lampiran i. peraturan menteri kehutanan...

29
I-1 LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KESATU PEDOMAN PENYUSUNAN RANCANGAN KEGIATAN GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) merupakan upaya strategis pembangunan nasional. Berdasarkan pengalaman masa lalu penyelenggaraan RHL tidak mampu mengimbangi laju degradasi hutan dan lahan, sehingga perlu dilakukan percepatan melalui program “Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN RHL/Gerhan)”. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai gerakan moral berskala nasional yang terencana dan terpadu, dengan melibatkan berbagai pihak terkait baik pemerintah, badan usaha milik pemerintah/swasta, TNI, maupun masyarakat. Agar kegiatan GN RHL/Gerhan dapat mencapai sasaran sesuai dengan tujuannya, maka diperlukan rencana teknis yang tepat-guna sebagai panduan dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan di lapangan. Sesuai dengan hierarkhi perencanaan teknis RHL, maka dalam penyelenggaraan GN RHL/Gerhan mengacu kepada Rencana RHL 5 Tahun, Rencana Teknik Tahunan dan Rancangan Kegiatan. Untuk kesamaan persepsi para pihak terkait khususnya untuk pelaksanaan kegiatan GN RHL/Gerhan di lapangan tahun 2004 dan selanjutnya, perlu diterbitkan Pedoman Penyusunan Rancangan Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. B. Tujuan Tujuan disusunnya rancangan kegiatan adalah untuk memberikan acuan teknis detil guna pelaksanaan kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan di lapangan agar sesuai dengan kaidah teknis yang tepat guna baik dari aspek fisik, sosial, ekonomi dan budaya wilayah setempat sehingga pelaksanaan kegiatan dapat mencapai sasaran/tujuan yang ditetapkan. C. Sasaran Sasaran penyusunan rancangan kegiatan adalah semua kegiatan fisik – teknis GN RHL/Gerhan, yaitu reboisasi hutan lindung dan hutan produksi, hutan rakyat, rehabilitasi hutan mangrove, penghijauan kota, turus jalan, dan bangunan konservasi tanah.

Upload: nguyenhanh

Post on 31-Jan-2018

218 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-1

LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004

BAGIAN KESATU

PEDOMAN PENYUSUNAN RANCANGAN KEGIATAN GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) merupakan upaya strategis pembangunan nasional. Berdasarkan pengalaman masa lalu penyelenggaraan RHL tidak mampu mengimbangi laju degradasi hutan dan lahan, sehingga perlu dilakukan percepatan melalui program “Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN RHL/Gerhan)”. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai gerakan moral berskala nasional yang terencana dan terpadu, dengan melibatkan berbagai pihak terkait baik pemerintah, badan usaha milik pemerintah/swasta, TNI, maupun masyarakat.

Agar kegiatan GN RHL/Gerhan dapat mencapai sasaran sesuai dengan tujuannya, maka diperlukan rencana teknis yang tepat-guna sebagai panduan dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan di lapangan. Sesuai dengan hierarkhi perencanaan teknis RHL, maka dalam penyelenggaraan GN RHL/Gerhan mengacu kepada Rencana RHL 5 Tahun, Rencana Teknik Tahunan dan Rancangan Kegiatan.

Untuk kesamaan persepsi para pihak terkait khususnya untuk pelaksanaan kegiatan GN RHL/Gerhan di lapangan tahun 2004 dan selanjutnya, perlu diterbitkan Pedoman Penyusunan Rancangan Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

B. Tujuan

Tujuan disusunnya rancangan kegiatan adalah untuk memberikan acuan teknis detil guna pelaksanaan kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan di lapangan agar sesuai dengan kaidah teknis yang tepat guna baik dari aspek fisik, sosial, ekonomi dan budaya wilayah setempat sehingga pelaksanaan kegiatan dapat mencapai sasaran/tujuan yang ditetapkan.

C. Sasaran

Sasaran penyusunan rancangan kegiatan adalah semua kegiatan fisik – teknis GN RHL/Gerhan, yaitu reboisasi hutan lindung dan hutan produksi, hutan rakyat, rehabilitasi hutan mangrove, penghijauan kota, turus jalan, dan bangunan konservasi tanah.

Page 2: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-2

D. Ruang Lingkup

Penyusunan rancangan ini diberlakukan pada kegiatan pembuatan tanaman dan bangunan konservasi tanah GN RHL/Gerhan mulai tahun 2004 dan selanjutnya.

E. Pengertian-Pengertian

1. Rencana RHL 5 Tahun adalah rencana teknik RHL semi detil untuk jangka waktu 5 tahun yang disusun berdasar unit perencanaan DAS di seluruh wilayah kerja BP DAS, dengan kedalaman analisis tingkat sub DAS. Rencana RHL 5 tahun memuat a.l. kondisi wilayah dan sasaran RHL yang diindikasikan dari kekritisan lahan wilayah DAS.

2. Rencana Teknis Tahunan adalah rencana indikatif yang menunjukkan lokasi, jenis dan volume kegiatan tahunan pada wilayah DAS, Kabupaten/Kota, sebagai acuan dalam penyusunan rancangan kegiatan.

3. Rancangan Teknis (Rancangan) Kegiatan adalah design lapangan/pola kegiatan teknis rinci (bestek) dari setiap kegiatan yang meliputi rancangan kegiatan fisik yang menggambarkan pembuatan tanaman dan bangunan konservasi tanah serta rancangan anggarannya.

Page 3: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-3

BAB II SISTEM PERENCANAAN

A. Hirarkhi Perencanaan

Pelaksanaan GN RHL/Gerhan didasarkan pada Rencana Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) tingkat Nasional. Rencana kegiatan ini meliputi Rencana Umum RHL, Rencana Lima Tahunan RHL, dan Rencana Tahunan RHL.

Sebagai dasar pelaksanaan kegiatan di lapangan, baik vegetatif (tanam menanam) maupun pembuatan bangunan konservasi tanah disusun rencana teknis, yang bersifat operasional yang meliputi Rencana Teknik Tahunan (RTT) dan Rancangan Teknis (Rancangan) Kegiatan.

B. Rencana Teknis Tahunan (RTT)

1. RTT kegiatan GN RHL/Gerhan disusun dan dipersiapkan oleh Kepala Dinas yang mengurusi Kehutanan Kabupaten/ Kota setempat mengacu kepada Rencana RHL 5 tahun DAS dan memperhatikan acuan lain yang relevan.

2. RTT GN RHL/Gerhan merupakan rencana fisik pembuatan tanaman (reboisasi dan penghijauan) dan bangunan konservasi tanah setiap tahun pada satu atau lebih DAS yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota.

