konsolidasi identitas sebagai bentuk perlawanan ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini,...

135
1 KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN DISKRIMINASI DI KALANGAN WARGA TIONGHOA DI KOTA PONTIANAK Tesis Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M.Hum.) di Program Magister Kajian Budaya, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Disusun Oleh: Valensius Ngardi 166322006 PROGRAM MAGISTER KAJIAN BUDAYA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2020 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: others

Post on 22-Mar-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

1

KONSOLIDASI IDENTITAS

SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN DISKRIMINASI

DI KALANGAN WARGA TIONGHOA

DI KOTA PONTIANAK

Tesis

Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M.Hum.) di

Program Magister Kajian Budaya, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Disusun Oleh:

Valensius Ngardi

166322006

PROGRAM MAGISTER KAJIAN BUDAYA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2020

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

6

KONSOLIDASI IDENTITAS

SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN DISKRIMINASI DI

KALANGAN WARGA TIONGHOA DI KOTA PONTIANAK

Valensius Ngardi

ABSTRAK

Tesis ini, mendeskripsikan bagaimana sesungguhnya kehidupan orang Tionghoa

pasca reformasi di Kota Pontianak. Kebangkitan kembali ketionghoaan dengan berbagai

perubahan dalam bentuk kehidupan yang konkret berupa perhelatan sosial budaya yang

spektakular meliputi Imlek dan Cap Go Meh, menjadi guru, mendirikan sekolah dan

lembaga kursus pendidikan nonformal, serta terjun ke panggung politik merupakan

“hidden transcript” etnik Tionghoa di Kota Pontianak dalam rangka melawan

diskriminasi sosial.

Penelitian ini menggunakan model analisis deskriptif dengan metode etnografi

dan pendekatan „perlawanan‟. Tiga konsep yang mendukung tulisan ini, yaitu: pertama,

konsep Chris Barker (2000), wacana tentang identitas diri yang „cair‟ bagaimana

seseorang menyatukan diri dengan identitas lain tanpa disekat oleh sejarah biologis atau

genelogis. Kedua, konsep diskursus diskriminasi ras Mely.G.Tan (2008), menelisik

tentang diskriminasi sosial terhadap etnis Tionghoa sebagai korban dari tiga sejarah

pada era bangsa kolonial, Soekarno, dan era Orde Baru menjadi ingatan kolektif untuk

meluruskan kebenaran sejarah diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia.

Ketiga, konsep perlawanan James C. Scott (1990), melihat masyarakat yang

mendominasi terhadap sesamanya dengan cara melakukan sebuah strategi atau sebuah

seni melakukan perlawanan dengan dua cara Hidden Transcripts dan Public

Transcripts.

Dari ketiga konsep di atas dipadukan dengan hasil temuan di lapangan sebagai

berikut. (1) sejak pasca reformasi etnis Tionghoa sudah melebur diri bersama dengan

etnis lain di Kota Pontianak. (2) meskipun mereka menerobos identitasnya dengan etnis

lain akan tetapi stereotip, stigmatisasi, dan praktik diskriminasi ras masih dialami etnis

Tionghoa baik secara verbal maupun nonverbal di Kota Pontianak. (3) narasi-narasi

diskriminasi ras masa lalu, menjadi ingatan kolektif dan masih trauma untuk

diperbincangkan di ruang publik. (4) untuk melawan diskriminasi mereka melakukan

perlawanan dengan tidak menggunakan kekerasan fisik, akan tetapi melalui gerakan

halus bersifat heroik lewat konsolidasi identitas di berbagai aspek kehidupan yang

dapat membangun kemajuan bersama dengan masyarakat multietnis lainnya di Kota

Pontianak.

Kata kunci: Konsolidasi identitas, etnis Tionghoa, diskriminasi sosial, dan Perlawanan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

7

THE CONSOLIDATION OF IDENTITY AS A FORM OF STRUGGLES AGAINST

DISCRIMINATION TOWARDS THE CHINESE IN PONTIANAK

ABSTRACT

This thesis describes the reality of Chinese in Pontianak during post-reformation.

The awakening Chinese identity with concrete changes that can be seen through

spectacular socio-cultural performances such as in Chinese New Year and Cap Go

Meh, Chinese teachers in Indonesia, Chinese who establish schools and non-formal

tuition centres, and Chinese politicians is Chinese‟s “hidden transcript” in Pontianak

to fight against social discrimination.

This research applies descriptive analysis model with ethnography method and

reverse approach. The three concepts that support this research are Chris Barker‟s

(2000), Mely G. Tan‟s race discrimination discourse (2008), and James C. Scott‟s

reverse concept (1990). Chris Barker‟s concept is about one‟s identity that is

assimilated to another identity despite either biological or genealogical background

differences. Racial discrimination discourse points out the social discrimination

towards the Chinese in Indonesia during colonialism era, Soekarno era and New era.

James C. Scott‟s reverse concept studies how a society dominated others through

Hidden Transcripts and Public Transcripts strategies.

These three concepts are combined with the research findings as follow: (1) since

the post-reformation era, the Chinese in Indonesia have assimilated to other ethnic

groups in Pontianak; (2) despite the Chinese‟s efforts to assimilation, verbal and non-

verbal stereotypes, stigmatisation, and racial discrimination towards the Chinese

persistently exist in Pontianak; (3) the past racial discrimination narratives remain

strong in public memories; (4) there is no physical violence orchestrated to fight

against the discrimination as the Chinese are using identity consolidation in aspects of

life that can benefit multi-ethnicity development in Pontianak.

Key words: Identity consolidation, Chinese, social discrimination, and reverse

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

8

HALAMAN MOTTO

“Setiap individu tidak pernah menginginkan

lahir sesuai dengan hasrat ras masing-masing

dan stereotip tentang identitas orang lain tidak pernah berakhir”

“Dalam keberagaman etnis di Indonesia, „perayaan identitas‟ yang berlebihan bukan

menunjukkan superioritas melainkan sebagai ruang untuk memadukan keunggulan diri

dalam bermasyarakat”

“Bangsa ini bukan milik etnis tertentu tetapi milik kita semua.

Peran semua etnis dalam membangun, bagian yang harus kita perhatikan”

“Tak ada orang yang terlahir untuk membenci orang lain karena warna

kulitnya, latar belakangnya, atau agamanya. Orang harus belajar untuk

membenci. Jika bisa belajar untuk membenci, maka mereka bisa diajar

untuk mengasihi karena kasih Allah alamiah bagi hati manusia ketimbang

sebaliknya” (Nelson Mandela).

Akhirnya saya harus taat pada sebuah statuta lembaga Kongregasi Bruder MTB

yang telah mengajar saya bagaimana menerima keanekaragaman identitas „rasuli‟

dari waktu ke waktu menuju budaya „Injili‟ yang dinamis. […..] tanpa identitas

sebagai biarawan,

kita bersedia untuk bersahabat, berdialog serta menjalin kerja sama, tanpa

memandang status sosial, ekonomi, suku, ras atau agama “

(Statuta MTB psl.1x.art.95).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

9

KATA PENGANTAR

Sejak zaman prasejarah, pengalaman diskriminasi merupakan masalah biasa

yang dialami oleh manusia dalam hidup bersama di masyarakat. Dalam kajian

postmoderen, persoalan diskriminasi mungkin tidak menarik lagi untuk diperdebatkan,

apa lagi diskriminasi ras terlalu sensitif dan naif untuk dibahas di ruang akademik

maupun publik. Akan tetapi, ketika masalah tersebut dibahas dalam ranah kajian

budaya, maka kita dapat menemukan ruang dan akar persoalan mengapa diskriminasi

selalu muncul di tengah masyarakat? Diskursus sosial diskriminasi sangat erat dengan

relasi kuasa, konstruksi sosial, kelas sosial, resistensi, hegemoni dan politik identitas

dalam hidup bersama.

Penelitian semacam ini sangatlah menantang karena memang masih menjadi

masalah, namun juga penelitian serupa sebenarnya sudah banyak. Oleh karena itu

tantangan peneliti tesis ini tentu saja mencari celah apa yang belum banyak diteliti. Saya

sendiri tidak siap mengoreksi identitas saya sebagai orang Manggarai, Flores NTT yang

ingin mengetahui identitas orang Tionghoa di Kota Pontianak yang dikepung oleh

identitas etnis Dayak dan Melayu sebagaimana yang disajikan dalam tulisan ini.

Abainya kita karena tidak fair dalam mengkontruksi sejarah identitas kita masing-

masing. Kita terjebak untuk mengglorifikasi identitas kita masing-masing sebagai

terhebat. Inilah permasalahan terbesar dalam tulisan saya. Karena kehilangan satu

dimensi analisis yang justru dekat dengan kita. Kita tidak berani menganalisis identitas

kita sendiri. Dan kita mengabaikan kecacatan, ketidaksempurnaan itu, justru kita

menjadi tidak adil, tidak fair dan justru menjadikan kita rasis secara tak sadar.

Untuk itu, saya berterima kasih kepada lembaga KB USD, karena diberi ruang

luas untuk berdiskusi tentang persoalan identitas dengan berbagai pendekatan kajian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

10

budaya bagaimana membahasakannya serta memadukannya dengan konsep dan temuan

di lapangan terutama diskursus diskriminasi ras di kalangan etnis Tionghoa di Kota

Pontianak. Maka dari itu, sepantasnya saya mengucapkan terima kasih berlimpah

kepada mereka yang sangat membantu saya untuk tetap berani menyuarakan masalah

tersebut dalam bentuk tesis, yakni:Romo Banar, S.J selaku direktur Program

Pascasarjana KB yang memberi pencerahan bagaimana „seni‟ membahasakan tanda-

tanda yang terjadi di masyarakat. Pak Tri, selaku Kaprodi KB dengan setia mendengar

keluhan saya sejak pergumulan proposal maupun saat mendekat ujian tesis berbentuk

virtual di tengah pandemic covid 19. Bapak Sunardi dan Bu Katrin yang selalu memberi

peluang kepada saya untuk berpikir kritis dan tajam dalam menangkap fenomena-

fenomena yang yang terjadi di masyarakat. Bapak Praktik, yang setia dan sabar

membimbing saya sehingga tesis ini bisa selesai dengan baik meskipun dengan topik

yang menantang bagi saya. Ibu Devi yang selalu memberi motivasi agar saya tidak

putus asa dalam menyelesaikan tesis ini. Romo Bas, S.J yang selalu memberi ruang

inspirasi dalam membangun ide secara kritis cara meneropong persoalan-persoalan

etnik yang terjadi di masyarakat. Para dosen lainnya yakni Romo Budi, S.J, Romo

Bagus, S.J, dan Romo Beni, S.J dengan segera kekhasan mereka memberi warna baru

dalam menelisik persoalan-persoalan humaniora di Indonesia.

Mbak Desy, yang sejak awal saya kenal dengan setia, melayani, mengatur, dan

mengingatkan terus soal keterlambatan dalam menulis tesis. Mas Mul yang setia

mengurus RT KB, sehingga mahasiswa tetap semangat dalam perkuliahan dan dengan

ketulusannya selalu menyediakan kopi dan teh secara gratis untuk mahasiswa KB-USD.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

11

Group “Kampret” KB 2016 ; Pendeta Leo, Mas Wahyu, Ponda, Pongge, Hari,

Alam, Ceper, Hugo, Brito, Damas, Mario, dan P. Berto CMF, serta (Adit dan Pak Zul)

yang pamit duluan dari KB dan mbak-mbak yang manis Novi, Sasih, Nita, Alit, Monik,

Yeni dan Auriel. Kalian luar biasa, dari displin ilmu yang berbeda selalu berbagi

sehingga kita bisa menyatu dengan keunikan masing-masing. Group From Zero 2 Hero:

Mbak Novi, Sasih, Mas Hari, Damas, dan Pongge yang selalu mendorong dan memberi

spirit dalam diskusi bersama di Komunitas Kota Baru. Romo Hironimus Bandur, Pr, Ibu

Devi (UGM), Mas Heri, Mis Leny, dan Mbak Hesti membuka jalan sehingga tesis saya

bisa selesai. Br. Rafael, MTB selaku pemimpin umum Kongregasi Bruder MTB,

mendorong saya untuk fokus dengan tesis meskipun dibebani rangkap tugas. Br. Gabriel

Tukan MTB, yang telah memberi kesempatan saya untuk kuliah di KB. Para saudara

muda dan tua MTB di komunitas Kota Baru dan Novisiat, memberi pesona tersendiri

untuk menghibur saya saat galau menyelesaikan tulisan ini. Semua mereka yang tidak

bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah

untuk segala dukungan kalian dan yang paling berharga adalah para responden

penelitian yang ada di Kota Pontianak yang tidak mau disebut namanya di lembaran

ini. Tanpa suara dari kalian, saya tidak mempunyai ruang untuk membahas tesis ini

sampai tuntas. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian semua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

12

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. iv

LEMBAR PERSETUJUAN KARYA ILMIAH ............................................. v

ABSTRAK .......................................................................................................... vi

ABSTRACT .......................................................................................................... vii

HALAMAN MOTTO ......................................................................................... viii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ix

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. Latar belakang .......................................................................................... 1

B. Tema Penelitian ......................................................................................... 11

C. Rumusan masalah ..................................................................................... 11

D. Tujuan Peneltian………………………………………………………… 12

E. Manfaat Penelitian ................................................................................... . 12

F. Tinjauan Pustaka ………………………………………………………… 13

G. Kerangka Teori ....................................................................................... . 20

1. Teori Identitas …………………………………………………… 20

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

13

2. Teori Diskriminasi Sosial ...................................................................... 23

3. Teori Perlawanan .................................................................................. 28

H. Metode penelitian ..................................................................................... 36

1. Jenis Penelitian……………………………………………………….. 36

2. Pengumpulan Data……………………………………………………. 37

3. Teknik Penelitian ……….…………………………………………… 37

4. Analisa Data…………………………………………………………. 38

5. Wilayah Penelitian…………………………………………………… 38

I. Hipotesa Awal………………………………………………………… 39

J. Sistematika Penulisan ............................................................................... 40

BAB II : GAMBARAN UMUM SEJARAH DISKRIMINASI

SOSIAL DI KOTA PONTIANAK TAHUN 1854-1967 ............... 41

Pengantar……………………………………………………………………… 41

A. Gambaran Umum Kota Pontianak ......................................................... 41

1. Letak Geografis……………………………………………………….. 41

2. Letak Demografis…………………………………………………….. 42

B. Dinamikan Kehidupan Etnis Tionghoa di Zaman Kolonial Belanda… 43

1. Pembagian Kelas Sosial ......................................................................... 44

2. Konflik Baru Memunculkan Diskriminasi ............................................. 48

C. Dibungkam oleh Resim Orde Baru ......................................................... 50

1. Sikap Anti Tionghoa………………………………………………….. 53

2. Eksodus Etnis Tionghoa ke Pontianak…………………………………. 57

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

14

3. Konflik Sosial Berdarah………………………………………………. 58

4. Budaya Kekerasan Zaman Orde Baru…………………………………. 59

5. Menanamkan Benih Dendam…………………………………………. 62

Kesimpulan……………………………………………………………………. 64

BAB III : HETEROGENITAS NARASI DISKRIMINASI DAN

BENTUK-BENTUK PERLAWANANNYA .................................... 66

Pengantar………………………………………………………………….… 66

A. Berbagai Pengalaman Diskriminasi di Kalangan Etnis Tionghoa ...... 68

1. Diskriminasi Di Lingkungan Sekolah……………………………… 68

1.1 Bahasa Mandarin Tidak Diperhitungkan………………………….. 68

1.2 Ketidaksukaan Dalam Jabatan Struktural………………………….. 74

2. Berbagai Pengalaman Diskriminasi di Wilayah Kehidupan lainnya…… 77

2.1 Menyuarakan Kebenaran dan Keadilan Melalui Politik………….. 78

2.2 Pergolakan Hidup di Bidang Sosial………………………………. 83

2.3 Membeku Pengembangan Budaya Etnis……………………….. 87

B. Berbagai Perlawanan Etnis Tionghoa Dalam Menanggapi Diskriminasi 92

1. Pembangunan Pendidikan ..................................................................... 93

1.1 Pendidikan Formal… ....................................................................... ... 93

1.2 Pendidikan Nonformal………………………………………….. ...... 96

2. Kebangkitan Politik Identitas ................................................................ 98

3. Penguatan Bidang Sosial,Budaya.......................................................... 100

Kesimpulan……………………………………………………………………. 103

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

15

BAB IV: IDENTITAS DISKRIMINASI, DAN PERLAWANAN ............ … 105

Pengantar……………………………………………………………………… 105

A. Retaknya Identitas .................................................................................... 106

B. Diskursus Diskriminasi Sosial .................................................................. 108

C. Bentuk-bentuk Perlawanan Etnis Tionghoa .......................................... 110

Kesimpulan…………………………………………………………………….. .. 115

BAB V : PENUTUP ........................................................................................... 116

A. Kesimpulan ............................................................................................. 116

B. Saran…………………………………………………………………… 119

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 121

Buku ................................................................................................................. 121

Website ............................................................................................................. 124

Wanwancara ..................................................................................................... 125

LAMPIRAN ........................................................................................................ 125

Lampiran 1 : Tabel Lembaga Pendidikan Formal (1)

Lampiran 2 : Tabel Pendidikan Nonformal (2)

Lampiran 3 : Tabel Yayasan Lembaga Sosial (3)

Lampiran 4 : Panduan Pertanyaan Wawancara Subjek Penelitian (4)

Lampiran 5 : Nama-Nama Subjek Penelitian, Tanggal dan Pekerjaan (5)

Lampiran 6 : Transkrip Wawancara (6)

Lampiran 7 : Refleksi (7)

Lampiran 8 : Dokumentasi Responden (8)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

16

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti kita ketahui sejak reformasi mulai berlaku, hubungan dan pengakuan

keberagaman identitas dari berbagai etnis yang ada di Indonesia perlahan-lahan berjalan

dengan baik. Salah satu etnis yang selalu menjadi perbincangan sejak zaman kolonial

hingga saat ini adalah etnis Tionghoa. Etnis ini mempunyai kekhasan tersendiri dan

unik dengan etnis lainnya. Banyak pengamat Tionghoa mendeskripsikan bahwa sejak

era reformasi belangsung 21 Mei 1998, etnis Tionghoa mengalami perubahan-

perubahan yang besar dalam ruang demokrasi. Akan tetapi, perubahan-perubahan

tersebut bisa mengancam bagi etnis lain karena diwarnai persaingan politik yang sangat

kental di Indonesia (La Ode, 2012:5&18) dan Algdrie (dalam Lie Sau Fat, 2008:129).

Gagasan tersebut di atas, seakan-akan menjadi ingatan kolektif saat ini

bagaimana stigma dan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa menjadikan etnis Tionghoa

serasa bukan bagian dari warga negara Indonesia. Pada masa pemerintahan kolonial

Belanda etnis Tionghoa dijadikan „kambing hitam‟ untuk menumbuhkan kebencian

masyarakat saat itu pada etnis Tionghoa. Hal yang sama juga dilakukan oleh resim Orde

Baru yang menjadikan etnis Tionghoa sebagai korban politik. Dalam hal ini muncul

istilah „pribumi‟ dan bukan „pribumi‟ yang sebenarnya simbol dari politik identitas dan

stigmatisasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

17

Tesis ini bermaksud mendeskripsikan secara khusus bagaimana kehidupan

sesungguhnya etnis Tionghoa yang ada di Kota Pontianak pasca reformasi. Secara

umum, gerakan-gerakan etnis Tionghoa di Kota Pontianak mengalami perubahan-

perubahan besar di segala aspek kehidupan. Akan tetapi, dalam perjalanannya masih

ada kegelisahan di kalangan mereka untuk menikmati ruang reformasi tersebut. Tidak

semua etnis Tionghoa di Kota Pontianak mengalami ruang kebebasan untuk

mengekspresi identitasnya di tengah identitas etnis lain di Kota Pontianak. Dengan kata

lain di kalangan mereka masih ada yang mengalami diskriminasi sosial secara ras.

Sebelum membahas lebih lanjut pada bagian ini, saya akan memetakan beberapa

kasus tentang ketegangan hubungan antara etnis Tionghoa, Dayak, dan Melayu di Kota

Pontianak pasca reformasi. Fenomena-fenomena tersebut sebagai bentuk perlawanan

etnis Tionghoa terhadap etnis Dayak dan Melayu atas tindakan diskriminasi ras yang

menimpa etnis Tionghoa di Kota Pontianak.

Pada bulan Oktober 2010 Raymond (nama samaran) dari etnis Tionghoa

menantang empat siswa dari etnis Dayak dan satu etnis Melayu di sekolahnya. Kasus

ini berawal dari bahasa yang merendahkan terhadap kemampuan intelektual beberapa

temannya yang indek prestasi akademik mereka masih di bawa rata-rata dari standar

nasional di sekolah tersebut. Perkelahian di antara mereka tidak bisa dibendung lagi

hingga belangsung di Jembatan Kapuas III dengan melibatkan para preman dari

masing-masing etnis yang ada di Kota Pontianak. Raymond terancam keluar dari

sekolah tersebut karena sudah mengganggu keharmonisan relasi antar etnis di

sekolahnya. Menurut penuturan Raymond, selama ia diadili di kantor polisi, dan ruang

dewan guru, merasa didiskriminatif dalam menyelesaikan masalah tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

18

Kasus serupa, pada bulan Maret tahun 2012 Cindy (nama samaran) dari etnis

Tionghoa melawan seorang polisi dari etnis Melayu saat menonton pertandingan basket

di salah satu hall lapangan basket di salah satu sekolah ternama di Kota Pontianak.

Cindy tidak terima karena polisi tersebut secara kasar mendorongnya saat ia berteriak

untuk membela tim sekolahnya ketika saat pertandingan final basket berlangsung.

Cindy menangis dan berteriak kuat di depan teman-temannya. Menurut ceritanya, polisi

bersangkutan telah melecehkan dan merendahkannya dengan mengucapkan kata-kata

yang berbau rasis.

Dari dua kasus di atas, merupakan representasi fenomena-fenomena tentang

perseteruan atau ketegangan dalam berelasi antar etnis Tionghoa, Dayak dan Melayu

di Kota Pontianak pasca reformasi. Persoalan-persoalan tersebut, tidak pernah berakhir

untuk diperbincangkan hingga saat ini. Di kalangan etnis Tionghoa, mereka tidak

berdiam saja atas situasi-situasi yang selalu menyudutkan etnisnya di Kota Pontianak

Mereka berusaha untuk melakukan sebuah gerakan perlawanan melalui

konsolidasi identitas. Bagi mereka konsolidasi identitas sebagai salah satu cara untuk

membebaskan diri seseorang dari lingkaran praktik diskriminasi ras dan sebagai

strategi untuk pemenuhan hak-hak atas kelayakan hidup tanpa diskriminatif secara rasial

di Kota Pontianak. Gerakan konsolidasi identitas etnis Tionghoa senada dengan konsep

James, S. Scott (1990:45-69) tentang resistensi dan pola dominasi yang terbentuk

secara serentak, namun terus-menerus diperkuat, dipelihara, dan ditingkatkan terhadap

kelompok kelas bawah dalam masyarakat.

Menurut Scott (1990), berbagai peristiwa dirancang sebagai penguat diskursus

dominasi dan legitimasi terhadap superioritas kelas elit sering dilakukan dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

19

kegiatan-kegiatan kecil sehari-hari, seperti pengawasan dan bimbingan terhadap kelas

subordinat. Berbagai ritual dan aktivitas yang menetapkan dan melegitimasi

„superioritas kelas elite‟ dilakukan terus-menerus. Tanpa adanya kelemahan yang

ditampakkan oleh kelas penguasa, kekuasaan mereka terus berlangsung tanpa tantangan.

Gerakan ini pada satu saat ada wilayah tersendiri bagi kelas subordinat melakukan

sebuah gerakan baik secara terbuka atau terang-terangan maupun tersembunyi atau

terselubung untuk melawan pada „superioritas kelas elit‟.

Sedangkan Barker (2000:53), mendeskripsikan persoalan dalam masyarakat

yang menyebabkan dominasi dan diskriminasi sosial ditinjau dari aspek kebudayaan.

Barker menguraikan bahwa ketika kebudayaan sebagai kekuasaan kelas yang

didasarkan pada pembedaan manusia berdasarkan atas dasar agama, suku, ras, etnik,

kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan

keyakinan politik berakibat pada penyimpangan dan penghapusan pengakuan atas

penggunaan hak asasi manusia.

Konsep Scott maupun Barker tentang kelas-kelas sosial dalam masyarakat,

membantu dalam melacak tulisan ini untuk melihat fenomena tentang etnis Tionghoa di

Kota Pontianak yang tereliminasi melalui diskriminasi secara ras. Diskriminasi ini

terjadi, baik karena korban kelas superioritas elit maupun karena kepungan dominasi

etnis yang berkuasa dalam tatanan masyarakat muletnis di Kota Pontianak. Bersandar

pada gagasan dari Scott (1990) Barker (2000) dipakai untuk berusaha bagaimana

identitas Tionghoa menerobos dengan identitas lainnya di Kota Pontianak. Dengan

membangkitkan kesadaran baru mereka berjuang untuk bisa keluar dari situasi yang

membelenggu dirinya, sehingga bisa berekspresi diri sebagaimana yang dialami

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

20

masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu dengan melakukan konsolidasi identitas,

membuat mereka semakin kuat dan tangguh menguasai etnis lainnya di Kota Pontianak

seperti etnis Dayak dan Melayu.

Gerakan konsolidasi identitas di kalangan etnis Tionghoa di Pontianak seakan-

akan ingin unggul dan tetap berada di atas etnis lainnya. Reformasi yang

menghentakkan perubahan-perubahan dalam masyarakat, oleh etnis Tionghoa

memulainya dengan perayaan imlek yang membawa dampak besar bagi pengaruh pada

aspek kehidupan lain di kalangan etnis Tionghoa di Kota Pontianak seperti bidang

ekonomi, sosial budaya, politik, pendidikan, dan agama.

Mereka mengalami satu fase kehidupan di ruang demokrasi baru di Kota

Pontianak. Perubahan-perubahan tersebut mendorong mereka tidak takut untuk

mengekspresikan diri seperti warga lain di Kota Pontianak. Fenomena-fenomena

tersebut mempengaruhi etnis Dayak dan Melayu mengalami kemunduran dalam

mengimbangi perubahan-perubahan sosial yang terjadi di Kota Pontianak. Bagi etnis

Tionghoa dengan atau melalui kondisi perubahan-perubahan tersebut, untuk

menunjukkan politik identitas1 ketionghoaannya di tengah keberagaman etnis di Kota

Pontianak.

Melalui tulisan ini, saya mencoba dan berusaha untuk menggali dari sudut

pandang berbeda dengan fokus pada tiga terminologi yang terarah yaitu bagaimana

dinamika sosial histori diskriminasi di kalangan etnis Tionghoa, heterogenitas

1 Judy Lattas (via Beilharz 2016:154), melukiskan „Politik Identitas‟ sebutan untuk karya-karya rasa

keterlibatan, secara pasti dan sepenuhnya, terhadap golongan tertindas, misalnya dengan mengungkap

kebenaran di dalam keberadaan seseorang sebagai insan perempuan, sebagai ras kulit hitam (Week,

1985:185&210).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

21

pengalaman diskriminasi2, dan strategi seperti apa yang dilakukan oleh etnis Tionghoa

dalam melakukan perlawanan diskriminasi yang terjadi di Kota Pontianak. Berbagai

pengalaman diskriminasi yang dialami oleh etnis Tionghoa seperti yang dideskripsikan

dalam bab berikut tesis ini, sebagai representatif dari masyarakat Tionghoa lainnya

yang ada di Kota Pontianak.

Bagi etnis Tionghoa „angin‟ reformasi adalah sebagai pintu untuk membawa

perubahan sangat besar bagi kehidupannya di tengah etnis lainnya di Kota Pontianak.

Perubahan-perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan kebebasan dan pengakuan

identitas atau keberadaan mereka menyangkut dihapusnya Surat Bukti

Kewargaannegara Republik Indonesia (BKRI) tetapi mereka dengan penuh keleluasan

memasuki dan aktif dalam organisasi politik dan sejenisnya.

Perubahan itu juga berhubungan dengan kebebasan dalam berbagai aspek sosial

budaya seperti menggunakan bahasa Mandarin atau dialek suku di ruang publik, bahkan

bahasa Mandarin secara resmi telah menjadi bahasa asing kedua setelah bahasa Inggris.

Selain itu perubahan tersebut, mencakup pula dalam ruang berekspresi bagi kalangan

Tionghoa didalam menghidupkan dan menampilkan kembali tradisi mereka melalui

permainan barongsai3, naga-naga (liong/dragon), pertunjukan atau aktraksi kemampuan

2 Effendi & Prasetyadji (2008:37), kata diskriminasi mengandung arti demikian yakni: pembedaan

perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan

sebagainya). Kelamin: pembedaan sikap dan perlakuan terhadap sesama manusia berdasarkan perbedaan

jenis kelamin. Ras: anggapan segolongan ras tertentu bahwa rasnya itulah yang paling unggul

dibandingkan dengan golongan ras lain; rasisme. Rasial:pembedaan sikap dan perlakuan terhadap

kelompok masyarakat tertentu karena perbedaan warna kulit. Sosial: pembedaan sikap dan perlakuan

terhadap sesama manusia berdasarkan kedudukan sosialnya. 3Lie Sau Fat (2008:23) melukiskan bahwa, barongsai merupakan tarian tradisional Cina dengan

menggunakan sarung yang menyerupai naga. Tarian ini bisa ditelusuri pada masa Dinasti Chin sekitar

abad ketiga sebelum masehi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

22

perdukunan Cina (lauya atau tatung4) sebagai kelengkapan dari perayaan Cap Gomeh

5,

setelah Tahun Baru Imlek6 serta pendirian dan penyebaran rumah-rumah ibadah atau

tempat-tempat persembahan (taopekong/kelenteng)7 bagi para penganut kongfusianisme.

Dampak dari pagelaran budaya etnis Tionghoa di atas, membuka cakrawala baru

bagi etnis Melayu dan Dayak untuk ikut menunjukan identitas mereka melalui pesta

budaya yang digelar tiap tahunnya. Warga etnis Melayu pada saat hari ulang tahun

Kota Pontianak, melakukan pesta rakyat dengan melibatkan warga multietnis lainnya.

Mereka merasa sebagai etnis pribumi asli yang lahir di Kota Pontianak tidak mau kalah

dengan etnis Tionghoa. Demikian juga etnis Dayak setiap tahunnya menampilkan

berbagai ritual kebudayaan dengan sangat meriah. Pesta rakyat ini sering mereka

menyebutkan „gawai Dayak‟. Lagi-lagi fenomena ini sebagai salah satu bentuk ekspresi

keberagaman seni sekaligus menunjukan keunggulannya dari segmen kemajuan budaya

mutietnis di Kota Pontianak.

Perubahan yang mengandung kebebasan budaya seperti dikemukan di atas,

seakan-akan pintu masuk untuk membuka perubahan di berbagai bidang kehidupan

lainya seperti ekonomi, sosial, politik, dan pendidikan. Berbagai aspek kehidupan ini

menjadi fenomena yang membawa perubahan dan kebebasan yang dialami dan

dinikmati oleh etnis Tionghoa, membuat mereka tidak takut untuk melakukan

4Juniardi Karel & Rivasintha Marjito (2018:23) mendeskripsikan bahwa Tatung bertujuan untuk

pengusiran roh-roh jahat dan peniadaan kesialan dalam perayaan Cap Go Meh yang digelar oleh etnis

Tionghoa di Singkawang. 5 Lie Sau Fat (2008:27) menggambarkan perayaan Cap Go Meh dilakukan setiap tanggal 15, bulan 1

penanggalan Imlek. Kata Cap go Meh ini berasal dari kata dialek HokKien/Tio Ciu yakni: Cap go artinya

lima belas dan Meh artinya malam. Perayaan ini juga sebagai tanda berakhirnya tahun baru Imlek. 6Lie Sau Fat (2008:7&8) mendeskripsikan bahwa, Imlek merupakan perayaan tahun baru etnis Tionghoa.

Setiap pergantian tahun penanggalan imlek, dirayakan sebagai Chun Ciek/festival musim semi oleh

masyarakat Tiongkok dari dulu sampai sekarang dan sudah menjadi satu tradisi yang mengakar. 7 Klenteng atau Kelenteng (bahasa Hokkian:bio) adalah sebutan untuk tempat ibadah

penganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Indonesia pada umumnya.

(https://id.wikipedia.org/wiki/Klenteng diakses, 30 September 2019).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

23

terobosan baru dalam mengepung dua etnis lainnya yakni Melayu dan Dayak, yang

selama ini dianggap sebagai persaingan dalam pemenuhan hasrat untuk kebutuhan

hidupnya di Kota Pontianak.

Mereka melakukan sebuah gerakan tidak lagi terselubung tetapi nyata dan

terbuka di ruang publik. Gerakan mereka bukan sekedar reformasi di segala bidang

kehidupan tetapi sebuah aksi revolusioner secara halus untuk mengembalikan lagi

pemenuhan hasrat identitas mereka yang sudah lama dikontruksi oleh etnis lain di Kota

Pontianak. Cara ini sebagai bentuk perlawanan-perlawanan atas ketidakadilan sebagai

kelompok minoritas yang disudutkan oleh kelompok mayoritas secara ras atas hidup

mereka (Scott,1999:7).

Di Kota Pontianak sebelum reformasi secara ekonomi tidak semua kalangan

etnis Tionghoa berada di atas etnis lain. Masih banyak di antara mereka mengalami

nasib seperti masyarakat lainnya di Pontianak. Akan tetapi, di era reformasi dengan

cepat mereka menguasainya sehingga semakin kuat dan tangguh dari etnis lainnya.

