konsep tindak tutur
DESCRIPTION
tutur tindakTRANSCRIPT
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Tindak Tutur.
Tindak tutur (speech art) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan
pembicara, pendengar atau penulis pembaca serta yang dibicarakan. Dalam
penerapannya tindak tutur digunakan oleh beberapa disiplin ilmu. Menurut Chaer
(2004 : 16) tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan
keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam
menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti
tindakan dalam tuturannya.
Konsep adalah penyebaran teori. Teori tindak tutur lebih dijabarkan oleh para
lingusitik diantaranya J.L. Austin (dalam A. H. Hasan Lubis, 1991: 9) menyatakan
bahwa secara pragmatis, setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat
diwujudkan oleh seorang penutur dalam melakukan tindak tutur yakni tindak tutur
lokusi, tindak tutur ilokusi, dan tindak tutur perlokusi (Hartyanto, 2008).
2.2 Landasan Teori
Tarigan (1990:36) menyatakan bahwa berkaitan dengan tindak tutur maka
setiap ujaran atau ucapan tertentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula.
Dengan kata lain, kedua belah pihak, yaitu penutur dan lawan tutur terlibat dalam
suatu tujuan kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Sesuai dengan
keterangan tersebut, maka instrumen pada penelitian ini mengacu pada teori tindak
tutur. Menurut J.L. Austin (dalam A. H. Hasan Lubis, 1991: 9), secara analitis tindak
tutur dapat dipisahkan menjadi 3 macam bentuk, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
(1) Tindak lokusi (Lecutionary act), yaitu kaitan suatu topik dengan satu keterangan
dalam suatu ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau
‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis (Searly dalam Lubis).
Contoh: ‘Saya lapar’, seseorang mengartikan ‘Saya’ sebagai orang pertama
tunggal (si penutur), dan ‘lapar’ mengacu pada ‘perut kosong dan perlu diisi’,
tanpa bermaksud untuk meminta makanan.
(2) Tindak ilokusi (Illecitionary act), yaitu pengucapan suatu pernyataan, tawaran,
janji pertanyaan dan sebagainya.
Contoh: Saya lapar’, maksudnya adalah meminta makanan, yang merupakan suatu
tindak ilokusi.
(3) Tindak perlokusi (Perlocutionary act), yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh
ungkapan itu pada pendengar, sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan
kalimat itu. Tanggapan tersebut tidak hanya berbentuk kata-kata, tetapi juga
berbentuk tindakan atau perbuatan. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara
sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya.
Contoh: ‘Saya lapar’, yang dituturkan oleh si penutur menimbulkan efek kepada
pendengar, yaitu dengan reaksi memberikan atau menawarkan makanan kepada
penutur.
Sehubungan dengan tindak lokusi, Leech (dalam Setiawan, 2005 : 19)
memberikan rumus tindak lokusi. Bahwa tindak tutur lokusi berarti penutur
menuturkan kepada mitra tutur bahwa kata-kata yang diucapkan dengan suatu makna
dan acuan tertentu. Berdasarkan hal tersebut, keraf (dalam Hartyanto, 2008) membagi
tindak lokusi menjadi tiga tipe, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Naratif
Naratif dapat diartikan sebagai bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah
tindak tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi
dalam suatu keadaan waktu. Naratif adalah suatu bentuk wacana yang berusaha
menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca atau mitra tutur suatu
peristiwa yang telah terjadi . Naratif hanya berusaha menjawab suatu pertanyaan “Apa
yang telah terjadi?” (Keraf dalam Hartyanto, 2008)
2. Deskriptif
Keraf ( dalam Hartyanto, 2008) mendefinisikan deskriptif sebagai suatu bentuk
wacana yang bertalian dengan usaha perincian dari obyek-obyeknya yang
direncanakan, penutur memudahkan pesan-pesannya, memindahkan hasil pengamatan
dan perasaan kepada mitra tutur, penutur menyampaian sifat dan semua perincian
wujud yang dapat ditemukan pada obyek tertentu.
3. Informatif
Keraf (dalam Hartyanto, 2008) mendefinisikan informatif sebagai bentuk
wacana yang mengandung makna yang sedemikian rupa sehingga pendengar atau
mitra tutur menangkap amanat yang hendak disampaikan.
Tindak informatif selalu berhubungan dengan makna referensi, yaitu makna
unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar angkasa (obyek
atau gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh analisis komponen (Kridalaksana dalam
Hartyanto, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Subyakto-Nababan (dalam Hartyanto, 2008: 1) menambahkan bahwa tindak
ilokusi adalah tindak bahasa yang diidentifikasikan dengan kalimat pelaku yang
eksplisif. Tindak ilokusi merupakan tekanan atau kekuatan kehendak orang lain yang
terungkap dengan kata-kata kerja : menyuruh, memaksa, mendikte kepada dan
sebaginya.