3. RTT GN RHL/Gerhan memuat antara lain tentang letak dalam wilayah Kabupaten/Kota, DAS/Sub DAS, luas lahan kritis, lokasi dan luas kegiatan, jenis kegiatan, kondisi fisik lapangan, pola perlakuan, sarana prasarana, jenis tanaman dan jumlah bibit per kegiatan/Ha.

4. Untuk kegiatan tertentu yang memerlukan kecermatan dan variasi perlakuan misalnya pada bangunan konservasi tanah perlu dilengkapi sasaran untuk tipe bangunannya.

5. RTT dilengkapi peta kerja dengan skala 1 : 20.000 – 25.000 yang merupakan jabaran dari peta Rencana RHL 5 tahun.

Format Rencana Teknik Tahunan :

Tabel 1. Lokasi dan Luas Lahan Kritis

Luas Lahan Kritis (Ha) Dalam Kawasan Hutan No Kab./Kota/Kec. DAS/SUB DAS

KPA HL HP Jml. Luar

Kws Ht Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jumlah

Page 4: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-4

Tabel 2. RTT Kegiatan Penanaman GN RHL/Gerhan

Kegiatan No Kab./Kota/

Kec. DAS/Sub

DAS

Fungsi Hutan/ Lahan

Kondisi Fisik Lap. Jenis

Keg. Luas (Ha)

Jenis Tan

Jml bibit

Keter.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 A X1 HL - ………..

- ……….. - ………..

……………

……….. ………………………………

………………………………

……………………………………..

HP - ……….. - ……….. - ………..

……………

……….. ………………………………

………………………………

……………………………………..

APL - ……….. - ……….. - ………..

……………

……….. ………………………………

………………………………

……………………………………..

X2 - ……….. - ……….. - ………..

……………

……….. ………………………………

………………………………

……………………………………..

- ……….. - ……….. - ………..

……………

……….. ………………………………

………………………………

……………………………………..

Jumlah (1) ………… …………

2 B Y1 - ……….. - ……….. - ………..

……………

……….. ………………………………

………………………………

……………………………………..

- ……….. - ……….. - ………..

……………

……….. ………………………………

………………………………

……………………………………..

Jumlah (2) ………… …………

Total ………… …………

Keterangan pengisian kolom :

Kolom 1 : Nomor urut

Kolom 2 : Wilayah administratif

Kolom 3 : Wilayah Daerah Aliran Sungai/Sub Daerah Aliran Sungai

Kolom 4 : Jenis fungsi hutan atau APL berdasarkan paduserasi peta TGHK dan RTRW lokasi rencana dilaksanakannya kegiatan.

Kolom 5 : Penutupan lahan, tingkat kekritisan, topografi.

Kolom 6 : Jenis kegiatan (reboisasi, Hutan Rakyat, penghijauan kota, dsb)

Kolom 7 : Luas kegiatan penanaman

Kolom 8 : Jenis tanaman (kayu-kayuan, MPTS, TUL, endemik)

Kolom 9 : Jumlah bibit yang diperlukan

Kolom 10 : Cantumkan hal-hal yang diperlukan a.l. kebutuhan sarana dan prasarana

Page 5: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-5

Tabel 3. RTT Kegiatan Pembuatan Bangunan Konservasi Tanah GN RHL/Gerhan

Bangunan Konservasi Tanah No. Kab/Kota/

Kec DAS/Sub

DAS

Fungsi Hutan/ Lahan

Kondisi Fisik Lap Jenis

Bang. Jumlah

Unit Kapasitas

Keterangan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 A X1 HL - ………..

- ……….. …………… ……….. ……………

…………… …………………………………….

HP - ……….. - ………..

…………… ……….. …………………………

…………………………………….

APL - ……….. - ………..

…………… ……….. …………………………

…………………………………….

X2 - ……….. - ………..

…………… ……….. …………………………

…………………………………….

- ……….. - ………..

…………… ……….. …………………………

…………………………………….

- ……….. - ………..

…………… ……….. …………………………

…………………………………….

Jumlah (1) …………

2 B Y1 - ……….. - ………..

…………… ……….. …………………………

…………………………………….

- ……….. - ………..

…………… ……….. …………………………

…………………………………….

- ……….. - ………..

…………… ……….. …………………………

…………………………………….

Jumlah (2) …………

Total …………

Keterangan pengisian kolom :

Kolom 1 : Nomor urut

Kolom 2 : Wilayah administratif

Kolom 3 : Wilayah Daerah Aliran Sungai/Sub Daerah Aliran Sungai

Kolom 4 : Jenis fungsi hutan atau APL berdasarkan paduserasi peta TGHK dan RTRW lokasi rencana dilaksanakannya kegiatan.

Kolom 5 : Penutupan lahan, tingkat kekritisan, topografi.

Kolom 6 : Jenis bangunan konservasi tanah (DPn, DPi, Gully plug, dsb)

Kolom 7 : Jumlah bangunan konservasi per jenis

Kolom 8 : Kapasitas (luas genangan, volume bangunan, daya tampung sumur, dsb)

Kolom 9 : Cantumkan hal-hal yang diperlukan a.l. kebutuhan sarana dan prasarana

Page 6: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-6

C. Rancangan Teknis

1. Jenis dan Muatan Rancangan

a. Rancangan dibuat untuk setiap jenis kegiatan, yaitu pembuatan tanaman reboisasi hutan lindung dan hutan produksi, rehabilitasi hutan mangrove, hutan rakyat, penghijauan kota, turus jalan dan bangunan konservasi tanah.

b. Rancangan kegiatan memuat rancangan kegiatan fisik dan rancangan biaya, dituangkan dalam buku rancangan dan dilampiri dengan peta rancangan dan peta situasi.

c. Muatan Penunjang.

Dalam rancangan dapat dikembangkan untuk melengkapi acuan operasional lapangan antara lain organisasi pengelola, pengelolaan partisipatif, peserta dan hubungan tata kerja para pihak terkait.

2. Rancangan kegiatan fisik menguraikan secara rinci mengenai :

a. Lokasi, yaitu Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan/KPH/RPH, desa/kelurahan, DAS, register kawasan hutan, status kawasan, blok, petak dan anak petak yang dituangkan dalam risalah lapangan dan peta situasi (skala 1:250.000 - 1:100.000).

b. Uraian kegiatan, meliputi jenis kegiatan, risalah fisik lapangan, target luas, cara pembuatan, volume/jumlah dan jenis tanaman/bangunan, input fisik (saprodi), bahan, peralatan kerja, pemeliharaan tanaman, sarana-prasarana kerja (gubug kerja, jalan hutan/inspeksi) tenaga kerja, pelaksana kegiatan dan jadwal waktu, pola sesuai dengan kondisi lapangan.

c. Peta rancangan memuat situasi lapangan, batas luar dan batas petak/anak petak, bangunan alam, tata-letak tanaman (tegakan sisa dan yang akan ditanam baru), jalan masuk (rintisan) dan titik ikat, jalan hutan/inspeksi, letak gubuk kerja dll. Skala peta 1:1.000-1:10.000 sesuai kondisi lapangan agar dapat dioperasionalkan sebagai acuan pelaksanaan di lapangan.

d. Khusus untuk peta rancangan bangunan konservasi tanah merupakan rancangan bangunan konservasi tanah (bestek) dengan skala 1:100 – 1:1.000.

