konsep penanganan sampah kota

35
KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA Berikut ini merupakan penanganan sampah yang dilakukan di Indonesia : “ TPA bukan solusi yang baik .” Kalimat tersebut sangat tepat dalam konteks penanganan sampah di Indonesia, terutama di kota Bandung. Bandung yang pernah mengalami kejadian buruk tahun 2005 pada TPA Leuwi Gajah sudah semestinya belajar dari kesalahan. Seperti yang kita ketahui, sebenarnya sampah

Upload: briantonoraharjo

Post on 29-Jun-2015

553 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

Berikut ini merupakan penanganan sampah yang dilakukan di Indonesia :

“ TPA bukan solusi yang baik .”

Kalimat tersebut sangat tepat dalam konteks penanganan sampah di Indonesia, terutama di

kota Bandung. Bandung yang pernah mengalami kejadian buruk tahun 2005 pada TPA

Leuwi Gajah sudah semestinya belajar dari kesalahan. Seperti yang kita ketahui,

sebenarnya sampah tidak akan menjadi sebuah problematika yang rumit bila kita, penghasil

sampah, melakukan pengelolaan dan pengolahan sampah tersebut dari skala yang sekecil

mungkin.

Page 2: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

Pengelolaan sampah pada dasarnya perlu dilihat dari berbagai pertimbangan :

1. Kuantitas sampah yang semakin meningkat dan bervariatif.

2. Untuk mencegah terjadinya penyakit yang diakibatkan oleh tumpukan sampah.

3. Konservasi sumber daya alam.

4. Mencegah gangguan estetika yang diakibatkan sampah.

5. Memberi insentif untuk daur ulang atau pemanfaatan yang dapat dilakukan

masyarakat.

Pada kenyataannya, sulitnya pengelolaan sampah disebabkan oleh berbagai faktor seperti :

1. Meningkatnya taraf hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan

pengetahuan tentang persampahan.

2. Kebiasaan pengelolaan sampah yang tidak efisien, yang menimbulkan

permasalahan pencemaran udara, tanah, air, menimbulkan turunnya harga tanah

karena daerah yang turun kadar estetikanya, bau, dan memperbanyak populasi lalat

dan tikus.

3. Meningkatnya biaya operasi, pengelolaan, dan konstruksi di segala bidang, termasuk

bidang persampahan.

4. Semakin sulitnya mendapatkan lahan sebagai tempat pembuangan akhir sampah.

Selain tanah dan formasi tanah yang tidak cocok bagi pembuangan sampah, juga

terjadi kompetesi yang semakin rumit akan penggunaan tanah.

5. Sulitnya menyimpan sampah sementara yang cepat busuk, karena cuaca yang

panas.

6. Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya

dan memelihara kebersihan.

7. Pembiayaan yang tidak memadai, mengingat bahwa sampai saat ini kebanyakan

sampah dikelola oleh jawatan pemerintah.

8. Pengelolaan sampah biasanya memperhatikan faktor non teknis, seperti partisipasi

masayarakat dan penyuluhan tentang hidup sehat dan bersih.

Konsep yang digagas untuk penanganan sampah kota kelompok kami pada dasarnya

mengacu pada konsepsi Replace, Reduce, Reuse, dan Recycle, serta pengolahan sampah

dengan penggunaan teknologi yang tepat guna. Pada dasarnya, langkah yang utama dalam

penanganan sampah kota ini terletak pada sumber. Berikut ini penjelasan dari konsep

penanganan sampah kota kelompok kami :

Page 3: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (COMMUNITY

BASED SOLID WASTE MANAGEMENT = CBSWM)

CBSWM adalah sistem penanganan sampah yang direncanakan, disusun, dioperasikan,

dikelola dan dimiliki oleh masyarakat. Tujuannya adalah kemandirian dan kreatifitas

masyarakat dalam mempertahankan kebersihan lingkungan melalui pengelolaan sampah

yang ramah lingkungan .

Prinsip-prinsip CBSWM adalah:

1. Partisipasi masyarakat

2. Kemandirian

3. Efisiensi

4. Perlindungan lingkungan

5. Keterpaduan

6. Kreatifitas

Konsep ini disesuaikan dengan rata-rata kondisi masyarakat dengan kriteria :

Kepadatan penduduk : tinggi

Tingkat pendidikan : umumnya lulusan SMA dan sederajat

Tingkat perekonomian : variatif (rendah, menengah, dan tinggi)

Tingkat pengangguran : tinggi

Sanitasi lingkungan : buruk

Kesadaran terhadap lingkungan : kurang

Kesejahteraan : tidak merata

Langkah-langkah mewujudkan CBSWM adalah:

1. Pendekatan kepada pemuka masyarakat setempat dan izin dari pemimpin wilayah

(RW, Lurah)

2. Pendekatan kepada warga yang mempunyai kemauan, kepedulian dan

kemampuan untuk melaksanakan program serta dapat menjadi penggerak di

lingkungannya

3. Pemetaan masalah persampahan dan kebersihan lingkungan setempat dari

berbagai aspek, termasuk pendataan jumlah dan komposisi sampah dari rumah

tangga

4. Studi banding (bila memungkinkan)

5. Pembentukan komite lingkungan atau kelompok kerja, penyusunan rencana kerja,

dan kesepakatan kontribusi warga dalam bentuk materi maupun non-materi

Page 4: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

6. Pelatihan dan kampanye untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran

penghijauan lingkungan dan 3R (reduce, reuse, recycle)

7. Pendampingan, sosialisasi, penyebaran informasi dan pemantauan terus menerus

sampai menghasilkan kompos, produk daur ulang, penghijauan, dan tanaman

produktif.