Etnis Dayak dan Melayu semakin ketinggalan jauh dalam mengejar perubahan-

perubahan tersebut. Di bagian ini mereka melakukan konsolidasi identitas dengan dua

cara. Pertama, mereka yang berposisi kelas ekonomi keatas, menguasai di sektor

infrastruktur fisik dan sosial pada fasilitas pelayanan masyarakat umum di sepanjang

Jalan Gajah Madah dan Ahmad yani Kota Pontianak. Sikap superioritas tidak

terbendung lagi dalam relasi dengan etnis lain sebagai atasan dan bawahan dalam

ruang kerja publik. Kedua, etnis Tionghoa yang berada kelas ekonomi ke bawah,

seakan seakan tidak mau ketinggalan untuk menghimpit usaha dari etnis lain. Dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

24

kata lain hampir semua usaha masyarakat kecil etnis lain dikuasai atau didominasi oleh

oleh etnis Tionghoa.

Fenomena-fenomena demikian di atas, semakin menimbulkan ketegangan baru

dan keresahan bagi etnis lain di Kota Pontianak. Etnis Melayu dan Dayak semakin

terjepit, terhimpit, dan tak berdaya ketika ruang gerak perekonomian kreatifnya juga

hadir untuk bersaing di dalamnya. Deretan bangunan Ruko‟ (rumah toko) di Jalan

Patimura yang secara khusus menjual aneka souvenir khas masyarakat etnis Melayu dan

Dayak, etnis Tionghoa tidak mau ketinggalan untuk ikut melebur dengan cara

bersejajar dagangan kuliner khas Pontianak. Dalam penafsiran dari kaca mata pengamat

etnografi, pemandangan tersebut nampaknya sebagai bentuk simbol keberagaman

multietnis, akan tetapi juga nalar kritik sebagai persaingan yang tidak sehat dalam

meraih dalam mengais rejeki dari usaha-usaha tersebut.

Potret kehidupan lain dalam pengembangan bidang sosial, mereka semakin

banyak mendirikan yayasan sosial yang sangat membantu kehidupan masyarakat Kota

Pontianak. Yayasan-yayasan tersebut secara khusus sangat membantu untuk mengatasi

masalah yang dialami oleh warga Tionghoa di Kota Pontianak.

Fenomena yang tidak kalah menariknya di di bidang lain muncul gebrakan baru

dalam kebangkitan politik identitasnya di Kota Pontianak. Etnis Dayak dan Melayu

merasa tergoncang ketika tampil di panggung politik pesaing-pesaing rival politik dari

etnis Tionghoa yang sebelumnya didominasi oleh etnis Dayak dan Melayu. Dalam

ruang publikasi, kandidat dari Tionghoa sangat menonjol dari etnis lain dalam

memasang banner di area publik. Calon-calon legislatif yang diusung dari partai etnis

Tionghoa bernampilan khas ras Tionghoa. Warna-warni sepanduk, sosok berwajah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

25

putih bermata sipit serta dikelilingi huruf Cina dengan pilihan „warna‟ yang mencolok

sehingga gampang terlihat dari kejauhan.

Keberanian mereka untuk bersaing dengan etnis Melayu dan Dayak baik

menjadi pengurus partai politik, anggota DPRD dan juga menjadi kepala daerah

melahirkan kekaguman bagi banyak warga. Akan tetapi keteribatan mereka untuk

menyuarakan kekebasan berdemokrasi di pemerintahan bisa menimbulkan

permasalahan dalam politik identitas di Kota Pontianak. Hal ini menjadi ketegangan

yang memanas bila etnis lain tidak bisa bersaing dalam merebut kursi kekuasaan di

pemerintahan Kota Pontianak.

Konsolidasi identitas etnis Tionghoa, tidak hanya menyangkut dalam menikmati

perubahan-perubahan di masyarakat tetapi di arena lingkungan pendidikan

mempengaruhi perubahan kondisi kegiatan belajar mengajar baik soal imlek sebagai

liburan nasional maupun ruang seni mereka semakin diterima oleh siswa lain di sekolah.

Misalnya mengungkapkan perayaan sosial budaya dengan kegiatan pentas seni

bernuansa Imlek, pemilihan koko meimei, festival permainan naga, dan parade

barongsai antar kelas. Semuanya itu sebagai tanda dan simbol kemerdekaan mereka

untuk menungkapkan identitas diri yang sudah lama dibekukan oleh etnis lain di Kota

Pontianak. Warga Tionghoa yang berprofesi sebagai guru tidak hanya mengabdi di

sekolah swasta milik misi saja, tetapi ikut mengambil peran di sekolah-sekolah negeri di

Kota Pontianak. Misalnya sebagai guru sosiologi di SMA 1, guru bahasa Inggris di

SMA 3 dan guru Matematika di SMA 9. Derasnya perubahan di berbagai aspek tersebut

di atas membuat etnis ini bangkit untuk menunjukkan identitas di Kota Pontianak.

Mereka berjuang melalui konsolidasi identitas untuk membangun kembali identitasnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

26

yang sudah lama terpenjara dalam dirinya. Perubahan-perubahan dalam berbagai aspek

merupakan simbol perjuangan etnis Tionghoa yang diwujudnyatakan melalui

„konsolidasi identitas‟8.

B. Tema Penelitian

Tema besar dalam penelitian ini adalah „Konsolidasi Identitas‟ sebagai salah

satu gerakan etnis Tionghoa untuk menunjukan kembali identitasnya ketika terhimpit

oleh etnis lain di Kota Pontianak. Penelitian ini berusaha menggali bagaimana sejak

pasca reformasi etnis Tionghoa melakukan perlawanan, sehingga mengalami perubahan

dalam pemenuhan hasrat akan hak pendidikan, sosial budaya, dan politik. Akan tetapi

di kalangan mereka masih saja mengalami kegelisahan dan ketakutan untuk

mengekspresikan identitasnnya di tengah etnis lain di Kota Pontianak.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan persoalan di atas, maka penelitian ini bertolak dari beberapa

rumusan permasalahan sebagai berikut.

1. Bagaimana gambaran umum, sejarah diskriminasi di Kota Pontianak sejak tahun

1854 -1967?

2. Bagaimana diskriminasi sosial dialami etnis Tionghoa di Kota Pontianak?

3. Strategi apa saja yang dilakukan etnis Tionghoa menanggapi pengalaman-

pengalaman diskriminasi dalam kehidupan mereka?

8 Jennifer L. Pals (1999), mendeskripsikan konsolidasi identitas sebagai proses investasi diri untuk bisa

membangun secara menyeluruh, membumi dari keretakan dalam dirinya yang terjadi pada masa silam.

Sedangkan Baskara (2008:2&3), menjelaskan kata konsolidasi sebagai suatu tindakan atau upaya untuk

menyatukan, memperkuat, dan memperteguh dalam hubungan antara dua negara atau kelompok demi

tujuanya tercapai. Menurut KBBI Online 2018, konsolidasi adalah perbuatan memperteguh atau

memperkuat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

27

D. Tujuan Penelitian

Penulisan tesis ini bertujuan:

1. Untuk menelusuri dinamika gambaran umum sejarah diskriminasi sosial yang

terjadi di masyarakat Kota Pontianak.

2. Untuk mengeksplorasi narasi-narasi diskriminasi yang dialami oleh etnis

Tionghoa.

3. Untuk menunjukkan strategi-strategi yang dilakukan oleh etnis Tionghoa

menanggapi diskriminasi hidup bersama.

E. Manfaat Penelitian

Kekhasan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian lain adalah sebagai

berikut.

1. Dalam penelitian diskriminasi sosial, tidak hanya sampai pada penelusuran

sejarah diskriminasi tetapi bagaimana cara atau strategi dalam melakukan

perlawanan terhadap diskriminasi. Penelitian ini juga bukan berhenti pada

kajian pustaka, akan tetapi menggunakan data hasil wawancara (oral

history) dari responden yang direprentasikan oleh beberapa warga

Tionghoa di Kota Pontianak.

2. Memberi ruang bagi mereka untuk menceritakan pengalaman-pengalaman

traumatis diskriminatif yang selama ini dipendam. Dengan mendengarkan

suara-suara atau perspektif-perspektif yang tidak tunggal maka peneliti bisa

secara netral dalam menilai ketidakadilan terhadap warga tertentu di Kota

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

28

Pontianak dan mereka mendapat ruang „ekspresi‟sekaligus representasi suara

kaum minoritas yang terpingggirkan oleh etnis mayoritas yang ada di Kota

Pontianak.

3. Penelitian ini untuk melihat kembali seluruh luka sejarah dalam relasi etnis

Tionghoa dengan etnis lain di Kota Pontianak sejak zaman bangsa Kolonial

hingga pasca reformasi, dan penelitian bukan bertujuan untuk membalas

dendam tetapi membangun relasi baru demi keharmonisan hidup bersama di

Kota Pontianak.

4. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi para pengambil

atau pemangku kebijakan supaya etnis Tionghoa di Kota Pontianak

mendapatkan ruang yang sama dalam kehidupan sosial yang tidak

diskriminatif.

F. Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang wacana identitas Tionghoa di Indonesia, sudah banyak

dilakukan sebelumnya oleh kalangan akademisi dengan perspektif yang berbeda satu

sama lain. Pertama, Suhandinata dalam bukunya yang berjudul WNI Keturunan

Tionghoa Dalam Stabilitas Ekonomi dan Politik Indonesia (2018), secara umum

menarasikan tentang persoalan–persoalan WNI keturunan Tionghoa yang selalu

menjadi sorotan tajam di negeri ini. Mereka sering dipersulit saat mengurus berbagai

dokumen, dilecehkan, disudutkan, dan dijadikan „kambing hitam‟ ketika masalah-

masalah berbau rasialis mencuat di negara Indonesia. Pada hal dalam kurun waktu

perkembangan dan pertumbuhan negara Indonesia bahwa mereka telah banyak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

29

berjuang, berpikir, dan bekerja bagaimana agar Indonesia maju seperti negara lain di

dunia.

Selain menarasikan bagaimana gambaran masyarakat umum isu tentang

perlakuan diskriminatif terhadap etnis Tionghoa yang berulang kali terjadi di Indonesia,

Ia juga mendeskripsikan bahwa etnis Tiongha di Indonesia seperti etnis lainnya, di

antara mereka masih ada selain masih ada yang sangat kaya, kaya, menengah,

sederhana dan miskin, dan sangat miskin. Di daerah perkotaan, terlihat mereka hidup

berkecukupan, bahkan ada yang kaya-raya dan superkaya, sebagian besar adalah

pengusaha kelas atas, menengah, menengah ke bawah atau kecil.

Namun, dalam kenyataan juga memperlihatkan bahwa warga Tionghoa di

Indonesia banyak yang hidup sederhana dan bahkan miskin, seperti mereka yang

bekerja sebagai nelayan, di daerah Tangerang, Sumatera Utara, Riau dan Bangka,

sebagai tukang becak, kuli, sopir angkot, pesuruh, pembantu rumah tangga, pekerja-

pekerja kasar di Kalimantan Barat (Pontianak, Singkawang dan Sambas), Bangka.

Namun mereka semua berkontribusi dan menorehkan nama baik untuk negara yang

mereka cintai melalui berbagai cara, entah lewat bidang ekonomi, olah raga,

kebudayaan , keilmuan, maupun politik (2018:76&79).

Selain itu untuk menegaskan dan mengingatkan kembali kepada masyarakat

Indonesia, Suhandinata (2018:419) melampirkan lagi tentang UU RI No.40 Tahun

2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis sebanyak sembilan bab dan

sejumlah 23 pasal yang disahkan oleh pada zaman Presiden RI Susilo Bambang

Yudhoyono dan juga Andi Mattalata sebagai Mentri Hukum dan HAM RI. Suhadinata

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

30

(2018:271-297) menemukan beragam pengalaman diskriminasi etnis Tionghoa dan

diharapkan tindakan diskriminatif harus dihentikan. Harapan ini terbukti ketika

Presiden Megawati Soekarnoputri mengeluarkan keputusan yang mengatakan bahwa

Tahun Baru Imlek sebagai Hari Libur Nasional.

Kedua, Heryanto dalam buku yang berjudul Identitas dan Kenikmatan

(2018:197-241), mengemukakan tentang diskriminasi terhadap etnis minoritas ini, tak

sesederhana atau terbatas pada upaya membangun argumen demi keadilan atau

pengakuan bagi mereka sebagai korban. Namun, kajiannya memungkinkan bisa

mengambil langkah berikutnya dan menghargai dua persoalan lebih besar yaitu:

pertama, perlu mengenal sifat „fiktif‟ atau bayangan semu etnisitas yang telah begitu

luas diterima sebagai sesuatu yang ilmiah. Kedua, berkesempatan untuk menemukan

kembali sejarah yang kaya dan memukau tentang modernitas awal dan interaksi antar-

etnis dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Hindia Belanda. Konteks penelitiannya

lebih dominan dari media-media yang membicarakan tentang pengalaman diskriminasi

warga Tionghoa di Indonesia. Yang membedakan dengan penelitian ini adalah peneliti

tidak hanya mendapat informasi dari berbagai media saja, tetapi secara khusus melalui

metode oral story untuk memberi ruang bagaimana bisa membangun rasa kepercayaan

mereka terhadap peneliti dan cakupan wilayah penelitian tidak luas hanya etnis

Tionghoa yang berada di wilayah Kota Pontianak.

Gagasan-gagasan (Heryanto, 2018) semakin nampak praktik diskriminatif

terhadap etnis Tionghoa dibongkar oleh sebuah sejarah sebagai perjalanan etnis

Tionghoa dari waktu ke waktu dengan potret yang jelas bahwa semuanya itu adalah

bagian dari sejarah masa lalu. Heryanto (2018: 200 & 210) menjelaskan pula soal kaum

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

31

etnis Tionghoa di Indonesia bukan satu-satunya kelompok minoritas di negeri yang

amat majemuk ini yang menjadi korban kebijakan negara yang diskriminatif dalam

waktu panjang, Namun, karena berbagai alasan berikut ini bahasan etnis Tionghoa

dalam Indonesia mutakhir secara historis amat khas, sehingga diskriminasi terhadap

mereka agak khusus. Pertama, selain saudara-saudara setanah air keturunan India, tak

ada kelompok minoritas lain yang menempati posisi ekonomi seistimewa etnis

Tionghoa sejak era kolonialisme hingga kini. Oleh karena itu, diskriminasi terbuka dan

resmi terhadap minoritas ini menjadi aneh karena tidak sesuai dengan anggapan umum

bahwa kekuatan ekonomi dapat dialihkan menjadi kekuatan politik dan moral dan

sebaliknya. Tentu saja ini adalah contoh istimewa pepatah „uang tak bisa membeli

segalanya‟. Sekalipun demikian, membicarakan kekuatan ekonomi, kelompok etnis

Tionghoa, atau kelompok etnis apa pun, bukan tanpa masalah, sebab gagasan paling

pokok mengenai etnisitas itu sendiri sudah amat bermasalah (Philphott, 2000:87-7).9

Tambahan lagi, angan-angan publik dan di ruang diskusi tentang kemakmuran

kelompok etnis Tionghoa kerap diwarnai oleh pernyataan yang berlebihan dan stereotip.

Kalaupun kita andaikan sejenak bahwa „Indonesia Tionghoa‟ adalah kategori yang jelas,

sejauh mana skala kelompok ini merupakan sumber ketegangan, perdebatan,

kegoncangan dan penuh spekulasi bagi etnis lain di Indonesia.10

Kedua, sebagaimana yang dibahas pada bab II, bahwa mereka yang dinyatakan

sebagai Indonesia keturunan India dan mereka yang keturunan Eropa, banyak orang 9 Philpott mengutip karya Richard Robinson sebagai contoh utama bagaimana analisis politik ekonomi

yang inovatif, dengan perhatian serius pada proses dinamika sejarah, dapat berjatuh menjadi „pandangan

statis tentang etnisitas” yang terlanjur lazim ( Philpott 2000:85). 10

Sementara kesenjangan ekonomi amat jelas dalam pengamatan sehari-hari, persisnya kesenjangan itu

dan nilai pentingnya masih terbuka diperdebatkan. Banyak warga etnis Tionghoa di Indonesia tergolong

miskin. Misalnya saja di Pontianak daerah Sungai Raya, Siantan, dan Jeruju mereka rata-rata hidup di

bawah garis kemiskinan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

32

Indonesia dari latar belakang etnis Tionghoa menjadi tokoh penting dalam membangun

bangsa ini, namun sejak Orde Baru seakan-akan tidak mengakui mereka baik yang

berperan memperjuangkan kemerdekaan, tokoh-tokoh politik, pendidikan, dan sosial

budaya seakan-akan dicoret supaya hilang dari sejarah resmi berdiri tegaknya bangsa

Indonesia yang dibangun oleh keberagaman etnis di Indoensia.11

Ketiga, kita tahu bahwa lebih dari etnis minoritas lain (termasuk keturuan India

& Eropa), orang Indonesia-Tionghoa merupakan satu-satunya sasaran paling empuk

dari kekerasan massa yang disponsori negara pada abad ke-20, termasuk peristiwa 1998,

yag mendahulu keruntuhan secara resmi rezim Orde Baru, dan merupakan kekerasan

terhadap etnis Tionghoa terburuk dalam beberapa dekade (Purdey, 2013).12

Oleh

karena itu, ketika kategori minoritas ras (misalnya; etnis Tionghoa) diuraikan kedalam

bahasa legal-formal, masalah krusial yang patut diamati adalah sejauh mungkin

dihindari dampak minoritasi. Ini misalnya jika pada akhirnya kelak suatu landasan

hukum yang spesifik bagi pemenuhan hak minoritas diperlukan, jangan sampai

membawa kepada upaya stabilisasi (pelanggengan) makna minoritas itu sendiri

(Budiman, 2007: 64). Kepentingan untuk melindungi kelompok minoritas harus disertai

dengan upaya untuk memberi kebebasan mereka untuk berubah atau mengubah diri

secara kolektif.

11

Maka untuk menjawab persoalan ini pada bab III semakin jelas bagaimana mereka mengtionghoakan

kembali dengan membangun dipelbagai aspek kehidupan di masyarakat Kota Pontianak sebagai salah

satu bentuk komitmen mereka bahwa mereka adalah bagian dari warga Indonesia. 12

Jemma Purdey mendeskripsikan secara panjang lebar kekerasan Anti Tionghoa di Indonesia 1996-

1999. Dalam pengantar bukunya, Purdey melukiskan narasi tentang kekerasan anti-Tionghoa di Indonesia

sangat mengejutkan dan belum pernah ditulis dengan menggunakan etnisitas sebagai narasi atau

keturunan utamanya. Penjelasan-penjelasan yang ada tampaknya selalu mengambil jalan putar,

menghindari etnisitas sebagai faktor penyebab sebagaimana mestinya. Tuntutan utama yang mendominasi

interprestasi yang sudah ada merupakan kompetisi ekonomi dan terorisme negara yang rasial (2013:vii).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

33

Namun di dalam politik kewargaan, bahasa polesemi sebaiknya memang

tidak harus menghalangi ikhtiar kita untuk menghormati suatu kontrak politik

bersama sebagai warga negara yang diikat oleh sistem hukum yang sama.

Parekh (2002), memberi penjelasan menarik dalam konteks ini, bagaimana suatu

politics of difference sebagai upaya menghormati kelompok minoritas dapat

terus dijalankan, tetapi pada sisi lain konsensus sebagai basis politik kewargaan

tetap dapat dilaksanakan.

Ketiga, Shiraishi dalam bukunya yang berjudul Pahlawan-pahlawan

Belia, Keluarga Indonesia dalam Politik (2001), menggunakan penelitian

etnografi melihat relasi kuasa tentang keluarga Indonesia dalam politik. Di sini

Shiraishi melihat dan menyikapi temuan diskriminasi bahwa bagaimana

masyarakat Tionghoa Indonesia pada zaman Orde Baru mengalami represi oleh

politik kuasa dan otoriter dalam sebuah pemerintahan orde baru. Melihat kelas

sosial sebagai satu cara merumuskan identitas masyarakat di Indonesia. Sama-

sama menggunakan metode etnografi. Namun yang membedakan penelitian ini

adalah cara hadir pada obyek penelitian dengan menggunakan media film

tertentu agar subyek yang diteliti bisa menjawab persoalan mereka ketika

meromantismekan kembali masa kejayaan hidup mereka di Tiongkok.

Sementara dalam penelitian ini, peneliti mendengar langsung pengalaman

warga Tionghoa secara personal dengan contoh-contoh yang konkret tentang

pengalaman diskriminasi baik pengalaman masa lalunya maupun pada saat

penelitian berlangsung. Kesamaan yang lainnya adalah; sama-sama membangun

melawan lupa yakni ingatan pengalaman represi di era Orde Baru. Relasi kuasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

34

di sini sangat kuat dalam mendekripsikan analisa data-data yang ditemukan oleh

Shiraishi.

Dari beberapa penelitian di atas, hasil temuan sementara dapat

disimpulkan bahwa adanya perbedaan dengan penelitian ini, di mana tidak

berpusat pada narasi-narasi diskriminasi rasial yang hanya dideskripsikan secara

administrasi saja, sejarah, tekanan penguasa, tetapi ada diskriminasi sosial rasial

yang berhubungan nilai-nilai hak azasi kehidupan manusia di berbagai

kehidupan di masyarakat Kota Pontianak. Dengan kata lain penelitian ini,

peneliti secara khusus menyediakan ruang untuk mendengar kegelisahan batin

mereka yang menjadi korban dari diskriminasi sosial yang dikepung oleh dua

etnis yang mendominasi di Kota Pontianak.

Penelitian ini memberi warna tersendiri diskursus tentang etnis

Tionghoa yang mengalami diskriminasi sosial melalui wawancara dan

pengamatan di lapangan dengan melihat perubahan-perubahan dinamika dalam

relasi dengan etnis etnis Melayu dan Dayak di Kota Pontianak. Sejak reformasi

berlaku, bagi etnis Tionghoa merupakan udara yang cerah dalam berdemokrasi

sehingga tidak takut menunjukkan kembali identitas ketionghoannya di tengah

etnis lainnya di Kota Pontianak. Inilah perbedaan dan kekhasan dengan hasil

penelitian dari peneliti lainnya. Selain itu, sebagai pendatang baru dalam

meneliti etnis Tionghoa, penelitian diskriminasi sosial tentang etnis Tionghoa

merupakan bagian dari cara saya untuk mengolah dan mengubah cara pandang

sebelum mengenal orang Tionghoa di Kota Pontianak dan sesudah merasakan

hidup bersama dengan mereka di Kota Pontianak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

35

G. Kerangka Teori

Konsep teoritis sebagai pendukung dalam tulisan ini menggunakan beberapa

teori yaitu: (1) Konsep Barker (2002) tentang Identitas Diri, ( 2) Konsep Mely G. Tan

(2008) wacana tentang Diskursus Diskriminasi Sosial, Ras Cina di Indonesia (3) James

C. Scott (1990), tentang dominasi dan perlawanan.

1. Teori Identitas diri

Konsep Barker (2000) tentang identitas diri dalam masyarakat pascamodern,

memiliki tiga hal yang terkandung di dalamnya yakni: etnisitas, ras dan nasionalitas.

Ketiga dimensi tersebut merupakan bentuk dari identitas kultural dan hasil dari

konstruksi performatif-dikursif.13

Barker melihat bahwa identitas etnis, rasial dan

nasional dalam masyarakat tidak lain hanyalah ciptaan kultural yang bersifat sementara.

Di samping itu, tidak pernah stabil tetapi bersifat dinamis, di mana masyarakat bisa

mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain. Bagi Barker manusia bukanlah „benda‟

yang universal atau secara mutlak eksis. Sebaliknya identitas manusia itu tidak bersifat

arbitrer14

karena mereka distabilkan secara temporer oleh praktik-praktik sosial. Selain

itu dia melihat secara khusus tentang etnisitas, yang semakin memperjelas kepada kita

bahwa narasi yang dibangun oleh masyarakat etnis lain terhadap etnis tertentu

merupakan hasil dari produk Social Cultural.

13 Chris Barker dalam Kamus Kajian Budaya (2014:79 & 203) menjelaskan bahwa makna Performatif-

diskursif merupakan produksi pengetahuan lewat bahasa memberikan makna pada objek-objek material

dan praktik-praktik sosial yang sering disebut sebagai praktik diskursif. Sedangkan performatif suatu

praktik diskursif yang menghasilkan atau memproduksi sesuatu yang ia namai dengan cara mengutip

norma atau konvensi “hukum”. Dengan Kata lain performativitas adalah produksi identitas yang bersifat

diskursif dengan cara repetisi dan resitasi “cara-cara tertentu yang diatur tentang identitas. 14 Istilah arbitrer disini adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud

bunyi) dengan konsep yang dimaksud oleh lambang tersebut (Chaer, 1994:45).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

36

Selain itu, Barker (2000:234) menelisik tiga ruang tentang identitas diri (etnisitas,

ras dan nasionalitas) yang merupakan hasil dari konstruksi performatif-diskursif, tidak

mengacu kepada „hal‟ yang telah ada sejak lama. Jadi, mereka lebih merupakan kategori

kultural yang relatif ketimbang sebagai 'fakta biologis dan universal. Barker

menemukan sebuah konsep yang begitu cair tentang etnisitas yang mengacu pada

pembentukan dan pemeliharaan sekat-sekat kultural dan memiliki keuntungan berupaya

penekanan kepada sejarah, kebudayaan, dan bahasa.

Memperbincangkan tentang „ras‟ bagi Barker merupakan suatu ide problematis

karena asosiasinya dengan diskursus biologis tentang „superioritas‟ dan „subordinasi‟

yang bersifat instrinsik dan terelakan. Namun, ide tentang rasionalisasi atau

pembentukan ras memiliki keuntungan berupa penekanan kepada relasi kekuasaan,

kontrol, dan dominasi dalam ikatan cultural merugikan karena muncul budaya kelas-

kelas sosial yang tidak sadar dipratekkan oleh pemangku jabatan. Hegemoni dan relasi

kuasa menjadi patron individu untuk melakukan apa saja yang ada dalam hasrat dirinya.

Hal ini juga yang dikemukakan oleh Stuart Hall (1992b) via Barker (2000:176)

bahwa, identitas diri terbentuk oleh kemampuan untuk melanggengkan narasi tentang

diri, sehingga membentuk suatu perasaan terus menerus tentang adanya kontinuitas

biografis. Cerita identitas berusaha menjawab sejumlah pertanyaan kritis” „Apa yang

harus dilakukan? Bagaimana bertindak? Dan ingin jadi siapa? Individu berusaha untuk

mengkonstruksi suatu narasi identitas koheren di mana „diri‟ membentuk suatu lintasan

perkembangan dari masa lalu sampai masa depan yang dapat diperkirakan‟ (Giddens,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

37

1991:75)15

. Jadi identitas diri bukanlah sifat „distingtif‟ (membedakan antara satuan

bahasa) atau bahkan kumpulan sifat-sifat, yang dimiliki oleh individu. Identitas adalah

diri sebagaimana yang dipahami secara refleksi oleh orang dalam konteks biografisnya

(Giddens,1991:53).16

Mengutip gagasan Stuart Hall (via Chang Yau Hoon 2012:Xii-Xiii), bahwa

identitas dalam modernitas akhir tak pernah utuh tetapi semakin terfragmentasi17

.

Identitas tak pernah tunggal tetapi terbentuk secara bergelombang lintas wacana, praktik

dan posisi yang berbeda-beda. Kesemuanya ini merupakan produk sejarah, dan terus-

menerus berproses yang diwarnai perubahan dan transformasi (1996b:4). Identitas

dibangun melalui perbedaan hanya melalui relasi dengan si „Liyan‟, relasi dengan apa

yang bukan dan apa yang dimiliki (si „Diri‟), identitas bisa dikonstruksi. Jadi identitas

adalah produk dari perbedaan dan pengecualian, dari pada simbol-simbol „kesatuan‟

yang terbentuk secara alami dan identik. Identitas seharusnya tidak dikonseptualisasikan

sebagai alami dan esensialis, tetapi semestinya dikonseptualisasikan sebagai sesuatu

yang relasional, berkelanjutan dan dalam proses menjadi, dalam arti terus-menerus ada

proses „identifikasi‟ (Hall 1987:130).

15

Barker, 2000 hal. 175 16

Ibid 17

Defragmentasi adalah sebuah proses untuk menangani berkas-berkas yang mengalami fragmentasi

internal. Sebuah berkas dikatakan terfragmentasi mana kala berkas tersebut tidak menempati ruangan

yang saling berdekatan dalam penyimpanan fisik fragmentasi dapat menyebabkan subsistem media

penyimpanan melakukan operasi pencarian data yang lebih banyak, sehingga dengan kata lain berkas

terfragmentasi dapat memperlambat kerja sistem, khususnya pada saat melakukan operasi yang berkaitan

dengan media penyimpanan (https://id.wikipedia.org/wiki/Defragmentasi diakses, 27 Mei 2019).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

38

2. Teori Diskriminasi Sosial

Mely G. Tan (2008:265-269), mendeskripsikan tentang diskriminasi sosial

tersebut dalam tiga komponen, yaitu: pertama, bagaimana diskriminasi bertalian

dengan perilaku yang membeda-bedakan (secara negatif maupun positif, seperti

memberikan privilese atau hak istimewa) berdasarkan ras, asal usul etnis, agama,

tetapi juga warna kulit, jender, umur, keadaan sosial ekonomis, fisik, mental, dan lain

sebagainya; pada dasarnya yang lumrah bahwa manusia (seperti juga hewan) cendrung

berkumpul dengan sesamanya. Jadi mestinya tidak menjadi masalah. Berkumpul

demikian baru menjadi masalah jika berdasarkan pengelompokan itu kelompok-

kelompok lain dilihat dan diperlakukan berbeda, bahkan dengan cara merugikan,

atapun dengan permusuhan. Biasanya diskriminasi muncul dalam hubungan antara

kelompok mayoritas dan minoritas dari segi kuantitatif, walaupun ada pengecualian

dalam hal diskriminasi terhadap perempuan. Perempuan di seluruh dunia secara

kuantitatif merupakan mayoritas, tetapi dari segi statusnya dan proyek hidupnya

diperlakukan sebagai minoritas.

Kedua, konsep ras dalam ilmu-ilmu sosial hampir tidak dipakai lagi, karena

dengan mobilitas manusia yang begitu luas dan sudah berlangsung begitu lama, yang

menyebabkan terjadinya perkawinan campur antar rasa tau kelompok etnis,

“kemurnian” ras sulit dipertahankan. Akibatnya, sedikit sekali negara yang

masyarakatnya homogeny terdiri dari satu ras atapun satu kelompok etnis saja. Maka,

sekarang konsep yang dipakai adalah kelompok etnis yang berdasarkan kebudayaan

yang terutama terlihat dari bahasanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

39

Ketiga, kelompok etnis adalah pengertian yang sudah lumrah dipakai dalam

ilmu-ilmu sosial untuk kelompok-kelompok dengan ciri-ciri kebudayaan tertentu,

khususnya bahasanya. Anggota kelompok kebudayaan ini biasanya

mengidentifikasikan dirinya (self-identification) sebagai angggota kelompok tersebut

dan oleh orang lain juga diidentifikasi demikian. Di Indonesia menurut para

antropolog kurang 300 kelompok etnis (ada yang menyatakan lebih dari itu,

tergantung dari pembagian dalam kelompok sub-etnis) dengan jumlah bahasa yang

kurang lebih sama. Di samping itu ada golongan keturunan asing, yang terbesar

keturunan Tionghoa, lalu keturunan Arab, India, Belanda, Portugis. Maka, Indonesia

seperti kebanyakan negara di dunia saat ini, adalah negara dengan masyarakat yang

beragam/majemuk atau sesuai dengan motto Bhinneka Tunggal Ika, masyarakat yang

bhineka.

Berpangkal tolak dari beberapa anggapan dasar di atas ini, sudah terungkap

dari berbagai perundang-undangan, peraturan, maupun produk pemerintah lainnya

serta berbagai kebijakan dan peristiwa kekerasan, bahwa di Indonesia terjadi

diskriminasi berdasarkan ras atau etnis dan agama maupun berdasarkan gejala-gejala

lain dalam masyarakat yang di bahas dalam tesis ini. Maka dapat disimpulkan bahwa,

keadaan yang terdapat tindakan dan perilaku diskriminatif sudah terbukti rentan

berkembang menjadi yang perlanggaran HAM mudah terjadi. Selain itu, dalam

konteks Indonesia berdasarkan UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

berhubungan dengan diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau

pengucilan yang langsung maupun tidak langsung kebebasan dasar dalam kehidupan

lainya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

40

Mely G.Tan (2008:27) dalam tulisannya tentang etnis Tionghoa di Indonesia

bagaimana membahasakannya bahwa narasi-narasi ketidaksukaan terhadap etnis

Tionghoa di Indonesia sebenarnya sudah sejak lama terjadi. Ketika hal itu

diperlihatkan lewat berbagai cara melihat etnis Tionghoa, maka munculah budaya

diskriminasi sosial yang menimpa atas mereka. Diskriminasi sosial yang dialami oleh

etnis Tionghoa, Mely G.Tan melukiskannya di dalam berbagai aspek kehidupan yang

terjadi masyarakat dari masa Orde Baru hingga pasca reformasi.

