bab 3 jan - perpustakaan digital itb - welcome · sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota...

27
24 BAB 3 PENDEKATAN CONTEXTUAL HARMONY DALAM REVITALISASI KAWASAN CAGAR BUDAYA Peningkatan kualitas suatu kawasan perkotaan dapat dilakukan melalui upaya revitalisasi kawasan. Sebelum dilakukan upaya tersebut perlu dinilai apakah kawasan memiliki sesuatu yang perlu dilestarikan. Penilaiannya dengan menggunakan Signifikansi Budaya. Apabila pada kawasan tersebut terdapat Cagar Budaya yang perlu dilestarikan, maka upaya revitalisasi kawasan perlu memakai pendekatan konservasi. Salah satu pendekatan konservasi yang dapat mengakomodasi kebutuhan peningkatan kualitas kawasan serta mempertahankan Cagar Budaya yang berada di dalamnya, dan dapat menjaga kontinuitas di antaranya adalah pendekatan Contextual Harmony. 4 Hal tersebut di atas akan dipaparkan melalui kajian teoritis di bawah ini. 3.1 Revitalisasi Penurunan kualitas suatu kawasan di perkotaan biasanya terjadi akibat penurunan kinerja kawasan, sehingga kawasan menjadi mati akibat jarang didatangi oleh masyarakat, kemudian terjadi penurunan kualitas fisik kawasan. Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu penurunan kualitas fisik dan ekonomi, dan di bawah tekanan pembangunan baru yang tidak terkendali. Penurunan kinerja kawasan kota dapat mencakup hal-hal sebagai berikut: (W. Martokusumo, 2006) 1. Penurunan fisik terjadi karena faktor waktu/usia, cuaca, gempa bumi, tsunami, polusi asap kendaraan bermotor ataupun akibat mekanisme perawatan yang buruk. 2. Adanya faktor internal dan eksternal kawasan. Faktor internal lebih disebabkan bangunan tidak mampu lagi mendukung secara 4 Istilah Contextual Harmony digunakan oleh Steven Tiesdell, et.al. pada Revitalizing Historic Urban Quarters. Istilah ini digunakan oleh penulis dalam tesis ini untuk menjelaskan penanganan pelestarian Kawasan Cagar Budaya dengan menjaga keselarasan antara bangunan baru dengan bangunan lama.

Upload: dangcong

Post on 27-Aug-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

24

BAB 3

PENDEKATAN CONTEXTUAL HARMONY DALAM REVITALISASI

KAWASAN CAGAR BUDAYA

Peningkatan kualitas suatu kawasan perkotaan dapat dilakukan melalui

upaya revitalisasi kawasan. Sebelum dilakukan upaya tersebut perlu dinilai

apakah kawasan memiliki sesuatu yang perlu dilestarikan. Penilaiannya dengan

menggunakan Signifikansi Budaya. Apabila pada kawasan tersebut terdapat

Cagar Budaya yang perlu dilestarikan, maka upaya revitalisasi kawasan perlu

memakai pendekatan konservasi. Salah satu pendekatan konservasi yang dapat

mengakomodasi kebutuhan peningkatan kualitas kawasan serta mempertahankan

Cagar Budaya yang berada di dalamnya, dan dapat menjaga kontinuitas di

antaranya adalah pendekatan Contextual Harmony.4 Hal tersebut di atas akan

dipaparkan melalui kajian teoritis di bawah ini.

3.1 Revitalisasi

Penurunan kualitas suatu kawasan di perkotaan biasanya terjadi akibat

penurunan kinerja kawasan, sehingga kawasan menjadi mati akibat jarang

didatangi oleh masyarakat, kemudian terjadi penurunan kualitas fisik kawasan.

Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu

penurunan kualitas fisik dan ekonomi, dan di bawah tekanan pembangunan baru

yang tidak terkendali.

Penurunan kinerja kawasan kota dapat mencakup hal-hal sebagai berikut:

(W. Martokusumo, 2006)

1. Penurunan fisik terjadi karena faktor waktu/usia, cuaca, gempa bumi,

tsunami, polusi asap kendaraan bermotor ataupun akibat mekanisme

perawatan yang buruk.

2. Adanya faktor internal dan eksternal kawasan. Faktor internal lebih

disebabkan bangunan tidak mampu lagi mendukung secara

4 Istilah Contextual Harmony digunakan oleh Steven Tiesdell, et.al. pada Revitalizing Historic

Urban Quarters. Istilah ini digunakan oleh penulis dalam tesis ini untuk menjelaskan penanganan pelestarian Kawasan Cagar Budaya dengan menjaga keselarasan antara bangunan baru dengan bangunan lama.

Page 2: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

25

teknis/fungsional kebutuhan yang ada, sedangkan faktor eksternal

kawasan mengakibatkan perlunya modifikasi ataupun penambahan fungsi

yang berkaitan dengan kinerja bangunan.

3. Pengaruh persepsi publik. Citra bangunan atau kawasan dipengaruhi oleh

nilai dan sikap masyarakat yang mengandung dimensi sosial, budaya,

ekonomi dan politik. Perubahan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat

dapat dipastikan akan mempengaruhi sikap publik terhadap pemanfaatan

dan pengelolaan bangunan atau ruang kota.

4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan secara langsung

dengan dimensi fungsional dan fisik. Artinya penurunan secara fungsi,

fisik dan citra dapat juga disebabkan oleh kebijakan pembangunan yang

kurang tepat atau penerapan pemintakatan kawasan yang tidak tepat.

5. Degradasi bangunan dan lingkungan umumnya diakibatkan karena adanya

perubahan pola distribusi dan konsumsi barang serta perubahan sistem

aksesibilitas dalam skala yang lebih luas.

6. Finansial/ekonomi kawasan pengalami penurunan karena daya tarik

ekonomi kawasan berkurang, tidak dapat bersaing dengan fungsi

komersial pada kawasan lain, tidak mampu mengakomodasi beragam

kegiatan, sehingga terjadi kemonotonan dan kejenuhan kegiatan ekonomi.

Revitalisasi merupakan cara untuk meningkatkan kualitas dan vitalitas

kawasan yang dapat mencakup perbaikan aspek fisik dan aspek ekonomi dari

suatu kawasan atau ruang kota. Revitalisasi dapat dilakukan dengan

meningkatkan kondisi fisik ruang publik kota, tetapi perlu diimbangi dengan

peningkatan aktivitas ekonomi yang merujuk pada aspek sosial budaya serta

lingkungan, agar hasilnya dapat bertahan dalam waktu yang panjang. Dengan

demikian revitalisasi harus mencakup tiga hal utama, yakni revitalisasi fisik,

ekonomi, dan sosial-budaya. Selain itu revitalisasi harus mampu mengenali dan

memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra

tempat).

