konsep pendidikan anak

14
KONSEP PENDIDIKAN ANAK DALAM PERSPEKTIF PARA AHLI PENDIDIKAN ISLAM DAN BARAT: Analisis Komparasi Oleh : Muhammad Isnaini email: [email protected] http//www.muhammadisnain.blogsopt.com Pendahuluan Pendidikan anak selalu menarik dan menjadi topik permbicaraan para ahli pendidikan dari masa ke masa, seiring dengan perubahan zaman. Para ahli pendidikan Islam, seperti al-Qabisi, Ibnu Sina, dan al-Ghazali telah membicarakannya beberapa abad yang lampau.Demikian juga dengan para pakar pendidikan Barat seperti, John Amos Comenius, Jean Jacques Rousseau, Johan Heindrick Pestalozzi, Friederich Wilhelm Frobel, dan John Dewey. Masing-masing memiliki pemikiran khas yang berbeda, namun masih ada benang merahnya, yakni perhatian mereka terhadap anak. Berbagai pemikiran tentang pendidikan anak menjadi sangat urgen, ketika dikaitkan dengan kondisi pendidikan anak di Indonesia saat ini. Masih banyak pihak yang memiliki ambisi dan obsessi yang begitu besar terhadap diri anaknya. Sebagian besar dari orang-orang yang demikian, hanya berorientasi pada hasil tanpa memperhatikan proses pendidikan yang dialami oleh sang anak. Gejala yang demikian telah menjadi pemandangan umum, yaitu anak diperkosa dan ditekan untuk melakukan hal-hal yang bersifat akademis, padahal mereka pada masa kanak-kanak lebih sesuai dengan berbagai permainan, bukan hal-hal yang bersifat akademis. Meskipun demikian, sebagian dari mereka belum menyadari akan perlakuan buruk tersebut. Mereka lebih bangga ketika anaknya mampu berprestasi lebih tinggi dibanding dengan anak lainnya. Dari sini saja dapat diketahui bahwa semua keunggulan dan prestasi yang dicapai anak sebetulnya bukanlah keinginan murni sang anak, melainkan merupakan keinginan dan ambisi sang orang tua. Oleh karena itu, layak kiranya di sini dilihat bagaimana konsep pemikiran pendidikan anak dilihat dari parspektif pakar pendidikan itu sendiri baik dari dunia Islam maupun dinia Barat. Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.

Upload: barce-rumkabu

Post on 16-Sep-2015

222 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Konsep Pendidikan Anak

TRANSCRIPT

  • KONSEP PENDIDIKAN ANAK DALAM PERSPEKTIF

    PARA AHLI PENDIDIKAN ISLAM DAN BARAT: Analisis Komparasi Oleh : Muhammad Isnaini

    email: [email protected]

    http//www.muhammadisnain.blogsopt.com

    Pendahuluan

    Pendidikan anak selalu menarik dan menjadi topik permbicaraan para ahli

    pendidikan dari masa ke masa, seiring dengan perubahan zaman. Para ahli

    pendidikan Islam, seperti al-Qabisi, Ibnu Sina, dan al-Ghazali telah

    membicarakannya beberapa abad yang lampau.Demikian juga dengan para pakar

    pendidikan Barat seperti, John Amos Comenius, Jean Jacques Rousseau, Johan

    Heindrick Pestalozzi, Friederich Wilhelm Frobel, dan John Dewey. Masing-masing

    memiliki pemikiran khas yang berbeda, namun masih ada benang merahnya, yakni

    perhatian mereka terhadap anak.

    Berbagai pemikiran tentang pendidikan anak menjadi sangat urgen, ketika

    dikaitkan dengan kondisi pendidikan anak di Indonesia saat ini. Masih banyak pihak

    yang memiliki ambisi dan obsessi yang begitu besar terhadap diri anaknya. Sebagian

    besar dari orang-orang yang demikian, hanya berorientasi pada hasil tanpa

    memperhatikan proses pendidikan yang dialami oleh sang anak. Gejala yang

    demikian telah menjadi pemandangan umum, yaitu anak diperkosa dan ditekan untuk

    melakukan hal-hal yang bersifat akademis, padahal mereka pada masa kanak-kanak

    lebih sesuai dengan berbagai permainan, bukan hal-hal yang bersifat akademis.

    Meskipun demikian, sebagian dari mereka belum menyadari akan perlakuan

    buruk tersebut. Mereka lebih bangga ketika anaknya mampu berprestasi lebih

    tinggi dibanding dengan anak lainnya. Dari sini saja dapat diketahui bahwa semua

    keunggulan dan prestasi yang dicapai anak sebetulnya bukanlah keinginan murni

    sang anak, melainkan merupakan keinginan dan ambisi sang orang tua. Oleh karena

    itu, layak kiranya di sini dilihat bagaimana konsep pemikiran pendidikan anak dilihat

    dari parspektif pakar pendidikan itu sendiri baik dari dunia Islam maupun dinia Barat.

    Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.

  • Konsep dasar Pendidikan

    Terdapat beberapa pandangan mengenai pengertian pendidikan, seperti yang

    lazim digunakan dalam praktik pendidikan. Dalam hubungan ini dijumpai berbagai

    rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa

    pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap

    perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang

    utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama

    pendidikan, yaitu 1). Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau

    pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2). Ada pendidik, pembimbing atau

    penolong. 3). Ada yang dididik, atau si terdidik. 4). Adanya dasar dan tujuan dalam

    bimbingan tersebut. 5). Dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang dipergunakan

    (Ahmad D. Marimba, 1962:19).

    Menurut Ahmad Tafsir definisi tersebut dinilai sebagai definisi yang belum

    mencakup semua yang dikenal sebagai pendidikan. Definisi tersebut cukup

    memadai bila pendidikan dibatasi hanya pada pengaruh seseorang kepada orang

    lain, dengan sengaja (sadar). Pendidikan oleh diri sendiri dan oleh lingkungan,

    nampak belum mencakup ke dalam batasan pendidikan dalam pandangan A.D.

    Marimba tersebut. Namun demikian Ahmad Tafsir lebih lanjut mengatakan bahwa

    pengertian mana yang akan anda ambil, boleh saja, terserah kepada anda (Ahmad

    Tafsir, 1994:25).

    Formulasi pendidikan selanjutnyawinlah seperti yang diajukan oleh tokoh

    pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara. Pendidikan adalah usaha yang

    dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan

    kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi

    wring meremerupakan perjuangan pula. Pendidikan berard memel ihara hidup tumbuh

    kearah kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemann menurut alam kemarin.

    Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban, yakni memajukan hidup

    agar mempertinggi derajat kemanusiaan (Ki Hajar Dewantara, 1962:166).

    Rumusan pendidikan ini nampak memberikan kesan dinamis, modern dan progressif.

    Pendidikan tidak boleh hanya memberikan bekal untuk membangun, tetapi seberapa

    jauh didikan yang diberikan itu dapat berguna untuk menunjang kemajuan suatu

  • bangsa. Semangat progresif yang terkandung dalam rumusan pendidikan K.H.

    Dewantara tersebut dapat dikaitkan dengan apa yang menjadi pesan Khalifah Umar

    Ibn al-Khattab yang mengatakan anak-anak masa sekarang adalah generasi muds di

    mass yang akan datang. Dunia dan kehidupan yang akan mereka hadapi berbeda

    dengan dunia yang sekarang. Untuk itu apa yang diberikan kepada anak didik hares

    memperkirakan kemungkinan-kemungkinan relevansi dan kegunaannya di masa

    datang. Dengan cars demikian eksistensi dan fungsi lulusan anak didik tetap

    terpelihara dengan baik.

    Pengertian pendidikan yang agak lebih terperinci lagi cakupannya

    dikemukakan oleh Soegarda Poerbacaraka. Menurutnya, dalam arti umum

    pendidikan mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tun untuk

    mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, sera keft-

    arnpilannya kepada generasi muds untuk melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan

    bersama sebaik-baiknya. Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa corak pendidikan itu

    eras hubungannya dengan corak penghidupan. Karenanya jika corak penghidupan itu

    berubah, maka corak pendidikannya akan berubah pula, agar si anak siap untuk

    memasuki lapangan pendidikan itu (Soegarda Poerbakawatja, 1970: 11). Definisi

    yang terakhir ini sejalan dengan definisi K.H. Dewantara sebelumnya.

    Dan ketiga rumusan pendidikan di atas jika dipadukan akan terlihat bahwa pendidikan

    merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, seksama,' terencana, dan

    bertujuan yang dilaksanakan oleh orang dewasa dalam arti memiliki bekal ilmu

    pengetahuan dan ketrampilan menyampaikannya kepada anak didik secara bertahap.

    Apa yang diberikan kepada anak didik itu sedapat mungkin dapat menolong tugas

    dan perannya di masyarakat, dimana kelak mereka hidup. Anak didik atau terdidik

    di sini difokuskan pads anak-anak.

    Pemikiran PendidikanAnak Menurut Intelektual Muslim

    Pendidikan anak dalam Islam pads dasarnya adalah bagian dari pendidikan

    Islam. Pendidikan Islam itu sendiri mempunyai sesuatu yang diharapkan terwujud

    setelah orang mengalami pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian

    seseorang yang membuatnya menjadi "insan

    kwnil."Denganpolataqwamsankamilartmyamanusiautuhrohamdanjasmam, dapat

  • hidup dan berkembang secara wajar.dan normal karena takwanya kepada Allah

    SWT.

