konsep keluarga bab ii -...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KONSEP DASAR
I. Konsep Keluarga
A. Definisi Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-
ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri
mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998).
B. Tipe Keluarga
1. Tipe keluarga Tradisional
a. Keluarga Inti (Nuclear Family), terdiri atas ayah, ibu, dan anak
(kandung atau angkat) yang tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh
sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu atau keduanya
dapat bekerja di luar rumah.
b. Keluarga Besar (Extended Family), terdiri atas keluarga inti ditambah
dengan keluarga yang mempunyai hubungan darah, misalnya: kakek,
nenek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
c. Reconstituted Nuclear, adalah pembentukan baru dari keluarga inti
melalui perkawinan kembali suami istri, tinggal dalam pembentukan
satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan
lama maupun hasil dari perkawinan baru, satu atau keduanya dapat
bekerja di luar rumah.
9
d. Keluarga “Dyad”(Dyadic Nuclear), terdiri atas suami istri yang sudah
berumur dan tidak mempunyai anak, keduanya atau salah satunya
bekerja di luar rumah.
e. Keluarga duda atau janda (Single Family), terdiri atas satu orang tua
(ayah atau ibu) akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-
anaknya dapat tinggal di dalam atau di luar rumah.
f. Single Adult, yaitu wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan
tidak adanya keinginan untuk menikah.
2. Tipe Keluarga Non-Tradisional
a. Unmarried Parent and child, yaitu keluarga yang terdiri dari satu
orang tua (biasanya ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah atau
perkawinan yang tidak dikehendaki
b. Commune Family, yaitu beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya)
yang tidak ada hubungan saudara, hidup bersama dalam satu rumah,
sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama: sosialisasi
anak dengan melalui aktivitas kelompok atau membesarkan anak
bersama
c. The non-marital heterosexual cohibitang family, yaitu keluarga yang
hidup bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
d. Gay and Lesbian Family, yaitu seseorang yang mempunyai persamaan
sex hidup bersama sebagaimana suami-istri (marital partness).
e. Cohibing Couple, dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama
tanpa pernikahan
10
C. Tugas keluarga (Effendy, 1998)
a. Menurut Friedman (1981), ada lima tugas keluarga dalam bidang
kesehatan, yaitu sebagai berikut:
a) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya
b) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.
c) Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit dan yang
tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang
tertalu muda.
d) Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan
perkembangan kepribadian anggota keluarga.
e) Mempertahankan hubungan timbai balik antara keluarga dan lembaga
kesehatan. yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas
kesehatan yang ada.
b. Pada dasarnya tugas keluarga ada delapan, tugas pokok tersebut adalah,
sebagai berikut:
a) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
b) Pemeliharaan sumber - sumber daya yang ada dalam keluarga.
c) Pembagian tugas masing–masing anggotanya sesuai kedudukan
masing-masing.
d) Sosialisasi antar anggota keluarga.
e) Pengaturan jumlah anggota keluarga.
f) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
g) Penempatan anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.
11
h) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.
D. Peran keluarga (Friedman, 1998)
1. Peran formal
a) Peran parental dan perkawinan
Delapan peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami -
ayah dan istri - Ibu:
1) Peran sebagai provider (penyedia).
2) Peran sebagai pengatur rumah tangga.
3) Peran perawatan anak
4) Peran sosialisasi anak.
5) Peran rekreasi.
6) Perart persaudaraan (kinship) (memelihara hubungan keluarga
paternal dan maternal).
7) Peran terapeutik ( memenuhi kebutuhan afektif pasangan)
8) Peran seksual
b) Peran perkawinan
Kebutuhan bagi pasangan memelihara suatu hubungan perkawinan
yang kokoh itu sangat penting. Anak-anak terutama dapat
mempengaruhi hubungan perkawinan, menciptakan situasi dimana
suami dan istri membentuk suatu koalisi dengan anak. Memelihara
suatu hubungan perkawinan yang memuaskan rnerupakan salah satu
tugas perkembangan yang vital dari keluarga.
12
c) Peran informal
1) Pengharmonis : menengahi perbedaan yang terdapat diantara para
anggota, menghibur dan menyatukan kembali perbedaan pendapat.
2) Inisiator–kontributor : mengemukakan dan mengajukan ide-ide
baru atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan
kelompok.
3) Pendamai (compromiser) : merupakan salah satu bagian dari
konflik dan ketidaksepakatan, pendamai inenyatakan kesalahan
posisi dan mengakui kesalahannya, atau menawarkan penyelesaian
"setengah jalan".
4) Perawat keluarga : orang yang terpanggil untuk merawatm dan
mengasuh anggota keluarga lain yang membutuhkannya.
5) Koordinator keluarga : mengorganisasi dan merencanakan
kegiatan-kegiatan keluarga, berfungsi: mengangkat keterikatan
atau keakraban
E. Struktur Keluarga
Menurut Friedman (1998) struktur keluarga terdiri atas:
a. Pola dan proses komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan fungsional apabila dilakukan secara
terbuka, jujur, melibatkan emosi, menyelesaikan konflik keluarga,
berpikiran positif, dan tidak mengulang isu/pendapat sendiri.
b. Struktur peran
Serangkaian prilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi social yang
13
diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal/informal.
c. Struktur kekuatan
Kemampuan dari individu untuk mengontrol, memengaruhi atau merubah
prilaku orang lainke arah positif.
d. Struktur nilai dan norma
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap atau keyakinan yang mengikat anggota
keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola prilaku
yang baik atau diterima pada lingkungan social atau masyarakat.
F. Fungsi Keluarga
a. Fungsi biologis, yaitu fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara
dan membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
b. Fungsi psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi
keluarga, memberikan perhatian di antara keluarga, memebrikan
kedewasaan kepribadian anggota keluarga, serta memberikan identitas
pada keluarga.
c. Fungsi sosialisasi, yaitu membina sosialisasi pada anak, membentuk
norma norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan masing-
masing, dan meneruskan nilai-nilai budaya.
d. Fungsi pendidikan, yaitu menyekolahkan anak untuk memberikan
pengetahuan, keterampilan, membentuk prilaku anak sesuai dengan bakat
dan minat yang dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan
dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang
dewasa, serta mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
14
Friedman (1988) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga, sebagai berikut:
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif berkaitan erat dengan funsi internal keluarga, yang
merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi
afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota
keluarga. Tiap anggota keluarga mengembangkan iklim yang positif. Hal
tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dalam
keluarga. Adanya perceraian, kenakalan anak, atau masalah lain yang
sering timbul dalam keluarga dikarenakan fungsi afektif yang tidak
terpenuhi. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga untuk
melaksanakan fungsi afektif:
1) Memelihara saling asuh (mutual nurturance)
Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, dan saling
mendukung antar anggota. Setiap anggota yang mendapat kasih sayang
dan dukungan dari anggota yang lain, maka kemampuannya untuk
memberikan kasih sayang akan meningkat, sehingga tercipta hubungan
yang hangat dan saling mendukung. Hubungan intim dalam keluarga
merupakan modal dasar dalam membina hubungan dengan orang lain
di luar keluarga atau masyarakat. Prasyarat untuk mencapai saling asuh
adalah komitmen dasar dari masing-masing pasangan dan hubungan
perkawinan yang secara emosional memuaskan dan terpelihara.
15
2) Keseimbangan saling menghargai
Adanya sikap saling menghargai dengan mempertahankan iklim yang
positif dimana tiap anggota diakui serta dihargai keberadaan dan
haknya sebagai orang tua maupun sebagai anak, sehingga fungsi
afektif akan tercapai. Keseimbangan saling menghormati dapat dicapai
apabila setiap anggota keluarga menghormati hak, kebutuhan, dan
tanggung jawab angggota keluarga yang lain. Orang tua perlu
menyediakan struktur yang memadai dan panduan yang konsisten
sehingga batas-batas bisa dibuat dan dipahami. Namun perlu dibentuk
fleksibilitas dalam sistem keluarga agar memberikan ruang gerak bagi
kebebasan untuk berkembang menjadi individu.
3) Pertalian atau ikatan dan identifikasi
Kekuatan yang besar dibalik persepsi dan kepuasan dari kebutuhan-
kebutuhan individu dalam keluarga adalah pertalian(bonding) atau
kasih sayang (attachment). Ikatan dimulai sejak pasangan sepakat
untuk memulai hidup baru. Ikatan antar anggota keluarga
dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada
berbagai aspek kehidupan anggota keluarga. Orang tua harus
mengembangkan proses identifikasi yang positif sehingga anak-anak
dapat meniru tingkah laku yang positif dari kedua orang tuanya.
4) Keterpisahan dan Kepaduan
Untuk merasakan dan memenuhi kebutuhan psikologis, anggota
keluarga harus mencapai pola keterpisahan (separatness) dan
16
keterpaduan (connectedness) yang memuaskan. Anggota keluarga
berpadu dan berpisah satu sama lain. Setiap keluarga menghadapi isu-
isu keterpisahan dan kepaduan dengan cara yang unik.
b. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui
individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam
lingkungan sosial (Friedman, 1986).
