korosi pada titanium implan

Upload: alfika-dinar-fitri

Post on 16-Oct-2015

48 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Tugas Mata Kuliah Ilmu Biomaterial 3

Korosi pada Titanium Implan

Disusun Oleh:

Kelompok I GenapFakultas Kedokteran Gigi

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta

2011

Anggota :

Ryza yasha (08/264504/KG/8248)

Geovanni Hanung (08/264544/KG/8250)

Noni Maharani (08/264565/KG/8252)

Marlina Puspita Sari (08/264582 /KG/8254)

Priska Christina (08/264606/KG8256)Ninik Nursanti S (08/264637/KG/8258)Apriantisafitri Eka N (08/264671/KG/8260)

Dita Novianti (08/264705/KG/8262)

Putu Krisna Daratama (08/264749/KG/8264)

BAB IPendahuluan

Dewasa ini, perkembangan teknologi sudah semakin pesat dan perkembangan desain serta pembuatan material-material gigi dan bedah sudah semakin maju. Material yang digunakan dalam kedokteran gigi tersebut harus memiliki sifat-sifat biokompatibilitas sehingga tidak menimbulkan efek samping pada jaringan rongga mulut.

Biokompatibilitas adalah kemampuan suatu bahan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana bahan tersebut diletakkan atau ditanamkan, tidak membahayakan tubuh, dan non toksik. Jadi material tersebut harus cocok dengan lingkungan oral, dan harus dapat disatukan dengan jaringan disekitarnya tanpa mengakibatkan kerusakan (Adya, 2005 & Harisson, 2002). Salah satu bahan kedokteran gigi yang memiliki biokompatibilitas adalah titanium. Titanium digunakan sebagai dental material seperti bahan implant gigi, crown & bridge, kawat ortodonti (wire) dan untuk menyatukan tulang yang fraktur karena sifatnya yang biokompatibel dengan jaringan sekitar karena memiliki kelebihan seperti tahan terhadap bahan kimia, berat jenis rendah, tidak toksik, dapat bertahan pada suhu tinggi, serta dapat beradaptasi secara biologis dengan jaringan tubuh manusia (Adya, 2005, Harisson, 2002, Capuccilli, 2001). Titanium merupakan material yang sangat anodik dimana dengan adanya oksigen maka secara alami membentuk lapisan TiO2.Berdasarkan sifat-sifat di atas Titanium lebih banyak memenuhi persyaratan sebagai bahan implant dibandingkan logam-logam lain. Penelitian-penelitian menemukan bahwa penggunaan titanium jangka panjang dapat menghasilkan korosi galvanik (Adya, 2005).

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana mekanisme terjadinya korosi galvanik pada titanium sebagai bahan implan di kedokteran gigi.Bab 2

Pembahasan

2.1 BiokompatibilitasBiokompatibilitas (kompatibilitas jaringan) menggambarkan kemampuan suatu material untuk melakukan respon host yang tepat seperti yang diharapkan. Sebuah material yang biokompatibel tidak sepenuhnya inert. Pada kenyataannya, relevansi respon host sangat penting. Adaptasi ini biasanya dievaluasi oleh para ahli sesuai dengan panduan spesifik dengan perbandingan produk-produk yang sudah di pasaran yang sangat berperan penting ( Schmalz, 2009).

Selain itu, konsep klasik biokompatibilitas (inert biomaterial), mempunyai pengaruh khusus pada biomaterial dalam metabolisme sel yang bersebelahan yang semakin memperoleh peranan penting (bahan bioaktif). Permukaan material secara umum dapat digunakan (biofungsionalisasi) untuk melapisi permukaan titanium sinyal protein (protein morphogenetic tulang untuk meningkatkan lapisan jaringan tulang). Dalam hal regenerasi tulang, materi determ osteoconductive digunakan untuk bahan sebagai perangsang untuk pertumbuhan preosteoblasts, sedangkan bahan osteoinductive menginduksi pembentukan tulang baru dengan diferensiasi sel-sel jaringan ikat lokal dari tulang pluripotent pembentukan sel ( Schmalz, 2009).