3. Rancangan Anggaran Biaya (RAB)

RAB ini memuat uraian secara rinci mengenai kebutuhan biaya per jenis pekerjaan dan jumlah biaya keseluruhan yang didasarkan pada rancangan fisik dan harga satuan dari setiap komponen pekerjaan. Dalam penyusunan RAB perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Page 7: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-7

a. Dana Bantuan yang tersedia untuk kegiatan prioritas,

b. Kebutuan bahan sejauh mungkin menggunakan bahan lokal.

c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional dan wajar (sesuai HSPK yang berlaku).

d. Memperhatikan sumber dana partisipatif desa yang bersangkutan

4. Organisasi Pelaksanaan

Secara umum, organisasi pelaksanaan pembuatan rancangan kegiatan GN RHL/Gerhan meliputi Penyusun, Penilai dan Pengesah Rancangan.

a. Rancangan pembuatan tanaman reboisasi hutan lindung dan hutan produksi, rancangan pembuatan tanaman rehabilitasi hutan mangrove, rancangan pembuatan tanaman hutan rakyat, rancangan pembuatan tanaman penghijauan kota dan rancangan pembuatan bangunan konservasi tanah disusun oleh Kepala Sub Dinas yang mengurusi Kehutanan Kabupaten/Kota selaku Atasan Langsung Atasan Langsung Bendaharawan (ALB), dinilai oleh Kepala BP DAS dan disahkan oleh Kepala Dinas yang mengurusi Kehutanan Kabupaten/Kota setempat.

b. Rancangan pembuatan tanaman turus jalan (negara) disusun oleh Kepala Sub Dinas yang mengurusi Kehutanan Propinsi (Atasan Langsung ALB) atas hasil konsultasi dengan Kepala Perwakilan Proyek Jalan Pantura (untuk wilayah Jawa) atau Dinas Kimpraswil di Propinsi yang bersangkutan, dinilai oleh Kepala BP DAS setempat (apabila sasaran lokasi dalam rancangan tersebut mencakup lebih dari 1 wilayah kerja Balai Pengelolaan DAS, maka BPDAS yang bersangkutan melakukan penilaian rancangan secara bersama-sama), dan disahkan Kepala Dinas yang mengurusi Kehutanan Propinsi.

5. Waktu penyusunan rancangan

Rancangan disusun pada tahun sebelum pelaksanaan (T-1), namun dalam kondisi tertentu, penyusunan rancangan dapat disusun pada tahun berjalan (T-0).

6. Tahapan Penyusunan Rancangan.

a. Orientasi lapangan

b. Penyiapan bahan dan rencana kerja

c. Pengumpulan data bio-fisik melalui pengamatan dan pengukuran lapangan

d. Pengumpulan data sosial-ekonomi melalui wawancara dan data sekunder.

e. Pengolahan dan analisa data

f. Pengukuran kembali dan pemasangan patok batas.

g. Penyusunan naskah

h. Pembuatan peta rancangan dan gambar rancangan.

Page 8: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-8

7. Format rancangan secara umum sebagai berikut:

a. Judul : RANCANGAN …. (kegiatan yang sesuai) ….

GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TAHUN …………………… Lokasi : ……………………… Luas : ……………………… Desa/Kelurahan/RPH : ……………………… Kecamatan/BKPH : ……………………… Kabupaten/Kota/KPH : ……………………… Propinsi : ……………………… DAS : ………………………

b. Format :

1) Bentuk : Buku, ukuran A4/folio, memanjang (landscape)

2) Warna sampul : Orange, kertas buffalo

3) Penyajian : Uraian, tabel/daftar, diagram, gambar bagan/pola tanam, gambar konstruksi, peta rancangan, peta lokasi/peta situasi

c. Muatan : Rancangan Fisik dan Rancangan Biaya (RAB)

d. Kerangka Isi :

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Maksud dan Tujuan

II. RISALAH UMUM

A. Biofisik

1. Letak dan Luas

2. Penggunaan dan Status Lahan

3. Jenis dan Kesuburan Tanah

4. Type Iklim dan Curah Hujan

5. Ketinggian Tempat dan Topografi

6. Vegetasi

7. Zona Mangrove dan Salinitas (khusus rehabilitasi mangrove)

Page 9: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-9

B. Sosial Ekonomi

1. Demografi

2. Mata pencaharian

3. Tenaga kerja

4. Kelembagaan Masyarakat

5. Sosial Budaya (teknologi lokal, dll)

III. RANCANGAN TEKNIS DAN BIAYA

A. Penggunaan Lahan

B. Pola Tanam/Bangunan Konservasi Tanah

C. Sarana dan Prasarana

D. Kebutuhan dan Jenis Bibit

E. Kebutuhan Bahan dan Peralatan

F. Kebutuhan Tenaga Kerja

G. Kebutuhan Biaya

H. Jadwal Pelaksanaan

IV. RANCANGAN KELEMBAGAAN

A. Kelembagaan Kelompok (bentuk organisasi, jumlah anggota, pembagian tugas, peran dan tanggung jawab, administrasi kelompok, dll)

B. Kelembagaan Usaha (sistem usaha, sistem pemasaran, permodalan dll)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Ø Gambar/design konstruksi

Ø Peta rancangan.

8. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan penyusunan rancangan teknik adalah berupa buku rancangan telah ditetapkan dan disahkan oleh yang berwenang, diperbanyak sesuai kebutuhan, yang dikirim antara lain kepada :

a. Bupati/Walikota cq. Kepala Dinas yang mengurusi Kehutanansetempat,

b. Balai Pengelolaan DAS setempat,

c. Instansi Pelaksana kegiatan yang bersangkutan,

d. Pemimpin Pelaksana Lapangan

e. Kelompok Tani kegiatan yang bersangkutan,

f. Arsip.

