korupsi dalam pengadaan barang dan jasa

4
KORUPSI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA *) Oleh. Paul SinlaEloE **) Korupsi merupakan satu diantara sekian banyak persoalan yang menghambat pembangunan di Indonesia, berkaitan dengan upaya pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang adil didalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Salah satu lahan korupsi yang paling subur adalah sektor pengadaan barang dan jasa. Data Indonesia Procurment Watch (IPW) sejak tahun 2001 sampai dengan 2006 menunjukan bahwa setiap tahunnya hampir 60% pengeluaran belanja negara, digunakan untuk pengadaan barang dan jasa. Hasil pantauan dari IPW juga menemukan tingkat “kebocoran” disektor pengadaan barang dan jasa mencapa 10% - 50%. Hasil pantauan dari IPW ini belum termasuk anggaran yang dikelola oleh BUMN, Parastatal, Kontraktor Kemitraan dan Anggaran Pemerintah Daerah. Sementara itu, Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) berkaitan dengan kinerja dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan Juni 2007, menunjukan bahwa dari 59 kasus 1 Kasus korupsi SARKES Rp. 15 M 2002 Pemprov NTT 3,380,000,000.00 Rp 2 Kasus Mark Up alat Transfusi darah di RSUD Kupang 2003 Pemprov NTT 126,000,000.00 Rp 3 Kasus mark up pengadaan 15 unit mobil 2004/2005 Kab. Manggarai 114,000,000.00 Rp 4 Korupsi dana pengadaan mesin pompa air di PDAM Kupang 2006 Kab. Kupang 56,500,000.00 Rp 5 Kasus Rumpon BELU 2001 Kab.Belu 2,600,000,000.00 Rp 6 Kasus Mark Up di Proyek PWM di Disnak TTU 2003 Kab. TTU 257,900,000.00 Rp 7 Kasus Proyek P2RWT Ngada 2002 Kab. Ngada 49,120,410,266.00 Rp 8 Kasus Korupsi di PDAM Ende 2003 Kab. Ende 140,000,000.00 Rp 9 Kasus Proyek Penanggulangan Bencana Alam (PBA) di Dinsos NTT 1999 Pemprov NTT 26,858,639.00 Rp 10 Kasus Dugaan Mark Up pengadaan mobil dinas di TTS TA 2001 2001 Kab. TTS 900,000,000.00 Rp 11 Kasus Korupsi Dana Bencana Alam Kota Kupang 2002 Kota Kupang 1,487,863,000.00 Rp 13 Kasus proyek vanili di Disbun NTT 2005 Pemprov NTT 464,637,000.00 Rp 14 Korupsi Pasar Inpres SOE 2002 Kab.TTS 943,564,146.00 Rp 15 Kasus PLTS Alor 2004 Kab. Alor 35,000,000.00 Rp 16 Kasus Korupsi Proyek PLTMH Alor 2003 Kab.Alor 451,905,000.00 Rp 17 Kasus dana Peningkatan Mutu pendidikan 2004 Prop. NTT 8,862,412,000.00 Rp 18 Kasus Dugaan Korupsi dana Pengadaan alat uji kendaraan 2005 Kab. Manggarai 137,000,000.00 Rp 19 Kasus Mark-Up pembuatan data base dan peta desa 2004 Kab. Alor 284,514,000.00 Rp 20 Kasus Proyek Pemeliharaan jalan di Kab. Sika 2004 Kab. Sika 298,000,000.00 Rp 21 Kasus Pengadaan dua unit Mobil Tangki air di Kab. Sika 2003 Kab. Sika 390,000,000.00 Rp 22 Kasus Dugaan Korupsi Proyek P2SP/Kaden 2004 Kab. Rote Ndao 96,178,966.00 Rp 23 Kasus Kapal Ikan Kab. Kupang 2003 Kab. Kupang 239,370,000.00 Rp 25 Kasus Penyimpangan Dana Pembangunan RSU NAibonat 2005 Kab. Kupang 4,000,000,000.00 Rp 26 Kasus Penyelewengan Pembangunan SMKN Ekoae 2006 Kab. Ende 2,000,000,000.00 Rp 27 Kasus Korupsi proyek lantainisasi untuk rumah kepala keluarga miskin tahun 2001 2001 Kab. Flotim 579,765,780.00 Rp 28 Kasus Proyek Pengembangan dan pemberdayaan perikanan rakyat lepas pantai 2003 Kab. Flotim 454,545,454.00 Rp 33 Kasus Pengadaan Kapal Fery cepat MV ANDIKA MITRA EXPRESS 2002 Kab. Flotim 108,507,750.00 Rp 2001 Kab. Flotim Rp 85,500,000.00 2001 Rp 41,000,000.00 32 Kasus Proyek Peningkatan Mutu Pembinaan pemuda dan olahraga Kab Flotim Thn 2002 Kab. Flotim Rp 1,000,000,000.00 2002 31 Kasus dana NTAADP di Desa Nusa Nipa, Kec. Tanjung Bunga, Kab Flotim TA 1999-2001 2001 30 Kasus dana NTAADP di Desa Sinamalaka, Kec. Tanjung Bunga, Kab Flotim TA 2001 Kab. Flotim SUMBER : Dok. PIAR - NTT 24 Kasus Proyek Peningkatan Mutu Pembinaan Pemuda dan Olahraga (PPMPPO) di Diknas Flotim 2002 Kab. Flotim 150,000,000.00 Rp Kasus Pengadaan Tanah weri pada proyek penigkatan sarana dan prasarana angkutan umum dan darat 29 Kab. Flotim Rp 109,000,000.00 543,385,000.00 Rp 12 NAMA KASUS LOCUS DELICTY TEMPUS DELICTY DUGAAN KERUGIAN NEGARA No Kasus Korupsi proyek NTAADP di daratan Timor 2002 Pemprov NTT (Daratan Timor) *) Tulisan ini pernah di publikasikan dalam Harian UMUM, ROTE NDAO POS, tanggal 29 November 2007. **) Staf Div. Anti Korupsi PIAR NTT.

