kva

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan masyarakat dunia dewasa ini bukan dihadapkan pada masalah defisiensi gizi makro, tetapi pada masalah defisiensi gizi mikro. Masalah defisiensi gizi mikro yang yang utama dihadapi adalah anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) dan kekurangan vitamin A (KVA) (Martianto, 2011). Kekurangan zat gizi mikro berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat, sehingga dapat merusak kualitas sumber daya manusia Indonesia. Subdit Bina Gizi Mikro Direktorat Bina Gizi Masyarakat juga mengemukakan bahwa masalah kekurangan gizi di kalangan masyarakat Indonesia terjadi pada setiap siklus kehidupan (World Bank 2006). Sampai saat ini, penduduk Indonesia, terutama yang berpenghasilan rendah baik di perkotaan dan pedesaan, masih banyak yang mengalami masalah kekurangan zat gizi mikro. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2009 menunjukkan lebih dari sembilan juta anak-anak Indonesia dan satu juta perempuan menderita kekurangan vitamin A. Tercatat pula 25 - 30 % kematian bayi dan balita di dunia disebabkan oleh kekurangan vitamin A, sedangkan di Indonesia sekitar 14,6 % anak di atas usia 1

Upload: eka-marlianti

Post on 28-Nov-2015

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kekurangan vitamin A

TRANSCRIPT

Page 1: KVA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan masyarakat dunia dewasa ini bukan dihadapkan pada masalah

defisiensi gizi makro, tetapi pada masalah defisiensi gizi mikro. Masalah

defisiensi gizi mikro yang yang utama dihadapi adalah anemia gizi besi, gangguan

akibat kekurangan iodium (GAKI) dan kekurangan vitamin A (KVA) (Martianto,

2011). Kekurangan zat gizi mikro berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat,

sehingga dapat merusak kualitas sumber daya manusia Indonesia. Subdit Bina

Gizi Mikro Direktorat Bina Gizi Masyarakat juga mengemukakan bahwa masalah

kekurangan gizi di kalangan masyarakat Indonesia terjadi pada setiap siklus

kehidupan (World Bank 2006).

Sampai saat ini, penduduk Indonesia, terutama yang berpenghasilan rendah

baik di perkotaan dan pedesaan, masih banyak yang mengalami masalah

kekurangan zat gizi mikro. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2009

menunjukkan lebih dari sembilan juta anak-anak Indonesia dan satu juta

perempuan menderita kekurangan vitamin A. Tercatat pula 25 - 30 % kematian

bayi dan balita di dunia disebabkan oleh kekurangan vitamin A, sedangkan di

Indonesia sekitar 14,6 % anak di atas usia satu tahun mengalami kekurangan

vitamin A. (Krisnamurthi, 2010)

Penyakit akibat kurang vitamin A (KVA) disebabkan oleh kurangnya vitamin

A di dalam jaringan yang dapat menimbulkan gangguan secara subklinis maupun

klinis. Menurut WHO, kurang vitamin A subklinis ditandai dengan nilai retinol

serum 0,35 – 0,70 μmol/L (10 -20 μg/dL), meskipun pada kadar retinol serum

sampai 1,05 μmol/L masih dijumpai gejala subklinis. Gejala KVA subklinis

ditandai dengan gangguan diferensiasi sel dan gangguan pada sistem imunitas.

KVA klinis terjadi bila retinol serum kurang dari 0,35 μmol/L (kurang dari 10

μg/dL) dengan gejala antara lain buta senja, gangguan pertumbuhan dan

xeroptalmia (Smith, 2000).

Program penanggulangan kekurangan vitamin A di Indonesia dilakukan

dengan 3 cara yaitu: diversifikasi konsumsi pangan, suplementasi vitamin A dosis

1

Page 2: KVA

tinggi dan fortifikasi pangan (Martianto, 2011). Strategi yang digunakan untuk

menanggulangi masalah kekurangan vitamin A harus tepat untuk menjawab

kebutuhan dan harus menggunakan sistem dan teknologi yang tersedia.