Biokompatibilitas dari suatu bahan ditentukan terutama oleh pelepasan zat terlarut melalui korosi. Zat ini dapat merusak sel-sel atau dengan merangsang sintesis protein seluler tertentu, menyebabkan inflamasi serta penyerapan permukaan atau akumulasi protein, atau interaksi dari bahan matriks ekstraseluler. Adhesi protein dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan-bahan dan karakteristik fisik (Schmalz, 2009). 2.1.1 Karakteristik Biokompatibilitas2.1.1.1 Toksisitas

Toksisitas material menggambarkan kemampuan untuk merusak sistem biologis dengan cara kimia. Toksisitas yang lebih tinggi terjadi dalam tubuh (hewan, manusia), toksisitas lokal muncul di tempat aplikasi yang berbeda dari keracunan sistemik, di mana efek samping terjadi di suatu daerah jauh dari lokasi aplikasi. Dalam kedokteran gigi, reaksi lokal terjadi terutama di pulpa, periodonsium periapikal dan mukosa mulut atau gusi ( Schmalz, 2009).2.1.1.2 Alergi

Istilah alergi menunjukkan suatu reaksi yang berubah (alergi) terhadap suatu bahan tertentu (alergen) yang melibatkan sistem imun tubuh, hanya terjadi pada orang-orang tertentu. Reaksi alergi terhadap zat dapat dipicu jika oganisme tersebut telah peka terhadap suatu senyawa. Jenis reaksi alergi dapat dibedakan menjadi empat yaitu jenis I, II dan III dapat diobati oleh antibodi (IgE, IgG), sedangkan tipe IV terutama disediakan oleh sel-sel. Material kedokteran gigi dapat menyebabkan reaksi alergi tipe I (reaksi cepat) dan tipe IV (reaksi tertunda). Konsentrasi yang menyebabkan reaksi pada orang yang sudah peka bervariasi antara satu subjek dengan subjek lain. Tingkat dosis menyebabkan reaksi alergi yang lebih rendah daripada menyebabkan reaksi beracun (Nasution, 1992).Iritasi disebabkan oleh suatu bahan dapat terjadi pada setiap orang, tidak melibatkan sistem imun tubuh dan ada beberapa faktor-faktor tertentu yang memegang peranan seperti keadaan permukaan kulit, lamanya bahan bersentuhan dengan kulit, usia pasien, adanya oklusi dan konsentrasi dari bahan (Nasution,1992).

2.1.1.3 Inflamasi

Inflamasi adalah perubahan yang terlihat pada jaringan yang terkait dengan perubahan permeabilitas vaskular dan peregangan (dilatasi) yang seringkali diikuti oleh perembesan leukosit ke dalam jaringan yang dipengaruhi. Perubahan ini menyebabkan eritema, edema, panas, nyeri, dan functio laesa dan merupakan tanda-tanda utama adanya inflamasi. Secara khusus, inflamasi dapat berlangsung melalui tiga tahap yaitu seketika, akut, dan kronis. Lekosit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) akan keluar dari pembuluh darah melalui proses migrasi lintas endotel (transendotel migration) dalam kondisi normal, contohnya residen leukosit yang dijumpai di dalam jaringan. Residen leukosit yang terpenting adalah sel mast (mast cell), sel dendritik periferal, turunan monosit misalnya dendrosit dermal (histiocytes) dan makrofag. Residen leukosit mengirim infomasi yang mengawali proses-proses inflamasi seketika (immediate inflammation). Inflamasi seketika hanya dalam hitungan menit diikuti oleh inflamasi akut(acute inflammation) yang juga berlangsung singkat (dalam hitungan jam) dan ditandai dengan adanya aliran netrofil ke area inflamasi setelah keluar dari darah. Jika masalah belum dapat diatasi, inflamasi akut memberi jalan bagi suatu proses yang mungkin tidak akan pernah berakhir yakni inflamasi kronis (chronic inflammation) yang didominasi oleh migrasi limfosit dan makrofag ke dalam jaringan lokal. Lekosit-lekosit yang dikirim ke dalam jaringan-jaringan lokal pada inflamasi akut dan kronis dinamakan lekosit inflamas (Indriyanti, 2009).2.1.1.4 Karsinogenik dan Mutagenik

