konservasi bangunan tua-bersejarah

16
1. PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Konservasi merupakan suatu upaya yang dapat menghidupkan kembali vitalitas lama yang telah pudar. Termasuk upaya konservasi bangunan kuno dan bersejarah. Peningkatan nilai-nilai estetis dan historis dari sebuah bangunan bersejarah sangat penting untuk menarik kembali minat masyarakat untuk mengunjungi kawasan atau bangunan tersebut sebagai bukti sejarah dan peradaban dari masa ke masa. Upaya konservasi bangunan bersejarah dikatakan sangat penting. Selain untuk menjaga nilai sejarah dari bangunan, dapat pula menjaga bangunan tersebut untuk bisa dipersembahkan kepada generasi mendatang. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan sejarah dan budaya. Tentu tidak sedikit bangunan bersejarah yang menyimpan cerita-cerita penting dan tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Bahkan hampir di setiap daerah mempunyai bangunan bersejarah yang dijadikan sebagai identitas dari daerah tersebut. Bertolak belakang dengan diketahuinya indonesia yang kaya akan sejarah dan budaya, ternyata masih banyak bangsa Indonesia yang tidak menyadari akan hal itu. Banyak sekali fenomena-fenomena yang terjadi dan meninbulkan keprihatinan terutama dalam bidang arsitektur bangunan di Indonesia. Seperti yang dikemukakan oleh Budihardjo (1985), bahwa arsitektur dan kota di Indonesia

Upload: erwin-kurniawan

Post on 17-Feb-2016

68 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

konservasi

TRANSCRIPT

1. PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum

Konservasi merupakan suatu upaya yang dapat menghidupkan kembali vitalitas

lama yang telah pudar. Termasuk upaya konservasi bangunan kuno dan bersejarah.

Peningkatan nilai-nilai estetis dan historis dari sebuah bangunan bersejarah sangat

penting untuk menarik kembali minat masyarakat untuk mengunjungi kawasan atau

bangunan tersebut sebagai bukti sejarah dan peradaban dari masa ke masa. Upaya

konservasi bangunan bersejarah dikatakan sangat penting. Selain untuk menjaga nilai

sejarah dari bangunan, dapat pula menjaga bangunan tersebut untuk bisa

dipersembahkan kepada generasi mendatang.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan sejarah dan budaya. Tentu tidak

sedikit bangunan bersejarah yang menyimpan cerita-cerita penting dan tersebar di

seluruh penjuru Indonesia. Bahkan hampir di setiap daerah mempunyai bangunan

bersejarah yang dijadikan sebagai identitas dari daerah tersebut.

Bertolak belakang dengan diketahuinya indonesia yang kaya akan sejarah dan

budaya, ternyata masih banyak bangsa Indonesia yang tidak menyadari akan hal itu.

Banyak sekali fenomena-fenomena yang terjadi dan meninbulkan keprihatinan

terutama dalam bidang arsitektur bangunan di Indonesia. Seperti yang dikemukakan

oleh Budihardjo (1985), bahwa arsitektur dan kota di Indonesia saat ini banyak yang

menderita sesak nafas. Bangunan-bangunan kuno bernilai sejarah dihancurkan dan

ruang-ruang terbuka disulap menjadi bangunan. padahal menghancurkan bangunan

kuno bersejarah sama halnya dengan menghapuskan salah satu cermin untuk

mengenali sejarah dan tradisi masa lalu. Dengan hilangnya bangunan kuno

bersejarah, lenyaplah pula bagian sejarah dari suatu tempat yang sebenarnya telah

menciptakan suatu identitas tersendiri, sehingga menimbulkan erosi identitas budaya

(Sidharta dan Budhihardjo, 1989). Oleh karena itu, konservasi bangunan bersejarah

sangat dibutuhkan agar tetap bisa menjaga cagar budaya yang sudah diwariskan oleh

para pendahulu kita.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini penulis memaparkan beberapa permasalahan, yaitu:

a. Apa pengertian konservasi bangunan kuno bersejarah?

b. Apa saja jenis konservasi bangunan kuno bersejarah?

c. Apa saja tolok ukur konservasi bangunan kuno bersejarah?

d. Bagaimana pelaksanaan konservasi bangunan kuno bersejarah?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:

a. Mengetahui apa pengertian dari konservasi bangunan kuno bersejarah.

b. Mengetahui apa saja jenis dari konsevasi bangunan kuno bersejarah.