Berbagai pengalaman kasus diskriminasi (Mely G. Tan, 2008:193)

mendeskripsikan bahwa diskriminatif terhadap etnis Tionghoa dalam penggunaan

bahasa merupakan gejala yang sangat menonjol sejak pemerintahan Soeharto. Menurut

Mely G.Tan, politik bahasa di era Orde Baru justru dipakai dalam penggunaannya

untuk kepentingan pemerintahan dan elit politik. Dari sini kita bisa melihat dengan

konkret bahwa, ketika Bahasa Mandarin menjadi ancaman dalam pemerintahan Orde

Baru akan sangat mempengaruhi juga di sekolah-sekolah yang didominasi oleh siswa

Tionghoa. Maka ketidaksukaan Bahasa Mandarin di tingkat pusat mempengaruhi juga

ketidaksukaan masyarakat tingkat lokal.

Lagi-lagi Mely G.Tan menguraikan bahwa gejala rekayasa yang ditujukan

kepada suatu golongan dalam masyarakat Indonesia, yaitu golongan etnis Tionghoa

atau golongan Indoenesia-Tionghoa merupakan kebijakan yang diskriminatif. Mely

G.Tan menguraikan bahwa, peranan bahasa dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara, yang makna dan wujudnya ditentukan oleh pemerintah dan

elit yang berkuasa, sehingga dapat dipertanyakan apakah bahasa dalam keadaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

41

demikian merupakan kekuatan integratif atau justru sebaliknya untuk memecahkan

persatuan bangsa.

Pengalaman sangat traumatis selama pemerintahan Soeharto, yang

mengakibatkan rusaknya sendi-sendi masyarakat (fabric of society), mengharuskan

adanya pembenahan kembali secara sungguh-sungguh dari hubungan antar berbagai

kelompok masyarakat dan harapan bahwa pemulihan hubungan menuju kedamaian

bagi semua dapat tercapai (2008:194). Dampak dari kebijakan yang menekankan salah

satu etnis tertentu, menjadi sebuah kewajiban di sekolah agar siswa wajib berbahasa

Indonesia yang benar dan dilarang menggunakan bahasa ibu atau daerah.

Selain itu Mely G.Tan (2008:193-204) melihat bagaimana bahasa dan politik

rekayasa pada zaman Orde Baru yaitu gejala yang sangat menonjol adalah

penggunaan bahasa untuk kepentingan pemerintah dan elit politik dan menimbulkan

diskriminasi. Wacana tersebut merupakan pemaparan dari gejala rekayasa bahasa yang

ditujukan kepada suatu golongan dalam masyarakat Indonesia, yaitu: golongan etnis

Tionghoa atau golongan Indonesia Tionghoa. Diskriminasi bahasa ini menentukan

juga penentuan sebutan atau nama golongan tertentu untuk memaksa ke dalam sebuah

bahasa untuk bisa berelasi atau melebur secara paksa dalam kehidupan orang-orang

Tionghoa sendiri. Di sini orang-orang Tionghoa mengalami paradoks.

Dalam penelitian ini, peneliti melihat bahwa sejak pasca reformasi, mengalami

perubahan bahasa, yakni bahasa Mandarin dihidupkan kembali di lembaga pendidikan

sebagai media atau alat komunikasi untuk bisa memposisikan brandingnya dengan

bahasa asing lainya di sekolah. Bagi etnis Tionghoa bahasa Mandarin sebagai ruang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

42

berdemokrasi yang membebaskan baginya dari tekanan-tekanan penguasa masa lalu.

Sedangkan bagi etnis lain di Kota Pontianak, bahasa Mandarin bisa meruncing

kegelisahan dalam berkomunikasi satu sama lain baik di ruang publik maupun

tempat-tempat tertentu seperti di warung, pasar, kafe, mall, sekolah, kantor pabrik,

tempat ibadah, dan lain sebagainya.

Untuk mendukung konsep di atas, bila dipadukan dengan gagasan Effendi dan

Prasetyadji (2008:36 & 37), yang menyatakan bahwa diskriminasi dalam konteks

kultural, dalam hubungan antara individu sebenarnya merupakan fenomena umum

terjadi dimanapun di belahan dunia ini. Namun, fenomena tersebut menjadi tidak

lazim dan menjadi permasalahan serius ketika suatu pemerintahan negara yang

berdasarkan kepada hukum (rechtstaat) dan demokrasi, melakukan politik

diskriminasi terhadap warga negaranya sendiri, melalui berbagai peraturan perundang-

undangan dan kebijakan, yang merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia dan

prinsip-prinsip kemanusiaan.

Gagasan-gagasan tersebut di atas, jika dielaborasi dengan pandangan Chang-

Yau Hoon (2012) bahwa, cara meneropong sejarah diskriminasi sosial dalam konteks

penelitian etnis Tionghoa di Indonesia tidak terlepas dari wacana yang dominan

dalam mengakomodasi etnis Cina di Indonesia selama masa pemerintahan Presiden

Soeharto. Salah satunya adalah proses asimilasi, yang dipaksakan untuk menyerap

minoritas ini ke dalam badan nasional. Akan tetapi, diskriminasi resmi yang

berkelanjutan terhadap etnis Cina menempatkan mereka ke dalam posisi paradoks

yang membuat mereka sebagai target yang mudah terkena kekerasan ras dan kelas

masyarakat. Kebijakan multikulturalisme telah disahkan oleh pemegang kekuasaan di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

43

Indonesia saat ini sebagai pendekatan yang lebih disukai untuk membangun bangsa

kembali, yang sesuai dengan motto Bhinneka Tunggal Ika.

Dari konsep Mely G. Tan di atas, diskriminasi rasial yang tidak berpusat pada

narasi-narasi dengan mendeskripsikan persoalan secara administrasi saja, sejarah,

tekanan penguasa, tetapi ada diskriminasi sosial rasial yang berhubungan nilai-nilai

hak azasi kehidupan manusia di berbagai kehidupan sebagaimana yang dialami oleh

etnis Tionghoa di Kota Pontianak. Konsep ini sebagai tempat atau ruang untuk

menyediakan diri dengan mendengar kegelisahan batin mereka yang menjadi korban

dari diskriminasi sosial tersebut.

3. Teori Perlawanan

Konsep perlawanan (resistensi) sebagai cara James C. Scott (1990), melihat

masyarakat yang mendominasi terhadap sesamanya dengan cara melakukan sebuah

strategi atau sebuah seni melakukan perlawanan. James C.Scott melihat bahwa ketika

masyarakat tidak mampu melawan relasi kuasa, ideologi tunggal dan otoriter pemimpin

dalam masyarakat tertentu, maka berbagai strategi yang dilakukannya tanpa melakukan

kekerasan fisik tetapi ideologi intelektualnya mampu membendung kelompok yang

dominasi dan menekan kelompok kecil dalam masyarakat. Delapan bab dalam buku

tersebut saya mengambil sesuai kebutuhan saya di lapangan yakni bab satu sampai

empat.

Bagian pertama, ulasan James C. Scott (1990: 1-16), tentang Hidden

Transcripts menempati posisi penting dalam kajian gerakan sosial. Bukan hanya karena

berhasil mengungkap relasi kuasa antara kelas bawah dan kelas elite, namun Scott juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

44

sukses menyingkap pola resistensi kelas bawah yang melandasi terbentuknya gerakan

sosial. Dalam mengungkap relasi kuasa antara dominasi dan resistensi, Scott

mengungkapkan dua konsep tentang pola interaksi yang berbeda: Public

Transcripts dan Hidden Transcripts. Public Transcripts adalah pola interaksi yang

nampak dan terjadi di ruang publik antara tuan dan budak, majikan dan pelayan,

pengusaha dan buruh, penguasa dan bawahan, dan sebagainya. Dalam ruang publik,

kelas subordinat menunjukkan kepatuhannya kepada aturan-aturan yang dibentuk dan

dikuasai oleh kalangan elite. Diskursus dalam ruang publik nampak dikendalikan oleh

kelas penguasa. Namun, sebenarnya kelas elite tidak sepenuhnya mengendalikan kelas

subordinat. Sebab, terdapat pola interaksi informal yang dibangun kelas subordinat di

luar pengawasan kelas penguasa. Pola interaksi tersembunyi yang hanya terjadi di

antara kelas subordinat inilah yang dimaksud Scott sebagai Hidden Transcripts. Tidak

hanya terjadi di antara kelas subordinat, kelas penguasa juga memiliki Hidden

Transcripts tersendiri.

Berbeda dengan Public Transcripts yang lebih banyak menunjukkan tampilan

luar dari pola sikap dan perilaku yang motif-motifnya sengaja disembunyikan oleh para

aktor, Hidden Transcripts mampu menyingkap bentuk-bentuk penolakan kelas

subordinat terhadap dominasi kelas elite, atau mengungkap berbagai motif dan

kepentingan yang disembunyikan oleh kelas elite. Dalam konteks kelas

subordinat, Hidden Transcripts ini merupakan bentuk resistensi yang terus disampaikan

hanya pada orang-orang yang dipercaya dan pada tataran tertentu dapat melahirkan aksi

konfrontasi secara terbuka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

45

Dalam Public Transcripts, kelas subordinat memiliki pertimbangan dan

alasannya tersendiri dalam menyembunyikan resistensi dan menunjukkan kepatuhan

terhadap kelas elite. Begitu pula kelas elite yang membutuhkan berbagai bentuk

pembenaran dengan klaim-klaim tertentu yang melegitimasi kekuasaanya yang dapat

diterima oleh kalangan subordinate. Dalam hal inilah selalu ada beragam kemungkinan

dan kontradiksi yang terjadi dalam intervensi Hidden Transcripts terhadap Public

Transcripts.

Scott (1990: 17-44) memetakan tentang ruang publik sering menampakkan

keteraturan yang harmonis di antara para aktor dan hampir tanpa gejolak. Tampilan luar

itu selalu mengelabuhi bahwa sebenarnya terjadi konflik terselubung terhadap pola

dominasi. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, kelas subordinat tidak

melakukan pemberontakan terbuka, namun lebih memilih melakukan tindakan-tindakan

tersembunyi yang lebih aman, seperti perusakan diam-diam, pencurian dan sebagainya.

Cara paling aman dalam menghancurkan dominasi adalah penyebaran citra buruk bagi

elite tertentu. Dalam hal inilah resistensi subordinat dimulai dari pembentukan diskursus

yang bertentangan dengan diskursus dominan.

Diskursus terselubung yang dibangun oleh kelas subordinat ini disebut Scott

dengan infrapolitik kelas subordinat. Namun, dalam interaksi formal, kelas subordinat

nampak lebih memilih kepatuhan terhadap aturan-aturan yang diterapkan oleh kelas

dominan. Menurut Scott, kecenderungan patuh kelas subordinat pada dominasi kelas

elite hanya dapat dipahami berdasarkan kondisi eksternal yang mengitari kehidupannya.

Melalui berbagai pertimbangan dalam pengalamannya, kelas subordinat memilih patuh

dan menghindari berbagai risiko yang dapat menimpanya jika memilih menentang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

46

Namun, meski memilih patuh, kelas subordinat tetap mencari cara untuk menyalurkan

kepentingan-kepentingannya, bahkan dengan memanfaatkan pola-pola aturan yang

ditetapkan kelas dominan.

Selain itu, Scott (1990:45-69) menguraikan bahwa seperti halnya resistensi, pola

dominasi tidak terbentuk secara serentak, namun terus-menerus diperkuat, dipelihara

dan ditingkatkan. Berbagai peristiwa dirancang sebagai penguat diskursus dominasi.

Legitimasi terhadap superioritas kelas elite sering dilakukan dalam kegiatan-kegiatan

kecil sehari-hari, seperti pengawasan dan bimbingan terhadap kelas subordinat.

Berbagai ritual dan aktivitas yang menetapkan dan melegitimasi superioritas kelas elite

dilakukan terus-menerus. Tanpa adanya kelemahan yang ditampakkan oleh kelas

penguasa, kekuasaan mereka terus berlangsung tanpa tantangan.

Meski demikian, pola-pola pembenaran terhadap superioritas dan dominasi yang

dibangun kelas elite juga dapat menjadi boomerang. Kelas elite harus selalu

menampakkan wibawa di hadapan subordinat sesuai dengan statusnya. Setiap sikap dan

perilakunya tidak boleh menunjukkan kelemahan. Dalam kondisi itulah kelas elite

selalu berupaya memberikan pembenaran terhadap dominasi yang dapat diterima oleh

kelas subordinat, melalui stigma-stigma pembenaran superioritas yang akhirnya

menjeratnya. Jika kelas elite melenceng dari stigma-stigma yang dibentuknya sendiri,

maka akan menerima ejekan dan karenanya kekuasaannya melemah.

Selain penguatan simbolik dalam stigma dan status, kelas elite selalu dituntut

untuk mencegah adanya resistensi dan memperbaharui pola dominasi. Pengawasan

terhadap kelas subordinat terus ditingkatkan. Acara-acara formal bersama para

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

47

subordinat terus digalakkan untuk menetapkan pola hirarki, sementara relasi informal

antarsubordinat dicegah. Sebab perkumpulan informal di antara subordinat, yang

melandasi terbentuknya Hidden Transcripts, tidak dapat terpantau. Keefektivan sistem

dominasi itulah yang melemahkan resistensi subordinat dan seolah memaksanya untuk

patuh.

Lagi-lagi Scott (1990: 70-108) mengkritisi pandangan tentang terbentuknya

kesadaran palsu dan hegemoi. Seara umum, pandangan ini menyatakan bahwa

penerimaan dan kepatuhan kelas subordinat terhadap pola dominasi, meski

merugikannya, didasarkan pada hegemoni ideologi yang ditanamkan oleh kelas elite.

Hegemoni ideologi ini memberikan pemahaman yang salah tentang realitas sosial,

sehingga membentuk kesadaran palsu bagi kelas subordinat. Pandangan tersebut seolah

menetapkan subordinat sebagai aktor pasif yang tanpa pertimbangan.

Kelas subordinat memiliki kemampuan untuk membangun resistensi dan

melakukan konflik sosial. Kelas subordinat juga selalu berusaha memenuhi

kepentingannya. Karenanya, ideologi yang menghegemoni harus mampu meyakinkan

kelas subordinat bahwa mereka dapat memenuhi kepentingannya dalam pola sosial yang

ditawarkan kalangan elite. Hanya dalam kondisi itulah kelas subordinat menerima pola

dominasi. Namun, kelas subordinat tetap menyimpan harapan-harapan yang

memungkinkan mereka melakukan pemberontakan dalam kondisi tertentu. Dalam hal

ini, bukan ideologi menentukan kepatuhan dan menghambat resistensi, tetapi lebih

berdasarkan kondisi relasional dalam pola dominasi yang terus-menerus diciptakan oleh

kelas elite.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

48

Seni melakukan perlawanan terhadap masyarakat yang menguasai satu sama

lain, menurut James C.Scott (1990:x), bahwa ia bisa mengklaim sama sekali tidak ada

orisinalitas untuk pengamatan tentang kekuasaan ini hubungan dan wacana. Mereka

adalah bagian tak terpisahkan dari kebijaksanaan rakyat jutaan yang sehari-hari

menghabiskan sebagian besar waktu mereka dalam situasi yang sarat kekuasaan di

Indonesia dimana gerakan yang salah tempat atau kata yang salah diucapkan dapat

memiliki konsekuensi yang mengerikan. Apa yang Scott coba lakukan di sini adalah

mengejar ide tersebut, secara lebih sistematis, bukan untuk mengatakan dengan sabar

dan tabah, untuk melihat apa yang bisa diajarkannya kepada manusia tentang

kekuasaan, hegemoni, resistensi, dan subordinasi (kekuatan dalam pertarungan politik

kekuasaan) dalam masyarakat.

Konsep Scott di atas, sepadan dengan cara pandang Saukko dilatari oleh

pandangan Marxis yang pesimiktik bahwa budaya hanya berfungsi sebagai “candu

masyarakat”, konsep resistensi mau menunjukan bahwa masyarakat memiliki

kemampuan kreatif dan kritis untuk “melawan” (resist) dominasi. Saukko (2003), akar

filosofisya pendekatanya ini adalah kegandrungan kajian budaya pada teori „hegemomi”

Antonio Gramsci (1971). Menurut Gramsci, hegemoni atau kepemimpinan budaya

(cultural leardership) yang melegitimasi tata sosial yang ada, diciptakan oleh berbagai

institusi budaya seperti media, sekolah, gereja, dan sebagainya. Namun, hegemoni

mengandung sejumlah kontradiksi. Untuk menyelesaikan ini perlunya melahirkan

intelektual organik.

Konsep James C. Scott yang didukung oleh Saukko tentang perlawanan, sangat

membantu saya dalam penelitian ini dimana masalah ini masih sangat relevan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

49

bagaimana etnis Tionghoa terhegemoni oleh sebuah kepemimpian sejak zaman kolonial

Orde Baru hingga pasca reformasi. Orang Tionghoa tidak melawan dengan kekerasan

tetapi melalui simbolik perubahan di berbagai aspek kehidupan dengan kata lain

membangkitkan kembali ketionghoannya dengan berbagai macam bentuk kehidupan

yang konkret. Inilah strategi atau seni dalam melakukan perlawanan terhadap etnis di

Kota Pontianak digagas oleh kaum intelektual organik etnis Tionghoa yang

tersembunya namun nampak dalam perwujudan di berbagai aspek pembangunan di

Kota Pontianak.

Konsep Scott (1990) didukung oleh Pratto, Sidanius, dan Levin (2014 :4-42)

tentang „Dominasi Sosial‟, yang membahas tentang bagaimana diuraikan dan

dikembangkan dalam upaya untuk memahami caranya hierarki sosial berbasis

kelompok dibentuk dan dipertahankan oleh kelompok dominan dalam masyarakat.

Menurut oleh Pratto, Sidanius, dan Levin konsep teori dominasi sosil, pada umumnya

tidak seperti teori prasangka, stereotip, dan diskriminasi dalam psikologi sosial yang

berbicara mengenai realitas kelompok yang berkonflik, identitas sosial sebagai

kategorisasi diri yang melahirkan stereotip-stereotif.

Asumsinya bahwa teori dominasi sosial harus memahami proses memproduksi

dan memelihara prasangka dan diskriminasi di berbagai tingkat analisis, termasuk

ideologi budaya dan kebijakan, praktik kelembagaan, hubungan individu dengan orang

lain di dalam dan di luar kelompok mereka. Karena teori dominasi sosial memandang

masyarakat manusia sebagai sistem, tentang kelas-kelas sosial yang berbeda sehingga

muncul sebuah diskriminasi tersistem dan perlawanan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

50

Oleh karena itu menurut teori dominasi sosial, hirarki sosial berbasis kelompok

terjadi karena diproduksi dari pengaruh atau efek dari proses diskriminasi di berbagai

tingkatan misalnya mulai dari lembaga, individu, dan antar kelompok yang

berkolaboratif. Diskriminasi dalam lintas tingkat atau level ini di masyarakat di mana

didalamnya dikoordinasikan untuk mendukung kelompok dominan dan kelompok

bawahan dengan melegitimasi mitos bahwa masyarakat dibentuk secara bersama-sama

karena hasil ideologi sosial. Melegitimasi mitos tersebut di atas dengan dan mengikuti

gagasan klasik tentang tentang kekuatan sosial (Mosca, 1896; Pareto, 1901),

mengandaikan teori dominasi sosial mengasumsikan bahwa berbasis kelompok

ketidaksetaraan bukan hanya hasil dari penggunaan kekuatan secara terbuka intimidasi,

dan diskriminasi dari pihak dominan terhadap bawahan, melainkan karena kelompok

dominasi muncul sebagai representasi kemauan bersama (Johnson, 1994, Sanday,

1981, van Dijk, 1987).

Oleh karena itu dalam teori dominasi sosial menyatakan bahwa keputusan dan

perilaku individu yang pembentukan praktik sosial baru, terbentuk karena legitimasi

mitos dan imaginasi dari individu sehiangga membentuk sebuah masyarakat. Akibatnya

melahirkan nilai, sikap, kepercayaan, stereotip, dan ideologi budaya yang muncul

bersamaan dalam masyarakat. Konsep dominasi sosial akan muncul penguat hierarki

dan memberikan pembenaran moral serta intelektual untuk penindasan bagai

masyarakat bawahan yang dapat melahirkan ketidakadilan dengan sikap dan praktik

dalam berbagai bentuk rasisme, seksisme, heteroseksisme, stereotip, Mitos ini

melegitimasikan bahwa praktik praktik demikian oleh kelompok dominan sebagai

sesuatu adil,sah, alami, atau bermoral. Akbatnya kekuatan secara hirarki kelembagaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

51

semakin meningkat sehingga masyarakat bawah mengalami penindasan. Maka ketika

dikuat secara kelembagaan dengan cara itulah budaya mempertahankan dominasi

menciptakan ruang-ruang berbagai penindasan dalam masyarakat.

Jika dipadukan teori dominasi sosial dalam kehidupan masyarakat multietnis di

Kota Pontianak, maka etnis atau kelompok ras mana yang mendominasi dalam

masyarakat akan terciptalah sikap atau prilaku diskriminasi, stereotip dan prasangka.

Namun kelemahan teori ini adalah bagaimana kelompok atau masyarakat bawah

melakukan sebuah pergerakan perlawanan atas didaulatnya mitos legimitasi bahwa

yang yang paling kuat dan berkuasa dalam hidup masyarakat adalah kelompok yang

dominan baik secara struktur kelembagaan maupun secara hirarki kepemimpinan. Teori

ini hanya sampai pada sebuah rekomendasi kedepan untuk melawan penindasan

terhadap masyarakat bahwa ketika itu dilakukan dari berbagai gagasan kaum intelektual

bergerak. Jadi ideologi berjuang untuk melawan masyarakat yang mendominasi masih

bersikap pasif karena penindasan terhadap masyarakat bawahan sah –sah saja dalam

hidup bersama.

H. Metode Penelitian

1. Jenis dan Metode Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode

etnografi melalui pendekatan „perlawanan‟. Dengan merujuk konsep James S. Scott

(1990) dan didukung oleh konsep Gramsci tentang „perlawanan‟ masyarakat terhadap

yang mendominasi maka sangat membantu bagaimana cara mengamati fenomena sosial

budaya dalam masyarakat tertentu yang mengalami terasing dan „liyan‟ satu sama lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

52

Dalam penelitian ini, data bersumber dari warga Tionghoa yang ada di Kota

Pontianak dan perwakilan tokoh etnis Tionghoa yang ada di Kota Pontianak. Penelitian

ini membicarakan bagaimana relasi antara warga Tionghoa dengan etnis lain di Kota

Pontianak yang selalu menjadi sorotan penelitian etnografi di masyarakat Indonesia

dengan melacak relasi antaretnis serta menelisik relasi kuasa, diskriminasi ras, politik

identitas, dan resistensi.

2. Pengumpulan Data

Penelitian dalam tesis ini, sudah melakukan pengamatan sejak Oktober 2018

sampai awal Desember 2019. Untuk mendukung observasi tersebut, peneliti melakukan

wawancara secara berkala dengan beberapa warga Tionghoa yang ada di Kota

Pontianak dengan tujuan untuk memperkuat informasi tentang pengalaman diskriminasi

yang terjadi di lingkungan masyarakat di Kota Pontianak. Selain wawancara langsung,

peneliti juga melakukan crosscek ulang dari hasil wawancara sebelumnya. Tujuanya

untuk melihat apakah ada perubahan cara mereka menceritakan pengalaman

diskriminasi yang mereka alami di lingkungan masyarakat Kota Pontianak.

3. Teknik Penelitian

Penelitian ini berlangsung dengan menggunakan dua cara yakni melalui

wawancara dan hasil pengamatan. Peneliti melakukan wawancara 13 informan atau

responden dari etnis Tionghoa dengan beragam profesi dalam kehidupannya di Kota

Pontianak. Di antaranya: tokoh budaya Tionghoa, guru-guru sekolah menengah,

pengusaha, mantan anggota DPR, ibu rumah tangga, pedagang „sembako‟ dan

perwakilan beberapa generasi muda pencinta basket di Kota Pontianak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

53

4. Analisis Data

Hasil data-data di lapangan diperoleh melalui wawancara, pengamatan dan

data-data ilmiah dari penelitian lain. Data yang dianalisis adalah sejarah diskriminasi

etnis, narasi-narasi diskriminasi, dan bentuk-bentuk perlawanan terhadap diskriminasi

serta konsolidasi identitas di berbagai bidang kehidupan sehari hari di Kota Pontianak.

Data-data ini dianalisis untuk melihat bagaimana perilaku diskriminasi itu menjadi

narasi yang tidak pernah berakhir untuk dikisahkan serta strategi apa yang menjadi

kekuatan warga Tionghoa agar mereka tetap merasa aman dalam relasi dengan satu

sama lainya di lingkungan masyarakat Kota Pontianak.

5. Wilayah Penelitian

Penelitian ini berawal dari kegelisahan tentang cara pandang terhadap komunitas

Tionghoa di Kota Ruteng, NTT dengan dengan melihat satu aspek yaitu menguasa di

bidang ekonomi dan perdagangan. Stereotip demikian berubah tentang etnis Tionghoa

ketika berelasi di lingkungan masyarakat Kota Pontianak. Stereotip ini mengubah

untuk tidak lagi melihat mereka dari satu aspek saja tetapi secara menyeluruh dan utuh.

Hal-hal lain yang membuat untuk lebih melihat jauh lagi adalah praktik diskriminasi

yang terjadi di lingkungan masyarakat Kota Pontianak yang seringkali dirasakan

sebagai hal-hal yang biasa dialami oleh etnis Tionghoa.

Menelisik dari frame tersebut, muncul dalam pemikiran saya mengapa etnis ini

tidak pernah habis untuk diperbincangkan baik dalam ruang ilmiah akademik maupun

di ranah publik. Kenyataan di lapangan bahwa etnis Tionghoa sebagai etnis minoritas

selalu menjadi korban dari relasi kuasa dan produk sejarah yang berulang-ulang di era

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

54

postmoderen ini. Untuk menguatkan ide ini dan sekaligus fokus memotret etnis

Tionghoa yang ada di Indonesia, maka saya memilih wilayah penelitian yakni etnis

Tionghoa yang ada di wilayah Kota Pontianak. Hal ini sesuai dengan pengamatan dan

pengalaman bersama mereka ketika berbaur dengan etnis lainnya di Kota Pontianak.

I. Hipotesa awal

Setelah menelaah latar belakang, rumusan masalah dan kerangka teori maka

dugaan sementara bahwa sejak pasca reformasi diskriminasi rasial yang dialami di

kalangan warga Tionghoa di Kota Pontianak tidak hanya sebagai korban produk sejarah

(Kolonial Belanda dan Orde Baru) tetapi perubahan-perubahan di segala aspek

menggoncang etnis lain, sehingga relasi antar etnis di Kota Pontianak tetap menjadi

ketegangan hingga sampai sekarang. Perubahan-perubahan di berbagai aspek kehidupan

pada pasca reformasi inilah sebagai bentuk ruang demokrasi untuk menunjukkan

ketionghoannya di Kota Pontianak. Namun apakah semua kalangan Tionghoa sudah

menghirup udara demokrasi pada pasca reformasi? Bersandar dengan pemikiran

tersebut, konsep James C.Scott (1990) tentang seni perlawanan dengan model hidden

transcript sebagai salah satu cara atau seni melawan yang mendominasi dalam

kehidupan bersama di tengah masyarakat di Kota Pontianak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

55

J. Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini, dibagi menjadi lima bab. Masing-masing bab memiliki

keterkaitan satu dengan lainya. Bab I, berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan

sistimatika penulisan. Bab II, mendeskripsikan gambaran umum sejarah diskriminasi

sosial di Kota Pontianak dari tahun 1854-1967. Bab III, membicarakan tentang

heterogenitas narasi-narasi diskriminasi di kalangan warga Tionghoa yang dinarasikan

secara terbuka dan bagaimana bentuk–bentuk perlawanan untuk menyikapi diskriminasi

yang mencengkeram atas hidup mereka di Kota Pontianak.

Bab IV, menganalisis tentang identitas, diskriminasi sosial, dan perlawanan

dengan mengelaborasi hasil temuan di lapangan serta dipadukan dengan teori-teori

yang dipakai dalam tulisan ini. Bab V penutup, yang berisi kesimpulan dan saran. Pada

bagian ini akan menyimpulkan hasil kajian dan temuan-temuan dalam penelitian tesis

ini dan juga refleksi tentang hak ikhwal dalam pergumulan menulis tesis serta

rekomendasi bagi penelitian selanjutnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

56

BAB II

GAMBARAN UMUM SEJARAH DISKRIMINASI SOSIAl

DI KOTA PONTIANAK TAHUN 1854 - 1967

Pengantar

Bagian bab II ini diawali dengan deskripsi gambaran umum Kota Pontianak

dalam tata letak geografis dan demografis untuk membedakan antara penduduk etnis

Tionghoa yang saya alami di Kota Ruteng dengan keadaan penduduk Kota Pontianak

yang beragam etnis yakni: etnis Tionghoa, Dayak, Bugis, Melayu, Jawa dan lain

sebagainya. Kemudian, akan mendeskripsikan gambaran umum dinamika sejarah

diskriminasi sosial di kalangan etnis Tionghoa di Kota Pontianak. Untuk membahas

sejarah diskriminasi tersebut, ada dua bagian pokok yang menjadi potret dalam

memetakan persoalan-persoalan diskriminasi yang terjadi di Kota Pontianak. Pertama,

peristiwa perlakuan bangsa kolonial atau Belanda terhadap etnis Tionghoa. Kedua,

cengkeraman zaman Orde Baru (Orba) dalam membekukan pergerakan dinamika hidup

orang Tionghoa di Indonesia pada umumnya dan di Kota Pontianak pada khususnya.

A. Gambaran Umum Kota Pontianak

1. Letak Geografis18

Kota Pontianak adalah Ibu Kota Propinsi Kalimantan Barat yang terletak

di antara garis 0 02‟24‟‟- 0 01‟ 37‟‟ Lintang Selatan dan 109 16‟25‟‟- 109 23‟ 04‟‟

Bujur Timur. Kota Pontianak memiliki luas wilayah 107,82 km dan terdiri dari 6

kecamatan dan 29 kelurahan. Struktur tanah Kota Pontianak merupakan lapisan

18

Suminar Kristiani (2018:35-39) dalam Badan Pusat Statistik Kota Pontianak 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

57

gambut dan bekas endapan lumpur Sungai Kapuas. Lapisan tanah liat baru tercapai pada

kedalaman 2,4 meter dari permukaan Laut. Wilayah Kota Pontianak berbatasan dengan

wilayah kabupaten Pontianak, yaitu: bagian utara dengan Kecamatan Siantan. Bagian

selatan dengan Kecamatan Sungai Raya, Kecamatan Sungai Kakap, dan Kecamatan

Siantan. Bagian barat dengan Kecamatan Sunga Kakap, dan bagian timur dengan

Kecamatan Sungai Raya dan Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya.

Perbandingan luas wilayah antarkecamatan di Kota Pontianak yang terluas adalah

Kecamatan Pontianak Utara (34,52%), diikuti oleh Kecamatan Pontianak Selatan (27,24

%), Kecamatan Pontianak Barat (15, 25 %), dan Kecamatan Pontianak Timur (8,14 %).

2. Keadaan Demografi.19

Menurut data BPSP 2018 Kota Pontianak, jumlah penduduk di tahun 2018

sebanyak: 627.021 jiwa. Secara sosiologis mereka terbelah dalam beragam etnis, seperti

etnis Dayak, Tionghoa, Melayu, Bugis, Jawa, dan Madura. Menurut etnis, didominasi

oleh Etnis Tionghoa yakni 31,24 % Dayak 33,75%, Melayu 26.05 % Bugis 13, 12 %

Jawa 11,67 % Madura 6,35 % dan etik lainya 8,57. Sedangkan dari sisi keyakinan

terbagi dalam agama yang dianuti dengan presentasi yakni Islam 69,25 % Protestan 9,32

% Katolik 6,11 % Hindu 0,14 % Budha 14,94% dan Konghucu 0,23 %. 20

Dalam komunikasi sehari-hari, masyarakat setempat menggunakan bahasa

Indonesia dialek Melayu, di samping itu, antarsesama etnis biasanya juga menggunakan

bahasa ibu mereka masing-masing seperti bahasa Melayu, bahasa Tiociu, bahasa Khek,

19

Ibid, 2018:96 dalam Badan Pusat Statistik Kota Pontianak 2018. 20

https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pontianak diakses, 14 Juni 2020.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

58

dan beragam bahasa Dayak, dalam bervariasi dan dialeknya21

. Meskipun disebut kota

dan sekaligus ibu kota provinsi, kawasan pinggir dalam seluruh wilayah Kota Pontianak

lebih tampak sebagai sawah, kebun, perkebunan, lading, hutan, dan semak-semak yang

menghampar atas lahan gambut. Penduduk yang menempati wilayah pinggir kota lebih

banyak berasal dari kelompok etnis Tionghoa dan Madura. Sebagian kecil berasal dari

etnis Dayak, Jawa, dan Bugis. Mata pencaharian mereka sebagai petani. Etnis Melayu

dan Dayak bekerja sebagai pedagang dan pegawai serta pelayanan jasa yang bersaing

dengan kelompok etnis Tionghoa dari golongan pedagang.22

B. Dinamika Kehidupan Etnis Tionghoa di Zaman Bangsa Kolonial Belanda

Gambaran umum, tentang dikriminasi pada zaman Belanda sebagai salah satu

sejarah yang tidak dilupakan begitu saja oleh masyarakat Tionghoa di Kota Pontianak.

