konteks kebudayaan - · pdf filepengertian kebudayaan ... perkembangan kebudayaan. peradaban...
TRANSCRIPT
HEFRI ASRA OMIKA, S.Sos
KONTEKS KEBUDAYAAN
Pengertian Kebudayaan
Menurut Sir Edward Tylor kebudayaan adalah kompleks keseluruhan dari pengetahuan, keyakinan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan semua kemampuan dan kebiasaan yang lain yang diperoleh oleh
seseorang sebagai anggota masyarakat. Bila dinyatakan lebih sederhana kebudayaan adalah segala sesuatu
yang dipelajari dan didalami bersama secara sosial oleh para anggota suatu masyarakat.
Sir Edward Taylor
Kebudayan dapat dibedakan menjadi : kebudayaan material dan nonmaterial. Kebudayaan material
terdiri dari benda-benda hasil buatan manusia, seperti alat-alat, mobil, bangunan, jalan, jembatan dan
segala benda fisik yang telah diubah dan dipakai orang. Benda-benda tersebut disebut juga artefak.
Kebudayaan nonmaterial terdiri dari kata-kata yang dipergunakan orang, hasil pemikiran, adat istiadat,
keyakinan yang mereka anut dan kebiasaan yang mereka ikuti.
Mobil Merupakan contoh kebudayaan materil
HEFRI ASRA OMIKA, S.Sos
Sungkeman merupakan tradisi yang tergolong dalam kebudayaan nonmateril
Perkembangan Sosial dan Kebudayaan
Faktor Biologis
Akumulasi kebudayaan pada mulanya berjalan sangat lambat. Manusia hidup di alam terbuka atau
di gua-gua, mereka menggunakan peralatan batu yang sederhana untuk menguliti binatang dan memotong-
motong gumpalan daging; untuk menggali akar tanaman yang dapat dimakan, mereka mungkin juga
menggunakan tongkat yang tajam ujungnya. Selama masa ini manusia menjadi peburu terlatih, tetapi
banyak perdebatan mengenai apakah manusia purba ini betul-betul “manusia”. Kapasitas tengkorak mereka
adalah antara 425 sampai 725 cm3, yang mirip dengan ukuran tengkorak jenis kera dan jauh dibawah
ukuran manusia modern yang berkisar antara 1.000 sampai 2.000 cm3.
Manusia purba hidup di alam terbuka
Evolusi Sosial
Evolusi biologis adalah salah satu gagasan yang menarik pada abad ke-19 yang disponsori oleh
Charles Darwin. Para sosiologi kini ingin tahu apakah ada pola evolusi dalam perkembangan kebudayaan
manusia dan kehidupan sosial. Auguste comte mengemukakan bahwa pemikiran manusia akan melalui tiga
tingkatan yaitu: theologis, metafisis (filosofis) dan positif (ilmiah). Herbert Spencer terpikat oleh “social
darwinism”. Ia memandang evolusi sosial sebagai serangkaian tingkatan yang harus dilalui oleh semua
masyarakat yang bergerak dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang rumit dan dari tingkat homogen ke
tingkat heterogen.
HEFRI ASRA OMIKA, S.Sos
Masyarakat akan bergerak dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang rumit
Faktor Geografis
Iklim dan geografi pasti merupakan faktor penting dalam perkembangan kebudayaan. Perbedaan
yang besar dalam iklim dan topografi merupakan rintangan yang serius untuk berbagai macam
perkembangan kebudayaan. Peradaban yang besar tidak tumbuh di negara Antartika yang beku, diatas
jajaran pegunungan yang tinggi atau di dalam hutan lebat. Di pihak lain, peradaban lama yang besar yang
dikenal luas, berkembang dari dataran rendah lembah sungai.