Mutagenisitas terjadi karena suatu material mampu menimbulkan perubahan didalam gen reproduksi sel yang kadangkala menyebabkan kerusakan sel dan terjadinya pertumbuhan sel yang tidak terkendali (Powers, 2006).

Zat yang dilepaskan dari suatu bahan dapat menyebabkan perubahan dalam DNA genomik (genotoxicity). Sel memiliki sejumlah mekanisme untuk memperbaiki kerusakan genotoksik. Atau dapat juga dengan pengalihan kerusakan genetik sel kepada generasi berikutnya dapat dihindari oleh kematian sel terprogram (apoptosis), namun jika cacat genetik yang ditularkan kepada generasi berikutnya, efek ini disebut mutagenisitas. Beberapa bahan atau zat dibebaskan dari mereka mungkin juga mendorong terbentuknya tumor ganas, dengan kata lain, mereka memiliki efek karsinogenik. Mutagenik dapat dinilai sebagai indikator dari karsinogenisitas zat yang dapat secara langsung menyerang DNA (Schmalz, 2009).2.2 Titanium

Titanium merupakan sebuah logam sangat aktif dengan potensial reduksi standar yang mendekati aluminium (Mimura dan Miyagawa, 1996).2.2.1 Sifat-sifat Titanium

Di sisi lain, titanium memiliki stabilitas kimiawi yang sangat baik, menghasilkan lapisan oksida yang sangat protektif pada permukaannya, dan menjadi pasif. Dengan demikian, titanium memiliki ketahanan korosi yang sangat baik pada berbagai larutan tes, seperti saliva buatan, larutan Ringer, 0,9% larutan NaCl, atau larutan garam fisiologis. Karena karakteristik ini dan karakteristik lainnya, titanium digunakan untuk implant gigi dan restorasi. Akan tetapi, telah dilaporkan bahwa ketahanan korosi titanium hilang pada larutan yang mengandung fluoride (CP titanium) dan alloy titanium tidak bisa tahan paparan terhadap larutan NaF yang melebihi konsentrasi 0,5%. Titanium tidak dianggap tahan korosi pada larutan yang mengandung 500 ppm F (Mimura dan Miyagawa, 1996).Gel-gel gigi komersial dan obat-kumur yang mengandung fluoride dengan konsentrasi mulai dari 1000 hingga 10000 ppm, dengan pH antara sekitar 3,5 hingga netral, seringkali digunakan untuk aplikasi profilaksis pencegahan karies. Pemakaian obat-kumur atau gel yang mengandung fluoride bisa membahayakan alat titanium jika pH material profilaksis ini berada di bawah netral (Boere, 1995). Dengan demikian, korosi titanium kelihataannya tergantung tidak hanya pada konsentrasi fluoride tapi juga terhadap pH. Terdapat hubungan dekat antara faktor-faktor ini. Akan tetapi, penelitian-penelitian yang disebutkan di atas belum mengetahui bagaimana fluoride dan pH mempengaruhi sifat korosif dari titanium.Keunggulan titanium: Salah satu karakteristik Titanium yang paling terkenal adalah dia sama kuat denganbajatapi hanya 60% dari berat baja. Kekuatan lelah (fatigue strength) yang lebih tinggi daripada paduan aluminium. Tahan suhu tinggi. Ketika temperatur pemakaian melebihi 150 C maka dibutuhkan titanium karena aluminium akan kehilangan kekuatannya seacara nyata. Tahan korosi. Ketahanan korosi titanium lebih tinggi daripada aluminium dan baja. Dengan rasio berat-kekuatan yang lebih rendah daripada aluminium, maka komponen-komponen yang terbuat dari titanium membutuhkan ruang yang lebih sedikit dibanding aluminium (Campbell, 2006).2.2.2 Titanium Pada Implan

