kritikus rawi yang mutawassit

4
Kritikus Rawi Hadits Oleh: Zaimuddin Ahya’ Wajib bagi kita untuk tidak tergesa-gesa menghukumi cacatnya rawi karena adanya penghukuman dari sebagian ahli jarh wa ta’dil. Akan tetapi harus diteliti terlebih dahulu. 1 Kerap kali ditemukan mani’ yang bisa menolak celaan tersebut. Kadang pen-jarh adalah orang yang cacat. Maka tidak boleh kita menerima sebelum yang lain juga menyetujuinya. Kadang pula pen-jarh terlalu ketat sehingga dia mencacat dengan kecacatan paling kecil. Pen-jarh seperti ini diterima jika men-siqqah-kan rawi. Sedangkan dalam hal mencacatkan rawi tidak diterima kecuali telah disetujui yang lain. 2 Al-Sakhawi dalam kitab “fath al-mughist” berkata bahwa al-Dzahabi membagi ulama’ yang memebahas para rawi menjadi beberapa bagian. Ada yang membahas maoyoritas semua rawi (takallamu fi aksar al-ruwat atau sair al-ruwat). Misalnya Ibnu Mu’in dan Abu Hatim. Ada juga yang membahas banyak rawi (takallamu fi kasirin min al-ruwat). Misalnya Malik dan Syu’bah Ada yang membahas orang demi orang, yakni sebagian rawi saja (.takallamu fi al-rajul ba’da al-rajul).Misalnya Ibnu Unainah dan al-Syafi’i Selajutnya, semuanya itu bisa dibagi kedalam tiga golongan. 1 Imam Abi al-Hasanat Muhammad Abd al-Hayyi, al-Raf’u wa Al-Takmil Fi al- Jarh Wa al-Ta’dil, Dar al-Aqsa, Hlm 64-65 2 Imam Abi al-Hasanat Muhammad Abd al-Hayyi, al-Raf’u wa Al-Takmil Fi al- Jarh Wa al-Ta’dil, Dar al-Aqsa, Hlm. 74-75 (Lihat juga “Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Muhammad Hashby al-Syiddiqi, Pustaka Rizki Putra Semarang, Hlm. 293-294

Upload: zaim

Post on 25-Dec-2015

4 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

islam

TRANSCRIPT

Page 1: Kritikus Rawi Yang Mutawassit

Kritikus Rawi Hadits

Oleh: Zaimuddin Ahya’

Wajib bagi kita untuk tidak tergesa-gesa menghukumi cacatnya rawi karena adanya penghukuman dari sebagian ahli jarh wa ta’dil. Akan tetapi harus diteliti terlebih dahulu.1 Kerap kali ditemukan mani’ yang bisa menolak celaan tersebut. Kadang pen-jarh adalah orang yang cacat. Maka tidak boleh kita menerima sebelum yang lain juga menyetujuinya. Kadang pula pen-jarh terlalu ketat sehingga dia mencacat dengan kecacatan paling kecil. Pen-jarh seperti ini diterima jika men-siqqah-kan rawi. Sedangkan dalam hal mencacatkan rawi tidak diterima kecuali telah disetujui yang lain.2

Al-Sakhawi dalam kitab “fath al-mughist” berkata bahwa al-Dzahabi membagi ulama’ yang memebahas para rawi menjadi beberapa bagian.

Ada yang membahas maoyoritas semua rawi (takallamu fi aksar al-ruwat atau sair al-ruwat). Misalnya Ibnu Mu’in dan Abu Hatim.

Ada juga yang membahas banyak rawi (takallamu fi kasirin min al-ruwat). Misalnya Malik dan Syu’bah

Ada yang membahas orang demi orang, yakni sebagian rawi saja (.takallamu fi al-rajul ba’da al-rajul).Misalnya Ibnu Unainah dan al-Syafi’i

Selajutnya, semuanya itu bisa dibagi kedalam tiga golongan.

1. Golongan yang ketat atau keras dalam mencela dan sangat behati-hati dalam memberi predikat adil kepada rawi (Muta’anit atau Mutasyaddid) seperti Ibnu Ma’in. jika mereka men-tadh’if-kan rawi, maka harus diteliti dulu, apakah kritikus yang lain sepakat. Jika sepakat dan tidak ada satupun dari kritikus yang men-siqqahkan-nya maka rawi tersebut dihukumi dha’if. Tapi jika ada satu saja yang men-siqqah-kan, maka jarh tidak diterima kecuali ada penjelasan. Oleh karena itu al-Dzahabi mengatakan “tidak bersepakat dua ulama’ untuk men-siqqah-an rawi dha’if atau men-tadh’if-kan rawi yang siqqah”

2. Golongan yang mudah (mutasammih) seperti al-Tirmidzi dan al-Hakim

1 Imam Abi al-Hasanat Muhammad Abd al-Hayyi, al-Raf’u wa Al-Takmil Fi al-Jarh Wa al-Ta’dil, Dar al-Aqsa, Hlm 64-65

2 Imam Abi al-Hasanat Muhammad Abd al-Hayyi, al-Raf’u wa Al-Takmil Fi al-Jarh Wa al-Ta’dil, Dar al-Aqsa, Hlm. 74-75 (Lihat juga “Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Muhammad Hashby al-Syiddiqi, Pustaka Rizki Putra Semarang, Hlm. 293-294

Page 2: Kritikus Rawi Yang Mutawassit

3. Golongan yang sedang, tidak terlalu mudah dan tidak terlalu ketat (muta’addil atau mutawassit) seperti Ahmad.bin Hambal.3

Dalam kitab “al-nukat” Ibnu Hajr berkata bahwa setiap generasi (tabaqat) dari tokoh-tokoh yang mengkritik perawi hadits selalu ada yang ketat (mutasyaddid) dan yang sedang (mutawassit).