Peradaban yang besar tidak tumbuh di negara Antartika yang beku
Organisasi Sosial Nonmanusia
Banyak mahluk nonmanusia memiliki sistem kehidupan sosial yang teratur. Banyak jenis burung
berpasangan sepanjang hidup dan setia kepada pasangannya. Banyak jenis serangga seperti semut dan
lebah memiliki pola kehidupan sosial yang rumit, lengkap dengan jabatan khusus. Perbedaan paling penting
antara manusia dan mahluk lain terletak pada kemampuan belajar dimana kehidupan mahluk lain lebih
didasarkan pada naluri bukan pada belajar. Dalam usaha coba-coba untuk memuaskan keinginannya,
manusia menciptakan kebudayaan, dengan variasi yang sangat besar dari masyarakat ke masyarakat.
Kebudayaan adalah suatu jenis substitusi untuk naluri karena kebudayaan memberi arah pada manusa dan
membebaskan mereka dari usaha coba-coba yang terus menerus.
HEFRI ASRA OMIKA, S.Sos
Lebah dan semuat memiliki organisasi sosial yang rumit tapi kehidupannya didasarkan atas naluri
Kemampuan manusia diperoleh melalui proses belajar
HEFRI ASRA OMIKA, S.Sos
STRUKTUR KEBUDAYAAN
1. Unsur-unsur dan kompleks kebudayaan
Unit terkecil dari kebudayaan disebut dengan unsur (trait). Menurut Hobel unsur adalah “suatu
kesatuan corak perilaku yang dipelajari dan dianggap tak dapat diperkecil lagi, atau produk nyata yang yang
dihasilkan oleh perilaku tersebut”. Unsur kebudayaan materil seperti obeng, paku dan saputangan.
Sedangkan unsur budaya nonmateril mencakup berjabatan tangan, berkendara disebelah kanan dan hormat
bendera.
Gabungan unsur-unsur akan membentuk kompleks kebudayaan (culture complex), yakni
sekelompok unsur yang saling berhubungan. Contoh tarian terdiri dari sekumpulan unsur seperti langkah-
langkah tarian, rumusan untuk memilih para penari dan iringan musik dan yang paling penting tarian
tersebut memiliki arti. Kompleks kebudayaan terletak ditengah-tengah antara unsur dan lembaga. Suatu
lembaga adalah serangkaian kompleks kebudayaan yang terpusat pada kegiatan penting.
Obeng merupakan unsur kebudayaan materil
Hormat bendera merupakan unsur budaya nonmateril
HEFRI ASRA OMIKA, S.Sos
Tarian merupakan contoh kompleks kebudayaan
2. Kebudayaan Khusus (subcultures) dan Kebudayaan Tandingan (Countercultures)
Suatu masyarakat modern meliputi beberapa kelompok orang yang memiliki sejumlah kompleks
kebudayaan yang tidak dimiliki oleh kelompok yang lain. Sebagai contoh, kaum imigran mengembangkan
perpaduan budaya setempat dengan budaya asal mereka. Golongan orang kaya memiliki cara hidup yang
berbeda dengan cara hidup orang miskin.
Budaya remaja memiliki gaya perilaku, pemikiran dan pakaian yang khusus dan perbendaharaan
kata yang hampir tidak dimengerti orang dewasa.
Golongan orang
kaya memiliki
cara hidup yang
berbeda dengan
cara hidup orang
miskin.
HEFRI ASRA OMIKA, S.Sos
Setiap kebudayaan khusus (subcultures) memiliki perbendaharaan kata kelompok yang dipakai
untuk melindungi dunia mereka terhadap orang luar. Kebudayaan khusus mempunyai arti yang sangat
penting, karena setiap masyarakat yang kompleks tidaklah terdiri dari kebudayaan yang tunggal dan
seragam, tetapi terdiri dari kebudayaan yang memiliki inti unsur dan kompleks yang umum ditambah
campuran beberapa kebudayaan khusus. Anak berkembang melewati beberapa kebudayaan khusus usia
dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilainya, yang sering menyebabkan orang tuanya, yang menganut nilai-
nilai kebudayaan khusus usia yang berbeda susah.