Dental implan merupakanmetode penggantian gigiyang hilang dengan menggunakan benda asing yang ditanamkanke dalam tulang rahangsecara pembedahan. Salah satu jenis bahan dental implan yang terbuat dari logam dan paling sering digunakan adalah titanium. Sifat osseointegration(kemampuan untuk melekat pada jaringan di sekitarnya dalam hal in tulang) yang dimiliki titaniummenjadikan tulang berkontak langsung dengan permukaan dental implant sehingga terjadi pertumbuhan tulang disekitar implant (Massaro dkk, 2006).Titaniumyang digunakan untuk implant gigidapatberupabentuk titanium murni maupunlogam campur titanium.Selain memiliki sifatosseointegrationtitaniumjugamemiliki sifat-sifat yang sangat baikdiantaranya memilikikemampuanmaterial untuk berinteraksi dengan sel atau jaringan hidup tanpa menimbulkan reaksi toksik atau memicu reaksi imun saatbekerja yang baik (biokompabilitas), dan kemampuan untuk menahan beban-beban mekanis saat menguyah (biomekanis) yangsangat baik. Selain itu, titanium juga bersifat inert dantahan korosi karena dapat membentuk passive layer, yaitulapisan titanium oksida (TiO2) dengan spontan dan sangat cepatterjadidipermukaannya.Lapisan inibersifattidak larut dalam cairan tubuh sehingga mencegah lepasnya ion-ion logam yang dapat bereaksi dengan jaringan tubuh.Jika terdapat produk korosi dalam waktu yang lama maka akan menyebabkan proses korosi berlanjut dan dan dapat memicu terjadinya patah baik pada hubungan permukaan alloy dengan gigi penyangganya, permukaan gigi penyanga serta badan implan.Dengan keunggulan tersebut titanium paling banyak digunakan sebagai material dasar implan gigi, sehingga menjadikannya ideal sebagai bahan dental implan (Massaro dkk, 2006).2.3 Korosi

Korosi merupakan reaksi antara logam dan lingkungan yang terjadi secara elektrokimia dan menyebabkan penurunan mutu logam. Laju korosi ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan. Tetapi yang paling penting adalah pemasokan O2, pH dan hadirnya ion ion agresif, terutama oksida oksida belerang dan klorida Korosi melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan pada anoda dan pertukaran elektron dari logam kepada katoda. (Trethewey, 1991).2.3.1 Tipe korosi

Tipe-tipe korosi terdiri dari korosi menyeluruh, korosi galvanik, korosi celah, korosi intergranular, korosi tekanan, korosi erosi (Sulistjono, 2011).2.3.1.1 Korosi menyeluruh

Korosi ini merupakan jenis korosi yang paling sering dijumpai yang dikontol oleh reaksi kimia antara permukaan logam dengan media korosifnya (Sulistjono, 2011). Korosi menyeluruh merupakan korosi yang tidak dapat dihindarkan dimana semua logam yang terbenam dalam larutan elektrolit akan mengalami korosi (Adya,2005).2.3.1.2 Korosi Galvanik

Korosi galvanik merupakan korosi yang terjadi karena beda potensial yang diakibatkan oleh 2 buah logam yang berbeda saling kontak dan berada pada media/larutan yang konduktif dan korosif dan menyebabkan terjadinya aliran arus listrik atau perpindahan elektron (Sulistijono, 2011).2.3.1.3 Korosi Celah

