lahan kritis

11
130 Nugroho, S. P dan T. Prayogo. 2008 ISSN 1441-318X Jakarta, Mei 2008 Hal.130-140 No. 2 Vol. 9 J. Tek. Ling. PENERAPAN SIG UNTUK PENYUSUNAN DAN ANALISIS LAHAN KRITIS PADA SATUAN WILAYAH PENGELOLAAN DAS AGAM KUANTAN, PROVINSI SUMATERA BARAT Sutopo Purwo Nugroho dan Teguh Prayogo Peneliti di Pusat Teknologi Sumberdaya Mineral Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstract The increment of critical land extent is still undergoing because of change of land use without accompanied with conservation of land and water proportionally. Hence, it is need to carry out rehabilitation of land and forest by considering critical land map which is purposed to define priority scale, both its spatial and time. By applying technology of Geographic Information System (GIS), it can be mapped critical land according to standard of critical land criteria. In addition, the constraint of manual map can be reduced, particularly in information processing and map reproduction. In Agam Kuantan Watershed, critical land of forest has extent of 778.704,2 ha, and outside there area is about 496.486,7 ha. Keywords : Critical Land, Watershed, GIS I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecenderungan menurunnya kualitas sumberdaya alam dan lingkungan dalam lima tahun terakhir semakin memprihatinkan. Sebelum bergulirnya reformasi, sistem pengelolaan lingkungan sudah mulai efektif. Perubahan tatanan ekonomi, sosial dan politik yang disertai dengan perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi otonomi menimbulkan pelemahan ke pemerintahan termasuk dalam pelestarian lingkungan. Pelemahan dalam sistem pengelolaan lingkungan menimbulkan pelanggaran kaidah-kaidah dan peraturan pelestarian lingkungan, baik pada tingkat kebijakan sampai dengan tingkat program dan kegiatan. Akibatnya adalah terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang sudah demikian parah sehingga menyebabkan kualitas kehidupan mencapai pada tingkat yang membahayakan kehidupan manusia 1) . Permasalahan lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia memiliki akar permasalahan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa pengamanan, kebijaksanaan dan pengendalian yang tepat 5) . Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di Indonesia harus dibayar dengan menurunnya modal sumberdaya alam yang dimiliki 8) . Merosotnya kualitas lingkungan dan sumberdaya alam ini diikuti oleh peningkatan perubahan lahan, khususnya

Upload: kaka-ramdhan-olii

Post on 07-Feb-2016

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lahan Kritis

130 Nugroho, S. P dan T. Prayogo. 2008

ISSN 1441-318XJakarta, Mei 2008Hal.130-140No. 2Vol. 9J. Tek. Ling.

PENERAPAN SIG UNTUK PENYUSUNAN DANANALISIS LAHAN KRITIS PADA SATUAN WILAYAHPENGELOLAAN DAS AGAM KUANTAN, PROVINSI

SUMATERA BARAT

Sutopo Purwo Nugroho dan Teguh PrayogoPeneliti di Pusat Teknologi Sumberdaya Mineral

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Abstract

The increment of critical land extent is still undergoing because of change of landuse without accompanied with conservation of land and water proportionally. Hence,it is need to carry out rehabilitation of land and forest by considering critical landmap which is purposed to define priority scale, both its spatial and time. By applyingtechnology of Geographic Information System (GIS), it can be mapped critical landaccording to standard of critical land criteria. In addition, the constraint of manualmap can be reduced, particularly in information processing and map reproduction.In Agam Kuantan Watershed, critical land of forest has extent of 778.704,2 ha, andoutside there area is about 496.486,7 ha.

Keywords : Critical Land, Watershed, GIS

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKecenderungan menurunnya kualitas

sumberdaya alam dan lingkungan dalamlima tahun terakhir semakinmemprihatinkan. Sebelum bergulirnyareformasi, sistem pengelolaan lingkungansudah mulai efektif. Perubahan tatananekonomi, sosial dan politik yang disertaidengan perubahan sistem pemerintahan darisentralistik menjadi otonomi menimbulkanpelemahan ke pemerintahan termasukdalam pelestarian lingkungan. Pelemahandalam sistem pengelolaan lingkunganmenimbulkan pelanggaran kaidah-kaidahdan peraturan pelestarian lingkungan, baikpada tingkat kebijakan sampai dengantingkat program dan kegiatan. Akibatnyaadalah terjadinya penurunan kualitas

lingkungan yang sudah demikian parahsehingga menyebabkan kualitas kehidupanmencapai pada tingkat yang membahayakankehidupan manusia1).