Kombinasi beberapa intervensi mencakup promosi pemberian air susu ibu (ASI),

modifikasi makanan (misalnya meningkatkan ketersediaan pangan dan

meningkatkan konsumsi pangan), fortifikasi pangan dan suplementasi. Fortifikasi

vitamin A ke dalam minyak goreng sawit perlu dilakukan dengan alasan (1)

produk pangan di Indonesia sebagian besar menggunakan minyak goreng, (2)

untuk mengurangi penyakit akibat KVA, maka perlu adanya kebijakan yang tepat

untuk menanggulangi masalah KVA, (3) salah Satu kebijakan yang ditempuh

adalah fortifikasi vitamin A dalam minyak goreng, dan (4) pemerintah akan

menetapkan standar yang mewajibkan kepada seluruh produsen minyak goreng

sawit untuk melakukan fortifikasi vitamin A ke dalam produknya.

Target pencapaian persiapan program fortifikasi minyak goreng sawit dengan

vitamin A adalah sebagai berikut:

Tahun 2004-2011 : dilaksanakan studi konsumsi (intake minyak goreng),

stabilitas, efficacy, effectiveness.

Tahun 2011-2012 SNI wajib untuk minyak goreng sudah selesai

disiapkan.

Tahun 2011-2013 dilaksanakan pilot project di beberapa wilayah (dimulai

di Jawa Timur dan Jawa Barat).

Tahun 2011-2012 selesai dilaksanakan capacity building.

Tahun 2013 diimplementasikan SNI Wajib minyak goreng yang

difortifikasi.

Tahun 2013-2014 dilaksanakan monitoring dan evaluasi dampak

fortifikasi wajib.

1.2. Tujuan

Untuk mengetahui penyebab dan penanggulangan KVA di Indonesia.

2

Page 3: KVA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Vitamin A

1.1.1 Pengertian

Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak, terdapat dalam minyak

ikan, keju, kuning telur, sayuran berwarna hijau dan kemerah-merahan, seperti

tomat dan wortel (Depdiknas, 2005).

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Secara luas,

vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan

prekursor/ provitamin A/ karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai

retinol (Almatsier, 2003).

Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak

dan disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi

dari luar (esensial). Vitamin A berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan

meningkatkan daya tahan terhadap penyakit (Depkes RI, 2005)

1.1.2 Manfaat Vitamin A

Fungsi vitamin A di dalam tubuh mencakup tiga golongan besar:

A. Fungsi vitamin A dalam proses melihat

Pada proses melihat vitamin A berperan sebagai retinal (retinete) yang

merupakan komponen dari zat penglihat. Rhodopsin ini mempunyai bagian

protein yang disebut opsin yang menjadi rhodopsin setelah bergabung

dengan retinete. Rhodopsin merupakan zat yang dapat menerima rangsang

cahaya dan mengubah energi cahaya menjadi energi biolistrik yang

merangsang indera penglihatan. Selain itu vitamin A juga berperan menjaga

agar kornea mata selalu sehat.

B. Fungsi dalam metabolisme umum

Fungsi ini tampaknya berkaitan erat dengan metabolisme protein

Integritas epitel

3

Page 4: KVA

Pertumbuhan

Permeabilitas membran

Pertumbuhan gigi

Fungsi dalam proses reproduksi

1.1.3 Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan

Angka kecukupan vitamin A yang di anjurkan untuk berbagai golongan

umur dan jenis kelamin untuk Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel Angka Kecukupan Vitamin A

Keterangan :

RE : Retional Equivalent

SI : Satuan Internasional = 3,3 x RE

4

Page 5: KVA

1.1.4 Sumber Vitamin A

Vitamin A terdapat di dalam pangan hewani, sedangkan karoten terutama di

dalam pangan nabati. Sumber vitamin A adalah hati, kuning telur, susu (di dalam

lemaknya) dan mentega. Margarin biasanya diperkaya vitamin A. Karena vitamin

A tidak berwarna, warna kuning dalam telur adalah karoten yang tidak di ubah

yang tidak di ubah menjadi vitamin A. Minyak hati ikan digunakan sebagai

sumber vitamin A yang diberikan untuk proses penyembuhan.

Sumber karoten adalah sayuran berwarna hijau tua serta sayuran dan buah-

buahan yang berwarna jingga, seperti daun singkong, daun kacang, kangkung,

bayam, kacang panjang, buncis, wortel, tomat, jagung kuning, papaya mangga,

nangka masak dan jeruk (Almatsier, 2001, p. 162).