Kebudayaan khusus yang berlawanan dengan kebudayaan induk disebut kebudayaan tandingan
(countercultures). Geng kenakalan, misalnya bukanlah suatu kelompok tanpa norma atau nilai-nilai moral;
kelompok tersebut memiliki norma yang pasti dan serangkaian nilai moral yang sangat bersifat memaksa,
tetapi berbeda dari norma dan nilai masyarakat konvensional. Patut diingat bahwa kebudayaan khusus
menolak beberapa, tetapi tidak semua norma kebudayaan induk.
Budaya remaja memiliki gaya perilaku, pemikiran dan pakaian yang khusus dan perbendaharaan kata yang hampir tidak dimengerti orang dewasa
Geng kenakalan, misalnya bukanlah suatu kelompok tanpa norma atau nilai-nilai moral; kelompok tersebut memiliki norma yang pasti dan serangkaian nilai
HEFRI ASRA OMIKA, S.Sos
3. Relativisme Kebudayaan
Kita tidak mungkin memahami perilaku kelompok lain kalau kita menganalisis mereka dari sudut
motif, kebiasaan dan nilai kita; kita harus menafsirkan perilaku mereka dari sudut motif, kebiasaan dan nilai
mereka, bila kita ingin memahami mereka. Tinjaulah, misalnya pelaksanaan pengadilan di belahan utara
(daerah Antartika). Polisi berkuda di daerah perbatasan Canada kadang-kadang dipanggil ke daerah
Antartika untuk menahan orang-orang Eskimo yang telah melakukan pembunuhan. Dilihat dari sudut
pandangan budaya kita, ini adalah kejahatan dan orang itu telah melanggar tata kelakuan. Akan tetapi,
dalam kebudayaan kebanyakan suku Eskimo, pembunuhan dapat dibenarkan, pembunuhan itu dilakukan
untuk membalas kematian seorang sanak keluarga yang dibunuh orang lain. Jenis balas dendam ini
dianggap benar, karena merupakan satu-satunya jenis tindakan yang dapat dilakukan oleh seorang warga
yang terhomat. Kita akan mengutuk orang yang main hakim sendiri dan membalas dendam, sementara
mereka (orang Eskimo) akan mengutuk orang yang pengecut yang tidak berani membela seorang
kerabatnya yang dibunuh orang atau kelompok lain.
dalam kebudayaan kebanyakan suku Eskimo, pembunuhan dapat dibenarkan dengan alasan balas dendam
Relativisme kebudayaan berarti bahwa fungsi dan arti dari suatu unsur adalah berhubungan dengan
lingkungan/keadaan kebudayaannya. Suatu unsur dalam dirinya sendiri adalah bersifat netral tidak baik dan
tidak buruk. Ia hanyalah dikatakan baik atau buruk bila dikaitkan pada kebudayaan dimana ia berfungsi.
Pakaian bulu adalah baik di Antartika tetapi tidak di daerah tropis. Hamil sebelum menikah adalah buruk
menurut masyarakat kita karena adat istiadat tidak menyetujuinya dan karena tidak memiliki lembaga-
lembaga pemeliharaan anak-anak tidak sah; sedangkan pada masyarakat suku Bontoc di Filipina kehamilan
sebelum menikah adalah baik, karena mengaggap seorang wanita lebih mungkin untuk menikah bila
kesuburannya telah terbukti dan karena memiliki serangkaian adat kebiasaan dan nilai yang memberikan
tempat untuk anak-anak. Dalam masyarakat yang hidup dari perburuan, yang kadang-kadang menghadapi
HEFRI ASRA OMIKA, S.Sos
masa kelaparan yang lama menjadi seroang yang gemuk adalah baik; orang gemuk memiliki nilai
kemampuan bertahan hidup yang real dan orang gemuk dikagumi orang-orang. Dalam masyarakat kita
sekarang kegemukan bukan hanya tidak diperlukan, tetapi juga dinilai tidak sehat dan orang gemuk tidak
dikagumi.
