kti csl juli 2013 (repaired)

84
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurikulum adalah salah satu kunci Iuntuk menentukan kualitas lulusan. Oleh karena itu, maka setiap kurun waktu tertentu kurikulum selalu dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan pasar. Sejak dikeluarkannya SK Mendiknas No.045/U/2002 tentang Kurikulum Pendidikan Tinggi yang berbasis kompetensi, maka fakultas kedokteran Indonesia mulai mempersiapkan perancangan kurikulum berbasis kompetensi. Secara sederhana dapat dipahami bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah Kurikulum yang disusun berdasarkan kompetensi lulusan (1) Dapat dibayangkan bagaimana calon dokter muda, setelah 4 tahun belajar dari buku teks, jurnal-jurnal, perkuliahan dan praktikum di laboratorium harus 1

Upload: mubdi-afdhal

Post on 01-Dec-2015

550 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kurikulum adalah salah satu kunci Iuntuk menentukan kualitas lulusan.

Oleh karena itu, maka setiap kurun waktu tertentu kurikulum selalu

dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi serta kebutuhan pasar. Sejak dikeluarkannya SK Mendiknas

No.045/U/2002 tentang Kurikulum Pendidikan Tinggi yang berbasis

kompetensi, maka fakultas kedokteran Indonesia mulai mempersiapkan

perancangan kurikulum berbasis kompetensi. Secara sederhana dapat dipahami

bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah Kurikulum yang

disusun berdasarkan kompetensi lulusan (1)

Dapat dibayangkan bagaimana calon dokter muda, setelah 4 tahun belajar

dari buku teks, jurnal-jurnal, perkuliahan dan praktikum di laboratorium

harus segera beradaptasi dengan lingkungan belajar di Rumah Sakit dan

Puskesmas, dimana mereka akan langsung berhadapan dengan pasien.

Keterampilan fisik diagnostik serta bagaimana cara menyuntik dan memasang

infus menjadi kebutuhan yang amat mendesak saat itu, dalam suatu

program yang disebut Kepaniteraan Umum (Panum).(I)

Skills Lab pada prinsipnya bukan hanya sekedar learning resources,

melainkan mempunyai fungsi dan manfaat yang jauh lebih kompleks dari

itu. Di Skills Lab-lah seluruh kompetensi mahasiswa kedokteran yang didapat

1

melalui berbagai pengalaman belajar seperti Tutorial, Kuliah, Kunjungan

Lapangan, dan belajar mandiri, diimplementasikan dan diintegrasikan dalam

proses penalaran klinik. Melalui Skills Lab pula mahasiswa akan belajar

melakukan level “shows how” pada Miller’s Pyramid sesuai prinsip di pendidikan

kedokteran: When I see I forget, when I hear I remember, when I do I

understand.(2)

Ilmu pendidikan kedokteran dalam perkembangannya menjelaskan bahwa

proses belajar ketrampilan medik yang amat singkat dan tidak sistematis

menghambat penguasaan kompetensi untuk dapat bertahan lama. Dengan

demikian selain ilmu pengetahuan yang telah didapat dari kuliah, mahasiswa

kedokteran selayaknya juga mendapatkan kesempatan berlatih ketrampilan

medik sejak dari tahun pertama pendidikannya. (2)

Kurikulum KBK yang dilaksanakan di FK-UMI masih merupakan

kurikulum yang murni diadopsi dari fakultas kedokteran UNHAS sebagai fakultas

mitra sehingga beban kurikulum menjadi sangat padat oleh adanya mata kuliah

dasar umum serta mata kuliah muatan lokal berbasis Islam.(3)

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia telah menerapkan

metode metode Problem Based Learning sejak tahun 2006 hingga kini, dan sejak

itu belum diketahui seberapa jauh pengaruh metode tersebut berperan terhadap

proses peningkatan pengetahuan mahasiswa.(3)

1.2 Rumusan Masalah

2

Dari Uraian diatas, dapat di rumuskan masalah yang di teliti yaitu

“Bagaimana Persepsi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia Angkatan 2010 tentang Pelaksanaan Clinical Skill Lab ? “

1.3 Tujuan Masalah

1. Tujuan Umum

Mengetahui persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia Angkatan 2010 tentang Clinical Skill Lab

2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia Angkatan 2010 tentang Sikapnya dalan mengikuti Clinical Skill

Lab di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

2. Mengetahui persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia Angkatan 2010 terhadap peran dosen sebagai Instruktur dalam

pelaksanaan Clinical Skill Lab di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia

3. Mengetahui persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia Angkatan 2010 tentang fasilitas penunjang Clinical Skill Lab di

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

4. Mengetahui persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia Angkatan 2010 tentang penuntun Clinical Skill Lab di Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

I.4 Manfaat Penelitian

3

1. Bagi institusi pendidikan

Memberikan informasi tentang persepsi mahasiswa terhadap pelaksanaan

Clinical Skill Lab dan menjadi rujukan untuk perbaikan Pelaksanaan Clinical

Skill Lab kedepannya.

2. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi

penulis tentang tentang Clinical Skill Lab itu sendiri.

3. Bagi penelitian selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penelitian

selanjutnya dan dapat diteruskan dengan variabel penelitian yang belum

pernah diteliti.

BAB II

4

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Persepsi

2.1.1 Definisi

Persepsi, menurut Rakhmat Jalaludin (1998: 51), adalah pengalaman

tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.(4)

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu

suatu stimulus yang diterima oleh individu melalui alat reseptor yaitu indera. Alat

indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Persepsi

merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian

diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang

diindera.(5)

Dengan kata lain persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya

pesan atau informasi kedalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan

integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam

diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif

berpengaruh dalam proses persepsi. (5)

Gibson, dkk (1989) dalam buku Organisasi Dan Manajemen Perilaku,

Struktur; memberikan definisi persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan

oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya (terhadap

obyek). Gibson juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian

arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu

5

memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara

individu melihat situasi seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri. (5)

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian persepsi

merupakan suatu proses penginderaan, stimulus yang diterima oleh individu

melalui alat indera yang kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat

memahami dan mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut. Proses

menginterpretasikan stimulus ini biasanya dipengaruhi pula oleh pengalaman dan

proses belajar individu. (5)

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pada dasarnya dibagi menjadi dua

yaitu: (5)

1. Faktor Internal

Yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam

diri individu, yang mencakup beberapa hal antara lain :

a. Fisiologis. Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang

diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan

arti terhadap lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada

tiap orang berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat

berbeda.

b. Perhatian. Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk

memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang

ada pada suatu obyek. Energi tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian. (5)

seseorang terhadap obyek juga berbeda dan hal ini akan mempengaruhi

persepsi terhadap suatu obyek. (5)

6

c. Minat. Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa

banyak energi atau perceptual vigilance yang digerakkan untuk mempersepsi.

Perceptual vigilance merupakan kecenderungan seseorang untuk

memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat(5).

d. Kebutuhan yang searah. Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya

seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan

jawaban sesuai dengan dirinya. (5)

e. Pengalaman dan ingatan. Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan

dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau

untuk mengetahui suatu rangsang dalam pengertian luas. (5)

f. Suasana hati. Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, mood ini

menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat

mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan

mengingat. (5)

2. Faktor Eksternal

Yang mempengaruhi persepsi, merupakan karakteristik dari lingkungan

dan obyek-obyek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat

mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi

bagaimana seseoarang merasakannya atau menerimanya. Sementara itu faktor-

faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi adalah : (5)

a. Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus. Faktor ini menyatakan

bahwa semakin besrnya hubungan suatu obyek, maka semakin mudah untuk

dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan

7

melihat bentuk ukuran suatu obyek individu akan mudah untuk perhatian

pada gilirannya membentuk persepsi. (5)

b. Warna dari obyek-obyek. Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih

banyak, akan lebih mudah dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan

yang sedikit. (5)

c. Keunikan dan kekontrasan stimulus. Stimulus luar yang penampilannya

dengan latarbelakang dan sekelilingnya yang sama sekali di luar sangkaan

individu yang lain akan banyak menarik perhatian. (5)

d. Intensitas dan kekuatan dari stimulus. Stimulus dari luar akan memberi

makna lebih bila lebih sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya

sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu obyek yang

bisa mempengaruhi persepsi. (5)

e. Motion atau gerakan. Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap

obyek yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan

obyek yang diam.(5)

2.2 Tinjauan Umum Tentang Mahasiswa

2.2.1 Definisi

Menurut Susantoro (2006) mahasiswa merupakan kalangan muda yang

berumur antara 19 sampai 28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami

suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Sosok mahasiswa juga kental

dengan nuansa kedinamisan dan sikap kenyataan objektif, sistematik dan rasional.

Kenniston (2006) mengatakan bahwa mahasiswa (youth) adalah suatu periode

yang disebut dengan studenthood yang terjadi hanya pada individu yang

8

memasuki post secondary education dan sebelum masuk ke dalam dunia kerja

yang menetap. Berbeda dengan pendapat yang telah dikemukakan oleh dua ahli

tersebut di atas, Visi Pelayanan mahasiswa menyebutkan bahwa mahasiswa

adalah seseorang yang sedang mempersiapkan diri dalam keahlian tertentu dalam

tingkat pendidikan tinggi.(6)

Mahasiswa mempunyai peran penting sebagai agen perubahan (agent of

change) bagi tatanan kehidupan yang secara realistis dan logis diterima oleh

masyarakat (2002). Sejalan dengan pendapat Chaerul, Kartono (2006)

menyebutkan bahwa mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang mempunyai

ciri-ciri tertentu antara lain:

1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi

sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia.

