lampiran summer in seoul - repository.uksw.edu...ia membuka pintu mobil untuk sandy sambil berusaha...

21
70 Lampiran Summer In Seoul Bab Kalimat Bab 1 Karena Sandy tetap tidak bisa menemukan dompetnya, bibi pemilik toko mengizinkannya membayar besok. Sandy mengumpulkan kembali barang-barangnya yang berserakan di meja kasir sambil berkali-kali membungkukkan badan dalam- dalam sebagai tanda terima kasih sekaligus permintaan maaf. Jung Tae-Woo agak bingung mendengar penjelasan Park Hyun- Shik. Pandangannya berpindah-pindah dari sang manajer ke gadis yang berdiri di hadapannya, lalu kembali ke manajernya lagi. Secara sekilas, ia mengamati orang asing yang sekarang ada di ruang tamunya itu: gadis bertubuh kecil dengan rambut dikucir dan tangan menjinjing kantong plastik besar serta tas tangan. Raut wajahnya terlihat kusam, lelah, dan pucat. Gadis itu diam tak bersuara sementara Park Hyun-Shik menjelaskan apa yang sudah terjadi. Bab 2 “Gadis yang kemarin itu, Han Soon-Hee… aku sudah menyelidikinya,” kata Park Hyun-Shik sambil mengulurkan sehelai kertas kepada Tae-Woo. Ia lalu melanjutkan, “Sedang kuliah tahun ketiga dan bekerja sambilan di butik seorang perancang busana. Ibunya orang Indonesia dan ayahnya orang Korea. Ayahnya kepala cabang perusahaan mobil dan ibunya ibu rumah tangga. Dia anak tunggal, lahir di Jakarta dan tinggal di sana sampai usianya sepuluh tahun, lalu karena kontrak kerja ayahnya sudah selesai, mereka sekeluarga pindah ke Seoul. Lima tahun yang lalu orangtuanya pindah kembali ke Jakarta karena ayahnya ditugaskan lagi di sana, sedangkan dia tetap tinggal di Seoul. Latar belakangnya bersih dan sederhana.” Park Hyun-Shik hanya tersenyum dan mengeluarkan sehelai kertas lain dari dalam mapnya lalu mulai membaca, “Menurut orang-orang yang kenal baik dengannya, Han Soon-Hee wanita baik-baik dan bisa dipercaya. Tidak merokok, tidak pernah mabuk-mabukan, tidak memakai obat-obat terlarang, dan tidak punya catatan kriminal apa pun. Jadi aku berani menyimpulkan dia tidak ada sangkut pautnya dengan foto-foto di tabloid itu.” Lalu ia menyodorkan kertas itu. Tae-Woo membuka mata. Gadis berambut sebahu dan bertopi merah memasuki ruangan sambil mendorong rak pakaian beroda. Gadis itu membungkuk hormat. Tae-Woo berdiri dan membungkuk sedikit untuk membalas sapaannya. Tepat pada saat itu ia melihat gadis yang membawakan pakaian tadi sedang duduk di kursi bulat di samping sofa. Topi merahnya

Upload: others

Post on 09-Feb-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 70

    Lampiran Summer In Seoul

    Bab Kalimat

    Bab 1 Karena Sandy tetap tidak bisa menemukan dompetnya,

    bibi pemilik toko mengizinkannya membayar besok. Sandy

    mengumpulkan kembali barang-barangnya yang berserakan di

    meja kasir sambil berkali-kali membungkukkan badan dalam-

    dalam sebagai tanda terima kasih sekaligus permintaan maaf.

    Jung Tae-Woo agak bingung mendengar penjelasan Park Hyun-

    Shik. Pandangannya berpindah-pindah dari sang manajer ke

    gadis yang berdiri di hadapannya, lalu kembali ke manajernya

    lagi. Secara sekilas, ia mengamati orang asing yang sekarang ada

    di ruang tamunya itu: gadis bertubuh kecil dengan rambut

    dikucir dan tangan menjinjing kantong plastik besar serta tas

    tangan. Raut wajahnya terlihat kusam, lelah, dan pucat. Gadis itu

    diam tak bersuara sementara Park Hyun-Shik menjelaskan apa

    yang sudah terjadi.

    Bab 2 “Gadis yang kemarin itu, Han Soon-Hee… aku sudah

    menyelidikinya,” kata Park Hyun-Shik sambil mengulurkan

    sehelai kertas kepada Tae-Woo. Ia lalu melanjutkan, “Sedang

    kuliah tahun ketiga dan bekerja sambilan di butik seorang

    perancang busana. Ibunya orang Indonesia dan ayahnya orang

    Korea. Ayahnya kepala cabang perusahaan mobil dan ibunya ibu

    rumah tangga. Dia anak tunggal, lahir di Jakarta dan tinggal di

    sana sampai usianya sepuluh tahun, lalu karena kontrak kerja

    ayahnya sudah selesai, mereka sekeluarga pindah ke Seoul. Lima

    tahun yang lalu orangtuanya pindah kembali ke Jakarta karena

    ayahnya ditugaskan lagi di sana, sedangkan dia tetap tinggal di

    Seoul. Latar belakangnya bersih dan sederhana.”

    Park Hyun-Shik hanya tersenyum dan mengeluarkan sehelai

    kertas lain dari dalam mapnya lalu mulai membaca, “Menurut

    orang-orang yang kenal baik dengannya, Han Soon-Hee wanita

    baik-baik dan bisa dipercaya. Tidak merokok, tidak pernah

    mabuk-mabukan, tidak memakai obat-obat terlarang, dan tidak

    punya catatan kriminal apa pun. Jadi aku berani menyimpulkan

    dia tidak ada sangkut pautnya dengan foto-foto di tabloid itu.”

    Lalu ia menyodorkan kertas itu.

    Tae-Woo membuka mata. Gadis berambut sebahu dan bertopi

    merah memasuki ruangan sambil mendorong rak pakaian beroda.

    Gadis itu membungkuk hormat. Tae-Woo berdiri dan

    membungkuk sedikit untuk membalas sapaannya.

    Tepat pada saat itu ia melihat gadis yang membawakan pakaian

    tadi sedang duduk di kursi bulat di samping sofa. Topi merahnya

  • 71

    dilepas dan gadis itu sedang menyisir rambutnya yang agak ikal

    dengan jari-jari tangan. Tae-Woo tertegun dan menatap gadis itu.

    Itulah kali pertama ia melihat jelas wajah si gadis sejak ia masuk

    bersama rak pakaian

    3 Jung Tae-Woo terdiam sebentar, lalu berkata, “Malam ini jam

    tujuh kau harus ke rumah Hyun-Shik Hyong. Ada yang ingin

    dibicarakan. Mengerti?”

    Wajah Sandy berubah kesal, tapi ia berkata, “Ya, ya,

    mengerti. Tapi rumahnya di mana?”

