahan camuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya

merupakan masalah penting dari pekerjaan di laboratorium kimia. Untuk itu, kemurnian bahan

atau komposisi campuran dengan kandungan yang berbeda dapat dianalisis dengan benar.

Kontrol kualitas, analisis bahan makanan dan lingkungan, tetapi juga kontrol dan optimasi

reaksi kimia dan proses berdasarkan penentuan analitik dari kuantitas material. Teknologi

yang penting untuk analisis dan pemisahan preparatif pada campuran bahan adalah

kromatografi. Prinsip dasar kromatografi, seperti yang digunakan saat ini bergantung pada ahli

biologi Michael Tswett (1872-1919). Dia mempublikasikan prosedur yang berhubungan

dengan pemisahan dan isolasi pigment tanaman yang berwarna hijau dan kuning melalui

kromatografi adsorbsi.

GAMBAR

Page 2: Lapis Tipis Kl3

Ilustrasi tersebut menunjukkan pemisahan kromatografi lapis tipis dari ektrak daun

maple (kiri) dan daun jeruk nipis (kanan)

Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-

komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Kromatografi

adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen

dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara

dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran

sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah

tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase

gerak akan bergerak lebih cepat. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa

padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas).

Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponenkomponen yang

terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang

berbeda Proses kromatografi juga digunakan dalam metode pemisahan komponen gula dari

komponen non gula dan abu dalam tetes menjadi fraksi-fraksi terpisah yang diakibatkan oleh

perbedaan adsorpsi, difusi dan eksklusi komponen gula dan non gula tersebut terhadap

adsorbent dan eluent yang digunakan (Hongisto dan Heikkila, 1977; Kantasubrata, 1993;

Schneider, 1987).

FASE DIAM

Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau

alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel

silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali

juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet.Fase

gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Fase diam lainnya yang biasa

digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga

memiliki gugus -OH. Apa yang kita sebutkan tentang jel silika kemudian digunakan serupa

untuk alumina.

Page 3: Lapis Tipis Kl3

FASE GERAK

Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada proses elusi

bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent

dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan

komponen gula dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah

umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau

campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah

jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret

eluotropik pelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut

yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina (jel silika). (Kantasubrata, 1993).

Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada lempengan itu tergantung pada:

Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut. Hal ini bergantung pada bagaimana besar atraksi

antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut. Bagaimana senyawa melekat pada fase

diam, misalnya jel silika.

Kromatogram

Kita akan mulai membahas hal yang sederhana untuk mencoba melihat bagaimana

pewarna tertentu dalam kenyataannya merupakan sebuah campuran sederhana dari beberapa

pewarna.

Page 4: Lapis Tipis Kl3

Sebuah garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah lempengan dan

setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu. Diberikan penandaan pada

garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan. Jika ini dilakukan

menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk.

Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah

gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan

bahwa batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak berada.

Penggunaan kromatografi lapis tipis untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa.

Anggaplah anda mempunyai campuran asam amino dan ingin menemukan asam amino-asam

amino tertentu yang terkandung didalam campuran tersebut. Untuk sederhananya, mari kira

berasumsi bahwa anda mengetahui bahwa campuran hanya mungkin mengandung lima asam

amino.

Setetes campuran ditempatkan pada garis dasar lempengan lapis tipis dan bercak-

bercak kecil yang serupa dari asam amino yang telah diketahui juga ditempatkan pada

disamping tetesan yang akan diidentifikasi. Lempengan lalu ditempatkan pada posisi berdiri

dalam pelarut yang sesuai dan dibiarkan seperti sebelumnya. Dalam gambar, campuran adalah

M dan asam amino yang telah diketahui ditandai 1-5.

Bagian kiri gambar menunjukkan lempengan setelah pelarut hamper mencapai bagian

atas dari lempengan. Bercak-bercak masih belum tampak. Gambar kedua menunjukkan apa

yang terjadi setelah lempengan disemprotkan ninhidrin.