Narasi-narasi tersebut, membuka kebenaran dan meluruskan narasi yang selalu

diproduksi terus menerus atau berulang-ulang, baik oleh para ahli sejarah maupun para

pemangku kepentingan dalam masyarakat. Barang kali dengan cara seperti ini, generasi

selanjutnya dapat menerima sebagai fakta bukan untuk membalas dendam, tetapi

membangun pola kehidupan baru untuk bersama-sama menciptakan masyarakat yang

kondusif dalam hidup bersama di Kota Pontianak tanpa disekat oleh perbedaan ras yang

selama ini menjadi akar perilaku diskriminatif yang terjadi. Selain itu, peristiwa yang

membuat etnis Tionghoa sungguh-sungguh menderita merupakan suatu pengalaman

dinamika warga Tionghoa di Indonesia pada umumnya dan Pontianak pada khususnya

dan bagaimana kisah kisah sejarah itu untuk selalu ditelurusi kebenarannya.

21

Hasil observasi di lapangan di Kota Pontianak, November 2018-Desember 2019. 22

Ibid, hasil observasi di lapangan, 2018-2019

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

59

Menurut beberapa ahli sejarah menyatakan bahwa, pembagian kelas sosial pada

zaman kolonial memicu diskriminasi sosial, konflik sosial serta balas dendam antaretnis

di masyarakat Indonesia. Pembagian dan penempatan kelas sosial yang dirancang oleh

pemerintah Belanda, sangat menyakitkan bagi masyarakat kelas bawah di masyarakat

Indonesia (Onghokham, 2008:13).23

Hal ini menjadi narasi sejarah yang selalu

diperbincangkan sebagai ingatan kolektif bagi para peneliti etnografi.

1. Pembagian Kelas Sosial

Perilaku diskriminasi antaretnis atau suku di Kalimantan Barat (Kalbar) tidak

terlepas dari sejarah masa lalu bersama bangsa kolonial (Veth, 2012:3-20). Hal ini

berlaku juga pada warga Tionghoa di daerah lainnya di Indonesia. Pada masa itu, etnis

Tionghoa diperlakukan sebagai „umpan‟ politik dan ekonomi oleh bangsa Belanda.

Setereotip dari etnis lain bahwa mereka dipelakukan secara istimewa. Pada hal

kenyataan mereka jadi korban dari relasi itu sendiri. Etnis lain melihatnya secara umum

oleh karena hubungan begitu dekat antara etnis Tionghoa dengan bangsa kolonial di

bidang ekonomi.

Veth (2012) menjelaskan bahwa, pada zaman kolonial sebagaimana dialami di

daerah lain di Indonesia, Kota Pontianak merupakan daerah ekpedisi strategis bagi

mereka untuk menguasai wilayah tersebut. Relasi antaretnis sebelumnya bersifat natural

namun menjadi chaos ketika para penguasa (baca: Belanda) bermain peran untuk

menguasainya. Kehadiran kolonial ini bukan hanya menguasai bidang ekonomi dan

23

Onghokham menggambarkan bahwa, asal mula masalah Cina sebagai orang „asing‟, seperti banyak hal

di Indonesia modern, berakar pada zaman kolonial. Hindia Belanda membagi masyarakat ke dalam tiga

golongan rasial: Eropa, Timur Asing (Cina, Arab, dan lain-lain) dan pribumi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

60

sumber alam tetapi terjadi kolonialisasi ideologi bagi penduduk lokal dengan membuat

kelas-kelas yang menyakitkan ras tertentu. Relasi kuasa ini menciptakan sifat

superioritas antaretnis dan tentunya etnis Tionghoa berada pada posisi yang

menguntungkan secara ekonomi sehingga etnis lain menjadi liyan di masyarakat

Indonesia. Akan tetapi secara psikis mengganggu keharmonisan dengan etnis lain

sebagai satu perjuangan untuk membebaskan diri dari kemelut kolonial waktu itu.

Perilaku dan perbuatan-perbuatan pemerintah kolonial, tentu saja membuat

kecemburuan sosial dan ketegangan sehingga budaya curiga menjadi ruang atau wilayah

yang saling menjaga jarak satu sama lain. Akibatnya pemetaan wilayah bagi orang-

orang Tionghoa sebagai strategi untuk mereka bergerak dalam perkembangan ekonomi.

Tindakan pemerintah kolonial tersebut, membuat etnis tertentu menjadi budak dalam

mengais rejeki di tanah „Borneo‟ (identitas dari produk kolonial). Penduduk kelas

bawah rata-rata bekerja sebagai penambang emas misalnya di daerah Montrado,

Bengkayang, Kalimantan Barat (Veth, 2012:22-25).24

Heidhues (2008:71) mendeskripsikan bahwa, pada zaman kolonial Belanda,

konflik-konflik yang terjadi antara orang Tionghoa di Pontianak dengan kelompok-

kelompok lainnya tidaklah selalu tergantung pada garis etnis. Misalnya orang Melayu

dan Dayak dapat menjadi sekutu atau juga musuh bagi orang Tionghoa. Benih-benih

konflik akan menciptakan kekerasan fisik dan atmosfir kekerasan akan merebak karena

24

Pada tahun 2000, di Negeri Belanda, terbit buku yang berjudul “Een Indische Liefde P.J.Veth (1814-

1895) en de Inburgering van Nederlamd Indie” karya Paul van der Velde. Buku ini mendeskripsikan

tentang warga sebagai kelas tertentu dalam masyarakat, bertumbuh dan berkembangnya kesadaran

nasional, penghapusan perbudakan, revolusi industri dan lain sebagainya. Salah satu tulisanya berjudul

“Borneo‟s Wester Afdeeling” (Borneo Bagian Barat) berbicara bagaimana para pegawai kolonial yang

pernah bertugas di Hindia Belanda menguasai sumber alam secara besar-besaran dan penyelompokan

kelas sosial yang merugikan relasi antar satu sama lain dalam hidup bersama di Kalimatan Barat hal.Vii-

Viii.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

61

pemerintahan kolonial semacam menciptakan konflik kelas bawah sebagai cara untuk

menguasai wilayah-wilayah yang dimiliki oleh etnis Tionghoa dan „pribumi‟ (sebutan

untuk etnis Dayak dan Melayu) waktu itu.

Selain itu Heidhues (2008:61) menggambarkan bahwa, bagaimana bangsa

kolonial menciptakan kelas-kelas sosial di Kota Pontianak. Misalnya pada zaman

bangsa kolonial orang Tionghoa memberikan tempat istimewa (ekonomi) untuk

melakukan aktivitas pertukangan dan perdagangan secara bebas di Pontianak dan

akibatnya para tukang besi, tukang kayu, „penyamak‟, tukang kebun dan lain-lain juga

imbasnya posisi Kerajaan Sultan Pontianak tidak menghasilkan apa-apa, selain serbuk

emas yang ditambang oleh orang Tionghoa.

Oleh karena itu, seberapapun orang Tionghoa memiliki peranan penting bagi

Kota Pontianak, namun sebagaimana yang digambarkan oleh Heidhues mereka

bukanlah pekerja sekeras, tidaklah sehemat atau sekaya pedagang dari etnis Bugis yang

jumlah sekitar seribu orang yang tinggal di Pontianak bersama sekitar 3000 orang

Melayu dan seratus orang Arab. Lagi-lagi Heidhues dengan jujur mengatakan bahwa,

pada umumnya para buruh Tionghoa menghabiskan uangnya untuk membeli makanan

enak, berjudi, dan mengisap candu. Hanya sedikit buruh menabung kelebihannya untuk

kepulangan mereka ke Tiongkok atau mengirimkan ke keluarganya di sana.

Temuan Heidhues didukung oleh Rutter (2017:227&228) menggambarkan

bahwa, di Kalimantan Barat jika tiga ratus tahun hubungan pribumi dengan etnis

Tionghoa telah mengajarkan suatu pelajaran lebih menyeluruh dari pada pelajaran

lainnya, maka bukan legilasi, bukan pula tindakan represi, bisa memalingkan orang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

62

Tionghoa dari opium (candu) dan „judi‟sebagai „stage‟ untuk menumpuk kekayaan dari

etnis lain. Rutter menambahkan bahwa zaman kolonial secara istimewa juga

memberikan monopoli kepada petani dan yang hanya memiliki monopoli itu selama ia

mematuhi batasan-batasan pemerintah kolonial. Metode ini untuk penghapusan tempat-

tempat perjudian milik etnis Tionghoa dan tenyata ini tidak menyelesaikan masalah.

Tekanan terhadap penjudian yang dilegalkan hanya akan meningkatkan perjudian privat

di antara ras-ras peribumi dan Tionghoa.

Terpolarisasinya budaya kelas sosial zaman kolonial, semakin tidak berdaya

bagi penduduk yang sudah lama menetap di suatu daerah di Kalimantan Barat. Atas

dasar situasi inilah, maka dibuat suatu pemaksaan untuk mengenal etnis lain yang ada di

Indonesia. Salah satunya adalah proses asimilasi yang belum siap diterima oleh etnis

tertentu yaitu: program transmigrasi. Program transmigrasi ini merupakan gagasan

tunggal kolonial tanpa mempertimbangkan dari aspek lain yang dapat membangun suatu

masyarakat yang sarat dengan hidup berdamai satu sama lain. Dengan kata lain

hegemoni kolonial tersebut, sebagai pemaksaan untuk melihat Indonesia sebagai negara

yang dibentuk dari berbagai etnis25

. Maka akibatnya sistem kepemimpinan lokal dalam

masyarakat menjadi pemimpin berbasis struktural yang otoriter dan rupanya hal ini

merupakan konstruksi sosial dari bangsa Kolonial.

Sugadung (2001:17) menggambarkan bahwa, mungkin penduduk yang menjadi

korban kebijakan trasnsmigrasi ini semacam proses untuk menggapai bayang di tanah

seberang. Salah satu contohnya adalah sekelompok warga Madura yang bereksodus

25

Bdk.Septian Peterianus, 2015 dalam (tesis) berjudul „Orientalisme Timur Atas Timur-Wacana

Pembangunan Dalam Program Transmigrasi Pemerintahan Orde Baru Di Kabupaten Melawi

Kalimantan Barat‟ (tidak dipublikasikan).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

63

besar-besaran ke Kalimantan Barat.26

Barangkali program transmigrasi ini bukan

sekedar pindah tetapi mirip budaya kolonialiasi baru.

Program transmigrasi ini mudah untuk mencapai suatu kesuksesan. Agar bisa

menjadi sukses, ada sejumlah persyaratan yang mesti dipenuhi, menyangkut perilaku

transmigrasi, setidaknya bisa dilacak sampai ke „politik etis‟ pada zaman kolonial

Belanda. Dalam program lama tersebut, direncanakan semacam enclave (terkurung)

daerah tersendiri, bagi penduduk dari wilayah padat di atas. Menurut perhitungan

pemerintah kolonial, pendatang baru tersebut nantinya akan membentuk masyarakat

baru di tanah yang juga baru (Lomba, 2000:13&14).

2. Konflik Baru Memunculkan Diskriminasi

Kebijakan kolonial di atas, menciptakan konflik baru dan membuka peluang

untuk berperilaku diskriminasi terhadap etnis Tionghoa yang berkoalisasi secara

ekonomi dengan bangsa kolonial. Akibatnya sampai saat ini di Kalimantan Barat

perseteruan dari generasi ke generasi selalu menjadi masalah baru dengan menarasikan

kembali masalah yang telah terjadi di masa lalu.

Masalah-masalah tersebut tidak diselesaikan secara tuntas. Sebaliknya adalah

menghasilkan budaya dendam dan sakit hati menjadi arena tersendiri yang sekali waktu

muncul seketika untuk memerangi antaretnis. Maka sikap diskriminasi itu semuanya

ada sejarah yang selalu membelenggu mereka yang diuraikan sebagai puncak

kemarahan dari etnis tertentu.

26

Sugadung (2001) menguraikan bahwa, pertikaian antar etnis di Kalimantan Barat sebagai salah satu

penyebab program pemerintah pusat misalnya misgrasi etnis Madura ke Sambas dan Pontianak

menciptakan konflik, persaingan ekonomi dan kecemburuan sosial dengan etnis yang sudah lama di

tempat tersebut atau merasa sebagai tuan tanah di Pontianak Kalimantan Barat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

64

Oleh karena itu, pada zaman kolonial, ketegangan relasi antaretnis baik

terselubung maupun terang-terangan merupakan kebijakan kolonial yang memihak pada

etnis tertentu. Ketika kolonial meninggalkan daerah jajahannya, maka munculah

perlawanan etnis yang tereleminasi untuk melawan mereka sebagai korban diskriminasi

dari hasil pembentukan bangsa superior. Sikap perseteruan sosial antaretnis tersebut,

dapat dikatakan tidak terlepas dari korelasi historis cara hidup dan relasi etnis Tionghoa

dengan Belanda. Maka pembagian kelas tertentu yang bisa menjadi korban kebijakan

kolonial menjadi dilematis bagi salah satu etnis antara pro pada masyarakat sendiri atau

mencari aman dengan mengikuti aturan dari bangsa kolonial.

Gagasan-gagasan dari historis tersebut, ditegaskan lagi oleh La Ode (2012:213),

bahwa pada zaman penjajahan Belanda, penduduk terbagi dalam tiga golongan. Ketiga

golongan itu adalah golongan Eropa, golongan Timur Asing, dan golongan pribumi.

Golongan Timur Asing di antaranya terdiri dari orang Cina, Arab, dan India. Orang

Cina sebagai salah satu golongan Timur Asing (Coppel, 2014; Suryadinata, 1994; Djie,

1995) memiliki kedudukan ekonomi, status hukum, dan hubungan antaretnis yang lebih

menguntungkan dari pada pribumi.

Uraian tersebut di atas, didukung oleh Sudarsono dalam Tanuhandaru, (2008)

bahwa, pembagian kelas di era kolonial tentunya menjadi beban sejarah, beban mitos,

dan beban nyata kehidupan sehari-hari sejak proklamasi kemerdekaan hingga sekarang

ini. Beban sejarah adalah akibat warisan pengalaman kolonial takkala sebagai sebagai

Golongan Timur Asing, warga kolonial Tionghoa setidaknya dari kalangan Tionghoa

menengah atas dan lapisan sosial ekonomi kolonial menjadi penengah antara kolonial

Belanda yang „putih Kristen‟ dan „bumiputra Islam‟ yang mayoritas merupakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

65

penduduk „bumiputra‟ Indonesia. Muncul sebuah pertanyaan apakah karena sikap

dendam terhadap perlakuan kelas bangsa kolonial, menimbulkan perilaku dan tindakan

diskriminasi pada warga Tionghoa di Kalimantan Barat dan lebih khususnya di

masyarakat Kota Pontianak?

Akhirnya, dapat disimpulkan sementara tentang fenomena-fenomena pada

zaman Pemerintah Kolonial oleh Hannah Arendt (dalam Beilharz, 2016:35) melukiskan

demikian; „Pemerintah kolonial berkuasa lewat titah, lewat keputusan-keputusan

rahasia, dan lewat kesewenangan yang tanpa tanggungjawab personal apa pun, serta

pada saat yang sama menciptakan suatu atmosfer di mana dominasi rasial dikukuhkan

sebagai takdir yang dibenarkan secara historis”.

C. Dibungkam oleh Resim Orde Baru (Orba)

Sebelum kita membahas gelombang diskriminasi pada zaman Orde Baru,

pertama-tama kita melihat diskriminasi pada zaman Orde Lama sebagai rentetan dan

mata rantai rezim yang saling terkait satu sama lain. Jauh sebelum mendeklarasikan

kemerdekaan, Bung Karno mempunyai relasi dekat dengan warga peranakan Tionghoa

di Indonesia. Namun ada indikasi bahwa, pada saat itu hubungan Bung Karno dengan

etnis Tionghoa dicurigai oleh masyarakat tentang hegemoni kepemimpinannya dengan

negara Tiongkok yang berbasis masyarakat komunis. Adanya ketimpang prangsangka

yang krusial, akhirnya Soekarno menjadi korban dari politik dalam merebut

kekuasaan.

Dalam PP No. 10 tahun 1959 pemerintahan Sukarno memerintahkan supaya

orang-orang Tionghoa meninggalkan wilayah kecamatan menuju ke kota-tota yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

66

lebih besar27

. Melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Kewarganegaraan

(kemudian diubah oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1947 dan Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 1948), orang-orang „bangsa Indonesia asli‟ dan orang di atas usia 21

tahun yang telah tinggal lebih dari lima tahun di bekas wilayah jajahan Hindia Belanda

ditetapkan sebagai warga negara Indonesia. Ketentuan ini menjamin hak

kewarganegaraan Indonesia atas orang-orang Tionghoa yang sebelumnya

berkewarganegaraan Belanda.

Namun, peraturan ini menimbulkan kondisi kewarganegaraan ganda bagi

banyak orang Tionghoa di Indonesia, karena banyak yang juga masih berstatus warga

negara Republik Tiongkok (atau Republik Rakyat Tiongkok setelah tahun 1949). Pada

bulan April 1955, Indonesia dan RRT menandatangani Perjanjian Mengenai

Kewarganegaraan Ganda (Agreement on the Issue of Dual Nationality between the

Republic of Indonesia and the People's Republic of China) yang mengakui situasi

kewarganegaraan ganda antara Indonesia dan Tiongkok.

Perjanjian ini kemudian disahkan menjadi undang-undang oleh Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 1958. Meskipun telah terikat oleh perjanjian internasional, pandangan

resmi pemerintah Indonesia pada saat itu adalah orang-orang Tionghoa perlu

menentukan sendiri kewarganegaraannya; yang diberikan kewarganegaraan Indonesia

hanyalah mereka yang mau melepaskan kewarganegaraan Tiongkok, karena secara

resmi Indonesia tidak mengakui konsep kewarganegaraan ganda.

27

https://id.wikipedia.org/wiki/Peraturan_terhadap_orang_Tionghoa_di_Indonesia (diakses, 25 Juni

2020).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

67

Mendukung gagasan di atas, tulisan Baskara (2008:201) menunjukkan bahwa,

bagaimana Amerika, pascapemberontakan mengubah politiknya terhadap Indonesia

ketika mendengar bagaimana Sukarno berkonsolidasi dengan negara Tiongkok dan isu-

isu menjelang munculnya PKI. Motivasi dari Amerika agar Indonesia di bawah

kepemimpinan Soekarno, supaya tidak jatuh ke tangan kelompok komunis dan agar

Indonesia mau ikut memperjuangkan blok kapitalis.28

Kecurigaan salah satu gagasan tersebut di atas, diberi ruang oleh tulisan Ardi

(2018:35) untuk menjelaskannya bahwa, sikap Bung Karno yang membuka diri pada

kaum peranakan sejak merintis perjuangan melawan Belanda tersebut, memengaruhi

kebijakannya ketika memimpin Indonesia pasca kemerdekaan. Menurutnya, Soekarno

sama sekali tidak mau mendiskriminasikan etnis Tionghoa. Ini terbukti dengan

masuknya wakil-wakil mereka dalam kabinet sejak masa Demokrasi Liberal hingga

masa Demokrasi Terpimpin. Lagi-lagi Ardi menguraikan bahwa, kalau ada

kebijakannya yang membatasi gerak peranakan Tionghoa dalam bisnis, semata-mata

untuk mengatasi masalah kesenjangan ekonomi antara pribumi dan peranakan yang

sangat tajam, yang berimplikasi pada tumbuhnya sentimen anti Tionghoa. Faktanya

sentimen seperti inilah yang sering meletup menjadi kerusuhan rasial.

Lalu bagaimana relasi etnis Tionghoa di zaman zaman Orde Baru? Pada era

Orde Baru, semua aktivitas etnis Tionghoa di berbagai bidang kehidupan dibekukan.

28

Paling tidak ada lima bidang pokok yang mendominasi kebijakan pemerintahan Eisenhower menyusul

penghentian dukunganya kepada PRRI/Permesta. Bidang-bidang itu meliputi: (1) PKI, yang tampak

makin populer, bahkan makin berkembang pesat; (2) Presiden Sukarno yang dalam rangka

mengkonsolidasi kekuasaan pribadinya, menjadi semakin dekat dnegan PKI dan Blok Soviet; (3)

Meningkatnya pengaruh Soviet melalui bantuan militer dan ekonominya;(4) Angkatan Darat, yang karena

jelas anti komunis dipandang sebagai sekutu terpenting untuk menghantam Komunisme; dan (5)

pertikaian Belanda-Indonesia yang tak kunjung selesai atas Irian Barat (Baskara 2018: 202).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

68

Seakan-akan etnis Tionghoa, menjadi ancaman bagi pemerintahan penguasa tunggal

saat itu. Oleh karena itu selama 32 tahun mereka dicengkeram secara utuh. Perayaan

identitas diri, sosial, kebudayaan dan ritual keagamaannya dikebiri dan dipantau secara

ketat (Purdey, 2013: 17-20). Ada lima pokok persoalan yang dialami dan dihadapi oleh

Etnis Tionghoa di zaman Orde Baru yaitu: (1) Sikap Anti Tionghoa; (2) Eksodus Etnis

Tionghoa ke Daerah Pontianak; (3) Konflik Sosial dan Berdarah; (4) Budaya

Kekerasan Orde Baru; serta (5) Menanamkan Benih Dendam. Berikut ini diuraikan

berdasarkan temuan-temuan dari peneliti dan tulisan tentang etnis Tionghoa di

Indonesia

1. Sikap Anti Tionghoa

Badai yang menggoncang orang Tionghoa Indonesia sejak percobaan kudeta

bulan Oktober 1965 sudah hampir lewat (Dawis, 2010). Tetapi, seperti yang kadang-

kadang terjadi, masih ada suatu hembusan keras terakhir yang terlokasir dari angin

topan yang menimbulkan kerusakan besar itu. Jelas sekali contoh terbesar dari

kekerasan anti Tionghoa di Indonesia setelah percobaan kudeta terjadi di Kalimantan

Barat.

Menurut Coppel (1994: 272), jumlah orang Tionghoa yang terbunuh mencapai

ratusan, dan lebih dari 50.000 orang Tionghoa mengungsi dari daerah pedalaman

provinsi itu ke daerah pesisir untuk menghindarkan diri dari kekerasan yang sedang

dilakukan tanpa pandang bulu kepada semua penduduk Tionghoa oleh Suku Dayak.29

29 Bdk. Bamba (2008:9) bahwa, Suku Dayak (Ejaan Lama: Dajak atau Dyak) adalah nama yang oleh penjajah diberi

kepada penghuni pedalaman pulau Borneo yang mendiami Pulau Kalimantan (Brunei, Malaysia yang terdiri dari

Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah,

Kalimantan Utara, dan Kalimantan Selatan). Ada 5 suku atau 7 suku asli Kalimantan yaitu Melayu, Dayak, Banjar,

Kutai, Paser, Berau dan Tidung. Menurut sensus Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2010, suku bangsa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

69

Peristiwa-peristiwa itu berlangsung pada akhir Oktober dan November 1967. Pada saat

demikian dikemukakan bahwa, kekerasan anti Tionghoa di tempat-tempat lain di

kepulauan itu sebagian besar sudah mereda.

Selain itu selama era Orde Baru berkuasa, gelombang anti Tionghoa seperti

dibahas di atas, oleh Rubber Erasures (2019:1)30

mengemukan bahwa, bagaimana

diskriminasi itu begitu langgeng di Kalimantan Barat. Dia mengemukan bahwa,

bagaimana politik kekuasaan mempengaruhi rasialisasi tumbuh, tanah, dan wilayah.

Wacana tersebut menciptakan politik terselubung dalam hubungan antara

berkepentingan dan sering berbeda tentang properti, kekerasan dan identitas.

Erasures (2019) melihat bahwa, kekerasan fisik dan ancaman yang terus-

menerus telah semakin memperkuat asosiasi produksi karet dengan wilayah rasial.

Melalui pemindahan dan perampasan, kekerasan membuat identitas etnis menjadi

pertanyaan hidup atau mati di sudut Kalimantan Barat ini. Identitas-identitas ini, pada

gilirannya, telah terjerat lebih jauh dengan politik kewarganegaraan spasial dan keras di

Indonesia dan telah mempengaruhi petani kecil yang mendapatkan akses tanah untuk

menanam karet. Sejarah sosial-alam karet berfungsi sebagai kendaraan yang efektif

yang terdapat di Kalimantan Indonesia dikelompokan menjadi tiga yaitu suku Banjar, suku Dayak Indonesia (268

suku bangsa) dan suku asal Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar). Dahulu, budaya masyarakat Dayak

adalah Budaya maritim atau bahari. semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang

berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya. 30

Artikel ini membuat hubungan antara literatur yang sering berbeda tentang tentang properti, kekerasan dan

identitas, dengan menggunakan politik karet yang tumbuh di Kalimantan Barat, Indonesia, sebagai contoh. Ini

menunjukkan bagaimana produksi karet memunculkan teritorialitas yang terkait dengan dan produktifnya identitas

etnis, tergantung pada ekonomi politik dan politik budaya yang dimainkan pada saat yang berbeda. Apa artinya

menjadi orang Cina dan Dayak di Indonesia kolonial dan pasca-kolonial, serta bagaimana kategori mata pelajaran dan

warga negara dikonfigurasikan dalam dua periode masing-masing, secara berbeda memengaruhi hak kepemilikan

formal dan cara akses ke karet dan tanah di berbagai daerah di Kalimantan Barat. Namun, perubahan tambahan dalam

praktik produksi bergilir bergeser bukan satu-satunya cara untuk menghasilkan wilayah dan etnis. Penulis

berpendapat bahwa kekerasan pada akhirnya memainkan peran yang lebih signifikan dalam menghapus klaim

berbasis identitas sebelumnya dan menetapkan kontrol aktor baru atas pohon dan tanah dan klaim mereka terhadap

akses yang sah atau 'hak'. Mengubah praktik produksi karet dan konfigurasi ulang wilayah yang dirasialisasikan dan

hak kepemilikan berbasis identitas, semuanya terlibat dalam menyembunyikan kekerasan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

70

untuk mengeksplorasi hubungan antara kekerasan, properti, dan produksi etnis serta

sebagai sejarah lanskap di wilayah yang terkenal bermasalah ini, karena asal-usul

properti sering melibatkan kekerasan dan penutup untuk memungkinkan akumulasi

(Blomley, 2003; Marx, 1967; Thompson, 1975).

Di Kalimantan Baratlah sentimen anti terhadap etnis Tionghoa itu mencapai

puncaknya selama kurun waktu itu. Sepintas lalu sangat mengherankan, karena pada

umumnya oleh para pengamat hubungan antar ras di Indonesia telah dikemukakan

bahwa hubungan suku Dayak dan orang Tionghoa pada waktu lalu adalah baik. Kalau

pun terjadi, pertentangan kesukuan justru yang terjadi adalah kecendrungan untuk

mempersatukan kedua kelompok ini terhadap suku Melayu di daerah pesisir dan

terhadap orang Indonesia dari pulau-pulau lainnya, seperti misalnya orang Jawa.

Lalu apakah peristiwa-peristiwa bulan Oktober dan November 1967 itu

merupakan perluasan dari kekerasan anti Tionghoa di tempat-tempat lain yang baru

sampai ke Kalimantan Barat setelah selang beberapa waktu yang disebabkan oleh

isolasi relatif yang dari provinsi itu? Ada alasan kuat untuk percaya bahwa asal usul

Pogrom31

(pembunuhan besar-besaran secara terorganisasi) itu terutama bersifat lokal,

dan hal itu timbul secara langsung dari konflik antara tentara dan PGRS (Pasukan

Gerilya Rakyat Serawak) di Kalimantan Barat. Memang sebelumnya terdapat beberapa

31 Pogrom (bahasa Rusia: погром; dari "громить" - menghancurkan) adalah serangan penuh kekerasan

besar-besaran yang terorganisasi atas sebuah kelompok tertentu, etnis, keagamaan, atau lainnya, yang

dibarengi oleh penghancuran terhadap lingkungannya (rumah, tempat usaha, pusat-pusat keagamaan,

dll.). Istilah ini secara historis digunakan untuk mengacu kepada tindakan kekerasan besar-besaran,

baik secara spontan maupun terencana, terhadap orang Yahudi, namun kini juga diberlakukan

terhadap kejadian-kejadian serupa terhadap kelompok-kelompok lain, yang umumnya adalah

kelompok minoritas (https://id.wikipedia.org/wiki/Pogrom diakses ,27 Februari 2019).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

71

kehebohan anti Tionghoa di provinsi itu yang merupakan pantulan dari perkembangan

di tempat-tempat lain di Indonesia.32

Sejak bulan Desember 1966 terdapat laporan-laporan tentang pengusiran orang

Tionghoa dan pemindahan beberapa orang lainnya ke berbagai tempat di provinsi itu

sebagai persiapan untuk pemulangan mereka. Tetapi dalam faktanya pernyataan

keinginan yang tidak menyenangkan dari para pejabat militer di Kalimantan Barat,

membuat masyarakat Tionghoa mengalami dilematis. Hal ini membuat situasi semakin

runyam karena kenyataaanya hasilnya di tingkat pelaksanaan hanya sedikit bisa

dijalankan. Para juru bicara pemerintah pusat (khususnya Adam Malik) telah

mengesampingkan urusan mereka sendiri untuk menekankan bahwa jangkauan dari

stereotip atau tindakan-tindakan anti Tionghoa di daerah itu sangat terbatas (Choppel

1994:273).

Menurut Choppel, serangan suku Dayak terhadap orang Tionghoa baru terjadi

setelah gerilyawan PGRS mulai mencapai sukses besar dalam kampanye mereka. Pada

kira-kira tanggal 16 Juli 1967 mereka menyerang pangkalan Angkatan Darat Indonesia

di Sanggau Ledo, dekat Singkawang. Akibat-akibat lain dari serangan suku Dayak itu

tidak dapat ditutup-tutupi dengan mudah. Yang paling penting dari akibat itu adalah

membanjirnya berpuluh-puluh ribu pengungsi Tionghoa ke daerah pantai. Masalah

untuk menyediakan makanan yang cukup, perawatan kesehatan, perumahan dan

lapangan kerja bagi para korban demonstrasi Dayak itu akan memerlukan waktu

32

Coppel (1994:242) mendeskripsikan bahwa isu-isu anti Tionghoa begitu viral dalam majalah Djakarta

Times, 4 Januari 1967;Karya Bakti, 10 Januari 1967‟Angkatan Bersendjata, 24 Januari 1967; NCNA,

14 dan 18 Januari 1967.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

72

bertahun-tahun untuk memecahkanya, terutama karena pemberontakan PGRS dengan

menolak untuk dipadamkan.

Menurut Coppel (1994) peristiwa di Kalimantan Barat pada akhir tahun 1967

untuk sebagian besar tidak dikaitkan dengan kekerasan Anti Tionghoa yang terjadi di

tempat-tempat lain di Indonesia. Pemerintah berkepentingan untuk memastikan bahwa

peristiwa itu tetap berlokalisasi di provinsi tersebut. Sekalipun terlihat akan

mempengaruhi tempat-tempat lain yang memang tidak suka dengan etnis Tionghoa di

Indonesia.

2. Eksodus Etnis Tionghoa ke Daerah Pontianak

Jika menelususi sejarah kehidupan masyarakat etnis di Kalimantan Barat relasi

antaretnis Tionghoa dengan Dayak sebelumnya menjadi harmonis. Kehidupan kedua

etnis ini sudah lama bekerjasama di bidang ekonomi dan sosial. Orang Tionghoa masuk

ke daerah pedalaman. Mereka termasuk etnis yang lihai dan cerdas dalam

mengembangan kehidupan ekonomi di Kalimantan Barat. Mereka menjual bahan-bahan

keperluan sehari-hari. Ketika orang Dayak menjual sesuatu, kerja sama itu terjalin

dengan baik. Tetapi, waktu peristiwa G-30-S dan Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak atau

Pasukan Rakyat Kalimantan Utara, terjadilah bentrok antara etnis Tionghoa dengan

Etnis Dayak. Banyak masyarakat menilai masalah ini ada unsur politisnya.

Menurut salah satu tokoh etnis Tionghoa di Kota Pontianak, mereka diusir

secara kasar dan tidak manusiawi oleh orang-orang Dayak. Sebagian besar warga lari

ke Singkawang dan yang lain ya lari ke Kota Pontianak. “Kata pemerintah, itu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

73

spontanitas. Tetapi sebenarnya diatur secara rapi oleh pihak yang berkuasa. Kalau tidak,

tidak mungkin, tetapi hanya itu saja kami bentrok dengan mereka.”33

.

Narasi-narasi dari konflik di atas, dapat kita simpulkan bahwa konflik antar entis

Tionghoa dan Dayak merupakan korban provokator yang tidak bertanggungjawab dan

berita hoax yang dapat menciptakan konflik sosial. Selain itu dalam konflik tersebut,

relasi kuasa, kepentingan pemangku jabatan militer dan peran pihak asing yang ingin

mengambil kesempatan untuk menguasai orang Tionghoa yang ada di Kalimantan Barat

menjadi mata rantai yang tidak perpisahkan. Selanjutnya pada bagian berikut ini etnis

Dayak harus berhadapan dengan etnis lain (Madura) yang berawal mula konflik

individu memicu menjadi konflik komunal.

3. Konflik Sosial dan Berdarah

Pada zaman Orde Baru (Orba), sejarah kelam konflik antaretnis di Kalbar, sejak

tahun 1967 telah terjadi empat kali bentrokan fisik yang bersifat massal. Runutan

peristiwa konflik bernuansa etnis tersebut yakni: pada tahun 1967, 1979, 1983 dan

terakhir 1996. Fenomena konflik antaretnis yang terjadi, selalu menjadi pengalaman

traumatik bagi etnis tertentu (Giring, 2003:1-7).

