krisis dan kemiskinan (perspektif, jawa pos radar jember, 25 desember 2015, hlm. 1)

3
Krisis dan Kemiskinan Oleh: Khairunnisa Musari* Bu, Ibu tahu enggak, di desa itu banyak yang dapat uang hanya cukup untuk satu hari. Jangankan menabung, untuk makan saja, mereka masih kesulitan. Upah yang mereka dapat hanya cukup untuk makan hari itu saja. Enggak bisa mereka itu seperti yang Ibu bilang untuk menyisihkan tabungan dulu, baru sisanya dikonsumsi..... Demikian salah satu komentar yang masuk dari pendengar setia Radio Republik Indonesia (RRI) Jember ketika saya melakukan wawancara on air di studio beberapa waktu lalu. Ya, untuk kesekian kalinya saya mengisi acara bincang-bincang selama satu jam bersama host Pak Kirin Prawira dan Mbak Dea di acara pagi hari. Jujur saja, komentar pendengar tersebut cukup ‘menonjok’ hati saya. Dan saya harus mengakui, saya belum tahu apa yang dapat saya tawarkan kepada mereka untuk bisa mengelola keuangan rumah tangga. Iya Pak, untuk kelompok masyarakat demikian, seharusnya negara yang hadir menolong mereka...,” jawab saya terbata. Apa yang disampaikan pendengar radio tersebut adalah realitas. Terlebih, belakangan, semakin banyak keluhan yang muncul terkait melambatnya pertumbuhan ekonomi. Di sosial media, seorang kawan yang beternak kambing dan ayam pelung di daerah Grenden, Puger, menuliskan status di Fesbuk: Sudah capek hidup kembang kempis, harga-harga kebutuhan naik, pendapatan menurun, jualan gak laku, angsuran numpuk, kambing habis terjual tinggal kandangnya. Tabah Sampai Akhir!

Upload: khairunnisa-musari

Post on 27-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

....Menghadapi perekonomian yang tumbuh melambat dan tekanan kuat dari dari faktor eksternal, maka peran pemerintah sebagai wujud kehadiran negara adalah wajib menghadirkan berbagai program yang berpihak kepada masyarakat luas. Bagi pemerintah daerah, memproteksi pelaku usaha di wilayahnya dapat dilakukan diantaranya dengan membangun jaring distribusi dan pasar antar daerah. Sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) tidak selalu harus diajak untuk menembus pasar internasional. Pasalnya, pasar Indonesia sangat luas dan justru menjadi rebutan produsen mancanegara. Terlebih, ke depan, bonus demografi menyebabkan struktur masyarakat Indonesia bukan lagi berbentuk piramida, tetapi serupa wajik.

TRANSCRIPT

Page 1: Krisis dan Kemiskinan (Perspektif, Jawa Pos Radar Jember, 25 Desember 2015, Hlm. 1)

Krisis dan Kemiskinan

Oleh: Khairunnisa Musari*

“Bu, Ibu tahu enggak, di desa itu banyak yang dapat uang hanya cukup untuk satu hari.

Jangankan menabung, untuk makan saja, mereka masih kesulitan. Upah yang mereka dapat

hanya cukup untuk makan hari itu saja. Enggak bisa mereka itu seperti yang Ibu bilang untuk

menyisihkan tabungan dulu, baru sisanya dikonsumsi....”.

Demikian salah satu komentar yang masuk dari pendengar setia Radio Republik

Indonesia (RRI) Jember ketika saya melakukan wawancara on air di studio beberapa waktu

lalu. Ya, untuk kesekian kalinya saya mengisi acara bincang-bincang selama satu jam

bersama host Pak Kirin Prawira dan Mbak Dea di acara pagi hari.

Jujur saja, komentar pendengar tersebut cukup ‘menonjok’ hati saya. Dan saya harus

mengakui, saya belum tahu apa yang dapat saya tawarkan kepada mereka untuk bisa

mengelola keuangan rumah tangga. “Iya Pak, untuk kelompok masyarakat demikian,

seharusnya negara yang hadir menolong mereka...,” jawab saya terbata.

Apa yang disampaikan pendengar radio tersebut adalah realitas. Terlebih, belakangan,

semakin banyak keluhan yang muncul terkait melambatnya pertumbuhan ekonomi. Di sosial

media, seorang kawan yang beternak kambing dan ayam pelung di daerah Grenden, Puger,

menuliskan status di Fesbuk: Sudah capek hidup kembang kempis, harga-harga kebutuhan

naik, pendapatan menurun, jualan gak laku, angsuran numpuk, kambing habis terjual tinggal

kandangnya. Tabah Sampai Akhir!

Page 2: Krisis dan Kemiskinan (Perspektif, Jawa Pos Radar Jember, 25 Desember 2015, Hlm. 1)

Indonesia Krisis?

Pertanyaan tersebut dalam beberapa bulan terakhir memang banyak mengemuka.