Permasalahan lingkungan hidup yangterjadi di Indonesia memiliki akarpermasalahan pada pertumbuhan ekonomiyang tinggi tanpa pengamanan,kebijaksanaan dan pengendalian yangtepat5). Beberapa penelitian menunjukkanbahwa pertumbuhan ekonomi yang cukuptinggi di Indonesia harus dibayar denganmenurunnya modal sumberdaya alam yangdimiliki 8).

Merosotnya kualitas lingkungan dansumberdaya alam ini diikuti olehpeningkatan perubahan lahan, khususnya

Page 2: Lahan Kritis

131Penerapan SIG Untuk ... J.Tek.Ling. 9 (2): 130-140

dari hutan ke pertanian dan dari lahanpertanian ke permukiman.

Tranformasi perubahan lahan (landuse)dan tutupan lahan (landcover), tahappertama terjadi sebagai hasil dari kebijakanpemerintah untuk memperoleh kayu(logging) dan pajak ekspor kayu sehinggamengijinkan usaha penebangan hutan, yangkemudian diikuti oleh perluasan pertanian,baik secara terencana maupun spontanitasdari masyarakat 4,5).

Perubahan lahan yang tidak terkendalidan tidak diikuti dengan konservasi tanahdari air telah menimbulkan lahan kritis.Departemen Kehutanan melalui berbagaiprogram telah melaksanakan kegiatanrehabilitasi dan konservasi, namun upayatersebut belum memberikan hasil yangmenggembirakan.

Selama ini, monitoring dan evaluasimengenai perkembangan degradasi hutandan lahan belum dilaksanakan secaraberdayaguna, sehingga perkembangan luaslahan kritis baik di dalam maupun di luarkawasan tidak terinventarisasi dengan baik.

Kondisi demikian juga terjadi di SatuanWilayah Pengelolaan (SWP) DAS AgamKuantan yang meliputi Provinsi SumateraBarat seluas ± 4.222.964 ha yang meliputi17 kota dan kabupaten atau berdasarkannsatuan wilayah sungai mencakup 30 DAS6),dimana peta lahan kritis sesuai denganstandar belum pernah disusun.

Dengan memanfaatkan teknologiSistem Informasi Geografi (SIG) akanmemudahkan dalam melakukan analisiskebutuhan dan tindakan untuk rehabilitasihutan dan lahan daerah aliran sungai (DAS)yang berdayaguna dan berhasilguna,sehingga kelemahan yang ada dalampembuatan peta secara manual dapatdieliminir, khususnya yang berhubungandengan perkembangan pengolahaninformasi, dan reproduksi peta7). Kelebihanlain dari data digital adalah proses analisis-analisis peta lebih lanjut dapat dilakukandengan cepat dan tepat. Kondisi tersebutsangat bermanfaat untuk meningkatkankinerja dari para pengambil kebijakan (policy

maker) yang terkait dengan pengelolaanhutan dan lahan.

1.2 TujuanTujuan penelitian ini adalah melakukan

penyusunan data spasial lahan kritis di SWPDAS Agam Kuantan, baik secara numerikmaupun spasial sesuai dengan prosedurbaku yang ada.

2. DAERAH PENELITIAN

Penelitian dilakukan di SWP DAS AgamKuantan yang meliputi Provinsi SumateraBarat seluas ± 4.222.964 ha yang terdiri dari17 kota dan kabupaten atau berdasarkansatuan wilayah sungai mencakup 30 DAS.