Upload: paul-sinlaeloe

Post on 30-Nov-2015

356 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Oleh. Paul SinlaEloEKorupsi merupakan satu diantara sekian banyak persoalan yang menghambat pembangunan di Indonesia, berkaitan dengan upaya pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang adil didalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.

TRANSCRIPT

Page 1: KORUPSI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA

KORUPSI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA*)

Oleh. Paul SinlaEloE**)

Korupsi merupakan satu diantara sekian banyak persoalan yang menghambat pembangunan

di Indonesia, berkaitan dengan upaya pemerintah dalam mewujudkan masyarakat yang adil didalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Salah satu lahan korupsi yang paling subur adalah sektor pengadaan barang dan jasa. Data Indonesia Procurment Watch (IPW) sejak tahun 2001 sampai dengan 2006 menunjukan bahwa setiap tahunnya hampir 60% pengeluaran belanja negara, digunakan untuk pengadaan barang dan jasa. Hasil pantauan dari IPW juga menemukan tingkat “kebocoran” disektor pengadaan barang dan jasa mencapa 10% - 50%. Hasil pantauan dari IPW ini belum termasuk anggaran yang dikelola oleh BUMN, Parastatal, Kontraktor Kemitraan dan Anggaran Pemerintah Daerah. Sementara itu, Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) berkaitan dengan kinerja dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan Juni 2007, menunjukan bahwa dari 59 kasus

