landasan pokok manajemen bisnis syariah

15
LANDASAN POKOK MANAJEMEN BISNIS SYARIAH Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Kewirausahaan Syariah Oleh Dosen Pengampu : Syd. Ari Rahmat, M.A Disusun oleh : Muhammad Chaidir Umar Ari Irawan M Syahru Rozak FAKULTAS SYARIAH PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH INSTITUT STUDI ISLAM DARUSSALAM 1434 / 2013

Upload: ariirawan

Post on 17-Dec-2015

332 views

Category:

Documents


57 download

DESCRIPTION

landasan pokok

TRANSCRIPT

LANDASAN POKOK MANAJEMEN BISNIS SYARIAHDitulis Untuk Memenuhi Tugas Kewirausahaan Syariah

Oleh Dosen Pengampu :Syd. Ari Rahmat, M.A

Disusun oleh :Muhammad Chaidir UmarAri IrawanM Syahru Rozak

FAKULTAS SYARIAHPROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAHINSTITUT STUDI ISLAM DARUSSALAM 1434 / 2013

BAB IPENDAHULUAN

Ekonomi suatu bangsa akan baik, apabila akhlak masyarakatnya baik. Antara akhlak dan ekonomi memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan dengan demikian, akhlak yang baik berdampak pada terbangunnya muamalah atau kerjasama ekonomi yang baik. Rasulullah tidak hanya diutus untuk menyebarluaskan akhlak, melainkan untuk menyempurnakan akhlak mulia baik akhlak dalam berucap; maupun dalam bertingkah laku, sehingga mendekatkan diri kepada Allah Swt dan beriman dengan sebenar-benarnya dapat terwujud.Hukum Islam atau syariah yang bersumber dari ajaran dan teladan Nabi Muhammad Saw yang mengatur semua aspek kehidupan, etika, sosial serta meliputi perkara pidana maupun perdata. Syariah bersifat komprehensif yaitu mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, mengatur seluruh aktifitas manusia, mengatur hubungan manusia dengan tuhan dan manusia dengan manusia. Salah satu keistimewaan hukum islam adalah berasal dari kehendak Tuhan yang disampaikan kepada Rasulullah kita yakni Nabi Muhammad Saw melalui perantara Malaikat Jibril as. Adapun landasan pokok di dalam agama Islam ada dua yakni :1. Al-Quran2. Hadist[footnoteRef:1] [1: Mervin K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, Perbankan Syariah, Prinsip, Praktek dan Prospek. Percetakan Serambi, Hal 46-47]

Selain itu di dalam UUD Tentang Perbankan Syariah dinyatakan bahwa Pasal 1 ayat 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.Di dalam UUD Pasal 5 ayat 2 Landasan Pokok bisnis untuk memperoleh izin usaha Bank Syariah harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang:1. Susunan organisasi dan kepengurusan;2. Permodalan;3. Kepemilikan; di atur dalam UUD BAB III tentang perizinan, bentuk badan hukum, anggaran dasar, dan kepemilikan bagian keempat, pendirian dan kepemilikan bank syariah pasal 94. Keahlian di bidang Perbankan Syariah; dan5. Kelayakan usaha.[footnoteRef:2] [2: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang, Perbankan Syariah]

Agar tercapai tujuan pembangunan nasional dan dapat berperan aktif dalam persaingan global yang sehat, diperlukan partisipasi dan kontribusi semua elemen masyarakat untuk menggali berbagai potensi yang ada di masyarakat guna mendukung proses akselerasi ekonomi dalam upaya merealisasikan tujuan pembangunan nasional. Salah satu bentuk penggalian potensi dan wujud kontribusi masyarakat dalam perekonomian nasional tersebut adalah pengembangan sistem ekonomi berdasarkan nilai Islam (Syariah) dengan mengangkat prinsip-prinsipnya ke dalam Sistem Hukum Nasional. Prinsip Syariah berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan lil alamin). Nilai-nilai tersebut diterapkan dalam pengaturan perbankan yang didasarkan pada Prinsip Syariah yang disebut Perbankan Syariah.

