kti over all
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat agar tingkat kesehatan menjadi lebih baik. Dalam menunjang
upaya kesehatan agar mencapai deajat kesehatan optimal, pembangunan kesehatan
gigi dan mulut pelu mendapat perhatian. Upaya kesehatan gigi haruslah ditinjau dari
aspek lingkungan, pendidikan, kesadaran masyarakat dan penanganan kesehatan gigi
termasuk pencegahan dan perawatan. Untuk mendapat hasil sebaik-baiknya dalam
pencegahan penyakit gigi, pelu diketahui masalah yang berkaitan dengan proses
terjadinya kerusakan gigi termasuk etiologi, faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya kerusakan gigi dan juga faktor distribusi penduduk, lingkungan serta
perilaku masyarakat terhada kesehatan gigi (Suwelo, 1992).
Pembangunan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia telah berjalan baik,
meskipun belum mencapai hasil optimal. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan
sarana pelayanan kesehatan gigi dan mulut di rumah sakit dan puskesmas di Idonesia
yang dari tahun ke tahun terus meningkat baik jumlah maupun pemerataannya.
Walaupun demikian, penyakit gigi dan mulut masih diderita oleh 90% penduduk
Indonesia (Depkes RI, 1999)
Karies gigi merupakan salah satu penyakit yang paling sering ditemui di rongga
mulut. Karies gigi adalah penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan
sementum. Karies diawali dengan demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian
diikuti oleh kerusakan bahan organiknya (Kidd dan Bechal, 1991). Berdasar hasil
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, menyatakan prevalensi
tertinggi penyakit gigi dan mulut adalah karies dan penyakit periodontal yang
meliputi 60% penduduk (Tampubolon, 2005).
Suwelo (1992) menjelaskan bahwa kesaadaran, sikap, dan perilaku individu
terhadap kesehatan gigi merupakan faktor yang mempengaruhi status karies gigi.
Begitupula dengan Wycoff (1980 cit. Suwelo, 1992) menjelaskan bahwa terdapat
hubungan antara keadaan sosial ekonomi dan prevalensi karies gigi. Faktor yang
mempengaruhi perbedaan ini adalah tingkat pendidikan dan penghasilan yang antara
lain berhubungan dengan diet dan kebiasan merawat gigi
Mahasiswa dengan tingkat pengetahuan yang tinggi dianggap mudah menyerap
informasi terbaru dan dapat menerapkan pengetahuan mereka. Mahasiswa kedokteran
gigi mendapat pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut termasuk
pemeliharanya, sehingga penelitian dengan subyek mahasiswa kedokteran gigi
diharapkan dapat meningkatkan homogenitas pengetahuan dan perilaku pemeliharaan
kesehatan gigi pada subyek.
Fluor memegang peanan penting dalam pencegahan dan pengendalian karies. Di
seluruh dunia, fluor telah digunakan untuk pencegan kariesdengan berbagai cara.
Fluor efektif bila diberikan pada saat pertumbuhan dan perkembangan gigi. Sumber
utama fluor antara lain makanan dan air minum, keberadaan fluor dapat secara alami
atau oleh karena fluorosi (Fajerskov dkk, 1996).
Konsenterasi fluor dalam air tidaklah sama, tergantung daya larutnya dalam air
(Andajani, 1995). Pada air permukaan kadar fluor biasanya di bawah 0,001-0,3 ppm.
Pada air tanah, konsentrasi fluor ini bervariasi tergantung dari faktor geologi tanah
tersebut, tetapi biasanya tidak melebihi 10 mg/liter. Air ini akan keluar melalui air
sumur yang mengandung fluor sesuai dengan kandungan pada air tanah, sehingga
menyebabkan kadar fluor dalam air sumur lebih tinggi daripada air PDAM (Panjaitan
dan Lubis, 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan dan Lubis (2003) diketahui bahwa
kandungan fluor pada air sumur memiliki pengaruh terhadap karies. Hasil penelitian
tersebut menunjukan bahwa karies gigi tetap anak yang minum air sumur bor lebih
kecil disbanding anak yang ,meminum air leding..
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi yang keadaan geografisnya
cukup bervariasi. Sumber air minum di DIY dibedakan menjadi 2 jenis sumber yakni
sumber air tidak terlindung dan sumber air terlindung yang memenuhi syarat
kesehatan meliputi air kemasan, ledeng, pompa, sumur terlindung dan mata air
terlindung. Berdasarkan Statistik Lingkungan Hidup Provinsi DIY dari Badan Pusat
Statistik (BPS) menggambarkan bahwa 81,89% rumah tangga telah menggunakan
sumber air terlindungi dengan jumlah terbanyak sumber air yang digunakan adalah
sumur terlindungi 58,48%. Persentase rumah tangga menurut sumber air minimum di
Provinsi DIY (Surkesda 2003) rumah tangga yang telah menggunakan sumber air
terlindung 85,60% (Bappeda Provinsi Yogyakarta, 2003)
Dengan melihat kondisi ini maka dipandang perlu untuk mengadakan penelitian
tentang perbedaan statuskaries gigi masyarakat Yogyakarta khususnya mahasiswa
yang mengkonsumsi air sumur dan yang mengkonsumsi air PDAM.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dapat diajukan berdasar latar belakang di atas adalah: Apakah
ada perbedaan status karies gigi pada mahasiswa kedokteran gigi yang
mengkonsumsi air sumur dan air PDAM di Universitas Muhammadiya Yogyakarta.
C. Keaslian Penelitian
Terdapat penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu “Kadar Fluor
Air Minum Terhadap Prevalensi Karies Gigi” (Damayanti, 1996). Usia subyek pada
penelitian Damayanti adalah antara 9-11 tahun atau subyek masih dalam fase gigi
desidui dan gigi bercampur.
Penelitian sejenis yang lain adalah “Pengalaman Karies Pada Usia 12-15 Tahun
yang Minum Air Sumu Bor dan Air Leding di Kampung Nelayan dan Uni Kampung
Belawan” (Panjaitan dan Lubis, 2003). Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada
lokasi penelitian dan subyek yang diteliti.
Hasil penelitian yang diakukan oleh Damayanti bertentangan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Panjaitan dan Lubis dimana bahwa tidak ada perbedaan status
karies gigi sampe pada daerah dengan kadar fluor air minum tinggi dan rendah.
Penelitian sejenis lainnya dilakukan oleh Misrinda DAI (2006), yaitu “Perbedaan
Status Karies Gigi Pada Usia 16-18 Tahun yang Mengkonsumsi Air Sumur dan Air
PDAM di Kota Gorontalo”
Pada penelitian yang dilakukan penulis, penulis ingin mengetahui ada tidaknya
perbedaan status karies gigi pada mahasiswa kedokteran gigi yang mengkonsumsi air
sumur dan air PDAM di Universitas Muhammadiya Yogyakarta.