Korosi celah atau crevice corrosion terjadi antara dua permukaan tertutup atau pada tempat yang kedap dimana pertukaran oksigen tidak terjadi. Faktor yang dapat menyebabkan korosi celah adalah pengurangan pH dan peningkatan konsentrasi ion ion klorin (Adya, 2005).2.3.1.4 Korosi intergranular

Korosi intergranular sering juga disebut sebagai korosi batas butir. Biasanya korosi ini banayk terjadi pada stainless steel yang mempunyai temperatur sensitis (450-8000C) (Sulistijono, 2011).2.3.1.5 Korosi Tekanan

Logam yang mengalami korosi tekanan bila ada internal stress dan media lingkungan yang korosif yang keduanya berjalan stimultan (Sulistijono, 2011). Permukaan restorasi logam yang berbeda bisa memiliki celah/lubang kecil. Sebagai konsekuensinya korosi tekanan akan mudah terjadi (Adya, 2005).2.3.2 Pengaruh korosi pada implan

Secara klinis, ketahan terhadap korosi sangat penting untuk sebuah material gigi karena korosi dapat menyebabkan mengasarnya permukaan, melemahnya restorasi dan pelepasan unsur-unsur dari logam atau alloy. Pelepasan unsur bisa menyebabkan perubahan warna jaringan lunak sekitarnya dan juga reaksi alergi dari pasien-pasien yang rentan. Terjadinya korosi dapat menyebabkan :1. Fraktur implan

2. Pengikisan tulang dan osteolisis

3. Nyeri lokal atau pembengkakan

4. Respon-respon sitotoksik

(Adya, 2005)2.4 Korosi Galvanik

Korosi galvanik adalah tipe korosi yang paling umum, yang biasanya terjadi pada implant gigi. Apabila dua atau lebih alat prostetik gigi yang terbuat dari alloy yang tidak mirip (dengan potensi elektroda yang berbeda) ditempatkan langsung bersentuhan sambil terpapar cairan mulut, maka akan terjadi perbedaan potensial korosi pada aliran arus listrik diantara mereka. Hasilnya adalah sebuah reaksi disertai oksidasi yang terjadi pada salah satu permukaan (anoda) dan reduksi pada permukaan yang lain (katoda). Arus galvanik melewati metal atau sambungan metal dan juga melewati jaringan sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri (Adya, 2005).