    Dari sini dapat diambil pengertian bahwa pendidikan anak dalam Islam

    diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya

    serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam

    dalamberhubungan dengan Allah dan dengan manusia sesamanya, dapat mengambil

    manfaat yang semakin meningkat dan alam semesta ini juga untuk kepentingan hidup

    di dunia lam dan di akhirat nanti. Tujuan ini kehhatannya terlalu ideal, sehingga sukar

    dicapai. Tetapi dengan kc r a kerns yang dilakukan secara berencana dengan

    kerangka-kerangka keda yang konsepsional mendasar, pencapaian tujuan itu

    bukanlah sesuatu yang mustahil.

    Selanjutnya, pendidikan anak dalam Islam dapat dilihat dari beberapa

    pandangan pars tokoh pendidikan, diantaranya adalah:

    1. Al-Ghazali

    Imam al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin

    Muhammad al-Ghazali (450H/1058M) (Fatiyah Hasan Sulaiman, ted. H. S. Agil

    Husin al-Munawar dan Hadri Hasan, 1993:9). la adalah termasuk ke dalam

    kelompok sufistik yang banyak menaruh perhatian besar terhadap pendidikan,

    karena pendidikan banyak menentukan corak kehidupan suatu bangsa dan

    pemikirannya. Dalam masalah pendidikan'ia lebih cenderung berpaham empirisme.

    Hal ini antara lain disebabkan karena ia sangat menekankan pengaruh pendidikan

    terhadap anak didik..

    Menurut al-Ghazali anak dilahirkan tanpa dipengaruhi oleh sifat-sifat hereditas

    kecuali hanya sedikit sekali, karena faktor pendidikan, lingkungan dan masyarakat

    merupakan faktor yang paling kuat mempengaruhi sifat-sifat anak. Pendapat beliau ini

    sejalan dengan pendapat pars ahli psikologi (behaviorisme) yang mengingkan adanya

    pengaruh faktor keturunan ini secara mutlak. Pandangan im mirip dengan pandangan yang

    menyatakan bahwa anak lahir ke dalam kehidupan dengan akal pikirannya bagaikan

    lembaran putih yang bersih dari ukiran atau gambar-gambar (seperti teori tabula rasa, John

    Locke).

    Oleh karena itu, dalam pandangannya seorang anak tergantung kepada, kedua orang tua

  • yang mendidiknya hati seorang anak itu bersih, mumi, laksana permata yang amat berharga,

    sederhana dan bersih dari gambaran apapun (Ali al-Jumbulati Abdul Futuh al-Thwaisi,

    1994:147). Jelaslah pendapat beliau bahwa anak adalah dilahirkan dalam fitrah yang

    netral, dimana orang tua keduanya yang membentuk agamanya kapan saja dan di mana

    saja. Hal ini dapat kits buktikan bahwa anak berwatak buruk karena belajar dari

    keburukan penlaku lingkungan di mana is hidup serta cara-cara bergaul dengan lingkungan itu,

    juga dengan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di lingkungan tersebut. Sama halnya dengan

    tubuh anak waktu lahir dalam keadaan kurang sempurna, kemudian menjadi sempurna dan

    kuat melalui pertumbuhan dan pendidikan serta makanannya. Dernikianlah tabiat

    dibentuk atas fitrah kejadiannya yang sebalk-baAmya, yaitu mula-mula dalam bentuk yang

    lemah, kemudian menjadi kuat dan sempurna, serta indah melalui pendidikan yang baik

    yang menurut pendapatnya merupakan peker aan yang krusial (rawan terhadap bahaya).

    Tujuan pendidikan menurut al-Ghazali adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah

    SWT. bukan mencari kedudukan, kemegahan dan kegagahan atau mendapatkan

    kedudukan yang menghasilkan uang. Karena jika tujuan pendidikan diarahkan bukan pads

    mendekatkan din kepada. Allah, akan dapat menimbulkan kedengkian, kebencian, dan

    permusuhan (Muhammad Athiyyah al-Abrasyi, 1975:237). Lebih lanjut al-Ghazali

    mengatakan bahwa orang yang berakal sehat adalah orang yang dapat menggunakan

    dunia untuk tujuan akhirat, sehingga orang tersebut derajatnya lebih tinggi di sisi Allah dan

    lebih lugs kebahagiaannya di akhirat. Ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan menurut

    al-Ghazali tidak sama sekali menistakan dunia, melainkan dunia itu hanya sebagai alas. Hal

    ini dapat dipahami al-Gha7A]i dari isyarat al-Qur'an: "Kehidupan dunia.itu hanyalah

    kesenangan yang menipu" (QS. Al-Hadid (57):20). "Sesungguhnya kehidupan akhirat itu lebih

    baik bagimu daripada aripada kehidupan dunia" (QS. Al-Dhuha (93):4).