Pada tabaqat pertama adalah Syu’bah dan Sufyan al-Sauri. Syu’bah lebih ketat dari Sufyan.

Pada tabaqat kedua adalah Yahya al-Qattan dan Abdurrahman bin Mahdi. Yahya lebih ketat dari Abdurrahman

Pada tabaqat ketiga adalah Yahya bin Ma’in dan Ahmad bin Hambal. Yahya lebih ketat dari Ahmad

Pada tabaqat kelima adalah Abu Hatim dan al-Bukhari. Abu Hatim lebih Ketat dari al-Bukhari

Al-Nasa’i mengatakan “Tidak ditinggalakan seorang rawi sehingga semuanya sepakat meninggalkannya”. Untuk itu, jika Ibnu Mahdi men-siqqah-kan, sedangkan Yahya al-Qattan men-dha’if-kan, maka rawi tersebut tidak ditinggalkan. Sebagaimana telah diketahui betapa ketatnya Yahya.4

Al-Hafiz berkata “Sebenarnya mazhab al-Nasa’i tidak muttasi’ (longgar). Berapa banyak rawi yang telah ditakhrijkan oleh Abu Dawud dan al-Tirmidzi tapi ditolak oleh al-Nasa’i.5

Al-Luknuri dalam kitab al-takmil fi al-jarh wa al-ta’dil mengatakan bahwa ada segolongan ulama’ dari tokoh jarh wa ta’dil yang terlalu ketat dalam men-jarh-kan perawi , maka pernyataannya terhadap keadilan (ta’dil) seorang rawi kita terima. Sedangkan untuk penjarahannya tidak langsung kita terima kecuali disetujui oleh tokoh-tokoh lain yang tidak terlalu ketat. Misalnya Abu Hatim, al-Nasa’i, Ibnu Khaththan, Ibnu Hibban, al-Daruqutni dan Ibnu Ady.6

Perlu diketahui bahwa para kritikus yang ketat, mereka hanya ketat dalam men-jarh sebagian penduduk daerah atau sebagian mazhab saja, tidak semuanya. Oleh karena itu harus diteliti terlebih dahulu.

Misalnya perkataan Ibnu Hajar dalam kitab Tahdzib al-Tahdzib “al-Jurjani tulisannya tidak dianggap jika menyangkut orang-orang

3 Muhammad Hashby al-Syiddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang; Putra Rizki Putra, Hlm. 293-294

4 Imam Abi al-Hasanat Muhammad Abd al-Hayyi, al-Raf’u wa Al-Takmil Fi al-Jarh Wa al-Ta’dil, Dar al-Aqsa, Hlm. 306-307

5 Imam Abi al-Hasanat Muhammad Abd al-Hayyi, al-Raf’u wa Al-Takmil Fi al-Jarh Wa al-Ta’dil, Dar al-Aqsa, Hlm. 307

6 Muhammad Hashby al-Syiddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang; Putra Rizki Putra, Hlm. 293-294

Page 3: Kritikus Rawi Yang Mutawassit

Kuffah”. Jadi, jarh al-Jurjani kepada ahli kuffah tidak diterima, karena dia asyaddu inhiraf min Ali r.a.

Kemudian jarh yang dilakukan al-Dzahabi—dalam kitabnya “al-mizan” dan sir al-nubala” dan karangannya yang lain—kepada para sufi dan wali-wali ummat. Maka tidak bisa dibuat pijakan sebelum ada persetujuan dari ulama’ yang tengah-tengah dan imam-imam yang jernih pemikirannya. Sebagaimana telah diketahui bahwa al-Dzahabi termasuk orang yang sangat mengingkari terhadap Ibnu Arabi dan kebanyakan para sufi.7

Tokoh-Tokoh Kritikus Rawi Hadits yang Mu’tadil atau Mutawassit

1. Sufyan al-saury (W 161 H)2. Abdurahman bin Mahdi (W 198 H)3. Muhammad bin Sa’d (W 230 H)4. Ali bin al-Madini (W 234 H)5. Al-Imam Ahmad bin Hambal (W 241 H)6. Abu Abdillah al-Bukhari (W 256 H)7. Abu Zur’ah al-Razi (W 263 H)8. Abu Dawud (W 275 H)9. Ibnu ‘Adi (W 365 H)8

10. Al-Daruqutni (W 385 H)9

7 Imam Abi al-Hasanat Muhammad Abd al-Hayyi, al-Raf’u wa Al-Takmil Fi al-Jarh Wa al-Ta’dil, Dar al-Aqsa, Hlm. 308-318

8 Memasukkan Ibnu ‘adi dalam golongan mu’tadil masih ada perbincangan. Menurut kalangan Hanafiyah, Ibnu ‘Adi termasuk golongan muta’anit sebagaimana yang dijelaskan penulis (Imam Abi al-Hasanat Muhammad Abd al-Hayyi) dalam kitab “al-iqazd”

9 Abdul Aziz Muhammad bin Ibrahim al-Abd al-Latif, Dhawabit al-Jarh wa al-Ta’dil, Obekan Riyad-Arab Sa’udi, Hlm 280-303