Page 10: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-10

9. Perubahan dalam Rancangan.

Perubahan rancangan dapat dilakukan sesuai prosedur penyusunan rancangan, dan merupakan dokumen yang tidak terpisahkan dengan rancangan semula sesuai dengan bidang/kegiatannya

Page 11: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-11

BAB III RANCANGAN KEGIATAN PEMBUATAN TANAMAN REBOISASI HUTAN LINDUNG DAN

HUTAN PRODUKSI

A. Prosedur Pelaksanaan

1. Penetapan Calon Lokasi

a. Sebelum rancangan disusun, terlebih dahulu dilakukan pemantapan calon lokasi tersebut yang dilaksanakan oleh Dinas terkait dan BP DAS setempat, sebagaimana tertuang dalam RTT. Sasaran lokasi reboisasi adalah kawasan hutan terdegradasi/terbuka diutamakan di wilayah hulu DAS yang tidak dapat berfungsi secara optimal dalam berproduksi dan perlindungan DAS. Lokasi definitif ditetapkan oleh Kepala Dinas yang mengurusi Kehutanan Kabupaten/Kota dan BP DAS setempat.

b. Lokasi yang telah definitif, dilakukan prakondisi terhadap masyarakat setempat. Khusus untuk reboisasi yang remote dilakukan sosialisasi kepada calon pelaksana kerjasama.

2. Penataan Areal

Tujuan pekerjaan ini adalah untuk menentukan batas areal, luas, batas blok, petak dan anak petak, serta mengindentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan penguasaan lahan.

Kegiatan penataan areal terdiri dari kegiatan :

a. Pengumpulan data dan informasi lapangan (biofisik-sosek), yang dituangkan dalam risalah umum.

b. Pengukuran, penataan dan pemancangan patok batas luar, batas blok, petak dan anak petak yang dituangkan dalam peta rancangan dengan polygon tertutup.

c. Penataan pola tanaman, tata letak dan jarak tanam dalam kaitannya dengan teknis konservasi dan tegakan yang ada di lapangan.

d. Pembuatan sket lapangan (tanpa skala), buku ukur dan peta rancangan skala 1:1.000 s/d 1:10.000 sesuai kegiatan dan operasional pelaksanaan.

e. Pengukuran batas petak

1) Satuan blok tanaman (200 Ha) terbagi kedalam petak (25 Ha) dan anak petak menurut kondisi hamparan.

2) Batas petak dapat menggunakan batas alam seperti alur-alur, anak sungai, jalan setapak dan patok bambu/kayu dan lain-lain yang sifatnya relatif permanen.

Page 12: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-12

3. Informasi Bio-Fisik Sosial-Ekonomi.

Informasi ini ditujukan untuk memperoleh keseuaian tanaman, pola kerja, tata waktu dan tata – norma kehidupan masyarakat sekitar calon lokasi, sehingga dapat diperoleh rancangan, pelaksana dan sistem pelaksanaan yang sesuai. Informasi ini antara lain :

a. Bio-Fisik, meliputi situasi lapangan a.l. topografi, curah hujan/musim tanam, tanah/lahan, jenis tanaman, sarana prasarana, pola tanam setempat.

b. Sosial-ekonomi, a.l. Demografi, hak kepemilikan lahan/tanaman/pohon, budaya kerja, adat-Istiadat , Organisasi Sosial, keadaan harga, sarana prasarana, termasuk transportasi dan komunikasi.

4. Pengolahan dan Analisa Data

Berdasarkan hasil survei, dilakukan tabulasi, sortasi dan validasi informasi sebagai bahan untuk penyusunan rancangan. Pola tanam dirancang sesuai dengan kaidah teknis RHL dan teknik konservasi tanah.

5. Rencana Anggaran Biaya (RAB)

a. Sesuai dengan analisa rencana pekerjaan/komponen kegiatan yang dihasilkan atas hasil survey dan pengolahan data, maka dilakukan analisa kebutuhan dan peralatan per komponen pekerjaan.

b. Berdasarkan analisa rencana pekerjaan dihitung kebutuhan tenaga kerja, kemudian berdasarkan survey sosial dan ekonomi dilakukan analisa untuk menentukan ketersediaan tenaga kerja dari desa sekitar dan pemenuhan tenaga kerja yang dibutuhkan.

c. Berdasarkan butir a dan b tersebut diatas, dibuat analisa kebutuhan (bahan, peralatan dan tenaga kerja) dan harga pasar yang wajar, disajikan dalam Rencana Anggaran Biaya per komponen kegiatan.

6. Pembuatan Gambar dan Peta

Hasil pengumpulan data, sket lapangan dan buku ukur, dilakukan pengolahan dan analisa data dan dituangkan dalam gambar dan peta.

a. Peta situasi skala 1 : 100.000 – 1 : 250.000 yang menunjukkan situasi dan letak lokasi kegiatan pada wilayah DAS, Kabupaten/Kota.

b. Peta rancangan yang menggambarkan peta kerja dengan memuat batas-batas blok, petak, rencana jalan inspeksi, rencana tanaman, dengan skala 1 : 1.000 – 1 : 10.000

c. Peta rancangan dibuat sesuai dengan kaidah perpetaan dengan inzet lokasi dan ruang penilaian dan pengesahan peta.

d. Gambar/bestek yang perlu dibuat adalah : 1) Gubuk Kerja 2) Papan nama 3) Tata ruang/tata letak pertanaman (pola tanam)

Page 13: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-13

B. Hasil Kegiatan.

Hasil kegiatan pembuatan rancangan adalah buku rancangan pembuatan tanaman reboisasi hutan lindung dan hutan produksi, yang telah dinilai oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS setempat dan disahkan oleh Kepala Dinas yang mengurusi Kehutanan Kabupaten/Kota.

Page 14: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-14

BAB IV RANCANGAN KEGIATAN REHABILITASI HUTAN MANGROVE

A. Prosedur Pelaksanaan.

1. Pemilihan Lokasi

Dalam menentukan lokasi kegiatan rehabilitasi hutan mangrove, perlu mempertimbangkan aspek teknis dan sosial ekonomi sebagai berikut :

a. Aspek Teknis

1) Kawasan hutan mangrove yang dicirikan oleh :

a) Tidak berfungsi sebagai habitat biota laut

b) Hutan mangrove yang mengalami degradasi (rusak) yang dicirikan oleh tumbuhnya berbagai jenis semak seperti warakas (Achrosticum aurum) dan jerujen (Acanthus ilicefelius)

c) Ada/potensial terjadi abrasi

2) Daerah pantai yang berfungsi lindung yang memenuhi persyaratan biofisik untuk pertumbuhan mangrove

a) Kondisi dan type tanah yaitu berlumpur, sedikit berpasir dan dipengaruhi pasang surut air laut

b) Salinitas antara 10 - 30 per mil, tetapi juga harus diperhatikan iklim, kondisi pasang surut karena akan menyebabkan kadar tinggi rendahnya salinitas

c) Ketahanan jenis mangrove terhadap pasang surut

3) Kawasan pantai berhutan mangrove dengan lebar minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat (sesuai PP Nomor 47 tahun 1997)

4) Luas lokasi sasaran penyusunan rancangan rehabilitai hutan mangrove minimal 10 ha dalam satu hamparan yang kompak.

b. Aspek Sosial ekonomi

1) Adanya ketergantungan masyarakat terhadap keberadaan hutan mangrove sebagai mata pencaharian

2) Adanya ketergantungan berkembangannya pola usahatani perikanan (laut)

2. Prakondisi

Petani nelayan/tambak yang akan terlibat dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove, diprakondisikan terlebih dahulu melalui sosialisasi/penyuluhan untuk menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan mangrove

Page 15: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-15

3. Pengumpulan data biofisik dan sosial ekonomi serta analisa data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh melalui wawancara dengan responden atau sumber data atau dengan mendatangi langsung obyek yang akan diambil datanya. Data sekunder dapat diperoleh melalui pencatatan data-data yang resmi (hasil laporan, penelitian dan lain-lain).

