kortikosteroid topikal

7
KORTIKOSTEROID TOPIKAL Cholis Abrori Kortikosteroid topikal masih memegang peran besar dalam pengobatan inflamasi kulit. Steroid topikal adalah obat topikal yang paling sering diresepkan untuk pengobatan ruam, eksim, dan dermatitis. Steroid topikal memiliki sifat anti-inflamasi, dan diklasifikasikan berdasarkan kemampuan vasokonstriksi. Steroid topikal yang ada di kelas yang sama memiliki sifat anti-inflamasi yang sama. Efek samping yang paling berbahaya adalah penipisan kulit dan efek sisitemik yaitu supresi HPA-axis dan sindrom Cushing. PENGGOLONGAN STEROID TOPIKAL MENURUT WHO WHO menggunakan 7 kelas, yang diklasifikasikan berdasarkan kemampuan menimbulkan vasokonstriksi. Kelas I adalah yang terkuat atau high potency, sendangkan Kelas VII adalah yang paling lemah dan paling ringan atau low potency. Group I Ultra High Potency Sangat poten dan kuat, grup ini memiliki potensi 600 kali lebih kuat dibandingkan hydrocortisone. Clobetasol propionate 0.05% (Dermovate) Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprolene) Halobetasol proprionate 0.05% (Ultravate, Halox) Diflorasone diacetate 0.05% (Psorcon) Group II High Potency Fluocinonide 0.05% (Lidex) Halcinonide 0.05% (Halog) Amcinonide 0.05% (Cyclocort) Desoximetasone 0.25% (Topicort) Group III High Potency Triamcinolone acetonide 0.5% (Kenalog, Aristocort cream) Mometasone furoate 0.1% (Elocon ointment) Fluticasone propionate 0.005% (Cutivate) Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprosone) Group IV Moderate Potency Fluocinolone acetonide 0.01-0.2% (Synalar, Synemol, Fluonid) Hydrocortisone valerate 0.2% (Westcort) Hydrocortisone butyrate 0.1% (Locoid)

Upload: ika-niswatul-chamidah

Post on 10-Aug-2015

95 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kortikosteroid Topikal

KORTIKOSTEROID TOPIKAL Cholis Abrori

Kortikosteroid topikal masih memegang peran besar dalam pengobatan inflamasi kulit. Steroid topikal adalah obat topikal yang paling sering diresepkan untuk pengobatan ruam, eksim, dan dermatitis. Steroid topikal memiliki sifat anti-inflamasi, dan diklasifikasikan berdasarkan kemampuan vasokonstriksi. Steroid topikal yang ada di kelas yang sama memiliki sifat anti-inflamasi yang sama. Efek samping yang paling berbahaya adalah penipisan kulit dan efek sisitemik yaitu supresi HPA-axis dan sindrom Cushing. PENGGOLONGAN STEROID TOPIKAL MENURUT WHO WHO menggunakan 7 kelas, yang diklasifikasikan berdasarkan kemampuan menimbulkan vasokonstriksi. Kelas I adalah yang terkuat atau high potency, sendangkan Kelas VII adalah yang paling lemah dan paling ringan atau low potency. Group I Ultra High Potency Sangat poten dan kuat, grup ini memiliki potensi 600 kali lebih kuat dibandingkan hydrocortisone. § Clobetasol propionate 0.05% (Dermovate) § Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprolene) § Halobetasol proprionate 0.05% (Ultravate, Halox) § Diflorasone diacetate 0.05% (Psorcon) Group II High Potency § Fluocinonide 0.05% (Lidex) § Halcinonide 0.05% (Halog) § Amcinonide 0.05% (Cyclocort) § Desoximetasone 0.25% (Topicort) Group III High Potency § Triamcinolone acetonide 0.5% (Kenalog, Aristocort cream) § Mometasone furoate 0.1% (Elocon ointment) § Fluticasone propionate 0.005% (Cutivate) § Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprosone) Group IV Moderate Potency § Fluocinolone acetonide 0.01-0.2% (Synalar, Synemol, Fluonid) § Hydrocortisone valerate 0.2% (Westcort) § Hydrocortisone butyrate 0.1% (Locoid)