Terutama, setelah nilai tukar rupiah terhadap USD menembus Rp 14.000. Jauh sebelumnya,

akhir Desember 2014, seorang kawan di Surabaya meminta saya memprediksi nilai tukar

rupiah dan meminta rekomendasi kapan waktu yang tepat untuk membeli USD berkenaan

dengan rencananya umroh. Melemahnya rupiah memang menjadi variabel penting saat ini

untuk mengambil keputusan.

Namun demikian, melemahnya nilai tukar rupiah tidak serta merta dapat disebut krisis.

Secara teoretis, krisis ekonomi ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang jatuh, inflasi tidak

terkendali, melemahnya mata uang, dan terjadi kekacauan politik dan keamanan. Menyimak

kondisi ekonomi makro terakhir, Indonesia masuk kategori siaga. Bila pelemahan nilai tukar

rupiah sudah berdampak besar bagi dunia usaha, maka perekonomian Indonesia memperoleh

lampu merah. Apalagi, sebelumnya, masyarakat sudah terkena imbas harga-harga yang

meningkat. Belum lagi di beberapa daerah yang mengalami pemutusan hubungan pekerjaan

(PHK) dan harga jual produksi pertanian yang anjlok.

Lalu, bagaimana dengan keluarga miskin? Masih banyak masyarakat yang rawan

miskin dan berpotensi kembali miskin. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan

penduduk miskin sepanjang 2009-2014 secara persentase maupun jumlah cenderung

menurun. Hanya pada tahun 2013 yang mengalami pertambahan. Mayoritas penduduk miskin

berupah rendah lantaran tidak tamat sekolah dasar. Parahnya, satu kepala keluarga miskin

masih harus menanggung hidup 4-5 anggota keluarga.

Bantuan sosial dari pemerintah adalah keniscayaan. Namun, sifatnya hanya membantu

dalam jangka pendek. Kedermawanan masyarakat kelas menengah ke atas adalah salah satu

cara untuk mengentas kemiskinan dan mengurangi ketimpangan. Agar bersifat jangka

panjang, maka perlu pendanaan yang bersifat produktif yang disertai pula dengan

pendampingan. Pada titik inilah negara perlu memfasilitasi dan memberi insentif kepada

berbagai program yang digiatkan masyarakat.

Sektor Riil

Panduan normatif yang lazim diberikan oleh konsultan perencana keuangan untuk

pengelolaan keuangan keluarga antara lain: susun rencana keuangan atau anggaran, bedakan

antara kebutuhan dan keinginan, hindari hutang, kurangi belanja konsumtif, tetapkan tujuan

atau cita-cita finansial, menabung, dan berinvestasi. Lalu, bagaimana dengan warga miskin

yang upah hariannya hanya cukup untuk makan satu hari?

Sebuah tesis dari Ilmu Kesejahteraan Sosial tentang manajemen keuangan keluarga

miskin menyebutkan aspirasi atau tujuan keluarga miskin masih pada taraf pemenuhan

kebutuhan dasar dengan nilai acuan yang relatif rendah. Pendapatan mereka bersifat fluktuatif

dan cenderung rentan terhadap perubahan kondisi alam. Dari segi troughput, meskipun

keluarga miskin tidak melakukan perencanaan keuangan dan implementasinya sesuai anjuran

normatifnya, namun mereka mempunyai sistem sendiri dalam menjaga dan mengelola

keuangan keluarga. Mereka menjalani suatu proses yang tidak didasarkan pada catatan

tertulis mengenai apa yang mereka rencanakan atau akan lakukan, akan tetapi berdasarkan

pengalaman dan rutinitas yang mereka lakukan.

Menghadapi perekonomian yang tumbuh melambat dan tekanan kuat dari dari faktor

eksternal, maka peran pemerintah sebagai wujud kehadiran negara adalah wajib

menghadirkan berbagai program yang berpihak kepada masyarakat luas. Bagi pemerintah

daerah, memproteksi pelaku usaha di wilayahnya dapat dilakukan diantaranya dengan

membangun jaring distribusi dan pasar antar daerah. Sektor usaha mikro kecil menengah

(UMKM) tidak selalu harus diajak untuk menembus pasar internasional. Pasalnya, pasar

Indonesia sangat luas dan justru menjadi rebutan produsen mancanegara. Terlebih, ke depan,

Page 3: Krisis dan Kemiskinan (Perspektif, Jawa Pos Radar Jember, 25 Desember 2015, Hlm. 1)

bonus demografi menyebabkan struktur masyarakat Indonesia bukan lagi berbentuk piramida,

tetapi serupa wajik.

Jadi, jargon ‘Cintai Produk Dalam Negeri’ atau ‘Cintai Produk Lokal’ hendaknya tidak

menjadi pepesan kosong. Himbauan ini juga harus menjadi program kerja bersama untuk

membantu sektor UMKM di daerah. Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), kita

berharap akan banyak tawaran program kerja cerdas inspiratif yang tidak sekedar

mengandalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk membiayai pembangunan. Jaringan,

informasi, reputasi, ide, pengetahuan, kreatifitas adalah sebagian dari sumber daya yang

dapat menjadi tulang punggung perekonomian, termasuk untuk menolong penduduk miskin.

Kembali pada sektor riil adalah kuncinya. Wallahua’lam bish showab.