    5 Ketika berjalan kembali ke tempat duduknya, Sandy

    melihat Park Hyun-Shik berdiri tidak jauh dari Jung Tae-Woo.

    Park Hyun-Shik juga melihatnya. Sandy membungkukkan badan

    sedikit untuk memberi salam yang dibalas Park Hyun-Shik

    dengan senyuman dan acungan jempol. Pasti paman yang satu itu

    sudah melihat adegan kecil tadi

    7 “Sedang apa kau di sini?” tanyanya tanpa basa-basi.

    Wanita itu berbalik dan agak terkejut melihatnya.

    “Sedang apa kau di sini?” tanya Tae-Woo sekali lagi. Ia

    tidak menyangka bisa bertemu Sandy di sini. Ia menatap Sandy

    tajam dan melihat pipi gadis itu agak memerah.

    “Itu… Paman yang menyuruhku ke sini,” Sandy mencoba

    menjelaskan dengan agak bingung. “Kau tidak tahu? Katanya

    kita akan difoto.”

    Tae-Woo menoleh ke belakang dan melihat kerumunan

    wartawan mulai menghampiri mereka dengan cepat.

    “Tidak,” jawabnya. “Ikut aku.”

    Ia merangkul pundak Sandy dan berjalan

    menjauh ketika kilatan-kilatan lampu blitz kamera

    mulai beraksi dan para wartawan berlomba-lomba mengajukan

    pertanyaan.

    “Jung Tae-Woo, siapa wanita ini?”

    “Apakah dia wanita misterius di

    foto waktu itu?” “Nona! Siapa

    nama Anda?” “Apa hubungan

    kalian berdua?”

    “Apakah Anda bisa memberikan sedikit komentar?”

  • 72

    Tae-Woo hanya mengangkat sebelah tangan dan

    menuntun Sandy ke mobilnya yang diparkir tidak jauh dari sana.

    Ia membuka pintu mobil untuk Sandy sambil berusaha

    menghalangi para wartawan mengambil gambar jelas gadis itu.

    Ia memerhatikan Sandy terus menunduk dan menutupi wajah

    dengan sebelah tangan. Tae-Woo cepat-cepat menutup pintu dan

    berjalan mengelilingi mobilnya ke bagian tempat duduk

    pengemudi. Sebelum masuk ke mobil, ia tersenyum dan

    melambaikan tangan sekali lagi ke arah para wartawan.

    8 “Tidak usah dipikirkan,” kata Tae-Woo pelan. “Kau akan baik-

    baik saja. Percayalah padaku.”

    Aku akan pastikan kau tidak mendapat masalah….

    Mata Sandy tampak menerawang. Ia menarik napas dalam-dalam

    dan mengembuskannya pelan. “Aku tidak tahu,” sahutnya.

    “Banyak sekali yang kupikirkan sampai-sampai aku sendiri

    bingung.”

    “Kau tidak usah khawatir,” kata Jung Tae-Woo dengan

    nada rendah. “Biar aku saja yang menyelesaikan masalah ini.

    Setelah itu kita akan bicara lagi. Kau... kau mau menunggu

    sampai saat itu?”

    ...Siapa sebenarnya Han Soon-Hee? Kekasih Jung Tae-

    Woo atau seseorang yang ingin membalas dendam? ... Han

    Soon-Hee adalah adik penggemar Jung Tae-Woo yang

    meninggal dunia saat jumpa penggemar empat tahun lalu... Apa

    maksudnya mendekati Jung Tae-Woo? ...

    Membalas dendam atas kematian sang kakak... Jung Tae-Woo

    sudah tahu? Atau tidak... Sekadar menebus dosa? ... Rasa

    kasihan...

    .

  • 73

    Lampiran Autumn in Paris

    Bab Kalimat

    1 Élise mengangguk dan berjalan ke meja kerjanya yang

    persis di depan meja tara. “Bukankah kau sudah selesai siaran

    sejak...,” ia melirik jam dinding, “satu setengah jam yang lalu?”

    tanya Élise dengan alis terangkat.

    “Sampai jumpa.” Tara merangkul Sebastien dan

    menempelkan pipinya di pipi Sebastien dengan cepat, setelah

    itu ia melambai kepada Tatsuya dan keluar dari restoran.

    “Ke mana saja kau?” desis Tara sambil mengetuk-

    ngetuk ponselnya dengan kukunya yang dicat oranye.

    2 “‟Menurutku kau sudah minum terlalu banyak,‟ kata

    Hugo pelan, mengalah sedikit. „Aku bisa dipecat kalau kau

    sampai mabuk di sini.‟

    “Gadis itu menatap Hugo dengan mata disipitkan, lalu

    tersenyum lebar. „Aku belum mabuk, Teman,‟ bantahnya.

    Mendadak ia menoleh ke arahku dan berkata, „Monsieur,

    tolong katakan padanya kalau aku belum mabuk.‟

    “Aku mengamati gadis itu. Menurutku ia memang

    sedikit mabuk, tapi ia masih bisa berdiri tegak, ucapannya

    masih jelas, dan pandangannya masih terfokus.

    “Aku berdeham dan berkata pada Hugo,

    „Sepertinya dia belum terlalu mabuk.‟

    “Hugo menopangkan kedua tangan di meja bar dan

    menggeleng-geleng. „Kalau dia sudah memanggilku Hugo,

    artinya dia sudah harus pulang,‟ katanya tegas.

    Tara mengangguk tegas, lalu tersenyum. “Kata

    Sebastien, menjadi penyiar radio memang cocok untukku

    karena aku ini cerewet sekali.”

    3 “Oh, sebenarnya Papa tahu kebiasaan burukmu yang

    tidak mau bangun dari tempat tidur sebelum jam dua belas

    siang di hari Minggu, tapi Papa butuh bantuanmu,” jelas

    ayahnya dengan nada resmi, seakan hendak mengatakan kalau

    Tara akan melakukan tugas mulia bagi negara. “Mobil Papa

    rusak, sedangkan Papa ada janji penting jam setengah sebelas

    nanti. Antarkan Papa, ya?”

  • 74

    5 Tara, ayo!” seru salah seorang rekan kerjanya yang

    sudah berjalan ke pintu, mengikuti beberapa orang lainnya.

    “Katanya kau mau ikut minum bersama.”

    “Gadis ini berbeda. Aku benar-benar suka padanya.”

    Mobil sempat oleng begitu Tara mendengar kata-

    kata Sebastien.

    “Ya Tuhan! Hati-hati, Tara. Kau hampir menabrak

    mobil di sebelahmu!” seru Sebastien memperingatkan.

    7 ...