Page 2: Kortikosteroid Topikal

§ Flurandrenolide 0.05% (Cordran) § Triamcinolone acetonide 0.1% (Kenalog, Aristocort A ointment) § Mometasone furoate 0.1% (Elocon cream, lotion) Group V Moderate Potency § Triamcinolone acetonide 0.1% (Kenalog, Aristocort,kenacort-a vail, cream,

lotion) § Fluticasone propionate 0.05% (Cutivate cream) § Desonide 0.05% (Tridesilon, DesOwen ointment) § Fluocinolone acetonide 0.025% (Synalar, Synemol cream) § Hydrocortisone valerate 0.2% (Westcort cream) Group VI Low Potency § Alclometasone dipropionate 0.05% (Aclovate cream, ointment) § Triamcinolone acetonide 0.025% (Aristocort A cream, Kenalog lotion) § Fluocinolone acetonide 0.01% (Capex shampoo, Dermasmooth) § Desonide 0.05% (DesOwen cream, lotion) Group VII Low Potency Kelas terlemah dari steroid topikal. Memiliki permeabilitas lipid yang lemah, dan tidak dapat menembus membran mukosa baik. § Hydrocortisone 2.5% (Hytone cream, lotion, ointment) § Hydrocortisone 1% (Many over-the-counter brands) Mengingat risiko efek samping, steroid topikal yang diharapkan adalah memiliki daya larut dalam lemak lebih baik, aksi yang lebih terlokalisir, dan terbebas efek samping sistemik. MEKANISME KERJA § Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis

protein. Molekul hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid.

§ Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran dasar dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke dalam sel atau struktur-struktur yang bertanggung jawab pada gambaran klinis; keratinosik (atropi epidermal, re-epitalisasi lambat), produksi fibroblast mengurangi kolagen dan bahan dasar (atropi dermal, striae), efek vaskuler kebanyakan berhubungan dengan jaringan konektif vaskuler (telangiektasis, purpura), dan kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan granulasi yang lambat).

Page 3: Kortikosteroid Topikal

§ Khasiat glukokortikoid adalah sebagai antiinflamasi lokal, anti-proliferatif, dan imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-sel lesi, berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut mengalami perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat membentuk atau menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat mitosis (anti-proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses inflamasi. Glukokotikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.

Glukokortikoid topikal Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai. Glukokortikoid dapat menekan limfosit-limfosit tertentu yang merangsang proses radang. Ada beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu : 1. Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang

cukup memadai 2. Bila pilihan glukokortikoid tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman. 3. Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik. 4. Banyak kemasan yang dapat dipilih: krem, salep, semprot (spray), gel,

losion,salep berlemak (fatty ointment). Kortikosteroid mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi didaerah yang menghasilkan vasokontriksi. Fagositosis dan stabilisasi membran lisosom yang menurun diakibatkan ketidakmampuan dari sel-sel efektor untuk degranulasi dan melepaskan sejumlah mediator inflamasi dan juga faktor yang berhubungan dengan efek anti-inflamasi kortikosteroid. Meskipun demikian, harus digarisbawahi di sini bahwa khasiat utama anti radang bersifat menghambat: tanda-tanda radang untuk sementara diredakan. Perlu diingat bahwa penyebabnya tidak diberantas, maka bila pengobatan dihentikan, penyakit akan kambuh. Efektivitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan penetrasi. § Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan

menyebabkan vasokontriksi pada kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan dengan struktur kimiawi. Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena kortison di dalam tubuh mengalami transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak menjadi proses itu. Hidrokortison efektif secara topikal mulai konsentrasi 1%.

Penetrasi Ke kulit § Sejak tahun 1958, molekul hidrokortison banyak mengalami perubahan.

Pada umumnya molekul hidrokortison yang mengandung fluor digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi perkutan lebih baik apabila yang dipakai adalah vehikulum yang bersifat tertutup. Di antara jenis kemasan yang tersedia yaitu krem, gel, lotion, salep, dan fatty ointment (paling baik penetrasinya).

Page 4: Kortikosteroid Topikal

§ Kortikosteroid hanya sedikit diabsorpsi setelah pemberian pada kulit normal, misalnya, kira-kira 1% dari dosis larutan hidrokortison yang diberikan pada lengan bawah ventral diabsorpsi.

§ Dibandingkan absorpsi di daerah lengan bawah, hidrokortison diabsorpsi 0,14 kali yang melalui daerah telapak kaki, 0,83 kali yang melalui daerah telapak tangan, 3,5 kali yang melalui tengkorak kepala, 6 kali yang melalui dahi, 9 kali melalui vulva, dan 42 kali melalui kulit scrotum.

§ Penetrasi meningkat beberapa kali pada daerah kulit yang terinfeksi, dermatitis atopik, dan pada penyakit eksfoliatif berat, seperti psoriasis eritodermik, tampaknya sedikit sawar untuk penetrasi.

§ Secara keseluruhan, kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu vasokontriksi, efek anti-proliferasi, immunosupresan, dan efek anti-inflamasi.

§ Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisial dermis, yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan vasokontriksiini biasanya berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya vasokontriksi ini digunakan sebagai suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen.

§ Efek anti-proliferatif kortikosteroid topikal diperantarai dengan inhibisi dari sintesis danmitosis DNA. Kontrol dan proliferasi seluler merupakan suatu proses kompleks yangterdiri dari penurunan dari pengaruh stimulasi yang telah dinetralisir oleh berbagai faktor inhibitor. Proses-proses ini mungkin dipengaruhi oleh kortikosteroid. Glukokortikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.

§ Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme yang terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa kortikosteroid bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal ini bisa menjelaskan penggunaan kortikosteroid topikal pada terapi urtikaria pigmentosa.

§ Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang dimengerti. Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-inflamasinya dengan menginhibisi pembentukan prostaglandin dan derivat lain pada jalur asam arakidonik. Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-inflamasi kortikosteroid adalah menginhibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran lisosom dari sel-selfagosit.

Penggunaan Kortikosteroid Topikal § Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat

pilihan untuk suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.

§ Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid topikal adalah psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis kontak, dermatitis seboroik, neurodermatitis

Page 5: Kortikosteroid Topikal

sirkumskripta, dermatitis numularis, dermatitis statis, dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dan dermatitis solaris (fotodermatitis).

§ Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid dipakai dengan harapan agar remisi lebih cepat terjadi.

§ Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus erimatousus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipiodika diabetikorum, vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid, eksantema fikstum.

§ Pada umumnya dipilih kortikosteroid topikal yang sesuai, aman, efek samping sedikit dan harga murah; disamping itu ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu jenis penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit, luas tidaknya lesi, dalam dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi.

§ Perlu juga dipertimbangkan umur penderita. § Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 kali per hari sampai

penyakit tersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis adalah menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang berupa toleransi akut yang berarti efek vasokontriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan beberapa hari efek vasokontriksi akan timbul kembali dan akan menghilanglagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan.

Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni : § Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan

anak. § Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu,

sebaiknya jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlah salah satu dari golongan sedang dan bila perlu diteruskan dengan hidrokortison asetat 1%.

§ Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab untuk semua dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan pakai kortikosteroid poten karena hal ini dapat mengaburkan ruam khas suatu dermatosis. Tinea dan scabies incognito adalah tinea dan scabies dengan gambaran klinik tidak khas disebabkan pemakaian kortikosteroid.

Efek Samping Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striaeatrofise, telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat,hipopigmentasi, dermatitis peroral. Efek samping dapat terjadi apabila : § Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.

Page 6: Kortikosteroid Topikal

§ Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan sangat oklusif. Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Dengan ini efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yang lebih lemah atau mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan.

Efek Samping Kortikosteroid topical § Diabetes Melitus § Osteoporosis § Dermatitis kontak alergi § Steroid atrofi Efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat: § Efek Epidermal. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan

aktivitas kinetik dermal, suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari konvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin topikal secara konkomitan. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.

§ Efek Dermal. Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal yang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini nantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia kulit prematur.

§ Efek Vaskular. Efek ini termasuk Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan vasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema, inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.

§ Ketergantungan atau Rebound: sindrom penghentian kortikosteroid adalah kejadian sering terlihat, juga disebut “Sindrom Kulit Merah”. Penghentian total steroid adalah wajib dan, sementara reversibel, dapat menjadi proses yang berkepanjangan dan sulit diatasi

§ Terlalu sering menggunakan steroid topikal dapat menyebabkan dermatitis. Penghentian seluruh penggunaan steroid topikal dapat menghilangkan dermatitis.

§ Dermatitis perioral: Ini adalah ruam yang terjadi di sekitar mulut dan daerah mata yang telah dikaitkan dengan steroid topikal.

Page 7: Kortikosteroid Topikal

§ Efek pada mata. Tetes steroid topikal yang sering digunakan setelah operasi mata tetapi juga dapat meningkatkan tekanan intra-okular (TIO) dan meningkatkan risiko glaukoma, katarak, retinopati serta efek samping sistemik

§ Tachyphylaxis: Perkembangan akut toleransi terhadap aksi dari obat setelah dosis berulang tachyphylaxis signifikan dapat terjadi dari hari ke hari 4 terapi. Pemulihan biasanya terjadi setelah istirahat 3 sampai 4 hari. Hal ini mengakibatkan terapi seperti 3 hari, 4 hari libur, atau satu minggu pada terapi, dan satu minggu off terapi.

§ Efek samping lokal: Ini termasuk hipertrikosis wajah, folikulitis, miliaria, ulkus kelamin, dan granuloma infantum gluteale.

§ Penggunaan jangka panjang mengakibatkan Scabies Norwegia, sarkoma Kaposi, dan dermatosis yang tidak biasa lainnya.

§ Kortikosteroid topikal seharusnya tidak dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada hewan menunjukkan penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada manusia, tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi diabsorbsi di kulit memasuki aliran darah wanita hamil. Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid topikal pada waktu hamil harus dihindari kecuali mendapat nasehat dari dokter untuk menggunakannya. Begitu juga pada waktu menyusui, penggunaan kortikosteroid topikal harus dihindari dan diperhatikan. Kortikosteroid juga hati-hati digunakan pada anak-anak