Page 3: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

26

Dalam melakukan kegiatan revitalisasi dilakukan beberapa tahapan yang

masing-masing membutuhkan waktu tertentu, hal ini dapat diuraikan sebagai

berikut: (Danisworo/Martokusumo, 2002)

1. Intervensi fisik

Intervensi fisik ini diawali dengan perbaikan atau peningkatan kualitas

dan kondisi fisik bangunan, tata hijau kawasan, sistem penghubung, dan

ruang terbuka hijau. Dalam proses revitalisasi erat kaitannya dengan

pembentukan citra kawasan, hal ini terkait dengan kondisi visual kawasan

sehingga dapat menarik kegiatan pengunjung oleh karena itu intervensi

fisik ini perlu dilakukan. Intervensi fisik sudah semestinya memperhatikan

konteks lingkungan karena isu mengenai lingkungan merupakan hal yang

sangat penting.

2. Rehabilitasi ekonomi

Revitalisasi dengan melakukan perbaikan fisik tempat atau kawasan yang

bersifat jangka pendek diharapkan dapat mengakomodasikan kegiatan

ekonomi informal dan formal, sehingga mampu memberikan nilai tambah

bagi kawasan kota. Dalam konteks revitalisasi perlu dikembangkan

fungsi-fungsi campuran yang bisa mendorong terjadinya aktivitas

ekonomi dan sosial (vitalitas baru).

3. Revitalisasi sosial dan dukungan kelembagaan

Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu

menciptakan lingkungan yang menarik, jadi bukan sekedar menciptakan

beautiful place. Maksudnya kegiatan tersebut harus berdampak positif

serta dapat meningkatkan dinamika dalam kehidupan sosial masyarakat.

Untuk menciptakan suatu lingkungan sosial perlu didukung oleh suatu

pengembangan institusi yang baik.

Terlepas dari skala kegiatannya, revitalisasi mencoba untuk

mengantisipasi kondisi negatif yang disebabkan karena proses penurunan kualitas

fisik ataupun penurunan kegiatan ekonomi melalui proses adaptasi konstruksi

fisik bangunan/ kawasan kota dengan kebutuhan fungsi sekarang. Proses

penyesuaian tersebut bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan peremajaan

Page 4: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

27

mulai dari perbaikan fisik, konversi/ adaptive-reuse, atau bahkan secara radikal

dengan demolisi dan pembangunan kembali.

Berkaitan dengan karakter sebuah tempat, citra kawasan/lingkungan dan

bangunan merupakan atribut estetik penting sebuah kota. Pemahaman mendasar

terhadap aspek lokalitas, khususnya menyangkut makna kawasan, merupakan

bagian penting dari konteks pembangunan perkotaan. Aspek lokal akan menjadi

pertimbangan khusus bagi kontinuitas pengembangan kawasan di dalam proses

perencanaan dan desain. Bahkan, bila diperlukan identitas visual dan kontinuitas

karakter kawasan yang diekspresikan oleh bangunan maupun artefak kota lainnya,

perlu dipertahankan melalui mekanisme pelestarian. Di sisi lain kegiatan

revitalisasi selain secara sensitif harus mengacu kepada konteks lingkungan juga

harus mampu mengakomodasi kebutuhan perubahan dan investasi masa kini.

Pada revitalisasi kawasan bersejarah, terdapat dua proses yang perlu

dilakukan, yakni rehabilitasi bangunan/kawasan yang bertujuan untuk

memperbaiki bagian kawasan yang mengalami penurunan kualitas fisik, dan

preservasi yang bertujuan untuk menjaga karakter lingkungan tersebut. Menurut

Lynch dalam Tiesdell et al. (1996), sebuah lingkungan yang tidak boleh

mengalami perubahan akan mengundang kehancurannya sendiri. Oleh karena itu,

perubahan fisik masih diperbolehkan dalam konservasi kawasan kota bersejarah,

namun dalam tingkat yang masih relevan dan melalui kajian-kajian mendalam

terlebih dahulu. Dengan demikian intervensi fisik yang dilakukan dalam

revitalisasi dengan pendekatan konservasi ini dengan sendirinya harus melindungi

sejarah objek atau kawasan tersebut.

Tiesdell et al. (1996) berpendapat bahwa tindakan perencanaan dalam

proses revitalisasi dengan pendekatan konservasi adalah cara untuk

mengakomodasi perubahan dengan sikap yang ‘sensitif’ dan ‘pantas’ dalam

mempreservasi karakter dari lokalitas setempat, sejalan dengan mengizinkan

perubahan ekonomi yang diperlukan. Revitalisasi kawasan menjadi upaya untuk

mengembalikan serta menghidupkan kembali vitalitas yang pernah ada, melalui

intervensi fisik dan non-fisik (rehabilitasi ekonomi, rekayasa sosial-budaya, serta

pengembangan institusional).

Page 5: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

28

Tidak dapat dihindari bahwa revitalisasi kawasan harus melibatkan

berbagai pihak : (1) Government, pihak pemerintah sebagai pemeran utama dalam

mengembangkan kawasan perkotaan, yakni dalam menyediakan dan mengelola

ruang terbuka publik, (2) Developers, yakni pihak swasta sebagai investor, (3)

Retailers, yakni pihak pedagang yang akan berjualan di kawasan tersebut, dan (4)

Community, yakni pihak masyarakat untuk opini publik dan kepentingan

lingkungan setempat.

Panduan rancang kota yang akan dibuat menjadi perangkat pengarah dan

pengendalian dalam mewujudkan Kawasan Cagar Budaya yang akomodatif

terhadap tuntutan kebutuhan dan fungsi baru. Dengan dukungan mekanisme

pengendalian, maka rencana revitalisasi diharapkan mampu mengangkat dan

mengembangkan potensi-potensi strategis dari kawasan Arjuna, baik dalam

kegiatan/aktivitas sosial-ekonomi maupun dari karakter fisik kota.

3.2 Pengertian Konservasi dan Kaitannya Dengan Revitalisasi

Istilah-istilah pelestarian, konservasi, pemugaran, mengandung arti

sebagai suatu usaha untuk mempertahankan bentuk atau keadaan suatu artefak

bangunan atau lingkungan seperti aslinya, tanpa ada perubahan berarti. Namun

demikian istilah dipertahankan atau mempertahankan belum menunjuk secara

pasti apa sebenarnya yang dimaksud oleh upaya ini, seberapa luas dan seberapa

dalam.

Pelestarian adalah istilah yang digunakan dalam upaya untuk

mempertahankan bentuk bangunan atau lingkungan dengan mengaitkan nilai-nilai

tertentu pada masa silam (telah berlalu). Kegiatan yang pada awalnya hanya

menekankan pada nilai-nilai artistik warisan budaya, kemudian berkembang pada

penggunaan ekonomis pada tahun 1970-an, dan akhirnya menjurus ke arah

manajemen lingkungan pada tahun 1980-an (Kain, 1981; 1983, Attoe, 1988 dan

Fitch, 1998).

Dengan ditentukannya suatu area menjadi Kawasan Cagar Budaya tidak

berarti bahwa masyarakat yang tinggal pada kawasan dilarang membangun atau

dilarang mengubah bangunannya. Hal ini lebih diartikan bahwa bagian dari kota ini

mempunyai kualitas lingkungan yang bernilai tinggi, dan pembangunan yang baru

Page 6: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

29

serta perubahan bangunan lama perlu direncanakan dan dirancang dengan

mempertimbangkan nilai-nilai yang masih berharga tersebut. Bahkan kualitas nilai-

nilai tersebut harus lebih ditingkatkan dengan merawatnya lebih baik dan

menjadikannya sebagai acuan pembangunan kota, sehingga penghuni kota akan

lebih nyaman dan bangga terhadap kotanya.