Selain itu dalam catatan lain,34

persoalan antaretnis di Kalimantan Barat mulai

terjadi tahun 1993, yaitu etnis Madura dengan empat etnis di Kalimantan Barat.

Berdasarkan sejarah konflik yang direkam oleh Polda Kalbar (1999), bahwa sejak

33

Hasil wawancara dengan salah satu tokoh etnis Tionghoa (Pontinak, 21 Oktober 2018). 34

Ngardi (2018:69) mengambarkan bahwa, konflik antaretnis di Kalimantan Barat merupakan bentuk

nyata dari kekerasan dan tragedi kemanusiaan yang perlu mendapat perhatian serius dari masyarakat dan

pemerintah. Konflik dan kekerasan tersebut sudah menjadi semacam benang kusut yang telah

berlangsung puluhan tahun (Jurnal Handep Vol.1 No.2 thn 2018) hal.59-80.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

74

tahun 1962 hingga 1999 sudah terjadi 14 kali Konflik. Pada tahun 1967, terjadi sekali

konflik antara komunitas Dayak dengan Tionghoa. Kemudian Suku Dayak dengan

Madura sebanyak 11 kali konflik, Selanjutnya, etnis Melayu dengan Madura sebanyak

dua kali, yakni 1998 dan 1999.35

Kerusuhan sosial tersebut, seakan-akan memunculkan sebuah kesadaran publik

dengan pertanyaan yang selalu mengusik satu sama lain mengapa dan bagaimana

konflik tersebut, selalu terjadi berulang-ulang? Melalui berbagai peristiwa tersebut,

diperlukan suatu pengkajian yang komprehensif untuk dapat menemukan akar-akar

masalah yang terjadi dengan etnis tertentu (Putra & Djuweng, 1999:2). Para tokoh

masyarakat menanggapi masalah-masalah tersebut, seakan-akan bersifat „laten‟ dan

„manifes‟ bagi masyarakat Kalbar.

4. Budaya Kekerasan zaman Orde Baru

Kekerasan budaya pada zaman Orde Baru, diartikulasi dalam berbagai media.

Media itu diartikulasikan dengan berbagai cara, semacam menciptakan konflik yang

dibuat untuk merebut berbagai aspek kehidupan manusia yang bersifat terselubung. Hal

ini menunjukkan bagaimana pola dan relasi dengan orang lain ketika muncul kekerasan

kata-kata dalam berkomunikasi yang diperuncing oleh pihak ketiga. Bahasa yang

digunakan sangat menyakitkan dan merendahkan kemampuan intelektual seseorang.

Contoh kasus bahwa, orang Tionghoa akan menyerang warga Dayak. Sebagai sebuah

bahasa yang dinarasikan untuk menakuti etnis tertentu atas dasar kecemburuan dalam

35

Edi Peterbang (ed). (2001). Amuk Sampit Plangkaraya. Pontianak: Institut Dayakologi. Dalam buku

ini semacam merekam berbagai ketegangan antar etnis di Kalimantan dan sumber utamanya dari Media

Harian Kompas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

75

bidang ekonomi. Rupanya „Budaya hoaks‟36

sudah muncul dalam ketegangan antaretnis

di Kalimantan Barat saat itu. Konflik tersebut sebagai pijakan bagi kita untuk melihat

bagaimana konflik-konflik yang terjadi, berdasarkan kontruksi sosial yang diwacana

oleh penguasa Orde Baru selama 32 tahun berkuasa.

Menurut La Ode (2012:216), konflik antaretnis di Kalimantan Barat, memang

sudah berlangsung selama 32 tahun yang lalu (1966-1998), namun dampak sosial masih

kuat sampai sekarang. Stereotif negative dan prasangka-prasangka negatif dari warga

pribumi (baca: etnis Dayak dan Melayu) terhadap kelompok etnis Tionghoa sebagai

kelompok komunis atau PKI menimbulkan konflik baru. Persepsi negatif sebagai

komunis pada era demokrasi, seperti pada era reformasi ini, ada baiknya secara

perlahan dihindari atau disingkirkan untuk diucapkan, karena ternyata tidak semua

warga etnis Tionghoa di Kota Pontianak terlibat konflik ideologis sebagai pendukung

sisa-sisa G-30-S/1965. Bahkan kecurigaan terhadap etnis Tionghoa adalah sebagai

komunis hingga sampai di lembaga pendidikan. Di mana pemerintah mencurigakan

bahwa di sekolah yang berbasis murid-murid Tionghoa, diajarkan pelajaran yang berbau

komunis,37

Dalam kajian budaya kekerasan tersebut, di masa Orde Baru seakan-akan

terjebak bagaimana produk budaya selalu lahir dari wacana atau ideologi bersama

36 Dalam cambridge dictionary, kata hoax sendiri berarti tipuan atau lelucon. Kegiatan menipu, rencana

menipu, trik menipu, disebut dengan hoax. Dalam konteks budaya mengarah pada pengertian hoax

sebagai aktivitas menipu: ketika sebuah surat kabar dengan sengaja mencetak cerita palsu, kami

menyebutnya tipuan (http://dictionary.cambridge.org diakses, 11 Januari 2019). 37

Wawancara dengan seorang biarawan Bruder MTB (Maria Tak Bernoda) pada tanggal 12 Januari 2019

mengatakan bahwa, salah satu sekolah swasta di Jalan Ahmad Yani Kota Pontianak, sampai sekarang

belum menyelesaikan masalahnya secara tuntas tentang kepemilikan sekolah tersebut. Karena waktu itu,

menghindari kecurigaan aparat dan pemerintah tentang pelajaran yang berbau komunis. Maka salah satu

lembaga bekerjasama dengan pihak Gereja mengambil alih untuk menyelamatkan murid-murid Tionghoa

yang yang sedang melaksanakan pendidikan di sekolah tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

76

dalam masyarakat multikultural yang dapat membentuk manusia menjadi insan yang

berbudaya, namun melahirkan ketegangan satu sama lain. Dengan demikian dalam

peristiwa tersebut, bukan untuk menghasilkan sebuah situasi yang kondusif dalam relasi

antaretnis di masyarakat Indonesia tetapi menjadi sebuah budaya permusuhan satu sama

lain (Suryana, 2015).

Galtung (dalam Herlambang 2013:35), mendeskripsikan bagaimana produk-

produk budaya seperti ideologi, bahasa, agama, dan seni, pengetahuan dapat digunakan

untuk melegitimasi praktik kekerasan baik yang dilakukan secara langsung (fisik)

maupun struktural (sistem sosial) dalam berkomunikasi. Menurut Herlambang, di

Indonesia salah satu produk budaya yang mempengaruhi stereotip dalam masyarakat

adalah kekerasan budaya pasca 1965. Di mana pada era Orde Baru menglegitimasi

antikomunis melalui sastra dan film dengan artikulasi bahasa-bahasa penuh kebencian

dan kekerasan. Demi uang atau harta, sang sutradara dan para pemain pun dibayar

mahal oleh pemerintah dan militer untuk menarasikan lewat bahasa bahwa, PKI begitu

kejam dan sadis.

Bahasa ketakutan menciptakan budaya baru bagi penikmat film laga. Secara

komunal menghasilkan produk budaya baru dalam berbahasa bahwa, “memang

demikianlah kejamnya PKI”. Dalam majalah “The Geo Times” mengeritik dan mencatat

bahwa …”bagaimana sosok budayawan yang dianggap suci dan seolah berpihak pada

humanis universal, ternyata bagian dari sistem besar jagal yang menyudutkan korban

1965…”. Ini salah satu produk budaya kekerasan lewat sebuah bahasa/sastra dalam

perfilman Indonesia (Herlambang, 2003).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

77

Peristiwa di atas merupakan salah satu bagian dari budaya kekerasan lewat

sebuah sastra dan perfilman yang bisa direduksi oleh masyarakat Indonesia pada

umumnya dan Kalimantan Barat khususnya. Ingatan kolektif pun menjadi bagian

wacana kita tentang PKI. Di mana narasi-narasi wajib dibaca dan ditonton setiap 30

September, yang sejak zaman reformasi, masyarakat Indonesia tidak begitu simpatik

dengan karya film tersebut. Muncul pertanyaan mengapa masyarakat tidak simpatik?

Tentu saja alur kisahnya merupakan hasil konstruksi dari sutradara dengan

menampilkan budaya kekerasan sehingga melahirkan budaya dendam dan ketakutan

satu sama lain. Stigma tentang PKI susah dilupakan oleh generasi muda di masyarakat

Indonesia. Selain itu film tersebut, sebagai bentuk pembunuhan jiwa bagi generasi

muda dengan merawat ingatan kolektif tentang kejamnya PKI di Indonesia.

5. Menanamkan Benih Dendam

Benih dendam ditanamkan pada kepala atau pikiran penonton secara struktural.

Kontruksi film ini menjadi benih dendam yang selalu dirawat dan dinarasi turun

termurun tentang PKI. Ibarat luka yang belum disembuh akan melukai baru lewat cara

baru kepada orang lain. Hal ini sangat membahayakan dalam pikiran manusia yang lahir

pada generasi mileneal dewasa ini.

Betapa tidak, dalam kurun waktu 47 tahun telah terjadi 11 pertikaian antar

kedua etnis ini (Tiras, No.5/Thn. III/27 Februari 1997)38

. Ini berarti setiap kurang dari 5

tahun, terjadi sebuah pertikaian. Konflik ini telah menjadi „laten‟. Satu fakta yang cukup

38

Putra & Djuweng (1999:351-361), dalam buku Sisi Gelap Kalimantan Barat dalam perseteruan Etnis

Dayak-Madura menjelaskan panjang lebar oleh media Tiras tentang pristiwa-pristiwa konflik yang terjadi

di Kalimantan Barat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

78

mengejutkan pula bahwa sebagai besar pertikaian tersebut berawal di Kabupaten

Sambas dan Pontianak. Mengapa kedua kabupaten ini selalu menjadi ajang pertikaian?

Pihak-pihak yang berkompeten hendaknya menangkap gejala ini dan mengkajikannya

lebih jauh. Seringnya pertikaian ini berulang membawa pengaruh psikologis yang

sangat mendalam khususnya bagi warga kedua etnis kini (Madura dan Dayak). Secara

tidak disadari telah terlukis sebuah „gambaran‟ tentang masing-masing etnis.

Gambaran tersebut di atas, sulit dihapuskan apalagi mereka yang pernah menjadi

korban langsung dari pertikaian yang terjadi. Ketika warga kedua etnis ini berinteraksi

dalam kehidupan sehari-hari, “gambaran” yang telah terpatri tersebut pun bermain.

Akibatnya, interaksi menjadi begitu rentan dan pertikaian begitu mudah diledakan oleh

„gambaran‟ tersebut. Dampak psikologis inilah yang sering dilupakan orang ketika

mencoba menganalisa setiap kejadian atau menyelesaikan setiap pertikaian yang terjadi.

Banyak pihak yang mencoba menjelaskan akar permasalahan yang

menimbulkan pertikaian yang tak pernah selesai ini. Ada yang menunjuk kesenjangan

ekonomi dan kecemburuan sosial sebagai faktor penyebab utama. Ada pula yang

menuding perbedaan budaya antar kedua etnis. Bahkan ada yang mengatakan bahwa

ketidakmampuan pendatang menyesuaikan diri dengan budaya setempatlah yang justru

menjadi penyebabnya.

Kita menyadari bahwa, hanya mereka yang terlibat pertikaian langsunglah yang

mengetahui secara persis persoalan apa yang mereka hadapi yang mendorong mereka

untuk berbuat nekad. Merusak harta benda, membakar bahkan sampai tega membunuh

sesamanya. Hanya karena adanya suatu alasan yang sangat kuat yang dapat menjadi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

79

penggerak (driving force) bagi amukan massa seperti yang telah terjadi berkali-kali

tersebut. Sayangnya, mereka yang terlibat secara langsung dalam setiap pertikaian ini

justru sering diabaikan dalam setiap penyelesaian yang diambil.

Kesimpulan

Gambaran umum sejarah diskriminasi sejak zaman kolonial sampai pada era

Orde Baru dapat disimpulkan bahwa warga Tionghoa selalu menjadi korban dari setiap

zaman tersebut. Mengapa etnis Tionghoa selalu menjadi korban? Bukankah mereka

juga bagian dari salah satu etnis yang ikut berperan memajukan Indonesia dari serangan

bangsa Kolonial?

Selain itu sikap anti terhadap etnis Tionghoa di Kota Pontianak, semakin runyam

ketika otoritas kekuasaan pemimpin negara bermain peran di dalamnya. Munculnya

sikap rasisme terhadap warga Tionghoa di Kalimantan Barat (Kalbar) adalah privatisasi

tanah milih orang Dayak oleh Tionghoa. Kapitalis muncul bersamaan dengan rasialitas,

ketika ada pembagian area milik pelembagaan identitas, ada konstruksi Dayak dan

China oleh kolonial. Semua kebijakan ini dalam rangka menguasai bidang ekonomi.

Budaya kehidupan seperti ini merupakan bentuk-bentuk awalnya kapitalis dan rasialitas.

Oleh karena itu, kisah-kisah yang diuraikan di bab II ini, semakin

memperlihatkan bahwa siapakah pelaku diskriminasi yang sebenarnya di masyarakat

Indonesia pada umumnya dan di Kota Pontianak khususnya, sehingga masyarakat

minoritas selalu menjadi korban dari perilaku diskriminasi tersebut. Produk- produk

sejarah yang ditulis oleh para akademisi selalu mereduksi tentang etnis Tionghoa

dengan pendekatan berbeda.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

80

Maka ketika kita membaca sejarah diskriminasi etnis Tionghoa tidak pernah

habis diperbincangkan dalam waktu dan ruang yang berbeda. Lalu benarkah warga

Tionghoa korban dari ilmu etnisitas, relasi kuasa, kapitalis, ilmuwan antropologi atau

malahan hasil kontruksi sosial sehingga akhirnya menjadi korban diskriminasi rasisme

di Indonesia? Oleh karena itu, sejarah diskriminasi di Indonesia yang berdampak pada

warga Tionghoa, tidak lepas dari sejarah konflik antaretnis di Indonesia pada umumnya

dan pergolakan antaretnis di Kota Pontianak pada khususnya.

Pada bab selanjutnya, kita bisa melihat bagaimana warga Tionghoa di Kota

Pontianak menarasikan kembali pengalaman diskriminasi yang menimpa mereka.

Mereka mempunyai ruang batin untuk bisa mengatakan secara jujur tentang kepahitan-

kepahitan masa lalu keluarganya. Selain itu cara pandang diskriminasi baik sebagai

korban maupun pihak ketiga memberi ulasan pemahaman baru tentang diskriminasi

sosial. Mengapa diskriminasi itu selalu menghinggap di kalangan warga Tionghoa di

Kota Pontianak sampai saat ini, dan seakan-akan tindakan itu merupakan hal biasa bagi

etnis lain di masyarakat Kota Pontianak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

81

BAB III

HETEROGENITAS39

NARASI DISKRIMINASI DAN

BENTUK-BENTUK PERLAWANANNYA.

Pengantar

Bab III ini, saya mendeskripsikan dua bagian pokok. Pertama, mendeskripsikan

berbagai pengalaman diskriminasi yang dialami oleh etnis Tionghoa di berbagai aspek

kehidupan. Kedua, bentuk-bentuk perlawanan etnis Tionghoa dalam menanggapi

diskriminasi ras di Kota Pontianak. Sebelum menguraikan lebih jauh terlebih dahulu

saya menjelaskan pokok-pokok persoalan yang dibahas dalam masing-masing sub bab.

Bagian pertama, tentang pengalaman diskriminasi dibagi menjadi dua bagian

yaitu; di lingkungan pendidikan sekolah menengah dan di berbagai aspek kehidupan

lainya di Kota Pontianak. Fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungan pendidikan

sekolah menengah berhubungan dengan sikap dan perilaku dari etnis lain terhadap

murid dan guru Tionghoa. Pengalaman-pengalaman tersebut, merupakan narasi-narasi

yang dibangun lewat kisah diskriminasi yang dialami oleh beberapa guru dari kalangan

39

Heterogenitas dalam masyarakat adalah suatu kondisi dimana dalam satu lingkungan sosial terdapat

berbagai ragam masyarakat dengan kualitas-kualitas yang dimiliki oleh masing-masing setiap

masyarakatnya atau yang melekat dalam masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan adanya faktor agama

dan kebudayaan masyarakat Indonesia. Demikian juga beragam pengalaman diskriminasi dalam

masyarakat dibentuk dan dibangun cara orang memberi perspektif kepada orang lain

(https://brainly.co.id/tugas/20815714, diakse 17 April 2020).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

82

etnis Tionghoa di Kota Pontianak. Mereka menjadi sebuah komunitas liyan40

dan

terasing dengan yang lainnya.

Sedangkan berbagai kisah pengalaman diskriminasi di wilayah kehidupan

sehari-hari di masyarakat Kota Pontianak, saya akan mendeskripsikan fokus pada

bidang politik, sosial dan budaya. Ketiga aspek ini, secara terselubung namun nyata.

Mereka masih tetap merasakan pengalaman diskriminasi yang terus terjadi sampai saat

ini. Adapun aspek-aspek yang mau digambarkan dalam bagian ini adalah; menyuarakan

kebenaran dan keadilan melalui politik, pergolakan hidup di bidang sosial, membeku

pengembangan budaya etnis Tionghoa , dan pergumulan dalam penghayatan

keyakinan.

Bagian kedua, tentang perlawanan, mendeskripsikan bagaimana etnis Tionghoa

melakukan perlawanan-perlawanan melalui konsolidasi identitas di beberapa aspek

kehidupan. Konsolidasi identitas ini, sebagai salah satu cara dalam menanggapi

diskriminasi ras terhadap etnis Tionghoa di Kota Pontianak. Bagian ini, secara umum

menguraikan dalam ruang-ruang kehidupan yang dapat membangun mereka untuk

menyatukan kembali identitasnya yang selama ini teretak oleh etnis lain.Mereka

melakukanya melalui berbagai kegiatan yang positif dan berproduktif. Gagasan-

gagasan yang diuraikan di atas, akan dilukiskan panjang lebar, lewat sajian tulisan

berikut ini.

40

Bdk. Pengalaman Fanon (2008) ketika merasa diri „liyan‟ oleh ras Kulit Putih. Ia didiskriminasi secara

ras sehingga merasa terasing sebagi orang kulit hitam di tengah kulit putih. Diskriminasi secara ras

tersebut, membuat Fanon melawannya secara kritis untuk mengeritik secara tajam lewat sebuat tulisan

mengenai orang-orang kulit putih yang merasa diri unggul dari ras lainnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

83

A. Berbagai Pengalaman Diskriminasi di Kalangan Etnis Tionghoa di Kota

Pontianak.

1. Diskriminasi di Lingkungan Sekolah Menengah.

Rangkaian kisah-kisah diskriminasi yang terjadi di lingkungan sekolah

Menengah adalah antaralain: bahasa Mandarin tidak diperhitungkan atau

pengalaman tentang penolakan pelajaran bahasa Mandarin, diskriminasi dalam

jabatan struktural, dan merendahkan profesi seorang guru.

1.1 Bahasa Mandarin Tidak Diperhitungkan.

Informan pertama, Ibu Tjun41

(nama samaran). Perjumpaan dengan Ibu

Tjun di sebuah ruang tamu di sekolah di mana mengajar saat ini, kesan

pertamanya dia merasa takut untuk menceritakan tentang pengalaman

diskriminasi apa yang terjadi pada dirinya. Ketika berdiskusi tentang bagaimana

tanggapan dan perasaannya ketika pasca reformasi etnis Tionghoa merayakan

dengan bebas tahun baru Imlek dan kegiatan sejenisnya di masyarakat

Pontianak? Sembari mendengar kata-kata tersebut, baru ia mulai perlahan-lahan

mengungkapkan pengalamannya dengan nada agak tidak bersahabat.

“Saya secara pribadi sangat senang karena ada ruang untuk

mengenal kembali budaya kami yang sudah lama tidak

dihidupkan kembali. Namun bukan berarti kami tidak takut

karena belum tentu upacara kami ini bisa diterima oleh orang

lain di Kota Pontianak […..,] tetapi ya untuk kalangan kami,

momen ini semacam hembusan angin segar dan bagi saya

khususnya dalam merayakan imlek di tengah keluarga sampai

41

Tjun (nama samaran) adalah seorang guru pelajaran bahasan Mandarin, berlatar belakang ijasah S1

Sastra Mandarin dari salah satu Universitas ternama di Jakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

84

saat ini menjadi kegembiraan tersendiri di dalam perayaan

tersebut” (Wawancara, 12 Oktober 2018).

Ketika ditanya apakah Ibu Tjun sudah merasa amankah hidup sebagai

orang Tionghoa di Kota Pontianak? Ibu Tjun tidak langsung menanggapinya

pertanyaan tersebut. Dia menghela napas sembari menerawang ke atas, dan saya

juga tidak terlalu ingin memaksa untuk menjawab pertanyaan yang cukup

sensitif baginya.

…..,Sebenarnya dibilang aman juga tidak ya…. soalnya saya

sendiri tiap hari kadang-kadang masih belum bebas.Tetapi

sementara ini amanlah karena apa lagi saya sudah mengajar di

tempat ini kelihatanya sudah diterima oleh teman-teman etnis

lain… tetapi ada juga tidak merasa nyaman dengan hal-hal

yang menyangkut peran saya di sekolah ini.42

Dalam wawancara ini, masih menanyakan dua pertanyaan lagi kepada

Ibu Tjun, yang mungkin terlalu sensitif baginya. Apakah sampai sekarang

masih merasakan diskriminasi-diskriminasi atau perlakuan tidak adil di

kalangan etnis Tionghoa di Kota Pontianak? Ibu Tjun mengawali kisahnya

tentang diskriminasi tentang situasi dirinya di sekolah. Ia menceritakan bahwa

ketika reformasi mulai, bahasa Mandarin menjadi pelajaran muatan lokal

(mulok) di sekolahnya jutru banyak yang kurang antusias menyambutnya.

Ternyata dalam perjalanan waktu, tidak begitu mudah untuk masuk ke

wilayah sekolah yang mana siswa dan para pendidiknya berasal dari berbagai

multietnis seperti dari etnis Dayak, Melayu, Jawa, dan etnis lainnya. Fenomena

ini terjadi di tempat ia mengajar. Ibu Tjun mengisahkan, meskipun pelajaran

Mandarin menjadi pelajaran wajib bagi para siswanya, namun sebagai guru di

42

Hasil wawancara, 12 Oktober 2018

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

85

sekolah tersebut, ia merasa belum sepenuhnya mengekspresikan dirinya sebagai

guru bahasa Mandarin.

“Di sekolah ini dalam satu kelas hanya ada beberapa

siswa yang berasal dari etnis lain. Akan tetapi selalu

menjadi tantangan tersendiri sebagai guru bahasa

Mandarin. Kesulitan yang sering dialami adalah hal-

hal yang mendasar yaitu bagaimana siswa yang bukan

etnis Tionghoa, bisa menulis ejaanya dengan benar dan

ketepatan cara membacanya sesuai dengan standar dari

materi tersebut. […..] ada juga sih rasa kecewa. Hal ini

menurunkan kebibawaan saya sebagai guru Mandarin

ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung di

kelas.Beberapa siswa yang bukan dari etnis Tionghoa

tidak begitu simpatik dengan pelajaran ini. Bahkan ada

beberapa siswa yang bukan etnis Tionghoa tidak mau

mengerjakan tugas yang diberikannya. Saya sangat

kecewa. Pernah satu kali secara spontan menyatakan

bahwa untuk apa belajar bahasa Mandarin? Kita kan

bukan orang Tionghoa. Lagi pula pelajaran ini bukan

masuk dalam pelajaran yang diujikan secara nasional

kok”.43

Menurut penuturan ibu Tjun ia merasa sakit hati saat mendengar ungkapan

siswanya yang tidak menjaga perasaan dia sebagai guru bahasa Mandarin di sekolah

tersebut.

“Saya baru mengetahui masalah ini, ternyata ungkapan beberapa siswa

di kelas, karena dipengaruhi oleh beberapa guru dari etnis lain yang ada

di sekolah saya mengajar. semacam provokasi kepada siswa bahwa

bahasa Mandarin bukan merupakan pelajaran yang bermutu bagi

mereka dan juga bukan menentukan kelulusan Ujian Nasional. Ya..

saya tidak bisa berkomentar banyak soal masalah ini” .44

Selain itu, dia mengisahkan bahwa fenomena ketidaksukaan bahasa Mandarin

mempengaruhi nilai siswa menurun prestasi di sekolahnya. Ketika menanyakan apakah

ini sudah sering kali terjadi di sekolah anda? Ia mendiamkan saja.

43

ibid 44

ibid

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

86

“…….Dan memang benar! Dalam realitanya di lapangan nilai dari

pelajaran Bahasa Mandarin jarang mendapat seratus persen dalam

kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebagaimana tuntutan kurikulum

dari sekolah. Saya juga tidak tahu, mau buat apa situasi seperti ini?

[…..] Saya merasa malu, ketika dalam rapat diakhir semester bersama

guru-guru lainnya, banyak siswa yang tidak tuntas nilainya. Saya

merasa dipojok oleh guru lain bahkan ditertawakan dalam ruang rapat.

Saya tidak bisa membela diri dan tidak tahu bagaimana caranya”.45

Selain itu, dia juga mengisahkan bahwa sebenarnya bukan soal bahasa

Mandarin, mereka juga berjuang bagaimana agar perayaan budaya etnis Tionghoa

diperkenalkan di sekolahnya. Dalam kenyataanya bahwa masih ada juga penolakan dari

kalangan etnis lain secara terang-terangan dalam mengungkapkan ketidaksukaan budaya

mereka.

“Saya sempat mendengar beberapa guru di kalangan kami

yang tidak mendukung pementasan barongsai dan pentas seni

dalam rangka merayakan hari raya Imlek di sekolah ini. Sering

kali menjadi cibiran yang menyakitkan. Kehadiran kami

semacam ancaman bagi etnis lain di sekolah ini”.46

Lalu bagaiman ibu Tjun sendiri sebagai etnis Tionghoa menyikapi praktik

diskriminasi tersebut?

[…..] seperti yang saya ceritakan sebenarnya sakit hati dengan

pengalaman diskiriminasikan. Karena saya sendiri sudah berjuang

untuk bisa berbaur dengan siapa saja di sekolah ini. Namun masih ada

yang merasa aneh dalam diri saya. Kadang-kadang masa bodoh,

seakan-akan fenomena ini menjadi biasa di sini. [….] saya tetap jalani

tugas saya sebagai guru Mandarin di sekolah ini” .47

Bagaimana perasan ibu Tjun tentang tentang stereotif atau stigma dari etnis lain

khususnya dalam relasi sehari-hari di Kota Pontianak. Pertanyaan ini bagi Ibu Tjun

merupakan hal biasa. Akan tetapi jawabab dari Ibu Tjun membuka dia untuk menyadari

45

Ibid. 46

Ibid. 47

Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

87

bahwa memang stereotif dan stigma itu tidak bisa hilang dari pikiran etnis lain terhadap

etnis Tionghoa di Kota Pontianak.

Sebenarnya stereotif tentang identitas kami… makanan sehari-hari saya

di Pontianak. Katanya kami ini pelit, penipu, sombong, eklusif, kaya

dan tidak nasionalis. [….] Pada hal.. itu hanya sebuah narasi yang

kontruksi oleh mereka tentang kami. Kenyataan tidak semua kami

seperti itu”.48

Informan kedua, Pak Wendy49 (nama samaran). Pak Wendy menceritakan

bahwa perubahan-perubahan sejak pasca reformasi membuat dia bisa menunjukkan

pribadi yang mempunyai kemampuan sebagai guru seperti enis lain di Kota Pontianak.

“Saya berterima kasih kepada pemeritah dalam hal ini Presiden

keempat RI Abdurrahman Wahid yang sering disapa Gus Dur dan

Presiden Ibu Megawati Soekarno Putri, presiden kelima RI telah

membuka ruang demokrasi bagi kami etnis Tionghoa. Tentunya banyak

perubahan, tetapi tidak semua etnis Tionghoa yang mengalami ruang

demokrasi sejak reformasi. Kami masih berjuang untuk memeluk dan

merawat ruang demokrasi itu sampai saat ini meskipun berat namun

perlahan-lahan saya menikmati apa artinya menjadi warga negara

Indonesia yang sesungguhnya” (Wawancara, 13 Oktober 2018).

Lalu apakah Pak Wendy merasa aman hidup sebagai orang Tionghoa di Kota

Pontianak?

“ Saat ini saya aman-aman saja. Cuma ya tetap was-was juga. Soalnya

di sini kadang-kadang ketegangan itu muncul secara tiba-tiba. Tetapi

saya percayalah, semuanya baik-baik saja kok sampai hari ini”. 50

Ketika ditanya soal pengalaman diskriminasi sosial secara ras, Pak Wendy

merasa bahwa hal-hal demikian sudah menjadi kebiasaan dialami sejak dia kecil.

Namun menurut Pak Wendy bahwa tidak menutup kemungkinan sampai saat ini masih

ada riak-riak ketidaksukaan terhadap etnis Tionghoa. Pak Wendy mulai mengisahkan

48

Ibid. 49

Wendy adalah seorang guru pelajaran bahasan Mandarin sekaligus berperan sebagai dosen di salah satu

perguruan di Kota Pontianak. 50

Hasil wawancara, 13 Oktober 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

88

pengalaman permasalahan yang sama dalam mengajar bahasa Mandarin di Kota

Pontianak. Dia mengisakan dalam mengajar Bahasa Mandarin sejak pasca reformasi di

Kota Pontianak.

“Jujur saja ya, saya guru yang mengajar bahasa Mandarin sudah

belasan tahun mengajar di sekolah. Kasus ketidaksukaan terhadap

pelajaran Mandarin semakin melukai perasaan saya. Sebagai guru

Tionghoa hal itu merendahkan identitas diri saya sebagai etnis

Tionghoa yang ingin mengembangkan bahasa Mandarin di sekolah ini.

Saya pernah mendapat laporan dari murid-murid saya bahwa salah satu

guru bidang studi tertentu menyobek kertas tugas bahasa Mandarin di

kelas. Murid ini memang salah karena, sembari mengerjakan tugas

bahasa Mandarin saat guru bahasa Inggris mengajar depan kelas.Tetapi

hemat saya tidak harus seperti itu caranya. Kalau saya menyimpulkan

ini semacam ujaran kebencian guru tersebut dan sangat melukai

perasaan saya sebagai guru Tionghoa di sekolah ini”51

Menurut Pak Wendy sampai saat ini di kalangan siswa dari etnis lain masih

melihat bahasa Mandarin itu bukan hal yang amat penting. Dan mereka merasa

pelajaran Mandarin itu sebenarnya khusus untuk mereka yang keturunan etnis

Tionghoa yang berdomisili di Kota Pontianak.

“Saya kadang-kadang mendengar secara spontan ungkapan

anak-anak dari etnis lain bahwa, bahasa Mandarin itu hanya

untuk kepentingan bisnis. Sebagai guru Bahasa Mandarin,

mendengar ungkapan-ungkapan tersebut, saya kok merasa

disepelekan. Seolah-olah pelajaran saya memang tidak sejajar

dengan pelajaran lainnya seperti bahasa Inggris dan Bahasa

Indonesia”.52

Berdasarkan penuturan Pak Wendy bahwa sampai saat ini masih adanya sikap

atau perilaku diskriminatif terhadap pelajaran Bahasa Mandarin. Bahkan dia enggan

untuk menyampaikan situasi ini kepada atasannya.

“Saya takut menceritakan kepada pimpinan sekolah saya.

Biarlah hanya saya yang tahu. Yang jelas stigma dan

diskriminatif terhadap kami etnis Tionghoa, memang tidak

51

Ibid. 52

Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

89

pernah berhenti sampai saat ini. Fenomena ini sudah biasa bagi

kami di sini”.53

Ketika ditanya bagaimana Pak Wendy sendiri menyikapi praktik diskriminasi

tersebut? Dia mengisahkan bahwa sebenarnya dia ingin mundur sebagai guru namun dia

tetap menunjukkan kepada guru –guru etnis lain bahwa ia punya hak yang sama dalam

membangun generasi muda di Kota Pontianak. Menyikapi diskriminasi baginya banyak

cara. Salah satunya yaitu membangun kemampuan diri sebagai guru khususnya dalam

bidang pelajaran Mandarin.

Pak Wendy juga mengisahkan perasannya tentang stereotif dan stigma dari etnis

tentang dirinya bukan hal baru ia rasakan dalam pergaulan di tengah masyarakat Kota

Pontianak.

“Saya tidak pernah merasa tersinggung soal stereotif yang berlebihan

tentang diri saya. Sejak dari nenek mungkin begitu ya.. [….] namun

sangat disayangkan cara pandang mereka tentang kami hanya karena

ikut-ikutan saja atau melihat apa yang ada dalam diri seseorang belum

tentu benar. [….] kami keluarga sederhana dan rumah sangat

sederhana, tetapi sudahlah kalau melihat kami seperti yang ada dalam

pikiran mereka.”. 54

,

1.2 Ketidaksukaan dalam Jabatan Struktural

Informan ketiga, Ibu Erlina55

(nama samaran). Ibu Erlina merasa bahwa

perubahan sejak reformasi sangat membantu dia untuk menunjukkan eksitensialnya

baik sebagai guru di sekolah atau pun sebagai penduduk masyarakat di Kota Pontianak.