    “Kepalaku pusing sekali hari ini. Badan juga terasa

    tidak enak. Semua itu karena aku terpaksa menuruti

    permintaannya. Dia membujukku—nyaris memaksa!—

    menemaninya ke Disneyland kemarin. Bukan hanya

    menemaninya ke tempat bermain untuk anak-anak balita itu,

    tetapi juga menemaninya mencoba seluruh permainan

    mengerikan di sana. Kau tahu, kan, jenis permainan yang bisa

    membuat jantung copot, mengobrak-abrik isi perut, dan

    menjungkirbalikkan otak? Dengan rendah hati kuakui aku

    sama sekali tidak tahan dengan permainan seperti itu. Tapi

    harap dicatat, aku tidak mengeluh. Setidaknya sedikit

    pengorbananku itu membuatnya senang.”

    “Ternyata dia bisa memasak! Aku sudah pernah

    mencoba masakannya dan dia hampir sama jagonya denganku.

    Hari ini giliran siapa yang memasak makan malam ya? Dia

    atau aku? Aku lupa. Pokoknya hari ini makan malam di

    tempatnya saja.

    \8 Sebastien meneguk air putih yang disuguhkan sambil

    melirik jam tangannya. Tara sudah terlambat 23 menit, tapi

    Sebastien tidak heran. Ia tidak berharap gadis itu bisa muncul

    tepat waktu, karena itu sama artinya dengan berharap salju

    turun di bulan Juli.

  • 75

    10 Tara mengibaskan tangannya. “Kau terdengar persis

    seperti ibuku. Ibu tidak pernah mengizinkan aku minum sedikit

    pun selama aku tinggal di Jakarta. Membosankan. Padahal aku

    tidak pernah minum sampai mabuk. Aku tahu batasnya.” Ia

    memiringkan kepalanya ke arah Tatsuya dan berkata,

    “Temanku ingin menambah minuman.”

    “Sudah kubilang kau selalu memanggilku dengan nama

    lain begitu kau sudah mabuk. Kau tidak pernah percaya

    padaku,” celoteh Édouard menggebu-gebu. “Sekarang kau

    boleh tanya padanya. Dia dengar sendiri ketika kau tidak mau

    berhenti minum dan terus memanggilku Hugo.”

    17 “Biasanya suaramu sudah terdengar ke mana-mana dan

    kau selalu tidak bisa diam,” desak Élise sambil mencondongkan

    tubuhnya ke depan. Ia semakin khawatir melihat tindak-tanduk

    temannya. “Hari ini kau bahkan tidak bersuara. Ada apa?”

    Tatsuya teringat sifat Tara yang gampang penasaran.

    Kalau gadis itu memang belum tahu yang sebenarnya,

    seharusnya sekarang ini ia sedang berusaha mencari tahu.

    Seharusnya sekarang ini ia sedang merongrong ayahnya, atau

    bahkan Tatsuya. Bukannya menghilang seperti ini. Tatsuya

    sudah menelepon ke stasiun radio dan Élise berkata Tara sudah

    pulang dari tadi. Sama sekali tidak mengatakan apa-apa. Pergi

    begitu saja.

    “B-bagaimana sekarang... P-papa?” gumam Tara di

    sela-sela tangisnya. “Ba-bagaimana sekarang?... Aku harus...

    bagaimana?...” Ia menutup mulutnya dengan sebelah tangan

    untuk menahan tangisnya yang semakin kencang. Belum

    pernah ia menangis sesedih ini. Ini pertama kalinya ia tersedu-

    sedu di luar kendali.

    18 “Aku tidak pernah mendengar putriku menangis seperti

    itu,” kata Jean-Daniel cepat. “Sepertinya dia nyaris histeris.”

    Histeris...? Otak Tatsuya berputar. Tadi ketika ia

    bersama Tara, gadis itu kelihatannya biasa-biasa saja, walaupun

    sedikit pendiam. Ia hanya berpikir Tara sedang punya masalah

    dan nanti perasaannya akan membaik dengan sendirinya. Tetapi

    kalau dipikir-pikir, akhir-akhir ini Tara menghindarinya,

    berubah pendiam, dan sikapnya aneh sekali tadi. Benarkah dia

    sudah tahu?

  • 76

    “Kau sungguh-sungguh mau membiarkannya mabuk?”

    tanya Édouard ketika membawakan tequila sunrise pesanan

    Tara. Tara sudah menghabiskan botol bir pertamanya dan

    sekarang akan memulai botol kedua. “Kalau kau masih ingat,

    dia sudah minum dua gelas tequila sunrise.”

    Sebelum Sebastien sempat menjawab, Tara mengangkat

    sebelah tangannya dan mengibas-ngibas. “Claude, tidak usah

    banyak bicara dan berikan minuman itu,” katanya. Ia meraih

    gelas yang diletakkan Édouard dengan ragu-ragu.

    Édouard memandangi Sebastien dan menghela napas.

    “Dia sudah mabuk. Lagi-lagi dia tidak ingat namaku.”

    20 HARI ini Tara merasa sangat rapuh. Tubuhnya gemetar

    dan ia merasa tidak bertenaga. Hari ini Tatsuya akan pulang ke

    Jepang. Tidak akan kembali ke Paris lagi.

    22 Foto ketiga. Dirinya berada di dapur apartemennya

    sendiri, mengangkat panci dengan dua tangan. Ia kembali

    membalikkan foto itu.

    “Dia pintar memasak...

    epilog Hei, aku sama sekali tidak keberatan menjadi mata-

    mata. Aku tahu kau mencemaskan Tara, sama seperti kami di

    sini. Tapi kau tentu sudah tahu, Tara itu gadis yang kuat. Dia

    pasti bisa bertahan.

  • 77

    Lampiran Winter in tokyo

    Bab Kalimat

    Bab 1 Ishida Keiko mengibaskan rambut panjangnya ke belakang

    agar tidak menghalangi pandangan sementara ia bergegas

    menyusuri jalan kecil dan sepi yang mengarah ke gedung

    apartemennya.

    Ia bekerja di sebuah perpustakaan umum di Shinjuku dan ia

    sangat menyukai pekerjaannya. Sejak kecil ia memang

    sangat gemar membaca buku dan impiannya adalah bekerja

    di perpustakaan, tempat ia bisa membaca buku sepuas

    hatinya, tanpa gangguan, dan tanpa perlu mengeluarkan

    uang.

    “Oneesan tahu aku selalu merasa waswas kalau berjalan

    sendirian di jalan sepi,” kata Keiko. “Dan aku punya alasan

    bagus untuk itu.”

    Keiko mengeluarkan dua buku dari tas tangannya yang

    superbesar. Dua-duanya buku klasik terkenal. “Dua buku ini

    baru masuk hari ini, jadi aku orang pertama yang

    membacanya.”

    Keiko maju selangkah mendekati pintu apartemen 201

    dengan ragu-ragu. Ia menyapu poninya yang terpotong rapi

    dari kening dan menarik napas panjang. Kemudian setelah

    membulatkan tekad, ia menempelkan telinga kanannya ke

    pintu dengan hati-hati. Tidak terdengar apa-apa. Ia memutar

    kepalanya dan kali ini telinga kirinya yang ditempelkan ke

    pintu. Masih tetap sunyi senyap di dalam sana.