    2. Al-Qabisi

    Al.-Qabisi adalah salah seorang tokoh ulama ahli hadis dan seorang pakar pendidikan.

    Hidup pads 324-403 H di kota Qaerawan, Tunisia. Nama lengkap nya adilah Abu Hasan

    Ali bin Mohammad bin Khalaf al-Qabisi. Lahir pads bulan Rajab tahun 224 H atau 13 Mei

    1936 M. Di kota. Qaerawan dan wafat pads tanggal 3 Rabiul Awwal 403 H atau. 23

    Oktober 1012 M (N4uharnamd Munir Mursyi, 1980:229).

    AI-Qabisi sebagai ahli fiqih dan hadis mempunyai pendapat tentang pendidikan yaitu

  • mengenai pengajaran anak-anak di kuttab-kuttab. Barangkah pendapatnya tentang pendidikan

    anak-anak ini merupakan tiang yang pertama dalam pendidikan Islam dan juga bagi

    pendidikan umat yang lainnya. Dengan lebih memperhatikan dan lebih menekuni, maka

    mengajar anak-anak sebagai tuntunan bangsa adalah merupakan tiang bangsa itu yang harus

    dilaksanakan penuh dengan kesungguhan dan ketekunan ibarat membangun piramida.

    pendidikan (institusi pendidikan).

    Al -Qabisi tidak menentukan usia tertentu untuk menyekolahkan anak di lembaga Kuttab.

    Oleh karena itu, pendidikan anak merupakan tanggung jawab orang tuanya semenjak mulai

    anak dapat berbicara fasih yakni pada, usia mukallaf yang wajib diajar bersembahyang

    (menurut hadis Nabi). Rasulullah bersabda: "perintahkanlah anak-anak kalian untuk

    mengedakan shalat pads waktu usia tujuh tahun dan pukullah mereka pads waktu usia

    sepuluh tahun". Dari sabda Nabi tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam dimulai

    pertama di rumah. Pendidikan anak di lembaga al-Kuttab hanyalah kelanjutan dari tugas

    pendidikan yang wajib ditunaikan oleh kedua orang tua di rumah.

    Amak-anak yang belajar di kuttab mula-mula diajar menghafal al-Quran lalu diajar

    menulis, dan pads waktu dzuhur mereka pulang ke rumah masingmasing untuk makan Siang,

    kemudian kembali lagi ke kuttab untuk belajar lagi sampai sore hari. Anak-anak yang belajar

    di kuttab berlangsung sampai masa akil baligh, yang mempelajari berbagi ilmu seperti al-

    Qur'an, tulis menulis, nahwu dan bahasa Arab, juga seringkali belajar ilmu hitung dan

    syair serta kisah-kisah Arab (Muhamamd Munir Mursyi, 1980:31-32).

    3. Ibnu Sina

    Pemikiran pendidikan Ibnu Smiadapat telaah dari beberapa pandangannya tentang tujuan

    pendidikan, kurikulum, metode, guru dan pelaksanaan hukuman. Tujuan pendidikan dalam

    pandangan Ibnu Sina harus diarahkan pads pengembangan selunih potensi yang dimiliki

    seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual,

    dan budi pekerti. Selai itu, tujuan pendidikan harus diarahkan pads upaya mempersiapkan

    seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan

    pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan,

    kecenderungan dan potensi yang dimilikinya (Abuddin Nata, 2001:67).

    Kurikulum yang diajarkan pads anak harus didasarkan pads tingkat perkembangan

    usia anak didik. Untuk usia 3 sampai 5 tahun diberikan mata pelajaran olah raga, budi

  • pekerti, kebersihan, seni suara, dan kesenian. Sedangkan unt A usia 6 sampai 14 tahun

    mencakup pelajaran niembaca dan menghafal al-Qur'an, pelajaran agama, pelajaran syair

    dan pelajaran olah raga. Selanjutnya kurikulum untuk usia 14 tahun ke atas adalah berbeda

    dari usia lainnya. Matti pelajaran yang diberikan amat banyak jumlahnya, namun pelajaran

    tersebut dipilih sesuai dengan bakat dan minas si anak.

    Dalam pandangan Ibnu Sina setiap pembahasan materi pelajaran harus didasarkan pads

    pertimbangan psikologis. Untuk itu, suatu mata pelajaran tertentu tidak akan dapat

    dijelaskan kepada bermacam-macam anak didik dengan sate cara saja, melainkan harus

    dicapai dengan berbagai cara sesuai dengan perkembangan psikologisnya. Adapun

    metode pengajaran yang ditawarkan oleh Ibnu Sina antara lain metode talqln, demonstrasi,

    pembiasaan dan teladan, diskusi, magang dan penugasan.

