landasan keputusan pengadilan agama sebelum dan … · kedua orang tuaku tercinta bapak...

65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN SESUDAH UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh: YUNITA ANGGUN FRISTIAWATI E. 1107088 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: others

Post on 01-Sep-2019

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM

DAN SESUDAH UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 jo

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

YUNITA ANGGUN FRISTIAWATI E. 1107088

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2011

Page 2: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum ( Skripsi )

LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM

DAN SESUDAH UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 jo

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006

Disusun oleh :

YUNITA ANGGUN FRISTIAWATI

NIM : E1107088

Disetujui untuk Dipertahankan

Dosen Pembimbing Skripsi Pembimbing Pembantu

AGUS RIANTO, S.H, MHum. ZENI LUTFIYAH, S.Ag, M,Ag.

NIP. 19610813 198903 1 002 NIP. 19721011 200501 2 001

Page 3: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum ( Skripsi )

LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM

DAN SESUDAH UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 jo

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006

Disusun oleh :

YUNITA ANGGUN FRISTIAWATI

NIM E1107088

Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum ( Skripsi )

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Jumat

Tanggal : 22 Juli 2011

TIM PENGUJI

1. H. Moh.Adnan, S.H, M.Hum. : …………………………………………....... NIP.19540712 198403 1 002 Ketua 2. Zeni Lutfiyah, S.Ag, M,Ag. : ...................................................................... NIP. 19721011 200501 2 001 Sekretaris 3 Agus Rianto, S.H, M.Hum. : ....................................................................... NIP. 19610813 198903 1 002 Anggota

MENGETAHUI

Dekan,

Prof.Dr.Hartiwiningsih, S.H, M.Hum

NIP : 19570203 198503 2 001

Page 4: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Yunita Anggun Fristiawati

NIM : E. 1107088

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum skripsi berjudul :

LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN

SESUDAH UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 jo UNDANG

UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal

yang bukan karya saya dalam penulisan hukum skripsi ini diberi tanda citasi dan

ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan

saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa

pencabutam penulisan hukum skripsi dan gelar yang saya peroleh dari penulisan

hukum skripsi ini.

Surakarta, 22 Juli 2011

Yang membuat pernyataan Yunita Anggun Fristiawati NIM. E. 1107088

Page 5: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

“Action May Not Alway Bring Happiness, But Thing’s No Happiness Whitout Action”

(Benjamin Pisraeli)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari

suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada

Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”

(Q.S Alam Nasyrah: 6-8)

“Positive thinking attracts positive things”

(Andrew Mattews)

**********

Page 6: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini Penulis persembahkan sebagai wujud syukur, cinta, dan terima kasih

kepada:

1. Allah SWT Sang Sang Pemilik Alam Semesta atas segala karunia, rahmat, dan nikmat

yang telah diberikan-Nya.

2. Nabi Muhammad S AW Rasulku, sebagai Uswatun Hasanah yang telah memberi suri

teladan bagi umatnya

3. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa,

bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan cinta dan kasih sayang yang senantiasa

tercurahkan untukku.

4. Seluruh keluarga besarku atas perhatian dan dukungannya.

5. Kakak sepupuku Dani Permana Putra, S.H dan Dicky Andrianto Saputra , Atas segala

dorongan semangatnya serta dukungannya selama ini.

6. Seluruh sahabat baikku atas perhatian dan dorongannya.

7. Dan Yang tidak tertinggal adalah teman-teman nonreg 07 semua, atas segala dukungan,

kebersamaan di dalam segala suasana.

Page 7: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

ABSTRAK

Yunita Anggun Fristiawati, NIM. E 1107088. LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN SESUDAH UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian dalam rangka Penulisan Hukum ini memiliki tujuan : 1) Untuk mengetahui landasan keputusan pengadilan agama terhadap hukum materiil dan landasan keputusan pengadilan agama terhadap hukum formil Pengadilan Agama sebelum dan sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. 2) Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap produk keputusan Pengadilan Agama sebelum dan sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian preskriptif. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Dalam analisis data digunakan pendekatan kualitatif.

Berdasarkan penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Landasan keputusan pengadilan agama terhadap hukum materiil pengadilan agama sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 pada dasarnya adalah hukum Islam yang telah diserap oleh hukum adat (tidak tertulis). Dan sesudah Undang-undang tersebut berlaku, hukum materiil Pengadilan Agama adalah hukum Islam yang sebagian besar sudah dianggap sebagai hukum tertulis dan hukum yang hidup di tengah masyarakat Indonesia. Menurut hukum Islam, secara prinsip hukum materiil baik sebelum maupun sesudah diberlakukannya Undang-undang tersebut, tidaklah bertentangan dengan hukum Islam. Sedangkan pandangan hukum Islam terhadap hukum formil Pengadilan Agama baik sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 secara prinsip tidaklah bertentangan dengan hukum Islam. Bahkan, pasca lahirnya Undang-undang tersebut terdapat beberapa khususan hukum acara. Menurut hukum Islam, hal ini justru lebih tegas dan mendekati maksud dan jiwa hukum Islam. 2) Landasan keputusan pengadilan agama Terhadap Produk Keputusan Pengadilan Agama Sebelum Dan Sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 pada dasarnya produk keputusan pengadilan agama setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 lebih mendekati hukum Islam jika dibandingkan dengan produk keputusan Pengadilan Agama sebelum lahirnya Undang-undang tersebut.

Kata Kunci : Landasan Keputusan Pengadilan Agama, Undang-Undang tentang Peradilan Agama.

Page 8: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

ABSTRACT

Yunita Anggun Fristiawati, NIM. E 1107088. RELIGIOUS COURT DECISION TRACKS BEFORE AND AFTER UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006. Faculty Of Law University Sebelas Maret.

Research in the framework of the writing of this law has a purpose : 1.)

To know the religious court decision tracks to the substantive law and the views of Islamic Law against the Religious formal law before and after Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. 2.) To know the religious court decision tracks of the Religious products before and after Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.

The research method used in this research is normative legal research

methods with the bature of the study is a prespective study. The type of data used in this research is secondary data types. Data collection techniques used in this study is library research. In the data analysis used a qualitative approach.

Based on this study can be concluded as follows: 1.) Religious court

decision tracks to the substantive law of religious courts before the enactment of Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Law on Religious Courts basically is the law of Islam that have been absorbed by customary law (unwritten). And after the law applicable, material law is the law of Islamic religious courts that have largely been regarded as the written law and the law who live in Indonesian society. According to Islamic law, in principle, substantive law before and after the enactment of these laws, not contrary to Islamic law. While the view of Islamic law against the law of formal religious courts both before and after the enactment of legislation Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 in principle it is not contrary to Islamic law. In fact, after the birth of the legislation contained some of the specifics of procedural law. According to Islamic law, this Promised even more firmly and close to the intent and spirit of Islamic law. 2.) religious court decision tracks the product of religious court decisions before and after the legislation - legislation Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. About judicial decision religion is basically the product of religious courts after the enactment of the law Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Closer to Islamic law when compared to the product of religious court decision before the birth of the law. Key words: Religious Court Decision Tracks, Law on Religious Courts.

Page 9: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, berkah, serta karunia-Nya yang telah diberikan kepada Penulis, sehingga Penulis mampu menyelesaikan tugas penulisan hukum dengan judul “LANDASAN KEPUTUSAN PENDAGILAN AGAMA SEBELUM DAN SESUDAH UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 jo UNDANG UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006”

Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat-

syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Atas berbagai bantuan yang telah banyak membantu Penulis selama

melaksanakan studi sampai terselesaikannya penyusunan penulisan hukum ini,

maka pada kesempatan kali ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

kepada :

1. Ibu Prof.Dr.Hartiwiningsih, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret.

2. Bapak Mohammad Adnan, S.H, M.Hum selaku Tim Penguji Penulis.

3. Bapak Agus Rianto, S.H, M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang telah

membimbing Penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini.

4. Ibu Zeni Lutfiyah,S.Ag, M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang turut serta

membimbing penulis dalam penulisan hukum ini.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret atas

segala dedikasinya terhadap seluruh mahasiswa termasuk Penulis selama

Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

6. Seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah

banyak membantu segala kepentingan Penulis selama Penulis menempuh

studi di Fakultas Hukum UNS Surakarta.

7. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono, S.H dan Ibu Ani Irawati yang

tidak pernah berhenti memberikan doa, cinta dan kasih sayang, yang selalu

Page 10: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

bersedia mengorbankan segala sesuatu untukku serta memberikan pelajaran

hidup yang paling berharga yang menjadi kekuatan dan bekal dalam

menjalankan kehidupan ini.

8. Keluarga besarku terima kasih atas doa dan dukungannya.

9. Kakak sepupuku Dani Permana Putra,S.H dan Dicky Andrianto Saputra atas

segala dorongan semangatnya serta dukungannya selama ini.

10. Teman-temanku Kiki, Mami monic, Rina, Beb Alyn, Beb Wiwik, Uji, Natah,

Kak Sanny, Mba Dee, Nana, Mayang, Muti, Kak Intan, Mas Dimas terima

kasih untuk doa dan dukungannya.

11. Teman-teman Angkatan 2007 Non Reguler dan semua pihak yang membantu

dalam penulisan hukum ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari

kesempurnaan, mengingat kemampuan Penulis yang masih sangat terbatas. Oleh

karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan Penulis terima

dengan senang hati

Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi sumbangan Pengetahuan dan

Pengembangan Hukum pada khususnya dan Ilmu Pengetahuan pada umumnya.

Dan semoga pihak-pihak yang telah membantu Penulisan Hukum ini, atas amal

baik mereka semoga mendapat pahala dari Allah SWT. Amin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Surakarta,22 Juli 2011

Penulis

Page 11: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv

MOTTO ............................................................................................................ v

PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi

ABSTRAKS ..................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

BAB I : PENDAHULUAN .............................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah .............................................. 1

B. Perumusan Masalah ..................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ......................................................... 5

D. Manfaat Penelitian ....................................................... 5

E. Metode Penelitian ........................................................ 6

F. Sistematika Penulisan .................................................. 12

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 14

A. Kerangka Teori ............................................................ 14

B. Kerangka Pemikiran ................................................... 28

BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................... 30

A. Landasan keputusan pengadilan agama terhadap hukum

materiil dan hukum formil pengadilan agama sebelum dan

sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 ………………………….. 30

B. Landasan keputusan pengadilan agama terhadap Produk

Keputusan Pengadilan Agama sebelum dan sesudah

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006 ……………………………………45

Page 12: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

BAB IV : PENUTUP ......................................................................... 51

A. Simpulan ...................................................................... 51

B. Saran ........................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Kerangka Pemikiran …………………………………………………………. 28

Page 14: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Alur kehidupan manusia di dunia ini ibarat sebuah pelayaran di

samudra luas. Sehingga untuk mengarunginya manusia perlu waspada, ada

tata aturan dan tata nilai yang harus dipegangi sebagai petunjuk. Tanpa aturan

dan tata nilai, maka manusia akan terombang-ambing dan tersesat tanpa

tujuan.

Dalam kondisi seperti itulah manusia sesungguhnya membutuhkan

satu buku petunjuk tentang kebenaran atas segala sesuatu di bumi ini, yang

akan memberi arah yang benar hingga mencapai tujuan yang hendak

dicapainya. Buku petunjuki ini tidak lain adalah Al-Qur’an sebuah kitab suci

yang diturunkan Allah SWT untuk segenap manusia rasul-Nya Muhammad

SAW hingga akhir jaman nanti. Hal ini adalah logis, sebab Al-Qur’an

diturunkan oleh Tuhan semesta alam, pencipta semua isi langit dan bumi,

yang mengetahui segala sesuatu, hingga tak satu helai daun pun yang jatuh ke

permukaan bumi yang terlepas dari pengetahuan-Nya.