1.2 Kekurangan Vitamin A

Kekurangan vitamin A ialah penyakit sistemik yang merusak sel dan organ

tubuh dan menyebabkan metaplasia keratinisasi pada epitel saluran pernapasan,

saluran kemih, dan saluran pencernaan. Perubahan pada ketiga saluran ini relatif awal

terjadi karena kerusakan yang terdeteksi pada mata. Namun, karena hanya mata yang

mudah diamati dan diperiksa, diagnosis klinis yang spesifik didasarkan pada

pemeriksaan mata (Arisman, 2009).

Kekurangan vitamin A dapat terjadi pada semua umur akan tetapi kekurangan

yang disertai kelain pada mata umumnya terdapat pada anak berusia 6 bulan sampai 4

tahun (Sidarta, 2008).

Kekurangan vitamin A adalah suatu keadaan di mana simpanan vitamin A

dalam tubuh berkurang. Pada tahap awal ditandai dengan gejala rabun senja, atau

kurang dapat melihat pada malam hari. Nama penyakit tersebut adalah hemeralopia

(rabun senja/ rabun ayam). Gejala tersebut juga ditandai dengan menurunnya kadar

serum retinol dalam darah (kurang dari 20 μg/dl). Pada tahap selanjutnya terjadi

kelainan jaringan epitel dari organ tubuh seperti paru-paru, usus, kulit dan mata.

Gambaran yang khas dari kekurangan vitamin A dapat langsung terlihat pada mata

(Depkes RI, 2005).

Penyakit mata lain yang dapat terjadi bila kekurangan vitamin A adalah

seroftalmia (xeropthalmia). Seroftalmia adalah adalah keadaan bila orang mengalami

5

Page 6: KVA

kekurangan vitamin A, mula-mula konjungtiva mata mengalami keratinisasi

kemudian korneanya juga terpengaruh. Bila tidak diobati, mata akan menjadi buta.

(Kusharto, 1992)

1.2.1 Epidemiologi Kekurangan Vitamin A

KVA pada anak balita dapat mengakibatkan risiko kematian sampai 20-30%.

Mortalitas anak balita yang buta karena keratomalasia dapat mencapai 50-90%.

Survei Nasional Xeropthalmia 1978 menemukan prevalensi X1b (bitot spot) pada anak

balita 1,34%, dan pada tahun 1992 turun menjadi 0,35%. Angka tersebut masih di

bawah kriteria yang ditetapkan WHO sebagai masalah kesehatan masyarakat (0,5%).

Survei tersebut juga menemukan 50,2% anak balita mempunyai kadar serum vitamin

A < 20 μg/dl, lebih tinggi dari batas ambang menurut IVACG sebesar 15%. Helen

Keller International (HKI) (1999) melaporkan kejadian buta senja pada wanita usia

subur di Propinsi Jawa Tengah sebesar 1-3,5%.

Sejak Survei Nasional Xeropthalmia tahun 1992 belum ada lagi data status

vitamin A berbasis masyarakat (population based) yang dapat digunakan sebagai

dasar acuan untuk perencanaan program gizi mikro, meskipun distribusi kapsul

vitamin A kepada anak balita sudah dimulai sejak tahun 1976 (Depkes RI, 2006).

6

Page 7: KVA

Menurut data WHO Setiap tahun sekitar 3-10 juta anak menderita

xeroftalmia dan 250.000 – 500.000 anak menjadi buta yang menyebabkan

terjadinya dediferensiasi, keratinisasi sel epitel, perubahan nafsu makan,

xerofthalmia.

Kekurangan VitaminA yang Terjadi pada Anak dibawah Usia 5 Tahun

7

Page 8: KVA

Kekurangan VitaminA yang Terjadi pada Ibu Hamil

8

Page 9: KVA

1.2.2 Penyebab Kekurangan Vitamin A

Penyebab kekurangan antara lain :

Konsumsi vitamin A dalam makanan sehari-hari tidak mencukupi

kebutuhan tubuh dalam jangka waktu lama.

Proses penyerapan makanan dalam tubuh terganggu karena infestasi

cacing, diare, rendahnya konsumsi lemak, protein dan seng.

