lapen ( aksi rencana penanganan bencana ).pdf
TRANSCRIPT
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
1
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Bintan sebelumnya merupakan kabupaten Kepulauan Riau.
Kabupaten Kepulauan Riau telah dikenal beberapa abad yang silam tidak hanya
di nusantara tetapi juga di mancanegara. Wilayahnya mempunyai ciri khas
terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar di Laut Cina Selatan,
karena itulah julukan Kepulauan Segantang Lada sangat tepat untuk
menggambarkan betapa banyaknya pulau yang ada di daerah ini.
Sangat tepat untuk menggambarkan betapa banyaknya pulau yang ada
di daerah ini. Pada kurun waktu 1722-1911, terdapat dua Kerajaan Melayu yang
berkuasa dan berdaulat yaitu Kerajaan Riau Lingga yang pusat kerajaannya di
Daik dan Kerajaan Melayu Riau di Pulau Bintan.
Kabupaten Bintan yang termasuk daerah kepulauan ini mempunyai
potensi bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis
bencana. Kondisi alam tersebut serta adanya keanekaragaman penduduk dan
budaya menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah
manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan
sumberdaya alam.
BAB 1 PENDAHULUAN
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
2
Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor
geologi (gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat
hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana
akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak,
hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan
transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah
manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya
yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan
kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik.
Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu
penataan atau perencanaan yang matang dalam penanggulangannya, sehingga
dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Penanggulangan yang
dilakukan selama ini belum didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis
dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat
langkah upaya yang penting tidak tertangani.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya
penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana.
Secara lebih rinci disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
3
1.2 Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
a. Pasal 35
b. Pasal 36
c. Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2)
2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaran
Penanggulangan Bencana
a. Pasal 35
b. Pasal 36
1.3. Tujuan
Memberikan pedoman atau panduan dalam menyusun Rencana Aksi
Penanggulangan Bencana (disaster management plan) yang menyeluruh,
terarah dan terpadu di daerah Kabupaten Bintan.
1.4 RUANG LINGKUP SUBSTANSIAL
Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana ini meliputi :
1. Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana
2. Pemahaman tentang kerentanan Masyarakat
3. Analisis kemungkinan dampak bencana
4. Pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;
5. Penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan danmpak bencana;
dan
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
4
1.5 PENERIMA MANFAAT
Pada dasarnya yang menerima manfaat dengan disusunnya RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BINTAN ini adalah
Kabupaten Bintan
1.6 SASARAN KEGIATAN
Sasaran dari kegiatan ini agar adanya suatu tindakan yang terprogram
dalam menghadapi suatu bencana di daerah kabupaten bintan yang
terkoordinasi dalam suatu rancangan Aksi Penanggulangan Bencanan
Daerah dalam hal ini Kabupaten Bintan.
1.7. LOKASI PEKERJAAN
Cakupan lokasi pekerjaan Penyusunan Rencana Aksi Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Bintan berlokasi di wilayah Kabupaten Bintan
Provinsi Kepulauan Riau. Kawasan Kabupaten BIntan dapat dilihat dalam
gambar berikut :
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
5
Gambar 1.1 Peta Kawasan Kabupaten Bintan
1.8. Jangka Waktu Pelaksanaan
Jangka waktu pelaksanaan Penyusunan Rencana Aksi Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Bintan sesuai KAK yang telah disusun, dilaksanakan
selama 75 (Tujuh Puluh Lima ) Hari Kalender atau 10 (Sepuluh) Minggu.
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
6
1.9. Lingkup Pekerjaan
Lingkup Kegiatan penyusunan Penyusunan Rencana Aksi
Penanggulangan Bencana Kabupaten Bintan yang dilakukan meliputi teknis
dan non teknis antara lain tentang:
A. Persiapan Administrasi
a. Persiapan Administrasi
b. Mobilisasi
B. Survey dan Pengumpulan Data
a. Pengumpulan Data Sekunder
b. Investigasi Lokasi Pekerjaan
c. Koordinasi dengan instansi terkait
C. Analisa Data
a. Analisa Data terhadap Data yang sudah ada sebelumnya
b. Analisa Data Kondisi umum wilayah Kabupaten Bintan
c. Analisa Data lokasi pekerjaan
D. Penyusunan Laporan
a. Laporan Pendahuluan
b. Laporan Akhir
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
7
1.10 Sistematika Penyusunan.
BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang Penyusunan Rencana Aksi Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Binta, maksud dan tujuan penyusunan
Penyusunan Rencana Aksi Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Bintan, ruang lingkup wilayah dan lingkup substansi Penyusunan
Rencana Aksi Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bintan
sesuai dengan pedoman umum.
BAB II PROFIL KABUPATEN BINTAN
Berisi tentang Gambaran Umum Kabupaten Bintan, dan pembahasan
mengenai Penyusunan Rencana Aksi Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Bintan.
BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI
Berisi pendekatan dan metodologi pelaksanaan pekerjaan baik itu dari
tahap persiapan, tahap pengumpulan data, tahap analisis, tahap
penyusunan konsep dasar hingga penyusunan produk laporan.