Sosialisasi dimulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat
individu untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia
akan menatap ayah, ibu, dan orang-orang yang disekitarnya. Kemudian
beranjak balita dia mulai belajar bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
meskipun demikian keluarga tetap berperan penting dalam bersosialisasi.
Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui
interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam
sosialisasi. Anggota keluarga belajar didiplin, belajar norma-norma,
budaya, dan prilaku melalui hubungan dan interaksi di dalam keluarga,
sehingga individu mampu berperan di masyarakat.
c. Fungsi Reproduksi
Dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi
kebutuhan biologis pada pasangan tujuan membentuk keluarga adalah
untuk meneruskan keturunan, sehingga menambah sumber daya manusia.
d. Fungsi Ekonomi
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti makanan, pakaian, dan
17
tempat tinggal maka keluarga memerlukan sumber keuangan.
e. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan
kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau
merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam
memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga.
Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat
dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang
dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup atau mampu
menyelesaikan masalah kesehatan. Tugas kesehatan keluarga adalah
sebagai berikut:
1) Mengenal masalah kesehatan keluarga
Keluarga atau orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan
perubahan-perubahan yang dialami oleh anggota keluarganya.
Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga, secara tidak
langsung akan menjadi perhatian keluarga atau orang tua. Apabila
menyadari adanya perubahan, keluarga perlu mencatat kapan
terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar
perubahannya.
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan
siapa di antara anggota keluarga yang mempunyai kemampuan untuk
18
memutuskan sebuah tindakan. Tindakan kesehatan yang dilakukan
diharapkan tepat agar masalah kesehatan yang tejadi dapat dikurangi
atau teratasi.
3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat, tetapi jika
keluarga masih merasa mengalami keterbatasan, maka anggota
keluarga yang mengalami gangguan kesahatan perlu memperoleh
tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak
terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan
atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan
tindakan untuk pertolongan pertama.
4) Mempertahankan suasana rumah yang sehat
Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan bersosialisasi
bagi anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga akan memiliki
waktu lebih banyak berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal.
Oleh karena itu, kondisi rumah haruslah dapat menjadikan lambang
ketenangan, keindahan, ketentraman, dan dapat menunjang derajat
kesehatan bagi anggota keluarga.
5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat
Apabila mengalami gangguan kesehatan, keluarga harus dapat
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di sekitarnya, sebagai
contoh: keluarga dapat berkonsultasi kepada tenaga keperawatan untuk
memecahkan masalah yang dialami anggota keluarganya, sehingga
19
keluarga dapat bebas dari segala macam penyakit.
G. Tahap Perkembangan Keluarga
Perkembangan keluarga adalah proses perubahan yang terjadi dari
waktu ke waktu, meliputi perubahan pola interaksi dan hubungan antar
anggota keluarga. menurut Duvall dan Miller dalam Friedman (1998)
membagi 8 tahap perkembangan keluarga dengan anak tertua sebagai tonggak
untuk interval siklus kehidupan. Siklus perkembangan keluarga merupakan
komponen kunci dalam setiap kerangka kerja dan setiap tahapnya keluaraga
memiliki tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tahapan tersebut
dapat dilalui dengan sukses. Berikut tahap-tahap perkembangan keluarga:
a. Tahap I : keluarga pemula
Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah keluarga
baru dan perpindahan dari keluarga asal atau status lajang ke hubungan
baru yang intim.
b. Tahap II : keluarga sedang mengasuh anak
Dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi berusia 30 bulan.
c. Tahap III : keluarga dengan anak usia pra sekolah
Dimulai ketika anak pertama berusia dua setengah tahun, dan berakhir
ketika anak berusia lima tahun.
d. Tahap IV : keluarga dengan anak usia sekolah
Dimulai ketika anak pertama telah berusia enam tahun dan mulai masuk
sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja.
e. Tahap V : keluarga dengan anak remaja
20
Dimulai ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, berlangsung selama
enam hingga tujuh tahun. Tahap ini dapat lebih singkat jika anak
meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak masih tinggal
di rumah hingga berumur 19 atau 20 tahun.
f. Tahap VI : keluarga yang melepas anak usia dewasa muda
Ditandai oleh anak pertama meninggalkan rumah orang tua dan berakhir
dengan “rumah kosong,” ketika anak terakhir meninggalkan rumah. Tahap
ini dapat singkat atau agak panjang, tergantung pada berapa banyak anak
yang belum menikah yang masih tinggal di rumah. Fase ini ditandai oleh
tahun-tahun puncak persiapan dari dan oleh anak -anak untuk kehidupan
dewasa yang mandiri.
g. Tahap VII : orangtua usia pertengahan
Dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada saat
pensiun atau kematian salah satu pasangan.
h. Tahap VIII : keluarga dalam masa pensiun dan lansia
Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun,
hingga salah satu pasangan meninggal dan berakhir dengan pasangan
lainnya meninggal.
H. Keperawatan kesehatan keluarga
1. Definisi
Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan
masyarakat yang ditujukan atau dipnsatkan pada keluarga sebagai unit atau
kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuan mclalui perawatan
21
sebagai saran atau penyalur (Murwani, 2007).
2. Alasan Keluarga sebagai unit pelayanan.
a. Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga yang
menyangkut kehidupan masvarakat.
b. Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah,
mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam
kelompoknya.
c. Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, dan
apabila salah satu anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan
akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
d. Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu
(Pasien), keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam
memelihara kesehatan para anggotanya.
e. Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk bcrbagai
upaya kesehatan masyarakat.
II. Konsep Tumbuh Kembang Anak
A. pengertian
Pertumbuhan adalah proses yang berhubungan dengan bertambah
besarnya ukuran fisik karena terjadi pembelahan dan bertambah banyaknya
sel, diserta i bertamhahnya substan intersi il pada jaringan tubuh.
Perkembangan adalah proses yang herhuhungan dengan fungsi organ atau
alat tubuh karena terjadinya pematangan. Pada pematangan ini terjadi
22
diferensiasi sel dan maturas i alat atau organ sesuai denagn fungsinya.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang terjadi bersama -
sama secara utuh, karena seorang anak tidak mungkin tumbuh kembang
sempurna bila hanya bertambah besarnya saja tanpa diserta i bertambahnya
kepandaian dan ketrampilan, dan sebaliknya kepandaian dan ketrampilan
seorang anak tidak mungkin tercapai tanpa disertai oleh bertambah
besarnya organ atau alat sampai optima l (Narendra, 2002).
Erikson melihat anak sebagai makhluk psikososial yang penuh
dengan energi. Erikson melihat adanya suatu keteraturan yang sama antara
perkembangan psikologis dari pertumbuhan fisis dan ia mengemukakan
bahwa keduanya berusaha untuk mengadakan keseimbangan. Erikson
melihat bahwa anak adalah suatu gabungan dari organisme, ego, dan
makhluk sosial pada setiap saat.
Ericson membagi perkembangan manusia dari awal hingga akhir
hayatnya menjadi 8 fase dengan berbgai tugas yang harus diselesaikan pada
setiap fase. dari 8 fase penulis mengambil satu fase yaitu fase masa balita
(1-3 tahun) pada fase masa balita ini anak sedang belajar untuk menegakkan
kemandiriannya namun ia belum dapat berfikir secara diskriminatif, oleh
karena itu masih perlu mendapat bimbingan yang tegas. Meskipun lingkungan
mengharapkan anak untuk dapat mandiri, anakpun masih perlu dilindungi
terhadap pengalaman yang dapat menimbulkan ragu dan malu. Bila anak
berhasil mengendalikan diri tanpa harus kehilangan harga diri, maka akan
timbul rasa kebanggaan dan percaya diri padanya.
23
Sebaliknya bila ia tidak diberi kesempatan untuk bisa mengendalikan
diri secara mandiri melainkan terlalu banyak dikendalikan dari luar, maka
akan timbul bibit keraguan dan rasa malu yang berlebihan.
Psikopatologi yang banyak ditemukan sebagai akibat kekurangan
dalam fase ini adalah sifat-sifat obsesif-kompulsif dan yang lebih berat lagi
adalah sifat atau keadaan paranoid.
B. Pertumbuhan Fisik Anak menurut Soetjiningsih (1995)
1. Berat Badan
Pada masa pra sekolah kenaikan berat badan rata - rata 2 kg per tahun.
Kemudian pertumbuhan konstan mulai berakhir .
2. Tinggi Badan
Tinggi badan rata-rata pada waktu lahir adalah 50 cm. Rata-rata kenaikan
tinggi badan pada anak pra sekolah adalah 6-8 cm per tahun.
3. Kepala
Lingkar kepala pada umur dua tahun rata-rata 47 cm.
4. Gigi
pada umur 1 tahun sebagian besar anak mempunyai 6-8 gigi susu. Selama
tahun kedua gigi tumbuh lagi 8 buah, sehingga jumlah seluruhnya sekitar
14-16 gigi, dan pada umur 2½ tahun sudah terdapat 20 gigi susu.