Rencana konservasi harus bertujuan memastikan hubungan yang sinergis

antara kawasan perkotaan bersejarah dan kota secara keseluruhan. Rencana

konservasi harus menentukan bangunan yang dipertahankan dan bangunan yang

tidak dipertahankan pada kawasan perkotaan bersejarah.

Fungsi dan aktivitas baru dapat disesuaikan dengan karakter dari kota/

kawasan perkotaan historis. Adaptasi kawasan tersebut dengan kehidupan masa kini

memerlukan kehati-hatian dalam instalasi atau peningkatan fasilitas layanan publik.

Apabila diperlukan membangun bangunan baru atau adaptasi bangunan eksisting,

lay out ruang eksisting harus dihargai, terutama dalam hal skala dan ukuran persil.

Pengenalan elemen kontemporer dalam harmonisasi dengan lingkungan tidak perlu

ditakuti karena beberapa corak dapat memberikan kontribusi untuk memperkaya

suatu kawasan.

Menghidupkan area bersejarah dengan aktivitas masa kini perlu disesuaikan

dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, dengan turut menyertakan potensi

lingkungan dan masyarakat sekitar. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat kita

lihat bahwa konservasi kawasan terkait erat dengan usaha revitalisasi suatu

Kawasan Cagar Budaya.

3.3 Signifikansi Budaya Suatu Kawasan

Konsep Signifikansi Budaya adalah konsep yang membantu

memperkirakan nilai sebuah tempat, tempat yang dimaksud ‘signifikan’ adalah

objek / tempat yang mampu menjelaskan dan menerangkan kejadian masa lalu,

memperkaya masa kini, dan yang dianggap akan menjadi sesuatu yang berharga

bagi generasi masa depan. Perlu ditekankan di sini bahwa nilai-nilai yang

dimaksud tidak bersifat eksklusif atau berdiri sendiri, kemudian dapat dikatakan

bahwa nilai yang satu dapat turut mendukung nilai yang lainnya, sebagai contoh :

gaya arsitektural memiliki aspek historis dan estetika. (Burra Charter, 1982)

Page 7: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

30

Konsep Signifikansi Budaya itu sendiri dibuat untuk mengkaji nilai suatu

tempat dilihat dari kepentingan budaya. Penentuan Signifikansi Budaya dilakukan,

karena dengan diketahuinya nilai-nilai ini, kita akan dapat memahami dan

memperkaya budaya kita dengan lebih baik, kemudian juga akan turut menambah

pengalaman dan pengetahuan kita di masa mendatang.

Dalam Burra Charter (1982), ada empat nilai utama yang dapat digunakan

untuk menilai adanya Signifikansi Budaya pada suatu kawasan. Ada pun empat

nilai tersebut adalah sebagai berikut :

1. Nilai Estetika (aesthetic value)

Nilai Estetika mencakup aspek persepsi indra manusia yang bersifat terukur.

Contoh : bentuk, skala, warna, tekstur, dan material, serta aroma dan bunyi

yang berhubungan dengan tempat tersebut dan fungsinya.

2. Nilai Kesejarahan (historic value)

Nilai kesejarahan mencakup sejarah dari estetika, ilmu pengetahuan, dan

masyarakat setempat. Suatu tempat dapat bernilai sejarah apabila berkaitan

dengan figur, peristiwa, fase, maupun aktivitas sejarah.

3. Nilai Keilmuan (scientific value)

Nilai keilmuan atau penelitian akan bergantung dari kepentingan data tersebut

terkait dengan kelangkaan, baik secara kualitas maupun representatif, dan

dalam sudut di mana data tersebut dapat mengkontribusikan informasi

substansial lebih lanjut.

4. Nilai Sosial (social value)

Nilai sosial muncul apabila suatu tempat telah menimbulkan rasa kepemilikan

bagi lingkungannya, baik secara spiritual, politikal, nasional, maupun budaya,

bagi masyarakat mayoritas atau minoritas.

Ada beberapa kriteria lainnya dari beberapa ahli dalam menentukan

Signifikansi Budaya. Tiesdell et al (1996) menuturkan tujuh nilai utama dalam

menentukan penilaian Signifikansi Budaya sebuah kawasan atau bangunan

bersejarah. Tujuh nilai utama tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Nilai estetika (Aesthetic value)

2. Nilai keragaman arsitektural (Value for architectural diversity)

Page 8: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

31

3. Nilai keragaman lingkungan binaan (Value for environmental

diversity)

4. Nilai keragaman fungsi (Value for functional diversity)

5. Nilai sumber daya (Resource value)

6. Nilai kontinuitas dari sejarah budaya/nilai sejarah (Value for continuity

of cultural memory/heritage value)

7. Nilai ekonomis dan komersial (Economic and commercial value)

Sedangkan Kerr (1985) berpendapat bahwa terdapat tiga kriteria utama

untuk menilai keunikan suatu tempat, yang dapat diurutkan sebagai berikut :

1. Kemampuan Demonstratif : Sebuah tempat atau bangunan diharapkan

dapat memperlihatkan keunikannya dan nilainya kepada masyarakat.

2. Hubungan Asosiatif : Memiliki hubungan yang saling mendukung antara

nilai-nilai yang dimilikinya dengan faktor lain di luar dirinya.

3. Kualitas Formal atau Estetik

Selain itu ada pula pendapat Attoe (1979) yang dinyatakan memiliki

kelonggaran dalam menentukan Signifikansi Budaya :

1. Kesejarahan atau keilmuan : Selain memiliki nilai kesejarahan, sebuah

tempat harus memberikan sumbangan ilmu kepada masyarakat.

2. Ekonomi

3. Sumbangan terhadap wajah kota (townscape) : Membantu pembentukan

wajah kota bersama dengan elemen kota lainnya.

Secara garis besar, semua klasifikasi Signifikansi Budaya yang dituturkan

oleh para ahli tersebut sudah tertuang dalam Burra Charter (1982), sehingga pada

selanjutnya Signifikansi Budaya kawasan Arjuna akan dikaji sesuai dengan empat

nilai utama Signifikansi Budaya menurut Burra Charter.