BAB IIPEMBAHASANA. Akhlak dan EkonomiEkonomi suatu bangsa akan baik, apabila akhlak masyarakatnya baik. Antara akhlak dan ekonomi memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan dengan demikian, akhlak yang baik berdampak pada terbangunnya muamalah atau kerjasama ekonomi yang baik. Rasulullah tidak hanya diutus untuk menyebarluaskan akhlak semata, melainkan untuk menyempurnakan akhlak mulia baik akhlak dalam berucap; maupun dalam bertingkah laku, sehingga mendekatkan diri kepada Allah swt dan beriman dengan sebenar-benarnya dapat terwujud.Untuk melihat akhlak manusia bertindak dalam kehidupan ekonomi maka baik kita lihat dulu posisi akhlak dalam struktur agama Islam. Agama Islam mengandung tiga komponen pokok yang terstruktur dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain yaitu:a. Aqidah atau ImanMerupakan keyakinan akan adanya Allah dan rasul yang dipilihnya untuk menyampaikan risalahnya kepada umat melalui malaikat yang dituangkan dalam kitab suci, yang mengajarkan adanya hari akhirat, suasana kehidupan sesudah mati.b. SyariahMerupakan aturan Allah tentang pelaksanaan dari penyerahan diri secara total melalui proses ibadah dalam hubungan dengan sesama makhluk, secara garis besar syariah meliputi dua hal pokok yaitu ibadah dalam arti khusus atau ibadh mahdah dan ibadah dalam arti umum atau muamalah atau ibadh ghair mahdah.c. Akhlak Yaitu pelaksanaan ibadah kepada Allah dan bermuamalah dengan penuh keikhlasan. Tiga komponen ajaran Islam, akidah, syariat dan akhlak merupakan suatu kesatuan yang integral tidak dapat dipisahkan.

B. Beberapa Konsep Ajaran Islam Tentang Bisnis SyariahPrinsip Perbankan Syariah merupakan bagian dari ajaran Islam yang berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsip dalam ekonomi Islam adalah larangan riba dalam berbagai bentuknya, dan menggunakan sistem antara lain prinsip bagi hasil. Dengan prinsip bagi hasil, Bank Syariah dapat menciptakan iklim investasi yang sehat dan adil karena semua pihak dapat saling berbagi baik keuntungan maupun potensi risiko yang timbul sehingga akan menciptakan posisi yang berimbang antara bank dan nasabahnya. Dalam jangka panjang, hal ini akan mendorong pemerataan ekonomi nasional karena hasil keuntungan tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal saja, tetapi juga oleh pengelola modal. Kegiatan usaha yang berasaskan Prinsip Syariah, antara lain, adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur:1. Maysir yaitu segala bentuk spekulasi judi (gambling) yang mematikan sektor riil dan tidak produktif.2. Asusila yaitu praktik usaha yang melanggar kesusilaan atau norma sosial.3. Goror yaitu segala transaksi yang tidak transparan dan tidak jelas sehingga berpotensi merugikan salah satu pihak.4. Haram yaitu objek transaksi dan proyek usaha yang diharamkan syariah.5. Riba yaitu segala bentuk distorsi mata uang menjadi komoditas dengan mengenakan tambahan (bunga) pada transaksi kredit atau pinjaman dan pertukaran/barter lebih antar barang ribawi sejenis. Pelarangan riba ini mendorong usaha yang berbasis kemitraan dan kenormalan bisnis, disamping menghindari praktik pemerasan, eksploitasi dan pendzaliman oleh pihak yang memiliki posisi tawar tinggi terhadap pihak yang berposisi tawar rendah.6. Ihtikar atau zalim yaitu penimbunan dan monopoli barang dan jasa untuk tujuan permainan harga.