Sebagai cahaya utama bagi umat Islam, Al-Qur’an menyinari jalan

bagi siapa saja yang berpegang teguh kepada-Nya. Al-Qur’an tidak hanya

mengatur soal peribadatan, tetapi juga mengatur semua masalah yang ada

hubungannya antar manusia yang meliputi aspek-aspek antara lain ; ilmu

pengetahuan, politik, sosial, budaya, ekonomi dan hukum yang mengatur lalu

lintas kehidupan manusia. Demikianlah Allah telah memberikan rahmat-Nya

pada umat manusia seluruhnya, dan kepada umat Islam khususnya.

Namun aturan-aturan atau hukum-hukum Tuhan tersebut tidak

mungkin bisa dilaksanakan tanpa adanya suatu kekuatan atau lembaga yang

diberi wewenang dan kekuasaan untuk melaksanakan hukum-hukum tersebut.

Lembaga inilah yang dikenal sebagai lembaga peradilan atau pengadilan.

Sedangkan orang yang diberi wewenang untuk melaksanakan tugas peradilan

disebut sebagai hakim.

1

Page 15: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Dalam bukunya “Peradilan Dalam Hukum Acara Islam”, Hasbi Ash

Shiddiqi mengatakan :

“Peradilan telah dikenal dari zaman purba dan dia merupakan suatu

kebutuhan hidup bermasyarakat. Tidak dapat suatu pemerintahan tanpa

adanya peradilan.” (Hasbi Ash Shiddiqi, 1964 : 7).

Menyusun berbagai undang-undang lanjut beliau tidaklah cukup untuk

mewujudkan keselamatan hidup berbagai masyarakat, apabila di samping

undang-undang itu tidak ada peradilan yang berwenang menjalankan undang-

undang tersebut.

Adanya dalil yang menunjukkan kepada keharusan adanya lembaga

peradilan adalah firman Allah Al-Quran surah Shad : 26 :

Artinya : Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu kholifah

(penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di

antara manusia dengan adil. (Depag RI. 1980 : 736).

Di Indonesia, lembaga peradilan Islam sebagaimana dimaksud di atas,

dikenal dengan istilah Pengadilan Agama, yang sejak tahun 1970 secara

yuridis telah sejajar kedudukannya dengan tiga badan peradilan yang lainnya,

yaitu Peradilan Umum, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara.

Hal ini terlihat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004

tentang Kekuasaan Kehakiman.

Dalam perkembangannya, Peradilan Agama di Indonesia menyentuh

setidaknya empat aspek : pertama, berkenaan dengan kedudukan peradilan

dalam tata hukum nasional ; kedua, berkenaan dengan susunan dengan badan

peradilan ; ketiga, berkenaan dengan kekuasaan pengadilan ; dan keempat,

berkenaan dengan hukum acara yang dijadikan landasan penerimaan,

pemeriksaan, pemutusan, dan pemyeleseain sengketa perkara.

Upaya pengembangan empat aspek tersebut telah dimulai sejak awal

kemerdekaan. Hal itu dilakukan berkenaan dengan pembentukkan tata hukum

nasioanl untuk menggantikan tata hukum yang diwariskan oleh kolonial

Page 16: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Hindia-Belanda karena itu dapat disaksikan bahwa kedudukan, susunan dan

kekuasaan badan peradilan mengalami variasi.

Adapun dasar yang dijadikan rujukan dalam perubahan itu adalah

Pasal 24 dan 25 UUD 1945. Mengacu kepada ketentuan ini, dilakukan

perubahan susunan dan kekuasaan badan peradilan dalm Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 1948, kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1964, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 dan terakhir Undang-

undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dinyatakan

bahwa Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan

pengadilan dalam lingkungan peradilan yang berada di bawahnya

berdasarkan ketentuan undang-undang.

Kemudian pada tanggal 29 Desember 1989 terjadi peristiwa yang

berkenaan dengan berlakunya sebagian hukum Islam dan penyelenggaraan

peradilan Islam di Indonesia. Peristiwa itu adalah pengesahan Undang-

Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Undang-Undang

tersebut merupakan salah satu peraturan perundang-undangan untuk

melaksanakan ketentuan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman, dalam upaya mewujudkan suatu tatanan hukum

nasional yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945, yang berangkai dengan

peraturan perundangan lainnya yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagai pengganti peraturan

perundangan lainnya, memuat beberapa perubahan penting dalam

penyelenggaraan peradilan Islam di Indonesia. Perubahan-perubahan itu

berkenaan dengan ; 1) dasar hukum penyelenggaraan peradilan, 2) kedudukan

peradilan, 3) susunan pengadilan, 4) kedudukan, pengangkatan dan

pemberhentian hakim, 5) kekuasaan pengadilan, 6) hukum acara peradilan, 7)

penyelenggaraan administrasi peradilan, dan 8) perlindungan terhadap wanita.

(Cik Hasan Bisri, 1997:126).

Page 17: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Ada hal yang menarik untuk dicermati sehubungan dengan

perkembangan peradilan Islam di Indonesia, yakni bagaimanakah pandangan

hukum islam terhadap keputusan Pengadilan Agama di Indonesia baik

sebelum maupun sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama diberlakukan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penulisan hukum ini penulis

ingin mengangkat permasalahan tentang pandangan hukum Islam terhadap

keputusan pengadilan agama sebelum dan sesudah Undang-Undang nomor 7

Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan

Agama. Untuk itu dalam penulisan hukum ini mengambil judul

“LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN

SESUDAH UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 jo UNDANG-

UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka dalam

penelitian ini peneliti merumuskan permasalahan yang hendak dibahas dalam

penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah landasan keputusan pengadilan agama terhadap hukum

materiil dan landasan keputusan pengadilan agama terhadap hukum formil

Pengadilan Agama sebelum dan sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006?

2. Bagaimanakah landasan keputusan pengadilan agama terhadap produk

keputusan Pengadilan Agama sebelum dan sesudah Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 ?

Page 18: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan yang jelas

yang hendak dicapai. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi arah dalam

melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang ingin

dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui landasan keputusan pengadilan agama terhadap

hukum materiil dan landasan keputusan pengadilan agama terhadap

hukum formil Pengadilan Agama sebelum dan sesudah Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006.

b. Untuk mengetahui landasan keputusan pengadilan agama terhadap

produk keputusan Pengadilan Agama sebelum dan sesudah Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006.

2. Tujuan Subjektif

Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan

mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai

bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan

kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat yang

didapat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk kepentingan ilmiah, yakni agar dapat dijadikan masukan positif

untuk kajian berikutnya terhadap masalah-masalah yang dikemukakan

dalam skripsi ini.

Page 19: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

2. Untuk kepentingan terapan, yakni merupakan sumbangan moril bagi para

hakim pengadilan agama khususnya, juga para praktisi hukum lainnya.

serta para masyarakat pada umumnya.

E. Metode Penelitian

Penelitian adalah suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah-langkah

yang dilakukan secara terencana dan sistematis guna mendapatkan pemecahan

masalah atau mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tertentu.

(Burhan Ashshofa, 2004 : 11). Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan

ilmiah berdasarkan pada metode, sistematis dan pemikiran tertentu yang

bertujuan mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan

menganalisa. (Soerjono Soekanto, 2006: 7).

Metode penelitian adalah cara atau jalan yang ditempuh sehubungan

dengan penelitian yang dilakukan, yang memiliki langkah-langkah yang

sistematis yang menyangkut masalah kerjanya yaitu cara kerja untuk dapat

memahami yang menjadi sasaran penelitian yang bersangkutan, melalui

prosedur penelitian dan teknik penelitian. (Burhan Ashshofa, 2004 : 23)

Dengan kata lain pengertian metode penelitian adalah cara yang teratur

dan sistematik secara runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah

yang bertujuan untuk mendapatkan data baru guna membuktikan kebenaran

maupun ketidakbenaran dari suatu gejala atau hipotesa, dengan demikian

metode penelitian merupakan unsur yang sangat penting dalam kegiatan

penelitian agar data yang diperoleh benar-benar akurat dan teruji

keilmiahannya.

Page 20: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian hukum normatif. Dalam penelitian hukum normatif, peneliti

tidak perlu mencari langsung ke lapangan, sehingga cukup dengan

mengumpulkan data-data sekunder dan mengkonstruksikan dalam suatu

rangkaian hasil penelitian.

2. Sifat Penelitian

Dalam penelitian hukum ini, sifat penelitian yang digunakan adalah

penelitian preskriptif. Penelitian preskriptif yaitu suatu kerangka

konseptual, suatu perangkat asumsi, nilai, atau gagasan yang

mempengaruhi persepsi dan cara kerja seseorang dalam bertindak pada

suatu situasi (Mulyana, 2006:16). Sebagai penelitian yang bersifat

preskiptif, maka dalam penelitian ini perlu mempelajari tujuan hokum,

nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan

norma-norma hokum (Peter Mahmud Marzuki, 2006:22).

3. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan

pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai

aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya.

Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan

undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach),

pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif

(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual

approach).(Peter Mahmud Marzuki, 2006: 93).

Dari kelima pendekatan penelitian hukum tersebut, yang relevan

dengan penulisan penelitian hukum ini adalah pendekatan undang-

Page 21: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

undang (statute approach). Yang dimaksud pendekatan pendekatan

undang-undang (statute approach) adalah pendekatan dengan cara

melakukan telaah terhadap perilaku atau pandangan yang terkait dengan

pandangan hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Agama sebelum dan

sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.

4. Jenis Data

Dalam penelitian hukum, data yang digunakan dapat dibedakan

antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan bahan-

bahan kepustakaan. Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat

dinamakan data primer (data dasar), sedangkan yang diperoleh dari bahan-

bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder. (Soerjono Soekanto,

2006:12).

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

data sekunder yaitu data yang diperoleh tidak langsung dari sumbernya.

yaitu berupa studi dokumen seperti buku, arsip, peraturan perundang-

undangan, dan berbagai literatur lainnya yang berkaitan dengan pokok

bahasan yang dikaji oleh penulis.

5. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber

Data Sekunder. Merupakan data yang secara tidak langsung yang

memberikan bahan kajian penelitian dan bahan hukum yang berupa

dokumen, arsip, peraturan perundang-undangan, dan berbagai literatur

lainnya. Sumber data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

Page 22: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder sebagai pendukung dari data yang akan

digunakan dalam penelitian ini yaitu terdiri atas buku-buku teks yang

ditulis oleh ahli hukum, dokumen resmi dari pejabat yang berwenang,

karya ilmiah, artikel dan sumber lainnya yang memiliki korelasi dengan

penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier dari penelitian ini adalah bahan hukum

yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan

huku, sekunder, yaitu kamus dan internet yang berkaitan dengan

penelitian.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan satu cara agar data suatu

penelitian mempunyai validalitas yang tinggi. Menurut Soerjono

Soekanto, dalam suatu penelitian dikenal 3 (tiga) jenis teknik

pengumpulan data yaitu : studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan

atau observasi, dan wawancara atau interview. (Soerjono Soekanto, 2006:

21)

Dalam upaya pengumpulan data dari sumber data di atas, penulis

menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Studi kepustakaan, yaitu proses pengumpulan data sekunder. Penulis

mengumpulkan data sekunder dari berbagai buku, ketentuan

Page 23: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

perundang-undangan, karangan ilmiah, dokumen resmi, makalah,

artikel, surat kabar dan majalah serta bahan pustaka lain yang ada

hubungan dengan masalah yang diteliti.

b. Cyber media yaitu pengumpulan data melalui internet.

7. Teknik Analisis Data

Data primer dan sekunder yang telah terkumpul disusun kembali

secara teratur kemudian dianalisa, analisa yang dilakukan secara kualitatif

dengan dasar ilmu hukum dilengkapi kajian pustaka memperjelas serta

melengkapi kajian yang komplit dan mendalam.