Bach dan Harnish (dalam Hartyanto, 2008) menyatakan bahwa dalam
klasifikasi tindak ilokusi dapat dibagi menjadi 4 golongan besar yaitu :
1. Konstantif
Merupakan ekspresi kepercayaan yang dibarengi dengan ekspresi maksud
sehingga mitra tutur membentuk (memegang) kepercayaan yang serupa. Konstantif
dibagi menjadi beberapa tipe, yakni : (a) asertif (menyatakan), (b) prediktif
(meramalkan), (c) retroaktif (memperhatikan), (d) deskriptif (menilai), (e) askriptif
(mengajukan), (f) informative (melaporkan), (g) konfirmatif (membuktikan), (h)
konsesif (mengakui, menyetujui), (i) retraktif (membantah), (j) asentif (menerima),
(k) disentif (membedakan), (l) disputative (menolak), (m) responsive (menanggapi),
(n) sugestif (menerka), (o) supposif (mengasumsikan).
Contohnya :
A :”Mengapa Anda belum menyerahkan tugas?”
B :”Maaf pak, tugas itu memang belum selesai saya kerjakan.”
A :”Kapan akan Anda serahkan?”
B :”InsyaAllah hari Kamis pak.”
Universitas Sumatera Utara
Dalam pemenggalan percakapan di atas terdapat adanya tindak tutur meminta
maaf, sebagai salah satu contoh tindak ekpresif.
2. Direktif
Direktif mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan
dilakukan terhadap mira tutur. Direktif dapat dibagi menjadi 6 tipe yaitu (a) requestif :
meminta, (b) question ; bertanya, (c) requitment : mengistruksikan, (d) probibitives :
melarang, (e) promissives : menyetujui, (f) advisories : menasehati.
Contohnya :
A : “saya haus sekali, tolong ambilkan minum!”
B : “Apa dikiranya saya ini pembantu?” (walaupun begitu B bergegas mengambil air
juga).
3. Komisif
Komisif merupakan tindak mewajibkan seseorang atau menolak mewajibkan
seseorang untuk melakukan sesuatu yang dispesifikasikan dalam isi proposisinya,
yang bisa juga menspesifikasikan kondisi-kondisi tempat, isi itu dilakukan atau tidak
harus dilakukan.
Komisif dibagi menjadi 8 yaitu : (a) promises : menjanjikan, (b) contract :
membuat janji bersyarat, (c) bet : berjanji melakukan sesuatu, (d) swearthat : berjanji
bahwa yang dikatakannya adalah benar, (e) surrender : mengaku salah, (f) invite :
permohonan kehadiran dengan janji, (g) offer : menawarkan, (h) volunteer :
menawarkan pengabdiam.
Universitas Sumatera Utara
4. Acknowledgment
Acknowledgment mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur baik
yang berupa rutinitas atau yang murni. Acknowledgment dapat dibagi menjadi
beberapa tipe, yakni (a) apologize : permintaan maaf, (b) condole : ucapan ikut
berduka, (c) bid : harapan, (d) greet :mengucapkan, (f) accept : penerimaan, (g) reject
: menolak, (h) congratulate : mengucapkan selamat.
Subyakto-Nababan (dalam Hartyanto, 2008 : 1) memberikan definisi
mengenai tindak perlokusi, yaitu tindak bahasa yang dilakukan sebagai akibat atau
efek dari suatu ucapan orang lain. Tindak lokusi dan ilokusi juga dapat masuk dalam
kategori tindak perlokusi bila memiliki daya ilokusi yang kuat, yaitu mampu
menimbulkan efek tertentu bagi mitra tutur.
Verba tindak ujar yang membentuk tindak perlokusi, diantaranya dapat
dipisahkan dalam tiga bagian besar, yakni :
1. Mendorong mitra tutur mempelajari bahwa : meyakinkan, menipu,
memperdayakan, membohongi, menganjurkan, membesarkan hati,
menjengkelkan, mengganggu, mendongkolkan, menakuti, memikat, menawan,
menggelikan hati.
2. Membuat mitra tutur melakukan, mengilhami, mempengaruhi, mencamkan,
mengalihkan, mengganggu, membingungkan.
3. Membuat mitra tutur memikirkan tentang: mengurangi ketegangan,
memalukan, mempersukar, menarik perhatian, menjemukan, dan
membosankan.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, peneliti juga menggunakan aspek peristiwa tutur sebagai bahan
pendukung dalam memecahkan masalah penelitian tersebut. Peristiwa tutur (speech
event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk
ujaran atau lebih melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu
pokok tuturan tuturan di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer-Leonie,
2004: 47). Misalnya, interaksi yang yang berlangsung antara seorang pedagang dan
pembeli di pasar pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasinya, maka hal itu disebut peristiwa tutur.