Jenis data yang dikumpulkan berupa data biofisik (letak dan luas, status lahan, tanah, salinitas, jenis tanaman, iklim dan zone hutan mangrove) dan data sosial ekonomi (demografi, mata pencaharian dan pendapatan, tenaga kerja dan rekayasa sosial) kemudian diolah dan dianlisa untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam penyusunan rancangan.

4. Pengukuran lahan, rancangan perlakuan dan pemetaan

a. Pengukuran dan pemetaan batas luar seperti batas lokasi, zonasi dan pemilikan lahan

b. Rancangan Perlakuan

Pola tanam yang dapat diterapkan yaitu sistem penanaman murni dan sistim tumpang sari tambak.

1) Sistim penananam murni yaitu penanaman dengan menggunakan satu jenis tanaman atau lebih pada lokasi tertentu yang ditujukan untuk perlindungan atau produksi kayu.

Tahapan pekerjaan system penananan murni :

a) Persiapan lapangan

(1) Pembuatan jalur tanam (melintang terhadap arah pasang surut)

(2) Pemasangan ajir, pembuatan gubug kerja dan papan pengenal

b) Pengangkutan bibit

c) Penanaman

2) Sistim tumpang sari tambak (Sylvofishery) yaitu pembuatan tanaman pokok (mangrove) yang digabungkan dengan usaha perikanan. Sistim ini biasanya dilaksanakan pada daerah yang ketergantungan masyarakat terhadap keberadaan hutan mangrove sebagai mata pencaharian cukup tinggi dan yang potensial untuk berkembangannya pola usahatani perikanan (laut)

3) Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sistem tumpang tambak :

a) Untuk penentuan lokasi diperlukan data mengenai kemungkinan genangan pasang surut tertinggi, kesuburan tanah, salinitas dan ketersediaan tenaga kerja

b) Tambak dibuat sesuai dengan gambar rancangan (bestek)

Page 16: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-16

c) Pengaturan pemasukan air pasang surut ke dalam tambak melalui pintu air, harus dilakukan setiap hari dan diusahakan setiap lantai hutan yang ada tanamannya dapat digenangi air pasang secara periodik.

4) Jangka waktu tumpang sari adalah lima tahun atau disesuaikan dengan masa permudaan hutan mangrove

5) Penggarap tambak diwajibkan memelihara tanaman dalam jangka waktu tersebut

c. Pemetaan.

Peta yang disajikan meliputi peta situasi skala 1 : 100.000 dan peta rancangan (peta kerja ) skala 1 : 5000 – 1 : 10.000 yang memuat jenis perlakuan, rancangan blok, petak tanaman dan letak tanaman.

5. Pembuatan Buku Rancangan

Seluruh hasil kegiatan perancangan disusun dalam buku rancangan yang memuat dan merinci sebagai berikut :

a. Lokasi rencana rehabilitasi hutan mangrove, mencakup lokasi, letak/tapak dan luas kegiatan yang dituangkan dalam risalah lapangan.

b. Rincian kegiatan dan biaya yang diperlukan untuk kegiatan penyiapan lahan, penyediaan bibit, penataaan batas, ajir, penanaman, pemeliharaan ( tahun berjalan, tahun I dan tahun II) serta pengadaan sarana dan prasarana.

c. Kebutuhan bahan dan tenaga

d. Rekayasa sosial

e. Jadwal kegiatan

B. Hasil Kegiatan.

Hasil kegiatan pembuatan rancangan adalah buku rancangan rehabilitasi hutan mangrove, yang telah dinilai oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS setempat dan disahkan oleh Kepala Dinas yang mengurusi Kehutanan Kabupaten/Kota.

Page 17: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-17

BAB V RANCANGAN PEMBUATAN TANAMAN PENGHIJAUAN KOTA

A. Prosedur Pelaksanaan

1. Pemilihan lokasi

Lokasi yang direncanakan untuk pembuatan tanaman penghijauan kota :

a. Merupakan bagian dari ruang terbuka hijau sesuai peruntukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP)

b. Luas minimal 0.25 ha dalam satu hamparan yang kompak (hamparan yang menyatu dengan), dengan pertimbangan teknis bahwa pohon-pohon yang tumbuh dapat menciptakan iklim mikro

c. berada pada tanah negara atau tanah hak.

Penentuan lokasi dan luas didasarkan pada :

1) Luas wilayah

2) Jumlah penduduk

3) Tingkat polusi

4) Kondisi fisik kota

2. Dalam proses perancangan penghijauan kota diarahkan kepada perancangan hutan kota (PP Nomor 63 Tahun 2002).

3. Rancangan pembuatan tanaman penghijauan kota disusun berdasarkan kajian :

a. Aspek biofisik, yaitu memperhatikan kesiapan lahan, jenis tanaman, bibit, dan teknologi.

b. Aspek ekologis, yaitu memperhatikan keserasian hubungan manusia dengan lingkungan alam kota.

c. Aspek ekonomis, yaitu berkaitan dengan biaya dan manfaat yang dihasilkan.

d. Aspek sosial dan budaya setempat yaitu memperhatikan nilai dan norma sosial serta budaya setempat.

4. Pembuatan tanaman penghijauan kota diarahkan pada bentuk yang kompak, yaitu yang dibangun dalam satu kesatuan lahan/hamparan.

5. Selain itu bentuk penghijauan kota dapat disesuaikan dengan karakteristik lahan, yaitu bentuk jalur (tanaman ditanam memanjang yang terdiri dari 3-5 baris tanaman) antara lain berupa jalur peneduh jalan raya, jalur hijau di tepi jalan kereta api, sempadan sungai dan sempadan pantai.