    Kemudian ia melihat seorang gadis berambut hitam panjang

    tersungkur di lantai di hadapannya sambil merintih pelan.

    Sepertinya sentakannya membuka pintu membuat gadis itu

    terjatuh.

    Tiba-tiba gadis itu mendongak dan menatap Kazuto. Mata

    gadis itu terbelalak kaget. Sesaat Kazuto merasa gadis itu

    bukan orang Jepang. Mata gadis itu besar dan bulat, tidak

    seperti mata orang Jepang pada umumnya, apalagi tadi gadis

    itu mengatakan sesuatu dalam bahasa yang sudah jelas bukan

    bahasa Jepang. Kazuto bingung. Otaknya masih bekerja lebih

    lambat daripada biasa.

    “Maafkan aku,” gumam Keiko lirih sambil membungkuk

    beberapa kali, lalu melirik Kazuto sekilas dan membungkuk

  • 78

    badan lagi

    Bab 2 KEIKO berdiri di koridor lantai dua gedung perpustakaan

    tempatnya bekerja, di samping mesin penjual kopi yang—

    mengikuti tema bulan Desember—tiba-tiba saja sudah

    dipenuhi hiasan Natal.

    Keiko menoleh ke arah suara wanita yang memanggilnya. Ia

    melihat salah seorang rekan kerjanya melambai ke arahnya.

    Di sampingnya berdiri seorang wanita berambut pirang.

    Orang asing, pikir Keiko langsung. Di perpustakaan itu hanya

    Keiko satu-satunya karyawan yang bisa berbahasa Inggris,

    jadi secara tidak langsung ia yang selalu diminta melayani

    pelanggan asing yang tidak bisa berbahasa Jepang.

    Wajah kami sama persis, hanya gaya rambut kami yang

    berbeda, lalu dia punya tahi lalat kecil di hidung dan dia

    sedikit lebih tinggi dariku. Sifat kami berdua memang tidak

    sama, tapi juga tidak benar-benar bertolak belakang. Kami

    tinggal bersama di sini

    Bab 3 “Aku? Sekarang aku mau membeli bahan makanan,” jawab

    Keiko. “Persediaan di rumah sudah habis.”

    Keiko tahu benar dirinya orang yang mudah bergaul, tapi

    jarang sekali ia bisa langsung merasa akrab dengan

    seseorang. Nishimura Kazuto kelihatannya sangat percaya

    diri dan pandai berbicara. Selama makan siang mereka

    mengobrol banyak. Bersama laki-laki itu membuat Keiko

    menceritakan hal-hal yang sebenarnya tidak terpikir untuk

    diceritakan. Ia bercerita tentang tetangga-tetangga mereka

    juga tentang dirinya sendiri, seperti tentang ibunya yang saat

    ini sedang berada di Jakarta karena kakeknya sedang tidak

    sehat. Kazuto sepertinya tertarik pada semua yang diceritakan

    Keiko.

    Bab 5 “Oneechan! Dengar, aku baru melihat Keiko Oneesan keluar

    dari apartemen Kazuto Oniisan,” Tomoyuki melaporkan

    dengan nada mendesak.

    “Apa?” Haruka mengangkat alis dan melirik jam dinding.

    Jam enam. “Sepagi ini?” Tomoyuki mengerutkan kening dan

    berpikir-pikir. “Oneechan, menurutmu

    mereka...”

    Haruka memukul kepala adiknya. “Jangan berpikir

    sembarangan. Keiko gadis baik-baik.”

  • 79

    “Aku kan tidak bilang apa-apa,” gerutu Tomoyuki sambil

    mengusap-usap kepalanya.

    Bab 6 Keiko sedang membantu Nenek Osawa di dapur ketika

    Haruka menghampirinya dan berbisik dengan nada

    mendesak. Keiko menoleh dan melihat mata tetangganya

    berkilat-kilat penasaran.

    “Apa maksud Oneesan?” gerutu Keiko salah tingkah, lalu

    kembali berkonsentrasi pada tugasnya memotong sayur.

    Sementara para wanita sibuk di dapur, para pria duduk

    mengobrol di ruang duduk. Kakek Osawa sedang bercerita

    tentang masa mudanya dulu ketika ia masih bekerja sebagai

    petugas keamanan di sekolah menengah, salah satu topik

    yang paling disenanginya

    Bab 10 “Ngomong-ngomong kau naik shinkansen11 atau pesawat?

    Ke Kyoto, maksudku,” kata Kazuto ringan. Ia merasa tidak

    perlu membuat Keiko cemas dengan kecurigaannya terhadap

    mobil hitam di belakang sana. Gadis itu pasti akan panik dan

    mulai berpikir yang tidak-tidak.

    Bab 11 “Kenapa melamun sendiri di sini?” Terdengar suara berat

    ayahnya dari belakang. “Kau tidak membantu ibumu

    menyiapkan makan malam?”

    “Ya,” sahut Keiko cepat dan segera bangkit.

    Bab 18 “Dia mencengkeram bahuku dan mendorongku ke dinding,”

    gumam Keiko sambil menunduk. Saat itu Kazuto merasakan

    tangan Keiko yang berada dalam genggamannya gemetar.

    “Dia begitu dekat. Akub isa merasakan... merasakan

    napasnya yang bau mengenai wajahku. Lalu dia mencoba...

    mencoba... Maksudku, tangannya...

    tangannya bergerak terus. Aku sudah berusaha melawan.

    Sungguh. Aku mencoba sebisaku, tapi dia sangat kuat. Dia

    mabuk. Dan... dan... tangannya terus bergerak...” Suara Keiko

    mulai pecah.

    Tapi aku tidak apa-apa,” kata Keiko cepat dan memaksakan

    tawa hambar. “Aku menjerit dan menjerit terus. Untungnya

    tepat pada saat itu ada dua polisi yang berpatroli di sekitar

    sana. Mereka mendengar jeritanku. Pemabuk itu tidak sempat

    melakukan apa-apa selain... selain... menyentuh. Maksudku,

    dia tidak sempat bertindak lebih jauh.”

  • 80

    Keiko mengangguk. Kemudian seakan tersadar bahwa ia

    begitu dekat dengan Kazuto, ia bergerak gelisah dan bergeser

    menjauh sedikit dari Kazuto. “Seperti yang sudah kukatakan

    padamu, aku baik-baik saja dan aku bisa menjaga diri.

    Sungguh.” Ia menatap Kazuto dan tersenyum. “Sebenarnya,

    Kazuto-san, kau tahu benar aku bisa menjaga diri karena aku

    pernah menghajarmu ketika kau baru pindah ke sini. Kukira

    kau penguntit.”

    Bab 21 Kazuto mengerutkan kening. Perlahan ia menarik Keiko ke

    belakang punggungnya.

    “Siapa kalian?” tanya Kazuto kepada orang-orang berpakaian

    serbahitam itu.