    Mengenai konsep guru, Ibnu Sina mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru

    yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik

    anak, berpenampilan tenting, tidak bennuka masam, sopan santun, bersih dan suci murni.

    Selain itu seorang guru sebaiknya kaum prig yang terhormat dan menonjol budi pekertinya,

    cerdas, teliti, sabar, telaten dalam membimbing anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu,

    gemar bergaul dengan anak-anak, tidak keras hati dan senantiasa menghias diri. Demikian

    pula suka mengutamakan kepentingan umat daripada kepentingan sendiri, menjauhkan diri

    dari sifat raja dan orang yang berakhlak rendah, mengetahui etika dalam majelis ilmu, sopan

    dan santun dalam berdebat, berdiskusi dan bergaul.

    Yang terakhir adalah tentang hukuman dalam pengajaran. Ibnu Sina mendasarkan pads

    sikapnya yang sangat menghargai martabat manusia. Dalam keadaan terpaksa hukuman

    dapat dilakukan dengan cara yang amat hatihati. Sebab manusia memiliki naluri ingin

    disayang, tidak suka diperlakukan kasar dan lebih suka diperlakukan dengan lemah lembut.

    Alas dasar pandangan kemanusiaan inilah Ibnu Sina membatasi pelaksanaan hukuman (Abuddin

    Nata, 2001:70-78).

    Demikianlah beberapa percikan pemikiran dari pars tokoh pendidikan Islam. Sebagian

    besar mengarah pads hal-hal yang bersifat religius dengan pemikiran yang bersifat

    filosofis. Hal ini sangat wajar mengingat dalam perkembangan pemikiran pendidikan

    Islam masih banyak mengacu pads ayatayat al-Qur'an ataupun hadis yang kemudian diter

    emahkan dalam bahasa pendidikan.

  • Pemikiran pendidikan anak dalam pandangan ilmuwan barat

    1. John Amos Comenius (1592-1670)

    Ia adalah tokoh Eropa yang pertama kah membenkan perhatian tedmdap dunia

    pendidikan anak. Ia mengarang buku pelajaran bahasa dengan menggunakan gambar.

    Di bawah setiap gambar is tulis nama atau keterangan dalam bahasa ibu dan bahasa Latin.

    Bukunya yang ber udul School Infancy, merupakan lanjutan dan sebagian isi bukunya yang

    sangat terkenal (The Great Deductic William Boyd, 1959:242). Ia sangat mencintai

    anak, dan corak pendidikan yang diinginkannya adalah bercorak agama.

    Anak dalam pandangannya adalah kumia Tuhan kepada manusia yang, karenanya,

    harus dirawat, dipelihara dan dididik dengan baik, tidak dengan kekerasan dan pukulan.

    Pendapat tersebut itu merupakan proles atas perlakuan keras dan kasar terhadap

    anak dalam kegiatan pendidikan di zamannya. Tujuan pendidikan digariskan

    kepada: 1) mencapai ilmu pengetahuan, 2) mencapai akhlak, 3) mencapai kesalehan

    dan ketakwaan (Agnes Soejono, 1978: 10).

    Ia berpendapat bahwa semua anak dari semua tingkatan harus mendapat kesempatan yang

    sama dalam menflunati pendidikan. 01eh karena itu, sekolah harus didirikan sebanyak-

    banyaknya, sehingga anak putera dan puteri, dapat memasukinya tanpa perbedaan.Dalam

    mendidik dan mengajar Comenius sebagai pegangan atau contoh seluruh alam besar

    sebagai makro-kosmos yang selalu bedalan tertib. Tuhan memberi contoh alamdalam

    mengembangkan tumbuhan, hewan dan manusia. Manusia hanyalah micro-cosmos,

    yang berbentuk kecil sepadan dengan makro-cosmos.

    Perkembangan anak menurut Comenius melalui empat tingkatan, yang didasarkan pads

    perkembangan bahasa anak. Pertama, dari lahir sampai umur 6 tahun, masa anak

    belajar dalam school Infancy dengan lokasi yang paling baik adalah pangkuan ibu.

    Kedua, dari umur 6 sampai 12 tahun, mass anak memasuki sekolah pertama dan

    bahasa ibu dipakai sebagai bahasa pengantar. Ketiga, dari umur 12 sampai 18 tahun,

    mass anak belajar di sekolah menengah (sekolah Latin) dengan bahasa Latin sebagai

    bahasa pengantar. Keempat, dari umur 18 sampai 24 tahun, mass anak belajar di

    perguruan tinggi dengan syarat hares memilih perguruan tinggi di negen lain. Tmgkat

    ini hanya ditempuh oleh anak-anak yang cerdas yang dinamakan The Flowers of

    Mankind.

