kritik terhadap perkembangan ilmu sosial di indonesia

36
KRITIK TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU SOSIAL DI INDONESIA KRITIK TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU SOSIAL DI INDONESIA Kekuatan Sosial yang Berperan dalam Perkembangan Teori-teori Sosial Ilmu-ilmu sosial dalam sejarah perkembangannya menguraikan bahwa terjadinya perubahan sosial di Eropa berupa revolusi industri di Inggris dan revolusi sosial di Perancis pada abad 19 dan 20 mengakselerasi lahirnya ilmu sosial. Revolusi industri bukan kejadian tunggal, tetapi merupakan berbagai perkembangan yang saling berkaitan yang berpuncak pada transformasi dunia barat dari corak sistem pertanian menjadi sistem industri. Banyak orang meninggalkan usaha pertanian dan beralih ke pekerjaan industri yang ditawarkan oleh pabrik- pabrik yang sedang berkembang. Pabrik itu sendiri telah berkembang pesat berkat kemajuan teknologi. Birokrasi ekonomi berskala besar muncul untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh industri dan sistem ekonomi kapitalis. Harapan utama dalam ekonomi kapitalis adalah sebuah pasar bebas tempat memperjualbelikan berbagai produk industri. Di dalam sistem ekonomi kapitalis inilah segelintir orang mendapatkan keuntungan sangat besar sementara sebagian besar orang lainnya yang bekerja membanting tulang dalam jam kerja yang panjang, menerima upah yang rendah. Situasi seperti itulah mendorong munculnya reaksi menentang sistem industri dan kapitalisme pada umumnya yang diikuti oleh ledakan gerakan buruh dan berbagai gerakan radikal lain yang

Upload: inoki-ulma-tiara

Post on 06-Aug-2015

167 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

KRITIK TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU SOSIAL DI INDONESIA

KRITIK TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU SOSIAL

DI INDONESIA

Kekuatan Sosial yang Berperan dalam Perkembangan Teori-teori Sosial

Ilmu-ilmu sosial dalam sejarah perkembangannya menguraikan bahwa terjadinya perubahan

sosial di Eropa berupa revolusi industri di Inggris dan revolusi sosial di Perancis pada abad

19 dan 20 mengakselerasi lahirnya ilmu sosial. Revolusi industri bukan kejadian tunggal,

tetapi merupakan berbagai perkembangan yang saling berkaitan yang berpuncak pada

transformasi dunia barat dari corak sistem pertanian menjadi sistem industri. Banyak orang

meninggalkan usaha pertanian dan beralih ke pekerjaan industri yang ditawarkan oleh pabrik-

pabrik yang sedang berkembang. Pabrik itu sendiri telah berkembang pesat berkat kemajuan

teknologi.

Birokrasi ekonomi berskala besar muncul untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan

oleh industri dan sistem ekonomi kapitalis. Harapan utama dalam ekonomi kapitalis adalah

sebuah pasar bebas tempat memperjualbelikan berbagai produk industri. Di dalam sistem

ekonomi kapitalis inilah segelintir orang mendapatkan keuntungan sangat besar sementara

sebagian besar orang lainnya yang bekerja membanting tulang dalam jam kerja yang panjang,

menerima upah yang rendah.

Situasi seperti itulah mendorong munculnya reaksi menentang sistem industri dan kapitalisme

pada umumnya yang diikuti oleh ledakan gerakan buruh dan berbagai gerakan radikal lain

yang bertujuan menghancurkan sistem kapitalis dan berujung pada pergolakan dahsyat dalam

masyarakat eropa. Pergolakan ini pula yang mendorong para sosiolog (Marx, Weber,

Durkheim dan Simmel) untuk mempelajari masalah tersebut dan menghabiskan waktunya

untuk mengembangkan program yang dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut.

Sehingga muncullah istilah “sosialisme”, sebagai jawaban atas sistem kapitalisme yang

dianggap meresahkan masyarakat di era industri.

George Berkeley (1713) menulis essai ilmu sosial bertajuk De Motu, yang berupaya melacak

analogi antara dorongan tindakan fisik dalam dunia material dan dorongan moral dan dimensi

psikologis dalam masyarakat. Ibarat tata surya yang saling tarik menarik satu sama lain,

demikian juga halnya dengan manusia. Kekuatan tarikan moral menarik seperti kekuatan

alam, manusia terdekat akan semakin kuat tarikannya. Pada saat yang sama juga terjadi

fluktuasi tarikan pada manusia seperti kekuatan sentrifugal yang terjadi pada sistem tata

surya.

Page 2: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

Upaya semacam itu dalam konteks ilmu sosial dianggap premature. Karena untuk mencapai

kemapanan ilmu sosial penting, paling tidak ada dua kondisi dasar yang wajib dipenuhi

sebelum ilmu social dapat muncul, yaitu: (1) naturalism, yaitu doktrin yang menjelaskan

bahwa semua gejala dapat dijelaskan dalam logika sebab akibat (cause and effect), (2) sistem

evaluasi etis harus diminimalkan atau diabaikan sama sekali. Hal itu diperlukan agar gejala

sosial tidak terkekang dalam persoalan nilai.

Para pemikir ilmu sosial terdahulu telah banyak memunculkan ide dan gagasan yang masih

lazim digunakan oleh pemikir-pemikir sekarang, walaupun pada hakikatnya banyak

menimbulkan pertentangan antara pemikir itu sendiri. Dengan berlandasakan pada beberapa

proposisi utama yang rasional dan natural dalam ilmu sosial seperti; (1) pikiran merupakan

perangkat yang secara universal dimiliki manusia, (2) hakikat manusia sama secara universal,

(3) lembaga dibangun oleh manusia, bukan manusia ada untuk lembaga, (4) kemajuan

merupakan hukum utama masyarakat serta (5) gambaran ideal manusia merupakan realisasi

dari kemanusiaan itu, banyak memberikan inspirasi bagi teoritisi sekarang untuk

mengembangkan konsep ilmu sosial baru.

Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial di Indonesia

Ilmu sosial kurang berkembang di Indonesia disebabkan oleh; Pertama, harus dilacak sejak

Orde Baru berkuasa. Hal itu ditandai oleh dilarangnya Marxisme sebagai mata ajaran di

seluruh jenjang pendidikan. Ini sangat penting karena, anda tidak bisa belajar teori dengan

benar dalam suasana akademik yang tidak demokratis. Misalnya, ketika pengajar

mengatakan, Marxisme itu berbahaya, teori kelas itu tidak sesuai dengan budaya masyarakat

Indonesia, para murid tidak bisa bertanya “kenapa berbahaya dan kenapa tidak sesuai dengan

budaya masyarakat Indonesia?” Sekali murid bertanya, maka pengajar langsung curiga,

“jangan-jangan si murid ini dari keluarga atau ada hubungan keluarga dengan orang-orang

PKI.” ?

Katakanlah, si pengajar orang yang bijaksana dan terbuka pada pertanyaan seperti itu. Dan ia

mau mendiskusikannya di ruang kelas, apa yang terjadi? Si pengajar dipanggil oleh

atasannya, di cek “kebersihan dirinya,” lalu di wanti-wanti. Gila juga kan? Celakanya,

larangan itu masih berlaku hingga kini, masa dimana orang berbusa-busa bicara demokrasi

dan keterbukaan. Dan kita dapati, para intelektual yang menghujat Marxisme dan teori kelas,

tanpa memperjuangkan secara sungguh-sungguh demokratisasi dunia pendidikan. Dan sangat

lucu, bagaimana mereka bisa menghujat Marxisme dan teori kelas, tanpa sungguh-sungguh

memahami apa itu Marxisme dan teori kelas, mendiskusikannya secara terbuka dan egaliter?