Bab 3

Diskusi

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dari bahan implant, diantaranya adalah harus bersifat biokompatibel, biomekanis, dan yang terakhir adalah harus dapat memberikan oseointegrasi di dalam tubuh. Titanium adalah salah satu bahan implant yang umum digunakan dalam kedokteran gigi. Diantaranya adalah karena titanium memiiki sifat yang sangat baik seperti kelembaman kimia, ketahanan mekanis, kepadatan rendah, tidak beracun, kebal terhadap korosi, dan biolompatibel. Biokompatibiltas dari suatu bahan implant dan strukturnya sangat penting untuk mendukung fungsi dari bahan tiruan atau protesa dalam rongga mulut. Ini berarti bahwa jaringan-jaringan pasien yang bersentuhan dengan material tidak menyebabkan keracunan, iritasi, peradangan, alergi, mutagenic atau karsinogenic. Untuk implant gigi, biokompatibilitas tergantung pada sifat-sifat korosi/degradasi dan mekanis dari material. Bahan yang bersifat biokompatibiltas belum tentu bersifat bioaktif untuk memberikan kemampuan jaringan hidup beregenerasi di sekitar permukaan implan. Suatu bahan dikatakan bersifat bioaktif tidak hanya memberikan osteoconductive tetapi juga mampu memberikan osteoinductive ( Lin and Yen, 2004).Titanium murni maupun paduannya memiliki sifat biokompatibilitas dan biomekanis (sifat mekanis yang sesuai dengan jaringan tubuh) yang lebih baik dari logam lain serta secara biologi bersifat inert. Selain itu titanium memiliki ketahanan korosi yang sangat tinggi yaitu karena dapat dengan spontan membentuk lapisan pasif (passive layer) yang sangat tipis, yaitu titanium oksida TiO2 dipermukaannya (Bagro, 2004). Lapisan ini memiliki kelarutan yang rendah (electrochemical degradation) dan pembentukannya dapat terjadi baik di lingkungan udara maupun elektrolit. Lapisan TiO2 mempunyai biokompatibilitas yang baik di dalam tubuh manusia, dan mencegah lepasnya (leaching) material dibawahnya ke dalam tubuh pasien. Apabila lapisan ini terkelupas akibat gaya mekanis atau penyebab lain di permukaan titanium maka segera material titanium membentuk lapisan titanium oksida baru dalam orde nano-sekon (selfhealing) sehingga dapat menghambat korosi (Massaro, 2002).Titanium telah dipilih sebagai sebuah material untuk implantasi endosseous. Penelitian-penelitian jangka panjang dan pengamatan-pengamatan klinis telah menemukan bahwa titanium tidak mengalami korosi jika digunakan pada jaringan hidup, akan tetapi, penggabungan titanium dengan material restoratif logam lainnya secara galvanik bisa menghasilkan korosi. Dengan demikian perlu hati-hati dalam memilih material untuk menutupi implant tersebut. Alloy emas pada umumnya dipilih sebagai struktur-teratas karena biokompatibiltasnya yang sangat baik, kekebalan terhadap korosi dan sifat-sifat mekanis. Biaya alloy yang mahal telah mendorong pembuatan material-material logam yang efektif biaya (Leinfelder and Lemons, 1998). Alloy yang baru ini seperti alloy Ag-Pd, Co-Cr dan alloy Ti memiliki sifat-sifat mekanis yang baik dan efektif biaya, meski biokompatibiltas dan kekebalan korosi masih menjadi bahan pertimbangan. Korosi galvanik terjadi apabila alloy yang tidak mirip ditempatkan langsung bersentuhan dengan rongga mulut atau dalam jaringan. Kompleksitas proses elektrokimia yang terlibat pada pertemuan implant dan struktur-teratas terkait dengan fenomena penggabungan galvanic dan melahirkan korosi. (Reclaru and Meyer, 1994).

Meskipun titanium memiliki sifat biokompatibilitas sehingga memenuhi syarat untuk digunakan di dalam tubuh atau implantasi, namun lapisan ini terbukti kurang bersifat bioaktif untuk menginduksi pengendapan calcium phosphate (CaP) pada saat implantasi di dalam tubuh, sehingga dapat mengurangi oesteointegrasi tulang dengan bahan implan. (Nakagawa et al, 2005).

Meskipun alloy-titanium tahan terhadap korosi karena stabilitas dari lapisan oksida TiO2, yang tidak lembam terhadap serangan korosif. Pada saat lapisan oksida stabil di permukaan terpatahkan atau hilang atau tidak mampu untuk terbentuk kembali pada permukaannya, maka titanium dapat lebih korosif daripada beberapa baha dasar lainnya. Interaksi bertahun-tahun antara implan dalam rongga mulut dapat menghasilkan pelepasan sejumlah kecil produk korosi meskipun dapat ditutupi oleh termodinamikal film klorida stabil.Korosi, sebuah penguraian material secara perlahan-lahan oleh serangan elektrokimia, merupakan hal yang harus diperhatikan khususnya apabila implant logam dipasang dalam lingkungan elektrolit yang tidak cocok yang disediakan oleh tubuh manusia. Istilah korosi didefinisikan sebagai proses interaksi antara sebuah material padat dan lingkungan kimianya, yang menyebabkan lepasnya zat dari material, menyebabkan perubahan karakteristik strukturalnya, atau hilangnya intergritas structural (Litsky and Spector, 1994).Korosi elektrokimia disebut juga sebagai korosi basah karena memerlukan adanya air atau elektrolit cairan lainnya, juga memerlukan jalur untuk perpindahan elektron, suatu arus listrik agar proses ini berlanjut. Rongga mulut termasuk area yang basah karena selalu terbasahi oleh produksi saliva (Anusavice, 2003).