Dell Hymes, 1972, (dalam Chaer, 1995: 62) seorang pakar sosiolinguistik
mengatakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang
bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan
komponen itu adalah:
S = setting and Scene
P = participants
E = ends: purpose and goals
A = act sequence
K = key: tone or spirit of act
I = instrumentalities
N = norms of interactions and interpretation
G = genres
Universitas Sumatera Utara
Setting and scene. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur
berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi psikologis pembicaraan. Waktu,
tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan variasi bahasa yang
berbeda.berbicara di lapangan sepakbola pada waktu ada pertandingan sepakbola
dalam situasi ramai Anda bisa berbicara keras-keras, berbeda dengan pembicaraan di
ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca, Anda harus berbicara
seperlahan mungkin.
Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa
pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima pesan.
Dua orang yang bercakap dapat berganti peran sebagai pembicara dan pendengar,
tetapi dalam khotbah di mesjid, khotib sebagai pembicara dan jemaah sebagai
pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat menentukan
ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam
atau gaya bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orangtuanya atau gurunya, bila
dibandingkan kalau dia berbicara terhadap teman-temannya.
Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi
di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara. Namun,
para partisipan dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin
membuktikan kesalahan terdakwa, pembela membuktikan bahwa terdakwa tidak
bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.
Keys, mengacu pada nada, cara, dan semangat, di mana suatu pesan
disampaikan dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong,
dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh
dan isyarat.
Universitas Sumatera Utara
Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur
lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Bentuk ini juga mengacu pada kode
ujaran yang digunakan, seperti bahasa, ragam dialek, atau register.
Norm or interaction and Interpretation, mengacu pada norma atau aturan
dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya,
dan mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.
Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah,
doa, dan sebagainya.
Berdasarkan keterangan di atas, maka peneliti dapat melihat betapa
kompleksnya peristiwa tutur yang yang telah terlihat, atau dialami sendiri dalam
kehidupan kita sehari-hari.
2.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai tindak tutur sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh
Hasibuan (2005). Dalam penelitiannya, Hasibuan mengkaji secara teoritis mengenai
perangkat tindak tutur yang terdapat dalam bahasa Mandailing. Ia juga
mengemukakan penggunaan tindak tutur, walaupun terbatas hanya dalam lima jenis
tindak tutur utama yang dikemukakan oleh Searly, yaitu tindak tutur representatif,
tindak tutur direktif, tindak tutur komisif, tindak tutur ekspresif, dan tindak tutur
deklaratif. Selain itu, ia juga membahas jenis tindak tutur langsung dan tidak langsung
dan mengaitkan tindak tutur dengan kesantunan bahasa.
Sedangkan penelitian tentang film yang menggunakan teori tindak tutur juga
pernah dilakukan oleh Hartyanto (2008). Dalam penelitian ini, Hartyanto
menggunakan teori tindak tutur yang dimajukan oleh JL. Austin, yaitu: tindak tutur
Universitas Sumatera Utara
lokusi, ilokusi dan perlokusi terhadap dialog film Berbagi Suami karya Nia Dinata. Ia
juga menggunakan batasan lokusi yang dikemukakan oleh Keraf (dalam Hartyanto,
2008), antara lain: naratif, deskriptif, dan informatif, batasan mengenai ilokusi yang
dikemukakan oleh Bach dan Harnish (dalam Setiawan, 2005 : 22-25), yaitu:
konstantif, direktif, komisif, dan Acknowledgement.
Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti lebih mengutamakan sisi pengujaran
yang dituturkan oleh para pelakon yang bermain dalam film Perempuan Punya
Cerita. Hal ini berkaitan dengan masalah yang akan diungkapkan dari film tersebut,
yaitu berupa makna tindak tutur dialog film Perempuan Punya Cerita. Untuk itu,
peneliti menggunakan teori J. L. Austin yang berkaitan dengan analisis tindak tutur
dalam memecahkan masalah penelitian tersebut.
Menurut J.L. Austin (dalam A. H. Hasan Lubis,1991:9), secara analitis tindak
tutur dapat dibagi atas 3 macam bentuk, yaitu: (1) Tindak lokusi (lecutionary act),
yaitu kaitan suatu topik dan penjelasan dalam sintaksis. (2) Tindak ilokusi
(illecutionary act), yaitu pengucapan suatu pertanyaan, tawaran, janji, pertanyaan, dan
sebagainya. (3) Tindak perlokusi (perlocutionary act), yaitu hasil atau efek yang
ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar, sesuai dengan situasi dan kondisi
pengucapan kalimat tersebut.
Universitas Sumatera Utara