Ketepatan dari sebuah analisis data ditentukan oleh jenis data yang

diperoleh oleh peneliti. Jika data itu valid maka penelitian akan valid juga,

demikian sebaliknya. Adapun teknik yang digunakan:

a) Trianggulation, dimana peneliti menggunakan beberapa data untuk

mengumpulkan dating yang sama. Data yang digunakan dari sumber

primer dan sekunder diharapkan diperoleh hasil penelitian yang valid

serta, mendekati kesempurnaan (Soerjono Soekamto, 2004:56).

b) Data yang terkumpul yang merupakan bukti penelitian disusun dengan

harapan memudahkan review kembali jika diperlukan. Data dapat

berupa diskripsi, gambar, skema, rekaman dan lain-lain.

c) Memelihara rantai kaitan dari semua bukti penelitian, hal ini dilakukan

untuk meningkatkan nilai penelitian dan beberapa informasi dalam

konsep, teori atau kaidah yang berlaku dalam persoalan ini.

Page 24: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan,

penganalisaan, serta penjabaran isi dari penelitian ini, maka penulis menyusun

sistematika penulisan hukum ini sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang latar

belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan

hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab yang kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka

teori dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori penulis

akan menguraikan tinjauan umum tentang dasar

penyelenggaraan Pengadilan Agama sebelum dan sesudah

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, tinjauan umum

tentang hukum materiil dan hukum formil pengadilan agama

sebelum dan sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan

Agama, serta produk keputusan pengadilan agama sebelum dan

sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.

Sedangkan dalam kerangka pemikiran penulis akan

menampilkan bagan kerangka pemikiran.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab

permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya: Pertama,

landasan keputusan pengadilan agama terhadap hukum materiil

dan pandangan hukum Islam terhadap hukum formil Pengadilan

Page 25: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Agama sebelum dan sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Kedua, landasan

keputusan pengadilan agama terhadap produk keputusan

Pengadilan Agama sebelum dan sesudah Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1989 jo Unang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.

BAB IV : PENUTUP

Merupakan bagian akhir dari keseluruhan yang menguraikan

secara singkat tentang kesimpulan akhir dari pembahasan dan

jawaban atas rumusan permasalahan, dan diakhiri dengan

saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Page 26: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Dasar Penyelenggaraan Pengadilan Agama Sebelum UU Nomor 7 Tahun

1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama

Pada hakikatnya cita-cita untuk menciptakan kekuasaan

kehakiman yang merdeka dan mandiri merupakan cita-cita universal. Hal

ini bisa dilihat dalam Basic Principles On Independence of The

Judiciary, yang diajukan oleh Majelis Umum PBB (Resolusi 40/32

tanggal 29 Nopember 1985 dan resolusi 40/146 tanggal 13 Desember

1985). Juga bisa dilihat pada Beijing Statement Of Principles Of The

Independence The Law Asia Region Of The Judiciary di Manila

tanggal 28 Agustus 1997, dimana didalamnya ditegaskan bahwa:

a.) Kehakiman merupakan institusi nilai yang tertinggi pada setiap

masyarakat;

b.) Kemerdekaan hakim mempersyaratkan bahwa hukum

memutuskan sebuah perkara sepenuhnya atas dasar pemahaman

undang-undang dan terbebas dari pengaruh dari manapun, baik

langsung maupun tidak langsung, hakim memiliki yurisdiksi

atas segala isu yang memerlukan keadilan. (Moravcsik, Andrew.

2000 :114)

Di Indonesia kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh

Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang ada dibawahnya dalam

lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan TUN,

peradilan militer, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Demikian

ketentuan yang terdapat dalam pasal 24 ayat (2) UUD 1945.

Perluasan kekuasaan kehakiman di negara demokrasi baru sebagian

besar merupakan fungsi dari kelihaian pengadilan 'secara bertahap

memperluas legitimasi dan lingkup pengaruh, tanpa adanya kekuasaan

Page 27: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

yang bertentangan pada lingkungan politik di mana mereka beroperasi.

(Tom Ginsburg, 2003 : 17).

Pada masa lalu independensi kekuasaan kehakiman dapat

dikategorikan menjadi 2 (dua) hal, yaitu independen normatif dan

independen empiris. Dari dua macam ini dalam prakteknya saling

berkaitan satu sama lain, sehingga dilapangan muncul beberapa bentuk

independensi sebagai berikut:

a.) Secara normatif independen dan realitanya juga independen.

Disini antara ketentuan yang ada dalam perundang-undangan

dengan kenyataan yang ada di lapangan kekuasaan kehakiman

sama-sama independen. Bentuk ini merupakan bentuk ideal yang

seharusnya terjadi pada sebuah negara hukum.

b.) Secara normatif tidak independen dan realitanya juga tidak

independen. Di Indonesia, model ini pernah terjadi pada tahun

1964 ketika UU No 19 Tahun 1964 disahkan, dimana pada pasal 19

nya disebutkan bahwa presiden dapat turut atau campur tangan dalam

masalah pengadilan dan realitanya dilapangan hal itu terjadi.

Model ini merupakan terburuk dari model kekuasaan kehakiman

karena kekuasaan kehakiman tidak merdeka dan tidak independen.

c.) Secara normatif independen, akan tetapi realitanya tidak

independen. Di Indonesia, model ini pernah terjadi pada masa orde

baru dimana dalam peraturan perundang-undangan secara tegas

dinyatakan kekuasaan kehakiman itu merdeka dan independen akan

tetapi pada kenyataan dilapangan para hakim dan pelaku kekuasaan

kehakiman sering mendapat intervensi dari eksekutif dan ekstra

yudisial lainnya. (IKlug, Heinz. 2000 : 54)

Di Indonesia terdapat Peradilan Agama tersendiri, di samping

peradilan biasa (umum), Peradilan Agama itu merupakan pengecualian,

yang kekuasaannya dinyatakan dalam peraturan tersebdiri pula. Untuk

perkara-perkara yang tidak termasuk ke dalam kekuasaan Peradilan

Page 28: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Agama dengan sendirinya masuk pada kekuasaan peradilan biasa, yaitu

Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung sebagai

lembaga pelaksanaan kekuasaan kehakiman tertinggi di Indonesia. (Noto

Susanto, 1963 : 11).

Yang dimaksud dengan Pengadilan Agama di Indonesia adalah

peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam yang berwenang untuk

memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara perdata tertentu

yang terjadi diantara mereka. Dalam pengertian ini, maka Pengadilan

Agama tidak mencakup makna peradilan bagi agam lain selain Islam

seperti Kristen, Hindu, Budha dan yang lainnya.

Hal ini dapat diidentifikasi dengan mengemukakan beberapa

landasan yang menunjukkan bahwa Peradilan Agama adalah peradilan

Islam. Pertama, landasan teologis yang mengacu pada kekuasaan dan

kehendak Allah berkenaan dengan penegakan hukum dan keadilan.

Kedua, landasan historis yang menghubungkan mata rantai peradilan

agama dengan peradilan Islam yang tumbuh dan berkembang sejak

Rasullah SAW. Ketiga, landasan yuridis yang mengacu secara konsisten

kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara Republik

Indonesia. Keempat, landasan sosiologis yang menunjukkan bahwa

peradilan agama adalah produk interaksi antara elit Islam (the strategic

elite) dengan elit penguasa (the ruliing elite). (Cik Hasan Bisri, 1997 : 41).

Perkembangan Peradilan Agama di Indonesia meliputi beberapa

aspek, yakni pertama, berkenaan dengan kedududkan peradilan dalam tata

hukum dan peradilan nasional. Kedua, berkenaan dengan susunan badan

peradilan, yang mencakup hirarki dan struktur organisasi pengadilan.

Ketiga, berkenaan dengan kekuasaan oengadilan, baik kekuasaan mutlak

maupun kekuasaan relatif. Keempat, berkenaan dengan hukum acara yang

dijadikan landasan dalam penerimaan, pemeriksaan, pemutusan dan

penyelesaian perkara. (Cik Hasan Bisri, 1997 : 123).

14

Page 29: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Pada tanggal 29 Desember 1989 terjadi peristiwa yang berkenaan

dengan berlakunya sebagian hukum Islam dan penyelenggaraan peradilan

Islam di Indonesia. Peristiwa itu adalah pengesahan Undang-Undang

Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Undang-Undang tersebut

merupakan salah satu peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan

ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-

ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, dalam upaya mewujudkan suatu

tatanan hukum nasional yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945,

yang berangkai dengan peraturan perundangan lainnya yaitu Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Dari peristiwa penting ini, penulis akan uraikan gambaran tentang

dasar hukum penyelenggaraan peradilan agama, hukum materiil dan

hukum formil Peradilan Agama, baik sebelum maupun sesudah

berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tersebut.

Dasar hukum penyelenggaraan peradilan agama sebelum Undang-

Undang nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

Tentang Peradilan Agama ini beraneka ragam. Sebagian merupakan

produk pemerintahan kolonial Hindia Belanda, dan sebagian lainyya

produk pemerintahan Republik Indonesia, khusunya pada awal

kemerdekaan. Dasar hukum itu berupa peraturan perundang-undangan

yang terdiri atas :

a. Peraturan tentang Peradilan Agama di Jawa dan Madura (Staatsblad

1882 Nomor 152 yang dihubungkan dengan Staatsblad tahun 1937

Nomor 116 dan 610). Peraturan ini memuat 7 pasal.

b. Peraturan tentang Kerapatan Qadi dan kerapatan Qadi Besar untuk

sebagian bekas residensi Kalimantan Selatan dan Timur (Staatsblad

tahun 1937 Nomor 638 dan 639). Peraturan ini memuat 19 pasal.

Peraturan-peraturan yang ditetapkan pada waktu pemerintahan

Belanda ini hingga saat disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Page 30: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 masih berlaku berdasarkan

peraturan-peraturan peralihan yang diadakan berturut-turut waktu

pemerintahan Republik Indonesia.

Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 (tentang tindakan-

tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan kekuasaan

dan acara pengadilan-pengadilan sipil) melangsungkan peradilan Islam

yang sudah ada, akan tetapi dalam penjelasannya, menyatakan bahwa ada

niat dari pemerintah untuk membicarakan dengan DPR apakah tidak

seharusnya Peradilan Agama itu dijadikan satu saja dengan peradilan

biasa, ternyata bahwa Peradilan Agama dengan Peradilan Biasa itu tidak

diadakan, bahkan didaerah luar Jawa dan Madura Peradilan Agama itu

diperluas. Ini dapat dilihat dengan ditetapkannya : Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 45 tentang Pembentukkan Pengadilan

Agama/Mahkamah Syari’ah di luar Jawa dan Madura dan sebagian

Kalimantan Selatan-Timur (sesuai dengan ketentuan yang diatur dengan

staatsblad 1937 Nomor 638 tersebut di muka). (Noto Susanto, 1963 : 11-

12).

2. Dasar Penyelenggaraan Pengadilan Agama Sesudah UU Nomor 7 Tahun

1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, penyelenggaraan Pengadilan

Agama didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sama

(kesatuan hukum). Dengan kata lain, penyelenggaraan peradilan itu

didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang seragam. Hal ini

dilakukan dalam rangka upaya menerapkan konsep wawasan nusantara

dalam bidang hukum, dan sebagai pelaksanaan politik hukum nasional. Di

samping itu, perubahan undang-undang itu dilakukan untuk mewujudkan

penyelenggaraan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sesuai

dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970. Ia merupakan

Page 31: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

salah satu asas yang berlaku bagi seluruh pengadilan dalam keempat

lingkungan peradilan. (Cik Hasan Bisri, 1997 : 127).

Menurut penjelasaan undang-undang tersebut, perubahan itu

disebut sebagai ”perubahan mendasar” terutama yang berkenaan dengan

dasar hukum, kedudukan, susunan, kekuasaan dan hukum acara yang

berlaku pada pengadilan dalm lingkungan Peradilan Agama.

3. Keputusan Pengadilan Agama Sebelum dan Sesudah Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang

Peradilan Agama.

a. Hukum Materiil Pengadilan Agama

1) Sebelum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 pasal

4 dinyatakan :

(1) Pengadilan Agama memeriksa dan memutuskan perselisihan

antara suami istri yang beragama Islam, dan segala perkara yang

menurut Islam yang berkenaan dengan nikah, thalak, ruju’, fasakh,

nafaqah, mas kawin (mahar), tempat kediaman, hadlanah, perkara

waris, waqaf, hibah sadaqah, baitul mal dan lain-lain yang

berhubungan dengan itu, demikian juga memutus perkara

perceraian dan mengesahkan bahwa syarat ta’lik sudah berlaku.