Tabel 3.1 Kesetaraan pendapat para ahli mengenai Signifikansi Budaya. Attoe (1979)

BURRA CHARTER (1982)

Kerr (1985)

Tiesdell et al (1996)

Sumbangan terhadap wajah kota (townscape)

Nilai Estetika (aesthetic value)

Kemampuan Demonstratif; Kualitas Formal atau Estetik

Nilai estetika (aesthetic value); Nilai keragaman arsitektural (Value for

Page 9: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

32

architectural diversity) Kesejarahan atau keilmuan

Nilai Kesejarahan (historic value)

Nilai kontinuitas dari sejarah budaya/nilai sejarah (Value for continuity of cultural memory/ heritage value)

Nilai Keilmuan (scientific value)

Nilai sumber daya (Resource value)

Nilai Sosial (social value)

Hubungan Asosiatif Nilai keragaman lingkungan binaan (Value for environmental diversity)

Ekonomi Nilai ekonomis dan komersial (Economic and commercial value)

Nilai keragaman fungsi (Value for functional diversity)

Sumber: Hasil Analisis, 2007

Dari penjelasan di atas dapat diambil langkah-langkah untuk menentukan

Signifikansi Budaya yang cukup lengkap sebagai alat menganalisis suatu kawasan,

sehingga kawasan atau elemen dari kawasan tersebut dapat dikategorikan sebagai

hasil budaya yang harus dilestarikan atau tidak. Signifikansi Budaya versi Burra

Charter (1982) dan Tiesdell (1996)hampir serupa tetapi dengan istilah yang berbeda,

begitu pula versi W.Attoe (1979) mempunyai penilaian yang serupa dengan

keduanya.

Untuk mengkaji Signifikansi Budaya pada kawasan Arjuna dilakukan

penilaian dengan merangkum ketiga versi penilaian di atas. Penilaian tersebut terdiri

dari Nilai Estetika, Nilai Kesejarahan, Nilai Keilmuan, dan Nilai Sosial dari

kawasan Arjuna.5

Kawasan yang mempunyai Signifikansi Budaya memerlukan upaya

konservasi agar Bangunan Cagar Budayanya dapat dilestarikan. Contextual

Harmony dipilih sebagai pendekatan dalam penanganan pelestarian kawasan agar

menghasilkan keselarasan visual dari ruang kotanya . Pada Sub bab berikutnya

akan dipaparkan mengenai pendekatan Contextual Harmony tersebut.

5 Penilaian Signifikansi Budaya pada kawasan Arjuna dapat dilihat pada Bab 4.

Page 10: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

33

3.4 Contextual Harmony

Contextual Harmony merupakan salah satu pendekatan yang dipakai

dalam penanganan pelestarian kawasan dengan menjaga keselarasan antara

bangunan baru dengan bangunan lama, menjaga keselarasan ruang-ruang kota dan

elemen kota lainnya berikut fungsi yang terdapat pada kawasan tersebut.

Sebuah bangunan baru pada suatu Kawasan Cagar Budaya tidak perlu

menjiplak gaya bangunan di lingkungannya agar dapat disebut kontekstual dan

mendukung kesatuan lingkungan. Di dalam pembangunan gedung baru pada suatu

kawasan secara kontekstual perlu diterapkan prinsip-prinsip tertentu yang berasal

dari lingkungannya. Pengamatan Roger Trancik (1984) mengenai hal tersebut: di

dalam perancangan kontekstual yang benar perlu lebih banyak diperhatikan sejarah

kawasan, kebutuhan masyarakat, pemakaian bahan bangunan, serta realitas politik

dan ekonomi masyarakatnya. Dengan kata lain, suatu perancangan yang kontekstual

merupakan hasil dari suatu proses mengalihkan arti lingkungan ke dalam sebuah

objek baru.

Pada suatu Kawasan Cagar Budaya dapat dibangun bangunan baru dengan

menghasilkan keselarasan kontekstual melalui pendekatan contextual harmony.

Pendekatan contextual harmony terdiri dari 3 (tiga) pendekatan (Rogers dalam

Tiesdell et al., 1996), yaitu contextual uniformity, contextual juxtaposition, dan

contextual continuity, yang diuraikan sebagai berikut:

1. Contextual Uniformity, adalah perancangan bangunan baru yang didesain

sama persis dengan bangunan lamanya. Pendekatan ini akan menyebabkan

kemonotonan dalam perkembangan arsitektur dan tidak memberikan visual

kota yang baru. Lebih jauh Freeman (1976) berpendapat walaupun kawasan

historis memerlukan kontinuitas historis, membuat replika masa lalu adalah

menghilangkan kemungkingan penambahan nilai suatu proyek atau kawasan.

Pendekatan contextual uniformity dapat diterapkan pada kawasan yang terdiri

dari bangunan-bangunan Cagar Budaya yang tidak boleh berubah bentuk

fisiknya karena mempunyai langgam bangunan dan ruang kota yang seragam

dan mempunyai pola yang teratur. Apabila dilakukan penambahan bangunan

pada persil harus sama dengan bentuk fisik bangunan yang ada dan tetap

memenuhi ketentuan kepadatan dan ketinggian bangunan yang berlaku atau

Page 11: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

34

mengacu pada Bangunan Cagar Budaya yang sudah ada. Dalam hal ini harus

dijaga keseragaman pola dan bentuknya. Alih fungsi pada kawasan dengan

pendekatan ini sifatnya lebih ketat dari pada pendekatan lainnya, yaitu fungsi

ditentukan seperti fungsi asal, apabila terjadi perubahan hanya untuk fungsi

tertentu dengan dominasi fungsi asal.

2. Contextual Continuity, merupakan pendekatan lain yang memasukkan unsur

baru ke dalam suatu kawasan bersejarah, dimana tetap mempertahankan

karakteristik yang ada tetapi dapat menggunakan material yang berbeda,

bahkan bila perlu dapat menggunakan teknologi modern. Pendekatan ini tidak

merubah karakter dan nilai-nilai kawasan tersebut secara keseluruhan dan

dapat mengadaptasikan bangunan atau kawasan preservasi tersebut dalam

menjawab kebutuhan masa kini, atau transformasi tradisi, sesuai dengan ide

rancang kota postmodern. Pandangan postmodern menekankan kepada

kontinuitas antara bingkai waktu, dan memberikan kesempatan bahkan

mendorong adanya toleransi besar terhadap perbedaan maupun nuansa lokal

yang spesifik. Rancang kota kontemporer memperhatikan kontinuitas historis

dari suatu kota dan tempat.

Contoh pendekatan contextual continuity dapat dilihat pada kawasan

Merchant City di Glasgow (Tiesdell et al.,1996) dengan merancang infill

development atau pada kawasan China Town di Singapura. Kesuksesan

kontekstual pada bangunan-bangunan barunya adalah mengakomodasi

kebutuhan masa kini dengan tetap mengikuti kaidah tradisi lokal seperti

kemajuan dari skala dan detail mulai lantai dasar sampai skyline. Contoh lain

dapat ditemui pada Shad Thames yang mengalihfungsikan pabrik dan gudang

menjadi mixed use dengan masih mempertahankan karakter dan konteks

eksisting tetapi melakukan pula pengembangan secara diagonal terhadap skala,

massa bangunan dan ruang yang terbentuk diantaranya. (lihat Gambar 3.1)

Page 12: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

35

Gambar 3.1 Contoh bangunan baru yang kontekstual dengan bangunan Cagar Budaya di

sekelilingnya. Sumber: www.wikipedia.com

Kontinuitas bukan hanya berlaku pada bentukan fisik tetapi dapat

berlaku pada fungsi bangunan. Dalam hal ini bangunan yang sudah ada

dipertahankan fungsi asalnya atau fungsinya kontekstual dan disesuaikan

dengan lingkungannya. Untuk pendekatan contextual continuity dapat

diterapkan pada kawasan yang terdiri dari bangunan Cagar Budaya yang

bercampur dengan bangunan baru di sekelilingnya. Elemen rancang kota

seperti massa bangunan, street furniture dan signage apabila dibuat yang baru

dengan pendekatan contextual continuity harus disesuaikan dengan pola, skala

dan bentuk yang ada tetapi masih dapat dilakukan inovasi dari segi proporsi,

teknologi bahan material dan fungsi.