Secara astronomis daerah penelitianterletak antara 98o34’ BT sampai dengan101o53’ BT dan 3o31’ LS sampai dengan 0o54’LU. Secara administratif, berbatasan dengan: a) Provinsi Sumatera Utara di sebelahUtara, b) Provinsi Riau di sebelah Timur, c)Provinsi Bengkulu di sebelah Selatan, dand) Provinsi Jambi di sebelah Tenggara.

3. METODOLOGI

Data yang diperlukan dalam penelitianini adalah peta topografi, peta kontur, petatanah, peta Regional Physical PlanningProgram for Transmigration (RePPProT),citra satelit Landsat, peta penggunaanlahan, peta batas kawasan, data sosial,ekonomi dan kependudukan, data sistempola tanaman, dan sebagainya. Skala petayang digunakan adalah skala 1 : 50.000kecuali peta RePPProT dengan skala 1 :250.000.

Data yang telah dikumpulkanselanjutnya diolah dan dianalisis untukmemperoleh informasi yang terkait dengankondisi kekritisan lahan di daerah penelitian.Teknik analisis yang digunakan adalahanalisis deskriptif kualitatif dan analisissintesis kuantitatif.

Analisa data secara deskriptifdilakukan terhadap data dan informasi yang

Page 3: Lahan Kritis

132 Nugroho, S. P dan T. Prayogo. 2008

bersifat deskriptif, seperti luas lahan kritis,luas dan distribusi penggunaan lahan.

Sedangkan analisa dan sintesis datakuantitatif dilakukan dengan: a)pengkelasan, scoring dan pembobotandengan skala dan kriteria seperti telahditetapkan dalam SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998, dan b) melakukan overlaypeta-peta tematik, seperti peta kelas lereng,peta penutupan lahan, peta tingkat erosi,peta outcrop, peta manajemen, dan petaproduktivitas, sehingga dihasilkan klasifikasilahan kritis.

3.1 Kriteria Penentuan Lahan KritisMengacu kepada hasil lokakarya

Penetapan Kriteria Lahan Kritis yangdilaksanakan oleh Direktorat Rehabilitasidan Konservasi Tanah, Direktorat JenderalReboisasi dan Rehabilitasi Lahan padatanggal 17 Juni 1997 dan 23 Juli 1997, yangdimaksud dengan lahan kritis adalah lahanyang telah mengalami kerusakan sehinggakehilangan atau berkurang fungsinyasampai batas yang ditentukan ataudiharapkan. Dengan demikian penilaianlahan kritis di suatu tempat disesuaikandengan fungsi tempat tersebut. Nilai tingkatkekritisan lahan diperoleh dari hasilperkalian antara bobot dan nilai skor.Berdasarkan hasil lokakarya tersebutkemudian ditetapkan kriteria baku untukpenentuan lahan kritis yang ditetapkanmelalui SK Dirjen RRL No. 041/Kpts/V/1998tanggal 21 April 1998.

Selanjutnya kriteria tersebutdipergunakan untuk kegiatan penyusunandata spasial lahan kritis DAS AgamKuantan dengan memanfaatkan fasilitaspendukung SIG. Dalam penetapan lahankritis di kawasan dibedakan menjadi tiga,yaitu kawasan hutan lindung, budidayapertanian, dan di luar kawasan hutan.

a. Penetapan Lahan Kritis di KawasanHutan Lindung

Kawasan hutan lindung pada umumnyadapat berupa cagar alam, suakamargasatwa, taman hutan raya, daerahresapan air, daerah pelestarian plasmanutfah. Kawasan hutan lindung dianggapsebagai kawasan perlindungan danpelestarian sumberdaya hutan, tanah danair, dan bukan merupakan daerah produksi.Parameter penilaian kekritisan lahan dikawasan hutan lindung difokuskan padaparameter penilaian kekritisan yangberkaitan dengan fungsi perlindungansumberdaya hutan (vegetasi), tanah dan air,faktor kemiringan lereng, tingkat erosi danmanajemen pengelolaan yang dilakukan.