2. Mahasiswa diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai pemimpin

masyarakat ataupun dalam dunia kerja.

3. Mahasiswa diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang dinamis bagi

proses modernisasi.

4. Mahasiswa diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang

berkualitas dan profesional.

Ditinjau dari kepribadian individu mahasiswa merupakan suatu kelompok

individu yang mengalami proses menjadi orang dewasa yang dipersiapkan atau

mempersiapkan diri dalam sebuah perguruan tinggi dengan keahlian tertentu. (6)

Dilihat dari perkembangan kognitif masa dewasa awal, Piaget (2002)

menyatakan bahwa pada saat masuk usia dewasa individu mulai mengatur

9

pemikiran operasional formal, artinya pada masa ini individu menjadi lebih

sistematis ketika menghadapi masalah. (6)

Menurut Gisela dan Vief (2002) menyatakan bahwa hakekat awal dari

logika remaja dan optimisme berlebihan pada kaum muda akan menghilang di

awal masa dewasa. Pada masa ini juga terjadi integrasi baru dari pemikiran,

artinya individu mempunyai pemikiran bahwa tahun-tahun masa dewasa akan

menghasilkan pembatasan-pembatasan pragmatis yang memerlukan strategi

penyesuaian diri yang mengandalkan analisis logis dalam pemecahan masalah. (6)

Santrock (2002) mengungkapkan bahwa pada masa dewasa awal

perkembangan kognitif berkembang sangat baik dan menunjukkan adaptasi

dengan aspek pragmatis dari kehidupan. Kompetensi sebagai orang dewasa muda

memerlukan banyak ketrampilan berpikir logis dan adaptasi pragmatis terhadap

kenyataan. (6)

Menurut Hurlock (2002) masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun

sampai kira-kira umur 40 tahun. Masa dewasa awal merupakan metode

penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial

baru maka tak jarang kebanyakan mahasiswa terjerumus dalam pengambilan

keputusan hidup yang salah karena kurangnya kematangan pribadi dalam diri. (6)

Pengertian Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990

adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.

Selanjutnya menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara

resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran diperguruan tinggi dengan batas usia

sekitar 18-30 tahun. (7)

10

Berdasarkan tahap perkembangan mahasiswa termasuk dalam masa

dewasa awal atau dewasa dini karena secara umum seseorang yang menyandang

predikat mahasiswa berada dalam rentang usia antara 18 tahun sampai habis masa

studinya berdasarkan keahlian tertentu. (7)

2.3 Tinjauan Umum tentang Clinical Skill Lab

2.3.1 Definisi

CSL (clinical Skill Lab) adalah serangkaian kegiatan psikomotorik yang

berhubungan dengan medis atau kedokteran. (8)

2.3.2 Tujuan

Mampu melakukan Anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik

yang tepat, dan tindakan praktis sederhana. Penguasaan ketiga hal tersebut

memungkinkan seorang dokter melakukan pendekatan terarah terhadap diagnosis

dan penanganan pasien. (8)

2.3.3 Keterampilan klinik menunjang setiap proses klinik

Keterampilan klinik menunjang setiap proses klinik, meliputi: Anamnesis,

Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan penunjang, Terapi dan Follow up, Keterampilan

integrative clinical reasoning dalam bentuk Modified Essay Question (MEQ).(9)

2.3.4 Keterampilan klinik Dasar

Pemeriksaan Mata (Blok Organ Indera) , Pemeriksaan THT/Telinga,

Hidung dan Tenggorok (Blok Organ Indera) , Pemeriksaan Leher (Blok

Endokrin) , Pemeriksaan Dada dan Dinding , Dada/Thorax (Blok

Kardiovaskuler) , Pemeriksaan Jantung (Blok Kardiovaskuler) , Pemeriksaan Paru

(Blok Respirasi) , Pemeriksaan payudara (Blok Reproduksi) , Pemeriksaan

11

abdomen, hepar, lien, ginjal (Blok Digesti dan Blok Uropoetika) , Pemeriksaan

genitalia eksterna pria dan wanita (Blok Uropoetika dan Blok` Reproduksi) ,

Pemeriksaan pelvis dan pemeriksaan ,dalam (ginekologi, inspekulo dan

bimanual/vaginal toucher, (Blok Reproduksi), Pemeriksaan rektum dan prostat

(rectal toucher) (Blok DDT), Pemeriksaan pembuluh darah perifer dengan teknik

Rumple Leed (Blok Kardiovaskuler), Pemeriksaan refleks dan neurologi lengkap

(Refleks fisiologis, refleks patologis, meningeal sign, tingkat kesadaran/Glasgow

Coma Scale,sensibilitas, provokasi nyeri untuk lowback pain) (Blok

Neurosains),Pemeriksaan ujud kelainan kulit (UKK) (Blok Spesial Sense)

kejiwaan (Blok kesehatan Jiwa) Pemeriksaan fungsi umum, Pemeriksaan fisik

neonatus (Blok Kesehatan Anak) , Pemeriksaan fisik anak (Blok Kesehatan Anak)

, Pemeriksaan tumbuh kembang anak/Denver II test (Blok Kesehatan Anak)

Pemeriksaan wanita hamil, ANC dan Leopol (Blok Reproduksi),. (9)

2.3.5 Prosedur Klinik Rutin Terkait dengan Pemeriksaan Penunjang

Pungsi Vena (Blok Darah), Pungsi Arteri (belum diajarkan), Membuat

sediaan apus tenggorok (Praktikum Mikrobiologi) , Membuat sediaan pap smear

fiksasi dan pengirimannya (Blok Reproduksi) Lumbal pungsi (demonstrasi Blok

Neurologi). (9)

2.3.6 Prosedur Lab dasar dan prosedur diagnostik

Kemampuan Menggunakan Mikroskop (Blok Introduksi) , Pemeriksaan

Gram, Ziehl Nielsen (Praktikum Mikrobiologi- Blok SPTPI) , EKG dan

interpretasinya (KM Blok Kardiovaskuler) , USG (belum diajarkan), Interpretasi

hasil foto Roentgen (Blok Gerak, Respirasi, Trauma dan kegawatdaruratan),

12

Pemeriksaan darah rutin (Praktikum Fisiologi dan Patologi Klinik), Darah samar

tinja (Praktikum Patologi Klinik) , Pemeriksaan Urin (Praktikum Patologi Klinik

Blok Uropoetika), Test Kehamilan (PP test/HCG test) (Praktikum Fisiologi Blok

Reproduksi), Sediaan apus basah vagina (Praktikum Mikrobiologi), Sediaan apus

darah (KM Blok SPTPI), Keterampilan interpretasi hasil pemeriksaan

laboratorium (pada Modified Essay Question/MEQ Blok Klinis), Pemeriksaan

Kerokan Kulit, Apusan Cairan Kulit, Apusan tenggorok, Apusan Tinja (Blok

Kedokteran Tropis). (9)

2.3.7 Prosedur Klinik Awal Kegawatdaruratan

Pasien tak sadar (Blok Trauma dan Kegawatdaruratan) , Kegawatdaruratan

jantung paru- Resusitasi jantung paru Otak/RJPO (Blok Trauma dan Kegawat

daruratan), Pemasangan ET (Blok Trauma dan Kegawatdaruratan), Multipel

Trauma: Pembalutan, Pembidaian, Pasang Gips (Blok Trauma dan

Kegawatdaruratan). (9)

2.3.8 Metode Belajar CSL

1. Ada role play/bermain peran (teman sendiri yang menjadi naracoba, contoh

anamnesis), Ada probandus/pasien simulasi (pada pemeriksaan fisik maupun

pada saat ujian) , Menggunakan manekin/alat bantu dan peraga,

Menggunakan alat medis sesungguhnya (contoh EKG).

2. Kegiatan Keterampilan Medik dengan Instruktur 1 kali/minggu @ 2 jam

3. Kegiatan Mandiri

4. Ujian Keterampilan Medik tiap akhir blok. (9)

13

2.3.9 Regulasi Pelaksanaan CSL

a. Mahasiswa diwajibkan mengikuti 100% kegiatan CSL.

b. Mahasiswa diperbolehkan tidak mengikuti CSL disebabkan karena alasan

yang bisa dipertanggungjawabkan (force major).

c. Mahasiswa yang tidak hadir diperbolehkanmengikuti CSL susulan setelah

mendapat surat pengantar dari sekretaris I (bidang akademik) dan

mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen Penanggung jawwab CSL blok

bersangkutan.

d. CSL dilaksanakan 2x pertemuan/topik. Pada pertemuan ke-1 dilaksanakan

peragaan dari instruktur dan latihan masing-masing mahasiswa. Pada

pertemuan ke-2 mahasiswa berlatih dengan dilakukan penilaian menggunakan

checklist (Mini OSCE).Apabila mahasiswa mendapat nilai latihan < 70, maka

mahasiswa wajib melakukan latihan mandiri.

e. Pada awal pertemuan pertama diadakan Pretest. Jika mahasiswa mendapat

nilai <2/3, maka tidak diperbolehkan mengikuti CSL pada tema tersebut dan

harus mengikuti CSL inhall. Pada CSL inhal mahasiswa mendapatkan tugas

membuat makalah yang harus dipresentasikan.

f. Ujian CSL dilakukan dalambentuk OSCE yang diadakan pada setiap akhir

semester. Pada akhir semester sebelum pelaksanaan OSCE mahasiswa. (9)

2.3.10 Buku Petunjuk (training manual)

Buku petunjuk berguna untuk menolong mahasiswa belajar lebih efektif,

biasanya dalam bentuk tulisan dan dirancang untuk memfasilitasi mahasiswa

dalam belajar. Tidak hanya sebagai penuntun apa yang harus dipelajari tetapi

14

bagaimana mereka harus belajar yang terbaik dan bagaimana mereka dapat

mengenal jika mereka sudah mahir pada topik yang dipelajari. Adanya buku

petunjuk juga mengajak mahasiswa bertanggung jawab terhadap belajarnya.