8. Koordinasi dengan pemerintah setempat seperti Dinas/Sub Dinas Kebersihan,

Tata Kota, Perumahan, Pekerjaan Umum, dll agar bersinergi dengan sistem

pengelolaan sampah skala kota

9. Pemasaran hasil daur ulang, tanaman produktif, atau kompos bagi yang berminat

menambah penghasilan

10. Berpartisipasi dalam perlombaan kebersihan, bazaar hasil kegiatan daur ulang,

dan pameran foto lingkungan.

PEMILAHAN

Seperti yang tertera pada UU-18/2008, Penghasil sampah adalah setiap orang atau

kelompok atau badan hukum yang menghasilkan timbulan sampah, masyarakat

merupakan komponen utama yang menghasilkan timbulan sampah setiap waktunya, baik

sampah organik, sampah non-organik, maupun sampah yang mengandung bahan

berbahaya dan beracun.

Organik

Dapat dijadikan komposTidak dapat dijadikan komposNon-

Organik

Dapat didaur ulang Tidak dapat didaur ulang

B3Lain-lain

Sampah Permukiman dan Non-Permukiman

Page 5: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

Kunci keberhasilan program kebersihan dan pengelolaan sampah terletak pada pemilahan.

Tanpa pemilahan, pengolahan sampah menjadi sulit, mahal dan beresiko tinggi mencemari

lingkungan dan membayahakan kesehatan. Pemilahan adalah memisahkan antara jenis

sampah yang satu dengan jenis yang lainnya. Minimal pemilahan menjadi dua jenis:

sampah organik dan non organik.

Berbagai bentuk dan bahan wadah pemilahan dapat digunakan. Setiap pilihan memiliki

kelebihan dan kekurangan. Prinsipnya: disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan

kemampuan masyarakat yang akan memilah. Umumnya pemilahan di lokasi yang telah

melakukan program pengelolaan sampah adalah sebagai berikut:

Page 6: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

PEMILAHAN SKALA RUMAH TANGGA

Pemilahan harus dilakukan dari skala yang sangat kecil, yaitu rumah tangga, sebagai salah

satu penghasil timbulan sampah. Hal ini dapat dilakukan dengan memisahkan tempat

sampah organik (sisa makanan, dedanunan, dan bahan yang mudah terdekomposisi),

dengan tempat sampah non-organik (kertas, plastik, dll), serta tempat sampah yang

mengandung bahan berbahaya dan beracun (bekas lampu, bekas obat nyamuk, dll). Bila

pemilahan skala keluarga ini dilakukan, pengelolaan sampah akan lebih mudah.

Salah satu contoh wadah pemilahan di Sukunan, Sleman, Yogyakarta

PEMILAHAN SKALA KOMUNAL

Pemilahan skala komunal dapat dilakukan jika pemilahan skala rumah tangga sulit

diterapkan pada masyarakat dan daerah tersebut memiliki area yang cukup luas. Pada

pemilahan skala komunal ini, warga yang dikelola oleh RT/RW melakukan pemilahan

sampah rumah tangga mereka secara bersama-sama.

Page 7: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

Pemilahan sampah komunal dengan coveyor oleh petugas yang dilakukan di Bumi Serpong Damai

Dengan menerapkan pengolahan sampah berdasarkan karakteristiknya akan dihasilkan

efisiensi pengolahan yang baik. Selain itu pemilahan sampah akan membuat proses reduksi,

guna ulang dan daur ulang menjadi efektif. Dengan mengetahui karakteristik sampah dan

kesulitan pengolahannya, kita mulai berpikir untuk mereduksi timbulan sampah atau jika

tidak dapat direduksi maka kita mulai mengupayakan untuk menggunakan kembali

“sampah” tersebut. Proses daur ulang juga akan berjalan dengan baik karena salah satu

proses daur ulang adalah pemurnian bahan baku, sampah sebagai bahan baku akan

menjadi lebih murni setelah proses pemilahan. Semakin murni bahan baku daur ulang maka

akan semakin tinggi kualitas barang yang dihasilkan dan nilai ekonominya juga semakin

tinggi.

PEMILAHAN SAMPAH B3

Sampah B3 mengandung bahan berbahaya dan beracun sehingga dalam pemilahan dan

pengelolaannya tidak boleh digabung dengan sampah non-organik biasa. Untuk

penanganan sampah B3, kelompok kami menggagas untuk setiap RW memiliki stasiun

pengumpulan sampah B3. Setiap warga, wajib memisahkan dan mengumpulkan sampah B3

yang dihasilkan pada stasiun ini, tentu saja dengan membayar biaya operasional karena

mengolah B3 sangat berbahaya dan membutuhkan biaya operasional yang lebih. Warga

Page 8: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

yang tidak memisahkan sampah B3, akan dikenai sanksi. Pada stasiun pengumpulan

sampah B3 ini pun terbagi-bagi lagi berdasrkan jenis sampah B3 yang dihasilkan seperti

kaca, bohlam bekas, botol bekas obat nyamuk, obat-obatan, benda-benda tajam, dll. Dari

stasiun pengumpul sampah B3 skala RT akan diangkut ke stasiun pengumpul sampah B3

skala kota lalu diolah secara komunal sehingga dapat menghemat energi. Pengangkutan

dan pengolahan dilakukan setiap satu bulan dua kali secara teratur. Tempat-tempat seperti

rumah sakit, industri, apotek, dan sektor-sektor yang menghasilkan timbulan sampah B3

wajib memiliki stasiun pengumpul sampah B3 atau harus membayar biaya untuk

pengumpulan sampah B3 di stasiun pengumpul pusat. Untuk rumah sakit, sampah B3

seperti bekas botol infus, selang infus, bekas suntikan, kassa bekas, labu bekas darah, atau

sampah infeksius lainnya harus melewati pemilahan sejak dari kamar rumah sakit. Akan

lebih baik lagi jika masing-masing sektor penghasil sampah B3 dan industri memiliki

pengolahan sampah B3 masing-masing. Bila tidak memiliki pengolahan sampah B3 sendiri,

maka sektor-sektor tersebut wajib membayar biaya pengolahan sampah B3 tersebut.