Dia tidak takut bila ada persoalan, namun bagi bu Erlina bukan persoalan itu membuat

dia mundur dari fenomena-fenomena yang terjadi di Kota Pontianak selama ini. Akan

53

Ibid. 54

Ibid. 55

Ibu Erlina bahasa Inggris di salah satu sekolah Menengah di Kota Pontianak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

90

tetapi ia mau mencari kebenaran dan keadilan dalam hidup bersama etnis lain di Kota

Pontianak.

“Bagi saya sejak perhelatan budaya kami mulai diperkenalkan

kembali di era reformasi merupakan sebuah kejutan dalam

membangkitkan semangat saya lagi sebagai etnis Tionghoa di

Kota Pontianak ini. Selain untuk menunjukkan bahwa budaya

kami orang Tionghoa diterima sepenuhnya oleh etnis lain, juga

kami ingin merasakan kebebasan merayakan perayaan budaya

seperti etnis lain yang ada di Kota Pontianak ini. […..]

Pokoknya saya senang sekali akan kemajuan kegiatan sosial

budaya kami yang sampai saat ini kami tetap menjaga dan

merawatanya bersama” (Wawancara, 15 Oktober 2018).

Ibu Erlina menceritakan bahwa saat ini ia merasa aman, namun ada hal yang

masih mengganjal dalam dirinya yaitu persoalan relasinya dengan etnis lainnya di

sekolah. Menurut guru yang masih muda ini sebenarnya bukan hanya persoalan

pelajaran Mandarin saja, akan tetapi dia menyatakan bahwa dalam menyangkut jabatan

tambahan untuk seorang pendidik dan tenaga kependidikan dari etnisnya masih

menjadi sebuah permasalahan di dalam pendidikan formal di Kota Pontianak. Menurut

Ibu Erlina ketidaksukaan dari beberapa guru dari etnis lain di sekolahnya, menjadi

ketegangan baik dalam hubungan dengan dengan pimpinan di lembaga sekolah tersebut

maupun dalam menjalani tugas yang dipercayakan kepadanya.

“Berat saya menceritakan masalah ini. Sangat sensitif. […..] suatu hari

saya dipanggil oleh kepala sekolah, berbincang-bincang untuk diangkat

menjadi wakil kepala sekolah bagian kesiswaan (wakasis). Tiga hari

kemudian, saya mendengar dari guru etnis lain berupa ungkapan yang

tidak masuk akal bahwa saya masih muda. Etnis orang Tionghoa tidak

cocok untuk menjadi pemimpin di sekolah ini.. Menurut mereka, saya

tidak mempunyai keahlian khusus dalam menyusun program kegiatan

kesiswaan di sekolah ini. Saya sempat sedih. Mengapa ya

dipersoalkan? […..] Saya sangat kecewa sekali”.56

56

Hasil wawancara, 15 Oktober 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

91

Ibu Erlina menceritakan bahwa, ketika diminta untuk menjadi wakasis, ia

merasa takut dan tidak percaya diri. Ia takut dengan guru senior dan guru etnis lain di

sekolah tersebut. Namun karena desakan dari kepala sekolah, Ibu Erlina bisa

menunjukkan kemampuan seperti guru lainnya di sekolah tersebut.

“Saya merasa ditantang dengan tugas tersebut. Mau tidak mau, suka

tidak suka akhirnya saya menerima tugas untuk mengatur program

pengembangan siswa baik secara akademik maupun nonakademik.

Meskipun merasa berat dalam menjalani tugas tersebut. […..] saya

melakukan ini dan mempunya prinsip untuk membangun sekolah ini

kearah yang lebih baik. Saya tetap berusaha untuk menciptakan suasana

kondusif dalam menjalin relasi dengan etnis lain di sekolah ini

meskipun faktanya selalu ditolak baik secara verbal maupun

nonverbal”.57

Ibu Erlina juga membeberkan juga pengalamannya tentang permasalahan soal

guru Tionghoa tidak diberi ruang jabatan dalam lembaga pendidikan tentu saja bukan

masalah baru. Akan tetapi, di era pasca reformasi ketidakpercayaan terhadap

kemampuan mereka untuk memimpin sebuah lembaga pendidikan, tentu saja masih

menjadi narasi bagi etnis lain.

[….] Bagi saya narasi-narasi ini sebenarnya merupakan

warisan yang sudah terpolarisasi dalam pemikiran etnis lain,

bahwa kami warga Tionghoa di Kota Pontianak khususnya,

merasa aneh bila kami yang selama ini lebih berhasrat ke

bidang ekonomi dari pada panggilan hati untuk mengabdikan

diri menjadi guru” 58

Informan keempat, Ibu Berty59

(nama samaran). Ibu Berty mengisahkan bahwa

selama kepemimpinannya sebagai kepala sekolah sebenarnya ketidaksukaan terhadap

dirinya justru bukan berada di ruang lingkungan sekolahnya. Banyak sekolah yang

dipimpin oleh etnis lain menjadi pergumulan ketika sekolah ibu Berty dalam

57

Ibid. 58

Ibid. 59

Berty (samaran) salah satu kepala sekolah prempuan dari etnis Tionghoa di salah satu Sekolah Swasta

Menengah di Kota Pontianak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

92

membangun penjaminan mutu di sekolahnya sangat maju. Bagi dia ketika reformasi itu

bergaung di Kota Pontianak merupakan sebuah kesempatan baginya untuk mau

menunjukkan kemampuannya dalam memimpin sebuah sekolah menengah di Kota

Pontianak.

“Saya sudah memimpin lembaga ini sudah dua periode. Sudah banyak

yang kami buat untuk kemajuan lembaga pendidikan di Kota

Pontianak. Kami selalu mengadakan ekspo perguruan Tinggi tiap

tahun. Sekolah kami selalu mewakili propinsi untuk mengikuti

perlombaan di tingkat nasional. Meskipun ada sekolah lain tidak suka,

tetapi kami mengalami ketidaksukaan itu sudah menjadi hal biasa yang

kami alami di kota ini. Kami lakukan ini untuk Kota Pontianak. Bukan

untuk sekolah kami” (Wawancara, 3 November 2019).

Selain itu Ibu Berty, mengisahkan bahwa pernah juga sekolahnya dianggap

remeh oleh etnis lain lantaran setiap tahun di bawah kepemimpinannya siswa-siswanya

yang duduk di kelas XII selalu menjadi juara ujian nasional tingkat propinsi. Kata Ibu

Berty dia sama sekali tidak keberatan bila isu-isu itu muncul karena sudah terpolarisasi

bahwa mutu sekolah di Kota Pontianak seakan-akan maju kalau dipimpin oleh etnis lain

di Kota Pontianak.

“Tujuan saya sebenarnya untuk membuka mata orang lain bahwa saya

sendiri sebagai perempuan etnis Tionghoa tidak mau kalah dengan etnis

lain yang selama ini memimpin di sekolah milik negara. Stereotif

dibangun hanya karena mereka tidak mau melihat bahwa setiap orang

tanpa dilihat dari etnis manapun, semuanya diberi kesempatan untuk

mau maju dan berbuat apa saja sejuah itu untuk membangun

masyarakat Kota Pontianak. Jadi budaya dari etos kerja yang harus

direfleksikan oleh seorang pemimpin”.60

60

Hasil wawancara, 3 November 2019.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

93

2. Berbagai Pengalaman Diskriminasi Di Wilayah Kehidupan sehari-hari

Seperti yang diuraikan sebelumnya, bahwa warga Tionghoa di Kota Pontianak

sejak zaman kolonial sampai pasca reformasi diskriminasi tidak hanya dialami pada

aspek-aspek tertentu saja tetapi ada aspek lainnya yang membuat dirinya terus

berjuang untuk melawan keluar dari lingkaran tersebut (Mely G.Tan, 2008:200).

Akan tetapi, situasi yang mereka alami membutuhkan waktu dan ruang untuk lepas

bebas dari genggaman dan hasrat etnis mayoritas yang menguasai mereka di Kota

Pontianak.

Berbagai pengalaman diskriminasi berikut ini, seakan-akan tidak pernah

berakhir dari ruang kehidupan mereka. Hal ini membuat mereka dilema sebagai

etnis minoritas di Indonesia pada umumnya dan di Kota Pontianak khususnya.

Belum lagi akibat dari stereotip-stereotip yang berlebihan sangat jarang untuk

mengkomunikasikan secara baik, memungkinkan munculnya secara terus-menerus

diskriminasi sosial yang terjadi di kalangan warga Tionghoa itu sendiri.

2.1 Menyuarakan Kebenaran dan Keadilan Melalui Politik

Heterogenitas dinamika internal politik etnis Tionghoa di Indonesia khususnya

pasca tumbangnya resim Orde Baru menjadi tanda kembalinya kebebasan warga

Tionghoa dalam merasakan bagaimana perjuangan mereka serta menerobos dirinya

dalam berdemokrasi di alam Indonesia (Mahfud, 2013:204). Pencabutan berbagai

pembatasan atas partisipasi dan aktivitas politik yang telah berlaku selama 32 tahun,

seolah-olah membuka kran atau pintu penjara lahirnya partai politik bagi warga

Tionghoa di Indonesia pada umumnya dan di Kota Pontianak khususnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

94

Sejak pasca reformasi beberapa tokoh etnis Tionghoa di Kota Pontianak

berkompetisi dengan tokoh-tokoh politik dari etnis lain dalam mengambil posisi

penting dan bergengsi di bidang pemerintahan di Kota Pontianak. Baik sebagai DPD,

DPR, MPR baik pada tingkat kota maupun pada tingkat provinsi, bahkan bisa menjadi

wali kota dan wakil gubernur Kalimantan Barat.

Informan kelima, Tjai Chui Mie.61

Pengalaman dari ibu Tjai Chui Mie berikut

ini sebagai representasi dari tokoh-tokoh politik etnis Tionghoa lainnya untuk sama-

sama maju membangun propinsi Kalimantan Barat. Bagi Ibu Tjai Chui Mie, perubahan-

perubahan etnis Tionghoa dalam bidang politik di Kalimantan Barat pada umumnya

dan di Kota Pontianak dan Singkawang khususnya mau memperlihatkan bahwa semua

warga memiliki kekuatan dan pontensi yang kuat untuk membangun tanpa disekat oleh

etnis-etnis tertentu.

“Saya tidak mempunyai cita-cita berkiprah dalam bidang

politik. Saya suka pengembangan di bidang ekonomi. Kalau

etnis lain melihat kami terlalu kuat di bidang ekonomi tidak

masalah karena kami punya sejarah. Untuk mengubah stereotip

itu maka saya mencoba untuk masuk ke dunia politik.

Sebenarnya tidak aman tetapi ini peluang bagi saya untuk

melawan ketidakadilan yang saya alami selama ini

(Wawancara, 14 Februari 2016).

Alasan ibu TJai Chui Mie berafiliasi dalam bidang politik bermacam-macam.

Hal demikian sesuai dengan motivasi, visi, dan misinya serta apa yang dia perjuangkan

bagaimana diskriminasi yang selalu menimpai etnisnya selama ini sebagai kesempatan

untuk menyuarakan keadilan di masyarakat etnis lain di Kalimantan Barat.

61

Informan ini bukan hasil wawancara melainkan hasil obrolan singkat dengan wali kota Singkawang

pada tanggal 14 Februari 2016 saat menghadiri hari perayaan Imlek di kediamanya di Kota

Singkawang. Meskipun dia bukan tinggal di Kota Pontianak, namun bisa memahami suasana politik

di Kota Pontianak dan sekitarnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

95

“Saya sudah pernah menjabat sebagai ketua DPRD dan sekarang

berjuang untuk menjadi wali Kota. Alasan saya ya…. karena sudah

lama kami merasa tidak adil dalam pelbagai aspek kehidupan. Saya

pernah merasa dipersulit dan diperas saat mengurus ijin mendirikan

usaha dan membuat dokumen untuk keluar negeri. Mereka menagih

diluar aturan yang berlaku di masyarakat umum pengalaman itu sangat

menyakitkan bagi ras saya sampai saat ini”.62

Selain itu menurut ibu TJai Chui Mie, persaingan di bidang politik di

Kalimantan Barat memang rasanya tidak aman karena muncul sebuah ketegangan baru.

Masing-masing etnis muncul visi misi yang lebih menjanjikan pembangunan

kelompoknya. Ketika disinggung soal stereotif bagi ibu TJai Chui Mie pada dasarnya

fenomena-fenomena itu wajar-wajar saja, karena tidak setiap etnis siap menerima

sebuah kemajuan dan perubahan dalam masyarakat saat ini.

[…..] sebenarnya jujur ya, etnis lain merasa terancam ketika etnis kami

muncul dan bangkit dalam bidang politik. Selama inikan semacam

dianggap remeh. Maka kalau bicara soal stereotif itu sudah biasa bagi

saya sebagai etnis Tionghoa. Maka mengapa ini selalu muncul… ya itu

tadi belum siap menerima perubahan-perubahan yang terjadi di Kalbar

ini”.63

Infoman keenam, bapak Andi64

(nama samaran). Menurut bapak Andi selama 32

tahun mereka sebagai etnis Tionghoa hanya menerima pembatasan/pelarangan

berpolitik. Perlakuan diskriminasi bagi warga Tionghoa diterima secara paksa karena

kelompok mereka dikenai „hukuman sosial‟ berupa perlakuan diskriminatif oleh

pemerintahan Orde Baru (Orba) di bawah kepemimpinan Soeharto. Karena adanya

diskriminasi itu, semua kelompok etnis Tionghoa di Indonesia tidak berdaya di bidang

politik, kecuali mereka menerima apa adanya. Namun menurut bapak Andi kelompok

etnisnya tidak putus asa.

62

Hasil wawancara, 14 Februari 2016. 63

Ibid. 64

Bapak Andi salah satu dari anggota DPRD dari etnis Tionghoa tingkat Kota Pontianak periode 2010-

2014.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

96

“Sejak bergulir reformasi, sekarang generasi etnis Tionghoa

mulai bangkit lagi untuk mempelajari ekonomi yang lebih

tangguh dan kuat. Bahkan di Kota Pontianak dari keluarga

kami sudah mulai kuliah di berbagai jurusan di Perguruan

Tinggi di Indonesia dan khusus di Kota Pontianak. [….]

Mereka sudah siap dengan ilmu pengetahuannya untuk

diterapkan pada semua aspek kehidupan dalam masyarakat di

Kota Pontianak. Bukti perjuangan generasi muda dari

kelompok kami sepertinya ternyata tidak sia-sia karena

semuanya berproduktif membangun masyarakat di Kota

Pontianak saat ini.” (wawancara, 18 November 2019).

Bapak Andi mengungkapkan juga bahwa di era reformasi mulai bergulir pada

tanggal 21 Mei 1998, warga Tionghoa yang telah siap membantu siapa saja yang

membutuhkan ilmu pengetahuan mereka. Hal ini langsung sebagai upaya dalam

memenuhi panggilan jiwa mereka untuk melepaskan diri mereka atau kelompoknya dari

pembatasan atau pelarangan di bidang politik. Mereka memasuki partai politik sebagai

pengurus partai politik, kemudian menjadi calon anggota legislatif dan calon kepala

daerah.

“Saya memang pertama agak takut untuk bergabung di partai

politik. saya diusung oleh Golkar dan sangat senang bisa masuk

di Komisi tiga di DPRD Kota Pontianak. Saya hanya berjuang

bagaimana keadilan itu merata bagi masyarakat Kota Pontianak

tanpa di bentengi kepentingan etnis tertentu.65

Ketika ditanya apa motivasi Bapak terlibat dalam bidang politik? Bagi Bapak

Andi, motivasi keterlibatannya di bidang politik, karena mempunyai alasan yang

mendasar.

“Bertahun-tahun lamanya ditekan oleh penguasa tunggal.

Barangkali ini sebagai bentuk sebuah perlawanan yang nyata

dalam bidang politik. Saatnya kami mau membongkar stigma

pada era Orde Baru. Saya juga mau mengatakan bahwa tidak

semua kami pahami soal komunis karena kami selalu jadi

Korban tuduhan zaman Orde Baru. Kami sudah lama lahir di

65

Hasil wawancara, 18 November 2019.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

97

sini, di Kota Pontianak ini. Janganlah kami dikaitkan lagi

peristiwa sejarah yang melukai perasaan kami ”.66

Bapak Andi juga mengisahkan bahwa ada beberapa temannya gagal di salah

satu partai politik di Kota Pontianak.

“Karena saya melihat ia mengalami ketakutan jangan sampai

usahanya bangkrut hanya untuk kepentingan politik. Saya

melihat ada teman-teman dari etnis lain memanfaatkan usaha

teman saya, maka dia mundur dari kontelasi politik tersebut,

karena budaya umpan politik dengan memanfaatkan usaha

kami etnis Tionghoa semacam menjurus kearah memeras

secara terang-terangan dan hal ini tidak menarik bagi saya

sendiri”.67

Bapak Andi merasa bahwa pengalaman temannya juga merupakan pengalaman

yang sangat kontradiksi atau dilema bagi etnis Tionghoa di pasca reformasi. Satu pihak

mau berafiliasi di bidang politik, tetapi juga takut karena merasa didiskirminasikan oleh

etnis lain. Mereka ingin mengakui identitas lewat partai politik, tetapi masih ragu

karena mereka masih juga dibelenggu oleh pengalaman-pengalaman yang menghambat

untuk maju dalam bidang politik.

Menurut Bapak Andi kenyataannya bahwa, di Kota Pontianak masih belum

begitu kuat untuk mengimbangi dalam mengalami kesegaran angin politik tersebut.

“Barangkali kami etnis Tionghoa masih mengalami trauma

politik yang sudah terlanjur dicap hanya mampu dalam bidang

ekonomi. Stereotip-stereotip demikian, semakin kami melawan

dengan cara mengisi dan merebut kursi jabatan di DPD dan

DPR baik di kota atau kabupaten maupun di tingkat propinsi di

Kota Pontianak, yang walaupun tidak banyak suara yang

memilih kami, namun tetap nama-nama dari etnis kami

menjadi ketakutan bagi etnis lainya di Kota Pontianak”.68

66

Ibid. 67

Ibid. 68

Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

98

2.2 Pergolakan Hidup Di Bidang Sosial

Secara umum, relasi di kalangan etnis Tionghoa dengan etnis lain di Kota

Pontianak, sampai saat ini kelihatanya dalam keadaan baik dan tenang. Akan tetapi

kondisi di kalangan Tionghoa lainnya tidak seperti demikian. Di bawah ini ada beberapa

kisah yang mengalami demikian lewat ungkapan bahasa-bahasa yang merendahkan

martabat etnis Tionghoa sebagai bagian dari warga multietnis di Kota Pontianak.

Informan ketujuh, Ibu Lita (nama samaran). Menurut penuturan Ibu Lita bahwa

berbagi kisah diskriminasi sosial di Kota Pontianak itu tidak secara terang-terangan

tetapi baginya sudah menjadi makanan sehari-hari dalam interaksi dengan etnis lain di

Kota Pontianak.

“Kalau saya lewat depan mereka, entah di pasar atau di jalan yang

remai sering menyapa dengan kata-kata„amoy‟.69

Bukan hanya itu saja

anak-anak laki-laki saya pun juga sering „hitaci‟ (Cina hitam/gelap).70

.

Menurut saya, ungkapan demikian sangat menyakitkan hati saya

sebagai etnis Tionghoa, Belum lagi di sekolah menagih uang „SPP‟

masih berbeda dengan etnis lain. Pada hal kami tidak semua kaya.

Masih banyak peristiwa yang menyakitkan bagi saya. Intinya…..

seolah-olah kami masih sebagai etnis terasing di Kota Pontianak”

(Wawancara, 20 November 2019).

Menurut ibu Lita masih banyak ungkapan yang sangat menyakitkan tentang diri

keberadaan etnisnya di Kota Pontianak. Dia menceritakan bahwa sebagai etnis yang

69

Amoy adalah kata Bahasa Tionghoa yang umumnya digunakan untuk memanggil perempuan yang

masih muda. Dikenalnya kata amoy di luar penutur Bahasa Tionghoa sebagian besar karena berita-berita

tentang maraknya perempuan muda Hakka dari Singkawang yang diperistri oleh pria-pria asal Taiwan,

sehingga muncul istilah "Amoy Singkawang" dan kota itu dijuluki "Kota Amoy". Kata amoy tidak

mengandung arti negatif namun sering kali disalahgunakan dan juga karena sebagian orang selalu

mengingat hal-hal buruk yang berkaitan dengannya tanpa mengerti arti yang sebenarnya. Di

Malaysia, amoy susu ("amoy berkulit putih") adalah panggilan bernada merendahkan dan bersifat

menyinggung (https://id.wikipedia.org/wiki/Amoy_(istilah diakses, 18 April 2020).

70 Mereka yang secara ras sudah tidak ada keaslian karena sudah mengalami proses asimilasi dengan

warga lainya melalui kawin campur dengan etnis Melayu, Jawa, Bugis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

99

merasa diasingkan oleh etnis lain bukan pengalaman baru. Dia tidak tahu mengapa itu

terjadi pada etnisnya di Kota Pontianak.

“Kami juga tidak tahu apakah karena kami sebagai etnis yang

mendominasi di kota ini. Sebenarnya banyak juga yang tidak

suka dengan kami, hal itu merupakan hak-hak mereka. Tetapi

unsur ketidaksukaan karena apa ya dengan keadaan kami

seperti ini, yang boleh dikatakan masih juga miskin seperti

mereka juga. Kalau kami yang adalah etnis yang mendominasi

ya… saya juga tidak tahu hal ini. Mengapa mereka tidak suka

denga kami”.71

Menurut ibu Lita, kebenciaan etnis lain tidak hanya pada mereka yang dewasa,

tetapi imbasnya ke anak-anak mereka yang tidak tahu soal perbedaan etnis dan

ketegangan relasi sehari-hari, yang satu waktu bisa muncul kembali konflik antar etnis

di Kota Pontianak. Bagi Ibu Lita, permainan bahasa yang tidak dipahami sangat

menyakitkan, karena ungkapan-ungkapan tersebut merendahkan harga dan martabat diri

etnis Tionghoa mereka yang juga sebagai etnis yang sudah lama lahir di Kota

Pontianak. Pengalaman tersebut oleh Mely G.Tan (2008:193), mengetengahkan

permainan bahasa zaman Orde Baru salah satu tindakan diskriminasi yang menyudutkan

etnis Tionghoa di Indonesia.

“ Kalau mau jujur masih banyak ungkapan lain juga kok

terutama anak-anak saya kalau bermain dengan etnis lain ini.

Entah di sekolah atau di tempat bermain sering mereka

mengungkapan kata-kata yang merendahkan kami ini.

Misalnya dalam bahasa Tiociu kata Hiok khiaw (miskin

sekali), Hiok nga (bodoh sekali), Cu thauke (bos), Ou

(Tionghoa hitam), Lasap (orang Tionghoa kotor), Kan Lui;

(pencuri uang), Hiok chiaw (sombong) dan Lai Nang yang

artinya pendatang dari Tiongkok”.72

71

Hasil wawancara, 20 November 2019. 72

Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

100

Informan kedelapan, Bapak Lien Lim (nama samaran). Bapak Lien Lim

mengisahkan bahwa diskriminasi sosial secara ras di Kota Pontianak bagi mereka

sebagai etnis Tionghoa bukanlah fenomena baru di era reformasi.

“Pada tahun 2013 kami dengan kawan-kawan diusir paksa dari salah

satu pasar terbesar di Kota Pontianak. Awalnya kami tidak mau keluar

dari pasar tersebut. Katanya sih pemerintah membongkar pasar

mempunyai tujuan merenovasi kembali untuk menjadi pasar yang

standar, layak dan kondusif bagi kami warga Kota Pontianak. Namun

kenyataanya justru mengusir kami warga Tionghoa yang sudah lama

menetap di dalam pasar tersebut. Kami warga Tionghoa sudah lama

mendirikan di dalam dan di depan pasar tersebut. Yang membuat kami

sakit hati dan tidak terima karena pemerintah mengklaim bahwa kami

mengambil ruang atau fasilitas publik masyarakat Kota Pontianak.

Sejauh sebelum pasar itu ada kami sudah lama menetap di pemukinan

tersebut. Ada surat hak milik. Kami sangat kecewa Pak dan kami

merasa tidak adil” (Wawancara, 23 November 2019).

Bapak Lien Lim mengisahkan bahwa mereka pernah melawan atas tindakan

para preman bayaran yang memaksa untuk membongkar pasar tersebut. Akan tetapi

bapak Lim Liem dan teman-teman tidak mau menciptakan kerusuhan baru di Kota

Pontianak.

“Mereka kuat pak… karena banyak preman bayaran yang

diambil dari etnis tertentu. Untuk mengamankan dari amukan

massa, kami yang merasa diskriminasi dan tidak adil,

berusaha melalui jalur hukum namun tidak berhasil sampai saat

ini. […..] Pokoknya sangat bahaya Pak.. kalau kami melawan

secara fisik, apa lagi ada orang tertentu menyewa para preman

[….] kami tidak mau lagi mengalami konflik terus-menerus..

mau jalur hukum harus siap uang banyak. Biarkan saja kami

seperti ini”.73

Bapak Lien Lim menjelaskan bahwa, pemerintah dengan menggunakan

aparatnya membongkar pasar dan mengusir mereka dengan paksa dari lokasi tersebut.

Menurut Bapak Lien Lim, suasana para pedagang di pasar tersebut di mana mayoritas

73

Hasil wawancara, 23 November 2019.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

101

pedagang adalah etnis Tionghoa akhirnya menjadi tegang. Ketegangan ini juga

semakin nampak dalam persaingan menjual bahan kebutuhan rumah tangga.

Dalam proses selanjutnya tentang masalah pasar tersebut di atas, menurut

Bapak Lien Lim tidak ada titik kejelasannya bagaimana cara menyelesaikan masalah

ini.

“Kasus ini hilang begitu saja Pak. [….] dan lenyap dari

pemberitaan media cetak karena warga Tionghoa mendapat

ancaman yang misterius dari pihak-pihak yang tidak

bertanggungjawab”.74

Selain itu dia menceritakan tentang kasus yang sama di tahun sebelumnya, di

Jalan Tanjungpura Kota Pontianak. Sekelompok warga mereka diusir dari etnis lain

karena tempat tinggal mereka dituduh sebagai daerah illegal atau milik dari etnis

tertentu.

“Untung ada seorang biarawan dari ordo Fransiskan Capusin

(OFMCap), membantu teman-teman kami Pak untuk

mengungsi di salah satu tempat yang cukup kondusif untuk

mereka tinggal sementara waktu”.75

Bapak Lien Lim mengisahkan bahwa sampai sekarang tidak ada ruang untuk

membela mereka. Teman-temanya selalu berharap agar bisa bernegosiasi dengan

tokoh-tokoh yang terkait dalam menangani masalah tersebut. Sampai saat ini menurut

tuturannya bahwa permasalahan ruang kebebasan tempat tinggal bagi etnis Tionghoa di

Kota Pontianak semakin diperketat oleh pihak yang terkait di ruang wilayah penataan

Kota Pontianak.

74

Ibid. 75

Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

102

2.3 Membeku Pengembangan Budaya Etnis Tionghoa

Kasus berikut ini adalah seorang mahasiswa etnis Tionghoa, merasa sedih ketika

pengalaman diskriminasi itu menimpa dirinya. Kejadian tersebut, terjadi pada saat ia

ingin kuliah di salah satu perguruan tinggi di Kota Pontianak dengan mengambil

program studi pendidikan Bahasa Indonesia. Salah satu dosen dari etnis lain

menyudutkannya.

Informan kesembilan, Reny (nama samaran). Reny mengisahkan bahwa

bahasa rasisme sungguh dirasakan sebagai pengalaman yang menyakitkan baginya saat

ingin menunjukkan kemampuanya dalam bidang bahasa Indonesia. Ia ingin bergabung

dengan etnis lain di salah satu pendidikan perguruan tinggi di Kota Pontianak.

Ungkapan dari salah satu dosen membuat ia trauma dengan masalahnya.

“Saya juga kaget ketika dosen itu mengatakan secara langsung

memang kamu mata sipit apa bisa menjadi guru? Apa lagi

masuk dalam program studi bahasa Indonesia?” […..] Saya

kaget dan merasa sedih sekali Pak. Akhirnya dengan terpaksa

saya kuliah di perguruan tinggi lainnya dan memilih di

perguruan swasta di bagian akuntansi. Pertama kali saya tidak

bisa menerima situasi tersebut. [….] Saya merasa ujaran

kebencian dan diskriminatif dari dosen tersebut sangat melukai

perasaan saya waktu itu”. Bahkan saat ini saya tidak melupakan

begitu saja” (Wawancara, 18 November 2018).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

103

Reny menjelaskan bahwa pengalaman diskriminasi tersebut, sangat

menyakitkan baginya dan juga teman-temanya di kalangan generasi muda Tionghoa di

Kota Pontianak ketika dia juga membagikannya pengalaman tersebut.

“Bagaimana saya membangun relasi untuk kearah yang lebih

baik ke masa depan, ternyata luka sejarah lama juga belum

tersembuhkan dengan stigma dan dikriminasi ras yang

sebenarya sudah berakhir di era reformasi”.76

Reny juga mengatakan bahwa mereka sebagai etnis yang selalu menjadi

kambing hitam di Kota Pontianak, ingin menutup kepahitan masa lalunya, namun

meruak lagi ketika narasi itu tidak pernah berakhir dan muncul di pasca reformasi.

“Saya kecewa sekali Pak... [….] saya tidak mau lagi mengusik

hal-hal yang traumatik bagi perkembangan psikis saya saat ini.

Saya juga tidak suka tidak suka berbicara yang terlalu sensitif

tentang etnis saya saat ini. Pengalaman yang saya alami

selama ini sangat dirasakan sebagai tindakan pembunuhan

karakter saya. Atau boleh dikatakan semacam dikebiri cita-

cita saya untuk menjadi seorang guru bahasa Indonesia di

negeri ini.”77

Selain itu Reny juga mengisahkan bahwa yang sangat menarik adalah salah satu

temannya yang bernama Ria (nama samaram) dari etnis Tionghoa diterima di salah

satu kampus di Kota Pontianak untuk mengambil pendidikan seni dan budaya. Kata

Reny bahwa Ria temannya mengambil program studi tersebut sangat beruntung. Karena

dengan bergabung dengan etnis lain, memudahkan temannya untuk menyatukan dan

menepis stereotip yang berlebihan atas mereka.

“Bagi kami seni dan budaya dapat menyatukan perbedaan di Kota

Pontianak. Idealnya demikian. Tetapi tetap ada permainan politik

identitas yang sangat parah bagi kami di Kota ini”.78

76

Hasil wawancara, 18 November 2018. 77

Ibid. 78

Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

104

Reny mengisahkan dalam perjalanan kuliah temannya pada akhirnya mengalami

diskriminasi. Salah satu contohnya adalah pihak kampus tidak mengijinkan temannya

untuk merayakan imlek bersama keluarganya karena bersamaan dengan ujian akhir

semester ganjil.

Rentetan pengalaman-pengalaman diskriminasi yang dialami Reny, baginya

merupakan potret ketidaksukaan sejak reformasi bergema di masyarakat Kota

Pontianak. Karena begitu kompleksitasnya pengalaman diskriminasi di kalangan mereka di

Kota Pontianak bukan hanya aspek kemanusiaan saja, akan tetapi juga simbol-simbol

perayaan tidak bisa diterima secara utuh oleh etnis lain di Kota Pontianak.

Menurut Reny, bukan hanya itu pada saat perayaan imlek, ada beberapa warga

merasa terusik dengan bunyi petasan sepanjang perayaan berlangsung. Padahal bunyi

petasan itu dilakukan oleh anak-anak muda sebagai kegembiraan dalam menyambut

perayaan Tahun Baru Imlek di Kota Pontianak seperti juga di daerah lainya di

Indonesia.

“Saya juga merasa jengkel karena tetangga kadang-kadang

membentak anak-anak kami dan mengeluarkan kata-kata yang

tidak bersahabat.” 79

Hal ini juga nampak pada reaksi dan tanggapan etnis lain yang memunculkan

kecemburuan sosial saat perayaan imlek kami berlangsung.

[……], Kata mereka bahwa keramaian pengunjung karena

parade naga menarik, tetapi di sisi lain membuat lalu lintas

terganggu luar biasa, karena pawai berlangsung cukup lama

dan membuat jalanan penuh dengan sampah. Ada baiknya

79

Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

105

ditahun mendatang parade ini dipusatkan di lapangan atau area

yang tidak mengganggu lalu lintas”.80

Ketegangan lain juga yang terjadi Kota Pontianak adalah di tempat kuburan

warga Tionghoa. Dari sekelompok anak-anak dari etnis lain, memposisikan dirinya

sebagai pembersih kuburan milik etnis Tionghoa. Mereka melakukan spontanitas secara

berkelompok. Kelompok tersebut semacam mengais rejeki di saat ritual tiap tahun

warga Tionghoa melakukan sembahyang kubur . Mau tidak mau mereka memberi uang

sebagai upah kepada mereka yang merasa diri telah bekerja dengan keras di lingkungan

kuburan etnis Tionghoa. Yang sebenarnya tidak ada yang menyuruh mereka (baca:etnis

lain) untuk membersihkan kuburan orang-orang Tionghoa. Mereka tidak mempunyai

patokan yang tetap dalam mengupah atau membayarnya. Terkadang mengalami

ancaman bila dari pihak etnis Tionghoa tidak memberi sesuai permintaan para

pembersih kubur.

Menurut Reny ada kelompok tertentu juga mengambil persembahan untuk arwah

di kuburan berupa buah-buahan atau makanan yang sudah didoakan dalam tata cara adat

etnisTionghoa.