3. Contextual Juxtaposition. Perancangan baru dalam kawasan bersejarah juga

dapat dilakukan dengan pendekatan Contextual Juxtaposition yang berbeda

sama sekali dengan sekitarnya atau pada pembahasan sebelumnya disebut

kontras. Pendekatan ini seringkali dipakai oleh arsitektur modern dengan

menampilkan gaya yang modern sehingga tidak akan mengganggu suasana

kawasan yang telah terbentuk (sesuai dengan ide-ide desain modern). Harmoni

dapat dicapai dengan bangunan yang sangat berbeda (juxtaposition), masing-

masing mengekspresikan masanya. Juxtaposition dapat dilakukan dengan

meletakkan bangunan baru yang berkualitas di samping bangunan historis

yang sudah sempurna, secara radikal membuat keseimbangan konteks ruang

eksisting.

Merchant City, Glasgow Shad Times, London

Page 13: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

36

Gambar 3.2 Contoh penempatan bangunan baru diantara bangunan Cagar Budaya di

Covent Garden Market (London). Sumber: www.wikipedia.com

Pendekatan contextual juxtaposition pada suatu kawasan adalah

dengan bebas dilakukan inovasi pembangunan baru, tetapi masih menjaga

keharmonisan elemen-elemen rancang kotanya dengan kawasan lainnya. Pada

kawasan ini dapat dilakukan perombakan total terhadap bangunan lama yang

bukan bangunan Cagar Budaya. Apabila terdapat bangunan Cagar Budaya

pada kawasan ini, maka bangunan tersebut tetap dipertahankan. Sedangkan

bangunan baru di sekitar bangunan Cagar Budaya tersebut dapat dibangun

dengan bentuk yang berbeda. Diharapkan keberadaan bangunan Cagar Budaya

tersebut dapat ditonjolkan karena perbedaan tersebut.

Pada suatu Kawasan Cagar Budaya dapat dilakukan ketiga pendekatan

tersebut di atas, dengan sebelumnya mengklasifikasikan bagian-bagian kawasan

yang akan dilakukan pendekatan contextual uniformity, contextual continuity, dan

contextual juxtaposition. Kemudian kawasan dibagi menjadi beberapa cluster

dengan masing-masing pendekatan konservasi . Masing-masing pendekatan pada

tiap cluster dicari karakteristik visualnya seperti yang diuraikan pada tabel berikut

ini:

Tabel 3.2 Ciri-ciri / karakteristik visual dari berbagai pendekatan konservasi

CIRI-CIRI / KARAKTERISTIK VISUAL

contextual uniformity contextual continuity contextual juxtaposition 1. Massa bangunan

seragam ukuran, ketinggian, skala, pola, bentuk langgam

1. Langgam, pola, ketinggian dan skala bangunan dapat menyesuaikan dengan bangunan Cagar Budaya/yang

1. Langgam/gaya arsitektur, pola, ukuran, ketinggian, skala, material, warna dan konstruksi dapat sangat

Page 14: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

37

arsitektur / gaya, konstruksi, selubung maupun material dan warnanya dengan bangunan eksisting/yang dilestarikan

2. Ruang luar/ RTH yang terbentuk diseragamkan bentuk dan luasannya

3. Sirkulasi dan parkir mempunyai pola yang sama

4. Signage dan Street Furniture seragam

dilestarikan pada cluster yang sama tetapi dengan proporsi yang berbeda dan menggunakan material, warna dan teknologi membangun yang lebih modern atau sesuai dengan kebutuhan masa kini.

2. Ruang luar/ RTH luasannya sesuai peraturan yang berlaku pada kawasan tetapi mendapat penataan agar terjadi kontinuitas antar ruang luar dan dibuat ruang bersama public realm tempat interaksi masyarakat.

3. Signage dan Street Furniture dapat diseragamkan tetapi dapat pula ditentukan berdasarkan tema pada cluster tersebut.

berbeda dengan bangunan eksisting yang dilestarikan.

2. Ruang luar/RTH, bangunan Cagar Budaya tetap menonjol diantara bangunan baru yang berbeda sama sekali.

3. Signage dan Street Furniture dapat ditentukan berdasarkan tema pada cluster tersebut.

Sumber: Hasil Analisis, 2007

Pendekatan kontekstual merupakan sebuah pendekatan terpadu dengan

mengikutsertakan pertimbangan kualitas lingkungan fisik dan aspek nonfisik ke

dalam proses perancangan arsitektur dan kota, yaitu pertimbangan mengenai:

1. kegiatan: fungsi, program ruang dan lain-lain

2. lingkungan: gubahan massa, linkage dan sirkulasi, dan ruang publik

3. visual: tampak, elemen bangunan, langgam dan lain-lain.

Pertimbangan kualitas lingkungan fisik akan lebih mudah diterapkan dalam proses

perancangan arsitektur dan kota melalui pertimbangan visualnya.

Pendekatan kontekstual dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti:

1. Alteration, adaptasi bangunan lama untuk fungsi baru dengan perubahan

2. Addition, pengulangan bangunan asli; abstraksi bangunan asli; latar

belakang (background) bagi bangunan asli dengan pengaturan jarak dan

kaitan visual (massa bangunan)

3. Infill, penyisipan bangunan pada lahan kosong dalam lingkungan dengan

karakter visual yang kuat dan teratur.

Page 15: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

38

Dalam pendekatan contextual harmony, beberapa pertimbangan untuk

menerapkan rancangan yang harmonis atau kontras dalam suatu lingkungan

(Hedman/ Jaszeswki, 1984) melalui:

1. Optional/pilihan. Pilihan yang relatif bebas, apakah sikap rancangan

harmonis atau kontras, dapat dilakukan bila bangunan agak terisolasi

secara visual, sehingga ruang publik tidak terpengaruh secara kuat oleh

massa bangunan. Misalnya pada bangunan yang berdiri sendiri secara

tunggal, dan dikelilingi ruang hijau dan vegetasi yang membatasi satu

bangunan dengan bangunan lainnya.

2. Selective Linkages/kaitan selektif. Pendekatan perancangan yang lebih

selektif diperlukan pada lingkungan dengan kualitas bangunan yang

berbeda-beda, bercampur antara bangunan bagus dengan bangunan yang

biasa saja. Pola-pola yang meningkatkan kualitas lingkungan sebaiknya

diperkuat/ditonjolkan dalam perancangan, sebaliknya yang kurang baik

harus ditinggalkan.

3. Moderate Conformance/penyesuaian sedang. Tanggapan rancangan yang

lebih luas dapat dilakukan ketika dalam suatu lingkungan terdapat

berbagai langgam. Ciri-ciri dari berbagai bangunan yang membentuk

kesatuan dan harmoni menjadi pokok/inti dari rancangan-rancangan yang

harmonis. Elemen-elemen baru dapat diperkenalkan, diiringi dengan

kaitan perancangan yang kuat.

4. Rigorous Conformance/penyesuaian yang teliti. Pada kawasan yang terdiri

dari bangunan-bangunan yang signifikan secara arsitektural, yang

memiliki banyak kemiripan dalam detail dan penampilan, ciri-ciri yang

ada harus dipertahankan. Perancangan bangunan yang baru harus sesuai

dengan karakter bangunan-bangunan yang telah ada.

5. Replication/pengulangan bentuk. Dari berbagai kasus pelestarian,

pengulangan bentuk suatu bangunan secara utuh (replikasi) jarang

dilakukan. Kasus ini dapat terjadi, misalnya pada suatu deretan bangunan

yang bernilai sejarah, di mana satu bangunan telah hancur, sehingga perlu

dibangun ulang sama seperti bangunan semula.

Page 16: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

39

Dalam perancangan secara kontekstual tidak dapat mengabaikan kontras,

karena kontras dibutuhkan untuk menciptakan sebuah lingkungan yang menarik

dan kreatif. Diamati dengan baik bahwa prinsip kontras hanya bersifat sebagai

bumbu yang perlu dipakai dengan hati-hati. Pada kawasan perkotaan, kontras

adalah salah satu alat perancangan yang diperlukan, dan akan meningkatkan

kualitas kawasan apabila dipakai dengan cara yang baik. Namun sebaliknya, tanpa

perhatian atau pengendalian yang sungguh-sungguh, akan terjadi pemusnahan

yang mengubah sebuah kawasan ke arah kekacauan. Secara nyata pada masa kini

di dalam pembangunan perkotaan, kontras terlalu sering dipakai dan sifatnya

sering disalahgunakan. Oleh karena itu sangat dibutuhkan pemahaman yang baik

mengenai kontras menjadi seimbang dengan konteksnya. Perancangan secara

kontekstual dipilih agar tidak menghilangkan karakter kawasan sehingga tetap

utuh dan potensial, tetapi masih memenuhi kebutuhan sekarang.

Pertimbangan lain yang dapat digunakan untuk mengintegrasikan kawasan

secara harmonis adalah menurut Carmona et al (2003), yaitu kriteria visual

sebagai berikut:

1. Menghargai skyline bangunan dan muka jalan (street frontage) yang ada.

2. Keseimbangan massa bangunan secara tiga dimensi dengan mengatur KDB

(BCR) dan KLB (FAR).

3. Skala, skala berbeda dengan ukuran/dimensi, yang harus diperhatikan adalah

skala bangunan dan hubungan semua bagiannya terhadap skala manusia, dan

dimensinya dihubungkan dengan kondisi setempat. Fasade dan visual interest

pada level pedestrian sangat signifikan dengan skala manusia.

4. Proporsi antara solid dan void pada fasad bangunan.

5. Ritme atau irama yang didapat dari pengulangan ukuran dan perlakuan pada

fasade bangunan.

6. Material yang memperlihatkan warna dan tekstur bangunan. Suatu kawasan

apabila secara konsisten mempergunakan material lokal untuk bangunannya,

maka akan memberikan sence of unity and place yang kuat, dan apabila

dipergunakan oleh bangunan baru akan memberikan keterpaduan secara visual.

Dengan memperhatikan uraian di atas, maka dipilih pendekatan

kontekstual yang harmoni dengan tetap mempertimbangkan unsur kontras agar

Page 17: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

40

eksistensi bangunan dan Kawasan Cagar Budaya tetap terjaga tetapi masih dapat

mengakomodasi kebutuhan dan ekspresi masa kini.

Contextual harmony dengan ketiga pendekatan tersebut di atas merupakan

pendekatan yang dapat dipakai dalam penanganan pelestarian kawasan.

Diharapkan dengan pendekatan tersebut dapat menjaga keselarasan antara

bangunan baru dengan bangunan lama, menjaga keselarasan ruang-ruang kota dan

elemen kota lainnya berikut fungsi yang terdapat pada kawasan tersebut. Ketiga

pendekatan konservasi tersebut di atas dapat secara bersama-sama diterapkan

dalam suatu kawasan perkotaan bersejarah. Masing-masing bagian tidak berdiri

sendiri tetapi membentuk suatu keharmonisan dengan cara penyelarasan antar

bagian.

3.5 Studi Banding

Studi banding dilakukan pada kota Singapura yang mempunyai kawasan

konservasi/Cagar Budaya dan telah mendapat pengaturan pelestarian oleh pihak

Urban Redevelopment Authority (URA). Pemerintah Singapura menyediakan

berbagai format untuk memberikan arahan bagi pemilik privat suatu bangunan

konservasi/ Cagar Budaya untuk memperbaiki maupun pembangunan pada

Kawasan Cagar Budaya. Bagi pemilik bangunan atau pihak profesional diberikan

panduan teknis dan standar-standar untuk usaha pelestarian, publikasi tentang

konservasi dibuat untuk mengarahkan mereka agar mengerti lebih baik mengenai

prinsip-prinsip perancangan dan panduan konservasi.

Prinsip dasar dari aplikasi konservasi untuk semua kawasan dan bangunan

Cagar Budaya adalah 3R : Maximum Retention, Sensitive Restoration, Careful

Repair. Pada konteks Singapura, panduan konservasi diaplikasikan dalam

tingkatan yang berbeda untuk kelompok yang berbeda pada kawasan konservasi

sesuai dengan pertimbangan signifikansi historisnya. Terdapat 4 (empat)

kelompok utama kawasan konservasi di Singapura, yaitu:

1. Kawasan Historis (Historic Districts)

2. Hunian pada Kawasan Historis (Residential Historic Districts)

3. Pemukiman Sekunder (Secondary Settlements)

4. Bungalow

Page 18: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

41

Adapun yang dibahas untuk mendapatkan gambaran usaha revitalisasi dan

konservasi Kawasan Cagar Budaya pada kasus studi banding adalah beberapa

tempat pada Kawasan Historis (Historic Districts) dan Kawasan Huniannya

(Residential Historic Districts), karena pada tempat ini dapat ditemukan

keselarasan kontekstual beserta ketiga pendekatannya.

Gambar 3.3 Peta Kawasan Konservasi di Singapura

(Sumber: Conservation Guidelines, URA)

Hasil Pendekatan Contextual Harmony pada objek studi banding dapat

dilihat dari aspek sebagai berikut:

1. Lingkungan yang terdiri dari gubahan massa bangunan, sirkulasi dan

ruang publiknya.

2. Visualnya berupa tampak atau muka bangunan, elemen bangunan dan

langgam bangunannya.