Ada tiga peran buku petunjuk adalah: (10)

1. Membantu mahasiswa dalam mengatur belajar atau acara latihannya.

2. Pempersiapkan aktivitas mahasiswa yang terfocus dan berhubungan dengan

topik pelatihan.

3. Memberikan informasi terhadap subjek atau topik belajar secara memadahi.

Buku petunjuk dapat pula memasukkan soal-soal pre-test untuk menilai

pengetahuan dasar mahasiswa secrara mandiri dan mengidentifikasi suatu gaps

yang perlu diperbaiki sebelum melakukan latihan. (10)

Isi buku pentunjuk : (10)

1. Pandangan umum (0verview) tentang topik keterampilan

2. Hasil pelatihan yang diharapkan (Learning outcome)

3. Strategi pembelajaran (Learning strategy) yang akan dipakai dalam acara

latihan

4. Kesempatan atau peluang belajar (Learning opportunities)

5. Jadwal pelatihan

6. Detail penilaian biasanya dirumuskan dalam ceklis

Hal-hal yang perlu dipakai sebagai pertimbangan dalam menulis buku

petunjuk keterampilan klinik: (10)

15

1. Buku ini membekali pengetahuan dasar berupa konsep atau prinsip dasar

apa, mengapa, dan bagaimana serta apa maknanya topik keterampilan

klinik itu dalam mendukung tugas sebagai tenaga profesi kesehatan?

2. Sebagai deklaratif knowledge yang mendasari procedural knowledge yang

akan dilatihkan oleh karena itu perlu mempertimbangankan kondisi

priorknowledge mahasiswa yang akan dilatih.

3. Pengetahuan anatomi, fisiologi yang terkait dengan topik keterampilan

perlu dicantumkan agar dipahami sebagai dasar ilmu suatu topik

keterampilan.

4. Pengetahuan tentang sarana dan alat-alat bagaimana menggunakan alat itu,

bagaimana memeliharannya dan mengoperasikannya atau juga bahan yang

digunakan selama pelatihan termasuk resiko terhadap kesehatan. (10)

5. Tatacara latihan dan penggunaan fasilitas sumber belajar selama latihan

perlu dicantumkan serta bagaimana melakukan penilaian tentang sejauh

mana tingkat kemahirannya.

6. Prosedure keterampilannya dan ceklis latihan perlu dicantumkan dalam

buku petunjuk

7. Buku petunjuk dapat didifinisikan suatu bahan ajar tertulis yang dirancang

untuk memudahkan mahasiswa dalam mempelajari atau latihan sesuatu

keterampilan tertentu.

8. Isinya bukan hanya bagaimana mahasiswa melakukan latihan, tetapi

bagaimana mereka dapat melakukannya dengan terampil dan cekatan

(mastered).

16

Buku Petunjuk Berisi kerangka pelatihan dan hal-hal penting tentang

keterampilan yang akan dilatihkan. Pada pengantar adalah lebih baik jika ditulis

apa yang dapat menumbuhkan minat dan motivasi mahasiswa latihan

keterampilan topik itu, misalnya memberikan gambaran kepentingan klinik dan

tugas-tugas profesi topik itu dilatihkan, perlu diberikan contoh kasus kasus yang

penanganannya memerlukan keterampilan topik itu serta dampaknya jika topik

itu tidak terampil dikuasai, Hubungan topik itu dengan topik-topik keterampilan

dan pengetahuan, sikap yang lain perlu ditulis sehingga mahasiswa memperoleh

gambaran yang lebih jelas makna topik itu dalam profesi atau selam proses

pendidikan. (10)

Berisi teori dan pengetahuan yang menjadi dasar dan landasan pelatihan

keterampilan tersebut. Pengetahuan menyangkut ilmu-ilmu biomedik ( misanya

anatomi, fisiologi) ataupun instrumentasi yang terkait dengan alat yang digunakan

pada pelatihan topik itu. Keluasan dan kedalaman ilmu dasar yang dicantumkan

dalam buku petunjuk perlu mempertimbangkan priorknowledge mahasiswa

sewaktu topik itu dipaparkan. Tidak semua pengetahuan dasar harus dicantumkan

dalam buku petunjuk. Jika memang perlu mendalami kognisi ilmu biomedik bisa

dicantumkan sumber buku atau sumber belajar teori yang harus dibaca sebelum

pelatihan namun dapat dipisahkan cetakannya dengan buku petunjuk itu. (10)

Tujuan yang duharapkan yang ditulis dalam petunjuk adalah tujuan yang

tertinggi yang diharapkan tercapai. Rumusan penulisan tujuan biasanya setelah

pelatihan ini diharapkan mahasiswa terampil atau pelatihan ini sebagai fasilitasi

keterampilan mahasiswa. (10)

17

Berisi protokol atau tata cara pelatihan yang akan dilakukan termasuk

urutan tahap pelatihan dan peran mahasiswa selama waktu pelatihan dan langkah-

langkah melaksanakan keterampilan. ( apakah mahasiswa harus role play, dengan

pasien simulasi, dengan manikin atau sub topik-topik yang harus di lakukan serta

urutan bagaimana melakukannya). Bagaimana prosedur topik atau subtopik ini

harus dilakukan serta hal-hal tertentu yang perlu diperhatikan secara spesifik.

Bagaimana melakukan penilaian diri atau kelompok dalam pencapaian

keterampilan yang diharapkan. (10)

Ceklis untuk latihan dibuat lebih rinci, setiap item menunjukkan apa yang

harus dikerjakan. Keadaan ini mempunyai maksud memudahkan untuk kontrol

selama latihan baik oleh diri sendiri mahasiswa atau oleh teman yang mengamati.

Item –item sebaiknya diurutkan mana yang dalam praktek harus lebih dulu dan

item mana yang kemudian, karena mahasiswa cenderung menguurutkan item yang

terdapat dalam buku dari atas kebawah. (10)

Faulkner (1984) memberikan nasehat yang baik dalam membuat buku petunjuk,

yakni : (10)

1. Buatlah kalimat-kalimat yang pendek dan sederhana, sehingga mudah untuk

dimengerti.

2. Buatlah dalam kalimat aktif terutama pada strategi dan cara pelatihan.

3. Pilihlah gaya bahasa yang seakan berbicara dengan pembacanya.

4. Gunakan kata-kata yang lazim atau sudah familier.

5. Sangat disarankan untuk memuat gambar-gambar yang relevan dan

memudahkan bagi pembelajar untuk mengerti dan menirukannya.

18

6. Kemasan buku petunjuk sebaiknya menarik, mudah disimpan, mudah dibawa

dan mudah dibaca. Gambar yang dicantumkan dalam buku baik sampul atau isi

sebaiknya menunjukkan tahap prosedur yang baku.

7. Petunjuk keterampilan klinik tidak hanya berupa buku saja tetapi perlu

diperlengkapi dengan bahan audiovisual hal ini dikarenakan tidak semua

prosedur keterampilan dapat dijelaskan dengan mudah melalui kalimat dalam

tulisan namun akan jauh lebih mudah dipahami atau ditirukan lewat peragaaan

audiovisual.

8. Jumlah halaman dalam setiap topik keterampialn untuk dilatihkan selama 2 jam

sebaiknya tidak berlebihan atau maksimum sekitar 10 halaman. Jika

pengetahuan dasar lebih banyak sebaiknya itu dipisah dari buku petunjuk dan

dijadikan referensi, termasuk juga apabila kasus yang terkait lebih dari 2

sebaiknya dipisah atau sebagai lampiran. \

Siapa yang bertanggungjawab menulis buku petunjuk adalah seorang ahli

dibidangnya atau seorang yang paling kompeten di institusinya, hal ini untuk

menjamin isi buku bisa diandalkan dan dipercaya. Penulis buku kecuali mengajar

pada waktu praktek klinik juga ikut bertanggung jawab terhadap proses pelatihan

instruktur. Semua instruktur dianjurkan menggunakan buku ini dalam

membimbing mahasiswa selama latihan sehingga mempunyai kesamaan acuan. (10)

Buku petunjuk sebaiknya dilengkapi dengan audiovisual aid, karena banyak

prosedure keterampilan tertentu akan mudah diterangkan dengan melihat dan

mendengar dari pada membaca petunjuk. Audiovisual juga penting untuk

menyeragamkan standard prosedure bagi mahasiswa maupun instruktur dan

19

assessor. Pembuatan audiovisual ini juga harus sinkron dengan buku petunjuk

sehingga tidak membinggungkan mahasiswa. Pemeran dalam audiovisual yang

yang mendemostrasikan keterampilan sebaiknnya dilakukan juga oleh ahli pada

bidangnya. (10)