Sepengetahuan penulis belum pernah ada penelitian yang sama dengan penelitian
yang akan dilakukan penulis.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji perbedaan status karies gigi
orang yang mengkonsumsi air sumur dan air PDAM di DIY.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui status karies mahasiswa Kedokteran Gigi UMY yang
berdomisili di Yogyakarta
b. Untuk mengetahui pengaruh kandungan fluor dalam air minum baik air sumur
maupun air PDAM terhadap karies gigi sehingga dapat dilakukan pencegahan
karies gigi melalui air minum.
E. Manfaat Penelitian
1. Untuk ilmu pengetahuan
Mahasiswa dapat mengetahui kandungan fluor pada air sumur dan air PDAM serta
pengaruhnya terhadap kejadian karies gigi.
2. Untuk peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat member pengalaman dalam bersosialisasi dan
berkomunikasi dengan pasien atau masyarakat, sebagai tempat untuk menerapkan
ilmu yang telah diperoleh.
3. Untuk masyarakat
Dengan diketahui adanya perbedaan status karies gigi antara orang yang
mengkonsumsi air sumur dan air PDAM maka hasil penelitian ini diharapkan
dapat member masukan kepada pemerintah khususnya pemerintah Yogyakarta
dalam penyediaan air minum di Yogyakarta dalam hubungannya dengan usaha
peningkatan derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat melalui usaha-usaha
pencegahan karies.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Karies
a. Pengertian karies gigi
Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin,
dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu
karbohidrat yang dapat diragikan. Tanda awal terjadinya karies adalah adanya
demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan
bahan organiknya. Pada stadium dini, perkembangan karies dapat dihentikan.
Penurunan pH saliva berulang-ulang dalam waktu tertentu akan
mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan, dan proses karies
puln dimulai (Kidd dan Bechal, 1991). Menurut Eccles dan Green (1994),
karies gigi adalah penyakit yang menyerang permukaan gigi geligi di dalam
mulut, mengakibatkan kerusakan yang lambat dari jaringan keras mahkota
gigi. Karies bila tidak segera dirawat akan meluas ke pulpa gigi dan dapat
merusak seluruh mahkota gigi, hal ini kemudian dapat menimbulkan rasa
sakit, terganggunya fungsi mastikasi, inflamasi jaringan gingival,
pembentukan abses, perubahan penampilan pasien dan efek-efek sosial yang
berkaitan dengannya.
b. Etiologi karies gigi
Telah banyak teori mengenai teori karies gigi yang dikemukakan oleh
para ahli. Bernier dan Muhler (1970, cit. Lukito, 1995) mengemukakan bahwa
terdapat dua faktor yang harus diperhatikan dalam etiologi karies gigi, yaitu
faktor gigi itu sendiri dan faktor yang bekerja di lingkungan sekitar gigi.
Menurut Roeslan dan Sadono (1997), terjadinya karies merupakan proses
multifaktor dengan berbagai variabel biologik terdapat di dalamnya. Proses
terjadinya karies merupakan interaksi antara kelompok faktor daya tahan
pejamu yaitu gigi dan saliva, serta kelompok faktor kariogenik yang terdiri
atas substrat dan mikroorganisme.
Menurut Sriyono (2005), karies gigi adalah suatu penyakit yang
merupakan interaksi dari 4 faktor yaitu host (pejamu), agent (penyebab),
environment (lingkungan), dan time (waktu) yang menghasilkan kerusakan
pada jaringan keras gigi yang tidak dapat pulih kembali yaitu email, dentin,
dan pulpa. Keempat faktor risiko di dalam mulut yang merupakan faktor yang
langsung berhubungan dengan karies yaitu:
i. Faktor pejamu (host)
Faktor pejamu (host) terjadinya karies adalah gigi. Variasi morfologi
gigi mempengaruhi resistensi gigi terhadap karies. Banyak ahli
berpendapat bahwa permukaan oklusal gigi tetap lebih mudah terkena
karies disbanding permukaan lain, karena bentuknya yang khas sehingga
sulit dibersihkan. Susunan gigi berjejal (crowded) dan saling tumpang
tindih (over lapping) akan mendukung timbulnya karies, karena daerah
tersebut sulit dibersihkan (Suwelo, 1992). Permukaan gigi yang sering
terpapar adalah permukaan yang berfisur, permukaan halus, permukaan
akar, dan sekitar tumpatan. Permukaan halus yang sering terinfeksi adalah
daerah aproksimal di bawah titik kontak. Kerusakan email permukaan
halus relative lebih cepat daripada fisur (Ford, 1993). Gigi dengan fisur
yang dalam mengakibatkan sisa-sisa makanan mudah melekat dan bertaha,
sehingga produksi asam oleh bakteri akan berlangsung dengan cepat dan
menimbulkan karies (Tarigan, 1990).
ii. Faktor penyebab (agent)
Faktor penyebab (agent) terjadinya karies yaitu mikroorganisme. Karies
gigi terjadi karena infeksi kronis kuman. Di antara kuman-kuman rongga
mulut, Streptococcus mutans dianggap paling kariogenik karena
kemampuannya membentuk plak gigi dari polisakarida ekstraseluler
(Stopelaar, 1971 cit. Roeslan dan Sadono, 1997). Menurut Kidd dan Bechal
(1991), Streptococcus mutans dan Lactobacillus merupakan kuman yang
kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat yang
dapat diragikan. Englander dan Jordan (1972 cit. Suwelo, 1992)
membuktikan peran Streptococcus mutans terhadap karies gigi dan
hubunannya dengan karbohidrat, plak gigi, saliva, serta lokasi populasi
terbanyak mikroorganisme tersebut di dalam mulut dan di permukaan gigi.
Freeman (1985 cit. Roeslan dkk., 1995) menyatakan bahwa proses
terjadinya karies gigi dimulai dengan pembentukan plak gigi, yang dimulai
dengan meleatnya kuman-kuman anaerob pada pelikel permukaan gigi.
iii. Faktor lingkungan (environment)
Faktor lingkungan (environment) meliputi saliva, cairan celah gusi dan
fluor. Kerentanan gigi terhadap karies banyak tergantung kepada
lingkungannya sehingga peran saliva sangat besar sekali. Saliva mampu
meremineralisasikan karies yang masih dini karena banyak sekali
mengandung ion kalsium dan fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan
remineralisasi meningkat jika ada ion fluor. Saliva selain mempengaruhi
komposisi mikroorganisme di dalam plak, juga mempengaruhi pH-nya,
oleh sebab itu jika aliran saliva berkurang atau menghilang, maka karies
akan tidak terkendali (Kidd dan Bechal, 1991). Efektifitas fluor
ditunjukkan melalui kemampuannya melindungi daerah yang rentan
terserang karies, dengan cara mengurangi kelarutan email oleh asam
(Dreizen, 1976 cit. Roeslan dkk., 1995)
Faktor lingkungan yang lainnya yaitu substrat (Newburn, 1978 cit.
