landasan uveitis
DESCRIPTION
mata merahTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang
meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh infeksi, trauma,
neoplasia, atau proses autoimun. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang
mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat
hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan
tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis
anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut
uveitis posterior atau koroiditis. Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda
dan usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur,
mata merah tanpa sekret mata purulen dan pupil kecil atau ireguler.
Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan besar
dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan koroid. Uveitis didefinisikan
sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang istilah uveitis digunakan
untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular yang tidak hanya pada uvea tetapi
juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses infeksi, trauma, neoplasma, maupun
autoimun.
UVEITIS
DEFINISI
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang
meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh infeksi, trauma,
neoplasia, atau proses autoimun.
KLASIFIKASI
Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara
anatomis, klinis, etiologis, dan patologis. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya
unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus
penyebabnya tidak diketahui
1. Klasifikasi berdasarkan Anatomis
a. Uveitis anterior
Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau disebut
juga dengan iridosiklitis.
b. Uveitis intermediet
Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang disertai dengan
peradangan vitreous.
c. Uveitis posterior
Merupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid.
d. Panuveitis
Merupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.
2. Klasifikasi berdasarkan Klinis
a. Uveitis akut
Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat
simptomatik.
b. Uveitis kronik
Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan- bulan atau
bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik.
3. Klasifikasi berdasarkan Etiologis
a. Uveitis infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri
b. Uveitis non-infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun.
4. Klasifikasi berdasarkan patologis
a. Uveitis non-granulomatosa : Infiltrat dominan limfosit pada koroid.
b. Uveitis granulomatosa : Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa
multinukleus.
UVEITIS ANTERIOR
DEFINISI
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars plicata),
kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea dan sklera.
Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau mengenai badan
siliar yang di sebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis
atau uveitis anterior.
KLASIFIKASI
Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut yaitu uveitis
yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik dan uveitis
anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan- bulan atau
bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik. Pada kebanyakan kasus
penyebabnya tidak diketahui. Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang
non-granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Penyakit peradangan traktus uvealis
umumnya unilateral, biasanya terjadi pada orang dewasa dan usia pertengahan. Uveitis non-
granulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus uvealis ini, yaitu iris dan korpus
siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan
jumlah cukup banyak dan sedikit mononuklear. Uveitis granulomatosa yaitu adanya invasi
mikroba aktif ke jaringan oleh bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun posterior.
Infiltrat dominan sel limfosit, adanya aggregasi makrofag dan sel-sel raksasa multinukleus. Pada
kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli anterior.
ETIOLOGI
Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme atau agen lain dari
luar. Secara endogen dapat disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau
agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herper simpleks. Etiologi uveitis
dibagi dalam : Berdasarkan spesifitas penyebab :
1.Penyebab spesifik (infeksi) Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, ataupun parasit yang
spesifik.
2.Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas Disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau antigen yang masuk kedalam tubuh dan
merangsang reaksi antigen antibodi dengan predileksi pada traktus uvea.
Berdasarkan asalnya:
Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intraokuler, ataupun
iatrogenik.
Endogen : disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau agen lain
dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herpes simpleks.
PATOFISIOLOGI
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi
atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus
okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang
diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata. Uveitis yang
berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap antigen dari
luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar
berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama
setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. Radang iris dan
badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi peningkatan
protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit
lamp) hal ini tampak sebagaiflare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek
tyndall). Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang
berupa pus di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam COA,
dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka
sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada
dua jenis keratic precipitate, yaitu :
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen- pigmen yang difagositirnya,
biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
2.Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada jenis non
granulomatosa.
Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus
dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan
perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun
dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian
tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut
oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-
sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan
sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang
tampak sebagai iris bombans (iris bombe). Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin
meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder. Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan
metabolisme lensa yang menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata.
Apabila peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif
berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca) ataupun
panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola
mata merupakan rongga abses). Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya
tidak segera ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang
semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma
tembus, terutama yang mengenai badan silier.
MANIFESTASI KLINIS
Uveitisanterior adalah mata sakit, mata merah, fotofobia, penglihatan turun ringan
dengan mata berair. Keluhan sukar melihat dekat pada pasien uveitis dapat terjadi akibat ikut
meradangnya otot-otot akomodasi. Dari pemeriksaan mata dapat ditemukan tanda antara lain :
Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus, dan keratic
precipitate. Pada pemeriksaan slit lamp dapat terlihat flare di bilik mata depan dan bila terjadi
inflamasi berat dapat terlihat hifema atau hipopion.
Iris edema dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris bombans. Dapat pula
dijumpai sinekia posterior ataupun sinekia anterior.Pupil kecil akibat peradangan otot sfingter
pupil dan terdapatnya edema iris. Lensa keruh terutama bila telah terjadi katarak komplikata.
Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma sekunder.
Pada proses akut dapat terjadi miopisi akibat rangsangan badan siliar dan edema lensa.
Pada uveitis non-granulomatosa dapat terlihat presipitat halus pada dataran belakang kornea.
Pada uveitis granulomatosa dapat terlihat presipitat besar atau mutton fat noduli Koeppe
(penimbunan sel pada tepi pupil) atau noduli Busacca (penimbunan sel pada permukaan iris).