Stasiun pengumpulan sampah B3 dan instalasi pengolahannya milik pemerintah. Harus ada

hukum dan peraturan yang mengikat sektor industri dan swasta dalam pengolahan sampah

B3 agar tidak mencemari lingkungan dan makhluk hidup.

3 R ( REDUCE, REUSE, RECYCLE )

Pengurangan sampah melalui 3R menurut UU-18/2008 meliputi:

a. Pembatasan (Reduce): mengupayakan agar limbah yang dihasilkan sesedikit

mungkin

b. Guna-ulang (Reuse): bila limbah akhirnya terbentuk, maka upayakan

memanfaatkan limbah tersebut secara langsung

c. Daur-ulang (Recycle): residu atau limbah yang tersisa atau tidak dapat

dimanfaatkan secara langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat

dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber enersi.

Page 9: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

Gagasan yang lebih radikal adalah melalui konsep kegiatan tanpa limbah (zero waste).

Secara teoritis, gagasan ini dapat dilakukan, tetapi secara praktis sampai saat ini belum

pernah dapat direalisisasi.

Konsep pembatasan (reduce) jumlah sampah yang akan terbentuk dapat dilakukan antara

lain melalui:

Efisiensi penggunaan sumber daya alam

Rancangan produk yang mengarah pada penggunaan bahan atau proses yang lebih

sedikit menghasilkan sampah, dan sampahnya mudah untuk diguna-ulang dan

didaur-ulang

Menggunakan bahan yang berasal dari hasil daur-ulang limbah

Mengurangi penggunaan bahan berbahaya

Menggunakan eco-labeling

Konsep guna-ulang (reuse) mengandung pengertian bukan saja mengupayakan

penggunaan residu atau sampah terbentuk secara langsung, tetapi juga upaya yang

sebetulnya biasa diterapkan sehari-hari, yaitu memperbaiki barang yang rusak agar dapat

dimanfaatkan kembali. Bagi prosdusen, memproduksi produk yang mempunyai masa layan

panjang sangat diharapkan. Konsep daur ulang (recycle) mengandung pengertian

pemanfaatan semaksimal mungkin residu melalui proses, baik sebagai bahan baku untuk

produk sejenis seperti asalnya, atau sebagai bahan baku untuk produk yang berbeda, atau

memanfaatkan enersi yang dihasilkan dari proses recycling tersebut.

Produk hasil Recycle : Kantong dari bekas bungkus obat nyamuk dan kertas hias daur ulang

COMPOSTINGProses pengomposan (composting) adalah proses dekomposisi yang dilakukan oleh

mikroorganisme terhadap bahan organik yang biodegradable, atau dikenal pula sebagai

biomas. Pengomposan dapat dipercepat dengan mengatur faktor-faktor yang

Page 10: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

mempengaruhinya sehingga berada dalam kondisi yang optimum untuk proses

pengomposan.

Secara umum, tujuan pengomposan adalah:

o Mengubah bahan organik yang biodegradable menjadi bahan yang secara

biologi bersifat stabil

o Bila prosesnya pembuatannya secara aerob, maka proses ini akan

membunuh bakteri patogen, telur serangga, dan mikroorganisme lain yang

tidak tahan pada temperatur di atas temperatur normal

o Memanfaatkan nutrien dalam buangan secara maksimal sepertri nitrogen,

phospor, potasium

o Menghasilkan produk yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat tanah

Sampah organik atau sering disebut sampah basah adalah jenis sampah yang berasal dari

jasad hidup sehingga mudah membusuk dan dapat hancur secara alami. Contohnya adalah

sayuran, daging, ikan, nasi, dan potongan rumput/ daun/ ranting dari kebun. Kehidupan

manusia tidak dapat lepas dari sampah organik setiap harinya. Pembusukan sampah

organik terjadi karena proses biokimia akibat penguraian materi organik sampah itu sendiri

Page 11: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

oleh mikroorganime (makhluk hidup yang sangat kecil) dengan dukungan faktor lain yang

terdapat di lingkungan. Metoda pengolahan sampah organik yang paling tepat tentunya

adalah melalui pembusukan yang dikendalikan, yang dikenal dengan pengomposan atau

komposting.

Jenis sampah yang dapat dijadikan kompos : daun-daunan, sisa sayuran, buah & kulit buah

COMPOSTING SKALA RUMAH TANGGA

1. Takakura & modifikasinya

Takakura (kiri) dan Bambookura (kanan). Metoda Takakura sangat dikenal di

Surabaya, karena murah dan sederhana. Menggunakan prinsip aerob (dengan

udara), Takakura terdiri dari keranjang berpori, bantal sekam, kardus tebal, kain

penutup.

Page 12: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

2. Gentong

Gentong dari tanah liat ini dapat disulap menjadi komposter karena sirkulasi udara

yang cukup dan juga kelembabannya. Pembalikan dan pengadukan juga tetap perlu

dilakukan.