Lukito, 1995). Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman
yang dimakan sehari-hari dan menempel di pemukaan gigi. Substrat ini
berpengaruh terhadap karies secara lokal di dalam mulut (Newburn, 1978
cit. Suwelo, 1992). Makanan dan minuman yang mengandung gula akan
segera meresap ke dalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh
bakteri. Makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan
pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan
demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu
dan kemudian akan kembali ke pH normal. Oleh karena itu, konsumsi gula
yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak pada di bawah
normal dan menyebabkan demineralisasi email (Kidd dan Bechal, 1991).
Berbagai karbohidrat dapat menghasilkan asam laktat, namun
kariogenitasnya ditentukan oleh tiga faktor, yaitu terdapat dalam jumlah
yang banyak di dalam diet, sukar dibersihkan dari dalam mulut, dan cepat
diragi oleh bakteri (Volker dan Finn, 1972 cit. Roeslan dan Sadono, 1997).
Sintesis polisakarida dari sukrosa lebih cepat dibanding glukosa, fruktosa
dan laktosa. Oleh karena itu, sukrosa merupakan gula yang paling
kariogenik dan karena sukrosa merupakan gula yang paling banyak
dikonsumsi maka sukrosa merupakan penyebab karies yang utama (Kid
dan Bechal, 1991).
iv. Faktor waktu (time)
Karies juga dipengaruhi oleh kecepatan terbentuknya karies serta lama
dan frequensi substrat menempel di permukan gigi. Karies gigi merupakan
penyakit kronis, kerusakannya berjalan dalam periode bulan atau tahun.
Rata-rata kecepatan karies gigi tetap yang diamati di klinik 18 ± 6 bulan
(Newburn, 1978 cit. Suwelo, 1992). Pada anak-anak perkembangan karies
dari saat terdeteksi sampai ditentukan keadaan harus dirawat memakan
waktu hanya 1 tahun, pada orang dewasa lesi sebenarnya dapat tetap statis
bertahun-tahun lamanya (Ford, 1993).
Sedangkan menurut Suwelo (1992), ada beberapa faktor luar yang
merupakan faktor predisposisi dan faktor penghambat yang berhubungan
tidak langsung dengan proses terjadinya karies. Faktor-faktor luar tersebut
antara lain:
i. Usia
Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah kariespun akan
bertambah. Hal tersebut dapat terjadi karena faktor risiko karies akan lebih
lama berpengaruh terhadap gigi (Suwelo, 1992).
ii. Jenis kelamin
Powell dan wycoff (1980 cit. Suwelo, 1992) mengatakan bahwa
prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi dibanding pria, begitu juga
pada gigi anak-anak, hal ini disebabkan antara lain erupsi gigi anak
perempuan lebih cepat disbanding anak laki-laki, sehingga gigi anak
perempuan lebih lama dalam mulut dan berhubungan dengan faktor risiko
terjadinya karies.
iii. Suku bangsa
Perbedaan status karies berdasar suku bangsa lebih karena sosial
ekonomi, pendidikan, makanan, cara pencegahan karies dan jangkauan
pelayanan kesehatan gigi yng berbeda di setiap suku tersebut (Finn, 1977;
Powell, 1980; dan Wycoff, 1980 cit. Suwelo, 1992).
iv. Letak geografis
Wycoff dan powell (1980 cit. Suwelo, 1992), perbedaan prevalensi karies
juga ditemukan pada penduduk yang letak geografisnya berbeda. Faktor-
faktor yang menyebabkan perbedaan ini, karena perbedaan lamanya
matahari bersinar, suhu, cuaca, air, keadaan tanah dan jarak dari laut.
v. Kultur sosial penduduk
Wycoff (1980 cit. Suwelo, 1992) menjelaskan faktor yang
mempengaruhi perbedaan status karies berdasar kultur social penduduk ini
adalah pendidikan dan penghasilan yang berhubungan antara lain dengan
diet dan kebiasaan merawat gigi. Perilaku sosial dan kebiasaan akan
mempengaruhi pebedaan jumlah karies.
vi. Kesadaran, sikap, dan perilaku individu terhadap kesehatan gigi
Perilaku kesehatan adalah usaha-usaha yang dilakukan seseorang untuk
memeliara kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan
apabila terjadi sakit. Perilaku peningkatan kesehatan serta pemilihan
makanan dan minuman yang baik dapat memelihara kesehatan seseoang
(Notoatmodjo, 2003).
2. Mahasiswa Kedokteran Gigi UMY
Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta didirikan sejak tahun 2004. Lama pendidikan standarnya adalah 11
semester yang terbagi atas pendidikan Sarjana Kedokteran Gigi selama 8 semester
dan Pendidikan Profesi selama 3 semester. Perkuliahan berlangsung di kampus
dan berbagai poliklinik gigi milik Dana Sehat Muhammadiyah dengan metode
pembelajaran Problem Based Learning Sejak awal perkuliahan mahasiswa akan
belajar secara integrasi dalam blok-blok yang menggunakan pendekatan pre klinis
dan klinis. Sedangkan Pendidikan Profesi akan berlangsung di Rumah Sakit Gigi
dan Mulut Pendidikan (RSGMP) FKIK UMY, Jl. Cokroaminoto, Yogyakarta.
Tujuan pendidikan Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta adalah menghasilkan dokter
gigi yang profesional, Islami, bervisi global dan mempunyai kemampuan
manajerial yang tergambar dalam karakteristik berikut:
1. Menghasilkan dokter gigi yang kompeten di bidangnya, islami bervisi global dan
mempunyai kemampuan manejerial yang tercermin dalam karakteristik berikut:
2. Mampu memberikan pelayanan kedokteran dan kesehatan yang sesuai standar
pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
3. Mampu membuat keputusan-keputusan klinik maupun kebijakan kesehatan.
4. Mampu mengkomunikasikan promosi kesehatan dan pemberdayaan peran serta
masyarakat dalam meningkatan kesehatan individual, keluarga dan
lingkungannya.
5. Mampu menjadi pemimpin masyarakat yang menjebatani kebutuhan kesehatan
individu dan masyarakat.
6. Mampu bertindak sebagai manajer dapat bekerja secara efesien baik dalam tim
disipliner bidang kesehatan maupun lintas disiplin.
7. Mampu menjadikan dirinya muslim berakhlaq mulia dan berperan dalam dakwah
Program S1 pendidikan Dokter Gigi FKIK UMY menggunakan sistem
pembelajaran yang lebih terintegrasi, yang merangsang mahasiswa untuk aktif dalam
proses belajar, yaitu kurikulum PBL (Problem Based Learning) dengan sistem blok
yang berbeda dengan sistem konvesional yang sering digunakan. Program pendidikan
Dokter Gigi Tahap S1 dengan konversi jumlah SKS adalah 149 SKS dapat di tempuh
dalam waktu 4 tahun. Tahap Profesi Dokter Gigi yang ditempuh setelah mahasiswa
lulus S1 (S. KG) menggunakan sistem pembelajaran klinik terintegrasi, Dengan
jumlah SKS 31, dapat di tempuh dalam jangka waktu 1,5 tahun.