c. Mengetahui apa saja tolok ukur konservasi bangunan kuno bersejarah

d. Mengetahui bagaimana pelaksanaan konservasi bangunan kuno bersejarah

2. KONSEP

Secara umum konservasi mempunyai arti pelestarian yaitu

melestarikan/mengawetkan daya dukung, mutu fungsi, dan kemampuan lingkungan

secara seimbang (MPL, 2010; Anugrah, 2008). Konservasi lahir akibat adanya semacam

kebutuhan untuk melestarikan sumber daya alam yang diketahui mengalami degradasi

mutu secara tajam. Dampak degradasi tersebut menimbulkan kekhawatiran dan kalau

tidak diantisipasi akan membahayakan umat manusia, terutama berimbas pada kehidupan

generasi mendatang. Konservasi merupakan upaya perubahan atau pembangunan yang

tidak dilakukan secara drastis dan serta merta, merupakan perubahan secara alami yang

terseleksi. Ada beberapa nilai yang terkandung dalam konsep konservasi, yaitu menanam,

melestarikan, memanfaatkan, dan mempelajari.

Sebagaimana diketahui, kesinambungan masa-lampau masa-kini masa-depan,

yang mengejawantahkan dalam karya-karya arsitektur setempat, merupakan faktor kunci

dalam penimbuhan rasa harga diri, percaya diri, dan jati diri, atau identitas. Keberadaan

bangunan kuno yang mencerminkan kisah sejarah, tata cara hidup, budaya, dan

peradaban masyarakat, memberikan peluang bagi generasi penerus untuk menyentuh dan

menghayati perjuangan nenek moyangnya.

Bangunan yang menjadi obyek konservasi dipertahankan persis seperti keadaan

aslinya. Sasarannyapun lebih terbatas pada benda peninggalan arkeologis. Konsep yang

statis tersebut kemudian berkembang menjadi konsep konservasi yang bersifat dinamis,

dengan cakupan yang lebih luas pula. Sasarannya tidak terbatas pada obyek arkeologis

saja, melainkan meliputi karya arsitektur lingkungan atau kawasan dan bahkan kota

bersejarah. Konservasi lantas merupakan istilah yang menjadi payung dari segenap

kegiatan pelestarian lingkungan binaan, yang meliputi preservasi, restorasi, rehabilitasi,

rekonstruksi, adaptasi, dan revitalisasi.

3. PEMBAHASAN

3.1 Pengertian

Menurut Danisworo (1995): ”Konservasi adalah upaya untuk melestarikan,

melindungi serta memanfaatkan sumber daya suatu tempat, seperti gedung-gedung

tua yang memiliki arti sejarah atau budaya, kawasan dengan kepadatan pendudukan

yang ideal, cagar budaya, hutan lindung dan sebagainya”. Berarti, konservasi juga

merupakan upaya preservasi dengan tetap memanfaatkan kegunaan dari suatu seperti

kegiataan asalnya atau bagi kegiatan yang sama sekali baru sehingga dapat

membiayai sendiri kelangsungan eksistensinya.

Sementara itu, Piagam Burra menyatakan bahwa pengertian konservasi dapat

meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengan situasi dan kondisi

setempat. Oleh karena itu, kegiatan konservasi dapat pula mencakupi ruang lingkup

preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi, dan revitalisasi (Marquis-Kyle & Walker,

1996; Al-vares,2006).

Tujuan dari konservasi adalah mewujudkan kelestarian seumber daya alam hayati

serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya

peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia. Dengan demikian,

konservasi merupakan upaya mengelola perubahan menuju pelestarian nilai dan

warisan budaya yang lebih baik dan bekesinambungan. Dengan kata lain bahwa

dalam konsep konservasi terdapat alur memperbaharui kembali (renew) ,

memanfaatkan kembali (reuse), mengurangi (reduce), mendaur ulang kembali

(recycle), dan menguangkan kembali (refund).

3.2 Jenis-jenis Konservasi

Menurut (Marquis-Kyle dan Walker, 1996; Al vares, 2006), konservasi dibagi

menjadi beberapa jenis, yaitu:

Preservasi

Preservasi adalah mempertahankan (melestarikan) yang telah dibangun

disuatu tempat dalam keadaan aslinya tanpa ada perubahan dan mencegah

penghancuran.

Restorasi

Restorasi adalah pengembalian yang telah dibangun disuatu tempat ke kondisi

semula yang diketahui, dengan menghilangkan tambahan atau membangun

kembali komponen-komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.