2.3.11 Sarana Penunjang Clinical Skill Lab

1. Ruang Belajar

Fasilitas belajar Keterampilan klinis bervariasi dalam berbagai ukuran,

bentuk dan lokasi. Ini sangat tergantung pada pengaturan, pendanaan dan

ketersediaan ruang dan bangunan. Model yang berbeda dari penggunaan akan

berkembangkan tergantung pada lokasi fisik dan konfigurasiketersediaan ruang

atau bangunan yang direncanakan. Dimana kemewahan yang ada dapat

menentukan sifat bangunan, misalnya sebagai hasil dari renovasi besar atau

membangun baru, yang tim desain memiliki kesempatan untuk mengembangkan

model yang fleksibel yang akan memfasilitasi dan dapat di maksimalkan untuk

digunakan dalam berbagai pengaturan yang berbeda. (11)

Ruang besar yang terbuka memberikan banyak fleksibilitas dimana lokasi

dapat diatur.Akan tetapi, ruang tidak kondusif untuk berbicara, komunikasi yang

intens , sesi keterampilan tidak terfokus. Oleh karena itu, satu set sisi kamar yang

lebih kecil mungkin diperlukan. fleksibilitas ruang dapat ditingkatkan dengan

menggunakan dinding pemisah (yang kini dapat memberikan insulasi suara yang

sangat baik) untuk memecah ruang besar. (12)

Ruang yang fleksibel dapat digunakan untuk membuat berbagai pengaturan

klinis, dari kamar tidur sampai i unit terapi intensif, dari konsultasi ruang

20

sampairuang trauma dan emergency. Fleksibilitas seperti ini membantu

simulasiyang lebih jujur. (12)

Memang semua fasilitas yang dirasakan harus dapat memberikan perasaan

seperti lingkungan klinis. Bagaimanapun, Tingkat fleksibilitas tergantung pada

pendanaan. Lebih banyak tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memasang dan

mencatat sumber daya untuk kebutuhan yang berbeda dari penggunanya . Ini

Harus seimbang dengan ruang untuk keterampilan tertentu atau alat keterampilan,

misalnya oftalmoskopi dan otoscopy yang hanya dapat digunakan dalam jumlah

terbatas dalam setahun belajar keterampilan dan untuk belajar mandiri serta

pengulangan (mungkin sebelum penilaian). (12)

Yang utama fasilitas harus di lengkapi dengan posisi penerimaan dengan

signage yang jelas untuk membantu pengguna untuk menemukan tempat mereka.

Beberapa tempat dapat di khusukan untuk Keterampilan klinis khusus , seperti

simulasi operasi terkait fasilitas, termasuk, ruang pengobatan, pintu air dan

daerah utilitas kotor. (12)

Dalam pembelajaran skills lab mahasiswa dibagi dalam kelompok-

kelompok kecil (10 -12 mahasiswa). Pembagian kelompok ini sesuai dengan

pendapat Nurini dkk (2002). Hal ini menyebabkan peralatan dan ruangan yang

dibutuhkan menjadi lebih banyak. sementara ruang dan peralatan yang ada

jumlahnya terbatas. Apabila dalam satu ruangan bisa disediakan alat suntik dalam

jumlah yang cukup, maka mahasiswa dapat praktik bersama, tidak perlu

mengantri untuk menunggu giliran, sehingga waktu bisa efektif. (12)

21

Konsil Kedokteran Indonesia (2006) merumuskan bahwa untuk

pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi dimana mahasiswa dibagi ke

dalam kelompok-kelompok kecil, tiap ruang harus mampu menampung

mahasiswa sebanyak 10-15 orang, minimal 0,7 M² per mahasiswa. Evaluasi

terhadap fasilitas pendukung harus dilakukan oleh institusi pendidikan dokter

minimal satu kali dalam setahun (KKI, 2006). Dengan demikian fasilitas

pendukung dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa yang pada gilirannya nanti dapat

meningkatkan capaian kompetensi. (12)

Hasibuan dan Moedjiono (2009) menambahkan peralatan praktik dikatakan

baik jika mudah didapatkan dan sudah pernah dicobakan. Peralatan harus selalu

dalam keadaan baik, sehingga dapat digunakan saat penbelajaran praktik. Untuk

itu petugas laboran skills lab harus mampu memahami cara mengecek peralatan

skills lab sehingga selalu dalam keadaan siap pakai. (12)

2. Belajar Mandiri

Belajar Mandiri terarah harus didukung melalui penyediaan akses ke materi

dan peralatan di luar waktu belajar normal . Hal ini dapat dijalankan melalui

Booking system operated melalui Suasana belajar yang terkelola atau melalui

internet. Salah satu keuntungan dari internet adalah pemesanan yang bisa

dihubungkan dengan akses ke asynchronous on-line forum diskusi yang dapat

memungkinkan staf untuk memantau serta berkomentar atas mahasiswa masalah

yang diangkat sebagai hasil dari self directed learning . dukungan yang sesuai

harus tersedia dan harus berhati-hati untuk menjamin bahwa perhatian semestinya

22

diberikan untuk masalah kesehatan dan keselamatan, seperti pembuangan benda

tajam. (12)

3. Penyimpanan

Persyaratan yang sering terlupakan adalah untuk penyimpanan. Meskipun

ruang yang di sediakan untuk penyimpanan mungkin terlihat seperti investasi

yang buruk, dengan terobosan yang dibuat menjadi ruang pengajaran, ini

adalah sebuah kesalahan. Pengeluaran pada peralatan, model dan manikins

cenderung untuk melihat kembalinya yang buruk   jika barang-barang mahal

tidak disimpan dengan tepat: akses tidak nyaman dapat berarti peralatan tidak

tersedia, dan dapat menimbulkan masalah kesehatan dan keselamatan bagi

mereka yang harus mengambil peralatan dari lokasi penyimpanan, peralatan itu

sendiri ditempatkan beresiko kerusakan atau kesalahan penggunaan (12)

4. Sumber Daya

Model, manikins dan peralatan klinis berbagai model, manikins, peralatan

diagnostik dan terapi yang tersedia meningkat sepanjang waktu. Peralatan yang

dibutuhkan sebagian akan ditentukan oleh grup pengguna yang bekerja sama

dalam menyiapkan fasilitas, dengan berbagai keterampilan. Beberapa peralatan

akan cukup generik di seluruh kelompok dan karena itu kasus dapat dibuat

untuk berbagi biaya pengadaan dan mencari skala ekonomis di seluruh

kelompok yang menggunakan fasilitas. Peralatan lain, bagaimanapun, akan

sangat spesifik untuk kelompok tertentu dan mungkin paling baik Bersumber

pada pengguna individu yang memiliki kebutuhan. (12)

23

2.3.12 Peran Dosen Sebagai Instruktur CSL

1. Pengetahuan instruktur

Pengetahuan instruktur yang yang diperlukan sebagai instruktur di

laboratorium keterampilan klinik dasar adalah: (13)

a. Ilmu Kedokteran secara umum

b. Keadaan dan kondisi pasien yang dipakai sebagai subjek dalam pembelajaran

termasuk latarbelakang budaya, social,ekonomi, psikologi, dan bilologi

c. Tentang hubungan konteks keterampilan klinik yang dilatihkan dan

manfaatnya bagi seorang petugas kesehatan

d. Pengetahuan yang melatar- belakangi keadaan pengetahuan dasar yang

dimiliki mahasiswa yang terkait dengan topik pelatihan

e. Pengetahuan tentang prinsip-prinsip pembelajaran keterampilan

f. Pengetahuan tentang kasus yang sedang digunakan sebagai dasar

pembelajaran

2. Keterampilan Instruktur

Keterampilan instrukur laboratorium ada lima hal yaitu komunikasi,

akuisisi, manipulasi, organisasi dan kreasi. Keterampilan komunikasi artinya

meliputi keterampilan bertanya, menjelaskan dan membuat laporan. Keterampilan

bertanya berguna untuk memacu mahasiswa mengeluarkan segala

kemampuannya yang sudah dimiliki, serta menjadi sadar bahwa mereka perlu

penambahan atau belajar pengetahuan terutama keterampilan. Keterampilan

menjelaskan berguna untuk membantu mahasiswa memahami sesuatu menjadi

lebih jelas, menarik atau termotivasi dan pengetahuan mereka menjadi terstruktur.

24

Keterampilan membuat laporan, sebagai instruktur juga ikut bertangguang jawab

untuk perbaikan sistem pendidikan secara berkesinambungan dan diharapkan

selalu terjadi peningkatkan oleh karena itu laporan setiap komponen pelaksana

pendidikan termasuk instruktur adalah berguna sebagai data dasar yang akan

ditanggapi untuk perbaikan. (13)

Keterampilan akuisisi meliputi keterampilan mendengar, mengamati,

mencari dan mengumpulkan fakta. Keterampilan mendengar artinya kemampuan

mendengar aktif artinya mendengar dengan perhatian dan memahami apa yang

dikatakan serta mengkritisi apa yang sedang didengarnya. Keterampilan

mengamati, disini instruktur akan membimbing satu kelompok yang terdiri dari 8-

12 orang mahasiswa kemampuan mengamati semua mahasiswa secara umum

ataupun detil masing-masing mahasiswa selama latihan, sehingga kelemahan

umum pada kelompok dan kelemahan masing-masing mahasiswa dapat diketahui.