Adanya penyakit ISPA, campak , dan diare

(Depkes RI, 2005 dan Sidarta, 2008).

9

Page 10: KVA

1.2.3 Klasifikasi Kekurangan/ Defisiensi Vitamin A

Klasifikasi yang ditetapkan pada pertemuan bersama WHO, UNICEF, Helen

Kaller Internasional, dan IVACG di Jakarta pada tahun 1981 merupakan modifikasi

klasifikasi, yaitu :

a) XN : Buta Senja

b) X1A : Konjungtiva mengering

Yaitu terdapatnya satu atau lebih bintik-bintik konjungtiva yang kering dan

tidak dapat dibasahi. Keadaan ini bisa dijelaskan sebagai munculnya

segundukan pasir pada air pasang yang kembali surut.

c) X1B : Bercak bitot dan kongjungtiva mengering

Adalah suatu bentukan yang berwana abu-abu kekunigan yang bentuknya

seperti busa sabun, yaitu keadaan bergelembung atau seperti keju yang

tediri dari sel-sel epitel konjungtiva yang mengeras dan bersisik melapisi

sebagian atau seluruh permukaan yang kering, membentuk noda-noda

bitot.

d) X2 : Kornea mongering (cornea xerosis)

Keadaan kekurang vitamin A yang makin parah, bintik-bintik luka menjadi

bertambah padat dan tersebar ke atas dan mungkin meliputi seluruh

kornea. Kornea pada kondisi ini memiliki upa yang kering berkabut jika

diuji dengan lampu tangan.

e) X3A : Ulserasi kornea + kornea mengering

Keadaan kekurangna vitamin A yang lebih parah lagi dari kornea

mengering yang mengakibatkan kehilangan frank epithelial dan ulserasi

stroma baik dengan ketebalan sebagian maupun seluruhnya. Tukak yang

berlubang mungkin menjadi tersumbat dengan iris dan semmbuh sebagai

leukoma.

f) X3B : Keratomalasia

Semua kornea dan konjungtiva menjadi satu menebal sehingga kadang-

kadang bola mata menjadi rusak bentuknya. Keadaan perlunakan linbus to

10

Page 11: KVA

limbus cornea. Biasanya terjadi dengan adanya gabungan kekurangan

protein dan vitamin A.

g) XS : Perut Kornea (cornea scars) akibat sembuh dari luka.

h) XF : Xerophtalmia fundus

Terjadinya oda-noda putih yang menyebar di seluruh fundus.

Tingkatan X1A sampai X2 sifatnya reversible, yang memiliki

kemungkinan diobati hingga sembuh, sedangkan X3A ssampai dengan

tahap selanjutnya bersifat irreversible yang tidak dapat diobati hingga

sembuh.

Klasifikasi Kekurangan/ Defisiensi Vitamin A menurut Ten Doeschate, yaitu:

a) X0 : Hemeralopia

b) X1 : Hemeralopia dengan xerosis konjungtiva dan bitot

c) X2 : Xerosis kornea

d) X3 : Keratomalasia

e) X4 : Stafiloma, ftisis bulbi

Di mana kelainan pada: X0 sampai X2 masih reversibel, dan X3 sampai X4

ireversibel (Sidarta, 2008).

1.2.4 Tanda dan Gejala KVA (Kekurangan Vitamin A)

Buta senja ditandai dengan kesulitan melihat dalam cahaya remang atau

senja hari.

Kulit tampak kering dan bersisik seperti ikan terutama pada tungkai bawah

bagian depan dan lengan atas bagian belakang.

(Depkes RI, 2005).

Pada keratinisasi didapatkan xerosis konjungtiva, bercak bitot, xerosis

kornea, tukak kornea (Sidarta, 2008).

Kornea tampak lunak dan nekrotik pada keratomalasia dan kadang juga

terjadi perforasi (Vaughan dkk, 2008).

11

Page 12: KVA

Pada KVA yang lama dan berat dapat terjadi kekeringan pada konjungtiva

dan kornea, ulcer juga skar (American Academy of Ophtalmology, 2007).

2.2.1 Diagnosis dan Pemeriksaan Tambahan

Karena hanya mata yang mudah diamati dan diperiksa, diagnosis klinis yang

spesifik didasarkan pada pemeriksaan mata (Arisman, 2005).

Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada penderita dengan defisiensi

vitamin A ialah :

Tes adaptasi gelap

Kadar vitamin A dalam darah ( kadar < 20 mcg/ 100 mL menunjukkan

kekurangan asupan) (Sidarta, 2008).

2.2.2 Pengobatan

Secara umum, pengobatan KVA diarahkan pada upaya memperbaiki

status vitamin A. Vitamin A dosis tinggi harus diberikan segera setelah

diagnosis ditegakkan. Pilihan pertama adalah preparat oral.

Menurut Sidarta (2000), pemberian vitamin A akan memberikan

perbaikan nyata dalam 1-2 minggu, berupa:

o Mikrovili kornea akan timbul kembali sesudah 1-7 hari.

o Keratinisasi yang terjadi menghilang.

o Sel Goblet konjungtiva kembali normal dalam 2-4 minggu.

o Tukak kornea memperlihatkan perbaikan, sehingga dapat direncanakan

keratoplasti.

Dianjurkan bila diagnosis defisiensi vitamin A dibuat maka diberikan

vitamin A 200.000 IU per oral dan pada hari kesatu dan kedua (Sidarta,

2008).

2.2.3 Jadwal Pemberian Vitamin A

Menurut Prof. Dr. Azrul Azwar, untuk menanggulangi KVA di Indonesia

khususnya pada Balita (6-59 bulan) Departemen Kesehatan RI telah bekerja sama

dengan Helen Keller Indonesia (HKI) dengan pemberian kapsul vitamin A dosis

12

Page 13: KVA

tinggi pada bayi, balita dan ibu nifas. Kapsul Vitamin A ini diberikan secara gratis

di posyandu dan puskesmas seluruh Indonesia (Depkes RI, 2004).

Tabel Jadwal Pemberian Vitamin A

Bulan Dosis Pemberian

Fabruari 100.000 IU

(Kapsul Biru)

Untuk bayi (6-11

bulan)

Agustus 200.000 IU

(Kapsul Merah)

Untuk anak (12-59

bulan)

Pemberian vitamin A dosis tinggi telah terbukti mampu mengawasi

xerofthalmia, mencegah kebutaan dan mengurangi angka kematian anak akibat

infeksi tertentu (terutama campak dan diare) pada masyarakat yang mengalami

defisiensi. Suplementasi cara ini juga terbukti efektif dalam memperbaiki secara cepat

keadaan ibu dan bayi yang baru dilahirkan (Depkes RI, 2000).

Program pemberian suplementasi vitamin A diyakini efektif dan aman. Vitamin

A diberikan dengan dosis anjuran, tidak akan terjadi efek samping yang serius dan

menetap. Efek samping yang sampai sekarang terpantau cukup ringan hanya keluhan

sakit kepala dan muntah. (pada bayi fontanela mengeras atau menggelembung) dan

tidak memerlukan pengobatan yang khas. Jika status vitamin A sudah baik,

pemberian suplemen menjadi tidak penting. Namun, jika diteruskan juga tidak

membahayakan (Depkes RI, 2000).

Pada tahun 1990, pabrik-pabrik farmasi di seluruh dunia mulai membuat kode

warna pada kapsul vitamin A untuk dosis yang berbeda. Pada banyak negara, isi dosis

dari kapsul vitamin A sekarang dapat diidentifikasi dari warna kapsul, yaitu: 200,000

IU (merah) dan 100,000 IU (biru) (Dini Latief, 2000).

Pemberian kapsul vitamin A 200.000 SI diberikan kepada anak balita secara

periodik, yaitu enam bulan sekali, dan secara serempak dalam bulan Februari dan

Agustus. Pemberian secara serempak dalam bulan Februari dan Agustus mempunyai

beberapa keuntungan :

13

Page 14: KVA

Memudahkan dalam memantau kegiatan pemberian kapsul, termasuk

pencatatan dan pelaporannya, karena semua anak mempunyai jadwal

pemberian yang sama.

Memudahkan dalam upaya penggerakan masyarakat, karena kampanye

dapat dilakukan secara nasional di samping secara spesifik daerah.

Memudahkan dalam pembuatan materi-materi penyuluhan (spot TV, spot

radio, barang-barang cetak, dan lain-lain) terutama yang dikembangkan,

diproduksi dan disebarluaskan oleh tingkat pusat.