C. Allah Membeda-bedaan harta hambanya sebagai UjianHarta bukan sebagai ukuran untuk menilai seseorang. Mulia atau hinanya seseorang tidak dinilai dari harta yang dimilikinya. Harta hanyalah kenikmatan dari Allah sebagai fitnah atau ujian untuk hambaNya apakah dengan harta tersebut mereka akan bersyukur atau akan menjadi kufur. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.Allah menguji seseorang dengan perasaan takut terhadap musuh, musibah, kelaparan dan kekurangan, serta kekurangan harta. Dalam ayat ini memberi pengertian bahwa iman tidak menjamin seseorang untuk mendapatkan rizki yang banyak, kekuasaan dan tidak ada rasa takut. Bagi seseorang yang mempunyai kesempurnan iman maka tiap musibah akan semakin membersihkan jiwanya. Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah lah pahala yang besar.Harta merupakan poros penghidupan seseorang dan sebagai sarana untuk mencapai segala keinginan dan hasrat duniawi. Untuk mendapatkan harta manusia rela menanggung kesusahan dan kesulitan, namun hukum syara menhgaruskan\ manusia untuk mencari harta halal dan mendorong manusia untuk berhemat. Begitupula untuk memelihara harta, mereka bersedia susah payah namun hawa nafsunya saling bertempur dengan hati nuraninya sendiri dimana syariat mewajibkan penyisihan atas harta dimana ada hak-hak tertentu yang harus dikeluarkan untuk zakat, nafkah lainnya, baik untuk anak dan istri, dll.Sedangkan cinta kepada anak sering membawa orang sanggup melakukan dosa dan perbuatan jahat demi dapat membiayai mereka, menjadi kikir untuk berzakat, dan jika terjadi kesedihan atas anak mereka maka mereka membenci Tuhan atau mementangnya. Fitnah yang ditimbulkan oleh anak lebih besar dari pada yang ditimbulkan oleh harta, sehingga mereka mau saja mencari harta haram dan mengambil harta orang lain secara batil demi anak.Maka dalam ayat ini, seorang mukmin seharusnya dapat memelihara diri dari kedua fitnah, yaitu pertama mendapatkan harta halal dan menafkahkan pada jalan kebaikan. Dan juga menjaga fitnah anak dengan mendidik mereka dengan sebaik-baiknya dan melatih mereka melaksanakan perintah agama. Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipatganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga).Dalam ayat di atas Al Quran mengingatkan manusia bahwa harta dan anak yang dibanggakan tidak menjamin dapat menyelamatkan dirinya dari siksaan Tuhan. Terkadang manusia sifat kebanggaan yang berlebihan tersebut dapat menjadikan sikap kikir serta mengumpulkan harta dengan sangat perhitungan dan menjadikan kecintaan terhadap harta membabi buta. Akhirnya dengan pandangan bahwa harta dapat membawa kesentosaan hidup maka nereka beranggapan harta adalah segalanya dalam hidup. Dalam Al Quran tersirat bahwa hak pemilikan manusia terhadap harta, hanya berfungsi untuk menunjukkan pemilik dan penanggung jawabnya. Adapun fungsi harta dalam pendistribusian sesuai dengan syariat adalah nilai yang patut diupayakan oleh pemilik harta. Contohnya seperti golongan orang kaya dan angkuh dengan hartanya dan tidak mau mengakui kerasulan Nabi Muhammad sedangkan mereka tahu, misalnya Abu Jahal Ibnu Hisyam, Abu Lahab, Abu Ibnu Khalaf, Walid Ibnu Mughairahdan juga Karun.