b. Penetapan Lahan Kritis di KawasanBudidaya untuk Pertanian

Kawasan budidaya untuk pertanianadalah kawasan yang diusahakan agarberproduksi secara lestari. Fungsi utamakawasan ini pada prinsipnya adalah sebagaidaerah produksi, sehingga penilaiankekritisan lahan di kawasan ini berkaitandengan dengan faktor-faktor yangmempengaruhi tingkat dan sustainabilitydari produktivitas tersebut, serta kelestariansumberdaya vegetasi, tanah dan air. Kriteriapenilaian kekritisan lahan di kawasanbudidaya pertanian tersebut jugadiberlakukan untuk penilaian kekritisanlahan di seluruh areal di luar kawasan hutan(areal penggunaan lain).

c. Penetapan Lahan Kritis di KawasanLindung di Luar Kawasan Hutan

Kawasan lindung di luar kawasan hutanadalah kawasan yang sudah ditetapkansebagai kawasan lindung tetapi kawasantersebut tidak lagi sebagai hutan, padaumumnya daerah tersebut sudahdiusahakan untuk kegiatan produksi.Namun secara prinsip daerah ini masihtetap berfungsi sebagai daerah perlindungan/ pelestarian sumberdaya hutan, tanah danair. Memperhatikan fungsi kawasan tersebut,maka penilaian kekritisan lahan di daerah

Page 4: Lahan Kritis

133Penerapan SIG Untuk ... J.Tek.Ling. 9 (2): 130-140

tersebut dikaitkan dengan fungsi pelestariansumberdaya tanah, vegetasi permanen, air,kemiringan lereng, tingkat erosi dan kondisipengelolaannya. Kriteria penilaian kekritisanlahan di kawasan lindung di luar kawasanhutan tersebut juga diberlakukan untukpenilaian kekritisan lahan di kawasan hutanproduksi (hutan produksi tetap, hutanproduksi yang dapat dikonversi dan hutanproduksi terbatas).

3.2 Teknis Penyusunan Peta Lahan Kritis

Pada tahap pertama dilakukanpembuatan indeks peta wilayah kajian dalamskala 1:50.000, sehingga diperoleh acuanuntuk format pemetaan dan analisis yangakan dilakukan. Data sekunder diperolehperlu disesuaikan (adjusted) terlebih dahulusehingga mempunyai format dan informasidasar (geo-reference) yang sama, barukemudian dapat dipergunakan untuk analisispenentuan lahan kritis. Data yang perludilakukan penyesuaian tersebut diantaranyaadalah batas administrasi, penggunaanlahan dan fungsi kawasan.

Informasi sistem lahan dari PetaRegional Physical Planning Program forTransmigration (RePPProT) skala1:250.000, kepadatan pola aliran dari citrasatelit Landsat ETM 7+ dan petapenggunaan lahan skala 1:50.000dipergunakan untuk menentukan tingkaterosi, produktivitas dan singkapan batuan,dengan satuan pemetaan (mapping unit)penggunaan lahan. Peran peta RePPProTdalam kegiatan ini sebagai guide untukmenentukan sistem lahan-sistem lahanyang secara potensial menggambarkantingkat erosi yang tinggi, keberadaansingkapan batuan (outcrop) dan tingkatproduktivitas. Potensi produktivitasberdasarkan sistem lahan tersebut kemudiandiverifikasi dengan hasil wawancara denganpetani mengenai tingkat produktivitas aktualdi lapangan. Prosedur penentuan tingkatkekritisan lahan kritis secara umum disajikanpada Gambar 1. Mendasarkan pada sistemskoring dari masing-masing kawasan, makatingkat kekritisan lahan dapat

diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitusangat kritis, kritis, agak kritis, potensialkritis dan tidak kritis. Umumnya yangmenjadi prioritas dalam penangananrehabilitasi hutan dan lahan adalah kelassangat kritis dan kritis. Skoring yang adadalam masing-masing kelas tersebutmerupakan nilai kumulatif dari beberapakriteria yang digunakan dalam perhitungankelas lahan kritis sesuai dengan bobotnya.Nilai bobot dari masing-masing kriteriatersebut telah ditentukan sebelumnyamelalui tahapan diskusi, simposium danpendapat dari para ahli sehingga unsursubyektivitas dapat dikurangi. Klasifikasitingkat kekritisan lahan dengan total skordari masing-masing kawasan ditunjukkanpada Tabel 1

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyebaran lahan kritis di DAS AgamKuantan sangat dipengaruhi oleh geologidan geomorfologi yang ada di kawasantersebut. Kondisi lahan di DAS AgamKuantan banyak dipengaruhi aktivitasvulkan dan iklimnya yang basah sehinggatanahnya bersifat sangat subur, sehinggapemanfaatan lahannya didominasi olehbudidaya pertanian (baik lahan basahmaupun pertanian lahan kering).