    Kazuto tetap memeluk Keiko, menahan Keiko di tanah

    dengan tubuhnya sementara ia menerima setiap pukulan yang

    diarahkan kepadanya. Keiko terisak memanggil namanya,

    tetapi Kazuto tidak menyahut. Kalau bukan karena lengannya

    yang merangkul tubuh Keiko dengan kencang, Keiko pasti

    berpikir laki-laki itu sudah pingsan.

    Salah seorang tukang pukul itu, entah yang mana,

    mencengkeram lengan Keiko dan menariknya dengan kasar

    sampai berdiri. Keiko berusaha melawan, menendang,

    memukul, dan berteriak. Si tukang pukul mengangkat tangan

    dan menamparnya dengan keras. Kepala Keiko tersentak ke

    belakang. Ia bisa merasakan telinganya berdenging kesakitan

    dan ledakan warna menyilaukan terlihat di balik kelopak

    matanya.

    Keiko terbelalak di balik punggung Kazuto dan

    cengkeramannya di lengan Kazuto mengencang. Astaga!

    Orang itu yang dulu menyerang Kazuto. Orang itu... Orang

    itu yang membuat Kazuto hilang ingatan. Dan orang itu...

    orang itu... Oh! Tiba-tiba Keiko terkesiap ketika ia akhirnya

    bisa melihat wajah pria itu dengan lebih jelas di bawah sinar

    lampu pinggir jalan.

  • 81

    Lampiran Spring in London

    Bab Kalimat

    1 Tepat pada saat itu pintu kamar mandi terbuka dengan suara

    keras dan Naomi melesat kembali ke kamar tidurnya, disusul

    dengan suara pintu lemari dibuka dengan gaduh dan gantungan-

    gantungan baju berjatuhan ke lantai.

    Kemudian terdengar bunyi gedebuk keras, disusul suara Naomi

    yang berseru,

    “Aku tidak jatuh! Tenang. Aku tidak jatuh. Aku baik-baik saja.”

    Chris tersenyum lebar. “Tubuhku memang tidak bisa gemuk

    walaupun aku makan banyak. Sedangkan kalian berdua kurus

    kering karena tidak makan.”

    2

    Naomi menunduk menatap tanagn Danny, kemudian ia

    meletakkan cangkir kertasnya di atas meja dan berdiri dari kursi.

    Ia membungkuk sedikit sebelum menjabat tangan Danny—itu

    salah satu kebiasannya sebagai orang Jepang yang tidak bisa

    dihilangkannya—dan bergumam, “Naomi Ishida.”

    Danny pergi menyapa beberapa staf produksi yang sudah

    dikenalnya. Tiba-tiba ia mendengar seseorang berseru

    memanggilnya. Ia menoleh ke arah salah satu tenda dan melihat

    Yoon, penata rias selebriti yang sudah dikenalnya, bersama

    seorang gadis berambut hitam panjang yang belum pernah

    dilihatnya. Nah, gadis itu pasti lawan mainnya. 3 Naomi tersenyum dan mengangguk walaupun rasa lelah

    mulai menjalari tulangnya dan tubuhnya menggigil. Ditambah

    lagi kakinya terasa sakit dalam sepatu bot yang kekecilan. Tentu

    saja ini bukan pertama kalinya ia merasakan semua itu. Sebagai

    model pekerjaannya sangat menuntut waktu dan tenaganya. Ia

    pernah pulang ke rumah pada pukul dua pagi setelah tampil di

    London Fashion Week sepanjang hari dan harus keluar lagi dari

    rumah pada pukul empat pagi untuk acara pemotretan di

    Cornwall. Jadi rasa lelah sama sekali tak asing baginya, malah

    kadang-kadang ia merasa ia membutuhkan perasaan lelah itu.

    Selain bekerja sebagai model, Naomi juga bekerja sebagai editor

    freelance di salah satu majalah fashion populer di Inggris. Ia

    sangat suka dan tahu banyak soal dunia fashion, jadi ketika

    Nakajima Miho, mantan teman seprofesi dan putri pemilik

    majalah itu, meminta bantuannya menulis artikel fashion untuk

    majalahnya, Naomi dengan senang hati menerima pekerjaan itu.

    Bab 5 Danny mengangkat bahu dengan ringan. “Kukira mungkin kau

    bisa menemaniu berkeliling kota setelah syuting berakhir. Aku

    tidak punya teman lain di sini, kecuali sutradara kita, tentu saja,

  • 82

    tapi menurutku dia mungkin lebih suka menghabiskan waktu

    bersama istri dan anaknya daripada bersamaku.”

    “Oh, kurasa tidak,” gumam Naomi cepat—mungkin terlalu

    cepat—sambil menurunit angga ke stasiun kereta bawah tanah.

    Danny bergegas

    menyusulnya. “Kenapa

    tidak?” “Karena aku tidak

    punya waktu.”

    Kedengarannya tidak meyakinkan. Danny semakin

    penasaran. Sepertinya Naomi Ishida tidak menyukainya. Tapi

    kenapa? Danny tidak pernah menganggap dirinya sebagai orang

    yang menjengkelkan. Ia ramah pada siapa saja. Dan ia jelas

    selalu bersikap ramah pada Naomi. Lalu kenapa ia merasa

    seolah-olah Naomi tidak menyukainya? Apakah ia telah

    melakukan sesuatu yang menyinggung perasaan gadis itu?

    Sepertinya tidak.

    Alis Danny terangkat dan ia tersenyum tipis. “Kau tidak

    membenciku, tapi juga tidak suka padaku.” Ia menghela napas

    sejenak, lalu bertanya, “Apakah kau takut padaku?”

    Laki-laki selalu membuat Naomi merasa resah dan gugup. Ia

    tidak pernah merasa nyaman berada di dekat laki-laki. Tidak

    pernah. Yah, sebenarnya bukan

    “tidak pernah”. Tentu saja ia tidak terlahir takut pada laki-laki.

    Hanya saja beberapa tahun terakhir ini, sejak kejadian... kejadian

    itu, ia tidak pernah bisa memandang laki-laki dengan cara yang

    sama lagi. Hanya Chris satu-satunya laki-laki yang dianggapnya

    teman dan satu-satunya laki-laki yang tidak membuatnya merasa

    resah.

    Bab 6 “Hyong, apa pendapat Hyong tentang dia?” tanya Danny

    tiba-tiba.

    “Dia profesional,” sahut Bobby Shin sambil kembali

    membalik-balikkan kertas di pangkuannya. “Punya wajah yang

    cocok untuk video musik ini.”

    Bab 7 “Dia juga model?

    Naomi menggeleng. “Dia bekerja di perpustakaan di Tokyo.”

    “Oh.” Danny sambil mengangguk-angguk. “Dia juga galak

    sepertimu?” Kali ini Naomi menoleh ke arahnya dengan alis

    berkerut. “Aku tidak galak.”

    “Baiklah, baiklah. Kau tidak galak,” sela Danny cepat, lalu

    mengangkat bahu, “hanya sedikit... yah, menakutkan.”