Tidak diperlukan menghitung nilai Rf karena anda dengan mudah dapat

membandingkan bercak-bercak pada campuran dengan bercak dari asam amino yang telah

diketahui melalui posisi dan warnanya.

Page 5: Lapis Tipis Kl3

Perhitungan nilai Rf

Jika anda ingin mengetahui bagaimana jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk

dari campuran, anda dapat berhenti pada bahasan sebelumnya. Namun, sering kali pengukuran

diperoleh dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul.

Pengukuran ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh

oleh bercak warna masing-masing.

Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan dipindahkan dari gelas

kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum mengalami proses penguapan.

Jumlah perbedaan warna yang telah terbentuk dari campuran, pengukuran diperoleh

dari lempengan untuk memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran

ini berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak

warna masing-masing. Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan

dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis, sebelum

mengalami proses penguapan.

Pengukuran berlangsung sebagai berikut:

Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Rf=jarak yang ditempuh oleh komponen

jarak yang ditempuh oleh pelarut

Pengukuran berlangsung sebagai berikut:

Nilai Rf untuk setiap warna dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Rf = jarak yang ditempuh oleh komponen

Jarak yang ditempuh oleh pelarut

V. ALAT DAN BAHAN

- Alat yang digunakan :

pelat kromatografi

selembar kaca

Page 6: Lapis Tipis Kl3

penggiling

beker gelas

pengaduk magnetik

gelas ukur

pipet tetes

penyemprot

penggaris

pensil

- Bahan yang digunakan :

silika gel

pelarut etanol

larutan ninhidrin

larutan Kuprinitrat

larutan asam amino (tirosin, fenilalanin, glisin)

aquadest

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

Pembuatan lapis tipis. Plat gelas yang dipakai harus bersih, terutama bebas dari lemak.

Timbag 25 gram Silica gel G dan aduk ini dengan 50 ml air dengan pengaduk magnetik

sampai homogen. Suspensi ini dimasukkan ke alat pembuatan lapis tipis (alat Stahl atau alat

buatan dalam negeri). Tebal lapis tipis adalah sekitar 250 mu. Biarkan lapis tipis ini

ditempatnya kira-kira 10 menit. Sesudah ini boleh dipindah tempatnya dan dibiarkan kering

diudara selama semalam.

Meneteskan larutan zat yang akan diperiksa. Zat asam amino yang diperiksa, paling

banyak 0,5 – 2,0 ug dalam 0,5 ul, diteteskan pada plat silica gel kira-kira 1 cm dari tepi

bawah. Jika banyak macam zat yang akan diselidiki maka ini dapat diteteskan sejajar dengan

jarak kira-kira 1 cm antara dua zat dan kira-kira 1,5 cm dari tepi sisi. Penetesan harus

dilakukan dengan hati-hati seklai supaya permukaan lapis tidak rusak. Tempat-tempat pada

plat yang akan ditaruh (ditetesi) dengan alrutan-larutan zat tersebut, sebelum diberi titik

Page 7: Lapis Tipis Kl3

dengan ujung pensil yang runcing, guna mengetahui kelak titik-titik permulaan. Lubang-

lubang yang kecil ini tidak akan banyak mempengaruhi bentuk noda.

Sebelum eluaen dijalankan maka tetesan-tetesan tersebut harus dibiarkan dulu sampai

kering.

Ruang Kromatografi. Ruang kromatografi harus dapat ditutup dengan rapat. Ruang ini

diisi dengan eluaen sedemikian sehingga apabila plat dimasukkan bagian bawahnya terendam

sampai bawah tempat tetesan zat-zat yang diselidiki. Dinding ruang harus dilapisi dengan

kertas saring yang dibasahi dengan eluen. Ini supaya ruang kromatografi mudah dan cepat

dijenuhi dengan uap eluen.

Cara melakukan elusi. Plat-plat yang telah ditetesi asam amino dan yang telah kering,

dimasukkan ke dalam ruang kromatografi. Disini yang dipakai adalah kromatografi mendaki.