Disintegrasi logam dapat terjadi akibat kelembapan, atmosfir, larutan asam atau basa, dan bahan kimia tertentu. Telah dilaporkan bahwa air, oksigen, klorida, dan sulfur dapat mengkorosi berbagai logam yang terdapat dalam alloy gigi. Istilah korosi didefinisikan sebagai proses interaksi antara sebuah material padat dan lingkungan kimianya, yang menyebabkan lepasnya zat dari material, menyebabkan perubahan karakteristikstrukturalnya, atau hilangnya integritas struktural. Kekebalan tehadap korosi sangat penting untuk sebuah material gigi karena korosi dapat menyebabkan mengasarnya permukaan, melemahnya restorasi, dan pelepasan unsur-unsur dari logam atau alloy. Pelepasan unsur dapat menyebabkan perubahan warna pada jaringan lunak disekitarnya dan reaksi alergi pada pasien-pasien yang rentan ( Adya, 2005).Bentuk korosi yang paling umum, yang biasanya terjadi pada implant gigi adalah korosi galvanik. korosi galvanik adalah dekomposisi logam akibat perbedaan potensial elektrokimia yang cukup besar, biasanya sebagai akibat dari ketidakmiripan logam yang berdekatan (Biaco et al, 1937).

Korosi galvanik adalah tipe korosi yang paling umum, yang biasanya terjadi pada implant gigi. Titanium dipilih sebagai bahan untuk implant gigi endosseous (implant yang ditanam dalam tulang rahang). Penelitian-penelitian jangka panjang dan pengamatan-pengamatan klinis telah menemukan bahwa titanium tidak mengalami korosi jika digunakan pada jaringan hidup, akan tetapi, penggabungan titanium dengan material restoratif logam lainnya secara galvanik dapat menghasilkan korosi (Adya, 2005).

Korosi galvanik sebagai korosi logam yang cepat akibat kontak elektrik dengan sebuah konduktor non-logam pada sebuah lingkungan korosif. Apabila dua atau lebih alat prostetik gigi yang terbuat dari alloy yang tidak mirip bersentuhan sambil terpapar terhadap cairan mulut, maka perbedaan antara potensial-potensial korosi akan menyebabkan aliran arus listrik diantara keduanya. Arus galvanic melewati jaringan, sehingga menimbulkan rasa nyeri. Arus listrik mengalir melalui dua elektrolit, saliva atau cairan lain dalam mulut dan cairan tulang dan jaringan (Horasawaa et al, 1999).Tidak ada arus atau perubahan pH yang ditemukan apabila emas, kromium, kobal, stainless steel, komposit karbon atau alloy perak palladium bersentuhan dengan titanium. (Ravnholt, 1988). Perubahan terjadi apabila amalgam bersentuhan dengan titanium. Korosi galvanik pada implant/sistem superstruktur menjadi penting dari dua aspek: pertama kemungkinan efek biologis yang bisa dihasilkan dari lepasnya komponen-komponen alloy dan kedua aliran arus yang terjadi akibat korosi galvanik bisa menyebabkan kerusakan tulang (Geis et all, 1994).Korosi Ti pada lingkungan yang mengandung fluoride profilaksis bisa menjadi masalah. Adanya sebuah hubungan antara konsentrasi fluoride dan nilai pH dimana korosi Ti terjadi. (Nakagawa et al, 1999). Aspek-aspek relevan dari bidang inflamasi terkait dan proses perbaikannya menunjukkan bahwa patomekanisme dari penyembuhan luka yang terganggu dimodulasi oleh ion-ion logam spesifik yang dilepaskan oleh aktifitas korosi (Kirkpatrick et al, 2002).Bab 4

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Adya N. Alam M. Ravindranath T. Mubeen A. Saluja B. Corrosion in titanium dental implants:literature view. J Indian Prosthodontic Society. 2005. 5(3)

Anusavice KJ., 2003, Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi, edisi 10, Jakarta, EGC, halaman: 292.Biaco PD, Dacheyne P, cuckler JM. Biomaterials. 1937; 1996: 17.