Ditinjau dari fisiografi, daerah penelitianterbagi menjadi tiga wilayah, yaitu: (1)Wilayah pegunungan vulkanik yang terletakdi bagian tengah yang membujur dari utarake selatan. Pada wilayah ini dijumpaiadanya danau – danau, seperti DanauSingkarak, Danau Maninjau, Danau Diatasdan Danau Dibawah. Mengingat kondisitanahnya subur, wilayah ini banyakdimanfaatkan untuk pertanian, (2) Wilayahperbukitan tersier, sebagian besar beradadi bagian timur membujur dari utara keselatan, agak menyempit di utara dantengahnya (dekat Payakumbuh) lalumelebar di bagian selatan. (3) Wilayahdataran rendah, pada wilayah ini ada tigatempat yaitu: dataran rendah pesisir selatan,dataran rendah pesisir utara dan daerahSitiung yang terletak pada bagian timurPropinsi Sumatera Barat agak ke Tenggara.

Page 5: Lahan Kritis

134 Nugroho, S. P dan T. Prayogo. 2008

Berdasarkan analisis spasial denganteknik tumpangsusun (overlay) dan skoringterhadap parameter penentuan lahan kritis,diperoleh data spasial digital lahan kritisuntuk seluruh DAS Agam Kuantan PropinsiSumatera Barat. Hasil analisis menunjukkanbahwa di daerah penelitian mempunyai luaslahan kritis dengan klasifikasi sebagaiberikut : tidak kritis seluas 1.200.686,6 ha(33,9%), potensial kritis seluas 1.051.029,1ha (29,3%), agak kritis seluas 883.015,1 ha(24,5%), kritis seluas 228.782,3 ha (6,4%),dan sangat kritis seluas 163.393,6 ha(4,6%) (Tabel 2).

Daerah yang tidak kritis sebagian besarmerupakan daerah yang terdapat dikawasan hutan lindung, yaitu kawasantaman nasional. Lahan dengan kategoripotensial kritis menempati luas lebih dari 1

juta hektar atau 29,3% dari total luaswilayah. Lahan dengan kategori ini perlumendapat perhatian karena kesalahandalam penanganan dan pemanfaatannyadapat mengakibatkan lahan tersebutberubah menjadi lahan kritis. Sedangkanlahan dengan kategori agak kritismenempati proporsi luas sebesar 24,5% daritotal luas wilayah. Pemanfaatan lahan yangtermasuk kategori agak kritis perludiperhatikan dengan serius agar tidakmemacu degradasi kualitas lahan. Lahandengan kategori kritis dan sangat kritismenempati proporsi luas kurang lebih 6 %dari total luas wilayah.

Gambar 1. Diagram Alir Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan

Page 6: Lahan Kritis

135Penerapan SIG Untuk ... J.Tek.Ling. 9 (2): 130-140

Tabel 1. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Berdasarkan Total Skor

Tabel 2. Luas dan Proporsi Lahan Kritis di SWP DAS Agam Kuantam

4.1 Luas Lahan Kritis BerdasarkanDaerah Aliran Sungai

Tumpang susun (overlay) data spasiallahan kritis dengan data spasialadministrasi dan data spasial wilayah DASdi SWP DAS Agam Kuantan menghasilkaninformasi distribusi lahan kritis per DASpada setiap wilayah kabupaten. Dalamanalisis ini, lahan dengan kategori agakkritis, kritis dan sangat kritis dijadikan satukategori yaitu lahan kritis. Hasil analisis

menunjukkan DAS yang memiliki lahankritis terluas adalah DAS Batang Kuantandengan luas 325.162,8 ha. DAS yangmemiliki lahan kritis terluas kedua adalahDAS Batanghari dengan luas 241.464,3 ha,sedangkan DAS dengan lahan kritis terluasketiga adalah DAS Kampar dengan luas119.466,6 ha. DAS yang memiliki lahankritis yang mendekati luas lahan kritis di

Page 7: Lahan Kritis

136 Nugroho, S. P dan T. Prayogo. 2008

DAS Kampar adalah DAS Rokan. Luas lahankritis di DAS Rokan adalah 116.980,5 ha.