“Bagi kepercayaan kami warga Tionghoa persembahan

tersebut, sangat sakral sebagai ikatan emosi dengan yang sudah

meninggal. Fenomena ini bagi kami etnis Tionghoa sangat

tidak masuk akal dan tidak adil. Mengapa mereka mencuri

persembahan-persembahan untuk orang mati” .81

Informan kesepuluh, Bapak Lie Sau Fat82

. Respond atau reaksi dari Bapak Lie

Sau Fat sebagai ketua Etnis Tionghoa Kalimantan Barat bahwa, berbagai pengalaman

diskriminasi di atas, yang menimpa warga Tionghoa di Kota Pontianak menjadi sebuah

80

Ibid. 81

Ibid. 82

Hasil wawancara, dengan Ketua Etnis Tionghoa 11 November 2019.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

106

ruang untuk bisa bernegosiasi mengapa perilaku diskriminasi selalu hadir di wilayah

masyarakat kelas bawah.

Wawancara dengan Bapak ini tidak berlangsung lama karena keadaannya saat

itu lagi sakit. Akan tetapi selama 15 menit dia mengisahkan panjang lebar tentang

persoalan di Kota Pontianak.

“Ketika reformasi bergaung saya senang sekali. [….] Saya

mulai sesuatu yang lain untuk menghidupkan kembali budaya

kami. Saya membuat sebuah buku tentang aneka Budaya

Tionghoa yang selama 32 tahun kami tidak rayakan. […..]

bahkan sebagian warga Tionghoa di Kota Pontianak tidak

paham semua aneka budaya yang sudah lama kami tinggalkan”

(wawancara, 11November 2019).

Menurut Bapak Lie Sau Fat, diharapkan dengan berbagai wacana dari tokoh-

tokoh multietnis di Kota Pontianak, untuk sama-sama duduk mencari jalan dan akar

permasalahan tersebut. Bahkan ada ruang khusus untuk mencari dan menemukan

pemahaman yang sama konsep etnisitas yang sejatinya tidak dipersoalkan lagi di zaman

postmoderen, meskipun masih banyak yang menolak di kalangan etnis Tionghoa

perbincangan tentang etnosentrik.

“Hal ini tidak mudah, karena di masyarakat Indonesia pada

umumnya dan di Kota Pontianak pada khususnya pengakuan

identitas antaretnis sama-sama masih merasa unggul dan kuat.

Permasalahan soal etnisitas masih menjadi ajang persoalan

yang selalu diperbincangkan baik di ruang akademisi, politik

maupun pada wilayah masyarakat multietnis yang masing-

masing ingin diterima dan diakui identitasnya secara baik dan

benar. [….] secara jujur, akhirnya kita sepakat menyatakan

bahwa bicara etnisitas hanya sebuah fiksi atau bayang-bayang

saja, karena dominan dikontruksi oleh orang lain tentang

identitas kita supaya kita lepas bebas dari namanya

diskriminasi ras”.83

83

Hasil wawancara, 11 November 2019.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

107

Menurut Bapak Lie Sau Fat, apa yang dikisah tentang diskriminasi ras yang

terjadi di kalangan etnis Tionghoa di Kota Pontianak, maka semuanya ini tidak luput

dari korban sejarah hidup yang dipelitiri oleh kepentingan yang berkuasa dalam otoritas

pemimpin di Negara Indonesia.

B. Berbagai Perlawanan Etnis Tionghoa Dalam Menanggapi Diskriminasi

Bagian sub bab ini, saya mendeskripsikan bagaimana etnis Tionghoa di Kota

Pontianak melakukan strategi atau perlawanan atas diskriminasi yang mereka alami baik

sejak bangsa kolonial sampai pada era Orde Baru maupun pada pasca reformasi. Dalam

tulisan ini konsolidasi identitas yang dlakukan adalah: pertama, pembangunan

pendidikan (formal dan nonformal). Kedua, kebangkitan politik identitas dan ketiga,

penguatan bidang sosial budaya.

Mereka melakukan sebuah gerakan perlawanan melalui „konsolidasi identitas‟

(istilah penulis) di berbagai aspek kehidupan yang bertujuan untuk menguatkan dan

menyatukan kembali identitas mereka yang teretak, serta berupaya agar membebaskan

dari praktik diskriminasi ras yang terjadi di Kota Pontianak. Tiga informan di bawah ini

sangat mendukung observasi selama penelitian dengan fokus pada tiga aspek

(pendidikan, politik, dan sosial budaya) yang bagi saya sangat penting untuk

mengaktualisasikan identitas mereka di Kota Pontianak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

108

1. Pembangunan Pendidikan

Bagian bidang pendidikkan, ada dua hal yang menjadi sorotan untuk

pembangunan pendidikan bagi etnis Tionghoa yakni, pendidikan formal dan nonformal.

Di era pasca reformasi, mereka begitu bebas menghirup udara ruang demokrasi dalam

pembangunan di bidang pendidikan di Kota Pontianak.

Gagasan-gagasan di bawah ini yang bersumber dari informan serta hasil

observasi dan sumber peneliti sebelumnya, semakin memperlihatkan secara tajam

bahwa etnis Tionghoa sangat peduli, serius dan tanggungjawab membangun generasi

muda melalui pendidikan. Melalui pendidikan inilah, mereka semakin meningkatkan

mutu hidup. Martabat mereka tidak mau lagi diinjak oleh etnis lain sebagaimana yang

dirasakan pada era Orde Baru.

1.1 Pendidikan Formal

Informan sebelas, Ibu Yulianti (nama samaran). Ibu Yulianti

mengisahkan bahwa sejak reformasi gerakan perlawanan mereka lebih kuat ke arah

pendidikan sebagai corong untuk membantu masyarakat di Kota Pontianak yang tidak

hanya untuk kalangan etnis Tionghoa saja tetapi juga belaku untuk etnis lainya.

“Kami memang melakukan gerakan pertama adalah melalui

pendidikan baik formal maupun nonformal. […..] pembangun

pendidikan ini juga tidak terlepas dari peran misi Katolik. Sejak

reformasi, banyak perubahan khususnya swasta, yang

didominasi oleh etnis kami, Tionghoa”. (Wawancara, 12

Oktober 2018).

Ibu Yulianti menyadari pula bahwa di Kota Pontianak begitu banyak persaingan

sekolah baik negeri maupun swasta. Ibu Yulianti menyadari bahwa sekolah negeri di

Kota Pontianak identik dengan etnis Melayu, Bugis, Jawa dan Dayak serta etnis lainnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

109

Maka tidak heran etnis Tionghoa juga tidak mau kalah dalam pengembangan mutu

untuk bersaing secara sehat demi menjaga kualitas pendidikan di Kota Pontianak.

“Kami mengutamakan pendidikan, itu sebagai dasar untuk

maju. [….] Kami sangat peduli dengan pendidikan.

Pendidikan itu pemutusan dari rantai kemiskinan. Pendidikan

itu mengangkat martabat manusia yang terinjak karena miskin.

Bagi kami kualitas dan kuantitas sangat kami tekankan untuk

kemajuan pendidikan di Kota Pontianak. Selain tujuan sebagai

partisipatif juga mau menunjukkan bahwa, kami etnis Tionghoa

ikut mencerdaskan bangsa yang tidak hanya berkiprah di era

pasca reformasi tetapi sejak pra-kemerdekaan golongan kami

ikut memberi diri untuk membangun kemajuan masyarakat di

bidang pendidikan di Kota Pontianak”.84

Ketika ditanya apakah benar diskriminasi terjadi karena pelayanan pendidikan di

kota Pontianak menampilkan eklusif bagi etnis Tionghoa? Jangan jangan perubahan

demikian, memicu kecemburuan sosial karena guru dan murid terkungkung atau

membludak dalam wilayah/daerah yang berbasis etnis Tionghoa. Atau etnis Tionghoa

mau mencari pada zona nyaman dan sudah tidak mau lagi bertarung dengan etnis lain

di dunia pendidikan yang dipimpin oleh etnis lain.

“ Motivasi kami bukan untuk mencari aman saja. Atau kami

membuat benteng secara eklusif. Akan tetapi ada banyak bukti

bagaimana kami berjuang di bidang pendidikan di Kota

Pontianak. Mengenai diskriminasi dan kecemburuan sosial itu

persoalan lain. Itu wajar-wajar saja, karena di mana ada

kemajuan dalam masyarakat tentunya akan muncul tantangan-

tantangan yang bisa menyingkirkan kemajuan itu sendiri.

Perubahan itu menyakitkan bila tidak siap menerimanya.”85

Untuk mendukung jawaban dari Ibu Yulianti, saya menguraikan hasil temuan di

lapangan tentang sekolah-sekolah formal yang didominasi oleh etnis Tionghoa di Kota

Pontianak yang dapat dilihat pada tabel satu (1) bagian terlampir dalam tesis ini. Data-

data dalam tabel tersebut, menunjukkan bahwa proses pendidikan di sekolah yang

84

Hasil wawancara, 12 Oktber 2018. 85

Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

110

berkualitas dan unggul secara akademik dan nonakademik harus melahirkan cakrawala

demokrasi dengan wacana keadilan sosial bagi seluruh Indonesia yang barang kali ini

yang dapat saya tafsirkan dari temuan observasi di lapangan dan sumber dari informan

yang sangat peduli dengan pendidikan di Kota Pontianak.

Saya melihat bahwa derasnya konsolidasi di bidang pendidikan menunjukan

bahwa etnis Tionghoa sangat besar pengaruhnya dalam membangun pendidikan di Kota

Pontianak yang bisa menggoncang sekolah swasta milik dari etnis lain di Kota

Pontianak. Sekolah-sekolah yang berbasis etnis Tionghoa seakan-akan untuk menyadari

hak dan kewajiban warga atas akses keadilan di bidang pendidikan yang sebelumnya

mereka tidak mempunyai ruang bebas untuk mengekspresikanya secara multikultural

dalam membangun kercerdasan generasi muda di Kota Pontianak.

“Kami sangat senang karena sejak reformasi berhembusan ke

lingkungan pendidikan, bagi kami etnis Tionghoa manfaatnya

sangat positif yakni, menyadarkan kami untuk pembangunan

yang berkelanjutan, moderen dan maju sejahtera. Hal ini dapat

dibuktikan beberapa sekolah yang dikelola oleh etnis Tionghoa

dan di dalamnya didominasi oleh murid dan guru Tionghoa.

Seperti misalnya siswa dan guru yang bermayoritas etnis

Tionghoa adalah TK, St.Yosep, SMP Santa Maria, SMK Santa

Maria dan SMA Santu Petrus milik Yayasan Pendidikan

Kalimantan. TK, SD, SMP, dan SMA Bina Mulia milik

Yayasan Bina Mulia dan juga TK, SD SMP, SMA, SMK

Immanuel milik yayasan Immanuel” .86

Ibu Yulianti, bercerita bahwa masih banyak sekolah yang dihuni oleh etnis

Tionghoa di Kota Pontianak terus menerus menyuarakan masalah-masalah bersama

berkaitan dengan kemajuan di bidang pendidikan yang cerdas dan bermutu bagi warga

Pontianak. Menurut Ibu Yulianti yang saat ini dia menjabat sebagai ketua yayasan dan

ketua salah satu Lembaga Pendidikan Tinggi di Kota Pontianak mengatakan bahwa, di

86

Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

111

sekolah yang yang berbasis etnis Tionghoa para tenaga pengajarnya dengan penuh

semangat menyediakan keanekaragaman pengalaman pembelajaran yang kreatif,

menarik dan signifikan

Tujuan dari ibu Yulianti agar memampukan para murid mengakses pengetahuan

lebih berkualitas, ketrampilan dan nilai-nilai yang dibutuhkan sehingga semakin peduli

dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial kemasyarakatan demi terwujudnya

peradaban kasih yang merdeka, damai dan berkeadilan sosial serta sejahtera bahagia

bagi seluruh rakyat Indonesia. Ibu Yulianti memberi contonya SMA Immanuel, SMA

Santu Petrus, SMA Bina Mulia, SMA Santo Paulus dan SMA Gembala Baik.

1.2 Pendidikan Nonformal

Berbagai strategi yang dilakukan oleh etnis Tionghoa tenyata bukan hanya di

bidang pendidikan formal, justru mereka mendominasi lembaga-lembaga kursus sebagai

pendidikan nonformal di Kota Pontianak.

Ya.., kami memang sepakat bahwa peran lembaga nonformal

sangat membantu masyarakat di Kota Pontianak. Pembangunan

SDM lewat lembaga nonformal ini, sebenarnya bukan hanya

ditujukan untuk etnis Tionghoa sendiri tetapi juga terbuka

untuk semua etnis lainya yang ada di kota Pontianak”87

Menurut Ibu Yulianti, lembaga–lembaga kursus di Kota Pontianak pemilik

sekaligus penyelenggaranya adalah dari etnis Tionghoa. Sedangkan tenaga pengajar

sebagian besar dari etnis lain. Untuk mendukung dan melengkapi informasi data dari

Ibu Yulianti kita bisa melihat perkembangan lembaga nonformal ini pada tabel dua (2)

dalam lampiran tesis ini. Bagi ibu Yulianti, adanya lembaga-lembaga tersebut mau

menunjukkan bahwa pengaruh etnis Tionghoa sangat besar untuk memajukan

87

Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

112

kecerdasan generasi muda di Kota Pontianak. Dan ia sangat menyadari bahwa kondisi

kemajuan pendidikan nonformal sejak reformasi sampai sekarang didominasi oleh

pemiliknya adalah warga Tionghoa di Kota Pontianak.

Berdasarkan hasil observasi atau temuan di lapangan, menunjukkan bahwa pada

aspek bisnis pendidikan luar sekolah juga dikuasai oleh warga kelompok Tionghoa.

Lembaga Bimbingan Belajar (Bimbel) ada yang sudah berdiri sejak awal tahun 1980-an,

seperti bimbel Baperda, KSM, dan Gajah Mada. Ketika ditanya apa manfaat utama dari

lembaga-lembaga tersebut?

“Dengan adanya tuntutan persaingan di pasar atau bursa tenaga

kerja yang profesional, setelah tamat sekolah lanjutan atas,

kami berharap peran dan fungsi bimbel sangat diperlukan oleh

para murid di Kota Pontianak dalam rangka meningkatkan

ketrampilan para murid sesuai kemampuan di bidangnya

masing-masing”.88

Sejauh yang ditemukan di lapangan bahwa fenomena seperti di atas, tidak bisa

ditiru dan dibendung lagi oleh etnis lain yang ada di Kota Pontianak. Sehubungan

dengan itu, tampaknya warga Tionghoa sangat tanggap membaca peluang bisnis

pendidikan luar sekolah.

“Untuk mendukung lembaga kursus dan banyak yang tertarik,

kami menyediakan fasilitas ruangan ber-AC, bersih, biaya

terjangkau, dan para instruktur yang professional”.89

Sikap tanggap warga kelompok Tionghoa seperti itulah yang kurang mampu

disaingi oleh warga etnis Melayu dan etnis Dayak, yang berdomisili di Kota Pontianak.

Perlawanan-perlawanan lewat pendidikan nonformal sebenarnya tidak secara langsung

terjadinya sebuah ketergantungan atau kerja sama antara etnis yang ada di Kota

88

Ibid. 89

Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

113

Pontianak terutama hal-hal yang terkaitan dalam bidang produksi dan marketing dunia

pasar dan ekonomi masyarakat lokal di Kota Pontianak.

2. Kebangkitan Politik Identitas

Seperti yang telah di bab sebelumnya bahwa wacana identitas etnis dalam politik

lokal di Pontianak sesungguhnya bukanlah fenomena baru, melainkan sudah lama dan

memiliki jejak historis pada masa lampau. Pada era Orde Baru, yaitu di era peran militer

sangat menonjol dan mendominasi aspek kehidupan masyarakat, identitas etnis

Tionghoa di Pontianak tidak terlalu terlihat di permukaan.

Dalam konteks politik dan birokrasi, etnis Melayu dan Dayak menjadi kelompok

utama di dalamnya di bawah kendali kepemimpinan dari militer atau setidaknya

representasi pemerintah pusat. Sementara itu, etnis Tionghoa yang tidak memiliki

kebebasan politik atau setidaknya banyak hambatan untuk aktif di politik, bahkan

hampir tidak ada dari mereka yang memasuki dunia politik dan pemerintahan. Mereka

kemudian berkonsentrasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis, tetapi ada juga yang

menjadi petani atau „cina kebun‟ di daerah Siantan (Pontianak Utara). Lalu bagaimana

mereka melawan ketika politik itu membekukan gagasan mereka dalam meraih kursi di

tingkat pemerintahan Kota Pontianak.

Informan dua belas, Beny (nama samaran). Menurut Beny pada era reformasi

kalangan kelompok Tionghoa juga bisa menikmati sebagaimana warga negara dari

berbagai etnis lain yang ada di Indonesia pada umumnya dan di Kota Pontianak pada

khususnya

“Jujur saja pak, saya meskipun tidak ingin merebut kursi

pemerintahan, saya ada di belakang teman-teman untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

114

mendukung dan mengusung dari etnis kami. Buktinya dari

partai yang support di Kota Pontianak bisa menjadi wakil

gubernur di Kota Pontiank. Jadi dengan adanya reformasi di

bidang politik, sangat terbuka bagi kalangan Tionghoa untuk

terjun ke panggung politik, baik menjadi anggota legislatif

maupun menduduki jabatan penting di lembaga eksekutif”

(Wawancara, 15 Oktober 2018).

Dari pernyataan di atas, sangat didukung oleh temuan La Ode (2012:136),

bahwa pada tahun 1999 tercatat 150-an calon anggota legislatif dari warga kelompok

Tionghoa di Indonesia. Pada pemilu 2004 jumlahnya meningkat, yaitu tercatat 200-an

calon anggota legislatif dan kalangan Tionghoa.

Menurut Beny ketika mereka muncul di panggung politik identitas etnis yang

menonjol dan mencolok adalah “warna” yang lekat dalam kehidupan politik masyarakat

Kalimantan Barat pada umumnya dan Kota Pontianak pada khususnya. Keberadaan

sejumlah etnis khususnya etnis Melayu, Dayak, dan Tionghoa, memberikan dampak

pada pesta kekuatan partai politik di Kota Pontianak. Jadi pada pasca reformasi etnis

Tionghoa melakukan konsolidasi identitas lewat politik membuat mereka semakin

berani untuk mengungkapkan identitas politiknya di tengah multietnis di Kota

Pontianak. Dalam bidang politik seakan-akan mereka ingin menunjukan politik identitas

di Kota Pontianak yang tiba-tiba menjadi menonjol dengan etnis lainnya.

Menurut penuturan Beny persaingan politik berbasis etnis di Kota Pontianak

menjadi pemandangan sehari-hari, terutama pada musim pemilihan umum, baik pemilu

nasional maupun lebih pemilihan kepala daerah. Terlebih lagi, ketika era reformasi

kalangan etnis Tionghoa mendapat kebebasan politik. Keadaan tersebut, membuat

persaingan dan dinamika politik lokal di Kalimantan Barat menjadi begitu kental dan

kaya dengan sajian politik berbau identitas. Keterlibatan warga etnis Tionghoa sebagai

calon anggota legislatif membuat pemandangan di Kota Pontianak terlihat semarak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

115

“Kami senang pak. Usaha kami tidak sia-sia. [….] Hal ini

terjawab dan dengan hasil yang nyata pada tahun 2008-2013

Christiandy Sanjaya yang tinggal di Kota Pontianak terpilih

menjadi Wakil Gubernur Kalimantan Barat”90

Bagi Pak Beny dengan adanya konsolidasi di bidang politik ini menjadi

semangat baru dan pilihan politik di kalangan kelompok Tionghoa semakin

mengkonsolidasi satu sama lain dengan mendirikan partai politik berbasis etnis

Tionghoa yang sebelumnya sudah ada. Hal ini menunjukan tingginya semangat mereka

untuk menampilkan politik identitas. Oleh karena itu Identitas ketionghoannya hendak

ditonjolkan untuk menjadi sebuah kekuatan politik dan simbolik dalam kehidupan dan

relasi antaretnis di Kota Pontianak.

3. Penguatan Bidang Sosial dan budaya

Seperti yang telah di bahas pada bab sebelumnya, bahwa sejak reformasi

masyarakat Tionghoa begitu bebas berekspresi seni di ruang publik tanpa rasa beban

dan takut. Baik dalam merayakan perayaan imlek atau Tahun Baru China, ritual

sembahyang kubur, seni tarian barongsae, festival perarakan naga maupun pertunjukan

tatung dalam mengisi kemampuan dan kekuatan roh hadir dalam tubuhnya.

Bagian ini, akan memperlihatkan secara singkat bagaimana perlawanan-

perlawanan mereka yang dampaknya begitu kuat atmosfirnya dalam pengembangan

sosial budaya. Dampak sosial budaya dari keterlibatan kelompok Tionghoa dalam

politik di Kota Pontianak sesungguhnya sudah sangat jelas. Sebagai multiplier effect

(efek penggadaan) dari reformasi politik yang mendorong demokrasi dan kebebasan,

90

Hasil wawancara, 15 Oktober 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

116

kalangan kelompok Tionghoa merasa mendapatkan ruang yang terbuka lebar bagi

mereka untuk mengembangkan diri dalam konteks kehidupan sosial budaya.

Untuk menguatkan uraian-uraian di atas, melalui informan berikut ini bisa

dilihat bagaimanakah respon etnis Tionghoa dalam melakuan konsolidasi identitas

lewat gerakan-gerakan di bidang sosial budaya?

Informan tigabelas, Bapak Gunawan (nama samaran) Bapak Gunawan

mengungkapkan secara jujur bahwa jika sebelum reformasi, kiprah sosial warga

Tionghoa cendrung bersifat eksklusif, dalam arti hanya terbatas untuk kalangan sesama

kelompok Tionghoa sendiri.

“Pasca reformasi, kami sadar dan terdorong untuk lebih

terbuka dan membuka diri dengan orang lain. Berbagai

kegiatan sosial di masyarakat, seperti gotong-royong, perayaan

hari nasional, serta menjadi pengurus yayaan pendidikan umum

lintas etnis dan agama, menjadi sesuatu yang teramat wajar dan

biasa di Kota Pontianak saat ini” (Wawancara, 10 Oktober

2018).

Menurut Bapak Gunawan, etnis Tionghoa tidak lagi merasa ada beban dan

kendala tertentu. Orang-orang dari kelompok etnis Tionghoa tidak lagi merasa hanya

terkungkung dalam batas kegiatan ekonomi dan bisnis semata. Ada dunia yang jauh

lebih luas terbentang di hadapan mereka dan bebas untuk dimasuki. Perubahan seperti

ini semakin mereka kuat untuk mencari titik-titik kelemahan dari etnis lain terutama

dalam persaingan hal-hal yang bersifat virtual di bidang sosial dan kebudayaan.

Pada temuan di lapangan bahwa perubahan-perubahan itu secara nyata adalah

dengan membludaknya rumah atau tempat doa bagi etnis Tionghoa, menguatnya Bahasa

Mandarin di lingkungan pendidikan dan masyarakat dan berbagai paguyuban yayasan

yang sangat membantu mereka untuk saling membantu satu sama lain. Pada bagian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

117

bidang sosial budaya ini, sangat menyatukan kembali kebersatuan mereka sebagai etnis

dimana selama 32 tahun mereka direpresi oleh otoriter penguasa tunggal.

Berdasarkan hasil observasi bahwa kehadiran rumah-rumah doa bagi etnis

Tionghoa menjadi pemandangan yang semarak di Kota Pontianak seperti, Kelenteng-

kelenteng, Pekong-pekong, Vihara dan Patung Budha besar di Jalan Admad Yani

menuju lapangan Bandara Kota Pontianak. Di bidang bahasa mereka mendirikan secara

khusus lembaga khusus untuk bahasa Mandarin dan tempat kursus bahasa Mandarin di

Jalan Teuku Umar Kota Pontianak dan Sekolah Tinggi Bahasa Mandarin tepatnya di

Jalan Ahmad Yani- menuju Bandara Supadio Pontianak.

Selain itu Bapak Gunawan mengisahkan secara terbuka bahwa etnis Tionghoa

di Kota Pontianak, merasa memiliki kebebasan untuk mendirikan yayasan yang

bergerak dalam bidang pendidikan, keagamaan, sosial, dan kebudayaan. Sedangkan di

paguyupan yayasan juga semakin banyak mendirikan di beberapa teritorial di Kota

Pontianak.

“Berbagai yayasan yang kami bangun dapat membantu warga

Tionghoa yang ada di kota Pontianak dan juga etnis lain. Jadi

sebenarnya tujuan kami untuk semua warga masyarakat kota

Pontianak. Salah satu yang menonjol adalah jika ada musibah

kebakaran, anggota paguyuban-paguyuban yayasan yang ada

cepat bergerak untuk memadamkan api yang sedang menyala

di rumah atau toko salah satu warga Tionghoa atapun yang

siapa saja yang kena musibah di Kota Pontianak” .91

Untuk menguatkan penjelasan bapak Gunawan di atas dan juga mendukung

temuan di lapangan akan ditampilkan tabel yayasan-yayasan paguyuban mereka di

Kota Pontianak pada bagian pada tabel tiga (3) dalam tesis ini. Berdasarkan tabel

tersebut, dengan kebebasan sosial budaya kalangan kelompok etnis Tiongha di Kota

91

Hasil wawancara, 10 Oktober 2018.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

118

Pontianak dapat merayakan perayaan Cap Go Meh, sebuah pesta budaya yang

dilaksanakan pada setiap tahunnya, tepatnya berselang Tahun Baru Imlek (lihat

pembahasan di bab sebelumnya).

Oleh karena konsolidasi identitas dalam bidang sosial budaya ini menjadi

semangat kebebasan dalam mengembangkan sosial dan budaya yang dimiliki oleh etnis

Tionghoa di Kota Pontianak.

“Jujur Pak.. lewat pengembangan sosial budaya inilah kami semakin

terbuka di ruang publik, membuat kami semakin merasa lebih betah

untuk bertahan hidup di Kota Pontianak. Dengan kata lain, tidak ada

lagi anak tiri di negeri ini. Kerinduan bathin kami terhadap warisan

budaya leluhur terobati dengan terbukanya ruang bagi kami untuk

mengekspresikann warisan nenek moyang walaupuan nenek moyang

kami berada jauh di seberang negeri asal”.92

Akhirnya dampak konsolidasi sosial budaya keterlibatan etnis Tionghoa di Kota

Pontianak meskipun sulit diukur secara kuantitatif, terasa jelas dari berbagai wujud

kegiatan sosial budaya kelompok Tionghoa yang ada di Kota Pontianak. Kenyataan itu

agaknya terefleksikan dari apa yang dikatakan mereka seperti yang akan dibahas pada

bagian sebelumnya bagaimana mereka berkonsolidasi di bidang sosial budaya dengan

tujuan hanya untuk bersama-sama membangun negeri Indonesia tercinta ini

Kesimpulan

Setelah menguraikan secara detail berbagai pengalaman diskriminasi sosial di

kalangan etnis Tionghoa di Kota Pontianak, maka betapa dilemanya bagi mereka untuk

bisa mengalami sebuah oase yang sejuk ketika berada dengan etnis lain sehari-hari di

Kota Pontianak. Kuatnya budaya curiga dan stereotip yang ekstrim, tentu saja bisa

mengalami sebuah ketegangan tersendiri. Satu pihak ada kelompok yang menerima

92

Ibid.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

119

secara utuh kehadiran mereka di wilayah multietnis, namun ada kelompok etnis lainnya

yang merasa superioritas sehingga menolak secara tidak manusiawi. Fenomena ini

sampai kapan pun selalu menjadi perhatian khusus dari para peneliti etnografi tentang

segala hal ikhwal etnisitas di masyarakat lokal di Indonesia.

Untuk mengatasi semua persoalan tersebut mereka melakukan perlawanan

secara halus dengan konsolidasi identitas di berbagai aspek kehidupan di Kota

Pontianak sebagaimana yang di deskripsikan tersebut di atas. Gerakan konsolidasi

identitas ini bukan sekedar reformasi dan revolusioner semata, tetapi betul betul yang

dilakukan secara konkret sehingga bisa dirasakan oleh etnis Tionghoa dalam kehidupan

mereka di Pontianak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

120

BAB IV

IDENTITAS, DISKRIMINASI, DAN PERLAWANAN

Pengantar

Ruang ekspresi identitas yang dibekukan dan kontruksi oleh etnis lain,

perlahan-lahan muncul berbagai perlawanan dengan cara yang tidak menimbulkan

kekerasan fisik tetapi didominasi oleh gagasan-gagasan yang membangun keberadaban

bersama demi terciptanya nilai-nilai perjuangan, keadilan dan pemenuhan hasrat akan

hak yang sama dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Gagasan yang sederhana

ini adalah hasil temuan, analisis dan penafsiran saya sebagai peneliti di dalam

memperbincangkan permasalahan tentang etnis Tionghoa di Kota Pontianak.

Ruang dalam masyarakat multietnis di Kota Pontianak sebenarnya, suatu

kesempatan untuk memanfaatkan bagaimana masing-masing etnis (Tionghoa, Dayak

dan Melayu) untuk bisa bertahan dalam menciptakan keharmonisan hidup bersama. Di

atas semuanya itu, secara jujur melihat bagaimana karakteristik identitas dari masing-

masing etnis menjadi landasan yang kuat untuk bersama membangun Kota Pontianak

tanpa melihat perbedaan–perbedaan yang dapat menciptakan diskursus identitas yang

merusak tatanan hidup bersama.

Bab IV ini, sebuah analisis untuk memadukan temuan-temuan hasil penelitian di

lapangan dengan literatur dan teori-teori yang saling mendukung dan melengkapi dalam

tesis ini. Keterkaitan teori yang dipakai serta temuan di lapangan menjadi gagasan yang

siginifikan dengan data-data yang peroleh baik berupa wawancara maupun hasil

obsevasi lapangan, untuk diperbincangkan serta menjawab persoalan-persoalan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

121

ada dalam tulisan ini. Ada tiga wilayah yang dianalisis dalam bagian sub bab ini yakni:

retaknya identitas diri, diskursus diskriminasi sosial, dan bentuk –bentuk resistensi

etnis Tionghoa.

1. Retaknya Identitas Diri.

Menganalisis fenomena-fenomena identitas diri etnis Tionghoa di Kota

Pontianak dengan konsep Barker (2000:173-202) tentang identitas diri, sangat relevan

untuk memadukan dengan persoalan di Kota Pontianak. Bagaimana mereka ingin lepas

bebas dari kontruksi sosial etnis lain di Kota Pontianak. Tiga ruang yang saya temukan

dan hal ini selalu dipersoalkan adalah; menyangkut etnisitas, rasial dan nasional.

Persoalan etnisitas, rasial dan nasional, yang menurut Barker di era

postmoderen, ketiga ruang tersebut sebenarnya tidak lain hanyalah ciptaan kultural

yang sementara. Mengapa demikian? Karena masyarakat etnis Tionghoa di Kota

Pontianak baik yang sudah lama berada atau lahir di Kota Pontianak, sangat tidak suka

atau paling benci bahkan sikap penolakan ketika etnis lain menyebutnya mereka sebagai

„orang Cina‟ dari Tiongkok atau para pendatang atau orang asing.

Karena bagi etnis Tionghoa di Kota Pontianak, kata „Cina‟ identik dengan

sejarah negara Tiongkok yang kerap kali sebagai negara komunnis. Warga Tionghoa di

Kota Pontianak mengharapkan agar identitas mereka begitu “cair”. Tidak dibekukan

oleh stigmasasi dan stereotif yang selalu mengganjal mereka untuk mengekspresikan

identitas dirinya di tengah keberagaman etnis lain di Kota Pontianak. Di era

postmoderen ini, mereka merasa tidak ada keturunan aslinya karena banyak di antara

mereka sudah kawin „campur‟ dengan etnis lain di Kota Pontianak. Mereka sangat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

122

senang dipanggil nama atau identitasnya seperti nama warga yang familier di Kota

Pontianak.

Ketika etnis lain selalu melihat identitas Tionghoa di Kota Pontianak secara ras,

warna kulit dan gesture fisiknya, seringkali mereka tidak bisa berbaur dan merasa asing

dengan warga dari etnis lainya. Mereka tidak bisa leluasa untuk mengekspresi

ketionghoan mereka, karena sudah distigma berlebihan oleh etnis lain. Mereka

berjuang untuk bebaur dengan etnis lain dan masih saja etnis lain mengganggap dan

melihat sebagai ras yang lain di Kota Pontinak. Pada hal kenyataanya dalam beberapa

abad dan di era postmoderen ini warga etnis Tionghoa tidak ada yang asli karena

mereka sudah „terhibrid‟ dengan cara kawin campur dengan etnis Dayak, Melayu

ataupun dengan etnis yang lain ada di Kota Pontianak misalnya etnis dari Jawa

menikah dengan etnis Tionghoa.