  • Tentang peraturan sekolah, ia mengatakan bahwa semua sekolah wajib diatur

    baik-baik (tats tertib) dan dijaga kebersihannya demi kesehatan pars murid. Guru

    wajib ramah tamah, banyak menggunakan hadiah, sedikit menggunakan hukuman

    dan tidak menjatuhkan hukumanbadan, apabila mend kurang kemajuan dalam

    pelajaran. Dengan cara yang tepat, cepat dan mudah mend akan dapat menerima

    pelajaran dalam suasana gembira (Agnes Soejono, 1978:11).

    2. Jean Jacques Rousseau (1712-1778M.)

    Jean Jacques Rousseau (selanjutnya disebut J.J. Rousseau) dilahirkan dalam

    keluarga berada di Geneva Swiss, tetapi sebagian besar dari kehidupannya berada. di

    Perancis. Ia adalah tokoh yang dikenal berkat buku .'Emile': Odu de 'education,

    dimana ia menggambarkan cara pendidikan anak sejak lahir sampai remaja yang

    ideal. Pembukaan buku Emile tidak hanya memberikan pandangan yang berorientasi

    pads pendidikan saja, tetapi juga menunjukkan pemikiran yang berorientasi politik.

    Dikatakannya bahwa "Tuhan menciptakan segalanya baik, karena adanya camper

    tangan manusia, menjadikamyajahaf'.

    Rousseau menyarankan Ternbali ke alam' (a return to nature) dan pendekatan

    yang bersifat alamiah dalam pendidikan anak yang dikenal dengan naturalisme.

    Menurut Rousseau, dengan naturalisme anak akan berkembang tanpa hambatan. Oleh

    karenanya, ia menolak adanya pakaian seragam (dress code), wajib hadir, ketrampilan

    dasar yang minimum, tes yang distandardisasi dan kemampuan pengelompokan

    karena semuanya berorientasi pads hal-hal yang bersifat tidak alamiah.

    Pendidikan yang bersifat alamiah menghasilkan dan memacu berkembangnya

    kualitas semacam kebahagiaan, spontanitas, dan rasa ingin tabu. Dalam buku

    Emile dikemukakan bahwa segala yang tidak ads sejak seseorang dan dibutuhkan

    pads saat perkembangan akan diperoleh dalam pendidikan. Pendidikan tersebut akan

    didapat dari alam, manusia, atau bends. Rousseau percaya bahwa walaupun kita

    telah melakukan kontrol terhadap pendidikan yang diperoleh dari pengalaman

    sosial dan sensoris, kita tetap tidak dapat mengontrol pertumbuhan alami. Intinya,

    inilah yang disebut sebagai konsep `unfolding', di mana bawaan dari anak menuju

    spa yang akan tedadi; `unfolf adalah hasil dari kematangan yang dikaitkan dengan

    jadual perkembangan yang sifatnya bawaan. Rousseau sangat yakin bahwa ibu yang

  • dapat menjamin Pendidikan secara alamiah. Pads saat itu ia mengan jurkan agar para ibu

    kembali mau menyusui anaknya sendiri. Pads mass itu banyak ibu terutama dari

    kalangan atas tidak suka menyusui anaknya walaupun hal tersebut memungkinkan.

    hinsip bahwa dalam mendidik anak, orang tea perlu memberi kebebasan kepada anak

    agar tumbuh dan berkembang secara alamiah (Soemantri Patinodewono, 1998:4).

    3. Johan Heindrick Pestalozzi (1746-1827)

    Pestalozzi dilahirkan di Swiss. Ia sangat dipengaruhi oleh Rousseau khususnya

    bukunya berjudul Emile dan juga dengan konsep 'back to nature'. Pads tahun 1774 ia

    mendirikan sekolah yang disebut neuhof di tanah pertaniannya. Ia

    mengembangkan idenya yang merupakan integrasi antara pendidikan rumah,

    pendidikan vokasional dan pendidikan untuk membaca dan menuhs. Dalarn usahanya

    ini kurang berhasil disebabkan masalah keuangan, sebab ia hanya mengandalkan uang

    dari muridnya saja.

    Selanjutnya, Pestalozzi menulis buku tentang pemikiran pendidikan dan

    pengalamannya yang tertuang dalam judul 'Leonard and Getrude' yang lebih mirip

    novel, kemudian iamenjadi terkenal baik sebagai penulis maupun sebagai pendidik.