Hendaknya suhu dibuat tetap. Kromatografi diberhentikan setelah berjalan sekitar 10 cm. Pada

batas ini semulad diberi tanda garis dengan ujung pensil yag runcing. Plat diambil dan

dikeringkan pada suhu kamar.

Cara perwarnaan. (a) dengan hati-hati disemprot dengan larutan ninhidrin. Asam asetat

yang ditambahkan dimasukkan untuk menjaga pH sekitar 5, juga apababila fase gerakj yang

dipakai bersifat alkali.

Kemudian plat dikeringkan pada 60oC selama 30 menit atau 110oC selama 1`0 menit.

Kalau dipanasi lebih lama, maka nantinya plat akan berwarna sedikit rose.

(b) untuk menstabilkan noda-noda setelah diwarnakan dengan ninhidrin, maka plat

kemudian disemprotkan dengan larutan penyemprot kuprinitrat (lihat bab metrial). Maka akan

terjadi ikatan komplek Cu-ninhidrin yang berwarna. Warna ini hanya stabil apabila tidak ada

asam bebas. Maka sesudah disemprot, plat harus dikenakan uap amonia. Juga plat tidak boleh

terdisoasiasi dalam suasana basa antara pH 7-9. walau disosiasi ini reversibel. Di atas pH 9

disosiasi tersebut bersifta irreversibel.

Page 8: Lapis Tipis Kl3

V. HASIL PENGAMATAN

1. Pada Pembuatan lapis tipis

Pembuatan lapis tipis dengan silika gel pada lembar kaca menghasilkan lapisan

berwarna putih, pembuatan ini diharuskan sangat hati-hati dan tipis serta harus rata

dan tidak bergelombang). Setelah didiamkan selama 1 minggu maka lapis tipis siap

digunakan.

2. Pada Penetesan Larutan yang akan diperiksa.

Zat asam amino yang akan diperiksa terdiri dari larutan asam amino alanin, glisin, dan

asparagin. Asam amino diteteskan pada jarak sekitar 1 cm dari tepi bawah. Penetesan

harus dilakukan dengan hati-hati agar permukaan lapisan tidak rusak. Tempat atau titik

yang akan ditetesi terlebih dahulu dititik dengan ujung pensil yang runcing guna

mengetahui letak titik-titik permulaan. Sebelum eluen dijalankan, tetesan itu harus

dikeringkan terlebih dahulu. Zat yang diteteskan berupa larutan asam amino yang tidak

berwarna. Setelah kering barulah lapis lipis pada kaca diletakkan dalam ruang

kromatografi yang berisi eluen berupa etanol 60%. Panjangnya penyerapan eluen

diatur hinggan 10 cm dari ruang titik permulaannya.

3. Setelah eluen berjalan sampai 10 cm, penyerapan eluen dihentikan lembar kaca

diambil dari kemudian dikeringkan. Kemudian untuk mengidentifikasikan warna,

lembar kaca tersebut disemprotkan dengan larutan ninhidrin yang berwarna kuning

muda bening, namun hasil yang kami peroleh tidak terjadinya perubahan warna.

4. Begitupun setelah disemprotkan dengan larutan kuprinitrat yang berwarna biru bening,

tetap tidak didapatkan perubahan warna. Sehingga kami tidak dapat mengetahui jarak

yang ditempuh.

Page 9: Lapis Tipis Kl3

VIII. REAKSI KIMIA

Page 10: Lapis Tipis Kl3

X. PEMBAHASAN

Penggunaan lapis tipis ini sangat membantu dalam pengidentifikasian asam amino

dibandingkan dengan penggunaan dengan kromatografi kertas, karena di sini kita hanya

memerlukan asam amino hanya sedikit saja, memerlukan waktu yang sedikit, dan noda yang

ditimbulkan pun tidak melebar. Hanya saja, kesulitan pada pembuatan silika gel pada lembar

kacanya.

Dalam percobaan ini, ada jenis 3 jenis asam amino yang diidentifikasikan yaitu :

tirosin, fenilalanin, glisin. Dengan menggunakan larutan sampel yaitu tirosin. Penggunaan

fase gerak maupun diam adalah pelarut etanol dan silika gel.