1 Kasus korupsi SARKES Rp. 15 M 2002 Pemprov NTT 3,380,000,000.00Rp 2 Kasus Mark Up alat Transfusi darah di RSUD Kupang 2003 Pemprov NTT 126,000,000.00Rp 3 Kasus mark up pengadaan 15 unit mobil 2004/2005 Kab. Manggarai 114,000,000.00Rp 4 Korupsi dana pengadaan mesin pompa air di PDAM Kupang 2006 Kab. Kupang 56,500,000.00Rp 5 Kasus Rumpon BELU 2001 Kab.Belu 2,600,000,000.00Rp 6 Kasus Mark Up di Proyek PWM di Disnak TTU 2003 Kab. TTU 257,900,000.00Rp 7 Kasus Proyek P2RWT Ngada 2002 Kab. Ngada 49,120,410,266.00Rp 8 Kasus Korupsi di PDAM Ende 2003 Kab. Ende 140,000,000.00Rp 9 Kasus Proyek Penanggulangan Bencana Alam (PBA) di Dinsos NTT 1999 Pemprov NTT 26,858,639.00Rp 10 Kasus Dugaan Mark Up pengadaan mobil dinas di TTS TA 2001 2001 Kab. TTS 900,000,000.00Rp 11 Kasus Korupsi Dana Bencana Alam Kota Kupang 2002 Kota Kupang 1,487,863,000.00Rp

13 Kasus proyek vanili di Disbun NTT 2005 Pemprov NTT 464,637,000.00Rp 14 Korupsi Pasar Inpres SOE 2002 Kab.TTS 943,564,146.00Rp 15 Kasus PLTS Alor 2004 Kab. Alor 35,000,000.00Rp 16 Kasus Korupsi Proyek PLTMH Alor 2003 Kab.Alor 451,905,000.00Rp 17 Kasus dana Peningkatan Mutu pendidikan 2004 Prop. NTT 8,862,412,000.00Rp 18 Kasus Dugaan Korupsi dana Pengadaan alat uji kendaraan 2005 Kab. Manggarai 137,000,000.00Rp 19 Kasus Mark-Up pembuatan data base dan peta desa 2004 Kab. Alor 284,514,000.00Rp 20 Kasus Proyek Pemeliharaan jalan di Kab. Sika 2004 Kab. Sika 298,000,000.00Rp 21 Kasus Pengadaan dua unit Mobil Tangki air di Kab. Sika 2003 Kab. Sika 390,000,000.00Rp 22 Kasus Dugaan Korupsi Proyek P2SP/Kaden 2004 Kab. Rote Ndao 96,178,966.00Rp 23 Kasus Kapal Ikan Kab. Kupang 2003 Kab. Kupang 239,370,000.00Rp

25 Kasus Penyimpangan Dana Pembangunan RSU NAibonat 2005 Kab. Kupang 4,000,000,000.00Rp 26 Kasus Penyelewengan Pembangunan SMKN Ekoae 2006 Kab. Ende 2,000,000,000.00Rp 27 Kasus Korupsi proyek lantainisasi untuk rumah kepala keluarga miskin tahun 2001 2001 Kab. Flotim 579,765,780.00Rp 28 Kasus Proyek Pengembangan dan pemberdayaan perikanan rakyat lepas pantai 2003 Kab. Flotim 454,545,454.00Rp

33 Kasus Pengadaan Kapal Fery cepat MV ANDIKA MITRA EXPRESS 2002 Kab. Flotim 108,507,750.00Rp

2001 Kab. Flotim

Rp 85,500,000.00 2001

Rp 41,000,000.00

32 Kasus Proyek Peningkatan Mutu Pembinaan pemuda dan olahraga Kab Flotim Thn 2002 Kab. Flotim Rp 1,000,000,000.00 2002

31 Kasus dana NTAADP di Desa Nusa Nipa, Kec. Tanjung Bunga, Kab Flotim TA 1999-2001

2001

30 Kasus dana NTAADP di Desa Sinamalaka, Kec. Tanjung Bunga, Kab Flotim TA 2001 Kab. Flotim

SUMBER : Dok. PIAR - NTT

24 Kasus Proyek Peningkatan Mutu Pembinaan Pemuda dan Olahraga (PPMPPO) di Diknas Flotim

2002 Kab. Flotim 150,000,000.00Rp

Kasus Pengadaan Tanah weri pada proyek penigkatan sarana dan prasarana angkutan umum dan darat

29 Kab. Flotim Rp 109,000,000.00

543,385,000.00Rp 12

NAMA KASUSLOCUS

DELICTYTEMPUS DELICTY

DUGAAN KERUGIAN NEGARA

No

Kasus Korupsi proyek NTAADP di daratan Timor 2002 Pemprov NTT (Daratan Timor)

*) Tulisan ini pernah di publikasikan dalam Harian UMUM, ROTE NDAO POS, tanggal 29 November 2007. **) Staf Div. Anti Korupsi PIAR NTT.