3.5.1 Contextual Harmony pada Kawasan Historis

Kawasan historis terdiri dari: Boat Quay, Chinatown, Kampong Glam dan

Little India, pada kawasan ini seluruh bangunan dilestarikan, perubahan fungsi

Page 19: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

42

menjadi komersial atau hunian diperbolehkan, bentuk konservasi yang ketat

berlaku pada kawasan ini. Penanganan pelestarian yang dilakukan pada Kawasan

Historis (Historic Districts) ini serupa dengan pendekatan Contextual Harmony,

hasil dari pendekatan tersebut dapat diuraikan pada masing-masing kawasan

sebagai berikut:

1. Pendekatan Contextual Uniformity pada kawasan Boat Quay dapat dilihat

pada hal-hal berikut ini:

a. gubahan massa, massa bangunan yang baru menyesuaikan dengan bentuk

dan posisi massa bangunan lama, orientasi bangunan seragam menghadap

ke arah sungai, ketinggian bangunan relatif seragam 3-4 level.

b. tampak, muka bangunan yang relatif seragam walaupun pada

perkembangannya terdapat bangunan 3 level dan 4 level.

c. elemen bangunan, bagian dasar bangunan berbentuk arkad yang menerus

antar bangunan; ketinggian trase setiap level bangunan-bangunan

membentuk garis menerus; bentuk atap dan bukaan-bukaan sejenis.

d. langgam bangunan relatif seragam berupa arsitektur modern yang

mengalami perpaduan dengan arsitektur kolonial tropis‘Early Shophouse

Style’ dan ‘Art Deco Shophouse Style’. Bangunan pada kawasan historis

ini karakteristiknya terdiri dari dua dan tiga lantai rumah toko/ruko

(Shophouses).

e. seluruh bangunan historis tidak boleh berubah bentuknya, keaslian

bangunan harus dipertahankan, selubung bangunan, KDB & KLB harus

dipertahankan seperti semula, hanya unsur warna yang masih dibebaskan

bagi pemilik bangunan, penambahan bangunan baru sangat ketat dilakukan

dan harus serupa dengan bangunan historis eksisting.

f. ruang publik, di sepanjang pinggir sungai merupakan ruang publik

rekreatif yang menerus sebagai daya tarik lingkungan.

Deretan rumah toko (shophouses) Boat Quay dikonservasi secara hati-hati.

Penanganan pelestarian pada kawasan ini memperlihatkan keharmonisan yang

relatif seragam (Contextual Uniformity) dengan mengaktifkan lapisan dasar dari

Page 20: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

43

deretan bangunan historis dan tepi sungai sebagai fungsi publik yang komersial

dan rekreatif.

Gambar 3.4 Boat Quay tahun 2007. Sumber: Boat Quay.htm

Gambar 3.5 Block Plan dan Bird Eye View Boat Quay. Sumber: Boat Quay.htm

Gambar 3.6 Deretan Bangunan RUKO di Boat Quay. Sumber: Boat Quay.htm

2. Pendekatan Contextual Continuity pada kawasan Chinatown dapat diuraikan

sebagai berikut:

a. Membentuk gubahan/bentuk massa bangunan yang menerus dengan

massa di sampingnya, linkage dan sirkulasi mengikuti sirkulasi eksisting

pada kawasan, dan ruang publik yang menerus pada level dasar bangunan.

Page 21: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

44

b. Kontinuitas pada fasade bangunan berupa pengulangan bentuk arkade dan

bukaan pada tampak bangunan mengikuti pola, irama, tekstur, dan

material sekitarnya.

Pada kawasan Chinatown ini bangunan, monumen dan ruang kota

dilakukan pelestarian, selain itu terdapat penambahan bangunan baru yang

kontekstual dengan lingkungannya. Kawasan Historis Chinatown terletak di

sebelah selatan sungai Singapore, merupakan pemukiman asli komunitas Cina di

Singapura. Kawasan terdiri dari 4 (empat) distrik yang masing-masing

mempunyai karakter yang khusus, yaitu:

1. Kreta Ayer, dikenal dengan kegiatan jalanan dan festival.

2. Telok Ayer, terdiri dari deretan panjang rumah toko dan beberapa bangunan

religius sepanjang jalan Telok Ayer, dan hunian beserta clubhouses pada bukit

Ann Siang.

3. Bukit Pasoh, terdiri dari campuran hunian, aktivitas jasa dan komersial.

4. Tanjong Pagar, terdiri dari campuran hunian dan aktivitas komersial.

Pada kawasan ini terdapat 5 (lima) monumen nasional yaitu: Sri

Mariamman Temple dan Jamae Mosque di Kreta Ayer, Thian Hock Keng Temple,

Nagore Durgha Shrine dan Al-Abrar Mosque di Telok Ayer. Keberadaan

monumen pada kawasan dipertahankan dan dilindungi dengan ketat.

Gambar 3.7 Deretan bangunan yang dikonservasi pada kawasan China Town

Sumber: History of Chinatown.htm

Page 22: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

45

Gambar 3.8 Elemen Bangunan pada deretan ruko China Town

Sumber: History of Chinatown.htm

Gambar 3.9 Bangunan baru Hotel 81 pada kawasan melalui pendekatan Contextual

Continuity, dengan upaya melanjutkan proporsi massa bangunan di sekitarnya, pengulangan bentuk arkade dan bukaan pada tampak bangunan mengikuti pola, irama,

tekstur, dan material sekitarnya. Sumber: History of Chinatown.htm

Penanganan pelestarian kawasan ini dengan mempertahankan bangunan rumah

toko 2-3 tingkat yang berderet sepanjang jalan pada kawasan. Penambahan

bangunan pada kawasan disesuaikan pola dan skalanya dengan bangunan historis

tetapi dapat memakai material dan warna yang berbeda-beda. Pembangunan

bangunan baru tersebut berupa Hotel 81 di lokasi junction New Bridge Road dan

Upper Cross Street pada kawasan Chinatown.

3. Pendekatan konservasi yang dilakukan pada kawasan Kampung Glam adalah

Contextual Continuity. Pendekatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Membentuk gubahan/bentuk massa bangunan pada cluster yang memiliki

karakter massa bangunan seragam, linkage dan sirkulasi mengikuti

sirkulasi eksisting pada kawasan, dan ruang publik yang menerus pada

level dasar bangunan. Bangunan baru pada kawasan tidak diperbolehkan

Page 23: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

46

merubah bentuk massa bangunan dan ruang luar karena harus mengikuti

massa bangunan dan ruang luar eksisting.

b. Kontinuitas pada fasad bangunan berupa pengulangan bentuk arkad dan

bukaan pada tampak bangunan mengikuti pola, irama, tekstur, dan

material sekitarnya.

Di bawah ini terdapat beberapa gambar pada kawasan Kampung Glam

pada masa lalu dan kawasan pada masa sekarang Dapat dilihat hasil pendekatan

Contextual Continuity pada kawasan tersebut.