5. Jaringan Lemak
Selain otot-otot, jaringan lemak juga menentukan ukuran dan bentuk
tubuh seseorang. Pertambahan jumlah sel lemak meningkat pada trimeter
kehamilan sampai pertengahan masa bayi. Banyak dan besarnya sel
24
lemak menentukan gemuk atau kurusnya seseorang, pertumbuhan
jaringan lemak melambat sampai anak berumur 6 tahun , anak terlihat
kurus atau langsing.
6. Organ-organ Tubuh
Pertumbuhan organ-organ tubuh meliputi polanya sendiri-sendiri. Secara
umum terdapat 4 pola pertumbuhan organ yaitu : Pola umum (General
pattern), Pola neural ( Brain and head pattern ), Pola limfoid (Lymphoid
pattern), Pola genital ( Reproductive pattern ). Yang mengikuti
pertumbuhan pola umum adalah tulang panjang, otot skelet (pada
neonatus 20-25% berat badan, setelah dewasa 40% berat badan), sistem
pencernaan, pernafasan, peredaran darah dan volume darah.
Perkembangan otak bersama -sama tulang tengkorak yang melindunginya,
mata dan telinga berlangsung lebih dini. Berat otak waktu lahir 25% berat
otak dewasa, pada umur 2 tahun 75% dan pada umur 10 tahun sudah 95%
berat otak dewasa.
III. Konsep penyakit diare
A. Pengertian
a) Diara adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormallebih
dari 3 kali sehari. Serta perubahan dalam isi lebih dari 1 g sehari dan
konsistensi feses cair (Brunner & Suddath, 2001).
b) Diare adalah gangguan fungsi penyerapan dan sekresi dari saluran
pencernaan, dipengaruh oleh fungsi kolon dan dapat diidentifikasikan dari
25
perubahan jumlah, konsistensi, frekwensi, dan warna dari tinja (whaley
dan Wong, 1997).
c) diare adalah pola buang air besar yang tidak normal dengan bentuk tinja
encer dan peningkatan frekwensi yang lebih dari biasanya (FKUI, 1991 ).
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak
normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer
dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari
terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.
Dehidrasi
1) Definisi
Dehidrasi adalah kehilangan cairan tubuh isotik yang disertai kehilangan
antrium dan air dalam jumlah yang relatif sama. (Sylvia A. Price, 1994)
2) Derajat Dehidrasi (Lab IKA FKUI, 1988)
1. Kehilangan berat badan
a. 2,5 % tidak ada dehidrasi
b. 2,5-5% Dehidrasi ringan
c. 5-10 % dehidrasi sedang
d. > 10% dehidrasi berat
26
2. Skor Maurice King
TABEL 2.1 Skor Maurice King
Bagian Tubuh N I L A IYang Diperiksa 0 1 2Keadaan Umum
TurgorMataUUBMulutDenyut Nadi
Sehat
NormalNomralNormalNormalKuat< 120
Gelisah cengeng,apatis, ngantukSedikit, kurangSedikit cekungSedikit cekungKeringSedang(120-140)
Mengigau,koma/syok
Sangat kurangSangat cekungSangat cekungKering, sianosisLemah> 140
KETERANGAN :
a. Skor :
a) 0-2 dehidrasi ringan
b) 3-6 dehidrasi sedang
c) 7-12 Dehidrasi berat
b. Pada anak-anak Ubun Ubun Besar sudah menutup
c. Untuk kekenyalan kulit :
a) 1 detik : dehidrasi ringan
b) 1-2 detik : dehidrasi sedang
c) > 2 detik : dehidrasi berat
3) Beberapa derajat dehidrasi sesuai dengan usi a menurut Ngastiyah
(1997).
a. Derajat dehidrasi pada usia dibawah 2 tahun
Derajat ringan apabila previus water losses (cairan yang hilang karena
muntah) sebanyak 50 ml per kg BB, Normal water losses (karena
27
urine, penguapan kulit pernafasan) sebanyak 100 ml per kg BB, dan
concomitant water losses (karena diare dan muntah-muntah terus)
sebanyak 25 m1 per kg BB sehingga jika dijumlahkan tubuh
kehilangan cairan sebanyak 175 ml/kg.
Derajat sedang apabila previus water losses sebanyak 75 ml per kg
BB, normal water losses sebanyak 100 ml per kg BB dan concomitant
water losses sebanyak 25 ml per kg BB sehingga jika dijumlahkan
tubuh kehilangan cairan sebanyak 200 ml per kg BB.
Derajat berat apabila previus water losses sebanyak 125 ml per kg BB,
normal water losses sebanyak 200 ml per kg BB dan concomitant
water losses sebanyak 25 ml per kg BB sehingga jika dijumlahkan
tubuh kehilangan cairan sebanyak 350 ml per kg BB.
b. Derajat dehidrasi pada anak usia 2 - 5 tahun
Derajat ringan apabila previus water losses sebanyak 30 ml per kg BB
normal water losses sebanyak 80 ml per kg BB dan concomitant water
losses sebanyak 25 ml per kg BB sehingga jika dijumlahkan tubuh
kehilangan cairan sebanyak 135 ml per kg BB.
Derajat sedang apabila previus water losses sebanyak 50 ml per kg
BB, normal water losses sebanyak 80 ml per kg BB dan concomitant
water losses sebanyak 25 ml per kg BB sehingga jika dijumlahkan
tubuh kelebihan cairan sebanyak 155 ml per kg BB.
Derajat berat apabila previus water losses sebanyak 80 ml per kg BB,
28
normal water losses sebanyak 80 ml per kg BB dari concomitant water
losses sebanyak 25 m1 per kg BB sehingga jika dijumlahkan tubuk
kehilangan cairan sebanyak 105 ml per kg BB.
4) Kebutuhan Cairan Anak
Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60% air dan 40% zat
padat seperti protein dan mineral. Pada anak pemasukan dan pengeluaran
harus seimbang, bila terganggu harus dilakukan koreksi mungkin dengan
cairan parentral, secara matematis keseimbangan cairan pada anak dapat
digambarkan sebagai berikut:
TABEL 2.2 Kebutuhan Cairan Anak (Waley and Wong, 1997)
Umur BeratBadan
Total per 24jam
Kebutuhan cairan perKg BB per 24 jam
3 hari 3.0 250-300 80-10010 hari 3.2 400-500 125-1503 bulan 5.4 750-850 140-1606 bulan 7.3 950-1100 130-1559 bulan 8.6 1100-1250 1651 tahun 9.5 1150-1300 120-1352 tahun 11.8 1350-1500 115-1254 tahun 16.2 1600-1800 100-11006 tahun 20.0 1800-2000 90-10010 tahun 28.7 2000-2500 70-8514 tahun 45.0 2000-2700 50-6018 tahun 54.0 2200-2700 40-50
29
B. Anatomi fisiologi
1. Lambung
Gambar2.1.Sistem Pencernaan Tubuh Manusia(Sumber: http:www.medicastore.com)
30
a) Anatomi Lambung (gaster)
Lambung terletak oblig dari kiri ke kanan yang menyilang di
abdomen atas tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong
lambung berbentuk tabung seperti huruf J dan bila penuh berbentuk
seperti alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung satu sampai dua
liter. Secara anatomis lambung terbai atas fundus, corpus dan antrum
pylorus. Pada sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan
kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur
pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kedua (Sfingter esophagus
bawah) mengalirkan makanan masuk kedalam lambung dan
mencegah refluks isi lambung memasuki esophagus kembali. Di saat
sfingter pylorus relaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum, dan
ketika berkontraksi sfingter ini mencegah terjadinya aliran balik isi
usus halus ke dalam lambung.
Sfingter pylorus memiliki arti klinis yang penting karena
dapat mengalami stenosis sesbagai komplikasi dari penyakit tukak
lambung. Lambung sendiri terdiri atas 4 lapisan. Tunika Serosa
merupakan bagian peritoneum viseralis yang menyatu pada
kurvatura minor lambung dan duodenum, dan terus memanjang ke
arah hati membentuk omentum minus.
Bagian muskularis tersusun menjadi tiga lapis yaitu lapisan
longitudinal, sirkular dan lapisan oblig bagian dalam. Susunan serat
otot ini diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikel-
31
partikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut
dengan cairan lambung dan mendorongnya ke arah duodenum.
Submukosa memungkinkan mukosa bergerak bersama gerakan
peristaltic. Lapisan ini mengandung lapisan fleksus saraf, pembuluh
darah dan saluran limfe. Mukosa lapisan dalam lambung yang
tersusun dari rugae, dengan adanya rugae ini dapat berdistensi
sewaktu diisi makanan (Price, Sylvia, A, et al, 1995 ).
Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini menurut price, Sylvia, A,
et al, 1995 yaitu :
a. Kelenjar kardia kelenjar jantung ditemukan di regia mulut
jantung. Ini hanya mensekresi mukus
b. Kelenjar fundus/gastric terletak hampir di seluruh corpus, yamg
mana kelenjar ini memiliki tiga tipe utama sel, yaitu :
a) Sel zigmogenik atau chief cell, mesekresi pepsinogen.
Pepsinogen ini diubah menjadiu pepsin dalam suasana asam.