Dalam rangka Hari Proklamasi RI (Agustus) biasanya banyak kegiatan-

kegiatan yang dapat digunakan untuk mempromosikan vitamin A,

termasuk pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.

Bulan Maret merupakan bulan bakti LKMD. Bulan ini sangat baik

digunakan untuk memonitor hasil pemberian kapsul bulan Februari, dan

dapat digunakan untuk mencapai balita yang belum menerima kapsul

dalam bulan Februari. (Depkes RI, 1996)

Kapsul vitamin A dapat diperoleh di posyandu, polindes, puskesmas pembantu,

puskesmas induk, praktik swasta (bidan, rumah bersalin, klinik bersalin, dan lain-

lain), dan kelompok KIA. Pemberian kapsul vitamin A dilakukan oleh petugas

kesehatan, bidan desa, tokoh masyarakat, kepala desa, ketua RT/ RW, kader, orang

tua/ keluarga (Depkes RI, 2005).

2.2.4 Pencegahan

Telah terbukti bahwa bayi baru lahir, terutama di negara sedang

berkembang yang kasus defisiensi vitamin A-nya bersifat endemis, memiliki

cadangan vitamin A yang sangat rendah. Pasokan vitamin A di awal kehidupan

akan tercukup melalui air susu ibu (ASI), asalkan ibu memiliki status vitamin A

yang baik (John Palmer, 2004).

Ada dua pendekatan untuk memperbaiki status vitamin A bayi yang berusia

kurang dari 6 bulan, yaitu dengan memberikan vitamin A dosis tinggi kepada

wanita menyusui, atau memberi satu dari beberapa dosis kepada bayi. (Arisman,

2009).

14

Page 15: KVA

Menurut Depkes RI (2005), pencegahan KVA dapat dilakukan dengan cara :

Memberikan ASI Eksklusif kepada bayi sampai berumur 6 bulan dan ASI

hingga berumur 2 tahun disertai dengan pemberian makanan pendamping

ASI yang cukup dan berkualitas.

Konsumsi makanan dengan gizi seimbang dan kaya vitamin A dalam menu

makanan sehari-hari.

Mencegah kecacingan dengan Berprilaku Hidup Bersih dan Sehat (BHBS)

Konsumsi kapsul vitamin A sesuai kebutuhan sasaran.

Melakukan promosi-promosi tentang vitamin A juga merupakan upaya

yang dilakukan organisasi HKI dalam rangka pencegahan KVA. Pada tahun 2001,

HKI bekerjasama dengan MOH, Koalisi Untuk Indonesia Sehat, dan iklan-iklan

lokal juga media-media massa mendisain dan menggalakkan promosi-promosi

tentang vitamin A melalui kampanye nasional. Bahkan membuat “vitamin A radio

jingle lyrics”, yaitu “Dua mata saya, yang sehat selalu, karena vitamin A, sehat

kuat tubuhku…” (Dini Latief, 2001).

15

Page 16: KVA

BAB III

PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Kekurangan vitamin A adalah suatu keadaan di mana simpanan vitamin A

dalam tubuh berkurang. Pada tahap awal ditandai dengan gejala rabun senja, atau

kurang dapat melihat pada malam hari. Nama penyakit tersebut adalah hemeralopia

(rabun senja/ rabun ayam). Gejala tersebut juga ditandai dengan menurunnya kadar

serum retinol dalam darah (kurang dari 20 μg/dl). Pada tahap selanjutnya terjadi

kelainan jaringan epitel dari organ tubuh seperti paru-paru, usus, kulit dan mata.

Gambaran yang khas dari kekurangan vitamin A dapat langsung terlihat pada mata

(Depkes RI, 2005).

Kekurangan vitamin A disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

Konsumsi vitamin A dalam makanan sehari-hari tidak mencukupi

kebutuhan tubuh dalam jangka waktu lama.

Proses penyerapan makanan dalam tubuh terganggu karena infestasi

cacing, diare, rendahnya konsumsi lemak, protein dan seng.

Adanya penyakit ISPA, campak , dan diare

(Depkes RI, 2005 dan Sidarta, 2008).

16

Page 17: KVA

17