Gambar 3.10 North Bridge Road, 1960s. Sumber: www.ura.gov.sg

Gambar 3.11 Bussorah Mal l . Sumber: www.ura.gov.sg

Gambar 3.12 Late-style conservation shophouses at Kandahar Street

Sumber: www.ura.gov.sg

Page 24: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

47

Gambar 3.13 Kampong Glam. Sumber: www.ura.gov.sg

3.5.2 Contextual Harmony pada Kawasan Hunian Bersejarah (Residential

Historic Districts)

Kawasan ini terdiri dari: Blair Plain, Cairnhill dan Emerald Hill. Pada

kawasan yang relatif kecil ini fungsi bangunan adalah hunian dan tidak

diperbolehkan merubah fungsi bangunan. Penambahan bangunan harus lebih

rendah dari atap utama dan dapat dibangun dengan fleksibilitas yang besar dalam

mengadaptasikan bangunan dengan hunian modern.

Pendekatan penanganan pelestarian kawasan dilakukan terhadap bangunan

Cagar Budaya yang merupakan 2-3 tingkat shophouses dan terrace houses.

Bangunan mempunyai langgam arsitektur transisi dan Art Deco. Di sekitar

bangunan Cagar Budaya dibangun bangunan-bangunan tinggi baru dan modern

yang sangat kontras dengan bangunan eksisting tetapi tetap menonjolkan

keberadaan Cagar Budaya berupa streetscape.

Pada ketiga kawasan hunian ini pendekatan konservasi yang dilakukan

adalah Contextual Uniformity dan Juxtaposition. Pendekatan tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut:

a. Menetapkan gubahan/bentuk massa bangunan utama fungsi hunian tidak

boleh berubah tetapi untuk bangunan sekitarnya dimungkinkan bentuk yang

sangat berbeda dengan syarat peletakan bangunan mempunyai jarak yang

memberikan ruang antara bangunan konservasi dengan bangunan baru.

Sirkulasi mengikuti sirkulasi eksisting pada kawasan.

Page 25: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

48

b. Tampak, langgam dan elemen bangunan konservasi sangat berlainan

cenderung kontras dengan bangunan baru, hal ini menjadikan bangunan

konservasi menjadi sesuatu yang unik di tengah-tengah bangunan baru.

3.5.3 Kesimpulan Studi Banding

Dari contoh Kawasan Cagar Budaya tersebut di atas dapat dipelajari

pendekatan Contextual Harmony yang berbeda-beda (Uniformity, Continuity dan

Juxtaposition) pada masing-masing kelompok yang sesuai dengan karakter

kawasan. Pendekatan perancangan telah ditetapkan oleh URA dengan jelas

diuraikan sesuai kelompoknya dari mulai penggunaan bangunan/fungsi, pilihan

pembangunan/perbaikan bangunan, bangunan sekitarnya, profil dan ketinggian

bangunan, development charge, dan panduan restorasi untuk tiap-tiap kelompok

kawasan.

Dari studi banding pelestarian Kawasan Cagar Budaya di Singapura di atas

ada 3 (tiga) kemungkinan pendekatan Contextual Harmony yaitu: Contextual

Uniformity, Contextual Continuity, dan Contextual Juxtaposition, yang dapat

diterapkan pada suatu Kawasan Cagar Budaya sesuai karakter dan konteks

masing-masing. Pada Contextual Uniformity Cagar Budaya yang mempunyai nilai

estetika, nilai kesejarahan, nilai keilmuan dan nilai sosial sangat tinggi, diterapkan

Contextual Uniformity, agar nilai-nilai tersebut tetap utuh dilestarikan. Pada

Contextual Continuity Cagar Budaya yang mempunyai nilai estetika, nilai

kesejarahan, nilai keilmuan dan nilai sosial cukup tinggi atau hanya salah satu

nilai yang menonjol, diterapkan Contextual Continuity agar nilai tersebut tetap

utuh namun diperkuat dengan penambahan fungsi baru yang masih

mempertahankan karakter dan konteks eksisting. Pada Contextual Juxtaposition

Cagar Budaya yang mempunyai nilai estetika, nilai kesejarahan, nilai keilmuan

dan nilai sosial cukup tinggi tetapi berada pada lingkungan yang beragam corak

pola, skala dan proporsinya, diterapkan Contextual Juxtaposition. Pembangunan

baru dapat dibuat kontras dengan objek Cagar Budaya agar objek terlihat

menonjol pada kawasannya.

Page 26: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

49

Apabila ditinjau terhadap objek bangunannya maka dapat disimpulkan

bahwa pendekatan contextual akan beragam, bergantung pada kebutuhan, skala

objek dan kepentingannya. Hal tersebut dapat dirangkumkan sebagai berikut:

1. Gubahan massa

a. mempertahankan bentuk, posisi dan ketinggian yang sudah ada, untuk

bangunan baru dibuat replika dari bangunan yang sudah ada.

(pendekatan Contextual Uniformity)

b. penambahan massa bangunan menyerupai massa bangunan yang sudah

ada, dengan tetap memperhatikan batasan ketinggian yang

diperbolehkan pada kawasan tersebut. (pendekatan Contextual

Continuity)

c. mendirikan bangunan baru yang sangat berbeda dengan bangunan

yang dikonservasi tetapi memberikan setback atau ruang antara

bangunan baru dengan bangunan lama. (pendekatan Contextual

Juxtaposition)

2. visual:

a. tampak, langgam dan elemen bangunan pada Kawasan Cagar Budaya

dengan mempertahankan bentuk, proporsi, skala, ritme, irama dan

ketinggian yang sudah ada. (pendekatan Contextual Uniformity)

b. penambahan bangunan atau perubahan proporsi, ritme dan ketinggian

bangunan dengan tetap memperhatikan batasan ketinggian yang

diperbolehkan pada kawasan tersebut. (pendekatan Contextual

Continuity)

c. langgam maupun elemen bangunan baru yang sangat kontras dengan

bangunan lama tetapi dengan menonjolkan bangunan yang

dikonservasi pada kawasan. (pendekatan Contextual Juxtaposition)

Pada bab ini telah diuraikan kajian teori mengenai revitalisasi, konservasi,

Signifikansi Budaya kawasan dan bangunan, pendekatan Contextual Harmony,

dan terakhir dilakukan studi kasus. Dari hasil kajian tersebut diketahui bahwa

pendekatan Contextual Harmony dapat dilakukan dalam upaya revitalisasi

Page 27: Bab 3 jan - Perpustakaan Digital ITB - WELCOME · Sebagian besar kawasan kota bersejarah atau kota tua mengalami hal ini yaitu ... 4. Aspek legal dan institusi/kelembagaan, yang berkaitan

50

kawasan berikut konservasi Kawasan Cagar Budaya. Diketahui pula bahwa

pendekatan terdiri dari Contextual Uniformity, Contextual Continuity dan

Contextual Juxtaposition. Ketiga pendekatan ini dapat diterapkan pada bagian

kawasan sesuai karakter dan potensi masing-masing kawasan. Kriteria yang

dipakai untuk menentukan karakter dan potensi masing-masing kawasan agar

tercipta integrasi kawasan yang harmonis adalah skyline bangunan, keseimbangan

massa bangunan secara tiga dimensi, skala bangunan, fasade dan visual interest,

proporsi, ritme atau irama, dan material. Studi kasus yang dilakukan pada

Kawasan Cagar Budaya di Singapura memberikan gambaran mengenai

pendekatan konservasi Kawasan Cagar Budaya tersebut di atas.