3. Doskura

Orang menyebutnya doskura karena menggunakan kardus sebagai pengganti

keranjang. Cukup kardus yang dilapisi dengan gelangsing dan diberi aktivator

(kompos), doskura dapat juga mengubah sampah menjadi kompos.

Hanya saja, karena kardus mudah lapuk maka kardus harus diganti secara kontinyu

setiap 6-8 minggu sekali. Untuk memperpanjang umur kardus, sebaiknya kardus

tidak diletakkan langsung di lantai namun diberi alas berupa kayu atau triplek.

Page 13: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

4. Ember Berlubang

Dengan menggunakan ember bekas cat yang diberi lubang untuk aerasi, ember

berlubang ini memiliki konsep yang sama dengan takakura. Komposter sederhana

seperti ini sudah diaplikasikan oleh masyarakat di Penjaringan, Jakarta Utara.

COMPOSTING SKALA KOMUNAL

Pada sistem komposting skala komunal ini, u

1. Drum / Tong

Menggunakan tong plastik berukuran 120L yang dilengkapi pipa vertikal dan

horizontal agar proses berlangsung secara aerob (dengan udara). Salah satu

pengguna komposter jenis ini adalah masyarakat di Jambangan, Surabaya.

Page 14: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

Masih dengan tong plastik serupa, namun aerasi dilakukan dengan

menggoyang/memutar komposter. Kerangka yang kuat diperlukan agar mampu

menyangga berat sampah organik saat komposter penuh (gambar kiri). Di bagian

dalam tong terdapat pipa berlubang dan pemecah gumpalan sampah agar aerasi

berjalan lebih optimum dan air yang belebih dapat dikeluarkan (gambar kanan).

Komposter ini dipasang di kolong tol dan digunakan oleh masyarakat di Penjaringan,

Jakarta Utara.

2. Bak / Kotak

Page 15: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

Metode komposting ini menggunakan konstruksi sederhana pasangan bata yang

dikombinasikan dengan bilik kayu sebagai pintu untuk ruang pengomposan. Metode

komposting seperti ini telah dilakukan pada Kebun Karindra Lebak Bulus, Jakarta.

3. Takakura Bersusun

Metoda ini menggunakan

keranjang berlubang dan kemudian dilapisi dengan gelangsing. Caranya: sampah

organic dicampurkan dengan mikroorganisme padat dari campuran bekatul, sekam

padi, pupuk kompos, dan air. Kemudian dimasukkan kedalam keranjang dan ditutup

dengan keset dari sabut kelapa. Cara ini diterapkan oleh Pusdakota - Universitas

Surabaya.

4. Windrow Composting

Sistem Windrow merupakan teknologi yang relatif paling sederhana setelah

pengomposan melalui penumpukan bahan kompos secara tradisional. Suplai

oksigen dari udara bebas dimasukkan dari bawah tumpukan, dengan melengkapi

drainase penyalur udara di bawahnya. Materi kompos dibiarkan terdekomposisi

secara alamiah dan oleh kegiatan bakteri yang menghasilkan panas pada tumpukan

kompos. Panas terbentuk selain membunuh bakteri patogen juga membantu proses

perbaikan dan pengeringan secara perlahan. Proses ini membutuhkan waktu sekitar

2 - 3 minggu untuk mencapai kompos setengah matang, dan membutuhkan 3 - 4

bulan berikutnya untuk menghasilkan kompos matang.

Page 16: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

Kompos yang dihasilkan harus memenuhi standar-standar berikut :

Kompos yang dihasilkan dapat digunakan untuk bercocok tanam ataupun dijual. Mekanisme

penjualan kompos dilakukan secara komunal melewati unit dan sektor usaha pada

penanganan tingkat lanjut di bawah naungan pemerintah maupun swasta. Proses

pengomposan ini akan sangat menguntungkan bagi masyarakat dan diharapakan dilakukan

secara teratur dan terorganisasi.

PEWADAHAN, PENGUMPULAN, DAN PENGANGKUTAN

Pengumpulan pertama umumnya didukung oleh prasarana yang terdiri dari pewadahan dan

gerobak pengangkut. Bentuk, ukuran dan bahan prasarana pendukung ini sangat bervariasi.

Prinsipnya, pewadahan sampah yang ditempatkan di area terbuka harus dilengkapi dengan

penutup agar air hujan tidak masuk. Tong atau bak sampah juga perlu mempertimbangkan

Page 17: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

kemudahan bagi petugas sampah untuk mengeluarkan sampah dan memindahkannya ke

dalam gerobak sampah.

TIPE PEWADAHAN

Gambar di atas merupakan contoh jenis wadah sampah rumah tangga, ada yang terbuat

dari ban bekas, ada yang ditutupi oleh seng atau bambu bekas, dan ada yang bersifat

permanen tertanam di depan rumah (jenis seperti ini banyak terdapat di kompleks

perumahan).

Yang diharapkan dari gagasan kami adalah sampah yang terdapat pada wadah sampah

tersebut adalah benar-benar sampah yang tidak dapt dikompos dan tidak dapat diguna-

ulang & didaur-ulang. Sistematikanya adalah sampah yang dihasilkan dipisahkan melalui

pemilahan, diolah dengan komposting rumahan atau komunal (sampah organik), dan

diguna-ulang & didaur-ulang (sampah non-organik).

TIPE GEROBAK PENGUMPUL SAMPAH

Sampah yang terdapat pada tempat sampah akan diangkut dengan menggunakan gerobak.

Gerobak yang digunakan sebaiknya adalah gerobak yang memiliki sekat untuk sampah

yang dipilah.