Cakupan luas lahan kritis di DASBatang Kuantan tersebut meliputi sepuluhwilayah kabupaten/kota yaitu; Kota PadangPanjang, Kota Payakumbuh, KotaSawahlunto, Kota Solok, Kabupaten Agam,Kabupaten Limapuluh Kota, KabupatenPadang Pariaman, Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung, Kabupaten Solok dan KabupatenTanah Datar. Diantara sepuluh wilayahkabupaten/kota tersebut, lahan kritis terluasberada di Kabupaten Solok yaitu seluas97.450,7 ha. Lahan kritis terluas berikutnyaberada di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung

yaitu seluas 77.715,9 ha. Lahan kritis diDAS Batanghari terbagi di tiga wilayahkabupaten yaitu Kabupaten Pesisir Selatan,Kabupaten Sawahlunto/ Sijunjung danKabupaten Solok. Lahan kritis terluasberada di Kabupaten Solok yaitu seluas193.784,5 ha, selanjutnya berada diKabupaten Sawahlunto-Sijunjung yaituseluas 47.617,8 ha. Lahan kritis di DASBatanghari yang berada di KabupatenPesisir Selatan hanya seluas 62 ha.Distribusi dan luas lahan kritis di setiapkabupaten/kota dan DAS di wilayah SWPDAS Agam Kuantan selengkapnya disajikanpada Gambar 2 dan Tabel 3.

Gambar 2 Peta lahan kritis SWP DAS Agam Kuantan

4.2 Luas Lahan Kritis BerdasarkanStatus Lahan dan Fungsi HutanLuas lahan kritis berdasarkan status

lahan dan fungsi hutan pada setiap wilayahadministrasi di SWP DAS Agam Kuantandiperoleh dengan melakukan tumpang

susun data spasial lahan kritis, data spasialfungsi kawasan dan data spasial wilayahadministrasi. Dalam analisis ini, lahandengan kategori agak kritis, kritis dan sangatkritis dijadikan satu kategori yaitu lahankritis.

Page 8: Lahan Kritis

137Penerapan SIG Untuk ... J.Tek.Ling. 9 (2): 130-140

Berdasarkan status lahannya, lahankritis dibedakan menjadi lahan kritis didalam kawasan dan lahan kritis di luarkawasan hutan. Lahan kritis di dalamkawasan hutan diperinci lagi berdasarkanfungsi hutannya yaitu hutan lindung (HL),hutan konservasi (HK) dan hutan produksi(H). Lahan kritis di luar kawasan hutanberdasarkan fungsinya dibedakan menjadifungsi lindung (FL) dan fungsi budidaya (FB).

Tabel 3. Luas lahan kritis berdasarkanpembagian DAS

Sumber : Analisis peta lahan kritis, 2005

Secara keseluruhan, berdasarkan hasilanalisis data digital, luas lahan kritis di dalamkawasan hutan di wilayah SWP DAS AgamKuantan adalah 778.704,2 ha denganperincian 564.609,7 ha berada di kawasanhutan lindung dan 214.094,6 ha berada dikawasan hutan produksi. Luas lahan kritisdi luar kawasan hutan adalah 496.486,7 hadengan perincian 172.043,1 ha berada padafungsi lindung dan 324.443,6 ha pada fungsibudidaya.