Keterampilan mengumpulkan data hal ini bisa langsung dengan memakai

inderanya sendiri baik melihat, mendengar serta bertanya tetapi bisa juga tidak

langsung lewat orang lain memberi laporan, data ini merupakan bahan dasar

penting untuk memberikan umpan balik. (13)

Keterampilan manipulasi meliputi keterampilan menggunakan instrumen,

keterampilan mendemostrasikan dan keterampilan mengukur. Keterampilan

menggunakan instrumen adalah keterampilan khusus untuk memakai alat-alat

bantu dalam pelatihan keterampilan klinik dasar tergantung alat yang dipakai pada

latihan keterampilan tertentu menggunakan alat tertentu untuk ini perlu persiapan

khusus untuk menggunakan alat yang akan dipakai sebagai instrumen pelatihan.

25

Keterampilan mendemonstrasikan sebagai instruktur penting jika bisa memberi

contoh dengan menunjukkan bagaimana melakukannya. Keterampilan mengukur

artinya memakai patokan tertentu untuk melakukan penilaian baik pengukuran

relatif dalam arti dibandingkan dengan yang lain atau absolut dengan instrumen

pengukur yang baku. (13)

Keterampilan organisasi meliputi kemampuan membandingkan,

mengklasifikasikan dan mengatur sistem. Keterampilan membandingkan adalah

keterampilan melihat hal tertentu yang sama pada lebih satu objek kemudian satu

dan yang lain dipakai untuk mengukur. Keterampilan mengklasifikasikan adalah

keterampilan mengelompokkan berdasarkan persamaan dan perbedaan yang ada

pada beberapa atau banyak objek. Keterampilan mengatur sistem artinya

kemampuan untuk menghubungkan, menempatkan, meletakkan dan

mengarahkan suatu objek untuk tujuan tertentu. (15)

Keterampilan berkreasi adalah keterampilan untuk mengaplikasikan teori,

konsep, prinsip pengetahuan dalam situasi nyata yang dipengaruhi oleh keadaan

dan kondisi itu sendiri tanpa meniadakan nilai prinsip dan konsep yang

terkandung didalam pengetahuan itu. (13)

3. Peran instruktur sebagai motivator

a. Menunjukkan fakta atau kasus klinik yang yang terkait dengan topik yang

sedang dipelajari sehingga mampu menumbuhkan minat belajar atau

berlatih.

26

b. Menunjukkan dan menyadarkan tentang manfaat dari penguasaan topik

keterampilan serta akibat jika topik keterampilan tidak dimiliki sehingga

memacu mahasiswa belajar sampai mahir.

c. Menunjukkkan mahasiswa agar terjadi pengenalan diri terhadap topik

keterampilan yang sedang dipelajari dan mencoba membandingkan dengan

criteria standard.

d. Mampu menunjukkan kemahiran melakukan topik keteramppilan yang

sedang dilatihkan agar dapat dijadikan model atau pemandu kearah mana

dan sampai di mana mahasiswa harus berlatih. (13)

4. Peran instruktur sebagai model

a. Keterampilan instruktur akan dipakai sebagai standar mahasiswa berlatih,

oleh karena itu instruktur harus melihat buku petunjuk agar ada kesesagaman

antara apa yang dilakukan instruktur dengan petunjuk yang dipakai sebagai

pegangan pelatihan.

b. Peran instruktur untuk melakukan koreksi terhadap apa yang mahasiwa

sedang lakukan adalah penting agar mahasiswa selalu meningkatkan

keterampilannya.

c. Kemahiran instruktur akan meninspirasi mahasiswa sehingga termotivasi

berlatih sampai terampil

d. Dalam suasana latihan memberi contoh keterampilan adalah penting namun

perlu diperhatikan kesiapan mahasiswa untuk memperhatikan contoh

keterampilan. (13)

5. Peran instruktur sebagai observer

27

Peran instruktur sebagai observer baik selama pelatihan atau pada waktu

ujian, sebagai observer diperlukan ketelitian terhadap apa yang sedang

dilakukan oleh mahasiswa sehingga dapat memberikan data dasar yang objektif

untuk pemberian umpan balik secara tepat, hal-hal yang lazim terjadi

kesalahan selama mahassiwa berlatih perlu mendapat perhatian. (13)

Peran instruktur sebagai manager untuk mengatur jalannya kelompok

dalam pelatihan sehingga semua mahasiswa mendapatkan kesempatan yang

sama sekaligus efektif selama waktu pelatihan. Pemahaman tentang ceklis

terhadap topik pelatihan adalah penting untuk memfasilitasi mahasiswa

menggunakannya. (13)

6. Peran instruktur sebagai evaluator

Instruktur merupakan bagian penting dalam suatu sistem pendidikan,

agar pendidikan selalu mengalami perbaikan maka evaluasi adalah salah satu

dasar penting kearah mana perbaikan dilakukan oleh karena itu kemampuan

instruktur memberikan laporan evaluasi proses pembelajaran di skill lab adalah

essensial. Evaluasi tersebut meliputi jalannya latihan, pendukung pelatihan,

pencapaian pelatihan, petunjuk- check list atau semua yangg terkait dengan

proses pembelajaran. (13)

7. Managemen instruktur

Perlu dilakukan pengaturan hak dan kewajiban instruktur skills lab.

Kewajiban: (13)

28

a. Perlu penandatanganan kontrak kerja dan mematuhi aturan dalam kontrak

kerja selama periode yang ditentukan.

b. Perjanjian kontrak kerja tidak akan diperpanjang secara otomatis.

c. Bersedia mengikuti Training of Instruktur dan lulus TOI.

d. Hadir tepat waktu saat kegiatan pelatihan keterampilan mahasiswa, sesuai

jadwal yang disepakati.

e. Bila tidak dapat hadir mohon memberitahu sehari sebelum kegiatan skills lab.

f. Instruktur akan diberhentikan dan diganti instruktur lain jika melanggar

aturan norma sebagai dosen dan instruktur. Waktu instruktorial di skills lab

hanya sebentar, dan terus mengalir selama kurang lebih 6 minggu tiap blok,

sehingga perlu mendapat perhatian.

g. Instruktur yang mempunyai catatan “tidak disiplin” menjadi bahan

pertimbangan kembali untuk kegiatan skills lab semester selanjutnya.

h. Tidak diperkenankan mewakilkan kegiatan instruktorial pada pada orang lain

yang bukan instruktur (belum menandatangani kontrak kerja dangan skills

lab).

i. Melakukan kegiatan instruktorial, sesuai yang telah diajarkan pada TOI,

antara lain : (13)

1. Memberi contoh sesuai checklist dan Buku Pedoman Skills Lab

2. Memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mencoba dan bertanya

3. Memberi feedback bagi mahasiswa.

4. Melakukan kegiatan responsi sesuai jadwal yang disepakati

5. Menguji mahasiswa sesuai jadwal yang ditetapkan

29

6. Bersedia untuk melatih berbagai keterampilan yang sudah ditawarkan. (13)

Hak-hak : (13)

a. Mendapatkan reward secukupnya dan sertifikat sesuai kontrak kerja

b. Reward disesuaikan dengan jumlah jam kerja/berapa kali kehadiran

c. Berhak mendidik termasuk memberi tugas mahasiswa yang terkait dengan

proses pembelajaran yang sedang dijalankan.

d. Mengikuti pelatihan instruktur (training of instruktur) dengan tidak dikenakan

biaya.

Macam-macam keterampilan yang dapat dikembangkan didalam pelatihan

keterampilan klinik dasar meliputi : (13)

a. Keterampilan intelektual adalah keterampilan yang menunjukkan keteraturan

& kelancaran proses dan pola berfikir

b. Keterampilan motorik adalah kemahiran melakukan tindakan terhadap

kegiatan tertentu

c. Keterampilan pengendalian diri adalah kemahiran mengatur emosi dalam

merespon kejadian

d. Pengendalian orang lain / sumber daya lain untuk mencapai tujuan tertentu.

(13)

Contoh urutan rencana acara pelatihan antara lain : (13)

a. Pengantar: biasanya 5-10 menit mempunyai peran untuk pemahaman

bersama tentang acara pembelajaran keterampilan session itu atau overview,

memacu mahasiswa mengeluarkan kemampuan kognisinya yang terkait

dengan topik pelatihan dengan tujuan menumbuhkan minat untuk berlatih.

30

b. Coba-tes: untuk mengetahui apakah mahasiswa sudah terampil atau belum.