Pengumpulan sampah ini dapat dilakukan dengan mekanisme pembagian waktu

berdasarkan jenis sampah seperti :

Sampah organik : setiap pagi s.d. pukul 10.00

Page 18: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

Plastik : Selasa – Kamis pagi

Kertas : Rabu – Jumat pagi

Logam : Sabtu pagi

Sampah B3 : Sabtu pagi

Hal ini bertujuan untuk lebih memaksimalkan proses pemilahan sampah dan akan sangat

berguna dalam proses penanganan sampah tingkat lanjut.

PENANGANAN SAMPAH TINGKAT LANJUT

Inilah bagian dimana sektor informal berperan penting dalam penanganan sampah. Seperti

pada bab-bab sebelumnya dijelaskan, sektor informal seperti pemulung, lapak, dan bandar

memiliki andil dalam pengelolaan sampah kota Bandung. Sampah-sampah dari berbagai

penghasil sampah, dalam gagasan kami, wajib untuk dipilah sebelum masuk ke proses

pewadahan. Saat pewadahan, biasanya sampah yang masih bernilai ekonomi tinggi diambil

oleh pemulung untuk dijual ke lapak, dari lapak lalu dijual ke bandar, dari bandar dijual ke

pabrik atau industri daur ulang. Dalam konsep gagasan kami, sektor informal seperti

pemulung, dikumpulkan ke dalam satu unit usaha yang dengan badan hukum yang resmi

menaungi pemulung di kota Bandung. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya

kriminalitas dan lebih menjamin kesejahteraan hidup sektor informal. Unit usaha ini dapat

bersifat pemerintahan maupun swasta. Dalam satu kota, unit usaha ini akan terbagi menjadi

beberapa sektor sehingga diharapkan adanya pemerataan dalam sistem penanganan.

Setiap sektor memiliki spesialisasinya masing-masing, baik berupa barang yang

dikumpulkan, maupun kegiatan yang dilakukan di dalamnya. Kegiatan ini terbagi menjadi

dua jenis yaitu:

Kegiatan daur ulang kreatif, yaitu barang yang dikumpulkan diolah

sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah produk baru yang kreatif dan

usahanya bersifat home industry, tetapi pemerintah menyediakan pusat

dagang kreatif untuk menjual barang hasil kegiatan ini baik ke dalam maupun

ke luar negeri. Barang yang dihasilkan bersifat tak terbatas jenisnya,

semuanya bergantung pada kreatifitas masyarakat dalam mengolah sampah.

Barang-barang ini pun akan didaftarkan secara resmi misalnya SNI atau

ecolabel sehingga sekalian berpartisipasi dalam masyarakat untuk

mengkampanyekan produk ramah lingkungan. Sistem keuangan dan

pemodalan yang diterapkan adalah sistem seperti koperasi, berbasis pada

konsep kekeluargaan, namun tetap dapat menjamin kesejahteraan

masyarakat. Sektor ini dapat bekerja di bawah naungan swasta dan swasta

akan membayar hasil produksi berdasrkan ketentuannya. Pemerintah ikut

Page 19: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

memberi dana bagi industri sebagai modal awal dan biaya pengelolaan agar

program daur ulang dapat terus berjalan. Pemerintah juga terus melakukan

pengontrolan keberlangsungan program daur ulang ini sehingga tidak ada

kegiatan yang melenceng dari rencana yang telah dibuat. Hambatan terbesar

dari proses daur ulang ini adalah kebanyakan produk uang dihasilkan tidak

dirancang untuk dapat didaur ulang jika sudah tidak terpakai lagi. Hal ini

karena selama ini para pengusaha industri tidak mendapat insentif ekonomi

yang menarik untuk melakukannya. Oleh karena itu, perlu dibuat perluasan

tanggung jawab produsen (Extended Producer Responsibility - EPR). EPR ini

adalah suatu pendekatan kebijakan yang meminta produsen menggunakan

kembali produk-produk dan kemasannya. Kebijakan ini memberikan insentif

kepada mereka untuk mendesain ulang produknya agar memungkinkan untuk

didaur ulang tanpa material-material yang berbahaya dan beracun.

Kegiatan olah bahan baku, yaitu seperti yang kebanyakan bandar-bandar

lakukan. Barang- barang yang telah terkumpul berdasarkan jenisnya akan

diolah menjadi bahan baku untuk pabrik. Masing-masing pabrik penghasil

produk harus bertanggung jawab akan sampah yang dihasilkan dari produk

tersebut. Misalnya, sebuah perusahaan air mineral botolan bertanggung

jawab dengan mengumpulkan dan mengolah kembali sampah botol plastik

yang dihasilkan. Hal ini akan saling menguntungkan baik untuk konsumen

maupun untuk sektor industri dan mengurangi pasokan sampah. Masing-

masing sektor pengolahan ini harus mematuhi prosedur tertentu dalam

pengolahan dan keselamatan kerja pegawainya. Barang olahan yang

dihasilkan pun harus memenuhi standar sehingga kualitas barang tetap

terjaga. Unit usaha pengolahan dan pabrik harus memiliki perjanjian resmi

tentang biaya operasional dan pembayaran.

Berbagai prosedur kerja harus ditaati dalam pengolahan ini, misalnya

perlakuan terhadap sampah jenis plastik, terdapat bebarapa persyaratan agar

suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain sampah

harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (bijih, pellet, serbuk, atau

Process

Raw Materials

Energy

Products

Residuals

RecycleReuse

RecyclesSecondary Products

WasteTreatment

Residual

Page 20: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

pecahan), sampah harus homogen, tidak terkontaminasi, dan diupayakan

tidak teroksidasi. Untuk mengatasi itulah maka sektor swasta ini memproses

sampah plastik melalui pemisahan, pemotongan, pencucian, dan

penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya. Setelah dibersihkan,

sampah tersebut dicacah untuk memperkecil ukuran kemudia dipanaskan

sampai titik lelehnya lalu diproses hingga terbentuk pellet.