Kelenjar ini mensekresi lipase dan renin lambung yang
kurang penting.
b) Sel parietal, mensekresi asam hidroklorida dan factor
intrinsic. Faktor intrinsic diperlukan untuk absorbsi vitamin
B12 dalam usus halus.
c) Sel leher mukosa ditemukan pada bagian leher semua
kelenjar lambung. Sel ini mensekresi barier mukus setebal 1
32
mm dan melindungi lapisan lambung terhdap kerusakan oleh
HCL atau autodigesti.
c. Kelenjar pilorus terletak pada regia antrum pilorus. Kelenajr ini
mensekresi gastrin dan mukus, suatu hormon peptida yang
berpengaruh besar dalam proses sekresi lambung.
Pleksus saraf Persarafan lambung sepenuhnya otonom.
Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum diantarkan
dari abdomen melalui saraf vagus. Serabut-serabut aferan
menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan,
kontraksi otot dan peradangan, yang dirasakan didaerah epigastrium.
Serabut-serabut eferen simpatis mesentrikus dan submukosa
membentuk persarafan intrinsic dinding lambung dan
mengkoordinasikan aktifitas motorik dan sekresi mukosa lambung.
Suplai darah dilambung dan pancreas berasal dari arteri
seliaka. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri
duodenalis dan pankreati duodenalis yang berjalan sepanjang bulbus
posterior duodenum. Tukak dinding posterior duodenum dapat
mengerosi arteri itu menyebabkan perdarahan. Darah vena dari
lambung dan duodenum serta berasal dari pankreas, limpa dan
bagian lain saluran cerna berjalan ke hati melalui vena porta.
33
Gambar2.2. Lambung(Sumber: http:www.medicastore.com)
b) Fisiologi lambung
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi beberapa
fase menurut Price, Syvia, A, et al, 1995, yaitu :
a. Fase sefalik, yang dimulai bahkan sebelum makanan masuk
kelambung, yaitu sebagai akibat melihat, mencium
memikirkan atau mengecap makanan. Sinyal neurogenik
yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri.
b. Fase gastric, dimulai saat makanan mencapai antrum
pylorus. Distensi pada antrum menyebabkan terjadinya
rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor pada dinding
lambung. Impuls-impuls ini merangsang pelepasan
hormone gastrin dan secara lanmgsung juga merangsang
kelenjar-kelenjar lambung. Pelepasan gastrin juga
dirangsang oleh Ph alkali, garam empedu di antrum dan
terrutama oleh protein makanan dan alcohol. Gastrin adalah
34
stimulasi utama sekresi asam hidroklorida.
c. Fase intestinal, dimulai oleh gerakan kimus dari lambung
ke duodenum. Adanya protein yang telah dicerna sebagian
dalam duodenum tampaknya merangsang gastrin usus,
suatu hormone yang menyebabkan lambung terus menerus
mensekresikan cairan langsung.
Adapun fungsi lambung menurut Price, Sylvia, A, et al, 1995,
yaitu:
a) Fungsi motorik yang terdiri dari :
1) Fungsi reservoir, menyimpan makanan sampai sedikit
demi sedikit bergerak pada saluran cerna, menyesuaikan
peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan
relaksasi.
2) Fungsi mencampur, memecah makanan menjadi
partikel-partikel kecil dan mencampurnya dengan getah
lambung.
3) Fungsi pengongsongan lambung; diatur oleh factor
syaraf dan hormonal.
b) Fungsi pencernaan dan sekresi
1) Pencernaan protein oleh pepsin dan Hcl.
2) Sintesis dan pelepasan gastrin
3) Sekresi factor intrinsic.
4) Sekresi mucus.
35
2. Usus-halus
a) Anatomi usus halus
Chyme memasuki duodenum (bagian awal usus halus) dan
diurai lebih lanjut oleh cairan pencernaan dari hati dan pankreas.
Tahap akhir pencernaan berlanjut di bagian usus halus berikutnya. Di
sini, cairan pencernaan yang dikeluarkan dari dinding usus halus
memecah zat makanan menjadi unit-unit kimia yang cukup kecil
sehingga bisa menerobos dinding usus halus dan memasuki jaringan
pembuluh darah di sekitarnya.
Usus halus merupakan suatu tabung yang kompleks, berlipat-
lipat, dan membentang dan pilorus hingga katup ileosekal. Panjang
usus halus pada orang hidup sekitar 12 kaki (3,6 m) dan hampir 22
kaki (6,6 m) pada kadaver (akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian
tengah dan bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya
berdiameter sekitar 3,8 cm, tetapi makin ke bawah garis tengahnya
semakin berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm (Price & Wilson,
2006).
Usus halus terdiri dari :
a) Duodenum Adalah bagian terpendek (25 sampai 30 cm). Duktus
empedu dan duktus pankreas, keduanya membuka ke dinding
posterior duodenum beberpa sentimeter di bawah mulut pilorus.
b) Yeyunum Adalah bagian yang selanjutnya. Panjangnya kurang
lebih 1 m sampai 1,5 m.
36
c) Ileum panjangnya sampai 2,5 meter merentang sampai menyatu
dengan usus besar.
Apendiks vermiforinis berbentuk tabung buntu berukuran
sebesar jari kelingking yang terletak pada daerah ileosekal, yaitu
pada apeks sekum. Peradangan atau ruptura struktur ini merupakan
penyebab penting kematian pada orang muda, walaupun
frekuensinya kini lebih jarang menyebabkan kematian dibandingkan
dengan masa sebelum ditemukannya antibiotik.
Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan dasar. Yang paling
luar (lapisan serosa) dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum
mempunyai lapisan viseral dan parietal, dan ruang yang terletak di
antara lapisan-lapisan ini disebut sebagai rongga peritoneum.
Peritoneum melipat dan meliputi hampir seluruh visera abdomen.
Nama-nama khusus telah diberikan pada lipatan-lipatan
peritoneum. Mesenterium merupakan lipatan peritoneum lebar
menyerupai kipas yang menggantung jejunum dan ileum dari dinding
posterior abdomen, dan memungkinkan usus bergerak dengan
leluasa. Mesenterium menyokong pembuluh darah dan limfe yang
menyuplai ke usus. Omentum majus merupakan lapisan ganda
peritoneum yang menggantung dan kurvatura major lambung dan
berjalan turun di depan visera abdomen menyerupai celemek.
Omentum biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe
yang membantu melindungi rongga peritoneum terhadap infeksi.
37
Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentang dan
kurvatura minor larnbung dan bagian atas duodenum, menuju ke
hati, membentuk ligamentum suspensorium hepatogastrika dan
ligamentum hepatoduodenale. Salah satu fungsi penting peritoneum
adalah mencegah gesekan antara organ-organ yang berdekatan
dengan cara menyekresi cairan serosa yang berperan sebagai
pelumas. Peradangan peritoneum disebut peritonitis dan dapat
merupakan sekuele berat akibat peradangan atau perforasi usus.
Setelah peritonitis atau pembedahan abdomen, dapat terjadi
perlekatan (pita-pita fibrosa) dan kadang-kadang menyebabkan
obstruksi usus (Price & Wilson, 2006).
Otot yang melapisi usus halus mempunyai dua lapisan:
lapisan luar terdiri atas serabut-serabut longitudinal yang lebih tipis,
dan lapisan dalam terdiri atas serabut-serabut sirkular. Penataan yang
demikian membantu gerakan peristaltik usus halus. Lapisan
submukosa terdiri atas jaringan ikat, sedangkan lapisan mukosa
bagian dalam tebal serta banyak mengandung pembuluh darah dan
kelenjar.
Usus halus dicirikan dengan adanya tiga struktur yang sangat
menambah luas permukaan dan membantu fungsi utamanya yaitu
absorpsi. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan
sirkular yang disebut sebagai valvula koniventes (lipatan Kerckring)
yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 sampai 10 mm. Adanya
38
lipatan-lipatan ini menyebabkan gambaran usus halus menyerupai
bulu pada pemeriksaan radiografi. Vili merupakan tonjolan-tonjolan
mukosa seperti jari-jari yang jumlahnya sekitar empat atau lima juta
dan terdapat di sepanjang usus halus. Vili panjangnya 0,5 sampai 1,5
mm (dapat terlihat secara makroskopis) dan menyebabkan gambaran
mukosa menjadi menyerupai beludru. Mikrovili merupakan tonjolan
menyerupai jari-jari yang panjangnya sekitar 1 m pada permukaan
luar setiap vilus. Mikrovili terlihat dengan pemeriksaan mikroskop
elektron dan tampak sebagai brush border pada pemeriksaan
mikroskop cahaya. Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka
luas permukaannya hanya sekitar 2.000 cm2. Valvula koniventes,
vili, dan mikrovili sama-sama menambah luas permukaan absorpsi
hingga 1,6 juta cm2, yaitu meningkat sekitar seribu kali lipat.