Page 3: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

Lantas, darimana mereka belajar Marxisme? Sembunyi-sembunyi di malam gelap? Pantas,

jika ada joke, "salah satu tanda seorang intelektual, adalah dia berkacamata." Hah? Selain itu,

pelarangan mata ajaran Marxisme membuat para intelektual dan calon intlelektual di

Indonesia, terputus dari akar tradisi akademik yang sangat besar dan sangat dalam di dunia

ini. Bagaimana anda bisa memahami teori Weberian, Parsonian, Schumpeterian, Keynesian,

Dahlian atau bahkan Hayekian, tanpa memahami Marxian? Bagaimana anda bisa memahami,

pandangan dunianya Ali Syari’ati, Murtadha Mutahhari atau Sayyid Qutb, tanpa memahami

pandangan dunianya ilmuwan sekuler?

Perkembangan ilmu itu berlangsung secara dialektik, yang satu tidak mungkin berkembang

tanpa yang lain, ia adalah hasil pergumulan tanpa henti, saling serang, saling kritik, yang satu

mengafirmasi atau bahkan menegasi yang lain. Ilmu pengetahuan tak bisa berkembang atas

nama yang suci, atau atas nama doktrin-doktrin yang turun dari langit.

Kedua, ilmu sosial kurang berkembang di Indonesia, adalah tidak adanya penghargaan yang

komprehensif terhadap para intelektual. Coba dengar kata almarhum. Soedjono, mantan

orang kuat jaman Soeharto, “Intelektual nggak patut didengar, tidak ada unsur

ketuhanannya,” (Tempo, 4-10/2/2008). Akibat turunannya, yang berlanjut hingga kini, tidak

ada fasilitas perpustakaan yang lengkap, tidak ada mekanisme yang terukur dan teruji

menyangkut peningkatan kualitas tenaga pengajar, tidak ada jurnal yang berbobot, tidak ada

dukungan bagi penerbitan karya-karya akademik bermutu, serta tidak ada jaminan rasa aman

bagi intelelektual dalam kerja-kerja akademiknya.

Kita tentu masih ingat kasus yang menimpa Arief Budiman cs dari universitas Satya Wacana,

Salatiga, yang dipersona non gratakan, hanya karena mereka bersuara beda dengan

kepentingan kekuasaan. Kasus paling anyar, tentu saja perlakuan keji terhadap almarhum

Munir, yang dihabisi akibat kritik-kritiknya yang tajam. Dan hingga kini, kita masih saja

mendengar, para intelektual yang bicara kritis, bisa segera di cap provokator, atau merusak

suasana nyaman yang sangat dibutuhkan saat ini.

Ketiga, dua keadaan di atas telah membentuk budaya intelektual yang kering kerontang dan

mentalitas cari aman serta penempuh jalan pintas. Kita tentu ingat dengan ungkapan ini,

“karya terbesar intelektual di Indonesia, adalah disertasi doktoralnya.” Setelah itu, tak ada

lagi, dan dalam waktu singkat mereka berbondong-bondong menjadi komentator atau

menjadi manajer. Kita akan dengan mudah menemukan mereka lewat artikel-artikel yang

bertaburan di media massa. Bahkan, ada yang secara spektakuler sanggup menulis lebih dari

dua artikel berbeda dalam sehari di media yang berbeda. Kita juga akan mudah melihat wajah

mereka di layar kaca, menjadi pembicara atau host. Kalau kita ikuti perdebatan mereka di

Page 4: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

layar kaca, kita akan segera tahu betapa pandainya mereka bermain kata-kata.

Profesi lain dari para intelektual ini adalah menjadi manajer kampanye politik dari kandidat

yang mereka dukung atau yang membayarnya. Jika kandidat yang mereka dukung menang,

mereka ikut dalam kereta kencana kekuasaan, menjadi juru bicara atau tukang bisik

penguasa. Kita jadi bingung, mereka omong sebagai intelektual yang harus menimbang

secara cermat setiap kata yang diucapkan dan ditulisnya, atau mereka menjadi tukang

pembenar segala langkah yang ditempuh patronnya. Hari ini omong A, besok omong B.

Kondisi ini dengan telak mematahkan asumsi yang luas diyakini selama ini, bahwa kesulitan

terbesar dari tidak lahirnya karya-karya bermutu dari intelektual di Indonesia, karena

rendahnya imbalan material buat mereka. Boleh jadi benar bahwa gaji para intelektual itu

sangat rendah dibandingkan dengan rekannya di Amerika, misalnya. Tapi, kita tahu persis,

kini sebagian dari para intelektual itu menikmati pendapatan yang sangat besar, bahkan ada

yang telah menjadi kaya-raya. Hampir semua dari intelektual yang bergelar doktor itu punya

proyek, apakah dalam bentuk LSM atau lembaga think-tank. Tapi, apakah kemudian mereka

menghasilkan karya bermutu?

Keempat, para teoritisi sosial hanya memberikan jawaban dan kritik terhadap teori-teori yang

dikemukakan teoritisi lainnya, sehingga kadang-kadang mereka larut dalam pertentangan

konsep yang berkepanjangan. Sebut saja misalnya antara ilmu sosial positif dan ilmu social

kritis. Ilmu sosial positif berasumsi bahwa cara penjelasan yang dilakukan terhadap suatu

obyek diberlakukan secara umum terhadap semua ilmu pengetahuan. Paradigma yang

dikembangkan adalah nomologis dan ini tidak bisa diterima oleh ilmu sosial pada umumnya,

terutama ilmu sosial kritis.

Cara ilmu ini selain nomologis adalah ahistoris, diterministik dan prohabilistik. Penjelasan

terhadap suatu gejala biasanya dikaitkan dengan usaha meramalkan apa yang akan terjadi

dimasa yang akan datang. Semua kegiatan didalam ilmu sosial positif, dari pengumpulan

data, penyempurnaan data, korelasi data, dan formulasi generalisasi, hipotesa dan

pengembangan model-model penelitian, semuanya diarahkan untuk menguji teori yang

dikembangkan berdasarkan kaidah-kaidah logika yang ditetapkan secara ketat.

Ilmu sosial kritis justru hadir menentang kaidah-kaidah keilmuan yang dikembangkan dalam

ilmu-ilmu sosial positif, dan karena itu mudah menggoncang paradigma. Bila ilmu-ilmu

sosial positif mempelajari perilaku manusia maka ilmu sosial kritis mempelajari aksi manusia

dan melihat bahwa dunia sosial diciptakan melalui tindakan manusia dan pemahaman inter

subyektif.

Ilmu sosial kritis mencoba memahami hubungan kondisi-kondisi sosial dengan tindakan

Page 5: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

subyektif manusia dengan berbagai macam kepentingannya. Karena hubungan antara kondisi

sosial dan tindakan manusia itu sifatnya sangat rumit, maka ilmu sosial kritis tidak percaya

dengan apa yang disebut prediksi. Karena hakekat masyarakat adalah pemahaman dan

tindakan masyarakat itu sendiri maka secanggih apapun kondisi sosial itu diramalkan dan

diatur dengan ketat sedemikian rupa, didalamnya pasti terdapat banyak kesalahan. Kalau

konsep-konsep dan katagori-katagori ilmu sosial positif masih banyak kita gunakan sekarang,

pada masa datang nanti sudah tidak dapat lagi. Kaum positivist beranggapan bahwa apa yang

dilakukan sekarang adalah usaha mengembangkan disiplin ilmu yang dipelajari, tetapi

tragisnya mereka justru melepaskan bagaimana proses-proses sosial itu tercipta.