Page 2: KORUPSI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA

dugaan korupsi yang ditangani oleh KPK, 33 kasus dugaan korupsi (56%) diantaranya adalah kasus dugaan korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa. Pada konteks NTT, data PIAR NTT menunjukan bahwa terdapat sejumlah kasus dugaan koupsi yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa yang sangat menarik perhatian publik, diantaranya: (Lihat tabel. 1).

Bertolak dari realita yang demikian, maka sudah sepantasnya pemberantasan korupsi disektor pengadaan barang dan jasa harus mendapat perhatian serius dari seluruh komponen bangsa. Apalagi sudah menjadi rahasia umum bahwa sekitar Rp. 240 Triliun dari total APBN 2007 sebesar Rp. 763 Triliun, direncanakan digunakan untuk belanja barang dan belanja modal yang menggunakan sistem pengadaan barang/jasa pemerintah. Pertanyaannya, mengapa pengadaan barang dan jasa sarat dengan praktik korupsi...?? Bagaimana Modus Operandinya...?? Dan bagaimanankah cara mengatsi persoalan korupsi dalam proses pengadaan barang dan jasa..???

NO TAHAPAN MODUS PENYIMPANGAN NO TAHAPAN MODUS

PENYIMPANGAN NO TAHAPAN MODUS PENYIMPANGAN

1 PERENCANAAN PENGADAAN

Penggelmbungan Anggaran, Rencana Pengadaan yang di arahkan, Rekayasa pemaketan Untuk KKN, dll.

2PEMBENTUKAN

PANITIA LELANG

Panitia tidak transparan, Integritas panitia lelang lemah, Panitia Lelang yang memihak, panitia lelang yang tidak independen, dsb.

3 PRAKUALIFIKASI PERUSAHAAN

Dokumen administrasi tidak memenuhi Syarat, Dokumen adsministrasi "aspal", Legalisasi dokumen tidak dilakukan, Evaluasi tidak sesuai kriteria, dll.

4PENYUSUSNAN

DOKUMEN LELANG

Spesifikasi yang diarahkan, Rekayasa kriteria evaluasi, Dokumen lelang Non standar, Dokumen lelang yang tidak lengkap, dsb.

5 PENGUMUMAN LELANG

Pengumuman lelang yang semu atau fiktif, Pengumuman lelang tidak lengkap, Jangka waktu pengumuman terlalu singkat, dll

6PENGAMBILAN

DOKUMEN LELANG

Dokumen lelang yang diserahkan inkonsisten, Waktu pendistribusian dokumen terbatas, Lokasi pengambilan dokumen sulit di cari, dll

7

PENYUSUSNAN HARGA

PERKIRAAN SENDIRI (HPS)

Gambaran nilai HPS di tutup, Penggelembungan harga (Mark Up) atau KKN, Penetuan estimasi harga tidak sesuai aturan, dll.

8 PENJELASAN (Aanwijzing)

Pree-bid meeting yang terbatas, Informasi dan deskripsi terbatas, Penjelasan yang kontroversial, dsb

9

PENYERAHAN DAN

PEMBUKAAN PENAWARAN

Relokasi tempat penyerahan dokumen penawaran, Penerimaan dokumen penawaran yang terlambat, penyerahan dokumen fiktif

10 EVALUASI PENAWARAN

Kriteria evaluasi yang cacat, Penggantian dokumen penawaran, Evaluasi yang tertutup dan tersembunyi, Pengumuman yang tidak sesuai ketentuan, dsb.

11PENGUMUMAN

CALON PEMENANG

Pengumuman yang terbatas, Tanggal pengumuman yang di tunda, Pengumuman yang tidak sesuai dengan ketentuan, dsb.