    “Aduh, aku jadi ingin melihatnya,” erang Chris. Tetapi

  • 83

    suaranya dengan segera berubah serius. “Lalu bagaimana dengan

    Naomi? Apakah dia baik-baik saja?”

    “Ya,” sahut Julie. “Kau tahu, aku melihatnya tersenyum,

    bahkan tertawa, bersama laki-laki itu. Sudah lama sekali aku

    tidak melihatnya seperti itu. Itu bagus, bukan?”

    “Ya. Ya, tentu saja,” sahut Chris. Ia terdiam sejenak, lalu

    menambahkan, “Kuharap begitu.”

    Bab 8 “Dia benar-benar sudah berubah, bukan?” tanya Chris lagi.

    “Dia tidak gila kerja seperti dulu,” kata Julie sambil

    mengangguk. “Jadwal kerjanya juga tidak sepadat dulu.”

    “Dan dia makan dengan teratur. Biasnaya dia bahkan hampir

    tidak pernah... oh, aku tidak mau memikirkan dia dulu yang jarak

    makan,” kata Chris gemetar, lalu menyesap tehnya. “Aku jadi

    ingin bertemu dengan orang bernama Danny Jo itu.”

    Bab 10 Danny tersenyum tipis. Naomi bahkan tidak berhasil

    menyingkirkan keraguan dari nada suaranya. Selama Danny

    mengenal Naomi, ia sudah berhasil mengetahui beberapa hal

    tentang diri gadis itu. Pertama, Naomi Ishida selalu bersikap

    waswas di depan laki-laki. Hal ini membuat Danny lega karena

    itu berarti Naomi tidak bersikap gugup dan resah hanya di depan

    Danny. Namun hal itu juga menimbulkan pertanyaan lain:

    Kenapa Naomi enggan berhubungan dengan laki-laki? Walaupun

    hubungan mereka sudah mengalami banyak kemajuan kalau

    dibandingkan dengan pertemuan pertama mereka, Danny merasa

    Naomi masih menahan diri.

    Hal kedua yang disadari Danny adalah Naomi masih tidak

    suka disentuh. Dan sampai sekarang Danny masih belum tahu

    alasannya.

    Bab 11 Danny kembali mengenang pertemuan pertamanya dengan

    Naomi. “Awalnya dia terlihat dingin dan sulit didekati. Tapi

    kalau kau berhasil mendekatinya dan mengenalnya lebih baik,

    kau akan tahu bahwa dia sebenarnya orang yang menarik.

    “Ini aku,” gumam Danny cepat ketika Naomi melompat

    berdiri dan menjauh dari sofa. Ia menatap Danny dengan mata

    terbelalak kaget dan... takut? Jantung Danny mencelos. Astaga,

    itu adalah tatapan yang dulu sering dilihat Danny pada awal

    perkenalan mereka. Tatapan Danny beralih ke tangan Naomi

    yang terkepal di sisi tubuhnya. Alis Danny berkerut samar ketika

    melihat tangan Naomi gemetar.

    Kenapa tangan gadis itu gemetar? “Ini aku,” gumam Danny

    sekali lagi.

  • 84

    Naomi mengerjap satu kali, dua kali, dan Danny melihat

    sinar ketakutan itu menghilang dari mata Naomi. Gadis itu

    tertawa pendek dan berkata ringan, “Tentu saja aku tahu itu kau.”

    Bab 13 “Jadi, Naomi, kau sudah tidak marah padaku?” tanya

    Danny. Suaranya terdengar ragu, sama sekali tidak seperti yang

    dikenal Naomi.

    Naomi mendengus. “Aku tidak marah padamu.”

    Bagaimanapun juga ia tidak mungkin mengakui bahwa ia tidak

    suka dengan kenyataan bahwa Miho menjawab ponsel Danny,

    bahwa Danny ingin mengajak Miho ke suatu tempat, bahwa

    mereka makan malam bersama, bahwa Miho bisa melihat Danny

    sementara Naomi sendiri tidak bisa.

    Bahwa Miho yakin Danny mulai menyukainya.

    Danny terkekeh.

    “Suaramu terdengar

    marah.” “Aku tidak

    marah.”

    Namun saat itu Miho menolak memikirkannya. Sama seperti

    sekarang. Ia sama sekali belum ingin mundur. Danny Jo mungkin

    menyukai Naomi, tapi Naomi belum tentu menyukai Danny.

    Miho mengenal temannya dengan baik. Naomi bukan tipe wanita

    yang mudah didekati. Malah Miho selalu melihat Naomi

    menjauhi laki-laki. Jadi Miho masih memiliki kesempatan.

    Bab 15 Chris dan Julie adalah orang-orang yang tidak pernah

    merasa resah berada di tengah banyak orang, berlawanan dengan

    Naomi. Naomi tidak menyukai pesta. Bahkan bisa dibilang ia

    benci pesta. Tentu saja sebagai model ia harus menghadiri

    berbagai jenis pesta, baik pesta pribadi yang sopan maupun pesta

    yang berisik dan gila-gilaan. Namun Naomi tidak pernah tinggal

    lebih lama dari setengah jam di setiap pesta itu, karena pada

    setengah jam pertama semua orang masih bersikap sopan dan

    suasana pesta masih beradab. Tetapi segalanya akan berubah

    setelah orang-orang menegak minuman keras yang tak pernah

    berhenti disajikan. Dan Naomi selalu menghindari saat itu.

    Ia menoleh ke arah Danny yang berdiri di sampingnya dan

    sedang berbicara dengan salah seorang tamu pesta. Naomi tidak

    meminta Danny menemaninya, tetapi sepertinya Danny

    menyadari kegelisahan Naomi di tengah-tengah orang banyak,

    karena laki-laki ini tidak pernah meninggalkan sisinya sepanjang

    malam itu.

    Tubuh Naomi mulai gemetar sementara ia merasa dirinya

    meluncur kembali ke masa lalu. Ke hari itu, tiga tahun yang lalu.

  • 85

    Hari saat ia merasakan ketakutan terbesar dalam hidupnya. Hari

    yang menghancurkan seluruh hidupnya. Hari saat ia untuk

    pertama kalinya berpikir untuk mengakhiri hidupnya.

    “Kalau kau tidak mengingatku, aku bisa maklum,” pria itu

    melanjutkan sambil menyunggingkan senyum miringnya. “Kau

    tentu lebih mengenal Jo Seung-Ho.”

    Nama itu membuat napas Naomi tercekat dan ketakutan

    besar yang pernah dirasakannya satu kali itu pun kembali

    melandanya.

    “Kau masih ingat padanya, bukan?” desak pria itu sambil

    maju selangkah. “Bagaimanapun juga kalian pernah bersenang-

    senang.”

    “Kau tahu,” lanjut pria itu dengan nada melamun. “Kalau

    kupikir-pikir, kurasa Seung-Ho tidak akan keberatan kalau kau

    menemaniku sebentar.”