Mahasiswa sebagai bagian masyarakat yang dianggap memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi sehingga mudah menyerap informasi terbaru dan dapat
menerapkan pengetahuan mereka (Budiharto, 1998). Mahasiswa kedokteran gigi
mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut dalam
perkuliahan beserta keterampilan praktisnya (Jeavons, 2004). Herijulianti dkk. (2003)
menyatakan bahwa penanaman pendidikan kesehatan gigi akan berpengaruh terhadap
pembentukan sikap pemeliharaan diri tentang kesehatan gigi dan mulut.
3. Sumber air minum
Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi segenap makhluk hidup untuk
bertahan hidup, 73% dari bagian tubuh tanpa jaringan lemak adalah air (Sukarni,
1994). Makhluk hidup khususnya manusia, sangat membutuhkan air bersih untuk
memenuhi berbagai kebutuhuan hidupnya. Saat ini masalah utama yang dihadapi
dalam sumber daya air meliputi kualitas dan kuantitas air untuk keperluan hidup
sehari-hari. Untuk itu, pemanfaatan air untuk berbagai kepentingtan harus
dilaksanakan secara bijaksana (Effendi, 2003).
Menurut Tjokrokusumo dkk. (1983). Macam-macam sumber air yang dapat
dipergunakan oleh manusia adalah air hujan, air permukaan dan air tanah.
a. Air hujan
Air hujan diperoleh dengan cara menampung langsung dari langit ke
dalam tempat penampungan. Air hujan sifatnya lunak lebih baik daripada air
sungai. Air hujan yang bersih dapat dipakai untuk minum setelah dimasak
(Tjokrokusumo dkk., 1983).
b. Air permukaan (surface water)
Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah yaitu air
sungai, air kolam, air danau dan air rawa. Air permukaan banyak mengandung
kotoran dan bakteri-bakteri serta keruh, sehingga air tersebut jika akan digunakan
sebagai air minum harus dijernihkan terlebih dahulu agar memenuhi syarat-syarat
kesehatan. Air permukaan biasanya dipakai sebagai bahan baku perusahaan air
minum (PAM). Air permukaan ini setelah mengalami berbagai proses dan
memenuhi syarat-syarat dialirkan melalui pipa-pipa kepada para konsumen
(Tjokrokusumo dkk., 1983). Kadar fluor air permukaan biasanya rendah, yaitu
berkisar di bawah 0,01-0,03 ppm (Panjaitan dan Lubis, 2003).
c. Air tanah (groundwater)
Air tanah (groundwater) merupakan air yang berada di bawah permukaan
tanah. Air tanah dapat berasal dari air hujan, air sungai, danau, rawa dan
genangan air lainnya (Effendi, 2003). Air tanah yaitu air permukaan yang
meresap dalam tanah sehingga telah mengalami penyaringan oleh tanah, batu-
batuan, maupun pasir (Sukarni, 1994). Karakteristik kualitas air tanah kadang-
kadang sangat berbeda dengan kualitas air permukaan. Air tanah sangat bersih
karena bebas dari pengotoran tetapi seringkali mengandung kadar mineral yang
terlalu tinggi. Contoh air tanah ialah air sumur dan mata air (Tjokrokusumo dkk.,
1983).
Air tanah meliputi air dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dangkal
biasanya keluar dari dalam tanahyang kedalamnya relative kecil dan biasanya
sebagian berasal dari air hujan yang menyerap ke dalam tanah. Air hujan tersebut
selanjutnya akan terkumpul pada tempat-tempat yang sesuai sebagai air tanah.
Air tanah dangkal dapat diperoleh baik dari sumur gali maupun sumur bor. Air
sumur gali memiliki kedalaman sekitar 5-8 meter pada musim penghujan dan 8-
12 meter pada musim kemarau, sedangkan air sumur bo dengan kedalaman rata-
rata di atas 30 meter yang kemudian dipompakan melalui menara untuk
didistribusikan (Hernandez, 1984)
Ditinjau dari sudut kesehatan jenis-jenis air ini tidak selalu memenuhi
syarat kesehatan. Syarat air minum ditentukan oleh beberapa hal, diantaranya:
1) Syarat fisik
Jika air itu tidak berwarna, tidak mempunyai rasa, tidak berbau, jernih,
dengan suhu sebaiknya dibawah suhu udara sehingga terasa nyaman.
2) Syarat kimia
Tidak mengandung zat kimia atau mineral yang berbahaya untuk kesehatan
misalnya CO2, H2S, NH4, dan lain-lain.
3) Syarat bakteriologis
Tidak mengandung bakteri E. coli yang melampaui batas yang ditentukan.
Misalnya jika diadakan pemeriksaan air minum dengan memakai prosedur
Membrane Filter Technique, maka 99% dari sampel air yang diperiksa
selama 1 bulan, harus bebas E. colli. Untuk yang mengandung E. colli,
jumlah bakteri tidak boleh lebih dari 4 untuk setiap 100 cc air, serta tidak
boleh lebih dari 132 untuk setiap 500 cc air (Sukarni, 1994).
Berdasar peraturan pemerintah RI No. 20 tahun 1990 tentang
pengendalian pencemaran air, air yang dapat digunakan sebagai air baku adalah
air minum yang mengandung unsur-unsur mineral yang jumlahnya berbeda-beda.
Mineral itu seperti fluor, nitrat, besi, magnesium, tembaga, seng sulfat, dan lain-
lain (Effendi, 2003). Kekurangan dan kelebihan mineral yang terdapat dalam air
minum baik air tanah maupun air permukaan akan berdampak terhadap kesehatan
secara umum dan khususnya terhadap kesehatan gigi (Panjaitan dan Lubis, 2003).
4. Hubungan fluor dengan karies gigi
Salah satu mineral dalam air yang memiliki efek nyata terhadap
kesehatan gigi adalah fluor (Ericson dan Anderson, 1983 cit. Damayanti, 1996).
Fluor dalam beberapa kepustakaan disebut juga florin (Wei dan Hattab, 1988 cit.
Andjani, 1995). Florin adalah elemen yang bergabung dengan elemen tertentu
untuk membentuk garam yang disebut fluor, dan garam ini dapat larut dalam air
(Besford, 1996). Fluor merupakan gas yang sangat reaktif dan unsur kimia yang
sangat elektronegatif. Fluor bereaksi dengan cepat dan kuat dengan berbagai unsur
lain, tidak ditemukan dalam elemen bebas di alam tetapi ditemukan dalam bentuk
senyawa terutama dalam air. Sebagian besar fluor larut dalam air, tetapi
alumunium fluor, timah hitam, magnesium, kalsium dan mangan sukar larut atau
sama sekali tidak larut dalam air. Fluor ditemukan juga dalam tanah berupa
kalsium fluor, sodium alumunium fluor dan mineral lain seperti fluorapatit, fluor
karbonat, fuor fospat dan fluor silikat. Selain itu, fluor dapat pula ditemukan pada
tanaman, makanan dan jaringan tubuh. Pada makhluk hidup ditemukan terutama
pada tulang dan gigi (Nizel, 1981; Wei dan Hattab, 1988 cit. Andajani, 1995).