Untuk sampah jenis kertas, diolah terlebih dahulu menjadi bubur kertas atau

kertas daur ulang. Sementara untuk sampah jenis logam dilakukan

pemisahan awal atau dengan pemisahan secara magnetik. Sampah logam

kemudian dilebur kembali dan berbagi proses lainnya sehingga terbentuk

bahan baku yang dapat diolah kembali. Sektor pengolah bahan sampah

menjadi bahan baku dibuat pada skala kawasan yang dapat terdiri dari

beberapa kecamatan. Hal ini dapat memangkas jalur transportasi agar

menjadi lebih efisien dan biaya yang dikeluarkan dapat berkurang.

PENANGANAN SAMPAH TINGKAT AKHIR

Dalam penanganan sampah tingkat akhir ini, residu dan sampah diangkut dengan

menggunakan alat angkutan seperti dump truck , arm-roll truck, maupun roll-on truck ke

TPA. Pengangkutan dilakukan setiap hari untuk menghindari sampah yang terlindikan,

penyebaran bibit penyakit ataupun mengganggu estetika.

Pada TPA ada faktor-faktor yang harus diperhatikan :

1. Jenis serta Struktur Tempat Pembuangan Akhir

Untuk tempat pembuangan akhir, metode penempatannya diatur menurut undang-

undang pengolahan sampah, dan dibagi menjadi tempat pembuangan tipe aman,

tempat pembuangan terkontrol, tempat pembuangan terisolasi. Mengenai

penerimaan sampah umum ditangani oleh tempat pembuangan terkontrol.

Penimbunan memanfaatkan reaksi penguraian senyawa organik oleh mikroba yang

hidup di dalam tanah. Karena pada saat penimbunan akan dihasilkan gas dapat

terbakar seperti gas metana, disiapkan tabung tahan gas untuk mencegah terjadinya

kebakaran atau ledakan.

2. Teknologi Pengolahan Air Rembesan

Pada saat dilakukan penimbunan, kualitas air rembesan (lindi) sangat dipengaruhi

oleh karakteristik sampah yang ditimbun, skala tanah timbunan, kedalamannya,

kondisi iklim, konstruksi timbunan dan sebagainya. Memang ini merupakan

pengolahan yang disesuaikan dengan standar kapasitas buangan yang mengikuti

Page 21: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

lokasi, tetapi proses awal/ penyesuaian, proses biologi dan proses kimiawi menjadi

bagian utama dalam pengolahan lindi yang dihasilkan, yang setelah diolah dikirim ke

lokasi penimbunan.

Pada TPA terdapat beberapa alternative pengolahan sampah :

1. Modern Sanitary Landfill

Sanitary landfill yang ingin diterapkan pada sitem penanganan sampah ini adalah

pengelolaan sampah dengan cara menumpuk sampah pada sebuah lubang lalu

menutupnya dengan tanah lempung yang dipadatkan tiap beberapa waktu.

Penutupan dengan tanah ini bertujuan agar terjadi proses dimana sampah menjadi

tanah, menghalangi masuknya air ke dalam sampah, dan menghindarkan timbulny

abau sampah. Fungsi lain tanah penutup adalah melindungi pekerja dari penyakit

akibat adanya bakteri pathogen. Pekerja pun wajib memakai sarung tangan, sepatu

boot, dan pakaian khusus yang harus rutin dicuci.

Pada TPA kemiringan sampah diatur, salah satunya dengan terasering. Tiap

undakan yang dibentuk diperkuat dengan tanggul untuk mencegah longsor. Di

dalamnya dibuat drainase untuk mengalirkan air sampah lalu air sampah tersebut

dinetralkan. Sanitary landfill hanya dijalankan sekitar satu tahun kemudian berubah

menjadi controlled landfill atau penutupan timbulan sampah yang tidak dilakukan

setiap hari. Sanitary landfill akan mengalami proses dekomposisi, secara aerob dan

anaerob ketika pertama kali material diletakkan dalam pengisian maka proses

dekomposisi mengarah pada kondisi aerob dan ketika komponen iksigen dikonsumsi

maka landfill dianggap mengalami kondisi anaerob.

Sanitary landfill mempunyai potensi untuk memanfaatkan tanah yang sebelumnya

tidak terpakai. Selain itu dapat dimanfaatkan secara ekonomi, seperti membuatnya

menjadi lapangan golf. Namun, teknologi lahan urug saniter dapat memberikan

dampak negatif jika air lindi tidak dikelola dengan baik sehingga mengakibatkan

pencemaran tanah dan air tanah di sekitarnya. Bau yang ditimbulkan akibat

degradasi anaerobik pada sanitary landfill juga seringkali memberikan dampak

negatif pula. Namun dampak negatif ini tidak perlu terjadi bila lahan urug saniter ini

diopersikan dengan benar.

Jika pengoperasian, perawatannya dilakukan dengan benar, dan sesuai dengan

rancangannya maka metode ini lebih ramah lingkungan dan relatife aman bagi

kesehatan. Hanya saja diperlukan disiplin yang tinggi dari pejabat otoritas sampah

dan pekerjanya harus menaati aturan operasi-rawat yang ada. Karena potensi

Page 22: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

bahaya seperti akumulasi gas dan lindi tetap ada, mereka pun wajib memantau

secara berkelanjutan ketika landfill sudah tidak digunakan lagi.