Campbell,, F.C. (2006).Manufacturing Technology for Aerospace Structural Materials(edisi ke-1st). Elsevier.

Capuccilli M, Conte M, Praise ST. 2001. Placement and post mortem retrieval of 28-year-old implant.J Am Dent Assoc

Geis GJ, Weber JG, Sauer KH. In vitro substance loss due to galvanic corrosion in titanium implant/ Ni-Cr supraconstruction systems. Intl J Oral Maxillofac Imp 1994;9: 449-54

Harisson J,. 2002. Evidence-based orthodontics. J Orthodontics.

Horasawaa N, Takahashia S, Marekb M. Galvanic interaction between titanium and gallium alloy or dental amalgam. Dent Materials 1999; 15: 318-22

Indriyanti, R., Efek Kororsi Dental Alloy terhadap Parameter Imunologis; Tinjauan Inflamasi Gusi setelah Pemasangan SSC, Tesis, Bandung : Bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak FKG Unpad, 2009, Hal. 4-5Kirkpactric CJ, Barta S, Gerdes T, Krump-Konvalinhova V, Peters K. Pathomechanisms of impaired wound healing by metalic corrosion products. Mund Kiefer Gesichtschir 2002;6: 183-90

Leinfelder KF. Lemons JE. Clinical restorative materials and technique. Ler and Febiger:Philadelphia; 1998. p. 139-59

Lin CM, Yen SK. Characterization and bond strength of electrolytic HA.TiO2 double layers for orthopedic application. J Material in Med 2004; 15: 1237-46

Litsky AS, Spector M. Biomaterials In Simon SR (Ed) Orthopedic basic science. Am Acad Orthop Surg. 1994; 470-3.

Massaro C, Rotolo P, Riccardis FD, Milella E, Comparative Investigation of the Surface Properties of Commercial Titanium Dental Implants, Part I: Chemical Composition. J Material in Med 2002;13 : 535-48Mimura H.,Miyagawa Y.(1996).Electrochemical Corrosion Behavior of Titanium Castings: Part 1. Effects of Degree of Surface Polishing and Kind of Solution.Jpn J Dent Mater Dev.Nakagawa M, Matsuya S, Shiraishi T, OhtaM. Effect of fluoride concentration and pH on corrosion behaviour of titanium for dental use. J Dent Res 1999; 78: 1568-72

Nakagawa M, Zhang L, Udoh K, Matsuya S, Ishikawa K. Effects of hydrothermal treatment with CaCl2, solution on surface property and cell response of titanium implants. J Material in Med 2005; 16: 985-91

Nasution, D., Alergi dan Iritasi Kulit pada Keadaan Sehari-hari, Cermin Dunia Kedokteran, 1992, 80 : 126Powers JM, Sakaguchi RL., 2006, Craigs Restorative Dental Material, 12th ed, St Louis : Mosby Co

Reclaru L, Meyer JM. Study of corossion between a titanium implant and dental alloys. J Dent 1994; 22: 159-68

Schmalz G. Arenholt-Bindslev D.2009.Biocompatibility of dental materials. Springer : Jerman. 196

Sulistijono. 2011. Bentuk Korosi. http://www.its.ac.id/personal/files/material/1539-ssulistijono-mat-eng-3.Bentuk%20korosi%20ppt.pdf diakses pada 8 April 2011

Trethewey Kenneth R. 1991 .Corrosion and anti corrosives. http://203.189.120.206/jiunkpe_lb_16356.html diakses pada 8 April 2011