Penyakit-penyakit usus halus (mis., sprue) yang menyebabkan
terjadinya atrofi dan pendataran vili, sangat mengurangi luas
permukaan absorpsi dan mengakibatkan terjadinya malabsorpsi
(Price & Wilson, 2006).
a. Struktur Vilus
Tiap-tiap vilus tendiri atas saluran limfe sentral yang
disebut sebagai lakteal yang dikelilingi oleh jalinan kapiler darah
dalam jaringan ikat. Jaringan ikat sendiri dikelilingi oleh sel-sel
epitel toraks. Makanan yang telah dicerna akan masuk ke dalam
lakteal dan kapiler vilus. Epitel vilus terdiri atas dua jenis sel: sel
39
goblet penghasil mukus, dan sel absorptif (dengan mikrovili yang
menonjol dan permukaannya), yang bertanggungjawab atas
absorpsi bahan makanan yang telah tercerna. Enzim-enzim
terletak pada brush border dan menyelesaikan proses pencernaan
saat berlangsungnya absorpsi (Price & Wilson, 2006).
Di sekeliling vilus terdapat beberapa sumur kecil yang
disebut kripte Lieberkuhn. Kripta ini merupakan kelenjar-
kelenjar usus yang menghasilkan sekret yang mengandung
enzim-enzim pencernaan. Sel-sel yang tidak berdiferensiasi di
dalam kripta Lieberkuhn, berproliferasi cepat dan bermigrasi ke
ujung vilus, tempat menjadi sel-sel absorptif. Pada ujung vilus,
sel-sel ini akan lepas ke dalam usus. Pematangan dan migrasi sel
dan kripta ke ujung vilus hanya membutuhkan waktu selama
sampai 7 hari. Diperkirakan sekitar 20 sampai 50 Juta sel epitel
dilepaskan ke dalam lumen usus setiap menit. Laju pergantian sel
tinggi (tercepat dalam tubuh), sehingga epitel usus sangat rentan
terhadap perubahan proliferasi sel. Obat-obat sitotoksik yang
diberikan untuk kanker atau leukemia menghambat pembelahan
sel, mengakibatkan atrofi mukosa dan pemendekan kripta
maupun vili. Penderita yang mendapat obat-obat ini sering
mengalami ulserasi pada saluran gastrointestinal. Pada sprue, vili
dapat memendek atau hilang (Price & Wilson, 2006).
40
b. Pendarahan dan Persarafan
Arteria mesenterika superior dicabangkan dan aorta tepat
di bawah arteri seliaka. Arteria ini mendarahi seluruh usus halus
kecuali duodenum yang diperdarahi oleh artenia gastroduodenalis
dan cabangnya, arteria pankreatiko duodenalis superior. Darah
dikembalikan lewat vena mesenterika superior yang menyatu
dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Usus halus dipersarafi oleh cabang-cabang sistem saraf
otonom. Rangsangan parasimpatis merangsang aktivitas sekresi
dan motilitas, dan rangsangan simpatis menghantarkan nyeni,
sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus.
Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik,
becrjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan
muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa (Price &
Wilson, 2006).
Gambar 2.3: UsusHalus(http:www.medicastore.com)
41
b) Fisiologi usus halus
Usus halus mempunyai dua fungsi utama:
a. Pencernaan, yaitu proses pemecahan makanan menjadi bentuk
yang dapat tercerna melalui kerja berbagai enzim dalam saluran
gastrointestinal.
Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung
oleh kerja ptialin, HCI, pepsin, mukus, renin, dan lipase lambung
terhadap makanan yang masuk. Proses ini berlanjut dalam
duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat
yang lebih sederhana. Mukus juga memberikan perlindungan
terhadap asam. Sekresi empedu dan hati membantu proses
pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan
permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Kerja empedu terjadi akibat sifat deterjen asam-asam
empedu yang dapat melarutkan zat-zat lemak dengan membentuk
misel. Misel merupakan agregat asam empedu dan molekul-
moliekul lemak. Lemak membentuk inti hidrofobik, sedangkan
asam empedu karena merupakan molekul polar, membentuk
permukaan misel dengan ujung hidrofobik mengarah ke dalam
dan ujung hidrofilik menghadap ke luar menuju medium cair.
Bagian sentral misel juga melarutkan vitamin-vitamin larut
lemak dan kolesterol. Jadi, asam-asam lemak bebas, gliserida dan
42
vitamin larut-lemak dipertahankan dalam larutan sampai dapat
diabsorpsi oleh permukaan sel epitel (Price & Wilson, 2006).
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim
yang terdapat dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak enzim-
enzim ini terdapat pada brush border villi dan mencerna zat-zat
makanan sambil diabsorpsi (Price & Wilson, 2006).
Dua hormon berperan penting dalam pengaturan
pencernaan usus. Lemak yang bersentuhan dengan mukosa
duodenum menyebabkan kontraksi kandung empedu yang
diperantarai oleh kerja kolesistokinin. Hasil-hasil pencernaan
protein tak lengkap yang bersentuhan dengan mukosa duodenum
merangsang sekresi getah pankreas yang kaya enzim: hal ini
diperantarai oleh kerja pankrezimin. Pankreaozimin dan
kolesistokinin sekarang diduga merupakan satu hormon yang
sama dengan efek berbeda; hormon ini disebut scbagai CCK
(beberapa buku teks menyebut hormon ini CCK-PZ). Hormon ini
dihasilkan oleh mukosa duodenum (Price & Wilson, 2006).
Asam lambung yang bersentuhan dengan mukosa usus
menyebabkan dikeluarkannya horrnon lain, yaitu sekretin, dan
jumlah yang dikeluarkan sebanding dengan jumlah asam yang
mengalir melalui duodenum. Sekretin merangsang sekresi getah
yang mengandung bikarbonat dan pankreas, merangsang sekresi
empedu dari hati, dan memperbesar kerja CCK.
43
Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang
dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus,
dan pergerakan peristaltik mendorong isi dan salah satu ujung ke
ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal
dan asupan kontinu isi lambung (Price & Wilson, 2006).
b. Absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Semua aktivitas lainnya
mengatur atau mempermudah berlangsungnya proses ini.
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan
karbohidrat, lemak, dan protein (gula sederhana, asam lemak, dan
asam amino) melalui dinding usus ke dalam sirkulasi darah dan
limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu juga
diabsorpsi air, elektrolit, dan vitamin. Absorpsi berbagai zat
berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang
sebagian besar belum begitu dipahami.
Walaupun banyak zat yang diabsorpsi di sepanjang usus
halus, namun terdapat tempat-tempat absorpsi khusus bagi zat-zat
gizi tertentu. Tempat-tempat absoprsi ini penting diketahui agar
dapat memahani proses terjadinya defisiensi nutrisi tertentu
akibat penyakit pada usus halus.
Absorpsi gula, asam amino, dan Jemak hampir selesai
pada saat kimus mencapai pertengahan jejunum. Besi dan
kalsium sebagian besar diabsorpsi dalam duodenum dan jejunum,
dan absorpsi kalsium memerlukan vitamin D. Vitamin larut-
44
lemak (A, D, F, dan K) diabsorpsi dalam duodenum dan untuk
absorpsi dibutuhkan garam-garam empedu. Sebagian besar
vitamin yang larut-air diabsorpsi dalam usus halus bagian atas.
Absorpsi vitamin B12 berlangsung dalam ileum terminalis
melalui mekanisme transpor khusus yang membutuhkan faktor
intrinsik lambung. Sebagian besar asam empedu yang
dikeluarkan oleh kandung empedu ke dalam duodenum untuk
membantu pencernaan lemak, akan direabsorpsi dalam ileum
terminalis dan masuk kembali ke hati. Siklus ini disebut sebagai
sirkulasi enterohepatik garam empedu dan sangat penting untuk
mempertahankan cadangan empedu. Dengan demikian asam atau
garam empedu manipu bekerja untuk mencema lemak berkali-
ka1i sebelum dikeluarkan dalam feses. Penyakit atau reseksi pada
ileum terminalis dapat menyebabkan terjadinya defisiensi garam-
garam empedu dan mengganggu pencernaan lemak. Masuknya
garam empedu dalam jumlah besar ke dalam kolon menyebabkan
terjadinya iritasi kolon dan diare (Price & Wilson, 2006).
3. Usus besar
a) anatomi usus besar
Setelah zat makanan terserap di usus halus, zat sisa
disalurkan ke usus besar. Kebanyakan kandungan airnya diserap
kembali ke dalam tubuh, dan zat buang semi-padat sisanya (tinja)
45
bergerak ke rectum, untuk disimpan sampai dikeluarkan melalui
anus.
Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga
dengan panjang sekitar 1,5 m (5 kaki) yang terbentang dari sekum
hingga kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar
daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5cm (2,5 inci), tetapi makin dekat
anus diameternya semakin kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada
sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada
ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama
dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dan
ileum ke dalam sekum dan mcncegah terjadinya aliran balik bahan
fekal dan usus besar ke dalam usus halus. Kolon dibagi lagi menjadi
kolon asenden, transversum, desenden, dan sigmoid . Tempat kolon
membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas
berturut-turut disebut sebagai fleksura hepatika dan fleksura lienalis.
Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan membentuk lekukan
berbentuk-S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu
kolon sigmoid bersatu dengan rektum, dan hal ini merupakan alasan
anatomis, mengapa memposisikan penderita kesisi kiri saat
pemberian enema. Pada posisi ini, gaya gravitasi membantu
mengalirkan air dan rektum ke fleksura sigmoid. Bagian utama usus
besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan membentang dan
46
kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci
terakhir dan rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh
otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis
ani adalah sekitar 15 cm (5,9 inci).