Berbagai temuan di atas, Barker melihat secara sosial bahwa, sebenarnya

persoalan etnis seseorang tidak bersifat stabil lagi, tetapi dinamis. Dengan kata lain

keturunan manusia secara ras, tidak pernah stabil tetapi bersifat dinamis. Di mana

masyarakat bisa mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain. Akhirnya dengan

menganalisis temuan fenomen-fenomena di lapangan dengan memadukan konsep

Barker (2000) dalam cultural studies menjadi sebuah fase untuk bisa diterima secara

utuh oleh masyarakat dalam menerima pelbagai keberagaman yang dimiliki oleh

masing-masing etnis yang ada di Kota Pontianak. Karena kenyataan bahwa, masyarakat

di Kota Pontianak yang sudah lama menetap di kota tersebut, dengan mobilitas

manusia yang begitu luas dan sudah berlangsung begitu lama, yang menyebabkan

terjadinya perkawinan campur antar berbagai rasa atau kelompok etnis, “kemurnian” ras

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

123

sulit dipertahankan. Mana yang asli mana yang sudah terhibrid oleh pertemuan antar ras

lain. Identitas tidak terlepas begitu saja secara tunggal, akan tetapai terkait dengan

identitas diri dan identitas sosial atau identitas terkait dengan yang pribadi dan yang

sosial, tentang diri kita bersama orang lain. Oleh karena itu, identitas seseorang bukan

suatu hal yang paten yang kita miliki melainkan suatu proses menjadi. Ini adalah suatu

pemutusan strategis atau stabilisasi temporer dalam bahasa. Kita bisa memahami

identitas sebagai diskursus „regulatoris‟ tempat kita terikat melalui proses identifikasi

atau iventasi emosional. Maka retaknya identitas di kalangan etnis Tionghoa di Kota

Pontianak sebuah pencerahan bagi saya untuk menelusuri perkembangan subjek yang

mengalami keretakan, terpinggiran yang telah dikontruksi oleh etnis lain di Kota

Pontianak.

2. Diskursus Diskriminasi Sosial.

Diskursus tentang diskriminasi sosial secara ras mempunyai sejarah yang

panjang bagi etnis Tionghao di Kota Pontianak. Persoalan antaretnis sejak

prakemerdekaan hingga di era reformasi selalu muncul gesekan yang memanas

antaretnis, sehingga sampai sekarang menjadi narasi dan ingatan kolektif yang selalu

dipelihara dalam pikiran dan perasaan seseorang.

Permainan imaginasi antaretnis sangat kuat menggiring opini untuk selalu

mengingat bahwa relasi antaretnis menjadi sebuah ruang harmoni dan oase yang

menyejukan, membutuhkan sebuah perjuangan bersama. Persoalan masa lalu belum

selesai secara tuntas maka hasrat yang melekat dalam etnis tertentu memuncul

stereotip, prasangka-prasangka dan stimagtisasi yang berlebihan membuat di etnis

Tioghoa merasa „liyan‟ keterasingan dengan etnis lain di Kota Pontianak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

124

Merujuk konsep Mely G. Tan (2008) bagaimana diskriminasi secara ras

bertalian dengan perilaku yang membeda-bedakan secara negatif maupun positif.

Fenomena-fenomen tersebut sangat dirasakan secara nyata hadir dalam memberikan

privelege atau hak istimewa berdasarkan ras, asal usul etnis, agama, tetapi juga warna

kulit, jender, umur, keadaan sosial ekonomis, fisik, mental, dan lain sebagainya.

Pengelompokan seperti ini oleh kelompok-kelompok lain dilihat dan diperlakukan

berbeda, bahkan dengan cara merugikan, ataupun dengan permusuhan. Di kota

Pontianak jika dikaji lebih dalam, diskriminasi sosial muncul dalam hubungan antara

kelompok mayoritas dan minoritas secara ras. Persaingan antara etnis tidak terbendung

lagi untuk mempertahankan hasrat pemenuhan hak dalam bidang ekonomi, pendidikan,

sosial budaya dan politik.

Etnis Tionghoa di Kota Pontinak berada di dua sisi yang berlawanan. Pertama,

mereka adalah korban diskriminasi dari dua sejarah masa lalu (era bangsa kolonial dan

Orde Baru) dan ini berlaku bagi semua kalangan etnis Tionghoa di Kota Pontianak.

Kedua, etnis kalangan bawah mereka mengalami diskriminasi secara ras, karena korban

dominasi kalangan etnis kelas atas yang mengepung dua etnis lain di bidang ekonomi,

politik dan sosial budaya.

Temuan dua hal tersebut, bila dianalisis diskursus tentang diskriminasi sosial

yang bersifat ras, bahwa apa yang dialami oleh warga Tionghoa tetap menjadi persoalan

baru. Dengan menggambarkan demikian, diskriminasi secara ras sejak pasca reformasi

tetap saja menjadi sebuah pertanyaan mengapa dalam kenyataan di masyarakat praktek

dan perilaku diskriminasi ras masih terjadi di kalangan etnis Tionghoa di Kota

Pontianak?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

125

Bila disandingkan dengan temuan-temuan dalam berbagai narasi diskriminasi

sosial seperti yang dideskripsikan di bab III, sebenarnya ada beberapa hal yang

menjadi kesadaran setiap orang di tengah keberagaman etnis di Kota Pontianak, seperti

misalnya (1) keberagaman budaya multietnis di Kota Pontianak seharusnya

mendapatkan status dan karakter di ruang publik tanpa melabelkan keunggulan salah

satu etnis yang dominasi dialam kebudayaan itu sendiri; (2) minoritas secara ras hampir

tidak dapat berharap akan dipikirkan secara serius sehingga ketika terjadi pergesekan,

muncul sebuah ketegangan baru dalam relasi antaretnis di Kota Pontianak, (3)

komunitas minoritas etnis Tionghoa harus diizinkan untuk mengembangkan arah dan

tujuan pilihan mereka sendiri tanpa distandari atau yang diinginkan oleh etnis lain di

Kota Pontianak. Bila hal-hal ini dijalani pada koridor yang tepat maka stereotif,

prasangka-prasangka negatif serta stigma yang berlebihan lamban laun hilang di era

postmoderen.

3. Bentuk-Bentuk Resistensi Etnis Tionghoa

Konsep James C.Scott (1990) tentang perlawanan sangat menarik dengan

temuan-temuan permasalahan di Kota Pontianak. Ulasan-ulasan Scott tentang

perlawanan, jika dianalisis dalam penelitian ini, sebenarnya sudah dipraktekkan oleh

warga Tionghoa di Kota Pontianak.

Mereka melakukan perlawanan secara halus, melalui konsolidasi identitas diri di

berbagai aspek yang membangun kehidupan masyarakat etnis Tionghoa dan juga untuk

masyarakat sekitarnya. Apa yang diakukan oleh etnis Tionghoa di Kota Pontianak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

126

merujuk pada pendapat James C.Scoot (1990) dalam bukunya yang berjudul,

Domination and The Arts of Resistance (Hidden Transcript).

Bentuk bentuk resistensi di kehidupan masyarakat, yang muncul akibat adanya

praktik hegemoni yang dilakukan oleh kelompok atau kelas penguasa, yang melakukan

berbagai aktivitas dominasi serta legitimasi untuk melanggengkan kekuasaan. Hal ini

jika dikaitkan dengan situasi masyarakat Tionghoa bahwa selama 32 tahun di era Orde

Baru etnis Tionghoa merasa sebagai kelas bawah yang ditekan dengan berbagai cara

oleh pemangku kepentingan di era tersebut. Kondisi masyarakat kelas bawah (baca:

etnis lain) ikut menekan keadaan warga Tionghoa khususnya di Kota Pontianak. Oleh

karena itu, praktik-praktik hegemoni itu di antaranya tidak dilakukan dengan tindakan

yang represif melalui eksploitasi. Tindakan eksploitasi dan praktik dominasi

menimbulkan adanya perasaan rendah dan terhina, bahkan tertindas bagi kalangan

subordinat (kelas bawah).

Pola interaksi antarsubordinat dikemudian hari, secara informal terpelihara dan

terjalin terus hingga memunculkan upaya resistensi. Narasi-narasi ketidaksukaan

terhadap etnis Tionghoa sampai hari inipun tidak pernah berakhir. Maka jika

dikemudian hari (postmodern) adanya kelanjutannya bagaimana resistensi akan muncul

dalam bentuk dan tahap-tahapan di antaranya dalam bentuk protes terbuka, melalui

demonstrasi, kerusuhan hingga pecah menjadi gerakan besar dengan langka

revolusioner (Scott, 1999;1-7).

Di kalangan etnis Tionghoa di Kota Pontianak, mereka tidak melakukan

resitensi seperti gerakan dalam konsep tersebut di atas. Mereka sudah trauma dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

127

kerusuhan-kerusuhan yang berbau ras di Indonesia. Mereka sudah tidak mau terulang

lagi seperti kejadian Mei 1998 di Jakarta. Mereka sebagian besar keluarga jadi korban

dengan tindakan para perusuh yang tidak manusiawi. Pola interaksi dari gagasan Scott,

dapat dilihat dalam permainan melalui konsolidasi identitas sebagai bentuk perlawanan

etnis Tionghoa di Kota Pontianak serta sebagai salah satu cara mengresinifikasi

identitasnya untuk melawan diskriminasi tersebut.

Orang Tionghoa menghidupkan kembali identitas mereka sebagai etnis yang

ingin menunjukan keberadaanya dengan etnis lain yang ada di Kota Pontianak. Gerakan

ini sebagai bentuk perlawanan atas dasar kesadaran warga Tionghoa untuk melawan

diskriminasi dengan cara halus namun bersifat heroitik. Jika merujuk pada pendapat

Scoot tersebut, pola interaksi resistensi dikelompokan dalam dua jenis, yakni public

transcript dan hidden transcript.

Public transcript hanya menunjukan tampilan luar, sengaja menutupi atau

menyembunyikan motif sebenarnya, biasa juga disebut pencitraan. Pola interaksi ini

bersifat terbuka dan langsung melalui ruang-ruang aktivitas. Namun begitu, pola

interaksi ini bisa dilakukan oleh kaum elit yang membutuhkan klaim-klaim sebagai

dasar legitimasi kekuasaan agar dapat diterima dan diikuti oleh kelas di bawahnya.

Masyarakat kelas bawah, akan berlaku seolah-olah patuh pada aturan hegemonic

penguasa, tetapi mulai bersuara ketika berada pada ruang berbeda untuk

mengartikulasikan kebutuhan atau kepentingannya yang muak dengan ketimpangan dan

ketertindasan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

128

Yang kedua, hidden transcript. Pola interaksi ini diwujudkan melalui ucapan

dalam hati, di belakang, dialihkan pada benda lain, tidak scara langsung kepada

penguasa sebagai bentuk perlawanan. Dengan kata lain, pola interaksi hidden transcript

diwujudkan melalui bentuk-bentuk diskursus berupan ucapan, tingkah laku, perbuatan

kelompok arus bawah (subordinat) yang tidak diwujudkan secara langsung terbuka

melalui ekspresi di publik sebagai akibat hegemoni pihak penguasa. Aktivitas-aktivitas

dalam pola interaksi ini di antaranya melakukan perusakan atau penyerangan yang

bersifat anonimus pada rumah atau fasilitas yang menjadi simbol kepemilikan

penguasa, namun tersembunyi tanpa menunjukan bentuk perlawanan. Cara lain adalah

dengan melakukan permainan bahasa, seperti guyonan, candatawa maupun penyebaran

citra buruk melalui berita palsu untuk menjatuhkan atau melemahkan citra penguasa,

yang pada akhir tujuanya adalah menghancurkan dominasi (Scott, 1990:14-15).

Teori Scott dalam menganalisi dan memadukan temuan di lapangan bahwa etnis

Tionghoa melakukan secara secara diam-diam atau lewat jalan belakang atau bahkan

melanggar aturan (hidden transcript). Scott menekankan hidden transcript sebagai

perjuangan kaum tertindas. Oleh karena itu dalam kasus Tionghoa-Indonesia pada

umumnya, dan juga berlaku di Kota Pontianak, hidden transcript dilakukan saat

kepemilikan tanah dan lahan dibatasi, mereka pinjam nama kawan "pribumi" untuk

dipakai mengurus Sertifikat Hak Milik. Strategi ini sering disebut Ali-Baba, yaitu

kolaborasi bawah tangan antara „Ali‟ (pribumi) dan „Baba‟ (Tionghoa Peranakan).

Gagasan Scott dalam sangat sepadan dengan temuan saya untuk digunakan dan

dirujuk untuk menguraikan dan menunjukan aktivitas yang dilakukan oleh warga etnis

Tionghoa di Kota Pontianak sebagai bagian dari upaya resistensi dalam rangka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

129

menyuarakan identitas mereka di Kota Pontianak yang direpresi, terpinggirkan akibat

dari dominasi etnis lain lewat konsolidasi identitas dalam bidang-bidang tertentu yang

membangun kembali ketionghoan mereka di Kota Pontianak. Mereka mempunyai

strategi yang ciamik dengan membentuk sebuah perlawanan-perlawanan yang sangat

halus dan tidak dengan kekerasan fisik. Mereka melakukan perlawanan diskriminasi

bersifat hal-hal yang dapat membangun martabat manusia untuk membangkitkan rasa

kepercayaan identitas ketionghoannya. Fenomena seperti inilah yang membuat etnis lain

tidak bisa berdaya.

Mereka membangun diri lewat bidang pendidikan, politik, dan sosial budaya.

Seperti yang sudah dideskripsikan pada bab III, Pada aspek pendidikan, sejak

reformasi dominasi siswa etnis Tionghoa membludak di sekolah swasta yang

bermayoritas etnis Tionghoa. Dan yang menarik lagi adalah di kalangan etnis

Tionghoa ada yang terlibat menjadi guru di lembaga pendidikan di Kota Pontianak baik

di lembaga pendidikan formal maupun nonformal. Di bidang politik, etnis Tionghoa

banyak yang mencalonkan diri untuk merebut kursi di DPR, DPD hingga menjabat

sebagai Wakil Gubernur Kalimantan Barat. Misalnya, Bapak Christiandy Sanjaya,

terpilih menjadi wakil Gubernur Kalimantan Barat pada pemilihan kepala daerah secara

langsung, 15 November 2007 yang disusung dari partai Demokrat dan dukung oleh

partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan. Di bidang sosial budaya, selain sudah di

bahas di bab 1 dan III tentang gebyarnya perayaan Imlek dan Cap Go Meh, mereka

semakin kuat, ketika mereka berkonsolidasi berupa pendirian yayasan-yayasan dan

paguyuban Tionghoa untuk bisa mengkonsolidasikan diri yang sudah lama teretak

akibat dari konflik yang bernuansa rasial di Kota Pontianak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

130

Dari tiga beberapa dimensi tersebut di atas, membangkitkan semangat mereka

untuk melawan diskriminasi secara produktif. Pada aspek politik cukup siginifkan,

dikarenakan berbicara politik identitas Tionghoa sebenarnya hal ini sebagai akariah

dari sikap perilaku dari etnis lain yang ada di Kota Pontianak untuk menolak mereka

sebagai bagian dari warga budaya yang ada di Kota Pontianak.

Kesimpulan

Apa yang ditemukan di lapangan, dengan data-data yang signifikan bahwa

konsep Barker soal identitas mau diperjuangkan oleh etnis Tionghoa dalam ruang

etnistitas, ras, nasional di pasca reformasi tetap menjadi persoalan tersendiri untuk

menunjukan identitasnya di tengah keberagaman identitas lain di Kota Pontianak. Maka

atas dasar demikian, tindakan diskriminasi sosial secara ras sebagaimana diwacanakan

oleh Mely G.Tan (2008) tetap dirasakan oleh etnis Tionghoa sampai saat ini baik

bersifat verbal maupun nonverbal.

Scott membantu lewat sebuah perlawanan halus dan juga sebagai bentuk budaya

tandingan yang membangkit kesadaran yakni lewat konsolidasi identitas. Inilah yang

tersingkap dalam sebuah kenyataan, bahwa apa yang dilakukan dalam konsolidasi

identitas di berbagai aspek khususnya pada bidang pendidikan, politik, dan sosial

budaya semuanya demi membangun keberlangsungan kehidupan orang Tionghoa dan

juga warga etnis lainnya di Kota Pontianak dengan tidak menggunakan kekerasan fisik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

131

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Setelah mempelajari dan menganalisis fenomena di lapangan dan berangkat dari

rumusan masalah yang disajikan di awal tesis ini, ada empat kesimpulan yang diperoleh

dari penelitian ini. Pertama, sejak pasca reformasi, melalui konsolidasi identitas warga

Tionghoa di Kota Pontianak sangat kuat untuk menunjukkan identitas ketionghoannya

di tengah multietnis lain di Kota Pontianak. Perubahan-perubahan di berbagai aspek

kehidupan seperti ekonomi, sosial budaya, politik. Pendidikan, dan agama

membuktikan saatnya mereka memghirup ruang demokrasi. Akan tetapi di kalangan

warga Tionghoa menengah ke bawah masih merasakan ketidaknyamanan identitas

ketionghoanya di tengah multietnis lainya di Kota Pontianak.

Kedua, sejarah diskriminasi menjadi ingatan kolektif bagi etnis Tionghoa di

Kota Pontianak. Dalam temuan di lapangan bahwa sejarah itu sebagai sebuah dinamika

perjuangan orang Tionghoa di Kota Pontianak dan tidak bisa dilupakan begitu saja oleh

generasi berikutnya. Sejarah diskriminasi itu bukan untuk ditutupi supaya tidak terjadi

budaya balas dendam, tetapi sebagai kesempatan untuk menelususi kebenaran narasi-

narasi diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Kota Pontianak. Banyak akademisi

mereduksi sejarah diskriminasi itu, sehingga kebenarannya patut diuji coba melalui ahli-

ahli yang berkompeten dalam bidang sejarah tentang etnis Tionghoa di kota Pontianak.

Ketiga, banyak orang berpendapat bahwa sejak pasca reformasi, praktik atau

tindakan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa sudah tidak ada lagi. Anggapan demikian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

132

tidak bisa mewakili pengalaman seluruh warga Tionghoa di Kota Pontianak. Temuan-

temuan di lapangan bahwa diskriminasi itu masih dialami oleh sebagian etnis Tionghoa

baik secara verbal maupun nonverbal, hingga saat ini. Dengan kata lain tindakan

diskriminasi itu diartikukulasi oleh etnis lain baik secara verbal maupun nonverbal,

bersifat terselubung namun nyata. Hal ini di alami sebagian besar oleh etnis Tionghoa

kelas bawah. Misalnya mereka yang bekerja di lingkungan pendidikan dan kehidupan

lainnya di masyarakat Kota Pontianak.

Oleh karena itu temuan-temuan dalam penelitian sangat mendukung dengan

pengalaman-pengalaman mereka yang konkret dan sekaligus ruang untuk

mengungkapkan apa yang selama ini mereka takuti untuk diperbincangkan tentang

pengalaman diskriminatif di Kota Pontianak.

Keempat, bentuk-bentuk perlawanan terhadap etnis lain di Kota Pontianak,

nampak dalam pembangunan di pelbagai aspek kehidupan di masyarakat Kota

Pontianak. Dalam temuan di lapangan sesuai dengan menggunakan konsep James C.

Scott (1990), bahwa untuk melawan yang mendominasi etnis Tionghoa melakukan

sebuah strategi atau seni perlawanan dengan model „hidden transcript‟ (tersembunyi

atau terselubung untuk melawan pada „superioritas kelas elite‟). Gerakan ini secara

halus namun bersifat heroik.

Hal ini mereka buktikan melalui ada sebagian yang berani menjadi guru. Mereka

sangat berkualitas di lembaga pendidikan di Kota Pontianak. Mereka mendirikan

sekolah-sekolah yang berkualitas dan lembaga-lembaga kursus pendidikan nonformal

yang unggul dan bermutu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

133

Hal yang mencolok dan menggoncangkan etnis lain adalah sejak pasca

reformasi ada sekelompok warga Tionghoa berani terjun ke panggung politik. Ada yang

DPR Kota atau Provinsi, Wali kota hingga sampai menjabat wakil gubernur provinsi

Kalimantan Barat. Di bidang sosial budaya mendirikan banyak yayasan untuk

keberlangsungan kehidupan warga budaya etnis Tionghoa di Kota Pontianak.

Dari keempat temuan tersebut, maka apa yang dideskripsikan di bagian hipotesa

awal bagaimana etnis Tionghoa mengalami perubahan pada pasca reformasi,

sungguh-sungguh merupakan bentuk ruang demokrasi untuk menunjukkan

ketionghoannya di Kota Pontianak. Akan tetapi perubahan itu tidak dinikmati oleh

warga Tionghoa kalangan menengah ke bawah.

Mereka masih dicengkram oleh diskriminasi sosial secara ras di Kota Pontianak.

Melalui konsolidasi identitasnyalah, mereka melakukan perlawanan dipelbagai aspek

kehidupan secara halus sebagai salah satu cara untuk melawan diskriminasi. Dengan

strategi seperti ini membuat mereka tetap eksis untuk mengungkapkan identititas diri

mereka sebagai orang Tionghoa yang tidak mau direpresi lagi oleh identitas lain di Kota

Pontianak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

134

Saran

Akhirnya dengan bersandar dari berbagai gagasan di atas munculah benang

merah dalam tulisan ini yakni: sejak pascareformasi etnis Tionghoa sudah melebur diri

bersama dengan etnis lain di Kota Pontianak. Meskipun mereka menerobos identitanya

dengan etnis lain akan tetapi stereotif, stigmatisasi, dan praktik diskriminasi ras masih

dialami etnis Tionghoa baik secara verbal maupun nonverbal di Kota Pontianak.

Narasi-narasi diskriminasi ras masa lalu, menjadi ingatan kolektif dan masih

trauma untuk diperbincangkan di ruang publik dan untuk melawan diskriminasi mereka

melakukan perlawanan dengan tidak menggunakan kekerasan fisik, akan tetapi melalui

gerakan halus bersifat heroik lewat konsolidasi identitas diberbagai aspek kehidupan

yang dapat membangun kemajuan bersama dengan masyarakat multietnis lainya di Kota

Pontianak.

Dari pembahasan dan fakta dari fenomena temuan di atas, ada beberapa

rekomendasi yang ajukan. Rekomendasi ini memuat beberapa hal yang belum muncul

dan diharapkan dapat menguatkan untuk penelitian berikutnya. Pertama, bagi ketua

etnis Tionghoa, bahwa tindakan diskriminasi oleh etnis lain sejak pasca reformasi, perlu

ada pendekatan secara luas untuk bisa hidup berdampingan dengan etnis lain di Kota

Pontianak tawaran ini adalah pendekatan life experience atau gerakan hidup inklusif

dengan yang berbeda etnis. Selain itu, wilayah-wilayah perlawanan yang dilakukan oleh

warga Tionghoa di Kota Pontianak, sebenarnya tidak berlaku untuk semua kalangan

etnis Tionghoa yang ada di Kota Pontianak.

Kedua, bagi pemangku kepentingan di Kota Pontianak. Melalui penelitian ini

semakin memperjelaskan bahwa mengapa di kalangan tertentu etnis Tionghoa masih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

135

terasa yang namanya diskriminasi ras di era reformasi. Narasi-narasi dalam setiap

konflk etnis di Indonesia tetap saja ada yang menjadi korban yakni mereka yang merasa

diri kecil, minoritas dan tidak mempunyai ruang untuk bersuara. Maka perlu ada

pendekatan budaya sebagai salah satu cara untuk bisa merekonsiliasi terhadap etnis

yang bertikai di Kota Pontianak.

Ketiga, penelitian ini sudah banyak dilakukan namun kekhasannya adalah soal

pengepungan dan terhimpit oleh dominasi etnis tertentu membuat mereka bangkit untuk

melawan secara halus sejak pasca reformasi berhembus ruang masyarakat Kota

Pontianak. Akhirnya saya menyadari bahwa penelitian diskursus tentang diskriminasi

etnis Tionghoa di Kota Pontianak belum final. Masih ada keterbatasan ruang dan

wilayah yang belum terwakili untuk mengungkapanya hal-hal yang paling urgen, untuk

diperbincangkan secara utuh dan menyeluruh tentang kekhasan etnis Tionghoa di Kota

Pontianak dengan etnis Tionghoa lainnya di Indonesia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

136

DAFTAR PUSTAKA

Ardi, D. Rodolfo., 2018. Sukarno Tionghoa & Indonesia, Relasi Jejak Sejarah dan

Pembangunan Bangsa. Surabaya: ECOSYSTEM Publishing.

Bamba, John. 2008. Mozaik Dayak, Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di

Kalimantan Barat. Pontianak: Institut Dayakologi.

Barker, Chris. (tej.). 2000. Cultural Studies, Teori & Praktik. Yogyakarta: Penerbit

KREASI WACANA.

_________________.2014. Kamus Kajian Budaya. Yogyakarta: PT Kanisius

Beilharz, Peter. (ed.). 2016.Teori-teori Sosial, Observasi Kritis terhadap Para Filosofi

Terkemuka. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budiman, Hikmat. (ed.). 2007. Hak Minoritas, Dilema Multikulturalisme Di Indonesia.

Jakarta : Yayasan Interseksi.

Coppel, A. Charies., (tej.).1994. Tionghoa Indonesia Dalam Krisis. Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan.

Dawis, Aimee. (tej.). 2009. Orang Indonesia Tionghoa Mencari Identitas. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Effendi, Wahyu., & Prasetyadji., 2008. Tionghoa Dalam Cengkraman SBKRI. Jakarta:

Visimedia.

Erasures, Rubber Producing Rights: Making Racialized Territories inWest Kalimantan,

Indonesia Institute of Social Studies, 2019 dan di publikasikasikan oleh Blackwell

Publishing, 9600 Garsington Road, Oxford OX4 2DQ, UK and 350 Main St.,

Malden, MA 02148, USA.

Fanon, Frantz. 2016. White Skin, Black,Mask Kolonialisme, Rasisme, dan Psikologi

Kulit Hitam, Harris H.Setiajid (tr.), Yogyakarta: Jalasutra.

Fat, Sau Lie. 2007. Aneka Budaya Tionghoa Kalimatan Barat.

Pontianak: Muare Public Relation.

Felicia Pratto , Jim Sidanius & Shana Levin c. 2010. Social Dominance Theory And

The Dynamics Of Intergroup Relations: Taking Stock And Looking Forward.

University of Connecticut , Storrs, CT, USA

Giring. 2004. Madura Di Mata Dayak Dari Konflik Menuju Rekonsiliasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

137

Yogyakarta: Penerbit Galang Press (Anggota IKAPI).

Gouda, Frances. (tej.). 2007. Dutch Culture Overrseas, Praktik Kolonial di Hindia

Belanda, 1900-1942. Jakarta: PT SERAMBI SEMESTA.

Heidhues, Mary. Somers,. (tej.). 2008. Penambang emas, Petani, dan Pedagang di

“Distrik Tionghoa” Kalimantan Barat. Jakarat: Yayasan Nabil.

Herlambang, W. 2013. Kekerasan Budaya Pasca 1965. Jakarta: CV. Marjin Kiri.

Heryanto, Ariel. 2018. (Terj). Identitas dan Kenikmatan Politik Budaya Layar

Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.

Hoon, Chang Yau. (tej.). 2012. Identitas Tionghoa, Pasca-Suharto, Budaya, Politik dan

Media. Jakarta: Yayasan Nabil & LP3ES.

Juniardi, Karer & E. Rivansitha, Marjito. 2018. Urgensi Pendidikan Multikultura

Dalam Masyarakat Plural (Studi Kasus di Kota Singkawang. Jurnal HANDEP

Vol.1 No.2 Juni 2018 hal.17-34.

Leo, Suryadinata. (ed.). 2005. Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia 1900-2002.

Jakarta: Pustaka LP3ES.

Loomba, Ania. (tej.). 2016. Kolonialisme/Pascakolonialisme. Yogyakarta: Pustaka

Promethea.

Mahfud, Choirul. 2013. Manifesto Politik Tionghoa Di Indonesia. Yogyakarta:

PUSTAKA PELAJAR.

Ngardi, Valensius. 2018. Gagasan Multikulturalisme Dalam Materi Muatan Lokal

SMP/MTs Di Kalimantan Barat. Jurnal HANDEP Vol.1 No.2 Juni 2018 hal. 59-

80

Ode, La, D. M., 1997. Tiga Muka Etnis Cina-Indonesia, Fenomena di Kalimantan

Barat, Perspektif Ketahanan Nasional. Jakarta: Publising

___________________, Etnis Cina Indonesia Dalam Politik, Politik Etnis Cina

Pontianak dan Singkawang di Era Reformasi 1998-2008. Jakarta: Yayasan

Pustaka Indonesia.

Onghokham. 2008. Anti Cina, Kapitalisme Cina dan Gerakan Cina, sejarah Etnis Cina

di Indonesia Yogyakarta: Komunitas Bambu

Pals, Jennifer L. 1999. Identity Consolidation in Early Adulthood: Relations with Ego-

Resiliency, the Context of Marriage, and Personality Change. University of

California, BerkelePersonality 67:2, April.Copyright © 1999 by Blackwell

Publishers.

Parekh, Bhikhu, (Tej.). 2008. Rethinking Multiculturalism, Keberagaman Budaya dan

Teori Politik. Yogyakarta: Kanisius.

Petebang, Edi. 2018. Muatan Lokal. Pendidikan Multikultur Kelas VII. Pontianak:

Institut Dayakologi

Peterianus, Septian. 2015. Orientalisme Timur Atas Timur-Wacana Pembangunan

Dalam Program Transmigrasi Pemerintahan Orde Baru Di Kabupaten Melawi

Kalimantan Barat (tesis). Tidak dipublikasikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

138

Philpott, Simon. 2000. Rethinking Indonesia. Postcolonial Theory, Authoritarianism

and Identity. London: Macmillan Press.

Purdey, Jemma. (tej.). 2013. Kekerasan Anti Tionghoa di Indonesia 1996-1999. Bali:

Pustaka Larasan.

Putra, Andas N. & Stefanus, Djuweng., 1999. Sisi Gelap Kalimantan Barat,

Perseteruan Etnis Dayak-Madura. Pontianak: PT Midas Surya Grafindo

Rutter, Owen.(tej.). 2017. Sejarah Kalimantan, Catatan tentang Sejarah Sumberdaya

dan Suku-suku Asli. Yogyakarta: Penerbit Indoliterasi.

Saukko, Paula. 2003. Doing Research in Cultural Studies An Introduction to Classical

and New Methodological Approaches. London: SAGE Publications.

Suminar Kristiani. 2018 Badan Pusat Statistik Kota Pontianak 2018. Pernerbit

Internal BPS: Pontianak.

Shakka, Anne. 2019. Cilik-cilik Cina, Autoetnografi Politik Identitas. Yogyakarta: SDU

Press.

Scott, James. C. 1990. Domination and the Arts of Resistance Hidden Transcripts

Copyright © 1990 by Yale University.

Simon, Roger. 2004. Gagasan-Gagasan Politik Gramsci. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Shirashi, Saya Sasaki. 2001. Pahlawan-Pahlawan Belia, Keluarga Indonesia dalam

Politik. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG).

Sugadung, Hendro, Suroyo., 2001. Mengurai Pertikaian Etnis, Migrasi Swakarsa Etnis

Madura ke Kalimantan Barat. Yogyakarta: Institut Studi Arus Informasi &

Yayasan Adikarya IKAPI.

Suhandinata, Justian. 2018. WNI Keturunan Tionghoa Dalam Stabilitas Ekonomi &

Politik Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Suryadinata, Leo. 1999. Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa. Jakarta: Pustaka

LP3ES.

_______________, 1984. Dilema Minoritas Tionghoa Jakarta: PT Grafiti Pers.

Suryana, Yaya. A. H. Rusdiana,. 2015. Pendidikan Multikultural; Suatu Upaya

Penguatan Jati Diri Bangsa. Bandung: Pustaka Setia.

Tan, Mely G. (ed.). 1979. Golongan Etnis Tionghoa Di Indonesia, Suatu

Permasalahan Pembinaan Kesatuan Bangsa. Jakarta: LEKNAS-LIPI & Yayasan

Obor Indonesia.

Tan, Mely G. 2008. Etnis Tionghoa di Indonesia, Kumpulan Tulisan. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia.

Veth, J. P. (tej.). 2012. Borneo Bagian Barat, Geografis, Statistis, Historis 1854 Jilid 1.

Pontianak: Institut Dayakologi.

______________, Borneo Bagian Barat, Geografis, Statistis, Historis 1856 Jilid II.

Pontianak: Institut Dayakologi.

Wardaya, T. Baskara., SJ. 2008. Indonesia Melawan Amerika. Konflik Perang

Dingin,1953-1963. Yogyakarta: Percetakan Galangpres

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: KONSOLIDASI IDENTITAS SEBAGAI BENTUK PERLAWANAN ... · bisa sebutkan satu persatu dalam tesis ini, saya mengucapkan terima kasih berlimpah untuk segala dukungan kalian dan yang paling

139

INTERNET/LAMAN

http://dictionary.cambridge.org diakses, 11 Januari 2019

https://id.wikipedia.org/wiki/Pogrom diakses ,27 Februari 2019

https://id.wikipedia.org/wiki/Defragmentasi, diakses, 27 Mei 201

https://id.wikipedia.org/wiki/Klenteng diakses, 30 September 2019

https://brainly.co.id/tugas/20815714, diakse 17 April 2020.

https://id.wikipedia.org/wiki/Amoy_istilah diakses, (18 April 2020

https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Pontianak (diakses, 14 Juni

2020.https://id.wikipedia.org/wiki/Peraturan_terhadap_orang_Tionghoa_di_Indonesia

(diakses, 25 Juni 2020).

WAWANCARA

Wawacara. Tju Mie Wali Kota, Singkawang, 14 Februari 2016

Wawancara.Tjun. Pontianak, 12 Oktober 2018.

Wawancara. Wendy. Pontianak, 13 Oktober 2018

Wawacara. Erlina. Pontianak, 15 Oktober 2018

Wawancara. Reny. Pontianak, 18 November 2018

Wawancara. Lien Lim, Pontianak, 23 November 2018

Wawancara. Berty Pontianak, 3 November 2019

Wawacara Lie Saut Fat, Pontianak 11 November 2019

Wawancara. Andi. Pontianak, 18 November 2019

Wawancara. Lita. Pontianak, 20 November 2019

Observasi: Ongky Lesmana, Pontianak,20-21 Oktober 2019

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI