langkah-tahrij.doc

3
Langkah-Langkah Kegiatan Takhrij dan Penelitian Sanad Untuk melakukan kegiatan takhrij dan penelitian sanad hadis dapat dilakukan melalui langkah-langkah (tahapan) berikut : 1. Memilih atau menetapkan hadis yang akan diteliti. Misalnya hadis tentang mengangkat tangan ketika berdo’a, atau tentang do’a yang dibaca Nabi ketika sedang ruku’ dan sujud dalam shalat, dan lain- lain 2. Konsultasi dengan kamus hadis; Jika yang diingat hanya sebagian kalimat/lafadz yang ada dalam hadis bersangkutan, maka bisa dilacak (ditakhrij) dengan menggunakan metode lafadz. Dalam hal ini kmus hadis yang digunakan antara lain al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fadzi al-Hadis al- Nabawi. Jika tidak ingat satupun bunyi lafadz hadis yang akan diteliti, tetapi yang diingat hanya temanya/topiknya, maka bisa dilacak (ditakhrij) dengan metode tematik (maudhu’). Kamus yang digunakan adalah Miftahu Kunuz al-Dunnah. . Selanjutnya jika yang diingat juga permulaan matan hadis, maka bisa dilacak melalui kitab-kitab athraf. Perlu dicatat, bahwa untuk menghasilkan takhrij hadis yang maksimal, maka sebaiknya hadis yang akan diteliti dilacak melalui berbagai metode/cara. Sehingga keseluruhan hadis yang sama atau semakna dapat direkam secara keseluruhan. 3. Melacak hadis-hadis sebagaimana petunjuk yang didapat dalam kamus hadis atau kitab-kitab athraf, misalnya kita akan menakhrij dan meneliti sanad hadis : ا ذ ا ى صل لاة ص ل ب ق ا ا ب ي ل عه ه ج و ب. Hadis ini setelah dikonsultasikan dengan kamus hadis, di sana dijelaskan sebagai berikut : خ ان لاذ = ا: 143 م مان لا = ا: 42 لاة ص ل , ا: 25 ا ي رؤ ل , ا: 5 ه ج دمه ق م ل = ا: 6 امه ق , ا لاة ص ل ا: 69 , 136 لاة ص ل: 8 ت ا ي رؤ ل = ا: 10 ن, ت ق وا م ل = ا: 21 Dari petunjuk kamus tersebut, jika ingin mendapatkan hadis-hadis yangdimaksud dalam kitab-kitab aslinya, kita diharuskan membuka dan melacak hadis sesuai dengan petunjuk kamus, yaitu pada kitab Shahih al-Bukhari kitab Adzan, bab ke 143; pada kitab Shahih Muslim, kitab iman, bab ke 42, kitab al-shalat, bab ke 25, kitab al-ru’yat, bab ke 5; pada Sunan Ibnu Majah, kitab al-Muqaddimah, bab ke 6, kitab Iqamat al-shalat bab ke 69 dan 136, kitab al-shalat bab ke 8; pada Sunan al-Turmudzi , kitab al-Ru’yat bab ke 10; pada Sunan al-Nasa’i kitab al-mawaqit, bab ke 21.

Upload: eli-nurlaeli

Post on 20-Sep-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Langkah-Langkah Kegiatan Takhrij dan Penelitian Sanad

Untuk melakukan kegiatan takhrij dan penelitian sanad hadis dapat dilakukan melalui langkah-langkah (tahapan) berikut :

1. Memilih atau menetapkan hadis yang akan diteliti. Misalnya hadis tentang mengangkat tangan ketika berdoa, atau tentang doa yang dibaca Nabi ketika sedang ruku dan sujud dalam shalat, dan lain-lain