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
8
BAB IV RENCANA KERJA
Berisi penjelasan Rencana pelaksanaan pekerjaan Penyusunan
Rencana Aksi Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bintan dan
tahap pelaporannya sesuai dengan kalender pelaksanaan pekerjaan
yang telah ditetapkan dalam Kerangka Acuan Kerja.
BAB V PENUTUP
Berisi harapan pihak penyusun untuk proses selanjutnya dalam
pekerjaan Penyusunan Rencana Aksi Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Bintan.
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
9
2.1 LETAK GEOGRAFIS DAN KONDISI FISIK
Posisi Geografis
Wilayah Kabupaten Bintan berada pada posisi antara 0o 0617- 1o 3452
Lintang Utara dan 104o1247 Bujur Timur di sebelah Barat - 108o 0227 Bujur
Timur disebelah Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kabupaten Natuna dan Malaysia Timur;
Sebelah Selatan : Kabupaten Lingga;
Sebelah Barat : Kota Batam dan Kota Tanjung Pinang ;
Sebelah Timur : Provinsi Kalimantan Barat.
Wilayah Administrasi
Kabupaten Bintan memiliki luas wilayah 87.717,64 km2 yang terdiri dari wilayah
lautan seluas 86.398,33 km2 (98,50%) dan wilayah daratan seluas 1.319,51 km2
(1,50%). Kabupaten Bintan yang didominasi wilayah lautan setelah pemekaran
sejumlah kecamatan saat ini terdiri dari 10 Kecamatan Wilayah.Kecamatan
terluas adalah Kecamatan Teluk Sebong yaitu 287,88 ha (21,63%) sedangkan
terkecil adalah Kecamatan Mantang yaitu 76,04 ha (5,76%).
BAB 2 PROFILE KABUPATEN BINTAN
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
10
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Luas Wilayah Kabupaten Bintan Diperinci per Kecamatan
No Kecamatan Luas Wilayah
(Km2) %
1 Bintan Utara 81.45 6.17
2 Bintan Timur 89.99 6.82
3 Teluk Bintan 129.37 9.80
4 Teluk Sebong 287.99 21.83
5 Tambelan 91.67 6.95
6 Gunung Kijang 212.38 16.10
7 Bintan Pesisir 135.96 10.30
8 Mantang 76.04 5.76
9 Toapaya 118.85 9.01
10 Seri Kuala Lobam 95.81 7.26
Luas Wilayah Daratan 1,319.51 1.50
Luas Wilayah Lautan 86,398.33 98.50
Total Luas Wilayah 87,717.84 100.00
Sumber: Statistik Kabupaten Bintan, 2010
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
11
Topografi
Kabupaten Bintan yang didominasi oleh wilayah lautan dengan sejumlah
pulau besar dan kecil, pada umumnya merupakan dataran landai di daerah
pesisir. Tofografinya bervariasi antara 0-3%, pada daerah pesisir hingga dan
> 40% di daerah pegunungan. Secara keseluruhan kemiringan lereng di
Kabupaten Bintan relatif datar dan umumnya didominasi oleh kemiringan
lereng yang berkisar antara 0%-15% dengan luas mecapai 55,98%, kemiringan
15-40% mencapai 36,09% dan wilayah dengan kemiringan >40% hanya sebesar
7,92%.
Pola Penggunaan Lahan
Pemanfaatan lahan wilayah Kabupaten Bintan dikelompokkan menjadi dua
bagian yaitu; kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung
adalah 29.341,25 ha (22,24%) sedangkan kawasan budidaya seluas
102.609,75 ha (77,76%). Sebagai wilayah kepulauan, terumbu karang dan
mangrove tergolong cukup luas. Lahan terumbu karang mencapai seluas
14,945.51 (11,33%) dan mangrove seluas 8.065,05 ha (6,11%). Terumbu
karang berfungsi sebagai tempat bekembang biaknya ikan-ikan dan juga
sebagai objek wisata serta mangrove yang berfungsi sebagai penahan erosi
air laut yang berada disekitar pesisir. Peran keduanya sangatlah penting
untuk menjaga
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
12
ekosistem sehingga perlu dilestarikan.
Untuk kawasan budidaya, lahan pertanian masih cukup dominan yaitu
dengan luas 56.756,11 ha (43,01%). Pada urutan selanjutnya, penggunaan
lainnya yang tergolong luas yaitu Kawasan Wisata Terpadu Lagoi seluas
17,950,40 ha (13,60%). Penggunaan untuk permukiman mencapai 3,276.70
ha (2,48%). Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2: Jenis Penggunaan Lahan Kabupaten Bintan
No Jenis Penggunaan Lahan
Luas Lahan
Ha %
I. Kawasan Lindung 29,341.25 22.24
1 Hutan Lindung 3,659.00 2.77
2 Danau 269.19 0.20
3 Lamun 1,880.79 1.43
4 Mangrove 8,065.05 6.11
5 Sungai Besar 521.71 0.40
6 Terumbu Karang 14,945.51 11.33
II. Kawasan Budidaya 102,609.75 77.76
1 Permukiman 3,276.70 2.48
2 Pertanian 56,756.11 43.01
3 Perkebunan 10,171.19 7.71
4 Tambak 131.52 0.10
5 Pertambangan
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
13
- Eks Tambang 4,333.28 3.28
- Tambang Aktif 1,814.15 1.37
6 Industri 3,362.63 2.55
7 Kolong 587.47 0.45
8 Kawasan Bandar Sri Bentan
- Pusat Pemerintahan
Kabupaten
340.20 0.26
- Pengembangan CBD 3,886.10 2.95
9 Kawasan Pantai Lagoi
- Hutan Wisata 15,546.14 11.78
- Hutan Terbuka 1,150.40 0.87
- Lahan Terbangun 803.17 0.61
- Kawasan Pariwisata Lain 450.69 0,34
Total 131,951.00 100.00
Sumber: RUTRW Kabupaten Bintan 2010
Kawasan Permukiman
Pada daerah pedesaan dan daerah pantai, pola permukiman pada umumnya
linier mengikuti jaringan jalan dengan kepadatan rendah. Di daerah
perkotaan kepadatannya lebih tinggi seperti yang terlihat di Kijang (Ibukota
Kecamatan Bintan Timur dan Tanjung Uban (Ibukota Kecamatan Bintan
Utara).