Page 18: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-18

6. Penentuan tipe penghijauan kota sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam RTRWP dan diatur tersendiri dalam Pedoman Pembuatan Tanaman Penghijauan Kota.

7. Rancangan penghijauan kota disusun dalam satu kecamatan dengan luas hamparan kelompok tanaman minimal 0,25 ha.

8. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui pencatatan data-data yang resmi (hasil laporan, penelitian, dll). Jenis data yang dikumpulkan meliputi : rencana pembangunan wilayah (RTRWP), data biofisik (letak, topografi, tanah, iklim, dll).

Data selanjutnya diolah dan dan dianalisa untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam penyusunan rancangan.

9. Pengukuran dan pemetaan

a. Pengukuran antara lain : batas lokasi, desain fisik serta tata letaknya.

b. Pemetaan meliputi peta situasi dan peta rancangan.

1) Peta rancangan memuat : batas areal, desain fisik dan tata tanaman (jenis dan letak tanaman). Peta rancangan dibuat dengan skala 1 : 1.000 – 1 : 10.000.

2) Sedangkan peta lokasi/situasi, memuat lokasi sasaran pembuatan tanaman penghijauan kota dalam peta administratif pemerintahan kabupaten/kota dengan skala 1 : 100.000 – 1 : 200.000.

10. Pembuatan Buku Rancangan

Rancangan Pembuatan Tanaman Penghijauan Kota memuat :

a. Lokasi pembuatan tanaman penghijauan kota, yang meliputi letak (kabupaten/kota) dan luas pembuatan tanaman.

b. Rincian kegiatan dan biaya untuk kegiatan persiapan, pembuatan tanaman, dan pemeliharaan (tahun berjalan, tahun I dan II).

c. Peta rancangan dan peta situasi.

d. Komposisi tanaman

e. Kebutuhan bahan, alat dan tenaga kerja.

f. Jadwal kegiatan

B. Hasil Kegiatan

Hasil kegiatan perencanaan adalah buku rancangan pembuatan tanaman penghijauan kota, yang telah disahkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota. Format rancangan sebagaimana tercantum pada BAB II.

Page 19: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-19

BAB VI RANCANGAN KEGIATAN HUTAN RAKYAT

A. Prosedur Pelaksanaan

1. Pemilihan Lokasi

Dalam menentukan lokasi pembuatan tanaman hutan rakyat, mempertimbangkan sebagai berikut :

a. Tanah milik rakyat menurut kemampuannya kurang cocok untuk pertanian tanaman pangan, tetapi baik untuk hutan rakyat.

b. Tanah milik rakyat yang menurut pertimbangan ekonomis lebih menguntungkan daripada untuk kegiatan lainnya.

c. Tanah milik rakyat yang terlantar yang berada di bagian hulu sungai

d. Tanah milik rakyat yang menurut pertimbangan khusus perlu dihutankan untuk perlindungan mata air.

e. Tanah desa, tanah marga/adat, tanah negara bebas serta tanah lainnya yang bukan kawasan hutan yang terlantar.

f. Tanah milik rakyat/tanah desa/ tanah lainnya yang sudah ada tanaman kayu kayuan tetapi masih perlu dilakukan pengkayaan tanaman.

g. Lahan tegal dan lahan pekarangan yang luasnya memenuhi syarat sebagai hutan rakyat.

2. Rancangan teknis pembuatan tanaman hutan rakyat disusun berdasarkan kajian :

a. Aspek biofisik, yaitu memperhatikan kesiapan lahan, curah hujan, tipe iklim, ketinggian dan topografi, vegetasi.

b. Aspek Sosial Ekonomi, meliputi :

1) Merupakan daerah yang tingkat pendapatan masyarakatnya masih relatif rendah.

2) Merupakan daerah yang tingkat pengetahuan dan keterampilan masyarakatnya masih relatif rendah

3) Merupakan suatu daerah yang masyarakatnya sudah mengenal hutan rakyat dan manfaatnya serta mempunyai keinginan untuk mengembangkan hutan rakyat.

4) Terdapat akses pasar cukup baik.

3. Pola tanam dilahan terbuka (lahan pengembangan hutan rakyat)

a. Pola tanam di lahan terbuka dapat berupa :

Page 20: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-20

1). Baris dan larikan tanaman lurus.

Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan kelerengan landai/datar tanah peka erosi. Larikan tanaman dibuat lurus dengan jarak tanam teraturb dan jumlah tanaman minimal 400 batang/Ha.

ι ι ι ι ι ι ι

ι ι ι ι ι ι ι

ι ι ι ι ι ι ι

2). Pola tanam jalur.

Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan kelerengan datar sampai dengan landai tidak peka terhadap erosi. Larikan tanaman dibuat

lurus dengan jarak tanam teratur. Sistem penanaman tumpangsari, jarak tanaman antar jalur perlu lebih longgar dengan jumlah tanaman maksimal 400 batang/Ha.

ι ι ι ι ι ι ι

ι ι ι ι ι ι ι

ι ι ι ι ι ι ι

3). Pola tanam countur.

Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan kelerengan agak curam sampai dengan curam. Sistim penanaman cemplongan dengan jumlah tanaman minimal 400 btg per Ha.

ι ι

ι ι ι ι ι

ι

ι ι

ι

ι ι

ι ι

ι

Page 21: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-21

b. Pola tanam di lahan tegalan dan pekarangan.

Pada umumnya di lahan pekarangan dan tegalan sudah terdapat tanaman kayu-kayuan maupun tanaman MPTS dalam rangka pengembangan hutan rakyat pada lahan pekarangan dan tegalan tersebut apabila masih memmungkinkan dapat dilakukan pengkayaan tanaman.

Pola tanam di lahan tegalan dan pekarangan dapat berupa :

1) Penanaman pada batas pemilikan lahan.

Pada umumnya tegalan dan pekarangan sudah terdapat tanaman kayu-kayuan/MPTS, maka tanaman baru sebagai tanaman pembatas maksimal 200 btg per Ha.

ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι η η η η η ι

ι η η η η η η η ι

ι η η η η η η η ι

ι η η η η η η ι

ι η η η η η ι

ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι ι

Keterangan :

η : Tanaman kayu kayuan yang sudah ada. ι : Tanaman kayu kayuan pada batas pemilikan lahan

2) Penanaman pengkayaan

Pada lahan tegalan dan pekarangan sudah terdapat tanaman kayu-kayuan/MPTS yang tersebar di seluruh hamparan lahan, maka tanaman baru sebagai tanaman pengkayaan maksimal 200 btg per Ha.