HEFRI ASRA OMIKA, S.Sos
KEBUDAYAAN REAL DAN KEBUDAYAAN IDEAL
Dalam sebagian besar masyarakat, sekalipun beberapa pola perilaku umumnya dikutuk, tetapi dipraktekkan
juga secara luas. Di beberapa tempat, pola perilaku yang dibenci ini selama berabad-abad telah hidup berdampingan
dengan norma-norma budaya yang dianggap menentangnya. Sebagai contoh untuk jenis perilaku ini, Malinowski
mencatat tabu incest penduduk kepulauan Trobriand.
Malinowski
Sebagaimana halnya dalam semua masyarakat, orang Trobriand memiliki beberapa cara baku untuk
menghindari hukuman. Malinowski mengamati bahwa ilmu sihir untuk melepas hal-hal akibat-akibat dari incest antar
suku adalah barangkali merupakan contoh paling pasti tentang penghindaran dari adat istiadat.
Kasus ini menggambarkan perbedaan antara kebudayaan real dan kebudayaan ideal. Kebudayaan ideal
mencakup tata kelakukan dan kebiasaan secara formal disetujui dan diharapkan diikuti oleh banyak orang (norma-
norma budaya); sedangkan kebudayaan real mencakup hal-hal yang betul-betul mereka laksanakan (norma-norma
statistis). Sebagai contoh, Warriner (1958) menemukan di Kansas, ketika ia sedang mengadakan riset pada masa
pelarangan minuman keras sedang berlangsung, banyak orang minum minuman keras secara sembunyi-sembunyi,
sementara mereka mendukung moralitas resmi itu berfungsi untuk mencegah pertentangan dalam masyarakat yang
dapat mengganggu, tanpa mempengaruhi kebiasaan mereka dalam minum minuman keras.
Pertentangan antara pola kebudayaan real dan ideal umumnya dielakkan dengan semacam rasionalisasi yang
memungkinkan orang-orang menyamarkan pertentangan itu sehingga mereka dapat merangkul keduanya. Sebagai
contoh, Lowie (1940) menggambarkan beberapa desa orang-orang Burma yang penduduknya beragama Budha. Para
penganut Budha itu dilarang membunuh mahluk hidup apapun, padahal penghidupan mereka tergantung pada
Kepualauan Trobriand
“Bila anda ingin menyelidiki persoalan diantara orang-orang Trobriand, anda akan menemukan bahwa.. penduduk asli merasa ngeri terhadap gagasan melanggar peraturan eksogami dan mereka yakin bahwa incest antar suku akan diikuti oleh luka, penyakit dan bahkan kematian…. Namun sebagian besar informan tidak saja mengakui tetapi juga sungguh-sungguh menyombongkan diri telah melakukan pelanggaran ini atau perzinahan. (Bronislaw Malinowski, Crime and custom in Savage Society, 1926)”
HEFRI ASRA OMIKA, S.Sos
pencarian ikan. Mereka mengelakkan pertentang ini dengan tidak benar-benar membunuh ikan, tetapi “sekedar
mengeringkannya di pinggir sungai dan kalau ikan itu mati selama proses sedang berlangsung, itu adalah kesalahan
mereka sendiri”. Beberapa elakan dan rasionalisasi seperti itu adalah bagian dari kebudayaan.
Suatu tindakan keras terhadap batas kecepatan kendaraan di jalan raya mungkin menimbulkan banyak
pertentangan dan permusuhan di antara para pengemudi yang menjalankan kendaraannya hanya sedikit di atas batas
kecepatan dengan tujuan supaya seluruh sistem tidak dapat berfungsi. Maka secara umum diberikan batas kecepatan
15 km per jam. Jadi kecepatan 70 km perjam yang tertera (kebudayaan ideal) dalam kenyataannya menjadi 90 km per
jam (kebudayaan real).
Dalam Kenyataan (kebudayaan real) batas kecepatan adalah 90 km/jam, padahal dalam budaya ideal 70 km/jam