Fluor terdapat juga di udara. Fluor di udara terdapat dalam bentuk asam
hidrofluorat atau florin berbentuk gas, berasal dari debu tanah yang mengandung
fluor, sampah industi berupa gas, asap batu bara, dan emisi gunung api (Wei dan
Hattab, 1988 cit. Andajani, 1995).
Konsentrasi fluor dalam air minum rendah. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa kadar optimal fluor dalam air minum adalah 1-3ppm, apabila
kadar fluor air minum di atas atau di bawah kadar optimal fluor tersebut,
ketahanan terhadap kerusakan gigi menjadi kurang baik (Besfod, 1996). Kadar
fluor air minum yang dianjurkan untuk dikonsumsi masyarakat berkisar antara 1-
1,5 ppm (Dunning, 1986). Sedangkan WHO (1986, cit. Damayanti, 1996)
menganjurkan sekitar 1 ppm ± 10% atau antara 0,9-1,1 ppm, dan kadar optimum
fluor adalah 0,7-1,2 ppm (FDI, 1982 cit. Damayanti, 1996). Englander dan De
Paola (1979, cit. Damayanti 1996) menganjurkan kadar fluor untuk air minum
tidak lebih tinggi dari 1-2 ppm, sebab kelebihan mengkonsumsi fluor dapat
mengakibatkan fluorosis gigi, sedangkan kekurangan mengkonsumsi fluor akan
menyebabkan karies gigi (Lewis dkk., cit. Damayanti, 1996)
Selain pada udara dan air minum, fluor juga dapat ditemukan dalam
makanan. Pemasukan fuor dari makanan relative rendah berkisar 0,3-0,6 mg/hari.
Kebiasaan diet tertentu seperti konsumsi teh yang berlebihan dan makanan laut
dapat meningkatkan pemasukan fluor secarabermakna (Wei dan Hattab, 1988 cit.
Andajani, 1995). Besford (1996) juga menyatakan bahwa teh dan ikan adalah
sumber lain yang mengandung fluor dalam jumlah yang bermakna. Fluor banyak
tedapat di daun teh, yaitu anatara 75 sampai 100 ppm. Umumnya dalam secangkir
teh terdapat fluor antara 0,5-1,5 ppm. Fluor paling banyak terambil terambil dari
teh pada penyeduhan pertama dengan air panas. Menurut nizel (1981 cit.
Andajani, 1995), makanan yang mengandung banyak fluor adalah makanan laut
terutama ikan duri kecil seperti sarden, salmon, dan teri. Kadar fluor dalam ikan
segar kira-kira 1,6 ppm, dalam ikan kalengan seperti sarden, makarel, mencapai 7-
12 ppm, sedangkan pada daging, buah, sayur mengandung sedikit sekali fluor.
Fluor dianggap sebagai mineral yang daya cegahannya paling efektif
terhadap karies gigi (Ericsson and Anderson, 1983 cit. Damayanti, 1996). Fungsi
utama fluor adalah untuk menghambat system enzim bakteri, meubah hidroksi
apatit menjadi fluor apatit Fluorapatit ini dapat menghambat terjadinya karies
gigi, Karena fluorapatit adalah struktur yang lebih stabil dan kurang larut terhadap
asam bila dibandingkn hidroksiapatit, sehingga lebih tahan terhadap asam
(Yankell, 1988 cit. Damayanti, 1996).
Pada manusia resorbsi fluor biasanya berlangsung di lambung. Resorbsi
fluor berlangsung cepat terutama bila lambung dalam keadaan kosong (Houwink
dkk., 1993). Fluor yang dapat larut dalam air minum hampir seluruhnya
diabsorbsi, sedangkan fluor yang ada dalam makanan hanya 50%-80% yang
diabsorbsi (Nizel, 1981 cit. Andajani, 1995).
Kadar normal fluor dalam darah adalah 0,001-0,002 mg/l (0,002 mg/l-
0,002 ppm). Kalebihan dalam jumlah fluor dalam darah bisa ditampung dalam
tulang atau dibuang melalui ginjal (Besford, 1996). Fluor akan mengendap pada
bagian tubuh yang mengalami kalsifikasi seperti tulang dan gigi, bila masuk pada
masa mineralisasi aktif. Gigi dan tulang mempunyai konsentrasi fluor paling
tinggi dibandingkan dengan jaringan lain dlam tubuh, karena afinitasnya dengan
kalsium. Konsentrasinya pada gigi dan tulang naik cepat pada masa mineralisasi
dan terus naik sesuai dengan umur tetapi kecepatannya berkurang, sekali
diendapkan fluor akan terikat kuat pada mineral gigi selamanya (Andajani, 1995).
Fluor dikeluarkan dari tubuh melalui 3 jalan utama yaitu melalui urin,
tinja dan keringat. Saliva dan ASI merupsksn jslur ekskresi yang dapat diabaikan
(Wei dan Hattab, 1988 cit. Andajani 1995). Fluor yang dikeluarkan melalui urine
sekitar 40%-60% dan sekitar setengahnya diikat pada tulang (Houwink dkk,
1993). Seyawa fluor yang tidak larut dan tidak diserap di saluran cerna akan
dikeluarkan dalam keadaan tidak berubah melalui tinja. Dalam keadaan normal
selain melalui urine, kira-kira 10% pemasukan total fluor dikeluarkan melalui tinja
dan sisanya melalui keringat. Bila pengeluaran melalui keringat banyak, maka
pengeluaran melalui urine berkurang (Wei dan Hattab, 1988 cit. Andajani 1995).
Di kebanyakan negara terutama di Negara-negara yan sedang
berkembang masih banyak terdapat wilayah yang tidak memiliki air yang
mengandung fluor, sehingga perlu diadakan fluoridasi air minum. Fluoridasi air
minum adalah cara menabah konsentrasi fluor dalam air minum sampai demikin
banyaknya, yaitu kira-kira 1 ppm sehingga menimbulkan keuntungan setinggi-
tingginya bagi kesehatan gigi. Fluoridasi merupakan tindakan yang sangat
ekonomis berhubung biaya yang diperlukan untuk melaksanakannya adlah relative
rendah, tetapi untuk efektifitasnya fluoridasi hanya dapat dijalankan di tempat-
tempat dimana terdapat persediaan air minum yang terorganisasi karena tanpa
sarana ini fluoridasi tidak dapat diadakan dalam skala besar. Keadaan seperti ini
juga dijumpai di Indonesia karena menurut catatan yang tersedia, hanya 20% dari
penduduk Indonesia memperoleh air dari perusahaan air minum (Tarigan, 1990).
Fluoridas air minum di Indonesia masih merupakan gagasan yang perlu dikaji
lebih lanjut karena masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui
perlunya fluoridasi air minum dan berapa kadar fluor dalam air minum yang dapat
berpengaruh terhadap kesehatan gigi (Panjaitan dan Lubis, 2003).