η η ι ι η ι η ι ι η

ι η η ι η ι η η ι η

ι ι ι η ι ι ι η ι η

η η ι η ι η ι ι η ι

η ι η ι ι ι η ι η ι

Keterangan : η : Tanaman kayu kayuan yang sudah ada

ι : Tanaman pengkayaan kayu kayuan

Page 22: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-22

4. Perancangan Kelembagaan

Petani/masyarakat yang akan terlibat dalam kegiatan hutan rakyat, diprakondisikan terlebih dahulu melalui sosialisasi/penyuluhan untuk menumbuhkembangkan kelembagaan kelompok tani yang meliputi kelembagaan kelompok dan kelembagaan usaha.

5. Penentuan luas areal

Areal hutan rakyat untuk setiap satu unit rancangan minimal mencakup lahan satu kelompok tani hutan rakyat dengan luas areal minimal 25 Ha.

6. Partisipasi masyarakat

Dalam pemilihan lokasi, pemilihan jenis tanaman, perumusan jenis kegiatan hutan rakyat harus dilakukan secara partisipatif dengan masyarakat desa/kelurahan setempat calon peserta hutan rakyat.

7. Pembuatan peta rancangan

Peta situasi hutan rakyat dibuat dengan skala 1 : 100.000 dan untuk peta rancangan skala 1 : 5.000. Pada peta rancangan harus dilengkapi dengan batas luar berbentuk poligon tertutup, nama petani pemilik serta batas kepemilikan lahan masing masing peserta.

8. Penyusunan Naskah Buku Rancangan

Hasil pengolahan data dan pembuatan peta, kemudian dirumuskan dan diuraikan dalam buku naskah rancangan.

Naskah rancangan dibuat dalam bentuk buku ukuran A4 dengan susunan/outline tersebut pada Bab II.

B. Hasil Kegiatan.

Hasil kegiatan pembuatan rancangan adalah buku rancangan pembuatan tanaman hutan rakyat, yang telah dinilai oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS setempat dan telah disahkan oleh Kepala Dinas yang mengurusi Kehutanan Kabupaten/Kota.

Page 23: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-23

BAB VII PENYUSUNAN RANCANGAN TEKNIS PENANAMAN TURUS JALAN

A. Prosedur Pelaksanaan

1. Pemilihan Lokasi

Sasaran lokasi penanaman turus jalan adalah jalan nasional lintas Sumatera, Jawa, Bali dan Sulawesi dengan kondisi kosong dan perlu dilakukan penanaman pohon sebagai peneduh.

2. Persiapan

a. Konsultasi dan koordinasi

Konsultasi dan koordinasi dengan Dinas Kimpraswil Propinsi dan Kabupaten, Kepala Perwakilan Proyek Jalan Pantura (untuk wilayah pantura Jawa), serta instansi terkait lainnya untuk memperoleh informasi yang digunakan dalam penetapan lokasi sasaran penanaman turus jalan serta sinkronisasi dengan program pembangunan lainnya pada loaksi tersebut.

b. Sosialisasi

Sosialisasi dimaksudkan untuk menyampaikan informasi dan persamaan persepsi tentang rencana penanaman turus jalan kepada masyarakat disepanjang jalan. Kegiatan sisialisasi dapat diwujudkan dalam bentuk pertemuan mulai tingkat desa, kecamatan dan kabupaten.

3. Pengumpulan Data

a. Data primer

Data primer diperoleh melalui hasil wawancara dengan responden atau sumber data dan mendatangi langsung lokasi sasaran penanaman turus jalan.

Data primer meliputi :

1) Kondisi lingkungan turus (kanan-kiri) jalan,

2) Status lahan,

3) Kondisi topografi,

4) Tanah

5) Kondisi lahan, dll.

b. Data sekunder

Data sekunder dapat diperoleh melalui pencatatan data yang resmi (hasil laporan, peta, dan lain-lain).

Data sekunder meliputi:

1) Panjang jalan,

Page 24: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-24

2) Kegiatan penanaman yang pernah dilakukan,

3) Iklim antara lain data curah hujan, dll.

4) Tingkat UMR

5) Harga bahan dan barang yang dibutuhkan

4. Pengolahan Data dan Pembuatan Peta

Data-data yang berhasil dihimpun baik data primer maupun data sekunder dianalisa untuk menentukan :

a. panjang ruas jalan

b. jenis tanaman,

c. kebutuhan bibit,

d. bahan (ajir, steger, srumbung, pupuk dan peralatan lainnya)

e. Kebutuhan biaya ,

f. tenaga kerja yang dihitung berdasarkan standar yang berlaku di daerah untuk setiap jenis pekerjaan,

g. alternatif jenis perlakuan sesuai dengan kondisi lahan,

h. teknik penanaman.

i. Rencana pemeliharaan

j. Jadwal waktu

5. Penyusunan Rancangan

Hasil analisa dirumuskan dan diuraikan dalam buku rancangan yang memuat dan merinci hal-hal sebagai berikut :

a. Lokasi pembuatan tanaman, mencakup letak (Kabupaten/Kota) dituangkan dalam peta situasi

b. Panjang ruas jalan (Km) untuk setiap kabupaten/kota,

c. Jenis dan Jumlah tanaman

Penanaman untuk daerah yang tergenang secara periodic dapat ditanam jenis Jelutung (Dyera costulata), pule rawa (Alstonia angustifolia) dan keranji (Dialium indicum). Daerah yang sangat dekat dengan laut, sehingga intrusi air laut diperkirakan terjadi dapat ditanam jenis ketapang (Terminalia catapa) dan bintangor laut (Callophyllum inophyllum). Daerah yang mempunyai drainase yang baik dapat ditanam jenis meranti, keruing, kapur, kenari, mahoni dan trembesi.

d. Kebutuhan tenaga dan upah.

Tenaga untuk penanaman turus jalan dirancang berasal dari masyarakat sekitar lokasi penanaman sesuai dengan HSPK setempat.

Page 25: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-25

e. Rincian kegiatan dan biaya

Rancangan biaya dalam pembuatan turus jalan meliputi penyiapan dan pembersihan lahan, pembuatan lubang tanaman, penanaman, pemeliharaan (tahun berjalan, tahun I dan tahun II) serta pengadaan bahan (pupuk, obat-obatan).

f. Peta rancangan, memuat landskap bahu jalan, tata tanaman, jenis, arah larikan dan jarak tanam.

g. Jadwal kegiatan.

h. Gambar pemasangan srumbung, steger dan bronjong yang menggambarkan antara lain :

1) Bahan, ukuran, dan bentuk

2) Posisi/tata letak pemasangan srumbung, steger, dan bronjong terhadap letak tanaman.

B. Hasil Kegiatan.

Hasil kegiatan pembuatan rancangan adalah buku rancangan pembuatan tanaman turus jalan, yang telah disahkan oleh Kepala Dinas Propinsi yang mengurusi Kehutanan.