Jadi tidak cukup hanya di tes kognisinya tetapi harus dilakukan tes

keterampilannya. Untuk melakukan tes ini secara random diambil 2

mahasiswa untuk menunjukkan keterampilan yang telah dimilikinya,

sedangkan teman yang lain mengamati sekaligus memberikan umpan balik

setelah praktek. Hal ini penting merupakan penyadaran tentang kemampuan

keterampilan mahasiswa yang sering tidak sinkron dengan pengetahuan teori

yang mendasarinya.

c. Koreksi: setelah teman-temannya memberikan umpan balik baru kemudian

instruktur memberikan umpanbalik secara menyeluruh hal-hal yang sudah

dilakukan dengan benar dan hal-yang dilakukan tidak benar atau yang

seharusnya dilakukan tetapi tidak dilakukan atau sebaliknya. Sebelum

melakukan koreksi dengan feedback alangkah baiknya pencoba diberi

kesempatan untuk melakukan refleksi apa dan bagaimana melalukan

keterampilan itu.

d. Demonstrasi: instruktur menberi contoh bagaimana melakukan keterampilan

itu dengan benar sesuai dengan standard dan diharapkan semua mahasiswa

dapat mengamati dengan baik

e. Coba – observasi: setelah itu semua mahasiswa diberi peluang untuk berlatih

sambil instruktur mengobservasi. Kadang-kadang mahasiswa dibagi dalam

sub-kelompok yang terdiri dari 3 orang dengan bergantian peran yaitu sebagai

dokter, sebagai pasien dan sebagai observer

31

f. Diskusi & feedback: untuk tahap akhir acara pembelajaran mahasiswa diajak

diskusi sekaligus diberikan umpanbalik dan di motivasi untuk melakukan

latihan-latihan mandiri agar mencapai keterampilan ditingkat mahir. (13)

Yang perlu diperhatikan sebagai Instruktur: (13)

a. Datang tepat waktu

b. Memperkenalkan diri mengenal mahasiswa

c. Memperlihatkan antusiasme

d. Menunjukkan pendekatan profesional

e. Berinteraksi secara memadai dengan mahasiswa maupun pasien simulasi

f. Idealnya : mampu melakukan praktek keterampialn (pemeriksaan fisik dan

prosedural) standar/sesuai dengan buku pegangan

g. Mempunyai pengetahuan dan keterampilan memadai

Keterlibatan dan kuatitas insruktur perlu diatur dengan cara: (13)

a. Peningkatan keterlibatan instruktur agar terjadi:

1. Pemahaman objektif

2. Keseragaman cara pelatihan

3. Keseragaman cara penilaian

4. Semi full-timer atau meningkatkan keterlibatan dalam kegiatan di skills-

Lab.

5. Pengurangan jumlah instruktur

6. Kemampuan seorang instruktur untuk berbagai keterampilan

7. Pemahaman petunjuk & akan dapat meningkatkan kualitas instruktur

b. Training of instructor intensif

32

c. Memelihara kemauan dan meningkatkan kemampuan

d. Memberikan penghargaan

e. Kerjasama antara bagian klinik dengan instruktur

Peran instruktur dalam latihan yang perlu diperhatikan adalah:

a. Sedikit kuliah.

b. Banyak latihan.

c. Berperan dalam latihan sebagai : (14)

1. Observer

2. Korektor- feedback.

3. Demonstrator

4. Manager

2.3.13 Ujian CSL

Menggunakan sistem OSCE (Objective Structured Clinical Examination),

Diselenggarakan tiap akhir blok, Menggunakan checklist untuk penilaian yang

objektif dan ada passing grade, Terdiri dari beberapa stasion, Evaluator atau

Instruktur. (14)

OSCE (Objective Structured Clinical Examination) adalah salah satu

bentuk ujian praktik yang dilaksanakan di sekolah kedokteran. Setelah mengikuti

perkuliahan selama waktu tertentu, mahasiswa lalu diuji dengan cara diberi kasus

acak dan diminta untuk memperagakan bagaimana cara menghadapinya. Ujian ini

bisa menggunakan pasien asli, pasien bohongan, atau phantom.(15)

2.3.14 Langkah-langkah untuk merancang OSCE : (15)

33

1. Penentuan komponen kompetensi klinik yang akan diujikan. Penentuan

jenis ketrampilan yang akan diujikan tergantung dari learning outcome

course. komponen kompetensi klinik yang sering diujikan secara garis besar

meliputi history taking, pemeriksaan fisik, ketrampilan prosedural,

konseling, managemen, interpretasi hasil laboratorium dan radiograf. Blue

Print sangat membantu dalam memilih dan merncanakan jenis ketrampilan

yang akan diujikan. Pembuatan Blue print ini dapat dilakukan oleh tim atau

individu yang berhubungan dengan learning objective course ini. (15)

2. Penentuan waktu Station penentuan waktu tiap station dipengaruhi oleh

kompleksitas ketrampilan yang akan diujikan. Waktu yang sering dipilih

berkisar antara 4 – 15 menit dan rata-rata yang sering diterapkan adalah 5

menit. (15)

3. Penentuan jumlah station yang terlibatPenentuan jumlah station yang

terlibat tidak ada ketentuan yang pasti. Semakin banyak jumlah station maka

semakin tinggi reliabilitas OSCE (Petrusa 2002). Schumway dan Harden

(2003) menyatakan bahwa untuk memenuhi minimal realibitas diperlukan

minimal 20 station. Akan tetapi penerapan OSCE di Kanada untuk high

stake tidak menunjukkan penurunan reliabilitas ketika menggunakan hanya

12 station. Berdasarkan hal di atas maka perlu dipertimbangkan feasibilitas

maka penerapan OSCE dengan 25 station tidak feasible sehingga penerapan

OSCE dengan 10-12 station dapat diterima. (15)

34

4. Penentuan Standar setting Penentuan standard setting untuk memutuskan

nilai cut off sesorang mahasiswa lulus atau tidak lulus dapat menggunakan

criterion reference. (15)

5. Penentuan standar pasien (Resource Requirements) Penggunaan standar

pasien dalam OSCE dapat meningkatkan reliabilitas. Standar pasien ini

merupakan orang sehat yang dilatih untuk memerankan keadaan pasien

sesuai dengan skenario yang akan diujikan. Perekrutan SP ini dapat

dilakukan dari karyawan institusi itu sendiri atau dari luar institusi. (16)

6. Logistik (16)

7. Penentuan tim penguji, tim penguji dipilih berdasarkan keahliannya untuk

masing-masing station. Penyediaan tim penguji cadangan perlu dilakukan

untuk menghindari tim penguji yang sudah ditunjuk berhalangan hadir. (16)

8. Biaya. OSCE memerlukan biaya yang diperlukan untuk honor standar

pasien, penguji dan staf pendukung.

9. Post exam review. (16)

2.4 Dasar Pemikiran Variable

Berdasarkan Bahasan masalah, maka Sarana, metode belajar, metode ujian

serta persepsi mahasiswa tentang Clinical Skill Lab di jadikan variable yang

diteliti. persepsi mahasiswa tentang Clinical Skill Lab sebagai terikat

(Dependent).

Variable Variable bebas ( Independent) meliputi :

1. Sikap Mahasiswa tentang Clinical Skill Lab

35

Merupakan Variable untuk mengetahui bagaimana sikap mahasiwa sela

mengikuti Clinical Skill Lab

2. Peran dosen sebagai Instruktur

Merupakan variable untuk mengetahui perspsi mahasiswa tentang peran

dosen sebagai Instruktur Clinical Skill Lab

3. Sarana pendukung Clinical Skill Lab

Merupakan variable yang diteliti karena merupakan penunjang diadakannya

Clinical Skill Lab, sarana pendukung misalnya Manikin, ruangan dan alat

penunjang lain

4. Pelaksanaan Clinical Skill Lab

Merupakan variable yang diteliti karena merupakan regulasi dan metode

diadakannya Clinical Skill Lab, misalnya Penuntun, waktu pelaksanaan dan

lain-lain.

36

2.5 Kerangka Teori

37

Clinical Skill Lab

Instruktur

Observer

Korektor

Demonstrator

Manager

Fasilitas Penunjang

Ruangan Belajar

Manikin

Akses internet

Ruang Penyimpanan

Penuntun

0verview

Learning outcome

Learning strategy

Learning opportunities

Persepsi Mahasiswa

2.6 Kerangka Konsep

Bagan1. Kerangka konsep

2.7 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

CSL (clinical Skill Lab) adalah serangkaian kegiatan psikomotorik yang

berhubungan dengan medis atau kedokteran. (10)

Adapun pendapat mengenai PBL dibagi menjadi beberapa kategori sebagai

berikut :

A. Sikap Mahasiswa tentang Clinical Skill Lab

1. Definisi : Sikap yang ditunjukkan mahasiswa saat mengikuti

Clinical Skill Lab

38

persepsi mahasiswa tentang Clinical Skill Lab

Sikap Mahsiswa tentang Clinical Skill Lab

Peran dosen sebagai Instruktur

Fasilitas Penunjang Clinical Skill Lab

Penuntun Clinical Skill Lab

Variabel Dependent

Variabel Independent

2. Alat ukur : Kuisioner

3. Cara ukur : Menghitung hasil dari kuesioner.

F

P = X 100 %

N

Ket. : P = Persentasi yang dicari

F = jumlah jawaban yang benar

N = Jumlah pertanyaan

4. Kriteria yang digunakan adalah Positif dan Negatif Karena pernyataan yang di

tawarkan pada responden lebih bersifat opini, pemikiran dan persepsi. (19)

Maka jawaban “setuju” lebih dari atau sama dengan tiga dinyatakan dalam

kategori positif, dan kurang dari tiga dinyatakan dalam kategori negatif.

B. Peran dosen sebagai Instruktur

1. Definisi : Tugas dan wewenang dosen sebagai Instruktur dalam

menuntun jalannya Clinical Skill Lab

2. Alat ukur : Kuisioner

3. Cara ukur : Menghitung hasil dari kuesioner.

F

P = X 100 %

N

Ket.: P = Persentasi yang dicari

F = jumlah jawaban yang benar

N = Jumlah pertanyaan

39

4. Kriteria yang digunakan adalah Positif dan Negatif Karena pernyataan yang

di tawarkan pada responden berdasarkan literatur tentang Peran dosen sebagai

Instruktur.