(2) Pengadilan Agama tidak berhak memeriksa perkara-perkara

yang tersebut dalam ayat (1) kalau untuk perkara-perkara itu

berlaku lain daripaada hukum Islam.

Sebagai ilustrasi aplikatif dari ketentuan-ketentuan ini dapat

dilihat dalam buku yurisprudensi Indonesia melalui putusan-

Page 32: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

putusan Pengadilan Agama, yang untuk pertama kalinya

diterbitkan oleh Mahkamah Agung pada tahun 1985.

2) Sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.

Sebelum menuju pembicaraan tentang hukum materiil

pengadilan agama pasca Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama,

penulis perlu mengemukakan penjelasan Bustanul Arifin, sebagai

berikut :

“Walaupun dalam Undang-Undang tentang Pokok-pokok Ketentuan Kekuasaan Kehakiman Nomor 14 Tahun 1970 hanya disebut Peradilan Agama, tetapi yang dimaksud adalah Peradilan Agama Islam. Hal ini didasarkan pada sejarah Peradilan Agama di Indonesia yang telah berjalan selama lebih dari seratus tahun, dan dengan dasar pemikiran bahwa agam Islam yang membawa pula hukum dalam arti yang murni (Aqidah wa syari’ah) (Bustanul Arifin, 1996:52).

Oleh karena itu, kaum muslimin memerlukan satu

peradilan tempat mereka mencari keadilan secara hukum. Jadi,

keberadaan Peradilan Agama (Islam) di Indonesia bukanlah

karena kaum muslimin merupakan mayoritas di Indonesia,

melainkan karena pengadilan Agama itu merupakan keperluan

hukum kaum muslimin. Oleh karena itu, hukum yang

diberlakukan pada Peradilan Agama adalah hukum Islam. Dengan

perkataan lain, hukum Islam sepanjang mengenai bidang-bidang

nasional di Negara Indonesia. Hukum nasional Indonesia adalah

kumpulan norma-norma hukum yang hidup dalam masyarakat

yang berasal dari unsure-unsur hukum Islam, hukum Adat dan

Hukum Barat.” (Bustanul Arifin, 1996 : 52).

Page 33: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Sedangkan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 butir 2 dinyatakan sebagai berikut :

“Pengadilan Agama merupakan pengadilab tingkat pertama untuk

memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara

orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan,

kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan saqadah berdasarkan hukum

Islam”

Dalam perkembangan hukum materiil pasca Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1989 ada satu peristiwa yang tak boleh

dilupakan yakni dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 kepada Menteri Agama tentang

penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang terdiri dari

buku I tentang Hukum Perkawinan. Buku II tentang Kewarisan,

dan buku III tentang Perwakafan.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan salah satu

usaha yang sangat positif dalam membina hukum Islam sebagai

sumber pembentukan hukum nasional, yang ditangani bersama

oleh ulama (Departemen Agama) dan umara (Mahkamah Agung).

Dengan KHI ini, para hakim agama mempunyai pegangan tentang

hukum yang harus diterapkan dalam masyarakat dengan mantap.

(Abdurrahman, 1992 : 51).

Adapun mengenai tujuan KHI menurut M.Yahya Harahap

(1989: 91), adalah :

(1) Untuk merumuskan secara sistematis hukum Islam di

Indonesia secara kongkrit.

(2) Guna dijadikan sebagai landasan penerapan hukum Islam di

lingkungan Pengadilan Agama.

(3) Dan sifat kompilasi berwawasan nasional (bersifat

suprakultural aliran atau mazhab) yang akan diberlakukan

Page 34: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

bagi seluruh masyarakat Islam Indonesia, apabila timbul

sengketa di depan siding Pengadilan Agama (kalau diluar

proses peradilan, tentu bebas melakukan pilihan dari sumber

kitab fiqih yang ada).

(4) Serta sekaligus akan dapat terbina penegakan kepastian

hukum yang lebih seragam dalam pergaulan lalu lintas

masyarakat Islam.

Dari uraian tentang KHI, tampaklah bahwa pasca

diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 hukum

materiil yang diberlakuakn di Pengadilan Agama mengalami dua

fase. Fase pertama, hukum materiil (hukum Islam) sebelum

adanya KHI, kurang lebih selama satu tahun enam bulan. Fase

kedua, sejak dikeluarkannya Inpres Nomor 1 Tahun 1991 hingga

sekarang dan seterusnya sampai ada peraturan perundang-

undangan yang mengubahnya.

b. Hukum Formil Pengadilan Agama

1) Sebelum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama

Sebelum diberlakukannya Undang-Undnag Nomor 7 Tahun

1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan

Agama, hukum formil Peradilan Agama masih belum terbentuk

dalam suatu perundang-undangan tersendiri. Memang peraturan

perundang-undang yang mengatur tata cara berpekara di

Pengadilan Agama telah ada sejak lama, seumur dengan

terbentuknya berbagai Pengadilan Agama itu. Hanya saja hukum

acaranya baru sebagian kecil dan hanya sebagai sisipan saja pada

perundang-undangan yang mengatur/menjadi dasar hukum

pembentukan hukum Pengadilan Agama itu.

Page 35: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Kenyataan ini dapat dilihat pada Staatsblad 1882 Nomor 152

untuk Pengadilan Agama di Jawa dan Madura, pada Staatsblad

1937 Nomor 638 dan 639 bagi Kerapatan Qadi di Kalimantan

Selatan dan pada Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957

untuk mahkamah Syari’ah (Pengadilan Agama) di luar kedua

wilayah tersebut di atas.

Pada Staatsblad 1882 Nomor 152 memuat hanya 7 pasal dan

ketujuh pasal itu pulalah yang mengatur dasar pembentukkan,

kewenangan maupun yang mengatur hukum acara, dan lain-lain

dari peradilan tersebut. Demikianlah halnya pengaturan hukum

acara bagi Pengadilan Agama di Kalimantan dan wilayah

Indonesia lainnya. (Anwar Sitompul, 1984 : 51).

Mungkin menyadari hal demikian dan keperluan semakin

mendesak, sebelum terbentuknya hukum tersendiri bagi

Pengadilan Agama, pembuat Undang-Undang Perkawinan Nomor

1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975

sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut.

(Anwar Sitompul, 1984 : 52).

2) Sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama

Setelah berlakunya Undang-Undang Nornor 7 Tahun 1989

jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan

Agama, pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama membuat

terobosan baru sehubungan dengan kekecualian dan kekhususan

hukum formilnya. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 54

Undang-undang tersebut, yang berbunyi : ”Hukum acara yang

berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama

adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam

Page 36: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara

khusus dalam undang-undang ini.”

Prosedur cerai talak diatur dalam paragraf 2, yaitu Pasal 66

sampai dengan Pasal 72. Menurut ketentuan pasal-pasal tersebut

dapat disimpulkan bahwa cerai talak menjadi hak suami, karena

itu ia menjadi pihak pemohon.

Mengenai prosedur cerai gugat diatur dalam paragraf 3,

yaitu Pasal 73 sampai dengan Pasal 86. Cerai gugat menjadi hak

istri, yang diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya

meliputi tempat kediaman penggugat (istri), kecuali apabila

penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman

bersama tanpa seizin tergugat.

Prosedur cerai dengan alasan zina diatur pada paragraf 4,

yaitu Pasal 87 dan Pasal 88. Alasan zina merupakan salah satu

alasan yang dapat diajukan dalam perkara perceraian, sebagaimana

diatur dalam penjelasan pasal 39 ayat 2 Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974 jo, Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

1975 jo. Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam.

Dalam perkara ini permohonan dan gugatan diajukan oleh

suami atau istri. Menurut ketentuan Pasal 87 ayat (1) berbunyi :

"Apabila permohonan atau gugatan cerai diajukan atas alasan salah satu pihak melakukan zina, sedangkan pemohon atau penggugat tidak dapat melengkapi bukti-bukti dan termohon atau tergugat menyanggah alasan tersebut, dan hakim berpendapat bahwa permohonan atau gugatan itu bukan tiada pembuktian sama sekali serta upaya peneguhan alat bukti tidak mungkin lagi diperoleh, baik dari pemohon atau penggugat maupun dari termohon ataupun tergugat, maka hakim karena jabatannya dapat menyuruh pemohon atau penggugat untuk bersumpah.”

Page 37: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

c. Produk Keputusan Pengadilan Agama

1) Sebelum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama

Sebelum diberlakukannya Undang-undang nomor 7 tahun

1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan

Agama, produk keputusan Pengadilan Agama terdiri dari tiga

macam, yaitu putusan, penetapan, dan surat keterangan tentang

terjadinya talak (SKT3).

Putusan disebut vonni (Belanda), atau al qada'u (Arab),

adalah produk Pengadilan Agama karena adanya dua pihak yang

berlawanan dalam perkara, yaitu penggugat dan tergugat. Produk

Pengadilan semacam ini bisa diistilahkan dengan Produk peradilan

yang sesungguhnya atau Jurisdictio contentiosa.

Sedangkan penetapan disebut beschiking (Belanda), atau al

isbat (Arab), yaitu produk Pengadilan Agama dalam arti bukan

sesungguhnya, yang diistilahkan dengan jurisdictio voluntaria.

Dikatakan bukan peradilan yang sesungguhnya karena disana

hanya ada pemohon, yang memohon untuk ditetapkan atas sesuatu,

sedangkan ia tidak berperkara dengan lawan.

Adapun mengenai surat keterangan tentang terjadinya talak

yang disingkat SKT3, sangat populer di lingkungan Peradilan

Agama dan instansi-instansi Departemen Agama, sekalipun SKT3

tersebut sebetulnya bukanlah produk keputusan Pengadilan Agama

dalam artian yudikatif tetapi hanyalah produknya di bidang

administrasi Peradilan atau dalam tugas pengaturan.

SKT3 ini dimasukkan ke dalam kategori produk Pengadilan

Agama karena memang ia dikeluarkan oleh Pengadilan Agama

setelah didahului oleh suatu Penetapan Pengadilan Agama yang

memberikan izin kepada suami (pemohon) untuk menceraikan

istrinya dengan cerai talak. Setelah penetapan dimaksud in kracht,

Page 38: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

dilanjutkan dengan sidang Pengadilan Agama untuk menyaksikan

ikrar talak yang dilakukan. Oleh Pengadilan Agama dibuatkan

SKT3 yang dimaksudkan. Tugasnya, Penetapan Pengadilan Agama

yang memberi izin kepada suami (pemohon) untuk bercerai dengan

sidang penyaksian ikrar talak dan SKT3 adalah suatu kesatuan

rangkaian proses kronologis, sekalipun mungkin akan memakan

waktu panjang ataupun singkat.

Perlu diketahui bahwa SKT3 termasuk segala macam putusan

dan penetapan Pengadilan Agama tentang cerai dan lain-lainnya,

sekalipun sudah in kracht, mempunyai kekuatan mengikat dan

kekuatan bukti, tetapi kekuatan mengikat dan kekuatan bukti disini

hanyalah dari aspek hukumnya, bukan dari aspek pencatatannya. la

baru mempunyai kekuatan tanda cerai resmi setelah dicatatkan dan

ditukarkan pada Pegawai Pencatat Nikah Cerai Rujuk c.q. pada

kantor urusan agama kecamatan yang bersangkutan. Hal ini

dirasakan oleh para pencari keadilan sebagai suatu yang

menyulitkan, mahal, berbelit,dan birokratis. (Raihan A. Rasyid,

1989 : 12-15).

Selanjutnya, segala macam bentuk produk keputusan

Pengadilan Agama tidak bisa dijalankan (dieksekusi) sebelum

dikukuhkan oleh Pengadilan Umum, Sebenarnya istilah executoir

verklaring (fiat eksekusi) atas putusan Peradilan Agama oleh

Landraad, sudah dikenal sejak zaman penjajahan sampai

permulaan zaman kemerdekaan. Belum lagi hilang di benak

praktisi hukum dan masyarakat Indonesia, disusul lagi dengan

istilah pengukuhan dengan lahirnya Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Ketentuan tentang prosedur executoir verklaring tersebut

diatur dalam Pasal 2a ayat (3), (4), dan (5) Staatsblad 1882 No.