Rekontruksi

Rekontruksi adalah membangun kembali suatu tempat sesuai mungkin dengan

kondisi semula yang diketahui dan diperbedakan dengan menggunakan bahan

baru atau lama.

Adaptasi

Adaptasi adalah merubah suatu tempat sesuai dengan penggunaan yang dapat

digabungkan.

Revitalisasi

Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk

menumbuhkan kembali nilai-nilai penting cagar budaya dengan penyesuaian

fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai

budaya masyarakat.

3.3 Tolok Ukur atau Kriteria Konservasi Bangunan Bersejarah

Ada beberapa tolok ukur dalam pelaksanaan konservasi bangunan bersejarah.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Lubis (1990), setiap negara memiliki kriteria

yang berbeda dalam menentukan obyek yang perlu dilestarikan, tergantung dari

definisi yang digunakan dan sifat obyek yang dipertimbangkan. Dari beberapa

literatur yaitu Catanese (1986), Pontoh (1992), Rypkema (dalam Tiesdel: 1992),

kriteria yang menggambarkan dasar-dasar pertimbangan atau tolok ukur mengapa

suatu obyek perlu dilestarikan adalah sebagai berikut:

Tolok ukur fisik-visual

Estetika/arsitektonis , berkaitan dengan nilai estetis dan arsitektural,

meliputi bentuk, gaya, struktur, tata ruang, dan ornamen.

Keselamatan , berkaitan dengan pemeliharaan struktur bangunan tua

agar tidak terjadi suatu yang membahayakan keselamatan penghuni

maupun masyarakat di lingkungan sekitar bangunan tua tersebut.

Kejamakan/tipikal , berkaitan dengan obyek yang mewakili kelas dan

janis khusus, tipikal yang cukup berperan.

Kelangkaan, berkaitan dengan obyek yang mewakili sisa dari

peninggalan terakhir gaya yang mewakili jamannya, yang tidak

dimiliki daerah lain.

Keluarbiasaan/keistimewaan , suatu obyek observasi yang memiliki

bentuk paling menonjol, tinggi, dan besar. Keistimewaan memberi

tanda atau ciri suatu kawasan tertentu.

Peranan sejarah , merupakan lingkungan kota atau bangunan yang

memiliki nilai historis suatu peristiwa yang mencatat peran ikatan

simbolis suatu rangkaian sejarah masa lalu dan perkembangan suatu

kota untuk dilestarikan dan dikembangkan.

Penguat karakter kawasan, berkaitan dengan obyek yang

mempengaruhi kawasan-kawasan sekitar dan bermakna untuk

meningkatkan kualitas dan citra lingkungan.

Tolok ukur non fisik

Ekonomi , dimana kondisi bangunan tua yang baik akan menjadi daya

tarik bagi para wisatawan dan investor untuk mengkembangkannya

sehingga dapat digali potensi ekonominya.

Sosial dan budaya , dimana bangunan tua tersebut memiliki nilai

agama dan spiritual, memiliki nilai budaya dan tradisi yang penting

bagi masyarakat.

3.4 Pelaksanaan Konservasi Bangunan Bersejarah

Pelaksanaan konservasi akan disesuaikan dengan kondisi bangunan tua tersebut.

Sebelum melakukan konservasi, sebaiknya mengidentifikasi aspek pertimbangan

pada bangunan tua tersebut. Aspek-aspek tersebut kemudian diuraikan berdasarkan

komponen yang akan diatur dalam konservasi. Setelah itu dari komponen itu akan

dirumuskan dasar pengaturannya dan menetapkan sasaran yang akan dicapai dalam

konservasi. Kegiatan pengaturan komponen juga dilakukan sesuai kondisi bangunan

tua tersebut. Pelaksanaan konservasi tersebut dibagi dalam beberapa tingkat

berdasarkan kondisi masing-masing komponen pada bangunan, yaitu:

Mempertahankan dan memelihara, yaitu mempertahankan dan memelihara

komponen yang diatur pada bangunan tua yang sangat berpengaruh pada

karakter bangunan dan kondisinya masih baik.

Memperbaiki, yaitu memperbaiki komponen pada bangunan tua yang

kondisinya sudah rusak sesuai bentuk asli.

Mengganti, yaitu mengganti variabel yang diatur pada bangunan tua yang

rusak dan tidak bisa diperbaiki lagi dengan bentuk sesuai dengan kondisi asli.

Jika bentuk asli tidak teridentifikasi, dapat dilakukan penyesuaian dengan

bentuk-bentuk lain yang terdapat pada bangunan lain yang setipe.