Hampir seluruh usus besar memiliki empat lapisan
morfologik seperti yang ditemukan pada bagian usus lain. Namun
demikian, ada beberapa gambaran yang khas terdapat pada usus
besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna,
tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut sebagai taenia koli.
Taenia bersatu pada sigmoid distal, sehingga rektum mempunyai
satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih
pendek daripada usus, sehingga usus tertarik dan berkerut
membentuk kantong-kantong kecil yang disebut sebagai haustra.
Apendises epiploika adalah kantong-kantong kecil peritoneum yang
berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus
besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak
mengandung vili atau rugae. Kripte Lieberkhhn (kelenjar intestinal)
terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet
dibandingkan dengan usus halus.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan
kanan berdasarkan pada suplai darah yang diterima. Arteria
mesenterika superior mendarahi belahan kanan (sekum, kolon
asendens, dan dua pertiga proksimal koion transvensum), dan arteria
47
mesenterika inferior mendarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon
transversum, kolon desendens, kolon sigmoid, dan bagian proksimal
rektum). Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari arteri
hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dan arteria iliaka
interna dan aorta abdominalis.
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah
melalui vena mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan
vena hemoroidalis superior (bagian sistem portal yang mengalirkan
darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan
darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik.
Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media, dan
inferior, sehingga tekanan portal yang meningkat dapat
menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan
mengakibatkan hemoroid.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom
dengan perkecualian sfingter ekstema yang berada dalam
pengendalian voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf
vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang
berasal dari daerah sakral menyuplai bagian distal. Serabut simpatis
meninggalkan medula spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut
saraf ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis,
kemudian serabut pasca ganglionik menuju kolon. Rangsangan
simpatis menghambat sekresi dan kontraksi, serta merangsang
48
sfingter rektum. Rangsangan parasimpatis mempunyai efek yang
berlawanan (Price & Wilson, 2006).
Gambar 2.4: Usus Besar(Sumber: http:www.medicastore.com)
b) fisiologi usus basar
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya
berkaitan dengan proses akhir isi usus.fungsi usus besar yang paling
penting adalah absorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir selesai
dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir
yang menampung massa feses yang sudah terdehidrasi hingga
berlangsungnya defekasi.
Kolon mengabsorpsi sekitar 600 ml air per hari, bandingkan
dengan usus halus yang mengabsorpsi sekitar 8.000 ml. Namun
49
demikian, kapasitas absorpsi usus besar adalah sekitar 1500 hingga
2000 ml/hari. Bila jumlah ini dilampaui (misalnya akibat hantaran
cairan berlebihan dari ileum) akan mengakibatkan diare. Berat akhir
feses yang dikeluarkan perhari sekitar 200 g, dan 80 hingga 90%
diantaranya adalah air. Sisanya terdiri dari residu makanan yang
tidak terabsorpsi, bakteri, sel epitel yang terlepas, dan mineral yang
tidak terabsorpsi.
Sejumlah kecil pencernaan dalam usus besar terutama
disebabkan oleh bakteri dan bukan oleh kerja enzim. Usus besar
menyekresi mukus alkali yang tidak mengandung enzim. Mukus ini
bekerja untuk melumas dan melindungi mukosa.
Bakteri usus besar menyintesis vitamin K dan beberapa
vitamin B. Pembusukan oleh bakteri dari sisa protein menjadi asam
amino dan zat yang lebih sederhana seperti peptida, indol, skatol,
fenol, dan asam lemak. Bila asam lemak dan HCI dinetralisasi oleh
bikarbonat, akan dihasilkan karbondioksida (C02). Pembentukan
berbagai gas seperti NH3, CO2. l-l, H2S dan CH4 membantu
pembentukan gas (flatus) dalam kolon. Beberapa subtansi ini
dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lain diabsorpsi dan diangkut
ke hati untuk diubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan
diekskresikan melalui urine.
Fermentasi bakteri pada sisa karbohidrat juga
melepaskanCO2, H2 dan CH4 yang juga berperan dalam
50
pembentukan flatus dalam kolon. Dalam sehari secara normal
dihasilkan sekitar 1.000 ml flatus. Kelebihan gas dapat terjadi pada
aerofagia (menelan udara secara berlebihan), dan pada peningkatan
gas dalam lumen usus (biasanya berkaitan dengan jenis makanan
yang dimakan). Makanan yang mudah membentuk gas seperti
kacang-kacangan mengandung banyak karbohidrat yang tidak dapat
dicerna.
Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan
usus besar yang khas adalah gerakan pengadukan haustral. Kantong
atau haustra meregang dan dan waktu ke waktu otot sirkular akan
berkontrasi untuk mengosongkannya. Gerakan ini tidak progresif,
tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan meremas-
nemas sehingga memberi cukup waktu untuk terjadinya absorpsi.
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif (1) kontraksi lambat dan tidak
teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan,
menyumbat beberapa haustral dan (2) peristaltik massa, merupakan
kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini
menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi.
Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh
refleks gastrokolik setelah makan, terutama setelah makanan yang
pertama kali dimakan pada hari itu.
Propulsi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya
distensi dinding rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi
51
dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Sfingten intema
dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sedangkan sfingter ekstenna
dikendalikan oleh sistem saraf voluntar. Refleks defekasi tenintegrasi
pada medula spinalis segmen sakral kedua dan keempat. Serabut
parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul
dan menyebabkan terjadinya kontraksi rektum dan refaksasi stingIer
intema. Pada waktu rektum yang teregang berkontraksi, otot levator
ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal
menghilang. Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada
waktu anus tertarik ke atas melebihi tinggi massa feses. Defekasi
dipercepat dengan tekanan intraabdomen yang meningkat akibat
kontraksi voluntar otot dada dengan glotis yang tertutup, dan
kontraksi otot abdomen secara terus-menerus (manuver atau
peregangan Valsalva). Defekasi dapat dihambat oleb kontraksi
voluntar otot stingter eksterna dan levator ani. Dinding rektum secara
bertahap menjadi relaks, dan keinginan defekasi menghilang.
Rektum dan anus merupakan lokasi sebagian penyakit yang
sering ditemukan pada manusia. Penyebab umum konstipasi adalah
kegagalan pengosongan rektum saat terjadi peristaltik massa. Bila
defekasi tidak sempurna, rektum menjadi relaks dan keinginan
defckasi menghilang. Air tetap terus diabsorpsi dan massa feses,
sehingga feses menjadi keras, dan menyebabkan lebih sukarnya
defekasi selanjutnya. Bila massa feses yang keras ini terkumpul di
52
satu tempat dan tidak dapat dikeluarkan, maka disebut sebagai
impaksi feses. Tekanan pada feses yang berlebihan menyebabkan
timbulnya kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna, dan hal
ini merupakan salah salu penyebab hemoroid (vena vanikosa
rektum). Inkontinensia feses dapat disebabkan oleh kerusakan otot
sfingter ani atau gangguan medula spinalis. Daerah anorektal sering
merupakan tempat terjadinya abses dan fistula. Kanker kolon dan
rektum merupakan kanker saluran gastrointeslinal yang paling sering
terjadi (Price & Wilson, 2006).
C. Etiologi
Menurut Ngastiyah (1997) ada beberapa faktor penyebab diare :
a) Faktor infeksi
a. Infeksi Enteral : infeksi bakteri , virus, parasit .
b. Infeksi Parenteral : OMA (Otitis Media Akut), tonsill itis,
bronchopneumonia
b) Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakar ida, monosakarida pada bayi
dan anak, terserang intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak.
c. Malabsorbsi protein .
c) Faktor makanan : makanan basi, keracunan, dan alergi terhadap
makanan.
d) Faktor fisiologis : rasa takut dan cemas
53
D. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah adanya
gangguan osmotik yaitu akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus.
Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare. Penyebab yang kedua adanya
gangguan sekresi akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding
usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus
dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Dan penyebab terakhirnya adalah adanya gangguan motilitas usus
yaitu hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula
(Ngastiyah, 1997).
E. Manifestasi klinik
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,
nafsu makan berkurang, kermudian timbul diare. Tinja cair rnungkin disertai
lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan
karena bercampur dengan empedu, anus dan daerah sekitarnya timbul lecet
karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin
banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus
selama diare, gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan
54
dapat disebabkan karena lambung turut meradang akibat gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan
cairan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak yaitu berat badan turun, turgor
berkurang, mata cekung, ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi) selaput
lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan banyaknya
cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidras i ringan, sedang dan berat.
Bila berdasarkan toksini tas plasma dibagi menjadi dehidras i hipotonik,
isotonik dan hipertonik.
Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan dehidrasi
berat dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 12,5%. Pada dehidrasi
berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik
dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan
darah menurun (apatis, somnolen, kadang sampai soporokoma).
Menurut Ngastiyah (1997) Akibat dehidrasi, diuretik berkurang
(oliguaria sampai anuria). Bila sudah terjadi asidosis metabolik pasien akan
tampak pucat dengan pernapasan yang cepat dan dalam (pernapasan
kussmaul). Asidosis metabolik terjadi karena :
1 Kehilangan NaHCO 3 melalui tinja diare.
2 Ketosis kelaparan.
3 Produk-produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan
(karena oliquria atau anuria) .