    Pengaruh Rousseau sangat kuat dalam ide Pestalozzi, yaitu bahwa pendidikan

    sebaiknya mengikuti sifat-sifat bawaan anak (child's nature). Keyakinan ini

    diterapkan dalam mendidik anaknya dengan menggunakan Emile hasil karya Rousseau

    sebagai acuannya. Dasar dari metodenya merupakan perpaduan yang serasi antara

    nature dan pendidikan yang praktis. Yaitu metode yang mengikuti nature, atau

    dengan kata lain, membimbing anak secara perlahan, dan dengan usaha anak

    sendiri, bermula dari 'sense-impression' menuju ide-ide abstrak. Sikapnya terhadap

    anak lebih bersifat belaj ar bersama anak daripada mengajar secara otoriter (The

    Great Deductic William Boyd, 1959:325).

    Pestalozzi percaya bahwa segala bentuk pendidikan berdasarkan pengaruh dari

    panca indera, dan melalui pengalamannya potensi-potensi yang dimilikinya dapat

    dikembangkan. Sementara beberapa, anak mampu belajar membaca sendiri,

    seseorang sebaiknya merancang suasana dan kondisi guna berkembangnya proses

    belajar mengajar tersebut. Mengharapkan bahwa anak akan mampu atau bertanggung

    jawab belajar ketrampilan disar untuk dirinya sendiri, merupakan pertanyaan besar.

  • Adapun cara belajar yang terbaik untuk mengenal berbagai konsep adalah melalui

    pengalaman, seperti dengan menghitung, mengukur, merasakan dan menyentuhnya.

    Guru adalah yang paling baik untuk mengajar anak, bukan subyek sendiri. Oleh

    karena. itu, Pestalozzi sangat menganjurkan pengelompokan yang terdiri dari

    berbagai tahapan usia di sekolah. Lingkungan rumah, dianggap sebagai pusat

    kegiatan bagi para ibu dalam mendidik anak. Ibu mempunyai tanggung jawab yang

    terbesar dalam pendidikan anak (The Great Deductic William Boyd, 1959:5-6).

    4. Friederich Wilhelm Frobel (1782-1852)

    Ia dilahirkan di Jerman dan mengabadikan kehidupannya dalam

    mengembangkan suatu sistem untuk mendidik anak. Frobel dianggap sebagai ayah

    dari pendidik anak usia bayi, selain itu dikenal sebagai pencipta 'garden of children'

    atau kindergarten (taman kanak-kanak),yang didirikan pads tahun 1837 di

    Blankenburg Jerman.

    Pandangan Frobel tentang pendidikan merupakan perluasan dari

    pandangannya terhadap dunia dan pemahamannya tentang hubungan individu, Tuhan

    dan alam. Pendidikan dapat membantu perkembangan anak secara wajar. Apabila

    anak mendapat pengasuhan yang tepat, maka seperti halnya tanaman muda atau

    binatang yang berkembang secara wajar dan mengikuti hukumnya. sendiri.

    Pendidikan taman kanak-kanak perlu mengikuti sifat dari anak. Bermain dipandang

    sebagai suatu metode dari pendidikan dan cars dari anak untuk meniru kehidupan

    prang dewasa dengan wajar.

    Kurikulum yang dirancang Frobel meliputi pekerjaan, atau kegiatan seni keahlian,

    pembangunan atau konstruksi. Kegiatan tersebut dilakukan dengan bermain Jilin,

    kayu, kotak, menggunting kertas, menganyam, melipat kertas dan menusuk-nusuk

    kertas. Meronce benang, menggambar dan menyulam, menyanyi, permainan-

    permainan, bahasa dan aritmatika.

    Menurut Frobel, guru bertanggung jawab dalam membimbing dan

    mengamhkan, dengan demikian anak menjadi kreatif dan akan menyumbangkannya

    kepada masyarakat. Oleh karena, itu, is mengembangkan kurikulum pra sekolah

    dengan terencana, dan sistematis. Dasar kurikulumnya adalah gift dan occupation,

    nyanyian yang dicitakan dan bermain yang mendidik (Soemantri Patmodewono,

  • 1998: 6-7).

    5. John Dewey (1859-1952)

    John Dewey merupakan salah satu tokoh Amenka yang mempengaruhi

    pendidikan di Ame;ika. Melalui posisinya sebagai seorang profescr dalam bidang

    filsafat di Universitas Chicago dan Columbia, hasil tulisan dan pengalamannya

    dalam praktek pendidikan menjadikannya sangat terkenal. Teori Dewey tentang

    sekolah yang biasanya disebutprogessivisme lebih menekankan pads anak didik

    dan minat anak daripada mats pelajarannya. Progessivisme lebih menekankan pads

    anak didik dan minat anak daripada mats pelajarannya. sendiri. Dari hal tersebut

    muncul pengertian child centered curriculum dan child centered schools. Gerakan

    progresif tersebut mempertahankan bahwa sekolah sebaiknya mempersiapkan

    anak guna menghadapi kehidupan mass kini bukan mass yang akan datang yang

    belum jelas. Seperti apa yang ditulis dalam "My Pedagogical Creed" bahwa

    pendidikan adalah proses dari kehidupan bukan persiapan guna mass yang akan

    datang.