Maka jawaban “setuju” lebih dari atau sama dengan tiga dinyatakan dalam

kategori positif, dan kurang dari tiga dinyatakan dalam kategori negatif.

C. Fasilitas penunjang Clinical Skill Lab

1. Definisi : Sarana dan prasarana yang dipergunakan pada

pelaksanaan Clinical Skill Lab

2. Alat ukur : Kuisioner

3. Cara ukur : Menghitung hasil dari kuesioner.

F

P = X 100 %

N

Ket. : P = Persentasi yang dicari

F = jumlah jawaban yang benar

N = Jumlah pertanyaan

4. Kriteria yang digunakan adalah Positif dan Negatif Karena pernyataan yang di

tawarkan pada responden berdasarkan literatur tentang fasilitas penunjang

CSL

Maka jawaban “setuju” lebih dari atau sama dengan tiga dinyatakan dalam

kategori positif, dan kurang dari tiga dinyatakan dalam kategori negatif.

D. Penuntun Clinical Skill Lab

1. Definisi : Merupakan Buku Panduan yang mencakup semua informasi

40

tentang pelaksanaan Clinical Skill Lab

2. Alat ukur : Kuisioner

3. Cara ukur : Menghitung hasil dari kuesioner.

F

P = X 100 %

N

Ket. : P = Persentasi yang dicari

F = jumlah jawaban yang benar

N = Jumlah pertanyaan

5. Kriteria yang digunakan adalah Positif dan Negatif Karena pernyataan yang di

tawarkan pada responden berdasarkan literatur tentang Buku Penuntun CSL

Maka jawaban “setuju” lebih dari atau sama dengan tiga dinyatakan dalam

kategori positif, dan kurang dari tiga dinyatakan dalam kategori negatif.

41

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian deskriptif di

mana di metode ini dilakukan subjek terpilih dengan menggunakan data primer

berupa kuisioner dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi mahasiswa tentang

Clinical Skill Lab yang hasilnya dapat digunakan oleh instansi terkait dalam

mengadakan perbaikan dalam hal Efektifitas Clinical Skill Lab.

3.2 Waktu dan Lokasi

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 6 Maret 2013 sampai 8 Maret 2013

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia.

3.3 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Angkatan

2010.

2. Sampel

Populasi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

Angkatan 2010

42

Dimana besar sample sesuai rumus dibawah ini (rumus Slovin) (17) :

154

n = _____________

1 + 154 (d)2

154

n = _____________

1 + 154 (0,05)2

154

n = _____________

1 + 154 (0,0025)

154

n = _____________

1 + 0,38

154

n = _____________

1,38

n = 111,5 n = 112 orang

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

1. Kriteria Inklusi

Semua Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

Angkatan 2010

2. Kriteria Eksklusi

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Angkatan

2010 yang tdak hadir pada saat pembagian kuesioner

43

3.5 Teknik Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah sebahagian dari jumlah

mahasiswa angkatan 2010 Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

yang diambil secara simple random sampling. (17)

3.7 Pengolahan Dan Pengkajian Kata

Data diolah secara manual dan elektronik dengan menggunakan program

SPSS dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan narasi

44

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1.1. Universitas Muslim Indonesia

Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar didirikan pada tanggal 23

Juni 1954 dan ditinjau dari segi usia UMI merupakan Perguruan Tinggi tertua

dikawasan timur Indonesia dan sekaligus merupakan Perguruan Tinggi Swasta

terbesar dikawasan timur Indonesia dan menjadi kebanggan Ummat Muslim

Sulawesi Selatan.

Universitas Muslim Indonesia diselenggarakan oleh masyarakat dalam

bentuk Yayasan yakni Yayasan Badan Wakaf UMI, bergerak dibidang pendidikan

dan dakwah. Dalam jalur pendidikan UMI membina pendidikan akademik mulai

dari strata Diploma 1, Diploma 2, Diploma 3, Strata satu (S.1) dan Strata dua

(S.2), yang tergabung dalam 12 Fakultas dan satu Akademi, 58 Program Studi.

Hadirnya lembaga Pendidikan Tinggi yang bernafaskan islam ini bermula

dari gagasan yang mulai digulirkan pada tahun 1950-an yang dipelopori oleh K.H.

Muhammad Ramly, H. Sewang Daeng Muntu, La Ode Manarta, Nasiruddin

Rahmat, Sutan Muhammad Yusuf Samah, dan A. Waris sepakat mewujudkan

keinginan menjadi kenyataan pada tanggal 23 Juni 1954 bertepatan dengan 22

Syawal 1373 H

Dipilihnya nama Universitas Muslim Indonesia menurut para pendirinya

karena nama itu bermakna membina ummat islam, dalam bahasa arab disebut

Jamiah Tul Muslimin Indonesia yang bermakna menghimpun ummat islam

45

sedangkan dalam bahasa Inggris Moslem University of Indonesia yang bermakna

Universitas Milik Ummat Islam Indonesia.

4.2. Fakultas Kedokteran

Mempunyai fasilitas Rumah Sakit Pendidikan sendiri (RS. Ibnu Sina) yang

letaknya berhadapan dengan kampus UMI, menjadikan fakultas ini mempunyai

prospek yang sangat baik dalam konsep pengembangan ketrampilan klinik,

pengenalan lebih dini dengan masalah klinik dan pelayanan kesehatan primer di

masa mendatang.

Perubahan yang sangat bermakna dalam konteks dan metode pembelajaran

kedokteran yang sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi kedokteran,

turut membawa FK-UMI untuk melakukan inovasi kurikulum dari kurikulum

berbasis tradisional/ departemental menjadi kurikulum berbasis kompetensi

dengan pendekatan sistem (terintegrasi). Perubahan ini berdampak pada lebih

singkatnya masa studi, dari 12 semester menjadi hanya 10 semester dengan

kurikulum baru ini, yakni 6 semester tahapan akademik dan 4 semester tahapan

profesi.

Pada semester pertama akan ditawarkan matakuliah Mekanisme Dasar

Penyakit, Dasar Diagnosis dan Terapi, dan Kesehatan Masyarakat. Kuliah

berdasarkan sistem akan dimulai pada semester ke-dua pada tahun pertama,

sampai berakhir keseluruhan pada tahun ke-tiga. Kurikulum berbasis kompetensi

dengan sistem (terintegrasi) ini, disusun berdasarkan struktur dan fungsi organ

dengan berbagai penyakit yang terlibat di dalamnya. Salah satu kelebihan sistem

46

ini, karena melakukan pendekatan pembelajaran secara terintegrasi, vertikal dan

komprehensif dari pre-klinik, para-klinik dan ilmu-ilmu klinik.

Metode pembelajaran dalam penerapan kurikulum baru ini, lebih

bervariasi, menuntut partisipasi aktif mahasiswa (student centered learning),

dengan pendekatan problem-based learning (PBL), yang meliputi kegiatan tutorial

dalam diskusi kelompok kecil di samping kuliah pakar, praktikum di

laboratorium, penelusuran kepustakaan, baik melalui perpustakaan konvensional

maupun elektronik (internet), dan kegiatan ketrampilan klinik (clinical skills lab).

Setelah menjalani 3 tahun tahapan akademik, mahasiswa akan menjalani

tahapan profesi yang disebut kepaniteraan klinik (clinical clerkship) selama 2

tahun, di beberapa rumah sakit (hospital based clinical diciplines) maupun pusat

pelayanan primer seperti puskesmas dan balai pengobatan (community based).

Pada tahapan ini mahasiswa mempunyai kesempatan mengaplikasikan

pengetahuan, ketrampilan komunikasi dan ketrampilan klinik secara langsung

pada pasien sebagaimana pada praktek yang sesungguhnya.

4.3. Lokasi Penelitian

Penelitian di laksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia Jl. Urip Sumoharjo Km 5 Makassar, Makassar, Indonesia

47

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia khususnya angkatan 2010 yang berlangsung tanggal 6 Maret 2013

sampai 8 Maret 2013. Populasi mahasiswa angkatan 2010 berjumlah 154.Sampel

yang diteliti hanya 113 orang. Seluruh sampel penelitian diperoleh dengan

carasimple random sampling yaitu mahasiswa sebagai sampel diambil secara

acak. Data yang diambil yaitu data primer dengan metode kuesioner.Data yang

diperoleh kemudian di olah sesuai dengan tujuan penelitian dan disajikan dalam

bentuk tabel disertai narasi.

Kuesioner dalam penelitian ini memasukkan beberapa pertanyaan yang

meliputi Peran dosen sebagai Instruktur, Fasilitas penunjang dalam CSL,dan

Sikap mahasiswa dalam mengikuti CSL

Tabel 5.1.Distribusi Sikap Mahasiswa tentang Clinical Skill Lab

Kategori Sampel Persentase

N %

Positif 111 98,2

Negatif 2 1,8

Total 113 100 %Sumber : Data primer

Dari tabel 5.1 diatas, dapat dilihat bahwa secara umum persepsi

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2010

dalam pelaksaan CSL memberikan respon positif dengan persentase 98,2%.

Dimana dari 113 responden didapatkan 111 responden yang memberi jawaban

48

“setuju” lebih dari atau sama dengan 3 dari 5 pertanyaan, maka 100 responden

tersebut di kategorikan dalam kategori positif.