125 bagi Pengadilan Agama di Jawa dan Madura. Dengan maksud

yang sama bagi Pengadilan Agama di Kalimantan Selatan diatur

Page 39: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

dalam Pasal 3 ayat 3, 4 dan 5 Staatsblad 1937 Nomor 638 dan

Nomor 639 serta untuk daerah Indonesia lainnya diatur pada Pasal

4 ayat 3, 4 dan 5 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957.

(Anwar Sitompul, 1984 : 84).

Mahkamah Agung berpendapat, bahwa Lembaga

Pengukuhan yang terdapat dalam pasal 63 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan dalam peraturan pelaksanaannya

yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 pasal 36,

bukanlah merupakan hal yang baru, akan tetapi merupakan

lembaga yang telah dikenal sejak berlakunya Staatsblad 1882

Nomor 152. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

Mahkamah Agung berpendapat bahwa Lembaga Pengukuhan

adalah sama dengan Lembaga Executoir Verklaring. Pendapat

Mahkamah Agung demikian tersimpul dari Surat Edaran

Mahkamah Agung, yaitu S.E.No.MA./0156/1977 tanggal 23

Februari 1977.

Namun menurut pengamatan Anwar Sitompul dan Raihan A.

Rasyid, kalau diperhatikan lebih mendalam, Pengukuhan tidak

sama dengan Executoir Verklaring, walaupun persamaannya tetap

ada. (Raihan A. Rasyid, 1987: 117-120).

2) Sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama

Keputusannnya sendiri pada Pengadilan Agama Pengadilan

Agama sudah ada Juru Sita (Deurwarder). Berdasarkan ketentuan

Undang-undang tersebut, kedudukan Pengadilan Agama adalah

sejajar dengan Pengadilan Negeri (pengadilan tingkat pertama

dalam lingkungan Peradilan Umum) dalam arti yang

sesungguhnya. Berkenaan dengan hal itu, pengukuhan keputusan

Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang

Page 40: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

tetap oleh Pengadilan Negeri dinyatakan tidak berlaku,

sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 107 ayat (1) butir

d :

“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) Undang - undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara tahun 1974 Nomor l. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019), dinyatakan tidak berlaku.”

Dengan demikian Pengadilan Agama memiliki

kemandirian untuk melaksanakan putusannya (executoir

verklaring) sendiri, yang dilaksanakan oleh jurusita. Kejurusitaan

ini merupakan pranata baru dalam struktur organisasi Pengadilan

Agama. (Cik Hasan Bisri. 1997 : 127–128).

Page 41: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

B. Kerangka Pemikiran.

Mengenai kerangka pemikiran dalam penelitian ini dibuat dalam suatu

bagan seperti berikut:

Dasar Penyelenggaraan Pengadilan Agama Sebelum Dan Sesudah

Tahun 1989

Hukum Formil

Hukum Materiil Produk Keputusan Pengadilan

Agama

PERADILAN AGAMA

UU No.7 Tahun 1989

KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN SESUDAH UU No.7

TAHUN 1989

Landasan Keputusan Pengadilan Agama Sesudah UU Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

1. Bagaimanakah landasan keputusan pengadilan agama

terhadap hukum materiil dan landasan keputusan pengadilan

agama terhadap hukum formil Pengadilan Agama sebelum

dan sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan

Agama ?

2. Bagaimanakah landasan keputusan pengadilan agama

terhadap produk keputusan Pengadilan Agama sebelum dan

sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama ?

Page 42: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Keterangan kerangka pemikiran :

Peradilan merupakan suatu kebutuhan hidup bermasyarakat. Tidak

dapat suatu pemerintahan tanpa adanya peradilan. Di Indonesia, lembaga

peradilan islam dikenal dengan istilah Peradilan Agama yang sejak 1970

secara yuridis telah sejajar kedudukannya dengan ketiha badan peradilan

lainnya yaitu Peradilan Umum, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha

Negara.

Pengadilan Agama di Indonesia adalah peradilan bagi orang-orang

yang beragama Islam yang berwenang untuk memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara-perkara perdata tertentu yang terjadi diantara mereka.

Peraturan yang mengatur mengenai peradilan agama adalah Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang

Peradilan Agama tentang Peradilan Agama. Adapula peraturan-peraturan yang

diterapkan sebelum dan ssudah disahkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun

1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.

Setiap peraturan pasti mempunyai dasar penyelenggaraannya. Oleh karena itu,

dalam tinjauan pustaka perlu dijelaskan mengenai dasar penyelenggaraan

peraturan sebelum dan sesudah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.

Dalam setiap badan peradilan pasti menghasilkan keputusan, tak

terkecuali Peradilan Agama. Di dalam keputusan Pengadilan Agama terdapat

hukum materiil, hukum formil, dan produk keputusan Pengadilan Agama.

Pengadilan Agama sangat erat hubungannya dengan hukum Islam. Oleh

karena itu, dalam penelitian ini fokus untuk memberikan deskripsi tentang

landasan keputusan pengadilan agama terhadap hukum materiil dan landasan

keputusan pengadilan agama terhadap hukum formil Pengadilan Agama

sebelum dan sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dan landasan

keputusan pengadilan agama terhadap produk keputusan Pengadilan Agama

sebelum dan sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.

Page 43: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Landasan Keputusan Pengadilan Agama terhadap hukum materiil dan

hukum formil pengadilan agama sebelum dan sesudah Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.

1. Aspek Hukum Materiil Pengadilan Agama

Sebagaimana telah diterangkan di muka, bahwa sebelum

dlberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-

undang Nomor 3 Tahun 2006 Peradilan Agama di Indonesia memiliki

dasar hukum dan kewenangan yang terluang dalam 3 peraturan

perundang-undangan, yaitu Staatsblad 1882 Nomor 152 jo. Staatsolad

1937 Nomor 116, 610 dan Staatsblad 1937 638, 639, serta Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957.

Pembicaraan mengenai hukum materiil yang berlaku di pengadilan

agama sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, tak bisa

lepas dari kewenangan yang diberikan oleh ketiga peraturan perundangan

tersebut di atas kepada semua Pengadilan Agama di Indonesia.

Dari ketentuan Staatsblad 1882 Nomor 152 Pasal 2 ayat 1

dijabarkan bahwa kewenangan Pengadialn Agama meliputi:

a. Memeriksa dan memutus perkara perselisihan antara suami dan istri

yang beragama Islam.

b. Memeriksa dan memutus apakah suatu pernikahan dan rujuk sah atau

tidak.

c. Memeriksa dan memutus perkara cerai talak dan cerai gugatan serta

menyatakan talak yang digantungkan (ta'lik talak) sudah

ada/memenuhi syarat.

d. Memeriksa dan memutus gugatan nafkah dan maskawin yang belum

dibayar serta hak-hak bekas istri yang ditalak, seperti nafkah

masaiddah dan uang mut'ah.

30

Page 44: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Penjabaran sebagaimana tersebut di atas, bila disimpulkan lagi,

maka kewenangan Pengadilan agama itu adalah meliputi perkara-perkara

nikah, talak dan rujuk dari suami istri yang beragama Islam, serta yang

berhubungan dengan gugatan nafkah, mahar dan mut'ah. Kesemua yang

dikemukakan itu adalah berdasarkan ketentuan Staatsblad 1882 Nomor

152 jo. Staatsblad 197 No. 116 dan 610.

Adapun untuk wilayah Kerapatan Qadi di Kalimantan Selatan dan

Timur, pada dasarnya sama dengan kewenangan Pengadilan Agama dan

Pengadilan Tinggi Agama di Jawa dan Madura. Kewenangan Pengadilan

Agama ini dirumuskan dalam Staatsblad 1937 Nomor 638 Pasal 3.

Dan kewenangan Mahkamah Syari'ah (Pengadilan Agama) untuk

di luar Jawa dan Madura, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957 Pasal 4 ayat 1.

Dari rumusan Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa kewenangan

Mahkamah Syari'ah (Pengadilan Agama) ini adalah:

a. Mengadili perkara dari suami istri yang beragama Islam.

b. Dalam bidang perkara talak, nikah, rujuk, lermasuk perkara fasakh dan

syiqaq.

c. Menetapkan gugatan nafkah, mahar yang belum dibayar.

d. Mengadili perkara hadlanah, waris mewaris, wakaf, hibah, sadaqah,

baitulmal dan lain-lain.

Yang penulis maksud adalah, perbedaan lapangan kewenangan

absolut, otomatis akan mempengaruhi hukum materiil yang akan

diterapkan oleh hakim yang mengadili suatu perkara. Sehingga dapat

dipastikan bahwa hasil keputusan Pengadilan Agama dalam mengadili

satu perkara tertentu.

Dalam ketiga peraturan perundang-undangan di atas, memang

tidak disebut secara kongkrit tentang hukum materiil apa yang digunakan

dalam mengadili perkara yang diajukan kepada PengadilanAgama. Pasal 2

ayat 1 Staatsblad Nomor 152 dan Pasal 3 Staatsblad 1937 nomor 638 lebih

menekankan pada pcrsonalitas kcislaman para pihak yang berperkara,

Page 45: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

bukn pada hukum materiil yang akan diterapkan di Pengadilan Agama.

Lain halnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957

untuk wilayah luar Jawa dan Madura, Kalimantan Selatan dan Timur.

Pada Peraturan Pemerintah ini nampaknya menyatakan sedikit lebih tegas

tentang hukum materiil yang diberlakukan di Pengadilan Agama,

walaupun masih terdapat perbedaan pendapat dalam menafsirkan Pasal 2

Peraturan Pemerintah tersebut.

Dalam Pasal 4 ayal 1 peraturan tersebut dinyatakan :

"Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah memeriksa dan memutuskan

perselisihan antara suami istri yang beragama Islam dan segala perkara

menurut hukum yang hidup diputus menurut hukum agama Islam yang

berkenaan dengan nikah, talak, rujuk, fasakh, nafaqah, maskawin (mahar),

tempat kediaman (maskan), mut'ah, dan sebagainya, hadlanah, perkara

waris-mewaris, wakaf hibah, sadaqah, baitulmal, dan lain-lain yang

berhubungan dengan itu, demikian juga memutuskan bahwa syarat taklik

sudah berlaku."

Selanjutnya dalam memori penjelasan atas Peraturan ini, pada

paragraf 16 dinyatakan :

“ . . . begitu pula urusan penetapan bahagian pusaka untuk ahli waris, soal-

soal wakaf, hibah, sadqah dan baitul mal, yang harus diputus menurut

hukum syariat Islam tidak mendapat pelayanan semestinya."

Dan pada paragraf 18 dinyatakan :

"... secara integral memberikan keseragaman penyelesaian perselisihan

perkara perdata dari orang Islam diputus menurut hukum syari'at Islam."

Jadi menurut penjelasan Peraturan Pemerintah tersebut jelaslah

bahwa hukum materiil yang diberlakukan di Pengadilan Agama sebelum

lahirnya Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 adalah hukum Islam,

karena hukum Islam dianggap hukum yang hidup di masyarakat saat itu.

Menurut hukum Islam khususnya dalam kajian peradilan Islam,

bahwa hukum materiil yang wajib diterapkan oleh hakim Islam di

pengadilan adalah hukum Islam itu sendiri. Hukum Islam yang dimaksud

Page 46: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

di sini adalah hukum yang bersumber dari Al-Qur'an dan As Sunnah.

Landasan keputusan pengadilan agama terhadap materiil

Pengadilan Agama sebelum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama pada

dasarnya menerangkan bahwa hukum materiil peradilan agama terkait

dengan tindakan-tindakan hukum yang terkait dengan kegiatan memeriksa

dan memutuskan perselisihan antara suami istri yang beragama Islam

dan segala perkara menurut hukum yang hidup diputus menurut hukum

agama Islam yang berkenaan dengan nikah, talak, rujuk, fasakh, nafaqah,

maskawin (mahar), tempat kediaman (maskan), mut'ah, dan sebagainya,

hadlanah, perkara waris-mevvaris, wakaf hibah, sadaqah, baitulmal, dan

lain-lain yang berhubungan dengan itu, demikian juga memutuskan bahwa

syarat taklik sudah berlaku.