Jika semua proses sosial dipahami sebagai produk tindakan manusia, maka semua

pertimbangan kritis harus dimulai dari pemahaman, nilai-nilai, dan inter subyektif.

Pengertian-pengertian, nilai-nilai dan motif-motif ini harus dikembangkan dengan proses-

proses sosial dengan cara menunjukkan dengan jelas bagaimana mereka dibangun oleh

tindakan dan refleksi manusia.

Penjelasan-penjelasan kritis di dalamnya meliputi teori-teori dasar tentang perubahan

struktural, nilai-nilai, pengertian-pengertian dan motif-motif yang timbul sebagai akibat dari

adanya perubahan struktural. Perbedaan-perbedaan pemahaman tentang struktur sosial

(meliputi kekuatan domianan dan kekuatan pinggiran) harus dikaji dalam teori kritis. Sebagai

contoh suatu gagasan mobilitas sosial boleh jadi didukung oleh pengalaman personal

golongan minoritas kapitalis, terutama di Amerika Serikat pada waktu itu. Konsep mobilitas

sosial dalam prakteknya ternyata hanya memberikan keuntungan kaum kapitaslis belaka,

sedang orang-orang golongan lemah justru semakin tersingkir karena kelemahannya secara

ekonomis oleh penguasa kapitalis.

Konsep-konsep yang diciptakan oleh manusia ternyata dalam prakteknya dapat memberikan

keuntungan bagi beberapa pihak dan merugikan beberapa pihak-pihak lainnya. Selama

manusia yang mencari keuntungan ingin tetap mempertahankan posisi mereka sedang mereka

yang tidak diuntungkan dengan sistim tersebut sengaja dibuat tidak paham agar terus menerus

dapat dijadikan ajang dominasi. Ilmu sosial kritis hadir ditengah-tengah masyarakat dengan

pertimbangan-pertimbangan kritis, ingin menyadarkan manusia yang tidur didunia mereka

sendiri. Karena karakternya yang demikian, maka didalam dirinya senantiasa terkandung

keinginan untuk melakukan perubahan, baik secara radikal atau tidak.

Perubahan-perubahan radikal terjadi karena adanya kontrakdisi-kontrakdisi dalam proses

sosial, artinya ada pihak yang mencari keuntungan dan ada yang dirugikan dari haknya antar

kelompok didalam ilmu sosial. Semua ini dapat dipahami lewat ideologi dan kondisi-kondisi

Page 6: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

sosial yang berkembang selama ini. Kontrakdisi fundamental akan terjadi apabila

kepentingan-kepentingan sebagian fihak bertentangan terus menerus dengan kepentingan

pihak lainnya, misalnya dalam satu sistim sosial yang memberlakukan praket-praket

monopoli berhadapan dengan sistim kompetisi bebas. Satu kelompok atau kelompok yang

tertindas di dominasi dalam sistim yang berkembang sekarang ini akan melakukan

perlawanan dan melakukan perubahan sosial sebagaimana mereka kehendaki. Ini adalah

perkara politik dan karena itu harus berkali-kali dijelaskan bahwa teori kritis memang tidak

bisa dipisahkan dari politik praktis.

Sejauh mana pergolakan politik itu timbul tergantung pada derajad pertentangan kepentingan

kaum progressive dengan para pemegang kekuasaan. Kalau kontradiksi yang terjadi tidak

terlalu mendesak, pada umumnya dapat diselesaikan melalui cara damai tanpa harus

membungkus ideologi dan struktur kekuasaan. Tetapi kalau kontradiksi itu sangat mendesak,

tidak ada cara lain kecuali merombak ideologi dan struktur yang dianggap tidak mapan.

Kapan kontradiksi fundamental itu akan terjadi tidak dapat diramalkan oleh ilmu sosial,

sebab ini menyangkut kesepakatan manusia secara bersama-sama menghadapi ideologi dan

struktur yang berkembang. Karena itu dapat dirumuskan bahwa tujuan teori kritis bukanlah

untuk meramalkan perubahan sosial, melainkan memahami perkembangan sejarah

masyarakat sehingga mereka melakukan perubahan sosial. Masuknya ilmu sosial kritis dalam

percaturan politik praktis seperti dikatakan diatas kemudian membedakan para ilmuwan

sosial positif disatu pihak dengan ilmuwan sosial kritis dilain pihak.

Ilmu sosial di Indonesia seperti di negara lain, oleh penulis dianggap tidak mengalami

perkembangan seperti halnya dengan ilmu lain, misalnya ilmu alam. Walaupun

perkembangannya tidak terlalu besar, tetapi dapat memberikan kontribusi berarti dalam

pengembangan ilmu sosial di Indonesia. Salah satu cabang ilmu sosial yang cukup signifikan

dalam perkembangan ilmu sosial adalah sosiologi itu sendiri, di mana perkembangan terakhir

ini muncul suatu isitilah baru dalam sosiologi, yaitu sosiologi profetik, secara sederhana

dapat dijelaskan sebagai sosiologi berparadigma ilmu sosial profetik (ISP). ISP dicetuskan

oleh Kuntowijoyo sebagai alternatif pengembangan ilmu sosial yang mampu

mengintegrasikan antara ilmu sosial dan nilai-nilai transendental. Sosiologi profetik

berpendirian bahwa sumber pengetahuan itu ada tiga, yaitu realitas empiris, rasio dan wahyu.

Ini sekaligus menjawab teori positivisme yang memandang wahyu sebagai bagian dari mitos

dan cerita rakyat (folk wisdom) yang belum tentu kebenarannya.

Uraian ini memberikan gambaran bahwa secara ontologi perkembangan ilmu sosial yang

berkiblat ke dunia barat, dapat memberikan penguatan terhadap kelahiran konsep dan istilah

Page 7: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

baru ilmu sosial. Konsep terdahulu dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam

merumuskan dan pengembangan teori-teori sosial modern, bahka lebih dari itu dijadikan

sebagai konsep penanganan masalah-masalah sosial yang melanda semua negara di dunia.

Secara hipestemologi, ilmu sosial yang berkembang dsampai dewasa ini maish sering

dipertentangkan, apakah bisa diistilahkan sebagai ilmu baru atau hanya sebuah kata yang

mengandung unsur sastra. Pertanyaan ini masih melengkapi teka teki keilmiahan teori sosial.

Pembentukan premis mayor dan minor yang seharusnya melandasi conclucion sebuah teori

masih sering dipertanyakan, apakah sesuai dengan metode ilmiah atau hanya hanya sekadar

pernyataan biasa.

Secara aksiologi, kekurangan perkembangan ilmu sosial di Indonesia yang mendapat

inspirasi dari dunia luar yang kebarat-baratan (westernisasi) lebih mengutamakan unsur akal

dan nafsu, sehingga melahirkan konsep yang berwarna liberal, kapital, dan humanis. Suatu

konsep yang bertolak belakang dengan nilai dan norma kehidupan masyarakat Indonesia

yang menjunjung tinggi peradaban dan kesantunan dalam bermasyarakat. Namun dengan

adanya terpaan angin liberal dan kapitalis yang begitu kencang, tatanan kehidupan Inondesia

yang dulunya masih memegang teguh nilai dan norma, kini mulai terkikis dan terganti

dengan budaya liberal dan kapitalis yang serba material dan hedonis.