Minimal ada empat aspek penting yang dikaji dalam pembuatan landfill ini, yaitu:

Seleksi lokasi

Metode landfill yang berkaitan dengan bentuk lahan. Agar efektifitas pemakaian

lahannya tinggi maka rencana operasi harus dibuat.

Page 23: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

Produksi gas dan lindi. Lindi berasal dari hasil dekomposisi (internal) serta air

hujan, air tanah, dan limpasan drainase

Aliran gas dan lindi. Gas dapat dibiarkan lepas ke udara atau ditampung untuk

dimanfaatkan energinya. Lindi yang mengalir ke bawah dan terkumpul di dasar

landfill yang dapat dibiarkan di dalam landfill atau diolah di instalasi pengolahan

air limbah sebelum dibuang.

Metode sanitary landfill ini dapat menghilangkan polusi udara bila dilakukan dengan

benar. Secara umum sanitary landfill terdiri atas beberapa elemen, yaitu :

1. Lining System yang berguna untuk mencegah atau mengurangi kebocoran

leachate ke dalam tanah yang akhirnya bisa mencemari air tanah

2. Leachate Collection System yang di atas lining system dan berguna untuk

mengumpulkan leachate menggenang di lining system yang akhirnya akan

menyerap ke dalam tanah.

3. Cover (cap system) yang berguna untuk mengurangi cairan akibat hujan yang

masuk ke dalam landfill

4. Gas Ventilation System yang berguna untuk mengendalikan aliran dan

konsentrasi di dalam landfill sehingga mengurangi resiko gas yang mengalir di

dalam tanah tanpa terkendali.

5. Monitoring System yang dapat dibuat di dalam atau di luar landfill sebagai

peringatan dini bila terjadi kebocoran atau bahaya kontaminasi di lingkungan

sekitar.

Salah satu modifikasi dari modern sanitary landfill ini adalah Reusable Sanitary

Landfill. Reusable Sanitary Landfill (RSL) adalah sebuah sistem pengolahan

sampah yang berkesinambungan dengan menggunakan metode Supply Ruang

Penampungan Sampah Padat. RSL diyakini bisa mengontrol emisi liquid, atau air

rembesan sampai sehingga tidak mencemari air tanah. Sistem ini mampu

mengontrol emisi gas metan, karbondioksida atau gas berbahaya lainnya akibat

proses pemadatan sampah. RSL juga bisa mengontrol populasi lalat di sekitar TPA.

Sehingga mencegah penebaran bibit penyakit.

Cara kerjanya, di RSL, sampah ditumpuk dalam satu lahan. Lahan tempat sampah

tersebut sebelumnya digali dan tanah liatnya dipadatkan. Lahan ini disebut ground

liner. Usai tanah liat dipadatkan, tanah kemudian dilapisi dengan geo membran,

Page 24: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

lapisan mirip plastik berwarna yang dengan ketebalan 2,5 milimeter yang terbuat dari

High Density Polyitilin, salah satu senyawa minyak bumi. Lapisan ini yang nantinya

akan menahan air lindi (air kotor yang berbau yang berasal dari sampah), sehingga

tidak akan meresap ke dalam tanah dan mencemari air tanah. Di atas lapisan geo

membran dilapisi lagi geo textile yang gunanya memfilter kotoran sehingga tidak

bercampur dengan air lindi. Secara berkala air lindi ini dikeringkan.

Sebelum dipadatkan, sampah yang menumpuk diatas lapisan geo textille ini

kemudian ditutup dengan menggunakan lapisan geo membran untuk mencegah

menyebarnya gas metan akibat proses pembusukan sampah (yang dipadatkan)

tanpa oksigen.

Geo membran ini juga akan menyerap panas dan membantu proses pembusukan.

Radiasinya akan dipastikan dapat membunuh lalat dan telur-telurnya di sekitar

sampah. Sementara hasil pembusukan samapah dalam bentuk kompos bisa dijual.

Gas metan ini juga yang pada akhirnya digunakan untuk memanaskan air hujan yang

sebelumnya ditampung untuk mencuci truk-truk pengangkut sampah. Jika truk

sampah yang bentuknya tertutup dicuci setiap kali habis mengangkut sampah, tidak

akan menebarkan bau ke lokasi TPA.

Konversi biologis : Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara digestion

secara anaerobik (biogas) atau tanah urug (landfill). Biogas adalah teknologi konversi

biomassa (sampah) menjadi gas dengan bantuan mikroba anaerob. Proses biogas

menghasilkan gas yang kaya akan methane dan slurry. Gas methane dapat

digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi sedangkan slurry dapat

digunakan sebagai kompos. Produk dari digester tersebut berupa gas methane yang

dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar 6500 kJ/Nm3.

Page 25: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

2. Konversi Thermal – Insenerator

Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi,

pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan

organik menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi

cepat antara bahan organik dengan oksigen. Apabila berlangsung secara sempurna,

kandungan bahan organik (H dan C) dalam sampah akan dikonversi menjadi gas

karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O). Unsur-unsur penyusun sampah lainnya

seperti belerang (S) dan nitrogen (N) akan dioksidasi menjadi oksida-oksida dalam

fasa gas (SOx, NOx) yang terbawa di gas produk. Beberapa contoh insinerator

ialah open burning, single chamber, open pit, multiple chamber, starved air unit,

rotary kiln, dan fluidized bed incinerator.