    Pria itu mengulurkan tangan menyentuh pipi Naomi dan

    Naomi otomatis menepis tangannya dan mundur selangkah lagi.

    “Tidak,” kata Naomi dengan suara tercekat dan gemetar. Ia

    menatap pria yang kini menghalangi jalan keluar itu dengan

    panik. “Biarkan aku lewat.”

    Naomi berusaha berjalan melewatinya, namun pria itu tiba-

    tiba mencengkeram bahu Naomi dan mendorongnya ke dalam

    bilik penyimpanan jaket. Naomi mendengar jeritan keras ketika

    ia jatuh tersungkur di lantai, lalu menyadari bahwa itu adalah

    suaranya sendiri.

    “Kalau kau bisa menemani Seung-Ho dan adiknya, kau

    tentu juga bisa menemaniku. Sebutkan hargamu.” Naomi

    mendengar pria itu berbicara dengan nada malas yang ditarik-

    tarik. Naomi mendongak dan melihat pria itu sudah masuk ke

    bilik sempit tersebut dan menutup jalan keluar. Tubuhnya mulai

    gemetar dan perasaan ngeri membuat sekujur tubuhnya lumpuh.

    Ia tidak bisa melakukan apa pun selain menatap pria itu dengan

    mata terbelalak ketakutan. Ia sudah bersumpah ia tidak akan

    pernah merasakan ketakutan seperti ini lagi. Ia sudah

    bersumpah...

    Ia harus menjerit. Ia harus menjerit minta tolong. Kenapa

    suaranya tidak mau keluar?

    Sebelum Naomi sempat berpikir, pria itu mulai menarik

  • 86

    jaket Naomi dengan kasar. Naomi memekik dan berusaha

    melepaskan diri, tetapi tangan pria itu langsung membekap

    mulutnya dan menahannya di lantai. Otak dan pandangan Naomi

    berubah gelap. Ia terus menjerit walaupun mulutnya dibekap

    dengan kasar. Ia terus meronta, mencakar, dan menendang

    dengan membabi buta walaupun sepertinya hal itu sama sekali

    tidak berpengaruh.

    Ketika Danny tidak bisa menemukan Naomi di ruang pesta, ia

    memutuskan untuk mencari ke tempat penitipan jaket, melihat

    apakah Naomi sudah pulang atau belum. Tetapi tidak ada orang

    yang terlihat di sana. Ia hampir saja berbalik pergi kalau bukan

    karena mendengar suara aneh di dalam bilik penyimpanan jaket.

    Ketika ia masuk untuk memeriksa, tidak ada satu hal pun di

    dunia yang bisa mempersiapkannya menyaksikan apa yang

    sedang terjadi. Kim Dong-Min sedang menahan Naomi di lantai

    sambil berusaha merobek pakaiannya.

    Bab 17

    Mata Danny menyipit. Tatapannya itu seakan ingin

    mencabik-cabik Dong-Min di tempat. “Ceritakan dari awal,”

    katanya dengan nada rendah dan datar.

    Dong-Min mendesah dan duduk di salah satu kursi di

    dekatnya sambil meringis kefan. Tulang-tulangnya terasa nyeri.

    “Ceritanya tidak panjang. Itu hanya hubungan semalam.”

    Dong-Min menelan ludah. “Aku dan kakakmu pergi ke

    Tokyo untuk membuat film dokumenter, bekerja sama dengan

    salah satu stasiun televisi di Jepang. Suatu hari kami diundang

    menghadiri pesta yang diadakan oleh salah seorang perancang

    busana yang baru saja menggelar fashion show di Tokyo. Gadis

    itu—model bernama Naomi itu—adalah model utamanya.

    Kakakmu langsung terpesona padanya sejak pertama kali

    melihatnya.”

    Danny tidak berkomentar, hanya berdiri bersandar di

    dinding dengan kedua tangan yang masih dijejalkan ke dalam

    saku celana panjangnya.

    Dong-Min memijat-mijat pelipisnya yang mulai berdenyut.

    “Kakakmu berusaha mendekatinya, tapi sepertinya gadis itu tidak

    tertarik.” Dong-Min mengeluarkan suara setengah mendengus,

    setengah terkekeh. “Bayangkan apa yang dirasakan olehJo

    Seung-Ho yang tidak pernah gagal mendekati wanita, ketika ia

    ditolak oleh gadis yang menarik perhatiannya. Kakakmu kesal.

  • 87

    Dan marah. Dan mulai menenggak bergelas-gelas sampanye.

    Dan suasana hatinya memburuk. Dia mulai marah-marah padaku

    tanpa alasan. Kau tentu tahu bagaimana sikap kakakmu kalau dia

    sedang kesal. Bahkan aku yang menjadi sahabat terdekatnya saja

    tidak berani mendekatinya kalau dia sedang begitu.

    “Aku yakin gadis itu hanya berlagak jual mahal. Gadis

    seperti dia pasit sudah sering berhubungan dengan banyak orang.

    Bagaimanapun juga kakakmu pria yang tampan, pintar, dan

    sukses. Gadis mana yang mungkin menolaknya? Lalu kupikir

    kalau saja aku bisa memberi kakakmu sedikit kesempatan berdua

    dengan gadis itu, suasana hati kakakmu pasti akan langsung

    membaik.”

    “Saat itu aku benar-benar merasa ide itu sangat bagus. Aku tidak

    mau dipaksa menghadapi amukan kakakmu. Suasana hatinya

    bisa tetap buruk selama berhari-hari kalau sedang kesal, kau tahu

    itu,” lanjut Dong-Min, mulai terdengar membela diri. “Kebetulan

    sekali pesta itu diadakan di hotel. Jadi aku memesan kamar,

    membawa gadis itu ke sana, menyuruh kakakmu menyusul ke

    sana...”

    “Membawa gadis itu ke sana?” potong Danny tiba-tiba.

    “Bagaimana caranya? Jangan katakan padaku dia dengan senang

    hati mengikutimu.”

    Dong-Min tertawa gugup. Tadinya ia bermaksud melewatkan

    detail kecil itu, tetapi sepertinya Danny tidak akan

    melepaskannya begitu saja. “Eh, kalau soal itu... Kebetulan aku

    membawa... semacam... semacam... pil... yang kucampurkan ke

    dalam minuman gadis itu.” Melihat perubahan ekspresi di wajah

    Danny, Dong-Min buru-buru menambahkan, “Tapi katanya pil

    itu tidak berbahaya. Sungguh. Hanya membuat pusing sedikit.

    Supaya aku bisa membawanya ke kamar tanpa membuat

    keributan.”

    “Pusing sedikit?”

    Butir-butir keringat mulai bermunculan di dahi Dong-Min.

    Sialan, kenapa Danny membuatnya merasa terintimidasi? Anak

    itu lebih muda darinya. Sialan.