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, Wardi. 2006. Sosiologi Klasik. Rosda Karya. Bandung.

Nasikun. 1992. Sistem Sosial Indonesia. Rajawali Pers. Jakarta.

Ritzer George dan D.J. Goodman. 2008. Teori Sosiologi Modern. Kencana. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1985. Pengantar Sosiologi. Bumi Aksara. Jakarta.

_______________. 1982. Teori Sosiologi Tentang Pribadi dalam Masyarakat. Ghalia

Indonesia. Jakarta.

 

Page 8: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

Formulasi Pembangunan Jangka Panjang Berbasis KerakyatanOleh : Edi S. Saepudin., SP.

Latar BelakangDidalam membangun bangsa dan negara Indonesia, sebagai

sebuahn e g a r a m a r i t i m d a n a g r a r i s , k e s a d a r a n p e n u h v i s i

y a n g h a r u s d i t u m b u h k e m b a n g k a n d i d a l a m d i r i , a d a l a h

m e n g e m b a n g k a n d a n mengoptimalkan segenap usaha, pemikiran dan mobilisasi

sumberdayam o d a l / k a p i t a l d a n m a n u s i a d e m i p e m a n f a a t a n s e b e s a r -

b e s a r n y a potensi sumberdaya alam lahan dan lautan.Dengan bersandarkan pada

perkembangan ilmu dan teknologi, baikyang merupakan swadaya inovasi

internal maupun dengan asistensib a n g s a a s i n g / e k s t e r n a l .

M a k a v i s i j a u h k e d e p a n d a l a m pengembangan industri

agraris dan maritim, jika orientasinya adalahpembangunan kesejahteraan rakyat,

haruslah didasarkan sepenuhnyapada pemberdayaan dan pendayagunaan rakyat, baik petani

maupunn e l a y a n . P e m b a n g u n a n y a n g m e n y i m p a n g

d a r i p a t r o n i n i dikhawatirkan akan menjadikan rakyat selalu menjadi objek

penderita.D i b u t u h k a n k o n s e p i n d u t r i a l i s a s i y a n g b e n a r - b e n a r

m e n e r a p k a n konsep

link and match

dalam arti sebenarnya. Dibutuhkan penyegaranp e m a h a m a n t e r h a d a p p e n g u s a h a ,

b a h w a m e n d a y a g u n a k a n r a k y a t sebagai sumber

raw materials

a d a l a h j a l a n l a n g g e n g m e m b a n g u n usaha mereka.B e t a p a p u n t e l a h t e r j a d i

p e r g e s e r a n e r a d i d u n i a , b a h w a k i n i s u d a h bukan jamannya industrialisasi, tapi

sudah masuk era informasi, padak e n y a t a a n n y a m a s y a r a k a t k i t a b e t a p a p u n

t e l a h t u r u t s e r t a d a l a m lingkaran era ini, tetaplah dan selalu hanya menjadi

konsumen. Jika kita sedikit saja merenungkan dan memiliki keinginan untuk sekalisaja dalam

sejarah, menjadikan diri bangsa ini sebagai inovator, makat i d a k p e r l u m e r a s a m a l u

d a l a m k e t e r t i n n g g a l a n i n i u n t u k m e m b u a t sebuah langkah besar merevisi pola

pembangunan bangsa ini.Mencermati pembangunan infrastruktur yang telah dilakukan oleh

ordebaru dan seharusnya kemudian secara estafet dilanjutkan oleh

ordereformasi. Setidaknya dalam beberapa hal bagian ini, jika dianggapsebagai

persiapan era industrialisasi pertanian dan maritim, dipastikansudah hampir final. Mari

kita lihat beberapa faktor kunci persiapantersebut, antara lain :1.Sarana dan

prasarana transportasi.2.Kesiapan sumberdaya manusia.

3.

Page 9: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

Industri manufaktur.(faktor produksi)4.Kelembagaan dan

keorganisasian.5 . D a s a r / p a y u n g h u k u m .

 

D a l a m k o n s e p i n i k i t a m u l a i m e n j a d i k a n m a s y a r a k a t a t a u

r a k y a t negara ini sebagai asset bagi negaranya.Di sepanjang sejarah bangsa ini, suka

atau tidak suka, dengan latarbelakang kepartaian atau politik apapun kita

berdiri, sebaiknya kitaobjektif untuk menilai, bahwa baru satu orde saja dari sejarah

bangsaini yang dengan sungguh sungguh pernah menjadi orde pembangunan.B u k a n

h a n y a s e m a t a k a r e n a b a r u o r d e i n i y a n g s e c a r a

s i g n i f i k a n m e m i l i k i r e n t a n g w a k t u m e m e r i n t a h n e g e r i i n i . L e b i h d a r i

i t u k i t a h a r u s s e c a r a o b j e k t i f m e n g a k u i b a h w a r a n g k a i a n

p e r e n c a n a a n p e m b a n g u n a n n e g a r a , y a n g b e n a r - b e n a r

t e r i m p l e m e n t a s i s e c a r a terprogram, baru dilakukan oleh orde baru. Terlepas dengan

segala kekurangan, dan banyaknya pemborosan ataup e n y i m p a n g a n a n g a r a n y a n g

s u l i t d i b u k t i k a n d a n d i p r o s e s s e c a r a hukum, orde ini telah dengan cermat

merunut langkah demi langkahp e m b a n g u n a n n e g e r i i n i . S e b u a h

p e n c a p a i a n p o l a f i k i r y a n g semestinya dijadikan tauladan bagi pemimpin-

pemimpin kini dan masadepan. Tidak perlu malu untuk kembali menggunakan istilah

REPELITAbagi langkah pelaksanaan pembangunan skala taktis di negeri ini, dant i d a k

p e r l u s u n g k a n u n t u k k e m b a l i m e n g g u n a k a n G B H N

s e b a g a i kerangka acuan RENSTRA dalam pembangunan strategis negeri ini.Kalau saja

dunia mengakui kecermatan pola perencanaan yang beliaulakukan, tidak perlu merasa

paranoid atau terhina jika kita mengadopsil a n g k a h - l a n g k a h p e n c a p a i a n y a n g

t e l a h t e r s u s u n r a p i b e r d a s a r k a n p e m i k i r a n p a n j a n g d i s e p a n j a n g 3 2

t a h u n m a s a k e p e m i m p i n a n n y a .  Tidak perlu kita terpaku pada citra buruk pada satu

sosok, karena buahpemikiran yang kemudian mencuat keatas diera miliknya,

bukanlahm e l u l u b u a h f i k i r n y a . A d a b e r i b u i n t e l e k t u a l y a n g p e r n a h

b e r d i r i dibelakangnya, yang dengan sukarela atau terpaksa menyumbangkanpemikirannya,

untuk kepentingan bangsa ini. Tercatat negara-negaraasia tenggara seperti Vietnam,

Thailand, Malaysia dan Philpina yangbelajar dari kita. Tak terhitung negara-

negara di afrika, timur tengahdan juga asia selatan yang juga pernah belajar dari kita.