Selain itu dalam landasan keputusan pengadilan agama terhadap

hukum materiil sebelum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama

menyatakan bahwa terkait dengan penetapan bahagian pusaka untuk ahli

waris, soal-soal wakaf, hibah, sadqah dan baitul mal, yang harus diputus

menurut hukum syariat Islam tidak mendapat pelayanan semestinya.

Landasan keputusan pengadilan agama sebelum Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang

Peradilan Agama menerangkan bahwa secara integral memberikan

keseragaman penyelesaian perselisihan perkara perdata dari orang Islam

diputus menurut hukum syari'at Islam. Dan pada dasarnya pandangan

hukum Islam terhadap hukum materiil yang diberlakukan di Pengadilan

Agama sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 adalah

hukum Islam, karena hukum Islam dianggap hukum yang hidup di

masyarakat saat itu. Untuk itu pada saat itu hukum materiil yang wajib

diterapkan oleh hakim Islam di pengadilan adalah hukum Islam.

Sedangkan hukum Islam yang dimaksud di sini adalah hukum

yang bersumber dari Al-Qur'an dan As Sunnah dan Ar Ra'yu dari orang

Page 47: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

yang memenuhi syarat untuk berijtihad dengan metode ijma, qiyas,

istihsan, istidal, maslahah mursalah dan lain-lain.

Namun landasan keputusan pengadilan agama terhadap hukum

materiil setelah pembentukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama Adapun

mengenai hukum materiil sesuai dengan penjelasan umum undang-undang

tersebut menerangkan bahwa Pengadilan Agama sebagai pengadilan

tingkat pertama yang mempunyai tugas memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara-perkara antar orang-orang yang beragama Islam di

bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan sadaqah

berdasarkan hukum Islam.

Adapun mengenai hukum materiil pasca lahirnya Undang-undang

Nomor.7 Tahun 1989, perlu penulis kutip kembali bunyi penjelasan umum

undang-undang tersebut sebagai berikut:

"….. Pengadilan Agama merupakan pengadilan tingkat pertama utuk

memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antar orang-

orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat,

hibah, wakaf dan sadaqah berdasarkan hukum Islam."

Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan hukum di

Indonesia, maka penjelasan umum undang-undang di atas mempertegas

lagi bahwa "hukum yang hidup" sebagaimana terdapat dalam memori

penjelasan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1957, adalah hukum Islam.

Sedangkan hukum yang hidup yang mencerminkan teori resepsi yang

dikumandangkan oleh Prof Snouck Nurgronye telah tamat riwayatnya.

(Cik Hasan Bisri, 1997: 132).

Menurut penjelasan M. Yahya Harahap, ketentuan Pasal 2 dan

penjelasan umum angka 2 alinea ketiga, serta pasal 49 ayat 1 Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1989, khususnya menyangkut asas personalitas

keislaman, dijumpai beberapa penegasan, yaitu :

a. Pihak-pihak yang bersengketa harus sama-sama beragama Islam.

b. Perkara perdata yang disengketakan harus mengenai perkara-perkara

Page 48: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

di bidang perkawinan, kewarisan, hibah, wakaf dan shadaqah.

c. Hubungan hukum yang melandasi keperdataan tertentu tersebut

berdasarkan hukum Islam, oleh karena itu acara penyelesaiannya

berdasarkan hukum Islam. (M. Yahya Harahap, 1989 : 38)

Seperti yang penulis jelaskan di muka, bahwa pembicaraan

mengenai perkembangan hukum materiil di lingkungan Peradilan Agama

di Indonesia pasca diberlakukannya Undang-undang Nomor 3 Tahun

2006 tak bisa leepas dari lahirnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) di

Indonesia melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 1991 (ada

masa lebih kurang 1 tahun 6 bulan setelah lahirnya Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1989).

Sebagaimana diketahui bahwa KHI terdiri dari tiga buku : buku 1

tentang Perkawinan, buku 11 tentang Kewarisan, dan buku 111 tentang

Perwakafan. KHI bertujuan antara lain untuk merumuskan secara

sistematis hukum Islam di lingkungan Pengadilan Agama, dan guna

dijadikan sebagai landasan penerapan hukum Islam di lingkungan

Pengadilan Agama, serta sekaligus akan dapat terbina penegakan

kepastian hukum yang lebih seragam dalam lalu lintas pergaulan

masyarakat Islam Indonesia.

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapatlah disimpulkan bahwa

hukum materiil sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

jo Undang-undang Nomor 3 Tahun, 2006 bersumber dari hukum Islam

dan secara prinsip, sesuai dengan hukum Islam, walaupun terbatas dan

masih dianggap sebagai hukum yang tidak tertulis di Indonesia.

Sedangkan hukum materiil setelah lahirnya Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 juga

berdasarkan hukum Islam dan sesuai dengan hukum Islam khususnya

dengan lahirnya KHI, sebagai wujud bahwa hukum Islam dalam

perkembangan hukum di Indonesia meningkat menjadi hukum tertulis

yang secara sah diterapkan di pengadilan dalam lingkungan Peradilan

Agama dan masyarakat Indonesia.

Page 49: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Dan usaha ulama dan umara dalam Undang-undang Nomor 7

tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 serta KHI,

merupakan cerminan dari usaha mempersiapkan bangsa Indonesia

(khususnya yang beragama Islam) untuk tetap memegang teguh ajaran

agama dalam kehidupan bernegara, terutama dalam perkara perdata

tertentu seperti yang tertuang dalam Undang-undang tersebut.

Lahirnya Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan KHI tentunya

semakin mendekatkan Pengadilan Agama yang ada di Indonesia selama

ini kepada hukum Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. yang

bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah beliau.

Landasan keputusan pengadilan agama terhadap hukum materiil

setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 dijelaskan dalam Pasal 2 dan penjelasan

umum angka 2 alinea ketiga, serta Pasal 49 ayat 1 Udang-undang Nomor

7 Tahun 1989, bahwa dalam asas personalitas keislaman dalam keputusan

peradilan agama terkait masalah 1) Pihak-pihak yang bersengketa harus

sama-sama beragama Islam; 2) Perkara perdata yang disengketakan harus

mengenai perkara-perkara di bidang perkawinan, kewarisan, hibah, wakaf

dan shadaqah; dan 4) Hubungan hukum yang melandasi keperdataan

tertentu tersebut berdasarkan hukum Islam, oleh karena itu acara

penyelesaiannya berdasarkan hukum Islam. (M. Yahya Harahap, 1989 :

38).

Perkembangan hukum materiil di lingkungan Peradilan Agama di

Indonesia pasca diberlakukannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006

tak bisa leepas dari lahirnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia

melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 1991 (ada masa lebih

kurang 1 tahun 6 bulan setelah lahirnya Undang-undang Nomor 7 Tahun

1989).

KHI terdiri dari tiga buku : buku 1 tentang Perkawinan, buku 11

tentang Kewarisan, dan buku 111 tentang Perwakafan. KHI bertujuan

antara lain untuk merumuskan secara sistematis hukum Islam di

Page 50: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

lingkungan Pengadilan Agama, dan guna dijadikan sebagai landasan

penerapan hukum Islam di lingkungan Pengadilan Agama, serta sekaligus

akan dapat terbina penegakan kepastian hukum yang lebih seragam dalam

lalu lintas pergaulan masyarakat Islam Indonesia.

Dapat disimpulkan bahwa hukum materiil sebelum lahirnya

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3

Tahun, 2006 bersumber dari hukum Islam dan secara prinsip, sesuai

dengan hukum Islam, walaupun terbatas dan masih dianggap sebagai

hukum yang tidak tertulis di Indonesia. Sedangkan hukum materiil

setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-undang

Nomor 3 Tahun 2006 juga berdasarkan hukum Islam dan sesuai dengan

hukum Islam khususnya dengan lahirnya KHI, sebagai wujud bahwa

hukum Islam dalam perkembangan hukum di Indonesia meningkat

menjadi hukum tertulis yang secara sah diterapkan di pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Agama dan masyarakat Indonesia. Lahirnya

Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan KHI tentunya semakin

mendekatkan Pengadilan Agama yang ada di Indonesia selama ini kepada

hukum Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. yang bersumber dari

Al-Qur'an dan Sunnah beliau.

2. Aspek Hukum Formil Pengadilan Agama

Peradilan Agama adalah peradilan negara yang sah. Di samping

sebagai peradilan khusus, yakni sebagai peradilan Islam di Indonesia,

yang diberi peraturan perundang-undangan negara, untuk mewujudkan

hukum materiil Islam dalam batas-batas kewenangannya.

Untuk melaksanakan tugas pokoknya (menerima, memeriksa,

mengadili dan menyelesaikan perkara) dan fungsinya (menegakkan

hukum dan keadilan) maka sebelum lahirnya Undang-undang Nomor. 3

tahun 2006, ia menggunakan hukum formulir yang terserak-serak dalam

berbagai peraturan perundang-undangan, bahkan juga hukum formil Islam

yang belum diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan di

Page 51: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Indonesia. (Raihan A. Rasyid, 1995 : 20).

Sumber hukum acara yang dimaksud di alas antara lain adalah

peraturan perundang-undangan yang menjadi inti hukum acara Peradilan

Umum, yaitu :

a. HIP atau disebut juga RIB

b. R.Bg atau disebut juga Reglemen untuk daerah luar Jawa dan Madura.

c. Rsv. yang zaman Belanda dahulu berlaku untuk Raad van Justitie.

d. BW atau disebut juga Kitab Undang-undang Hukum Perdata Eropa.

e. Undang-undang Nomor 2 tahun 1986, tentang Peradilan Umum.

Di samping itu, adalah hukum acara yang bersumber dari

peraturan perundang-undangan yang sama-sama berlaku bagi lingkungan

Peradilan Umum dan Peradilan Agama yaitu :

a. Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman.

b. Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

c. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan

Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 sebagai peraturan

pelaksanaan undang-undang tersebut. (Ibid, 21).

d. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

Secara umum prinsip-prinsip yang terkandung dalam 8 sumber-

sumber hukum acara tersebut di atas tidaklah bertentangan dengan asas-

asas hukum formil dalam Peradilan Islam. Sebagai ilustrasi, berikut

penulis kemukakan beberapa asas hukum acara yang dimaksud tersebut:

a. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. (Pasal

4 ayat 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004)

b. Peradilan dilakukan menurut hukum dan tidak membedakan orang.

(Pasal 5 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004). Hal ini sesuai dengan

maksud ayat Al-Qur'an surag An Nisa' ayat 105 yang berbunyi :

Artinya : "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu

dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antar manusia

dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah

Page 52: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah) karena

(membela) orang-orang yang khianat." (Depag RI, 1990 : 189).

c. Peradilan dilakukan berbeda dari pengaruh dan campur tangan dari

luar, semata-mata demi terwujudnya kebenaran dan keadilan melalui

penegakan hukum (Pasal 4 (3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004).

Asas ini juga sejalan dengan ayat Al-Qur'an di atas.

d. Persidangan terbuka untuk umum (Pasal 19 Undang-undang Nomor 4

Tahun 2004). Hal ini sesuai dengan ayat Al-Qur'an surah An Nur ayat

2 :

Artinya : "Dan hendaklah (pelaksanaan) hukum mereka disaksikan

oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman." (Depag RI, 1990 :

543).

e. Hakim mendengarkan kedua belah pihak (Pasal 121 HIR/142 R.Bg.)

Kedua belak pihak diperlakukan sama di muka sidang. Asas ini cocok

sekali dengan Hadits Rasulullah : (Sunan At Tirmidzi, 1978 : 395).