2. Konsultasi dengan kamus hadis; Jika yang diingat hanya sebagian kalimat/lafadz yang ada dalam hadis bersangkutan, maka bisa dilacak (ditakhrij) dengan menggunakan metode lafadz. Dalam hal ini kmus hadis yang digunakan antara lain al-Mujam al-Mufahras li al-Fadzi al-Hadis al-Nabawi. Jika tidak ingat satupun bunyi lafadz hadis yang akan diteliti, tetapi yang diingat hanya temanya/topiknya, maka bisa dilacak (ditakhrij) dengan metode tematik (maudhu). Kamus yang digunakan adalah Miftahu Kunuz al-Dunnah.. Selanjutnya jika yang diingat juga permulaan matan hadis, maka bisa dilacak melalui kitab-kitab athraf. Perlu dicatat, bahwa untuk menghasilkan takhrij hadis yang maksimal, maka sebaiknya hadis yang akan diteliti dilacak melalui berbagai metode/cara. Sehingga keseluruhan hadis yang sama atau semakna dapat direkam secara keseluruhan.

3. Melacak hadis-hadis sebagaimana petunjuk yang didapat dalam kamus hadis atau kitab-kitab athraf, misalnya kita akan menakhrij dan meneliti sanad hadis : . Hadis ini setelah dikonsultasikan dengan kamus hadis, di sana dijelaskan sebagai berikut : = : 143 = : 42 , : 25 , : 5

= : 6 , : 69 , 136 , : 8 = : 10 , = : 21

Dari petunjuk kamus tersebut, jika ingin mendapatkan hadis-hadis yangdimaksud dalam kitab-kitab aslinya, kita diharuskan membuka dan melacak hadis sesuai dengan petunjuk kamus, yaitu pada kitab Shahih al-Bukhari kitab Adzan, bab ke 143; pada kitab Shahih Muslim, kitab iman, bab ke 42, kitab al-shalat, bab ke 25, kitab al-ruyat, bab ke 5; pada Sunan Ibnu Majah, kitab al-Muqaddimah, bab ke 6, kitab Iqamat al-shalat bab ke 69 dan 136, kitab al-shalat bab ke 8; pada Sunan al-Turmudzi , kitab al-Ruyat bab ke 10; pada Sunan al-Nasai kitab al-mawaqit, bab ke 21.

4. Mencatat semua matan hadis yang telah dilacak lengkap dengan sanadnya. Kegiatan ini penting sebagai bagian dari persiapan melakukan itibar terhadap matan dan sanad hadis yang bersangkutan. Dengan tercatatnya hadis yang bersangkutan lengkap dengan sanad masing-masing, nantinya akan diketahui berapa jumlah sanad yang dimiliki dan apakan hadis ini diriwayatkan bi al-lafdzi atau bi al-makna.

5. Melakukan itibar;

Menurut makna bahasa kata iitibar berarti peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk mengetahui sesuatunya yang sejenis. Sedangkan menurut makna istilah ahli hadis ialah menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu, sehingga akan diketahui berapa sanad yang dimiliki oleh hadis tersebut. Dengan demikian akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad yang diteliti. Demikian juga nama-nama perawi dan metode yang digunakan dalam meriwayatkan hadis oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi kegunaan itibar antara lain untuk mengetahui kaadaan sanad dari sisi jumlahnya. Di samping itu juga untuk mengetahui apakah didalam sanad bersangkutan terdapat syahid (rowi pendukung dari kalangan sahabat Nabi), atau muttabi (rawi pendukun yang bukan sahabat Nabi).