Lihat merekasaat ini, apa yang terjadi, tidakkah kita merasa malu?.S e b a g a i w a r g a

n e g a r a y a n g b e r a s a l d a r i k e l a s

grass root 

Page 10: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

, b e t a p a perjalanan negeri ini begitu membuat hati ini miris, trenyuh kalau tidakbisa

dikatakan prustasi, ketika waktu demi waktu selalu saja disodorisegala bentuk

sandiwara pertentangan dan pertengkaran demi kursikekuasaan. Bukan tanpa alasan

hal ini dikemukakan, sadarlah, bahwakita telah membuang satu dekade kehidupan

kesejarahan berbangsa,u n t u k s e g a l a k e k i s r u h a n d a n k e m e l u t i n i . T a n p a

s e l a n k a h p u n b u a h k a r y a n y a t a y a n g s i g n i f i k a n t e l a h

d i l a k u k a n , b e r a p a b a n y a k sumberdaya material telah tertumpah dan

tercerai berai.

Sarana dan Prasarana Transportasi,

M a r i k i t a k e m b a l i k e p o k o k p e m b a h a s a n , s a r a n a d a n p r a s a r a n a

t r a n s p o r t a s i a d a l a h k u n c i

 

keberhasilan pembangunan, karena dengannya mobilisasi alat, bahandan produk dimobilisasi.

Tidak perlu sungkan untuk mengakui bahwapada saat ini, hampir seluruh bagian pelosok

negeri ini telah memilikisarana ini, sebagai buah karya orde baru, baik itu moda

transportsidarat, sungai ataupun laut. Jadi jangan pernah katakan lagi pada kami,b a h w a ,

k e n a i k a n B B M h a n y a m e n g h i l a n g k a n s u b s i d i o r a n g k a y a , k a r e n a

k e t a h u i l a h , t i d a k a d a l a g i b a g i a n d a r i b u m i p e r t i w i i n i y a n g tidak

menggunakan minyak sebagai BBM bagi sarana transportasinya.Sehinga setiap kenaikan

satu sen di pusat, akan berarti seribu rupiahatau bahkan sepuluh ribu rupiah nun

dipelosok sana.

Sumber daya manusia

, Kemudian sumberdaya manusia, betapapunp r o g r a m y a n g d u l u d i b e n t u k o r d e

b a r u a d a l a h p e m e r a t a a n t i n g k a t pendidikan, belum pada taraf peningkatan

kualitas pendidikan, danbetapapun banyak sarjana yang tercipta dari universitas/institut

abal-abal misalnya, yang tumbuh begitu menjamur pada era itu. Kelebihanutama seorang

sarjana dari manapun dia mendapatkan pendidikan dangelar, adalah kebiasaannya,

sebagai hasil/buah dari pendidikannya,untuk melakukan langkah berdasarkan pola fikir

ilmiah.M e r e k a t e l a h t e r s e b a r d i s e g e n a p p e l o s o k n e g e r i i n i , y a n g

b e l u m m e r e k a d a p a t k a n a d a l a h k e s e m p a t a n y a n g d i b e r i k a n

p e m e r i n t a h . Sehingga karena keterdesakannyatah tidak jarang dari mereka

yangdengan hati perih, merendahkan diri untuk menjadi atau melakukansesuatu

yang tidak sesuai dengan derajat dan tingkat penddikannya.M a n f a a t k a n

Page 11: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

m e r e k a , b e r d a y a k a n d a n b e r g u n a k a n m e r e k a , j a d i k a n mereka sebagai asset

bagi negeri ini. .

I n d u s t r i m a n u f a k t u r

, U n t u k k e p e n t i n g a n f a k t o r

p r o d u k s i industrialisasi dibidang pertanian dan maritim, industri manufaktur

apayang belum ada di negeri ini? Jadilah bangsa yang mencintai

barangp r o d u k d a l a m n e g e r i , j a n g a n i k u t t e r l e n a d e n g a n

m e d i a m a s s a e l e k t r o n i k y a n g c e n d e r u n g a m e r i c a n s e n t r i s d a n

k e n t a l d e n g a n westernisasi.K a l a u t i d a k p e r c a y a d i r i d e n g a n

m e n g g u n a k a n r u p i a h , k e n a p a k i t a tidak menjadikan yen sebagai standar

perdagangan misalnya, kenapak i t a t i d a k m a l u d e n g a n m a l a y s i a y a n g s e l a l u

m e n g g u n a k a n r i n g g i t pada setiap transaksinya. Kenapa kita tidak belajar dari

jepang ataukorea yang mampu bangkit dan kemudian leading dari kondisi

yangporak poranda. Kenapa kita tidak berani menentukan nilai tukar rupiahterhadap mata

uang asing, tidak perlu perduli dengan berapapun ratemata uang rupiah dipasar valas.Kita

hitung ulang berdasarkan standar perhitungan yang valid secara internasional,

mulai saat ini kedepan, berapa perbandingan nilai tukarr u p i a h t e r h a d a p m a t a

u a n g a s i n g , d a n e v a l u a s i s e c a r a p e r i o d i k . S e h i n g g a s i a p a p u n y a n g

d a t a n g d e n g a n u a n g m e r e k a k e n e g e r i i n i d e n g a n n i a t i n v e s t a s i ,

s u d a h t e n t u n i l a i n y a . J i k a k i t a m a s i h m a u

Pengertian Pembangunan

March 19, 2009 — Syamsiah Badruddin

TEORI DAN INDIKATOR PEMBANGUNAN

Konsepsi pembangunan sesungguhnya tidak perlu dihubungkan dengan aspek-aspek

spasial. Pembangunan yang sering dirumuskan melalui kebijakan ekonomi dalam banyak hal

membuktikan keberhasilan. Hal ini antara lain dapat dilukiskan di negara-negara Singapura,

Hongkong, Australia, dan negara-negara maju lain. Kebijakan ekonomi di negara-negara

tersebut umumnya dirumuskan secara konsepsional dengan melibatkan pertimbangan dari

aspek sosial lingkungan serta didukung mekanisme politik yang bertanggung jawab sehingga

setiap kebijakan ekonomi dapat diuraikan kembali secara transparan, adil dan memenuhi

kaidah-kaidah perencanaan. Dalam aspek sosial, bukan saja aspirasi masyarakat ikut

dipertimbangkan tetapi juga keberadaan lembaga-lembaga sosial (social capital) juga ikut

Page 12: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

dipelihara bahkan fungsinya ditingkatkan. Sementara dalam aspek lingkungan, aspek fungsi

kelestarian natural capital juga sangat diperhatikan demi kepentingan umat manusia. Dari

semua itu, yang terpenting pengambilan keputusan juga berjalan sangat bersih dari beragam

perilaku lobi yang bernuansa kekurangan (moral hazard) yang dipenuhi kepentingan tertentu

(vested interest) dari keuntungan semata (rent seeking). Demikianlah, hasil-hasil

pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat secara adil melintasi (menembus)

batas ruang (inter-region) dan waktu (inter-generation). Implikasinya kajian aspek spasial

menjadi kurang relevan dalam keadaan empirik yang telah dilukiskan di atas (Nugroho dan

Rochmin Dahuri, 2004).