4 Berpindahnya ion natrium dari cairan ekstra sel ke cairan intrase l.
5 Penimbunan asam laktat (anoksia jaringan) .
55
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001), manifes tasi klinis dari diare yaitu :
1. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
2. Terdapa t tanda dan gejala dehidrasi, yaitu : turgor jelek (el astisitas kulit
menurun) ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering
3. Kram abdominal
4. Demam
5. Mual dan muntah
6. Anorexia.
7. Lemah
8. Perubahan tanda -tanda vital, nadi dan pernapasan cepat
9. Menurun atau tidak ada pengeluaran urine
F. Penatalaksanaan
1. Non farmakologi
a) Menurut Whaley and Wong (1996) penatalaksanaan diare pada balita
difokuskan pada penyebab, keseimbangan cairan dan elektrolit, serta
fungsi normal perut. Prinsipnya adalah mengganti cairan yang hilang
(rehidrasi), tetap memberikan makanan, tidak memberikan obat anti
diare (antibiotik hanya diberikan atas indikasi), dan penyuluhan.
Penderita diare kebanyakan dapat sembuh tanpa pengobatan khusus.
b) Menurut Keputusan Seminar Nasional Pemberantasan Diare prinsip
tata laksana diare adalah sebagaiberikut :
1. Rencana Terapi A (Terapi diare tanpa dehidrasi di rumah) :
56
Dalam tatalaksana diare di rumah: Jika anak tidak diberi ASI maka
susu formula tetap diberikan. Jika berumur kurang dari 6 bulan dan
belum mendapat makanan padat berikan susu formula selang-
seling dengan Oralit atau cairan rumah tangga.
2. Rencana Terapi B (Terapi diare dengan dehidrasi ringan/sedang) :
a. Dalam pemberian cairan Oralit pada 4 jam pertama : untuk
anak di bawah usia 6 bulan yang tidak diberi ASI, berikan 100-
200 ml susu selang-seling dengan Oralit atau cairan rumah
tangga.
b. Dalam mengobservasi anak dan membantu ibu memberikan
cairan Oralit, bila mata sembab pemberian Oralit dihentikan.
3. Rencana Terapi C (untuk diare dengan dehidrasi berat) : Terapi
intravena Ringer Laktat bila diperlukan pada bayi setelah 1 jam
pertama, diberikan 30 mg per kg dan dapat dilanjutkan untuk 5 jam
berikutnya 70 mg/kg berat badan.Untuk anak-anak dan dewasa
diberikan Ringer Laktat secara intravena dengan dosis 100 mg/kg
berat badan (Greene 1980).
2. Farmakologi
a) Obat anti diare
Diare mengakibatkan hilangnya cairan berlebih dan dapat
menimbulkan dehidrasi dan hilangnya elektrolit, mungkin disertai
sepasme kolon dan nyeri, penyebab diare banyak, seperti akibat
57
antibiotic, intoleransi laktosa, infeksi virus, infeksi bakteri, dan oleh
giardialambia.
Obat yang dipakai dapat digolongkan dalam 3 klompok utama:
absorbens dan agens hidrofilik yang mengurangi air dalam usus, dan
obat antimotilitas yang menghilangkan sepasme kolon dan nyeri.
Terapi pendukung mungkin diperlukan berupa penggantian cairan,
penggantian elaktrolit dan penggantian dekstrosa (glukosa).
a. Absorbens
Termasuk agen ini misalnya kaolin, aluminium hidroksida, dan
antupulgite. Agen ini dapat diberi tunggal atau dengan kombinasi,
misalnya: kaopectate, kaolimec, kaogel, neo diaform, retab.
b. Agens hidrofilik
Agen ini memiliki kapasitas tinggi mengabsorbsi air dalam
usus.bila minum obat ini, gunakan sesedikit mungkin air,
contohnya adalah karboksimetil selulose (isogel), sterkulia
(Normacol); psylium (metamucil); methycellulose (cellulose); dan
mucus tumbuhan, dan kulit frangula (granocol).
c. Obat antimotilitas
Contoh dari agen ini adalah kodein fosfat, difenoksilat (lomotil),
loperamid (Imodium, motile, normotil, mecodier, lodia),
dandifenoksin (lyspafen), obat-obat ini berefek menghambat
motilitasusus, sehingga mengurangi peristalsis. Kodein fosfat
adalah analgesig narkotik dan mengurangi nyeri diare.
58
Difenoksilat mirip petidin dan memiliki kerja opiate, namun non
adiktif. Loperamid serupa dengan defenoksilat namun tidak
memiliki kerja opiate (Widya Medika, 2001).
G. Koplikasi
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1. Kehilangan air dan elektrol it (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa (asidos is metabolik, hipokalemia).
2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran
bertambah)
3. Hipoglikemia
4. Gangguan sirkulasi darah (Ngastiyah, 1995).
H. Pengkajian Fokus keluarga
1. Biodata Keluarga
Fokus pengkajian untuk Biodata keluarga berkaitan dengan umur, jenis
kelamin, dan jumlah anggota keluarga yang ada pada keluarga. Umur
sangat berkaitan dengan kejadian diare. Kebanyakan episode diare terjadi
pada dua tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi pada golongan
umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Hal ini
karena belum terbentuknya kekebalan alami dari anak pada umur di bawah
24 bulan (Asta Qauliyah, 2010).
2. Riwayat Keluarga
ada atau tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami diare tidak
mempengaruhi terhadap derubahan kesehatan terhadap keturunannya
59
3. Karakteristik Lingkungan
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap penyebab terjadinya diare.
Lingkungan yang kotor akan beresiko tinggi untuk terkena penyakit diare.
4. Fungsi Perawatan Kesehatan
Pada keluarga yang menderita perawatan kesehatan perlu dilakukan seperti
mengatur diitnya yaitu jangan makan sembarangan. Pada keluarga Tn. A
jika ada anggota keluarga yang sakit selalu periksa ke Puskesmas atau ke
pelayanan kesehatan terdekat.
I. Proses Keperawatan Keluarga
Proses keperawatan keluarga adalah metode ilmiah yang digunakan
secara sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan
keperawatan keluarga. Hal ini juga digunakan untuk merencanakan asuhan
keperawatan dan melaksanakan intervensi keperawatan terhadap keluarga
sesuai dengan rencana yang telah disusun dan mengevaluasi mutu yang telah
dilaksanakan terhadap keluarga (Friedman, 1998).
1. Pengkajian Keluarga
Friedman (1998) membagi proses pengkajian keperawatan keluarga ke
dalam beberapa tahap. Tahap-tahap tresebut meliputi identifikasi data,
tahap dan riwayat perkembangan, data lingkungan, struktur keluarga,
fungsi keluarga dan koping keluarga.
2. Mengidentifikasi Data
Menurut Friedman (1998) data-data dasar yang digunakan oleh perawat
untuk mengukur keadaan pasien dengan memakai norma kesehatan
60
keluarga maupun sosial yang merupakan sistem integrasi dan kesanggupan
untuk mengatasinya. Pengumpulan data pada keluarga dengan diare
difokuskan pada komponen-komponen yang berkaitan dengan diare.
3. Data Identitas
a. Usia
Usia sangat berkaitan dengan kejadian diare. Dan diare juga lebih
sering menyerang balita dan anak-anak, Kebanyakan episode diare
terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi pada
golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan
pendamping. Hal ini karena belum terbentuknya kekebalan alami dari
anak pada umur di bawah 24 bulan (Asta Qauliyah, 2010).
b. Jenis Kelamin
Resiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah
daripada laki-laki karena aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan
lebih tinggi (Asta Qauliyah, 2010).
c. Pekerjaan
Orang yang bekerja pada lingkungan yang kumuh dan kotor
lebih beresiko terkena penyakit diare. Misalnya, pemulung lebih
beresiko daripada pegawai kantor.
d. Pendidikan
Tingkat pendidikan bias saja mempengaruhi fungsi kognitif. Hal ini
karena dengan pendidikan yang rendah, daya ingat klien, afektif dan
psikomotorik dalam pengelolaan penderita daire mereka tidak
61
mengenal tentang daire dan akibat serta pentingnya fasilitas kesehatan.
e. Hubungan (genogram).
ada atau tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami diare
tidak mempengaruhi terhadap perubahan kesehatan terhadap
keturunannya
f. aktivitas.
Kebiasaan aktivitas yang paling berpengaruh pada proses terjadinya
penyakit diare yaitu hygiene personal yang kurang. Kebiasaan tidak
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
4. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga yang beresiko mengalami masalah daire
adalah tahap perkembangan keluarga sedang mengasuh anak dan tahap
perkembangan keluarga dengan anak usia pra sekolah
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penderita diare tidak ada kaitannya dengan penyakit yang lain misalnya
penyakit hipertensi, DM, dan lain-lain.