5. Kondisi umum lokasi penelitian
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi dengan wilayah
astonomi terkecil kedua setelah Provinsi DKI Jakarta. Luas wilayah Provinsi DIY
hanya sebesar 3.185,80 km2, atau 0,17% dari seluruh wilayah daratan NKRI.
Secara geografis, Provinsi DIY berada di bagian tengah sisi selatan Pulau Jawa.
Berdasar satuan fisiografis, DIY memiliki wilayah pesisir sebanyak 33 desa.
Selain pesisir, topografi wilayah DIY sebagian besar berupa dataran sebanyak 305
desa. Sisanya sebanyak 100 desa terletak di lereng /punggung bukit dan tidak ada
satupun desa yang terletak di lembah atau daerah aliran sungai (DAS).
Berdasarkan hasil olah cepat pencacahan lengkap Sensus Penduduk
2010, jumlah penduduk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 3.452.390
jiwa, yang terdiri atas 1.705.404 laki-laki dan 1.746.986 perempuan. Dari hasil
sensus penduduk 2010 tampak sebagian besar penduduk Daerah Istimewa
Yogyakarta tinggal di Kabupaten Sleman yakni sebesar 31,6%. Kota Yogyakarta
memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu 388.088 jiwa atau sebesar 11,2%.
Angka partisipasi sekolah (APS) penduduk usia SD (7-12 tahun) di
Provinsi DIY selama periode 2005-2009 menunjukan kecenderungan yang
semakin meningka. Pada tahun 2005, APS penduduk usia SD tercatat 99,0% dan
mengalami peningkatan mencapai 99,7% pada tahun 2009. Tingginya APS
penduduk usia SD menunjukan keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan.
Sumber air minum di DIY dibedakan menjadi 2 jenis sumber yaitu
sumber air terlindung dan tidak terlindung. Sumber air yang termasuk kategori
terlindung (jenis sarana yang memenuhi syarat kesehatan) adalah air kemasan,
ledeng, pompa, sumur terlindung dan mata air terlindung.
Berdasarkan Statistik Lingkungan Hidup Provinsi DIY dari Badan Pusat
Statistik (BPS) menggambarkan 81,89% rumah tangga telah menggunakan
sumber air terlindungi dengan jumlah terbanyak sumber air yang digunakan
adalah sumur terlindungi 58,48%. Persentase rumah tangga menurut sumber air
minimum di Provinsi DIY (Surkesda 2003) rumah tangga yang telah
menggunakan sumber air terlindung 85,60%. Hal tersebut menunjukkan kenaikan
sebesar 3,71% dibandingkan tahun 2002. Data selengkapnya terdapat pada tabel
berikut :
Prosentase Rumah Tangga berdasar jenis Air Minum yang digunakan di
Provinsi D.I.Yogyakarta Tahun 2006
No. Sumber Air Minum Persen
1 Air Kemasan 8,40
2 Ledeng 8,76
3 Pompa 0,63
4 Sumur terlindung 73,29
5 Air Sungai/Hujan 8,37
6 Lainnya 5,59
Sumber : Profil Kesehatan Kab/Kota 2007
Dari segi tingkat resiko pencemaran sumber air bersih (SAB)
berdasarkan inspeksi sanitasi diperoleh hasil bahwa tingkat Resiko pencemaran
SAB di DIY adalah 71% Rendah dan Sedang (R&S) dan 29% Tinggi dan Amat
Tinggi (T&AT).
B. Landasan Teori
Karies gigi adalah suatu penyakit yang merupakan interaksi 4 faktor yaitu host
(pejamu), agent (penyebab), environment (lingkungan), dan time (waktu) yang
menghasilkan pada jaringan keas gigi yang tidak isa pulh kembali. Keempat faktor
tesebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi, sehingga apabila salah satu faktor
tidak ditemukan, tidak akan terjadi penyakit karies gigi.
Terjadinya karies gigi juga dipengaruhi oleh faktor luar yang merupakan faktor
predisposisi dan faktor penghambat yang berhubungan tidak langsug dengan proses
terjadinya karies. Faktor-faktor luar yang erat hubungannya dengan terbentuknya
karies gigi yaitu usia, jenis kelamin, ras (suku bangsa), letak geografis, kultur social
penduduk, serta kesadaran, sikap, dan perilaku individu terhadap kesehatan gigi.
Ketahanan gigi terhadap terjadinya karies berhubungan dengan fluor. Fluor
memegang peranan penting dalam pencegahan dan pengendalian terjadinya karies.
Fungsi penting fluor adalah untuk menghambat system enzim bakteri, merubah
hidroksi apaptit menjadi fluorapatit yang dapat menghambat terjadinya karies gigi,
karena fluorapatit adalah struktur yang stabil dan kurang larut terhadap asam.
Efektifitas fluor ditunjukkan melalui kemampuannya melindungi daerah yang rentan
terserang karies, dengan cara mengurangi kelarutan email oleh asam.
Fluor dapat ditemukan dalam makanan dan minuman. Pemasukan fluor melalui
makanan relative rendah. Keberadaan fluor dalam air minum dapat secara alami
maupun fluoridasi. Kadar fluor dalam air berkaitan pula dengan letak geografis.
Secara teoretis, air sumur memiliki kandungan fluor lebih tinggi daripada air PDAM.
C. Kerangka Konsep
Variabel Pengaruh Variabel Terpengaruh
Sumber air:
1.Air sumur Ketahanan gigi Status karies gigi
2.Air PDAM
D. Hipotesis
Berdasarkan pernyataan dalam landasan teori dapat diajukan hipotesis sebagai
berikut:
Status karies gigi pada mahasiswa kedokteran gigi yang mengkonsumsi air sumur
lebih baik daripada status karies gigi pada mahasiswa kedokteran gigi yang
mengkonsumsi air PDAM.
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat survey epidemiologi dengan metode observasi yang
dilaksanakan sekaligus pada satu saat atau disebut cross sectional (Pratiknya, 1993)
B. Subyek Penelitian
1. Batasan populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah mahasiswa KG UMY yang
sejak lahir tinggal di Yogyakarta. Pada penelitian ini, diambil sampel mahasiswa
KG UMY karena mahasiswa kedokteran gigi dianggap lebih dapat memahami hal-
hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan gigi. Populasi dibagi menjadi 2
populasi yaitu mereka yang mengkonsumsi air sumur dan yang mengkonsumsi air
PDAM.