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
14
Kawasan Perkebunan
Pada kawasan perkebunan seluas 10,171.19 ha terdapat jenis tanaman
utama yaitu karet dan kelapa yang tersebar di tiga kecamatan yaitu
Kecamatan Toapaya, Gunung Kijang dan Kecamatan Bintan Timur.
Kawasan Pertanian
Lahan pertanian yang meliputi pertanian lahan kering, perikanan darat,
perikanan air payau dan perikanan laut tersebar di seluruh kecamatan yang
ada di Kabupaten Bintan. Lahan pertanian tanaman kering meliputi;
palawija, holtikultura dan tanaman pangan.
Kawasan Hutan
Kawasan hutan yang terdiri dari hutan belukar/semak, hutan lindung hutan
mangrove (bakau). Hutan lindung di Kawasan Hutan Gunung Jago
(Kecamatan Bintan Utara), Kawasan Hutan Gunung Bintan Kecil (Kecamatan
Teluk Sebong). Kawasan Hutan Gunung Bintan (Kecamatan Teluk Bintan),
Kawasan Hutan Gunung Lengkuas dan Bukit Selong (Kecamatan Bintan
Timur) dan Kawasan Gunung Kijang (Kecamatan Gunung Kijang).
Kawasan Pariwisata
Kawasan pariwisata yang ada saat ini yaitu Kawasan Wisata Terpadu Segoi
(Kecamatan Teluk Sebong), KawasanWisata Pantai Trikora (Kecamatan
Gunung Kijang).
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
15
Kawasan Pertambangan
Penggunaan lahan untuk pertambangan meliputi tambang yang masih aktif
dan tambang yang tidak berproduksi lagi. Potensi tambang yang ada di
Kabupaten Bintan terdiri dari; bauksit, granit, pasir darat. Dominasi sebaran
jenis tambang pasir darat adalah di daerah Busung (Kecamatan Seri Kuala
Lobam) dan Kecamatan Tembiling. Untuk eks tambang bauksit terdapat di
Kijang (Kecamatan Bintan Timur).
Kawasan Industri
Saat ini, dominasi industri di Kabupaten Bintan adalah di Kawasan Industri
Lobam (Kecamatan Seri Kuala Lobam), Galang Batang (Kecamatan Gunung
Kijang) dan Kawasan Industri Maritim (Kecamatan Bintan Timur).
Kawasan Pemerintahan
Pusat pemerintahan Kabupaten Bintan saat ini masih berada di Kijang yang
menempati lahan milik PT. Aneka Tambang. Sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 38 Tahun 2004, Ibukota Kabupaten Bintan dipindahkan ke
kawasan pengembangan baru di Bandar Sri Bentan (Kecamatan Bintan
Timur).
Pembangunan kantor-kantor pemerintahan sebagian telah dimulai, namun
masih ada permasalahan karena status lahan peruntukan Ibukota Kabupaten
Bintan saat ini masuk dalam kawasan lindung.
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
16
2.2 KONDISI KEPENDUDUKAN DAN SOSIAL BUDAYA
Jumlah Penduduk
Berdasarkan data statistik tahun 2009, jumlah penduduk Kabupaten Bintan
sebanyak 125.058 jiwa. Dominasi sebaran penduduk adalah di Kecamatan
Bintan Timur dan Bintan Utara masing-masing dengan jumlah 89.676 jiwa
(28,53%) dan 20.184 jiwa (16,14%). Penduduk di kecamatan lainnya berada
dibawah 15%. Selanjutnya, penduduk paling sedikit terdapat di Kecamatan
Mantang dengan jumlah 3.673 jiwa (2,94%). Untuk lebih jelasnya jumlah,
sebaran dan kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3. Jumlah, Sebaran dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Bintan
No Kecamatan Luas
Wilayah (Km2)
Jumlah Penduduk
(Jiwa) %
Kepadatan (Jiwa/Ha)
1 Bintan Utara 81.45 20,184 16.14 248
2 Bintan Timur 89.99 35,676 28.53 396
3 Teluk Bintan 129.37 8,616 6.89 67
4 Teluk Sebong 287.99 11,257 9.00 39
5 Tambelan 91.67 4,738 3.79 52
6 Gunung Kijang 212.38 9,100 7.28 43
7 Bintan Pesisir 135.96 8,013 6.41 59
8 Mantang 76.04 3,673 2.94 48
9 Toapaya 118.85 7,628 6.10 64
10 Seri Kuala Lobam 95.81 16,173 12.93 169
Jumlah 125,058 100.00
Sumber: Bintan Dalam Angka 2009, (diolah)
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
17
Struktur Penduduk
Berdasarkan struktur penduduk menurut kelompok umur, yang paling
dominan adalah usia 15-64 tahun (66,65%). Kelompok umur lainnya yaitu; 0-
14 tahun mencapai 31,15% dan kelompok umur > 65 tahun hanya sebesar
2,30%. Dengan demikian usia penduduk produktif yang ada di Kabupaten
Bintan berjumlah 83.223 jiwa dan non produktif berjumlah 41.835 jiwa.