12SANGGAHAN

PESERTA LELANG

Tidak seluruh sdanggahan ditanggapi, Substansi sanggahan tidak di tanggapi atau di jawab, Sanggahan untuk menghindari tuduhan tender "diatur", dll

13PENUJUKAN PEMENANG

LELANG

Surat penunjukan tidak lengkap, surat penunjukan yang sengaja ditunda terbit, surat penunjukan yang dikeluarkan dengan terburu-buru, surat penunjukan yang tidak sah, dll.

14 TANDATANGAN KONTRAK

Penandatanganan kontrak yang ditundatunda, penandatanagan kontrak secara tertutup,penandatanganan kontrak yang tidak sah, dsb.

15 PENYERAHAN BARANG/JASA

Volume yang tidak sama, Mutu/kualitaspek lebih rendah dari spesifikasi teknik, Mutu/kualitas pekerjaan tidak sama dengan spesifikasi teknik, Contrak change order, dll.

TAHAPAN PENGADAN BARANG DAN JASA MENURUT KEPRES NO. 80 TAHUN 2003 BESERTA MODUS - MODUS PENYIMPANGANNYA

Data: Diolah Berdasarkan Pengalaman Advokasi PIAR - NTT dan Jaringan

Page 3: KORUPSI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA

Pengadaan barang dan jasa merupakan suatu aktivitas dari pemerintah dalam hal pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehubungan dengan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. (Sarah Lery Mboeik, 2005).Menurut Nugraha (2003), ada 2 (dua) pertimbangan kenapa penadaan barang dan jasa harus dilakukan melalui tender. Pertama, supaya barang yang diperoleh sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan. Baik itu dari segi kualitas maupun kuantitas dengan harga yang lebih bersaing. Kedua, barang dan jasa tersebut dapat diperoleh sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan (effisien dan effektif). Sedangkan Praya Arie Indrayana (2003) berpendapat bahwa keterbatasan akan keahlian dan ketrampilan specifik (Expert Skills) dari pegawai pemerintah merupakan alasan utama dilakukan tender. Untuk pengadaan barang dan jasa, ada sejumlah metode yang menurut KEPPRES No. 80 Tahun 2003, boleh dipergunakan, yakni: metode lelang, metode pemilihan langsung, metode penunjukan langsung, metode swakelola dan metodeseleksi dengan persaingan. Dalam KEPPRES No. 80 Tahun 2003, juga dikenal beberapa tahapan yang harus dilalui berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa. Ironisnya, dari ke-15 (Lima Belas) tahapan ini, semua tahapannya sering terjadi penyimpangan-penyimpangan yang menyebabkan marak terjadinya korupsi disektor pengadaaan barang dan jasa. (Lihat Tabel. 2).

Selain penyimpanan-penyimpangan pada tabel ini, suap dan pemerasan menjadi modus paling dominan yang terjadi dalam setiap tahapan. Hal ini disebabkan karena nyatanya pembayaran ilegal untuk memenangi kontrak dan konsesi besar secara umum telah menjadi ajang bisnis para pejabat tinggi dan kontraktor.

Menurut Adnan Topan Husodo (2006), penyuapan dan pemerasan dalam proses pengadaan barang dan jasa dapat dideskripsikan sebagai mekanisme saling menukar sumber daya kekuasaan dan uang. Untuk itu, memandang korupsi pengadaan barang dan jasa tidak serta-merta hanya dianggap sebagai gejala penyimpangan yang dilakukan oleh aparatur birokrasi belaka, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari memperoleh sumber daya politik dan sumber daya ekonomi. Karena Secara alamiah, keinginan untuk tetap berkuasa ada pada diri setiap politikus. Tidak hanya mempertahankan, melainkan juga melanggengkan dan memperbesar pengaruh kekuasaannya. Dengan kepemilikan otoritas dan kekuasaan, mereka bisa menggunakannya untuk memperkuat posisi bisnis, sedangkan keuntungan dari bisnis itu digunakan untuk memperluas dan mempengaruhi kekuasaan. Dengan kata lain, korupsi pengadaan bukan saja bicara soal korupsi birokrasi, melainkanmempunyai korelasi yang erat dengan korupsi politik