Menambah dengan penyesuaian terhadap bentuk asli, yaitu melakukan

penambahan komponen yang boleh dilakukan jika dilakukan pengembangan,

terutama yang merupakan penyesuaian terhadap fungsi, dengan batasan

bentuk baru tidak merusak karakter asli bangunan dan dibuat sesuai dengan

bentuk yang telah ada.

Contoh studi kasus:

Gedung Lawang Sewu bagi masyakarat dan petunjuk pengelolaan gedung Lawang

Sewu bagi pengelola bangunan. Menyadari bahwa warisan ini pada dasarnya tak

terbarukan (non renewable) dan perlahan tapi pasti akan punah, upaya pelestarian

menjadikan para pemerhati yang peduli akan nilai dan manfaat warisan budaya

berupaya dan berpikir positif bahwa masyarakat membutuhkan pembelajaran dan

pembuktian. PT Kereta Api (persero) dalam konteks sisem kebudayaan juga semakin

dituntut untuk menjadi pelopor di bidang heritage management, salah satunya adalah

melestarikan warisan budaya dilingkungannya sendiri sebagai bentuk upaya

memperkokoh jati diri perusahaan sekaligus sebagai bentuk Corporate Social

Responsibility kepada masyarakat.

Hal-hal yang perlu dikerjakan:

1. Melakukan inventarisasi benda cagar budaya (bangunan kuno-bersejarah)

2. Tahapan yang dilakukan :

Pendataan Kerusakan, bekerjasama dengan Pusat Studi Urban Unit

Heritage Universitas Katolik Soegijapranata

Awal Juni 2009 dilakukan uji praktek pekerjaan pemugaran pada beberapa

ruangan dipandu oleh Paul Hunter dari New York University

Awal Juni 2009 mengajukan ijin perbaikan / perawatan ke Dinas Tata

Kota Pemkot Semarang, dengan menyelesaikan beberapa kewajiban ; a.

PembayaranPBB b. Rekomendasi dari BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan

Purbakala) Jawa Tengah

Juli 2009 melakukan kerjasama dengan BP3 untuk melakukan studi teknis

perbaikan Gedung Lawang Sewu sekaligus untuk memenuhi syarat

perijinan.

Telah dilakukan tahap awal perbaikan hall dan lobby Gedung A (bagian

atap dan dinding) sebagai uji bahan & uji teknis pengerjaan

September 2009, ijin dari BPPT (Badan Pelayanan Perijinan Terpadu )

Pemerintah Kota Semarang untuk perbaikan dan perawatan Gedung

Lawang Sewu. Sehingga setelah ijin keluar, maka dimulailah perbaikan

dan perawatan Gedung Lawang Sewu tahap selanjutnya, melalui Proses

Lelang.

Pemanfaatan Gedung Lawang Sewu Zona A akan bekerjasama dengan

Departemen Perdagangan Republik Indonesia

Pemanfaatan Gedung Lawang Sewu Zona B akan dikomersialkan

Sistem management Gedung Lawang Sewu akan dikelola secara

profesional terkait perawatan gedung, keamanan, promosi dan pemasaran

oleh Unit Pelaksana Teknis dan seluruh pendapatan komersial merupakan

pendapatan Daerah Operasi 4 Semarang

Dokumentasi:

Bangunan Lawang Sewu Setelah dilakukan proses Konservasi

Bangunan Lawang Sewu Setelah dilakukan proses Kpemugaran

DAFTAR PUSTAKA

Alvares. 2006. Kegiatan Budaya. http://en.Wikipedia. Diunduh 17 April 2014

Antariksa, 2009. Makna Budaya dalam Konservasi Bangunan dan Kawasan. http://antariksaarticle.blodspot.com. Diunduh 17 April 2014

Budiharjo, Eko. 1997. Arsitektur sebagai Warisan Budaya. Jakarta: Djambatan.

Budihardjo, Eko. 1997. Arsitektur sebagai Warisan Budaya. Jakarta: Djambatan.http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/view/2359. Diunduh 17 April 2014

Nurmala. 2003. panduan pelestarian bangunan tua di kawasan pecinan pasar baru bandung.

http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/01/VOL-14-NO-3-4.pdf.

Diunduh 17 April 2014

Ranchman, Maman. Konservasi Nilai dan Warisan

Budaya.http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/ijc/article/view/2062. Diunduh 17 April

2014

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya

.http://indonesianheritagerailway.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=144%3Arevitalisasi-lawang-

sewu&catid=53&Itemid=143&lang=id