Namun demikian, konsepsi pembangunan yang dikemukakan di atas sejalan dengan

kajian terhadapnya maupun implementasi diberbagai negara dan wilayah lain, dikemukakan

berbagai kelemahan. Kelemahan tersebut muncul seiring ditemukannya fenomena yang khas,

antara lain kesenjangan, kemiskinan, pengelolaan public good yang tidak tepat, lemahnya

mekanisme kelembagaan dan sistem politik yang kurang berkeadilan. kelemahan-

kelemahan itulah yang menjadi penyebab hambatan terhadap gerakan maupun aliran

penduduk, barang dan jasa, prestasi, dan keuntungan (benefit) dan kerugian (cost) di

dalamnya. Seluruh sumberdaya ekonomi dan non-ekonomi menjadi terdistorsi alirannya

sehingga divergence menjadi makin parah. Akibatnya, hasil pembangunan menjadi

mudah diketemukan antar wilayah, sektor, kelompok masyarakat, maupun pelaku

ekonomi. implisit, juga terjadi dichotomy antar waktu dicerminkan oleh ketidakpercayaan

terhadap sumberdaya saat ini karena penuh dengan berbagai resiko (high inter temporal

opportunity cost). Keadaan ini bukan saja jauh dari nilai-nilai moral tapi juga cerminan

dari kehancuran (in sustainability). Ikut main di dalam permasalahan di atas adalah

mekanisme pasar yang beroperasi tanpa batas. Perilaku ini tidak mampu dihambat karena

beroperasi sangat massif, terus-menerus, dan dapat diterima oleh logika ekonomi

disamping didukung oleh kebanyakan kebijakan ekonomi secara sistematis.

Kecendrungan globalisasi dan regionalisasi membawa sekaligus tantangan dan

peluang baru bagi proses pembangunan di Indonesia. Dalam era seperti ini, kondisi

persaingan antar pelaku ekonomi (badan usaha dan/atau negara) akan semakin tajam.

Dalam kondisi persaingan yang sangat tajam ini, tiap pelaku ekonomi (tanpa kecuali)

dituntut menerapkan dan mengimplementasikan secara efisien dan efektif strategi

bersaing yang tepat (Kuncoro, 2004). Dalam konteksi inilah diperlukan ”strategi

berperang” modern untuk memenangkan persaingan dalam lingkungan hiperkompetitif

diperlukan tiga hal (D’Aveni, 1995), pertama, visi terhadap perubahan dan gangguan.

Page 13: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

Kedua, kapabilitas, dengan mempertahankan dan mengembangkan kapasitas yang

fleksibel dan cepat merespon setiap perubahan. Ketiga, taktik yang mempengaruhi arah

dan gerakan pesaing.  

A. Pengertian Pembangunan

Teori pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua paradigma

besar, modernisasi dan ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin 1994, Kiely 1995

dalam Tikson, 2005). Paradigma modernisasi mencakup teori-teori makro tentang

pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan teori-teori mikro tentang nilai-nilai

individu yang menunjang proses perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup teori-

teori keterbelakangan (under-development) ketergantungan (dependent development)

dan sistem dunia (world system theory) sesuai dengan klassifikasi Larrain (1994).

Sedangkan Tikson (2005) membaginya kedalam tiga klassifikasi teori pembangunan,

yaitu modernisasi, keterbelakangan dan ketergantungan. Dari berbagai paradigma

tersebut itulah kemudian muncul berbagai versi tentang pengertian pembangunan.

 Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling menarik untuk

diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan

kata pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang pembangunan telah ber-

kembang, mulai dari perspektif sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan Marx),

pandangan Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama modernisasi

memperkaya ulasan pendahuluan pembangunan sosial, hingga pembangunan berkelan-

jutan. Namun, ada tema-tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini,

pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan

alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan

mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004).

Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan

perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua adalah terciptanya

alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat diartikan bahwa pembangunan

hendaknya berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh aspek kehidupan. Ada pun

mekanismenya menuntut kepada terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya

yang mampu berperan secara efisien, transparan, dan adil. Tema ketiga mencapai

aspirasi yang paling manusiawi, yang berarti pembangunan harus berorientasi kepada

pemecahan masalah dan pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat.

Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang

bermacam-macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan

Page 14: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya,

Negara satu dengan Negara lain.  Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa

pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy

Supriyadi Bratakusumah, 2005).

Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu

usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan

secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka

pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1994)

memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke

arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.

Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya pemikiran

yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan, pembangunan dengan

modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan dengan westernisasi. Seluruh

pemikiran tersebut didasarkan pada aspek perubahan, di mana pembangunan,

perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi, secara keseluruhan mengandung

unsur perubahan. Namun begitu, keempat hal tersebut mempunyai perbedaan yang cukup

prinsipil, karena masing-masing mempunyai latar belakang, azas dan hakikat yang

berbeda serta prinsip kontinuitas yang berbeda pula, meskipun semuanya merupakan

bentuk yang merefleksikan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah,

2005).

Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh

system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan

teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan

pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah

proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan

masyarakat.

Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula

diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui

kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur

ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang

cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional

semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan

berbanding terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi.

Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui

Page 15: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan,

kesehatan, perumahan, air bersih,fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses

pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan,   antara

lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping adanya

perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme

ke materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan

materi, dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.

Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan

masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro

(nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting dari pembangunan adalah

adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi.

Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan adalah sumua

proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.

Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai

dampak dari adanya pembangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).

Dengan semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat yang

menyangkut berbagai aspek, pemikiran tentang modernisasi pun tidak lagi hanya

mencakup bidang ekonomi dan industri, melainkan telah merambah ke seluruh aspek

yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, modernisasi diartikan

sebagai proses trasformasi dan perubahan dalam masyarakat yang meliputi segala aspeknya,

baik ekonomi, industri, sosial, budaya, dan sebagainya.

Oleh karena dalam proses modernisasi itu terjadi suatu proses perubahan yang

mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen pembangunan menganggapnya sebagai

suatu proses pembangunan di mana terjadi proses perubahan dari kehidupan tradisional

menjadi modern, yang pada awal mulanya ditandai dengan adanya penggunaan alat-alat

modern, menggantikan alat-alat yang tradisional.

Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu-ilmu

sosial, para Ahli manajemen pembangunan terus berupaya untuk menggali konsep-konsep

pembangunan secara ilmiah. Secara sederhana pembangunan sering diartikan sebagai

suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang

dimaksud adalah menuju arah peningkatan dari keadaan semula, tidak jarang pula ada

yang mengasumsikan bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan. Seiring dengan

perkembangannya hingga saat ini belum ditemukan adanya suatu kesepakatan yang dapat

menolak asumsi tersebut. Akan tetapi untuk dapat membedakan keduanya tanpa harus

Page 16: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

memisahkan secara tegas batasannya, Siagian (1983) dalam bukunya Administrasi

Pembangunan mengemukakan, “Pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu

kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang,

sedangkan pembangunan sebagai suatu pertumbuhan menunjukkan kemampuan suatu

kelompok untuk terus berkembang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan merupakan

sesuatu yang mutlak harus terjadi dalam pembangunan.”

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya pembangunan tidak dapat

dipisahkan dari pertumbuhan, dalam arti bahwa pembangunan dapat menyebabkan terjadinya

pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya pembangunan. Dalam hal

ini pertumbuhan dapat berupa pengembangan/perluasan (expansion) atau peningkatan

(improvement) dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.

B.      Evolusi dan Pergeseran Makna Pembangunan

Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus

pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah,

makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) suatu provinsi, kabupaten, atau kota (Kuncoro, 2004).