2. Batasan subyek
Subyek penelitian adalah mashasiswa program sarjana kedokteran gigi di
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Subyek yang diambil harus memiliki
criteria sebagai berikut:
1. Penduduk asli daerah penelitian yang sejak lahir tinggal di daerah penelitian
2. Dalam fase gigi permanen
3. Menyikat gigi minimal 2 kali sehari
4. Kondisi umum baik
3. Besar sampel
Besar sampel dalam penelitian dihitung dengan pengujian hipotesis untuk dua
rata-rata populasirumus menurut … dkk (1997)
n=2σ 2+(Z1−α /2+Z1−β)
2
(μ1−μ2)2
Keterangan
n = Jumlah subyek penelitian
σ = Simpangan baku
Z1−α /2 = Derivat baku normal untuk α (hasil positive palsu), uji 2 arah
Z1−β = Deivat baku normal untuk β (hasil negatif palsu)
μ1−μ2 = Perbedaan antara 2 rata-rata populasi
Panjaitan dan Lubis (2003) melaporkan bahwa rata-rata DMF-T pada anak usia
12-15 tahun adalah 4,05 dengan simpangan baku 5,287. Dalam penelitian ini α =
0,05 dan diinginkan kekuatan uji 95% (β-0,05) untuk menguji DMF-T sebesar 3.
Besar sampel peneltian adalah :
n=2σ 2+(Z1−α /2+Z1−β)
2
(μ1−μ2)2
n=2 (5,287 )2(1,96+1,96)
(3)2
n=2 (27,95 )(15,37)
9
n=860,119
n=95,567
n=96
Dari perhitungan rumus tersebut, didapatkan subyek penelitian sebanyak 96 orang
untuk masing –masing kelompok. Dalam penelitian ini diambil subyek penelitian
sebanyak 200 orang, terdiri dari 100 orang yang mengkonsumsi air sumur dan 100
orang yang mengkonsumsi air PDAM.
4. Cara pengambilan sampel
Sampel diambil dari daftar mahasiswa di program studi kedokteran gigi FKIK
UMY. Sampel diambil dengan stratified random sampling. Angkatan yang diambil
dipilih dengan Cluster Random Sampling. Masing-masing angkatan diambil 25
orang yang memenuhi criteria sebagai sampel untuk kelompok yang
mengkonsumsi air PDAM.
C. Identifikasi variable
1. Variabel pengaruh : Sumber air minum (air sumur dan air PDAM)
2. Variabel terpengaruh : Status karies gigi
3. Variavel terkendali
1. Usia
18-24 tahun (jumlah subjek umur 18-24 tahun pada kelompok yang
mengkonsumsi air sumur sama dengan jumlah subyek umur 18-24 tahun yang
mengkonsumsi air PDAM)
2. Jenis kelamin
Jumlah subyek laki-laki dan perempuan pada kelompok yang mengkonsumsi
air sumur sama dengan jumlah subyek laki-laki dan perempuan pada kelompok
yang mengkonsumsi air PDAM
3. Frekuensi menyikat gigi : 2 kali sehari
4. Susunan gigi
Jumlah subyek dengan susunan gigi teratur dan berjejal pada kelompok yang
mengkonsumsi air sumur sama dengan jumlah subyek dengan susunan gigi
teratur dan berjejal pada kelompok yang mengkonsumsi air PDAM
5. Jenis pasta gigi : tidak befluoride
6. Penduduk asli daerah penelitian tesebut yang sejak lahir tinggal di daerah
penelitian
7. Kondisi umum baik
4. Variabel tidak terkendali
1. Tingkat social ekonomi orang tua
2. Intake makanan dan minuman
D. Definisi Operasional
1. Sumber air minum
Sumber air minum adalah sumber yang memenuhi standar mutu air yang apat
dipakai sebagai air minum sehingga dapat dimanfaatkan untuk keperluan rumah
tangga sehari-hari. Dalam penelitian ini dibedakan antara air yang berasal dari air
sumur dan yang berasal dari PDAM.
2. Karies gigi
Karies gigi adalah kerusakan pada jaringan keras gigi bila dieksplorasi dengan
sonde akan tesangkut. Dalam penelitian ini karies gigi diukur menggunakan
indeks karies gigi yaitu DMF-T menurut WHO (1986). Data DMF-T merupakan
data kuantitatif. Skala data indeks ini adalah rasio (Sugiarto dkk., 2003) .
3. Mahasiswa KG UMY
Mahasiswa yang menjadi sampel penelitian ini adalah mahasiswa dalam rentang
usia 18-24 tahun, yaitu mahasiswa yang telah berulangtahun ke-18 dan batas umur
24 tahun adalah mahasiswa sebelum berulang tahun ke-25. Skala data dari usia
adalah skala data rasio (Sugiarto dkk., 2003).
4. Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah suatu identitas individu berdasarkan tanda fisik seksual yaitu
laki-laki dan perempuan. Skala data dari jenis kelamin adalah skala data nominal
(Sugiarto dkk., 2003).
5. Frekuensi menyikat gigi
Frekuensi menyikat gigi adalah kebiasaan menyikat gigi yang dilakukan dalam
sehari. Dalam penelitian ini, frekuensi sikat gigi yaitu 2 kali sehari dan yang
kurang atau lebih dari 2 kali sehari tidak menjadi subyek penelitian.
6. Susunan gigi geligi
Susunan gigi gelgi adalah susunan atau posisi gigi geligi dalam lengkung rahang.
Susunan gigi geligi subyek dalam penelitian ini adalah teratur dan berjejal.
7. Jenis pasta gigi
Jenis pasta gigi adalah pasta gigi yang dipakai sehari-hari oleh subyek. Jenis pasta
gigi yang dipakai dalam penelitian ini adalah pasta gigi yang tidak berfluoride.
8. Kondisi umum baik
Kondisi umum baik adalah tidak menderita penyakit sistemik yang secara tidak
langsung berpengaruh terhadap status karies gigi seperti diabetes mellitus,
hipertensi, dan lain-lain.
E. Bahan dan Alat Ukur Penelitian
1. Bahan dan alat penunjang penelitian
1. Bahan penunjang penelitian
a. Kapas steril untuk membersihkan alat diagnostic
b. Alkohol 70% sebagai bahan disinfeksi
c. air
2. Alat penunjang penelitian
a. Kaca mulut, digunakan untuk membantu pengamatan pada daerah-daerah di
dalam mulut yang tidak dapat terlihat langsung oleh mata
b. Sonde, digunakan untuk mengeksplorasi permukaan gigi, mendeteksi ada
tidaknya karies
c. Pinset, alat untuk memegang kapas
d. Gelas kumur
2. Alat ukur penelitian
1. Formulir identitas responden untuk mendapatkan gambaran karakteristik dari
subyek. Formulir identitas responden berisi antara lain:
a. Nama responden
b. Tempat lahir responden, untk mengetahui apakah responden penduduk asli
daerah penelitian yang sejak lahir tinggal di daerah penelitian
c. Usia 18-24 tahun yaitu mahasiswa yang telah berulangtahun ke-18 dan batas
umur 24 tahun adalah mahasiswa sebelum berulang tahun ke-25. Pada
penelitian ini jumlah subyek umur 18-24 tahun pada kelompok yang
mengkonsumsi air sumur sama dengan jumlah subyek umur 18-24 tahun
pada kelompok yang mengkonsumsi air PDAM.
d. Jenis kelamin. Pada penelitian ini dilakukan matching berdasarkan jenis
kelamin pada kedua kelompok penelitian dimana jumlah subyek laki-laki
atau perempuan pada kelompok yang mengkonsumsi air sumur sama dengan
jumlah subyek laki-laki atau perempuan pada kelompok yang
mengkonsumsi air PDAM.
e. Frekuensi sikat gigi adalah kebiasaan menyikat gigi yang dilakukan dalam
sehari. Dalam penelitian ini, frekuensi sikat gigi yaitu 2 kali sehari dan yang
kurang atau lebih dari 2 kali sehari tidak menjadi subyek penelitian.
f. Susunan gigi geligi subyek dalam penelitian ini adalah teratur dan berjejal.