Dengan struktur penduduk yang dimiliki, pembangunan di Kabupaten Bintan
dapat berjalan secara produktif dengan beban tanggungan penduduk (DR)
sebesar 44 yang berarti setiap 100 kelompok penduduk produktif harus
menanggung 44 kelompok penduduk non produktif. Berdasarkan tingkat
pendidikan yang ditamatkan pada kelompok usia >10 tahun, SD/MI sebesar
26,25%, tamatan Diploma I/II mencapai 1,47%, tamatan Diploma III sebesar
1,05%, sedangkan tamatan Diploma IV/S1/S2/S3 adalah sebesar 3,03%.
Berdasarkan agama, penduduk yang memeluk agama Islam merupakan yang
paling dominan yaitu 105.194 jiwa (84,97%). Penduduk beragama Kristen
Protestan berjumlah 6.498 jiwa (5,25%), Katholik sebesar 3.885 (3,14%),
Hindu 453 jiwa (0,37%), Budha 7.558 jiwa (6,10%) dan Kepercayaan Kepada
Tuhan Yang Maha Esa 213 jiwa (0,17%).
Kondisi Sosial Budaya
Dominasi penduduk yang berdomisili di Kabupaten Bintan adalah Melayu.
Meskipun demikian, etnik suku dan budaya sangatlah beragam, karena
seiring dengan perkembangan kawasan ini, banyak pendatang yang masuk
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
18
ke wilayah ini. Suku-suku lainnya adalah Jawa, Sunda, Cina, Batak, Bugis,
Minangkabau dan lainnya. Secara umum, pola kehidupan masyarakat yang
tinggal di daerah pesisir adalah memanfaatkan potensi kelautan. Mata
pencaharian pada umumnya adalah sebagai petani, berkebun, nelayan dan
pedagang. Dalam pemerintahan suku Melayu umumnya lebih cenderung
memilih sebagai guru dibanding dengan pekerjaan lain pemerintahan
lainnya. Masyarakat yang berdiam di daerah pesisir memiliki pola
permukiman yang linier mengikuti alur sungai, jalan dengan tipologi rumah
panggung. Rumah panggung di atas air sekaligus digunakan sebagai
tambatan perahu yang bagi masyarakat pesisir digunakan sebagai alat
transportasi dan alat penangkap ikan.
2.3 KONDISI PEREKONOMIAN
Perekonomian Kabupaten Bintan dipengaruhi oleh besarnya peranan sektor-
sektor ekonomi dalam menciptakan nilai tambah. PDRB berdasar harga
berlaku biasanya relative lebih besar karena dalam melakukan perhitungan
ada dua unsur yang mempengaruhinya yaitu: bertambahnya jumlah produksi
dan kenaikan harga akibat inflasi. PDRB berdasarkan harga konstan
merupakan PDRB yang dihitung dengan memperhatikan kenaikan barang dan
jasa sehingga tidak dipengaruhi oleh inflasi.
Struktur ekonomi Kabupaten Bintan yang memperlihatkan kontribusi yang
dominan dari sektor industri bagi perekonomian Kabupaten Bintan pada
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
19
tahun 2009 yaitu sebesar 53,01%. Kemudian diikuti oleh sektor perdagangan
dan hotel. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada Tabel. 2.4.
Tabel 2.4. PDRB Kabupaten Bintan Atas Dasar Harga Konstan (Tahun 2000)
Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2006-2009 (Dalam Milyar Rupiah)
2.4 POTENSI PENGEMBANGAN
Kawasan potensial yang dapat dikembangkan untuk berbagai kegiatan
adalah daerah-daerah dengan kisaran lereng 0-15%. Kawasan kendala adalah
kawasan yang sesuai untuk pengembangan rekreasi umum dan bangunan
terhitung yang mendapat bantuan teknologi atau persyaratan teknis dengan
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
20
kisaran lereng 15-40% dan kawasan peilmbatasan adalah yang tidak
berpotensi untuk dikembangkansebagai budidaya dengan kisaran lereng
>40%.