Tabel 5.2.Distribusi Persepsi Mahasiswa Terhadap Peran Dosen Sebagai Instruktur Clinical Skill Lab

Kategori Sampel Persentase

N %

Positif 103 91,2

Negatif 10 8,8

Total 113 100 %Sumber : Data primer

Dari tabel 5.2 diatas, dapat dilihat bahwa secara umum persepsi

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2010

tentang peran dosen sebagai instruktur CSL memberikan respon positif dengan

persentase 91,2 %. Dimana dari 113 responden didapatkan 103 responden yang

memberi jawaban “setuju” lebih dari atau sama dengan 3 dari 5 pertanyaan, maka

103 responden tersebut di kategorikan dalam kategori positif.

Tabel 5.3.Distribusi Persepsi Mahasiswa Terhadap Fasilitas Penunjang Clinical Skill Lab

Kategori Sampel Persentasi

N %

Positif 82 72,6

Negatif 31 27,4

Total 113 100 %Sumber : Data primer

Dari tabel 5.3 diatas, dapat dilihat bahwa secara umum mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2010 memberikan

respon positif dengan persentase 72,6 % terhadap fasilitas penunjang CSL.

Dimana dari 113 responden didapatkan 82 responden yang memberi jawaban

49

“setuju” lebih dari atau sama dengan 3 dari 5 pertanyaan, maka 82 responden

tersebut di kategorikan dalam kategori positif.

Tabel 5.3.Distribusi Persepsi Mahasiswa Terhadap Penuntun Clinical Skill Lab

Kategori Sampel Persentasi

N %

Positif 92 81,4

Negatif 21 18,6

Total 113 100 %Sumber : Data primer

Dari tabel 5.3 diatas, dapat dilihat bahwa secara umum mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2010 memberikan

respon positif dengan persentase 81,4 % terhadap penuntun CSL. Dimana dari

113 responden didapatkan 92 responden yang memberi jawaban “setuju” lebih

dari atau sama dengan 3 dari 5 pertanyaan, maka 92 responden tersebut di

kategorikan dalam kategori positif.

5.2. Pembahasan

Yang menjadi sampel pada penelitin ini adalah Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2010 yang berjumlah 114

orang. Yang merupakan mahasiswa yang telah mengikuti CSL. Maka daripada

itu perlu diketahui persepsi mereka tentang pelaksanaan CSL itu sendiri (Tabel

5.1), menurut Rakhmat Jalaludin (1998) persepsi adalah pengalaman tentang

objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dan dari hasil penelitian

menggambarkan perspsi mahasiswa dalam pelaksanaan CSL memberikan

memberikan respon positif dengan persentase 98,2%. (3)

50

Secara umum persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Muslim Indonesia angkatan 2010 tentang peran dosen sebagai instruktur CSL

(tabel 5.2) memberikan respon positif dengan persentase 91,2 %. Maka

responden tersebut di kategorikan dalam kategori positif karena Instruktur sendiri

merupakan bagian penting dalam suatu sistem pendidikan khususnya dalam CSL

yang berperan sebagai observer, korektor- feedback ,demonstrator dan manager.

(15)

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa secara umum persepsi

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2010

memberikan respon positif (tabel 5.3 ) dengan persentase 72,6 % terhadap fasilitas

penunjang CSL, walaupun terdapat 24% responden yang memberi respon negatif

tapi fasilitas di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia sendiri melalui

visi nya yang senantiasa meningkatkan kualitas sarana dan prasarananya seperti

sumberdaya ruang belajar, manikin dan lain-lain.(13)

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa secara umum persepsi mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan 2010 memberikan

respon positif (tabel 5.4 ) dengan persentase 81,4 % terhadap penuntun CSL,

walaupun terdapat 18,6 % responden yang memberi respon negatif tapi penuntun

berguna untuk menolong mahasiswa belajar lebih efektif, biasanya dalam bentuk

tulisan dan dirancang untuk memfasilitasi mahasiswa dalam belajar. Tidak hanya

sebagai penuntun apa yang harus dipelajari tetapi bagaimana mereka harus belajar

yang terbaik dan bagaimana mereka dapat mengenal jika mereka sudah mahir

pada topik yang dipelajari. (10)

51

BAB VI

PENUTUP

61. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai gambaran

persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan

2010 terhadap kegiatan CSL di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia Makassar, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Mayoritas mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

angkatan 2010 memberikan respon yang positif tentang sikapnya terhadap

persiapan dan pada saat mengikuti kegiatan CSL.

2. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia angkatan

2010 memiliki respon yang positif terhadap peran dosen sebagai Instruktur.

3. Mayoritas mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

angkatan 2010 memberikan respon positif terhadap fasilitas penunjang dalam

CSL.

4. Mayoritas mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

angkatan 2010 memberikan respon yang positif terhadap buku penuntun

kegiatan CSL.

62. Saran

1. Diharapkan dari hasil penelitian menjadi sebuah evaluasi bagi pihak Fakutas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia untuk tetap fokus dalam

pencapaian tujuan dari CSL, yaitu menciptakan Mahasiswa yang memiliki

52

pengalaman Skill medis sebagaimana mereka menghadapi keidupan

profesionalnya kedepan.

2. Diharapkan agar peran dosen sebagai tutor lebih rajin hadir dalam kegiatan

CSL.

3. Diharapkan agar fasilitas pendukung CSL yang telah ada dijaga dengan baik

dan lebih ditingkatkan guna kemajuan ilmu pendidikan bagi mahasiswa.

4. Diharapkan agar dapat dilaksanakan penelitian lanjutan mengenai CSL

sebagai upaya pencapaian tujuan dari CSL itu sendiri.

53

DAFTAR PUSTAKA

1. Zulharman, 2008, Perancangan Kurikulum Berbasis Kompetensi Di

Fakultas Kedokteran. Avalaible at:

www. zulharman79.wordpress.com/2008/02/29/contoh-perancangan-

kurikulum-berbasis-kompetensi-di-fakultas-kedokteran-universitas-

oke-update. [Acessed on: May 24th 2011].

2. Claramita, Mora, 2010, Skills Lab - Fakultas Kedokteran Universitas

Gadjah Mada. Avalaible at:

www. fk. ugm .ac.id/upload/ SKILL _ LABS _FK_ UGM .pdf . . [Acessed

on: May 24th 2011].

3. Resha, 2011, Medical Education Unit (MEU), Avalaible at

http://www.fkumi.ac.id/index.php?

option=com_content&view=article&id=102&Itemid=92. [Acessed on:

Agustus 25th 2012].

4. Rahmat, Jalaluddin, 2012, Persepsi ; Pengertian, Definisi dan Faktor yang

Mempengaruhi. Avalaible at

www . teraskita.wordpress.com/tag/ jalaluddin - rahmat / . [Acessed on:

Januari 30th 2012].

5. Rembulan, Rindu, 2012, Persepsi ; Pengertian, Definisi dan Faktor yang

Mempengaruhi. Avalaible at www.duniapsikologi.com/persepsi-

pengertian-definisi-dan-faktor-yang-mempengaruhi . [Acessed on:

Januari 30th 2012].

54

6. Binus, 2011, Pengertian Mahasiswa. Avalaible at:

http://library.binus.ac.id/eColls/eThesis/Bab2/2011-2-00013-PL

%202.pdf. [Acessed on: May 24th 2011].

7. Baehaqi, Darisman, 2012, Redefinisi Arti Mahasiswa. Avalaible at :

http://www.scribd.com/doc/86712179/REDEFINISI-ARTI-

MAHASISWA. [Acessed on: October 1st 2012].

8. Fauziyati, Ana, dr, 2009, Keterampilan Klinik Kedokteran di FK UII.

Avalaible at: www.scibd.com/intro-070827-dr-ana-fauziyati-

KETERAMPILAN-MEDIK[1/ .[Acessed on: May 24th 2011].

9. Dacre, Jane, & Kopelman, Peter, 2004, Buku Saku Keterampilan Klinis

(Handbook of Clinical Skills). Jakarta. EGC

10. Suryadi, E , 2008, Petunjuk dan Penuntun Keterampilan Klinik

Dasar.

11. Universitas Lampung, 2010, Panduan Penyelenggaraan Program Sarjana

Kedokteran.Bandar Lampung Avalaible at

http://muji.unila.ac.id/webo/FD-2010.pdf. [Acessed on: Agustus 25th

2012]

12. Bradley. P & Postlethwaite. K, 2003, Medical Education .UK.

Blackwell Publishing Ltd.

13. Suryadi, E , 2008, Instruktur di Laboratorium Pendidikan

Keterampilan Klinik Dasar.

55

14. Hendra AW, S.KM, 2011. Pengetahuan. Avalaible at :

http://ajangberkarya.wordpress.com/2011/01/27/pengetahuan/ .

[Acessed on: Agustus 25th 2012].

15. Mikhael, 2011, Ujian OSCE. Avalaible at

http://sectiocadaveris.wordpress.com/2011/07/19/ujian-osce/. [Acessed

on: Agustus 25th 2012].

16. Puput, Estika, 2008, Objectives Structure Clinical Examination. Avalaible

at www.pendidikan.wetpaint.com/page/OSCE. [Acessed on: May 24th

2011].

17. Musfiqon, Muhammad. 2012.PrestasiPustaka.Panduan

LengkapMetodologiPenelitianPendidikan.Jakarta.

56