UVEITIS INTERMEDIATE
Uveitis intermediate disebut juga uveitis perifer atau pars planitis adalah peradangan
intraokular terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet yang terpenting yaitu adanya peradangan
vitreus. Uveitis intermediet biasanya bilateral dan cenderung mengenai pasien remaja akhir atau
dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena dibandingkan wanita. Gejala- gejala yang khas
meliputi floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia dan mata merah biasanya tidak ada atau
hanya sedikit. Temuan pemeriksaan yang menyolok adalah vitritis seringkali disertai dengan
kondensat vitreus yang melayang bebas seperti bola salju (snowballs) atau menyelimuti pars
plana dan corpus ciliare seperti gundukan salju (snow- banking). Peradangan bilik mata depan
minimal tetapi jika sangat jelas peradangan ini lebih tepat disebut panuveitis. Penyebab uveitis
intermediate tidak diketahui pada sebagian besar pasien, tetapi sarkoidosis dan multipel sklerosis
berperan pada 10-20% kasus. Komplikasi uveitis intermediate yang tersering adalah edema
makula kistoid, vaskulitis retina dan neovaskularisasi pada diskus optikus.
UVEITIS POSTERIOR
Uveitis posterior adalah peradangan yang mengenai uvea bagian posterior yang meliputi
retinitis, koroiditis, vaskulitis retina dan papilitis yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau secara
bersamaan. Gejala yang timbul adalah floaters, kehilangan lapang pandang atau scotoma,
penurunan tajam penglihatan. Sedangkan pada koroiditis aktif pada makula atau papillomacular
bundle menyebabkan kehilangan penglihatan sentral dan dapat terjadi ablasio retina.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki
fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi
dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya
penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan. Adapun terapi uveitis dapat
dikelompokkan menjadi :
Terapi non spesifik
1.Penggunaan kacamata hitam Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama
akibat pemberian midriatikum.
2.Kompres hangat Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus
untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat.
3. Midritikum/ sikloplegik Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan
silier relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan. Selain itu,
midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia
yang telah ada. Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:
a.Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes
b.Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
c.S copolamin 0,2% sehari 3 kali tetes
4.Anti inflamasi
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan dosis sebagai berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %. Bila radang sangat hebat
dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler :
a.Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
b.Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
c.Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
d. Methylprednisolone acetate 20 mg Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone
oral mulai 80 mg per hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.
Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali. Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai
komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal
selama lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan sistemik.
Terapi spesifik
Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior telah diketahui.
Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang sering diberikan berupa
antibiotik, yaitu : Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid. Anak :
Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali. Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi
non spesifik seperti disebutkan diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi
adalah sama tanpa memandang penyebabnya.
Terapi terhadap komplikasi
Glaukoma sekunder Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada
uveitis anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain: Terapi konservatif : Timolol 0,25 % -
0,5 % 1 tetes tiap 12 jam Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam Terapi bedah: Dilakukan bila tanda-
tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi.
a. Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi perlekatan iris
dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS) dilakukan bedah filtrasi.
b. Sudut terbuka : bedah filtrasi. 3. Katarak komplikata Komplikasi ini sering dijumpai pada
uveitis anterior kronis. Terapi yang diperlukan adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan
keadaan dan jenis katarak serta kemampuan ahli bedah.
KOMPLIKASI
Komplikasi dari uveitis dapat berupa :
a. Glaucoma, peninggian tekanan bola mata Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia
posterior sehingga mengakibatkan hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke
bilik anterior. Penumpukan cairan ini bersama-sama dengan sel radang mengakibatkan
tertutupnya jalur dari out flow aquos humor sehigga terjadi glaucoma. Untuk
mencegahnya dapat diberikan midriatika.
b. Katarak, kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan penggunaan
terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan metabolism lensa
sehingga menimbulkan katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis lebih komplek
lebih sering menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola dengan baik.
Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre dan post operasi. Operasi
dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas inflamasi. Penelitian menunjukan bahwa
fakoemulsifikasi dengan penanaman IOL pada bilik posterior dapat memperbaiki
visualisasi dan memiliki toleransi yang baik pada banyak mata dengan uveitis.
c. Sinekia posterior, perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior akibat sel-sel
radang, fibrin, dan fibroblas.
d. Sinekia anterior, perlekatan iris dengan endotel kornea akibat sel-sel radang, fibrin, dan
fibroblas.
e. Seklusio pupil, perlekatan pada bagian tepi pupil
f. Oklusio pupil, seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang
g. Endoftalmitis, peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya
dengan abses di dalam badan kaca akibat dari peradangan yang meluas.
h. Panoftalmitis, peradangan pada seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon
sehingga bola mata merupakan rongga abses.
i. Ablasio retina
PROGNOSIS
Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan berkala
dan cepat mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi tergantung di mana letak
eksudat dan dapat menyebabkan atropi. Apabila mengenai daerah makula dapat menyebabkan
gangguan penglihatan yang serius.
KESIMPULAN
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang
meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi
empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen, endogen, infeksi maupun noninfeksi. Tujuan
utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi
penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan
seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan
terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta : ”Anatomi dan Fisiologi mata” dalam ”Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI, Edisi 3, 2008. Hal 1-12
2. Hartono. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. UGM. Yogyakarta. 2007
3. Riordan Paul Eva et al : ”Anatomi dan Embriologi Mata” dalam Riordan Paul Eva, et al :
”Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum”. Jakarta : EGC, edisi 17, 2009
4. Vaughan, Dale. General Ophtalmology (terjemahan), Edisi 14. Jakarta: Widya Medika,
2000.
5. Department of Ophthalmology and Visual Sciences, The Chinese University of Hong
Kong Sept 2002. www.afv.org.hk/Uveitis/uveitis_3.jpg
6. Wijaya,Nana. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang. Universitas Diponegoro