6. Menyusun skema sanad. Untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan itibar, diperlukan pembuatan skema sanad untuk keseluruhan sanad hadis yang diteliti. Ada tiga hal yang penting diperhatikan dalam penyusunan skema sanad.

a. Jalur seluruh sanad; artinya dalam melukiskan jalur-jalur sanad, garis-garinya harus jelas, sehingga dapat dibedakan antara jalur sanad yang satu dengan sanad yang lain. Pembuatan jalur sanad ini memerlukan ketelitian, bahkan mungkin tidak sekali jadi, tetapi harus diulang-ulang beberapa kali. Salah satu sarannya ialah membuat jalur per-mukharrij terlebih dahulu, kemudian selanjutnya dilakukan penggabungan antar mukharrij.

b. Nama-mana periwayat yang dicantumkan dalam skema sanad harus cermat, sehingga tidak mengalami kesulitan ketika dilakukan penelitian melalui kitab Rijal al-Hadis. Sebab kadang-kadang terdapat seorang perawi dalam sanad yang berbeda, tetapi ditulis dengan sebutan yang berbeda. Contohnya antara lain ialah nama Ibnu Syihab dan al-Zuhri.Nama ini adalah milik seseorang yaitu Muhammad bin Muslim bin Syihab al-Zuhri. Demikian pula terkadang ada satu nama, tetapi milik dua orang yang berbeda, contohnya ialah nama Abdullah. Nama ini bisa menunjuk kepada Abdullah bin Umar, tetapi juga bisa menunjuk Abdullah bin Abbas.

c. Lambang-lambang periwayatan untuk masing masing sanad. Penulisan lambang yang digunakan dalam periwayatan harus sama dan sesuai dengan apa yang tercantum dalam sanad hadis. Hal ini penting sebab lambang-lambang ini menunjuk kepada bentuk metode periwayatan yang digunakan perawi.

7. Penelitian biografi para perowi yang tergabung dalam sanad hadis. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah keadilan dan kedlabitan para perawi. Keadilah berhubungan dengan kualitas pribadi perawi. Sedang kedlabitan berhubungan dengan kapasitas intelektuan perawi. Jika kedua hal ini dimiliki oleh perawi, maka ia dinyatakan telah memiliki sifat tsiqat. Keriteria tentang adil dan dlabit ini dikalangan para ulama dijelaskan dengan ukuran yang tidak sama. Di kalangan para ahli hadis terdapat kelompok yang disebut dengan istilah Mutasyaddidun (orang yang menetapkan keriteria sangat ketat), Mutawassithun (keriterianya standar, tidak terlalu ketat dan tidak terlalu longgar) dan mutasahhilun (keriterianya longgar/minimalis).

Disamping itu yang perlu diperhatikan adalah persambungan antara seorang perawi dengan perawi terdekat sebelumnya (muttashil). Mereka harus pernah hidup satu zaman dan pernah bertemu, karena memiliki hubungan guru dan murid. Dari sini maka yang diperlukan oleh seorang peneliti, sebagai pedoman, adalah kaidah yang dapat digunakan untuk menilai keriteria sanad dan perawi yang memenuhi standar shahih. Buku Tarih al-Rawi dan al-Jarhu wa Tal-Tadil, akan banyak membantu memberikan penilaian yang obyektif.

8. Melakukan analisa terhadap keadaan sanad, baik dari sisi jumlah (kuantitas) maupun kualitasnya. Dari sisi kuantitas sanad, akan mendapatkan kesimpulan apakah sanad hadis tersebut mutawatir atau ahad. Jika memang berstatus ahad, apakan sanad tersebut, berstatus masyhur, aziz atau gharib. Sedangkan dari sisi kualitasnya, akan diketahui apakan masing-masing jalur sanad yang dimiliki oleh hadis tersebut shahih, hasan, atau dhaif.

9. KesimpulanLihat Syuhudi Ismail, Dr. Metodologi op-cit, hal. 51-52

Istilah tsiqat ini memiliki sebutan yang beragam, dan masing-masing memiliki derajat yang tidak sama. Istilah-istilah itu antara lain , , , , , , , , , , . Selanjutnya lihat pada Syuhudi Ismail, Prof. Dr. Kaidah Sesahihan Sanad Hadits op-cit, hal. 175; Lihat pula Syuhudi Ismail, Dr. Metodologiibid, hal. 66 - 71