6. Data Lingkungan
a. Kondisi Rumah atau Karakteristik Rumah
Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan
sanitasi yang jelek penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat
shigellosis yaitu salah satu penyebab diare merupakan penyakit
endemik, infeksi berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan
62
anak-anak yang berumur antara 6 bulan sampai 3 tahun.
b. Karakteristik Lingkungan dan Komunitas.
menjelaskan tentang karakteristik dari tetangga dan komunitas
setempat
c. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk
berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana
keluarga berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya.
d. Sistem pendukung
Pengelolaan penderita diare di keluarga sangat membutuhkan peran
aktif seluruh anggota keluarga dan petugas dari pelayanan kesehatan
yang ada di masyarakat. Semuanya berperan dalam pemberian edukasi,
motivasi dan mengontrol perkembangan kesehatan anggota keluarga
yang menderita penyakit diare
7. Struktur Keluarga
a. Pola Komunikasi
Adanya komunikasi yang terbuka antara keluarga sangat berpengaruh
terhadap kesembuhan penderita diare, karena dengan komunikasi yang
terbuka dapat mengetahui masalah kesehatan keluarga secara dini.
b. Struktur Pengambilan Keputusan
Kekuasaan dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan yang tepat untuk merawat anggota keluarga yang sakit,
karena pengambilan keputusan yang tepat dapat mencegah komplikasi
63
yang lebih lanjut.
c. Peran
Peran kepala keluarga sangat berpengaruh terhadap kesehatan keluarga
terutama dalam penyediaan kebutuhan anggota keluarga yang meliputi
kebutuhan sandang, pangan dan papan.
d. Nilai atau Norma
Nilai atau norma yang dianut oleh keluarga sangat berpengaruh
terhadap cara perawatan anggota keluarga yang sakit.
8. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Afektif
Kekurangan perhatian keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit
mengakibatkan penderita diare tidak mendapatkan perawatan dan
pengobatan yang dibutuhkan, sehingga dapat menimbulkan terjadinya
komplikasi lebih lanjut.
b. Fungsi Sosial
Untuk memperoleh informasi yang tepat tentang diare dan cara
penanggulangannya.
c. Fungsi Perawatan Keluarga
Pendidikan ataupun pengetahuan yang kurang mempunyai
kecenderungan lebih tinggi untuk menderita diare (Friedman,1998).
a) Mengenal Masalah Kesehatan
Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah diare adalah salah
satu faktor penyebab karena apabila keluarga tidak mampu
64
mengenal masalah diare penyakit tersebut akan mengakibatkan
komplikasi.
b) Merawat Anggota Keluarga yang Sakit
Ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
sakit diare dikarenakan oleh ketidaktahuan tentang penyakit,
misalnya penyebab, gejala, perawatan, pencegahan, komplikasi,
serta diit diare.
c) Memodifikasi Lingkungan
ketidakmampuan keluarga memelihara dan memodifikasi
lingkungan dapat beresiko untuk dilihat dari kebiasaan An. F yang
tidak sehat yaitu menjalankan diit yang salah.
d. Fungsi Reproduksi
Resiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah
daripada laki-laki karena aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan
lebih tinggi (Asta Qauliyah, 2010).
e. Fungsi Ekonomi
Status sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi
anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi
keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya pada
anak balita sehingga mereka cenderung memiliki status gizi kurang
bahkan status gizi buruk yang memudahkan balita tersebut terkena
diare. Mereka yang berstatus ekonomi rendah biasanya tinggal di
65
daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga memudahkan
seseorang untuk terkena diare (Asta Qauliyah, 2010).
9. Koping keluarga (Mansjoer, 2000)
Adanya rasa cemas dan takut akan mempengaruhi hipotalamus yang dapat
mengakibatkan penyerapan makanan, air dan elektrolit terganggu. Hal ini
dapat mengakibatkan hiperstaltik pada kolon sehingga terjadi penambahan
jumlah cairan dalam kolon dan mengakibatkan diare.
J. Pemeriksaan Penunjang dari diare (IKA FKUI, 2000) :
a. Pemeriksaan tinja makroskopis dan mikrokopis, PH dan kadar gula jika
diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance) biakan kuman untuk
mencari kuman penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai
antibio tika (pada diare persisten).
b. Pemeriksaan darah, darah perifer lengkap , analisi s gas darah dan
elektro lit (terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai
kejang).
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal
ginjal.
d. Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara
kuantitatif dan kualitat if terutama pada diare kronik.
66
K. Pathways
BAGAN 2.1 Pathways keperawatan keluarga pada penderita diare(Whalley and Wong’s, 1999)
1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah tentangpenyakit diare
2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dantindakan yang tepat
3. Ketidakamampuan keluarga merawat anggota keluargayang menderita diare
4. Ketidakmampuan memodifikasi lingkungan untukmengatasi masalah diare
5. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan pelayanankesehatan untuk memelihara kesehatan
Faktor Malabsorbsia. Malabsorbsi
karbohidratb. Malabsorbsi lemakc. Malabsorbsi protein
Perubahan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
KekuranganVolumeCairan
Dehidrasi
Defekasi sering
DIARE
Waktu Absorbsiberkurang
Tekanan osmotikusus meningkat
Pergeseran air danelektrolit ke dalam
rongga usus
Hipomotilitas
Hiperperistaltik
Kerusakan integritas kulit
Absorbsimenurun
Toksin dari bakteridan virus
EnteralParenteral Peningkatanhormon
adrenalin
Mempengaruhisyaraf
parasimpatik
Hiperperistaltik
Faktor makanan(makan basi,
beracun, alergiterhadap makanan)
Faktor infeksi Faktor psikologis(cemas, takut)
Hipermotilitas
Absorbsimenurun
Bakteri tumbuhberlebihan
Mukosa ususrusak
Peningkatan cairanelektrolit didalam usus
Isi rongga ususmeningkat
Hospitalisasi
Cemas
67
L. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Gastroen teritis
menurut Whalley and Wong (1999) :
a) Penurunan atau kekurangan cairan
b) Perubahan Nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh
c) Kerusakan integrit as kulit
d) Kecemasan atau takut
M. Focus intervensi
1. Penurunan atau kekurangan cairan.
a. Pencegahan Primer
a) Berikan penyuluhan tentang pencegahan kekurangan cairan
b) Ajarkan cara membuat larutan gula garam (LGG)
c) Identifikasi adanya faktor-faktor dehidrasi
b. Pencegahan Sekunder
a) Kaji keadaan umum pasien
b) Beri minum sdikit tapi sering
c) Pantau tanda-tanda dehidrasi
c. Pencegahan Tersier
a) Segera bawa ke pelayanan kesehatan bila An. Mengalami tanda-
tanda dehidrasi berat
b) Kolaborasi pemberian cairan sesuai dengan kebutuhan anak
2. Perubahan Nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh
a. Pencegahan Primer
68
a) Beri penyuluhan tentang pentingnya nutrisi
b) Ajarkan keluarga untuk susun menu seimbang untuk penderita
penyakit diare
b. Pencegahan Sekunder
a) Kaji selera makan klien
b) Anjurkan untuk tidak makan makanan yang pedas dan yang
menyebabkan kram abdomen
c) Anjurkan klien makan sedikit tetapi sering
d) Berikan dorongan kepada klien untuk makan makanan yang lebih
banyak dalam porsi kecil
e) Sajikan makanan dalam keadaan hangat, lembut, dan menarik
f) Beri tahu kepada keluarga untuk memenuhi kebutuhan oral
hygiene
c. Pencegahan Tersier
a) Segera bawa ke pelayanan kesehatan bila kondisi pasien semakin
memburuk
b) Kolaborasi dengan tim ahli gizi (bagaimana nutrisi yang baik)
3. Kerusakan integrit as kulit.
a. Pencegahan Primer
a) Identifikasi adanya integritas kulit
b) Ajarkan cara mencegah terjadinya resiko kerusakan integri tas
kulit.
69
b. Pencegahan Sekunder
a. Ajarkan members ihkan daerah anus dengan sabun non alkaline
dan air dengan hati-hati dan lembut, karena dapat berakibat
tinggi penyebab iritasi kulit.
b. tanda-tanda infeksi
c. Pencegahan Tersier
a) Segera bawa ke pelayanan kesehatan bila kondisi klien semakin
memburuk
b) Kolaborasi dengan Dokter tentang pemberian anti biotic
4. Cemas
a. Prevensi Primer
a) Penyuluhan dan pemberian informasi tentang pengertian, gejala-
gejala, tindakan, dan pencegahan yang perlu diketahui dan
dilakukan secara mandiri oleh anggota keluarga penderita diare
b) Peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan tenaga medis
c) Jelaskan tentang jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan
Tuberkulosis Paru.
b. Prevensi Sekunder
a) Anjurkan keluarga untuk selalu terlibat dalam perawatan secara
mandiri pada penderita, terutama sebagai pengawas minum obat
agar penderita tidak putus obat
b) Anjurkan penderita untuk teratur berobat dan meminum obat yang
diberikan agar mempercepat penyembuhan
70
c) Jelaskan tentang lamanya pengobatan agar penderita tidak merasa
cemas
c. Prevensi Tersier
a) Tingkatkan pengetahuan masyarakat tentang penularan dan cara
pencegahan diare
b) Kolaborasi dengan Dokter dalam pemberian obat