Pembuatan lapisan silika gel pada plat kaca, harus secara hati-hati dan juga harus

menggunakan plat kaca yang benar-benar bersih dan terbebas dari lemak. Kemudian, siilika

gel yang telah dibuat pada plat kaca terlebih dahulu dikeringkan baru bisa digunakan. Pada

penetesan asam amino perlu dilakukan secara hati-hati agar lapis tipis silika gelnya tidak

rusak. Penetesan asam amino yang kami lakukan dengan jarak 1 cm dari tepi bawah bila

lembar kaca diletakkan ke dalam ruang kromatografi.

Eluen yang akan dijalankan diukur sepanjang 10 cm. Setelah dilakukan penetesan

asam amino maka eluen siap dijalankan. Eluen pun berjalan tergantung dengan lapis silikan

gel yang dibuat. Bila lapisan silika gel yang kita buat terlalu tebal maka eluen pun akan

berjalan lambat, dan juga sebaliknya. Oleh karena itu, pembuatan lapisan silikanya diusahakan

setipis mungkin dan merata. Dan bila sudah sampai 10 cm, maka eluen yang berjalan

dihentikan. Kemudian dikeringkan.

Untuk melihat bercak noda dari jarak asam amino dapat disemprotkan dengan larutan

ninhidrin agar terbentuk warna. Di sini, ninhidrin berfungsi untuk melacak jalannya asam

Page 11: Lapis Tipis Kl3

amino dengan menimbulkan warna merah pada asam amino. Kemudian, plat kacanya harus

dikeringkan atau diovenkan.

Selain itu, warna yang terbentuk tidaklah stabil. Maka perlu adanya penyemprotan

larutan lagi dengan larutan Kuprinitrat. Sehingga terbentuklah noda yang berwarna ungu. Hal

ini terjadi karena terbentuknya Cu-ninhidrin. Bagus tidak hasilnya sangat dipengaruhi oleh

tebal atau tipisnya silika gel yang dibuat.

Dari analisa data yang diperoleh, Rf untuk teori dan praktek agak berbeda. Hal ini

dapat saja disebabkan oleh :

1. kesalahan pada saat membuat lapisan silika gelnya.

2. kesalahan pada pembuatan larutan sampel yang digunakan

3. suhunya tidak dibuat tetap atau dijaga pada saat kromatografi dilakukan.

4. penetesan sampel pada plat yang tidak merata serta dengan jarak yang terlalu dekat.

Page 12: Lapis Tipis Kl3

XI. KESIMPULAN

1. Kromatografi merupakan salah satu cara untuk melakukan pengidentifikasikan suatu

asam amino. Kromatografi Lapis Tipis merupakan salah satunya. Dengan

menggunakan silika gel sebagai fase diam serta eluen (fase gerak)nya adalah etanol.

2. Pengidentifikasian asam amino dengan melihat noda atau bintik yang dihasilkan,

sehingga kita dapat menghitung Rf dari asam amino dengan cara membnadingkan

jarak yang ditempuh oleh asam amino dengan jarak yang ditempuh oleh eluen pada

plat.

3. Untuk memberikan warna pada noda atau bintik yang dihasilkan kita dapat

menggunakan larutan ninhidrin dan larutan kuprinitrat sebagai penstabil warnanya.

Page 13: Lapis Tipis Kl3

DAFTAR PUSTAKA

Greenhati. 2009. Kromatografi Lapis Tipis. http://greenhati.blogspot.com. Diakses pada tanggal 12 Mei 2010 pukul 10.00 WIB.

Haqiqi, Sohibul Himam. 2008. Kromatografi Lapis Tipis. Paper-kromatografi-lapis-tipis.pdf. Diakses pada tanggal 12 Mei 2010 pukul 10.00 WIB.

Khopkar, S.M, 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.

Lehninger, 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.

Poedjadi, Anna, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : UI

Setyawan, Eko. 2008. Kromatografi Lapis Tipis. http://ekosetyawanblog.wordpress.com. Diakses pada tanggal 12 Mei 2010 pukul 10.00 WIB.