Namun, muncul kemudian sebuah alternatif definisi pembangunan ekonomi

menekankan pada peningkatan income per capita (pendapatan per kapita). Definisi ini

menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output yang dapat

melebihi pertumbuhan penduduk. Definisi pembangunan tradisional sering dikaitkan

dengan sebuah strategi mengubah struktur suatu negara atau sering kita kenal dengan

industrialisasi. Kontribusi mulai digantikan dengan kontribusi industri. Definisi yang

cenderung melihat segi kuantitatif pembangunan ini dipandang perlu menengok indikator-

indikator sosial yang ada (Kuncoro, 2004).

Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda dengan

pembangunan ekonomi tradisional. Pertanyaan beranjak dari benarkah semua indikator

ekonomi memberikan gambaran kemakmuran. Beberapa ekonom modern mulai

mengedepankan dethronement of GNP (penurunan tahta pertumbuhan ekonomi),

pengentasan garis kemiskinan, pengangguran, distribusi pendapatan yang semakin

timpang, dan penurunan tingkat pengangguran yang ada. Teriakan para ekonom ini

membawa perubahan dalam paradigma pembangunan menyoroti bahwa pembangunan

harus dilihat sebagai suatu proses yang multidimensional (Kuncoro, 2003). Beberapa ahli

menganjurkan bahwa pembangunan suatu daerah haruslah mencakup tiga inti nilai

(Kuncoro, 2000; Todaro, 2000):

Page 17: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

1.    Ketahanan (Sustenance): kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok

(pangan, papan, kesehatan, dan proteksi) untuk mempertahankan hidup.

2.    Harga diri (Self Esteem): pembangunan haruslah memanusiakan orang. Dalam

arti luas pembangunan suatu daerah haruslah meningkatkan kebanggaan sebagai

manusia yang berada di daerah itu.

3.    Freedom from servitude: kebebasan bagi setiap individu suatu negara untuk berpikir,

berkembang, berperilaku, dan berusaha untuk berpartisipasi dalam pembangunan.

Selanjutnya, dari evolusi makna pembangunan tersebut mengakibatkan

terjadinya pergeseran makna pembangunan. Menurut Kuncoro (2004), pada akhir

dasawarsa 1960-an, banyak negara berkembang mulai menyadari bahwa

“pertumbuhan ekonomi” (economic growth) tidak identik dengan “pembangunan

ekonomi” (economic development). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya

melampaui negara-negara maju pada tahap awal pembangunan mereka, memang

dapat dicapai namun dibarengi dengan masalah-masalah seperti pengangguran,

kemiskinan di pedesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan

ketidakseimbangan struktural (Sjahrir, 1986). Ini pula agaknya yang memperkuat

keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan

(necessary) tetapi tidak mencukupi (sufficient) bagi proses pembangunan (Esmara,

1986, Meier, 1989 dalam Kuncoro, 2004). Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat

peningkatan produksi barang dan jasa secara nasional, sedang pembangunan

berdimensi lebih luas dari sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Inilah yang menandai dimulainya masa pengkajian ulang tentang arti pembangunan.

Myrdal (1968 dalam Kuncoro, 2004), misalnya mengartikan pembangunan sebagai

pergerakan ke atas dari seluruh sistem sosial. Ada pula yang menekankan pentingnya

pertumbuhan dengan perubahan (growth with change), terutama perubahan nilai-nilai dan

kelembagaan. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi tidak lagi memuja GNP sebagai

sasaran pembangunan, namun lebih memusatkan perhatian pada kualitas dari proses

pembangunan.

Dalam praktik pembangunan di banyak negara, setidaknya pada tahap awal

pembangunan umumnya berfokus pada peningkatan produksi. Meskipun banyak varian

pemikiran, pada dasarnya kata kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal.

Oleh karena itu, strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi

pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi.

Peranan sumber daya manusia (SDM) dalam strategi semacam ini hanyalah sebagai

Page 18: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

“instrumen” atau salah satu “faktor produksi” saja. Manusia ditempatkan sebagai posisi

instrumen dan bukan merupakan subyek dari pembangunan. Titik berat pada nilai

produksi dan produktivitas telah mereduksi manusia sebagai penghambat maksimisasi

kepuasan maupun maksimisasi keuntungan.

Konsekuensinya, peningkatan kualitas SDM diarahkan dalam rangka peningkatan

produksi. Inilah yang disebut sebagai pengembangan SDM dalam kerangka production

centered development (Tjokrowinoto, 1996). Bisa dipahami apabila topik pembicaraan

dalam perspektif paradigma pembangunan yang semacam itu terbatas pada masalah

pendidikan, peningkatan ketrampilan, kesehatan, link and match, dan sebagainya.

Kualitas manusia yang meningkat merupakan prasyarat utama dalam proses produksi dan

memenuhi tuntutan masyarakat industrial. Alternatif lain dalam strategi pembangunan

manusia adalah apa yang disebut sebagai people-centered development atau panting

people first (Korten, 1981 dalam Kuncoro, 2004). Artinya, manusia (rakyat) merupakan

tujuan utama dari pembangunan, dan kehendak serta kapasitas manusia merupakan

sumber daya yang paling penting Dimensi pembangunan yang semacam ini jelas lebih

luas daripada sekedar membentuk manusia profesional dan trampil sehingga bermanfaat

dalam proses produksi. Penempatan manusia sebagai subyek pembangunan menekankan

pada pentingnya pemberdayaan (empowerment) manusia, yaitu kemampuan manusia

untuk mengaktualisasikan segala potensinya.

 Sejarah mencatat munculnya paradigma baru dalam pembangunan seperti

pertumbuhan dengan distribusi, kebutuhan pokok (basic needs) pembangunan mandiri

(self-reliant development), pembangunan berkelanjutan dengan perhatian terhadap alam

(ecodevelopment), pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapatan menurut

etnis (ethnodevelomment) (Kuncoro, 2003). paradigma ini secara ringkas dapat -

dirangkum sebagai berikut:

1.        Para proponen strategi “pertumbuhan dengan distribusi”, atau “redistribusi dari

pertumbuhan”, pada hakekatnya menganjurkan agar tidak hanya memusatkan

perhatian pada pertumbuhan ekonomi (memperbesar “kue” pembangunan) namun

juga mempertimbangkan bagaimana distribusi “kue” pembangunan tersebut. lni bisa

diwujudkan dengan kombinasi strategi seperti peningkatan kesempatan kerja,

investasi modal manusia, perhatian pada petani kecil, sektor informal dan pengusaha

ekonomi lemah.

Page 19: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

2.        Strategi pemenuhan kebutuhan pokok dengan demikian telah mencoba memasukkan

semacam “jaminan” agar setiap kelompok sosial yang paling lemah mendapat manfaat

dari setiap program pembangunan.

3.        Pembangunan “mandiri” telah muncul sebagai kunsep strategis dalam forum

internasional sebelum kunsep “Tata Ekonomi Dunia Baru” (NIEO) lahir dan

menawarkan anjuran kerja sama yang menarik dibanding menarik diri dari percaturan

global.

4.        Pentingnya strategi ecodevelopment, yang intinya mengatakan bahwa masyarakat

dan ekosistem di suatu daerah harus berkembang bersama-sama menuju produktivitas

dan pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi; namun yang paling utama adalah,

strategi pembangunan ini harus berkelanjutan baik dari sisi ekologi maupun sosial.

5.        Sejauh ini baru Malaysia yang secara terbuka memasukkan konsep

ecodevelopment dalam formulasi Kebijaksanaan Ekonomi Baru-nya (NEP). NEP

dirancang dan digunakan untuk menjamin agar buah pembangunan dapat dirasakan

kepada semua warga negara secara adil, baik ia dari komunitas Cina, India, dan

masyarakat pribumi Malaysia (Faaland, Parkinson, & Saniman, 1990 dalam Kuncoro,

2004).