D. Penggunaan Harta dalam SyariahAl-Quran menyebut kata al-mal (harta) tidak kurang dari 86 kali. Penyebutan berulang-ulang terhadap sesuatu di dalam al-Quran menunjukkan adanya perhatian khusus dan penting terhadap sesuatu itu. Harta merupakan bagian penting dari kehidupan yang tidak dipisahkan dan selalu diupayakan oleh manusia dalam kehidupannya terutama di dalam Islam. Islam memandang keinginan manusia untuk memperoleh, memiliki, dan memanfaatkan harta sebagai sesuatu yang lazim, dan urgen. Harta diperoleh, dimiliki, dan dimanfaatkan manusia untuk memenuhi hajat hidupnya, baik bersifat materi maupun non materi. Manusia berusaha sesuai dengan naluri dan kecenderungan untuk mendapatkan harta. Al-Quran memandang harta sebagai sarana bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada Khaliq-Nya, bukan tujuan utama yang dicari dalam kehidupan. Dengan keberadaan harta, manusia diharapkan memiliki sikap derma yang memperkokoh sifat kemanusiannya. Jika sikap derma ini berkembang, maka akan mengantarkan manusia kepada derajat yang mulia, baik di sisi Tuhan maupun terhadap sesam manusia. Oleh karena itu, harta dalam perspektif Al-Quran sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut dalam makalah ini baik dalam hubungannya kepada sang Khaliq, maupun harta yang bersifat materi maupun non materi.Hakikat Hak Milik1) Allah adalah Pencipta dan Pemilik Harta yang HakikiDi dalam ayat-ayat Al-Quran, Allah Swt kadang-kadang menisbatkan dalam ayat-ayat Al-Quran kepemilikan harta itu langsung kepada Allah Swt. Dan berikanlah kepada mereka, sebagian harta Allah yang telah Dia berikan kepada kalian. (QS Al-Nur:33) Allah Swt langsung menisbatkan (menyandarkan) harta kepada diri-Nya yang berarti harta milik Allah. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan kata min malillah, yang bermakna Allah merupakan pemilik mutlak atas seluruh harta yang ada di dunia.2) Harta adalah fasilitas bagi Kehidupan ManusiaAllah adalah pemilik mutlak harta yang kemudian menganugrahkannya kepada umat manusia. Penganugrahan dari Allah ini dalam rangka memberikan fasilitas bagi kelangsungan kehidupan manusia. Allah memberikan segalanya kepada manusia termasuk harta kekayaan yang ada di muka bumi ini. Seperti firman Allah: Dialah (Allah) yang telah menciptakan apa saja yang ada di muka bumi buat kalian semuanya. (QS Al Baqarah: 29) Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar. (QS Al Hadid:7)Yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan oleh manusia yang bukan secara mutlak hak milik karena pada hakikatnya pemilik sebenarnya ada pada Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah, oleh karena itu manusia tidaklah boleh kikir dan boros. Allah memberikan kuasa kepada manusia untuk mengusahakan, memanfaatkan dan melestarikan harta yang ada di bumi dengan bijak serta memerintahkan manusia untuk senantiasa berupaya mencari harta agar dapat memilikinya.3) Allah Menganugrahkan Kepemilikan Harta kepada Manusia.Allah memberi manusia sebagian dari harta-Nya setelah manusia tersebut berupaya mencari kekayaan, maka jadilah manusia disebut mempunyai harta. Hal ini tampak dalam Al Quran yang menyebutkan harta sebagai milik manusia: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui. (QS Al Baqarah : 188) Dalam ayat di atas memberikan pengertian bahwa harta ketika dikaitkan dengan manusia berarti dimiliki oleh manusia sebatas hidup di dunia, dan itu pun bila diperoleh dengan cara yang legal menurut syariah Islam.Pelapangan rezeki yang diberikan Allah tidak berkaitan dengan keimanan serta kekufuran seseorang, seperti firman Allah: Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, Padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit). (QS Ar Rad : 26) Dalam ayat ini, Allah melapangkan rezeki bagi sebagian hambaNya dan menyempitkan bagi sebagian yang lain, sesuai dengan tuntutan kebijaksanaanNya. Pelapangan dan penyempitan rezeki ini tidak berkaitan dengan keimanan dan kekufuran. Barangkali Allah melapangkan bagi orang kafir dengan maksud memperdayakan dan menyempitkan orang Mumin dengan maksud menambah pahalanya.Allah melapangkan rezeki bagi siapa pun yang Dia kehendaki di antara para hambaNya yang pandai mengumpulkan harta dan mempunyai kemudahan dalam mendapatkan harta dimana hal ini tidak berhubungan dengan keimanan dan kekufuran seseorang. Pada hakikatnya, kenikmatan dunia jika dibandingkan dengan kenikmatan akhirat hanyalah sedikit dan akan cepat hilang. Oleh sebab itu, mereka yang berharta di dunia tidak berhak untuk membanggakan dan menyombongkan bagian dari dunia yang diberikan Allah kepada mereka.Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa harta meliputi segala sesuatu yang digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari (duniawi), seperti uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil perikan-lautan, dan pakaian termasuk dalam katagori al amwal. Islam sebagai agama yang benar dan sempurna memandang harta tidak lebih dari sekedar anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia. Oleh karena itu, di dalam Islam terdapat etika di dalam memperoleh harta dengan bekerja. Dalam artian, terdapat keseimbangan usaha manusia dalam mendapatkan materi agar sesuai dengan harapan yang dicita-citakan sebagai khalifah di bumi.keseimbangan tersebut baik terhadap Tuhan.

BAB IIIPENUTUPKesimpulanHukum Islam atau syariah yang bersumber dari ajaran dan teladan Nabi Muhammad Saw yang mengatur semua aspek kehidupan, etika, sosial serta meliputi perkara pidana maupun perdata. Syariah bersifat komprehensif yaitu mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, Landasan Pokok Manajemen Bisnis Syariah terbagi menjadi tiga ;1. Akhlak, karena antara akhlak dan ekonomi memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan dengan demikian, akhlak yang baik berdampak pada terbangunnya muamalah atau kerjasama ekonomi yang baik.2. Konsep Ajaran Islam, Prinsip Perbankan Syariah merupakan bagian dari ajaran Islam yang berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsip dalam ekonomi Islam adalah larangan riba dalam berbagai bentuknya, dan menggunakan sistem antara lain prinsip bagi hasil.3. Penggunaan Harta dalam Syariah, Harta meliputi segala sesuatu yang digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari (duniawi), seperti uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil perikan-lautan, dan pakaian termasuk dalam katagori al amwal. Islam sebagai agama yang benar dan sempurna memandang harta tidak lebih dari sekedar anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia. Oleh karena itu, di dalam Islam terdapat etika di dalam memperoleh harta dengan bekerja. Dalam artian, terdapat keseimbangan usaha manusia dalam mendapatkan materi agar sesuai dengan harapan yang dicita-citakan sebagai khalifah di bumi.keseimbangan tersebut baik terhadap Tuhan.