Ditinjau dari distribusi luasannya padawilayah kabupaten/kota, lahan kritis didalam kawasan hutan yang terluas beradadi Kabupaten Pasaman dengan luas218.277,2 ha. Selanjutnya luasan tersebutdapat dibedakan menjadi 207.397,1 haberada di kawasan hutan lindung dan10.880,1 ha berada di kawasan hutanproduksi. Kota Bukittinggi dan KotaPariaman adalah dua wilayah yang tidakmempunyai lahan kritis di dalam kawasanhutan.

Lahan kritis di luar kawasan hutan yangterluas berada di Kabupaten Solok denganluas 122.308,5 ha. Apabila luasan tersebutdiperinci lagi, lahan kritis yang berada padafungsi lindung di luar kawasan hutan adalahseluas 51.102,0 ha, sedangkan yangberada pada fungsi budidaya adalah seluas71.206,5 ha.

Dalam penyusunan peta lahan kritisyang dilakukan sesuai dengan ketentuan

Page 9: Lahan Kritis

138 Nugroho, S. P dan T. Prayogo. 2008

baku yang ada, yaitu Petunjuk TeknisPenyusunan Lahan Kritis dari DirektoratJenderal RLPS, ditemukan adanya beberapakelemahan dari petunjuk teknis tersebut.Salah satu kelemahan tersebut adalah padapemberian bobot bentuk penggunaan lahanyang sangat dominan dibandingkan denganunsur lain yang menjadi kriteria penentulahan kritis. Sebagai akibatnya lahan-lahanyang terletak di daerah yang relatif datarnamun bentuk penggunaan lahannya berupasemak belukar dapat dikategorikan sebagailahan yang potensial kritis dan bahkanmungkin kritis. Penetapan besarnya bobotpenggunaan lahan yang besar didasarkanpada bahwa hilangnya hutan akanmenyebabkan peningkatan laju erosi hinggamelebihi laju pembentukan tanah. Sebagaiakibat selanjutnya adalah lapisan tanahmenjadi tipis dan bahkan mungkin hilangdan tinggal batuan dasarnya. Kehilanganlapisan tanah berarti kehilangan potensiuntuk hampir semua potensi kegiatanproduksi pertanian dan kehutanan danbahkan produksi air. Semestinya padajuknis penilaian lahan kritis, penerapanskoring harus berbeda antara lahan yangmiring dan lahan yang datar. Pada lahanyang datar, mungkin penilaian kritisditambahkan unsur genangan dan ataubanjir. Luas lahan kritis di setiap kabupaten/kota dan fungsi kawasan di wilayah SWPDAS Agam Kuantan selengkapnya disajikanpada Tabel 7.

Penilaian kekritisan lahan pada lahanyang miring selain mempertimbangkanbentuk penggunaan lahan jugamempertimbangkan potensi bahaya erosiyang dihitung berdasarkan logika USLE(Universal Soil Loss Equation). Penilaianbahaya erosi telah mengabaikan erosi yangtelah terjadi pada masa lalu yang banyakmenciptakan lahan dengan banyak torehandan ketebalan tanah tipis. Jumlah danvolume torehan adalah merupakangambaran mengenai besarnya tanah yangtelah hilang sebagai akibat dari erosi padamassa yang lalu. Penilaian laju erosi denganlogika USLE mungkin dapat memberikan

hasil yang kecil, tetapi apabila padakenyataannya jumlah torehan danketebalan tanahnya terbatas makasemestinya lahan tersebut tergolong kedalam lahan kritis bagaimanapun kondisipenutupan lahannya.

Penilaian kekritisan lahan yang hanyadidasarkan pada penilaian laju erosi menurutlogika USLE juga telah mengabaikanpotensi ancaman gerakan massa. Prosesgerakan massa merupakan proses yanglebih dramatis akibatnya pada lahandibandingkan dengan erosi tanah. Daerahyang rawan gerakan massa mungkin dapatmerupakan lahan yang kurang rawanterhadap erosi sehingga dapat dimasukkanpada lahan yang tidak potensial kritis.Mempertimbangkan hal tersebut makasemestinya tingkat kerawanan gerakanmassa perlu ditambahkan dalam penilaiankekritisan lahan.