Dari 10 Kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Bintan, semua Kecamatan
memiliki kawasanpotensial dengan luas di atas 50% dari luas masing-masing
wilayah kecamatan kecuali Kecamatan Tambelan. Untuk mengetahui
potensi pengembangan dan pertambangan dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1. Peta Potensi Pengembangan dan Lokasi Pertmbangan
Kabupaten Bintan
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
21
2.5 KAWASAN RAWAN BENCANA
Dalam menyusun strategi, aspek keamanan perlu mendapat perhatian demi
kelangsungan hidup penduduk yang melakukan kegiatan/interaksi dengan
penduduk lainnya dan penyediaan infrastruktur perkotaan. Bencana alam
yang paling sering terjadi adalah banjir, erosi, longsor di bagian hulu.
Bencana alam terjadi bukan karena factor geologi wilayah yang tidak stabil
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
22
melainkan oleh karena perilaku kegiatan budidaya masyarakat yang
berlebihan dan bukan memperhatikan pentingnya kelestarian lingkungan
hidup. Daerah yang rawan abrasi adalah sepanjang Pantai Trikora ( 10 km),
Pantai Tanjung Uban ( 5 km), Pantai Sei Kecil-Sekera ( 10 km), Pantai
Lobam ( 4 km). Erosi dan banjir akibat penggundulan hutan merupakan
factor penyebab terjadinya bencana alam di Kabupaten Bintan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2.
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
23
Gambar 2.2 Peta Rawan Bencana Kabupaten Bintan
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
24
3.1 PENGENALAN DAN PENGKAJIAN ANCAMAN BENCANA /
BAHAYA DAN KERENTANAN
Pada Bab ini diuraikan unsur-unsur bahaya/ancaman risiko bencana
berupa ancaman bencana/bahaya (hazard), dan kerentanan
(vulnerability)yang dihadapi oleh wilayah tersebut.
1. PENGENALAN BAHAYA ( HAZARD )
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan
potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan beragam baik
berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan komplek.
Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, letusan
gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran lahan dan hutan,
kebakaran perkotaan dan permukiman, angin badai, wabah penyakit,
kegagalan teknologi dan konflik sosial. Potensi bencana yang ada di
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi
bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard).
Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat antara lain
pada peta rawan bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa
Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta
BAB 3 PENDEKATAN METODELOGI
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
25
kerentanan bencana tanah longsor, peta daerah bahaya bencana letusan
gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan
lain-lain. Pada sub bab ini agar disebutkan jenis-jenis ancaman bahaya yang
terdapat di wilayah / daerah yang diperoleh dari data kejadian bencana di
daerah yang bersangkutan.
A. Gempa Bumi
Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa kerusakan
atau kehancuran bangunan (rumah, sekolah, rumah sakit dan bangunan
umum lain), dan konstruksi prasarana fisik (jalan, jembatan, bendungan,
Pelabuhan laut/udara, jaringan listrik dan telekomunikasi, dli), serta
bencana sekunder yaitu kebakaran dan korban akibat timbulnya
kepanikan. Pada sub bab ini disebutkan/diterangkan sejarah kejadian
gempa bumi yang pernah terjadi di daerah ini dan lokasi-lokasi
patahan/sesar yang ada.
B. Tsunami
Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya gempa
bumi di laut, letusan gunung api bawah laut atau longsoran di laut.
namun tidak semua fenomena tersebut dapat memicu terjadinya
tsunami. Syarat utama timbulnya tsunami adalah adanya deformasi
(perubahan bentuk yang berupa pengangkatan atau penurunan blok
batuan yang terjadi secara tiba-tiba dalam skala yang luas) di bawah
laut. Terdapat empat faktor pada gempa bumi yang dapat menimbulkan
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
26
tsunami, yaitu: 1). pusat gempa bumi terjadi di Iaut, 2). Gempa
bumimemiliki magnitude besar, 3). kedalaman gempa bumi dangkal, dan
4). terjadi deformasi vertikal pada lantai dasar laut. Gelombang tsunami
bergerak sangat cepat, mencapai 600-800 km per jam, dengan tinggi
gelombang dapat mencapai 20 m. Pada sub bab ini agar
disebutkan/diterangkan sejarah kejadian tsunami yang pernah terjadi di
daerah ini, dan lokasi-lokasi pantai yang rawan tsunami.
C. Letusan Gunung Api
Pada letusan gunung api, bencana dapat ditimbulkan oleh jatuhan
material letusan, awan panas, aliran lava, gas beracun, abu gunung api,
dan bencana sekunder berupa aliran Iahar. Luas daerah rawan bencana
gunung api di seluruh Indonesia sekitar 17.000 km2 dengan jumlah
penduduk yang bermukim di kawasan rawan bencana gunung api
sebanyak kurang lebih 5,5 juta jiwa. Berdasarkan data frekwensi letusan
gunung api, diperkirakan tiap tahun terdapat sekitar 585.000 orang
terancam bencana letusan gunung api. Pada sub bab ini agar
diidentifikasi gunung-gunung api yang masih aktif dan berpotensi
menimbulkan letusan yang berada di daerah yang bersangkutan
ditunjukkan dengan peta lokasi.
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
27
D. Banjir
Indonesia daerah rawan bencana, baik karena alam maupun ulah
manusia. Hampir semua jenis bencana terjadi di Indonesia, yang paling
dominan adalah banjir tanah longsor dan kekeringan. Banjir sebagai
fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat
akumulasi beberapa faktor yaitu : hujan, kondisi sungai, kondisi daerah
hulu, kondisi daerah budidaya dan pasang surut air laut.