    Di dalam kelas yang mengikuti teori Dewey anak-anak berpartisipasi dalam

    kegiatan fisik, seperti kegiatan lari, lompat, dan lain-lain. Dalamkegiatan ini anak

    melalui proses pendidikan dan kemudian mengembangkan minatnya dalam bidang

    yang lain. Anak yang telah lebih berkembang akan belajar menggunakan alas-alas

    dan obyek-obyek. Dewey menganggap ungkapan dan minat dikaitkan dengan

    kegiatan atau pekerjaan seperti memasak dan pertukangan. Guna mengusahakan

    timbulnya minat yang berkaitan dengan hal-hal yang barn, dan menggambarkan atau

    menjelaskan bagaimana sesuatu hal berlangsung. Minas terhadap hal-hal yang bersifat

    sosial dinyatakan dengan bagaimana seseorang melakukan hubungan interpersonal

    (Soemantri Patmodewono, 1998:8-9).

    Demikianlah beberapa percikan pemikiran singkat dari para pakar pendidikan

    Barat, yang pads urnumnya menekankan pads pendidikan fisik, khususnya yang

    berkaitan dengan permainan dan kesukaan anak-anak. Pemikiran pendidikan anak

    dari Barat ini ada beberapa yang diadopsi dan dilaksanakan di Indonesia. Apalagi

    pada akhir-akhir ini dengan semakin gencarnya kemajuan teknologi, semakin

    banyak masyarakat yang melihat kehebatan teori-teori pendidikan anak dari Barat

  • yang mau tidak mau harus diperhatikan juga oleh pars orang tea di Indonesia.

    Kesimpulan

    Dari beberapa uraian singkat tentang pemikiran pendidikan anak baik di dunia

    Islam maupun Barat, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pendidikan

    anak merupakan sate hal yang sangat penting. Pendidikan pada mass kanak-kanak

    akan sangat menentukan kehidupan mereka di mass mendatang. Pemikir

    pendidikan anak di dunia Islam lebih cenderung bersifat filosofis-religius,

    sedangkan pemikir dari Barat cenderung pada bersifat psikologis-akademis.

    Meskipun terdapat perbedaan kecenderungan, namun dari beberapa pemikiran

    tersebut dapat ditarik benang merah yang saling melengkapi yaitu bahwa

    pendidikan anak harus bersifat komprehensif bukan hanya berdimensi filosofis-religius

    atau psikologis-akademis, melainkan paduan di antara keduanya. Barangkali

    ungkapan yang terakhir ini yang mendasari munculnya dan semakin pentingnya

    pendidikan usia dini (PADU) dalam sistem pendidikan nasional. WaAllah A'lam bi

    al-Shawab.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Abuddin Nata, 2001. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta:

    Rajagrafindo, cet. ke-2.

    Soejono, Agoes. 1978. Aliran Baru dalam Pendidikan, Bandung: CV. Ilmu.

    Marimba, Ahmad D. 1962. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-

    Ma'arif.

    Tafsir, Alu aad. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif j'slam, Bandung: Remaja

    Rosdakarya. cet. IV.

    al-Tuwaisi, Ali al-Jumbulati Abdul Futuh. 1994. Perbandingan Pendidikan Islam,

    Jakarta : Rineka Cipta.

    Sulaiman, Fatiyah Hasan. 1993. Aliran-aliran dalam Pendidikan; Studi tentang

    Aliran Pendidikan Menurut al-Ghazali, ter . H. S. Agil Husin al-Munawar

    dan Hadri Hasan, Semarang: Toha Petra.

    Dewantara, Ki Hajar. 1962. Bagian Pertama Pendidikan, Yogyakarta: Majelis

    Luhur Persatuan Taman Siswa,

    Mursyi, Muhamamd Munir. 1980. Al-Tarbiyah al-Islamiyah Ushuluha wa

    Tathawwuruha fi Bilad al-Arabiyyah, Mesir: Dar al-Maarif, cet. IV.

    al-Abrasyi, Muhammad Athiyyah. 1975. Al-Tarbiyah al-Islamiyyah wa

    Falsafatuha, Mesir: Isa al-Babi al-Halabi, cet. Ke-3.

    Poerbakawatja, Soegarda. 1970. Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka,

    Jakarta: GunungAgung.

    Patmodewono, Soemantri. 1998. Pendidikan Anak Pra sekolah, Jakarta: Rineka

    Cipta.

    Boyd, William. 1959. The History of Western Education, London: Adam and

    Charles Black.