Pada penelitian ini, jumlah subyek dengan susunan gigi teratur atau berjejal
pada kelompok yang mengkonsumsi air sumur sama dengan jumlah subyek
dengan susunan gigi teratur atau berjejal pada kelompok yang
mengkonsumsi air PDAM.
g. Jenis pasta gigi yang dipakai responden sehari-hari
h. Kondisi umum responden. Digunakan untuk mengetahui kesehatan umum
dan penyakit sistemik yang sedang diderita subyek yang secara tidak
langsung berpengaruh terhadap status karies gigi seperti diabetes mellitus,
hipertensi, dan lain-lain.
2. Untuk mengukur status karies menggunakan indeks kaies gigi yaitu indeks
DMF-T menurut WHO (1986)
Indeks karies gigi DMF-T:
D (Decay) : Jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal atau sekunder
karies
M (Missing) : Jumlah gigi tetap yang telah/harus dicabut karena karies
F (Filling) : Jumlah gigi yang telah ditambal dan sekunder karies
Penilaian karies gigi dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai D, M dan F.
Status karies gigi yang diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan tingkat
keparahan karies digolongkan menjadi sangat endah, rendah, sedang, tinggi dan
sangat tinggi. Kategori tingkat intensitas status karies gigi menurut Infirri dan
Barmes (1970) dapat dilihat dari table 3 berikut ini:
Tabel 3. Kategori status karies gigi berdasarkan tingkat keparahan karies gigi
Tingkat Intensitas DMF-T
Sangat Rendah 0,0-1,1
Rendah 1,2-2,6
Sedang 2,7-4,4
Tinggi 4,5-6,5
Sangat tinggi >6,6
F. Jalannya Penelitian
1. Tahap persiapan penelitian
a. Pembuatan blanko pemeriksaan
b. Ijin penelitian
1) Ijin penelitian didapatkan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan DIY
2) Konfirmasi dengan kepala program studi kedokteran gigi UMY, kemudian
diberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian, tahap-tahap kegiatan
yang akan dilakukan peneliti dan waktu pelaksanaan penelitian.
c. Pemilihan subyek penelitian
Subyek penelitian adalah mahasiswa KG UMY usia 18-24 tahun yang
memenuhi criteria penelitian, yang diambil dari daftar mahasiswa yang
tercata tercatat dalam data mahsiswa KG UMY. Seluruh mahasiswa tingkat
1-4 yang memenuhi criteria yang ditetapkan peneliti terpilih menjadi subyek.
Subyek terbagi dalam 2 kelompok yaitu yang mengkonsumsi air sumur dan
yang mengkonsumsi air PDAM. Dalam penelitian ini agar kelompok yang
mengkonsumsi air sumur mempunyai criteria sama dengan kelompok yang
mengkonsumsi air PDAM maka dilakukan matching yaitu subyek yang
mengkonsumsi air sumur yang diambil memenuhi criteria yang sama untk
umur, jenis kelamin, posisi gigi dalam lengkung dengan kelompok yang
mengkonsumsi air PDAM untuk dijadikan subyek penelitian.
2. Tahap pelaksanaan penelitian
a. Tahap I : Pengisian formulir identitas dan pemeriksaan karies gigi subyek
1) Pelaksanaan penelitian dimulai dengan pengisian formulir identitas oleh
calon subyek.
2) Pemerikasaan karies gigi
Sampel dari 2 kelompok penelitian yakni kelompok yang minum air
susmur dan kelompok yang mengkonsumsi air PDAM diperiksa status
karies gigi. Pemeriksaan gigi geligi subyek dilakukan di bawah
penyinaran yang terang dengan kaca mulut dan sonde tajam.
b. Tahap II : Psengambilan dan pemeriksaan sampel air minum
Untuk mengetahui kadar fluor air minum di daerah penelitian baik air sumur
maupun PDAM, maka dilakukan pemeriksaan kadar fluor air minum. Untuk
pemeriksaan kadar fluor air sumur dari 3 lokasi penelitian. Untuk
pemeriksaan kadar fluor air PDAM, diambil air langsung dari pusatnyayaitu
dari PDAM kota Yogyakarta. Pemeriksaan kadar fluor air minum dilakukan
di Balai Riset dan Standardisasi Industri dan Perdagangan di Yogyakarta.
c. Tahap III
1) Analisis data
2) Penyusunan laporan hasil penelitian
3) Presentasi laporan hasil penelitian
G. Analisis Data
Untuk mengetahui perbedaan prevalensi karies gigi mahasiswa KG UMY yang
mengkonsumsi air sumur dan air PDAM dianalisis dengan menggunakan metode
statistic chi-square, dan untuk mengetahui perbedaan status karies gigi antara
yang mengkonsumsi air sumur dan ai PDAM dianalisis dengan menggunakan
metode statistic t-test dengan tingkat kepercayaan 95%.
H. Skema Jalannya Penelitian
Persiapan Pembuatan blanko pemeriksaan
Surat izin penelitian
Pemilihan subyek
Tahap penelitian Pengisian formulir identitas
Pemeriksaan DMF-T
Pemeriksaan kadar fluor air minum
Analisis data
Hasil
I. Kelemahan Penelitian
Pada pelaksanaan penelitian yaitu pada pengambilan subyek penelitian, subyek
dikelompokkan berdasarkan sumber air minum yang dikonsumsi di rumah saja
namun air minum yang dikonsumsi saat subyek penelitian berada di luar lingkungan
rumah tidak dapat dikendalikan. Selain itu juga, pada saat dilakukan water treatment
yaitu pemanasan air sebelum dikonsumsi, suhu maksimum dan lamanya proses
pemanasan air minum di tiap-tiap rumah subyek penelitian pasti berbeda, hal ini tentu
pula akan mempengaruhi penurunan kadar fluor yang terdapat di dalam air minum,
sehingga asupan fluornya akan berbeda pula. Konsumsi air minum botol dan air
minum kemasan lainnya missal minuman ringan, jus buah yang dikonsumsi oleh
subyek penelitian, lebih merumitkan perhitungan asupan fluor karena sangat
bervariasinya ingkatan konsentrasi fluor dalam minuman kemasan ini.
Dalam penelitian ini faktor makanan juga tidak dapat dikendalikan. Kadar fluor
dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh setiap subyek penelitian berbeda-
beda, tidak diketahui besarnya kadar fluor yang masuk melalui makanan sehingga
besarnya asupan fluor dari makanan tiap-tiap subyek tentu pula berbeda