Secara teknis, Susan Rose-Ackerman (2006), berpendapat bahwa penyuapan dan pemerasan dalam proses pengadaan barang dan jasa dilakukan untuk mendapatkan beberapa tujuan, yakni: Pertama, perusahaan atau pengusaha rela membayar untuk bisa diikutsertakan dalam daftar prakualifikasi dan untuk membatasi peserta tender. Kedua, perusahaan juga rela membayar untuk mendapatkan informasi mengenai proyek dari orang dalam. Ketiga, pembayaran ilegal membuat pejabat dapat pengatur spesifikasi tender sehingga perusahaan yang membayar itu akan menjadi satu-satunya pemasok yang lolos prakualifikasi. Keempat, pembayaran ilegal itu dimaksudkan untuk memenangi kontrak. Ketika proses ini terjadi dalam satu kali putaran, konsekuensi yang harus diterima adalah adanya penggelembungan harga dan penurunan kualitas barang dan jasa yang dihasilkan. Berkaiatan dengan fakta yang demikian, maka harus diakui bahwa keseluruhan Penyimpangan-penyimpangan sebagimana yang tertera dalam tabel diatas, disebabkan oleh lemahnya aturan mengenai pengadaan barang dan jasa. Untuk itu, ada beberapa gagasan dalam rangka menanggulangi persoalan korupsi disektor pengadaaan barang dan jasa, yakni:

Page 4: KORUPSI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA

1. MEMBENAHI KEMBALI SISTEM HUKUM PENGADAAN BARANG DAN JASA. Pengadaan barang dan jasa selama ini hanya diatur dalam KEPPRES. Didalam KEPPRES kesalahan prosedur pengadaan barang dan jasa belum atau tidak digolongkan sebagai tindak korupsi, sebelum atau asal tidak ada kerugian keuangan negara. Karenanya dalam rangka pemberantasan korupsi, sudah seharusnya pengadaan barang dan jasa diatur dengan Undang-Undang. Jika diatur dengan Undang-Undang, pelanggaran prosedur dan tidak ada kehati-hatian untuk memastikan kepatuhan hukum pada pelaksana proyek (Panitia Lelang, Pimpro, Benpro), Pengguna anggaran di daerah (Gubernur, Bupati/Walikota, Kepal Dinas/Badan/Kantor) dapat dipidana sebagi melangggar ketentuan Undang-Undang Pengadaan barang dan jasa serta dapat dituduh melanggar Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

2. REFORMASI KEPANITIAAN TENDER Sistem Pengadaan barang dan jasa yang ada telah menempatkan aparatur pemerintah (Pimpro/panitia pengadaan) hanya sebatas peran manajerial. Hal ini sesuai dengan alasan utama dilakukannya tender, yakni: Keterbatasan akan keahlian dan ketrampilan specifik (Expert Skills) dari pegawai pemerintah. Untuk itu, kedepan harus dipikirkan untuk dibuat aturan yang mengharuskan pihak diluar pegawai pemerintah (Orang-orang yang berkualitas dan berkompeten) untuk dapat menjadi panitia tender.

3. PENGAWASAN OLEH MASYARAKAT. Dalam KEPPRES mengatur bahwa unit pengawasan intern akan menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat berkaitan dengan penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa, namun tidak diatur mekanisme bagaimana masyarakat dapat terlibat dalam pengawasan. Bagaimana masyarakat bisa mengetahui danya penyimpangan dalam pengadaaan barang dan jasa kalau masyarakat tidak di beri akses untuk mengawasi jalannya proses pengadaan. Harus mulai dipikirkan mekanisme pengawasan barang dan jasa: Pertama, Siapa yang boleh mengawasi? Apakah semua orang, asosiasi profesi atau asosiasi engusaha, atau siapa? Kedua, Mekanismenya seperti apa? Yang dapat menjamin bahwa proses pengadaan barang dan jasa dapat transparan bagi semua orang? Ketiga, Kalau pengumuman lelang ditampilkan dalam media massa, mengapa hasil dan proses pelelangan juga tidak ditaampilkan di media Massa..???