Artinya : "Apabila dua orang mengajukan perkara kepada engkau,

maka kanganlah engkau putuskan untuk si penggugat hingga engkau

mendengarkan pembicaraan dan tergugat. Maka kelak engkau

mengetahui bagaimana engkau memutuskannya."

f. Pihak termohon atau tergugat wajib dianggap tidak bersalah sebelum

adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dengan

kekuatan hukum yang tetap (Pasal 8 Undang-undang Nomor 4 Tahun

2004). Asas ini juga sejalan dengan kaidah fiqh : (Muslih Usman,

1996 : 202).

Artinya : "Pada dasarnya seseorang itu bebas dari tanggungan."

g. Putusan harus disertai alasan (Pasal 25 (1) Undang-undang Nomor 4

Tahun 2004 dan Pasal 178 (1) H1R). Asas ini sejalan maksudnya

dengan kaidah flqih : "Penetapan sesuatu hukum diperlukan adanya

dalil."(Muslih Usman, 1996 : 202).

Sebab para ulama sepakat bahwa penetapan hukum harus

didasarkan atas suatu dalil, baik dari nash maupun dalil ijtihad.

Page 53: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

a. Pelaksanaan putusan wajib menjaga terpeliharanya perikemanusiaan

dan perikeadilan (Pasal 36 (4) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004).

b. Hakim wajib mendamaikan para pihak (Pasal 130 HIR, yasal 39 (2)

Undang-undang nomor 1 tahun 1974).

Sedangkan hukum formil Pengadilan Agama setelah

berlakunya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, secara kongkrit

terkandung dalam Pasal 54 Undang-undang tersebut, yaitu :

"Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan

Agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus

dalam undang-undang ini."

Hal itu menunjukkan bahwa hukum formil yang berlaku adalah

hukurn tertulis sebagaimana yang berlaku pada Pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Umum, di samping adanya kekecualian dan

kekhususan yang diatur dalam undang-undang tersebut. Kekhususan

tersebut meliputi prosedur cerai talak, cerai gugat, cerai dengan alasan

zina dan biaya perkara. (Cik Hasan Bisri, 1997 : 133).

Dalam undang-undang tersebut prosedur cerai talak diatur dalam

paragraf 2, yaitu Pasal 66 sampai dengan (Pasal 72. Di sini cerai talak

menjadi hak suami, karena itu ia menjadi pihak pemohon. Suami yang akn

menceraikan istnnya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk

mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. Permohonan itu

diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat

kediaman termohon, yaitu pihak istri.

Sedangkan prosedur cerai gugat diatur dalam paragraf 3 yaitu

Pasal 73 sampai dengan Pasal 86. Cerai gugat menjadi hak istri yang

diajukan kepada pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat

kediaman penggugat (istri), kecuali jika penggugat dengan sengaja

meninggalkan tempat kediaman tapa seizin tergugat (suami).

Memang mengenai perceraian ini sebelumnya telah diatur dalam

Bab VII Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan dilengkapi pula

Page 54: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

dengan aturan pelaksanaannya dalam Bab V Peraturan Pemerintah Nomor

9 Tahun 1975.Namun di situ terasa agak memberatkan pihak istri dalam

mengajukan gugat cerai. Sebagai gantunya, dituangkan dalam Pasal 73

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang berjudul Tata Cara

Perceraian.

Menurut M. Yahya Harahap, pergaulan itu dimaksudkan untuk

menyesuaikan dinamika tata cara pemeriksaan perkara perkawina ke arah

menjembatani tuntutan praktek dan kesadaran masyarakat, terutama untuk

melindungi pihak istri dalam mengajukan penjelasan Pasal 73 ayat 1

undang-undang tersebut.

Pengkhususan perlindungan terhadap wanita, dalam hal ini pihak

istri, baik sebagai termohon maupun sebagai penggugat, menunjukkan

bahwa dalam kehidupan keluarga, istri berada dalam posisi yang lemah

dibanding laki-laki baik dilihat dari segi fisik, mental, kejiwaan dan lain-

lain. Hal ini sebenarnya telah diisyaratkan oleh ketentuan Al Qur'an surat

An Nisa' ayat 34

Artinya: "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh

karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebahagian

yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan

sebagian dari harta mereka." (Depag. RI. 1990:123).

Selain itu, telah dimaklumi bersama bahwa otoritas suami sebagai

kepala keluarga, pada umumnya lebih besar daripada istri. Pengambilan

keputusan lebih dominan ditentukan oleh sumai daripada istri. Dengan

demikian pengkhususan dalam bentuk perlindungan terhadap wanita ini

tidaklah bertentangan dengan ayat al-Qur'an di atas.

Selanjutnya, yang menyangkut pengkhususan hukum acara setelah

berlakunya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 adalah masalah cerai

dengan alasan zina. Dalam undang-undang tersebut prosedur cerai dengan

alasan zina diatur dalam paragraf 4, yaitu Pasal 87 ayat 1 dinyatakan:

"Apabila permohonan atau gugatan cerai diajukan atas alasan salah satu

pihak melakukan zina, sedangkan pemohon atau penggugat menyanggah

Page 55: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

alasan tersebut, dan hakim berpendapat bahwa permohonan atau gugatan

itu bukan tiada pembuktian sama sekali serta upaya peneguhan alat bukti

itu tidak mungkin lagi diperoleh, baik dari pemohon atau penggugat

maupun termohon atau tergugat, maka hakim karena jabatannya dapat

menyuruh pemohon atau penggugat untuk bersumpah."

Apabila sumpah itu dilakukan oleh suami, maka penyelesaiannya

hanya dapat dilakukan dengan cara li'an. Dan apabila sumpah itu

dilakukan istri, penyelesaiannya dilakukan dengan hukum acara yang

berlaku.

Tata cara perceraian .dengan alasan zina, kemudian diselesaikan

dengan cara li'an ini (jika suami yang bersumpah) adalah wujud nyata

pelaksanaan ketentuan Al Qur'an surat An Nur ayat 6 sampai dengan 9,

yaitu:

Artiuya: "Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal

mereka tidak ada saksi-aksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian

orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya

dia adalah termasuk orang-orang yang benar (6). Dan (sumpah) yang

kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika ia termasuk orang-orang yang

berdusta (7). Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat

kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk

orang-orang yang dusta (8). Dan (sumpah) yang kelima; bahwa la'nat

Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar (9).

(Depag. RI. 1990:544)

Adapun tentang biaya perkara diatur dalam bagian ketiga, yaitu

dalam Pasal 89, 90 dan 91. Menurut ketentuan Pasal 89 ayat 1,

dinyatakan:

"Biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada penggugat

atau pemohon."

Dalam ketentuan itu biaya perkara dibebankan kepada pihak yang

mengajukan, bukan kepada pihak yang kalah, karena dalam perkawinan

tidak dikenal yang kalah dan pihak yang menang. Hal ini merupakan suatu

Page 56: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

kekhususan hukum acara pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan

Agama, pengadilan yang berfungsi sebagai pemutus dan penyelesai

keretakan keluarga, baik antara suami dan istri, maupun antara orang tua

dengan orang tua dengan anak. la merupakan suatu peradilan keluarga

(family court), yang mempertimbangkan aspek-aspek sosial dan

psikologis dalam lingkungan keluarga. (Cik Hasan Bisn, 1997:133-134).

Dan semua penjelasan penulis tentang hukum formil di Pengadilan

Agama di atas, dapatlah disimpulkan bahwa hukum formil baik sebelum

maupun sesudah lahirnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 secara

prinsip tidaklah bertentangan dengan hukum Islam. Hanya saja

kekhususan hukum formil pasea Undang-undang tersebut yang meliputi

prosedur cerai talak, cerai gugat, cerai dengan alasan zina dan biaya

perkara, tampak lebih tegas dan jelas daripada peraturan perundang-

undangan yang berlaku sebelumnya serta lebih mendekati kapada jiwa

hukum Islam.

Landasan keputusan pengadilan agama terhadap hukum formil

Peradilan Agama sebelum dan sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 menerangkan bahwa

dalam peradilan agama yang ada di Indonesia didasarkan pada sumber

hukum acara peradilan umum seperti 1) HIP atau disebut juga RIB; 2)

R.Bg atau disebut juga Reglemen untuk daerah luar Jawa dan Madura; 3)

Rsv. yang zaman Belanda dahulu berlaku untuk Raad van Justitie; 4) BW

atau disebut juga Kitab Undang-undang Hukum Perdata Eropa; 5)

Undang-undang Nomor 2 tahun 1986, tentang Peradilan Umum. Dan juga

didasarkan pada sumber peraturan perundang-undangan yng ada di

ligkungan peradilan agama seperti : 1) Undang-undang Nomor 14 tahun

1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman; 2)

Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung; 3)

Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan

Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 sebagai peraturan pelaksanaan undang-

undang tersebut 4) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang

Page 57: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Kekuasaan Kehakiman. Sumber-sumber hukum tersebut digunakan karena

tidak bertentangan dengan asas formil dalam Peradilan Islam.

Selain itu dalam keputusan peradilan agama, para ulama sepakat

bahwa penetapan hukum harus didasarkan atas suatu dalil, baik dari nash

maupun dalil ijtihad. Hal ini dikarenakan bahwa pelaksanaan putusan

wajib menjaga terpeliharanya perikemanusiaan dan perikeadilan (Pasal 36

(4) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004), dan hakim wajib

mendamaikan para pihak (Pasal 130 HIR, yasal 39 (2) Undang-undang

nomor 1 tahun 1974).

Sedangkan landasan keputusan pengadilan agama terhadap hukum

formil sesudah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Jo Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama pada dasarnya sesuai

dengan ketentuan Pasal 54 yang menerangkan bahwa hukum acara yang

berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah

hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-

undang ini.

Hal itu menunjukkan bahwa hukum formil yang berlaku adalah

hukurn tertulis sebagaimana yang berlaku pada Pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Umum, di samping adanya kekecualian dan

kekhususan yang diatur dalam undang-undang lersebut. Kekhususan

tersebut meliputi prosedur cerai talak, cerai gugat, cerai dengan alasan

zina dan biaya perkara. (Cik Hasan Bisri, 1997 : 133).

Page 58: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

B. Landasan keputusan pengadilan agama terhadap Produk

Keputusan Pengadilan Agama sebelum dan sesudah Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006.

Di muka telah dijelaskan bahwa sebelum berlakunya Undang-

undang Nomor 3 Tahun 2006 produk keputusan Pengadilan Agama ada

tiga macam, yaitu putusan, penetapan dan surat keterangan tentang

terjadinya talak (STK.3). Sedangkan setelah lahirnya undang-undang

tersebut, produk keputusan Pengadilan Agama hanya ada dua bentuk,

seperti yang dijelaskan dalam penjelasan Pasal 60 undang-undang

tersebut, yakni:

"Yang dimaksud dengan penetapan adalah putusan pengadilan atas

perkara permohonan, sedangkan putusan adalah keputusan pengadilan atas

perkara gugatan berdasarkan adanya suatu sengketa."

Mengenai bentuk dan isi suatu putusan atau penetapan baik

sebelum maupun sesudah lahirnya undang-undang nomor 3 tahun 2006

pada dasarnya tidak terdapat perbedaan berarti.

Secara garis besar bentuk dan isi penetapan dan putusan yang

dimaksud di atas adalah meliputi:

a. Bagian kepala putusan atau penetapan.

b. Nama Pengadilan Agama yang memutus dan jenis perkara.

c. Identitas pihak-pihak (dalam gugatan) atau pihak pemohon (dalam

permohonan).

d. Duduk perkaranya (posita).

e. Tentang pertimbangan hukum.

f. Dasar hukum.

g. Dictum atau amar putusan atau penetapan.

h. Bagian kaki putusan atau penetapan.

i. Tanda tangan hakim dan panitera serta rincian biaya perkara.

Menurut penulis, secara prinsip, bentuk dan isi putusan atau

Page 59: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

penetapan di alas tidaklah bertentangan dengan ukum Islam. Hal pokok

yang ditentukan dalam masalah penetapan hukum menurut hukum Islam

adalah, seperti yang dirumuskan oleh ulama dalam kaidah fiqih berikut

ini: "Penetapan suatu hukum diperlukan adanya dalil". (MushlihUsman,

1996 : 202).