C.      Indikator Pengukuran Keberhasilan Pembangunan

Penggunaan indicator dan variable pembangunan bisa berbeda untuk setiap Negara.

Di Negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan pembangunan mungkin

masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik masuk desa, layanan kesehatan

pedesaan, dan harga makanan pokok yang rendah. Sebaliknya, di Negara-negsara yang

telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut, indicator pembangunan akan bergeser kepada

factor-faktor   sekunder dan tersier (Tikson, 2005).

Sejumlah indicator ekonomi yang dapat digunakan oleh lembaga-lembaga

internasional antara lain pendapatan perkapita (GNP atau PDB), struktur perekonomin,

urbanisasi, dan jumlah tabungan. Disamping itu terdapat pula dua indicator lainnya yang

menunjukkan kemajuan pembangunan sosial ekonomi suatu bangsa atau daerah yaitu

Indeks Kualitas Hidup (IKH atau PQLI) dan Indeks Pembangunan Manusia (HDI).

Berikut ini, akan disajikan ringkasan Deddy T. Tikson (2005) terhadap kelima indicator

tersebut :

1.       Pendapatan perkapita

Pendapatan per kapita, baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan salah

satu indikaor makro-ekonomi yang telah lama digunakan untuk mengukur

Page 20: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi, indikator ini merupakan

bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga dapat menggambarkan

kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Tampaknya pendapatan per kapita

telah menjadi indikator makroekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun

memiliki beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional,

selama ini, telah dijadikan tujuan pembangunan di negara-negara dunia ketiga.

Seolah-olah ada asumsi bahwa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara

otomatis ditunjukkan oleh adanya peningkatan pendapatan nasional (pertumbuhan

ekonomi). Walaupun demikian, beberapa ahli menganggap penggunaan indikator

ini mengabaikan pola distribusi pendapatan nasional. Indikator ini tidak mengukur

distribusi pendapatan dan pemerataan kesejahteraan, termasuk pemerataan akses

terhadap sumber daya ekonomi.

2.       Struktur ekonomi

Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan

mencerminkan transformasi struktural dalam bidang ekonomi dan kelas-kelas

sosial. Dengan adanya perkembangan ekonomi dan peningkatan per kapita,

konstribusi sektor manupaktur/industri dan jasa terhadap pendapatan nasional

akan meningkat terus. Perkembangan sektor industri dan perbaikan tingkat upah

akan meningkatkan permintaan atas barang-barang industri, yang akan diikuti oleh

perkembangan investasi dan perluasan tenaga kerja. Di lain pihak , kontribusi

sektor pertanian terhadap pendapatan nasional akan semakin menurun.

3.       Urbanisasi

Urbanisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang

bermukim di wilayah perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Urbanisasi

dikatakan tidak terjadi apabila pertumbuhan penduduk di wilayah urban sama

dengan nol. Sesuai dengan pengalaman industrialisasi di negara-negara eropa

Barat dan Amerika Utara, proporsi penduduk di wilayah urban berbanding lurus

dengn proporsi industrialisasi. Ini berarti bahwa kecepatan urbanisasi akan

semakin tinggi sesuai dengan cepatnya proses industrialisasi. Di Negara-negara

industri, sebagain besar penduduk tinggal di wilayah perkotaan, sedangkan di

Negara-negara yang sedang berkembang proporsi terbesar tinggal di wilayah

pedesaan. Berdasarkan fenomena ini, urbanisasi digunakan sebagai salah satu

indicator pembangunan.

4.       Angka Tabungan

Page 21: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

Perkembangan sector manufaktur/industri selama tahap industrialisasi memerlukan

investasi dan modal. Finansial capital merupakan factor utama dalam proses

industrialisasi dalam sebuah masyarakat, sebagaimana terjadi di Inggeris pada

umumnya Eropa pada awal pertumbuhan kapitalisme yang disusul oleh revolusi

industri. Dalam masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi, modal usaha ini

dapat dihimpun melalui tabungan, baik swasta maupun pemerintah.

5.       Indeks Kualitas Hidup

IKH atau Physical Qualty of life Index (PQLI) digunakan untuk mengukur

kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Indeks ini dibuat indicator

makroekonomi tidak dapat memberikan gambaran tentang kesejahteraan

masyarakat dalam mengukur keberhasilan ekonomi. Misalnya, pendapatan

nasional sebuah bangsa dapat tumbuh terus, tetapi tanpa diikuti oleh peningkatan

kesejahteraan sosial. Indeks ini dihitung berdasarkan kepada (1) angka rata-rata

harapan hidup pada umur satu tahun, (2) angka kematian bayi, dan (3) angka

melek huruf. Dalam indeks ini, angka rata-rata harapan hidup dan kematian b yi

akan dapat menggambarkan status gizi anak dan ibu, derajat kesehatan, dan

lingkungan keluarga yang langsung beasosiasi dengan kesejahteraan keluarga.

Pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf, dapat menggambarkan jumlah

orang yang memperoleh akses pendidikan sebagai hasil pembangunan. Variabel ini

menggambarkan kesejahteraan masyarakat, karena tingginya status ekonomi

keluarga akan mempengaruhi status pendidikan para anggotanya. Oleh para

pembuatnya, indeks ini dianggap sebagai yang paling baik untuk mengukur

kualitas manusia sebagai hasil dari pembangunan, disamping pendapatan per

kapita sebagai ukuran kuantitas manusia.

6.        Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)

The United Nations Development Program (UNDP) telah membuat indicator

pembangunan yang lain, sebagai tambahan untuk beberapa indicator yang telah

ada. Ide dasar yang melandasi dibuatnya indeks ini adalah pentingnya

memperhatikan kualitas sumber daya manusia. Menurut UNDP, pembangunan

hendaknya ditujukan kepada pengembangan sumberdaya manusia. Dalam

pemahaman ini, pembangunan dapat diartikan sebagai sebuah proses yang

bertujuan m ngembangkan pilihan-pilihan yang dapat dilakukan oleh manusia. Hal

ini didasari oleh asumsi bahwa peningkatan kualitas sumberdaya manusia akan

Page 22: Kritik Terhadap Perkembangan Ilmu Sosial Di Indonesia

diikuti oleh terbukanya berbagai pilihan dan peluang menentukan jalan hidup

manusia secara bebas.

Pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai factor penting dalam kehidupan manusia,

tetapi tidak secara otomatis akan mempengaruhi peningkatan martabat dan harkat

manusia. Dalam hubungan ini, ada tiga komponen yang dianggap paling

menentukan dalam pembangunan, umur panjang dan sehat, perolehan dan

pengembangan pengetahuan, dan peningkatan terhadap akses untuk kehidupan

yang lebih baik. Indeks ini dibuat dengagn mengkombinasikan tiga komponen, (1)

rata-rata harapan hidup pada saat lahir, (2) rata-rata pencapaian pendidikan tingkat

SD, SMP, dan SMU, (3) pendapatan per kapita yang dihitung berdasarkan

Purchasing Power Parity. Pengembangan manusia berkaitan erat dengan

peningkatan kapabilitas manusia yang dapat dirangkum dalam peningkatan

knowledge, attitude dan skills, disamping derajat kesehatan seluruh anggota

keluarga dan lingkungannya.