Potensi terjadinya ancaman bencana banjir dan tanah longsor saat Ini
disebabkan keadaan badan sungai rusak, kerusakan daerah tangkapan
air, pelanggaran tata-ruang wilayah, pelanggaran hukum meningkat,
perencanaan pembangunan kurang terpadu, dan disiplin masyarakat
yang rendah. Pada sub bab ini perlu disebutkan lokasi-lokasi yang rawan
banjir di daerah yang bersangkutan.
E. Tanah Longsor
Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.
Pemicu dari terjadinya gerakan tanah ini adalah curah hujan yang tinggi
serta kelerengan tebing.
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
28
Bencana tanah longsor sering terjadi di Indonesia yang mengakibatkan
kerugian jiwa dan harta benda. Untuk itu perlu ditingkatkan
kesiapsiagaan dalam menghadapi jenis bencana ini. Dalam bab ini
ditampilkan daerah-daerah yang rawan terhadap bencana tanah longsor
yang ditampilkan dalam bentuk peta, serta jika data memungkinan
ditampilkan juga statistik kejadian dan kerusakan yang pernah dialami.
F. Kebakaran
Potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia cukup besar.
Hampir setiap musim kemarau Indonesia menghadapi bahaya kebakaran
lahan dan hutan dimana berdapak sangat luas tidak hanya kehilangan
keaneka ragaman hayati tetapi juga timbulnya ganguan asap di wilayah
sekitar yang sering kali mengganggu negara-negara tetangga.
Kebakaran hutan dan lahan dari tahun ke tahun selalu terjadi. Hal
tersebut memang berkaitan dengan banyak hal. Dari ladang berpindah
sampai penggunaan HPH yang kurang bertanggungjawab, yaitu
penggarapan lahan dengan carapembakaran. Hal lain yang menyebabkan
terjadinya kebakaran hutan adalah kondisi tanah di daerah banyak yang
mengandung gambut. Tanah semacam ini pada waktu dan kondisi
tertentu
kadang-kadang terbakar dengan sendirinya.
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
29
Pada sub bab ini perlu disebutkan lokasi-lokasi yang rawan kebakaran di
daerah yang bersangkutan.
G. Kekeringan
Bahaya kekeringan dialami berbagai wilayah di Indonesia hampir setiap
musim kemarau. Hal ini erat terkait dengan menurunnya fungsi lahan
dalam menyimpan air. Penurunan fungsi tersebut ditengarai akibat
rusaknya ekosistem akibat pemanfaatan lahan yang berlebihan. Dampak
dari kekeringan ini adalah gagal panen, kekurangan bahan makanan
hingga dampak yang terburuk adalah banyaknya gejala kurang gizi
bahkan
kematian.
Pada bab ini disajikan identifikasi daerah-daerah yang rawan kekeringan
serta ditampilkan dalam bentuk peta.
H. Epidemi dan Wabah Penyakit
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi
dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta
dapat menimbulkan malapetaka.
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
30
Epidemi baik yang mengancam manusia maupun hewan ternak
berdampak serius berupa kematian serta terganggunya roda
perekonomian. Beberapa indikasi/gejala awal kemungkinan terjadinya
epidemi seperti avian influenza/Flu burung, antrax serta beberapa
penyakit hewan ternak lainnya yang telah membunuh ratusan ribu ternak
yang mengakibatkan kerugian besar bagi petani.
Pada bab ini disajikan identifikasi daerah-daerah yang rawan terhadap
wabah penyakit manusia/hewan yang berpotensi menimbulkan bencana.
I. Kebakaran Gedung dan Pemukiman
Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak pada musim
kemarau. Hal ini terkait dengan kecerobohan manusia diantaranya
pembangunan gedung/rumah yang tidak mengikuti standard keamanan
bangunan serta perilaku manusia. Hubungan arus pendek listrik,
meledaknya kompor serta kobaran api akibat lilin/lentera untuk
penerangan merupakan sebab umum kejadian kebakaran
permukiman/gedung.
Dalam bab ini ditampilkan daerah-daerah yang rawan terhadap bencana
kebakaran ini serta jika data memungkinan ditampilkan juga statistik
kejadian dan kerusakan yang pernah dialami.
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
31
J. Kegagalan Teknologi
Kegagalan teknologi merupakan kejadian yang diakibatkan oleh
kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia
dalam menggunakan teknologi dan atau industri. Dampak yang
ditimbulkan dapat berupa kebakaran, pencemaran bahan kimia, bahan
radioaktif/nuklir, kecelakaan industri, kecelakaan transportasi yang
menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda.
Dalam bab ini ditampilkan daerah-daerah yang rawan terhadap bencana
kegagalan teknologi ini serta jika data memungkinan ditampilkan juga
statistik kejadian dan kerusakan yang pernah dialami.
2. PEMAHAMAN TENTANG KERENTANAN MASYARAKAT
Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau
masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau
ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:
A. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya
tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan
rumah bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya
tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran
sungai dan sebagainya.
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
32
B. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat
menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada
umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih
rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan finansial
yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi
bencana.
C. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan
terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan
pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi
tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang
rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi bahaya.
D. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan.
Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu
terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau
pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan
sebagainya.
3.2 PENGENALAN DAN PENGKAJIAN ANCAMAN BENCANA /
BAHAYA DAN KERENTANAN
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
33
1. ANALISIS KEMUNGKINAN DAMPAK BENCANA
Pertemuan dari faktor-faktor ancaman bencana/bahaya dan kerentanan
masyarakat, akan dapat memposisikan masyarakat dan daerah yang
bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda. Hubungan antara
ancaman bahaya, kerentanan dan kemampuan dapat dituliskan dengan
persamaan berikut:
Risiko = f (Bahaya x Kerentanan/Kemampuan)
Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi
risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi
tingkat kerentanan masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi
pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat
kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya.
Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan
tingkat
besaran risiko yang dihadapi oleh daerah yang bersangkutan.
Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan
bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua bahaya/ancaman
tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan
terjadinya
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
34
(probabilitasnya) dengan rincian :
5 Pasti (hampir dipastikan 80 - 99%).
4 Kemungkinan besar (60 80% terjadi tahun depan, atau sekali
dalam 10 tahun mendatang)
Kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan, atau sekali
dalam 100 tahun)
Kemungkinan Kecil (20 40% dalam 100 tahun)
1 Kemungkian sangat kecil (hingga 20%)
Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila
bencana itu memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak
antara lain:
jumlah korban;
kerugian harta benda;
kerusakan prasarana dan sarana;
cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,
maka, jika dampak inipun diberi bobot sebagai berikut:
5 Sangat Parah (80% - 99% wilayah hancur dan lumpuh total)
4 Parah (60 80% wilayah hancur)
3 Sedang (40 - 60 % wilayah terkena berusak)
2 Ringan (20 40% wilayah yang rusak)
1 Sangat Ringan (kurang dari 20% wilayah rusak)
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
35
Maka akan di dapat tabel sebagaimana contoh di bawah ini :
NO JENIS ANCAMAN BAHAYA PROBABILITAS DAMPAK
1 Gempa Bumi Diikuti Tsunami 1 4
2 Tanah Longsor 4 2
3 Banjir 4 3
4 Kekeringan 3 1
5 Angin Puting Beliung 2 2
Gambaran potensi ancaman di atas dapat ditampilkan dengan model lain
dengan tiga warna berbeda yang sekaligus dapat menggambarkan
prioritas seperti berikut:
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
36
Berdasarkan matriks diatas kita dapat memprioritaskan jenis ancaman
bahaya yang perlu ditangani.
Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1)
- Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)
- Bahaya/ancaman sedang nilai 2
- Bahaya/ancaman rendah nilai 1
3.3 PILIHAN TINDAKAN PENANGGULANGAN BENCANA
Pilihan tindakan yang dimaksud di sini adalah berbagai upaya
penanggulangan yang akan dilakukan berdasarkan perkiraan ancaman
bahaya yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan.
Secara lebih rinci pilihan tindakan tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang
dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta
mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi
dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
mitigasi pasif dan mitigasi aktif.
Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain
adalah:
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
37
a. Penyusunan peraturan perundang-undangan
b. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
c. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
d. Pembuatan brosur/leaflet/poster
e. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
f. Pengkajian / analisis risiko bencana
g. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
h. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
i. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
j. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif
antara lain:
a. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,
larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan
lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
c. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
d. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke
daerah yang lebih aman.
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
38
e. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
f. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana.
g. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai,
bangunan tahan gempa dan sejenisnya.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang
bersifat non-struktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan)
dan yang bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana).
3.4 MEKANISME KESIAPAN DAN PENANGGULANGAN DAMPAK BENCANA
Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi :
tahap prabencana,
saat tanggap darurat, dan
pascabencana.
1. Pada Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
Dalam situasi tidak terjadi bencana
Dalam situasi terdapat potensi bencana
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
39
a. Situasi Tidak Terjadi Bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu
tertentu tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak
terjadi bencana meliputi :
- perencanaan penanggulangan bencana;
- pengurangan risiko bencana;
- pencegahan;
- pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
- persyaratan analisis risiko bencana;
- pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
- pendidikan dan pelatihan; dan
- persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
b. Situasi Terdapat Potensi Bencana
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiap siagaan,
peringatan dini dan mitigasi bencana dalam penanggulangan
bencana.
- Kesiapsiagaan
- Peringatan Dini
- Mitigasi Bencana
-
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
40
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan
multi stakeholder,oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi
koordinasi.
2. Saat Tanggap Darurat
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:
- pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumber daya;
- penentuan status keadaan darurat bencana;
- penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
- pemenuhan kebutuhan dasar;
- perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
- pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
3. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
meliputi:
- rehabilitasi; dan
- rekonstruksi.
Secara lebih rinci antara lain dapat dilihat pada Bab VI (Bab Pilihan
Tindakan Penanggulangan Bencana).
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
41
4. Mekanisme Penanggulangan Bencana
Mekanisme penanggulangan bencana yang akan dianut dalam hal ini
adalah mengacu pada UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana dan Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Dari peraturan perundangundangan tersebut di atas, dinyatakan
bahwa mekanismetersebut dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu :
- Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan
pelaksana,
- Pada saat Darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana
- Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana.