Page 26: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-26

BAB VIII PENYUSUNAN RANCANGAN BANGUNAN KONSERVASI TANAH

A. Prosedur Pelaksanaan

1. Penetapan calon lokasi

Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikaisi maka calon lokasi pembuatan bangunan konservasi tanah ditetapkan oleh kepala dinas instansi yang membidangi kegiatan konservasi tanah.

2. Persiapan

a. Konsultasi dan koordinasi dilakukan kepada instansi terkait dan masyarakat setempat untuk memperoleh calon lokasi bangunan konservasi.

b. Penyiapan bahan dan alat

Bahan-bahan yang diperlukan dalam peyusunan rancangan bangunan konservasi tanah antara lain : peta calon lokasi, peta topografi. Alat yang diperlukan dalam penyusunan rancangan bangunan konservasi tanah antara lain : alat gali, alat angkut, alat ukur, alat tulis dsb

c. Orientasi lapangan

Orientasi lapangan dilakukan oleh tim penyusun rancangan untuk mengetahui calon lokasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam petunjuk pelaksanaan.

d. Penyiapan administrasi

Meliputi administrasi kegiatan, keuangan, maupun surat menyurat yang diperlukan dalam rangka koordinasi antar instansi terkait.

e. Penyusunan Jadwal

Memuat tahapan dan jadwal kegiatan penyusunan rancangan bangunan konservasi tanah mulai persiapan, pelaksanaan, pemantauan/ pengawasan sampai pemeliharaan.

3. Rancangan teknis pembuatan bangunan konservasi tanah disusun berdasarkan kajian :

a. Aspek biofisik, yaitu memperhatikan kesiapan lahan, curah hujan, tipe iklim, ketinggian dan topografi, vegetasi, tanah, sarana prasarana, pola tanam setempat.

b. Aspek Sosial Ekonomi, meliputi : demografi (jumlah penduduk, mata pencaharian pendidikan, pendapatan dll), transportasi, kepemilikan lahan, dsb.

Page 27: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-27

4. Rancangan teknis bangunan konservasi tanah.

a. Kedudukan letak dan bentuk rancang bangunan konservasi tanah didasarkan hasil pemetaan lokasi yang telah mempertimbangkan berbagai aspek.

b. Hasil pembuatan rancang bangun berupa gambaran lengkap bangunan konservasi tanah dengan ukuran pasti, skala yang jelas serta kenampakan dari berbagai arah (tampak depan, samping) serta potongan-potongan penampang yang dianggap penting.

c. Penataan pola tanam, tata letak dan jarak tanam.

d. Dalam rancangan teknis dicantumkan pula manfaat bangunan konservasi tanah yang akan dibuat.

e. Rencana prakondisi lokasi dan masyarakat sekitar.

5. Rancangan biaya

Berdasarkan rancangan teknis kemudian dibuat rancangan biaya yang dihitung mulai dari pengadaan alat, bahan serta upah tenaga kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap jenis pekerjaan.

Tahapan dalam menyusun kebutuhan biaya antara lain :

a. Menghitung volume tiap jenis pekerjaan.

Volume pekerjaan dihitung dari setiap jenis pekerjaan mulai dari pesiapan sampai penyelesaian. Berdasarkan volume tiap jenis pekerjaan, kemudian dihitung jenis dan kebutuhan bahan serta tenaga yang diperlukan. Kebutuhan bahan sejauh mungkin menggunakan bahan lokal.

b. Menganalisis kebutuhan bahan dan tenaga kerja

Kebutuhan biaya untuk setiap jenis pekerjaan dihitung berdasarkan perkalian antara jumlah kebutuhan bahan dan tenaga kerja yang berlaku. Total biaya dihitung dengan cara menjumlah seluruh rincian biaya, pengadaan bahan dan tenaga kerja tiap jenis pekerjaan. Biaya setiap jenis pekerjaan didasarkan pada standar yang berlaku.

6. Penyusunan naskah rancangan dan pembuatan peta.

Dari hasil orientasi lapangan dan pengukuran disusun buku rancangan bangunan konservasi tanah beserta peta situasi dan gambar rancangan bangunan konservasi tanah.

Tahapan pembuatan gambar bangunan konservasi tanah sebagai berikut:

a. Pengukuran

Pengukuran lapangan dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai situasi lapangan calon lokasi. Pengukuran meliputi :

1) pengukuran batas lokasi dialakukan untuk menentukan batas areal, luas, batas blok/bangunan konservasi tanah serta permasalahan yang berkaitan dengan penguasaan lahan.

Page 28: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-28

2) pengukuran di dalam lokasi antara lain : jarak, luas, kedalaman dsb, kemudian diberi tanda letak (patok) yang dituangkan dalam peta rancangan dengan polygon tertutup. Hasil pengukuran tersebut dituangkan dalam peta rancangan bangunan konservasi tanah dengan skala 1: 1.000.

3) Peta

Jenis peta yang dibuat antara lain :

a) peta lokasi skala 1 : 100.000 yang menunjukkan letak lokasi kegiatan pada wilayah kabupaten/DAS.

b) Peta rancangan bangunan konservasi atanah dengan skala 1:100 - 1: 1000 dibuat seseuai ketentuan perpetaan dengan inset dan ruang penilaian dan pengesahan.

4) Gambar/bestek

Gambar/bestek yang dibuat adalah :

a) Dam Pengendali

b) Pengendali jurang/Gully Plug

c) Embung

d) sumur resapan

e) dam penahan

B. Hasil kegiatan

Hasil kegiatan penyusunan rancangan bangunan konservasi tanah berbentuk buku yang telah dinilai oleh BP DAS setempat dan disahkan oleh kepala Dinas yang mengurusi KehutananKabupaten/Kota.

Page 29: LAMPIRAN I. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN …storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/l1_1_p03_04.pdf · c. Harga bahan dan upah diperhitungkan secara rasional ... Pengolahan dan

I-29

BAB IX PENUTUP

Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan ini disusun untuk menjadi Pedoman Teknis Pelaksanaan Penyusunan Rencana Teknik Tahunan (RTT) dan Rancangan Teknis Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Hal-hal yang belum cukup diatur dapat di jabarkan lebih lanjut oleh instansi Dinas yang mengurusi Kehutanan Propinsi/Kabupaten/ Kota dan BP DAS/BKSDA/BTN sepanjang tidak bertentangan dengan pedoman ini. Dengan diterbitkannya petunjuk pelaksanaan ini, surat Direktur Jenderal RLPS Nomor 463/V-DAS/2003 tanggal 10 Oktober 2003 tidak berlaku lagi untuk kegiatan GN RHL/Gerhan 2004 dan seterusnya.

MENTERI KEHUTANAN MUHAMMAD PRAKOSA