5. KESIMPULAN

Permasalahan utama dari upayarehabilitasi hutan dan lahan adalahterbatasnya dana dan adanya kendalateknis baik dari sumberdaya manusiamaupun teknologi. Keterbatasan dariaplikasi teknologi ini secara nyata terlihatdari belum dimanfaatkannya suatuperangkat teknologi untuk memonitorperkembangan degradasi hutan dan lahan.

Padahal teknologi pemetaan lahankritis dengan menggunakan perangkatsistem informasi geografi dapat digunakanuntuk memetakan luasan dan sebaran lahankritis sesuai ketentuan yang telahditetapkan. Secara keseluruhan,berdasarkan hasil analisis data dijital, luaslahan kritis di dalam kawasan hutan diwilayah SWP DAS Agam Kuantan adalah778.704,2 ha dengan perincian 564.609,7ha berada di kawasan hutan lindung dan214.094,6 ha berada di kawasan hutanproduksi. Luas lahan kritis di luar kawasanhutan adalah 496.486,7 ha denganperincian 172.043,1 ha berada pada fungsilindung dan 324.443,6 ha pada fungsi

Page 10: Lahan Kritis

139Penerapan SIG Untuk ... J.Tek.Ling. 9 (2): 130-140

budidaya. Sedangkan berdasarkanpembagian DAS, lahan kritis terluasterdapat di DAS Batang Kuantan denganluas 325.162,8 ha, kemudian DASBatanghari seluas 241.464,3 ha, dan DASKampar seluas 119.466,6 ha.

Ditinjau dari distribusi luasannya padawilayah kabupaten/kota, lahan kritis didalam kawasan hutan yang terluas beradadi Kabupaten Pasaman dengan luas218.277,2 ha. Lahan kritis di luar kawasanhutan yang terluas berada di KabupatenSolok dengan luas 122.308,5 ha. Apabilaluasan tersebut diperinci lagi, lahan kritisyang berada pada fungsi lindung di luarkawasan hutan adalah seluas 51.102,0 ha,sedangkan yang berada pada fungsibudidaya adalah seluas 71.206,5 ha.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Lingkungan Hidup. 2004.Pedoman Pence gahan PerusakanLingkungan. Sekretarian Tim KoordinasiPerbaikan Lingkungan MelaluiRehabilitasi dan Reboisasi Nasional.Jakarta.

2. Djajadiningrat,S.T, 2005. SustainableFuture Dari Konsep Menuju Praktis.Dalam Buku : Sustainable FutureMenggagas Warisan Peradaban BagiAnak Cucu Seputar Wacana PemikiranSurna Tjahja Djajadiningrat. IndonesiaCenter for Sustainable Development.Jakarta.

3. Rudito, B., Kusairi, Budimanta, A.2005. Merentas Jalan Pemikiran SurnaTjahja Djajadiningrat : Dari SustainableDevelopment Menuju SustainableFuture. Indonesia Center forSustainable Development. Jakarta.

4. Kummer DM, Turner BJ II. 1994. Thehuman causes of deforestation inSoutheast Asia. BioScience 44, no. 5:323-28.

5. Brookfield H, Byron B. 1990.Deforestation and timber extraction inBorneo and the Malay Peninsula.Global Environmental Change 1: 52-56.

6. Balai Pengelolaan DAS Agam Kuantan,2003. Data Dasar dan InformasiKegiatan Rehabilitasi Lahan danPerhutanan Sosial di Wilayah SWPDAS Agam Kuantan Sumatera Barat.Padang.

7. Ditjen RLPS, 2003. Laporan ReviewKriteria Penetapan Urutan DASPrioritas. Tidak Dipublikasikan.Jakarta.

Page 11: Lahan Kritis

140 Nugroho, S. P dan T. Prayogo. 2008

Tabel 4. Luas Lahan Kritis Berdasarkan Status Lahan dan Fungsi Hutan di SWP DAS Agam Kuantan

Sumber : Analisis peta lahan kritis SWP DAS Agam Kuantan, 2005

Keterangan :

HL : Hutan LindungHK : Hutan KonservasiHP : Hutan ProduksiFL : Fungsi LindungFB : Fungsi Budidaya