Bagian utama fasilitas pembakaran, terdiri dari fasilitas receiving dan supply, fasilitas

pembakaran, fasilitas pendinginan gas pembakaran, fasilitas pengolahan gas emisi,

fasilitas pembangkit listrik, fasilitas pemanfaatan panas sisa, fasilitas pengeluaran

abu, serta pengolahan air buangan.

Tungku pembakaran yang menjadi jantung fasilitas pembakaran, dari formatnya

dapat dibagi secara gamblang menjadi tipe stoker dan tipe aliran dasar. Tipe stoker

adalah mainstream tungku pembakaran, memiliki sejarah panjang, dan jumlah

fasilitasnya jauh lebih banyak. Dengan stoker yang bergerak ke depan-belakang

sampah diaduk, untuk pengeringan dan pembakaran digunakan berbagai macam

Page 26: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

tungku dari tipe kecil hingga ke yang besar. Selain itu, bentuk tungku pembakaran

dapat dibagi menjadi tungku aliran berlawanan, tungku aliran tengah, dan tungku

aliran searah. Bentuk tungku yang digunakan untuk pembakaran berbeda-beda

tergantung karakter sampah yang dijadikan obyek.

Penanganan dioksin

Terjadinya dioksin dalam pembakaran sampah, dapat dikendalikan dengan

penguraian suhu tinggi dioksin atau prehormon melalui pembakaran sempurna yang

stabil. Untuk itu, penting untuk mempertahankan suhu tinggi gas pembakaran dalam

tungku pembakaran, menjaga waktu keberadaan yang cukup bagi gas pembakaran,

serta pengadukan campuran antara gas yang belum terbakar dan udara dalam gas

pembakaran. Kemudian terhadap pencegahan pembentukan senyawa de novo yang

juga merupakan penyebab munculnya dioksin, pendinginan mendadak serta

pengkondisian suhu rendah gas pembakaran akan efektif.

Selain itu, terhadap debu terbang yang dikumpulkan dengan penghisap debu yang

banyak mengandung dioksin, ada teknologi pemrosesan reduksi khlorinat dengan

panas. Untuk udara atmosfir yang dikembalikan, karena menggunakan reaksi reduksi

khlorinat dengan menukar khlor yang terkandung dalam dioksin dengan hidrogen,

dengan terus memanaskan debu terbang pada suhu 350_ ke atas, 95_ dioksin dalam

debu dari jumlah totalnya akan terurai. Ini digunakan sebagai teknologi yang dapat

menguraikan dioksin dengan energi input lebih sedikit dibandingkan dengan

peleburan.

Pengolahan abu

Karena debu yang dikumpulkan dengan penghisap debu banyak mengandung logam

berat atau dioksin, ditetapkan sebagai sampah umum kontrol khusus dan diwajibkan

atasnya berbagai proses seperti proses sementasi, proses chelation, ekstraksi asam

atau solvent/ netralisasi, peleburan, dan burning. Di antara ini semua, pada

peleburan abu bakaran atau abu terbang dipanaskan pada suhu 125oC - 145oC atau

lebih dengan menggunakan panas pembakaran bahan bakar atau energi listrik, abu

dijadikan slag. Karena diproses suhu tinggi, dioksin dalam residu pembakaran pun

99 % ke atas terurai. Abu yang telah dijadikan slag, selain mengalami penyusutan

volume, juga mengalami netralisasi racun, karena itu pemanfaatan ulang terbuka

lebar, sehingga dapat dipertimbangkan sebagai andil dalam memperpanjang umur

tempat pembuangan akhir.

Pemanfaatan pembangkit listrik dan panas sisa

Uap panas tekanan tinggi yang dihasilkan boiler, dikirim ke turbin uap, dan turbin

melakukan kerja dengan berputar, semakin besar selisih panas anatara inlet dan

outlet semakin besar pula daya listrik yang dibangkitkan oleh kerja turbin uap per

Page 27: KONSEP PENANGANAN SAMPAH KOTA

kuantitas uap. Karena itu, improvisasi persyaratan inlet turbin dengan cara membuat

boiler panas dan tekanan tinggi, di samping improvisasi tingkat kevakuuman pada

outlet turbin (tekanan rendah outlet) merupakan jalan untuk mendapatkan daya listrik

tinggi. Selain itu, sebagai pemanfaatan sisa panas, uap yang dihasilkan boiler

dimanfaatkan secara langsung atau melalui alat penukar panas untuk membuat air

hangat yang itu kemudian digunakan di internal atau eksternal fasilitas.

Poin-poin Penting serta Saran Antisipasi untuk Fasilitas Insinerator

Sampah tetap akan dihasilkan karena semaksimal apa pun upaya untuk 3R

(Refuse, Reuse, dan Recycle), penurunan kualitas barang tidak bisa dielakkan.

Proses pembakaran sampah yang dapat melakukan daur ulang termal, akhir-

akhir ini menjadi teknologi yang mutlak diperlukan. Tetapi fasilitas pembakaran

dengan beban lingkungan yang rendah serta biaya operasional yang murah

selalu menjadi tuntutan. Sebagai teknologi pembakaran yang dapat bertahan,

pengurangan jumlah emisi dioksin, suplai energi efisiensi tinggi, pengurangan

kuantitas produksi gas efek rumah kaca, seta peringanan lainnya menjadi target

sasaran.

Pustakanya:

http://www.menlh.go.id/apec_vc/teknologi/Technology%20by%20Kawasaki%20-

%20Indonesian%20APECVC.pdf

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/01_i%20w%20jana_p(1).pdf

http://www.esp.or.id/wp-content/uploads/pdf/devtools/modul-cbswm-low.pdf

sama diktat sampah...