Ulama telah sepakat bahwa penetapan hukum harus didasarkan

pada suatu dalil yang jelas, baik dari nash Al Quran dan As Sunnah,

maupun dari dalil ijtihad.

Sebab ketentuan kaidah di atas tersebut dapat dijabarkan

cakupannya meliputi duduk perkara (posita), pertimbangan hukum, dan

dasar hukum sebagaimana yang telah ada dan berlaku pada pengadilan

dalam lingkungan Peradilan Agama di Indonesia selama ini. Kalaupun

terdapat beberapa perbedaan, hal itu dipandang hanya bersifat teknis

administratif, dan kondisional.

Selanjutnya, di muka telah penulis uraikan pula bahwa sebelum

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 diberlakukan, bahkan sejak zaman

penjajahan, tepatnyadengan terbitnya Staatsblad 1882 Nomor 125, telah

muncul istilah executoire verklaring yang diartikan fiat eksekusi.

Kemudian dengan lahirnya Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 lahir

pula istilah pengukuhan seperti yang dijelaskan di muka, bahwa semua

keputusan Pengadilan Agama haruslah dikukuhkan di Pengadilan Negeri.

Menurut pengamatan penulis, lembaga fiat eksekusi atu

pegukuhan ini justru bertentangan dengan Undang-undang Nomor 4

Tahun 2004 yang menyatakan dengan tegas bahwa kekuasaan kehakiman

dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan

Agama, peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara dengan

Mahkamah Agung sebagai Peradilan Negara Tertinggi. Artinya keempat

lingkungan peradilan di atas adalah sejajar antar satu dengan yang lainnya.

Pengukuhan keputusan pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama

kepada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Negeri mengisyaratkan

bahwa peradilan Negeri lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan

Page 60: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Peradilan Agama. Ini jelas menyalahi ketentuan Undang-undang nomor 4

Tahun 2004 di atas.

Di samping itu, fiat eksekusi atau pengukuhan juga bertentangan

dengan asas umum dalam suatu peradilan, yaitu bahwa peradilan

dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Sebab kenyataan

selama ini dijumpai banyak kesulitan untuk mencapai keadilan yang

menjadi harapan masyarakat dalam praktek di Pengadilan Agama dengan

adanya lembaga fiat eksekusi atau pengukuhan tersebut.

Setelah diadakan penelitian, ditemukan bahwa sebab utama

lahirnya istilah lembaga executoire verklaring atau pengukuhan tersebut

tak lepas dari politik hukum zaman penjajahan Belanda untuk menguasai

wilayah nusantara, terutama di bidang hukum.

Pemerintah khawatir dengan ajaran Islam, sebab mayoritas bangsa

Indonesia beragama Islam, di samping agama Islam itu memang

bertentangan dengan agama penjajah. Ajaran Islam sangat mendambakan

dan menghargai tinggi kemerdekaan manusia lain, berusaha

menghilangkan perbudakan, dan lain sebagainya. Karena itu semakin

sadar dan taatnya seseorang kepada ajaran Islam, semakin besar

kemungkinannya unluk memusuhi penjajah.

Pemerintah Belanda (penjajah) tahu betul hal ini, karenanya

mereka harus mampu menentramkan rakyat jajahan dan salah satu

pancingan itu ialah mengabulkan tuntutan rakyat untuk mendirikan

lembaga peradilan Islam di Indonesia. Tapi disegi lain, kalau peradilan

tersebut dibebaskan bergerak sepenuhnya atau lepas dari kontrol, ia akan

membahayakan, karenanya lembaga itu didirikan dengan seolah-olah luas

kekuasaannya, padahal sangat dibatasi. Bahkan kalau terpaksa bertabrakan

dengan aturan mereka (misalnya aturan dengan BW), maka aturan BW-lah

yang harus dipakai dan aturan Islam tidak berlaku.

Di samping itu, pada lembaga-lembaga pendididkan hukum dulu-

dulunya, banyak pemuda dan pelajar bangsa Indonesia, yang mereka ini

sejak dini sudah dipatrikan untuk menganggap bahwa hukum Eropa itu

Page 61: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

lebih komplit, lebih baik, lebih tinggi derajatnya dari hukum apapun yang

ada, termasuk hukum bumi putra dan hukum Islam itu sendiri.

Tujuan Belanda ini sebagian berhasil baik, sehingga ketika itu

banyaklah intelektual bangsa Indonesia tamatan pendidikan Belanda di

Indonesia atau di negeri Belanda sendiri yang merasa amat bangga kalau

mereka itu dikatakan ahli hukum Eropa, dan sebaliknya justru mereka ini

merasa terhina kalau dikatakan sebagai seorang yang taat akan hukum

Islam.

Angggapan bahwa siapa yang beragama Islam adalah kuno dan

termasuk kelompok pemberontak, yang semula diterima dari penjajah,

masih banyak secara tidak disadari dan berlanjut terus. Kelanjutan ini juga

masih besar pengaruhnya zaman kemerdekaan, di mana musuh

pemerintah, stempel lama yang masih dipergunakan di zaman

kemerdekaan.

Hal itu dapat dibuktikan, pada awal kemerdekaan ketika

Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah di luar Jawa dan Madura dibentuk

dengan Peratturan Pemerintah Nomor.45 Tahun 1957 yang merupakan

tindak lanjut dan Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951, bahkan

juga di dalam Undang-undang Darurat itu sendiri, sistem kontrol oleh

Belanda ini masih dipertahankan, dengan sebutan executoir verklaring

atas putusan Pengadilan Agama oleh Pengadilan Umum (dulu namanya

Landraad).

Bukan hanya itu, nampaknya sistem kontrol tersebut masih

dipertahankan oleh para pembuat Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975

sebagai aturan pelaksanaannya, dengan apa yang disebut sebagai

pengukuhan atas semua keputusan Pengadilan Agama oleh Pengadilan

Umum.

Padahal Negara kita adalah negara hukum, yang seluruh bangsa

Indonesia bertekad untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945

secara murni dan konsekwen, dimana dalam Pasal 24, yang dilaksanakan

Page 62: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004, menghendaki dan

memerintahkan bahwa susunan, kekuasaan dan hukum cara dari masing-

masing peradilan harus diatur dengan Undang-undang tersendiri, sehingga

keadaan tak menentu di atas tidak berlarut-larut

Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah

diperbarui dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, maka terkuburlah

istilah lembaga fiat eksekusi atau pengukuhan tersebut. Kini Pengadilan

Agama sudah dapat melaksanakan (mengeksekusi) keputusannya sendiri

dan pada Pengadilan Agama sudah ada Juru Sita (Deurwarder) termasuk

segala macam bentuk sila (beslag) yang diperlukan. Jadi kejurusitaan

sekarang merupakan pranata baru dalam struktur organisasi pada

Peradilan Agama sebagaimana yang disyaratkan oleh Pasal 107 ayat 1

butir d Undang-undang tersebut.

Dalam peradilan Islam, telah dimaklumi bahwa peradilan

dilaksanakan oleh badan tertentu yang ditunjuk oleh khalifa (pemimpin)

suatu negara. Dalam menjalankan tugasnya lembaga ini harus independen,

bebas dan campur tangan pihak luar.

Demikian pula, menurut hukum Islam eksekusi atas suatu putusan

pengadilan dilaksanakan oleh badan itu sendiri, dalam hal ini adalah

pengadilan dengan segenap staf-stafnya yang membantu tugas para hakim

seperti Juru Sita dan lain-lain. Dengan demikian, ketentuan tentang

penghapusan istilah fiat eksekusi atau pengukuhan dalam Undang-undang

Nomor 3 Tahun 2006 tampak lebih mendekati maksud dan jiwa hukum

Islam dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

sebelumnya.

Putusan atau penetapan dalam keputusan peradilan agama pada

dasarnya tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam. Hal pokok yang

ditentukan dalam masalah penetapan hukum menurut hukum Islam

adalah, sepeni yang dirumuskan oleh ulama dalam kaidah fiqih berikut ini:

"Penetapan suatu hukum diperlukan adanya dalil". (MushlihUsman, 1996

: 202).

Page 63: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Sebelum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 diberlakukan, bahkan sejak zaman

penjajahan, tepatnyadengan terbitnya Staatsblad 1882 Nomor 125, telah

muncul istilah executoire verklaring yang diartikan fiat eksekusi. Terdapat

pertentanga dalam pengukuhan keputusan peradilan agama, dimana

keputusan peradilan agama harus dikukuhkan oleh pengadilan yang lebih

tinggi. Sedangkan pada menurut fiat eksekusi menerangkan bahwa

keputusan peradilan agama dapat dikukuhkan oleh pengadilan yang

mempunyai kedudukan yang sejajar.

Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang telah

diperbarui dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, maka terkuburlah

istilah lembaga fiat eksekusi atau pengukuhan tersebut. Kini Pengadilan

Agama sudah dapat melaksanakan (mengeksekusi) keputusannya sendiri

dan pada Pengadilan Agama sudah ada Juru Sita (Deurwarder) termasuk

segala macam bentuk sila (beslag) yang diperlukan. Jadi kejiirusitaan

sekarang merupakan pranata baru dalam struktur organisasi pada

Peradilan Agama sebagaimana yang disyaratkan oleh Pasal 107 ayat 1

butir d Undang-undang tersebut.

Page 64: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan

Dari semua penjelasan dalam pembahasan skripsi ini, penulis

mencoba menarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut :

1. Landasan keputusan pengadilan agama terhadap hukum materiil

pengadilan agama sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 pada dasarnya

adalah hukum Islam yang telah diserap oleh hukum adat (tidak tertulis).

Dan sesudah Undang-undang tersebut berlaku, hukum materiil

Pengadilan Agama adalah hukum Islam yang sebagian besar sudah

dianggap sebagai hukum tertulis dan hukum yang hidup di tengah

masyarakat Indonesia. Menurut hukum Islam, sccara prinsip hukum

materiil baik sebelum maupun sesudah diberlakukannya Undang-undang

tersebut, tidaklah bertentangan dengan hukum Islam.

Landasan keputusan pengadilan agama terhadap hukum formil

Pengadilan Agama baik sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 secara

prinsip tidaklah bertentangan dengan hukum Islam. Bahkan, pasca

lahirnya Undang-undang tersebut terdapat beberapa khususan hukum

acara. Menurut hukum Islam, hal ini justru lebih tegas dan mendekati

maksud dan jiwa hukum Islam.

2. Landasan Keputusan Pengadilan AgamaTerhadap Produk Keputusan

Pengadilan Agama Sebelum Dan Sesudah Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 Jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang

Peradilan Agama pada dasarnya produk keputusan pengadilan agama

setelah berlakunya Undang-undang Nomor 3 tahun 2006

lebih mendekati hukum Islam jika dibandingkan dengan produk

keputusan Pengadilan Agama sebelum lahirnya Undang-undang tersebut.

51

Page 65: LANDASAN KEPUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEBELUM DAN … · Kedua orang tuaku tercinta Bapak Supriyono,S.H dan Ibu Ani Irawati atas segala doa, bimbingan, nasehat,, dukungan, kehangatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

B. Saran

Berdasarkan pada kesimpulan di atas, penulis mengemukakan saran-

saran sebagai berikut:

1. Perlu penelitian dan pengkajian kembali tentang pengaruh teori resepsi

yang diperkenalkan oleh Snouck Hurgronye pada zaman kolonial Belanda

dan pengarunya terhadap eksistensi Peradilan Agama di Indonesia, untuk

melengkapi khazanah keilmuan khususnya di kalangan praktisi hukum dan

pecinta keadilan.

2. Memang terdapat beberapa langkah maju di bidang hukum formil di

Pengadilan Agama. Namun Pengadilan Agama masih harus

memperhatikan hukum proses menurut Islam secara murni.

3. Segenap praktisi hukum, khususnya di Pengadilan Agama, hendaknya bisa

mengeluarkan produk-produk hukum yang benar-benar sesuai dengan

tuntunan hukum Islam, agar keadilan dan kebenaran yang hakiki bisa

diwujudkan.