3.5 ALOKASI DAN PERAN PELAKU KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA
1. Peran dan Fungsi Instansi Pemerintahan Terkait
Dalam melaksanakan penanggulangan becana di daerah akan
memerlukan koordinasi dengan sektor. Secara garis besar dapat
diuraikan peran lintas sektor sebagai berikut :
- Sektor Pemerintahan, mengendalikan kegiatan pembinaan
pembangunan daerah
- Sektor Kesehatan, merencanakan pelayanan kesehatan dan medik
termasuk obat-obatan dan para medis
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
42
- Sektor Sosial, merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan
kebutuhan dasar lainnya untuk para pengungsi
- Sektor Pekerjaan Umum, merencanakan tata ruang daerah,
penyiapan lokasi dan jalur evakuasi, dan kebutuhan pemulihan
sarana dan prasarana.
- Sektor Perhubungan, melakukan deteksi dini dan informasi
cuaca/meteorologi dan merencanakan kebutuhan transportasi dan
komunikasi
- Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, merencanakan dan
mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana geologi dan
bencana akibat ulah manusia yang terkait dengan bencana geologi
sebelumnya
- Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merencanakan pengerahan
dan pemindahan korban bencana ke daerah yang aman bencana.
- Sektor Keuangan, penyiapan anggaran biaya kegiatan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana
- Sektor Kehutanan, merencanakan dan mengendalikan upaya
mitigatif khususnya kebakaran hutan/lahan
- Sektor Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan upaya
yang bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam
pencegahan bencana.
- Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif
di bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
43
- Sektor Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi, melakukan
kajian dan penelitian sebagai bahan untuk merencanakan
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra bencana,
tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.
- TNI/POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat
darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena
penghuninya mengungsi.
2. Peran dan Potensi Masyarakat
A. Masyarakat
Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana sekaligus
korban bencana harus mampu dalam batasan tertentu menangani
bencana sehingga diharapkan bencana tidak berkembang ke skala
yang lebih besar.
B. Swasta
Peran swasta belum secara optimal diberdayakan. Peran swasta
cukup menonjol pada saat kejadian bencana yaitu saat pemberian
bantuan darurat. Partisipasi yang lebih luas dari sektor swasta ini
akan sangat berguna bagi peningkatan ketahanan nasional dalam
menghadapi bencana.
C. Lembaga Non-Pemerintah
Lembaga-lembaga Non Pemerintah pada dasarnya memiliki
fleksibilitas dan kemampuan yang memadai dalam upaya
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
44
penanggulangan bencana. Dengan koordinasi yang baik lembaga
Non Pemerintah ini akan dapat memberikan kontribusi dalam upaya
penanggulangan bencana mulai dari tahap sebelum, pada saat dan
pasca bencana.
D. Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian
Penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika dilakukan
berdasarkan penerapan ilmupengetahuan dan teknologi yang tepat.
Untuk itu diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli dari
lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian.
E. Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik.
Untuk itu peran media sangat penting dalam hal membangun
ketahanan masyarakat menghadapi bencana melalui kecepatan dan
ketepatan dalam memberikan informasi kebencanaan berupa
peringatan dini, kejadian bencana serta upaya penanggulangannya,
serta pendidikan kebencanaan kepada masyarakat.
F. Lembaga Internasional
Pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari lembaga
internasional, baik pada saat pra bencana, saat tanggap darurta
maupun pasca bencana. Namun demikian harus mengikuti
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
45
3. Pendanaan
Sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan Penanggulangan
bencana terintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan dan
pembangunan yang dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja
nasional, propinsi atau kabupaten/kota. Kegiatan sektoral dibiayai
dari
anggaran masing-masing sektor yang bersangkutan.
Kegiatan-kegiatan khusus seperti pelatihan, kesiapan, penyediaan
peralatan khusus dibiayai dari pos-pos khusus dari anggaran
pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota.
Pemerintah dapat menganggarkan dana kontinjensi untuk
mengantisipasi diperlukannya dana tambahan untuk menanggulangi
kedaruratan. Besarnya dan tatacara akses serta penggunaannya diatur
bersama dengan DPR yang bersangkutan.
Bantuan dari masyarakat dan sektor non-pemerintah, termasuk badan-
badan PBB dan masyarakat internasional, dikelola secara transparan
oleh unit-unit koordinasi.
-
[[[
[ PENYUSUNAN RENCANA AKSI
PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
KABUPATEN BINTAN
2015
46
Setelah selesai laporan pendahuluan yang akan memberikan gambaran
mengenai pelaksanaan pekerjaan yang akan laksanakan sesuai dengan Kerangka
Acuan Kerja (KAK), dengan ini maka tahap selanjutnya adalah pengolahan data
lapangan yang nantinya akan menjadi bahan atau data yang akan digunakan untuk
melakukan perencanaan teknis dan Laporan Akhir nantinya. Demikianlah Laporan
Pendahuluan ini kami buat yang merupakan acuan dalam pelaksanaan perencanaan
teknis nantinya.
BAB 4 PENUTUP