    “Yah, mungkin aku salah mengukur takarannya. Gadis itu

    hampir tidak bisa berjalan. Lemas. Tapi aku berhasil

    membawanya ke kamar—aku sama sekali tidak menyentuhnya.

    Sungguh!—lalu aku menghubungi kakakmu.”

    “Dan kakakku datang?”

    “Tentu saja,” sahut Dong-Min sambil mengangkat bahu,

    heran mendengar Danny menanyakan pertanyaan yang

    jawabannya sudah sangat jelas.

  • 88

    Suasana hening sejenak. Lalu ketika Danny berbicara,

    suaranya terdengar aneh.

    “Dan kau meninggalkan kakakku yang mabuk berat bersama

    gadis itu—gadis yang kaubius itu—di dalam kamar?”

    Dong-Min ragu sejenak, lalu mengangguk kaku.

    “Lalu apa yang terjadi?”

    “Apa lagi? Tentu saja hal yang pasti terjadi apabila seorang

    pria berduaan saja dengan seorang wanita di kamar hotel.”

    Kim Dong-Min tersinggung. “Aku sama sekali tidak

    mengada-ada. Kakakmu sendiri meneleponku setelah dia selesai

    dengan gadis itu. Dan bisa kupastikan suasana hatinya jauh

    berubah, seperti yang sudah kuperkirakan. Dia sangat gembira.

    Katanya dia akan pergi dari hotel itu sebelum gadis tersebut

    benar-benar pulih kesadarannya. Katanya dia tidak ingin

    mendapat masalah.”

    “Tidak ingin mendapat masalah?”

    Kim Dong-Min mengangkat bahu. “Kata kakakmu, gadis itu

    masih... eh, belum berpengalaman, jadi dia pasti akan

    menyulitkan kalau sudah benar-benar sadar. Maksudku, pasti

    akan ada banyak sekali air mata dan jeritan yang terlibat. Jadi dia

    lebih memilih pergi sebelum gadis itu mampu bangun. Tentu saja

    kakakmu bermaksud menghubunginya setelah beberapa hari,

    setelah gadis itu lebih tenang. Tapi seperti yang kau tahu,

    keesokan harinya kakakmu mengalami kecelakaan lalu lintas

    sewaktu pulang dari acara minum-minum bersama rekan-rekan

    kerja kami di Jepang.”

    Danny merasa sekujur tubuhnya mati rasa dan sangat berat.

    Seolah-olah ia tidak sanggup berdiri lagi. Ia harus

    mencengkeram lemari kecil di sampingnya. Ia tidak boleh jatuh

    di sini. Otaknya berputar kembali ke saat ia pertama kali bertemu

    dengan Naomi Ishida. Gadis itu pasti sudah tahu sejak awal

    bahwa Danny adalah adik Jo Seung-Ho, orang yang

    menyakitinya. Tidak heran pada awalnya Naomi selalu terlihat

    gugup dan resah di dekatnya. Tidak heran mata hitam besar itu

    selalu memandangnya dengan tatapan takut. Tidak heran gadis

    itu membenci Danny. Tidak heran... tidak heran... Demi Tuhan,

    mengingat apa yang telah dilakukan kakaknya pada Naomi,

    Danny heran gadis itu tidak langsung mencakarnya ketika

    pertama kali melihatnya.

    Apa yang sudah dilakukan kakaknya? Astaga... Ya Tuhan...

    “Kau boleh bertanya pada gadis itu kalau kau tidak percaya

    pada ceritaku,” kata Dong-Min tiba-tiba. “Sudah kubilang aku

    tidak mengada-ada.”

  • 89

    Danny mengangkat wajahnya yang pucat. Matanya menatap

    Dong-Min dengan tajam. Sekujur tubuhnya gemetar menahan

    amarah, menahan dorongan ingin membunuh. “Dan kau,”

    katanya dengan nada rendah dan dingin, “setelah tahu apa yang

    telah dilakukan kakakku pada Naomi, kau masih ingin

    melakukan hal yang sama padanya malam ini.”

    Dong-Min mendecakkan lidah. “Oh, ayolah, Danny. Gadis

    itu bukan lagi gadis lugu. Apa salahnya...

    Bab 18

    “Orangtuaku... Merekalah alasan utama aku tidak pernah berkata

    apa-apa tentang kejadian itu. Seumur hidupku aku belum pernah

    melakukan sesuatu yang membuat mereka terpaksa menanggung

    rasa malu. Mereka bangga pada anak-anak mereka. Mereka

    bangga padaku. Kalau mereka sampai tahu masalah ini... Kalau

    ayahku sampai tahu masalah ini, aku tidak berani

    membayangkan bagaimana perasaannya.”

    “Sebenarnya ada dua hal yang bisa disyukuri dalam

    kejadian ini, kalau kita bisa menyebutnya rasa syukur,” sela

    Naomi, masih memunggungi Danny. “Selama kejadian itu aku

    lemas tak berdaya, nyaris tidak sadarkan diri, sehingga aku tidak

    terlalu kesakitan walaupun aku tahu siapa lelaki itu, dan ingin

    berontak, ingin melawannya. Dan yang kedua, aku tidak hamil.”

    Naomi tidak langsung menjawab, hanya menatap Danny

    tanpa berkedip selama beberapa detik, lalu berkata, “Kau pasti

    merasa jijik padaku.”

    Danny terkejut, sama sekali tidak menyangka akan

    mendengar kata-kata itu.

    “Apa? Tidak. Aku tidak....”

    “Aku juga merasa jijik pada diriku sendiri,” sela Naomi.

    Bab 20 Naomi menggigit bibir dan membenamkan wajah di kedua

    tangannya. Saat ini ia sama sekali tidak punya keyakinan untuk

    menepati janjinya. Dengan adanya skandal itu, bagaimana ia bisa

    tetap bersama Danny? Ia adalah wanita dengan masa lalu yang

    kotor dan rumit, masa lalu yang berhubungan dengan kakak laki-

    laki Danny. Ia hanya akan membuat Danny semakin menderita.

    Ia juga akan membuat keluarga Danny menderita.

    Ia juga hanya akan membuat dirinya sendiri menderita.

  • 90

    Ia mengira ia sudah mengatasi masa lalunya, tetapi ternyata

    ia belum berhasil mengatasi apa-apa. Ia hanya menyembunyikan

    masa lalunya yang gelap itu jauh dalam hatinya. Sama sekali

    tidak mau memikirkannya, tidak pernah berniat menghadapinya.

    Ia selalu menghindar. Selalu. Dan apa akibatnya? Ia membuat

    jarak dengan semua orang. Teman-temannya, Danny Jo, bahkan

    orangtua dan saudara kembarnya.

    Bab 21 Seperti yang dikatakannya tadi, ia butuh waktu untuk

    berpikir. Tentang masa lalu dan masa depannya. Juga tentang

    Danny Jo. Saat ini Naomi benar-benar tidak bisa berdiri di

    hadapan Danny dan menatap matanya tanpa merasa malu. Masa

    lalunya terlalu kotor.